css neuropathy group b

Upload: frachmina

Post on 12-Jul-2015

297 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

CLINICAL SCIENCE SESSION NEUROPATHY KELOMPOK B SISTEM SARAF TEPI Fungsi sistem saraf perifer (saraf spinal, saraf kranial, saraf otonom) adalah membawa impuls dari dan ke system saraf pusat. Impuls-impuls tersebut mengatur aktifitas motoris, sensoris dan otonom. Sistem saraf perifer terdiri dari semua struktur saraf yang berada di luar membran pial medulla spinalis dan batang otak, kecuali saraf optic dan bulbus olfaktorius yang merupakan bagian dari otak. Distribusi saraf tepi (saraf spinal, cranial dan saraf otonom) tersebar luas di seluruh tubuh, maka setiap gangguannya akan memberikan ciri-ciri tertentu.1

PENYAKIT KELAINAN SARAF TEPI Definisi Adalah kelainan saraf yang ditandai dengan paralysis yang bersifat flasid, atrofi, dan hipotoni dan hilang atau menurunnya refleks fisiologis.2,3

Patomekanisme Kelainan Saraf Tepi Kecederaan (injury) bisa berlaku pada: axon, myelin sheath, cell body, supporting connective tissue dan pembuluh darah yang menyuplai saraf. Tiga proses patologi yang mungkin adalah:I. Degenerasi Wallerian : kelainan pada myelin akson saraf tepi.

Pada bagian distal kelainan (injury) akson akan disintergrasi dan myelin akan berpecah membentuk globules. Nerve end akan mengalami regenerasi. Basement membrane sel schwann survive dan akan bertindak sebagai otot skeleton sepanjang axon regrows.II. Demyelinisasi segmental : kelainan pada myelin saraf tepi.

Destruksi pada myelin sheath tanpa axonal damage. Lesi primary akan efek sel schwann. Penyembuhan baik.III. Degenerasi aksonal : kelainan pada akson saraf tepi.

Damage pada sel bodies atau pada axon akan memberi efek pada viabilitas

axon dimana akan die back dari periperal. Kehilangan myelin sheath berlaku seterusnya. Recoverynya lambat karena axon harus regenerasi.2,3

Manifestasi Klinis Sistem motorik : o Kelainan pada fungsi motor(impairment) parese/ plegi o Paralysis yang bersifat flaksid o Atrofi o Menurun atau hilangnya refleks tendon Refleks fisiologi o Hilang atau turun Sistem sensorik o Fenomena negative : hipestesi, hilangnya sensasi raba, temperature dan arah gerak/posisi o Fenomena positif : parestesia, hiperalgesia, dysestesia, ataxia, tremor, rasa tidak

nyaman, rasa nyeri, rasa terbakar, nyeri Sistem otonom o Anhidrosis / hiperhidrosis o Hipotensi ortostatik o Postural syncope o Rasa dingin kedua kaki o Impotence o Gangguan bowel dan bladder sphincters

o

Gangguan pada sekresi saliva, airmata, keringat.3,4

Tipe Kelainan Saraf Tepi A. Polineuropati B. Mononeuropati ulnar neuropati carpal tunnel syndrome tarsal tunnel syndrome cranial mononeuropati

C. Mononeuropati multiplex (multifokal neuropati) D. Kategori special neuropati

Diabetik neuropati Neuropati dengan infeksi HIV Neuropati dengan Lyme disease Herpes zoster Leprous neuritis.2

A. NEUROPATHY Definisi Adalah suatu keadaan di mana terdapat gangguan fungsi dan atau struktur dari saraf tepi.3

Etiologi 1. Infeksi (lepra, herpes zoster) 2. Intoksikasi (pestisida, isoniazid) 3. Trauma 4. Tumor ekstrinsik/ intrinsik 5. Gangguan vaskuler (vaskulitis, arteriosklerosis 6. Genetik 7. Gangguan imunologik (Sindrom Guillain Barre) 8. Gangguan metabolik9. Idiopatik.3

Klasifikasi Secara patologik, neuropati dibagi atas dasar kelainan adanya aksonal degenerasi atau demielinisasi segmental, tapi sering dua keadaan tersebut terdapat kesamaan. Gangguan saraf tepi akibat trauma, menurut Seddon dapat dibagi atas Neurapraksia dimana hanya terdapat gangguan fungsional saja. Axonotmesis, dimana hanya akson saja terputus, tapi sarung mielin masih utuh. Neurotmesis dimana akson dan sarung mielin terputus. Pembagian ini bermakna untuk tindakan dan prognosis.3 Secara klinis, neuropati dibagi atas: 1. Klinis dibagi atas: Polineuropati, bila banyak saraf tepi yang terkena, distribusi simetris dan bilateral. Mononeuripati, bila hanya satu saraf tepi yang terkena. Mononeuropati multipleks, bila lebih dari satu saraf tepi yang terkena, namun distribusi tidak simetris. 2. Menurut etiologi: Neuropati diabetika Neuropati uremika.

3. Menurut perjalanan penyakit mencapai puncak gejala atau pola waktu: Perjalanan penyakit bervariasi: Akut Bila dalam waktu 3 minggu mencapai puncak gejala, sesudah itu gejala menetap atau berkurang dan berakhir dengan kesembuhan sempurna atau kecacatan menetap. Subakut

Bila gejala berkembang dan mencapai puncaknya dalam waktu 3 minggu sampai 3 bulan. Kronik Bila setelah 3 bulan gejala masih berlanjut, entah kapan mencapai puncak gejalanya. Klasifikasi ini berguna untuk menilai suatu neuropati masuk kategori yang mana dan biasanya apa yang menjadi penyebabnya, sehingga diagnosa banding dapat dipersempit. 4. Menurut distribusi anatomi dan otot yang lumpuh. Neuropati hanya dapat mengenai bagian proksimal saja dari ekstremitas. Neuropati hanya dapat mengenai bagian proksimal saja dari ekstremitas. Campuran.

5. Menurut tipe serabut yang terkena. Neuropati dapat hanya mengenai serabut motorik saja atau predominan motorik dengan serabut sensorik minimal atau sebaliknya, dimana yang predominan terkena adalah serabut sensorik dengan minimal melibatkan serabut motorik, tapi tidak jarang campuran keduanya. Kadang-kadang gejala yang menonjol adalah gangguan otonom saja sehingga disebut sebagai neuropati otonom. Tanda dan Gejala: 1. Kelumpuhan yang flaksid dengan a/tau tanpa atrofi. 2. Reflex tendon yang menurun atau menghilang. 3. Berbagai derajat gangguan sensibilitas dengan distribusi menurut inervasi saraf tepi.4. Berbagai derajat gangguan saraf otonom.2,3

Manifestasi Klinis Gejala klinis bagi pasien-pasien dengan disfungsi nervus perifer adalah masalah pada fungsi normal saraf perifer tersebut. Seperti pada fungsi sensorik, biasanya terdapat gejala kehilangan fungsi (simtom negatif), yang disertai dengan kekebasan, tremor dan abnormalitas cara berjalan. Gejala pertambahan fungsi (simtom positif) termasuk kesemutan, nyeri, gatal dan merangkak. Nyeri dapat menjadi cukup kuat sehingga perlu penggunaan opioid (narkotika) obat (misalnya, morfin, oksikodon). Kulit dapat menjadi begitu hipersensitif sehingga pasien dilarang menyentuh apa pun bagian-bagian dari tubuh mereka, terutama kaki. Orang dengan tingkat sensitivitas ini tidak dapat memakai kaus kaki atau sepatu, dan akhirnya menjadi tidak dapat keluar dari rumah. Gejala motorik termasuk kehilangan fungsi (negatif) gejala kelemahan, kelelahan, terasa berat, dan kelainan gaya berjalan, dan mendapatkan fungsi (positif) gejala kram, tremor, dan muscle twitch. Dari pemeriksaan fisik, pasien dengan neuropati perifer umum biasanya kehilangan sensori distal atau motorik dan kehilangan sensori, meskipun mereka yang memiliki patologi (masalah) pada saraf tepi dapat normal; mungkin menunjukkan kelemahan proksimal, seperti pada neuropati inflamasi seperti Guillain- Barre syndrome, atau mungkin menunjukkan gangguan fokal sensorik atau kelemahan, seperti di mononeuropati.

Diagnosis Langkah diagnosis paling awal adalah

1. Apa pasien mengalami gangguan saraf tepi, hal ini dapat dilihat dari tanda dan gejala yang ada,yaitu : a. Kelumpuhan yang flacid dengan atau tanpa atrofi b. Refleks tendon yang menurun atau menghilang c. Gangguan sensibilitas menurut innervasi saraf tepi d. Gangguan saraf otonom2. Apa pasien mengalami polineuropati atau mononeuropati dan berdasarkan akut,

subakut dan kronik, dapat diduga kira-kira etiologinya apa.2 Mononeuropati Trauma Vaskuler Infeksi Virus H.Zoster Infeksi Virus Polio Polineuropati Keracunan Hipokalemia GBS Radang Defisiensi vitamin Intoksikasi Gangguan metabolik Amiloidosis Diabetes melitus Genetik

Akut

Subakut

Kronik

Entrapment Tumor ekstrinsik dan intrinsik Radiasi Diabetes melitus Lepra

B. POLINEUROPATI Definisi Polineuropati adalah suatu keadaan yang ditandai gangguan fungsi dan atau struktur yang mengenai banyak saraf tepi, bersifat simetris dan bilateral.1,2,3 Klasifikasi polineuropati dapat dibagi berdasarkan:

Onset

: akut, subakut, kronis : motoris, sensoris, otonom, campuran : aksonal, deamyelinisasi : infeksi, karsinoma, diabetes, inflamasi, vascular : simetris-asimetris, proksimal-distal.2,3

Gangguan fungsi Proses patologis Penyebab Penyebaran

Etiologi Penyebab polineuropati dapat berupa : 1. Heriditer 2. Atropi otot peroneal Charcot-Marie-Tooth Neuropati interstisial hipertrofik heriditer Dejerine Sottas Neurofibrimatosis Recklinghausen

Trauma Fisik : berupa tekanan,tarikan,trauma lahir,luka bakar,listrik.

Toksik : obat-obat (streptomysin,INH) dan racun-racun bakteri. Infeksi dapat menyebabkan poineuropati, kadang karena racun yang dihasilkan oleh beberapa bakteri (misalnya pada difteri)

3.

Radang 4. Infeksi : kusta Allergi : virus,hepatitis, influenza, Guillain Barre (autoimun) Metabolik:

Makanan gizi

berupa dan

kekurangan

gizi

dan juga

vitamin bisa

(beri-beri):

Kekurangan

kelainan

metabolik

menyebabkan

polineuropati. Kekurangan vitamin B bisa mengenai saraf perifer di seluruh tubuh.

Endokrin (diabetes mellitus, struma) : Pengendalian kadar gula darah

yang buruk pada penderita diabetes bisa menyebabkan beberapa jenis polineuropati. Yang paling sering ditemukan adalah neuropati diabetikum, yang merupakan polineuropati distalis, yang menyebabkan kesemutan atau rasa terbakar di tangan dan kaki.

Uremia

5.

Neuropati pada tumor ganas: Kanker bisa menyebabkan polineuropati dengan menyusup langsung ke dalam saraf atau menekan saraf atau melepaskan bahan racun. Karsinoma Retikulosis

6.

Tumor saraf tepi Neuroma, neurinoma (jinak) Sarkoma (ganas).3

Patomekanisme Kerusakan serabut saraf dapat terjadi pada axon, selubung myelin, badan sel, jaringan ikat sekitar, atau pada pembuluh darah yang mensuplai serabut saraf tersebut. Terdapat 3 patomekanisme dasar yang mungkin terjadi, yaitu:1. Degenerasi Wallerian

Pada bagian distal dari lesi, axon mengalami disintegrasi dan myelin rusak. Dengan saling mendekatnya ujung-ujung saraf, dapat terjadi regenerasi. Membran basal dari sel schwann yang masih bertahan, berperan sebagai skeleton bagi pertumbuhan axon. 2. Demyelinasi Segmental Terjadi kerusakan pada selubung myelin tanpa kerusakan serabut saraf. Lesi primer terjadi pada sel schwann. Prognosis dari mekanisme ini baik, karena tidak terjadi denervasi serabut otot. 3. Degenerasi Axon Distal Kerusakan badan sel atau axon dapat mempengaruhi viabilitas dari axon, di mana akan terjadi die back dari bagian distal serabut saraf. Kerusakan selubung myelin dapat menyertai mekanisme ini. Proses penyembuhannya akan berlangsung lambat, karena axon harus beregenerasi. Bila badan sel rusak, serabut otot akan mengalami reinervasi dari serabut saraf sekitarnya.1,3

Perjalanan Penyakit Perjalanan penyakit polineuropati sangat bervariasi. Polineuropati akut mencapai puncak gejala dalam waktu 3 minggu, setelah itu gejala menetap atau berkurang dan berakhir dengan kesembuhan sempurna atau kecacatan menetap. Bila gejala berkembang dan mencapai puncaknya dalam waktu 3 minggu sampai 3 bulan dikatakan sebagai polineuropati subakut. Sedangkan bila setelah 3 bulan gejala masih berlanjut dikatakan sebagai polineuropati kronik.3

Klasifikasi3

Gejala Klinik Kesemutan, mati rasa, nyeri terbakar dan ketidakmampuan untuk merasakan getaran atau posisi lengan, tungkai dan sendi merupakan gejala utama dari polineuropati kronik. Nyeri seringkali bertambah buruk di malam hari dan bisa timbul jika menyentuh daerah yang peka atau karena perubahan suhu. Penderita tidak bisa merasakan suhu dan nyeri, sehingga mereka sering melukai dirinya sendiri dan terjadilah luka terbuka (ulkus di kulit) akibat penekanan terus menerus

atau cedera lainnya. Karena tidak dapat merasakan nyeri, maka sendi sering mengalami cedera (persendian Charcot). Ketidakmampuan untuk merasakan posisi sendi menyebabkan ketidakstabilan ketika berdiri dan berjalan. Pada akhirnya akan terjadi kelemahan otot dan atrofi (penyusutan otot). Banyak penderita yang juga memiliki kelainan pada sistem saraf otonom, yang mengendalikan fungsi otomatis di dalam tubuh, seperti denyut jantung, fungsi pencernaan, kandung kemih dan tekanan darah. Jika neuropati perifer mengenai saraf otonom, maka bisa terjadi: - diare atau sembelit - ketidakmampuan untuk mengendalikan saluran pencernaan atau kandung kemih - impotensi - tekanan darah tinggi atau rendah - tekanan darah rendah ketika dalam posisi berdiri - kulit tampak lebih pucat dan lebih kering keringat berlebihan.1,2,3

Diagnosa Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Elektromiografi dan uji kecepatan penghantaran saraf dilakukan untuk memperkuat diagnosis. Pemeriksaan darah dilakukan jika diduga penyebabnya adalah kelainan metabolik (anemia pernisiosa karena kekurangan vitamin B12), diabetes (kadar gula darah meningkat) dan gagal ginjal (kadar kreatinin meningkat). Pemeriksaan air kemih bisa menunjukkan adanya keracunan logam berat atau mieloma multipel.3

Pengobatan Pengobatan tergantung kepada penyebabnya. Jika penyebabnya adalah diabetes, maka pengendalian kadar gula darah bisa menghentikan perkembangan penyakit dan

menghilangkan gejala, tetapi penyembuhannya lambat. Mengobati gagal ginjal dan mieloma multipel bisa mempercepat penyembuhan polineuropati. Pembedahan dilakukan pada penderita yang mengalami cedera atau penekanan saraf. Terapi fisik kadang bisa mengurangi beratnya kejang otot atau kelemahan otot. Pengobatan dasar sampai sekarang masih tetap tablet prostigmin ( 15 mg ) dan tablet mestinon ( 60 mg) secara terpisah atau dalam kombinasi. Dosis sehari sangat berbeda dan bergantung kepada keadaan paien, biasanya diberi tiga sampai empat kali sehari. Akhir-akhir ini ternyata bahwa obat kortikosteroid dalam dosis tinggi juga mempunyai khasiat baik terhadap miastenia gravis. Walaupun demikian perlu diingatkan bahwa dalam setiap keadaan gangguan pernafasan bantuan respirasi buatan harus segera dilakukan. Di samping segala usaha di atas, bimbingan mental berupa fisikal terapi merupakan faktor penting bagi setiap penderita.3

Tipe polineuropati a) Sindroma Guillain Barre (Polineuritis Akut Postinfeksiosa/ Polineuritis Akutik/ Polineuritis Febrile/ Poliradikuloneuropati) Definisi: kelumpuhan otot ekstremitas yang akut biasanya timbul sesudah suatu penyakit infeksi. Etiologi: gangguan pada saraf tepi dan akar-akarnya. Insidensi: Yang diserang biasanya pria dewasa muda sekitar 20-50 tahun, akan tetapi dapat juga terjadi pada wanita, anak, dan orang tua.

Kelumpuhan dapat terjadi secara spontan tetapi biasanya sesudah suatu stress, baik rohani, maupun jasmani. Misalnya sesudah menderita penyakit Influenza atau sesudah pembedahan. Kadang-kadang keadaan timbul sesudah diberi pengobatan antibiotik atau khemoterapeutik. Secara histopatologik ditemukan tanda peradangan dan degenerasi pada seluruh satuan neuron saraf tepi,(lower motor neuron), yaitu baik pada akson, maupun pada radiks dan sel neuronnya sehingga lebih tepat dinamakan polineuronitis daripada polineuritis. Simtomatologi: gambaran umum seperti influenza. Pertama-tama terdapat demam akut, penderita merasakan nyeri kepala dan nyeri seluruh badan. Kadang-kadang disertai muntah-muntah. Baru setelah beberapa hari penderita sadar bahwa ia menderita kelumpuhan otot. Berbeda dengan polineuritis biasa, kelumpuhan pada penderita Guillain-Barre sangat beraneka ragam. Kadang-kadang gambaran semetrik seperti pola polineuritis, namun sering juga kelumpuhannya asimetrik dengan paresis otot proksimal lebih nyata daripada paresis otot yang distal. Gangguan sensibilitas pada umumnya hanya sedikit atau tidak jelas,

sehingga dalam beberapa kasus keadaan sangat menyerupai panyakit polimyelitis. Tidak jarang saraf otak ikut diserang sehingga menimbulkan kelumpuhan pada otot kuduk, leher dan muka. Kadang-kadang otot bola mata terganggu sehingga terjadi oftalmoplenia eksterna. Kelumpuhan otot laring faring menyebabkan disfagia dan disfonia. Gangguan serebral dapat menimbulkan sembab papil, neuritis optika bahkan kadang-kadang gejala psikosis. Paresis otot pernafasan memerlukan pertolongan pernafasan buatan berupa trakheotomi atau intubasi. Segala kelumpuhan otot bersifat lemas (flaccid) sedangkan reflex tendon yang berhubungan menghilang. Darah memperlihatkan tanda radang akut berupa leukositosis sedangkan cairan likuor pada suatu waktu mengandung kadar protein yang sangat tinggi. Keadaan ini disebut disosiasi antara sel dan albumin. Diagnosis didasarkan atas permulaan dan perjalanan penyakit yang akut, disusul oleh paresis flaksid lengan dan tungkai, simetrik atau tidak, sedangkan sensibilitas tidak atau hanya sedikit terganggu. Darah dan likuor biasanya

menunjukkan gangguan cukup jelas. Pemeriksaan elektromiografik memperlihatkan kerusakan pada sel neuron, radiks, dan akson. Sebagai diagnosis diferensialis perlu dipertimbangkan penyakit polineuritis biasa, penyakit polimyelitis akuta dan kadang-kadang penyakit mielitis.3

B) Miastenia Gravis Definisi: suatu penyakit menahun dengan kelelahan otot yang luar biasa cepatnya bila bekerja, yang pulih kembali bila istirahat dan memberi response baik atas obat antikholinesterase. Keadaan miasthenia juga terdapat pada beberapa penyakit dan keadaan lain seperti misalnya pada penyakit polimiositis dan dermatomiositis, penyakit lupus sistemik dan pada keadaan karsinoma yang lanjut. Yang penting ialah bahwa pada semua keadaan ini

dengan reaksi miastenik, response terhadap obat antikholinesterase tidak atau kurang memuaskan, berbeda dengan penyakit miastenia gravis. Penyakit miastenia gravis terdapat pada semua bangsa, baik pada kaum pria maupun pada kaum wanita dengan perbandingan pria : wanita = 1 : 2. Frekwensi terbesar ialah pada usia dewasa muda 20-30 tahun, namun orang tua dan bayi juga dapat diserang. Penyakit miastenia gravis mempunyai hubungan erat dengan beberapa keadaan patologik lain seperti misalnya keadaan thyrotoxicosis dan diabetes mellitus. Kombinasi penyakit thyrotoxicosis dengan miastenia gravis sering sekali ditemukan. Ternyata kedua penyakit ini saling mempengaruhi walaupun keterangan yang memuaskan belum dapat diberikan. Faktor heriditer pada penyakit miastenia gravis juga nyata. Bayi dengan miastenia gravis yang dilahirkan daripada ibu dengan miastenia gravis rata-rata 1:7 bayi sehat. Keadaan miastenia neonatal ini cukup berat dan memerlukan pengawasan serta perawatan khusus. Keadaan si bayi sangat lemah, tidak menangis, pernafasan dangkal serta tidak kuat menetek sendiri, angka kematian pun sangat tingi yaitu kira-kira 50%. Bila masa gawat ini yang berlangsung selama lebih kurang 3 bulan dapat diatasi, maka si bayi selanjutnya akan selamat dan biasanya akan bebas dari serangan. Simtomatologi: Otot yang pertama-tama diserang ialah biasanya otot bola mata dan otot faring laring di samping otot muka, otot kuduk dan otot gelang bahu. Bila keadaan meluas, maka otot seluruh badan akan ikut terganggu. Gejala pertama yailah pitosis, dan strabismus yang kadang kadang meluas sampai suatu oftalmoplagia total pada satu atau kedua mata, sedangkan keluhan diplopia hampir selalu terdapat. Gangguan otot laring faring menyebabkan suara menjadi parau dan lemah, disertai disfoni dan disfag. Penderita cepat lelah bila mengunyah makanan keras atau banyak bicara. Kelemahan otot kuduk menyebabkan posisi kepala penderita menjadi kurang tegak sehingga terjatuh ke samping ke depan atau ke belakang. Pada stadium ringan

semua parasis otot masih reversibel namun bila keadaan makin progresif, maka parasis otot menetap dan atrofi mulai terlihat. Yang menarik perhatian ialah bahwa refleks tendon tetap bertahan walaupun otot sudah paretik dan atrofik. Bila terjadi gangguan pernafasan, maka pengobatan dan kewaspadaan harus ditingkatkan karena penderita dapat meninggal secara tiba-tiba.1,2,3 c) Polineuropati Diabetikum Polineuropati diabetes jarang terjadi pada anak-anak, lebih sering terjadi pada penderita diabetes mellitus yang berusia di atas 50 tahun, dengan perjalanan penyakit menetap atau dapat sembuh spontan. Kerusakan saraf tepi berhubungan dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Lebih sering terjadi pada penderita Insulin Dependent Diabetes Mellitus. Mekanisme kerusakan saraf terjadi karena gangguan metabolisme dimana akumulasi sorbitol dan fruktosa di akson dan sel Schwann. Atau terjadi oklusi pembulah darah yang menyediakan nutrisi pada saraf tersebut (vasa vasorum). Prevalensi dari neuropati pada diabetes melitus bervariasi antara 30-70%, umumnya berbentuk polineuropati atau mononeuropati multipleks, tapi juga dapat berupa campuran dari polineuropati dan mononeuropati. Polineuropati simetris distal merupakan bentuk neuropati diabetika yang paling sering dijumpai, awitannya biasanya tidak jelas. Gejala Klinis yang terdapat pada neuropati diabetikum adalah : Motoris : Penurunan daerah distal Sensoris : Penurunan daerah distal

Neuropati serabut saraf besar mengakibatkan atraksia, sedangkan serabut saraf kecil menyebabkan allodynia. Otonom : Abnormalitas pupil, pengeluaran keringat terganggu, hipotensi orthostatik, takikardi saat istirahat, gastroparese dan diare, kandung kemih yang berdilatasi, dan impotensi.

Saraf spinal yang terkena terutama nervus femoralis, kadang-kadang juga nervus obturatorius dan nervus ischiadicus. Diagnosa ditegakkan dari gejala klinik dan pemeriksaan elektromiografi, serta menyingkirkan neuropati kronis oleh penyebab lain. Pasien diabetes melitus juga dapat mengalami neuropati karena defisiensi atau kompresi. Sampai saat ini belum ada terapi yang memuaskan untuk pengobatan polineuropati diabetes. Namun secara umum, penatalaksanaannya dapat berupa : Kontrol penyakit diabetes

Pengendalian

nyeri

dengan

penggunaan

Carbamazepin,

gabapentin,

antidepresan atau -adrenergik blocker, seperti phenoxybenzene. Penggunaan obat yang mengurangi enzim aldose reductase dan menghambat

pengumpulan sorbitol dan fruktosa di saraf masih dalam tahap penelitian

Manajemen neuropati otonom.1,2,3

d) Polineuropati Karsinomatosa Neuropati sensoris atau sensorimotoris yang diakibatkan oleh penyakit keganasan, umumnya berasal dari small cell carcinoma paru, atau limfoma dan hodgkins disease. Neuropati ditandai dengan adanya antibodi (anti Hu) pada serum. Anti bodi ini selain menyerang antigen pada tumor, tetapi juga mengikat neuron di sistem saraf perifer. Gejala Klinis dari Polineuropati Karsinomatosa adalah : Neuropati sensoris :

hilangnya sensoris secara progresif, biasanya dirasakan pada alat gerak bagian atas, dengan gejala paraesthesia, dysesthesia berupa rasa terbakar dan ataksia sensoris. Neuropati sensorimotor :

berlangsung secara gradual, disertai menurunnya sensoris bagian distal dan kelemahan motoris ringan.3 Penatalaksanaan dari Polineuropati Karsinomatosa adalah : Deteksi dan terapi penyakit keganasan yang mendasarinya. Penggunaan imunosupressan. Gammaglobulin i.v.

Pemeriksaan 1. Nerve Conduction Studies Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan impuls elektrik (20-100 V dalam 0,05-0,1 ms) pada beberapa titik sepanjang perjalanan serabut saraf, kemudian respon yang terjadi direkam. Dengan merekam latensi antara impuls dan respon serabut otot, kecepatan konduksi dari serabut saraf motoris dapat dihitung. Jarak antara 2 titik impuls Selisih waktu konduksi antara 2 tempat

Kecepatan konduksi =

Kecepatan konduksi motoris dapat dihitung pada serabut saraf perifer plexus brachialis dari ekstremitas atas dan serabut saraf sciatic dan femoral dari ekstremitas bawah. Pemeriksaan ini tidak hanya berguna dalam mendiagnosis neuropati umum, tetapi juga penjepitan serabut saraf, (misalnya n. ulnaris pada siku atau n. medianus pada pergelangan tangan). Konduksi sensoris juga dapat dihitung, pada jari II ekstremitas atas diberi impuls, kemudian potensial sensori yang terjadi direkam pada pergelangan tangan dan siku. Jarak antara 2 tempat Selisih latensi antara 2 respon

Kecepatan konduksi =

Observasi umum: Amplitudo dari respon: Jumlah axon yang berespon terhadap impuls Latensi dari respon: Kecepatan konduksi dari serabut terbesar dalam saraf.

Degenerasi axon: Menurunnya amplitudo atau tidak adanya respon terhadap impuls dengan penurunan kecepatan konduksi yang lambat.

Demyelinasi: Penurunan kecepatan konduksi yang nyata (30%) dengan penurunan amplitudo yang progresif.

Kompresi saraf terlokalisasi: Perlambatan konduksi pada daerah yang ter-blok, (misalnya pada daerah siku, bila n. ulnaris terkompresi). Blok konduksi yang jauh dari sisi penjepitan mengarah pada neuropati motoris yang multifokal.5,7

2. Elektromyografi Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan fine needle ke dalam otot, kemudian aktivitas yang terekam dilihat melalui oscilloscope. Elektromyografi adalah pemeriksaan yang paling bermakna pada kelainan otot, yang juga dapat memberi tanda adanya proses neuropati secara tidak langsung. Denervasi pada otot paraspinal mengindikasikan adanya kelainan radiks saraf proksimal. Bila terjadi denervasi yang kronis, reinervasi dapat terjadi, dengan potensial motoris berdurasi panjang dan beramplitudo tinggi. Juga, pada gerak voluntary, kelemahan komponen motoris dapat terlihat pada layar oscilloscope.5,7

3. Biopsi Serabut Saraf Pemeriksaan ini sering dilakukan untuk membantu diagnosa pada mononeuropati multipel asimetris (vaskulitis, amyloidosis, sarkoidosis). Serabut saraf yang dipilih biasanya n. suralis, untuk melihat abnormalitas dari konduksi sensorisnya. Anamnesa:

-

Kelainan motorik, sensorik, otonom yang bersifat simetris bilateral, flaksid, atrofi Akut: Guillain Barre Syndrome Subakut: defisiensi vitamin B Kronik: Metabolik (Diabetes Melitus)

Pememeriksaan Neurologi: Sistem motorik: kelumpuhan bersifat simetris bilateral, flaksid, atrofi Sistem sensorik: bersifat simetris bilateral (glove dan stocking) Sistem otonom: hipertensi, hipotensi, hiperhidrosis, takikardi Refleks fisiologis: hilang atau menurun

Diagnosa penunjang: Lumbal pungsi (setelah perjalanan klinis) terdapat disosiasi sitoalbumin NCS: penurunan amplitude, pemanjangan distal latensi Laboratorium : untuk mencari etiologi

Terapi Akut IV Ig, plasmaparesis, supportif Kronis tergantung etiologi

Prognosa

Akut : 75% penyembuhan spontan, 10-17% penyembuhan dengna ability, 8% berulang, 5% meninggal, Kronis: tergantung etiologi.5

C. Definisi

MONONEUROPATHY

Gangguan saraf perifer tunggal akibat trauma, khususnya akibat tekanan, atau gangguan suplai darah (vasa nervosum).3 Mononeuropati yang sering terjadi adalah: 1. Sindrom Terowongan Karpal (carpal tunnel syndrome) Definisi Adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh jebakan Nerve medianus pergelangan tangan.

didaerah

Secara anatomi terowongan karpal dipergelangan tangan dibatasi oleh tulang carpal dan ligamentum. Isi terowongan karpal: N Medianus dan tendon otot palmar ,kadang pembuluh darah (20%). N Medianus :(regio karpal). Serabut sensorik :bagian folar ibu jari , telunjuk, jari tengah dan jari manis. Serabut motorik : M Abductor policis brevis.

Sindrom ni terjadi akibat kompresi nervud medianus pada pergelangan tangan saat saraf ini melalui terowongan karpal, yang dapat terjadi: a. secara tersendiri, contohnya pasien dengan pekerjaan yang banyal menggunakan tangan.

b. Pada gangguan yang menyebabkan saraf menjadi sensitif terhadap tekanan, misalnya DM. c. Saat terowongan karpal penuh dengan jaringan lunak yang abnormal.

Insidensi:

Sering terjadi pada usia lebih dari 40 thn 80% adalah wanita Wanita : pria = 6:1 Ada hubungan dengan pekerjaan : ibu RT. pekerja pabrik dengan aktifitas tangan berlebih.3

Patofisiologi Suatu inflamasi yang disebabkan oleh stresh berulang ,trauma atau kondisi medis lain yang menyebabkan penekanan N medianus

Etiologi a.Tidak diketahui pasti b.Penyempitan ruang : trauma,tumor c.Peningkatan kerentanan saraf terhadap tekanan :DM

d.Kondisi lain yang berhubungan :Kehamilan e.Idiopatik

Hubungan keadaan medis umm dengan sindrom terowongan karpal: Kehamilan Diabetes militus Deformitas lokal, seperti sekunder akibat osteoartritis, fraktur Artritis reumatoid Miksedema Akromegali Amiloidosis

Gambaran Klinis nyeri ditangan atau lengan, terutama pada malam hari atau saat bekerja. Pebgecilan dan kelemahan otot-otot eminensia tenar Hilangnya sensasi pada tangan pada distribusi N.medianus Parestesia seperti kesemutan pada distribusi N.medianus saat dilakukan perkusi pada telapak tangan daerah terowongan karpal (tanda tinel) Kondisi ini sering biateral

Diagnosa Klinik

-

Anamnesa Keluhan bisa unilateral atau bilateral Riwayat nyeri ,baal ,kesemutan pada daerah N Medianus awalnya malam hari atau melakun gerakan fleksi dan ekstensi lengan

-

Lebih lanjut Atropi otot thenar . Pemeriksaan klinis : Defisit sensoris :daerah folar palmar digiti 1,2,3,4 . Defisit motorik : atropi M Abuctor policis brevis Test Provokasi :Test Tunnel ,test Phalens

Pemeriksaan Penunjang A.Elektro diagnostik : Pemeriksaan konduksi saraf (NCS): Terdapat tanda kompresi N Medianus B. USG daerah pergelangan tangan C. MRI D. Lab : Gula darah (DM) ,Asam urat, Profil lipid.

Terapi Aktifitas gerakan tangan dikurangi Pemakaian bidai atau balut tangan terutama pada malam hari, pada posisi ekstensi parsial pergelangan tangan.

-

Fisioterapi NSAID Steroid :oral,atau injeksi fokal Operatif dekompresi n.medianus pada pergelangan tangan pada divisi fleksor retinakulum.

Prognosis Ad vitam :ad bonam Ad funtionam :tgt hebatnya kompresi

Neuropati Ulnaris Rentan terhadap kerusakan akibat tekanan pada beberapa tempat disepanjang perjalanannya, tetapi terutama pada siku.

Gambaran

klinis:

Nyeri dan atau parestesia seperti kesemutan yang menjalar ke bawah dari siku ke lengan sampai batas ulnaris tangan.

Atrofi dan kelemahan otot-otot intrinsik tangan Hilangnya sensasi tangan pada distribusi nervus ulnaris Deformitas tangan cakar (clow hand) Pemeriksaan konduksi saraf dapat menentukan lokasi lesi sepanjang perjalanan

nervus ulnaris. Lesi ringan dapat membaik dengan balutan tangan pada malam hari, dengan posisi siku ekstensi untuk mengurangi tekanan pada saraf. Untuk lesi yang lebih berat, dekompresi bedah atau transposisi nervus ulnaris, belum dapat dijamin keberhasilannya, tetapi operasi diperlukan jika terdapat kerusakan nervus ulnaris terus menerus yang ditunjukan dengan gejala nyeri persisten dan atau gangguan mtorik progresif. 3. Palsi radialis Tekanan pada bervus radialis di lengan atas menyebabkan wrist drop akut dan kadang hilangnya sensasi pada distribusi n.radialis superfisial. Umumnya lesi terjadi akibat kelainan postur lengan atas dalam waktu lama, misalnya lengan yang terposisikan dengan tidak benar pada sandaran sofa karena intoksikasi alkohol (Saturday night palsy)

4. Lesi pleksus brakialis Selain akibat trauma akut pada pleksus brakialis, misalnya akibat traksi saat persalinan atau kecelakaan yang biasanya mengenai pengendara sepeda motor (pleksus bagian atas: paralisis erb, bagian nawah:paralisis klumpke), dkenali pula beberapa sindrom kronik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Victor, M, Ropper, A. Adams and Victors Principles Of Neurology 7th Ed. McGraw Hill.

2001. 2. Nurdjaman Nurimaba, Thamrin Syamsudin, Djajang Suhana. Diktat Neurologi Klinis. Bagian Ilmu Penyakit Saraf. Bandung : 1991.3. Lindsay, Kenneth W, Bone, Ian. Neurology and Neurosurgery Illustrated 3rd Ed. Churchil

Livingstone. 1997.4. Margono, Asnawi, Chrisianto. Neuropati 2nd Ed. Gajah Mada University Press. 1996.

Neuropathy. Tersedia di www.medicinet.com. Neuropathy. Tersedia di www.wikipedia.com. F. Geraint. Neurological examination made easy. Churcill Livingstone. 1996.