Download - Skenario B Kelompok 1^^
Skenario B
Mr. Malik, a 55 year-old man came to the clinic with chief complaint of weakness. He had
prolonged symptoms of epigastric pain and need antacid for relieving it. He has suffered
from rheumatoid arthritis since five years ago and always taken Non steroidal anti
inflammatory drugs.
Physical examination:
General appearance : pale, fatique
HR : 90X/minute, RR : 22X/minute, temperature : 36,60C, BP : 120/80 mmHg. Liver and
spleen non palpable, no lymphadenopathy, epigastric pain. Cheilitis (+). Koilonychias (+)
Laboratory :
Hemoglobin is 6,2 g/dl, mean corpuscular volume (MCV) is 62 Fl, MCH 26, MCHC 30%,
blood smear : anisocytosis, hypocrome microcyter, poikilocytosis. Fecal occult blood : (+)
Others :
Serum iron is 6 µg/dl (normal is 50 to 150 µg/dl), Iron binding capacity is 450 µg/dl (normal
is 250 to 370 µg/dl), Saturation is 1,3 % (normal is 20 to 45%), Ferritin is 12 µg/L (normal is
15-400 µg/L)
I. Klarifikasi Istilah
a. Weakness : lemah, lelah
b. Epigastric pain : nyeri pada regio epigastrik
c. Antacid : agen yang digunakan untuk melawan kadar keasaman lambung
d. Rheumatoid arthritis : penyakit sistemik kronis terutama pada sendi, biasanya
poliartikular, yang ditandai peradangan pada membrane synovial dan struktur
artikular
e. NSAID : Obat anti inflamasi non steroid
f. Cheilitis : peradangan pada bibir
g. Koilonychias : distrofi kuku jari dimanakuku menjadi tipis dan cekung dengan
pinggiran naik (kuku sendok)
h. Anisocytosis : adanya eritrosit dalam darah yang menunjukkan variasi ukuran yang
besar sekali
1
i. Poikilocytosis : adanya eritrosit dalam darah dengan keragaman bentuk yang
abnormal
II. Identifikasi Masalah
1) Tuan Malik, 55 tahun datang dengan keluhan utama lemah.
2) Dia mengalami gejala nyeri epigastrik yang cukup lama dan membutuhkan antacid
untuk meredakannya.
3) Dia menderita rheumatoid arthritis sejak 5 tahun yang lalu dan memakai obat NSAID.
4) Hasil pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : pucat, lemah
Nyeri epigastric
Cheilitis (+)
Koilonychias (+)
5) Hasil pemeriksaan lab :
Hemoglobin is 6,2 g/dl,
mean corpuscular volume (MCV) is 62 Fl, MCH 26, MCHC 30%,
blood smear : anisocytosis, hypocrome microcyter, poikilocytosis
Fecal occult blood : (+)
6) Hasil pemeriksaan lain :
Serum iron is 6 µg/dl (normal is 50 to 150 µg/dl),
Iron binding capacity is 450 µg/dl (normal is 250 to 370 µg/dl),
Saturation is 1,3 % (normal is 20 to 45%),
Ferritin is 12 µg/L (normal is 15-400 µg/L)
III.Analisis Masalah
1) Bagaimana dampak penggunaan NSAID pada penderita RA dengan nyeri epigastrik?
2) Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik NSAID dan interaksi obat NSAID
dengan obat antacid?
3) Bagaimana etiologi dan mekanisme lemah?
4) Bagaimana hubungan nyeri epigastrik dan lemah?
5) Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari hasil pemeriksaan fisik?
6) Apa diagnose bandingnya?
7) Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari hasil pemeriksaan lab?
8) Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari hasil pemeriksaan lainnya?
2
9) Bagaimana cara penegakan diagnose dan apa diagnose kerjanya?
10) Jelaskan metabolism besi di tubuh?
11) Etiologi,epidemiologi, dan faktor risiko untuk kasus Tn. Malik?
12) Patogenesis dan manifestasi klinis untuk kasus Tn. Malik?
13) Manajemen terapi untuk kasus Tn. Malik? Beserta follow up dan pencegahan?
14) Prognosis, komplikasi, dan komepetensi sebagai dokter umum untuk kasus Tn.
Malik?
IV. Hipotesis
Tuan Malik,, 55 tahun, mengeluh lemah karena menderita anemia defisiensi besi e.c
perdarahan saluran cerna e.c penggunaan obat NSAID
V. Sintesis
1. Metabolisme Besi di Tubuh
Proses absorbsi Besi
1. Fase luminal
Besi dalam makanan diolah dalam lambung lalui diserap di duodenum dan yeyunum
proksimal. Makanan yang mengandung besi terdiri dari dua macam yaitu, besi heme
yang berasal dari hewani dimana jenis besi ini absorbsinya sangat tinggi dan tidak
dihambat penyerapannya sehingga bioavailabilitasnya tinggi. Jenis besi kedua adalah
besi non-heme, jenis besi ini berasal dari protein tumbuhan namun daya absorbsinya
rendah. Didalam lambung, suasana asam karena HCL membantu pencernaan besi
karena HCl membantu pelepasan besi dari ikatan pembawanya dan juga mereduksi
Ferri menjadi ferro yang merupakan bentuk penyerapan besi.
2. fase mucosal
Proses penyerapan dalam mukosa usus terutama pada duosenum dan jejunum
proksimal yang merupakan suatu proses aktif (mucosal block)
3. Fase corporeal
Merupakan proses transportasi Fe dalam sirkulasi, utilitas besi oleh sel yang perlu dan
juga penyimpanannya.
3
makanan
HClLepas ikatan Fe
Dengan senyawa lain
Reduksi FeriMenjadi Ferolambung
Masuk ke usus
Duodenum &jejunumproksimal
Diserap o/enterosit
Lewati basal
Epitel usus
Memasuki kapiler
Diikat o/apotransfe
rin
Transferin Pinositosis Fe →RES
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Absorbsi Fe
1. Jumlah kandungan besi didalam makanan
2. Jenis besi yang terkandung didalam makanan
3. Adanya zat penghambat atau pemacu absorbsi makanan
4. Jumlah cadangan besi didalam tubuh
5. Kecepatan eritropoesis
Pembentukan Hemoglobin dalam sitoplasma sel
Pembentuk sitoplasma sel dan hemoglobin (Hb) terjadi bersamaan dengan proses
pembentukan DNA dalam inti sel.
Seperti dikemukakan sebelumnya Hb merupakan unsur terpenting dalam plasma eritrosit.
Molekul Hb terdiri dari
1. globin, dibentuk sekitar ribosom
2. protoporfirin, dibentuk sekitar mitokondria
4
SumsumTulang
Eritrosit
RES7 mg
Eksfoliasiepitel
Absorbsi Usus
Eritropoesisinefektif
17 mg17 mg
1-2 mg
1-2 mg
Transferin24 mg
22 mg
3. besi (Fe), didapat dari transferin
Pada permulaan sel eritrosit berinti terdapat reseptor transferin.
Gangguan dalam pengikatan besi untuk membentuk Hb akan mengakibatkan terbentuknya
eritrosit dengan sitoplasma yang kecil (mikrositer) dan kurang mengandung Hb di dalamnya
(hipokrom).
Tidak berhasilnya sitoplasma sel eritrosit berinti mengikat Fe untuk pembentukan Hb dapat
disebabkan oleh rendahnya kadar Fe dalam darah.
Hal ini dapat disebabkan oleh
1. kurang gizi,
2. gangguan absorbsi Fe (terutama dalam lambung),
3. kebutuhan besi yang meningkat akan besi (kehamilan, perdarahan dan sebagainya).
Penyebab ketidak berhasilan eritrosit berinti untuk mengikat besi dapat juga disebabkan oleh
rendahnya kadar transferin dalam darah. Hal ini dapat dimengerti karena sel eritrosit berinti
maupun retikulosit hanya memiliki reseptor transferin bukan reseptor Fe.
Perlu kiranya diketahui bahwa yang dapat terikat dengan transferin hanya Fe elemental dan
untuk membentuk 1 ml packed red cells diperlukan 1 mg Fe elemental.
Gangguan produksi globin hanya terjadi karena kelainan gen (Thalassemia, penyakit HbF,
penyakit Hb C, D, E, dan sebagainya).
Bila semua unsur yang diperlukan untuk memproduksi eritrosit (eritropoetin, B , asam folat,
Fe) terdapat dalam jumlah cukup, maka proses pembentukan eritrosit dari pronormoblas s/d
normoblas polikromatofil memerlukan waktu 2-4 hari. Selanjutnya proses perubahan
retikulosit menjadi eritrosit memakan waktu 2-3 hari; dengan demikian seluruh proses
pembentukan eritrosit dari pronormoblas dalam keadaan "normal" memerlukan waktu 5 s/d 9
hari.
5
Terutama protein hewani
Lambung
Duodenum usus halus
Fe++ + apoferritin
Ferritin+ HCl : FeX Fe+++
Fe+++ Fe++
Makanan
Sel mukosa
Plasma
Fe++ B Globulin
transferrin
Sumsum tulang
Fe++ + protoporfirin HemeHeme + globin Hb
Destruksi Ferritii Hemosiderin S.D.M. Fe+++ Fe+++
Fe+++
HbFe+++
S.D.M.
Skema metabolisme Fe
2. Hubungan pemakaian NSAID pada penderita RA dengan nyeri epigastrik
Pengobatan RA dengan menggunakan NSAID selama waktu 5 tahun menyebabkan
timbulnya efek samping yaitu perdarahan saluran cerna. Hal ini terjadi karena ada 2
jenis penghambatan jalur COX 1 dan COX 2 obat NSAID dapat menyebabkan tukak
lambung melalui 2 cara, mengiritasi epitelium lambung secara langsung atau melalui
penghambatan sintesis prostaglandin. Namun, penghambatan sintesis prostaglandin
merupakan faktor dominan penyebab tukak lambung oleh NSAID. Prostaglandin
merupakan senyawa yang disintesis di mukosa lambung yang melindungi fungsi
fisiologis tubuh seperti fungsi ginjal, homeostasis, dan mukosa lambung. sehingga
perdarahan kronis dari saluran cerna akan menimbulkan defisiensi zat besi.
Keutuhan dan daya regenerasi sel-sel mukosa lambung dapat diperlemah oleh obat-
obat NSAIDs. Sehingga penggunaan NSAID dalam jangka panjang dapat merusak
6
barrier mucus lambung dan mangakibatkan perdarahan. Inilah yang menyebabkan
terjadinya nyeri epigastric.
3. Farmakokinetik dan farmakodinamik OAINS
OAINS :
• Dibagi atas 5 golongan :
Salisilat
Para aminofenol
Pirazolon
Antirematik & analgesik lain
Obat gout
FARMAKOKINETIK OAINS
Meskipun ada perbedaan sifat farmakokinetik antar OAINS, secara umum OAINS diabsorbsi
hampir sempurna, memiliki clearance hati dan metabolisme first-pass rendah, ikatan dengan
albumin tinggi dan volume distribusi kecil. Pada OAINS tertentu terdapat hubungan linier
kerja antiinflamasi dengan dosis atau kadar plasma obat, akan tetapi hubungan ini tidak dapat
menerangkan semua variasi respons terhadap obat. Hal ini menunjukkan bahwa variasi
respons bersifat farmakokinetik. Berdasarkan waktu paruh plasmanya OAINS dapat
dikelompokkan menjadi waktu paruh pendek (kurang dari 6 jam) dan panjang (lebih dari 10
jam). Karena kadar plasma setimbang baru dicapai setelah jangka waktu 3–5 kali waktu
paruh, OAINS dengan waktu paruh panjang tidak mencapai kadar konstan dalam plasma dan
7
NSAID
Menghambat enzim siklo oksigenase (COX-1)
Menekan PG Menekan tromboxan
Barrier mukosa lambung ↓
Iritasi mukosa lambung
Agregasi trombosit ↓
Perdarahan lambung Nyeri epigastrik
Fecal occult blood (+) anemia
kronik
Bersifat asam
memudahkan
tidak memberikan efek klinis maksimal se- cepat OAINS dengan waktu paruh pendek apabila
tidak diberi dosis loading. Sebenarnya kadar obat dalam cairan sinovial penting karena dekat
dengan tempat kerja obat; kecepatan transfer keluar-masuk kompartemen synovial yang
relative lambat menyebabkan perbedaan kadar obat dalam plasma dan cairan sinovial pada
OAINS dengan waktu paruh pendek. Kadar obat total rata-rata dalam cairan sinovial selama
suatu interval pem- benan dosis lebih kurang 60% kadar plasma rata-rata pada saat yang
sama, tidak bergantung pada waktu paruh eliminasi serta bervariasi kecil antar individu.
Kadar OAINS dalam cairan sinovial lebih rendah daripada dalam plasma karena kadar
albumin cairan sinovial lebih rendah dibanding dengan dalam plasma; padahal sebagian besar
OAINS terikat kuat pada albumin (lebih dani95%). Meskipun hanya sebagian kecil dan
kebanyakan OAINS dikeluarkan dalam bentuk utuh dalam urine, clearance ketoprofen,
fenoprofen, naproksen dan karprofen berkurang pada gagal ginjal atau pemakaian probenesid
karena metabolitnya ditahan dan dihidrolisis kembali menjadi senyawa induknya. Siklus ini
merupakan salah satu alasan mengapa pemakaian OAINS pada gangguan ginjal harus dengan
hati-hati sekali
Farmakodinamik Obat Anti-inflamasi Nonsteroid
Semua OAINS atau aspirin-like drugs bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi.
A. Efek Analgesik
Sebagai analgesik, OAINS hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah
sampai sedang, misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia, dismenorea dan juga efektif
terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan. Efek
analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opioat, tetapi OAINS tidak
menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang
merugikan. Untuk menimbulkan efek analgesik, OAINS bekerja pada hipotalamus,
menghambat pembentukan prostaglandin ditempat terjadinya radang, dan mencegah
sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau kimiawi.
B. Efek Antipiretik
Temperatur tubuh secara normal diregulasi oleh hipotalamus. Demam terjadi bila
terdapat gangguan pada sistem “thermostat” hipotalamus. Sebagai antipiretik, OAINS
akan menurunkan suhu badan hanya dalam keadaan demam. Penurunan suhu badan
berhubungan dengan peningkatan pengeluaran panas karena pelebaran pembuluh
darah superfisial. Antipiresis mungkin disertai dengan pembentukan banyak keringat.
Demam yang menyertai infeksi dianggap timbul akibat dua mekanisme kerja, yaitu
8
pembentukan prostaglandin di dalam susunan syaraf pusat sebagai respon terhadap
bakteri pirogen dan adanya efek interleukin-1 pada hipotalamus. Aspirin dan OAINS
lainnya menghambat baik pirogen yang diinduksi oleh pembentukan prostaglandin
maupun respon susunan syaraf pusat terhadap interleukin-1 sehingga dapat mengatur
kembali “thermostat” di hipotalamus dan memudahkan pelepasan panas dengan jalan
vasodilatasi.
C. Efek Anti-inflamasi
Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang
merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,
serotonin, bradikinin, prostaglandin dan lainnya yang menimbulkan reaksi radang
berupa panas, nyeri, merah, bengkak, dan disertai gangguan fungsi. Kebanyakan
OAINS lebih dimanfaatkan pada pengobatan muskuloskeletal seperti artritis
rheumatoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa. Namun, OAINS hanya
meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara
simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki, atau mencegah kerusakan jaringan
pada kelainan muskuloskeletal.
Meskipun semua OAINS memiliki sifat analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi,
namun terdapat perbedaan aktivitas di antara obat-obat tersebut. Salisilat khususnya
aspirin adalah analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi yang sangat luas digunakan.
Selain sebagai prototip OAINS, obat ini merupakan standar dalam menilai OAINS
lain. OAINS golongan para aminofenol efek analgesik dan antipiretiknya sama
dengan golongan salisilat, namun efek anti-inflamasinya sangat lemah sehingga tidak
digunakan untuk anti rematik seperti salisilat. Golongan pirazolon memiliki sifat
analgesik dan antipiretik yang lemah, namun efek anti-inflamasinya sama dengan
salisilat.
Interaksi Obat
Meningkatkan tendensi perdarahan bila diberi bersama dg alkohol, coumarin
& heparin
Meningkatkan efek salisilat bila diberi bersama asetazolamid & simetidin
Menurunkan efek salisilat bila diberi bersama kortikosteroid
Meningkatkan hipoglikemia dg insulin & sulfonilurea
Meningkatkan efek asam valproat karena menempati binding site
9
Obat Lain OAINS Efek Interaksi
Interaksi Farmakokinetik
Antikoagulan oral Fenilbutazon
Oksifenbutazon
Apazon
lnhibisi metabolisms warfarin
S, Peningkatan efek antikoa
gulan
Litium Semua OAINS
(kecuali mungkin
aspirin, sulindak)
lnhibisi ekskresi Li melalui
ginjal, Peningkatan kadar Li
plasma dan risiko toksisitas
Hipoglikemik oral Fenilbutazon
Oksifenbutazon
Apazon
lnhibisi metabolisms sulfonilu
rea, Peningkatan waktu paruh
dan risiko hipoglikemia
Fenitoin Fenilbutazon
Oksifenbutazon
OAINS lain
lnhibisi metabolisms fenitoin,
Peningkatan kadar plasma dan risiko
toksisitas
Pengusiran fenitoin dan protein
plasma
Metotreksat (dosis besar) Semua OAINS Peningkatan kadar plasma dan risiko
toksisitas
Na-valproat Aspirin lnhibisi metabolisms valproat,
Peningkatan kadar plasma
Digoksin Semua OAINS Penurunan potensiat fungsi ginjal,
Peningkatan kadar plasma dan risiko
toksisitas (tidak ada interaksi bila
fungsi gin al normal)
Aminoglikosida Sernua OAINS Penurunan fungsi ginjal pada yang
rentan, Peningkatan kadar plasma
aminoglikosida
Antasida Indometasin
OAINS lain
Kecepatan dan jumlah absorbsi
Indometasin berkurang oleh antasida
mengandung AI dan bertambah oleh
Na-bikarbonat(besar efek variabel)
Probenesid Semua OAINS Penurunan metabolisms dan ekskresi
10
OAINS serta metabolitnya
Barbiturat Fenilbutazon
mungkin lainnya
Peningkatan clearance OAINS
Kafein Aspirin Peningkatan kecepatan absorbs
aspirin
Kolestiramin Naproksen, mungkin
lainnya
Penurunan kecepatan absorbs OAINS
Metoklopramid Aspirin dan lainnya Peningkatan kecepatan, jumlah
absorbsi pada migren
Farmakodinamika
Antihipertensi
- Penyakit beta
-diuretika
- inhibitor angiotensin
Indometasin
OAINS lain (mungkin
kecuali
sulindak)
Penurunan efek hipotensif
Penurunan efek natriuretik dan
diuretik, memperberat gagal jantung
kongestif
Antikoagulan Semua OAINS Kerusakan mukosa saluran
pencernaan dan lnhibisi agregasi
trombosit, Peningkatan risiko
perdarahan
Hipoglikemik Salisilat (dosis besar) Potensiasi efek hipoglikemik
Efek samping OAINS :lambung/saluran pencernaan :– Indigesti, ulserasi, perdarahan, ulserasi usus halus dan usus besar,stomatitisHati :– Kerusakan hepatoseluler– Sindroma ReyeGinjal– Gagal ginjal mendadak– Hipertensi– Retensi cairan– Hiperkalemia– Nefritis interstitiatisKulit– Entema multiforme atau variannya– Erupsi bulosa– Fotosensitifitas– Erupsi obat
11
- UrtikariaSusunan sarafpusat– Sakit kepala– Dizziness– Confusion– MualDarah:– Anemia aplastik– Aplasia eritrosit– Trombositopeni– Neutropeni– Anemia hemolitikParu-paru– Bronkospasme– Oedema paruSistemik– Reaksi anafilaktikSistim kardiovaskuler:– Palpitasi– Tekanan darah tinggiLain-lain– Tinitus– Goiter
Antasid :
Antasid merupakan basa lemah yang bereaksi dengan asam lambung membentuk garam dan
air. Selain menetralkan asam lambung, antasid juga meningkatkan pertahanan mukosa
lambung dengan memicu produksi prostaglandin pada mukosa lambung.
Obat antasid dapat digolongkan menjadi :
- Antasid dengan kandungan alumunium dan magnesium (alumunium
hidroksida, magnesium hidroksida, trisilikat),
- Antasid dengan kandungan natrium bikarbonat,
- Antasid dengan kandungan bismuth dan kalsium.
- Simetikon ditambahkan pada antasid untuk meringankan rasa kembung.
Indikasi :
Gangguan pencernaan, rasa panas pada ulu hati, lambung perih, meredakan hiperasiditas
yang berhubungan dengan tukak lambung, gastritis, esofagitis peptik & hernia hiatal;
12
meredakan gejala kembung, nyeri perut akibat penimbunan gas pasca operasi, untuk
pemeriksaan endoskopi.
Efek Samping :
perut akan rentan terhadap mikroorganisme berbahaya
defisiensi kalsium.
Banyak antacid yang mengandung aluminium,logam ini toksik diduga berperan dalam
berbagai penyakit seperti Alzheimer, gangguan jantung, penyakit tulang serta paru.
Menurunkan absorpsi zat besi, asam lambung berperan dalam pengabsorpsian zat besi
anorganik.
4. Mekanisme Lemah
Etiologi
alergi yang memicu asthma dan demam
Anemia (iron deficiency anemia)
Nyeri yang menetap
Gangguan tidur, seperti: insomnia, obstructive sleep apnea, atau narcolepsy
Underactive thyroid atau overactive thyroid
penggunaan alcohol atau obat-obatan terlarang seperti cocaine, khususnya pada
penggunaan regular.
Fatigue juga bisa berhubungan dengan beberapa penyakit
Addison's disease
Anorexia or other eating disorders
Arthritis, including juvenile rheumatoid arthritis
Autoimmune diseases such as lupus
Cancer
Chronic liver or kidney disease
Congestive heart failure
Diabetes
Infection, seperti bacterial endocarditis (menginfeksi otot dan katup jantung), parasitic
infections, AIDS, tuberculosis dan mononucleosis
Malnutrition
13
Pada kasus ini lemah disebabkan karena anemia
Defisiensi besi, yang pada awalnya disebabkan karena adanya perdarahan kronik
akibat penggunaan obat-obatan NSAID, menimbulkan penurunan fungsi mioglobin, enzim
sitokrom dan gliserofosfat oksidase, menyebabkan gangguan glikolisis yang berakibat
penumpukan asam laktat sehingga mempercepat kelelahan otot. Hal yang terus berlangsung
ini mengakibatkan kelemahan pada pasien.
Mekanisme
5. Hubungan Nyeri epigastrik dengan lemah
Tidak ada hubungan.
Hubungan yang ada yakni : Perdarahan karena terjadi ulcus pepticum yang
menyebabkan keadaan anemia yang dengan gejala klinis lemah pada Tuan Malik
14
Penggunaan OAIN
Menyebabkan tukak lambung
perdarahanBanyak
kehilangan darah
besi di dalam tubuh ↓
Gangguan pembentukan
Hb
Supply oksigen ke jaringan ↓
weakness dan fatigue
15
Pasien mengalami RA
Pengguanaan NSAID menahun ex:salisilat (aspirin)
Mengahambat biosintesis tromboksan A2 (TXA2)
↓ system pertahanan gastroduodenal
Menumpuk pada sel yang bersifat asam (lambung)
Gangguan fungsi trombosit ↑ sifat korosif pepsin & HCl Dilusi asam lambung ke mukosa
Waktu perdarahan memanjang Ulkus peptikum Iritasi lokal (lambung)
Perdarahan kronik GI tract symptoms
Fe terbuang bersama darah Penggunaan antasida
Menetralkan asam lambung
pH lambung ↑
Absorpsi Fe terganggu
↓ serum besi
↓ sintesis heme
↓ pembentukan Hb
Anemia defisiensi besi
↓ oksigenasi jaringan
↑ metabolisme anaerob ↓ metabolisme aerob
↓ ATP
Lemah
↑ penimbunan asam laktat
Mudah lelah
Penurunan kadar Hb
anemia
Vol. darah akan <<
6. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Skenario Normalnya Interpretasi
Keadaan umum Pale, fatique
-
Tanda-tanda adanya anemia
Pale : pucat, menandakan aliran
darah kejaringan perifer berkurang
atau berkurangnya kadar hemoglobin
dalam darah.
Fatique : Lelah, terjadi karena
berkurangnya darah ke jaringan perifer
menyebabkan pengangkutan oksigen
oleh sel darah merah (Hb) pun
berkurang. Akibatnya, jaringan
kekurangan oksigen dan proses
katabolisme untuk menghasilkan ATP
lebih banyak terjadi secara anaerob
sehingga ATP yang dihasilkan lebih
sedikit dan pe>> penimbunan asam
laktat..
Heart rate 90 x/m 60-100 x/m Normal
Respiration rate 22 x/m 16-24 x/m Normal
Suhu 36,6 ˚ C 36,5 – 37,5 ˚ C Normal
Tekanan darah 120/80 mmHg 90-130 / 70-90 Normal
Liver & Spleen Tidak teraba Tidak teraba Normal
Lymphadenopaty - - Normal
Epigastric pain
+ -
Adanya gangguan (inflamasi) pada
organ-organ yang ada di daerah
epigastrik, seperti gaster.
16
Cheilitis
+ -
Radang pada mukosa bibir atau sudut
mulut yg bisa disebabkan def besi, def
B12, alergi obat, infeksi, ataupun
karena squamous cell carcinoma.
Cheilitis (+) pada :
anemia defisiensi vitamin B12
anemia defisiensi besi
gejala dari alergi
penggunaaan obat isotretinoin
lesi pre-malignan dari squamous
cell carcinoma
Dalam kasus ini dapat terjadi karena
berkurangnya enzim yang mengadung
zat besi, yang fungsi normalnya
dalahnya melindungi mukosa daerah
mulut maupun bibir dari peradangan.
Koilonychias
+ -
Kuku rapuh, bergaris vertical dan
cekung seperti sendok. Tanda khas
pada def besi tetapi dapat juga
disebabkan oleh disfungsi tiroid,
penyakit ginjal, gg sirkulasi
peripheral, SLE, Hemochromatosis,
Reynaud’s disease, dan trauma.
17
7. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan Normal Pada
kasus
Interpretasi
Hb (gr/dl) 13.5-17 6.2 g/dL Anemia akibat pembentukan Hb berkurang akibat
cadangan besi yang kosong.
Kriteria anemia menurut WHO:
1. Laki-laki dewasa Hb < 13 g/dl
2. Wanita dewasa tidak hamil < 12 gl/dl
3. Wanita Hamil < 11 g/dl
Untuk keperluan klinis ( RS atau praktek dokter) di
Indonesia dan Negara berkembang lainnya, criteria
18
WHO sulit digunakan karena tidak praktis.
Di Indonesia, diambil jalan tengah dengan memakai
criteria Hb < 10 g/dl sebagai awal dari work up
anemia.
Derajat Anemia :
1. Ringan sekali : Hb 10 g/dl
2. Ringan : Hb 8 g/dl – Hb 9.9 g/dl
3. Sedang : Hb 6 g/dl – Hb 7.9 g/dl
4. Berat : Hb < 6 g/dl
*Pada kasus ini anemia derajat sedang
MCV (mm3) 80-90 62 fL Menurun. Interpretasinya adalah ukuran eritrosit lebih
kecil dari normal atau mikrositik.
Eritrosit mikrositik; terdapat pada pasien anemia
defisiensi besi, keganasan, arthritis rematoid,
talasemia, anemia sel sabit, HBC, keracunan timah
dan radiasi
MCH 27-31 26 Menurun; interpretasinya adalah rata-rata kadar Hb
per RBC berkurang atau anemia hipokromik.
penurunan MCH terdapat pada anemia mikrositik,
anemia hipokromik
MCHC 32-36 30 Menurun. Terjadi penurunan Kadar Hb dalam eritrosit
Blood Smear
Anisocytosis Variasi ukuran sel darah merah abnormal (bermacam-
macam).
Merupakan tanda awal defisiensi besi.
Hypochrome
microcyter
Sel darah merah dapat menjadi hipokromik sebagai
akibat dari masalah dalam produksi hem, seperti pada
anemia defisiensi besi, berkurangnya persediaan besi
(seperti pada anemia penyakit kronis), atau gangguan
metabolisme besi (misalnya pada anemia
19
sideroblastik).
Poikilocytosis Variasi dalam bentuk sel darah merah.
Fecal Occult Blood
- + Adanya perdarahan saluran cerna, akibat ulkus
peptikum
Others
Serum iron 50-150 6 Besi serum menurun, anemia defisiensi zat besi.
Perdarahan menahun menyebabkan serum besi
menurun.
Iron-binding
capacity
250-370 450 ↑, menandakan terjadinya anemia defisiensi zat besi
saturation 20-45% 1.3% ↓, Menunjukkan kekurangan simpanan zat besi
Ferritin 15-400 12 Menurun. Decreased: iron deficiency anemia (earliest
sign).
menunjukkan cadangan besi pada sumsum tulang
menurun.
8. DD
Anemia defisiensi
Besi
Anemia Karena penyakit kronik
Trait Thalasemia Anemia Sideroblastik
Lemah + + + +
Anemia Ringan-berat Ringan Ringan Ringan-berat
MCV ↓ ↓/N ↓ ↓/N
MCH ↓ ↓/N ↓ ↓/N
Elektroforesis Hb N N Hb A2 dan Hb.F ↑ N
Besi Serum ↓ ↓ N/↑ N/↑
TIBC ↑ ↓ N/↑ N/ ↓
Saturasi transferin ↓ ↓ ↑ ↑
20
cad. Besi Sumsum
tulang
- + + kuat + dan cincin
sideroblast
Protoporfirin eritrosit ↑ ↑ N N
Serum feritin ↓ N ↑ ↑
Target sel + + - -
Basophilic stippling + - - -
Klasifikasi Defisiensi Besi Menurut Beratnya Defisiensi :
1) Deplesi Besi
Cadangan besi menurun, tetapi penyediaan besi untuk eritropoesis belum terganggu
2) Eritropoesis Defisiensi Besi
Cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum
timbul anemia secara laboratorik
3) Anemia defisiensi besi
Cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi
9. Penegakan Diagnosa
Anamnesis
Ada keluhan lemah
Gejala nyeri epigastrium jangka panjang, gastropathy
Mengkonsumsi NSAID dalam jangka panjang
Pemeriksaan fisik
Penampakan pucat dan lemah
Adanya cheilitis
Adanya koilonychias
Gejala lainnya :
Atrofi papil lidah
Dysfagia
Atrofi mukosa gaster
pica
Pemeriksaan laboratorium
Penurunan hemoglobin
Penurunan MCV, MCH dan MCHC
21
Pada blood smear ditemukan: anysocytosis, hypochrome microcyter,
poikilocytosis
Adanya darah pada peemeriksaan feses
Penurunan serum iron, saturasi transferin dan ferritin
Peningkatan TIBC
Lainnya : adanya peningkatan reseptor transferin dalam serum
Terdapat tiga tahap diagnosis Anemia defisiensi besi (ADB)
Mengukur adanya anemia dengan mengukur hemoglobin dan hematokrit, memastikan adanya
defisiensi besi, menentukan dari penyebab defisiensi besi.
Untuk tahap 1 dan 2
Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan sel darah tepi, atau MCV , 80 fl dan
MCHC < 31 % dengan dengan salah satu dari berikut ini
Dua dari 3 parameter di bawah ini :
Besi serum < 50 mg/dl
TIBC > 350 mg/ dl
Saturasi transferin < 15 %
Feritin serum < 20 mg/ l
Pengecatan sum-sum tulang dengan biru prusia menunjukkan cadangan besi negative
Dengan pemberian sulfat ferosus 3 x 200 mg/hari selama 4 minggu disertai kenaikan
kadar Hb > 2 g/ dl
Untuk tahap 3 ditentukan penyakit dasar yang menyebabkan defisiensi besinya
Untuk mencari sumber perdarahan, pasien laki-laki dapat dilakuakan pemeriksaan
feses untuk mencari telur cacing tambang
Jika tidak ditemukan dilakukan occult blood test. Jika terdapat dilakukan endoskopi
sal. Cerna atas atau bawah
10. Diagnosa Kerja
Anemia defisiensi besi e.c perdarahan saluran cerna e.c penggunaan obat NSAID
22
a. Epidemiologi
Merupakan anemia yang paling sering dijumpai terutama di Negara-negara tropik, oleh
karena sangat berkaitan erat dengan taraf social ekonomi. Mengenai > 1/3 penduduk dunia.
Wanita > laki-laki
indonesia africa America latin
Laki-laki dewasa 16-50% 6% 3%
Wanita tak hamil 25-48% 20% 17-21%
Wanita hamil 46-92% 60% 39-46%
b. Etiologi
1. perdarahan kronik :
a. saluran cerna : ulkus peptikum,infeksi cacing tambang, pemakaian salisilat atau
NSAID, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, dan hemoroid
b. saluran genitalia ♀ : menorrhagia
c. saluran kemih : hematuria
d. saluran napas : hemaptoe
2. Nutrisi :
a. makanan banyak serat (serat:inhibitor absorpsi besi)
b. rendah vit C (vit C : pemacu absorpsi besi)
c. Rendah makan daging dan ikan ( bioavailabilitas Fe tinggi )
3. kebutuhan ↑ :
a. prematuritas
b. anak dalam masa pertumbuhan
c. wanita hamil
4. gangguan absorpsi besi :
a. gastrektomi
b. penggunaan antasida => asam lambung menigkat sehingga terjadi gangguan
penyerapan besi,
c. kolitis kronik
Penyebab Anemia Defisiensi Besi pada kasus ini
Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari
saluran cerna : akibat dari tukak peptic
23
Gangguan absorpsi besi karena pengguanaan antacid bertahun-tahun
c. Faktor Risiko
Diet besi yang sedikit
Wanita usia produktif Kehilangan darah selama menstruasi
Ibu hamil/menyusui
Anak/remaja dalam masa pertumbuhan
Daerah sanitasi buruk infeksi cacing tambang
Status ekonomi rendah
Mengalami gangguan saluran pencernaan
d. Patogenesis
Gastritis erosive (gastropaty) menyebabkan terjadinya pendarahan, kemungkinan
pendarahannya kronis dan terus menerus. Karena besi paling banyak terkandung di
hemoglobin sel darah merah (65%) sehingga terjadi penurunan besi dalam serum dan
peningkatan iron binding capacity dengan saturasi yang rendah. Normalnya ketika
terjadi defisiensi besi maka akan ada kompensasi tubuh yaitu meningkatkan ikatan
antara protein pengatur besi (IRP) pada unsur respon besi (IRE) pada feritin dan
molekul messenger (m)RNA TfR ( reseptor transferin). Ikatan ini akan meningkatkan
reseptor transferin dan meningkatkan protein DMT-1 dan ferroportin yang berperan
dalam proses penyerapan besi dari usus ke plasma darah selain itu juga terjadi terjadi
mobilisasi feritin dengan mereduksi ferri menjadi ferro kemudian oksidasi besi tadi
dengan bantuan enzim ceruloplasmin sehingga besi akhirnya dalam bentuk ferri
sebelum berikatan dengan transferin plasma.Hal ini akan menyebabkan ferritin
(cadangan besi di jaringan) akan berkurang. Tetapi karena pendarahannya tetap dan
terus menerus dalam jangka waktu lama, pasien juga mengonsumsi antasida yang
dapat mengurangi penyerapan besi dan jumlah cadangan besi terus menurun maka
terjadilah defisiensi besi yang menyebabkan anemia hipokrom mikrositik.
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin
menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau
negative iron balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum,
peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang
negatif. Jika keadaan ini berlanjut terus maka penyediaan besi untuk eritropoesis
24
berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara
klinis belum terjadi , keadaan ini disebut iron deficient erythropoesis. Selanjutnya
timbul anemia mikrositik hipokromik yang disebut iron deficiency anemia. Pada saat
ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat
menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut, dan faring serta berbagai gejala lainnya.
e. Manifetasi Klinis
1. Gejala umum anemia
Disebut juga sindrom anemia, dijumpai pada nemia defisiensi besiJika kadar Hb turun
di bawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-
kunang, serta telinga mendenging.
2. Gejala khas akibat defisiensi besi, tak dijumpai pada jenis anemia lain :
a. Koiloninchya : kuku sendok (spoon nail) , kuku menjadi rapuh, bergaris-garis
vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok
b. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil
lidah menghilang
c. stomatitis angularis : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak
sebagai bercak berwarna pucat keputihan
d. disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
e. atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Peterson Kelly adalah kumpulan
gejala yang terdiri dari : anemia hipokrom mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.
f. Tatalaksana
Pengobatan
1. Terapi kausal
o Hentikan penggunaan NSAID karena penyebab anemia pada kasus adalah
pendarahan saluran cerna bagian atas dari ulkus peptikum yang disebabkan
pemakaian NSAID dalam jangka waktu lama
o Ganti jenis NSAID atau gunakan bersama dengan pemberian analog
prostaglandin E1 seperti misoprostol yang menghambat sekresi asam lambung
dan meningkatkan sekresi bikarbonat sehingga bisa melindungi lambung dari
kerusakan karena pemakaian NSAID
25
o Hentikan pemakaian antacids
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh
Pemberian preparat besi peroral (tidak cocok untuk kasus )
Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah dan
aman. Preparat yang mejadi pilihan pertama adalah ferrous sulphat karena
harganya yang lebih murah. Dosis 3 x 200 mg, dalam setiap 200 mg mengandung
66 mg besi elemental sehingga pemberian 3 x 200 mengakibatkan absorbsi 50 mg
per hari yang dapat meningkatkan eritopoesis dua sampai tiga kali normal.
Preparat lainnya adalah ferrous glukonat, ferrous fumarat dan ferrous suksiant
diabsorpsi sama baiknya tetapi lebih mahal.
Pemberian sebaiknya saat perut kosong tapi efek sampingnya lebih banyak
dibanding diberikan setelah makan. Efek samping pemberian zat besi peroral
dapat menimbulkan keluhan gastrointestinal berupa rasa tidak enak di ulu hati,
mual, muntah dan diare.
Pengobatan besi diberikan selama 3 sampai 6 bulan, ada juga 12 bulan, setelah
kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh.
Pemberian preparat besi parenteral (cocok untuk kasus ini ) :
Berikan terapi besi secara parenteral karena Mr. Malik sudah mengalami gangguan
gastrointestinal akibat penggunaan NSAID dalam jangka waktu yang lama.
Preparat yang tersedia yaitu iron dextran complex ( mengandung 50 mg besi/ml),
dosis yang diberikan tidak boleh lebih dari 100 mg per hari. Preparat yang lain yaitu
iron sorbitol citric acid complex, iron feirric glukonate dan iron sucrose.
Dosis yang dapat diberikan dapat dihitung melalui rumus dibaawah ini
iron to be injected (mg) = (15-pts Hb/g%/) x body weight (kg) x 3
Follow Up
Monitoring respon terhadap terapi besi
Respon baik jika retikulosit naik pada minggu pertama, menjadi normal setelah hari
10-14, diikuti kenaikan Hb 0,15 gr/hari atau 2 gr/dl setelah 3-4 minggu. Hb menjadi
normal setelah 4-10 minggu. Jika respon tidak baik perlu dipikirkan :
Kepatuhan pasien kurang
26
Dosis besi kurang
Masih ada perdarahan cukup banyak
Ada penyakit lain, seperti penyakit kronik, peradangan, menahun, atau pada
saat yang sama ada defisiensi asam folat
Diagnosis salah
Pencegahan
o Pendidikan kesehatan : penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan
yang membantu absorbsi besi
o Pemberian penghambat pompa proton sebelum penggunaan NSAID untuk
mencegah erosi mukosa lambung
o Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang
rentan seperti orang tua, penderita infeksi kronis, ibu hamil dan balita
o Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan
makan.
Diet
Diberi makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal dari protein
hewani.
Makanan yang kaya besi : daging(hati), ikan, telur(kuningnya), kacang-kacangan,
gandum, sayuran hijau
Tidak mengkonsumsi susu dan kopi dan the
Mengkonsumsi Vitamin C untuk meningkatkan absorpsi besi, diberikan 3x 100
mg per hari
g. Prognosis
Dubia et bonam
Anemia defisiensi besi merupakan kelainan yang dengan mudah dapat diobati
dengan hasil yang sangat baik. Tetapi prognosis tergantung dari penyebab anemia
itu sendiri.
h. Komplikasi
Gangguan pada struktur dan fungsi jaringan epitel
27
Cold intolerance
Gangguan vasomotor, neurologic pain, kesemutan dan tingling
Gangguan tingkah laku
Pertumbuhan anak terhambat
Kelainan neurologis, daya ingat ↓
Anemia yang parah dapat menyebabkan hipoksemia
Mudah mengalami infeksi
Daftar Pustaka
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. EGC: Jakarta.
28
Hoffbrand, A. V. , J.E. Pettit, P. A. H. Moss. Kapita Selekta Hematologi. 2005. Jakarta:
EGC
Ilmu Penyakit dalam Jakarta: Penerbit Buku Univertas Indonesia
Jones, C.Hughes dkk. Catatan Kuliah Hematologi Edisi 5. EGC: Jakarta.
Robbins, Kumar Cotran. Buku Ajar Patologi Vol.2. 2005. Jakarta: EGC
Sutedjo, AY. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalaui Hasil Pemeriksaan Lab.
29