harry patria & victor matindas_sapei 2014
TRANSCRIPT
Efisiensi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam Mengelola Industri Hulu Migas
Indonesia dengan Data Envelopment Analysis (DEA) dan Stochastic Frontier Analysis (SFA)
Harry Patria
Universitas Indonesia
Victor GP Matindas
Universitas Indonesia
Email korespondensi: [email protected]; [email protected]
Abstrak
Dengan karakteristik industri migas yang padat teknologi, modal dan berisiko tinggi, Pemerintah dan
Kontraktor dalam skema kontrak kerja sama (KKS) terus bersinergi dalam mengembangkan kegiatan
eksplorasi dan produksi secara produktif dan efisien. Namun demikian, pengelolaan industri ini
dianggap belum efisien sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membubarkan
BP MIGAS. Di sisi lain, Industri Migas sedang menghadapi krisis yang diidentifikasi dengan
peningkatan cost recovery dan penurunan produksi minyak bahkan di bawah angka yang telah
ditetapkan dalam APBN. Hal tersebut diduga karena adanya inefisiensi dalam pengelolaan industri ini.
Sebagai impilikasinya, proyeksi pendapatan pemerintah menurun dan berdampak terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk melakukan kajian empiris
dan komparatif terhadap efisiensi pengelolaan industri migas untuk 32 KKKS. Secara spesifik, analisis
dilakukan dengan menganalisis efisiensi dengan variabel output yaitu net annual revenue dan net
working interest production serta variabel input yaitu oil reserves, natural gas reserves dan net annual
cost dengan menggunakan 2 metode yaitu Data Envelopment Analysis (DEA) dan Stochastic Frontier
Analysis (SFA) (Hartley dan Medlock (2013)). Hasil penelitian menunjukkan bahwa KKKS Asing
memiliki technical efficiency dengan output revenue relatif lebih tinggi dibandingkan dengan KKKS
Domestik dengan distribusi 56% dari KKKS Asing memiliki efisiensi relatif tinggi di atas rata-rata.
Untuk mencapai tingkat efisiensi, KKKS domestik perlu menekan biaya produksi rata-rata hingga
64,68% dan 36,85% untuk keseluruhan KKKS. Sebagai implikasinya, KKKS Asing yang paling
efisien dapat menjadi benchmark bagi KKKS Domestik dan Pemerintah untuk berkolaborasi dalam
rangka peningkatan technical efficiency.
Kata Kunci: KKKS, technical efficiency, DEA, SFA
1. PENDAHULUAN
Industri migas nasional mengalami krisis dengan adanya cost recovery yang meningkat namun output
produksi (lifting) menurun bahkan dibawah angka yang telah ditetapkan dalam APBN sejak tahun
2010. Setelah mengalami peningkatan selama tahun 2008-2010, realisasi lifting minyak mengalami
penurunan pada tahun 2011 hingga 2014 dengan laju penurunan rata-rata yaitu 4,6 persen per tahun.
Penurunan signifikan antara lain disebabkan oleh laju penurunan alamiah minyak, permasalahan
operasional, perizinan, tumpang tindih dan pinjam pakai lahan dengan instransi terkait, fasilitas
produksi dan pemeliharaan (dikutip dari Nota Keuangan dan APBN 2014, Kementerian Keuangan).
Sementara cost recovery yang harus ditanggung Pemerintah meningkat 11,8 persen sejak tahun 2011
seperti terlihat pada Grafik 1. Hal tersebut diduga karena adanya inefisiensi dalam pengelolaan
industri Minyak dan Gas sebagaimana pertimbangan MK yang membubarkan BP MIGAS pada tahun
2012. Sebagai konsekuensinya, proyeksi pendapatan pemerintah menurun dan berdampak terhadap
perekonomian nasional. Oleh karena itu, kita perlu mengukur efisiensi dari industri migas dan
menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi tersebut.
Grafik 1. Profil Lifting dan Distribusi Penerimaan Sektor Hulu Migas (diolah dari Presentasi SKK
Migas Capaian Tahun 2013 & Rencana Kerja 2014) serta Oil Declining Rate dan Cost Recovery
Increasing Rate (diolah dari data APBNP dan Realisasi dalam Nota Keuangan dan APBN 2014,
Kementerian Keuangan)
Perhitungan efisiensi untuk Industri Minyak dan Gas dengan metode Data Envelopment Analysis
(DEA) dan Stochastic Frontier Analysis (SFA) telah dikembangkan oleh Hartley dan Medlock sejak
tahun 2007 – 2013 (Hartley dan Medlock, 2013) dengan variabel input dan output yang bervariasi.
1800
1900
2000
2100
2200
2300
2400
$0
$30,000
$60,000
$90,000
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013Juta
Dol
lar
MBOEPD
Indonesia Share Net Contractor Share Cost Recovery
Lifting (MBOEPD) Gross Revenue
4.6% oil declining rate11.8% cost recovery increasing rate
Secara spesifik, penelitian-penelitian tersebut mengkaji variabel-variabel yang berpengaruh terhadap
efisiensi Perusahaan Minyak dan Gas dalam skala global dengan data perusahaan Minyak dan Gas
Raksasa antara lain Shell, StatOilHydro dan Marathon. Beberapa dari perusahaan-perusahaan tersebut
memiliki kontribusi besar dalam skala global namun tidak memiliki portofolio kegiatan produksi
Minyak dan Gas di Indonesia. Oleh karena itu, perhitungan technical efficiency pada skala global
belum tentu merepresentasikan technical efficiency pada skala regional.
Efisiensi pada Hartley dan Medlock (2013) dihitung secara agregat berdasarkan Input dan Output
Portofolio Perusahaan Minyak dan Gas di seluruh Wilayah Eksplorasi dan Produksi namun belum
mengkaji efisiensi tersebut dalam skala regional. Variasi efisiensi dalam regional yang berbeda
berimplikasi terhadap kebijakan yang berbeda dalam rangka peningkatan efisiensi. Secara spesifik,
penelitian ini menekankan pada perhitungan efisiensi perusahaan Minyak dan Gas pada skala nasional
berdasarkan kinerja perusahaan tersebut di Indonesia dengan menggunakan variabel output yaitu
annual revenue dan net working interest production serta variabel input yaitu oil reserves, natural gas
reserves, net annual cost pada tahun 2013. Implikasinya, KKKS dan Pemerintah dapat berkolaborasi
untuk meningkatkan efisiensi Perusahaan Minyak dan Gas di Indonesia untuk mendukung
perekonomian nasional.
2. METODE
Hartley dan Medlock (2013) telah melakukan analisis teoritis dan empiris untuk menghitung efisiensi
Perusahaan Minyak dan Gas dengan mengasumsikan fungsi output produksi minyak dan gas Q
sebagai berikut: = ( ) × × ( ) (1)
dengan variabel adalah jumlah tenaga kerja, adalah reserve, dan ( ) adalah faktor geologis
berkaitan dengan produktifitas lapangan. Sedangkan produk penjualan dari sisi hilir merupakan
fungsi dari tenaga kerja , kapital khususnya terkait kapasitas pengilangan minyak dan gas dan
output dengan formula sebagai berikut (Hartley dan Medlock (2013)):= ( , , ) (2)
dan revenue diformulasikan sebagai berikut (Hartley dan Medlock (2013)):(1 − ) (3)
dengan p adalah harga produk dan adalah persentase subsidi. Hartley dan Medlock (2013)
menggunakan data panel revenue sebagai output dengan alasan faktor revenue adalah tujuan utama
bagi perusahaan dibandingkan dengan jumlah output produksi dan alasan kedua adalah karena mereka
ingin menangkap pengaruh subsidi. Sementara untuk input, mereka menggunakan oil reserves, natural
gas reserves, refining capacity, tenaga kerja dan harga Minyak dan Gas Bumi. Penelitian ini
menggunakan variabel output net annual revenue dan net working interest production sedangkan
yang menjadi variabel input adalah net annual cost, oil reserves, dan natural gas reserves. Penelitian
menggunakan data sekunder sebanyak 32 KKKS yang bersumber dari Wood Mackenzie tahun 2013.
Net annual cost digunakan sebagai input untuk merepresentasikan penjumlahan biaya tenaga kerja dan
resources yang digunakan dalam proses produksi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Envelopment Analysis (DEA) dan Stochastic
Frontier Analysis (SFA). DEA dan SFA digunakan untuk menentukan technological frontier Hartley
dan Medlock (2013). SFA mengestimasi parameter frontier produksi dengan menggunakan data
pasangan output-input dan mengukur inefisiensi sebagai error component model. DEA memiliki
kelebihan dibandingkan SFA karena tidak membutuhkan asumsi mengenai bentuk fungsi dari
teknologi produksi. Di sisi lain SFA memberikan pengukuran statistik mengenai seberapa baik model
tersebut dapat menjelaskan data.
2.1 Data Envelopment Analysis
Coelli (1996a) telah mengembangkan kerangka konseptual DEA dengan asumsi data yang terdiri atas
jenis input dan jenis output untuk perusahaan atau DMU sejumlah . Untuk perusahaan ke-i
direpresentasikan oleh vektor dan . Maka untuk seluruh DMU sebanyak kita memiliki matriks
input berukuran × dan matriks output berukuran × . Tujuan dari DEA adalah
membentuk frontier non-parameter sehingga seluruh titik data terdiri dari dua bagian yaitu terletak
pada frontier atau di bawah frontier. DEA menyelesaikan persamaan model linear programming
dengan bentuk seperti berikut (Coelli (1996)):
minθ,λ
subject to − + ≥ 0,− ≥ 0,≥ 0
(4.a)
(4.b)
(4.c)
(4.d)
Dengan adalah skalar dan adalah vektor konstanta × 1. Nilai dari yang diperoleh adalah nilai
efisiensi untuk DMU ke-i. Dengan menyelesaikan linear programming di atas, kita akan memperoleh
nilai θ untuk masing-masing DMU. Nilai efisiensi akan memenuhi ≤ 1, apabila = 1 artinya DMU
tersebut adalah frontier dan efisien.
2.2 Stochastic Frontier Analysis
Coelli (1996b) telah mengembangkan Model Stochastic Frontier Analysis (SFA) menggunakan fungsi
produksi untuk data cross-section dengan error yang terdiri dari dua komponen, satu komponen untuk
efek acak (random effect) dan satu lagi untuk technical efficiency. Model tersebut mengasumsikan
jumlah perusahaan sebanyak dengan jenis input sebanyak . Bentuk dari model ini adalah sebagai
berikut (Hartley dan Medlock (2013)):
ln = + ln + − (5)
adalah komponen stokastik yang menunjukkan error pada pengukuran dan diasumsikan
terdistribusi normal. Sedangkan adalah komponen technical efficiency dan diasumsikan terdistribusi
half-normal (Coelli (1996b)). Kita definisikan term error gabungan yaitu = − . Persamaan di
atas diestimasi dengan menggunakan maximum likelihood. Nilai technical efficiency untuk masing-
masing perusahaan dapat dihitung dengan mengambil expectation value dari pada kondisi .
2.3 Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari 32 perusahaan pada tahun 2013,
yang terdiri dari net annual revenue, net wi production, net cost annual, oil reserves dan natural gas
reserves.
1 BP 9 Eni 17 Lundin Petroleum 25 Premier2 Bakrie Group 10 ExxonMobil 18 Medco Energi 26 Salamander Energy3 CITIC Resources 11 Gulf Petroleum 19 Mont D`Or Petroleum 27 Santos4 CNOOC 12 Husky Energy 20 Mubadala Development Co 28 Sinopec Group5 CNPC 13 INPEX Corporation 21 PERTAMINA 29 Star Energy Indonesia6 Chevron 14 JOGMEC 22 PETRONAS 30 Sugih Energy7 ConocoPhillips 15 Kodeco Energy 23 PGN 31 Talisman8 Energi Mega P. 16 KrisEnergy 24 Pacific Oil & Gas Indonesia 32 Total
Grafik 1. Data Input-Output 32 KKKS di Indonesia pada tahun 2013 (diolah dari Woodmac, 2014)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
ln Oil Reserve ln Gas Reserves ln net cost annual
Ln net annual revenue net wi production
3. HASIL DAN ANALISIS
3.1 Data Envelopment Analysis (DEA)
Penelitian ini menggunakan program DEAP 2.1 yang dirancang oleh Tim Coelli untuk menghitung
efisiensi DEA. Asumsi yang digunakan adalah constant returns to scale (CRS).
1 BP
2 Bakrie Group
3 CITIC Resources
4 CNOOC
5 CNPC
6 Chevron
7 ConocoPhillips
8 Energi Mega Persada
9 Eni
10 ExxonMobil
11 Gulf Petroleum
12 Husky Energy
13 INPEX Corporation
14 JOGMEC
15 Kodeco Energy
16 KrisEnergy
17 Lundin Petroleum
18 Medco Energi
19 Mont D`Or Petroleum
20 Mubadala Development Co
21 PERTAMINA
22 PETRONAS
23 PGN
24 Pacific Oil & Gas Indonesia
25 Premier
26 Salamander Energy
27 Santos
28 Sinopec Group
29 Star Energy Indonesia
30 Sugih Energy
31 Talisman
32 Total
Grafik 2. Technical Efficiency 32 KKKS di Indonesia berdasarkan Simulasi DEA
Variabel returns to scale dapat memberikan variasi teknologi yang lebih luas dalam perhitungan
efisiensi, tetapi menyebabkan perbandingan antara perusahaan menjadi lebih sulit (Hartley dan
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
123456789
1011121314151617181920212223242526272829303132
KKKS
Technical Efficiency (Production)Technical Efficiency (Revenue)
Medlock (2013)). Dengan menggunakan program DEAP 2.1 untuk model net annual revenue dan
model net working interest production, kita dapat memperoleh technical efficiency pada Grafik 2.
Dengan menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA), kita juga dapat memperoleh data target
input terutama untuk perusahaan-perusahaan yang masih relatif kurang efisien agar menjadi efisien.
1 BP 9 Eni 17 Lundin Petroleum 25 Premier2 Bakrie Group 10 ExxonMobil 18 Medco Energi 26 Salamander Energy3 CITIC Resources 11 Gulf Petroleum 19 Mont D`Or Petroleum 27 Santos4 CNOOC 12 Husky Energy 20 Mubadala Development Co 28 Sinopec Group5 CNPC 13 INPEX Corporation 21 PERTAMINA 29 Star Energy Indonesia6 Chevron 14 JOGMEC 22 PETRONAS 30 Sugih Energy7 ConocoPhillips 15 Kodeco Energy 23 PGN 31 Talisman8 Energi Mega P. 16 KrisEnergy 24 Pacific Oil & Gas Indonesia 32 Total
Grafik 4. Cost cut percentage dari KKKS untuk mencapai output revenue dengan efisien
Grafik 4 menunjukkan seberapa besar persentase biaya produksi rata-rata yang harus dikurangi agar
KKKS dapat menghasilkan output revenue dengan efisien. KKKS Domestik membutuhkan
pengurangan biaya produksi rata-rata sebesar 64,68%. Sedangkan KKKS Asing membutuhkan
pengurangan biaya produksi sebesar 29,06%. Secara keseluruhan, KKKS harus menekan biaya
produksi rata-rata sebesar 36,85%.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
2 8 18 24 21 23 30 1 3 4 5 6 7 9 10 11 12 13 14 15 16 17 19 20 22 25 26 27 28 29 31 32
Cost Cut Percentage
KKKS
Average
64,68%
Average
29,06%
Average Total
36,85%
3.2 Stochastic Frontier Analysis (SFA)
Dengan menggunakan program FRONTIER 4.1, kita dapat memperoleh model technical efficiency
sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Estimasi SFA untuk Model 1 dan Model 2
IndependentVariable
SFA Model 1 SFA Model 2Dependent Variable: ln(Revenue) Dependent Variable: ln(Production)
Coefficient Std Error Coefficient Std ErrorC 1.545 1.044 -2.114 0.062ln(NetCost) 0.779 0.016 0.735 0.006ln(OilRes) 0.341 0.026 0.187 0.042ln(GasRes) 0.019 0.069 0.282 0.016Observation 32 32
Hasil perhitungan technical efficiency masing-masing perusahaan dengan model tersebut dapat
dilihat pada Grafik 5. Berdasarkan simulasi SFA, nilai rata-rata technical efficiency dengan output
revenue dan production untuk 32 KKKS tersebut masing-masing adalah 0,53 dan 0,50. Sedangkan
berdasarkan simulasi DEA, nilai rata-rata technical efficiency dengan output revenue dan
production untuk 32 KKKS tersebut masing-masing adalah 0,64 dan 0,59. Dari nilai rata-rata
technical efficiency tersebut, kita dapat menyusun perbandingan relatif untuk melihat KKKS yang
memiliki technical efficiency berdasarkan metode SFA dan DEA.
Grafik 6 menunjukkan bahwa mayoritas perusahaan berada pada kuadran I dan III. Hal ini
mengimplikasikan bahwa hasil technical efficiency dengan output revenue dari SFA dan DEA
berkorelasi secara linear positif dimana KKKS dengan technical efficiency DEA relatif rendah
mayoritas memiliki technical efficiency SFA yang relatif rendah. Sebaliknya KKKS dengan
technical efficiency DEA relatif tinggi mayoritas memiliki technical efficiency SFA yang relatif
tinggi. Oleh karena itu, kita dapat membuktikan bahwa metode perhitungan technical efficiency
dengan SFA akan memberikan hasil yang konsisten dengan metode perhitungan technical efficiency
dengan DEA.
1 BP
2 Bakrie Group
3 CITIC Resources
4 CNOOC
5 CNPC
6 Chevron
7 ConocoPhillips
8 Energi Mega Persada
9 Eni
10 ExxonMobil
11 Gulf Petroleum
12 Husky Energy
13 INPEX Corporation
14 JOGMEC
15 Kodeco Energy
16 KrisEnergy
17 Lundin Petroleum
18 Medco Energi
19 Mont D`Or Petroleum
20 Mubadala Development Co
21 PERTAMINA
22 PETRONAS
23 PGN
24 Pacific Oil & Gas Indonesia
25 Premier
26 Salamander Energy
27 Santos
28 Sinopec Group
29 Star Energy Indonesia
30 Sugih Energy
31 Talisman
32 Total
Grafik 5. Technical Efficiency 32 KKKS di Indonesia berdasarkan simulasi SFA
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32KK
KS
Technical Efficiency (Production)Technical Efficiency (Revenue)
Grafik 6. Technical Efficiency dengan output Revenue untuk 32 KKKS di Indonesia berdasarkan
simulasi SFA dan DEA
Grafik 7. Technical Efficiency dengan output Production untuk 32 KKKS di Indonesia berdasarkan
simulasi SFA dan DEA
Hasil penelitian menunjukkan bahwa KKKS Asing memiliki technical efficiency relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan KKKS Domestik. Grafik 6 membuktikan bahwa terdapat 56% dari KKKS Asing
yang memiliki technical efficiency relatif tinggi di atas rata-rata. Sebagai implikasinya, KKKS Asing
2915
16
3125
32
20
22
19
117
14
27
13
24
9
410
17
6
8
15
18
262821
212
23
330
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1.0
0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
DEA
SFA
III
III IV
1
2
3
4
14 5
6 78
9
10 11
12
13
15
16 17
18
19
2021
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00
DEA
SFA
III
III IV
yang paling efisien dapat menjadi patokan bagi KKKS Domestik dan Pemerintah untuk berkolaborasi
dalam rangka peningkatan technical efficiency.
Hasil perhitungan technical efficiency dengan SFA dan DEA tersebut dapat dibandingkan dengan
kajian Hartley dan Medlock (2013). Hartley dan Medlock (2013) menunjukkan bahwa Pertamina
memiliki technical efficiency DEA senilai 0,35 dan SFA senilai 0,18. Sedangkan hasil perhitungan
technical efficiency dengan output revenue dalam penelitian kita, Pertamina memiliki technical
efficiency DEA senilai 0,5080 dan SFA senilai 0,2485. Perbedaan hasil penelitian disebabkan karena
perbedaan skala penelitian yang digunakan dimana Hartley dan Medlock (2013) menggunakan skala
global untuk seluruh Perusahaan Minyak dan Gas di dunia. Dalam penelitian tersebut, Hartley dan
Medlock (2013) menggunakan data perusahaan Minyak dan Gas Raksasa antara lain Shell,
StatOilHydro dan Marathon yang memiliki kontribusi besar dalam skala global namun tidak memiliki
portofolio kegiatan produksi Minyak dan Gas di Indoensia. Oleh karena itu, perhitungan technical
efficiency pada skala global belum tentu merepresentasikan technical efficiency pada skala nasional.
Dengan hasil technical efficiency dalam skala regional, kita dapat melihat seberapa besar efisiensi
Pertamina dibandingkan KKKS lainnya di Indonesia.
Secara spesifik, KKKS Star Energy Indonesia memiliki technical efficiency relatif tinggi bahkan di
atas Pertamina. Padahal KKKS tersebut memiliki cadangan jauh lebih rendah dibandingkan
Pertamina. Hal tersebut tersebut karena variabel input-output dalam model hanya menggunakan
variabel output yaitu annual revenue dan net working interest production serta variabel input yaitu oil
reserves, natural gas reserves, net annual cost. Untuk itu, diperlukan penelitian lebih lanjut dengan
mempertimbangkan variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi technical efficiency dalam skala
regional.
4. KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa KKKS Asing memiliki technical efficiency dengan output
revenue dan production relatif lebih tinggi dibandingkan dengan KKKS Domestik dengan adanya 56%
dari KKKS Asing yang memiliki technical efficiency relatif tinggi di atas rata-rata. Untuk mencapai
tingkat efisiensi, KKKS domestik perlu menekan biaya produksi rata-rata hingga 64,68% dan 36,85%
untuk keseluruhan KKKS. Dengan menggunakan variabel input dan output dalam penelitian, KKKS
yang memiliki oil reserves dan/atau natural gas reserves relatif kecil cenderung memiliki technical
efficiency relatif tinggi. Untuk itu, kita dapat mengembangkan penelitian ini dengan menggunakan
variabel-variabel lain yang mungkin dapat mempengaruhi technical efficiency dalam skala regional
antara lain geological factors, vertical integration, oil&gas fiscal terms dan tenaga kerja. Sebagai
implikasinya, KKKS Asing yang paling efisien dapat menjadi benchmark bagi KKKS Domestik dan
Pemerintah untuk berkolaborasi dalam rangka peningkatan technical efficiency.
DAFTAR PUSTAKA
Coelli, T.J. (1996). A Guide to DEAP Version 2.1: A Data Envelopment Analysis (Computer)
Program. CEPA Working Paper 96/8, Department of Econometrics, University of New England,
Armidale NSW Australia.
Coelli, T.J. (1996b), A Guide to FRONTIER Version 4.1: A Computer Program for Stochastic
Frontier Production and Cost Function Estimation, CEPA Working Paper 96/7, Department of
Econometrics, University of New England, Armidale NSW Australia.
Hartley, P. R. dan Medlock, K.B. (2013). Changes in the Operational Efficiency of National Oil
Companies. The Energy Journal, Vol. 34, No. 2.
Kementerian Keuangan (2014). Nota Keuangan dan APBN Tahun 2014,
http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/NK%20dan%20APBN%202014%20full_0.pdf
diakses pada tanggal 18 November 2014.
SKK Migas (2013). Capaian Tahun 2013 & Rencana Kerja 2014, https://xa.yimg.com, diakses pada
tanggal 18 November 2014.
Wood Mackenzie Research Report, http://www.woodmacresearch.com, diakses pada tanggal
12 November 2014.