analisis penerapan uang virtual sebagai journal of

15
ANALISIS PENERAPAN UANG VIRTUAL SEBAGAI ALAT TUKAR DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN DI RUTAN KELAS I DEPOK Ejo Imandeka Politeknik Ilmu Pemasyarakatan Agung Muhammad Politeknik Ilmu Pemasyarakatan Abstract This research aims to analyze the implementation of Virtual Money as an Exchange Tool in Fulfillment of Needs in Detention Center Class I Depok. It is an effort to optimize the functions of detention centers in delivering service, and security of detainees, also knowing the obstacles and finding the solution. This study uses a qualitative research approach. Based on the results of research conducted by researchers, the implementation of virtual money as a medium of exchange has been running since August 2019, virtual money has been used by all detainees and prisoners, one virtual account is used by one person, the media for using virtual money is the e-pas card and their fingerprints, and there is minimum and maximum limit for the amount of balance that can be stored in one virtual account. To optimize the impelementation of virtual money, all corresponding officers must integrate their work together, coordinate with those responsible for maintaining facilities and operations, and commit to improve the service. Keywords: virtual money, exchange tool, detainee, needs, detention center. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa bentuk penerapan uang virtual sebagai alat tukar dalam pemenuhan kebutuhan di Rutan Kelas I Depok sebagai upaya mengoptimalkan tugas dan fungsi Rutan dalam pelayanan, perawatan, dan pengamanan tahanan. Serta mengetahui hambatan apa yang dialami dan diharapkan dapat menemukan solusi. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, penerapan uang virtual sebagai alat tukar sudah dijalankan sejak bulan Agustus 2019, uang virtual sudah digunakan oleh seluruh tahanan dan narapidana, satu akun virtual digunakan oleh satu orang dan tidak ada yang sama, media penggunaan uang virtual adalah e-pas card dan sidik jari yang bersangkutan, dan terdapat batas minimum dan maksimum jumlah saldo yang bisa disimpan dalam satu akun virtual. Untuk mengoptimalkan penerapan uang virtual sebagai alat tukar, maka seluruh pihak harus saling berintegrasi dalam penerapannya, berkoordinasi dengan pihak yang ikut bertangungjawab dalam pemeliharaan fasilitas dan operasional, serta berkomitmen dalam meningkatkan pelayanan pemenuhan kebutuhan. Kata kunci: uang virtual, alat tukar, tahanan, kebutuhan Journal of Correctional Issues 2021, Vol.3 (1). Politeknik Ilmu Pemasyarakatan Review Accepted

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PENERAPAN UANG VIRTUAL SEBAGAI Journal of

ANALISIS PENERAPAN UANG VIRTUAL SEBAGAI ALAT TUKAR DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN DI RUTAN KELAS I DEPOK

Ejo Imandeka Politeknik Ilmu Pemasyarakatan Agung Muhammad Politeknik Ilmu Pemasyarakatan Abstract This research aims to analyze the implementation of Virtual Money as an Exchange Tool in Fulfillment of Needs in Detention Center Class I Depok. It is an effort to optimize the functions of detention centers in delivering service, and security of detainees, also knowing the obstacles and finding the solution. This study uses a qualitative research approach. Based on the results of research conducted by researchers, the implementation of virtual money as a medium of exchange has been running since August 2019, virtual money has been used by all detainees and prisoners, one virtual account is used by one person, the media for using virtual money is the e-pas card and their fingerprints, and there is minimum and maximum limit for the amount of balance that can be stored in one virtual account. To optimize the impelementation of virtual money, all corresponding officers must integrate their work together, coordinate with those responsible for maintaining facilities and operations, and commit to improve the service. Keywords: virtual money, exchange tool, detainee, needs, detention center. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa bentuk penerapan uang virtual sebagai alat tukar dalam pemenuhan kebutuhan di Rutan Kelas I Depok sebagai upaya mengoptimalkan tugas dan fungsi Rutan dalam pelayanan, perawatan, dan pengamanan tahanan. Serta mengetahui hambatan apa yang dialami dan diharapkan dapat menemukan solusi. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, penerapan uang virtual sebagai alat tukar sudah dijalankan sejak bulan Agustus 2019, uang virtual sudah digunakan oleh seluruh tahanan dan narapidana, satu akun virtual digunakan oleh satu orang dan tidak ada yang sama, media penggunaan uang virtual adalah e-pas card dan sidik jari yang bersangkutan, dan terdapat batas minimum dan maksimum jumlah saldo yang bisa disimpan dalam satu akun virtual. Untuk mengoptimalkan penerapan uang virtual sebagai alat tukar, maka seluruh pihak harus saling berintegrasi dalam penerapannya, berkoordinasi dengan pihak yang ikut bertangungjawab dalam pemeliharaan fasilitas dan operasional, serta berkomitmen dalam meningkatkan pelayanan pemenuhan kebutuhan. Kata kunci: uang virtual, alat tukar, tahanan, kebutuhan

Journal of Correctional Issues 2021, Vol.3 (1). Politeknik Ilmu

Pemasyarakatan

Review

Accepted

Page 2: ANALISIS PENERAPAN UANG VIRTUAL SEBAGAI Journal of

1

Journal of Correctional Issues Volume 3, No.1 | 2020

Pendahuluan Sejak didirikannya Lembaga

Pemasyarakatan (Lapas) yang pada awalnya disebut penjara dan Rumah Tahanan Negara (Rutan), telah diberlakukan berbagai macam aturan seperti yang tertuang dalam Reglemen Penjara (stbl.1917 Nomor 708) dan surat keputusan Menteri Kehakiman pada tanggal 25 Februari 1946 Nomor G.8/230 yang diubah dan ditambah dengan surat-surat Menteri Kehakiman tanggal 7 Juni 1948 G.8/654 dan tanggal 7 Juni 1948 Nomor G.8.675 mengenai peraturan tentang hal mengurus dan mengawasi penjara-penjara. Salah satunya mengatur tentang pengendalian uang di dalam Lapas dan Rutan seperti yang tertera dalam BAB V tentang aturan-aturan ketertiban untuk orang-orang yang terpenjara pasal 33 (5) yang berbunyi “sekalian orang-orang terpenjara dilarang memegang uang, minuman keras, dan barang-barang lain yang dipandang berbahaya dan bertentangan dengan dengan keamanan dalam penjara”. Selain Reglemen Penjara (stbl.1917 Nomor 708), larangan peredaran uang di Lapas/Rutan juga di perkuat dengan ketentuan dalam Standard Minimum Rules for Treatment of Prisoners (SMR) atau yang sekarang dikenal dengan The Nelson Mandela Rules, pada bagian I tentang aturan aplikasi umum mengenai Penyimpanan Properti Tahanan poin 67 (1) dan poin 67 (3), serta dengan dikeluarkannya Surat Edaran Dirjen Pemasyarakatan Nomor E.PR.06.10-70 tentang Bebas Peredaran Uang (BPU) di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara pada Tahun 2004.

Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut maka upaya untuk mengendalikan peredaran uang di Lapas/Rutan terus dilakukan dengan berbagai macam cara seperti

memberlakukan kupon, menggunakan buku tabungan, hingga yang paling terbaru saat ini adalah dengan menggunakan transaksi elektronik berbasis virtual account.

Seseorang yang ditahan selama proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan disidang pengadilan ini adalah manusia yang pada hakekatnya akan selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dimana pada kenyataannya mereka menghadapi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut. Jika kebutuhan hidup tersebut tidak terpenuhi maka akan timbul kekecewaan dan rasa tidak puas serta putus asa, pada akhirnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut membuat mereka menghalalkan segala cara termasuk perbuatan tindak kriminal yang tentu saja melanggar hukum. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut menurut Abraham Maslow (1972) dalam buku “Motivasi dan Kepribadian” (1984:87) ada lima tingkat atau level kebutuhan pokok manusia yang mendorong perilakunya, yaitu: 1. Kebutuhan fisik (physiological needs). 2. Kebutuhan terkait rasa aman (safety

needs) 3. Kebutuhan terkait dicintai dan

mencintai (love needs) 4. Kebutuhan terkait harga diri (esteem

needs) 5. Kebutuhan terkait aktualisasi diri

(self-actualization) Maka untuk tetap dapat

memberikan pemenuhan hak dan kebutuhan yang diperlukan oleh tahanan yang ada di Lapas dan Rutan seperti hak menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya ataupun hak-hak lainnya seperti yang tertera dalam PP Nomor 58 tahun 1999 tentang Syarat-Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan

Page 3: ANALISIS PENERAPAN UANG VIRTUAL SEBAGAI Journal of

2

Journal of Correctional Issues Volume 3, No.1 | 2020

Tanggung Jawab Perawatan Tahanan, dan UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pasal 14, maka narapidana dan tahanan memerlukan dan berhak melakukan komunikasi atau dalam usaha menghubungi pihak keluarga atau yang lainnya selama berada di lingkungan Lapas/Rutan, karena salah satu hak yang dicabut oleh negara terhadap narapidana/tahanan adalah hak kemerdekaannya, tetapi tidak dengan hak untuk berkomunikasi. Sedangkan untuk melakukan komunikasi di Lapas dan Rutan, penggunaan telepon selular itu dilarang, oleh karena itu di lingkungan Lapas/Rutan disediakan fasilitas telpon umum seperti Wartel yang dapat digunakan oleh narapidana atau tahanan. Adapun koperasi kantin yang tersedia di Lapas dan Rutan sebagai fasilitas pembantu tambahan yang menjual barang-barang keperluan seharihari bagi narapidana dan tahanan, yang dapat membantu menyediakan kebutuhan narapidana dan tahanan yang mendesak, karena pihak Lapas dan Rutan memiliki keterbatasan dalam penyediaan barang dan kebutuhan narapidana dan tahanan yang tidak bisa seketika itu dapat langsung memenuhi kekurangan yang terjadi. Dan untuk menggunakan layanan telepon umum atau wartel ini serta membeli barang-barang yang ada di koperasi kantin tentunya diperlukan uang sebagai alat tukar.

Dalam buku A.C. Pigou yang berjudul The Veil of Money (1949:8), ia mengatakan bahwa “uang adalah segala sesuatu yang umum dipergunakan sebagai alat tukar”. Namun selama ini peredaran uang di dalam Rutan maupun Lapas justru menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban lain seperti pungli, judi, hutang piutang, keributan yang dipicu karena kehilangan uang, dan

transaksi lainnya yang dapat terjadi di dalam lingkungan Rutan dan Lapas. Oleh karena itu, seiring dengan terbitnya Permenkumham Nomor 29 Tahun 2017 tentang perubahan atas Permenkumham Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara, yang salah satu poinnya memuat terkait subtitusi uang pada Lapas dan Rutan, maka dibuatlah sistem sebagai pengganti bentuk uang di Lapas dan Rutan dalam bentuk uang virtual bagi narapidana dan tahanan yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi di wartel saat menggunakan media komunikasi telepon umum, dan juga di koperasi kantin yang ada di dalam Rutan, sehingga narapidana dan tahanan tidak perlu membawa uang kedalam blok ataupun pihak keluarga yang mengunjungi tidak perlu memberikan uang secara langsung kepada narapidana/tahanan yang dikunjungi, melainkan dapat langsung dikirim melalui virtual account atas nama narapidana/tahanan tersebut. Meskipun penggunaan teknologi memang lebih membantu dalam mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh peredaran uang sebelumnya, namun penggunaan uang virtual ini tidak serta merta berjalan lancar tanpa ada masalah sama sekali, seperti keterbatasan alat, gangguan jaringan, listrik yang padam mengakibatkan alat tidak bisa digunakan, saldo akhir penggguna yang kadang tidak sesuai dengan jumlah belanja, dan bukti transaksi berupa struk yang sering tidak tersedia sehingga pengguna tidak bisa mengetahui jumlah saldo yang berkurang dan sisa saldonya secara realtime. Metode

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Dalam

Page 4: ANALISIS PENERAPAN UANG VIRTUAL SEBAGAI Journal of

3

Journal of Correctional Issues Volume 3, No.1 | 2020

penelitian ini fenomena yang dianalisa adalah penerapan uang virtual sebagai alat tukar dalam pemenuhan kebutuhan di Rutan Kelas I Depok. Dalam mengumpulkan data peneliti mengumpulkan informasi dari para informan dan melalui dokumen-dokumen yang relevan.

Dalam melakukan wawancara, peneliti menggunakan metode purposive sampling dalam menentukan informan. Adapun informan dimaksud meluputi: 1. Kepala Rutan, 2. Pejabat struktural/fungsional, 3. Petugas, 4. Staf mitra koperasi (pihak ketiga), 5. Tahanan/narapidana.

Instrumen wawancara disusun berdasarkan referensi dari buku, jurnal dan penelitian terkait. Adapun instrumen wawancara dimaksud sebagai berikut: Tabel 1. Instrumen wawancara

Dimensi Pertanyaan

Sikap dan pengetahuan Petugas terhadap layanan uang virtual

1. Apakah petugas telah mendapat pelatihan terkait pengoperasian uang virtual?

2. Sejak kapan sistem ini dijalankan?

3. Apakah plaksanaan uang virtual berjalan lancar?

4. Bagaimana petugas mengatasi jika terjadi kendala dalam pengoperasian uang virtual?

5. Siapa yang bertanggungjawab terkait uang virtual ini di Rutan?

6. Tindakan seperti apa yang harus dilakukan petugas apabila terdapat masalah kehilangan kartu pengguna uang virtual?

7. Mengapa sistem ini perlu diterapkan di Rutan?

Sikap dan pengetahuan Tahanan/narapidana terhadap uang virtual

1. Apa anda tahu apa itu uang virtual?

2. Apakah anda sudah pernah menggunakan uang virtual?

3. Bagaimana cara menggunakannya?

4. Apakah penggunaan anda berjalan lancar?

5. Siapa yang memberikan informasi terkait penerapan sistem ini?

6. Hal apa yang menarik atau menguntungkan dalam pengunaan uang virtual?

7. Hal apa yang merugikan dalam penggunaan uang virtual?

Peranan mitra koperasi selaku penanggung jawab layanan

1. Apa fasilitas yang disediakan oleh pihak mitra koperasi?

2. Apa kelebihan dan kemudahan yang ditawarkan oleh pihak mitra koperasi?

3. Apa keuntungan yang diperoleh pihak mitra koperasi?

4. Apa resiko kerugian yang mungkin dialami pihak mitra koperasi atau bank?

5. Apa kendala yang dihadapi pihak mitra koperasi dalam instalasi sistem ini di Rutan?

6. Berapa lama kerjasama berlangsung antara pihak mitra atau bank dengan Rutan?

7. Bagaimana pelayanan pihak mitra koperasi apabila ada pengaduan terkait uang virtual?

Hasil

Dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi, diketahui beberapa hal sebagai berikut:

Page 5: ANALISIS PENERAPAN UANG VIRTUAL SEBAGAI Journal of

4

Journal of Correctional Issues Volume 3, No.1 | 2020

1. Penerapan uang virtual telah berjalan selama delapan bulan, sejak Agustus 2019.

2. Uang virtual sudah digunakan oleh seluruh tahanan dan narapidana tanpa terkecuali.

3. Satu akun virtual digunakan oleh satu orang dan tidak ada yang sama.

4. Media penggunaan uang virtual adalah e-pas card dan sidik jari yang bersangkutan.

5. Batas minimum jumlah saldo yang bisa disimpan dalam satu akun virtual adalah nol rupiah, dan maksimal satu juta rupiah, sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.18/21/DKSP Tanggal 27 September 2016 dam Permenkumham Nomor 29 Tahun 2017.

Sedangkan hambatan atau kendala yang ditemukan adalah: 1. Akun virtual yang dimiliki tahanan /

narapidana masih bersifat lokal (hanya berlaku di Rutan Kelas I Depok), sehingga belum dapat dipindahkan ke UPT (Unit Pelaksana Teknis) lain secara terintegrasi seperti data pada SDP (Sistem Database Pemasyarakatan).

2. Fasilitas penunjang perangkat seperti UPS (uninterruptible power supply) belum tersedia dan perawatan alat sangat minim sehingga sering bermasalah ketika perangkat komputer tiba-tiba mati dan terjadi gangguan pada jaringan serta alat yang digunakan.

3. E-pas card sering tertukar dan hilang karena tidak ada identitas pemilik berupa nama dan foto pada kartu.

Gambar 1. Tampilan pada komputer Server

Komputer Server berfungsi sebagai komputer induk yang digunakan untuk mendaftarkan akun pengguna, menyimpan data, dan melakukan pemblokiran apabila ada laporan dari pemilik akun. Komputer server ini hanya bisa digunakan oleh administrator yang memiliki kata sandi sebagai admin dan dioperasikan oleh pegawai mitra koperasi.

Gambar 2. Fasilitas perangkat computer Perangkat komputer ini disediakan oleh pihak mitra koperasi, yang pada masing-masing setnya terdiri dari CPU, layar monitor, keyboard, mouse, webcam, biometrik scanner, barcode scanner, dan mesin cetak struk. Untuk perangkat komputer yang berada di kantin blok dioperasikan oleh tamping (tahanan pendamping) koperasi yang sudah dilatih dan dipercaya untuk membantu berjalannya layanan.

Page 6: ANALISIS PENERAPAN UANG VIRTUAL SEBAGAI Journal of

5

Journal of Correctional Issues Volume 3, No.1 | 2020

Gambar 3. Loket setor tunai Loket setor tunai adalah fasilitas yang berfungsi sebagai tempat pengisian saldo pada akun virtual yang berada di sebelah loket pendaftaran kunjungan Rutan Kelas I depok. Loket ini digunakan bagi pengunjung yang ingin mengisi saldo akun virtual keluarga atau kerabatnya yang berada di Rutan, atau bagi petugas dan pengunjung itu sendiri yang ingin mendapatkan kartu atau e-pas card berwarna biru untuk dapat digunakan sebagai alat tukar guna keperluan berbelanja di koperasi kantin Rutan. Loket setor tunai ini beroperasi setiap hari kerja mulai pukul 08.30 s/d 16.00 WIB dan di operasikan oleh pegawai mitra koperasi. Di loket ini pula, kerabat atau keluarga dapat mengetahui jumlah saldo yang dimiliki oleh tahanan/narapidana yang bersangkutan sebelum dan setelah pengisian saldo. Sedangkan bagi tahanan/narapidana dalam melakukan pengecekan saldonya dengan mendatangi layanan e-pas card di koperasi atau kantin yang ada di tiap-tiap blok dengan cukup menunjukan e-pas card atau menggunakan sidik jarinya.

Gambar 4. Contoh e-pas card Perbedaan dari ketiga warna kartu tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kartu berwarna biru: diperuntukan

bagi pengunjung dan petugas Rutan kelas I Depok. Untuk mendapatkannya pengunjung dan petugas dapat melakukan pengisian saldo di loket setor tunai yang berada di gedung yang sama dengan loket pendaftaran kunjungan. Kartu ini harus dikembalikan ke loket setor tunai apabila pengunjung atau petugas hendak pulang atau meninggalkan Rutan, dan saldo yang tersisa dapat diuangkan kembali.

2. Kartu berwarna hijau: diperuntukan bagi tahanan dan narapidana yang ada di Rutan Kelas I Depok yang dapat digunakan untuk berbelanja di kantin, menggunakan fasilitas laundry, wartel, dan jasa potong rambut yang tersedia di Rutan setelah diisi saldo.

3. Kartu berwarna hitam: kartu ini adalah pembaruan dari kartu berwarna hijau dan memiliki fungsi dan peruntukan yang sama. Kelebihan kartu ini jika dibandingkan dengan kartu yang berwarna hijau adalah chip yang

Page 7: ANALISIS PENERAPAN UANG VIRTUAL SEBAGAI Journal of

6

Journal of Correctional Issues Volume 3, No.1 | 2020

tertanam pada kartu, sehingga kartu dapat digunakan dengan lebih mudah pada mesin EDC yang tersedia selain dengan cara harus menggesek kartu. Pembaruan ini dilakukan seiring dengan berkembangnya teknologi dan jenis kartu yang disediakan oleh bank penyedia layanan sebagai kartu debit atau kredit yang digunakan oleh nasabah pada umumnya saat ini.

Gambar 5. Pamflet sosialisasi informasi uang virtual

Pamflet atau selebaran ini berisikan informasi tentang bagaimana penggunaan, tata cara pengisian secara rinci baik melalui transfer ATM, maupun mobile banking dan internet banking pada smartphone, dan nomor kontak pusat pelayanan e-pas card Rutan Kelas I Depok. Pamflet ini dapat diperoleh oleh pengunjung dan penghuni Rutan dengan mudah di loket-loket dan koperasi yang ada di lingkungan Rutan, dengan tujuan untuk memberikan informasi dan edukasi kepada pengunjung dan warga binaan terkait penggunaan uang virtual atau e-pas card. Informasi ini memudahkan bagi para kerabat dan keluarga penghuni Rutan yang ingin mengirimkan uang tanpa perlu mengunjungi Rutan Kelas I Depok. Dalam pamflet ini, terdapat pula informasi yang menerangkan bahwa transfer yang dilakukan akan langsung menuju ke rekening virtual account tahanan/narapidana yang dimaksud tanpa melalui perantara dengan bukti nama yang bersangkutan sebagai

penerima yang dapat dilakukan kapan saja. Nominal maksimal yang dapat disimpan dalam satu akun virtual tahanan/narapidana adalah sebesar Rp.1.000.000,00 sesuai dengan yang tertera dalam Permenkumham No.29 Tahun 2017 pasal 5C ayat (2), yang berbunyi “Jumlah uang virtual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah)”.

Gambar 6. Bagan penerapan uang virtual di Rutan kelas I Depok Pembahasan

Pengendalian uang di dalam Lapas dan Rutan seperti yang tertera dalam BAB V tentang aturan-aturan ketertiban untuk orang-orang yang terpenjara pasal 33 (5) yang berbunyi “sekalian orang-orang terpenjara dilarang memegang uang, minuman keras, dan barang-barang lain yang dipandang berbahaya dan bertentangan dengan dengan keamanan dalam penjara”. Selain Reglemen Penjara (stbl.1917 No.708), larangan peredaran uang di Lapas/Rutan juga di perkuat dengan ketentuan dalam Standard Minimum Rules for Treatment of Prisoners (SMR) atau yang sekarang dikenal dengan The Nelson Mandela Rules, pada bagian I tentang aturan aplikasi umum mengenai Penyimpanan Properti Tahanan poin 67 (1) dan poin 67 (3), didukung juga dengan peraturan yang

Page 8: ANALISIS PENERAPAN UANG VIRTUAL SEBAGAI Journal of

7

Journal of Correctional Issues Volume 3, No.1 | 2020

hingga saat ini diterapkan yaitu Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Republik Indonesia No.6 tahun 2013 Tentang Tata Tertib Di Lembaga pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara Pasal 4 huruf F, yakni Setiap Narapidana atau Tahanan Dilarang Membawa dan/atau Menyimpan Uang Secara Tidak Sah dan Barang Berharga Lainnya, yang sebelumnya dikeluarkan Surat Edaran Dirjen Pemasyarakatan No. E.PR.06.10-70 tentang Bebas Peredaran Uang (BPU) di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara pada tahun 2004. Seiring dengan terbitnya Permenkumham Nomor 29 Tahun 2017 tentang perubahan atas Permenkumham Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara, yang salah satu poinnya memuat terkait subtitusi uang pada Lapas dan Rutan, maka dibuatlah sistem sebagai pengganti bentuk uang di Lapas dan Rutan dalam bentuk uang virtual bagi narapidana dan tahanan. Sebagaimana dalam teori kebutuhan yang diulas sebelumnya, dari Abraham Maslow dalam buku “Motivasi dan Kepribadian” (1984:87), ada lima tingkat kebutuhan hidup yang dimiliki oleh manusia yang sepanjang masa hidupnya akan selalu berusaha untuk dipenuhi. Upaya yang dilakukan oleh Rutan Kelas I Depok merupakan bentuk pemenuhan kebutuhan bagi tahanan dan narapidana melalui penerapan uang virtual yang digunakan sebagai alat tukar di lingkungan Rutan yang pada tujuannya sangat relevan dengan tingkat kebutuhan manusia seperti yang ungkapkan oleh Abraham Maslow seperti:

1. Kebutuhan fisiologis, karena membantu ketersediaan pemenuhan makanan, minuman dan lainnya.

2. Kebutuhan akan rasa aman, karena berperan dalam menurunkan resiko

gangguan kamtib, meningkatkan keteraturan dan menjaga stabilitas.

3. Serta kebutuhan sosial, karena menyediakan sarana yang menghubungkan dan memudahkan antara tahanan/narapidana dengan kerabat atau keluarga.

Dengan adanya dukungan unsur teknologi dalam penerapan layanan ini, membuat pemenuhan kebutuhan dapat berjalan lebih baik dan selaras dengan aturan hukum yang berlaku. Jika sebelumnya untuk memenuhi kebutuhan tahanan dan narapidana yang tidak dapat dipenuhi seluruhnya oleh negara, Rutan menyediakan koperasi, fasilitas wartel, jasa loundry dan pangkas rambut, pihak Rutan harus menerapkan kebijakan penggunaan uang tunai sebagai alat tukar. Yang mana pada aturan yang berlaku tidak diperbolehkan adanya uang yang berada di dalam Lapas dan Rutan. Namun dengan adanya dukungan teknologi saat ini, uang tunai yang digunakan sebagai alat tukar tersebut dapat disubtitusi bentuknya menjadi uang virtual yang lebih mudah untuk dikelola, diawasi dan dibatasi. Sehingga tidak perlu lagi ada uang tunai yang beredar, dan pemenuhan kebutuhan tetap dapat dilaksanakan sejalan dengan aturan yang berlaku.

Dalam penerapannya di Rutan Kelas I Depok, penggunaan uang virtual dalam pemenuhan kebutuhan sebagai bentuk pelaksanaan BPU (bebas peredaran uang) di Lapas dan Rutan dapat dikatakan sudah berjalan dengan alur seperti bagan yang disebutkan dalam hasil penelitian diatas. Meski baru berjalan selama kurang lebih delapan bulan, dengan memiliki server sendiri pada pengelolaan akun dan uang virtualnya, membuat penerapan uang virtual ini berjalan lebih baik. Karena segala sesuatunya dapat dilakukan

Page 9: ANALISIS PENERAPAN UANG VIRTUAL SEBAGAI Journal of

8

Journal of Correctional Issues Volume 3, No.1 | 2020

langsung di Rutan dengan lebih efektif dan efisien tanpa harus mendatangi Bank BRI sebagai penyedia layanan. Dengan adanya fitur transfer virtual account dan loket setor tunai yang ada di Rutan, pengisian saldo menjadi lebih mudah, terpercaya dan tepat sasaran. Penggunaan e-pas card dan sidik jari dalam melakukan transaksi juga telah memudahkan tahanan dan narapidana dalam bertransaksi, serta bagi petugas dalam mengawasi, terutama dalam pengamanan yang dianggap dapat menurunkan tingkat gangguan keamanan dan ketertiban.

Keadaan di lapangan, Kepala Rutan mendukung penuh pelaksanaan sistem ini, salah satu bentuknya adalah bersama-sama dengan mitra koperasi berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk dapat meningkatkan fasilitas sarana dan prasarana penunjang di Depok. Namun sampai saat ini belum ada tindak lanjut dari pemerintah setempat dan hal itu berdampak kepada penerapan sistem ini khususnya di Rutan Kelas I Depok. Menurut hasil pengamatan, seluruh tahanan dan narapidana telah terdaftar untuk bisa menggunakan layanan uang virtual ini dan sekitar 80% dari seluruh narapidana dan tahanan di Rutan Kelas I Depok yang menggunakannya secara konsisten, meski begitu dampaknya terhadap keamanan dan ketertiban cukup dapat dirasakan. Tidak lagi dijumpai warga binaan yang berjualan secara liar di lingkungan blok selain di koperasi, karena tidak dapat melakukan transaksi selain mengunakan uang virtual yang ada di koperasi.

Dari hasil wawancara peneliti kepada petugas Rutan, diperoleh informasi bahwa ternyata sejak diberlakukannya uang virtual, sempat terjadi penurunan jumlah transaksi di koperasi secara drastis karena masih

dalam fase transisi dari penggunaan uang tunai menjadi uang virtual karena masih terkendala ketersediaan fasilitas dan sosialisasi sehingga banyak yang belum memahami penggunaannya. Penerapan uang virtual pun tidak selalu berjalan lancar karena terkendala masalah jaringan, ketersediaan sarpras dan yang menjadi penanggung jawab terhadap sistem uang virtual ini masih dibebankan kepada pihak ketiga selaku pengelola koperasi sehingga penerapan uang virtual belum terintegrasi dengan sistem database pemasyarakatan. Meski begitu, penerapan uang virtual di Rutan Kelas I Depok terbilang cukup baik karena sudah menggunakan server sendiri yang dapat dioperasikan dari koperasi oleh pegawai mitra koperasi, sehingga segala bentuk pelayanan mulai dari pendaftaran, penggunaan, penanganan keluhan pengguna hingga pemblokiran akun virtual dapat dilakukan langsung tanpa harus menghubungi atau mendatangi pihak bank penyedia layanan.

Dari hasil wawancara peneliti kepada pegawai mitra koperasi, diperoleh informasi bahwa pihak mitra memberikan fasilitas berupa perangkat komputer beserta alat scan kartu, mesin cetak, webcam, mesin EDC (electronic data capture) dan pemindai sidik jari, dan juga membantu sosialisasi seputar uang virtual dan kelebihannya kepada penghuni Rutan dan pengunjung, salah satunya untuk menghindari terjadinya pungutan liar. Pihak mitra juga menjanjikan kemudahan yang diberikan kepada tahanan, warga binaan, dan keluarga dalam hal transaksi, sehingga tidak perlu lagi menitip kepada rekening milik petugas atau harus datang jauhjauh untuk memberikan uang.

Setiap harinya ada tiga orang pegawai dari mitra koperasi yang bertugas di Rutan. Satu orang bertugas di

Page 10: ANALISIS PENERAPAN UANG VIRTUAL SEBAGAI Journal of

9

Journal of Correctional Issues Volume 3, No.1 | 2020

loket setor tunai untuk melayani pengisian saldo di tempat bagi keluarga atau kerabat yang datang, loket ini terletak di sebelah loket pendaftaran kunjungan. Orang kedua bertugas mengelola barang dagangan yang diperjual belikan koperasi, dan orang ketiga bertugas sebagai admin server. Selain ketiga pegawai mitra koperasi, seluruh kegiatan juga dibantu oleh tamping koperasi dan diawasi oleh petugas Rutan. Tidak dikenakan biaya sewaktu didaftar dan untuk mendapatkan kartu, namun baru akan dikenakan biaya apabila kartu yang diberikan hilang. Kerjasama ini juga dapat dilaksanakan karena bank BRI selaku bank pemerintah yang mendukung juga memiliki keinginan untuk ikut berperan dalam mendukung program cashless society yang dicanangkan oleh pemerintah, sehingga tidak menitikberatkan dalam hal mencari keuntungan bagi pihak bank.

Dari hasil wawancara peneliti kepada pengguna penghuni Rutan diperoleh informasi tentang seberapa jauh pengetahuan tahanan dan warga binaan tentang uang virtual, bagaimana sosialisasi yang diberikan pihak Rutan untuk menjalankan sistem ini, dan ternyata cukup baik, karena para tahanan dan warga binaan akhirnya dapat menggunakan uang virtual ini dengan cukup baik dan dapat meredam penolakan yang sempat terjadi di awal. Warga binaan pun dapat melihat manfaat yang didapatkan dari penggunaan uang virtual dengan sebutan epas card ini di Rutan Kelas I Depok meskipun masih terdapat beberapa kendala teknis yang harus dihadapi, tentunya dengan pendekatan yang dilakukan kepada pengguna dan beberapa kebijakan yang diberikan apabila terjadi gangguan dalam proses penggunaannya.

Melalui wawancara, observasi dan dokumentasi ditemukan informasi sebagai berikut: 1. Penerapan uang virtual telah

berjalan selama delapan bulan, sejak Agustus 2019. Informasi ini didapat dari hasil wawancara dengan bapak Adi Alwiludin selaku petugas Rutan yang bertanggung jawab mengawasi pengelolaan koperasi. Bapak Alwi mengkonfirmasi bahwa layanan uang virtual ini mulai diterapkan pada bulan Agustus 2019.

2. Uang virtual sudah digunakan oleh seluruh tahanan dan narapidana tanpa terkecuali.

3. Satu akun virtual digunakan oleh satu orang dan tidak ada yang sama. Tanya jawab juga dilakukan dengan pegawai PT. Anugerah Vata Abadi yang menjelaskan bahwa akun virtual yang dimiliki oleh masing-masing pengguna berbeda, sehingga seluruh saldo dan transfer akan tersimpan sesuai identitas setiap tahanan dan narapidana.

4. Media penggunaan uang virtual adalah e-pas card dan sidik jari yang bersangkutan. Wawancara dan observasi yang dilakukan kepada salah satu penghuni Rutan menginformasikan terkait media yang mereka gunakan dalam penggunaannya. E-pas card dan sidik jari pemilik akun bisa digunakan dalam bertransaksi, namun ada dari informasi yang didapat, tidak semua sidik jari dapat terbaca oleh mesin pemindai, tergantung dari kondisi sidik jari penggunanya.

5. Batas minimum jumlah saldo yang bisa disimpan dalam satu akun virtual adalah nol rupiah, dan maksimal satu juta rupiah, sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.18/21/DKSP Tanggal 27

Page 11: ANALISIS PENERAPAN UANG VIRTUAL SEBAGAI Journal of

10

Journal of Correctional Issues Volume 3, No.1 | 2020

September 2016 dan Permenkumham Nomor 29 Tahun 2017. Nominal maksimal yang dapat disimpan dalam satu akun virtual tahanan/narapidana adalah sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah). Informasi ini dicantumkan dalam pamflet yang menjadi alat untuk mensosialisasikan tata cara penggunaannya berdasarkan aturan yang telah ditetapkan.

Peneliti mengevaluasi sedikitnya terdapat tiga hambatan, yakni: 1. Penerapan uang virtual yang dikelola

oleh mitra koperasi belum terintegrasi dengan SDP (sistem database pemasyarakatan) dan masih menggunakan virtual account yang sifatnya berlaku lokal di Rutan Kelas I Depok saja. Meski sudah berjalan di Rutan Kelas I Depok dengan adanya server mandiri yang mempermudah segala bentuk pelayanan, namun pelaksanaannya belum berjalan maksimal hingga saat ini. Hal ini terlihat dari pengelolaan sistem yang hanya berjalan dan bekerja di lingkungan Rutan Kelas I Depok saja, sedangkan mobilitas tahanan dan narapidana tidak dapat dihindari seperti pemindahan dari satu UPT ke UPT lainnya. Kendala terlihat ketika ada pemindahan tahanan atau narapidana ke UPT lain yang tentunya dilakukan tanpa sepengetahuan tahanan atau narapidana yang bersangkutan dan biasanya dilakukan pada malam hari. Saat yang bersangkutan akan dipindahkan, tahanan / narapidana biasanya akan mempermasalahkan saldo uang virtual yang mereka miliki. Dalam hal ini, jumlah uang yang dimiliki pada akun seorang tahanan/narapidana belum dapat

dipindahkan secara sistem ke tempat UPT yang dituju dalam pemindahan tersebut sebagaimana data yang bersangkutan yang dapat otomatis dipindahkan dan diakses langsung oleh Rutan atau Lapas melalui sistem database pemasyarakatan (SDP). Akun virtual yang terdaftarpun hanya bersifat lokal yang berlaku di Rutan Kelas I Depok saja. Padahal jika sistem ini dapat terintegrasi dengan seluruh UPT yang ada di Indonesia, maka segala bentuk proses pemindahan data termasuk penggunaan uang virtual pun akan semakin mudah.

2. Fasilitas penunjang dan perawatan yang belum memadai. Seluruh fasilitas perangkat disediakan oleh pihak mitra koperasi yakni PT. Anugerah Vata Abadi, namun untuk setiap perangkat yang disediakan belum disertakan UPS (uninterruptible power supply) atau yang lebih dikenal dengan penyimpan daya ini berfungsi sebagai penyimpan daya listrik dan penstabil aliran listrik sehingga komputer tidak mati secara mendadak saat aliran listriknya terputus atau padam, dan tidak terkena lonjakan tegangan listrik berlebih yang dapat merusak perangkat komputer. Dampaknya, setiap kali listrik padam saat koperasi dan perangkat komputer sedang beroperasi, komputer dan perangkat lainnya akan langsung mati seketika. Seringkali, transaksi yang sedang diproses melalui komputer akan terganggu dan terjadi masalah selisih saldo seperti saldo yang terpotong namun belum terekam dalam komputer sebagai pembayaran, atau mengalami gangguan jaringan yang menyebabkan transaksi tidak dapat

Page 12: ANALISIS PENERAPAN UANG VIRTUAL SEBAGAI Journal of

11

Journal of Correctional Issues Volume 3, No.1 | 2020

dilanjutkan. Tidak hanya berpengaruh teerhadap perangkat komputer saja, namun juga berimbas pada jaringan mesin EDC. Penambahan alat pendukung seperti tower pemancar gelombang dan penangkap sinyal sepertinya akan sangat membantu dalam mengatasi masalah jaringan itu sendiri. Selain itu, perangkat yang digunakan di Rutan Kelas I Depok sangat jarang dilakukan perawatan, sehingga tidak jarang perangkat yang digunakan mengalami hang, tidak dapat menyala, bahkan ada yang sampai harus diganti dengan yang baru.

3. Kesulitan menentukan pemilik kartu karena tidak ada tanda pengenal seperti nama atau foto pada e-pas card yang digunakan oleh tahanan/narapidana. E-Pas card yang digunakan oleh tahanan/narapidana di Rutan Kelas I Depok tidak tercantum nama dan foto penggunanya, akibatnya, kartu ini sangat mudah sekali hilang dan sulit mengetahui pemiliknya dan seringkali tertukar. Meskipun ketika digunakan pada komputer yang ada di kantin data pemiliknya akan terbaca, namun jika digunakan pada mesin EDC tidak tertera nama pemilik akun dan tidak menggunakan kata sandi untuk bertransaksi. Dalam jurnal Adiyanti, A.I. (2015) dijelaskan berbagai kemudahan yang didapat dari layanan ini di masyarakat, namun dengan lokasi dan kondisi pengguna yang berbeda dengan masyarakat tentu harus ada penyesuaian lebih lanjut terkait penerapannya. Kerap terjadi keluhan dari tahanan dan narapidana bahwa saldo yang mereka miliki tiba-tiba berkurang atau habis, padahal yang bersangkutan tidak merasa

melakukan transaksi. Menurut keterangan beberapa sumber, ini disebabkan karena kartu yang mereka miliki kadang diambil dan digunakan oleh orang lain tanpa sepengetahuan pemilik, dan operator kantin pun tidak terlalu jeli dalam mengawasi hal ini karena tidak ada nama dan foto yang tertera pada kartu yang dapat dikenali dengan mudah oleh operator maupun orang lain termasuk petugas, sehingga pengawasan lebih sulit. Disisi lain, menurut informasi yang didapat dari petugas dan pegawai koperasi, penggunaan kartu ini tidak dapat dihapuskan meskipun tetap dapat melakukan transaksi menggunakan sidik jari. Hal itu dikarenakan ada layanan di Rutan yang belum tersedia perangkat komputer sebagai media untuk melakukan pembayaran seperti jasa pangkas rambut dan laundry, sehingga masih menggunakan mesin EDC. Selain itu, tidak sedikit tahanan dan narapidana yang sidik jarinya sudah tidak dapat terbaca oleh alat biometric scanner. Ada yang sengaja di hilangkan, ada pula yang tidak disengaja karena aktivitas dan pekerjaan yang mereka lakukan.

Kesimpulan Pemanfaatan teknologi dalam

pelayanan ini membuat Rutan Kelas I Depok dapat menjalankan pemenuhan kebutuhan sejalan dengan aturan hukum dan ketentuan yang berlaku serta membantu peningkatan pengamanan dalam mengurangi gangguan keamanan dan ketertiban, seperti: 1. Penerapan uang virtual telah

berjalan selama 1 tahun terakhir dengan menggunakan server khusus Rutan;

Page 13: ANALISIS PENERAPAN UANG VIRTUAL SEBAGAI Journal of

12

Journal of Correctional Issues Volume 3, No.1 | 2020

2. Fasilitas pengisian saldo yang beragam;

3. Serta media transaksi yang efektif menggantikan uang tunai dalam bentuk e-pas card dan pemindaian sidik jari.

Hambatan yang ditemukan dalam penerapannya adalah: 1. Pengelolaan sistem yang masih

dibebankan kepada PT. Anugerah Vata Abadi selaku mitra koperasi, belum terintegrasi dengan sistem database pemasyarakatan dan akun virtual yang hanya berlaku di Rutan Kelas I Depok saja;

2. Fasilitas penunjang dan perawatan yang masih kurang;

3. Media yang digunakan berupa kartu belum dilengkapi dengan nama dan foto pemilik.

Implikasi

Adapun implikasi hasil penelitian ini yaitu: 1. Penerapan uang virtual ini baiknya

terintegrasi dengan baik dari satu tempat ke tempat lainnya dengan satu aplikasi utama yang dapat mengakomodir seluruh data dan informasi tahanan dan narapidana yang ada di Indonesia seperti SDP (sistem database pemasyarakatan). Dengan dukungan virtual account yang berlaku universal, diharapkan satu orang yang telah teredaftar dengan satu akun tidak perlu memindahkan isi saldonya lagi ke akun yang baru. Sehingga cukup dengan melakukan satu kali pendaftaran, maka data dan informasi termasuk jumlah saldonya pun menjadi satu rangkaian yang dapat dimutasikan dan diakses oleh UPT dimanapun tahanan/narapidana tersebut ditempatkan.

2. Hambatan berupa gangguan jaringan dan kendala operasional diharapkan dapat teratasi dengan penambahan fasilitas penunjang seperti UPS yang dapat membantu menympan daya bila aliran listrik pada Rutan terputus, dan perawatan terhadap alat penunjang dan mesin yang digunakan di Rutan Kelas I Depok diharapkan dapat meningkatkan kualitas jaringan, pelayanan, dan memperpanjang umur perangkat.

3. Penambahan identitas berupa nama dan foto tahanan atau narapidana pada e-pas card yang mereka miliki diharapkan dapat membantu pengawasan penggunaannya dengan lebih baik. Selain dapat memudahkan pemilik agar kartu yang ia miliki tidak tertukar, juga dapat memudahkan bagi petugas atau warga binaan lain yang menemukan bila ada kartu yang tercecer. Sehingga yang bersangkutan tidak perlu membuat kartu baru.

Referensi Sumber Buku: Mardjono Reksodiputro. (1997).

Kemajuan pembangunan Ekonomi dan Kejahatan. Kumpulan karangan. Jakarta: Universitas Indonesia Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum.

Maslow Abraham H. (1984). Motivasi Dan Kepribadian: Teori Motivasi Dengan Ancangan Hirarki Kebutuhan Manusia. Terjemahan Nurul Iman. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.

Masyuri, Zainuddin M. (2010). Metodologi Penelitian: Pendekatan Praktis Dan Aplikatif. Bandung: Refika Aditama.

Pigou A.C. (1949). The Veil of Money. London: Macmillan & Co1960.

Page 14: ANALISIS PENERAPAN UANG VIRTUAL SEBAGAI Journal of

13

Journal of Correctional Issues Volume 3, No.1 | 2020

Salim Peter, Salim Yenny. (2002). Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Perss.

Sjahputra iman. (2010). Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Elektronik. Bandung: PT. Alumni.

Sudirman Dindin, dkk. (2015). Refleksi 50 tahun sistem pemasyarakatan. Jakarta: Center for Detention Studies.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: R&D. Alfabeta.

Zulkifli Sunarto. (2003). Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Bandung: Zikrul Hakim.

Bank Indonesia, (2006). Paper Kajian E-money. Jakarta: Bank Indonesia.

Sumber Jurnal: Adiyanti, A.I. (2015). Pengaruh

pendapatan, manfaat, kemudahan penggunaan, daya tarik promosi, dan kepercayaan terhadap minat menggunakan layanan e-money. Malang: Universitas brawijaya.

Waspada Ikaputra. (2012). Percepatan adopsi sistem transaksi teknologi informasi untuk meningkatkan aksesbilitas layanan jasa perbankan. Jurnal keuangan dan perbankan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Citrawan Harison, Zainuddin Denny. (2015). Metode Analisis Konflik Dalam Penerapan Regulasi Pencegahan Gangguan Keamanan dan Ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Tazkiyyaturrohmah Rifqy. (2018). Eksistensi Uang Elektronik Sebagai Alat Transaksi Keuangan Modern. Ponorogo: Institut Agama Islam Riyadlotul Mujahidin Ponorogo.

Candrawati, Ni Nyoman Anita. (2013). Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Kartu E-money sebagai Alat Pebayaran dalam Transaksi Komersial. Bali: Jurnal Ekonomi Universitas Udayana.

Yudhistira, Afrizal. (2014). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Preferensi dan Aksesibilitas terhadap penggunaan Kartu Pembayaran Elektronik. Malang: Jurnal Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya.

Abidin Sofyan Muhammad, (2016). Dampak Kebijakan E-Money Di Indonesia Sebagai Alat Sistem Pembayaran Baru. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Pranoto, Salsabila Salma Sekar. (2018). Eksistensi Kartu Kredit Dengan Adanya Electronic Money (E-Money) Sebagai Alat Pembayaran Yang Sah. Semarang: Universitas Sebelas Maret

Pamungkas Tri Gilang. (2018). Pengaruh Perilaku Konsumen Terhadap Penggunaan e-money (Studi Kasus Minimarket Indomaret Kec. Binjai Kota, Kota Binjai). Medan: Universitas Islam Negeri Sumatra Utara.

Hapsari Nela Putri. (2017). Analisis Pengaruh Penggunaan E-Money Dan Daya Substitusi Transaksi E-Money Terhadap Transaksi Tunai Di Indonesia. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan kalijaga.

Sumber dokumen Negara/lembaga: Kongres PBB tentang Pencegahan

Kejahatan Dan Pengobatan Pelanggar. (1955). Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners. Jenewa.

Republik Indonesia. (1946). Reglemen Penjara (stbl.1917 Nomor 708) Dan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor G.8/230 Yang Diubah Dan Ditambah Dengan Surat Menteri

Page 15: ANALISIS PENERAPAN UANG VIRTUAL SEBAGAI Journal of

14

Journal of Correctional Issues Volume 3, No.1 | 2020

Kehakiman Nomor G.8/654 Dan 675 tentang Hal Mengurus Dan Mengawasi Penjara-Penjara. Sekertariat Negara. Jakarta.

Republik Indonesia. (1995). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Sekertariat Negara. Jakarta.

Republik Indonesia. (1998). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Sekertariat Negara. Jakarta.

Republik Indonesia. (2009). Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik. Sekertariat Negara. Jakarta.

Republik Indonesia. (2013). Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Sekertariat Negara. Jakarta.

Republik Indonesia. (2017). Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Permenkumham Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Sekertariat Negara. Jakarta.

Sumber website Pengetahuan Kanal WWW pengertian

virtual account. (n.d.). September 12, 2016. https://www.kanal.web.id/pengertian-virtual-account.