altruisme pada pedagang di pasar tradisional di …

405
ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI WONOGIRI Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Oleh: Desy Nathalia Hana NIM : 009114018 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008

Upload: others

Post on 16-Jan-2022

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL

DI WONOGIRI

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

Oleh:

Desy Nathalia Hana

NIM : 009114018

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

Page 2: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …
Page 3: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …
Page 4: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

iv

Hope is a word that every hurting heart understands. Hope shines brighter than the brightest star on the darkest night. Faith is bigger than the highest mountain. And God is greater than any obstacle of your path. Anything can be accomplished by those who fully put their hearts into it. The time to start is now; the place to start is here. May hope cast its special light upon your path and God bless everything you touch in the hours, days, and moments still to come.

- Linda Knight

… a present for my Father.

Father, I know this gift isn’t perfect, nor spectacular.

I offer this as a present because this thing is important for me and I put my heart in it. I’d like to give You what is important for me because You deserve to have it.

Page 5: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …
Page 6: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

vi

Abstrak

Desy Nathalia Hana (2008). Altruisme pada Pedagang di Pasar Tradisional di Wonogiri. Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya altruisme pada komunitas kecil dan tradisional seperti masyarakat pedesaan ditengah lingkungan yang kompetitif. Altruisme, dalam penelitian ini, diartikan sebagai hasrat untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain tanpa maksud untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri atau tanpa memikirkan kepentingan sendiri, dimana setiap orang mencoba memikirkan dan memperhatikan orang lain sebagaimana memikirkan dan memperhatikan diri sendiri. Secara garis besar, altruisme seringkali dihubungkan dengan sikap empati, moralitas, norma dan tanggung jawab sosial, serta agama. Beberapa teori yang menjelaskan mengapa orang menolong yang dipakai dalam penelitian ini diantaranya: Teori Empati, Teori Norma Sosial, Teori Behaviorisme, dan Teori Sifat. Dari berbagai teori yang ada seperti yang telah disebutkan serta melalui penelitian-penelitian tentang altruisme, peneliti menggabungkannya dengan faktor-faktor disposisional temuan para ahli Psikologi Sosial yang berhubungan dengan perilaku menolong yang diidentifikasikan sebagai karakter kepribadian altruistik. Komponen tersebut adalah sikap empati, kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong, keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang layak mereka dapatkan, inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri, perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri. Jenis penelitian ini adalah kualitatif fenomenologis. Para pedagang di pasar tradisional ditentukan sebagai sampel penelitian. Pengambilan sampel dilakukan secara typical case sampling, yaitu dengan memilih subjek yang dianggap mewakili kelompok dari fenomena yang diteliti, jumlah sampel yang digunakan adalah sembilan orang. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara dengan metode petunjuk umum wawancara. Hasil penelitian menunjukkan terdapat altruisme pada para pedagang di pasar tradisional di Wonogiri. Bentuk-bentuk altruisme yang terdapat pada para pedagang adalah menunjukkan kepedulian kepada sesama pedagang, menunjukkan kepedulian kepada pembeli, menolong orang asing yang membutuhkan, memberikan sumbangan, bersosialisasi dan bekerja sama dengan orang lain. Kata kunci: altruisme, pedagang, pasar tradisional, masyarakat pedesaan.

Page 7: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

vii

Abstract

Desy Nathalia Hana (2008). The Altruism of the Merchant in Traditional Market in Wonogiri. Psychology Majors, Psychology Faculty, University of Sanata Dharma, Yogyakarta.

This research aim to see the existence of altruism at traditional and small community in the middle of a compete environment. Altruism, in this research, is interpreted as devotion to increase others prosperity without intention to obtain; or get the advantage for ownself or without thinking importance of self, where everyone try to think and pay attention to the others as thinking and paying attention to ownself. Altruism oftenly attributed with an empathy, morality, social responsibility and norm, and also religion. Some theory that explaining why people help are used in this research: Empathy Theory, Social Norm Theory, Behaviorism Theory, and Trait Theory. From such various existing theory about altruism, researcher combined those theories with the dispositional factors which was found by the Social Psychologist that identified as altruistic personality character to search the altruism of the merchant. The components of the altruistic personality are empathy, awareness and responsibility to help others in need, believe in a just world, an initiative to help that coming within ownself, caring to others more than to ownself. The type of this research is qualitative phenomenology. The merchant in traditional market determined as research’s sample. The sample intake by typical case sampling, which is by selected the subjects that assumed represent the phenomenon on this research, the sum of the sample is nine people. The intake of the data in this research using interview technique interview and the method is guide method interview. The research shows that altruism exist among the merchant in traditional market in Wonogiri. Altruism forms that found on the merchant shows as caring to other merchant, caring to their buyer, helping stranger in need, donating, socialize and cooperate with others. Keywords: altruism, merchant, traditional market, rural society.

Page 8: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …
Page 9: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang terdalam Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus

yang telah mencurahkan kemurahan dan berkat-Nya bagi Penulis sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan. Penulis hanya dapat merencanakan dalam hati, namun kehendak

Tuhan-lah yang terlaksana. Penulis menyadari bahwa keberhasilan tidak akan

tercapai tanpa pertolongan dari Tuhan Yesus.

Lebih dari sekedar sebuah kewajiban menyelesaikan tugas akhir, Penulis

merasakan dan mengalami bahwa setiap proses, pengalaman, interaksi dengan orang-

orang yang Penulis jumpai selama mengerjakan tugas ini telah membentuk karakter

Penulis untuk menjadi manusia yang tangguh, berani, berguna bagi masyarakat, serta

mengisi hidupnya dengan segala yang positif dan bermanfaat. Kiranya karya ini juga

dapat memperkaya para pembacanya, baik dalam pengetahuan maupun inspirasi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah sangat

mendukung dalam penyelesaian tugas akhir ini.

1. Rektor Universitas Sanata Dharma, Dr. Ir. Paulus Wiryono Priyotamtama S.J.,

M.Sc., untuk telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk berkarya dan

menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.

2. Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri. Terima kasih karena telah memberikan

izin dan kesempatan kepada Penulis untuk melakukan penelitian di “Pasar Kota

Wonogiri”.

3. Dosen Pembimbing Skripsi, Dr. A. Supratiknya. Pak Pratik, merupakan

kebanggaan tersendiri dan pengalaman yang luar biasa bagi saya menjadi anak

Page 10: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

x

bimbing Bapak. Terima kasih untuk kesabaran Bapak membimbing saya

walaupun saya sering terlambat mengumpulkan revisi.

4. Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, P. Eddy Suhartanto, S.Psi.,

M.Si., atas kesempatan yang telah diberikan sehingga Penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir. Saya juga mengucapkan terima kasih karena Bapak

telah menguji dan memberikan banyak masukan untuk meningkatkan kualitas

skripsi saya.

5. Wakil Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, V. Didik Suryo

Hartoko, S.Psi., M.Si., atas kesempatan yang telah diberikan sehingga Penulis

dapat menyelesaikan tugas akhir. Saya juga mengucapkan terima kasih karena

Bapak telah menguji dan memberikan inspirasi untuk saya menjadi kreatif serta

memiliki pikiran yang luas dan terbuka.

6. Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Sylvia

CMYM, S.Psi., M.Si., yang telah banyak berjuang dan membimbing kami

angkatan 2000 sehingga kami akhirnya bisa lulus.

7. Papa, Mama, Kakak-kakakku, K’ Yanto & K’ Tono, adikku Lena. Terima kasih

sudah memaklumiku, tekun mendoakan dan sabar menantikan kelulusanku.

8. Hanter, untuk kesetiaannya mendukungku menyelesaikan skripsi. Thank’s for not

give-up and tired ngadepin diriku yang perfeksionis…

9. Ps. PJ & cie Viona, Ps. Q, K’ Yanik, thank’s for being my sheperd and always

pray for me.

10. Pipit, Astri, Anet, yang setia menyertaiku sampai di garis akhir. Kehadiran kalian

menemaniku ujian sangat berarti. Thank’s for being there and helping me. Juga

Page 11: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

xi

buat Tania, Etik, Donny, Andre, teman-teman senasib dan sepenanggungan.

Akhirnya kita lulus juga!

11. Ibu Djum dan Mbak Lies, yang telah membantu saya mencari Subjek penelitian

dan memberikan informasi seputar “Pasar Kota Wonogiri”.

12. Para pedagang di “Pasar Kota Wonogiri”, terima kasih untuk keramahan dan

kerjasamanya.

13. Ibu Nanik, Mas Gandung, Pak ‘Gi, terima kasih sudah banyak menolong

sehingga saya akhirnya bisa ujian. Maaf saya merepotkan anda sekalian karena

daftar ujian mepet-mepet ☺

14. Teman-temanku, Sandy, Lany, Irma, Iin, cie Yun, Evie, Ohaq, Thesa, Tina,

Cilya, Isma. Thank’s buat doanya.

Page 12: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

xii

DAFTAR ISI Halaman

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………….. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………………. ii

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………… iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………………… iv

HALAMAN KEASLIAN KARYA …………………………………………... v

ABSTRAK ……………………………………………………………………. vi

ABSTRACT …………………………………………………………………... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……………. viii

KATA PENGANTAR ………………………………………………………... ix

DAFTAR ISI …………………………………………………………………. xii

DAFTAR TABEL ……………………………………………………………. xiv

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… xv

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1

A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………. 1

B. Rumusan Masalah ………………………………………………….. 7

C. Tujuan Penelitian …………………………………………………... 7

D. Manfaat Penelitian …………………………………………………. 8

BAB II DASAR TEORI …………………………………………………….. 9

A. Altruisme …………………………………………………………… 9

1. Pengertian Altruisme ………………………………………….. 9

2. Teori-teori Mengenai Altruisme ………………………………. 10

3. Karakteristik Kepribadian Altruis …………………………….. 13

Page 13: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

xiii

B. Pedagang di Pasar Tradisiaonal di Wonogiri …………………........ 17

1. Pedagang di Pasar Tradisional ………………………………... 17

2. Wonogiri ……………………………………………………… 18

3. Manusia Jawa …………………………………………………. 21

C. Kerangka Penelitian ………………………………………………. 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN …………………………………… 27

A. Desain Penelitian ………………………………………………….. 27

B. Subjek Penelitian ………………………………………………….. 28

C. Fokus Penelitian …………………………………………………... 32

D. Metode Pengumpulan Data ……………………………………….. 35

E. Analisis Data ……………………………………………………… 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………… 42

A. Hasil Penelitian …………………………………………………… 42

1. Analisis Data Per Subjek Penelitian ………………………..... 42

2. Analisis Data Antar Subjek Penelitian ………………………. 114

3. Triangulasi …………………………………………………… 125

B. PEMBAHASAN ………………………………………………… 138

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………... 160

A. Kesimpulan ……………………………………………………… 160

B. Keterbatasan Penelitian …………………………………………. 162

C. Saran …………………………………………………………….. 162

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………... 164

LAMPIRAN ……………………………………………………………….. 166

Page 14: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

TABEL 1. Data Demografi Subjek …………………………………………. 32

TABEL 2. Petunjuk Umum Wawancara ………….. ………………………... 36

Page 15: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

GAMBAR 1. Peta Jawa Tengah …………………………………………..... 19

GAMBAR 2. Peta Wonogiri …………………………………………........... 20

Page 16: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebiasaan untuk memberikan pertolongan tanpa pamrih kepada orang lain

yang membutuhkan sebenarnya sudah menjadi sebuah tradisi universal di seluruh

dunia karena memang kegiatan tersebut terbukti memberikan kontribusi yang luar

biasa bagi kelangsungan hidup manusia. Jika kita cermati, selalu tersedia sarana

untuk beramal, baik di berbagai pusat perbelanjaan, tempat ibadah, maupun media

massa yang secara khusus ditujukan bagi korban bencana alam, kecelakaan, korban

kriminalitas, serangan penyakit, dan sebagainya. Orang-orang muda mendonorkan

darahnya kepada PMI dengan sukarela. Negara yang sudah maju memberikan

bantuan makanan kepada negara miskin yang kelaparan. Banyak yayasan dan

organisasi sosial didirikan untuk kepentingan kesejahteraan manusia. Bahkan, Bunda

Theresa mendedikasikan hidupnya untuk membantu orang-orang miskin di India dan

merawat mereka tanpa memungut biaya. Terdapat begitu banyak cara untuk

memberikan pertolongan cuma-cuma bagi mereka yang membutuhkan.

Bertentangan dengan semua itu, ada juga orang yang begitu memikirkan diri

sendiri hingga enggan menyempatkan diri untuk menolong tetangganya yang sedang

dalam kesulitan karena takut waktunya tersita sebab baginya “waktu adalah uang”. Ia

juga enggan memberikan uang sekedarnya kepada pengemis di pinggir jalan karena

merasa telah bekerja keras demi memperoleh penghasilan bagi dirinya sendiri dan

Page 17: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

2

sayang jika harus diberikan kepada orang lain secara cuma-cuma. Manusia dapat

menjadi begitu kejam, egois dan tidak manusiawi dalam memperlakukan sesamanya.

Perilaku menolong orang lain tanpa pamrih sering disebut altruisme. Secara

sederhana, altruisme dapat didefinisikan sebagai suatu sikap untuk memberikan

keuntungan/manfaat/kebaikan bagi orang lain (What Is Altruism?, 2004). Altruisme

mudah ditemukan pada orang-orang yang memiliki hubungan yang sehat antara satu

dengan yang lain serta pada komunitas kecil dan tradisional seperti masyarakat

pedesaan. Penelitian Latane & Darley (1970, dalam Koeswara, 1989) menunjukkan

adanya korelasi yang signifikan antara latar belakang kehidupan dan perilaku

menolong pada individu-individu yang hidup dalam komunitas kecil (masyarakat

pedalaman atau kota-kota kecil). Pada individu-individu yang hidup dalam

komunitas kecil ini motivasi atau kesediaan menolong lebih besar dibanding dengan

individu yang hidup dalam komunitas atau lingkungan masyarakat kota-kota besar.

Penelitian mereka yang terakhir juga menunjukkan bahwa kegotongroyongan

masyarakat pedesaan lebih kuat dibandingkan dengan kegotongroyongan masyarakat

perkotaan.

Wonogiri merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Propinsi Jawa

Tengah. Tingkat kepadatan penduduk di Wonogiri termasuk rendah. Daerahnya

terbagi-bagi dalam beberapa desa. Perekonomian kabupaten ini lebih

menitikberatkan pada sektor pertanian. Oleh sebab itu, sebagian besar penduduknya

mendasarkan hidupnya di sektor pertanian. Sebagian yang lain bekerja sebagai buruh

bangunan, buruh industri, pedagang, pengusaha, pegawai negeri, dan polisi. Dalam

hal pendidikan, kebanyakan diantaranya hanya menamatkan pendidikan sekolah

Page 18: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

3

dasar atau sekolah menengah. Hanya sedikit saja yang menamatkan pendidikan

tinggi. Individu yang tinggal di daerah yang tingkat kepadatan penduduknya

terbilang rendah dan masyarakatnya masih hidup secara tradisional, dikenal dengan

rasa kekeluargaan dan kegotong-royongan mereka yang tinggi dalam hidup

bermasyarakat, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Latane & Darley lewat

penelitian mereka (1970, dalam Koeswara, 1989).

Sebagian besar penduduk Wonogiri adalah orang-orang keturunan Jawa asli.

Hal ini dapat dilihat dari letak daerahnya yang masih berada di perbatasan wilayah

Jawa Tengah dan Yogyakarta. Marbangun Hardjowirogo (Hardjowirogo, 1983)

dalam tulisannya mengenai Manusia Jawa, menjelaskan bahwa manusia Jawa

memiliki rasa kemanusiaan yang besar, karena itu orang Jawa cenderung selalu

mengutamakan perlakuan manusiawi terhadap orang lain serta perasaannya mudah

tergerak oleh penderitaan sesama. Magnis Suseno (Suseno, 1983) mengemukakan

dalam tulisannya bahwa manusia Jawa memiliki semboyan “sepi ing pamrih, rame

ing gawe,” yang artinya tidak memikirkan kepentingan diri sendiri, melakukan

kewajiban-kewajibannya dalam hidup bermasyarakat. Sikap “sepi ing pamrih, rame

ing gawe,” ditunjukkan lewat saling membantu, hidup damai dan rukun dengan

orang lain serta menghargai orang lain tanpa memandang perbedaan-perbedaan

dalam kedudukan sosial dan kekuatan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa orang

Jawa cenderung mengutamakan kepentingan orang lain atau masyarakat

dibandingkan kepentingan pribadi, sebab bagi orang Jawa hidup rukun dan selaras

dengan sesama merupakan nilai sosial utama dan sikap mempertahankan

kepentingan pribadi dinilai agak rendah dalam etika Jawa (Suseno, 1983).

Page 19: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

4

Sejak kecil seorang anak Jawa diajar untuk hidup berdampingan dengan orang lain,

menghormati orang lain, membawa diri secara beradab, mempelajari unsur tata

krama yang diharapkan dari seorang Jawa dewasa, supaya apabila ia dewasa ia

memahami dan memaknai bahwa kesejahteraannya, bahkan eksistensinya tergantung

dari kesatuannya dengan kelompoknya (Suseno, 1984). Bagi orang Jawa, hidup

rukun adalah nilai sosial yang utama. Mereka mewajibkan gotong royong kepada

masyarakatnya. Hal ini disebabkan karena gotong royong menekankan agar orang

bersedia menomorduakan kepentingan pribadi dan haknya sendiri demi kebersamaan

seluruh desa. Orang Jawa juga cenderung lunak dalam menghadapi hidup. Ia merasa

tidak perlu bersusah payah untuk tetap bertahan hidup. Ia juga memiliki anggapan

bahwa ia bisa memenuhi syarat-syarat hidup bagi diri sendiri dan keluarganya tanpa

perlu mencurahkan tenaga serta pikiran yang berlebih. Dia adalah manusia yang

lekas merasa puas dengan nasib dan apa yang dicapainya.

Suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan serta sikap merasa tidak peru

bersusah payah untuk bertahan hidup yang terdapat pada individu yang hidup dalam

komunitas kecil dan tradisional seperti masyarakat pedesaan ini cenderung rendah

dan jarang ditemukan pada orang-orang yang hidup di alam moderen dan kapitalis

seperti sekarang.

Kapitalisme merupakan salah satu aliran dalam ilmu ekonomi yang

menekankan prinsip memproduksi barang atau menghasilkan sesuatu secara efektif

dengan modal yang sesedikit mungkin supaya dapat meraih keuntungan sebanyak

mungkin (Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas). Kapitalisme

menekankan pada sistem investasi dan kepemilikan barang-barang produksi dan

Page 20: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

5

distribusi dikuasai oleh satu orang orang atau satu perusahaan saja. Paham ini

meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan

sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan

intervensi pasar guna keuntungan bersama. Pada akhirnya, kekuasaan tertinggi

menurut aliran ini adalah terletak di tangan satu orang atau satu perusahaan saja,

dimana pihak lain tidak dapat campur tangan di dalam sistem ekonomi mereka.

Persaingan di antara para produsen terjadi begitu ketat. Keadaan ini kemudian

menimbulkan isolasi individual karena mereka hanya mengejar keuntungan. Mereka

menjadi lebih menghargai uang dan karir daripada orang lain. Ditambah lagi, era

kecanggihan teknologi yang mengalami kemajuan yang begitu pesat seperti masa

sekarang ini membuat orang yang berada di belahan dunia lain menjadi begitu dekat

dengan kita sehingga jarak menjadi tidak berarti tetapi sekaligus menjadikan

kebanyakan orang menjadi begitu individualistik karena mereka dapat melakukan

begitu banyak kegiatan yang diinginkan hanya dalam satu ruangan lewat sebuah alat

canggih tanpa perlu berinteraksi dengan orang lain. Disini kita dapat melihat bahwa

kapitalisme dan moderenisasi merupakan dua hal yang bertolak-belakang dengan

altruisme. Kapitalisme dan moderenisasi berpusat pada diri sendiri, sementara

altruisme berpusat pada orang lain.

Individu yang berkaitan paling erat dengan kapitalisme adalah pedagang.

Pedagang adalah orang yang menjual barang atau jasa langsung pada konsumen

akhir untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka (Ensiklopedi Nasional Indonesia,

1997). Pekerjaan menjual barang atau jasa dilakukan pedagang ditempat-tempat

dimana kegiatan ekonomi berlangsung, yaitu tempat-tempat seperti: pasar, super

Page 21: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

6

market, toko, pusat grosir, pusat perbelanjaan. Ada beberapa macam jenis pasar yang

digunakan sebagai tempat melaksanakan kegiatan ekonomi, diantaranya pasar bebas,

pasar modal, dan pasar tradisional. Pada penelitian ini, peneliti lebih menekankan

pada pasar tradisional karena proses kegiatan ekonomi dalam sebuah pasar

tradisional terjadi secara langsung antara penjual dan pembeli, sesuai dengan definisi

dan aktivitas ekonominya (dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1997) bahwa

pasar tradisional adalah tempat terjadinya pertukaran barang dan jasa antara penjual

dan pembeli, dimana proses tawar-menawar dilakukan oleh penjual dan pembeli

secara langsung, dengan pembayaran langsung berupa uang tunai. Pertemuan antara

penjual dan pembeli secara langsung akan memunculkan interaksi diantara mereka,

baik antara penjual dengan sesama pedagang maupun antara penjual dengan pembeli.

Dilema yang nampak lewat fenomena manusia Jawa yang tinggal di

pedesaan, namun juga dipengaruhi oleh sistem kapitalis karena bekerja sebagai

pedagang, memunculkan pertanyaan dalam diri peneliti. Apakah masyarakat

pedesaan yang berada dalam sebuah situasi dimana terdapat persaingan ekonomi

demi mencapai kesejahteraan pribadi tetap memiliki motivasi atau kesediaan

menolong? Apakah altruisme pada masyarakat tersebut masih dapat dijumpai?

Peneliti ingin melihat adakah altruisme pada individu yang bekerja sebagai

pedagang, dimana pedagang itu sendiri berkaitan dengan kapitalisme, tetapi tinggal

di daerah yang masih menjunjung tinggi rasa kekeluargaan serta budaya gotong-

royong dan hidup rukun dalam hidup bermasyarakat.

Gejala-gejala yang ada dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul tersebut

kemudian menarik perhatian peneliti untuk mengamati dan menyelidiki lebih jauh

Page 22: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

7

agar dapat memperoleh gambaran mengenai ada tidaknya altruisme pada pedagang

serta seperti apa bentuk-bentuk altruisme mereka. Karenanya, peneliti mengangkat

topik pembahasan skripsi dengan judul: “Altruisme Pada Pedagang di Pasar

Tradisional di Wonogiri”.

Penduduk Kabupaten Wonogiri yang bekerja sebagai pedagang di pasar

tradisional ditentukan sebagai sampel penelitian karena cukup signifikan untuk

melihat ada tidaknya altruisme pada komunitas kecil di tengah situasi dan kondisi

yang cenderung kompetitif serta bentuk-bentuk altruisme pada para pedagang

tersebut. Kegiatan jual-beli barang dan jasa tersebut dilakukan di sebuah lokasi pasar

yang terletak di Kabupaten Wonogiri yang disebut “Pasar Kota Wonogiri”.

B. Rumusan Masalah

1. Adakah altruisme terhadap pedagang lain dan terhadap pembeli pada pedagang di

pasar tradisional di Wonogiri?

2. Apabila altruisme pada pedagang di pasar tradisional di Wonogiri dapat

ditemukan, apa saja bentuk-bentuk altruisme tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya altruisme terhadap

pedagang lain dan terhadap pembeli pada pedagang di pasar tradisional di Wonogiri

Page 23: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

8

serta mendeskripsikan bentuk-bentuk altruisme pada pedagang di pasar tradisional di

Wonogiri.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi kajian ilmiah ilmu

psikologi mengenai altruisme serta melihat gambaran mengenai perilaku altruisme

khususnya pada pedagang di pasar tradisional di masa sekarang ini berdasarkan teori

yang ada sebelumnya serta untuk semakin memperkaya bidang penelitian ilmu

psikologi, khususnya pada bidang psikologi sosial. Disamping itu, penelitian ini

digunakan sebagai masukan kajian ilmiah yang menambah wawasan dan

pengetahuan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri.

2. Manfaat Praktis

Melalui pengetahuan serta informasi yang dapat di tangkap dari penelitian ini,

besar harapan peneliti agar penelitian ini dapat memberikan memberikan inspirasi

dan gambaran yang konkrit bagi pembaca untuk membudayakan perilaku altruisme

di tengah era moderenisasi yang kian membawa manusia pada gejala individualisme.

Dengan demikian, kita dapat turut menjaga salah satu tradisi budaya yang mampu

membawa dampak positif bagi lingkungan masyarakat di sekitar kita.

Page 24: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

BAB II

DASAR TEORI

A. Altruisme

1. Pengertian Altruisme

Secara etimologis, altruisme berasal dari bahasa Italia, altrui. Kata ini sendiri

diadaptasi dari bahasa Latin alter, yang berarti orang lain (What Is Altruism?, 2004).

Berdasarkan asal katanya, altruisme dapat didefinisikan sebagai usaha untuk

memberikan keuntungan/manfaat/kebaikan bagi orang lain. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (1989), altruisme merupakan sebuah paham atau sifat suka

memperhatikan dan mengutamakan kepentingan orang lain; sikap manusia yang

mungkin bersifat naluri berupa dorongan untuk berbuat jasa kepada manusia lain.

Myers (1996) mendefinisikan altruisme sebagai hasrat untuk menolong orang lain

tanpa memikirkan kepentingan sendiri (dalam Sarwono, 1999). Perilaku altruistik

sendiri merupakan bentuk perilaku menolong dimana tujuan utama dari orang yang

menolong adalah untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain tanpa mengharapkan

imbalan (Social Psychology Glossary, 2004). Dapat juga dikatakan, perilaku ini

mengacu pada tindakan yang bertujuan untuk menolong orang lain tanpa maksud

untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri (Huffman, Vernoy & Vernoy, 1997).

Altruisme merupakan perilaku yang menguntungkan orang lain (Staub, 1978).

Bersumber dari beberapa definisi dan keterangan mengenai altruisme diatas,

maka dalam penelitian ini altruisme diartikan sebagai hasrat untuk meningkatkan

Page 25: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

10

kesejahteraan orang lain tanpa maksud untuk memperoleh keuntungan bagi diri

sendiri atau tanpa memikirkan kepentingan sendiri, dimana setiap orang mencoba

memikirkan dan memperhatikan orang lain sebagaimana memikirkan dan

memperhatikan diri sendiri.

2. Teori-teori mengenai Altruisme

Secara garis besar, altruisme seringkali dihubungkan dengan sikap empati,

moralitas, norma dan tanggung jawab sosial, serta agama. Dalam upaya untuk

menjelaskan altruisme secara lebih jelas dan terfokus, para psikolog memiliki

beberapa pendekatan mengenai altruisme. Berikut ini adalah teori-teori yang

menjelaskan mengapa orang menolong (Baron & Byrne, 1993; Huffman, Vernoy &

Vernoy, 1997; Sarwono, 1999) :

a. Teori Empati. Seseorang dapat bertindak altruis apabila dia memahami

kebutuhan, keinginan atau tujuan yang hendak dicapai orang lain dan bertindak

memenuhinya. Teori Empati merupakan sebuah pendekatan yang menjelaskan

altruisme dari sudut psikologis. Teori Empati berkenaan dengan perasaan dan emosi

dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi perilaku menolong. Perasaan atau

emosi tersebut berupa perasaan atau emosi negatif, seperti sedih, marah, kecewa,

atau sebaliknya perasaan atau emosi positif, seperti senang, bahagia. Perasaan atau

emosi negatif dapat menghambat atau mendorong perilaku menolong, sedangkan

perasaan atau emosi positif lebih cenderung mendorong perilaku menolong.

Sebuah model yang digunakan dalam Teori Empati untuk menjelaskan

tentang altruisme adalah empathy-altruism hypothesis (hipotesis empati-altruisme).

Page 26: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

11

Empathy-altruism hypothesis menjelaskan bahwa perilaku altruistik didorong oleh

sikap empati terhadap orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Pendekatan ini

dikemukakan oleh Batson yang melihat bahwa dalam beberapa situasi, perilaku

menolong tidak didasari oleh kepentingan pribadi tetapi benar-benar terfokus pada

orang yang membutuhkan pertolongan (Batson, 1991; Batson et al., 1991, dalam

Huffman, Vernoy & Vernoy, 1997).

Berdasarkan hipotesis empati-altruisme ini, sikap empati dapat timbul

meskipun hanya dengan melihat penderitaan orang lain atau memperhatikan mereka

yang membutuhkan. Ketika kita memiliki perasaan empati terhadap orang yang

membutuhkan, kita akan terfokus pada masalah mereka dan bukan pada masalah kita

sendiri, kemudian kita akan terdorong untuk menanggapi kebutuhan orang lain

secara emosional maupun ditunjukkan melalui tindakan nyata dengan menolong

mereka (Buss, 1995).

Sikap empati yang muncul dalam diri seseorang dipengaruhi oleh faktor

kognitif seseorang, dimana reaksi kognitif yang muncul dalam diri orang tersebut

akan mendorongnya untuk menolong orang lain yang membutuhkan. Reaksi kognitif

tersebut ditunjukkan dengan cara menempatkan diri sendiri pada perspektif orang

lain serta merasa bertanggung jawab terhadap orang lain.

b. Teori Norma Sosial. Menurut teori ini, orang menolong karena diharuskan oleh

norma masyarakat. Norma mendorong seseorang untuk bertindak altruis karena

norma adalah aturan umum yang memberitahukan perilaku yang diharapkan

masyarakat. Salah satu norma sosial yang biasanya dijadikan pedoman untuk

berperilaku menolong adalah norma tanggung jawab sosial (social responsibility

Page 27: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

12

norm). Norma tanggung jawab sosial mewajibkan kita untuk menolong orang lain

tanpa mengharapkan balasan apapun.

Menurut norma tanggung jawab sosial, tindakan menolong semata dilakukan

karena ada orang lain yang membutuhkan dan kita harus memberi pertolongan bagi

orang tersebut sebab kita bertanggung jawab untuk menunjukkan sikap yang baik

terhadap orang lain tanpa dibarengi dengan motivasi lain yang bertujuan untuk

memperoleh keuntungan bagi diri sendiri. Norma tanggung jawab sosial mendorong

orang untuk bertanggung jawab dan bersosialisasi dengan orang lain.

c. Teori Behaviorisme. Teori Behaviorisme mengatakan bahwa manusia menolong

sebab masyarakat membiasakan mereka untuk menolong orang lain. Ketika

perbuatan tersebut dilakukan maka masyarakat akan memberikan ganjaran yang

positif atau pahala bagi tindakan tersebut. Pahala tersebut layak diberikan kepada

orang yang memberikan pertolongan bagi sesamanya karena dengan bertindak

demikian berarti ia melakukan hal yang baik dan benar sesuai dengan apa yang telah

dibiasakan oleh masyarakat.

d. Teori Sifat (Trait). Selama bertahun-tahun para ahli mengadakan penelitian untuk

mengetahui mengapa tingkat altruisme antar individu satu dengan yang lainnya

berbeda-beda (Baron & Byrne, 1993). Ada individu yang lebih altruis daripada yang

lainnya.

Orang yang mau membantu orang lain tanpa mengharapkan balasan sama

sekali, seperti Ibu Theresa, kemungkinan didorong oleh sifat atau trait menolong

(agentic disposition) yang sudah tertanam dalam kepribadian orang yang

bersangkutan (Guagnano, 1995 dalam Sarwono, 1999). Bierhoff, Klien & Kramp

Page 28: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

13

(1991 dalam Sarwono, 1999) menyatakan bahwa orang-orang yang perasa dan

berempati tinggi dengan sendirinya lebih memikirkan orang lain karenanya lebih

terdorong untuk menolong. Demikian pula orang yang memiliki pemantauan diri

(self monitoring) yang tinggi akan cenderung lebih penolong karena dengan menjadi

penolong ia memperoleh penghargaan sosial yang lebih tinggi (White & Gerstein,

1987 dalam Sarwono, 1999).

Sifat atau trait menolong yang sudah tertanam dalam kepribadian seseorang

bisa berasal dari faktor agama. Hampir seluruh agama yang ada di dunia

mengajarkan manusia untuk berbuat baik terhadap sesamanya. Menurut Gallup

(1984, dalam Sarwono, 1999), 12% dari orang Amerika Serikat tergolong taat

beragama dan 45% di antara mereka ikut membantu dalam pekerjaan-pekerjaan

sosial. Di kalangan masyarakat yang tidak taat beragama persentase orang yang ikut

membantu hanya 22%. Tetapi, menurut penelitian Sappington & Baker (1995), yang

berpengaruh terhadap perilaku menolong bukanlah seberapa kuatnya ketaatan

beragama, melainkan bagaimana kepercayaan atau keyakinan orang yang

bersangkutan tentang pentingnya menolong yang lemah seperti yang diajarkan oleh

agama (dalam Sarwono, 1999).

3. Karakteristik Kepribadian Altruis

Penjelasan diatas merupakan pembahasan mengenai beberapa teori

altruisme yang digunakan sebagai dasar teori dalam penelitian ini. Teori-teori

tersebut adalah Teori Empati, Teori Norma Sosial, Teori Behaviorisme dan Teori

Sifat (Trait).

Page 29: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

14

Dari berbagai teori yang ada seperti yang telah disebutkan serta melalui

penelitian-penelitian tentang altruisme, para ahli Psikologi Sosial mencari faktor-

faktor disposisional apa yang berhubungan dengan perilaku menolong. Mereka

kemudian mengidentifikasikan beberapa karakteristik yang merupakan komponen

kepribadian altruistik sebagai berikut (Baron & Byrne, 1993):

a. Empati. Seseorang dengan kepribadian altruistik memiliki suatu konsep diri yang

dipengaruhi oleh sikap empati. Sikap empati tersebut terwujud dalam kemampuan

untuk bertanggung jawab dan bersosialisasi, memiliki kontrol diri dalam menghadapi

situasi, memiliki hasrat untuk menciptakan kesan yang baik di mata orang lain,

mencapai tujuannya dengan cara-cara yang pantas/sesuai menurut norma-norma

umum yang berlaku di masyarakat, dan memiliki tenggang rasa terhadap orang lain..

b. Keyakinan pada keadilan. Orang altruis yakin dan percaya akan adanya keadilan

di dunia ini. Mereka percaya bahwa perilaku yang baik akan mendapat pahala dan

perilaku yang buruk akan mendapatkan hukuman. Dengan kata lain, mereka yakin

bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang layak mereka dapatkan. Dalam

dirinya, seorang altruis yakin bahwa orang yang memberi pertolongan berarti

melakukan hal yang benar dan akan mendapatkan manfaat daripadanya.

c. Tanggung jawab sosial. Norma tanggung jawab sosial mengharuskan kita untuk

melakukan yang terbaik guna menolong orang lain. Orang-orang yang menerima

pandangan ini akan lebih mudah memberikan pertolongan dibandingkan dengan

orang-orang yang menolak tanggung jawab tersebut karena mereka menganggap hal

itu tidak sesuai dengan diri mereka. Orang dengan kepribadian altruistik akan lebih

cenderung menerima dan melaksanakan norma tersebut dalam kehidupan mereka.

Page 30: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

15

d. Locus of control internal (Internal locus of control). Salah satu karakteristik yang

terdapat dalam kepribadian altruistik adalah adanya inisiatif untuk menolong yang

berasal dari dalam diri sendiri, bukan yang disebabkan oleh dorongan kekuatan dari

luar, takdir, atau keberuntungan. Dengan demikian, orang yang memiliki kepribadian

altruistik akan berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka dapat memaksimalkan

hal-hal yang baik dan meminimalkan hal-hal yang buruk.

e. Tingkat egosentrisme yang rendah. Orang yang terfokus pada dirinya sendiri

memiliki hasrat kompetitif yang tinggi dan hasrat yang rendah untuk menolong orang

lain. Sebaliknya, seorang altruis lebih suka bekerja sama dan lebih mudah memberi

pertolongan daripada orang yang individualistik atau menekankan nilai kompetitif.

Dengan menurunkan dari pengertian altruisme, teori-teori mengenai altruisme

serta karakteristik pribadi altruis temuan para ahli Psikologi Sosial diatas, maka

dapat disimpulkan bahwa orang dengan kepribadian altruistik memiliki :

a. Sikap empati. Sikap empati yang terdapat pada pribadi altruis dapat dilihat dari

kemampuan seseorang untuk menempatkan diri dalam perspektif orang lain serta

kemampuan bersosialisasi dan bertoleransi. Orang yang memiliki sikap empati akan

terdorong untuk menanggapi kebutuhan orang lain baik secara emosional maupun

ditunjukkan melalui tindakan nyata dengan menolong mereka. Orang yang memiliki

sikap empati juga memiliki kontrol diri, memiliki hasrat untuk menciptakan kesan

yang baik di mata orang lain, dan mencapai tujuannya dengan cara-cara yang

pantas/sesuai dengan norma-norma umum yang berlaku di masyarakat.

b. Memiliki kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong.

Berbeda dengan kemampuan bertanggung jawab yang didasari oleh sikap empati,

Page 31: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

16

kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong disini lebih

dipengaruhi oleh norma tanggung jawab sosial. Orang yang menerima norma

tanggung jawab sosial yang berlaku di masyarakat menyadari bahwa perilaku

menolong merupakan tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini membuat orang tersebut

sadar bahwa ia memiliki kewajiban untuk menolong.

c. Memiliki keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa

yang layak mereka dapatkan. Keyakinan yang dimaksud adalah sebuah keyakinan

bahwa orang yang memberi pertolongan berarti melakukan hal yang benar dan akan

mendapatkan manfaat daripadanya. Sebagaimana telah disinggung dalam teori

Behaviorisme bahwa masyarakat akan memberikan ganjaran positif atau pahala bagi

orang yang menolong sesamanya. Pahala tersebut layak diberikan kepada orang yang

memberikan pertolongan bagi sesamanya karena dengan memberi pertolongan bagi

orang lain berarti ia melakukan hal yang baik dan benar sesuai dengan apa yang telah

dibiasakan oleh masyarakat.

d. Memiliki inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri. Tindakan

menolong yang berasal dari inisiatif dari dalam diri sendiri merupakan suatu tindakan

yang tidak didasari oleh dorongan kekuatan dari luar, percaya kepada takdir atau

keberuntungan, melainkan karena adanya dorongan dari dalam diri sendiri yang

membuat seseorang berperilaku sedemikian rupa untuk melakukan hal-hal yang baik

bagi orang lain yang membutuhkan.

e. Memiliki perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri.

Orang yang memiliki perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya

sendiri akan lebih mudah bekerja sama dengan orang lain, terfokus pada orang yang

Page 32: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

17

membutuhkan dan cenderung mendahulukan kepentingan mereka daripada

kepentingan diri sendiri.

Kelima karakteristik yang merupakan komponen kepribadian altruistik seperti

telah disebutkan akan digunakan sebagai parameter dalam pengukuran altruisme para

pedagang pasar tradisional di Wonogiri.

B. Pedagang di Pasar Tradisional di Wonogiri

1. Pedagang di Pasar Tradisional

Di dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, kata pedagang didefinisikan

sebagai orang yang menjual barang atau jasa langsung pada konsumen akhir untuk

memenuhi kebutuhan pribadi mereka (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1997). Kata

pasar didefinisikan sebagai lembaga ekonomi tempat terjadinya pertukaran barang

dan jasa antara penjual dan pembeli. Pasar tradisional sendiri dapat diartikan sebagai

tempat terjadinya pertukaran barang dan jasa antara penjual dan pembeli, dimana

proses tawar-menawar dilakukan oleh penjual dan pembeli secara langsung, dengan

pembayaran langsung berupa uang tunai.

Dengan menggabungkan ketiga definisi tersebut, maka pedagang di pasar

tradisional diartikan sebagai orang yang menjual barang atau jasa langsung pada

konsumen akhir untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka, dimana proses tawar-

menawar barang dan jasa antara penjual dan pembeli terjadi secara langsung, dengan

pembayaran langsung berupa uang tunai. Pedagang pasar tradisional tersebut

meliputi pedagang sayuran, pedagang buah, pedagang makanan jajan-pasar,

Page 33: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

18

pedagang daging (daging ayam, daging ikan, daging sapi), dan pedagang

kelontong/sembilan bahan pokok (sembako).

2. Wonogiri

Wonogiri merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah. Ibu

kotanya adalah Kotamadya Wonogiri. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten

Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar di utara, Kabupaten Ponorogo di timur,

Daerah Istimewa Yogyakarta (Kabupaten Gunung Kidul) di barat, Kabupaten

Pacitan dan Samudera Hindia di selatan. Luasnya 1.822,11 kilometer persegi, terbagi

atas 22 kecamatan, 251 desa, dan 43 kelurahan (Ensiklopedi Nasional Indonesia,

1997). Secara fisiografi, sebagian wilayah kabupaten ini terdiri atas pegunungan

yang berbatu gamping, terutama di bagian selatan yang termasuk jajaran Pegunungan

Sewu atau Seribu.

Dibandingkan dengan tingkat kepadatan penduduk di Propinsi Jawa Tengah,

tingkat kepadatan penduduk kabupaten ini termasuk rendah. Sebagian besar

penduduk mendasarkan hidupnya di sektor pertanian (67%), baik sebagai petani

maupun buruh tani. Sebagian kecil bekerja sebagai buruh bangunan, buruh industri,

pedagang besar, pedagang di pasar tradisional, pengusaha, pegawai negeri, dan

polisi. Ada juga yang bekerja di sektor jasa angkutan dan nelayan. Sebagian besar

penduduk hanya tamat sekolah dasar dan sekolah menengah. Jumlah penduduk yang

menamatkan pendidikannya di jenjang yang lebih tinggi cukup sedikit.

Perekonomian di Kabupaten Wonogiri lebih menitikberatkan pada sektor pertanian

meskipun keadaan alam dan tanahnya kurang subur.

Page 34: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

19

Gambar 1. Peta Jawa Tengah

Page 35: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

20

Gambar 2. Peta Wonogiri

Page 36: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

21

3. Manusia Jawa

Sebagian besar penduduk Wonogiri adalah orang-orang keturunan Jawa asli.

Hal ini dapat dilihat dari letak daerahnya yang masih berada di perbatasan wilayah

Jawa Tengah dan Yogyakarta. Karena itu, berdasarkan kebudayaan yang ada,

masyarakat Wonogiri masih menganut sistem feodalisme. Feodalisme adalah suatu

sikap mental terhadap sesama dengan mengadakan sikap khusus karena adanya

pembedaan dalam usia dan kedudukan (Hardjowirogo, 1983). Manusia Jawa begitu

kuat terikat oleh tradisi dan tata gaul feodalistik sehingga ia belum bisa bersikap dan

berbicara bebas di dalam masyarakatnya. Namun, sekarang mereka juga beradaptasi

dengan perkembangan zaman sehingga tata gaul feodalistik tersebut tidak lagi sekuat

yang dulu. Seperti misalnya dalam penggunaan bahasa. Masyarakat Jawa kini lebih

banyak menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa Jawa. Identitas ke-Jawaan-

nya berubah menjadi identitas Indonesia (Hardjowirogo, 1983).

Seorang Jawa cenderung untuk tidak mengatakan tidak dan selalu

menyatakan penolakannya secara halus disertai sebuah senyum dengan maksud

supaya tidak mengecewakan orang lain. Di sini orang tidak mengenal bantahan dan

hanya persetujuan, terlebih pada orang yang memiliki kedudukan lebih rendah

terhadap orang yang berkedudukan lebih tinggi. Tidak pernah bisa didapat kepastian

dalam jawaban seorang manusia Jawa. Ya bisa berarti tidak dan tidak yang

diucapkan ragu-ragu bisa berarti ya. Namun seiring dengan perkembangan zaman,

generasi muda Jawa sudah banyak berubah karena mereka sudah berani berterus

terang. Gaya terus terang ini semakin banyak memasuki alam percakapan masyarakat

Jawa. Tetapi tetap saja manusia Jawa masih dibebani oleh pola budaya yang

Page 37: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

22

mengharuskannya untuk memperlihatkan diri dalam bentuk ideal, yaitu sebagai

manusia yang luhur budinya.

Sejak ia mulai bisa berpikir, manusia Jawa sudah diberi nasihat oleh orang

tuanya supaya dia berusaha mencapai budi yang luhur. Pokok dari ajaran ini

mengatakan agar manusia harus berusaha jangan sampai berbuat jahat dan sebisa

mungkin berbuat baik terhadap sesamanya. Seorang anak Jawa diajar untuk hidup

berdampingan dengan orang lain, menghormati orang lain, membawa diri secara

beradab, mempelajari unsur tata krama yang diharapkan dari seorang Jawa dewasa,

supaya apabila ia dewasa ia memahami dan memaknai bahwa kesejahteraannya,

bahkan eksistensinya tergantung dari kesatuannya dengan kelompoknya (Suseno,

1984). Suasana yang tidak selaras, segala gangguan terhadap ketenangan dan

keseimbangan sosial sangat tidak disukai oleh masyarakat Jawa, sebaliknya

keselarasan sosial sangat memuaskan bagi mereka.

Supaya dapat menjadi manusia yang berbudi luhur, maka seseorang harus

berbuat baik tanpa pamrih, tanpa keinginan untuk mendapatkan balas budi atas

kebaikan yang dilakukan oleh karena dia telah berbuat baik hanya karena ingin

berbuat baik semata. Manusia Jawa memiliki rasa kemanusiaan yang besar. Karena

itu orang Jawa cenderung selalu mengutamakan perlakuan manusiawi terhadap orang

lain. Perasaannya mudah tergerak oleh penderitaan sesama. Dalam hubungan dengan

rasa kemanusiaannya, manusia Jawa sering cenderung berbuat emosional serta

sentimental. Sesuatu yang menyentuh hatinya bisa mendorongnya untuk memberikan

pertolongan tanpa disertai perhitungan meskipun ia sendiri kurang mampu.

Masyarakat Jawa menilai tinggi perbuatan warganya yang tertuju pada peringanan

Page 38: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

23

penderitaan sesamanya. Pertimbangan manusiawi dan perasaan yang cenderung

sentimental ini membuat manusia Jawa sukar bertindak tegas. Akibatnya, ia bersedia

untuk memberi dan menerima yang pada akhirnya membuahkan kompromi guna

mengakhiri pertentangan atau konflik yang ada. Hardjowirogo mengatakan lewat

tulisannya bahwa manusia Jawa sering berbicara tentang mawas diri dan berusaha

pula untuk menerapkannya dalam hidup sehari-hari guna mendapatkan jawaban atas

persoalan yang dihadapinya (Hardjowirogo, 1983). Jawaban yang dicari adalah

dengan introspeksi diri. Karena itu manusia Jawa cenderung berhati-hati ketika

menghadapi masalah atau konflik dengan orang lain. Mereka akan terlebih dulu

melihat kedalam diri sendiri sebelum bertindak.

Dalam penelitiannya tentang manusia dan kebudayaan Jawa, Magnis Suseno

menyatakan bahwa masyarakat Jawa dua kaidah dasar kehidupan, yaitu prinsip

kerukunan dan prinsip hormat (Suseno, 1984). Sikap hormat merupakan unsur yang

selalu ada dalam diri orang Jawa dalam setiap situasi sosial. Orang Jawa memiliki

mentalitas mau menghormati siapa saja dengan penuh simpati sambil berbakti

kepada apa yang ada. Rasa hormat tersebut ditunjukkan lewat penghargaan yang

besar terhadap kesetaraan sosial dalam hidup bermasyarakat tanpa memandang

perbedaan-perbedaan dalam kedudukan sosial dan kekuatan ekonomi, tidak

mencampuri urusan orang lain, suka menjamu orang dan menerima tamu. Hal ini

selaras dengan semboyan orang Jawa dalam hidup bermasyarakat, “sepi ing pamrih,

rame ing gawe” yang berarti bebas dari kepentingan diri sendiri serta melakukan

kewajiban-kewajibannya. Sikap sepi ing pamrih itu meliputi sikap sabar, nrima, dan

ikhlas. Sabar mengandung makna mempunyai nafas panjang dalam kesadaran bahwa

Page 39: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

24

pada waktunya nasib yang baik akan tiba. Nrima mengandung makna menerima

segala sesuatu yang mendatangi kita, tanpa protes dan pemberontakan. Nrima

merupakan sikap hidup positif karena memiliki arti bahwa sekalipun orang berada

dalam keadaan yang kurang baik pun dapat bereaksi dengan rasional, tidak menuntut

secara percuma, sehingga dirinya memiliki daya tahan untuk menanggung nasib yang

kurang baik. Ikhlas mengandung makna kesediaan untuk melepaskan kepentingan

diri sendiri.

Survey para mahasiswa di STF (Sekolah Tinggi Filsafat) Driyarkara pada

pelbagai tokoh kejawaan yang ditanyai pendapatnya tentang penilaian-penilaian

moral orang Jawa menunjukkan bahwa sikap yang baik menurut orang Jawa adalah

sikap melindungi orang lemah, membela kebenaran dan keadilan, menyembah

Tuhan, berbakti kepada negara dan rakyat, mawas diri, membantu kepada setiap

orang, jujur dan senang menolong (Suseno, 1983).

Bagi orang Jawa, hidup rukun adalah nilai sosial yang utama. Orang Jawa

juga mewajibkan gotong royong kepada masyarakatnya. Hal ini disebabkan karena

gotong royong menekankan agar orang bersedia menomorduakan kepentingan

pribadi dan haknya sendiri demi kebersamaan seluruh desa. Selain itu, menurut

Koentjaraningrat (dalam Suseno, 1983), bagi orang Jawa jiwa gotong royong

mengandung tiga tema pemikiran, yaitu: 1) orang harus sadar bahwa dalam hidupnya

pada hakekatnya selalu tergantung pada sesamanya, maka ia harus selalu berusaha

untuk memelihara hubungan baik dengan sesama, 2) orang harus bersedia membantu

sesama, dan 3) orang harus bersifat konform, artinya harus selalu ingat bahwa ia

sebaiknya jangan berusaha untuk menonjol melebihi yang lain dalam masyarakat.

Page 40: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

25

Praktek gotong-royong mewujudkan kerukunan diantara mereka. Usaha lain

untuk mencapai kerukunan disamping gotong-royong adalah dengan membantu

sanak-saudara yang sedang dalam kesulitan sekalipun mereka berada di tempat yang

jauh. Untuk itu demi mencapai kerukunan, orang Jawa berusaha memperlakukan

orang lain sebagai anggota keluarga. Mereka seringkali memperlakukan tetangga

sebagai anggota keluarga, orang asing juga mendapat sapaan dengan istilah dari

bahasa keluarga, seperti: pak (bapak), bu (ibu), mbah (nenek), pak dhe (paman), dan

sebagainya.

Manusia Jawa begitu peka akan gunjingan. Ia berusaha menjauhkan diri dari

segala perbuatan yang bisa mengakibatkan rasa malu dan cenderung menanggapi

omongan-omongan orang disekelilingnya. Manusia Jawa menyadari bahwa dalam

kehidupan bermasyarakat harus selalu rukun dengan satu sama lain. Ia yakin benar

bahwa tetangga yang bertempat-tinggal dekat lebih berharga daripada sanak saudara

yang bertempat-tinggal jauh sebab tetangga yang dekat selalu dapat menolong dan

membantu (Hardjowirogo, 1983). Oleh karena itu, dengan mereka selalu berusaha

untuk berbuat baik dan menunjukkan kepedulian kepada tetangga disekeliling

mereka.

Orang Jawa cenderung lunak dalam menghadapi hidup. Ia merasa tidak perlu

bersusah payah untuk tetap bertahan hidup. Ia juga memiliki anggapan bahwa ia bisa

memenuhi syarat-syarat hidup bagi diri sendiri dan keluarganya tanpa perlu

mencurahkan tenaga serta pikiran yang berlebih. Dia adalah manusia yang lekas

merasa puas dengan nasib dan apa yang dicapainya.

Page 41: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

26

C. Kerangka Penelitian

Manusia sebagai makhluk individual namun tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sosial karena kelangsungan hidupnya tergantung dari hubungannya dengan orang lain

Masa Sekarang

Era moderenisasi

Kapitalisme

Persaingan ekonomi demi mencapai kesejahteraan pribadi

Penelitian Latane & Darley (1970) menunjukkan bahwa: - motivasi atau kesediaan menolong pada

masyarakat pedesaan atau komunitas kecil lebih besar dibanding dengan individu yang hidup dalam komunitas atau lingkungan masyarakat kota-kota besar

- kegotongroyongan masyarakat pedesaan lebih kuat dibandingkan dengan kegotongroyongan masyarakat perkotaan

Pedagang di pasar tradisional di Wonogiri

Sistem nilai Jawa: - mengutamakan prinsip hormat dan prinsip hidup rukun - sepi ing pamrih rame ing gawe (bebas dari kepentingan

diri sendiri serta melakukan kewajiban-kewajibannya) - mengutamakan perlakuan manusiawi terhadap orang lain - cenderung lunak dalam menghadapi hidup - mawas diri - hidup bergotong-royong

Penelitian lebih lanjut untuk mengetahui: 1. Ada tidaknya altruisme pada pedagang di

pasar tradisional di Wonogiri terhadap pedagang lain dan terhadap pembeli

2. Bentuk-bentuk perilaku altruisme pada pedagang di pasar tradisional di Wonogiri

Masyarakat pedesaan /komunitas kecil

Page 42: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian mengenai altruisme pada pedagang tradisional di Wonogiri

merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kadar altruisme pada

pedagang di pasar tradisional di Wonogiri serta bentuk-bentuk altruisme mereka.

Kadar altruisme serta bentuk-bentuk altruisme pada pedagang di pasar tradisional

di Wonogiri akan diteliti berdasarkan pada komponen kepribadian altruistik yang

diturunkan dari teori-teori altruisme dan karakteristik pribadi altruis temuan para

ahli Psikologi Sosial.

Dalam pelaksanaannya, penelitian ini lebih mengutamakan proses

daripada hasil karena peneliti tertarik untuk memahami perilaku altruisme pada

pedagang di pasar tradisional di Wonogiri. Pemahaman ini diperoleh dari

pedagang di pasar tradisional di Wonogiri yang bersedia berbagi pandangan dan

pengalaman tentang tolong-menolong karena peneliti bermaksud untuk

mendapatkan gambaran apa adanya mengenai kadar altruisme pada pedagang di

pasar tradisional di Wonogiri dan apa saja bentuk-bentuknya. Guna mencapai

maksud tersebut maka penelitian dilakukan dengan menggunakan metode

kualitatif. Metode kualitatif merupakan sebuah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan & Taylor, 1975 dalam Moleong, 2004).

Page 43: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

28

Jenis penelitian ini adalah kualitatif fenomenologis karena penelitian ini

menekankan pada pemahaman makna dari pengalaman tolong-menolong

pedagang di pasar tradisional di Wonogiri. Fenomenologi merupakan sebuah studi

yang menggambarkan makna dari pengalaman hidup dari beberapa individu

tentang sebuah konsep atau fenomena (Creswell, 1998). Fenomena adalah data

sejauh disadari dan sejauh masuk dalam pemahaman, sesuatu yang menampakkan

diri dalam kesadaran menurut apa adanya. Lewat penelitian ini peneliti bermaksud

untuk memberikan gambaran mengenai altruisme yang dilihat secara apa adanya

sesuai dengan gejala yang muncul yang jenis temuan-temuannya tidak diperoleh

melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya tetapi dari kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

B. Subjek Penelitian

Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian seperti manusia, gejala,

benda-benda ataupun peristiwa yang diselidiki. Populasi dalam penelitian ini

adalah penduduk Kabupaten Wonogiri yang bekerja sebagai pedagang di pasar

tradisional, yaitu orang yang menjual barang atau jasa langsung pada konsumen

akhir untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka, dimana proses tawar-menawar

barang dan jasa antara penjual dan pembeli terjadi secara langsung serta dengan

pembayaran langsung berupa uang tunai. Kegiatan jual-beli barang dan jasa

tersebut dilakukan di sebuah lokasi pasar yang terletak di Kabupaten Wonogiri

yang disebut “Pasar Kota Wonogiri”.

Page 44: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

29

Para pedagang yang bekerja di “Pasar Kota Wonogiri” berjualan dalam

los-los (kios kecil tempat berjualan) yang dikelompokkan menurut jenis dagangan

mereka. Jenis dagangan yang dijual ada bermacam-macam, seperti bahan-bahan

pokok (sembako), sepatu/sandal, pakaian, hasil bumi, makanan kecil, makanan

jajan pasar, buah-buahan, tahu/tempe, daging, sayuran, barang pecah-belah,

peralatan rumah tangga, dan lain-lain. Para pedagang yang berjualan di pasar

tersebut berasal dari berbagai wilayah kecamatan diantaranya Baturetno,

Bulukerto, Eromoko, Girimarto, Giripurwo, Giritirto, Giriwono, Jatisrono,

Ngadirejo, Nguntoronadi, Selogiri, Sidoharjo, Slogohimo, Wonoboyo, dan

Wuryorejo. Sebagian yang lain berasal dari luar daerah Wonogiri seperti Boyolali,

Sukoharjo, dan Surakarta.

Pengambilan sampel dilakukan secara typical case sampling, yaitu dengan

memilih subjek yang dianggap mewakili kelompok dari fenomena yang diteliti

(Poerwandari, 2001). Patton menjelaskan bahwa data yang diperoleh dari sampel

ini tidak dimaksudkan untuk digeneralisasi mengingat sampel tidak bersifat

definitif (pasti) melainkan ilustratif, yakni memberi gambaran tentang kelompok

yang dianggap normal mewakili fenomena yang diteliti sehingga konsep-konsep

bisa berkembang (dalam Poerwandari, 2001). Sampel penelitian yang dipilih

adalah pedagang yang tipikal orang Jawa, yaitu orang yang berasal dari suku

Jawa, sejak lahir menetap dan besar di pulau Jawa, menikah dengan orang yang

juga berasal dari suku Jawa dan tidak pernah tinggal di luar pulau Jawa, yang

bekerja di “Pasar Kota Wonogiri” dan merupakan penduduk asli Wonogiri serta

daerah kecamatan sekitarnya yang masih termasuk dalam Kabupaten Wonogiri,

Page 45: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

30

diantaranya: Baturetno, Bulukerto, Eromoko, Girimarto, Giripurwo, Giritirto,

Giriwono, Jatisrono, Ngadirejo, Nguntoronadi, Selogiri, Sidoharjo, Slogohimo,

Wonoboyo, dan Wuryorejo, atau pendatang yang berasal dari daerah lain namun

telah menetap di Wonogiri sedikitnya selama 10 tahun atau lebih. Pedagang yang

dijadikan subjek penelitian adalah pedagang buah, pedagang sayuran, pedagang

makanan jajan pasar, pedagang tahu/tempe dan pedagang daging. Para pedagang

tersebut dipilih karena memenuhi batasan sampel penelitian. Mereka tipikal orang

Jawa, bekerja sebagai pedagang di pasar tradisional, serta tinggal di Wonogiri.

Subjek penelitian diperoleh dengan cara sebagai berikut :

1. Peneliti menentukan kriteria subjek penelitian, yaitu yang dianggap mewakili

karakteristik yang akan diteliti.

2. Melakukan pengamatan secara umum untuk melihat lokasi penelitian serta

melihat tempat dimana subjek bekerja, kegiatan yang dilakukan subjek sehari-

hari, cara subjek berinteraksi dengan orang lain serta lingkungan di sekitar tempat

subjek berjualan dengan tujuan untuk memperoleh pengenalan tentang subjek

yang akan diteliti agar peneliti dapat melakukan pendekatan dengan lebih mudah.

Pengamatan ini dilakukan pada tanggal 5 dan 7 Januari 2005.

3. Berkenalan dan membina keakraban dengan para pedagang yang akan

dijadikan subjek penelitian. Dalam usaha berkenalan dan membina keakraban ini,

peneliti menggunakan seorang mediator, yaitu orang yang sudah dikenal oleh

peneliti maupun oleh subjek penelitian sebagai perantara untuk mengenalkan

peneliti dengan subjek penelitian agar proses berkenalan dan membina keakraban

ini dapat berlangsung dengan baik.

Page 46: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

31

4. Melakukan pendekatan dengan pedagang yang akan dijadikan subjek

penelitian dengan mengobrol sambil menemaninya berjualan.

5. Melakukan wawancara dengan subjek penelitian. Kegiatan wawancara

berlokasi di “Pasar Kota Wonogiri”, yang dilaksanakan pada tanggal 12 – 18

Januari 2005, 24 Februari 2005 dan 17 Maret 2005.

Pengambilan subjek penelitian diarahkan tidak pada jumlah sampel yang

besar melainkan pada kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian

yakni kecocokan konteks tentang altruisme pada para pedagang di pasar

tradisional di Wonogiri. Dengan demikian jumlah sampel tidak ditentukan sejak

awal secara kaku tetapi dapat berubah baik dalam hal jumlah maupun karakteristik

sampelnya sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam

penelitian (Poerwandari, 2001). Peneliti akan melakukan pengambilan sampel

sampai penelitian mencapai titik jenuh, yaitu saat dimana penambahan data

dianggap tidak lagi memberikan tambahan informasi baru dalam analisis

(Sarantakos, 1993 dalam Poerwandari, 2001).

Peneliti mendapatkan sembilan orang pedagang sebagai subjek

penelitian karena mereka dianggap mewakili kelompok dari fenomena yang

diteliti. Data demografis para subjek dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 47: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

32

Tabel 1. Data Demografi Subjek

Inisial Subjek

Usia (thn)

Jenis Kelamin

Jenis Dagangan

Tempat Tinggal

Asal

Nmi 32 Perempuan Buah Kajen Demak Nry 32 Laki-laki Buah Kaloran Demak Pmt 33 Laki-laki Sayuran Kedung Ringin Boyolali Rsg 37 Laki-laki Tahu Karang Talun Delanggu Hrn 54 Perempuan Tahu Kedung Ringin Wonogiri Kwt 55 Perempuan Daging Pokoh Kidul Wonogiri Cip 56 Perempuan Tahu Kedung Ringin Wonogiri Rkn 60 Perempuan JajanPasar Kerdu Wonogiri Par 39 Perempuan Sayuran Slogohimo Madiun

C. Fokus Utama Penelitian

Fokus utama dalam penelitian ini adalah altruisme. Dalam penelitian ini

altruisme diartikan sebagai suatu hasrat untuk meningkatkan kesejahteraan orang

lain yang ditunjukkan lewat sikap empati, kesadaran melakukan tugas dan

tanggung jawab untuk menolong, keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang

akan mendapatkan apa yang layak mereka dapatkan, inisiatif untuk menolong

yang berasal dari dalam diri sendiri yang ditunjukkan melalui dorongan untuk

berbuat jasa bagi orang lain, serta perhatian yang lebih terhadap orang lain

daripada dirinya sendiri. Hal-hal tersebut dilakukan tanpa maksud untuk

memperoleh keuntungan bagi diri sendiri atau tanpa memikirkan kepentingan

sendiri dan setiap orang mencoba memikirkan orang lain dan memperhatikan

mereka sebagaimana halnya terhadap diri sendiri. Pedagang pasar tradisional

diartikan sebagai orang yang menjual barang atau jasa langsung pada konsumen

akhir untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka, dimana proses tawar-menawar

Page 48: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

33

barang dan jasa antara penjual dan pembeli terjadi secara langsung serta dengan

pembayaran langsung berupa uang tunai.

Dengan menggabungkan kedua definisi diatas, maka definisi dari

altruisme pada pedagang di pasar tradisional adalah suatu hasrat untuk

meningkatkan kesejahteraan pembeli dan pedagang lain yang ditunjukkan lewat

sikap empati, kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong,

keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang layak

mereka dapatkan, inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri

yang ditunjukkan melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain, serta

perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri.

Kadar altruisme pada pedagang tradisional di Wonogiri serta bentuk-

bentuknya akan digali melalui kegiatan wawancara yang berdasarkan pada

komponen kepribadian altruistik yang diturunkan dari teori-teori altruisme dan

karakteristik pribadi altruis temuan para ahli Psikologi Sosial. Komponen

kepribadian altruis yang dipakai sebagai parameter meliputi:

1. Sikap empati. Menurut para ahli Psikologi Sosial, sikap empati dapat dilihat

melalui beberapa hal, diantaranya:

a. mampu menempatkan diri dalam perspektif orang lain

b. mampu bersosialisasi dengan orang lain

c. mudah bekerja sama dengan orang lain

d. memiliki tenggang rasa terhadap orang lain

e. memiliki hasrat untuk berbuat baik kepada orang lain

Page 49: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

34

f. mencapai tujuannya dengan cara-cara yang pantas/sesuai dengan norma-

norma umum yang berlaku di masyarakat

2. Memiliki kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong.

Seseorang dapat dikatakan memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menolong

apabila orang tersebut:

a. menyadari bahwa menolong merupakan kewajiban

b. menolong tanpa mengharapkan balasan dari orang yang ditolong yang

bertujuan untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri

3. Memiliki keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan

apa yang layak mereka dapatkan. Keyakinan seseorang pada keadilan bahwa

setiap orang akan mendapatkan apa yang layak mereka digambarkan melalui

pemahaman yang berasal dari keyakinan bahwa:

a. setiap orang akan mendapatkan ganjaran dari perbuatannya

b. dengan memberi pertolongan akan mendapatkan manfaat daripadanya

4. Memiliki inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri yang

ditunjukkan melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain. Inisiatif untuk

menolong yang berasal dari dalam diri sendiri tersebut tampak melalui:

a. keinginan menolong bukan karena ada dorongan dari luar, tetapi karena

dorongan dari dalam diri sendiri

b. menunjukkan perilaku menolong lewat tindakan nyata

5. Memiliki perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri.

Mengacu pada temuan para ahli Psikologi Sosial tentang altruisme, karakteristik

Page 50: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

35

yang menunjukkan bahwa seseorang memiliki perhatian yang lebih terhadap

orang lain daripada dirinya sendiri adalah:

a. mencurahkan perhatiannya pada orang yang membutuhkan

b. mendahulukan kepentingan orang yang membutuhkan daripada kepentingan

diri sendiri.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode utama yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam

penelitian ini adalah metode wawancara. Wawancara adalah metode pengumpulan

data melalui percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan

tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan untuk memperoleh pengetahuan tentang

makna-makna subjektif yang dipahami atau dialami individu berkenaan dengan

topik yang diteliti dan bermaksud untuk melakukan eksplorasi terhadap isu

tersebut (Banister, 1994 dalam Poerwandari 2001).

Metode wawancara yang digunakan adalah pendekatan menggunakan

petunjuk umum wawancara, dimana pewawancara harus membuat kerangka dan

garis besar pokok-pokok pertanyaan yang akan ditanyakan dalam proses

wawancara (Moleong, 2004). Penyusunan pertanyaan dilakukan sebelum

wawancara dilakukan. Pelaksanaan wawancara dan pengurutan pertanyaan

disesuaikan dengan keadaan responden dalam konteks wawancara yang

sebenarnya.

Page 51: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

36

Kegiatan wawancara dilakukan dengan alat bantu perekam (tape recorder)

agar seluruh pembicaraan dapat tersimpan sehingga data menjadi lengkap dan

akurat serta bantuan interview guide untuk memperoleh data yang lebih sistematis.

Setelah wawancara peneliti akan membuat transkrip atau salinan hasil wawancara

dari kaset rekaman. Jika dalam proses analisis data terdapat hal-hal yang kurang

jelas peneliti akan melakukan cek ulang pada hasil rekaman tersebut.

Tabel 2. Petunjuk Umum Wawancara

Komponen Pertanyaan Identitas responden - Usia

- Tempat tinggal - Asal daerah - Lama berdagang

Sikap empati a. mampu menempatkan diri dalam

perspektif orang lain b. mampu bersosialisasi dengan orang

lain c. memiliki tenggang rasa terhadap orang

lain d. memiliki hasrat untuk berbuat baik

kepada orang lain e. mencapai tujuannya dengan cara-cara

yang pantas/sesuai dengan norma-norma umum yang berlaku di masyarakat

- Hubungan dengan sesama pedagang

- Hubungan dengan sesama pembeli

- Hubungan dengan sesama manusia secara umum

- Persaingan antar pedagang - Usaha yang dilakukan untuk

mendapatkan pelanggan

Memiliki kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong a. menyadari bahwa menolong

merupakan kewajiban b. menolong tanpa mengharapkan balasan

dari orang yang

- Apakah menolong merupakan sebuah kewajiban bagi anda?

- Apa yang anda harapkan ketika menolong orang lain?

Page 52: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

37

Keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang layak mereka dapatkan a. memiliki keyakinan bahwa setiap

orang akan mendapatkan ganjaran dari perbuatannya

b. memiliki keyakinan bahwa dengan memberi pertolongan kepada orang lain akan mendapatkan manfaat daripadanya

- Apakah anda percaya bahwa orang akan mendapatkan sesuatu setimpal dengan perbuatannya?

- Adakah nilai-nilai tertentu dari ajaran Jawa yang berkaitan dengan tolong-menolong sejauh yang anda ketahui?

Memiliki inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri yang ditunjukkan melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain a. keinginan menolong bukan karena ada

dorongan dari luar tetapi karena dorongan dari dalam diri sendiri

b. menunjukkan perilaku menolong lewat tindakan nyata

- Apa yang mendorong anda untuk menolong?

- Bentuk pertolongan seperti apa yang biasanya anda berikan?

Memiliki perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri a. mudah bekerja sama dengan orang lain b. mendahulukan kepentingan orang yang

membutuhkan daripada kepentingan diri sendiri

- Bagaimana tanggapan anda ketika melihat orang yang membutuhkan pertolongan?

- Siapa saja yang pernah anda tolong?

E. Analisis Data

Data penelitian kualitatif tidak berbentuk angka tetapi lebih banyak berupa

narasi, deskripsi, cerita, dokumen tertulis dan tidak tertulis (gambar, foto) ataupun

bentuk-bentuk non angka lain (Poerwandari, 2001). Analisis yang digunakan

untuk mengolah data tersebut adalah analisis deskriptif kualitatif. Langkah-

langkah yang dilakukan untuk menganalisis data yang sudah terkumpul adalah

sebagai berikut :

Page 53: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

38

1. Pengorganisasian data. Pengolahan dan analisis data dimulai dengan

mengorganisasikan data. Dalam langkah ini peneliti mengorganisasikan data

dengan rapi, sistematis dan selengkap mungkin karena data kualitatif sangat

banyak dan beragam. Peneliti juga akan melakukan hal-hal praktis seperti

memberi label pada semua kaset rekaman, mentranskripsikan wawancara begitu

wawancara selesai dilakukan, menyiapkan salinan-salinan data dan menyimpan

data asli dengan baik. Kegiatan ini dilakukan untuk memudahkan peneliti maupun

pihak lain memeriksa ketepatan langkah-langkah yang telah atau akan diambil.

2. Koding dan analisis data. Sebelum analisis dilakukan, peneliti melakukan

koding. Koding bertujuan untuk mengkategorikan data secara sistematis supaya

diperoleh gambaran yang menyeluruh dari data untuk mendapatkan aspek-aspek

yang berkaitan. Data dianalisis dengan mengacu pada komponen kepribadian

altruis sebagai dasar untuk melihat altruisme serta bentuk-bentuknya. Koding

dilakukan melalui beberapa langkah sebagai berikut:

a. Melakukan transkripsi data yang diperoleh dari kaset rekaman. Pada saat

pembuatan transkrip tersebut, seluruh hasil wawancara diteliti dengan cermat

dengan cara dibaca berulang-ulang sehingga diperoleh pemahaman dan persepsi

sesuai dengan apa yang ingin disampaikan oleh subjek penelitian. Peneliti

sekaligus melakukan reduksi data yang dianggap tidak relevan dengan penelitian

sehingga tidak perlu dianalisis.

b. Menyusun transkripsi verbatim sedemikian rupa sehingga ada kolom kosong

di sebelah kiri dan kanan transkrip untuk memudahkan membubuhkan catatan

atau kode tertentu.

Page 54: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

39

c. Melakukan horisonalisasi data, yaitu membuat daftar setiap pernyataan

signifikan yang relevan dan bernilai bagi topik penelitian dan memasukkannya ke

dalam kategori.

3. Interpretasi. Interpretasi mengacu pada upaya memahami data secara lebih

ekstensif sekaligus mendalam (Kvale, 1996 dalam Poerwandari 2001). Pada tahap

ini peneliti menyusun uraian menyeluruh dari makna dan esensi pengalaman

subjek. Interpretasi tidak dilihat dari sudut pandang peneliti melainkan

dikembalikan pada pemahaman diri subjek penelitian serta melihatnya dari sudut

pandang dan pengertian subjek penelitian mengenai altruisme berdasarkan desain

komponen kepribadian altruistik yang diturunkan dari teori-teori altruisme dan

karakteristik pribadi altruis temuan para ahli Psikologi Sosial.

4. Pemeriksaan keabsahan data. Penelitian kualitatif lebih mengutamakan proses

daripada hasil. Dalam penelitian kualitatif tidak ada sebuah prosedur baku untuk

menjalankan penelitian sebagaimana yang ada dalam penelitian kuantitatif,

Karena itu dalam sebuah penelitian kualitatif peneliti merupakan instrumen

penting dalam pengumpulan dan analisis data. Aspek penting lainnya dalam

penelitian kualitatif adalah alat pengumpul data. Penting sekali bagi peneliti untuk

memeriksa secara cermat kredibilitas, reliabilitas, dan objektivitas dari alat

pengumpul data yang dibuatnya agar tidak keluar dari maksud penelitian serta

dapat digunakan secara efektif untuk mencapai tujuan penelitan.

a. Kredibilitas (Credibility). Kredibilitas merupakan istilah yang digunakan

dalam penelitian kualitatif untuk menggantikan konsep validitas yang berlaku

dalam penelitian lainnya. Kredibilitas studi kualitatif terletak pada

Page 55: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

40

keberhasilannya mencapai maksud eksplorasi masalah atau mendeskripsikan

setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Kredibilitas

penelitian dilakukan melalui :

1) Melakukan pengecekan kembali terhadap alat pengumpul data apakah

konsisten dengan fokus utama penelitian.

2) Konfirmasi data dan analisisnya pada responden penelitian (validitas

komunikatif).

3) Melakukan pengecekan transkrip data yang sudah dibuat dengan data mentah

secara berulang-ulang guna menghasilkan transkripsi yang akurat. Hal ini

dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan akan kebenaran data dan

dapat digunakan sebagai patokan untuk melakukan analisis dan penafsiran

data.

4) Studi dilakukan pada kondisi alamiah atau kondisi apa adanya dari apa yang

diteliti dan merefleksikan pemahaman dan pengalaman subjek tentang apa

yang sedang diteliti.

5) Triangulasi. Triangulasi adalah prosedur yang digunakan untuk menjelaskan

tentang keakuratan informasi dan apakah informasi tersebut cocok dengan

realitas (validitas internal) dengan cara menemukan titik temu antara sumber

informasi dengan metode pengumpulan data yang berbeda (Handayani, 2003).

Metode yang digunakan sebagai triangulasi dalam penelitian ini adalah

melalui wawancara dengan pedagang lain yang berjualan di sekitar pedagang

yang menjadi subjek penelitian untuk melakukan pengecekan silang mengenai

kebenaran dari keterangan yang diberikan oleh subjek penelitian.

Page 56: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

41

b. Reliabilitas (Dependability). Dependability menggantikan konsep reliabilitas

dalam penelitian kuantitatif. Reliabilitas menunjukkan konsistensi, yaitu hasil

yang konsisten atau kesamaan hasil sehingga dapat dipercaya. Untuk mencapai

reliabilitas tersebut peneliti menggunakan wawancara pedoman terstandar yang

terbuka sebagai alat pengumpul data. Pedoman wawancara ini dipakai secara

konsisten dan dapat dipakai berulang kali dalam proses pengambilan data. Melalui

wawancara pedoman terstandar yang terbuka ini peneliti dapat melakukan

pencatatan rinci mengenai fenomena yang diteliti. Pencatatan tersebut dilakukan

secara apa adanya menurut pemahaman dan pengalaman subjek.

c. Objektivitas. Dalam penelitian ini, objektivitas penelitian dicapai dengan cara

mengungkapkan secara terbuka proses serta elemen-elemen dari penelitian ini dan

mendiskusikan atau meminta pendapat, penilaian, dan kritik dari orang lain,

sesama peneliti atau dosen pembimbing mengenai data yang sudah dianalisis dan

diinterpretasikan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi subjektivitas peneliti dalam

melakukan analisis dan interpretasi data.

Page 57: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Analisis Data Per Subjek Penelitian

Sembilan orang Subjek dipilih untuk menjadi sampel dalam penelitian ini.

Mereka adalah para pedagang yang tipikal orang Jawa, yaitu orang yang berasal dari

suku Jawa, sejak lahir menetap dan besar di pulau Jawa, menikah dengan orang yang

juga berasal dari suku Jawa dan tidak pernah tinggal di luar pulau Jawa, yang bekerja

di “Pasar Kota Wonogiri” dan merupakan penduduk asli Wonogiri serta daerah

kecamatan sekitarnya yang masih termasuk dalam Kabupaten Wonogiri, diantaranya:

Baturetno, Bulukerto, Eromoko, Girimarto, Giripurwo, Giritirto, Giriwono, Jatisrono,

Ngadirejo, Nguntoronadi, Selogiri, Sidoharjo, Slogohimo, Wonoboyo, dan

Wuryorejo, atau pendatang yang berasal dari daerah lain namun telah menetap di

Wonogiri sedikitnya selama 10 tahun atau lebih. Pedagang yang dijadikan subjek

penelitian adalah pedagang buah, pedagang sayuran, pedagang makanan, pedagang

tahu/tempe dan pedagang daging. Para pedagang tersebut dipilih karena dianggap

mewakili karakteristik pedagang pasar tradisional.

Peneliti mendapatkan informasi tentang altruisme pada para pedagang di

pasar tradisional di Wonogiri serta bentuk-bentuk altruisme yang ada pada para

pedagang melalui para Subjek tersebut. Informasi yang didapatkan peneliti adalah

sebagai berikut.

Page 58: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

43

Subjek I

a. Data demografi Subjek

Nama : NM

Usia : 32 tahun

Jenis kelamin : Wanita

Tempat tinggal : Kajen, Wonogiri

Asal : Demak

Pekerjaan : Pedagang Buah

Lama bekerja : 10 tahun

b. Deskripsi mengenai Subjek

1) Latar belakang Subjek

Subjek berasal dari Demak, pindah ke Wonogiri tahun 1995 atas ajakan

saudara kandungnya untuk membantu berdagang buah di pasar Wonogiri. Pada

awalnya Subjek tinggal bersama saudara-saudaranya di rumah kontrakan dan

berjualan bersama mereka dalam satu kios buah yang sama karena belum punya

modal untuk membuka kios buah sendiri. Sebelum pindah ke Wonogiri dan menjadi

pedagang buah, Subjek bekerja sebagai buruh tani di desanya dimana dalam

melakukan pekerjaan tersebut Subjek terbiasa bekerja bersama-sama orang lain.

Sejak kecil Subjek tinggal di desa dan belum pernah tinggal di daerah lain di luar

pulau Jawa, khususnya luar daerah Jawa Tengah.

2) Hubungan sosial Subjek

Page 59: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

44

Tempat tinggal Subjek tak jauh dari lokasi pasar. Meskipun demikian Subjek

jarang sekali meninggalkan kios untuk singgah sejenak di rumah pada waktu-waktu

istirahat. Kalau ada keperluan yang mendesak barulah Subjek meninggalkan kios dan

menitipkannya pada adiknya. Ia memiliki seorang putri yang masih duduk di bangku

SD. Subjek juga mengikuti beberapa kegiatan kemasyarakatan yang diadakan di

kampungnya, antara lain kerja bakti dan PKK. Kehidupan Subjek paling banyak

dijalani di pasar sehingga ia banyak berinteraksi dengan orang-orang di pasar. Ia

mengenal dengan baik kebanyakan pedagang buah dan pedagang lain yang kiosnya

berada dekat dengan kios buah miliknya.

3) Pekerjaan Subjek

Pada awalnya, Subjek berjualan buah bersama-sama dengan adiknya, namun

kemudian setelah menikah Subjek mulai berjualan sendiri, tidak lagi bergabung

bersama saudara-saudaranya, dan memiliki sebuah kios buah di “Pasar Kota

Wonogiri”. Jenis dagangan buah yang dijual Subjek waktu itu belum beragam.

Subjek hanya menjual satu jenis buah saja, yaitu buah semangka. Lambat laun

usahanya kian maju. Subjek menambah jenis dagangannya sedikit demi sedikit dan

kini kios Subjek sudah dipenuhi dengan buah-buahan dari berbagai jenis. Stok buah-

buahan di kios Subjek diperoleh dari “Pasar Besar” yang berada di kota Solo. Setiap

subuh, kira-kira jam 4 pagi setiap harinya, Subjek pergi ke Solo untuk membeli

buah-buahan yang diangkut dengan mobil sendiri. Sesekali Subjek pergi bersama ke

Solo dengan saudara-saudaranya yang lain. Kemudian, kira-kira jam 6 pagi, Subjek

mulai membuka kiosnya dan berjualan sampai pukul 5 sore.

Page 60: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

45

4) Situasi lingkungan dan respon Subjek selama wawancara berlangsung

Ketika peneliti meminta kesediaannya untuk diwawancarai, Subjek berkata

dirinya takut tidak bisa menjawab kalau ditanya. Pada awalnya Subjek menjawab

pertanyaan hanya seperlunya dan berbicara hanya kalau ditanya. Setelah wawancara

berlangsung beberapa lama kata-kata Subjek mulai lancar dan ia menjawab dengan

panjang lebar sambil tersenyum. Ia menjawab pertanyaan dengan lancar dan mulai

banyak bercerita tentang keluarga dan pembeli yang menjadi langganannya.

Wawancara dilakukan di kios buah tempat Subjek berjualan. Kiosnya dipenuhi

dengan berbagai macam buah-buahan yang tertata rapi sehingga ruang untuk duduk

di dalam kios cukup sempit. Ketika wawancara berlangsung, Subjek sesekali

menyapa orang yang lewat di depan kiosnya sambil menawarkan barang

dagangannya meskipun orang lewat tersebut belum tentu berniat membeli buah.

Kepada orang lewat yang dikenalnya ia menyapa mereka sambil mengajak mereka

singgah di kiosnya, kalau ada yang singgah ia kemudian mengajaknya mengobrol

sekalipun mereka tidak membeli dagangannya. Wawancara terkadang terhenti

sejenak ketika ada pembeli. Suasana waktu itu ramai dan ada beberapa pembeli yang

datang.

c. Hasil penelitian

1) Sikap empati

Subjek menolong orang lain karena ia melihat bahwa dengan memberikan

pertolongan kepada orang lain akan membuat orang yang ditolong merasa senang.

Subjek melihat dari sudut pandang orang yang ditolongnya dan berpendapat bahwa

Page 61: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

46

mereka merasa senang ketika ditolong (Aa). Menurut Subjek, ketika orang lain

melihat kita menolongnya, maka dia akan berpikir kita bermaksud baik kepadanya.

Subjek memiliki hubungan yang baik dengan kerabatnya maupun dengan

pedagang lain. Latar belakangnya sebagai orang desa yang suka melakukan

pekerjaan atau kegiatan secara bersama-sama membuatnya terbiasa bersosialisasi

dengan orang lain. Subjek menganggap pedagang lain yang sudah dikenalnya seperti

saudara sendiri dan mudah menjalin hubungan dengan pedagang lain dengan cara

berkenalan dengan mereka. Subjek mengenal pedagang di sekitarnya dengan baik

(Ab). Menurut keterangan Subjek, para pedagang di “Pasar Kota Wonogiri”

memiliki hubungan sosial yang bagus, persatuan yang bagus, mengenal satu sama

lain dengan baik (Ab). Mereka saling menyapa ketika sedang lewat didepan kios

salah satu pedagang, menanyakan kabar atau sekedar mengobrol tentang persoalan

sehari-hari. Apabila ada pedagang yang sakit atau sedang punya acara, maka

kabarnya akan segera tersebar kepada pedagang lain, lantas para pedagang

membesuk pedagang yang sakit atau menghadiri acara pedagang tersebut bersama-

sama (Ab). Subjek juga turut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Subjek menjaga

hubungan baik dengan sesama pedagang. Selain itu, Subjek juga mengenal setiap

pelanggannya dengan baik. Subjek mengobrol dengan mereka ketika mereka mampir

di kiosnya (Ab).

Saat bekerja, tak jarang Subjek menjumpai hal-hal yang kurang

menyenangkan, baik dengan pedagang maupun dengan pembeli. Subjek bersikap

baik dan sabar ketika menghadapi pembeli yang kurang menyenangkan (Ac). Pernah

suatu kali, uang pembeli tidak cukup untuk membeli barang. Subjek memberikan

Page 62: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

47

kelonggaran kepada pembeli dengan mengizinkan pembeli membawa dulu barang

yang dibeli, baru membayarnya kemudian (Ac). Persaingan pun terjadi diantara para

pedagang di pasar, namun Subjek menghadapi persaingan tersebut secara sehat untuk

menjaga hubungan baik dengan pedagang lain. Kebanyakan pedagang di pasar

bersaing secara sehat karena mereka memiliki pengertian bahwa tiap pedagang

punya pembelinya masing-masing dan ingin menjaga hubungan yang baik diantara

pedagang, karena itu mereka tidak merasa terganggu apabila ada pembeli memilih

untuk membeli di kios pedagang lain (Ac). Jarang sekali terjadi pertengkaran

diantara pedagang akibat persaingan yang tidak sehat.

Perbuatan baik Subjek terhadap orang lain ditunjukkan dengan cara

membesuk tetangga atau sesama pedagang yang sakit serta menolong orang yang

terkena musibah. Terhadap sesama pedagang, Subjek menjaga hubungan baik

diantara mereka dengan bergaul dan tidak merebut pelanggan pedagang lain.

Terhadap pembeli, ia bersikap baik agar pembeli merasa senang. Subjek juga

berkeinginan untuk menyejahterakan keluarganya (Ad). Cara Subjek untuk

menyejahterakan keluarganya adalah dengan memberikan kesempatan bekerja

kepada keponakan-keponakannya dengan membantunya berjualan di kios (Ae).

Dalam usaha membangun kepercayaan dengan orang lain untuk menjaga

kerukunan dengan sesama, Subjek melakukannya dengan cara menunjukkan

kepedulian kepada mereka. Selain itu, agar kerukunan diantara pedagang tetap

terjaga, Subjek menghadapi menghadapi persaingan yang terjadi diantara mereka

dengan sikap yang positif, yaitu dengan tidak merebut pelanggan pedagang lain dan

bersaing secara sehat. Cara Subjek mendapatkan pelanggan dan mempertahankan

Page 63: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

48

pembeli tetap berlangganan di kiosnya adalah dengan bersikap ramah dan sabar

terhadap pembeli (Ae). Subjek cukup berhati-hati dalam menolong orang lain, agar

jangan sampai tertipu. Subjek cukup dekat dengan pelanggannya sehingga terkadang

ia menghutangi pelanggannya. Si pelanggan boleh membawa barang dagangannya

terlebih dulu baru membayar kemudian. Apabila Subjek belum begitu mengenal si

pembeli, maka Subjek akan memikirkan dulu, tidak langsung menghutangi (Ae).

2) Memiliki kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong

Menolong orang lain merupakan sebuah kewajiban baginya karena dengan

menolong orang lain hubungan bisa menjadi dekat dan rukun (Ba).

Subjek menyadari bahwa menolong orang lain merupakan kewajiban,

menolong orang lain merupakan ibadah, karena itu ia tidak mengharapkan imbalan

dari orang yang ditolong (Bb). Imbalannya berupa pahala yang disediakan oleh Yang

Maha Kuasa.

3) Keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang layak

mereka dapatkan

Subjek percaya kepada prinsip keadilan, bahwa setiap orang akan

mendapatkan apa yang layak mereka dapatkan. Hal ini ditunjukkan lewat sikap

percayanya bahwa orang yang baik akan mendapatkan pahala, sebaliknya, orang

yang jahat patut ditegur dan dihukum agar kelak tidak mengulangi kesalahannya

(Ca). Subjek adalah orang desa asli. Sejak kecil ayah-ibunya mengajarkan untuk

berbagi dan rukun dengan orang lain. Prinsip menolong diperoleh dari ajaran Jawa

dan ajaran agama. Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme yang diterimanya

Page 64: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

49

antara lain: berbagi dengan orang lain, rukun dengan sesama, mengerjakan pekerjaan

bersama-sama (gotong-royong), tolong-menolong dan berbuat baik kepada sesama

(Ca).

Subjek percaya bahwa orang yang menolong akan mendapatkan pahala dari

Yang Kuasa dan dengan menolong orang lain kita akan menerima sesuatu yang baik

juga. Apabila kita mau menolong orang lain maka kita sendiri akan ditolong ketika

membutuhkan pertolongan, sebaliknya jika kita tidak mau menolong maka kelak

ketika kita membutuhkan pertolongan tidak akan ditolong (Cb).

4) Memiliki inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri yang

ditunjukkan melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain

“Ya dari dalem, mbak. Dari hati,” adalah faktor yang mendorongnya

menolong, baik pembeli maupun pedagang (Da). Subjek menolong orang lain karena

hatinya tergerak melihat orang yang membutuhkan.

Bentuk altruisme Subjek terhadap pedagang lain: membesuk pedagang yang

sakit, membantu menjagakan kios pedagang lain, membantu pedagang lain menata

dagangan (Db). Bentuk altruisme Subjek terhadap pembeli: mengobrol dengan

pembeli, menghutangi pembeli apabila uang pembeli kurang (Db). Bentuk altruisme

Subjek terhadap sesama pada umumnya: memberi sumbangan, sedekah, memberi

pinjaman uang (Db).

5) Memiliki perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri

Subjek adalah orang yang mudah bekerja sama dengan orang lain. Hal ini

nampak lewat keikutsertaannya dalam membesuk orang sakit, menghadiri undangan,

Page 65: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

50

melayat bersama-sama dengan pedagang lain. Subjek membantu menjagakan kios

pedagang lain dan membantu pedagang lain menata kiosnya. Subjek juga ikut

membantu untuk melaksanakan kepentingan kampung, seperti membangun masjid

atau membantu tetangga yang sedang punya acara (Ea).

Subjek menolong siapapun, baik dikenal atau tidak dikenal tetap ditolong

karena bentuk pertolongan yang diberikan bisa bermacam-macam asalkan ia

mempunyai apa yang dibutuhkan oleh orang yang memerlukan pertolongan (Eb).

Subjek memberikan pertolongan tergantung apa yang dibutuhkan orang lain, dengan

melihat kemampuannya untuk memberikan pertolongan. Subjek mau mendahulukan

kepentingan orang yang membutuhkan daripada kepentingannya sendiri. Ia memilih

menitipkan kios atau bahkan menutupnya agar bisa menjenguk orang sakit bersama-

sama dengan pedagang lain, ia memberikan kelonggaran kepada pembeli untuk

membawa dulu barang yang dibeli dan membayarnya kemudian (Eb). Orang-orang

yang pernah ditolong Subjek antara lain: sesama pedagang, pembeli, orang yang

membutuhkan meskipun tidak dikenal, pengemis, sanak-saudara, warga di kampung

tempat tinggal Subjek, serta teman di desa asalnya.

Subjek II

a. Data demografi Subjek

Nama : NY

Usia : 32 tahun

Jenis kelamin : Pria

Tempat tinggal : Kaloran, Wonogiri

Page 66: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

51

Asal : Demak

Pekerjaan : Pedagang Buah

Lama bekerja : 13 tahun

b. Deskripsi mengenai Subjek

1) Latar belakang Subjek

Subjek berasal dari Demak. Tahun 1990 bertandang ke Wonogiri, namun

baru mulai tahun 1991 Subjek tinggal di Wonogiri dan sekarang sudah menjadi

penduduk Wonogiri. Awalnya Subjek hanya mengunjungi teman yang tinggal di

Wonogiri untuk mengisi waktu luang daripada menganggur di rumah. Sempat juga,

sekitar tahun 1995-1996 Subjek mencoba mencari kehidupan yang lebih baik di kota-

kota lain seperti Temanggung dan Mojokerto. Kondisi yang kurang nyaman itu

membuat Subjek akhirnya memutuskan kembali lagi ke Wonogiri, saat itu sekitar

tahun 1996.

2) Hubungan sosial Subjek

Pertama kali menetap di Wonogiri, Subjek tinggal di rumah kontrakan

bersama tiga orang teman. Sebagai warga baru, kesan penduduk sekitar terhadap

Subjek dan kawan-kawannya dinilai jelek. Subjek menilai bahwa penduduk sekitar

memandang rendah laki-laki muda berambut gondrong yang sering berada di pasar.

Penampilan tersebut menimbulkan kesan bahwa mereka suka mabuk-mabukan dan

urakan (liar). Kesulitan menghadapi kesan negatif orang-orang sekitar, Subjek

akhirnya pindah ke rumah yang benar-benar kosong. Langkah awal Subjek untuk

menjalin keakraban dan dikenal oleh masyarakat sekitar adalah dengan tidak

menutup diri dan aktif mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di kampung. Kegiatan

Page 67: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

52

kampung yang biasa diikuti diantaranya: olah raga, membesuk orang sakit bersama-

sama, ronda, dan jimpitan (mengumpulkan beras atau uang dari rumah ke rumah).

Lewat partisipasi mereka dalam setiap kegiatan yang ada pandangan masyarakat

disekitarnya pun berubah. Mereka tidak lagi memandang rendah. Kebanyakan orang

tua justru salut kepada Subjek dan kawan-kawannya karena masih muda, jauh dari

orang tua, tapi sudah bisa mandiri.

3) Pekerjaan Subjek

Sejak awal, pekerjaan Subjek adalah berdagang buah. Subjek belum pernah

memulai sebuah pekerjaan lain selain berdagang buah. Subjek menjadi seorang

pedagang buah sejak tahun 1991. Awalnya ia hanya mencoba-coba saja, mencari

pengalaman bersama teman dan saudara-saudaranya yang mengajaknya ke Wonogiri,

namun pekerjaan tersebut justru ditekuninya hingga sekarang. Sebelumnya Subjek

tidak pernah berpikir akan menjadi pedagang buah. Cita-citanya adalah menjadi

insinyur pertanian. Ia merasa, sebagai orang desa, ia memiliki jiwa petani.

Disamping itu, ia merasa ingin memperjuangkan nasib petani yang diombang-

ambingkan kian-kemari oleh pihak-pihak tertentu yang sering mempermainkan harga

pupuk dan obat-obatan. Cita-cita tersebut terhalang oleh biaya. Subjek tidak

memiliki biaya untuk melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi demi

mencapai cita-citanya. Bagaimanapun, Subjek menikmati pekerjaannya sebagai

seorang pedagang buah karena pekerjaan tersebut menjadi sumber penghidupannya

sampai saat ini.

4) Situasi lingkungan dan respon Subjek selama wawancara berlangsung

Page 68: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

53

Wawancara dilakukan di sebuah warung makan setelah Subjek selesai makan

siang. Suasana di warung itu agak ramai karena berbarengan dengan jam makan

siang. Pembawaan subjek santai, menjawab pertanyaan perlahan-lahan, volume

suaranya pelan. Subjek menjawab setiap pertanyaan yang diajukan dengan baik.

c. Hasil Penelitian

1) Sikap empati

Dalam hidup bermasyarakat, Subjek membangun hubungan sosial dengan

melihat dari sudat pandang orang lain. Bertolak dari pengalaman yang kurang

menyenangkan dengan penduduk di kampung tempat tinggalnya, dimana para

penduduk memiliki kesan negatif terhadap Subjek dan kawan-kawannya ketika

pertama kali tiba di Wonogiri, dalam bergaul dengan orang lain Subjek kemudian

memiliki prinsip tidak mengganggu orang lain kalau kita sendiri tidak ingin

diganggu, tidak ikut campur dalam hidup orang lain (Aa).

Kerukunan antar penduduk di Wonogiri terbilang baik, dekat, saling

mengenal satu sama lain (Ab). Meski tidak lagi aktif mengikuti kegiatan kampung

akibat kesibukan bekerja, Subjek tetap dekat, memiliki hubungan yang baik dengan

warga kampung karena sudah saling mengenal antara satu sama lain dan masih

menghadiri acara-acara yang diadakan di kampung walau tidak rutin (Ab). Kegiatan

yang diikuti Subjek di kampung antara lain: jimpitan, ronda, olahraga, membesuk

orang sakit. Subjek membuka dirinya terhadap masyarakat disekitarnya. Kebiasaan

hidup dalam kesederhanaan bersama orang lain membangun rasa memiliki dan saling

berbagi dalam diri Subjek. Hampir setiap malam rumahnya disinggahi oleh anak-

Page 69: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

54

anak muda di kampungnya (Ab). Subjek juga dekat dengan para pedagang di pasar.

Hubungan antar pedagang di pasar cukup dekat, seperti saudara. Menurut Subjek,

para pedagang saling membantu ketika ada kesulitan. Subjek suka mengobrol dengan

pembeli yang mampir di kiosnya, menceritakan masalah kehidupan masing-masing

dan saling memberikan masukan (Ab).

Terkadang terjadi konflik-konflik kecil antara Subjek dengan pedagang lain

namun Subjek lebih memilih mengalah dan tidak terlalu mempermasalahkannya

karena ingin menjaga hubungan baik (Ac). Konflik dengan pembeli juga dialami

Subjek, namun Subjek menghadapinya dengan sikap yang lunak, sabar serta

memberi pengertian kepada pembeli ketika terjadi kesalahpahaman (Ac).

Subjek memiliki keinginan untuk berbuat baik kepada orang lain, yang

ditunjukkannya dengan menjaga kerukunan, baik dengan warga kampung tempat

tinggalnya maupun kerukunan dengan pedagang di pasar, membuka rumahnya bagi

anak-anak muda di kampungnya untuk singgah dan mempersilahkan mereka untuk

makan dan memakai peralatan di rumahnya, menanggapi pembeli yang mengajaknya

mengobrol, memperkenalkan dunia kerja kepada teman dan tetangga di desa asalnya

agar mereka dapat belajar tentang dunia kerja dan mandiri, mengajak bekerja

tetangga yang menganggur (Ad). Dalam tujuannya membangun hubungan yang baik

dengan warga kampungnya dan orang-orang disekitarnya, Subjek memilih mengalah

ketika menghadapi konflik (Ae).

2) Memiliki kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong

Tolong-menolong adalah sesuatu yang penting bagi Subjek. “Penting sekali.

Ya, kita hidup bermasyarakat, kok. ‘Kan kita tidak selamanya mandiri, suatu saat

Page 70: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

55

membutuhkan orang lain. Bila kita cuma sendiri, maksudnya tidak membutuhkan

pertolongan orang lain, ‘kan jadinya repot...” (Ba).

Subjek memberikan pertolongan diberikan dengan ikhlas, tanpa

mengharapkan imbalan dari orang yang ditolong: “Kalau saya menolong itu tanpa

pamrih. Tidak mengharap apa-apa. Namanya hidup bermasyarakat. Mana yang

merasa mampu dan merasa kurang punya kegiatan kita ajak saja. Biar sama-sama

merasakan,” (Bb).

3) Keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang layak

mereka dapatkan

Subjek percaya pada prinsip menanam budi suatu saat akan menuai hasilnya,

berkaitan dengan nilai ajaran Jawa yang pernah diajarkan kepadanya: “Ya sebagai…

kita hidup di masyarakat kita menolong tetep wajib. Harus. Soale (soalnya) ada

istilah siapa yang menabur dia akan menuai. Siapa menebar kebaikan, nanti kita

juga akan menerima hasilnya,” (Ca). Subjek juga percaya bahwa setiap orang akan

mendapatkan ganjaran dari perbuatannya (Ca). Beberapa ajaran Jawa yang

didapatnya mendorongnya untuk bergotong-royong, menolong orang lain dan hidup

dengan sikap yang baik ditengah masyarakat (Ca). Subjek berpendapat, apabila kita

baik kepada orang lain maka suatu saat ketika kita membutuhkan pertolongan orang

lain akan mau menolong kita (Cb).

4) Memiliki inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri yang

ditunjukkan melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain

Dorongan untuk menolong orang lain muncul dalam diri Subjek ketika

melihat orang lain yang membutuhkan pertolongan. “Ya ndak (tidak) ada unsur apa-

Page 71: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

56

apa, ‘tu (itu). Ya kita tolong saja. Kita secara otomatis lihat orang yang butuh ya

kita tolong. Itu datang dari hati kita,” (Da). Tindakan untuk menolong orang lain

muncul karena inisiatifnya sendiri.

Bentuk altruisme Subjek terhadap pedagang lain: menghadiri undangan,

membesuk pedagang yang sakit, melayat, mengikuti kegiatan yang ada di pasar,

meminjamkan modal kepada sesama pedagang, membantu menjagakan kios

pedagang lain, saling meminjamkan barang dagangan ketika ada pedagang yang

kehabisan barang dagangan, yang istilah Jawa-nya adalah nempil, yaitu meninjam

barang dagangan dari pedagang lain untuk dijual kepada pembeli yang nantinya

barang yang dipijam tersebut akan dikembalikan bukan lagi dalam bentuk barang

yang sama namun berupa uang (Db). Bentuk altruisme Subjek terhadap pembeli:

menanggapi obrolan pembeli, memberi nasehat dan masukan kepada pembeli yang

menceritakan masalahnya, membawakan belanjaan pembeli sampai ke depan,

memberikan wadah belanjaan kepada pembeli secara cuma-Cuma . Bentuk altruisme

Subjek terhadap sesama pada umumnya: memperkenalkan teman dan tetangga

kepada dunia kerja, menjamu orang yang singgah dirumahnya (Db).

5) Memiliki perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri

Subjek menjaga sistem kekeluargaan yang sudah terbangun sejak lama

diantara pedagang. Sebuah kerja sama terjalin diantara para pedagang di pasar.

Subjek termasuk orang yang mudah bekerja sama dengan pedagang lain. Hal ini

nampak dalam tindakan Subjek untuk membantu meminjamkan modal berupa uang

atau barang dagangan kepada pedagang lain, membantu menjagakan kios pedagang

lain, Subjek ikut membesuk orang sakit, menghadiri undangan, melayat bersama-

Page 72: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

57

sama dengan pedagang lain (Ea). Para pedagang memiliki kebiasaan untuk

menitipkan kios kepada pedagang lain apabila ia harus meninggalkan kios sebentar

karena ada keperluan. Satu sama lain ada rasa saling percaya. Selain dengan para

pedagang di pasar, Subjek juga mudah bekerja sama dengan para tetangga di

kampung, yang nampak dalam partisipasinya dalam mengikuti kegiatan yang ada di

kampungnya (Ea).

Tanggapan Subjek ketika melihat orang yang membutuhkan adalah Subjek

secara otomatis menolong ketika melihat orang yang membutuhkan. Ia bahkan

menitipkan kiosnya kepada orang lain agar bisa menjenguk orang sakit (Eb). Subjek

menolong siapa pun yang membutuhkan. Orang-orang yang pernah ditolong Subjek

antara: sesama pedagang, pembeli, orang yang membutuhkan meskipun tidak

dikenal, warga di kampung tempat tinggal Subjek, teman dan tetangga di desa asal

Subjek.

Subjek III

a. Data demografi Subjek

Nama : PM

Usia : 33 tahun

Jenis kelamin : Pria

Tempat tinggal : Kedung Ringin, Wonogiri

Asal : Boyolali

Pekerjaan : Pedagang Sayur

Lama bekerja : 10 tahun

Page 73: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

58

b. Deskripsi mengenai Subjek

1) Latar belakang Subjek

Sejak kecil Subjek sudah berjualan di pasar, sekitar usia 14 tahun. Bangku

sekolah SMP tidak diselesaikannya karena merasa orangtuanya kurang

memperhatikan pendidikannya. Ia lebih memilih pindah ke Wonogiri untuk ikut

berjualan di pasar bersama kakaknya. Sebagai orang perantauan di Wonogiri Subjek

dan kakak perempuannya tidak memiliki tempat tinggal. Kios di dalam pasar dipakai

untuk tempat perteduhan. Mereka memilih tinggal di dalam pasar karena jarak

tempat tinggal yang jauh dengan pasar tempat mereka bekerja. Saat ini Subjek sudah

tidak tinggal di pasar lagi. Setelah menikah Subjek mempunyai rumah sendiri di

daerah Kedung Ringin, tak jauh dari tempatnya bekerja. Istri Subjek adalah

penduduk asli Wonogiri, karena itu sejak menikah hingga sekarang Subjek tetap di

Wonogiri bersama istri dan seorang anak sementara kakak perempuannya pulang

kembali ke Boyolali. Pekerjaan yang ditinggalkan kakaknya sebagai pedagang sayur

ini diteruskan oleh Subjek.

2) Hubungan sosial Subjek

Subjek lebih banyak berada di pasar daripada di rumah, karena itu ia jarang

mengikuti kegiatan yang ada di kampungnya. Setelah pulang dari pasar ia sudah

lelah. Biasanya ia langsung beristirahat atau menjaga anaknya. Sejak kecil ia lebih

banyak berada di pasar, karena itu Subjek lebih banyak bergaul dengan pedagang di

pasar daripada di rumah. Meskipun Subjek tidak mengikuti kegiatan di kampung,

Subjek tetap bersosialisasi dengan warga kampungnya, yaitu dengan ikut membantu

Page 74: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

59

tetangga yang membutuhkan bantuan. Ia merasa tidak enak, ketika ada tetangga yang

membutuhkan bantuan, tetapi ia diam saja. Walau hanya sedikit, Subjek tetap

memberikan bantuan. Subjek mengenal sebagian besar pedagang di pasar. Sehari-

hari Subjek banyak menghabiskan waktunya di pasar, karena itu Subjek jarang sekali

mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di kampungnya. Kegiatan-kegiatan itu seperti

kerja bakti, arisan, ronda, dan sejenisnya. Sejak kecil pun subjek sudah berada di

pasar. Lingkungan masyarakat yang paling dekat dan paling sering ditemuinya

adalah lingkungan orang-orang pasar. Kegiatan Subjek kalau sudah berada di rumah

hanya mengurus anak, sesekali saja mengikuti kegiatan yang diadakan di

kampungnya karena sudah lelah setelah seharian bekerja di pasar. Meskipun tidak

terlalu sering berinteraksi dengan tetangga sekitarnya, Subjek tetap peduli dengan

mereka. Wujud kepeduliannya itu ditunjukkan dengan turut membantu tetangga yang

sedang punya acara serta menghadiri acara yang diadakan.

3) Pekerjaan Subjek

Belasan tahun sudah Subjek menekuni pekerjaannya sebagai pedagang sayur.

Awal mula merintis bersama kakaknya hingga kini mengembangkan usahanya

sendiri bersama sang istri. Subjek belum pernah mencoba dan juga enggan berpindah

ke pekerjaan yang lain. Subjek mulai bekerja sejak pukul 04.30, terkadang juga

pukul 05.00 baru pergi mencari barang dagangan. Apabila mendapat pesanan, Subjek

mulai mencari dagangan jam 04.00. Para distributor sayur biasa menyetorkan

dagangannya pada pedagang di pasar waktu dini hari, karena itu sepagi mungkin

Subjek berangkat dari rumah menuju ke pasar agar bisa mendapatkan barang

dagangan dengan kualitas yang baik. Setiap hari dagangannya pasti habis terjual,

Page 75: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

60

kalau pun ada sisa itu hanya sedikit dan bisa dijual lagi esok harinya. Subjek bekerja

hingga pukul 17.00 kadang juga sampai pukul 18.00, namun jika sudah sepi pembeli

Subjek biasanya langsung pulang.

4) Situasi lingkungan dan respon Subjek selama wawancara berlangsung

Di awal wawancara Subjek mengatakan bahwa dirinya suka bercerita, suka

mengobrol dengan para pedagang di sekitarnya. Terbukti dalam proses wawancara

yang dilaluinya, dimana Subjek suka menjelaskan panjang lebar mengenai informasi

yang ditanyakan padanya. Dengan suara lantang dan mantap Subjek menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan. Wawancara dilaksanakan di kios Subjek.

Kiosnya dipenuhi sayuran dan beberapa sembako. Beberapa pembeli datang ke kios

Subjek ketika wawancara berlangsung. Subjek melayani mereka sambil sesekali

bercanda dengan mereka.

c. Hasil Penelitian

1) Sikap empati

Pekerjaan sebagai pedagang sayur telah ditekuni Subjek selama bertahun-

tahun. Hal ini membuat Subjek mengenal banyak pedagang di pasar dan berjualan

dengan santai, tidak terlalu bersusah-payah dalam mencari pelanggan. Subjek

memiliki hubungan yang baik dengan pembeli, hal ini nampak dengan responnya

dalam menanggapi pembeli yang mengajaknya mengobrol, Subjek selalu

menanggapi mereka dengan baik. Ketika Subjek mendengarkan pembeli bercerita

tentang pedagang lain yang pelanggannya direbut, Subjek beranggapan bahwa

pedagang lain bisa marah apabila langganannya direbut (Aa). Dalam kehidupan

Page 76: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

61

sehari-hari, Subjek menunjukkan sikap dimana ia mampu menempatkan diri dalam

perspektif orang lain, seperti yang muncul dalam tindakannya untuk membantu anak-

anak yang kurang mampu di kampungnya (Aa). Subjek memandang mereka seolah-

olah anaknya sendiri. Subjek menyadari bahwa sebagai manusia kita tidak dapat

melakukan segala sesuatunya sendirian, karena itu harus saling tolong-menolong

(Aa).

Sebagian besar waktu Subjek habis untuk berjualan di pasar, karena itu

Subjek tidak banyak mengikuti kegiatan yang ada di kampungnya. Meskipun Subjek

tidak dapat mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di kampung, Subjek tetap menjaga

hubungan yang baik dengan warga kampung tempat tinggalnya, ketika ada yang

membutuhkan Subjek membantu mereka tanpa merasa terpaksa. Subjek memiliki

hubungan yang baik dengan warga kampungnya. Warga kampungnya rukun dan

sudah menjadi kebiasaan mereka untuk saling membantu satu sama lain. Subjek

lebih banyak berada di pasar daripada di rumah, karena itu ia mengenal sebagian

besar pedagang yang ada di pasar. Hubungan antar pedagang di pasar rukun dan

baik. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Subjek, para pedagang memiliki kebiasaan

menghadiri undangan atau membesuk orang sakit bersama-sama. Selain tetangga di

kampung dan pedagang di pasar, Subjek juga memiliki hubungan yang baik dengan

pembeli, ditunjukkan lewat pembeli yang selalu mengajaknya mengobrol ketika

mampir ke kiosnya, membicarakan hal-hal yang mereka jumpai sehari-hari.

Terkadang ketika pembeli membicarakan hal-hal yang buruk tentang

pedagang lain, Subjek merasa tidak enak, namun ia tetap melayani mereka dengan

baik. Subjek mendengarkan cerita mereka tetapi tidak ikut campur (Ac). Subjek juga

Page 77: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

62

menjelaskan bahwa para pedagang di pasar bersaing secara sehat dengan pedagang

lain, konflik yang terjadi antara satu sama lain dapat segera teratasi. Subjek juga

tidak terlalu menanggapi dengan serius pembeli yang kurang menyenangkan. Ia

menganggap konflik-konflik kecil yang ditemuinya dengan pembeli sebagai hal yang

biasa.

Subjek memiliki hasrat untuk berbuat baik kepada orang lain. Meskipun ia

lebih banyak berada di pasar dibandingkan di rumah, ia tetap membantu tetangga

disekitarnya yang membutuhkan. sebisa mungkin Subjek ingin menolong orang yang

membutuhkan pertolongan (Ad). Dalam berjualan Subjek juga bersaing secara sehat

dengan pedagang lain, Subjek tidak merebut pelanggan pedagang lain. Subjek mau

menanggapi pembeli yang mengajaknya mengobrol dan memberikan potongan harga

untuk mereka (Ad).

Subjek berusaha untuk bergaul dengan orang lain, karena itu ia bersosialisai

dengan warga kampung maupun pedagang di pasar lewat kegiatan-kegiatan yang

ada, seperti membesuk orang sakit atau menghadiri undangan bersama-sama. Dalam

berdagang, Subjek menyadari bahwa persaingan adalah hal yang biasa terjadi, karena

itu ia tidak menjatuhkan pedagang lain lewat persaingan yang tidak sehat. Subjek

menyadari bahwa setiap pedagang memiliki rezekinya masing-masing. Cara Subjek

mendapatkan pelanggan antara lain dengan: menanggapi pembeli yang mengajaknya

mengobrol, bersikap ramah, memberikan potongan harga dan tempo untuk

membayar, menolong pembeli ketika sedang ada keperluan dan memberikan

pelayanan yang baik (Ae).

2) Memiliki kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong

Page 78: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

63

Subjek membantu tetangga yang membutuhkan secara sukarela. Baginya

tolong-menolong merupakan sebuah kewajiban (Ba). Subjek merasa memiliki

tanggung jawab untuk menolong (Ba). Ia juga tidak mengharapkan balasan dari

orang yang ditolongnya (Bb).

3) Keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang layak

mereka dapatkan

Subjek percaya bahwa rezeki datang sebagai berkat dari Yang Maha Kuasa.

Prinsipnya dalam bekerja adalah santai, tidak perlu terlalu bersusah payah atau

bersaing keras dengan pedagang lain karena setiap orang akan memperoleh

rezekinya masing-masing sesuai kehendak Yang Maha Kuasa. Setiap pemberian

Tuhan patut disyukuri dan diterima. Baginya, rezeki itu apabila dikejar justru akan

menjauh. Hal ini berkaitan dengan ajaran Jawa yang diterimanya. Subjek memilih

santai dan tenang dalam menantikan rezeki yang datang padanya (Ca). Subjek tidak

mau merebut pelanggan pedagang lain karena ia percaya bahwa ketika kita berbuat

yang baik dan benar maka Tuhan akan memberikan rezeki (Ca). Subjek juga percaya

bahwa selama kita hidup di dunia kita harus berbuat baik agar mendapatkan pahala,

sebaliknya apabila kita jahat, kita tidak akan disukai orang lain. Menurut

pendapatnya, orang Jawa memiliki kebiasaan seperti itu. Tidak perlu ngoyo

(bersusah-payah) dalam mencari rezeki karena rezeki akan datang sendiri (Ca).

Perbuatan baik yang dilakukannya diyakininya sebagai bekal yang akan

dibawanya kelak di dunia akhirat. (Cb). Subjek percaya bahwa setiap orang akan

mendapatkan balasan setimpal dengan perbuatannya. Apabila kita mau menolong

Page 79: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

64

orang lain, maka suatu saat bila membutuhkan pertolongan kita pun akan

mendapatkan pertolongan.

4) Memiliki inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri yang

ditunjukkan melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain

Dorongan untuk menolong berasal dari dalam hati Subjek karena rasa

tanggung jawab dan rasa kasihan melihat orang yang berkekurangan (Da).

Bentuk altruisme Subjek terhadap pedagang lain: menghadiri undangan,

membesuk pedagang yang sakit, membantu tetangga yang sedang punya kerja,

membantu menjagakan kios pedagang lain (Db). Bentuk altruisme Subjek terhadap

pembeli: menanggapi obrolan pembeli, membantu pembeli yang sedang punya acara

dengan cara menyediakan apa yang dibutuhkan, memberikan potongan harga kepada

pembeli, menghutangi pembeli (Db). Bentuk altruisme Subjek terhadap sesama pada

umumnya: memberi uang kepada orang yang kehabisan uang dijalan, memberi

sedekah, makanan kepada anak-anak kurang mampu (Db).

5) Memiliki perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri

Sedikit malu-malu Subjek menjelaskan pengalamannya menolong orang lain.

Subjek adalha orang yang mudah bekerja sama dengan orang lain. Hal ini nampak

lewat tindakan nyata yang dilakukannya untuk menolong tetangganya yang sedang

punya acara, ikut membesuk orang sakit dan menghadiri undangan bersama-sama

dengan pedagang lain, membantu menjagakan kios pedagang lain dan juga

membantu pebeli yang sedang punya acara (Ea).

Subjek menolong orang lain karena tergerak oleh rasa kasihan melihat

kesusahan orang lain. Responnya adalah langsung menolong orang yang

Page 80: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

65

membutuhkan, sekalipun orang itu tidak dikenalnya (Eb). Meskipun ia pernah punya

ditipu oleh orang yang ditolongnya, Subjek tetap mau menolong ketika ia melihat

orang yang membutuhkan pertolongan, ia lebih mengutamakan kepentingan orang

lain. Subjek juga memiliki hasrat untuk menolong anak-anak yang kurang mampu di

kampungnya sekalipun keadaan ekonominya sendiri juga terbatas (Eb). Orang-orang

yang pernah ditolong Subjek antara lain: sesama pedagang, pembeli, orang yang

membutuhkan meskipun tidak dikenal, tetangga dan anak-anak yang kurang mampu

di kampung tempat tinggal Subjek.

Subjek IV

a. Data demografi subjek

Nama : RG

Usia : 37 tahun

Jenis kelamin : Pria

Tempat tinggal : Pokoh Kidul, Wonogiri

Asal : Delanggu

Pekerjaan : Pedagang Tahu

Lama bekerja : 12 tahun

b. Deskripsi mengenai Subjek

1) Latar belakang Subjek

Subjek berasal dari kota Delanggu, Klaten. Sekitar tahun 1993, dari

Delanggu pindah ke kota Wonogiri karena sang istri tinggal di Wonogiri. Saat ini

Page 81: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

66

Subjek tinggal di Karang Talun, Pokoh Kidul dan menjabat sebagai ketua RT di

kampungnya. Sempat mengenyam bangku kuliah untuk memenuhi keinginan

orangtua yang menghendakinya menjadi guru, namun pendidikan itu tidak

diselesaikan. Cita-cita menjadi seorang guru itu tak sempat dicapai, orangtua

memberinya kebebasan dalam memilih pekerjaan. Prinsipnya yang penting

mendapatkan pekerjaan dan mapan maka cukuplah.

2) Hubungan sosial Subjek

Sekian waktu lamanya tinggal di Wonogiri, Subjek melihat bahwa kebiasaan

orang-orang di Wonogiri adalah saling membantu ketika tetangganya sedang punya

acara. Mereka secara spontan memberikan bantuan tanpa diminta. Hal ini membuat

Subjek menangkap kesan bahwa penduduk Wonogiri memiliki kegotong-royongan

dan sikap tenggang rasa yang lebih baik daripada penduduk kota asalnya. Pergaulan

anak muda di kota Wonogiri pun wajar saja, masalah-masalah seperti kenakalan

remaja dan narkoba jarang terjadi. Menurut pendapat Subjek, hal ini disebabkan oleh

letak kota Wonogiri yang cukup jauh dari kota besar dan dari tempat-tempat hiburan

yang berpotensi membawa dampak negatif terhadap anak-anak muda.

3) Pekerjaan Subjek

Sejak awal pernikahan mereka, istri Subjek telah bermatapencaharian sebagai

penjual tahu di “Pasar Kota Wonogiri” sedangkan Subjek berjualan ikan basah.

Lambat laun karena dirasa sang istri tak mampu lagi mengelola kios tahunya

sendirian, Subjek menghentikan usahanya sebagai pedagang ikan basah dan

membantu istrinya di kios tahu. Barang dagangan mereka ditambah. Bukan hanya

Page 82: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

67

berjualan tahu saja, melainkan juga kecap, ikan asin, tempe, emping dan kerupuk

mentah. Sedikit demi sedikit barang dagangan dalam kios dilengkapi.

4) Situasi lingkungan dan respon Subjek selama wawancara berlangsung

Ramah, suka tertawa, murah informasi, mudah ditemui, demikian kesan

pertama yang ditangkap oleh peneliti ketika bertemu Subjek. Setiap pertanyaan

wawancara yang diajukan dijawab dengan santai sambil tersenyum dan tertawa.

Responnya dalam menjawab pertanyaan cukup antusias, bahkan Subjek

mengingatkan kepada peneliti untuk santai saja serta mempersilahkan peneliti untuk

menanyakan apapun yang diperlukan. Wawancara dilakukan didalam kios Subjek.

Kiosnya penuh dengan berbungkus-bungkus tempe dan barang dagangan lain yang

siap dijual. Kiosnya tidak begitu rapi karena ada bermacam-macam barang dagangan

disana. Situasi pasar saat itu sedang ramai. Ada beberapa pembeli yang mampir

ketika proses wawancara berlangsung. Sesekali Subjek meladeni pembeli dulu baru

menjawab pertanyaan, namun secara keseluruhan kehadiran pembeli tidak

mengganggu jalannya wawancara.

c. Hasil Penelitian

1) Sikap empati

Suatu kali, Subjek pernah menolong orang di malam hari. Hari sudah larut,

namun Subjek tetap menolongnya karena ia menyadari bahwa orang yang

ditolongnya kurang mampu (Aa). Ketika ia menghadapi konflik dengan orang lain,

Subjek memandangnya dari apa yang ada dalam diri orang lain sehingga konflik

Page 83: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

68

dapat diselesaikan. Ia menyadari bahwa orang bisa berbuat kesalahan dan watak tiap

orang tidaklah sama (Aa).

Subjek rutin mengikuti berbagai macam kegiatan yang diadakan di

kampungnya. Selain itu, Subjek juga cukup sering duduk mengobrol bersama para

tetangga sehingga Subjek dapat mengenal warga kampungnya dengan baik.

Kedekatan antar warga tak hanya tampak lewat kegiatan-kegiatan kampung saja,

tetapi juga dari kerjasama mereka untuk menolong warga yang membutuhkan. Juga

ketika ada warga yang sakit, berita itu akan lekas menyebar ke seluruh warga

kampung dan mereka akan datang menjenguk bersama-sama (Ab). Disamping warga

di kampungnya, Subjek juga mengenal para pedagang di pasar dengan baik (Ab).

Hampir semua pedagang yang satu kompleks dengan kiosnya dikenalnya, sebab

sudah bertahun-tahun Subjek berjualan di tempat itu. Demikian pula dengan

pedagang yang lain, mereka juga telah bertahun-tahun berjualan di tempat yang

sama. Mereka tak hanya saling mengenal saja, tapi juga cukup dekat dan memiliki

kerukunan yang baik. Antar pedagang saling mengenal satu sama lain. Subjek juga

membangun hubungan yang baik dengan para pembeli. Hal ini nampak lewat cara

Subjek dalam melayani pembeli. Tak semua pembeli datang hanya sekedar membeli,

beberapa diantara mereka suka menceritakan unek-unek atau bercerita soal

dagangan, memberitahu kalau tahu di kios itu bagus, kios itu jelek. Pembicaraan-

pembicaan ringan seperti itu biasanya ditemui Subjek ketika berjualan. menanggapi

dengan baik setiap pembeli yang mengajaknya mengobrol (Ab).

Menurut Subjek, penduduk Wonogiri memiliki tenggang rasa antara satu

sama lain (Ac). Subjek sendiri merupakan orang yang memiliki tenggang rasa

Page 84: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

69

terhadap sesamanya. Hal ini ditunjukkan lewat pengalamannya menolong orang lain

meskipun hari sudah malam karena orang itu memiliki kebutuhan yang mendesak. Ia

juga mengikhlaskan apa yang sudah diberikannya meskipun orang yang ditolongnya

justru salah paham dengannya. Dalam menghadapi konflik dengan pembeli atau

pedagang lain, Subjek memilih mengalah, memaklumi kesalahan mereka, bersabar

dan tidak membesar-besarkan masalah yang terjadi. Bagi Subjek secara pribadi,

masalah yang pernah dihadapinya dengan pedagang lain adalah masalah dengan

distributor (penyetor) tahu. Dalam hal ini distributor kurang mau memahami

kesulitan yang dialami pedagang. Misalnya, ketika pedagang meminta setoran tahu

sejumlah sekian karena pada hari itu hanya dapat berjualan setengah hari, distributor

tidak mau memberikan jumlah yang diminta pedagang melainkan memberikan sesuai

dengan kebiasaan jumlah setoran sehari-hari dan menuntut pedagang menjual semua

tahu yang disetorkan. Di satu sisi, penyetor tidak mau menanggung kerugian karena

menyetorkan kurang dari yang ditargetkan, namun di sisi lain situasi ini menyulitkan

pedagang karena mereka akan merugi juga apabila tahu yang telah disetorkan tidak

terjual seluruhnya pada hari yang sama. Beberapa masalah juga dialaminya dengan

pembeli. Masalah-masalah itu seperti: pembeli tidak mengambil barang yang sudah

dipesan, menawar seenaknya, berhutang dan tidak membayar hutangnya lalu pindah

ke pedagang lain. Respon subjek dalam menanggapi hal ini adalah dengan

mengingat Tuhan, bersabar dan menganggap hal itu sebagai rezeki yang belum

menjadi miliknya. Terhadap pembeli yang dinilainya sudah benar-benar tak mampu

lagi untuk membayar hutang, Subjek mengikhlaskannya. Ia tidak menuntut pembeli

tersebut untuk melunasi hutangnya (Ac).

Page 85: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

70

Persaingan antar pedagang di pasar terjadi wajar saja. Antar pedagang yang

satu dan yang lain memiliki tenggang rasa yang tinggi satu sama lain. Mereka tidak

bersaing ketat. Menurut Subjek, persaingan di “Pasar Kota Wonogiri” ada dua

macam, yakni persaingan sehat dan persaingan tidak sehat. Persaingan yang tidak

sehat berupa memberi patokan harga yang berbeda dengan harga pada umumnya

sehingga merugikan pedagang lain. Hal semacam itu biasa terjadi menurut Subjek.

“Namanya pasar…,” demikian tanggapannya ringan. Tujuan utama Subjek dalam

berdagang adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Subjek tidak memiliki ambisi

tertentu dalam bekerja. Asalkan kebutuhan pokok terpenuhi, maka itu sudah cukup.

Melayani pembeli dengan baik, menggunakan bahasa yang sopan dan membujuk

merupakan beberapa metode yang dilakukannya untuk menarik pembeli terus

mampir ke kiosnya (Ae). Seperti informasi yang diberikan oleh Subjek, bahwa

persaingan antar pedagang juga terjadi di pasar, ada beberapa konflik antar pedagang

yang juga biasanya terjadi. Subjek menyelesaikan konflik dengan pedagang lain

secara kekeluargaan. Menurut keterangan Subjek, masalah yang biasa terjadi antar

pedagang adalah berebut tempat menggelar dagangan khususnya bagi pedagang yang

tidak memiliki kios tetap sehingga mengganggu pedagang lain disekitarnya. Upaya

yang dilakukan para pedagang untuk menyelesaikan masalah-masalah diantara

mereka adalah dengan membicarakan masalah dengan yang bersangkutan secara

kekeluargaan, mereka cenderung tidak menghadapinya hingga berlarut-larut dan

memilih untuk membicarakan apa yang menjadi ganjalan dalam hati mereka. Selain

membicarakan masalah tersebut, kebanyakan diantara mereka juga cenderung

mengalah ketika menghadapi konflik demi menjaga rasa kekeluargaan diantara

Page 86: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

71

mereka. Menurut keterangan Subjek, konflik antar pedagang jarang terjadi di pasar

ini (Ae). Cara Subjek untuk mendapatkan pelanggan adalah dengan melayani mereka

dengan baik dan membicarakan masalah dengan pembeli secara baik-baik. Subjek

juga banyak meminta pendapat orang lain ketika menghadapi masalah, orang yang

paling sering dimintai pendapatnya adalah Pak Lik-nya (Ae).

2) Memiliki kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong

Subjek menganggap menolong sesama manusia adalah sesuatu yang penting

dan merupakan sebuah kewajiban (Ba). Prinsip Subjek adalah: “Daripada kita

ditolong lebih baik kita menolong.” Prinsip ini didapatnya dari nasehat Pak Lik-nya.

Subjek menyadari bahwa sebagai manusia kita tidak dapat mengerjakan segala

sesuatunya sendiri, maka ketika ada orang yang membutuhkan pertolongan kita pun

wajib menolongnya, sebab suatu saat kita pun pasti akan butuh pertolongan dari

orang lain juga.

Tanggapannya ketika ditanya tentang harapan setelah menolong orang lain:

“Tidak ada, mbak. Selama hidup di dunia kalau kita menolong menurut ajaran

agama bisa dapat pahala,” (Bb).

3) Keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang layak

mereka dapatkan

Subjek percaya bahwa Yang Maha Kuasa-lah yang akan membalas

perbuatannya, ketika hati ikhlas maka Tuhan akan melimpahkan rezeki-Nya pada

kita (Ca). Subjek percaya jika kita berbuat baik, kita akan mendapatkan hasil yang

baik juga. Nilai-nilai budaya Jawa yang berkaitan dengan altruisme didapatnya dari

Page 87: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

72

Pak Lik, yang banyak memberinya nasehat untuk saling tolong-menolong dalam

hidup bermasyarakat dan penuh prihatin kepada orang lain. Ajaran Jawa yang

diterimanya berkaitan dengan altruisme adalah: menolong orang lebih bagus

daripada minta tolong, saling tolong-menolong dalam hidup bermasyarakat, penuh

prihatin, kalau kita menanam sesuatu yang baik suatu saat akan menuai hasil yang

baik juga.

Subjek memiliki keyakinan bahwa dengan memberikan pertolongan kepada

orang lain akan mendapatkan manfaat dari padanya, kalau kita menolong dengan

ikhlas kita akan mendapat pahala yang besar (Cb). Menurut Subjek, dalam hidup

suatu saat kita akan membutuhkan pertolongan dari orang lain, karena itu kita harus

menolong orang lain agar orang lain juga mau menolong kita (Cb).

4) Memiliki inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri yang

ditunjukkan melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain

Dorongan untuk menolong orang lain timbul dari rasa kasihan ketika melihat

orang lain yang membutuhkan (Da). Latar belakang keluarganya yang kurang

mampu turut mendorongnya pula untuk memberikan bantuan karena Subjek

mengerti betul arti sebuah pertolongan di mata orang yang lemah. Subjek merasakan

adanya suatu perasaan senang setelah menolong orang (Da). Ia merasa senang ketika

dirinya dapat menolong yang lemah.

Bentuk altruismenya terhadap pedagang lain adalah: membantu pedagang

lain mengangkat dagangannya, menjenguk pedagang yang sakit. Bentuk

altruismenya terhadap pembeli adalah: menanggapi obrolan pembeli, mengantarkan

belanjaan pembeli dengan cuma-cuma, memberikan barang yang dibutuhkan pembeli

Page 88: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

73

dengan cuma-cuma. Bentuk altruismenya terhadap sesama pada umumnya adalah:

memberi pekerjaan pada tetangga yang belum memiliki pekerjaan, menolong

tetangga yang sakit dengan mengantarkannya ke rumah sakit, mengusahakan

transportasi untuk ke rumah sakit, membayar biaya transportasi dan biaya rumah

sakit (Db).

5) Memiliki perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri

Berdasarkan informasinya yang didapatkan dari Subjek, penduduk Wonogiri

adalah orang-orang yang suka bergotong-royong untuk membantu orang yang

membutuhkan (Ea).

Subjek biasanya langsung menanggapi orang yang membutuhkan

pertolongan, ketika melihat ada orang yang membutuhkan dia akan menawarkan

bantuan. Ia tetap menolong meskipun kepentingan pribadinya terganggu, seperti

misalnya ia harus mengantarkan tetangga yang sakit padahal hari sudah larut malam,

ditambah lagi dengan membayar biaya rumah sakit, mencarikan transportasi dan

menghubungi pihak keluarga dari orang yang ditolongnya (Eb). Terhadap para

pembeli, Subjek juga lebih mengutamakan apa yang menjadi kebutuhan orang lain

daripada kepentingannya sendiri, ia memberikan barang yang dibutuhkan pembeli

secara cuma-cuma karena melihat pembeli tampak kurang mampu (Eb). Subjek

menolong siapapun yang membutuhkan, terutama orang yang dikenal. Ia pernah

ditipu ketika menolong orang yang tidak dikenalnya. Pengalaman ini kemudian

membuat Subjek lebih berhati-hati dan bijaksana dalam memberikan pertolongan

agar jangan sampai tertipu lagi. Pengalaman itu tidak lantas membuat Subjek pahit

hati hingga enggan memberikan pertolongan lagi, sebaliknya, ia mengikhlaskan

Page 89: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

74

semuanya. Orang yang ditolong Subjek diantaranya: sesama pedagang, tetangga,

pembeli, orang yang membutuhkan meskipun tidak dikenal.

Subjek V

a. Data demografi Subjek

Nama : HR

Usia : 54 tahun

Jenis kelamin : Wanita

Tempat tinggal : Kedung Ringin, Wonogiri

Asal : Wonogiri

Pekerjaan : Pedagang Tahu

Lama bekerja : 25 tahun

b. Deskripsi mengenai Subjek

1) Latar belakang Subjek

Sejak lahir Subjek tinggal bersama orangtuanya di Wonogiri. Setelah

menikah Subjek sempat tinggal di Sragen bersama suami, namun karena anak-anak

dan orangtua menetap di Wonogiri, Subjek akhirnya kembali ke Wonogiri karena

pikirannya bercabang jika harus berpisah dengan anak-anak dan orangtua dalam

waktu yang lama. Terlahir sebagai penduduk Wonogiri, Subjek merasa nyaman

tinggal di Wonogiri. Alasan lain yang membuat Subjek merasa betah tinggal di

Wonogiri adalah karena anak-anaknya juga tinggal di Wonogiri.

2) Hubungan sosial Subjek

Page 90: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

75

Kegiatan di kampung tidak banyak diikuti Subjek karena usianya yang sudah

lanjut. Dalam setiap kegiatan yang diadakan di kampung, kehadirannya diwakili oleh

suami dan anak-anak. Mereka secara rutin mengikuti setiap kegiatan yang diadakan.

Anak laki-laki Subjek yang tertua menjabat sebagai ketua Karang Taruna. Meskipun

Subjek jarang mengikuti kegiatan-kegiatan di kampung, namun Subjek sering

menyediakan rumahnya untuk dipakai menyelenggarakan acara-acara tersebut, salah

satunyanya adalah arisan warga kampung.

3) Pekerjaan Subjek

Wanita berusia 54 tahun ini telah menekuni pekerjaannya sebagai pedagang

tahu sejak lama. Pekerjaan ini merupakan warisan orangtuanya. Setelah orangtuanya

tiada, Subjek meneruskan pekerjaan mereka sebagai penjual tahu. Pekerjaan ini terus

ditekuninya hingga sekarang. Subjek tidak pernah membayangkan sebelumnya

bahwa ia akan menjadi seorang pedagang tahu. Ia sempat merasakan pendidikan

hingga tingkat SMU, karena itu ia berharap memiliki pekerjaan lain selain berdagang

tahu, tetapi akhirnya Subjek memilih untuk menjadi pedagang tahu untuk

meneruskan pekerjaan orangtuanya. Suami Subjek juga seorang pedagang tahu,

karena itu sejak menikah Subjek telah berjualan tahu.

4) Situasi lingkungan dan respon Subjek selama wawancara berlangsung

Situasi di pasar cukup sepi ketika wawancara berlangsung, saat itu turun

hujan. Wawancara dilakukan di kios tahu Subjek, pada waktu siang menjelang sore.

Sambil menanggapi pertanyaan yang dilontarkan, Subjek melayani pembeli yang

singgah. Subjek menanggapi setiap pertanyaan yang diberikan dengan panjang lebar.

Page 91: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

76

Ia banyak bercerita tentang pengalaman masa lalu dan keluarganya. Suaranya halus,

pelan, terdengar begitu sabar. Subjek cukup antusias dalam memberikan informasi.

c. Hasil Penelitian

1) Sikap empati

Subjek juga pernah memiliki pengalaman pernah ditolong oleh orang lain

ketika dirinya tengah menghadapi kesulitan, karena itu Subjek jadi bisa memahami

bagaimana rasanya menghadapi kesulitan dan bagaimana rasanya menerima

pertolongan dari orang lain (Aa). Subjek mampu menempatkan diri dalam perspektif

orang lain. Ketika ada pedagang yang bercerita mengenai masalahnya, Subjek

memberikan masukan atau nasehat dan ia menempatkan dirinya seolah-olah dirinya

yang ada di posisi pedagang tersebut. Subjek menyadari bahwa keadaan orang lain

sangat berarti ketika kita sedang menghadapi masalah (Aa).

Penduduk di kampung tempat tinggal Subjek memiliki hubungan yang baik

antara satu sama lain (Ab). Antar tetangga terdapat kedekatan dalam bersosialisasi,

hal ini juga dipengaruhi dengan jarak rumah mereka yang saling berdekatan antara

satu sama lain. Apabila ada warga yang punya acara mereka datang untuk

berpartisipasi, ada rasa sungkan bila tidak datang. Walaupun rasa sungkan menjadi

salah satu alasan untuk mereka menghadiri acara, warga tetap datang dengan ringan

hati, bukan karena terpaksa. Selain di kampung, Subjek juga memiliki hubungan

yang baik dengan para pedagang dan pembeli di pasar. Menurut Subjek, hubungan

sosial para pedagang di “Pasar Kota Wonogiri” adalah bagus. Subjek juga cukup

akrab dengan para pembeli. Mereka sering mengobrol, membicarakan soal masa lalu

Page 92: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

77

atau keluarga mereka (Ab). Subjek masih sering bertemu dengan teman-teman masa

sekolahnya dulu dan hubungan pertemanan mereka tetap baik (Ab).

Antar pedagang di pasar kadang kala menghadapi masalah dengan satu sama

lain. Masalah memang sesekali terjadi, namun mereka akhirnya menyadari bahwa

masalah bukanlah sesuatu yang patut dibesar-besarkan sehingga ketika ada konflik

terjadi diantara mereka, mereka dengan segera menyelesaikannya secara pribadi

(Ac). Ketika menghadapi konflik dengan pedagang lain, Subjek menyadari bahwa

pedagang tersebut akan menginsyafi perbuatannya. Subjek cenderung mengalah

ketika menghadapi konflik dengan pedagang lain (Ac). Ia juga bersabar dan

memaklumi pembeli yang sikapnya kurang menyenangkan (Ac).

Subjek menjelaskan, sekalipun diantara pedagang terdapat konflik, mereka

tetap datang menghadiri undangan pedagang yang sedang punya acara atau

menjenguk pedagang yang sakit. Mereka tetap menunjukkan hasrat untuk berbuat

baik kepada orang lain dengan memberi masukan kepada sesama pedagang yang

sedang mengalami masalah (Ad). Para pedagang bersaing satu sama lain tetapi masih

menunjukkan sikap yang baik kepada pedagang lain. Subjek beranggapan, adalah

sesuatu yang sangat baik apabila kita menolong orang yang sedang dalam kesulitan.

Ia merasa senang ketika dapat membantu orang lain dan ingin berbagi rezeki atau

memberikan sesuatu bagi orang lain. Ia juga memiliki keinginan untuk menolong

saudaranya yang jauh (Ad).

Dalam menghadapi persaingan antar pedagang, Subjek berprinsip: “Tapi

bagi saya, kalau ketempat saya ya saya layani, kalau ndak (tidak) ya sudah. Tapi

kalau bekerja ya memperhatikan orang lewat itu gimana gitu. Ya ditawari begitu,”

Page 93: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

78

(Ae). Subjek tidak terlalu mempedulikan pedagang yang bersaing secara tidak sehat.

Menurutnya, pedagang yang demikian lama-kelamaan akan menginsyafi

perbuatannya yang kurang baik dan merugikan pedagang lain. Keramahan, kesabaran

dalam menanggapi menanggapi pembeli yang berbelanja di kiosnya, selalu

menyediakan barang yang dibutuhkan pembeli, memberikan barang yang berkualitas

baik dan harga yang sesuai untuk dagangannya, itulah modal utama Subjek dalam

meraih pelanggan (Ae). Konflik yang dialami Subjek dengan para pembeli adalah

seperti: pembeli menawar dengan patokan harga sendiri, tidak mengikuti harga pasar

yang sedang berlaku. Kemudian setelah menawar harganya tidak cocok, pembeli

pindah ke pedagang lain dan membeli bahkan tanpa menawar. Kalau pasar sedang

sepi, Subjek memilih beristirahat. Prinsip Subjek dalam berdagang adalah tetap

menghargai pedagang lain meskipun kiosnya sendiri tidak begitu ramai dikunjungi

pembeli (Ae). Mengalami hal-hal yang kurang menyenangkan dengan pembeli atau

pedagang lain terkadang menyisakan rasa sakit dalam hati Subjek. Subjek lebih

banyak menyelesaikannya dengan cara yang rohani. “Ya kadang sakit. Tapi saya

selalu berdoa. Tuhan itu Maha Pengasih dan Penyayang. Situ (Anda) habis

menyakitkan saya gitu, dagangan saya ndilalah (tidak tahunya) ya cepet laku. Situ

(Anda) ndak beli, orang banyak yang beli.” Selain dengan berdoa kepada Tuhan,

cara Subjek untuk menyelesaikan masalah adalah dengan membicarakannya baik-

baik dengan orang yang bersangkutan (Ae).

2) Memiliki kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong

Bagi Subjek secara pribadi, tolong-menolong merupakan hal yang penting

sebab sebagai manusia kita tidak dapat melakukan segala sesuatunya sendirian.

Page 94: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

79

Menolong merupakan sebuah kewajiban bagi Subjek, ia merasa bertanggung jawab

untuk menolong orang lain: “…Misalnya kalau bisa. Kalau bisa. Saya itu punya

keluarga yang tidak mampu itu jadi pikiran saya. Kalau bisa saya mau menolong. Ya

merasa juga bertanggung jawab…” (Ba).

Ketika ditanya mengenai harapannya dalam menolong orang lain, Subjek

menjawab: “Ya saya cuma senang menolong sesama. Ndak (tidak) ada harapan apa-

apa.” Ia juga tidak meminta imbalan dari orang yang ditolongnya (Bb). Subjek

merasa senang ketika bisa menolong sesama yang membutuhkan.

3) Keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang layak

mereka dapatkan

Subjek percaya bahwa setiap orang akan mendapatkan balasan setimpal

dengan perbuatannya. Orang yang menabur hal yang baik akan menuai hasil yang

baik juga pada akhirnya, sebaliknya bila seseorang berbuat jahat, ia akan menerima

ganjaran dari perbuatan jahat yang dilakukannya. Orang yang suka menyakiti dan

mencelakakan orang lain akhirnya kan celaka juga. Dalam berdagang pun Subjek

tidak terlalu memaksakan diri sebab ia percaya bahwa Tuhan-lah yang memberikan

rezeki, karena itu bila ada orang yang jahat kepadanya, ia hanya berdoa dan berusaha

untuk menemui orang yang bermasalah dengannya untuk membicarakannya baik-

baik agar konflik tidak berkepanjangan (Ca). Sebagaimana disampaikan oleh Subjek,

ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruime antara lain: kebersamaan, menghargai

orang lain, orang akan menerima ganjaran setimpal dengan perbuatannya, menuai

apa yang ditaburnya (Ca).

Page 95: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

80

Subjek percaya, ketika kita menolong orang maka suatu saat kita juga akan

menerima pertolongan dari orang lain (Cb). Hal ini dimaksudkan sebagai menuai

hasil dari apa yang ditabur, bukan karena mengharapkan imbal balik dari pertolongan

yang diberikan. Menurut Subjek, dengan menolong orang lain kita akan memiliki

masa depan yang baik. Kita akan memperoleh manfaat dari tindakan menolong yang

kita lakukan (Cb).

4) Memiliki inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri yang

ditunjukkan melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain

Hati Subjek digerakkan oleh rasa kasihan ketika menolong orang lain. Rasa

kasihan ketika melihat kesusahan orang lain inilah yang menjadi alasan Subjek untuk

menolong orang yang membutuhkan (Da).

Bentuk altruisme Subjek terhadap pedagang lain adalah: menjenguk

pedagang yang sakit, gotong-royong membantu pedagang yang sedang punya acara

membantu menjagakan kios, menghadiri undangan pedagang lain, memberi

masukan/nasehat kepada pedagang yang sedang menghadapi masalah. Bentuk

altruisme Subjek terhadap pembeli adalah: menanggapi obrolan pembeli, memberi

masukan/nasehat kepada pembeli, mengantarkan belanjaan pembeli. Bentuk

altruisme terhadap sesama pada umumnya: menolong tetangga yang tidak punya

pekerjaan dan sudah lanjut usia, memberi sumbangan dan menyediakan tempat untuk

kegiatan Karang Taruna, memberi sedekah, zakat bagi orang yang tidak mampu,

memberi pakaian kepada orang yang membutuhkan pakaian (Db).

5) Memiliki perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri

Page 96: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

81

Subjek adalah orang yang mudah bekerja sama dengan orang lain. Baginya,

kebersamaan adalah sesuatu yang penting, karena itu kita harus bergaul dengan

orang lain dan saling tolong-menolong. Bentuk kerjasama yang ditunjukkan Subjek

adalah membantu pedagang lain menjaga kios mereka ketika mereka ada keperluan

sebentar. Subjek juga ikut menghadiri undangan dan menjenguk pedagang yang sakit

bersama-sama dengan pedagang lain (Ea). Subjek beranggapan bahwa kita

membutuhkan orang lain untuk menolong kita mencapai kehidupan yang lebih baik,

sebagaimana Subjek sendiri mengalaminya secara pribadi.

Tanggapan Subjek ketika menjumpai orang yang membutuhkan adalah

segera menolongnya, namun dengan melihat pada kondisi diri sendiri apakah mampu

memberikan pertolongan sesuai yang dibutuhkan oleh orang yang membutuhkan

pertolongan (Eb). Subjek menyediakan rumah dan makanan untuk

menyelenggarakan Karang Taruna atau arisan di kampungnya. Ia lebih

mengutamakan kepentingan kampungnya, tidak merasa terganggu apabila rumahnya

dipakai (Eb). Subjek menolong siapapun yang membutuhkan, baik orang yang

dikenal maupun tidak dikenalnya. Subjek memberikan pertolongan kepada sesama

pedagang, pembeli, tetangga di kampung, orang-orang lanjut usia, pengemis dan

orang-orang kurang mampu yang tidak dikenalnya (Eb).

Subjek VI

a. Data demografi Subjek

Nama : KW

Usia : 55 tahun

Page 97: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

82

Jenis kelamin : Wanita

Tempat tinggal : Pokoh Kidul, Wonogiri

Asal : Wonogiri

Pekerjaan : Pedagang Daging

Lama berdagang : 23 tahun

b. Deskripsi mengenai Subjek

1) Latar belakang Subjek

Sebelum menetap di Wonogiri, Subjek tinggal di Begajah, Sukoharjo, kota

asalnya. Sekitar tahun 1972 Subjek pindah ke Wonogiri, tepatnya di daerah Pokoh

Kidul, mengikuti suaminya yang asli orang Wonogiri dan tinggal disitu hingga

sekarang. Subjek bercerita bahwa pada masa lalu tinggal di Wonogiri cukup sulit,

dalam arti sulit menemukan transportasi dan orang-orangnya masih kolot, belum

begitu mengenal perdagangan. Kehidupan mereka masih sangat tradisional. Rata-rata

tingkat pendidikan penduduk saat itu sangat rendah. Subjek sendiri hanya

menyelesaikan pendidikan sampai di bangku Sekolah Dasar. Subjek perlu

menyesuaikan diri dengan keadaan saat itu, jika sebelumnya tinggal di Sukoharjo

sarana umum jauh lebih mudah ditemukan, kini Subjek harus tinggal di daerah yang

masih jarang sarana umumnya.

2) Hubungan sosial Subjek

Menurut Subjek, Wonogiri adalah kota yang memiliki kerukunan yang

tinggi. Ada kepedulian antara satu sama lain. Pergaulan di kampung tempat

tinggalnya juga cukup bagus sehingga kerukunan dapat terus terjaga. Kegiatan yang

Page 98: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

83

diadakan di kampung tempat tinggal Subjek antara lain pertemuan pengajian, arisan,

kerja bakti. Subjek banyak mengambil bagian dalam kegiatan pengajian, mengajak

orang-orang di kampungnya untuk datang di pengajian yang diadakan. Ada

perjuangan lahir-batin yang dihadapi Subjek dalam mengajak mereka hadir di acara

pengajian. Subjek terlebih dulu berkorban untuk kepentingan bersama, misalnya

dengan memberikan seragam dan makanan untuk acara pengajian tersebut.

Disamping dengan warga kampung, Subjek juga membangun hubungan

sosial dengan para pedagang di pasar tempat ia bekerja. Ia mengenal sebagian besar

pedagang yang berjualan di “Pasar Kota Wonogiri” karena ia sudah cukup lama

berjualan disitu. Pedagang yang berjualan di “Pasar Kota Wonogiri” merupakan

pedagang yang sudah cukup lama berjualan di tempat itu juga. Beberapa pedagang

yang lain merupakan pendatang yang baru-baru saja berjualan. Subjek memiliki

hubungan yang baik dengan para pedagang disekelilingnya.

3) Pekerjaan Subjek

Awalnya, Subjek berjualan daging dengan menawarkannya dari rumah ke

rumah. Subjek diajak serta oleh salah seorang tetangganya untuk ikut berjualan. Dari

situlah awal mula Subjek merintis pekerjaannya sebagai pedagang daging, dari diajak

oleh tetangga. Dengan modal seadanya Subjek mulai berjualan daging,

menawarkannya dari rumah ke rumah. Orang-orang di kampung sangat senang

dengan adanya penjual daging yang menawarkan daging dari rumah ke rumah,

penjualan pun lancar. Persaingan antar pedagang hampir tidak ada karena orang

yang berjualan daging belum sebanyak sekarang. Saat ini, berjualan daging jauh

lebih sulit dibandingkan dulu. Di satu sisi, kemajuan zaman dan perhatian dari

Page 99: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

84

pemerintah setempat sebenarnya juga menguntungkan padagang daging karena kini

mereka bisa memiliki kios di pasar dan berbagai fasilitas lain yang memudahkan

mereka berdagang sehingga mereka tidak perlu lagi berjualan berkeliling seperti

sebelumnya. Sisi lain, pedagang daging kian bertambah, orang semakin mempunyai

banyak pilihan untuk membeli sesuka hati, harga pun ikut bersaing, belum lagi, jika

lokasi kios kurang strategis maka pembeli akan jarang mendatangi. Persaingan makin

ketat. Itulah sebabnya Subjek merasa berjualan daging lebih mudah dulu daripada

sekarang. Selain banyak pesaing, pasar juga sepi pembeli. Meskipun demikian,

Subjek terhitung pedagang daging yang cukup sukses. Subjek memiliki enam buah

kios dan pesanan dari luar kota terus berdatangan.

4) Situasi lingkungan dan respon Subjek selama wawancara berlangsung

Kios tempat Subjek berupa meja-meja yang dijajarkan, tidak ada pembatas di

kanan-kirinya. Dalam satu lokasi, deretan kios-kios itu hanya diisi oleh pedagang

daging karena memang di “Pasar Kota Wonogiri” masing-masing pedagang

ditempatkan dalam satu lokasi yang sama menurut jenis dagangannya. Wawancara

dilakukan di kios Subjek. Suasana saat itu tidak agak sepi. Subjek memiliki dua

orang pembantu perempuan untuk membantunya berjualan. Beberapa pembeli

mampir ke kios Subjek ketika proses wawancara berlangsung. Pada saat ada pembeli

datang dan mencarinya, Subjek berkata kepada peneliti, “Maaf, ya, mbak, sebentar

saya tak (akan) njualin (menjuali) dulu.” Sesekali Subjek mengobrol dengan

pelanggan yang datang. Subjek menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti sambil

tersenyum. Subjek duduk dengan tenang ketika wawancara berlangsung dan selalu

Page 100: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

85

menatap wajah peneliti ketika mendengarkan maupun menjawab pertanyaan yang

diajukan.

c. Hasil Penelitian

1) Sikap empati

Subjek memberikan pertolongan kepada orang-orang disekitarnya terdorong

oleh pengalamannya yang pernah merasakan hal yang tidak menyenangkan (Aa).

Ketika ia melihat ada orang yang membutuhkan pertolongan, ia membayangkan

seolah-olah dirinya ada di posisi itu sehingga hatinya tergerak untuk memberikan

pertolongan kepada orang yang membutuhkan (Aa).

Subjek mengenal sebagian besar pedagang di “Pasar Kota Wonogiri” karena

ia merupakan pedagang yang sudah cukup lama bekerja disitu. Sebagai pedagang

yang sudah cukup lama bekerja, Subjek memiliki hubungan sosial yang cukup baik

dengan pedagang dan pengurus dinas pasar yang bertugas di pasar tersebut (Ab).

Hubungan antar pedagang di “Pasar Kota Wonogiri” juga terjalin baik, hal ini

tampak lewat sikap mereka yang bersegera menyelesaikan konflik yang dihadapi

antar pedagang (Ab). Para pedagang di pasar juga memiliki hubungan yang baik

dengan satu sama lain. Mereka banyak bergaul dengan orang-orang disekitarnya

sehingga mereka saling mengenal dengan baik antara satu sama lain (Ab). Menurut

Subjek, hubungan antar warga di kampung jauh lebih bagus lagi. Warga di kampung

tempat tinggal Subjek memiliki kerukunan yang baik dengan satu sama lain. Subjek

mengatakan bahwa pergaulan di kampung itu bagus. Kegiatan yang terdapat di

kampung tempat tinggal Subjek antara lain: pengajian, arisan, kerja bakti, menjenguk

orang sakit bersama-sama (Ab). Warga kampung di tempat tinggal Subjek seringkali

Page 101: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

86

mengisi waktu luang mereka dengan mengikuti pengajian, berkumpul di masjid, dan

beristirahat di rumah untuk berkumpul bersama keluarga. Subjek memiliki hubungan

yang baik dengan warga kampugnya. Ia memelopori kegiatan pengajian yang ada di

kampungnya dan mengajak para tetangga untuk mengikuti kegiatan tersebut.

Subjek terkadang menghadapi konflik dengan pedagang lain atau pembeli.

Subjek merasa malu dengan pedagang lain apabila ada pelanggan mereka yang

memilih membeli di kiosnya. Subjek menyuruhnya untuk kembali ke penjual semula

namun seringkali pelanggan tidak mau. Selain merebut pelanggan, konflik yang

dialami Subjek dengan pedagang lain adalah pedagang lain memberi patokan harga

sendiri, tidak menyesuaikan dengan harga pasar. Persaingan yang ketat terjadi di

pasar. Persaingan antar pedagang juga dirasakan oleh Subjek. Ketika menghadapi

konflik dengan pedagang lain, Subjek memilih berdiam diri, tidak marah dan

meredam hatinya agar tidak menjadi panas hatinya (Ac). Subjek menghadapi konflik

dengan pedagang lain dengan sikap santai, tidak tegang, karena baginya persaingan

adalah hal yang biasa (Ac). Subjek juga menghadapi konflik dengan pembeli.

Dengan alasan minta tolong, pembeli mengambil barang di kios Subjek namun

kemudian tidak membayarnya atau pembeli menuntut pedagang untuk menyediakan

barang yang sesuai keinginannya namun kurang realistis. Subjek menyadari bahwa

sifat setiap orang berlainan (Ac).

Subjek memiliki hasrat untuk berbuat baik kepada orang lain. Ha lini nampak

lewat inisiatifnya untuk memelopori kegiatan pengajian di kampungnya. Subjek

memang tidak dapat mengikuti semua kegiatan yang ada di kampung, namun ia

meminta anggota keluarganya yang lain untuk ikut berpartisipasi. Subjek menjaga

Page 102: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

87

perbuatan dan tutur katanya agar tetap baik di mata masyarakat. Subjek juga melatih

anak-anak muda yang belum bekerja dan orang-orang kurang mampu di

kampungnya agar siap bekerja. Subjek memberi modal untuk berjualan kepada

mereka, dimana laba hasil penjualan itu diberikan kepada mereka (Ad). Subjek selalu

ingin berbuat baik kepada orang lain dan menolongnya menurut kebutuhan mereka.

Ia selalu berusaha untuk bersikap positif, menghargai orang lain dan tidak hanya

mengurusi diri sendiri (Ad).

Cara Subjek untuk menghargai orang lain adalah dengan berbuat baik dan

menunjukkan kepedulian kepada mereka (Ae). Ketika menghadapi konflik dengan

pembeli atau pedagang lain, Subjek menyelesikannya dengan mengikuti peraturan

yang berlaku di pasar, meredam kemarahan dan menenangkan hati agar tidak marah

(Ae). Cara Subjek mendapatkan pelanggan adalah dengan menghadapi pembeli yang

kurang menyenangkan dengan sikap sabar dan mengikuti keinginan pembeli,

menjamin kualitas barang (Ae).

2) Memiliki kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong

Subjek merasa menolong dan berbuat baik adalah sesuatu yang penting dan

merupakan kewajibannya. Ia beranggapan bahwa berbuat bai adalah kewajiban. Ia

juga merasa memiliki tanggung jawab untuk menolong orang lain (Ba).

Harapannya dalam menolong orang lain adalah supaya orang yang

ditolongnya menjadi lebih baik dari sebelumnya, baik secara jasmani maupun rohani,

“Saya itu ya menolong itu ya biar sekali biar dia berbuat yang baik, beribadah yang

baik,” (Bb). Subjek tidak mengharapkan imbalan dari orang yang ditolongnya. Hal

ini nampak, ketika Subjek memberikan modal kepada anak-anak muda di kampung,

Page 103: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

88

Subjek tidak mengharapkan laba yang mereka dapatkan dikembalikan padanya,

sebaliknya, memberikan laba itu kepada mereka (Bb).

3) Keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang layak

mereka dapatkan

Subjek percaya bahwa setiap orang akan mendapatkan ganjaran sesuai

dengan perbuatannya. (Ca). Subjek percaya bahwa dengan menunjukkan perbuatan

baik kepada orang yang menyakiti kita akan membuat orang itu sadar dan bertobat.

Ia percaya bahwa dengan berbuat baik kepada orang lain akan mendapatkan pahala

yang besar (Ca). Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme menurut pendapat

Subjek adalah sebagai sesama manusia wajib saling tolong-menolong, sesuai dengan

budaya yang ada di masyarakat (Ca).

Subjek percaya bahwa dengan menolong, orang dapat berbuat baik juga

kepada orang lain dan mereka dapat beribadah dengan baik. Menurut Subjek, jika

kita berbuat baik dan menolong orang lain maka kita sendiri juga akan ditolong

ketika kita membutuhkan (Cb).

4) Memiliki inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri yang

ditunjukkan melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain

Hal yang mendorong Subjek untuk menolong orang lain adalah isi hatinya

untuk menolong mereka mendapatkan kehidupan yang lebih baik serta pengalaman

masa lalunya dimana Subjek pernah menghadapi masa-masa sulit dan tidak enak

dalam hidupnya. “Ya dari isi hati saya sendiri. Dari kemauan saya sendiri. Karena

saya punya pengalaman begitu karena dulunya saya itu orang yang miskin. Ndak

Page 104: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

89

punya pekerjaan. Orang yang ndak punya. Tahu pengalaman yang pahit atau yang

getir ‘gitu...” (Da).

. Bentuk altruisme Subjek terhadap sesama pedagang adalah menghadiri

undangan sesama pedagang, menjenguk pedagang yang sakit (Db). Bentuk altruisme

yang ditunjukkan Subjek kepada pembeli adalah dengan menanggapi pembeli

dengan baik, mengantarkan barang belanjaan pembeli, bersabar terhadap pembeli

bersikap kurang menyenangkan, mengganti barang yang kurang bagus dengan yang

bagus (Db). Bentuk altruisme Subjek kepada warga kampungnya adalah dengan

menyediakan seragam dan makanan untuk pertemuan pengajian di kampungnya,

menjenguk tetangga yang sakit, memberi modal dan melatih anak-anak muda yang

belum bekerja dan orang yang tidak mampu di kampungnya agar siap bekerja (Db).

5) Memiliki perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri

Sebagaimana kebiasaan di pasar, para pedagang di “Pasar Kota Wonogiri”

suka menjenguk orang sakit dan menghadiri undangan secara bersama-sama. Mereka

mengerjakan beberapa hal secara bersama-sama. Subjek adalah orang yang juga

mudah bekerja sama dengan orang lain, ditunjukkan lewat partisipasinya dalam

mengikuti kegiatan yang ada di pasar maupun kegiatan yang ada di kampung (Ea).

Subjek rela berkorban dengan menyediakan seragam dan makanan demi

terselenggaranya pengajian di kampungnya. Ia juga memberi modal kepada anak-

anak muda yang ada di kampungnya agar mereka dapat bekerja dan memperoleh

penghasilan (Eb). Ketika ada pedagang yang sakit atau pedagang yang sedang punya

acara, Subjek datang menghadiri. Ia meninggalkan kiosnya agar dapat datang

membesuk atau menghadiri acara (Eb). Orang-orang yang pernah ditolong Subjek

Page 105: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

90

antara lain: tetangga yang kurang mampu, anak-anak muda yang belum bekerja,

sesama pedagang, pembeli.

Subjek VII

a. Data Demografi Subjek

Nama : CR

Usia : 56 tahun

Jenis kelamin : Wanita

Tempat tinggal : Kedung Ringin, Wonogiri

Asal : Wonogiri

Pekerjaan : Pedagang Tahu

Lama bekerja : 38 tahun

b. Deskripsi mengenai Subjek

1) Latar belakang Subjek

Subjek adalah penduduk Wonogiri asli. Ia lahir sekitar tahun 1949. Sejak

kecil Subjek sudah terbiasa bekerja. Ia tidak pernah bermain-main seperti kebiasaan

anak kecil pada umumnya. Subjek menyelesaikan pendidikannya sampai di kursi

Sekolah Dasar. Ketika masih muda, Subjek tinggal di rumah kakaknya, yang terletak

di Desa Salak, Wonogiri. Subjek diangkat sebagai anak oleh kakaknya karena kakak

Subjek tidak memiliki anak. Subjek membantu kakaknya berjualan makanan

tradisional di emperan toko. Ia membantu kakaknya saat usianya masih kecil hingga

ia bertemu suaminya, setelah menikah Subjek tinggal bersama suaminya. Suami

Page 106: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

91

Subjek adalah seorang pembuat tahu. Subjek menikah tahun 1967, saat itu ia masih

tinggal di Desa Salak. Sekitar tahun itu juga, kota Wonogiri dilanda banjir. Daerah

yang dilanda banjir adalah daerah Kedung Ringin, kampung yang menjadi tempat

tinggal Subjek sekarang ini. Rumah yang ditinggali Subjek sebenarnya adalah rumah

milik seorang pembuat tahu, karena kehabisan modal, orang tersebut menjual

rumahnya pada Subjek. Setelah memiliki rumah itu, Subjek dan suaminya pindah ke

Kedung Ringin. Rumah tersebut dipakai sebagai tempat tinggal sekaligus tempat

pengolahan tahu. Tahun 1993 suami Subjek meninggal, namun Subjek meneruskan

pekerjaan membuat tahu hingga sekarang.

2) Hubungan sosial Subjek

Rumah Subjek terletak di daerah pinggiran kota Wonogiri, di daerah yang

cukup pelosok sehingga jarak antara rumah yang satu dengan yang lainnya cukup

jauh. Menurut Subjek, sekalipun jarak antara rumah yang satu dengan yang lainnya

cukup jauh namun mereka saling mengenal satu dengan yang lainnya dengan baik.

Di kampung Subjek ada empat orang yang juga membuat tahu, sama seperti Subjek.

Subjek memiliki hubungan yang dekat dengan warga di kampungnya, ia menghadiri

undangan, menjenguk orang sakit atau melayat orang meninggal baik warga

kampungnya sendiri maupun orang dari desa lain bersama-sama tetangga di

kampung. Lewat kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama inilah yang

membuatnya mengenal orang-orang yang ada di kampungnya sekalipun rumah

mereka berjauhan. Subjek tidak banyak mengikuti kegiatan yang ada di kampung

karena usianya yang sudah lanjut. Fisiknya sudah tidak lagi kuat untuk mengikuti

kegiatan yang ada. Kegiatan yang ada di kampungnya antara lain: perayaan Hari

Page 107: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

92

Kemerdekaan RI, perayaan Bulan Sura, arisan. Subjek memiliki hubungan yang baik

dengan pedagang lain. Para pedagang tahu yang ada di pasar kebanyakan sudah

memiliki pelanggan masing-masing. Para pedagang di pasar suka saling

memberitahukan satu sama lain apabila ada pedagang lain yang sedang punya acara.

Menurut Subjek, hubungan diantara mereka biasa saja. Para pedagang jarang saling

menceritakan kisah mereka kepada satu sama lain.

3) Pekerjaan Subjek

Kegiatan Subjek sehari-hari adalah membuat tahu. Subjek berdagang tahu

karena pekerjaan suaminya adalah membuat tahu. Subjek tetap menekuni pekerjaan

itu hingga sekarang. Ia memiliki dua orang karyawan yang membantunya dalam

membuat tahu, tetapi terkadang Subjek turun tangan sendiri untuk memotong tahu

dan menggorengnya untuk esoknya dijual ke pasar. Karyawan Subjek berasal dari

Praci dan Ngadirojo, jika karyawannya sedang tidak masuk, Subjek dibantu oleh

anaknya. Sehari-hari Subjek bisa membuat hingga 100 papan tahu. Biasanya tahu

yang telah dibuatnya diambil oleh pedagang tahu lain, sisanya baru dijual di pasar.

Dulunya Subjek juga berjualan tempe, namun karena kalah bersaing dengan orang

lain, Subjek kemudian hanya berjualan tahu. Pada saat itu kios Subjek terletak di

belakang sehingga pembeli jarang mampir ke kiosnya untuk membeli tempe,

kebanyakan pembeli sudah membeli di kios yang berada di depan. Subjek mulai

berjualan sejak pukul 05.00, pulangnya tidak tentu, mengikuti keadaan pasar sedang

ramai pembeli atau tidak. Jika pasar sepi pembeli, maka Subjek pulang lebih awal.

Subjek hanya berjualan sampai siang hari. Subjek tidak berjualan sampai sore karena

pembeli di pagi hari jauh lebih banyak daripada siang hari. Apabila dagangannya

Page 108: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

93

masih tersisa, Subjek membawanya pulang dan menjualnya kembali esok paginya.

Subjek hanya membawa sedikit tahu ke pasar karena penjualan sepi. Penjualan

dahulu lebih ramai daripada sekarang. Setiap hari Subjek membawa dagangannya ke

pasar dengan berjalan kaki. Usia Subjek sudah cukup lanjut namun fisiknya masih

kuat untuk berjalan dari rumahnya menuju ke “Pasar Kota Wonogiri” untuk

berjualan tahu disana. Ia berjualan seorang diri.

4) Situasi lingkungan dan respon Subjek selama wawancara berlangsung

Wawancara berlangsung 12.00 di rumah Subjek. Sayup-sayup terdengar

mesin penggiling kedelai bekerja. Halaman rumah Subjek sangat luas. Suasana

rumah saat itu cukup sepi. Rumah Subjek terletak di pinggir sungai, udaranya sejuk.

Hanya ada satu rumah yang berdekatan dengan rumah Subjek, rumah itu ditinggali

oleh anak dan menantunya. Tidak ada tetangga di kiri-kanannya. Kampung tempat

tinggal Subjek terletak di daerah pelosok, jalannya berbatu-batu dan rumah

penduduknya masih tradisional. Subjek menyalami peneliti ketika peneliti datang ke

rumahnya. Ia juga menyediakan minum dan mempersilahkan peneliti untuk duduk.

Subjek menjawab setiap pertanyaan dengan tersenyum, terkadang juga tertawa. Ia

menjawab setiap pertanyaan yang diajukan dengan baik.

c. Hasil Penelitian

1) Sikap empati

Subjek merupakan penduduk asli Wonogiri yang belum pernah tinggal di

kota lain selain Wonogiri. Kampung tempat tinggal Subjek terletak di daerah

pelosok, dimana jalannya masih berbatu-batu dan rumah penduduknya masih

Page 109: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

94

tradisional. Antara satu rumah dengan rumah yang lain letaknya berjauhan.

Meskipun berjauhan, para penduduk tetap menunjukkan kepedulian satu sama lain

dengan berkunjung ke rumah-rumah. Mereka menjenguk tetangga yang sakit dan

menghadiri undangan tetangga yang sedang punya acara. Menurut Subjek,

menjenguk orang yang sakit atau menghadiri undangan tetangga yang sedang punya

acara akan membuat orang merasa senang dan dihargai (Aa).

Subjek bergaul dengan orang-orang kampung tempat tinggalnya. Meskipun

usianya sudah cukup lanjut, ia tetap ikut apabila penduduk kampung menjenguk

orang sakit, melayat orang meninggal atau datang menghadiri undangan secara

bersama-sama (Ab). Menurut Subjek, penduduk Wonogiri memiliki kerukunan yang

baik, demikian juga dengan para pedagang di pasar. Berdasarkan informasi yang

diterima dari Subjek, para pedagang di “Pasar Kota Wonogiri” memiliki hubungan

yang baik dengan satu sama lain. Antar pedagang jarang terdapat masalah, mereka

tidak saling menjelek-jelekan pedagang lain. Mereka berfokus pada mata

pencaharian mereka sendiri dan memiliki langganan masing-masing. Para pedagang

memiliki kebiasaan saling memberitahukan satu sama lain apabila ada salah seorang

pedagang yang sakit atau sedang punya acara (Ab). Subjek memiliki prinsip bahwa

dalam hidup bersama harus rukun dan dekat dengan satu sama lain, baik dengan

tetangga atau dengan pedagang lain.

Subjek menjunjung tinggi kerukunan dengan orang-orang disekelilingnya,

karena itu dalam menghadapi konflik dengan pedagang lain atau pembeli, Subjek

memilih mengalah. Subjek tidak mengambil hati sikap pembeli yang kurang

menyenangkan dan bersabar dalam menghadapi mereka (Ac).

Page 110: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

95

Subjek memiliki hasrat untuk berbuat baik kepada orang lain. Hal ini

ditunjukkannya ketika menghadapi konflik dengan orang lain, Subjek menjaga

dirinya agar tidak bertengkar dengan pedagang lain. Ia lebih mementingkan

kerukunan dengan pedagang lain daripada meraih keuntungan sebanyak-banyaknya

dalam bekerja (Ad). Subjek juga memberikan bantuan untuk kepentingan kampung

menurut apa yang dibutuhkan. Subjek tidak mengikuti kegiatan yang ada di kampung

karena fisiknya yang sudah tidak mendukung, namun ia ikut berpartisipasi

memberikan bantuan yang diperlukan ketika kampungnya sedang mengadakan acara.

Subjek ingin berbagi rezekinya dengan orang lain dan menunjukkan kepedulian

kepada orang lain dengan menolong mereka (Ad).

Dalam bekerja, Subjek mencapai tujuannya dengan cara-cara yang pantas.

Subjek memiliki strategi tersendiri untuk mendapatkan pelanggan. Ia tidak merebut

pelanggan pedagang lain dan ketika menghadapi konflik dengan pedagang lain,

Subjek menyelesaikannya dengan cara mengalah (Ae). Masalah yang dihadapinya

dengan pembeli adalah pembeli menawar seenaknya. Apabila menghadapi pembeli

yang menawar dengan harga yang tidak sesuai, Subjek memberi pengertian kepada

mereka. Cara Subjek mendapatkan pelanggan adalah dengan berjualan dengan tulus,

menawarkan dagangannya kepada pembeli anpa memaksa pembeli untuk membeli di

kiosnya (Ae).

2) Memiliki kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong

Subjek adalah seorang yang menyadari bahwa tolong-menolong merupakan

kewajiban. Menurut Subjek, tolong-menolong adalah sesuatu yang penting. “Ya

penting. Ikut rukun sama orang. Ngraketke sanak sedulur, nyenengke ati

Page 111: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

96

(mempererat persaudaraan, menyenangkan hati). Rukun kampung. Orang itu senang

kalau ditolong. Wajib menolong sesama. Kita hidup bareng-bareng (bersama-sama)

ya apa-apa ditanggung bersama. Yang rukun. Yang raket . Ayem tentrem. Wajib,

mbak, menolong itu,” (Ba).

Tanpa mengharapkan balasan ia menolong orang lain. Subjek menolong

orang yang membutuhkan tanpa memiliki maksud tertentu dari tindakan yang

dilakukannya: “Ada orang yang butuh ya saya tolong. Ndak ada tujuan apa-apa,

mbak. Ada yang minta ya saya kasih,” (Bb).

3) Keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang layak

mereka dapatkan

Subjek percaya bahwa setiap orang akan mendapatkan ganjaran dari

perbuatannya. Menurut Subjek, jika kita sombong dan tidak peduli kepada orang lain

maka orang tidak akan menyukai kita. Subjek percaya bahwa jika kita berbuat baik,

maka orang juga akan berbuat baik kepada kita (Ca). Ajaran Jawa yang berkaitan

dengan altruisme menurut Subjek antara lain: kerukunan, berbuat baik kepada orang

lain (Ca).

Subjek juga memiliki keyakinan bahwa dengan memberikan pertolongan

kepada orang lain, kita akan mendapat manfaat daripadanya. Subjek percaya bahwa

dengan berbuat baik kepada orang lain akan mendapatkan pahala yang besar. Ia

percaya, jika kita tidak menolong orang lain maka kita pun tidak akan menerima

pertolongan (Cb).

4) Memiliki inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri yang

ditunjukkan melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain

Page 112: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

97

Dorongan untuk menolong orang lain timbul karena rasa kasihan dalam diri

Subjek. Hatinya merasa tidak tega ketika melihat orang yang kesusahan. “Ya

kasihan, mbak. Ada orang minta ya saya bantu sekedarnya. Hatinya itu ndak tega

kalau lihat ada orang susah begitu,” (Da).

Bentuk altruisme Subjek terhadap pedagang lain antara lain: menjenguk

pedagang yang sakit, menghadiri acara acara yang diadakan pedagang lain (Db).

Bentuk altruisme Subjek terhadap pembeli antara lain: menanggapi obrolan pembeli,

mengantarkan belanjaan pembeli (Db). Bentuk altruisme Subjek terhadap sesama

pada umumnya antara lain: menjenguk tetangga yang sakit, melayat tetangga yang

meninggal, memberi informasi kepada siswa yang sedang Praktek Kerja Lapangan

(PKL) tentang proses pembuatan tahu, memberi sedekah kepada pengemis, memberi

sumbangan untuk orang miskin, memberikan iuran untuk kepentingan kampung, baik

berupa uang atau tahu (Db).

5) Memiliki perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri

Subjek merupakan orang yang mudah bekerja sama dengan orang lain. Hal

ini ditunjukkan lewat partisipasinya untuk memberikan bantuan bagi kepentingan

kampung meskipun ia tidak dapat mengikuti seluruh kegiatan yang ada di kampung.

Fisiknya memang sangat terbatas di usianya yang sudah lanjut ini, namun Subjek

tetap berusaha untuk megikuti kegiatan yang ada, seperti membesuk orang sakit atau

menghadiri acara undangan, baik bersama-sama dengan tetangga di kampung

maupun bersama-sama dengan pedagang lain (Ea).

Dalam kehidupan sehari-hari, Subjek juga menunjukkan sikap mendahulukan

kepentingan orang lain daripada kepentingannya sendiri. Hal ini nampak lewat

Page 113: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

98

tindakannya untuk menolong orang yang membutuhkan menurut kebutuhannya dan

menolong siapa pun yang membutuhkan tanpa melihat siapa yang minta tolong. Ia

tidak menyimpan rezeki bagi dirinya sendiri, namun juga menikmatinya bersama

orang lain. Orang-orang yang pernah ditolong Subjek antara lain: sesama pedagang,

pembeli, tetangga, siswa Praktek Kerja Lapangan, pengemis.

Subjek VIII

a. Data Demografi Subjek

Nama : RK

Usia : 60 tahun

Jenis kelamin : Wanita

Tempat tinggal : Karang Talun Wonogiri

Asal : Wonogiri

Pekerjaan : Pedagang Makanan

Lama bekerja : 35 tahun

b. Deskripsi mengenai Subjek

1) Latar belakang Subjek

Subjek merupakan anak ke-empat. Ketika ditanya mengenai usianya, Subjek

tidak dapat menjawab dengan pasti karena orang tuanya tidak pernah mencatat tahun

berapa ia lahir. Ayah-ibu Subjek sudah meninggal. Ayah Subjek adalah seorang

petani. Kehidupan mereka sehari-hari sangat sederhana. Ayah Subjek adalah

penopang utama ekonomi keluarga, ibu Subjek mengalami gangguan kejiwaan.

Page 114: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

99

Hidup mereka cukup sulit. Lahan sawah yang dimiliki oleh ayah Subjek kurang

subur sehingga dari mengolah lahan sehari-hari hanya cukup untuk makan. Keadaan

ekonomi keluarga yang serba pas membuat Subjek mau tidak mau menolong

keluarganya dengan berjualan makanan sehabis sekolah. Subjek menempuh

pendidikan hingga SKP (Sekolah Kepandaian Putri), pada masa sekarang SKP setara

dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada masa pernikahannya, Subjek

mengalami masa-masa yang sulit. Ia sering diperlakukan secara kasar oleh suaminya.

Secara ekonomi, hidupnya juga serba berkekurangan. Subjek banyak berkorban demi

menyekolahkan anaknya di tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Subjek memiliki

tiga orang anak. Saat ini Subjek tinggal bersama salah seorang anak dan menantunya.

Suami Subjek sudah meninggal. Salah seorang anaknya tinggal di Jakarta, dua orang

yang lain tinggal di Wonogiri. Anak pertamanya justru belum menikah. Subjek

memiliki tiga orang cucu. Salah satu cucunya tinggal di Wonogiri, dua yang lain

tinggal di Jakarta. Subjek adalah orang Wonogiri asli. Ia tidak pernah tinggal di kota

lain selain Wonogiri. Pernah suatu kali Subjek ikut anaknya ke Jakarta, namun ia

tidak betah tinggal disana, baru seminggu saja rasanya ia sudah ingin pulang. Subjek

lebih merasa nyaman tinggal di Wonogiri karena kotanya sepi dan tenang.

2) Hubungan sosial Subjek

Subjek berpendapat bahwa penduduk Wonogiri memiliki sifat yang baik.

Mereka hidup rukun satu sama lain. Kampung Subjek memiliki beberapa kegiatan

kampung, antara lain: kerja bakti, arisan, penyuluhan dari Kelurahan. Subjek

mengikuti kegiatan arisan yang ada di kampungnya. Ia hanya mengikuti arisan

karena kegiatan arisan biasanya hanya sebentar. Subjek tidak mengikuti kegiatan lain

Page 115: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

100

karena fisiknya sudah tidak mampu untuk banyak berada di luar rumah. Seringkali ia

merasa sudah lelah ketika sampai di rumah. Selain arisan, biasanya Subjek mengikuti

kegiatan pengajian. Subjek mengenal warga kampungnya dengan baik dan bergaul

akrab dengan mereka. Ketika ada tetangga yang sedang punya acara, Subjek

meminta anaknya untuk mewakili dirinya membantu ditempat orang tersebut. Setiap

kali ada tetangga yang sedang punya acara, mereka selalu mengantarkan makanan ke

rumah Subjek karena Subjek tidak bisa menghadiri acara yang diadakan. Mereka

melakukannya karena Subjek dianggap sebagai orang yang di-tua-kan, yang harus

dihormati dan diperhatikan. Ia tidak diperbolehkan untuk datang ke acara undangan

oleh anaknya karena Subjek sudah tua. Subjek lebih banyak menghadiri acara-acara

undangan para pedagang di pasar, acara-acara undangan di kampung lebih banyak

diwakili oleh anaknya. Subjek juga cukup dekat dengan para pedagang di pasar. Ia

sering bercengkarama dan bercanda dengan para pedagang disekelilingnya. Mereka

saling berbagi tentang pengalaman hidup mereka.

3) Pekerjaan Subjek

Subjek bekerja sebagai pedagang sejak ia masih duduk di bangku sekolah.

Awalnya Subjek ingin meneruskan sekolah di akademi kesehatan, namun karena ia

mengalami gangguan penglihatan ia tidak diterima oleh pihak sekolah. Saudara

Subjek, yakni Budhe-nya (kakak perempuan dari ayah/ibu Subjek), memberi saran

kepada Subjek untuk berjualan makanan, daripada menganggur dan tidak bersekolah.

Subjek menuruti saran tersebut dan berjualan makanan hingga sekarang. Awalnya

Subjek tidak memiliki kios sendiri. Ia berjualan berkeliling dari rumah ke rumah.

Pengalaman puluhan tahun berjualan makanan membuat Subjek merasakan banyak

Page 116: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

101

hal, mulai dari berdagang kecil-kecilan hingga pengalaman laris manis berjualan.

Pernah juga ia berhenti bekerja karena pada masa itu ada kerusuhan yang berbahaya

di daerah Wonogiri. Sehari-hari Subjek mempersiapkan dagangannya sejak pukul

03.00, kemudian pukul 05.00 ia berangkat ke pasar. Setiap hari, Subjek berjalan kaki

menuju ke pasar. Rumah Subjek tak jauh dari pasar tempatnya bekerja. Dagangan

yang dijual Subjek adalah makanan kecil, titipan dari orang lain, Subjek menjualnya

kembali. Sekitar pukul 15.00 Subjek menutup kiosnya. Biasanya ia menunggu orang-

orang yang menitipkan makanannya mengambil makanan mereka, mengadakan

perhitungan dengan mereka, baru setelah itu Subjek pulang ke rumah. Ia pulang juga

dengan berjalan kaki.

4) Situasi lingkungan dan respon Subjek selama wawancara berlangsung

Wawancara berlangsung sekitar pukul 14.00 di kios Subjek. Saat itu hujan

turun. Keadaan pasar cukup sepi karena hari sudah sore dan turun hujan. Beberapa

pembeli serta pedagang yang menitipkan dagangan mereka di kios Subjek mampir ke

kios Subjek. Kios Subjek hanya berupa tempat kecil dengan sebuah meja untuk

meletakkan makanan. Di kios Subjek banyak terdapat kardus-kardus bekas tempat

makanan ringan. Sesekali Subjek melayani orang yang mampir di kiosnya sambil

menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Subjek menjawab pertanyaan

yang diajukan dengan antusiasi, ia suka mengobrol dan suka bercerita tentang masa

lalu dan keluarganya. Meskipun saat diwawancarai Subjek sedang batuk, ia tetap

bersedia melakukan wawancara. Ia menjawab pertanyaan dengan baik dan lancar.

c. Hasil Penelitian

Page 117: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

102

1) Sikap empati

Subjek menolong orang lain karena menyadari bahwa tidak setiap orang

mampu memenuhi kebutuhannya sendiri (Aa). Ia memandang dari perspektif orang

lain, bahwa orang miskin seringkali tidak berani meminta pertolongan sehingga ia

beinisiatif terlebih dulu untuk menolong.

Subjek memiliki hubungan yang baik dengan tetangga di kampung tempat

tinggalnya dan juga memiliki hubungan yang baik dengan para pedagang di pasar.

Menurut Subjek, penduduk Wonogiri memiliki kerukunan yang baik. Tidak hanya

penduduknya saja, para pedagang di pasar pun memiliki hubungan yang baik (Ab).

Ada beberapa kegiatan yang diadakan di kampung Subjek. Kegiatan tersebut antara

lain: kerja bakti, arisan, penyuluhan dari Kelurahan, terkadang juga ada kegiatan

pengajian. Subjek hanya mengikuti kegiatan arisan dan pengajian yang diadakan di

kampungnya. Keterbatasan fisik karena usia yang sudah lanjut membuat Subjek tidak

dapat mengikuti setiap kegiatan yang ada di kampung. Apabila ia tidak dapat

mengikuti kegiatan yang diadakan, tidak dapat hadir di rumah salah seorang tetangga

yang sedang mengadakan acara, Subjek senantiasa menyuruh anaknya untuk datang

mewakili dirinya. Subjek memiliki hubungan yang dekat dengan pedagang lain.

Mereka saling bertukar cerita tentang kegiatan sehari-hari dan suka bercanda dengan

satu sama lain.

Beberapa konflik juga terjadi diantara para pedagang dan pembeli. Konflik-

konflik tersebut antara lain: kesalahpahaman antara pedagang, pembeli berbohong

tentang jumlah barang yang diambilnya, pembeli mencuri barang dagangan

pedagang. Subjek mengatakan bahwa para pedagang tidak memendam konflik

Page 118: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

103

diantara mereka. Konflik yang terjadi diantara pedagang dapat segera diatasi

sehingga hubungan mereka tetap baik seperti semula (Ac). Apabila menjumpai

masalah dengan pembeli, Subjek menghadapinya dengan dengan sabar dan memilih

mengalah ketika menghadapi konflik dengan pembeli, bahkan apabila pembeli

merasa keberatan untuk membayar sekaligus, Subjek memberikan tempo kepada

pembeli untuk membayar (Ac;Ae).

Subjek memiliki hasrat untuk berbuat baik kepada orang lain. Ia berusaha

untuk memberikan apa yang dibutuhkan orang yang meminta tolong kepadanya

meskipun dirinya sendiri kekurangan (Ad, Eb). Ia berharap dapat menolong orang

lain (Ad). Subjek memberikan pertolongan kepada orang lain sesuai dengan

kebutuhan orang yang ditolongnya.

Ketika menghadapi konflik dengan pedagang lain, subjek menyelesaikannya

dengan cara yang sesuai dengan norma yang berlaku. Subjek tidak bertengkar atau

marah kepada pedagang tersebut. Cara Subjek menyelesaikan konflik dengan

pedagang lain adalah dengan mengalah, introspeksi diri, menenangkan diri dan

berdoa (Ae). Subjek juga bersaing secara sehat, ia tidak merebut pelanggan pedagang

lain. Subjek menerima setiap penghasilan yang diterimanya setiap hari apa adanya.

Cara Subjek mendapatkan pelanggan adalah dengan berdoa, bersyukur, bersikap baik

kepada orang lain, serta merasa cukup dengan penghasilan yang didapat setiap hari

(Ae).

2) Memiliki kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong

Tolong-menolong adalah sebuah kewajiban bagi Subjek, dan merupakan

sesuatu yang penting. “Kalau orang yang nggak punya itu saya sendiri wajib tolong-

Page 119: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

104

menolong. Ya ada yang tidak punya gitu ya saya bantu sebisanya. Ya punyanya apa.

(Tolong-menolong itu) Penting. Buat saya penting sekali,” (Ba).

Subjek juga tidak mengharapkan balasan dari orang yang ditolongnya.

“...kalau membantu orang itu ya membantu.. apa ngasih sumbangan.. apa minjamin

apa gitu. Kalau sama tetangga ‘kan suka itu.. suka minjam apa.. minjam.. apa

piring, apa sapu, apa.. ya barang-barang rumah tangga gitu. Ya punyanya apa ya

dipinjamkan. Tapi kalau uang ya ndak banyak. Ya minjami ya semampunya. Ndak

mengharapkan apa-apa,” (Bb).

3) Keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang layak

mereka dapatkan

Subjek memiliki keyakinan bahwa setiap orang akan mendapatkan ganjaran

dari perbuatannya. Ia percaya bahwa jika kita berbuat baik kepada orang lain maka

orang juga akan berbuat baik pada kita. Ia percaya bahwa orang jahat akan menerima

hukuman. Orang yang jahat layak untuk dihukum dan orang yang berbuat baik akan

menerima balasan atas perbuatan baiknya (Ca). Berdasarkan informasi yang diterima

dari Subjek, ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme antara lain: menolong

orang lain, berbuat baik kepada orang lain, serta hidup rukun dengan sesama (Ca).

Subjek juga memiliki keyakinan bahwa dengan memberikan pertolongan

kepada orang lain akan mendapatkan manfaat daripadanya. Ia percaya jika kita

menolong orang lain maka orang juga akan menolong kita (Cb).

4) Memiliki inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri yang

ditunjukkan melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain

Page 120: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

105

Alasan Subjek untuk menolong orang lain adalah dorongan dari pikiran dan

harapannya sendiri untuk menolong orang lain (Da).

Bentuk altruisme Subjek terhadap pedagang lain adalah: menjagakan kios

pedagang lain, memberi pinjaman berupa barang dagangan (nempil), memberikan

tempo kepada pedagang untuk membayar (Db). Bentuk altruisme Subjek terhadap

pembeli adalah: memberi bonus kepada pembeli, menanggapi obrolan pembeli (Db).

Bentuk altruisme Subjek terhadap sesama pada umumnya adalah: memberi

sumbangan, meminjamkan barang/uang kepada tetangga, memberi sedekah kepada

pengemis (Db).

5) Memiliki perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri

Subjek mudah bekerja sama dengan orang lain. Ketika pihak pengelola pasar

menarik sumbangan, Subjek memberikan sumbangan tanpa merasa terpaksa (Ea). Ia

juga mudah bekerja sama dengan pedagang disekitarnya. Hal ini ditunjukkan lewat

kesediaannya untuk menjagakan kios milik pedagang lain dan memberi pinjaman

berupa barang dagangan ketika ada pedagang lain yang kehabisan barang dagangan

(Ea).

Subjek merupakan orang yang mendahulukan kepentingan orang yang

membutuhkan daripada kepentingan dirinya sendiri. Meskipun dirinya sendiri

kekurangan, Subjek tetap membantu orang yang membutuhkan pertolongan. Ia

mengusahakan sebisa mungkin untuk memberikan apa yang dibutuhkan oleh orang

yang minta tolong kepadanya. Orang yang pernah ditolong Subjek antara lain:

sesama pedagang, tetangga, pembeli, pengemis, orang yang membutuhkan meskipun

tidak dikenal.

Page 121: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

106

Subjek IX

a. Data Demografi Subjek

Nama : TI

Usia : 39 tahun

Jenis kelamin : Wanita

Tempat tinggal : Slogohimo, Wonogiri

Asal : Madiun

Pekerjaan : Pedagang Sayur

Lama bekerja : 11 tahun

b. Deskripsi mengenai Subjek

1) Latar belakang Subjek

Subjek berasal dari Madiun, Jawa Timur. Ia pindah ke Wonogiri karena

mengikuti suami. Suami Subjek adalah penduduk asli Wonogiri. Subjek sudah

menetap di Wonogiri selama 15 tahun. Subjek menempuh pendidikan hingga tingkat

Madrasah Tsanawiyah, karena itu ia banyak mendapatkan ajaran agama pada masa

kecilnya. Subjek memiliki dua orang anak. Anaknya yang paling besar sudah lulus

sekolah menengah, karena belum mendapat pekerjaan anaknya yang paling besar

banyak membantunya mengurus kios. Anaknya yang nomor dua masih bersekolah.

Setiap hari Subjek berjualan di pasar karena pekerjaan Subjek merupakan penopang

ekonomi keluarga.

2) Hubungan sosial Subjek

Page 122: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

107

Menurut Subjek, Wonogiri adalah kota yang enak dan tenang untuk

ditinggali. Tidak terlalu ramai, penduduknya baik, dan juga nyaman sebagai tempat

untuk bekerja. Subjek merasa betah tinggal di Wonogiri. Subjek memiliki hubungan

yang baik dan dekat dengan para pedagang disekelilingnya. Mereka saling bekerja

sama agar dagangannya laris. Subjek suka mengobrol dengan pedagang disekitar

kiosnya, pergi ke acara undangan pedagang lain atau membesuk pedagang yang sakit

secara bersama-sama. Para pembeli yang mampir ke kiosnya terkadang juga

mengajaknya mengobrol atau menceritakan masalah mereka sehari-hari. Subjek

menanggapi mereka dengan baik dan sesekali memberikan masukan kepada mereka

tentang masalah yang mereka hadapi. Para penduduk di kampung tempat tinggal

Subjek juga memiliki hubungan yang baik dan rukun dengan satu sama lain. Mereka

ramah dan mau peduli dengan keadaan orang lain. Apabila sudah waktunya pulang

namun Subjek belum juga sampai di rumah, mereka akan bertanya pada Subjek

mengapa pulang terlambat. Para tetangga saling menanyakan kabar masing-masing

sehingga mereka juga dekat dengan satu sama lain. Subjek lebih banyak berada di

pasar daripada di rumah, sehari-hari waktunya habis untuk bekerja di pasar, pulang

ke rumah diwaktu hari sudah sore. Keterbatasan waktu untuk berada di rumah

membuat Subjek tidak dapat mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di kampung.

Seringkali kehadiran Subjek diwakilkan oleh anggota keluarga yang ada di rumah.

Kegiatan yang rutin diikutinya adalah pengajian.

3) Pekerjaan Subjek

Mulai pukul 05.00 Subjek berangkat dari rumah, menuju ke pasar untuk

bekerja. Rumah Subjek cukup jauh dari pasar, harus berganti dua kali jika naik

Page 123: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

108

angkutan umum. Sekitar pukul 15.00 atau 15.30 Subjek tutup kios. Setiap hari

Subjek bekerja sejak subuh hingga sore hari. Ia tidak bisa pulang terlalu sore karena

jika pulang terlalu sore tidak ada angkutan umum yang lewat. Subjek sudah menjadi

pedagang sayur selama 11 tahun. Semula Subjek hanya berjualan kobis dan terung,

sayuran yang biasanya digunakan untuk lalapan, namun lama-kelamaan usahanya

mengalami kemajuan. Subjek mulai melengkapi kiosnya dengan berbagai macam

sayuran, bukan hanya jenis sayur lalapan saja. Dagangannya selalu habis setiap hari.

Kios Subjek penuh dengan karung yang berisi sayuran. Beberapa barang yang ada di

kios Subjek adalah barang belanjaan milik pelanggan yang dititipkan di kiosnya.

Sekalipun kiosnya kecil, Subjek tetap menyediakan tempat untuk pelanggannya

menitipkan barang belanjaan mereka. Dalam berjualan, terkadang Subjek dibantu

oleh suami dan anak-anaknya, namun terkadang ia juga berjualan sendiri. Sekitar

siang hari suami atau anaknya datang untuk membantunya menutup kios. Subjek

berjualan setiap hari, ia jarang menutup kios untuk berlibur.

4) Situasi lingkungan dan respon Subjek selama wawancara berlangsung

Wawancara dilakukan di kios Subjek pada pukul 10.30, suasana saat itu

cukup ramai. Subjek sedang menurunkan beberapa barang dagangan yang baru

dibelinya dari truk pengangkut. Sesekali Subjek mengobrol dengan pedagang

disekitarnya dan bercana dengan mereka. Beberapa pembeli mampir ke kiosnya saat

wawancara berlangsung. Subjek melayani mereka dengan ramah dan mengajaknya

mengobrol. Ada pembeli yang mengambil sendiri barang yang diinginkan, tanpa

menunggu Subjek untuk melayaninya. Pembeli yang seperti itu biasanya sudah

cukup lama berlangganan pada Subjek sehingga Subjek percaya padanya. Subjek

Page 124: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

109

termasuk orang yang mudah bergaul. Baru sebentar saja peneliti mengajaknya

berbiacar, Subjek sudah menceritakan banyak hal. Pembawaannya ramah dan suka

mengobrol. Subjek menjawab pertanyaan sambil tersenyum. Ia suka menceritakan

keluarganya, masa lalunya, dan pekerjaannya.

c. Hasil Penelitian

1) Sikap empati

Subjek merasa susah hatinya ketika ia melihat orang lain mengalami

kesusahan. Hal ini menunjukkan bahwa Subjek adalah orang yang mampu

menempatkan diri dalam perspektif orang lain. Menurut Subjek, menghadiri

undangan atau membesuk orang yang sakit akan membuat orang tersebut merasa

senang, sebaliknya apabila tidak datang maka orang akan memandangnya tidak baik

(Aa). Alasan inilah yang membuat Subjek senantiasa menyempatkan diri untuk

membesuk orang sakit atau menghadiri undangan.

Menurut Subjek, penduduk Wonogiri memiliki sifat yang baik, ramah dan

rukun dengan satu sama lain. Kotanya tenang dan enak untuk ditinggal. Warga di

kampung Subjek memiliki kerukunan dan kepedulian antara satu sama lain. Ada

beberapa kegiatan yang diadakan di kampung Subjek, yaitu: kerja bakti, gotong-

royong membersihkan jalan dan pengajian. Subjek mengikuti kegiatan pengajian

yang ada di kampungnya (Ab). Selain dengan warga di kampung tempat tinggalnya,

Subjek juga memiliki hubungan yang baik dengan para pedagang di sekitar kiosnya.

Mereka saling bertukar pengalaman lewat cerita.

Page 125: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

110

Beberapa konflik dengan pedagang maupun dengan pembeli dialami Subjek,

namun Subjek tidak mengambil hati bilamana menghadapi konflik. Masalah yang

dihadapinya dengan pedagang lain adalah: pedagang tidak membayar hutang. Subjek

menganggap lunas pedagang yang berhutang padanya. Ia mengikhlaskan uangnya

yang tidak kembali (Ac). Ia juga mennyelesaikan masalah tersebut secara baik-baik,

yaitu dengan berbicara kepada orang yang berhutang kepadanya (Ae). Masalah yang

dihadapinya dengan para pembeli antara lain: pembeli menawar dengan harga yang

kurang pantas tetapi kalau tawarannya tidak disetujui marah kepada pedagang.

Dalam menghadapi konflik tersebut, Subjek tidak mengambil hati dan bersabar

menghadapi pembeli yang menawar seenaknya (Ac). Subjek menyadari bahwa

menjumpai pembeli yang menjengkelkan adalah hal yang biasa.

Menurut Subjek, para pedagang mau menolong pedagang lain yang sedang

dalam kesulitan. Mereka memiliki sifat yang jujur dalam menolong pedagang lain

menjagakan kiosnya (Ad). Para pedagang bersaing secara sehat demi menjaga

kerukunan diantara mereka (Ad). Subjek memiliki hasrat untuk berbuat baik kepada

orang lain. Ia menolong pembeli menyediakan tempat untuk menitipkan barang

belanjaan sebagai bentuk berbuat baik kepada sesama. Subjek bersaing secara sehat

dengan pedagang lain. Ia juga menanggapi pedagang atau pembeli yang

mengajaknya mengobrol dan memberi saran kepada pedagang lain yang sedang

menghadapi masalah (Ad). Subjek menolong orang lain agar orang yang ditolongnya

bisa lebih baik. Selain para pedagang di pasar, warga di kampung Subjek juga

menunjukkan sikap yang baik kepada satu sama lain. Warga di kampung Subjek

saling menunjukkan kepedulian antara satu sama lain.

Page 126: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

111

Subjek menjaga kerukunan dengan pedagang lain dengan bersaing secara

sehat. Ia tidak merebut pelanggan pedagang lain (Ae). Subjek mengerti bahwa

menetapkan harga yang terlalu rendah dibawah harga pasar dapat merugikan

pedagang lain, karena itu ia tidak melakukannya walaupun dengan meminimalkan

harga ia dapat meraih banyak pelanggan. Cara Subjek untuk mendapatkan pelanggan

adalah dengan bersabar terhadap pembeli yang menjengkelkan, bersaing dengan

harga yang seimbang dengan pedagang lain, serta memberikan pelayanan yang baik

kepada pembeli (Ae). Terkadang dalam berjualan, Subjek menjumpai beberapa

pembeli yang bersikap kurang menyenangkan, misalnya, mereka menawar dagangan

Subjek dengan harga yang kurang pantas. Ketika Subjek menghadapi konflik dengan

pembeli, ia mengatasinya dengan menghibur diri bahwa nanti akan ada pembeli yang

menawar dengan harga yang lebih tinggi (Ae). Subjek tidak terlalu mengambil hati

sikap pembeli yang kurang menyenangkan.

2) Memiliki kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong

Tolong-menolong merupakan sesuatu hal yang penting bagi Subjek. Baginya,

tolong-menolong adalah sebuah kewajiban, karena sebagai menusia kita saling

membutuhkan, “Ya, namanya manungsa (manusia), urip (hidup). Harus tolong-

menolong. Ya wajib, mbak. Tolong-menolong itu wajib. Karena kita sebagai

manusia itu saling membutuhkan,” (Ba).

Subjek memberikan pertolongan tanpa pamrih. Ia tidak mengharapkan

balasan dari orang yang ditolongnya. Ia melakukannya semata agar orang yag

ditolongnya dapat menjadi lebih baik: “Ya supaya orang yang kita tolong itu bisa

lebih baik. …Ndak mengharapkan apa-apa,” (Bb).

Page 127: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

112

3) Keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang layak

mereka dapatkan

Subjek memiliki keyakinan bahwa setiap orang akan mendapatkan ganjaran

dari perbuatannya. Menurutnya, jika kita berbuat baik kepada orang lain, maka kita

akan menerima hal yang baik juga (Ca). Subjek percaya bahwa orang yang sabar

akan dikasihi Tuhan. Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme adalah: tolong-

menolong, gotong-royong, hidup rukun dengan sesama (Ca).

Subjek juga memiliki keyakinan bahwa dengan memberikan pertolongan

kepada orang lain akan mendapatkan manfaat daripadanya. Dalam kasus menghadapi

seseorang yang berhutang kepadanya namun orang tersebut tidak sanggup untuk

membayar, Subjek percaya dengan menganggap lunas hutang tersebut, tidak

mengungkitnya lagi, ia percaya bahwa suatu saat ia akan menerima rezeki yang lain

(Cb). Subjek percaya, jika kita saling tolong-menolong dan menghargai orang lain,

maka orang juga akan menolong dan menghargai kita.

4) Memiliki inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri yang

ditunjukkan melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain

Dalam diri Subjek timbul rasa ingin menolong orang lain karena ia merasa

kasihan dan tidak sampai hati melihat orang yang kesulitan. “Ya belas kasihan sama

orang yang sedang kekurangan. Nggak sampai hati. Kasihan mau kulakan (membeli

barang untuk dijual kembali) tapi ndak punya modal. Ya gimana ya.. aku tolong-

menolong itu di dalam hatiku cuma belas kasihan gitu lho, mbak. Kasihan dengan

orang lain,” (Da).

Page 128: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

113

Bentuk altruisme Subjek terhadap pedagang lain adalah: membantu

menjagakan kios pedagang lain, menolong pedagang lain yang mengalami kesulitan,

membesuk pedagang yang sakit, menghadiri acara yang diadakan oleh pedagang

lain, membantu pedagang lain agar kios mereka juga laris, meminjamkan uang untuk

modal kepada pedagang lain, memberi saran kepada pedagang lain yang sedang

menghadapi masalah (Db). Bentuk altruisme Subjek terhadap pembeli adalah:

menyediakan tempat untuk menitipkan barang belanjaan, menanggapi obrolan

pembeli, mencarikan barang yang dikehendaki pembeli, membantu pembeli

membawa belanjaannya (Db). Bentuk altruisme Subjek terhadap sesama pada

umumnya adalah: meminjamkan uang kepada orang yang membutuhkan, memberi

sedekah, memberi sumbangan (Db).

5) Memiliki perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Subjek, para pedagang di pasar

saling membantu untuk menjagakan dan menjuali apabila kios ditinggalkan oleh

pedagang karena si empunya sedang ada keperluan. Hal ini menunjukkan bahwa para

pedagang di “Pasar Kota Wonogiri” mudah bekerja sama dengan satu sama lain.

Mereka saling percaya untuk menitipkan kiosnya pada pedagang lain. Subjek pun

demikian, apabila ada pedagang yang menitipkan kios kepadanya, ia membantu

pedagang tersebut untuk menjagakannya (Ea). Dalam berjualan Subjek juga

memberikan harga yang seimbang dengan pedagang lain agar mereka sama-sama

saling diuntungkan. Apabila ada pembeli yang membeli dalam jumlah banyak di

kiosnya, Subjek membaginya dengan pedagang lain sehingga mereka sama-sama

untung dan dagangannya sama-sama laris (Ea). Bentuk kerjasama yang ditunjukkan

Page 129: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

114

Subjek di kampung tempat tinggalnya adalah dengan memberikan sumbangan untuk

kepentingan kampung (Ea).

Subjek merupakan seorang yang mendahulukan kepentingan orang yang

membutuhkan daripada kepentingannya sendiri. Hal ini ditunjukkan lewat

tindakannya untuk memberi pinjaman modal kepada pedagang lain. Subjek

menolong pedagang lain tanpa takut kiosnya akan tersaingi. Para pedagang di pasar

pun demikian, mereka mau menolong menjagakan kios pedagang lain tanpa

mengambil keuntungan untuk diri sendiri. Mereka tidak melulu mementingkan kios

mereka sendiri saja (Eb). Selain para pedagang, Subjek juga menolong orang lain. Ia

menolong siapa pun yang membutuhkan pertolongan. Orang-orang yang pernah

ditolong oleh Subjek antara lain: sesama pedagang, tetangga, pembeli, orang yang

membutuhkan meskipun tidak dikenal.

2. Analisis Data Antar Subjek Penelitian

Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa para Subjek memiliki seluruh

komponen kepribadian altruis yang dipakai sebagai parameter untuk mengukur

altruisme pada pedagang di pasar tradisional di Wonogiri. Komponen yang dimaksud

adalah: sikap empati, kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk

menolong, keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang

layak mereka dapatkan, inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri

yang ditunjukkan melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain, dan pehatian

yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri.

Page 130: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

115

Peneliti menangkap beberapa hal dimana altruisme pada pedagang di “Pasar

Kota Wonogiri” ternyata juga tak lepas dari nilai kejawaan dan prinsip kapitalisme.

a. Sikap Empati. Para subjek menyadari bahwa manusia tidak dapat melakukan

segala sesuatunya seorang diri. Mereka terdorong untuk menolong orang lain karena

melihat ketidakmampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya sendiri.

Manusia Jawa memiliki rasa kemanusiaan yang besar. Karena itu orang Jawa

cenderung selalu mengutamakan perlakuan manusiawi terhadap orang lain.

Perasaannya mudah tergerak oleh penderitaan sesama. Dalam hubungan dengan rasa

kemanusiaannya, manusia Jawa sering cenderung berbuat emosional serta

sentimental. Sesuatu yang menyentuh hatinya bisa mendorongnya untuk memberikan

pertolongan tanpa disertai perhitungan meskipun ia sendiri kurang mampu.

Menolong dan menunjukkan perbuatan baik kepada orang lain akan membuat orang

lain merasa senang dan merasa dihargai.

Pedagang di “Pasar Kota Wonogiri” memiliki hubungan yang baik dengan

sesama pedagang disekitarnya. Mereka berpendapat bahwa dalam hidup bersama

harus menjaga kerukunan dengan orang lain. Demikian pula dengan para tetangga di

kampung tempat tinggal mereka, para subjek menjaga kerukunan dengan tetangga di

kampung dengan cara membantu mereka disaat membutuhkan. Bagi orang Jawa,

hidup rukun adalah nilai sosial yang utama. Orang Jawa juga mewajibkan gotong

royong kepada masyarakatnya. Hal ini disebabkan karena gotong royong

menekankan agar orang bersedia menomorduakan kepentingan pribadi dan haknya

sendiri demi kebersamaan seluruh desa. Selain itu, demi mencapai kerukunan, orang

Jawa berusaha memperlakukan orang lain sebagai anggota keluarga. Mereka

Page 131: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

116

seringkali memperlakukan tetangga sebagai anggota keluarga, orang asing juga

mendapat sapaan dengan istilah dari bahasa keluarga, seperti: pak (bapak), bu (ibu),

mbah (nenek), pak dhe (paman), dan sebagainya.

Konflik adalah sesuatu yang biasa dijumpai oleh para subjek ketika mereka

sedang berjualan di pasar. Konflik tersebut bisa merupakan konflik dengan sesama

pedagang atau dengan pembeli. Konflik-konflik yang seringkali dijumpai para subjek

dengan pedagang lain adalah: pedagang lain meminjam barang namun tidak

dikembalikan, pedagang lain meletakkan barang dagangannya secara sembarangan

sehingga mengganggu kios disekitarnya, salah paham, sesama pedagang memberikan

patokan harga sendiri sehingga menjatuhkan harga pasaran yang akibatnya

merugikan pedagang lain, merebut pelanggan, sesama pedagang menggosip atau

berkata-kata negatif tentang pedagang lain. Para subjek menghadapi setiap konflik

yang ada dengan sikap yang wajar. Para subjek memilih mengalah ketika

menghadapi konflik dengan pedagang lain. Mereka bersabar, menenangkan diri,

mengalah, memaklumi, dan tidak membesar-besarkan masalah yang terjadi ketika

menghadapi konflik dengan pedagang lain. Konflik yang terjadi diantara pedagang

dapat segera diatasi sehingga hubungan mereka tetap baik seperti semula. Demikian

pula ketika para subjek menghadapi konflik dengan para pembeli. Konflik yang

dialami para subjek dengan pembeli adalah seperti: pembeli menawar dengan harga

yang kurang pantas, pembeli tidak mampu membayar hutang, tidak mengambil

barang yang telah dipesan, menipu, mencuri, menuntut pedagang untuk memenuhi

keinginannya padahal keinginan pembeli kurang realistis seperti meminta barang

yang sama sekali tidak cacat atau memaksakan ukuran timbangan walaupun

Page 132: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

117

ukurannya tidak sesuai. Para subjek tetap bersikap baik dan sabar dalam menghadapi

pembeli yang kurang menyenangkan. Mereka memaklumi sikap pembeli yang

kurang menyenangkan. Para subjek menyadari bahwa orang bisa berbuat kesalahan

dan watak tiap orang tidak sama. Dalam hal ini prinsip kapitalisme mempengaruhi

perilaku altruisme mereka, dimana mereka bersikap baik dan sabar terhadap pembeli

yang kurang menyenangkan agar tidak kehilangan pelanggan.

Hasrat untuk berbuat baik kepada orang lain ada didalam diri para subjek,

baik itu hasrat untuk berbuat baik kepada sesama pedagang, hasrat untuk berbuat

baik kepada pembeli, juga hasrat untuk berbuat baik kepada sesama pada umumnya.

Hasrat untuk berbuat baik kepada sesama pedagang nampak dalam sikap mereka

yang tidak merebut pelanggan pedagang lain dalam berjualan. Mereka menjaga

kerukunan diantara para pedagang dan tidak mencampuri urusan orang lain. Mereka

memberikan saran dan masukan kepada pedagang lain yang sedang memiliki

masalah. Ketika menghadapi konflik, para subjek menjaga dirinya agar tidak

bertengkar dengan pedagang lain. Hasrat untuk berbuat baik kepada pembeli

ditunjukkan dengan bersikap baik kepada pembeli agar pembeli merasa senang,

menanggapi pembeli yang mengajak mengobrol, memberikan barang yang

dibutuhkan secara cuma-cuma ketika menjumpai pembeli yang tampak tidak mampu.

Hasrat untuk berbuat baik kepada sesama pada umumnya muncul dalam niat mereka

untuk senantiasa berbuat baik dan menolong orang yang membutuhkan. Para subjek

ingin menyejahterakan keluarga mereka dengan hal-hal kecil yang bisa mereka

lakukan untuk keluarga, seperti menjenguk keluarga yang jauh atau mengajak sanak-

saudara bekerja agar bisa mendapatkan penghasilan. Mereka menolong tetangga di

Page 133: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

118

kampung, teman, orang-orang kurang mampu yang ada disekitar mereka agar

memiliki kehidupan yang lebih baik.

Kehidupan tidak selalu berjalan seperti yang diharapkan. Meskipun demikian,

para subjek tidak lantas memaksakan kehendak mereka demi mencapai apa yang

mereka inginkan. Untuk mencapai apa yang diharapkan, terutama dalam bekerja dan

menyelesaikan konflik dengan orang lain, mereka menggunakan cara-cara yang

sesuai dengan norma-norma umum yang berlaku di masyarakat. Cara-cara yang

ditempuh para subjek untuk mendapatkan pelanggan adalah lewat keramahan,

kesabaran, memberikan kualitas barang yang baik, harga bersaing, pelayanan yang

baik dan simpatik, menanggapi pembeli yang mengajak mengobrol, memberikan

potongan harga dan tempo untuk membayar, menolong pembeli ketika sedang ada

keperluan, menekan harga, memastikan barang yang dicari pembeli selalu tersedia,

berjualan dengan tulus, menawarkan barang dagangannya kepada pembeli tanpa

memaksa pembeli untuk membeli di kiosnya, berdoa, bersyukur, merasa cukup

dengan penghasilan yang didapat setiap hari. Mereka yakin bahwa setiap pedagang

memiliki rezekinya masing-masing sehingga mereka merasa tidak perlu bersusah-

payah untuk mendapatkan pelanggan. Cara-cara yang ditempuh para subjek untuk

menyelesaikan konflik dengan sesama pedagang atau pembeli juga adalah dengan

mengalah, berdiam diri, beristirahat untuk menenangkan hati dan pikiran serta

meredam amarah, berdoa, membicarakan masalah dengan orang yang bersangkutan

untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan masalah dengan mengikuti peraturan

yang berlaku di pasar. Orang Jawa cenderung lunak dalam menghadapi hidup. Ia

merasa tidak perlu bersusah payah untuk tetap bertahan hidup. Ia juga memiliki

Page 134: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

119

anggapan bahwa ia bisa memenuhi syarat-syarat hidup bagi diri sendiri dan

keluarganya tanpa perlu mencurahkan tenaga serta pikiran yang berlebih. Dia adalah

manusia yang lekas merasa puas dengan nasib dan apa yang dicapainya.

b. Kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong. Tolong-

menolong adalah sesuatu yang penting dan merupakan kewajiban menurut para

subjek. Mereka merasa memiliki tanggung jawab untuk menolong orang lain.

Tolong-menolong adalah sesuatu yang penting karena sebagai sesama berbuat baik

adalah kewajiban, sebagaimana yang diajarkan oleh perintah agama.

Dalam menolong orang yang membutuhkan, para subjek tidak mengharapkan

imbalan dari orang yang ditolong. Mereka menolong orang lain tanpa pamrih.

Harapan mereka dalam menolong hanyalah agar orang yang ditolong bisa memiliki

keadaan yang lebih baik.

c. Keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang layak

mereka dapatkan. Para subjek percaya bahwa orang yang baik akan mendapatkan

pahala, sebaliknya jika berbuat jahat akan menerima ganjarannya. Mereka percaya

ketika kita menanam budi suatu saat orang lain akan membalasnya, orang yang jahat

tidak akan disukai oleh orang lain serta patut ditegur dan dihukum agar kelak tidak

mengulangi kesalahannya. Mereka percaya bahwa orang yang suka menyakiti dan

mencelakakan orang lain akhirnya akan celaka juga, namun dengan menunjukkan

perbuatan baik kepada orang yang menyakiti kita akan membuat orang itu sadar dan

bertobat. Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme itu antara lain: berbagi

dengan orang lain, rukun dengan sesama, mengerjakan pekerjaan bersama-sama

(gotong-royong), tolong-menolong, berbuat baik terhadap sesama, bekerja tidak

Page 135: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

120

perlu sampai bersusah payah karena rezeki datang dari Tuhan, pembeli akan datang

sendiri apabila dikejar justru tidak dapat, penuh prihatin, kalau kita menanam sesuatu

yang baik suatu saat akan menuai hasil yang baik juga, kebersamaan, menghargai

orang lain, orang akan menerima ganjaran setimpal dengan pebuatannya, dan orang

akan menuai apa yang ditaburnya.

Ada manfaat yang bisa diperoleh dari tindakan menolong. Para subjek

memiliki keyakinan bahwa dengan memberi pertolongan kepada orang lain mereka

melakukan tindakan yang benar. Para subjek percaya apabila kita mau menolong

orang maka kita sendiri juga akan ditolong ketika kita membutuhkan pertolongan,

sebaliknya jika kita tidak mau menolong maka kelak kita juga tidak akan ditolong.

Hal ini disampaikan bukan dalam arti harus ada timbal-balik atau balasan ketika

menolong orang lain, melainkan sesuatu yang berjalan dengan alami bahwa ketika

kita menolong orang lain maka kita juga akan menerima pertolongan ketika kita

membutuhkan. Sebaliknya, jika kita tidak peduli dengan kesusahan orang lain, maka

orang lain juga tidak akan peduli ketika kita mengalami kesusahan. Saling tolong-

menolong membuat beban terasa lebih ringan. Ketika kita saling tolong-menolong

dan menghargai orang lain maka orang juga akan menolong dan menghargai kita.

Mereka percaya bahwa dengan menolong orang lain, kita akan memiliki masa depan

yang baik.

d. Inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri yang ditunjukkan

melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain. Dorongan untuk menolong

dalam diri para subjek berasal dari hati yang tergerak melihat orang yang

membutuhkan. Mereka menolong karena kemauan yang muncul dari dalam hati

Page 136: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

121

mereka sendiri, didorong oleh pikiran dan harapannya sendiri untuk menolong orang

lain.

Perilaku menolong yang diwujudkan lewat tindakan nyata nampak dalam

bentuk altruisme yang mereka lakukan terhadap sesama pedagang, pembeli, dan

sesama pada umumnya. Bentuk altruisme yang mereka tunjukkan terhadap sesama

pedagang adalah: membesuk pedagang yang sakit, menghadiri undangan pesta,

membantu menjagakan kios sesama pedagang lain, membantu sesama pedagang

menata dagangan, memberi pinjaman berupa uang atau barang dagangan untuk

menambah modal dan memberikan tempo kepada mereka untuk membayarnya,

membantu sesama pedagang yang sedang punya acara, memberi saran atau masukan

ketika sesama pedagang sedang menghadapi masalah, peduli dengan keadaan

pedagang lain dengan menyapa mereka dan menanyakan kabar ketika sesama

pedagang melewati kios mereka. Bentuk altruisme yang mereka tunjukkan terhadap

pembeli adalah: mengobrol dengan pembeli, menghutangi pembeli apabila uang

pembeli kurang atau pembeli belum punya cukup uang untuk membayar, memberi

saran atau masukan ketika pembeli menceritakan masalahnya, mengantarkan barang

belanjaan pembeli ke tempat parkir, memberikan potongan harga, memberikan bonus

berupa barang dagangan, membantu pembeli yang sedang punya acara dengan

menyediakan dan membantu mencarikan apa yang dibutuhkan, tidak mengungkit-

ungkit dan menganggap lunas hutang pembeli ketika pembeli tidak sanggup

membayarnya, menanggapi keluhan pembeli soal kualitas barang atau harga dengan

baik, menyediakan tempat bagi pembeli untuk menitipkan barang belanjaannya.

Bentuk altruisme yang mereka tunjukkan terhadap sesama pada umumnya adalah:

Page 137: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

122

menghadiri undangan pesta tetangga di kampung, menjenguk tetangga yang sakit,

memberi sumbangan, sedekah baik berupa uang atau barang kepada orang yang

membutuhkan, memberi pinjaman uang kepada orang lain, menolong orang lain agar

dapat bekerja, menjamu orang yang singgah di rumah mereka, menolong tetangga

yang sedang mengalami kesulitan, membantu tetangga yang sedang punya acara,

berpartisipasi dalam kegiatan yang diadakan di kampung dengan menyediakan

fasilitas yang dibutuhkan untuk mengadakan acara seperti menyediakan tempat,

makanan, seragam, atau memberikan sumbangan untuk kepentingan kampung.

Bentuk altruisme terhadap sesama pedagang merupakan altruisme yang

dilakukan secara kolektif, dimana setiap pribadi melakukan tindakan altruisme

bersama-sama dengan komunitas atau kelompoknya. Sementara, bentuk altruisme

terhadap pembeli atau sesama pada umumnya kebanyakan merupakan altrisme yang

dilakukan secara individual, yaitu setiap pribadi menolong orang lain yang

membutuhkan secara langsung, walau tidak bersama-sama dengan komunitas atau

kelompok.

e. Perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri. Seorang yang

altruis mudah bekerja sama dengan orang lain sebab mereka tidak terfokus untuk

memperhatikan kepentingan mereka sendiri saja. Para subjek adalah orang-orang

yang mudah bekerja sama dengan orang lain. Hal ini nampak dalam keikut-sertaan

mereka membesuk orang sakit, menghadiri undangan, melayat bersama-sama dengan

pedagang lain. Mereka membantu menjagakan kios dan menata dagangan pedagang

lain, membantu pedagang lain yang tidak memiliki dagangan dan kekurangan modal,

memberikan harga yang seimbang dengan pedagang lain agar sesama pedagang

Page 138: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

123

dapat saling diuntungkan (Ea). Sesuai dengan prinsip kapitalisme, yaitu bekerja

untuk meraih keuntungan. Ada kepercayaan dan timbal-balik dari tindakan altruisme

yang mereka lakukan. Para subjek tidak hanya memikirkan kemajuan kios mereka

sendiri saja, namun juga membantu pedagang lain agar pekerjaan mereka bisa

berjalan lancar. Sebagai warga kampung, mereka juga ikut berpartisipasi dalam

kegiatan yang ada di kampung, seperti membantu tetangga yang sedang punya acara

untuk mempersiapkan acara, memberikan sumbangan untuk kepentingan kampung

(Ea). Menurut para subjek kebersamaan itu penting, karena itu kita harus bergaul

dengan orang lain dan saling tolong-menolong.

Perhatian yang lebih terhadap orang lain ditunjukkan para subjek dengan

mendahulukan kepentingan orang yang membutuhkan daripada kepentingan sendiri.

Ketika ada sesama pedagang yang sakit, para subjek menitipkan kios atau menutup

kios agar bisa menjenguk orang sakit bersama-sama dengan pedagang lain (Eb).

Mereka lebih mengutamakan menjenguk orang yang sakit daripada berjualan.

Apabila ada pembeli yang uangnya kurang untuk membeli, para subjek menghutangi

pembeli. Bahkan jika pembeli tidak mampu membayar hutangnya, mereka tidak

menuntut pembeli untuk melunasinya, sebaliknya menganggap hutang pembeli telah

lunas (Eb). Keadaan ini dapat membuat mereka merugi, namun mereka memaklumi

pembeli yang tidak mampu membayar hutang. Meskipun diri mereka sendiri

kekurangan, mereka mengusahakan untuk sebisa mungkin menolong orang yang

membutuhkan. Tidak selalu mereka bisa mendapatkan yang mereka harapkan.

Terkadang mereka justru merugi karena menolong orang lain. Mereka ditipu,

disalah-mengerti oleh orang yang ditolong, atau orang yang ditolong berbuat yang

Page 139: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

124

sebaliknya, bukannya rasa terima kasih namun sikap yang kurang menyenangkan.

Mereka menganggap hal itu merupakan sesuatu yang biasa terjadi dalam hidup

bersama. Perlakuan-perlakuan buruk yang kadangkala mereka terima dari orang yang

sudah ditolong tidak menyurutkan keinginan mereka atau membuat mereka merasa

jera untuk terus berbuat baik kepada orang-orang disekitar. Mereka belajar, dalam

menolong juga harus berhati-hati agar hal-hal yang buruk jangan sampai terulang

kembali. Terlebih menolong orang yang sama sekali tidak dikenal. Mereka

cenderung berhati-hati, mencermati apakah orang yang minta tolong itu betul-betul

membutuhkan atau hanya mau menipu. Kepercayaan akan semakin menguatkan

perilaku altruisme. Norma-norma sosial yang ada di lingkungan mereka juga

menuntut mereka untuk menolong orang yang membutuhkan sehingga walaupun

mereka pernah mengalami hal yang kurang menyenangkan, mereka tetap menolong.

Masyarakat Jawa menilai tinggi perbuatan warganya yang tertuju pada peringanan

penderitaan sesamanya. Tanggapan yang mereka berikan ketika melihat orang yang

membutuhkan adalah memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan

sesuai dengan kemampuan. Mereka menolong orang yang membutuhkan dengan

segera. Para subjek menolong siapa pun yang membutuhkan, bahkan orang yang

tidak dikenal sekalipun. Orang-orang yang pernah ditolong oleh para subjek adalah:

sesama pedagang, pembeli, orang yang membutuhkan meskipun tidak dikenal,

pengemis, keluarga dan kerabat, warga di kampung tempat tinggal, teman dan

tetangga dari desa asal.

Page 140: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

125

3. Triangulasi

Dalam rangka mencapai kredibilitas penelitian, peneliti menggunakan proses

triangulasi untuk menjelaskan keakuratan informasi dan mencari tahu apakah

informasi yang diberikan oleh subjek penelitian sesuai dengan realitas. Metode yang

digunakan sebagai triangulasi dalam penelitian ini adalah melalui wawancara dengan

pedagang lain yang berjualan di sekitar pedagang yang menjadi subjek penelitian

untuk melakukan pengecekan silang mengenai kebenaran dari keterangan yang

diberikan oleh subjek penelitian.

Tiga orang Subjek dipilih untuk menjadi informan guna pengecekan silang.

Peneliti sudah memiliki hubungan yang cukup dekat sebelumnya dengan para Subjek

tersebut. Kedekatan ini mendorong para Subjek untuk memberikan informasi secara

jujur dan apa adanya sesuai dengan realita yang terjadi sehingga peneliti dapat

menggali informasi secara mendalam. Informasi yang didapatkan dari proses

triangulasi adalah seperti yang tertulis dibawah ini.

Subjek I

a. Data demografi Subjek

Nama : DJ

Usia : 55 tahun

Jenis kelamin : Wanita

Tempat tinggal : Kradenan, Sukoharjo

Asal : Sukoharjo

Pekerjaan : Pedagang Makanan

Page 141: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

126

Lama bekerja : 30 tahun

b. Hasil penelitian

1) Sikap empati

Para pedagang menunjukkan perhatian dan kepedulian kepada pedagang lain,

mereka mau mengerti keadaan orang lain, yang juga menunjukkan bahwa mereka

mampu bersosialisasi dengan orang lain (Aa;Ab).

Para pedagang memiliki hubungan yang baik dengan satu sama lain. Mereka

tidak bersaing secara tidak benar yang dapat merusak hubungan mereka. Mereka

pergi melayat orang meninggal dan menghadiri acara yang diadakan pedagang lain

secara bersama-sama. Mereka juga saling menyapa satu sama lain ketika melewati

kios (Ab). Menurut Subjek, ada perbedaan cara bersosialisasi di pasar dan di

kampung. Di pasar, kegiatan-kegiatan seperti menjenguk orang sakit, melayat orang

meninggal, menghadiri undangan, biasanya dilakukan secara bersama-sama dengan

pedagang lain. Namun, di kampung orang akan lebih dekat dengan satu sama lain.

Mereka merasa para tetangga di kampung sudah seperti keluarga sendiri sehingga

mereka bisa datang menjenguk atau menghadiri undangan beberapa kali, baik secara

bersama-sama maupun datang sendiri. Serupa dengan apa yang diungkapkan oleh

beberapa subjek penelitian, bahwa tolong-menolong di pasar berbeda dengan di

kampung. Di kampung terasa jauh lebih dekat dengan satu sama lain dibandingkan di

pasar.

Ketika menghadapi konflik, para pedagang tidak membesar-besarkan konflik

yang ada dan segera berdamai jika ada konflik diantara mereka (Ac). Para pedagang

memiliki hasrat untuk berbuat baik kepada orang lain, yang ditunjukkan lewat

Page 142: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

127

keikutsertaan mereka untuk menghadiri acara yang diadakan pedagang lain atau

menjenguk sesama pedagang yang sakit (Ad). Mereka juga saling tolong-menolong

ketika ada pedagang lain yang mengalami kesulitan dan mereka menolong orang lain

dengan senang hati. Mereka jujur antara satu sama lain ketika menolong pedagang

lain menjagakan kios mereka (Ad) dan saling meminjamkan modal ketika sedang

kekurangan modal sehingga pekerjaan mereka bisa terus berjalan. Mereka merasa

senang ketika dapat saling tolong-menolong satu sama lain.

Para pedagang tidak bertengkar untuk memperebutkan pelanggan. Mereka

berjualan dengan sikap yang baik. Apabila pasar sedang sepi, mereka memilih untuk

beristirahat. Para pedagang memiliki pelanggan mereka masing-masing. Cara

pedagang mendapatkan pelanggan: bersabar dalam melayani pembeli, menawarkan

barang dagangan tanpa memaksa pembeli untuk membeli (Ae). Para pedagang tidak

saling berebut pelanggan. Mereka rukun dengan satu sama lain dalam bekerja.

Ketika menghadapi konflik dengan satu sama lain, mereka juga menyelesaikannya

dengan baik. Cara pedagang menyelesaikan konflik diantara mereka adalah dengan

melapor pada satpam dan berdamai (Ae).

2) Memiliki kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong

Menurut Subjek, tolong-menolong adalah kewajiban dan merupakan sesuatu

yang penting, “Iya. Kita harus menolong meskipun sedikit. Menolong itu penting.

Wong (karena) kita ini manusia, saling membutuhkan. Kalau tidak ada menolong ya

bagaimana?” (Ba).

Subjek menolong tanpa mengharap orang yang ditolongnya mengembalikan

apa yang telah diberikannya (Bb). Subjek juga memberikan keterangan bahwa para

Page 143: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

128

pedagang memberikan pertolongan dengan ikhlas, tanpa mengharapkan balasan dari

orang yang ditolong, “Ikhlas. Nggak ada yang minta tuker gitu. Ikhlas,” (Bb).

3) Keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang layak

mereka dapatkan

Subjek memiliki keyakinan bahwa setiap orang akan mendapatkan ganjaran

dari perbuatannya. Ia percaya bahwa jika kita menjaga kerukunan, tidak merebut

pelanggan pedagang lain, tidak memaksa pembeli untuk membeli di kiosnya maka

rezeki akan datang pada kita. Ia percaya bahwa jika kita baik kepada orang, berjualan

dengan benar maka akan menerima berkat dari Yang Maha Kuasa (Ca). Ajaran Jawa

yang berkaitan dengan altruisme menurut Subjek adalah: tolong-menolong,

menolong kerabat, bekerja sama dengan orang lain (Ca).

Subjek juga memiliki keyakinan bahwa dengan memberikan pertolongan

kepada orang lain akan mendapatkan manfaat daripadanya. Ia percaya jika kita

menolong orang lain dengan tulus maka kita dapat hidup enak, yaitu: hatinya

tenteram, tenang, dekat dengan siapapun, tidak punya musuh, memiliki hubungan

yang baik dengan orang lain (Cb).

4) Memiliki inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri yang

ditunjukkan melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain

Menurut Subjek, para pedagang menolong karena hatinya tergerak melihat

orang lain yang membutuhkan (Da).

Bentuk altruisme para pedagang terhadap pedagang lain adalah dengan

melayat orang meninggal, menjenguk orang yang melahirkan, menjenguk orang

Page 144: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

129

sakit, menjagakan kios pedagang lain, membantu menata barang dagangan pedagang

lain, menghadiri acara bersama-sama, menghutangi pedagang lain, memberi

pinjaman berupa dagangan (Db). Bentuk altruisme para pedagang terhadap pedagang

lain adalah dengan mengantarkan belanjaan pembeli, menyediakan tempat untuk

pembeli menitipkan belanjaannya (Db). Bentuk altruisme para pedagang terhadap

pedagang lain adalah dengan memberi sedekah kepada pengamen atau pengemis,

memberi sumbangan untuk kepentingan kampung (Db).

5) Memiliki perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri

Para pedagang saling bekerja sama dengan satu sama lain. Mereka saling

membantu menjagakan kios (Ea). Mereka saling jujur satu sama lain ketika

menjagakan kios pedagang lain. Mereka juga saling membantu dalam memberikan

modal kepada pedagang lain dan tidak mempermasalahkan apabila pembeli memilih

membeli di tempat pedagang lain.

Para pedagang di pasar peduli kepada keadaan orang lain. Mereka

mendahulukan kepentingan orang yang membutuhkan daripada kepentingan sendiri.

Perhatian itu ditunjukkan dengan menyediakan tempat untuk pembeli menitipkan

belanjaannya, memberikan modal atau memberi pinjaman berupa barang dagangan

ketika ada pedagang yang sedang kesulitan modal (Eb). Mereka langsung menolong

ketika melihat orang membutuhkan pertolongan. Orang-orang yang pernah ditolong

oleh para pedagang adalah pedagang lain, pembeli, tetangga di kampung, sanak-

saudara, pengamen, pengemis (Eb).

Page 145: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

130

Subjek II

a. Data demografi Subjek

Nama : SL

Usia : 29 tahun

Jenis kelamin : Pria

Tempat tinggal : Bulukerto, Wonogiri

Asal : Wonogiri

Pekerjaan : Pedagang Kelontong

Lama bekerja : 10 tahun

b. Hasil penelitian

1) Sikap empati

Menurut Subjek, para pedagang menolong pembeli agar pembeli merasa

senang. Ketika melihat pedagang lain mengalami kesulitan, para pedagang

memberikan pertolongan meski tidak diminta (Aa).

Menurut Subjek, penduduk Wonogiri berkarakter baik, hidup rukun dengan

satu sama lain. Penduduk Wonogiri menghadiri acara yang diadakan oleh tetangga di

kampungnya, menjenguk tetangga yang sakit bersama-sama (Ab). Para pedagang

memiliki hubungan yang baik dan rukun dengan satu sama lain. Mereka menjenguk

orang sakit atau menghadiri undangan secara bersama-sama. Para pedagang juga

memiliki hubungan yang baik dengan pembeli, yang ditunjukkan dengan mengobrol

dengan pembeli (Ab).

Ketika menghadapi konflik, para pedagang memilih mengalah ketika

menghadapi konflik dengan pedagang lain (Ac). Para pedagang tidak mengambil hati

Page 146: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

131

sikap pembeli yang menjengkelkan karena menganggap hal itu sebagai sesuatu yang

sudah biasa terjadi di pasar (Ac).

Mereka memiliki hasrat untuk berbuat baik kepada orang lain dengan tidak

membesar-besarkan masalah yang terjadi diantara mereka (Ad). Penduduk Wonogiri

saling tolong-menolong apabila ada tetangga yang membutuhkan pertolongan.

Penduduk Wonogiri menghadiri acara yang diadakan oleh tetangga atau menjenguk

tetangga yang sakit sebagai bentuk perhatian mereka terhadap orang lain. Para

pedagang membantu sesama pedagang yang sedang mengalami kesulitan. Para

pedagang menanggapi pembeli yang mengajak mengobrol. Para pedagang menolong

pembeli agar pembeli merasa senang. Para pedagang tidak saling berebut pelanggan

karena dapat merugikan pedagang lain. Para pedagang juga menjaga kerukunan

antara satu sama lain (Ad).

Cara pedagang menyelesaikan konflik diantara mereka adalah dengan:

mengalah, membicarakan masalah yang terjadi diantara mereka agar dapat

diluruskan (Ae). Cara pedagang mendapatkan pelanggan adalah dengan: bersabar

menantikan pembeli datang, bersabar menghadapi pembeli yang menjengkelkan,

menawarkan barang dengan ramah tanpa memaksa pembeli untuk membeli di

kiosnya, bersaing secara sehat, memberikan pelayanan yang baik kepada pembeli,

menyediakan barang yang dibutuhkan pembeli (Ae).

2) Memiliki kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong

Menurut Subjek, tolong-menolong wajib dilakukan karena hal itu merupakan

perintah agama (Ba).

Page 147: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

132

Penduduk Wonogiri memberikan pertolongan dengan ikhlas, tidak

mengharapkan balasan dari orang yang ditolongnya. Para pedagang memberikan

pertolongan dengan sukarela (Bb).

3) Keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang layak

mereka dapatkan

Subjek percaya jika kita berbuat baik kepada orang lain maka orang lain akan

berbuat baik juga kepada kita. Ia percaya bahwa orang yang berbuat jahat akan

menerima ganjaran dari Yang Maha Kuasa (Ca). Ajaran Jawa yang berkaitan dengan

altruisme adalah: tolong-menolong, saling membantu agar dapat hidup rukun dengan

satu sama lain, berbuat baik kepada sesama, ikhlas, tulus, nrima (menerima) (Ca).

Subjek percaya jika kita mau menolong orang lain, suatu saat ketika kita

menghadapi kesulitan kita juga akan ditolong oleh orang lain. Ia percaya jika kita

menolong orang lain kita akan mendapat pahala dari Yang Maha Kuasa. Subjek

percaya jika kita saling tolong-menolong maka kita akan sama-sama hidup dengan

nyaman (Cb).

4) Memiliki inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri yang

ditunjukkan melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain

Para pedagang menolong karena hatinya tergerak melihat orang yang

membutuhkan, “Ya, sukarela, mbak. Ndak (tidak) ada paksaan. Ya, kita tergerak

hatinya kalau melihat ada orang yang membutuhkan,” (Da).

Bentuk altruisme para pedagang terhadap sesama pedagang adalah:

menjenguk orang sakit, menghadiri undangan pedagang lain membantu menjagakan

Page 148: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

133

kios pedagang lain, membantu pedagang lain dengan mencarikan barang dagangan

(Db). Bentuk altruisme para pedagang terhadap pembeli adalah: mengantarkan

barang belanjaan pembeli, memberi tempo kepada pembeli dalam membayar,

mengobrol dengan pembeli (Db). Bentuk altruisme para pedagang terhadap sesama

pada umumnya adalah: membantu tetangga yang sedang punya acara, membesuk

tetangga yang sakit, memberikan sumbangan untuk kepentingan kampung, memberi

sedekah kepada pengemis (Db).

5) Memiliki perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri

Penduduk Wonogiri saling tolong-menolong apabila ada tetangga yang

membutuhkan pertolongan (Ea). Para pedagang saling membantu dalam berjualan

dengan menjagakan kios dan mencari barang dagangan. Mereka saling membantu

agar dagangan mereka sama-sama laku (Ea). Para pedagang saling menjaga

kerukunan dan tidak saling menjatuhkan agar mereka dapat bekerja dengan nyaman

(Ea).

Mereka juga mendahulukan kepentingan orang lain. Penduduk Wonogiri

menyempatkan diri untuk membantu tetangga yang sedang punya acara (Eb). Para

pedagang membantu pedagang lain menjaga kios dan mencari barang dagangan.

Ketika melihat pedagang lain mengalami kesulitan, para pedagang memberikan

bantuan meski tanpa diminta (Eb). Para pedagang tetap menolong orang lain

meskipun tidak dikenal. Orang yang ditolong oleh para pedagang: pedagang lain,

pembeli, tetangga di kampung, pengemis.

Subjek III

Page 149: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

134

a. Data demografi Subjek

Nama : LY

Usia : 30 tahun

Jenis kelamin : Wanita

Tempat tinggal : Carikan, Sukoharjo

Asal : Sukoharjo

Pekerjaan : Pedagang Makanan

Lama bekerja : 12 tahun

b. Hasil penelitian

1) Sikap empati

Menurut Subjek, para pedagang saling memberikan pinjaman modal karena

mengetahui berjualan akan susah jika tidak punya modal (Aa). Mereka membantu

orang lain karena melihat kesulitan orang lain yang tidak dapat mengerjakan segala

sesuatunya seorang diri (Aa).

Menurut Subjek, penduduk Wonogiri rukun, ramah, dekat dengan satu sama

lain, dan memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi (Ab). Para pedagang yang sudah

lama tinggal di Wonogiri sudah seperti saudara sendiri. Mereka memiliki kerukunan

yang baik dengan tetangga di kampung. Para pedagang menjenguk orang sakit atau

menghadiri undangan secara bersama-sama. Mereka juga memiliki hubungan yang

baik dengan para pelanggan (Ab). Namun, menurut Subjek, pedagang yang belum

lama berjualan di Wonogiri cenderung bersikap cuek dan individual, sebaliknya

pedagang yang berasal dari Wonogiri atau yang sudah lama tinggal di Wonogiri

Page 150: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

135

memiliki kekeluargaan yang tinggi dan hubungan mereka terasa dekat, layaknya

kerabat sendiri (Ab).

Dalam menghadapi konflik, para pedagang tidak mengambil hati sikap

pembeli yang menjengkelkan karena menganggap hal itu sebagai sesuatu yang sudah

biasa terjadi di pasar (Ac). Para pedagang tidak memaksa pembeli untuk membayar

hutangnya, sebaliknya pedagang merelakannya dengan tidak menagih lagi barang

yang sudah diambil (Ac).

Para pedagang memiliki hasrat untuk berbuat baik kepada orang lain,

ditunjukkan lewat tindakan menolong pedagang disekitarnya menyapukan jalan di

depan kios mereka apabila kotor (Ad). Mereka juga saling menyapa ketika lewat di

depan kios pedagang lain. Para pedagang berusaha untuk menolong orang lain yang

membutuhkan, mereka saling membantu satu sama lain dan juga membantu tetangga

yang ada di kampung. Apabila terjadi konflik, mereka melerai pedagang lain yang

sedang bertengkar dan memberikan mereka pengertian (Ad). Para pedagang senang

menolong orang lain.

Cara pedagang menyelesaikan konflik diantara mereka adalah dengan

membicarakan permasalahan secara baik-baik, ketika terjadi pertengkaran pedagang

lain melerai dan memberi pengertian kepada pedagang yang bertengkar, menegur

orang yang bersalah (Ae). Cara pedagang mendapatkan pelanggan adalah dengan

bersikap ramah kepada pembeli, memberikan pelayanan yang baik kepada pembeli,

menyediakan barang dengan kualitas yang baik (Ae).

2) Memiliki kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong

Page 151: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

136

Menurut Subjek secara pribadi, tolong-menolong adalah kewajiban,

“Sebagai orang Jawa itu ya harus saling tolong-menolong. Wajib itu, mbak. Dengan

sesama itu harus saling memperhatikan,” (Ba).

Subjek memberikan keterangan bahwa para pedagang di pasar tidak

mengharapkan balasan dari orang yang ditolong, mereka memberikan pertolongan

secara ikhlas (Bb).

3) Keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang layak

mereka dapatkan

Subjek percaya jika kita menabur hal yang baik, kita akan menuai hal yang

baik juga sebaliknya jika kita jahat kita akan menerima hal yang tidak baik (Ca).

Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: apabila kita menabur hal yang baik

maka kita akan menuai hal yang baik pula, tolong-menolong, hidup bergotong-

royong (Ca).

Subjek percaya, ketika kita memberikan keringanan kepada pembeli yang

tidak bisa membayar hutang, Yang Maha Kuasa akan memberikan rezeki yang lain

(Cb).

4) Memiliki inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri yang

ditunjukkan melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain

Menurut Subjek, para pedagang menolong karena merasa kasihan melihat

orang lain mengalami kesulitan (Da). “Ya, dalam hati kita timbul rasa kasihan. Lalu

kita menolong orang lain. Lihat orang lain susah itu, kasihan.”

Page 152: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

137

Bentuk altruisme para pedagang terhadap pedagang lain adalah: menyapukan

jalan di depan kios pedagang lain, saling menyapa ketika lewat di depan kios

pedagang lain, membantu menjagakan kios pedagang lain, membesuk orang sakit,

memberikan sumbangan, membantu orang yang sedang mengadakan acara,

menghadiri acara yang diadakan pedagang lain, menolong pedagang yang sedang

terkena musibah (Db). Bentuk altruisme para pedagang terhadap pembeli adalah:

mengobrol dengan pembeli, menghapus hutang pembeli (Db). Bentuk altruisme para

pedagang terhadap sesama pada umumnya adalah: membantu tetangga yang sedang

punya acara, memberikan sumbangan, sedekah (Db).

5) Memiliki perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri

Para pedagang mudah bekerja sama satu sama lain. Mereka saling membantu

menjagakan kios ketika pedagang sedang banyak keperluan (Ea). Mereka juga ikut

membantu tetangga mereka yang sedang punya acara dan ikut bergotong-royong

untuk kepentingan kampung (Ea). Para pedagang saling tolong-menolong ketika

mereka ada kesulitan (Ea).

Selain mudah bekerja sama, mereka juga mendahulukan kepentingan orang

yang membutuhkan daripada kepentingan sendiri. Para pedagang menolong orang

yang membutuhkan sesuai dengan kebutuhan orang itu menurut kemampuan mereka

untuk menolong (Eb). Mereka membantu pedagang lain menjaga kios. Ketika

melihat orang lain membutuhkan pertolongan, para pedagang cepat-cepat membantu.

Para pedagang tetap menolong orang lain meskipun tidak dikenal (Eb). Orang yang

ditolong oleh para pedagang antara lain: sesama pedagang, pembeli, tetangga di

kampung, orang yang membutuhkan meskipun tidak dikenal.

Page 153: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

138

B. Pembahasan

Altruisme tidaklah sama dengan perilaku prososial. Perbedaannya terletak

pada konsepnya. Perilaku prososial mengacu pada tindakan yang bersifat sukarela

untuk menolong atau mengusahakan kesejahteraan orang lain atau sebuah kelompok

(Eisenberg & Mussen, 1989 dalam Knickerbocker, 2000). Lewat definisi ini tampak

bahwa perilaku prososial lebih menekankan pada tindakan pelaku daripada motivasi

dibalik perilaku tersebut. Altruisme adalah motivasi untuk menolong orang yang

membutuhkan yang murni berfokus pada kesejahteraan orang lain, sedangkan

perilaku prososial adalah sebuah tindakan yang sifatnya sukarela yang ditujukan

untuk menolong atau mengusahakan kesejahteraan orang lain atau sebuah kelompok.

Sebagai contoh, ketika seseorang menyumbang kepada seseorang, sebuah institusi

atau kelompok, tanpa diketahui oleh orang lain atau keinginan untuk memperoleh

keuntungan dari hal tersebut. Altruisme merupakan motivasi yang mendorong orang

tersebut untuk memberikan sumbangan, sementara kegiatan memberikan sumbangan

itulah yang disebut perilaku prososial.

Sesuai dengan teori empathy-altruism hypothesis (hipotesis empati-

altruisme), seseorang dapat bertindak altruis apabila dia memahami kebutuhan,

keinginan atau tujuan yang hendak dicapai orang lain dan bertindak memenuhinya.

Sikap empati yang terdapat pada pribadi altruis dapat dilihat dari kemampuan

seseorang untuk menempatkan diri dalam perspektif orang lain serta kemampuan

bersosialisasi dan bertoleransi. Orang yang memiliki sikap empati akan terdorong

untuk menanggapi kebutuhan orang lain baik secara emosional maupun ditunjukkan

Page 154: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

139

melalui tindakan nyata dengan menolong mereka. Orang yang memiliki sikap empati

juga memiliki kontrol diri, memiliki hasrat untuk menciptakan kesan yang baik di

mata orang lain, dan mencapai tujuannya dengan cara-cara yang sesuai dengan

norma-norma umum yang berlaku di masyarakat. Para subjek menyadari bahwa

manusia tidak dapat melakukan segala sesuatunya seorang diri. Mereka terdorong

untuk menolong orang lain karena melihat ketidakmampuan orang lain dalam

memenuhi kebutuhannya sendiri. Para Subjek memiliki pengalaman pernah

mengalami kesusahan dan kemudian ditolong oleh orang lain. Pengalaman ini

membuat mereka mengerti bagaimana rasanya menghadapi kesulitan dan mengerti

bahwa keberadaan orang-orang disekeliling kita sangatlah berarti ketika kita sedang

menghadapi masalah. Kesusahan, kesedihan, penderitaan yang dialami sesama

disekeliling mereka menimbulkan rasa iba yang akhirnya mendorong mereka untuk

menolong. Menolong dan menunjukkan perbuatan baik kepada orang lain akan

membuat orang lain merasa senang dan merasa dihargai. Sikap empati yang mereka

tunjukkan bukan hanya dalam hal penderitaan orang lain saja, melainkan juga dalam

hidup sehari-hari, ketika mereka bekerja dan bermasyarakat, berhadapan dengan

pedagang lain, para pembeli, tetangga di kampung dan orang-orang disekeliling

mereka. Sebagai orang-orang yang hidup berdampingan dengan sesama, para subjek

berpendapat bahwa dalam hidup bersama harus saling menanggung dan menghargai

satu sama lain. Karena itu, setiap konflik yang terjadi diantara sesama pedagang

dapat diatasi dengan baik. Mereka memandang konflik sebagai sesuatu yang wajar

ketika berinteraksi dengan orang lain, baik sesama pedagang, pembeli, atau tetangga

Page 155: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

140

di kampung. Mereka menyadari bahwa setiap orang bisa berbuat kesalahan dan

watak setiap orang tidaklah sama.

Pemahaman mereka mengenai altruisme kebanyakan berkisar kepada seputar

membangun hubungan serta kepercayaan dengan orang lain, menunjukkan

kepedulian kepada orang lain lewat kehadiran dan bersosialisasi dengan orang-orang

disekitar mereka. Faktor kekeluargaan merupakan hal yang mereka utamakan dalam

hidup bermasyarakat, baik di kampung tempat tinggal maupun di pasar tempat

mereka bekerja. Menurut para subjek, pedagang di “Pasar Kota Wonogiri” memiliki

hubungan yang baik dengan sesama pedagang disekitarnya. Para subjek memiliki

hubungan yang baik dengan pedagang lain dan mereka juga mengenal para pedagang

disekitarnya dengan baik. Mereka berpendapat bahwa dalam hidup bersama harus

menjaga kerukunan dengan orang lain. Para subjek menjaga kerukunan dengan

sesama pedagang dengan menunjukkan perbuatan baik dan saling membantu satu

sama lain. Mereka mengobrol dengan pedagang di sekitar kios mereka, saling

membantu ketika ada pedagang yang mengalami kesulitan. Para pedagang saling

memberitahu apabila ada pedagang yang punya acara dan mereka memiliki

kebiasaan menghadiri undangan pedagang lain atau menjenguk pedagang yang sakit

secara bersama-sama. Para subjek mengikuti kebiasaan tersebut, mereka terlibat

dalam kegiatan yang dilakukan bersama-sama oleh para pedagang di pasar. Mereka

bersosialisasi dengan orang lain agar tidak dipandang buruk oleh orang lain. Jika

tidak menampakkan diri untuk menjenguk orang yang sakit atau menghadiri

undangan sesama pedagang maupun tetangga di kampung, orang akan menilai

mereka tidak menghargai orang lain, menganggap mereka sombong dan akan

Page 156: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

141

kelihatan kurang baik dimata orang lain. Manusia Jawa begitu peka akan gunjingan.

Ia berusaha menjauhkan diri dari segala perbuatan yang bisa mengakibatkan rasa

malu dan cenderung menanggapi omongan-omongan orang disekelilingnya.

Biasanya, orang yang tidak peduli kepada orang-orang disekeliling mereka akan

tidak disukai. Oleh karena itu, sebisa mungkin mereka mengusahakan untuk hadir

disetiap acara yang ada. Beberapa subjek yang tidak memiliki sanak-saudara yang

tinggal di Wonogiri menganggap pedagang lain seperti saudara. Hal ini sesuai

dengan karakter seorang manusia Jawa yang menyadari bahwa dalam kehidupan

bermasyarakat harus selalu rukun dengan satu sama lain. Ia yakin benar bahwa

tetangga yang bertempat-tinggal dekat lebih berharga daripada sanak saudara yang

bertempat-tinggal jauh sebab tetangga yang dekat selalu dapat menolong dan

membantu (Hardjowirogo, 1983). Oleh karena itu, dengan mereka selalu berusaha

untuk berbuat baik dan menunjukkan kepedulian kepada tetangga disekeliling

mereka.

Para subjek juga mampu bersosialisasi dengan para pembeli. Mereka sering

mengobrol dengan pembeli atau sebaliknya menanggapi para pembeli yang

mengajak mereka mengobrol. Demikian pula dengan para tetangga di kampung

tempat tinggal mereka, para subjek menjaga kerukunan dengan tetangga di kampung

dengan cara membantu mereka disaat membutuhkan. Mereka juga mampu

bersosialisasi dengan para tetangga di kampung tempat tinggal mereka. Para subjek

menjenguk atau melayat tetangga yang sakit bersama-sama dengan warga

kampungnya sebagaimana yang mereka lakukan dengan sesama pedagang di pasar.

Mereka memiliki prinsip bahwa dalam hidup bersama harus rukun dan dekat satu

Page 157: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

142

sama lain, baik dengan tetangga atau dengan pedagang lain. Warga di kampung

tempat tinggal mereka memiliki kerukunan yang baik. Menurut keterangan dari para

subjek, penduduk Wonogiri memiliki hubungan yang dekat dan baik antara satu

sama lain. Mereka saling menjaga kerukunan antara satu sama lain. Hal ini membuat

situasi kota Wonogiri menjadi nyaman dan tenang sehingga para subjek, terutama

yang berasal dari kota lain atau yang pernah tinggal di kota lain, merasa betah tinggal

di Wonogiri dan enggan untuk pindah ke kota lain. Sehari-hari para subjek lebih

banyak berada di pasar daripada di rumah. Tidak semua subjek mengikuti kegiatan

yang diadakan di kampung tempat tinggal mereka. Sesampainya di rumah hari sudah

sore, tubuh sudah lelah untuk beraktivitas kembali, terlebih bagi subjek yang usianya

sudah lanjut. Biasanya mereka hanya beristirahat dan meluangkan waktu bersama

keluarga ketika berada di rumah. Namun, mereka tetap bersosialisasi dengan baik

dengan para tetangga di kampung tempat tinggal mereka meskipun tidak begitu aktif

mengikuti kegiatan yang ada di kampung. Bahkan, beberapa subjek mengatakan

bahwa mereka merasa lebih dekat dengan tetangga di kampung daripada dengan para

pedagang di pasar. Setiap kali ada tetangga yang sedang punya acara, mereka ikut

membantu. Mereka juga ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan kegiatan

kampung, seperti: arisan, Karang Taruna, ronda malam, perayaan hari kemerdekaan

dan pengajian. Kekeluargaan merupakan faktor yang sangat penting bagi para

pedagang, karena itu mereka menganggap orang-orang yang dekat dengan mereka,

baik di pasar maupun di kampung, adalah saudara. Terutama bagi para pedagang

yang merupakan pendatang, tetangga yang dekat justru memiliki hubungan yang jauh

lebih akrab dibandingkan dengan saudara yang jauh. Kedekatan hubungan yang

Page 158: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

143

mereka bangun, baik dengan pedagang lain disekitar mereka maupun para tetangga

di kampung tempat tinggal mereka sangat berarti karena mereka tidak memiliki

sanak-saudara di kota tempat mereka merantau sekarang ini. Para pedagang yang

merupakan perantau dari kota lain atau yang merupakan penduduk asli Wonogiri

yang pernah merasakan tinggal di kota lain, memilih untuk tetap tinggal di Wonogiri.

Bagi mereka, Wonogiri adalah kota yang nyaman, tenang, tidak banyak terjadi

konflik, antar masyarakatnya dekat dan rukun dengan satu sama lain, tempatnya

layak untuk ditinggali, walaupun hanya kota kecil namun fasilitas umum sudah

tersedia, serta sebagai tempat untuk mengadu nasib dan mencari untung lebih

menjanjikan. Itulah sebabnya mereka merasa betah tinggal di Wonogiri. Tidak jauh

berbeda dengan penduduk desa kebanyakan, orang-orang Wonogiri suka bergotong-

royong membersihkan kampung, meronda, arisan, mengadakan acara pengajian di

kampung, menghadiri undangan pesta secara bersama-sama, menjenguk orang yang

sakit bersama-sama. Banyak kegiatan yang mereka lakukan secara bersama-sama

dan hal ini sudah menjadi kebiasaan penduduk Wonogiri. Melakukan kegiatan secara

bersama-sama membuat mereka mengenal orang-orang yang ada disekeliling mereka

dengan baik, entah rumah mereka berdekatan atau berjauhan. Ada perbedaan yang

cukup signifikan dalam hal hubungan sosial antara pedagang yang berasal dari

Wonogiri atau yang sudah cukup lama tinggal di Wonogiri dengan pedagang yang

berasal dari kota lain dan belum lama bekerja di Wonogiri. Lewat data triangulasi

diketahui bahwa pedagang yang berasal dari Wonogiri atau yang sudah tinggal cukup

lama di Wonogiri memiliki rasa kekeluargaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan

Page 159: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

144

pedagang yang belum lama bekerja di Wonogiri. Hal ini menunjukkan bahwa rasa

kekeluargaan penduduk Wonogiri masih terjaga dengan baik.

Sesekali ketika bekerja, para pedagang menghadapi konflik dengan sesama

pedagang atau pembeli. Dalam menghadapi konflik, mereka cenderung

menanggapinya dengan mengalah. Terkadang mereka membicarakan permasalahan

yang terjadi diantara mereka, menanyakan perihal masalah yang dihadapi untuk

mencari jalan keluar atau meluruskannya agar tidak terjadi kesalahpahaman. Namun

kebanyakan, mereka memilih mengalah, tidak membesar-besarkan masalah yang

terjadi. Mereka menganggap konflik adalah sesuatu yang biasa terjadi dalam bekerja

dan berhubungan dengan orang lain, karena itu mereka tidak terlalu mengambil hati

apabila ada sesama pedagang atau pembeli yang bersikap kurang menyenangkan.

Mereka lebih mengutamakan kerukunan dan keselarasan hubungan sehingga mereka

cepat untuk menyelesaikan masalah yang terjadi diantara mereka. Konflik adalah

sesuatu yang biasa dijumpai oleh para subjek ketika mereka sedang berjualan di

pasar. Konflik tersebut bisa merupakan konflik dengan sesama pedagang atau dengan

pembeli. Konflik-konflik yang seringkali dijumpai para subjek dengan pedagang lain

adalah: pedagang lain meminjam barang namun tidak dikembalikan, pedagang lain

meletakkan barang dagangannya secara sembarangan sehingga mengganggu kios

disekitarnya, salah paham, sesama pedagang memberikan patokan harga sendiri

sehingga menjatuhkan harga pasaran yang akibatnya merugikan pedagang lain,

merebut pelanggan, sesama pedagang menggosip atau berkata-kata negatif tentang

pedagang lain. Para subjek menghadapi setiap konflik yang ada dengan sikap yang

wajar. Para subjek memilih mengalah ketika menghadapi konflik dengan pedagang

Page 160: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

145

lain. Sebagaimana Hardjowirogo (dalam Hardjowirogo, 1983) menuliskan bahwa

manusia Jawa masih dibebani oleh pola budaya yang mengharuskannya untuk

memperlihatkan diri dalam bentuk ideal, yaitu sebagai manusia yang luhur budinya,

mereka cenderung untuk tidak mengatakan tidak serta tidak mengenal bantahan dan

hanya persetujuan. Hal ini pula yang ada dalam diri para pedagang, dimana mereka

memilih mengalah demi menjaga kerukunan daripada berkonflik dengan orang lain.

Pertimbangan manusiawi dan perasaan yang cenderung sentimental ini membuat

manusia Jawa sukar bertindak tegas. Akibatnya, ia bersedia untuk memberi dan

menerima yang pada akhirnya membuahkan kompromi guna mengakhiri

pertentangan atau konflik yang ada. Mereka sering berbicara tentang mawas diri dan

berusaha pula untuk menerapkannya dalam hidup sehari-hari guna mendapatkan

jawaban atas persoalan yang dihadapinya (Hardjowirogo, 1983). Jawaban yang dicari

adalah dengan introspeksi diri. Karena itu manusia Jawa cenderung berhati-hati

ketika menghadapi masalah atau konflik dengan orang lain. Mereka akan terlebih

dulu melihat kedalam diri sendiri sebelum bertindak.

Ketika menghadapi pedagang yang bersaing secara tidak sehat, mereka

menganggap hal itu adalah sesuatu yang biasa dalam dunia kerja. Mereka tidak

terlalu menanggapi pedagang lain yang bersaing secara tidak sehat dan sebaliknya,

mereka bersaing secara sehat dengan pedagang lain sehingga tidak merugikan

pedagang lain. Para pedagang tidak memendam konflik diantara mereka. Mereka

bersabar, menenangkan diri, mengalah, memaklumi, dan tidak membesar-besarkan

masalah yang terjadi ketika menghadapi konflik dengan pedagang lain. Konflik yang

terjadi diantara pedagang dapat segera diatasi sehingga hubungan mereka tetap baik

Page 161: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

146

seperti semula. Demikian pula ketika para subjek menghadapi konflik dengan para

pembeli. Konflik yang dialami para subjek dengan pembeli adalah seperti: pembeli

menawar dengan harga yang kurang pantas, pembeli tidak mampu membayar hutang,

tidak mengambil barang yang telah dipesan, menipu, mencuri, menuntut pedagang

untuk memenuhi keinginannya padahal keinginan pembeli kurang realistis seperti

meminta barang yang sama sekali tidak cacat atau memaksakan ukuran timbangan

walaupun ukurannya tidak sesuai. Para subjek tetap bersikap baik dan sabar dalam

menghadapi pembeli yang kurang menyenangkan. Mereka memaklumi sikap

pembeli yang kurang menyenangkan. Ketika menghadapi konflik dengan pembeli,

para subjek menyadari bahwa sifat tiap orang berlainan. Mereka tidak mengambil

hati sikap pembeli yang kurang menyenangkan. Para subjek menyadari bahwa

menjumpai pembeli yang menjengkelkan adalah hal yang biasa, karena itu ketika

mereka ditipu, diperlakukan kurang baik, atau dirugikan oleh pembeli, atau orang

lain salah paham dengan niat baik mereka untuk menolong, para subjek memilih

untuk mengikhlaskan apa yang telah terjadi. Para subjek menyadari bahwa orang

bisa berbuat kesalahan dan watak tiap orang tidak sama.

Hasrat untuk berbuat baik kepada orang lain ada didalam diri para subjek,

baik itu hasrat untuk berbuat baik kepada sesama pedagang, hasrat untuk berbuat

baik kepada pembeli, juga hasrat untuk berbuat baik kepada sesama pada umumnya.

Hasrat untuk berbuat baik kepada sesama pedagang nampak dalam sikap mereka

yang tidak merebut pelanggan pedagang lain dalam berjualan. Mereka menjaga

kerukunan diantara para pedagang dan tidak mencampuri urusan orang lain. Mereka

memberikan saran dan masukan kepada pedagang lain yang sedang memiliki

Page 162: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

147

masalah. Ketika menghadapi konflik, para subjek menjaga dirinya agar tidak

bertengkar dengan pedagang lain. Mereka tetap datang menghadiri undangan

pedagang yang sedang punya acara atau menjenguk pedagang yang sakit,

memberikan masukan kepada sesama pedagang yang sedang menghadapi masalah

walaupun tengah menghadapi konflik dengan pedagang lain. Hasrat untuk berbuat

baik kepada pembeli ditunjukkan dengan bersikap baik kepada pembeli agar pembeli

merasa senang, menanggapi pembeli yang mengajak mengobrol, memberikan barang

yang dibutuhkan secara cuma-cuma ketika menjumpai pembeli yang tampak tidak

mampu. Hasrat untuk berbuat baik kepada sesama pada umumnya muncul dalam niat

mereka untuk senantiasa berbuat baik dan menolong orang yang membutuhkan.

Mereka memiliki keinginan untuk menyejahterakan keluarga mereka dengan hal-hal

kecil yang bisa mereka lakukan untuk keluarga, seperti menjenguk keluarga yang

jauh atau mengajak sanak-saudara bekerja agar bisa mendapatkan penghasilan.

Mereka menolong tetangga di kampung, teman, orang-orang kurang mampu yang

ada disekitar mereka agar memiliki kehidupan yang lebih baik.

Berangkat dari keinginan untuk menciptakan suasana yang rukun dan penuh

kekeluargaan, para pedagang tidak bersaing dengan cara-cara yang tidak pantas

menurut norma-norma yang berlaku di masyarakat. Mereka tidak menjatuhkan

pedagang lain dengan memberikan harga yang tidak sesuai dengan harga pasar, tidak

merebut pelanggan pedagang lain, tidak menjelek-jelekan pedagang lain didepan

pembeli, sebaliknya mereka lebih banyak bekerja sama, menolong pedagang lain

agar usahanya bisa lebih maju, tidak melulu memikirkan kios mereka sendiri.

Mereka juga tidak terlalu bersusah-payah dalam bekerja sebab mereka percaya

Page 163: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

148

bahwa rezeki itu akan datang sendiri. Apabila melakukan apa yang baik, bekerja

dengan baik, tidak perlu dikejar-kejar maka rezeki akan datang. Seperti yang

seringkali mereka katakan, bahwa kalau memang sudah rezekinya, pembeli akan

datang ke kios mereka. Sebagaimana karakter orang Jawa yang cenderung lunak

dalam menghadapi hidup, mereka merasa tidak perlu bersusah payah untuk tetap

bertahan hidup. Mereka memiliki anggapan bahwa setiap pedagang memiliki rezeki

dan pelanggannya masing-masing. Dalam berdagang, mereka tidak hanya

memperhatikan kepentingan mereka sendiri, hanya melulu memikirkan kios mereka

sendiri saja. Mereka juga menaruh kepedulian kepada sesama pedagang agar mereka

dapat berjualan dengan baik. Tentunya, ada juga beberapa pedagang yang bersikap

tidak baik dengan pedagang lain, ada juga pedagang yang tidak mau tahu dengan

lingkungan disekelilingnya. Sebagaimana yang diutarakan oleh beberapa subjek

penelitian dan subjek triangulasi, para pedagang tersebut biasanya merupakan

pendatang yang belum lama bekerja di pasar, mereka termasuk orang-orang yang

masih baru sehingga belum saling mengenal satu sama lain. Tidak saling kenal dan

tidak lekas menyesuaikan diri dengan kebiasaan orang-orang Wonogiri yang

mengutamakan kekeluargaan dan kerukunan membuat mereka cenderung acuh

terhadap lingkungan sekitar. Para pedagang yang sudah tinggal cukup lama dan

berjualan cukup lama di Wonogiri, yaitu sepuluh tahun atau lebih, sudah mengerti

bagaimana kebiasaan orang-orang Wonogiri dan mereka beradaptasi dengan

kebiasaan tersebut sehingga mereka cenderung lebih dapat menunjukkan kepedulian

kepada satu sama lain dan memiliki sikap yang berbeda dengan pendatang yang

belum lama berada di Wonogiri. Kehidupan tidak selalu berjalan seperti yang

Page 164: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

149

diharapkan. Meskipun demikian, para subjek tidak lantas memaksakan kehendak

mereka demi mencapai apa yang mereka inginkan. Untuk mencapai apa yang

diharapkan, terutama dalam bekerja dan menyelesaikan konflik dengan orang lain,

mereka menggunakan cara-cara yang sesuai dengan norma-norma umum yang

berlaku di masyarakat. Cara-cara yang ditempuh para subjek untuk mendapatkan

pelanggan adalah lewat keramahan, kesabaran, memberikan kualitas barang yang

baik, harga bersaing, pelayanan yang baik dan simpatik, menanggapi pembeli yang

mengajak mengobrol, memberikan potongan harga dan tempo untuk membayar,

menolong pembeli ketika sedang ada keperluan, menekan harga, memastikan barang

yang dicari pembeli selalu tersedia, berjualan dengan tulus, menawarkan barang

dagangannya kepada pembeli tanpa memaksa pembeli untuk membeli di kiosnya,

berdoa, bersyukur, merasa cukup dengan penghasilan yang didapat setiap hari.

Mereka menghadapi persaingan antar pedagang dengan sikap yang positif karena

para pedagang di pasar sudah memiliki pelanggan masing-masing. Mereka yakin

bahwa setiap pedagang memiliki rezekinya masing-masing sehingga mereka merasa

tidak perlu bersusah-payah untuk mendapatkan pelanggan. Cara-cara yang ditempuh

para subjek untuk menyelesaikan konflik dengan sesama pedagang atau pembeli juga

adalah dengan mengalah, berdiam diri, beristirahat untuk menenangkan hati dan

pikiran serta meredam amarah, berdoa, membicarakan masalah dengan orang yang

bersangkutan untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan masalah dengan

mengikuti peraturan yang berlaku di pasar.

Menurut teori norma sosial, orang menolong karena diharuskan oleh norma

masyarakat. Norma mendorong seseorang untuk bertindak altruis karena norma

Page 165: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

150

adalah aturan umum yang memberitahukan perilaku yang diharapkan masyarakat.

Salah satu norma sosial yang biasanya dijadikan pedoman untuk berperilaku

menolong adalah norma tanggung jawab sosial (social responsibility norm). Norma

tanggung jawab sosial mewajibkan kita untuk menolong orang lain tanpa

mengharapkan balasan apapun. Orang yang menerima norma tanggung jawab sosial

yang berlaku di masyarakat menyadari bahwa perilaku menolong merupakan tugas

dan tanggung jawabnya. Hal ini membuat orang tersebut sadar bahwa ia memiliki

kewajiban untuk menolong. Orang-orang yang menerima pandangan ini akan lebih

mudah memberikan pertolongan dibandingkan dengan orang-orang yang menolak

tanggung jawab tersebut karena mereka menganggap hal itu tidak sesuai dengan diri

mereka. Orang dengan kepribadian altruistik akan lebih cenderung menerima dan

melaksanakan norma tersebut dalam kehidupan mereka. Para subjek memahami arti

penting dari saling tolong menolong. Bagi mereka tolong menolong merupakan

sesuatu hal yang bersifat wajib. Tolong-menolong adalah sesuatu yang penting dan

merupakan kewajiban menurut para subjek. Mereka merasa memiliki tanggung

jawab untuk menolong orang lain.

Tolong-menolong adalah sesuatu yang penting karena sebagai sesama

berbuat baik adalah kewajiban, sebagaimana yang diajarkan oleh perintah agama.

Mereka memiliki sifat atau trait menolong yang sudah tertanam dalam kepribadian

mereka yang berasal dari faktor agama serta budaya Jawa. Sebagai orang Jawa yang

tinggal di desa, mereka yang terbiasa mengerjakan segala sesuatunya bersama-sama,

menanggung bersama-sama, sebab mereka memiliki pengertian bahwa sebagai

manusia, tidak seorangpun dapat melakukan segala sesuatunya seorang diri. Selain

Page 166: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

151

itu, sebagai seorang Jawa, mereka terbiasa dengan budaya mereka untuk bergotong

royong dan saling membantu, terutama membantu kerabat, saudara yang dekat, atau

tetangga. Bahkan kepada mereka juga diajarkan, untuk saling berbagi, untuk hidup

rukun dan tolong-menolong dengan sesama. Sejak kecil kebanyakan dari mereka

diajarkan untuk berbuat baik kepada orang lain. Mereka juga merupakan orang yang

memegang teguh keyakinan mereka, dimana dalam ajaran agama orang

diperintahkan untuk saling tolong menolong. Hal ini memberikan pengertian didalam

diri mereka bahwa tolong menolong adalah kewajiban dan sudah sepantasnya apabila

dalam menolong tidak mengharapkan pamrih dari orang yang ditolong sebab mereka

melakukannya untuk melaksanakan perintah adat dan agama. Mereka percaya

imbalan itu akan datang dari Yang Maha Kuasa, imbalan itu akan datang apabila

mereka menabur hal yang baik. Kebudayaan jawa dan keyakinan yang mereka anut

inilah yang sedikit banyak mempengaruhi pandangan mereka tentang tolong-

menolong.

Dalam menolong orang yang membutuhkan, para subjek tidak mengharapkan

imbalan dari orang yang ditolong. Mereka menolong orang lain tanpa pamrih.

Harapan mereka dalam menolong hanyalah agar orang yang ditolong bisa memiliki

keadaan yang lebih baik. Sesuai dengan definisi dari altruisme, bahwa perilaku

altruistik sendiri merupakan bentuk perilaku menolong dimana tujuan utama dari

orang yang menolong adalah untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain tanpa

mengharapkan imbalan (Social Psychology Glossary, 2004) dan perilaku ini

mengacu pada tindakan yang bertujuan untuk menolong orang lain tanpa maksud

untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri (Huffman, Vernoy & Vernoy, 1997).

Page 167: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

152

Hasrat untuk memberikan keuntungan, berbuat baik, memperhatikan kepentingan

orang lain, meningkatkan kesejahteraan orang lain tanpa mengharapkan imbalan ada

dalam diri para subjek.

Teori Behaviorisme mengatakan bahwa manusia menolong sebab masyarakat

membiasakan mereka untuk menolong orang lain. Ketika perbuatan tersebut

dilakukan maka masyarakat akan memberikan ganjaran yang positif atau pahala bagi

tindakan tersebut. Pahala tersebut layak diberikan kepada orang yang memberikan

pertolongan bagi sesamanya karena dengan bertindak demikian berarti ia melakukan

hal yang baik dan benar sesuai dengan apa yang telah dibiasakan oleh masyarakat.

Orang altruis yakin dan percaya akan adanya keadilan di dunia ini. Mereka percaya

bahwa perilaku yang baik akan mendapat pahala dan perilaku yang buruk akan

mendapatkan hukuman. Dengan kata lain, mereka yakin bahwa setiap orang akan

mendapatkan apa yang layak mereka dapatkan. Dalam dirinya, seorang altruis yakin

bahwa orang yang memberi pertolongan berarti melakukan hal yang benar dan akan

mendapatkan manfaat daripadanya. Para subjek percaya bahwa orang yang baik akan

mendapatkan pahala, sebaliknya jika berbuat jahat akan menerima ganjarannya.

Mereka percaya ketika kita menanam budi suatu saat orang lain akan membalasnya,

orang yang jahat tidak akan disukai oleh orang lain serta patut ditegur dan dihukum

agar kelak tidak mengulangi kesalahannya. Mereka percaya bahwa orang yang suka

menyakiti dan mencelakakan orang lain akhirnya akan celaka juga, namun dengan

menunjukkan perbuatan baik kepada orang yang menyakiti kita akan membuat

orang itu sadar dan bertobat. Mereka percaya bahwa jika kita berbuat baik maka kita

akan mendapatkan hasil yang baik, dan jika hati kita ikhlas maka Tuhan akan

Page 168: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

153

melimpahkan rezeki-Nya pada kita. Karena itu dalam bekerja mereka tidak mau

merebut pedagang lain karena mereka percaya bahwa ketika kita berbuat yang baik

dan benar maka Tuhan akan memberikan rezeki. Mereka percaya ketika kita

menanam budi suatu saat orang lain akan membalasnya. Hal ini sesuai dengan ajaran

Jawa yang berkaitan dengan altruisme. Beberapa ajaran Jawa yang berkaitan dengan

altruisme yang bisa digali peneliti lewat para subjek antara lain: berbagi dengan

orang lain, rukun dengan sesama, mengerjakan pekerjaan bersama-sama (gotong-

royong), tolong-menolong, berbuat baik terhadap sesama, bekerja tidak perlu sampai

bersusah payah karena rezeki datang dari Tuhan, pembeli akan datang sendiri apabila

dikejar justru tidak dapat, penuh prihatin, kalau kita menanam sesuatu yang baik

suatu saat akan menuai hasil yang baik juga, kebersamaan, menghargai orang lain,

orang akan menerima ganjaran setimpal dengan pebuatannya, dan orang akan menuai

apa yang ditaburnya.

Para subjek percaya bahwa ketika menolong, maka kita sendiri akan

ditolong. Bukan berarti mengharapkan balas budi dari tindakan menolong yang

mereka lakukan, namun karena sebagai sesama manusia hal-hal yang demikian

berlangsung secara timbal-balik, apa yang ditabur orang itulah yang kelak dituainya.

Menabur kebaikan akan menuai kebaikan, sebaliknya menabur ketidakpedulian akan

menuai anggapan buruk dari orang-orang sekitar dan akan membuat mereka

menjauh. Mereka berpendapat bahwa menolong orang lain akan membuat orang

yang ditolong merasa senang, melakukan hal yang baik bagi orang lain akan

membuat mereka merasa dihargai. Orang lain akan memandang baik orang yang

memberikan pertolongan dan menghargai sesamanya. Dari sini, mereka juga

Page 169: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

154

berharap agar dapat menerima apa yang mereka perbuat kepada orang lain. Ketika

mereka menolong dan menghargai orang lain terlebih dulu, maka mereka juga akan

ditolong dan dihargai oleh orang lain. Para subjek memiliki keyakinan bahwa dengan

memberi pertolongan kepada orang lain mereka melakukan tindakan yang benar.

Para subjek percaya apabila kita mau menolong orang maka kita sendiri juga akan

ditolong ketika kita membutuhkan pertolongan, sebaliknya jika kita tidak mau

menolong maka kelak kita juga tidak akan ditolong. Saling tolong-menolong

membuat beban terasa lebih ringan. Apabila kita menolong dengan ikhlas kita, maka

kita akan mendapat pahala yang besar. Menurut para subjek, dalam hidup suatu saat

kita akan membutuhkan pertolongan dari orang lain karena itu kita harus menolong

orang lain agar orang lain mau menolong kita. Ketika kita saling tolong-menolong

dan menghargai orang lain maka orang juga akan menolong dan menghargai kita.

Mereka percaya bahwa dengan menolong orang lain, kita akan memiliki masa depan

yang baik.

Dorongan untuk menolong dalam diri para subjek berasal dari hati yang

tergerak melihat orang yang membutuhkan. Mereka menolong orang tanpa ada unsur

apa-apa, keinginan menolong itu datang dari hati karena merasa kasihan melihat

kesusahan orang lain. Mereka menolong karena kemauan yang muncul dari dalam

hati mereka sendiri, didorong oleh pikiran dan harapannya sendiri untuk menolong

orang lain. Rasa kasihan dan tidak sampai hati melihat kesusahan orang lain

mendorong mereka untuk menolong orang yang membutuhkan. Sesuai dengan

tulisan Marbangun Hardjowirogo (Hardjowirogo, 1983), bahwa manusia Jawa

memiliki rasa kemanusiaan yang besar, cenderung selalu mengutamakan perlakuan

Page 170: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

155

manusiawi terhadap orang lain dan perasaannya mudah tergerak oleh penderitaan

sesama. Sebisa mungkin mereka berusaha untuk menolong orang yang

membutuhkan, bahkan meskipun sebenarnya mereka sendiri juga kekurangan.

Perilaku menolong yang diwujudkan lewat tindakan nyata nampak dalam

bentuk altruisme yang mereka lakukan terhadap sesama pedagang, pembeli, dan

sesama pada umumnya. Bentuk altruisme yang mereka tunjukkan terhadap sesama

pedagang adalah: membesuk pedagang yang sakit, menghadiri undangan pesta,

membantu menjagakan kios sesama pedagang lain, membantu sesama pedagang

menata dagangan, memberi pinjaman berupa uang atau barang dagangan untuk

menambah modal dan memberikan tempo kepada mereka untuk membayarnya,

membantu sesama pedagang yang sedang punya acara, memberi saran atau masukan

ketika sesama pedagang sedang menghadapi masalah, peduli dengan keadaan

pedagang lain dengan menyapa mereka dan menanyakan kabar ketika sesama

pedagang melewati kios mereka. Bentuk altruisme yang mereka tunjukkan terhadap

pembeli adalah: mengobrol dengan pembeli, menghutangi pembeli apabila uang

pembeli kurang atau pembeli belum punya cukup uang untuk membayar, memberi

saran atau masukan ketika pembeli menceritakan masalahnya, mengantarkan barang

belanjaan pembeli ke tempat parkir, memberikan potongan harga, memberikan bonus

berupa barang dagangan, membantu pembeli yang sedang punya acara dengan

menyediakan dan membantu mencarikan apa yang dibutuhkan, tidak mengungkit-

ungkit dan menganggap lunas hutang pembeli ketika pembeli tidak sanggup

membayarnya, menanggapi keluhan pembeli soal kualitas barang atau harga dengan

baik, menyediakan tempat bagi pembeli untuk menitipkan barang belanjaannya.

Page 171: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

156

Bentuk altruisme yang mereka tunjukkan terhadap sesama pada umumnya adalah:

menghadiri undangan pesta tetangga di kampung, menjenguk tetangga yang sakit,

memberi sumbangan, sedekah baik berupa uang atau barang kepada orang yang

membutuhkan, memberi pinjaman uang kepada orang lain, menolong orang lain agar

dapat bekerja, menjamu orang yang singgah di rumah mereka, menolong tetangga

yang sedang mengalami kesulitan, membantu tetangga yang sedang punya acara,

berpartisipasi dalam kegiatan yang diadakan di kampung dengan menyediakan

fasilitas yang dibutuhkan untuk mengadakan acara seperti menyediakan tempat,

makanan, seragam, atau memberikan sumbangan untuk kepentingan kampung.

Para subjek adalah orang-orang yang mudah bekerja sama dengan orang lain.

Hal ini nampak dalam keikut-sertaan mereka membesuk orang sakit, menghadiri

undangan, melayat bersama-sama dengan pedagang lain. Mereka membantu

menjagakan kios dan menata dagangan pedagang lain, membantu pedagang lain yang

tidak memiliki dagangan dan kekurangan modal, memberikan harga yang seimbang

dengan pedagang lain agar sesama pedagang dapat saling diuntungkan. Para subjek

tidak hanya memikirkan kemajuan kios mereka sendiri saja, namun juga membantu

pedagang lain agar pekerjaan mereka bisa berjalan lancar. Sebagai warga kampung,

mereka juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang ada di kampung, seperti

membantu tetangga yang sedang punya acara untuk mempersiapkan acara,

memberikan sumbangan untuk kepentingan kampung. Menurut para subjek

kebersamaan itu penting, karena itu kita harus bergaul dengan orang lain dan saling

tolong-menolong. Perhatian yang lebih terhadap orang lain ditunjukkan para subjek

dengan mendahulukan kepentingan orang yang membutuhkan daripada kepentingan

Page 172: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

157

sendiri. Ketika ada sesama pedagang yang sakit, para subjek menitipkan kios atau

menutup kios agar bisa menjenguk orang sakit bersama-sama dengan pedagang lain.

Mereka lebih mengutamakan menjenguk orang yang sakit daripada berjualan.

Apabila ada pembeli yang uangnya kurang untuk membeli, para subjek menghutangi

pembeli. Bahkan jika pembeli tidak mampu membayar hutangnya, mereka tidak

menuntut pembeli untuk melunasinya, sebaliknya menganggap hutang pembeli telah

lunas. Keadaan ini dapat membuat mereka merugi, namun mereka memaklumi

pembeli yang tidak mampu membayar hutang. Meskipun diri mereka sendiri

kekurangan, mereka mengusahakan untuk sebisa mungkin menolong orang yang

membutuhkan. Tidak selalu mereka bisa mendapatkan yang mereka harapkan.

Terkadang mereka justru merugi karena menolong orang lain. Mereka ditipu,

disalah-mengerti oleh orang yang ditolong, atau orang yang ditolong berbuat yang

sebaliknya, bukannya rasa terima kasih namun sikap yang kurang menyenangkan.

Mereka menganggap hal itu merupakan sesuatu yang biasa terjadi dalam hidup

bersama. Mereka memahami bahwa manusia memiliki kekurangan, memiliki sikap

dan watak yang berbeda-beda, ada yang baik dan ada yang kurang baik. Perlakuan-

perlakuan buruk yang kadangkala mereka terima dari orang yang sudah ditolong

tidak menyurutkan keinginan mereka atau membuat mereka merasa jera untuk terus

berbuat baik kepada orang-orang disekitar. Mereka belajar, dalam menolong juga

harus berhati-hati agar hal-hal yang buruk jangan sampai terulang kembali. Terlebih

menolong orang yang sama sekali tidak dikenal. Mereka cenderung berhati-hati,

mencermati apakah orang yang minta tolong itu betul-betul membutuhkan atau

hanya mau menipu. Pertolongan tetap mereka berikan sekalipun mereka pernah

Page 173: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

158

mengalami hal-hal yang kurang menyenangkan berkaitan dengan menolong yang

membutuhkan. Rasa kasihan yang timbul dari dalam diri mereka jauh lebih kuat

daripada pengalaman pahit yang pernah alami. Hal mendorong mereka untuk tetap

memberikan pertolongan. Norma-norma sosial yang ada di lingkungan mereka juga

menuntut mereka untuk menolong orang yang membutuhkan sehingga walaupun

mereka pernah mengalami hal yang kurang menyenangkan, mereka tetap menolong.

Tanggapan yang mereka berikan ketika melihat orang yang membutuhkan adalah

memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan sesuai dengan

kemampuan. Mereka menolong orang yang membutuhkan dengan segera. Para

subjek menolong siapa pun yang membutuhkan, bahkan orang yang tidak dikenal

sekalipun. Orang-orang yang pernah ditolong oleh para subjek adalah: sesama

pedagang, pembeli, orang yang membutuhkan meskipun tidak dikenal, pengemis,

keluarga dan kerabat, warga di kampung tempat tinggal, teman dan tetangga dari

desa asal. Hal ini menunjukkan bahwa para subjek memiliki komponen kepribadian

altruis karena seorang yang altruis mudah bekerja sama dengan orang lain sebab

mereka tidak terfokus untuk memperhatikan kepentingan mereka sendiri saja.

Unsur-unsur yang muncul dalam altruisme pada para pedagang diantaranya

kepercayaan (trust), resiprositas, dan kesediaan menolong secara individual maupun

kolektif. Para pedagang menolong ketika ada kepercayaan diantara mereka, sebab itu

mereka cenderung lebih mengutamakan menolong orang yang sudah dikenal. Selain

karena kepercayaan, mereka menolong orang yang sudah dikenal karena suatu saat

orang yang mereka tolong akan menolong juga ketika mereka dalam kesulitan. Ada

prinsip timbal-balik yang nampak disini (resiprositas). Teori pertukaran sosial

Page 174: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

159

mengatakan bahwa manusia berinteraksi agar memperoleh imbal balik yang dapat

menghasilkan keuntungan bagi orang lain serta meminimalkan kesulitannya.

Pertukaran ini bukan hanya berupa uang atau barang, tetapi juga hal-hal sosial seperti

kasih, pelayanan, informasi, serta status (Foa & Foa, 1975 dalam Myers, 1983).

Teori ini menjelaskan mengapa para pedagang mau menolong pedagang lain

sekalipun mereka berada dalam situasi yang sebenarnya cenderung kompetitif. Para

pedagang saling tolong-menolong agar mereka sama-sama mendapat keuntungan.

Apabila mereka menolong orang lain, mereka percaya kelak orang lain akan

menolong mereka juga dengan ukuran yang sama. Mereka bukan hanya menolong

dalam bentuk barang atau uang saja, tetapi juga dalam bentuk menunjukkan

kepedulian dengan cara menjenguk pedagang atau tetangga yang sakit, menghadiri

undangan, memberikan informasi kalau ada pedagang yang sedang punya acara,

serta menolong pedagang lain menjaga kios. Sebagaimana karakteristik orang Jawa,

bahwa mereka menganggap pertolongan adalah sebuah hutang yang kelak harus

dibayar. Orang Jawa mengingat orang yang telah menolongnya dan suatu saat akan

membalasnya dengan ukuran yang sama (Suseno, 1984).

Page 175: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Altruisme dapat dijumpai dalam diri para pedagang di “Pasar Kota

Wonogiri”. Para pedagang di “Pasar Kota Wonogiri” memiliki sikap empati,

kesadararan melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong, keyakinan pada

keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang layak mereka dapatkan,

inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri yang ditunjukkan

melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain, dan memiliki perhatian yang

lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri.

Sekalipun mereka berada dalam situasi yang menuntut persaingan, dimana

mereka harus bekerja demi meraih keuntungan agar dapat mencukupi kebutuhan

hidup mereka dan keluarga mereka sehari-hari, mereka tetap dapat menunjukkan

altruisme terhadap sesama disekeliling mereka. Para pedagang di “Pasar Kota

Wonogiri” memiliki kepribadian altruis.

Para pedagang menunjukkan altruisme mereka terhadap sesama pedagang,

pembeli, serta orang-orang disekitarnya. Bentuk altruisme yang mereka tunjukkan

terhadap sesama pedagang adalah: membesuk pedagang yang sakit, menghadiri

undangan pesta, membantu menjagakan kios sesama pedagang lain, membantu

sesama pedagang menata dagangan, memberi pinjaman berupa uang atau barang

dagangan untuk menambah modal dan memberikan tempo kepada mereka untuk

Page 176: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

161

membayarnya, membantu sesama pedagang yang sedang punya acara, memberi

saran atau masukan ketika sesama pedagang sedang menghadapi masalah, peduli

dengan keadaan pedagang lain dengan menyapa mereka dan menanyakan kabar

ketika sesama pedagang melewati kios mereka. Bentuk altruisme yang mereka

tunjukkan terhadap pembeli adalah: mengobrol dengan pembeli, menghutangi

pembeli apabila uang pembeli kurang atau pembeli belum punya cukup uang untuk

membayar, memberi saran atau masukan ketika pembeli menceritakan masalahnya,

mengantarkan barang belanjaan pembeli ke tempat parkir, memberikan potongan

harga, memberikan bonus berupa barang dagangan, membantu pembeli yang sedang

punya acara dengan menyediakan dan membantu mencarikan apa yang dibutuhkan,

tidak mengungkit-ungkit dan menganggap lunas hutang pembeli ketika pembeli tidak

sanggup membayarnya, menanggapi keluhan pembeli soal kualitas barang atau harga

dengan baik, menyediakan tempat bagi pembeli untuk menitipkan barang

belanjaannya. Bentuk altruisme yang mereka tunjukkan terhadap sesama pada

umumnya adalah: menghadiri undangan pesta tetangga di kampung, menjenguk

tetangga yang sakit, memberi sumbangan, sedekah baik berupa uang atau barang

kepada orang yang membutuhkan, memberi pinjaman uang kepada orang lain,

menolong orang lain agar dapat bekerja, menjamu orang yang singgah di rumah

mereka, menolong tetangga yang sedang mengalami kesulitan, membantu tetangga

yang sedang punya acara, berpartisipasi dalam kegiatan yang diadakan di kampung

dengan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk mengadakan acara seperti

menyediakan tempat, makanan, seragam, atau memberikan sumbangan untuk

kepentingan kampung.

Page 177: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

162

B. Keterbatasan Penelitian

Bagi peneliti secara pribadi, masih banyak kekurangan dalam penelitian ini,

terutama dalam hal penggalian informasi. Masih banyak hal yang bisa digali dalam

penelitian ini. Penelitian akan jauh lebih maksimal, informasi yang digali akan lebih

banyak dan lebih mendalam jika peneliti menggunakan Bahasa Jawa dalam proses

wawancara. Sayangnya, peneliti mengalami keterbatasan untuk mengadakan

wawancara dengan menggunakan Bahasa Jawa. Menjadi masukan bagi peneliti, agar

kelak ketika melakukan penelitian dapat lebih terfokus dan mempertimbangkan

aspek-aspek budaya yang ada.

Keterbatasan dalam hal pengenalan dan penguasaan budaya ini membuat

peneliti tidak dapat mengkomunikasikan secara mendalam kepada para subjek

mengenai manfaat yang dapat mereka peroleh dari altruisme bagi kehidupan sehari-

hari sehingga para subjek tidak dapat memperoleh manfaat dari penelitian ini secara

langsung.

C. Saran

Era moderenisasi dan beban hidup yang makin hari kian terasa berat

membuat manusia menjadi pribadi yang cenderung egois, cenderung individualis,

tidak peduli terhadap keadaan disekelilingnya, serta secara psikologis membuat

orang akan mudah merasa tertekan. Tekanan-tekanan yang ada membuat manusia

menempuh segala cara agar dapat meraih keuntungan sebanyak-banyaknya karena

Page 178: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

163

tuntutan kebutuhan yang makin meningkat seiring dengan perkembangan zaman.

Sampai-sampai demi meraihnya, orang bisa sampai hati merugikan orang lain dan

membawa dampak yang kurang baik bagi kesejahteraan orang lain.

Mengamati perkembangan zaman yang kian maju ini, penting sekali bagi

para pedagang di “Pasar Kota Wonogiri” untuk tetap mempertahankan altruisme,

sikap mudah bekerja sama dengan orang lain, dan memikirkan hal yang baik bagi

kesejahteraan orang lain agar mereka dapat menghadapi tekanan hidup dengan sikap

yang positif sehingga mereka dapat berpikir jernih dalam menghadapi kehidupan

sehari-hari. Ketika ada rasa damai, rasa tenang dalam bekerja, maka mereka dapat

bekerja dengan lebih baik. Adanya altruisme membuat situasi lingkungan tempat

mereka bekerja menjadi nyaman. Harapannya adalah, ketika mereka bisa bekerja

dengan baik maka mereka dapat mencapai kesejahteraan hidup yang lebih baik, yang

tidak selalu berbicara tentang materi atau harta, melainkan juga keselarasan dan

keharmonisan dalam hubungan dengan sesama manusia.

Page 179: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

DAFTAR PUSTAKA

Baron, Robert A. & Byrne, Donn. (1993). Social Psychology: Understanding Human

Interaction, 7th Edition. Boston: Allyn & Bacon. Buss, Arnold H. (1995). Personality: Temperament, Social Behavior and The Self.

Boston : Allyn & Bacon. Creswell, John W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing

Among Five Traditions. California: Thousand Oaks. Ensiklopedi Nasional Indonesia. (1997). Jakarta: PT Delta Pamungkas. Hadi, P. Hardono. (1996). Jatidiri Manusia Berdasar Filsafat Organisme A. N.

Whitehead. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hardjowirogo, Drs. Marbangun. (1983). Manusia Jawa. Jakarta: Yayasan Idayu. Huffman, Karen. Vernoy, Mark & Vernoy, Judith. (1997). Psychology In Action, 4th

Edition. New York : John Wiley & Sons, Inc. Knickerbocker, Roberta L. (2000). Prosocial Behavior. www.learningtogive.org Koeswara, E. (1989). Motivasi, Teori, dan Penelitiannya. Bandung: PT Angkasa. Moleong, Lexy J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Myers, David G. (1983). Social Psychology. New York: Mc. Grow – Hill Book Company.

Pedoman Penulisan Skripsi. (2003). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Pedoman Penulisan Skripsi. (2004). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Poerwandari, Kristi. (2001). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku

Manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia.

Sarwono, Sarlito Wirawan. (1999). Psikologi Sosial: Individu dan Teori-teori

Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Social Psychology Glossary. (2004). www. urich. edu.

Page 180: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

165

Staub, Ervin. (1978). Positive Social Behavior and Morality Vol. 1: Social and Personal Influences. New York: Academic Press, Inc.

Suseno, Dr. Franz Magnis, S.J. & Reksosusilo, Dr. (1983). Etika Jawa dalam

Tantangan: Sebuah Bunga Rampai. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Suseno, Dr. Franz Magnis, S.J. (1984). Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang

Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: PT. Gramedia anggota IKAPI. What Is Altruism? (2004). www.altruists.org

Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas. (2008). Kapitalisme. http://id.wikipedia.org/wiki/Kapitalisme

Page 181: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

LAMPIRAN

Page 182: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Tabel 3.1. Ringkasan Hasil Penelitian Subjek I – III

Aspek yang diungkap Subjek I Subjek II Subjek III

Nama NM NY PM

Usia 32 tahun 32 tahun 33 tahun

Jenis kelamin Wanita Pria Pria

Tempat tinggal Kajen, Wonogiri Kaloran, Wonogiri Kedung Ringin, Wonogiri

Asal Demak Demak Boyolali

Pekerjaan Pedagang Buah Pedagang Buah Pedagang Sayur

Lama bekerja 10 tahun 13 tahun 10 tahun

a. mampu menempatkan diri dalam perspektif orang lain

- Subjek berpendapat bahwa menengok orang yang terkena musibah akan membuat orang tersebut senang.

- Subjek berpendapat bahwa ketika orang lain melihat kita menolongnya, maka dia akan berpikir bahwa kita bermaksud baik kepadanya.

- Subjek berpendapat bahwa orang akan merasa senang ketika ditolong.

- Dalam hidup bermasyarakat, Subjek memiliki prinsip untuk tidak menganggu orang lain kalau kita tidak ingin diganggu.

- Subjek berpendapat bahwa dalam hidup bersama kita harus saling menanggung satu sama lain.

- Subjek beranggapan bahwa pedagang bisa merasa marah apabila langganannya direbut.

- Subjek membantu anak-anak kurang mampu di kampungnya dan memandang mereka seperti anak sendiri.

- Subjek menyadari bahwa sebagai manusia kita harus saling menolong karena kita tidak dapat mengerjakan segala sesuatunya sendirian.

A. Sikap empati

b. mampu bersosialisasi dengan orang lain

- Para pedagang memiliki persatuan yang bagus.

- Subjek ikut serta dalam kegiatan yang ada di pasar.

- Subjek menjaga hubungan baik antar

- Subjek mengikuti kegiatan yang diadakan di kampung dan membina keakraban dengan masyarakat dengan tidak menutup diri.

- Subjek ikut serta dalam kegiatan yang

- Subjek menjaga kerukunan dengan tetangga di kampung dengan cara membantu mereka disaat membutuhkan.

- Subjek mengenal sebagian besar

Page 183: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

sesama pedagang.

- Subjek mengenal para pedagang disekitarnya dengan baik.

- Subjek suka mengobrol dengan pembeli.

- Subjek menganggap pedagang lain sebagai saudara.

ada di pasar.

- Antar pedagang di pasar saling membantu ketika ada kesulitan.

- Hubungan antar pedagang di pasar cukup dekat, seperti saudara sendiri.

- Subjek suka mengobrol dengan pembeli, menceritakan masalah kehidupan masing-masing dan saling memberikan masukan.

- Setiap malam rumah Subjek disinggahi oleh anak-anak muda di kampungnya.

pedagang yang ada di pasar.

- Subjek ikut serta dalam kegiatan yang ada di pasar.

- Subjek bergaul dengan orang-orang disekitarnya, baik yang ada di pasar maupun yang ada di kampung.

- Subjek menanggapi obrolan pembeli.

c. memiliki tenggang rasa terhadap orang lain

- Subjek bersikap baik dan sabar dalam menghadapi pembeli yang kurang menyenangkan.

- Subjek bersaing secara sehat dengan pedagang lain.

- Subjek mengizinkan pembeli membawa barang dagangannya walau uang pembeli kurang.

- Subjek memilih mengalah ketika menghadapi konflik dengan pedagang lain

- Subjek menghadapi pembeli yang kurang menyenangkan dengan sikap yang lunak dan sabar.

- Subjek bersaing secara sehat dengan pedagang lain.

- Ketika menghadapi pembeli yang kurang menyenangkan, Subjek tetap melayani mereka dengan baik.

- Subjek bersaing secara sehat dengan pedagang lain.

- Para pedagang segera menyelesaikan konflik yang terjadi diantara mereka.

- Subjek memberi tempo kepada pembeli untuk membayar barang yang dibelinya.

d. memiliki hasrat untuk berbuat baik kepada orang lain

- Subjek membesuk orang yang sakit.

- Subjek menolong orang yang terkena musibah.

- Subjek bersikap baik kepada pembeli agar pembeli merasa senang.

- Subjek berusaha menjaga kerukunan ditengah warga kampungnya.

- Subjek menanggapi pembeli yang mengajaknya mengobrol.

- Subjek memperkenalkan dunia kerja

- Subjek membantu tetangga yang membutuhkan.

- Subjek tidak merebut pelanggan pedagang lain.

- Subjek memberikan potongan

Page 184: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

- Subjek tidak merebut pelanggan pedagang lain.

- Subjek mau menolong orang yang membutuhkan.

- Subjek memiliki keinginan untuk menyejahterakan keluarganya.

kepada teman dan tetangganya agar mereka dapat belajar dan mandiri.

- Subjek mengajak bekerja tetangga yang menganggur.

- Subjek mempersilahkan anak-anak muda yang tiap malam singgah dirumahnya untuk makan dan memakai peralatan yang ada dirumahnya.

harga kepada pelanggannya.

- Subjek menanggapi pembeli yang mengajaknya mengobrol.

- Sebisa mungkin Subjek ingin menolong orang yang membutuhkan.

- Subjek memiliki keinginan untuk menampung anak-anak terlantar.

- Subjek membantu anak-anak kurang mampu di kampungnya menurut kemampuannya.

e. mencapai tujuannya dengan cara-cara yang pantas/sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat

- Subjek membangun kepercayaan dengan orang lain dengan menunjukkan kepedulian kepada mereka.

- Cara Subjek mendapatkan pelanggan: lewat keramahan, kesabaran, dan sikap yang baik.

- Subjek menghadapi persaingan antar pedagang dengan sikap yang positif, tidak merebut pelanggan pedagang lain.

- Subjek ingin menyejahterakan keluarganya dengan cara memberi mereka kesempatan bekerja.

- Subjek menunjukkan kesan yang baik ke masyarakat dikampungnya dengan cara mengikuti kegiatan yang diadakan di kampung dan tidak mencampuri urusan orang lain.

- Cara Subjek mendapatkan pelanggan: memberikan kualitas barang yang baik, harga bersaing, dan pelayanan yang simpatik.

- Subjek menyelesaikan konflik dengan pedagang lain dengan cara mengalah.

- Subjek menyelesaikan konflik dengan pembeli dengan cara memberikan pengertian kepada pembeli.

- Subjek memperluas pergaulan dengan mengikuti kegiatan yang ada di kampung dan di pasar.

- Cara Subjek mendapatkan pelanggan: menanggapi pembeli yang mengajaknya mengobrol, bersikap ramah, memberikan potongan harga dan tempo untuk membayar, menolong pembeli ketika sedang ada keperluan dan memberikan pelayanan yang baik.

- Subjek menghadapi persaingan dengan pedagang lain dengan menyadari bahwa persaingan adalah hal yang biasa.

- Subjek menyelesaikan konflik dengan pembeli dengan menyadari bahwa setiap orang mempunyai rezekinya masing-masing.

Page 185: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

a. menyadari bahwa menolong merupakan kewajiban

- Bagi Subjek, tolong-menolong adalah sesuatu yang penting dan merupakan kewajiban.

- Menurut Subjek, tolong-menolong adalah sesuatu yang penting dan sifatnya wajib.

- Bagi, Subjek tolong-menolong adalah sesuatu yang penting dan merupakan kewajiban.

B. Memiliki kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong

b. menolong tanpa mengharapkan balasan dari orang yang ditolong

- Subjek tidak mengharapkan imbalan dari orang yang ditolong.

- Subjek menolong orang lain tanpa pamrih.

- Subjek tidak mengharapkan apa-apa ketika menolong orang lain.

a. memiliki keyakinan bahwa setiap orang akan mendapatkan ganjaran dari perbuatannya

- Subjek percaya bahwa orang yang baik akan mendapatkan pahala.

- Menurut Subjek, orang yang jahat patut ditegur dan dihukum agar kelak tidak mengulangi kesalahannya.

- Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: berbagi dengan orang lain, rukun dengan sesama, mengerjakan pekerjaan bersama-sama (gotong royong), tolong-menolong, berbuat baik terhadap sesama.

- Subjek percaya apabila kita menanam budi suatu saat orang lain akan membalasnya

- Subjek percaya kalau kita berbuat baik akan menerima pahala, sebaliknya jika berbuat jahat akan menerima ganjarannya.

- Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: wajib menolong, percaya siapa menebar kebaikan nanti akan menerima hasilnya, gotong royong, sopan santun dalam hidup bermasyarakat.

- Subjek tidak mau merebut pelanggan pedagang lain karena ia percaya bahwa ketika kita berbuat yang baik dan benar maka Tuhan akan memberikan rezeki.

- Subjek percaya bahwa selama hidup di dunia kita harus berbuat baik agar mendapatkan pahala.

- Subjek percaya bahwa orang jahat tidak akan disukai oleh orang lain.

- Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: bekerja tidak perlu sampai bersusah payah karena rezeki datang dari Tuhan, pembeli akan datang sendiri, apabila dikejar justru tidak dapat.

C. Keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang layak mereka dapatkan

b. memiliki keyakinan bahwa dengan memberikan pertolongan kepada orang lain akan mendapatkan manfaat

- Subjek percaya apabila kita mau menolong orang maka kita sendiri juga akan ditolong ketika kita membutuhkan pertolongan, sebaliknya jika kita tidak mau menolong maka kelak kita juga tidak akan ditolong.

- Subjek berpendapat apabila kita baik kepada orang lain maka suatu saat ketika kita membutuhkan pertolongan mereka akan mau menolong kita.

- Subjek berpendapat dengan saling tolong-menolong beban terasa lebih ringan.

- Subjek percaya apabila kita mau menolong orang lain suatu saat ketika kita membutuhkan pertolongan kita juga akan

Page 186: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

daripadanya ditolong.

a. keinginan menolong karena dorongan dari dalam diri sendiri

- Dorongan untuk menolong berasal dari hati yang tergerak melihat orang yang membutuhkan.

- Subjek menolong orang tanpa ada unsur apa-apa, keinginan menolong itu datang dari hati.

- Subjek menolong orang karena merasa kasihan melihat kesusahan orang.

D. Memiliki inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri yang ditunjukkan melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain

b. menunjukkan perilaku menolong lewat tindakan nyata

- Bentuk altruisme Subjek terhadap pedagang lain: membesuk pedagang yang sakit, membantu menjagakan kios pedagang lain, membantu pedagang lain menata dagangan.

- Bentuk altruisme Subjek terhadap pembeli: mengobrol dengan pembeli, menghutangi pembeli apabila uang pembeli kurang.

- Bentuk altruisme Subjek terhadap sesama pada umumnya: memberi sumbangan, sedekah, memberi pinjaman uang.

- Bentuk altruisme Subjek terhadap pedagang lain: menghadiri undangan, membesuk pedagang yang sakit, melayat, mengikuti kegiatan yang ada di pasar, meminjamkan modal kepada sesama pedagang, membantu menjagakan kios pedagang lain.

- Bentuk altruisme Subjek terhadap pembeli: menanggapi obrolan pembeli, memberi nasehat dan masukan kepada pembeli yang menceritakan masalahnya, membawakan belanjaan pembeli sampai ke depan, memberikan wadah belanjaan kepada pembeli secara cuma-cuma.

- Bentuk altruisme Subjek terhadap sesama pada umumnya: memperkenalkan teman dan tetangga kepada dunia kerja, menjamu orang yang singgah dirumahnya.

- Bentuk altruisme Subjek terhadap pedagang lain: menghadiri undangan, membesuk pedagang yang sakit, membantu tetangga yang sedang punya kerja, membantu menjagakan kios pedagang lain.

- Bentuk altruisme Subjek terhadap pembeli: menanggapi obrolan pembeli, membantu pembeli yang sedang punya acara dengan cara menyediakan apa yang dibutuhkan, memberikan potongan harga kepada pembeli, menghutangi pembeli.

- Bentuk altruisme Subjek terhadap sesama pada umumnya: memberi uang kepada orang yang kehabisan uang dijalan, memberi sedekah, makanan kepada anak-anak kurang mampu.

E. Memiliki perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada

a. mudah bekerja sama dengan orang lain

- Subjek ikut membesuk orang sakit, menghadiri undangan, melayat bersama-sama dengan pedagang lain.

- Subjek membantu menjagakan kios dan menata dagangan pedagang lain.

- Subjek membantu pedagang lain yang tidak memiliki dagangan dan kekurangan modal.

- Subjek membantu menjagakan kios pedagang lain.

- Subjek membantu tetangga yang sedang punya kerja.

- Subjek ikut membesuk orang sakit, menghadiri undangan bersama-sama dengan pedagang lain.

Page 187: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

- Subjek ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang ada di kampungnya.

- Subjek ikut membesuk orang sakit, menghadiri undangan, melayat bersama-sama dengan pedagang lain.

- Subjek ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang ada di kampungnya

- Subjek membantu menjagakan kios pedagang lain.

- Subjek membantu pembeli yang sedang punya kerja.

dirinya sendiri

b. mendahulukan kepentingan orang yang membutuhkan daripada kepentingan diri sendiri

- Subjek menitipkan kios atau menutup kios agar bisa menjenguk orang sakit bersama-sama.

- Subjek menghutangi pembeli yang uangnya kurang.

- Tanggapan Subjek ketika melihat orang yang membutuhkan adalah memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan sesuai dengan kemampuannya.

- Orang yang ditolong Subjek: sesama pedagang, pembeli, orang yang membutuhkan meskipun tidak dikenal, pengemis, keluarga dan kerabat, warga di kampung tempat tinggal Subjek, teman di desa asal Subjek.

- Tanggapan Subjek ketika melihat orang yang membutuhkan adalah Subjek secara otomatis menolong ketika melihat orang yang membutuhkan.

- Subjek menitipkan kios atau menutup kios agar bisa menjenguk orang sakit bersama-sama.

- Orang yang ditolong Subjek: sesama pedagang, pembeli, orang yang membutuhkan meskipun tidak dikenal, warga di kampung tempat tinggal Subjek, teman dan tetangga di desa asal Subjek.

- Subjek memberikan uang kepada orang yang kehabisan uang dijalan meskipun tidak dikenalnya.

- Ketika melihat ada orang yang membutuhkan atau kesusahan, Subjek langsung memberikan bantuan.

- Orang yang ditolong Subjek: sesama pedagang, pembeli, orang yang membutuhkan meskipun tidak dikenal, warga dan anak-anak yang kurang mampu di kampung tempat tinggal Subjek.

Page 188: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Tabel 3.2. Ringkasan Hasil Penelitian Subjek IV – VI

Aspek yang diungkap Subjek IV Subjek V Subjek VI

Nama RG HR KW

Usia 37 tahun 54 tahun 55 tahun

Jenis kelamin Pria Wanita Wanita

Tempat tinggal Karang Talun, Wonogiri Kedung Ringin, Wonogiri Pokoh Kidul, Wonogiri

Asal Delanggu Wonogiri Sukoharjo

Pekerjaan Pedagang Tahu Pedagang Tahu Pedagang Daging

Lama bekerja 12 tahun 25 tahun 23 tahun

a. mampu menempatkan diri dalam perspektif orang lain

- Subjek menolong orang yang membutuhkan karena menyadari bahwa mencari transportasi di malam hari cukup sulit.

- Subjek menolong orang yang membutuhkan karena menyadari bahwa orang yang ditolongnya kurang mampu.

- Subjek menyadari bahwa sebagai manusia kita harus saling menolong karena kita tidak dapat mengerjakan segala sesuatunya sendirian.

- Subjek menyadari bahwa orang bisa berbuat kesalahan.

- Subjek menyadari bahwa watak tiap orang tidak sama.

- Subjek memberi masukan/nasehat kepada pedagang yang sedang menghadapi masalah dengan melihat seolah-olah dirinya ada di posisi pedagang tersebut.

- Subjek menolong orang lain karena ingat bahwa ia juga pernah mengalami kesulitan.

- Subjek menyadari bahwa keberadaan orang lain sangat berarti ketika kita sedang manghadapi masalah.

- Subjek pernah punya pengalaman ditolong oleh orang lain sehingga ia juga menolong orang yang membutuhkan karena mengetahui bagaimana rasanya ditolong orang.

- Subjek menolong orang lain karena melihat kesulitan dari orang yang ditolongnya.

- Subjek menolong orang lain karena pernah merasakan pengalaman hidup susah.

- Subjek menolong orang lain karena membayangkan seandainya dirinya sendiri yang membutuhkan pertolongan.

- Subjek menyadari bahwa sifat orang berlainan sehingga ia memaklumi apabila ada pembeli yang kurang menyenangkan.

A. Sikap empati

b. mampu - Subjek ikut serta dalam kegiatan yang - Penduduk Wonogiri memiliki - Subjek mengenal sebagian besar

Page 189: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

bersosialisasi dengan orang lain

ada di pasar dan di kampung tempat tinggalnya.

- Warga di kampung tempat tinggal Subjek memiliki kerukunan yang baik.

- Subjek suka mengobrol dengan pembeli.

hubungan yang dekat dan baik antara satu sama lain.

- Para pedagang di pasar memiliki kerukunan yang bagus.

- Subjek suka mengobrol dengan pembeli.

- Subjek ikut serta dalam kegiatan yang ada di pasar.

pedagang di pasar.

- Para pedagang di pasar senang bergaul dan memiliki hubungan yang baik.

- Warga di kampung tempat tinggal Subjek memiliki kerukunan yang baik.

- Subjek bergaul dengan para pedagang di pasar dan warga kampungnya.

- Subjek mengajak para tetangga untuk mengikuti pengajian.

- Subjek ikut serta dalam kegiatan yang ada di pasar dan di kampung.

c. memiliki tenggang rasa terhadap orang lain

- Penduduk Wonogiri memiliki tenggang rasa yang baik.

- Subjek tetap menolong orang yang membutuhkan walaupun hari sudah larut malam.

- Subjek mengikhlaskan tenaga, pikiran dan uang guna menolong orang lain walaupun orang lain salah paham padanya.

- Subjek menyelesaikan konflik dengan pedagang lain dan pembeli dengan mengalah, memaklumi kesalahan mereka, bersabar dan tidak membesar-besarkan masalah yang terjadi.

- Ketika menghadapi konflik dengan

- Ketika menghadapi konflik dengan pedagang lain, Subjek menyadari bahwa nanti pedagang tersebut akan menginsyafi perbuatannya.

- Subjek menyelesaikan konflik dengan pedagang lain dengan cara mengalah.

- Subjek bersikap sabar dan memaklumi pembeli yang kurang menyenangkan.

- Subjek berdiam diri, tidak marah kepada dan meredam hatinya agar tidak menjadi panas ketika mendengar ucapan yang tidak benar dari orang disekitarnya.

- Subjek menghadapi pembeli yang kurang menyenangkan dengan memakluminya dan bersikap sabar.

- Subjek menghadapi konflik dengan pedagang lain dengan sikap santai, tidak tegang, karena baginya persaingan adalah hal yang biasa.

- Ketika menghadapi konflik dengan pembeli, Subjek menyadari bahwa sifat tiap orang berlainan.

Page 190: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

pedagang lain, Subjek menyadari bahwa orang bisa berbuat kesalahan dan watak tiap orang tidak sama.

d. memiliki hasrat untuk berbuat baik kepada orang lain

- Subjek merasa senang ketika dapat membantu orang yang lemah.

- Subjek menolong pembeli untuk mengantarkan barang belanjaan mereka tanpa meminta bayaran.

- Subjek menanggapi pembeli yang mengajaknya mengobrol.

- Ketika menjumpai pembeli yang tampak tidak mampu, Subjek memberikan barang yang dibutuhkan secara cuma-cuma.

- Subjek memiliki prinsip lebih baik menolong daripada ditolong.

- Meskipun antara pedagang terdapat konflik, mereka tetap datang menghadiri undangan pedagang yang sedang punya acara atau menjenguk pedagang yang sakit, memberikan masukan kepada sesama pedagang yang sedang menghadapi masalah.

- Subjek beranggapan adalah sesuatu yang sangat baik apabila kita menolong orang yang sedang dalam kesulitan.

- Subjek merasa senang ketika dapat membantu orang lain.

- Subjek memiliki keinginan untuk menolong saudaranya yang jauh.

- Subjek ingin berbagi rezeki dan memberikan sesuatu bagi orang lain.

- Subjek mempelopori kegiatan pengajian di kampungnya.

- Subjek menjaga tutur kata dan perbuatannya agar tetap baik di mata masyarakat.

- Subjek melatih anak-anak muda yang belum bekerja dan orang-orang kurang mampu di kampungnya agar siap bekerja.

- Subjek memberi modal untuk berjualan kepada orang yang ditolongnya dimana laba hasil penjualan itu diberikan kepada orang yang ditolongnya.

- Subjek ingin menolong orang lain menurut kebutuhan mereka.

- Subjek selalu ingin berbuat baik.

- Subjek berusaha untuk selalu bersikap positif, menghargai orang lain, dan tidak hanya mengurusi urusannya sendiri.

e. mencapai tujuannya dengan cara-cara yang pantas/sesuai dengan norma-norma yang berlaku

- Subjek menyelesaikan konflik dengan pedagang lain secara kekeluargaan.

- Subjek menarik pelanggan dengan cara melayani pembeli dengan baik.

- Subjek menyelesaikan konflik dengan pembeli dengan cara membicarakan

- Subjek memberi pengertian ketika pembeli menawar dengan harga yang tidak sesuai.

- Cara Subjek mendapatkan pelanggan: menekan harga, memastikan barang yang dicari pembeli selalu tersedia,

- Subjek menjaga tutur kata dan perbuatannya agar dirinya tetap dipandang baik oleh masyarakat.

- Subjek berdoa supaya diberi jalan untuk mewujudkan keinginannya.

- Subjek menghargai orang lain

Page 191: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

di masyarakat masalah yang terjadi untuk menemukan pemecahannya.

- Ketika menghadapi masalah, Subjek meminta masukan dari orang lain.

menjaga kualitas barang, menyediakan barang sesuai keinginan pembeli.

- Subjek menyelesaikan konflik dengan pedagang lain dengan cara mengalah, berdiam diri beristirahat untuk menenangkan hati dan pikiran, berdoa, membicarakan masalah dengan orang yang bersangkutan untuk menyelesaikan masalah.

dengan cara berbuat baik dan peduli kepada mereka.

- Subjek mengatasi konflik dengan pedagang lain dengan mengikuti peraturan yang berlaku di pasar, meredam kemarahan dan menenangkan hati agar tidak marah.

- Cara Subjek mendapatkan pelanggan: menghadapi pembeli yang kurang menyenangkan dengan sikap sabar dan mengikuti keinginan pembeli, menjamin kualitas barang.

a. menyadari bahwa menolong merupakan kewajiban

- Subjek merasa memiliki tanggung jawab untuk menolong orang lain.

- Menurut Subjek, tolong-menolong adalah sesuatu yang penting dan sebagai sesama manusia wajib saling tolong-menolong.

- Bagi Subjek tolong-menolong adalah sesuatu yang penting.

- Subjek merasa perlu dan memiliki tanggung jawab untuk menolong orang lain.

- Subjek merasa memiliki kewajiban untuk menolong orang lain.

- Subjek beranggapan bahwa berbuat baik adalah kewajiban.

B. Memiliki kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong

b. menolong tanpa mengharapkan balasan dari orang yang ditolong

- Subjek tidak mengharapkan balasan dari orang yang ditolong.

- Subjek tidak mengharapkan balasan dari orang yang ditolong.

- Subjek tidak mengharapkan imbalan dari orang yang ditolong.

- Subjek tidak mengharapkan imbalan dari orang yang ditolongnya.

- Subjek tidak mengharapkan laba dari modal berjualan yang telah diberikannya kepada orang yang ditolongnya.

C. Keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan

a. memiliki keyakinan bahwa setiap orang akan mendapatkan

- Subjek percaya jika kita berbuat baik maka kita akan mendapatkan hasil yang baik.

- Subjek percaya bahwa orang yang suka menyakiti dan mencelakakan orang lain akhirnya akan celaka juga.

- Subjek percaya bahwa dengan menunjukkan perbuatan baik kepada orang yang menyakiti kita akan membuat orang itu sadar dan

Page 192: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

ganjaran dari perbuatannya

- Subjek percaya jika hati kita ikhlas maka Tuhan akan melimpahkan rezeki-Nya pada kita.

- Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: menolong orang lebih bagus daripada minta tolong, saling tolong-menolong dalam hidup bermasyarakat, penuh prihatin, kalau kita menanam sesuatu yang baik suatu saat akan menuai hasil yang baik juga.

- Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: kebersamaan, menghargai orang lain, orang akan menerima ganjaran setimpal dengan pebuatannya, orang akan menuai apa yang ditaburnya.

bertobat.

- Subjek percaya bahwa penjahat harus dipenjara agar tidak merugikan dan membahayakan masyarakat.

- Subjek percaya bahwa dengan berbuat baik kepada orang lain akan mendapatkan pahala yang besar.

- Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: sesama manusia wajib berbuat baik dan saling tolong-menolong.

mendapatkan apa yang layak mereka dapatkan

b. memiliki keyakinan bahwa dengan memberikan pertolongan kepada orang lain akan mendapatkan manfaat daripadanya

- Subjek percaya kalau kita menolong dengan ikhlas kita akan mendapat pahala yang besar.

- Menurut Subjek, dalam hidup suatu saat kita akan membutuhkan pertolongan dari orang lain karena itu kita harus menolong orang lain agar orang lain mau menolong kita.

- Subjek percaya kalau kita menolong orang lain kita sendiri akan ditolong ketika membutuhkan.

- Subjek percaya dengan menolong orang lain kita akan memiliki masa depan yang baik.

- Subjek percaya bahwa dengan menolong orang lain kita akan memperoleh manfaat dari tindakan tersebut.

- Subjek percaya bahwa dengan menolong, orang dapat berbuat baik dan beribadah dengan baik.

- Subjek percaya bahwa dengan berbuat baik dan menolong orang lain maka kita juga akan ditolong.

a. keinginan menolong karena dorongan dari dalam diri sendiri

- Subjek menolong orang lain karena merasa kasihan melihat orang lain sengsara.

- Subjek menolong orang lain karena merasa kasihan melihat kesusahan orang lain.

- Subjek menolong orang lain karena kemauan yang muncul dari dalam hatinya sendiri.

D. Memiliki inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri yang ditunjukkan

b. menunjukkan perilaku menolong lewat tindakan

- Bentuk altruisme terhadap pedagang lain: membantu pedagang lain mengangkat dagangannya,

- Bentuk altruisme terhadap pedagang lain: menjenguk pedagang yang sakit, gotong-royong membantu pedagang yang sedang punya acara membantu

- Bentuk altruisme terhadap pedagang lain: menjenguk pedagang yang sakit, menghadiri

Page 193: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain

nyata menjenguk pedagang yang sakit.

- Bentuk altruisme terhadap pembeli: menanggapi obrolan pembeli, mengantarkan belanjaan pembeli dengan cuma-cuma, memberikan barang yang dibutuhkan pembeli dengan cuma-cuma.

- Bentuk altruisme terhadap sesama pada umumnya: memberi pekerjaan pada tetangga yang belum memiliki pekerjaan, menolong tetangga yang sakit dengan mengantarkannya ke rumah sakit, mengusahakan transportasi untuk ke rumah sakit, membayar biaya transportasi dan biaya rumah sakit.

menjagakan kios, menghadiri undangan pedagang lain, memberi masukan/nasehat kepada pedagang yang sedang menghadapi masalah.

- Bentuk altruisme terhadap pembeli: menanggapi obrolan pembeli, memberi masukan/nasehat kepada pembeli, mengantarkan belanjaan pembeli.

- Bentuk altruisme terhadap sesama pada umumnya: menolong tetangga yang tidak punya pekerjaan dan sudah lanjut usia, memberi sumbangan dan menyediakan tempat untuk kegiatan Karang Taruna, memberi sedekah, zakat bagi orang yang tidak mampu, memberi pakaian kepada orang yang membutuhkan pakaian.

undangan pedagang lain.

- Bentuk altruisme terhadap pembeli: menanggapi pembeli dengan baik, mengantarkan barang belanjaan pembeli, mengganti barang yang kurang bagus dengan yang bagus.

- Bentuk altruisme terhadap sesama pada umumnya: menyediakan seragam dan makanan untuk pertemuan pengajian di kampungnya, menjenguk tetangga yang sakit, memberi modal dan melatih anak-anak muda yang belum bekerja dan orang yang tidak mampu di kampungnya agar siap bekerja.

a. mudah bekerja sama dengan orang lain

- Penduduk Wonogiri suka bergotong-royong untuk membantu orang yang membutuhkan.

- Subjek ikut serta dalam kegiatan yang ada di pasar dan di kampung tempat tinggalnya.

- Bagi Subjek, kebersamaan itu penting karena itu kita harus bergaul dengan orang lain dan saling tolong-menolong.

- Subjek membantu menjagakan kios pedagang lain.

- Subjek ikut serta dalam kegiatan yang ada di pasar.

- Subjek ikut serta dalam kegiatan yang ada di pasar dan di kampung tempat tinggalnya.

- Para pedagang di pasar suka menjenguk orang sakit atau menghadiri undangan secara bersama-sama.

E. Memiliki perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri

b. mendahulukan kepentingan orang yang membutuhkan daripada kepentingan diri

- Subjek menolong tetangga yang sakit dengan mengantarkannya ke rumah sakit walaupun sudah larut malam, mengusahakan transportasi untuk ke rumah sakit, membayar biaya

- Subjek menyediakan rumah dan makanan untuk menyelenggarakan kegiatan yang ada dikampungnya.

- Subjek langsung menolong ketika

- Subjek berkorban untuk menyediakan seragam dan makanan demi terselenggaranya kegiatan pengajian di kampungnya.

Page 194: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

sendiri transportasi dan biaya rumah sakit.

- Subjek memberikan barang yang dibutuhkan pembeli dengan cuma-cuma karena melihat pembeli tampak kurang mampu.

- Subjek tetap menolong orang lain meskipun pernah ditipu oleh orang yang ditolongnya.

- Orang yang ditolong Subjek: sesama pedagang, tetangga, pembeli, orang yang membutuhkan meskipun tidak dikenal.

melihat orang yang membutuhkan sesuai dengan kebutuhan orang tersebut.

- Orang yang ditolong Subjek: sesama pedagang, tetangga, pembeli, orang yang sudah lanjut usia, pengemis.

- Subjek memberi modal kepada anak-anak muda agar mereka dapat bekerja dan memperoleh penghasilan.

- Subjek meninggalkan/menitipkan kios agar dapat membesuk orang sakit atau menghadiri undangan.

- Orang yang ditolong Subjek: tetangga yang kurang mampu, anak-anak muda yang belum bekerja, sesama pedagang, pembeli.

Page 195: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Tabel 3.3. Ringkasan Hasil Penelitian Subjek VII – IX

Aspek yang diungkap Subjek VII Subjek VIII Subjek IX

Nama CR RK TI

Usia 56 tahun 60 tahun 39 tahun

Jenis kelamin Wanita Wanita Wanita

Tempat tinggal Kedung Ringin, Wonogiri Karang Talun, Wonogiri Slogohimo, Wonogiri

Asal Wonogiri Wonogiri Madiun

Pekerjaan Pedagang Tahu Pedagang Makanan Pedagang Sayur

Lama bekerja 38 tahun 35 tahun 11 tahun

a. mampu menempatkan diri dalam perspektif orang lain

- Subjek memaklumi pembeli yang kurang menyenangkan karena menyadari bahwa tidak setiap orang menyadari kesalahannya.

- Menurut Subjek, orang akan merasa senang dan dihargai ketika ditolong.

- Subjek menolong orang lain karena menyadari bahwa tidak setiap orang mampu memenuhi kebutuhannya sendiri.

- Subjek menolong orang lain karena menyadari bahwa orang miskin seringkali tidak berani meminta pertolongan sehingga ia berinisiatif terlebih dulu untuk menolong.

- Subjek turut sedih ketika mendengar orang lain menceritakan kisah yang sedih.

- Menurut Subjek, menghadiri undangan atau membesuk orang yang sakit akan membuat orang tersebut merasa senang, sebaliknya apabila tidak datang maka orang akan memandangnya tidak baik.

- Subjek menyadari jika bersaing dengan cara menjatuhkan harga akan merugikan pedagang lain.

- Hati Subjek merasa susah ketika melihat orang lain mengalami kesusahan.

A. Sikap empati

b. mampu bersosialisasi dengan orang lain

- Pedagang di pasar memiliki hubungan yang baik.

- Para pedagang saling memberitahu apabila ada pedagang yang punya acara.

- Menurut Subjek, penduduk Wonogiri memiliki kerukunan yang baik.

- Menurut Subjek, para pedagang memiliki hubungan yang baik antara satu sama lain.

- Menurut Subjek, Penduduk Wonogiri memiliki sifat yang baik, rukun dan ramah.

- Para pedagang di pasar mengikuti kegiatan yang diadakan di pasar.

Page 196: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

- Subjek bergaul dengan warga kampung disekitarnya.

- Subjek menjenguk atau melayat tetangga yang sakit bersama-sama dengan warga kampungnya.

- Subjek memiliki prinsip bahwa dalam hidup bersama harus rukun dan dekat satu sama lain, baik dengan tetangga atau dengan pedagang lain.

- Menurut Subjek, penduduk Wonogiri memiliki kerukunan yang baik.

- Subjek mengikuti kegiatan yang ada di pasar dan di kampung.

- Para pedagang saling bertukar cerita tentang kegiatan mereka sehari-hari.

- Subjek mengikuti kegiatan yang diadakan di pasar, seperti: membesuk orang sakit bersama-sama, menghadiri undangan pedagang lain bersama-sama.

- Warga di kampung Subjek memiliki kerukunan dan kepedulian antara satu sama lain.

- Subjek mengikuti kegiatan pengajian yang ada di kampungnya.

- Subjek memiliki hubungan yang baik dengan pedagang di sekitar kiosnya.

- Antar pedagang saling bertukar pengalaman lewat cerita.

c. memiliki tenggang rasa terhadap orang lain

- Subjek menghadapi konflik dengan pedagang lain dengan cara mengalah.

- Subjek tidak mengambil hati sikap pembeli yang kurang menyenangkan.

- Subjek bersabar dalam menghadapi pembeli yang kurang menyenangkan.

- Para pedagang tidak memendam konflik diantara mereka.

- Konflik yang terjadi diantara pedagang dapat segera diatasi sehingga hubungan mereka tetap baik seperti semula.

- Dalam menghadapi konflik dengan pembeli atau pedagang lain, Subjek memilih mengalah.

- Subjek tidak mengambil hati dan bersabar menghadapi pembeli yang menawar seenaknya.

- Subjek menyadari bahwa menjumpai pembeli yang menjengkelkan adalah hal yang biasa.

- Subjek menganggap lunas hutang orang yang tidak bisa membayar hutangnya secara ikhlas.

d. memiliki hasrat untuk berbuat baik kepada orang lain

- Ketika menghadapi konflik, Subjek menjaga dirinya agar tidak bertengkar dengan pedagang lain.

- Subjek menjaga kerukunan dengan

- Subjek berusaha untuk memberikan apa yang dibutuhkan orang yang minta tolong kepadanya meskipun dirinya sendiri kekurangan.

- Subjek menolong pembeli dengan menyediakan tempat penitipan barang belanjaan sebagai bentuk berbuat baik kepada sesama.

Page 197: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

pedagang lain.

- Subjek memberikan bantuan untuk kepentingan kampung menurut apa yang dibutuhkan.

- Subjek ingin berbagi rezeki yang dimilikinya kepada orang lain.

- Subjek menunjukkan kepedulian kepada orang lain dengan menolong mereka.

- Subjek berharap dapat menolong orang lain.

- Subjek memberikan pertolongan kepada orang lain sesuai dengan kebutuhan orang yang ditolongnya.

- Subjek menanggapi pedagang lain yang mengajaknya mengobrol.

- Subjek menanggapi pembeli yang mengajaknya mengobrol.

- Subjek tidak ikut campur dalam masalah orang lain.

- Para pedagang di pasar mau menolong pedagang lain yang sedang dalam kesulitan.

- Para pedagang memiliki sifat jujur dalam menolong pedagang lain menjagakan kiosnya.

- Subjek menghadiri undangan dan membesuk orang sakit agar orang yang dikunjungi merasa dihargai.

- Subjek bersaing secara sehat dengan pedagang lain.

- Para pedagang bersaing secara sehat untuk menjaga kerukunan diantara mereka.

- Warga di kampung Subjek saling menyapa dan menanyakan kabar masing-masing.

- Subjek menolong agar orang yang ditolongnya bisa lebih baik.

- Subjek menanggapi pedagang atau pembeli yang mengajaknya mengobrol.

- Subjek memberi saran kepada pedagang lain yang sedang menghadapi masalah.

e. mencapai tujuannya dengan cara-cara yang pantas/sesuai dengan norma-

- Subjek menyelesaikan konflik dengan pedagang lain dengan cara mengalah.

- Subjek memberi pengertian kepada pembeli yang menawar dengan harga

- Cara Subjek menyelesaikan konflik dengan pembeli atau pedagang lain: mengalah, introspeksi diri, menenangkan diri, berdoa.

- Cara Subjek mendapatkan pelanggan:

- Cara Subjek mengatasi konflik dengan pembeli yang menawar seenaknya adalah dengan menghibur diri lewat pembeli yang menawar dengan harga yang lebih

Page 198: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

norma yang berlaku di masyarakat

yang tidak sesuai.

- Cara Subjek mendapatkan pelanggan: berjualan dengan tulus, menawarkan barang dagangannya kepada pembeli tanpa memaksa pembeli untuk membeli di kiosnya.

- Subjek tidak merebut pelanggan pedagang lain.

berdoa, bersyukur, bersikap baik kepada orang lain, merasa cukup dengan penghasilan yang didapat setiap hari.

- Subjek tidak merebut pelanggan pedagang lain.

tinggi, berbicara kepada pembeli yang belum membayar hutang secara baik-baik.

- Cara Subjek mendapatkan pelanggan: bersabar terhadap pembeli yang menjengkelkan, bersaing dengan harga yang seimbang dengan pedagang lain, memberikan pelayanan yang baik kepada pembeli.

- Subjek menjaga kerukunan dengan pedagang lain dengan bersaing secara sehat.

a. menyadari bahwa menolong merupakan kewajiban

- Menurut Subjek, tolong-menolong adalah sesuatu yang penting.

- Menurut Subjek, tolong-menolong adalah sebuah kewajiban dan merupakan sesuatu yang penting.

- Menurut Subjek, tolong-menolong adalah sebuah kewajiban dan merupakan sesuatu yang penting.

B. Memiliki kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong

b. menolong tanpa mengharapkan balasan dari orang yang ditolong

- Subjek menolong orang lain tanpa pamrih.

- Subjek tidak mengharapkan balasan dari orang yang ditolongnya.

- Subjek tidak mengharapkan balasan dari orang yang ditolongnya.

- Subjek menolong agar orang yang ditolongnya bisa lebih baik.

C. Keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang layak mereka dapatkan

a. memiliki keyakinan bahwa setiap orang akan mendapatkan ganjaran dari perbuatannya

- Menurut Subjek, jika kita sombong dan tidak peduli kepada orang lain maka orang tidak akan menyukai kita.

- Subjek percaya jika kita berbuat baik maka orang akan baik pada kita.

- Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: kerukunan, berbuat baik

- Subjek percaya jika kita berbuat baik kepada orang lain maka orang juga akan berbuat baik pada kita.

- Subjek percaya bahwa orang jahat akan menerima hukuman dan orang yang berbuat baik akan menerima balasan atas perbuatan baiknya.

- Subjek percaya bahwa orang yang

- Menurut Subjek, jika kita berbuat baik kepada orang lain maka kita akan menerima hal baik juga.

- Subjek percaya bahwa orang sabar akan dikasihi Tuhan.

- Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: tolong-menolong, gotong-royong, hidup rukun

Page 199: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

kepada orang lain. jahat layak dihukum.

- Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: menolong orang lain, berbuat baik kepada orang lain, hidup rukun dengan sesama.

dengan sesama.

b. memiliki keyakinan bahwa dengan memberikan pertolongan kepada orang lain akan mendapatkan manfaat daripadanya.

- Subjek percaya bahwa dengan berbuat baik kepada orang lain akan mendapatkan pahala yang besar.

- Subjek percaya jika kita tidak menolong orang lain maka kita pun tidak akan menerima pertolongan.

- Subjek percaya jika kita menolong orang lain maka orang juga akan menolong kita.

- Subjek percaya dengan menganggap lunas hutang pembeli yang tidak bisa membayar hutangnya suatu saat ia akan menerima rezeki yang lain.

- Subjek percaya jika kita saling tolong-menolong dan menghargai orang lain maka orang juga akan menolong dan menghargai kita.

a. keinginan menolong karena dorongan dari dalam diri sendiri

- Subjek menolong orang lain karena merasa kasihan, hatinya tidak tega ketika melihat orang yang kesusahan.

- Subjek menolong karena didorong oleh pikiran dan harapannya sendiri untuk menolong orang lain.

- Subjek menolong karena merasa kasihan, tidak sampai hati melihat orang yang sedang kesulitan.

D. Memiliki inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri yang ditunjukkan melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain

b. menunjukkan perilaku menolong lewat tindakan nyata

- Bentuk altruisme terhadap pedagang lain: menjenguk pedagang yang sakit, menghadiri acara acara yang diadakan pedagang lain.

- Bentuk altruisme terhadap pembeli: menanggapi obrolan pembeli, mengantarkan belanjaan pembeli.

- Bentuk altruisme terhadap sesama pada umumnya: menjenguk tetangga yang sakit, melayat tetangga yang meninggal, memberi informasi kepada siswa yang sedang PKL tentang proses pembuatan tahu,

- Bentuk altruisme terhadap pedagang lain: menjagakan kios pedagang lain, memberi pinjaman berupa barang dagangan (nempil), memberikan tempo kepada pedagang untuk membayar.

- Bentuk altruisme terhadap pembeli: memberi bonus kepada pembeli, menanggapi obrolan pembeli.

- Bentuk altruisme terhadap sesama pada umumnya: memberi sumbangan, meminjamkan barang/uang kepada tetangga,

- Bentuk altruisme terhadap pedagang lain: membantu menjagakan kios pedagang lain, menolong pedagang lain yang mengalami kesulitan, membesuk pedagang yang sakit, menghadiri acara yang diadakan oleh pedagang lain, membantu pedagang lain agar kios mereka juga laris, meminjamkan uang untuk modal kepada pedagang lain, memberi saran kepada pedagang lain yang sedang menghadapi masalah.

- Bentuk altruisme terhadap pembeli:

Page 200: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

memberi sedekah kepada pengemis, memberi sumbangan untuk orang miskin, memberikan iuran untuk kepentingan kampung, baik berupa uang atau tahu.

memberi sedekah kepada pengemis. menyediakan tempat untuk menitipkan barang belanjaan, menanggapi obrolan pembeli, mencarikan barang yang dikehendaki pembeli, membantu pembeli membawa belanjaannya.

- Bentuk altruisme terhadap sesama pada umumnya: meminjamkan uang kepada orang yang membutuhkan, memberi sedekah, memberi sumbangan

a. mudah bekerja sama dengan orang lain

- Subjek memberikan bantuan untuk kepentingan kampung.

- Subjek mengikuti kegiatan yang diadakan di kampung maupun di pasar bersama-sama dengan orang lain.

- Ketika pihak pengelola pasar menarik sumbangan, Subjek memberikan sumbangan.

- Subjek menjagakan kios pedagang lain dan memberi pinjaman berupa barang dagangan ketika ada pedagang yang kehabisan barang dagangan.

- Antar pedagang di pasar Wonogiri saling membantu untuk menjagakan dan menjuali kios pedagang lain ketika si empunya sedang ada keperluan.

- Antar pedagang di pasar Wonogiri saling percaya antara satu sama lain.

- Subjek memberikan harga yang seimbang dengan pedagang lain agar dapat saling diuntungkan.

- Apabila ada pembeli yang membeli barang di kios Subjek dalam jumlah yang banyak, Subjek membaginya dengan pedagang lain sehingga antar pedagang sama-sama untung.

- Subjek memberikan sumbangan untu kepentingan kampung.

E. Memiliki perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri

b. mendahulukan - Subjek menolong orang yang - Meskipun dirinya sendiri kekurangan, - Para pedagang mau menolong

Page 201: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

kepentingan orang yang membutuhkan daripada kepentingan diri sendiri

membutuhkan menurut kebutuhannya.

- Subjek menolong siapapun yang membutuhkan tanpa melihat siapa yang minta tolong.

- Orang yang ditolong Subjek: sesama pedagang, pembeli, tetangga, siswa PKL, pengemis.

Subjek tetap membantu orang yang membutuhkan pertolongannya.

- Orang yang ditolong Subjek: sesama pedagang, tetangga, pembeli, orang yang membutuhkan meskipun tidak dikenal.

menjagakan dan menjuali di kios pedagang lain tanpa mengambil keuntungan.

- Subjek memberi pinjaman modal kepada pedagang lain.

- Subjek menolong siapapun yang membutuhkan pertolongan.

- Orang yang ditolong Subjek: sesama pedagang, tetangga, pembeli, orang yang membutuhkan meskipun tidak dikenal.

Page 202: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Tabel 4. Ringkasan Hasil Triangulasi

Aspek yang diungkap Subjek I Subjek II Subjek III

Nama DJ SL LY

Usia 55 tahun 29 tahun 30 tahun

Jenis kelamin Wanita Pria Wanita

Tempat tinggal Kradenan, Sukoharjo Bulukerto, Wonogiri Carikan, Sukoharjo

Asal Sukoharjo Wonogiri Sukoharjo

Pekerjaan Pedagang Makanan Pedagang Kelontong Pedagang Makanan

Lama bekerja 30 tahun 10 tahun 12 tahun

a. mampu menempatkan diri dalam perspektif orang lain

- Para pedagang mau mengerti keadaan orang lain.

- Para pedagang menolong pembeli agar pembeli merasa senang.

- Ketika melihat pedagang lain mengalami kesulitan, para pedagang memberikan pertolongan meski tidak diminta.

- Para pedagang saling tolong-menolong karena menyadari bahwa manusia tidak dapat melakukan segala sesuatu seorang diri.

- Para pedagang saling memberikan pinjaman modal karena mengetahui berjualan akan susah jika tidak punya modal.

- Para pedagang membantu orang lain karena melihat kesulitan orang lain yang tidak dapat mengerjakan segala sesuatunya seorang diri.

A. Sikap empati

b. mampu bersosialisasi dengan orang lain

- Menurut Subjek, para pedagang memiliki hubungan yang baik dengan satu sama lain.

- Para pedagang melayat orang meninggal dan menghadiri acara yang diadakan pedagang lain secara bersama-sama.

- Menurut Subjek, penduduk Wonogiri berkarakter baik, hidup rukun dengan satu sama lain.

- Penduduk Wonogiri menghadiri acara yang diadakan oleh tetangga di kampungnya.

- Penduduk Wonogiri menjenguk

- Menurut Subjek, penduduk Wonogiri rukun, ramah, dekat dengan satu sama lain, dan memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi.

- Para pedagang yang sudah lama tinggal di Wonogiri sudah seperti

Page 203: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

- Subjek mengikuti kegiatan yang ada di kampung.

- Subjek menjenguk orang yang sakit bersama-sama dengan tetangga yang lain.

- Para pedagang saling menyapa satu sama lain ketika melewati kios.

tetangga yang sakit bersama-sama.

- Para pedagang memiliki hubungan yang baik dan rukun dengan satu sama lain.

- Para pedagang menjenguk orang sakit atau menghadiri undangan secara bersama-sama.

- Para pedagang mengobrol dengan pembeli.

saudara sendiri.

- Para pedagang memiliki kerukunan yang baik dengan tetangga di kampung.

- Para pedagang menjenguk orang sakit atau menghadiri undangan secara bersama-sama.

- Para pedagang memiliki hubungan yang baik dengan para pelanggan.

c. memiliki tenggang rasa terhadap orang lain

- Para pedagang tidak membesar-besarkan konflik dan segera berdamai jika ada konflik diantara mereka.

- Para pedagang memilih mengalah ketika menghadapi konflik dengan pedagang lain.

- Para pedagang tidak mengambil hati sikap pembeli yang menjengkelkan karena menganggap hal itu sebagai sesuatu yang sudah biasa terjadi di pasar.

- Para pedagang tidak mengambil hati sikap pembeli yang menjengkelkan karena menganggap hal itu sebagai sesuatu yang sudah biasa terjadi di pasar.

- Para pedagang tidak memaksa pembeli untuk membayar hutangnya, sebaliknya pedagang merelakannya dengan tidak menagih lagi barang yang sudah diambil.

d. memiliki hasrat untuk berbuat baik kepada orang lain

- Para pedagang menghadiri acara yang diadakan pedagang lain.

- Para pedagang menjenguk sesama pedagang yang sakit.

- Para pedagang saling tolong-menolong ketika ada pedagang lain yang mengalami kesulitan.

- Subjek menjenguk tetangga yang sakit dan menolong tetangga yang kesusahan.

- Para pedagang tidak membesar-besarkan masalah yang terjadi diantara mereka.

- Penduduk Wonogiri saling tolong-menolong apabila ada tetangga yang membutuhkan pertolongan.

- Penduduk Wonogiri menghadiri acara yang diadakan oleh tetangga atau menjenguk tetangga yang sakit sebagai bentuk perhatian mereka

- Para pedagang yang sudah lama tinggal di Wonogiri menyapukan jalan di depan kios pedagang lain apabila kotor.

- Para pedagang saling menyapa ketika lewat di depan kios pedagang lain.

- Para pedagang berusaha untuk menolong orang lain yang membutuhkan.

Page 204: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

- Para pedagang saling menyapa ketika lewat di depan kios pedagang lain.

- Para pedagang menolong orang lain dengan senang hati.

- Para pedagang jujur antara satu sama lain ketika menolong pedagang lain menjagakan kios mereka.

terhadap orang lain.

- Para pedagang membantu sesama pedagang yang sedang mengalami kesulitan.

- Para pedagang menanggapi pembeli yang mengajak mengobrol.

- Para pedagang menolong pembeli agar pembeli merasa senang.

- Para pedagang tidak saling berebut pelanggan karena dapat merugikan pedagang lain.

- Para pedagang menjaga kerukunan antara satu sama lain.

- Para pedagang saling membantu satu sama lain.

- Para pedagang membantu tetangga yang ada di kampung.

- Para pedagang melerai pedagang lain yang sedang bertengkar dan memberikan mereka pengertian.

- Para pedagang senang menolong orang lain.

e. mencapai tujuannya dengan cara-cara yang pantas/sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat

- Para pedagang tidak bertengkar untuk memperebutkan pelanggan. Apabila pasar sedang sepi, mereka memilih untuk beristirahat.

- Cara pedagang mendapatkan pelanggan: bersabar dalam melayani pembeli, menawarkan barang dagangan tanpa memaksa pembeli untuk membeli.

- Cara pedagang menyelesaikan konflik diantara mereka: melapor pada satpam, berdamai

- Cara pedagang menyelesaikan konflik diantara mereka: mengalah, membicarakan masalah yang terjadi diantara mereka agar dapat diluruskan.

- Cara pedagang mendapatkan pelanggan: bersabar menantikan pembeli datang, bersabar menghadapi pembeli yang menjengkelkan, menawarkan barang dengan ramah tanpa memaksa pembeli untuk membeli di kiosnya, bersaing secara sehat, memberikan pelayanan yang baik kepada pembeli, menyediakan barang yang dibutuhkan pembeli.

- Cara pedagang menyelesaikan konflik diantara mereka: membicarakan permasalahan secara baik-baik, ketika terjadi pertengkaran pedagang lain melerai dan memberi pengertian kepada pedagang yang bertengkar, menegur orang yang bersalah.

- Cara pedagang mendapatkan pelanggan: bersikap ramah kepada pembeli, memberikan pelayanan yang baik kepada pembeli, menyediakan barang dengan kualitas yang baik.

B. Memiliki kesadaran melakukan

a. menyadari bahwa menolong merupakan

- Menurut Subjek, tolong-menolong adalah kewajiban dan merupakan

- Menurut Subjek, tolong-menolong wajib dilakukan karena hal itu

- Menurut Subjek, tolong-menolong adalah kewajiban.

Page 205: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

kewajiban sesuatu yang penting. merupakan perintah agama. tugas dan tanggung jawab untuk menolong

b. menolong tanpa mengharapkan balasan dari orang yang ditolong

- Para pedagang memberikan pertolongan dengan ikhlas, tanpa mengharapkan balasan dari orang yang ditolong.

- Subjek menolong tanpa mengharap orang yang ditolongnya mengembalikan apa yang telah diberikannya.

- Penduduk Wonogiri memberikan pertolongan dengan ikhlas, tidak mengharapkan balasan dari orang yang ditolongnya.

- Para pedagang memberikan pertolongan dengan sukarela.

- Para pedagang tidak memberikan balasan dari orang yang ditolong, mereka memberikan pertolongan secara ikhlas.

a. memiliki keyakinan bahwa setiap orang akan mendapatkan ganjaran dari perbuatannya

- Subjek percaya jika kita menjaga kerukunan, tidak merebut pelanggan pedagang lain, tidak memaksa pembeli untuk membeli di kiosnya maka rezeki akan datang pada kita.

- Subjek percaya jika kita baik kepada orang, berjualan dengan benar maka akan menerima berkat dari Yang Maha Kuasa.

- Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: tolong-menolong, menolong kerabat, bekerja sama dengan orang lain.

- Subjek percaya jika kita berbuat baik kepada orang lain maka orang lain akan berbuat baik juga kepada kita.

- Subjek percaya bahwa orang yang berbuat jahat akan menerima ganjaran dari Yang Maha Kuasa.

- Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: tolong-menolong, saling membantu agar dapat hidup rukun dengan satu sama lain, berbuat baik kepada sesama, ikhlas, tulus, nrima.

- Subjek percaya jika kita menabur hal yang baik, kita akan menuai hal yang baik juga sebaliknya jika kita jahat kita akan menerima hal yang tidak baik.

- Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: apabila kita menabur hal yang baik maka kita akan menuai hal yang baik pula, tolong-menolong, hidup bergotong-royong.

C. Keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang layak mereka dapatkan

b. memiliki keyakinan bahwa dengan memberikan pertolongan kepada orang lain akan mendapatkan manfaat daripadanya

- Subjek percaya jika kita menolong orang lain dengan tulus maka kita dapat hidup enak, yaitu: hatinya tenteram, tenang, dekat dengan siapapun, tidak punya musuh, memiliki hubungan yang baik dengan orang lain.

- Subjek percaya jika kita mau menolong orang lain, suatu saat ketika kita menghadapi kesulitan kita juga akan ditolong oleh orang lain.

- Subjek percaya jika kita menolong orang lain kita akan mendapat pahala dari Yang Maha Kuasa.

- Subjek percaya jika kita saling tolong-menolong maka kita akan

- Subjek percaya ketika memberikan keringanan kepada pembeli yang tidak bisa membayar hutang, Yang Maha Kuasa akan memberikan rezeki yang lain.

Page 206: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

sama-sama hidup dengan nyaman.

a. keinginan menolong karena dorongan dari dalam diri sendiri

- Para pedagang menolong karena hatinya tergerak melihat orang lain yang membutuhkan.

- Para pedagang menolong karena hatinya tergerak melihat orang lain yang mengalami kesulitan.

- Para pedagang menolong karena merasa kasihan melihat orang lain mengalami kesulitan.

D. Memiliki inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri yang ditunjukkan melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain

b. menunjukkan perilaku menolong lewat tindakan nyata

- Bentuk altruisme terhadap pedagang lain: melayat orang meninggal, menjenguk orang yang melahirkan, menjenguk orang sakit, menjagakan kios pedagang lain, membantu menata barang dagangan pedagang lain, menghadiri acara bersama-sama, menghutangi pedagang lain, memberi pinjaman berupa dagangan.

- Bentuk altruisme terhadap pembeli: mengantarkan belanjaan pembeli, menyediakan tempat untuk pembeli menitipkan belanjaannya.

- Bentuk altruisme terhadap sesama pada umumnya: memberi sedekah kepada pengamen atau pengemis, memberi sumbangan untuk kepentingan kampung.

- Bentuk altruisme terhadap pedagang: menjenguk orang sakit, menghadiri undangan pedagang lain membantu menjagakan kios pedagang lain, membantu pedagang lain dengan mencarikan barang dagangan.

- Bentuk altruisme terhadap pembeli: mengantarkan barang belanjaan pembeli, memberi tempo kepada pembeli dalam membayar, mengobrol dengan pembeli.

- Bentuk altruisme terhadap sesama pada umumnya: membantu tetangga yang sedang punya acara, membesuk tetangga yang sakit, memberikan sumbangan untuk kepentingan kampung, memberi sedekah kepada pengemis.

- Bentuk altruisme terhadap pedagang: menyapukan jalan di depan kios pedagang lain, saling menyapa ketika lewat di depan kios pedagang lain, membantu menjagakan kios pedagang lain, membesuk orang sakit, memberikan sumbangan, membantu orang yang sedang mengadakan acara, menghadiri acara yang diadakan pedagang lain, menolong pedagang yang sedang terkena musibah.

- Bentuk altruisme terhadap pembeli: mengobrol dengan pembeli, menghapus hutang pembeli.

- Bentuk altruisme terhadap sesama pada umumnya: membantu tetangga yang sedang punya acara, memberikan sumbangan, sedekah.

E. Memiliki perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri

a. mudah bekerja sama dengan orang lain

- Para pedagang saling membantu menjagakan kios.

- Para pedagang saling jujur satu sama lain ketika menjagakan kios pedagang lain.

- Subjek ikut berpartisipasi dalam

- Penduduk Wonogiri saling tolong-menolong apabila ada tetangga yang membutuhkan pertolongan.

- Para pedagang saling membantu dalam berjualan dengan menjagakan kios dan mencari barang dagangan.

- Para pedagang saling membantu menjagakan kios ketika pedagang sedang banyak keperluan.

- Para pedagang membantu tetangga mereka yang sedang punya acara.

- Para pedagang ikut bergotong-

Page 207: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

kegiatan yang diadakan di kampung.

- Para pedagang saling membantu dalam memberikan modal kepada pedagang lain.

- Para pedagang tidak mempermasalahkan apabila pembeli memilih membeli di tempat pedagang lain.

- Para pedagang saling membantu agar dagangan mereka sama-sama laku.

- Para pedagang saling menjaga kerukunan dan tidak saling menjatuhkan agar mereka dapat bekerja dengan nyaman.

royong untuk kepentingan kampung.

- Para pedagang saling tolong-menolong ketika mereka ada kesulitan.

b. mendahulukan kepentingan orang yang membutuhkan daripada kepentingan diri sendiri

- Pedagang menyediakan tempat untuk pembeli menitipkan belanjaannya.

- Subjek menjenguk tetangga yang sakit, jika perlu hingga dua kali menjenguk.

- Para pedagamg memberikan modal atau memberi pinjaman berupa barang dagangan ketika ada pedagang yang sedang kesulitan modal.

- Para pedagang langsung menolong ketika melihat orang membutuhkan pertolongan.

- Orang yang ditolong oleh para pedagang: pedagang lain, pembeli, tetangga di kampung, sanak-saudara, pengamen, pengemis.

- Penduduk Wonogiri menyempatkan diri untuk membantu tetangga yang sedang punya acara.

- Para pedagang membantu pedagang lain menjaga kios dan mencari barang dagangan.

- Ketika melihat pedagang lain mengalami kesulitan, para pedagang memberikan bantuan meski tanpa diminta.

- Para pedagang tetap menolong orang lain meskipun tidak dikenal.

- Orang yang ditolong oleh para pedagang: pedagang lain, pembeli, tetangga di kampung, pengemis.

- Para pedagang menolong orang yang membutuhkan sesuai dengan kebutuhan orang itu menurut kemampuan mereka untuk menolong.

- Para pedagang membantu pedagang lain menjaga kios.

- Ketika melihat orang lain membutuhkan pertolongan, para pedagang cepat-cepat membantu.

- Para pedagang tetap menolong orang lain meskipun tidak dikenal.

- Orang yang ditolong oleh para pedagang: pedagang lain, pembeli, tetangga di kampung, orang yang membutuhkan meskipun tidak dikenal.

Page 208: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Keterangan Pengkodean

Komponen Keterangan

Pengkodean Sikap empati a. mampu menempatkan diri dalam perspektif orang lain b. mampu bersosialisasi dengan orang lain c. memiliki tenggang rasa terhadap orang lain d. memiliki hasrat untuk berbuat baik kepada orang lain e. mencapai tujuannya dengan cara-cara yang pantas/sesuai

dengan norma-norma umum yang berlaku di masyarakat

A Aa Ab Ac Ad Ae

Memiliki kesadaran melakukan tugas dan tanggung jawab untuk menolong a. menyadari bahwa menolong merupakan kewajiban b. menolong tanpa mengharapkan balasan dari orang yang

B

Ba Bb

Keyakinan pada keadilan bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang layak mereka dapatkan a. memiliki keyakinan bahwa setiap orang akan mendapatkan

ganjaran dari perbuatannya b. memiliki keyakinan bahwa dengan memberi pertolongan

kepada orang lain akan mendapatkan manfaat daripadanya

C

Ca

Cb

Memiliki inisiatif untuk menolong yang berasal dari dalam diri sendiri yang ditunjukkan melalui dorongan untuk berbuat jasa bagi orang lain a. keinginan menolong bukan karena ada dorongan dari luar

tetapi karena dorongan dari dalam diri sendiri b. menunjukkan perilaku menolong lewat tindakan nyata

D

Da

Db

Memiliki perhatian yang lebih terhadap orang lain daripada dirinya sendiri a. mudah bekerja sama dengan orang lain b. mendahulukan kepentingan orang yang membutuhkan

daripada kepentingan diri sendiri

E

Ea Eb

Page 209: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

KODING HASIL WAWANCARA SUBJEK I

Nama : NM Usia : 32 tahun Jenis kelamin : Wanita Tempat tinggal : Kajen, Wonogiri Asal : Demak Pekerjaan : Pedagang Buah Lama bekerja : 10 tahun

Catatan Pertanyaan dan hasil wawancara Koding

Menurut Subjek, para pedagang memiliki hubungan yang bagus, persatuan yang bagus, mengenal satu sama lain dengan baik, apabila ada pedagang yang terkena musibah pedagang yang lain juga mengetahui dan melakukan sesuatu bagi pedagang yang kesusahan. Para pedagang memiliki kebiasaan membesuk orang sakit bersama-sama

T : Mbak sudah lama bekerja di pasar Wonogiri. Menurut mbak, bagaimana hubungan antar pedagang buah disini?

J : Bagus. Pedagang buah disini kenal baik semua. Persatuannya juga bagus. Umpamanya kalau besuk orang semua ya kompak. Kalau ada yang sakit atau kena musibah gitu semua bisa tahu. Umpamanya ada yang masuk rumah sakit ya semua nengok kesana.

T : Mbak juga ikut? J : Iya. Pasti ikut. T : Lalu kiosnya bagaimana? J : Ya tutup sebentar. Aku tinggal dulu. Nanti pulang

dari besuk buka lagi. Kalau ada yang bisa dititipin ya dititipin. Tapi kalau nggak ada ya tutup.

T : Jadi kalau besuk orang kiosnya tutup ya, mbak? J : Iya. Tapi paling sebentar. Pokoknya besuk, mbak.

Sebentar ya ndak pa-pa. Kalau orang lagi kena musibah ditengok gitu ‘kan seneng. Kalau yang sakit masih dekat-dekat sini ‘kan ya kenal. Kalau disini itu begitu, mbak. Ada yang sakit dibesuk. Kompak.

T : Mengapa mbak mau membesuk? J : Iya. Sudah kebiasaan. Supaya hubungannya tetep

baik. Dekat. Rukun. T : Itu semua pedagang seperti itu atau cuma pedagang

buah saja yang suka nengok bareng-bareng begitu? J : Semuanya, mbak. Sudah jadi kebiasaan orang

pasar kalau ada yang sakit besuk bersama. Ya yang sana-sana itu juga begitu. Semuanya begitu.

T : Yang sana-sana itu maksudnya selain pedagang buah? J : Iya. Itu sebelah situ itu tempatnya orang jualan

sayur. Kalau disitu ada yang punya hajat gitu ya kita dateng kalau kenal. Kalau ndak kenal ya paling denger kabarnya aja. Oh, situ punya mantu. Oh, situ ada hajatan. Ya disini ini ya denger. Kalau di pasar itu ada berita apa gitu ya orang bisa tahu kok, mbak. Wong sini sama situ ya nggak jauh. Jadi kalau ada apa-apa ya pasti denger kabarnya. Sehari-hari sabane juga sama orang pasar. Ya tahu, mbak.

T : Jadi sekalipun bukan sesama pedagang buah bisa tahu ya, mbak, kalau ada kabar apa-apa?

J : Iya. Orang beli kalau mampir itu ‘kan juga suka

Ab, Db, Ea, Ab Eb Aa, Ab, Ad, Db, Ea Ab, Ae Ab Ab Ab

Page 210: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

cerita. “Anu, si kae… bakul kae.. lagi mantu.” Ya ‘kan jadi tahu tha, mbak.

T : Apakah mbak kenal dengan semua pedagang disini? Bukan hanya pedagang buah?

J : Ya kenal. Kalau lewat gitu ya suka manggilin. “Yo, mbak, arep neng ‘ndi? Mbok mampir.” Kalau cuma tahu ya tahu, mbak, pedagang yang disana-sana. Tapi ya nggak gitu deket. Nggak kaya yang disini ini. Kalau deket-deket begini ‘kan kenalnya lebih baik. Wong tiap hari ketemu. Ya tahu watak-watake kaya apa. Ya kalau sudah kenal baik kaya saudara sendiri. Kalau yang jauh-jauh sana itu ya cuma tahu. Tapi yang deket-deket sini itu masih saudara, mbak. Kalau sama orang lain gitu, ya pedagang apa pembeli gitu, yang udah kenal baik bisa ngobrol-ngobrol lama.

T : Dengan pembeli juga suka ngobrol-ngobrol, ya? J : Iya. T : Biasanya ngomongin apa, mbak? J : Ya kalau udah lama nggak ketemu ya tanya kabarnya

gimana. Ya macem-macem, mbak. Dagangannya gimana. Cerita sehari-hari di rumah gimana, anaknya gimana. Kalau di pasar itu kaya saudara dekat.

T : Kok bisa deket itu gimana? J : Ya kebiasaan, mbak. T : Jadi mbak cukup dekat ya, dengan pedagang dan

pembeli disini? J : Kalau dibilang dekat ya dekat. Kalau ketemu ya

nanya kabarnya gimana. Ya ngobrol-ngobrol. Kalau temennya banyak ‘tu seneng gitu lho, mbak.

T : Kalau dengan orang yang belum kenal gimana? J : Kalau belum kenal kalau udah kenalan dan

keliatannya diajak omongan enak ya aku anggep temen yang udah kenal baik. Pokoknya kalo ketemu orang, ngajak omongan aku dan dia enak diajak ngomong ya kalau ketemu lagi udah enak. Kalau nggak diajak omongan ya aku diem aja.

T : Mbak mudah kenalan sama orang ya? J : Ya, lha wong biasanya di pasar. Harus ramah sama

orang. Kalau kita baik otomatis ‘kan orang mau mampir terus.

T : Apakah itu salah satu cara mbak untuk mendapatkan pelanggan?

J : Aku sih biasa aja, mbak. Mau beli ya sokur ndak ya udah. Pokoknya prinsipku itu harus baik sama siapa aja. Ndak pelit omongan, nanti ndak punya teman. Kalau ramah, baik, orang ‘kan seneng. Ya ndak selalu supaya dapet pelanggan. Biasanya ya udah seperti itu.

T : Selama mbak berjualan, apakah pernah menemui ada pembeli yang menjengkelkan?

J : Ya kadang. T : Terus gimana? J : Namanya orang beli ya mau gimana, harusnya ya

dilayani dengan baik. Sama orang beli ya harus

Ab

Ab Ab Ad Ae Ac, Ad, Ae

Page 211: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Pedagang di Wonogiri bersaing secara sehat karena mereka memiliki pengertian bahwa tiap pedagang punya pembelinya masing-masing dan ingin menjaga hubungan yang baik diantara pedagang. Bentuk altruisme: membantu menjagakan kios, buka kios, membantu dasaran (menyiapkan barang dagangan sebelum buka kios), menghutangi pembeli apabila uangnya

sabar, ramah. Kalau galak orang beli ya takut, nggak mau kembali lagi. Harus bersikap baik. Kalau ada yang rewel ya tetep dilayani. Ya begitu itu nggak selalu kok, mbak. Kadang-kadang. Kalau ngadepin ya harus sabar. Kalau sabar ‘kan pembelinya seneng.

T : Pernah mengalami masalah seperti itu? J : Iya. Dan harus bisa mengambil hatinya pembeli. Kalau

bisa jadi langganan ‘kan enak. Langganan itu gampang. Misalnya kalau harga naik. Biasanya 7000 terus naik 500 mereka yang udah biasa kesini nggak usah nawar, wong sudah percaya. Kalau ada apa-apa gitu pasti mampirnya langsung kesini. Enak, mbak, kalau punya langganan.

T : Langganannya banyak? J : Ya lumayan. T : Saingannya banyak nggak? J : Ya saingan ada tapi saingan sehat. Misalnya kalo

sini jualannya buah kaya gini, sana buah kaya gitu. Kalo sini laris sana ikut kulak. Ndak ada yang iri-iri begitu. Sama-sama disini, mbak. Saingannya sehat biar hubungan tetep baik. Disini pedagangnya punya langganan sendiri-sendiri. Langganannya sana ya sana.

T : Pernah ada masalah sama pedagang lain, mbak? J : Nggak ada, mbak. Orang pasar itu nggak pernah

ada masalah. Sekarang buah itu ya umumnya begini. Umpamanya langganan beli situ ya terserah. Nggak mau berantem. Kalau beli disini ya dilayani. Kalau nggak begitu rebutan ya malah jadi berantem. Sama temennya bisa berantem sendiri-sendiri. ‘Kan malu. Orang jualan kok berantem. Jadi ya kalau sudah langganannya sana ya biar beli sana. Rejekinya ada sendiri-sendiri. Kalau laris ya memang rejekinya, kalau lagi sepi ya besok ‘kan rame. Masing-masing, mbak. Pokoknya kalau kita jualannya baik, sama orang baik, nanti ‘kan orang beli dateng sendiri.

T : Jadi mbak bersaing secara sehat untuk menjaga hubungan yang baik dengan pedagang lain?

J : Iya. Ya ndak cuma aku, yang lain juga begitu. Pedagang buah disini ini kebanyakan dari Demak juga. Jadi masih saudara. Itu yang disitu itu, adikku ponakan. Ya harus jaga hubungan baik.

T : Hubungan para pedagang sini baik ya, mbak? Apakah mbak pernah menolong pedagang di sekitar sini?

J : Ya pernah. Ya paling kalau itu mbak, kalau kiosnya lagi ditinggal saya bantu njagain. Biasanya dititipkan gitu lho, mbak.

T : Biasanya menolongnya berupa apa, mbak? J : Ya buka toko, bantuin mereka dasaran. Bantu jaga

toko. Biasanya kalo ditinggal sama yang punya dititipke. Aku bantuin njaga.

T : Pernah menolong pembeli juga? J : Ya pernah.

Ac, Ae Ac, Ad, Ae Db, Ea Db, Ea

Page 212: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

kurang. Bentuk altruisme: memberi sumbangan lewat kotak amal, memberi sedekah, memberikan pinjaman uang. Bentuk altruisme: membesuk orang sakit, memberi sedekah.

T : Menolongnya pembeli biasanya berupa apa, mbak? J : Ya umpamanya ada orang beli duitnya kurang ya

tetep dikasih. Diutangi dulu. Itu kalo sudah kenal baik.

T : Jadi barangnya boleh dibawa dulu tapi bayar belakangan, begitu?

J : Iya. Biasanya kalau sudah kenal baik seperti itu. T : Kalau belum kenal? J : Kalau belum kenal ya pikir-pikir. Lha kalo nggak balik

lagi ya gimana. Kalau udah kenal ya gampang. Pokoknya aku percaya sama orangnya.

T : Apakah mbak hanya menolong orang yang dikenal saja?

J : Ya kalau sudah kenal ‘kan enak. Kita percaya sama orangnya. Kalau ada apa-apa bisa dicari, tahu gitu lho, mbak. Kalau ndak kenal nanti dibawa lari. Jaman sekarang orang suka tipu-tipu itu banyak. Kita harus hati-hati. Ya kenal nggak kenal ya tetep ditolong. Siapa yang membutuhkan kita tolong. Menolong ‘kan bukan cuma minjemin duit. Kalau ndak kenal ya nolong, apa nyumbang, apa ngasih sedekah, apa gimana. Kalau ada kotak amal ya dikasih. Wong menolong itu banyak macamnya. Semua kita ya tolong. Tapi kalau mau minjemin uang ‘kan kita liat-liat dulu orangnya. Harus hati-hati. Ndak bisa sembarangan.

T : Jadi siapapun, baik kenal atau tidak kenal ditolong, begitu?

J : Iya. Liat-liat juga butuhnya apa. Iya tha, mbak? Apa butuhnya uang, apa makanan, apa pakaian. Apa yang bisa kita tolong, kita tolong. Liat orang butuhnya apa. Tapi ya tadi… kalau butuh pinjaman gitu ya liat orangnya. Kalau ndak kenal ya ndak tak pinjemin. Tergantung apa butuhnya.

T : Jadi Mbak menolong semua orang yang membutuhkan sesuai dengan kebutuhan orang itu, begitu?

J : Iya. Orang ‘kan lain-lain, butuhnya ya lain-lain. Ya apa yang dia butuhkan ya kita bantu. Kalau aku punya ya tak bantu. Mbantu ya semampunya. Kalau ndak punya ya ndak tha, mbak.

T : Kalau ada yang membutuhkan pertolongan apakah mbak langsung menolong atau bagaimana?

J : Ya itu tadi. Tergantung butuhnya apa. Ya kita liat-liat dulu, mbak. Kalau butuh pinjam uang kalau aku ada ya aku pinjemin. Tapi kalau ndak ada ya bilang ndak ada. Masak mau dipaksa? Kalau aku mampu, aku bisa ya langsung ditolong. Mau menolong ya liat-liat kemampuan tha, mbak. Kalau ada ya langsung dikasih. Misalnya itu, di pasar ‘kan sering ada ideran kotak itu, minta sumbangan. Ya aku ngasih. Ada orang minta-minta itu, ya tak kasih. Ada yang sakit, diajak besuk gitu, ya berangkat. Kalau kita mampu ‘kan ya langsung tha, mbak…

T : Apakah mbak juga merasa punya kewajiban untuk

Ac, Db, Eb Db, Eb Ad, Db, Eb Db, Ea

Page 213: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: berbagi dengan orang lain, rukun dengan sesama, gotong-royong, tolong-menolong, berbuat baik terhadap sesama.

menolong orang lain? J : Ya punya. Apalagi yang sudah deket, sudah kaya

saudara. Wajib saling tolong-menolong. Biar hubungannya baik. Biar tetep deket. Rukun. Kita juga ndak kepenak terus. Pasti ya pernah tha kesusahan. Pasti ya pernah perlu ditolong orang. Kalau kita saling tolong-menolong, suatu saat kalau kita butuh ‘kan bisa minta tolong sama mereka. Sebagai manusia kita nggak bisa hidup sendiri. Gimanapun tetep membutuhkan orang lain. Kalau kita tidak saling tolong-menolong ya bagaimana?

T : Menolong supaya juga ditolong orang lain? J : Iya. Tapi ‘kan ya kita ini sama-sama. Bukannya

terus mengharapkan imbalan atau apa, begitu. Namanya manusia ‘kan saling membutuhkan satu sama lain. Ada apa-apa belum tentu bisa ngatasi sendiri. Apalagi kalau seperti saudara, begitu. Ya mau nggak mau ‘kan ya harus saling tolong-menolong ya… Kebiasaan dari kecil begitu. Waktu masih di desa dulu juga begitu.

T : Waktu kecil pernah diajarin apa sama bapak-ibu pernah tentang tolong-menolong?

J : Iya. Dulu waktu kecil suka di suruh mbagi sama orang. Kalau punya makanan atau apa kalo ada temen ya dikasih biar sama-sama. Disuruh rukun satu sama lain. Dulu ‘kan kerjanya di sawah jadi harus rukun, kerja sama-sama. Jadi ya sampai sekarang ini kalau ada apa-apa ya sama-sama.

T : Selain itu, pernah diajarin apa lagi sama bapak-ibu? J : Ya paling itu, mbak. Suruh saling tolong-menolong.

Banyak berbuat baik sama sesama manusia. Itu ‘kan juga perintah agama. Ya diamalkan.

T : Kalau di desa hubungannya dengan orang-orang bagaimana?

J : Kalau di desa kerukunannya malah bagus, mbak. Kalau ada orang punya hajat gitu nggak usah disuruh udah dateng sendiri. Beda sama di kota. Kalau di kota itu harus dikasih undangan dulu baru mau dateng. Kalau di desa itu nggak usah pake. Kalau membangun masjid gitu amalnya gampang. Pokoknya se-relanya. Semua satu desa ditarikin iuran, dikumpulin bareng-bareng untuk mbangun. Di desaku itu ada masjid besar di bangun nggak selesai-selesai sampai bertahun-tahun terus dapet uang, dibongkar, dijadiin sebagus-bagusnya, itu ya cuma dari bantuan rakyat kecil. Terus kalau panenan gitu ya dikerjain bareng-bareng. Apa-apa dikerjain bareng-bareng kok, mbak, kalau di desa. Jadi nggak kerasa ya tahu-tahu jadi, karena kerja sama-sama. Rasanya itu senang.

T : Menurut mbak tolong menolong itu penting nggak? J : Ya penting, mbak. Namanya orang hidup harusnya

menolong temannya. Kita ‘kan kadang-kadang juga di tolong orang. Ya kita harus saling tolong-menolong.

Bb, Cb Bb Ca Ca Ab, Ad, Ea Ba

Page 214: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Apa yang mbak harapkan ketika menolong orang lain? J : Ya kalau kita mau menolong orang pasti orang itu

percaya sama aku. Hubungan ‘kan jadi baik. Kalau ada apa-apa ‘kan enak. Kita sudah deket, sudah kenal. Kalau kita menolong itu ‘kan pikirannya orang ‘kan pasti baik, iya tha, mbak? ‘Kan tidak orang itu mikir kalau ditolong wah jangan-jangan begini, jangan-jangan begitu. Kalau lagi membutuhkan gitu kalau ditolong ‘kan senang. Apa ada orang yang ditolong terus ndak senang? Orang itu senang ditolong. Kalau orang senang itu kita jadi ikut senang. Kalau orang senang nanti dia bisa percaya sama kita. Kalau percaya ‘kan hubungannya jadi baik. Jadi dekat.

T : Mbak juga merasa senang ketika menolong orang lain? J : Iya. Rasanya senang bisa membantu, bisa

menolong. Dari kecil itu sudah diajarin hidup rukun, bersama-sama. Kalau rukun ‘kan senang, mbak. Ya mungkin ndak banyak ya… tapi kalau kita ikhlas itu rasanya senang. Menolong itu ‘kan juga ibadah. Kalau menolong nanti dapet pahala.

T : Apakah mbak percaya bahwa setiap orang itu akan mendapatkan sesuatu setimpal dengan perbuatannya? Misalnya seperti tadi, kalau kita berbuat baik akan mendapat pahala?

J : Ya percaya. Harusnya ya seperti itu. Kalau orangnya baik ‘kan pasti dapet pahala. Kalau mau menolong orang lain pasti suatu saat kalau kita butuh pasti juga ditolong. Kalau kita nggak mau menolong, suatu saat kalau kita butuh ditolong ‘kan nggak ada yang nolong.

T : Bagaimana dengan orang yang tidak baik? J : Kalau lihat orang jahat itu harus ditegur biar

jangan begitu lagi. Kalau dihukum ‘kan kapok, dia bisa bertobat. Moga-moga suatu saat sadar. Nanti ndak berbuat lagi.

T : Kenapa mbak percaya? J : Iya percaya. Diajarin sama agama begitu. T : Apa yang mendorong mbak menolong orang lain? J : Ya dari dalem, mbak. Dari hati. Lihat ada orang

yang membutuhkan gitu ya ditolong. Hatinya itu tergerak untuk menolong.

T : Langsung menolong atau dipikir dulu, mbak? J : Ya lihat-lihat, mbak. Kalau mampu ya langsung

ditolong. Kaya kalau diminta sumbangan, apa ada kotak amal itu, ‘kan langsung dikasih. Biasanya kalau di pasar itu suka diputerin kotak sumbangan. Ya ngasih sekedarnya. Tapi kalau minta tolong pinjem uang, apa… apa gitu… ya tak pikir-pikir dulu. Aku bisa menolong apa enggak.

T : Jadi tergantung orangnya minta tolong apa, begitu? J : Iya. Lihat-lihat dulu, mbak. Kalau bisa ya langsung

ditolong. Tapi ‘kan ya aku ndak selalu punya. Kadang aku ya ndak punya. Pengennya ya menolong. Tapi kadang kita ‘kan terbatas.

Aa, Ad, Ae, Bb Ad, Bb, Ca Ca, Cb Ca Da Db

Page 215: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Mbak pernah punya keinginan untuk melakukan sesuatu untuk kebaikan orang lain nggak?

J : Ya pernah kalau cuma keinginan saja. T : Keinginannya apa, mbak? J : Ya itu, supaya bisa ngirim uang buat bapak-ibu di desa.

Biar orang-orang di rumah itu juga bisa ngrasake urip kepenak.

T : Keinginannya pernah terwujud? J : Ya pernah. Kadang ponakan-ponakanku tak ajak

kesini buat cari kerja. Jualan bareng-bareng. Wong aku ‘ni orang desa. Kalau pada dapet duit ‘kan ya seneng. Kalau punya rejeki lebih gitu ya kita kirim ke desa. Tapi ya ndak banyak kok, mbak. Tapi orangtua itu ‘kan kalau dikasih ya senang. Tahu anaknya bisa kerja, berhasil, ‘kan senang. Iya. Orang desa itu yang dicari apa lagi? Kalau kepenak, sejahtera gitu ‘kan ya sudah cukup. Sudah seneng. Kaya ponakan-ponakanku itu, kalau dapet duit ‘kan seneng. Bisa beli apa, beli apa. Gitu saja sudah cukup.

T : Jadi mbak juga mengusahakan untuk mewujudkan keinginan itu?

J : Iya, mbak. Tapi ya ndak semua keinginannya terkabul. Inginnya ya keluargaku itu hidup sejahtera. Ya bapak, ibu, saudara-saudara, supaya enak hidupnya. Tapi ya sedikit sedikit tha, mbak. Yang penting rajin berdoa, nanti dikasih sama yang diatas. Rejeki ‘kan juga berkah dari sana.

Ad Ad, Ae Ad, Ae

Page 216: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

KODING HASIL WAWANCARA SUBJEK II

Nama : NY Usia : 32 tahun Jenis kelamin : Pria Tempat tinggal : Kaloran, Wonogiri Asal : Demak Pekerjaan : Pedagang Buah Lama bekerja : 13 tahun

Catatan Pertanyaan dan hasil wawancara Koding Menurut Subjek, Wonogiri adalah kota yang tenteram, penduduknya baik, kerukunannya bagus, bisa meraih kemapanan dalam bidang usaha sehingga layak untuk hidup. Penduduk asli Wonogiri memiliki pandangan yang positif terhadap orang-orang muda pendatang yang bekerja di pasar Wonogiri karena mereka mengikuti kegiatan yang diadakan di kampung tempat tinggal mereka. Kegiatan yang diikuti Subjek di kampung antara lain: jimpitan, ronda, olahraga, membesuk orang sakit.

T : Mas sudah lama tinggal di Wonogiri, ya? Menurut mas, Wonogiri itu kotanya bagaimana?

J : Ya disini itu enak. Ayem. Tentrem. Cari kontrakan nggak susah. Ya penduduknya banyak tapi belum begitu padat seperti di kota-kota lain itu. Mau buka usaha ya mudah. Ya mudah-mudah sekali sih tidak. Tapi dibandingkan di kota lain, disini itu kota kecil tapi bisa mapan. Cukup lah untuk nyari buat kebutuhan sehari-hari. Orangnya juga baik-baik. Kerukunannya bagus. Untuk hidup gitu ya layak lah, disini itu.

T : Mas tinggal sendiri di rumah? J : Sendiri. Dulu berempat. Ngontrak. Cowok

semua. Dulu itu pengalaman ngontrak lucu malahan… kita itu rambutnya gondrong, empat orang itu. Ada rumah, ya namanya orang kampung mungkin kesan pertama itu jelek. Apalagi orang pasar, laki, cah enom. Mesti ‘kan kesane seneng mabuk-mabukan, urakan. Kita ‘kan ya rodo-rodo kesulitan. Tapi akhirnya kita cari rumah yang bener-bener kosong, rumahnya rodo kuno. Setelah kita nempati rumah sana, terus kita ngikuti kegiatan sana, akhirnya masyarakat pada tau ternyata orang-orang pasar tidak semuanya jelek. Malah kebanyakan orang tua salut. Alasane dia masih muda, jauh dari orang tua, tapi bisa mandiri.

T : Kegiatan yang diikuti disana apa aja, mas, sehingga pandangan masyarakat berubah?

J : Jimpitan, ronda. Kalo sore kita ikut olah raga bersama. Ya ikut memeriahkan lah.

T : Ada olah raga apa aja? J : Voli, yang utama. Kalo sepak bola jarang

ikut. Ya ada sih sebagian. Tapi kebanyakan yang digalakkan cuma voli soale lokasinya deket rumah. Disamping itu kita kalo ada kegiatan besukan, seperti orang sakit, meskipun orangnya itu tua atau muda kita ikut. Kalo ndak semuanya ya perwakilan lah. Jadi orang-orang tua ‘kan tenang, oh

Ab, Ae Ab Ab

Page 217: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Keakraban di kampung bagus, memiliki hubungan yang baik, akrab, ditandai dengan adanya kegiatan/pertemuan yang diadakan secara teratur, saling mengenal antara warga satu kampung, rukun. Sistem kekeluargaan antar pedagang di pasar kuat, ditunjukkan lewat menghadiri acara/pertemuan secara bersama-sama. Bentuk altruisme: meminjamkan modal kepada sesama pedagang. Orang yang ditolong: sesama pedagang.

sifatnya seperti ini. Istilahnya ya entengan lah. Apa-apa kok mau, ikut kegiatan kampung.

T : Keakraban di desa bagaimana, mas? J : Desa sini bagus. Keakrabannya kalau disini

malah lebih terorganisasi. Setiap sebulan sekali ada pertemuan remaja. Bukan arisan lho. Cuma pertemuan.

T : Mas juga ikut? J : Ikut. T : Jadi di desa itu hubungannya akrab ya, mas? J : Akrab. Semuanya kenal. T : Kegiatan di Kaloran seperti itu? J : Iya. Sudah jadi kebiasaan disana seperti itu.

Di Wonogiri itu antar tetangga satu sama lain dekat. Orang itu kalau melihat itu senang. Rukun. Dekat satu sama lain. Satu kampung gitu ya kenal semua, tahu semua orang-orangnya. Ya karena itu, ada kegiatan-kegiatan yang membuat kita lebih akrab satu sama lain. Dengan masyarakat kita juga tidak menutup diri, supaya bisa dikenal juga.

T : Jadi hubungan antar warga di kampung cukup baik, ya?

J : Iya. Hubungannya baik. T : Kalau hubungan antara sesama pedagang buah

di pasar Wonogiri ini bagaimana, mas? J : Ya baik. Kita saling membantu. Misalnya

kita nggak punya dagangan tinggal ngomong aja. Jadi hubungannya baik antara satu sama lain.

T : Jadi hubungan antara pedagang baik ya, mas? J : Baik. Kalau disini sistimnya kekeluargaan.

Kalau salah satu ada yang punya gawe biasanya nyebar undangan. Terus kita kesananya juga rame-rame. Rombongan. Ada berita lelayu ya rombongan.

T : Apakah mas punya pengalaman menolong orang di sekitar kios?

J : Oh, kalo pedagang lain ya ada. Banyak. Dalam hal keuangan ya ada.

T : Contohnya bagaimana, mas? J : Sesama pedagang kalo kita kekurangan

modal ya pinjem aja. Asal sesama pedagang lho. Soalnya kita tau kalo masing-masing pedagang kalo untuk usaha ya monggo, silakan. Soalnya ‘kan kita tau tujuane. Kalo misalnya pinjam bukan untuk berdagang itu yang repot kita sendiri soalnya mengembalikannya yang repot.

T : Itu pedagang tertentu atau sama semua pedagang mas berbuat seperti itu?

J : Ya tertentu. ‘Kan kita udah tau karakter masing-masing orang itu gimana. Ada yang

Ab Ab Ab, Ad Ab Ab, Ea Ab, Ad, Ea Db Ad, Db, Ea

Page 218: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: membantu menjaga kios pedagang lain. Bentuk altruisme: membesuk, layat, mengikuti kegiatan bersama-sama.

gampangan, ada yang gampang-gampang susah. Tinggal orange. Kalo kita akrab, tau watak-watake, kalo mau pinjem ya silahkan. Monggo.

T : Mas punya hubungan dekat dengan pedagang di sekitar mas ?

J : Deket. Semuanya deket. Kaya saudara. Malah kehidupannya kaya di kampung.

T : Tolong-menolong antar pedagang itu apa saja, mas?

J : Ya contoh kecil. Misalnya ditinggal mbuh ada keperluan apa terus pas ditinggal ada yang mau beli, otomatis kita sebagai tetangga yang dekat ya yang melayani. Ya yang melayani, ya yang njaga.

T : Itu hanya sesama pedagang buah saja? J : Ya sebenernya antar sesama pedagang. Bukan

cuma pedagang buah. Tapi yang deket-deket saja.

T : Jadi walau bukan pedagang buah gitu juga dibantu?

J : Iya. T : Apa tahu harganya, mas? J : Biasanya udah tahu. T : Apakah mereka juga jujur, kalau ada yang beli

gitu juga dibilangin apa adanya ke yang punya kios?

J : Iya. T : Selain itu, ada bentuk pertolongan yang lain

nggak, mas? J : Iya ada. Misalnya pas temennya ada yang

mendadak ada acara disuruh pulang. Otomatis ‘kan dagangannya ‘kan nggak ada yang njualke. Nanti sana mau dipasrahke siapa. Temene ‘kan banyak. Percayane sama siapa. Kalau sama saya ya saya yang njualke. Nanti tinggal liat patokan harga. Harganya berapa. Kalau antar pedagang disini sistim kekeluargaane kuat. Misalnya kalau ada besukan kita rame-rame. Ada besukan, ada acara apa kita rame-rame. Itu sesama pedagang.

T : Mas juga ikut? J : Ikut. Kita sebagai warga pasar ya ikut.

Mengikuti aturan pasar. Sudah jadi kebiasaan disini seperti itu.

T : Ada lagi, mas? J : Ya besukan, layatan. Kita kadang pakai

perwakilan. Kalau nggak ada perwakilan ya ditinggal dulu sementara, titipke temene.

T : Jadi sebisa mungkin menyempatkan diri untuk datang?

J : Iya. T : Di pasar Wonogiri ada persaingan antar

pedagang juga, mas?

Ab Db, Ea Db, Ea Ab, Ea Ab, Ea, Eb

Page 219: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Persaingan antar pedagang adalah pesaingan sehat. Masalah yang dihadapi dengan pedagang lain: meminjam barang tidak dikembalikan, selisih ukuran kalau ada pedagang lain yang mengambil dagangan di tempat pedagang.

J : Ya ada. Namanya pasar itu tempat bersaing. Tapi disini itu persaingannya sehat. Itu bersaing harga sama kualitas barang. Misalnya harga lebih murah. Paling ndak kalau mau cari pelanggan yang banyak itu satu, pelayanan. Dua, mutu barang. Ketiganya… harga. Mutu barang bagus, harga standar ya tetep beli yang bagus. Pelayanan yang simpatik. Tapi disini itu harganya rata-rata sama. Itu tergantung barangnya. Masalah harga itu mengikuti pasaran. Ya harga yang dipasar berapa.

T : Menurut mas , disini persaingannya sehat. Kalau mas sendiri, bagaimana mas menghadapi persaingan-persaingan yang ada?

J : Ya kita mengutamakan kualitas barang bagus gitu aja. Masalah laku atau tidaknya tergantung pembeli. Misalnya antara sesama bakul ya silahkan. Tidak terlalu ngoyo. Mereka bersaing secara sehat.

T : Jadi usaha yang dilakukan untuk memperoleh pelanggan adalah dengan pelayanan, mutu barang dan harga tadi ya, mas?

J : Iya. T : Pernah ada masalah dengan pedagang lain,

mas? J : Jarang terjadi, kok. Kalau ada pun masalah

sepele. Tidak yang begitu berat gitu nggak ada. Cuma biasa. Paling itu, ada yang pinjem barang, ya memang tidak begitu berharga. Nggak dikembaliin. Tapi kalo kita butuh ‘kan ya memang harus ada. Waktu-waktu saat dibutuhkan itu lho.. kita kalo nyari susah. Kalau ndak ya selisih ukuran. Misalnya temen ngambil barang terus selisih ukuran. Misalnya beratnya berapa terus yang kita tulis berapa. Tapi ya kita berusaha mengalah sebabnya kita yang diambil barang. Lha daripada rame, lebih baik kita yang ngalah. Demi menjaga hubungan baik.

T : Waktu menghadapi hal seperti itu apa yang dirasakan, mas?

J : Rasanya ya biasa-biasa, tu. Kadang ya dalam hati kita ya ndongkol juga. Tapi ya udah.

T : Cara menyelesaikan masalah yang terjadi dengan mengalah, begitu?

J : Iya. Cuma masalah sepele kalau dibesar-besarkan bisa jadi rame. Ya kita mengalah saja.

T : Selama ini belum pernah mengalami masalah yang berat dengan pedagang lain?

J : Ndak. Ndak pernah. T : Kalau dengan pembeli pernah menemui

masalah?

Ae Ae Ac, Ad Ae

Page 220: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Masalah yang dihadapi dengan pembeli: berbohong tentang uang yang dibayarkan. Masalah yang dihadapi dengan pembeli: memaksakan ukuran timbangan dagangan yang dibeli padahal tidak sesuai.

J : Dengan pembeli ya ada tapi jarang. Kalau temen-temen itu kebanyakan teledornya masalah uang. Pas kadang rame. Belum ngasih duit tiba-tiba minta kembalian. Tapi itu semua sudah diantisipasi, kok.

T : Antisipasinya seperti apa, mas? J : Gini… uang besar, pecahan 50 sama 100 itu

tempate harus jauh dari uang recehan. Jadi nanti kalau ada pembeli yang ngeyel, bilangnya udah ngasih, ya kita tinggal nunjukin kalau nggak ada. Ya rata-rata permasalahannya sih itu. Jadi saling adu argumentasi. Terus kebanyakan malah minta pendapat sama pembeli. Pembeli pas banyak ‘kan ada tha… uangnya pasti ditanyain. ‘Kan lebih tahu.

T : Rasanya gimana kalau menghadapi hal itu? J : Ya, saya jarang nemui masalah kaya gitu.

Sebelumnya sudah diantisipasi dulu kalau ada kemungkinan yang kaya gitu.

T : Adakah masalah lain yang pernah mas hadapi dengan pembeli?

J : Ya ada. Sesama pedagang karo pembeli ya ada tho sing nganyelke. Misalnya ya ngeyel ngono kae lah. Sana mintake beli satu kilo, kenyataan barang yang dipilih itu lebih dari satu kilo. Diganti ndak mau, ya itu susahe. Disuruh seadanya ndak mau. Ya itu sekilo. Itu ‘kan repot. Biasanya kalau terlalu ngeyel ya kita tinggal nglayani mintanya berapa gitu aja. Ya setengahnya agak di… ya pokoknya maunya gimana lah. Kita tinggal pasrahin ke pembeli. Mintanya berapa, silahkan nimbang sendiri. Kebanyakan orang beli itu ngeyelnya bukan karena nawar. Itu masalah timbangan. Misalnya sekilo, sana nggak mau diganti. Ya itu sekilo. Ya repotnya ‘tu itu. Ya sudah kalau kaya gitu itu kita pasrahin ke pembeli. Mintanya berapa kilo. Lha ini sekilo lebih apa kurang. Gitu aja. Kita biasanya lewat pendekatan. Pokoknya jangan diperkeras. Yang lunak biar sana ya rada menyadari gitu. Ini sekilo lebih, silahkan nimbang sendiri. Nanti mereka ya menyadari. Kecuali kalau pakai timbangan komputer. Itu lebih mudah karena sudah ada angka-angkanya. Kalau menghadapi pembeli yang seperti itu kita tetep adu argumen, tapi jangan terlalu keras.

T : Jadi selama ini mas menghadapi pembeli yang ngeyel itu bukan karena menawar tapi karena ukuran timbangan?

J : Iya. T : Mereka membayar maunya harga sekilo

Ae Ac, Ae

Page 221: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: menanggapi obrolan pembeli, memberi nasehat dan masukan kepada pembeli yang menceritakan masalahnya. Bentuk altruisme: membawakan barang yang dibeli pembeli sampai ke depan, memberikan wadah belanjaan kepada pembeli secara cuma-cuma.

padahal itu lebih dari sekilo, begitu? J : Iya. Itu ‘kan repot. Solusine ya kita

kembalikan lagi. Lha situ mintake sekilo apa seadanya. Ya sekilo… lha ini lebih dari sekilo. Situ minta tambah uang atau diganti yang kecil. Ya akhirnya kita kasih pengertian ya akhirnya sana ya menyadari. Cuma dalam hati kita juga jengkel juga.

T : Antara pedagang dengan pembeli apakah juga memiliki hubungan yang baik, mas?

J : Bagus. Baik. Ya itu semua tergantung dari pembawaan kita sehari-hari. Kaya misalnya waktu pelayanan bagus. Jadi meskipun kita tidak begitu kenal tapi pembeli kenal. Biasanya begitu. Pembeli mengenal kita karena pelayanan kita. Kita memberi kesan pertama kesan yang baik.

T : Kesan yang baik itu contohnya seperti apa, mas?

J : Ramah-tamah, murah senyum. Udah itu thok intinya.

T : Biasanya pembeli juga suka ngobrol-ngobrol sama mas nggak?

J : Ada. Yang curhat barang ada. T : Contohnya kaya apa, mas? J : Ya masalah, yang masalah kehidupane ya

ada. Yang masalah pribadine ya ada. Mungkin karena dia udah sering kesini, ya akrab. Ada itu banyak. Ya masalah kehidupane sana. Ya masalah jenis usahane sana. Sok-sok sana itu malah kasih gambaran, terus ada yang kasih masukan, ada yang minta nasehat. Timbal balik lah.

T : Saling berbagi cerita dan masukan gitu, ya? J : Iya. T : Bagaimana mas menanggapi cerita-cerita

mereka? J : Ya selama nggak ngganggu aktifitas kita ya

kita dengarkan. Tapi kalo itu rame mungkin sana ya udah tau sendiri. Sana ya menyadari. Biasane gitu itu kalo kita lagi sepi lah. Dia datang pas keadaan lagi sepi. Ngomong-ngomong lah.

T : Apakah mas punya pengalaman menolong pembeli?

J : Ya menolong itu kalau pembeli ngambilnya banyak kita anterke sampai depan. Itu hal kecil, sepele, tapi bagi pembeli itu ‘kan sangat berarti. Itu masuk salah satu trik untuk pembeli tadi.

T : Jadi tujuannya menolong itu supaya menarik pembeli, begitu?

J : Ya tujuannya sih bukan itu. Tapi secara otomatis pembeli akan merasa… Wah ini beli terus dibawake. Pas bawa banyak apa

Ac, Ae Ab, Ad, Ae Ab, Ae Ab Ab, Ad Ae, Db Ae

Page 222: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: memperkenalkan tetangga dan teman-teman di kampung halaman pada dunia kerja.

nggak punya tempat belanjaan, misalnya kita punya kita kasihkan. Misalnya pakai kranjang pakai karung. Kita punya ya kita kasihkan.

T : Apa yang mendorong mas untuk menolong orang?

J : Ya ndak ada unsur apa-apa, ‘tu. Ya kita tolong aja. Kita secara otomatis liat orang yang butuh ya kita tolong. Itu datang dari hati kita. Kalau pas ndak sibuk ya kita tolong. Kalau sibuk sana sendiri ya menyadari. Kalau pas sini nganggur, ndak ada kegiatan. Sini ya terus ikut mbantu lah. Kalau sini lagi repot gitu ya sana menyadari, ndak berani.

T : Biasanya yang ditolong yang dikenal saja atau semua orang?

J : Semua orang. T : Pernah menolong siapa saja, mas? J : Ya menolong tetangga di kampung pernah.

Kalau di kampung dulu banyak yang nganggur sih. Dari orangtua ya kalau bisa diajak kerja. Dulu emang tak ajak, tak suruh belajar, biar dia itu kalau punya kemauan atau modal bisa usaha sendiri. Ya tak ajak kemana-mana. Misalnya ke Solo. Cari dagangan di pasar, sistem pemasarannya gimana, tempat-tempatnya, lokasi yang kira-kira rame untuk dagang, terus relasi-relasi yang ada. Jadi dia paling enggak punya gambaran. Caranya kerja begini, sistem keuangannya begini. Saya dulu ‘kan bilang kalo saya menolong secara langsung nggak bisa. Cuma saya kasih gambaran, boleh ngikut, nanti masalah selanjutnya tinggal kemauan kamu sendiri.

T : Jadi mas menolong orang-orang di desa dengan cara memperkenalkan mereka pada lingkungan di luar?

J : Iya. Kaya pengenalan dunia kerja. Terus untuk langkah selanjutnya ya terserah dia sendiri. Dia punya kemauan apa enggak. Kalo dia punya semangat kerja mungkin ya bisa mandiri sendiri soalnya ‘kan udah tau lobang-lobangnya mana. Terus kalo masalah orang di desa ya juga ada. Sekarang malah sudah menikah. Di Temanggung.

T : Yang ditolong itu orang desa yang di Demak atau disini?

J : Di Demak ada, disini juga ada. Yang disini malah sarjana. Tapi sampai sekarang ya belum kerja. Ya memang bukan bidangnya, jadi dia nggak mau.

T : Apa yang mendorong mas untuk menolong

Da, Eb Ea, Eb Ad, Db, Ea Ad

Page 223: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: menjamu orang yang singgah di rumahnya. Orang yang ditolong: warga di kampung tempat tinggal Subjek.

orang itu? J : Karena kita sering ketemu. Saya punya

kesibukan, dia-nya nganggur. Yen pas saya sibuk ‘kan butuh tenaga, tak ajak aja.

T : Terus apa yang diharapkan dari menolong orang tersebut?

J : Dia pengen pengalaman. Kalo masalah upah itu bukan harapannya sana. Kalo upah itu saya kasih sendiri. Sukarela. Kehidupannya tak jamin.

T : Kalo harapan mas sendiri apa? J : Kalo saya sendiri supaya dia bisa mandiri.

Masa sarjana nganggur. ‘Kan punya wawasan dan relasinya banyak.

T : Mas menolong karena inisiatif dari diri sendiri?

J : Iya. Daripada dia nganggur. T : Dia tidak minta? J : Nggak. Cuma karena kita sering kumpul. Terus

tak ajak. Biar dia tau sendiri lah gimana susahnya cari uang. Pengalaman-pengalaman gitu juga biar dia tau.

T : Apakah pendapat mas tentang tindakan tolong-menolong?

J : Kalau saya menolong itu tanpa pamrih. Tidak mengharap apa-apa. Namanya hidup bermasyarakat. Mana yang merasa mampu dan merasa kurang punya kegiatan kita ajak aja. Biar sama-sama merasakan. Karena saya sendiri kalo di rumah itu semuanya ada. Terus anak-anak muda bebas. Mau tidur situ silahkan, mau pake apa-apa peralatan yang ada silahkan. Tapi ya harus punya rasa memiliki jadi bisa saling menjaga. Jadi saya bebaskan. Kalo ada makanan ya mari di makan bersama-sama. Jadi disana itu rumah malah jadi kostnya anak muda. Tiap malem rumah itu rame.

T : Mas punya prinsip tertentu nggak dalam bermasyarakat?

J : Prinsipnya kalo bisa kita hidup mandiri, tidak mengganggu orang lain supaya juga tidak diganggu. Kalo dalam hidup bermasyarakat ya memang gitu. Tolong-menolong. Terus jangan ngurusin urusan-urusan interen orang lain. Kalo masalah hubungan bersama ya harus kita tanggung bersama. Cuma itu thok.

T : Jadi menurut mas , mas memandang sesama atau orang-orang di lingkungan sekitar itu kita kalo bisa membantu mereka tapi jangan sampai mencampuri urusan pribadi mereka, begitu?

J : Iya. T : Lalu apakah menurut mas tolong-menolong

Ad Ad, Bb Ad Da Ab, Ac, Ad, Bb, Db, Ea Aa, Ab, Ae

Page 224: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: wajib menolong, percaya siapa menebar kebaikan nanti akan menerima hasilnya.

itu penting? J : Penting sekali. Ya kita hidup

bermasyarakat, kok. ‘Kan kita tidak selamanya mandiri, suatu saat membutuhkan orang lain. Bila kita cuma sendiri, maksudnya tidak membutuhkan pertolongan orang lain, ‘kan jadinya repot. Misalnya aja kita punya kerja, kita berhubungan dekat sama tetangga atau sama temen-temen kurang baik ya kita sendiri yang rugi. Pas punya hajat sana itu istilahe masa bodoh lah, ndak mau tau. Punya hajat ya silahkan, ndak ya silahkan. Tapi kalo kita baik sama temen, sama orang lain, sama tetangga, kita punya kerja sebelum kita kabari sana mereka sudah nawarin jasa. Sudah ngasih saran, sudah nawarke tenaga, bantuan-bantuan apa, sing perlu apa, suruh bilang. Gitu aja.

T : Jadi maksudnya menolong biar suatu saat kita butuh pertolongan supaya juga ditolong orang?

J : Ya prinsipnya memang gitu. Ya kita sih memang tidak terlalu mengharap. Istilahnya kalo nanam budi suatu saat ya orang lain akan bales.

T : Ketika orang membutuhkan pertolongan apakah langsung menolong?

J : Ya langsung. Kalau orangnya butuh karena kepepet.

T : Menurut mas menolong itu apakah sebuah kewajiban?

J : Menolong sesama itu ya sifate wajib. Harus. Tolong-menolong itu sifate memang wajib. Tapi seberapa tingkat pertolongan yang harus kita berikan. Kalau kita mampu ya kita tolong, kalau kita tidak mampu ya mau bagaimana lagi. Jadi menolong ya semampu kita.

T : Jadi perlu menolong sesama? J : Perlu. Iya. T : Apakah sebagai orang Jawa itu ada nilai-nilai

tertentu tentang tolong-menolong yang pernah diajarkan sama bapak, ibu, atau embah?

J : Ya sebagai… kita hidup di masyarakat kita menolong tetep wajib. Harus. Soale ada istilah siapa yang menabur dia akan menuai. Siapa menebar kebaikan, nanti kita juga akan menerima hasilnya.

T : Jadi mas percaya ya, bahwa setiap orang itu akan mendapatkan sesuatu dari perbuatannya?

J : Iya. Kalau kita berbuat baik pasti kita akan menerima pahala, balesan dari perbuatan kita. Sebaliknya kalau kita berbuat jahat, ya kita juga akan mendapatkan ganjarannya.

Ba, Cb Ca Ba Ca Ca

Page 225: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: gotong-royong, sopan santun dalam hidup bermasyarakat.

T : Kalau dari ajaran Jawa, apa mas pernah diajarkan sesuatu?

J : Apa ya? Kalau seperti gotong-royong itu ‘kan sudah turun-temurun. Adat sudah tidak perlu diajarkan lagi.

T : Selain gotong-royong gitu apa saja yang lain yang diturunkan sebagai kebiasaan Jawa?

J : Ya termasuk sopan-santun. Itu yang utama. Perilaku. Hidup bermasyarakat itu jangan mengganggu orang lain. Yang mengganggu orang lain ya kita tinggalkan. Contohnya itu keramaian. Pas tengah malem jam-jam tidur bikin ribut di kampung. Kalau masalah tolong-menolong dalam ajaran agama juga ada. Itu sudah diajarkan tentang tolong-menolong. Kita orang awam sudah mempraktekkan dalam kehidupan bermasyarakat.

Ca Ca

Page 226: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

KODING HASIL WAWANCARA SUBJEK III

Nama : PM Usia : 33 tahun Jenis kelamin : Pria Tempat tinggal : Kedung Ringin, Wonogiri Asal : Boyolali Pekerjaan : Pedagang Sayur Lama bekerja : 10 tahun

Catatan Pertanyaan dan hasil wawancara Koding

Bentuk altruisme: membantu tetangga yang sedang punya acara.

T : Setelah dari pasar biasanya di rumah kegiatannya apa?

J : Ya sekarang kalau pulang momong anak, ya udah gitu aja. Soalnya pagi udah berangkat.

T : Tidak mengikuti kegiatan di kampung? J : Kegiatan apa, mbak? T : Ya seperti arisan, kerja bakti… J : Nggak pernah. Wong saya itu dari kecil di

pasar terus. Ya kalau dulu gitu sering di rumah kadang-kadang kumpul. Tapi kalau sekarang tidak. Sudah kesel, mbak. Capek. Saya tidak pernah ikut. Ya kalau ada kegiatan apa ya ikut kalau disuruh. Kalau temennya pada kesana ya ikut sana. Kegiatan-kegiatan gitu sudah nggak ikut. Kalau di rumah ya cuma momong anak.

T : Bagaimana kerukunan antar warga di kampung?

J : Biasa itu, mbak. Sama kanan kiri ya biasa. Kalau rukunnya rukun. Kalau ada yang punya kerja gitu, hajatan, kita ya ikut mbantu. Kebiasaan di kampung gitu, di desa itu ‘kan seperti itu, mbak. Ada yang mantu, kita ya ikut repot. Tapi kalau kegiatan-kegiatan itu ndak ikut saya. Wong tiap hari di pasar terus. Sampai rumah sudah sore. Nanti pagi berangkat. Setelah imsak gitu mapan turu. Leren, mbak.

T : Jadi setiap harinya mas lebih banyak di pasar daripada di rumah?

J : Iya. Lebih banyak di pasar. Dari kecil, mbak. Jadi saya ya kurang dekat sama tetangga di rumah. Kebiasaan di pasar. Sama tetangga ya biasa.

T : Kalau ada apa-apa di kampung apakah masih ikut membantu?

J : Ya, tetangga tha, mbak. Nggak enak kalau dia repot terus kita diem aja. Ya mbantu ndak ketang sedikit. Nanti jadi omongan.

T : Bagaimana perasaan mas ketika membantu tetangga?

J : Ya biasa, mbak. Sudah kewajiban. T : Apakah mas merasa terpaksa membantu

mereka? J : Enggak itu, mbak. Sini kalau repot ya

Ab, Db, Eb Ad, Ea, Eb Ba Ea

Page 227: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: menghadiri undangan, menengok orang sakit bersama-sama dengan pedagang lain. Masalah yang dihadapi dengan pembeli: ditipu pembeli,

dibantu. Ndak terpaksa. T : Jadi meskipun kurang dekat tapi hubungannya

tetap baik ya, mas? J : Iya. Orang-orang di kampung itu baik-baik.

Rukun. T : Mas juga banyak mengenal pedagang disini? J : Iya. Orang pasar sini ‘tu kebanyakan ya

udah puluhan tahun. Dari dulu itu, waktu sebelum pasar Wonogiri kebakaran. Sampai sekarang. Orangnya kebanyakan ya masih sama. Paling ya ada yang baru. Tapi kebanyakan ya lama. Jadinya kenal, tahu siapa, siapa.

T : Hubungan pedagang disini bagaimana, mas? J : Baik. Baik itu, mbak. Satu sama lain ya

kenal. Ya akrab. Kalau ada apa-apa ya sama-sama. Jagong bareng-bareng. Nengok orang sakit bareng-bareng. Itu sana ada yang sakit… kalau dibilangin gitu ya kita kesana. Apa dapet ulem gitu, ya kita jagong. Ya datang.

T : Biasanya begitu ya, mas? J : Iya. Dari dulu itu, waktu saya masih ikut

mbakyu ya begitu. Tapi dulu ‘kan saya masih kecil. Ya belum mudeng. Tapi kadang ya disuruh mbakyu nemeni njagong apa ke rumahnya siapa gitu. Ya jadi tahu. Sekarang sudah rumah tangga sendiri ya pergi sendiri. Sudah mudeng begini, begitu. Kalau ada apa-apa ya ngetok biar nggak diomong orang. Kalau sering kumpul-kumpul ‘kan jadi kenal orang. Orang jadi tahu kita. Bisa memperluas pergaulan. ‘Kan enak.

T : Selama mas jadi pedagang, suka-dukanya menjadi pedagang itu apa saja, mas?

J : Ya disini ‘kan tempatnya cari uang. Enaknya itu ya kalau dapet rejeki. Dagangannya laris. Itu ‘kan senang. Tapi ya kadang sepi. Kadang ya pernah diapusi orang. Beli gitu, katanya ngambil dulu tapi nanti nggak dibayar. Kadang ada itu, apa itu, orang yang suka ngutil itu. Suka nyolong dagangan gitu. Itu orang beli biasanya suka begitu. Ya begitu itu, mbak. Enaknya jadi pedagang ‘kan dapat uang. Dapat rejeki. Nggak enaknya ya kalau ada masalah begitu. Kita ‘kan rugi. Ya tapi ya untung ya sering, ngalami rugi ya pernah. Tapi mesti dagangan itu abis kok, mbak. Paling ya sisa sedikit. Bisa dijual besok lagi. Kalau sayur ‘kan orang mesti beli. Jadi ya mesti payu.

T : Pernah menghadapi masalah dengan pembeli ya, mas?

J : Banyak. Ya itu tadi. Paling orang ngapusi. Orang ngutil. Belanja gitu, tinggal noleh

Ab Ab, Ea Ab, Ae

Page 228: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

barang dagangan dicuri. Masalah yang dihadapi dengan pembeli : pembeli suka menggosip. Masalah yang dihadapi antar pedagang: berebut pelanggan, memberi patokan harga sendiri.

masukin barang sendiri ke tasnya. T : Pernah ketahuan, mas? J : Bolak-balik. T : Lalu bagaimana? J : Ya paling ngitungnya dilebihin. Tapi yang

langsung ditegur ya ada. T : Lalu dikembalikan lagi? J : Ya nggak dikembaliin, tapi ikut diitung.

Umpamanya nyolong kobis satu. Kalo kobis satu harganya dua ribu atau dua ribu lima ratus gitu ya diitung. Nanti kalo dia tanya kok banyak banget aku ya bilang lha kamu ngambil daganganku. Bilang aja terus terang. Nggak dikembaliin biasanya. Tapi ya ngitungnya ya lebih.

T : Kalau menegur gitu nggak takut kehilangan pelanggan, mas?

J : Enggak. Namanya dia nyolong. Ya harusnya dia malu, tha. Kalo cara saya begini kok mbak, rejeki itu ‘kan dari Yang Kuasa. Kalo ilang ya lainnya ada lagi. Iya ‘kan? Agama itu ‘kan mengajar seperti itu. Rejeki itu datang dari Yang Kuasa. Kita nggak usah ngoyo, nggak usah berebut. Nanti datang sendiri. Gusti Allah maringi.

T : Pernah mendapat ajaran agama tentang hal-hal yang seperti itu?

J : Ya kalau diajarin langsung gitu tidak. Wong saya ini sholat ya bolong-bolong. Ke mesjid ndengerin dakwah gitu ya jarang. Paling ya dapet dari pengalaman. Pengalaman-pengalaman yang keliatannya gini salah, gitu enggak.

T : Maksudnya belajar sendiri, begitu? J : Belajar sendiri, dari pengalaman. T : Masalah-masalah lain yang pernah dihadapi

dengan pembeli apa lagi, mas? J : Ya itu, kadang-kadang orang beli itu suka

ngrasani. Kesini gitu, ngobrol tapi ngrasani. Sana begini, sana begitu. Apa ngomongin yang di rumah. Gitu ya pernah. Banyak kalo yang seperti itu. Tapi saya nggak ngurusi.

T : Apa kalo ngobrol mesti ngrasani, mas? J : Ya nggak juga, mbak. T : Kalau ngobrolin hal yang lain, mas, biasanya

apa saja yang dibicarakan? J : Ya paling begini mbak, dagang itu ‘kan

orang suka rebutan. Umpamanya pelanggannya direbut, ya paling ceritanya masalah seperti itu. Misalnya, itu jualan lombok kok harganya seperti itu. Ngasih harga-harga sendiri.

T : Oh, jadi masalah dengan pedagang, ya? J : Antar pedagang. T : Jadi pembeli pernah membicarakan tentang

Ae Ae, Ca Ab

Page 229: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: menanggapi obrolan pembeli. Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: bekerja

pedagang lain juga kepada mas ? J : Ya begitu. T : Mas memiliki hubungan yang baik juga

dengan pembeli? J : Ya baik, mbak. Sama orang beli ya harus

baik. Kalau galak bisa lari. Ya kalau mereka bercerita gitu ya tak dengarkan, tapi nggak saya urusi. Wong itu urusannya orang, urusannya masing-masing. Ya mereka beli ya dilayani dengan baik. Ya kalau orang yang direbut gitu mungkin ya marah. Serik. Tapi kalo sudah selesai ya selesai. Jadi nggak ada yang namanya habis itu terus berantem gitu.

T : Tidak berantem, ya? J : Nggak, mbak. Disini nggak ada kok, mbak.

Kalau ada masalah gitu ya selesai ya selesai. Ndak ada sampai berantem. Paling ya marah. Tapi kalau sudah ya sudah.

T : Kalo mas sendiri, pernah tidak menemui hal-hal yang menjengkelkan dengan sesama pedagang?

J : Saya? Dengan pedagang lain? Kalo dulu banyak. Kalo sekarang tidak.

T : Apa saja yang biasanya ditemui? J : Contohnya kalo ada orang mau beli sini terus

dipanggilin. Ayo beli-beli tempatku sini. Kalo sekarang tidak.

T : Maksudnya dulu itu dulu kapan, mas? J : Iya waktu di pasar darurat. Kalo pedagang

disini tidak ada. Kalo pedagang kecil-kecil gitu ‘kan biasa.

T : Jadi waktu di pasar darurat itu lebih bersaing untuk mendapat pembeli, ya?

J : Ya nggak juga, mbak. Tapi ya itu, ada yang suka manggil-manggilin orang yang mau beli sini. Kalo sekarang ini ‘kan persaingannya biasa. Kalo situ rame ya berarti memang rejekinya banyak. Kalo sini rame berarti ya sudah rejekinya sini. Sudah jatahnya masing-masing. Pikiran itu nggak usah pakai yang kotor-kotor. Rejekinya sana ya sana, rejekinya sini ya sini. Nggak usah pake manggil-manggil segala. Kalau memang rejekinya sini pasti ya beli sini.

T : Maksudnya pikiran kotor itu gimana, mas? J : Ya udah jatahnya masing-masing. Nggak

usah mikir orang ngrebuti langganan kita. Orang itu pasti dikasih rejekinya sendiri-sendiri sama Yang Kuasa. Jadi ya jualan ya jualan, tapi santai saja.

T : Prinsipnya begitu ya, mas? Bekerja dengan santai?

J : Ya iya, tha, mbak. Ngoyo-ngoyo ya buat apa kalau jatahnya sudah masing-masing. Diberi

Aa, Ab, Ac, Ad, Ae Ac Ac, Ae Ac, Ae Ca

Page 230: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

tidak perlu sampai bersusah payah karena rezeki datang dari Tuhan, pembeli akan datang sendiri, apabila dikejar justru tidak dapat. Menurut Subjek, pedagang di “Pasar Kota Wonogiri” memiliki anggapan bahwa setiap orang memiliki jatah rezekinya masing-masing, memiliki pelanggan masing-masing sehingga mereka tidak saling berebut pelanggan. Bentuk altruisme: memberi uang kepada orang yang kehabisan uang dijalan. Orang yang ditolong: orang yang tidak dikenal. Bentuk altruisme: membantu menjagakan kios pedagang lain, membesuk bersama-sama.

apa sama Gusti ya diterima. Disyukuri. Nggak usah ngoyo, nanti datang sendiri. Kalau dikejar nanti malah tidak dapat. Santai saja, nanti pembeli datang sendiri.

T : Dari mana mas mendapat prinsip seperti itu? J : Ya… sudah dari dulu begitu. Sudah kebiasaan.

Orang Jawa itu ‘kan biasanya seperti itu tha, mbak? Ndak usah ngoyo cari rejeki, nanti ‘kan datang sendiri.

T : Apakah mas mendapatkannya dari ajaran Jawa?

J : Nggak ‘tu, mbak. Saya ndak pernah diajarin. Tapi ya orang Jawa itu biasanya seperti itu. Ya nggak tahu bagaimana.

T : Lalu bagaimana mas menghadapi pedagang seperti tadi?

J : Pedagang itu, ya? Nggak ada mbak, sini. Disini itu nggak ada yang suka manggilin orang beli. Ya itu tadi, sudah jatahnya masing-masing. Sini ‘kan pedagangnya sudah punya kios sendiri-sendiri. Punya langganan sendiri-sendiri. Jadi ndak ada yang seperti itu. Kalau yang dulu itu ‘kan waktu di pasar darurat itu, pedagang kecil-kecil itu. Yang dipinggir-pinggir itu. Kalau disini ndak ada.

T : Tidak ada ya, mas? J : Ndak ada. T : Mas punya pengalaman menolong orang lain

tidak? J : Ya sebenernya ada. Tapi kalo buat saya itu

saru, nggak boleh diomongin. Saya pernah nolong orang yang kehabisan uang di jalan. Rumahnya Purwantoro, uangnya habis. Terus di jalan minta uang, gitu. Ya saya kasih. Lha kasihan nggak bisa pulang. Itu saya kasih buat ongkos naik kendaraan. Ya dia terima kasih, terima kasih gitu.

T : Orangnya tidak dikenal, mas? Baru ketemu di jalan begitu?

J : Iya. Ndak kenal. Ya pas saya pulang dari sini itu, ketemu orang di jalan. Kehabisan uang. Ya nggak kenal.

T : Mas tetap menolong meskipun tidak mengenal orangnya?

J : Iya. Lha dia membutuhkan ya saya tolong. Kasihan ndak bisa pulang.

T : Mengapa mas mau menolong? J : Ya kasihan, mbak. T : Punya pengalaman menolong pedagang di

sekitar sini, tidak? J : Ya itu, kalo pas kiosnya ditinggal ya bantu

nunggu kiosnya. Terus itu, ikut besuk orang sakit. Kalau ada teman disini, pedagang yang sakit gitu dibesuk bersama-sama.

Ae Db, Eb Eb Eb Da Db, Ea, Eb

Page 231: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: membantu pembeli yang sedang punya acara dengan cara menyediakan apa yang dibutuhkan. Bentuk altruisme: memberikan potongan harga/memberikan harga yang murah kepada pembeli, menghutangi pembeli. Masalah yang dihadapi dengan pembeli: pembeli tidak membayar barang dagangan yang dibeli

T : Membesuk orang sakit bersama-sama? J : Iya. Sama orang-orang pasar itu. Kalau

rumahnya deket ya besuk sendiri. Kalau jauh ya sama-sama. Soalnya ‘kan nyarter mobil itu lho, mbak, kalau jauh. Kalau deket ya pergi sendiri sama istri.

T : Ada pengalaman menolong pembeli, mas? J : Ya paling kalo ada yang lagi repot, ada

mantu. Ya kaya gitu. Ikut rewang. Ikut repot. Butuh apa gitu kita carikan.

T : Ikut rewang maksudnya menolongnya dengan ikut membantu lewat tenaga?

J : Ya ndak selalu. Ya butuhnya apa. Tapi kalau orang beli itu biasanya kalau ada hajatan minta lombok, bumbu dapur, atau apa begitu, ya harganya saya murahin. Ambilnya juga banyak. Dan saya sudah kenal. Biasanya saya potong harganya. Atau minta disediain apa buat masak gitu, ya saya carikan. Kalau dengan pembeli biasanya begitu. Kalau sudah kenal ya biar ambil dulu, bayarnya nanti. Kalau sudah kenal ‘kan enak. Ada apa-apa kita nggak susah mencari. Wong tiap hari kesini.

T : Kalau dengan pembeli yang tidak dikenal bagaimana, mas?

J : Ya biasa itu, mbak. T : Maksudnya biasa? J : Kalau ndak kenal ‘kan ya ndak minta tolong.

Biasa. Paling ya beli, terus pulang. Gitu thok. Kalau yang dikenal ‘kan suka ngobrol-ngobrol, ya mampir sebentar. Kalau ndak kenal ya langsung pergi.

T : Apa harapan mas ketika menolong orang? J : Ya nggak ada harapannya. Pokoknya

nolong. Kalau ada yang membutuhkan ya ditolong. Kalo saya dimintai tolong beneran ya saya tolong. Kalo cuma… ‘kan sekarang ini ‘kan banyak orang itu ‘kan cuma cari-cari. Kalo orang keliatannya sungguh-sungguh minta tolong ya saya tolong.

T : Caranya tahu orang itu sungguh-sungguh minta tolong atau tidak bagaimana?

J : Ya dilihat, mbak. Kalau orangnya ndak jujur kita ‘kan bisa kerasa. Kalau ndak hati-hati bisa kena tipu. Misalnya kalau ada orang beli, terus ambil dulu. Bayarnya belakangan. Kalau orangnya kita kenal ya kita kasihkan. Tapi kalau ndak kenal biasanya saya ndak boleh. Pengalaman dulu pernah ditipu.

T : Pernah kena tipu ya, mas? J : Iya. Ya itu… orang ambil dulu terus

bayarnya belakangan. Nggak taunya nggak dibayar-bayar.

T : Jadi kalau ada yang membutuhkan pertolongan

Db, Ea, Eb Ac, Ad, Db, Ea Bb

Page 232: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

dilihat-lihat dulu begitu, ya? J : Iya. Kalau kita bisa ya langsung ditolong.

Kalau ndak mampu ya bilang ndak mampu. Kalau orangnya ndak apus-apus ya ditolong. Dilihat dulu orangnya. Nanti kalau ngapusi ‘kan repot.

T : Apa yang mendorong mas menolong orang lain?

J : Ya ndak ada. Ya kasihan. Kalau lihat orang mengalami kesulitan gitu ‘kan kasihan.

T : Menurut mas tolong-menolong itu penting, nggak?

J : Ya ini kalau buat saya ya, mbak. Kalau buat saya tolong-menolong itu penting. Kalau buat saya, lho. Kalau buat saya penting wong kita itu tidak selalu bisa apa-apa sendiri. Jadinya sangat berharap kalo kita kesusahan itu ada orang yang menolong kita. Kalau saya lho. Kalau orang lain ya nggak tau. Kalau kita saling tolong-menolong itu ‘kan ada apa-apa ndak ditanggung sendiri. Ada kesulitan, ada apa, rasanya jadi lebih ringan karena saling bantu-membantu. Kalau ada yang butuh pertolongan ya kita ganti menolong. Itung-itung buat sangu sok mben nek mati. Selama hidup di dunia kita mencari pahala.

T : Apakah mas merasa memiliki tanggung jawab untuk menolong orang lain?

J : Iya. Tapi ya lihat keadaan, mbak. Umpamanya ‘kan mau nolong orang umpamanya “aku nggak punya uang, tolong diutangin segini..” kalo kita nggak punya ‘kan otomatis kita bilang nggak punya. Kalau kita punya ya wajib menolong. Sebagai sesama manusia kita wajib tolong-menolong. Sebisa mungkin ya menolong, mbak, pasti. Keadaan susah, pas-pasan, ya tetep menolong. Ya bisanya kita apa. Disesuaikan dengan kemampuan. Iya. Kita wajib menolong. Nanti kalau ndak mau menolong bisa kena karma. Kalau susah ndak ada yang mau nolong nanti.

T : Apakah mas percaya bahwa setiap orang akan mendapatkan ganjaran dari perbuatannya? Misalnya orang jahat layak dihukum, terus orang baik itu pantes mendapatkan pahala.

J : Oh kalau saya itu ya itu... Ya itu... Kalo umpamanya orang nolong orang, ‘kan suatu saat kalo kita susah ‘kan pasti ada orang yang mau nolong. Ya percaya, mbak. Kalau orangnya jahat ya banyak orang ndak suka. Ya mungkin itu karma ya, mbak. Kaya gitu itu saya ya percaya. Kalau kita tidak mau menolong orang lain, suatu saat kalau kita

Da Ba, Ca, Cb Ad, Ba, Ca, Eb Ca, Cb

Page 233: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: saling membantu, hidup rukun.

butuh ditolong ‘kan ndak ada yang mau nolong. Kalau kita berbuat baik nanti ya pasti ada hasile. Kalau kita butuh pasti ‘kan ditolong orang juga.

T : Jadi mas percaya akan hal itu? J : Iya, pecaya. T : Sebagai orang Jawa, dulu sama bapak apa ibu

pernah diajarin tentang tolong-menolong nggak, mas?

J : Nggak itu, mbak. Ya sudah ngerti sendiri. Sudah turun-temurun itu ‘kan seperti itu. Sama sesama manusia wajib saling membantu. Sama orang lain harus hidup rukun.

T : Jadi tidak pernah diajarkan secara langsung, ya?

J : Nggak. Belajar sendiri. Tahu sendiri dari pengalaman.

T : Tujuan mas dagang apa, mas? J : Cari uang. T : Usaha apa yang mas lakukan untuk

mendapatkan pelanggan? J : Kalo saya itu ya biasa, mbak. Terlanjur

kenal banyak, temennya banyak. Saya sudah disini puluhan tahun, sepuluh tahun gitu. ‘Kan banyak yang sudah kenal, orang namanya orang jualan itu, apa namanya, grapyaknya sama orang beli. Perkara kalau habis itu selesai gitu.. tapi ya namanya… grapyaknya sama orang beli. Kalau kita ramah orang ‘kan ya suka. Tapi kadang-kadang ya pernah marahin orang.

T : Memarahi pembeli, maksudnya? J : Lha umpamanya orang beli itu menawar.

Tapi kalo marahin itu ya marahin biasa. Nggak pernah marahin beneran. Sama guyon. Kalau menawar itu kadang-kadang kebangeten. Kita ya jadi sebel. Kalau ngasih harga seenaknya sendiri. Tapi ya biasa, mbak. Nggak ada masalah. Lha wong tiap hari ya kembali terus. Kalau sudah ya sudah. Ya biasa, gitu. Sama orang beli ‘kan ya harus sabar, baik, biar mereka seneng. Kalau seneng ‘kan pasti kembali. Saya kalau marah gitu ya sama guyon. Ndak pernah serius. Namanya di pasar, kalau ada hal-hal seperti itu ‘kan ya biasa tha, mbak. Nanggepinnya ya biasa saja.

T : Apakah mas punya keinginan untuk melakukan sesuatu buat kebaikan orang lain?

J : Oh, kalau cuma pengen gitu banyak, mbak. Umpamanya sugih gitu. Pengen saya, mbak. Umpamanya sugih gitu pengen saya nampung anak-anak terlantar gitu. Kalau cuma pengen ya.. tapi ya kenyataannya kaya

Ca Ab, Ae Ac, Ae Ad

Page 234: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: memberi sedekah, makanan kepada anak-anak kurang mampu.

gini. Ya itu kalau pengen. T : Jadi mas pengen bantu anak-anak terlantar

begitu? J : Iya kalau kepengenan. Umpamanya anak nggak

punya rumah. Umpamanya lho itu. T : Kenapa mas ingin membantu anak-anak

terlantar? J : Ya saya pernah ketemu bayi yang dibuang,

mbak. Itu dua kali. Bayi baru lahir gitu. Gede. Itu ada di sampah sama ditempatin di plastik gitu. Sudah bau. Sudah meninggal. Lihat seperti itu ya terus pergi saya. Ndak tega.

T : Lalu tidak ditolong? J : Ya saya sebenernya pengen menolong. Tapi

nggak kuat, mbak. Melihatnya itu ndak tega. Saya ngelingi anak saya sendiri gitu. Ya namanya orang punya anak.

T : Di kampung banyak anak-anak terlantar? J : Iya, banyak. Ya banyak yang ndak mampu,

mbak. Ndak bisa sekolah. Ndak punya kerjaan. Lha wong ndak bisa baca-tulis ya ndak bisa kerja. Di pasar gini ini saya ya sering nemui. Itu, di emperan itu. Minta-minta.

T : Apa yang mas lakukan ketika melihat mereka? J : Ya kalau ada anak-anak minta-minta itu ya

saya kasih. Kalau pas di masjid itu ya saya ngasih sedekah. Di kampung itu, saya punya makanan apa itu saya kasihkan sama anak-anak itu. Kalau sugih gitu ya saya tampung. Yang saya bisa bantu ya saya kasihkan. Uang ya sekedarnya. Wong saya sendiri keadaannya juga kaya gini. Kalau mau ngasih kerjaan itu ya ndak bisa. Apa yang bisa saja, mbak. Saya itu kasihan kalau lihat kaya gitu. Wong ya masih anak-anak. Kita yang besar, yang sudah tua ya wajib membantu seperti kalau mereka itu anak kita sendiri.

T : Apa yang mas harapkan ketika menolong mereka?

J : Ya tidak mengharapkan, mbak. Kalau melihat mereka itu senang, saya jadi ikut senang. Mereka dikasih makanan, apa itu, blanggreng apa lentho gitu sudah senang. Itu kalau di rumah itu. Ya tidak mengharapkan. Mengharapkan apa? Ya cuma menolong sekedarnya. Ndak mengharapkan apa-apa.

Aa, Ad, Ba, Da, Db, Eb Bb

Page 235: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

KODING HASIL WAWANCARA SUBJEK IV

Nama : RG Usia : 37 tahun Jenis kelamin : Pria Tempat tinggal : Pokoh Kidul Asal : Klaten Pekerjaan : Pedagang Tahu Lama bekerja : 12 tahun

Catatan Pertanyaan dan hasil wawancara Koding

Menurut Subjek, kota Wonogiri memiliki kegotong-royongan, tolong-menolong dan tenggang rasa yang bagus. Warganya secara spontan ikut membantu tetangga yang membutuhkan pertolongan, bahkan tanpa diminta. Suasana kota Wonogiri enak, tenteram, nyaman karena lokasinya yang jauh dari kota/keramaian. Jarang sekali terjadi masalah kenakalan remaja. Kegiatan yang sering dilakukan anak muda di Wonogiri antara lain: rekreasi ke waduk, olahraga, jalan pagi. Bentuk altruisme: memberi pekerjaan pada tetangga yang belum memiliki pekerjaan.

T : Menurut bapak, suasana kota Wonogiri itu bagaimana?

J : Wonogiri itu soal gotong royong, soal nolong, soal tenggang rasa itu lebih bagus daripada Klaten. Kalau di Wonogiri itu kalau mau punya kerja itu lingkungannya mau membantu semua. Nggak disuruh sama orang yang punya kerja. Tapi kalau di daerah Delanggu, Klaten, disuruh sama yang punya kerja belum tentu mau.

T : Kalau suasananya bagaimana, pak? J : Suasananya lebih enak, lebih tenteram,

lebih nyaman. Masalahnya disini jauh. Masalah kenakalan remaja, narkoba, itu jarang sekali. Kalau daerah Klaten Delanggu itu ‘kan pengaruhnya lebih banyak daripada sini. Masalahnya sini aja umpamanya mau cari hiburan ‘kan jarang. Jauh. Banyak orang yang males. Jadi pergaulannya ya cuma begitu-begitu aja jadi nggak kena pengaruh dari lingkungan.

T : Anak muda disini kegiatannya apa saja, pak? J : Bareng-bareng dolan, kesana-kesini,

kadang ngadain kegiatan jalan pagi kalau Minggu. Disini ‘kan deket sama waduk. Kalau waduk kalau Minggu pagi itu ‘kan banyak orang. Yang olah raga, yang jalan pagi. Cuma itu kegiatannya. Nggak aneh-aneh.

T : Sama tetangga juga dekat ya, pak? J : Ya, dekat. T : Apakah bapak pernah memiliki pengalaman

menolong orang lain? J : Punya. Menolong tetangga. T : Bisa diceritakan? J : Tetangga saya barusan menikah. Dia belum

punya kerjaan tetap. Saya ‘kan di desa sudah mapan. Sebisa mungkin saya dan istri saya memberi pertolongan dengan memberi pekerjaan di rumah. Apa nyabutin rumput, membuat selokan, demi menyambung kehidupan dia. Masalahnya mereka itu menikah belum sampai umur. Yang perempuan umurnya 16, yang laki

Ac, Ea Db, Eb

Page 236: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Kegiatan yang diadakan di kampung antara lain: kerja bakti, olahraga, ronda, jimpitan. Bentuk altruisme: menolong tetangga yang sakit dengan mengantarkannya ke rumah sakit, mengusahakan transportasi untuk ke rumah sakit, membayar biaya transportasi untuk ke rumah sakit. Ajaran Jawa yang berkaitan

umur 20-an. belum punya kerja, kerjanya serabutan. Karena tidak ada kerjaan saya suruh bantuin di rumah. Yang perempuan nyuci. Yang laki kadang bersihin rumah, nyabutin rumput, potong-potong pohon yang agak tinggi.

T : Bagaimana perasaan bapak setelah menolong orang lain?

J : Alhamdullilah senang juga. T : Apa pendapat bapak mengenai tolong-

menolong itu? J : Senang, karena rumah jadi bersih. Kita

dapat membantu orang yang lemah juga senang.

T : Di kampung ada kegiatan-kegiatan seperti kerja bakti?

J : Ada. T : Kerja baktinya seperti apa, pak? J : Setiap minggu ada kerja bakti. Biasanya

membuat saluran. Sekarang musim hujan kalau saluran tidak lancar bisa kena penyakit. Yang kedua kita bersih-bersih, ngecat pagar biar rapi.

T : Selain kerja bakti ada kegiatan apa lagi? J : Olah raga, seperti sepak bola, voli.

Badminton juga ada. Tapi berhubung di kampung saya belum ada fasilitasnya kalau badminton di kota Wonogiri.

T : Ronda juga ada? J : Iya. Di kampung itu ada istilah jimpitan.

Kalau dulu jimpitan itu dikasih beras sekarang berhubung jamannya udah agak maju dikasih uang Rp.200,00 per rumah. Masalahnya kalau mengumpulkan beras kalau dikumpulkan dan disimpan terlalu lama jadi tidak enak. Tapi kalau uang dikumpulkan berapa bulan bisa jadi banyak bisa dipakai untuk kegiatan kampung. Umpamanya ada kegiatan agustusan. Biasanya ‘kan cari sumbangan tapi sudah ada jimpitan jadi agak ringan, tidak terlalu membebani warga kampung. Jadi seperti uang kas kampung. Disamping itu di kampung ada koperasi RT.

T : Selain itu ada pengalaman lain tidak, pak? J : Iya ada. Juga menolong tetangga juga. Dulu

di rumah itu ‘kan ada tetangga saya yang sakit. Saya sebagai ketua RT ‘kan harus bertindak. Pas itu ‘kan jam 1 malam. ‘Kan kita sebelum kita menjabat ketua RT ‘kan pernah diajar sama pak lik saya kalau menolong orang itu lebih bagus daripada kita minta tolong. Masalahnya kalau kita itu menolong dengan hati ikhlas besoknya itu ‘kan pahalanya lebih besar daripada

Ad Ad Ab Ab Aa, Ac, Ba, Ca, Cb, Db, Eb

Page 237: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

dengan altruisme: menolong orang lebih bagus daripada minta tolong. Ajaran Jawa yang berkaitan

yang kita keluarkan. Mungkin saja kita menolong dengan tenaga, apa material sama pikiran. Menolong itu ‘kan mencakup semua. Nah itu ‘kan pas jam 2 ujan-ujan itu ‘kan diminta tolong sama tetangga suruh bawa saudaranya ke rumah sakit. Ya kita tolongin aja. Ya nyadari kalau malam-malam begini itu repot, ndak ada transport. Pakai mobil sampai sini di Kedungarjo situ. Terus saya tanya, “Bawa uang nggak, mbak?” Bawa, katanya. Saya bayarin dulu uang transportnya. Nah ini ke rumah sakit yang tanggung jawab siapa? Lha ini saudaranya di Jakarta. Ya udah saya yang bertanggung jawab.

T : Sakit apa, pak? J : Kemarin itu kalau nggak salah katanya sih

gejala demam berdarah. Tapi terus diperiksa, darahnya diambil ndak anu… terus habis itu, saudaranya sana… kita sudah nolongin pikiran, tenaga, keluar uang juga, saudaranya sana marah-marah. Ya udah itu, kita cari pendapat pak lik saya. Bagaimana ini? Ya udah kalau gitu namanya nolong kita ya resiko. Kalau kita ikhlas tetap lebih besar pahala kita. Ya udah pak lik saya bilang gitu. Sana marah-marah… “Siapa suruh bawa rumah sakit?” ‘Kan namanya orang. Padahal memang dari sana ‘kan dari Jakarta itu ya memang kurang mampu. ‘Kan cuma pedagang bakso keliling.

T : Yang sakit atau saudaranya yang di Jakarta yang jualan bakso keliling?

J : Yang sakit itu adiknya. T : Adiknya yang jualan bakso keliling? J : Iya. Ya hampir 500-an ribu lah. Ya ikhlas.

Ya saya nggak bilang sama istri saya. Namanya orang perempuan ntar gini, gini. Ya udah. Itu uang saya, nggak minta sama istri saya. Kalau ditanyain, “Pakai uang berapa nebusnya?” Ya nggak pakai, namanya orang nggak punya. Pakai itu kartu sehat. Ya saya cuma gitu. Padahal saya ya habis banyak. Sama nebusnya obat. Ya udah lah.

T : Hubungan bapak dengan pak lik cukup dekat juga, ya?

J : Iya, mbak. Kalau ada apa-apa saya seringnya minta pendapatnya dia. Karena saya anggap yang lebih tua, begitu. Ya itu, saya jadi tahu begini, begitu, ya dari pak lik. Pak lik itu banyak ngasih nasehat buat saya.

T : Nasehatnya seperti apa, pak? J : Ya ngajarin… namanya kita hidup

Aa, Ac, Cb, Db, Eb Ac, Db, Eb Ba, Cb

Page 238: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

dengan altruisme: saling tolong-menolong dalam hidup bermasyarakat, lebih baik menolong daripada ditolong, penuh prihatin.

bermasyarakat itu ‘kan harus saling tolong-menolong, yang paling utama. Kita hidup nggak sendirian ‘kan? Perlu bantuan orang lain kadang. Dia cuma bilang lebih baik menolong daripada ditolong, gitu. Terus sama ngajarin, ini lho, mbak… kalau orang Jawa itu… apa tadi? Pengetahuan kejawen gitu. Pengetahuan kejawen itu ‘kan ya termasuk itu saling membantu. Kita penuh prihatin. Kita, kalau orang Jawa itu, nglakoni gitu, lho. Kita kesana, cari keselamatan. Kita jalan-jalan tiap malam Jumat Kliwon.

T : Ada ritual tertentu gitu ya, pak? J : Iya. Ada ritual tertentu. Orang Jawa itu seperti

itu. semuanya ada, tercakup disitu. Masalahnya kalau ilmu kejawen itu ya kita percaya sama Tuhan. Kita yang Islam ya kita Islam. Yang Kristen ya Kristen. Tapi semuanya itu mencakup. Ya saya itu kadang ya lupa ajaran gini-gini. Wong saya itu ya… saya catat. Kalau ada gini-gini. Kalau ada masalah gini-gini seharusnya kita bicarakan secara kekeluargaan. Kalau tidak berhasil ‘kan ya kita cari jalan yang lain.

T : Apa yang bapak harapkan setelah menolong orang lain?

J : Tidak ada, mbak. Selama hidup di dunia kalau kita menolong menurut ajaran agama bisa dapat pahala.

T : Agama apa, pak? J : Islam. T : Apa yang mendorong bapak untuk menolong

orang lain? J : Kasihan. Karena kita sesama manusia kalau

hidup enak tapi orang lain sengsara itu tugas kita untuk menolong mereka. Kita menolong orang seharusnya tidak pilih kasih. Kita sendiri dari keluarga kurang mampu. ‘Kan nggak mungkin semuanya kita kerjakan sendiri.

T : Menurut bapak apakah tolong-menolong itu penting?

J : Penting. Masalahnya kita hidup di kampung kalau tidak tolong-menolong dan tidak kita kerjakan bersama-sama kita kaya hidup di kota. Tidak tahu begini-begitu. Kalau ada tetangga yang sakit tidak tahu padahal satu RT, tapi tidak kedengaran. Kalau di kampung itu kalau ada tetangga yang sakit satu kampung dengar semua. Di kampung itu rasa tolong-menolongnya masih bagus. Masalahnya kalau ada yang buat rumah Kadusnya cuma perintah sama RT-nya, besok kerja bakti disana buat

Bb, Cb Aa, Da Aa, Ab, Ba

Page 239: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: membantu pedagang lain mengangkat barang dagangannya. Bentuk altruisme: menjenguk pedagang yang sakit bersama-sama.

rumahnya si A soalnya si A itu orang tidak mampu. Kita ‘kan sama-sama. Terkadang kalau ada yang tidak bisa menyumbang tenaga mereka menyumbang uang atau beras untuk makanin yang kerja bakti.

T : Kalau di pasar apakah juga saling tolong-menolong seperti di kampung?

J : Ya ada, tapi ngga kaya di kampung. T : Bedanya bagaimana? J : Kalau di pasar itu prinsipnya dapat uang, dapat

untung. Kalau di pasar itu kalau tenaga berapa menit itu harusnya dapat uang. Tapi kalau di kampung ‘kan enggak. Ikhlas.

T : Berarti di pasar itu kalau menolong orang harus dibayar?

J : Iya. Tapi ada juga kita kalau sama sekitarnya tolong-menolong ngangkatin apa ya nggak dibayar.

T : Maksud bapak yang dibayar itu kuli-kuli yang suka membantu membawakan barang dagangan yang berat-berat itu?

J : Iya, mbak itu ‘kan dibayar. Sekali ngangkatin barang gitu dikasih berapa gitu.

T : Tapi kalau sesama pedagang menolong pedagang lain tidak membayar ‘kan, pak?

J : Tidak, mbak. Kalau sama sekitarnya tidak. T : Apakah bagi bapak menolong itu adalah

sebuah kewajiban? J : Kalau menolong sesama pedagang itu ‘kan

kita sebagai sesama manusia itu wajib saling tolong-menolong. Ya tolong-menolong kalau menurut saya dengan pedagang disini bagus. Kalau disini itu kalau ada apa-apa, kalau nggak dikabarin cuma dengar saja… “Oh disana ada orang sakit.” Orang-orangnya sudah pada ngumpul. Yok kita kesana, nengok sana. Misalnya si A gitu sakit. Tapi kalau di rumah itu ‘kan mesti dikabari dulu. Ayo kita nengok sana besok sore. Kalau disini itu begitu denger kabar langsung ngumpul terus berangkat. Kalau di rumah itu kalau nggak dikabari dulu ‘kan jarang tha, mbak, ikutan. Tapi kalau disini gitu baru dengar saja sudah langsung berangkat.

T : Jadi menurut bapak menolong itu merupakan kewajiban?

J : Iya. Daripada kita ditolong lebih baik kita menolong.

T : Hubungan antar pedagang disini baik, pak? J : Dekat. Kenal semua. T : Hubungan antar pedagang disini baik semua

ya, pak? J : Iya, baik. Baik semua. Kerukunannya baik

juga. Kalau ada yang sakit bareng-bareng

Db Ab, Ba Ad, Ba Ab

Page 240: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Masalah yang dihadapi dengan pedagang lain: berebut tempat menggelar dagangan khususnya bagi pedagang yang tidak memiliki kios tetap sehingga mengganggu pedagang lain disekitarnya.

menjenguk. Sebenernya ya baik juga. Tapi ya kadang ada yang enggak, namanya orang.

T : Contohnya yang tidak baik itu bagaimana, pak?

J : Ya kalau ada yang sakit nggak mau ikut jenguk. Ya kita biarin aja, paling besok kalau dia sakit tidak dijenguk.

T : Pernah menghadapi masalah dengan pedagang disini, pak?

J : Tidak ada. Paling masalah kecil. Masalah tempat. Kalau pagi ‘kan disini semua dagangan belum tertata. Masih ada yang di jalan, tapi kalau udah setengah jam gitu ya sudah rapi semua. Masalahnya cuma itu. Soalnya kalau badan lagi capek ‘kan kita jengkel juga melihatnya. Tapi ya namanya tetangga dekat kalau ada apa-apa ya minta tolong juga. Makanya kalau ngadepin kaya gitu ya udah.

T : Ketika menghadapi hal seperti itu sempat marah juga tidak, pak?

J : Enggak. Ya kita pendem aja. Masalah tidak perlu dibesarkan. Nanti malah jadi ramai.

T : Maksud bapak memendam perasaan itu untuk meredam masalah, begitu?

J : Iya. Supaya tidak jadi makin besar. T : Lalu upaya apa biasanya untuk menyelesaikan

masalah yang terjadi? J : Kita kalau ada masalah ya ngomong sama

yang bersangkutan. Umpamanya kita punya masalah… nggak ada kecocokan. Kita bicarakan langsung. Di pasar itu bisa kita tegur langsung gitu lho, mbak. Tapi kalau kebanyakan kita di rumah itu kita ngrumpi. Tapi kalau di pasar ini ‘kan bisa kita tegur langsung. Bagaimana ini ada masalah. Ya udah.

T : Jadi setiap kali ada masalah langsung dibicarakan, diselesaikan, begitu?

J : Iya. Biar tidak ada yang mengganjal. Masalahnya ‘kan kalau tidak kita bicarakan ‘kan di pasar ini kalau ada masalah kecil umpamanya. Sini sama situ ada masalah dagangan. Ini contohnya… sini sama situ ‘kan sama-sama jualan tahu. Kalau disitu baik-baik otomatis ‘kan orang itu belinya disitu. Ya udah langsung saja kita tanyain… “Ada apa kok belinya disitu?” “Oh, ini tahunya jelek-jelek. Dagangannya jelek-jelek.” Udah kita bicarakan gitu terus kita laporan yang nyetorin. Gitu. ‘Kan selesai. ‘Kan enak. Kalau kita ini ada masalah diselesaikan secara kekeluargaan ‘kan enak.

Ac Ac Ac, Ae Ac, Ae

Page 241: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Masalah yang dihadapi dengan pedagang lain: distributor kurang mau memahami kesulitan yang dialami pedagang. Bentuk altruisme: mengantarkan belanjaan pembeli dengan cuma-cuma. Masalah yang dihadapi dengan pembeli: pembeli tidak mengambil barang yang sudah dipesan, menawar seenaknya.

T : Selain itu, masalah apa lagi yang biasanya terjadi diantara pedagang, pak?

J : Ya paling seputar itu, mbak. Jarang kok pedagang disini punya masalah.

T : Pernah menghadapi pedagang yang menjengkelkan juga, pak?

J : Paling ya cuma ‘kan kita jualan tahu nggak buat sendiri. Kita ambil dari pabrik. ‘Kan kadang kita manusia itu pasti ‘kan punya halangan, umpamanya mau layat atau arisan. Biasanya kalau kita ambil tahu ‘kan 10 blabag, kalau mau ada keperluan ‘kan kita minta sedikit. Tapi yang punya pabrik ‘kan tetep aja, udah itu jual aja semua. Cuma gitu aja masalahnya, pedagang sama pedagang.

T : Bagaimana perasaan bapak menghadapi hal itu?

J : Ya jengkel juga, masalahnya ‘kan kita ada keperluan mendadak. Seharusnya dia tahu juga. Tapi dia ya nggak mau rugi, sudah dibuatin segini. Padahal sini ya juga. Dipikir-pikir memang semuanya ya nggak ada yang salah. Tapi ya ada juga yang dia nyadarin. Ya udah saya jual. Tapi ada juga yang udah itu jual semua. Namanya orang, nggak sama.

T : Bagaimana mengatasinya? J : Ya udah kita ngalah. Umpamanya kita mau

arisan jam 10 kita berangkat jam 8, di rumah ‘kan ada orang tua ya suruh nunggu dulu sampai kita pulang.

T : Jadi minta bantuan orang lain? J : Iya, suruh bantuin jualan. T : Kalau dengan pembeli, apakah bapak juga

memiliki pengalaman menolong mereka? J : Ya ada. Kalau ada orang beli disini minta

diantar di sana. Kalau kita mau dikasih uang ‘kan nggak enak juga dia ‘kan langganan juga. Jadi kita ya nggak minta bayaran, mbak.

T : Apakah pernah menghadapi masalah dengan pembeli?

J : Ya ada juga. Namanya pasar. Contohnya begini, ‘kan dia mau punya kerja ‘kan pesan besok, umpamanya hari Rabu jam sekian, tempenya berapa ribu tahunya berapa ribu. Pernah nggak diambil, atau lupa, atau sudah beli saya nggak tahu. Terus ada juga, kalau orang jualan tahu dari sini sama Sukoharjo ‘kan beda. Kalau orang Sukoharjo kadang kalau kesini gitu wong disana aja tahu segini dapet sekilo kalau disini kok mahal bener. Katanya Wonogiri itu gudangnya tahu tempe.

Ac, Ae Aa, Ac Ac, Ae Ad, Db

Page 242: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Menurut Subjek, persaingan di “Pasar Kota Wonogiri” ada dua macam, yakni persaingan sehat dan persaingan tidak sehat.

T : Dipikirnya kalau beli tahu-tempe di Wonogiri lebih murah, begitu?

J : Iya. Tapi ‘kan masalahnya kalau di pasar itu selalu banyak retribusinya. Seperti sampah, untuk kebersihan, untuk gini gini ‘kan banyak juga. Jadi harganya juga nggak bisa murah sekali.

T : Bagaimana bapak menghadapi pembeli yang sudah pesan lalu tidak diambil seperti tadi ?

J : Ya memang orang itu ‘kan beda-beda. Tapi ‘kan secara umum kita ‘kan jengkel juga. Tapi sebagai manusia kita ingat pada Tuhan juga. Itu paling kelupaan, kita sabar aja. Anggep aja itu rezeki belum punya kita.

T : Apakah bapak juga memiliki hubungan yang cukup dekat dengan pembeli?

J : Ya biasa saja ya, mbak. Paling suka ngobrol-ngobrol gitu. Kadang ceritanya masalah pribadi.

T : Seperti apa, pak? J : Masalah pacar, cerita-cerita begitu. Tapi ada

juga yang bercerita masalah dagangan. Misalnya, sana tahunya jelek sini bagus.

T : Bagaimana bapak menanggapinya? J : Jawab seadanya aja. Di sini ‘kan kita

jualan. Kalau di rumah ya kita berusaha ngasih saran. Di sini ‘kan kita berjualan, jadi ngomongnya nggak banyak.

T : Apa tujuan utama bapak dalam berdagang? J : Kita sebagai manusia butuh hidup. Butuh

memenuhi kebutuhan ini, kebutuhan itu. Kita juga punya anak.

T : Supaya dagangan laris, bagaimana caranya menarik pembeli?

J : Namanya orang jualan kita butuh melayani pembeli dengan bicara yang enak.

T : Yang enak itu bagaimana maksudnya? J : Ya dengan merayu pembeli.. Bagus-bagus ini

dagangannya… Begitu. T : Apakah maksudnya berbicara dengan baik

kepada pembeli, begitu? J : Iya. T : Bagaimana dengan persaingan antar pedagang

di pasar ini, pak? J : Ya ada persaingan sehat dan persaingan

tidak sehat. Namanya pasar. Orang dagang cari untung, harga-harga nggak ada patokan harus segini. Umpamanya jualan tahu. Kita sesama pedagang tahu, jualan tahu yang besar itu sepuluhnya Rp.2000,00. Tapi kadang jualan ada yang Rp.1500,00, ada yang Rp.l750,00. Masalahnya kita pedagang tahu ada yang buat sendiri, ada yang ambil dari pabrik. Kalau buat sendiri ‘kan kita bisa hitung-hitung, untuk beli

Ac Ab Ad Ae

Page 243: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Persaingan yang tidak sehat berupa memberi patokan harga yang berbeda dengan harga pada umumnya sehingga merugikan pedagang lain. Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: kalau kita menanam yang baik, suatu saat akan menuai hasil yang baik juga. Masalah yang dihadapi dengan pembeli: berhutang, tidak membayar hutangnya, dan bahkan pindah ke pedagang lain. Bentuk altruisme: memberikan barang yang dibutuhkan pembeli secara cuma-cuma.

kedelai segini, tenaga segini. Tapi kalau ambil dari pabrik ‘kan sudah diperinci. Belinya segini, tenaganya segini, jadi harganya ‘kan lebih mahal.

T : Biasanya yang bikin sendiri harganya lebih murah?

J : Iya, lebih murah. T : Persaingan tidak sehat itu contohnya seperti

apa, pak? J : Kita kalau jualan agak sore, ya sehabis

luhur ke atas, kalau hari-hari libur gini ‘kan nggak banyak yang belanja. Kalau hari-hari orang masuk, kaya sekolah-sekolah, kantin-kantin gitu ‘kan yang ambil banyak. Kalau libur ‘kan kalau agak sore ‘kan sepi. Persaingan tidak sehatnya itu kadang seharusnya tahu yang besar itu dijual Rp.1000,00 tapi dijual Rp.500,00. Gitu lho.. jadi orang beli ‘kan kesana semua. Padahal kalau umpamanya disini ambil pabrik dan disana buat sendiri kita ‘kan kalah juga. Kalau kita punya perasaan ya biarin ‘kan jualnya sama juga, wong kita ya sama-sama jual. Kalau dia baik hati, punya perasaan.. tapi ya namanya orang.. Nggak sama.

T : Selama ini, apa yang mendorong bapak untuk menolong orang lain?

J : Karena kita sendiri dari keluarga kurang mampu. ‘Kan nggak mungkin semuanya kita kerjakan sendiri.

T : Maksudnya menolong supaya suatu saat kita juga ditolong?

J : Iya. Tapi ya kita tidak mengharapkan. ‘Kan ya nggak mungkin kita menolong terus. Suatu saat kita gantian yang perlu ditolong. Kita yang minta tolong orang lain. Kalau kita itu nandure apik, kalau orang Jawa bilang, besok itu ‘kan panennya bagus. Gitu ‘kan?

T : Jadi bapak percaya ya, kalau setiap orang itu akan mendapatkan hasil dari perbuatannya?

J : Iya. Kalau perbuatannya baik ya hasilnya baik.

T : Kalau dengan pembeli juga pernah menolong, pak?

J : Pernah. Ya sering. ‘Kan kadang ‘kan orang pembeli itu ‘kan wataknya tidak sama. Suatu hari ada orang tua. Ya dibilang ya kurang mampu wong pakaiannya kaya gitu. ‘Kan umpamanya ini, dagangan ini biasanya kita beli dari yang nyetorin 1500 ya kita jualnya 1600. Tapi dia itu mintanya gitu. Nawarnya nggak 1500, tapi 1100. Ya udah yang nganu istri saya, “Ya udah gini

Aa, Ac Aa Bb, Cb Ca Aa, Ac, Ad, Db, Eb

Page 244: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: membantu pedagang lain mengangkat barang dagangan.

aja ibu, artane dibetha mawon. Kula sukani. Boten napa-napa. Kula ikhlas.” Itu pernah. Ada pula pembeli itu yang ngambil banyak. Udah kita kasih. Biasanya orang itu ya tiap hari kesini. Ya banyak yang ngambil gitu kita kasih, uangnya besok. Pernah itu sampai numpuk banyak terus malah beli ke orang lain. Kadang itu ya saya gini… gimana ini kalau begini terus-terusan ‘kan bangkrut. Ya udah wong ya namanya orang. Ya kita ikhlasin aja.

T : Setelah hutang banyak begitu lalu tidak kesini lagi?

J : Iya, sudah numpuk. Ya namanya orang. Tapi masak ya kita gitu terus?

T : Bapak mengatasi hal-hal tersebut dengan bagaimana, pak?

J : Ya ngatasinnya kita kalau ketemu orangnya ya kita tanyain aja. Ya namanya orang kalau sudah nggak beres ‘kan ya begitu itu… ditanyain malah ngomong, “Udah besok-besok aja uangnya.” Tapi masalahnya ‘kan kita juga usaha. Masak udah ngambil, udah numpuk segitu uangnya kok nggak dibayar. Ya saya bilangin begitu. Kalau ada masalah itu ‘kan kita bicarain ‘kan enak. Tapi ya sudah, wong ya namanya orang. Kalau sudah begitu besok ‘kan pasti rejekinya bisa kembali. Kita ‘kan sudah punya prinsip lebih baik menolong daripada ditolong.

T : Sampai sekarang masih ada yang seperti itu, pak?

J : Namanya pasar ya pasti banyak, mbak. Tapi ya sudah. Rejekinya nanti ‘kan kembali sendiri. Ya alhamdulilah kita jualan apa-apa itu ya laku semua kalau kita ikhlas. Masalahnya kita sudah percaya sama yang di Atas. Jadi kalau kita ikhlas ‘kan yang di Atas itu juga melimpahkan pahala, rejeki yang banyak.

T : Ketika ada orang yang membutuhkan pertolongan bagaimana bapak menanggapinya?

J : Kalau kita… kondisi orang ‘kan kadang nggak stabil. Kadang capek ya, mbak, ya… Kalau ada yang butuh pertolongan suruh ngantar ya udah kita mau aja. Ntar dulu kalau habis pulang. Kalau di rumah ya, mbak, ya. Ntar dulu, minum-minum dulu. Ntar saya antar. Ya saya bilang dulu mau istirahat, tapi nanti saya antar.

T : Kalau di pasar bagaimana? J : Kalau di pasar ya namanya orang gitu.

Kadang suruh ngangkat apa gitu ya sudah kita angkat aja. Sama sesama pedagang

Ac, Ae, Ea Ca Ae, Db Db

Page 245: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: mengantarkan barang yang dibeli. Subjek menolong siapapun yang membutuhkan, terutama orang yang dikenal.

kalau ada yang butuh bantuan apa ya kita bantu.

T : Dengan pembeli bagaimana? J : Ya itu juga banyak sekali. Banyak sekali

langganan-langganan yang minta tolong barangnya diantarkan. Itu wajib itu, mbak. Paling ndak ‘kan orang beli dua kresek. Udah, antar. Wong itu mau lebaran itu ‘kan rame… saya ngantar sana, ngantar sana. Saya ikhlas nganter-nganterin gitu.

T : Di depan tadi bapak memberi keterangan pada saya kalau mau menolong orang itu mikir dulu. Maksudnya apakah kalau ada orang yang membutuhkan bantuan itu kita pikir dulu apakah kita mampu menolong atau tidak? Bagaimana maksud bapak?

J : Maksudnya kita kuat nggak nolong. Liat kemampuan kita seberapa. Kalau kita mampu ya udah langsung kita tolong. Pasti ditolong.

T : Jadi bapak menolong siapa saja yang membutuhkan ya? Tidak melihat orang.

J : Iya. Lebih-lebih kalau kita sudah kenal. Lebih diutamakan.

T : Kalau yang belum kenal bagaimana? J : Ya kita pikir dulu. ‘Kan banyak namanya

orang hidup itu orang ‘kan banyak mau minta tolong tapi si orangnya ada tujuan lain. Kalau orang Jawa bilang ‘kan ngapusi gitu lho, mbak. Dulu ya pernah punya pengalaman diapusi orang. Minta ditolongin ojek suruh nganterin di rumah sakit umum. Ini orangnya nggak saya kenal. Udah kita anterin terus dia masuk keluar lagi. “Mas pinjam uangnya.” Wong itu orang perempuan. Untuk beli apa gitu lho, mbak. Sudah. “Ditunggu aja, mas.” Saya nganterin jam 8 sampai sana jam 8 seperempat apa ya… terus keluar mau pinjam uang ‘kan jam setengah 9. Sampai jam 11 itu nggak keluar-keluar lagi lho, mbak. Ya uang saya dibawa. Terus teman saya juga banyak sekali sepeda motor dipinjamin terus juga ilang. Makanya kadang pikir dulu kalau membantu orang yang nggak kenal. Kalau kita mau nolong tapi minta KTP-nya dulu ‘kan nggak etis tha, mbak. Iya ‘kan? Makanya kalau kita mau nolong ya pikir dulu.

T : Maksudnya menolong tapi dengan hati-hati begitu ya, pak?

J : Iya. Kesimpulannya gitu. Masalahnya ‘kan punya banyak pengalaman gini-gini. Tapi ya kita tetap menolong kalau ada orang yang butuh.

T : Bagaimana perasaan bapak waktu ditipu?

Db Eb

Page 246: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Ya kita ya dongkol juga. Seketika ya dongkol juga. Tapi ya setelah sampai di rumah kita renungkan, oh ya gini-gini. Nggak pa-pa. Tapi seketika ya dongkol juga, namanya manusia. Capek-capek, udah ninggalin dagangan. Nganter sana malah diapusi. Ya ‘kan dongkol juga. Tapi setelah sampai di rumah terus kita renungkan, ya udah ikhlas. Mau dicari orangnya ya ndak ada. Mau dicari kemana? ‘Kan buang-buang waktu, tenaga.

T : Jadi prinsipnya kita menolong semua orang tapi juga harus hati-hati begitu ya, pak?

J : Iya. Begitu kesimpulannya. Kalau ada orang yang membutuhkan pasti kita tolong. Ya liat kemampuan kita juga. Kalau kita mampu ya udah kita jalanin. Kalau nggak mampu ya kita pikirin dulu. Cari pendapat sana-sini, bagaimana gitu.

Ac, Eb Ae

Page 247: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

KODING HASIL WAWANCARA SUBJEK V

Nama : HR Usia : 54 tahun Jenis kelamin : Wanita Tempat tinggal : Kedung Ringin Asal : Wonogiri Pekerjaan : Pedagang Tahu Lama bekerja : 25 tahun

Catatan Pertanyaan dan Hasil Wawancara Koding

Warga di Kedung Ringin memiliki hubungan yang bagus dan dekat antara satu sama lain. Menurut Subjek, Wonogiri adalah kota yang enak. Antar tetangga saling mengenal satu sama lain dan biaya hidup tidak terlalu tinggi. Warga masyarakat memiliki hubungan yang baik antara satu sama lain, ditunjukkan dengan datang ke acara-acara yang diadakan salah satu warga. Kegiatan yang diadakan di kampung antara lain: PKK, Karang Taruna, arisan. Menurut Subjek, kerukunan para pedagang di “Pasar Kota Wonogiri” bagus. Terkadang

T : Bagaimana hubungan antar warga di kampung, bu?

J : Ya dekat, mbak. Dekat. Sama tetangga gitu hubungannya bagus.

T : Di Kedung Ringin itu rumahnya dekat-dekat gitu ya, bu?

J : Iya, rumahnya dekat-dekat. Perbatasan saya pager itu, kalau ma keluar ya lewat rumah saya.

T : Menurut ibu, Wonogiri itu kotanya bagaimana? J : Ya enak Wonogiri. Disini ini kalau sama

tetangga masih kenal. Kalau di kota besar itu ‘kan kalau sudah ada pagar sini sama sini ‘kan ndak kenal. Ya bagus, mbak. Menurut saya itu tidak terlalu anu.. Ekonominya itu pas-pasan. Penghasilannya ‘kan sesuai. Untuk Wonogiri tidak terlalu banyak pengeluaran. Urusan gitu. Apa-apanya murah.

T : Hubungan antar masyarakat gitu bagaimana, bu?

J : Antar masyarakat ya ringan. Jagong itu.. kalau ada.. kalau ndak ada ‘kan tidak terpaksa. Cuma pekewuh.

T : Di kampung, di rumah.. sama di pasar.. sesrawungannya sama nggak?

J : Oh, ya sama. T : Di kampung ibu ikut kegiatan tidak? J : Di kampung saya ndak bisa ikut kegiatan

‘tur anak saya ‘kan sudah besar-besar. Jadi anak saya semua. Kalo apa.. di kampung yang laki-laki itu sudah ketua karang taruna. Yang sudah keluarga itu jadi apa itu.. keuangan PKK. Keuangan arisan RT itu. Kalo arisan cuma.. bapake. Arisan bapak-bapak. Jadi kalo sudah sampai rumah gitu.. saya istirahat. Paling ya bersih-bersih, mandi, istirahat. Nanti ke belakang apa.. ngoreksi itu potongan tahu, potongan tahu itu..

T : Ibu sudah lama berjualan di pasar ini. Menurut ibu, bagaimana hubungan para pedagang disini?

J : Oh, baik. Rukun. Bagus. Ya mungkin ada masalah tapi lama-kelamaan ya jadinya insyaf. Masalah itu ndak begitu penting. Ada

Ab Ab Ab Ab

Page 248: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

ada masalah namun dapat diselesaikan. Masalah yang dihadapi dengan pembeli: pembeli pindah berlangganan ke pedagang lain. Masalah yang dihadapi dengan pedagang: persaingan tidak sehat karena pedagang lain merebut pembeli. Masalah yang dihadapi dengan pedagang: menggosip, berkata-kata negatif tentang pedagang lain. Bentuk altruisme: menjenguk pedagang yang sakit, gotong-royong membantu pedagang yang sedang punya acara.

pertengkaran sedikit ya tidak usah dipedulikan… nanti lama-lama insyaf. Itu ‘kan masalah ndak penting.

T : Biasanya pertengakarannya itu masalah apa, bu? J : Ya persaingan dagang. Misalnya ndak jadi

beli sini, beli sini. Tapi lama-lama sudah… makin lama ya insyaf. Beli sini ya biar, beli situ ya biar. Atau mau beli sini nawar 100 perak. Ya… ya paling menyakitkan ‘tu itu. Terus pindah ke pedagang lain langsung beli 2000. Ndak nganyang ndak apa.

T : Berarti itu dari pembelinya ya, bu. Ada yang menjengkelkan begitu. Kalau dari pedagang ada yang menjengkelkan juga tidak?

J : Ya ada. Tapi ndak banyak. Yang sebelah-sebelah sana itu. Masih ngongso. Tapi bagi saya, kalau ketempat saya ya saya layani, kalau ndak ya sudah. Tapi kalau bekerja ya memperhatikan orang lewat itu gimana gitu. Ya ditawari begitu.

T : Kalau ibu menghadapi masalah dengan pedagang seperti tadi biasanya dibiarkan saja?

J : Iya. Nanti lama-lama insyaf sendiri. T : Apa yang dirasakan ibu dalam hati ketika

menghadapi masalah-masalah tersebut? J : Ya… kalau saya sama pedagang itu ya sudah

lah. Biarkan. Kalau laris dan tidaknya itu ‘kan sudah rejekinya sendiri-sendiri. Hari ini tidak laku, mungkin besok laku, pembelinya mudah-mudah. Hari ini habis, tapi besok masih utuh. Ya sudah. Namanya jualan, lain-lain.

T : Apakah masalah sering terjadi? J : Iya sering banyak masalah. T : Contohnya apa, bu? J : Ya contohnya.. umpamanya.. pokoknya ya

itu, mbak.. kalo sini laris ya mesti ya rasan-rasan.. pasti itu. Gini ora meneri.. Tapi kalo dagangannya ndak laku.. sokur.. tidak ada yang menolong. Soalnya apa.. terus terang pendidikannya kurang. Jadi rumangsane nek wis iso.. agamanya kurang tekun.. pendidikannya kurang. Seharusnya agama itu harus juga disertai dengan pendidikan. Jadi makanya ya gitu... jadi orang sombong… orang anu...

T : Jadi masalah sering terjadi ya,bu? Tapi apakah ketika mengalami kesulitan seperti itu antar pedagang masih tetap saling tolong-menolong antara satu sama lain?

J : Ya menolong itu… ada apa itu.. ada yang sakit itu terus.. apa itu.. langsung tolong-menolong. Orang punya kerja gitu.. gotong-royongnya bagus. Tapi kalo soal perdagangan itu saingan. Terus terang

Ac Ac Ac Db

Page 249: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: memberikan masukan kepada sesama pedagang yang sedang menghadapi masalah.

saingan. Dalam hati atau... mesti saingan. Mesti. Kerap kali bertengkar.

T : Bagaimana bisa bertentangan seperti itu, bu? J : Ya gimana ya.. mestinya semua ingin laku.

Ini dagangannya ‘tu yang bisa rusak semua. Lha kalo dah ndak laku sehari ‘kan merugi. Tapi kalo ada orang yang sakit gitu masih mau menengok. Ini mau kesana... ya mau. Itu kalo seandainya satu yang sakit, ini tidak nengok gitu sudah kelihatan ndak bagus. Pasti nengok.

T : Jadi begitu ya, bu... pedagang itu ya baik, rukun, tapi ada saingannya?

J : Ya begitu. Kalau nanti di jalan seperti saudara kalau sudah jualan ya gitu itu. Ya mau gimana? Ndak bisa rukun lah.

T : Kalau jualan ndak bisa rukun ya? J : Ndak bisa rukun. Kalau sama dagangannya

ndak bisa. Tapi nanti kalau sudah keluar dari pasar ya seperti saudara. Kalau masih jualan ndak bisa.

T : Kok bisa begitu bagaimana ya, bu? J : Mungkin anu, mbak.. sama-sama misalnya gini..

ini jual tempe. Yang satu bisa beli kendaraan roda empat ya.. mungkin gitu. Yang satu ini ya tahu, yang satu itu enak ndak punya hutang, yang sini.. Ya, jadi iri. Tur sing bisa anu itu agak sombong sedikit. Ya karena itu tadi, kurang pendidikan. Banyak yang ndak sekolah. Pokoknya bisa cari uang. Kalau sudah jualannya agak laris orang pasti agak sombong sedikit.

T : Jadi karena tingkat pendidikannya kurang? J : Iya. T : Ibu punya pengalaman menolong orang lain? J : Ya apa ya... kalo pengalaman saya itu cuma...

anu... kalo teman saya.. misalnya ada apa... salah paham, atau dia sakit hati, terus saya betulkan. Sebetulnya begini.. tidak usah sakit hati. Saya sering begitu.

T : Kalo dengan orang di sekitar sini, bu? J : Di sekitar pasar? Ya cuma teman-teman

deket itu. Misalnya salah paham sama orang tua. Apa itu... dia itu... Gini lho, ada orang ndak punya anak. Lantas ini mengambil anak. Yang satu itu diambil dari keluarga sendiri, masih famili. Yang satu bukan. Lha ini yang satu ini mestinya sok meri gitu lho. Lha anu itu ndak sama gitu. Pokoknya merasa gimana gitu. Lha yang satu ini ‘kan orang lain. Mestinya... apa itu… yang mengambil anak itu ‘kan orang lain itu ‘kan hati-hati tho... Kalo mau bicara itu ‘kan hati-hati. Tapi saya tau kalo rasanya kasih itu justru ke itu anak yang masih saudara sendiri, tapi ndak dikeluarkan. Yang orang

Ad Aa, Db Aa, Ab, Ae

Page 250: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

lain itu ‘kan kalo mau bilang itu ya halus mestinya. Anu.. kamu sudah minum, sana... ini rokoknya. Lha kalo sama yang ini itu ‘kan... anu... anake ora ndang di dus… soale masih anak sendiri. Yang satu ‘kan ndak. Lha terus yang ini ya menangis. Lha terus saya bilangi.. kowe ki... coro jowone... kowe ki ora sah meri. Kowe karo kae ki ling ngepek anak ki kabeh dipek anak. Kasih sayangnya itu sama.. aku ngono. Contone tho.. nek kowe loro ning omah sakit... ibumu ki wis tuwo. Krungu diparani mlayu-mlayu karo nangis. Berarti rasa kasih sayangnya itu sama.

T : Suka mengingatkan orang lain, begitu? J : Iya, suka mengingatkan. T : Menurut bu , apakah tolong-menolong itu

penting? J : Oh ya.. tolong-menolong itu penting. T : Bisa dijelaskan, bu? J : Ya seandainya.. ya penting tha, mbak. ‘Kan

gini.. semua itu kita itu bisa pandai, bisa anu itu karena ‘kan pergaulan. Perlu bergaul itu pengalaman ini, ini, itu ‘kan bisa. Saya dulu.. apa itu.. saya ‘kan pernah sakit. Sakit saya ya.. apa ya.. sakit saya itu.. anu seakan-akan terasa takut atau rasa minder gitu. Itu saya sering sakit. Lha setelah saya di rumah sakit mau periksa itu teman saya gini.. tidak ada uang. Jane kamu sakit apa tha? Kulo kok sering-sering deg-degan. Lha terus itu bilang gini.. anu.. mbok ora sah susah-susah. Nek ora nduwe nek meneng wae sapa tha sing ngerti. Nek wong susah kuwi nyang ‘ndi parane loro. Mengko nek wis loro kowe opo.. wong loro kuwi akhire ‘nyang ‘ndi. Opo kowe ora mesakke anakmu pirang-pirang sing arep ngopeni sopo. Ya itu saya ndak.. apa itu.. ndak sampe periksa.. anu itu.. saya terus sembuh sendiri. Oh iya.. nek aku susah banget, nek aku loro, terus sing arep ngopeni anak-anakku sopo. Lha itu terus itu tegar sampe gini.. oh iyo.. Lha terus gitu kalo ada orang sakit ya saya bilang kira-kira sakit apa. Ada tha orang sing itu terus saya bilangi gini-gini.. Tanggungane sih enek wae ora mbok seneng-senengke terus susah mengko nek wong loro ‘ki ‘nyang ‘ndi. Lha kasian anaknya. Lha itu dari pengalaman. Makanya pengalaman itu juga penting. Di sekolahan juga penting. Bergaul juga penting. Misalnya mau anu.. apa itu.. rombongan.. orang punya hajat gitu saja. Sekarang ada orang punya hajat. Kalo mau jagong sendiri gitu rasanya malu. Gimana gitu. Tapi kalo anu.. entah

Ba Aa, Bb

Page 251: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Ajaran jawa yang berkaitan dengan altruisme: kebersamaan Bentuk altruisme: menolong orang yang tidak punya pekerjaan, menolong orang yang sudah lanjut usia. Bentuk altruisme: memberi

pakaiannya gimana tapi kalo bersamaan dengan teman-teman mau bilang ini-ini ya bebas sudah.

T : Jadi maksudnya tolong-menolong itu menyangkut kebersamaan gitu, bu?

J : Ya kebersamaan.. itu penting. Ya kalau orang Jawa ‘kan biasanya begitu. Kalau ada apa-apa gitu ‘kan sama-sama. Terus kalo di rumah ya itu.. kalo dulu itu misalnya tetangga sakit. Itu kalo dulu itu pertama itu yang datang pasti itu tetangga. Kadang sakit atau meninggal dunia itu ‘kan tetangga paling ndak.

T : Apa yang mendasari ibu untuk menolong orang lain?

J : Anu saya mau anu itu... kalo orangnya mungkin lebih apa itu... orangnya itu patut kita bantu gitu. Jadi tidak terlalu ada. Yang nggak punya apa-apa.

T : Patut dibantu itu maksudnya bagaimana, bu? J : Patut dibantu itu.. misalnya.. ya dulu ya orang

yang tua-tua itu. Atau yang miskin.. gitu saja. Orang yang tidak punya pekerjaan tetap.

T : Alasannya apa yang mendorong ibu untuk menolong?

J : Apa itu ya, mbak.. rasanya itu kok kasihan. Tapi ‘kan gini, mbak.. misalnya saya ‘kan punya saudara ini ndak bekerja. Saya dulu ‘kan pernah juga ndak punya tho.. Terus ada yang mau menolong, apa mengasikan misalnya beras 2 kilo.. sampe sekarang saya masih ingat saya pernah ditolong. Jadi dalam keadaan dia membutuhkan kita itu menolong ‘kan bagus sekali. Terus saya kalau di perjalanan itu sering sekali ditolong orang. Saya sering tersesat tapi ditolong orang.

T : Oh, jadi karena ibu pernah ditolong maka ibu menolong orang lain, begitu?

J : Jadi tidak minta imbalan gitu ndak.. jadi saya mau menolong kalo orangnya itu sudah tidak bekerja, pikun atau gimana itu ‘kan ya itu membutuhkan pertolongan. Alangkah dia senangnya itu kalo kita membantu. Ya begitu.. jadi bukan yang ada itu bukan.. lha kalo yang ada itu ya.. mengko gek gentenan gitu ndak.. tapi yang di anu ‘kan yang tidak bekerja. Saya tidak minta imbalan kepada orangnya itu ndak. Memang kita mencari nafkah mencari rejeki untuk sesama kehidupan.

T : Selama ini lebih banyak menolong orang yang tua ya, bu? Kalau yang muda bagaimana?

J : Oh, ndak. T : Kenapa, bu? J : Pemuda ya menolong kalo ada itu... apa itu...

Aa, Ab, Ca Da Aa, Ad, Da Ad, Bb Db

Page 252: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

sumbangan untuk kegiatan Karang Taruna. Bentuk altruisme: menyediakan tempat untuk kegiatan Karang Taruna. Masalah yang dihadapi dengan pembeli: menawar seenaknya.

cara menolongnya ya... kalo ada kegiatan karang taruna.. apa itu.. kalo saya dimintai sumbangan itu saya rela gitu saja.

T : Oh, jadi menolong orang muda bentuknya seperti itu?

J : Terus misalnya kalo ada kumpulan karang taruna itu bertempat di rumah saya juga bisa.

T : Tapi menolong kaum muda juga ‘kan? J : Iya. Tapi nolongnya beda maksud saya. T : Rumahnya sering dipakai ya, bu? J : Sering dipakai. Kalau rapat-rapat karang taruna

itu ada kegiatan ya paling ndak nyediakan minuman.

T : Ibu merasa bertanggung jawab untuk menolong orang lain, tidak?

J : Ya. Misalnya kalau bisa. Kalau bisa. Saya itu punya keluarga yang tidak mampu itu jadi pikiran saya. Kalau bisa saya mau menolong. Ya merasa juga bertanggung jawab. Itu kalau ingat saudara disana sudah tua ndak pernah saya tengok. Ndak pernah kesana. Itu saya ya ingin. Suatu saat kalau ada rejeki ya saya kesana. Seandainya saya dekat ya ingin menolong. Pengen menolong. Kalau saya dekat gitu. Apa itu.. disini saya ya selama disini ‘tu saya ya ndak pernah senang-senang ya ndak. Ndak kepengen senang-senang, bercanda yang terlalu jauh itu ndak. Kalau dulu ‘kan senang saya. Tapi sekarang kalau udah ingat itu rasanya… Kalau ingat keluarga saya sendiri gitu saya ya jadi ingin membantu orang lain. Apa yang saya bisa. Jauh dari saudara ya menolong yang bisa ditolong. Seperti itu, kalau ada orangtua yang sudah tidak mampu itu. Ya kita ngasih apa, ngasih apa. Bagi rejeki sama orang lain. seandainya saya dekat ya ingin menolong.

T : Ibu pernah punya keinginan untuk melakukan sesuatu yang baik untuk orang lain?

J : Ya. Ya ingin tha, mbak. Ya apa yang saya bisa lakukan untuk orang lain, saya lakukan. Ngasih apa gitu. Apa baju, apa beras, makanan. Apa ngasih kerja. Apa sumbangan.

T : Kalo dengan pembeli, apakah ibu pernah menghadapi hal-hal yang menjengkelkan?

J : O ya.. yang menjengkelkan itu.. anu mbak.. tinggal penjualnya itu gimana. Hatinya itu gimana. Kalo hatinya keras ya sering itu dimarahin pembeli. Tapi kalo saya ya.. saya sudah pengalaman. Umpamane nganyang sak-sake yo wis gen wong ming ngayang. Nanti kalo seandainya ini harganya 500 terus situ bilang 100 itu ya terus ya saya itu

Db, Eb Aa, Ad, Ba Ad Ac, Ae

Page 253: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

caranya memberi pengarahan ya pelan-pelan. Ndak terus.. tapi kalo teman-teman ‘kan ada.. ora ngajeni iki wong dagangan semene.. itu orang yang kasar gitu. Tapi kalo saya ndak gitu.. yo wis gen.. saya terus terang disini kurang stan. Kalo dulu itu saya stan-nya baik jadi bagus. Lebih rame dulu. Tapi untuk.. apa itu.. ya alhamdullilah.. habisnya agak banyak. Jadi tidak terlalu merosot, mbak. Kalo dulu itu sehari 1,5 kuintal tapi sekarang itu saya 2 kuintal bisa. Tapi disetor-setorne sama bakul-bakul gitu. Sini agak sepi tapi saya punya bakul-bakul.

T : Menghadapi pembeli yang menjengkelkan gitu perasaannya gimana, bu?

J : Ya sabar saja kalo saya. Pokoknya pembeli itu ndak gini lho.. seandainya.. ini 100 ya.. anu ndak boleh terus itu pindah ke temane terus sini beli 2000 ndak usah ngenyang itu termasuk menghina. Lha situ kok besar kok sama sini kok.. itu menghina namanya. Lha itu bisa marah saya. Tapi kalo disini ndak bagus terus beli situ terus situ nawar.. mbok ini yang 100, lha gitu ndak pa-pa. Tapi kalo langsung beli gitu kok.. ya gimana gitu.

T : Biasanya kalo ada pembeli yang datang gitu mereka suka mengobrol nggak, bu?

J : Ya ada. T : Biasanya membicarakan apa, bu? J : Ya itu.. banyak itu.. yang dulu teman, teman

gitu.. T : Teman waktu sekolah? J : Iya. T : Biasanya membicarakan apa, bu? J : Ya paling itu.. nanyai temane yang dulu

gimana. Dulu-dulu gimana. Ketemu siapa, ketemu siapa. Nanti salam saya. Kalo teman sekolah saya itu ada yang di Irian Jaya. Sudah berhasil. Anaknya sudah kuliah dimana ya.. sekolahnya itu di Amerika. Sudah berhasil ini sudah kembali ke Jawa. Sekarang bertempat tinggal di Yogya. Sudah naik haji. Terus ada yang itu.. teman SD itu jadi pengusaha itu bakso mutiara. Itu teman saya SD.

T : Masih sering ketemu ya, bu? J : Iya, sering ketemu. T : Bagaimana usaha ibu untuk mendapatkan

pelanggan? J : Sekarang nggak bisa. Terus terang tempatnya.

Sekarang itu ndak seperti dulu. Kalo dulu ‘tu mudah dapat langganan.

T : Sulit dapat pelanggan, bu? Apa pelanggan yang sekarang ini itu langganan lama? Langganan yang dulu, begitu?

Ac Ab

Page 254: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruime: menghargai orang lain.

J : Langganan yang dulu. Sekarang cuma langganan yang dulu. Tempatnya sekarang kurang strategis, kalo mau cari langganan baru itu sok keliru, disana, disana, gitu. Terus saya juale.. anu, mbak.. hargane dipepetke gitu. Biar langganan sekali, pokoknya saya ndak rugi. Kalo sana misalnya 200, saya 150 saja kalo saya sudah ndak rugi ya bisa. Walaupun cuma membeli gitu, ini beli gitu.. harganya sudah saya tekan.

T : Ada langganan tetap, bu? J : Ya punya. Itu kalo pagi jam 4 itu ‘kan itu

lengganan semua. T : Supaya mendapatkan pelanggan apa yang ibu

lakukan? J : Ya… barangnya selalu ada. Jadi untuk

bakul-bakul itu siap, untuk umum siap. Pertama itu barangnya selalu ada. Kedua ya seandainya temannya itu menjual 250, saya harus bisa menjual 200. yang jelas itu. Harganya lebih ditekan terus barangnya selalu siap ada. Ketiga selalu dijamin kualitasnya jangan sampai barang itu basi. Kalau dari pelayanan, misalnya ada pembeli yang rewel… begini… begini… ya sudah biarkan saja. Yang penting sini bisa memberi sesuai dengan yang diinginkan. Mereka dibiarkan itu biar sadar sendiri. Memang mereka itu pedagang kecil dari desa jadi kalau ngomongan itu ngoyo. Kalau ditanggapi malah jadi ribut, jadi masalah. Lha daripada ribut mending ‘kan mengalah, biarkan saja. Lagian kalau pagi ramai sekali. Saya itu kalau pagi jam 4, jam 5 gitu 400 ribu harus sudah dapat. Ya itu kira-kira kedelai 80 kilo. Kalau ramai gitu sini ya ndak banyak ngomong. Ya, ya, ya gitu, sudah.

T : Apa yang dirasakan waktu menghadapi pembeli yang rewel?

J : Ya biasa saja. Kadang-kadang juga ada yang menyakitkan. Kalau gini lho, misalnya… saya pernah ada tetangga mau beli. Satu blabak lima ribu. Ini ‘tu enam ribu. Terus dia marah… ini gimana… gini, gini. Padahal kalau lainnya saya itu kadang dijual tujuh ribu. Sudah sampai di rumah, ndak jadi beli. Padahal itu tetangga. Ya itu yang menyakitkan. Padahal dulu ‘kan teman bermain… kok ora ngajeni, istilahnya kalau orang Jawa. Kalau sudah masuk ke tempat orang itu ‘kan ya paling tidak harus beli. Misalnya barangnya ndak cocok ‘kan… ya etikanya itu, lho. Lihat-lihat mau mbandingkan harga. Lha wong tahu aja kok

Ae Ac, Ae Ac, Ca

Page 255: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: orang akan menerima ganjaran setimpal dengan perbuatannya, orang akan menuai apa yang ditaburnya. Bentuk altruisme: memberi sedekah, zakat untuk orang yang tidak mampu.

dibandingin. Sak kotak ya cuma lima ribu mau dibandingkan kemana. Itu menyakitkan. Anyel juga. Orangnya lewat itu saya ndak tanya. Soalnya kalau tanya itu kalau orang Jawa itu ndak kajen. Anu, dikira saya mau menarik dia untuk membeli tahu saya. Makanya saya diamkan saja. Ya ndak marah tapi biar diajeni sama orang. Saya itu jadi pedagang itu ndak terlalu anu… kalau dagangannya ndak laku ya sudah, istirahat saja. Saya usaha lain. Jadi ya supaya saling menghargai. Ya pedagang tapi jangan diinjak-injak.

T : Lalu mengatasi perasaan itu bagaimana, bu? J : Ya kadang sakit. Tapi saya selalu berdoa.

Tuhan itu Maha Pengasih dan Penyayang. Situ habis menyakitkan saya gitu, dagangan saya ndilalah ya cepet laku. Situ ndak beli, orang banyak yang beli.

T : Jadi mengatasinya dengan berdoa ya, bu? J : Iya berdoa. Lama-lama orang yang senang

menyakitkan orang, mencelakakan orang gitu akhirnya ya celaka. Ada orang yang bilang, ya teman gitu… “Jual tahu bosok,” ya sakit rasanya. Mau saya temui tapi belum ketemu. Saya mau bicara tapi pelan-pelan gitu, dengan pendekatan. Kalau nanti sudah anu ya saya bilang. Saya bekerja, aku ora ngrusuhi kowe, ora ngganggu kowe. Kalau ndak senang ya ndak pa-pa tapi jangan ngganggu usaha saya.

T : Selain berdoa mengatasi konflik dengan orang lain gitu dengan bicara baik-baik begitu?

J : Iya. Diselesaikan baik-baik. Dibicarakan. T : Ibu percaya bahwa setiap orang itu akan

mendapatkan sesuatu setimpal dengan perbuatannya?

J : Ya. Suatu hari itu yang perbuatannya itu ndak baik masa depan itu akhirnya itu justru entah apa anaknya itu nanti sulit, mbak. Iya. Terus dimana itu, anaknya, dalam keadaan bagaimana itu ndak ada yang nolong. Orang itu akan menerima setimpal dengan perbuatannya. Mungkin kalau misalnya orangtuanya itu baik hati, nanti kalau anaknya sudah dewasa, nanti kalau mau cari kerjaan mungkin mudah gitu. Istilahnya kalau orang Jawa itu ngunduh. Apalagi sekarang ini. Anak saya ‘kan ya bilang… “Niki tasih kesempatan, bu, kalau sedikit punya harta itu kudu dilongi.”

T : Maksudnya bagaimana, bu? J : Maksudnya ya pokoknya sodaqoh, lah.

Memberikan sedekah, zakat. Buat orang-orang yang layak mendapatkannya, yang

Ac, Ae Ae, Ca Ae Ca, Cb Db

Page 256: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: menolong tetangga yang sudah lanjut usia dan tidak bisa bekerja. Bentuk altruisme: membantu menjagakan kios, menjenguk pedagang yang sakit, menghadiri undangan pedagang lain. Bentuk altruisme: memberi masukan/nasehat kepada pembeli. Bentuk altruisme: mengantarkan belanjaan

tidak mampu. T : Menurut ibu perlu memberi sedekah kepada

orang lain? J : Oh iya, perlu. Kalau lihat tetangga-tetangga

gitu ndak bisa usaha, apalagi usianya sudah lanjut, ‘kan kasian. Situ tinggal menunggu umur berapa tahun tha? Walau sedikit apapun tetap diberikan.

T : Biasanya memberikannya lewat apa, bu? J : Terus langsung diberikan gitu. Ya kalau ada

orang yang butuh pakaian diberi pakaian. T : Jadi langsung diberikan kepada orang yang

membutuhkan? Tidak lewat apa dulu begitu? J : Tidak. Ya langsung. Ada orang butuh apa gitu

ya saya kasih. T : Kalau dengan pedagang disekitar sini ibu juga

merasa perlu menolong mereka atau tidak, bu? J : Kalau di pasar itu usaha. Ini kira-kira kalau

untuk makan saja sudah cukup. Jadi kalau menolong ya paling dengan tenaga. Apa membantu menunggu kios kalau pas ditinggal gitu. Kadang-kadang ‘kan sebelah saya itu jualan terus apa kemana gitu, ya dititipkan saya. Atau misalnya ada hajat atau ada yang sakit pasti datang.

T : Apakah juga pernah punya pengalaman menolong pembeli, bu?

J : Ya kadang-kadang. Misalnya ada orang jual kaos. Dijual harganya 35.000. Padahal biasanya kalau kaos-kaos di sini itu harganya 12.500 atau 13.000 nah itu ‘kan kasihan pembeli itu kalau beli harganya segitu. Ya saya bilang belinya satu saja, lha sudah terlanjur di-nyang. Itu ada bakul saya. Tadinya mau beli 4 ya biar beli 1 saja. Soalnya harganya mahal.

T : Maksudnya pembeli ibu ada yang menawar kaos tapi harganya kemahalan, lalu bagaimana?

J : Iya. Orang beli itu. Saya ‘kan kenal. Wong setiap hari beli tahu apa tempe. Menawar gitu, wong itu bakul saya membeli disini tiap hari. Umpama tidak membeli tiap hari ya sering. Ada orang jualan pakaian atau gimana lalu nawarnya kemahalen. Sini ‘kan kasihan. Situ saya bilangin “Yo wis gek tuku siji sing disenengi…” Jadi membantu dia biar tidak membeli terlalu banyak. Ya membeli tapi yang sudah ditawar tadi. Nanti kalau situ tidak jadi saya ‘kan dimarahi yang jualan kaos. Kalau yang jual sudah pergi dia tak bilangin. “Mau kelarangen makane kowe tak ‘kon tuku siji.”

T : Ada contoh yang lain dalam menolong pembeli, bu?

J : Kalau ndak gitu ya membantu orang beli nganterin belanjaan mereka ke depan. Kalau

Ba, Db Db, Eb Ab, Db, Ea Aa, Ab, Db Db

Page 257: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

pembeli. Subjek menolong siapapun yang membutuhkan. Bentuk altruisme: memberi sedekah kepada pengemis.

ada tenaga ya dibantu tenaga. Kalau ndak ada ya saya sendiri.

T : Menurut ibu apakah menolong itu merupakan kewajiban?

J : Ya iya. Kewajiban. Seandainya saya sudah kaya, kekayaan kita itu ‘kan bisa digunakan oleh sesama kita. Tapi kalau ditinggal mati ndak ada manfaatnya. Jadi ya bisa berbagi. Jadi kita bekerja kalau sudah mendapat kekayaan ‘kan kita itu senangnya untuk menolong siapa yang membutuhkan dalam keadaan orang itu harus kita tolong.

T : Berarti menolong siapa saja yang membutuhkan, bu?

J : Iya. Orang yang membutuhkan. T : Baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal,

bu? J : Iya. Tidak dikenal tapi dia membutuhkan

pertolongan. Misalnya ada orang gelandangan. Siapa saja ada yang benci, ada yang takut, itu saya ya kasih uang 1000. Kalau ada orang minta-minta ya saya kasih.

T : Harapannya apa, bu, ketika menolong orang lain?

J : Ya saya cuma senang menolong sesama. Ndak ada harapan apa-apa.

T : Jadi menolong karena melihat orang lain membutuhkan begitu?

J : Iya. Yang jelas kalau kita sering menolong, misalnya saya itu berpergian. Disana itu saya memerlukan bantuan ya sering saya ditolong orang lain.

T : Jadi menolong apakah karena pernah ditolong? J : Ya itu ya bisa. Banyak hal kita menolong. Kalau

ada yang membutuhkan ya segera ditolong. Kalau kita bisa menolong ya segera ditolong.

T : Supaya tujuannya berdagang bisa tercapai itu usahanya apa, bu?

J : Ya saya ya cuma ini bekerja. Tiaphari saya berdoa. Kalau saya itu tiap hari kalau bisa jam 3 lebih dikit itu saya berdoa. Mudah-mudahan ya semua kesalahan saya sama keluarga itu diberi ampunan oleh Tuhan dan Tuhan mau menolong, diberi jalan yang lurus, Tuhan mau menolong kita dan anak-anak. Saya setiap hari berdoa. Ya sedapat-dapat saya begitu. Jadi kalau tidur itu seperti pakai jam, mbak. Kalau jam 3 gitu sudah bangun. Kalau saya bangunnya pagi itu getun. Jadi sudah terbiasa ‘kan sudah pergi ke pasar jadi sebelum subuh itu saya ya sudah bangun.

Ba, Cb Eb Db, Eb Bb Cb Ae

Page 258: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

KODING HASIL WAWANCARA SUBJEK VI

Nama : KW Usia : 55 tahun Jenis kelamin : Wanita Tempat tinggal : Pokoh Kidul, Wonogiri Asal : Sukoharjo Pekerjaan : Pedagang Daging Lama berdagang : 23 tahun

Catatan Pertanyaan dan Hasil Wawancara Koding

Pedagang di “Pasar Kota Wonogiri” kebanyakan adalah orang-orang yang sudah lama berjualan disitu sehingga antar pedagang saling mengenal dengan baik karena mereka telah berdagang bersama selama bertahun-tahun. Para pedagang di “Pasar Kota Wonogiri” memiliki hubungan yang baik antara satu sama lain. Terdapat konflik diantara para pedagang namun segera mereda. Kerukunan warga di kampung tempat Subjek tinggal cukup bagus.

T : Ibu sudah lama jualan daging? J : Dari ’82. T : Dari dulu jualan di pasar ini, bu? J : Iya. Dari dulu disini. Sejak pasarnya belum

kebakar sampai sekarang ya disini terus. T : Ibu juga banyak mengenal pedagang disini? J : Iya. Hampir semua kenal. Ini kalau semua

ini kenal lho, mbak. T : Hanya yang ada di dalam kios daging ini atau

juga pedagang lainnya yang diluar itu, bu? J : Iya, semua. T : Kok bisa kenal, bu? J : Lha itu mungkin pedagangnya itu-itu saja.

Sudah lama-lama gitu. Pendatang itu mungkin nggak begitu banyak. Jadi memang dari dulu itu pedagang itu-itu saja. Sukanya lewat sana, lewat sana itu ‘kan banyak kenal. Dan dulu itu ‘kan pas pasar mau dibangun itu ‘kan ada rapat. Di kabupaten atau di DPR jadi kita itu ‘kan banyak bergaul. Seperti saya itu ‘kan.. salut sama orang-orang itu.

T : Kalau ada rapat juga sering menghadiri ya, bu? J : Iya. T : Bagaimana hubungan para pedagang di sekitar

sini, bu? J : Ya bagus-bagus. Misalnya kalau ada orang

beli, dia panggil sana panggil sini. Tapi nanti kalau sudah satu hari dua hari ya ndak lagi. Malu sama tetangga nanti kalau kita itu cek-cok gitu.

T : Apakah antar sesama pedagang di Wonogiri juga rukun satu sama lain?

J : Iya, iya. Ndak ada bertengkar gitu, ndak ada. T : Kalau di kampung bagaimana, bu? J : Ya lebih bagus lagi kerukunannya. Saya ‘kan

itu.. sukanya itu mempelopori pengajian itu. Susahnya kita untuk merintis orang-orang untuk mengadakan pengajian itu. Ya alhamdullilah ditempat saya itu orangtua kampung itu ndak ada agama lain. Ya itu perjuangannya juga lahir maupun batin. Sama orang-orang itu ‘kan harusnya kita korban dulu. Apa ngasih seragam, apa kita

Ab Ab Ab Ab Ab, Ad, Db, Eb

Page 259: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Kegiatan yang diadakan di kampung antara lain: pengajian, arisan, kerja bakti, menjenguk orang sakit bersama-sama. Bentuk altruisme: melatih anak-anak yang belum bekerja agar siap bekerja. Bentuk altruisme: menolong orang yang tidak mampu agar bisa bekerja.

selalu mengadakan pengajian itu kita kasih makanan.

T : Sudah berapa orang, bu, yang ikut pengajian? J : Ya 50 lebih. Ya satu kampung. Di desa

pelosok sana. Kalau di desa itu tertentu, mbak. Arisan atau apa… tengok orang sakit, pengajian. Orang desa saya itu tidak seperti orang desa lain. Ndak ada orang.. tetangga itu ndak ada.

T : Antara tetangga yang satu dan tetangga yang lain rumahnya jauh-jauh gitu, ya?

J : Ya ndak jauh tapi ndak ada orang yang ngerumpi-ngerumpi atau apa. Ya kita kalau kumpul waktu pengajian saja. Kalau ndak ada pengajian ndak pernah. Kerukunannya bagus. Ndak pernah ngerumpi atau apa.

T : Biasanya setelah dari pasar apa yang dilakukan di rumah, bu?

J : Ya sudah sore sukanya ya itu... ngobrol-ngobrol sama yang di rumah. Sama anak-anak yang kerja itu. Udah maghrib gitu ke masjid. Kalau sudah ya sudah.. istirahat.

T : Di kampung apakah ada kegiatan-kegiatan, seperti kerja bakti misalnya?

J : Ya ada. T : Ibu juga ikut kerja bakti? J : Ya kalau saya jarang di rumah. Ya yang ada

di rumah itu. Kalau pergaulan kampung itu bagus, mbak. Saya juga ya juga membaikkan diri gitu. ‘Kan saya namanya saja sudah.. ibu yang ada namanya. Jadi ya harus jaga ucapan, ulah kita, tutur kita. Selalu kita jaga. Insya Allah.

T : Apakah ibu punya pengalaman menolong? J : Punya pengalaman. Kalau saya itu ya... ada

anak-anak yang ndak bekerja seandainya, itu saya suruh latihan bekerja di tempat saya. Jadi saya kalau cari pembantu liat-liat kiranya ada anak dari desa jauh. Jauh dari kota. Itu ‘kan saya belajari bekerja. Itu kalau saya ajari di tempat saya itu bisa mandiri. Itu sudah banyak pengalaman begitu.

T : Mempersiapkan mereka untuk bekerja, begitu? J : Iya. Dilatih untuk bekerja. Jadi kalau ada

pembantu ya liat-liat, yang orang miskin. Orang yang ndak mampu. Saya sukanya begitu. Dan orang itu ibadahnya bagus.

T : Apa yang diharapkan dari menolong orang, bu? J : Ya dikarenakan keluarganya sedikit. Anak

saya cuma satu. Dia itu ‘kan sudah misah sendiri. Jadi saya itu ya menolong itu ya biar sekali biar dia berbuat yang baik, beribadah yang baik. Sudah jadi kewajiban saya.

T : Itu muncul dari dalam diri sendiri, bu?

Ab, Ad Ad, Ae Ad, Db Ad Aa, Ba, Bb, Cb

Page 260: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: memberi modal kepada anak-anak muda di kampungnya untuk berjualan.

J : Iya, iya. Memang saya sukanya begitu. T : Sudah lama melakukannya, bu? J : Ya sudah. Dari awal anak saya masih kecil itu

saya sudah diikuti sama anak-anak yang ndak mampu itu.

T : Kok bisa diikuti sama anak-anak yang kurang mampu itu bagaimana ceritanya?

J : Ya itu datang sendiri. Diantar oleh orangtuanya. Jadi kalau nanti sekolah SD, SMP, SMA, dari SMP biasanya sudah bekerja. Untuk jual-jual es atau apa itu.. setor-setor itu lho. Dulu ‘kan banyak orang yang bikin es yang buntelan itu. Dulu ‘kan gitu. Jadi saya belikan kulkas. Kalau mau ikut saya, saya suruh.. saya kasih kulkas dulu.. biar dia itu.. labanya ‘kan untuk biaya sendiri. Tapi saya ndak mengharapkan hasilnya ya ndak..

T : Jadi untungnya untuk mereka, begitu? J : Iya, iya. T : Banyak yang ikut juga ya, bu? J : Ya banyak. Kalau sekarang itu ya juga masih

banyak. Tapi tempat anak saya itu ‘kan ada kerjaan. Usahanya ‘kan kulit, usahanya kirim Jakarta. Tenaganya ‘kan banyak. Itu ya sukanya datang sendiri gitu. Anak-anak dari STM itu, suka datang sendiri.

T : Masih kecil-kecil ya, bu? J : Iya. T : Jadi yang mendorong tindakan itu karena… J : Ya dari isi hati saya sendiri. Dari kemauan

saya sendiri. Karena saya punya pengalaman begitu karena dulunya saya itu orang yang miskin. Ndak punya pekerjaan. Orang yang ndak punya. Tahu pengalaman yang pahit atau yang getir gitu…

T : Sudah pernah merasakan, gitu? J : Iya. Saya pernah mengalami yang tidak enak

seperti itu. Jadi menolong orang itu sudah jadi kewajiban. Memang isi hati saya seperti itu. Kalau kita seperti itu ‘kan kita membayangkan seandainya itu saya. Seandainya saya yang butuh pertolongan, begitu. Inginnya ‘kan ya melakukan sesuatu buat orang lain. Ya kita inginnya menolong kalau ada yang membutuhkan. Ini ‘kan saya ya sedikit banyak saya menolong juga.

T : Bagaimana pendapat ibu tentang tolong-menolong?

J : Ya semampu kita. Apa yang harus kita lakukan. Kita punyanya apa dan kita harus menolong apa.

T : Bagi ibu, apakah tolong-menolong itu penting? J : Penting itu. Jadi sudah jadi kewajiban saya. T : Apakah ibu juga merasa punya tanggung jawab

Da Ad, Bb, Db, Eb Aa, Da Aa, Ba Ad Ba

Page 261: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: menghadiri undangan pedagang lain, menjenguk pedagang yang sakit.

untuk menolong? J : Iya. T : Ibu juga punya keinginan untuk melakukan

kebaikan bagi orang lain? J : Ya itu memang sudah kewajiban. Sampai

kapan pun saya selalu ingin berbuat baik. Selalu kita berdoa supaya saya diberi jalan yang terang. Dunia maupun akhirat. Memang sudah itu menjadi keinginan saya memang begitu.

T : Kalau pengalaman menolong orang di sekitar kios pernah nggak, bu?

J : Iya ada. Tapi ya paling biasa, mbak. Kalau ada yang sakit ikut tilik. Ada yang rewang ya kita dateng kesana. Kalau di desa itu ‘kan begitu. Namanya kita menghargai orang lain. Hidup itu ‘kan ya tidak sendiri-sendiri. Sama tetangga satu sama lain ya harus rukun. Harus peduli. Harus baik sama semua orang. Ya kalau ada yang sakit saya tilik. Ada yang mantu gitu saya datang, ikut. Banyak orang-orang. Banyak pergaulan. Jangan cuma ngurusi urusannya sendiri. Kalau ada acara tilik apa njagong gitu ya kiosnya saya tinggal, saya titipkan anak-anak, begitu. Ada pembantu saya tinggal ndak pa-pa. Ya biar saya tinggal, saya kasikan disini, saya itu ndak mikir.. Ndak begitu gimana ya.. Saya itu ya positip. Ndak ada rasa curiga dan sebagainya.

T : Kalau ada yang sakit begitu nengoknya bareng-bareng ya, bu?

J : Iya, rombongan gitu. Kita kalau ada apa-apa begitu bareng-bareng kok, mbak. Ada yang sakit ya tilik bareng-bareng. Ada yang mantu ya njagong bareng-bareng. Tapi yang datang sendiri juga ada. Tapi seringnya ya bareng-bareng. Kalau bersama-sama itu ‘kan enak.

T : Apakah ibu percaya bahwa setiap orang itu akan mendapatkan setimpal dengan perbuatan mereka? Misalnya gini.. kalo orang jahat itu layak dihukum. Kalau ada orang baik itu pantas diberi pahala?

J : Ya ndak itu. Kalau ada orang jahat itu ya kita baiki saja. Saya punya pengalaman begitu.

T : Bisa diceritakan, bu? J : Anu.. saya itu ‘kan mau bikin slep daging itu.

Di depan itu. Saya didemo. Ya mungkin orang faktor iri juga, ada faktor orang itu mengganggu. Tapi saya tenang saja. Saya ‘kan sudah minta ijin. Tapi orang itu orang banyak ‘kan pendapat lain-lain. Saya itu didemo terus. Tapi saya tenang-tenang saja. Lalu saya dipanggil. Saya ya bilang kalo begini... punya pemerintah. Dan saya sudah

Ad, Ae Ba Ab, Ad, Ae, Db, Eb Ea Ae

Page 262: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

punya ijin. Lha tapi orang itu tadi yang mendemo itu ‘kan ada sponsor. Ada provokator itu… minta tanda tangan orang sebanyak-banyaknya. Jadi saya hadapi dengan baik. Orang-orang itu sukanya saya ginikan.. kalo kamu mendemo orang satu kabupaten. Tiga kabupaten sekalian saya nggak apa-apa. Kalau memang itu ya kita supaya pergi ya kita pergi. Soalnya itu ‘kan kiosnya pemerintah. ‘Kan saya ijin ‘kan sudah ndak peduli. Gitu...

T : Akhirnya bagaimana, bu? J : Ya sampai sekarang diam. Soalnya orang-

orang ini... apa ya... ibadah ini saya rangkul. Yang njelekin saya saya rangkul, sedikit demi sedikit gitu. Entah agama apa. Tidak saya marahi. Itu orang-orang tertentu itu.

T : Jadi maksud ibu apakah orang jahat itu tidak harus dihukum, begitu?

J : Iya. Kita justru harus menunjukkan perbuatan baik kepada orang yang menyakiti kita supaya mereka itu sadar, bertobat.

T : Tapi apakah itu juga berarti penjahat itu tidak perlu di penjara, bu?

J : Ya itu ‘kan lain, ya. Kita juga harus ikut hukum yang berlaku. Kalau sama pemerintah itu keputusannya begitu ya sudah. Kalau penjahat ya harus dipenjara. Kalau tidak ‘kan bisa merugikan, membahayakan masyarakat.

T : Lalu apakah orang yang baik tidak pantas menerima pahala, begitu?

J : Ya tidak. Ajaran agama malah menyuruh kita untuk berbuat baik kepada orang lain supaya kita mendapat pahala yang besar. Tapi ‘kan kita tidak berbuat baik untuk mendapatkan pahala. Kita berbuat baik karena kewajiban.

T : Maksud ibu tadi, ibu tidak percaya bahwa setiap orang akan mendapatkan sesuatu setimpal dengan perbuatan mereka apakah karena tidak semua orang jahat itu harus dihukum dan kita berbuat baik itu bukan karena untuk mendapatkan pahala?

J : Iya. Begitu maksud saya. Tapi pada dasarnya saya percaya kalau ada yang seperti itu. Orang baik itu pasti akan mendapatkan sesuatu yang baik. Entah apa… kalau kita menolong ya kita akan gantian di tolong. Orang jahat akan kena hukuman. Di dunia maupun akhirat. Begitu.

T : Jadi pada dasarnya sebenarnya ibu percaya akan hal itu?

J : Iya. Ajaran agama itu mengajarkan seperti

Ac, Ae Ca Ca Ca Ca, Cb Ae, Ca

Page 263: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: sesama manusia wajib berbuat baik dan saling tolong-menolong. Bentuk altruisme: menanggapi pembeli dengan baik, mengantarkan barang belanjaan pembeli, mengganti barang yang kurang bagus dengan yang bagus. Masalah yang dihadapi dengan

itu. tapi kita ‘kan harus tetep berbuat baik kepada orang yang menyakiti kita. Kalau ada kesulitan memang bagaimana kita menghadapkan jalan yang terbaik. Nah kita harus berdoa. Kalau itu seandainya kita harus menjalankan sholat malam. Bagaimana kita doanya. Jadi orang awam itu mungkin sudah sejak awalnya ditentukan kalo ada kita mau berdoa, memohon yang Maha Kuasa mungkin dilindungi, diberikan kekuatan.

T : Lalu sejauh yang ibu ketahui, adakah ajaran Jawa yang berkaitan dengan tolong-menolong, bu?

J : Ya, menolong itu kewajiban, mbak. Ya, sama saja sama umumnya itu. Sama dengan ajaran agama juga. Kalau kita menolong maka kita berbuat baik. Kita wajib berbuat baik pada sesama. Untuk menjalankan itu tadi… budayanya ‘kan seperti itu.

T : Apakah ibu juga memiliki pengalaman menolong pembeli?

J : Ya bagus untuk menanggapi semuanya ya bagus. Biar pelayanannya baik, itu, kalau beli dagangannya banyak ya saya suruh nganterke belanjaannya. Saya ada tukang pikul. Disana ada, disini ada. Supaya pembeli itu puas kalau beli disini. Kalau nggak ya itu, ya ini biasanya sering terjadi, mbak. Jadi kalau barangnya kurang bagus nanti ya suruh ngembalikan. Nanti kalau ada pembeli yang sukanya.. apa ya.. susah gitu lho, mbak.. Ada yang rewel. Minta ini, minta itu. Yang ini ndak mau, yang itu ndak mau. Ya biar, kita turut saja. Biar dia ndak sakit hati. Ya dituruti apa maunya orang beli. Memang dagang itu seperti itu. Kalau ndak gitu nanti ndak punya pelanggan.

T : Caranya menarik pelanggan begitu ya, bu? J : Iya. Menyesuaikan kalau pembeli itu

sukanya rewel.. Biar, itu memang sukanya begitu. Kita turut aja.

T : Bagaimana perasaan ibu ketika menghadapi pembeli yang rewel?

J : Ndak apa-apa. Sudah biasa. Orang ‘kan lain-lain sifatnya. Ya mungkin hatinya jengkel tapi diluarnya nggak apa-apa. ‘Kan itu kalau daging itu ‘kan macem-macem, mbak. Ada yang bagus, ada yang jelek. Dikasih yang ini ndak mau, ini ndak mau. Pilih ibu aja dulu yang mana gitu...

T : Apakah ibu juga pernah punya pengalaman yang menjengkelkan juga dengan pedagang lain?

J : Ya sukanya gitu. Seandainya masih disini,

Ca Ac, Ae, Db Ac Aa, Ac

Page 264: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

pedagang lain: suka merebut pelanggan, menetapkan patokan harga sendiri. Masalah yang dihadapi dengan pedagang lain: persaingan ketat. Masalah yang dihadapi dengan pembeli: tidak membayar barang yang dibeli dengan alasan minta tolong. Masalah yang dihadapi dengan pedagang lain: merebut pelanggan.

suka manggil sana. Terus sana jengkel. Sukanya kalau sini jualnya harganya tinggi, terus kalau beli disana harganya diturunkan. Memang itu sudah wajar, mbak. Dimana-mana itu seperti itu.

T : Rasanya gimana, bu? J : Ya kita sudah pengalaman seperti itu kita

hanya meredam hati kita, jangan sampai melonjak. Hati yang panas itu ucapan-ucapannya tidak benar.

T : Sekarang ini persaingan antar pedagang daging lebih berat, ya?

J : Iya. T : Persaingannya contohnya seperti apa, bu? J : Ya ini... daging itu susah. Yang cari itu

banyak. Jadi itu kita saingan. Sukanya itu ke rumah itu juga begitu. Ada orang dari Bandung, ada orang dari Jakarta, ke rumah itu. Tapi pengalamannya nanti kalau sudah menipu itu sudah. Jadi memang banyak suka dukanya.

T : Pernah ditipu juga, bu? J : Wah, dah biasa. Disini aja memang begitu.

Orang seandainya ingin punya kerja. Dia itu minta tolong dulu. Sudah ambil ndak dibayar itu sudah sering. Saya ndak pa-pa. Mungkin itu ada sesuatu hal.. Rejeki kita yang ndak halal mungkin. Saya sukanya begitu. Jadi kalau ndak diredam begitu itu nanti panas gitu lho. Ndak saya cari ya ndak. Biar dia datang ndak pa-pa. Ndak ya ndak pa-pa.

T : Tetapi juga ada rasa jengkel ya? J : Iya. Pokoknya ibu nggak pa-pa. Sudah biasa

menghadapi yang seperti itu. Kalau kita tidak meredam perasaan gitu ya bisa jengkel terus. Jadi ya sudah, kita terima saja apa adanya.

T : Menurut ibu pedagang di sekitar sini bagaimana, bu?

J : Ya ada yang jahat ada yang ndak. Mungkin orang sikapnya sendiri-sendiri. Ya seperti itu. Tapi nggak mau tahu ya masalah orang lain.

T : Jahatnya contohnya seperti apa, bu? J : Contohnya ya seandainya kita punya bakul

gitu ya... nanti sudah itu pindah kesitu. ‘Kan dia itu anu... masih murah. Jadi dia ‘kan pindah. Dan juga saya pagi belum datang, mbak. Jadi kalo orang seperti mbak-mbak yang disini ini ‘kan orang perantauan semua. Tapi ya ndak apa-apa. Biar saja. Kalau mau beli sana ya biar beli sana. Nanti ada lain lagi datang. Tapi kalau ada orang yang pindah ketempat saya umpamanya, juga apa, orang apa disana nanti juga saya terus malu.

Ac

Ac Ac

Page 265: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Masalah yang dihadapi dengan pembeli: menuntut pedagang untuk menyediakan barang yang sesuai keinginannya namun kurang realistis.

Pindahlah sana. Sukanya orang ndak mau. T : Ibu juga punya langganan tetap? J : Ya punya banyak. T : Untuk mempertahankan pelanggan bagaimana

usahanya? J : Ya kita harus saling pengertian. Sukanya

‘kan ada langganan yang rewel sekali. Kita juga biar.. rewel. Asal saya ndak rugi.

T : Rewelnya itu contohnya seperti apa, bu? J : Ya sukanya minta yang bagus sekali. Kalau

sedikit dikasih yang jelek ndak mau. Disini ini selalu baru. Kalau ndak baru gitu buat bikin bakso ndak jadi.

T : Menghadapi persaingan antar pedagang disini itu bagaimana, bu? ‘Kan ada banyak pedagang. Biasanya mereka saling bersaing. Bagaimana ibu menghadapinya?

J : Ya ndak begitu tegang begitu. Santai saja. Memang ya sudah terbiasa. Kalau orang berdagang banyak saingan itu hal biasa. Setiap waktu memang begitu.

T : Apakah ibu juga pernah mengalami masalah dengan pedagang lain?

J : Nggak pernah. Malu, mbak. Malu kalau manggilin langganannya orang. Orang itu rejekinya masing-masing. Kalau memang punya kita ya pasti ‘kan datang ke kita. Ndak usah rebutan. Malu. Kalau lengganannya dipanggilin orang ya saya biarkan. Ndak usah marah-marah. Malu. Kalau jengkel ya hatinya ditenangkan supaya ndak marah.

Ac, Ae Ac, Ae Ac, Ae

Page 266: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

KODING HASIL WAWANCARA SUBJEK VII

Nama : CR Usia : 56 tahun Jenis kelamin : Wanita Tempat tinggal : Kedung Ringin, Wonogiri Asal : Wonogiri Pekerjaan : Pedagang Tahu Lama berdagang : 38 tahun

Catatan Pertanyaan dan Hasil Wawancara Koding

Pedagang di “Pasar Kota Wonogiri” memiliki hubungan yang baik.

T : Setiap hari ibu jualan di pasar? J : Iya. Lha wong makannya ya itu. Kalau nggak ke

pasar ya nggak makan. T : Pernah merasa jenuh tidak, bu, kalau setiap hari

harus ke pasar? J : Ya ndak, mbak. Makannya ada di pasar. Kalau

jenuh ya ndak makan. Mata pencaharian sehari-hari ada di pasar. Kalau jenuh ndak makan nanti. Dapatnya dari situ.

T : Hubungannya dengan sesama pedagang di pasar gimana, bu?

J : Pedagang di pasar ya.. saya jualan. Ada yang beli langganan itu. Ya cuma beli-beli begitu. Sesrawungannya ya baik-baik. Ndak ada masalah. Ya jualan sendiri-sendiri. Jadi punya bakul sendiri-sendiri.

T : Jadi ngurusi bakulnya sendiri-sendiri? J : Iya. Punya bakulnya sendiri-sendiri. Sama ibu’e

itu... kalau bakul ya njuali njuali gitu. T : Pernah ada masalah dengan pedagang lain? J : Saya ndak pernah itu. Ndak. Saya ndak

senang kok. Trimo ngalah, mbak. Kalau ada yang lancang ngoten saya diem. Ndak mbales. Ndak suka kok. Ndak suka ribut. Saya sudah dijanji suami kalau ada dimana-mana jangan suka padu. Saya ngikuti suami welingnya. Trimo ngalah. Sama pedagang lain gitu ya diem-diem. Kalau cuma anu ya ngomongke kalau ada jagong. Jagong-jagong jam pira. Cuma seperti itu. Nanti bareng-bareng. Memberitahu yang seperti itu. Lainnya ya diem aja. Cuma jualan tahu, apa adanya. Ndak ada yang diomong. Pedagang di pasar itu baik-baik.

T : Apakah antar pedagang di pasar juga suka saling menceritakan unek-uneknya?

J : Ndak pernah itu, mbak. Ndak pernah. Diem-diem. Kalau cuma anu ya ngomongke kalau ada jagong. Jagong-jagong jam pira. Cuma seperti itu. Nanti bareng-bareng. Janjian jagong bareng-bareng.

T : Mereka juga menceritakan masalah sehari-hari, bu?

J : Tidak ada masalah kok, mbak. Baik-baik.

Ab Ab, Ac, Ad, Ae

Page 267: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Masalah yang dihadapi dengan pembeli: pembeli menawar seenaknya.

T : Kalau pembeli bagaimana, bu? Apakah mereka ada yang suka mengobrol dengan ibu?

J : Ndak pernah itu. Orang beli itu ya cuma beli… Cuma beli tahu.

T : Pernah menghadapi masalah dengan pembeli? J : Tidak, mbak. Masalah apa. Kalau beli ini berani

ya sudah dibuntel terus pergi. T : Pernah menghadapi pembeli yang

menjengkelkan tidak, bu? J : Ya pernah. T : Contohnya seperti apa, bu? J : Contohnya.. umpama ya.. tawar 2000 per 10

ya.. 2000. Nanti tawarnya cuma 1000. Gitu. Ya saya ya cuma bilang.. ndak bisa. Ya cuma gitu.

T : Rasanya bagaimana kalau ada pembeli yang seperti itu?

J : Ya njengkeli ya ndak apa-apa. Ada di pasar. Sudah biasa. Orang banyak itu ya ada yang nyadari ada yang ndak, mbak. Macem-macem. Ya ndak usah ditanggepi. Biar saja.

T : Ada yang lainnya, bu? Hal-hal yang menjengkelkan begitu?

J : Ndak ada. Biasa aja. T : Bagaimana ibu menghadapi kejadian-kejadian

yang menjengkelkan seperti itu? J : Ya… diem, mbak. Mau gimana lagi?

Namanya juga di pasar. Jualan. Kalau nemui yang seperti itu sudah lumrah. Biasa. Mau marah juga nanti malah pembelinya lari semua. Ada apa-apa ya disyukuri. Masih untung ada yang beli. Dagangannya laku. Ya yang sabar, mbak. Menghadapi pembeli kudu sabar. Biasa saja kalau ada pembeli yang rewel. Minta ini, minta itu. Kalau ditanggepi malah rame. Saya nggak mau, mbak. Diem saja daripada ribut. Kalau mau beli ya silahkan. Kalau tidak ya sudah. Memang harganya ya segitu itu. Lha gimana?

T : Sebagai pedagang tahu, usaha apa yang ibu lakukan untuk mendapatkan pelanggan?

J : Langganan ya biasa, mbak. Cuma jualan, ada yang beli. Ndak pernah cari apa-apa, mbak. Cuma jualan di pasar begitu. Tulus.

T : Bagaimana ibu menarik pembeli supaya mereka mau beli dagangan ibu?

J : Ya kalau beli itu kadang saya tawarkan lantas maju beli. Kalau mau beli ya menggok, kalau ndak ya bablas. Ya saya tawarkan… “Iki, tahune apik-apik…” kalau ndak mau ya sudah.

T : Ada saingan nggak bu, sama orang jualan yang lain?

J : Saingannya banyak, mbak. wong yang jualan ya

Ae Aa, Ac Ac, Ae Ae Ae

Page 268: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: melayat tetangga yang meninggal.

berderet-deret itu. Mana yang disukai. T : Menghadapi saingan seperti itu bagaimana, bu? J : Ya ndak apa-apa. Nasib tha itu. Kalau lain

orang yang punya orang lain. Gitu, mbak. Ada di pasar saingannya ya banyak. Tahu itu berderet-deret. Deket-deket.

T : Antara pedagang yang satu dan pedagang lain apakah saling rebutan langganan, bu?

J : Ndak. Langganannya sendiri-sendiri. Ndak rebutan. Rejekinya masing-masing, mbak. Kalau memang jatahnya ya pasti datang ke kita. Ndak perlu dikejar-kejar datang sendiri.

T : Ibu pernah tidak ketemu orang yang berjualan lalu merebut langganan?

J : Saya ndak pernah ‘tu, mbak. Ndak pernah tahu. Jualannya santai. Kalau rejeki saya ya yang menghadapi saya. Begitu kok, mbak.

T : Jadi tidak ada masalah dengan pedagang lain ya, bu?

J : Nggak ada masalah. Di pasar kalo ada masalah yo malah ribut. Dilihat orang yo ndak baik. Kalau rayahan pembeli.. umpama yo mbak.. dibeliin seribu, kaya saya beli mbak gek mbak ngrebut, itu yo saya trima ngalah. Malu kalau ribut sama orang. Sudah lah. Diam saja. Ndak baik kalau ribut sama temennya. Sudah jatahnya sendiri-sendiri.

T : Kalau bertemu dengan pedagang yang suka merebut pelanggan begitu, rasanya bagaimana, bu?

J : Ya ndak pa-apa, mbak. T : Tidak merasa jengkel atau bagaimana gitu? J : Ndak. Saya ndak marah. T : Kenapa bu, kok bisa ndak marah? J : Kok bisa ndak marah ya nyebut... ya bukan

nasibku. Kulo ngoten. Dadi ya manah ya malah tentrem. Ya jangan sampai marah, mbak. Santai saja. Diyem-yem hatinya sendiri, mbak. Lepas. Hati dilonggarkan. Jadi ayem. Rejeki datangnya dari Gusti. Kalau memang jatah saya ‘kan ya dateng ke saya. Ya ada apa ya diterima saja. Kalau rebutan malah malu.

T : Ibu juga dekat dengan warga di kampung? J : Iya dekat. Umpamanya ya... mau diajak

kesana ya mau... kesana-sana ya ikut. Gitu. T : Biasanya diajak kemana, bu? J : Ya itu rombongan... apa... orang meninggal.

Ke lain desa itu... ya saya ya ikut. T : Ibu pernah mengalami masalah dengan warga

kampung tidak? J : Ndak pernah itu. Disini rukun-rukun.

Tetangganya jauh-jauh tapi ya kenal sama yang sana, sana itu. Sini lak pinggir kali,

Ae Ae Ac, Ad, Ae Ac, Ad, Ae Ab Ab, Ad Ab

Page 269: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Kegiatan yang diadakan di kampung: perayaan memperingati hari kemerdekaan, arisan. Bentuk altruisme: menjenguk tetangga yang sakit. Bentuk altruisme: memberikan informasi kepada siswa PKL tentang proses pembuatan tahu. Bentuk altruisme: memberikan sedekah kepada pengemis. Bentuk altruisme: memberikan bantuan kepada orang miskin, memberikan iuran untuk kepentingan kampung.

ndak ada tetangga. T : Biasanya di kampung sini ada kegiatan apa, bu? J : Ya lomba-lomba kalau bulan Agustus itu. T : Seperti ronda, arisan, itu juga ada? J : Iya ada. Arisan ya ada tapi saya ndak ikut.

Repot, mbak. Ikut cuma titip titip gitu. Arisan bapak-bapak itu. Biasanya sehari-hari ya cuma di rumah sama ke pasar itu. Ndak pernah ikut apa-apa. Udah tua. Kalau pulang dari pasar gitu ya saya paling di rumah. Kalau udah tua itu badannya ‘kan ya kurang baik kalau ikut kegiatan.

T : Tetangga disini sekeliling ‘kan jauh ya, bu. Sekalipun jauh juga kenal, bu?

J : Ya kenal. Itu sama anak sakit apa orang sakit, ya ikut tilikan rombongan. Ke rumah sakit gitu. Ya ikut. Di kampung itu hubungannya baik kok, mbak. Ya kalau ada orang sakit. Kalau ada orang sakit ya tilik-menilik. Kalau ada orang meninggal ya itu.. layat. Sama.

T : Selain ikut kegiatan-kegiatan seperti itu, apakah ibu juga punya pengalaman menolong orang lain?

J : Ya pernah. Itu anak-anak PKL itu. Ya tanya bikin tahu itu bagaimana.

T : Jadi diwawancarai oleh mereka, begitu? Membantu memberi informasi tentang cara membuat tahu?

J : Iya. Mereka tanya caranya bikin tahu. Ya saya jelaskan begini, begini. Namanya juga anak sekolah, butuh dibantu. Ya saya bantu sebisanya. Butuhnya situ apa.

T : Pernah memiliki pengalaman menolong yang lain lagi tidak, bu?

J : Ya orang di jalan kalau ada orang-orang minta. Minta sedekah, bu. Sekedarnya. Ya saya kasih.

T : Kalau dengan tetangga, apakah juga pernah menolong?

J : Ya kalau ada kesulitan ya itu... jaluki bantuan. Ya mbantu. Kalau ada orang miskin, jaluki bantuan sekedarnya. Sak maunya. Ya paling kalau ada iuran-iuran. Ada kebutuhan kampung gitu saya ya nolong. Umpamanya Agustus gitu dimintai bantuan. Ya saya kasih.

T : Selama ini ibu cuma bantu iurannya, tidak ikut Agustusannya gitu ya, bu?

J : Ndak. T : Kenapa, bu? J : Ndak ikut, mbak. Lha saya jualan di pasar. Jadi

saya ya sudah tua. Nggak kuat badannya. Sudah capek. Iya.

T : Bantuan apa yang biasa ibu berikan berupa

Ab, Db Db Db Db, Ea

Page 270: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

sumbangan begitu, ya? J : Ya berupa uang. Kalau ndak ya barang.

Kalau barang itu saya biasanya ngasih tahu. Tapi ya tergantung apa mintanya. Kalau minta tahu ya tahu. Kalau minta uang ya uang.

T : Biasanya itu dimintai secara rutin atau bagaimana, bu?

J : Ya cuma kalau ada kebutuhan apa gitu… terus dimintai. Biasanya itu… Ya itu kalau bulan Agustus. Ya dipungut iuran, ya masuk. Kalau Sura itu, bulan Sura. Dipungut bantuan ya mbantu.

T : Mengapa ibu mau memberikan sumbangan? Sebabnya apa, bu?

J : Ya ikut apa kemauannya orang yang minta-minta itu ya saya kasih. Orang hidup itu ‘kan harus saling membantu. Ya saya punyanya apa, saya kasih. Namanya diberi rejeki, ya jangan di pek dhewe. Orang lain ya biar ikut menikmati. Pahalanya ‘kan besar kalau kita baik sama orang. Orang ‘kan juga seneng kalau dibantu. Ya ada yang minta sumbangan, ya saya kasih sekedarnya saya.

T : Jadi memberi sumbangan karena ada yang minta sumbangan, begitu?

J : Iya. Kalau di pasar itu ya kadang ada puteran sumbangan gitu, saya ya ngasih. Kalau ada yang minta gitu saya ya baru tolong. Ya nolong ya nolong, mbak. Itu di pasar itu saya dimintai bantuan. Dikelilingi kerdus itu. Di rumah iya. Ditarik, saya ya mbantu lagi.

T : Lalu kalau ada orang yang membutuhkan, bagaimana bu? Maksudnya tidak melalui sumbangan begitu?

J : Ada yang butuh ya ditolong. Ya butuhnya apa, kalau saya bisa menolong ya ditolong. Ada yang minta bantuan kok. Ya harus peduli sama orang lain. Kalau diam saja ya nanti dibenci sama orang. Nanti kalau kita gantian yang butuh ditolong ndak ada yang mau tolong. Dipikirnya ‘kan sombong. Ya orang ‘kan ndak suka.

T : Apakah menolong supaya suatu saat membutuhkan pertolongan bisa gantian ditolong sama orang, begitu bu?

J : Ya kalau kita baik orang pasti akan baik dengan kita. Kalau kita jahat ya orang tidak suka. Kalau hidup bersama itu ‘kan harus saling tolong-menolong. Kita ‘kan ndak bisa apa-apa sendiri, iya tha, mbak? Jadi ya saling tolong-menolong.

T : Mengapa ibu mau menolong orang lain? J : Ya kasihan, mbak. Ada orang minta ya saya

Ad, Db, Ea Ad, Cb, Db, Eb Ad, Db Ad, Ca, Cb, Db, Eb Ca, Cb Bb, Da

Page 271: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: kerukunan, berbuat baik kepada orang lain.

bantu sekedarnya. Ada orang yang butuh ya saya tolong. Ndak ada tujuan apa-apa, mbak. Ada yang minta ya saya kasih.

T : Jadi ibu menolong orang lain karena kasihan ya?

J : Iya. Hatinya itu ndak tega kalau lihat ada orang susah begitu.

T : Menurut ibu, tolong-menolong itu penting tidak, bu?

J : Ya penting. Ikut rukun sama orang. Ngraketke sanak sedulur, nyenengke ati. Rukun kampung. Orang itu seneng kalau ditolong. Cuma sekedarnya tapi kalau kita itu mau nolong orang pahalanya besar. Kalau kita melakukan yang baik itu ‘kan nanti diberi pahala sama Gusti. Kalau kita berbuat baik nanti pasti juga dapet yang baik.

T : Jadi menurut ibu, kalau kita berbuat baik itu nanti dapet pahala?

J : Iya. T : Ibu percaya bahwa setiap orang akan mendapat

hasil dari perbuatannya? J : Iya percaya. Kalau kita baik nanti kita juga

dapet yang baik. Orang yang mau menolong orang lain nanti pasti dapat pahala. Percaya sama Tuhan yang melindungi ‘kan Gusti Allah. Yang memberi hidup itu ‘kan Gusti Allah.

T : Pernah mendapatkan ajaran dari agama tentang hal ini, bu?

J : Saya ndak ngikuti kok, mbak. T : Lalu belajar dari mana, bu? J : Ya saya tahunya begitu. Saya ndak pernah

ngikuti. Saya tahunya yang baik itu ya begitu. T : Apakah dari ajaran Jawa, bu? J : Ya paling ya dapet welingan. Dulu waktu

masih kecil dari bapak, ibu, suruh yang rukun sama orang. Suruh membantu kalau ada yang susah. Namanya tinggal di desa. Ya sanak sedulur itu ya tetangganya. Kalau ndak baik nanti orang ndak suka sama kita. Kalau ada apa-apa nanti ndak ada yang mbantu. Tinggal di desa itu ‘kan seperti itu. Harus rukun. Dulu sebelum meninggal suami ya weling. Kalau sama orang itu harus rukun. Harus berbuat baik biar dibalas sama Gusti Allah. Rejeki datangnya dari Gusti Allah. Gusti Allah senang kalau kita berbuat baik.

T : Ibu pernah tinggal di tempat lain selain disini? J : Saya? Ndak pernah. Dari dulu rumahnya juga

disini. Belum pernah pindah. T : Ibu merasa wajib menolong orang lain, tidak? J : Ya iya, mbak. Wajib menolong sesama. Kita

Da Aa, Ba, Cb Ca, Cb Ca Ab, Ba,

Page 272: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: menengok pedagang yang sakit, menghadiri acara yang diadakan pedagang lain.

hidup bareng-bareng ya apa-apa ditanggung bersama. Yang rukun. Yang raket. Ayem tentrem. Wajib, mbak, menolong itu. Biar rukun. Siapa saja yang minta tolong ya ditolong.

T : Tadi ibu mengatakan kalau menolong itu untuk mempererat hubungan persaudaraan. Walaupun bukan saudara, apakah ibu juga tetap menolong?

J : Iya. Tapi kalau di desa itu semuanya sudah seperti saudara, mbak. Ya siapa yang butuh ya ditolong. Kalau ada yang minta sumbangan ya dikasih. Ya mampu menolong ya menolong. Ndak liat siapa yang minta tolong. Semua orang itu sama. Tolong-menolong itu rasanya enak, mbak. Ada yang menolong gitu rasanya senang. Gitu.

T : Kalau di pasar bagaimana, bu? J : Kalau di pasar ya begitu. Kalau ada yang

sakit ya ditengok. Kalau ada yang punya kerja ya datang. Ya biar rukun. Nanti kalau kerja ya sudah sendiri-sendiri. Tapi ya kalau sama orang ya guyub begitu. Wong sama teman.

T : Pernah ditolong sama orang, bu? J : Ya pernah. T : Contohnya seperti apa, bu? J : Contohnya ya saya ndak punya, kadang

modalnya kurang gitu. Minta apa.. teman, pinjem. Kadang orang ndak punya gitu pinjem sama teman. Ya dikasih. Sudah terima kasih kok saya. Sudah ditolong orang.

T : Ibu juga pernah menolong pedagang lain dengan memberi mereka modal?

J : Saya ndak pernah. Nggak punya kok. Kalau nolong ya itu… lewat sumbangan. Itu saya selalu ngasih. Kalau di pasar itu ya seperti itu. Saya ndak punya modal kalau harus nolong. Nolongnya ya itu… ikut njagong, ikut tilik yang sakit. Kalau ada yang punya kerja gitu ‘kan senang kalau kita datang. ‘Kan merasa dihargai. Ngetok gitu saja orang sudah senang. Kalau ada yang sakit juga begitu. Orang lagi sakit itu senang kalau ada yang menilik. Ya seperti itu, mbak. Ndak kuat kalau harus memberi modal. Nolongnya dengan cara yang lain. Pokoknya kita itu nggagas kalau orang ada apa-apa. Menjaga kekeluargaan biar rukun.

T : Kalau di kampung sama di pasar gitu rasa kekeluargaannya sama nggak, bu?

J : Ya sama. Apa yang dimaukan teman ya ngikuti. Untuk itu... urusan rombongan ya... umpamanya ada teman yang sakit, ada di rumah sakit, grudug-grudug... ikut. Tilik-menilik. Kalau ndak ya jagong-jagong itu cumaan. Jagong

Eb Ab, Ad, Eb Ab, Ad, Db, Ea Aa, Ab, Ad, Db,

Page 273: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Kegiatan yang diadakan di kampung: Karang Taruna. Menurut Subjek, kota Wonogiri memiliki kerukunan yang baik.

rombongan ke tempat siapa gitu. T : Kebiasaan di pasar dan di kampung seperti itu

ya, bu? J : Iya. Kalau ada yang sakit nengok bareng-

bareng. Tilik bareng-bareng. Kalau jagong ke tempat yang jauh ya itu bareng-bareng. Numpak kendaraan kesana.

T : Di kampung sini juga banyak kegiatan, bu? J : Kegiatan apa, mbak.. Ya cuma yang muda-

muda itu. T : Kebanyakan orang muda-muda ya, yang ikut

kegiatan-kegiatan? J : Iya. Seperti Karang Taruna itu. Yang tua-tua

itu sudah ndak ada kegiatan. T : Menurut ibu, kota Wonogiri itu kerukunannya

bagaimana? J : Wonogiri itu kerukunannya baik, mbak.

Kalau ada apa-apa gitu lantas grudug-grudug ngikuti. Kalau ada orang meninggal lantas kampung-kampung itu sama teman-teman itu pada layat gitu.

T : Orang-orang di Wonogiri sifatnya bagaimana, bu?

J : Orangnya ya baik-baik. Kalau ada temen gitu ya saling bertanya. Ya baik, mbak.

T : Ibu kenal tetangga-tetangga disini? J : Ya semuanya kenal, wong tetangga kok. Saya

ndak ikut kegiatan. Sudah tua kok, mbak. Tapi semuanya orangnya kenal. Kalau itu, pas kegiatan itu diminta bantuannya gitu ya saya membantu. Apa minta tahu apa uang, ya saya kasih. Jadinya ya kenal sama tetangga. Ya itu… kalau ada orang mantu ‘kan jadi tahu wong kita datang kesana. Kalau ada yang sakit ya tilik. Cuma kegiatannya di kampung itu, mbak, yang saya ndak ikut.

Ab, Ad, Db

Page 274: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

KODING HASIL WAWANCARA SUBJEK VIII

Nama : RK Usia : 60 tahun Jenis kelamin : Wanita Tempat tinggal : Gerdu Asal : Wonogiri Lama berdagang : 35 tahun

Catatan Pertanyaan dan Hasil Wawancara Koding

Menurut Subjek, penduduk Wonogiri memiliki kerukunan yang baik. Bentuk altruisme: memberi sumbangan, meminjamkan barang kepada tetangga.

T : Ibu asli Wonogiri atau dari kota lain, bu? J : Saya asli Wonogiri, mbak. Belum pernah ke

kota lain. Belum pernah. Dari dulu ya di Wonogiri terus.

T : Jadi ibu asli Wonogiri, ya? J : Iya, Jawa asli. Kelahiran Jawa. Rumahnya juga

Wonogiri asli. T : Belum pernah kemana-mana, bu? J : Belum. Ke Jakarta saja ikut anak saya seminggu

itu udah mau pulang. Nggak mau. T : Kenapa, bu? J : Nggak betah. T : Lebih enak di Wonogiri, bu? J : Ya. Sepi. Wonogiri enak, mbak. Tidak

musuhan. Tidak apa-apa. T : Jadi Wonogori kotanya enak ya, bu? J : Iya. Tenang. T : Enaknya bagaimana, bu? J : Ya tidak repot, mbak. Kemana-mana dekat.

Kotanya ‘kan kecil, jadinya tenang. Kalau kemana-mana tidak repot.

T : Penduduknya bagaimana, bu? J : Penduduknya baik-baik. Baik-baik, mbak,

sini. Musuhan gitu tidak ada. Baik-baik. Rukun-rukun.

T : Ibu saya mau tanya, nih, bu. Ibu pernah punya pengalaman menolong orang tidak?

J : Pernah. T : Bisa diceritakan, bu? J : Kalau orang yang nggak punya itu saya

sendiri wajib tolong-menolong. Ya ada yang tidak punya gitu ya saya bantu sebisanya. Ya punyanya apa. Saya ini ‘kan juga orang ndak punya. Paling kalau membantu orang itu ya membantu.. apa ngasih sumbangan.. apa minjamin apa gitu. Kalau sama tetangga ‘kan suka itu.. suka minjam apa.. minjam.. apa piring, apa sapu, apa.. ya barang-barang rumah tangga gitu. Ya punyanya apa ya dipinjamkan. Tapi kalau uang ya ndak banyak. Ya minjami ya semampunya. Ndak mengharapkan apa-apa. Kalau saya orang tidak punya ‘kan saya juga minta tolong pada orang. Seumpama ya.. dulunya saya itu nyekolahke anak. Tidak punya apa-apa,

Ab Aa, Ad, Ba, Bb, Db, Eb

Page 275: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: meminjamkan uang. Bentuk altruisme: memberi sedekah kepada pengemis. Bentuk altruisme: membantu menjagakan kios pedagang lain, memberi pinjaman berupa

tidak punya modal. Terus cari pinjaman. Karena tidak punya apa-apa cari pinjaman tidak di ‘ndel padane.. Kalau sama orang kecil ‘kan tidak di ‘ndel. Terus itu saya di anu.. ketika mau nyekolahke anak.. apa punyanya saya sendiri.. punya piring satu di jual satu, kalau punya piring dua di jual dua. Kalau saya menolong orang juga seumpamane ya orang minta tolong, bu saya pinjam uang sebesar 1000 gitu saja..

T : 1000 rupiah? J : 1000 rupiah gitu saja wong orang kecil.

Untuk apa? Ya untuk beli makan. Saya sendiri aja kadang-kadang.. masak mau dipinjami, ‘kan lebih besar kamu pegawai negeri. Nah saya itu ya dimintai tolong sama orang utang-utang gitu. Kalau boleh ya saya mau pinjam, kalau tidak boleh ya sudah, bu. Bukan saya tidak kasihan, tapi juga saya kasih hanya yang 1000 rupiah seumpamanya. Kalau punya ya juga saya kasih. Kalau tidak punya ya saya mintakan kepada anak saya biar dia yang minjami. Gitu mbak, tolong-menolong orang.

T : Yang mendorong ibu untuk menolong orang lain itu apa, bu?

J : Ya pikirannya sendiri. Harapannya sendiri. Pikiran dari awak saya sendiri. Karena saya juga orang miskin. Kalau orang miskin itu sana kaya gitu tidak berani minta-minta tolong gitu tidak berani. Saya sendiri cari makan dhewe, kalau minta tolong tidak dikasih ya udah cari sendiri. Ya ndak tau, mbak. Tahu-tahu mau nolong begitu. Kalau orang minta gitu mandak saya kasih arem-arem atau apa..

T : Malah dikasih arem-arem, ya? J : Daripada uang 100 lebih baik arem-arem

makanan yang berguna itu ya mbak, daripada uang 100 rupiah. Tapi kalau ada yang tidak mau dikasih makanan terima uangnya yang 100 rupiah. Juga banyak sini.

T : Banyak yang minta-minta ya, bu? J : Iya. Orang minta-minta itu banyak. Kalau

dikasih arem-arem mau ya saya kasih arem-arem. Tapi ya kadang milih uang 100 itu.

T : Ibu pernah menolong siapa saja? J : Ya itu, orang minta-minta itu. Kalau ndak ya

kadang di pasar itu suka ditarik sumbangan. Apa.. kalau ada yang kena musibah itu.. itu ya saya ngasih.

T : Pernah menolong pedagang disekitar sini, bu? J : Ya kalau menolong pedagang ya paling

nunggok’ke dagangan kalau pas ditinggal. Ya paling itu. Apa kalau ada yang ndak

Ad, Db Aa, Ad, Da, Eb Ad, Db Db Ea, Eb Db, Ea, Eb

Page 276: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

barang dagangan (nempil). memberikan tempo kepada pedagang untuk membayar. Bentuk altruisme: memberi bonus kepada pembeli.

punya dagangan ya nempil dulu disini. Bayarnya nanti-nanti. Saya suruh bawa dulu.

T : Pernah menolong pembeli, bu? J : Pembeli... ya biasa ‘tu, mbak. Pembeli ya

cuma beli terus pulang. Ndak lama-lama. Mau menolong bagaimana? Ya paling itu.. kalau beli ya suka saya imbuh-i, saya kasihkan banyak. Kalau dikasih imbuh gitu senang pembelinya. Ya cuma itu.

T : Menurut ibu, tolong-menolong penting tidak, bu?

J : Penting. Buat saya penting sekali. T : Mengapa penting, bu? J : Iya karena saya juga kalau disana anak saya

juga ditolong orang kalau ada apa-apa. Kalau umpamanya anak saya pergi kesana, ada apa-apa, ditolong orang. Kalau disana-sana anak saya ada apa-apa yang menolong ‘kan orang. Bukan saya sendiri. Kalau di rumah ‘kan saya sendiri. Bapak-ibu sendiri. Ya ‘kan, mbak?

T : Menolong supaya… J : Berarti juga anu, ya harapan ditolong kalau ada

anaknya jauh dari orang tua, ada disana juga ditolong orang. Seumpama ada apa-apa. Jadi disini dia tidak tolong-menolong tapi tentu disana ada tolong-menolong. Juga ada. Tidak mungkin tidak. Untuk anak saya disana juga pasti ditolong orang. Umpamanya tenaganya kurang, juga ditolong orang. Seumpama makan kurang, juga ditolong orang. Seumpama tidak dapat ngasuh anaknya sendiri, ‘kan juga pasti ditolong orang. Iya tha, mbak? Sama saja.

T : Jadi ibu menolong orang karena sebelumnya pernah ditolong orang?

J : Iya. Ya namanya manusia ‘kan harus saling tolong-menolong. Ndak bisa mengerjakan semuanya sendiri. Nanti kalau saya ndak mau menolong, kalau sedang kesusahan ya ndak ada yang nolong. Ya mungkin bukan saya saja ya, tapi ya mungkin anak saya. Nanti anak saya yang ndak ditolong orang.

T : Ibu percaya bahwa dengan menolong orang lain suatu saat kalau kita butuh ditolong kita akan ditolong?

J : Iya, mbak. Kalau kita berbuat baik maka orang akan berbuat baik sama kita juga.

T : Ibu percaya kalau orang baik itu pantas dapat pertolongan? Sebaliknya kalau orang jahat itu akan menerima sesuatu yang tidak baik?

J : Oh, percaya. Percaya sungguh. Kalau orang jahat, jahat yang bagaimana, kalau jahatnya jahat hanya sedikit tentunya tidak dihukum. Kalau jahat pengadilan sudah anu, apa ya nggak sudah anu, adil seadil-adilnya. Pengadilan ‘kan sudah mikirkan. Kalau saya

Db Ba Cb Ca

Page 277: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Kegiatan yang diadakan di kampung: kerja bakti, arisan. Kegiatan yang diadakan di kampung: penyuluhan dari Kelurahan.

ya juga percaya. Kalau sampai merugikan orang banyak, apa membunuh, apa mencuri, ya pasti dihukum. Tapi kalau orangnya baik ya pasti orang akan berbuat baik juga sama dia. Kalau yang baik itu ‘kan akan dibalas dengan yang baik tha, mbak?

T : Mengapa ibu mempercayainya? J : Karena saya percaya pada Tuhan. Pengadilan itu

sama dengan Tuhan. Seumpamanya kalau orang jahat itu diberi siksaan, umpamanya. Sakit, sampai beberapa tahun nggak sembuh. Kalau yang tidak menjalankan, yang hatinya baik tentu di kasihi Tuhan.

T : Jadi ibu percaya bahwa orang yang baik itu akan menerima yang baik…

J : Iya. T : Sebaliknya orang yang jahat akan menerima

hukuman? J : Iya. ‘Kan seharusnya memang seperti itu

’kan? T : Saya lanjutkan ya, bu. Kalau di kampung ibu,

biasanya ada kegiatan apa? J : Kerja bakti ada. Orang laki-laki semua. T : Selain itu? J : Ya arisan ya ada. T : Ibu juga ikut? J : Ikut. Biasanya arisan dirumah siapa gitu. Ya

saya datang. Kalau arisan ‘kan cuma sebentar.

T : Selain itu ada kegiatan apa lagi, bu? J : Ada itu.. anu.. penyuluhan. Penyuluhannya

itu hanya ke kelurahan supaya yang punya balita ditimbangkan. Supaya di rumah barang-barang kotor harus dibuang. Blumbang harus dikuras tiap minggu. Kolah harus dikuras tiap minggu. Lingkungan harus bersih.

T : Setelah dari pasar gitu biasanya ngapain, bu? J : Saya sudah lelah. Tidur. Tiduran sambil lihat

TV. Kalau ada pengajian kadang kala ikut. Kadang kala, kalo ndak lelah sekali gitu ikut. Kalau lelah hanya tidur.

T : Bagaimana hubungan orang-orang dikampung, bu?

J : Iya, baik. Baik sekali. Itu anu.. sehat-sehat.. T : Apakah ibu pernah menjumpai masalah di

kampung? J : Ndak. T : Belum pernah menjumpai masalah, bu? J : Ndak. Baik-baik orangnya. Ndak ada yang

pernah berantem. Cek-cok cek-cok rebutan apa gitu ndak ada. Sehat itu. Yang atas di Gerdu itu RT 05 itu sehat-sehat. Orangnya tenang-tenang. Pegawai-pegawai itu tenang-tenang. Kalau seperti saya ini banyak.

Ca Ca Ab Ab

Page 278: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Menurut Subjek, para pedagang di “Pasar Kota Wonogiri” memiliki hubungan yang baik.

T : Antar warga kampung tidak pernah ada masalah, ya?

J : Nggak.. nggak ada. Semuanya kerja. Semuanya cari nafkah. Cari makan. Ndak ada.. padu-padu gitu ndak ada.

T : Ibu juga mengenal warga kampung? J : Kenal. Akrab. Kalau ada orang punya kerja

itu saya dianggep orang tua dikasih kerdusan. Baik-baik, mbak, orangnya. Kalau yang muda seperti anak saya rewang. Saya diwakili anak saya.

T : Ibu juga ikut membantu kalau sedang ada yang punya kerja begitu?

J : Ya nggak. Nggak boleh. Kasihan ibu, dirumah saja. Anak saya bilang begitu. Udah tua. Ya dimana aja gitu.. kalau jagong-jagong gitu teman saya sini yang dekat saya kunjungi. Kalau di kampung saya anak saya. Saya tidak pernah jagong. Tidak ada waktunya, sudah ada amplopnya. Saya nitip sumbangan saja. Sudah tua kalau mau ikut yang begitu-begitu sudah lelah, mbak.

T : Jadi tidak pernah datang jagong di kampung,bu? J : Jagongnya ya pas di pasar-pasar. Ya kalau di

kampung anak saya. Anak saya udah besar. Jadi bisa mewakili saya. Usianya sudah 30-an. Ya lebih. Sudah punya 2 anak. Setelah GESTAP itu, 2 tahun dari itu saya baru jadi mempelai. Setahun dari itu saya baru beranak. Ya sekitar tahun ’40-an itu anak saya.

T : Jadi kalau di kampung tidak pernah menjumpai masalah antar warga kampung ya, bu?

J : Nggak. Nggak ada. T : Kalau hubungan antar pedagang disini

bagaimana, bu? J : Baik. Baik. Ndak ada masalah. T : Baik-baik ya, bu? J : Tidak ada yang judes-judesan. Paling nanti

kalau ada masalah paling nanti kembali lagi. Gitu.. nggak pernah ada.. srei-srei.. ‘kan nanti kembali lagi. Ya gitu, mbak.

T : Maksudnya hubungannya baik lagi begitu, bu? J : Iya. Ndak ada yang dipendem gitu, mbak.

Nanti satu dua hari ya baik lagi. T : Biasanya kalau sesama pedagang gitu pada suka

ngobrol nggak, bu? J : Ya nyritain dirinya sendiri. Nggak pernah

ngrasani tetangga. T : Biasanya ngobrol tentang apa saja? J : Disini ini suaminya udah meninggal semua.

Lima ini.. ya lima ini. Ya tidak cerita apa-apa. Ya cuma cerita.. pendak dina kae aku nyekar. Sama guyon-guyon gitu, mbak.

T : Biasanya bagaimana ibu nanggepi cerita-cerita

Ab Ab Ab Ab Ac

Page 279: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Masalah yang dihadapi dengan pembeli: berbohong, mencuri dagangan.

mereka? J : Ya ditanggepi seadanya, mbak.

Seumpamanya dia cerita nyekar gitu ya.. yen ora disekar mengko ndak aku ora payu sing dodhol. Diguyu. Hanya gitu thok. Nggak lain-lain. Nggak suka cerita. Pendiam semua. Cerita soal anake kalau ditanyakan. Kalo tidak nggak pernah. Kalau ndak nangis.

T : Kok menangis kenapa, bu? J : Ya. Kalau nangis itu anake ada yang apa.. kalo

dikirimi putrane gek terus di nggo anu.. kepentingane dhewe. Terus jadi bagaimana gitu lho, mbak. jadi ya nangis.

T : Anaknya banyak yang bekerja jauh dari Wonogiri ya, bu?

J : Iya. Kebanyakan merantau itu, mbak. Pada cari kerja di kota-kota.. Di kota besar.

T : Kalau ada yang menceritakan yang sedih begitu ibu bagaimana, bu?

J : Rasanya juga ikut sedih. Saya juga ikut sedih. Saya sendiri juga mengalami sedih.

T : Ikut sedih juga ya, bu? J : Iya T : Kalau dengan pembeli, apa juga suka ngobrol

dengan ibu? J : Saya tidak pernah ndengar. Ya paling dia cerita-

cerita gitu ya sudah. T : Kenapa, bu? J : Mandak bingung. Ndak susah. Ah, anakku

kuliah enteke sak mene mene. Bathinku aku yo ‘ra tau nguliahke anak. Anakku kuliah sesuk ngirimi dhuwit semene semene. Saya ndak pernah ndengar. Ndak perlu ikut campur.

T : Jadi tidak ditanggapi begitu, bu? J : Ya saya ‘nggih-‘nggih begitu saja. Ya saya

dengarkan tapi ndak saya jawab. Saya ndak tahu, mbak, mau ngomong apa. Saya takut nanti malah salah ngomong. Makanya saya ya cuma ‘nggih-‘nggih begitu, supaya dia ndak gela. Tapi kebanyakan ya ndak pernah cerita apa-apa. Ndak pernah cerita, tu. Tidak ada yang cerita apa-apa. Beli ya beli lalu pulang. Lha belinya sedikit masak mau cerita. Cerita apa? Umpamane beli seribu ini lalu pulang. Mau cerita apa?

T : Pernah ada masalah nggak, bu, dengan pembeli? J : Ada. T : Contohnya, bu? J : Contohnya satu ya.. anu.. ambil arem-arem

10, ambil apem 10, katanya hanya ambil 15. Saya dikatakan ngisruh-ngisruh. Saya ya mangkel.. yo wis bayaren njipukmu pira. Aku ‘ra arep ngisruh. Sekarang dia nggak pernah beli sini. Dibayar 15, saya tidak dibelini. Ya udah. Tapi ya tidak marah-

Ab, Ad Aa Ad Ac, Ae

Page 280: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

marah. Ya hanya gitu itu. Saya juga hanya.. lha pira le mu mbayar ki. Pira lhe mu nggawa. Tidak dibayar sekaligus ya tidak apa-apa. Ambil sekarang mbayar besok pagi gitu. ‘Kan saya ‘kan sudah lupa dan tidak saya catat. Salah saya sendiri.

T : Rasanya gimana, bu, kalau mengalami masalah seperti itu?

J : Ya sedih. Saya sendiri ya sedih. Biasanya dibeliin ndak dibeliin ‘kan sedih. Perasaannya sedih.

T : Marah tidak, bu? J : Tidak kalau marah. Ya sudah. Biar. Dia

mengaku ambil berapa ya itu yang dibayar. Nanti saya dikira ngisruh. Ndak penak, mbak. Sudah mengalah saja.

T : Pernah menghadapi masalah dengan pedagang lain, bu?

J : Nggak. Sedikit-sedikit gitu. Uang ditunggu terus saya. Umpamane mau ini berapa tadi setornya. Lalu dibayar dah pulang. Wajik tadi berapa, dibayar dah pulang. Apem berapa, dibayar dah pulang. Sisanya berapa. Tidak ada. Tidak padu, tidak apa. Anggere pas dan tidak kurang. Ndak ada msalah, mbak, sini, kalau dengan pedagang. Ya ngurusi jualannya sendiri-sendiri.

T : Apakah ibu pernah melihat ada pedagang makanan yang rebutan pembeli, begitu?

J : Ndak, mbak. Kalau orang jualan makanan itu punya langganannya sendiri-sendiri. Ndak rebutan. Kalau rebutan nanti malah tengkar dengan temannya. Ya ndak rebutan. Punya langganannya sendiri-sendiri. Rezekinya masing-masing.

T : Apa usaha ibu untuk meraih pelanggan? J : Ya ndak ada itu. Punyanya ya bismillah. Ya

yang baik, mbak. Sama orang ya harus baik. Sama yang nyetori ya baik. Biar nanti kalau mbayar-mbayar ya enak. Pokoknya bisa nutup jualannya. Saya tidak ngitung rugi laba. Masalahnya saya ini jualan. Hanya pasokan. Maksudnya hanya ini. Memang orang itu kalau berdagang ‘kan juga rugi juga laba. Tapi kalau saya terima. Disyukuri. Tidak kangelan. Sudah punya makanan banyak, sudah dapat uang untuk membeli beras, untuk membeli kepentingan saya. Ini sudah dikembalikan lagi yang punya. Saya nggak ngitung rugi laba. Yang penting untuk makan cukup. Itu nggak masalah. Kalau rugi gitu tombok ‘tu juga tombok. Lha hasilnya ya dari ini. Tombok dari apa minta sapa? Utang ya tidak utang. Kadang ya dikasih sama anak. Dikasih tapi ditabung. Kalau dikasih ditabung, lama-lama ‘kan banyak.

Ac, Ae Ab, Ad, Ae

Page 281: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: menolong orang lain, berbuat baik kepada orang lain. Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: hidup rukun dengan sesama.

Kalau hasile ibu sendiri untuk makan sama anak ‘kan cukup. Sedikit-sedikit.

T : Apakah ada persaingan antar pedagang, bu? J : Nggak. Dagangannya ya ini. Ndak ada, mbak.

Cuma kecil-kecilan. Ndak ada apa-apanya. Ndak seperti orang gede-gede ndadak buat dasaran. Ini nggak ada. Ini hanya kertas koran.

T : Ada langganan juga, bu? J : Iya punya. Sekarang udah abis kok, mbak,

langganannya. T : Kenapa, bu? J : Banyak yang jualan ‘kan ini. Pasare baru, lalu

yang beli pindah sana-sana gitu. Disini tinggal sedikit. Tidak ada yang beli sini. Disini hanya ada orang yang jualan sini.

T : Sama yang dulu rame yang dulu, ya? J : Iya. Wah sepersepuluhnya ndak ada. Disana itu

‘kan tiap orang itu njujug tempat saya. Sekarang hanya jalan thok ndak beli.

T : Rasanya bagaimana, bu? J : Ya hanya tenang. Yuh piye, yuh piye.

Koncone laris kok ora payu piye, piye gitu. Pedagang kecil mau apa lagi. Jadi ya doa saja. Doa. Bagaimana, mbak.. ya hanya itu. Sekarang itu ndak seperti dulu. Dulu itu pagi-pagi udah punya uang ratusan.

T : Jadi sekarang lebih sepi ya, bu? J : Iya. T : Menghadapinya dengan berdoa ya, bu? J : Iya. Ya hanya berdoa. T : Ibu, saya mau tanya. Apa ada nilai-nilai budaya

Jawa tentang tolong-menolong? Yang ibu ketahui.

J : Ya ada. T : Contohnya kaya apa, bu? J : Ya menolong orang itu baik hati. Orang yang

baik nanti akan menerima yang baik juga. Ya kalau nandurnya baik sok ‘mben panennya juga baik. Kalau sering berbuat baik nanti akan menerima yang baik juga. Begitu.

T : Apakah ada hal lain yang ibu tahu? J : Ya itu. Yang lain ya rukun. Sama orang

harus hidup rukun. Jangan suka tengkar. Yang baik kalau dengan sesama. Biar hidupnya tenteram.

Ae Ca Ca

Page 282: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

KODING HASIL WAWANCARA SUBJEK IX

Nama : PR Usia : 37 tahun Jenis kelamin : Wanita Tempat tinggal : Slogohimo Asal : Madiun Lama berdagang : 11 tahun

Catatan Pertanyaan dan Hasil Wawancara Koding

Menurut Subjek, Wonogiri adalah kota yang tenang dan enak. Penduduknya baik, tidak ada pertengkaran. Menurut Subjek, penduduk kota Wonogiri baik, rukun dan ramah.

T : Menurut ibu kota Wonogiri bagaimana? J : Apanya? Kotanya? T : Iya, kotanya. Suasananya bagaimana, orang-

orangnya bagaimana? J : Ya enak itu,mbak, kotanya. Ya tenang begitu.

Tidak ramai. Bekerja disini ya bisa baik. Orangnya juga baik-baik. Ya biasa itu, mbak. Enak, aman. Nggak ada pertengkaran gitu lho yo..

T : Yang dirasakan apa, bu, selama tinggal disini? J : Ya biasa itu, mbak. Ya betah aku disini. Ndak

ramai. Ndak pusing. Desa sekali ya tidak. Tapi kalau rumah aku di Slogohimo ya masih seperti desa. Tapi fasilitas ya sudah ada, listrik ya sudah masuk. Tapi kalau disini ya tidak desa sekali. Enak kok, mbak.

T : Penduduk di Wonogiri bagaimana, bu? J : Penduduknya ya baik-baik, mbak. Dengan

orang itu ya akur, ramah. Baik. T : Pernah menjumpai masalah antar penduduk, bu? J : Masalah? Belum pernah, mbak. Sejak aku disini

ya ndak ada masalah. Biasa kok. Orangnya ya biasa, tidak ada yang cari masalah.

T : Jadi ibu merasa nyaman tinggal di Wonogiri? J : Nyaman, mbak. T : Sudah berapa lama ibu berdagang? J : Ya 10 tahun. Eh, ya lebih mungkin, mbak.

Wong sejak aku pindah itu cuma selisih sebentar terus aku mulai jualan itu. Ya lebih kalau 10 tahun. 11 tahun. Aku ndak ingat tapi persisnya.

T : Sejak dulu jualan sayur juga? J : Iya. Tapi ndak seperti sekarang. Dulu cuma

jualan kobis sama terong lalapan itu. Sekarang aku kompliti. Ya masak dari dulu sampai sekarang jualan kok ndak maju-maju. Iya ‘kan, mbak? Ya sedikit-sedikit, punya modal sedikit begitu, dagangannya ibu tambah.

T : Jadi berdagang sayur sudah 11 tahun ya, bu? J : Iya. Ya kira-kira ya, mbak. Mungkin sok lebih. T : Kadang pembeli suka menitipkan belanjaannya

disini ya, bu? J : Itu pesenan kok, mbak. Nanti diambil sama

yang punya. Tapi kalau ada bakul gitu belanjaannya banyak terus dia masih muter-

Ab

Page 283: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk atruisme: menyediakan tempat menitipkan barang belanjaan untuk pembeli. Masalah yang dihadapi dengan pembeli: pembeli menawar dengan harga yang kurang pantas tetapi kalau tawarannya tidak disetujui marah kepada pedagang.

muter cari dagangan gitu ya kadang belanjaannya dititipkan sini.

T : Ibu tidak repot kalau mereka menitipkan disini? J : Ndak, mbak. Wong ya apa, cuma titip

belanjaan. Sudah biar. Itung-itung berbuat baik dengan sesama.

T : Apa pembeli sering menitipkan belanjaan, bu? J : Ya langganannya sini. Kalau sudah langganan

‘kan sudah kenal. ‘Kan enak. Kalau bukan langganan itu ndak pernah, mbak. Ya ‘kan pekewuh ya kalau menitipkan begitu. Resiko juga nanti kalau orangnya tidak kenal kalau ada apa-apa malah disalahkan. Biasanya langganan yang titip disini.

T : Kalau pesenan dagangan begini ini pernah tidak diambil nggak, bu?

J : Enggak. Selalu diambil terus. Nggak pernah ndak diambil.

T : Ibu sudah bertahun-tahun berjualan, apakah pernah mengalami masalah dengan pembeli, bu?

J : Ya kadang-kadang. Sok njengkel gitu lho.. T : Jengkelnya kenapa, bu? J : Ya kalau ngenyang gitu.. T : Maksudnya ngenyang bagaimana, bu? J : Ngenyangnya mepet gitu. Terus aku ndak

boleh ngenyangnya itu. Terus kalau nggak dikasih marah. Ya aku ya bagaimana, untungnya sudah mepet. Situ ngenyangnya juga mepet. Ya ndak dikasihkan. Kalau ndak dikasihkan marah.

T : Terus rasanya gimana, bu? J : Ya gimana ya.. anyel. Tapi kalau sudah ya

sudah. Kalau baru datang, bongkar dagangan gitu, terus ada yang nganyang nggak jadi gitu terus rasanya tidak enak begitu.

T : Lalu ngatasinya gimana, bu? J : Ya terus ‘kan ada lagi yang ngenyang

harganya lebih tinggi dari yang tadi terus ‘kan bisa menghibur gitu lho..

T : Oh, dihibur sama orang beli yang lain gitu, ya? Jadi tidak jengkel lagi?

J : He-eh. T : Lalu dengan pembeli yang menawar tadi,

biasanya bagaimana ibu menghadapi mereka? J : Ya ndak usah diambil hati, mbak. Biarkan

saja. Namanya di pasar ya begitu. Orang beli itu kadang ya seenaknya sendiri. Ndak mengerti kalau pedagang itu juga susah, untungnya mepet. Ya tetap baik saja dengan mereka. Dihadapi yang sabar. Kalau dengan orang beli harus sabar biar ndak ditakuti. Nanti kalau aku galak-galak pada takut, ndak kembali lagi.

T : Berarti menghadapinya dengan sabar, begitu?

Ad, Db Ac Ae Ac, Ae

Page 284: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: membantu menjagakan kios pedagang lain, menolong pedagang lain yang mengalami kesulitan. Bentuk altruisme: membesuk pedagang yang sakit, menghadiri acara yang diadakan oleh pedagang lain.

J : He-eh. Yang sabar begitu, mbak. Kalau di pasar ‘kan seperti itu ‘kan ya biasa tha. Sudah kulino, mbak. Jadi ndak usah diambil hati.

T : Kalau dengan pedagang disini pernah ada masalah nggak, bu?

J : Sama sapa? T : Dengan pedagang disini? J : Nggak. Nggak. Disini baik-baik. Wonogiri

orangnya baik-baik kok. T : Baiknya gimana, bu? Mungkin bisa diceritakan? J : Ya kalau aku rame dia mau membantu.

Kalau aku sarapan gitu kalau aku kepayon gitu dia mau menjualkan. Baik kok, mbak. Mau menolong kalau ada yang kesulitan. Bebannya ‘kan jadi ringan. Kalau aku tidak ada yang membantu yang disebelah ini mau membantu. Biasanya kalau mau pergi ya tak titipkan begitu.

T : Setelah itu mereka memberitahu ibu kalau ada pembeli datang atau ada dagangan yang laku?

J : Oh, iya. Mesti dikasih tahu. Jujur kok, mbak. Temannya bisa dipercaya. Ndak ada yang ngambil dagangan gitu, ndak ada. Sudah kenal baik semua, ya jujur. Sama teman ya ndak berani ngapusi. Baik-baik kok sini orangnya. Jujur. Baik. Belum ada yang pernah kehilangan kok.

T : Jadi sudah saling percaya ya, bu? J : Iya. Wong jualan sama-sama ya sudah lama.

Sudah kenal baik. Ndak ngapusi. T : Antar pedagang disini juga saling tolong-

menolong, bu? J : Iya. Tolong-menolong. Kalau kiosnya

ditinggal gitu ditungguin temannya. Kalau ada yang sakit gitu ya kita ikut besuk. Kalau ada njagong ya njagong bareng-bareng. Baik-baik, mbak. Kita sama-sama.

T : Ibu juga ikut menghadiri kalau sedang ada acara-acara seperti itu?

J : Ya iya tha, mbak. Kalau ndak ikut ya ora apik. Ora ilok. Ada temannya kena musibah kok tidak ditilik. Kalau kita datang kesana, ngetok gitu, temannya ‘kan senang. Kalau ada yang punya hajat gitu, kita datang, orang ‘kan senang juga. Merasa dihargai gitu. Oh, kae kancaku teka. Begitu.. Nanti kalau kita gantian yang punya acara ya mereka mau datang. Tapi kalau kita ndak datang gitu ya teman juga ndak mau datang. Dipikirnya kita sombong begitu. Orang ‘kan ndak suka.

T : Jadi kalau ada acara-acara begitu biasanya juga datang ya, bu?

J : Iya, datang. T : Apakah supaya orang juga mau datang di acara

Ac Ad, Db, Ea, Eb Ad, Ea Ab, Db, Ea Aa, Ad

Page 285: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Persaingan di “Pasar Kota Wonogiri” adalah persaingan yang seimbang, yaitu antar pedagang tidak saling menjatuhkan satu sama lain. Bentuk altruisme: membantu pedagang lain melarisi kios mereka. Menurut Subjek, warga di kampungnya memiliki hubungan yang baik dan kepedulian antara satu sama

kita? J : Ya biar baik tha, mbak. Kalau kita baik sama

orang, orang pasti baik sama kita. Ya kita ndak mengharapkan. Kalau kita datang terus orang harus datang sama kita. Tapi ya baiknya gimana lah… Kalau kita berbuat baik pasti kita akan menerima yang baik juga. ‘Kan begitu tha?

T : Bagaimana persaingan disini, bu? J : Ya ada. Sama mbaknya yang disebelah itu ya

saingan. Tapi dia ya baik. Harganya bisa seimbang gitu lho.

T : Biasanya saingannya gimana, bu? J : Biasanya saingannya kalau aku jualannya 1000

nanti saingannya yang rendah 800 gitu. Kalau gitu ‘kan seimbang.

T : Apakah menetapkan patokan harga sendiri? J : Ndak, mbak. Jadi ndak seperti itu. Kalau

ngasih harga sendiri nanti malah orang lain pada nggak suka. Itu ‘kan merugikan orang. Harganya dijatuhkan begitu. ‘Kan kasihan orang lain. Ya persaingannya persaingan yang baik begitu. Ya seimbang gitu lho. Ngasih harganya yang rendah tapi ya ndak menjatuhkan. Kalau harganya dipepetke begitu ya kitanya rugi. Orang pada ambil sana semua. Ya seimbang lah.

T : Apakah diantara pedagang pernah saling berebut langganan ?

J : Ndak itu. Punya langganannya sendiri-sendiri. Rukun. Kalau bersaingnya begitu nanti bisa bertengkar. Daripada bertengkar ‘kan mendingan rukun tha, mbak? Kalau rukun ‘kan sama-sama enaknya. Kalau aku nanti kepayon 15 kilo tak kasih sini 5 kilo, nanti aku sekilo. Nanti kalau 40, aku yang 30, 25, mbak yang 15 gitu. Jadi sama mbak-e itu ya rukun.

T : Sama-sama kepayon begitu ya, bu? Pedagang lain juga mendapat bagian?

J : Iya. Biar sama-sama, mbak. Tempatku kepayon banyak begitu, ya sana ya tak kasih. Aku yang 5 kilo ambil sana. Biar sama-sama.

T : Jadi rukun dengan pedagang lain, begitu ya? J : Iya. Jadi kalau bekerja gitu hatinya tenteram.

Ndak punya musuh. Kalau saingannya ndak baik ya musuhnya banyak. Kerjanya ndak tenteram, orang banyak yang ndak suka.

T : Bagaimana hubungan warga di desa ibu? J : Oh, iya sama. Ya baik, seperti disini. Sama. T : Samanya bagaimana, bu? J : Ya baik, mbak. ‘Kan itu lingkungan tha.. ya

baik juga. Kalau aku belum pulang, pulangnya agak malem gitu lho. ‘Kan biasanya jam 4 udah pulang, jam 5 udah

Ca, Bb Ae Aa, Ad, Ae, Ea Ad, Ae, Ea Ad, Ae, Ea Ab, Ad

Page 286: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

lain. Kegiatan yang diadakan di kampung: kerja bakti, gotong royong membersihkan jalan. Bentuk altruisme: meminjamkan uang kepada orang yang membutuhkan.

pulang sampai rumah. Dari sini ‘kan jam 4. nanti sampai sana aku belum pulang aku yo ditanyain.. eneng apa? Tetangga dekat-dekat. Suka nanyain begitu.

T : Di kampung tempat tinggal ibu biasanya ada kegiatan apa saja?

J : Ya seperti kerja bakti itu ya. Gotong royong. Kalau hari Minggu itu. lho. Membersihkan jalan. Rutin 1 bulan sekali.

T : Ibu juga ikut? J : Ndak. T : Kok tidak ikut kenapa, bu? J : Ndak. Aku di pasar, mbak. Pagi-pagi sudah di

pasar. Ndak bisa ikut. T : Lalu siapa yang ikut? J : Mbok dhe. Yang ada di rumah. T : Ibu lebih banyak di pasar ya? J : Iya. Pulangnya juga sudah sore. Jadi kalau mau

ikut kegiatan gitu ya sudah capek. Diwakilkan saja sama yang di rumah.

T : Lalu suami bagaimana, bu? J : Suami ya sok mbantu disini. Aku kerja sendiri.

Ya ini pas sama anakku. Tapi ndak selalu, mbak. Ya kerja sama suami.

T : Suami ibu juga membantu berjualan di pasar? J : Iya. T : Jadi orang-orang di pasar sama di kampung itu

sama baiknya, ya? J : He-eh. Sama. Orang-orangnya sama. Baik-baik. T : Jadi ibu lebih banyak di pasar ya daripada di

rumah? J : He-eh. T : Tidak meluangkan waktu untuk di rumah, bu? J : Ya gimana ya.. nanti kalau aku istirahat

kendilnya ngguling. T : Maksudnya bagaimana, bu, kendilnya ngguling? J : Ya kendilnya ngguling, nggak ada isinya.

Supaya isi ‘kan harus bekerja biar ada berasnya. T : Maksudnya kalau sering di rumah nanti tidak

bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, begitu? J : Iya. T : Jadi ibu setiap hari ke pasar terus ya? J : Iya. Ya satu bulan sekali paling, leren di rumah.

Jarang di rumah, mbak. T : Ini bu, saya mau tanya. Ibu pernah punya

pengalaman menolong orang tidak? J : Ya kalau ada orang susah terus minta tolong

sama aku, pinjem uang, yo tak kasih. Sama tetangga, lingkungan sekitarnya. Misalnya temanku, mau kulakan tapi uangnya kurang, terus pinjem.

T : Selain meminjamkan uang, pernah menolong apa lagi?

J : Aku cuma itu kok. T : Yang mendorong ibu untuk menolong orang

Db, Eb

Page 287: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Subjek menolong siapapun yang membutuhkan. Masalah yang dihadapi dengan orang lain: tidak membayar hutang.

minjemin uang itu apa? Kok mau minjemin uang buat orang lain?

J : Ya belas kasihan sama orang yang sedang kekurangan. Nggak sampai hati. Kasihan mau kulakan tapi ndak punya modal.

T : Jadi karena belas kasihan ya, bu? Tidak sampai hati, begitu?

J : He-eh. He-eh. Kalau lihat orang susah itu aku jadi ikut susah juga. Tapi ya tergantung susahnya gimana. Susahnya susah apa. Kalau susahnya sama sapa, sama sapa.. itu ‘kan tinggal susahnya. Makanya kalau lihat orang susah itu rasanya pengen menolong. Ya sudah ditolong.

T : Bagaimana kalau dengan orang yang belum dikenal, bu? Apakah ibu juga mau membantu meminjamkan uang?

J : Ya kalau ndak kenal ya ndak tha, mbak. Nanti uangnya dibawa lari bagaimana? Ndak kembali gimana?

T : Jadi hanya menolong orang yang dikenal saja? J : Ya gimana ya.. Kalau ndak kenal sama

orangnya ‘kan bisa ditipu. Tapi ya ndak terus menolong yang dikenal saja, begitu. Kalau ndak kenal kalau membutuhkan ya ditolong. Ya ngasih sedekah gitu sama orang minta-minta. Ngasih sumbangan begitu.

T : Jadi ibu menolong siapa saja yang membutuhkan?

J : Iya. Kalau ada yang membutuhkan gitu ya ditolong. Ya siapa saja. Ya pokoknya jangan sampai ditipu saja, begitu. Nanti kalau terlalu percaya sama orang ‘kan bisa ditipu.

T : Bagaimana ibu bisa tahu kalau orang mau menipu atau tidak?

J : Ya kerasa, mbak, kalau orang mau menipu atau tidak. Makanya hati-hati, jangan sampai tertipu. Kalau orang butuh alasannya jelas ‘kan ya ditolong. Masak ndak ditolong? Ya itu, hati-hati saja. Jangan terlalu percaya dengan orang lain. Bilang butuh modal gitu ya jangan langsung dikasih uang. Ditanya-tanya dulu bagaimana. Apalagi kalau tidak dikenal. Ya tidak dipinjami uang.

T : Jadi dengan berhati-hati dan menanyakan keperluan orang lain lebih dulu begitu ya, bu?

J : Iya. T : Apakah ibu pernah punya pengalaman ditipu

orang ketika menolong? J : Ya, apa ya? Kalau ditipu sih ndak. Tapi itu

lho.. kalau orang pinjam uang sok ndak dikembalikan. Ngomongnya pinjam tapi ndak dikembalikan.

T : Bagaimana perasaan ibu menghadapinya? J : Ya sok anyel, mbak.. Ya udah, itung-itung ya

Da Aa, Da Db, Eb Ae Ac

Page 288: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

ngasih sama dia. T : Tidak ditagih ke orangnya, bu? J : Ya ditagih, mbak. Tapi mesti lupa terus,

alesan terus. Aku ‘kan ndak penak kalau menanyakan terus. Ya sudah, aku ikhlasin saja. Nanti ditukar yang lain, rezekinya lain.

T : Jadi direlakan saja begitu, bu? J : Iya, direlakan. T : Ibu sering menghadapi hal itu? J : Apa? T : Ditipu orang masalah uang? J : Ya sekali dua kali ya.. ndak sering kok. T : Makanya ibu berhati-hati kalau menolong

orang? J : Iya. ‘Kan supaya jangan ditipu lagi tha? T : Ibu pernah ditipu orang, rasanya takut nggak,

bu, kalau menolong? J : Ya ndak ya, mbak. Orang ya minta tolong itu

ndak selalu pinjam uang. Menolong ‘kan bisa banyak. Apa.. ya ndak uang saja.

T : Sekalipun pernah ditipu tapi tetap menolong? J : He-eh. Ya, namanya manungsa, urip. Harus

tolong-menolong. T : Pendapat ibu tentang tolong-menolong

bagaimana, bu? J : Ya gimana ya.. aku tolong-menolong itu di

dalam hatiku cuma belas kasihan gitu lho, mbak. Kasihan dengan orang lain.

T : Belas kasihan terhadap orang yang kekurangan begitu?

J : He-eh. T : Menurut ibu tolong-menolong itu penting tidak? J : Ya penting tha, mbak. T : Alasannya kenapa, bu? J : Lha orang hidup ‘kan cuma mampir ngombe,

ya ‘kan? Kalau mati ya cuma gitu. Ya sudah seharusnya kalau di dunia ini mencari yang baik-baik. Gitu tha? Lha iya. Jadi ya selama hidup itu harus melakukan perbuatan baik. Supaya nanti kalau di akhirat bisa mendapatkan yang baik. Upahnya itu lho, mbak. Kalau hidup kita baik, berbuat baik, nanti ‘kan mendapatkan pahala.

T : Jadi menurut ibu tolong-menolong itu adalah hal yang penting?

T : He-eh. Penting. T : Apakah ibu merasa menolong orang lain

merupakan sebuah kewajiban? J : Ya wajib, mbak. Tolong-menolong itu wajib.

Karena kita sebagai manusia itu saling membutuhkan.

T : Apakah ibu percaya bahwa orang yang berbuat baik akan mendapatkan hal yang baik juga? Sebaliknya bila orang berbuat jahat maka akan menerima hukuman?

Ac, Ae, Cb Ad Ba Da Ba Ca, Cb Ba

Page 289: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: tolong-menolong, gotong royong. Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: hidup rukun dengan sesama. Bentuk altruisme: memberi pinjaman modal kepada pedagang lain. Bentuk altruisme: memberi sumbangan di kampung.

J : Percaya. Sekarang gini.. orangnya yang sabar itu kekasihnya Tuhan. Orang itu harus tolong-menolong, saling menghargai, gitu ‘kan.. Kalau kita menghargai orang lain maka orang juga akan menghargai kita. Tapi kalau kita tidak menghargai ya orang juga tidak akan menghargai.

T : Mengapa ibu percaya hal itu? J : Ya ajaran agama ‘kan seperti ibu. Berbuat baik.

Menolong yang susah. Sebagai sesama manusia harus saling menolong. Lha aku dulu ‘kan sekolahku itu MTS, sekolahku dulu ‘kan NI. Nahdatul Islam. Madrasah. Ya aku diajarin seperti itu.

T : Jadi banyak mendapatkan dari ajaran agama ya, bu?

J : He-eh. Jadi sedikit-sedikit ibu ya ngerti hukum, ngerti dosa, perbuatan yang keji. Perbuatan mana yang baik, mana yang buruk ‘kan bisa dihindari.

T : Kalau sebagai orang Jawa, apakah ibu pernah diajarin sesuatu tentang tolong-menolong menurut nilai-nilai orang Jawa?

J : Menurut orang Jawa? Apa ya mbak? T : Iya. Apa pernah tahu nilai-nilai budaya Jawa

yang berkaitan dengan tolong-menolong? J : Budayane? Ya budaya Jawa itu ‘kan ya

saling tolong-menolong. Gotong royong gitu ‘kan, mbak? Kalau orang desa itu sering gotong-royong, mbangun desa, bersih-bersih. Ya, gotong-royong.

T : Selain itu, ada lagi tidak, bu? J : Apa ya, mbak? Ya aku tahunya cuma itu.

Hidup rukun sama sesamane. Yang akur. T : Ibu pernah menolong siapa saja? J : Ya itu, teman yang tidak punya modal. Terus

pinjem uang. Ya tak pinjemin. T : Menolong sesama pedagang ya, bu? J : He-eh. T : Selain itu, siapa lagi yang pernah ibu tolong? J : Siapa ya, mbak? T : Mungkin tetangga di kampung? Atau menolong

pembeli? J : Kalau tetangga di kampung ya itu. Ya paling

ngasih sumbangan kalau ditarik sumbangan. T : Biasanya kalau dikampung begitu kalau ada

orang sakit, atau ada yang punya acara apa pada datang untuk menghadiri?

J : Iya. Pada datang semua. Rombongan begitu, mbak. Kalau ada yang sakit ikut menjenguk bareng-bareng. Kalau njagong itu ya sama-sama. Satu rombongan gitu.

T : Jadi suka datang secara rombongan begitu, ya? J : He-eh. T : Apa yang ibu harapkan setelah menolong orang

Ca, Cb Ca Ca Db, Eb Ea, Eb

Page 290: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Kegiatan yang diadakan di kampung: pengajian. Bentuk altruisme: memberi

lain? J : Ya supaya orang yang kita tolong itu bisa

lebih baik. T : Selain itu, adakah hal lain yang diharapkan, bu? J : Ya apa ya, mbak.. Ndak ada itu. Ndak

mengharapkan apa-apa. T : Seama tinggal di kampung, apakah penah

menjumpai masalah antar orang-orang di kampung?

J : Ndak. Aku ‘kan nggak pernah di rumah. Tapi anu ‘tu lho.. kalau ada orang kematian, aku kalau malam aku ikut yasinah. Terus kalau ada 40 hari aku ikut ngaji. Aku ikut yasinah. Yang perempuan cuma aku. Orang 40-an itu lho..

T : Sering ikut ya, bu? J : Iya, sering. T : Kalau arisan ikut nggak, bu? J : Aku kalau arisan itu satu bulan sekali.

Kumpulan. T : Ibu juga ikut? J : Aku juga ikut tapi jarang. Jarang dateng soalnya

udah capek. T : Yang rutin datang itu kalau pengajian ya, bu? J : He-eh. T : Ibu juga sering mengobrol dengan pedagang di

sekitar kios ibu? J : Iya. T : Biasanya mereka suka ngobrolin apa, bu? J : Ya nggak mesti. Sok tentang keluarga, anak.

Sama teman gitu.. sok cerita tentang anak, keluarga.

T : Hubungan antar pedagang cukup dekat ya disini?

J : Iya. T : Selama 11 tahun jualan pernah ada masalah

dengan pedagang lain, bu? J : Belum. Ndak ada, mbak. T : Biasanya kalau menanggapi obrolannya mereka

kalau sedang ngobrolin tentang keluarga gitu gimana, bu?

J : Nanggapinya ya baik, tha. Bisa tukar pengalaman. Kadang-kadang ya susah, kadang-kadang ya senang.. ya tinggal ceritanya. Ceritane kalau tentang keluarga yang susah ya ikut susah. Sok yo senang, kalau ceritanya yang senang-senang begitu.

T : Ceritanya yang susah biasanya tentang apa? J : Ya keluarga susah sok-sok cek-cok karo suami.

Suaminya ya nggak diurus sama istri. Terus aku ya ikut susah gitu. Kasihan. Seandainya orang perempuan kayak gitu ‘kan yo ndak trimo. Iya tha?

T : Terus ibu juga kasih saran? J : Iya, kasih saran. Ya harusnya begini-begini.

Ad, Bb Bb Ab Ab Aa, Ab, Ad Ab, Ad,

Page 291: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

saran kepada pedagang yang sedang menghadapi masalah. Bentuk altruisme: menanggapi obrolan pembeli. Bentuk altruisme: mencarikan barang yang dikehendaki pembeli, membantu pembeli membawa belanjaannya. Bentuk altruisme: menanggapi obrolan pembeli dengan baik.

Kalau cek-cok ya segera diselesaikan. Namanya berumah tangga. Orangnya fair gitu lho. Terbuka. Kalau ada kejadian di dalam gitu aku juga cerita. Jadi gantian, tukar cerita.

T : Kalau pembeli juga suka mengobrol dengan ibu? J : Kalau orang beli itu ya suka mengobrol

masalah dagangan, disana sepi, disini sepi. Oh, berarti sama, gitu..

T : Kalau menghadapi masalah dengan pembeli, bagaimana mengatasinya, bu? Misalnya kalau jengkel..

J : Ya tak hadapi dengan baik. T : Bisa dijelaskan lebih lanjut, bu? J : Ya aku beri pengertian.. Nek semono kuwi

durung entuk, lik. Belum dapat, gitu.. dari sananya aja belum dapat. Terus aku ya beres. Ya nanti pembeli mengerti. Kalau harganya cocok ya beli. Tapi kalau ndak ya tanya sama yang lain.

T : Terkadang ‘kan ada pedagang yang marah, bu.. J : Ya kalo marah nanti langganannya nggak ada

no.. cari langganan ‘kan sulit. Gek di pasar itu saingannya ‘kan banyak. Cari pelanggan itu ‘kan sulit. Kalau dikasari terus ya kabur.

T : Ibu punya langganan tetap? J : Banyak. Ya yang beli-beli itu tadi ‘kan cuma

pesen-pesen. Cuma ngasih uang, ngasih uang. Segini, segini, gitu. Kaya yang tadi 40 kilo. Itu rumah makan yang cakaran itu. Nila bakar. Titip uang, nanti barangnya diambil. Kalau sudah langganan gitu enak, mbak.

T : Bagaimana usaha ibu untu menarik pelanggan? J : Ya dengan dihadapi dengan baik, mbak.

Dilayani dengan baik. Tidak boleh galak-galak, nanti bisa lari. Kalau sama langganan gitu ya bicaranya sopan, yang baik. Jangan dimarahi. Nanti mintanya apa, ya dikasih. Ya dagangannya yang komplit biar langganan kalau mau cari itu ada.

T : Apakah ibu pernah menolong pembeli? J : Ya menolong ya.. Itu mencarikan barang

titipan. Ya itu kalau ada yang belanja ya tak anter ke kendaraannya kalau ndak bisa mbawa sendiri.

T : Selain itu, ada lagi tidak, bu? J : Ya, apa ya, mbak? Ya kalau mereka

bercerita gitu ditanggapi dengan baik. Didengarkan.

Db Ab, Db Ac, Ae Ae, Db Ad

Page 292: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

KODING HASIL WAWANCARA SUBJEK I TRIANGULASI

Nama : DJ Usia : 55 tahun Jenis kelamin : Wanita Tempat tinggal : Kradenan, Sukoharjo Asal : Sukoharjo Pekerjaan : Pedagang Makanan Lama berdagang : 30 tahun

Catatan Pertanyaan dan Hasil Wawancara Koding

Menurut Subjek, pedagang di “Pasar Kota Wonogiri” memiliki hubungan yang baik. Bentuk altruisme: melayat orang meninggal, menjenguk orang yang melahirkan.

T : Saya mau tanya tentang hal-hal yang biasanya terjadi di pasar itu seperti apa. Hubungan antara sesama pedagang di Wonogiri itu bagaimana menurut ibu?

J : Bagus ‘tu. Biasa. Tidak ada persaingan. Iya, tha?!

T : Jadi selama 30 tahun ibu jualan… J : Nggak pernah. Saya belum pernah melihat ada

yang berantem. Tetangga kanan kiri belum pernah ada yang iri. Tidak. Biasa.

T : Kalau pedagang lain, apa pernah ketemu pedagang yang satu berantem dengan pedagang yang lain?

J : Tidak. T : Belum pernah ya? J : Belum pernah. T : Kalau di Wonogiri itu ‘kan pasarnya di tempat-

tempatkan… pedagang buah sendiri, pedagang makanan sendiri, pedagang sayuran sendiri, apakah ibu juga kenal dengan pedagang buah, pedagang tahu?

J : Ya kenal. T : Kenal baik atau... J : Ya cuma biasa. T : Mereka juga memiliki hubungan yang baik antara

yang satu dengan yang lain? J : Iya. Pokoknya kenal biasa. Kenal biasa itu

contohnya kalau ada apa-apa… layat.. ayo. Bayen.. ayo. Pokoknya ya seperti itu.

T : Jadi bareng-bareng gitu ya, bu? J : Iya. Bareng-bareng. T : Kalau ada yang punya gawe gitu juga… J : Iya. T : Selama ini ibu tidak pernah menjumpai ada

pedagang yang berantem, saingan? J : Tidak ada. T : Pedagang buah, pedagang sayur gitu juga tidak

ada, bu? J : Nggak ada. Nggak pernah ngerti saya. Orangnya

baik-baik. T : Belum pernah tahu ya? Orangnya baik-baik ya?

Dari dulu sampai sekarang? Lama juga ya, ibu

Ab Ab, Ad, Dd

Page 293: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: memberi sedekah kepada pengamen atau pengemis.

berjualan. Dan selama itu ibu belum pernah menjumpai ada masalah di pasar.

J : Belum pernah itu. Saya belum pernah tahu. Kalau capek gitu ya istirahat. Kalau sepi, umpamanya pengen istirahat ya istirahat. Kalau di pasar saya belum pernah lihat orang berantem, diem-dieman gitu. Nggak ada. Nggak ada masalah.

T : Itu hampir semua pedagang seperti itu? J : Iya. Pokoknya kanan kiri, dekatnya gitu,

nggak ada masalah. T : Kalau dengan pembeli begitu, apa ibu pernah

menemukan pedagang yang bermasalah dengan pembeli?

J : Tidak. T : Menurut ibu, pedagang di Wonogiri itu

bagaimana, bu? J : Yang laris gitu? T : Bukan. Maksudnya bagaimana mereka

menghadapi pembeli, melayani pembeli? J : Ya biasa, tu. Maksudnya merayu supaya beli

gitu, tha? Ya sabar. T : Sabar ya, bu? Kalau ibu melihat pedagang lain

melayani pembeli gitu juga sabar, bu? J : Iya, sama saja. T : Pernah melihat mereka memaksa pembeli? J : Tidak. Umpamanya ada orang yang mau beli,

orang jualan roti itu ‘kan letaknya berdekatan. Kalau dia butuh beli sana ya biar beli sana. Kalau butuh sini ya beli sini. Kalau ditempat temennya dipanggil.. aku tolong dibeliin. Gitu ya nggak. Kalau beli ditempatku terus dipanggil temenku gitu ya nggak. Gitu itu kalau di pasar. Pembelinya itu sendiri-sendiri. Kalau ada orang lewat itu ya paling bilang... “Monggo pinarak, bu. Mundhut napa?” Kalau mau beli sini ya beli sini. Kalau mau beli ditempat lain ya biar beli ditempat lain. ‘Kan menawarkan.

T : Jadi tidak ada saling rebutan pembeli begitu ya, bu?

J : Tidak. T : Kalau pedagang buah bagaimana, bu? J : Ya sama saja. T : Jadi selama ini tidak ada pedagang dan pembeli

ada masalah gitu ya? J : Nggak. Nggak pernah tahu saya. T : Baik itu pedagang sayur, pedagang buah… J : Enggak. T : Menurut ibu pedagang di Wonogiri ini sehari-

sehari apakah juga suka menolong orang lain, bu? J : Ya, nolong. Nolongnya itu kalau lagi ada orang

ngamen, orang minta-minta. Gitu ya dikasih. T : Ada bentuk pertolongan yang lain tidak? Antara

sesama pedagang…

Ae Ab Ae Ae Db

Page 294: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: membesuk orang sakit. Bentuk altruisme: menjagakan kios pedagang lain. Bentuk altruisme: mengantarkan belanjaan pembeli, menyediakan tempat untuk pembeli menitipkan belanjaannya. Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: tolong-menolong.

J : Ya umpamanya ada orang sakit, nengok bareng-bareng. Sana masuk rumah sakit, besuk bareng-bareng.

T : Dulu saya pernah bertanya pada salah seorang pedagang, kalau kiosnya lagi ditinggal pergi, entah makan atau sholat atau apa, mereka minta tolong tetangganya untuk menjagakan kiosnya.

J : Oh iya. Titip gitu. Aku titip, minta tolong ini. Nolong itu juga kalau ngasih uang gitu, nggak?

T : Ya bisa ngasih uang atau dalam bentuk pertolongan yang lain. Misalnya ada pedagang lain yang pergi minta tolong dijagakan kiosnya. Atau membawakan barang-barang.

J : Oh, iya. Iya. Kalau ada orang beli, ayo tak anter kesana.

T : Sama pembeli gitu juga nganter-nganter gitu? J : Iya. Kalau belinya agak banyak, terus dia

susah membawa. Yo tak anterke. “Nggak usah, bu. Nggak usah, bu.” Ya nggak apa-apa, tak anterke. Saya juga pernah dititipi. “Bu, titip. Saya mau pergi.” Ya, saya liatin dari tempat saya sendiri. Nanti kalau yang punya kembali, kalau nggak ada yang beli ya saya bilang nggak ada yang beli. Nanti kalau saya pergi ya gantian. “Mbak, titip. Kepayon ‘ra? Ora.” Nek ora yo wis.

T : Kalau titip sama siapa, bu? J : Ya sama tetangga. Depannya gitu. T : Aman-aman saja ya, bu? J : Iya, nggak apa-apa. Aman. Orangnya jujur. T : Kalau ada yang beli gitu ya dilayani terus bilang

kalau tadi ada yang beli? J : Iya. Kalau nggak ada ya ngomong nggak ada. T : Apakah ada bentuk pertolongan yang lain, bu,

antara sesama pedagang selain hal-hal yang tadi? J : Ya seperti itu, mbak. T : Menurut ibu, menolong itu merupakan kewajiban

atau tidak? J : Iya. T : Bisa dijelaskan mengapa hal itu menjadi

kewajiban? J : Ya orang bertetangga itu harus saling tolong-

menolong. Tetanggan iku rukun, lung-tinulung, bat-sinambat.

T : Bat-sinambat itu maksudnya apa, bu? J : Tolong-menolong. T : Sebagai orang Jawa ibu mungkin tahu ada ajaran

Jawa tentang tolong-menolong. Bisa dijelaskan apa yang ibu tahu mengenai tolong-menolong menurut ajaran Jawa? Seperti ibu sebutkan tadi, ada kata-kata bat-sinambat.

J : Bat-sinambat itu kalau dibahasakan Indonesia ya tolong-menolong. Waktu kecil juga diajarkan tentang tolong-menolong, wong

Ad, Db Dd, Ea Dd Ad, Dd, Ea, Eb Ea Ea Ba Ca

Page 295: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: menolong kerabat, bekerja sama dengan orang lain.

tetanggan. T : Apa saja yang diajarkan? J : Ya umpamanya… orang dulu itu kita di

sawah. Kalau kita bawanya sedikit terus orang lain bawanya banyak… “Mbok diewangi mbahe iki, mengko ndak kabotan.” Kan kalau ke sawah orang desa itu bawanya tenggok, ketel, kendi. Orang lain bawa, saya tidak. Ya mbok diewangi mbahe kuwi. Ya gitu itu.

T : Orang tua menyuruh untuk menolong orang lain begitu ya?

J : Iya. Lung-tinulung. T : Kalau sama orang disekitar desa bagaimana, bu?

Apakah juga saling tolong-menolong? J : Iya. Sama tangga-teparo ada yang sakit, atau

kesusahan… kalau di desa Kradenan itu rombongan RT bareng-bareng. Bareng-bareng umpamanya duitnya itu ditarik 3000 apa 5000. Tapi biasanya kalau ke rumah sakit 3000. Terus nanti mobilnya bayar sendiri. Nanti lain hari saya juga nengok sendiri.

T : Jadi kalau ada orang sakit biasanya menengok bersama-sama…

J : Bareng-bareng yo ikut, sendiri yo pernah. Kalau dekat lingkungannya gitu kalau sudah pulang nanti ya nengok lagi.

T : Kalau jauh bagaimana, bu? J : Kalau jauh ya cukup bareng-bareng itu. Jauh-

dekat kalau orangnya itu dekat, pokoknya orangnya pergaulannya dekat dengan kita itu nengok lagi ya nggak pa-pa.

T : Kalau sama yang sudah dekat begitu menengok lagi?

J : Iya. Pokoknya kalau sudah kenal dekat gitu nengok sendiri nggak pa-pa. ‘Kan dua kali. Ya ikut lagi. Lha nanti kalau dekat banget, cuma tetangga kanan-kiri gitu sebelumnya tilik bareng-bareng ya sudah nengok sendiri duluan. Terus nanti bareng-bareng sak RT. Rombongan gitu itu lho, mbak.

T : Jadi menengok orang sakit itu bisa berulang kali ya, bu? Bisa sendiri atau bersama-sama, begitu ya?

J : Iya. Kalau sudah pulang ya di rumahnya lagi. T : Maksudnya kalau sudah pulang dari rumah sakit? J : Iya. Biasanya seperti itu. T : Semua orang di desa seperti itu, bu? J : Semua? Ya kebanyakan begitu. T : Kalau pedagang di pasar Wonogiri apa juga

seperti itu? J : Ya ada yang gitu, ada yang sama-sama. Ya

seperti itu tadi lho, mbak. Kalau yang sudah dekat itu ya nengok sendiri. Lalu juga nengok bersama-sama. Kalau di rumah sakit bareng-bareng. Nanti kalau nggak di rumah sakit, di

Ca Ab, Ad, Db, Ea, Eb Ad, Db Ab, Db Ab, Db, Ea, Eb Ab, Ad, Db

Page 296: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

rumah gitu, ya ke rumahnya bareng-bareng. ‘Kan di pasar. Pasar sama desa beda.

T : Bedanya apa, bu? J : Bedanya ya namanya di pasar itu sesrawungane

bareng-bareng... berangkat... ayo! Kalau di desa itu ‘kan pergaulan RT itu sama seperti keluarganya sendiri.

T : Lebih dekat di desa maksudnya? J : Iya, lebih dekat RT. Tapi katanya orang-orang sih

begitu. T : Kalau dari ibu sendiri bagaimana, bu? J : Kalau saya ya lebih dekat di RT-nya itu. T : Lebih dekat di RT daripada di pasar, ya? J : Iya. Sak RT. Kalau ada apa-apa ‘kan sak RT. T : Tapi di Wonogiri ini kebanyakan pedagangnya

sudah bertahun-tahun ya, bu? J : Iya. Sudah lama. Semua lama. Yang baru itu

tempatnya bu Pariyem. Itu baru. Ya mbok baru tapi 15 tahun juga pasti sudah ada.

T : Sebagian besar sudah lama ya, bu? Berarti banyak yang kenal…

J : Iya. Kenal semua. Sama pedagang yang kiosnya jauh juga kenal walau cuma kenal-kenalan gitu. Ora remaket.

T : Tidak sedekat dengan yang kiosnya dekat ya, bu? J : Iya. T : Dengan pedagang lain yang kiosnya jauh

hubungannya juga baik, bu? Misalnya dengan pedagang buah, pedagang sayur…

J : Baik. T : Mungkin bisa dijelaskan lebih lanjut, bu, baiknya

itu bagaimana? J : Baiknya ya… pedagang buah itu ‘kan

kebanyakan priyayi dari Demak. Dari Demak, Kudus gitu banyak sekali. Baiknya ya… srawungnya itu baik. Umpamanya saya ndak jualan orangnya itu lewat depan kios ya ditanya... “Bu, ‘nten pundhi kok boten enten?” “Kula prei.” “Enten napa?” “Boten napa-napa.” Ya seperti itu. Baik ‘kan itu? Menurut saya ya sudah baik. Wong beda. Orang Demak sama orang Sukoharjo. Nggak jualan kok nanyain. Tak anggep baik. Kalau yang ndak baik itu ‘kan ya mbuh… jualan apa ndak ya karepmu.

T : Ada juga yang tidak peduli, bu? J : Iya. Tapi biasanya mereka baik. Mau mengerti

orang lain. Mau menanyakan ada apa kok nggak jualan.

T : Kalau lewat di depan kios gitu ya saling menyapa, bu?

J : Iya. T : Kalau dengan pedagang tahu, pedagang sayuran

bagaimana, bu? J : Ya agak jauh. Tapi mereka juga baik. Di pasar itu

Ab, Ad Aa, Ab, Ad

Page 297: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: membantu menjagakan kios pedagang lain, membantu menata barang dagangan pedagang lain, menghadiri acara bersama-sama. Bentuk altruisme: menghutangi pedagang lain. Bentuk altruisme: memberikan pinjaman berupa dagangan.

orangnya baik-baik kok, mbak. T : Dengan pedagang makanan yang disana itu juga

kenal, bu? J : Iya, kenal. Orangnya juga baik-baik. T : Baik-baik, ya, bu? J : Iya, kenal. T : Ibu punya pengalaman ditolong sama pedagang

lain, tidak? J : Ya itu… titip pas tak tinggal. T : Pernah ditolongin dasaran? J : Oh iya, kalau lagi sela gitu dibantuin naruh

barang-barang. Kalau nggak ya itu… jagong kemana gitu bareng-bareng.

T : Kalau ibu melihat pedagang-pedagang itu menolong ibu, misalnya, apakah mereka melakukannya dengan ikhlas?

J : Ikhlas. Nggak ada yang minta tuker gitu. Ikhlas.

T : Mereka juga nggak minta balasan apa-apa? J : Nggak. T : Mereka itu mau menolong karena apa, bu? J : Ya misalnya saya sambat… minta tolong mau

utang, besok tak bayar. Itu ya iya. Saya ditolongin. Saya ndak punya ditolongin jadi punya.

T : Jadi menolong karena diminta oleh orang lain, begitu?

J : Iya. Liat ada orang butuh gitu ya ditolong. T : Mereka itu menolong melakukannya dengan

senang hati atau terpaksa, bu? J : Seneng. Sama-sama seneng. Sama-sama

jalannya. Aku ‘kan nggak punya dagangan. Diutangin dagangan. Sana punya dagangan terus diutangin aku. Nanti aku punya uang ya tak bayar. Jadi sama-sama jalannya.

T : Ibu juga pernah menolong mereka? J : Ya, itu… bantuin nunggu, njualin kalo lagi

ditinggal terus ada yang beli. T : Jadi kesimpulannya orang-orang di pasar

Wonogiri baik-baik ya, bu? J : Baik. Baik-baik semua, mbak. T : Kalau ada orang yang membutuhkan pertolongan

tanggapan mereka bagaimana, bu? J : Ya langsung ditolong, mbak. Misalnya gini…

“Yu, aku mbok ditulungi. Utangi dhuite sik. Seket apa pira, sesuk tak kek’e” Alesanku yo ngene… piye ya? Ngomong ora duwe wong ya saben dina golek dhuit. Nek ngomong duwe wong iki ya dhuit setoran, dudu dhuitku dewe.

T : Maksudnya bagaimana, bu? J : Ya saya bilang tidak punya uang. Saya takut nanti

kalau diminta yang punya uang nggak bisa ngasih.

T : Tapi kalau dengan pedagang lain, ketika ibu minta tolong pada mereka tanggapan mereka

Db, Ea Ab, Db, Ea Bb Db Da Ad, Db, Ea, Eb Db, Ea Ea, Eb

Page 298: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

bagaimana, bu? J : Ya dikasih. Umpamanya ya.. dagangan tha?

Umpamane duwe seket. “Eh, mbok aku di ke’i 300. Utang.” Ya dikasih.

T : Selain meminjam uang, bentuk pertolongan yang lain. Misalnya seperti membantu menjagakan kios begitu apakah mereka juga mau melakukannya dengan senang hati atau terpaksa?

J : Ya seneng. T : Selama ini antar sesama pedagang hubungannya

baik ya, bu? J : Baik. T : Semua pedagang baik? J : Baik. Baik semua. T : Untuk mendapatkan pelanggan mereka juga tidak

sampai berantem atau bagaimana? J : Tidak. T : Antar sesama pedagang gitu ada yang saling

ngrasani nggak, bu? J : Saya nggak pernah denger. Kalau dirasani nggak

ndengar, kalau ngrasani ya nggak pernah. Baik kok.

T : Itu karena ibu nggak mau mendengarkan atau memang mereka yang tidak pernah rasan-rasan?

J : Saya nggak mau mendengarkan. Itu sudah urusannya sendiri-sendiri kok, mbak.

T : Tapi ada ya, bu, mereka yang suka rasan-rasan gitu?

J : Ya ada. T : Tapi selama itu nggak pernah sampai ada yang

berantem atau bagaimana? J : Nggak ada. Baik-baik, kok. T : Karena tidak ada persaingan antar pedagang,

dagangnya jadi enak ya, bu. J : Iya. Tinggal nunggu ada pembeli. Kalau mau

beli ya silahkan. Beli situ ya boleh, sini ya boleh. Seneng kalau jualannya seperti ini. Rukun. Nggak ada masalah. Nggak pernah… “Kene-kene tukoni aku, tukoni aku…” Nggak ada yang seperti itu.

T : Disini nggak ada yang seperti itu, bu? J : Nggak ada. Kalau mau beli situ ya biar beli

situ. Kalau mau beli sini ya beli sini. Kalau lewat ditempat temannya… ada tha yang bakul itu, umpamanya bakul pelem gitu… “Kene tuku pelem aku, murah.” Nggak ada bakul yang seperti itu. Kalau bakul pelem itu ‘kan model pelem yang murah tha, mbak.

T : Pedagang buah gitu mereka juga tidak rebutan pembeli?

J : Tidak. T : Mereka itu jualannya ‘kan nggak suka narik-narik

pembeli, kalau sehari nggak ada yang beli gitu bagaimana, bu?

J : Ya ada, mbak. Ya mesti ada. Harus ada.

Db, Eb Ae, Ea Ae

Page 299: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Tapi tidak memaksa mereka begitu? J : Enggak. Nggak maksa. Ya ada yang beli tapi

nggak maksa mereka untuk beli. T : Pedagang di Wonogiri ini kok bisa santai banget

ya, bu? J : Ya umpamanya di jalan-jalan itu ada orang

yang tawa… “Monggo, ngersake napa, mbak? Mundhut napa?” Ya itu ‘kan biasa. Tapi kalau sampai rebutan… “Kene-kene tuku aku…” Terus nggak jadi pindah ke tempat orang lain… “Kuwi mau tuku aku kok tuku kono?” Nggak ada yang seperti itu.

T : Menurut ibu kenapa mereka tidak bersaing sampai seperti itu?

J : Ya itu sudah rejekinya sendiri-sendiri. Kalau sudah disuruh beli tapi nggak beli?

T : Jadi mereka punya pengertian bahwa setiap orang itu punya rejekinya masing-masing, begitu?

J : Iya. Kalau rejekinya saya ya mestinya berhenti dan beli sama saya. Kalau dipaksa terus dia nggak mau ‘kan kita malu. Malunya itu diri kita sendiri itu malu sama tetangganya… wong orang beli nggak mau kok dipaksa. Kalau memang rejekinya sini ‘kan ya pasti beli disini. Wong ya payu. Semuanya payu. Saya nggak mau rame, mbak. Rejeki itu punya masing-masing.

T : Kalau ibu sendiri bisa punya pengertian seperti itu dapat dari mana, bu? Bahwa setiap orang itu punya rejekinya masing-masing?

J : Ya dari diri sendiri. T : Dari diri sendiri? Maksudnya dulu yang ngajarin

siapa? J : Ya nggak ada. Dari diri kita sendiri. Kalau bukan

dari diri kita sendiri terus dari mana? T : Ibu tidak mendapatkan dari ajaran agama atau

bagaimana? J : Ya enggak. Itu dari hatinya sendiri. Kalau

memang rejeki kita pasti ada yang beli. Kalau memang rejekinya kita pasti dibeliin. Ya alhamdullilah.

T : Menurut ibu rejeki itu datangnya dari mana, bu? J : Yang ngasih ya dari atas. Itu dari Tuhan. Pembeli

itu juga datangnya karena berkat dari Tuhan. Ya diterima. Diparingi sing Kuasa. Kalau dipaksa, kalau memang bukan rejekinya ‘kan nggak jadi beli. Wong ditinggal pergi aja kalau memang rejekinya itu orang yang beli itu mau nungguin. Ditungguin lho, mbak. “Kowe kok ora teka-teka ‘nyang ‘ndi?” “Yo ‘ndang gek tuku’a.” Itu ‘kan rejekine aku. Nggak usah diburu, kalau memang rejekinya pasti datang.

T : Apakah ibu percaya kalau kita berbuat baik maka kita akan diberkati?

J : Ya, percaya. Aku percaya. Kalau kita ini baik,

Ae Ae Ca Ca

Page 300: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

jualane bener, nanti ‘kan Sing Kuasa maringi. Kalau kita jualane ndak baik, ya dagangane ndak diberkahi.

T : Saya mau tanya, bu. Tadi ibu bilang kalau di Wonogiri itu pedagangnya jarang berantem. Mereka jarang ada konflik. Tapi seandainya ada konflik gitu menyelesaikannya bagaimana, bu?

J : Menyelesaikannya? Ya dilaporin ke satpam. Kalau ada apa-apa gitu ya bilang sama satpam.

T : Kalau masalahnya besar begitu maksudnya? J : Iya. Dibilangin ke satpam. T : Kalau hanya masalah biasa antar pedagang gitu

mereka menyelesaikannya bagaimana, bu? J : Ya damai. Cuma damai. T : Bagi ibu sendiri, apakah menolong merupakan

sebuah kewajiban? J : Iya. Kita harus menolong meskipun sedikit.

Menolong itu penting. Wong kita ini manusia, saling membutuhkan. Kalau tidak ada menolong ya bagaimana? Saya ya pernah menolong walau tidak seberapa. Saya juga tidak pernah tanya kalau ada orang minta tolong. Mereka butuh apa ya sebisa saya ya saya bantu. Misalnya kalau ada minta tolong… “Tulung iki aku butuh duit ‘nggo nyaur dagangan…” Ya ndak tahu maksudnya dia mau utang atau minta tolong pokoknya saya beri uang seadanya. Saya juga tidak tanya dia itu mau utang atau minta uang. Terserah mau dikembalikan atau tidak. Itu kalau dia ngomongnya tulung, lho. Kalau ngomongnya utang ya beda lagi. Tapi biasanya gitu itu nggak dikembaliin. Tapi sana ya udah ngomong tulung, bukan utang. Saya juga nggak pernah nagih. Takutnya itu kalau aku tanya begitu… wong orang itu ‘kan nggak sama. ‘Kan minta tulung. Minta tulung, nanti malah kalau dijadiin rame gitu aku jadi takut. Jadi ya biar saja, daripada ada masalah. Sapa tahu orangnya lupa, wong ya sudah lama. Orang ‘kan beda-beda, mbak. Nanti kalau dia lupa bagaimana. Yang penting ‘kan hatinya tulus. Kalau kita tulus menolong orang lain, nanti bisa urip kepenak, mbak.

T : Urip kepenaknya itu bagaimana, bu? J : Ya, kepenak. Ayem. Atine ayem. Karo sapa-

sapa cedhak, apik, ora dhuwe mungsuh. Jadi kalau bekerja itu enak, tha, mbak?!

Ae Ac, Ae Ba, Bb, Cb Cb

Page 301: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

KODING HASIL WAWANCARA SUBJEK II TRIANGULASI

Nama : SL Usia : 29 tahun Jenis kelamin : Pria Tempat tinggal : Bulukerto, Wonogiri Asal : Wonogiri Pekerjaan : Pedagang Kelontong Lama berdagang : 10 tahun

Catatan Pertanyaan dan Hasil Wawancara Koding

Menurut Subjek, Kota Wonogiri memiliki suasana enak, tidak begitu ramai. Penduduk Wonogiri berkarakter baik, hidup rukun satu sama lain.

T : Menurut mas, Wonogiri kotanya bagaimana? J : Apanya, mbak? T : Suasananya? J : Ya, enak. Tidak begitu ramai. ‘Kan masih

desa, mbak. Jadi orangnya ya ndak banyak. T : Kalau penduduk Wonogiri, orang-orangnya

bagaimana? J : Ya, baik, mbak. Orangnya baik-baik. T : Apakah mas pernah menjumpai ada penduduk

yang bertengkar? J : Ndak itu, mbak. Baik-baik orangnya. T : Kalau keadaan di kampung mas sendiri,

bagaimana, mas? J : Ya, biasa saja, mbak. Ya orangnya baik.

Rukun. Ndak ada bertengkar. Baik. T : Pernah mengalami masalah dengan pedagang di

pasar, mas? J : Ndak itu, mbak. Ndak ada masalah. Biasa saja. T : Tidak pernah menjumpai masalah ya, mas? J : Kalau masalah ya paling masalah kecil. Ya,

kadang ya ada orang yang salah paham dengan tetangganya, begitu. Tapi ya setelah itu bisa diselesaikan.

T : Masalah yang terjadi biasanya salah paham, begitu, ya?

J : Iya. T : Lalu menyelesaikannya bagaimana, mas? J : Ya, dibicarakan, begitu. Yang antar orang

yang bermasalah tadi saling dibicarakan masalahnya. “Tadi kok bisa begitu bagaimana. Ya sudah ini saya minta maaf. Ya tidak sengaja begitu. Namanya ya manusia.” Ya paling begitu, mbak. Nanti kalau sudah bicara, masalahnya kan sudah diluruskan, ya ndak bertengkar lagi.

T : Jadi menyelesaikan masalah dengan membicarakannya, begitu, mas?

J : Iya. T : Apa mereka tidak merasa sungkan untuk

membicarakan masalah diantara mereka? J : Ya, sungkan, mbak, sungkan. Kalau masalah

kecil gitu ya sudah dibiarkan. Mengalah saja.

Ae Ac, Ae

Page 302: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Kegiatan yang diadakan di kampung: kerja bakti, perayaan hari kemerdekaan RI, jimpitan, Karang Taruna, olahraga. Bentuk altruisme: membantu tetangga yang sedang punya acara. Bentuk altruisme: membesuk tetangga yang sakit.

Diam. Tapi kalau masalahnya besar, ya menyangkut orang banyak begitu, ya biasanya dibicarakan baik-baik, mbak. ‘Kan kalau tidak nanti sampai mana-mana, malah tidak baik.

T : Masalah besar itu contohnya seperti apa, mas? J : Ya, itu. Kalau misalnya, ini misalnya lho, mbak.

Misalnya kalau ada menantu laki bertengkar dengan orangtua perempuan begitu. Otomatis ‘kan keluarganya jadi ikut semua, kena semua. Ya, gitu biasanya dibicarakan masalahnya, diluruskan, supaya kerukunane keluarga itu bisa dijaga. Kalau diam-diam ‘kan kita nggak tahu masalahnya apa, nanti malah tidak baik sama keluarga, apa keluarga yang perempuan, apa yang laki. Gitu, mbak.

T : Jadi kalau masalah-masalah yang serius baru dibicarakan begitu ya, mas?

J : Iya. T : Kalau masalah-masalah kecil mereka cenderung

mengalah atau diam saja, begitu? J : Iya. Ya, masalah kecil ya mengalah saja tha,

mbak. ‘Kan perkewuh kalau cuma begitu saja kok dipermasalahkan. Ya, mengalah saja.

T : Di desa warganya rukun ya, mas? J : Iya. Rukun. T : Biasanya kalau di desa mas ada kegiatan apa? J : Kegiatan di desa? Seperti kerja bakti, begitu? T : Ya. Seperti kerja bakti. J : Kalau kegiatan di desa, ya, itu… Kerja bakti,

Agustusan, lomba-lomba itu. Jimpitan. Karang Taruna.

T : Selain itu ada lagi mas? J : Ya, paling cuma itu. Kadang ya bulu tangkis…

apa itu… badminton sama orang satu desa. T : Kalau di desa kerukunannya baik, ya, mas? J : Iya, baik. T : Lalu kalau ada yang punya kerja begitu, apa

juga pada datang? J : Datang, mbak. Kalau itu pasti datang. Ya,

kalau bisa membantu kita membantu. Kalau ada… apa… tetangga yang punya hajat gitu kita pasti datang. Seperti njagong gitu ‘kan, mbak? Iya, kita pasti datang.

T : Para tetangga gitu pada datang, ya? J : Iya. Kalau ada yang sakit kita juga datang.

Membesuk. Anu… kalau di desa itu seperti itu. Kalau tidak datang malah tidak enak. Ada tetangganya yang sakit kok tidak mau nengok. Anu… Kok, tidak perhatian dengan tetangga.

T : Karena merasa tidak enak dengan tetangga ya, mas?

J : Ya, kalau di desa ‘kan orang itu dekat-dekat,

Ac Ab, Ad, Db, Ea Ab, Ad, Db Ad, Cb,

Page 303: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: tolong-menolong, saling membantu agar dapat hidup rukun dengan satu sama lain. Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: berbuat baik kepada sesama, ikhlas, tulus, nrima.

mbak. Orang itu jadi tahu gitu, lho. Jadi kalau si A ndak datang gitu ya, misalnya, pasti semua pada tahu. Makanya kita pasti datang, membantu kalau ada yang sakit, yang punya hajat. Nanti kalau kita gantian yang membutuhkan begitu, ‘kan mereka mau membantu juga.

T : Jadi membantu supaya kalau nanti membutuhkan bisa gantian dibantu, begitu, mas?

J : Ya, namanya orang desa, mbak. Serba pas-pasan. Hidupnya pas-pasan. Jadi ya harus bantu-membantu. Kalau tidak ya tidak berhasil. Kalau orang lain punya, kita ndak punya, ‘kan bisa minta tolong. Kalau kita punya terus orang lain nggak punya ‘kan kita gantian menolong. ‘Kan begitu prinsipnya orang desa. Biar rukun. Saling membantu.

T : Apakah dalam menolong orang lain itu mereka mengharapkan sesuatu dari orang yang di tolong, mas?

J : Maksudnya ada pamrih, begitu, mbak? T : Ya, bisa seperti itu. J : Kalau kita menolong ‘tu ya ikhlas. Sama

agama ‘kan diajarkan untuk menolong dengan ikhlas, tanpa pamrih. Jangan minta apa-apa sama orang lain. Tapi sebagai sama-sama manusia ‘kan kita harus saling menolong. Kalau kita menolong pasti dapat pahala dari Yang Kuasa. Ya kalau kita menolong terus gantian ditolong orang lain begitu, ya, itu pahalanya, mbak. Kalau kita berbuat baik ‘kan orang akan baik dengan kita. Kalau kita berbuat jahat orang ‘kan akan ndak suka. Kalau kita membutuhkan ditolong begitu, ya, ndak akan ditolong. Orang kita jahat. Ya, ndak mengharapkan balasan, mbak. Nanti Gusti yang membalas. Kita berbuat baik saja.

T : Jadi menolong tanpa pamrih ya, mas? Tidak mengharapkan balasan dari orang lain, begitu?

J : Iya. T : Kalau mas sendiri, apakah mas percaya bahwa

setiap orang akan mendapatkan ganjaran sesuai perbuatannya? Seperti mas bilang tadi, kalau kita baik akan mendapat pahala, kalau kita jahat orang akan tidak suka pada kita?

J : Ya, percaya, mbak. ‘Kan ajaran agama mengajarkan seperti itu.

T : Kalau sebagai orang Jawa sendiri, apakah mas pernah diajarkan seperti itu?

J : Kalau orang Jawa? Ya, sama, mbak. Kita orang Jawa juga diajarkan untuk berbuat baik pada sesama. Jadi orang itu yang ikhlas, tulus, nrima, biar Gusti Allah mberkahi.

T : Kalau orang desa itu menolong dengan

Db, Ea Ca, Cb, Ea Bb, Ca, Cb Ca Ca

Page 304: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: memberikan sumbangan untuk kepentingan kampung. Masalah yang dihadapi pedagang: pelanggan tidak lagi membeli di kiosnya.

membantu tetangga yang sedang punya kerja, begitu?

J : Iya. Kalau ada yang punya kerja gitu kita membantu, datang kesana.

T : Selain itu, menolongnya apa lagi, mas? J : Ya, kalau ada yang sakit menengok. Lalu…

ngasih sumbangan itu, pas Agustusan. Ngasih jimpitan itu. Uang sedikit-sedikit dikumpulin nanti kalau desanya mau mengadakan acara apa ‘gitu bisa dipakai.

T : Kalau dengan para pedagang disini bagaimana, mas? Apakah mas pernah melihat pedagang yang bermasalah dengan pedagang lain?

J : Ada masalah dengan pedagang lain, gitu, mbak? Ya, masalahnya pedagang itu ya paling masalah langganannya. Biasanya beli sini terus pindah sana.

T : Jadi langganan berpindah ke tempat lain, gitu, ya?

J : Iya. T : Lalu bagaimana pedagang yang pelanggannya

pindah, mas? J : Bagaimana, mbak? T : Ya, apakah merasa jengkel atau marah? J : Ya, biasanya ya jengkel. Ya, jengkel juga, mbak,

kalau langganannya pindah. T : Lalu mengatasinya biasanya bagaimana, mbak? J : Ya, pedagang ‘kan ya sudah biasa, ya,

menghadapi kayak gitu. Ya, biasanya ya sabar saja. Nanti dapat langganan yang lain. Orang beli ‘kan ya ada yang lain. Ya, pasar sekarang agak sepi. Tapi yang beli itu ya, pasti ada. ya, memang ndak ramai. Tapi ya, pasti ada orang beli. Jadinya ndak terlalu diambil hati. Kalau orang dagang begitu, mbak. Langganannya lari ya, anu… kuatir juga… tapi nanti ‘kan ada yang lain. Wong yang dihadapi setiap hari ya, masalah-masalah seperti itu. Hari ini beli sini, besok ndak mampir sini lagi. Pindah sana. Kalau dituruti malah jengkel terus hatinya. Kalau jengkel terus ‘kan kerja ndak enak, mbak.

T : Para pedagang sudah terbiasa, ya? Apakah mas pernah melihat ada pedagang yang bertengkar karena memperebutkan pelanggan?

J : Ndak ada. Ndak ada itu, mbak, yang sampai bertengkar gitu. Ya, kalau masalah-masalah di pasar itu ‘kan masalah-masalah biasa. Sehari-hari ya yang dijumpai ya seperti itu.

T : Jadi tidak ada yang bertengkar ya, mas? J : Ndak ada. Kalau jengkel ya mungkin ada. T : Hubungan para pedagang disini bagaimana,

mas? J : Hubungannya baik. T : Baiknya itu seperti apa, mas?

Ea, Eb Db Ac, Ae Ab

Page 305: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: menjenguk orang sakit, menghadiri undangan pedagang lain. Bentuk altruisme: membantu menjagakan kios pedagang lain, membantu pedagang lain dengan mencarikan barang dagangan. Bentuk altruisme: mengantarkan barang belanjaan pembeli, memberi tempo kepada pembeli dalam membayar, mengobrol dengan pembeli.

J : Ya, rukun. Kalau ada yang sakit ya kita nengok. Lalu, njagong bareng-bareng. Baik hubungannya.

T : Antar pedagang juga memiliki hubungan yang dekat antara satu sama lain?

J : Ya. Kita saling membantu. Kalau dalam satu wilayah gini ya, dekat. Tapi kalau wilayahnya sana ya tidak dekat. ‘Kan wilayahnya masing-masing, mbak. Kalau dekat gini ya saling membantu. Kalau kiosnya ditinggal, kita bantu jualin. Nanti kalau ndak punya barang apa, ya, kita carikan. Ya, saling membantu, mbak.

T : Itu kalau jualannya barangnya sejenis ya, mas? J : Ya, ndak tentu. Kadang orang jualan sayur apa

jualan ikan itu ya, cari plastik disini. Saya ‘kan apa-apa jual. Kalau pas dia ndak punya barang apa ‘gitu ya, nempil dulu disini.

T : Jadi antar pedagang juga saling membantu ya, mas?

J : Iya. T : Kalau ada pedagang lain yang sakit mereka mau

menengok, ya? J : Iya. Kalau ada yang sakit kita nengok

kesana. Apa… itu… njagong… njagong bersama-sama.

T : Kalau hubungan dengan pembeli, bagaimana dengan para pembeli, mas? Apakah mereka juga memiliki hubungan yang baik, mas?

J : Dengan pembeli ya, biasa saja ‘tu, mbak. T : Apakah mereka juga suka mengobrol dengan

pembeli? J : Ya, kalau yang beli sudah kenal baik ya,

ngobrol, mbak. Kalau pas sela ‘gitu, lagi ndak begitu ramai ‘gitu ya ngobrol-ngobrol biar ndak jenuh, mbak. Seharian bekerja di pasar. Itu kadang ya, jenuh.

T : Apakah para pedagang disini juga suka membantu para pembeli, mas?

J : Membantu pembeli? Kalau membantu pembeli ya, paling ya, mengantarkan belanjaan itu. Mengantarkan belanjaan sampai ke depan. Kalau pembelinya sudah kenal baik ya barangnya bisa dibawa dulu, bayarnya belakangan. Bisa pesan titip dulu. Kalau dengan pembeli ya, biasa, mbak. Kalau ngobrol gitu, ya, kadang-kadang mengobrol. Ya, pokoknya dengan pembeli ya baik, lah. Supaya pembelinya senang.

T : Pedagang disini ramah dengan pembeli, mas? J : Ya… Ya, ramah itu, mbak. Kalau nawari

pembeli itu, “Sini, sini, beli… Barangnya bagus-bagus.” Gitu. Ndak memaksa gitu, lho, mbak. Ya, baik dengan pembeli.

T : Pernah melihat ada pedagang yang bersikap

Ab, Db Ad, Db, Ea, Eb Ab Ab Ab, Ad, Db Ae

Page 306: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Persaingan antar pedagang di “Pasar Kota Wonogiri” adalah persaingan sehat.

kasar terhadap pembeli tidak, mas? J : Ndak itu, mbak. Ya, dengan pembeli ya, biasa

saja. Tidak galak. Kalau ada ya, biasanya ya… mungkin ada pedagang yang seperti itu, namanya juga manusia. Tapi ya rata-rata orang jualan disini baik-baik dengan pembeli. Mungkin kalau pas ada pedagang yang lagi ada masalah, apa masalah dengan keluarganya di rumah, atau seharian dagangannya ndak payu-payu, ya, kadang orang kalau sedang tidak baik kondisinya seperti itu ‘kan bisa merasa marah, jengkel. Ya, itu ya, ada.

T : Kalau mas sendiri, sudah pernah menjumpai ada pedagang yang marah-marah dengan pembeli?

J : Ndak, mbak. T : Lalu, persaingan antar pedagang disini

bagaimana? J : Ya, persaingan ada. Tapi kita bersaing ya

baik-baik, mbak. Jangan sampai merugikan pedagang lain.

T : Mas pernah menjumpai ada pedagang yang bersaing secara tidak sehat?

J : Ya, ada. Ada pedagang yang suka ngasih-ngasih harga sendiri. Ya, itu ‘kan menjatuhkan pedagang lain.

T : Ada ya, mas, yang seperti itu? J : Ya, ada. Tapi pedagang disini itu ‘kan

hubungannya sudah dekat dengan satu sama lain. Sudah kenal lama. Kawan lama. Jadi kalau mau seperti itu, kok, ndak tega. Sama temannya sendiri, kalau ada apa-apa dibantu, yang mbantu ya temannya sendiri, jadi ndak tega, ndak mau, mbak, kalau seperti itu. Bersaing yang baik-baik saja.

T : Kalau menurut mas sendiri, dipasar ini persaingannya cenderung persaingan sehat atau tidak sehat?

J : Menurut saya, ya, mbak. Ini menurut saya, ya… Persaingan disini itu ya, lebih ke persaingan sehat. Kalau mau mengurangi harga ya paling 100-200 rupiah. Ndak banyak. Nanti kalau ada yang beli banyak, terus kita kehabisan barang gitu, ya kita minta ke teman kita. ‘Kan sekalian mayok’ke dagangannya dia. Biasanya seperti itu. Jadi kalau kita laris ya dibagi-bagi dengan yang lain.

T : Jadi menurut mas persaingan di pasar ini lebih ke persaingan sehat, ya?

J : Iya. T : Biasanya bagaimana cara pedagang disini

meraih pelanggan, mas? J : Untuk mendapatkan pelanggan, ‘gitu? T : Iya. J : Ya, dengan pembeli itu sikapnya harus

Ae Ae Ad, Ea Ae

Page 307: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: menolong pedagang lain yang sedang kerepotan. Bentuk altruisme: memberikan sumbangan.

ramah. Kalau ada pembeli ya dijuali yang baik. Ngasih pelayanan yang baik. Kalau belanjaannya banyak ‘gitu ya, diantarkan sampai ke depan. Kalau cari apa ‘gitu, ya, diusahakan barangnya selalu ada. Tersedia. Jadi kalau pembeli kesini ndak kecewa. Misalnya ada pembeli yang kesini ‘gitu terus cari apa ‘gitu, barangnya ndak ada. Besok kesini lagi, cari barang lain, juga ndak ada, ‘gitu lama-lama pembeli ya ndak mau datang lagi.

T : Jadi seperti itu, ya, mas, cara mereka meraih pelanggan?

J : Iya, mbak. Kalau pedagang disini biasanya begitu. Kalau kita menjatuhkan pedagang lain ‘kan malah jadi tengkar. Jadi ya, pedagang ndak seperti itu. Kita disini menjaga kerukunan semua satu sama lain. Kalau rukun kerjanya ‘kan enak.

T : Mas, tadi ‘kan mas mengatakan bahwa para pedagang disini saling membantu. Kalau menurut mas, apakah mereka dengan sukarela membantu atau karena terpaksa?

J : Ya, sukarela, mbak. Ndak ada paksaan. Ya, kita tergerak hatinya kalau melihat ada orang yang membutuhkan. Misalnya, si A rewangnya sedang pulang. Terus jualan sendiri. Kita melihatnya, kok, dia itu repot sekali ‘gitu. Ya, ndak usah diminta kita ngelihat begitu dia kesulitan begitu ya, kita bantu. Ndak usah diminta. Kalau kita melihat ada orang yang membutuhkan ‘gitu kita bantu.

T : Ketika menolong orang lain begitu, apa yang diharapkan ketika menolong orang lain, mas?

J : Ya, tidak ada harapan apa-apa, mbak. Kalau bisa membantu ‘kan senang. Yang dibantu ‘kan juga tetangga sendiri. Nanti kalau kita membutuhkan kita gantian dibantu sama dia. Ya, sama-sama lah, mbak.

T : Biasanya, pedagang disini itu menolong siapa saja, mas?

J : Ya, menolong tetangga. Tetangga di rumah, tetangga di pasar. Menolong pembeli, ya, seperti tadi itu. Menolong orang lain itu. Kalau ada pengemis… dikasih. Biasanya itu, mbak, dipasar itu sok ada diputerin sumbangan itu. Kalau ada bencana alam ‘gitu. Kadang diputerin kotak sumbangan.

T : Lalu memberikan sumbangan begitu, mas? J : Iya, kita ngasih sumbangan. Ya, sukarela.

Adanya uang berapa, kita relanya, mampunya berapa, ya, kita kasihkan.

T : Jadi yang dikenal maupun yang tidak dikenal kalau dilihat membutuhkan pertolongan,

Ad, Ae, Ea Aa, Ad, Bb, Da, Db, Eb Bb Db, Eb Db

Page 308: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

ditolong ya, mas? J : Iya. Siapa saja, mbak. Ndak pandang orang.

Sama saja. Kalau orang butuh pertolongan kita tolong.

T : Lalu, kenapa mereka mau menolong orang lain, mas?

J : Ya, lihat orang yang ndak mampu, ndak bisa, lalu ditolong. Ya cuma itu, mbak. Setahu saya.

T : Kalau menurut mas sendiri, menolong itu merupakan sebuah kewajiban bukan, mas?

J : Ya, bagi saya ya, wajib, mbak. Perintah agama itu ‘kan menyuruh kita untuk tolong-menolong. Kita wajib tolong-menolong.

T : Jadi menolong orang lain itu wajib, ya, mas? J : Iya, wajib itu, mbak. Kita harus menolong

orang yang membutuhkan. Kalau kita diamkan saja ‘kan sama seperti kita itu membohongi diri kita sendiri. Kalau lihat orang yang kesusahan kita diamkan saja, padahal kita tahu sendiri dia itu membutuhkan. Iya, ‘kan, mbak? Karena itu kita wajib menolong. Menunjukkan perbuatan baik kepada sesama. Supaya, urip ning donya ‘ki karepe ben padha-padha kepenak, ‘gitu, lho, mbak.

T : Mas pernah ditolong juga oleh pedagang di sekitar kiosnya mas ini?

J : Ya, pernah, mbak. Sudah bertahun-tahun disini ya, yang dimintai tolong, kalau ada apa-apa, ya temannya ‘kan…

T : Ditolong dalam hal apa, mas? J : Ya, ditolong kalau pas saya sendirian, istri

ndak bisa kesini ‘gitu, kalau dia-nya ndak repot saya dibantu tunggu. Kalau saya pas rame ‘gitu saya dibantu tunggu. Nanti kalau saya kehabisan ‘gitu saya nempil dulu sama dia. “Eh, ini, pinjam ini dulu… saya bawa. Nanti saya tukari.” ‘Gitu.

T : Itu gantian ya, mas? Kalau dia giliran membutuhkan pertolongan mas gantian menolong?

J : Iya, gantian. Ya, hidup bersama, lah, mbak. Apa-apa juga ndak bisa dikerjakan sendiri, tha?

Eb Eb Ba Aa, Ba, Cb, Eb Db, Ea Db, Ea, Eb Ea

Page 309: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

KODING HASIL WAWANCARA SUBJEK III TRIANGULASI

Nama : LY Usia : 30 tahun Jenis kelamin : Wanita Tempat tinggal : Carikan, Sukoharjo Asal : Sukoharjo Pekerjaan : Pedagang Makanan Lama berdagang : 12 tahun

Catatan Pertanyaan dan Hasil Wawancara Koding

Menurut Subjek, Kota Wonogiri memiliki suasana enak, aman, tenteram. Penduduknya rukun, ramah, dekat satu sama lain. Pedagang yang datang dari luar Wonogiri dan belum lama bekerja di Wonogiri cenderung tak acuh dan kurang perhatian. Menurut Subjek, pedagang yang datang dari luar cenderung tak acuh karena belum lama berada di Wonogiri.

T : Saya mau menayakan beberapa hal tentang pedagang di pasar, mbak. Tentang tolong-menolong.

J : Iya, silahkan. T : Menurut mbak, Wonogiri kotanya bagaimana,

mbak? Selama 12 tahun kerja disini, apa pendapat mbak tentang kota Wonogiri?

J : Ya enak, mbak. Rukun. T : Kotanya enak ya, mbak? J : Iya. Aman, mbak. Tenteram. T : Kalau orang-orangnya bagaimana, mbak? J : Ya, orang-orangnya dekat satu sama lain.

Ramah. Pengertian. Biasa. Apa adanya. Tapi sekarang itu kadang kok, ada yang individu, ‘gitu. Seperti kurang perhatian, begitu. Ya, orang-orangnya di pasar juga tambah banyak. Banyak yang baru, jadi belum saling kenal. Belum lama kenalnya. Jadi menyesuaikan.

T : Ada yang individual juga ya, mbak? J : Iya. Ya, mungkin orang baru ya, mbak.

Kalau yang sudah lama disini sih, ya, baik. Sekarang ‘kan pasarnya dibangun. Kiosnya ditambah. Jadi banyak yang baru. Tempatnya juga ada yang dipindah-pindah.

T : Yang individual itu pedagang di pasar? J : Iya. Pedagang yang baru-baru itu. T : Orangnya individual apa karena belum saling

kenal? J : Iya. Banyak yang baru. Yang pendatang itu

banyak. Jadi ya, mungkin beda ya, mbak… T : Kalau menurut mbak, orang Wonogiri sendiri

bagaimana, mbak? Apa juga ada yang individual begitu?

J : Kalau yang dari Wonogiri, ya… Yang saya kenal beberapa. Itu saya kenal baik. Ya, baik itu orangnya. Kekeluargaannya sangat tinggi, mbak.

T : Yang mbak kenal itu orang asli Wonogiri, mbak?

J : Ya, yang dari luar ya ada. Tapi sudah lama tinggal di Wonogiri. Jadi ya, sudah seperti orang

Ab Ab Ab

Page 310: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Pedagang yang sudah lama tinggal di Wonogiri memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi dibandingkan pedagang yang belum lama tinggal di Wonogiri. Bentuk altruisme: menyapukan jalan apabila kotor. Bentuk altruisme: saling menyapa ketika lewat di depan kios pedagang lain, membantu menjagakan kios padagang lain.

Wonogiri. Kalau yang sudah lama disini itu sudah seperti saudara, mbak. Sudah dekat sekali.

T : Jadi pedagang disini itu ada yang individual, ada yang kekeluargaannya tinggi, begitu?

J : Iya. Kalau yang sudah lama disini itu baik, mbak. Kalau yang masih baru itu kadang-kadang cuek, ‘gitu, lho… Orangnya beda, mbak. Ya, individu ‘gitu. Kalau dulu itu, jalannya kotor ‘gitu disapukan. Orang-orangnya sudah seperti saudara sendiri. Kalau sekarang didiamkan saja. Kalau nggak tempatnya sendiri ya, nggak di sapu. Kalau yang sudah lama disini itu sudah seperti saudara sendiri.

T : Jadi pedagang yang belum lama berjualan disini itu cuek, ya? Individual?

J : Iya. T : Mereka tidak dekat dengan pedagang di

sekitarnya? J : Ya, biasa saja, mbak. Kalau dekat ya, tidak.

Cuek ‘gitu, mbak. Kalau yang sudah lama ‘kan baik. Bisa akrab, mbak.

T : Jadi kalau pedagang yang baru itu cenderung cuek, ya?

J : Iya. Ya, sama kita ‘gitu ya, biasa saja. Kalau yang sudah lama kenal itu ‘kan, sok ngobrol, mampir, kalau pas lewat. Kalau saya tinggal ‘gitu malah dibantu njualin ‘gitu.

T : Jadi agak berbeda, ya, mbak, pedagang yang sudah lama berjualan disini dengan yang belum lama berjualan disini?

J : Iya, beda. T : Apakah antar sesama pedagang juga saling

membantu, mbak? J : Ya, memang suka membantu. Kalau kita

banyak keperluan, yang disamping-samping itu mbantu njualin.

T : Biasanya kalau melihat orang yang membutuhkan pertolongan ‘gitu, mereka langsung menolong atau bagaimana, mbak?

J : Ya, tergantung orangnya butuh ditolong apa. Kalau bisa menolong ya, langsung menolong. Kalau ndak bisa, ya, dipikir dulu.

T : Dipikir dulu itu maksudnya bagaimana, mbak? J : Misalnya kalau ada orang yang butuh modal.

Terus pinjam sama kita. Lalu kita ndak punya uang. Ya, kita bilang belum ada. Nanti kalau sudah ada uang kita pinjami. Kita ya, tahu, kalau ndak punya modal itu jualan ya, susah. Makanya ya, sebisa mungkin kita usahakan untuk minjami, ya, seadanya, mbak.

T : Yang ditunda itu kalau pinjam uang begitu, ya? J : Iya. Ya, pokoknya kalau kita ndak punya ya,

kita bilang ndak punya. Kalau kita bisa

Ad Ab, Ad, Db, Ea Db, Ea Eb Aa, Eb Ad, Eb

Page 311: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Bentuk altruisme: membesuk orang sakit, memberikan sumbangan, membantu orang yang sedang mengadakan acara, menghadiri acara yang diadakan pedagang lain. Bentuk altruisme: menolong pedagang yang sedang terkena musibah. Bentuk altruisme: membantu tetangga yang sedang punya acara. Para pedagang di “Pasar Kota Wonogiri” memiliki hubungan yang baik antara satu sama lain.

menolong ya, langsung ditolong. T : Pedagang disini biasanya seperti itu, mbak?

Kalau melihat ada yang butuh pertolongan ‘gitu langsung ditolong?

J : Iya. Kalau ada apa-apa mbantu. T : Kalau yang kiosnya agak jauh, di daerah sana-

sana ‘gitu, juga saling membantu? J : Membantunya itu, kalau ada yang sakit di

besuk. Di besuk bersama-sama. Kalau ada yang punya hajat ‘gitu ya, kita dateng. Ngasih sumbangan. Kalau dekat, orangnya sudah dekat ‘gitu ya, kita mbantu menyiapkan.

T : Para pedagang saling membantu antar satu sama lain, ya?

J : Iya. Kalau ada yang mengalami kesulitan atau musibah ‘gitu yang lain mbantu.

T : Kalau di kampung, bagaimana, mbak? J : Di kampung saya? T : Bukan, orang-orang yang tinggal di kampung

sini, di Wonogiri. J : Wah, saya kurang tahu, ya. Ya, saya tahunya

ya, kalau pada cerita. “Tanggaku ndek wingi dhuwe gawe. Aku ngewangi rewang ning kana.” Ya, tahunya kalau cerita, begitu.

T : Pedagang di pasar ini juga saling membantu ya, baik di kampung maupun di pasar?

J : Iya. Kerukunannya bagus kok, mbak, sini. Kalau ada yang susah, atau ada yang punya kerja ‘gitu cepat-cepat mbantu. Orang sini itu enthengan kok, mbak. Mbantu-mbantu, begitu.

T : Kalau pedagang yang belum lama disini, yang masih baru, apa juga melakukan kebiasaan itu? Menjenguk orang sakit, datang ke acara orang yang punya hajat?

J : Ya, kalau kenal datang, mbak. Kalau ndak kenal ndak datang. Ya, orangnya agak cuek.

T : Kalau orang baru itu biasanya datang dari daerah mana, mbak?

J : Dari Solo. Boyolali. Sukoharjo. T : Hubungan pedagang di pasar bagaimana, mbak? J : Hubungannya baik. Baik-baik saja. Kalau

ada apa-apa ya, ikut. Kalau ada yang sakit ya, ikut nengok. Rombongan. Sama-sama. Se-desa. Jagong-jagong ‘gitu. Ya, ikut. Layat ‘gitu, ikut. Kalau ada yang punya hajat ya, datang. Ya, aktif, ya…

T : Antar pedagang saling mengenal satu sama lain, ya?

J : Iya. Rata-rata kenal semua, mbak. Orang jualannya disini juga sudah lama. Jadi ya, kebanyakan sudah saling mengenal. Tapi ya, ada juga yang ndak kenal. Pendatang-pendatang itu belum lama disini. Jadi ya,

Ad Db Ad, Db, Eb Db, Ea Ab, Ad, Db, Ea Ab Ab

Page 312: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Masalah yang dihadapi antar pedagang: salah paham. Masalah yang dihadapi antar pedagang: meminjam barang namun lupa mengembalikan.

belum saling mengenal. T : Kalau mbak sendiri, cukup banyak mengenal

pedagang disini? J : Ya, lumayan, mbak. T : Kalau dengan pedagang buah, pedagang sayur,

pedagang daging ada yang kenal baik dengan mbak?

J : Iya. Beberapa ada, mbak. Tapi ya ndak semua. T : Kalau pedagang tahu, mbak? J : Ya, kenal. T : Menurut yang mbak tahu, mereka orangnya

bagaimana, mbak? J : Menurut saya? Anu, mbak… ya, biasa saja. Ya,

baik. T : Ada pedagang yang mbak kenal baik juga? J : Iya. Ada. Ya, ndak banyak tapi, mbak. T : Menurut mbak mereka orangnya bagaimana? J : Ya, baik, mbak. Kalau saya lewat ‘gitu ya,

disapa. Ditanyain. “Mau kemana?” T : Suka menyapa ya, mbak? J : Iya. T : Pernah menjumpai ada pedagang yang

bertengkar dengan satu sama lain? J : Bertengkar? Belum pernah itu. Pedagang disini

baik semua. Ndak ada masalah. T : Jadi dengan satu sama lain rukun ya, mbak? J : Iya. Pedagangnya baik semua, kok. Ndak ada

yang bertengkar. Malu, mbak. T : Kalau sampai bertengkar malu, ya? J : Iya, malu. Orang sudah tua-tua kok, ya,

bertengkar. Kalau ada masalah ya, dibicarakan baik-baik saja supaya masalahnya selesai. Ndak perlu bertengkar.

T : Jadi hubungan antar pedagang di pasar baik, ya, mbak?

J : Iya. Dari dulu baik. T : Tidak ada masalah diantara pedagang? J : Kalau masalah kecil-kecil ‘gitu ya, ada. Tapi

bisa dibicarakan. Nanti kalau sudah selesai sendiri.

T : Biasanya masalah yang terjadi masalah sepeti apa, mbak?

J : Ya, kisruh hitungan ‘gitu. Ada pedagang disebelah ngambil barang tempat pedagang lain. Terus hitungannya ndak benar terus kisruh.

T : Salah paham ‘gitu, ya? J : Salah paham. Nanti kalau ada pedagang sini

pinjam apa ‘gitu terus lupa ngembalikan. Seperti itu kadang bikin kisruh. Nanti kalau ditagih lupa, terus rame. Padahal dulu pinjam tapi ditanya tidak mengaku pinjam. Ya, lupa.

T : Biasanya kalau seperti itu mereka bertengkar tidak, mbak?

Ab

Page 313: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Apabila terjadi pertengkaran antar pedagang, pedagang lain melerai pedagang yang bertengkar dengan memberi pengertian. Cara menyelesaikan masalah diantara pedagang adalah dengan membicarakan permasalahan secara baik-baik. Bentuk altruisme: mengobrol dengan pembeli.

J : Ya, muni-muni, begitu. Karena jengkel, ya. Ya, maklum. Tapi nanti kalau sudah diluruskan masalahnya begitu ya, sudah.

T : Kalau sedang perang mulut ‘gitu terus ‘gimana, mbak?

J : Ya, temannya melerai. Dikasih pengertian. T : Jadi ada pihak ketiga yang melerai ‘gitu ya,

mbak? J : Iya. Supaya lerem. Anu… ndak panas. T : Yang melerai itu sesama pedagang juga? J : Iya. Lalu dibicarakan masalahnya. “Ana apa,

kok, dadi padhu barang? Nek ana masalah ya, diomongke sing apik. Ora ‘sah padhu. Isin karo liyane.” Nanti kalau sudah begitu biasanya lerem sendiri. Ya, yang bertengkar jadi sadar, terus masalahnya diselesaikan.

T : Pernah tidak, mbak, ketika ada pedagang yang bertengkar lalu pedagang lain malah manas-manasin suasananya sehingga mereka makin bertengkar?

J : Ya… ndak ada itu, mbak. Kalau ngrasani dibelakang mungkin ada. “Kae kok, padhu wae. Lha, sing salah ‘ki sapa? Ngisin-isini wae ndadhak padhu barang. Padha ora gelem ngalah.” Biasanya kalau bertengkar ‘gitu ya, dibicarakan ‘gitu, mbak.

T : Jadi ada ya, pedagang yang ngrasani pedagang lain?

J : Iya. Ya… manusia, mbak. Kadang ya, ndak sadar membicarakan kejelekan orang lain.

T : Hubungan pedagang dengan pembeli bagaimana, mbak?

J : Baik. Juga baik. Pedagang disini itu rata-rata sudah punya langganan masing-masing. Jadi ya, dekat dengan langganannya. Kalau bakul-bakul lama ‘gitu biasanya sudah punya langganan sendiri.

T : Kalau dengan pembeli juga ramah, mbak? J : Iya. Ramah dengan pembeli. Baik. T : Ramah juga, ya, dengan pembeli? J : Iya. Apalagi kalau dengan yang sudah kenal,

begitu. Itu ya, suka ngobrol-ngobrol dengan yang beli di kiosnya. Kalau pas nggak banyak yang antri ‘gitu, ya… biasa, mbak, omong-omong ‘gitu. Ya, menunjukkan layanan yang baik dengan pembeli. Supaya pembelinya kembali lagi. Kalau layanannya baik pembelinya ‘kan suka.

T : Jadi pedagang di pasar memberikan layanan yang baik kepada pembeli, ya?

J : Iya. Supaya baik. Jadi ‘kan pembelinya seneng. Terus barangnya itu, bagus-bagus ‘gitu, lho. Yang jual buah itu buahnya, ya, bagus-bagus. Yang jual sayur itu sayurnya, ya, bagus-bagus. Jadi pembelinya senang.

Ad Ae Ab Ab Ab, Ae, Db Ae

Page 314: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Masalah yang dihadapi dengan pembeli: pembeli menawar seenaknya. Masalah yang dihadapi dengan pembeli: pembeli berbohong, tidak membayar barang yang telah dibeli.

T : Apa semua pedagang disini seperti itu, mbak? J : Ya, yang galak, ya, ada juga, mbak. Yang suka

marah-marah sama pembeli ya, ada. Tapi jarang. Rata-rata disini pedagangnya baik-baik. Kalau jualan itu sungguh-sungguh. Tidak galak-galak dengan pembeli. Menyediakan barang yang baik supaya pembeli puas.

T : Jadi yang tidak ramah juga ada, ya, mbak? J : Ya, ada. Yang barangnya jelek ‘gitu terus

dikasihkan. Kasihan pembelinya. T : Antar pedagang itu bisa punya hubungan yang

dekat itu bagaimana, mbak? J : Ya, karena jauh dari orangtua. Disini sama-sama

merantau. Jadi ya, bisa dekat satu sama lain. Senasib-sepenanggungan ‘gitu ‘kan, mbak. Jadi kalau disini itu dianggap keluarganya sendiri ‘gitu, lho. Penggantinya keluarga di rumah. Kalau ada apa-apa yang dimintai tolong juga larinya kesini. Kiosnya ‘kan berdekatan. Jadi ‘kan kalau dekat ‘kan bisa sehari-harinya tahu.

T : Biasanya masalah yang dihadapi pedagang disini itu apa, mbak?

J : Ya… kalau pembeli nawarnya nggak sesuai dengan harga yang ditawarkan. Anu… itu… kadang itu membuat penjualnya jengkel.

T : Jadi biasanya masalah yang dihadapi itu masalah dengan pembeli, ya, mbak?

J : Iya, kebanyakan begitu. Suka kisruh ‘gitu, lho, mbak. Ada y ang belum bayar bilangnya sudah mbayar. ‘Gitu.

T : Kalau ada pedagang yang menghadapi masalah seperti itu, lalu bagaimana, mbak?

J : Ya, jengkel. Marah. Orangnya itu ndak mau ngakui kalau sebenernya ngambil dagangan, ‘gitu.

T : Marahnya bagaimana, mbak? J : Ya, orangnya ditegur. Sudah ngambil, kok, ndak

bayar. T : Dibentak-bentak, begitu, mbak? J : Ndak… Ya, ditegur ‘gitu. Ndak dibentak-

bentak. Nanti pembelinya takut. Tapi ya, jadi ramai…

T : Jadi ramai, mbak? Lha, kenapa? J : Ya… orangnya sudah ditegur ndak mau

ngakuin, ndak minta maaf. Tapi, ya sudah. Lha ditanyain ndak mau ngaku. Lha, mau gimana? Ya, kalau di pasar seperti itu sudah biasa, mbak. Orang beli itu kadang ya, seperti itu. Makanya orang jualan itu ya, sabar saja. Yang lapang hatinya. Kalau bekerja itu ya, terkadang menghadapi masalah.

T : Jadi barang yang sudah diambil ‘gitu direlakan saja, ya, mbak?

J : Iya. Nanti ‘kan diganti dengan yang lain.

Ac Ac, Cb,

Page 315: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: apabila kita menabur hal yang baik maka kita akan menuai hal yang baik pula. Ajaran Jawa yang berkaitan dengan altruisme: tolong-menolong, hidup bergotong-royong. Bentuk altruisme: memberi sedekah, memberi sumbangan.

Dilarisi sama yang lain. Begitu. T : Jadi kalau ada masalah dengan pembeli seperti

itu, mereka ikhlaskan saja ya, mbak? J : Iya. Nanti yang mengganti Gusti Allah. T : Membalas yang jahat dengan yang baik ya,

mbak? J : Iya. Kalau kita berbuat baik nanti diberkahi. T : Apakah mbak juga percaya, apabila kita

menolong orang lain kita juga akan diberkati? J : Iya. Kalau menaburnya baik, ngunduhnya

baik. T : Apakah mbak pernah mengetahui ajaran Jawa

yang seperti itu? J : Ya. Memang orang Jawa percaya seperti itu. T : Jadi mbak percaya, ya, kalau orang itu akan

menerima balasan sesuai dengan perbuatannya? J : Iya. Maksudnya yang dilakukan itu baik atau

jahat, ya, yang diterima ya yang baik-baik… ‘gitu ‘kan, mbak? Kalau baik, ya, nerima yang baik. Kalau jahat, ya, nerima yang ndak baik.

T : Iya, mbak. Maksudnya begitu. Lalu, apa ada lagi ajaran Jawa yang mbak ketahui? Yang berkaitan dengan tolong-menolong?

J : Sebagai orang Jawa itu ya harus saling tolong-menolong. Wajib itu, mbak. Dengan sesama itu harus saling memperhatikan. Hidup bergotong-royong. Kalau orang Jawa, apalagi yang tinggalnya di kampung seperti saya begini, adatnya ya masih seperti itu. Bersih desa, mbangun masjid bersama-sama.

T : Di tempat tinggal mbak seperti itu ya, budayanya? Gotong-royong, kerja bakti?

J : Iya. Masih seperti itu. Kalau di kota ‘kan sudah tidak mbak. Hanya di desa saja yang seperti itu.

T : Menurut mbak, siapa saja yang harus ditolong? J : Ya, orang yang membutuhkan. T : Semua orang, mbak? J : Iya. T : Kalau tidak kenal orangnya bagaimana, mbak? J : Kalau tidak kenal ya, ditolong. Kalau dia

membutuhkan ya ditolong. Tapi menolongnya ya, beda dengan orang yang dikenal.

T : Bedanya bagaimana, mbak? J : Ya, menolong yang tidak kenal itu dengan

ngasih sedekah. Begitu ‘kan bisa, mbak. Ngasih sumbangan.

T : Jadi dengan memberikan sumbangan ya, mbak? J : Iya. Kalau ada korban bencana alam itu ‘kan

kita juga tidak mengenal. Tapi kalau dimintai sumbangan ya, memberi. ‘Kan kasihan, mbak. Sedang terkena musibah ‘gitu, kita wajib menolong.

T : Menurut mbak menolong sesama itu wajib, ya?

Db Cb Ca Ca Ba, Ca, Cb, Ea Eb Eb Db Da, Db

Page 316: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Iya, wajib, mbak. Kalau sesama kita mengalami kesulitan kita wajib menolong.

T : Apa yang mendorong untuk menolong, mbak? J : Ya, kasihan, mbak. T : Menolong karena rasa kasihan, ya? Jadi

inisiatifnya dari dalam diri sendiri? J : Iya. Ya, dalam hati kita timbul rasa kasihan.

Lalu kita menolong orang lain. Lihat orang lain susah itu, kasihan. Mau apa-apa sendiri ndak bisa. Kalau susah itu mau apa-apa ‘kan ndak bisa, mbak.

T : Setelah menolong orang begitu, apa yang diharapkan, mbak?

J : Ya, ndak ada yang diharapkan. Ikhlas. T : Ikhlas ya, mbak? J : Iya. Ikhlas. T : Mbak pernah ditolong juga sama pedagang

disini? J : Ya, menolongnya ya, itu. Kalau tak tinggal

sok dijuali. Kalau ada kesulitan saya ya, ditolong.

T : Mereka melakukannya dengan senang atau terpaksa, mbak?

J : Senang, mbak. Senang. Mereka ikhlas. Baik-baik, orangnya. Sudah seperti saudara sendiri.

T : Jadi mereka melakukannya dengan ikhlas, ya? J : Iya. Nanti gantian. Kalau mereka ada

kesulitan, kita mbantu gantian. T : Mereka mengharapkan sesuatu tidak ketika

menolong? J : Ndak, mbak. Kalau sudah dekat itu sudah

seperti saudara sendiri. Ya, menolong apa adanya.

Ba Da Aa, Da Bb Db, Ea, Eb Ad, Db, Ea Ea Bb

Page 317: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Laporan Observasi Subjek I

Nama Subjek : NM (inisial) Tempat tinggal : Kajen, Wonogiri Usia : 32 tahun Pendidikan : SD Jenis dagangan : Buah Tanggal wawancara : 12 Januari 2005 Waktu pelaksanaan : Pukul 11.15 – 12.30 Hasil Observasi : 1. Situasi lingkungan

- Wawancara dilakukan di kios Subjek - Suasana ramai, banyak pembeli datang - Subjek menjawab pertanyaan sambil melayani pembeli - Orang lewat berlalu-lalang di depan kios Subjek - Dagangan di kios Subjek tertata rapi - Jenis buah yang dijual cukup banyak

2. Respon Subjek dalam menjawab pertanyaan

- Di awal wawancara bibir Subjek bergetar ketika menjawab pertanyaan dan hanya menjawab ketika ditanya namun setelah wawancara berlangsung beberapa saat Subjek banyak bercerita tentang keluarganya, bagaimana awalnya ia pindah ke Wonogiri, bercerita tentang pembeli yang mejadi pelanggannya

- Subjek tampak bersemangat dalam menjawab pertanyaan - Subjek banyak bercerita tentang keluarga dan pelanggannya

3. Lain-lain

- Subjek menyalami peneliti ketika peneliti datang ke kiosnya - Subjek mempersilahkan peneliti melakukan wawancara di kiosnya - Subjek menawarkan jeruk kepada peneliti ketika proses wawancara

berlangsung - Setelah wawancara selesai, Subjek berkata kepada peneliti untuk datang lagi

lain waktu

Page 318: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Laporan Observasi Subjek II

Nama Subjek : NY (inisial) Tempat tinggal : Kaloran, Wonogiri Usia : 32 tahun Pendidikan : SMU Jenis dagangan : Buah Tanggal wawancara : 14 Januari 2005 Waktu pelaksanaan : Pukul 13.15 – 14.15 Hasil Observasi : 1. Situasi lingkungan

- Wawancara dilakukan di sebuah warung makan - Wawancara dilakukan setelah Subjek makan siang bersama temannya - Suasana agak ramai, namun setelah beberapa waktu warung makan sepi

karena para pengunjung telah selesai makan 2. Respon Subjek dalam menjawab pertanyaan

- Subjek bersikap santai dan suaranya pelan - Subjek menjawab setiap pertanyaan dengan jelas - Ada beberapa pertanyaan yang enggan dijawab oleh Subjek, seperti

pertanyaan yang berkaitan dengan usia, pendidikan, dan alasan menolong 3. Lain-lain

- Subjek menawarkan kepada peneliti untuk makan siang sebelum melakukan wawancara

- Subjek mengundang peneliti untuk berkunjung ke rumahnya

Page 319: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Laporan Observasi Subjek III

Nama Subjek : PM (inisial) Tempat tinggal : Kedung Ringin, Wonogiri Usia : 33 tahun Pendidikan : SD Jenis dagangan : Sayur Tanggal wawancara : 14 Januari 2005 Waktu pelaksanaan : Pukul 15.00 – 16.00 Hasil Observasi : 1. Situasi lingkungan

- Wawancara dilakukan di kios Subjek - Kios Subjek ramai dikunjungi pembeli

2. Respon Subjek dalam menjawab pertanyaan

- Subjek tertawa ketika menjawab pertanyaan - Dalam menjawab pertanyaan Subjek sering berkata: “Kalau saya, lho…”

3. Lain-lain

- Subjek sering menyapa pembeli yang lewat dan mengobrol dengan mereka

Page 320: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Laporan Observasi Subjek IV

Nama Subjek : RG (inisial) Tempat tinggal : Karang Talun, Wonogiri Usia : 37 tahun Pendidikan : SMU Jenis dagangan : Tahu Tanggal wawancara : 17 Januari 2005 Waktu pelaksanaan : Pukul 11.30 – 12.30 Hasil Observasi : 1. Situasi Lingkungan

- Wawancara dilakukan di kios Subjek - Istri Subjek menjaga kios selama Subjek diwawancarai - Ketika wawancara berlangsung ada pembeli dataang namun Subjek tidak

melayani karena ada istrinya yang menjaga kios - Suasana pasar ramai

2. Respon Subjek dalam menjawab pertanyaan

- Subjek tampak bersemangat ketika menjawab pertanyaan - Dalam menjawab pertanyaan Subjek berkata: “Nggak apa-apa, mbak. Kalau

mau tanya-tanya santai saja.” - Subjek merokok ketika diwawancarai - Subjek menjawab pertanyaan sambil tersenyum dan tertawa

3. Lain-lain

- Setelah wawancara selesai Subjek berkata kepada peneliti untuk tidak sungkan meminta tolong atau bertanya kepadanya

Page 321: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Laporan Observasi Subjek V

Nama Subjek : HR (inisial) Tempat tinggal : Kedung Ringin, Wonogiri Usia : 54 tahun Pendidikan : SMU Jenis dagangan : Tahu Tanggal wawancara : 17 Januari 2005 Waktu pelaksanaan : Pukul 14.15 – 15.20 Hasil Observasi : 1. Situasi Lingkungan

- Wawancara dilakukan di kios Subjek - Suasana pasar sedang sepi - Turun hujan selama wawancara berlangsung - Subjek menjawab pertanyaan wawancara sambil melayani pembeli

2.Respon Subjek dalam menjawab pertanyaan

- Pada awal wawancara Subjek tidak memberikan jawaban yang sesuai dengan pertanyaan

- Subjek suka menceritakan kisah masa lalunya

3. Lain-lain - Setelah wawancara selesai Subjek menyalami peneliti

Page 322: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Laporan Observasi Subjek VI

Nama Subjek : KW (inisial) Tempat tinggal : Pokoh Kidul, Wonogiri Usia : 55 tahun Pendidikan : SD Jenis dagangan : Daging Tanggal wawancara : 18 Januari 2005 Waktu pelaksanaan : Pukul 11.00 – 12.15 Hasil Observasi : 1. Situasi Lingkungan

- Wawancara dilakukan di kios Subjek - Suasana pasar tidak ramai namun juga tidak sepi - Subjek memiliki pembantu untuk menjaga kiosnya - Ada beberapa pembeli yang datang ketika wawancara berlangsung - Para pembeli dilayani oleh pembantu Subjek. - Subjek tidak melayani pembeli secara langsung, apabila ada pembeli yang

menawar Subjek yang menanggapi - Ketika ada pembeli yang datang di kios Subjek, ia mengobrol dengan mereka

2. Respon Subjek dalam menjawab pertanyaan

- Subjek menjawab pertanyaan sambil tersenyum - Subjek duduk dengan santai selama diwawancarai - Ketika harus melayani pembeli, Subjek berkata: “Maaf ya, mbak, saya tak

njualin (menjuali) dulu…”

3. Lain-lain - Setelah wawancara selesai Subjek menyalami peneliti

Page 323: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Laporan Observasi Subjek VII

Nama Subjek : CR (inisial) Tempat tinggal : Kedung Ringin, Wonogiri Usia : 56 tahun Pendidikan : SD Jenis dagangan : Tahu Tanggal wawancara : 24 Februari 2005 Waktu pelaksanaan : Pukul 12.00 – 13.00 Hasil Observasi : 1. Situasi Lingkungan

- Wawancara dilakukan di rumah Subjek - Suasana rumahnya sepi - Rumah Subjek terletak di pinggir kali - Jalan masuk menuju rumahnya cukup jauh dari jalan raya, jalannya berbatu-

batu dan licin - Hanya ada satu rumah tinggal di depan rumah Subjek, yaitu rumah anak dan

menantunya - Jarak antara satu rumah dan rumah yang lain cukup jauh

3. Respon Subjek dalam menjawab pertanyaan

- Di awal wawancara Subjek agak bingung dalam menjawab pertanyaan, hanya memberikan jawaban yang pendek dan seperlunya

- Subjek menjawab pertanyaan sambil tersenyum

3. Lain-lain - Subjek menyambut peneliti ketika peneliti berkunjung ke rumahnya dengan

menyalami peneliti, menyediakan minum, mempersilahkan duduk - Subjek memperkenalkan keluarganya kepada peneliti

Page 324: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Laporan Observasi Subjek VIII

Nama Subjek : RK (inisial) Tempat tinggal : Kerdu, Wonogiri Usia : 60 tahun Pendidikan : SD Jenis dagangan : Makanan kecil Tanggal wawancara : 24 Februari 2005 Waktu pelaksanaan : Pukul 14.00 – 15.00 Hasil Observasi : 1. Situasi Lingkungan

- Wawancara dilakukan di kios Subjek - Suasana pasar sedang sepi - Turun hujan selama wawancara berlangsung - Subjek menjawab pertanyaan wawancara sambil melayani pembeli - Sesekali pedagang yang ada disebelah kios Subjek menanyakan apa yang

sedang Subjek lakukan 2. Respon Subjek dalam menjawab pertanyaan

- Subjek menjawab pertanyaan dengan semangat - Subjek suka bercerita tentang kisah masa lalunya - Subjek suka mengajak peneliti mengobrol ketika diwawancarai - Subjek sering batuk ketika wawancara berlangsung

3. Lain-lain - Subjek sedang sakit batuk ketika diwawancarai namun ia tidak keberatan

untuk memberikan informasi

Page 325: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Laporan Observasi Subjek IX

Nama Subjek : TI (inisial) Tempat tinggal : Slogohimo, Wonogiri Usia : 39 tahun Pendidikan : Madrasah Jenis dagangan : Sayur Tanggal wawancara : 17 Maret 2005 Waktu pelaksanaan : Pukul 10.30 – 12.00 Hasil Observasi : 1. Situasi Lingkungan

- Wawancara dilakukan di kios Subjek - Suasana pasar cukup ramai - Subjek menjawab pertanyaan wawancara sambil melayani pembeli - Sesekali pedagang yang ada disebelah kios Subjek menanyakan apa yang

sedang Subjek lakukan 3. Respon Subjek dalam menjawab pertanyaan

- Subjek menjawab pertanyaan dengan semangat - Sesekali Subjek mengobrol dengan pedagang di sebelah kiosnya ketika

wawancara berlangsung - Subjek menjawab pertanyaan sambil tersenyum dan bercanda - Subjek suka bercerita tentang keluarga dan pekerjaannya

3. Lain-lain - Ketika peneliti berkunjung ke kios Subjek, ia sedang membicarakan masalah

dengan pedagang di sebelah kiosnya - Subjek mengobrol dengan pembeli yang datang di kiosnya

Page 326: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Transkrip Wawancara Subjek I

T : Nama mbak? J : NM (inisial). T : Usia? J : 32 tahun. T : Sudah menikah? J : Sudah. T : Anaknya berapa, mbak? J : Satu. T : Rumahnya dimana? J : Kajen, Wonogiri. T : Sudah berapa lama jualan buah? J : Aku disini sejak ’95. Dari dulu ya jualan buah. Ya sudah sekitar 10 tahunan. T : Awalnya bagaimana kok bisa jualan buah? J : Ya dari dulu sejak kakek disini sudah jualan buah, jadi tinggal nerusin. Aku ‘kan bukan orang

sini, mbak. Aku dari Demak. Orang desa asli. Dulu sebelum pindah kesini ya bantuin petani di sawah. Jadi ya punya kerjaan terus. Sekarang bayarannya mahal, 15.000. Aku dulu kerjanya harian. Setengah hari apa satu hari begitu. Kalau sehari itu diitung dari jam 6 pagi sampai jam 10-11an. Terus jam 1 balik lagi sampai jam 4 sore. Kerjanya bareng-bareng. Umpamanya orang 20 apa 30 sama-sama menanam. Jadi cepet selesai. Lha daripada kerja di sawah terus sama saudaraku diajak kesini. Mas-ku sama adikku. Dulu belum punya modal, jadi jualannya jadi satu, sama mas, sama adik. Setahun disini terus dapet suami terus saya buka kios sendiri.

T : Waktu pertama kali kesini tinggal dimana? J : Ngontrak sama saudara-saudara. Dulu belum punya rumah. Ya masih bareng-bareng gitu.

Ngontrak jadi satu. Sudah ada usaha, ya tinggal nerusin. Ya sudah lumayan, mbak. Pindah kesini sudah ada rumah, sudah ada usaha. Tapi ya itu… Dulu ‘kan masih belum pengalaman. Apa-apa ya masih sama-sama saudara.

T : Mbak dekat juga ya dengan saudara-saudara? J : Ya dekat, mbak. Hubungannya baik. Ya orang merantau ya begini. Kalau mau usaha sendiri-

sendiri ‘kan belum tentu berhasil. Jadi ya apa-apa masih dikerjakan bersama. Adikku ponakan jualan semangka. Kalau ada orang yang mau beli semangka ta tunjukkin tempatnya adikku. Adikku itu ikut aku, tidur di rumahku. Kamarku cuma dua, dia kalo tidur di depan TV. Kalau disuruh ke rumahnya kakakku perempuan pada nggak mau, pada takut kalau ditegur. Rumahku itu nggak pernah sepi. Nggak pernah di rumah itu isinya cuma sekeluarga aja. Dari dulu aku disini itu nggak pernah begitu. Pertama ‘kan adikku yang laki, terus adik sepupu juga kerja disini, kumpul jadi satu. Terus adikku punya istri sekarang sama istrinya. Rumahnya dibelakang rumahku. Sekarang lagi momong anak.

T : Sudah punya rumah tangga sendiri-sendiri ya? J : Iya. T : Apakah antara saudara masih tetap dekat seperti dulu? J : Ya masih. Wong sanak yang dipunya disini ya mereka itu. Kalau ada apa-apa ya yang

disambati ‘kan mereka. Kalau ndak dekat ya kalau ada apa-apa nanti ndak ada yang mbantu. Jadinya mbok sudah punya rumah tangga sendiri ya masih pada dolan, ngumpul-ngumpul gitu, mbak. Ndak pernah sepi rumahku itu. Ya masih guyub. Lha orang desa. Makanya kita itu cari rumah yang dekat-dekat. Biar kalau ada apa-apa gampang nyarinya. Kalau jauh-jauh ‘kan susah.

T : Jadi sekalipun sudah punya rumah tangga sendiri-sendiri masih tetap dekat antara satu sama lain?

J : Iya. T : Mbak sudah lama bekerja di pasar Wonogiri. Menurut mbak, bagaimana hubungan antar

pedagang buah disini? J : Bagus. Pedagang buah disini kenal baik semua. Persatuannya juga bagus. Umpamanya kalau

besuk orang semua ya kompak. Kalau ada yang sakit atau kena musibah gitu semua bisa tahu. Umpamanya ada yang masuk rumah sakit ya semua nengok kesana.

T : Mbak juga ikut? J : Iya. Pasti ikut. T : Lalu kiosnya bagaimana?

Page 327: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Ya tutup sebentar. Aku tinggal dulu. Nanti pulang dari besuk buka lagi. Kalau ada yang bisa dititipin ya dititipin. Tapi kalau nggak ada ya tutup.

T : Jadi kalau besuk orang kiosnya tutup ya, mbak? J : Iya. Tapi paling sebentar. Pokoknya besuk, mbak. Sebentar ya ndak pa-pa. Kalau orang lagi

kena musibah ditengok gitu ‘kan seneng. Kalau yang sakit masih dekat-dekat sini ‘kan ya kenal. kalau disini itu begitu, mbak. Ada yang sakit dibesuk. Kompak.

T : Mengapa mbak mau membesuk? J : Iya. Sudah kebiasaan. Supaya hubungannya tetep baik. Dekat. Rukun. T : Itu semua pedagang seperti itu atau cuma pedagang buah saja yang suka nengok bareng-bareng

begitu? J : Semuanya, mbak. Sudah jadi kebiasaan orang pasar kalau ada yang sakit besuk bersama. Ya

yang sana-sana itu juga begitu. Semuanya begitu. T : Yang sana-sana itu maksudnya selain pedagang buah? J : Iya. Itu sebelah situ itu tempatnya orang jualan sayur. Kalau disitu ada yang punya hajat gitu ya

kita dateng kalau kenal. Kalau ndak kenal ya paling denger kabarnya aja. Oh, situ punya mantu. Oh, situ ada hajatan. Ya disini ini ya denger. Kalau di pasar itu ada berita apa gitu ya orang bisa tahu kok, mbak. Wong sini sama situ ya nggak jauh. Jadi kalau ada apa-apa ya pasti denger kabarnya. Sehari-hari sabane juga sama orang pasar. Ya tahu, mbak.

T : Jadi sekalipun bukan sesama pedagang buah bisa thu ya, mbak, kalau ada kabar apa-apa? J : Iya. Orang beli kalau mampir itu ‘kan juga suka cerita. “Anu, si kae… bakul kae.. lagi mantu.”

Ya ‘kan jadi tahu tha, mbak. T : Apakah mbak kenal dengan semua pedagang disini? Bukan hanya pedagang buah? J : Ya kenal. Kalau lewat gitu ya suka manggilin. “Yo, mbak, arep neng ‘ndi? Mbok mampir.”

Kalau cuma tahu ya tahu, mbak, pedagang yang disana-sana. Tapi ya nggak gitu deket. Nggak kaya yang disini ini. Kalau deket-deket begini ‘kan kenalnya lebih baik. Wong tiap hari ketemu. Ya tahu watak-watake kaya apa. Ya kalau sudah kenal baik kaya saudara sendiri. Kalau yang jauh-jauh sana itu ya cuma tahu. Tapi yang deket-deket sini itu masih saudara, mbak. Kalau sama orang lain gitu, ya pedagang apa pembeli gitu, yang udah kenal baik bisa ngobrol-ngobrol lama.

T : Dengan pembeli juga suka ngobrol-ngobrol, ya? J : Iya. T : Biasanya ngomongin apa, mbak? J : Ya kalau udah lama nggak ketemu ya tanya kabarnya gimana. Ya macem-macem, mbak.

Dagangannya gimana. Cerita sehari-hari di rumah gimana, anaknya gimana. Kalau di pasar itu kaya saudara dekat.

T : Kok bisa deket itu gimana? J : Ya kebiasaan, mbak. T : Jadi mbak cukup dekat ya, dengan pedagang dan pembeli disini? J : Kalau dibilang dekat ya dekat. Kalau ketemu ya nanya kabarnya gimana. Ya ngobrol-ngobrol.

Kalau temennya banyak ‘tu seneng gitu lho, mbak. T : Kalau dengan orang yang belum kenal gimana? J : Kalau belum kenal kalau udah kenalan dan keliatannya diajak omongan enak ya aku anggep

temen yang udah kenal baik. Pokoknya kalo ketemu orang, ngajak omongan aku dan dia enak diajak ngomong ya kalau ketemu lagi udah enak. Kalau nggak diajak omongan ya aku diem aja.

T : Mbak juga mudah kenalan sama orang ya? J : Ya, lha wong biasanya di pasar. Harus ramah sama orang. Kalau kita baik otomatis ‘kan orang

mau mampir terus. T : Apakah itu salah satu cara untuk mendapatkan pelanggan? J : Aku sih biasa aja, mbak. Mau beli ya sokur ndak ya udah. Pokoknya prinsipku itu harus baik

sama siapa aja. Ndak pelit omongan, nanti ndak punya teman. Kalau ramah, baik, orang ‘kan seneng. Ya ndak selalu supaya dapet pelanggan. Biasanya ya udah seperti itu.

T : Selama mbak berjualan, apakah pernah menemui ada pembeli yang menjengkelkan? J : Ya kadang. T : Terus gimana? J : Namanya orang beli ya mau gimana, harusnya ya dilayani dengan baik. Sama orang beli ya

harus sabar, ramah. Kalau galak orang beli ya takut, nggak mau kembali lagi. Harus bersikap baik. Kalau ada yang rewel ya tetep dilayani. Ya begitu itu nggak selalu kok, mbak. Kadang-kadang. Kalau ngadepin ya harus sabar. Kalau sabar ‘kan pembelinya seneng.

Page 328: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Pernah mengalami masalah seperti itu? J : Iya. Dan harus bisa mengambil hatinya pembeli. Kalau bisa jadi langganan ‘kan enak.

Langganan itu gampang. Misalnya kalau harga naik. Biasanya 7000 terus naik 500 mereka yang udah biasa kesini nggak usah nawar, wong sudah percaya. Kalau ada apa-apa gitu pasti mampirnya langsung kesini. Enak, mbak, kalau punya langganan.

T : Langganannya banyak? J : Ya lumayan. T : Saingannya banyak nggak? J : Ya saingan ada tapi saingan sehat. Misalnya kalo sini jualannya buah kaya gini, sana buah kaya

gitu. Kalo sini laris sana ikut kulak. Ndak ada yang iri-iri begitu. Sama-sama disini, mbak. Saingannya sehat biar hubungan tetep baik. Disini pedagangnya punya langganan sendiri-sendiri. Langganannya sana ya sana.

T : Pernah ada masalah sama pedagang lain, mbak? J : Nggak ada, mbak. Orang pasar itu nggak pernah ada masalah. Sekarang buah itu ya umumnya

begini. Umpamanya langganan beli situ ya terserah. Nggak mau berantem. Kalau beli disini ya dilayani. Kalau nggak begitu rebutan ya malah jadi berantem. Sama temennya bisa berantem sendiri-sendiri. ‘Kan malu. Orang jualan kok berantem. Jadi ya kalau sudah langganannya sana ya biar beli sana. Rejekinya ada sendiri-sendiri. Kalau laris ya memang rejekinya, kalau lagi sepi ya besok ‘kan rame. Masing-masing, mbak. Pokoknya kalau kita jualannya baik, sama orang baik, nanti ‘kan orang beli dateng sendiri.

T : Jadi mbak bersaing secara sehat untuk menjaga hubungan yang baik dengan pedagang lain? J : Iya. Ya ndak cuma aku, yang lain juga begitu. Pedagang buah disini ini kebanyakan dari

Demak juga. Jadi masih saudara. Itu yang disitu itu, adikku ponakan. Ya harus jaga hubungan baik.

T : Kebanyakan dari Demak ya, mbak? J : Ya banyak, tapi ndak semua. Yang dari Boyolali juga ada. Solo juga ada. Yang orang Wonogiri

juga ada. Tapi disini ini kebanyakan pedagangnya itu bukan orang Wonogiri. Orang perantau. Banyak yang dari desa.

T : Biasanya kios tutup jam berapa, mbak? J : Kalau tutup sore. T : Kalau tutup ada yang bantuin nggak? J : Ya tutup sendiri. Sini kalau tutup bareng-bareng jadi ya tutup sendiri-sendiri. Tapi kalo sore

ada yang bantu, adik saya. Kalo siang aku sendirian. Kalo rame ya agak repot. T : Hubungan para pedagang sini baik ya, mbak? Apakah mbak pernah menolong pedagang di

sekitar sini? J : Ya pernah. Ya paling kalau itu mbak, kalau kiosnya lagi ditinggal saya bantu njagain. Biasanya

dititipkan gitu lho, mbak. T : Biasanya menolongnya berupa apa, mbak? J : Ya buka toko, bantuin mereka dasaran. Bantu jaga toko. Biasanya kalo ditinggal sama yang

punya dititipke. Aku bantuin njaga. T : Pernah menolong pembeli juga? J : Ya pernah. T : Menolongnya pembeli biasanya berupa apa, mbak? J : Ya umpamanya ada orang beli duitnya kurang ya tetep dikasih. Diutangi dulu. Itu kalo sudah

kenal baik. T : Jadi barangnya boleh dibawa dulu tapi bayar belakangan, begitu? J : Iya. Biasanya kalau sudah kenal baik seperti itu. T : Kalau belum kenal? J : Kalau belum kenal ya pikir-pikir. Lha kalo nggak balik lagi ya gimana. Kalau udah kenal ya

gampang. Pokoknya aku percaya sama orangnya. T : Apakah mbak hanya menolong orang yang dikenal saja? J : Ya kalau sudah kenal ‘kan enak. Kita percaya sama orangnya. Kalau ada apa-apa bisa dicari,

tahu gitu lho, mbak. Kalau ndak kenal nanti dibawa lari. Jaman sekarang orang suka tipu-tipu itu banyak. Kita harus hati-hati. Ya kenal nggak kenal ya tetep ditolong. Siapa yang membutuhkan kita tolong. Menolong ‘kan bukan cuma minjemin duit. Kalau ndak kenal ya nolong, apa nyumbang, apa ngasih sedekah, apa gimana. Kalau ada kotak amal ya dikasih. Wong menolong itu banyak macamnya. Semua kita ya tolong. Tapi kalau mau minjemin uang ‘kan kita liat-liat dulu orangnya. Harus hati-hati. Ndak bisa sembarangan.

Page 329: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Jadi siapapun, baik kenal atau tidak kenal ditolong, begitu? J : Iya. Liat-liat juga butuhnya apa. Iya tha, mbak? Apa butuhnya uang, apa makanan, apa pakaian.

Apa yang bisa kita tolong, kita tolong. Liat orang butuhnya apa. Tapi ya tadi… kalau butuh pinjaman gitu ya liat orangnya. Kalau ndak kenal ya ndak tak pinjemin. Tergantung apa butuhnya.

T : Jadi mbak menolong semua orang yang membutuhkan sesuai dengan kebutuhan orang itu, begitu?

J : Iya. Orang ‘kan lain-lain, butuhnya ya lain-lain. Ya apa yang dia butuhkan ya kita bantu. Kalau aku punya ya tak bantu. Mbantu ya semampunya. Kalau ndak punya ya ndak tha, mbak.

T : Kalau ada yang membutuhkan pertolongan apakah mbak langsung menolong atau bagaimana? J : Ya itu tadi. Tergantung butuhnya apa. Ya kita liat-liat dulu, mbak. Kalau butuh pinjam uang

kalau aku ada ya aku pinjemin. Tapi kalau ndak ada ya bilang ndak ada. Masak mau dipaksa? Kalau aku mampu, aku bisa ya langsung ditolong. Mau menolong ya liat-liat kemampuan tha, mbak. Kalau ada ya langsung dikasih. Misalnya itu, di pasar ‘kan sering ada ideran kotak itu, minta sumbangan. Ya aku ngasih. Ada orang minta-minta itu, ya tak kasih. Ada yang sakit, diajak besuk gitu, ya berangkat. Kalau kita mampu ‘kan ya langsung tha, mbak…

T : Apakah mbak juga merasa punya kewajiban untuk menolong orang lain? J : Ya punya. Apalagi yang sudah deket, sudah kaya saudara. Wajib saling tolong-menolong. Biar

hubungannya baik. Biar tetep deket. Rukun. Kita juga ndak kepenak terus. Pasti ya pernah tha kesusahan. Pasti ya pernah perlu ditolong orang. Kalau kita saling tolong-menolong, suatu saat kalau kita butuh ‘kan bisa minta tolong sama mereka. Sebagai manusia kita nggak bisa hidup sendiri. Gimanapun tetep membutuhkan orang lain. Kalau kita tidak saling tolong-menolong ya bagaimana?

T : Menolong supaya juga ditolong orang lain? J : Iya. Tapi ‘kan ya kita ini sama-sama. Bukannya terus mengharapkan imbalan atau apa, begitu.

Namanya manusia ‘kan saling membutuhkan satu sama lain. Ada apa-apa belum tentu bisa ngatasi sendiri. Apalagi kalau seperti saudara, begitu. Ya mau nggak mau ‘kan ya harus saling tolong-menolong ya… Kebiasaan dari kecil begitu. Waktu masih di desa dulu juga begitu.

T : Waktu kecil pernah diajarin apa sama bapak-ibu pernah tentang tolong-menolong? J : Iya. Dulu waktu kecil suka di suruh mbagi sama orang. Kalau punya makanan atau apa kalo

ada temen ya dikasih biar sama-sama. Disuruh rukun satu sama lain. Dulu ‘kan kerjanya di sawah jadi harus rukun, kerja sama-sama. Jadi ya sampai sekarang ini kalau ada apa-apa ya sama-sama.

T : Selain itu, pernah diajarin apa lagi sama bapak-ibu? J : Ya paling itu, mbak. Suruh saling tolong-menolong. Banyak berbuat baik sama sesama

manusia. Itu ‘kan juga perintah agama. Ya diamalkan. T : Kalau di desa hubungannya dengan orang-orang bagaimana? J : Kalau di desa kerukunannya malah bagus, mbak. Kalau ada orang punya hajat gitu nggak usah

disuruh udah dateng sendiri. Beda sama di kota. Kalau di kota itu harus dikasih undangan dulu baru mau dateng. Kalau di desa itu nggak usah pake. Kalau membangun masjid gitu amalnya gampang. Pokoknya se-relanya. Semua satu desa ditarikin iuran, dikumpulin bareng-bareng untuk mbangun. Di desaku itu ada masjid besar di bangun nggak selesai-selesai sampai bertahun-tahun terus dapet uang, dibongkar, dijadiin sebagus-bagusnya, itu ya cuma dari bantuan rakyat kecil. Terus kalau panenan gitu ya dikerjain bareng-bareng. Apa-apa ikerjain bareng-bareng kok, mbak, kalau di desa. Jadi nggak kerasa ya tahu-tahu jadi, karena kerja sama-sama. Rasanya itu senang.

T : Menurut mbak tolong menolong itu penting nggak? J : Ya penting, mbak. Namanya orang hidup harusnya menolong temannya. Kita ‘kan kadang-

kadang juga di tolong orang. Ya kita harus saling tolong-menolong. T : Apa yang mbak harapkan ketika menolong orang lain? J : Ya kalau kita mau menolong orang pasti orang itu percaya sama aku. Hubungan ‘kan jadi baik.

Kalau ada apa-apa ‘kan enak. Kita sudah deket, sudah kenal. Kalau kita menolong itu ‘kan pikirannya orang ‘kan pasti baik, iya tha, mbak? ‘Kan tidak orang itu mikir kalau ditolong wah jangan-jangan begini, jangan-jangan begitu. Kalau lagi membutuhkan gitu kalau ditolong ‘kan senang. Apa ada orang yang ditolong terus ndak senang? Orang itu senang ditolong. Kalau orang senang itu kita jadi ikut senang. Kalau orang senang nanti dia bisa percaya sama kita. Kalau percaya ‘kan hubungannya jadi baik. Jadi dekat.

T : Mbak juga merasa senang ketika menolong orang lain?

Page 330: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Iya. Rasanya senang bisa membantu, bisa menolong. Dari kecil itu sudah diajarin hidup rukun, bersama-sama. Kalau rukun ‘kan senang, mbak. Ya mungkin ndak banyak ya… tapi kalau kita ikhlas itu rasanya senang. Menolong itu ‘kan juga ibadah. Kalau menolong nanti dapet pahala.

T : Apakah mbak percaya bahwa setiap orang itu akan mendapatkan sesuatu setimpal dengan perbuatannya? Misalnya seperti tadi, kalau kita berbuat baik akan mendapat pahala?

J : Ya percaya. Harusnya ya seperti itu. Kalau orangnya baik ‘kan pasti dapet pahala. Kalau mau menolong orang lain pasti suatu saat kalau kita butuh pasti juga ditolong. Kalau kita nggak mau menolong, suatu saat kalau kita butuh ditolong ‘kan nggak ada yang nolong.

T : Bagaimana dengan orang yang tidak baik? J : Kalau lihat orang jahat itu harus ditegur biar jangan begitu lagi. Kalau dihukum ‘kan kapok, dia

bisa bertobat. Moga-moga suatu saat sadar. Nanti ndak berbuat lagi. T : Kenapa mbak percaya? J : Iya percaya. Diajarin sama agama begitu. T : Apa yang mendorong mbak untuk menolong orang lain? J : Ya dari dalem, mbak. Dari hati. Lihat ada orang yang membutuhkan gitu ya ditolong. Hatinya

itu tergerak untuk menolong. T : Langsung menolong atau dipikir dulu, mbak? J : Ya lihat-lihat, mbak. Kalau mampu ya langsung ditolong. Kaya kalau diminta sumbangan, apa

ada kotak amal itu, ‘kan langsung dikasih. Biasanya kalau di pasar itu suka diputerin kotak sumbangan. Ya ngasih sekedarnya. Tapi kalau minta tolong pinjem uang, apa… apa gitu… ya tak pikir-pikir dulu. Aku bisa menolong apa enggak.

T : Jadi tergantung orangnya minta tolong apa, begitu? J : Iya. Lihat-lihat dulu, mbak. Kalau bisa ya langsung ditolong. Tapi ‘kan ya aku ndak selalu

punya. Kadang aku ya ndak punya. Pengennya ya menolong. Tapi kadang kita ‘kan terbatas. T : Tujuan mbak jualan itu apa? J : Tujuannya ya cari duit buat beli kebutuhan. T : Suaminya mbak juga kerja? J : Iya, tapi cuma pegawai honorer. T : Ikut bantu jualan? J : Kalau siang kerja, kalau sore bantuin. T : Kalau kerja semua, anaknya mbak bagaimana? J : Ikut mbahnya. Rumahnya deket kok. T : Mbak pernah punya keinginan untuk melakukan sesuatu untuk kebaikan orang lain nggak? J : Ya pernah kalau cuma keinginan saja. T : Keinginannya apa, mbak? J : Ya itu, supaya bisa ngirim uang buat bapak-ibu di desa. Biar orang-orang di rumah itu juga bisa

ngrasake urip kepenak. T : Keinginannya pernah terwujud? J : Ya pernah. Kadang ponakan-ponakanku tak ajak kesini buat cari kerja. Jualan bareng-bareng.

Wong aku ‘ni orang desa. Kalau pada dapet duit ‘kan ya seneng. Kalau punya rejeki lebih gitu ya kita kirim ke desa. Tapi ya ndak banyak kok, mbak. Tapi orangtua itu ‘kan kalau dikasih ya senang. Tahu anaknya bisa kerja, berhasil, ‘kan senang. Iya. Orang desa itu yang dicari apa lagi? Kalau kepenak, sejahtera gitu ‘kan ya sudah cukup. Sudah seneng. Kaya ponakan-ponakanku itu, kalau dapet duit ‘kan seneng. Bisa beli apa, beli apa. Gitu saja sudah cukup.

T : Jadi mbak juga mengusahakan untuk mewujudkan keinginan itu? J : Iya, mbak. Tapi ya ndak semua keinginannya terkabul. Inginnya ya keluargaku itu hidup

sejahtera. Ya bapak, ibu, saudara-saudara, supaya enak hidupnya. Tapi ya sedikit sedikit tha, mbak. Yang penting rajin berdoa, nanti dikasih sama yang diatas. Rejeki ‘kan juga berkah dari sana.

T : Apa yang mbak asakan ketika keinginan itu terwujud? J : Ya pasti senang tha, mbak. Punya keinginan terkabul gitu ya senang. Apalagi kalau orang lain

bisa ikut menikmati. Senangnya ‘kan tambah. Ora mung dipek dhewe. T : Jadi begitu ya, mbak? Cukup sekian wawancaranya. Terima kasih banyak atas informasinya.

Page 331: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Transkrip Wawancara Subjek II T : Nama mas? J : NY (inisial). T : Tinggal dimana? J : Kaloran. T : Orang Wonogiri asli? J : Aslinya bukan sini. Aslinya Demak. T : Umurnya berapa? J : 30-an lebih. 32 tahun. T : Sebelum menjadi pedagang buah pernah bekerja yang lain? J : Belum pernah. T : Sekarang sudah menetap disini apa masih pulang ke Demak? J : Sekarang sudah warga sini. Pulang ke Demak kalo ada perlu. T : Sudah berkeluarga belum? J : Belum. T : Sudah berapa lama mas jualan buah? J : Mulai ’91. T : Jadi di Wonogiri sejak tahun ’91 juga? J : Iya. Tadinya ya tahun ’90-an kita main kesini. Ya coba-coba, daripada nganggur di rumah.

Dolan ke tempate temen. T : Awalnya bisa dagang buah dulu bagaimana, mas? J : Ya tadinya nggak ada cita-cita jadi pedagang buah dari awal. Cita-citanya jadi insinyur

pertanian. Soalnya saya dari desa. Punya jiwa petani. Darah petani mengalir. Disamping itu ‘kan karena keadaan petani yang diombang-ambingkan sama harga pupuk sama obat-obatan. Harganya itu sering dipermainkan dan barangnya terkadang stoknya dijatah. Banyak yang ketipu, lho. Padahal obat palsu. Saya itu pengen memperjuangke petani. Entah jadi penyalur atau apa… Tidak bisa melanjutkan sekolah karena terhalang biaya. Itu ‘kan tergantung biaya. Jadi setelah lulus punya masa-masa... paling tidak ya menyenangkan meskipun agak-agak stres begitu.

T : Akhirnya pindah ke Wonogiri dan mencoba menjadi pedagang buah? J : Ya. Coba-coba cari pengalaman. Tadinya sih ya cuma ikut sama temen. Sama mas-mas’e. Rata-

rata famili. Sebagian pedagang buah disini ‘kan masih family. Sebagian kecil. Tapi waktu tahun ’95-’96 kita pernah nyoba ke kota lain. Tapi disana kehidupane kurang tentrem.

T : Di kota mana saja, mas? J : Mojokerto. Temanggung. T : Lalu akhirnya memilih di Wonogiri? J : Iya. Disana itu kita mau istirahat aja susah. Tempat untuk istirahat. Apalagi untuk keperluan

sehari-hari. Rata-rata kalau cari kontrakan itu jauh. Kalau dekat itu sempit, kecil. Untuk istirahat ya desak-desakan. Apalagi untuk cuci pakaian dan yang lain-lain. Disana itu ngumpul jadi satu. Famili ada, orang lain ya ada.

T : Mas sudah lama tinggal di Wonogiri, ya? Menurut mas Wonogiri itu kotanya bagaimana? J : Ya disini itu enak. Ayem. Tentrem. Cari kontrakan nggak susah. Ya penduduknya banyak tapi

belum begitu padat seperti di kota-kota lain itu. Mau buka usaha ya mudah. Ya mudah-mudah sekali sih tidak. Tapi dibandingkan di kota lain, disini itu kota kecil tapi bisa mapan. Cukup lah untuk nyari buat kebutuhan sehari-hari. Orangnya juga baik-baik. Kerukunannya bagus. Untuk hidup gitu ya layak lah, disini itu.

T : Mas tinggal sendiri di rumah? J : Sendiri. Dulu berempat. Ngontrak. Cowok semua. Dulu itu pengalaman ngontrak lucu

malahan… kita itu rambutnya gondrong, empat orang itu. Ada rumah, ya namanya orang kampung mungkin kesan pertama itu jelek. Apalagi orang pasar, laki, cah enom. Mesti ‘kan kesane seneng mabuk-mabukan, urakan. Kita ‘kan ya rodo-rodo kesulitan. Tapi akhirnya kita cari rumah yang bener-bener kosong, rumahnya rodo kuno. Setelah kita nempati rumah sana, terus kita ngikuti kegiatan sana, akhirnya masyarakat pada tau ternyata orang-orang pasar tidak semuanya jelek. Malah kebanyakan orang tua salut. Alasane dia masih muda, jauh dari orang tua, tapi bisa mandiri.

T : Kegiatan yang diikuti disana apa aja, mas, sehingga pandangan masyarakat berubah? J : Jimpitan, ronda. Kalo sore kita ikut olah raga bersama. Ya ikut memeriahkan lah.

Page 332: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Ada olah raga apa aja? J : Voli, yang utama. Kalo sepak bola jarang ikut. Ya ada sih sebagian. Tapi kebanyakan yang

digalakan cuma voli soale lokasinya deket rumah. Disamping itu kita kalo ada kegiatan besukan, seperti orang sakit, meskipun orangnya itu tua atau muda kita ikut. Kalo ndak semuanya ya perwakilan lah. Jadi orang-orang tua ‘kan tenang, oh sifatnya seperti ini. Istilahnya ya entengan lah. Apa-apa kok mau, ikut kegiatan kampung.

T : Dulu kok punya inisiatif untuk ikut itu bagaimana ceritanya? J : Bukannya keharusan, tapi memang disarankan anak-anak muda bikin perkumpulan sendiri. Ya

untuk lebih mengenal lah. Lebih akrab sesama anak muda. Itu ya mulai dari kelas SMP dianjurkan ikut. Ikut pertemuan. Terbatase batas umur maksimalnya setelah menikah.

T : Jadi pertamanya memang disuruh ikut tapi tidak harus? J : Ya tidak disuruh. Kita memang disarankan lah, bukan disarankan. Disarankan kalo bisa ya ikut. T : Itu dari aparat kampung ya, mas? J : Dari pemudanya sendiri. Jadi ‘kan bisa lebih tau, lebih mengenal situasi disana terutama dalam

satu RT. Kalo ronda itu malah melewati setiap gang-gang. Jadi tau ini rumahnya siapa, ini rumahnya siapa. Jadi lebih hapal.

T : Keakraban di desa bagaimana, mas? J : Desa sini bagus. Keakrabannya kalau disini malah lebih terorganisasi. Setiap sebulan sekali ada

pertemuan remaja. Bukan arisan lho. Cuma pertemuan. T : Seperti karang taruna gitu? J : Iya. T : Mas juga ikut? J : Ikut. T : Aktif terlibat? J : Kalo dulu aktif, sekarang enggak. Sekarang banyak kesibukan. T : Kesibukannya apa, mas? J : Ya macem-macem. Yang jadi kendala itu pertemuannya tiap malem minggu. Repotnya itu. T : Kegiatan lainnya ada, mas? Ronda atau kerja bakti? J : Kalau anak muda tiap Minggu ada kerja bakti. Sebulan sekali. Terus ada pengumpulan barang-

barang bekas untuk ngisi kas, terus malemnya kita ngambilin… apa itu… biasanya istilahnya jimpitan.

T : Ngumpulin beras ya? J : Kalau dulu beras tapi sekarang diganti uang Rp.100,00 per KK. Kendalanya kalau beras itu

kalau masing-masing KK itu jenis berasnya ‘kan lain-lain. Jadi kita jualnya agak susah. Berasnya campur-campur. Sekarang kalo uang ‘kan lebih mudah. Efisien.

T : Jadi di desa itu hubungannya akrab ya, mas? J : Akrab. Semuanya kenal. T : Kegiatan di Kaloran seperti itu? J : Iya. Sudah jadi kebiasaan disana seperti itu. Di Wonogiri itu antar tetangga satu sama lain

dekat. Orang itu kalau melihat itu senang. Rukun. Dekat satu sama lain. Satu kampung gitu ya kenal semua, tahu semua orang-orangnya. Ya karena itu, ada kegiatan-kegiatan yang membuat kita lebih akrab satu sama lain. Dengan masyarakat kita juga tidak menutup diri, supaya bisa dikenal juga.

T : Mas tadi mengatakan sudah tidak mengikuti kegiatan di kampung lagi. Apakah juga masih tetap dekat dengan warga kampung?

J : Ya dekat. Tetap dekat. Orang kampung sudah kenal sama saya. Kalau ada apa-apa ya kita masih datang sekalipun tidak aktif.

T : Jadi hubungan antar warga di kampung cukup baik, ya? J : Iya. Hubungannya baik. T : Kalau hubungan antara sesama pedagang buah di pasar Wonogiri ini bagaimana, mas? J : Ya baik. Kita saling membantu. Misalnya kita nggak punya dagangan tinggal ngomong aja.

Jadi hubungannya baik antara satu sama lain. T : Apakah Mas punya pengalaman menolong orang di sekitar kios? J : Oh, kalo pedagang lain ya ada. Banyak. Dalam hal keuangan ya ada. T : Contohnya bagaimana, mas? J : Sesama pedagang kalo kita kekurangan modal ya pinjem aja. Asal sesama pedagang lho.

Soalnya kita tau kalo masing-masing pedagang kalo untuk usaha ya monggo, silakan. Soalnya

Page 333: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

‘kan kita tau tujuane. Kalo misalnya pinjam bukan untuk berdagang itu yang repot kita sendiri soalnya mengembalikannya yang repot.

T : Itu pedagang tertentu atau sama semua pedagang mas berbuat seperti itu? J : Ya tertentu. ‘Kan kita udah tau karakter masing-masing orang itu gimana. Ada yang

gampangan, ada yang gampang-gampang susah. Tinggal orange. Kalo kita akrab, tau watak-watake, kalo mau pinjem ya silahkan. Monggo.

T : Mas punya hubungan dekat dengan pedagang di sekitar? J : Deket. Semuanya deket. Kaya saudara. Malah kehidupannya kaya di kampung. T : Tolong-menolong antar pedagang itu apa saja, mas? J : Ya contoh kecil. Misalnya ditinggal mbuh ada keperluan apa terus pas ditinggal ada yang mau

beli, otomatis kita sebagai tetangga yang dekat ya yang melayani. Ya yang melayani, ya yang njaga.

T : Itu hanya sesama pedagang buah saja? J : Ya sebenernya antar sesama pedagang. Bukan cuma pedagang buah. Tapi yang deket-deket

saja. T : Jadi walau bukan pedagang buah gitu juga dibantu? J : Iya. T : Apa tahu harganya, mas? J : Biasanya udah tahu. T : Apakah mereka juga jujur, kalau ada yang beli gitu juga dibilangin apa adanya ke yang punya

kios? J : Iya. T : Selain itu, ada bentuk pertolongan yang lain nggak, mas? J : Iya ada. Misalnya pas temennya ada yang mendadak ada acara disuruh pulang. Otomatis ‘kan

dagangannya ‘kan nggak ada yang njualke. Nanti sana mau dipasrahke siapa. Temene ‘kan banyak. Percayane sama siapa. Kalau sama saya ya saya yang njualke. Nanti tinggal liat patokan harga. Harganya berapa. Kalau antar pedagang disini sistim kekeluargaane kuat. Misalnya kalau ada besukan kita rame-rame. Ada besukan, ada acara apa kita rame-rame. Itu sesama pedagang.

T : Mas juga ikut? J : Ikut. Kita sebagai warga pasar ya ikut. Mengikuti aturan pasar. Sudah jadi kebiasaan disini

seperti itu. T : Ada lagi, mas? J : Ya besukan, layatan. Kita kadang pakai perwakilan. Kalau nggak ada perwakilan ya ditinggal

dulu sementara, titipke temene. T : Jadi sebisa mungkin menyempatkan diri untuk datang? J : Iya. T : Di pasar Wonogiri ada persaingan antar pedagang juga, mas? J : Ya ada. Namanya pasar itu tempat bersaing. Tapi disini itu persaingannya sehat. Itu bersaing

harga sama kualitas barang. Misalnya harga lebih murah. Paling ndak kalau mau cari pelanggan yang banyak itu satu, pelayanan. Dua, mutu barang. Ketiganya… harga. Mutu barang bagus, harga standar ya tetep beli yang bagus. Pelayanan yang simpatik. Tapi disini itu harganya rata-rata sama. Itu tergantung barangnya. Masalah harga itu mengikuti pasaran. Ya harga yang dipasar berapa.

T : Menurut ma , disini persaingannya sehat. Kalau mas sendiri, bagaimana mas menghadapi persaingan-persaingan yang ada?

J : Ya kita mengutamakan kualitas barang bagus gitu aja. Masalah laku atau tidaknya tergantung pembeli. Misalnya antara sesama bakul ya silahkan. Tidak terlalu ngoyo. Mereka bersaing secara sehat.

T : Jadi usaha yang dilakukan untuk memperoleh pelanggan adalah dengan pelayanan, mutu barang dan harga tadi ya, mas?

J : Iya. T : Pernah ada masalah dengan pedagang lain, mas? J : Jarang terjadi, kok. Kalau ada pun masalah sepele. Tidak yang begitu berat gitu nggak ada.

Cuma biasa. Paling itu, ada yang pinjem barang, ya memang tidak begitu berharga. Nggak dikembaliin. Tapi kalo kita butuh ‘kan ya memang harus ada. Waktu-waktu saat dibutuhkan itu lho.. kita kalo nyari susah. Kalau ndak ya selisih ukuran. Misalnya temen ngambil barang terus selisih ukuran. Misalnya beratnya berapa terus yang kita tulis berapa. Tapi ya kita berusaha

Page 334: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

mengalah sebabnya kita yang diambil barang. Lha daripada rame, lebih baik kita yang ngalah. Demi menjaga hubungan baik.

T : Waktu menghadapi hal seperti itu apa yang dirasakan, mas? J : Rasanya ya biasa-biasa, tu. Kadang ya dalam hati kita ya ndongkol juga. Tapi ya udah. T : Cara menyelesaikan masalah yang terjadi dengan mengalah, begitu? J : Iya. Cuma masalah sepele kalau dibesar-besarkan bisa jadi rame. Ya kita mengalah saja. T : Selama ini belum pernah mengalami masalah yang berat dengan pedagang lain? J : Ndak. Ndak pernah. T : Kalau dengan pembeli pernah menemui masalah? J : Dengan pembeli ya ada tapi jarang. Kalau temen-temen itu kebanyakan teledornya masalah

uang. Pas kadang rame. Belum ngasih duit tiba-tiba minta kembalian. Tapi itu semua sudah diantisipasi, kok.

T : Antisipasinya seperti apa, mas? J : Gini… uang besar, pecahan 50 sama 100 itu tempate harus jauh dari uang recehan. Jadi nanti

kalau ada pembeli yang ngeyel, bilangnya udah ngasih, ya kita tinggal nunjukin kalau nggak ada. Ya rata-rata permasalahannya sih itu. jadi saling adu argumentasi. Terus kebanyakan malah minta pendapat sama pembeli. Pembeli pas banyak ‘kan ada tha… uangnya pasti ditanyain. ‘Kan lebih tahu.

T : Rasanya gimana kalau menghadapi hal itu? J : Ya, saya jarang nemui masalah kaya gitu. Sebelumnya sudah diantisipasi dulu kalau ada

kemungkinan yang kaya gitu. T : Adakah masalah lain yang pernah mas hadapi dengan pembeli? J : Ya ada. Sesama pedagang karo pembeli ya ada tho sing nganyelke. Misalnya ya ngeyel ngono

kae lah. Sana mintake beli satu kilo, kenyataan barang yang dipilih itu lebih dari satu kilo. Diganti ndak mau, ya itu susahe. Disuruh seadanya ndak mau. Ya itu sekilo. Itu ‘kan repot. Biasanya kalau terlalu ngeyel ya kita tinggal nglayani mintanya berapa gitu aja. Ya setengahnya agak di… ya pokoknya maunya gimana lah. Kita tinggal pasrahin ke pembeli. Mintanya berapa, silahkan nimbang sendiri. Kebanyakan orang beli itu ngeyelnya bukan karena nawar. Itu masalah timbangan. Misalnya sekilo, sana nggak mau diganti. Ya itu sekilo. Ya repotnya ‘tu itu. Ya sudah kalau kaya gitu itu kita pasrahin ke pembeli. Mintanya berapa kilo. Lha ini sekilo lebih apa kurang. Gitu aja. Kita biasanya lewat pendekatan. Pokoknya jangan diperkeras. Yang lunak biar sana ya rada menyadari gitu. Ini sekilo lebih, silahkan nimbang sendiri. Nanti mereka ya menyadari. Kecuali kalau pakai timbangan komputer. Itu lebih mudah karena sudah ada angka-angkanya. Kalau menghadapi pembeli yang seperti itu kita tetep adu argumen, tapi jangan terlalu keras.

T : Jadi sebagai pedagang buah, selama ini mas menghadapi pembeli yang ngeyel itu bukan karena menawar tapi karena ukuran timbangan?

J : Iya. T : Mereka membayar maunya harga sekilo padahal itu lebih dari sekilo, begitu? J : Iya. Itu ‘kan repot. Solusine ya kita kembalikan lagi. Lha situ mintake sekilo apa seadanya. Ya

sekilo… lha ini lebih dari sekilo. Situ minta tambah uang atau diganti yang kecil. Ya akhirnya kita kasih pengertian ya akhirnya sana ya menyadari. Cuma dalam hati kita juga jengkel juga.

T : Antara pedagang dengan pembeli apakah juga memiliki hubungan yang baik, mas? J : Bagus. Baik. Ya itu semua tergantung dari pembawaan kita sehari-hari. Kaya misalnya waktu

pelayanan bagus. Jadi meskipun kita tidak begitu kenal tapi pembeli kenal. Biasanya begitu. Pembeli mengenal kita karena pelayanan kita. Kita memberi kesan pertama kesan yang baik.

T : Kesan yang baik itu contohnya seperti apa, mas? J : Ramah-tamah, murah senyum. Udah itu thok intinya. T : Biasanya pembeli juga suka ngobrol-ngobrol sama mas nggak? J : Ada. Yang curhat barang ada. T : Contohnya kaya apa, mas? J : Ya masalah, yang masalah kehidupane ya ada. Yang masalah pribadine ya ada. Mungkin

karena dia udah sering kesini, ya akrab. Ada itu banyak. Ya masalah kehidupane sana. Ya masalah jenis usahane sana. Sok-sok sana itu malah kasih gambaran, terus ada yang kasih masukan, ada yang minta nasehat. Timbal balik lah.

T : Saling berbagi cerita dan masukan gitu, ya? J : Iya. T : Bagaimana mas menanggapi cerita-cerita mereka?

Page 335: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Ya selama nggak ngganggu aktifitas kita ya kita dengarkan. Tapi kalo itu rame mungkin sana ya udah tau sendiri. Sana ya menyadari. Biasane gitu itu kalo kita lagi sepi lah. Dia datang pas keadaan lagi sepi. Ngomong-ngomong lah.

T : Apakah mas punya pengalaman menolong pembeli? J : Ya menolong itu kalau pembeli ngambilnya banyak kita anterke sampai depan. Itu hal kecil,

sepele, tapi bagi pembeli itu ‘kan sangat berarti. Itu masuk salah satu trik untuk pembeli tadi. T : Jadi tujuannya menolong itu supaya menarik pembeli, begitu? J : Ya tujuannya sih bukan itu. Tapi secara otomatis pembeli akan merasa… Wah ini beli terus

dibawake. Pas bawa banyak apa nggak punya tempat belanjaan, misalnya kita punya kita kasihkan. Misalnya pakai krenjang pakai karung. Kita punya ya kita kasihkan.

T : Apa yang mendorong mas untuk menolong orang? J : Ya ndak ada unsur apa-apa, ‘tu. Ya kita tolong aja. Kita secara otomatis liat orang yang butuh

ya kita tolong. Itu datang dari hati kita. Kalau pas ndak sibuk ya kita tolong. Kalau sibuk sana sendiri ya menyadari. Kalau pas sini nganggur, ndak ada kegiatan. Sini ya terus ikut mbantu lah. Kalau sini lagi repot gitu ya sana menyadari, ndak berani.

T : Biasanya yang ditolong yang dikenal saja atau semua orang? J : Semua orang. T : Pernah menolong siapa saja, mas? J : Ya menolong tetangga di kampung pernah. Kalau di kampung dulu banyak yang nganggur sih.

Dari orang tua ya kalau bisa diajak kerja. Dulu emang tak ajak, tak suruh belajar, biar dia itu kalau punya kemauan atau modal bisa usaha sendiri. Ya tak ajak kemana-mana. Misalnya ke Solo. Cari dagangan di pasar, sistem pemasarannya gimana, tempat-tempatnya, lokasi yang kira-kira rame untuk dagang, terus relasi-relasi yang ada. Jadi dia paling enggak punya gambaran. Caranya kerja begini, sistem keuangannya begini. Saya dulu ‘kan bilang kalo saya menolong secara langsung nggak bisa. Cuma saya kasih gambaran, boleh ngikut, nanti masalah selanjutnya tinggal kemauan kamu sendiri.

T : Jadi mas menolong orang-orang di desa dengan cara memperkenalkan mereka pada lingkungan di luar?

J : Iya. Kaya pengenalan dunia kerja. Terus untuk langkah selanjutnya ya terserah dia sendiri. Dia punya kemauan apa enggak. Kalo dia punya semangat kerja mungkin ya bisa mandiri sendiri soalnya ‘kan udah tau lobang-lobangnya mana. Terus kalo masalah orang di desa ya juga ada. Sekarang malah sudah menikah. Di Temanggung.

T : Yang ditolong itu orang desa yang di Demak atau disini? J : Di Demak ada, disini juga ada. Yang disini malah sarjana. Tapi sampai sekarang ya belum

kerja. Ya memang bukan bidangnya, jadi dia nggak mau. T : Apa yang mendorong mas untuk menolong orang itu? J : Karena kita sering ketemu. Saya punya kesibukan, dia-nya nganggur. Yen pas saya sibuk ‘kan

butuh tenaga, tak ajak aja. T : Terus apa yang diharapkan dari menolong orang tersebut? J : Dia pengen pengalaman. Kalo masalah upah itu bukan harapannya sana. Kalo upah itu saya

kasih sendiri. Sukarela. Kehidupannya tak jamin. T : Kalo harapan mas sendiri apa? J : Kalo saya sendiri supaya dia bisa mandiri. Masa sarjana nganggur. ‘Kan punya wawasan dan

relasinya banyak. T : Mas menolong karena inisiatif dari diri sendiri? J : Iya. Daripada dia nganggur. T : Dia tidak minta? J : Nggak. Cuma karena kita sering kumpul. Terus tak ajak. Biar dia tau sendiri lah gimana

susahnya cari uang. Pengalaman-pengalaman gitu juga biar dia tau. T : Apakah pendapat mas tentang tindakan tolong-menolong? J : Kalau saya menolong itu tanpa pamrih. Tidak mengharap apa-apa. Namanya hidup

bermasyarakat. Mana yang merasa mampu dan merasa kurang punya kegiatan kita ajak aja. Biar sama-sama merasakan. Karena saya sendiri kalo di rumah itu semuanya ada. Terus anak-anak muda bebas. Mau tidur situ silahkan, mau pake apa-apa peralatan yang ada silahkan. Tapi ya harus punya rasa memiliki jadi bisa saling menjaga. Jadi saya bebaskan. Kalo ada makanan ya mari di makan bersama-sama. Jadi disana itu rumah malah jadi kostnya anak muda. Tiap malem rumah itu rame.

T : Mas punya prinsip tertentu nggak dalam bermasyarakat?

Page 336: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Prinsipnya kalo bisa kita hidup mandiri, tidak mengganggu orang lain supaya juga tidak diganggu. Kalo dalam hidup bermasyarakat ya memang gitu. Tolong-menolong. Terus jangan ngurusin urusan-urusan interen orang lain. Kalo masalah hubungan bersama ya harus kita tanggung bersama. Cuma itu thok.

T : Jadi menurut mas , mas memandang sesama atau orang-orang di lingkungan sekitar itu kita kalo bisa membantu mereka tapi jangan sampai mencampuri urusan pribadi mereka, begitu?

J : Iya. T : Lalu apakah menurut mas tolong-menolong itu penting? J : Penting sekali. Ya kita hidup bermasyarakat, kok. ‘Kan kita tidak selamanya mandiri, suatu saat

membutuhkan orang lain. Bila kita cuma sendiri, maksudnya tidak membutuhkan pertolongan orang lain, ‘kan jadinya repot. Misalnya aja kita punya kerja, kita berhubungan dekat sama tetangga atau sama temen-temen kurang baik ya kita sendiri yang rugi. Pas punya hajat sana itu istilahe masa bodoh lah, ndak mau tau. Punya hajat ya silahkan, ndak ya silahkan. Tapi kalo kita baik sama temen, sama orang lain, sama tetangga, kita punya kerja sebelum kita kabari sana mereka sudah nawarin jasa. Sudah ngasih saran, sudah nawarke tenaga, bantuan-bantuan apa, sing perlu apa, suruh bilang. Gitu aja.

T : Jadi maksudnya menolong biar suatu saat kita butuh pertolongan supaya juga ditolong orang? J : Ya prinsipnya memang gitu. Ya kita sih memang tidak terlalu mengharap. Istilahnya kalo

nanam budi suatu saat ya orang lain akan bales. T : Ketika orang membutuhkan pertolongan apakah langsung menolong? J : Ya langsung. Kalau orangnya butuh karena kepepet. T : Menurut mas menolong itu apakah sebuah kewajiban? J : Menolong sesama itu ya sifate wajib. Harus. Tolong-menolong itu sifate memang wajib. Tapi

seberapa tingkat pertolongan yang harus kita berikan. Kalau kita mampu ya kita tolong, kalau kita tidak mampu ya mau bagaimana lagi. Jadi menolong ya semampu kita.

T : Jadi perlu menolong sesama? J : Perlu. Iya. T : Mas ‘kan sudah lama tinggal di Jawa, ya… Sudah pernah ke luar pulau Jawa, mas? J : Belum. Merantau ke pulau lain gitu belum. Tinggal di Jawa terus. T : Apakah sebagai orang Jawa itu ada nilai-nilai tertentu tentang tolong-menolong yang pernah

diajarkan sama bapak, ibu, atau embah? J : Ya sebagai… kita hidup di masyarakat kita menolong tetep wajib. Harus. Soale ada istilah

siapa yang menabur dia akan menuai. Siapa menebar kebaikan, nanti kita juga akan menerima hasilnya.

T : Jadi mas percaya ya, bahwa setiap orang itu akan mendapatkan sesuatu dari perbuatannya? J : Iya. Kalau kita berbuat baik pasti kita akan menerima pahala, balesan dari perbuatan kita.

Sebaliknya kalau kita berbuat jahat, ya kita juga akan mendapatkan ganjarannya. T : Kalau dari ajaran Jawa, apa mas pernah diajarkan sesuatu? J : Apa ya? Kalau seperti gotong-royong itu ‘kan sudah turun-temurun. Adat sudah tidak perlu

diajarkan lagi. T : Selain gotong-royong gitu apa saja yang lain yang diturunkan sebagai kebiasaan Jawa? J : Ya termasuk sopan-santun. Itu yang utama. Perilaku. Hidup bermasyarakat itu jangan

mengganggu orang lain. Yang mengganggu orang lain ya kita tinggalkan. Contohnya itu keramaian. Pas tengah malem jam-jam tidur bikin ribut di kampung. Kalau masalah tolong-menolong dalam ajaran agama juga ada. Itu sudah diajarkan tentang tolong-menolong. Kita orang awam sudah mempraktekkan dalam kehidupan bermasyarakat.

T : Jadi, saya ulangi sebentar tentang apa yang sudah mas sampaikan. Di pasar Wonogiri itu jarang terjadi masalah dengan pedagang atau pembeli. Hubungan antara pedagang baik.

J : Baik. Kalau disini sistimnya kekeluargaan. Kalau salah satu ada yang punya gawe biasanya nyebar undangan. Terus kita kesananya juga rame-rame. Rombongan. Ada berita lelayu ya rombongan.

T : Begitu, ya? Saya rasa informasinya cukup, mas. Terima kasih atas bantuannya.

Page 337: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Transkrip Wawancara Subjek III T : Nama mas? J : PR (inisial). T : Umurnya berapa? J : 33. T : Tinggal dimana? J : Kedung Ringin. Saya asli Boyolali. T : Kok bisa pindah ke Wonogiri? J : Dulu ikut mbakyu. Disuruh sama bapak. T : Sudah berapa lama tinggal di Wonogiri? J : Saya sih sudah tahun-tahunan tinggal disini. 10 tahun ya sudah ada. T : Dulu sebelum tinggal di Kedung Ringin tinggal dimana? J : Dulu tinggal di pasar. T : Maksudnya tidurnya di pasar gitu? J : Iya. Dulu ‘kan banyak orang yang tidur di pasar. T : Sekarang juga masih ada? J : Ada tapi jarang-jarang. Paling sekitar orang 30, 40. T : Kok pada tidur di pasar kenapa? J : Rumahnya jauh-jauh, mbak. Kalo nglaju, rumahnya kaya Bulukerto gitu ‘kan jauh. Pasar

sekarang lewat jam 6 ‘kan tutup. T : Mas sudah lama berjualan? J : Saya dari umur berapa ya? Dulu ‘tu itu, mbantuin mbakyu jualan. Saya ikut mbakyu saya sejak

umur 12 tahun. Ya bukan 12 ding, wong saya sudah besar. Ya umur 14 tahun. Wong sekolah SMP mboten tutuk. Yang selesai cuma sampai SD. Nggak nerusin SMP.

T : Dulu SMP sampe kelas berapa, mas? J : Nggak tau. Wong dulu saya anyel. Saya itu sekolah anyel. T : Kenapa, mas? J : Itu lho mbak, kalo dulu dimintai bayaran itu saya nggak dikasih. Saya itu ‘kan sekolah bareng

mbakyu saya. Kalo mbakyu saya sampai digolek-golekke. Kalo saya nggak dikasih. Saya terus anyel. Ya udah, saya nggak mau sekolah lagi. Di rumah saja. Mbakyu saya yang sekolahnya tutuk. Sampai apa itu ya, SMP atau SMA.

T : Mbakyu sekarang masih jualan disini? J : Sudah tidak. Sudah menikah terus tinggal di Boyolali. Ya ini, saya nerusin jualannya. T : Waktu ikut mbakyu dulu juga jualan sayur? J : Iya. Dari dulu jualan sayur. Makanya sekarang saya ya tetep jualan sayur. ‘Kan sudah dapet

ilmu dari mbakyu saya. Tahu kulakannya dimana, tahu ngasih-ngasih harga berapa. Ya tinggal nerusin saja. Sudah enak. Mau kerja apa lagi, mbak? Wong begini saja sudah bisa buat nyukupi sehari-hari. Rejeki masak ditolak.

T : Biasanya mulai jualan jam berapa? J : Ya setengah lima. Kalau nggak ya jam lima. Kalau dapet pesenan gitu ya cari dagangan gitu ya

jam empat. T : Cari dagangannya dimana, mas? J : Biasanya ya cuma disini, mbak. Nungguin orang yang mbawa-mbawa dagangan. Kalau dateng

duluan gitu bisa dapet dagangan yang bagus-bagus. Kalau sudah jam enam gitu ya sudah jelek-jelek.

T : Dagangannya tiap hari pasti habis? J : Ya paling sisa sedikit. T : Tutupnya jam berapa, mas? J : Tutupnya jam enam, jam lima. Kalau sudah sepi nggak ada orang beli ya pulang. Ndak mesti

kok, mbak. T : Ramenya hari-hari apa saja, mas? J : Tiap hari. T : Setelah dari pasar biasanya di rumah kegiatannya apa? J : Ya sekarang kalau pulang momong anak, ya udah gitu aja. Soalnya pagi udah berangkat.

Page 338: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Tidak mengikuti kegiatan di kampung? J : Kegiatan apa, mbak? T : Ya seperti arisan, kerja bakti… J : Nggak pernah. Wong saya itu dari kecil di pasar terus. Ya kalau dulu gitu sering di rumah

kadang-kadang kumpul. Tapi kalau sekarang tidak. Sudah kesel, mbak. Capek. Saya tidak pernah ikut. Ya kalau ada kegiatan apa ya ikut kalau disuruh. Kalau temennya pada kesana ya ikut sana. Kegiatan-kegiatan gitu sudah nggak ikut. Kalau di rumah ya cuma momong anak.

T : Bagaimana kerukunan antar warga di kampung? J : Biasa itu, mbak. Sama kanan kiri ya biasa. Kalau rukunnya rukun. Kalau ada yang punya kerja

gitu, hajatan, kita ya ikut mbantu. Kebiasaan di kampung gitu, di desa itu ‘kan seperti itu, mbak. Ada yang mantu, kita ya ikut repot. Tapi kalau kegiatan-kegiatan itu ndak ikut saya. Wong tiap hari di pasar terus. Sampai rumah sudah sore. Nanti pagi berangkat. Setelah imsak gitu mapan turu. Leren, mbak.

T : Jadi setiap harinya mas lebih banyak di pasar daripada di rumah? J : Iya. Lebih banyak di pasar. Dari kecil, mbak. Jadi saya ya kurang dekat sama tetangga di

rumah. Kebiasaan di pasar. Sama tetangga ya biasa. T : Kalau ada apa-apa di kampung apakah masih ikut membantu? J : Ya, tetangga tha, mbak. Nggak enak kalau dia repot terus kita diem aja. Ya mbantu ndak

ketang sedikit. Nanti jadi omongan. T : Bagaimana perasaan mas ketika membantu tetangga? J : Ya biasa, mbak. Sudah kewajiban. T : Apakah mas merasa terpaksa membantu mereka? J : Enggak itu, mbak. Sini kalau repot ya dibantu. Ndak terpaksa. T : Jadi meskipun kurang dekat tapi hubungannya tetap baik ya, mas? J : Iya. Orang-orang di kampung itu baik-baik. Rukun. T : Mas juga banyak mengenal pedagang disini? J : Iya. Orang pasar sini ‘tu kebanyakan ya udah puluhan tahun. Dari dulu itu, waktu sebelum

pasar Wonogiri kebakaran. Sampai sekarang. Orangnya kebanyakan ya masih sama. Paling ya ada yang baru. Tapi kebanyakan ya lama. Jadinya kenal, tahu siapa, siapa.

T : Hubungan pedagang disini bagaimana, mas? J : Baik. Baik itu, mbak. Satu sama lain ya kenal. Ya akrab. Kalau ada apa-apa ya sama-sama.

Jagong bareng-bareng. Nengok orang sakit bareng-bareng. Itu sana ada yang sakit… kalau dibilangin gitu ya kita kesana. Apa dapet ulem gitu, ya kita jagong. Ya datang.

T : Biasanya begitu ya, mas? J : Iya. Dari dulu itu, waktu saya masih ikut mbakyu ya begitu. Tapi dulu ‘kan saya masih kecil.

Ya belum mudeng. Tapi kadang ya disuruh mbakyu nemeni njagong apa ke rumahnya siapa gitu. Ya jadi tahu. Sekarang sudah rumah tangga sendiri ya pergi sendiri. Sudah mudeng begini, begitu. Kalau ada apa-apa ya ngetok biar nggak diomong orang. Kalau sering kumpul-kumpul ‘kan jadi kenal orang. Orang jadi tahu kita. Bisa memperluas pergaulan. ‘Kan enak.

T : Selama mas jadi pedagang, suka-dukanya menjadi pedagang itu apa saja, mas? J : Ya disini ‘kan tempatnya cari uang. Enaknya itu ya kalau dapet rejeki. Dagangannya laris. Itu

‘kan senang. Tapi ya kadang sepi. Kadang ya pernah diapusi orang. Beli gitu, katanya ngambil dulu tapi nanti nggak dibayar. Kadang ada itu, apa itu, orang yang suka ngutil itu. Suka nyolong dagangan gitu. Itu orang beli biasanya suka begitu. Ya begitu itu, mbak. Enaknya jadi pedagang ‘kan dapat uang. Dapat rejeki. Nggak enaknya ya kalau ada masalah begitu. Kita ‘kan rugi. Ya tapi ya untung ya sering, ngalami rugi ya pernah. Tapi mesti dagangan itu abis kok, mbak. Paling ya sisa sedikit. Bisa dijual besok lagi. Kalau sayur ‘kan orang mesti beli. Jadi ya mesti payu.

T : Pernah menghadapi masalah dengan pembeli ya, mas? J : Banyak. Ya itu tadi. Paling orang ngapusi. Orang ngutil. Belanja gitu, tinggal noleh masukin

barang sendiri ke tasnya. T : Pernah ketahuan, mas? J : Bolak-balik. T : Lalu bagaimana? J : Ya paling ngitungnya dilebihin. Tapi yang langsung ditegur ya ada.

Page 339: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Lalu dikembalikan lagi? J : Ya nggak dikembaliin, tapi ikut diitung. Umpamanya nyolong kobis satu. Kalo kobis satu

harganya dua ribu atau dua ribu lima ratus gitu ya diitung. Nanti kalo dia tanya kok banyak banget aku ya bilang lha kamu ngambil daganganku. Bilang aja terus terang. Nggak dikembaliin biasanya. Tapi ya ngitungnya ya lebih.

T : Kalau menegur gitu nggak takut kehilangan pelanggan, mas? J : Enggak. Namanya dia nyolong. Ya harusnya dia malu, tha. Kalo cara saya begini kok mbak,

rejeki itu ‘kan dari Yang Kuasa. Kalo ilang ya lainnya ada lagi. Iya ‘kan? Agama itu ‘kan mengajar seperti itu. Rejeki itu datang dari Yang Kuasa. Kita nggak usah ngoyo, nggak usah berebut. Nanti datang sendiri. Gusti Allah maringi.

T : Pernah mendapat ajaran agama tentang hal-hal yang seperti itu? J : Ya kalau diajarin langsung gitu tidak. Wong saya ini sholat ya bolong-bolong. Ke mesjid

ndengerin dakwah gitu ya jarang. Paling ya dapet dari pengalaman. Pengalaman-pengalaman yang keliatannya gini salah, gitu enggak.

T : Maksudnya belajar sendiri, begitu? J : Belajar sendiri, dari pengalaman. T : Masalah-masalah lain yang pernah dihadapi dengan pembeli apa lagi, mas? J : Ya itu, kadang-kadang orang beli itu suka ngrasani. Kesini gitu, ngobrol tapi ngrasani. Sana

begini, sana begitu. Apa ngomongin yang di rumah. Gitu ya pernah. Banyak kalo yang seperti itu. Tapi saya nggak ngurusi.

T : Apa kalo ngobrol mesti ngrasani, mas? J : Ya nggak juga, mbak. T : Kalau ngobrolin hal yang lain, mas, biasanya apa saja yang dibicarakan? J : Ya paling begini mbak, dagang itu ‘kan orang suka rebutan. Umpamanya pelanggannya

direbut, ya paling ceritanya masalah seperti itu. Misalnya, itu jualan lombok kok harganya seperti itu. Ngasih harga-harga sendiri.

T : Oh, jadi masalah dengan pedagang, ya? J : Antar pedagang. T : Jadi pembeli pernah membicarakan tentang pedagang lain juga kepada mas ? J : Ya begitu. T : Mas memiliki hubungan yang baik juga dengan pembeli? J : Ya baik, mbak. Sama orang beli ya harus baik. Kalau galak bisa lari. Ya kalau mereka bercerita

gitu ya tak dengarkan, tapi nggak saya urusi. Wong itu urusannya orang, urusannya masing-masing. Ya mereka beli ya dilayani dengan baik. Ya kalau orang yang direbut gitu mungkin ya marah. Serik. Tapi kalo sudah selesai ya selesai. Jadi nggak ada yang namanya habis itu terus berantem gitu.

T : Tidak berantem, ya? J : Nggak, mbak. Disini nggak ada kok, mbak. Kalau ada masalah gitu ya selesai ya selesai. Ndak

ada sampai berantem. Paling ya marah. Tapi kalau sudah ya sudah. T : Kalo mas sendiri, pernah tidak menemui hal-hal yang menjengkelkan dengan sesama

pedagang? J : Saya? Dengan pedagang lain? Kalo dulu banyak. Kalo sekarang tidak. T : Apa saja yang biasanya ditemui? J : Contohnya kalo ada orang mau beli sini terus dipanggilin. Ayo beli-beli tempatku sini. Kalo

sekarang tidak. T : Maksudnya dulu itu dulu kapan, mas? J : Iya waktu di pasar darurat. Kalo pedagang disini tidak ada. Kalo pedagang kecil-kecil gitu ‘kan

biasa. T : Pasar darurat waktu pasar lama kebakaran itu, ya? J : Iya. Itu ‘kan jualannya sembarang. Pokoknya ada tempat dasaran ya jualan. Sembarang. Jadi

orang ya seenaknya sendiri. Itu pedagang kecil-kecil itu biasanya. Kalo sekarang ‘kan pasarnya sudah teratur. Pedagangnya dikasih tempat sendiri-sendiri. Pedagangnya juga sudah pada kenal. Jadi ya ndak ada yang manggil-manggil gitu.

T : Jadi waktu di pasar darurat itu lebih bersaing untuk mendapat pembeli, ya?

Page 340: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Ya nggak juga, mbak. Tapi ya itu, ada yang suka manggil-manggilin orang yang mau beli sini. Kalo sekarang ini ‘kan persaingannya biasa. Kalo situ rame ya berarti memang rejekinya banyak. Kalo sini rame berarti ya sudah rejekinya sini. Sudah jatahnya masing-masing. Pikiran itu nggak usah pakai yang kotor-kotor. Rejekinya sana ya sana, rejekinya sini ya sini. Nggak usah pake manggil-manggil segala. Kalau memang rejekinya sini pasti ya beli sini.

T : Maksudnya pikiran kotor itu gimana, mas? J : Ya udah jatahnya masing-masing. Nggak usah mikir orang ngrebuti langganan kita. Orang itu

pasti dikasih rejekinya sendiri-sendiri sama Yang Kuasa. Jadi ya jualan ya jualan, tapi santai saja.

T : Prinsipnya begitu ya, mas? Bekerja dengan santai? J : Ya iya, tha, mbak. Ngoyo-ngoyo ya buat apa kalau jatahnya sudah masing-masing. Diberi apa

sama Gusti ya diterima. Disyukuri. Nggak usah ngoyo, nanti datang sendiri. Kalau dikejar nanti malah tidak dapat. Santai saja, nanti pembeli datang sendiri.

T : Dari mana mas mendapat prinsip seperti itu? J : Ya… sudah dari dulu begitu. Sudah kebiasaan. Orang Jawa itu ‘kan biasanya seperti itu tha,

mbak? Ndak usah ngoyo cari rejeki, nanti ‘kan datang sendiri. T : Apakah mas mendapatkannya dari ajaran Jawa? J : Nggak ‘tu, mbak. Saya ndak pernah diajarin. Tapi ya orang Jawa itu biasanya seperti itu. Ya

nggak tahu bagaimana. T : Lalu bagaimana mas menghadapi pedagang seperti tadi? J : Pedagang itu, ya? Nggak ada mbak, sini. Disini itu nggak ada yang suka manggilin orang beli.

Ya itu tadi, sudah jatahnya masing-masing. Sini ‘kan pedagangnya sudah punya kios sendiri-sendiri. Punya langganan sendiri-sendiri. Jadi ndak ada yang seperti itu. Kalau yang dulu itu ‘kan waktu di pasar darurat itu, pedagang kecil-kecil itu. Yang dipinggir-pinggir itu. Kalau disini ndak ada.

T : Tidak ada ya, mas? J : Ndak ada. T : Mas punya pengalaman menolong orang lain tidak? J : Ya sebenernya ada. Tapi kalo buat saya itu saru, nggak boleh diomongin. Saya pernah nolong

orang yang kehabisan uang di jalan. Rumahnya Purwantoro, uangnya habis. Terus di jalan minta uang, gitu. Ya saya kasih. Lha kasihan nggak bisa pulang. Itu saya kasih buat ongkos naik kendaraan. Ya dia terima kasih, terima kasih gitu.

T : Orangnya tidak dikenal, mas? Baru ketemu di jalan begitu? J : Iya. Ndak kenal. Ya pas saya pulang dari sini itu, ketemu orang di jalan. Kehabisan uang. Ya

nggak kenal. T : Mas tetap menolong meskipun tidak mengenal orangnya? J : Iya. Lha dia membutuhkan ya saya tolong. Kasihan ndak bisa pulang. T : Mengapa mas mau menolong? J : Ya kasihan, mbak. T : Punya pengalaman menolong pedagang di sekitar sini, tidak? J : Ya itu, kalo pas kiosnya ditinggal ya bantu nunggu kiosnya. Terus itu, ikut besuk orang sakit.

Kalau ada teman disini, pedagang yang sakit gitu dibesuk bersama-sama. T : Membesuk orang sakit bersama-sama? J : Iya. Sama orang-orang pasar itu. Kalau rumahnya deket ya besuk sendiri. Kalau jauh ya sama-

sama. Soalnya ‘kan nyarter mobil itu lho, mbak, kalau jauh. Kalau deket ya pergi sendiri sama istri.

T : Ada pengalaman menolong pembeli, mas? J : Ya paling kalo ada yang lagi repot, ada mantu. Ya kaya gitu. Ikut rewang. Ikut repot. Butuh

apa gitu kita carikan. T : Ikut rewang maksudnya menolongnya dengan ikut membantu lewat tenaga? J : Ya ndak selalu. Ya butuhnya apa. Tapi kalau orang beli itu biasanya kalau ada hajatan minta

lombok, bumbu dapur, atau apa begitu, ya harganya saya murahin. Ambilnya juga banyak. Dan saya sudah kenal. Biasanya saya potong harganya. Atau minta disediain apa buat masak gitu, ya saya carikan. Kalau dengan pembeli biasanya begitu. Kalau sudah kenal ya biar ambil dulu,

Page 341: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

bayarnya nanti. Kalau sudah kenal ‘kan enak. Ada apa-apa kita nggak susah mencari. Wong tiap hari kesini.

T : Kalau dengan pembeli yang tidak dikenal bagaimana, mas? J : Ya biasa itu, mbak. T : Maksudnya biasa? J : Kalau ndak kenal ‘kan ya ndak minta tolong. Biasa. Paling ya beli, terus pulang. Gitu thok.

Kalau yang dikenal ‘kan suka ngobrol-ngobrol, ya mampir sebentar. Kalau ndak kenal ya langsung pergi.

T : Apa harapan mas ketika menolong orang? J : Ya nggak ada harapannya. Pokoknya nolong. Kalau ada yang membutuhkan ya ditolong. Kalo

saya dimintai tolong beneran ya saya tolong. Kalo cuma… ‘kan sekarang ini ‘kan banyak orang itu ‘kan cuma cari-cari. Kalo orang keliatannya sungguh-sungguh minta tolong ya saya tolong.

T : Caranya tahu orang itu sungguh-sungguh minta tolong atau tidak bagaimana? J : Ya dilihat, mbak. Kalau orangnya ndak jujur kita ‘kan bisa kerasa. Kalau ndak hati-hati bisa

kena tipu. Misalnya kalau ada orang beli, terus ambil dulu. Bayarnya belakangan. Kalau orangnya kita kenal ya kita kasihkan. Tapi kalau ndak kenal biasanya saya ndak boleh. Pengalaman dulu pernah ditipu.

T : Pernah kena tipu ya, mas? J : Iya. Ya itu… orang ambil dulu terus bayarnya belakangan. Nggak taunya nggak dibayar-bayar. T : Jadi kalau ada yang membutuhkan pertolongan dilihat-lihat dulu begitu, ya? J : Iya. Kalau kita bisa ya langsung ditolong. Kalau ndak mampu ya bilang ndak mampu. Kalau

orangnya ndak apus-apus ya ditolong. Dilihat dulu orangnya. Nanti kalau ngapusi ‘kan repot. T : Apa yang mendorong mas menolong orang lain? J : Ya ndak ada. Ya kasihan. Kalau lihat orang mengalami kesulitan gitu ‘kan kasihan. T : Menurut mas tolong-menolong itu penting, nggak? J : Ya ini kalau buat saya ya, mbak. Kalau buat saya tolong-menolong itu penting. Kalau buat

saya, lho. Kalau buat saya penting wong kita itu tidak selalu bisa apa-apa sendiri. Jadinya sangat berharap kalo kita kesusahan itu ada orang yang menolong kita. Kalau saya lho. Kalau orang lain ya nggak tau. Kalau kita saling tolong-menolong itu ‘kan ada apa-apa ndak ditanggung sendiri. Ada kesulitan, ada apa, rasanya jadi lebih ringan karena saling bantu-membantu. Kalau ada yang butuh pertolongan ya kita ganti menolong. Itung-itung buat sangu sok mben nek mati. Selama hidup di dunia kita mencari pahala.

T : Ibadahnya kuat juga ya, mas? J : Ya tapi kalo sholat ya banyak bolongnya. Kalau kuat ‘kan sholatnya lima waktu ‘ra bolong. Ya

sholat ya sholat, tapi nggak lima waktu, mbak. T : Apakah mas mrasa memiliki tanggung jawab untuk menolong orang lain? J : Iya. Tapi ya lihat keadaan, mbak. Umpamanya ‘kan mau nolong orang umpamanya “aku

nggak punya uang, tolong diutangin segini..” kalo kita nggak punya ‘kan otomatis kita bilang nggak punya. Kalau kita punya ya wajib menolong. Sebagai sesama manusia kita wajib tolong-menolong. Sebisa mungkin ya menolong, mbak, pasti. Keadaan susah, pas-pasan, ya tetep menolong. Ya bisanya kita apa. Disesuaikan dengan kemampuan. Iya. Kita wajib menolong. Nanti kalau ndak mau menolong bisa kena karma. Kalau susah ndak ada yang mau nolong nanti.

T : Apakah mas percaya bahwa setiap orang akan mendapatkan ganjaran dari perbuatannya? Misalnya orang jahat layak dihukum, terus orang baik itu pantes mendapatkan pahala.

J : Oh kalau saya itu ya itu... Ya itu... Kalo umpamanya orang nolong orang, ‘kan suatu saat kalo kita susah ‘kan pasti ada orang yang mau nolong. Ya percaya, mbak. Kalau orangnya jahat ya banyak orang ndak suka. Ya mungkin itu karma ya, mbak. Kaya gitu itu saya ya percaya. Kalau kita tidak mau menolong orang lain, suatu saat kalau kita butuh ditolong ‘kan ndak ada yang mau nolong. Kalau kita berbuat baik nanti ya pasti ada hasile. Kalau kita butuh pasti ‘kan ditolong orang juga.

T : Jadi mas percaya akan hal itu? J : Iya, pecaya. T : Sebagai orang Jawa, dulu sama bapak apa ibu pernah diajarin tentang tolong-menolong nggak,

mas?

Page 342: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Nggak itu, mbak. Ya sudah ngerti sendiri. Sudah turun-temurun itu ‘kan seperti itu. Sama sesama manusia wajib saling membantu. Sama orang lain harus hidup rukun.

T : Jadi tidak pernah diajarkan secara langsung, ya? J : Nggak. Belajar sendiri. Tahu sendiri dari pengalaman. T : Tujuan mas dagang apa, mas? J : Cari uang. T : Usaha apa yang mas lakukan untuk mendapatkan pelanggan? J : Kalo saya itu ya biasa, mbak. Terlanjur kenal banyak, temennya banyak. Saya sudah disini

puluhan tahun, sepuluh tahun gitu. ‘Kan banyak yang sudah kenal, orang namanya orang jualan itu, apa namanya, grapyaknya sama orang beli. Perkara kalau habis itu selesai gitu.. tapi ya namanya… grapyaknya sama orang beli. Kalau kita ramah orang ‘kan ya suka. Tapi kadang-kadang ya pernah marahin orang.

T : Memarahi pembeli, maksudnya? J : Lha umpamanya orang beli itu menawar. Tapi kalo marahin itu ya marahin biasa. Nggak

pernah marahin beneran. Sama guyon. Kalau menawar itu kadang-kadang kebangeten. Kita ya jadi sebel. Kalau ngasih harga seenaknya sendiri. Tapi ya biasa, mbak. Nggak ada masalah. Lha wong tiap hari ya kembali terus. Kalau sudah ya sudah. Ya biasa, gitu. Sama orang beli ‘kan ya harus sabar, baik, biar mereka seneng. Kalau seneng ‘kan pasti kembali. Saya kalau marah gitu ya sama guyon. Ndak pernah serius. Namanya di pasar, kalau ada hal-hal seperti itu ‘kan ya biasa tha, mbak. Nanggepinnya ya biasa saja.

T : Apakah mas punya keinginan untuk melakukan sesuatu buat kebaikan orang lain? J : Oh, kalau cuma pengen gitu banyak, mbak. Umpamanya sugih gitu. Pengen saya, mbak.

Umpamanya sugih gitu pengen saya nampung anak-anak terlantar gitu. Kalau cuma pengen ya.. tapi ya kenyataannya kaya gini. Ya itu kalau pengen.

T : Jadi mas pengen bantu anak-anak terlantar begitu? J : Iya kalau kepengenan. Umpamanya anak nggak punya rumah. Umpamanya lho itu. T : Kenapa mas ingin membantu anak-anak terlantar? J : Ya saya pernah ketemu bayi yang dibuang, mbak. Itu dua kali. Bayi baru lahir gitu. Gede. Itu

ada di sampah sama ditempatin di plastik gitu. Sudah bau. Sudah meninggal. Lihat seperti itu ya terus pergi saya. Ndak tega.

T : Lalu tidak ditolong? J : Ya saya sebenernya pengen menolong. Tapi nggak kuat, mbak. Melihatnya itu ndak tega. Saya

ngelingi anak saya sendiri gitu. Ya namanya orang punya anak. T : Mas tidak menolong karena nggak tega melihatnya? J : Iya. Kalau mau menolong ya bagaimana, wong sudah meninggal. Makanya saya pengen ya,

mbak, kalau sugih gitu. Ya itu, nampung anak-anak terlantar. Tapi ya keadaan kaya gini. T : Di kampung banyak anak-anak terlantar? J : Iya, banyak. Ya banyak yang ndak mampu, mbak. Ndak bisa sekolah. Ndak punya kerjaan. Lha

wong ndak bisa baca-tulis ya ndak bisa kerja. Di pasar gini ini saya ya sering nemui. Itu, di emperan itu. Minta-minta.

T : Apa yang mas lakukan ketika melihat mereka? J : Ya kalau ada anak-anak minta-minta itu ya saya kasih. Kalau pas di masjid itu ya saya ngasih

sedekah. Di kampung itu, saya punya makanan apa itu saya kasihkan sama anak-anak itu. Kalau sugih gitu ya saya tampung. Yang saya bisa bantu ya saya kasihkan. Uang ya sekedarnya. Wong saya sendiri keadaannya juga kaya gini. Kalau mau ngasih kerjaan itu ya ndak bisa. Apa yang saya bisa saja, mbak. Saya itu kasihan kalau lihat kaya gitu. Wong ya masih anak-anak. Kita yang besar, yang sudah tua ya wajib membantu seperti kalau mereka itu anak kita sendiri.

T : Apa yang mas harapkan ketika menolong mereka? J : Ya tidak mengharapkan, mbak. Kalau melihat mereka itu senang, saya jadi ikut senang.

Mereka di kasih makanan, apa itu, blanggreng apa lentho gitu sudah senang. Itu kalau di rumah itu. Ya tidak mengharapkan. Mengharapkan apa? Ya cuma menolong sekedarnya. Ndak mengharapkan apa-apa.

T : Baik, mas. Terima kasih atas informasinya. Saya rasa sudah cukup. Terima kasih untuk bantuannya.

Page 343: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …
Page 344: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Transkrip Wawancara Subjek IV T : Nama bapak? J : RG (inisial). T : Tinggal dimana? J : Karang Talun, Pokoh Kidul, Wonogiri. T : Asli Wonogiri? J : Bukan, Klaten. T : Kenapa pindah ke Wonogiri? J : Karena istri saya tinggal disini. T : Sudah berapa lama tinggal di Wonogiri? J : Sekitar tahun ’93. T : Dari dulu jualan tahu? J : Tidak. Dulu jualan ikan basah. Istri yang jualan tahu. T : Usianya sekarang berapa, pak? J : 37. T : Dulu sempat sekolah sampai tingkat apa, pak? J : Sampai SMU. Kuliah sebentar tapi tidak selesai. Tidak bisa meneruskan. Orangtua saya ingin

saya jadi guru. Tapi ‘kan sebagai orangtua harusnya memberi kebebasan. Yang penting kita udah gede dapet kerjaan, mapan, ya udah..

T : Bapak berarti sudah lama ya tinggal di Wonogiri. Menurut bapak, suasana kota Wonogiri itu bagaimana?

J : Wonogiri itu soal gotong royong, soal nolong, soal tenggang rasa itu lebih bagus daripada Klaten. Kalau di Wonogiri itu kalau mau punya kerja itu lingkungannya mau membantu semua. Nggak disuruh sama orang yang punya kerja. Tapi kalau di daerah Delanggu, Klaten, disuruh sama yang punya kerja belum tentu mau.

T : Sebelumnya tinggal di Delanggu? J : Iya. Kalau disana itu kalau nggak disuruh sama yang punya kerja nggak mungkin mau.

Masalahnya itu kalau disana kalau dibilang kota nggak kota, dibilang desa nggak desa. Jadi ya bagaimana gitu. Kalau disini soal gotong royong, tenggang rasa, bantu membantu baik sekali.

T : Kalau suasananya bagaimana, pak? J : Suasananya lebih enak, lebih tenteram, lebih nyaman. Masalahnya disini jauh. Masalah

kenakalan remaja, narkoba, itu jarang sekali. Kalau daerah Klaten Delanggu itu ‘kan pengaruhnya lebih banyak daripada sini. Masalahnya sini aja umpamanya mau cari hiburan ‘kan jarang. Jauh. Banyak orang yang males. Jadi pergaulannya ya cuma begitu-begitu aja jadi nggak kena pengaruh dari lingkungan.

T : Anak muda disini kegiatannya apa saja, pak? J : Bareng-bareng dolan, kesana-kesini, kadang ngadain kegiatan jalan pagi kalau Minggu. Disini

‘kan deket sama waduk. Kalau waduk kalau Minggu pagi itu ‘kan banyak orang. Yang olah raga, yang jalan pagi. Cuma itu kegiatannya. Nggak aneh-aneh.

T : Sama tetangga juga dekat ya, pak? J : Ya, dekat. T : Dulu tinggal di Delanggu itu di desa atau di kota, pak? J : Ya setengah kota setengah desa. T : Bedanya dengan Wonogiri apa, pak? J : Ya dibilang kalo hiburan ya dekat sana, kita mau cari makan malam ya ada. Ya kalau di daerah

saya ini Wonogiri ini ‘kan rumah saya dekat waduk, kalau mau cari makan malam ‘kan harus ke kota ya mbak ya.. Kalau di sana ‘kan masalahnya ‘kan dekat jalur Yogya-Solo, mbak. Iya ‘kan dekat. Wong sama jalan rayanya cuma 50 meter. Kalo malem-malem ada tamu mau cari makanan, mau cari lauk untuk makan kita ya enak juga. Dan sama kalau hiburan ‘kan sana juga dekat. Kalau Solo juga dekat. Disamping itu ‘kan angkuta ‘kan gampang juga sana.

T : Kalau di sini lebih susah? J : Iya. Kalau nggak punya motor sendiri, nggak punya mobil sendiri ya kita susah. Paling

angkutanya adanya kalau pagi, siang gitu. Kalau malem sudah nggak ada. T : Iya. Lagian juga jauh ya, gelap. Setiap hari juga jualan, pak?

Page 345: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Iya jualan. T : Jadi berdua jualan semua ya? Lha anaknya gimana, pak? Sendirian dirumah? J : Dia sama buliknya. T : Apakah bapak pernah memiliki pengalaman menolong orang lain? J : Punya. Menolong tetangga. T : Bisa diceritakan? J : Tetangga saya barusan menikah. Dia belum punya kerjaan tetap. Saya ‘kan di desa sudah

mapan. Sebisa mungkin saya dan istri saya memberi pertolongan dengan memberi pekerjaan di rumah. Apa nyabutin rumput, membuat selokan, demi menyambung kehidupan dia. Masalahnya mereka itu menikah belum sampai umur. Yang perempuan umurnya 16, yang laki umur 20-an. belum punya kerja, kerjanya serabutan. Karena tidak ada kerjaan saya suruh bantuin di rumah. Yang perempuan nyuci. Yang laki kadang bersihin rumah, nyabutin rumput, potong-potong pohon yang agak tinggi.

T : Bagaimana perasaan bapak setelah menolong orang lain? J : Alhamdullilah senang juga. T : Apa pendapat bapak mengenai tolong-menolong itu? J : Senang, karena rumah jadi bersih. Kita dapat membantu orang yang lemah juga senang. T : Di kampung ada kegiatan-kegiatan seperti kerja bakti? J : Ada. T : Kerja baktinya seperti apa, pak? J : Setiap minggu ada kerja bakti. Biasanya membuat saluran. Sekarang musim hujan kalau

saluran tidak lancar bisa kena penyakit. Yang kedua kita bersih-bersih, ngecat pagar biar rapi. T : Selain kerja bakti ada kegiatan apa lagi? J : Olah raga, seperti sepak bola, voli. Badminton juga ada. Tapi berhubung di kampung saya

belum ada fasilitasnya kalau badminton di kota Wonogiri. T : Ronda juga ada? J : Iya. Di kampung itu ada istilah jimpitan. Kalau dulu jimpitan itu dikasih beras sekarang

berhubung jamannya udah agak maju dikasih uang Rp.200,00 per rumah. Masalahnya kalau mengumpulkan beras kalau dikumpulkan dan disimpan terlalu lama jadi tidak enak. Tapi kalau uang dikumpulkan berapa bulan bisa jadi banyak bisa dipakai untuk kegiatan kampung. Umpamanya ada kegiatan agustusan. Biasanya ‘kan cari sumbangan tapi sudah ada jimpitan jadi agak ringan, tidak terlalu membebani warga kampung. Jadi seperti uang kas kampung. Disamping itu di kampung ada koperasi RT.

T : Selain itu ada pengalaman lain tidak, pak? J : Iya ada. Juga menolong tetangga juga. Dulu di rumah itu ‘kan ada tetangga saya yang sakit.

Saya sebagai ketua RT ‘kan harus bertindak. Pas itu ‘kan jam 1 malam. ‘Kan kita sebelum kita menjabat ketua RT ‘kan pernah diajar sama pak lik saya kalau menolong orang itu lebih bagus daripada kita minta tolong. Masalahnya kalau kita itu menolong dengan hati ikhlas besoknya itu ‘kan pahalanya lebih besar daripada yang kita keluarkan. Mungkin saja kita menolong dengan tenaga, apa material sama pikiran. Menolong itu ‘kan mencakup semua. Nah itu ‘kan pas jam 2 ujan-ujan itu ‘kan diminta tolong sama tetangga suruh bawa saudaranya ke rumah sakit. Ya kita tolongin aja. Ya, nyadari kalau malam-malam begini itu repot, ndak ada transport. Pakai mobil sampai sini di Kedungarjo situ. Terus saya tanya, “Bawa uang nggak, mbak?” Bawa, katanya. Saya bayarin dulu uang transportnya. Nah ini ke rumah sakit yang tanggung jawab siapa? Lha ini saudaranya di Jakarta. Ya udah saya yang bertanggung jawab.

T : Sakit apa, pak? J : Kemarin itu kalau nggak salah katanya sih gejala demam berdarah. Tapi terus diperiksa,

darahnya diambil ndak anu… terus habis itu, saudaranya sana… kita sudah nolongin pikiran, tenaga, keluar uang juga, saudaranya sana marah-marah. Ya udah itu, kita cari pendapat pak lik saya. Bagaimana ini? Ya udah kalau gitu namanya nolong kita ya resiko. Kalau kita ikhlas tetap lebih besar pahala kita. Ya udah pak lik saya bilang gitu. Sana marah-marah… “Siapa suruh bawa rumah sakit?” ‘Kan namanya orang. Padahal memang dari sana ‘kan dari Jakarta itu ya memang kurang mampu. ‘Kan cuma pedagang bakso keliling.

T : Yang sakit atau saudaranya yang di Jakarta yang jualan bakso keliling? J : Yang sakit itu adiknya.

Page 346: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Adiknya yang jualan bakso keliling? J : Iya. Ya hampir 500-an ribu lah. Ya ikhlas. Ya saya nggak bilang sama istri saya. Namanya

orang perempuan ntar gini, gini. Ya udah. Itu uang saya, nggak minta sama istri saya. Kalau ditanyain, “Pakai uang berapa nebusnya?” Ya nggak pakai, namanya orang nggak punya. Pakai itu kartu sehat. Ya saya cuma gitu. Padahal saya ya habis banyak. Sama nebusnya obat. Ya udah lah.

T : Hubungan bapak dengan pak lik cukup dekat juga, ya? J : Iya, mbak. Kalau ada apa-apa saya seringnya minta pendapatnya dia. Karena saya anggap yang

lebih tua, begitu. Ya itu, saya jadi tahu begini, begitu, ya dari pak lik. Pak lik itu banyak ngasih nasehat buat saya.

T : Nasehatnya seperti apa, pak? J : Ya ngajarin… namanya kita hidup bermasyarakat itu ‘kan harus saling tolong-menolong, yang

paling utama. Kita hidup nggak sendirian ‘kan? Perlu bantuan orang lain kadang. Dia cuma bilang lebih baik menolong daripada ditolong, gitu. Terus sama ngajarin, ini lho, mbak… kalau orang Jawa itu… apa tadi? Pengetahuan kejawen gitu. Pengetahuan kejawen itu ‘kan ya termasuk itu saling membantu. Kita penuh prihatin. Kita, kalau orang Jawa itu, nglakoni gitu, lho. Kita kesana, cari keselamatan. Kita jalan-jalan tiap malam Jumat Kliwon.

T : Ada ritual tertentu gitu ya, pak? J : Iya. Ada ritual tertentu. Orang Jawa itu seperti itu. semuanya ada, tercakup disitu. Masalahnya

kalau ilmu kejawen itu ya kita percaya sama Tuhan. Kita yang Islam ya kita Islam. Yang Kristen ya Kristen. Tapi semuanya itu mencakup. Ya saya itu kadang ya lupa ajaran gini-gini. Wong saya itu ya… saya catat. Kalau ada gini-gini. Kalau ada masalah gini-gini seharusnya kita bicarakan secara kekeluargaan. Kalau tidak berhasil ‘kan ya kita cari jalan yang lain.

T : Apa yang bapak harapkan setelah menolong orang lain? J : Tidak ada, mbak. Selama hidup di dunia kalau kita menolong menurut ajaran agama bisa dapat

pahala. T : Agama apa, pak? J : Islam. T : Apa yang mendorong bapak untuk menolong orang lain? J : Kasihan. Karena kita sesama manusia kalau hidup enak tapi orang lain sengsara itu tugas kita

untuk menolong mereka. Kita menolong orang seharusnya tidak pilih kasih. Kita sendiri dari keluarga kurang mampu. ‘Kan nggak mungkin semuanya kita kerjakan sendiri.

T : Menurut bapak apakah tolong-menolong itu penting? J : Penting. Masalahnya kita hidup di kampung kalau tidak tolong-menolong dan tidak kita

kerjakan bersama-sama kita kaya hidup di kota. Tidak tahu begini-begitu. Kalau ada tetangga yang sakit tidak tahu padahal satu RT, tapi tidak kedengaran. Kalau di kampung itu kalau ada tetangga yang sakit satu kampung dengar semua. Di kampung itu rasa tolong-menolongnya masih bagus. Masalahnya kalau ada yang buat rumah Kadusnya cuma perintah sama RT-nya, besok kerja bakti disana buat rumahnya si A soalnya si A itu orang tidak mampu. Kita ‘kan sama-sama. Terkadang kalau ada yang tidak bisa menyumbang tenaga mereka menyumbang uang atau beras untuk makanin yang kerja bakti.

T : Kalau di pasar apakah juga saling tolong-menolong seperti di kampung? J : Ya ada, tapi ngga kaya di kampung. T : Bedanya bagaimana? J : Kalau di pasar itu prinsipnya dapat uang, dapat untung. Kalau di pasar itu kalau tenaga berapa

menit itu harusnya dapat uang. Tapi kalau di kampung ‘kan enggak. Ikhlas. T : Berarti di pasar itu kalau menolong orang harus dibayar? J : Iya. Tapi ada juga kita kalau sama sekitarnya tolong-menolong ngangkatin apa ya nggak

dibayar. T : Maksud bapak yang dibayar itu kuli-kuli yang suka membantu membawakan barang dagangan

yang berat-berat itu? J : Iya, mbak itu ‘kan dibayar. Sekali ngangkatin barang gitu dikasih berapa gitu. T : Tapi kalau sesama pedagang menolong pedagang lain tidak membayar ‘kan, pak? J : Tidak, mbak. Kalau sama sekitarnya tidak.

Page 347: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Jadi di pasar juga saling tolong-menolong tapi beda dengan tolong-menolong di kampung, begitu ya?

J : Iya. Di pasar kita juga saling tolong, tapi beda dengan yang di kampung. T : Apakah bagi bapak menolong itu adalah sebuah kewajiban? J : Kalau menolong sesama pedagang itu ‘kan kita sebagai sesama manusia itu wajib saling

tolong-menolong. Ya tolong-menolong kalau menurut saya dengan pedagang disini bagus. Kalau disini itu kalau ada apa-apa, kalau nggak dikabarin cuma dengar saja… “Oh disana ada orang sakit.” Orang-orangnya sudah pada ngumpul. Yok kita kesana, nengok sana. Misalnya si A gitu sakit. Tapi kalau di rumah itu ‘kan mesti dikabari dulu. Ayo kita nengok sana besok sore. Kalau disini itu begitu denger kabar langsung ngumpul terus berangkat. Kalau di rumah itu kalau nggak dikabari dulu ‘kan jarang tha, mbak, ikutan. Tapi kalau disini gitu baru dengar saja sudah langsung berangkat.

T : Jadi menurut bapak menolong itu merupakan kewajiban? J : Iya. Daripada kita ditolong lebih baik kita menolong. T : Hubungan antar pedagang disini baik, pak? J : Dekat. Kenal semua. T : Hubungan antar pedagang disini baik semua ya, pak? J : Iya, baik. Baik semua. Kerukunannya baik juga. Kalau ada yang sakit bareng-bareng

menjenguk. Sebenernya ya baik juga. Tapi ya kadang ada yang enggak, namanya orang. T : Contohnya yang tidak baik itu bagaimana, pak? J : Ya kalau ada yang sakit nggak mau ikut jenguk. Ya kita biarin aja, paling besok kalau dia sakit

tidak dijenguk. T : Pernah menghadapi masalah dengan pedagang disini, pak? J : Tidak ada. Paling masalah kecil. Masalah tempat. Kalau pagi ‘kan disini semua dagangan

belum tertata. Masih ada yang di jalan, tapi kalau udah setengah jam gitu ya sudah rapi semua. Masalahnya cuma itu. Soalnya kalau badan lagi capek ‘kan kita jengkel juga melihatnya. Tapi ya namanya tetangga dekat kalau ada apa-apa ya minta tolong juga. Makanya kalau ngadepin kaya gitu ya udah.

T : Ketika menghadapi hal seperti itu sempat marah juga tidak, pak? J : Enggak. Ya kita pendem aja. Masalah tidak perlu dibesarkan. Nanti malah jadi ramai. T : Maksud bapak memendam perasaan itu untuk meredam masalah, begitu? J : Iya. Supaya tidak jadi makin besar. T : Lalu upaya apa biasanya untuk menyelesaikan masalah yang terjadi? J : Kita kalau ada masalah ya ngomong sama yang bersangkutan. Umpamanya kita punya

masalah… nggak ada kecocokan. Kita bicarakan langsung. Di pasar itu bisa kita tegur langsung gitu lho, mbak. Tapi kalau kebanyakan kita di rumah itu kita ngrumpi. Tapi kalau di pasar ini ‘kan bisa kita tegur langsung. Bagaimana ini ada masalah. Ya udah.

T : Jadi setiap kali ada masalah langsung dibicarakan, diselesaikan, begitu? J : Iya. Biar tidak ada yang mengganjal. Masalahnya ‘kan kalau tidak kita bicarakan ‘kan di pasar

ini kalau ada masalah kecil umpamanya. Sini sama situ ada masalah dagangan. Ini contohnya… sini sama situ ‘kan sama-sama jualan tahu. Kalau disitu baik-baik otomatis ‘kan orang itu belinya disitu. Ya udah langsung saja kita tanyain… “Ada apa kok belinya disitu?” “Oh, ini tahunya jelek-jelek. Dagangannya jelek-jelek.” Udah kita bicarakan gitu terus kita laporan yang nyetorin. Gitu. ‘Kan selesai. ‘Kan enak. Kalau kita ini ada masalah diselesaikan secara kekeluargaan ‘kan enak.

T : Selain itu, masalah apa lagi yang biasanya terjadi diantara pedagang, pak? J : Ya paling seputar itu, mbak. Jarang kok pedagang disini punya masalah. T : Pernah menghadapi pedagang yang menjengkelkan juga, pak? J : Paling ya cuma ‘kan kita jualan tahu nggak buat sendiri. Kita ambil dari pabrik. ‘Kan kadang

kita manusia itu pasti ‘kan punya halangan, umpamanya mau layat atau arisan. Biasanya kalau kita ambil tahu ‘kan 10 blabag, kalau mau ada keperluan ‘kan kita minta sedikit. Tapi yang punya pabrik ‘kan tetep aja, udah itu jual aja semua. Cuma gitu aja masalahnya, pedagang sama pedagang.

T : Bagaimana perasaan bapak menghadapi hal itu?

Page 348: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Ya jengkel juga, masalahnya ‘kan kita ada keperluan mendadak. Seharusnya dia tahu juga. Tapi dia ya nggak mau rugi, sudah dibuatin segini. Padahal sini ya juga. Dipikir-pikir memang semuanya ya nggak ada yang salah. Tapi ya ada juga yang dia nyadarin ya udah saya jual. Tapi ada juga yang udah itu jual semua. Namanya orang, nggak sama.

T : Bagaimana mengatasinya? J : Ya udah kita ngalah. Umpamanya kita mau arisan jam 10 kita berangkat jam 8, di rumah ‘kan

ada orang tua ya suruh nunggu dulu sampai kita pulang. T : Jadi minta bantuan orang lain? J : Iya, suruh bantuin jualan. T : Kalau dengan pembeli, apakah bapak juga memiliki pengalaman menolong mereka? J : Ya ada. Kalau ada orang beli disini minta diantar di sana. Kalau kita mau dikasih uang ‘kan

nggak enak juga dia ‘kan langganan juga. Jadi kita ya nggak minta bayaran, mbak. T : Apakah pernah menghadapi masalah dengan pembeli? J : Ya ada juga. Namanya pasar. Contohnya begini, ‘kan dia mau punya kerja ‘kan pesan besok,

umpamanya hari Rabu jam sekian, tempenya berapa ribu tahunya berapa ribu. Pernah nggak diambil, atau lupa, atau sudah beli saya nggak tahu. Terus ada juga, kalau orang jualan tahu dari sini sama Sukoharjo ‘kan beda. Kalau orang Sukoharjo kadang kalau kesini gitu wong disana aja tahu segini dapet sekilo kalau disini kok mahal bener. Katanya Wonogiri itu gudangnya tahu tempe.

T : Dipikirnya kalau beli tahu-tempe di Wonogiri lebih murah, begitu? J : Iya. Tapi ‘kan masalahnya kalau di pasar itu selalu banyak retribusinya. Seperti sampah, untuk

kebersihan, untuk gini gini ‘kan banyak juga. Jadi harganya juga nggak bisa murah sekali. T : Bagaimana bapak menghadapi pembeli yang sudah pesan lalu tidak diambil seperti tadi ? J : Ya memang orang itu ‘kan beda-beda. Tapi ‘kan secara umum kita ‘kan jengkel juga. Tapi

sebagai manusia kita ingat pada Tuhan juga. Itu paling kelupaan, kita sabar aja. Anggep aja itu rezeki belum punya kita.

T : Apakah bapak juga memiliki hubungan yang cukup dekat dengan pembeli? J : Ya biasa saja ya, mbak. Paling suka ngobrol-ngobrol gitu. Kadang ceritanya masalah pribadi. T : Seperti apa, pak? J : Masalah pacar, cerita-cerita begitu. Tapi ada juga yang bercerita masalah dagangan. Misalnya,

sana tahunya jelek sini bagus. T : Bagaimana bapak menanggapinya? J : Jawab seadanya aja. Di sini ‘kan kita jualan. Kalau di rumah ya kita berusaha ngasih saran. Di

sini ‘kan kita berjualan, jadi ngomongnya nggak banyak. T : Apa tujuan utama bapak dalam berdagang? J : Kita sebagai manusia butuh hidup. Butuh memenuhi kebutuhan ini, kebutuhan itu. Kita juga

punya anak. T : Anaknya berapa, pak? J : Satu. Kita mau membiayai anak. T : Anaknya masih sekolah? J : Iya. Kelas empat SD. Kita berusaha membiayai dia supaya bisa nerusin pendidikan yang lebih

tinggi. Kalau bisa ya kuliah begitu.. T : Supaya dagangan laris, bagaimana caranya menarik pembeli? J : Namanya orang jualan kita butuh melayani pembeli dengan bicara yang enak. T : Yang enak itu bagaimana maksudnya? J : Ya dengan merayu pembeli.. Bagus-bagus ini dagangannya… Begitu. T : Apakah maksudnya berbicara dengan baik kepada pembeli, begitu? J : Iya. T : Bagaimana dengan persaingan antar pedagang di pasar ini, pak? J : Ya ada persaingan sehat dan persaingan tidak sehat. Namanya pasar. Orang dagang cari untung,

harga-harga nggak ada patokan harus segini. Umpamanya jualan tahu. Kita sesama pedagang tahu, jualan tahu yang besar itu sepuluhnya Rp.2000,00. Tapi kadang jualan ada yang Rp.1500,00, ada yang Rp.l750,00. Masalahnya kita pedagang tahu ada yang buat sendiri, ada yang ambil dari pabrik. Kalau buat sendiri ‘kan kita bisa hitung-hitung, untuk beli kedelai

Page 349: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

segini, tenaga segini. Tapi kalau ambil dari pabrik ‘kan sudah diperinci. Belinya segini, tenaganya segini, jadi harganya ‘kan lebih mahal.

T : Biasanya yang bikin sendiri harganya lebih murah? J : Iya, lebih murah. T : Persaingan tidak sehat itu contohnya seperti apa, pak? J : Kita kalau jualan agak sore, ya sehabis luhur ke atas, kalau hari-hari libur gini ‘kan nggak

banyak yang belanja. Kalau hari-hari orang masuk, kaya sekolah-sekolah, kantin-kantin gitu ‘kan yang ambil banyak. Kalau libur ‘kan kalau agak sore ‘kan sepi. Persaingan tidak sehatnya itu kadang seharusnya tahu yang besar itu dijual Rp.1000,00 tapi dijual Rp.500,00. Gitu lho.. jadi orang beli ‘kan kesana semua. Padahal kalau umpamanya disini ambil pabrik dan disana buat sendiri kita ‘kan kalah juga. Kalau kita punya perasaan ya biarin ‘kan jualnya sama juga, wong kita ya sama-sama jual. Kalau dia baik hati, punya perasaan.. tapi ya namanya orang.. Nggak sama.

T : Bapak jualan tahu dan tempe atau tahu saja? J : Sebenernya saya itu jualan krupuk. Lha berhubung disana ada tempat ya kita bantu istri jualan

tahu. Masalahnya kalau istri banyak nanggung, banyak kerja ‘kan kita kasihan juga. T : Biasanya kalau jualan harganya sudah pas atau masih bisa ditawar? J : Ya bisa ditawar. Namanya pasar tradisional. Kalau pasar swalayan ‘kan kita ngambil sendiri.

Kalau pasar tradisional ya kita tawar. Cuma kalau dari pabrik patokannya Rp.1000,00 gitu ya kita nawarnya Rp.1000,00 lebih gitu. Untung-untung kalau dia mau. Tapi ya banyak juga yang nggak nawar. Masalahnya ‘kan Wonogiri itu dekat objek wisata, kadang mampir Wonogiri katanya Wonogiri tahunya enak. Jadi ya berapa kita mau ya udah bayar, nggak pake ditawar.

T : Biasanya kalau orang langganan juga tidak menawar lagi ya? J : Kalau dari langganan ya sudah berpatokan. Kalau Rp.1000,00 ya Rp.1000,00 terus. Kalau dia

nawar ya bagaimana, wong tiap hari beli, udah percaya sama kita. T : Selama ini, apa yang mendorong bapak untuk menolong orang lain? J : Karena kita sendiri dari keluarga kurang mampu. ‘Kan nggak mungkin semuanya kita kerjakan

sendiri. T : Maksudnya menolong supaya suatu saat kita juga ditolong? J : Iya. Tapi ya kita tidak mengharapkan. ‘Kan ya nggak mungkin kita menolong terus. Suatu saat

kita gantian yang perlu ditolong. Kita yang minta tolong orang lain. Kalau kita itu nandure apik, kalau orang Jawa bilang, besok itu ‘kan panennya bagus. Gitu ‘kan?

T : Jadi bapak percaya ya, kalau setiap orang itu akan mendapatkan hasil dari perbuatannya? J : Iya. Kalau perbuatannya baik ya hasilnya baik. T : Kalau dengan pembeli juga pernah menolong, pak? J : Pernah. Ya sering. ‘Kan kadang ‘kan orang pembeli itu ‘kan wataknya tidak sama. Suatu hari

ada orang tua. Ya dibilang ya kurang mampu wong pakaiannya kaya gitu. ‘Kan umpamanya ini, dagangan ini biasanya kita beli dari yang nyetorin 1500 ya kita jualnya 1600. Tapi dia itu mintanya gitu. Nawarnya nggak 1500, tapi 1100. Ya udah yang nganu istri saya, “Ya udah gini aja ibu, artane dibetha mawon. Kula sukani. Boten napa-napa. Kula ikhlas.” Itu pernah. Ada pula pembeli itu yang ngambil banyak. Udah kita kasih. Biasanya orang itu ya tiap hari kesini. Ya banyak yang ngambil gitu kita kasih, uangnya besok. Pernah itu sampai numpuk banyak terus malah beli ke orang lain. Kadang itu ya saya gini… gimana ini kalau begini terus-terusan ‘kan bangkrut. Ya udah wong ya namanya orang. Ya kita ikhlasin aja.

T : Setelah hutang banyak begitu lalu tidak kesini lagi? J : Iya, sudah numpuk. Ya namanya orang. Tapi masak ya kita gitu terus? T : Bapak mengatasi hal-hal tersebut dengan bagaimana, pak? J : Ya ngatasinnya kita kalau ketemu orangnya ya kita tanyain aja. Ya namanya orang kalau sudah

nggak beres ‘kan ya begitu itu… ditanyain malah ngomong, “Udah besok-besok aja uangnya.” Tapi masalahnya ‘kan kita juga usaha. Masak udah ngambil, udah numpuk segitu uangnya kok nggak dibayar. Ya saya bilangin begitu. Kalau ada masalah itu ‘kan kita bicarain ‘kan enak. Tapi ya sudah, wong ya namanya orang. Kalau sudah begitu besok ‘kan pasti rejekinya bisa kembali. Kita ‘kan sudah punya prinsip lebih baik menolong daripada ditolong.

T : Sampai sekarang masih ada yang seperti itu, pak?

Page 350: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Namanya pasar ya pasti banyak, mbak. Tapi ya sudah. Rejekinya nanti ‘kan kembali sendiri. Ya alhamdulilah kita jualan apa-apa itu ya laku semua kalau kita ikhlas. Masalahnya kita sudah percaya sama yang di Atas. Jadi kalau kita ikhlas ‘kan yang di Atas itu juga melimpahkan pahala, rejeki yang banyak.

T : Ketika ada orang yang membutuhkan pertolongan bagaimana bapak menanggapinya? J : Kalau kita… kondisi orang ‘kan kadang nggak stabil. Kadang capek ya, mbak, ya… Kalau ada

yang butuh pertolongan suruh ngantar ya udah kita mau aja. Ntar dulu kalau habis pulang. Kalau di rumah ya, mbak, ya. Ntar dulu, minum-minum dulu. Ntar saya antar. Ya saya bilang dulu mau istirahat, tapi nanti saya antar.

T : Kalau di pasar bagaimana? J : Kalau di pasar ya namanya orang gitu. Kadang suruh ngangkat apa gitu ya sudah kita angkat

aja. Sama sesama pedagang kalau ada yang butuh bantuan apa ya kita bantu. T : Dengan pembeli bagaimana? J : Ya itu juga banyak sekali. Banyak sekali langganan-langganan yang minta tolong barangnya

diantarkan. Itu wajib itu, mbak. Paling ndak ‘kan orang beli dua kresek. Udah, antar. Wong itu mau lebaran itu ‘kan rame… saya ngantar sana, ngantar sana. Saya ikhlas nganter-nganterin gitu.

T : Di depan tadi bapak memberi keterangan pada saya kalau mau menolong orang itu mikir dulu. Maksudnya apakah kalau ada orang yang membutuhkan bantuan itu kita pikir dulu apakah kita mampu menolong atau tidak? Bagaimana maksud bapak?

J : Maksudnya kita kuat nggak nolong. Liat kemampuan kita seberapa. Kalau kita mampu ya udah langsung kita tolong. Pasti ditolong.

T : Jadi bapak menolong siapa saja yang membutuhkan ya? Tidak melihat orang. J : Iya. Lebih-lebih kalau kita sudah kenal. Lebih diutamakan. T : Kalau yang belum kenal bagaimana? J : Ya kita pikir dulu. ‘Kan banyak namanya orang hidup itu orang ‘kan banyak mau minta tolong

tapi si orangnya ada tujuan lain. Kalau orang Jawa bilang ‘kan ngapusi gitu lho, mbak. Dulu ya pernah punya pengalaman diapusi orang. Minta ditolongin ojek suruh nganterin di rumah sakit umum. Ini orangnya nggak saya kenal. Udah kita anterin terus dia masuk keluar lagi. “Mas pinjam uangnya.” Wong itu orang perempuan. Untuk beli apa gitu lho, mbak. Sudah. “Ditunggu aja, mas.” Saya nganterin jam 8 sampai sana jam 8 seperempat apa ya… terus keluar mau pinjam uang ‘kan jam setengah 9. Sampai jam 11 itu nggak keluar-keluar lagi lho, mbak. Ya uang saya dibawa. Terus teman saya juga banyak sekali sepeda motor dipinjamin terus juga ilang. Makanya kadang pikir dulu kalau membantu orang yang nggak kenal. Kalau kita mau nolong tapi minta KTP-nya dulu ‘kan nggak etis tha, mbak. Iya ‘kan? Makanya kalau kita mau nolong ya pikir dulu.

T : Maksudnya menolong tapi dengan hati-hati begitu ya, pak? J : Iya. Kesimpulannya gitu. Masalahnya ‘kan punya banyak pengalaman gini-gini. Tapi ya kita

tetap menolong kalau ada orang yang butuh. T : Bagaimana perasaan bapak waktu ditipu? J : Ya kita ya dongkol juga. Seketika ya dongkol juga. Tapi ya setelah sampai di rumah kita

renungkan, oh ya gini-gini. Nggak pa-pa. Tapi seketika ya dongkol juga, namanya manusia. Capek-capek, udah ninggalin dagangan. Nganter sana malah diapusi. Ya ‘kan dongkol juga. Tapi setelah sampai di rumah terus kita renungkan, ya udah ikhlas. Mau dicari orangnya ya ndak ada. Mau dicari kemana? ‘Kan buang-buang waktu, tenaga.

T : Jadi prinsipnya kita menolong semua orang tapi juga harus hati-hati begitu ya, pak? J : Iya. Begitu kesimpulannya. Kalau ada orang yang membutuhkan pasti kita tolong. Ya liat

kemampuan kita juga. Kalau kita mampu ya udah kita jalanin. Kalau nggak mampu ya kita pikirin dulu. Cari pendapat sana-sini, bagaimana gitu.

T : Baik kalau begitu. Saya rasa sudah cukup informasinya, pak. Terima kasih untuk bantuannya.

Page 351: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Transkrip Wawancara Subjek V T : Nama ibu? J : HR (inisial). T : Usianya sekarang berapa, bu? J : Saya 54 tahun. T : Alamat rumah dimana? J : Di Kedung Ringin. T : Ibu sudah lama tinggal di Wonogiri ? J : Ya udah lama. Sejak lahir saya ikut orang tua. Orang tua saya jualan tahu. Tapi kalau itu

saya tidak membayangkan kalau saya itu mau jualan tahu. Karena saya ‘kan belajar, sekolah juga. Tur saya mau cari jodoh yang ndak jualan tahu itu waktu itu saya kira mudah. Wong saya mau diambil tentara, saya ndak mau. Mau diambil teman sekolah, saya ndak mau. Tibakke kok nasibku ‘tu ya…

T : Jadi ibu sudah lama jualan tahu? J : Iya. Sejak menikah itu saya sudah jualan tahu. Suami saya jualan tahu. Orangtua juga

jualan tahu. T : Bagaimana hubungan antar warga di kampung, bu? J : Ya dekat, mbak. Dekat. Sama tetangga gitu hubungannya bagus. T : Di Kedung Ringin itu rumahnya dekat-dekat gitu ya, bu? J : Iya, rumahnya dekat-dekat. Perbatasan saya pager itu, kalau ma keluar ya lewat rumah

saya. T : Menurut ibu, Wonogiri itu kotanya bagaimana? J : Ya enak Wonogiri. Disini ini kalau sama tetangga masih kenal. Kalau di kota besar itu ‘kan

kalau sudah ada pagar sini sama sini ‘kan ndak kenal. Ya bagus, mbak. Menurut saya itu tidak terlalu anu.. Ekonominya itu pas-pasan. Penghasilannya ‘kan sesuai. Untuk Wonogiri tidak terlalu banyak pengeluaran. Urusan gitu. Apa-apanya murah.

T : Ada lagi nggak, bu, yang bikin betah di Wonogiri? J : Yang bikin betah ya anak-anak di Wonogiri semua. T : Belum pernah tinggal di kota lain, bu? J : Ya pernah. Dulu ada di Sragen. Tapi ‘kan anak saya banyak jadi ya tidak bisa membawa

kesana semua. Jadi ya ndak enak. Terus ya teringat sini teringat sana. Malah seperti di belah. Akhirnya ya di Wonogiri. Orang tua ya sudah tua. Saya ‘kan bisa melihat sehari-harinya. Saya terus terang ndak bisa pisah lama-lama sama orang tua.

T : Orang-orang di pasar ini banyak yang tinggal di Kedung Ringin juga? J : Di Kedung Ringin ada. T : Hubungan antar masyarakat gitu bagaimana, bu? J : Antar masyarakat ya ringan. Jagong itu.. kalau ada.. kalau ndak ada ‘kan tidak terpaksa.

Cuma pekewuh. T : Di kampung, di rumah.. sama di pasar.. sesrawungannya sama nggak? J : Oh, ya sama. T : Di kampung ibu ikut kegiatan tidak? J : Di kampung saya ndak bisa ikut kegiatan ‘tur anak saya ‘kan sudah besar-besar. Jadi anak

saya semua. Kalo apa.. di kampung yang laki-laki itu sudah ketua karang taruna. Yang sudah keluarga itu jadi apa itu.. keuangan PKK. Keuangan arisan RT itu. Kalo arisan cuma.. bapake. Arisan bapak-bapak. Jadi kalo sudah sampai rumah gitu.. saya istirahat. Paling ya bersih-bersih, mandi, istirahat. Nanti ke belakang apa.. ngoreksi itu potongan tahu, potongan tahu itu..

T : Ibu sudah lama berjualan di pasar ini. Menurut ibu, bagaimana hubungan para pedagang disini?

J : Oh, baik. Rukun. Bagus. Ya mungkin ada masalah tapi lama-kelamaan ya jadinya insyaf. Masalah itu ndak begitu penting. Ada pertengkaran sedikit ya tidak usah dipedulikan… nanti lama-lama insyaf. Itu ‘kan masalah ndak penting.

T : Biasanya pertengakarannya itu masalah apa, bu?

Page 352: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Ya persaingan dagang. Misalnya ndak jadi beli sini, beli sini. Tapi lama-lama sudah… makin lama ya insyaf. Beli sini ya biar, beli situ ya biar. Atau mau beli sini nawar 100 perak. Ya… ya paling menyakitkan ‘tu itu. Terus pindah ke pedagang lain langsung beli 2000. Ndak nganyang ndak apa.

T : Berarti itu dari pembelinya ya, bu. Ada yang menjengkelkan begitu. Kalau dari pedagang ada yang menjengkelkan juga tidak?

J : Ya ada. Tapi ndak banyak. Yang sebelah-sebelah sana itu. Masih ngongso. Tapi bagi saya, kalau ketempat saya ya saya layani, kalau ndak ya sudah. Tapi kalau bekerja ya memperhatikan orang lewat itu gimana gitu. Ya ditawari begitu.

T : Kalau ibu menghadapi masalah dengan pedagang seperti tadi biasanya dibiarkan saja? J : Iya. Nanti lama-lama insyaf sendiri. T : Apa yang dirasakan ibu dalam hati ketika menghadapi masalah-masalah tersebut? J : Ya… kalau saya sama pedagang itu ya sudah lah. Biarkan. Kalau laris dan tidaknya itu ‘kan

sudah rejekinya sendiri-sendiri. Hari ini tidak laku, mungkin besok laku, pembelinya mudah-mudah. Hari ini habis, tapi besok masih utuh. Ya sudah. Namanya jualan, lain-lain.

T : Apakah masalah sering terjadi? J : Iya sering banyak masalah. T : Contohnya apa, bu? J : Ya contohnya.. umpamanya.. pokoknya ya itu, mbak.. kalo sini laris ya mesti ya rasan-

rasan.. pasti itu. Gini ora meneri.. Tapi kalo dagangannya ndak laku.. sokur.. tidak ada yang menolong. Soalnya apa.. terus terang pendidikannya kurang. Jadi rumangsane nek wis iso.. agamanya kurang tekun.. pendidikannya kurang. Seharusnya agama itu harus juga disertai dengan pendidikan. Jadi makanya ya gitu... jadi orang sombong… orang anu...

T : Jadi masalah sering terjadi ya,bu? Tapi apakah ketika mengalami kesulitan seperti itu antar pedagang masih tetap saling tolong-menolong antara satu sama lain?

J : Ya menolong itu… ada apa itu.. ada yang sakit itu terus.. apa itu.. langsung tolong-menolong. Orang punya kerja gitu.. gotong-royongnya bagus. Tapi kalo soal perdagangan itu saingan. Terus terang saingan. Dalam hati atau... mesti saingan. Mesti. Kerap kali bertengkar.

T : Bagaimana bisa bertentangan seperti itu, bu? J : Ya gimana ya.. mestinya semua ingin laku. Ini dagangannya ‘tu yang bisa rusak semua. Lha

kalo dah ndak laku sehari ‘kan merugi. Tapi kalo ada orang yang sakit gitu masih mau menengok. Ini mau kesana... ya mau. Itu kalo seandainya satu yang sakit, ini tidak nengok gitu sudah kelihatan ndak bagus. Pasti nengok.

T : Jadi begitu ya, bu... pedagang itu ya baik, rukun, tapi ada saingannya? J : Ya begitu. Kalau nanti di jalan seperti saudara kalau sudah jualan ya gitu itu. Ya mau

gimana? Ndak bisa rukun lah. T : Kalau jualan ndak bisa rukun ya? J : Ndak bisa rukun. Kalau sama dagangannya ndak bisa. Tapi nanti kalau sudah keluar dari

pasar ya seperti saudara. Kalau masih jualan ndak bisa. T : Kok bisa begitu bagaimana ya, bu? J : Mungkin anu, mbak.. sama-sama misalnya gini.. ini jual tempe. Yang satu bisa beli

kendaraan roda empat ya.. mungkin gitu. Yang satu ini ya tahu, yang satu itu enak ndak punya hutang, yang sini.. Ya, jadi iri. Tur sing bisa anu itu agak sombong sedikit. Ya karena itu tadi, kurang pendidikan. Banyak yang ndak sekolah. Pokoknya bisa cari uang. Kalau sudah jualannya agak laris orang pasti agak sombong sedikit.

T : Jadi karena tingkat pendidikannya kurang? J : Iya. T : Ibu punya pengalaman menolong orang lain? J : Ya apa ya... kalo pengalaman saya itu cuma... anu... kalo teman saya.. misalnya ada apa...

salah paham, atau dia sakit hati, terus saya betulkan. Sebetulnya begini.. tidak usah sakit hati. Saya sering begitu.

T : Kalo dengan orang di sekitar sini, bu? J : Di sekitar pasar? Ya cuma teman-teman deket itu. Misalnya salah paham sama orang tua.

Apa itu... dia itu... Gini lho, ada orang ndak punya anak. Lantas ini mengambil anak. Yang

Page 353: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

satu itu diambil dari keluarga sendiri, masih famili. Yang satu bukan. Lha ini yang satu ini mestinya sok meri gitu lho. Lha anu itu ndak sama gitu. Pokoknya merasa gimana gitu. Lha yang satu ini ‘kan orang lain. Mestinya... apa itu… yang mengambil anak itu ‘kan orang lain itu ‘kan hati-hati tho... Kalo mau bicara itu ‘kan hati-hati. Tapi saya tau kalo rasanya kasih itu justru ke itu anak yang masih saudara sendiri, tapi ndak dikeluarkan. Yang orang lain itu ‘kan kalo mau bilang itu ya halus mestinya. Anu.. kamu sudah minum, sana... ini rokoknya. Lha kalo sama yang ini itu ‘kan... anu... anake ora ndang di dus… soale masih anak sendiri. Yang satu ‘kan ndak. Lha terus yang ini ya menangis. Lha terus saya bilangi.. kowe ki... coro jowone... kowe ki ora sah meri. Kowe karo kae ki ling ngepek anak ki kabeh dipek anak. Kasih sayangnya itu sama.. aku ngono. Contone tho.. nek kowe loro ning omah sakit... ibumu ki wis tuwo. Krungu diparani mlayu-mlayu karo nangis. Berarti rasa kasih sayangnya itu sama.

T : Suka mengingatkan orang lain, begitu? J : Iya, suka mengingatkan. T : Menurut ibu, apakah tolong-menolong itu penting? J : Oh ya.. tolong-menolong itu penting. T : Bisa dijelaskan, bu? J : Ya seandainya.. ya penting tha, mbak. ‘Kan gini.. semua itu kita itu bisa pandai, bisa anu itu

karena ‘kan pergaulan. Perlu bergaul itu pengalaman ini, ini, itu ‘kan bisa. Saya dulu.. apa itu.. saya ‘kan pernah sakit. Sakit saya ya.. apa ya.. sakit saya itu.. anu seakan-akan terasa takut atau rasa minder gitu. Itu saya sering sakit. Lha setelah saya di rumah sakit mau periksa itu teman saya gini.. tidak ada uang. Jane kamu sakit apa tha? Kulo kok sering-sering deg-degan. Lha terus itu bilang gini.. anu.. mbok ora sah susah-susah. Nek ora nduwe nek meneng wae sapa tha sing ngerti. Nek wong susah kuwi nyang ‘ndi parane loro. Mengko nek wis loro kowe opo.. wong loro kuwi akhire ‘nyang ‘ndi. Opo kowe ora mesakke anakmu pirang-pirang sing arep ngopeni sopo. Ya itu saya ndak.. apa itu.. ndak sampe periksa.. anu itu.. saya terus sembuh sendiri. Oh iya.. nek aku susah banget, nek aku loro, terus sing arep ngopeni anak-anakku sopo. Lha itu terus itu tegar sampe gini.. oh iyo.. Lha terus gitu kalo ada orang sakit ya saya bilang kira-kira sakit apa. Ada tha orang sing itu terus saya bilangi gini-gini.. Tanggungane sih enek wae ora mbok seneng-senengke terus susah mengko nek wong loro ‘ki ‘nyang ‘ndi. Lha kasian anaknya. Lha itu dari pengalaman. Makanya pengalaman itu juga penting. Di sekolahan juga penting. Bergaul juga penting. Misalnya mau anu.. apa itu.. rombongan.. orang punya hajat gitu saja. Sekarang ada orang punya hajat. Kalo mau jagong sendiri gitu rasanya malu. Gimana gitu. Tapi kalo anu.. entah pakaiannya gimana tapi kalo bersamaan dengan teman-teman mau bilang ini-ini ya bebas sudah.

T : Jadi maksudnya tolong-menolong itu menyangkut kebersamaan gitu, bu? J : Ya kebersamaan.. itu penting. Ya kalau orang Jawa ‘kan biasannya begitu. Kalau ada apa-

apa gitu ‘kan sama-sama. Terus kalo di rumah ya itu.. kalo dulu itu misalnya tetangga sakit. Itu kalo dulu itu pertama itu yang datang pasti itu tetangga. Kadang sakit atau meninggal dunia itu ‘kan tetangga paling ndak.

T : Bagaimana hubungan orang-orang di kampung, bu? J : Anu.. kalo saya itu apa itu.. jarang-jarang anu.. wong saya ‘kan di rumah sudah sore. Tapi

saya ndak punya masalah sama tetangga. Baik-baik saja. Kalo punya makanan sama yang kurang punya.. ini saya punya ini. Jadi.. anu.. agaknya kurang tapi saya ndak punya masalah apa-apa. Baik saja.

T : Apa yang mendasari ibu untuk menolong orang lain? J : Anu saya mau anu itu... kalo orangnya mungkin lebih apa itu... orangnya itu patut kita

bantu gitu. Jadi tidak terlalu ada. Yang nggak punya apa-apa. T : Patut dibantu itu maksudnya bagaimana, bu? J : Patut dibantu itu.. misalnya.. ya dulu ya orang yang tua-tua itu. Atau yang miskin.. gitu

saja. Orang yang tidak punya pekerjaan tetap. T : Alasannya apa yang mendorong ibu untuk menolong? J : Apa itu ya, mbak.. rasanya itu kok kasihan. Tapi ‘kan gini, mbak.. misalnya saya ‘kan

punya saudara ini ndak bekerja. Saya dulu ‘kan pernah juga ndak punya tho.. Terus ada

Page 354: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

yang mau menolong, apa mengasikan misalnya beras 2 kilo.. sampe sekarang saya masih ingat saya pernah ditolong. Jadi dalam keadaan dia membutuhkan kita itu menolong ‘kan bagus sekali. Terus saya kalau di perjalanan itu sering sekali ditolong orang. Saya sering tersesat tapi ditolong orang.

T : Oh, jadi karena ibu pernah ditolong maka ibu menolong orang lain, begitu? J : Jadi tidak minta imbalan gitu ndak.. jadi saya mau menolong kalo orangnya itu sudah tidak

bekerja, pikun atau gimana itu ‘kan ya itu membutuhkan pertolongan. Alangkah dia senangnya itu kalo kita membantu. Ya begitu.. jadi bukan yang ada itu bukan.. lha kalo yang ada itu ya.. mengko gek gentenan gitu ndak.. tapi yang di anu ‘kan yang tidak bekerja. Saya tidak minta imbalan kepada orangnya itu ndak. Memang kita mencari nafkah mencari rejeki untuk sesama kehidupan.

T : Selama ini lebih banyak menolong orang yang tua ya, bu? Kalau yang muda bagaimana? J : Oh, ndak. T : Kenapa, bu? J : Pemuda ya menolong kalo ada itu... apa itu... cara menolongnya ya... kalo ada kegiatan

karang taruna.. apa itu.. kalo saya dimintai sumbangan itu saya rela gitu saja. T : Oh, jadi menolong orang muda bentuknya seperti itu? J : Terus misalnya kalo ada kumpulan karang taruna itu bertempat di rumah saya juga bisa. T : Tapi menolong kaum muda juga ‘kan? J : Iya. Tapi nolongnya beda maksud saya. T : Rumahnya sering dipakai ya, bu? J : Sering dipakai. Kalau rapat-rapat karang taruna itu ada kegiatan ya paling ndak nyediakan

minuman. T : Ibu merasa bertanggung jawab untuk menolong orang lain, tidak? J : Ya. Misalnya kalau bisa. Kalau bisa. Saya itu punya keluarga yang tidak mampu itu jadi

pikiran saya. Kalau bisa saya mau menolong. Ya merasa juga bertanggung jawab. Itu kalau ingat saudara disana sudah tua ndak pernah saya tengok. Ndak pernah kesana. Itu saya ya ingin. Suatu saat kalau ada rejeki ya saya kesana. Seandainya saya dekat ya ingin menolong. Pengen menolong. Kalau saya dekat gitu. Apa itu.. disini saya ya selama disini ‘tu saya ya ndak pernah senang-senang ya ndak. Ndak kepengen senang-senang, bercanda yang terlalu jauh itu ndak. Kalau dulu ‘kan senang saya. Tapi sekarang kalau udah ingat itu rasanya… Kalau ingat keluarga saya sendiri gitu saya ya jadi ingin membantu orang lain. Apa yang saya bisa. Jauh dari saudara ya menolong yang bisa ditolong. Seperti itu, kalau ada orangtua yang sudah titdak mampu itu. Ya kita ngasih apa, ngasih apa. Bagi rejeki sama orang lain. seandainya saya dekat ya ingin menolong.

T : Ibu pernah punya keinginan untuk melakukan sesuatu yang baik untuk orang lain? J : Ya. Ya ingin tha, mbak. Ya apa yang saya bisa lakukan untuk orang lain, saya lakukan.

Ngasih apa gitu. Apa baju, apa beras, makanan. Apa ngasih kerja. Apa sumbangan. T : Kalo dengan pembeli, apakah ibu pernah menghadapi hal-hal yang menjengkelkan? J : O ya.. yang menjengkelkan itu.. anu mbak.. tinggal penjualnya itu gimana. Hatinya itu

gimana. Kalo hatinya keras ya sering itu dimarahin pembeli. Tapi kalo saya ya.. saya sudah pengalaman. Umpamane nganyang sak-sake yo wis gen wong ming ngayang. Nanti kalo seandainya ini harganya 500 terus situ bilang 100 itu ya terus ya saya itu caranya memberi pengarahan ya pelan-pelan. Ndak terus.. tapi kalo teman-teman ‘kan ada.. ora ngajeni iki wong dagangan semene.. itu orang yang kasar gitu. Tapi kalo saya ndak gitu.. yo wis gen.. saya terus terang disini kurang stan. Kalo dulu itu saya stan-nya baik jadi bagus. Lebih rame dulu. Tapi untuk.. apa itu.. ya alhamdullilah.. habisnya agak banyak. Jadi tidak terlalu merosot, mbak. Kalo dulu itu sehari 1,5 kuintal tapi sekarang itu saya 2 kuintal bisa. Tapi disetor-setorne sama bakul-bakul gitu. Sini agak sepi tapi saya punya bakul-bakul.

T : Menghadapi pembeli yang menjengkelkan gitu perasaannya gimana, bu? J : Ya sabar saja kalo saya. Pokoknya pembeli itu ndak gini lho.. seandainya.. ini 100 ya.. anu

ndak boleh terus itu pindah ke temane terus sini beli 2000 ndak usah ngenyang itu termasuk menghina. Lha situ kok besar kok sama sini kok.. itu menghina namanya. Lha itu bisa marah saya. Tapi kalo disini ndak bagus terus beli situ terus situ nawar.. mbok ini yang 100, lha gitu ndak pa-pa. Tapi kalo lansung beli gitu kok.. ya gimana gitu.

Page 355: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Biasanya kalo ada pembeli yang datang gitu mereka suka mengobrol nggak, bu? J : Ya ada. T : Biasanya membicarakan apa, bu? J : Ya itu.. banyak itu.. yang dulu teman, teman gitu.. T : Teman waktu sekolah? J : Iya. T : Biasanya membicarakan apa, bu? J : Ya paling itu.. nanyai temane yang dulu gimana. Dulu-dulu gimana. Ketemu siapa, ketemu

siapa. Nanti salam saya. Kalo teman sekolah saya itu ada yang di Irian Jaya. Sudah berhasil. Anaknya sudah kuliah dimana ya.. sekolahnya itu di Amerika. Sudah berhasil ini sudah kembali ke Jawa. Sekarang bertempat tinggal di Yogya. Sudah naik haji. Terus ada yang itu.. teman SD itu jadi pengusaha itu bakso mutiara. Itu teman saya SD.

T : Masih sering ketemu ya, bu? J : Iya, sering ketemu. T : Bagaimana usaha ibu untuk mendapatkan pelanggan? J : Sekarang nggak bisa. Terus terang tempatnya. Sekarang itu ndak seperti dulu. Kalo dulu ‘tu

mudah dapat langganan. T : Sulit dapat pelanggan, bu? Apa pelanggan yang sekarang ini itu langganan lama?

Langganan yang dulu, begitu? J : Langganan yang dulu. Sekarang cuma langganan yang dulu. Tempatnya sekarang kurang

strategis, kalo mau cari langganan baru itu sok keliru, disana, disana, gitu. Terus saya juale.. anu, mbak.. hargane dipepetke gitu. Biar langganan sekali, pokoknya saya ndak rugi. Kalo sana misalnya 200, saya 150 saja kalo saya sudah ndak rugi ya bisa. Walaupun cuma membeli gitu, ini beli gitu.. harganya sudah saya tekan.

T : Ada langganan tetap, bu? J : Ya punya. Itu kalo pagi jam 4 itu ‘kan itu langganan semua. T : Supaya mendapatkan pelanggan apa yang ibu lakukan? J : Ya… barangnya selalu ada. Jadi untuk bakul-bakul itu siap, untuk umum siap. Pertama itu

barangnya selalu ada. Kedua ya seandainya temannya itu menjual 250, saya harus bisa menjual 200. yang jelas itu. Harganya lebih ditekan terus barangnya selalu siap ada. Ketiga selalu dijamin kualitasnya jangan sampai barang itu basi. Kalau dari pelayanan, misalnya ada pembeli yang rewel… begini… begini… ya sudah biarkan saja. Yang penting sini bisa memberi sesuai dengan yang diinginkan. Mereka dibiarkan itu biar sadar sendiri. Memang mereka itu pedagang kecil dari desa jadi kalau ngomongan itu ngoyo. Kalau ditanggapi malah jadi ribut, jadi masalah. Lha daripada ribut mending ‘kan mengalah, biarkan saja. Lagian kalau pagi ramai sekali. Saya itu kalau pagi jam 4, jam 5 gitu 400 ribu harus sudah dapat. Ya itu kira-kira kedelai 80 kilo. Kalau ramai gitu sini ya ndak banyak ngomong. Ya, ya, ya gitu, sudah.

T : Apa yang dirasakan waktu menghadapi pembeli yang rewel? J : Ya biasa saja. Kadang-kadang juga ada yang menyakitkan. Kalau gini lho, misalnya… saya

pernah ada tetangga mau beli. Satu blabak lima ribu. Ini ‘tu enam ribu. Terus dia marah… ini gimana… gini, gini. Padahal kalau lainnya saya itu kadang dijual tujuh ribu. Sudah sampai di rumah, ndak jadi beli. Padahal itu tetangga. Ya itu yang menyakitkan. Padahal dulu ‘kan teman bermain… kok ora ngajeni, istilahnya kalau orang Jawa. Kalau sudah masuk ke tempat orang itu ‘kan ya paling tidak harus beli. Misalnya barangnya ndak cocok ‘kan… ya etikanya itu, lho. Lihat-lihat mau mbandingkan harga. Lha wong tahu aja kok dibandingin. Sak kotak ya cuma lima ribu mau dibandingkan kemana. Itu menyakitkan. Anyel juga. Orangnya lewat itu saya ndak tanya. Soalnya kalau tanya itu kalau orang Jawa itu ndak kajen. Anu, dikira saya mau menarik dia untuk membeli tahu saya. Makanya saya diamkan saja. Ya ndak marah tapi biar diajeni sama orang. Saya itu jadi pedagang itu ndak terlalu anu… kalau dagangannya ndak laku ya sudah, istirahat saja. Saya usaha lain. Jadi ya supaya saling menghargai. Ya pedagang tapi jangan diinjak-injak.

T : Lalu mengatasi perasaan itu bagaimana, bu?

Page 356: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Ya kadang sakit. Tapi saya selalu berdoa. Tuhan itu Maha Pengasih dan Penyayang. Situ habis menyakitkan saya gitu, dagangan saya ndilalah ya cepet laku. Situ ndak beli, orang banyak yang beli.

T : Jadi mengatasinya dengan berdoa ya, bu? J : Iya berdoa. Lama-lama orang yang senang menyakitkan orang, mencelakakan orang gitu

akhirnya ya celaka. Ada orang yang bilang, ya teman gitu… “Jual tahu bosok,” ya sakit rasanya. Mau saya temui tapi belum ketemu. Saya mau bicara tapi pelan-pelan gitu, dengan pendekatan. Kalau nanti sudah anu ya saya bilang. Saya bekerja, aku ora ngrusuhi kowe, ora ngganggu kowe. Kalau ndak senang ya ndak pa-pa tapi jangan ngganggu usaha saya.

T : Selain berdoa mengatasi konflik dengan orang lain gitu dengan bicara baik-baik begitu? J : Iya. Diselesaikan baik-baik. Dibicarakan. T : Ibu percaya bahwa setiap orang itu akan mendapatkan sesuatu setimpal dengan

perbuatannya? J : Ya. Suatu hari itu yang perbuatannya itu ndak baik masa depan itu akhirnya itu justru entah

apa anaknya itu nanti sulit, mbak. Iya. Terus dimana itu, anaknya, dalam keadaan bagaimana itu ndak ada yang nolong. Orang itu akan menerima setimpal dengan perbuatannya. Mungkin kalau misalnya orangtuanya itu baik hati, nanti kalau anaknya sudah dewasa, nanti kalau mau cari kerjaan mungkin mudah gitu. Istilahnya kalau orang Jawa itu ngunduh. Apalagi sekarang ini. Anak saya ‘kan ya bilang… “Niki tasih kesempatan, bu, kalau sedikit punya harta itu kudu dilongi.”

T : Maksudnya bagaimana, bu? J : Maksudnya ya pokoknya sodaqoh, lah. Memberikan sedekah, zakat. Buat orang-orang yang

layak mendapatkannya, yang tidak mampu. T : Menurut ibu perlu memberi sedekah kepada orang lain? J : Oh iya, perlu. Kalau lihat tetangga-tetangga gitu ndak bisa usaha, apalagi usianya sudah

lanjut, ‘kan kasian. Situ tinggal menunggu umur berapa tahun tha? Walau sedikit apapun tetap diberikan.

T : Biasanya memberikannya lewat apa, bu? J : Terus langsung diberikan gitu. Ya kalau ada orang yang butuh pakaian diberi pakaian. T : Jadi langsung diberikan kepada orang yang membutuhkan? Tidak lewat apa dulu begitu? J : Tidak. Ya langsung. Ada orang butuh apa gitu ya saya kasih. T : Kalau dengan pedagang disekitar sini ibu juga merasa perlu menolong mereka atau tidak,

bu? J : Kalau di pasar itu usaha. Ini kira-kira kalau untuk makan saja sudah cukup. Jadi kalau

menolong ya paling dengan tenaga. Apa membantu menunggu kios kalau pas ditinggal gitu. Kadang-kadang ‘kan sebelah saya itu jualan terus apa kemana gitu, ya dititipkan saya. Atau misalnya ada hajat atau ada yang sakit pasti datang.

T : Apakah juga pernah punya pengalaman menolong pembeli, bu? J : Ya kadang-kadang. Misalnya ada orang jual kaos. Dijual harganya 35.000. Padahal

biasanya kalau kaos-kaos di sini itu harganya 12.500 atau 13.000 nah itu ‘kan kasihan pembeli itu kalau beli harganya segitu. Ya saya bilang belinya satu saja, lha sudah terlanjur di-nyang. Itu ada bakul saya. Tadinya mau beli 4 ya biar beli 1 saja. Soalnya harganya mahal.

T : Maksudnya pembeli ibu ada yang menawar kaos tapi harganya kemahalan, lalu bagaimana? J : Iya. Orang beli itu. Saya ‘kan kenal. Wong setiap hari beli tahu apa tempe. Menawar gitu,

wong itu bakul saya membeli disini tiap hari. Umpama tidak membeli tiap hari ya sering. Ada orang jualan pakaian atau gimana lalu nawarnya kemahalen. Sini ‘kan kasihan. Situ saya bilangin “Yo wis gek tuku siji sing disenengi…” Jadi membantu dia biar tidak membeli terlalu banyak. Ya membeli tapi yang sudah ditawar tadi. Nanti kalau situ tidak jadi saya ‘kan dimarahi yang jualan kaos. Kalau yang jual sudah pergi dia tak bilangin. “Mau kelarangen makane kowe tak ‘kon tuku siji.”

T : Ada contoh yang lain dalam menolong pembeli, bu? J : Kalau ndak gitu ya membantu orang beli nganterin belanjaan mereka ke depan. Kalau ada

tenaga ya dibantu tenaga. Kalau ndak ada ya saya sendiri. T : Menurut ibu apakah menolong itu merupakan kewajiban?

Page 357: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Ya iya. Kewajiban. Seandainya saya sudah kaya, kekayaan kita itu ‘kan bisa digunakan oleh sesama kita. Tapi kalau ditinggal mati ndak ada manfaatnya. Jadi ya bisa berbagi. Jadi kita bekerja kalau sudah mendapat kekayaan ‘kan kita itu senangnya untuk menolong siapa yang membutuhkan dalam keadaan orang itu harus kita tolong.

T : Berarti menolong siapa saja yang membutuhkan, bu? J : Iya. Orang yang membutuhkan. T : Baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal, bu? J : Iya. Tidak dikenal tapi dia membutuhkan pertolongan. Misalnya ada orang gelandangan.

Siapa saja ada yang benci, ada yang takut, itu saya ya kasih uang 1000. Kalau ada orang minta-minta ya saya kasih.

T : Harapannya apa, bu, ketika menolong orang lain? J : Ya saya cuma senang menolong sesama. Ndak ada harapan apa-apa. T : Jadi menolong karena melihat orang lain membutuhkan begitu? J : Iya. Yang jelas kalau kita sering menolong, misalnya saya itu berpergian. Disana itu saya

memerlukan bantuan ya sering saya ditolong orang lain. T : Jadi menolong apakah karena pernah ditolong? J : Ya itu ya bisa. Banyak hal kita menolong. Kalau ada yang membutuhkan ya segera

ditolong. Kalau kita bisa menolong ya segera ditolong. T : Ibu punya tujuan tertentu yang ingin dicapai dalam berdagang? J : Ya tujuan saya itu pertama saya itu ingin mencari rejeki. Kedua itu katanya kalau sudah

bekerja itu sudah ibadah. Jadi kalau udah ibadah orang hidup itu mencari rejeki dan ibadah. Ya saya bisanya begitu itu.. untuk masa depan anak-anak saya. Lha kalau saya tidak memberi contoh terus anak saya gimana? Kalau ndak dituntun sekarang mencari pekerjaan tidak mudah. Ya syukur alhamdullilah anak saya bisa bekerja di kantor atau jadi guru. Tapi ‘kan paling tidak saya sudah memberi contoh bisa bekerja, semampu saya. Jual tahu atau apa tapi ‘kan saya sudah bekerja.

T : Supaya tujuannya berdagang bisa tercapai itu usahanya apa, bu? J : Ya saya ya cuma ini bekerja. Tiap hari saya berdoa. Kalau saya itu tiap hari kalau bisa jam

3 lebih dikit itu saya berdoa. Mudah-mudahan ya semua kesalahan saya sama keluarga itu diberi ampunan oleh Tuhan dan Tuhan mau menolong, diberi jalan yang lurus, Tuhan mau menolong kita dan anak-anak. Saya setiap hari berdoa. Ya sedapat-dapat saya begitu. Jadi kalau tidur itu seperti pakai jam, mbak. kalau jam 3 gitu sudah bangun. Kalau saya bangunnya pagi itu getun. Jadi sudah terbiasa ‘kan sudah pergi ke pasar jadi sebelum subuh itu saya ya sudah bangun.

T : Menutup wawancara saya, bu. Jadi pedagang di pasar sekalipun ada persaingan tetap baik ya, bu?

J : Iya, baik. Tapi ya kalau sudah saingan begitu ya kadang tidak ingat kalau teman. Tapi kalau sudah ya seperti saudara begitu.

T : Tetap saling tolong-menolong ya, bu? J : Iya. T : Terima kasih atas informasinya, bu.

Page 358: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Transkrip Wawancara Subjek VI T : Namanya siapa, bu? J : KW (inisial). T : Tinggalnya dimana, bu? J : Pokoh Kidul. T : Usianya sekarang berapa? J : 55. T : Sudah lama tinggal di Wonogiri? J : Dulu di Sukoharjo. Di Begajah. Terus dapet suami itu rumahnya sini. Saya ikut kesini,

sama suami. Saya disini sejak tahun ’72. T : Jadi awalnya di Sukoharjo lalu pindah kesini? J : Iya. T : Suami ibu yang asli orang sini? J : Iya. T : Wonogiri dan Sukoharjo kotanya enak mana? J : Ya penyesuaian itu, mbak. Beda suasana ya... Di Wonogiri itu dulu sepertinya susah itu,

mbak. Kalau sekarang ya biasa-biasa saja. Dulu ‘kan rumah kampung itu belum banyak kendaraan. Sukanya naik perahu. Kalau sekarang kendaraan sudah banyak. Orangnya itu ya masih bodo-bodo. Masih kolot gitu lho, mbak. Masih belum banyak pengalaman.

T : Kolot itu maksudnya bagaimana,bu? J : Ya contohnya ‘tu orang belum banyak ke pasar. Sekarang ‘kan udah banyak. Sekarang ‘kan

angkuta itu udah masuk desa, mbak. Orang-orang jadi mau bakul ke pasar. T : Kebanyakan orang Wonogiri apakah jualan di pasar? J : Iya. Tetangga-tetangga itu banyak yang jualan disini. T : Jualan daging juga atau yang lain? J : Enggak. Macem-macem. Ada yang jualan sayur, jualan jenang. T : Ibu sudah lama jualan daging? J : Dari ’82. T : Dari dulu jualan di pasar ini, bu? J : Iya. Dari dulu disini. Sejak pasarnya belum kebakar sampai sekarang ya disini terus. T : Awalnya bisa jualan daging gimana, bu? J : Diajak tetangga. Tetangga saya itu ‘kan sekampung itu ‘kan banyak yang jualan daging.

Jadi saya itu diajak gitu. Ya susah... jadi orang yang ndak punya itu susah. Kalau punya sedikit uang itu… Tapi ya banyak suka dukanya.

T : Ada pengalaman apa, bu? J : Iya… dulu itu ider itu lho... Dulu ‘kan belum punya kios. Ider. Di kampung-kampung itu.

Tapi orang-orang di kampung-kampung itu ya alhamdullilah salut itu, mbak. Seneng-seneng gitu. Dulu itu belum banyak yang jualan. Belum banyak yang ider. Jadi nggak ada saingan.

T : Dulu sama sekarang jualannya ramai mana, bu? J : Yang dulu ya. Sekarang susah. T : Sekarang tambah banyak orang berdagang ya? J : Ya. Orang jualan sekarang banyak. Dan pembeli itu tertentu. Kalau ndak mau beli daging

ya ndak mau tha. Sukanya ke mana. Kalau di pasar lama itu tidak di dalam begini. Di jalan-jalan begitu. Jadi kalau orang lewat disitu ‘kan kita bisa jualan disitu. Kalau disini harus masuk. Kalau masuk ‘kan orangnya tertentu. Kalau ndak mau beli daging ya ndak mau. Kalau di jalan ‘kan ditawar-tawari juga mau.

T : Jadi sekarang ini berdagang lebih sulit dari yang dulu, ya? J : Iya. Saingannya banyak. Pasarnya juga sepi. T : Kiosnya ada berapa, bu? J : Ada 6. Tapi tidak semuanya dipake. Diatas itu ndak untuk jualan. T : Biasanya kios buka jam berapa? J : Jam 5. T : Itu sudah dasaran atau baru kulakan?

Page 359: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Sudah dasaran. Saya ‘kan cari dari Jatisrono itu ‘kan kiriman dari mana-mana itu ‘kan diterimanya di Jatisrono.

T : Nggak dikirim kesini, bu? J : Yang pesen orang banyak. Di Jakarta itu satu minggu sekali kirim dari sini. T : Ibu sudah lama ya, berjualan disini? J : Sudah. Sudah lama. Waktu itu ‘kan ider. Lama-lama ngumpulin uang, punya modal terus

beli kios. Ya dulu kecil-kecilan, mbak. Kiosnya dulu ‘kan ndak seperti ini. Dulu jualan di jalan-jalan pasar itu bisa. Sekarang ‘kan tidak.

T : Ibu juga banyak mengenal pedagang disini? J : Iya. Hampir semua kenal. Ini kalau semua ini kenal lho, mbak. T : Hanya yang ada di dalam kios daging ini atau juga pedagang lainnya yang diluar itu, bu? J : Iya, semua. T : Kok bisa kenal, bu? J : Lha itu mungkin pedagangnya itu-itu saja. Sudah lama-lama gitu. Pendatang itu mungkin

nggak begitu banyak. Jadi memang dari dulu itu pedagang itu-itu saja. Sukanya lewat sana, lewat sana itu ‘kan banyak kenal. Dan dulu itu ‘kan pas pasar mau dibangun itu ‘kan ada rapat. Di kabupaten atau di DPR jadi kita itu ‘kan banyak bergaul. Seperti saya itu ‘kan.. salut sama orang-orang itu.

T : Kalau ada rapat juga sering menghadiri ya, bu? J : Iya. T : Kalau mengurus apa-apa dengan dinas pasar itu, ya? J : Dulu, mbak. Tapi kalau sekarang itu kepalanya nggak begitu bagus. Dulu ‘kan baik. Ada

kepala yang suka keliling. Memperkenalkan, menanyakan keluhannya. Bagaimana.. apa sepi apa rame. Sekarang saya juga belum tahu orangnya.

T : Belum tahu kepala pasar yang baru? J : Nggak tahu, saya. Belum tahu saya. Kalau yang dulu itu akrab sekali. Dia itu mau menyatu

sama kita. Yang sekarang ini ‘kan tidak. Belum pernah kelihatan. T : Bagaimana hubungan para pedagang di sekitar sini, bu? J : Ya bagus-bagus. Misalnya kalau ada orang beli, dia panggil sana panggil sini. Tapi nanti

kalau sudah satu hari dua hari ya ndak lagi. Malu sama tetangga nanti kalau kita itu cek-cok gitu.

T : Apakah antar sesama pedagang di Wonogiri juga rukun satu sama lain? J : Iya, iya. Ndak ada bertengkar gitu, ndak ada. T : Kalau di kampung bagaimana, bu? J : Ya lebih bagus lagi kerukunannya. Saya ‘kan itu.. sukanya itu mempelopori pengajian itu.

Susahnya kita untuk merintis orang-orang untuk mengadakan pengajian itu. ya alhamdullilah ditempat saya itu orangtua kampung itu ndak ada agama lain. Ya itu perjuangannya juga lahir maupun batin. Sama orang-orang itu ‘kan harusnya kita korban dulu. Apa ngasih seragam, apa kita selalu mengadakan pengajian itu kita kasih makanan.

T : Sudah berapa orang, bu, yang ikut pengajian? J : Ya 50 lebih. Ya satu kampung. Di desa pelosok sana. Kalau di desa itu tertentu, mbak.

Arisan atau apa… tengok orang sakit, pengajian. Orang desa saya itu tidak seperti orang desa lain. Ndak ada orang.. tetangga itu ndak ada.

T : Antara tetangga yang satu dan tetangga yang lain rumahnya jauh-jauh gitu, ya? J : Ya ndak jauh tapi ndak ada orang yang ngerumpi-ngerumpi atau apa. Ya kita kalau kumpul

waktu pengajian saja. Kalau ndak ada pengajian ndak pernah. Kerukunannya bagus. Ndak pernah ngerumpi atau apa.

T : Biasanya setelah dari pasar apa yang dilakukan di rumah, bu? J : Ya sudah sore sukanya ya itu... ngobrol-ngobrol sama yang di rumah. Sama anak-anak yang

kerja itu. Udah maghrib gitu ke masjid. Kalau sudah ya sudah.. istirahat. T : Di kampung apakah ada kegiatan-kegiatan, seperti kerja bakti misalnya? J : Ya ada. T : Ibu juga ikut kerja bakti? J : Ya kalau saya jarang di rumah. Ya yang ada di rumah itu. Kalau pergaulan kampung itu

bagus, mbak. Saya juga ya juga membaikkan diri gitu. ‘Kan saya namanya saja sudah.. ibu

Page 360: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

yang ada namanya. Jadi ya harus jaga ucapan, ulah kita, tutur kita. Selalu kita jaga. Insya Allah.

T : Apakah ibu punya pengalaman menolong? J : Punya pengalaman. Kalau saya itu ya... ada anak-anak yang ndak bekerja seandainya, itu

saya suruh latihan bekerja di tempat saya. Jadi saya kalau cari pembantu liat-liat kiranya ada anak dari desa jauh. Jauh dari kota. Itu ‘kan saya belajari bekerja. Itu kalau saya ajari di tempat saya itu bisa mandiri. Itu sudah banyak pengalaman begitu.

T : Mempersiapkan mereka untuk bekerja, begitu? J : Iya. Dilatih untuk bekerja. Jadi kalau ada pembantu ya liat-liat, yang orang miskin. Orang

yang ndak mampu. Saya sukanya begitu. Dan orang itu ibadahnya bagus. T : Apa yang diharapkan dari menolong orang, bu? J : Ya dikarenakan keluarganya sedikit. Anak saya cuma satu. Dia itu ‘kan sudah misah

sendiri. Jadi saya itu ya menolong itu ya biar sekali biar dia berbuat yang baik, beribadah yang baik. Sudah jadi kewajiban saya.

T : Itu muncul dari dalam diri sendiri, bu? J : Iya, iya. Memang saya sukanya begitu. T : Sudah lama melakukannya, bu? J : Ya sudah. Dari awal anak saya masih kecil itu saya sudah diikuti sama anak-anak yang

ndak mampu itu. T : Kok bisa diikuti sama anak-anak yang kurang mampu itu bagaimana ceritanya? J : Ya itu datang sendiri. Diantar oleh orangtuanya. Jadi kalau nanti sekolah SD, SMP, SMA,

dari SMP biasanya sudah bekerja. Untuk jual-jual es atau apa itu.. setor-setor itu lho. Dulu ‘kan banyak orang yang bikin es yang buntelan itu. Dulu ‘kan gitu. Jadi saya belikan kulkas. Kalau mau ikut saya, saya suruh.. saya kasih kulkas dulu.. biar dia itu.. labanya ‘kan untuk biaya sendiri. Tapi saya ndak mengharapkan hasilnya ya ndak..

T : Jadi untungnya untuk mereka, begitu? J : Iya, iya. T : Banyak yang ikut juga ya, bu? J : Ya banyak. Kalau sekarang itu ya juga masih banyak. Tapi tempat anak saya itu ‘kan ada

kerjaan. Usahanya ‘kan kulit, usahanya kirim Jakarta. Tenaganya ‘kan banyak. Itu ya sukanya datang sendiri gitu. Anak-anak dari STM itu, suka datang sendiri.

T : Masih kecil-kecil ya, bu? J : Iya. T : Jadi yang mendorong tindakan itu karena… J : Ya dari isi hati saya sendiri. Dari kemauan saya sendiri. Karena saya punya pengalaman

begitu karena dulunya saya itu orang yang miskin. Ndak punya pekerjaan. Orang yang ndak punya. Tahu pengalaman yang pahit atau yang getir gitu…

T : Sudah pernah merasakan, gitu? J : Iya. Saya pernah mengalami yang tidak enak seperti itu. Jadi menolong orang itu sudah jadi

kewajiban. Memang isi hati saya seperti itu. Kalau kita seperti itu ‘kan kita membayangkan seandainya itu saya. Seandainya saya yang butuh pertolongan, begitu. Inginnya ‘kan ya melakukan sesuatu buat orang lain. Ya kita inginnya menolong kalau ada yang membutuhkan. Ini ‘kan saya ya sedikit banyak saya menolong juga.

T : Bagaimana pendapat ibu tentang tolong-menolong? J : Ya semampu kita. Apa yang harus kita lakukan. Kita punyanya apa dan kita harus

menolong apa. T : Bagi ibu, apakah tolong-menolong itu penting? J : Penting itu. Jadi sudah jadi kewajiban saya. T : Apakah ibu juga merasa punya tanggung jawab untuk menolong? J : Iya. T : Ibu juga punya keinginan untuk melakukan kebaikan bagi orang lain? J : Ya itu memang sudah kewajiban. Sampai kapan pun saya selalu ingin berbuat baik. Selalu

kita berdoa supaya saya diberi jalan yang terang. Dunia maupun akhirat. Memang sudah itu menjadi keinginan saya memang begitu.

T : Kalau pengalaman menolong orang di sekitar kios pernah nggak, bu?

Page 361: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Iya ada. Tapi ya paling biasa, mbak. Kalau ada yang sakit ikut tilik. Ada yang rewang ya kita dateng kesana. Kalau di desa itu ‘kan begitu. Namanya kita menghargai orang lain. Hidup itu ‘kan ya tidak sendiri-sendiri. Sama tetangga satu sama lain ya harus rukun. Harus peduli. Harus baik sama semua orang. Ya kalau ada yang sakit saya tilik. Ada yang mantu gitu saya datang, ikut. Banyak orang-orang. Banyak pergaulan. Jangan cuma ngurusi urusannya sendiri. Kalau ada acara tilik apa njagong gitu ya kiosnya saya tinggal, saya titipkan anak-anak, begitu. Ada pembantu saya tinggal ndak pa-pa. Ya biar saya tinggal, saya kasikan disini, saya itu ndak mikir.. Ndak begitu gimana ya.. Saya itu ya positip. Ndak ada rasa curiga dan sebagainya.

T : Kalau ada yang sakit begitu nengoknya bareng-bareng ya, bu? J : Iya, rombongan gitu. Kita kalau ada apa-apa begitu bareng-bareng kok, mbak. Ada yang

sakit ya tilik bareng-bareng. Ada yang mantu ya njagong bareng-bareng. Tapi yang datang sendiri juga ada. Tapi seringnya ya bareng-bareng. Kalau bersama-sama itu ‘kan enak.

T : Bagaimana ibu memandang sesama ibu? J : Ya sama. Ndak ada perbedaan biar itu rendah maupun tinggi sama. T : Punya prinsip-prinsip tertentu tidak dalam hidup bergaul dengan orang lain? J : Mungkin kehidupan itu seperti itu lah. Gitu prinsip saya. Ya mungkin saya banyak

pengalaman kehidupan yang suka dan duka jadi Tuhan itu ‘kan menentukan kita diciptakan itu ‘kan lain-lain. Seandainya saya sedang susah saya ndak begitu susah sekali. Saya seumpamane sedang senang ya ndak senang sekali. Ya itu memandang orang itu terlalu berlebihan itu saya ndak bangga. Mungkin baru diuji. Mungkin baru dicoba. Tenang saja. Kita selalu berdoa.

T : Apakah ibu percaya bahwa setiap orang itu akan mendapatkan setimpal dengan perbuatan mereka? Misalnya gini.. kalo orang jahat itu layak dihukum. Kalau ada orang baik itu pantas diberi pahala?

J : Ya ndak itu. Kalau ada orang jahat itu ya kita baiki saja. Saya punya pengalaman begitu. T : Bisa diceritakan, bu? J : Anu.. saya itu ‘kan mau bikin slep daging itu. Di depan itu. Saya didemo. Ya mungkin

orang faktor iri juga, ada faktor orang itu mengganggu. Tapi saya tenang saja. Saya ‘kan sudah minta ijin. Tapi orang itu orang banyak ‘kan pendapat lain-lain. Saya itu didemo terus. Tapi saya tenang-tenang saja. Lalu saya dipanggil. Saya ya bilang kalo begini... punya pemerintah. Dan saya sudah punya ijin. Lha tapi orang itu tadi yang mendemo itu ‘kan ada sponsor. Ada provokator itu… minta tanda tangan orang sebanyak-banyaknya. Jadi saya hadapi dengan baik. Orang-orang itu sukanya saya ginikan.. kalo kamu mendemo orang satu kabupaten. Tiga kabupaten sekalian saya nggak apa-apa. Kalau memang itu ya kita supaya pergi ya kita pergi. Soalnya itu ‘kan kiosnya pemerintah. ‘Kan saya ijin ‘kan sudah ndak peduli. Gitu...

T : Akhirnya bagaimana, bu? J : Ya sampai sekarang diam. Soalnya orang-orang ini... apa ya... ibadah ini saya rangkul.

Yang njelekin saya saya rangkul, sedikit demi sedikit gitu. Entah agama apa. Tidak saya marahi. Itu orang-orang tertentu itu.

T : Jadi maksud ibu apakah orang jahat itu tidak harus dihukum, begitu? J : Iya. Kita justru harus menunjukkan perbuatan baik kepada orang yang menyakiti kita

supaya mereka itu sadar, bertobat. T : Tapi apakah itu juga berarti penjahat itu tidak perlu di penjara, bu? J : Ya itu ‘kan lain, ya. Kita juga harus ikut hukum yang berlaku. Kalau sama pemerintah itu

keputusannya begitu ya sudah. Kalau penjahat ya harus dipenjara. Kalau tidak ‘kan bisa merugikan, membahayakan masyarakat.

T : Lalu apakah orang yang baik tidak pantas menerima pahala, begitu? J : Ya tidak. Ajaran agama malah menyuruh kita untuk berbuat baik kepada orang lain supaya

kita mendapat pahala yang besar. Tapi ‘kan kita tidak berbuat baik untuk mendapatkan pahala. Kita berbuat baik karena kewajiban.

T : Maksud ibu tadi, ibu tidak percaya bahwa setiap orang akan mendapatkan sesuatu setimpal dengan perbuatan mereka apakah karena tidak semua orang jahat itu harus dihukum dan kita berbuat baik itu bukan karena untuk mendapatkan pahala?

Page 362: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Iya. Begitu maksud saya. Tapi pada dasarnya saya percaya kalau ada yang seperti itu. Orang baik itu pasti akan mendapatkan sesuatu yang baik. Entah apa… kalau kita menolong ya kita akan gantian di tolong. Orang jahat akan kena hukuman. Di dunia maupun akhirat. Begitu.

T : Jadi pada dasarnya sebenarnya ibu percaya akan hal itu? J : Iya. Ajaran agama itu mengajarkan seperti itu. tapi kita ‘kan harus tetep berbuat baik

kepada orang yang menyakiti kita. Kalau ada kesulitan memang bagaimana kita menghadapkan jalan yang terbaik. Nah kita harus berdoa. Kalau itu seandainya kita harus menjalankan sholat malam. Bagaimana kita doanya. Jadi orang awam itu mungkin sudah sejak awalnya ditentukan kalo ada kita mau berdoa, memohon yang Maha Kuasa mungkin dilindungi, diberikan kekuatan.

T : Lalu sejauh yang ibu ketahui, adakah ajaran Jawa yang berkaitan dengan tolong-menolong, bu?

J : Ya, menolong itu kewajiban, mbak. Ya, sama saja sama umumnya itu. Sama dengan ajaran agama juga. Kalau kita menolong maka kita berbuat baik. Kita wajib berbuat baik pada sesama. Untuk menjalankan itu tadi… budayanya ‘kan seperti itu.

T : Apakah ibu juga memiliki pengalaman menolong pembeli? J : Ya bagus untuk menanggapi semuanya ya bagus. Biar pelayanannya baik, itu, kalau beli

dagangannya banyak ya saya suruh nganterke belanjaannya. Saya ada tukang pikul. Disana ada, disini ada. Supaya pembeli itu puas kalau beli disini. Kalau nggak ya itu, ya ini biasanya sering terjadi, mbak. Jadi kalau barangnya kurang bagus nanti ya suruh ngembalikan. Nanti kalau ada pembeli yang sukanya.. apa ya.. susah gitu lho, mbak.. Ada yang rewel. Minta ini, minta itu. Yang ini ndak mau, yang itu ndak mau. Ya biar, kita turut saja. Biar dia ndak sakit hati. Ya dituruti apa maunya orang beli. Memang dagang itu seperti itu. Kalau ndak gitu nanti ndak punya pelanggan.

T : Caranya menarik pelanggan begitu ya, bu? J : Iya. Menyesuaikan kalau pembeli itu sukanya rewel.. Biar, itu memang sukanya begitu.

Kita turut aja. T : Bagaimana perasaan ibu ketika menghadapi pembeli yang rewel? J : Ndak apa-apa. Sudah biasa. Orang ‘kan lain-lain sifatnya. Ya mungkin hatinya jengkel tapi

diluarnya nggak apa-apa. ‘Kan itu kalau daging itu ‘kan macem-macem, mbak. Ada yang bagus, ada yang jelek. Dikasih yang ini ndak mau, ini ndak mau. Pilih ibu aja dulu yang mana gitu...

T : Apakah ibu juga pernah punya pengalaman yang menjengkelkan juga dengan pedagang lain?

J : Ya sukanya gitu. Seandainya masih disini, suka manggil sana. Terus sana jengkel. Sukanya kalau sini jualnya harganya tinggi, terus kalau beli disana harganya diturunkan. Memang itu sudah wajar, mbak. Dimana-mana itu seperti itu.

T : Rasanya gimana, bu? J : Ya kita sudah pengalaman seperti itu kita hanya meredam hati kita, jangan sampai

melonjak. Hati yang panas itu ucapan-ucapannya tidak benar. T : Sekarang ini persaingan antar pedagang daging lebih berat, ya? J : Iya. T : Persaingannya contohnya seperti apa, bu? J : Ya ini... daging itu susah. Yang cari itu banyak. Jadi itu kita saingan. Sukanya itu ke rumah

itu juga begitu. Ada orang dari Bandung, ada orang dari Jakarta, ke rumah itu. Tapi pengalamannya nanti kalau sudah menipu itu sudah. Jadi memang banyak suka dukanya.

T : Pernah ditipu juga, bu? J : Wah, dah biasa. Disini aja memang begitu. Orang seandainya ingin punya kerja. Dia itu

minta tolong dulu. Sudah ambil ndak dibayar itu sudah sering. Saya ndak pa-pa. Mungkin itu ada sesuatu hal.. Rejeki kita yang ndak halal mungkin. Saya sukanya begitu. Jadi kalau ndak diredam begitu itu nanti panas gitu lho. Ndak saya cari ya ndak. Biar dia datang ndak pa-pa. Ndak ya ndak pa-pa.

T : Tetapi juga ada rasa jengkel ya?

Page 363: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Iya. Pokoknya ibu nggak pa-pa. Sudah biasa menghadapi yang seperti itu. Kalau kita tidak meredam perasaan gitu ya bisa jengkel terus. Jadi ya sudah, kita terima saja apa adanya.

T : Menurut ibu pedagang di sekitar sini bagaimana, bu? J : Ya ada yang jahat ada yang ndak. Mungkin orang sikapnya sendiri-sendiri. Ya seperti itu.

Tapi nggak mau tahu ya masalah orang lain. T : Jahatnya contohnya seperti apa, bu? J : Contohnya ya seandainya kita punya bakul gitu ya... nanti sudah itu pindah kesitu. ‘Kan dia

itu anu... masih murah. Jadi dia ‘kan pindah. Dan juga saya pagi belum datang, mbak. Jadi kalo orang seperti mbak-mbak yang disini ini ‘kan orang perantauan semua. Tapi ya ndak apa-apa. Biar saja. Kalau mau beli sana ya biar beli sana. Nanti ada lain lagi datang. Tapi kalau ada orang yang pindah ketempat saya umpamanya, juga apa, orang apa disana nanti juga saya terus malu. Pindahlah sana. Sukanya orang ndak mau.

T : Ibu juga punya langganan tetap? J : Ya punya banyak. T : Untuk mempertahankan pelanggan bagaimana usahanya? J : Ya kita harus saling pengertian. Sukanya ‘kan ada langganan yang rewel sekali. Kita juga

biar.. rewel. Asal saya ndak rugi. T : Rewelnya itu contohnya seperti apa, bu? J : Ya sukanya minta yang bagus sekali. Kalau sedikit dikasih yang jelek ndak mau. Disini ini

selalu baru. Kalau ndak baru gitu buat bikin bakso ndak jadi. T : Menghadapi persaingan antar pedagang disini itu bagaimana, bu? ‘Kan ada banyak

pedagang. Biasanya mereka saling bersaing. Bagaimana ibu menghadapinya? J : Ya ndak begitu tegang begitu. Santai saja. Memang ya sudah terbiasa. Kalau orang

berdagang banyak saingan itu hal biasa. Setiap waktu memang begitu. T : Masalah-masalah yang menyangkut antar pedagang gitu jarang terjadi ya, bu? J : Nggak T : Pernah ada pedagang yang berantem? J : Oh, belum pernah. Paling ya itu… kalau ada orang beli sini panggil sana itu ya.. sukanya

marah-marah. Jengkel. Tapi nanti kalau sudah berapa hari begitu ya sudah ndak pa-pa. T : Apakah ibu juga pernah mengalami masalah dengan pedagang lain? J : Nggak pernah. Malu, mbak. Malu kalau manggilin langganannya orang. Orang itu

rejekinya masing-masing. Kalau memang punya kita ya pasti ‘kan datang ke kita. Ndak usah rebutan. Malu. Kalau lengganannya dipanggilin orang ya saya biarkan. Ndak usah marah-marah. Malu. Kalau jengkel ya hatinya ditenangkan supaya ndak marah.

T : Sehari-hari kalau jualan selalu habis ya, bu? J : Ya ndak mesti. T : Kalau ndak habis bagaimana, bu? J : Ya di es. T : Biasanya sehari ambil berapa kilo? J : Nggak tentu. Liat rame apa sepine. Taunya rame itu kalau musim-musim.. apa ya... tanggal

muda. Tanggal muda atau banyak orang punya kerja.. itu rame. Tapi kalau tanggal tua.. sepi-sepi itu ya dikit. Kalau orang punya kerja banyak ya banyak sekali.

T : Biasanya rame-ramenya jam berapa, bu? J : Ya jam 5 sampai jam 9. T : Kalau sore ramai nggak, bu? J : Ya nggak tentu. T : Menutup wawancara saya, bu. Jadi pedagang di pasar ini baik ya, bu? J : Iya, baik. T : Kalau ada masalah bisa diselesaikan begitu, tidak dipendam? J : Iya. Selesai, mbak. Hubungannya ya baik lagi. T : Mereka juga saling tolong-menolong? J : Iya. T : Baik, saya rasa wawancaranya cukup sekian, bu. Terima kasih atas waktu dan

informasinya. J : Iya, ndak pa-pa, mbak. Sama-sama.

Page 364: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …
Page 365: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Transkrip Wawancara Subjek VII T : Nama ibu? J : CR (inisial). T : Usianya sekarang berapa? J : Saya ’49. Tahun ’49 itu berarti berapa sekarang? T : Sekitar 56 tahun. J : 56 tahun? Iya, saya 56 tahun. T : Biasanya jualan sendiri atau dibantu orang? J : Jualan sendiri, mbak. Masih kuat bekerja sendiri. Insya Allah. T : Alamat rumahnya dimana? J : Kedung Ringin RT 1 RW 13. T : Ibu asli dari mana? J : Dari desa kok, mbak. Dari Salak. Plinteng Semar itu ke bawah. T : Kegiatan sehari-hari apa saja, bu? J : Ya cuma itu, kalau di rumah ya bikin tahu. Ikut motongin tahu. Ngirisi. Lantas digoreng.

Lantas dijual besok. Setiap hari ‘kan bikin tahu. Jualan di pasar. T : Biasanya bikin berapa banyak? J : Ya itu.. 100 papan. Terus nanti diambil sama bakul. Besok diantar pasar ya ada.

Turahannya dijual sendiri. T : Cuma jualan tahu saja ya, bu? Nggak jualan tempe juga? J : Ndak, mbak. Cuma jualan tahu. Dulu pernah jualan tempe tapi ndak lancar. Ndak jalan.

Kalah sama teman yang depan itu. Saya ‘kan ada dibelakang. Jadi tempenya yang kelihatan yang didepan itu. Cuma yang didepan itu payu. Belakang ndak lancar.

T : Biasanya kalau bikin tahu ibu ngerjain sendiri atau dikerjakan oleh tukang? J : Ya tukang iya.. saya sendiri iya. Tukangnya ada dua. Kalau ndak ada orang ya dibantu

anak. Kalau ada ya ndak. Cuma saya yang ikut ngerjain. T : Tukangnya itu dari mana saja, bu? J : Dari Praci. Sama dari Ngadirojo. T : Kalau jualan dari pagi sampai siang ya? J : Iya mulai pagi subuh jam 5 itu sampai siang. Ya pulangnya ndak tentu. Kadang jam 10,

kadang jam 9, kadang jam 11. Ya ikut pasarnya ramai apa tidak. Kalau sepi ya pagi sudah pulang. Biasanya ramainya itu ‘kan kalau pagi-pagi itu.

T : Nggak pernah sampai sore ya, bu? J : Ndak pernah, mbak. T : Kenapa, bu? J : Dulu sampai sore. Lha saya kurangi dagangannya. Kalau sudah siang sepi. Ndak ada yang

beli. Nunggu-nunggu ndak payu ‘tu jengkel. Ya sudah, saya pulang. Kalau sepi masih, bawa pulang. Terus dijual besok lagi. Digoreng lagi.

T : Biasanya bawanya banyak atau sedikit? J : Sekarang sedikit, mbak. Dulu rame. Sampai sore. Sekarang sepi. T : Kalau jengkel karena dagangannya nggak payu-payu gitu bagaimana, bu? J : Bawa pulang. Nanti diopeni lagi di rumah. Lantas besok dijual lagi. Kalau marah yang mau

dimarahi siapa... jualan sendiri ndak laku ya diem. Diurusi lagi. Jual besok. T : Di kampung sini banyak pedagang tahu juga? J : Ya. Ada 4 pabrik. T : Membuat tahu sendiri ya, bu? J : Iya. T : Sudah berapa lama ibu jualan tahu? J : Saya dapat suami itu tahun ’67. Itu mulai jualan tahu sampai sekarang. Menikah tahun ’67.

Suami saya ‘kan sudah bikin tahu. Sampai sekarang, sampai ditinggal. Sekarang sudah ndak ada. Sudah meninggal. Meninggalnya tahun ’93.

T : Sudah lama juga ya ibu jualan tahu? J : Sudah lama. T : Sejak kecil sudah bekerja ya, bu?

Page 366: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Iya. Sudah kerja. Nggak pernah dolan-dolan. Banting tulang. Sejak dari kecil sampai sekarang. Saya waktu masih muda di rumah kakak. Membantu kakak jualan makanan. Bikin mentho, pohung, pecel. Jualan di per-ko gitu. Pinggir-pinggir itu.

T : Dulu sama kakak juga di Salak itu? J : Iya di Salak. Saya itu di pek anak sama kakak, ndak punya anak. Saya ikut. Ya itu.. kakak

jualan. Lantas rewang apa yang diolah itu. Membantu. Sejak dari kecil sampai ketemu suami.

T : Dulu menikah umur berapa, bu? J : Tahun ’67. Waktu Gestap. Gestap sudah aman lantas banjir. Setelah itu saya baru kawin.

Yang kena banjir itu disini. Di daerah Salak sana tidak. Ya cuma airnya mblambang gitu, tapi nggak kena banjir. Disini rumahnya sampai larut. Yang sebelah sana itu rumah baru. Bukan rumah saya. Rumah orang. Orangnya itu ya jualan tahu, itu menderita. Modalnya habis, ndak nyandak. Terus rumahnya itu dijual, saya beli.

T : Jadi tempat ini dulu punya orang? J : Iya punya orang. Sekarang jadi punya saya, sudah saya beli. T : Lalu orangnya sekarang dimana, bu? J : Di tempat pak dhe-nya. Dikasih tempat. T : Waktu dia kesusahan ibu sempat membantu juga? J : Ya ndak mbantu, mbak. Saya belum punya. Saya orang baru, istilahnya. Saya jualan, punya

uang sedikit, ditawari ya saya beli. T : Jadi sudah lama ya, ibu tinggal disini? J : Sudah lama. T : Kalau ke pasar naik apa, bu? J : Ya jalan kaki, mbak. T : Sudah usia 56 tahun masih kuat jalan-jalan ke pasar ya? J : Iya, kuat. Ya suka minum jamu-jamu itu jadi kuat. Jamu godhong kates itu, lho, mbak.

Jamu gendongan itu. Kalau ndak ya yang serbuk itu. T : Setiap hari ibu jualan di pasar? J : Iya. Lha wong makannya ya itu. Kalau nggak ke pasar ya nggak makan. T : Pernah merasa jenuh tidak, bu, kalau setiap hari harus ke pasar? J : Ya ndak, mbak. Makannya ada di pasar. Kalau jenuh ya ndak makan. Mata pencaharian

sehari-hari ada di pasar. Kalau jenuh ndak makan nanti. Dapatnya dari situ. T : Hubungannya dengan sesama pedagang di pasar gimana, bu? J : Pedagang di pasar ya.. saya jualan. Ada yang beli langganan itu. Ya cuma beli-beli begitu.

Sesrawungannya ya baik-baik. Ndak ada masalah. Ya jualan sendiri-sendiri. Jadi punya bakul sendiri-sendiri.

T : Jadi ngurusi bakulnya sendiri-sendiri? J : Iya. Punya bakulnya sendiri-sendiri. Sama ibu’e itu... kalau bakul ya njuali njuali gitu. T : Pernah ada masalah dengan pedagang lain? J : Saya ndak pernah itu. Ndak. Saya ndak senang kok. Trimo ngalah, mbak. Kalau ada yang

lancang ngoten saya diem. Ndak mbales. Ndak suka kok. Ndak suka ribut. Saya sudah dijanji suami kalau ada dimana-mana jangan suka padu. Saya ngikuti suami welingnya. Trimo ngalah. Sama pedagang lain gitu ya diem-diem. Kalau cuma anu ya ngomongke kalau ada jagong. Jagong-jagong jam pira. Cuma seperti itu. Nanti bareng-bareng. Memberitahu yang seperti itu. Lainnya ya diem aja. Cuma jualan tahu, apa adanya. Ndak ada yang diomong. Pedagang di pasar itu baik-baik.

T : Apakah antar pedagang di pasar juga suka saling menceritakan unek-uneknya? J : Ndak pernah itu, mbak. Ndak pernah. Diem-diem. Kalau cuma anu ya ngomongke kalau

ada jagong. Jagong-jagong jam pira. Cuma seperti itu. Nanti bareng-bareng. Janjian jagong bareng-bareng.

T : Mereka juga menceritakan masalah sehari-hari, bu? J : Tidak ada masalah kok, mbak. Baik-baik. T : Kalau pembeli bagaimana, bu? Apakah mereka ada yang suka mengobrol dengan ibu? J : Ndak pernah itu. Orang beli itu ya cuma beli… Cuma beli tahu. T : Pernah menghadapi masalah dengan pembeli?

Page 367: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Tidak, mbak. Masalah apa. Kalau beli ini berani ya sudah dibuntel terus pergi. T : Pernah menghadapi pembeli yang menjengkelkan tidak, bu? J : Ya pernah. T : Contohnya seperti apa, bu? J : Contohnya.. umpama ya.. tawar 2000 per 10 ya.. 2000. Nanti tawarnya cuma 1000. Gitu.

Ya saya ya cuma bilang.. ndak bisa. Ya cuma gitu. T : Rasanya bagaimana kalau ada pembeli yang seperti itu? J : Ya njengkeli ya ndak apa-apa. Ada di pasar. Sudah biasa. Orang banyak itu ya ada yang

nyadari ada yang ndak, mbak. Macem-macem. Ya ndak usah ditanggepi. Biar saja. T : Ada yang lainnya, bu? Hal-hal yang menjengkelkan begitu? J : Ndak ada. Biasa aja. T : Bagaimana ibu menghadapi kejadian-kejadian yang menjengkelkan seperti itu? J : Ya… diem, mbak. Mau gimana lagi? Namanya juga di pasar. Jualan. Kalau nemui yang

seperti itu sudah lumrah. Biasa. Mau marah juga nanti malah pembelinya lari semua. Ada apa-apa ya disyukuri. Masih untung ada yang beli. Dagangannya laku. Ya yang sabar, mbak. Menghadapi pembeli kudu sabar. Biasa saja kalau ada pembeli yang rewel. Minta ini, minta itu. Kalau ditanggepi malah rame. Saya nggak mau, mbak. Diem saja daripada ribut. Kalau mau beli ya silahkan. Kalau tidak ya sudah. Memang harganya ya segitu itu. Lha gimana?

T : Sebagai pedagang tahu, usaha apa yang ibu lakukan untuk mendapatkan pelanggan? J : Langganan ya biasa, mbak. Cuma jualan, ada yang beli. Ndak pernah cari apa-apa, mbak.

Cuma jualan di pasar begitu. Tulus. T : Bagaimana ibu menarik pembeli supaya mereka mau beli dagangan ibu? J : Ya kalau beli itu kadang saya tawarkan lantas maju beli. Kalau mau beli ya menggok, kalau

ndak ya bablas. Ya saya tawarkan… “Iki, tahune apik-apik…” kalau ndak mau ya sudah. T : Ada saingan nggak bu, sama orang jualan yang lain? J : Saingannya banyak, mbak. wong yang jualan ya berderet-deret itu. Mana yang disukai. T : Menghadapi saingan seperti itu bagaimana, bu? J : Ya ndak apa-apa. Nasib tha itu. Kalau lain orang yang punya orang lain. Gitu, mbak. Ada di

pasar saingannya ya banyak. Tahu itu berderet-deret. Deket-deket. T : Antara pedagang yang satu dan pedagang lain apakah saling rebutan langganan, bu? J : Ndak. Langganannya sendiri-sendiri. Ndak rebutan. Rejekinya masing-masing, mbak.

Kalau memang jatahnya ya pasti datang ke kita. Ndak perlu dikejar-kejar datang sendiri. T : Ibu pernah tidak ketemu orang yang berjualan lalu merebut langganan? J : Saya ndak pernah ‘tu, mbak. Ndak pernah tau. Jualannya santai. Kalau rejeki saya ya yang

menghadapi saya. Begitu kok, mbak. T : Jadi tidak ada masalah dengan pedagang lain ya, bu? J : Nggak ada masalah. Di pasar kalo ada masalah yo malah ribut. Dilihat orang yo ndak baik.

Kalau rayahan pembeli.. umpama yo mbak.. dibeliin seribu, kaya saya beli mbak gek mbak ngrebut, itu yo saya trima ngalah. Malu kalau ribut sama orang. Sudah lah. Diam saja. Ndak baik kalau ribut sama temennya. Sudah jatahnya sendiri-sendiri.

T : Kalau bertemu dengan pedagang yang suka merebut pelanggan begitu, rasanya bagaimana, bu?

J : Ya ndak pa-apa, mbak. T : Tidak merasa jengkel atau bagaimana gitu? J : Ndak. Saya ndak marah. T : Kenapa bu, kok bisa ndak marah? J : Kok bisa ndak marah ya nyebut... ya bukan nasibku. Kulo ngoten. Dadi ya manah ya malah

tentrem. Ya jangan sampai marah, mbak. Santai saja. Diyem-yem hatinya sendiri, mbak. Lepas. Hati dilonggarkan. Jadi ayem. Rejeki datangnya dari Gusti. Kalau memang jatah saya ‘kan ya dateng ke saya. Ya ada apa ya diterima saja. Kalau rebutan malah malu.

T : Ibu juga dekat dengan warga di kampung? J : Iya dekat. Umpamanya ya... mau diajak kesana ya mau... kesana-sana ya ikut. Gitu. T : Biasanya diajak kemana, bu? J : Ya itu rombongan... apa... orang meninggal. Ke lain desa itu... ya saya ya ikut.

Page 368: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Ibu pernah mengalami masalah dengan warga kampung tidak? J : Ndak pernah itu. Disini rukun-rukun. Tetangganya jauh-jauh tapi ya kenal sama yang sana,

sana itu. Sini lak pinggir kali, ndak ada tetangga. T : Apa satu sama lain masih ada hubungan kerabat? J : Situ, rumah depan situ, anak. Yang punya anak itu lak mantu. Yang lelaki anak saya. T : Itu anak yang ke berapa, bu? J : Dua. T : Anak ibu jualan tahu juga? J : Ndak. Momong di rumah. Sama masak untuk menyediakan makan untuk orang-orang kerja

itu. Wong itu ya belum bekerja. Cuma momong anak. T : Jadi masih memikirkan anak-anak juga ya, bu? J : Ya mikir... Kalau anak belum kerja bagaimana cari kerjaan kok belum dapat. Gitu. Kalau

udah keluarga ndak bisa nyukupi keluarganya. Yang nyukupi orangtuanya. Jadi masih tanggungan orangtua.

T : Rasanya bagaimana, bu, kalau masih harus nanggung anak gitu? J : Ya siapa yang mau dimintai kalau bukan orangtua? Jadi ya saya tulus saja memberinya.

Namanya orangtua. Anak saya ya cuma membantu bikin tahu di rumah. T : Biasanya di kampung sini ada kegiatan apa, bu? J : Ya lomba-lomba kalau bulan Agustus itu. T : Seperti ronda, arisan, itu juga ada? J : Iya ada. Arisan ya ada tapi saya ndak ikut. Repot, mbak. Ikut cuma titip titip gitu. Arisan

bapak-bapak itu. Biasanya sehari-hari ya cuma di rumah sama ke pasar itu. Ndak pernah ikut apa-apa. Udah tua. Kalau pulang dari pasar gitu ya saya paling di rumah. Kalau udah tua itu badannya ‘kan ya kurang baik kalau ikut kegiatan.

T : Tetangga disini sekeliling ‘kan jauh ya, bu. Sekalipun jauh juga kenal, bu? J : Ya kenal. Itu sama anak sakit apa orang sakit, ya ikut tilikan rombongan. Ke rumah sakit

gitu. Ya ikut. Di kampung itu hubungannya baik kok, mbak. Ya kalau ada orang sakit. Kalau ada orang sakit ya tilik-menilik. Kalau ada orang meninggal ya itu.. layat. Sama.

T : Selain ikut kegiatan-kegiatan seperti itu, apakah ibu juga punya pengalaman menolong orang lain?

J : Ya pernah. Itu anak-anak PKL itu. Ya tanya bikin tahu itu bagaimana. T : Jadi diwawancarai oleh mereka, begitu? Membantu memberi informasi tentang cara

membuat tahu? J : Iya. Mereka tanya caranya bikin tahu. Ya saya jelaskan begini, begini. Namanya juga anak

sekolah, butuh dibantu. Ya saya bantu sebisanya. Butuhnya situ apa. T : Pernah memiliki pengalaman menolong yang lain lagi tidak, bu? J : Ya orang di jalan kalau ada orang-orang minta. Minta sedekah, bu. Sekedarnya. Ya saya

kasih. T : Kalau dengan tetangga, apakah juga pernah menolong? J : Ya kalau ada kesulitan ya itu... jaluki bantuan. Ya mbantu. Kalau ada orang miskin, jaluki

bantuan sekedarnya. Sak maunya. Ya paling kalau ada iuran-iuran. Ada kebutuhan kampung gitu saya ya baru nolong. Umpamanya Agustus gitu dimintai bantuan. Ya saya kasih.

T : Selama ini ibu cuma bantu iurannya, tidak ikut Agustusannya gitu ya, bu? J : Ndak. T : Kenapa, bu? J : Ndak ikut, mbak. Lha saya jualan di pasar. Jadi saya ya sudah tua. Nggak kuat badannya.

Sudah capek. Iya. T : Bantuan apa yang biasa ibu berikan berupa sumbangan begitu, ya? J : Ya berupa uang. Kalau ndak ya barang. Kalau barang itu saya biasanya ngasih tahu. Tapi ya

tergantung apa mintanya. Kalau minta tahu ya tahu. Kalau minta uang ya uang. T : Biasanya itu dimintai secara rutin atau bagaimana, bu? J : Ya cuma kalau ada kebutuhan apa gitu… terus dimintai. Biasanya itu… Ya itu kalau bulan

Agustus. Ya dipungut iuran, ya masuk. Kalau Sura itu, bulan Sura. Dipungut bantuan ya mbantu.

Page 369: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Mengapa ibu mau memberikan sumbangan? Sebabnya apa, bu? J : Ya ikut apa kemauannya orang yang minta-minta itu ya saya kasih. Orang hidup itu ‘kan

harus saling membantu. Ya saya punyanya apa, saya kasih. Namanya diberi rejeki, ya jangan di pek dhewe. Orang lain ya biar ikut menikmati. Pahalanya ‘kan besar kalau kita baik sama orang. Orang ‘kan juga seneng kalau dibantu. Ya ada yang minta sumbangan, ya saya kasih sekedarnya saya.

T : Jadi memberi sumbangan karena ada yang minta sumbangan, begitu? J : Iya. Kalau di pasar itu ya kadang ada puteran sumbangan gitu, saya ya ngasih. Kalau ada

yang minta gitu saya ya baru tolong. Ya nolong ya nolong, mbak. Itu di pasar itu saya dimintai bantuan. Dikelilingi kerdus itu. Di rumah iya. Ditarik, saya ya mbantu lagi.

T : Lalu kalau ada orang yang membutuhkan, bagaimana bu? Maksudnya tidak melalui sumbangan begitu?

J : Ada yang butuh ya ditolong. Ya butuhnya apa, kalau saya bisa menolong ya ditolong. Ada yang minta bantuan kok. Ya harus peduli sama orang lain. Kalau diam saja ya nanti dibenci sama orang. Nanti kalau kita gantian yang butuh ditolong ndak ada yang mau tolong. Dipikirnya ‘kan sombong. Ya orang ‘kan ndak suka.

T : Apakah menolong supaya suatu saat membutuhkan pertolongan bisa gantian ditolong sama orang, begitu bu?

J : Ya kalau kita baik orang pasti akan baik dengan kita. Kalau kita jahat ya orang tidak suka. Kalau hidup bersama itu ‘kan harus saling tolong-menolong. Kita ‘kan ndak bisa apa-apa sendiri, iya tha, mbak? Jadi ya saling tolong-menolong.

T : Mengapa ibu mau menolong orang lain? J : Ya kasihan, mbak. Ada orang minta ya saya bantu sekedarnya. Ada orang yang butuh ya

saya tolong. Ndak ada tujuan apa-apa, mbak. Ada yang minta ya saya kasih. T : Jadi ibu menolong orang lain karena kasihan ya? J : Iya. Hatinya itu ndak tega kalau lihat ada orang susah begitu. T : Menurut ibu, tolong-menolong itu penting tidak, bu? J : Ya penting. Ikut rukun sama orang. Ngraketke sanak sedulur, nyenengke ati. Rukun

kampung. Orang itu seneng kalau ditolong. Cuma sekedarnya tapi kalau kita itu mau nolong orang pahalanya besar. Kalau kita melakukan yang baik itu ‘kan nanti diberi pahala sama Gusti. Kalau kita berbuat baik nanti pasti juga dapet yang baik.

T : Jadi menurut ibu, kalau kita berbuat baik itu nanti dapet pahala? J : Iya. T : Ibu percaya bahwa setiap orang akan mendapat hasil dari perbuatannya? J : Iya percaya. Kalau kita baik nanti kita juga dapet yang baik. Orang yang mau menolong

orang lain nanti pasti dapat pahala. Percaya sama Tuhan yang melindungi ‘kan Gusti Allah. Yang memberi hidup itu ‘kan Gusti Allah.

T : Pernah mendapatkan ajaran dari agama tentang hal ini, bu? J : Saya ndak ngikuti kok, mbak. T : Lalu belajar dari mana, bu? J : Ya saya tahunya begitu. Saya ndak pernah ngikuti. Saya tahunya yang baik itu ya begitu. T : Apakah dari ajaran Jawa, bu? J : Ya paling ya dapet welingan. Dulu waktu masih kecil dari bapak, ibu, suruh yang rukun

sama orang. Suruh membantu kalau ada yang susah. Namanya tinggal di desa. Ya sanak sedulur itu ya tetangganya. Kalau ndak baik nanti orang ndak suka sama kita. Kalau ada apa-apa nanti ndak ada yang mbantu. Tinggal di desa itu ‘kan seperti itu. Harus rukun. Dulu sebelum meninggal suami ya weling. Kalau sama orang itu harus rukun. Harus berbuat baik biar dibalas sama Gusti Allah. Rejeki datangnya dari Gusti Allah. Gusti Allah senang kalau kita berbuat baik.

T : Ibu pernah tinggal di tempat lain selain disini? J : Saya? Ndak pernah. Dari dulu rumahnya juga disini. Belum pernah pindah. T : Ibu merasa wajib menolong orang lain, tidak? J : Ya iya, mbak. Wajib menolong sesama. Kita hidup bareng-bareng ya apa-apa ditanggung

bersama. Yang rukun. Yang raket. Ayem tentrem. Wajib, mbak, menolong itu. Biar rukun. Siapa saja yang minta tolong ya ditolong.

Page 370: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Tadi ibu mengatakan kalau menolong itu untuk mempererat hubungan persaudaraan. Walaupun bukan saudara, apakah ibu juga tetap menolong?

J : Iya. Tapi kalau di desa itu semuanya sudah seperti saudara, mbak. Ya siapa yang butuh ya ditolong. Kalau ada yang minta sumbangan ya dikasih. Ya mampu menolong ya menolong. Ndak liat siapa yang minta tolong. Semua orang itu sama. Tolong-menolong itu rasanya enak, mbak. Ada yang menolong gitu rasanya senang. Gitu.

T : Kalau di pasar bagaimana, bu? J : Kalau di pasar ya begitu. Kalau ada yang sakit ya ditengok. Kalau ada yang punya kerja ya

datang. Ya biar rukun. Nanti kalau kerja ya sudah sendiri-sendiri. Tapi ya kalau sama orang ya guyub begitu. Wong sama teman.

T : Pernah ditolong sama orang, bu? J : Ya pernah. T : Contohnya seperti apa, bu? J : Contohnya ya saya ndak punya, kadang modalnya kurang gitu. Minta apa.. teman, pinjem.

Kadang orang ndak punya gitu pinjem sama teman. Ya dikasih. Sudah terima kasih kok saya. Sudah ditolong orang.

T : Ibu juga pernah menolong pedagang lain dengan memberi mereka modal? J : Saya ndak pernah. Nggak punya kok. Kalau nolong ya itu… lewat sumbangan. Itu saya

selalu ngasih. Kalau di pasar itu ya seperti itu. Saya ndak punya modal kalau harus nolong. Nolongnya ya itu… ikut njagong, ikut tilik yang sakit. Kalau ada yang punya kerja gitu ‘kan senang kalau kita datang. ‘Kan merasa dihargai. Ngetok gitu saja orang sudah senang. Kalau ada yang sakit juga begitu. Orang lagi sakit itu senang kalau ada yang menilik. Ya seperti itu, mbak. Ndak kuat kalau harus memberi modal. Nolongnya dengan cara yang lain. Pokoknya kita itu nggagas kalau orang ada apa-apa. Menjaga kekeluargaan biar rukun.

T : Kalau di kampung sama di pasar gitu rasa kekeluargaannya sama nggak, bu? J : Ya sama. Apa yang dimaukan teman ya ngikuti. Untuk itu... urusan rombongan ya...

umpamanya ada teman yang sakit, ada di rumah sakit, grudug-grudug... ikut. Tilik-menilik. Kalau ndak ya jagong-jagong itu cumaan. Jagong rombongan ke tempat siapa gitu.

T : Kebiasaan di pasar dan di kampung seperti itu ya, bu? J : Iya. Kalau ada yang sakit nengok bareng-bareng. Tilik bareng-bareng. Kalau jagong ke

tempat yang jauh ya itu bareng-bareng. Numpak kendaraan kesana. T : Di kampung sini juga banyak kegiatan, bu? J : Kegiatan apa, mbak.. Ya cuma yang muda-muda itu. T : Kebanyakan orang muda-muda ya, yang ikut kegiatan-kegiatan? J : Iya. Seperti Karang Taruna itu. Yang tua-tua itu sudah ndak ada kegiatan. T : Menurut ibu, kota Wonogiri itu kerukunannya bagaimana? J : Wonogiri itu kerukunannya baik, mbak. Kalau ada apa-apa gitu lantas grudug-grudug

ngikuti. Kalau ada orang meninggal lantas kampung-kampung itu sama teman-teman itu pada layat gitu.

T : Orang-orang di Wonogiri sifatnya bagaimana, bu? J : Orangnya ya baik-baik. Kalau ada temen gitu ya saling bertanya. Ya baik, mbak. T : Ibu kenal tetangga-tetangga disini? J : Ya semuanya kenal, wong tetangga kok. Saya ndak ikut kegiatan. Sudah tua kok, mbak.

Tapi semuanya orangnya kenal. Kalau itu, pas kegiatan itu diminta bantuannya gitu ya saya membantu. Apa minta tahu apa uang, ya saya kasih. Jadinya ya kenal sama tetangga. Ya itu… kalau ada orang mantu ‘kan jadi tahu wong kita datang kesana. Kalau ada yang sakit ya tilik. Cuma kegiatannya di kampung itu, mbak, yang saya ndak ikut.

T : Jadi suasana di desa dan di pasar itu rukun, begitu ya, bu? J : Iya, rukun. Biasa ya, mbak. T : Antar tetangga juga saling membantu? J : Iya, membantu. Ndak ada masalah. Di desa, di pasar, ya biasa ndak ada masalah.

Page 371: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Transkrip Wawancara Subjek VIII T : Namanya siapa ya, bu? J : RK (inisial). Suami saya sudah meninggal. T : Ibu tinggalnya dimana? J : Gerdu. RT 4, RW 5. T : Gerdu berarti dekat sini, ya? J : Iya, situ. Sebelah barat Selopadi. Tahu Selopadi? Yang ada batunya besar. T : Plinteng Semar itu? J : Iya. Sebelah barat Plinteng Semar. Tapi keletan kereta api. Jurange, lalu di atas situ. T : Berarti naik ke atas gitu, bu? J : Nggak naik. Kalau jalan sini lurus. T : Kalau pulang jalan, ya? J : Jalan. Kalau dianterke anake saya ndak mau. T : Kenapa, bu? J : Jalan aja. Biar sehat. T : Usianya sekarang berapa, bu? J : Udah 60. Kurang lebih. 60 lebih. Saya kira 60 lebih. Saya itu nomer 4 dari ibu saya. Ibu

saya udah meninggal, ayah saya udah meninggal. Suami saya ya juga dah meninggal. Saya punya anak tiga. Yang satu di Jakarta, yang satu di Muhammadiah, yang satu disini.

T : Biasanya kalau jualan sampai jam berapa, bu? J : Jam 3. Tadi berangkat dari rumah jam 5 pagi. T : Jam 5 pagi udah dasaran? J : Belum. Baru jalan. Bar subuhan itu jalan. T : Setiap hari kulakannya gimana, bu? J : Ya diantar. T : Oh titipan gitu, ya? J : Iya titipan. Nanti kalau sudah mau diambili semua, saya bayar-bayar, terus pulang. T : Berarti ini masih nunggu diambilin ya, bu? J : Sambil nungguin supaya habis. Kalau belum habis ya nungguin diambil yang punya. Kalau

yang kering-kering gitu masih. T : Kalau di rumah tinggal sendiri, bu? J : Ndak. Sama anak, sama mantu. T : Masih tinggal bersama-sama ya, bu? J : Iya. Karena belum punya rumah. Iya. Anak saya sudah punya tapi di Girimarto, dia tidak

mau. Yang satu. Yang belum bersuami satu. Yang pertama. Putri. T : Masih sekolah, bu? J : Sudah mulang. T : Mulang dimana, bu? J : Mulang di Muhammadiah. T : Di Wonogiri juga, bu? J : Iya. Dulunya kuliahnya hanya di STSI. Kalau adiknya di AUB. T : Sudah lulus tapi, ya? J : Sudah. Sudah lama. Dua tahun setengah dah lulus. Dia mau melanjutkan saya tidak mampu.

Akhirnya dia cari kerja di Jakarta. T : Sekarang dia di Jakarta? J : Iya. Sampai sekarang. T : Sudah menikah, bu? J : Sudah menikah. Punya anak dua. T : Cucunya sudah banyak ya, bu? J : Oh, belum. Cucunya baru tiga. Yang satu satu, yang satu dua. T : Oh, iya. Yang satunya belum menikah kok, ya? J : Yang pertama belum. Yang nomer dua sama yang nomer tiga. T : Ramai ya, bu, di rumah ada cucu. J : Ya ndak. Hanya satu cucunya yang disini.

Page 372: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Masih kecil ya, bu? J : Udah umur 2 tahun. Yang dua di Jakarta. Yang satu disini. T : Kalau lebaran pulang tidak? J : Pulang. Tiap lebaran pulang. T : Jarang ketemu ya, bu? J : Kalau ada kepentingan ya pulang. T : Ibu asli Wonogiri atau dari kota lain, bu? J : Saya asli Wonogiri, mbak. Belum pernah ke kota lain. Belum pernah. Dari dulu ya di

Wonogiri terus. T : Jadi ibu asli Wonogiri, ya? J : Iya, Jawa asli. Kelahiran Jawa. Rumahnya juga Wonogiri asli. T : Belum pernah kemana-mana, bu? J : Belum. Ke Jakarta saja ikut anak saya seminggu itu udah mau pulang. Nggak mau. T : Kenapa, bu? J : Nggak betah. T : Lebih enak di Wonogiri, bu? J : Ya. Sepi. Wonogiri enak, mbak. Tidak musuhan. Tidak apa-apa. T : Jadi Wonogori kotanya enak ya, bu? J : Iya. Tenang. T : Enaknya bagaimana, bu? J : Ya tidak repot, mbak. Kemana-mana dekat. Kotanya ‘kan kecil, jadinya tenang. Kalau

kemana-mana tidak repot. T : Penduduknya bagaimana, bu? J : Penduduknya baik-baik. Baik-baik, mbak, sini. Musuhan gitu tidak ada. Baik-baik. Rukun-

rukun. T : Ibu saya mau tanya, nih, bu. Ibu pernah punya pengalaman menolong orang tidak? J : Pernah. T : Bisa diceritakan, bu? J : Kalau orang yang nggak punya itu saya sendiri wajib tolong-menolong. Ya ada yang tidak

punya gitu ya saya bantu sebisanya. Ya punyanya apa. Saya ini ‘kan juga orang ndak punya. Paling kalau membantu orang itu ya membantu.. apa ngasih sumbangan.. apa minjamin apa gitu. Kalau sama tetangga ‘kan suka itu.. suka minjam apa.. minjam.. apa piring, apa sapu, apa.. ya barang-barang rumah tangga gitu. Ya punyanya apa ya dipinjamkan. Tapi kalau uang ya ndak banyak. Ya minjami ya semampunya. Ndak mengharapkan apa-apa. Kalau saya orang tidak punya ‘kan saya juga minta tolong pada orang. Seumpama ya.. dulunya saya itu nyekolahke anak. Tidak punya apa-apa, tidak punya modal. Terus cari pinjaman. Karena tidak punya apa-apa cari pinjaman tidak di ‘ndel padane.. Kalau sama orang kecil ‘kan tidak di ‘ndel. Terus itu saya di anu.. ketika mau nyekolahke anak.. apa punyanya saya sendiri.. punya piring satu di jual satu, kalau punya piring dua di jual dua. Kalau saya menolong orang juga seumpamane ya orang minta tolong, bu saya pinjam uang sebesar 1000 gitu saja..

T : 1000 rupiah? J : 1000 rupiah gitu saja wong orang kecil. Untuk apa? Ya untuk beli makan. Saya sendiri aja

kadang-kadang.. masak mau dipinjami, ‘kan lebih besar kamu pegawai negeri. Nah saya itu ya dimintai tolong sama orang utang-utang gitu. Kalau boleh ya saya mau pinjam, kalau tidak boleh ya sudah, bu. Bukan saya tidak kasihan, tapi juga saya kasih hanya yang 1000 rupiah seumpamanya. Kalau punya ya juga saya kasih. Kalau tidak punya ya saya mintakan kepada anak saya biar dia yang minjami. Gitu mbak, tolong-menolong orang.

T : Yang mendorong ibu untuk menolong orang lain itu apa, bu? J : Ya pikirannya sendiri. Harapannya sendiri. Pikiran dari awak saya sendiri. Karena saya

juga orang miskin. Kalau orang miskin itu sana kaya gitu tidak berani minta-minta tolong gitu tidak berani. Saya sendiri cari makan dhewe, kalau minta tolong tidak dikasih ya udah cari sendiri. Ya ndak tau, mbak. Tahu-tahu mau nolong begitu. Kalau orang minta gitu mandak saya kasih arem-arem atau apa..

T : Malah dikasih arem-arem, ya?

Page 373: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Daripada uang 100 lebih baik arem-arem makanan yang berguna itu ya mbak, daripada uang 100 rupiah. Tapi kalau ada yang tidak mau dikasih makanan terima uangnya yang 100 rupiah. Juga banyak sini.

T : Banyak yang minta-minta ya, bu? J : Iya. Orang minta-minta itu banyak. Kalau dikasih arem-arem mau ya saya kasih arem-arem.

Tapi ya kadang milih uang 100 itu. T : Ibu pernah menolong siapa saja? J : Ya itu, orang minta-minta itu. Kalau ndak ya kadang di pasar itu suka ditarik sumbangan.

Apa.. kalau ada yang kena musibah itu.. itu ya saya ngasih. T : Pernah menolong pedagang disekitar sini, bu? J : Ya kalau menolong pedagang ya paling nunggok’ke dagangan kalau pas ditinggal. Ya

paling itu. Apa kalau ada yang ndak punya dagangan ya nempil dulu disini. Bayarnya nanti-nanti. Saya suruh bawa dulu.

T : Pernah menolong pembeli, bu? J : Pembeli... ya biasa ‘tu, mbak. Pembeli ya cuma beli terus pulang. Ndak lama-lama. Mau

menolong bagaimana? Ya paling itu.. kalau beli ya suka saya imbuh-i, saya kasihkan banyak. Kalau dikasih imbuh gitu senang pembelinya. Ya cuma itu.

T : Menurut ibu, tolong-menolong penting tidak, bu? J : Penting. Buat saya penting sekali. T : Mengapa penting, bu? J : Iya karena saya juga kalau disana anak saya juga ditolong orang kalau ada apa-apa. Kalau

umpamanya anak saya pergi kesana, ada apa-apa, ditolong orang. Kalau disana-sana anak saya ada apa-apa yang menolong ‘kan orang. Bukan saya sendiri. Kalau di rumah ‘kan saya sendiri. Bapak-ibu sendiri. Ya ‘kan, mbak?

T : Menolong supaya… J : Berarti juga anu, ya harapan ditolong kalau ada anaknya jauh dari orang tua, ada disana

juga ditolong orang. Seumpama ada apa-apa. Jadi disini dia tidak tolong-menolong tapi tentu disana ada tolong-menolong. Juga ada. Tidak mungkin tidak. Untuk anak saya disana juga pasti ditolong orang. Umpamanya tenaganya kurang, juga ditolong orang. Seumpama makan kurang, juga ditolong orang. Seumpama tidak dapat ngasuh anaknya sendiri, ‘kan juga pasti ditolong orang. Iya tha, mbak? Sama saja.

T : Jadi ibu menolong orang karena sebelumnya pernah ditolong orang? J : Iya. Ya namanya manusia ‘kan harus saling tolong-menolong. Ndak bisa mengerjakan

semuanya sendiri. Nanti kalau saya ndak mau menolong, kalau sedang kesusahan ya ndak ada yang nolong. Ya mungkin bukan saya saja ya, tapi ya mungkin anak saya. Nanti anak saya yang ndak ditolong orang.

T : Ibu percaya bahwa dengan menolong orang lain suatu saat kalau kita butuh ditolong kita akan ditolong?

J : Iya, mbak. Kalau kita berbuat baik maka orang akan berbuat baik sama kita juga. T : Ibu percaya kalau orang baik itu pantas dapat pertolongan? Sebaliknya kalau orang jahat itu

akan menerima sesuatu yang tidak baik? J : Oh, percaya. Percaya sungguh. Kalau orang jahat, jahat yang bagaimana, kalau jahatnya

jahat hanya sedikit tentunya tidak dihukum. Kalau jahat pengadilan sudah anu, apa ya nggak sudah anu, adil seadil-adilnya. Pengadilan ‘kan sudah mikirkan. Kalau saya ya juga percaya. Kalau sampai merugikan orang banyak, apa membunuh, apa mencuri, ya pasti dihukum. Tapi kalau orangnya baik ya pasti orang akan berbuat baik juga sama dia. Kalau yang baik itu ‘kan akan dibalas dengan yang baik tha, mbak?

T : Mengapa ibu mempercayainya? J : Karena saya percaya pada Tuhan. Pengadilan itu sama dengan Tuhan. Seumpamanya kalau

orang jahat itu diberi siksaan, umpamanya. Sakit, sampai beberapa tahun nggak sembuh. Kalau yang tidak menjalankan, yang hatinya baik tentu di kasihi Tuhan.

T : Jadi ibu percaya bahwa orang yang baik itu akan menerima yang baik… J : Iya. T : Sebaliknya orang yang jahat akan menerima hukuman? J : Iya. ‘Kan seharusnya memang seperti itu ’kan?

Page 374: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Ibu dulu sempat sekolah sampai apa, bu? J : Sekolahe sampai SKP. SKP, Sekolah Kepandaian Putri. T : Sekolah jaman Belanda itu ya, bu? J : Tahun berapa itu, ya? SKP sekarang jadi SMP 3. T : SKP itu sama seperti SMP ya? J : Sekolah Kepandaian Putri. Iya. Sama SMP. SD, SMP, iya sama. Kelas 3. Ibu saya sakit

gila. Ibu saya sakit apa ‘tu.. Tau.. Jadi ibu saya pas gila saya mau ujian tidak bisa minta sapa-sapa. Kakak saya masih kecil-kecil juga. Kerja sendiri-sendiri. Saya tidak mau minta bantuan kakak saya. Ayah saya hanya petani. Lahannya itu tidak subur. Hanya cukup untuk makan. Ya gini ini nasib saya. Saya sekolah bubar sekolah saya jualan makanan. Saya tidak punya apa-apa. Pas mau dimasukkan ke kesehatan. Pertamanya itu penyakit mata. Saya di testing di kesehatan penyakit mata itu tapi saya tidak di anu.. padahal orang 5 itu turunan semua. Saya disingkirkan. Saya tidak boleh ikut. Teman saya 5. Saya tidak dikatutkan. Itu yang sakit mata. Lalu saya sedih sekali. Lalu saya cari budhe. Karena ibu saya itu gila, lalu saya cari budhe. Disitu saya diajari.. nduk, kowe saiki timbange bingung-bingung, ngger, kowe dodholo panganan wae.

T : Sudah berapa lama ibu berjualan makanan? J : Saya lupa. Dari mau sekolah itu. Wong ibu saya tidak pernah nyatat saya lahir tahun

berapa. Dulu itu ndak pernah, mbak, jadi saya ndak tahu. Ya sudah keluar SMP gitu saja lalu saya jualan makanan. Jualan makanan lalu ada GESTAP itu. Ada GESTAP geger-geger itu lho, mbak.

T : Dulu jualannya juga di pasar Wonogiri, bu? J : Iya. Lha rumahe cedhak. Istrine Pak Tepak itu lho, mbak. Kesana-kesini ider. T : Oh, dulu ider? J : Iya. Masih muda baru keluar dari sekolah itu ider. Sampai nambah, dua tiga kali ambil dari

orang yang buat makanan ini. Tiga kali empat kali sampai saya punya bakul besar, karung besar, sudah punya semua.

T : Lalu punya kios sendiri? J : Belum, ini belum. Lalu GESTAP tha, saya tidak tau kalau GESTAP itu ada gini, gini, gini

itu. Ada mati-mati. ‘Kan nggak tau. Hanya ikut jualan terus. Anu.. tau-tau yang buat kuenya ini berhenti. Tidak buat. Lha saya tau-taunya.. itu ada apa? Ada penculikan-penculikan gitu. Wis kowe ora sah dodhol sik ya, ndhuk. Enek ngomah sik. Seminggu ‘po pira. Lha saya anu.. bar GESTAP itu saya jualan lagi. Ya tidak rampung. Pas ora geger-geger itu jualan lagi. Di pasar itu sepi. Sepi. Lha disitu saya itu ya jualan terus. Habisnya sedikit-sedikit biar. Terus jualan, ndak pernah prei. Lalu ada orang itu tempat saya untuk nginep. Nginep orang tua-tua itu banyak sekali. Tapi saya baru akan kejadian itu saya ditari, saya masih kecil, saya ditari. Kowe tak ke’i jarik tak ke’i caping engko melu aku baris. Yuh, kulo boten saged. Lha kowe arep melu sapa? Melu bapak-simbok. Di ‘jak GESTAP niku. Kulo boten saged. Tibakke mati-matian. Lha kulo boten purun. Kulo tetep boten purun. Sing ngejak nggih tasih, kulo boten dipateni. Habis jualan itu ada bapakke anak-anak itu saya diajak sama istri bapakke itu. Ibu saya juga masih. Kulo dimantu adik kulo, gadah anak setunggal. Enten mriku kulo di pala. Ning kulo tetep kalih bojo kulo. Boten pisahan, kulo tetep diaku bojo. Kulo nggih tetep jualan. Mbok kulo dinapakne kulo jualan. Kulo di ‘jak pindah omah nggene mbah buyut. Kulo teng mriku nggih sami, di pala kalih bojo kulo. Salah sithik mesthi nangane.

T : Main tangan nggih, bu? J : Iya. Lha wonten mriku kulo diusir mbah buyut, boten angsal. Kulo dijak pindah wonten

nggene adine. Wonten mriku saya kulo parah. Kulo meteng gedhe, mbak. Meteng gedhe kulo dijotos padahal mung sepele masalahe. Pak. Nek kowe ora mulih ning apa, Tuminah enek apae? Kulo dijotos. Wah susah.. Nggih niku, mbak. Riwayat kulo. Ngantos kulo jualan niki mpun tuwek. Biasane diteri onde-onde. Anak kulo mpun SMP. Anak kulo loro ning padha. Barenge kuliah, mbak, anting-anting sak nyemlik kulo dhol. Terus piring, mbak, piring enten nggriya kulo dhol. Kulo ngge mbayar kuliah anak-anak kulo. Boten sombong. Enten buktine. Enten sing kulo ken numbas. Kenyataan, mbak. Nanging kulo tetep disalahke kalih bojo kulo. Boten duwe panarimo bojo kulo niku.

Page 375: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Rasane pripun, bu? J : Nggih, kulo kelara-lara. Nanging sing kulo tangisi sinten? Bapak boten gadah. Ajeng

nyuwun bapak boten saged. Kulo mung usaha. Pados utangan saya tambah parah. Nopo enten teng nggriya kulo dhol. Ngoten niku rasane.. susah. Anu.. piyantun kakung boten purun mbantu. Mung kulo usaha.

T : Begitu ya, bu? Masa lalunya sulit juga, ya, bu? J : Ya begitu, mbak. Hidupnya dulu itu susah. T : Bagaimana ibu menghadapinya? J : Ya diikhlaskan saja, mbak. Ya diterima saja. Hidupnya memang seperti itu. ‘Nggih boten

dieling-eling terus sing susah-susah. Nrimo mawon. T : Begitu ya, bu? Ibu tabah juga menghadapinya. Tapi sekarang keadaannya sudah lebih baik,

ya? J : Iya, mbak. Ya sokur kalau keadaannya lebih baik. Sudah ndak perang lagi. Anak-anak ya

sudah bekerja, jadi saya ya ndak berat. T : Saya lanjutkan ya, bu. Kalau di kampung ibu, biasanya ada kegiatan apa? J : Kerja bakti ada. Orang laki-laki semua. T : Selain itu? J : Ya arisan ya ada. T : Ibu juga ikut? J : Ikut. Biasanya arisan dirumah siapa gitu. Ya saya datang. Kalau arisan ‘kan cuma sebentar. T : Selain itu ada kegiatan apa lagi, bu? J : Ada itu.. anu.. penyuluhan. Penyuluhannya itu hanya ke kelurahan supaya yang punya

balita ditimbangkan. Supaya di rumah barang-barang kotor harus dibuang. Blumbang harus dikuras tiap minggu. Kolah harus dikuras tiap minggu. Lingkungan harus bersih.

T : Setelah dari pasar gitu biasanya ngapain, bu? J : Saya sudah lelah. Tidur. Tiduran sambil lihat TV. Kalau ada pengajian kadang kala ikut.

Kadang kala, kalo ndak lelah sekali gitu ikut. Kalau lelah hanya tidur. T : Bagaimana hubungan orang-orang dikampung, bu? J : Iya, baik. Baik sekali. Itu anu.. sehat-sehat.. T : Apakah ibu pernah menjumpai masalah di kampung? J : Ndak. T : Belum pernah menjumpai masalah, bu? J : Ndak. Baik-baik orangnya. Ndak ada yang pernah berantem. Cek-cok cek-cok rebutan apa

gitu ndak ada. Sehat itu. Yang atas di Gerdu itu RT 05 itu sehat-sehat. Orangnya tenang-tenang. Pegawai-pegawai itu tenang-tenang. Kalau seperti saya ini banyak.

T : Antar warga kampung tidak pernah ada masalah, ya? J : Nggak.. nggak ada. Semuanya kerja. Semuanya cari nafkah. Cari makan. Ndak ada.. padu-

padu gitu ndak ada. T : Ibu juga mengenal warga kampung? J : Kenal. Akrab. Kalau ada orang punya kerja itu saya dianggep orang tua dikasih kerdusan.

Baik-baik, mbak, orangnya. Kalau yang muda seperti anak saya rewang. Saya diwakili anak saya.

T : Ibu juga ikut membantu kalau sedang ada yang punya kerja begitu? J : Ya nggak. Nggak boleh. Kasihan ibu, dirumah saja. Anak saya bilang begitu. Udah tua. Ya

dimana aja gitu.. kalau jagong-jagong gitu teman saya sini yang dekat saya kunjungi. Kalau di kampung saya anak saya. Saya tidak pernah jagong. Tidak ada waktunya, sudah ada amplopnya. Saya nitip sumbangan saja. Sudah tua kalau mau ikut yang begitu-begitu sudah lelah, mbak.

T : Jadi tidak pernah datang jagong di kampung ,bu? J : Jagongnya ya pas di pasar-pasar. Ya kalau di kampung anak saya. Anak saya udah besar.

Jadi bisa mewakili saya. Usianya sudah 30-an. Ya lebih. Sudah punya 2 anak. Setelah GESTAP itu, 2 tahun dari itu saya baru jadi mempelai. Setahun dari itu saya baru beranak. Ya sekitar tahun ’40-an itu anak saya.

T : Jadi kalau di kampung tidak pernah menjumpai masalah antar warga kampung ya, bu? J : Nggak. Nggak ada.

Page 376: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Kalau hubungan antar pedagang disini bagaimana, bu? J : Baik. Baik. Ndak ada masalah. T : Baik-baik ya, bu? J : Tidak ada yang judes-judesan. Paling nanti kalau ada masalah paling nanti kembali lagi.

Gitu.. nggak pernah ada.. srei-srei.. ‘kan nanti kembai lagi. Ya gitu, mbak. T : Maksudnya hubungannya baik lagi begitu, bu? J : Iya. Ndak ada yang dipendem gitu, mbak. Nanti satu dua hari ya baik lagi. T : Biasanya kalau sesama pedagang gitu pada suka ngobrol nggak, bu? J : Ya nyritain dirinya sendiri. Nggak pernah ngrasani tetangga. T : Biasanya ngobrol tentang apa saja? J : Disini ini suaminya udah meninggal semua. Lima ini.. ya lima ini. Ya tidak cerita apa-apa.

Ya cuma cerita.. pendak dina kae aku nyekar. Sama guyon-guyon gitu, mbak. T : Biasanya bagaimana ibu nanggepi cerita-cerita mereka? J : Ya ditanggepi seadanya, mbak. Seumpamanya dia cerita nyekar gitu ya.. yen ora disekar

mengko ndak aku ora payu sing dodhol. Diguyu. Hanya gitu thok. Nggak lain-lain. Nggak suka cerita. Pendiam semua. Cerita soal anake kalau ditanyakan. Kalo tidak nggak pernah. Kalau ndak nangis.

T : Kok menangis kenapa, bu? J : Ya. Kalau nangis itu anake ada yang apa.. kalo dikirimi putrane gek terus di nggo anu..

kepentingane dhewe. Terus jadi bagaimana gitu lho, mbak. jadi ya nangis. T : Anaknya banyak yang bekerja jauh dari Wonogiri ya, bu? J : Iya. Kebanyakan merantau itu, mbak. Pada cari kerja di kota-kota.. Di kota besar. T : Kalau ada yang menceritakan yang sedih begitu ibu bagaimana, bu? J : Rasanya juga ikut sedih. Saya juga ikut sedih. Saya sendiri juga mengalami sedih. T : Ikut sedih juga ya, bu? J : Iya T : Kalau dengan pembeli, apa juga suka ngobrol dengan ibu? J : Saya tidak pernah ndengar. Ya paling dia cerita-cerita gitu ya sudah. T : Kenapa, bu? J : Mandak bingung. Ndak susah. Ah, anakku kuliah enteke sak mene mene. Bathinku aku yo

‘ra tau nguliahke anak. Anakku kuliah sesuk ngirimi dhuwit semene semene. Saya ndak pernah ndengar. Ndak perlu ikut campur.

T : Jadi tidak ditanggapi begitu, bu? J : Ya saya ‘nggih-‘nggih begitu saja. Ya saya dengarkan tapi ndak saya jawab. Saya ndak

tahu, mbak, mau ngomong apa. Saya takut nanti malah salah ngomong. Makanya saya ya cuma ‘nggih-‘nggih begitu, supaya dia ndak gela. Tapi kebanyakan ya ndak pernah cerita apa-apa. Ndak pernah cerita, tu. Tidak ada yang cerita apa-apa. Beli ya beli lalu pulang. Lha belinya sedikit masak mau cerita. Cerita apa? Umpamane beli seribu ini lalu pulang. Mau cerita apa?

T : Pernah ada masalah nggak, bu, dengan pembeli? J : Ada. T : Contohnya, bu? J : Contohnya satu ya.. anu.. ambil arem-arem 10, ambil apem 10, katanya hanya ambil 15.

Saya dikatakan ngisruh-ngisruh. Saya ya mangkel.. yo wis bayaren njipukmu pira. Aku ‘ra arep ngisruh. Sekarang dia nggak pernah beli sini. Dibayar 15, saya tidak dibelini. Ya udah. Tapi ya tidak marah-marah. Ya hanya gitu itu. Saya juga hanya.. lha pira le mu mbayar ki. Pira lhe mu nggawa. Tidak dibayar sekaligus ya tidak apa-apa. Ambil sekarang mbayar besok pagi gitu. ‘Kan saya ‘kan sudah lupa dan tidak saya catat. Salah saya sendiri.

T : Rasanya gimana, bu, kalau mengalami masalah seperti itu? J : Ya sedih. Saya sendiri ya sedih. Biasanya dibeliin ndak dibeliin ‘kan sedih. Perasaannya

sedih. T : Marah tidak, bu? J : Tidak kalau marah. Ya sudah. Biar. Dia mengaku ambil berapa ya itu yang dibayar. Nanti

saya dikira ngisruh. Ndak penak, mbak. Sudah mengalah saja. T : Pernah menghadapi masalah dengan pedagang lain, bu?

Page 377: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Nggak. Sedikit-sedikit gitu. Uang ditunggu terus saya. Umpamane mau ini berapa tadi setornya. Lalu dibayar dah pulang. Wajik tadi berapa, dibayar dah pulang. Apem berapa, dibayar dah pulang. Sisanya berapa. Tidak ada. Tidak padu, tidak apa. Anggere pas dan tidak kurang. Ndak ada msalah, mbak, sini, kalau dengan pedagang. Ya ngurusi jualannya sendiri-sendiri.

T : Apakah ibu pernah melihat ada pedagang makanan yang rebutan pembeli, begitu? J : Ndak, mbak. Kalau orang jualan makanan itu punya langganannya sendiri-sendiri. Ndak

rebutan. Kalau rebutan nanti malah tengkar dengan temannya. Ya ndak rebutan. Punya langganannya sendiri-sendiri. Rezekinya masing-masing.

T : Apa usaha ibu untuk meraih pelanggan? J : Ya ndak ada itu. Punyanya ya bismillah. Ya yang baik, mbak. Sama orang ya harus baik.

Sama yang nyetori ya baik. Biar nanti kalau mbayar-mbayar ya enak. Pokoknya bisa nutup jualannya. Saya tidak ngitung rugi laba. Masalahnya saya ini jualan. Hanya pasokan. Maksudnya hanya ini. Memang orang itu kalau berdagang ‘kan juga rugi juga laba. Tapi kalau saya terima. Disyukuri. Tidak kangelan. Sudah punya makanan banyak, sudah dapat uang untuk membeli beras, untuk membeli kepentingan saya. Ini sudah dikembalikan lagi yang punya. Saya nggak ngitung rugi laba. Yang penting untuk makan cukup. Itu nggak masalah. Kalau rugi gitu tombok ‘tu juga tombok. Lha hasilnya ya dari ini. Tombok dari apa minta sapa? Utang ya tidak utang. Kadang ya dikasih sama anak. Dikasih tapi ditabung. Kalau dikasih ditabung, lama-lama ‘kan banyak. Kalau hasile ibu sendiri untuk makan sama anak ‘kan cukup. Sedikit-sedikit.

T : Apakah ada persaingan antar pedagang, bu? J : Nggak. Dagangannya ya ini. Ndak ada, mbak. Cuma kecil-kecilan. Ndak ada apa-apanya.

Ndak seperti orang gede-gede ndadak buat dasaran. Ini nggak ada. Ini hanya kertas koran. T : Ada langganan juga, bu? J : Iya punya. Sekarang udah abis kok, mbak, langganannya. T : Kenapa, bu? J : Banyak yang jualan ‘kan ini. Pasare baru, lalu yang beli pindah sana-sana gitu. Disini

tinggal sedikit. Tidak ada yang beli sini. Disini hanya ada orang yang jualan sini. T : Sama yang dulu rame yang dulu, ya? J : Iya. Wah sepersepuluhnya ndak ada. Disana itu ‘kan tiap orang itu njujug tempat saya.

Sekarang hanya jalan thok ndak beli. T : Rasanya bagaimana, bu? J : Ya hanya tenang. Yuh piye, yuh piye. Koncone laris kok ora payu piye, piye gitu. Pedagang

kecil mau apa lagi. Jadi ya doa saja. Doa. Bagaimana, mbak.. ya hanya itu. Sekarang itu ndak seperti dulu. Dulu itu pagi-pagi udah punya uang ratusan.

T : Jadi sekarang lebih sepi ya, bu? J : Iya. T : Menghadapinya dengan berdoa ya, bu? J : Iya. Ya hanya berdoa. T : Ibu, saya mau tanya. Apa ada nilai-nilai budaya Jawa tentang tolong-menolong? Yang ibu

ketahui. J : Ya ada. T : Contohnya kaya apa, bu? J : Ya menolong orang itu baik hati. Orang yang baik nanti akan menerima yang baik juga. Ya

kalau nandurnya baik sok ‘mben panennya juga baik. Kalau sering berbuat baik nanti akan menerima yang baik juga. Begitu.

T : Apakah ada hal lain yang ibu tahu? J : Ya itu. Yang lain ya rukun. Sama orang harus hidup rukun. Jangan suka tengkar. Yang baik

kalau dengan sesama. Biar hidupnya tenteram. T : Menutup wawancara saya, bu. Jadi pedagang di pasar ini baik ya, bu? Tidak ada masalah,

begitu? J : Iya, baik. T : Mereka saling tolong-menolong? J : Iya.

Page 378: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Transkrip Wawancara Subjek IX T : Nama ibu? J : PR (inisial). T : Tinggal dimana, bu? J : Di Slogohimo, mbak. T : Dari sini jauh tidak, bu? J : Ya jauh, mbak. Kalau naik kendaraan ganti 2 kali. T : Mulai bekerja di pasar jam berapa, bu? J : Ya pagi, mbak. Jam5 itu sudah berangkat dari rumah. T : Lalu pulangnya? J : Pulangnya ya sore. Jam 3 apa 3.30 itu sudah mulai kukut. Kalau ndak bisa ndak dapet

kendaraan. Kendaraannya kalau sudah sore bagitu, jam 5 begitu, sudah susah. Jadi ya cepat-cepat kalau sudah sore, takut ndak dapat kendaraan.

T : Ibu asli Wonogiri? J : Bukan, mbak. Aku dari Madiun. T : Dari Madiun, ya? Sudah berapa lama tinggal di Wonogiri? J : Kalau di Wonogiri ya sudah lama, mbak. Ya sudah tahunan. Ya 15 tahun ya ada. Sejak

menikah itu aku ikut suami disini. Terus kerja disini. T : Suami ibu orang Wonogiri? J : Iya, dari Wonogiri. T : Jadi tinggal di Wonogiri sudah cukup lama juga ya, bu? J : Iya. T : Menurut ibu kota Wonogiri bagaimana? J : Apanya? Kotanya? T : Iya, kotanya. Suasananya bagaimana, orang-orangnya bagaimana? J : Ya enak itu,mbak, kotanya. Ya tenang begitu. Tidak ramai. Bekerja disini ya bisa baik.

Orangnya juga baik-baik. Ya biasa itu, mbak. Enak, aman. Nggak ada pertengkaran gitu lho yo..

T : Yang dirasakan apa, bu, selama tinggal disini? J : Ya biasa itu, mbak. Ya betah aku disini. Ndak ramai. Ndak pusing. Desa sekali ya tidak.

Tapi kalau rumah aku di Slogohimo ya masih seperti desa. Tapi fasilitas ya sudah ada, listrik ya sudah masuk. Tapi kalau disini ya tidak desa sekali. Enak kok, mbak.

T : Penduduk di Wonogiri bagaimana, bu? J : Penduduknya ya baik-baik, mbak. Dengan orang itu ya akur, ramah. Baik. T : Pernah menjumpai masalah antar penduduk, bu? J : Masalah? Belum pernah, mbak. Sejak aku disini ya ndak ada masalah. Biasa kok. Orangnya

ya biasa, tidak ada yang cari masalah. T : Jadi ibu merasa nyaman tinggal di Wonogiri? J : Nyaman, mbak. T : Sudah berapa lama ibu berdagang? J : Ya 10 tahun. Eh, ya lebih mungkin, mbak. Wong sejak aku pindah itu cuma selisih sebentar

terus aku mulai jualan itu. Ya lebih kalau 10 tahun. 11 tahun. Aku ndak ingat tapi persisnya. T : Sejak dulu jualan sayur juga? J : Iya. Tapi ndak seperti sekarang. Dulu cuma jualan kobis sama terong lalapan itu. Sekarang

aku kompliti. Ya masak dari dulu sampai sekarang jualan kok ndak maju-maju. Iya ‘kan, mbak? Ya sedikit-sedikit, punya modal sedikit begitu, dagangannya ibu tambah.

T : Jadi berdagang sayur sudah 11 tahun ya, bu? J : Iya. Ya kira-kira ya, mbak. Mungkin sok lebih. T : Kadang pembeli suka menitipkan belanjaannya disini ya, bu? J : Itu pesenan kok, mbak. Nanti diambil sama yang punya. Tapi kalau ada bakul gitu

belanjaannya banyak terus dia masih muter-muter cari dagangan gitu ya kadang belanjaannya dititipkan sini.

T : Ibu tidak repot kalau mereka menitipkan disini?

Page 379: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Ndak, mbak. Wong ya apa, cuma titip belanjaan. Sudah biar. Itung-itung berbuat baik dengan sesama.

T : Apa pembeli sering menitipkan belanjaan, bu? J : Ya langganannya sini. Kalau sudah langganan ‘kan sudah kenal. ‘Kan enak. Kalau bukan

langganan itu ndak pernah, mbak. Ya ‘kan pekewuh ya kalau menitipkan begitu. Resiko juga nanti kalau orangnya tidak kenal kalau ada apa-apa malah disalahkan. Biasanya langganan yang titip disini.

T : Kalau pesenan dagangan begini ini pernah tidak diambil nggak, bu? J : Enggak. Selalu diambil terus. Nggak pernah ndak diambil. T : Ibu sudah bertahun-tahun berjualan, apakah pernah mengalami masalah dengan pembeli,

bu? J : Ya kadang-kadang. Sok njengkel gitu lho.. T : Jengkelnya kenapa, bu? J : Ya kalau ngenyang gitu.. T : Maksudnya ngenyang bagaimana, bu? J : Ngenyangnya mepet gitu. Terus aku ndak boleh ngenyangnya itu. Terus kalau nggak

dikasih marah. Ya aku ya bagaimana, untungnya sudah mepet. Situ ngenyangnya juga mepet. Ya ndak dikasihkan. Kalau ndak dikasihkan marah.

T : Terus rasanya gimana, bu? J : Ya gimana ya.. anyel. Tapi kalau sudah ya sudah. Kalau baru datang, bongkar dagangan

gitu, terus ada yang nganyang nggak jadi gitu terus rasanya tidak enak begitu. T : Lalu ngatasinya gimana, bu? J : Ya terus ‘kan ada lagi yang ngenyang harganya lebih tinggi dari yang tadi terus ‘kan bisa

menghibur gitu lho.. T : Oh, dihibur sama orang beli yang lain gitu, ya? Jadi tidak jengkel lagi? J : He-eh. T : Lalu dengan pembeli yang menawar tadi, biasanya bagaimana ibu menghadapi mereka? J : Ya ndak usah diambil hati, mbak. Biarkan saja. Namanya di pasar ya begitu. Orang beli itu

kadang ya seenaknya sendiri. Ndak mengerti kalau pedagang itu juga susah, untungnya mepet. Ya tetap baik saja dengan mereka. Dihadapi yang sabar. Kalau dengan orang beli harus sabar biar ndak ditakuti. Nanti kalau aku galak-galak pada takut, ndak kembali lagi.

T : Berarti menghadapinya dengan sabar, begitu? J : He-eh. Yang sabar begitu, mbak. Kalau di pasar ‘kan seperti itu ‘kan ya biasa tha. Sudah

kulino, mbak. Jadi ndak usah diambil hati. T : Kalau dengan pedagang disini pernah ada masalah nggak, bu? J : Sama sapa? T : Dengan pedagang disini? J : Nggak. Nggak. Disini baik-baik. Wonogiri orangnya baik-baik kok. T : Baiknya gimana, bu? Mungkin bisa diceritakan? J : Ya kalau aku rame dia mau membantu. Kalau aku sarapan gitu kalau aku kepayon gitu dia

mau menjualkan. Baik kok, mbak. Mau menolong kalau ada yang kesulitan. Bebannya ‘kan jadi ringan. Kalau aku tidak ada yang membantu yang disebelah ini mau membantu. Biasanya kalau mau pergi ya tak titipkan begitu.

T : Setelah itu mereka memberitahu ibu kalau ada pembeli datang atau ada dagangan yang laku?

J : Oh, iya. Mesti dikasih tahu. Jujur kok, mbak. Temannya bisa dipercaya. Ndak ada yang ngambil dagangan gitu, ndak ada. Sudah kenal baik semua, ya jujur. Sama teman ya ndak berani ngapusi. Baik-baik kok sini orangnya. Jujur. Baik. Belum ada yang pernah kehilangan kok.

T : Jadi sudah saling percaya ya, bu? J : Iya. Wong jualan sama-sama ya sudah lama. Sudah kenal baik. Ndak ngapusi. T : Antar pedagang disini juga saling tolong-menolong, bu? J : Iya. Tolong-menolong. Kalau kiosnya ditinggal gitu ditungguin temannya. Kalau ada yang

sakit gitu ya kita ikut besuk. Kalau ada njagong ya njagong bareng-bareng. Baik-baik, mbak. Kita sama-sama.

Page 380: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Ibu juga ikut menghadiri kalau sedang ada acara-acara seperti itu? J : Ya iya tha, mbak. Kalau ndak ikut ya ora apik. Ora ilok. Ada temannya kena musibah kok

tidak ditilik. Kalau kita datang kesana, ngetok gitu, temannya ‘kan senang. Kalau ada yang punya hajat gitu, kita datang, orang ‘kan senang juga. Merasa dihargai gitu. Oh, kae kancaku teka. Begitu.. Nanti kalau kita gantian yang punya acara ya mereka mau datang. Tapi kalau kita ndak datang gitu ya teman juga ndak mau datang. Dipikirnya kita sombong begitu. Orang ‘kan ndak suka.

T : Jadi kalau ada acara-acara begitu biasanya juga datang ya, bu? J : Iya, datang. T : Apakah supaya orang juga mau datang di acara kita? J : Ya biar baik tha, mbak. Kalau kita baik sama orang, orang pasti baik sama kita. Ya kita

ndak mengharapkan. Kalau kita datang terus orang harus datang sama kita. Tapi ya baiknya gimana lah… Kalau kita berbuat baik pasti kita akan menerima yang baik juga. ‘Kan begitu tha?

T : Bagaimana persaingan disini, bu? J : Ya ada. Sama mbaknya yang disebelah itu ya saingan. Tapi dia ya baik. Harganya bisa

seimbang gitu lho. T : Biasanya saingannya gimana, bu? J : Biasanya saingannya kalau aku jualannya 1000 nanti saingannya yang rendah 800 gitu.

Kalau gitu ‘kan seimbang. T : Apakah menetapkan patokan harga sendiri? J : Ndak, mbak. Jadi ndak seperti itu. Kalau ngasih harga sendiri nanti malah orang lain pada

nggak suka. Itu ‘kan merugikan orang. Harganya dijatuhkan begitu. ‘Kan kasihan orang lain. Ya persaingannya persaingan yang baik begitu. Ya seimbang gitu lho. Ngasih harganya yang rendah tapi ya ndak menjatuhkan. Kalau harganya dipepetke begitu ya kitanya rugi. Orang pada ambil sana semua. Ya seimbang lah.

T : Apakah diantara pedagang pernah saling berebut langganan ? J : Ndak itu. Punya langganannya sendiri-sendiri. Rukun. Kalau bersaingnya begitu nanti bisa

bertengkar. Daripada bertengkar ‘kan mendingan rukun tha, mbak? Kalau rukun ‘kan sama-sama enaknya. Kalau aku nanti kepayon 15 kilo tak kasih sini 5 kilo, nanti aku sekilo. Nanti kalau 40, aku yang 30, 25, mbak yang 15 gitu. Jadi sama mbak-e itu ya rukun.

T : Sama-sama kepayon begitu ya, bu? Pedagang lain juga mendapat bagian? J : Iya. Biar sama-sama, mbak. Tempatku kepayon banyak begitu, ya sana ya tak kasih. Aku

yang 5 kilo ambil sana. Biar sama-sama. T : Jadi rukun dengan pedagang lain, begitu ya? J : Iya. Jadi kalau bekerja gitu hatinya tenteram. Ndak punya musuh. Kalau saingannya ndak

baik ya musuhnya banyak. Kerjanya ndak tenteram, orang banyak yang ndak suka. T : Bagaimana hubungan warga di desa ibu? J : Oh, iya sama. Ya baik, seperti disini. Sama. T : Samanya bagaimana, bu? J : Ya baik, mbak. ‘Kan itu lingkungan tha.. ya baik juga. Kalau aku belum pulang, pulangnya

agak malem gitu lho. ‘Kan biasanya jam 4 udah pulang, jam 5 udah pulang sampai rumah. Dari sini ‘kan jam 4. nanti sampai sana aku belum pulang aku yo ditanyain.. eneng apa? Tetangga dekat-dekat. Suka nanyain begitu.

T : Di kampung tempat tinggal ibu biasanya ada kegiatan apa saja? J : Ya seperti kerja bakti itu ya. Gotong royong. Kalau hari Minggu itu. lho. Membersihkan

jalan. Rutin 1 bulan sekali. T : Ibu juga ikut? J : Ndak. T : Kok tidak ikut kenapa, bu? J : Ndak. Aku di pasar, mbak. Pagi-pagi sudah di pasar. Ndak bisa ikut. T : Lalu siapa yang ikut? J : Mbok dhe. Yang ada di rumah. T : Ibu lebih banyak di pasar ya?

Page 381: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Iya. Pulangnya juga sudah sore. Jadi kalau mau ikut kegiatan gitu ya sudah capek. Diwakilkan saja sama yang di rumah.

T : Lalu suami bagaimana, bu? J : Suami ya sok mbantu disini. Aku kerja sendiri. Ya ini pas sama anakku. Tapi ndak selalu,

mbak. Ya kerja sama suami. T : Suami ibu juga membantu berjualan di pasar? J : Iya. T : Jadi orang-orang di pasar sama di kampung itu sama baiknya, ya? J : He-eh. Sama. Orang-orangnya sama. Baik-baik. T : Jadi ibu lebih banyak di pasar ya daripada di rumah? J : He-eh. T : Tidak meluangkan waktu untuk di rumah, bu? J : Ya gimana ya.. nanti kalau aku istirahat kendilnya ngguling. T : Maksudnya bagaimana, bu, kendilnya ngguling? J : Ya kendilnya ngguling, nggak ada isinya. Supaya isi ‘kan harus bekerja biar ada berasnya. T : Maksudnya kalau sering di rumah nanti tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, begitu? J : Iya. T : Anaknya berapa, bu? J : Ini anak saya. T : Sekolah sampai tingkat apa, bu? J : Sudah lulus SMA. Aku suruh mbantu disini. Suami tidak bisa. T : Anak ibu ikut membantu disini? J : Iya. Anakku dua. T : Sudah besar semua ya, bu? J : Iya. T : Sudah lulus semua juga? J : Adiknya masih sekolah. SMA. T : Anaknya yang besar tidak ada rencana untuk meneruskan kuliah, bu? J : Ya itu sedang pikir-pikir. Mau ambil kursus. Ya daripada nganggur di rumah ya tak ajak

kesini saja. T : Jadi ibu setiap hari ke pasar terus ya? J : Iya. Ya satu bulan sekali paling, leren di rumah. Jarang di rumah, mbak. T : Ibu sehari kalau kulakan berapa kilo, bu? J : Apa? T : Ya kulakan terong, timun, sehari itu berapa? J : Biasa satu hari ‘tu 5 kuintal habis. Terus cabenya itu setengah kuintal. Kalau musimnya

kayak gini itu setengah kuintal. Tapi kalau nanti musimnya orang nikahan itu sekuintal ya habis.

T : Biasanya sehari pasti habis ya, bu? J : Iya. Alhamdullilah. Ya tinggal sedikit gitu. T : Ini bu, saya mau tanya. Ibu pernah punya pengalaman menolong orang tidak? J : Ya kalau ada orang susah terus minta tolong sama aku, pinjem uang, yo tak kasih. Sama

tetangga, lingkungan sekitarnya. Misalnya temanku, mau kulakan tapi uangnya kurang, terus pinjem.

T : Selain meminjamkan uang, pernah menolong apa lagi? J : Aku cuma itu kok. T : Yang mendorong ibu untuk menolong orang minjemin uang itu apa? Kok mau minjemin

uang buat orang lain? J : Ya belas kasihan sama orang yang sedang kekurangan. Nggak sampai hati. Kasihan mau

kulakan tapi ndak punya modal. T : Jadi karena belas kasihan ya, bu? Tidak sampai hati, begitu? J : He-eh. He-eh. Kalau lihat orang susah itu aku jadi ikut susah juga. Tapi ya tergantung

susahnya gimana. Susahnya susah apa. Kalau susahnya sama sapa, sama sapa.. itu ‘kan tinggal susahnya. Makanya kalau lihat orang susah itu rasanya pengen menolong. Ya sudah ditolong.

Page 382: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Bagaimana kalau dengan orang yang belum dikenal, bu? Apakah ibu juga mau membantu meminjamkan uang?

J : Ya kalau ndak kenal ya ndak tha, mbak. Nanti uangnya dibawa lari bagaimana? Ndak kembali gimana?

T : Jadi hanya menolong orang yang dikenal saja? J : Ya gimana ya.. Kalau ndak kenal sama orangnya ‘kan bisa ditipu. Tapi ya ndak terus

menolong yang dikenal saja, begitu. Kalau ndak kenal kalau membutuhkan ya ditolong. Ya ngasih sedekah gitu sama orang minta-minta. Ngasih sumbangan begitu.

T : Jadi ibu menolong siapa saja yang membutuhkan? J : Iya. Kalau ada yang membutuhkan gitu ya ditolong. Ya siapa saja. Ya pokoknya jangan

sampai ditipu saja, begitu. Nanti kalau terlalu percaya sama orang ‘kan bisa ditipu. T : Bagaimana ibu bisa tahu kalau orang mau menipu atau tidak? J : Ya kerasa, mbak, kalau orang mau menipu atau tidak. Makanya hati-hati, jangan sampai

tertipu. Kalau orang butuh alasannya jelas ‘kan ya ditolong. Masak ndak ditolong? Ya itu, hati-hati saja. Jangan terlalu percaya dengan orang lain. Bilang butuh modal gitu ya jangan langsung dikasih uang. Ditanya-tanya dulu bagaimana. Apalagi kalau tidak dikenal. Ya tidak dipinjami uang.

T : Jadi dengan berhati-hati dan menanyakan keperluan orang lain lebih dulu begitu ya, bu? J : Iya. T : Apakah ibu pernah punya pengalaman ditipu orang ketika menolong? J : Ya, apa ya? Kalau ditipu sih ndak. Tapi itu lho.. kalau orang pinjam uang sok ndak

dikembalikan. Ngomongnya pinjam tapi ndak dikembalikan. T : Bagaimana perasaan ibu menghadapinya? J : Ya sok anyel, mbak.. Ya udah, itung-itung ya ngasih sama dia. T : Tidak ditagih ke orangnya, bu? J : Ya ditagih, mbak. Tapi mesti lupa terus, alesan terus. Aku ‘kan ndak penak kalau

menanyakan terus. Ya sudah, aku ikhlasin saja. Nanti ditukar yang lain, rezekinya lain. T : Jadi direlakan saja begitu, bu? J : Iya, direlakan. T : Ibu sering menghadapi hal itu? J : Apa? T : Ditipu orang masalah uang? J : Ya sekali dua kali ya.. ndak sering kok. T : Makanya ibu berhati-hati kalau menolong orang? J : Iya. ‘Kan supaya jangan ditipu lagi tha? T : Ibu pernah ditipu orang, rasanya takut nggak, bu, kalau menolong? J : Ya ndak ya, mbak. Orang ya minta tolong itu ndak selalu pinjam uang. Menolong ‘kan bisa

banyak. Apa.. ya ndak uang saja. T : Sekalipun pernah ditipu tapi tetap menolong? J : He-eh. Ya, namanya manungsa, urip. Harus tolong-menolong. T : Pendapat ibu tentang tolong-menolong bagaimana, bu? J : Ya gimana ya.. aku tolong-menolong itu di dalam hatiku cuma belas kasihan gitu lho,

mbak. Kasihan dengan orang lain. T : Belas kasihan terhadap orang yang kekurangan begitu? J : He-eh. T : Menurut ibu tolong-menolong itu penting tidak? J : Ya penting tha, mbak. T : Alasannya kenapa, bu? J : Lha orang hidup ‘kan cuma mampir ngombe, ya ‘kan? Kalau mati ya cuma gitu. Ya sudah

seharusnya kalau di dunia ini mencari yang baik-baik. Gitu tha? Lha iya. Jadi ya selama hidup itu harus melakukan perbuatan baik. Supaya nanti kalau di akhirat bisa mendapatkan yang baik. Upahnya itu lho, mbak. Kalau hidup kita baik, berbuat baik, nanti ‘kan mendapatkan pahala.

T : Jadi menurut ibu tolong-menolong itu adalah hal yang penting? T : He-eh. Penting.

Page 383: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Apakah ibu merasa menolong orang lain merupakan sebuah kewajiban? J : Ya wajib, mbak. Tolong-menolong itu wajib. Karena kita sebagai manusia itu saling

membutuhkan. T : Apakah ibu percaya bahwa orang yang berbuat baik akan mendapatkan hal yang baik juga?

Sebaliknya bila orang berbuat jahat maka akan menerima hukuman? J : Percaya. Sekarang gini.. orangnya yang sabar itu kekasihnya Tuhan. Orang itu harus

tolong-menolong, saling menghargai, gitu ‘kan.. Kalau kita menghargai orang lain maka orang juga akan menghargai kita. Tapi kalau kita tidak menghargai ya orang juga tidak akan menghargai.

T : Mengapa ibu percaya hal itu? J : Ya ajaran agama ‘kan seperti ibu. Berbuat baik. Menolong yang susah. Sebagai sesama

manusia harus saling menolong. Lha aku dulu ‘kan sekolahku itu MTS, sekolahku dulu ‘kan NI. Nahdatul Islam. Madrasah. Ya aku diajarin seperti itu.

T : Jadi banyak mendapatkan dari ajaran agama ya, bu? J : He-eh. Jadi sedikit-sedikit ibu ya ngerti hukum, ngerti dosa, perbuatan yang keji. Perbuatan

mana yang baik, mana yang buruk ‘kan bisa dihindari. T : Kalau sebagai orang Jawa, apakah ibu pernah diajarin sesuatu tentang tolong-menolong

menurut nilai-nilai orang Jawa? J : Menurut orang Jawa? Apa ya mbak? T : Iya. Apa pernah tahu nilai-nilai budaya Jawa yang berkaitan dengan tolong-menolong? J : Budayane? Ya budaya Jawa itu ‘kan ya saling tolong-menolong. Gotong royong gitu ‘kan,

mbak? Kalau orang desa itu sering gotong-royong, mbangun desa, bersih-bersih. Ya, gotong-royong.

T : Selain itu, ada lagi tidak, bu? J : Apa ya, mbak? Ya aku tahunya cuma itu. Hidup rukun sama sesamane. Yang akur. T : Ibu pernah menolong siapa saja? J : Ya itu, teman yang tidak punya modal. Terus pinjem uang. Ya tak pinjemin. T : Menolong sesama pedagang ya, bu? J : He-eh. T : Selain itu, siapa lagi yang pernah ibu tolong? J : Siapa ya, mbak? T : Mungkin tetangga di kampung? Atau menolong pembeli? J : Kalau tetangga di kampung ya itu. Ya paling ngasih sumbangan kalau ditarik sumbangan. T : Biasanya kalau dikampung begitu kalau ada orang sakit, atau ada yang punya acara apa

pada datang untuk menghadiri? J : Iya. Pada datang semua. Rombongan begitu, mbak. Kalau ada yang sakit ikut menjenguk

bareng-bareng. Kalau njagong itu ya sama-sama. Satu rombongan gitu. T : Jadi suka datang secara rombongan begitu, ya? J : He-eh. T : Apa yang ibu harapkan setelah menolong orang lain? J : Ya supaya orang yang kita tolong itu bisa lebih baik. T : Selain itu, adakah hal lain yang diharapkan, bu? J : Ya apa ya, mbak.. Ndak ada itu. Ndak mengharapkan apa-apa. T : Seama tinggal di kampung, apakah penah menjumpai masalah antar orang-orang di

kampung? J : Ndak. Aku ‘kan nggak pernah di rumah. Tapi anu ‘tu lho.. kalau ada orang kematian, aku

kalau malam aku ikut yasinah. Terus kalau ada 40 hari aku ikut ngaji. Aku ikut yasinah. Yang perempuan cuma aku. Orang 40-an itu lho..

T : Sering ikut ya, bu? J : Iya, sering. T : Kalau arisan ikut nggak, bu? J : Aku kalau arisan itu satu bulan sekali. Kumpulan. T : Ibu juga ikut? J : Aku juga ikut tapi jarang. Jarang dateng soalnya udah capek. T : Yang rutin datang itu kalau pengajian ya, bu?

Page 384: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : He-eh. T : Ibu juga sering mengobrol dengan pedagang di sekitar kios ibu? J : Iya. T : Biasanya mereka suka ngobrolin apa, bu? J : Ya nggak mesti. Sok tentang keluarga, anak. Sama teman gitu.. sok cerita tentang anak,

keluarga. T : Hubungan antar pedagang cukup dekat ya disini? J : Iya. T : Selama 11 tahun jualan pernah ada masalah dengan pedagang lain, bu? J : Belum. Ndak ada, mbak. T : Biasanya kalau menanggapi obrolannya mereka kalau sedang ngobrolin tentang keluarga

gitu gimana, bu? J : Nanggapinya ya baik, tha. Bisa tukar pengalaman. Kadang-kadang ya susah, kadang-

kadang ya senang.. ya tinggal ceritanya. Ceritane kalau tentang keluarga yang susah ya ikut susah. Sok yo senang, kalau ceritanya yang senang-senang begitu.

T : Ceritanya yang susah biasanya tentang apa? J : Ya keluarga susah sok-sok cek-cok karo suami. Suaminya ya nggak diurus sama istri. Terus

aku ya ikut susah gitu. Kasihan. Seandainya orang perempuan kayak gitu ‘kan yo ndak trimo. Iya tha?

T : Terus ibu juga kasih saran? J : Iya, kasih saran. Ya harusnya begini-begini. Kalau cek-cok ya segera diselesaikan.

Namanya berumah tangga. Orangnya fair gitu lho. Terbuka. Kalau ada kejadian di dalam gitu aku juga cerita. Jadi gantian, tukar cerita.

T : Kalau pembeli juga suka mengobrol dengan ibu? J : Kalau orang beli itu ya suka mengobrol masalah dagangan, disana sepi, disini sepi. Oh,

berarti sama, gitu.. T : Kalau menghadapi masalah dengan pembeli, bagaimana mengatasinya, bu? Misalnya kalau

jengkel.. J : Ya tak hadapi dengan baik. T : Bisa dijelaskan lebih lanjut, bu? J : Ya aku beri pengertian.. Nek semono kuwi durung entuk, lik. Belum dapat, gitu.. dari

sananya aja belum dapat. Terus aku ya beres. Ya nanti pembeli mengerti. Kalau harganya cocok ya beli. Tapi kalau ndak ya tanya sama yang lain.

T : Terkadang ‘kan ada pedagang yang marah, bu.. J : Ya kalo marah nanti langganannya nggak ada no.. cari langganan ‘kan sulit. Gek di pasar

itu saingannya ‘kan banyak. Cari pelanggan itu ‘kan sulit. Kalau dikasari terus ya kabur. T : Ibu punya langganan tetap? J : Banyak. Ya yang beli-beli itu tadi ‘kan cuma pesen-pesen. Cuma ngasih uang, ngasih uang.

Segini, segini, gitu. Kaya yang tadi 40 kilo. Itu rumah makan yang cakaran itu. Nila bakar. Titip uang, nanti barangnya diambil. Kalau sudah langganan gitu enak, mbak.

T : Bagaimana usaha ibu untu menarik pelanggan? J : Ya dengan dihadapi dengan baik, mbak. Dilayani dengan baik. Tidak boleh galak-galak,

nanti bisa lari. Kalau sama langganan gitu ya bicaranya sopan, yang baik. Jangan dimarahi. Nanti mintanya apa, ya dikasih. Ya dagangannya yang komplit biar langganan kalau mau cari itu ada.

T : Apakah ibu pernah menolong pembeli? J : Ya menolong ya.. Itu mencarikan barang titipan. Ya itu kalau ada yang belanja ya tak anter

ke kendaraannya kalau ndak bisa mbawa sendiri. T : Selain itu, ada lagi tidak, bu? J : Ya, apa ya, mbak? Ya kalau mereka bercerita gitu ditanggapi dengan baik. Didengarkan. T : Menutup wawancara saya, bu. Jadi menurut ibu, orang Wonogiri itu baik? J : Iya. Baik-baik, mbak, orangnya. T : Pedagangnya bersaing dengan baik, tidak saling menjatuhkan? Mereka saling tolong-

menolong satu sama lain? J : Iya.

Page 385: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Transkrip Wawancara Subjek I Triangulasi

T : Ibu, saya mau minta tolong pada ibu untuk menjelaskan beberapa hal yang nanti akan saya tanyakan. Ibu cukup menjelaskan saja apa yang saya tanyakan. Terlebih dulu saya perlu mengetahui identitas ibu. Nama ibu siapa?

J : DJ (inisial). T : Usianya sekarang berapa, bu? J : 55. T : Sudah lama berdagang di Wonogiri? J : Sudah. T : Berapa tahun, bu? J : Ya ada 30 tahun. T : 30 tahun? Dari dulu berdagang apa, bu? J : Ya, roti. Dulu sekarang roti. T : Dari dulu sampai sekarang jualan roti terus ya? Roti apa saja bu, macamnya? J : Ya semir. Roti pisang. Makanan kecil anak-anak itu. T : Asalnya dari mana, bu? J : Belinya? Belinya dari Gading. T : Oh, kulakannya? J : Iya. Kulake dari Gading. T : Oh, kulake dari Gading, Solo? J : Iya. Tempat saya asli. T : Kalau kulakan dianter kesini atau… J : Dianter. T : Kulakannya setiap hari apa? J : Satu minggu satu kali sekarang. T : Kalau dulu? J : Dulu seminggu dua kali, seminggu dua kali. T : Kenapa sekarang cuma seminggu sekali? J : Lha sepi. Sepi. T : Di tempat lain juga sepi, bu? J : Sepi. T : Asalnya ibu dari mana? J : Kradenan, Sukoharjo. T : Sudah lama tinggal di Sukoharjo? J : Anu.. sampai sekarang ya? Ya 15 tahun. T : Saya mau tanya tentang hal-hal yang biasanya terjadi di pasar itu seperti apa. Hubungan

antara sesama pedagang di Wonogiri itu bagaimana menurut ibu? J : Bagus ‘tu. Biasa. Tidak ada persaingan. Iya, tha?! T : Jadi selama 30 tahun ibu jualan… J : Nggak pernah. Saya belum pernah melihat ada yang berantem. Tetangga kanan kiri belum

pernah ada yang iri. Tidak. Biasa. T : Kalau pedagang lain, apa pernah ketemu pedagang yang satu berantem dengan pedagang

yang lain? J : Tidak. T : Belum pernah ya? J : Belum pernah. T : Kalau di Wonogiri itu ‘kan pasarnya di tempat-tempatkan… pedagang buah sendiri,

pedagang makanan sendiri, pedagang sayuran sendiri, apakah ibu juga kenal dengan pedagang buah, pedagang tahu?

J : Ya kenal. T : Kenal baik atau... J : Ya cuma biasa. T : Mereka juga memiliki hubungan yang baik antara yang satu dengan yang lain?

Page 386: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Iya. Pokoknya kenal biasa. Kenal biasa itu contohnya kalau ada apa-apa… layat.. ayo. Bayen.. ayo. Pokoknya ya seperti itu.

T : Jadi bareng-bareng gitu ya, bu? J : Iya. Bareng-bareng. T : Kalau ada yang punya gawe gitu juga… J : Iya. T : Selama ini ibu tidak pernah menjumpai ada pedagang yang berantem, saingan? J : Tidak ada. T : Pedagang buah, pedagang sayur gitu juga tidak ada, bu? J : Nggak ada. Nggak pernah ngerti saya. Orangnya baik-baik. T : Belum pernah tahu ya? Orangnya baik-baik ya? Dari dulu sampai sekarang? Lama juga ya,

ibu berjualan. Dan selama itu ibu belum pernah menjumpai ada masalah di pasar. J : Belum pernah itu. Saya belum pernah tahu. Kalau capek gitu ya istirahat. Kalau sepi,

umpamanya pengen istirahat ya istirahat. Kalau di pasar saya belum pernah lihat orang berantem, diem-dieman gitu. Nggak ada. Nggak ada masalah.

T : Itu hampir semua pedagang seperti itu? J : Iya. Pokoknya kanan kiri, dekatnya gitu, nggak ada masalah. T : Kalau dengan pembeli begitu, apa ibu pernah menemukan pedagang yang bermasalah

dengan pembeli? J : Tidak. T : Menurut ibu, pedagang di Wonogiri itu bagaimana, bu? J : Yang laris gitu? T : Bukan. Maksudnya bagaimana mereka menghadapi pembeli, melayani pembeli? J : Ya biasa, tu. Maksudnya merayu supaya beli gitu, tha? Ya sabar. T : Sabar ya, bu? Kalau ibu melihat pedagang lain melayani pembeli gitu juga sabar, bu? J : Iya, sama saja. T : Pernah melihat mereka memaksa pembeli? J : Tidak. Umpamanya ada orang yang mau beli, orang jualan roti itu ‘kan letaknya berdekatan.

Kalau dia butuh beli sana ya biar beli sana. Kalau butuh sini ya beli sini. Kalau ditempat temennya dipanggil.. aku tolong dibeliin. Gitu ya nggak. Kalau beli ditempatku terus dipanggil temenku gitu ya nggak. Gitu itu kalau di pasar. Pembelinya itu sendiri-sendiri. Kalau ada orang lewat itu ya paling bilang... “Monggo pinarak, bu. Mundhut napa?” Kalau mau beli sini ya beli sini. Kalau mau beli ditempat lain ya biar beli ditempat lain. ‘Kan menawarkan.

T : Jadi tidak ada saling rebutan pembeli begitu ya, bu? J : Tidak. T : Kalau pedagang buah bagaimana, bu? J : Ya sama saja. T : Jadi selama ini tidak ada pedagang dan pembeli ada masalah gitu ya? J : Nggak. Nggak pernah tahu saya. T : Baik itu pedagang sayur, pedagang buah… J : Enggak. T : Menurut ibu pedagang di Wonogiri ini sehari-sehari apakah juga suka menolong orang lain,

bu? J : Ya nolong. Nolongnya itu kalau lagi ada orang ngamen, orang minta-minta. Gitu ya dikasih. T : Ada bentuk pertolongan yang lain tidak? Antara sesama pedagang… J : Ya umpamanya ada orang sakit, nengok bareng-bareng. Sana masuk rumah sakit, besuk

bareng-bareng. T : Dulu saya pernah bertanya pada salah seorang pedagang, kalau kiosnya lagi ditinggal pergi,

entah makan atau sholat atau apa, mereka minta tolong tetangganya untuk menjagakan kiosnya…

J : Oh iya. Titip gitu. Aku titip, minta tolong ini. Nolong itu juga kalau ngasih uang gitu, nggak?

T : Ya bisa ngasih uang atau dalam bentuk pertolongan yang lain. Misalnya ada pedagang lain yang pergi minta tolong dijagakan kiosnya. Atau membawakan barang-barang…

Page 387: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Oh, iya. Iya. Kalau ada orang beli, ayo tak anter kesana. T : Sama pembeli gitu juga nganter-nganter gitu? J : Iya. Kalau belinya agak banyak, terus dia susah membawa. Yo tak anterke. “Nggak usah,

bu. Nggak usah, bu.” Ya nggak apa-apa, tak anterke. Saya juga pernah dititipi. “Bu, titip. Saya mau pergi.” Ya, saya liatin dari tempat saya sendiri. Nanti kalau yang punya kembali, kalau nggak ada yang beli ya saya bilang nggak ada yang beli. Nanti kalau saya pergi ya gantian. “Mbak, titip. Kepayon ‘ra? Ora.” Nek ora yo wis.

T : Kalau titip sama siapa, bu? J : Ya sama tetangga. Depannya gitu. T : Aman-aman saja ya, bu? J : Iya, nggak apa-apa. Aman. Orangnya jujur. T : Kalau ada yang beli gitu ya dilayani terus bilang kalau tadi ada yang beli? J : Iya. Kalau nggak ada ya ngomong nggak ada. T : Apakah ada bentuk pertolongan yang lain, bu, antara sesama pedagang selain hal-hal yang

tadi? J : Ya seperti itu, mbak. T : Menurut ibu, menolong itu merupakan kewajiban atau tidak? J : Iya. T : Bisa dijelaskan mengapa hal itu menjadi kewajiban? J : Ya orang bertetangga itu harus saling tolong-menolong. Tetanggan iku rukun, lung-

tinulung, bat-sinambat. T : Bat-sinambat itu maksudnya apa, bu? J : Tolong-menolong. T : Ibu asli dari Jawa Tengah, ya? Sudah pernah tinggal di luar pulau? J : Belum pernah. T : Jadi dari kecil sampai sekarang… J : Sampai sekarang di Wonogiri, Sukoharjo, Wonogiri. T : Orang tua juga asli dari Jawa, ya? J : Iya, Jawa. Saya hidup 55 tahun, ke Solo sendiri belum pernah. Mesti ada temannya. Nggak

pernah sendirian. Nggak berani. Pokoknya kalau pergi pasti orang dua. Entah temannya siapa. Pergi sendiri gitu belum pernah.

T : Jadi selama ini ibu kalau pergi hanya di daerah Sukoharjo atau Wonogiri, begitu? J : Iya. Sukoharjo, Wonogiri. T : Sebagai orang Jawa ibu mungkin tahu ada ajaran Jawa tentang tolong-menolong. Bisa

dijelaskan apa yang ibu tahu mengenai tolong-menolong menurut ajaran Jawa? Seperti ibu sebutkan tadi, ada kata-kata bat-sinambat.

J : Bat-sinambat itu kalau dibahasakan Indonesia ya tolong-menolong. Waktu kecil juga diajarkan tentang tolong-menolong, wong tetanggan.

T : Apa saja yang diajarkan? J : Ya umpamanya… orang dulu itu kita di sawah. Kalau kita bawanya sedikit terus orang lain

bawanya banyak… “Mbok diewangi mbahe iki, mengko ndak kabotan.” Kan kalau ke sawah orang desa itu bawanya tenggok, ketel, kendi. Orang lain bawa, saya tidak. Ya mbok diewangi mbahe kuwi. Ya gitu itu.

T : Orang tua menyuruh untuk menolong orang lain begitu ya? J : Iya. Lung-tinulung. T : Kalau sama orang disekitar desa bagaimana, bu? Apakah juga saling tolong-menolong? J : Iya. Sama tangga-teparo ada yang sakit, atau kesusahan… kalau di desa Kradenan itu

rombongan RT bareng-bareng. Bareng-bareng umpamanya duitnya itu ditarik 3000 apa 5000. Tapi biasanya kalau ke rumah sakit 3000. Terus nanti mobilnya bayar sendiri. Nanti lain hari saya juga nengok sendiri.

T : Jadi kalau ada orang sakit biasanya menengok bersama-sama… J : Bareng-bareng yo ikut, sendiri yo pernah. Kalau dekat lingkungannya gitu kalau sudah

pulang nanti ya nengok lagi. T : Kalau jauh bagaimana, bu?

Page 388: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Kalau jauh ya cukup bareng-bareng itu. Jauh-dekat kalau orangnya itu dekat, pokoknya orangnya pergaulannya dekat dengan kita itu nengok lagi ya nggak pa-pa.

T : Kalau sama yang sudah dekat begitu menengok lagi? J : Iya. Pokoknya kalau sudah kenal dekat gitu nengok sendiri nggak pa-pa. ‘Kan dua kali. Ya

ikut lagi. Lha nanti kalau dekat banget, cuma tetangga kanan-kiri gitu sebelumnya tilik bareng-bareng ya sudah nengok sendiri duluan. Terus nanti bareng-bareng sak RT. Rombongan gitu itu lho, mbak.

T : Jadi menengok orang sakit itu bisa berulang kali ya, bu? Bisa sendiri atau bersama-sama, begitu ya?

J : Iya. Kalau sudah pulang ya di rumahnya lagi. T : Maksudnya kalau sudah pulang dari rumah sakit? J : Iya. Biasanya seperti itu. T : Semua orang di desa seperti itu, bu? J : Semua? Ya kebanyakan begitu. T : Kalau pedagang di pasar Wonogiri apa juga seperti itu? J : Ya ada yang gitu, ada yang sama-sama. Ya seperti itu tadi lho, mbak. Kalau yang sudah

dekat itu ya nengok sendiri. Lalu juga nengok bersama-sama. Kalau di rumah sakit bareng-bareng. Nanti kalau nggak di rumah sakti, di rumah gitu, ya ke rumahnya bareng-bareng. ‘Kan di pasar. Pasar sama desa beda.

T : Bedanya apa, bu? J : Bedanya ya namanya di pasar itu sesrawungane bareng-bareng... berangkat... ayo! Kalau di

desa itu ‘kan pergaulan RT itu sama seperti keluarganya sendiri. T : Lebih dekat di desa maksudnya? J : Iya, lebih dekat RT. Tapi katanya orang-orang sih begitu. T : Kalau dari iibu sendiri bagaimana, bu? J : Kalau saya ya lebih dekat di RT-nya itu. T : Lebih dekat di RT daripada di pasar, ya? J : Iya. Sak RT. Kalau ada apa-apa ‘kan sak RT. T : Tapi di Wonogiri ini kebanyakan pedagangnya sudah bertahun-tahun ya, bu? J : Iya. Sudah lama. Semua lama. Yang baru itu tempatnya bu Pariyem. Itu baru. Ya mbok baru

tapi 15 tahun juga pasti sudah ada. T : Sebagian besar sudah lama ya, bu? Berarti banyak yang kenal… J : Iya. Kenal semua. Sama pedagang yang kiosnya jauh juga kenal walau cuma kenal-kenalan

gitu. Ora remaket. T : Tidak sedekat dengan yang kiosnya dekat ya, bu? J : Iya. T : Dengan pedagang lain yang kiosnya jauh hubungannya juga baik, bu? Misalnya dengan

pedagang buah, pedagang sayur… J : Baik. T : Mungkin bisa dijelaskan lebih lanjut, bu, baiknya itu bagaimana? J : Baiknya ya… pedagang buah itu ‘kan kebanyakan priyayi dari Demak. Dari Demak,

Kudusgitu banyak sekali. Baiknya ya… srawungnya itu baik. Umpamanya saya ndak jualan orangnya itu lewat depan kios ya ditanya... “Bu, ‘nten pundhi kok boten enten?” “Kula prei.” “Enten napa?” “Boten napa-napa.” Ya seperti itu. Baik ‘kan itu? Menurut saya ya ssudah baik. Wong beda. Orang Demak sama orang Sukoharjo. Nggak jualan kok nanyain. Tak anggep baik. Kalau yang ndak baik itu ‘kan ya mbuh… jualan apa ndak ya karepmu.

T : Ada juga yang tidak peduli, bu? J : Iya. Tapi biasanya mereka baik. Mau mengerti orang lain. Mau menanyakan ada apa kok

nggak jualan. T : Kalau lewat di depan kios gitu ya saling menyapa, bu? J : Iya. T : Kalau dengan pedagang tahu, pedagang sayuran bagaimana, bu? J : Ya agak jauh. Tapi mereka juga baik. Di pasar itu orangnya baik-baik kok, mbak. T : Dengan pedagang makanan yang disana itu juga kenal, bu? J : Iya, kenal. Orangnya juga baik-baik.

Page 389: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Baik-baik, ya, bu? T : Ibu punya pengalaman ditolong sama pedagang lain, tidak? J : Ya itu… waktu jaman masih dekat dulu ya titip pas tak tinggal. T : Pernah ditolongin dasaran? J : Oh iya, kalau lagi sela gitu dibantuin naruh barang-barang. Kalau nggak ya itu… jagong kemana gitu bareng-bareng. T : Kalau ibu melihat pedagang-pedagang itu menolong ibu, misalnya, apakah mereka melakukannya dengan ikhlas? J : Ikhlas. Nggak ada yang minta tuker gitu. Ikhlas. T : Mereka juga nggak minta balasan apa-apa? J : Nggak. T : Mereka itu mau menolong karena apa, bu? J : Ya misalnya saya sambat… minta tolong mau utang, besok tak bayar. Itu ya iya. Saya ditolongin. Saya ndak punya ditolongin jadi punya. T : Jadi menolong karena diminta oleh orang lain, begitu? J : Iya. Liat ada orang butuh gitu ya ditolong. T : Mereka itu menolong melakukannya dengan senang hati atau terpaksa, bu? J : Seneng. Sama-sama seneng. Sama-sama jalannya. Aku ‘kan nggak punya dagangan. Diutangin dagangan. Sana punya dagangan terus diutangin aku. Nanti aku punya uang ya tak bayar. Jadi sama-sama jalannya. T : ibu juga pernah menolong mereka? J : Ya itu… bantuin nunggu, njualin kalo lagi ditinggal terus ada yang beli. T : Jadi kesimpulannya orang-orang di pasar Wonogiri baik-baik ya, bu? J : Baik. Baik-baik semua, mbak. T : Kalau ada orang yang membutuhkan pertolongan tanggapan mereka bagaimana, bu? J : Ya langsung ditolong, mbak. Misalnya gini… “Yu, aku mbok ditulungi. Utangi dhuite sik. Seket apa pira, sesuk tak kek’e” Alesanku yo ngene… piye ya? Ngomong ora duwe wong ya saben dina golek dhuit. Nek ngomong duwe wong iki ya dhuit setoran, dudu dhuitku dewe. T : Maksudnya bagaimana, bu? J : Ya saya bilang tidak punya uang. Saya takut nanti kalau diminta yang punya uang nggak bisa ngasih. T : Tapi kalau dengan pedagang lain, ketika ibu minta tolong pada mereka tanggapan mereka bagaimana, bu? J : Ya dikasih. Umpamanya ya.. dagangan tha? Umpamane duwe seket. “Eh, mbok aku di ke’i 300. Utang.” Ya dikasih. T : Selain meminjam uang, bentuk pertolongan yang lain. Misalnya seperti membantu menjagakan kios begitu apakah mereka juga mau melakukannya dengan senang hati atau terpaksa? J : Ya seneng. T : Selama ini antar sesama pedagang hubungannya baik ya, bu? J : Baik. T : Semua pedagang baik? J : Baik. Baik semua. T : Untuk mendapatkan pelanggan mereka juga tidak sampai berantem atau bagaimana? J : Tidak. T : Antar sesama pedagang gitu ada yang saling ngrasani nggak, bu? J : Saya nggak pernah denger. Kalau dirasani nggak ndengar, kalau ngrasani ya nggak pernah. Baik kok. T : Itu karena ibu nggak mau mendengarkan atau memang mereka yang tidak pernah rasan-rasan? J : Saya nggak mau mendengarkan. Itu sudah urusannya sendiri-sendiri kok, mbak. T : Tapi ada ya, bu, mereka yang suka rasan-rasan gitu? J : Ya ada. T : Tapi selama itu nggak pernah sampai ada yang berantem atau bagaimana?

Page 390: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Nggak ada. Baik-baik, kok. T : Karena tidak ada persaingan antar pedagang, dagangnya jadi enak ya, bu. J : Iya. Tinggal nunggu ada pembeli. Kalau mau beli ya silahkan. Beli situ ya boleh, sini ya boleh. Seneng kalau jualannya seperti ini. Rukun. Nggak ada masalah. Nggak pernah… “Kene-kene tukoni aku, tukoni aku…” Nggak ada yang seperti itu. T : Disini nggak ada yang seperti itu, bu? J : Nggak ada. Kalau mau beli situ ya biar beli situ. Kalau mau beli sini ya beli sini. Kalau lewat ditempat temannya… ada tha yang bakul itu, umpamanya bakul pelem gitu… “Kene tuku pelem aku, murah.” Nggak ada bakul yang seperti itu. Kalau bakul pelem itu ‘kan model pelem yang murah tha, mbak. T : Pedagang buah gitu mereka juga tidak rebutan pembeli? J : Tidak. T : Mereka itu jualannya ‘kan nggak suka narik-narik pembeli, kalau sehari nggak ada yang beli gitu bagaimana, bu? J : Ya ada, mbak. Ya mesti ada. Harus ada. T : Tapi tidak memaksa mereka begitu? J : Enggak. Nggak maksa. Ya ada yang beli tapi nggak maksa mereka untuk beli. T : Pedagang di Wonogiri ini kok bisa santai banget ya, bu? J : Ya umpamanya di jalan-jalan itu ada orang yang tawa… “Monggo, ngersake napa, mbak? Mundhut napa?” Ya itu ‘kan biasa. Tapi kalau sampai rebutan… “Kene-kene tuku aku…” Terus nggak jadi pindah ke tempat orang lain… “Kuwi mau tuku aku kok tuku kono?” Nggak ada yang seperti itu. T : Menurut ibu kenapa mereka tidak bersaing sampai seperti itu? J : Ya itu sudah rejekinya sendiri-sendiri. Kalau sudah disuruh beli tapi nggak beli? T : Jadi mereka punya pengertian bahwa setiap orang itu punya rejekinya masing-masing, begitu? J : Iya. Kalau rejekinya saya ya mestinya berhenti dan beli sama saya. Kalau dipaksa terus dia nggak mau ‘kan kita malu. Malunya itu diri kita sendiri itu malu sama tetangganya… wong orang beli nggak mau kok dipaksa. Kalau memang rejekinya sini ‘kan ya pasti beli disini. Wong ya payu. Semuanya payu. Saya nggak mau rame, mbak. Rejeki itu punya masing- masing. T : Kalau ibu sendiri bisa punya pengertian seperti itu dapat dari mana, bu? Bahwa setiap orang itu punya rejekinya masing-masing? J : Ya dari diri sendiri. T : Dari diri sendiri? Maksudnya dulu yang ngajarin siapa? J : Ya nggak ada. Dari diri kita sendiri. Kalau bukan dari diri kita sendiri terus dari mana? T : Ibu tidak mendapatkan dari ajaran agama atau bagaimana? J : Ya enggak. Itu dari hatinya sendiri. Kalau memang rejeki kita pasti ada yang beli. Kalau memang rejekinya kita pasti dibeliin. Ya alhamdullilah. T : Menurut ibu rejeki itu datangnya dari mana, bu? J : Yang ngasih ya dari atas. Itu dari Tuhan. Pembeli itu juga datangnya karena berkat dari Tuhan. Ya diterima. Diparingi Sing Kuasa. Kalau dipaksa, kalau memang bukan rejekinya ‘kan nggak jadi beli. Wong ditinggal pergi aja kalau memang rejekinya itu orang yang beli itu mau nungguin. Ditungguin lho, mbak. “Kowe kok ora teka-teka ‘nyang ‘ndi?” “Yo ‘ndang gek tuku’a.” Itu ‘kan rejekine aku. Nggak usah diburu, kalau memang rejekinya pasti datang. T : Apakah ibu percaya kalau kita berbuat baik maka kita akan diberkati? J : Ya, percaya. Aku percaya. Kalau kita ini baik, jualane bener, nanti ‘kan Sing Kuasa

maringi. Kalau kita jualane ndak baik, ya dagangane ndak diberkahi. T : Waktu kecil dulu pernah diajarin tentang ajaran-ajaran agama tidak, bu? J : Nggak. Ya wes tua iki lagi ngerti. Waktu masih kecil-kecil sama ibu nggak pernah diajarin. Cuma bekerja. T : Sejak kecil berarti sudah bekerja ya? J : Ya. T : Berarti dulu nggak sempet sekolah, bu?

Page 391: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Nggak. Saya nggak sekolah. Sebenernya sekolah dulu nggak susah, mbak, tapi ibu saya orang nggak punya, jadi saya suruh momong adik.

T : Sekolah dulu nggak bayar ya, bu? J : Nggak bayar. Ya enak. Tapi suruh momong. Itu waktu kelas 3. Kalau anak sekarang kelas 3

gitu sudah bisa baca, kalau saya sebenernya ya sudah bisa baca. Tapi kalau mau belajar gitu dipanggil ibu … “Ora sah sinau. Timbangi sinau mending nguntingi pari iki, nguntingi bayem.” Tenan, mbak. Iki sesuk di dhol. Daripada sinau. Padahal udah nggak sekolah tapi aku masih seneng ngapalin gitu. Tapi nggak boleh. Kalau anak sekarang sudah pinter semua.

T : Saya mau tanya, bu. Tadi iibu bilang kalau di Wonogiri oti pedagangnya jarang berantem. Mereka jarang ada konflik. Tapi seandainya ada konflik gitu menyelesaikannya bagaimana, bu?

J : Menyelesaikannya? Ya dilaporin ke satpam. Kalau ada apa-apa gitu ya bilang sama satpam. T : Kalau masalahnya besar begitu maksudnya? J : Iya. Dibilangin ke satpam. T : Kalau hanya masalah biasa antar pedagang gitu mereka menyelesaikannya bagaimana, bu? J : Ya damai. Cuma damai. T : Bagi ibu sendiri, apakah menolong merupakan sebuah kewajiban? J : Iya. Kita harus menolong meskipun sedikit. Menolong itu penting. Wong kita ini manusia,

saling membutuhkan. Kalau tidak ada menolong ya bagaimana? Saya ya pernah menolong walau tidak seberapa. Saya juga tidak pernah tanya kalau ada orang minta tolong. Mereka butuh apa ya sebisa saya ya saya bantu. Misalnya kalau ada minta tolong… “Tulung iki aku butuh duit ‘nggo nyaur dagangan…” Ya ndak tahu maksudnya dia mau utang atau minta tolong pokoknya saya beri uang seadanya. Saya juga tidak tanya dia itu mau utang atau minta uang. Terserah mau dikembalikan atau tidak. Itu kalau dia ngomongnya tulung, lho. Kalau ngomongnya utang ya beda lagi. Tapi biasanya gitu itu nggak dikembaliin. Tapi sana ya udah ngomong tulung, bukan utang. Saya juga nggak pernah nagih. Takutnya itu kalau aku tanya begitu… wong orang itu ‘kan nggak sama. ‘Kan minta tulung. Minta tulung, nanti malah kalau dijadiin rame gitu aku jadi takut. Jadi ya biar saja, daripada ada masalah. Sapa tahu orangnya lupa, wong ya sudah lama. Orang ‘kan beda-beda, mbak. Nanti kalau dia lupa bagaimana. Yang penting ‘kan hatinya tulus. Kalau kita tulus menolong orang lain, nanti bisa urip kepenak, mbak.

T : Urip kepenaknya itu bagaimana, bu? J : Ya, kepenak. Ayem. Atine ayem. Karo sapa-sapa cedhak, apik, ora dhuwe mungsuh. Jadi

kalau bekerja itu enak, tha, mbak?! T : Jadi kesimpulannya kita tetap harus menolong ya, meskipun itu cuma hal-hal sederhana,

seperti membantu menjagakan kios? J : Iya. T : Apakah menurut ibu pedagang di Wonogiri itu mau menolong sesamanya dan menganggap

menolong orang lain itu penting? J : Iya. T : Pedagang disini itu mau berkorban untuk orang lain dan ikhlas menolong orang? J : Iya. Ya, mau memikirkan kepentingan orang lain. T : Kalau begitu cukup sekian, bu, wawancaranya. Terima kasih atas informasi yang diberikan, sangat membantu saya. Terima kasih, bu.

Page 392: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Transkrip Wawancara Subjek II Triangulasi

T : Selamat siang, mas. Sebelumnya terima kasih untuk waktunya. Disini saya ingin minta sedikit bantuan dari mas untuk mengerjakan tugas kuliah saya. Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan tentang tolong-menolong.

J : Iya, mbak. Bagaimana, mbak? T : Sebelumnya, namanya siapa, mas? J : Saya SL (inisial). T : Usianya berapa sekarang? J : 29. T : Tinggal dimana? J : Saya di Bulukerto. T : Sudah berapa lama berdagang disini, mas? J : Ya, 10 tahunan, mbak. T : Sejak dulu berdagang kelontong? J : Ya. T : Jualannya macam-macam, ya, mas? J : Ya, kebutuhan sehari-hari itu, mbak. Ya, seperti ini. T : Asli Wonogiri atau pendatang, mas? J : Asli Wonogiri. Rumahnya di Bulukerto saya. T : Sejak kecil tinggal di Bulukerto? J : Ya. T : Belum pernah pindah, mas? J : Belum. T : Sekarang tinggal dengan orang tua atau rumah sendiri? J : Sekarang rumah sendiri. Orangtua ada rumah sendiri. Saya sama istri. Tapi rumahnya ya ndak

jauh dari orangtua. T : Istri orang Wonogiri juga? J : Istri orang Wonogiri. T : Jadi sudah lama tinggal di Wonogiri ya, mas? J : Ya. T : Menurut mas, Wonogiri kotanya bagaimana? J : Apanya, mbak? T : Suasananya? J : Ya, enak. Tidak begitu ramai. ‘Kan masih desa, mbak. Jadi orangnya ya ndak banyak. T : Kalau penduduk Wonogiri, orang-orangnya bagaimana? J : Ya, baik, mbak. Orangnya baik-baik. T : Apakah mas pernah menjumpai ada penduduk yang bertengkar? J : Ndak itu, mbak. Baik-baik orangnya. T : Kalau keadaan di kampung mas sendiri, bagaimana, mas? J : Ya, biasa saja, mbak. Ya orangnya baik. Rukun. Ndak ada bertengkar. Baik. T : Pernah mengalami masalah dengan pedagang di pasar, mas? J : Ndak itu, mbak. Ndak ada masalah. Biasa saja. T : Tidak pernah menjumpai masalah ya, mas? J : Kalau masalah ya paling masalah kecil. Ya, kadang ya ada orang yang salah paham dengan

tetangganya, begitu. Tapi ya setelah itu bisa diselesaikan. T : Masalah yang terjadi biasanya salah paham, begitu, ya? J : Iya. T : Lalu menyelesaikannya bagaimana, mas? J : Ya, dibicarakan, begitu. Yang antar orang yang bermasalah tadi saling dibicarakan masalahnya.

“Tadi kok bisa begitu bagaimana. Ya sudah ini saya minta maaf. Ya tidak sengaja begitu. Namanya ya manusia.” Ya paling begitu, mbak. Nanti kalau sudah bicara, masalahnya kan sudah diluruskan, ya ndak bertengkar lagi.

T : Jadi menyelesaikan masalah dengan membicarakannya, begitu, mas? J : Iya.

Page 393: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Apa mereka tidak merasa sungkan untuk membicarakan masalah diantara mereka? J : Ya, sungkan, mbak, sungkan. Kalau masalah kecil gitu ya sudah dibiarkan. Mengalah saja.

Diam. Tapi kalau masalahnya besar, ya menyangkut orang banyak begitu, ya biasanya dibicarakan baik-baik, mbak. ‘Kan kalau tidak nanti sampai mana-mana, malah tidak baik.

T : Masalah besar itu contohnya seperti apa, mas? J : Ya, itu. Kalau misalnya, ini misalnya lho, mbak. Misalnya kalau ada menantu laki bertengkar

dengan orangtua perempuan begitu. Otomatis ‘kan keluarganya jadi ikut semua, kena semua. Ya, gitu biasanya dibicarakan masalahnya, diluruskan, supaya kerukunane keluarga itu bisa dijaga. Kalau diam-diam ‘kan kita nggak tahu masalahnya apa, nanti malah tidak baik sama keluarga, apa keluarga yang perempuan, apa yang laki. Gitu, mbak.

T : Jadi kalau masalah-masalah yang serius baru dibicarakan begitu ya, mas? J : Iya. T : Kalau masalah-masalah kecil mereka cenderung mengalah atau diam saja, begitu? J : Iya. Ya, masalah kecil ya mengalah saja tha, mbak. ‘Kan perkewuh kalau cuma begitu saja kok

dipermasalahkan. Ya, mengalah saja. T : Di desa warganya rukun ya, mas? J : Iya. Rukun. T : Biasanya kalau di desa mas ada kegiatan apa? J : Kegiatan di desa? Seperti kerja bakti, begitu? T : Ya. Seperti kerja bakti. J : Kalau kegiatan di desa, ya, itu… Kerja bakti, Agustusan, lomba-lomba itu. Jimpitan. Karang

Taruna. T : Selain itu ada lagi mas? J : Ya, paling cuma itu. Kadang ya bulu tangkis… apa itu… badminton sama orang satu desa. T : Kalau di desa kerukunannya baik, ya, mas? J : Iya, baik. T : Lalu kalau ada yang punya kerja begitu, apa juga pada datang? J : Datang, mbak. Kalau itu pasti datang. Ya, kalau bisa membantu kita membantu. Kalau ada…

apa… tetangga yang punya hajat gitu kita pasti datang. Seperti njagong gitu ‘kan, mbak? Iya, kita pasti datang.

T : Para tetangga gitu pada datang, ya? J : Iya. Kalau ada yang sakit kita juga datang. Membesuk. Anu… kalau di desa itu seperti itu.

Kalau tidak datang malah tidak enak. Ada tetangganya yang sakit kok tidak mau nengok. Anu… Kok, tidak perhatian dengan tetangga.

T : Karena merasa tidak enak dengan tetangga ya, mas? J : Ya, kalau di desa ‘kan orang itu dekat-dekat, mbak. Orang itu jadi tahu gitu, lho. Jadi kalau si A

ndak datang gitu ya, misalnya, pasti semua pada tahu. Makanya kita pasti datang, membantu kalau ada yang sakit, yang punya hajat. Nanti kalau kita gantian yang membutuhkan begitu, ‘kan mereka mau membantu juga.

T : Jadi membantu supaya kalau nanti membutuhkan bisa gantian dibantu, begitu, mas? J : Ya, namanya orang desa, mbak. Serba pas-pasan. Hidupnya pas-pasan. Jadi ya harus bantu-

membantu. Kalau tidak ya tidak berhasil. Kalau orang lain punya, kita ndak punya, ‘kan bisa minta tolong. Kalau kita punya terus orang lain nggak punya ‘kan kita gantian menolong. ‘Kan begitu prinsipnya orang desa. Biar rukun. Saling membantu.

T : Apakah dalam menolong orang lain itu mereka mengharapkan sesuatu dari orang yang di tolong, mas?

J : Maksudnya ada pamrih, begitu, mbak? T : Ya, bisa seperti itu. J : Kalau kita menolong ‘tu ya ikhlas. Sama agama ‘kan diajarkan untuk menolong dengan ikhlas,

tanpa pamrih. Jangan minta apa-apa sama orang lain. Tapi sebagai sama-sama manusia ‘kan kita harus saling menolong. Kalau kita menolong pasti dapat pahala dari Yang Kuasa. Ya kalau kita menolong terus gantian ditolong orang lain begitu, ya, itu pahalanya, mbak. Kalau kita berbuat baik ‘kan orang akan baik dengan kita. Kalau kita berbuat jahat orang ‘kan akan ndak suka. Kalau kita membutuhkan ditolong begitu, ya, ndak akan ditolong. Orang kita jahat. Ya, ndak mengharapkan balasan, mbak. Nanti Gusti yang membalas. Kita berbuat baik saja.

Page 394: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Jadi menolong tanpa pamrih ya, mas? Tidak mengharapkan balasan dari orang lain, begitu? J : Iya. T : Kalau mas sendiri, apakah mas percaya bahwa setiap orang akan mendapatkan ganjaran sesuai

perbuatannya? Seperti mas bilang tadi, kalau kita baik akan mendapat pahala, kalau kita jahat orang akan tidak suka pada kita?

J : Ya, percaya, mbak. ‘Kan ajaran agama mengajarkan seperti itu. T : Kalau sebagai orang Jawa sendiri, apakah mas pernah diajarkan seperti itu? J : Kalau orang Jawa? Ya, sama, mbak. Kita orang Jawa juga diajarkan untuk berbuat baik pada

sesama. Jadi orang itu yang ikhlas, tulus, nrimo, biar Gusti Allah mberkahi. T : Kalau orang desa itu menolong dengan membantu tetangga yang sedang punya kerja, begitu? J : Iya. Kalau ada yang punya kerja gitu kita membantu, datang kesana. T : Selain itu, menolongnya apa lagi, mas? J : Ya, kalau ada yang sakit menengok. Lalu… ngasih sumbangan itu, pas Agustusan. Ngasih

jimpitan itu. Uang sedikit-sedikit dikumpulin nanti kalau desanya mau mengadakan acara apa ‘gitu bisa dipakai.

T : Kalau dengan para pedagang disini bagaimana, mas? Apakah mas pernah melihat pedagang yang bermasalah dengan pedagang lain?

J : Ada masalah dengan pedagang lain, gitu, mbak? Ya, masalahnya pedagang itu ya paling masalah langganannya. Biasanya beli sini terus pindah sana.

T : Jadi langganan berpindah ke tempat lain, gitu, ya? J : Iya. T : Lalu bagaimana pedagang yang pelanggannya pindah, mas? J : Bagaimana, mbak? T : Ya, apakah merasa jengkel atau marah? J : Ya, biasanya ya jengkel. Ya, jengkel juga, mbak, kalau langganannya pindah. T : Lalu mengatasinya biasanya bagaimana, mbak? J : Ya, pedagang ‘kan ya sudah biasa, ya, menghadapi kayak gitu. Ya, biasanya ya sabar saja.

Nanti dapat langganan yang lain. Orang beli ‘kan ya ada yang lain. Ya, pasar sekarang agak sepi. Tapi yang beli itu ya, pasti ada. ya, memang ndak ramai. Tapi ya, pasti ada orang beli. Jadinya ndak terlalu diambil hati. Kalau orang dagang begitu, mbak. Langganannya lari ya, anu… kuatir juga… tapi nanti ‘kan ada yang lain. Wong yang dihadapi setiap hari ya, masalah-masalah seperti itu. Hari ini beli sini, besok ndak mampir sini lagi. Pindah sana. Kalau dituruti malah jengkel terus hatinya. Kalau jengkel terus ‘kan kerja ndak enak, mbak.

T : Para pedagang sudah terbiasa, ya? Apakah mas pernah melihat ada pedagang yang bertengkar karena memperebutkan pelanggan?

J : Ndak ada. Ndak ada itu, mbak, yang sampai bertengkar gitu. Ya, kalau masalah-masalah di pasar itu ‘kan masalah-masalah biasa. Sehari-hari ya yang dijumpai ya seperti itu.

T : Jadi tidak ada yang bertengkar ya, mas? J : Ndak ada. Kalau jengkel ya mungkin ada. T : Hubungan para pedagang disini bagaimana, mas? J : Hubungannya baik. T : Baiknya itu seperti apa, mas? J : Ya, rukun. Kalau ada yang sakit ya kita nengok. Lalu, njagong bareng-bareng. Baik

hubungannya. T : Antar pedagang juga memiliki hubungan yang dekat antara satu sama lain? J : Ya. Kita saling membantu. Kalau dalam satu wilayah gini ya, dekat. Tapi kalau wilayahnya

sana ya tidak dekat. ‘Kan wilayahnya masing-masing, mbak. Kalau dekat gini ya saling membantu. Kalau kiosnya ditinggal, kita bantu jualin. Nanti kalau ndak punya barang apa, ya, kita carikan. Ya, saling membantu, mbak.

T : Itu kalau jualannya barangnya sejenis ya, mas? J : Ya, ndak tentu. Kadang orang jualan sayur apa jualan ikan itu ya, cari plastik disini. Saya ‘kan

apa-apa jual. Kalau pas dia ndak punya barang apa ‘gitu ya, nempil dulu disini. T : Jadi antar pedagang juga saling membantu ya, mas? J : Iya. T : Kalau ada pedagang lain yang sakit mereka mau menengok, ya?

Page 395: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Iya. Kalau ada yang sakit kita nengok kesana. Apa… itu… njagong… njagong bersama-sama. T : Kalau hubungan dengan pembeli, bagaimana dengan para pembeli, mas? Apakah mereka juga

memiliki hubungan yang baik, mas? J : Dengan pembeli ya, biasa saja ‘tu, mbak. T : Apakah mereka juga suka mengobrol dengan pembeli? J : Ya, kalau yang beli sudah kenal baik ya, ngobrol, mbak. Kalau pas sela ‘gitu, lagi ndak begitu

ramai ‘gitu ya ngobrol-ngobrol biar ndak jenuh, mbak. Seharian bekerja di pasar. Itu kadang ya, jenuh.

T : Apakah para pedagang disini juga suka membantu para pembeli, mas? J : Membantu pembeli? Kalau membantu pembeli ya, paling ya, mengantarkan belanjaan itu.

Mengantarkan belanjaan sampai ke depan. Kalau pembelinya sudah kenal baik ya barangnya bisa dibawa dulu, bayarnya belakangan. Bisa pesan titip dulu. Kalau dengan pembeli ya, biasa, mbak. Kalau ngobrol gitu, ya, kadang-kadang mengobrol. Ya, pokoknya dengan pembeli ya baik, lah. Supaya pembelinya senang.

T : Pedagang disini ramah dengan pembeli, mas? J : Ya… Ya, ramah itu, mbak. Kalau nawari pembeli itu, “Sini, sini, beli… Barangnya bagus-

bagus.” Gitu. Ndak memaksa gitu, lho, mbak. Ya, baik dengan pembeli. T : Pernah melihat ada pedagang yang bersikap kasar terhadap pembeli tidak, mas? J : Ndak itu, mbak. Ya, dengan pembeli ya, biasa saja. Tidak galak. Kalau ada ya, biasanya ya…

mungkin ada pedagang yang seperti itu, namanya juga manusia. Tapi ya rata-rata orang jualan disini baik-baik dengan pembeli. Mungkin kalau pas ada pedagang yang lagi ada masalah, apa masalah dengan keluarganya di rumah, atau seharian dagangannya ndak payu-payu, ya, kadang orang kalau sedang tidak baik kondisinya seperti itu ‘kan bisa merasa marah, jengkel. Ya, itu ya, ada.

T : Kalau mas sendiri, sudah pernah menjumpai ada pedagang yang marah-marah dengan pembeli? J : Ndak, mbak. T : Lalu, persaingan antar pedagang disini bagaimana? J : Ya, persaingan ada. Tapi kita bersaing ya baik-baik, mbak. Jangan sampai merugikan pedagang

lain. T : Mas pernah menjumpai ada pedagang yang bersaing secara tidak sehat? J : Ya, ada. Ada pedagang yang suka ngasih-ngasih harga sendiri. Ya, itu ‘kan menjatuhkan

pedagang lain. T : Ada ya, mas, yang seperti itu? J : Ya, ada. Tapi pedagang disini itu ‘kan hubungannya sudah dekat dengan satu sama lain. Sudah

kenal lama. Kawan lama. Jadi kalau mau seperti itu, kok, ndak tega. Sama temannya sendiri, kalau ada apa-apa dibantu, yang mbantu ya temannya sendiri, jadi ndak tega, ndak mau, mbak, kalau seperti itu. Bersaing yang baik-baik saja.

T : Kalau menurut mas sendiri, dipasar ini persaingannya cenderung persaingan sehat atau tidak sehat?

J : Menurut saya, ya, mbak. Ini menurut saya, ya… Persaingan disini itu ya, lebih ke persaingan sehat. Kalau mau mengurangi harga ya paling 100-200 rupiah. Ndak banyak. Nanti kalau ada yang beli banyak, terus kita kehabisan barang gitu, ya kita minta ke teman kita. ‘Kan sekalian mayok’ke dagangannya dia. Biasanya seperti itu. Jadi kalau kita laris ya dibagi-bagi dengan yang lain.

T : Jadi menurut mas persaingan di pasar ini lebih ke persaingan sehat, ya? J : Iya. T : Biasanya bagaimana cara pedagang disini meraih pelanggan, mas? J : Untuk mendapatkan pelanggan, ‘gitu? T : Iya. J : Ya, dengan pembeli itu sikapnya harus ramah. Kalau ada pembeli ya dijuali yang baik. Ngasih

pelayanan yang baik. Kalau belanjaannya banyak ‘gitu ya, diantarkan sampai ke depan. Kalau cari apa ‘gitu, ya, diusahakan barangnya selalu ada. Tersedia. Jadi kalau pembeli kesini ndak kecewa. Misalnya ada pembeli yang kesini ‘gitu terus cari apa ‘gitu, barangnya ndak ada. Besok kesini lagi, cari barang lain, juga ndak ada, ‘gitu lama-lama pembeli ya ndak mau datang lagi.

Page 396: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

T : Jadi seperti itu, ya, mas, cara mereka meraih pelanggan? J : Iya, mbak. Kalau pedagang disini biasanya begitu. Kalau kita menjatuhkan pedagang lain ‘kan

malah jadi tengkar. Jadi ya, pedagang ndak seperti itu. Kita disini menjaga kerukunan semua satu sama lain. Kalau rukun kerjanya ‘kan enak.

T : Mas, tadi ‘kan mas mengatakan bahwa para pedagang disini saling membantu. Kalau menurut mas, apakah mereka dengan sukarela membantu atau karena terpaksa?

J : Ya, sukarela, mbak. Ndak ada paksaan. Ya, kita tergerak hatinya kalau melihat ada orang yang membutuhkan. Misalnya, si A rewangnya sedang pulang. Terus jualan sendiri. Kita melihatnya, kok, dia itu repot sekali ‘gitu. Ya, ndak usah diminta kita ngelihat begitu dia kesulitan begitu ya, kita bantu. Ndak usah diminta. Kalau kita melihat ada orang yang membutuhkan ‘gitu kita bantu.

T : Ketika menolong orang lain begitu, apa yang diharapkan ketika menolong orang lain, mas? J : Ya, tidak ada harapan apa-apa, mbak. Kalau bisa membantu ‘kan senang. Yang dibantu ‘kan

juga tetangga sendiri. Nanti kalau kita membutuhkan kita gantian dibantu sama dia. Ya, sama-sama lah, mbak.

T : Biasanya, pedagang disini itu menolong siapa saja, mas? J : Ya, menolong tetangga. Tetangga di rumah, tetangga di pasar. Menolong pembeli, ya, seperti

tadi itu. Menolong orang lain itu. Kalau ada pengemis… dikasih. Biasanya itu, mbak, dipasar itu sok ada diputerin sumbangan itu. Kalau ada bencana alam ‘gitu. Kadang diputerin kotak sumbangan.

T : Lalu memberikan sumbangan begitu, mas? J : Iya, kita ngasih sumbangan. Ya, sukarela. Adanya uang berapa, kita relanya, mampunya

berapa, ya, kita kasihkan. T : Jadi yang dikenal maupun yang tidak dikenal kalau dilihat membutuhkan pertolongan, ditolong

ya, mas? J : Iya. Siapa saja, mbak. Ndak pandang orang. Sama saja. Kalau orang butuh pertolongan kita

tolong. T : Lalu, kenapa mereka mau menolong orang lain, mas? J : Ya, lihat orang yang ndak mampu, ndak bisa, lalu ditolong. Ya cuma itu, mbak. Setahu saya. T : Kalau menurut mas sendiri, menolong itu merupakan sebuah kewajiban bukan, mas? J : Ya, bagi saya ya, wajib, mbak. Perintah agama itu ‘kan menyuruh kita untuk tolong-menolong.

Kita wajib tolong-menolong. T : Jadi menolong orang lain itu wajib, ya, mas? J : Iya, wajib itu, mbak. Kita harus menolong orang yang membutuhkan. Kalau kita diamkan saja

‘kan sama seperti kita itu membohongi diri kita sendiri. Kalau lihat orang yang kesusahan kita diamkan saja, padahal kita tahu sendiri dia itu membutuhkan. Iya, ‘kan, mbak? Karena itu kita wajib menolong. Menunjukkan perbuatan baik kepada sesama. Supaya, urip ning donya ‘ki karepe ben padha-padha kepenak, ‘gitu, lho, mbak.

T : Mas pernah ditolong juga oleh pedagang di sekitar kiosnya mas ini? J : Ya, pernah, mbak. Sudah bertahun-tahun disini ya, yang dimintai tolong, kalau ada apa-apa, ya

temannya ‘kan… T : Ditolong dalam hal apa, mas? J : Ya, ditolong kalau pas saya sendirian, istri ndak bisa kesini ‘gitu, kalau dia-nya ndak repot saya

dibantu tunggu. Kalau saya pas rame ‘gitu saya dibantu tunggu. Nanti kalau saya kehabisan ‘gitu saya nempil dulu sama dia. “Eh, ini, pinjam ini dulu… saya bawa. Nanti saya tukari.” ‘Gitu.

T : Itu gantian ya, mas? Kalau dia giliran membutuhkan pertolongan mas gantian menolong? J : Iya, gantian. Ya, hidup bersama, lah, mbak. Apa-apa juga ndak bisa dikerjakan sendiri, tha? T : Baik, mas. Terima kasih untuk informasinya. J : Sama-sama, mbak.

Page 397: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

Transkrip Wawancara Subjek III Triangulasi

T : Saya mau menayakan beberapa hal tentang pedagang di pasar, mbak. Tentang tolong-menolong.

J : Iya, silahkan. T : Sebelumnya, nama mbak siapa? J : LY (inisial). T : Sudah berapa lama berjualan disini, mbak? J : Sudah 12 tahun. T : Tinggalnya dimana, mbak? J : Di Carikan. Sukoharjo. T : Setiap hari di laju ya, mbak? J : Iya. T : Setiap hari bekerja di pasar? J : Iya. Sama ibu. T : Sudah lama ya, mbak, jualan disini? J : Iya. Lulus sekolah itu terus disini mbantu ibu. Ibu ‘kan sudah tua. T : Lulus sekolah apa, mbak? J : SMA. T : Ibu juga setiap hari ke pasar? J : Ya, gantian, mbak. Ibu ‘kan sudah sepuh. Kadang badannya sudah ndak kuat. Ya, kalau ibu

ndak bisa saya tetap berangkat. T : Sudah berkeluarga, mbak? J : Sudah menikah tapi belum ada momongan. T : Usianya sekarang berapa, mbak? J : 30. T : Lama juga, ya, mbak, bekerja disini? J : Iya. Bekerjanya saja disini. Rumahnya di Sukoharjo. T : Menurut mbak, Wonogiri kotanya bagaimana, mbak? Selama 12 tahun kerja disini, apa

pendapat mbak tentang kota Wonogiri? J : Ya enak, mbak. Rukun. T : Kotanya enak ya, mbak? J : Iya. Aman, mbak. Tenteram. T : Kalau orang-orangnya bagaimana, mbak? J : Ya, orang-orangnya dekat satu sama lain. Ramah. Pengertian. Biasa. Apa adanya. Tapi

sekarang itu kadang kok, ada yang individu, ‘gitu. Seperti kurang perhatian, begitu. Ya, orang-orangnya di pasar juga tambah banyak. Banyak yang baru, jadi belum saling kenal. Belum lama kenalnya. Jadi menyesuaikan.

T : Ada yang individual juga ya, mbak? J : Iya. Ya, mungkin orang baru ya, mbak. Kalau yang sudah lama disini sih, ya, baik. Sekarang

‘kan pasarnya dibangun. Kiosnya ditambah. Jadi banyak yang baru. Tempatnya juga ada yang dipindah-pindah.

T : Yang individual itu pedagang di pasar? J : Iya. Pedagang yang baru-baru itu. T : Orangnya individual apa karena belum saling kenal? J : Iya. Banyak yang baru. Yang pendatang itu banyak. Jadi ya, mungkin beda ya, mbak… T : Kalau menurut mbak, orang Wonogiri sendiri bagaimana, mbak? Apa juga ada yang individual

begitu? J : Kalau yang dari Wonogiri, ya… Yang saya kenal beberapa. Itu saya kenal baik. Ya, baik itu

orangnya. Kekeluargaannya sangat tinggi, mbak. T : Yang mbak kenal itu orang asli Wonogiri, mbak? J : Ya, yang dari luar ya ada. Tapi sudah lama tinggal di Wonogiri. Jadi ya, sudah seperti orang

Wonogiri. Kalau yang sudah lama disini itu sudah seperti saudara, mbak. Sudah dekat sekali. T : Jadi pedagang disini itu ada yang individual, ada yang kekeluargaannya tinggi, begitu?

Page 398: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Iya. Kalau yang sudah lama disini itu baik, mbak. Kalau yang masih baru itu kadang-kadang cuek, ‘gitu, lho… Orangnya beda, mbak. Ya, individu ‘gitu. Kalau dulu itu, jalannya kotor ‘gitu disapukan. Orang-orangnya sudah seperti saudara sendiri. Kalau sekarang didiamkan saja. Kalau nggak tempatnya sendiri ya, nggak di sapu. Kalau yang sudah lama disini itu sudah seperti saudara sendiri.

T : Jadi pedagang yang belum lama berjualan disini itu cuek, ya? Individual? J : Iya. T : Mereka tidak dekat dengan pedagang di sekitarnya? J : Ya, biasa saja, mbak. Kalau dekat ya, tidak. Cuek ‘gitu, mbak. Kalau yang sudah lama ‘kan

baik. Bisa akrab, mbak. T : Jadi kalau pedagang yang baru itu cenderung cuek, ya? J : Iya. Ya, sama kita ‘gitu ya, biasa saja. Kalau yang sudah lama kenal itu ‘kan, sok ngobrol,

mampir, kalau pas lewat. Kalau saya tinggal ‘gitu malah dibantu njualin ‘gitu. T : Jadi agak berbeda, ya, mbak, pedagang yang sudah lama berjualan disini dengan yang belum

lama berjualan disini? J : Iya, beda. T : Apakah antar sesama pedagang juga saling membantu, mbak? J : Ya, memang suka membantu. Kalau kita banyak keperluan, yang disamping-samping itu

mbantu njualin. T : Biasanya kalau melihat orang yang membutuhkan pertolongan ‘gitu, mereka langsung

menolong atau bagaimana, mbak? J : Ya, tergantung orangnya butuh ditolong apa. Kalau bisa menolong ya, langsung menolong.

Kalau ndak bisa, ya, dipikir dulu. T : Dipikir dulu itu maksudnya bagaimana, mbak? J : Misalnya kalau ada orang yang butuh modal. Terus pinjam sama kita. Lalu kita ndak punya

uang. Ya, kita bilang belum ada. Nanti kalau sudah ada uang kita pinjami. Kita ya, tahu, kalau ndak punya modal itu jualan ya, susah. Makanya ya, sebisa mungkin kita usahakan untuk minjami, ya, seadanya, mbak.

T : Yang ditunda itu kalau pinjam uang begitu, ya? J : Iya. Ya, pokoknya kalau kita ndak punya ya, kita bilang ndak punya. Kalau kita bisa menolong

ya, langsung ditolong. T : Pedagang disini biasanya seperti itu, mbak? Kalau melihat ada yang butuh pertolongan ‘gitu

langsung ditolong? J : Iya. Kalau ada apa-apa mbantu. T : Kalau yang kiosnya agak jauh, di daerah sana-sana ‘gitu, juga saling membantu? J : Membantunya itu, kalau ada yang sakit di besuk. Di besuk bersama-sama. Kalau ada yang

punya hajat ‘gitu ya, kita dateng. Ngasih sumbangan. Kalau dekat, orangnya sudah dekat ‘gitu ya, kita mbantu menyiapkan.

T : Para pedagang saling membantu antar satu sama lain, ya? J : Iya. Kalau ada yang mengalami kesulitan atau musibah ‘gitu yang lain mbantu. T : Kalau di kampung, bagaimana, mbak? J : Di kampung saya? T : Bukan, orang-orang yang tinggal di kampung sini, di Wonogiri. J : Wah, saya kurang tahu, ya. Ya, saya tahunya ya, kalau pada cerita. “Tanggaku ndek wingi

dhuwe gawe. Aku ngewangi rewang ning kana.” Ya, tahunya kalau cerita, begitu. T : Pedagang di pasar ini juga saling membantu ya, baik di kampung maupun di pasar? J : Iya. Kerukunannya bagus kok, mbak, sini. Kalau ada yang susah, atau ada yang punya kerja

‘gitu cepat-cepat mbantu. Orang sini itu enthengan kok, mbak. Mbantu-mbantu, begitu. T : Kalau pedagang yang belum lama disini, yang masih baru, apa juga melakukan kebiasaan itu?

Menjenguk orang sakit, datang ke acara orang yang punya hajat? J : Ya, kalau kenal datang, mbak. Kalau ndak kenal ndak datang. Ya, orangnya agak cuek. T : Kalau orang baru itu biasanya datang dari daerah mana, mbak? J : Dari Solo. Boyolali. Sukoharjo. T : Hubungan pedagang di pasar bagaimana, mbak?

Page 399: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Hubungannya baik. Baik-baik saja. Kalau ada apa-apa ya, ikut. Kalau ada yang sakit ya, ikut nengok. Rombongan. Sama-sama. Se-desa. Jagong-jagong ‘gitu. Ya, ikut. Layat ‘gitu, ikut. Kalau ada yang punya hajat ya, datang. Ya, aktif, ya…

T : Antar pedagang saling mengenal satu sama lain, ya? J : Iya. Rata-rata kenal semua, mbak. Orang jualannya disini juga sudah lama. Jadi ya, kebanyakan

sudah saling mengenal. Tapi ya, ada juga yang ndak kenal. Pendatang-pendatang itu belum lama disini. Jadi ya, belum saling mengenal.

T : Kalau mbak sendiri, cukup banyak mengenal pedagang disini? J : Ya, lumayan, mbak. T : Kalau dengan pedagang buah, pedagang sayur, pedagang daging ada yang kenal baik dengan

mbak? J : Iya. Beberapa ada, mbak. Tapi ya ndak semua. T : Kalau pedagang tahu, mbak? J : Ya, kenal. T : Menurut yang mbak tahu, mereka orangnya bagaimana, mbak? J : Menurut saya? Anu, mbak… ya, biasa saja. Ya, baik. T : Ada pedagang yang mbak kenal baik juga? J : Iya. Ada. Ya, ndak banyak tapi, mbak. T : Menurut mbak mereka orangnya bagaimana? J : Ya, baik, mbak. Kalau saya lewat ‘gitu ya, disapa. Ditanyain. “Mau kemana?” T : Suka menyapa ya, mbak? J : Iya. T : Pernah menjumpai ada pedagang yang bertengkar dengan satu sama lain? J : Bertengkar? Belum pernah itu. Pedagang disini baik semua. Ndak ada masalah. T : Jadi dengan satu sama lain rukun ya, mbak? J : Iya. Pedagangnya baik semua, kok. Ndak ada yang bertengkar. Malu, mbak. T : Kalau sampai bertengkar malu, ya? J : Iya, malu. Orang sudah tua-tua kok, ya, bertengkar. Kalau ada masalah ya, dibicarakan baik-

baik saja supaya masalahnya selesai. Ndak perlu bertengkar. T : Jadi hubungan antar pedagang di pasar baik, ya, mbak? J : Iya. Dari dulu baik. T : Tidak ada masalah diantara pedagang? J : Kalau masalah kecil-kecil ‘gitu ya, ada. Tapi bisa dibicarakan. Nanti kalau sudah selesai

sendiri. T : Biasanya masalah yang terjadi masalah sepeti apa, mbak? J : Ya, kisruh hitungan ‘gitu. Ada pedagang disebelah ngambil barang tempat pedagang lain. Terus

hitungannya ndak benar terus kisruh. T : Salah paham ‘gitu, ya? J : Salah paham. Nanti kalau ada pedagang sini pinjam apa ‘gitu terus lupa ngembalikan. Seperti

itu kadang bikin kisruh. Nanti kalau ditagih lupa, terus rame. Padahal dulu pinjam tapi ditanya tidak mengaku pinjam. Ya, lupa.

T : Biasanya kalau seperti itu mereka bertengkar tidak, mbak? J : Ya, muni-muni, begitu. Karena jengkel, ya. Ya, maklum. Tapi nanti kalau sudah diluruskan

masalahnya begitu ya, sudah. T : Kalau sedang perang mulut ‘gitu terus ‘gimana, mbak? J : Ya, temannya melerai. Dikasih pengertian. T : Jadi ada pihak ketiga yang melerai ‘gitu ya, mbak? J : Iya. Supaya lerem. Anu… ndak panas. T : Yang melerai itu sesama pedagang juga? J : Iya. Lalu dibicarakan masalahnya. “Ana apa, kok, dadi padhu barang? Nek ana masalah ya,

diomongke sing apik. Ora ‘sah padhu. Isin karo liyane.” Nanti kalau sudah begitu biasanya lerem sendiri. Ya, yang bertengkar jadi sadar, terus masalahnya diselesaikan.

T : Pernah tidak, mbak, ketika ada pedagang yang bertengkar lalu pedagang lain malah manas-manasin suasananya sehingga mereka makin bertengkar?

Page 400: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Ya… ndak ada itu, mbak. Kalau ngrasani dibelakang mungkin ada. “Kae kok, padhu wae. Lha, sing salah ‘ki sapa? Ngisin-isini wae ndadhak padhu barang. Padha ora gelem ngalah.” Biasanya kalau bertengkar ‘gitu ya, dibicarakan ‘gitu, mbak.

T : Jadi ada ya, pedagang yang ngrasani pedagang lain? J : Iya. Ya… manusia, mbak. Kadang ya, ndak sadar membicarakan kejelekan orang lain. T : Hubungan pedagang dengan pembeli bagaimana, mbak? J : Baik. Juga baik. Pedagang disini itu rata-rata sudah punya langganan masing-masing. Jadi ya,

dekat dengan langganannya. Kalau bakul-bakul lama ‘gitu biasanya sudah punya langganan sendiri.

T : Kalau dengan pembeli juga ramah, mbak? J : Iya. Ramah dengan pembeli. Baik. T : Ramah juga, ya, dengan pembeli? J : Iya. Apalagi kalau dengan yang sudah kenal, begitu. Itu ya, suka ngobrol-ngobrol dengan yang

beli di kiosnya. Kalau pas nggak banyak yang antri ‘gitu, ya… biasa, mbak, omong-omong ‘gitu. Ya, menunjukkan layanan yang baik dengan pembeli. Supaya pembelinya kembali lagi. Kalau layanannya baik pembelinya ‘kan suka.

T : Jadi pedagang di pasar memberikan layanan yang baik kepada pembeli, ya? J : Iya. Supaya baik. Jadi ‘kan pembelinya seneng. Terus barangnya itu, bagus-bagus ‘gitu, lho.

Yang jual buah itu buahnya, ya, bagus-bagus. Yang jual sayur itu sayurnya, ya, bagus-bagus. Jadi pembelinya senang.

T : Apa semua pedagang disini seperti itu, mbak? J : Ya, yang galak, ya, ada juga, mbak. Yang suka marah-marah sama pembeli ya, ada. Tapi

jarang. Rata-rata disini pedagangnya baik-baik. Kalau jualan itu sungguh-sungguh. Tidak galak-galak dengan pembeli. Menyediakan barang yang baik supaya pembeli puas.

T : Jadi yang tidak ramah juga ada, ya, mbak? J : Ya, ada. Yang barangnya jelek ‘gitu terus dikasihkan. Kasihan pembelinya. T : Antar pedagang itu bisa punya hubungan yang dekat itu bagaimana, mbak? J : Ya, karena jauh dari orangtua. Disini sama-sama merantau. Jadi ya, bisa dekat satu sama lain.

Senasib-sepenanggungan ‘gitu ‘kan, mbak. Jadi kalau disini itu dianggap keluarganya sendiri ‘gitu, lho. Penggantinya keluarga di rumah. Kalau ada apa-apa yang dimintai tolong juga larinya kesini. Kiosnya ‘kan berdekatan. Jadi ‘kan kalau dekat ‘kan bisa sehari-harinya tahu.

T : Biasanya masalah yang dihadapi pedagang disini itu apa, mbak? J : Ya… kalau pembeli nawarnya nggak sesuai dengan harga yang ditawarkan. Anu… itu…

kadang itu membuat penjualnya jengkel. T : Jadi biasanya masalah yang dihadapi itu masalah dengan pembeli, ya, mbak? J : Iya, kebanyakan begitu. Suka kisruh ‘gitu, lho, mbak. Ada yang belum bayar bilangnya sudah

mbayar. ‘Gitu. T : Kalau ada pedagang yang menghadapi masalah seperti itu, lalu bagaimana, mbak? J : Ya, jengkel. Marah. Orangnya itu ndak mau ngakui kalau sebenernya ngambil dagangan, ‘gitu. T : Marahnya bagaimana, mbak? J : Ya, orangnya ditegur. Sudah ngambil, kok, ndak bayar. T : Dibentak-bentak, begitu, mbak? J : Ndak… Ya, ditegur ‘gitu. Ndak dibentak-bentak. Nanti pembelinya takut. Tapi ya, jadi ramai… T : Jadi ramai, mbak? Lha, kenapa? J : Ya… orangnya sudah ditegur ndak mau ngakuin, ndak minta maaf. Tapi, ya sudah. Lha

ditanyain ndak mau ngaku. Lha, mau gimana? Ya, kalau di pasar seperti itu sudah biasa, mbak. Orang beli itu kadang ya, seperti itu. Makanya orang jualan itu ya, sabar saja. Yang lapang hatinya. Kalau bekerja itu ya, terkadang menghadapi masalah.

T : Jadi barang yang sudah diambil ‘gitu direlakan saja, ya, mbak? J : Iya. Nanti ‘kan diganti dengan yang lain. Dilarisi sama yang lain. Begitu. T : Jadi kalau ada masalah dengan pembeli seperti itu, mereka ikhlaskan saja ya, mbak? J : Iya. Nanti yang mengganti Gusti Allah. T : Membalas yang jahat dengan yang baik ya, mbak? J : Iya. Kalau kita berbuat baik nanti diberkahi. T : Apakah mbak juga percaya, apabila kita menolong orang lain kita juga akan diberkati?

Page 401: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …

J : Iya. Kalau menaburnya baik, ngunduhnya baik. T : Apakah mbak pernah mengetahui ajaran Jawa yang seperti itu? J : Ya. Pernah tahu. T : Jadi mbak percaya, ya, kalau orang itu akan menerima balasan sesuai dengan perbuatannya? J : Iya. Maksudnya yang dilakukan itu baik atau jahat, ya, yang diterima ya yang baik-baik… ‘gitu

‘kan, mbak? Kalau baik, ya, nerima yang baik. Kalau jahat, ya, nerima yang ndak baik. T : Iya, mbak. Maksudnya begitu. Lalu, apa ada lagi ajaran Jawa yang mbak ketahui? Yang

berkaitan dengan tolong-menolong? J : Sebagai orang Jawa itu ya harus saling tolong-menolong. Wajib itu, mbak. Dengan sesama itu

harus saling memperhatikan. Hidup bergotong-royong. Kalau orang Jawa, apalagi yang tinggalnya di kampung seperti saya begini, adatnya ya masih seperti itu. Bersih desa, mbangun masjid bersama-sama.

T : Di tempat tinggal mbak seperti itu ya, budayanya? Gotong-royong, kerja bakti? J : Iya. Masih seperti itu. Kalau di kota ‘kan sudah tidak mbak. Hanya di desa saja yang seperti itu. T : Menurut mbak, siapa saja yang harus ditolong? J : Ya, orang yang membutuhkan. T : Semua orang, mbak? J : Iya. T : Kalau tidak kenal orangnya bagaimana, mbak? J : Kalau tidak kenal ya, ditolong. Kalau dia membutuhkan ya ditolong. Tapi menolongnya ya,

beda dengan orang yang dikenal. T : Bedanya bagaimana, mbak? J : Ya, menolong yang tidak kenal itu dengan ngasih sedekah. Begitu ‘kan bisa, mbak. Ngasih

sumbangan. T : Jadi dengan memberikan sumbangan ya, mbak? J : Iya. Kalau ada korban bencana alam itu ‘kan kita juga tidak mengenal. Tapi kalau dimintai

sumbangan ya, memberi. ‘Kan kasihan, mbak. Sedang terkena musibah ‘gitu, kita wajib menolong.

T : Menurut mbak menolong sesama itu wajib, ya? J : Iya, wajib, mbak. Kalau sesama kita mengalami kesulitan kita wajib menolong. T : Apa yang mendorong untuk menolong, mbak? J : Ya, kasihan, mbak. T : Menolong karena rasa kasihan, ya? Jadi inisiatifnya dari dalam diri sendiri? J : Iya. Ya, dalam hati kita timbul rasa kasihan. Lalu kita menolong orang lain. Lihat orang lain

susah itu, kasihan. Mau apa-apa sendiri ndak bisa. Kalau susah itu mau apa-apa ‘kan ndak bisa, mbak.

T : Setelah menolong orang begitu, apa yang diharapkan, mbak? J : Ya, ndak ada yang diharapkan. Ikhlas. T : Ikhlas ya, mbak? J : Iya. Ikhlas. T : Mbak pernah ditolong juga sama pedagang disini? J : Ya, menolongnya ya, itu. Kalau tak tinggal sok dijuali. Kalau ada kesulitan saya ya, ditolong. T : Mereka melakukannya dengan senang atau terpaksa, mbak? J : Senang, mbak. Senang. Mereka ikhlas. Baik-baik, orangnya. Sudah seperti saudara sendiri. T : Jadi mereka melakukannya dengan ikhlas, ya? J : Iya. Nanti gantian. Kalau mereka ada kesulitan, kita mbantu gantian. T : Mereka mengharapkan sesuatu tidak ketika menolong? J : Ndak, mbak. Kalau sudah dekat itu sudah seperti saudara sendiri. Ya, menolong apa adanya. T : Baik, mbak. Saya rasa informasinya sudah cukup. Terima kasih sekali. Cukup sekian

wawancara saya.

Page 402: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …
Page 403: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …
Page 404: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …
Page 405: ALTRUISME PADA PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL DI …