Download - Laporan Pbl 7 Fix
LAPORAN PBL 7
BLOK NEUROLOGY AND SPECIFIC SENSE SYSTEMS
“Kupingku ...”
Tutor :
dr. Ika Murti
Kelompok IV
Gohlena Raja N.C. G1A009009
Istiani Danu P. G1A009018
Prasastie Gita W. G1A009023
David Santoso G1A009031
Famila G1A009044
Alfian Tagar A.P. G1A009064
Herlinda Yudi S. G1A009080
Dhayksa Cahya P. G1A009088
Rahma Dewi A. G1A009081
Semba Anggen R. G1A009085
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media dibagi atas
otitis media supuratif dan non-supuratif, dimana masing-masing memiliki bentuk
akut dan kronis.
Otitis media pada anak-anak sering disertai dengan infeksi pada saluran
pernafasan atas. Pada penelitian terhadap 112 pasien ISPA didapatkan 30%
mengalami otitis media akut dan 8% sinusitis. Epidemiologi seluruh dunia
terjadinya otitis medua berusia 1 tahun sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia
3 tahun sekitar 83%.
Resiko kekambuhan otitis media terjadi pada beberapa factor, antara lain usia
<5 tahun, infeksi pernafasan, perokok, dan laki-laki.
Kasus yang akan dibahas kali ini adalah mengenai seorang anak lelaki
berusia 6 tahun yang menderita otitis medua akut karena komplikasi dari rhinitis.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Informasi I
RPS
Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun, datang ke poliklinik diantar ibunya
dengan keluhan keluar cairan dari telinga kiri yang dirasakan sejak 2 hari yang
lalu. Cairan yang keluar berwarna putih, kenyal dan tidak berbau. Tiga hari yang
lalu pasien mengalami nyeri pada telinga kiri, namum sekarang nyeri sudah
hilang. Pasien juga mengeluh demam dan batuk pilek sejak 1 minggu yang lalu.
Keluhan adanya cairan pada telinga kali ini merupakan keluhan yang pertama kali
dirasakan. Pasien merupakan siswa kelas 1 Sekolah Dasar di kelurahan Berkoh.
Seminggu yang lalu, Ibu pasien juga mengalami keluhan batuk pilek yang disertai
demam.
Anamnesis
1. Identitas
Nama Pasien : An. Laki-laki
Umur : 6 tahun
2. RPS
Keluhan utama : keluar cairan dari telinga kiri
Onset : 2 hari yang lalu
Kronologis : 2 hari yang lalu, pasien mengeluarkan cairan putih, kenyal,
dan tidak berbau dari telinga kiri. Tiga hari yang lalu pasien
mengalami nyeri pada telinga kiri, namum sekarang sudah
tidak nyeri lagi. Pasien juga mengeluh demam dan batuk
pilek sejak 1 minggu yang lalu.
Gejala penyerta : nyeri pada telinga kiri, demam, batuk pilek.
RPK : ibu pasien mengalami batuk pilek disertai demam.
RPD : pasien belum pernah mengalami keluhan tersebut.
RPSos : siswa kelas 1 SD kelurahan Berkoh.
2
Identifikasi masalah
1. Anatomi telinga
2. Fisiologi pendengaran
3. Rhinitis
3
Analisis Masalah
1. Anatomi telinga
Telinga terdiri atas 3 bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga
dalam. Selain berfungsi sebagai organ pendengaran, telinga juga berperan
sebagai alat keseimbangan tubuh manusia. Telinga dipersarafi oleh saraf
cranial VII (N. Vestibulocochlearis) yang terbagi menjadi N. Vestibularis yang
bertugas mempertahankan keseimbangan tubuh dan N. Cochlearis yang
bertugas menyalurkan impuls pendengaran ke lobus temporal korteks serebri.
Bagian-bagian telinga yaitu: Telinga luar terdiri atas auricula yang merupakan
lempeng tulang rawan elastis tipis dilapisi kulit yang berfungsi mengumpulkan
getaran udara dan meatus acusticus externus yang merupakan suatu saluran
berbentuk tabung berkelok yang menghubungkan dan menyalurkan gelombang
suara dari auricula ke membrana tympani (Snell, 2006).
Telinga tengah merupakan suatu ruangan (celah) sempit berisi udara di dalam
pars petrossus os temporalis yang dilapisi oleh membrana mukosa. Ruangan
ini berisi tulang-tulang pendengaran (os maleus, os incus, dan os stapes) yang
berfungsi menyalurkan getaran dari membrana tympani ke perilimfe telinga
dalam. Selain itu di ruangan telinga tengah juga terdapat saluran eustachius
(tuba auditiva) yang menghubungkan telinga dalam dengan nasofaring dan
berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam cavum tympani dengan
nasofaring (Snell, 2006).
Telinga dalam merupakan bagian paling medial dari organ telinga yang
terdiri atas labyrinthus osseus yang tersusun atas sejumlah rongga di dalam
tulang dan labyrinthus membranaceus yang tersusun atas sejumlah saccus dan
ductus membranosa di dalam labyrinthus osseus. Labyrinthus osseus terdiri
dari vestibulum yang di dalamnya terdapat sacculus dan utriculus labyrinthus
membranaceus, canalis semicircularis yang di dalamnya terdapat ductus
semicircularis, dan cochlea (rumah siput). Sementara labyrinthus
membranaceus merupakan struktur yang terletak di dalam labyrinthus osseus
dan berisi endolimfe yang dikelilingi perilimfe. Struktur paling utama yang
ada pada labyrinthus membranaceusi adalah utriculus dan sacculus. Sacculus
merupakan struktur berbentuk bulat dan berhubungan dengan utriculus yang
4
merupakan bagian terbesar dari 2 buah sacculus yang ada. Canalis
semicircularis bersama dengan sacculus dan utriculus membentuk apparatus
vestibularis yang berfungsi untuk mendeteksi posisi dan gerakan kepala serta
penting untuk keseimbangan dan koordinasi gerakan kepala, mata, dan tubuh.
Sedangkan cochlea berperan pada proses pendengaran pada manusia (Snell,
2006).
Snell, R.S. 2006. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Ed. 5.
Jakarta: EGC.
2. Fisiologi pendengaran
a. Gelombang suara disalurkan ke membrane timpani
b. Membran timpani bergerak menggetarkan ossicula auditiva ke oval
window
c. Terbentuk gelombang tekanan pada perilimfe skala vestibular round
window tertekan ketika stapes bergerak masuk
d. Gelombang tekanan menekan membrane basillaris
5
e. Menggerakkan sel rambut menekan membrana tectorial buka kanal
ion membrane plasma sel rambut jalarkan impuls
3. Informasi diteruskan lewat neuron bipolar ganglia spiralis cabang
cochlear N. VIII nuclei cochlear di medulla oblongata
4. Informasi diteruskan ke colliculus inferior mesencephalon nucleus
geniculatum medial thalamus capsula interna crus posterior
radiation acustica cortex cerebri lobus temporalis area 41
5. Informasi diolah menjadi penginterpretasian suara.
3. Rhinitis
Rhinitis dibagi menjadi rhinitis akut dan kronik. Rhinitis akut dibagi
menjadi rhinitis akut simpleks, common cold, dan coryza, sedangkan rhinitis
kronik dibagi menjadi rhinitis spesifik dan nonspesifik.
Secara klinis, rhinitis akut terbagi dalam 4 stadium, yaitu:
1. Stadium iskemi, terjadi 2-3 hari setelah masa inkubasi. Merasa panas di
nasofaring, gatal di mukosa hidung, dan bersin-bersin.
1. Stadium hiperemis, terjadi dalam beberapa jam, rinorea yang awalnya
bersifat serous menjadi mukus, sering ada demam dan hidung tersumbat.
2. Stadium infeksi sekunder, rhinorea yang keluar berupa discharge
kekuningan sampai kehijauan, kental, sering ada sakit tenggorokan
3. Stadium resolusi, terjadi 4-10 hari setelah masa inkubasi apabila daya
tahan tubuh baik.
Informasi 2
RPD
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat kejang sebelumnya disangkal
Riwayat trauma disangkal
Sasaran Belajar
6
1. Sekret telinga yang berbau
Penampilan sekret yang dikeluarkan dari telinga perlu diperhatikan. Sekret
yang berwarna hijau kebiruan menandakan Pseudomonas sebagai kuman
penyebab, sekret yang kuning pekat sering kali disebabkan oleh
Staphylococcus, dan sekret yang berbau busuk sering kali mengandung kuman
anaerob.
2. Pemeriksaan Otoskopi dan Interpretasi
a. Cara Pemeriksaan
a. Menggunakan otoskop (untuk memeriksa telinga kanan penderita,
otoskop dipegang tangan kanan begitu sebaliknya)
b. Memasukan spekulum otoskop dengan lembut ke dalam liang telinga
c. Tangan yang memegang otoskop bersandar pada kepala penderita;
tangan yang tidak memegang mengatur posisi aurikula
d. Mengarahkan spekulum otoskop ke arah anterior, kemudian menilai
membran tympani (cone of light membran tympani)
(Boies, 1997)
b. Interpretasi
A. Stadium oklusi
Membran timpani tamoak normal/ keruh pucat
B. Stadium hiperemis
Pembuluh darah melebar di membran timpani/ seluruhnya tampak
hiperemis dan edema.
C. Stadium supurasi
Edema hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superficial dan terbentuk eksudat purulen di cavum timpani. Membran
timpani menonjolkeluar (bulging) kearah telinga.
D. Stadium perforasi
Membran timpani ruptur
E. Stadium resolusi
Sekret berkurang dan akhirnya kering.
(Boies, 1997)
7
3. Histologi Organ Pendengaran
Telinga luar, terdiri dari (Junqueira, 2007) :
1. Aurikula
Dibungkus oleh perikondrium yang mengandung serat elastic
Terdiri dari tulang rawan elastic
Jaringan kulit tipis, posterior lebih tebal dari anterior
Folikel rambut, glandula sudorifera
Lobus aurikula jaringan adiposa
2. Meatus akustikus eksternus
Sepertiga bagian luar berupa tulang rawan elastis, dua pertiga bagian
dalam bagian dari os temporal
Kulitnya dilapisi oleh perikondrium dan perioestium
sepertiga luar dilapisi oleh rambut kasar
Meatus akustikus eksternus mengandung kelenjar sebasea dan kelenjar
seruminosa (modifikasi glandula sudorifera tubuler bergelung,
apokrin) yang menyekresikan serumen yang bersifat bakterisid dan
berwarna kecoklatan
Lumen kelenjar besar dan epitelnya selapis gepeng
3. Membran Timpani
Semi transparan , lonjong dan seperti kerucut
Terdiri dari dua lapisan berupa serat kolagen dan fibroblast serta jalinan
tipis serat elastik (bagian luar radial dan bagian dalam melingkar)
Bagian luar membran timpani dilapisi kulit tipis tanpa rambut /
kelenjar, didalamnya dilapisi mukosa dengan sel epitel gepeng, lamina
propria tipis dan sedikit serat kolagen dan kapiler
Pars flaccid/membran Shrapnell: kuadran anterosuperior, daerah
segitiga kecil yang lunak, tidak terdapat serat kolagen.
Pars tensa: bagian terbesar di luar pars flaccid
Telinga tengah, terdiri dari (Junqueira, 2007) :
1. Kavum Timpani
8
Dilapisi mukosa yang terdiri dari epitel selapis gepeng di dekat muara
tuba eustachius, sel kuboid silia di bagian tepi, lamina propria tipis,
dan periosteum
Isi: udara
Posterior: berhubungan dengan ruangan-ruangan processus mastoideus
Anterior: berhubungan dengan tuba Eustachii
2. Ossicula auditiva (tulang pendengaran)
terdiri dari 3 tulang yang menghubungkan membrana timpani dengan
foramen ovalis: os maleus, os incus, os stapes
dihubungkan oleh sendi diartrosis dan disokong oleh ligamentum halus
memiliki fungsi meneruskan getaran dari membrana timpani ke cairan
di telinga dalam
3. Tuba eustachius
Merupakan saluran antara bagian anterior kavum timpani dan
bagian lateroposterior nasofaring dengan lumen sempit dan gepeng.
Sepertiga anterior disokong oleh tulang, di dua pertiga posterior dilapisi
oleh tulang rawan dan di lateral dilapisi oleh jaringan ikat fibrosa. Hampir
seluruh tuba dilapisi oleh tulang rawan elastin, tetapi di dekat ujung faring
dilapisi tulang rawan hialin. Bagian tulang tuba relatif tipis, terdiri dari
epitel kolumnar rendah bersilia selapis atau berlapis, lamina propria tipis.
Bagian tulang rawan , terdiri dari sel kolumnar tinggi bersilia dan di
lamina propria banyak limfosit. Mukosa dekat nasofaring: kelenjar
tubuloalveolar, sel goblet, limfosit.
Fungsi abnormal tuba Eustachius merupakan faktor yang penting
pada otitis media. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan
rongga telinga tengah dengan nasofaring, yang terdiri atas tulang rawan
pada dua pertiga ke arah nasofaring dan sepertiganya terdiri atas tulang
(Djaafar, 2007).
Tuba Eustachius biasanya dalam keadaan steril serta tertutup dan
baru terbuka apabila udara diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada
saat mengunyah, menelan dan menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh
kontraksi muskulus tensor veli palatini apabila terjadi perbedaan tekanan
9
telinga tengah dan tekanan udara luar antara 20 sampai dengan 40 mmHg.
Tuba Eustachius mempunyai tiga fungsi penting, yaitu ventilasi, proteksi,
dan drainase sekret. Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara
dalam telinga tengah selalu sama dengan tekanan udara luar. Proteksi,
yaitu melindung telinga tengah dari tekanan suara, dan menghalangi
masuknya sekret atau cairan dari nasofaring ke telinga tengah. Drainase
bertujuan untuk mengalirkan hasil sekret cairan telinga tengah ke
nasofaring (Djaafar, 2007; Kerschner, 2007).
Telinga dalam, terdiri dari (Junqueira, 2007) :
1. Labirin oseosa
a. Vestibulum
b. Saluran semisirkularis tulang
c. Cochlea
2. Labirin membranosa
a. Utrikulus
Lapisan luar : lapisan fibrosa
Lapisan tengah : jaringan ikat vaskular halus
Lapisan dalam : sel gepeng dan kuboid rendah
*Pada daerah khusus terdapat :
Sel gelap : inti tidak teratur, sitoplasma mengandung vesikel
bersalut , vesikel licin dan sedikit lipid
Sel terang : terdapat sedikit mikrovili , sitoplasma mengadung
sedikit ribosom dan mitokondria
b. Sakulus
Makula sakuli – duktus sakulus dan utrikulus menyatu menjadi duktus
endolimfatikus dilapisi oleh epitel kuboid sampai gepeng, dekat ujung
ada kolumnar tinggi berupa sel gelap dan sel terang.
c. Duktus semisirkularis (anterior, posterior dan lateral) , berisi cairan
endolimfe
10
Pada duktus semisirkularis mengalami pelebaran yang disebut ampula
dan berisi krista ampula. Krista ampula mengandung epitel sensoris ,
terbagi dua : sel rambut dan sel penyokong
3. Koklea
Skala vestibuli : dinding dilapisi jaringan ikat tipis dengan epitel
selapis gepeng
Skala media : dibentuk oleh stria vascularis dengan epitel bertingkat
dan mengandung anyaman kapiler intraepitelial yang terbentuk dari
pembuluh-pembuluh darah yang mendarahi jaringan ikat di
ligamentum spirale.
Skala timpani : dilapisi jaringan ikat tipis dengan epitel sepalis gepeng
4. Organ Corti
Mengandung sel rambut yg berespon terhadap frekuensi suara
berbeda.suara berbeda. 3 - 5 sel rambut luar & 1 baris sel rambut
dalam.3 - 5 sel rambut luar & 1 baris sel rambut dalam.
Kedua jenis sel rambut berupa sel silindris dengan inti di kedua jenis
sel rambut berupa sel silindris dengan inti dibasal, & banyak
mitokondria.
Ciri khas dari sel ini: susunannya berbentuk huruf W
Sel rambut luar & dalam memiliki ujung saraf afferen &efferen.
Badan sel dari neuron bipolar afferen organ corti terletak dalam pusat
tulang pada modiolus dan membentuk ganglion spiralis.
Informasi 3
Pemeriksaan Otoskopi
Telinga kanan Telinga kiri
Aurikula Edema (-), hiperemi (-),
massa (-)
Edema (-), hiperemi (-),
massa (-)
Pre-aurikula Edema (-), hiperemi (-),
massa (-), fistula (-),
abses (-)
Edema (-), hiperemi (-),
massa (-), fistula (-),
abses (-)
Retro-aurikula Edema (-), hiperemi (-), Edema (-), hiperemi (-),
11
massa (-), fistula (-),
abses (-)
massa (-), fistula (-),
abses (-)
Palpasi Nyeri pergerakan
aurikula (-), nyeri tekan
tragus (-)
Nyeri pergerakan
aurikula (-), nyeri tekan
tragus (-)
MAE Edema (-), hyperemia (-),
serumen (-), furunkel (-)
Edema (-), hyperemia (-),
serumen (-), secret (+)
berwarna putih dan
kental, furunkel (-)
Membran timpani Intak, berwarna putih,
conus of light (+)
Perforasi (+) sentral aktif,
conus of light (-)
Interpretasi info 3:
Pada aurikula, pre aurikula, retro aurikula dan palpasi semua dalam keadaan
normal baik telinga kanan maupun telinga kiri. Pada meatus acusticus eksterna
telinga kiri didapatkan secret (+) berwarna putih kental yang menandakan adanya
otore, sedangkan MAE telinga kanan normal. Pada membran timpani telinga
kanan terdapat perforasi (+) sentral yang menandakan terdapat lubang ditengaj
pada membran timpani, aktif yang menagrtikan terus keluar sekret berwarna putih
dari telinga kanan. Conus of light (+) pada telinga kiri kemungkinan disebabkan
oleh adanya cairan yang keluar terus sehingga menyebabkan conus of light (-).
Dari informasi 5 ini didapatkan bahwa terdapat kelainan pada telinga kiri.
Informasi 4
Tes Pendengaran
Kanan Kiri
Rinne + -
Weber Lateralisasi ke kiri
Schwabach Sama dengan pemeriksa memanjang
Interpretasi Info 4:
Tes schwabach memanjang yang artinya terdapat tuli konduktif pada telinga kiri.
12
Informasi 5
Pemeriksaan Hidung dengan Rhinoskopi Anterior
Cavum Nasi Kanan Cavum Nasi Kiri
Mukosa Hidung Hiperemis (+), secret (+),
mucus purulen, massa (-)
Hiperemis (+), secret (+),
mucus purulen, massa (-)
Konkha Udem (+), hipertrofi (+) Udem (+), hipertrofi (+)
Interpretasi Info 5
Dari informasi 5 didapatkan konkha hipertrofi (+) yang menandakan bahwa
rhinitis sudah kronik.
4. Otitis Media Akut
a. Definisi
Otitis media akut ialah peradangan telinga tengah yang mengenai sebagian
atau seluruh periosteum dan terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu.
Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau
sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta
otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani (Kerschner, 2007).
b. Etiologi
a. Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut
penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri
piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi
telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non-patogenik karena
tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri
penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae
(40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella
catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen
yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic),
13
Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif (Mansjoer, 1999).
Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak ditemukan
pada anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit.
Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis
mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan
yang dijumpai pada anak-anak. Sumbatan pada tuba eustachius
merupakan penyebab utama dari otitis media. Pertahanan tubuh pada
silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi
kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga
merupakan salah satu faktor penyebab yang paling sering. Pada anak-
anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan
terjadinya otitis media akut (Kerschner, 2007).
b. Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri
atau bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling
sering dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus
(RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira
10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus.
Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius,
menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri,
menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme
farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik
polymerase chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked
immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari
cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus
(Buchman, 2003).ba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak
horisontal (Djaafar, 2007).
c. Epidemiologi
Hampir 85% anak mempunyai paling sedikit satu episode otitis media akut
pada umur 3 tahun, dan 50% anak akan mempunyai dua episode atau lebih.
Bayi dan anak kecil berisiko paling tinggi untuk otitis media, frekuensi
14
insiden adalah 15-20% dcngan puncak terjadi dari umur 6-36 buIan dan 4-6
tahun. Anak yang menderita otitis media pada umur tahun pertama
mempunyai kenaikan risiko penyakit akut kumat atau kronis. Sesudah
episode pertama. sekitar 40% anak menderita efusi telinga-tengah yang
menetap selama 4 minggu dan 10% menderita efusi yang masih ada pada 3
bulan. Insiden penyakit cenderung menurun sebagai fungsi dari umur
sesudah umur 6 tahun. Insiden tinggi pada laki-laki, kelompok sosio-
ekonomi yang lebih rendah, suku aslii Alaska, suku asli Amerika, dan lebih
tinggi pada orang kulit putih daripada orang kulit hitam. Insiden juga
beitambah pada musim dingin (winter) dan awal musim semi luar negeri
(Behrman, 2000).
d. Faktor risiko
Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin,
ras, faktor genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu
ibu (ASI) atau susu formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak
lain, abnormalitas kraniofasialis kongenital, status imunologi, infeksi
bakteri atau virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius,
inmatur tuba Eustachius dan lain-lain (Kerschner, 2007).
Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan
insidens OMA pada bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh
struktur dan fungsi tidak matang atau imatur tuba Eustachius. Selain itu,
sistem pertahanan tubuh atau status imunologi anak juga masih rendah.
Insidens terjadinya otitis media pada anak laki-laki lebih tinggi dibanding
dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras Native American, Inuit, dan
Indigenous Australian menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi
dibanding dengan ras lain. Faktor genetik juga berpengaruh. Status
sosioekonomi juga berpengaruh, seperti kemiskinan, kepadatan penduduk,
fasilitas higiene yang terbatas, status nutrisi rendah, dan pelayanan
pengobatan terbatas, sehingga mendorong terjadinya OMA pada anak-
anak. ASI dapat membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh karena itu,
anak-anak yang kurangnya asupan ASI banyak menderita OMA.
15
Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak mengalami OMA yang
lebih signifikan dibanding dengan anak-anak lain. Dengan adanya riwayat
kontak yang sering dengan anak-anak lain seperti di pusat penitipan anak-
anak, insidens OMA juga meningkat. Anak dengan adanya abnormalitas
kraniofasialis kongenital mudah terkena OMA karena fungsi tuba
Eustachius turut terganggu, anak mudah menderita penyakit telinga
tengah. Otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat
infeksi saluran napas atas, baik bakteri atau virus (Kerschner, 2007).
e. Klasifikasi
Otitis media terbagi atas :
a. Otitis media supuratif, terdiri dari :
1) Otitis Media Supuratif akut = otitis media akut
(OMA)
1) Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK/OMP)
b. Otitis media non supuratif, terdiri dari :
1) Otitis Media Serosa Akut (barotraumas)
1) Otitis Media Serosa Kronis
(Djaafar, 2007)
f. Patogenesis dan Patofisiologi
Terjadinya insiden otitis media akut pada anak cukup tinggi. Hal
ini dikarenakan kombinasi beberapa faktor, yang perlu diperhatikan adalah
disfungsi tuba eustachii dan kerentanan anak terhadap infeksi saluran
pernapasan atas. Tuba eustachii membuka ke dalam ruang telinga tengah
anterior dan menghubungkan struktur tersebut dengan nasofaring. Epitel
yang melapisinya adalah epitel saluran pernapasan dan dikelilingi oleh
tulang serta sebagian besar oleh kartilago. Tuba eustachii pada anak
berbeda dengan dewasa. Tuba eustachii pada anak berstruktur lebih
horizontal, pendek, dan lebar (Behrman, 2000).
Tuba eustachii secara normal tertutup pada saat istirahat dan
terbuka pada saat menelan atau menguap karena kerja otot tensor veli
16
palatini, yang berasal dari dasar tengkorak dan berinsersi di sebelah lateral
ke dalam palatum mole. Tuba eustachii melindungi telinga tengah dari
sekresi nasofaring, yang memberikan drainase sekresi dari dalam telinga
tengah ke dalam nasofaring, dan memungkinkan keseimbangan tekanan
udara dengan tekanan atmosfer pada telinga tengah. Obstruksi mekanik
atau fungsional tuba eustachii dapat mengakibatkan efusi telinga tengah,
Obstruksi mekanik intrinsik dapat merupakan akibat dari infeksi atau
alergi, sedangkan obstruksi ekstrinsik dapat disebabkan kareba adenoid
obstruktif atau tumor nasofaring. Kolaps yang menetap pada tuba eustachii
selama menelan dapat mengakibatkan obstruksi fungsional akibat
pengurangan kekakuan tuba, dan mekanisme pembukaan yg tidak efisien
atau keduanya. Obstruksi fungsional yang sering terjadi pada bayi dan
anak disebabkan karena jumlah kekakuan dan kartilago yang mendukung
tuba lebih sedikit daripada jumlah dan kekakuannya pada anak yang lebih
tua dan prang dewasa. Karena tuba eustachii sangat berhubungan dengan
otot-otot yang melekat pada palatum mole dan karena itu merupakan
bagian dan dasar tengkorak, penderita dengan anomali atau kelainan pada
daerah ini seperti palatum mole pemderita penderita dan anak dengan
sindrom Down, mempunya insiden yang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan disfungsi tuba eustachii dan otitis media kronis dengan efusi
(Behrman, 2000).
Obstruksi tuba eustachii mengakibatkan tekanan telinga tengah
negatif dan jika menetap mengakibatkan efusi telinga tengah transudatif.
Drainase efusi terhambat oleh pengangkutan mukosiliare yang terganggu
dan oleh tekanan negatif terus-menerus. Bila tuba eustachii tidak secara
total terobstruksi secara mekanik, kontaminasi ruang telinga tengah dari
sekresi nasofaring dapat terjadi karena refluks (terutama bila membrana
timpani mengalami perforasi atau bila ada timpanoplasti tuba) karena
aspirasi (dari tekanan telinga tengah yang sangat negatif) atau karena
peniupan (insufflasi) selama menangis, penutupan hidung, bersin, dan
penelanan bila hidung terobstruksi. Perubahan cepat tekanan sekelilingnya
atau barotrauma selama menyelam air yang dalam atau terbang dapat juga
17
mengakibatkan efusi telinga tengah akut yang dapat hemorragik. Bayi dan
anak kecil mempunyai tuba eustachii yang lebih pendek, daripada anak
yang lebih tua dan oarng dewasa, yang membuatnya lebih rentan terhadap
refluks sekresi nasofaring ke dalam ruang telinga tengah dan terhadap
perkembangan otitis media akut (Behrman, 2000).
Anak kecil memiliki frekuensi tinggi dalam infeksi virus saluran
pernapasan atas. Infeksi ini mungkin menyebabkan edema mukosa tuba
eustachii sehingga menycbabkan penambahan disfungsi tuba eustachii.
Pembesaran reaktif jaringan limfoid, seperti adenoid atau jaringan pada
orifisium tuba eustachii. dapat juga secara mekanik menyekat fungsi tuba
dan mcmberikan tempat radang. Adanya infeksi virus terbukti menambah
adhesi bakteria pada jaringan nasofaring (Behrman, 2000).
Otitis media akut memiliki beberapa stadium klinis antara lain :
1. Stadium oklusi tuba eustachius
a. Terdapat gambaran retraksi membran timpani.
b. Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat
c. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus.
2. Stadium hiperemis
a. Pembuluh darah tampak lebar dan edema pada
membran timpani.
b. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang
serosasehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
a. Membran timpani menonjol ke arah luar.
b. Sel epitel superfisila hancur.
c. Terbentuk eksudat purulen di kavum timpani.
d. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri
di telinga tambah hebat.
4. Stadium perforasi
a. Membran timpani ruptur.
b. Keluar nanah dari telinga tengah.
c. Pasien lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
18
5. Stadium resolusi
a. Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan
akan normal kembali.
b. Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan
mengering.
c. Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi rendah dan
daya tahan tubuh baik.
(Iskandar, 2006)
19
20
Perforasi membran timpani
21
Perforasi membran timpani
Patogenesis dan Patofisiologi (otorrhoae dan nyeri telinga)
Saluran pernafasan terinfeksi kuman patogen
kuman patogen menginfeksi nasofaring
infeksi menyebar ke OFTA, masuk ke tuba eustachius (pada anak-anak lebar,
pendek, horizontal)
edema mukosa nasofaring dan tuba eustachius
oklusi tuba eustachius
gangguan ventilasi gangguan drainase
udara tidak dapat masuk ke sekret dan cairan
telinga tengah di telinga
tengah tidak
dapat dialirkan
ke tuba
eustachius
O2 tidak terabsorbsi ke telinga
tengah
tekanan negatif di telinga tengah
+ keadaan anaerob
Retraksi membrana timpani
cairan dan sekret (serous) terakumulasi di telinga tengah, serta
22
Stadium Oklusi
Stadium Hiperemis
vasodilatasi pembuluh darah membrana timpani sebagai respon inflamasi
Peningkatan laju pertumbuhan kuman
Transudasi cairan dan sekret di telinga tengah
Penekanan dan penonjolan membran timpani Nyeri Telinga
Iskemia sel membran timpani
Nekrosis sel membran timpani
Peningkatan risiko perforasi membrana timpani
Otorrhoae (jika membrana timpani mengalami perforasi)
g. Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergntung stadium penyakitnya.
Pada stadium oklusi, penggobatan terutama bertujuan untuk membuka
kembali tuba eustachius, sehingga tekanan negatif pada telinga tengah
hilang, sehingga diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam
larutan fisiologik untuk anak <12 tahun, atau HCl efedrin 1 % dalam
larutan fisiologik untuk anak > 12 tahun dan pada orang dewasa.
Sumber infeksi harus diobati
Antibiotik diberikan jika penyebabnya kuman, bukan oleh virus atau alergi
Stadium Presupurasi adalah antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika.
Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan
miringotomi.
Antibiotik yang dianjurkan ialah golongan penisilin (ampicillin)..
23
Stadium Perforasi
Stadium Supurasi
Antibiotik yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau ampicilin.
Terapi awal diberikan penicillin intramuscular agar didapatkan konsentrasi
yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang
terselubung,. Gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kkekambuhan.
Pemberian antibiotika dianjurkan minimal 7 hari . Bila pasien alergi
terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin.
Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50 – 100 mg/kgBB per hari,
dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mb/kgBB dibagi dalam 3 dosis,
atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari
Pada stadium oklusi diberikan Obat tetes hidung HCl Efedrin 1%,
antibiotic bila karena kuman dan miringotomi
Pada stadium supurasi disamping diberikan antibiotik, idealnya harus
disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh.
Dengan miringotomi gejal – gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat
dihindari.
Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang
terlihat keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang
diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3 – 5 hari serta
antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat
menutup kembali dalam waktu 7 – 10 hari
Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup.
Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang
telinga luar melalui perforasi membran timpani. Keadaan ini dapat
disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa teling tengah. Pada keadaan
demikian, antibiotika dapat dilajutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu
24
setrelah pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi
mastoiditis.
(Behrman, 2000).
6. Komplikasi
Sebelum ada antibiotik, komplikasi paling sering pada OMA ialah abses
subperiosteal sampai komplikasi yang berat seperti meningitis dan abses otak.
Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan
pendengaran permanen.
a. Komplikasi telinga tengah
1. Perforasi resisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasialis
b. Komplikasi telinga dalam
1. Fistel labirin
2. Labirinthis supuratif
3. Tuli saraf
c. Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Thrombosis sinus latteralis
3. Petrositis
d. Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hidrosefalus otitis
25
BAB III
KESIMPULAN
a. Secara garis besar otitis media dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu otitis
media akut dan otitis media kronik.
b. Otitis media sering terjadi pada anak-anak oleh karena tuba eustachius pada
anak lebih pendek, lebar dan horizontal yang menyebabkan mudahnya untuk
kuman masuk.
c. Terdapat 5 stadium pada otitis media. Pada pasien ini terdapat pada stadium
perforasi
d. Pada prinsipnya, penatalaksanaan otitis media tergantung pada stadium
penyakitnya. Pada stadium perforasi diberikan antibiotik, H2O2 3% selama 3
– 5 hari
26
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Kliegman, dan Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15
Volume 3. Jakarta : EGC.
Buchman, C.A., Levine, J.D., Balkany, T.J., 2003. Infection of the Ear. In: Lee,
K.J., ed. Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery. 8th ed. USA:
McGraw-Hill Companies, Inc.
Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2007. Kelainan Telinga Tengah. Dalam:
Soepardi, E.A., ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Iskandar, Nurabaiti,.et all. 2006. Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan THT,
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universits Indonesia
Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of
Pediatrics. 18th ed. USA: Saunders Elsevier.
Mansjoer et all. 1999. Otitis Media Akut dalam Kapita Selekta Kedokteran, edisi
ketiga. Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
27