five force analysis
DESCRIPTION
strategic managementTRANSCRIPT
STRATEGIC MANAGEMENT
ANALISA PORTER’S FIVE FORCES PADA INDUSTRI PERBANKAN
Studi Kasus : Bank Mandiri
Oleh:
Novyandri Kristiyana
Eksekutif B Kelas 29D
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2016
PORTER’S FIVE FORCES
Threat of New Entry
Saat ini banyak bank yang berdiri dan menawarkan pelayanan yang hampir sama dan
serupa dengan Bank Mandiri, seperti kartu atm, kartu kredit, e-cash, pay-pall dll. Hal ini
menyebabkan persaingan bank di Indonesia cukup tinggi.
Iklim pasar perbankan di Indonesia yang cukup stabil membuat persaingan diantara satu
bank dengan bank yang lain tinggi.
Segmen masyarakat Indonesia yang beragam menjadi salah satu faktor tumbuh pesatnya
jumlah bank di seantero negeri. Sehingga antar bank saling bersaing demi mendapat nasabah.
Penguasaan teknologi yang cukup tinggi diantara bank, membuat banyak bank berlomba
dalam bersaing meningkatkan pelayanannya melalui penggunaan teknologi.
Persaingan bank dalam memberikan kredit dan dana pihak ketiga (DPK) semakin tinggi.
Bank Mandiri memanfaatkan peluang kompetisi ini dengan meningkatkan kualitas dan
kuantitas produk – produknya.
Pesaing bank mandiri yang semakin dekat yaitu BCA. Hal ini terlihat dari jumlah aset dari
bank tersebut yaitu sebesar 621,98 Triliun rupiah. Sedangkan jumlah aset Bank Mandiri
sebesar 474,74 triliun rupiah.
Bank Mandiri masih kesulitan untuk menguasai segmen kelas menengah bawah, karena di
bagian kelas ini terdapat salah satu rivalnya, yaitu Bank BRI yang memiliki kekuatan cukup
besar pada wilayah akar rumput.
Bargaining Power of Customers
Banyak tingkatan pelanggan dari masyarakat tingkat bawah hingga menengah atas yang
menggunakan layanan perbankan.
Pertimbangan nasabah saat akan memilih bank untuk investasi/deposito adalah tingkat
keuntungan, biaya administrasi, tingkat keamanan, produk – produk yang ditawarkan dan
pelayanan.
Produk yang ditawarkan beragam, dimana produk – produk tersebut diharapkan dapat
dimanfaatkan oleh banyak segmen nasabah.
Walaupun saat ini Bank Mandiri telah memperlebar jangkauannya untuk masyarakat
tingkat bawah, namun tidak semuanya dapat menikmati produk – produk Bank Mandiri.
Hanya masyarakat yang memiliki kemampuan keuangan berkecukupan yang dapat
merasakan produk – produk tersebut.
Hanya sedikit masyarakat Indonesia yang telah menggunakan jasa lembaga keuangan,
yaitu lebih kurang 20% dari jumlah total masyarakat Indonesia.
Rata-rata masyarakat yang menggunakan jasa Bank Mandiri masih dari kalangan
menengah atas, kalangan menengah bawah masih banyak yang menggunakan jasa Bank
Mandiri. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satu faktor yag paling kuat, terdapat
Bank Pesaing (Seperti BRI), yang menawarkan produk-produk yang diminati atau dipercayai
oleh kalangan menengah kebawah. Hal ini juga dikarenakan masih adanya pandangan
masyarakat kalangan kebawah, bahwa Bank Mandiri hanya untuk kalangan atas.
Threat of Substutitues
Seperti yang diketahui bahwa adanya API (Arsitektur Perbankan Indonesia) yang telah
disusun oleh BI yang mengatur bahwa Bank umum yang memiliki modal yang terbatas, juga
akan diberikan juga batasan-batasan dalam melakukan ekspansi bisnisnya. Dengan adanya
regulasi ini dapat disimpulkan adanya keterbatasan untuk melakukan ekspansi, seperti
membuka Cabang bagi Bank umum jika modal nya terbatas. Sehingga cakupan konsumen
yang mereka dapat juga kecil. Hal ini akan membuat pihak yang akan mendirikan sebuah
Bank memang harus memiliki modal yang tinggi jika ingin bersaing dengan Bank yang telah
banyak berdiri, khususnya Bank Mandiri. Ini akan menjadi suatu syarat cukup sulit untuk
mendirikan suatu Bank, karena terbatasnya ekspansi suatu Bank, jika modalnya juga terbatas.
Pada saat ini OJK sedang membahas Master Plan Perbankan Indonesia(MP2I) untuk
periode 2014-2024. MP2I ini merupakan modifikasi dari API yang telah disusun oleh BI.
Salah satu pembahasan dalam MP2I ini nantinya akan membahas mengenai modal minimum
untuk mendirikan sebuah Bank. Modal minimum yang dibahas akan dinaikan dari modal
minium yang telah diatur sebelumnya, yang artinya modal yang dibutuhkan jika ingin
mendirikan sebuah Bank semakin tinggi. Dengan adanya pembahasan ini, Bank yang
memiliki permodalan yang rendah (Tergolong dalam BUKU I) diharapkan untuk melakukan
merger yang kemudian akan menghasilkan Bank baru, dengan modal diatas 1 Triliun.
Dengan adanya aturan ini maka akan memaksa Bank yang tergolong dalam BUKU 1
(Permodalan 100 Miliar-1 Triliun) akan melakukan Merger yang otomatis akan menghasilkan
Bank Baru dengan permodalan yang Tinggi, dan ini bisa menjadi ancaman juga Bank
Mandiri, karena akan lahir Bank baru dengan modal yang tinggi juga, sehingga ekspansi
Bank baru ini juga dapat semakin luas. Akan tetapi dengan adanya aturan ini juga, dapat
menjadi hambatan juga bagi Bank pendatang baru (dalam arti, bukan Bank yang terbentuk
berdasakan merger), dengan adanya aturan modal yang semakin tinggi untuk mendirikan
Bank, akan menghambat untuk mendirikan Bank baru. Sehingga jumlah Bank di Indonesia
juga dapat dibatasi.
Bargaining Power of Supplier
Bank Mandiri membutuhkan pemasok dalam menyokong alat – alat pelayanan nasabah
seperti mesin ATM, aplikasi sistem informasi, ERP perusahaan, dll. Pemasok ini berasal dari
berbagai perusahaan pemasok yang banyak jumlahnya dan beragam jenisnya.
Bank Mandiri yang saat ini berada di peringkat atas, jelas memiliki kekuataan dalam
menentukan para pemasoknya. Maka dari keadaan ini, mereka dengan mudah memilih mana
pemasok yang akan dijadikan sebagai rekan bisnis. Konsekuensinya, daya tawar pemasok
menjadi lemah.
Jumlah pemasok relatif banyak dan pelanggan dari mereka (Perbankan) terhitung sedikit,
membuat tingkat permintaan akan produk mereka tidak terlalu tinggi. Ini pun akan
memengaruhi tingkat daya tawar pemasok.
Pengaruh pemasok dalam dunia perbankan dapat dikatakan rendah, hal ini berbeda bila
dibandingkan pada dunia bisnis industri yang memiliki pengaruh cukup besar.
Rivalry Among Existing Competitors
Ancaman dari sisi substitusi tergolong tinggi, ini diukur dari opsi/pilihan masyarakat ketika
ingin menginvestasikan uang yang dimiliki agar memperoleh manfaat lebih selain di
perbankan seperti di Lembaga Keuangan Asuransi, Koperasi, Pasar Modal, dan Pegadaian.
Tidak ada biaya peralihan pada faktor subtitusi lembaga keuangan, sehingga nasabah
dengan mudah berpindah dari satu lembaga keuangan ke lembaga keuangan lainnya.
Calon nasabah tetap membutuhkan lembaga keuangan baik itu perbankan ataupun
nonperbankan. Lembaga keuangan lainnya hadir dengan tawaran pelayanan dan keamanan
yang tidak lebih buruk dari perbankan.
Maka, Bank Mandiri harus tetap mencari cara untuk menanggulangi ancaman ini dengan
cara memberikan pelayanan yang lebih “memanjakan” nasabah, agar kelebihan yang dimiliki
lembaga keuangan lainnya dapat tetap diantisipasi oleh Bank Mandiri. Namun, memang
konsekuensi yang akan terjadi adalah beban perusahaan bertambah dan keuntungan pun akan
turun.