exchange rate pass-through dan inflation targeting ...digilib.unila.ac.id/37321/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
EXCHANGE RATE PASS-THROUGH DAN INFLATIONTARGETING FRAMEROWK DI INDONESIA
(2005:Q1-2016:Q4)
(Skripsi)
Oleh
Rahayu Sri Wulan
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG2018
ABSTRACT
EXCHANGE RATE PASS-THROUGH AND INFLATION TARGETINGFRAMEWORK IN INDONESIA (2005.7-2016.7)
By
RAHAYU SRI WULAN
This research aims to find out how Exchange Rate Pass-Through (ERPT)responses toward inflation during the implementation of Inflation TargetingFramework (ITF) policy. This research uses the direct pass-through channelspesifically through import prices. This research uses Vector Error CorrectionModel as its analysis tool, and inflation, world oil price index, interest rate,exchange rate, and import price index. The result shows that inflation has apositive responses toward world oil price index and import price index. Whileinflation has a negative responses toward interest rate and rupiah exchange ratetoward US dollar.
Keywords : Exchange Rate Pass-Through (ERPT), exchange rate, import priceindex, Inflation Targeting Framework (ITF), inflation, interest rate, Vector ErrorCorection Model (VECM), world oil price index,
ABSTRAK
EXCHANGE RATE PASS-THORUGH DAN INFLATION TARGETINGFRAMEWORK DI INDONESIA (2005.7-2016.7)
Oleh
RAHAYU SRI WULAN
Tujuan Penelitian ini adalalah untuk melihat bagaimana respon Exchange RatePass-Through (ERPT) terhadap inflasi selama diimplementasikannya InflationTargeting Framework (ITF). Penelitian ini menggunakan transmisi jalur directpass-through yaitu melalui harga impor. Alat analisis yang digunakan adalahVector Error Correction Model (VECM) dengan variabel inflasi, indeks hargaminyak dunia, tingkat suku bunga, nilai tukar, dam indeks harga impor. Hasilpenelitian ini menunjukan bahwa inflasi direspon positif terhadap indeks hargaminyak dunia dan indeks harga impor. Sedangkan inflasi direspon negatif olehtingkat suku bunga dan nillai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Kata kunci : Exchange Rate Pass-Through (ERPT), Inflation TargetingFramework (ITF), inflasi, indeks harga impor, indeks harga minyak dunia, nilaitukar, tingkat suku bunga, Vector Error Correction Model (VECM).
EXCHANGE RATE PASS-THROUGH DAN INFLATIONTARGETING FRAMEROWK DI INDONESIA
(2005:Q1-2016:Q4)
OlehRahayu Sri Wulan
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelarSarjana Ekonomi
pada
Jurusan Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada hari Sabtu 21 September 1996 di Sidomulyo Kabupaten
Tanggamus. Penulis merupakan putri pertama pasangan Bapak Ahmad Rasyid
dan Ibu Ruminah
Penulis mengawali pendidikan formal di Taman Kanak – Kanak Islam , Gunung
Sari, Tanggamus yang diselesaikan pada tahun 2001/2002, SD Negeri 1 Gunung
Sari diselesaikan pada tahun 2007/2008. SMP Negeri 2 Ulubelu diselesaikan
pada tahun 2010/2011, adapun bentuk kegiatan yang diikuti yaitu OSIS,
menjabat sebagai wakil ketua OSIS dan aktif dalam ekstrakulikuler Pramuka,
paduan suara, olahraga bola voli. Serta medapat prestasi akademik dengan
predikat Juara Umum III selama tiga tahun menempuh pembelajaran di sekolah.
Kemudian penulis melanjutkan di SMA N 1 Gadingrejo dan diselesaikan pada
tahun ajaran 2013/2014. Adapun kegiatan yang diikuti yakni olahraga bola voli
dan dipercaya menjadi salah satu perwakilan Olimpide Kebumian.
Penulis melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Universitas
Lampung di jurusan Ekonomi Pembangunan, melalui jalur Seleksi Bersama
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) pada tahun 2014. Kegiatan
organisasi yang pernah diikuti yakni sebagai Korps Muda BEM Universitas
Lampung tahun 2014/2015 dan aktif di kepengurusan HIMEPA 2015/2016.
Kemudian pada tahun 2017 penulis melaksanakan kegiatan KKL di Badan
Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Kementerian Koperasi dan UKM
serta Kemenper. Lalu, pada tahun 2017 penulis melaksanakan KKN di Desa
Simpang Agung Kabupaten Lampung Tengah.
Kegiatan di luar kampus yang aktif dilakukan adalah mengikuti berbagai
kegiatan sosial. Serta pernah bekerja menjadi tim surveyor BI (Bank Indonesia)
tahun 2018.
MOTO
“Selalu ada harapan bagi dia yang selalu berdoa, dan selalu ada jalan bagi dia
yang selalu berusahan”
(Rahayu Sri Wulan)
“Build your own dream,or someone else will hire you to build theirs”
(Farrah Gray)
“Sesungguhnya bersama kesukaran itu ada kemudahan. Karena itu bila kau telah
selesai (mengerjakan yang lain) dan kepada tuuhan berhadaplah”
(Q.S. Al Insyirah: 6-8)
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil’alamin dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT dan
Nabi Muhammad SAW, ku persembahkan karya sederhana ini untuk:
Ayah Ahmad Rasyid dan Ibu Ruminah
Kedua orang tua terbaik yang telah Allah anugerahkan kepadaku. Terima kasih
untuk ayahku Ahmad Rasyid, atas kasih sayang yang tak terhingga, panutan
dalam hidup, dan pemberi nilai-nilai. serta segala keajaiban “doa ibu”, dukungan,
kekuatan, dan materi yang selalu ada dalam langkah dan usahaku.
Adikku Andrean Rahmadanu Kurniawan
Terima kasih telah memberikan warna kehidupan tersendiri. Kebersamaan dibalik
canda, semangat yang terselip dalam keceriaan. Semoga kita bisa sukses serta
membahagiakan kedua orang tua.
Keluarga besar, sahabat dan teman-teman
Terima kasih telah membantu dan menemani hari-hariku.
Dosen – dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Ekonomi Pembangunan
yang telahmemberikan motivasi, arahan, dan nasehat yang sangat membangun.
Serta Almamater tercinta Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Lampung
SANWACANA
Alhamdulillahirobbilalamin, puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat
limpahan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Exchange Rate Pass-Through Dan Inflation Targeting Framework Di Indonesia
(2005:Q1-2016:Q4)” yang merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung.
Berkat bimbingan, bantuan serta arahan, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Nairobi, S.E., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
3. Ibu Emi Maimunah, S.E., M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
4. Ibu Dr. Arivina Ratih Yulihar T, S.E., M.M., selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah membimbing dan memberikan arahan sejak semester
awal hingga akhir.
5. Ibu Irma Febriana MK, S.E., M. Si., selaku Dosen Pembimbing skripsi yang
telah meluangkan waktu untuk membimbing dengan penuh kesabaran serta,
memberikan arahan, ilmu, dan saran kepada penulis hingga skripsi ini
terselesaikan.
6. Nurbetty Herlina, S., S.E., M.Si., dan Bapak Thomas Andrian S.E., M.Si.,
selaku dosen penguji dan pembahas yang telah memberikan arahan,
tambahan pengetahuan dan masukan kepada penulis dengan penuh
kesabaran dan ketelitian.
7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan: Prof. Sahala,
Pak Nairobi, Pak Yoke, Pak, Toto, Pak Wayan, Pak Ambya, Pak Husaini,
Pak Imam, Pak Yudha, Pak Asrian, Ibu Betty, Ibu Irma, Ibu Emi, Ibu
Marselina, Ibu Zulfa, Ibu Ratih, serta seluruh Bapak Ibu dosen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu dan pelajaran yang sangat
bermanfaat selama menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Lampung.
8. Ibu Yati, Mas Ma’ruf, Pak Rully, Pak Sanudin, Kyai, serta seluruh staf dan
pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung atas seluruh
bantuan yang selama ini diberikan kepada penulis.
9. Ayah dan Ibuku tercinta, Ayah Ahmad Rasyid yang memberiku kekuatan
hidup serta semangat untuk selalu berjuang untuk kebahagiaan Keluarga.
Serta Ibu Ruminah yang selalu memberikan doa, nasehat dan kasih sayang
tiada tara kepada penulis untuk sabar menikmati proses dan memberikan
yang terbaik. Terimakasih untuk segala doa dan dukungan yang selalu
dicurahkan di sepanjang jalanku.
10. Adikku tersayang Andrean Rahmadanu Kurniawan, yang telah memberikan
doa dan semangat kepada mbak. Terimaksih atas doa dan semangatnya
adikku.
11. Mr. Ahmad Sutanto patner terbaik dari awal masuk kuliah sampai akhir
yang selalu ada, terima kasih untuk segala dukungan, doa, dan semangatnya.
12. Sahabat- sahabat spesialku, Dewy Astuty, Aulia Frisca, Sofie Maghfira.
Terima kasih sudah ada sejak awal, kemudian tau, mau mengengerti dan
tetap bertahan hingga akhir.
13. Sahabat likebrother (Keluarga Harapan) M. Afwan Abdillah, Rizzo
Ananditho Ramdhan, Rahmad Santoso, Ridho JN, M.Vickry, Ahmad
Saprudin, Farid Syah Putra. Terimakasih telah member keceriaan dan
berjuang bersama, semangat untuk my brothers.
14. Moneter Squad, Mba Intan, Lupita, Jeng, Laila, Febri, Nanang. Selamat
berjuang dan terima kasih kekompakannya.
15. EP Brother and Sister ‘14 tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
16. Rekan KKN yakni Dessi, Mei, Rasyid, Wayan, Ketut dll.
17. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini dari awal
sampai dengan skripsi ini terselesaikan.
Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
akan tetapi penulis berharap semoga karya sederhana ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, 8 Oktober 2018Penulis
Rahayu Sri Wulan
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR ISI.................................................................................................. iDAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iiiDAFTAR TABEL.......................................................................................... ivDAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. v
I. PENDAHULUANA. Latar Belakang...................................................................................... 1B. Rumusan Masalah................................................................................. 11C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 11D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 11
II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESISA. Landasan Teori ..................................................................................... 13
1. Purchasing Power Parity (PPP) ...................................................... 13a. Versi Absolut PP ......................................................................... 14b. Versi Relatif PPP......................................................................... 14
2. Konsep Dasar Exchange Rate Pass-Through .................................. 15a. Direct Pass-Through Effect......................................................... 16b. Indirect Pass-Through Effect ...................................................... 18
3. Interest Rate Differential ................................................................. 194. Aliran Modal Luar Negeri (Capital Inflow)..................................... 215. Nilai Tukar ....................................................................................... 236. Ekspor Neto ..................................................................................... 247. Output Gap....................................................................................... 258. Indeks Harga Konsumen.................................................................. 269. Gambaran Umum ITF...................................................................... 27
a. Pengertian ITF............................................................................. 27b. Ruang Lingkup ITF..................................................................... 29
B. Landasan Empiris ................................................................................. 30C. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 31D. Hipotesis ............................................................................................... 33
III. METODE PENELITANA. Jenis dan Sumber Data.......................................................................... 35B. Batasan Variabel Penelitian.................................................................. 36
1. Inflasi ............................................................................................... 362. Interest Rate Differential ................................................................. 363. Aliran Modal Luar Negeri .............................................................. 364. Nilai Tukar ....................................................................................... 37
5. Indeks Harga Impor ......................................................................... 376. Ekspor Neto ..................................................................................... 377. Output Gap....................................................................................... 38
C. Metode Analisis .................................................................................... 38D. Prosedur Analisis VAR ........................................................................ 42
a. Uji Stasioneritas .............................................................................. 42b. Penentuan Lag Optimum ................................................................. 43c. Uji Stabilitas VAR ........................................................................... 44d. Uji Kausalitas Grangger................................................................... 44e. Uji Kointegrasi Johansen ................................................................. 45f. Estimasi VAR dan VECM............................................................... 46g. Impulse Response Function ............................................................. 46h. Variance Decomposition.................................................................. 47
IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Uji Stasioneritas ................................................................................... 48B. Penentuan Lag Optimum ...................................................................... 49C. Uji Stabilitas VAR................................................................................ 50D. Uji Kausalitas Grangger ....................................................................... 52E. Uji Kointegrasi Johansen...................................................................... 55F. Estimasi VECM................................................................................... 57
1. Estimasi Jangka Panjang.................................................................. 572. Estimasi Jangka Pendek................................................................... 59
G. Impulse Response Function .................................................................. 631. Respon Capital Inflow Terhadap Guncangan (Shock) Interest Rate
Differential Selama Diimplementasikannya ITF ............................. 632. Respon Nilai Tukar Terhadap Guncangan (Shock) Capital Inflow
Selama Diimplementasikannya ITF................................................. 643. Respon Indeks Harga Impor terhadap Guncangan (shock) Nilai
Tukar Selama Diimplementasikannya ITF ...................................... 654. Respon Inflasi terhadap Guncangan (shock) Indeks Harga Impor
Selama Diimplementasikannya ITF................................................. 66H. Variance Decomposition ...................................................................... 67
V. KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan .......................................................................................... 70B. Saran .................................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Pergerakan Inflasi (IHK).......................................................................... 42. Nilai Tukar USD Terhadap Rupiah ......................................................... 63. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Saluran Nilai Tukar 164. Kerangka Pemikiran................................................................................. 335. Stabilitas VAR dengan Menggunakan Inverse Roots Of AR
Characteristic Polynomial ....................................................................... 516. Alur Transmisi Saluran Nilai Tukar......................................................... 547. Respon Capital Inflow Terhadap Guncangan (Shock) Interest Rate
Differential Selama Diimplementasikannya ITF ..................................... 638. Respon Nilai Tukar Terhadap Guncangan (Shock) Capital Inflow
Selama Diimplementasikannya ITF......................................................... 649. Respon Indeks Harga Impor terhadap Guncangan (shock) Nilai Tukar
Selama Diimplementasikannya ITF......................................................... 6510. Respon Inflasi terhadap Guncangan (shock) Indeks Harga Impor
Selama Diimplementasikannya ITF......................................................... 66
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman1. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 302. Variabel Penelitian.................................................................................. 343. Hasil Uji Unit Root Pada Level .............................................................. 484. Hasil Uji Unit Root Pada First Difference .............................................. 495. Hasil Penentuan Lag Optimum .............................................................. 506. Hasil Pengujian Roots Of AR Characteristic Polynomial ...................... 507. Hasil Estimasi Grangger Causality ....................................................... 528. Hasil Uji Kointegrasi .............................................................................. 569. Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang................................................... 5710. Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek .................................................... 5811. Hasil Kontribusi Variabel IRD, CI, ER, IPI, terhadap CPI .................... 67
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman1. Data Penelitian ..................................................................................... L-12. Uji Stasioneritas Data .......................................................................... L-33. Uji Lag Optimum................................................................................. L-84. Uji Stabilitas VAR ............................................................................... L-95. Uji Kausalitas....................................................................................... L-106. Uji Kointegrasi .................................................................................... L-127. Estimasi VECM ................................................................................... L-178. Impulse Response Function ................................................................. L-20
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis yang terjadi pada tahun 1997/1998 menyebabkan banyak negara di dunia
mengubah kebijakan moneternya baik dalam rezim nilai tukar maupun kerangka
kebijakan moneter yang dianutnya. Negara Indonesia mengubah rezim nilai tukar
yang sebelumnya menggunakan rezim nilai tukar tetap (fixed exchange rate)
berubah menjadi nilai tukar mengambang bebas (floating exchange rate).
Sedangkan dalam kerangka kebijakan moneter, terjadi pergeseran jangkar nominal
yang digunakan yaitu dari sebelumnya mengadopsi penargetan jumlah uang
beredar menjadi penargetan inflasi (Inflation Targeting Framework).
Inflation Targeting Framework atau lebih dikenal sebagai ITF merupakan salah
satu strategi kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada
publik mengenai target kuantitatif (kisaran target) dari tingkat inflasi yang
hendak dicapai dalam beberapa periode ke depan, serta adanya pernyataan
secara eksplisit bahwa inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan jangka
panjang yang utama dari kebijakan moneter (Mashury, 2008).
ITF pertama kali diadopsi pada tahun 1990 di Selandia Baru, Kanada, Inggris,
Swedia dan Australia, ITF menjadi salah satu prosedur standar yang dilakukan
2
oleh bank sentral tidak hanya di negara-negara maju tetapi juga negara
berkembang dengan menjadikan inflation targeting sebagai kerangka kebijakan
moneter (Scott, 2009).
Berdasarkan Kuncoro (2015) implementasi (ITF) di negara berkembang ternyata
tidak sebaik negara maju. Pada hakikatnya permasalahan yang timbul di negara
berkembang yang mengimplementasikan ITF relatif sama. Implementasi ITF di
beberapa negara berkembang seperti India, Meksiko dan Indonesia memiliki pola
fenomena moneter yang identik dimana peran nilai tukar masih cukup besar
dalam mempengaruhi tingkat inflasi (Kuncoro, 2015). Penerapan rezim nilai
tukar mengambang bebas (floating exchange rate) menjadikan pergerakan nilai
tukar tidak lagi dibatasi pada suatu tigkat tertentu tetapi dibiarkan bebas bergerak
sesuai dengan kekuatan permintaaan dan penawaran yang terjadi di pasar.
Besarnya dampak dari perubahan nilai tukar pada harga mempunyai implikasi
yang penting dalam perumusan kebijakan terutama dalam hal pengendalian inflasi
sejalan dengan penerapan ITF. Pengaruh perubahan nilai tukar terhadap
perubahan harga–harga baik harga domestik, harga impor dan harga ekspor
dikenal dengan istilah exchange rate pass-through (ERPT).
Pass-through merupakan sebuah mekanisme untuk melihat besaran guncangan
yang disebabkan oleh sebuah faktor tententu. Dalam istilah ekonomi pass-through
merupakan mekanisme dari transmisi nilai tukar ke tingkat harga yang dikenal
sebgai exchange rate pass-through (ERPT) yang didefinisikan sebagai persentase
perubahan nilai tukar yang ditransmisikan kepada harga barang yang
diperdagangkan di dalam negeri (Krugman dan Obstfeld, 2000).
3
Sahminan (2005) mengungkapkan bahwa pass-through nilai tukar (exchange rate
pass-through) adalah perubahan harga (ekspor, impor, maupun domestik) sebagai
akibat perubahan satu persen kurs domestik terhadap kurs asing. Jika proporsi
perubahan harga sama besarnya dengan proporsi perubahan nilai tukar, maka
disebut complete pass-through, sedangkan jika perubahan nilai tukar tersebut
tidak mempengaruhi tingkat harga maka disebut dengan zerro exchange rate pass-
through.
Jalur transmisi perubahan harga yang berasal dari perubahan nilai tukar dapat
terjadi baik secara langsung (direct exchange rate pass-thorugh) maupun secara
tidak langsung (indirect exchange rate pass-through). Pengaruh secara langsung
terjadi karena perkembangan nilai tukar mempengaruhi pola pembentukan harga
oleh perusahaan dan ekspektasi inflasi di masyarakat, khususnya terhadap barang
dan jasa yang diimpor dari luar negeri baik sebagai barang jadi maupun bahan
baku dan barang modal. Sementara itu, pengaruh secara tidak langsung terjadi
karena perubahan nilai tukar mempengaruhi khususnya komponen ekspor dan
impor dalam permintaan agregat. Perkembangan ini akan berdampak pada
besarnya output riil dalam ekonomi yang pada akhirnya akan menentukan
besarnya tekanan inflasi dari sisi kesenjangan output.
Inflasi merupakan salah satu masalah makro ekonomi yang menjadi perhatian
penting di Indonesia. Inflasi didefinisikan sebagai kecenderungan meningkatnya
tingkat harga secara umum dan terus- menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua
barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali jika kenaikan harga tersebut meluas
ke harga barang-barang lain (Mankiw, 2007). Sebagai indikator yang sering
4
digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalaah Indeks Harga Konsumsi (IHK).
Perubahan IHK dari waktu kewaktu menunjukan pergerakan harga dari paket
barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat (Bank indonesia). Menurut situs
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, IHK didefinisikan sebagai suatu indeks
yang digunakan untuk mengukur rata-rata perubahan harga dalam suatu periode
dari suatu kumpulan barang dan jasa yang dikonsumsi oleh penduduk maupun
rumah tangga dalam kurun waktu tertentu. Indeks harga konsumen dari tahun
ketahun rata-rata meningkat. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah
nilai tukar. Perubahan IHK sebagai akibat perubahan kurs dapat diidentifikasi
dari perubahan kurs dalam hal ini depresiasi akan menyebabkan harga barang-
barang impor baik bahan baku, maupun barang jadi akan lebih mahal dalam mata
uang domestik, sehingga distributor dalam negeri yang menjual barang yang
menjual barang jadi yang diimpor akan dijual lebih mahal dalam negeri.
Sumber : Bank IndonesiaGambar 1. Pergerakan Inflasi (IHK) setelah diimplementasikannya ITF
02468
101214161820
Jan-
05
Aug-
05
Mar
-06
Oct
-06
May
-07
Dec-
07
Jul-0
8
Feb-
09
Sep-
09
Apr-
10
Nov
-10
Jun-
11
Jan-
12
Aug-
12
Mar
-13
Oct
-13
May
-14
Dec-
14
Jul-1
5
Feb-
16
Sep-
16
inflasi (IHK)
5
Berdasarkan gambar 1 diatas, dapat dilihat setelah diimplementasikannya
Inflation Targeting Framework (ITF) inflasi mengalami fluktuasi yang beragam,
inflasi terjadi pada periode 2005 sebesar 17,11 persen (yoy) jauh di atas sasaran
inflsi sebesar 6 persen ± 1 persen pada bulan desember. Inflasi ini dipengaruhi
oleh inflasi administered price. Administered price adalah inflasi yang disebabkan
oleh perubahan perubahan harga sekelompok barang yang harganya diatur atau
dikendalikan oleh pemerintah seperti BBM, tarif listrik, telpon dan lain
sebagainya.
Kenaikan harga minyak dunia pada tahun 2005 menyebabkan kenaikan tarif
angkutan, harga makanan meningkat yang menyumbang inflasi pada tahun
tersebut. selain itu, tingginya ekspektasi inflasi dan depresiasi nilai tukar rupiah
turut memberikan tekanan harga yang semakin meningkat (Bank Indonesia,
2005). Kemudian pada tahun 2006 dan 2007 mengalami penurunan, hal ini
disebabkan karena adanya penundaan pemerintah dalam menaikan tarif harga
listrik untuk meredamkan kenaikan harga BBM dan juga pemerintah memberikan
insentif kepada industri yang terkait dengan BBM. Inflasi ini sesuai dengan target
Bank Indonesia yaitu berada pada kisaran 6 persen ± 1 persen. Sehingga pada
tahun 2008 target inflasi mengalami penurunan yaitu sebesar 5±1 persen. Akan
tetapi akibat adanya krisis keuangan global AS pada tahun 2007 yang kemudian
mulai dirasakan Indonesia pada bulan Juni 2008 menyebabkan inflasi meningkat
hingga mencapai 11,3 persen, artinya bahwa inflasi tersebut jauh melebihi target
inflasi yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam perkembangnya setiap
tahun inflasi terendah terjadi pada periode 2009 yaitu sebesar 2,78 persen, hingga
pada akhir periode desember 2016 inflasi mencapai pada 3,02 persen, hal ini
6
sesuai dengan target inflasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (Bank Indonesia,
2016).
Keterkaitan antara pengaruh pergerakan nilai tukar terhadap pembentukan harga
(ERPT) pada suatu perekonomian terbuka, membuat otoritas moneter yang
mengimplementasikan ITF pada khususnya, akan mengalami kesulitan dalam
menentukan fokus kebijakan moneternya. Di satu sisi implementasi ITF
mengharuskan bank sentral komitmen terhadap pencapaian target inflasi yang
sudah ditetapkan, tetapi di sisi lain semakin meluasnya keterbukaan ekonomi
menjadikan pergerakan nilai tukar memegang peran yang penting terhadap
pembentukan variabel sasaran kebijakan moneter khususnya terhadap
pembentukkan harga yang akan diterima oleh konsumen. Pada gambar 1
digambarkan bagaimana pergerakan nilai tukar setelah di implementasikannya
ITF.
Sumber : Bank Indonesia Data DiolahGambar 2. Nilai Tukar USD Terhadap Rupiah
02000400060008000
10000120001400016000
Jan-
05Au
g-05
Mar
-06
Oct
-06
May
-07
Dec-
07Ju
l-08
Feb-
09Se
p-09
Apr-
10N
ov-1
0Ju
n-11
Jan-
12Au
g-12
Mar
-13
Oct
-13
May
-14
Dec-
14Ju
l-15
Feb-
16Se
p-16
Nilai Tukar
7
Gambar 2 di atas menunjukan pergerakan nilai tukar rupiah terhdap USD setelah
di implementasikannya ITF. Pada awal periode implementasi ITF nilai tukar
rupiah terhadap dollar AS berada pada kisaran sepuluh ribu rupiah per dollar AS,
kemudian cerenderung stabil hingga Desember 2007 berada pada kisaran
sembilan ribu rupiah per dollar AS, tetapi pada awal tahun 2008 nilai tukar rupiah
mengalami penurunan atau terdepresiasi cukup tajam hingga mencapai kisaran
dua belas ribu rupiah per dollar AS. Hal tersebut terjadi karena krisis ekonomi
global yang bermula pada krisis ekonomi Amerika Serikat yang kemudian
menyebar kenegara-negara lain diseluruh dunia, termaksuk indonesia.
Indonesia merupakan negara yang masih sangat bergantung dengan aliran dana
dari investor asing, dengan adanya krisis global ini secara otomatis para investor
asing tersebut menarik dananya dari Indonesia. Hal ini yang berakibat jatuhnya
nilai mata uang rupiah (rupiah terdepresiasi). Akan tetapi di regional Asia,
Indonesia merupakan negara yang mengalami dampak negatif paling ringan dari
krisis tersebut dibandingkan dengan negara lainnya sehingga dapat dilihat pada
grafik di atas nilai tukar rupiah terus membaik hingga September 2013.
Pada Oktober 2013 nilai tukar rupiah melemah kembali hingga pada akhir tahun
2015 merupakan depresiasi tertinggi yang pernah terjadi setelah ITF di terapkan,
yaitu kisaran empat belas ribu rupiah per dollar AS. Melemahnya nilai tukar
rupiah ini disebabkan oleh berkurangnya arus modal asing kedalam negeri akibat
sentimen global, khususnya normailsasi kebijakan moneter Bank Sentral AS dan
devaluasi mata uang China, Yuan. Tingginya kebutuhan valuta asing (Valas)
8
tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan valas di pasar keuangan. Hal
tersebut membuat nilai tukar rupiah tertekan dalam (Martowardojo, 2015).
Secara teoritis perubahan nilai tukar (apresiasi/depresiasi) akan menyebabkan
harga barang-barang yang akan diimpor baik barang konsumsi (barang jadi)
maupun bahan baku input. Dengan demikian adanya perubahan harga impor
tersebut akan mempengaruhi harga yang diterima konsumen. Fluktuasi nilai tukar
memiliki pengaruh yang besar bagi kelangsungan perekonomian Indonesia. Teori
ekonomi meyatakan bahwa jika nilai tukar mata uang domestik mengalami
penguatan (apresiasi) maka daya saing produk-produk Indonesia di luar negeri
akan mengalami penurunan dalam arti harga produk-produk Indonesia di luar
negeri akan menjadi lebih mahal, sehingga volume ekspor akan mengalami
penurunan. Kemudian di sisi lain jika nilai tukar mata uang domestik melemah
(depresiasi) maka daya saing produk-produk Indonesia di luar negeri akan
mengalami peningkatan, dalam arti harga produk Indonesia di luar negeri akan
menjadi lebih murah sehingga volume ekspor akan mengalami peningkatan.
Berdasarkan gambar 1 dan gambar 2 dapat disimpulkan bahwa ketika terjadi
depresiasi nilai tukar atau nilai tukar berada pada level yang tinggi, terjadi
peningkatan inflasi yang cenderung sejalan dengan tingginya depresiasi tersebut,
dan pada level nilai tukar yang relatif rendah, tidak terlihat efek yang cukup
signifikan pada inflasi. Fakta bahwa perubahan inflasi sangat mungkin
dipengaruhi oleh depresiasi/apresiasi niai tukar, sehingga penting bagi penelitian
dilakukan, untuk melihat bagaimana hubungan antara nilai tukar dan inflasi.
9
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hyder dan Shah (2014) diduga kuat
bahwa pengaruh perubahan kurs di negara small open-economic (seperti
Indonesia) diawali dengan adanya shock (guncangan) terhadap harga minyak
dunia. Dengan adanya shock terhadap harga minyak dunia selanjutnya akan
mempengaruhi ekspektasi masyarakat terhadap tinginya inflasi yang selanjutnya
akan mempengaruhi biaya produksi. Sehingga ketika Bank Indonesia melakukan
intervensi pada suku bunga. Suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
akan mempengaruhi jumlah uang yang beredar di masyarakat sehingga dapat
menekan inflasi. Terdapat empat aspek yang akan dibahas pada penelitian ini.
Pertama yaitu melakukan uji kausalitas pada transmisi saluran nilai tukar inflasi.
Kedua, menganalisis keseimbangan jangka pendek dan jangka panjang transimsi
exchange rate pass-through ke inflasi. Ketiga, menganalisis shock atau guncangan
pada exchange rate pass-through ke inflasi. Dan melihat berapa besar kontribusi
exchange rate pass-through pada inflasi setelah di implementasikannya ITF.
Berdasarkan Taguchi (2010), dalam prktiknya negara yang mengimplementasikan
ITF akan mengalami penurunan exchange rate pass-trough. Penurunan ERPT
akan terjadi pada negara yang memiliki tingkat inflasi yang rendah dan stabil .
Besarnya koefisien pass-through tergantung dari kebijakan yang diadopsi dalam
suatu negara, dimana jika bank sentral pada negara tersebut tepat dan sesuai target
dalam menciptakan tingkat inflasi yang rendah maka secara otomatis akan
terbentuk koefisien pass-through yang rendah yang akan memberikan efek pada
harga- harga domestik menjadi lebih mahal. Penelitian yang dilakukan oleh
Calvo dan Reinhart (2002) menemukan bahwa inflation targeting menginduksi
pass-through yang lebih rendah karena komitmen yang kuat untuk mencapai
10
stabilitas harga. ERPT yang lebih rendah, pada gilirannya, merangsang dan
mendorong inflasi yang rendah. Demikian pula, Adolfson (2007) menemukan
bahwa kurangnya kredibilitas otoritas moneter dapat menyebabkan masalah
volatilitas nilai tukar sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Edwards (2006)
menunjukkan bahwa inflation targeting akan menyebabkan volatilitas nilai tukar
yang lebih tinggi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro (2015) mengatakan fenomena
ERPT cenderung tidak berubah baik pada periode sebelum dan sesudah
diimplementasikan ITF. Fluktuasi nilai tukar gagal menjelaskan kebijakan suku
bunga. Kemudian tidak ada hubungan kausal dua arah antara nilai tukar dan
tingkat inflasi. Selain itu, penelitian yang dilakukan Mujica (2009) menunjukkan
bahwa penerapan ITF di emerging country seperti Filipina dan Thailand,
awalnya, berkontribusi terhadap penurunan substansial koefisien pass-through.
Namun, dalam tahap kedua koefisien pass-through meningkat tajam. Dan
ditemukan adanya hubungan kasualitas dua arah antara nilai tukar dan inflasi
(IHK). Adanya temuan yang bertentangan tersebut penting untuk dilakukan
penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi keterkaitan antara ERPT dan inflasi.
Sehingga dalam penelitian ini penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian
tentang ” EXCHANGE RATE PASS-THROUGH DAN INFLATION TARGETING
FRAMEWORK DI INDONESIA”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang diangkat pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
11
1. Apakah terdapat hubungan kausalitas antara inflasi dan ERPT setelah
diimplementasikannya ITF?
2. Bagaimana hubungan keseimbangan jangka panjang dan jangka pendek
antara inflasi dan ERPT, setelah di implementasikannya ITF ?
3. Bagaimana respons ERPT pada inflasi setelah diimplementasikannya ITF ?
4. Berapa besar kontribusi ERPT pada inflasi setelah diimplementasikannya
ITF ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat diketahui bahwa tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan Kausalitas antara inflasi dan
ERPT setelah diimplementasikannya ITF.
2. Untuk mengetahui hubungan keseimbangang jangka pajang dan jangka
pendek anatara inflasi dan ERPT, setelah di implementantasikannya ITF.
3. Untuk mengetahui bagaimana respons ERPT pada inflasi setelah
diimplementasikannya ITF.
4. Untuk mengatahui kontribusi ERPT pada inflasi setelah
diimplementasikannya ITF.
D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai salah satu syarat penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
12
2. Penelitian ini bermanfaat untuk penulis sebagai bentuk pengapliaksian ilmu
yang telah tercermin selama proses perkuliahan.
3. Penelitian ini bermanfaat sebagai sarana untuk mempelajari bagaimana ERPT
dan ITF di Indonesia, sehingga dapat mengevaluasi kebijakan moneter
selama diimplementasikannya ITF.
4. Penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya terutama
bagi penulis yang memiliki topik tentang ERPT dan ITF.
13
II. TINJAUAN PUSTKA
A. Landasan Teori
1. Purchasing Power Parity (PPP)
Landasan teoritis hubungan antara harga dan nilai tukar didasarkan pada teori
Purchasing power parity (PPP), sebuah cabang dari hukum satu harga (the law of
one price), dengan asumsi bahwa tidak ada hambatan perdagangan dan biaya
transportasi. Purchasing power parity (PPP), dalam Bahasa Indonesia lebih
dikenal sebagai paritas daya beli adalah teori yang menyatakan bahwa perubahan
nilai tukar dalam jangka waktu tertentu akan bersifat proporsional atau sebanding
besarnya terhadap perubahan tingkat harga yang berlaku di kedua negara selama
periode yang sama (Salvatore, 2014). Secara matematis, PPP tanpa biaya
transportasi dan tarif dapat ditulis sebagai beriku:
= ∗ ..................................................................................(Persamaan 1)
Dimana :
adalah harga domestik pada waktu t,∗ adalah harga impor dunia, dan
adalah nilai tukar nominal.
14
Teori paritas daya beli terdiri dari dua versi, pertama versi absolut purchasing
power parity absolute, dan yang kedua adalah purchasing power parity relative.
a. Versi absolut PPP
Teori absolut PPP memformulasikan bahwa nilai tukar equilibrium sama dengan
tingkat harga yang berlaku di kedua negara yang terkait (Salvatore, 2014).
Menurut Salvatore (2014) ada tiga kelemahan dari teori absolut PPP, yaitu :
1. Pertama adalah teori absolut ini terlalu mengutamakan nilai tukar sebagai
faktor yang menyeimbangkan barang dan jasa sehingga suatu negara yang
mengalami defisit neraca pembayaran, sedangkan pada kenyataannya
bukanlah demikian.
2. Kedua, tidak dapat dijelaskan secara tuntas peranan nilai tukar dalam
menyeimbangkan arus perdagangan dalam barang dan jasa, mengingat
adanya barang yang tidak pernah diperdagangkan antar negara.
3. Ketiga, teori absolut PPP tidak dapat menjelaskan peran biaya transportasi
atau berbagai kendala yang menghalangi kelancaran perdagangan
internasional.
b. Versi Relatif PPP
Teori ini merupakan perbaikan atau penyempurnaan dari teori versi absolut. Teori
ini menjelaskan bahwa perubahan kurs valuta asing dalam jangka waktu tertentu
sebanding dengan perubahan tingakt harga yang berlaku di dalam negeri dalam
periode yang sama dibanding dengan tingkat harga yang berlaku di luar negeri
dalam periode yang sama pula (Salvatore, 2014). Secara umum teori ini hanya
dapat dipergunakan untuk mengamati nilai tukar dalam jangka panjang,
15
khususnya dalam periode inflasi. Meski teori ini relatif lebih baik daripada versi
sebelumnya, teori ini tidak lepas dari adanya kelemahan akibat adanya barang dan
jasa yang tidak pernah diperdagangkan (non tradable goods) secara internasional
serta adanya perubahan secara struktural.
2. Konsep Dasar Exchange Rate Pass-Through
Pass-through adalah sebuah mekanisme transmisi untuk melihat besaran
guncangan yang sebabkan oleh sebuah faktor tertentu. Dalam istilah ekonomi
pass-through merupakan mekanisme transmisi dari nilai tukar ke tingkat harga
yang dikenal sebagai exchange rate pass-through (ERPT) yang didefinisikan
sebagai presentase perubahan nilai tukar yang ditransmisikan kepada harga barang
yang diperdagangkan di dalam negeri (Krugman dan Obstfeld, 2000).
Jalur transmisi perubahan harga yang berasal dari perubahan nilai tukar dibagi
menjadi dua yaitu, jalur langsung (direct pass-through) terjadi karena
perkembangan nilai tukar mempengaruhi pola pembentukan harga oleh
perusahaan dan ekspoktasi indlasi di masyarakat, khususnya terhadap brang dan
jasa tang diimpor dari luar negeri baik barang jadi maupun bahan baku dan
barang modal.
Jalur tidak langsung (indirect pass-through) terjadi karena perubahan nilai tukar
mempengaruhi khususnya komponen ekspor dan impor dalam permintaan
agregat. Perkembangan ini akan berdampak pada besarnya output riil dalam
ekonomi yang pada akhirnya akan menentukan besarnya tekanan inflasi dari sisi
kesenjangan output (Warjiyo, 2004). Pada Gambar 3 menunjukan bagaimana alur
16
transmisi kebijakan moneter melalui saluran nilai tukar yang kemudian pada
akhirnya akan mempengaruhi inflasi.
Sumber : Bank IndonesiaGambar 3. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Saluran Nilai Tukar
a. Direct Pass-Thourgh
Transmisi Pengaruh nilai tukar terhadap harga secara langsung dapat
diilustrasikan sebagai berikut, jika pemerintah menurunkan BI Rate yang
berdampak pada penurunan tingkat suku bunga dalam negeri sehingga terjadi
interest rate differensial dengan tingkat suku bunga luar negeri. Tingginya tingkat
suku bunga luar negeri memicu investor untuk mengalihkan portofolio domestik
mereka ke portofolio asing sehingga permintaan mata uang luar negeri akan
meningkat dan membuat tekanan terhadap rupiah terdepresiasi. Depresiasi rupiah
akan menyebabkan kenaikan harga barang-barang impor (imported inflation).
Barang-barang tersebut dapat berupa barang konsumsi, bahan baku atau barang
Perbedaan SukuBunga DN-LN
Aliran Modal LN danSupply dan Demand Valas
Nilai TukarTransmisiDi SektorKeuangan
Resiko
Harga-hargaTradeGoods
Inflasi
Ekspor Neto PDB OG
Transmisi DiSektor Riil
KebijakanMoneter
Direct ERPTIndrect ERPT
Keterangan :
17
modal. Dampak perubahan nilai tukar terhadap inflasi melalui impor barang
konsumsi tergolong dalam first direct pass-through, karena harga impor barang
tersebut dapat langsung mempengaruhi harga jual produk tersebut di dalam
negeri. Kelompok barang ini memiliki elastisitas yang tinggi terhadap
perubahan nilai tukar.
Dampak melalui impor bahan baku dan barang modal tergolong dalam second
direct pass-through, karena pembentukan harganya melalui proses produksi
terlebih dulu. Kelompok ini memiliki elastisitas yang lebih rendah terhadap
perubahan nilai tukar dibandingkan kelompok barang konsumsi. Besarnya
pengaruh ini tergantung dari seberapa besar ketergantungan produksi barang suatu
negara terhadap bahan baku dan barang modal impor. Semakin tinggi kandungan
impornya maka semakin besar pengaruhnya. Selanjutnya apabila terjadi depresiasi
dalam satu negara maka akan timbul dua kondisi dalam harga impornya, yaitu:
1) Complete Pass-Through, yaitu jika efek dari depresiasi tersebut benar-benar
tercermin pada kenaikan harga impornya. Misalnya apabila terjadi depresiasi
sebesar sepuluh persen maka kenaikan pada harga impor juga sebesar sepuluh
persen. Selain itu menurut (Bailliu & Bouzakez, 2004) pass-through dikatakan
complete atau penuh apabila biaya marginal perdagangan adalah konstan.
Lebih lanjut, complete pass-through merupakan pengembangan dari hukum
satu harga (the law of one price).
2) Incomplete Pass-Through, yaitu jika efek dari depresiasi hanya akan
mengakibatkan kenaikan harga impor sebesar depresiasi yang terjadi. Sebagai
contoh apabila terjadi depresiasi sebesar sepuluh persen maka kenaikan pada
18
harga impor hanya berkisar tujuh persen ditangan konsumen (Salvatore,2014).
Incomplete pass-through juga akan terjadi apabila biaya marginal perdagangan
tidak konstan.
Krugman (2000) membuat contoh di mana biaya marginal akan menyebabkan
perubahan dalam volume impor. Apabila terjadi apresiasi mata uang dari
negara pengimpor, maka harga barang impor akan turun, sehingga volum
impor dalam negara tersebut menjadi tinggi, karena munculnya banyak barang
permintaan barang impor. Kenaikan volume impor tersebut akan menyebabkan
kenaikan biaya marginal transportasi, sehingga harga barang impor tidak akan
turun sama banyak nya dengan apresiasi mata uang negara tersebut.
2. Indirect Pass-Through Effect
Transmisi secara tidak langsung nilai tukar terhadap harga dapat diilustrasikan
sebagai berikut, jika pemerintah menurunkan BI Rate yang berdampak pada
penurunan tingkat suka bunga dalam negeri sehingga terjadi interest rate
differential dengan tingkat suku bunga luar negeri. Tingginya tingkat suku
bunga luar negeri memicu investor untuk mengalihkan portofolio domestik
mereka ke portofolio asing sehingga permintaan mata uang luar negeri akan
meningkat dan membuat tekanan terhadap rupiah meningkat, dengan kata lain
Rupiah terdepresiasi. Depresiasi yang terjadi pada Rupiah mengakibatkan
harga barang dalam negeri dinilai dengan mata uang asing menjadi lebih murah
sehingga permintaan ekspor akan meningkat. Sementara itu dengan makin
mahalnya harga barang luar negeri akan menyebabkan permintaan terhadap
barang substitusi impor akan meningkat pula. Peningkatan permintaan barang
19
ekspor dan barang impor tersebut akan meningkatkan harga barang-barang
tersebut sehingga akhirnya sehingga akhirnya meningkatkan harga konsumen.
3. Interest Rate Differential
Berdasarkan penjelasan yang diberikan oleh Bank Indonesia, Suku Bunga Bank
Indonesia merupakan suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance
kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada
publik. BI rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia melalui rapat
dewan gubernur yang diadakan setiap bulan dan diimplementasikan pada operasi
moneter yang dilakukan melalui pengelolaan likuiditas di pasar uang untuk
mencapai sasaran operasional kebijakan moneter. Kebijakan pemberian suku
bunga yang tinggi dapat menimbulkan dampak negatif pada kegiatan ekonomi.
Tingkat suku bunga tinggi dapat menyebabkan cost of money menjadi mahal. Hal
demikian akan memperlemah daya saing ekspor dipasar dunia sehingga dapat
membuat dunia usaha tidak bergairah melakukan investasi dalam negeri, produksi
akan turun, dan pertumbuhan ekonomi menjadi stagnan (Boediono, 2000).
Ketika Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuannya akan menyebabkan
terjadinya selisih antara suku bunga Indonesia dengan suku bunga negara lain.
Selisih suku bunga atau Interest Rate Differential (IRD) merupakan ukuran
perbedaan atau selisih tingkat bunga antara dua aset yang berbunga antar harga
mata uang dua negara. Pedagang di pasar valas menggunakan interest rate
differential ketika menetapkan harga kurs dimasa depan. Berdasarkan paritas suku
bunga, seorang pedagang dapat menciptakan ekspektasi kurs di masa depan antara
dua mata uang dan menetapkan premium (atau discount) pada pasar kurs kontrak
20
berjangka (Future contract) saat ini. Perbedaan atau selisih tingkat bunga antara
dua aset yang berbunga antar harga mata uang dua negara. Pedagang di pasar
valas menggunakan interest rate differential ketika menetapkan harga kurs dimasa
depan. Berdasarkan paritas suku bunga, seorang pedagang dapat menciptakan
ekspektasi kurs di masa depan antara dua mata uang dan menetapkan premium
(atau discount ) pada pasar kurs kontrak berjangka (Future contract) saat ini.
Paritas suku bunga merupakan teori yang paling dikenal dalam Keuangan
internasional. Paritas suku bunga mendasarkan nilai kurs berdasarkan tingkat
bunga antar negara yang bersangkutan. Dalam negara dengan sistem kurs valas
bebas, tingkat bunga domestik, cenderung disamakan dengan tingkat bunga luar
negeri dengan memperhitungkan perkiraan laju depresiasi mata uang negara yang
bersangkutan terhadap negara lain.
Perubahan tingkat suku bunga akan berdampak pada perubahan jumlah investasi
di suatu negara, baik yang berasal dari investor domestik maupun investor asing,
khususnya pada investasi portofolio yang umumnya berjangka pendek. Perubahan
tingkat suku bunga ini akan berpengaruh pada perubahan jumlah permintaan dan
penawaran di pasar uang domestik. Apabila suatu negara menganut rezim devisa
bebas maka hal tersebut juga memungkinkan terjadinya peningkatan aliran modal
masuk (capital inflow) dari luar negeri. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
perubahan nilai tukar mata uang negara tersebut terhadap mata uang asing di pasar
valas. Dalam beberapa kasus, bahkan perubahan nilai tukar mata uang antar dua
negara dapat juga dipengaruhi oleh perubahan tingkat suku bunga yang terjadi di
negara ketiga. Secara teoritis akan terjadi korelasi yang signifikan antara
21
perbedaan tingkat suku bunga di dua negara dengan nilai tukar mata uangnya
terhadap mata uang negara lain.
4. Aliran Modal Luar Negeri (Capital Inflow)
Penanaman modal asing merupakan usaha yang dilakukan pihak asing dalam
rangka menanamkan modalnya di suatu negara dengan tujuan untuk menciptakan
suatu produksi. Penanaman modal asing merupakan salah satu bentuk dari
keterbukaan ekonomi selain dari perdagangan internasional (Kappel, 2003).
Keterbukaan dalam hal modal asing dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi
karena dengan investasi asing yang masuk dapat menambah faktor-faktor
produksi domestik baik mengenai kuantitas maupun kualitas yang kemudian
mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada dasarnya, terdapat tiga bentuk modal
asing yang bergerak dalam lalu lintas modal internasional, yaitu investasi
langsung (foreign direct invesment), investasi portofolio (portfolio invesment) dan
aliran modal bentuk lain (other types of flows) (Edwards, 2000). Ketiga bentuk
aliran modal ini memiliki sifat yang berbeda dan memberi pengaruh yang
berlainan pula pada perekonomian suatu negara. Adapun motif utama investor
asing menanamkan modalnya adalah didorong oleh beberapa alasan, yaitu:
1. Melakukan diversifikasi portofolio diberbagai lokasi
2. Memperoleh keuntungan yang lebih tinggi
3. Menghindari risiko politik (political risks)
4. Berspekulasi di pasar valuta asing
Di samping itu masuknya aliran dana (capital inflow) disebabkan oleh beberapa
faktor. Tingginya tingkat integrasi keuangan seiring dengan pesatnya
22
perkembangan teknologi terutama teknologi informasi dan komunikasi,
memainkan peran yang besar dalam mempercepat peningkatan mobilitas capital
flow. Selain itu, pengembangan infrastruktur pasar modal yang disertai dengan
liberalisasi pasar modal seperti penghapusan hambatan repatriasi, pengurangan
hambatan pastisipasi dan kepemilikan pihak asing, juga berkontribusi terhadap
perluasan capital flow ke pasar negara berkembang.
Keadaan aliran modal di suatu negara dapat diketahui dengan melihat catatan
neraca pembayaran (balance of payment) negara yang berrsangkutan, khususnya
dalam transaksi neraca modal (capital account). Bila neraca transaksi modal
mengalami surplus, berarti terjadi aliran modal bersih yang masuk (net capital
inflow) ke negara tersebut. Aliran modal masuk ini berdampak pada peningkatan
aliran cadangan internasional, yang selanjutnya dapat memperbaiki kinerja neraca
pembayaran yang dibarengi dengan terapresiasinya nilai tukar mata uang
domestik. Sebaliknya, transaksi modal yang mengalami defisit menunjukkan
terjadinya aliran modal bersih ke luar negeri. Bila hal ini terjadi, berarti aliran
cadangan internasional ke luar negeri meningkat, yang pada gilirannya akan
memperburuk neraca pembayaran, disertai dengan terdepresiasinya nilai tukar
mata uang domestik.
Masuknya investasi portofolio ke dalam perekonomian suatu negara memiliki
keuntungan dan kerugian tersendiri bagi negara penerima modal. Masuknya aliran
modal portofolio, maka likuiditas untuk memenuhi kebutuhan keuangan domestik
akan bertambah. Namun, ada yang harus diwaspadai dari masuknya investasi
portofolio yaitu, besarnya arus modal yang masuk dalam sistem nilai tukar
23
mengambang bebas akan menyebabkan apresiasi mata uang. Hal ini akan
berdampak terhadap harga aset-aset domestik, meningkatnya tingkat volatilitas
dalam pasar keuanganan valuta asing, juga semakin tingginya biaya sterilisasi
dalam ekonomi domestik.
5. Nilai Tukar
Definisi nilai tukar atau yang disebut sebagai kurs adalah harga dari satu mata
uang terhadap mata uang yang lain (Miskhin, 2011). Definisi yang lebih lengkap
mengenai nilai tukar adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, yaitu
merupakan perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut.
Perbandingan nilai inilah sering disebut dengan nilai tukar. Nilai tukar biasanya
berubah-ubah, perubahan kurs dapat berupa depresiasi dan apresiasi. Secara
umum pergerakan nilai tukar secara relatif ini dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, baik yang bersifat fundamental maupun non-fundamental. Faktor
fundamental mencakup perubahan pada variabel-variabel makroekonomi seperti
laju inflasi dan pertumbuhan trade balance.
Dalam pasar bebas, kurs akan berubah sesuai dengan perubahan permintaan dan
penawaran. Para ekonom membagi kurs atas dua macam (Mankiw, 2006) yaitu :
a. Kurs nominal, yaitu harga relatif dari mata uang dua negara.
b. Kurs rill, yaitu harga relatif dari barang-barang kedua negara, yaitu kurs
rill yang dinyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang-
barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain.
Berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No.6/41/DPM tanggal 5 Oktober 2004,
kurs tengah dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
24
ℎ =Nilai tukar nominal merupakan harga relatif mata uang dua negara (Mankiw,
2006). Misalnya, USD 1 bernilai seharga Rp 9.500,- di pasar uang. Sedangkan
nilai tukar riil berkaitan dengan harga relatif dari barang-barang di antara dua
negara. Nilai tukar riil menyatakan tingkat, dimana pelaku ekonomi dapat
memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari
negara lain. Nilai tukar riil di antara kedua mata uang kedua negara dihitung dari
nilai tukar nominal dikalikan dengan rasio tingkat harga di kedua negara tersebut.
6. Ekspor Neto
Ekspor neto (net export) adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara lain
dikurang nilai barang dan jasa yang di impor dari negara lain. Ekspor neto bernilai
positif ketika nilai ekspor lebih besar dari nilai impor dan negatif ketika nilai
impor lebih besar daripada nilai ekspor. Ekspor neto menunjukkan pengeluaran
neto dari luar negeri atas barang dan jasa kita, yang memberikan pendapatan bagi
produsen domestik (Mankiw, 2005).
Ekspor neto adalah pembelian pihak asing atas berbagai barang dan jasa yang
diproduksi dalam negeri (ekspor) dikurangi oleh pembelian penduduk setempat
atas berbagai barang dan jasa yang diproduksi di luar negeri (impor). Setiap
transaksi penjualan produk domestik kepada pihak asing, misalnya penjualan
pesawat terbang buatan boeing kepada british airways, meningkatkan ekspor neto.
Karena pengeluaran untuk impor dimasukkan dalam pengeluaran domestik (C + I
+ G), dan karena barang dan jasa yang di impor dari luar negeri bukanlah bagian
25
dari output suatu negara, maka persamaan ini harus dikurangi dengan pengeluaran
untuk impor. Dengan mendefinisikan ekspor neto (net exports) sebagai ekspor
dikurang impor. (NX = EX – IM) identitas tersebut menjadi Y = C + I + G + NX
Ekspor neto = output – Pengeluaran Domestik.
McEachern (2000) ekspor neto adalah sama demgan nilaiekspor barang dan jasa
di kurangi impor barang dan jasa amerika. Samuelson (1992) neraca perdagangan
adalah terdiri dari nilai iimpor dan ekspor barang dagangan. Sedangkan Dalam
Mankiw (2005) menyatakan bahwa nama laian dari ekspor neto adalah neraca
perdagangan (trade balanced), karena menunjukkan bagaimana perdagangan
barang dan jasa melenceng dari tolok ukur kesamaan ekspor dan impor.
7. Output Gap
Output gap didefinisikan sebagai persentasi deviasi output aktual dari
potensialnya. Dalam aplikasi ekonomi makro, lintasan ouput perekonomian
digambarkan oleh output potensial yang dianggap permanen dan berkelanjutan
(sustainable) dalam jangka menengah. Output gap sendiri merupakan indikator
ringkas dari permintaan berlebih (excess demand) atau penawaran berlebih (excess
supply) serta tekanan inflasi atau deflasi jangka pendek yang disebabkan kondisi
tersebut, selanjutnya dapat direspon dengan kebijakan moneter (Tjahjono, et
al.2010). Menurut Priyono (2008) Output potensial merupakan tingkat output
yang dihasilkan tanpa adanya sifat ketegaran harga dan friksi-friksi lainnya.
Tingkat output dapat ditentukan dari kebijakan moneter dan secara terus menerus
akan mengalami perubahan sesuai dengan guncangan yang ada pada
perekonomian. Oleh karena itu, output potensial berbeda dengan tren murni (pure
26
trend) dari output aktual. output gap dapat dihitung dengan menggunakan sebagai
berikut:
= − 100Metode penarikan output potensial menggunakan Hodrick-Prescott Filter. Metode
ini digunakan untuk memperoleh taksiran komponen tren jangka panjang. Teknik
metode ini dengan filter linear dua sisi (backward-forward) yang digunakan untuk
menghitung smoothed trend series (s) dan output (y) dengan cara meminimumkan
loss function (L) yaitu varians y di sekitar nilai s dengan tertentu.= += ( − ) + [( − ) − ( − )]
Parameter penalti λ mengontrol kemulusan series , semakin besar nilai semakin
mulus perkembangan , apabila mencapai nilai tak terhingga mendekati pola
linier. Hodrick dan Prescott merekomendasikan λ = 1600 untuk data kuartal dan
λ=100 untuk data tahunan
8. Indeks Harga Konsumen
Indeks harga konsumen (IHK) adalah nomor indeks yang mengukur harga rata-
rata dari barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga. IHK sering
digunakan untuk mengukur tingkat inflasi suatu negara dan juga sebagai
pertimbangan untuk penyesuaian gaji, upah, uang pensiun, dan kontrak lainnya.
Untuk memperkirakan nilai IHK di masa depan, ekonom menggunakan indeks
27
harga produsen, yaitu harga rata-rata bahan mentah yang dibutuhkan produsen
untuk membuat produknya.
Menurut Agustini (2011) IHK merupakan indikator yang umum digunakan
untuk mengukur inflasi suatu negara. Inflasi sebagai bagian dari keadaaan
perekonomian dialami oleh setiap negara, baik negara miskin, berkembang,
ataupun maju, dengan tingkatan yang berbeda-beda. Perubahan indeks harga
konsumen yang terjadi dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga
barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.
IHK memberikan informasi mengenai perkembangan rata-rata perubahan harga
sekelompok tetap barang/ jasa yang pada umumnya dikonsumsi oleh rumah
tangga dalam suatu kurun waktu tertentu. Perubahan IHK dari waktu ke waktu
menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) harga
barang/jasa kebutuhan rumah tangga sehari-hari.
Perhitungan IHK :
IHKt = {(hargat x bobott) / (hargat-1 x bobott-1)} x 100
t = tahun yang dihitung t-1 = tahun dasar
9. Gambaran Umum Inflation Targeting Framework (ITF)
a. Pengertian ITF
Inflation targeting framework atau lebih dikenal sebagai ITF merupakan salah
satu strategi kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada
publik mengenai target kuantitatif (kisaran target) dari tingkat inflasi yang
hendak dicapai dalam beberapa periode ke depan, serta adanya pernyataan
28
secara eksplisit bahwa inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan jangka
panjang yang utama dari kebijakan moneter (Mashury, 2008). Keutamaan dari
ITF adalah adanya komunikasi kepada masyarakat mengenai rencana dan
tujuan dari kebijakan moneter, dan bahkan untuk beberapa negara, komunikasi
juga menyangkut mengenai mekanisme dalam mencapai tujuan dari kebijakan
moneter itu sendiri juga dilakukan. ITF merupakan kerangka kerja kebijakan
moneter yang relatif baru digunakan dan pada awalnya lebih banyak diadopsi
oleh negara-negara berbasis industri. Selandia Baru menjadi negara yang
pertama kali menerapkan kerangka kerja kebijakan moneter ini pada tahun 1990.
Dalam perkembangannya, ITF semakin mendapatkan perhatian dari negara-
negara lain yang menghadapi masalah dalam penerapan kebijakan moneter. Untuk
saat ini, tidak kurang dari 42 negara, baik negara maju maupun negara
berkembang, telah menerapkan ITF sebagai strategi kebijakan mereka. ITF
diyakini akan membantu bank sentral untuk mencapai dan memelihara
kestabilan harga dengan menentukan sasaran kebijakan moneter secara eksplisit
dengan berdasarkan pada proyeksi dan target inflasi tertentu (Mashury, 2008).
Terdapat empat prinsip pokok strategi kebijakan moneter dengan ITF. Yang
pertama, ITF memiliki sasaran utama, yaitu sasaran inflasi yang dijadikan sebagai
prioritas pencapaian (overriding objective) dan acuan (nominal anchor) kebijakan
moneter. Yang kedua, ITF bersifat antisipatif (preemptive atau forward
looking) dengan mengarahkan respons kebijakan moneter saat ini untuk
pencapaian sasaran inflasi ke depan. ITF juga mendasarkan pada analisis,
perkiraan, dan kaidah kebijakan tertentu dalam menerapkan pertimbangan
respons kebijakan moneter (contrained discretion). Dan terakhir, penerapan ITF
29
sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang sehat (good governance), yaitu
memiliki tujuan yang jelas, konsisten, transparan, dan berakuntabilitas (Bank
Indonesia, 2008).
b. Ruang Lingkup ITF
Menurut Mashury (2008) penerapan penargetan inflasi mendasarkan diri pada
proyeksi inflasi yang akan dijadikan sebagai dasar pengambilan kebijakan.
Proyeksi inflasi juga akan menjadi pertimbangan dalam penentuan target
inflasi. Dalam penetapan target inflasi yang pada akhirnya akan diumumkan
kepada publik, harus ditentukan terlebih dahulu jenis inflasi yang ditargetkan.
Untuk pemerintah, inflasi yang ditargetkan biasanya berupa inflasi IHK (Indeks
Harga Konsumen), sementara bagi bank sentral, inflasi yang ditargetkan adalah
inflasi inti karena bank sentral sebagai otoritas moneter hanya mampu
mengontrol inflasi inti. Untuk inflasi IHK dipengaruhi oleh volatile foods
(bahan makanan yang memiliki harga yang fluktuatif) dan administered price
(barang dengan harga yang ditetapkan pemerintah) sehingga diluar kontrol bank
sentral. Hal penting selanjutnya adalah level dari target inflasi serta waktu
pencapaian (horison) dari target yang ditetapkan. Penentuan level dan horison ini
harus dilakukan secara hati-hati penentuan itu karena akan menentukan
keberhasilan pencapaian target yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
kredibilitas bank sentral.
30
B. Landasan Empiris
Tabel 1. Penelitian TerdahuluJudul / Penulis/Tahun
Variabel /Metode Analisis
Hasil Penelitian
Exchange rate-pass
through to inflation
targets in Negeria /
Abiodun S. Bada,
Ajibola I. Olufemi,
Inuwa A. Tata, Idowu
Bawa, Anigwe J.
Onwubiko dan Udoko
C.Onyowo Peters /
2016
Import price,
CPI,Exchange
Rate, GDP /
VECM (vector
Error correction
model)
Ditemukan bahwa nilai tukar
terhadap inflasi IHK Nigeria
mengalami incomplete pass-through.
Elastisitas pass-through jangka
panjang ditemukan 0,24 dan 0,30
untuk model dasar dan alternatif.
Efeknya ditemukan lebih tinggi
dalam impor daripada harga
konsumen, yang menyiratkan bahwa
efek pass-through menurun.
Judul / Penulis /Tahun
Variabel /Metode Analisis
Hasil Penelitian
Exchange rate pass-
through in emerging
market economies:
what has changed and
why?/ Dubravko
Mihaljek dan Marc
Klau / 2015
Import price,
CPI,Exchange
Rate, GDP /
VECM (vector
Error correction
model)
Hasil dari penelitian ini mendukung
hipotesis bahwa nilai tukar terhadap
IHK domestik telah menurun di
negara-negara emerging market
dalam beberapa tahun terakhir
The imported price,
inflation and
exchange rate pass-
through in China /
Hai Yue Liu dan Xiao
Lan Chen / 2017
Exchange rate,
IHK, PPI, IMP
/ VECM (vector
Error correction
model)
Hasil penelitian membuktikan bahwa
ER pass-through telah memiliki efek
terbatas namun terus tumbuh pada
harga domestik dan perubahan rezim
ER yang diumumkan oleh
pemerintah China pada tahun 2005
terus meningkatkan sensitivitas arus
masuk ER ke harga domestik.
31
Inflation Targeting,
Exchange Rate Pass-
Through, And
Monetary Policy Rule
In Indonesia Inflation
Targeting, Exchange
Rate Pass-Through,
And Monetary Policy
Rule In Indonesia /
Haryo Kuncoro /
2015
BI Rate, Inflasi,
IT, CPI, PPI,
Exchange Rate
/ARDL
Hasilnya membuktikan ERPT yang
lengkap (complate pass-through)
hanya ada untuk harga impor dan
produsen. ERPT cenderung tidak
berubah baik pada periode pra dan
pasca-TI. Fluktuasi nilai tukar gagal
menjelaskan kebijakan suku bunga.
Dengan hasil tersebut, kesimpulan :
TI di Indonesia terlalu menekankan
pada stabilisasi mata uang domestik
terutama berdasarkan indeks harga
konsumen
Judul / Penulis /Tahun
Variabel /Metode Analisis
Hasil dan Kesimpulan
Exchange Rate Pass-
through to Import
Prices in Indonesia:
Evidence Post Free
Floating Exchange /
Sri Isnowati, Mulyo
Budi Setiawan / 2017
Harga Impor,
nilai tukar,
pendapatan
nasional
(GDP/PDB) dan
inflasi / VECM
(vector Error
correction model)
Berdasarkan analisis impulse
response (IRF), menunjukkan bahwa
guncangan nilai tukar ke harga impor
menggambarkan efek positif.
Sementara itu, efek guncangan kurs
pada pendapatan nasional adalah
positif dan lebih tinggi dari
guncangan nilai tukar ke harga impor
C. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan Warjiyo (2004) transmisi nilai tukar dalam mempengaruhi inflasi
(ERPT) pada dasarnya dapat melalui dua jalur yaitu direct pass-through dan
indirect pass-through. Jalur direct pass-through teradi karena perkembangan nilai
tukar mempengaruhi pembentukan harga oleh perusahaan dan ekspektasi inflasi di
32
masyarakat, khususnya terhadap barang dan jasa yang diimpor dari luar negeri
baik sebagai barang jadi maupun bahan baku dan barang modal. Namun untuk
jalur indirect pass-through terjadi karena perubahan nilai tukar mempengaruhi
khususnya komponen ekspor dan impor dalam permintaan agregat. Pada
penelitian ini digunakan mekanisme transmisi jalur direct pass-through yaitu
ketika nilai tukar suatu negara terdepresiasi, akan mendorong peningkatan harga
bahan baku impor, peningkatan pada harga bahan baku impor akan menyebabkan
biaya produksi meningkat dan selanjutnya akan meningkatkan harga konsumen.
Berdasarkan Hyder dan Shah (2014) transmisi ERPT diawali dengan adanya
shock (guncangan) terhadap harga minyak dunia. Ketika terjadi shock terhadap
harga minyak dunia akan mempengaruhi ekspektasi masyarakat terhadap tinginya
inflasi. Sehingga ketika Bank Indonesia melakukan intervensi pada suku bunga
dengan menurunkan BI Rate. Penurunan tingkat suku bunga domestik (BI Rate)
tersebut membuat terjadinya interest rate differensial dengan tingkat suku bunga
luar negeri. Tingginya suku bunga luar negeri tersebut mendorong investor
mengalihkan portofolio domestik mereka ke portofolio asing, sehingga
permintaan terhadap mata uang luar negeri meningkat yang pada akhirnya
memicu tekanan pada rupiah dan membuat rupiah terdepresiasi. Depresiai ini
mebuat harga barang- barang tradable atau barang-barang impor menjadi lebih
mahal dan pada akhirnya mendorong terjadinya peningkatan inflasi domestik.
Gambar 4. digunakan untuk menjelaskan dan menganalisis ERPT melalui jalur
direct pass-through.
33
Gambar 4. Kerangka Pemikiran
D. Hipotesis
1. Diduga terdapat hubungan kausalitas pada variabel transmisi saluran nilai
tukar terhadap inflasi setelah diimplementasikannya ITF.
2. Diduga terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang dan jangka
pendek antara inflasi dan ERPT setelah diimplementasikannya ITF.
3. Diduga variabel capital inflow merespon positif terhadap guncangan
interest rate differential, variabel nilai tukar merespon negatif terhadap
guncangan capital inflow, variabel indeks harga impor merespon positif
terhadap guncangan nilai tukar, dan variabel inflasi merespon positif
terhadap guncangan indeks harga impor.
Interest RateDifferential
Aliran Modal LN
Nilai TukarTransmisiDi SektorKeuangan
HargaImpor Inflasi
Ekspor Neto Output Gap
Transmisi DiSektor Riil
Direct ERPTIndrect ERPT
Keterangan :
34
4. Diduga variabel ERPT memberikan kontribusi terbesar terhadap inflasi
setelah diimplementasikannya ITF.
31
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder bersifat
kuantitatif, dan berbentuk data kurun waktu (time series) dengan rentan waktu
17 tahun. Data yang dipilih adalah data kuartal pada kurun waktu tahun 2005:Q1
sampai 2016:Q4. Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu inflasi IHK,
interest rate differential, aliran modal luar negeri, nilai tukar, indeks harga
impor, ekspor neto, output gap. Data tersebut diperoleh dari Bank Indonesia (BI),
Badan Pusat Statistik (BPS), dan World Bank (WB). .
Tabel 2. Variabel PenelitianVariabel Simbol Satuan Sumber Data
Inflasi
Interst Rate Differential
CPI
R
Persen
Persen
BPS
Bank Indonesia
Capital Inflow CI Milyar Rupiah Bank Indonesia
Nilai Tukar ER RP/USD Bank Indonesia
Indeks Harga Impor IPI Juta US$ World Bank
Ekspor Neto EX Persen BPS
Output Gap OG Persen BPS
32
B. Batasan Variabel Penelitian
1. Inflasi
Inflasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah inflasi Indeks Harga
Konsumen (IHK) yaitu nomor indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang
dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga, berupa data kuartal dan dinyatakan
dalam bentuk persen yang dimulai dari tahun 2005:Q1 hingga Tahun 2016:Q5.
Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), diunduh pada November
2017.
2. Interest Rate Differential
Interest rate differential merupakan selisih suku bunga Indonesia dan suku bunga
luar negeri. Pemilihan suku bunga luar negeri adalah suku bunga Amerika Serikat,
dalam hal ini The Fed Rate karena suku bunga negara tersebut merupakan suku
bunga acuan bagi negara di dunia dan negara dipandang seiring mengadakan kerja
sama ekonomi dengan Indonesia. Data suku bunga The Fed diperoleh dari
Federal Reserve dan BI Rate diperoleh dari situs resmi Bank Indonesia, berupa
data kuartal yng dimulai pada tahu 2005:Q1 hingga 2016:Q4. Diunduh pada
Oktober 2018.
3. Aliran Modal Luar Negeri
Aliran modal luar negeri yang dimaksukan dalam penelitian ini adalah capital
Inflow (arus modal masuk). Merupakan dana atau modal yang masuk kedalam
suatu negara yang menghasilkan devisa dan dicatat sebagai kredit dalam neraca
33
transaksi modal dan finansial. Data capital inflow yang digunakan adalah data
investasi portifolio yang merupakan data sekunder yang diperoleh dari Statistika
Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI) Selama periode 2005:Q1-2016:Q4. Data
tersebut diunduh pada Okober 2018
4. Nilai Tukar
Nilai tukar yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah nilai tukar
Rupiah/USD. Nilai tukar yang digunakan pada penelitian ini adalah nilai tukar
tengah, berupa data kuartal dan dinyatakan dalam bentuk rupiah yang dimulai dari
tahun 2005:Q1 hingga 2016:Q4. Data tersebut diperoleh dari Bank Indonesia
dalam moneter, diunduh pada November 2017.
5. Indeks Harga Impor
Indeks harga impor yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah indeks harga
impor Indonesia baik itu dalam sektor migas dan non migas. Indeks Harga Impor
ini menggunakan satuan juta US$. Berupa data kuartal yang dimulai dari tahun
2005:Q1 hingga 2016:Q4. Data tersebut diperoleh dari economic trading, diunduh
pada Agustus 2018.
6. Ekspor Neto
Ekspor neto yang digunakan pada penelitian ini adalah total nilai ekspor baik di
sektor migas dan non migas di kurangi total nilai impor di sektor migas dan non
migas, data ekspor neto berupa data kuartal yang dimulai dari tahun 2005:Q1
34
hingga 2016:Q4. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS),
diunduh pada Oktober 2018.
7. Output Gap
Output gap merupakan selisih antara output aktual dengan output potensial.
Output aktual merupakan nilai output perekonomian sesungguhnya, sedangkan
output potensial adalah nilai output optimum yang dianggap permanen dan
berkelanjutan dalam jangka menengah tanpa guncangan (shock) dan tekanan
inflasi. Data output gap diperoleh dengan menggunakan Produk Domestik Bruto
(PDB), sedangkan output potensial diperoleh dengan menggunakan Hodrick
Prescott Filter. Data PDB diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang berupa
data kuartal yang tercatat dalam miliar pada periode 2005:Q1–2016:Q4
C. Metode Analisis
Dalam penelitian ini dilakukan metode analisis VAR (Vector Autoregression).
analisis VAR dapat dikatakan sebagai alat analisis yang sangat berguna baik
dalam memahami adanya hubungan kausalitas (timbal balik) antara variabel
ekonomi maupun dalam pembentukan model ekonomi yang berstruktur. Secara
garis besar terdapat empat hal yang ingin diperoleh dari pembentukan sebuah
sistem persamaan, yang pada dasarnya dapat disediakan dengan metode VAR,
diskripsi data, peramalan, inferensi struktural, dan analisis kebijakan. VAR
menyediakan alat analsis bagi keempat hal tersebut melalui empat macam
penggunaannya. Juanda dan Juandi (2012) mengungkapkan bahawa analisis VAR
dapat digunakan untuk :
35
1. Grangger causality test, yaitu untuk mengetahui hubungan kausalitas
(sebab-akibat) antar variabel.
2. Forecasting, ekstrapolasi nilai saat ini dan masa depan seluruh variabel
dengan memanfaatkan `seluruh informasi masa lalu variabel.
3. Impulse Respons Function (IRF), yaitu dengan mendeteksi response setiap
variabel baik pada saat ini maupun masa depan akibat adanya perubahan
atau shock suatu variabel.
4. Forecast Error Decomposition Of Variance (FEDVs), yaitu dengan
melakukan prediksi terhadap kontribusi persentase varian setiap variabel
terhadap perubahan suatu variabel tertentu.
Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data time series, maka perlu
dilakukan analisis saling ketergantungan antar variabel tersebut. VAR merupakan
salah satu model yang mampu menganalisis hubungan saling ketergantungan antar
variabel time series. Menurut Widarjono (2016) VAR adalah sebuah model
ekonometrika runtun waktu yang bersifat tidak teriotis. Beberapa keunggulan
model VAR (Widarjono, 2016) :
1. Tidak perlu membedakan antara variabel eksogen dan variabel endogen.
Semua variabel baik eksogen maupun endogen yang dipercaya saling
berhubungan seharusnya dimasukan kedalam model. Namun dapat pula
memasukan variabel eksogen di dalam VAR.
2. Untuk melihat hubungan antar variabel di dalam VAR membutuhkan
sejumlah kelambahan variabel yang ada. Kelambanan ini diperlukan untuk
menangkap efek dari variabel tersebut erhadap variabel yang lain di dalam
model.
36
Analisis VAR dapat dikatakan sebagai alat analisis yang sangat berguna, baik
dalam memahami adanya hubungan timbal balik antara variabel ekonomi maupun
dalam pembentukan model ekonomi yang berstruktur. Model VAR menganggap
bahwa semua variabel ekonomi adalah saling tergantung dengan yang lain.
Persamaan (1) menunjukan model VAR secara umum dengan n variabel endogen
(Widarjono, 2016) :
= + ∑ + ∑ +⋯+ ∑ + ....(1)
Dimana := Elemen vektor variabel= Elemen variabel endogen pada tahun sebelumnya= Konstanta, , … = Koefisien Variabel endogen= Error term
Penelitian ini menggunakan kerangka model VAR untuk mengetahui bagaimana
transmisi direct exchange rate pass-through terhadap harga konsumen dalam hal
ini yang tercermin pada inflasi (IHK). Struktrur model ini dimulai dengan (1)
guncangan dari sisi penawaran yang diidentifikasi dari adanya shock harga
minyak dunia, (2) akibat adanya shock tersebut maka Bank Indonesia akan
melakukan intervensi melalui suku bunga kemudian, (3) guncangan suku bunga
akan mempengaruhi nilai tukar. Setelah melalui nilai tukar maka efek ini akan
diteruskan ke impor dan selanjutnya akan menyebabkan terjadinya perubahan
pada harga yang diterima konsumen. Untuk menjawab permasalahan pertama
37
yaitu untuk mengathui hubungan sebab akibat atau kausalitas pada penelitian ini
menggunakan metode Grangger Causality Test. Untuk menjawab permasalahan
kedua yaitu untuk mengetahui bagaiamana keseimbangan jangka pendek dan
jangka panjanga akan dilakukan menggunakan analsis VAR jika tidak
terkointgrasi, jika terointegrasi maka akan digunakan analisis VECM. Selanjutnya
untuk mejawab persamaan ketiga dan keempat akan digunakan analisis Impulse
Respons Function (IRF) dan variance decomposition yaitu untuk mengetahahui
respons dan besaran derajat pass-through dari guncangan transmisi direct
exchange rate pass-through ke Inflasi (IHK). Sehingga model yang akan
digunakan adalah sebagai berikut :
Model VECM, transmisi direct exchange rate-pass through terhadap inflasi (IHK)
ditulis sebagai berikut :
Persamaan Jangka Pendek :
∆CPI = α + β ∆ CPI + β ∆ OPI + β ∆ R+ β ∆ ER + β ∆ IP + ECT
Persamaan Jangka Panjang :
CPI = α + Γ1 CPI + Γ2OPI + Γ3R + Γ4ER + Γ5IP + EDimana :CPI = Indeks Harga KonsumenOPI = Indeks Harga Minyak DuniaR = Tingkat Suku Bunga
38
ER = Nilai tukarIP = Harga Imporα = Intercept Kontantaβ1,β2,β3,β4,β5 = Koefisien Hubungan Jangka PendekECT = Error TermΓ1, Γ2, Γ3, Γ4,Γ5 =Koefisien Hubungan Jangka PanjangE = Error Term Pada Jangka Panjang
D. Prosedur Analisis VAR
Prosedur analisis VAR, tahap pertama akan dilakukan uji stationeritas dengan
mengggunakan uji ADF (Augmented Dickey-Fuller). Tahap kedua penentuan lag
optimum, tahap ketiga melakukan uji kausalitas antar variabel guna mengetahui
hubungan sebab akbiat antara masing-masing variabel. Tahap keempat uji
kointegrasi johansen guna mengatahui apakah terdapat hubungan jangka panjang
(terkointegrasi). Selanjutnya, jika terkointegrasi maka membentuk model VECM,
namun jika tidak terkointegrasi membentuk model VAR dan uji stabilitas VAR.
Tahapan terakhir adalah menganalisis IRF dan Variance Decomposition. Berikut
adalah berapa tahapan dalam penelitian ini:
a. Uji Stasioneritas
Stasioneritas merupakan salah satu prasyarat penting dalam model ekonometrika
untuk data runtut waktu (time series). Suatu data dikatakan stasioner jika
memenuhi tiga kriteria yaitu jika rata-rata dan variannya konstan sepanjang waktu
dan kovarian antara dua data runtut waktu hanya tergantung dari kelambanan
39
antara dua periode waktu tersebut. Apabila data yang digunakan dalam model ada
yang tidak stasioner, maka akan menyebabkan hasil regresi meragukan atau
disebut regresi lancung (spurious regression). Regresi lancung adalah situasi
dimana hasil regresi menunjukkan koefisien regresi yang signifikan secara
statistik dan nilai koefisien determinasi yang tinggi namun hubungan antara
variabel di dalam model tidak saling berhubungan (Widarjono, 2016).
Salah satu konsep formal yang dipakai untuk mengetahui stasioneritas data adalah
melalui uji akar unit (unit root test). Uji ini merupakan pengujian yang populer,
dikembangkan oleh David Dickey dan Wayne Fuller dengan sebutan Augmented
Dickey-Fuller (ADF) Test. Jika suatu data time series tidak stasioner pada orde
nol, I(0), maka stasioneritas data tersebut bisa dicari melalui order berikutnya
sehingga diperoleh tingkat stasioneritas pada orde ke-n (first difference atau I (1),
atau second difference atau I (2), dan seterusnya.
Hipotesis untuk pengujian sebagai berikut:
Ho : d = 0 , terdapat unit root, tidak stasioner
Ha : d ≠ 0 , tidak terdapat unit root, stasioner
Jika hasil uji menolak hipotesis adanya unit root untuk semua variabel, berarti
semua adalah stasioner atau dengan kata lain, variabel-variabel terkointegrasi
pada I (0), sehingga estimasi akan dilakukan dengan menggunakan regresi linier
b. Penentuan Lag Optimum
Lag optimum merupakan cara untuk memilih seberapa besar jumlah Lag
yang kita gunakan dalam penelitian tersebut sebelum melakukan uji kointegrasi,
40
kausalitas Granger , VAR dan VECM, sehingga pemilihan jumlah lag optimum
sangat diperlukan agar kita memeproleh hasil yang lebih baik. Penentuan lag
optimum bisa digunakan kriteria yang dikemukakan oleh Akaike (Akaike
Information Criterion = AIC) (Widarjono, 2016). Kriteria tersebut dapat ditulis
sebagai berikut:
ln = 2 +SSR = Jumlah residual kuadrat (sum of squared residual)k =Jumlah variabel parameter estimasin =Jumlah observasi
Panjangnya kelambanan yang dipilih didasarkan pada nilai AIC yang paling
minimum dengan mengambil nilai absolutnya.
c. Uji Stabilitas VAR
Stabilitas VAR perlu diuji terlebih dahulu sebelum melakukan analisis lebih jauh,
karena jika hasil estimasi VAR yang akan dikombinasikan dengan model koreksi
kesalahan tidak stabil, maka Impulse Response Function dan Variance
Decomposition menjadi tidak valid. Untuk menguji stabil atau tidaknya estimasi
VAR yang telah dibentuk maka dilakukan pengecekan kondisi stability berupa
roots of characterristic polynomial dan Inverse Roots Of AR Characteristic
Polynomial.
d. Uji kausalitas Granger
Uji kausalitas pertama kali dikemukakan oleh Engel dan Granger. Tujuan
kausalitas Granger adalah meneliti apakah A mendahului B, ataukah B
41
mendahului A, ataukah hubungan antara A dan B timbal balik. Hubungan
kausalitas dapat terjadi antar dua variabel, jika suatu variabel y, yaitu inflasi
dipengaruhi oleh variabel x, yaitu harga beras. Uji kausalitas Granger bertujuan
untuk melihat pengaruh masa lalu dari suatu variabel terhadap kondisi variabel
lain pada masa sekarang. Dengan kata lain, uji kausalitas Granger dapat
digunakan untuk melihat apakah peramalan y dapat lebih akurat dengan
memasukan lag variabel x. Pada uji kausalitas Granger ada empat kemungkinan
hasil yang diperoleh yaitu:
1. Jika Saj ≠ 0 dan Sbj = 0, maka terdapat kausalitas satu arah.dari x ke y.
2. Jika Saj = 0 dan Sbj ≠ 0, maka terdapat kausalitas satu arah dari y ke x.
3. Jika Saj = 0 dan Sbj = 0, maka tidak terdapat hubungan kausalitas antara
x dan y.
4. Jika Saj ≠ 0 dan Sbj ≠ 0, maka terdapat kausalitas dua arah antara x dan y
e. Uji Kointegrasi Johansen
Konsep kointegrasi pada dasarnya adalah untuk mengetahui kemungkinan
adanya hubungan keseimbangan jangka panjang pada variabel-variabel yang
diobservasi. Dalam konsep kointegrasi, dua atau lebih variabel runtun waktutidak
stasioner akan terkointegrasi bila kombinasinya juga linier sejalan dengan
berjalannya waktu, meskipun bisa terjadi masing- masing variabelnya bersifat
tidak stasioner. Bila variabel runtun waktu tersebut terkointegrasi maka terdapat
hubungan yang stabil dalam jangka panjang. Uji ini dilakukan setelah uji
stasioneritas dan variabel telah terintegrasi pada derajat yang sama.
42
Uji kointegrasi Johansen dapat digunakan untuk menentukan kointegrasi sejumlah
variabel. Ada tidaknya kointegrasi didasarkan pada uji Likelihood Ratio (LR).
Jika nilai hitung LR lebih besar dari nilai kritis LR maka kita menerima adanya
kointegrasi sejumlah variabel dan sebaliknya jika nilai hitung LR lebih kecil dari
nilai kritisnya maka tidak ada kointegrasi. Nilai kritis LR diperoleh dari tabel
yang dikembangkan oleh Johansen dan Juselius. Johansen juga menyediakan
uji statistik LR alternatif yang dikenal dengan maximum eigenvalue statistic.
Jika nilai trace statistic lebih besar dari critical value, maka persamaan tersebut
terkointegrasi. Dengan demikian hipotesa nol (Ho) adalah tidak terkointegrasi
dengan hipotesis alternatifnya (Ha) terkointegrasi. Berikut ini adalah hasil
estimasi dari uji kointegrasi Johansen.
f. Estimasi VAR dan VECM
Setelah uji kointegrasi dilakukan terhadap variabel-variabel tersebut diatas,maka
tahap selanjutnya adalah membentuk model VAR atau VECM., jika terdapat
hubungan kointegrasi di antara variabel penelitian, maka estimasi dilakukan
dengan VECM, sedangkan jika tidak ada kointegrasi maka estimasi dilakukan
dengan VAR. Independent variabel dikatakan signifikan dalam mempengaruhi
dependent variabel, ketika nilai t-statistik kurang dari 1.69 (standar yang
digunakan pada umumnya). Tanda negatif diabaikan. Sedangkan untuk
mengetahui hubungan negative atau positif adalah dengan melihat tanda pada
koefisien variabel.
g. Impulse Response Function
Dengan metode VAR kita dapat mengamati pergerakan atau trend data-data yang
43
diamati sehingga dapat melakukan peramalan. Peralaman di dalam VAR
merupakan sebuah eksplorasi nilai saat ini dan masa depan seluruh variabel
dengan menggunakan seluruh informasi yang ada pada masa lalu. Analisis
impulse response funcition merupakan salah satu analisis penting didalam model
VAR, karena secara individual koefisien didalam model VAR sulit
diinterpretasikan maka para ahli ekonometrika menggunakan analisis impulse
respon. Analasis ini melacak respon dari variabel endogen didalam sistem
VAR karena adanya goncangan (shocks) atau perubahan didalam variabel
gangguan (Widarjono, 2016).
h. Variance Decomposition
Variance Decomposition ini bertujuan untuk mengukur besarnya kontibusi atau
komposisi pengaruh mesing-masing variabel. Pada dasarnya hal ini merupakan
metode lain untuk menggambarkan sistem dinamis VAR. Hal ini digunakan untuk
mengukur perkiraan error variance suatu variabel. seberapa besar perbedaan antar
variance sebelum dan sesuadah shock, baik guncanfan yang bersumber dari
variabel lain (Gujarati, 2012). Variance decompotion ini akan digunakan untuk
membantu menentukan determinan dari variabel terkait terhadap variabel
bebasnya karena mampu menjelaskan seberapa persenkah variabel bebas dapat
mempengaruhi variabel terikatnya.
65
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil uji Grangger Causality, variabel yang memiliki hubungan
satu arah adalah Interest Rate Differential (IRD) dan inflasi (CPI), indeks
harga impor (IPI) dan infasli (CPI), Interest Rate Differential (IRD) dan
Output Gap (OG), Capital Inflow (CI) dan nilai tukar (ER), Capital Inflow
(CI) dan indeks harga impor (IPI), Capital Inflow (CI) dan Ekspor Neto (NX),
indeks harga impor (IPI) dan ekspor neto (NX). Kemudian yang memiliki
hubungan dua arah hanya variabel Output Gap (OG) dan inflasi (CPI),indeks
harga impor (IPI) dan nilai tukar (ER), Capital Inflow (CI) dan Interest Rate
Differential (IRD.
2. Hasil estimasi VECM menunjukan, pada jangka panjang semua variabel pada
transmisi exchange rate pass-through melalui jalur direct pass-through
berpengaruh signifikan terhadap inflasi (IHK). Sedangkan pada jangka
pendek hanya beberapa variabel yang signifikan berpegaruh terhadap inflasi
(IHK) diantaranya adalah inflasi (IHK) pada lag kedua, tingkat suku bunga
pada lag satu dan lag kedua.
3. Berdasarkan hasil impulse respons function, shock (guncangan) interest rate
differential direspon secara positif oleh variabel capital infllow, shock
(guncangan) capital inflow direspon positif oleh nilai tukar. shock
66
(guncangan) nilai tukar, direspon postif terhadap indeks harga impor, dan
shock (guncangan) indeks harga impor direspon positif terhadap inflasi.
4. Berdasarkan hasil varian decomposition, disimpulkan bahwa rata-rata
variabilitas fluktuasi inflasi (IHK) masih dominan terhadap diri sendiri.
Varabel nilai tukar memeberikan kontribusi paling besar, disusul oleh
variabel capital inflow, kemudian interest rate differential sedangkan
kontribusi terkecil yaitu varaibel indeks harga impor
B. Saran
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disarankan sebagai berikut :
1. Tingkat suku bunga merupakan variabel yang memberikan pengaruh besar
terhadap inflasi (IHK) sehingga Bank Indonesia sebagai bank sentral dapat
meningkatkan atau menurunkan tingkat suku bunga untuk mempengaruhi
fluktuasi inflasi (IHK) di Indonesia.
2. Negara Indonesia merupakan negara yang tidak dapat terlepas dari kegiatan
impor, terutama bagi perusahaan yang mengandalkan bahan baku utamanya
dari impor. Hal ini berkaitan dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika Serikat, dimana ketika nilai tukar mengalami depresiasi maka akan
menyebabkan harga bahan baku menjadi mahal. Ketika terjadi peningatan
terhadap bahan baku, maka akan meningkatkan biaya pada perusahaan
tersebut, sehingga akan meningkatkan harga jual produk. Dengan demikian
inflasi terjadi karena adanaya depresiasi mata uang rupiah. Maka dari itu
pemerintah perlu menjaga kestabilan nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika Serikat.
67
3. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memasukan variabel lain
untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Adolfson, M., Laseen, S., Linde, J., & Villani, M. 2007. “Bayesian Estimation OfAn Open Economy DSGE Model With Incomplete Pass-Through”. Journal of International Economics. 72(2), 481-511.
Bada, Abiodun S, Ajibola I. Olufemi, Inuwa A. Tata, Idowu Bawa, Anigwe J.Onwubiko dan Udoko C.Onyowo Peters. 2016. “Exchange Rate-PassThrough To Inflation Targets In Negeria”. CBN Journal of AppliedStatistics Vol. 7 No. 1(a). June 2016.
Badan Pusat Statistik. 2017. “Ekonomi Dan Perdagangan”. Berbagai Terbitan
Bailliu, Jeannine and Hafedh Bouakez . 2004. “Exchange Rate Pass-Through InIndustrialized Countries.” Bank of Canada Review, spring 2004
Bank Indonesia. 2004. ”Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2004”.Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter.
--------------------2008. ”Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2008”.Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter.
---------------------2005. ”Statistika Ekonomi Keuangan Indonesia”. BerbagaiTerbitan
Blanchard, Oliver. 2006. Maroeconimic 4 Edition Pearson Prentice Hall. NewJersey.
Bussiere, M., Delle Chiaie, S., & Peltonen, T. A. 2014. “Exchange Rate Pass-Through In The Global Economy: The Role Of Emerging MarketEconomies”. IMF Economic Review, 62(1), 146-178.
Calvo, G. Reinhart, C. Fear of Floating. The Quarterly journal of Economics,v.117. p. 375-408, 2002
Campa, José Manuel dan Linda S. Goldberg. 2002. ”Exchange Rate Pass-Throughinto Import Prices”. IESE Business School and N.B.E.R.
Devereux, M. B., & Yetman, J. 2010. “Price Adjustment And Exchange RatePass-Through”. Journal of International Money and Finance, 29(1), 181-200.
Domanick, Salvatore. 2014. Ekonomi Internasional. Edisi 9. Jakarta: SalembaEmpat.
Edwards, Sebastian. 2006. The relationship Between Exchange Rate and InflationTargeting Revisted. NBER Working Papper No 12163.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. 2016. Format Penulisan Usuldan Skripsi. Bandar Lampung: Univesitas Lampung.
Gujarati, D. 2010. Basic Econometrics. Edisi 5. Salemba Empat.
Hyder, Shah. 2014. “Exchange Rate Pass-Through To Domestic Price InPakistan”. Working Paper
Isnowati, Sri dan Budi Setiawan. 2017. “Exchange Rate Pass-Through To ImportPrices In Indonesia Evidence Post Free Floating Exchange Rate”.International Journal of Economics and Financial Issues.
Ito, Takatoshi dan Kiyotaka Sato. 2006. “Exchange Rate Changes And InflationIn Post-Crisis Asian Economies: Var Analysis Of The Exchange RatePass-Through”. NBER Working Paper Series.
Kuncoro, Haryo. 2015. “Inflation Targeting, Exchange Rate Pass-Through, AndMonetary Policy Rule In Indonesia”. International Journal of businessEconomic and Law. Vol 7 Issue 3 (Aug) ISSN 2289-1553.
Krugman, R. Paul dan Obstfleld Maurice. 2000. Ekonomi Internasional Teori danKebijakan Jilid 2. Rajawali Pers, Jakarta [Penerjemah Dr. Faisal H. Basri,SE. M,Sc]
Liu , Hai Yue Liu dan Xiao Lan Chen. 2017. “The imported price, inflation andexchange rate pass-through in China”: Coget Economics & Finance Vol.52017-Issue 1.
Mashury, Abdul Kadir, Priyo R Widodo & Guruh Suryani R. 2008. PenerapanKebijakan Moneter dalam Kerangka Inflation Targeting di Indonesia.Pusat Studi Kebanksentralan. Jakarta.
McFarlane, Lavern . 2002. “Consumer Price Inflation and Exchange Rate Pass-through in Jamaika”. Research Services Department Research andEconomic Programming Division Bank of Jamaica
Mankiw, N. Gregory. 2007. Makro Ekonomi Edisi Ke-enam. Jakarta :Erlangga.
Mihaljek, Dubravko and Marc Klau. 2015. “Exchange rate pass-through inemerging market economies: what has changed and why?”. BIS PapperNo 35.
Mirdala, Rajmund. 2013. “Exchange Rate Pass-Through to Domestic Prices underDifferent Exchange Rate Regimes”. MPRA Paper No. 53209. posted 27January 2014 04:09 UTC.
Miskhin, F. S. 2008. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan.Terjemahan. Edisi 8 Buku 2. Salemba Empat. Jakarta
Mujica, Patricio and Rodrigo Saens. 2015. “Exchange rate-pass through andinflation targets in Chilie”. Working Papper. Faculty of Economics andbussiness, University of Talca, Chile.
P. Byrnea, Joseph, Aditya S. Chavali, dan Alexandros Kontonikas. 2010.Exchange Rate Pass Through To Import Prices: Panel Evidence FromEmerging Market Economies Department of Economics, University ofGlasgow
Pratiwi, Ardianing. 2013. Determinasi Indonesia Jangka Panjang Dan JangkaPendek [Jurnal]. Malang. Universitas Brawijaya.
Sahminan. 2005. Exchange Rate Pass-Through into Import Price in MajorSoutheast Asian Countries. Working Paper
Salvatore, Dominik. 2014. Ekonomi Manajerial dalam Perekonomian Global.Salemba Empat. Jakarta.
Scott, Roger. 2009. Inflation Targeting at 20: Achivements and Challenges.International Monetary Fund Papper.
Sunariyah. 2011. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal: Edisi Keenam.Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Sukirno, Sadono. 2003. Makroekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. RajawaliPers. Jakarta.
Susilo, Andi. 2008. Buku Pintar Ekspor-Impor. TransMedia. Jakarta.
Taguchi, H.,Sohn, W. 2014. Inflation Targeting and Pass-through Rate In EastAsian economics Journal, 28,1389-408.
Wadarjono,Agus. 2016. Ekonometrika. Edisi Keempat. UPP STIM YKPN.Yogyakarta.
Wahyuni, Dwi. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi dariSisi Penawaran Tahun 1998-2010 [Skripsi]. Bogor. Instate PertanianBogor
Warjiyo, Perry. 2004. “Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia”.Pusat Pendidikan dan Seri Kebanksentralan (PPSK) BI. ISBN 979-3363-10-X.