fakultas pertanian universitas lampung bandar …digilib.unila.ac.id/54730/3/skripsi tanpa bab...

65
EFEK DERAJAT PENYANGRAIAN TERHADAP SIFAT SENSORI DAN KANDUNGAN PROKSIMAT KOPI ROBUSTA (Coffea canephora L) BUBUK (Skripsi) Oleh AMALIA AGUSTIN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Upload: vankhuong

Post on 21-Aug-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

EFEK DERAJAT PENYANGRAIAN TERHADAP SIFAT SENSORI DANKANDUNGAN PROKSIMAT KOPI ROBUSTA (Coffea canephora L)

BUBUK

(Skripsi)

Oleh

AMALIA AGUSTIN

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2018

ABSTRACT

THE EFFECT OF ROASTING LEVEL TOWARDS SENSORICCHARACTERISTICS AND PROKSIMATIC CONTENT OF ROBUSTA

COFFEE (Coffea canephora L.) POWDER

By

AMALIA AGUSTIN

The purpose of the research is to obtain the proximate content and obtain the desired

sensory characteristics of coffee powder based on the use of a combination of time

and roasting temperature in making coffee powder. This study uses Robusta coffee

beans from Ngarip Village, Ulu Belu Subdistrict, Tanggamus district by using a non

factorial Randomized Complete Block Design (RAKL) method four times. This

research was carried out with a combination of time and roasting temperature, namely

(1) 180oC/20’, (2) 200oC/20’, (3) 220oC/20’, (4) 180oC/40’, (5) 200oC/40’, and (6)

220oC/40’. The parameters of the research include organoleptic test of Robusta

coffee which is done by hedonic test method to determine the level of panelists’

preference for the characteristics of Robusta coffee, digital image analysis to

determine the level of color change and analysis of its proximate content. Data were

analyzed using analysis of variance (ANOVA) with the Smallest Significant

Difference (LSD) follow-up at the level of 5%.

The results showed that 220oC/20’ is the combination of the temperature and the best

time with a hedonic score of 4,080 (preferred). Meanwhile, physical characteristics

including color testing using Digital Image produce R Index value of 0,33; G Index is

0,31; and Index B is 0,11. The results of proximate content analysis showed there

was an increase in ash levels, a decrease in water content, fiber content, fat content,

protein content, and carbohydrate levels.

Keyword: arabica coffee, roasting temperature, roasting duration, sensory quality.

ABSTRAK

EFEK DERAJAT PENYANGRAIAN TERHADAP SIFAT SENSORI DANKANDUNGAN PROKSIMAT KOPI ROBUSTA (Coffea canephora L.)

BUBUK

Oleh

AMALIA AGUSTIN

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kandungan proksimat dan sifat

sensori kopi bubuk yang diinginkan berdasarkan penggunaan kombinasi suhu dan

waktu penyangraian dalam pembuatan kopi bubuk. Penelitian ini menggunakan

biji kopi robusta dari Desa Ngarip Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus

Penelitian disusun dengan metode Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL)

non faktorial sebanyak empat kali ulangan. Perlakuan terdiri dari derajat

penyangraian yaitu (1) 180oC/20’, (2) 180oC/40’, (3) 200oC/20’, (4) 200oC/40’,

(5) 220oC/20’, dan (6) 220oC/40’. Parameter penelitian meliputi penerimaan

keseluruhan, analisis warna dengan metode citra digital dan analisis terhadap

kandungan proksimatnya. Data dianalisis menggunakan analisis sidik ragam

(ANOVA) dengan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Hasil penelitian menunjukkan penyangraian 220oC/20 merupakan kombinasi

suhu dan waktu terbaik dengan skor bubuk kopi sebesar 4,080 (disukai). Analisis

warna memiliki nilai Indeks R sebesar 0,33; Indeks G sebesar 0,31; dan Indeks B

sebesar 0,11. Kandungan proksimat menunjukkan bahwa terjadi peningkatan

kadar abu, penurunan kadar air, kadar serat, kadar lemak, kadar protein, dan

kadar karbohidrat.

Kata kunci : kopi robusta, suhu penyangraian, lama penyangraian, mutu sensori.

EFEK DERAJAT PENYANGRAIAN TERHADAP SIFAT SENSORI DANKANDUNGAN PROKSIMAT KOPI ROBUSTA (Coffea canephora L) BUBUK

Oleh

Amalia Agustin

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknologi Hasil PertanianFakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2018

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung Timur pada tanggal 27 November 1994, sebagai anak

pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Agus Sudono dan Ibu Siti Juariyah.

Pendidikan penulis diawali di TK Aisyiyah Pugung Raharjo, Lampung Timur yang

diselesaikan pada tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SD

Negeri 3Pugung Raharjo, Lampung Timur yang diselesaikan pada tahun 2007.

Setelah itu penulis melanjutkan studi ke MTs Ma’arif NU 14 Sidorejo, Lampung

Timur yang diselesaikan pada tahun 2010 dan SMA Negeri 1 Bandar Sribhawono,

Lampung Timur yang diselesaikan pada tahun 2013.

Pada tahun 2013, penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil

Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN. Selama

menjadi mahasiswa di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung

penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan organisasi kampus seperti UKM

BIROHMAH (Unit Kegiatan Mahasiswa Bina Rohani Islam Mahasiswa) dan UKMF

FOSI (Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas Forum Study Islam).

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohiim

Alhamdulillahirobbil’alamiin, puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT

atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat siselesaikan.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari keterlibatan berbagai pihak, sehingga pada

kesempatan ini Penulis ingin megucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

2. Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Pertanian Universitas Lampung atas izin penelitian serta arahan yang diberikan;

3. Ir. Sri Setyani, M.S. selaku pembimbing pertama skripsi sekaligus sebagai Dosen

Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan pengarahan dan

bimbingan dalam pelaksanaan perkuliahan, saran, nasihat, motivasi dan kritikan

dalam penyusunan skripsi.

4. Ir. Ribut Sugiharto, M.Sc. selaku pembimbing kedua yang telah banyak

memberikan bimbingan, motivasi, pengarahan, saran, nasihat dan kritikan dalam

penyusunan skripsi.

5. Ir. Ahmad Sapta Zuidar, M.P. selaku penguji yang telah memberikan saran dan

kritik yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.

6. Segenap pihak yang telah membantu panelis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa membalas kebaikan mereka dan

semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Oktober 2018

Amalia Agustin

DAFTAR ISI

HalamanDAFTAR TABEL ..................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xvii

I. PENDAHULUAN................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang dan Masalah ......................................................... 1

1.2. Tujuan Penelitian........................................................................... 3

1.3. Kerangka Penelitian....................................................................... 4

1.4. Hipotesis ....................................................................................... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 7

2.1. Anatomi dan Berbagai Jenis Kopi.................................................. 7

2.2. Kopi Robusta.................................................................................. 9

2.3. Kopi Arabika.................................................................................. 10

2.4. Komposisi Kimia Biji Kopi ........................................................... 11

2.5. Pengolahan Kopi Beras ..................................................................... 132.5.1. Buah hijau............................................................................ 132.5.2. Buah kuning atau hijau kekuningan .................................... 142.5.3. Buah merah kekuningan ...................................................... 142.5.4. Buah merah penuh ............................................................... 152.5.5. Merah tua kehitaman ........................................................... 15

2.6. Pengolahan Basah .......................................................................... 162.6.1. Sortasi gelondong................................................................. 172.6.2. Pulping (pengupasan kulit buah)......................................... 172.6.3. Fermentasi ........................................................................... 172.6.4. Pencucian............................................................................. 182.6.5. Pengeringan ......................................................................... 19

2.6.6. Pengupasan kulit tanduk (Hulling) ...................................... 192.6.7. Sortasi biji............................................................................ 19

2.7. Pengolahan Kering ......................................................................... 202.7.1. Sortasi gelondong ................................................................ 212.7.2. Pengeringan ......................................................................... 212.7.3. Huling (pengupasan kulit) ................................................... 222.7.4. Pengemasan ......................................................................... 22

2.8. Pegolahan Kopi Bubuk .................................................................. 232.8.1. Persiapan bahan baku .......................................................... 252.8.2. Sortasi .................................................................................. 252.8.3. Penyangraian/Perendangan (Roasting)................................ 262.8.4. Penggilingan ........................................................................ 302.8.5. Pengemasan ......................................................................... 30

2.9. Evaluasi Sensori ............................................................................. 31

III.BAHAN DAN METODE.................................................................... 32

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 32

3.2. Bahan dan Alat ............................................................................... 33

3.3. Metode Penelitian........................................................................... 333.3.1. Uji organoleptik..................................................................... 333.3.2. Analisis citra digital .............................................................. 353.3.3. Analisis kadar air................................................................... 353.3.4. Analisis kadar abu ................................................................. 363.3.5. Analisis kadar serat kasar ...................................................... 363.3.6. Analisis kadar protein............................................................ 373.3.7. Analisis kadar lemak ............................................................. 373.3.8. Analisis kadar karbohidrat .................................................... 38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 39

4.1. Sifat Sensori Kopi Bubuk Robusta ............................................... 394.1.1. Penerimaan keseluruhan .................................................... 394.1.2. Warna kopi bubuk robusta dengan Citra Digital ............... 41

4.2. Kandungan Proksimat Kopi Bubuk Robusta ................................. 424.2.1. Kadar air ............................................................................. 434.2.2. Kadar abu ........................................................................... 454.2.3. Kadar serat kasar ................................................................ 464.2.4. Kadar protein ..................................................................... 474.2.5 Kadar lemak ........................................................................ 504.2.6 Kadar karbohidrat By Difference ........................................ 51

V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 54

5.1. Kesimpulan ................................................................................... 54

5.2. Saran .............................................................................................. 54

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 55

LAMPIRAN............................................................................................... 62

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman1. Komposisi biji kopi kimia Arabika, Robusta dan kopi bubuk instan . 12

2. Standar mutu kopi bubuk robusta ...................................................... 24

3. Kandungan proksimat kopi beras dan kopi sangrai ........................... 43

4. Data kuantitatif uji organoleptik kopi bubuk robusta ( Uangan 1) .... 62

5. Data kuantitatif uji organoleptik kopi bubuk robusta ( Uangan 2) .... 63

6. Data kuantitatif uji organoleptik kopi bubuk robusta ( Uangan 3) .... 64

7. Data kuantitatif uji organoleptik kopi bubuk robusta ( Uangan 4). ... 65

8. Koordinat dan nilai RGB serta indeks RGB kopi bubuk robusta ...... 66

9. Penerimaan keseluruhan (aroma dan rasa) kopi bubuk robusta......... 66

10. Uji homogenitas (Kesamaan) ragam (Bartlett’s test) ........................ 66

11. Analisis ragam penerimaan keseluruhan kopi bubuk robusta............ 67

12. Uji BNT penerimaan keseluruhan kopi bubuk robusta...................... 67

13. Kadar air kopi bubuk robusta............................................................ 68

14. Uji homogenitas (Kesamaan) ragam (Bartlett’s test) kadar air ......... 68

15. Analisis ragam kadar air kopi bubuk robusta..................................... 69

16. Uji BNT kadar air kopi bubuk robusta............................................... 69

17. Kadar abu kopi bubuk robusta .......................................................... 69

18. Uji homogenitas (Kesamaan) ragam (Bartlett’s test) kadar abu........ 70

19. Analisis ragam kadar abu kopi bubuk robusta ................................... 70

20. Uji BNT kadar abu kopi bubuk robusta ............................................. 71

21. Kadar serat kasar kopi bubuk robusta ............................................... 71

22. Uji Ragam (Bartlett’s test) kadar serat .............................................. 71

23. Analisis ragam kadar serat kasar kopi bubuk robusta........................ 72

24. Uji BNT kadar serat kasar kopi bubuk robusta.................................. 72

25. Kadar lemak kopi bubuk robusta ....................................................... 73

26. Uji homogenitas ragam (Bartlett’s test) kadar lemak ........................ 73

27. Analisis ragam kadar lemak kopi bubuk robusta ............................... 74

28. Uji BNT kadar lemak kopi bubuk robusta ......................................... 74

29. Kadar protein kopi bubuk robusta...................................................... 74

30. Uji homogenitas ragam (Bartlett’s test) kadar................................... 75

31. Analisis ragam kadar protein kopi bubuk robusta ............................. 75

32. Uji BNT kadar protein kopi bubuk robusta ....................................... 76

33. Kadar karbohidrat kopi bubuk robusta............................................... 76

34. Uji homogenitas ragam (Bartlett’s test) kadar karbohidrat ........ 76

35. Analisis ragam kadar karbohidrat kopi bubuk robusta ...................... 77

36. Uji BNT kadar karbohidrat kopi bubuk robusta ................................ 77

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman1. Anatomi buah kopi............................................................................. 7

2. Buah kopi warna hijau ....................................................................... 13

3. Buah kopi warna kuning atau hijau kekuningan ................................ 14

4. Buah kopi warna merah kekuningan.................................................. 15

5. Buah kopi warna merah penuh........................................................... 15

6. Buah kopi warna merah tua kehitaman.............................................. 16

7. Bagan tahapan proses sistem olah basah kopi ................................... 20

8. Bagan tahapan proses sistem olah sering kopi................................... 22

9. Diagram alir proses produksi kopi bubuk.......................................... 24

10. Kopi setelah sangrai ........................................................................... 29

11. Lembar questioner uji organoleptik kopi bubuk ................................ 34

12. Grafik pengaruh kombinasi suhu dan waktu penyangraian terhadappenerimaan keseluruhan kopi bubuk robusta..................................... 39

13. Grafik analisis wana........................................................................... 41

14. Grafik pengaruh kombinasi suhu dan waktu penyangraian terhadapkadar air kopi bubuk robusta.............................................................. 43

15. Grafik pengaruh kombinasi suhu dan waktu penyangraian terhadapkadar abu kopi bubuk robusta ............................................................ 45

16. Grafik pengaruh kombinasi suhu dan waktu penyangraian terhadapserat kasar kopi bubuk robusta........................................................... 47

17. Grafik pengaruh kombinasi suhu dan waktu penyangraian terhadapkadar protein kopi bubuk robusta...................................................... 48

18. Grafik pengaruh kombinasi suhu dan waktu penyangraian terhadapkadar lemak kopi bubuk robusta ........................................................ 50

19. Grafik pengaruh kombinasi suhu dan waktu penyangraian terhadapkadar karbohidrat kopi bubuk robusta ............................................... 52

20. Kopi beras sebelum disangrai ............................................................ 78

21. Penyangraian biji kopi robusta........................................................... 78

22. Biji kopi dengan berbagai kombinasi suhu dan waktu penyangraian 78

23. Sampel kopi bubuk robusta................................................................ 79

24. Analisis kadar air ............................................................................... 79

25. Analisis kadar abu.............................................................................. 79

26. Analisis kadar lemak.......................................................................... 80

27. Analisis kadar protein ........................................................................ 80

28. Analisis serat kasar ............................................................................ 80

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Lampung merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang banyak

menghasilkan kopi, khususnya kopi jenis Robusta. Luas lahan perkebunan

kopi di Lampung sekarang mencapai 162.020 hektar dengan total produksi

mencapai 110.368 ton (Dinas Perkebunan, 2016). Sebagian besar kopi

Robusta di Lampung dikelola oleh 218.447 orang petani. Salah satu daerah

penghasil kopi Robusta terbesar di Lampung adalah Tanggamus yaitu dengan

luas area 43.916 hektar dengan total produksi mencapai 27.581,43 ton. Tahun

2012 produksi kopi di daerah Tanggamus mencapai 24.252 ton yaitu 55,20%

dari total produksi tanaman perkebunan (BPS Tanggamus dalam Angka,

2015).

Biji kopi merupakan bahan baku untuk dikonsumsi manusia, sehingga aspek

mutu fisik, kimiawi, kontaminasi, dan kebersihan harus dijaga agar

mempunyai rasa yang enak dan tidak membahayakan kesehatan. Sulistyowati

(2002) menyatakan bahwa pengolahan kopi yang kurang baik dapat

menimbulkan kerusakan citarasa seperti munculnya rasa asam, basi, dan bau

busuk. Dengan peningkatan produksi kopi Robusta maka diperlukan pula

penanganan pascapanen secara konsisten untuk tetap menjaga kualitas biji

2

kopi. Buah kopi yang telah dipanen memerlukan suatu proses yang sangat

panjang sebelum menjadi minuman yang dapat dinikmati. Tahapan

pengolahan kopi dapat digolongkan menjadi dua yaitu pengolahan kopi

primer dan sekunder.

Proses pengolahan kopi sekunder meliputi proses penyangraian, pendinginan,

dan penggilingan. Dalam tahap ini, penyangraian merupakan kunci dari

proses produksi kopi bubuk (Mulato et al., 2006). Penyangraian merupakan

operasi kesatuan sangat penting untuk mengembangkan sifat organoleptik

spesifik (aroma, rasa, dan warna) yang mendasari kualitas kopi. Biji kopi

beras (green coffee) belum mempunyai karakter citarasa khas kopi tetapi

hanya mengandung senyawa-senyawa prekursor (calon) pembentuk citarasa,

di mana karakter citarasa kopi baru terbentuk setelah biji kopi disangrai

(Ruku et al., 2006). Berdasarkan komposisi perbandingan penentu citarasa

kopi, 30% rasa kopi ditentukan melalui proses penyangraian, 60%

ditentukan oleh proses budidaya serta panen di kebun, dan 10% ditentukan

pada saat p roses penyajian (Purnama, 2016).

Proses penyangraian adalah proses pembentukan rasa dan aroma pada biji

kopi. Penyangraian biji kopi akan mengubah secara kimiawi kandungan-

kandungan dalam biji kopi, ukuran biji kopi, dan perubahan warna bijinya.

Kopi biji setelah disangrai akan mengalami perubahan kimia yang

menghasilkan cita rasa yang lezat (Ridwansyah, 2003). Flament (2002) serta

Janzen (2010) menyatakan bahwa selama penyangraian, terjadi reaksi

kimiawi yang sangat kompleks sehingga terbentuk komponen-komponen

3

kimiawi pembentuk karakter citarasa dan aroma kopi yang bersifat khas.

Proses penyangraian ini sangat kompleks karena jumlah panas yang

dipindahkan ke biji sangat penting. Selama proses penyangraian, terdapat

tiga tahapan fisik dan kimia yaitu penguapan air, penguapan senyawa volatil,

dan proses pirolisis. Perubahan fisik pada proses pirolisis ditandai dengan

perubahan warna biji dari kehijauan menjadi kecoklatan.

Kesempurnaan penyangraian sangat ditentukan oleh suhu dan lama

penyangraian yang berpengaruh terhadap perubahan warna, kadar air, ukuran

dan bentuk biji (Becket, 1994). Proses penyangraian umumnya dilakukan

dengan menggunakan suhu yang tinggi. Biji kopi disangrai pada suhu 180oC

sampai 240oC, dan memerlukan waktu 15 sampai 20 menit yang bertujuan

untuk menjaga kualitas kopi dari segi warna kopi maupun dari segi rasa kopi

yang diinginkan. Akan tetapi beberapa kasus terjadi yaitu terlalu lamanya

penyangraian menyebabkan biji kopi mengalami overroast. Suhu dan lama

penyangraian yang berbeda-beda setiap kali proses produksi mengakibatkan

kualitas kopi robusta yang berbeda-beda pula. Hal ini diduga akibat adanya

perubahan kandungan kimia yang terjadi selama proses penyangraian. Oleh

karena itu untuk memperoleh kopi bubuk dengan sifat sensori yang baik,

proses penyangraian kopi perlu dikendalikan.

1.2 Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan sifat sensori kopi bubuk yang diinginkan berdasarkan

penggunaan kombinasi suhu dan waktu penyangraian dalam pembuatan

4

kopi bubuk

2. Mendapatkan kandungan proksimat berdasarkan kombinasi suhu dan

waktu penyangraian dalam pembuatan kopi bubuk.

1.3 Kerangka Pemikiran

Kopi beras berasal dari buah kopi basah yang telah mengalami beberapa

proses pengolahan. Secara garis besar dan berdasarkan cara kerjanya,

pengolahan buah kopi dapat dilakukan dengan cara pengolahan basah dan

pengolahan kering hingga kemudian diperoleh biji kopi beras (Ridwansyah,

2003). Menurut Setyani (2017), biji kopi sebagai bahan alami mempunyai

komposisi yang sangat komplek dan beragam. Komposisi kimia biji kopi

terdiri dari 4,0-4,5% mineral, 1,6-2,4% kafein, 0,6-0,7% trigonelin, 9,0-13,0%

lipida, 7,0-10,0% asam klorogenat, 1,5-2,0% asam alifatik, 5,0-7,0%

oligosakarida, 37-47% polisakarida, 2,0% asam amino, serta 11,0-13,0%

protein (Smith, 1989). Pada dasarnya biji kopi beras (green coffee) belum

mempunyai karakter citarasa khas kopi tetapi hanya mengandung senyawa-

senyawa prekursor (calon) pembentuk citarasa, di mana karakter citarasa kopi

baru terbentuk setelah biji kopi disangrai (Ruku et al., 2006).

Menurut Setyani (2013), pembentukan aroma dan rasa kopi terjadi pada saat

biji bersuhu 140oC –160oC pada proses penyangraian yang dapat mencapai

suhu 230oC. Derajat penyangraian sangat menentukan citarasa kopi sangrai.

Derajat penyangraian ini dinilai berdasarkan warna kopi sangrai yang

dihasilkan dan dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu ringan, sedang

dan gelap yaitu mulia dari coklat muda hingga coklat kehitaman. Selama

5

penyangraian terjadi reaksi kimiawi yang sangat kompleks, sehingga

terbentuk komponen-komponen kimiawi (Flament, 2002 dan Jazen, 2010).

Menurut Sivet dan Foote (1963) perubahan sifat fisik dan kimia yang terjadi

selama proses penyangraian seperti swelling, penguapan air, tebentuknya

senyawa volatil, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar,

denaturasi protein, terbentuknya gas CO2 sebagai hasil oksidasi dan

terbentuknya aroma yang karakteristik pada kopi. Pimenta et al. (2009)

menyatakan bahwa proses penyangraian biji kopi merupakan peristiwa

perubahan kimia fisika yang sangat kompleks, termasuk reaksi Maillard.

Proses penyangraian mengakibatkan terjadinya pirolisis pada biji kopi yang

akan menghasilkan caramel gula, asam asetat, dan asam-asam lainnya,

aldehida, keton, furfural, ester, asam lemak, amina, CO2 serta sulfide.

Menurut Jacob (1958), rasa pahit pada kopi disebabkan oleh kandungan

mineral bersama dengan pemecahan serat kasar, asam klorogenat, kafein,

tannin, dan beberapa senyawa organik dan anorganik lainnya. Pembentukan

senyawa volatil terjadi pada menit-menit terakhir proses penyangraian, yaitu

terjadinya pirolisis gula, karbohidrat dan protein di dalam struktur sel biji kopi

(Ciptadi dan Nasution, 1981).

Menurut Somporn et al. (2011), tingkat penyangraian akan berpengaruh

terhadap tampilan warna biji kopi maupun terhadap jumlah dan jenis senyawa

volatil yang dihasilkan. Reaksi kimia fisika yang terjadi pada proses

penyangraian sangat dipengaruhi oleh panas dan waktu yang akan

berpengaruh terhadap tampilan warna, citarasa maupun perubahan kimia yang

6

dihasilkan (Puslitkoka, 2000). Selama proses penyangraian, terjadi

perubahan-perubahan warna mulai dari hijau, coklat kayu manis, dan hitam

dengan permukaan berminyak.

Biji kopi dengan warna kecoklatan menunjukkan bahwa kopi sangrai telah

siap digiling untuk mendapatkan kopi bubuk. Semakin lama waktu

penyangraian, warna biji kopi sangrai mendekati cokelat tua kehitaman

(Mulato, 2002). Jika melebihi waktu tersebut akan didapatkan flavor yang

tidak diinginkan (Wijaya et al., 2000). Dalam penelitian ini terbentuknya

warna dipengaruhi oleh adanya reaksi Maillard, dimana dalam reaksi Maillard

ini melibatkan senyawa protein dan karbohidrat. Dengan demikian komposisi

kimia senyawa-senyawa yang menguap dan tidak menguap di dalam kopi

ditentukan oleh derajat penyangraian, begitu pula citarasanya. Hasil

penelitian Putu (2017) mengenai karakteristik fisik dan mutu sensori kopi

Arabika di peroleh hasil terbaik pada suhu penyangraian 235°C dengan lama

penyangraian 14 menit, dengan rendemen 82,5%, kadar air 1,08% (bb), beda

warna L (Lightness) 6,51, keasaman 5,84, skoring aroma 3,6 (antara biasa dan

suka), skoring rasa 3,2 (antara biasa dan suka), skoring warna 3,6 (antara

biasa dan suka).

1.4 Hipotesis

1. Terdapat sifat sensori terbaik berdasarkan kombinasi suhu dan waktu

penyangraian dalam pembuatan kopi bubuk

2. Terjadi perubahan kandungan proksimat berdasarkan kombinasi suhu dan

waktu penyangraian yang digunakan dalam pembuatan kopi bubuk.

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Berbagai Jenis Kopi

Kopi diperoleh dari buah (Coffe. Sp) yang termasuk dalam familia Rubiceae.

Banyak varietas dari biji buah kopi, namun kopi yang paling banyak dibudidaya

di berbagai Negara hanya beberapa varietas, yaitu: kopi Arabica, kopi Robusta,

Liberika, dan Excelsa. Kopi merupakan andalan ekspor Indonesia. Sejak

zaman Hindia Belanda sampai saat ini, Indonesia menjadi negara produsen kopi

terbesar ke empat setelah Brazil, Columbia, dan Vietnam, sebelumnya posisi

Indonesia berada pada posisi ke tiga. Buah kopi terdiri atas 4 bagian yaitu

lapisan kulit luar (exocarp), daging buah (mesocarp), kulit tanduk (parchment),

dan biji (endosperm) (Muchtadi et al., 2010). Anatomi buah kopi, biji kopi

Robusta dan biji kopi arabika dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Anatomi buah kopiSumber : Kirsten, (2007)

8

Kulit buah kopi sangat tipis dan mengandung klorofil serta zat–zat warna lainnya.

Daging buah terdiri dari 2 bagian yaitu bagian luar yang lebih tebal dan keras

serta bagian dalam yang sifatnya seperti gel atau lendir. Braham dan Bressani

(1979) menyebutkan bahwa buah kopi terdiri atas 55,4% biji kopi, 28,7% kulit

buah kering, 11,8% kulit cangkang, dan sisanya sebesar 4,15% berupa lendir.

Pada lapisan lendir ini, terdapat sebesar 85% air dalam bentuk terikat, dan 15%

bahan koloid yang tidak mengandung air. Bagian ini bersifat koloid hidrofilik

yang terdiri dari ±80% pektin dan ±20% gula.

Klasifikasi tanaman kopi Robusta terdiri atas kingdom Plantae, sub kingdom

Tracheobionita, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, sub kelas Astridae,

ordo Rubiaceace, genus Coffea, spesies Coffea Robusta (Rahardjo, 2012).

Klasifikasi tanaman kopi Arabika menurut Lawrence (1963) yaitu kingdom

Plantea, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Gentianacea, famili

Rubiaceae, genus Coffea, spesies Coffea Arabica. Menurut Siswoputranto

(1993), buah kopi terdiri dari kulit buah (exocrap) berwarna hijau waktu masih

muda dan berubah menjadi kuning terus menjadi merah, daging buah

(mesocrap) yang berwarna putih serta memiliki rasa yang agak manis, kulit

tanduk (endocarp) merupakan biji kopi yang keras, kulit ari yang

membungkus biji kopi dan endosperma yang mengandung unsur, zat rasa,

aroma kopi dan lain-lain kandungannya.

Pada dasarnya struktur dari biji kopi Robusta dengan biji kopi Arabika tidak

memiliki perbedaan. Letak perbedaan antara keduanya lebih kepada penampakan

(bentuk biji) dan jumlah komposisi kimia yang terkandung dalam biji kopi

9

tersebut. Selmar (2014) menyatakan bahwa asam klorogenat yang terkandung

dalam kopi Robusta sekitar 7-10% lebih tinggi dibandingkan dengan kopi

Arabika yang sekitar 5,0-7,5%, asam amino dalam kopi Robusta juga

memiliki nilai yang lebih tinggi yaitu 0,35-0,60% dibandingkan dengan kopi

Arabika yaitu 0,27-0,50%, sedangkan gula pereduksi yang terkandung dalam

kopi robusta sekitar 55,5%. Buah kopi setelah dibuang kulit, daging buah serta

kulit tanduknya akan menghasilkan biji yang disebut kopi beras. Kopi beras

yaitu kopi biji kering berwarna seperti telur asin dan biasanya dijual atau

diekspor. Secara umum kopi beras mengandung air, gula, lemak, selulosa,

kafein, dan abu.

2.2. Kopi Robusta

Kopi Robusta berasal dari kata ‘Robust’ yang artinya kuat, sesuai dengan

gambaran postur (body) atau tingkat kekentalannya yang kuat. Kopi Robusta

dapat tumbuh di dataran rendah dengan suhu optimal bagi perkembangan kopi

Robusta berkisar 24-30oC dengan curah hujan 2000-3000 mm per tahun pada

ketinggian 400-800 mdpl, sangat cocok ditanam di daerah tropis yang basah.

Dengan budidaya intensif akan mulai berbuah pada umur 2,5 tahun. Tanaman

ini akan berbuah dengan baik dalam waktu 3-4 bulan dalam setahun dengan

beberapa kali turun hujan (Gardjito et al., 2011)..

Tanaman kopi Robusta cocok di tanah yang gembur dan kaya bahan organik.

Tingkat keasaman tanah (pH) yang ideal untuk tanaman ini 5,5-6,5. Cabang

reproduksi atau wiwilan pada kopi Robusta tumbuh tegak lurus. Buahnya

10

dihasilkan dari cabang primer yang tumbuh mendatar, cukup lentur sehingga

membentuk tajuk seperti payung. Daun tanaman ini tumbuh pada batang

bentuknya membulat seperti telur dengan ujung daun runcing hingga tumpul,

ranting dan cabang, berselang-seling. Tanaman kopi Robusta relatif lebih

tahan terhadap penyakit karat daun (Putri, 2014).

Pada umur 2 tahun tanaman kopi Robusta sudah mulai berbunga, tumbuh

pada ketiak cabang primer yang terdapat 3-4 kelompok bunga dan mekar

diawal musim kemarau. Selain itu, bunga kopi Robusta melakukan

penyerbukan secara silang. Buah kopi Robusta (Coffea canephora L.) yang

masih muda berwarna hijau kemudian setelah masak berubah menjadi merah

(Putri, 2014).

2.3. Kopi Arabika

Kopi arabika berasal dari Etiopia dan Abessinia, kopi arabika dapat tumbuh pada

ketinggian 700-1700 meter diatas permukaan laut dengan temperatur 10-160oC,

dan berbuah setahun sekali (Ridwansyah, 2010). Kopi Arabika adalah kopi yang

paling baik mutu cita rasanya, memiliki ciri biji picak, daun hijau tua dan

berombak-ombak (Clifford dan Willson, 1985). Jenis-jenis kopi yang termasuk

dalam golongan Arabika adalah Abesinia, Pasumah, Marago dan Congensis

(Najiyati dan Danarti, 2007). Arabika atau coffea arabica merupakan spesies

kopi pertama yang ditemukan dan dibudidayakan manusia hingga sekarang.

Produksi kopi ini di seluruh dunia diperkirakan mencapai 70 % dari seluruh jenis

kopi. Kawasan produksi kopi di Indonesia diperkirakan sekitar 1,3 juta hektar,

tersebar dari Sumatra Utara, Jawa dan Sulawesi (Anggara dan Marini, 2011).

11

Wahyudi et al. (1999) menyatakan bahwa keragaman cita rasa kopi Arabika

diduga merupakan akibat karakteristik fisik buah kopi yang beragam, misalnya

bentuk dan ukuran, tahapan pengupasan dan pemisahan kulit buah dari biji kopi

HS (pulping), yaitu dihasilkan biji lecet. Kopi Arabika memiliki tinggi antara 7-

12 m. Keunggulan dari kopi Arabika antara lain bijinya berukuran besar,

beraroma harum, dan citarasanya enak. Kopi Arabika cenderung menimbulkan

aroma fruity karena adanya senyawa aldehid, asetaldehida, dan propanal (Wang et

al., 2012). Namun kelemahannya rentan terhadap penyakit karat daun/HV

(Hemelia Vasstatrik) (Anggara dan Marini, 2011). Ciri-ciri dari kopi Arabika

menurut Anggara dan Marini (2011) adalah (1) beraroma wangi menyerupai

aroma perpaduan antara bunga dan buah, (2) terdapat cita rasa asam yang tidak

terdapat pada kopi Robusta, (3) saat disesap dalam mulut akan terasa lebih kental,

(4) cita rasanya jauh lebih lembut (mild) dari kopi Robusta (5) rasanya sedikit

pahit.

2.4. Komposisi Kimia Biji Kopi

Komposisi kimia dari biji kopi berbeda-beda tergantung kepada tanah tempat

tumbuh, jenis kopi, derajat kematangan, cara pengolahan, dan kondisi

prnyimpanan (Clarke dan Macrae, 1985). Secara alamiah biji kopi mengandung

lebih dari 500 senyawa kimia. Pada proses penyangraian biji kopi (green

coffee), bagian kafein berubah menjadi kafeol. Menurut Bytof (2005) dan

Knopp ( 2006), biji kopi memiliki komposisi kimia yang berbeda tergantung pada

metode pemprosesan yang diterapkan. Menurut Ridwansyah (2003),

berdasarkan cara pengolahan ada dua cara pengolahan kopi yaitu pengolahan

12

kering dan pengolahan basah. Perbedaan pokok dari pengolahan basah dan

ngolahan kering adalah pada pengolahan kering pengupasan daging buah, kulit

tanduk dan kulit ari dilakukan setelah kering (kopi gelondong), sedangkan cara

basah pengupasan daging buah dilakukan sewaktu masih basah.

Menurut Jacob (1958), rasa pahit pada ekstrak kopi disebabkan oleh kandungan

mineral bersama dengan pemecahan serat kasar, asam klorogenat, kafein,

tannin, dan beberapa senyawa organik dan anorganik lainnya. Dalam

pembentukan flavor, senyawa yang berperan penting adalah gula, senyawa volatil,

trigonellin, asam amino, dan peptide. Sementara itu, rasa dan seduhannya

dipengaruhi oleh asam karboksilat dan asam fenolat. Kandungan dan sifat

gula di dalam kopi sangat penting dalam pembentukan flavor dan pewarnaan

selama penyangraian. Menurut Selmar (2008), biji kopi mengandung glukosa,

fruktosa, karbohidrat dan asam amino bebas. Clarke dan Marcae (1987)

menyebutkan bahwa komponen dari biji kopi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Biji kopi Arabika dan Robusta sebelum dan sesudah disangraiserta kopi bubuk instan (% bobot kering).

Komponen % Kopi

Arabica

Roasted

Arabica

Kopi

Robusta

Roasted

RobustaMineral 3,0-4,2 3,5-4,5 4,0-4,5 4,6-5,0

Cafein 0,9-1,2 1,0 1,6-2,4 2,0Polysacarida 50-55 24-39 37-47 -Lipids 12-18 14,5-20 9,0-13 11-16Chlorogenic 5,5-8 1,2-2,3 7-10 3,9-4,6Asam amino 2,0 0,0 2,0 0,0Protein 11-13 13-15 11-13 13-15Humic acids - 16-17 16-17 15,02

Sumber: Clarke dan Marcae (1987) dalam Ridwansyah (2003)

13

2.5. Pengolahan Kopi Beras

Buah kopi yang masak berwarna merah akan dipanen dan dipetik secara

manual. Buah kopi yang masak mempunyai daging buah lunak dan berlendir

serta mengandung senyawa gula yang relatif tinggi. Pada buah yang terlalu

masak kandungan lendirnya cenderung berkurang karena sebagian senyawa

gula dan pektin sudah terurai secara alami akibat proses respirasi (Rothfos,

1980). Pemilihan buah kopi untuk dipanen dilakukan dengan melihat warna

dari buah kopi.

2.5.1. Buah hijau

Warna hijau memperlihatkan kondisi buah yang masih sangat muda, dan bila

dipetik maka biji kopi masih berwarna hitam putih pucat dan keriput dengan

aroma yang dihasilkan flavor, acidity dan body lemah. Selain itu juga dapat

mengakibatkan cacat pada rasa yaitu grassy, bitterness, dan astringency sangat

tinggi, sehingga disarankan buah seperti ini untuk tidak dipetik. Buah kopi warna

hijau dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Buah kopi warna hijauSumber: Arief (2011)

14

2.5.2. Buah kuning atau hijau kekuningan

Warna kuning atau hijau kekuningan akan menghasilkan biji kopi berwarna

keabu-abuan hingga hijau pucat aroma yang dihasilkan flavor, acidity dan body

lemah. Selain itu juga dapat mengakibatkan cacat pada rasa yaitu grassy,

bierness, dan astringency tinggi, sehingga disarankan buah seperti ini untuk tidak

dipetik. Buah kopi warna kuning atau hijau kekuningan dapat dilihat pada

Gambar 3.

Gambar 3. Buah kopi warna kuning atau hijau kekuninganSumber: Arief (2011)

2.5.3. Buah merah kekuningan

Warna merah kekuningan yang segar dan sehat menunjukan buah kopi sudah

cukup masak, fisik biji yang dihasilkan memiliki warna keabu-abuan dengan

aroma dan citarasa yang bagus, acidity seimbang, body mantap, bitterness sedang,

astringent sedang, tidak terdapat cacat citarasa sehingga buah dengan warna ini

boleh untuk dipetik. Buah kopi warna merah kekuningan dapat dilihat pada

Gambar 4.

15

Gambar 4. Buah kopi warna merah kekuninganSumber: Arief (2011)

2.5.4. Buah merah penuh

Warna merah yang segar dan sehat menunjukan buah cukup masak, sehingga

akan menghasilkan fisik biji kopi berwana keabu-abuan dengan aroma dan

citarasa yang bagus, acidity seimbang, body mantap, bitterness sedang, astringent

sedang, tidak terdapat cacat citarasa sehingga buah dengan warna ini harus

dipetik. Buah kopi warna merah penuh dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Buah kopi warna merah penuhSumber: Arief (2011)

2.5.5. Merah tua kehitaman

Buah kopi dengan warna merah tua kehitaman menunjukan bahwa buah sudah

16

terlalu masak dan akan membusuk, fisik biji coklat dan hitam dengan aroma dan

acidity sedang, body sedang, terdapat cacat citarasa seperti earthy, moldy,dan

stink sehingga buah dengan warna ini harus dipetik. Buah kopi warna merah tua

kehitaman dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Buah kopi warna merah tua kehitamanSumber: Arief (2011)

Najiyati dan Danarti (2007) mengungkapkan buah kopi biasanya dipasarkan

dalam bentuk kopi beras, yaitu kopi kering yang telah terlepas dari daging buah

dan kulit arinya. Pengolahan kopi bertujuan untuk memisahkan biji kopi dengan

kulit serta mengeringkan hingga diperoleh kopi beras dengan kadar air 12,5%

sehingga siap dipasarkan. Pengolahan kopi dapat dilakukan dengan dua cara

yaitu olah basah, dan olah kering.

2.6 Pengolahan Basah

Cara ini disebut pengolahan basah, karena dalam prosesnya banyak

menggunakan air. Pengolahan basah hanya digunakan untuk mengolah kopi

yang berwarna sehat. Pengolahan basah dilakukan melalui tujuh tahapan

17

yaitu sortasi gelondong, pulping, fermentasi, pencucian, pengeringan, hulling,

dan sortasi biji.

2.6.1. Sortasi gelondong

Sortasi gelondong dimaksudkan untuk memisahkan kopi merah yang berbiji dan

sehat dengan kopi hampa dan terserang bubuk serta kopi yang dipetik terlalu

muda (warna kehijauan). Caranya kopi dimasukkan kedalam bak sortasi yang

berisi air. Kopi yang terserang bubuk dan hampa akan mengapung, sedangkan

yang sehat akan mengendap/tenggelam. Kopi yang tenggelam selanjutnya

dimasukkan kedalam mesin pulper.

2.6.2. Pulping (pengupasan kulit buah)

Sri-Mulato et al. (2006) menyatakan bahwa proses pengolahan kopi secara basah

membutuhkan 7-9 m3 air/ton biji kopi. Karakteristik kulit buah yang lebih keras

dan kandungan lendirnya lebih sedikit menyebabkan buah kopi Robusta relatif

lebih sulit dikupas daripada kopi Arabika (Sri Mulato et al., 2006). Salla (2009);

Murthy dan Naidu (2011) menyatakan bahwa kandungan aroma citarasa yang

terbentuk pada penyangraian dari biji kopi hasil pengolahan basah lebih baik

daripada biji kopi hasil pengolahan kering. Oleh karena itu, citarasa biji kopi

yang dihasilkan dari pengolahan basah lebih baik daripada yang dihasilkan dari

pengolahan kering.

2.6.3. Fermentasi

Proses fermentasi dilakukan dengan tujuan untuk melepaskan lapisan lendir

yang melekat pada kulit tanduk dengan zat renik bakteri asam laktat, memecah

18

komponen lapisan lendir yaitu gula, protopektin, asam-asam dan alkohol.

Fermentasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara basah dengan merendam

kopi di dalam air selama 36-40 jam dan fermentasi kering dengan menumpuk

kopi di tempat teduh selama 2-3 hari (Najiyati dan Danarti, 1978). Selama

fermentasi kandungan pektin pada lendir kopi biji menurun karena lingkungan

fermentasi menjadi asam. Hal itu disebabkan oleh adanya degradasi senyawa

pektin menjadi asam pektat. Berkurangnya kandungan pektin pada kopi biji

mempermudah pembersihan lendir kopi biji, pencucian dan pengeringan serta

mempermudah kulit tanduk terlepas dari kopi biji (Jayus et al., 2011).

Lamanya proses fermentasi dipengaruhi jenis kopi, suhu dan kelembaban

lingkungan serta ketebalan tumpukan biji kopi. Akhir fermentasi ditandai

dengan mengelupasnya lapisan lendir yang menyelimuti kulit tanduk (Puslit

Kopi dan Kakao Indonesia, 2008). Apabila lama fermentasi diperpanjang akan

mengakibatkan cacat fermentasi dengan cita rasa busuk hal ini terjadi karena

perubahan komposisi kimia biji kopi yaitu perubahan asam-asam alifatik

menjadi ester-ester asam karboksilat (Sulistyowati dan Sumartono, 2002).

Menurut Ciptadi dan Nasution (1978), bakteri yang aktif dalam proses

penguraian lapisan lendir adalah jenis bakteri gram negatif, Leuconostoc

mesentroides, genus Acetobacter dan Escherichia, spesies Pectinolytic dan

Aspergillus, Penicillum dan Fusarium.

2.6.4. Pencucian

Proses pencucian (Washing) bertujuan untuk menghilangkan seluruh lapisan

lendir, kotoran-kotoran yang masih tertinggal setelah keluar dari mesin ruang

19

pulper atau fermentasi (Najiyati dan Danarti, 1997).

2.6.5. Pengeringan

Proses pengeringan bertujuan mengurangi kandungan air biji kopi HS dari

sekitar 60% menjadi maksimum 12,5%. Pengeringan dapat dilakukan dengan

dua cara yaitu pengeringan langsung, profil lantai jemur dibuat miring lebih

kurang 5-7o, ketebalan hamparan biji kopi dalam pengeringan sebaiknya 6-10

cm. Pada dataran tinggi, untuk mencapai kadar air biji 25-27% pengeringan

dilakukan selama 2-3 hari. Pengeringan mekanis, untuk mencapai kadar air

maksimum 12,5% kopi Robusta diawali dengan suhu lebih tinggi 90-10oC

dengan waktu 20-24 jam. Pengeringan kombinasi, dilakukan dalam dua tahap.

Tahap pertama adalah menurunkan kadar air biji kopi 25-27 % dengan

pengeringan, dilanjutkan dengan menggunakan mesin pengering selama 8-10

jam pada suhu 45-50oC untuk mencapai kadar air 12,5% (Natawidjaya, 2012).

2.6.6. Pengupasan kulit tanduk (Hulling)

Biji kopi yang dihasilkan dari proses di atas masih dilapisi oleh kulit tanduk,

dikenal dengan kopi HS. Untuk menghilangkan kulit tanduk pada biji kopi

dilakukan pengupasan kulit tanduk. Pengupasan kulit tanduk dilakukan dengan

menggunakan huller. Dengan melaksanakan tahap ini biji kopi yang dihasilkan

dikenal dengan kopi beras (Natawidjaya, 2012).

2.6.7. Sortasi biji

Setelah dilakukan pemisahan kulit tanduk dan kulit ari, maka dilanjutkan dengan

sortasi biji. Sortasi biji bertujuan untuk memilih biji kopi sesuai dengan grade

20

yang diinginkan.

Gambar 7. Bagan tahapan proses sistem olah basah kopiSumber: Najiati dan Danarti (2007)

2.7 Pengolahan Kering

Pengolahan kopi secara kering sederhana dan mudah dilakukan, biasanya

dilakukan oleh petani karena kapasitasnya yang kecil. Olah kering masih dapat

digunakan untuk kopi gelondong yang masih berwarna hijau, kopi rambang, dan

kopi yang terserang bubuk. Proses olah kering dilakukan dengan beberapa

Petik Sortasigelondong

Pengolahakering

Pulping

Fermentasi

Pencucian

Pengeringan

Hulling

Sortasi

Kulit tanduk

Kulit ari

Biji kulit tandukbersih dan berlendir

Biji berkulit tandukmasih berlendir

Biji berkulit tandukbersih berlendir

Kulit buah

Kopi bernas bersih

Gelondong merah Gelondong rambang

Biji berkulit tandukdan berlendir

21

tahapan yaitu:

2.7.1. Sortasi gelondong

Sortasi gelondong mulai dilakukan sejak pemetikan, tetapi biasanya diulang

kembali pada fase pengolahan. Sortasi dilakukan pada kopi yang baru datang dari

kebun untuk memisahkan kopi yang berwarna hijau, hampa, dan yang terserang

bubuk. Pemisahan ini dilakukan karena kopi biji merah akan menghasilkan kopi

yang bermutu tinggi, sedangkan kopi yang disortir kualitasnya akan lebih rendah.

Natawidjaya (2012) menyatakan bahwa pengolahan dengan cara proses kering

dilakukan pada buah campuran hijau, kuning dan merah.

2.7.2. Pengeringan

Setelah dipanen dan disortasi, buah kopi harus sesegera mungkin dikeringkan agar

tidak mengalami proses kimia yang bisa menurunkan mutu. Apabila waktu

diaduk terdengar bunyi gemerisik berarti buah kopi dikatakan sudah kering.

Proses pengeringan sama halnya pada pengolahan basah yaitu dijemur (alami),

buatan, atau mengkombinasikan kedua metode tersebut. Pengeringan langsung di

atas tanah atau aspal jalan menyebabkan kontaminasi oleh jamur. Oleh karena itu,

pengeringan dilakukan dengan menggunakan alat, lantai jemur, para para dan

terpal. Pengeringan dengan cara dijemur memerlukan waktu 2-3 minggu.

Pengeringan dilakukan sampai kadar air mencapai maksimal 12,5%. Kadar air

yang terlalu tinggi berpotensi pada munculnya kapang Aspergillus ochraceus.

2.7.3. Huling (pengupasan kulit)

Huling pada pengolahan kering agak berbeda dengan pada olah basah. Huling

22

pada pengolahan kering bertujuan untuk memisahkan biji dari kulit buah, kulit

tanduk, dan kulit ari. Kadar air kopi yang optimum untuk di-huling adalah sekitar

15%. Jika kadar air masih diatas 15%, maka kulit kopi masih sulit dikupas,

sehingga banyak biji kopi yang belum terkupas. Namun jika kadar air kurang dari

15% biji kopi akan banyak yang pecah. Secara lebih ringkas, alur pengolahan

kering disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Bagan tahapan proses sistem olah kering kopiSumber: Najiati dan Danarti (2007)

2.7.4. Pengemasan

Pengemasan biji kopi harus menggunakan karung yang bersih dan baik, serta

diberi label sesuai dengan ketentuan SNI 01-2907-2008 kemudian disimpan dalam

tumpukan kopi dalam gudang yang bersih, bebas dari bau asing dan kontaminan

lainnya. Menurut Buckle (1987), keuntungan dari penggunaan karung goni

sebagai pengemas diantaranya mudah dalam penanganan selama pengemasan,

mudah dalam pengangkutan dan pembongkaran, harganya relatif murah, memiliki

PetikSortasi

gelondong

Pengeringan/Penjemuran

Hulling

Sortasi

Kopiberas

Pengolahanbasah

Petik hijaudan rajutan

Gelondong rambang

Kopi diserangbubuk

Kopi hijauKopi gelondong kering

Kulit buah, kulittanduk, kulit ari

Kopi merah atau kopihijau dan terserang

bubuk

23

kekuatan yang cukup baik, dan tidak rusak bila digancukarena akan menutup

kembali. Pengemasan biji kopi bertujuan untuk mengamankan dari serangan

hama dan penyakit, perhitungan jumlah, mempermudah penanganan,

pengangkutan, memperindah penampakan dan identifikasi (Pusat Penelitian Kopi

dan Kakao, 2000).

2.8 Pengolahan Kopi Bubuk

Pengolahan kopi diawali dengan merubah bentuk bahan baku buah kopi menjadi

produk yang dikehendaki baik berupa produk setengah jadi yaitu kopi biji atau

kopi beras, kemudian menjadi produk yang siap dikonsumsi seperti kopi bubuk

atau kopi instan. Faktor yang memegang peranan penting yaitu pengadaan bahan

baku untuk diolah menjadi produk selanjutnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi

dalam kualitas produk setengah jadi dan produk akhir adalah mulai dari sistem

pemetikan, pasca panen dan sistem pengolahan bahan baku termasuk pengawasan

mutu dan penyimpanan (Setyani, 2002).

Kopi bubuk adalah biji kopi yang sudah diproses dan digiling halus dalam bentuk

butiran-butiran kecil sehingga mudah diseduh dengan air panas dan dikonsumsi.

Kualitas kopi yang sesungguhnya dapat dinikmati saat kopi sudah diseduh dan

dihidangkan di dalam cangkir, namun sebelum diseduh, kualitas kopi yang akan

diseduh bergantung pada kualitas biji kopi, roasting, waktu roasting, dan air yang

digunakan untuk menyeduh. Kualitas tersebut biasanya diartikan sebagai aroma

dan rasa (flavor). Flavor pada kopi dipengaruhi oleh senyawa volatil yang

dimiliki dan dikeluarkan oleh kopi pada saat diseduh (Baggenstoss et al., 2008).

24

Proses produksi kopi bubuk yang dilakukan meliputi penyiapan bahan baku,

penyangraian kopi, dan penggilingan kopi. Syarat mutu kopi bubuk dijelaskan

pada Tabel 2, tahapan produksi kopi bubuk dapat dilihat pada Gambar 9.

Tabel 2. Standar mutu kopi bubuk robusta

Kriteria uji Satuan MutuAroma NormalRasa Normal

Warna NormalKadar air %(b/b) Maks 7Kadar abu %(b/b) Maks 5

Kealkalian abu ml × NaOH/100g 57-64Sari kopi %(b/b) 20-35

Bahan-bahan lain Tidak boleh adaSumber: Badan Standarisasi Nasional, 1994

Biji kopi

Sortasi

Penyangraian (roasting)

Penggilingan

Kopi bubuk

Pengemasan

Gambar 9. Diagram alir proses produksi kopi bubukSumber: Maria (2009)

25

2.8.1 Persiapan Bahan Baku

Biji kopi yang baik adalah biji kopi yang telah terfermentasi karena dapat

mengembangkan flavor kopi seduhan. Aspek kebersihan yang perlu

diperhatikan adalah keadaan biji harus bebas dari jamur dan kotoran karena

kontaminasi jamur pada biji kopi akan menyebabkan rasa tengik atau apek.

Sedangkan dari aspek efisiensi produksi, biji kopi dengan ukuran yang seragam

akan mudah diolah dan menghasilkan mutu produk yang seragam pula. Kadar

kulit, kadar kotoran, dan kadar air akan berpengaruh pada rendemen hasil serta

kehalusan kopi. Kadar air yang tinggi juga menyebabkan waktu sangrai lebih

lama yang berarti kebutuhan bahan bakar lebih banyak. Untuk memperoleh

tingkat kematangan yang seragam, kopi beras disortasi berdasarkan ukurannya

yaitu besar, sedang dan kecil, serta dipisahkan dari biji-biji pecah (Maria,

2009).

2.8.2 Sortasi

Sortasi dilakukan untuk memisahkan biji kopi berdasarkan ukuran, cacat biji

dan benda asing. Cacat biji kopi yang penting adalah biji hitam, biji coklat, biji

pecah dan biji berlubang (BSN, 2004). Proses sortasi biji kopi berdasarkan

fisiknya (defect system) dibedakan menjadi dua, yaitu sortasi manual dan sortasi

mekanis. Sortasi biji kopi secara manual dilakukan dengan menggunakan

tangan pekerja untuk proses klasifikasi, sedangkan sortasi mekanis

menggunakan bantuan mesin (Akamine et al. 2006). Sortasi biji kopi

berdasarkan ukuran biasanya dilakukan dengan menggunakan bantuan mesin

pengayak jenis silinder tunggal berputar, meja getar atau catador, sedangkan

26

sortasi biji kopi berdasarkan perbedaan warna dan rupa dapat dilakukan dengan

bantuan mesin sortasi elektronik (sortek) (Widyotomo et al, 1998; Yahmadi,

1998). Akan tetapi secara teknis mesin sortek tidak dapat memisahkan biji

berwarna cokelat dari biji kopi mutu baik, sebagaimana halnya pemisahan

yang dapat dilakukan antara biji kopi bermutu baik dengan biji pecah, biji

hitam, biji berlubang, biji bertutul, biji berjamur dan lainnya, sehingga

pemilahan biji kopi berwarna cokelat tetap harus dilakukan secara manual

(Yahmadi, 1998). C ara sortasi biji adalah dengan memisahkan biji-biji kopi

cacat agar diperoleh massa biji dengan nilai cacat sesuai dengan ketentuan SNI

01-2907-2008 (Natawidjaya, 2012).

2.8.3 Penyangraian/Perendangan (Roasting)

Kunci dari tahapan produksi kopi bubuk adalah proses penyangraian. Pada

proses tersebut merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi

yang muncul karena perlakuan panas. Proses penyangraian biji kopi sangat

tergantung pada waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang

signifikan. Penyangraian merupakan operasi kesatuan sangat penting untuk

mengembangkan sifat organoleptik spesifik (aroma, rasa dan warna) yang

mendasari kualitas kopi. Selama proses penyangraian, terdapat tiga tahapan

fisik dan kimia yaitu penguapan air, penguapan senyawa volatil dan proses

pirolisis. Perubahan fisik pada proses pirolisis ditandai dengan perubahan warna

biji dari kehijauan menjadi kecoklatan.

Mulato (2002) menyatakan bahwa biji kopi secara alami mengandung berbagai

jenis senyawa volatil seperti aldehida, furfural, keton, alkohol, ester, asam

27

format, dan asam asetat yang mempunyai sifat mudah menguap. Senyawa yang

menyebabkan rasa sepat atau rasa asam seperti tanin dan asam asetat akan hilang

dan sebagian lainnya akan bereaksi dengan asam amino membentuk senyawa

melancidin yang memberikan warna cokelat. Menurut Sivetz (1963), selama

proses penyangraian terjadi perubahan-perubahan warna yang dapat dibedakan

secara visual. Perubahan warna tersebut berturut-turut mulai dari hijau, coklat

kayu manis dan hitam dengan permukaan berminyak. Berdasarkan suhu

penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu ligh

roast suhu yang digunakan 193o-199oC, medium roast suhu yang digunakan

204°C dan dark roast suhu yang digunakan 213o- 221oC. Ligh roast

menghilangkan 3-5% kadar air, medium roast, 5-8 % dan dark roast 8-14%

(Alan dan Jane, 1994). Warna kopi setelah sangrai disajikan pada Gambar 10.

Warna merupakan ciri utama yang mampu mendiskripsikan suatu objek dengan

baik. Pada dasarnya, dalam menangkap cahaya sel kerucut mata manusia dapat

dibagi tiga kelompok utama yaitu merah (Red), hijau (Green) dan biru (Blue).

Selanjutnya dilakukan pemodelan warna dengan HIS (Hue, Saturation,

Intensity) dengan tujuan untuk mempermudah klarifikasi warna. Model warna

HIS mengandung tiga elemen yaitu Hue (corak), Saturation (kejenuhan), dan

Intensity (intensitas). Corak adalah warna yang dominan, misalnya merah,

hijau, ungu dan kuning pada sebuah area. Kejenuhan berkaitan dengan

colorfulness pada sebuah area, misalnya gradasi warna merah, dan intensitas

berkaitan dengan luminans, yaitu kecerahan (terang-gelap) (Eko, 2012).

Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa organik calon

28

pembentuk citarasa dan aroma khas kopi. Kesempurnaan penyangraian sangat

ditentukan oleh suhu dan lama penyangraian yang berpengaruh terhadap

perubahan warna, kadar air, ukuran dan bentuk biji (Becket, 1994).

Berdasarkan hasil penelitian Nugroho (2009) menunjukkan bahwa pada suhu

penyangraian berpengaruh terhadap perubahan sifat fisik mekanis pada kopi

dimana penyangraian dilakukan selama 12 menit dengan suhu permukaan

160oC, 180oC, 200oC dan 220. Kadar air akhir untuk setiap suhu permukaan

tersebut berturut-turut adalah 4,28%, 2,72%, 1,93%, dan 1,24%.

Derajat penyangraian diidentifikasi dari sifat fisik-mekanis biji kopi meliputi

warna, kehilangan berat, kadar air, tekstur dan densitas biji. Penurunan

kekerasan dan densitas dapat dimodelkan dengan persamaan kinetika sedangkan

perubahan warna ditunjukkan dengan penurunan nilai L, a, dan b. Sivetz

(1991) menyatakan bahwa penyangraian dengan fluidized bed yang

menggunakan suhu tinggi yaitu 226°C, 232°C dan 238°C akan memberikan

pengaruh yang baik terhadap temperatur akhir biji kopi dan intensitas aroma dan

rasa. Pengabean (2012) menyatakan suhu yang diperlukan dalam menyangrai

kopi sekitar 60-250oC. Sementara itu lama waktu penyangraian cukup

bervariasi tergantung dari sistem dan tipe mesin penyangrai yang digunakan.

Umumnya waktu yang diperlukan untuk proses penyangraian dibutuhkan waktu

sekitar 15-30 menit yang bertujuan untuk menjaga kualitas kopi dari segi warna

kopi dan yang paling penting dari segi rasa yang diinginkan. Pimenta et al.

(2009) menyatakan bahwa proses penyangraian biji kopi merupakan peristiwa

perubahan kimia fisika yang sangat kompleks, termasuk reaksi Maillard dimana

29

reaksi Maillard merupakan kunci dari pembentukan aroma dan citarasa kopi

pada proses penyangraian. Menurut Buffo dan Freire (2004), hasil

penyangraian melalui reaksi Maillard tersebut terdapat dua kelompok senyawa

citarasa yaitu senyawa volatil dan non volatil, dimana senyawa volatil yang

mudah menguap berkontribusi terhadap aroma yang tercium hidung seperti

pembentukan senyawa pyrazine sedangkan pembentukan senyawa non volatil

melanoidin terjadi karena polimerisasi gula dan asam amino yang berperan

memberi warna coklat serta berkontribusi terhadap rasa (taste) pada kopi

sangrai.

Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian. Menurut

Ukers dan Prescott dalam Ciptadi dan Nasution (1985) terjadi seperti swelling,

penguapan air, tebentuknya senyawa volatil, karamelisasi karbohidrat,

pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO2 sebagai

hasil oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik pada kopi. Swelling

selama penyangraian disebabkan oleh terbentuknya gas-gas yang sebagian besar

terdiri dari CO2 kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-

pori kopi.

Gambar 10. Kopi setelah sangrai

30

2.8.4 Penggilingan

Penggilingan adalah proses pemecahan (penggilingan) butir-butir biji kopi

yang telah direndang untuk mendapatkan kopi bubuk yang berukuran

maksimum 75 mesh. Butiran kopi bubuk mempunyai luas permukaan yang

relatif besar dibandingkan dengan kopi biji. Dengan demikian, senyawa

pembentuk citarasa dan senyawa penyegar mudah larut ke dalam air penyeduh

(Mulato, 2002). Penggilingan kopi skala luas selalu menggunakan gerinda

beroda (roller), gerinda roller ganda dengan gerigi 2-4 pasang merupakan alat

yang paling banyak dipakai. Partikel kopi dihaluskan selama melewati tiap

pasang roller. Derajat penggilingan ditentukan oleh nomor seri roller yang

digunakan (Ciptadi dan Nasution, 1985).

2.8.5 Pengemasan

Fungsi mendasar dari proses pengemasan adalah untuk melindungi produk

dari kerusakan-kerusakan, sehingga lebih mudah disimpan, diangkut dan

dipasarkan. Pada proses pembuatan kopi bubuk tujuan pengemasan itu

sendiri adalah untuk mempertahankan aroma dan citarasa kopi bubuk selama

di distribusikan ke konsumen dan selama proses pemasaran (Mulato, 2006).

Pengemasan yang dilakukan dengan kantong kertas, ketika kopi dipisahkan

dari outlet khusus dan digunakan langsung oleh konsumen. Tempat

penyimpanan yang lebih baik serta kemasan vakum diperlukan untuk

mencegah deteriorasi oksidatif jika kopi tidak melewati outlet khusus. Saat ini

digunakan kemasan vakum dari kaleng yang mampu menahan tekanan yang

terbentuk. Pengemasan juga dapat menggunakan kantung yang dapat

31

melepaskan tetapi menerima oksigen (Ciptadi dan Nasution, 1985).

2.9 Evaluasi Sensori

Evaluasi sensori adalah merupakan suatu metode yang dilakukan oleh manusia

menggunakan panca indera manusia yaitu mata, hidung, mulut, tangan dan juga

telinga. Melalui lima panca indera dasar ini, kita dapat menilai atribut sensori

sesuatu produk seperti warna, rupa, bentuk, rasa, dan tekstur (Abdullah, 2005) dan

telah banyak diteliti (Batch et al., 2012; Kraujalete et al., 2012). Dalam penilaian

organoleptik dikenal tujuh macam panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas,

panel terlatih, panel agak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Setiap

pemakaian panelis sangat tergantung pada metode yang digunakan dalam sebuah

penelitian. Pada pengujian sensori kopi bubuk ini digunakan panelis terlatih.

Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik.

Untuk menjadi terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis

ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.

Keputusan diambil setelah data dianalisis secara bersama.

32

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Pengambilan sampel kopi Robusta dilakukan pada bulan Agustus 2017 dari

petani kopi yang terletak di Desa Ngarip Kecamatan Ulu Belu Kabupaten

Tanggamus Provinsi Lampung.

Analisis dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Sensori pada

bulan Maret 2018 - Mei 2018.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan yaitu biji kopi Robusta yang diperoleh dari petani

kopi yang terletak di Desa Ngarip Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus

Provinsi Lampung. Bahan yang digunakan untuk analisis antara lain katalis

(CuSO4 dan Na2SO4), H2SO4 pekat, NaOH 50%, H2SO4 0.02 N, indikator

mensel, n-heksan, H2SO4 0.325 N, NaOH 1.25 N, aceton/alcohol, aquades dan

kertas saring.

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain timbangan digital, tabung

dari kertas saring (halus), labu lemak, alat soxhlet, corong penyaring, labu

Erlenmeyer, pinggan penguap, kompor gas, cawan, oven pengering,

desikator, pembakar tanur, dan kamera digital.

33

3.3 Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) non

faktorial dengan empat kali ulangan. Penelitian ini dilakukan dengan variasi

enam perlakuan yaitu 180oC/20’, 180oC/40’, 200oC/20’, 200oC/40’, 220oC/20 dan

220oC/40’.

Data yang diperoleh dianalisis ragam untuk mendapatkan penduga ragam galat

dan uji signifikan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antar perlakuan.

Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan data diuji lebih lanjut dengan uji

beda nyata terkecil (BNT) pada taraf nyata 5% dan 1%. Uji organoleptik

terhadap kopi Robusta dilakukan dengan metode uji hedonik untuk mengetahui

tingkat kesukaan panelis terhadap karakteristik dari kopi Robusta.

3.3.1 Uji organoleptik

Uji organoleptik terhadap kopi Robusta dilakukan dengan metode uji hedonik.

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap

karakteristik dari kopi Robusta. Panelis diminta memberikan penilaian

terhadap atribut sensori yang dinilai yaitu penerimaan keseluruhan. Jumlah

panelis yang digunakan sebanyak 25 orang. Lembar kuesioner uji hedonik

dapat dilihat pada Gambar 11.

34

Questioner Uji Organoleptik Kopi Bubuk Robusta

Nama Panelis : Tanggal :

Umur :

Jenis Kelamin :

Instruksi

Di hadapan anda telah disediakan sampel berupa seduhan kopi bubukrobusta. Cicipi kemudian berikan penilaian menurut tingkat kepahitanpada indikator rasa dan tingkat kesukaan pada indikator penerimaankeseluruhan berdasarkan tabel berikut

Keterangan

Rasa : Penerimaan Keseluruhan :

5 = Sangat Pahit 5 = Sangat Suka

4 = Pahit 4 = Suka

3 = Agak Pahit 3 = Agak Suka

2 = Tidak Pahit 2 = Tidak Suka

1 = Sangat Tidak Pahit 1 = Sangat Tidak Suka

Gambar 11. Lembar questioner uji organoleptik kopi bubuk

IndikatorKode Sampel

154 514 329 287 308 432

Rasa

Penerimaan keseluruhan

35

3.3.2 Analisis citra digital

Pengolahan citra digital (digital image processing) adalah sebuah disiplin ilmu

yang mempelajari tentang teknik-teknik mengolah citra. Citra yang dimaksud

disini adalah dalam bentuk gambar diam (foto) maupun gambar bergerak (yang

berasal dari webcam). Sedangkan digital disini mempunyai maksud bahwa

pengolahan citra atau gambar dilakukan secara digital menggunakan komputer

(Sutoyo et al., 2009).

3.3.3 Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992)

Pinggan beserta tutup dikeringkan di dalam pengering selama 1 jam pada suhu

105oC. Didinginkan di dalam eksikator kira-kira 15 menit kemudian ditimbang.

Lalu dimasukkan kira-kira 3 g ke dalam pinggan tersebut, ditutup rapat-rapat

kemudian ditimbang. Pinggan beserta tutup yang berisi contoh dikeringkan

selama 1 jam pada suhu 105oC dan dibuka tutupnya kemudian didinginkan di

dalam desikator kira- kira 15 menit kemudian ditimbang. Diulangi sampai

bobot tetap (SNI 01-2891, 1992).

Kadar Air (%) = 100)(

XB

ACB

Keterangan:

A : berat cawan kosong (g)

B : berat cawan + sampel basah (g)

C : berat cawan + sampel (g)

36

3.3.4 Analisis kadar abu (SNI 01-2891-1992)

Cawan kosong dipijarkan di atas pembakar atau di dalam tanur suhu

550oC, kemudian didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang dengan teliti 2

g contoh ke dalam cawan tersebut. Contoh diabukan, mula-mula di atas api

kecil hingga contoh diperarang kemudian dipijarkan atau cawan

dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 550oC sampai abu menjadi putih.

Cawan didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Diulangi sampai bobot

tetap (SNI 01-2891, 1992).

Kadar Abu (%) = 100xB

AC

Keterangan :

A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat sampel sebelum pengabuan (gram)

C = Berat cawan berisi sampel setelah pengabuan (gram)

3.3.5 Analisis kadar serat kasar (SNI 01-2891-1992)

Bahan sebanyak 1 gram dimasukkan ked lam Erlenmeyer 500 ml dan

ditambahkan dengan 100 ml H2SO4 0.325 N. Bahan selanjutnya dihidrolisis di

dalam otoklaf bersuhu 105oC selama 15 menit. Bahan yang telah

dihidrolisis kemudian didinginkan dan ditambahkan 50 ml NaOH 1.25 N.

Hidrolisis bahan dilakukan kembali di dalam otoklaf bersuhu 105oC selama

15 menit. Bahan disaring menggunakan kertas saring yang telah dikeringkan

dan diketahui beratnya. Setelah itu, kertas saring dicuci berturut-turut dngan air

37

panas + 25 ml aceton/alcohol. Kertas saring dan bahan kemudian diangkat

dan dikeringkan dalam oven bersuhu 110oC selama ± 1-2 jam.

Kadar Serat =( ) × 100%

3.3.6 Analisis kadar protein (SNI 01-2891-1992)

Perhitungan kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode Kjedahl.

Sebanyak 0.1 gram sampel ditimbang dan ditambahakn katalis (CuSO4 dan

Na2SO4) dengan perbandingan 1:1.2 dan 2.5 ml H2SO4 pekat. Setelah itu,

didekstruksi sampai bening (hijau). Bahan selanjutnya didinginkan, setelah itu,

bahan didestilasi dan dilakukan penambahan NaOH 50% sebanyak 15 ml.

Hasil destilasi ditampung dengan H2SO4 0.02 N dan indikator mensel yang

merupakan campuran dari metal red dan metal blue.

Protein = ( ) × × ( , )× 100%3.3.7 Analisis kadar lemak (SNI 01-2891-1992)

Contoh yang telah dikeringkan (sisa kadar air) ditimbang di dalam kertas

saring, kemudian dipasang dalam labu lemak dan kondensor. Reflux dilakukan

dengan pelarut lemak selama 5 jam. Contoh dikeluarkan dari alat soxhlet,

dikeringkan, dan didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai berat

konstan (Fardiaz et al., 1984).

Kadar lemak = × 100%

38

Keterangan:

A = bobot contoh

B = bobot labu lemak dan labu didih

C = bobot labu lemak, labu didih dan lemak

3.3.8 Analisis kadar karbohidrat (SNI 01-2891-1992)

Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan menggunakan metode by difference

yaitu pengurangan 100% dengan jumlah dari hasil empat komponen yaitu kadar

air, protein, lemak, dan abu. Perhitungannya sebagai berikut:

% Karbohidrat = 100% - (% air + % lemak % protein + % abu)

54

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Penggunaan kombinasi suhu dan waktu penyangraian dalam pembuatan kopi

bubuk Robusta berpengaruh terhadap sifat sensori meliputi penerimaan

keseluruhan dari kopi bubuk yang dihasilkan. Kombinasi suhu dan waktu

penyangraian 220oC/20 menit merupakan kombinasi suhu dan waktu terbaik

dengan skor hedonik sebesar 4,080 (disukai).

2. Sifat fisik meliputi uji warna dengan menggunakan Citra Digital

menghasilkan nilai Indeks R sebesar 0,33; Indeks G sebesar 0,31; dan Indeks

B sebesar 0,11. Selain itu penggunaan kombinasi suhu dan waktu

penyangraian berpengaruh terhadap kandungan proksimat kopi bubuk

robusta meliputi penurunan kadar air, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar

protein, dan peningkatan kadar abu.

5.2 Saran

Sebaiknya proses penyangraian disesuaikan dengan banyaknya kopi yang di

sangrai sehingga pada proses penyangraian dapat diperoleh kopi bubuk dengan

hasil yang maksimal.

55

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. 2005. Penilaian Sensori. Universitas Kebangsaan Malaysia.Malaysia. Hlm 19-35.

Akamine, E. K.. Kitagawa, H., Subramanyam, H., and Long P.G. 2004.Packinghaouse Operations. p. In : ER.B. Pantastico (Ed). PostharvestPhysiology, Handling and Utilization of Tropical and Subtropical Fruits andVegetable. The AVI Publ. Co., Westport. Hlm 267-282.

Alan, H. V. and Jane, P.S. 1994. Beverages Technology, Chemestry andMicrobiology. Chapman and Hall. London. Pg. 191.

Anggara, A. dan Marini, S. 2011. Kopi Si Hitam Menguntungkan Budidaya danPemasaran. Cahya Atma Pustaka. Yogyakarta. 15-20.

Arief, M. C. W., M. Tarigan, R. Saragih, F. Rahmadani. 2011. Panduan SekolahLapang Budidaya Kopi Konservasi. Conservation Internation Indonesia.Jakarta. Hal 38-39.

Arpah. 1993. Pengawasan Mutu Pangan. Penerbit Tarsito, Bandung.

Asrawaty. 2011. Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap mutu tepungpandan. Jurnal KIAT edisi Juni. Universitas Alkhairaat. Palu.

Batch, V., Kidmose, U.,Bjorn, K.G., Edelenbos, M. 2012. Effect of harvest timeand varieti on sensory quality and chemical composition of Jerussalemartichoke (Helianthus tuberosus) tubers. Food Chemistry Vol.133:82-89.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2015. Tanggamus Dalam Angka. BPS KabupatenTanggamus. Tanggamus.

Badan Standar Nasional (BSN). 2004. Standar Nasional Indonesia Kopi Bubuk.SNI 01-3542-2004. Badan Standar Nasional.

Badan Standardisasi Nasional. 1994. SNI 01-3542-1994 Syarat Mutu KopiBubuk. Jakarta.

Baggenstoss, Poisson, J., Kaegi, L., Perren, R., Escher, F. 2008. Coffee Roastingand Aroma Formation: Application of Different Timetemperature Conditions.Journal of Agricultural and Food Chemistry 56(14), 5836-5846.

56

Braham J.E. and Bressani R. 1979. Coffee Pulp Composition, Technology, andUtilization.Institute of Nutrition of Central America and Panama. Hlm 5-10.

Buckle, K.A. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 365Hlm.

Buffo, R. A. and Freire, C.C. 2004. Coffee flavour: an overview. Flavour andFragrance Journal 19: 99-104.

Bytof G. 2005. Metabolic renponses of coffee beans during processing and theirimpact of coffee flavour. In: Schwan RF, Fleet GH, editors. Cocoa andcoffee fermentations. Fermented foods and baverages. CRC Press; in press

Cardelli, C. and Labuza, T.P. 2001. Application of Weibull Hazard Analysis tothe Determination of the Shelf Life of Roasted and Ground Coffee.Lebensm.-Wiss. u.- Technol., Vol. 34, No. 5. Academic Press.

Ciptadi, W. dan Nasution, M.Z. 1985. Pengolahan Kopi. Fakultas TeknologiInstitut Pertanian Bogor. Hal. 4-18.

Ciptadi, W. dan Nasution, M.Z. 1978. Pengolahan Kopi. Departemen TeknologiHasil Pertanian. Fatemeta-IPB. Bogor.

Clifford, M.N. and Willson, K.C. 1985. Coffee : Botany, Biochemistry, andProduction of Beans and Beverage. The AVI Publsihing Company, Inc.West-port, Connecticut, USA.

Clarke, R.J. and Macrae, R. 1985. Coffee Technology (Vol 2). Elsevier AppliedScience, London and New York. Hlm 62-79.

Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI-Press, Jakarta.

Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. 2016. Informasi Harga Pasar HarianKomoditi Perkebunan. http:// www.disbun.lampung prov.go.id. diakses padatanggal 29 September 2017.

Eko P. 2012. Pengolahan Citra Digital dan Aplikasinya Menggunakan Matlab.Andi Publisher. Yogyakarta. 404 hlm.

Flament, I. 2002. Coffee Flavor Chemistry. John Wiley and Sons Ltd. BaffinsLane, Chichester, West Susex PO19 IUD, England. 424 p.

Gardjito, Murdijati dan Dimas Rahadian A. 2011. Kopi. Kanisius. Yogyakarta.

Indrawedi. 2016. Pengaruh Teknik Pengeringan Terhadap Gizi dan MutuOrganoleptik Sale Pisang. Jurnal FIK Vol.4 No.2

57

Jacobs,M. B. 1958. The Chemistry and Technology of Food and Food Products.Interscience Publishers, New York.

Janzen, S. O. 2010. Chemistry of coffee. In Comprehensive Natural Products II,Chemistry and Biology. Editor L. Mender and H.W. Liu. Elsevier Ltd. TheBoulevard, Lanfod Lane, Kidlington OX5 1GB, United Kingdom. p. 1085-1113.

Jayus, Giyarto, Nurhayati, dan Aan. 2011. Peran Mikroflora Dalam FermentasiBasah Biji Kopi Robusta (Coffea canephora). Fakultas Teknologi Pertanian.Universitas Jember. Jember.

Jpwcoffea. 2014. http://www.specialtycoffee.co.id/kopi-arabika-dan-kopi-robusta/. Diakses tanggal 10 Okt 2016.

Knopp, S.E. 2006. Metabolic renponses of coffee beans during processing andtheir impact of coffee flavour. In: Schwan RF, Fleet GH, editors. Cocoaand coffee fermentations. Fermented foods and baverages. CRC Press; inpress

Kraujalytė, K., Leitner, E., Venskutonis, R.P. 2012. Chemical and sensorcharacterisation of aroma of vibornum opulus fruits by solid phasemicroextraction-gas chromatography-olfactometry. Journal Food Chemistry132:717-723

Lawrence , G. H. M. 1963. Taxonomy of Vascular Plants. The MacmillanCompany. New York. Page 29-31.

Lin, C. C. 2010. Approach of Improving Coffee Industry in Taiwan PromoteQuality of Coffee Bean by Fermentation. The Journal of InternationalManagement Studies. 5 (1): 154-159.

Muchtadi, Tien R., Sugiyono, dan Ayustaningwarno, F. 2010. Ilmu PengetahuanBahan Pangan. Bogor: Alfabeta CV. Hal. 100-112.

Mulato, S., Widyotomo, S., dan Suharyanto, E. 2006. Teknologi Proses danPengolahan Produk Primer dan Sekunder Kopi. Pusat Penelitian Kopi danKakao Indonesia. Jember. Jawa Timur. 20.97 - 109.

Mulato, S. 2002. Mewujudkan perkopian Nasional Yang Tangguh melaluiDiversifikasi Usaha Berwawasan Lingkungan dalam Pengembangan IndustriKopi Bubuk Skala Kecil Untuk Meningkatkan Nilai Tambah Usaha TaniKopi Rakyat. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Denpasar.

Mulato, S. 2002. Simposium Kopi 2002 dengan tema Mewujudkan perkopianNasional Yang Tangguh melalui Diversifikasi Usaha Berwawasan

58

Lingkungan dalam Pengembangan Industri Kopi Bubuk Skala Kecil UntukMeningkatkan Nilai Tambah Usaha Tani Kopi Rakyat. Pusat Penelitian Kopidan Kakao Indonesia. Denpasar.

Murthy, P.S., and Naidu, M.M. 2011. Improvement of Robusta coffeefermentation with microbal enzymes. European Journal of Applied Sciences,3(4), Hlm 130-139.

Najiyati, S. dan Danarti. 2007. Kopi: Budidaya dan Penanganan Lepas Panen.Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 27-30.

Najiyati, S. dan Danarti, 1997. Budidaya Kopi dan Pengolahan Pasca Panen.Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 31-32.

Najiyati, S. dan Danarti, 1978. Budidaya Kopi dan Pengolahan Pasca Panen.Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 32-34.

Nugroho, Joko W.K. 2009. Pengaruh Suhu dan Lama Penyangraian terhadap SifatFisik Mekanis Biji Kopi Robusta. Teknik Produk Pertanian. ISSN 2081-7152.

Pimenta, T. V., Pereira, R.G.F., Correa, J.L.G., and Silva, J.R. 2009. Roastingprocessing of dry coffee cherry: influence of grain shape and temperature onphysical chemical and sensorial grain properties. B.CEPPA Curitiba 27 (1):97-106.

Purnama, Rima. 2016. Mengenal Kopi Liberika Tungkal Komposit (Liptukom)Khas Jambi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Universitas Jambi.Jambi.

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. 2000. Materi Pelatihan Uji Cita Rasa KopiTingkat Pemula. Jember. Hal. 10-13.

Putri, D. 2014. Aneka tanaman perkebunan. http://aneka-tanaman-perkebunan.blogspot.com/2014/11/jenis-dan-karakteristik-kopi- robusta.html.diakses pada tanggal 10 April 2015.

Rahardjo, P. 2012. Kopi Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika danRobusta. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. Jurusan Teknologi Pertanian. FakultasPertanian. Universitas Sumatra Utara. Hal. 53-55.

Rizzi G.P. dan R.A. Sanders. 1996. Mechanism of Pyridine Formation FromTrigonelline under Coffee Roasting Conditions. Didalam Taylor AJ, MattramDS. Flavour Science Recent Development. The Royal Society of ChemistryInformation Service, UK. Pg. 15-19.

59

Rothfos, B. 1980. Coffee Production. Niedersachsische buchdruckerei. Germany.Pg. 18-27.

Ruku, S., Muttakin, S., dan Syamsiar. 2006. Penanganan pasca panen kopi.Buletin

Teknologi dan Informasi Pertanian 5 :47-57.

Salla, M. H. 2009. Influence of Genotype, Location and Processing Methods onThe Quality of Coffee (Coffea arabica L.). MSc. Thesis Hawassa University.Hawassa, Ethiopia. Pg. 29-31.

Sari, Lusi Intan. 2001. Mempelajari Proses Pengolahan Kopi Bubuk (Coffeacanephora) Alternatif dengan Menggunakan Suhu dan Tekanan Rendah.Skripsi S1. Tidak Dipublikasikan. Fakultas Teknologi Pertanian InstitutPertanian Bogor, Bogor.

Selmar, D., Bytof, G., Knopp, S.E., Bradbury, A., Wilkens, J., and Becker, R.2008. Metabolic renponses of coffee beans during processing and theirimpact of coffee flavour. In: Schwan RF, Fleet GH, editors. Cocoa andcoffee fermentations. Fermented foods and baverages. CRC Press; in press

Setyani, S. 2002. Teknologi Pengolahan Kopi. Buku Ajar Jurusan Teknologi HasilPertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Setyani, S. 2013. Teknologi Pengolahan Kopi. Buku Ajar Jurusan Teknologi HasilPertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 100hlm.

Setyani, S. 2017. Teknologi Pengolahan Kopi. Buku Ajar Jurusan Teknologi HasilPertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 100hlm.

Sivetz, M. 1979. Coffee Technology. The AVI Publishing Company, Inc.,Westport, Connecticut.

Sivetz, M. and Foote, H.E. 1963. Coffee Processing Technology Volume 1.TheAvi Publishing Company. London.

Siswoputranto, P.S. 1993. Kopi Internasional dan Indonesia. Kanisius.Yogyakarta. Hal.11-18.

Smith, AW.1989. Introduction. di dalam. Coffee Volume 1: Chemistry. Ed. RJClarke dan R Macrae. Elsevier Applied Science. London.

SNI 01-3542-2004. Standar Nasional Indonesia untuk Kopi Bubuk. Departemen

60

Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta

Sonmporn, C., Kamtuo, A., Theerakulpisut,P., Sirimornpun, S. 2011. Effect ofroasting degree on radical scavenging activity, phenolics and volatilecompounds of arabica coffee beans (Coffea arabica L. cv. Catiomor).International Journal of Food Science and Technology. 46: 2287-2296.

Sulistyowati dan Sumartono. 2002. Metode Uji Cita Rasa Kopi. Pusat PenelitianKopi dan Kakao Indonesia. Jember. Hal. 19.

Sulistyowati. 2002. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Citarasa SeduhanKopi. Materi Pelatihan Uji Citarasa Kopi. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao,Jember. 17. 138–148.

Sutoyo, T., Mulyanto, E., Suhartono, V., Nurhayati, O. D., dan Wijanarto. 2009.Teori Pengolahan Citra Digital. Penerbit Andi. Yogyakarta. p.256.

Wahyudi, T., Atmawinata, O., Ismayadi, C., dan Sulistyowati. 1999. Kajianpengolahan beberapa varietas kopi Jawa pengaruhnya terhadap mutu. PelitaPerkebunan. 15. 56-67.

Wang, H.Y., Qian, H., Yao. W.R. 2012. Melanoidins produced by theMaillard reactios: Structure of biological activity. Food Chemistry.128: 573-584

Widyotomo, S., Mulato, S., Atmawinata, O., dan Yusianto. 1998. Kinerja mesinsortasi biji kakao tipe silinder tunggal berputar. Pelita Perkebunan,14. Hml197-210.

Wijaya. 2000. Pengaruh lama pengukusan dan konsentrasi etil asetat terhadapkarakteristik kopi pada dekafeinasi kopi robusta. J. Pangan dan Agroindustri.3 (4): 1560-1566

Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia PustakaUtama, Jakarta.

Winarno, F. G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia PustakaUtama, Jakarta.

Winarno, F. G. 1996. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia PustakaUtama, Jakarta.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia PustakaUtama, Jakarta.

Yuniarti, N., Syamssuwida, D., dan Aminah, A.2007. Pengaruh penurunan kadarair terhadap perubahan fisiologi dan kandungan biokimia benih eboni

61

(Diospyros celebica Bahk). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman edisi Agustus.Balai Pembenihan Bogor. Bogor. Vol. 5 No. 3 Hal. 191-198.

Yuniarti, D.W., Titik dan Eddy. 2013. Pengaruh Suhu Pengeringan Vakumterhadap Serbuk Albumin Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus). Jurnal THPiStudent. Vol.1, nomor 1.

Zuhra, S. dan Erlina, C. 2012. Pengaruh kondisi operasi alat pengering semprotterhadap kualitas susu bubuk jagung. Jurnal Rekayasa Kimia danLingkungan. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas SyiahKuala. Vol 9. No. 1 Hal. 36-44.