Download - 156034330 igna-case
Get Homework/Assignment Done Homeworkping.comHomework Help https://www.homeworkping.com/
Research Paper helphttps://www.homeworkping.com/
Online Tutoringhttps://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sitesPRESENTASI KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAKRS HUSADA, FK UKRIDA
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An E
Umur : 1 tahun 5 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Pangeran Jayakarta
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 20 Januari 2012
IDENTITAS ORANG TUA
Nama Ayah : Tn. B Nama Ibu : Ny. R
Umur : 31 tahun Umur : 28 tahun
Nama : Ignatius AndreNIM : 11-2010-141Dokter Pembimbing : dr. Sri Rochani Soedjarwo SpA (K).
Pendidikan terakhir : SMA Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Karyawan Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Penghasilan : 2.000.000 Penghasilan : -
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dari ibu pasien tanggal 20 Januari 2012 jam 13.15
Keluhan utama : Kejang sejak 2 jam SMRS
Keluhan tambahan : Demam
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Sejak 4 jam SMRS pasien demam tinggi, tidak diukur dengan termometer, tidak
ada mimisan, tidak ada bintik-bintik merah di kulit.
Sejak 2 jam SMRS, pasien kejang sebanyak 2 kali dalam satu hari dengan
lamanya kejang 5 menit, diantara serangan kejang pasien sadar. Kejang terjadi pada
seluruh anggota badan. Kejang tidak dimulai pada salah satu sisi tangan ataupun kaki.
Saat kejang pasien mendelik keatas dan badan kelojotan. Pasien pernah kejang
sebelumnya, yaitu pada umur 4 bulan dan 12 bulan. Sesampai di unit gawat darurat
pasien kejang lagi, lalu diberi obat dari dubur dan kejang berhenti, kejang tidak lebih dari
5 menit.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Kejang demam pada umur 5 bulan dan 12 bulan
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada
RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN
A. Antenatal care : Teratur F. Masa gestasi : Cukup bulan/Aterm
B. Tempat kelahiran : Klinik bersalin G. Berat badan lahir : 3100 gram
C. Ditolong oleh : Bidan H. Panjang badan lahir: 45 cm
D. Cara persalinan : Spontan I. Sianosis : Tidak ada
E. Penyakit kehamilan: Tidak ada J. Ikterus : Tidak ada
Kesan : Bayi cukup bulan dan sesuai masa kehamilan
RIWAYAT IMUNISASI
Imunisasi Waktu Pemberian
Bulan Tahun
0 1 2 3 4 5 6 9 15 18 5 6 12
BCG I
DPT I II III
Polio (OPV) I II III IV
Hepatitis B I II III
Campak I
Kesan : Imunisasi dasar lengkap , imunisasi tambahan (non-PPI) belum dilakukan.
RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
Psikomotor
- Tengkurap: 3 bulan - Berjalan : Belum
- Duduk : 12 bulan - Berlari : Belum
- Merangkak: Belum - Berbicara : Belum
- Berdiri : Belum - Membaca dan menulis : Belum
Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan tidak sesuai usia.
RIWAYAT MAKANAN
A. Usia 0 - 4 bulan : Tidak minum ASI, hanya minum PASI ( Lactogen) 3 x 60cc
B. Usia 4 - 6 bulan : Tidak minum ASI, hanya minum PASI ( Lactogen) 4 x 80cc
C. Usia 6 - 9 bulan : Tidak minum ASI, hanya minum PASI ( Lactogen) 3 x 100cc;
Nestle sereal 3 x 1.
D. Usia 9 - 12 bulan : PASI (lactogen) 4-5 x 100cc, Nestle sereal 1-2x, Bubur susu
E.Usia 1 tahun sampai sekarang : Pasien minum PASI (Lactogen ) 4-5 x 200cc ditambah
Nasi Tim (wortel, daging) 3x 1 mangkuk kecil + buah (papaya,
melon, pisang) porsi makan dihabiskan.
Kesan : Kualitas cukup Kuantitas : cukup
RIWAYAT KELUARGA
Corak reproduksi: Pasien anak tunggal dalam keluarga.
Data Keluarga: Ayah ibu pasien tidak mempunyai hubungan keluarga, pernikahan
pertama, umur ayah saat menikah 28 tahun, umur ibu 25 tahun.
Data Perumahan: Rumah milik sendiri, terletak di permukaan padat, berukuran 30m2,
terdiri dari dua kamar tidur, satu kamar mandi, tidak ada got. Cahaya dapat masuk,
ventilasi cukup. Rumah memiliki satu pintu masuk. Sumber air dari PAM.
Keadaan lingkungan: Saluran air sekitar rumah kurang lancer, baud an keadaan
lingkungan kurang baik.
Kesan: Keadaan rumah di permukaan padat, ventilasi cukup dan keadaan lingkungan
kurang baik.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 20 januari 2012
A. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : - Tekanan darah : (-)
- Nadi : 120 x / menit
- Suhu : 38,40C
- Pernapasan : 28 x / menit
B. Data Antropometri
Berat badan : 10 Kg
Panjang badan : 80 cm
Lingkar kepala : 46 cm
Lingkar lengan atas : 15 cm
- Berdasarkan kurva NCHS, perbandingan usia dengan berat badan
terletak di persentil 10 dan 25.
- Berdasarkan kurva NCHS, perbandingan usia dengan panjang badan
terletak di persentil 25 dan 50.
Kesan : status Gizi cukup
C.Pemeriksaan Sistematis
Kepala : Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut hitam distribusi merata,
tidak mudah dicabut.Ubun-ubun besar sudah menutup.
Mata : Bentuk normal, palpebra superior dan inferior tidak cekung, kedudukan
bola mata dan alis mata simetris, konjungtiva kanan dan kiri tidak
anemis, sklera kanan dan kiri tidak ikterik, kornea kanan dan kiri jernih,
kedua pupil bulat isokor diameter 3 mm, refleks cahaya +/+.
Telinga : Bentuk normal, CAE lapang, serumen -/-, sekret -/-
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum tidak ada, sekret tidak ada.
Mulut : Bentuk tidak ada kelainan, bibir merah tidak kering, sianosis tidak ada,
lidah kotor dengan tepi hiperemis, tidak ada tremor, tonsil T1-T1, faring
tidak hiperemis, gigi geligi tidak ada karies .
Leher : Tidak ada kelainan, kelenjar getah bening tidak teraba membesar, trakea
di tengah.
Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Bentuk normal, simetris keadaan stasis dan dinamis.
- Palpasi : Fremitus kanan sama dengan kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
- Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-.
Jantung
- Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
- Palpasi : Teraba pulsasi ictus cordis di sela iga V linea mid clavicula
sinistra.
- Perkusi : Tidak di lakukan
- Auskultasi : Bunyi jantung I - II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Datar, tidak tampak gambaran vena kolateral,
- Palpasi : Supel, hepar teraba 1/3-1/3, tepi tajam, konsistensi kenyal, permukaan
rata, nyeri tekan (-), nyeri tekan epigastrium (-), lien tidak teraba.
- Perkusi : Timpani, shifting dullness (-).
- Auskultasi : Bising usus (+).
Genitalia eksterna Wanita, tidak ada tanda radang.
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada deformitas, tidak ada edema.
Kulit : Warna sawo matang, turgor kulit baik, petechiae.
Pemeriksaan neurologist : Kaku kuduk (-), Kerniq (-), Laseque (-),
Refleks fisiologis : normo refleksi
Refleks patologis : (-).
IV PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Tanggal 20 januari 2012
Hematologi
- Hemoglobin : 11 g / dl (11-15 g / dl)
- Hematokrit : 32 Vol % (37-47 Vol %)
- Eritrosit : 4,2juta / μl (4,8-6,2 juta / μl)
- Leukosit : 9500 / μl (5-10 x 10 3 / μl)
- Trombosit : 324.000 / μl (150-350 x 103 / μl)
- Kalium : 4,13
- Natrium : 132
- Klorida : 105
V. RESUME
Pasien anak perempuan umur 1 tahun 5 bulan, berat badan 10 kg datang dengan
keluhan keluhan kejang sejak 2 jam SMRS, kejang sebanyak 2 kali dalam satu hari
dengan lamanya kejang 5 menit, diantara serangan kejang pasien sadar. Kejang terjadi
pada seluruh anggota badan. Kejang tidak dimulai pada salah satu sisi tangan ataupun
kaki. Saat kejang pasien mendelik keatas dan badan kelojotan. Pasien pernah kejang
sebelumnya, yaitu pada umur 4 bulan dan 12 bulan. Sesampai di unit gawat darurat
pasien kejang lagi, lalu diberi obat dari dubur dan kejang berhenti, kejang tidak lebih dari
5 menit. Kejang didahului dengan demam tetapi tidak diukur dengan termometer.
Pemeriksaan fisik :
Tanda vital : - Nadi : 120 x / menit
- Suhu : 38,40C
- Pernapasan : 28 x / menit
Pemeriksaan neurologist : Reflex fisiologis dan patologis semua dalam batas normal
Pemeriksaan laboratorium
Tanggal 20 januari 2012
Hematologi
- Hemoglobin : 11 g / dl (11-15 g / dl)
- Hematokrit : 32 Vol % (37-47 Vol %)
- Eritrosit : 4,2juta / μl (4,8-6,2 juta / μl)
- Leukosit : 9500 / μl (5-10 x 10 3 / μl)
- Trombosit : 324.000 / μl (150-350 x 103 / μl)
- Kalium : 4,13
- Natrium : 132
- Klorida : 105
VI. DIAGNOSIS KERJA
1) Kejang demam sederhana.
Dasar yang mendukung:
- Demam 38,4 ̊̊ C ( >38 ̊̊ C)
- Tidak ada gejala kelainan neurologik pra/pasca kejang.
- Kejang bersifat umum.
- Umur pasien diantara 6 bulan – 5 tahun.
VII. DIAGNOSA BANDING
Tidak ada
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Darah lengkap, Ca darah
- EEG
PENATALAKSANAAN
1. IVFD KAEN 3A
Maintenance : 10 x 100 = 1000 cc
Koreksi suhu : 1,4 x 12% x 1000 = 168 cc → 1700 cc/ 24 jam
2. Untuk kejangnya dapat diberikan diazepam rektal 5 mg.
3. Antipiretrik : paracetamol 100 mg/kali pemberian.
4. Diazepam oral 3 mg tiap 8 jam.
5. Untuk rumatan berikan asam valproat 150 mg/hari.
PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
21 januari 2012
S : Demam ( - ), kejang ( - ),
O: Tanda- tanda vital : Suhu : 37,4 ºC
Nadi : 120x/menit napas : 28x/menit
A : Kejang demam membaik.
P : IVFD KAEN 3A 1000cc (maintenance)
Paracetamol 100mg
22 januari 2012
S : Demam ( - ), kejang ( - ),
O: Tanda- tanda vital : Suhu : 37,1 ºC
Nadi : 120x/menit napas : 28x/menit
A : Kejang demam membaik.
P : IVFD KAEN 3A 1000cc (maintenance)
Paracetamol 100mg
23 januari 2012
S : Demam ( - ), kejang ( - ),
O: Tanda- tanda vital : Suhu : 36,8 ºC
Nadi : 120x/menit napas : 28x/menit
A : Kejang demam membaik.
P : IVFD KAEN 3A 1000cc (maintenance)
Paracetamol 100mg
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Kejang didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsi otak yang involunter yang
dimanifestasikan sebagai penurunan atau kehilangan kesadaran, aktivitas motorik yang
abnormal, perilaku yang abnormal, gangguan sensorik, atau kelainan otonom 2.
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat demam (suhu rectal di atas
38 0C) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat (SSP) atau gangguan elektrolit akut,
terjadi pada anak di atas umur 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam
sebelumnya 11.
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rectal lebih dari 38 0C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menu rut
Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian
pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5 tahun,berhubungan
dengan demam tetapi tadak terbukti adanya infeksi intracranial atau penyebab tertentu 9.
Definisi ini menyingkirkan penyakit saraf separti meningitis, ensefalitis atau
enselopati. Kejang keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam
karena keadan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat. Kejang demam harus
dibedakan mengenai epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.
EPIDEMILOGI
Sebanyak 2-5 % anak- anak yang berumur antara 6 bulan sampai 5 tahun pernah
mengalami kejang yang disetai demam. Kira-kira dari tiap 25 orang anak, setidaknya satu
kali akan mengalami kejang demam dan 1-3 dari anak-anak ini akan mengalami kejang
demam tambahan. Beberapa anak mengalami lebih dari 3 kali kejang selama hidupnya.
Makin tua umur anak saat kejang pertama timbul, makin kecil kemungkinan terjadinya
kejang tambahan 4.
Kejang demam adalah tergantung umur dan jarang sebelum umur 9 bulan dan
sesudah umur 5 tahun. Puncak umur mulainya adalah sekitar 14-18 bulan dan insiden
mendekati 3-4 % anak kecil. Ada riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada saudara
kandung dan orang tua, menunjukkan bahwa vasopressin arginin dapat merupakan
mediator penting pada patogenesis kejang akibat hipertermia.
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan,
Eropa Barat. Di negara Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira- kira 80% dan mungkin
mendekati 90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana. Beberapa
studi prospektif menunjukan bahwa kira- kira 20% kasus merupakan kejang demam
kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17- 23).
Kejang demam sedikit lebih sering pada anak laki-laki 4.
ETILOGI
Pada tingkat pengetahuan kita saat ini dapat dikatakan bahwa infeksi pada sebagian besar
kejang demam adalah tidak spesifik dan timbulnya serangan terutama didasarkan atas
reaksi demam yang terjadi. Faktor-faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan
kejang demam, misalnya:
1. Demam itu sendiri
2. Efek produk toksin daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau
encefalopati toksik sepintas
6. Gabungan semua faktor diatas
Kebanyakan kejang demam terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang
mendadak, dan paling sering terjadi selama hari pertama demam. Biasanya demam yang
mencetuskan kejang demam pada disebabkan oleh suatu infeksi pada tubuh anak. Infeksi
yang paling sering adalah infeksi pada saluran atas, otitis media, campak, pneumonia,
gastroenteritis dan infeksi saluran kemih 11.
PATOFISIOLOGI
Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor fisiologis
dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang 1.
Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme otak yang terpenting adalah
glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan
fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber
energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat
dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+)
dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk
menjaga keseimbangan petensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-
K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya:
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya.
3. Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan
suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan
dalam waktu yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada
anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38oC,
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada
suhu 40oC atau lebih 4.
Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot
pernafasan tidak efisien sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnea, hipoglikemia, laktat asidosis disebabkan metabolisme anaerob,
hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin
meningkat oleh karena meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otot meningkat.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron.
Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih
sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga di dalam penanggulangannya
perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita menjadi kejang.
KLASIFIKASI
Dahulu di Sub bagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Jakarta
digunakan klasifikasi kriteria Livingston sebagai pedoman untuk membuat diagnosis
kejang demam sederhana sebagai berikut:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
2. Kejang berlangsung sebentar tidak melebihi 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan neurologis sebelum dan setelah kejang normal
6. Pemerisaksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu setelah suhu normal tidak
menunjukan kelainan
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tadak melebihi 7 kali
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ke tujuh kriteria di
atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Namun kriteria ini sudah
tidak digunakan lagi karena studi epidemilogi membuktikan bahwa resiko
berkembangnya epilepsi atau berulangnya kejang tanpa demam tidak sebanyak yang
diperkirakan 2.
Saat ini klasifikasi yang dipakai adalah klasifikasi berdasarkan kesepakatan UKK
Neurologi IDAI, Saraf Anak PERDOSSI, yang membagi kejang demam menjadi 2 yaitu : 7
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
Kriteria kejang demam sederhana:
Kejang berlangsung singkat umumnya serangan akan berhenti sendiri dalam watu
kurang dari 10 menit.
Bangkitan kejang tonik atau tonik- klonik tanpa gerakan fokal.
Tidak berulang dalam waktu 24 jam
Kriteria kejang demam kompleks
Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit.
Kejang fokal atau partial satu sisi atau kejang umum didahului kejang partial.
Kejang berulang atau lebih dari 24 jam.
MANIFESTASI KLINIK
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak terkait dengan kenaikan suhu yang cepat
dan biasanya terjadi jika suhu tubuh (rectal) mencapai 38 0C atau lebih.
Manifestasi klinik yang sering dijumpai adalah:
Didahului oleh kenaikan suhu yang cepat, biasanya terjadi bila suhu diatas 390C
Kehilangan kesadaran
Kejang menyeluruh
Serangan berupa kejang klonik atau tonik- klonik bilateral
Mata mendelik ke atas
Anak dapat menahan napasnya tanpa sadar
Dapat mengeluarkan suara seperti teriakan melengking atau menangis
Mungkin mengompol
Selanjutnya diikuti gerakan ritmis berulang seluruh tubuh yang involunter yang tidak
dapat dihentikan
Setelah kejang pasien mengalami periode mengantuk singkat
Setelah beberapa detik atau menit anak akan bangun dan sadar kembali tanpa adanya
defisit neurologis
Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Tood) yang berlangsung
beberapa jam atau beberapa hari
FAKTOR RESIKO KEJANG DEMAM
Faktor resiko kejang demam pertama
Riwayat keluarga dengan kejang demam.
Permulaan noenatus >28 hari.
Perkembangan terlambat.
Anak dengan pengawasan.
Kadar natrium rendah.
Temperatur yang tinggi.
Bila seorang anak mempunyai 2 atau lebih faktor resiko tersebut diatas,maka
resiko untuk mendapatkan kejang demam kira- kira 30% 6.
Faktor resiko kejang demam berulang
Usia muda kurang dari 12 bulan
Riwayat kejang demam
Cepat timbulnya kejang setelah demam
Temperatur yang rendah saat timbulnya kejang(< 380C)
Riwayat keluarga epilepsi.
Rekurensi lebih sering bila serangan pertama terjadi pada bayi berumur kurang
dari 1 tahun yaitu sebanyak 50% dan bila terjadi pada usia lebih dari 1 tahun resiko
rekurensi menjadi 28% 6.
Faktor resiko menjadi epilepsi
Seluruh jenis epilepsi termasuk absens, tonik–klonik umum, dan partial kompleks dapat
terlihat pada pasien dengan riwayat kejang demam. National Institute of Neurologic
Disoder and Stroke (NINDS) Perinatal Colaborative project (NCPP)L melaporkan
tingginya resiko epilepsi seperti berikut:
Perkembangan abnormal sebelum kejang demam pertama.
Riwayat keluaga dengan epilepsi.
Kejang demam kompleks
Enam puluh persen anak dengan kejang demam tidak memiliki satupun dari faktor
resiko diatas, 2% akan berkembang epilepsi sebelum usia 7 tahun. Dari 34% anak dengan
1 faktor resiko 3% akan menjadi epilepsi dan jika mempunyai 2 atau 3 faktor resiko maka
kejadian epilepsi akan menjadi 13% 4.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada anak kejang ditujukan selain untuk mencari etiologi
kejang juga untuk mencari komplikasi akibat kejang yang lama. Jenis pemeriksan
laboratorium disesuaikan dengan kebutuhan. Pemeriksaan yang dianjurkan pada
kejang yang pertama adalah kadar glukosa darah, elektrolit, hitung jenis dan
prorombin time. Pada kejang demam beberapa peneliti menemukan kadar yang
normal terhadap pemeriksaan diatas, oleh karenanya tidak diindikasikan pada kejang
demam, kecuali bila didapatkan kelainan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Bila
dicurigai adanya meningitis bakterialis dilakukan pemeriksaan kultur darah, dan
kultur cairan cerebrospinalis.
2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan cerebrospinalis dilakukan untik menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien dengan kejang demam yang pertama. Selain itu
pungsi lumbal dapat dipertimbangkan pada pasien dengan kejang disertai penurunan
status kesadaran, kaku kuduk, perdarahan kulit, gejala infeksi, paresis, peningkatan
sel darah putih, atau tidak adanya faktor pencetus yang jelas. Pada bayi kecil sering
manifestasi meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi
berumur kurang dari 12 bulan, dianjurkan pada pasien berumur 12- 18 bulan dan
dipertimbangkan pada anak berumur diatas 18 bulan.
3. Elektroensefalografi
Saat ini EEG tidak diindikasikan untuk anak-anak dengan kejang demam demam
sederhana, karena hasil studi menunjukan bahwa mayoritas dari anak- anak dengan
kejang demam sederhana mempunyai gambaran EEG yang normal. Akan tetapi EEG
yang dikerjakan 1 minggu setelah kejang demam dapat abnormal, biasanya berupa
perlambatan di bagian posterior. Kira- kira 30% penderita yang mengalami
perlambatan di posterior akan menghilang 7-10 hari kemudian. Menurut American
Academy of Pediatric EEG tidak dianjurkan pada penderita kejang demam sederhana
maupun kompleks.
4. Neuroimaging
Pemeriksaan ini meliputi CT Scan dan MRI. Kedua pemeriksaan ini diindikasikan
pada pasien yang dicurigai terdapat lesi intrakranial berdasarkan adanya riwayat
pemeriksaan neurologis yang abnormal. MRI dapat dipertimbangkan pada anak
dengan kejang yang sulit diatasi, epolepsi lobus temporalis, perkembangan terlambat
tanpa adanya kelainan pada kelainan pada CT Scan dan bila terdapat lesi ekuivokal
pada CT Scan.
DIFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Obat- obatan tertentu seperti difehidramin, anti depresan trisiklik, ametamin, dan
kokain.
4. Dehidrasi yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
KOMPLIKASI
Komplikasi jarang terjadi pada kejang demam sederhana, sedang kejang demam
kompleks dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang mungkin dapat terjadi, yaitu:
1. Kerusakan sel otak
Pada kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea,
meningkatnya kebutuhan O2 dan energi untuk kebutuhan otot skelet yang akhirnya
hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat oleh karena metabolisme anaerob, hipotensi
arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meninggi
disebabkan meningkatnya aktivitas dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Rangkaian di atas adalah penyebab tejadinya kerusakan neuron otak.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
2. Epilepsi
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang
yang berlangsung lama. Dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga sering
terjadi serangan epilepsi spontan dikemudian hari.
3. Penurunan IQ
Ganguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana.
Ellenberg dan Nelson melaporkan bahwa IQ pada 42 pasien kejang demam tidak
berbeda bila dibandingkan dengan saudara kandungnya yang tidak menderita kejang
demam. IQ lebih rendah ditemukan pada pasien kejang demam yang berlangsung
lama dan sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan
neurologis. Selain itu resiko retardasi mental pada pasien dengan kejang demam yang
berulang menjadi 5x lebih besar 4,9,11.
4. Kelumpuhan
Hemiperesis biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama
(berlangsung lebih dari setengah jam) baik bersifat umum atau fokal. Mula –mula
kelumpuhan bersifat flasid tetapi setelah 2 minggu spastisitas.
PENATALAKSANAAN
Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan 4:
1. Pengobatan pada fase akut
2. Mencari dan mengobati penyakit
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Pengobatan pada fase akut
Pada sebagian kejang besar kasus kejang demam sering kali kejang berhenti sendiri. Dan
untuk mencegah agar kejang tidak berulang kembali sebaiknya diberikan profilaksis anti
konvulsan karena kejang masih dapat kambuh selama anak masih demam.
Pada anak yang masih mengalami kejang dilakukan perawatan yang adekuat
meliputi: semua pakaian yang ketat dilonggarkan, kemudian penderita dimiringkan agar
jangan terjadi aspirasi ludah atau lendir dari mulut, jalan napas harus bebas agar
oksigenasi terjamin, bila perlu diberikan tambahan oksigen. Fungsi vital seperti
kesadaran, keadaan jantung, tekanan darah, suhu tubuh, pernapasan perlu diikuti dengan
seksama. Suhu yang tinggi harus segera diturunkan dengan kompres atau pemberian
antipiretik.
Kejang harus segera dihentikan untuk mencegah agar tidak terjadi kerusakan pada
otak, meninggalkan gejala sisa atau bahkan menyebabkan kematian. Obat yang paling
cepat menghentikan kejang adalah diazepam. Diazepam dapat diberikan secara intravena
atau intratekal. Dosis intravena 0,3-0,5 mg diberikan secara perlahan- lahan dengan
kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg, bila kejang berhenti sebelum
dosis habis hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit
bila anak masih kejang selain itu diazepam tidak boleh diberikan secara intramuskuler
karena absorpsinya tidak baik.
Bila kejang belum berhenti juga setelah pemberian diazepam ulangan diberikan
fenitoin dengan dosis awal 20mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit. Dosis
selanjutnya diberikan 4-8mg/kgBB/hari (dosis pemeliharaan), 12- 24 setelah dosis awal.
Jika masih kejang rawat di Ruang Rawat Intensif, berikan fenobarbital dosis 10- 20
mg/kgBB dan pasang ventilator bila perlu.
Mencari dan mengobati penyakit
Mencari faktor penyebab sesuai dengan pemeriksaan penunjang yang tersedia. Kejang
demam biasanya disebabkan oleh suatu infeksi sehingga pemberian antibiotik yang tepat
sangat di perlukan.
Pengobatan profilaksis
Pengobatan profilaksis di bagi menjadi 2, yaitu:
1. Profilaksis Intermiten
2. Profilaksis jangka panjang (rumat)
1. Profilaksis intermiten
Yang dimaksud dengan pengobatan intermiten adalah pengobatan yang diberikan
pada saat anak mengalami demam,dengan tujuan mencegah terjadinya kejang
demam. Terdiri dari pemberian antipiretik dan antikonvulsan.
Antipiretik
Efektif menurunkan suhu tubuh sehingga anak tampak lebih tenang, meskipun tidak
terbukti dapat mengurangi resiko rekurensi. Antipiretik yang digunakan antara lain:
Parasetamol atau Asetaminofen 10- 15 mg/kgBB/x dan diberikan
sebanyak 4x sehari
Ibuprofen 10 mg/kgBB/x diberikan sebanyak 3x sehari
Antikonvulsan
Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan orang
tua atau pengasuh pasien mengetahui dengan cepat adanya demam pada anak. Dapat
diberikan diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB/hari tiap 8 jam saat demam atau
diazepam rectal 0,5 mg/kgBB/hari setiap 8 jam bila demam diatas 380C. Efek
samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia 4,9.
2. Profilaksis jangka panjang ( rumat)
Pengobatan rumat adalah pengobatan yang diberikan terus- menerus untuk waktu
yang cukup lama. Pengobatan ini diberikan bila terdapat lebih dari satu keadaan
dibawah ini 6 :
Kejang demam lebih dari15 menit
Adanya defisit neurologist yang jelas baik sebelum demam maupun setelah
demam
Kejang demam fokal
Adanya riwayat epilepsi dalam keluarga
Dipertimbangkan bila terdapat lal- hal dibawah ini:
- Kejang demam pertama pada umur dibawah 12 bulan.
- Kejang berulang dalam waktu 24 jam
- Kejang demam berulang (lebih dari 4 kali pertahun)
Obat rumat yang dapat menurunkan resiko berulangnya demam hanya
fenobarbital (3-5mg/kgBB/hari.dibagi dalam 2-3 dosis) dan asam valproat (15-40
mg/kgBB/hari dan dibagi dalam 2 dosis per hari), obat ini diberikan terus menerus
selama satu tahun setelah kejang terakhir kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan. Gangguan prilaku dan kesulitan belajar adalah efek samping
pemakaian fenobarbital setiap harinya, sedangkan pemakaian asam valproat pada usia
kurang dari 2 tahun dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hati, sehingga jangan
lupa diperiksakan kadar SGOT dan SGPT setelah 2 minggu, satu bulan kemudian
setiap 3 bulan 2,7.
PROGNOSIS
Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan
kematian. Frekuensi berulangnya kejang berkisar antara 25-50% dan umumnya terjadi
pada 6 bulan pertama dan resiko untuk eskipun belum mendapatkan epilepsy rendah 11,18.
PENCEGAHAN
Meskipun belum diketahui dengan pasti efektifitasnya dalam meminimalkan resiko
kejang demam namum cukup beralasan bila dilakukan pengawasan dan pengontrolan
demam, oleh karena kejang diprovokasi oleh demam. Obat yang biasanya diberikan
adalah Asetamonofen atau Ibuprofen yang diberikan sebanyak 3-4 kali sehari.
Menurunkan demam juga dapat dilakukan dengan kompres menggunakan air hangat.
Walaupun kejang demam tidak terlalu berbahaya tetapi disarankan kepada orang
tua untuk membawa anak dengan kejang demam bila:
Keaadan anak tidak cepat membaik, meskipun kejang telah berhenti
Kejang berlangsung lebih dari 5 menit
Terdapat kejang berulang segera setelah kejang pertama berhenti
Anak kesulitan bernapas
Selain itu pasien dengan kejang demam dapat pula dirujuk kerumah sakit apabila
menunjukkan tanda- tanda 9:
Kejang demam kompleks
Hiperpireksia
Kejang demam pertama
Usia dibawah 6 bulan
Dijumpai kelainan neurologis
DAFTAR PUSTAKA
1. Abraham M Rudolph, Robert K, Kim J, Seizuure and Epilepsy, Rudolph
Fundamental Of Pediatrics, 3rd edition. California: MacGraw- Hill Medical
publishing Division. 2002, page 812- 819
2. Behrman RE, Kliegman RM, Jensen HB, Nelson Text book of pediatrics, 17th
edition. Philadelphia: WB Sauders company. 2004, page 1813- 1829.
3. Behrman RE, Kliegman RM, Arvio, Nelson Ilmu Kesehatan anak, volume 3, edisi
15. Jakarta: EGC 2005, hal 2059- 2066.
4. Dwi Putro Widodo. Kejang demam apa yang perlu diwaspadai. Penanganan demam
pada anak secara professional, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta, RCSM
2005, hal 58-66.
5. Julia A McMillan,MD, febrile seizures, Oski,s Pdiatrics Principles and Practise,3rd
edition.Philadelpia. publisher:Lippincott& wilkins. 1999, chapter 404,page 1949-
1951.
6. Kesepakatan UUK Neurologi IDAI, kejang demam, Saaf Anak PERDOSSSI,
Jakarta, 2004.
7. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga,Jilid kedua. Penerbit Media Aesculapius
fakultas kedokteran Universitas Indonesia,2000, hal 434-437.
8. MA Guggenheim, MD. Febrile seizure, Current Pediatrics Therapy,15th edition,
Philadelphia, WB.Sauders company.2000, page 105-106.
9. Paduan Pelayanan Kesehatan Medis, Kejang Demam, Departemen Ilmu Kesehatan
Anak, Jakarta:EGC 2005. hal 151- 154.
10. Rahman M, Derajat MT, Segi- segi praktis Ilmu Kesehatan Anak, edisi2,
salemba,Jakarta. Hal 171-176.
11. Soetomenggolo, Taslim. Kejang demam. Buku Ajar neorologi Anak. Jakarta:Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 1999, hal 244- 251.
12. Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, Buku kuliah 2 ilmu kesehatan anak. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, 1985 hal 847-855.