analisis retorika visual street photography ...repository.ub.ac.id/2120/1/pratama, rido...

147
] ANALISIS RETORIKA VISUAL STREET PHOTOGRAPHY TENTANG KOTA DAN KESENJANGAN SOSIAL DI KOTA MALANG SKRIPSI Disusun Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Peminatan Komunikasi Massa Jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Brawijaya Oleh: Rido Satriya Pratama NIM : 105120200111008 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Upload: others

Post on 27-Jan-2021

46 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

  • ]

    ANALISIS RETORIKA VISUAL STREET PHOTOGRAPHY TENTANG

    KOTA DAN KESENJANGAN SOSIAL DI KOTA MALANG

    SKRIPSI

    Disusun Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Peminatan

    Komunikasi Massa Jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Brawijaya

    Oleh:

    Rido Satriya Pratama

    NIM : 105120200111008

    JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

    FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2017

  • LEMBAR PENGESAHAN

    Analisis Retorika Visual Street Photography Tentang Kota dan

    Kesenjangan Sosial Di Kota Malang

    Disusun Oleh:

    RIDO SATRIYA PRATAMA

    NIM. 105120200111008

    Telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam ujian Sarjana pada tanggal

    12 Juni 2017.

    Pembimbing I Pembimbing II

    Dewanto Putra Fajar, S.Sos., M.Si Nisa Alfira, S.I.Kom., M.A

    NIP/NIK 2011028508181001 NIP/NIK 2013048808312001

    Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

    Universitas Brawijaya,

    Prof. Dr. UnNIP. 1969 0814 1994 0210 01

  • LEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI

    Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 12 Juni 2017 dengan daftar

    penguji sebagai berikut :

    NO NAMA JABATAN

    1

    Dewanto Putra Fajar, S.Sos., M.Si

    Ketua Majelis Sidang

    2

    Nisa Alfira, S.I.Kom., M.A

    Sekretaris Majelis Sidang

    3

    Dyan Rahmiati, S.Sos., M.Si

    Anggota Sidang Majelis Penguji 1

    4

    Abdul Wahid, S.I.Kom., M.A

    Anggota Sidang Majelis Penguji 2

  • ]

    LEMBAR PERSETUJUAN PERBAIKAN SKRIPSI

    NAMA : RIDO SATRIYA PRATAMA

    NIM : 105120200111008

    TANGGAL UJIAN : 12 Juni 2017

    JURUSAN : ILMU KOMUNIKASI

    JUDUL SKRIPSI : Analisis Retorika Visual Street Photography Tentang

    Kota dan Kesenjangan Sosial Di Kota Malang

    NO NAMA TANDA TANGAN

    1

    Dewanto Putra Fajar, S.Sos., M.Si

    2

    Nisa Alfira, S.I.Kom., M.A

    3

    Dyan Rahmiati, S.Sos., M.Si

    4

    Abdul Wahid, S.I.Kom., M.A

    TELAH DIREVISI DAN DISETUJUI OLEH TIM PENGUJI

  • ]

  • ]

    ABSTRAK

    Rido Satriya Pratama (105120200111008). Minat Komunikasi Massa,

    Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

    Brawijaya. Analisis Retorika Visual Street Photography Tentang Kota dan

    Kesenjangan Sosial di Kota Malang. Dibimbing oleh Dewanto Putra Fajar,

    S.Sos., M.Si dan Nisa Alfira S.I.Kom., MA.

    Street photography merupakan tradisi pemotretan dengan objek-objek

    utama atau tema yang berada di area jalanan dan ruang publik. Melalui sudut

    pandang personal masing-masing 12 fotografer mendokumentasikan serta

    menampilkan pada pameran street photography tentang sisi kota dan kesenjangan

    sosial di Kota Malang. Fotografer juga dapat beretorika melalui foto yang

    ditampilkan dalam pameran street photography. Karya visual menggunakan

    simbol visual yang dihasilkan fotografer sebagai rhetor dengan tujuan

    berkomunikasi dan persuasi adalah pengertian retorika visual.

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan

    paradima konstruktivis. Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan dan

    menganalisis proses pembuatan pesan dan fungsi tentang kota dan kesenjangan

    sosial yang disampaikan oleh fotografer melalui media street photography

    menggunakan retorika visual. Teknik analisis menggunakan analisis retorika

    visual.

    Hasil analisis memperlihatkan 20 foto bertemakan street photography

    sebagai media penyampaian pesan fotografer kepada audien. Pesan dan fungsi

    yang dihasilkan berbeda-beda sesuai pandangan personal masing-masing

    fotografer namun memiliki 1 ide yang sama mengenai kota dan kesenjangan

    sosial di Kota Malang. Melalui pemeran street photography tentang kota dan

    kesenjangan, fotografer mengkomunikasikan hasil karya visual dengan potret

    kondisi jalanan Kota Malang serta sisi menarik manusia atau human interest

    dalam aktivitas sehari-hari. Hasil potret tersebut merupakan visualisasi pesan

    fotgrafer. Pesan yang disampaikan fotografer difungsikan sebagai bentuk persuasi

    kepada audien bahwa sisi kota dan kesenjangan sosial harus lebih diperhatikan.

    Kata Kunci : Retorika Visual, Street Photography, Fotografi

  • ]

    ABSTRACT

    Rido Satriya Pratama (105120200111008). Interest in mass communication,

    major in communication studies, Faculty of social and political sciences of the

    University of Brawijaya. The analysis of the Visual rhetoric of Street

    Photography Of cities and the social gap in the city of Malang. Guided by

    Dewanto Putra Fajar, s. Sos., M.Si and Nisa Alfira S.I. Kom., MA.

    Street photography is a tradition a photo shoot with the main objects or

    themes that are in the area of the streets and public spaces. Through the personal

    viewpoint of each of 12 photographers documenting and showing at the exhibition

    of street photography on the side of the city and the social gap in the city of

    Malang. Photographers can also be rhetorical through photos shown in the street

    photography exhibition. Visual work using visual symbols that are generated as a

    photographer which its aim to communicating the rhetor and persuasion is

    understanding the visual rhetoric.

    The methods used in this research is qualitative with constructivist

    paradigm. The purpose of the study was to describe and analyze the process of

    creating messages and the functions about the city and social disparities submitted

    by photographers through the medium of street photography using visual rhetoric.

    Analysing techniques using analysis of visual rhetoric.

    Analysis results shows 20 photos of themed street photography as a

    medium of delivery message to photographers audien. The message and the

    resulting function varies according to personal view of each photographer but

    have the same ideas about 1 city and the social gap in the city of Malang. Through

    the cast of street photography of cities and gaps, communicate the results of the

    visual work of photographer with portrait of the condition of the city streets and

    interesting side of Poor human beings or human interest in daily activities. The

    results of these portraits is a visualization of the message fotgrafer. The message

    conveyed photographers functioned as a form of persuasion to audience that side

    of town and social disparities have to be more aware.

    Kata Kunci : Visual Rhetoric, Street Photography, Photography

  • ]

    KATA PENGANTAR

    Segala puji syukur kehadirat ilahi rabbi penulis panjatkan atas limpahan

    rahmat, taufik serta hidayahnya sehingga dapat terselesaikan skripsi yang berjudul

    “Analisis Retorika Visual Street Photography Tentang Kota dan Kesenjangan

    Sosial Di Kota Malang” dengan penuh berkah sebagai syarat memenuhi

    pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Peminatan Komunikasi Massa di

    Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang.

    Skripsi ini merupakan sebuah karya yang memiliki nilai istimewa, karena

    penulis menyadari dalam prosesnya terdapat ikut andil dari berbagai pihak

    sehingga dapat berjalan lancar dan sukses. Maka dari itu pada kesempatan ini,

    penulis mengucapkan terimakasih kepada:

    1. Bapak Prof. Dr. Unti Ludigdo, Ak selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

    Ilmu Politik Universitas brawijaya Malang.

    2. Bapak Dr. Antoni, S.Sos., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi

    Universitas Brawijaya Malang.

    3. Bapak Dewanto Putra Fajar, S.Sos., M.Si dan Ibu Nisa Alfira, S.I.Kom.,

    M.A, selaku Dosen Pembimbing skripsi yang tidak henti-hentinya

    memberikan bimbingan, dukungan dan motivasi kepada penulis untuk

    terus berjuang dan menghilangkan rasa keputusasaan selama proses

    pengerjaan skripsi.

  • ]

    4. Orang tua terkasih ayah dan mama, Bapak Dodi Budi dan Ibu Tutut Puji

    Rahayu yang terus bersabar menunggu penulis menyelesaikan pendidikan

    dengan pemberian doa, motivasi, dukungan secara moral dan materi, serta

    kasih sayang yang tidak terbatas kepada penulis dari kecil hingga dapat

    mencapai tahapan ini. Serta adik Larissa Resita Dewi atas motivasi dan

    dukungannya.

    5. Sahabat-sahabat terbaik Oka Johansyah, Trenda Defra Frandisman, Rizki

    Alfiantoni, Farizza Rement, Roni Setiawan, Nuzul Amrullah, M. Faisal,

    Adi Bakhtiar, Bangun Sasongko, Iqbal Oktavian, Daviq Umar Al Faruq,

    Hardiansyah Dinan, sahabat-sahabat OYISAM, teman-teman BLIDZ,

    serta arek-arek Gg14 yang selalu memberikan motivasi dan dukungan

    selama proses pengerjaan skripsi ini.

    6. Teman-teman jurusan Ilmu Komunikasi angkatan 2010 yang terus

    mendukung satu sama lain.

    7. Teman-teman komunitas Galeri Kalimetro dan teman-teman fotografer

    jalanan yang mengikuti pameran Street Photography di Galeri Kalimetro

    atas segala yang diberikan kepada penulis.

    Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penelitian ini. Maka dari itu

    penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan yang membangun demi

    kemajuan pengetahuan khususnya di bidang komunikasi massa. Akhir kata,

    penulis berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

    Malang, 30 Juli 2017

    Rido Satriya Pratama

  • DAFTAR ISI

    LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i

    LEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI .............................................................. ii

    LEMBAR PERSETUJUAN PERBAIKAN SKRIPSI ........................................... iii

    PERNYATAAN ORISINALITAS ........................ Error! Bookmark not defined.

    ABSTRAK .............................................................................................................. v

    ABSTRACT ........................................................................................................... vi

    KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii

    DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii

    DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii

    DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xiv

    BAB 1 .................................................................... Error! Bookmark not defined.

    PENDAHULUAN ................................................. Error! Bookmark not defined.

    1.1 Latar Belakang ......................................... Error! Bookmark not defined.

    1.2 Rumusan Masalah .................................... Error! Bookmark not defined.

    1.3 Tujuan Penelitian ..................................... Error! Bookmark not defined.

    1.4 Manfaat Penelitian ................................... Error! Bookmark not defined.

    1.4.1 Secara Praktis ................................... Error! Bookmark not defined.

    1.4.2 Secara Akademis .............................. Error! Bookmark not defined.

    BAB II .................................................................... Error! Bookmark not defined.

    TINJAUAN PUSTAKA ........................................ Error! Bookmark not defined.

    2.1 Fotografi ................................................... Error! Bookmark not defined.

    2.2 Komunikasi Menggunakan Media Foto Sebagai Penyampaian Pesan

    Error! Bookmark not defined.

    2.3 Street Photography Dalam Mengkonstruksi Kota dan Kesenjangan

    Sosial di Kota Malang .............................. Error! Bookmark not defined.

    2.4 Tradisi Retorika ....................................... Error! Bookmark not defined.

    2.4.1 Definisi Retorika .............................. Error! Bookmark not defined.

  • ]

    2.4.2 Retorika Visual................................. Error! Bookmark not defined.

    2.5 Kerangka Berfikir Penelitian ................... Error! Bookmark not defined.

    BAB III .................................................................. Error! Bookmark not defined.

    METODE PENELITIAN ....................................... Error! Bookmark not defined.

    3.1 Jenis Penelitian......................................... Error! Bookmark not defined.

    3.2 Fokus Penelitian ....................................... Error! Bookmark not defined.

    3.3 Objek Penelitian ....................................... Error! Bookmark not defined.

    3.4 Unit Analisis ............................................ Error! Bookmark not defined.

    3.5 Sumber Data dan Jenis Data .................... Error! Bookmark not defined.

    3.6 Teknik Pengumpulan Data ....................... Error! Bookmark not defined.

    3.7 Teknik Analisis Data................................ Error! Bookmark not defined.

    BAB IV .................................................................. Error! Bookmark not defined.

    HASIL DAN PEMBAHASAN .............................. Error! Bookmark not defined.

    4.1 Street Photography Sebagai Media Dalam Menyampaikan Pesan.. Error!

    Bookmark not defined.

    4.2 Analisis Street Photography .................... Error! Bookmark not defined.

    4.2.1 Street Photography oleh Biyan Mudzaky Hanindito ............... Error!

    Bookmark not defined.

    4.2.2 Street Photography oleh Dimas Ade Surya Lukito ................. Error!

    Bookmark not defined.

    4.2.3 Street Photography oleh Dylan Aprialdo Rachman ................ Error!

    Bookmark not defined.

    4.2.4 Street Photography oleh Muhammad Fakhrul Izzati ............... Error!

    Bookmark not defined.

    4.2.5 Street Photography oleh Lusiya Ningsih Rachmania .............. Error!

    Bookmark not defined.

    4.2.6 Street Photography oleh Muhammad Arif ..... Error! Bookmark not

    defined.

    4.2.7 Street Photography oleh Resti Syafitri Andra Error! Bookmark not

    defined.

  • ]

    4.2.8 Street Photography oleh Widya Kresna ......... Error! Bookmark not

    defined.

    4.2.9 Street Photography oleh Riska Tulus Wibawati ... Error! Bookmark

    not defined.

    4.2.10 Street Photography oleh Nurul Azizah .......... Error! Bookmark not

    defined.

    4.2.11 Street Photography oleh Muhammad Oktoda Noorrohman .... Error!

    Bookmark not defined.

    4.2.12 Street Photography oleh Agnes Damaeka Nur Adin ............... Error!

    Bookmark not defined.

    4.3 Diskusi Hasil ............................................ Error! Bookmark not defined.

    BAB V .................................................................... Error! Bookmark not defined.

    PENUTUP .............................................................. Error! Bookmark not defined.

    5.1 Kesimpulan .............................................. Error! Bookmark not defined.

    5.2 Saran ........................................................ Error! Bookmark not defined.

    DAFTAR PUSTAKA ............................................ Error! Bookmark not defined.

    DAFTAR LAMPIRAN .......................................... Error! Bookmark not defined.

  • ]

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 4.1 .............................................................................................. 41

    Gambar 4.2 .............................................................................................. 46

    Gambar 4.3 .............................................................................................. 50

    Gambar 4.4 .............................................................................................. 54

    Gambar 4.5 .............................................................................................. 57

    Gambar 4.6 .............................................................................................. 61

    Gambar 4.7 .............................................................................................. 64

    Gambar 4.8 .............................................................................................. 69

    Gambar 4.9 .............................................................................................. 73

    Gambar 4.10 ............................................................................................ 76

    Gambar 4.11 ............................................................................................ 80

    Gambar 4.12 ............................................................................................ 84

    Gambar 4.13 ............................................................................................ 87

    Gambar 4.14 ............................................................................................ 90

    Gambar 4.15 ............................................................................................ 95

    Gambar 4.16 ............................................................................................ 99

    Gambar 4.17 ............................................................................................ 103

    Gambar 4.18 ............................................................................................ 105

    Gambar 4.19 ............................................................................................ 109

    Gambar 4.20 ............................................................................................ 113

  • ]

    DAFTAR TABEL

    Tabel 4.1 .................................................................................................. 117

  • ]

    DAFTAR BAGAN

    Bagan 2.1 ................................................................................................ 30

    Bagan 2.2 ................................................................................................ 32

    Bagan 3.1 ................................................................................................ 39

  • ]

    Daftar Riwayat Hidup

    Yang bertanda tangan dibawah ini :

    Nama : Rido Satriya Pratama

    Umur : 25 tahun

    Tempat, tanggal lahir : Malang, 19 November 1991

    Jenis kelamin : Laki-laki

    Kewarganegaraan : Indonesia

    Agama : Islam

    Alamat : Jl. I.R Rais Gang 14/12, Tanjungrejo, Malang

    Telp : 081230558587

    Email : [email protected]

    Latar belakang pendidikan :

    1. 1998 – 2004 SD Negeri Bareng 3 Malang

    2. 2004 – 2007 SMP Negeri 8 Malang

    3. 2007 – 2010 SMK Negeri 4 Malang

    Pengalaman kerja :

    1. Praktek Kerja Nyata Malang Post, Wartawan.

    Malang, 30 Juli 2017

    Hormat Saya

    Rido Satriya Pratama

    105120200111008

  • ]

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan

    sesamanya untuk saling membantu_dan memenuhi kebutuhannya. Proses

    interaksinya yang dilakukan oleh manusia akan melibatkan proses

    komunikasi untuk menyampaikan_gagasannya. Dalam proses ini ada sebuah

    penghubung dan penghubung tersebut adalah_bahasa dengan segala

    aspeknya. Proses komunikasi yang_dilakukan oleh komunikator dan

    komunikan dibedakan menjadi dua proses_yaitu komunikasi primer dan

    sekunder. Komunikasi primer identik dengan jenis komunikasi yang

    dilakukan secara langsung dengan menggunakan symbol verbal (bahasa

    lisan) maupun menggunakan komunikasi non verbal_(isyarat) (Mulyana,

    2012, h. 148). proses komunikasi sekunder cenderung disampaikan dengan

    menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai

    lambang sebagai media. Komunikasi_sekunder dilakukan karena

    komunikan dan komunikator berada pada tempat yang jauh sehingga

    memanfaatkan media sebagai alat bantu komunikasinya. Beberapa contoh

    media yang diguakan dalam komunikasi_sekunder diantaranya_surat,

    telepon, teks, surat kabar, radio, televisi, internet, dan sebagainya_(Effendy,

    2000, h. 11).

    Media_dalam komunikasi_memiliki peran untuk_memudahkan

    proses komunikasi dan_menunjang agar proses komunikasi menjadi efektif.

  • 2

    Media komunikasi_baik konvensional maupun digital di dalamnya memiliki

    berbagai unsur_kombinasi visual_seperti foto, gambar ilustrasi, tulisan,

    garis, bentuk,_dan warna mampu_memudahkan seseorang_menangkap

    maksud dari_pesan yang disampaikan. Desain pesan yang disampaikan

    melalui media_tersebut bisa_berupa kombinasi berbagai_unsur maupun

    berdiri (cangara, 2010, h. 28). Salah_satu contoh desain_pesan yang

    disajikan dengan mengkombinasikan beberapa unsur visual_adalah surat

    kabar atau jurnalistik dimana_foto jurnalistik dikombinasikan dengan isi

    berita berupa teks untuk_menampilkan makna. Sedangkan contoh unsur

    komunikasi visual_yang ditampilkan_sendiri dapat dilihat seperti pada

    pameran_fotografi maupun_lukisan.

    Foto yang merupakan bentuk gambar/visualisasi bisa memiliki

    makna yang kuat._Bahkan fotografi memiliki makna yang lebih kuat

    daripada_kata-kata ketika ditampilkan_secara bersamaan. Bachtiar (2011, h.

    7) menjelaskan bahwa_sebuah foto,_tidak hanya_berbicara seribu kata,

    melainkan juga_mampu menjelaskan dan menceritakan_ribuan rangkaian

    peristiwa. Gambar yang_salah satunya_adalah fotografi, merupakan suatu

    bagian dari_keberaksaraan visual yang_telah menjadi bagian_dari tata cara

    berbahasa,_pengungkapan citra, dan rasa yang personal (Ajidarma, 2003, h.

    26).

    Tidak hanya_menggunakan kata-kata_untuk bisa memberi dampak

    emosi seseorang, pesan_visual juga efektif_dan lebih cepat_menangkap

    perhatian (Suh, 1999, h. 3). Seseorang_tidak harus menterjemahkan_kata-

    kata terlebih dahulu dan mengolahnya agar berbentuk rangkaian pesan.

  • 3

    Proses penerjemahan pesan yang disampaikan melalui fotografi berlangsung

    lebih cepat karena mengandung berbagai unsur seperti warna, bentuk,

    tipografi, dan seting/latar (Sless, 1981, hal. 187).

    Seiring dengan_perkembangannya,_dunia fotografi memunculkan

    berbagai genre. Hajar (2015) menjelaskan_terdapat 5 jenis genre fotografi

    yang berkembang saat ini yaitu 1) Wildlife Photography, 2) Landscape

    Photography, 3) Street Photography, 4) Journalism Photography, 5) Foto

    comercial advertising. Dari kelima genre tersebut, genre fotografi jalanan

    (street photography) merupakan salah satu genre baru dalam fotografi. Jenis

    fotografi ini bersifat_dokumenter dan humanistik.

    Soedjono (2006, h.145-146) menjelaskan bahwa ‘street

    photography’ merupakan tradisi pemotretan dengan objek-objek_utama atau

    tema_yang berada di area jalanan dan ruang publik. Keunikan yang dimiliki

    street photography dalam menghadirkan sosok manusia yang mendominasi

    subjek-subjek foto dengan setting atau latar di ruang publik

    menjadi_tonggak perkembangan_dunia fotografi. Objek foto yang beragam

    bisa menjadi sebuah rekaman_yang kemudian ditampilkan kembali sebagai

    refleksi zaman karena mampu menggambarkan keluasan objek foto.

    Visualisasi, rasa hingga gambaran_realita pada_sebuah foto pun bisa

    diramu oleh fotografer melalui berbagai macam keputusan teknis fotografis.

    Fotografer mempunyai pengetahuan,_pengalaman, dan pandangan yang

    berbeda mengenai_kehidupan, kemudian_memvisualisasikan realita yang

    terjadi_dimasyarakat dengan berbagai_wujud foto yang berbeda. Melalui

    street photography, realita kota dan_kesenjangan sosial yang ada di

  • 4

    masyarakat kemudian_dikonstruksi oleh fotografer untuk menyampaikan

    pesan dan mempersuasi kepada_audien yang bisa memunculkan potensi

    perbaikan_keadaan sosial.

    Kesenjangan sosial sendiri merupakan sebuah fenomena yang terjadi

    di hampir semua Negara di dunia termasuk Indonesia. Perbedaan yang

    sangat mencolak di masyarakat ditimbulkan karena adanya

    ketidakseimbangan sosial (Badruzaman, 2009, h. 284). Perbedaan strata atau

    kedudukan_biasanya menjadi_penyebab kesenjangan sosial. Di masyarakat

    kita kesenjangan sosial tidak hanya terjadi ketika negara kita sedang dijajah,

    bahkan_setelah merdeka_kesenjangan_sosial di negeri ini_masih saja terjadi

    dan menjadi suatu_permasalahan besar bagi kehidupan_bermasyarakat. Hal

    ini masalah rumit_dan sukar untuk_diselesaikan karena_menyakut aspek-

    aspek yang harus diketahui secara mendalam_dan pendekatan lebih serta

    adanya saling berkaitan berbagai aspek. Tidak meratanya akses sumber daya

    di masyarakat menjadi sebab dari kesenjangan sosial. Masalah sosial

    memilki keterkaitan dengan masalah keadilan yang merupakan masalah

    kesenjangan (Oman Sukmana, 2005).

    Kesenjangan sosial pun hampir terjadi dibanyak wilayah di

    Indonesia, tidak terkecuali dengan_kota Malang. Sebanyak 36.862 warga

    kota Malang berstatus sebagai Penyadang Masalah Kesenjangan Sosial

    (PMKS). Hal tersebut sebagaimana dikeluarkan oleh Dinas Sosial Kota

    Malang (http://wartamalang.com/2014/06/39-193-warga-kota-malang-

    berstatus-pmks/, diakses 29 Desember 2016). Kebanyakan dari PMKS

    mempunyai masalah pada kesehatan, kemiskinan dan juga minimnya

    http://wartamalang.com/2014/06/39-193-warga-kota-malang-berstatus-pmks/http://wartamalang.com/2014/06/39-193-warga-kota-malang-berstatus-pmks/

  • 5

    pendidikan. Kesenjangan di bidang pendidikan biasanya dialami oleh anak

    jalanan yang masih banyak tersebar, sementara itu masalah dalam bidang

    kesehatan mengarah kepada orang tua dan juga jompo serta lansia. Tidak

    hanya itu, bagi sebagian warga Malang, kesemerawutan kota, banyaknya

    parkir liar, tidak adanya kesadaran untuk mematuhi rambu lalu lintas serta

    pembangunan yang tidak merata dianggap sebagai fenomena kesenjangan

    sosial (Fakhrul, hasil wawancara tanggal 20 Oktober 2016).

    Hal tersebut yang kemudian memunculkan ide diadakannya pameran

    street photography oleh komunitas Kalimetro tentang kota dan kesenjangan.

    Komunitas Kalimetro sendiri merupakan komunitas yang aktif dibidang

    gerakan budaya yang menjadi budaya itu sebagai aspek kegiatan sosial.

    Seperti bedah buku, diskusi publik serta pameran yang berkaitan dengan

    sosial dan kemanusian. Dengan menampilkan 20 foto terbaik karya dari

    beberapa fotografer, pameran ini ingin menampilkan potret kondisi

    masyarakat dalam menjalani hidup di tengah perkotaan dari sudut pandang

    yang lebih ekstrem dengan menampilkan berbagai perjuangan hidup

    penduduk kota yang termarjinalkan serta sisi yang tak tampak dari sebuah

    kota besar. Kegiatan ini mengajak para fotografer tidak hanya bicara secara

    artistik atau estetika, namun juga bisa sebagai media penyampaian

    persoalan-persoalan kesenjangan sosial disekitar kemegahan Kota Malang.

    Hasil wawancara dengan ketua pelaksana Yogi Fakhri Prayoga menyatakan

    pameran ini sebagai bentuk kritik sosial kepada pemerintah serta untuk

    menarik empati masyarakat luas. Selain menampilkan 20 foto terbaik dari

    sayembara dengan objek Kota Malang dan kesenjangan sosial didalamnya,

  • 6

    panitia juga menampilkan 200 foto Paidi Jholali seorang street

    photographer sekaligus kurator dari 20 foto terbaik pameran street

    photography di galeri Kalimetro.

    Pandangan personal terhadap kota dan kesenjangan sosial tersebut

    dapat berbeda antara satu fotografer dengan fotografer lainnya.

    Penyampaian pesan yang diberikan tergantung dari tingkat pengetahuan dan

    pengalaman fotografer dalam melihat sesuatu hal. Kesenjangan sosial

    seringkali dijdikan sebagai objek oleh para fotografer untuk mengabdikan

    momen. Melalui pengabadian momen tersebut, baik dalam bentuk

    foto,video, maupun audio, fotografer tentunya memiliki makna tersirat

    dalam memaknai visual tersebut yang kemudian ingin disampaikan kepada

    audien. Melalui foto, fotografer juga dapat beretorika. Genre street

    photography merupakan proses penyampaian pesan dalam foto dari

    fotografer sebagai rhetor kepada komunikan/audien menciptakan terjadinya

    situasi retorika yang dapat diteliti menggunakan retorika visual.

    Pada penelitian ini, peneliti akan menganalisis objek-objek fotografi

    bergenre fotografi jalanan (street photography) dengan pendekatan retorika

    visual. Howard (2010, h. 173) menjelaskan bahwa retorika visual dapat

    mempengaruhi pemikiran dan perilaku masing-masing individu melalui

    strategi penyampaian pesan dalam gambar. Secara sederhana, retorika visual

    dapat diartikan bagaimana atau mengapa gambar visual mempunyai makna

    dan arti. Dalam konteks retorika lama, pesan cenderung disampaikan

    melalui verbal, namun menurut Kenneth Burke (1966, h. 220) pesan tidak

    hanya disampaikan melalui verbal, tetapi bisa melalui semua sistem simbol

  • 7

    manusia lainnya seperti dalam bentuk matematika, musik, lukisan, tarian,

    dan gaya seni yang salah satunya adalah fotografi.

    Dalam analisis perspektif retoris_pada citra visual adalah investigasi

    fitur dari gambar visual untuk menghasilkan teori retoris yang

    memperhitungkan dan menjelaskan_karakteristik yang berbeda dari simbol

    visual dengan eksplorasi_gambar_visual dan beroperasi secara induktif.

    Sebah perspektif_retorika pada citra_visual juga ditandai dengan perhatian

    khusus pada satu atau lebih_dari tiga_aspek_visual yaitu sifat, fungsi, dan

    evaluasi.

    Karakteristik retorika visual menurut Foss (2005, h. 141) terdapat

    tiga karakteristik dari retorika visual yaitu gambar harus simbolik,

    melibatkan intervensi manusia dan disajikan kepada audien untuk tujuan

    berkomunikasi dengan audien tersebut. Dalam Rhetorical Visions: Reading

    and Writing in a Visual Culture, Wendy Hesford dan Brenda Jo

    Brueggemann, mengungkapkan jika analisis fotografi melibatkan gambar

    dalam hal subjek/konten, audien/konteks, dan perspektif. Semua dari elemen

    itu disebut segitiga retoris.

    Penelitian tentang retorika visual telah dilakukan oleh beberapa

    peneliti sebelumnya diantaranya oleh Paul Booth and Amber Davisson

    (2008) berjudul “visualizing the Rhetorical Situation of Hurricane Katrina:

    Photography, Popular Culture, and Meaning in Images” Penelitian ini

    bertujan untuk menyajikan makna retorika visual khususnya dari aspek

    dimana sebuah foto mampu menceritakan situasi dan kondisi yang sedang

    terjadi. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

  • 8

    menggunakan retorika visual Sonja K.Foss untuk mengindentifikasi sifat

    dan arti dari sebuah fotografi jurnalistik. Hasil penelitian menunjukan

    bahwa seluruh objek foto memiliki arti yang berbeda dan mampu

    menyajikan situasi dan kondisi lokasi bencana mulai dari situasi korban,

    keadaan sosial masyarakat terdampak, tindakan pemerintah dan lain-lain.

    Laurie Gries dengan penelitiannya yang berjudul Iconographic

    Tracking: A Digital Research Method for visual Rhetoric and Circulation

    Sudies, juga menggunakan teori retorika visual Sonja Foss. Dalam

    penelitian ini menjelaskan bahwa simbol yang ditunjukan oleh iconographic

    tracking mampu melebihi fungsinya. Hal ini tergambar pada contoh fitur

    media sosial seperti Instagram, Facebook, Twitter dan media sosial lain.

    Dengan penerapan teori retorika visual Sonja Foss pada Iconographic

    Tracking, mempermudah orang untuk mengenali makna simbol yang

    melampaui fungsinya sendiri (Gries, 2013).

    Penelitian lain tentang retorika visual datang dari Desideria C. W.

    Murti (2012) meneliti video kontrovensial berjudul “Meet Your Meat” yang

    di produksi oleh people for the Ethical Treatment of Animals (PETA),

    tentang kekejaman di peternakan hewan. Menggunakan sampel video

    kontrovensial, penulis membahas bagaimana retorika visual yang dapat

    memanfaatkan daya tarik emosional menyebabkan perasaan negatif, yang

    kemudian dapat menyebabkan tindakan. Desidera berpendapat bahwa dalam

    perspektif retorika visual, video ini telah menciptakan gangguan penonton

    kognisi tetapi juga memori hidup dan pesan persuasi pada waktu yang sama.

  • 9

    Penelitian retorika visual juga dilakukan oleh Hamdani Alif Artana

    (2014) yang berjudul “Retorika Visual Buku Foto Requiem Karya Mamuk

    Ismuntoro dalam Mengangkat Isu Bencana Lumpur Lapindo”. Fenomena

    sosial menjadi salah satu objek yang diteliti dan dikaji secara retorika visual

    menggunakan teori retorika visual Sonja Foss. Dalam penelitian ini peneliti

    ingn menyampaikan pesan bagaimana penderitaan korban lumpur lapindo

    melalui rangkaian foto-foto di buku foto Requiem. Fotografer Mamuk

    Ismuntoro mencoba mengkrontruksi apa yang dilihatnya melalui sudut

    pandang kamera. Melalui ide-ide visualnya serta teknik fotografi dalam

    melihat realita kemudian dijadikan dalam bentuk visualisasi pesan

    fotografer Mamuk Ismuntoro dalam melihat bencana lumpur lapindo.

    Keempat penelitian terdahulu yang berangkat dari kajian retorika

    visual memilki genre dan media yang berbeda juga. Penelitian Paul Booth

    and Amber Davisson (2008) bergenre foto jurnalistik, penelitian Gries

    (2013) menampilkan media digital sedangkan Hamdani Alif Artana (2014)

    mengambil foto yang berasal dari media buku dan Desideria C. W. Murti

    (2012) melakukan penelitian menggunakan media video yang di produksi

    (PETA) tentang kekejaman di peternakan di peternakan hewan. Meskipun

    demikian penelitian fotografi dengan kajian retorika visual masih terbilang

    jarang. Dalam penelitian kali ini peneliti mengambil genre fotografi jalanan

    dengan tema kota dan kesnjangan sosial karena masih terbilang jarang

    penelitian dalam ranah ilmu komunikasi yang membahas tentang street

    photography yang merupakan genre fotografi tergolong baru dan sedang

    berkembang.

  • 10

    Penelitian yang dilakukan peneliti memfokuskan pada tiga dimensi

    yaitu subjek/konten, audien/konteks, dan perspektif untuk tujuan

    berkomunikasi dengan audien melalui pesan visual. Pemilihan 20 foto

    sebagai objek yang diteliti dikarenakan foto tersebut mendapatkan penilaian

    yang bagus serta mampu menggambarkan tentang kota dan kesenjangan dari

    juri yang berkompeten di bidangnya, sehingga unsur pesan dan simbol yang

    ditampilkan dari foto yang dipamerkan memiliki kekuatan untuk

    menyampaikan gambar atau objek didalamnya.

    Sehubungan dengan penelitian terdahulu di atas, penelitian ini hadir

    untuk mengungkap pesan secara visual dalam 20 jenis foto yang didukung

    oleh caption singkat untuk mempertajam dan memberi kesan khusus dalam

    foto. Berdasarkan ulasan latar belakang di atas, peneliti melakukan

    penelitian dengan judul ”Analisis Retorikal visual Street Photography

    Tentang Kota dan Kesenjangan Sosial di Kota Malang”

    Peneliti memilih judul tersebut karena dengan street photography

    fotografer juga dapat beretorika melalui foto. Dalam hal ini menjadi

    menarik untuk diteliti karena terdapat beberapa fotografer yang beretorika

    melalui foto sehingga ada banyak obyek dan pesan yang berbeda-beda. Tiap

    fotografer memiliki sudut pandang dan pengalaman yang berbeda serta

    strategi-strategi tertentu dalam proses penyampaian pesan. Fotografer

    mencoba mengkonstruks realita yang ada, kemudian meyampaikan pesan

    kepada audiens tentang kota dan kesenjangan sosial di Kota Malang.

  • 11

    1.2 Rumusan Masalah

    Bagaimana retorika visual dari pesan yang ingin disampaikan

    fotografer tentang kota dan kesenjangan sosial di Kota Malang melalui

    street photography ?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan dan

    menganalisis proses pembuatan pesan dan fungsi tentang kota dan

    kesenjangan sosial yang disampaikan oleh fotografer melalui media street

    photography menggunakan retorika visual.

    1.4 Manfaat Penelitian

    1.4.1 Secara Praktis

    Penelitian ini kiranya mampu menjadi acuan fotografer berbagai

    genre khususnya fotografi jalanan (street photography) dalam membuat

    serta menyampaikan pesan secara efektif melalui foto. Selain itu, penelitian

    ini kiranya memberikan kontribusi tersendiri tentang kajian penelitian dalam

    bidang ilmu komunikasi.

    1.4.2 Secara Akademis

    Dipandang secara akademis, penelitian ini diharapkan menjadi

    sebuah pembelajaran bagi studi mengenai retorika visual serta menjadi

    pijakan bagi peneliti lain yang akan meneliti tentang retorika visual dalam

    bidang fotografi maupun bidang visual lainnya.

  • 12

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Fotografi

    Cahaya, sinar atau penyinaran bisa disebut definisi dari foto,

    sedangkan melukis atau menulis arti dari kata grafi, dari kata tersebut

    munculah istilah fotografi yang memiliki arti melukis dengan cahaya.

    Yanto_(1997, h. 8) menjelaskan, Foto adalah_hasil proses fotografi,

    sedangkan foto sendiri memiliki arti luas gambar_mati yang terbentuk dari

    penyinaran dengan alat kamera mendistribusikan_cahaya kesuatu_bahan

    yang peka terhadap cahaya. Fotografi memberikan suatu kesadaran

    baru_tentang apa yang ada disekitar_kita dan juga memberikan

    pelajaran_untuk melihat dunia_dengan cara unik dalam dunia seni (Sukarya,

    2009, h. 11).

    Sejarah mencatat fotografi ada sejak abad 17, para astronom

    memanfaatkan camera obscura untuk_merekam bintang-bintang. Alat bantu

    rekam ini kemudian_digunakan juga untuk objek lainya. Tahun 1901

    fotografi mulai popular setelah diperkenalkannya Kodak Brownie (

    Darmawan, 2009, h. 15). Peralatan modern_dalam bentuk_kodak dan

    gulungan film, baru_ditemukan tahun 1877 oleh George Eastman, di New

    York. Eastman kemudian_mengembangkan temuannya itu, hingga pada

    tahun 1888 memperkenalkan film_gulung yang digunakan pada kamera

    analog.

  • 13

    Dalam kaitannya dengan ilmu komunikasi, Haryanto (2010, h. 29)

    mengungkapkan bahwa di dalam dunia_fotografi “pesan” dalam foto sering

    juga disebut sebagai “isi” atau “picture content”. Sehingga dapat dinyatakan

    bahwa semua visual yang berarti gagasan_di dalam foto adalah “pesan” dari

    fotografer. Hal inilah_yang meneguhkan_bahwa fotografi juga merupakan

    sebuah medium komunikasi visual. Langford (2000, h. 128) juga

    menjelaskan, foto memungkinkan untuk menyampaikan pesan lebih

    daripada subyek itu sendiri.

    a. Seni fotografi yang merupakan_perpaduan antara teknologi dan

    seni. Dimana terdapat nilai estetika yang tidak tercakup dalam

    teknologi fotografi yang harus_terdapat nilai estetika yang tidak

    tercakup dalam teknologi fotografi yang harus_diselaraskan

    dengan proses_teknis untuk mendapatkan karakter dan keindahan

    dari hasil yang_didapatkan pada hasil visualnya. Seni

    fotografi_yang didapatkan tidak hanya menjadi gambar_melainkan

    karya seni yang nyata yang memiliki_makna dan pesan. Seni

    dalam fotografi bisa dapat dikatakan juga kegiatan penyampaian

    pesan secara visual dari pengalaman yang dimiliki

    seniman/fotografer kepada orang lain dengan tujuan_orang lain

    mengikuti jalan pemikirannya. Pesan visual lebih cepat menangkap

    perhatian dan juga efektif memberi dampak emosi (Suh, 1999, h.

    3) Fotografi menampilkan kenyataan (realita) dan tidak ada unsur

    abstrak (dalam seni fotografi).

  • 14

    Suatu kenyataan bahwa_pembuatan seni fotografi dnegan kamera

    berarti membatasi subyek dengan batas format pada jendela pengamat. Hal

    ini menjadikan seni fotografi lebih jujur daripada seni lainnya karena

    merekam seperti memfotocopy subyek yang ada di depannya. Dalam proses

    berkarya seni fotografi atau proses visualisasi karya adalah menghidupkan

    dan memberi jiwa pada karya foto. Seperti halnya dengan seniman seni rupa

    lainnya, fotografer bekerja menggunakan otak dan hatinya yaitu segala

    tindakan yang dilakukan, terutama dalam proses pengamblan obyek, ias

    akan mengetahui hasil yang akan diperoleh sehingga melakukan tindakan-

    tindakan yang berguna untuk mendukung ide dan gagasannya.

    Karya foto memiliki berbagai tujuan dalm penciptannya. Fotografer

    sebagai pencipta sebuah karya visual berupa foto mempunyai tujuan dan

    ranah yang spesifik. Beberapa tujuan hasil dari fotografi adalah sebagai

    berikut Feininger (1969, h. 6) :

    a. Information

    Pemberian informasi dan edukasi kepada masyarakat untuk

    mendidik serta mengarahkan dalam pengambilan keputusan yang

    benar. Seperti contoh fotografi pada majalah, surat kabar dan buku-

    buku pendidikan.

    b. Slanted Information

    Foto komersil, iklan, dan propaganda politik (kampanye)

    merupakan contoh dari slanted infomation. Tujuannya adalah untuk

    penjualan produk, pelayan iklan, dan penyebaran ide.

    c. Discovery

  • 15

    Fotografi ini bertujuan dalam hal eksplorasi penelitian. Misalnya

    untuk keperluan riset keilmuan dari berbagai bidang dan juga foto

    forensik. Serta untuk membantu meningkatkan pengembangan sebuah

    peristiwa dan kebudayaan.

    d. Recording

    Alasan utama orang dalam memotret adalah dokumentasi, karena

    fotografi sendiri mudah diakses, disimpan dan murah. Dokumentasi

    sendiri bertujuan merekam serta menyimpan moment bersejarah, baik

    itu skala kecil seperti dokumentasi kehidupan pribadi maupun skala

    besar.

    e. Entertainment

    Pembuatan motion picture merupakan pengembangan fotografi

    sebagai media hiburan atau yang biasa disebut gambar bergerak.

    Majalah travelling juga salah satu media hiburan yang mengajak

    pembacanya untuk melakukan perjalanan dan hiburan.

    f. Self Expression

    Pengekspresian diri melalui media foto untuk mengutaran

    perasaan, kreativitas, ide serta pikiran. Dan juga mengembangkan

    kemampuan fotografer akan seni foto dan teknik fotografi.

    Pemilihan teori tentang fotografi akan membantu dan sbegai acuan

    peneliti dalam membahas tentang fotografer dalam menyampaikan pesan

    mengenai kesenjangan sosial di kota Malang melalui street photography.

  • 16

    2.2 Komunikasi Menggunakan Media Foto Sebagai Penyampaian Pesan

    Dalam mengefektifkan transformasi dua arah sebagai perantara dalam

    penyampaian pesan-pesan sosial, diperlukan alat bantu berupa media

    komunikasi. Unsur-unsur_dalam komunikasi adalah sumber, pesan, saluran,

    dan penerima serta_efek yang ditimbulkan (Effendy, 2000, h. 39). Banyak

    komponen dalam proses komunikasi, elemennya antara lain : source

    (sumber), message (pesan), channel (media), receiver (penerima).

    Dalam proses komunikasinya, fotografer sebagai komunikator

    memproduksi pesan melalui media foto dengan genre street photography

    untuk ditujukan kepada khalayak sebagai komunikan, dimana pesan yang

    dikirim berdasarkan tujuan tertentu. Penyampaian pesan diperoleh_dari

    kejadian yang nyata maupun tidak, sampai pada_penyampaian ide yang

    sangat subjektif (Langford, 2000, h. 22). Sebuah foto_dapat berperan lebih

    fleksibel daripada rekaman sedrhana mengenai suatu waktu. Memotret tidak

    hanya berhenti pada makna pendokumentasian tentang isu kesenjangan

    sosial dengan apa adanya. Seperti yang dikatakan Ajidarma (2003, h. 101)

    dalam buku “Kisah Mata”, bahwa memotret bukan hanya sekedar

    representasi, tapi memotret adalah menyatakan.

    Fotografer perlu mengekplorasi hubungan pribadinya dengan

    lingkungan sekitar yang menjadi objek fotografinya (Galer, 2002). Untuk

    menyampaikan pesannya, fotografer perlu berinteraksi dan memberi respon

    pada aspek eksternal yang ada di sekitarnya. Hasil kedekatan fotografer

    terhadap lingkungan sekelilingnya bisa berupa penciptaan foto yang

    mengandung nilai-nilai dan harapan tertentu (Galer, 2002, h. 132). hasil foto

  • 17

    bisa juga mengandung pesan kemanusiaan yang dapat mengundang

    perhatian orang lain (Langford, 2000, h. 8).

    Kualitas artistikbvisual dari fotografer mengenai pemahaman dan

    kepekaan tentang bagaimana melihat objek foto untuk mengankat daya tarik

    sangat mempengaruhi perhatian penikmat foto atau khalayak yang melihat

    foto. Baik itu daya tarik foto lanskap tentang simbol-simbol yang ada di

    alam atau melalui foto human interest yang tentang detail kisah manusia.

    Perlu untuk fotografer menciptakan suatu komunikasi detail benda yang

    menjadi latar belakang dan ekspresi subjek utama (Galer, 2002, h. 146).

    selain latar belakang suasana, pesan pada foto dapat terlihat melalui gestur

    subyek serta bagaimana subyek berekspresi. Dari ekspresi ataupun gestur

    yang diperlihatkan manusia merupakan suatu bentuk komunikasi (Mulyana,

    2008, h. 24).

    Lebih lanjut, fotografer juga perlu memperhatikan elemen-elemen

    pembangun sebuah foto dan membutuhkan kreativitas untuk memadukan.

    Elemen-elemen yang dibutuhkan dalam sebuah foto adalah sebagai berikut

    (Artana, 2014, h. 15):

    1. Shape (bentuk)

    Dalam sebuah foto, bentuk dapat berupa obyek tunggal maupun

    jamak. Akan lebih mudah menonjolkan sebuah objek dengan

    menampakkan garis tebal atau keras., misalnya dengan menciptakan

    siluet atau bayangan. Bayangan yang juga dapat menonjolkan bentuk

    pada sebuah foto biasanya dapat direkam saat pagi hari setelah matahari

  • 18

    terbit dan beberapa saat sebelum gelap ( The Editors Time-Life Books,

    1972, h. 80).

    2. Texture (tekstur)

    Visualisasi yang ditampilkan pada tekstur memberi kesan khusus

    mengenai karakter benda atau objek. Tekstur juga bisa menjadi simbol

    berlalunya waktu, mulai dari halusnya kulit masa remaja kerutan di usia

    senja. Dengan pencahayaan dari samping kesan tekstur pada objek akan

    lebih nampak.

    3. Pattern (pola)

    Pola merupakan susunan dari beberapa obyek yang memiliki

    tampilan, warna, atau bentuk identik, seperti paving yang tertata rapi,

    lampu-lampu di jalanan, atau sekumpulan ranting pohon kering.

    Dengan lebih memperhatikan dan mengeksplorasi pola, akan

    menciptakan keselarasan dalam sebuah foto.

    4. Form (bentuk tiga dimensi)

    Hampir tidak ada perbedaan antara elemen form dengan elemen

    shape. Namun pada titik ini bentuk tiga dimensi dari sebuah

    benda/obyek lebih ditonjolkan sehingga yang akan nampak adalah

    volume dan kepadatan pada obyek tersebut. Penonjolan elemen form

    bisa dilakukan dengan pencahayaan dari samping, mengatur area

    bayangan yang sesuai, sehingga sebuah obyek tidak nampak datar (The

    Editors Time-Lime Books, 1971, h.26).

  • 19

    5. Movement (pergerakan)

    Pergerakan pada sebuah foto mampu memberi kesan dinamis

    tertentu. Pergerakan bisa dibentuk dengan kecepatan tinggi sehingga

    gambar menjadi beku atau tidak ada pergerakan, maupun dengan

    kecepatan rendah yang menjadikan gambar memunculkan kesan blur.

    Membekukan gambar dengan kecepatan tinggi memberikan kesempatan

    kepada fotografer untuk bisa mengeksplorasi lebih jauh kemenarikan

    sebuah obyek (Galer, 2002, h. 57). Elemen pergerakan seringkali

    membantu fotografer dlam menyusun pesan yang ingin disampaikan.

    6. Colour and Tone Values (nilai dan sifat warna)

    Foto dengan warna gelap atau siluet identik dengan kemuraman,

    merah maupun kuning menandakan perasaan hangat atau sinar matahari

    terbit. Pada akhirnya, perpaduan warna tersebut menimbulkan

    kekontrasan terhadap kesan yang ditangkap mata (Soelarko, 1985, h.

    48).

    Foto yang pada dasarnya memiliki berbagai arti dalam kegunaannya.

    Dimana foto hanya bisa digunakan sebagai media untuk penyimpanan suatu

    momen ataupun kegiatan yang sudah berlangsung, namun sebagai artian

    foto atau gambar juga memiliki pesan yang dapat disampaikan kepada para

    penikmat seni fotografi. Dari hasil gambar yang didapatkan terdapat makna

    dan penyampaian pesan dari seni fotografi.

    Dalam dunia fotografi, kreasi dan kreativitas dalam memotret tidak

    ada batasannya. Namun diperlukan kejelian menyangkut segala aspek dan

    proses pembuatannya. Pemilihan peralatan pemotretan, kejelian dalam

  • 20

    menentukan obyek foto serta pada tahap pencetakan foto. Di era fotografi

    saat ini, kreatiitas serta dukungan teknologi kamera sangat berperan besar

    terhadap hasil foto. Penyederhanaan teknis fotografi yang di ringkas pada

    kamera digital saat ini mempermudah fotografer untuk lebih kreatif dalam

    berkarya. Tetapi untuk menjadi fotografer kreatif harus berani mencoba dan

    belajar dari kesalahan.

    2.3 Street Photography Dalam Mengkonstruksi Kota dan Kesenjangan

    Sosial di Kota Malang

    Pada umumnya street photography lebih menampilkan objek yang

    berada di tempat umum seperti taman, bangunan, manusia, jalanan dan

    ruang publik lainnya. Kebanyakan para street photography tidak terlalu

    memikirkan teknik dalam memotret. Dengan menggunakan teknik

    fotografi langsung, foto bisa terkesan ironis atau emosional seakan

    menggambarkan cerminan masyarakat serta menunjukan visual foto secara

    nyata dari situasi yang ada saat. Lebih lanjut, aspek kunci dari pembuatan

    foto adalah Framing dan waktu. Hal ini bertujuan untuk menunjukan

    informasi dari foto tersebut dan membuat gambar yang mempunyai tujuan

    atau fotografer dapat mencari gambaran yang mempunyai nilai kejadian

    yang patut diangkat dari tempat kejadian perkara, sebagai bentuk

    dokumenter sosial (Scott, 2007).

    Teknik framing perlu untuk diketahui fotografer agar lebih efektif

    dalam penyampaian pesan. Adapun beberapa teknik framing sebagai

    berikut (Artana, 2014, h. 19):

    a. Communication and context (komunikasi dan konteks)

  • 21

    Menciptakan framing visual dalam kegiatan memotret Pernyataan

    obyektif adalah sebuah fakta yang tidak dapat disanggah kebenarannya,

    namun melalui foto, dengan segala keterbatasan objek visual yang ada

    realitas jadi terbatas. Untuk menciptakan framing visual, fotografer

    terlebih dahulu harus memahami konteks apa yang akan disampaikan.

    b. Format (format)

    Dalam hal ini pengertian dari format adalah format sebuah gambar

    atau ukuran gambar dalam sebuah kamera. Hal ini penting mengingat

    format ukuran gambar tiap kamera berbeda.

    c. Content (isi)

    Kreatifitas menyusun elemen isi dan arti pada sebuah foto

    merupakan kesempatan puncak fotografer untuk mengekspresikan

    emosi, kekaguman, atau kebahagiaan. Relasi yang bercerita antara

    obyek utama dan latar belakang dapat memperkuat isi dari sebuah foto.

    Isi dan arti bisa muncul dari subyek itu sendiri, atau diciptakan

    fotografer dengan menggunakan simbol-simbol unik yang ada di

    sekelilingnya.

    d. Balance (keseimbangan)

    Objek yang ada di depan penglihatan fotografer, yang bisa saja

    terdapat unsur warna, bayangan, pergerakan, atau pola, dan lain-lai

    dapat menjadi bentuk visual yang menarik secara estetika jika dijaga

    keseimbangan satu dan lainnya.

  • 22

    e. Subject placement (penempatan subjek)

    Penempatan subjek/objek utama dalam sebuah foto yang

    disampaikan dengan penggunaan ukuran lebih besar atau mendominasi

    dapat memancing perhatian viewver untuk mendekatkannya pada pesan

    personal yang memang ingin disampaikan. Subject placement biasanya

    dilakukan dengan menempatkan objek utama di tengah atau di sepertiga

    bagian frame sesuai the rule of third.

    f. The decisive moment (klimaks kejadian)

    Merupakan momen puncak yang bisa terjadi pada setiap

    keadaan. Baik itu manusia berlari, melempar, tertawa atau menangis,

    semua itu akan bisa tertangkap kamera jika fotografer siap memencet

    tombol rana bukan hanya melihat.

    g. Vantage point (sudut yang menguntungkan)

    Dalam mengambil gambar fotografer mempunyai keleluasaan

    penentuan sudut sesuai dengan rencana dan pesan apa yang ingin

    disampaikan melalui foto. Bisa menggunakan sudut pandang tinggi atau

    rendah dari samping atau bawah, tentunya, perbedaan sudut yang

    diambil menentukan bagaimana kesan yang akan muncul pada sebuah

    foto.

    h. Use of lines (penggunaan garis)

    Baik garis horisontal atau vertikal, hingga diagonal, akan

    menambah estetika pada framing yang akan dilakukan, selain

    penentuan garis dapat menggiring mata audien untuk menuju pada

    objek utama.

  • 23

    Mengenai teknik, street photography lebih “bermain-main” dalam

    pengambilan gambar. Berbeda dengan fotografi jurnalistik yang lebih

    intens dan serius untuk memberitahu khalayak luas tentang sebuah

    informasi serta memiliki etika tertentu.

    Dalam buku Pot-pouri fotografi, Soedjono (2006, h. 145-146)

    menyebutkan karya foto jalanan atau street photography merupakan tradisi

    pemotretan dengan objek-objek atau tema di jalanan. Bisa di ruang publik,

    mall, jalanan, taman, pantai hingga pasar tradisional yang menggambarkan

    hal-hal keseharian, rutinitas yang terjadi dilingkungan sekitar kita berbeda.

    Hal-hal yang bisa direkam melalui Street Photography selain

    objek-objek yang ada dijalan, diantaranya adalah mengambil aktivitas

    manusia dalam sehari-hari, kegiatan alat transportasi dan sangat banyak

    hal dan kejadian diluar sana yang menarik untuk diabadikan. Masalah

    teknis bukan hal penting dalam street photography, melainkan tentang

    bagaimana menangkap momentum dengan tepat sehingga foto mampu

    bercerita yang didukung dengan keindahan didalamnya. Kategori-kategori

    foto seperti Humanisme, protaiture, arsitektur, landscape, dan budaya

    merupakan gabungan munculnya street photography.

    Dalam street photography warna menjadi elemen penting agar foto

    mampu bercerita dan mengeluarkan simbol-simbolnya. Namun terkadang

    elemen warna dapat mengganggu foto dalam bercerita. Oleh karena itu

    banyak fotografer menggunakan hitam putih agar foto menjadi lebih kuat

    dalam bercerita, tapi jika warna tersebut malah menguatkan isi maka

  • 24

    sebaiknya warna tetap dipertahankan. Untuk membangun suasana dan

    mood sebuah foto, warna mempunyai peranan penting dilihat dari nilai

    dan sifat (Darmaprawira, 2002, h. 45-48)

    2.4 Tradisi Retorika

    2.4.1 Definisi Retorika

    Retorika didefinisikan sebagai seni membangun argumentasi dan

    seni berbicara. Dalam perkembangannya, retorika juga mencakup proses

    untuk menyesuaikan ide dengan orang dan menyesuaikan orang dengan

    ide melalui berbagai macam pesan. Retorika memberi perhatian pada

    aspek proses pembuatan pesan atau symbol. Prinsip utama disini adalah

    bagaimana menggunakan symbol yang tepat dalam menyampaikan

    maksud yang berkaitan dengan proses pembuatan pesan (message

    production) (Craig, 1999, h. 135-136).

    Masalah komunikasi dalam tradisi retoris dikandung sebagai

    urgensi sosial yang dapat dipecahkan melalui penggunaan wacana untuk

    membujuk khalayak (Bitzer,1968). Kemampuan dalam merancang pesan

    yang memadai menjadi perhatian yang penting dalam kajian komunikasi.

    Factor-faktor nilai, ideologi, budaya, dan sebagainya yang hidup dalam

    suatu organisasi media atau dalam diri individu merupakan factor yang

    menentukan dalam proses pembuatan pesan. Bahwa pesan dihasilkan

    melalui proses yang melibatkan nilai-nilai, kepentingan, pandangan hidup

    tertentu dari manusia yang menghasilkan pesan (Craig, 1999, h. 135-136)

    Pusat dari tradisi retorika adalah 5 karya agung retorika yakni :

    penemuan, penyusunan, gaya, penyampaian dan daya ingat. Semuanya

  • 25

    adalah elemen-elemen dalam mempersiapkan sebuah pidato, sedangkan

    pidato orang Yunani dan Roma kuno berhubungan dengan ide-ide

    penemuan, pengaturan ide, memilih bagaimana membingkai ide-ide

    tersebut dengan bahasa serta akhirnya penyampaian isu dan daya ingat.

    Penemuan, mengacu pada konseptualisasi yakni proses menentukan

    makna dari simbol melalui interpretasi, respons terhadap fakta yang tidak

    mudah ditemukan pada apa ayang telah ada, tetapi menciptakannya

    melalui penafsiran dari kategori-kategori yang digunakan.

    Penyusunan, adalah pengaturan simbol-simbol, menyusun

    informasi dalam hubungannya di antara orang-orang, simbol-simbol dan

    konteks yang terkait. Gaya, berhubungan dengan semua anggapan yang

    terkait dalam penyajian dari semua simbol tersebut, mulai dari memilih

    sistem simbol sampai makna yang diberikan pada semua simbol tersebut,

    sebagaimana dengan semua sifat dari simbol, mulai dari kata-kata dan

    tindakan sampai pada busana dan perabotan. Penyampaian, menjadi

    peerwujudan dari simbol-simbol dalam bentuk fisik, mencakup pilihan

    nonverbal untuk berbicara, menulis dan memediasikan pesan. Dan daya

    ingat, tidak lagi mengacu pada penghafalan pidato, tetapi cakupan yang

    lebih besar dalam mengingat budaya sebagaimana dengan proses persepsi

    yang berpengaruh pada bagaimana kita menyimpan dan mengolah

    informasi.

    2.4.2 Retorika Visual

    Retorika visual membawa pemahaman bagaimana gambar visual

    mempunyai arti. Tidak hanya mengenai desain atau gambar, retorika

  • 26

    visual juga berbicara tentang budaya dan makna yang tercermin di dalam

    karya visual tersebut. Penerapan proses simbolis pada gambar dalam

    berkomunikasi merupakan fokus dari retorika visual. Hingga pada tahun

    1970 gambar visual dimasukkan ke dalam studi retorika melalui

    pertemuan Konferensi Nasional Retorika yang diselenggarakan oleh

    Speech Communication Association (Sloan dalam Foss, 2005, h.141).

    Retorika visual adalah gambar yang dihasilkan oleh rhetors yang

    menggunakan simbol-simbol visual untuk tujuan berkomunikasi. Retorika

    visual adalah produk dari tindakan kreatif, seperti sebuah lukisan, foto,

    iklan, atau bangunan. Gambar yang termasuk dalam ranah retorika visual

    memiliki fungsi sebagai retorik atau persuasif, selain itu juga terdapat

    estetika dan manfaat retorika visual. Misalnya karya seni serta iklan, tidak

    hanya menjadi alat komunikasi tetapi juga menjadi menarik.

    Tidak semua objek visual merupakan retorika visual terdapat tiga

    karakteristik dari retorika visual. Gambar harus simbolik, melibatkan

    intervensi manusia, dan disajikan kepada audien untuk tujuan

    berkomunikasi dengan audien tersebut (Foss, 2005,h. 141):

    a. Symbolic Action

    Retorika visual seperti semua komunikasi, yang merupakan sistem

    tanda. Dalam arti sederhana, tanda berkomunikasi apabila terhubung ke

    obyek lain. Sebagai contoh, karena perubahan daun di musim gugur

    dihubungkan dengan tindakan menghentikan mobil saat mengemudi.

    Untuk memenuhi syarat sebagai retorika visual, gambar harus melampaui

    fungsinya sebagai tanda, dan menjadi simbolik, dengan hanya gambar

  • 27

    tersebut secara tidak langsung terhubung pada referensinya. Bentuk dan

    warna tanda berhenti, misalnya, tidak memiliki hubungan alami untuk

    tindakan menghentikan mobil karena sedang didorong. Dimensi-dimensi

    dari tanda tersebut disiptakan oleh seseorang yang membutuhkan cara

    untuk mengatur lalu lintas.

    b. Human Interview

    Retorika visual melibatkan beberapa jenis dari tindakan manusia.

    Manusia terlibat dalam retorik visual ketika mereka terlibat dalam proses

    penciptaan gambar misalnya lukisan cat air atau mengambil foto. Proses

    ini melibatkan keputusan yang disadari untuk berkomunikasi serta pilihan

    yang disadari tentang strategi untuk membuat fungsi di bidang-bidang

    seperti warna, bentuk, media, dan ukuran. Intervensi manusia dalam

    retorika visual mungkin juga menganggap bentuk dari pengubahan gambar

    visual non-retorik menjadi retorika visual. Misalnya, pohon tidak secara

    inheren menjadi retorika visual. Pohon tersebut dimaknai seperti itu hanya

    ketika manusia memutuskan untuk menggunakan pohon sebagai retorika,

    seperti ketika mereka dibawa ke rumah-rumah unruk melambangan Natal

    hari libur atau keika mereka digunakan pada brosur oleh para aktifis

    lingkungan untuk menciptakan seruan tentang kasus-kasus lingkungan.

    Retorika visual memerlukan tindakan manusia baik dalam proses

    penciptaan atau dalam proses penafsiran.

  • 28

    c. Presence of Audience

    Elemen visual yang diatur dan dimodifikasi oleh ahli retorik tidak

    hanya untuk mengekspresikan diri sendiri. Meskipun itu mungkin motif

    utama bagi pencita suatu gambar, tetapi juga untuk berkomunikasi dengan

    audien. Pencipta dari suatu gambar dapat menjadi audien terhadap

    gambarnya sendiri, dan audien sendiri tidak perlu menjadi ahli retorik .

    Sebuah perspektif retorika pada citra visual juga ditandai dengan

    perhatian khusus pada satu atau lebih dari tiga aspek visual yaitu sifat, fungsi,

    dan evaluasi (Foss, 2004,h. 303).

    a. Nature of Image

    Deskripsi sifat retorika visual melibatkan perhatian dua elemen

    komponen, yaitu elemen yang dipresentasikan dan elemen yang disarankan.

    Dalam tahap ini terdapat penjelasan mengenai elemen-elemen yang disajikan

    sebagai ruang yang menyangkut massa dan ukuran gambar. Setelah itu

    mengindentifikasi unsur-unsur yang disarankan yaitu konsep, ide, tema, dan

    kiasan, dimana audien bisa menyimpulkan elemen-elemen yang disajikan

    tersebut. Analisis elemen yang disajikan memungkinkan kita untuk

    memahami unsur-unsur komunikatif utama dari suatu gambar, dan secara

    konsekuensi untuk membantu mengembangkan makna dan gambar oleh

    audien.

    b. Function of Image

    Perspektif fungsi disini adalah menjelaskan bagaiman gambar dapat

    beroprasi untuk audien. Berbeda dengan tujuan, fungsi disini meliputi efek

    dari intensitan pembuat gambar. Perspektif tentang gambar visual tidak

  • 29

    melihat niat pencipta sebagai alat untuk menentukan kebenaran interpretasi

    dari sebuah karya. Audien sebagai komunikan atau peneliti dapat melihat

    biografi dan sejarah tentang pembuatan karya visual, tetapi pembuat karya itu

    sendiri belum tentu mampu menjelaskan secara verbal tujuan dan motivasi

    mereka dalam karya visual-nya.

    c. Evaluation of Image

    Beberapa peneliti memilih untuk mengevaluasi gambardengan

    menggunakan kriteria dari berbagai fungsi gambar tersebut. Dalam hal ini

    peneliti mungkin tertarik untuk menilai gambar yang bisa dilakukan dengan

    berbagai cara. Jika fungsi gambar adalah untuk mengenang seseorang atau

    tokoh, misalnya seperti evaluasi yang melibatkan fungsi media, warna,

    bentuk, dan konten yang sebenarnya untuk mencapai fungsi keseluruhan pada

    gambar.

    Dalam Rhetorical Visions: Reading and Writing in a Visual Culture,

    Wendy Hesford dan Brenda Jo Brueggemann, mengungkapkan jika analisis

    fotografi melibatkan gambar dalam hal subyek/konten, audien/konteks, dan

    perspektif. Semua dari elemen itu disebut segitiga retoris. Segitiga retoris

    digunakan peneliti sebagai panduan untuk menjabarkan visual rhetoric street

    photography dalam memaknai kesenjangan sosial di kota Malang. Penjabaran

    segitiga retoris adalah sebagai berikut:

    1. Subject/ Content:

    a. Subyek gambar, penampilan dan sudut pandang.

    b. Komponen gambar, pengaturan, penggunaan warna, dan point

    of interest.

  • 30

    c. Jenis-jenis elemen naratif apa yang diceritakan. Kronologi

    sebelum atau sesudah gambar.

    2. Audience and Context:

    a. Dari konteks sejarah dan budaya mana gambar tersebut

    muncul.

    b. Konteks sejarah dan budaya dimana gambar terlihat oleh

    audien.

    c. Pesan/gambar itu sendiri, dan bagaimana konteks sejaraah dan

    budaya membentuk tema atau topik tertentu yang disajikan.

    3. Perspective:

    a. Sudut pandang fotografer dari sudut kamera.

    b. Frame dari bentuk subjek.

    c. Penggunaan kamera untuk membentuk ilusi keintiman, atau

    rasa jarak.

    Subjek/Konten Audien/konteks

    Perspektif

    Gambar 2.1 Segitiga Retorika Visual

  • 31

    Dalam kaitannya dengan ilmu komunikasi, visual adalah sebagai

    pesan (message) yang disampaikan dalam bentuk gambar yang dicetak di

    atas kertas foto atau dapat berupa video dan pesan suara. Dalam

    komunikasi massa pesan atau makna terdiri dari dua aspek, yakni isi pesan

    (the content of message) dan lambang (symbol) untuk

    mengekspresikannya. Lambang yang disampaikan pun beraneka. Lambang

    utama pada radio adalah bahasa lisan, pada surat kabar adalah tulisan,

    gambar (karikatur, foto), sedangkan pada film dan televisi adalah gambar

    yang hidup.

    Sehingga dapat disimpulkan bahwa retorika visual adalah makna,

    budaya, ataupun arti yang tersirat dalam gambar ataupun audiovisual yang

    ada. Sehingga dapat diartikan juga bahwa retorika visual adalah

    bagaimana gambar, audio atau video tersebut dalam melakukan

    komunikasi dengan audiens, sehingga audiens dapat memaknai makna-

    makna tesirat yang ada di dalam gambar dan audiovisual tersebut.

    Retorika visual yang dimaksud dalam penelitian, yaitu berupa

    gambar mengenai Kota dan kesenjangan sosial antara masyarakat kaya dan

    miskin, masyarakat perkotaan dan pedesaan, masyarakat yang tinggal di

    tempat kumuh dan masyarakat yang tinggal di perumahan. Melalui visual

    tersebut pasti terdapat makna-makna yang tersimpan dan juga melekat di

    dalamnya. Pemaknaan yang telah diberikan tersebut tergantung dari

    pengetahuan dan juga pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing

    individu. Fotografer dengan dasar pengetahuan dan pengalamannya

    sendiri, yang lebih banyak berkutat dalam dunia visual tentunya memiliki

  • 32

    pemaknaan yang lain terhadap Kota dan kesenjangan sosial didalamnya

    yang terjadi tersebut, yang dalam penelitian ini khususnya di Kota Malang.

    2.5 Kerangka Berfikir Penelitian

    Bagan 2.1 Kerangka Berfikir Penelitian

    Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2016

    Keterangan:

    Alur pemikiran penelitian di atas adalah bagaimana proses

    pembuatan makna yang berasal dari pandangan fotografer dalam melihat

    isu kesenjangan sosial yang ada di Kota Malang. Proses tersebut diawali

    Street Photographer

    Fenomena Kota dan

    Kesenjangan Sosial

    Tujuan

    Perspective/The Rethor

    Gaze

    Audience/Context Subject/Content

    Proses Pembuatan Makna

    Retorika Visual

  • 33

    oleh sudut pandang street fotografer dalam melihat isu kesenjangan sosial

    yang kemudian di interpretasikan menjadi foto-foto yang mempunyai

    tujuan tertentu, salah satunya untuk menyampaikan pemaknaan atau

    content yang dimaksudkan oleh street fotografer kepada pembaca.

    Kemudian dalam proses selnajutnya terdapat tiga bagian dari metode

    visual rethoric untuk menjabarkan proses pembuatan maknanya.

  • 34

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Jenis Penelitian

    Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan paradigma konstruktif

    dengan pendekatan kualitatif. Paradigma konstruktif dilakukan karena dalam

    penelitian ini akan dilakukan pengamatan secara mendalam tentang suatu

    realitas atau objek penelitian untuk mengetahui makna atau arti dari objek

    yang diamati (Hidayat, 2003, h. 3). Sedangkan pendekatan kualitatif

    digunakan karena penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan secara

    mendalam hasil pengamatan yang dihubungkan dan dibahas berdasarkan teori

    yang ada dimana peneliti lebih memfokuskan pada aspek kualitas

    pembahasannya bukan aspek kuantitas (Kriyantono, 2006, h. 58). Dalam

    konteks penelitian ini peneliti akan menggali pesan dan fungsi tentang kota

    dan kesenjangan sosial di Kota Malang melalui street photography ditinjau

    dari teori segitiga retoris Wendy Hesford dan Brenda Jo Brueggemann.

    Dalam penelitian ini peneliti juga menggunakan analisis deskriptif yang

    digunakan untuk memaparkan hasil pengamatan menggunakan prosedur

    ilmiah untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan (Sugiyono, 2011, h.

    45). Penelitian deskriptif yang dilakukan peneliti hanya sebatas memaparkan

    saja tidak menguji hipotesis atau mengukur variabel penelitian yang diteliti.

    Penelitian ini menggunakan teori retorika visual untuk membahas dan

    menjabarkan makna atau pesan serta fungsi yang tergambar pada foto yang

    dipamerkan dengan tema kota dan kesenjangan sosial yang ada di Kota

  • 35

    Malang. Foto yang dianalsis berjumlah 20 foto yang merupakan hasil foto

    terbaik dari peserta lomba.

    3.2 Fokus Penelitian

    Fokus penelitian merupakan pokok permasalahan atau tujuan penelitian

    yang akan dibahas secara mendalam dalam penelitian. Adapun fokus dalam

    penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menganalisis proses pembuatan

    pesan dan fungsi yang disampaikan fotografer melalui media street

    photography tentang kota dan kesenjangan sosial di Kota Malang

    menggunakan retorika visual.

    3.3 Objek Penelitian

    Objek dalam penelitian ini adalah street photography yang dipamerkan

    berjumlah 20 foto pilihan kurator foto.

    3.4 Unit Analisis

    Menurut Hamidi (2005, h. 75-76) menyatakan bahwa unit analisis

    adalah satuan yang diteliti yang bisa berupa individu, kelompok, benda atau

    suatu latar peristiwa sosial seperti misalnya aktivitas atau kelompok sebagai

    subjek penelitian. Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah berupa

    bagian atau elemen terkecil yang dapat membangun pesan dalam setiap foto,

    meliputi komponen gambar, point of interest, penggunaan warna, kemudian

    meliputi dari konteks dan budaya mana gambar tersebut muncul, serta

    perspektif sudut pandang fotografer dari sudut mata lensa kamera.

    3.5 Sumber Data dan Jenis Data

    Moleong (2007, h. 470) mengatakan bahwa sumber data utama dalam

    penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data

  • 36

    tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dimana data penelitian didapatkan

    melalui dua sumber data, yaitu:

    1. Data primer

    Data primer adalah data umum atau data yang paling utama

    dalam penelitian. Data primer dalam penelitian ini adalah berupa

    informasi dan deskripsi terkait dengan street photography tentang

    kota dan kesenjangan sosial di Kota Malang.

    2. Data Sekunder

    Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak

    langsung yang berasal dari sumber tertulis, seperti buku, jurnal,

    dokumen pribadi atau resmi, dan majalah ilmiah. Sumber data

    sekunder dalam penelitian ini berupa 20 street photography yang

    yang sudah mendapatkan kurasi dari kurator foto pada pameran

    street photography.

    Kedua data tersebut digunakan untuk menjabarkan proses pembuatan

    pesan menggunakan retorika visual melalui media street photography.

    3.6 Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

    1. Wawancara

    Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan

    data berupa wawancara. Salah satu metode pengumpulan data yang

    digunakan secara langsung untuk memperoleh informasi adalah

    wawancara (Kriyantono, 2006, h. 100). Model wawancara dalam

  • 37

    penelitian ini menggunakan wawancara semistruktur. Pada wawancara

    semistruktur ini, peneliti mempunyai daftar pertanyaan tertulis, tapi

    peneliti juga berhak untuk menanyakan pertanyaan secara bebas,

    terarah dan berada pada jalur pokok permasalahan.

    2. Dokumentasi

    Dokumentasi bertujuan untuk mendapatkan informasi yang

    mendukung analisis dan interpretasi data. Dokumen bisa berbentuk

    berita-berita surat kabar, majalah, foto, memo dan lain sebagainya

    (Kriyantono, 2006, h. 120). Dalam hal ini peneliti mengumpulkan foto

    dari beberapa fotografer sebagai dokumentasi untuk di analisis.

    3.7 Teknik Analisis Data

    Analisis data menurut moleong (2007, h. 248), adalah upaya yang

    dilakukan untuk mengolah, mengorganisasikan data, memilah-milahnya

    menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan

    menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan

    memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Berdasarkan

    definisi di atas dapat disimpulkan bahwa langkah awal dari analsis data

    adalah mengumpulkan data yang ada, menyusun secara sistematis, kemudian

    mempresentasikan hasil penelitiannya kepada orang lain.

    Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis foto dalam

    penelitian ini adalah menggunakan teori retorika visual yang dikembangkan

    oleh Wendy Hesford dan Brenda Jo Brueggemann (2006, h. 26). Menurutnya

    analsis fotografi melibatkan gambar dalam hal subjek/konten, audien/konteks,

    dan perspektif. Semua dari elemen itu disebut segitiga retoris. Teori segitiga

  • 38

    retoris digunakan peneliti sebagai paduan untuk menjabarkan pesan visual

    yang ada pada media street photography. Segitiga retoris dianggap mampu

    membedah foto tidak dilihat melalui sisi keindahannya, namun juga

    bagaimana foto mampu menjadi media penyampaian pesan.

    1. Subjek/konten

    a. Subjek gambar, penampilan gambar, dan pandangan.

    b. Komponen-komponen gambar, pengaturan susunan

    komponen, penggunaan warna, dan point of interest.

    c. Jenis-jenis elemen naratif yang dihadirkan, apa yang

    diceritakan oleh gambar ? apakah ada kronologi sebelum

    atau sesudah gambar diciptakan ?

    2. Audien/konteks

    a. Dari konteks sejarah dan budaya mana gambar tersebut

    muncul.

    b. Konteks sejarah dan budaya dimana gambar terlihat dan

    terbaca oleh audien.

    c. Bagaimana konteks sejarah dan budaya membentuk tema

    atau topik tertentu dalam gambar

  • 39

    3. Perspektif

    a. Sudut pandang fotografer dan sudut mata lensa kamera

    b. Bingkai/frame dari bentuk objek

    c. Penggunaan teknik kamera untuk menstabilkan ilusi yang

    intim atau rasa jarak seperti dekat/jauh.

    Subjek/Konten Audien/Konteks

    Perspektif

    Gambar 3.1 Segitiga Retorika Visual

  • 40

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Street Photography Sebagai Media Dalam Menyampaikan Pesan

    Street photography digunakan fotografer sebagai sebuah medium

    untuk berkomunikasi. Melalui street photography fotografer membentuk

    sebuah pesan atau simbol dalam menyampaikan pesan. Simbol-simbol

    ditempat umum seperti jalanan, bangunan, taman serta ruang publik dijadikan

    sebagai pembuat pesan. Agar intrepretasi makna simbol mudah dipahami oleh

    audien fotografer harus paham simbol dan kebudayaan audien yang akan

    melihat foto. Tidak hanya berbagi foto tentang ruang publik beserta isinya,

    pesan yang disajikan pun beragam mengenai kritik sosial, informasi ataupun

    ajakan kepada audien.

    4.2 Analisis Street Photography

    4.2.1 Street Photography oleh Biyan Mudzaky Hanindito

    Biyan Mudzakky Hanindito adalah seorang Fotografer yang lahir

    di Jakarta, 14 Oktober 1995 dan beralamatkan di Perum Java Residence

    B5, Jalan Candi Mendut Selatan VII Blok B Tulusrejo Lowokwaru Kota

    Malang. Dia adalah seorang Mahasiswa. Dalam pameran “Street

    Photography” Biyan menampilkan sebuah foto yang diambil gambarnya

    tanggal 20 April tahun 2016 dengan judul “Main di Lahan Parkir”. Berikut

    adalah identifikasi penjelasan foto tersebut:

  • 41

    Gambar 4.1 Main di Lahan Parkir

    (Malang, 20 April 2016)

    Sumber: Dokumentasi penelitian

    a) Subject/Content

    Subjek utama yang digunakan dalam foto ini adalah anak kecil

    yang terlihat sedang bermain sepeda di area kampus Universitas Brawijaya

    Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Dalam foto tersebut fotografer melihat

    dampak dari pembangunan di Universitas Brawijaya sehingga secara

    simbol fotografer melihat secara nyata dalam foto bahwa tidak terdapat

    sebuah arena bermain bagi anak-anak. Penyimbolan tersebut berdasarkan

    fungsi dari objek yang sebenarnya yaitu sebagai penghubung manusia

    terhadap dua wilayah atau bisa disebut symbolic action (Foss, 2005, h.

    141). Sudut pandang foto anak beserta sepeda yang dinaikinya dan

    diseberang jauh tampak parkir sebuah mobil dipilih karena foto yang

    diambil memang tidak sengaja diambil oleh fotografer di dalam mobil.

    Latar belakang diambilnya foto ini pun dijelaskan bahwa komposisi yang

  • 42

    ditangkap oleh fotografer cukup menarik dan bagus disimbolkan dalam

    elemen trotoar paving yang diibaratkan bahwa pembangunan semakin

    maju artinya anak-anak yang ada di lokasi tersebut menjadi tidak punya

    lahan bermain. Menghubungkan satu objek dengan yang lainnya bisa

    memunculkan pemaknaan lain terhadap konteks yang sudah ada (Galer,

    2002, h.39)

    Komponen yang ada dalam foto dianggap sangat sederhana karena

    menurut pengakuan fotografer jepretan foto yang diambil merupakan

    pengambilan yang natural sehingga komponen yang ada menunjukkan

    adanya kesenjangan di kota Malang melalui elemen anak kecil yang

    bermain di daerah yang sebenarnya bukan tempat untuk bermain

    melainkan kampus yang merupakan tempat untuk belajar dan menuntut

    ilmu, namun karena di daerah tempat tinggal mereka yang tidak jauh dari

    Universitas Brawijaya sudah minim area bermain karena faktor

    pembangunan, sehingga mereka tidak ada pilihan lagi untuk bermain di

    dalam kampus. Meskipun gambar ini diambil secara spontan, namun

    fotografer juga tidak lupa memasukan elemen pattern terlihat dari trotoar

    dan paving sehingga terlihat dinamis serta menciptakan keselarasan dalam

    sebuah foto (Artana, 2014). Sedangkan elemen mobil warna merah yang

    terlihat mewah dan dimiliki oleh orang kalangan menengah keatas

    sedangkan foto anak kecil dengan sepeda yang ada disekitar menunjukkan

    seorang dari kalangan menengah ke bawah. Anak kecil dalam foto ini

    dianggap sebagai Point of Interest yang sangat kuat dalam foto ini.

    Symbolic action dalam foto ini diperlihatkan oleh fotografer melalui

  • 43

    penggabungan komponen-komponen yang ada dalam gambar sebagai

    tanda. Tanda berkomunikasi apabila terhubung dengan objek lain (Foss,

    2005, h.141-152).

    Setting waktu yang digunakan oleh sang fotografer saat mengambil

    foto adalah siang hari sekitar pukul 14.00 WIB – 15.00 WIB berlokasi di

    Universitas Brawijaya Kota Malang secara tidak sengaja diambil dan

    ternyata ketika dianalisis cukup sesuai dengan tema yang dikaitkan

    mengenai kesenjangan yang ada di Kota Malang dimana dalam foto ini

    terlihat dari kesenjangan area bermain untuk anak-anak yang mulai

    berkurang seiring dengan pembangunan yang pesat.

    b) Audience/Context

    Tema yang dibuat adalah tentang ketimpangan pembangunan dan

    tidak adanya lahan bermain untuk anak-anak. Sekumpulan anak kecil

    bersama temannya bersepeda mendatangi wilayah lokasi Universitas

    Brawijaya Malang serta melihat kearah bangunan yang menjulang tinggi

    di sekelilingnya. Konteks yang diambil dalam foto ini adalah tema yang

    berkaitan dengan kesenjangan sosial dimana dalam foto ini fotografer

    melihat kesenjangan yang ada dari elemen dimana kurangnya lahan

    bermain untuk anak-anak, sehingga mereka terpaksa bermain di area

    kampus yang sebenarnya bukan lahan bermain, hal ini menurut fotografer

    dikarenakan pembangunan yang semakin melebar, dan fotografer melihat

    hal itu sebagai sebuah kesenjangan. Serta alat transportasi berupa mobil

    yang terlihat begitu mewah dengan sepeda anak-anak yang digunakan

    yang tersirat kesenjangan sebuah ekonomi di dua kalangan yang berbeda.

  • 44

    Selain itu dilihat dari bangunan gedung yang tinggi sehingga sekumpulan

    anak kecil seperti terkesima melihat bangunan tersebut.

    Simbol foto yang ada dalam satu wilayah dengan berbagai elemen

    yang ada disegmentasikan untuk semua kalangan. Namun, pada dasarnya

    makna yang diambil shoot dalam foto ini menunjukkan adanya perbedaan

    sosial yang terlihat dari sisi alat transportasi dan bangunan gedung yang

    begitu tinggi di sekeliling kumpulan anak kecil yang sedang bersepeda.

    Sebenarnya penentuan segmentasi penting karena untuk

    mengkerucutkan audien yang dimaksud dalam foto tersebut supaya dapat

    memahami pesan dalam foto, namun menurut wawancara peneliti dengan

    fotografer dijelaskan bahwa foto ini tidak disegmentasikan untuk kalangan

    tertentu. Semua kalangan bisa menikmati_foto tersebut, hanya saja untuk

    membaca pesan yang ada dalam foto tersebut tidak semua orang bisa

    memaknainya. Hal ini tentu akan berakibat pada komunikasi yang tercipta

    kurang efektif.

    Pesan_dalam foto itu sendiri berasal dari ide pribadi fotografer

    tanpa melihat audien terlebih dahulu dengan spontan mengambil foto

    ketika lewat di lokasi tempat pengambilan foto tersebut karena pesan yang

    akan disampaikan sesuai dengan tema_Street Photography yang

    menggambarkan kesenjangan yang ada di Kota Malang. Tidak ada survey

    sebelumnya dan memang secara spontan sang fotografer langsung

    mengambil foto dan memahami objek yang dimasukkannya ke dalam foto,

    termasuk elemen yang ada di sekitarnya.

  • 45

    c) Perspective

    Sudut pandang fotografer melalui kamera dalam foto ini adalah

    sudut yang sejajar atau eye-level. Sudut ini dipilih oleh fotografer secara

    spontan karena kondisi sedang berada didalam mobil yang berjalan.

    Namun dengan keterampilannya menggunakan shuteer speed tinggi,

    fotografer mampu mem frezee objek sehingga gambar tidak sampai

    goyang atau blur.

    Berdasarkan segitiga visual rhetoric diatas dapat dijelaskan bahwa,

    fotografer melihat objek yang ada di sekitar terlebih dahulu kemudian baru

    dikaitkan antar komponen yang ada sehingga gambar dapat berkomunikasi antara

    objek dan komponen lain yang ada dalam gambar. Fungsi dari foto tersebut

    menunjukkan adanya kesenjangan sosial yang disimbolkan dengan gambar anak-

    anak yang sedang bermain sepeda di lokasi jalanan/lahan parkir Universitas

    Brawijaya khususnya Fakultas Ilmu sosial dan politik.

    Untuk memperkuat pesan, judul foto disesuaikan dengan narasi yang

    disampaikan yaitu “Pembangunan lingkungan sekitar Universitas Brawijaya yang

    menggebu-gebu dan banyaknya civitas academika UB juga berdampak pada aena

    bermain anak-anak sekitar kampus UB (Jalan Kerto, Watumujur serta Watugong)

    yang makin membuat ramai lingkungan sekitar mereka dengan lalu lalang

    kendaraan mahasiswa sebagai dampak dari pembangunan tersebut.”

  • 46

    4.2.2 Street Photography oleh Dimas Ade Surya Lukito

    Gambar 4.2

    Malang, 21 April 2016

    Sumber: Dokumentasi penelitian

    Seorang fotografer bernama Dimas Ade Surya Lukito lahir di

    Surabaya, 4 Juni tahun 1996 sebagai seorang mahasiswa Brawijaya yang

    beralamat di Jl. Bendungan Sigura-gura barat No.07 Malang. Dalam

    pameran Street Photography Dimas menampilkan sebuah foto yang

    diambil gambarnya tanggal 21 April tahun 2016 dengan judul/caption

    “melihat keluar untuk melihat sisi lain dari tempat yang tidak terjamah

    oleh orang atas yang wajibnya mengamati untuk di realisasikan dan di

    konstruksikan tempat terabaikan.”. Berikut adalah identifikasi penjelasan

    foto tersebut :

  • 47

    a) Subject/Content:

    Objek gambar dalam foto milik Dimas adalah pemandangan jalan

    yang penuh sesak dengan pedagang kaki lima di kiri-kanan bahu jalan.

    Foto yang diambil dari luar mikrolet tetapi seolah-olah diambil dari dalam

    mikrolet, hal inilah yang merupakan sebuah point of interest dimana foto

    difokuskan pada kendaraan yang melewati jalan tersebut dan kerumunan

    para pedagang yang berjualan. Pengambilan foto dilakukan secara spontan

    dimana posisi fotografer berlaku sebagai pejalan kaki yang melihat ke arah

    pasar tumpah dan diambil melalui komponen mikrolet.

    Komponen lain yang ada di dalam foto adalah adanya gerobak

    penjual serta pedagang kaki lima yang di sekelilingnya juga terdapat parkir

    liar kendaraan. Kemudian fotografer juga melihat ada komponen rambu

    lalu lintas adanya pelarangan melewati jalan tersebut. Seluruh komponen

    tersebut menurut sang fotografer adalah komponen yang cukup jelas

    menggambarkan adanya kesenjangan. Kesenjangan yang ingin

    disampaikan melalui foto ini menonjolkan sebuah keadaan dimana tidak

    seharusnya di jalan tersebut ada sebuah pemandangan pasar tumpah dan

    tidak teratur kendaraan yang parkir sehingga sangat kelihatan tidak bersih

    apalagi ketika ada mikrolet yang tiba-tiba berhenti. Hal yang ingin

    disampaikan dalam foto ini adalah mengenai sudut pandang sang

    fotografer dimana ingin menyampaikan bahwa masyarakat pada umumnya

    dan p