dermatitis kontak non-eksimatus (translate indo)

19
Korporasi Penerbitan Hindawi ISRN Alergi Volume 2013, ID Artikel 361746, 10 halaman http://dx.doi.org/10.1155/2013/361746 Artikel Tinjauan Dermatitis Kontak Non-Eksimatus Domenico Bonamonte, Caterina Foti Michelangelo Vestita, dan Gianni Angelini Departemen Sains Biomedis dan Onkologi Manusia, Seksi Dermatologi, Universitas Bari,Piazza Giulio Cesare I, 70124 Bari, Italia Korespondensi dialamatkan kepada Caterina Foti; [email protected] Diterima 7 Juli 2013; Disetujui 12 Agustus 2013 Editor Akademik : D. C. Cara, B. F. Gibbs, Y.L. Ye, dan Z. Zhu Hak cipta © 2013 Domenico Bonamonte et a. Ini merupakan artikel terbuka yang didistribusikan oleh Creative Common Attribution License, tanpa pembatasan penggunaan, distribusi , dan reproduksi dalam berbagai media, serta membantu sitasi yang sesuai pada karya asli lainnya. Dermatitis kontak iritan maupun alergi biasanya menunjukkan proses eksimatus, yang secara klinis ditandai oleh lesi dematovesikosa eritematus dengan gatal yagn instens pada fase akut. Beberapa manifestasi menjadi ruam eritematus yang membesar, sejalan dengan proses fase subakut dan papular-hiperkeratosis pada fase kronis. Meskipun begitu, dermatitis kontak juga bermanifestasi pada bentuk non-eksimatus. Hal ini disebabkan oleh polimorfisme klinis dalam noxae yang berbeda dan modalitas kontak, sebagaimana suseptibilitas individual dan struktur kutaneus yang bervariasi. Bentukan yang sering muncul dari dermatitis kontak non-eksimatus termasuk seperti eritema multiforme, purpura, likenoid, dan pigmentasi. Hal tersebut harus dibedakan dari dermatitis “murni”, yang tidak memiliki riwayat kontak dengan zat eksogen. 1. Introduksi Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah penyakit kulit eksimatus yang sering yang diakibatkan oleh kontak (baik langsung maupun dengan medium udara) dengan cakupan zat yang ada di lingkungan sekitar. Secara patogenesis, DKA adalah hasil dari reaksi imunitas dimana terdapat respon imun bawaan dan adaptif. Secara terpisah, respon hiper- reaktif kepada zat kimiawi dalam jumlah kecil (hapten) yang mengenai kulit bergantung pada beberapa hal, seperti kapabilitas untuk mengaktivasi dan memoilisasi sel dendritik kulit (cutaneous dendritic cell / cDC), pembentukan ikatan hapten-epitop untuk pengenalan kepada sel T, dan kemampuan kompleks hapten-cDC untuk untuk menggerakkan sel T efektor [1-3]. Pada individu yang sensitif, uji kulit maupun uji sistemik dengan zat sensitizer yang spesifik untuk

Upload: muhammad-ridhwan

Post on 11-Dec-2015

21 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

Dermatitis

TRANSCRIPT

Page 1: Dermatitis Kontak Non-Eksimatus (Translate Indo)

Korporasi Penerbitan Hindawi ISRN AlergiVolume 2013, ID Artikel 361746, 10 halamanhttp://dx.doi.org/10.1155/2013/361746

Artikel Tinjauan

Dermatitis Kontak Non-Eksimatus

Domenico Bonamonte, Caterina Foti Michelangelo Vestita, dan Gianni Angelini

Departemen Sains Biomedis dan Onkologi Manusia, Seksi Dermatologi, Universitas Bari,Piazza Giulio Cesare I, 70124 Bari, Italia

Korespondensi dialamatkan kepada Caterina Foti; [email protected]

Diterima 7 Juli 2013; Disetujui 12 Agustus 2013

Editor Akademik : D. C. Cara, B. F. Gibbs, Y.L. Ye, dan Z. Zhu

Hak cipta © 2013 Domenico Bonamonte et a. Ini merupakan artikel terbuka yang didistribusikan oleh Creative Common Attribution License, tanpa pembatasan penggunaan, distribusi , dan reproduksi dalam berbagai media, serta membantu sitasi yang sesuai pada karya asli lainnya.

Dermatitis kontak iritan maupun alergi biasanya menunjukkan proses eksimatus, yang secara klinis ditandai oleh lesi dematovesikosa eritematus dengan gatal yagn instens pada fase akut. Beberapa manifestasi menjadi ruam eritematus yang membesar, sejalan dengan proses fase subakut dan papular-hiperkeratosis pada fase kronis. Meskipun begitu, dermatitis kontak juga bermanifestasi pada bentuk non-eksimatus. Hal ini disebabkan oleh polimorfisme klinis dalam noxae yang berbeda dan modalitas kontak, sebagaimana suseptibilitas individual dan struktur kutaneus yang bervariasi. Bentukan yang sering muncul dari dermatitis kontak non-eksimatus termasuk seperti eritema multiforme, purpura, likenoid, dan pigmentasi. Hal tersebut harus dibedakan dari dermatitis “murni”, yang tidak memiliki riwayat kontak dengan zat eksogen.

1. IntroduksiDermatitis kontak alergi (DKA) adalah penyakit kulit

eksimatus yang sering yang diakibatkan oleh kontak (baik langsung maupun dengan medium udara) dengan cakupan zat yang ada di lingkungan sekitar. Secara patogenesis, DKA adalah hasil dari reaksi imunitas dimana terdapat respon imun bawaan dan adaptif. Secara terpisah, respon hiper-reaktif kepada zat kimiawi dalam jumlah kecil (hapten) yang mengenai kulit bergantung pada beberapa hal, seperti kapabilitas untuk mengaktivasi dan memoilisasi sel dendritik kulit (cutaneous dendritic cell / cDC), pembentukan ikatan hapten-epitop untuk pengenalan kepada sel T, dan kemampuan kompleks hapten-cDC untuk untuk menggerakkan sel T efektor [1-3]. Pada individu yang sensitif, uji kulit maupun uji sistemik dengan zat sensitizer yang spesifik untuk menilai rekruitmen sel T efektor, bersama dengan Natural Killer Lymphocyte, yang akan memediasi kerusakan jaringan dengan melepas sitokin pro inflamasi dan melalui pemusnahan keratinosit bermuatan hapten.

Bentuk klinis dari DKA umumnya polimorfik. Disamping bentuk klasik berupa lesi eksimatus, faktanya, berbagai variasi klinis non eksimatus mungkin terjadi [1, 4-

6]. Penyebab variasi bentuk klinis dari DKA ada banyak (Tabel 1). Menurut data kami (tidak dipublikasikan), lebih dari 30.000 patch yang telah diuji secara individual dalam studi tentang dermatitis kontak, bentuk non eksimatus ditemukan lebih banyak (52%) daripada bentuk klasik berupa lesi eksimatus (48%). Pola klinis yang bervariasi dari DKA non eksimatus telah dideskripsikan sebagai berikut: beberapa berhubungan dengan penggunaan hapten spesifik topikaldan sisanya kerap bergantung kepada alergen yang diberikan secara sistemik (Tabel 2). Bentuk yang umum terjadi akan dideskripsikan pada bagian berikut.

2. Dermatitis Kontak yang mirip Eritema MultiformeDari banyak jenis non-eksim, jenis yang

mirip dengan eritema multiforme (atau “eritema multiforme kontak”) adalah yang paling umum. Jenis ini dapat dicetuskan oleh substansi yang berbeda, terutama kayu eksotis, obat dan etyhlenediamine (Tabel 3).

2.1 Penyebab

Page 2: Dermatitis Kontak Non-Eksimatus (Translate Indo)

Kayu dan tumbuhan. Dari banyak jenis kayu eksotis, Brazilian rosewood (Dalbergia nigra), pao ferro (Machaerium scleroxylon) dan Eucalyptus saligna adalah penyebab relevan pada kasus erupsi menyerupai eritema mutiforme yang dikarenakan pekerjaan, yaitu pada tukang kayu, rimbawan, dan tukang mebel. Antigen pada pao ferro dan Brazilian rosewood menyebabkan reaksi silang pada quinine, kemudian R-3, 4-do-methoxy-dalbergione, dan R-4-methoxy-dalbergione [7,8]. Literatur juga membuat daftar penyebab di luar pekerjaan dari penggunaan gelang [9] dan kalung [10] berbahan kayu yang terbuat dari D. nigra. M. sclerodyxon disebutkan menyebabkan erupsi yang mirip pada orang-orang yang menggunakan jenis kayu ini untuk membuat kotak kayu [11].

Tabel 1 : Faktor penentu gambaran klinis polimorfik unik untuk dermatitis kontak allergenPolimorfi erupsi

Polimorfi evolutifAgen kausatifCara terekspos (kutan, sistemik)Rerata terekspos (langsung pada kutan, termediasi pada kutan melalui udara)Bagian jaringan yang terkena oleh agen kausatifAnatomi dan fisiologi dari daerah kutan yang terkenaAgen kausatif kemungkinan bertumpuk dengan reaksi iritasiFaktor lingkungan (UV, suhu, kelembapan)Variabilitas intensitas gatalDermatitis yang sudah ada mengaburkan reaksi kontak alergen yang ada

Tabel 2: Jenis berbeda dari erupsi kontak non-eksimDermatitis kontak mirip eritema multiforme

Dermatitis kontak purpuraDermatitis kontak lichenDermatitis kontak lymphomatoidDermatitis kontak pigmenDermatitis kontak pustularDermatitis kontak dishidrosiformik

Penyebab lain dari reaksi mirip eritema multiforme meliputi Artemisis vulgaris [12,13] tumbuhan menjalar beracun [14,15], Hypericum erectum [16], dan terpenes [17]. Larutan obat dalam alkohol pada capsicum menyebabkan reaksi analog pada wanita yang menggunakan campuran untuk mengobati arthritis lutut18. Inula helenium, memiliki campuran untuk mengobati nyeri punggung, juga menginduksi reaksi mirip eritema multiforme, dengan reaksi uji tempel positif dengan

campuran dari sequisterpene lactone dan alatolactone [19]. Sebagai catatan, Primula obconica juga dapat menyebabkan erupsi yang mirip [20-23]. Kami mengobservasi reaksi mirip eritema multiforme pada pekerja tempat pembibitan, yang mengurus tanaman P. obconica. Dermatitis yang terjadi ditemukan pada tangan, lengan dan wajah. Tes uji tempel positif pada primin (0,01% pada hewan), daun dan bunga. Pemeriksaan histology menunjukkan foci dari orthokeratosis hyperkeratosis, spongiosis ringan, eksositosis dan beberapa reaksi nekrotik keratinosit ; pada dermis ringan dan superficial, ditemukan infiltrasi dari limfosit perivaskular yang besar [24].

Obat-obatan TopikalBeberapa obat topical dilaporkan menyebabkan reaksi

dermatitis mirip eritema multiforme, dimana mayoritas merupakan jenis anti mikroba. Menurut pengamatan kami, pyrrolnitrin dapat menginduksi erupsi jenis ini [25,26]. Obat lain yang dapat menyebabkan reaksi diantaranya sulfonamide [27,28], promethazine [25], neomycin [25], mafenide acetate [29], ethylenediamine [25,30] dan mephenesin [31,32]. Dari jenis obat anti inflamasi non steroid yaitu phenylbutazone [33], bufexamac [34], dan mofebutazone [35]. Sedangkan dari golongan kortikosteroid, budesonide [36] dan trianicinolone acetonide [37] menyebabkan reaksi analog.

Penyebab LainnyaErupsi mirip eritema multiforme bisa jadi merupakan reaksi kontak alergi terhadap nikel [38-41] dan kobalt [39]. 9-Bromofluorene menginduksi reaksi akut terhadap kulit pada beberapa pelajar di bidang kimia, yang terekspos pada saat sintesis bahan [42,43]. Akhirnya ada banyak campuran bahan yang dihubungkan dengan reaksi mirip eritema multiforme, walaupun di luar perkiraan [5,6].

Tabel 3: Alergen kausatif pada erupsi mirip eritema multiforme

Tanaman dan tumbuhan

Obat-obatan Bahan kimia lain

Dalbergia nigra (Brazilian rosewood)

Ethylenediamine Campuran bromine

Toxicodendron radicans (tumbuhan jalar beracun)

Pyrrolnitrin Turunan phenylsulphone

Primula obconica Sulfamide Resin epoxyMachaerium scleroxylon (pao ferro)

Econazole Formaldehyde

Artemisia vulgaris

Promethazine Disperse blue 124

Page 3: Dermatitis Kontak Non-Eksimatus (Translate Indo)

Eucalyptus sagina (karet)

Balsem Peru Trichloroethylene

Inula helenium Scopolamine DinitrochlorobenzeneCapsicum Mafenide

acetateDiphenylcyclopropenone

Terpenes Proflavine

Pyrethrum NeomycinVitamin E

BudesonideBufexamacClioquinol (vioform)KetoprofenTriamcinolone acetonideIdoxuridinePhenylbutazone

2.2 Manifestasi klinisLesi awal adalah bentukan eksim pada

morfologi dan terlokasi pada tempat kontak terhadap allergen. Setelah reaksi lambat 1-15 hari, erupsi mirip eritema multiforme akan mengikuti, meliputi area sekitar lesi awal dan meluas pada seluruh permukaan kulit. Pada akhirnya akan terjadi respon susulan secara sistemik pada obat-obatan dimana pasien sebelumnya sudah tersensitisasi secara topical. Lesi target eritemavesikular dan urtikaria merupakan karakteristik umum. Batas tidak tegas; bentukan ini bertahan lebih lama dari lesi non eksim (atau kadang muncul setelah regresi dari respon akhir). Sensasi gatal juga biasanya muncul pada reaksi polimorfik [1]. Uji tempel biasanya menunjukkan hasil eksim positif, dengan pengecualian pada lesi vesikobulla atau urtikaria.

Diagnosa banding dapat disingkirkan dengan bentukan asli eritema multiforme (Tabel 4), pada bagian akhir menunjukkan lesi target dengan penyebaran khas pada acral dan onset seperti tumbuhan.

2.3 HistopatologiPemeriksaan histologi umumnya tidak spesifik.

Epidermis menunjukkan spongiosis dan eksositotis. Edema dermis bagian atas yang ringan dan infiltrasi limfohistiotik perivaskular dapat terlihat. Degenerasi vakuolar pada sel basal jarang terlihat, dimana nekrosis epidermis sangat ringan ataupun tidak ada. Ketika ditemukan gambaran bulla maka lesi sampai intraepidermis [1].

Histopatologi pada eritema multiforme asli menunjukkan nekrosis epidermis dan degenerasi vacuolar sel basal yang jelas, dimana bulla ada di daerah subepidermis [1].

Tabel 4: Diagnosis banding antara eritema multiforme asli (EM) dan dermatitis kontak mirip eritema multiforme

Kriteria EM Dermatitis kontak mirip EM

Etiologi Virus, bakteri, obat-obatan sistemik

Bahan kimia topikal

Manifestasi klinis

Lesi eritema dan edema dengan bentuk cockade, kadang bulla, terlokalisir di akral (wajah, tangan, lengan, paha)

Lesi polimorfik terlokasi di perifer dari tempat kontak dengan agen yang menyebabkan reaksi sensitivitas

Demam Sering ada Tidak adaKeterlibatan mukosa

Sering Jarang

Histologi Epidermis: nekrosis sel basal, vesikobula subepidermisDermis: edema, vasodilatasi kapiler, tanda vaskulitis

Epidermis: spongiosisDermis: edema, infiltrat lymphohistiotik

Patogenesis Kompleks imun Hipersensitivitas tipe IV

Tes tempel Negatif PositifDurasi Bertahan hingga 3

minggu (self-limiting)

Tergantung dari withdrawal alergen

3. Dermatitis Kontak PurpuraBentuk dari dermatitis kontak non-ektima ini tidak

umum dijumpai dan dalam banyak kasus tidak terdiagnosis. Erupsi muncul dalam beberapa minggu setelah hilangnya agen pemicu, dan mereda dengan sedikit ataupun banyak pigmentasi yang persisten. Bentukan purpura dari dermatitis kontak, dan reaksi patch test yang berkaitan juga dapat juga menjadi salah satu iritan, atau lebih sering lagi mekanisme alergi [44].

3.1 PenyebabFaktor penyebab yang paling umum

ditampilkan pada Tabel 5. Beberapa komponen dari karet dan tekstil juga berulang kali dilaporkan dalam literatur.

Karet. Kasus pertama dilaporkan pada 1968: muncul purpura pada 9 wanita akibat baju dalam elastis; pada saat Patch Test muncul hasil positif terhadap N-isopropyl-N-phenyl-paraphenylenediamine (IPPD), antioksidan dari karet [45]. 2 Kasus lainnya menunjukkan gambaran purpura diffuse dengan hasil

Page 4: Dermatitis Kontak Non-Eksimatus (Translate Indo)

pemeriksaan darah negatif, berhubungan pula dengan IPPD utamanya karena penggunaan sepatu boot karet [46]. Nelayan melaporkan 3

kasus, oleh karena baju selam karet, celana elastis, dan perban kaki yang elastis, pada ketiga pasien hasil patch test positif IPPD [47, 48]. Penulis kemudian mempopulerkan penggunaan istilah “PPPP syndrome”, yang didefiniskan sebagai DKA yang memiliki karakteristik petekie, gatal, dan purpura, disebabkan oleh IPPD. IPPD juga menyebabkan erupsi yang serupa akibat bra pada wanita [49] dan sepatu boot pada pria [50]. Sindroma PPPP juga dideskripsikan oleh karena penggunaan perban elastik pada kasus ortopedi [51] dan sarung tangan karet [52]; Pada kasus baru baru ini patch test tidak hanya positif pada IPPD tapi juga pada N-cyclohexyl-N’-phenyl-paraphenylene diamine dan N,N’-diphenyl-para-phenylenediamine.

Tekstil. Sejak 1969 sampai 1972, Osmundsen mengumpulkan 167 kasus reaksi purpura akibat pemutih yang tekandung pada deterjen cuci [53, 54]. Petekie dan rasa gatal timbul pada daerah yang secara umum lebih melekat dengan pakaian (ketiak, lengan, lipatan lengan, leher, dan paha), Agen penyebabnya adalah Tinopal CH-3556, gabungan 2 noncrossreactive pyrazoline (monochlorobiphenyl-pyrazoline dan dichloro diphenyl pyrazole). Tinopal CH-3556 biasa digunakan untuk memutihkan serat nilon dan menimbulkan outbreak epidemis serupa di Spanyol, dimana 103 kasus terkumpul [55]. Sejak saat itu, produk telah ditarik tanpa adanya laporan kasus. Saat ini, pemutih stilbene-based bebas resiko telah beredar. Seorang nelayan mengalami lesi purpura generalis dengan perubahan pigmentasi pada area kontak dengan baju militer biru. Pada uji tempel menunjukkan hasil positif terhadap Disperse Blue 85, selagi hasil histologi menunjukkan tanda Schamberg disease [56]. Kami langsung mengamati kasus DKA purpura terhadap Disperse Yellow 27 (Serisol Fast Yellow 6DW), hasil dari para-amino-acetanilide dan paraphenyl phenol. Pewarna tersebut merupakan bagian dari bagian dalam celana panjang, dan

dermatitis muncul di seluruh permukaan kulit, dimulai dari dan paling banyak bermanifestasi di area paha. Thin layer chromatography dari ekstrak tekstil menunjukkan hanya 1 komponen yaitu Disperse Yellow 27. Histologi membuktikan aspek dasar dari DKA, dengan infiltrat limfositik dan edema perivaskuler yang intens, berhubungan dengan ekstravasasi eritrosit yang kasat mata [57]. Erupsi purpura juga dilaporkan muncul pada penyedia topi hitam dari paraphenylenediamine [58]. Di tentara Inggris terdapat pada resin formaldehyde yang terkandung pada baju wol [59], dan pada pria yang bekerja mengumpulkan residu pencampuran wol dan kain sintetis [60].

Tumbuhan. Frullania menginduksi reaksi purpura difusa; histologi menunjukkan tanda vaskulitis leukositoklastik; namun demikian pemeriksaan kompleks imun dan deposit komplemen juga positif [61]. Agave americana L., dari keluarga Agavaceae dapat menentukan dermatitis kontak purpura dari gambaran histopatologis dari vaskulitis leukositoklastik [62]. Kami juga mengamati beberapa kasus serupa, oleh karena kontak dari latex pada tumbuhan [63]. Zea mais (jagung) juga menunjukkan dapat menginduksi phytodermatitis kontak iritan purpura beberapa jam setelah kontak dengan daun hijaunya. Uji tempel, sinar, dan uji gores dengan ekstrak alkohol pada beberapa bagian tumbuhan yang berbeda (batang, daun, dan bunga) menunjukkan hasil negatif [64]. Uji coba 2 jam paparan terhadap d-limonene 98% menghasilkan reaksi purpura yang parah dan persisten selama beberapa minggu 6 jam setelah kontak [65].

Lain-lain. Fiberglass dapat menginduksi dermatitis kontak baik langsung maupun melalui media udara, dengan gatal-gatal, diameter 0,1 – 0,5 mm, dan sebagian besar purpura papul pada folikel. Area yang terekspos dan tidak terekspos sama sama terpengaruh, karena serat mampu menembus pakaian [66, 67]. Pakaian yang terkontaminasi karena dicuci bersama dengan tirai fiberglass juga dapat menginduksi dermatitis purpura [68]. Erupsi purpura vaskulitis karena balsam Peru [25, 69], etylenediamine [70, 71], benzoyl peroxide [72], dan proflavine [73] juga dilaporkan.

3.2 Reaksi Purpura akibat Patch Test (Uji tempel)Telah diketahui bersama oleh mereka di

bidang dermatoallergology, reaksi petekie karena uji tempel cobalt, tanpa edema, vesikel, dan

Page 5: Dermatitis Kontak Non-Eksimatus (Translate Indo)

infiltrasi dapat diamati. Hal ini adalah beberapa racun yang ada di alam, ketimbang alergi. Schmidt et al. dalam jangka waktu 4 tahun, mengamati 123 kasus (4,7%) reaksi petekie akibat cobalt dari total 2594 pasien uji tempel. 23 pasien dites ulang dan muncul respon petekie pada 60% dari kasus. Berdasarkan data ini, insiden dari reaksi alergi terhadap cobalt lebih rendah (2.9%) daripada insiden dari reaksi iritan primer [74]. Menilai dari praktik kita, kasus petekie non alergi cobalt dan kromium akan sangat jelas lebih banyak dan sering terjadi.

3.3 Gambaran KlinisDermatitis kontak purpura alaminya dapat berupa

toksik ataupun alergi. Dari sudut pandang morfologi klinis, diagnosis banding tidak langsung jelas: keduanya muncul purpura yang palpable, timbul perlahan, dan diikuti oleh pigmentasi yang beragam dan persisten. Saat ini, pemeriksaan klinis merupakan alat yang berguna untuk membedakan keduanya, yaitu iritan dibatasi kontaknya dengan area kontak. Lebih lanjut lagi, lesi pada iritan lebih cepat mereda dan kurang infiltrasi daripada alergi.

Iritasi kontak difusa akibat fiberglass harus dibedakan dengan skabies, ektima (seperti prurigo), hewan, dan ascariasi, dan jika persisten, dari Hodgkin disease. Data anamnesis dari epidemiologi dari industri dan pekerjaan (serat yang tersebar melalui saluran udara) sangat membantu diagnosis [75].

Bentukan alergi dari dermatitis kontak purpura umumnya terdapat manifestasi difusa dan polimorfik: lesi papulopurpura dan papulovesikula paralel dengan lesi ektima fokal klasik. Lesi ektima klasik hanya terbatas pada area kontak. Lesi sekunder di area yang jauh dari kontak juga dapat muncul gambaran polimorfik atau gambaran vaskulitis, seperti yang telah kami amati. Reaksi uji tempel pada purpura adalah vesikular dan menginfiltrasi [44].

3.4 Patogenesis dan HistopatologiPatogenesis dan mekanisme dari dermatitis kontak

purpura sementara ini masih belum diketahui. Hemostasis atau sistem komplemen perannya masih belum jelas dideskripsikan pada laporan kasus, karena kompleks imun bukan satu-satunya yang berperan. Dari setiap kasus yang kami amati, dari 3 kasus berat akibat balsam Peru dengan vaskulitis dan bula serta berbagai kasus dari ethylenediamine (dimana selanjutnya ruam tersebut diikuti dengan administrasi aminofilin sistemik), pemeriksaan laboratorium spesifik menunjukkan hasil dalam batas normal [25, 44].

Semenjak degenerasi sel endotel dapat dibuktikan dengan mikroskop elektron, efek terhadap sel sel ini telah menjadi hipotesis. Secara detail, racun atau alergen spesifik dan juga stimulus mekanik (fiberglass) dapat

mempengaruhi afinitas dari endotel pembuluh darah [47, 57, 58]. Kemudian, reaksi limfositik primer sebagai respon terhadap antigen pada lokasi perivaskuler dapat melepaskan limfokin racun yang bertanggung jawab terhadap kerusakan endotel [72].

Histopatologi menjelaskan dengan hasil yang dapat dibandingkan, di sebagian besar kasus. Di epidermis, spongiosis dan eksositosis limfositik merupakan gambaran yang konstan ada, bersama dengan timbulnya bula. Pada dermis atas, tanda vaskulitis leukositoklastik (degenerasi fibrin pembuluh darah, edema endotel, limfomoositik perivaskuler dan infiltrat neutrofil yang jarang, ekstravasasi eritrosit, dan kariorheksis) tampak. Gambaran yang sama juga dapat diamati saat pemeriksaan uji tempel lesi (Tabel 6) [47, 74].

Pemeriksaan darah, histologi, dan pemeriksaan uji tempel merupakan metode yang valid untuk membedakan kondisi purpura dari vaskuler, hemostatik, dan idiopatik.

4. Dermatitis Kontak LikenoidBentuk yang sangat jarang dari dermatitis kontak

noneczematous dengan gambaran klinis yang menyerupai orang dengan liken planus. Hal ini mempengaruhi kulit dan membran mukosa.

4.1 PenyebabPengembang warna, zat yang berasal dari

para-phenylenediamine adalah penyebab paling sering dari munculnya kontak alergi likenoid.

Senyawa yang termasuk adalah Kodak CD2 (4-N, N-dietil-2 methyl phenylenediamine), Kodak CD3 (4-N-etil-N-2-methane sulfonylaminoethyl-2-methylphenylenediamin sesquisulfat monohydrate), Kodak CD4 (2-amino-5-N- etil-N- (hidroksietil) -aminotoluene sulfat), Ilford MI 210 (N-etil-N (5-hidroksi-amil) paraphenylenediamine hidrogen sulfat, dan Agfa TSS (4-amino-N-Diethylaniline sulfat) [75].

Page 6: Dermatitis Kontak Non-Eksimatus (Translate Indo)

Kasus lain dari dermatitis kontak likenoid yang telah dilaporkan oleh Mandel, pada 9 dari 11 pekerja yang memiliki kontak alergi terhadap pengembang warna [76], dan oleh Fry pada 7 dari 20 pasien dengan sensitisasi analog [77]. Kecepatan tinggi, pemrosesan film hitam-dan-putih menyiratkan penggunaan bahan kimia yang serupa, yang dapat menyebabkan reaksi likenoid [78]. Sebagai aturan umum, kemunculan dari pengembang warna menyerang mukosa mulut [79]. Kasus dari paraphenylenediamine dalam pewarna rambut [80] P. obconica [81], nikel [82], epoxyresins [83], antibiotik aminoglikosida [84], dan asam ester metakrilat untuk keperluan industri [85] juga telah dijelaskan. Mukosa mulut yang terlibat adalah karena tembaga [86], seng [87], dan merkuri [88] yang terdapat dalam restorasi gigi.

4.2 Gambaran KlinisLesi eczematous berhubungan dengan lesi papulous

yang berwarna gradasi ungu-merah. Munculnya lesi sebagian besar melibatkan bagian yang kontak, kemudian menyebar luas hingga mukosa. Hal ini berkepanjangan dan meninggalkan perubahan pigmen bervariasi yang berlangsung hingga beberapa bulan. Dermatitis kontak likenoid harus dibedakan dari liken planus, dengan karakteristik lesi papulous berwarna ungu poligonal yang khas. Timbulnya dermatitis kontak likenoid hampir selalu akut dan munculnya erupsi menyebar dengan cepat. Sesungguhnya lesi eczematous pada bagian yang primitif terlihat dengan jelas di banyak kasus. Reaksi positif pada uji tempel adalah pada dasarnya eczematous, tetapi kemungkinan dapat berubah menjadi likenoid.

4.3 Patogenesis dan HistopatologiPatogenesis dari dermatitis kontak likenoid masih

belum jelas. Penyerapan sistemik agen menyinggung dapat menimbulkan lesi kulit jauh dari bagian kontak yang aslinya. Dalam 5 kasus yang telah kami diamati (3 dari film pengembang warna dan 2 dari paraphenylenediamine), secara histologi menunjukkan kekurangan dari hipergranulosis, fokus dari spongiosis moderat, dan vakuolisasi fokus stratum basal. Sebuah mononuklear

berinfiltrasi pada bagian atas dermis [86]. Vakuolisasi sel basal adalah penyebab Inkontinensia pigmenti, yang dapat menjelaskan lesi kulit berwarna aneh, campuran merah dari flogosis dengan biru dari melanin kulit. Tabel 7 perbandingan dari perbedaan karakteristik histopatologi dari dermatitis kontak likenoid dan liken planus.

5. Dermatitis Kontak Limfomatoid Dermatitis yang tidak umum ini bermanifestasi dengan

gambaran klinis plak parapsoriasis atau tahap awal mikosis fungoides [1, 70]. Tidak ada penyebab spesifik karena hapten [89-95], yang paling sering dilaporkan adalah karena paraphenylenediamine, para-tertyl-butil resin fenol, emas, etilendiamin, dan nikel. Reaksi uji tempel untuk ini adalah eczematous dan dapat bertahan selama beberapa hari. Dermatitis kontak limfomatoid dan mikosis fungoides muncul dengan patch infiltratif, menunjukkan warna eritematus yang cerah dan tepi yang jelas.

Histologi sangat penting dalam membedakan dua kondisi di atas adalah spongiosis jauh lebih jelas, dan eksositosis biasanya hanya pada dermatitis kontak limfositik. Mycosis fungoides menunjukkan limfosit yang tidak khas pada fokal abses seperti agregasi (yaitu, mikroabses dari Pautrier yang patognomonik) dan seperti infiltrasi subepidermal dari sel limfoid besar dengan inti serebriform (Tabel 8).

6. Dermatitis Kontak BerpigmenDijelaskan oleh Osmundsen pada tahun 1970,

merupakan hiperpigmentasi primitif melanik, biasanya diamati pada phototypes gelap dan sebagian besar berhubungan dengan pekerjaan, Penulis mengamati hiperpigmentasi kulit yang intens dan aneh karena kontak dengan pemutih. (Tinopal CH 3566) digunakan dalam deterjen dan dijadikan kombinasi dari dua turunan pirazolon, hingga saat ini dihentikan.

Secara klinis, bagian yang terkait adalah yang terkena dermatitis kontak karena tekstil, dengan warna coklat-biru sampai hyperchromia keabu-abuan. Kesamaan umumnya terjadi pada tempat uji tempel. Secara histologi terbukti bahwa melanin mengendap di dalam dan di luar melanophages di atas dermis.

Page 7: Dermatitis Kontak Non-Eksimatus (Translate Indo)

Dermatitis kontak berpigmen bisa juga disebabkan pewarna azoic. Ledakan epidemi akibat kontak dengan naftol AS telah dilaporkan dalam bisnis tekstil [97]. Hiperpigmentasi itu terlihat pada individu berkulit gelap, sementara yang berkulit umumnya menunjukkan tanda-tanda eksim klasik. Sudan I,  Vacanceine Red [98], dan Brilliant Lake Red R [99] adalah pewarna lain yang telah dilaporkan. Kasus pekerjaan yang terisolasi dalam minyak larut [100], Paraphenilenediamin [101] dan substansi lain juga dijelaskan (Tabel 9) [102]. Melanosis Riehl saat ini juga dianggap sebagai penyebab dermatitis kontak berpigmen, sebagian besar akibat dari sensitisasi wewangian dan bahan kimia [103].

Tabel 9 : Agen penyebab dermatitis kontak berpigmen

Pemutih Tinopal CH 3566

Pewarna Naphtol ASSudan IBriliant Lake RedVacanceine RedSolvent Orange 8

Kosmetik Pigmen :- Pigmen Oranye 3- Pigmen Merah 3- Pigmen merah 49- Pigmen merah 64

Pelarut Azoic- Pelarut Oranye 2- Pelarut Oranye

Pewangi MelatiHydroxycitronelialYlang-ylangPatchouliCarnanga

Antiseptik CarbanilideBahan Lain Formaldehid

NikelKaretPrimula obconicamusk ambrette

7. Dermatitis Kontak PustularPustula biasanya berhubungan dengan reaksi iritasi.

Namun demikian, reaksi alergi pustular diketahui dari nitrofurazone, karet hitam, dan minoxidil. Yang terakhir ini telah dijelaskan pada wanita yang mengalami vesicopustular di dahi setelah menggunakan larutan minoxidil 2%. Histologi menunjukkan limfosit perifollicular, histiosit, dan eosinofil. Respon uji tempel adalah pustular eritematosa. Uji tempel yang sangat eczematous dalam kasus lain pustular dermatitis kontak alergi adalah dari ekonazol nitrat.

Implikasi dari reaksi pustular tersebut masih tidak jelas. Pustula steril dan sementara dan bisa menggantikan secara subkorneal, seperti yang diamati dalam kasus dari trichloroethylene.

7.1 Reaksi Uji Tempel PustularReaksi pustular pada bahan kontak sering diamati

dalam pembacaan uji tempel. Hjorth menyebutkan bahwa atopic merupakan predisposisi dari reaksi tersebut [109]. Garam-garam logam, terutama nikel, tembaga, arsenik, dan merkuri merupakan penyebab paling umum dari reaksi ini, yang mengiritasi dari alam [110, 111]. Sesungguhnya, respon pustular dengan uji temple terhadap nikel banyak diamati saat pengujian atopik pada lesi kulit, dengan papula folikuler, eritema, atau likenifikasi [112]. Hal ini semakin mendukung sifat iritan dari fenomena tersebut.

Pada subyek yang terkena dermatitis atopik, kita sering mengamati reaksi folikel semacam pustular saat uji tempel dengan nikel tetapi juga dengan kalium bikromat. Pustula selalu steril, cepat mengering, dan sembuh dengan cepat. Eritema muncul ringan dan reaksinya tidak pruriginous. Secara histologi, didokumentasikan dalam berbagai kasus, selalu dibuktikan agregasi intraepidermial dari neutrofil, tanpa tanda-tanda eksositosis lymphomonocytic atau spongiosis. Kami selalu mempertimbangkan reaksi tersebut dan langsung mengamati zat iritan di alam [113,114].

Tabel 10: Diagnosa Banding antara Dyshidrosiform ACD dan PompholyxKarakteristik Dyhidrosiform

ACDPompholyx

Telapak Tangan/kaki

+++ +++

Punggung tangan/kaki

+++ +

Eritema +++ +Vesikula Hemoragik + -Bula ++ +/+++ACD Primary Locus Ada Tidak adaSpongiosis +++ +Eksositosis +++ +Vesikel Kecil sekali besar

8. Dermatitis Kontak DishidrosiformBeberapa penulis memasukkan kondisi ini ke dalam

bentuk alergi non-eksimatus [6]. Menurut kami, dermatitis seperti ini mempertahankan aspek klinikohistopatologi eksimatus dan diagnosa banding yang tepat harus dibuat dengan pomfolix eksim endogen. Sesuai observasi, dermatitis kontak alergi dishidrosiform dapat menjadi bentuk primer maupun sekunder [70, 115, 116].

Dermatitis kontak alergi dyshidrosiform dapat primitif atau sekunder [70, 115, 116]. Yang terakhir ini didefinisikan sebagai sensitivitas kontak yang membuat

Page 8: Dermatitis Kontak Non-Eksimatus (Translate Indo)

komplikasi dari pomfolix palmoplantar primitif. Hal ini cenderung menjadi hal yang kronis-rekuren, yang akan menjadi faktor predisposisi dari alergi kontak okupasi dan non-okupasi [117,118]. Dari studi yang telah dilakukan pada 354 subjek dengan lesi pomfolix asli, diobservasi dalam periode 5 tahun, kejadian tes patch yang bereaksi positif relevan sejumah 29,6%. Pengobatan topikal (yang digunakan untuk mengobati pomfolix) dan zat-zat lain yang parafenilendiamin (31,5% reaksi positif), krom (25%), kobalt (10,2%), merkaptobenzotiazol (9,3%), nikel (6,5%), dan resin para-tert-butilfenol formaldehida (2,7%) adalah zat yang paling sering terlibat sebagai hapten. Relevansi uji tempel terkait dengan aktivitas okupasional tertentu, penggunaan sarung tangan daripada sepatu [115]. Baru-baru ini studi yang kami lakukan pada 45 individu yang terkena pomfolix palmoplantar mengkonfirmasi kejadian dermatitis kontak alergi sebesar 31% [116].

Dermatitis kontak alergi dishidrosiform primitif merupakan ekpresi dari alergi kontak sistemik, pada observasi pasien dengan sensitisasi nikel. Tes uji oral dengan nikel mampu memproduksi erupsi dishidrosiform pada subjek [119-122]., meskipun fenomena ini tidak dikonfirmasi secara luas [123,124].

Tabel 10 merujuk diagnosis banding antara dermatitis kontak alergi dishidrosiform dengan pomfolix. Eritema yang intens dan bekas keterlibatan punggung tangan yang konstan mempresentasikan karakteristik yang bermakna. Secara histologis, spongiosis dan eksositosis lebih sering ditemukan pada dermatitis kontak alergi daripada pomfolix.

Referensi

[1] D. Bonamonte, A. Cavani, and G. Angelini, “Allergic contact dermatitis,” in Textbook of Dermatology & Sexually Transmitted Diseases, A. Giannetti and C. Del Forno, Eds., vol. 2, pp. 933–961, Piccin, Padova, Italy, 2013.

[2] A. Cavani, O. De Pita, and G. Girolomoni, “New aspects of the molecular basis of contact allergy,” Current Opinion in Allergy and Clinical Immunology, vol. 7, no. 5, pp. 404–408, 2007.

[3] S. F. Martin and T. Jakob, “From innate to adaptive immune responses in contact hypersensitivity,” Current Opinion in Allergy and Clinical Immunology, vol. 8, no. 4, pp. 289–293, 2008.

[4] G. Angelini and G. A. Vena, “Dermatite allergica da contatto,” in Dermatologia Professionale e Ambientale, G. Angelini and G. A. Vena, Eds., vol. 2, pp. 483–512, ISED, Brescia, Italy, 1999.

[5] C. L. Goh, “Non-eczematous contact reactions,” in Textbook of Contact Dermatitis, R. J. G. Rycroft, T. Menne, P. J. Frosh, and J.-P. Lepoittevin, Eds., pp. 413–431, Springer, Berlin, Germany, 3rd edition, 2001.

[6] R. L. Rietschel and J. F. Fowler, “Noneczematous contact dermatitis,” in Fisher’s Contact Dermatitis 6. Hamilton, R. L. Rietschel and J. F. Fowler, Eds., pp. 88–109, BC Decker, 2008.

[7] R. Holst, J. Kirby, and B. Magnusson, “Sensitization to tropical woods giving erythema multiforme like eruptions,” Contact Dermatitis, vol. 2, no. 5, pp. 295–296, 1976.

[8] P. Martin, H. Bergoend, and F. Piette, “Erythema multiformelike eruption from Brazilian rosewood,” in Proceedings of the 5th International Symposium on Contact Dermatitis, Barcelona, Spain, March 1980.

[9] A.A.Fisher,“Erythemamultiforme-like eruptions duetoexotic woods and ordinary plants: part 1,” Cutis, vol. 37, no. 2, pp. 101–104, 1986.

[10] A. A. Fisher and J. Bikowski Jr., “Allergic contact dermatitis due to a wooden cross made of Dalbergianigra,” Contact Dermatitis, vol. 7, no. 1, pp. 45–46, 1981.

[11] C. Irvine, A. Reynolds, and A. Y. Finlay, “Erythema multiformelike reaction to “rosewood”,” Contact Dermatitis, vol. 19, no. 3, pp. 224–225, 1988.

[12] G. Kurz and M. J. Rapaport, “External/internal allergy to plants (Artemesia),” Contact Dermatitis, vol. 5, no. 6, pp. 407–408, 1979.

[13] S. L. Moschella, “Erythema multiforme,” in Dermatology, vol. 1, WB Saunders, Philadelphia, Pa, USA, 1975.

[14] S. B. Mallory, O. F. Miller III, and W. B. Tyler, “Toxicodendron radicans dermatitis with black lacquer deposit on the skin,” Journal of the American Academy of Dermatology, vol. 6, no. 3, pp. 363–368, 1982.

[15] R. S. Schwartz and T. F. Downham II, “Erythema multiforme associated with Rhus contact dermatitis,” Cutis, vol. 27, no. 1, pp. 85–86, 1981.

[16] W. Torinuki, “Generalized erythema-multiforme-like eruption following allergic contact dermatitis,” Contact Dermatitis, vol. 23, no. 3, pp. 202–203, 1990.

[17] J. D. Kirby and C. R. Darley, “Erythema multiforme associated with a contact dermatitis to terpenes,” Contact Dermatitis, vol. 4, no. 4, p. 238, 1978.

[18] A. A. Raccagni, F. Bardazzi, U. Baldari, and M. G. Righini, “Erythema-multiforme-like contact dermatitis due to capsicum,” Contact Dermatitis, vol. 33, no. 5, pp. 353–354, 1995.

[19] M. P. G. Mateo, M. Velasco, F. J. Miquel, and J. de la Cuadra, “Erythema-multiforme-like eruption following allergic contact dermatitis from sesquiterpene lactones in herbal medicine,” Contact Dermatitis, vol. 33, no. 6, pp. 449–450, 1995.[20] N. Hjorth, “Primula dermatitis,” Transactions of the St. John’s Hospital Dermatological Society, vol. 52, pp. 207–219, 1966.

Page 9: Dermatitis Kontak Non-Eksimatus (Translate Indo)

[21] A. Virgili and M. Corazza, “Unusual primin dermatitis,”Contact Dermatitis, vol. 24, no. 1, pp. 63–64, 1991.

[22] F. Lengrand, A. S. Tellart, M. Segard, Y. Dejobert, and P. Thomas, “Erythema multiforme-like eruption: an unusual presentation of primula contact allergy,” Contact Dermatitis, vol. 44, no. 1, p. 35, 2001.

[23] R. Gallo, S. Sorbara, and F. Rongioletti, “Contact erythema multiforme from Primula obconica,” Contact Dermatitis, vol. 53, no. 6, pp. 351–352, 2005.

[24] D. Bonamonte, R. Filotico, V. Mastrandrea, C. Foti, and G. Angelini, “Erythema multiforme-like contact dermatitis from primin,” Contact Dermatitis, vol. 59, no. 3, pp. 174–176, 2008.

[25] C. L. Meneghini and G. Angelini, “Secondary polymorphic eruptions in allergic contact dermatitis,” Dermatologica, vol. 163, no. 1, pp. 63–70, 1981.

[26] C. L. Meneghini and G. Angelini, “Contact dermatitis from pyrrolnitrin,” Contact Dermatitis, vol. 8, no. 1, pp. 55–58, 1982.

[27] H. R. Gottschalk and O. J. Stone, “Stevens Johnson syndrome from ophthalmic sulfonamide,” Archives of Dermatology, vol. 112, no. 4, pp. 513–514, 1976.

[28] Z. Rubin, “Ophthalmic sulfonamide induced Stevens Johnson syndrome,” Archives of Dermatology, vol. 113, no. 2, pp. 235–236, 1977.

[29] H. S. Affee and D. P. Dressler, “Topical application of mafenide acetate. Its association with erythema multiforme and cutaneous reactions,” Archives of Dermatology, vol. 100, no. 3, pp. 277–281, 1969.

[30] A. A. Fisher, “Erythema multiforme-like eruptions due to topical medications: part II,” Cutis, vol. 37, no. 3, pp. 158–161, 1986.

[31] H. Degreef, A. Bonamie, D. van Derheyden, and A. DoomsGoossens, “Mephenesin contact dermatitis with erythema multiforme features,” Contact Dermatitis, vol. 10, no. 4, pp. 220–223, 1984.

[32] A. Schulze-Dirks and P. J. Frosch, “Contact allergy to Mephenesine,” Hautarzt, vol. 44, no. 6, pp. 403–406, 1993.

[33] S. Kerre, A. Busschots, and A. Dooms-Goossens, “Erythemamultiforme-like contact dermatitis due to phenylbutazone,” Contact Dermatitis, vol. 33, no. 3, pp. 213–214, 1995.

[34] P. Koch and F. A. Bahmer, “Erythema-multiforme-like, urticarial papular and plaque eruptions from bufexamac: report of 4 cases,” Contact Dermatitis, vol. 31, no. 2, pp. 97–101, 1994.

[35] M. Walchner, F. Rueff, and B. Przybilla, “Delayed-type hypersensitivity to mofebutazone underlying a severe drug reaction,” Contact Dermatitis, vol. 36, no. 1, pp. 54–55, 1997.

[36] L. Stingeni, S. Caraffini, D. Assalve, V. Lapomarda, and P. Lisi, “Erythema-multiforme-like contact

dermatitis from budesonide,” Contact Dermatitis, vol. 34, no. 2, pp. 154–155, 1996.

[37] R. Valsecchi, A. Reseghetti, P. Leghissa, L. Cologni, and R. Cortinovis, “Erythema-multiforme-like lesions from triamcinolone acetonide,” Contact Dermatitis, vol. 38, no. 6, pp. 362– 363, 1998.

[38] C. D. Calnan, “Nickel dermatitis,” British Journal of Dermatology, vol. 68, pp. 229–232, 1956.

[39] L. J. Cook, “Associated nickel and cobalt contact dermatitis presenting as erythema multiforme,” Contact Dermatitis, vol. 8, no. 4, pp. 280–281, 1982.

[40] S. J. Friedman and H. O. Perry, “Erythema multiforme associated with contact dermatitis,” Contact Dermatitis, vol. 12, no. 1,pp. 21–23, 1985.

[41] A. A. Fisher, “Erythema multiforme-like eruptions due to topical miscellaneous compounds: part III,” Cutis, vol. 37, no. 4, pp. 262–264, 1986.

[42] E. W. Powell, “Skin reactions to 9-bromofluorene,” British Journal of Dermatology, vol. 80, no. 8, pp. 491–496, 1968.

[43] J. Roed-Petersen, “Erythema multiforme as an expression of contact dermatitis,” Contact Dermatitis, vol. 1, no. 4, pp. 270– 271, 1975.

[44] D. Bonamonte and G. Angelini, “Dermatite da contatto purpurica,” Annali Italiani di Dermatologia Allergologica, vol. 55, pp. 53–61, 2001.

[45] B. Batschvarov and D. M. Minkov, “Dermatitis and purpura from rubber in clothing,” Transactions of the St. John’s Hospital Dermatological Society, vol. 54, no. 2, pp. 178–182, 1968.

[46] C. D. Calnan and R. D. C. Peachey, “Allergic contact purpura,” Clinical Allergy, vol. 1, no. 3, pp. 287–290, 1971.

[47] A. A. Fisher, “Allergic petechial and purpuric rubber dermatitis: the PPPP syndrome,” Cutis, vol. 14, pp. 25–27, 1974.

[48] A. A. Fisher, “Purpuric contact dermatitis,” Cutis, vol. 33, no. 4, pp. 346–351, 1984.

[49] C. Romaguera and F. Grimalt, “PPPP syndrome,” Contact Dermatitis, vol. 3, no. 2, pp. 102–103, 1977.[50] C. Romaguera, F. Grimalt, and J. Vilaplana, “Eczematous and purpuric allergic contact dermatitis from boots,” Contact Dermatitis, vol. 21, no. 4, p. 269, 1989.

[51] L. Carlsen, K. E. Andersen, and H. Egsgaard, “IPPD contact allergy from an orthopedic bandage,” Contact Dermatitis, vol. 17, no. 2, pp. 119–121, 1987.[52] J. Roed-Petersen, O. J. Clemmensen, T. Menne, and E. Larsen, “Purpuric contact dermatitis from black rubber chemicals,” Contact Dermatitis, vol. 18, no. 3, pp. 166–168, 1988.

[53] P. E. Osmundsen, “Contact dermatitis due to an opticalwhitener in washing powders,” British Journal of Dermatology, vol. 81, no. 11, pp. 799–803, 1969.[54] P. E. Osmunsden, “Contact dermatitis from an

Page 10: Dermatitis Kontak Non-Eksimatus (Translate Indo)

optical whitener in washing powders,” Cutis, vol. 10, pp. 59–66, 1972.

[55] J. Pinol Aguad ˜ e, F. Grimalt, C. Romaguera et al., “Dermatitis por ´ blanqueadores opticos,” Medicina Cutanea, vol. 5, p. 249, 1971.

[56] J. P. Van der Veen, H. Neering, P. de Haan, and D. P. Bruynzeel, “Pigmented purpuric clothing dermatitis due to Disperse Blue 85,” Contact Dermatitis, vol. 19, no. 3, pp. 222–223, 1988.

[57] C. Foti, G. Elia, R. Filotico, and G. Angelini, “Purpuric clothing dermatitis due to Disperse Yellow 27,” Contact Dermatitis, vol. 39, no. 5, p. 273, 1998.

[58] E. Shmunes, “Purpuric allergic contact dermatitis to paraphenylenediamine,” Contact Dermatitis, vol. 4, no. 4, pp. 225– 229, 1978.

[59] F. F. Hellier, “Dermatitis purpurica after contact with textiles,” Der Hautarzt; Zeitschrift fur Dermatologie, Venerologie, und verwandte Gebiete, vol. 11, pp. 173–174, 1960.

[60] C. Romaguera, F. Grimalt, and M. Lecha, “Occupational purpuric textile dermatitis from formaldehyde resins,” Contact Dermatitis, vol. 7, no. 3, pp. 152–153, 1981.

[61] M. Faure, C. Dambuyant, G. Chabeau, P. Souteyrand, and J. Tguviket, “Immune complex vasculitis and contact dermatitis to Frullania,” Contact Dermatitis, vol. 7, no. 6, pp. 320–325, 1981.

[62] M. R. Ricks, P. S. Vogel, D. M. Elston, and C. Hivnor, “Pulpuric agave dermatitis,” Journal of the American Academy of Dermatology, vol. 40, no. 2, pp. 356–358, 1999.

[63] V. Petruzzellis, G. Angelini, and G. A. Vena, “La dermatite artefatta,” Bollettino di Dermatologia Allergologica e Professionale, vol. 3, pp. 23–34, 1988.[64] M. Grandolfo, C. Foti, G. A. Vena, and G. Angelini, “Fitodermatite da contatto irritante congranturco,” Bollettino di Dermatologia Allergologica e Professionale, vol. 9, pp. 225–229, 1994.

[65] A. Falk, T. Fischer, and M. Hagberg, “Purpuric rash caused by dermalexposuretod-limonene,” Contact Dermatitis,vol.25,no. 3, pp. 198–199, 1991.[66] G. Angelini and G. A. Vena, “Airborne contact dermatitis,” Clinics in Dermatology, vol. 10, no. 2, pp. 123–131, 1992.

[67] G. Angelini and G. A. Vena, “Dermatosi aerorasmesse,” in Dermatologia Professionale e Ambientale, G. Angelini and G. A. Vena, Eds., vol. 1, pp. 107–128, ISED, Brescia, Italy, 1997.

[68] R. Abel, “Washing machine and fiberglass,” Archives of Dermatology, vol. 93, no. 1, p. 78, 1966.

[69] D. P. Bruynzeel, H. M. van den Hoogenband, and F. Koedijk, “Purpuric vasculitis-like eruption in a patient sensitive to balsam of Peru,” Contact Dermatitis, vol. 11, no. 4, pp. 207–209, 1984.

[70] C. Foti, “Dermatite allergica da contatto non eczematosa,” in Dermatologia Professionale e

Ambientale, G. Angelini and G. A. Vena, Eds., vol. 2, pp. 345–356, ISED, Brescia, Italy, 1999.

[71] C. L. Meneghini and G. Angelini, “Eczemas de contact allergi- ques et reactions par voie g ´ en ´ erale ´ a l’allerg ` ene,” ` Medecine et ´ Hygiene ` , vol. 43, pp. 879–886, 1985.

[72] T. Van Joost, J. van Ulsen, V. D. Vuzevski, B. Naafs, and B. Tank, “Purpuric contact dermatitis to benzoylperoxide,” Journal of the American Academy of Dermatology, vol. 22, no. 2, pp. 359–361,1990.

[73] C. L. Goh, “Erythema multiforme-like and purpuric eruption due to contact allergy to proflavine,” Contact Dermatitis, vol. 17, no. 1, pp. 53–54, 1987.

[74]H.Schmidt,F.S.Larsen,P.O.Larsen,andH.Sogaard,“Petechial reaction following patch testing with cobalt,” Contact Dermatitis, vol. 6, no. 2, pp. 91–94, 1980.[75] C. L. Goh, S. F. Kwok, and V. S. Rajan, “Cross sensitivity in colour developers,” Contact Dermatitis, vol. 10, no. 5, pp. 280– 285, 1984.

[76] E. H. Mandel, “Lichen planus-like eruptions caused by a colorfilm developer,” Archives of Dermatology, vol. 81, pp. 516–519, 1960.

[77] L.Fry,“Skindiseasefromcolourdevelopers,” The British Journal of Dermatology, vol. 77, no. 8, pp. 456–461, 1965.

[78] J. Roed Petersen and T. Menn, “Allergic contact dermatitis and lichen planus from black and white photographic developing,” Cutis, vol. 18, no. 5, pp. 699–700, 1976.

[79] E. A. Knudsen, “Lichen planus-like eruption caused by color developer,” Archives of Dermatology, vol. 89, pp. 357–359, 1964.

[80] V. K. Sharma, S. K. Mandal, G. Sethuraman, and N. A. Bakshi, “Para-phenylenediamine-induced lichenoid eruptions,” Contact Dermatitis, vol. 41, no. 1, pp. 40–41, 1999.

[81] K. Lapiere, L. Matthieu, L. Meuleman, and J. Lambert, “Primula ` dermatitis mimicking lichen planus,” Contact Dermatitis, vol. 44, no. 3, p. 199, 2001.

[82]P.Lombardi,P.Campolmi,andA.Sertoli,“Lichenoid dermatitis caused by nickel salts?” Contact Dermatitis,vol.9,no.6,pp.520– 521, 1983.

[83] M. Lichter, D. Drury, and K. Remlinger, “Lichenoid dermatitis caused by epoxy resin,” Contact Dermatitis, vol. 26, no. 4, p. 275, 1992.

[84] G. Lembo, N. Balato, and C. Patruno, “Lichenoid contact dermatitis due to aminoglycoside antibiotics,” Contact Dermatitis, vol. 17, no. 2, pp. 122–123, 1987.

[85] T. Kawamura, S. Fukuda, N. Ohtake, M. Furue, and K. Tamaki, “Lichen planus-like contact dermatitis due to methacrylic acid esters,” British Journal of Dermatology, vol. 134, no. 2, pp. 358–360, 1996.

[86] K. O. Frykholm, L. Frithiof, A. I. Fernstrom, G. Moberger, S. ¨ G. Blohm, and E. Bjorn, “Allergy to copper derived from dental ¨alloys as a possible cause

Page 11: Dermatitis Kontak Non-Eksimatus (Translate Indo)

of oral lesions of lichen planus,” Acta Dermato-Venereologica, vol. 49, no. 3, pp. 268–281, 1969.

[87] T. Ido, M. Kumakiri, T. Kiyohara, T. Sawai, and Y. Hasegawa, “Oral lichen planus due to zinc in dental restorations,” Contact Dermatitis, vol. 47, no. 1, p. 51, 2002.

[88] J. Laine, K. Kalimo, H. Forssell, and R.-P. Happonen, “Resolution of oral lichenoid lesions after replacement of amalgam restorations in patients allergic to mercury compounds,” British Journal of Dermatology, vol. 126, no. 1, pp. 10–15, 1992.

[89] P. Calzavara-Pinton, R. Capezzera, C. Zane et al., “Lymphomatoid allergic contact dermatitis from para-phenylenediamine,” Contact Dermatitis, vol. 47, no. 3, pp. 173–174, 2002.

[90] A. V. Evans, P. Banerjee, J. P. McFadden, and E. Calonje, “Lymphomatoid contact dermatitis to para-tertyl-butyl phenol resin,” Clinical and Experimental Dermatology, vol. 28, no. 3, pp. 272–273, 2003.

[91] F. Ayala, N. Balato, P. Nappa, G. De Rosa, and G. Lembo, “Lymphomatoid contact dermatitis,” Contact Dermatitis, vol. 17, no. 5, pp. 311–313, 1987.

[92] W. B. Shelley and E. Epstein, “Contact-sensitivity to gold as a chronic papular eruption,” Archives of Dermatology, vol. 87, pp. 388–391, 1963.

[93] J. Gomez Orbaneja, L. Iglesias Diez, J. L. Sanchez Lozano, and L. Conde Salazar, “Lymphomatoid contact dermatitis. A syndrome produced by epicutaneous hypersensitivity with clinicalfeatures and a histopathologic picture similar to that of mycosis fungoides,” Contact Dermatitis, vol. 2, no. 3, pp. 139–143, 1976.

[94] A. A. Fisher, “Chronic allergic contact dermatitis simulating mycosis fungoides,” Bollettino di Dermatologia Allergologica e Professionale, vol. 2, pp. 13–16, 1987.

[95] L. M. Wall, “Lymphomatoid contact dermatitis due to ethylenediamine dihydrochloride,” Contact Dermatitis, vol. 8, no. 1, pp. 51–54, 1982.

[96] P. E. Osmundsen, “Pigmented contact dermatitis,” British Journal of Dermatology, vol. 83, no. 2, pp. 296–301, 1970.

[97] A. Ancona Alayon, R. Escobar Marques, A. Gonzalez Mendoza, J. A. Bernal-Tapia, E. Macotela-Ru´ız, and J. Jurado-Mendoza, “Occupational pigmented contact dermatitis from naphthol AS,” Contact Dermatitis, vol. 2, no. 3, pp. 129–134, 1976.

[98] K. Fujimoto, S. Hashimoto, T. Kozuka, M. Tashiro, and S. Sano, “Occupational pigmented contact dermatitis from azo-dyes,” Contact Dermatitis, vol. 12, no. 1, pp. 15–17, 1985.

[99] T. Kozuka, M. Tashiro, and S. Sano, “Brilliant Lake Red R as a cause of pigmented contact dermatitis,” Contact Dermatitis, vol. 5, no. 5, pp. 297–304, 1979.[100] R. B. Fountain, “Occupational melanoderma,” British Journal of Dermatology, vol. 79, no. 1, pp. 59–60, 1967.

[101]T.HamadaandS.Horiguchi,“Chronicmelanodermatitisdueto the rubber peephole of a ship radarscope,” Contact Dermatitis, vol. 4, no. 4, pp. 245–246, 1978.

[102] A. Bonamonte and G. Angelini, “Disordini pigmentari da contatto,” Annali Italiani di Dermatologia Allergologica, vol. 55, pp.1–15, 2001.

[103] L. Wattanakrai, L. Miyamoto, and J. S. Taylor, “Occupational pigmentary disorders,” in Handbook of Occupational Dermatology, L. Kanerva, P. Elsner, J. E. Wahlberg, and H. I. Maibach, Eds., pp. 280–294, Springer, Berlin, Germany, 2000.

[104] C. G. Burkhart, “Pustular allergic contact dermatitis: a distinct clinical and pathological entity,” Cutis, vol. 27, no. 6, pp. 630–638, 1981.

[105] V. J. Schoel and B. J. Frosch, “Allergisches Kontaktekzem durch Gummiin-haltsstoffe unter dem Bild einer Pustulosis palmaris,” Dermatosen, vol. 38, pp. 178–180, 1990.

[106] J. M. Sanchez-Motilla, V. Pont, E. Nagore, M. Rodr ´ ´ıguez-Serna, J.L.Sanchez, and A. Aliaga, “Pustular allergic contact dermatitis ´ from minoxidil,” Contact Dermatitis, vol. 38, no. 5, pp. 283–284, 1998.

[107] A. Lazarov and A. Ingber, “Pustular allergic contact dermatitis to isoconazole nitrate,” American Journal of Contact Dermatitis, vol. 8, no. 4, pp. 229–230, 1997.

[108] L. Conde Salazar, D. Guimaraens, L. V. Romero, and E. Sanchez Yus, “Subcorneal pustular eruption and erythema from occupational exposure to trichloroethylene,” Contact Dermatitis, vol. 9,no. 3, pp. 235–237, 1983.

[109] N. Hjorth, “Diagnostic patch testing,” in Dermatoxicology and Pharmacology, F. Marzulli and H. I. Maibach, Eds., pp. 344–351, John Wiley & Sons, New York, NY, USA, 1977.

[110] A. A. Fisher, L. Chargrin, R. Fleischmayer, and A. Hyman, “Pustular patch test reactions; with particular reference to those produced by ammonium fluoride,” Archives of Dermatology,vol. 80, pp. 742–752, 1959.

[111] J. E. Wahlberg and H. I. Maibach, “Sterile cutaneous pustules: a manifestation of primary irritancy? Identification of contact pustulogens,” Journal of Investigative Dermatology, vol. 76, no. 5, pp. 381–383, 1981.

[112] M. Uehara, C. Takahashi, and S. Ofuji, “Pustular patch test reactions in atopic dermatitis,” Archives of Dermatology, vol. 111, no. 9, pp. 1154–1157, 1975.

[113] G. Angelini and M. Grandolfo, “Test diagnostici,” in Dermatologia Allergologica e Professionale, G. Angelini and G. A. Vena, Eds., vol. 2, pp. 572–592, ISED, Brescia, Italy, 1997.

[114] D. Bonamonte, C. Foti, A. Carpentieri, and G. Angelini, “Dermatite allergica da contatto in eta pediatrica,” ` Annali Italiani di Dermatologia Allergologica, vol. 64, article 1, 2010.

Page 12: Dermatitis Kontak Non-Eksimatus (Translate Indo)

[115] C. L. Meneghini and G. Angelini, “Contact and microbial allergy in pompholyx,” Contact Dermatitis, vol. 5, no. 1, pp. 46–50, 1979.

[116] G. A. Vena, S. Mazzoccoli, and G. Angelini, “Studio epidemiologico, clinico ed eziopatogenetico della disidrosi,” Bollettino di Dermatologia Allergologica e Professionale, vol. 7, pp. 259–273, 1992.

[117] M. Reichenberger, “Die Dyshidrosis als Schrittmacher fur beru- ¨fliche Dermatosen,” Berufdermatosen, vol. 29, pp. 127–130, 1975.

[118] T. Menne and N. Hjorth, “Pompholyx—dyshidrotic eczema,” Seminars in Dermatology, vol. 2, no. 1, pp. 75–80, 1983.

[119] O. B. Christensen and H. Moller, “Nickel allergy and hand eczema,” Contact Dermatitis, vol. 1, no. 3, pp. 129–135, 1975.

[120] O. B. Christensen and H. Moller, “External and internal exposure to the antigen in the hand eczema of nickel allergy,” ContactDermatitis, vol. 1, no. 3, pp. 136–141, 1975.

[121] E. Cronin, A. D. Di Michiel, and S. S. Brows, “Oral challenge in nickel sensitive women with hand eczema,” in Nickel Toxicology, S. S. Brown and F. W. Sunderman Jr., Eds., pp. 149–152, Academic Press, New York, NY, USA, 1980.

[122] K. Kaaber, N. K. Veien, and J. C. Tjell, “Low nickel diet in the treatment of patients with chronic nickel dermatitis,” British Journal of Dermatology, vol. 98, no. 2, pp. 197–201, 1978.

[123] D. Burrows, S. Creswell, and J. D. Merrett, “Nickel, hands and hip prostheses,” British Journal of Dermatology, vol. 105, no. 4, pp. 437–443, 1981.

[124]W.P.JordanJr.andS.E.King,“Nickelfeedinginnickel-sensitive patients with hand eczema,” Journal of the American Academy of Dermatology, vol. 1, no. 6, pp. 506–508, 1979.