bab 1 optika sinar

65
BAB 1 OPTIKA SINAR 1.1 POSTULAT OPTIKA SINAR 1.2 KOMPONEN-KOMPONEN OPTIK SEDERHANA A. Cermin B. Batas-batas Planar C. Batas-batas Bundar dan Lensa Bundar D. Pandu Cahaya 1.3 INDEKS OPTIK-BERTINGKAT A. PersamaanSinar B. Indeks Komponen Optik-Bertingkat C. Persamaan Eikonal 1.4 MATRIX OPTIK A. MatrixTransfer-Sinar B. Matriks Komponen Optik Sederhana C. Matriks Komponen Optik Bertingkat 1

Upload: totoadiguna

Post on 21-Dec-2015

295 views

Category:

Documents


33 download

DESCRIPTION

TRANSLATE

TRANSCRIPT

BAB

1

OPTIKA SINAR

1.1 POSTULAT OPTIKA SINAR

1.2 KOMPONEN-KOMPONEN OPTIK SEDERHANA

A. Cermin

B. Batas-batas Planar

C. Batas-batas Bundar dan Lensa Bundar

D. Pandu Cahaya

1.3 INDEKS OPTIK-BERTINGKAT

A. PersamaanSinar

B. Indeks Komponen Optik-Bertingkat

C. Persamaan Eikonal

1.4 MATRIX OPTIK

A. MatrixTransfer-Sinar

B. Matriks Komponen Optik Sederhana

C. Matriks Komponen Optik Bertingkat

D. Sistem-sistem Optik Periodik

1

2

Sir Isaac Newton (1642-1727) menetapkan sebuah

teori optik dimana emisi cahaya terdiri dari

kumpulan sel-sel yang menyebar seperti garis yang

lurus.

Pierre de Fermat (1601-1665) mengembangkan

prinsip bahwa cahaya berjalan pada suatu lintasan

dengan waktu yang sangat kecil.

Cahaya dapat digambarkan sebagai suatu fenomena gelombang elektromagnetik dengan

prinsip-prinsip teoritis yang sama yang mengatur semua bentuk lain dari radiasi

elektromagnetik, seperti gelombang radio dan sinar-X. Konsep cahaya ini disebut optika

elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik merambat dalam bentuk dua vektor gelombang

yang saling digabungkan, gelombang medan-listrik dan gelombang medan-magnet. Meskipun

demikian, ada kemungkinan untuk menggambarkan berbagai fenomena optik menggunakan

teori gelombang skalar dimana cahaya digambarkan oleh fungsi gelombang skalar tunggal.

Pendekatan seperti ini dari penafsiran cahaya disebut optika gelombang skalar, atau optika

gelombang sederhana.

Ketika gelombang cahaya merambat, melewati dan berada di sekitar benda yang

dimensinya jauh lebih besar dari panjang gelombangnya, perilaku gelombang cahaya tidak

mudah difahami, sehingga perilaku tersebut cukup dapat dijelaskan oleh sinar yang

memenuhi aturan-aturan geometrik. Model cahaya ini disebut optika sinar. Dari perspektif

matematika, optika sinar merupakan limit optika gelombang ketika panjang gelombang

tersebut sangat kecil.

Jadi, optika elektromagnetik mencakup optika gelombang, yang selanjutnya, mencakup

optika sinar, seperti yang diilustrasikan pada Gambar. 1.0-1. Sinaroptik dan gelombangoptik

memberikan pendekatanmodel cahaya yang berasal dari validitas dalam keberhasilan

menghasilkan suatu hasil denganpendekatan yang berdasarkan teori elektro-magnetik yang

teliti.

2

Gambar 1.0-1 Teori kuantum optik memberikan

penjelasan tentang hampir semua fenomena optik. Teori

elektromagnetik cahaya (optika elektromagnetik)

memberikan penafsiran yang paling lengkap tentang cahaya

dalam batas-batas optika klasik. Optika Gelombang

merupakan pendekatan skalar dari optika elektromagnetik.

Optika Sinar merupakan limit dari optika gelombang ketika panjang gelombang sangat pendek.

Meskipun optika elektromagnetik memberikan penafsiran cahaya yang paling lengkap

dalam batas-batas optika klasik, ada fenomena optik tertentu yang memiliki karakteristik

mekanika kuantum secara alami yang tidak dapat dijelaskan secara klasik. Fenomena ini

dijelaskan oleh teori elektromagnetik kuantum yang dikenal sebagai elektrodinamika

kuantum. Untuk fenomena optik, teori ini juga merujuk pada optika kuantum.

Sejarahnya, teori optik dikembangkan kira-kira seperti urutan berikut:

(1) optika sinar → (2) optika gelombang → (3) optika elektromagnetik → (4) optika

kuantum.

Model-model ini semakin rumit dan canggih, dan sedang dikembangkan untuk memberikan

penjelasan atas hasil percobaan optik yang semakin kompleks dan tepat. Pilihan optimal

sebuah model adalah yang paling sederhana yang menggambarkan fenomena tertentu secara

memuaskan, tetapi kadang-kadang sulit untuk mengetahui apriori model yang akan mencapai

hal ini. Untungnya, bagaimanapun juga, pengalaman sering kali memberikan suatu panduan

yang bagus.

Untuk tujuan pendidikan, bab-bab awal buku ini mengikuti aturan bersejarah seperti yang

dinyatakan di atas. Setiap model cahaya diawali dengan serangkaian postulat (diberikan tanpa

pembuktian), yang mana sekelompok besar hasil, dihasilkan. Postulat masing-masing model

ditunjukkan pada kasus tertentu dari model-tingkat yang lebih tinggi-berikutnya. Dalam bab

ini kita mulai dengan optika sinar.

3

4

Dalam Bab Ini

Optika sinar adalah teori cahaya yang paling sederhana. Cahaya digambarkan oleh sinar yang

berjalan dalam media optik yang berbeda yang sesuai dengan serangkaian aturan geometrik.

Maka dari itu,optika sinar juga disebut optika geometrik. Optika sinar merupakan teori

pendekatan. Meskipun hal tersebut dapat menjelaskan sebagian besar pengalaman sehari-

harikita dengan cahaya, masih banyak fenomena optika sinar yang tidak dapat dijelaskan

secara gambang (seperti yang dijelaskankan pada bab-bab selanjutnya dari buku ini).

Optika sinar berkaitan dengan lokasi dan arah berkas cahaya. Hal ini berguna dalam

mempelajari pencitraan — kumpulan sinar dari tiap titik dari suatu obyek dan

Pembelokannya melalui komponen optik ke titik yang sesuai dari suatu gambar. Optika sinar

memungkinkan kita untuk menentukan kondisi di mana cahaya dipandu dalam media yang

diberikan, seperti fiberglass. Dalam media isotropik, sinar optik menunjuk ke arah aliran

energi optik. Kumpulan sinar dapat dibentuk dimana densitas sinar sebanding dengan

densitas energi cahaya. Ketika cahaya dihasilkan secara isotropis dari sumber titik, misalnya,

energi yang terkait dengan sinar berbentuk kerucut yang diberikan sebanding dengan sudut

padat kerucut. Sinar dapat ditelusuri melalui sistem optik untuk menentukan energi optik

yang melintasi daerah tersebut.

Bab ini dimulai dengan serangkaian postulat yang darinya aturan sederhana yang

mengatur perambatan berkas cahaya melalui media optik berasal. Dalam Subbab. 1.2

peraturan tersebut diterapkan pada komponen optik sederhana seperti cermin dan planar atau

batas bulat antar media optik yang berbeda. Perambatan sinar di media optik homogen

(indeks-bertingkat) dijelaskan dalam Subbab.1.3. Optika indeks-bertingkat adalah dasar dari

teknologi yang telah menjadi bagian penting dari optika modern.

Komponen optik sering berpusat pada sumbu optik, yang mana sinar bergerak pada

kecenderungan yang kecil. Sinar semacam ini disebut sinar paraksial. Asumsi ini merupakan

dasar dari optika paraksial. Perubahan posisi dan kecenderungan dari sinar paraksial

sewaktubergerak melewati sistem optik dapat digambarkan secara efisien dengan

menggunakan 2 X 2-aljabar matriks. Subbab 1.4 dikhususkan untuk alat aljabarini, yang

disebut optika matriks.

1.1 POSTULAT OPTIKA SINAR

4

Dalam suatu medium homogen, indeks bias n (r) adalah fungsi dari posisi r = (x, y, z). Panjang lintasan optik sepanjang lintasan yang diberikan antara dua titik A dan B maka

Panjang lintasan optik=∫A

B

n (r ) ds , (1.1 1 )

dimana ds adalah elemen diferensial panjang lintasan. Waktu yang dibutuhkan oleh cahaya untuk bergerak dari A ke B adalah sebanding dengan panjang lintasan optik.

Prinsip Fermat. Sinar optik yang berjalan antara dua titik, A dan B, mengikuti suatu lintasan sedemikian sehingga waktu tempuh (atau panjang lintasan optik) antara dua titik adalah relatif ekstremum pada lintasan terdekat. Hal ini dinyatakan secara matematis sebagai

δ∫A

B

n (r )ds=0 , (1.1 2 )

dimana simbol δ, yang dibaca "variasi dari," menandakan bahwa panjang lintasan optik bisa diminimalkan atau dimaksimalkan, atau merupakan titik infleksi. Hal ini, bagaimanapun, biasanya minimum, karena:

Berkas cahaya berjalan pada suatu lintasan dengan waktu yang sangat kecil.

Terkadang waktu minimum bisa diakses oleh lebih dari satu lintasan, yang kemudian diikuti secara serentak oleh sinar. Sebuah contoh dimana panjang lintasan dimaksimalkan dijelaskan dalam Latihan. 1.1-2.

Dalam bab ini kita menggunakan postulat optika sinar untuk menentukan aturan yang

mengatur perambatan berkas cahaya, refleksi dan refraksi pada batas antara medium yang

berbeda, dan transmisi melalui berbagai komponen optik. Hasil yang banyak diterapkan pada

berbagai sistem optik, diperoleh tanpa memerlukan untuk setiap asumsi atau aturan mengenai

sifat cahaya lainnya.

5

Postulat Optika Sinar Cahaya berjalan dalam bentuk berkas-berkas. Berkas-berkas yang dipancarkan

oleh sumber cahaya dan dapat diamati pada saat mencapai detektor optik. Medium optik ditandai dengan kuantitas n ≥ 1, yang disebut indeks bias. Indeks

bias n = co / c dimana co adalah kecepatan cahaya dalam ruang hampa dan c adalah kecepatan cahaya dalam medium. Oleh karena itu, waktu yang dibutuhkan oleh cahaya untuk bergerak pada jarak d adalah d / c = nd / co. Hal ini sebanding dengan hasil nd, yang dikenal sebagai panjang lintasan optik.

Propagasi dalam Medium Homogen

Dalam medium homogen indeks bias selalu sama, dan begitu juga kecepatan cahaya. lintasan

waktu minimum, berdasarkan prinsip Fermat, maka lintasan jarak juga minimum. Prinsip

lintasan jarak minimum ini dikenal sebagai prinsip Hero. Lintasan jarak minimum antara dua

titik merupakan suatu garis lurus sehingga dalam medium homogen, berkas cahaya berjalan

pada garis lurus (Gambar 1.1-1).

Gambar 1.1-1 Berkas cahaya berjalan pada garis lurus. Bayangan merupakan proyeksi sempurna pada

daerah pemberhentian.

Refleksi dari Cermin

Cermin terbuat dari permukaan logam tertentu yang sangat mengkilap, atau logammaupun

film dielektrik yang diletakkan di atas substrat seperti kaca. Cahaya yang direfleksikan dari

cermin sesuai dengan hukum refleksi:

Sinar yang direfleksikan terletak pada bidang pantul, sudut refleksi sama dengan

sudut datang.

Bidang pantul adalah bidang yang dibentuk oleh sinar datang dan garis normal cermin pada

titik datang. Sudut datang dan sudut refleksi, θ dan θ', didefinisikan dalam Gambar. 1.1-2 (a).

Untuk membuktikan hukum refleksi kita cukup menggunakan prinsip Hero. Amati sinar yang

bergerak dari titik A ke titik C setelah refleksi dari cermin planar pada Gambar. 1.1-2 (b).

Berdasarkan prinsip Hero, untuk cermin ketebalan sangat kecil, jarak AB+ BC harus

minimal. Jika C' adalah bayangan cermin dari C, makaBC = BC', sehingga AB+ BC',

haruslah

minimum. Hal ini terjadi ketika ABC' merupakan suatu garis lurus, yaitu, ketika B berimpit

dengan B' sehingga θ = θ'.

Gambar 1.1-2 (a) Refleksi dari permukaan cermin lengkung. (b) konstruksi geometrik untuk membuktikan

hukum refleksi.

Refleksi dan Refraksi pada Batas Antara Dua Medium

Pada batas antara dua medium, indeks refraktif n1 dan n2, sinar datang terbagi menjadi dua —

sinar pantul dansinar bias (atau transmisi) (Gambar 1.1-3). Sinar pantul memenuhi hukum

refleksi, sedangkan sinar bias memenuhi hukum refraksi:

Sinar bias terletak pada bidang datang, hubungan sudut bias θ2 dengan sudut

datang θ1 menurut hukum Snell,

n1 sin θ1=n2sin θ2 . (1.1 3 )

h ukum Snell

Perbandingan dimana cahaya direfleksikan dan direfraksikan tidak dijelaskan oleh optika

sinar.

Gambar 1.1-3 Refleksi dan refraksi pada batas antara dua medium.

LATIHAN 1.1-1

Pembuktian Hukum Snell. Pembuktian hukum Snell merupakan latihan dalam penerapan

prinsip Fermat. Merujuk pada Gambar. 1.1-4, kita berusaha meminimalisir panjang lintasan

optik n1 AB+n2BC antara titik A dan C. Karena itu kita memiliki permasalahan optimisasi

berikut: Minimalisir n1 d1secθ1 +n2 d2sec θ2 yang berkaitan dengan sudut θ1 dan θ2, dengan

syarat d1 tan θ1+d2 tan θ2= d. Tunjukkan bahwa solusi dari permasalahan minimalisasi ini

menghasilkan hukum Snell.

Gambar 1.1-4 Konstruksi untuk membuktikan hukum Snell.

Tiga aturan — propagasi sederhana dalam garis lurus serta hukum refleksi dan refraksi

— yang diterapkan dalam Subbab. 1.2 pada beberapa konfigurasi geometrik cermin dan

komponen optik transparan, tanpa merujuk lebih lanjut pada prinsip Fermat.

1.2 KOMPONEN-KOMPONEN OPTIK SEDERHANA

A. Cermin

Cermin Planar

Sebuah cermin planar merefleksikan sinar yang berasal dari titik P1 sehingga sinar pantul

yang muncul berasal dari titik P2 di belakang cermin, disebut citra atau bayangan (Gambar

1.2-1).

Cermin Parabolik

Permukaan cermin parabolik merupakan sebuah revolusi parabola. Cermin ini memiliki sifat

yang berguna untuk memfokuskan semua sinar datang sejajar dengan porosnya ke satu titik

yang disebut fokus. Jarak PF = f didefinisikan dalam Gambar. 1.2-2 disebut sebagai

panjang fokus. Cermin parabolik sering digunakan sebagai elemen pengumpul-cahaya dalam

teleskop. Cermin ini juga digunakan untuk membuat berkas-berkas cahaya sejajar dari sumber

titik seperti pada senter.

Gambar 1.2-1 Refleksi dari cermin planar.

Gambar 1.2-2 Pemfokusan cahaya oleh cermin

parabolik.

Cermin Eliptik

Sebuah cermin eliptik merefleksikan semua sinar yang dipancarkan dari salah satu dari dua

fokusnya, misalnya, P1 dan mencitrakannya ke fokus lainnya, P2 (Gambar 1.2-3).

Berdasarkan prinsip Hero, jarak yang ditempuh oleh cahaya dari P1 ke P2 di sepanjang salah

satu lintasan adalah sama.

Gambar 1.2-3 Refleksi dari cermin eliptik.

Cermin Bundar

Sebuah cermin bundar lebih mudah dalam hal fabrikasi daripada parabolik atau cermin

eliptik. Namun, cermin ini tidak memiliki sifat fokus dari cermin parabolik maupun sifat

pencitraan cermin eliptik. Seperti yang diilustrasikan pada Gambar. 1.2-4, sinar sejajar

bertemu dengan sumbu pada titik-titik yang berbeda, envelope-nya (kurva putus-putus)

disebut kurva kaustik. Meskipun demikian, sinar sejajar mendekati sumbu yang kurang

difokuskan ke titik tunggal F pada jarak (-R) / 2 dari cermin pusat C. Dengan konvensi, R

adalah negatif untuk cermin cekung dan positif bagi cermin cembung.

Sinar Paraksial yang Direfleksikan dari Cermin Bundar

Sinar yang membuat sudut kecil (sehingga sin θ ≈ θ) terhadap sumbu cermin disebut sebagai

sinar paraksial. Dalam pendekatan paraksial, dimana hanya ada sinar paraksial, sebuah

cermin bundar memiliki sifat fokus seperti pada cermin parabolik dan sifat pencitraan seperti

cermin eliptik. Kumpulan aturan yang dihasilkan dari pendekatan ini membentuk optika

paraksial, yang juga disebut optika orde pertama, atau optika Gaussian.

Gambar 1.2-4 Refleksi sinar sejajar dari sebuah

cermin cekung.

Gambar 1.2-5 Sebuah cermin bundar yang

mendekati cermin parabolik untuk sinar paraksial.

Sebuah cermin bundar dengan jari-jari R sehingga bersifat seperti cermin parabolik

dengan panjang fokus f = R / 2. Hal ini sebenarnya masuk akal karena pada titik-titik yang

dekat dengan sumbu, pendekatan sebuah parabola dapat dilakukan dengan sebuah lingkaran

dengan jari-jari yang sama dengan jari-jari kelengkungan parabola (Gambar 1.2-5).

Semua sinar paraksial yang berasal dari setiap titik pada sumbu cermin bundar

direfleksikan dan difokuskan ke titik yang sesuai pada sumbu tunggal. Hal ini dapat dilihat

(Gambar 1.2-6) dengan melihat sinar yang dipancarkan pada sudut θ1, dari titik P1 pada jarak

z1 jauh dari cermin cekung dengan jari-jari R, dan refleksi pada sudut (-θ2) bertemu sumbu

pada titik P2 yang merupakan jarak z2 jauh dari cermin. Sudut θ2 bernilai negatif karena sinar

tersebut berjalan ke bawah.

Karena tiga sudut segitiga berjumlah 180 °, kita memiliki θ1 = θ0 - θ dan (-θ2) = θ0 + θ,

sehingga (-θ2) + θ1 = 2θ0. Jika θ0 cukup kecil, pendekatan tan θ0 ≈ θ0 dapat digunakan,

sehingga θ0 ≈ y / (-R), yang mana

(−θ2)+θ1≈2 y

(−R ), (1.2 1 )

dimana y adalah puncak titik dimana refleksi terjadi. Perlu diingat bahwa R bernilai negatif

karena cermin cekung. Demikian pula, jika θ1 dan θ2 kecil, θ1 ≈ y / z1 dan (-θ2) ≈ y / z2,

sehingga (1.2-1) menghasilkan y / zl + y / z2 ≈ 2y / (-R), dimana

1z1

+ 1z2

≈2

(−R ). (1.2 2 )

Gambar 1.2-6 Refleksi sinar paraksial dari sebuah cermin cekung dengan jari-jari R <0.

Hubungan ini berlaku tanpa memandang y (yaitu, tanpa memandang θ1) selama

pendekatan tersebut valid. Artinya, semua sinar paraksial berasal di titik, P1 sampai di P2.

Jarak z1 dan z2 diukur dalam sistem koordinat dimana titik-titik sumbu z di sebelah kiri.

Sehingga, titik z negatif berada di sebelah kanan cermin.

Berdasarkan (1.2-2), sinar yang dipancarkan dari titik yang sangat jauh pada sumbu z

(z1 = ∞) difokuskan ke titik F pada jarak z2 = (-R) / 2. Hal ini berarti bahwa dalam pendekatan

paraksial, semua sinar yang datang dari infinity (sejajar dengan sumbu cermin) difokuskan ke

titik pada jarak f dari cermin, yang mana disebut sebagai panjang fokusnya:

f =(−R )

2, (1.2 3 )

Panjang Fokus

Cermin Bundar

Persamaan (1.2-2) biasanya ditulis dalam bentuk

1z1

+ 1z2

=1f

, (1.2 3 )

Persamaan Pencitraan

( Sinar Paraksial)

yang mana disebut sebagai persamaan pencitraan. Baik sinar datang maupun sinar yang

dipantulkan harus tetap paraksial untuk persamaan ini.

LATIHAN 1.2-1

Pencitraan oleh Cermin Bundar. Tunjukkan bahwa dalam pendekatan paraksial, sinar

yang berasal dari titik P1 = (y1 , z1) direfleksikan ke titik P2 = (y2 , z2) dimana z1 dan z2

memenuhi (1.2-4) dan y2 = - y1 z2 / z1 (Gambar. 1,2-7). Artinya, sinar dari setiap titik pada

bidang z = z1 bertemu di titik tunggal yang sesuai dalam bidang z = z2, sehingga cermin

bertindak sebagai sistem pencitraan gambar dengan perbesaran -z2 / z1. Perbesaran bernilai

negatif berarti bahwa pencitraan tersebut terbalik.

Gambar 1.2-7 Pencitraan oleh cermin bundar. Empat sinar khusus diilustrasikan.

B. Batas-batas Planar

Hubungan antara sudut bias dan sudut datang, θ2 dan θ1, pada batas planar antara dua

medium, indeks bias n1 dan n2 ditentukan oleh hukum Snell (1.1-3). Hubungan ini

digambarkan dalam Gambar. 1.2-8 untuk dua kasus:

Pembiasan Eksternal (n1 < n2). Terjadi ketika sinar datang dari medium memiliki

indeks bias yang lebih kecil, θ2 < θ1 dan sinar bias membelok menjauhi dari batas.

Refraksi internal (n1 > n2). Terjadi jika sinar datang dalam medium yang memiliki

indeks bias lebih tinggi, , θ2 > θ1 dan sinar bias membelok menuju batas.

Gambar 1.2-8 Hubungan antara sudut bias dan sudut datang.

Sinar bias membelok sedemikian rupa untuk meminimalisir panjang lintasan optik, yaitu,

untuk meningkatkan panjang lintasan dalam indeks-medium yang lebih rendah dengan

mengabaikan panjang lintasan dalam indeks-medium yang lebih tinggi. Dalam kedua kasus

ini, ketika sudut kecil (yaitu, sinar paraksial), hubungan antara θ2 dan θ1 adalah mendekati

linier, n1θ1 ≈ n2θ2, atau θ2 ≈ (n1/n2)θ1.

Total Refleksi Internal

Untuk pembiasan internal (n1 > n2), sudut bias lebih besar dari sudut datang, θ2 > θ1, sehingga

saat θ1 meningkat, θ2 yang lebih dulu mencapai 90° (lihat Gambar. 1.2-8). Ini terjadi ketika θ1

= θc (sudut kritis), dengan n1 sin θc = n2 sin (π/2) = n2, sehingga

θc=sin−1 n2

n1

, (1.2 5 )

Ketika θ1 > θc, hukum Snell (1.1-3) tidak dapat terpenuhi dan pembiasan tidak terjadi. Sinar

datang benar-benar direfleksikan seolah-olah permukaannya adalah cermin sempurna

[Gambar. 1.2-9 (a)]. Fenomena refleksi internal total merupakan dasar dari

berbagaiperangkatdan sistem optik, seperti perefleksian prisma [lihat Gambar. 1.2-9 (b)] dan

serat optik (lihat Subbab. 1.2D). hal tersebut dapat ditunjukkan dengan menggunakan optika

elektromagnetik (persamaan Fresnel pada Bab 6) bahwa semua energi yang dibawa oleh

cahaya yang direfleksikan sehingga proses refleksi internal total sangat efisien.

Gambar 1.2-9 (a) Refleksi internal total pada batas planar. (b) perefleksian prisma. Jika n1>√2 dan n2 = 1

(udara), maka θc <45°, karena θc < 45°; sinar tersebut benar-benar direfleksikan. (c) Sinar dipandu oleh

refleksi internal total dari permukaan internal suatu serat optik.

Prisma

Sebuah prisma dengan sudut puncak α dan indeks bias n (Gambar 1.2-10) membelokkan

sinar datang pada sudut θ dengan sudut

θd=θ−α+sin−1 [√n2−sin2 θ sin α−sin θ cosα ] . (1.2 6 )

Hal ini bisa ditunjukkan dengan menggunakan hukum Snell dua kali di dua permukaan

pembiasan prisma. Ketika α sangat kecil (prisma tipis) dan θ juga sangat kecil (pendekatan

paraksial), (1.2-6) pendekatannya

θd ≈ ( n−1 ) α . (1.2 7 )

Gambar 1.2-10 Pembelokan Sinar oleh prisma. Sudut pembelokan θd sebagai fungsi dari sudut datang θ

untuk sudut puncak α yang berbeda ketika n = 1,5. Ketika keduanya α dan θ bernilai kecil θd ≈ (n-1)α, yang

sekiranya tidak bergantung θ. Ketika α = 45° dan θ = 0°, refleksi internal total terjadi, seperti yang diilustrasikan

dalam Gambar. 1.2-9 (b).

Beamsplitters

Beamsplitter merupakan komponen optik yang membelah berkas cahaya datang menjadi

sinar terrefleksi dan sinar tertransmisi, seperti yang diilustrasikan dalam Gambar. 1.2-11.

Beamsplitter juga sering digunakan untuk menggabungkan dua berkas cahaya menjadi satu

[Gambar. 1.2-11 (c)]. Beamsplitter biasanya dibentuk dengan menempatkan logam

semitransparan tipis atau film dielektrik pada substrat kaca. Sebuah pelat kaca tipis atau

prisma juga dapat berfungsi sebagai sebuah beamsplitter.

Gambar 1.2-11 beamsplitter dan combiner

C. BATAS BOLA DAN LENSA

Sekarang kita ketahui pembiasan dari sinar menuju sebuah batas bola dari radius R diantara

dua media dari indek bias n1 dan n1. Dengan ketentuan , R adalah bernilai positif dari sebuah

batas konveks dan negatif dari batas konkav. Solusinya kita gunakan hukum Snell, yang

mana hubungan sudut dari timbulnya dan pembiasan relatif menuju permukaan normal,

didefinisikan dengan radius vektor dari pusat C. Sudut tersebut membedakan dari sudut θ1

dan θ1, yang mana didefinisikan relative terhadap sumbu z. Pertimbangkan jikka hanya sinar

paraksial menyebabkan sudut kecil dengan sumbu dari sistem tersebut juga θ ≈ θ dan tanθ ≈θ,

hal tersebut ditunjukkan dalam hal berikut:

• sebuah sinar akan membentuk sebuah sudut θ1dengan sumbu z dan bertemu batas dari titik

dari puncak y dimana hal tersebut membentuk sudut θ0 dengan radius vektor [lihat gambar

1.2-12 (a)] berpindah arah pada batas, maka refraksi sinar akan membentuk sudut θ2 dengan

sumbu z dan sudut θ3dengan radius vektor. Sudut iyang ditimbulkan adalah ((θ1+θ2) yang

mana sudut bias dari θ3 ,maka:

θ2 ≈n1

n2

θ1−n2−¿n1

n2

yR

(1.2−8)¿

Gambar 1.2-12 Pembiasan pada sebuah batas lingkar konveks (R>0)

• semua sinar paraksial murni dari titik P1=( y2 , z2) pada bidang z=z2, dimana:

n1

z1

+n2

z2

≈n2−¿ n1

R(1.2−9)¿

Dan

y2=−n1

n2

z2

z2

y1(1.2−10)

Bidang z=z1 dan z=z2 dikatakan menjadi sebuah konjugate bidang. Setiap titik pada bidang

pertama memilaki sebuah korespondensi titik (gambar) kedua dengan perbesaran −( n1

n2)( z2

z1) .

Perbesaran negatif yang dimaksud gambar tersebut adalah kebalikannya. Dengan ketentuan

P1 adalah pengukuran pada sistem titik kooordinat kiri dan P2 pada sistem titik koordinat

kanan.

Persamaan diantara benda tersebut dan cermin bundar terlihat jelas. Hal ini penting untuk

diingat bahwa format gambar dijelaskan pada sebuah perkiraan. Letaknya hanya untuk sinar

paraksial. Sinar dari sudut yang besar tidak sesuai dengan hukum paraksial, penyelesaian

deviasi pada gambar distorsi disebut penyimpangan.

Latihan 1.2-2

Format gambar. Diperoleh persamaan (1.2-8). Buktikan bahwa sinar paraksial asli dari P1

melewati P2 ketika (1.2-9) dan (1.2-10) adalah benar.

Latihan 1.2-3

Penyimpangan- bebas permukaan gambar. tentukan persamaan dari sebuah batas konvek

nonspherical diantara media dari indeks bias n1 dan n2 anggap semua sinar (tidak paraksial)

dari titik sumbu P1pada jarak z1 kiri menuju permukaan gambar menuju titik sumbu P2 pada

sebuah jarak z2 kanan dari permukaan [gambar 1.2-12(a)]. Petunjuk: pada pronsip Fermat

yang sesuai bentuk optik diantara dua titik harus sama dengan semua garis edarnya.

LENSA

Lensa bola tersebut dibatasi dua permukaan bola. Hal ini didefinisikan secara lengkap dengan

radius R1 dan R2 adalah dua permuikaan yang kecil ∆, dan indeks bias n dari bahan (gambar

1.2-13). Sebuah lensa kaca pada udara dapat diberlakukan sebagai kombinasi dua bats bola,

udara menuju kaca dan kaca menuju udara.

Gambar 1.2-13 lensa bola bikonveks

Sebuah sinar melintasi batas awal pada puncak y dan sudut θ1 dengan sumbu z [ Gambar 1.2-

14(a)] diusut dengan mengaplikasikan (1.2-8) pada permukaan awal memperoleh sudut

condong θ dari sinar biasnya, yang mana kita luaskan sampai bertemu permukaan kedua.

Kemudian gunakan (1.2-8) sekali lagi dengan θ diubah menjadi θ1 sehingga condong ke

sudut θ2 dari sinar setelah pembiasan dari permukaan kedua. Penyelesaian tersebut sangat

rumit. Ketika lensa itu menipis, bagaimanapun hal itu dapat diasumsikan bahwa peristiwa

munculnya sinar dari lensa tersebut sama pada puncak y yang mana sinar tesebut saat

memasukinya. Dubawah asumsi tersebut, ikuti pernyataan berikut

▪ Sudut dari hasil refraksi dan peristiwa penyinaran yang dihubungkan oleh persamaan

θ2=θ1−yf(1.2−11)

Dimana f , disebut dengan panjang focal, persamaannya ialah

1f= (n−1 )( 1

R1

−1R2

) (1.2−12 )

Panjang focal lensa silinder tipis

Gambar 1.2-14 (a) pembelokkan sinar pada lensa tipis (b) gambar formasi dari sebuah lensa tipis

▪semua sinar asli dari titik P1=( y1 , z1) bertemu pada titik P2=( y2 , z2) [gambar 1.2-14(b)]

dimana ,

1z1

+ 1z2

=1f

(1.2−13 ) persamaangambar

dan

y2=−z2

z1

y2 (1.2−14 ) perbesaran

Solusi tersebut serupa untuk cermin silinder [lihat persamaan (1.2-4) dan Soal 1.2-1 ].

Persamaan tersebut diidentifikasi dengan masing-masing titik pada bidang z=z1 yang

mana gambar tersebut berhubungan dengan bidang pada titik z=z2 dengan perbesaran faktor

yaitu −z2/ z1. Perbesaran tersebut menjadi sebuah kesatuan ketika z1=z2=2 f . Focal length f

dari sebuah lensa yang mana dilengkapi dengan menentukan efek dari penyinaran dekat

sumbu. Sebagai indikasi awal, P1 dan P2 adalah hasil pengukuran pada sistem koordinat titik

dari kiri dan kanan, berturut-turut, dan pusat dari lengkungan R1 dan R2 yang mana bernilai

positif dari permukaan cembung dan negatif untuk permukaan cekung. Untuk permukaan

dwicembung atau bikonveks lensa di tunjukkan seperti pada gambar 1.2 -13, R1bernilai

positif dan R2 bernilai negatif, maka dua keadaan tersebut dari persamaan 1.2-12 bertambah

dan menunjukkan sebuah nilai positif untuk f .

Soal latihan 1.2-4

Buktikan dari formula lensa tipis. Gunakan persamaan (1.2-8) selama masih menggunakan

definisi dari focal length yang diberikan dari persamaan (1.2-12), buktikan pesamaan (1.2-11)

dan (1.2-13)

Sekali lagi penegasan pada hubungan hanya pada penyinaran pada sumbu yang

berhipitan. Kehadiran dari penyinaran sumbu yang tidak berhimpitan berakibat

penyimpangan , sebagaiilustrasi ditunjukkan gambar 1.2-15.

Gambar 1.2-15 penyinaran sumbu tidak berhimpitan tidak bertemu pada titik fokus sumbu himpitan. Garis pada

sampul dari refraksi sinar disebut dengan tikungan tajam.

D. Panduan Cahaya

Cahaya mungkin dipandu oleh suatu lokasi yang mana dengan menggunakan sebuah

perangkat dari lensa atau cermin, sebagai ilustrasi skematiknya pada gambar 1.2-16. Karena

elemen yang dibias (seperti lensa) biasanya partikel yang di bias dan ketika cermin di

abrsorpsi secara parsial, kehilangan tumpukkan dari kekuatan optik akan lebih signifikan

ketika nomor dari elemen pandu cahayaadalah besar. Componen pada efek tersebut rendah

dan dapat menghasilkan (misal, antirefleksi-lapisan lensa), tetapi sistem biasanya tidak

terpakai dan merugikan.

Gambar 1.2-16 panduan cahaya : (a) lensa; (b) kaca; (c) total refleksi internal.

Mekanisme ideal untuk pandu cahaya adalah total refleksi internal pada batas diantara

dua media dari indeks bias yang berbeda. Sinar berefleksi berualng tanpa mengalami bias.

Serat kaca dari pemurnian kimia digunakan untuk memandu cahaya untuk 10 kilometer

dengan secara kurang relatif dari kekuatan optik.

Pada serat optik sebuah pipa penyalur cahaya terbuat dari dua kaca konsentrat (atau

plastik) silinder (gambar 1.2-17). Bagian dalam disebut core (inti), yang memiliki indek bias

n1, dan bagian luar disebut salut (mantel) yang memiliki indek bias kecil , n2<n1. Sinar

cahaya yang melewati inti adalah total bias dari mantel jika sudut yang muncul adalah lebih

besar dari sudut kritis, θ>θc=sin−1 ¿). Sinar tersebut menghasilkan sudut θ=90°−θ dengan

sumbu optik yang mana menutupi pada inti serat jika , θ<θc , dimana

θc=90°−θc=cos−1(n2/n1). Serat optik digunakan untuk sistem komunikasi (lihat Bab 9 dan

24). Beberapa bahan penting dari serat optik yang didapat di soal 1.2-5

Serat optik digunakan untuk sistem komunikasi

Gambar 1.2-17 Serat Optik. Sinar cahaya yang memandu dengan total bias internal. Dalam hal ini θ

menunjukkan pengukuran sudut sumbu dariserat optik , maka secara lengkap θ=90°−¿ θ adalah sudut yang

timbul pada hubungan dielektrik.

Contoh Soal 1.2-5

Numerical aperture dan sudut yang diterima dari serat optik. Pada serat optik yang

menerangi dengan cahaya dari sebuah sumber (misal, LED ). Indeks bias dari initi dan mantel

dari serat teersebut adalah n2 dan n1, secara berturut-turut dan indeks bias dari udara adalah 1

(gambar 1.2-18). Ditunjukkan bahwa setengah sudut dari θa dari kerucut dari sinar yang

diterima oleh serat (pancaran yang melewati serat tanpa melalui bias pada mantel) diberikan

persamaan

NA=sin θa=√n21−n2

2 (12−15 ) numerical aperture optical fiber

Sudut θa disebut sudut penerima dan parameter NA ≡sin θa diketahui sebagai numerical

aperture dari serat. Hitung numerical aperture dan sudut penerima untuk serat kaca silika

dengan n1=1,475 dan n2=1,460.

Gambar 1.2-18 sudut penerima dari sebuah serat optik

Penangkapan cahaya pada sebuah media dari indeks bias tinggi

Dalam hal seperti ini biasanya sulit dilakukan untuk cahaya asli dalam sebuah medium yang

luas indeks bias menuju sebuah penyerapan menuju udara, terutamajika lingkungan dari

medium tersebut sejajar. Hal ini terjadi ketika beberapa sinar melewati total perkalian

pemantulan internal tanpa ada bias menuju udara. Prinsip tersebut di ilustrasikan pada latihan

soal 1.2-6 .

Latihan Soal 1.2-6

Penangkapan cahaya pada LED (Light Emitting Diode)

(a) Asumsikan bahwa sebuah cahaya pada semua arah didalam sebuah bahan indeks bias

n memotong sebuah pola pipa sejajar (gambar 1.2-19). Bahan tersebut dikelilingi

oleh udara menyatu dengan indeks biasnya. Proses yang terjadi pada LED (lihat Bab

17). Apakah sudut pada posisi kerucut dari sinar cahaya (di dalam bahan) akan

muncul pada permukaan? Apa yang terjadi pada sinar lainnya? Berapakah nilai angka

pada sudut untuk GaAs (n= 3,6)?

Gambar 1.2-19 penangkapan cahaya pada pipa sejajar dengan indeks bias tinggi

(b) Asumsikan bahawa ketika cahaya pada pembangkit isotropis jumlah dari kekuatan

optiknya bercampur dengan sinar yang diberikan dari kerucut tersebut sebanding

dengan sudut solid dari kerucu. Tunjukkan bahwa perbandingan dari kekuatan optik

tersebut terserap dari bahan ke total pembangkit kuat optik adalah 3¿, di berikan

bahwa n>√ 2. Berapakah nilai angka dari perbandingan untuk GaAs?

1.3 NILAI INDEKS OPTIK

Nilai indeks (graded index : GRIN) bahan memiliki indeks bias yang bervariasi dengan posisi

sesuai dengan sebuah fungsi yang berkelanjutan n(r), kita gunakan prinsip Fermat,

δ∫A

B

n(r )ds=0 ,(1.3−1)

Dimana ds adalah turunan panjang lintasan sinar diantara A dan B. Jika lintasan di jelaskan

dengan fungsi x (s ) , y (s ) dan z ( s) ,dimana s adalah panjang lintasan (gambar 1.3-1) ,

kemudian gunakan variasi kalkulus tersebut dapat menunjukkan bahwa x (s ) , y (s ) dan z ( s)

harus meyakinkan bahwa persamaan turunan parsial tiga adalah,

dds (n

dxds )=∂n

∂ x,

dds (n dy

ds )=∂ n∂ y

,dds (n

dzds )=∂ n

∂ z,(1.3−2)

Dengan definisi vektor r (s), yang memiliki komponen x (s ) , y (s ) dan z(s) persamaan (1.3-2)

mungkn dapat dituliskan

dds (n

drds )=∇ n (1.3−2 ) persamaan sinar

Dimana ∇ n , gradien dari n adalah kompoen Kartesian ∂ n∂ x

,∂ n∂ y

,∂ n∂ z

. Persamaan (1.3-3)

diketahui sebagai persamaan Ray (persamaan sinar).

Gambar 1.3-1 Lintasan sinar dijelaskan secara parametrik dengan tiga fungsi x (s ) , y (s ) dan z(s) atau dengan

dua fungsi x (z ) , y (z ) .

Salah satu cara pendekatan untuk penyelesaian persamaan sinar tersebut di

deskripsikan lintasan dengan dua fungsi yaitu x (z ) , y (z ), dituliskan ds=dz√1+( dxdz

)2

+( dydz

)2

,

dan substitusi pada persamaan (1.2-3) untuk memperoleh dua persamaan diferensial parsial

untuk x (z ) dan y (z ). Biasanya aljabar tidak diabaikan, tetapi dengan sangat sederhana ketika

penaksiran tersebut digunakan.

Persamaan sinar sumbu berhimpitan

Pada penaksiran sumbu berhimpitan, lintasan tersebut sejajar pada sumbu z, maka ds ≈ dz

(gambar 1.3-2). Persamaan sinar (1.3-2) secara disederhanakan menjadi

ddz (n

dxdz )≈

∂ n∂ x

,ddz (n dy

dz )≈∂ n∂ y

(1.3−4 ) Persamaan Sinar Berimpitan

Diberikan n=n(x , y , z ), dua persamaan diferensial parsial ini mungkin dapat diselesaikan

untuk sebuah lintasan x (z ) , dan y (z).

Dalam membatasi lingkup dari medium yang homogen untuk n yang mana bersifat

bebas untuk x , y , z (persamaan 1.3-4) diberikan d2 xdz2 =0 dan

d2 ydz2 =0, dari hal tersebut,

lanjutkan bahwa x dan y adalah fungsi linear dari z, maka lintasan tersebut berupa garis lurus.

Hal yang menarik lainnya pada lingkup tersebut akan teruji setelah itu.

Gambar 1.3-2 Lintasan dari sinar sumbu yang berhimpit pada tingkat indeks medium

B. Tingkat komponen indeks optik

Tingkat indeks irisan

Pertimbangkan sebuah irisan dari sebuah bahan yang mana indeks bias n=n( y ) seragam

pada garis x dan y tetapi secara berkelanjutan berubah-ubah pada arah y (lihat gambar 1.3-3).

Pada lintasan dari sinar yang berhimpitan di bidang y−z dijelaskan dengan persamaan sinar

yang berhimpitan, yaitu :

ddz (n

dydz )=dn

dy(1.3−5)

Yang mana dari

d2 ydz2 = 1

n ( y )dn ( y )

dy(1.3−6)

Diberikan n( y) dan dengan kondisi awal( y dandydz

pada z=0) ,persamaan (1.3-6) dapat

diselesaikan dari fungsi y (z ), yang mana di jelaskan dengan lintasan sinar.

Gambar 1.3-3 Pembiasan pada tingkatan indeks irisan

ASAL MULA PERSAMAAN PARAXIAL RAY PADA GRADED INDEKS SLAB

MENGGUNAKAN HUKUM SNELL

Persamaan (1.3-6) mungkin diperoleh dengan menunjukkan hukum Snell (gambar 1.3-3).

Persamaan θ( y)≈ dy /dz yang menjadi sebuah sudut ketika sinar menciptakan sudut tersebut

menggunakan sumbu z pada posisi ( y , z). Setelah selesai melewati sebuah garis dari

ketebalan ∆ y sinar berpindah sudut ke θ( y+∆ y ). Dua sudut berhubungan dengan hukum

Snell dimana θ, yang didefinisikan pada gambar 1.3-3, hasil dari sudut yang terbiaskan

n( y)cosθ( y)=n ( y+∆ y ) cosθ( y+∆ y )∆

¿ [n ( y)+ dndy

∆ y ][cosθ ( y )−dθdy

∆ y sinθ( y )] (1.3−7 )

Dimana kita telah mengembangkan f ( y+∆ y )=f ( y )+( dθdy

)∆ y menuju fungsi f ( y )=n( y)

dan f ( y )=cosθ ( y ). Pada limit ∆ y → 0 , setelah mengeliminasi (∆ y)2, kita dapatkan

persamaan differensialnya

dndy

=ndθdy

tanθ (1.3−8)

Dari sinar berhimpitan nilai θ sangat kecil, maka tanθ ≈θ. Substitusi θ=dy /dz pada (pers.

1.3-8), didapatkan (pers.1.3-6).

Contoh 1.3-1 . irisan dengan indeks profil parabola. Sebuah partikel didistribusikan dari

tingkat indeks bias, yaitu:

n2 ( y )=n02 (1−∝2 y2 )(1.3−9)

Ini adalah fungsi simetrik dari yyang memiliki sebuah nilai maksimum pada saat y=0

(gambar 1.3-4). Sebuah irisan kaca yang diketahui dengan nama SELFOC. Biasanya, ∝

dipilih sebagai hal terkecilnya, maka ∝2 y2 ≪1 untuk semua nilai y. Dibawah kondisi ini,

n( y)=n0 √1−∝2 y ≈ n0(1−12∝2 y2); dengan kata lain n( y) adalah distribusi parabolik. Juga,

karena n( y)−n0 ≪n , sebagian kecil perubahan dari indeks bias adalh sangat kecil. Dengan

kejadianpada persamaan (1.3-9), sisi kanan dari (1.3-6) adalah ( 1n ) dn

dy=−(

n0

n)

2

∝2 y≈−∝2 y ,

maka menjadi

d2 ydz2 ≈−∝2 y (1.3−10)

Solusi dari persamaan fungsi harmonik dengan periode 2 πα

. Asumsikan sebuah posisi

y (0 )= y0 dan sebuah slope dydz

=θ0 pada saat z=0 didalam medium GRIN,

y (z )= y0 cosαz+θ0

αsin αz(1.3−11)

Dari slope yang memiliki sebuah lintasan, maka:

θ ( z )=dydz

=− y0 α sin α z+θ0cos αz(1.3−12)

Osilasi sinar tentang pusat dari sebuah irisan dengan sebuah titik (jarak) 2 π /α yang diketahui

sebagai pitch, sebagai ilustrasinya pada gambar 1.3-4,

Gambar 1.3-4. Lintasan dari sinar pada irisan GRIN dari profil indeks parabolik (SELFOC)

Penyimpangan maksimum dari sinar adalah ymax=√ y02+(

θ0

α)

2

dan sudut maksimalnya adalah

θmax=α ymax. Kebenaran dari perkiraan analisis memastikan bahwa θmax≪1. jika, 2 ymax lebih

kecil dari ketebalan irisan tersebut, sisa sinar yang menutupi dan irisan yang disajikan sebagai

penuntun cahaya. Gambar 1.3-5 menunjukkan lintasan dari nomor sebuah angka bertransmisi

sepanjang irisan SELFOC. Dengan catatan semua sinar memiliki nada yang sama. Irisan

GRIN mungkin dapat digunakan sebagai sebuah lensa, sebagai demonstrasinya pada soal 1.3-

1.

Gambar 1.3-5. Lintasan sebuah sinar dari sumber titik terluar di sebuah irisan SELFOC.

LATIHAN 1.3-1

Irisan GRIN sebagai lensa. Ditunjukkan bahwa sebuah irisan SELFOC dengan panjang

d<π /2 α dan indeks biasnya seperti persamaan (1.3-9), penetapan sebagai lensa silinder

(sebuah lensa yang memiliki fokus pada bidang y−z) dari focal length

f ≈1

n0 d α sin α(1.3−13)

Tunjukkan titik utama (definisikan di gambar 1.3-6) pada sebuah jarak dari tepi irisan

AH ≈ ( 1n0 α ) tan(

αd2

). Gambarkan lintasan sinar di ruang khusus d= πα

dan π

2 α.

Gambar 1.3-6. Irisan SELFOC digunakan sebagai lensa. F adalah focal point dan H adalah titik utama.

Tingkat indeks Serat

tingkatan indeks serat adalah sebuah kaca silinder dengan indeks bias n yang berubah sebagai

fungsi dari jarak jari-jari sumbunya. Pada jarak sumbu yang berhimpitan, lintasan sinar diatur

dengan persamaan sinar sumbu berhimpitan (1.3-4). Anggap saja, sebagai contoh, distribusi

dari

n2=n02 [1−α 2 ( x2+ y2 ) ](1.3−14)

Substitusikan persamaan (1.3-14) ke persamaan (1.3-4) dan asumsikan bahwa α 2 ( x2+ y )≪1

untuk semua nilai x dan y didapatkan

d2 xdz2 =−α 2 x ,

d2 ydz2 =−α 2 y (1.3−15)

Diantara nilai x dan y terdapat fungsi harmonik dari nilai z dengan periode 2 πα

. Posisi awal (

x0 , y0 ¿, dan dengan sudut( θx 0=dxdz

, dan θy 0=dy /dz¿ saat z=0 tentukan amplitudo dan fasa

dari fungsi harmonik tersebut. Karena dari sirkulasi simetri, tidak terdapat dari nilai x y=0.

Kemudian solusi dari persamaan (1.3-15) adalah

x (z)=θx 0

αsin αz , y (z )=

θy 0

αsin αz+ y0cos αz(1.3−16)

Jika θx 0=0, maka peristiwa sinar yang melewati bidang merinional sinarnya akan terus

berlanjut sepanjang lintasan sinusoidal yang sama seperti pada irisan GRIN [Gambar 1.3-

7(a)].

Disisi lain, jika θ y0=0,dan θx 0=α y 0, kemudian:

x (z)= y0 sin αz , y (z)= y 0cos αz(1.3−17)

Gambar 1.3-7 (a) Meridional dan (b) sinar helik pada sebuah tingkat indeks serat dengan indeks parabolik

Jadi sinar mengikuti sepanjang lintasan helik pada ruang sebuah silinder dengan jari-jari y y0

[gambar 1.3-7 (b)]. Kedua bentuk sinar tersebut di tutupi dengan sebuah serat, jadi serat

tersebut berfungsi sebagai batas cahaya. Pola helik yang lain terdegenari dengan adanya

perbedaan peristiwa penyinaran. Tingkatan indeks serat digunakan pada komunikasi optik

yang dibahas pada Bab 9 dan 24.

Latihan Soal 1.3-2.

Menentukan urutan dari tingkat indeks serat. Ditentukan sebuah tingkat indeks serat pada

persamaan (1.3-14) dan jari-jarinya α . Sebuah pentinaran yang terjadi dari udara menuju

sebuah serat dan terpusat, yang mana membentuk sebuah sudut θ0 dengan sumbu serat pada

sebuah medium (lihat Gambar 1.3-8). Tunjukkan, aproksimasi dari bidik pengurutan tersbut

NA ≡sin θα ≈ n0 aα (1.3−18 )

Dimana θα adalah sudut pnerima maksimum dari sebuah lintasan sinaryang diberikan oleh

serat. Bandingkan numerical aperture dari tahap indeks serat seperti yang telah dibahas pada

latihan soal 1.2-5. Untuk membuat perbandingan yang setara, ambil indeks bias dari pusat

dan kulit dai tiap tahap indeks serat menjadi n1=n0 dan n2=n0 √1−α 2α 2≈ n0(1−12

α 2 a2)

Gambar 1.3-8. Sudut penerima dari tingkat indeks serat optik

C. PERSAMAAN EIKONAL

Lintasan sinar biasanya berkarakteristik dengan permukaan normal. S(r ) menjadi sebuah

fungsi sklar seperti permukaan equilevel, S (r )=¿ konstan dimanapun sinar tersebut normal

(Gambar 1.3-9). Jika S(r )diketahui , lintasan sinar dapat dibaca menjadi sebuah kontruksi

yang normal untuk sebuah permukaan equilevel pada posisi r didalam sebuah gradient vektor

∇ S (r )Fungsi S(r )disebut Eikonal, yang mana berhbungan dengn fungsi potensial V (r)

dalma elektrostatik, lingkup dari sinar optik tersebut bermain pada garis di medan elektrik E

¿−∇V .

Gambar 1.3-9 lintasan sinar adalah normal untuk permukaan yang konstan S(r )

Untuk meyakinkan prinsip Fermat, eikonal S(r )harus meyakinkan bahwa sebuah persamaan

turunan differensial yang mana diketahui sebagai persamaan eikonal.

( ∂ S∂ x )

2

+( ∂ S∂ y )

2

+( ∂ S∂ z )

2

=n2(1.3−19)

Yang mana biasanya ditulis dalam bentuk vektor

|∇S|2=n2 (1.3−20 )

persamaaneikonal

Dimana |∇S|2=∇S .∇S. Bukti bahwa persamaan eikonal berasal dari prinsip Fermat adalah

sebuah contoh sola matematik yang terdapat pada buku ini. Prinsip Fermat dapat juga

ditunjukkan sebagai berikut dari persamaan eikonal. Kemudian, dari keduanya baik

persamaan eikonal atau prinsip Fermat mungkin dihargai sebagai prinsip postulat dari sinar

optik.

Menggabungkan persamaan eikonal (1.3-20) mendekati lintasan sinar diantara titik A

dan B diberikan sebagai berikut

S (r B )−S (r A )=∫A

B

|∇ S|ds=¿∫A

B

nds=¿¿¿lintasan kecil optik yang memanjang diantara A dan

B.

Hal ini berarti bahwa perbedaan S (r B )−S (r A )menunjukkan lintasan kecil optik diantara A dan

B. Dalam analogi elektrostatik, lintasan optik bermain pada lingkup dari beda potensial.

Untuk menentukkan lintasan sinar di medium yang tidak sama dari indeks bias n(r),

kita dapat menyelesaikan sebuah persamaan sinar (1.3-3), seperti yang telah diselesaikan,

atau solusi persamaan eikonal untuk S(r ) dari yang telah kita hitung yaitu gradien ∇ S .

Jika mediumnya adalah homogen, maka nilai n(r) adalah kostan, besar dari ∇ S adalah

konstan, mala gelombang sinar normal harus berupa garis lurus. Permukaan S(r )konstan

memungkinkan bidang sejajar atau lingkaran, sebagai ilustrasi pada gambar 1.3-10

Gambar 1.3-10 Sinar dan permukaan yang konstan dari S(r ) pada medium homogen

Persamaan eikonal adalah berasala dari titik yang terlihat terhubungan diantara sinar

optik dan gelombangboptik pada bagian 2.3.

1.4 MATRIKS OPTIK

Matrik optik adalah suatu teknik untuk mengusut sinar yang berhimpitan sumbunya.

Sinar diasumsikan untuk berjalan hanya dengan bidang tunggal, maka formalitas ini dapat

dipakai untuk sistem dengan planar geometri dan sinar meridional dalam sistem sirkular

simetrik.

Sebuah sinar dijelaskan dengan posisi dan sudut yang berhubungan ke sumbu optik.

Variabel tersebut mengubah sinar yang melintasi sistem. Pada aproksimasi yang berhimpitan

dengan sumbu, posisi dan sudut pada input dan output dari bidang pada sebuah sistem optik

adalah berhubungan dengan dua persamaan linear aljabar. Sebagai penyelesaiannya, sistem

optik dijelaskan dengan matriks 2 x 2 yang disebut transfer matriks sinar.

Saat menggunakan metode matriks ini, faktanya transfer sinar matriks yang mengalir

dari komponen optik ini adalah sebuah hasil dari transfer matrik sinar dengan dua komponen.

Matrik optik kemudian menyediakan sebuah mekanisme formal dari penjelasan kompleks

sistem optik pada aproksimasi paraxial.

A. Matrik transfer sinar

Mengingat sebuah sirkulasi optik simetrik dibentuk dari sebuah pembiasan yang berhasil dan

refleksi permukaan semua pusat yang kira-kira sumbunya sama. Sumbu z berada sepanjang

sumbu optik dan titik pada garis pusat yang mana dilewati sinar. Mengingat sinar pada

sebuah bidang sumbu optik, katakanlah bidang y-z. Kita proses jejak sebuah sinar yang

melewati sebuah sistem, sinar tersebut menyebrangi bidang melintang pada jarak sumbu yang

berbeda. Sebuah sinar berhasil menyebrangi bidang melintang zdengan koordinat y, hal ini

adalah titik penyeberangan dan sudut θ (Gambar 1.4-1).

Sistem optik adalah sebuah perangkat komponen optik yang terletak diantara dua bidang

garis melintang pada z1dan z2, yang mana juga sebagai input dan output bidang secara

berturut-turut.

Gambar 1.4-1 Sebuah sinar yang berkarakteristik dengan koordinat y dan sudut θ

Gambar 1.4-2 sinar yang masuk pada sistem optik pada lokasi z1 dengan posisi y2 dan sudut θ1 dan

meninggalkan pada posisi y2 dan sudut θ2.

Hubungan (y1, θ1). Hal ini mengendalikan sinar, maka posisi baru dan arah (y2, θ2) pada

bidang output ada pada gambar 1.4-2.

Aproksimasi paraksial, ketika semua sudut cukup kecil maka nilai sin θ≈ θ, hubungan

diantara (y2, θ2) dan (y1, θ1) adalah linear dan dapat di generalisasi dengan menuliskan hal

berikut,

y2=A y 1+Bθ 1(1.4−1)

θ2=C y 1+Dθ 1(1.4−2)

Dimana A, B, C, dan D adalah real nomor. Persamaan 1.4-1 dan 1.4-2 mungkin dapat ditulis

dengan bentuk matriks ,

[ y2

θ2]=[A B

C D ] [ y1

θ1]¿)

Matrik M, yanga mana elemen dari A, B, C, dan D karakteristik sistem optik dilengkapi

ketika (y2 ,θ2¿ menjadi determinan dari ( y1 ,θ1¿. Hal ini diketahui dengan transfer matrik

sinar.

Latihan 1.4-1

Bentuk khusus dari transfer matrik sinar. Pertimbangkan situasi dimana satu dari empat

elemen dari transfer matriks sinar lenyap.

(a) Tunjukkan bahwa jika A—0, semua sianr memasuki sistem pada sudut yang sama

pada suatu posisi, maka pararel sinar pada input adalah tertuju pada titik output.

(b) Apakah ciri istimewa dari masing-masing dari sistem dari B-0, C-0, atau D-0 ?

B. Matriks Komponen Optik Sederhana

Perambatan bebas ruang

Karena sinar yang menjalar sepanjang garis lurus dalam suatu medium indeks bias yang tidak seragam seperti ruang bebas, suatu sinar yang melintasi suatu jarak y2= y2+θ1 ddirubah dalam

hubungannya dengan θ1=θ2. Matriks Pergantian sinarnya adalah

M=[1 d0 1]

. (1.4-4)

Pembiasan pada suatu batas bidang

Pada suatu batas bidang antara dua medium indeks bias n1dan n2, sudut sinar berubah

sehubungan dengan hokum Snell n1 sin θ1=n2sin θ2. Dalam pendekatan paraxial, n1 θ1 ≈ n2θ2

Posisi sinar tidak berubah, y1= y2. Matriks perubahan sinar adalah

M=[1 d

0n1

n2]. (1.4-5)

Pembiasan pada batas berbentuk bola

Hubungan antara θ1 dan θ2 untuk sinar paraxial yang dibiaskan pada suatu batas berbentuk

bola antara dua media yang disediakan dalam (1.2-8). Tinggi sinar tidak dirubah,( y2= y1),Matriks perubahan sinarnya adalah

M=[ 1 d−n1−n2

n2 R

n1

n2]. (1.4-6)

Penerusan melalui suatu lensa tipis

Hubungan antara θ1 dan θ2untuk sinar paraxial yang diteruskan melalui suatu lensa tipis

dengan panjang focus f adalah (1.2-11). Karena tinggi nya tetap tidak berubah ( y2= y1), kita

miliki

M=[ 1 d−1

f1]

. (1.4-7)

Pantulan dari suatu cermin bidang

Ketika pantulan dari cermin bidang, posisi sinar tidak berubah, y2= y1.. Mengangkat ketentuan bahwa titik sumbu z dalam umumnya arah penjalaran sinar, contohnya, kea rah cermin untuk sinar datang dan jauh dari untuk sinar yang dipantulkan, kita simpulkan bahwa θ2=θ1. Matriks perubahan sinarnya adalah matriks identitas

M=[1 00 1 ]

. (1.4-8)

Pantulan dari suatu cermin berbentuk bola

Menggunakan (1.2-1), dan ketentuan bahwa sumbu z sesuai arah yang umum dari sinar seperti yang dipantulkan dari cermin, kita dapatkan hal yang serupa

M=[ 1 02R

1 ]. (1.4-9)

Perhatikan bahwa kesamaan antara matriks perubahan sinar suatu cermin berbentuk bola (1.4-9) dan suatu lensa tipis (1.4-7). Suatu cermin dengan jari-jari lengkungan R membelokkan sinar dalam suatu aturan bahwa sejenis dengan lensa tipis tersebut dengan

panjang focus f =−R

2.

C. Matriks komponen optic jeram

Suatu jeram komponen matriks N atau system yang memiliki matriks perubahan sinar adalah M 1 ,M 2 , …, M N yang ekuivalen dengan system optic tunggal matriks perubahan sinar.

M=M N … M1 M 2(1.4-10)

Perhatikan bahwa pangkat pengalian matriks: matriks system yang dilintangkan dengan sinar pertama ditempatkan ke kiri, sehingga hal itu bekerja pada kolom matriks sinar datang dahulu. Suatu rangkaian pengkalian matriks pada umumnya tidak komutatif walaupun asosiatif.

LATIHAN 1.4-2

Sekumpulan bidang transparan yang parallel. Pertimbangkan sekumpulan piringan transparan bidang parallel N dari indeks bias n1 , n2 ,…nNdan ketebaland1 , d2 , …d N ,

ditempatkan di udara (n=1) normal terhadap sumbu z. menggunakan induksi, tunjukkan bahwa matriks perubahan sinar adalah

M=[1 ∑i=1

N d i

ni

0 1 ]. (1.4-11)

Perhatikan bahwa pangkat dalam piringan ditempatkan tidak berpengaruh pada keseluruhan matriks perubahan sinar. Apakah matriks perubahan sinar piringan transparan tidak homogeny dengan ketipisan do dan indeks bias n( z)?

LATIHAN 1.4-3

Suatu jarak yang diikuti dengan suatu lensa tipis. Tunjukkan bahwa matriks perubahan sinar suatu jarak d dari ruang bebas diikuti dengan suau lensa dengan panjang focus f adalah

M=[ 1 d−1

f1−1

f ]. (1.4-12)

LATIHAN 1.4-4

Bayangkan dengan suatu lensa tipis. Turunkan suatu bentuk untuk matriks perubahan sinar suatu system yang terdiri atas ruang bebas/ lensa tipis/ ruang bebas, seperti yang ditunjukkan

pada gambar 1.4-3. Tunjukkan bahwa jika kondisi penggambaran (1d1

+ 1d2

=1f)dipenuhi,

semua sinar berasal dari suatu titik tunggal dalam bidang masukan mencapai bidang luar pada titik tunggal y2,, tanpa memperhatikan sudutnya. Juga tunjukkan bahwa jika d2=f , semua sinar datang parallel difokuskan oleh lensa dalam titik tunggal dalam bidang luar.

Gambar 1.4-3. System penggambaran lensa tunggal.

LATIHAN 1.4-5.

Bayangkan dengan lensa tebal. Pertimbangkan suatu lensa kaca indeks bias n, ketebalan d, dan dua permukaan berbentuk bola jari-jari sama R (gambar 1.4-4). Nyatakan matriks perubahan sinar system antara dua bidang pada jarak d1 dan d2 dari puncak lensa. Lensa ditempatkan di udara (indeks bias = 1). Tunjukkan bahwa sistemnya merupakan suatu system penggambaran (misalnya, bidang masukan dan keluaran merupakan conjugate) jika

1z1

+ 1z2

=1f∨s1 s2=f 2

, (1.4-13)

Dimana

z1=d1+h , s1=z1−f (1.4-14)

z2=d2+h , s2=z2−f (1.4-15)

Dan

h=( n−1 ) fd

nR(1.4-16)

1f=

(n−1)R [2−n−1

ndR ] (1.4-17)

Titik F1 dan F2 diketahui sebagai titik focus depan dan belakang secara berurutan. Titik P1

dan P2 diketahui sebagai titik utama pertama dan kedua secara berurutan. Tunjukkan kepentingan titik ini dengan member jejak trayektori sinar yang datang parallel terhadap sumbu optic.

Gambar 1.4-4. Gambarkan dengan suatu lensa tebal. P1danP2 merupakan titik utama dan F1

dan F2 merupakan titik focus.

D. System Optik Periodik

Suatu system optic periodic merupakan suatu jeram system satuan sejenis. Suatu contohnya adalah suatu rangkaian lensa relay identik dengan spasi yang sama yang digunakan untuk mengarahkan cahaya, seperti yang ditunjukkan dalam gambar 1.2-16(a). contoh yang lain adalah pantulan cahaya antara dua cermin yang membentuk suatu resonator optic (lihat bagian 10.2A); pada kasus tersebut, sinar secara berulang melewati system satuan yang sama (suatu perjalanan mengelilingi pantulan). Bahkan suatu medium homogen, seperti suatu fiber glass, dapat dipertimbangkan sebagai system periodic jika dibagi dalam segmen sejenis yang

berdampingan dengan panjang yang sama. Kita memprosesnya untuk merumuskan teori umum penjalaran sinar dalam system optic periodic menggunakan metode matriks.

Persamaan diferensial untuk posisi sinar

Suatu system periodic disusun dari suatu jeram system satuan yang sama (tingkatan), tiap-tiap nya dengan suatu matriks perubahan sinar (A, B, C, D), seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.4-5. Suatu sinar yang memasuki system dengan posisi awal y0 dan kemiringan θ0.

Untuk menyatakan posisi dan kemiringan ( ym , θm)sinar pada keluaran tingkat ke m, kita

terapkan matriks ABCD m kali,

|ym

θm||A B

C D|m|y0

θ0| (1.4-18)

kita juga dapat menerapkan hubungan

ym+1=Aym+B θm (1.4-19)

θm+1=Cym+D θm (1.4-20)

Untuk menyatakan ( y1 ,θ1)dari ( y0 , θ0), kemudian ( y2 ,θ2¿ dari ( y1 ,θ1), dan seterusnya,

menggunakan suatu software yang biasa.

Gambar 1.4-5. Suatu jeram system optic sejenis.

Hal itu penting untuk menurunkan persamaan yang mengatur dinamika posisi ym,

m=0, 1, … , yang tidak meninjau sudut θm. Hal ini dicapai dengan mengeliminasi θm dari (1.4-19) dan (1.4-20). Dari (1.4-19)

θm=ym+1−A ym

B(1.4-21)

Menempatkan m dengan m+1 dalam (1.4-21) menghasilkan

θm+1=ym+2−A ym+1

B(1.4-22)

Mensubstitusikan (1.4-21) dan (1.4-22) dalam (1.4-20) memberikan

ym+2=2b ym+1−F2 y m (1.4-23)

keadaan berulang untuk posisi sinar, Dimana

b= A+D2

(1.4-24)

F2=AD−BC=det [ M ] , (1.4-25)

Dan det[M] adalah determinan M.

Persamaan (1.4-23) merupakan suatu persamaan diferensial linier yang mengatur posisi sinar ym. Hal itu dapat diselesaikan secara iterative dengan menghitung y2 dari y0dan y1, kemudian y3 dari y1 dan y2, dan seterusnya. Kuantitas y1 dapat dihitung dari y0 dan θ0

dengan menggunakan (1.4-19) dengan m=0.

Bagaimanapun juga, hal ini berguna untuk menurunkan suatu persamaan eksplisit untuk ym dengan menyelesaikan persamaan diferensial (1.4-23). Karena dengan persamaan diferensial linier, penyelesaian mencukupi suatu persamaan diferensial linier dan kondisi awal adalah solusi yang unik. Sehingga hal ini cukup untuk membuat suatu tebakan untuk penyelesaiannya (1.4-23). Kita gunakan solusi coba-coba bentuk geometri

ym= y0hm (1.4-26)

Dimana h adalah konstanta. Masukkan (1.4-26) dalam (1.4-23) secara tiba-tiba menunjukkan bahwa penyelesaian coba-coba pantas untuk disediakan bahwa h mencukupi persamaan aljabar kuadrat

h2−2bh+F2=0 , (1.4-27)

Dari

h = b ± j √ F2−b2 (1.4-28)

Hasilnya dapat ditampilkan dalam bentuk yang lebih kompak dengan mendefinisikan variable

φ=¿cos−1(b /F ) (1.4-29)

Sehingga b=F cos φ, √ F2−b2=F sin φ, dan sehingga h=F (cos φ ± jsin φ )=F exp (± jφ ),, sedangkan (1.4-26) menjadi ym= y0 Fm exp (± jmφ).

Suatu penyelesaian umum dapat dibangun dari 2 penyelesaian dengan tanda positif dan negative dengan membentuk kombinasi liniernya. Penjumlahan dua fungsi eksponensial dapat selalu ditulis sebagai suatu fungsi harmonis (lingkaran), sehingga

ym= ymax Fm sin(mφ+φ0) (1.4-30)

Dimana ymax adalah konstanta untuk dinyatakan dari kondisi awal y0dan y1. Khususnya,

pengaturan m=0 didapatkan ymax=y0

sin φ0.

Parameter F dihubungkan dengan determinan matriks perubahan sinar dari system satuan dengan F=√det [ M ]. Hal itu dapat ditunjukkan bahwa tanpa memperhatikan system

satuan, det [M] = n1

n2, dimana n1 dan n2adalah indeks bias awal dan bagian akhir system

satuan. Hasil umum ini secara mudah diverivikasi untuk matriks perubahan sinar dari semua komponen optic yang dipertimbangkan pada bagian ini. Karena determinan hasil dua matriks

merupakan hasil determinannya, hal itu sesuai bahwa hubungan det [M] = n1

n2 dapat

diterapkan pada setiap jeram komponen optic ini. Contohnya jika det [M 1] = n1

n2 dan det [M 2]

=n2

n3, kemudian det [M 2 M 1¿¿= (

n2

n3) (

n1

n2

¿= n1

n3. Dalam kebanyakan penerapan langkah

pertama dan terakhir merupakan udara ( n = 1) n1=n2, sehingga det [M] = 1, dimana kasus penyelesaian untuk posisi sinar adalah

ym = ymax sin (mφ+φ0) (1.4-31)

posisi sinar system periodic

Kita seharusnya mengasumsikan untuk selanjutnya bahwa F=1. Solusi yang berkaitan untuk sudut sinar didapatkan dengan menggunakan hubungan θm = (Y m+1 - AYm) /B, yang diturunkan dari (1.4-19).

Keadaan untuk lintasan harmonic

Untuk Y m menjadi fungsi harmonic (termasuk hiperbolik), φ=cos−1 b seharusnya real. Hal ini membutuhkan

|b| ≤ 1 or 12

|A+D| ≤ 1 (1.4-32)

kondisi stabil

Jika, termasuk |b| ≤ 1, φadalah kemudian imajinary dan penyelesaiannya merupakan suatu fungsi hiperbola (cosh atau sinh), yang bertambah tanpa ikatan, seperti yang digambarkan dalam gambar 1.4-6(a). suatu penyelesaian harmonic memastikan bahwa Y m diikat untuk

semua m, dengan nilai maksimum Y max. Batas |b| ≤ 1 kemudian menyediakan suatu kondisi kestabilan (keterbatasan)sinar lintasan.

Karena Y m dan Y m+1 keduanya adalah fungsi harmonis, jadi sama halnya dengan sudut sinar yang berhubungan dengan (1.4-31), berdasarkan atas (1.4-21)dan identitas trigonometri. Hal itu, θm= θmax sin¿¿), dimana konstanta θmax and φ1 dinyatakan dengan kondisi awal. Sudut

maksimum θmax harus cukup kecil sehingga pendekatan paraksial yang mendasari analisa ini dapat diterapkan.

Keadaan untuk lintasan periodic

Fungsi harmonis (1.4-31)periodic dalam m jika memungkinkan untuk menemukan suatu

bilangan bulat δ seperti Y m+δ = Y m for all m untuk semua m. bilangan bulat yang paling kecil

adalah periode. Sinarnya kemudian menjejakkan ulang jalurnya setelah tingkat δ. kondisi ini

tercukupi jika δφ = 2πq, dimana q adalah bilangan bulat. Hal itu, kondisi yang diperlukan

dan terpenuhi untuk lintasan periodic yaitu φ

2 π merupakan suatu bilangan rasional

qs

. Jika φ = 6 π

11contohnya, maka

φ2 π

= 311

dan lintasannya periodic dengan periode tingkatan s=11.

Masalah ini digambarkan dalam gambar 1.4-6(b). system optic periodic akan dibicarakan ulang pada bab 7.

Gambar 1.4-6. Contoh lintasan dalam system optic periodic; (a) lintasan yang tidak stabil (b>1); (b) lintasan stabil dan periodic φ=6 π /11;periodic = 11 stages; (c) lintasan stabil

namun tidak periodic φ=1,5.

Rangkuman

Suatu sinar paraksial (θmax≪1)menjalar melalui suatu jeram system satuan optic yang

sejenis, tiap-tiapnya dengan suatu matriks perubahan sinar dengan elemen (A,B,C,D) seperti AD−BC=1, sesuai suatu lintasan harmonis (sehingga dibatasi) jika kondisinya |1/2(A+D)|≤ 1, disebut kondisi stabil dicukupi. Posisi pada tingkat ke m kemudian adalah ym=

ymax sin (mφ+φ0) , m=0,1,2 ,…, dimana φ=cos−1[ 12( A+D)]. Konstanta ymax dan φ0dinyatakan

dari posisi awal y0 and y1=A y0+B θ0m, dimana θ0 adalah sinar miring awal. Sudut sinar

dihubungkan dengan posisi oleh θm=( y m+1−A ym) /B dan sesuai suatu fungsi harmonis

θm=θmax sin (mφ+φ1). Lintasan sinarnya merupakan periodic dengan periode s jika φ

2 π

merupakan suatu bilangan rasional qs

.

CONTOH 1.4-1. Suatu rangkaian lensa sejenis yang direntangkan sama. Sekumpulan lensa sejenis dengan panjang focus f dipisahkan dengan jarak d, seperti yang ditunjukkan

dalam gambar 1.4-7, dapat digunakan untuk menempatkan cahaya antara dua lokasi. System satuan, suatu jarak d dari ruang bebas diikuti dengan suatu lensa, memiliki suatu matriks

perubahan sinar yang diberikan oleh (1.4-12); A=1 ,B=d , C=−1f

, D=1−d / f . Parameter

b=12

( A+D )=1−d /2 f dan determinannya adalah kesatuan. Kondisi untuk suatu lintasan

sinar yang stabil, |b|≤1∨−1≤ b ≤ 1, sehingga

0 ≤ d≤ 4 f , (1.4-33)

Sehingga jarak antara lensa-lensa nya haruslah lebih kecil dari 4 kali panjang focus. Dibawah kondisi ini posisi dari sinar paraksial mengikuti fungsi harmonis

ym= ymax sin(mφ+φ1) φ=cos−1(1− d2 f

) (1.4-34)

Gambar 1.4-7. Suatu rangkaian periodic lensa.

Ketika d=2 f , φ=π /2 , dan φ /2 π=14

, sehingga lintasan suatu sinar acak merupakan periodic

dengan periodic yang sama dengan 4 tingkatan. Ketika d= f , φ=π /3 ,dan φ/2 π=16

, sehingga

lintasan sinar merupakan periodic dan dijejakkan ulang untuk tiap 6 tingkatan. Kasus ini digambarkan dalam gambar 1.4-8.

Gambar 1.4-8. Contoh lintasan sinar stabil dalam system lensa periodic; (a)d=2 f ;(b)d=f .

LATIHAN 1.4-6

SEKUMPULAN PERIODE PASANGAN LENSA YANG BERBEDA. ujilah lintasan sinar paraksial melalui suatu system periodic yang terdiri atas sutau rangkaian pasangan lensa alternative panjang lensa f 1 dan f 2, seperti yang ditunjukkan dalam gambar 1.4-9. Tunjukkan bahwa lintasannya dibatasi (stabil) jika

0 ≤(1−d

2 f 1)(1− d

2 f 2)≤1 (1.4-35)

Gambar 1.4-9. Suatu rangkaian periodic pasangan lensa.

LATIHAN 1.4-7

Suatu resonator optic. Sinar paraksial dipantulkan berulang antara dua cermin berbentuk bola dengan radius R1 dan R2 yang dipisahkan oleh jarak d (gambar 1.4-10). Memperhatikan hal ini sebagai suatu system periodic yang memiliki system satuan tunggal disekitar perjalanan antara cermin, nyatakan kondisi kestabilan untuk lintasan sinar. Resonator optic akan dipelajari dalam bab 10.

Gambar 1.4-10. Resonator optic sebagai suatu system optic periodic.

SOAL

1.1-2. prinsip Fermat dengan waktu maksimum. Pertimbangkan suatu cermin elips yang ditunjukkan pada gambar 1.1-2(a), yang memiliki focus yang dinotasikan sebagai A dan B. sifat geometris elipsnya menunjukkan bahwa panjang jalur APB identik dengan panjang jalur AP' Bdan AP' ' Buntuk titik yang berdekatan pada elips.

(a) sekarang pertimbangkan cermin lain dengan radius lengkungan yang lebih kecil dari cermin elips tersebut, namun tangent terhadap P nya, seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.1-2(b). tunjukkan bahwa lintasan APB diikuti dengan sinar cahaya dalam penjalaran antara titik A dan B yang merupakan waktu maksimum, misalnya yang lebih besar dari jalur yang berdekatan AQ' B dan AQ' ' B.

(b) akhirnya, pertimbangkan suatu cermin yang melintang terhadap elips, namun tangennya terhadap P, seperti yang digambarkan pada gambar 1.1-2(c). tunjukkan bahwa lintasan sinar yang mungkin AQ' B, APB, dan AQ' ' B menunjukkan suatu titik perubahan.

Gambar P1.1-2. (a) pantulan dari suatu cermin elips. (b) pantulan dari sutau cermin tangensial yang diukir dengan lengkungan yang lebih besar. (c) pantulan dari suatu cermin tangensial dengan perubahan lengkungan dari konkav kie konvek.

1.2-7. penerusan melalui piringan bidang.

(a) gunakan hokum Snell untuk menunjukkan bahwa suatu sinar yang memasuki piringan bidang dengan ketebalan d dan indeks bias n1 (ditempatkan di udara n ≈ 1) muncul parallel terhadap arah awalnya. Sinar nya tidak perlu paraksial. Turunkan suatu persamaan untuk

perpindahan sinar lateral sebagai suatu fungsi sudut datang θ. Jelaskan hasilmu dalam bentuk prinsip Fermat.

(b) jika piringannya justru terdiri dari tumpukan lapisan parallel N yang dilekatkan bersama melawan satu sama lain dengan ketebalan d1 , d2 , …d N dan indeks bias n1 , n2 ,…nN , tunjukkan bahwa sinar yang diteruskan parallel terhadap sinar datang. Jika __ merupakan sudut sinar dalam lapisan ke m, tunjukkan bahwa nmsin sin θm=sin θ ,m=1,2 , ….

1.2-8. lensa di air. Nyatakan panjang focus f lensa bikonvek dengan radius 20 dan 30 cm dan

indeks bias n=1,5. Berapakah panjang focus ketika lensa dibenamkan ke air (n=43 )?

1.2-9. celah bilangan suatu pembungkus fiber. Nyatakan celah bilangan dan sudut yang dapat diterima suatu fiber optic jika indeks bias intinya adalah n=1,46., dan pembungkus nya dipotong (digantikan dengan udara n2 ≈ 1).

1.2-10. pasangan fiber berbntuk bola. Bola kaca yang sangat kecil sering digunakan sebagai lensa untuk pasangan cahaya dalam dan luar suatu fiber optic. Akhir fibernya ditempatkan pada suatu jarak f dari bola. Untuk suatu bola dengan jari-jari a=1 dan indeks bias n=1,8, nyatakan f seperti sinar tersebut parallel terhadap sumbu optic pada jarak y=0,7 yang difokuskan pada fiber, seperti yang digambarkan pada gambar P1.2-10.

Gambar P1.2-10. Pemfokusan cahaya dalam fiber optic dengan bola kaca berbentuk bola.

1.2-11. pencabutan cahaya dari suatu medium indeks bias yang tinggi. Asumsikan bahwa cahaya dihasilkan secara isotropic dalam semua arah didalam suatu bahan indeks bias n=3,7 yang dipotong dalam bentuk pipa parallel dan ditempatkan di udara (n=1) (lihat latihan 1.2-6).

(a) jika suatu medium yang memantulkan cahaya berperan sebagai cermin sempurna yang dilapisi pada semua sisi kecuali pada sisi depan, nyatakan prosentase cahaya yang dapat ditarik dari sisi depan.

(b) jika bahan transparan yang lainnya dengan indeks bias n=1,4 ditempatkan pada sisi depan, akankah hal itu membantu untuk menarik beberapa cahaya yang masuk?

1.3-3. golongan piringan berdasarkan sumbu. Suatu piringan dengan ketebalan d diarahkan normal terhadap sumbu z. indeks bias n( z) digolongkan dalam arah z. tunjukkan bahwa suatu

sinar yang memasuki piringan dari udara pada suatu sudut datang θ0 dalam bidang y−z

membuat sudut θ(z ) pada posisi z dalam medium tertentu dengan n ( z ) sinθ (z)=sin θ0.

Tunjukkan bahwa sinarnya muncul dalam udara parallel terhadap sinar datang awal. Syarat: anda harus menggunakan hasil dari masalah 1.2-7. Tunjukkan bahwa posisi sinar y (z ) didalam piringan memenuhi persamaan diferensial (dy /dz)2=(n2/sin2 θ−1)−1.

1.3-4. lintasan sinar dalam fiber GRIN. Pertimbvangkan suatu golongan indeks fiber optic

dengan simetri silindris diatas sumbu z dan indeks bias n ( ρ ) , ρ=√x2+ y2 . Let (ρ ,ϕ , z) menjadi sutau posisi vector dalam suatu system koordinat silinder. Tulis ulang persamaan sinar paraksial, (1.3-4), dalam suatu system silinder dan turunkan persamaan diferensial untuk ρ dan ϕ sebagai fungsi z.

1.4-8. matriks perubahan sinar suatu system lensa. Nyatakan matriks perubahan sinar untuk suatu system optic yang terbuat dari lensa konvek tipis dengan panjang focus f dan lensa konkav tipis dengan panjang focus –f yang dipisahkan dengan suatu jarak f. diskusikan sifat penggambaran dari lensa komposit ini.

1.4-9. matriks perubahan sinar piringan GRIN. Nyatakan matriks perubahan sinar piringan SELFOC [misalnya suatu bahan indeks golongan dengan indeks bias parabola

n( y)≈ n0(1−12

α2 y2)] dengan ketebalan d.

1.4-10. piringan GRIN sebagai suatu system periodic. Pertimbangkan lintasan sunar paraksial didalam suatu piringan SELFOC normal terhadap sumbu z. system ini dapat dianggap sebagai suatu system periodic yang terbuat dari serangkaian piringan berdampingan sejenis, dengan ketebalan d. Menggunakan hasil dari masalah 1.4-9, nyatakan kondisi stabil lintasan sinar. Apakah kondisi ini tergantung pada pilihan d?.

1.4-11. hubungan keadaan untuk suatu resonator cermin bidang. Pertimbangkan suatu resonator optic cermin bidang, dengan pemisahan cermin d, sebagai suatu system optic periodic. Nyatakan satuan matriks perubahan sinar untuk system ini, memperlihatkan bahwa b=1dan F=1. Tunjukkan bahwa kemudian terdapat hanya satu akar tunggal persamaan

kuadrat (1.4-27) sehingga posisi sinar seharusnya berbentuk α +mβ, dimana αdan βadalah konstanta.

1.4-12. matriks perubahan sinar 4x4 untuk sinar miring. Metode matriks dapat diperluas untuk menyatakan sinar paraksial miring dalam system simetri lingkaran, dan untuk system astigmatic (bukan simetri melingkar). Suatu sinar yang memotong bidang z=0 pada umumnya dicirikan dengan 4 variabel – koordinat (x,y) dari posisinya pada bidang, dan sudut (θx ,θ y) yang arahnya dalam bidang x−z dan y−z dibuat dengan sudut z. sinar yang muncul

juga dikarakterisasikan dengan 4 variabel secara linier berhubungan dengan 4 variabel awal. System optic kemudian dapat dikarakterisasikan secara lengkap, dalam pendekatan paraksial, dengan matriks 4x4.

(a) nyatakan matriks perubahan sinar 4x4 suatu jarak d dalam ruang bebas.

(b) nyatakan matriks perubahan sinar 4x4 suatu lensa silinder tipis dengan panjang focus f diarahkan dalam arah y. lensa silinder memiliki panjang focus f untuk bidang y-z, dan tidak ada daya focus untuk sinar dalam bidang x-z.