repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · bab ii pengaturan hukum atas...
TRANSCRIPT
28
BAB II
PENGATURAN HUKUM ATAS MOTIF SONGKET SEBAGAI EKSPRESIBUDAYA TRADISIONAL DALAM UNDANG-UNDANG HAK CIPTA
A. Pengaturan Hukum Tentang Hak Cipta dari Motif Songket
1. Pengertian Hak Cipta
Istilah Hak Cipta diusulkan pertama kalinya pada Kongres Kebudayaan di
Bandung tahun 1951 sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dianggap kurang
luas cakupan pengertiannya. Istilah hak pengarang itu sendiri merupakan terjemahan
dari istilah bahasa Belanda Auters Rechts.58
Dinyatakan kurang luas karena istilah hak pengarang itu memberikan kesan
penyempitan, seolah-olah yang dicakup oleh hak pengarang itu hanyalah hak dari
pengarang saja, atau yang ada sangkut pautnya dengan hak pengarang. Sedangkan
istilah Hak Cipta itu lebih luas, dan ia mencakup juga tentang karang mengarang.
Lebih jelas batasan pengertian ini dapat kita lihat dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-
Undang Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002.
Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUHC ini, Hak cipta adalah hak ekslusif
bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak
Ciptaanya, yang timbul secara otomatis setelah suatu Ciptaan dilahirkan tanpa
mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.59
58Ajip Rosidi, Undang-Undang Hak Cipta 1982 Pandangan Seorang Awam, Djambatan,Jakarta, 1984, halaman 3
59 Hadi Setia Tunggal, Undang-Undang Hak Cipta (UU No.19 Tahun 2002), Hardvarindo,Jakarta , 2003, halaman 5
Universitas Sumatera Utara
29
Dari pengertian ini terlihat bahwa Hak Cipta ini diberikan kepada yang berhak
saja, yaitu Pencipta, tidak kepada pihal lain. Oleh karena itu, Pencipta memiliki hak
monopoli terhadap ciptaannya yang dilindungi. Namun, kekuasaan monopoli atau
kekuasaan istimewa demikian bukan tanpa batas (mutlak). Batasannya ditentukan
sendiri di dalam Undang-Undang Hak Cipta..
Menurut Auteurswet 1912 menyatakan Hak Cipta adalah hak tunggal daripada
pencipta, atau hak dari yang mendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam
lapangan kesusasteraan, pengetahuan dan kesenian, untuk mengumumkan dan
memperbanyak dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh
undang-undang. Kemudian Universal Copyright Convention menyatakan Hak Cipta
meliputi hak tunggal si pencipta untuk membuat, menerbitkan dan memberi kuasa
untuk membuat terjemahan dari karya yang dilindungi perjanjian ini.60
Jika dicermati batasan pengertian yang diberikan oleh ketentuan diatas maka
hampir disimpulkan bahwa ketiganya memberikan pengertian yang sama. Dalam
Auteurswet 1912 maupun Universal Copyright Convention menggunakan istilah “hak
tunggal' sedangkan dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002
menggunakan istilah “hak eksklusif” bagi pencipta.
Dalam penjelasan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 tahun
2014, yang dimaksudkan dengan hak eksklusif dari pencipta adalah hak yang timbul
secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan
60Hadi Setia Tunggal, Ibid.,halaman 45
Universitas Sumatera Utara
30
dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.61
Hak Cipta merupakan istilah populer di dalam masyarakat. Walaupun
demikian pemahaman tentang ruang lingkup pengertiannya tidaklah sama pada setiap
orang karena berbeda tingkat pemahaman tentang istilah itu. Akibatnya di dalam
masyarakat sering terjadi kesalahpahaman dalam memberi arti sehingga
menimbulkan kerancuan dalam penggunana bahasa yang baik dan benar. Dalam
masyarakat istilah Hak Cipta ini sering dikacaukan dengan hak-hak atas kekayaan
intelektual lainnya meliputi keseluruhan ciptaan manusia. Di samping ciptaan
manusia (makhluk), terdapat ciptaan Tuhan (khalik) yang tidak dimasukkan sebagai
Hak Cipta. Padahal, pengertian Hak Cipta itu sudah dibatasi, hanya meliputi hasil
ciptaan manusia, dibidang tertentu saja.62
Perkataan Hak Cipta itu sendiri terdiri dari 2 kata yaitu hak dan cipta, kata
“hak” yang sering dikaitkan dengan kewajiban adalah milik kepunyaan, kekuasaan
untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan dan
sebagainya).63 Sedangkan yang dimaksud dengan kata “cipta” adalah kesanggupan
pikiran untuk mengadakan sesuatu yang baru: angan-angan yang kreatif.64 Oleh
karena itu, Hak Cipta berkaitan erat dengan intelektual manusia itu sendiri berupa
hasil kerja otak.
61 Lihat Pasal Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 201462 Saidin, Loc Cit, halaman 4763 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Balai
Pustaka, Jakarta, 1996. hal, 29264 Ibid, halaman 169
Universitas Sumatera Utara
31
Tingkat kemampuan manusia untuk menciptakan sesuatu melalui
penggunaanya sumber daya berbeda dan memang pada kenyataanya tidak semua
orang mempunyai cukup waktu, tenaga, dan pikiran untuk menghasilkan suatu
produk intelektualita yang bernilai. Hal ini menyebabkan Hak Cipta itu diberikan
hukum kepada orang-orang tertentu saja yang memenuhi persyaratan sebagaimana
ditetapkan dalam Undang-Undang Hak Cipta.
Hak Cipta ini hanya diberikan terhadap ciptaan yang berwujud atau berupa
ekspresi (expression), yang sudah dapat dilihat, dibaca, didengarkan, dan sebagainya.
Hukum Hak Cipta tidak melindungi ciptaan yang masih berupa ide (idea). Supaya
mendapat perlindungan Hak Cipta, suatu ide perlu diekspresikan terlebih dahulu.
Misalnya seorang profesor memiliki ide untuk menulis suatu buku dengan judul,
organisasi, dan materi tertentu, kemudian ia menyampaikan ide tersebut kepada
seorang dan ia sendiri tidak pernah menuliskannya sendiri dalam bentuk buku, maka
idenya tersebut tidak dilindungi, karena ia sudah menghasilkan suatu ekspresi yang
dituangkan dengan sistem perlindungan paten dan rahasia dagang yang melindungi
ide.
Hak Cipta diberikan terhadap ciptaan dalam bidang pengetahuan, kesenian
dan kesusasteraan. Hal ini tentunya berbeda dengan paten yang diberikan di bidang
teknologi. Teknologi sendiri pengertiannya lebih sempit daripada ilmu pengetahuan,
yaitu terbatas pada ilmu pengetahuan yang dapat diterapkan dalam proses industri,
jadi teknologi lebih berupa ilmu pengetahuan terapan.
Universitas Sumatera Utara
32
Di dalam Hak Cipta selain terkandung hak ekonomi (economic right) dan hak
moral (moral right) dari Pemegang Hak Cipta. Adapun yang dimaksud dengan hak
ekonomi (economic right) adalah untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas Hak
Cipta. Hak ekonomi tersebut berupa keuntungan sejumlah uang yang diperoleh
karena penggunaan oleh pihak lain berdasarkan lisensi.65
Ada delapan jenis hak ekonomi yang melekat pada Hak Cipta, yaitu:66
1. Hak reproduksi (reproduction right), yaitu hak untuk menggandakan ciptaan.
Hak adaptasi (adaptation right), yaitu untuk mengadakan adaptasi terhadap
hak cipta yang sudah ada.
2. Hak distribusi (distribution right), yaitu hak untuk menyebarkan kepada
masyarakat setiap hasil ciptaan dalam bentuk penjualan atau penyewaan.
3. Hak pertunjukan (performance right), yaitu hak untuk mengungkapkan karya
seni dalam bentuk pertunjukan atau penampilan oleh pemusik, dramawan,
seniman, peragawati.
4. Hak penyiaran (broadcasting right), yaitu hak untuk menyiarkan ciptaan
melalui transmisi dan transmisi ulang.
5. Hak program kabel (cablecasting right), yaitu hak untuk menyiarkan ciptaan
melalui kabel. Hak ini hampir sama dengan penyiaran, tetapi tidak melalui
transmisi melainkan kabel.
6. Droit de suit, yaitu hak tambahan pencipta yang bersifat kebendaan.
65 Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Teori DasarPerlindungan Rahasia Dagang), Mandar Maju, Bandung, 2000, halaman 19
66 M. Djumhana dan R. Djubaedillah, Loc Cit, halaman 65
Universitas Sumatera Utara
33
7. Hak pinjam masyarakat (public lending right), yaitu hak pencipta atas
pembayaran ciptaan yang tersimpan di perpustakaan.
Sementara yang dimaksud dengan hak moral (moral right) adalah hak yang
melindungi kepentingan pribadi atau reputasi pencipta atau penemu. Hak moral
melekat pada pribadi pencipta. Hak moral tidak dapat dipisahkan dari pencipta karena
bersifat pribadi dan kekal. Sifat pribadi menunjukkan ciri khas yang berkenaan
dengan nama baik, kemampuan,dan integritas yang hanya dimiliki pencipta. Kekal
artinya melekat pada pencipta selama hidup bahkan setelah meninggal dunia.
Termasuk dalam hak moral adalah hak-hak yang berikut ini:67
1. Hak untuk menuntut kepada pemegang hak cipta supaya namanya tetap
dicantumkan pada ciptaaannya.
2. Hak untuk tidak melakukan perubahan pada ciptaan tanpa persetujuan
pencipta atau ahli warisnya.
3. Hak pencipta untuk mengadakan perubahan pada ciptaan sesuai dengan
tuntutan perkembangan dan kepatutan dalam masyarakat.
Prinsip-prinsip dasar yang terdapat pada Hak Cipta yaitu:68
1. Yang dilindungi Hak Cipta adalah ide yang telah berwujud dan asli. Dari
prinsip ini diturunkan beberapa prinsip, yakni:
a) Suatu ciptaan harus mempunyai keaslian (orisinil) untuk dapat menikmati
hak-hak yang diberikan undang-undang.
67Abdul Kadir Muhammad, Loc Cit, halaman 1168 Eddy Damian, dkk, Op. Cit, halaman 99.
Universitas Sumatera Utara
34
b) Suatu ciptaan mempunyai Hak Cipta jika ciptaaan yang bersangkutan
diwujudkan dalam bentuk tulisan atau bentuk materiil yang lain.
c) Karena Hak Cipta adalah hak khusus, tidak ada orang lain yang boleh
melakukan hak itu kecuali dengan izin pencipta.
2. Hak Cipta timbul dengan sendirinya (otomatis).
3. Suatu ciptaan tidak selalu perlu diumumkan untuk memperoleh Hak Cipta.
4. Hak Cipta suatu ciptaan merupkan suatu hak yang diakui oleh hukum (legal
right) harus dipisahkan dan dibedakan dari penguasaan fisik suatu ciptaan.
5. Hak cipta bukan hak mutlak (absolut).
Pada dasarnya, yang dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28
Tahun 2014 adalah pencipta yang atas inspirasinya menghasilkan setiap karya dalam
bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya di bidang ilmu pengetahuan, seni,
dan sastra. Perlu ada keahlian pencipta untuk dapat melakukan karya cipta yang
dilindungi hak cipta. Ciptaan yang lahir harus mempunyai bentuk yang khas dan
menunjukkan keaslian sebagai ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan
kreativitasnya yang bersifat pribadi pencipta.
Bidang-bidang yang dilindungi hak cipta berdasarkan ketentuan pasal 40 ayat
(1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 :69
Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan
sastra, terdiri atas:
69 Lihat Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Universitas Sumatera Utara
35
a) buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya
tulis lainnya;
b) ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
c) alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d) lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
e) drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f) karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi,
seni pahat, patung, atau kolase;
g) karya seni terapan;
h) karya arsitektur;
i) peta;
j) karya seni batik atau seni motif lain;
k) karya fotografi;
l) Potret;
m)karya sinematografi;
n) terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen,
modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
o) terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi
budaya tradisional;
p) kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan
Program Komputer maupun media lainnya;
Universitas Sumatera Utara
36
q) kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan
karya yang asli;
r) permainan video; dan
s) Program Komputer
Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional yang dipegang oleh negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) berlaku tanpa Batas waktu. Hak Cipta
atas Ciptaan yang Penciptanya tidak diketahui yang dipegang oleh negara
sebagaimana dimaksud Pasal 39 ayat (1) dan ayat (3) berlaku selama 50 (lima puluh)
tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali dilakukan Pengumuman.70
Undang-Undang Hak Cipta membedakan jangka waktu perlindungan bagi
ciptaan-ciptaan yang dilindungi oleh Hak Cipta. Bagi Hak Cipta atas ciptaan: buku,
paflet, dan semua hasil karya tulis lain; drama ataau drama musikal, tari, koreografi;
segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung; seni batik,
lagu atau musik dengan dan atau tanpa teks, arsitektur ceramah, kuliah, pidato, dan
ciptaan sejenis lain, alat peraga, peta, terjemahan, tafsir, saadurad dan bunga rampai
diberikan jangka waktu perlindungan selama hidup pencipta dan terus berlangsung
hingga 70 tahun (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia.
Sementara untuk ciptaan yang telah disebutkan di atas yang dimiliki oleh 2
(dua) orang atau lebih diberikan perlindungan Hak Cipta selama hidup pencipta yang
meninggal dunia paling akhir dan berlanggsung hingga 70 (lima puluh) tahun
sesudahnya.71
70 Lihat Pasal 60 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta71 Afrillyanna Purba, Perlindungan Hukum Seni Batik Tradisional, PT. Alumni, Bandung,
2002, halaman 30
Universitas Sumatera Utara
37
Selanjutnya, Hak Cipta atas ciptaan program computer, sinematografi,
fotografi, database, dan karya hasil pengalihwujudan diberikan perlindungan selama
50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan. Hak Cipta atas perwajahan
karya tulis yang diterbitkan diberikan perlindungan selama 50 (lima puluh) tahun
sejak pertama kali diumumkan.72 Seluruh karya cipta yang dilindungi oleh Undang-
Undang Hak Cipta yang dimiliki dan dipegang oleh suatu badan hukum diberikan
perlindungan Hak Cipta selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
Sementara, jangka waktu perlindungan bagi Hak Cipta di Australia yaitu: bagi
karya sastra, drama, musikal, pekerjaan seni (seni asal), dan film adalah selama hidup
pencipta ditambah 70 (tujuh puluh) tahun. Bagi rekaman suara, siaran dan program
kabel setidaknya selama 50 (lima puluh) tahun dan bagi bahan-bahan cetakan dari
suatu edisi terbitan adalah selama 25 (dua puluh lima) tahun.73
Selama jangka waktu perlindungan Hak Cipta, pemegang Hak Cipta memiliki
hak ekslusif untuk mengumumkan dan memperbanyak ciptaannya yang timbul secara
otomatis setelah suatu ciptaan itu dilahirkan. Meskipun demikian, hak ekslusif itu
tidak bersifat mutlak karena Undang-Undang hak Cipta membenarkan adanya
penggunaan secara wajar (fair dealing) sehingga tidak dianggap sebagai pelanggaran
terhadap Hak Cipta. Penggunaan secara wajar itu antara lain untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan.
72 Ibid, halaman 3173 Ibid, halaman 32
Universitas Sumatera Utara
38
Pada dasarnya, penggunaan secara wajar (fair dealing) ini untuk
menyeimbangkan antara kepentingan pencipta dan kepentingan umum (masyarakat).
Umumnya tindakan yang dibenarkan itu, meskipun sebenarnya merupakan tindakan
pelanggaran, tetapi tidak bertentangan dengan pemanfaatan secara komersiaal dari
pemegang Hak Cipta.74 Adapun yang termasuk dalam penggunaan secara wajar (fair
dealing) di Negara lain pada umumnya mencakup penggunaan untuk kepentingan
pendidikan dan penelitian, laporan kejadian terbaru.75
Istilah Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disingkat dengan HKI)
merupakan terjemahan dari Intellectual Property Right (selanjutnya disebut IPR)
yang dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul karena kemampuan
intelektual manusia. Pada prinsipnya, IPR sendiri merupakan perlindungan hukum
atas HKI yang kemudian dikembangkan menjadi suatu lembaga hukum yang disebut
intellectual Property Right.
Konsep mengenai HKI didasarkan pada pemikiran bahwa karya intelektual
yang telah dihasilkan manusia memerlukan pengorbanan tenaga, waktu, dan biaya.
Adanya pengorbanantersebut menjadikan karya yang telah dihasilkan memiliki nilai
ekonomi karena manfaat yangdapat dinikmati. Berdasarkan konsep tersebut maka
mendorong kebutuhan adanya penghargaan atas karya yang telah dihasilkan berupa
perlindungan bagi HKI.
74Sophar Maru Hutagalung, Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya didalam Pembangunan,Akademika Pressindo, Jakarta, 1998, halaman 51
75 Ibid, halaman 53
Universitas Sumatera Utara
39
Tujuan pemberian perlindungan hukum ini untuk mendorong dan
menumbuhkembangkan semangat berkarya dan mencipta. Secara substantif
pengertian HKI dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau
lahir karena kemampuan intelektual manusia. Sementara, pendapat lain
mengemukakan bahwa HKI adalah pengakuan dan penghargaan pada seseorang atau
badan hukum atas penemuan atau penciptaan karya intelektual mereka dengan
memberikan hak-hak khusus bagi mereka baik bersifat sosial maupun ekonomis.
Prinsip utama pada HKI bahwa hasil kreasi dari pekerjaan dengan memakai
kemampuan intelektualnya tersebut, pribadi yang menghasilkannya mendapat
kepemilikan berupa hak alamiah (natural). Dapat dikatakan bahwa berdasarkan
prinsip ini terdapat sifat ekslusif bagi pencipta. Meskipun demikian, pada tingkatan
paling tinggi dari hubungan kepemilikan, hukum bertindak lebih jauh, dan menjamin
bagi setiap manusia penguasaan dan penikmatan ekslusif atas benda ciptaannya
tersebut dengan bantuan Negara. Jaminan terpeliharanya kepentingan perorangan dan
kepentingan masyarakat tercermin dalam sistem HKI. Sebagai cara untuk
menyeimbangkan kepentingan antara peranan pribadi individu dengan kepentingan
masyarakat, sistem HKI berdasarkan pada prinsip:
1. Prinsip Keadilan (the principle of natural justice)
Berdasarkan prinsip ini, pencipta sebuah karya atau orang lain yang bekerja
membuahkan hasil dari kemampuan intelektualnya wajar memperoleh
imbalan.
2. Prinsip ekonomi (the economic argument)
Universitas Sumatera Utara
40
Dalam prinsip ini suatu kepemilikan adalah wajar karena sifat ekonomis
manusia yang menjadikan hal itu satu keharusan untuk menunjang
kehidupannya di dalam masyarakat.
3. Prinsip Kebudayaan (the culture argument)
Pada hakikatnya, karya manusia bertujuan untuk memungkinkan hidup,
selanjutnya dari karyaa itu akan timbul pula suatu gerak hidup yang harus
menghasilkan lebih banyak karya lagi. Dengan demikian, pertumbuhan dan
perkembangan karya manusia sangat besar artinya bagi peningkatan taraf
kehidupan, peradaban, dan martabat manusia.
4. Prinsip Sosial (the social argument)
Pemberian hak oleh hukum tidak boleh diberikan semata-mata untuk
memenuhi kepentingan perseorangan, tetapi harus memenuhi kepentingan
seluruh masyarakat.
Apabila ditelusuri lebih lanjut, HKI sebenarnya merupakan bagian dari benda,
yaitu benda berwujud dan tak berwujud (benda immateril).76 Benda dala kerangka
hukum perdata dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai kategori. Salah satu diantara
kategori itu adalah pengelompokkan benda ke dalam klasifikasi benda berwujud
(materiil) dan benda takberwujud (immateriil).
Berdasarkan Pasal 449 KUH Perdata, benda takberwujud ini disebut dengan
hak. Hal ini sejalan dengan pendapat Abdulkadir Muhammad yang menyatakan
76 Benda diartikan sebagai segala sesuatu atau yang dapat dikuasai manusia dan dapat dijadikanobjek hukum (Pasal 499 KUH Perdata).
Universitas Sumatera Utara
41
bahwa yang dimaksud dengan barang (tangible good) adalah benda materiil yang ada
wujudnya karena dapat dilihat dan diraba, misalnya kenderaan; sedangkan yang
dimaksud dengan hak (intangible good) adalah benda immateril yang ada, tidak ada
wujudnya karena tidak dapat dilihat dan diraba, misalnya HKI.77
Baik benda berwujud maupun tak berwujud (hak) dapat menjadi objek hak.
Hak atas benda berwujud disebut hak absolut atas suatu benda, sedangkan hak atas
benda takberwujud disebut hak absolut atas suatu hak, dalam hal ini adalah HKI.78
Hak kepemilikan hasil intelektual ini sangat abstrak dibandingkan dengan hak
kepemilikan benda yang terlihat, tetapi hak-hak tersebut mendekati hak-hak benda,
lagipula kedua hak tersebut bersifat hak mutlak. Selanjutnya, terdapat analogi, yakni
setelah benda yang tak berwujud itu keluar dari pikiran manusia, kemudian menjelma
dalam suatu ciptaan ilmu pengetahuan, seni dan sastra, jadi berupa benda berwujud
yang dalam pemanfaatan dan reproduksinya dapat merupakan sumber keuntungan
uang. Inilah yang membenarkan penggolongan hak tersebut ke dalam hokum harta
benda.79
Pada dasarnya, HKI dapat dikategorikan kedalam dua bagian, yaitu:80
1. Hak Cipta (copyrights) yang terdiri dari hak cipta dan hak-hak yang berkaitan
dengan hak cipta (neighbouring rights).
2. Hak kekayaan perindustrian yang terdiri dari:
77Abdulkadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994,halaman 75.
78 Abdulkadir Muhammad, Loc Cit., halaman 379 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Loc Cit., halaman 21.80Ok Saidin, Loc Cit., halaman 10.
Universitas Sumatera Utara
42
a. Paten (patent);
b. Merek Dagang (trade mark);
c. Desain Industri (industrial design).
Bidang-bidang HKI yang telah diatur dalam hukum Indonesia meliputi: Hak
Cipta, Paten, Merek, Rahasia Dagang, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Desain
Produk Industri, dan Perlindungan Varietas Tanaman.
2. Pengaturan Hukum Atas Motif Songket Dalam Undang-Undang Hak Cipta
Berkaitan dengan pengaturan hukum atas motif songket, Undang-Undang Hak
Cipta mengatur atas penggolongan ciptaan yang dilindungi sesuai yang tercantum di
dalam pasal 38 dan 40 undang-undang nomor 28 tahun 2014,adalah sebagai berikut :
Pasal 38
(1) Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara.(2) Negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi budaya
tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1).(3) Penggunaan ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakatpengembannya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara atasekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturdengan Peraturan Pemerintah.81
Pasal 40
(1) Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan,seni, dan sastra, terdiri atas:a. buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil
karya tulis lainnya;b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
81 Lihat Pasal 38 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Universitas Sumatera Utara
43
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmupengetahuan;
d. lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,
kaligrafi, seni pahat, patung,atau kolase;g. karya seni terapan;h. karya arsitektur;i. peta;j. karya seni batik atau seni motif lain;k. karya fotografi;l. Potret;m. karya sinematografi;n. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi,
aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;o. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi
budaya tradisional;p. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca
dengan Program Komputer maupun media lainnya;q. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut
merupakan karya yang asli;r. permainan video; dans. Program Komputer.
(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dilindungi sebagaiCiptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.
(3) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasukpelindungan terhadap Ciptaan yang tidak atau belum dilakukanPengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yangmemungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut.82
Dalam aturan yang telah ditulis diatas dapat disimpulkan bahwa hak cipta atas
motif songket itu dipegang oleh Negara sebagai ekspresi budaya tradisional. Jadi
aturan tersebut merupakan landasan hukum dalam pengaturan hak cipta dari motif
tenun songket. Yang juga dapat digunakan sebagai landasan perlindungan hukum
tenun songket Sumatera Timur. Karya Motif tenun songket secara hukum adalah
tergolong ciptaan yang dilindungi yang meliputin bidang ilmu pengetahuan,seni dan
82 Lihat Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Universitas Sumatera Utara
44
sastra yang termasuk dalam kategori karya seni batik atau seni motif lain
sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014.
3. Kedudukan Hukum Motif Songket dalam Undang-Undang Hak Cipta.
Indonesia pertama kali mengenal hak cipta pada tahun 1912, yaitu pada masa
Hindia Belanda. Berdasarkan Pasal 131 dan 163 I.S., hukum yang berlaku di negeri
Belanda juga diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas korkondansi. Undang-
Undang Hak Cipta saat itu adalah Auteurswet 1912 yang terus berlaku hingga saat
Indonesia merdeka berdasarkan ketentuan Pasal 11 Aturan Peralihan Undang-Undang
Dasar 1945. Sejak negeri Belanda menandatangani naskah Konvensi Bern pada
tanggal 1 April 1913, sebagai Negara jajahannya, Indonesia diikutsertakan dalam
konvensi tersebut sebagaimana disebutkan dalam Staatsblad Tahun 1914 Nomor 797.
Ketika Konvensi Bern ditinjau kembali di Roma pada tanggal 2 Juni 1928,
peninjauan ini dinyatakan berlaku pula untuk Indonesia (Staatsblad Tahun 1931
Nomor 325). Konvensi inilah yang kemudian berlaku di Indonesia sebagai jajahan
Belanda dalam hubungannya dengan dunia internasional khususnya mengenai hak
pengarang (hak cipta).83 Dalam rangka menegaskan perlindungan hak cipta dan
menyempurnakan hukum yang berlaku sesuai dengan perkembangan pembangunan,
telah beberapa kali diajukan Rancangan Undang-Undang Baru Hak Cipta yaitu tahun
1958, 1966, dan 1971 tetapi tidak berhasil menjadi undang-undang. Indonesia baru
berhasil menciptakan Hukum Hak Cipta Nasional sendiri pada tahun 1982 yaitu pada
83 Sophar Maru Hutagalung, Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya di dalam Pembangunan,Akademika Pressindo, Jakarta, 1994, halaman 97
Universitas Sumatera Utara
45
saat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara
1982 Nomor 15 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3117) diundangkan.
Undang-undang ini sekaligus mencabut Auterswet 1912, yang dimaksudkan untuk
mendorong dan melindungi penciptaan, menyebarluaskan hasil kebudayaan di bidang
ilmu seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan bangsa.
Pada tahun 1987, Undang-Undang Hak Cipta 1982 disempurnakan dengan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara 1987
Nomor 42 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3362). Di dalam pertimbangan
undang-undang ini dijelaskan bahwa penyempurnaan dimaksudkan sebagai upaya
mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta
di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.84 Ditambah bahwa kegiatan pelaksanaan
pembangunan nasional yang semakin meningkat, khusunya di bidang ilmu
pengetahuan, seni dan kesusastraan ternyata telah berkembang pula kegiatan
pelanggaran Hak Cipta, terutama dalam bentuk tindak pidana pembajakan, yang telah
mencapai tingkat yang membahayakan dan dapat merusak tatanan kehidupan
masyarakat pada umumnya dan minat untuk mencipta pada khusunya.
Penyempurnaan berikutnya dari Undang-Undang Hak Cipta adalah pada
tahun 1997 dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 (Lembaran
Negara Tahun 1997 Nomor 29 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3679).
Dalam pertimbangannya bahwa penyempurnaan ini diperlukan sehubungan adanya
perkembangan kehidupan yang berlangsung cepat, terutama di bidang perekonomian
84 Ibid, halaman 29.
Universitas Sumatera Utara
46
di tingkat nasional dan internasional yang menuntut pemberian perlindungan yang
lebih efektif. Disamping itu juga karena penerimaan dan keikutsertakan Indonesia
dalam persetujuan mengenai aspek-aspek dagang yang terkait dengan hak atas
kekayaan intelektual, termasuk perdagangan barang palsu (Agreement Trade Related
Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit Goods),
disingkat dengan TRIPs yang merupakan bagian dari persetujuan pembentukan
organisasi perdagangan dunia (Agreement Establishing The Work Trade
Organization). Pertimbangan lainnya ialah pengalaman, khususnya terhadap
kekurangan dalam penerapan Undang-Undang Hak Cipta sebelumnya.85
Pada tahun 2002, Undang-Undang Hak Cipta telah diundangkan yaitu
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 85
dari Tambahan Lembaran Negara Nomor 4220) yang memuat perubahan-perubahan
untuk disesuaikan dengan TRIPs dan penyempurnaan beberapa hal yang perlu untuk
memberi perlindungan bagi karya-karya intelektual di bidang Hak Cipta, termasuk
upaya untuk memajukan perkembangan karya intelektual yang berasal dari
keanekaragaman seni dan budaya tradisional Indonesia.86
Pengembangan kemampuan intelektual masyarakat Indonesia memerlukan
perlindungan hukum yang memadai agar terdapat iklim persaingan usaha yang sehat
yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional, maka dibentuklah
85 Saidin, loc Cit, halaman 4586 Tim Linsey, dkk, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Alumni, Jakarta, halaman 6
Universitas Sumatera Utara
47
UUHC yang baru, yakni Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
agar sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat.
Selain itu, yang penting artinya dalam Undang-Undang Hak Cipta yang baru,
ditegaskan dan dipilih kedudukan Hak Cipta disatu pihak dan Hak Terkait
(neighboruing rights), di lain pihak dalam rangka memberikan perlindungan karya
intelektual secara lebih jelas.87 Dalam hal kedudukan hukum terhadap motif songket ,
motif songket dalam undang-undang hak cipta nomor 28 tahun 2014 dalam pasal 40
huruf j menyatakan bahwa yang dimaksud dengan karya seni motif lain adalah motif
yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah seperti
seni songket, motif tenun ikat, motif tapis ,motif ulos dan seni motif lain yang
bersifat kontemporer, inovatif, dan terus dikembangkan.
B. Tinjauan umum tentang Tenun Songket di wilayah Melayu SumateraTimur (Kabupaten Batubara, Kabupaten Deli Serdang dan KabupatenLangkat)
1. Pengertian Songket Dan Sejarah Perkembangan
Songket digolongkan dalam keluarga tenunan brokat. Songket ditenun dengan
tangan dengan benang emas dan perak dan pada umumnya dikenakan pada acara-
acara resmi. Benang logam metalik yang tertenun berlatar kain menimbulkan efek
kemilau cemerlang.
Kata songket berasal dari istilah sungkit dalam bahasa Melayu dan bahasa
Indonesia, yang berarti “mengait” atau “mencungkil”. Hal ini berkaitan dengan
metode pembuatannya; mengaitkan dan mengambil sejumput kain tenun, dan
87 Ibid, halaman 94
Universitas Sumatera Utara
48
kemudian menyelipkan benang emas. Selain itu, menurut sementara orang, kata
songket juga mungkin berasal dari kata songka, songkok khas Palembang yang
dipercaya pertama kalinya kebiasaan menenun dengan benang emas dimulai.
Sejarah tentang asal muasal kain songket dikaitkan dengan Kerajaan Sriwijaya
dan kawasan permukiman dan budaya Melayu, serta diperkenalkan oleh pedagang
India atau Arab. Sementara, Menurut hikayat rakyat Palembang, asal mula kain
songket adalah dari perdagangan zaman dahulu di antara Tiongkok dan India. Orang
Tionghoa menyediakan benang sutera sedangkan orang India menyumbang benang
emas dan perak maka jadilah songket.
Pola-pola rumit diciptakan dengan memperkenalkan benang-benang emas
atau perak ekstra dengan penggunaan sehelai jarum leper. Menurut tradisi, teknik
tenun seperti ini berasal dari utara. Akan tetapi menurut penenun Terengganu, justru
para pedagang India lah yang memperkenalkan teknik menenun ini pertama kali di
Palembang dan Jambi, yang mungkin telah berlaku sejak zaman Kerajaan Sriwijaya
(abad ke-7 sampai ke-11). Menurut tradisi Indonesia sendiri, kain ini dikaitkan
dengan kegemilangan Sriwijaya, kemaharajaan niaga maritim pada abad ke-7 hingga
ke-13 di Sumatera. Hal ini karena pusat kerajinan songket paling mahsyur di
Indonesia adalah kota Palembang. Songket adalah kain mewah yang aslinya
memerlukan sejumlah emas asli untuk dijadikan benang emas, kemudian ditenun
tangan menjadi kain yang cantik.88
88 www.tenun.id, khazanah kain tenun dan kain songket nusantara,diakses pada tanggal 20September 2016 pukul 17.50 WIB
Universitas Sumatera Utara
49
2. Perkembangan Tenun Songket Di Wilayah Batubara, Serdang, dan Langkat
Dalam perkembangannya tenun songket tersebar sampai wilayah melayu
Sumatera Timur, yang meliputi wilayah Kabupaten Langkat, Kota Binjai, Kabupaten
Deliserdang, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Batubara, Kabupaten Asahan,
Kabupaten, Labuhan Batu, Kota Tanjung Balai. Sedangkan berdasarkan sejarah
kesultanan-kesultanan yang berada di sumatera timur adalah:
a) Kesultanan Deli,b) Kesultanan Serdang,c) Kesultanan Langkat,d) Kesultanan Asahan,e) Kesultanan Panai,f) Kesultanan Kualuh,g) Kesultanan Kota Pinang,h) Kesultanan Merbau serta Ditambah empat kedatuan di Batubara.89
a. Perkembangan Tenun Songket Di Batubara
Kabupaten Batubara merupakan salah satu kabupaten pemekaran di wilayah
Sumatera Utara, Kabupaten Batubara adalah hasil pemekaran dari wilayah Kabupaten
Asahan. DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang pembentukannya tanggal 8
Desember 2006. Kabupaten ini diresmikan pada tanggal 15 Juni 2007. Kabupaten ini
terletak di tepi pantai Selat Malaka, sekitar 175 km selatan ibu kota Medan. Pada
masa pemerintahan Hindia-Belanda, Kabupaten Batubara termasuk ke dalam
Karesidenan Sumatera Timur. 90
89 Edwin Frymaruwah, Op.cit, halaman 6490 www.batubara.go.id. Sejarah singkat kabupaten Batubara, diakses pada tanggal 6 Oktober
2016 pukul 12.00 Wib
Universitas Sumatera Utara
50
Penduduk Kabupaten Batubara didominasi oleh etnis Jawa, kemudian diikuti
oleh orang-orang Melayu, dan Suku Batak. Orang Mandailing merupakan sub-etnis
Batak yang paling banyak bermukim disini. Pada masa kolonial, untuk memperoleh
prestise serta jabatan dari sultan-sultan Melayu, banyak di antara orang-orang
Mandailing yang mengubah identitasnya dan memilih menjadi seorang Melayu. Etnis
Jawa atau yang dikenal dengan Pujakesuma (Putra Jawa Keturunan Sumatra)
mencapai 43% dari keseluruhan penduduk Batubara. Mereka merupakan keturunan
kuli-kuli perkebunan yang dibawa para pekebun Eropa pada akhir abad ke-19 dan
awal abad ke-20. Selain itu orang Minangkabau juga banyak ditemui di kabupaten
ini. Sejak abad ke-18, Batubara telah menjadi pangkalan bagi orang-orang kaya
Minangkabau yang melakukan perdagangan lintas selat. Mereka membawa hasil-hasil
bumi dari pedalaman Sumatera, untuk dijual kepada orang-orang Eropa di Penang
dan Singapura. Seperti halnya Pelalawan, Siak, dan Jambi Batubara merupakan
koloni dagang orang-orang Minang di pesisir timur Sumatra. Dari lima suku (klan)
asli yang terdapat di Batubara yakni Lima Laras, Tanah Datar, Pesisir, Lima Puluh
dan Suku Boga, dua di antaranya teridentifikasi sebagai nama luhak di Minangkabau,
yang diperkirakan sebagai tempat asal masyarakat suku tersebut.
Mengenai songket di Batubara, berdasarkan sumber tertulis yang bertajuk
Mission to the East Coast of Sumatera 1823, yang ditulis Anderson, diperkirakan
sudah ada pada tahun tersebut. Anderson adalah seorang utusan Inggris mengunjungi
Sumatera Timur, termasuk Batubara. Dijelaskan oleh John Anderson bahwa saat itu
orang Melayu di Batubara telah mengenakan pakaian yang khas, yang bahannya
Universitas Sumatera Utara
51
terbuat dari sutera dan kapas, dengan pola-pola berbentuk kotak yang indah.
Beberapa di antaranya dengan baik dibuat dari benang emas. Pakaian buatan mereka
ini sebahagian besar terdiri dari bahan benang sutera yang kasar. Mereka juga
memakai sarung. Pakaian orang Melayu Batubara ini memeperlihatkan gaya pakaian
Eropa dan Benggali.
Di dekade kedua abad ke-19 ini, masyarakat Melayu Batubara telah mengenal
benang emas, benang sutera, dan benang kapas, yang memperlihatkan bahwa mereka
telah berhubungan dengan budaya-budaya luar, yang memproduksi benang-benang
tersebut. Maka besar pula kemungkinanya bahwa masyarakat Melayu Batubara
kemudian membuat songket dan kain yang digunakan untuk berbagai kepentingan
mereka. Dalam perkembangan masa, masyarakat Melayu Batubara memproduksi
kain-kain termasuk songket untuk kepentingan adat yang digunakan dalam upacara
tertentu. Motif-motif bercorak tumbuhan dan hewan masih dapat lagi dilacak hingga
ke hari ini. Songket Batubara hidup terus menuruti perkembangan zaman, karena
songket sangat fungsional dalam kebudayaan Melayu di kawasan ini, sehingga
batubara sekarang ini dijadikan pusat industri songket di Sumatera Utara.91 Data yang
masuk ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan sampai dengan tahun 2015 perihal
jumlah pengusaha songket di Batubara adalah 13 orang dengan jumlah pengrajin
sebanyak 46 pengrajin.92
b. Perkembangan Tenun Songket di Deli Serdang
91 www.melayuonline.com diakses pada tanggal 6 oktober 2016 pukul 17.50 WIB92 Hasil wawancara dengan Wilda Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
Batubara pada hari jumat 7 oktober 2016
Universitas Sumatera Utara
52
Sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 Kabupaten Deli
Serdang yang dikenal sekarang ini adalah dua pemerintahan yang berbentuk kerajaan
( Kesultanan) yaitu Kesultanan Deli yang berpusat di Kota Medan dan Kesultanan
Serdang berpusat di Perbaungan. Kabupaten Deli dan Serdang ditetapkan menjadi
Daerah Otonom sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1984 tentang
Undang-Undang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 7
Darurat Tahun 1965. Hari jadi Kabupaten Deli Serdang ditetapkan tanggal 1 Juli
1946.
Sesuai dengan dikeluarkan UU Nomor 36 Tahun 2003 tanggal 18 Desember
2003, Kabupaten Deli Serdang telah dimekarkan menjadi dua wilayah yakni
Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai, Dengan masyarakatnya
yang beraneka ragam suku, Agama, ras, dan golongan bersatu dalam ke
Bhinnekaan93. Songket sendiri di deli serdang telah ada sejak masa kesultanan
serdang dan masyarakat melayu serdang mewarisi songket melayu sampai dengan
saat ini. Masyarakat melayu serdang meyakini songket telah dipakai sejak zaman
kesultanan serdang dan dipakai oleh kepemimpinan sultan-sultan pada masa itu.
Namun belum ada literatur resmi yang menjelaskan sejak kapan songket asli serdang
muncul dan digunakan sampai dengan saat ini.
Seiring perkembangan waktu yang mempengaruhi arus kebudayaan di
wilayah Deli Serdang, masyarakat Deli Serdang, menyadari akan perbedaan-
perbedaan etnisitas, sosial, religi, kebudayaan yang ada di daerah mereka. Mereka
93 www.deliserdangkab.go.id, diakses pada tanggal 8 oktober 2016 pukul 01.00 WIB
Universitas Sumatera Utara
53
juga menganggap bahwa masyarakat Deli Serdang juga terdiri dari berbagai suku
bangsa seperti Melayu, Karo, Simalungun, Jawa, Batak, Minang, Cina, Aceh dan
pemeluk berbagai agama seperti Islam, Kristen, Hindu dan Budha, Yang terdiri dari
berbagai macam suku, keanekaragaman suku budaya ini yang menjadikan motif-
motif songket di Deli Serdang tidak terlihat seperti di daerah melayu-melayu lainnya
seperti batubara dan langkat yang tetap memproduksi songket dengan motif melayu.
Namun seiring perkembangan waktu ke waktu pemerintah daerah kabupaten deli
serdang melalui dinas perindustrian dan perdagangan, menginginkan Deli Serdang
sebagai bagian dari sejarah kesultanan serdang pada masa dahulu untuk memproduksi
songket khas melayu yang melambangkan identitas deli serdang sebagai bagian
sejarah dari kesultanan serdang. Sehingga pada masa kini pengrajin songket dari deli
serdang mulai kembali mempopulerkan motif asli melayu serdang. Meskipun
nyatanya kebanyakan motif songket serdang sekarang di adaptasi dari daerah
tapanuli. Namun untuk motif-motif tradisional melayu serdang peninggalan pada
abad 19 dan 20 masih disimpan, dan tetap di lestarikan sampai saat ini. Berdasarkan
hasil wawancara dengan Dinas Perindustrian dan perdagangan kabupaten Deli
Serdang jumlah pengusaha tenun berjumlah 6 orang dengan jumlah pengrajin 18,
bertempat di desa penara kecamatan tanjung morawa Kabupaten Deli Serdang.94
c. Perkembangan Tenun Songket di Langkat.
94 Hasil wawancara dengan M. Thahir Siagian, Kepala Dinas Perindustrian dan PerdaganganKabupaten Deli Serdang pada tanggal 11 oktober 2016
Universitas Sumatera Utara
54
Kesultanan Langkat merupakan monarki yang berusia paling tua di antara
monarki-monarki Melayu di Sumatera Timur. Pada tahun 1568, di wilayah yang kini
disebut Hamparan Perak, salah seorang petinggi Kerajaan Aru dari Tanah Karo yang
bernama Dewa Shahdan berhasil menyelamatkan diri dari serangan Kesultanan
Aceh dan mendirikan sebuah kerajaan. Kerajaan inilah yang menjadi cikal-bakal
Kesultanan Langkat moderen. Nama Langkat berasal dari nama sebuah pohon yang
menyerupai pohon langsat. Tanjung Pura Langkat merupakan pusat Pemerintahan
Kesultanan Negeri Langkat hal ini dapat dilihat dengan masih berdirinya Masjid
Azizi, dan puing-puing istana. Di era pemerintahan Indonesia kota tanjung pura
menjadi salah satu kecamatan yang ada dikabupaten Langkat.
Pada masa kesultanan penggunaan pakaian tradisional Melayu menggunakan
kain samping yang berbahan songket untuk pria dan baju berbahan tenunan songket
bagi kaum perempuan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dibeberapa wilayah
kesultanan memiliki pengrajin penghasil tenuan songket. Motif dan corak masing-
masing pengrajin songket memiliki pola dan motif yang berbeda antara kesultanan
dengan lainnya di sumatera timur. Kain tenun songket melayu Langkat menjadi salah
satu peninggalan budaya yang masih terpelihara dan masih dimintai oleh masyarakat .
Pada tahun 1989, pada saat kabupaten Langkat dipimpin oleh bupati Marzuki
Erman muncul beberapa tokoh yang peduli akan lestarinya songket melayu
langkat,sehingga sejak saat itu kabupaten langkat memproduksi tenun songket sendiri
meskipun pengrajin di datangkan dari luar kabupaten langkat seperti dari Batubara
yang terlebih dahulu memproduksi tenun songket. Namun untuk motif-motif
Universitas Sumatera Utara
55
disesuaikan dengan adat dan budaya yang berada di kabupaten langkat dan menjadi
ciri khas dari masyarakat melayu langkat. Sehingga muncul jatidiri kabupaten langkat
itu sendiri. Penggunaan kain tenun songket Langkat dipakai diacara kegiatan
pernikahan dan acara adat dan budaya masyarakat melayu sumatera timur dan telah
sampai ke manca Negara. Sampai dengan tahun 2016 data yang masuk ke Dinas
perindustrian dan perdagangan kabupaten langkat, songket tanjung pura langkat
sendiri memiliki motif asli termasuk diantaranya motif-motif tradisional, ditambah
dengan motif-motif baru yang diciptakan sendiri oleh pengrajin. Jumlah pengusaha
songket di langkat sampai dengan saat ini berjumlah 2 orang dengan jumlah pengrajin
27 orang.95
3. Motif-Motif Tenun Songket
Beberapa kain songket tradisional Sumatera memiliki pola yang mengandung
makna tertentu. Suatu ragam hias sangat dipengaruhi dan erat hubungannya dengan
faktor-faktor: 96
a. letak geografis daerah pembuat Songket yang bersangkutan;
b. sifat dan tata penghidupan daerah yang bersangkutan;
c. kepercayaan dan adat istiadat yang ada di daerah yang bersangkutan;
d. keadaan alam sekitarnya, termasuk flora dan fauna; dan
e. adanya kontak atau hubungan antar daerah melayu sumatera timur
95 Hasil wawancara dengan Idawati Kasi Bina Sarana Dinas Perindustrian dan PerdaganganKabupaten Langkat pada tanggal 10 oktober 2016 pukul 11.00 WIB
96 Hasil wawancara dengan Achmadan Choir selaku Tokoh Muda Melayu Batu Bara, padatanggal 7 oktber 2016, pukul 13.25 WIB.
Universitas Sumatera Utara
56
Berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan di daerah Kabupaten Batubara,
Deli Serdang dan Langkat. Terdapat Motif-Motif tenun songket yang menjadi ciri
khas tersendiri dari daerah tersebut.
Pada daerah Melayu Batubara, terdapat beberapa motif songket tradisional.
Ciri khas kain tenun songket batubara dapat dilihat dari pemilihan warna kain seperti
biru, merah jambu, biru muda ,hijau laut, kuning, merah hati dan ungu. Motif-motif
yang digunakan oleh para penenun songket Batubara, adalah masih meneruskan motif
tradisi Melayu yang ada. Motif-Motif Songket Batubara yang masih terus eksis dan
diproduksi sampai dengan saat ini antara lain adalah:
a. Pucuk Betikam97
Gambar 2.1. Motif Pucuk Betikam
97 Fadlin Muhammad Djafar, Op. Cit., halaman 17
Universitas Sumatera Utara
57
b. Pucuk Perak98
Gambar 2.2. Motif Pucuk Perak
c. Pucuk Pandan99
Gambar 2.3. Motif Pucuk Pandan
d. Pucuk Caul100
98 Ibid99 Ibid100 Ibid, halaman 18
Universitas Sumatera Utara
58
Gambar 2.4. Motif Pucuk Caul
Serta motif-motif tambahan yang terdiri dari berbagai jenis motif-motif bunga
yaitu antara lain Gigi Hiu101.
Gambar 2.5. Motif Gigi Hiu
Semua motif songket adalah karya imajinasi seniman songket Melayu, yang
menirukan bentuk-bentuk flora (tumbuhan), sesuai dengan ajaran-ajaran Islam yang
tidak menggalakkan bentuk binatang atau manusia (antropomorfisme), dan motif-
motif tersebut sudah ada sejak dahulu dan dilanjutkan secara turun temurun.102
Sedangkan untuk wilayah melayu Serdang atau sekarang dikenal Kabupaten
Deli Serdang untuk motif asli tradisional sendiri pada perkembangannya hampir tidak
ditemukan motif melayu warisan dari kesultanan melayu serdang. Berdasarkan hasil
penelitian, motif-motif di Deli Serdang lebih kental kepada corak atau motif songket
dari daerah Tapanuli. Untuk motif-motif melayu yang dikenal di wilayah Serdang
adalah ;
a. Tampuk Manggis Pucuk Rebung
101 Ibid, halaman 19102 Hasil wawancara dengan Hj,Ratna Pengrajin Tenun Songket Batubara di desa Padang
Genting kecamatan Talawi Kabupaten Batubara Pada hari kamis 8 september 2016
Universitas Sumatera Utara
59
Gambar 2.6. Tampuk Manggis Pucuk Rebung
b. Pucuk Rebung Sulur Kangkung
Gambar 2.7. Pucuk Rebung Sulur Kangkung
Kesemua motif-motif ini melayu ini yang masih diproduksi oleh para
pengrajin songket di Deli Serdang.103
Untuk di wilayah melayu Langkat sendiri motif-motif songket tradisional
antara lain adalah;
a. Lebah Begantung Sultan Langkat
103 Hasil Wawancara dengan Wilda Siregar,pengurus Dekranasda Kabupaten Deli Serdang padahari sabtu,10 september 2016
Universitas Sumatera Utara
60
Gambar 2.8. Motif Lebah Begantung Sultan Langkat
b. bunga sekaki lebah begantung pesisir
Gambar 2.9. Motif Bunga Sekaki Lebah Begantung Pesisir
c. putri dua sebilik pucuk rebung
Universitas Sumatera Utara
61
Gambar 2.10. Motif Putri Dua Sebilik Pucuk Rebung
d. pulut-pulut lebah begantung
Gambar 2.11. Motif Pulut-pulut Lebah Begantung
Motif tersebut telah ada sejak zaman kerajaan melayu langkat dan masih tetap
eksis sampai dengan saat ini. Seiring perkembangan waktu ada pula motif yang
diciptakan sendiri oleh pengrajin yaitu antara lain motif karang-karang,biduk tuas,
dan buah delima. Motif-motif tersebut adalah buah karya sendiri oleh pengrajin tenun
songket di Langkat.104
104 Hasil Wawancara dengan Asfan Efendi, Pengrajin Tenun Songket di DesaPekubuan,Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat,Pada hari Minggu 11 september 2016“berdasarkan penuturan beliau, beliau memulai usaha dan menenun songket pada tahun 1989 padamasa pemkab langkat dipimpin oleh Bupati bapak Marzuki Erman. Ketika masa jabatan marzukierman berakhir dan beralih kepada bapak zulfirman siregar dari tahun 1989-1994, banyak masyarakatlangkat khususnya daerah tanjung beringin (kabupaten langkat) diberikan pelatihan menenun songketoleh bapak zulfirman siregar,yang dibimbing oleh pengrajin-pengrajin songket dari batubara.Sehinggapada masa itu banyak muncul pengrajin-pengrajin songket di langkat.
Universitas Sumatera Utara
62
Gambar 2.12. Alat yang dipergunakan untuk membuat tenun songket diTanjung Pura Kabupaten Langkat
C. Pengetahuan Tradisional Dalam Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual
1. Pengertian Pengetahuan Tradisional
Perlindungan pengetahuan tradisional dalam lingkup hak kekayaan intelektual
pada hakekatnya adalah sistem terhadap perlindungan serta penghargaaan terhadap
karya dari hasil intelektual manusia.105 Harmonisasi antara pengetahuan modern dan
pengetahuan tradisional merupakan hal penting dalam pencapaian pembangunan yang
berkelanjutan, konsep yang mengedepankan bahwa kebutuhan untuk pembangunan
selaras dengan kebutuhan untuk pelestarian yang dapat berlangsung tanpa
membahayakan lingkungan sekitarnya. Sebagai konsekuensinya, pengetahuan
tradisional telah mendapat arti penting dan menjadi isu baru dalam perlindungan Hak
Kekayaan Intelektual (HKI).
Pengetahuan tradisional merupakan karateristik kekayaan warisan budaya
yang wajib dipertahankan keberadaannya, Pengetahuan tradisional muncul menjadi
masalah hukum ketika belum ada instrumen hukum domestik yang mampu
105 Suyud Margono, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Pustaka Reka Cipta, Jakarta, 2013,halaman 179
Universitas Sumatera Utara
63
memberikan perlindungan hukum secara optimal terhadap pengetahuan tradisional
yang sangat banyak dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Di
samping itu, di tingkat internasional pengetahuan tradisional ini belum menjadi suatu
kesepakatan internasional untuk memberikan perlindungan hukum. Istilah
pengetahuan tradisional adalah istilah umum yang mencakup ekspresi kreatif,
informasi, yang secara khusus mempunyai ciri-ciri sendiri dan dapat mengidentifikasi
unit sosial. Pengetahuan tradisional mulai berkembang dari tahun ke tahun seiring
dengan pembaharuan hukum dan kebijakan, seperti kebijakan pengembangan
pertanian, keragaman hayati (intellectual property).106
World Intellectual Property Organization (WIPO) menggunakan istilah
pengetahuan tradisional untuk menunjuk pada kesusasteraan berbasis tradisi, karya
artistik atau ilmiah, pertunjukan, invensi, penemuan ilmiah, desain, merek, nama dan
simbol, informasi yang tidak diungkapkan, dan semua inovasi dan kreasi berbasis
tradisi lainnya yang disebabkan oleh kegiatan intelektual dalam bidang-bidang
industri, ilmiah, kesusasteraan atau artistik. Gagasan “berbasis tradisi” menunjuk
pada sistem pengetahuan, kreasi, inovasi dan ekspresi kultural yang umumnya telah
disampaikan dari generasi ke generasi, umumnya dianggap berkaitan dengan
masyarakat tertentu atau wilayahnya, umumnya telah dikembangkan secara non
sistematis, dan terus menerus sebagai respon pada lingkungan yang sedang
berubah.107
106 Budi Agus Riswandi, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2004, halaman 27
107 Intergovernmental Committee on Intellectual Property and Genetic Resources, TraditionalKnowledge and Folklore, WIPO/GRTFK/IC/3/9,20, halaman 11, diakses tanggal 15 Oktober 2016.
Universitas Sumatera Utara
64
Pendapat lain mengemukakan bahwa pengetahuan tradisional adalah istilah
yang digunakan untuk menggambarkan suatu bentuk pengetahuan yang dibangun
oleh sekelompok orang yang digunakan secara turun temurun yang berkaitan
langsung dengan lingkungan/alam.108 Sementara Henry Soelistyo Budi
mengemukakan bahwa pengetahuan tradisional adalah pengetahuan yang status dan
kedudukannya ataupun penggunaannya merupakan bagian dari tradisi budaya
masyarakat. Sebenarnya pengetahuan tradisional merupakan konsep kunci yang
terdapat dalam Convention on Biological Diversity (CBD) khususnya dalam Pasal 8
(j) yang menekankan pentingnya peranan pengetahuan tradisional, yaitu : “... to
encourage the equitable, sharing of the benefits arising from the utilisation of such
knowledge, innovation, and practices'.
Berdasarkan pada Convention on Biological Diversity (CBD), pengertian
pengetahuan tradisional adalah pengetahuan, inovasi, dan praktek-praktek masyarakat
asli dan lokal yang mewujudkan gaya hidup tradisional dan juga teknologi lokal dan
asli. Dari pengertian tersebut, menurut substansi dan relasi pengetahuan tradisional
dapat dibagi ke dalam dua kategori yaitu:
1) Pengetahuan tradisional yang terkait dengan keanekaragaman hayati,
misalnya obat-obatan tradisional.
2) Pengetahuan tradisional yang terkait dengan seni.
108 Traditional Knowledge and Biological Diversity, UNEP/CBD/TTCBD/1/2, Paragraf 85,diakses tanggal 15 Oktober 2016.
Universitas Sumatera Utara
65
2. Lingkup Perlindungan Pengetahuan Tradisional
Lingkup atau kategori-kategori pengetahuan tradisional mencakup
pengetahuan, pertanian, pengetahuan ilmiah, pengetahuan teknis, pengetahuan
ekologis, pengetahuan medis (termasuk obat-obatan dan tindakan medis yang terkait),
pengetahuan yang terkait dengan keanekaragaman hayati, ekspresi cerita rakyat
dalam bentuk musik, tarian, nyanyian, kerajinan tangan, nama-nama, indikasi
geografis, dan simbol-simbol, serta benda-benda budaya yang dapat bergerak. Tidak
termasuk dalam lingkup pengetahuan tradisional adalah item-item yang tidak
disebabkan oleh kegiatan intelektual dalam bidang-bidang industri,
ilmiah/pengetahuan, kesusastraan atau bidang artistik seperti fosil manusia, bahasa
secara umum.
Sementara Carlos M. Correa berpendapat bahwa, lingkup pengetahuan
tradisional terdiri dari informasi pada penggunaan biologi dan bahan-bahan lainnya
bagi pengobatan medis dan pertanian, proses produksi, desain, literatur, musik,
upacara adat, dan teknik-teknik lainnya serta seni. Termasuk di dalamnya informasi
tentang fungsi dan karakter estetika yang proses dan produknya dapat digunakan pada
pertanian dan industri, seperti nilai budaya yang tidak berwujud.109
Pada tahun 1982, Nation Economic and Social Council United (UNESCO)
membentuk suatu Working Group on Indigeneous Population yang berfokus pada
pembentukkan standar-standar internasional mengenai hak-hak masyarakat asli.
Masyarakat asli mempunyai hak untuk mempraktikkan dan merevitalisasi tradisi
109 Budi Agus Riswandi, Loc Cit., halaman 29.
Universitas Sumatera Utara
66
budaya dan adat istiadat mereka. Hal ini bersifat untuk mempertahankan, melindungi,
dan mengembangkan manifestasi-manifestasi masa lalu, masa sekarang, dan masa
depan budaya mereka, seperti situs arkeologis dan historis, artifak, desain, seremoni,
teknologi dan seni, literatur visual dan performansi, dan juga hak pada restitusi
kekayaan budaya intelektual, keagamaan, dan spiritual yang diambil tanpa
persetujuan bebas masyarakat tersebut atau melanggar hukum, dan adat istiadat
mereka.
Adapun mengenai subjek dan objek pengetahuan internasional itu sendiri
diantaranya ialah:
a. Subjek Pengetahuan Tradisional
Berdasarkan hukum posistif di Indoensia dikenal dua subyek hukum Yaitu
manusia (natuurlijke person) dan Badan Hukum (rechtpersoon),Secara Umum
terdapat beberapa pihak yang dapat dimungkinkan menjadi subyek pemegang hak
milik atas pengetahuan tradisional,yaitu:
1. Masyarakat adat: masyarakat adat merupakan pemillik utama atas
pengetahuan tradisional.
2. Pemerintah (pusat dan daerah): pemerintah (pusat dan daerah) bukan sebagai
pemilik pengetahuan tradisional, tetapi mempunyai kewajiban mengelola dab
melindunginya.
3. Pihak ke tiga: perlindungan pengetahuan tradisional dengan sistem positif
menghendaki keterbukaan dalam pemanfaatannya, dengan syarat pemanfaatan
oleh pihak ketiga, tetapi memperhatikan kepentingan pemilik hak (Anonim,
Universitas Sumatera Utara
67
pejabat pemegang komitmen pada Dasisten Deputi Daya Saing Iptek
Kementrian Riset dan Teknologi).110
b. Objek Pengetahuan Tradisional
Dalam hal objek, pengertian yang banyak dipakai berasal dari WIPO, yakni
terdiri dari Agriculture knowledge,environtmen knowledge dan medical
knowledge,tetapi belum sempurna karena tidak mencakup hal-hal yang berkaitan
dengan pengetahuan manufaktur tradisional. Ruang lingkup pengetahuan tradisional
dapat dikategorikan menjadi lima kelompok besar yaitu :
1. Pengetahuan agrikultural (biodiversity) ;
2. Pengetahuan pengelolaan lingkungan (Environtmental)
3. Pengetahuan obat-obatan
4. Pengetahuan Manufaktur
5. Pengetahuan Ekspresi Budaya Tradisional (Expression of folklore)111
3. Pengetahuan Tradisional dalam Konsep Perlindungan hak Cipta
Pengetahuan tradisional termasuk diantaranya tradisi budaya atau folklore dan
karya sastra dan karya seni yang merupakan hasil kreasi atau dibuat dari generasi dari
masyarakat sekarang ini dibuat berdasarkan tradisi budaya atau folklore yang
sebelumnya telah ada ataupun berupa hasil pengembangan dari folklore tersebut.112
110 Suyud Margono, Loc Cit., halaman 186111 Cita Citrawinda, Hak Kekayaan Intelektual : Tantangan Masa depan, Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2003, halaman 21112 Suyud Margono, Loc Cit., halaman 208
Universitas Sumatera Utara
68
Christoph Beat Graber mengindikasikan bahwa tradisi budaya dan folklor
tidak termasuk katagori mendapatkan perlindungan dalam lingkup karya cipta, palng
tidak harus bersifat lintas generasi dan kepemilikannya bersifat kolektif oleh
masyarakat atau kelompok.
4. Konsep Kepemilikan Perlindungan Tradisional
Pengetahuan tradisional merupakan pengetahuan yang dikembangkan pada
masa lalu akan tetapi masih tetap terus akan dikembangkan. Sebagian besar dari
pengetahuan tradisional merupakan hasil alam yang digunakan secara turun temurun
dan seringkali dikumpulkan dan dipublikasikan oleh antropolog, sejarawan, ahli
tanaman atau peneliti dan pengamat lainnya.
Namun demikian pengetahuan tradisional tidak statis karena pengetahuan
tradisional mengembangkan dan menghasilkan informasi baru sebagai perbaikan atau
penyesuaian terhadap berbagai perubahan keadaan. Pengetahuan tersebut
berkembang beradaptasi, dan berubah secara dinamis dengan waktu. Bahan-bahan
baru digabungkan, proses-proses baru dikembangkan, dan beberapa tujuan atau
kegunaan baru dikembangkan bagi pengetahuan yang ada di samping penggabungan
pengetahuan ketika pengetahuan dibangun berdasarkan pengetahuan tradisional tetapi
mungkin juga dikembangkan di daerah tertentu.
Dapat pula dikemukakan bahwa pengetahuan tradisional juga merupakan
pengetahuan yang dinamis. Artinya pengetahuan tradisional dibuat dan diciptakan
sebagai respon individu atau masyarakat dalam menjawab setiap tantangan sosial dan
tantangan alam. Pengetahuan tradisional biasanya berkaitan dengan masalah
Universitas Sumatera Utara
69
pertanian, makanan, lingkungan, dan kesehatan. Di Indonesia misalnya “pranoto
mongso” (pengetahuan yang mengajarkan bagaimana membaca musim), teknik atau
cara-cara bercocok tanam, terapi pengobatan, perawatan tubuh hingga teknik
memproses kain batik ataupun pewarnaan kain dengan bahan dari tumbuh-tumbuhan.
Banyak pengetahuan tradisional diciptakan oleh masyarakat tradisional secara
berkelompok-kelompok, berarti banyak orang yang memberi sumbangan terhadap
produk akhir. Lagipula, karya-karya dan pengetahuan tradisional juga dapat
dikembangkan oleh orang yang berbeda selama jangka waktu yang panjang
(barangkali selama beberapa abad). Bahkan lebih penting lagi, banyak masyarakat
tradisional tidak mengenal konsep hak individu; harta berfungsi sosial dan bersifat
milik umum. Dengan demikian, para pencipta dalam masyarakat tradisional tidak
berminat atau ingin mementingkan hak individu atau hak kepemilikan atas karya-
karya mereka.113
World Intellectual Property Organization (WIPO) mendefinisikan
pemilik/pemegang pengetahuan tradisional yaitu : semua orang yang menciptakan,
mengembangkan, dan mempraktikkan pengetahuan tradisional dalam aturan dan
konsep tradisional. Masyarakat asli, penduduk, dan negara adalah pemilik
pengetahuan tradisional, tetapi tidak semua pengetahuan tradisional adalah asli.
Dengan demikian dalam perlindungan pengetahuan tradisional ini yang dikedepankan
adalah kepentingan komunal daripada kepentingan individu. Melindungi kepentingan
komunal adalah cara-cara untuk memelihara kehidupan harmonis antara satu dengan
113 Eddy Damian, Log Cit., halaman 261
Universitas Sumatera Utara
70
yang lain sehingga suatu ciptaan yang dihasilkan oleh seorang anggota masyarakat
tidak tidak akan menimbulkan kendala bila anggota yang lainnya juga membuat suatu
karya yang identik dengan karya sebelumnya.114
Sebagaimana diketahui bahwa pengetahuan tradisional merupakan hasil
kebudayaan rakyat Indonesia yang telah berlangsung secara turun temurun. Oleh
karena itu pengetahuan tradisional telah menjadi milik bersama seluruh masyarakat
Indonesia. Berkenaan dengan hal tersebut, Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19
Tahun 2002 menetapkan bahwa Negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil
kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dogeng,
legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni
lainnya.
Dalam penjelasan ketentuan Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Hak Cipta
Nomor 19 Tahun 2002 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan folklor adalah
sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan
dalam masyarakat, yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan
standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun temurun termasuk
hasil seni antara lain berupa: lukisan, gambar, ukir-ukiran, pahatan, mosaik,
perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrument musik dan tenun tradisonal.
5. Manfaat Perlindungan Terhadap Pengetahuan Tradisional
Adanya perbedaan kepemilikan dalam pengetahuan tradisional memiliki
konsekuensi perbedaan dengan sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pada
umumnya. Hal terpenting yang harus diperhatikan bahwa pengetahuan tradisional
114 Insan Budi Maulana, Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten dan Hak Cipta, Citra Adhya Bakti,Bandung, 1997, halaman 162.
Universitas Sumatera Utara
71
harus dijaga dan dipelihara oleh setiap generasi secara turun temurun, karena dengan
memberikan perlindungan bagi pengetahuan tadisional akan memberikan manfaat
bagi semua pihak yang berkepentingan.
Salah satu alasan kurang jelasnya tentang perlindungan yang rasional dari
perbedaan arti diberikan terhadap konsep perlindungan. Beberapa pengertian konsep
ini dalam konteks Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bahwa perlindungan pada
dasarnya berarti : pengecualian penggunaan tanpa izin oleh pihak ketiga.
Penghargaan lainnya, bahwa perlindungan sebagai alat untuk memelihara
pengetahuan tradisional dari penggunaan yang mungkin mengikis pengetahuan
tradisional atau dampak negatif terhadap kehidupan atau tradisi dari komunitas yang
mengembangkan dan menerapkan pengetahuan tradisional. Perlindungan disini
memiliki banyak peranan positif dan mendukung pengetahuan tradisional sebagai
tradisi dan sumber mata pencaharian komunitas masyarakat bersangkutan
Secara keseluruhan, alasan utama memberikan perlindungan terhadap
pengetahuan tradisional, yaitu :
1. pertimbangan keadilan;
2. konservasi;
3. memelihara budaya dan praktik (gaya hidup) tradisional;
4. mencegah perampasan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang terhadap
komponen-komponen pengetahuan tradisional; mengembangkan penggunaan
dan kepentingan pengetahuan tradisional. 115
115 Afrilyanna Purba, dkk, TRIPs-WTO & Hukum HKl Indonesia : Kajian Perlindungan HakCipta Seni Batik Tradisional Indonesia, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2005, halaman 43
Universitas Sumatera Utara
72
Berdasarkan hal tersebut maka dalam perlindungan terhadap pengetahuan
tradisional terdapat 4 prinsip yang dimiliki oleh komunitas masyarakat setempat,
yaitu : pengakuan, perlindungan, pembagian keuntungan, dan hak untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.116 Satu prinsip tambahan yang dapat
diterapkan pada pengetahuan tradisional berupa hak-hak moral, yakni prior informed
concern (informasi terlebih dahulu). Prinsip ini diatur di dalam Convention on
Biological Diversity (CBD).
116http://www.iccwbo.org/home/statementsrule.../protecting/traditional/know-ledge.as., Diaksestanggal 15 September 2016.
Universitas Sumatera Utara