Download - Kelompok 8 Morbus Hansen
Kelompok 8Annisa Fadhilah: 114170004Dea Ananda : 114170012Fajar Abdurahman KH : 114170020Hilman Abdurahman : 114170028Mariska Oktaviani : 114170038Nely Maulidatur R : 111170046Purnomo Ponco N : 114170055Ronaa Hammada : 114170063Susi Yanuari : 114170071
Kasus : Morbus Hansen Seorang perempuan barusia 37 tahun datang ke puskesmas dengan makula dan plakat
hipopigmentasi yang tersebar di seluruh tubuh. Pertamakali bercak muncul 2 tahun lalu dipipi kanan kemudian lesi kulit makin bertambah luas dan sejak 2 bulan terakhir telah tersebar di seluruh tubuh. Pasien memiliki teman kerja dengan penyakit yang sama dan sering beraktivitas bersama sejak kecil pada pemeriksaan fisik didapatkan makula dan plakat hipopigmentasi multipel, madarosis (+), anhidrosis (-), pembesaran N. Ulnaris dextra (+) hipoestasia pada lesi di ekstremitas superior dan inferior, serta anestesia. Pada lesi dipunggung dokter tidak menemukan adanya reaksi reversal maupun ENL pada pasien. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil BTA (+) dan histopatologis ditemukan adanya sel virchow. Dokter memberikan barmacam-macam obat yang disebut multi drug therapy. Dokter juga menganjurkan untuk berolah raga teratur dan makan – makanan yang bergizi karena penyakitnya berhubungan dengan/bergantung kepada sistem imun pasien.
Sasaran Belajar
1. Apa saja faktor resiko morbus Hansen !
2. Bagaimana patofisiologi morbus Hansen !
3. Bagaimana penegakan diagnosis morbus Hansen !
4. Bagaimana penatalaksanaan (farmako, non farmako) dan pencegahan (primer, sekunder, tersier )
Faktor Resiko Morbus Hansen Jenis Kelamin
Laki-laki lebih sering terkena MB daripada wanita.
Jenis Pekerjaan
Pekerja berat (pekerja bangunan, buruh, pekerja bengkel, buruh angkut, petani, nelayan) dan pekerja medis (seperti dokter, perawat).
Status Sosial dan Ekonomi
besarnya penghasilan mempengaruhi kebutuhan makan dan kesehatan. Jika kebutuhan akan makanan sehat tidak terpengaruhi maka dapat melemahkan imunitas atau daya tahan tubuh
Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan
Pengetahuan yang baik diharapkan menghasilkan kemampuan seseorang dalam mengetahui gejala, cara penularan dan penanganan penyakit kusta
Higiene
Kebiasaan memakai sabun, menggunakan air bersih, tidak menggunakan baju atau handuk secara bergantian.
Daya Tahan Tubuh
Imun mempengaruhi masuk dan berkembangnya virus Mycobacterium leprae.
Patofisiologi Morbus HansenMycobacterium Leprae
•Lesi / bercak > 5•Penebalan saraf tepi dengan gangguan fungsi pada > 1 saraf•BTA (-) / (+)
•Lesi / bercak 1 – 5•Penebalan saraf tepi dengan gangguan fungsi pada 1 saraf•BTA (-)
MORBUS HANSEN
Pembentukan tuberkel
Pembentukan sel epitel
Fagositosis
Makrofag aktif
Sistem Imun Seluler (SIS)
Masuk dalam pembuluh darah dermis dan sel Schwann saraf
Penularan : Droplet Infection atau kontak dengan kulit
SIS
Stress mental dan stress fisik (kehamilan, post operasi, imunisasi, malaria,dll)
R. hipersensitivitas lambat
SIS
Mendapatkan pengobatan MDT
Ag+Ab kompleks
Makrofag aktif
Gangguan saraf tepi
Multi Basiler (MB)Pausi Basiler (PB) Makrofag tidak mampu fagosit basil
Basil mati dan menumpuk bercampur dengan makrofag
Terbentuk granuloma
Histriasit menjadi media perkembangan se lepra
Aktifkan reaksi R. Humoral (ENL)
Ikut aliran darahBasil mati dan menumpuk dengan makrofag
Proses fagosit
Terbentuk granuloma
Proses inflamasi
Stimulasi sitokin: protagladin
Receptor nyeri
Stimulasi histamin
gg.termoregulator Mata Kulit
Ikut aliran darah
Proses di talamus
MK: Hipertemi
Demam
Suhu >>Rasa nyeri
MK: Nyeri
gg. fungsi barrier kulit
Testis
Terbentuk nodul eritema
gg. visusulcerasi
iridociklik
MK: Kerusakan integritas kulit
MK: Gg. Persepsi sensori: Penglihatan
Infiltrasi tubulus seminiverus
gg. hormon
Ginekomastia
MK:HDR
kulit
bercak
ulcerasi
Port de entri luka
MK: Resiko Infeksi
MK: Resiko Infeksi
Port de entri luka
Srf. SensorikSrf. OtonomSrf. Motorik
fibrosis
Penebalan saraf
anestesia
MK: Resiko Cidera
Terjadi luka
MK: Kerusakan Integritas KulitMK: Resiko infeksiMK: Gangguan rasa nyaman: nyeri
gg. kelenjar keringat, minyak & aliran darah
Kulit kering, mengkilap atau bersisik
Gatal-gatal
Terjadi trauma atau cedera
Saraf motorik
N. Fasialis N. Ulnaris & N. medianus N. Proneus N. Tibia posterior
Lagoptalmus
kemampuan berkedip <<
Epitel mata kering
Kompensasi mengeluarkan airmata >> MK: Gg. Persepsi sensori: penglihatan
Paralisis
Claw hand atau claw finger
MK: Hambatan mobilitas fisik
Kekuatan pergelangan kaki <<
Drop foot
Paralisis jari kaki
Claw toes
Penatalaksanaan kusta
Operasi(amputasi,debridement) Obat MDT Fisioterapi
Luka pos op
Mk: Resti InfeksiPeradangan
Stimulasi prostaglandin
Gg. tremoregulator
Suhu tubuh >>
MK: Hipertermi
Gg. Fungsi barrier kulit
MK: Kerusakan Integritas Kulit
DDS Klofazimin
Bradikinin/histamine >>
Receptor nyeri
Proses talamus
Rasa nyeri
MK: Nyeri
Anemia hemolitik MK: Pk Anemia
Jlm eritrosit <<
Suplai O2 <<
Tubuh lemas
MK: Intoleransi Aktivitas
Kompensasi dg >> ventilasi
sesak
MK: Pola napas tidak efektif
Rifampisin
Gg. gastrointestinal
Hipoalbumin
MK: Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh
Anoreksia,vomitus, nyeri abdomen, nausea
Nafsu mkn <<
BB <<
Diare
Pengeluaraan cairan & elektrolit >>
MK: Defisit volume cairan
SWD/ inframerah
Resiko luka bakar
MK: Kerusakan Integritas Kulit
Kebutuhan nutrisi <<
Penatalaksanaann
Fisioterapi •Angkle exercises•Penarikan dengan sarung
MK: Harga diri rendah
Penegakan Diagnosis MB Anamnesis
Apakah terdapat bercak pada kulit
Kapan mulai timbul bercak kulit dan apakah ada kebas
Rasa seperti tersayat atau terbakar
Perubahan lesi pada kulit
Kesulitan untuk menggenggam atau berjalan
Masalah pada mata
Kontak keluarga dengan kusta
Pernah berbergian ke daerah endemic lepra
Apakah akhir- akhir tidak berkeringat
Apakah ada gatal.
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
2. Palpasi
Pemeriksaan saraf perifer perlu diperhatikan pembesaran, konsistensi dan nyeri atau tidak. Hanya beberapa saraf yang diperiksa yaitu N.fasialis, N.aurikularis magnus, N.radialis, N.ulnaris, N.medianus, N.poplitealateralis.
3. Tes Fungsi Saraf
Tes Sensorik
(Sensasi raba, nyeri, suhu, diskriminasi dua titik)
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Labolatorium
Pada pemeriksaan laboratorium, dilakukan pemeriksaan protein dan sel darah merah dalam urine. Pada pemeriksaan hematologi dapat ditemukan leukositosis PMN, trombositosis, peninggian LED, anemia normositik normokrom dan peninggian kadar gammaglobulin
2. Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan Bakteriologis Skin smear atau kerokan kulit adalah pemeriksaan sediaan yang diperoleh lewat irisan dan kerokan kecil pada kulit yang kemudiaan diberi pewarnaan Ziehl Nielsen untuk melihat M. Leprae.Interpretasi :1+ Bila 1 – 10 BTA dalam 100 LP2+ Bila 1 – 10 BTA dalam 10 LP3+ Bila 1 – 10 BTA rata – rata dalam 1 LP4+ Bila 11 – 100 BTA rata – rata dalam 1 LP5+ Bila 101 – 1000BTA rata – rata dalam 1 LP6+ Bila> 1000 BTA rata – rata dalam 1 LP
Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologik, didasarkan pada terbentuk antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M.leprae. Pemeriksaan serologik adalah MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination), uji ELISA dan ML dipstick.
Pemeriksaan Lepromin
Tes lepromin adalah tes nonspesifik untuk klasifikasi dan prognosis lepra tapi tidak untuk diagnosis. Tes ini berguna untuk menunjukkan sistem imun penderitaterhadap M.leprae.Interpretasi : Reaksi Mitsuda bernilai : 0 Papul berdiameter 3 mm atau kurang + 1 Papul berdiameter 4 – 6 mm + 2 Papul berdiameter 7 – 10 mm + 3 papul berdiameter lebih dari 10 mm atau papul dengan ulserasi
Pemeriksaan Histopatologik
Pemeriksaan ini digunakan untuk menegakkan diagnosa penyakit. Menunjukkan inflamasi akut berupa lapisan infiltrat pada inflamasi granulomatosa yang kronik dari BL dan LL.
Mikrofotograf. Perbesaran 100x menunjukkan gambaran epidermis yang menipis, dermisnya menunjukkan gambaran agregasi seluler yang erat dari periadnexal foamy macrophages dengan infiltrasi dari muskulus arektor pili, dilingkupi oleh infiltrasi dari sel-sel limfosit; pembuluh darah di lapisan dermis yang membengkak diinvasi oleh netrofil
Mikrofotograf. Perbesaran 400x menunjukkan makrofag berbusa dan sel-sel limfosit disekitar muskulus arektor pili dan pembuluh darah yang membengkak
Penatalaksanaan Morbus Hansen(Farmakologi)
Rifampisin Ofloxacin minocyclin
Dewasa 50 – 70 600 mg 400 mg 100 mg
Anak 4 – 14 tahun 300 mg 200 mg 50 mg
Dapson Rifampisin
Dewasa 100 Mg/hari 600 mg/bulan,diawasin
Anak 10 – 14 tahun 50 mg/hari 450 mg/bulan,diawasin
A. Penderita tipe Pauci Baucler (PB)1) Pasien kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 (satu)
2) Pasien tipe PB dengan 2-5 lesi
Obat & Dosis MDT – Kusta PB
Dewasa Anak
BB < 35 kg BB > 35 kg 10-14 thn
Rifampisin(diawasi petugas)
450 mg/bln 600 mg/bln 450 mg/bln(12-15 mg/kgBB/bln)
Dapson(Swakelola) 50 mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)100 mg/hr
50 mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)
Penatalaksanaan Morbus Hansen(Farmakologi)
Obat & Dosis MDT – Kusta MB Dewasa AnakBB < 35 kg BB > 35 kg 10-14 thn
Rifampisin(diawasi petugas) 450 mg/bln 600 mg/bln 450 mg/bln(12-15 mg/kgBB/bln)
Klofazimin 300 mg/bln (diawasi petugas)dan dilanjutkan esok
B. Penderita tipe Multi Baucler (MB)1) Pasien kusta tipe MB golongan pertama
2) Pasien tipe MB golongan kedua
DDS (Dopson) Diphenyl Sulfone Bentuk obat berupa tablet putih Sediaan 50 mg / tab dan 100 mg/tab Sifat bakteriostatik dengan menghambat enzim dihidrofolat sintetase,
Bersifat bakteri ostatik yaitu menghalangi atau menghambat kuman kusta. Dosis dewasa 100 mg/hari, anak 10-14 tahun 50 mg/ hari Obat sangat efektif dan aman. Efek samping erupsi obat,anemia
hemolitik,leukopenia,insomnia,neuropatia namun efek tersebut tidak dapat timbul pada dosis lazim
Farmakokinetik
Rifampicin Bentuk, kapsul atau tablet takaran 150 mg-300 mg 450 mg dan 600 mg sifat
mematikan. Dosis tunggal 600 mg/hari atau (5 – 51 mg/kgbb) Bekerja dengan cara menghambat enzimpolymerase RNA yang berikatan secara
reversible. Sifat mematikan kuman kusta secara cepat. (Bakterisid) 99 % kuman kusta
dalam satu kali pemberian / dalam beberapa hari. cara pemberian obat : cara oral, bila di minum setengah jam sebelum makan /
penyerapan lebih baik. Efek samping yang harus diperhatikan adalah hepatotoksik,nefrotoksik,gejala
gastrointestinal dan erupsi kulit
Farmakokinetik
Klofazimin (Lamprene), :
50 / 100 mg selang sehari atau 3 x 100 mg setiap minggu. Dapat juga digunakan sebagai antiinflamasi, sehingga dapat digunakan sebagai penanggulangan E.N.L, 200-300 mg/hari.
Diabsopsi disaluran cerna ( waktu untuk mencapai efek mak. 4-8 jam),absorpsi 50 % ke saluran cerna,didistribusi keseluruh tubuh ,diekskresike air susu dan urine
Indikasi : Lepra , pneumonia AIDS
Kontraindikasi : Hiperbilirubinemia atauAnemia
Efek sampingnya : warna kecoklatan pada kulit, dan warna kekuningan pada sclera, sehingga mirip ikterus. Hal tersebut disebabkan oleh klofazimin yang merupakan zat warna dan dideposit terutama pada sel RES, mukosa dan kulit. Efek samping hanya terjadi dalam dosis tinggi, berupa gangguan gastrointestinal ( nyeri abdomen, nausea, diare, anoreksia, dan vormitus), selain itu dapat terjadi penurunan berat badan. Perubahan warna tersebut akan mulai menghilang setelah 3 bulan obat dihentikan.
Farmakokinetik
Ofloksasin,
dosis optimal 400 mg
Merupakan turunan fluorokuinolon yang paling aktif terhadap microbacterium leprae in vitro. Dosis tunggal yang diberikan dalam 22 dosis akan membunuh kuman microbacterium leparae sebesar 99,99%.
Efek sampingnya : mual, diare dan gangguan saluran cerna lainnya, berbagai gangguan susunan saraf pusat termaksuk insomnia, nyeri kepala, dizziness, nervousness dan halusinasi.
Hati-hati pada penggunaan pada anak, remaja, wanita hamil dan menyusui.
Farmakokinetik
Pasien kusta secara rutin perlu menjaga kebersihan diri, terutama pada organ yang mengalami penuran fngsi neurologis.
Menjaga nutrisi dan kelembaban pada kulit dapat di berikan pelembab topical.
Untuk mencegah komplikasi di butuhkan kerja sama dengan bagian bedah ortopedi dan rehabilitas.
Jaga selalu kebersihan Lakukan olahraga secara rutin Jaga selalu daya tahan tubuh menghindari trauma agar tidak memungkinkan terjadinya infeksi lain,
misalnya dengan cara :Menggunakan sepatu atau pelindung kaki yang berbahan aman dari trauma.Rajin membersihkan sepatu dari kerikil atau batu yang bisa masuk kedalamnya
Penatalaksanaan Morbus Hansen(Non-farmakologi)
Pencegahan Penyakit Morbus Hansen Pencegahan Primer (Primary Prevention)
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan seseorang yang telah memiliki faktor resiko agar tidak sakit. Tujuan dari pencegahan primer adalah untuk mengurangi insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan faktor-faktor resikonya.
Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)
Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan penyakit dini yaitu mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan menghindari komplikasi. Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mengobati penderita dan mengurangi akibat-akibat yang lebih serius dari penyakit yaitu melalui diagnosis dini dan pemberian pengobatan.
Pencegahan Tertier (Tertiary Prevention)
Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Rehabilitasi adalah upaya yang dilakukan untuk memulihkan seseorang yang sakit sehingga menjadi manusia yang lebih berdaya guna, produktif,
TERIMA KASIH
SEMOGA BERMANFAAT