analisis rasio ketersediaan dan konsumsi pangan...

14
Jurnal Penelitian, Maret 2015 ANALISIS RASIO KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN STRATEGIS DI KOTA MEDAN Diah Winiarti Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sematera Utara Abstract This study aimed to analysis of availability, consumption, the ratio of strategic food availability and comsuption and consumption patterns. Research in Medan. Sampling method using Multistages Sampling. Methods of analysis using descriptive analysis, ratio, average percentage of expenditure. The results of the study a total of startegic food security for rice in 2009 to 396.587 tons, 11.865 tons of cow meat, 5.069 tons of red chili, and 11.051 tons of red union. in 2011 to 321.870 tons of rice, 7.920 tons of cow meat, to 24.992 tons of red chili, 19.268 tons of red union. in 2013 to 257.235 tons of rice, to 9.845 tons of cow meat, to 10.355 tons of red chili, and to 8.166 tons of red union. Total food consumption strategic in 2009 to 298.401 tons of rice, to 11.272 tons of cow meat, to 4.766 tons of red chili, to 10.756 tons of red union. In 2011 to 210.429 tons of rice, to 7.522 tons of cow meat, to 23.484 tons of red chili, and to 17.611 tons of red union. In 2013 to 229.792 tons of rice, to 1.490 tons of cow meat, to 9.729 tons of red chili, and to 7.464 tons of red union. The ratio of strategic food availability in 2009 lasting only rice food, food security in 2011 also on rice and food security in 2013 shifted to the cow meat. Patterns of consumption with the average total consumption expenditure of strategic food that is Rp. 336. 612/RT/Month. Keywords : Availability, Consumption, Ratio, and Comsumption Patterns Abstrak Penelitian ini bertujuan mengetahui analisis ketersediaan, konsumsi, rasio ketersediaan dan konsumsi pangan strategis dan pola konsumsi. Penelitian di Kota Medan. Metode penarikan sampel menggunakan Multistages sampling. Metode analisis menggunakan analisis deskriptif, rasio, Persentase rata-rata pengeluaran. Hasil penelitian total ketersediaan pangan strategis untuk beras tahun 2009 yaitu 396.587 ton, daging sapi 11.865 ton, cabai merah 5.069 ton, dan bawang merah 11.051 ton. Tahun 2011 untuk beras 321.870 ton, daging sapi 7.920 ton, cabai merah 24.992 ton, dan bawang merah 19.268 ton. Tahun 2013 untuk beras 257.235 ton, daging sapi 9.845 ton, cabai merah 10.355 ton, dan bawang merah 8.166 ton. Total konsumsi pangan strategis tahun 2009 untuk beras yaitu 298.401 ton, daging sapi 11.272 ton, cabai merah 4.766 ton, dan bawang merah 10.756 ton. Tahun 2011 untuk beras 210.429 ton, daging sapi 7.522 ton, cabai merah 23.484 ton, dan bawang merah 17.611 ton. Tahun 2013 untuk beras 229.792 ton, daging sapi 1.490 ton, cabai merah 9.729 ton, dan bawang merah 7.464 ton. Rasio ketersediaan pangan strategis tahun 2009 tahan pangan hanya beras, Tahun 2011 tahan pangan juga pada beras. Tahun 2013 tahan pangan bergeser pada daging sapi. Pola konsumsi masyarakat dengan total rata-rata pengeluaran konsumsi pangan strategis yaitu sebesar Rp. 336.612/RT/Bulan. Kata Kunci : Ketersedian, Konsumsi, Rasio dan Pola konsumsi

Upload: leque

Post on 08-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Jurnal Penelitian, Maret 2015

ANALISIS RASIO KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN

STRATEGIS DI KOTA MEDAN

Diah Winiarti

Program Studi Agribisnis

Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Sematera Utara

Abstract

This study aimed to analysis of availability, consumption, the ratio of strategic food

availability and comsuption and consumption patterns. Research in Medan. Sampling method

using Multistages Sampling. Methods of analysis using descriptive analysis, ratio, average

percentage of expenditure. The results of the study a total of startegic food security for rice in

2009 to 396.587 tons, 11.865 tons of cow meat, 5.069 tons of red chili, and 11.051 tons of red

union. in 2011 to 321.870 tons of rice, 7.920 tons of cow meat, to 24.992 tons of red chili, 19.268

tons of red union. in 2013 to 257.235 tons of rice, to 9.845 tons of cow meat, to 10.355 tons of

red chili, and to 8.166 tons of red union. Total food consumption strategic in 2009 to 298.401

tons of rice, to 11.272 tons of cow meat, to 4.766 tons of red chili, to 10.756 tons of red union.

In 2011 to 210.429 tons of rice, to 7.522 tons of cow meat, to 23.484 tons of red chili, and to

17.611 tons of red union. In 2013 to 229.792 tons of rice, to 1.490 tons of cow meat, to 9.729

tons of red chili, and to 7.464 tons of red union. The ratio of strategic food availability in 2009

lasting only rice food, food security in 2011 also on rice and food security in 2013 shifted to the

cow meat. Patterns of consumption with the average total consumption expenditure of strategic

food that is Rp. 336. 612/RT/Month.

Keywords : Availability, Consumption, Ratio, and Comsumption Patterns

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mengetahui analisis ketersediaan, konsumsi, rasio ketersediaan

dan konsumsi pangan strategis dan pola konsumsi. Penelitian di Kota Medan. Metode penarikan

sampel menggunakan Multistages sampling. Metode analisis menggunakan analisis deskriptif,

rasio, Persentase rata-rata pengeluaran. Hasil penelitian total ketersediaan pangan strategis

untuk beras tahun 2009 yaitu 396.587 ton, daging sapi 11.865 ton, cabai merah 5.069 ton, dan

bawang merah 11.051 ton. Tahun 2011 untuk beras 321.870 ton, daging sapi 7.920 ton, cabai

merah 24.992 ton, dan bawang merah 19.268 ton. Tahun 2013 untuk beras 257.235 ton, daging

sapi 9.845 ton, cabai merah 10.355 ton, dan bawang merah 8.166 ton. Total konsumsi pangan

strategis tahun 2009 untuk beras yaitu 298.401 ton, daging sapi 11.272 ton, cabai merah 4.766

ton, dan bawang merah 10.756 ton. Tahun 2011 untuk beras 210.429 ton, daging sapi 7.522 ton,

cabai merah 23.484 ton, dan bawang merah 17.611 ton. Tahun 2013 untuk beras 229.792 ton,

daging sapi 1.490 ton, cabai merah 9.729 ton, dan bawang merah 7.464 ton. Rasio ketersediaan

pangan strategis tahun 2009 tahan pangan hanya beras, Tahun 2011 tahan pangan juga pada

beras. Tahun 2013 tahan pangan bergeser pada daging sapi. Pola konsumsi masyarakat dengan

total rata-rata pengeluaran konsumsi pangan strategis yaitu sebesar Rp. 336.612/RT/Bulan.

Kata Kunci : Ketersedian, Konsumsi, Rasio dan Pola konsumsi

Jurnal Penelitian, Maret 2015

PENDAHULUAN

Pangan adalah hak asasi manusia.

Orientasi dalam mengkonsumsi pangan

telah bergeser dari perhatian pada komoditas

menjadi perhatian pada nutrisi dan gizi.

Kebutuhan nutrisi oleh tubuh hanya dapat

dipenuhi dengan mengkonsumsi beraneka

ragam pangan. Untuk meningkatkan

ketahanan pangan perlu memperhatikan

sumber daya, kelembagaan dan budaya

lokal, yang salah satunya dilakukan dengan

meningkatkan kesadaran masyarakat untuk

mengkonsumsi beranekaragam pangan atau

memperbaiki pola konsumsinya dengan

prinsip gizi seimbang guna membentuk

sumber daya manusia yang sehat, aktif, dan

produktif.1

Pola konsumsi pangan dipengaruhi

oleh banyak faktor dan pemilihan jenis

maupun banyaknya pangan yang dimakan,

dapat berlainan dari masyarakat ke

masyarakat dan dari negara ke negara. Akan

tetapi, faktor- faktor yang tampaknya akan

mempengaruhi konsumsi pangan dimana

saja di dunia adalah (1) jenis dan banyaknya

pangan yang diproduksi dan tersedia, (2)

Tingkat pendapatan, (3) Pengetahuan gizi.

Apabila jumlah pangan yang ditanam tidak

cukup untuk memberikan makan penduduk

suatu negara, maka resiko kurang gizi akan

tinggi dan gangguan gizi meningkat. Hal ini

menyebabkan keadaan kesehatan buruk dan

produktivitas rendah tidak hanya pada

tingkat lokal tetapi juga pada tingkat

nasional. Oleh sebab itu ahli pertanian

mempunyai peranan sangat penting dalam

pengembangan dan pelaksanaan program

pangan dan gizi. Produksi pangan yang lebih

banyak dan jenis yang beragam, merupakan

langkah pertama menuju ketersediaan

pangan yang cukup untuk penduduk.2

Ketersediaan pangan yang cukup

untuk seluruh penduduk di suatu wilayah

belum menjamin terhindarnya penduduk

dari masalah pangan dan gizi. Kebutuhan

pangan untuk konsumsi rumah tangga

merupakan hal pokok dalam kelangsungan

hidup. Untuk itu, selain ketersediaannya

juga perlu diperhatikan pola konsumsi

rumah tangga atau keseimbangan kontribusi

diantara jenis pangan yang dikonsumsi,

sehingga dapat memenuhi standar gizi yang

dianjurkan. Pola konsumsi pangan rumah

tangga dipengaruhi oleh pola makan

sebagian besar penduduk, ketersediaan

bahan pangan, dan tingkat pendapatan.

Ketersediaan dan konsumsi pangan dapat

menjadi masalah utama yang disebabkan

oleh adanya kekurangan pemenuhan

kebutuhan konsumsi semestinya dimana

pada akhirnya untuk memenuhi ketersediaan

pangan Kota Medan diperlukan adanya

cadangan makanan.3

Cadangan pangan dalam pemenuhan

ketersediaan pangan Kota Medan

merupakan komponen yang sangat penting

dalam penyediaan pangan yang cukup,

beragam, bergizi dan berimbang, baik secara

kuantitas maupun secara kualitas,

merupakan pondasi yang sangat penting

dalam pembangunan sumber daya manusia

suatu bangsa. Kekurangan pangan

berpotensi memicu keresahan berdampak

kepada masalah sosial, keamanan, dan

ekonomi. Pemenuhan pangan yang cukup

dan berkualitas bagi seluruh penduduk

merupakan salah satu tujuan pembangunan

pertanian. Disisi lain penyediaan tersebut

telah dipenuhi dengan baik seperti yang

telah diciri kan oleh pencapaian

keberhasilan mempertahankan swasembada

beras dan peningkatan ketersediaan pangan

lainnya.

Jurnal Penelitian, Maret 2015

Tabel 1. Banyaknya Poduksi, Barang Masuk (Impor), Barang Keluar (Ekspor) Dan Persediaan

Domestik Bahan Pangan Strategis Kota Medan Tahun 2013

No Bahan pangan

strategis

Produksi

(Keluaran)

Perubahan

Stock

Barang Masuk

(Impor)

Barang Keluar

(Ekspor)

Persediaan

Domestik

1 Beras 9.866 9.762 413.350 175.743 237.711

2 Bawang Merah - - 21.877 13.711 8.166

3 Cabe Merah 161 - 10.668 476 10.353

4 Daging Sapi 1.070 2 8.773 - 1.569

Sumber: BKP Medan, 2014

Dilihat dari tabel di atas bahwa Impor

bahan pangan strategis Kota Medan yang

terbesar adalah dari jenis pangan beras yakni

sebesar 413.350 ton, urutan kedua jenis

bahan pangan berasal dari bawang merah

yakni sebesar 21. 877 ton dan yang terkecil

adalah daging sapi yakni sebesar 8.773 ton.

Ekspor bahan pangan strategis yang terbesar

adalah dari jenis bahan pangan beras yakni

sebesar 175.743 ton, urutan kedua jenis

bahan pangan berasal dari bawang merah

yakni sebesar 13.711 ton dan yang terkecil

adalah daging sapi karena tidak ada yang

diekspor dan dapat dilihat bahwa persediaan

pangan strategis yang terbanyak yaitu pada

beras.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Dan Laju

Pertumbuhan Penduduk

Tahun Jumlah

Penduduk

Laju

Pertumbuhan

Penduduk (%)

2009 2.121.053 0,90

2010 2.097.710 (1,10)

2011 2.117.224 0,93

2012 2.122.804 0,26

2013 2.135.516 0,60

Sumber : BKP Medan, 2014

Berdasarkan data BPS Kota Medan

diketahui ada penurunan jumlah penduduk

Kota Medan dari 2.121.053 jiwa pada tahun

2009 menjadi 2.097.710 jiwa pada tahun

2010 (hasil Sensus Penduduk tahun 2010

penduduk Kota Medan) dengan laju

pertumbuhan penduduk sebesar -1,10%.

Sedangkan pada tahun 2011, jumlah

penduduk Kota Medan mengalami

peningkatan menjadi 2.117.224 jiwa atau

tumbuh sebesar 0,93% dari tahun

sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2012

penduduk Kota Medan sebanyak 2.122.804

jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk

sebesar 0,26% dari tahun sebelumnya. Laju

pertumbuhan penduduk Kota Medan tahun

2013 sebesar 0,60% dari tahun sebelumnya

yakni menjadi 2.135.516 Jiwa.

Pemenuhan kebutuhan pangan dapat

dilihat dari total konsumsi penduduk Kota

Medan yang dapat diketahui dengan

mengalikan konsumsi pangan per orang

dengan jumlah penduduk. Pemenuhan

pangan dipengaruhi oleh adanya

peningkatan jumlah penduduk. Hal ini

berarti jika jumlah penduduk meningkat

maka kebutuhan konsumsi akan meningkat

yang akhirnya menyebabkan kebutuhan

akan pangan meningkat pula. Oleh sebab itu

ketersediaan pangan menjadi suatu hal yang

penting untuk diperhatikan.

Dengan demikian, maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul “Analisis Rasio Ketersediaan Pangan

Dan Konsumsi Pangan di Kota Medan”.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode

deskriptif yaitu suatu metode penelitian

yang ditunjukkan untuk menggambarkan

fenomena-fenomena yang ada, yang

berlangsung saat ini atau saat yang lampau.

Penelitian deskriptif dapat mendeskripsikan

suatu keadaan saja, tetapi dapat juga

mendeskripsikan keadaan dalam tahapan-

tahapan perkembangannya.

Metode penentuan daerah penelitian

dilakukan secara sengaja (purposive).

Lokasi penelitian bertempat di Kota Medan.

Jenis penelitian deskriptif ini

menggambarkan dan menganalisa

ketersediaan pangan dan konsumsi pangan

di Kota Medan, dengan empat komoditas

pangan strategis di Kota Medan

Jurnal Penelitian, Maret 2015

Penentuan sampel penelitian ini

adalah dengan cara proportionate stratified

random sampling yaitu mengambil sampel

secara strata acak sederhana berdasarkan

banyaknya jumlah. Populasi dalam

penelitian ini adalah petani yang melakukan

konversi lahan pertanian baik itu yang

melakukan sebagian konversi, maupun

melakukan konversi seluruhnya.

Populasi pada penelitian ini adalah

rumah tangga di Kota Medan sebanyak

493.366 RT dengan asumsi bahwa rumah

tangga tersebut mengkonsumsi pangan

strategis seperti beras, cabai merah, bawang

merah, dan daging sapi. Penentuan sampel

dilakukan dengan cara pengambilan

bertahap ganda (Multistages Sampling)

yaitu pengambilan sampel yang dilakukan

melalui tahap-tahap dengan menggunakan

dua atau lebih tahapan.4

Tahapan-tahapan pelaksanaan yaitu

sebagai berikut :

1. Di Kota Medan secara sengaja

(purposive) dipilih 3 (tiga) kecamatan

yaitu Kecamatan Medan Deli, Medan

Marelan, dan Medan Helvetia dengan

berdasarkan pertimbangan bahwa

kecamatan yang dipilih dapat

mewakili secara demografis dan

jumlah rumah tangga yang terbanyak

sehingga mempengaruhi tingkat

konsumsi dan pola konsumsi nya.

2. Dari kecamatan terpilih secara sengaja

(purposive) diperoleh populasi jumlah

sebanyak 105.427 RT.

3. Penarikan responden dilakukan secara

acak sederhana (simple random

sampling), yaitu setiap kecamatan

diambil responden sesuai jumlah

sampel setiap lokasi penelitian

sehingga secara keseluruhan sampel

yang dapat mewakili populasi

berjumlah 75 rumah tangga

(responden). Dengan asumsi bahwa

rumah tangga tersebut mengkonsumsi

beras, cabai merah, bawang merah dan

daging sapi.

Data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini terdiri dari data sekunder dan

data primer. Data primer diperoleh dari hasil

wawancara langsung kepada petani sebagai

responden dengan menggunakan daftar

pertanyaan (questioner) yang telah

dipersiapkan sebelumnya. Sedangkan data

sekunder diperoleh dari instansi-instansi

terkait.

Menyelesaikan masalah satu yaitu

bagaimana mengetahui tingkat ketersediaan

pangan strategis di Kota Medan, digunakan

analisis deskriptif dengan cara melihat data

ketersediaan pangan strategis di Kota

Medan. Data tersebut bersumber dari Badan

Ketahanan Pangan Kota Medan Ketersediaan pangan wilayah untuk

suatu komoditas tertentu dapat

diformulasikan sebagai berikut :

Dimana:

KTSP : ketersediaan pangan untuk

dikonsumsi manusia (ton/tahun)

PROD : produksi pangan domestik

(ton/tahun)

(IP-XP) : net impor (IP adalah impor, XP

adalah ekspor) (ton/tahun)

SP : stok pangan yang dikeluarkan

(ton/tahun)

Setelah ketersediaan pangan untuk

dikonsumsi manusia diketahui dilakukan

konversi angka untuk dikonsumsi manusia

dalam ton per tahun ke dalam gram per

kapita per hari. Ketersediaan pangan

wilayah untuk suatu komoditas tertentu

(gram/kap/hari) dapat diformulasikan

sebagai berikut:

𝐾𝑆𝑃𝐾𝑇𝑆𝑃

∑ 𝑝 𝑋 365 ℎ𝑎𝑟𝑖

Dimana :

KSP : Ketersediaan pangan

(Gram/Kap/Hari)

KTSP : ketersediaan pangan untuk

dikonsumsi manusia (ton/tahun)

∑p : Jumlah Penduduk (jiwa)5

Menyelesaikan masalah kedua yaitu

bagaimana mengetahui tingkat konsumsi

pangan strategis di Kota Medan, digunakan

analisis deskriptif dengan cara melihat data

konsumsi pangan strategis pertahun di Kota

Medan. Data tersebut bersumber dari Badan

Ketahanan Pangan Kota Medan.

KTSP = PROD + (IP-XP) + SP

Jurnal Penelitian, Maret 2015

Untuk melihat Konsumsi total dapat

dilihat dengan rumus :

Ki = Kt

∑p X 365 hari

Dimana :

Ki : Konsumsi pangan per orang

(Gram/Kap/Hari)

Kt : Konsumsi total (Gram)

∑p : Jumlah Penduduk (jiwa).6

Menyelesaikan masalah ketiga

dilakukan analisis deskriptif dengan

pendekatan rasio ketersediaan pangan

strategis dengan konsumsi pangan strategis

di Kota Medan. Sehingga, rasio ketersediaan

pangan strategis dengan konsumsi pangan

strategis di Kota Medan dirumuskan :

𝑅𝑝𝑖 = 𝐾𝑇𝑆𝑃

𝐾𝑡

Dimana :

Rpi : Rasio pangan di wilayah i

KTSP : ketersediaan pangan untuk

dikonsumsi manusia (ton/tahun)

Kt : Konsumsi total (Ton)

Indikator yakni :

Dikatakan ketahanan pangan bila

jumlah ketersediaan pangan lebih besar 1,2

kali dibanding dengan jumlah konsumsi

pangan:

Tidak tahan pangan (rawan pangan) jika

RP < 0,8

Tahan pangan tetapi kurang terjamin

jika 0,8 < RP < 1,2

Tahan pangan terjamin jika RP > 1,2.7

Untuk Menyelesaikan masalah 4

digunakan analisis deskrifptif dengan

mentabulasi jumlah pengeluaran konsumsi

pangan dan dengan menghitung rata-rata

pengeluaran konsumsi pangan dengan

formulasi sebagai berikut:

% rata- rata pengeluaran

konsumsi pangan

:

Jumlah Pengeluaran Konsumsi Pangan

X 100 % Jumlah Total

Pengeluaran Rumah

Tangga

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ketersediaan Pangan Strategis

Penyediaan pangan yang cukup,

beragam, bergizi dan berimbang, baik secara

kuantitas maupun secara kualitas,

merupakan pondasi yang sangat penting

dalam pembangunan sumber daya manusia

suatu bangsa. Kekurangan pangan

berpotensi memicu keresahan berdampak

kepada masalah sosial, keamanan, dan

ekonomi. Pemenuhan pangan yang cukup

dan berkualitas bagi seluruh penduduk

merupakan salah satu tujuan pembangunan

pertanian.

Disisi lain penyediaan tersebut telah

dipenuhi dengan baik seperti yang telah

diciri kan oleh pencapaian keberhasilan

mempertahankan swasembada beras dan

peningkatan ketersediaan pangan lainnya.

Keseimbangan pangan yang menuju kepada

keseimbangan gizi senantiasa menjadi salah

satu perhatian pemerintah. Keseimbangan

gizi artinya adanya keseimbangan antara

zat-zat yang diserap tubuh melalui makanan

yang dimakan yaitu kalori, protein dan

lemak sehingga manusia senantiasa berada

dalam keadaan sehat. Untuk lebih jelasnya

ketersediaan pangan di Kota Medan dapat

dilihat sebagai berikut :

Ketersediaan Beras

Ketersediaan beras diketahui dari

penjumlahan produksi beras, stok, dan net

impor yang didapat dari selisih ekspor dan

impor. Total ketersediaan beras pada tahun

2009 sebesar 306.587 ton, pada tahun 2011

sebesar 321.870 ton, dan pada tahun 2013

sebesar 257.235 ton. Produksi beras Kota

Medan pada tahun 2009 hanya menyumbang

sebesar 9.287 ton dari total ketersediaan

sisanya 297.300 diperoleh dari impor dari

luar Medan, sedangkan stok tidak ada untuk

membantu ketersediaan beras, untuk ekspor

beras Kota Medan tidak ada karena hanya

untuk memenuhi kebutuhan beras Kota

Medan. Pada tahun 2011 produksi beras

menurun menjadi 7.458 ton, mengakibatkan

impor beras naik hampir dua kali lipat dari

impor tahun lalu yaitu sebesar 501.620 ton.

Dengan stok beras dari tahun lalu sebesar

52.096 ton dan dengan mengekspor beras

keluar Medan sebesar 239.304 ton dari total

ketersediaan beras Kota Medan pada tahun

2011. Sedangkan pada tahun 2013 produksi

beras menyumbang hanya sebesar 9.866 ton

dari total ketersediaan beras, dengan impor

beras sebesar 413.350 ton dan stok beras

sebesar 257.235 ton, Kota Medan

Jurnal Penelitian, Maret 2015

mengimpor beras sebesar 175.743 ton.

Akibat tingginya jumlah penduduk di Kota

Medan membuat pemerintah mengimpor

beras untuk mencukupi kebutuhan

masyarakatnya.

Setelah ketersediaan pangan untuk

dikonsumsi manusia diketahui, dilakukan

konversi angka untuk dikonsumsi manusia

dalam ton per tahun kedalam gram per

kapita per hari. Ketersediaan pangan di

wilayah tertentu untuk komoditas beras

dalam satuan gram per kapita per hari.

Didapat bahwa pada tahun 2009

ketersediaan beras sebesar 306.587

ton/tahun, dengan ketersediaan per kapita

0,396 Kg/hari atau 396,013 gram/hari.

Untuk tahun 2011 dengan ketersediaan beras

321.870 ton/tahun, dengan ketersediaan

beras per kapita 0,416 Kg/hari atau 416,506

gram/harinya. Dan untuk tahun 2013 dengan

ketersediaan beras yaitu sebesar 257.235

ton/tahun, dengan ketersediaan per kapita

yaitu 0,330 Kg/hari atau 330,015 Gram/hari.

Ketersediaan Daging Sapi

Ketersediaan daging sapi merupakan

penjumlahan dari produksi daging sapi, stok,

dan impor lalu dikurangi dengan ekspor.

Pada komoditas daging sapi, pemenuhan

ketersediaan di Kota Medan di tahun 2009

sebanyak 11.865 ton, tahun 2011 sebanyak

7.920 ton dan tahun 2013 sebanyak 9.845

ton. Bahwa ketergantungan akan daging sapi

impor pada tahun 2009 sebesar 9.453 ton,

dengan produksi sebesar 2.412 ton dan stok

tidak ada begitu pun ekspor, karena seluruh

ketersediaan daging sapi hanya untuk

memenuhi kebutuhan daging sapi di Kota

Medan. Di tahun 2011 produksi daging sapi

hanya 2.851 ton dengan impor sebesar 5.067

ton, dan stok hanya 2 ton. Dan di tahun 2013

mengalami penurunan produksi dengan

jumlah produksinya hanya 1.070 ton dengan

impor sebesar 8.773 ton dengan stok 2 ton.

Sumbangan impor untuk ketersediaan

yang terlalu besar dibandingkan

produksinya. Ketergantungan impor kurang

menjamin terpenuhinya kebutuhan

penduduk di suatu wilayah. Hal ini

dikarenakan pangan impor umumnya

fluktuatif dari segi kualitas maupun

kuantitasnya, harga yang kurang stabil, dan

distribusi yang kurang merata. Tidak ada

jaminan bahwa pangan impor dapat

menutupi semua kebutuhan penduduk. Oleh

karena itu, impor pangan merupakan jalan

terakhir yang diambil pemerintah dalam

menyediakan pangan untuk penduduk.

Setelah ketersediaan pangan untuk

dikonsumsi manusia diketahui, dilakukan

konversi angka untuk dikonsumsi manusia

dalam ton per tahun kedalam gram per

kapita per hari. Ketersediaan pangan di

wilayah tertentu untuk komoditas daging

sapi dalam satuan gram per kapita per hari.

Didapat bahwa pada tahun 2009

ketersediaan daging sapi sebesar 11.865

ton/tahun, dengan ketersediaan per kapita

0,015 Kg/hari atau 15,326 Gram/hari. Untuk

ketersediaan daging sapi pada tahun 2011

sebesar 7.920 ton/tahun, dengan

ketersediaan per kapita 0,010 Kg/hari atau

10,249 gram/hari. Sedangkan untuk tahun

2013 ketersediaan daging sapi adalah

sebesar 9.845 ton dengan ketersediaan per

kapita 0,013 Kg/hari atau 12,630 gram/hari.

Ketersediaan Cabai Merah

Ketersediaan cabai merah didapat dari

penjumlahan produksi cabai merah dengan

stok dan impor, lalu dikurang dengan

ekspor. Ketersediaan cabai merah di Kota

Medan tahun 2009 sebesar 5.069 ton, tahun

2011 ketersediaan cabai merah sebesar

24.992 ton, dan tahun 2013 ketersediaan

cabai merah sebesar 10.353 ton. Bahwa pada

tahun 2009 bahwa ketersediaan cabai merah

didominasi oleh impor yaitu sebesar 4.534

ton dengan produksi 535 ton sedangkan stok

dan ekspor tidak ada. Pada tahun 2011 impor

mengalami peningkatan ketersediaan cabai

merah menjadi sebsar 24.690 ton dengan

produksi yang semakin menurun yaitu

sebesar 302 ton, begitu pun ditahun

sebelumnya stok dan ekspor pun tidak ada.

Pada tahun 2013 produksi cabai merah yaitu

sebesar 161 ton, ini mengalami kemerosotan

dari tahun sebelumnya. Untuk ketersediaan

cabai merah, Kota Medan mengimpor dari

luar Medan sebesar 10.668 ton untuk

memenuhi kebutuhan akan cabai merah

Jurnal Penelitian, Maret 2015

karena stok tidak ada dan Kota Medan

mengekspor cabai merah sebesar 476 ton.

Setelah ketersediaan pangan untuk

dikonsumsi manusia diketahui, dilakukan

konversi angka untuk dikonsumsi manusia

dalam ton per tahun kedalam gram per

kapita per hari. Ketersediaan pangan di

wilayah tertentu untuk komoditas cabai

merah dalam satuan gram per kapita per hari.

Didapat bahwa pada tahun 2009

ketersediaan cabai merah sebesar 5.069

ton/tahun dengan ketersediaan per kapita

0,006 kg/hari atau 6,547 gram/hari. Untuk

ketersediaan cabai merah pada tahun 2011

sebesar 24.992 ton/tahun, dengan

ketersediaan per kapita 0,032 kg/hari atau

32,340 Gram/hari. Sedangkan tahun 2013

ketersediaan cabai merah adalah sebesar

10.355 ton/tahun dengan ketersediaan per

kapita 0,013 kg/hari atau 13,285 gram/hari.

Ketersediaan Bawang Merah

Ketersediaan bawang merah didapat

dari penjumlahan produksi bawang merah

dengan stok dan impor, lalu dikurang

dengan ekspor. Ketersediaan bawang merah

di Kota Medan tahun 2009 sebesar 11.051

ton. Pada tahun 2011 ketersediaan bawang

merah sebesar 19.268 ton, dan di tahun 2013

ketersediaan bawang merah sebesar 8.166

ton. Ketersediaan bawang merah disumbang

sepenuhnya dari impor luar Kota Medan

baik tahun 2009 sebanyak 11051 ton, tahun

2011 sebanyak 19268 ton dan tahun 2013

sebanyak 21.877 ton. Pada bawang merah

terjadi ketergantungan ketersediaan secara

keseluruhan dari impor. Tidak ada stok

maupun ekspor untuk komoditas bawang

merah di Kota Medan kecuali pada tahun

2013 adanya ekspor bawang merah

sebanyak 13.711 ton. Hal ini dapat membuat

instabilitas ketersediaan pangan di Kota

Medan bila ada gangguan dari daerah

pasokan. Gangguan-gangguan ini dapat

disebabkan oleh produksi yang menurun di

daerah pemasok, bencana alam, atau

kemacetan distribusi pangan tersebut.

Setelah ketersediaan pangan untuk

dikonsumsi manusia diketahui, dilakukan

konversi angka untuk dikonsumsi manusia

dalam ton per tahun kedalam gram per

kapita per hari. Ketersediaan pangan di

wilayah tertentu untuk komoditas bawang

merah dalam satuan gram per kapita per hari.

Didapat bahwa pada tahun 2009

ketersediaan bawang merah sebesar 11.051

ton/tahun dengan ketersediaan per kapita

0,014 Kg/hari atau 14,274 Gram/hari. Untuk

ketersediaan bawang merah tahun 2011

sebesar 19.268 ton/tahun, dengan

ketersediaan per kapita 0,025 kg/hari atau

24,933 Gram/hari. Sedangkan tahun 2013

ketersediaan bawang merah adalah sebesar

8.166 ton/tahun dengan ketersediaan

bawang merah per kapita 0,010 kg/hari atau

10,476 gram/hari.

Konsumsi Pangan Strategis

Konsumsi pangan strategis adalah

besarnya penggunaan bahan pangan suatu

daerah dalam satu tahun oleh sejumlah

penduduk di daerah tersebut. Konsumsi

pangan di Kota Medan umumnya dipenuhi

dari impor pangan luar Kota Medan.

Konsumsi bahan pangan terdiri dari

konsumsi untuk bahan makanan, pakan

ternak, bibit, dan ada yang tercecer saat

panen maupun proses distribusi dari

produsen menuju konsumen. Namun,

konsumsi bahan pangan selalu didominasi

oleh pemakaian sebagai bahan makanan

penduduk. Konsumsi pangan ini dibagi atas

kilogram per hari dan gram per hari. Dan

untuk lebih jelasnya dapat dilihat dan

dijelaskan sebagai berikut :

Konsumsi Beras

Konsumsi beras (local rice/sticky rice)

merupakan konsumsi terbesar dari beberapa

pangan strategis. Hal ini dikarenakan karena

kebiasaan masyarakat yang menjadikan nasi

sebagai makanan utama. Jumlah pemakaian

beras di Kota Medan tahun 2009 sebesar

306.587 ton, tahun 2011 sebesar 217.678

ton, dan tahun 2013 sebesar 237.711 ton.

Pada tahun 2009 pemakaian beras

untuk konsumsi sebagai bahan makanan

sebesar 97,33% dari total pamakaian beras

atau sebanyak 298.401 ton. Sebesar 0,17%

dari total pemakaian beras atau sebanyak

521 ton, digunakan sebagai pakan ternak dan

sisanya tercecer pada saat panen maupun

saat distribusi beras tersebut sampai ke

Jurnal Penelitian, Maret 2015

tangan konsumen, yaitu sebesar 7.665 ton

atau 2,50% dari total pemakaian beras di

Kota Medan. Tidak terdapat pemakaian

beras menjadi bibit pada pemakaian beras di

Kota Medan.

Pada tahun 2011 pemakaian beras

untuk dikonsumsi sebagai bahan makanan

sebesar 96,67% dari total pemakaian beras

atau sebanyak 210.429 ton, sebesar 0,66%

atau sebanyak 1.437 ton digunakan untuk

diolah dan sebanyak 370 ton dari total

pemakaian atau sebesar 0,17% sebagai

pakan ternak dan sisanya 2,50% dari total

pemakaian beras atau sebanyak 5.442 ton

tercecer.

Pada tahun 2013 sebesar 96,67% dari

total pemakaian beras untuk dikonsumsi

sebagai bahan makanan atau sebanyak

229.795 ton. Sebesar 2,50% atau sebanyak

5.943 ton tercecer. Sebanyak 1.569 ton atau

0,66% dari total pemakaian beras diolah dan

sisanya 0,17 atau 404 ton dijadikan pakan

ternak.

Setelah bahan makanan pangan

untuk dikonsumsi manusia diketahui,

dilakukan konversi angka untuk dikonsumsi

manusia dalam ton per tahun kedalam gram

per kapita per hari. Konsumsi pangan di

wilayah tertentu untuk komoditas beras

dalam satuan gram per kapita per hari.

Didapat bahwa pada tahun 2009 konsumsi

beras sebesar 298.401 ton per tahun dengan

konsumsi per kapita 0,385 kg/hari atau

385,439 gram/hari. Untuk konsumsi beras

pada tahun 2011 sebesar 210.429 ton/tahun,

dengan konsumsi beras per kapita 0,272

kg/hari atau 272,299 gram/hari. Sedangkan

tahun 2013 dengan konsumsi beras adalah

sebesar 229.792 ton dengan konsumsi per

kapita 0,295 Kg/hari atau 294,808

gram/hari.

Konsumsi Daging Sapi

Konsumsi total daging sapi (cow

meat) di Kota Medan tahun 2009 sebesar

11.865 ton. Pada tahun 2011 sebesar 7.918

ton dan pafa tahun 2013 konsumsi daging

sapi sebesar 1.573 ton. Daging sapi

merupakan konsumsi daging terbesar

penduduk Kota Medan. pada tahun 2009

konsumsi daging sapi untuk bahan makanan

mencakup 95% yaitu sebesar 11.272 ton dari

total pamakaian daging sapi di Kota Medan.

Daging sapi tidak digunakan untuk pakan

ternak dan bibit. Sebesar 5% dari total

pemakaian daging sapi, tercecer sebanyak

593 ton pada saat distribusi daging hingga

sampai ke konsumen.

Pada tahun 2011 sama halnya di

tahun 2009 yaitu 95% dari total pemakaian

daging sapi untuk konsumsi daging sapi

untuk bahan makanan atau dimakan

sebanyak 7.522 ton dan 5% dari total

pemakaian daging sapi sebesar 396 ton.

Sedangkan pemakaian daging sapi untuk

pakan ternak, bibit, dan diolah tidak ada.

Untuk tahun 2013 mengalami

penurunan jumlah konsumsi daging sapi

untuk dimakan menjadi sebanyak 1.490 ton

atau sebesar 94, 72 % dari total pemakaian

daging sapi, untuk yang tercecer sebesar

4,96 % dari total pemakaian daging sapi atau

sebanyak 78 ton dan adanya pemakaian

daging sapi untuk diolah sebesar 0,33% dari

total pemakaian daging sapi atau sebanyak 5

ton.

Setelah bahan makanan pangan untuk

dikonsumsi manusia diketahui, dilakukan

konversi angka untuk dikonsumsi manusia

dalam ton per tahun kedalam gram per

kapita per hari. Konsumsi pangan di wilayah

tertentu untuk komoditas daging sapi dalam

satuan gram per kapita per hari. Didapat

bahwa pada tahun 2009 konsumsi daging

sapi sebesar 11.272 ton/tahun dengan

konsumsi per kapita 0,014 kg/hari atau

14,560 gram/hari. Untuk konsumsi daging

sapi pada tahun 2011 sebesar 7.522

ton/tahun, dengan konsumsi daging sapi per

kapita 0,010 kg/hari atau 9,734 gram/hari.

Sedangkan tahun 2013 konsumsi daging

sapi adalah sebesar 1.490 ton dengan

konsumsi daging sapi per kapita 0,002

kg/hari atau 1,911 gram/hari.

Konsumsi Cabai Merah

Cabai merah termasuk dalam

golongan sayur-sayuran. Konsumsi cabai

merah merupakan lima terbesar diantara

sayur-sayuran setelah bawang merah,

terong, sawi, dan bawang putih. Konsumsi

total cabai merah (chillies) tahun 2009 di

Jurnal Penelitian, Maret 2015

Kota Medan sebesar 5.069 ton, tahun 2011

sebesar 24.991 ton dan tahun 2013 sebesar

10.354 ton.

pada tahun 2009 sebesar 94,02% dari

pemakaian cabai merah yang digunakan

untuk bahan makanan di Kota Medan atau

sebanyak 4.766 ton cabai merah. Sebesar

0,71% dari total pemakaian cabai merah

digunakan sebagai bibit atau sebesar 36 ton

cabai merah. Dan sisanya yang tercecer

sebesar 5,27% dari total pemakaian cabai

merah atau sebanyak 267 ton, cabai merah

tercecer pada saat panen maupun saat

distribusi sampai ke tangan konsumen.

Pada tahun 2011 dari total pemakaian

cabai merah 93,97% untuk yang dimakan

atau di konsumsi yaitu sebesar 23.485 ton

cabai merah, dengan 1.317 ton atau 5,27%

dari total pemakaian tercecer, dan untuk

diolah sebanyak 12 ton atau 0,05% dari total

pemakaian cabai merah, untuk 0,7 % dari

total pemakaian cabai merah digunakan

sebagai bibit atau sebanyak 177 ton, untuk

pakan ternak tidak ada.

Tahun 2013 untuk pemakaian cabai

merah yang digunakan untuk konsumsi

sebanyak 9.729 ton atau 93,96% dari total

pemakaian cabai merah, digunakan untuk

bibit sebanyak 74 ton atau 0,71% dari total

pemakaian cabai merah. Sebanyak 5 ton

cabai merah diolah atau 0,005% dari total

pemakaian, dan yang tercecer sebesar 5,27%

dari total pemakaian cabai merah atau

sebanyak 546 ton cabai merah.

Setelah bahan makanan pangan untuk

dikonsumsi manusia diketahui, dilakukan

konversi angka untuk dikonsumsi manusia

dalam ton per tahun kedalam gram per

kapita per hari. Konsumsi pangan di wilayah

tertentu untuk komoditas cabai merah dalam

satuan gram per kapita per hari. Didapat

bahwa pada tahun 2009 konsumsi cabai

merah sebesar 4.766 ton/tahun dengan

konsumsi cabai merah per kapita 0,006

kg/hari atau 6,156 gram /hari. Konsumsi

cabai merah pada tahun 2011 sebesar 23.484

ton/tahun, dengan konsumsi cabai merah

sebesar 0,030 kg/hari atau 30,389 gram/hari.

Sedangkan ditahun 2013 konsumsi cabai

merah adalah sebesar 9.729 ton/tahun

dengan konsumsi cabai merah per kapita

0,012 kg/hari atau 12,482 gram/hari.

Konsumsi Bawang Merah

Bawang merah (union) termasuk

dalam golongan sayur-sayuran. Jumlah

konsumsi bawang merah merupakan yang

tertinggi diantara golongan sayur-sayuran

lainnya. Konsumsi total bawang merah

tahun 2009 di Kota Medan sebesar 11.051

ton, tahun 2011 sebesar 19.268 ton, dan

tahun 2013 sebesar 8.167 ton.

Pada tahun 2009 untuk pemakaian

bawang merah yang dikonsumsi sebagai

bahan makanan sebanyak 10.756 ton atau

sebesar 97,33% dari total pemakaian

bawang merah di Kota Medan. Bawang

merah yang tercecer sebanyak 276 ton atau

2,50% dari total pemakaian bawang merah,

Sisanya untuk pakan ternak sebesar 19 ton

atau 0,17% dari total pemakaian bawang

merah di Kota Medan.

Pada tahun 2011 untuk pemakaian

beras sebagai bahan makanan atau yang

dimakan ssebanyak 17.611 ton atau 91,4%

dari total pemakaian bawang merah,

sebanyak 1.611 ton atau 8,36% tercecer dan

sebanyak 46 ton untuk dijadikan bibit atau

0,24 % dari total pemakaian bawang merah.

Pada tahun 2013 pemakaian bawang

merah untuk yang dimakan sebanyak 7.464

ton atau 91,39% dari total pemakaian

bawang merah di Kota Medan, sedangkan

sebesar 8,36% dari total pemakaian bawang

merah atau sebanyak 683 ton tercecer pada

saat panen dan distribusi, dan sisanya 0,24%

dijadikan bibit atau sebnayak 20 ton.

Setelah bahan makanan pangan untuk

dikonsumsi manusia diketahui, dilakukan

konversi angka untuk dikonsumsi manusia

dalam ton per tahun kedalam gram per

kapita per hari. Konsumsi pangan di wilayah

tertentu untuk komoditas bawang merah

dalam satuan gram per kapita per hari.

Didapat bahwa pada tahun 2009 konsumsi

bawang merah sebesar 10.756 ton/tahun,

dengan konsumsi bawang merah per kapita

0,005 kg/hari atau 13,893 gram/hari. Untuk

konsumsi bawang merah pada tahun 2011

sebesar 17.611 ton/tahun, dengan konsumsi

bawang merah per kapita 0,023 kg/hari atau

Jurnal Penelitian, Maret 2015

22,789 gram/hari. Sedangkan tahun 2013

konsumsi bawang merah adalah sebesar

7.464 ton/tahun, dengan konsumsi bawang

merah per kapita 0,009 kg/hari atau 9,576

gram/hari.

Rasio Ketersediaan dan Konsumsi

Pangan di Kota Medan

Rasio ketersediaan pangan dengan

konsumsi pangan merupakan hal yang

penting diketahui untuk menyusun

kebijakan-kebijakan yang diambil oleh

pemerintah dalam menjaga ketahanan

pangan. Rasio ini terdiri dari 2 aspek penting

yaitu ketersediaan dan konsumsi.

Ketersediaan meliputi produksi, stok pangan

dan net impor. Sedangkan konsumsi

berhubungan langsung dengan jumlah

penduduk. Dari angka rasio pangan ini dapat

diketahui bagaimana tingkat ketahanan

pangan Kota Medan. Adapun tingkat

ketahanan pangan terdiri dari rawan pangan,

tahan pangan namun rentan, dan tahan

pangan.

Tingkat ketahanan pangan yang

pertama yaitu tahan pangan. Tahan pangan

merupakan kondisi dimana rasio

ketersediaan pangan dan konsumsi pangan

lebih dari 1,2. Tingkat kedua, tahan pangan

namun rentan yaitu dimana rasio

ketersediaan pangan dan konsumsi pangan

antara 0,8 sampai 1,2. Tingkat ketahanan

pangan yang ketiga yaitu rawan pangan.

Ketahanan pangan dimana rasio

ketersediaan pangan dan konsumsi pangan

lebih kecil dari 0,8.

Dapat diketahui bahwa keempat

pangan strategis yang meliputi beras, cabai

merah, bawang merah, dan daging sapi.

Pada tahun 2009 kondisi ketahanan pangan

berada pada Rentan Pangan kecuali

komoditi beras. Keadaan tahan pangan di

tempati oleh komoditi beras dengan rasio

1,329 dengan rasio terkecil 1,027 dengan

komoditi bawang merah. Pada tahun 2011

kondisi ketahanan pangan berada pada

keadaan Rentan Pangan dan sama halnya di

tahun sebelumnya komoditi beras berada

pada keadaan tahan pangan dengan rasio

1,529 dengan rasio terkecil oleh komoditi

daging sapi dengan rasio 1,053.

Pada tahun 2013 kondisi ketahanan

pangan berada pada Rentan Pangan untuk

ketiga komoditi yaitu beras, bawang merah,

dan cabai merah. Sedangkan komoditi

daging sapi di tahun 2013 berada pada

keadaan tahan pangan dengan rasio 6,607.

Disusul oleh komoditi beras dengan rasio

1,119, nilai ini masih dibawah 1,2 sehingga

masih dikategorikan rentan pangan. Rasio

terkecil ditahun 2013 ini ditempati oleh

komoditi cabai merah dengan rasio 1,064.

Dapat dilihat pada Tabel 27 tidak

terjadi perubahan ketahanan pangan

komoditi beras pada tahun 2009 dan 2011,

pada tahun ini keadaan tahan pangan

diakibatkan karena rasio ketersediaan dan

konsumsi pangan yang berada di atas 1,2.

Hal ini disebabkan oleh pada tahun 2009

ketersediaan pangan melebihi konsumsi

pangan sehingga memiliki sisa bahan

makanan yang dapat dijadikan stok tahun

berikutnya yaitu tahun 2011, sehingga

keadaan ditahun 2011 masih dalam keadaan

tahan pangan.

Sedangkan dari tahun 2011 ketahun

2013 terjadi perubahan dari tahan pangan ke

rentan pangan disebabkan karena

ketersediaan beras menurun dan di imbangi

pula dengan konsumsi beras yang menurun

tetapi jumlah penduduk di tahun 2013

meningkat dari tahun berikutnya.

Ketersediaan menurun karena stok tahun

sebelumnya sedikit dan adanya ekspor

keluar daerah. Terjadinya ekspor bertujuan

untuk perdagangan, pemasaran dan

diedarkan. Rentan pangan adalah keadaan

tahan pangan tetapi ketersediaan hanya

mampu menutupi konsumsi pangan

masyarakat Kota Medan.

Untuk komoditi daging sapi, keadaan

tahan pangan pada tahun 2009 dan 2011

pada keadaan rentan pangan. Hal ini

dikarenakan ketersediaan pangan hanya

mampu menutupi konsumsi pangan saja,

sehingga berimbas pada tahun sesudahnya

dalam penyediaan stok. Tahun 2011

keadaan rentan pangan dapat disebabkan

karena penyediaan stok dan produksi sedikit

dan impor pun menurun, walaupun jumlah

penduduk meningkat tetapi total konsumsi

Jurnal Penelitian, Maret 2015

pangan menurun tetapi tidak ketersediaan

pun sedikit, sehingga rasio masih dalam

keadaan antara 0,8 sampai 1,2, yang

disimpulkan ketersediaan hanya mampu

menutupi konsumsi pangan.

Tetapi keadaan tahan pangan di tahun

2013 ini disebabkan karena rasio diatas 1,2

yaitu 6,607, disebabkan jumlah ketersediaan

ini meningkat dari tahun sebelumnya

sedangkan konsumsi menurun sekali, dan

jumlah penduduk meningkat, hal ini dapat

disebabkan oleh beberapa faktor seperti:

faktor kesehatan, faktor ekonomi, faktor

alam, atau faktor dimana masyarakat

mencari barang pangan subtitusi dari daging

sapi menjadi ikan misalnya, untuk mencari

gizi yang sama yang terdapat pada daging

sapi.

Untuk komoditi cabai merah dan

bawang merah memiliki keadaan yang

rentan pangan pada tahun 2009, 2011, dan

tahun 2013. Ini disebabkan bahwa

pemerintah Kota Medan menyediakan

pasokan pangan hanya untuk memenuhi

kebutuhan pangan atau hanya untuk

mencukupi konsumsi pangan masyarakat

Kota Medan. Tahan pangan menuntut

adanya kemampuan menjaga tingkat

produksi domestik ditambah dengan

kemampuan untuk mengimpor pangan agar

dapat memenuhi kebutuhan (kecukupan)

pangan penduduk. Kota Medan sangat

bergantung dengan pasokan dari luar

pangan. Ketergantungan akan pasokan

pangan dalam penyediaan pangan

merupakan hal yang kurang aman untuk

menjamin terpenuhinya kebutuhan.

Untuk mengatasi hal ini pemerintah

dan masyarakat perlu membangun suatu

sistem kewaspadaan, yang mampu

mendeteksi secara dini adanya gejala

kerawanan pangan di sekitarnya serta dapat

meresponnya dengan cepat dan efektif.

Penanganan yang cepat dan tepat sangat

diperlukan untuk menghindarkan

masyarakat tersebut dari kerawanan yang

parah, dengan segala dampak yang

mengikutinya.

Pada masa yang akan datang upaya-

upaya memantapkan swasembada beras dan

pencapaian swasembada lainnya perlu

difokuskan pada terwujudnya ketahanan

pangan, diversifikasi konsumsi pangan serta

terjaminnya keamanan pangan. Strategi

yang sangat penting demi terciptanya

ketahanan pangan yang terjamin yaitu

penyimpanan pangan pada gudang pangan.

Pemerintah Kota Medan perlu

meningkatkan stok pangan pada BULOG

untuk menjaga stabilitas ketersediaan

pangan di Kota Medan bila terjadi

instabilitas pasokan maupun impor dari luar

Kota Medan. Perlunya stok pangan di

gudang pangan Kota Medan bukan hanya

pada komoditas beras saja, bahkan untuk

pangan strategis lain seperti cabai merah,

bawang merah, dan daging sapi. Hal ini

dikarenakan pola konsumsi masyarakat

Kota Medan lazim menggunakan bahan

pangan ini yang sudah menjadi budaya di

masyarakatnya.

Pola konsumsi Masyarakat di Kota

Medan

Mengetahui pola konsumsi

masyarakat Kota Medan, dapat dilihat dari

data konsumsi pangan strategis dan dihitung

rata-rata pengeluaran masyarakat terhadap

konsumsi pangan. Dan dapat dijelaskan

lebih jelas sebagai berikut :

Data Konsumsi Beras

Pola konsumsi untuk Konsumsi beras

di Kota Medan dapat dilihat bahwa

masyarakat Kota Medan mengkonsumsi

beras dalam sebulan untuk 1-5 kg sebanyak

2,67% atau sebanyak 2 rumah tangga.

Konsumsi pada 6 - 10 sebanyak 34,67% atau

26 rumah tangga yang mengkonsumsi beras.

Konsumsi 11-15 sebesar 14,67% dari total

responden atau tepatnya 11 rumah tangga

yang mengkonsumsi beras. Untuk konsumsi

16-20 dengan persentase sebesar 21,33%

dari total responden atau tepatnya 16 rumah

tangga yang mengkonsumsi beras, pada

konsumsi 21-25, sebesar 10,67% dari total

responden ada 8 rumah tangga yang

mengkonsumsi beras, dari konsumsi 26-30,

sebesar 14,67% dari tota responden atau 11

rumah tangga yang mengkonsumsi beras,

pada konsumsi 31+ hanya 1,33% dari total

Jurnal Penelitian, Maret 2015

responden atau hanya ada 1 responden yang

mengkonsumsi beras.

Persentase yang terbesar berada pada

konsumsi 6-10 dengan menyumbang

34,67% atau sebanyak 26 rumah tangga.

Selanjutnya pada konsumsi 16-20 dengan

menyumbang 21,33% atau sebanyak 16

rumah tangga. Berarti rata-rata rumah tangga

mengonsumsi beras dari 6 kg sampai 10 kg,

dan 16 sampai 20 kg.

Data Konsumsi Daging Sapi

Pola konsumsi untuk konsumsi daging

sapi di Kota Medan dapat dilihat bahwa

masyarakat Kota Medan yang

mengkonsumsi beras sebesar 0-0,5 dengan

54,67% dari total responden, ada 41 rumah

tangga yang mengkonsumsi daging sapi.

Konsumsi pada 0,6-1,0 dengan persentase

38,67% dari total responden, tepatnya ada 29

rumah tangga yang mengkonsumsi daging

sapi. Dari konsumsi 1,1 -1,5 hanya 1,33%

atau 1 rumah tangga yang mengkonsumsi

daging sapi. Pada konsumsi 1,6-2,0 memiliki

5,33%, hanya 4 rumah tangga yang

mengkonsumsi daging sapi. Persentase

tertinggi sebesar 54,67% pada konsumsi 0-

0,5 atau sebanyak 41 rumah tangga yang

mengkonsumsi daging sapi dan 38,67% pada

konsumsi 0,6-1,0 sebanyak 29 rumah tangga

yang mengkonsumsi daging sapi, berarti

rumah tangga mengonsumsi daging sapi

antara 0 sampai 0,5 kg dan 0,6 sampai 1 kg.

Data Konsumsi Cabai Merah

Pola konsumsi untuk konsumsi cabai

merah di Kota Medan dapat dilihat bahwa

masyarakat Kota Medan yang

mengkonsumsi cabai merah pada konsumsi

0-0,5 dengan 36% dari total responden, ada

27 rumah tangga yang mengkonsumsi cabai

merah, dari konsumsi 0,6 - 1 dengan

persentase 40%, ada 30 rumah tangga yang

mengkonsumsi cabai merah. Pada konsumsi

1,1 -1,5 dengan 5,33% dari total responden

ada 4 rumah tangga, pada konsumsi 1,6-2,0

dengan 12% dari total responden, ada 9

rumah tangga yang mengkonsumsi cabai

merah. Pada konsumsi 2,1-2,5 hanya 1,33%

atau 1 rumah tangga yang mengkonsumsi

cabai merah. Dan terakhir 2,6-3,0 orang

hanya 5,33% atau ada 4 rumah tangga.

Persentase terbesar yaitu 40% dimana

ada 30 rumah tangga yang mengkonsumsi

cabai merah antara 0,6 sampai 1 kg dalam

satu bulan dan 36% atau ada 27 rumah

tangga yang mengkonsumsi cabai merah

antara 0- 0,5 kg.

Data Konsumsi Bawang Merah

Pola konsumsi untuk konsumsi

bawang merah di Kota Medan dapat dilihat

bahwa masyarakat Kota Medan yang

mengkonsumsi bawang merah antara 0- 0,5

memiliki 21,33% atau ada 16 rumah tangga

yang mengkonsumsi bawang merah, pada

konsumsi 0,6 – 1 atau 52%, ada 39 rumah

tangga yang mengkonsumsi bawang merah,

antara 1,1 – 1,5 dengan persentase 8%, ada 6

rumah tangga dan pada konsumsi 1,6 – 2,0

dengan persentase 16%, ada 12 rumah

tangga yang mengkonsumsi bawang merah,

pada konsumsi 2,1- 2,5 dan 2,6- 3 dengan

memiliki persentase yang sama yaitu 1,33%

atau hanya ada 1 rumah tangga yang

mengkonsumsi bawang merah.

Persentase tertinggi dalam

mengkonsumsi bawang merah yaitu 52%

pada konsumsi 0,6 – 1 dengan jumlah 39

rumah tangga yang mengkonsumsi bawang

merah. Berarti banyak rumah tangga yang

mengkonsumsi bawang merah dalam satu

bulan pada berkisar 0,6 sampai 1 kg. Dan

pada konsumsi 0-0,5 dengan 21,33% dimana

ada 16 rumah tangga yang mengkonsumsi

bawang merah, artinya ada 16 rumah tangga

mengkonsumsi bawang merah dalam satu

bulan berkisar antara 0 sampai 0,5 kg.

Rata-rata pengeluaran konsumsi

pangan untuk empat komoditi seperti beras,

daging sapi, cabai merah, dan bawang merah

adalah sebesar Rp.341.636,38/RT/bulan.

Dapat dijelaskan bahwa rata-rata

pengeluaran pangan untuk konsumsi beras

sebesar Rp.182.073/RT/bulan. Beras

menyumbang 54,09% dalam total

pengeluaran konsumsi pangan strategis.

Untuk rata-rata pengeluaran konsumsi

daging sapi menyumbang 27,44% dari total

pengeluaran konsumsi pangan strategis

dengan rata-rata pengeluaran

Rp.92.356/RT/bulan. Untuk rata-rata

pengeluaran konsumsi cabai merah, cabai

Jurnal Penelitian, Maret 2015

merah menyumbang 10,67% dari total rata-

rata pengeluaran konsumsi pangan strategis

dengan rata-rata pengeluaran yaitu sebesar

Rp.35.910/RT/bulan.

Untuk pengeluaran konsumsi bawang

merah, bawang merah menyumbang 7,80%

dari total rata-rata pengeluaran pangan

strategis dengan rata-rata pengeluaran

konsumsi bawang merah yaitu sebesar Rp.

26.273/RT/bulan. Rata-rata pengeluaran

konsumsi pangan strategis tertinggi

ditempati oleh beras, dimana beras

menyumbang 54,09% dari total rata-rata

pengeluaran beras. Lebih dari 50%

pengeluaran konsumsi didominasi oleh

beras, hal ini disebabkan karena beras

merupakan pangan pokok yang paling utama

yang dikonsumsi oleh masyarakat Kota

Medan.

Masyarakat Kota Medan cenderung

mengkonsumsi beras sebagai pangan pokok,

dimana masyarakat Kota Medan tidak

tertarik atau tidak biasa dengan barang

subtitusi dari barang pangan pokok seperti

ubi, jagung, talas dan lain-lain. Dan

kemungkinan besar di Kota Medan cukup

sulit mendapatkan bahan pangan seperti itu,

karena tidak setiap hari ada, dan tersedia

sebagaimana beras. Setelah beras rata-rata

pengeluaran konsumsi pangan ditempati

oleh daging sapi dengan menyumbang

27,44%, dari total rata-rata pengeluaran

konsumsi pangan. Hal ini dikarenakan oleh

harga daging sapi yang begitu tinggi

dibandingkan pangan yang lain, sehingga

pengeluaran daging sapi pun ikut tinggi

walau tidak diimbangi dengan konsumsinya.

Dengan rata-rata pendapatan

masyarakat Kota Medan yaitu sebesar

Rp.3.937.838/bulan dapat dilihat persentase

rata-rata pendapatan yang dibandingkan

dengan total pengeluaran tiap jenis pangan

strategis, agar dapat dilihat persentase

perbandingan pengeluaran bahan pangan

strategis terhadap pendapatan masyarakat

Kota Medan. Persentase rata-rata

pendapatan untuk beras yaitu sebesar 4,62%,

dimana dari rata-rata pendapatan

masyarakat Kota Medan sebesar

Rp.3.937.838/bulan dikeluarkan 4,62%

untuk membeli beras. Untuk daging sapi,

masyarakat Kota Medan mengeluarkan

2,34% dari total rata-rata pendapatan

masyarakat.

Untuk bahan pangan cabai merah,

masyarakat mengeluarkan 0,91% dari total

rata-rata pendapatan untuk membeli atau

berbelanja cabai merah. Untuk bahan

pangan bawang merah, masyarakat

mengeluarkan 0,67% dari total rata-rata

pendapatan masyarakat untuk membeli atau

berbelanja bawang merah dalan satu bulan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa

masyarakat hanya mengeluarkan 8,74% dari

total rata-rata pendapatan untuk

mengkonsumsi pangan strategis dalam 4

jenis seperti beras, daging sapi, cabai merah

dan bawang merah. sedangkan selebihnya

masyarakat Kota Medan mengkonsumsi

barang pangan yang lain dan barang non

pangan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Adapun hal yang dapat disimpulkan

adalah sebagai berikut :

1. Total ketersediaan pangan strategis

pada tahun 2009 untuk beras yaitu

sebesar 396.587 ton, daging sapi

sebesar 11.865 ton, cabai merah

sebesar 5.069 ton, dan bawang merah

sebesar 11.051 ton. Tahun 2011 untuk

beras sebesar 321.870 ton, daging sapi

sebesar 7.920 ton, cabai merah sebesar

24.992 ton, dan bawang merah sebesar

19.268 ton. Tahun 2013 untuk beras

sebesar 257.235 ton, daging sapi

sebesar 9.845 ton, cabai merah sebesar

10.355 ton, dan bawang merah sebesar

8.166 ton

2. Total konsumsi pangan strategis pada

tahun 2009 untuk beras yaitu sebesar

298.401 ton, daging sapi sebesar

11.272 ton, cabai merah sebesar 4.766

ton, dan bawang merah sebesar 10.756

ton. Tahun 2011 untuk beras sebesar

210.429 ton, daging sapi sebesar 7.522

ton, cabai merah sebesar 23.484 ton,

dan bawang merah sebesar 17.611 ton.

Tahun 2013 untuk beras sebesar

229.792 ton, daging sapi sebesar 1.490

Jurnal Penelitian, Maret 2015

ton, cabai merah sebesar 9.729 ton,

dan bawang merah sebesar 7.464 ton

3. Rasio ketersediaan pangan strategis

pada tahun 2009 untuk yang tahan

pangan yaitu beras, sedangkan untuk

daging sapi, cabai merah, dan bawang

merah pada rentan pangan. Tahun

2011 untuk yang tahan pangan juga

pada beras, sedangkan untuk daging

sapi, cabai merah, dan bawang merah

tetap rentan pangan. Tahun 2013

untuk yang tahan pangan bergeser

pada daging sapi, sedangkan beras,

cabai merah, dan bawang merah tetap

rentan pangan.

4. Pola konsumsi konsumsi masyarakat

dengan rata- rata pengeluaran

konsumsi pangan strategis untuk beras

yaitu sebesar Rp. 182.073, daging sapi

sebesar Rp. 92.356, cabai merah

sebesar Rp. 35.910, dan bawang

merah sebesar Rp. 26.273. Sehingga

total rata-rata pengeluaran konsumsi

pangan strategis yaitu sebesar Rp.

336.612/RT/Bulan.

Saran

Adapun hal yang dapat disarankan

adalah

1. Kepada Pemerintah : Hendaknya lebih

meningkatkan Pemenuhan pangan

yang cukup dan berkualitas bagi

seluruh penduduk agar tercapainya

swasembada beras dan peningkatan

ketersediaan pangan lainnya.

2. Kepada Masyarakat : Pentingnya

diversivikasi pangan dan mengurangi

atau mengganti konsumsi pangan

seperti pangan strategis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hanafie, R. 2010. Pengantar Ekonomi

Pertanian. C.V ANDI OFFSET.

Yogyakarta.

2. Suhardjo, dkk, 1985. Pangan, gizi, dan

pertanian. Penerbit ui press, Jakarta

3. _______, 2013, Perencanaan Pangan

Dan Gizi, Penerbit Bumi Aksara, Bogor

4. Badan Ketahanan Pangan Kota Medan,

2014. Publikasi Neraca Bahan

Makanan Kota Medan 2014. Medan

5. Badan Ketahanan Pangan Kota Medan.

2014. Analisis Dan Penyusunan pola

Konsumsi Dan Supply Pangan Kota

Medan. Medan

6. Efendi S, Tukiran. 2012. Metode

Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta

7. Puji, A. 2010. Analisis Rasio

Ketersediaan Dan Konsumsi Pangan

Strategis di Kota Medan. Universitas

Sumatera Utara. Medan.