evaluasi kegiatan pelatihan bagi youth ambassador …
TRANSCRIPT
1
EVALUASI KEGIATAN PELATIHAN BAGI YOUTH AMBASSADOR PERIODE SEPTEMBER 2015 – JUNI 2016 DALAM PROYEK
PENGURANGAN RISIKO BENCANA DI PERKOTAAN (Program Disaster Risk Reduction oleh Plan International Indonesia dan
Yayasan Tanggul Bencana Indonesia di Jakarta)
Viera Sarah Maghfiroh dan Wisni Bantarti
Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia,
Depok E-mail: [email protected]
Abstrak Artikel ini membahas mengenai evaluasi pencapaian tujuan dan dampak keberlanjutan kegiatan pelatihan bagi youth ambassador periode September 2015 – Juni 2016 dalam Proyek Pengurangan Risiko Bencana di Perkotaan pada Program Disaster Risk Reduction oleh Plan International Indonesia dan Yayasan Tanggul Bencana Indonesia di Kelurahan Duri Utara dan Kota Bambu Utara, Jakarta Barat serta Kelurahan Klender, Jakarta Timur. Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif pada tahap outcome dengan metode kualitatif melalui wawancara mendalam, observasi, dan studi literatur. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa beberapa kegiatan yang terkait dalam outcome 3 belum mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sehingga proyek ini belum berdampak secara optimal di masyarakat. Evaluation of Training Activities for Youth Ambassador Period September 2015 – June
2016 in Urban Disaster Risk Reduction (Disaster Risk Reduction Program by Plan International Indonesia and Yayasan
Tanggul Bencana Indonesia in Jakarta)
Abstract
This paper discusses about the evaluation of goal achievement and sustainability outcomes of training activities for youth ambassador period September 2015 – June 2016 in Urban Disaster Risk Reduction Project, Disaster Risk Reduction Program by Plan International Indonesia and Yayasan Tanggul Bencana Indonesia in Kelurahan Duri Utara and Kota Bambu Utara, West Jakarta, and Kelurahan Klender, East Jakarta. This research is evaluative research in outcomes phase with qualitative methods through in-depth interview, observation, and literature studies. Evaluation results show that some of the activities related to outcome 3 have not reached the goal, so this project has not impacted optimally in communities.
Keywords: Disaster risk reduction; outcome evaluation; training activities; youth.
Evaluasi Kegiatan ..., Viera Sarah Maghfiroh, FISIP UI, 2017
2
Pendahuluan
Indonesia menjadi negara yang paling rawan terhadap bencana di dunia berdasarkan
data yang dikeluarkan oleh Badan Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Strategi Internasional
Pengurangan Risiko Bencana (United Nations Office for Disaster Risk Reduction/UN-ISDR).
Dari data BNPB (2016) di bawah ini, terlihat bahwa kejadian bencana di setiap provinsi di
Indonesia tidaklah sama dan daerah paling rawan bencana di Indonesia yaitu di Pulau Jawa,
Sumatera, dan Sulawesi (lihat gambar 1.1.).
Gambar 1. Data Jumlah Kejadian Bencana di Indonesia pada Tahun 2014 sampai Juni 2016
Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2016.
Kemudian, selama kurun waktu 5 tahun antara tahun 2010 – 2014 jumlah kejadian
bencana di Indonesia mencapai 1.907 kejadian bencana, terdiri dari 1.124 bencana alam, 626
bencana nonalam dan 157 bencana sosial (Masdianto, 2015). Sedangkan berdasarkan data
pada gambar 1.2. untuk tahun 2014 hingga bulan Juni 2016 jumlah kejadian bencana
sebanyak 1089 kejadian, terdiri dari 227 bencana alam (49%), 197 bencana non alam (44%)
dan 32 bencana sosial (7%). Kejadian bencana tersebut menimbulkan jumlah korban
sebanyak 1.699.247 orang, terdiri dari 957 orang korban meninggal, 1.932 orang luka
berat/dirawat inap, 694.305 orang luka ringan/rawat jalan, 391 orang hilang dan 1.001.662
pengungsi. Berikut statistik bencana di Indonesia yang menjelaskan jumlah kejadian bencana
dan jumlah korban yang ditimbulkan (lihat gambar 1.2. pada halaman berikut ini).
Evaluasi Kegiatan ..., Viera Sarah Maghfiroh, FISIP UI, 2017
3
Gambar 2. Statistik Bencana di Indonesia dari tahun 2014 hingga Juni 2016
Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2016. Jumlah kerugian yang diakibatkan bencana alam, baik itu korban jiwa maupun harta
sebanyak ini sudah sebaiknya ditekan sedini mungkin, sehingga diperlukan adanya upaya
penanggulangan bencana yang baik, tepat, akurat untuk mengurangi kerugian yang lebih.
Dalam melaksanakan penanggulangan bencana menurut Naryanto (2001) tujuan
penanggulangan bencana adalah meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat
dalam menghadapi bencana serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
menanggulangi akibat bencana sehingga mengurangi jumlah korban serta kerugian materi.
Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 penanggulangan bencana merupakan urusan bersama
pemerintah, masyarakat, dunia usaha, organisasi non-pemerintah, internasional, maupun
pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya.
Salah satu organisasi nonpemerintah internasional di Indonesia yang memiliki fungsi
sama dalam penanggulangan bencana ialah Plan International Indonesia. Plan International
Indonesia sejak tahun 2008 mulai menginisiasi proyek Pengurangan Risiko Bencana (PRB)
salah satunya yaitu proyek Urban Disaster Risk Reduction/Pengurangan Risiko Bencana di
Perkotaan yang diimplementasikan di Jakarta melibatkan kelompok pemuda setempat yang
telah direkrut. Pemuda yang disebut youth ambassador ini dilatih dalam serangkaian kegiatan
pelatihan. Terhitung sejak September 2015 hingga Juni 2016, mereka telah mengikuti 11
kegiatan pelatihan. Kemudian, pada satu tahun terakhir ini mereka akan membuat aksi-aksi
sosial berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang mereka telah dapatkan dari kegiatan
pelatihan tersebut. Dengan kondisi kegiatan pelatihan yang telah berakhir dan youth
ambassador masih menjalankan perannya untuk mengajak masyarakat lebih peduli pada
program PRB dan Perubahan Iklim, maka penelitian evaluatif sumatif dapat dilakukan.
Dalam setiap rancangan program terdapat tahap evaluasi. Kenyataan itu
menunjukkan bahwa evaluasi merupakan bagian penting dalam rangkaian sebuah program.
Evaluasi Kegiatan ..., Viera Sarah Maghfiroh, FISIP UI, 2017
4
Evaluasi menurut Cesley dan Kumar dalam Oakley dan Clayton (2001) merupakan suatu
penilaian berkala terhadap relevansi, kinerja, efisiensi dan dampak dari suatu proyek dikaitkan
dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga penelitian ini diperlukan karena
berangkat dari kebutuhan lembaga itu sendiri dalam menilai keberhasilan dan dampak dari
implementasi kegiatan pelatihan tersebut, terutama karena kegiatan pelatihan ini sudah selesai
dilaksanakan selama setahun (tahun kedua proyek PRB di Perkotaan) dan masih ada tahun
ketiga.
Selanjutnya menurut Hawe (1995) penelitian evaluatif penting dilakukan terkait tujuan
pembangunan yaitu untuk meningkatkan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik dan
menguntungkan. Evaluasi ini juga menjadi penting karena menjadi sumber pengetahuan dan
pengarahan dalam meningkatkan mutu/kualitas pelayanan kesejahteraan sosial, untuk tahu
mana program yang harus dilanjutkan atau tidak, komponen mana yang menunjang
keberhasilan atau tidak, untuk tahu apa yang telah dicapai, untuk mengukur kemajuan,
kelemahan, dan kekuatan, untuk mengkritik pekerjaan sendiri, ke mana kita sekarang atau apa
yang perlu diubah, dan memperbaiki metode mentoring. Selanjutnya Pietrzak, Ramler,
Renner, Ford, dan Gilbert (1990) mengemukakan bahwa evaluasi dibedakan menjadi tiga
yaitu: Pertama, evaluasi input yang berfokus pada beberapa bagian dan masukan program
yang dapat mempengaruhi atau memperbaiki kinerja program, sehingga hasil yang diharapkan
akan lebih baik; Kedua, evaluasi proses yakni pengukuran cara lembaga dalam melaksanakan
program dan melakukan pengkajian terhadap komponen-komponen program serta
merancangkan kembali suatu program; Ketiga, evaluasi yang menekankan pada dampak
program secara keseluruhan pada sasaran dan tujuan suatu program.
Lebih lanjut mengenai evaluasi outcome Bigman dalam Suchman (1997) dapat
membedakan evaluasi outcome menjadi tiga tingkatan yaitu 1) Immediate Outcomes, (2)
Intermediate Outcomes; dan (3) Long Term Outcomes. Evaluasi Immediate Outcomes adalah
hasil perubahan terjadi pada diri peserta pelatihan dalam hal pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang segera diketahui setelah program pendididkan dan pelatihan dilaksanakan.
Sedangkan evaluasi Intermediate Outcomes adalah perubahan yang diperoleh dari peserta
pelatihan setelah melaksanakan tugas yang sebenarnya ini dapat dilakukan melalui
pengamatan dan pemantauan kinerja (observasi). Adapun evaluasi Long Term Outcomes
adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada organisasi/ instansi peserta dalam hal ini dapat
dilakukan melalui perhitungan waktu yang makin efisien atau biaya yang semakin menurun.
Dengan demikian penelitian ini akan menjadi evaluasi outcomes dari kegiatan pelatihan bagi
youth ambassador dalam proyek PRB dengan mengacu pada intermediate outcomes.
Evaluasi Kegiatan ..., Viera Sarah Maghfiroh, FISIP UI, 2017
5
Adapun outcome pada tahun kedua ini terdapat 3 outcomes, yakni outcome 1
membangun kesadaran dan kapasitas dari target sasaran, outcome 2 meningkatkan
pengetahuan dan kapasitas sistem nasional PRB dengan fokus mendukung BPBD dan
pemerintah daerah, dan outcome 3 menerapkan langkah dan mengimplementasikan mitigasi
bencana di segala unsur target sasaran dalam aksi komunitas. Dari ketiga outcome tersebut
outcome yang dapat melihat dampak dari kegiatan pelatihan adalah outcome 3, sehingga
penelitian ini akan mengacu pada outcome 3.
Program PRB di daerah perkotaan seperti DKI Jakarta masih sangat jarang
dilaksanakan, bahkan berdasarkan wawancara (pada 12 November 2016) dengan salah satu
youth ambassador yang sangat aktif dan telah berpartisipasi lebih dari 10 konferensi regional,
nasional, dan internasional terkait PRB menyatakan bahwa kegiatan PRB di Perkotaan yang
melibatkan pemuda seperti ini baru pertama kali diadakan di DKI Jakarta. Sehingga proyek
ini dinilai dapat menjadi sebuah pembelajaran yang baik untuk melihat apakah strategi PRB
di perkotaan yang dilakukan oleh kelompok pemuda pada level komunitas mampu
membangun kesadaran serta kapasitas masyarakat sekitar dan pemuda di bidang pengurangan
risiko bencana, seperti tujuan dari dibentuknya proyek ini. Hal ini tentunya bisa menjadi
masukan dan referensi baru dalam dunia PRB terkait aktivitas mitigasi bencana yang
melibatkan kaum muda, serta memberikan inspirasi bagi para praktisi dan pemangku
kepentingan yang terkait untuk mengadaptasi kegiatan serupa di masa yang akan datang. Oleh
karena itu, penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas kegiatannya agar tercapainya tujuan dari proyek ini. Dengan demikian
rumusan dari permasalahan dalam penelitian ini yaitu: bagaimana pencapaian tujuan dan
dampak keberlanjutan dari kegiatan pelatihan dalam proyek pengurangan risiko bencana di
perkotaan bagi youth ambassador periode September 2015 – Juni 2016 khusus di Kelurahan
Duri Utara, Kelurahan Kota Bambu Utara, dan Kelurahan Klender, DKI Jakarta?
Tinjauan Teoritis 1. Hubungan Kesejahteraan Sosial dan Manajemen Penanggulangan Bencana
Keterkaitan antara kesejahteraan sosial dan penanggulangan bencana ada dalam
usaha kesejahteraan sosial itu sendiri yaitu manajemen penanggulangan bencana melalui
pemberdayaan masyarakat. Keterkaitan antara ilmu kesejahteraan sosial dengan manajemen
penanggulangan bencana, khususnya terkait dengan model penanggulangan bencana terbaru
yaitu pemberdayaan. Dalam melakukan manajemen bencana khususnya terhadap bantuan
Evaluasi Kegiatan ..., Viera Sarah Maghfiroh, FISIP UI, 2017
6
darurat dikenal ada dua model pendekatan yaitu “konvensional” dan “pemberdayaan.
Perbedaan kedua pendekatan tersebut terutama terletak kepada cara “melihat” : (1)
kondisi korban, (2) taksiran kebutuhan, (3) kecepatan dan ketepatan, (4) fokus yang
dibantukan; (5) target akhir.
Pada intinya paradigma konvensional menempatkan masyarakat sebagai korban dan
penerima bantuan sehingga menimbulkan ketidakberdayaan dan ketergantungan yang
akhirnya tanpa disadari akan memperlambat proses pemulihan karena tidak ada
keswadayaan. Sehingga pemberdayaan masyarakat salah satunya adalah menempatkan
masyarakat sebagai pusat penanggulangan bencana, tidak hanya menjadi obyek, tapi juga
subyek (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya, 2012). Oleh karena
itu, ilmu kesejahteraan sosial memiliki peran penting dalam manajemen penanggulangan
bencana.
2. Pengurangan Risiko Bencana
Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana dalam Pasal
35 huruf b pengurangan risiko bencana dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang
mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi bencana. Adapun
kegiatan yang dilakukan dalam pengurangan risiko bencana meliputi (a) Pengenalan dan
pemantauan risiko bencana; (b) Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana; (c)
Pengembangan budaya sadar bencana PRB; (d) Peningkatan komitmen terhadap pelaku
penanggulangan bencana; dan (e) Penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan
penanggulangan bencana. 3. Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas
Salah satu strategi yang dikembangkan dalam mengurangi risiko bencana dan
meningkatkan kewaspadaan masyarakat menurut Naryanto (2011) adalah membuat sistem
pengembangan Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) di level
masyarakat sendiri, yang menitikberatkan kepada pendayagunaan potensi lokal, termasuk
pemuda dan organisasi pemuda. Kemandirian ini dipupuk melalui pengorganisasian potensi
lokal secara efektif dan efisien, dengan tujuan agar masyarakat mampu mengolah potensinya
sendiri untuk menumbuhkan budaya aman dalam masyarakat sendiri
Selanjutnya menurut Naryanto (2011) ada beberapa pertimbangan yang mendasari
diperlukannya pengembangan PRBBK dalam masyarakat:
a. Keterbatasan sumber daya para pemangku kepentingan, baik pemerintah, masyarakat,
maupun nonpemerintah di semua level, baik level mikro (individu yang terkumpul
Evaluasi Kegiatan ..., Viera Sarah Maghfiroh, FISIP UI, 2017
7
dalam komunitas), level mezzo (kelompok komunitas/organisasi /forum di bawah
negara), maupun level makro (negara) mendorong disatukannya semua elemen sumber
daya untuk menciptakan masyarakat yang aman, tanggap, dan tangguh terhadap
ancaman bencana. Dalam hal pengembangan PRBBK, jika semua elemen dalam
komunitas disatukan untuk bekerja dalam penanggulangan bencana, maka harapannya
komunitas menjadi kekuatan sosial yang mandiri untuk penanggulangan bencana.
b. Semua pihak dapat berpotensi terkena bencana. Masyarakat dapat menderita akibat
menjadi korban, menderita kerusakan dan kerugian serta mengalami gangguan
psikologis, akses, dan lain-lain. Aktivitas ekonomi dunia usaha dapat terganggu
karena rusak atau hilangnya aset usaha. Sedangkan aktivitas pemerintahan dapat
berhenti. Jika pengurangan risiko bencana berbasis komunitas dikembangkan, maka
inisiatif-inisiatif awal untuk melakukan pertolongan pertama dapat dilakukan sendiri
oleh komunitas tersebut hingga bantuan eksternal datang.
c. Ketika terjadi bencana, masyarakat adalah pihak yang merasakan langsung akibat
bencana, sehingga masyarakatlah yang paling mengetahui kebutuhan-kebutuhannya
untuk bertahan dan bangkit. Untuk itulah perencanaan penanggulangan berbasis
masyarakat menjadi alat kontrol yang diharapkan efektif untuk menanggulangi
bencana.
Menurut Naryanto (2011) pengorganisasian PRBBK dilakukan dengan 4 (empat)
langkah di bawah ini:
a. Bentuk pengorganisasian masyarakat (community organizer) dari kalangan pemuda
(seperti karang Taruna, Remaja Masjid, Pemuda Gereja atau yang lain);
b. Kenali pihak-pihak yang berpotensi mendukung PRBBK (masyarakat umum maupun
tokoh masyarakat), maupun pihak-pihak yang tidak berpotensi mendukung PRBBK.
c. Ajak dan dekati semua pihak yang mendukung maupun tidak mendukung PRBBK.
d. Berdayakan semua pihak untuk PRBBK.
4. Peran Pemuda dalam Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana
Peranan pemuda dan organisasi pemuda sebagai pelopor dalam kegiatan
pengurangan risiko bencana menurut Naryanto (2011) adalah menggerakkan masyarakat
untuk menciptakan masyarakat yang aman terhadap bencana. Tentunya, keberhasilan
menggerakan masyarakat ini ada ukuran/indikatornya. John Twigg (2007) dalam Naryanto
(2011) memberikan tonggak-tonggak penting untuk keberhasilan pengurangan risiko bencana
berbasis komunitas, seperti pada tabel 2.1 (lihat halaman selanjutnya).
Evaluasi Kegiatan ..., Viera Sarah Maghfiroh, FISIP UI, 2017
8
Tabel 1. Tingkat Keberhasilan Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana
Tingkat 1 Hanya ada sedikit kesadaran akan isu-isu risiko atau motivasi untuk menangani isu-
isu tersebut. Kegiatan/aksi terbatas pada tanggap situasi krisis.
Tingkat 2 Ada kesadaran akan isu-isu risiko bencana dan kemauan untuk menangani isu-isu
tersebut. Kapasitas untuk bertindak (pengetahuan dan keterampilan-keterampilan,
sumber daya manusia, material dan sumber-sumber daya lain) masih terbatas.
Intervensi cenderung satu kali, terpisah-pisah dan jangka pendek.
Tingkat 3 Pengembangan dan penerapan solusi-solusi. Kapasitas untuk bertindak telah
meningkat dengan berarti. Intervensi berjumlah banyak dan jangka panjang.
Tingkat 4 Koherensi dan integrasi. Intervensi bersifat meluas, mencakup semua aspek-aspek
utama permaslaahan, dan intervensi-intervensi ini saling terhubungkan satu sama
lain dalam sebuah strategi jangka panjang yang koheren.
Tingkat 5 Para pemangku kepentingan telah hidup dalam ‘budaya keamanan’ di mana PRB
terpadukan di dalam semua kebijakan, perencanaan, praktik, sikap-sikap dan
perilaku yang relevan
Sumber: Andriyanto (2011)
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena data yang dihasilkan
berupa penyataan dari objek yang diteliti baik secara tertulis atau lisan. Berdasarkan
tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu menggambarkan kenyataan
yang terjadi sebagai dampak (outcome) pelaksanaan kegiatan pelatihan selama tahun kedua
(dari bulan September 2015 – Juni 2016) dalam proyek PRB di perkotaan. Untuk lokasi
penelitian, kelurahan yang dipilih yaitu kelurahan yang berada di zona merah, dalam arti
kelurahan yang paling rentan terjadi bencana dibandingkan dengan kelurahan yang rentan
bencana lainnya. Pemilihan kelurahan ini berdasarkan hasil analisis dan rujukan dari pihak
implementer yaitu YTBI. Ketiga kelurahan tersebut adalah Kelurahan Duri Utara dan
Kelurahan Kota Bambu Utara, untuk Kotamadya Jakarta Barat, dan Kelurahan Klender untuk
Kotamadya Jakarta Timur. Adapun rentang waktu dalam melakukan penelitian ini sendiri
dimulai sejak bulan Agustus 2016 hingga Desember 2016.
Kemudian, dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian evaluatif. Penelitian
evaluatif ini bertujuan untuk melihat dampak/outcome dari serangkaian kegiatan pelatihan
yang telah dilaksanakan dalam sebuah proyek pada suatu program melalui tujuan jangka
menengah yang telah ditetapkan di awal kegiatan. Lebih lanjutnya penelitian evaluatif ini
Evaluasi Kegiatan ..., Viera Sarah Maghfiroh, FISIP UI, 2017
9
mengevaluasi outcomes kegiatan pelatihan bagi youth ambassador, sehingga penilaian
outcomes ini dilihat dari tingkat klien.
Selanjutnya, teknik pengumpulan dalam penelitian ini menggunakan data primer dan
data sekunder. Teknik pengumpulan data primer melalui wawancara mendalam dan observasi.
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan wawancara mendalam (indepth
interview). Dengan melakukan wawancara mendalam mendapatkan data deskriptif, baik
berupa hasil wawancara maupun tingkah laku yang ditunjukkan oleh terwawancara
(interviewee). Sedangkan dalam observasi, peneliti melakukan pengamatan agar dapat
menggambarkan proses kegiatan pelatihan dalam dalam proyek UDRR/PRB di Perkotaan
pada Program DRR oleh Plan International Indonesia dan YTBI. Selanjutnya, teknik
pengumpulan data sekunder didapat dari pengumpulan data melalui literatur buku, jurnal,
situs internet, dan dokumen resmi dan laporan yang dimiliki oleh perusahaan dan lembaga.
Lalu, teknik pemilihan informan dalam penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan metode non-probability sampling. Di antara beberapa tipe non-probability
sampling yang ada, penelitian ini menggunakan tipe purposive or judgemental sampling atau
teknik purposif. Berdasarkan teknik purposif ini orang-orang yang akan dijadikan informan
adalah mereka yang dapat menjelaskan dan memberikan informasi utuh mengenai pencapaian
tujuan dari kegiatan pelatihan dan mengukur dampak keberlanjutan dalam proyek PRB di
perkotaan bagi youth ambassador. Oleh karena itu, penulis menetapkan 7 jenis informan,
yaitu project leader, field officer, fasilitator youth ambassador, youth ambassador,
keluarga/teman youth ambassador, tokoh masyarakat, dan pemerintah daerah.
Hasil Penelitian 1. Evaluasi Kegiatan Penilaian Ancaman, Risiko, Kerentanan, dan Kapasitas Wilayah
Sesuai Logical Framework Analysis (LFA) Proyek Pengurangan Risiko Bencana di
Perkotaan yang telah disetujui oleh Plan International Indonesia dan YTBI untuk periode
tahun kedua, deskripsi kegiatan pada outcome 3.1. yaitu pelaksanakan penilaian ancaman
risiko, kerentanan, dan kapasitas (HVCA) partisipatif dengan anak-anak/youth dan orang
dewasa, terutama mengidentifikasi dan membuat strategi untuk kelompok yang paling rentan
seperti anak-anak, wanita hamil, orang tua/lansia, kelompok disabilitas, dan tunawisma, serta
mengembangkan rencana mitigasi risiko bencana di masyarakat. Dengan indikator yaitu
penilaian ancaman risiko, kerentanan, dan kapasitas (HVCA) partisipatif bagi anak/youth
Evaluasi Kegiatan ..., Viera Sarah Maghfiroh, FISIP UI, 2017
10
dan orang dewasa, melibatkan 10 komunitas rentan dan disabilitas, 25 youths, 3 fasilitator
youth, 5 keluarga, 2 pemerintah daerah, dan 3 tokoh masyarakat per kelurahan.
Kemudian, berdasarkan Laporan Tahunan Proyek Pengurangan Risiko Bencana di
Perkotaan (tahun kedua) yang dirumuskan oleh Tim YTBI (pada 24 Juli 2016), kegiatan
penilaian ancaman risiko, kerentanan, dan kapasitas (HVCA) partisipatif ini telah diadakan di
3 kelurahan yang diteliti. Untuk Kelurahan Klender, pelaksanaan ini diadakan pada Sabtu, 5
Maret 2016 di RW 07 Kantor Lurah Klender. Kemudian untuk Kelurahan Kota Bambu Utara,
diadakan pada Jumat, 11 Maret 2016 di Taman Kota Bambu Utara (KBU). . Sedangkan di
Kelurahan Duri Utara kegiatan penilaian HVCA ini dilaksanakan pada Sabtu, 19 Maret 2016
di Sasana Krida Karang Taruna (SKKT) Kelurahan Duri Utara.
Menurut RMI (Pimpinan Youth Kel. Klender), HVCA dilakukan agar bisa
mengetahui daerah yang rawan bencana, dan melihat kapasitas apa yang dimiliki daerah
tersebut sehingga bisa mengurangi korban yang mungkin terdampak saat terjadi bencana.
RMI juga menambahkan bahwa di Kelurahan Klender rentan terjadi banjir, karena padat
penduduk. Sebelum mengembangkan strategi mitigasi risiko bencana bagi kelompok rentan,
para peserta berdiskusi dan diberikan pemahaman mengenai menggambarkan ancaman risiko,
kerentanan, dan kapasitas di daerah mereka masing-masing, lalu identifikasi dan pendataan
kelompok rentan didapat dari data kelurahan.
Menurut YWN, salah satu fasilitator youth dari Kelurahan Klender, mengaku tidak
tahu persis apakah kelompok rentan di wilayah Klender sudah terdata semua atau belum,
karena saat pendataan pihak kelurahan tidak mau memberikan data mengenai kelompok
rentan. Akhirnya ia dan youth ambassador mencari satu per satu kelompok rentan di daerah
masing-masing 2. Evaluasi Kegiatan Pendistribusian Perlengkapan Kesiapsiagaan dan Keselamatan Dasar
Rumah Tangga
Sesuai Logical Framework Analysis (LFA) Proyek Pengurangan Risiko Bencana
(PRB) di Perkotaan yang telah disetujui oleh Plan International Indonesia dan Yayasan
Tanggul Bencana Indonesia (YTBI) untuk periode tahun kedua, deskripsi kegiatan pada
outcome 3.2. yaitu mengatur pertemuan anak/youth untuk mengembangkan strategi rencana
kesiapsiagaan masyarakat dan mendistribusikan perlengkapan kesiapsiagaan dan kesalamatan
dasar rumah tangga (seperti pelampung, alat pemadam api ringan (APAR), kotak kontainer).
Dengan indikator yaitu (1) mengadakan pertemuan untuk strategi pengembangan rencana
kesiapsiagaan keluarga bagi 5 youth ambassador, 5 keluarga, 3 fasilitator youth, 10 tokoh di
Evaluasi Kegiatan ..., Viera Sarah Maghfiroh, FISIP UI, 2017
11
masyarakat, 2 guru/ komite sekolah, 2 pemerintah lokal, dan 2 BPBD/KPBK; dan (2)
Pendistribusian perlengkapan kesiapsiagaan dan keselamatan kebutuhan dasar keluarga, 50
keluarga per kelurahan (pelampung, alat pemadam kebakaran ringan (APAR), kotak
kontainer).
Berdasarkan Laporan Tahunan Proyek Pengurangan Risiko Bencana di Perkotaan
(tahun kedua) yang dirumuskan oleh Tim YTBI (pada 24 Juli 2016), pertemuan untuk
membahas strategi pengembangan rencana kesiapan keluarga di 3 kelurahan masing-masing
diadakan dari tanggal 12 sampai 19 Maret 2016
Untuk Kelurahan Duri Utara, pembagian perlengkapan tersebut telah dilaksanakan,
SYN, salah satu fasilitator youth dari Kelurahan Duri Utara mengatakan bahwa ia
mendapatkan tas kesiapsiagaan dengan isi obat-obatan dan perlengkapan kesiapsiagaan
lainnya, juga mendapatkan HT (Handy Talky), sirine, dan APAR untuk masyarakat di
Kelurahan Duri Utara. Berdasarkan ceritanya, sebelum dibagikan seluruh perlengkapan
kesiapsiagaan dan keselamatan tersebut pihak YTBI menjelaskan terlebih dahulu mengenai
cara penggunaan dan fungsi perlengkapan tersebut dan ia pun menggunakan tas kesiapsiagaan
sebagaimana fungsinya, serta mengisi ulang kembali obat-obatan yang telah habis digunakan.
Tetapi tas tersebut tidak ia gunakan untuk menaruh baju layak pakai, menyimpan dokumen-
dokumen penting, dan lainnya, seperti yang ditujukan pada awal pengadaan tas kesiapsiagaan
ini.
Namun, terdapat permasalahan atau hambatan dalam pendistribusian perlengkapan
kesiapsiagaan dan keselamatan dasar rumah tangga ini dan dalam pelaksanaan simulasi
pemadaman api/kebakaran di Kelurahan Klender yaitu pihak kelurahan yang tidak
mendukung dan kurangnya kesadaran masyarakat karena kedua pihak ini selalu berorientasi
pada uang. 3. Evaluasi Kegiatan Simulasi Evakuasi Banjir Partisipatori dan Kesiapsiagaan Kebakaran
Sesuai Logical Framework Analysis (LFA) Proyek Pengurangan Risiko Bencana di
Perkotaan yang telah disetujui oleh Plan International Indonesia dan Yayasan Tanggul
Bencana Indonesia (YTBI) untuk periode tahun kedua, deskripsi kegiatan pada outcome 3.3.
yaitu mengatur evakuasi banjir partisipatori dan simulasi kesiapsiagaan kebakaran di
kelurahan berkoordinasi dengan BPBD, Polisi dan Dinas Pemadam Kebakaran. Dengan
indikator yaitu (1) Mengadakan perlengkapan jalur evakuasi, titik kumpul, dan peta besar di
7 kelurahan; dan (2) Mengatur simulasi kesiapsiagaan evakuasi banjir dan kebakaran di 7
Evaluasi Kegiatan ..., Viera Sarah Maghfiroh, FISIP UI, 2017
12
kelurahan berkoordinasi dengan BPBD, Polisi, dan Damkar juga menyertakan mobil
ambulans, PMI, petugas kelurahan, guru pendamping, youth ambassador, komite sekolah.
Berdasarkan Laporan Tahunan Proyek Pengurangan Risiko Bencana di Perkotaan
(tahun kedua) yang dirumuskan oleh Tim YTBI (pada 24 Juli 2016), pelaksanaan simulasi
evakuasi banjir dan kesiapsiagaan kebakaran partisipatif telah terlaksana di 3 kelurahan
berkoordinasi dengan BPBD DKI Jakarta, pimpinan kelurahan, keamanan, dan difasilitasi
oleh Dinas Pemadam Kebakaran. Telah dibuatnya skenario evakuasi banjir di 5 kelurahan dan
skenario evakuasi kebakaran di 2 kelurahan. Peralatan dan instalasi tanda evakuasi telah
dibuat di 7 kelurahan sampai Juni lalu 2016, totalnya terdapat di 7 titik, 7 peta evakuasi untuk
banjir / kebakaran yang dapat terlihat oleh masyarkat, dan 66 tanda jalur evakuasi yang
tersebar di 7 kelurahan.
Sebelum melakukan simulasi, dibuatlah terlebih dahulu tanda-tanda jalur evakuasi,
titik kumpul, dan instalasi berupa peta wilayah di kelurahan tersebut sebagai bentuk
perencanaan simulasi. Dalam proses pengadaan perlengkapan jalur evakuasi, titik kumpul,
dan peta besar di kelurahan-kelurahan target ditemukan beberapa permasalahan, yaitu: “jalur
evakuasinya terdapat di tanah garapan, pada awalnya yang membuat peta bukan saya pribadi
maka dari itu mau tidak mau kita harus mengikuti prosedurnya meski saya tidak sepakat, dan
ini merupakan tantangan warga sendiri apalagi mayoritas warga sebagai pemulung sehingga
sering terjadi kehilangan. Itu kan tandanya pakai besi, ya saya khawatir dikiloin aja sama
warga sekitar situ. Untuk masalah tanah garapan tetap (menaruh tanda titik kumpul) di situ,
untuk masalah kehilangan, karena kami sudah diberi tahu akan rawan kehilangan kami
menjadi wanti-wanti, (menyuruh youth) untuk mengontrol (secara rutin). Untuk urusan susah
berkumpul, (diharapkan) keluarga mereka inisiatif dan apabila ada kegiatan di kelurahan
mereka, (akan) diundang.” (RFS, field officer, 12 November 2016).
Lalu, ketika ditanya kepada para pimpinan youth, ada salah satu pimpinan youth,
yaitu NA, Pimpinan Youth Kelurahan Duri Utara, yang mengaku tidak tahu mengenai di mana
lokasi titik kumpul dan tidak pernah tahu mengenai jalur evakuasi di kelurahannya. 4. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Proyek Mitigasi
Sesuai Logical Framework Analysis (LFA) Proyek Pengurangan Risiko Bencana di
Perkotaan yang telah disetujui oleh Plan International Indonesia dan Yayasan Tanggul
Bencana Indonesia (YTBI) untuk periode tahun kedua, deskripsi kegiatan pada outcome 3.4.
yaitu menentukan dan melaksanakan proyek-proyek mitigasi untuk dipimpin oleh youth dan
didukung oleh masyarakat dan unit pemerintah daerah. Dengan indikator sebuah diskusi
Evaluasi Kegiatan ..., Viera Sarah Maghfiroh, FISIP UI, 2017
13
kelompok terfokus/FGD untuk memilih 2 mitigasi dalam skala kecil. Dengan indikator (1)
Sebuah diskusi kelompok terfokus/FGD untuk memilih 2 mitigasi dalam skala kecil.; dan (2)
Menerapkan 2 proyek-proyek mitigasi skala kecil yang dipimpin oleh youth di 7 kelurahan.
Berdasarkan Laporan Tahunan Proyek Pengurangan Risiko Bencana di Perkotaan
(tahun kedua) yang dirumuskan oleh Tim YTBI (pada 24 Juli 2016), telah menentukan dan
menerapkan 2 proyek mitigasi skala kecil (antara pengelolaan sampah untuk pembuatan bank
sampah dan menanam pohon kembali yang disebut urban farming (pertanian perkotaan)),
yang dipimpin oleh youth ambassador dan didukung oleh masyarakat dan unit pemerintah
daerah di 3 kelurahan yang diteliti.
Di Kelurahan Klender, menurut YWN, salah satu fasilitator youth dari Kelurahan
Klender, ide proyek mitigasi tercetus dari field officer sehingga mereka tinggal memilih salah
satu atau kedua proyek mitigasi tersebut untuk dijalankan. Saat itu mereka diharapkan
langsung dapat bekerja sama dengan sektor swasta, tetapi ia mengaku bingung bagaimana
cara menjelaskan posisi mereka kepada sektor swasta. Ia berharap pihak kelurahan terlebih
dahulu lah yang membantu mereka untuk menjalankan proyek mitigasi, berupa pelatihan
mengenai urban farming ini.
Di Kelurahan Duri Utara, menurut SYN, salah satu fasilitator youth, menjelaskan
bahwa proyek mitigasi Bank Sampah tidak terlaksana, hanya urban farming yang masing
dijalankan. Itu pun hanya pihak youth ambassador yang menjalankannya. Belum ada warga
lain yang turut membantu dan berkontribusi. Kemajuan dari pelaksanaan proyek mitigasi di
masing-masing kelurahan berbeda-beda, misalnya di Kelurahan Duri Utara, baru berjalan
proyek urban farming saja, “Untuk urban farming saja, untuk bank sampah belum. Belum
(mengajak yang lain juga).” (NA, Pimpinan Youth Kel. Duri Utara, 12 November 2016).
Sama halnya dengan Kelurahan Duri Utara, Kelurahan Kota Bambu Utara juga masih
melaksanakan urban farming dan sempat mengajak orang lainnya untuk mendukung proyek
ini, “Masih, kita sudah membuat jadwal setiap hari ada yang mengontrol, ada yang menyiram
juga. Kita berhasil merangkul 4 orang untuk terlibat dalam youth, mereka tertarik dari
kegiatan kita. Tidak ada masalah.” (IR, Pimpinan Youth Kel. Kota Bambu Utara, 12
November 2016). 5. Evaluasi Kegiatan Bekerja Sama dengan Sektor Swasta
Sesuai Logical Framework Analysis (LFA) Proyek Pengurangan Risiko Bencana di
Perkotaan yang telah disetujui oleh Plan International Indonesia dan Yayasan Tanggul
Bencana Indonesia (YTBI) untuk periode tahun kedua, deskripsi kegiatan pada outcome 3.5.
Evaluasi Kegiatan ..., Viera Sarah Maghfiroh, FISIP UI, 2017
14
yaitu bekerja dengan sektor swasta untuk menerapkan langkah-langkah mitigasi risiko
bencana di masyarakat seperti yang diidentifikasi dalam rencana aksi masyarakat (contoh:
Pengelolaan sampah/bank sampah, drainase/kerja bakti membersihkan lingkungan, resapan
air tanah, dan lain-lain). Dengan indikator yaitu (1) Rapat koordinasi dengan sektor swasta
untuk melaksanakan mitigasi risiko di masyarakat; (2) Melakukan rencana aksi untuk mitigasi
risiko di masyarakat di 7 kelurahan.; dan (3) Bekerja dengan sektor swasta untuk menerapkan
langkah-langkah mitigasi risiko masyarakat seperti yang diidentifikasi dalam rencana aksi
masyarakat (contoh: Pengelolaan sampah, drainase/kerja bakti membersihkan lingkungan,
resapan air tanah, dan lain-lain).
Berdasarkan Laporan Tahunan Proyek Pengurangan Risiko Bencana di Perkotaan
(tahun kedua) yang dirumuskan oleh Tim YTBI (pada 24 Juli 2016), telah tercipta rencana
aksi pengelolaan sampah (bank sampah) dan penanaman pohon kembali (pertanian
perkotaan/urban farming) untuk mengimplementasikan mitigasi risiko bencana / perubahan
iklim di masyarakat, bekerja sama dengan sektor swasta di 3 kelurahan yang diteliti.
Pelaksanaan rapat koordinasi itu dilakukan bersamaan dengan rencana aksi. Kegiatan ini
diarahkan untuk mengundang sektor swasta dalam membangun mitigasi risiko di masyarakat
yang terdapat di 3 kelurahan target yang diteliti. Dalam kegiatan ini youth ambassador
memiliki peran sebagai motivator. Acara ini diselenggarakan pada Senin, 20 Juni 2016 di
Gedung Menza, Jakarta Pusat. Pertemuan membahas rencana aksi untuk menerapkan mitigasi
risiko masyarakat. Kegiatan ini dimulai pada jam 16.00 hingga jam 18.00 WIB dan dibuka
oleh Ketua YTBI, Ketua Proyek dari Pihak Plan, dan sektor swasta yang memfasilitasi
Program Bank Sampah (yaitu dari Unilever). Peserta kegiatan ini yaitu youth ambassador,
fasilitator youth, dan pengurus kelurahan dari 3 kelurahan target yang diteliti.
Salah satu fasilitator youth dari Kelurahan Klender juga mengaku belum ada bentuk
kerja sama apa pun dengan sektor swasta 6. Evaluasi Dukungan Perilaku Komunikasi, Visibility, dan Dokumentasi Proyek, Hasil, dan
Pembelajaran
Sesuai Logical Framework Analysis (LFA) Proyek Pengurangan Risiko Bencana di
Perkotaan yang telah disetujui oleh Plan International Indonesia dan Yayasan Tanggul
Bencana Indonesia (YTBI) untuk periode tahun kedua, deskripsi kegiatan pada outcome 3.6.
yaitu komunikasi, Visibility, dan Dokumentasi dari proses proyek, hasil, dan pembelajaran.
Dengan indikator yaitu dukungan perilaku Komunikasi, Visibility dan Dokumentasi proses
Evaluasi Kegiatan ..., Viera Sarah Maghfiroh, FISIP UI, 2017
15
proyek, hasil, dan pembelajaran (non anggaran, Plan). Kemudian, project leader menjelaskan
permasalahan dari pelaksanaan kegiatan terkait outcome 3.6. ini yaitu:
“Ada (masalah), dari youth sendiri ada keterbatasan menjangkau wilayah disekitar
nya, karena mereka, pertama, youth kita orang-orangnya tidak punya keuangan yang
baik, secara pendidikan juga; kedua, mereka juga ada di daerah wilayah yang padat
penduduk, untuk membangun kesadaran perilaku yang luas, itu butuh effort yang
panjang, kalau dikatakan mereka masif dan stagnan juga iya, karena kalau dikatakan
175 yang terlatih paling hanya 30% yang masih berlanjut sekarang, jadi kemampuan
mereka membagi waktu karena masih sekolah kebanyakan, jadi bicara youth itu
kompleks karena mereka juga masih banyak yang bergantung pada orang tua.”
(ARS, Ketua Proyek, 21 November 2016).
7. Evaluasi Partisipasi Youth Ambassador dalam Workshop dan Konferensi terkait Isu
Pengurangan Risiko Bencana
Sesuai Logical Framework Analysis (LFA) Proyek Pengurangan Risiko Bencana di
Perkotaan yang telah disetujui oleh Plan International Indonesia dan Yayasan Tanggul
Bencana Indonesia (YTBI) untuk periode tahun kedua, deskripsi kegiatan pada outcome 3.1.
yaitu partisipasi dalam workshop dan konferensi tingkat nasional/regional/internasional untuk
menyebarkan dan berbagi praktik dan pelajaran yang baik. Dengan indikator yaitu Dukungan
partisipasi workshop dan konferensi di nasional/regional / internasional/ untuk menyebarkan
dan berbagi praktik dan pelajaran yang baik.
Menurut Laporan Tahunan Proyek PRB di Perkotaan (2016) yang dirumuskan oleh
Tim YTBI, partisipasi youth ambassador dalam setiap kegiatan workshop dananya tidak
masuk dalam anggaran dana yang dikelola oleh YTBI, dana langsung dikelola oleh Plan
International Indonesia. Hal ini diperkuat dengan penjelasan dari ARS, Ketua Proyek, “Semua
(kegiatan di) project itu yang membiayai adalah Plan.” (ARS, Ketua Proyek, 21 November
2016). Namun, tidak seperti data yang ada di laporan tersebut, menurut penjelasan dari salah
satu field officer, RFS, dana tersebut dari anggaran YTBI, setiap kegiatan bisa mengeluarkan
dana sebesar Rp 4-5 juta, “Dari anggaran YTBI, per kegiatan anggarannya kurang lebih 4 juta
sampai 5 juta. (RFS, field officer, 12 November 2016).” Hal ini terjadi mungkin karena field
officer tidak tahu mengenai hal keuangan khususnya anggaran untuk kegiatan partisipasi
youth dalam workshop.
Evaluasi Kegiatan ..., Viera Sarah Maghfiroh, FISIP UI, 2017
16
Untuk jumlah youth ambassador yang ditargetkan untuk berpartisipasi dalam workshop dan
konferensi, ARS, Ketua Proyek, menjelaskan bahwa youth yang berpartisipasi ini tidak
ditargetkan jumlahnya. Keikutsertaan youth dalam berbagai workshop disesuaikan dengan ada
tidaknya kegiatan yang sesuai dengan isu PRB, dan penyeleksian youth dilakukan oleh Pihak
YTBI melalui seleksi wawancara dan membuat esai. Kemudian, dalam menentukan
perwakilan youth ambassador yang akan diikutkan dalam kegiatan workshop ini mendapat
kendala, karena kurangnya pengalaman youth ambassador dalam mengikuti kegiatan nasional
bahkan internasional, sehingga field officer menentukan berdasarkan keaktifan youth tersebut
dalam setiap kegiatan. Permasalahan yang dihadapi oleh youth ambassador saat berpartisipasi
dalam konferensi internasional yaitu kurang pengalaman dari youth dan dari segi bahasa
sehingga Plan International Indonesia membayar seorang penerjemah untuk mendampingi
youth tersebut saat mengikuti konferensi (workshop), hal ini diungkapkan oleh Ketua Proyek,
ARS. Pembahasan 1. Evaluasi Pencapaian Tujuan dari Kegiatan Pelatihan pada Outcome 3 Proyek PRB di
Perkotaan
Berdasarkan hasil temuan lapangan, kehadiran peserta saat pelaksanaan yaitu (1)
Untuk Kelurahan Kota Bambu Utara, pihak kelurahan, fasilitator youth, 68% youth
ambassador sudah berpartisipasi; (2) Untuk Kel. Duri Utara, youth ambassador yang hadir
juga sudah mencapai 68%, tetapi tidak ada tokoh masyarakat dan pihak kelurahan yang
datang satu pun karena ada kegiatan pemilihan RW secara serempak. Dari pengalaman ini
bisa menjadi pelajaran yang baik agar ke depannya menyesuaikan jadwal terlebih dahulu
dengan beberap pihak yang akan diundang. Kemudian, untuk kelompok disabilitas yang tidak
hadir karena malu, ini menandakan masih adanya stigma di masyarakat bahwa kelompok
disabilitas; (3) Untuk Kel. Klender, youth ambassador sudah mencapai 76% dari youth
ambassador yang ditargetkan untuk hadir.
Selanjutnya mengenai pencapaian tujuan pengembangan strategi mitigasi risiko
bencana, masih belum tercapai juga, karena kelompok rentan tidak hanya belum
tersosialisasikan mengenai hal ini tetapi jalur evakuasi khusus bagi kelompok rentan pun
belum ada. Pengaturan pertemuan dengan youth ambassador pun lebih banyak disampaikan
melalui field officer daripada fasilitator youth . Seharusnya garis koordinasi dari field officer,
fasilitator youth, kemudian youth ambassador dan pihak lainnya yang terkait. Beruntung
dengan adanya kemajuan teknologi sehingga seluruh pihak mudah berkoordinasi melalui
Evaluasi Kegiatan ..., Viera Sarah Maghfiroh, FISIP UI, 2017
17
media sosial. Berdasarkan temuan lapangan, di Kelurahan Klender sendiri, pembagian
perlengkapan Kesiapsiagaan dan Keselamatan dasar rumah tangga langsung dilimpahkan ke
RW sehingga fasilitator youth tidak tahu kepada siapa saja dibagikannya. Hal ini menjadi
tidak maksimal dalam pendistribusiannya.
2. Evaluasi Dampak Keberlanjutan dari Kegiatan Pelatihan pada Outcome 3 Proyek PRB di
Perkotaan
Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa kegiatan pelatihan
dalam proyek Pengurangan Risiko Bencana di Perkotaan untuk tahun kedua belum terlalu
terdampak pada masyarakat dan keseharian youth ambassador. Hal ini dapat dilihat dari youth
ambassador selaku peran utama tidak mengembangkan strategi mitigasi bencana di rumahnya
masing-masing atau lingkungan sekitarnya. Bahkan masih banyak youth yang belum
membagi pengetahuan kepada keluarga yang tinggal satu rumah, karena merasa jarang
bertemu dengan keluarga di rumah. Kemudian, mengenai fasilitator youth untuk Kelurahan
Klender, dari tiga orang yang terseleksi menjadi fasilitator youth, hanya satu orang yang aktif
dalam melatih dan mendampingi youth ambassador hingga saat ini. Sehingga keaktifan youth
ambassador juga berpengaruh, youth ambassador semakin banyak yang tidak aktif karena
kurangnya fasilitator yang mendukung kegiatan mereka. Selanjutnya mengenai peran youth
ambassador dalam menyosialisasikan isu pengurangan risiko bencana ke masyarakat masih
sangat kurang. Youth ambassador saat itu masih banyak yang bersekolah, dan mereka
berkumpul di ruang lingkup yang sama. Oleh karena itu penting untuk memberikan
penanaman motivasi yang kuat mengenai peran mereka di masyarakat.
Kesimpulan Dari hasil temuan lapangan dan analisa mengenai evaluasi pencapaian tujuan dan
dampak keberlanjutan kegiatan pelatihan pada outcome 3, dapat disimpulkan sebagai berikut.
Pertama, ada beberapa kegiatan dalam outcome 3 yang belum tercapai dengan tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Sebab dalam setiap kegiatan ada saja pihak-pihak yang tidak
hadir karena kurang mau berpartisipasi, seperti (1) pihak kelurahan yang jarang hadir dalam
setiap pertemuan yang telah diundang sebelumnya, (2) beberapa fasilitator youth yang belum
maksimal dalam menjalankan perannya sebagai edukator dan motivator bagi youth
ambassador, (3) tokoh masyarakat di Kelurahan Klender dan Kelurahan Duri Utara yang
masih kurang peduli dalam kegiatan ini, (4) partisipasi youth ambassador yang masih belum
Evaluasi Kegiatan ..., Viera Sarah Maghfiroh, FISIP UI, 2017
18
maksimal dan hanya beberapa saja yang datang pada setiap pertemuan, dan (5) masyarakat
masih belum terlalu memberi perhatian pada isu pengurangan risiko bencana. Namun,
beberapa permasalahan dan kendala ini masih dapat diperbaiki dan dikurangi pada tahun
ketiga ini, sehingga ketika proyek ini selesai pada bulan Juni 2017, tujuan yang diharapkan
dapat tercapai.
Kedua, dampak keberlanjutan kegiatan pelatihan pada outcome 3 pun belum begitu
terasa di masyarakat. Dampak hanya terjadi pada peningkatan kapasitas pengetahuan dan
keterampilan youth ambassador terkait isu Pengurangan Risiko Bencana. Kemudian, sebagian
besar youth ambassador tidak melakukan aktivitas terkait pengurangan risiko bencana ketika
paskakegiatan pelatihan tahun kedua berakhir, kecuali kegiatan-kegiatan yang memang
ditargetkan untuk dilaksanakan pada tahun ketiga, seperti rapat pembuatan forum youth. Tapi
di samping itu, mereka belum ada inisiatif untuk melakukan kegiatan bersama-sama terkait
isu ini. Selanjutnya, beberapa pemuda sekitar ada yang tertarik pada kegiatan yang dilakukan
oleh youth ambassador tapi mereka tidak mau bergabung secara intens.Untuk Kelurahan Duri
Utara dan Kelurahan Kota Bambu Utara, masyarakat sekitar mengetahui keberadaan youth
ambassador dari proyek mitigasi yang dijalankan seperti urban farming.
Saran Untuk mendukung pencapaian tujuan dan dampak keberlanjutan dari kegiatan
pelatihan dalam proyek Pengurangan Risiko Bencana di Perkotaan pada periode selanjutnya,
beberapa saran yang dapat diberikan yaitu:
a) Untuk Pihak Plan International Indonesia
Pihak Plan International Indonesia dan YTBI membuat surat tugas untuk fasilitator youth
ketika harus berkoordinasi dengan pihak kelurahan. Menyediakan modul bagi youth
ambassador agar bila ada youth ambassador yang tidak hadir dapat membaca hasil
diskusi hari itu. Youth ambassador yang lainnya pun harus memastikan bahwa temannya
sesama youth ambassador memiliki pengetahuan yang sama seperti dia. Kemudian,
sebaiknya Pihak Plan International Indonesia dan YTBI menyediakan anggaran untuk
mengundang seseorang yang ahli di bidang urban farming dan bank sampah agar mampu
mengajarkan youth ambassador di dua bidang tersebut. Orang tersebut juga seharusnya
mendampingi youth ambassador hingga berhasil melaksanakan dua proyek mitigasi
tersebut. Pihak Plan International Indonesia harus mampu mengadvokasi Pihak BPBD
dan Pihak Kelurahan untuk turut terlibat secara aktif dalam setiap kegiatan yang
diadakan. Sehingga pihak kelurahan sebagai pemerintah daerah dapat menyuruh pihak
Evaluasi Kegiatan ..., Viera Sarah Maghfiroh, FISIP UI, 2017
19
RW hingga RT untuk terlibat juga. Dengan adanya perintah dari Pihak Kelurahan dan
BPBD diha rapkan seluruh pihak RT dan RW merasa bertanggung jawab untuk
berpartisipasi pada kegiatan ini. Sebaiknya pihak Plan International Indonesia lebih
sering turun ke lapangan untuk memastikan pihak implementor lainnya yang terkait,
memiliki visi misi yang sama dan berusaha mengadvokasi mereka. Hal ini sesuai dengan
para pemangku kepentingan di masyarakat yang kurang peduli dan tidak memiliki visi
misi yang sama.
b) Untuk Pihak Yayasan Tanggul Bencana Indonesia
Harus adanya pembagian tugas yang jelas antara youth ambassador yang masih
bersekolah dengan youth ambassador yang sudah tidak bersekolah/telah lulus. Seluruh
youth ambassador harus ditanamkan secara kuat bahwa tugas mereka adalah sebagai
motor penggerak di masyarakatnya untuk mengurangi risiko bencana bersama-sama.
Untuk youth ambassador yang masih bersekolah dapat mengampanyekan isu
Pengurangan Risiko Bencana kepada teman-teman sekelasnya, baik melalui media sosial
ataupun secara langsung di sela-sela jam belajarnya. Bisa saja dengan seperti itu, teman-
teman sekelasnya menjadi mau bergabung dalam kegiatan pelatihan pada proyek ini.
Perlu adanya penambahan jumlah field officer agar dapat meningkatkan kinerja dan
kualitas pelayanan di setiap kelurahan target. Hal ini sesuai dengan hasil temuan
lapangan yang jumlah field officer sangat tidak sebanding dengan jumlah kelurahan yang
dibina. Pihak YTBI harus mengadakan seleksi yang lebih ketat dalam membentuk
fasilitator youth di setiap kelurahan. Pastikan orang-orang tersebut peduli terhadap isu
ini, senang melakukan kegiatan sosial, aktif dalam berkontribusi di masyarakat, dan
mampu berkomitmen.
c) Untuk Pihak Kelurahan dan Tokoh Masyarakat
Pihak kelurahan harus lebih mengayomi masyarakatnya, karena proyek yang dijalankan
ini tidak meminta dana sedikit pun dari pemerintah dan untuk kepentingan masyarakat
bersama. Hal ini sesuai dengan pihak kelurahan yang kurang mau berpartisipasi bila tidak
ada dana untuk pribadi.
Kemudian untuk penelitian selanjutnya yang disarankan oleh peneliti adalah mencari
tahu lebih dalam mengenai setiap kegiatan yang dievaluasi baik khususnya data mengenai
materi yang disampaikan pada kegiatan tersebut dan pematerinya agar peneliti mampu
bertanya lebih dalam mengenai kegiatan yang dievaluasi. Lalu, diusahakan untuk
mengadakan pretest dan posttest pada setiap sesi untuk mengukur perubahan tingkat
pengetahuan peserta pelatihan.
Evaluasi Kegiatan ..., Viera Sarah Maghfiroh, FISIP UI, 2017
20
Daftar Referensi Buku: Hawe, Penelope, dan Deirdre Degeling, Jane Hall. 1995. Evaluation Health Promotion. 6th .
Australia: Maclennan & Pretty Ltd.
Naryanto, Heru Sri. 2011. Penanganan Bencana. Jakarta: Lembaga Penelitian dan
Pembangunan Sosial KWI (LPPS-KWI) Caritas Indonesia.
Oakley, Peter. & Clayton, Andrew. 2001. The Monitoring and Evaluation of Empowerment.
Oxford: Intrac.
Pietrzak, Jeanne, Ramler, Malia, Ford, Tanya Lucy, & Gilbert, Neil. 1990. Practical Progra
m Evaluation: Example from Child Abuse Prevention, 1st Edition. London: Sage
Publication.
Suchman, Edward A. 1997. Evaluation Research, Principles, and Practice in Public Service
and Social Action Program. New York: Russel Sage Foundation. Dokumen Lembaga: Plan International Indonesia. 2015. Plan International Indonesia Annual Report 2015.
Jakarta: Plan International Indonesia.
Plan International Indonesia. 2015. Logical Framework Analysis (LFA) Jakarta Urban
Disaster Risk Reduction Project. Jakarta: Plan International Indonesia.
Lukman, Marlon. 2016. YTBI Annual Narrative Report Urban DRR Project Year 2016.
Jakarta: YTBI. Publikasi Elektronik: www.bnpb.go.id diakses pada tanggal 27 Agustus 2016.
www.unisdr.org diakses pada tanggal 27 Agustus 2016. Peraturan Perundang-undangan: Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana.
Evaluasi Kegiatan ..., Viera Sarah Maghfiroh, FISIP UI, 2017