word jurnal

35
BAB I BAHAN DAN CARA A. Sumber Jurnal ini diambil dari Brain A Journal of Neurology. 2012. B. Judul dan Penulis Judul jurnal ini adalah “Recognition memory is impaired in children after prolonged febrile seizures”. Artikel ini ditulis oleh Marina M. Martinos, Michael Yoong, Shekhar Patil, Richard F. M. Chin, Brian G. Neville, Rod C. Scott2, and Michelle de Haan C. Abstrak 1. Latar Belakang Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 0 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Predileksi kejang demam terjadi pada anak usia 6 bulan -5 tahun. Kejang demam berulang dapat mengakibatkan individu tersebut mengalami sklerosis mesial temporal yang terutama terdiri dari gangguan asosiasi retrospektif atau fungsi daya ingat. Akan tetapi, masih belum jelas 1

Upload: damaiswari

Post on 17-Jan-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jurnal

TRANSCRIPT

Page 1: Word Jurnal

BAB I

BAHAN DAN CARA

A. Sumber

Jurnal ini diambil dari Brain A Journal of Neurology. 2012.

B. Judul dan Penulis

Judul jurnal ini adalah “Recognition memory is impaired in children

after prolonged febrile seizures”.

Artikel ini ditulis oleh Marina M. Martinos, Michael Yoong, Shekhar

Patil, Richard F. M. Chin, Brian G. Neville, Rod C. Scott2, and Michelle de

Haan

C. Abstrak

1. Latar Belakang

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan

suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium. Predileksi kejang demam terjadi pada anak usia 6 bulan -

5 tahun. Kejang demam berulang dapat mengakibatkan individu tersebut

mengalami sklerosis mesial temporal yang terutama terdiri dari gangguan

asosiasi retrospektif atau fungsi daya ingat. Akan tetapi, masih belum

jelas apakah kejang demam berulang berhubungan dengan gangguan

memori, seperti gangguan yang terkait dengan besarnya tanda-tanda akut

kelainan struktural yang muncul pada area hipocampus pada pemeriksaan

MRI.

Penulis melakukan penelitian ini untuk mengetahui hubungan

manisfestasi klinis yang signifikan pada sklerosis mesial temporal (area

hipocampus) dengan kejang demam berulang. Selain itu, penelitian pada

hewan telah menunjukkan bahwa tikus dewasa yang menderita kejang

demam selama perkembangannya sudah terbukti mengalami gangguan

memori.

1

Page 2: Word Jurnal

Penelitian ini disetujui oleh Great Ormond Street Hospital (GOSH) /

UCL Institude of Child Health yang mendapat pendanaan dari

Departemen Kesehatan NIHR Biomedical Research Centres, di mana

pusat riset ini merupakan pusat dari epidemiologi dan biostatik bagian

pediatrik yang mendapat dukungan dana dari Medical Research Council

(MRC) sebagai pusat epidemiologi kesehatan anak..

2. Tujuan

Penelitian ini dirancang untuk mengetahui fungsi memori pada anak

dengan kejang demam berulang yang pada umumnya terjadi pada 3 tahun

pertama pasca kelahiran, kemudian diteliti setelah periode kejang demam

berakhir.

3. Metode

Peneliti melakukan jenis penelitian cohort.

Tahap-tahap penelitian yang dilakukan peneliti sebagai berikut:

a) Pengambilan sampel penelitian

Pengambilan sampel penelitian pada kasus ini didasarkan pada

pengambilan sebagian sampel penelitian yang lebih besar yakni pada

kasus kelainan struktur dan efek fungsional status epileptikus pada

populasi anak.

Sampel yang diambil merupakan sampel kohort pada anak-anak

yang mengalami sedikitnya satu kali periode kejang demam berulang

pada bulan Desember 2006 sampai dengan Maret 2010 melalui

jaringan penelitian epilepsi yang sudah ada di London Utara. Melalui

persetujuan dari orang tua, peneliti melakukan MRI dan analisis

neuropsikologi di GOSH, rumah sakit khusus anak. Kemudian

pasien diundang kembali satu tahun setelah diberikan perlakuan.

b) Kontrol penelitian

Kontrol penelitian diambil pada anak-anak dengan rentang usia

yang sama dengan sampel penelitian pada keluarga yang tidak

memiliki riwayat gangguan perkembangan anak sebelumnya.

Kontrol diambil melalui diskusi parental dan pengenalan video untuk

2

Page 3: Word Jurnal

ibu yang memiliki anak dengan rentang usia yang sama. MRI hanya

dilakukan pada orang tua yang setuju untuk dilakukan perlakuan

tanpa adanya indikasi medis dan hanya dilakukan sekali pada anak-

anak yang kooperatif dengan MRI tanpa bius. Peneliti tidak

melakukan bius karena menurut peneliti, hal tersebut kurang etis.

Tiga saudara dari kontrol penelitian juga dimasukkan dalam analisa

sebagai faktor penguat tidak adanya riwayat gangguan

perkembangan pada kontrol.

c) Analisis neurodevelopmental

Analisa asosiasi kognitif anak usia <42 bulan didasarkan pada

skala Bayley of Infant and Toddler Development (edisi ke 3).

Sedangkan untuk anak usia >42 bulan menggunakan Wechsler

Preschool and Primary Scale of Intelligence (WPPSI)-III edisi UK.

d) Pengukuran MRI secara kuantitatif

Semua metode MRI yang dilakukan pada anak-anak dengan

Siemens Avanto 1.5 T yang dipaparkan ke seluruh tubuh. Volume

otak (termasuk cairan serebrospinal pada ventrikel) dihitung

menggunakan metode ekstraksi otak otomatis yang tersedia.

Pemeriksaan scan dilakukan secara manual dan disesuaikan

seperlunya. Pengukuran kuantitatif volume hipokampus dilakukan

dengan menggunakan gambar yang diperoleh dari rangkaian 3D-

FLASH (tembakan sudut cepat rendah). Hal ini memberikan 1 mm

voxel isometrik. Gambar-gambar paralel tersebut diputar dengan

sumbu panjang dari hipokampus, area yang menjadi perhatian

tersebut secara manual ditarik melingkupi seluruh hipokampus

menggunakan MRIcronN. Rasio rata-rata hipokampus dihitung

dengan membagi volume hipokampus rata-rata dengan jumlah

volume otak.

e) Uji perbandingan visual berpasangan

Uji ini meliputi:

3

Page 4: Word Jurnal

1. Stimulasi

Dua stimulasi set yang menggambarkan wajah wanita, telah

dikembangkan dalam uji ini. Wajah-wajah wanita tersebut

diambil dari kumpulan The NitStim Face Stimulus. Ukuran

gambar yang digunakan adalah 22x19 cm, dengan sudut 23,5o dari

jarak pandang sepanjang 60 cm. Setengah dari jumlah pasien diuji

terlebih dahulu pada set A kemudian dilanjutkan dengan set B

pada waktu kunjungan selanjutnya, dan begitu pula sebaliknya

pada setengah jumlah pasien yang lain. Hal ini dilakukan untuk

menghindari jejak ingatan wajah, khususnya pada anak yang lebih

dewasa. Cara uji yang sama dilakukan pada kontrol.

2. Prosedur dan peralatan

Stimulasi disajikan pada layar datar yang terletak dalam

sebuah bilik gelap untuk meminimalkan gangguan visual perifer.

Mereka duduk di kursi yang berjarak sekitar 60 cm dari layar

dengan cara duduk sendiri atau berada pada pangkuan

pendamping. Sebuah kamera digital diposisikan di atas layar

untuk merekam seluruh gerakan mata pada percobaan. Output

dari kamera dapat dilihat secara langsung pada layar kontrol yang

terhubung dengan kamera. Orang tua diminta untuk memastikan

anak-anaknya fokus pada inisiasi setiap percobaan, dan dapat

membiarkan mereka menatap bebas setelahnya. Jeda waktu

istirahat untuk setiap percobaan berlangsung selama 5 menit, di

mana anak-anak diijinkan untuk bermain bebas.

3. Uji kecenderungan terhadap hal baru

Tahap pertama pada uji perbandingan visual berpasangan,

subyek diuji untuk menentukan apakah mereka mampu

menentukan kecenderungan terhadap hal baru dalam tuntutan

daya ingat minimal. Uji kecenderungan terhadap hal baru ini

terdiri dari 12 percobaan selama 10 detik, dilakukan selama uji

fungsi sosialisasi diselingi dengan uji percobaan. Penelitian

4

Page 5: Word Jurnal

sebelumnya dengan metode yang sama menunjukkan bahwa

anak-anak normal usia 1-3 bulan mampu menunjukkan

kecenderungan terhadap hal baru pada waktu tersebut. Dengan

demikian, peneliti mengharapkan dapat mendeteksi

kecenderungan tersebut bahkan jika ada uji pada bayi termuda.

Enam percobaan pada tes kecenderungan hal baru terdiri dari

presentasi identik wajah ditempatkan kiri dan kanan dari titik

fiksasi. Sedangkan enam sisanya, menampilkan wajah asli yang

disajikan bersama sebuah wajah baru-unik percobaan.

4. Uji pengenalan daya ingat

Tahap kedua pada uji perbandingan visual berpasangan,

subyek dibiasakan untuk melihat wajah tunggal dengan tujuan

untuk menentukan apakah subyek dapat mengingat wajah tersebut

pada jeda waktu 5 menit berikutnya.

5. Coding

Setengah dari rekaman uji perbandingan visual berpasangan

diberi kode oleh penyidik yang tidak mengetahui diagnosis, dan

setengah lainnya diberi kode oleh peneliti saat ini. Para penyidik

secara acak memberi kode dengan hanya melalui memperhatikan

posisi dari wajah baru dari seluruh coding. Para subyek

diharuskan untuk melihat kanan atau kiri dari titik fiksasi sesuai

dengan refkesi kornea yang terlintas dari mata subyek.

6. Variabel penelitian

Untuk setiap percobaan kecenderungan terhadap hal baru,

kecenderungan dihitung dengan membagi waktu melihat gambar

wajah baru dengan waktu melihat keseluruhan percobaan.

Proporsi rata-rata dari uji kecenderungan baru pada enam tes

kecenderungan baru tahap segera dan dua tes uji coba pada

komponen pengenalan daya ingat memberikan gambaran baru

secara keseluruhan untuk setiap uji. Total waktu sosialisasi dan

total waktu penglihatan pada pengenalan pola pikir daya ingat

5

Page 6: Word Jurnal

juga dihitung dan digunakan sebagai variable terikat pada

penelitian.

7. Analisis statistik

Satu sampel Uji T digunakan untuk menentukan tingkat

signifikan terhadap hal baru dengan rasio kemungkinan 0,50.

Telah ditemukan secara konsisten untuk mencapai skor di atas

benchmark ini yang menandakan signifikansi terhadap

kecenderungan hal baru, sedangkan sebaliknya tidak terdapat

hasil yang signifikan terhadap hasil uji sosialisasi. Tidak terdapat

tanda-tanda tingkat kemungkinan baik untuk kecenderungan

terhadap hal baru maupun pada uji sosialisasi pada sebagian dari

peserta. Untuk menunjukkan perbedaan rata-rata sebesar 0,1

antara observasi pada penelitian dan peluang yang ada, peneliti

mengasumsikan standar deviasi sebesar 0,12 dan α = 0,8 maka

perlu ditemukan 20 kasus pada setiap grup penelitian.

Analisis ANOVA dilakukan untuk mengetahui sosialisasi dan

kecenderungan antara hasil uji sosialisasi dengan kecenderungan

terhadap hal baru dalam dua kelompok. Sedangkan korelasi

Spearman dilakukan untuk mengetahui hubungan antara durasi

dan hari-hari yang telah dilalui pada periode kejang demam

berulang dan kelangsungan kinerja subyek. Uji T berpasangan

digunakan untuk mendeteksi perubahan kinerja dari awal dan

setelah follow-up kedatangan pada kelompok sampel. Analisis

struktural-fungsional dilakukan secara terpisah untuk kelompok

sampel penelitian dan kelompok kontrol untuk menghindari

kerancuan hubungan pada kelompok sampel kejang demam

berulang.

6

Page 7: Word Jurnal

Example of a familiarization (A) and a novelty (B) trial used in the visual paired-comparison paradigm. Familiarization and novelty trials were interchanged with the position of thenovel face counterbalanced between left and right. A cartoon character was displayed between trials to engage the child before initiation of the upcoming trial. Corneal reflection was used to determine positioning of gaze on the left or right part of the screen.

7

Page 8: Word Jurnal

4. Hasil penelitian

a) Deskripsi sampel penelitian

Tabel 1 menggambarkan karakteristik kejang demam berulang

pada sampel penelitian saat ini dibandingkan dengan sampel yang

diperoleh pada studi epidemiologi peneliti di London Utara. Selama

periode rekrutmen sampel yang dilakukan peneliti, 225 kasus kejang

pada status epileptikus dirujuk kepada peneliti melalui jaringan

referral yang peneliti miliki. Enam puluh delapan dari kasus tersebut

diklasifikasikan sebagai kejang demam berulang (30,2%). Hasil ini

merupakan kurang lebih sepertiga kasus kejang pada kasus status

epileptikus, merupakan proporsi yang merepresentasikan dari

keseluruhan kasus kejang demam berulang yang mengacu pada studi

epidemiologi sebelumnya. Dari 68 kasus dengan kejang demam

berulang, 34 setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Non-

partisipasi sampel disebabkan karena salah satu alasan berikut: (i)

delapan anak tidak dapat hubungi karena hilang atau tidak benar

rincian; (ii) 19 orang tua menolak partisipasi; (iii) lima anak tinggal

pada jarak yang cukup jauh dan tidak ingin melakukan perjalanan ke

8

Page 9: Word Jurnal

pusat studi peneliti; dan (iv) dua anak itu tidak cocok untuk sedasi

karena terdapat beberapa kondisi komorbiditas.

Tanggal lahir dan beberapa detail kekurangan data yang terdapat

pada 31 dari 34 non-partisipan, dan informasi jenis kelamin sudah

tersedia pada tabel 2. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada usia

sampel dalam kasus ini (P = 0,818) dan juga pada beberapa indeks

kekurangan (P = 0,922) antara kedua kelompok. Ada kecenderungan

perbedaan yang signifikan pada jenis kelamin antara peserta (23

perempuan) dan non-peserta (15 perempuan) [X2(1) = 3,82, P = 0,09].

Data klinis juga tersedia untuk non-peserta yang berhubungan dengan

angka kejadian kejang sebelumnya (n = 34), baik kejang demam

berulang fokal maupun umum (n = 25), durasi kejang demam

berulang (n = 26) dan apakah kejang demam berulang adalah kejang

yang terus menerus atau intermiten (n = 34). Durasi rata-rata bagi

peserta dan non-peserta adalah 53,5 menit (range 30-190 menit); Oleh

karena itu, peneliti menkategorikan pembagian sampel berdasarkan

median menjadi sampel yang mengalami kejang selama <53,5 menit

dan yang mengalami kejang >53,5 menit. Perbandingan peserta dan

non-peserta pada semua variabel klinis menunjukkan tidak ada

perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok. Dari 34 sampel

yang mengikuti pemeriksaan neuropsikologi, 26 diantaranya juga diuji

dengan perbandingan visual berpasangan. Sebuah analisa Mann-

Whitney menunjukkan tidak ada perbedaan usia (P = 0,858), periode

hari kejang (P = 1), durasi kejang (P = 0.510) dan fungsi kognitif (P =

0,636) antara sampel yang diuji dengan perbandingan visual

berpasangan (n = 26) dan sampel yang tidak (n = 8).

Sampel yang berpartisipasi terlihat pada median 37,5 hari

pengamatan terjadinya kejang (kisaran 10-254 hari). Namun, sample

anak yang dinilai selama 254 hari pasca-kejang merupakan sampel

asing dengan sisa sampel anak terlihat pada <120 hari pasca-kejang.

Kejang demam berulang berlangsung rata-rata sekitar 75 menit

9

Page 10: Word Jurnal

(kisaran 30-190 menit). Hanya satu anak dari seluruh kelompok

diberikan pengobatan (fenitoin) pada saat penilaian. Fenitoin

diberikan karena kecemasan orang tua sampel dan bukti dari

perdarahan hipofisis pada MRI yang dilakukan di rumah sakit

setempat. Ulasan dari MRI memindai di Great Ormond Street Hospital

meningkatkan kekhawatiran pada penelitian. Sedangkan sisa sample

anak yang ada tidak menerima pengobatan. Dengan demikian, hasil

apapun dilaporkan di sini tidak berhubungan dengan efek obat.

Inspeksi visual scan MRI menunjukkan bahwa hanya satu pasien pada

scan terdapat kelaian kelainan yang dianggap minor (lesi materi

putih). Tujuh dari 26 anak-anak memiliki riwayat kejang demam

durasi singkat sebelum mengalami kejang demam berulang, dan dua

dari sampel mengalami riwayat kejang demam berulang sebelumnya.

Tes Mann-Whitney menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan

(P = 0,569) dan kecenderungan terhadap fase tunda (P = 0,711) antara

sampel yang memiliki dan yang tidak mengalami episode kejang

sebelumnya; Oleh karena itu, kedua kelompok ditelitii secara

bersamaan.

Sampel penelitian dibandingkan dengan 37 anak yang mengalami

perkembangan normal. Kedua kelompok memiliki jenis kelamin yang

sama [χ2(1) = 3.01, P = 0,12], representasi preterms dalam setiap

sampel [χ2(1) = 3,36, P = 0,15], rasio rata-rata hippocampus [t (35) =

0.70, P = 0.49] dan indeks gangguan fungsi multipel [t (58) = - 0,57, P

= 0.57]. Namun, kelompok kejang demam berulang memperoleh hasil

signifikan pada fungsi kognitif dengan skor yang lebih rendah (rata-

rata 95,36) dibandingkan kontrol (rata-rata 110,58) [t(59) = - 3,85, P

<0.01], dan mereka mengungkapkan kecenderungan untuk menjadi

lebih muda dari kontrol [t (61) = - 1.85, P = 0,07].

10

Page 11: Word Jurnal

b) Apakah kelompok penelitian mampu menunjukkan kecenderungan

terhadap hal baru tanpa penundaan?

Tabel 2 berisi rerata dan standar deviasi untuk total proporsi

kecenderungan yang diperlihatkan oleh masing-masing kelompok

selama uji kecenderungan terhadap hal baru. Satu sample pada Uji T

menunjukkan bahwa kedua kelompok memiliki kecenderungan baru

ketika sebenarnya hampir tidak ada fase tunda yang diberlakukan

antara sosialisasi dan saat percobaan (P<0.001).

c) Apakah kelompok penelitian menunjukan fungsi pengenalan terhadap

uji sosialisasi?

Rerata dan standar deviasi untuk total fungsi pengenalan terhadap

uji sosialisassi dalam uji pengenalan daya ingat untuk kedua

kelompok dijelaskan pada tabel 2. Analisis berulang dengan Uji

ANOVA pada jumlah waktu yang dipakai untuk melaksanakan uji

pada fase wajah yang harus diingat selama lima uji sosialisasi dan

kelompok sebagai faktor sampel subjek yang mengungkapkan efek

perubahan utama pada uji sosialisasi dari percobaan satu ke percobaan

yang lain [F (4,57) = 8,434, P<0.001] menunjukkan bahwa sampel

subjek menjadi semakin akrab dengan wajah yang disajikan. Tidak

ada kelompok pada interaksi uji sosialisasi (P = 0.69), yang

11

Page 12: Word Jurnal

menunjukkan sebuah pola sosialisasi yang serupa pada kedua

kelompok.

d) Apakah kelompok penelitian dapat mengenali wajah yang harusnya

diingat setelah penundaan selama 5 menit?

Tabel 2 berisi rerata dan standar deviasi untuk total waktu

pencarian selama uji percobaan dan proporsi kecenderunagn terhadap

hasil baru setelah fase tunda 5 menit untuk kedua kelompok

pengujian dan proporsi preferensi kebaruan setelah delay 5-menit.

Tidak ada perbedaan antara kedua kelompok dalam jumlah total

waktu keduanya pada pencarian stimulasi uji sosialisasi [t (60) = -

1.42, P = 0.16] atau selama uji [t (61)= - 1.35, P = 0.18]. Satu sampel

Uji T memperlihatkan bahwa hanya kelompok kontrol menunjukkan

kecenderungan untuk wajah baru setelah 5 menit fase tunda [t (36) =

2.31, P = 0,03]. Kelompok kejang demam berulang menunjukkan

bahwa tidak ada kecenderungan untuk wajah baru setelah tunda [t (25)

= 0.49, P = 0,65], merupakan sebuah temuan yang mendukung bahkan

setelah pengecualian dari preterms [t (21) = - 0,30, P = 0,77], yang

dikaitkan dengan defisit pada uji ini.

12

Page 13: Word Jurnal

e) Apakah ada akibat dari keterlambatan kinerja diantara dua kelompok

penelitian?

Sebuah langkah pengulangan uji ANOVA dengan proporsi

kecenderungan baru pada tahap segera dan kondisi fase tertunda dan

usia, fungsi kognitif, total tahap pengenalan dan jumlah waktu

13

Page 14: Word Jurnal

pencarian fase tunda sebagai variasi pendukung dan jenis kelamin

sebagai faktor tetap menunjukkan kecenderungan terhadap efek

keseluruhan fase tunda [F (1, 52) = 3.30, P = 0.08]. Terdapat

kelompok yang signifikan pada interaksi fase tunda [F (1, 52) = 7.52,

P = 0,008], menunjukkan bahwa dua kelompok berperilaku berbeda

setelah fase tunda (Gambar 3), dengan kelompok kejang demam

berulang yang menunjukkan penurunan besar dalam kinerja daya ingat

dari tahap segera ke paradigma fase tunda yang tidak diamati pada

kelompok kontrol. Ada juga interaksi antara fase tunda dengan fungsi

kognitif [F (1,52) = 6,54, P = 0,014].

f) Apakah terdapat penurunan kinerja yang pada kelompok kejang

demam berulang sebagai hasil dari kapasitas kognitif yang lebih

rendah dibandingkan dengan kontrol?

Untuk menentukan seluas apa efek yang sudah disebutkan tadi

yang merupakan hasil penurunan fungsi kognitif dalam kelompok

kejang demam berulang atau karena defisit minimal fungsi daya ingat,

peneliti menghubungkan analisis di atas pada sampel dengan

kecocokan fungsi kognitif pada kejang demam berulang (n = 18) dan

kontrol (n = 27). Untuk melakukannya peneliti mengecualikan bagian

presentil 15 terbawah dan teratas pada kesatuan dari gabungan fungsi

kognitif. Yakni, peneliti tidak memasukkan sampel dengan skor

kognitif antara < 95 dan > 122. Semua kelompok yang mempunyai

kecocokan pada semua variabel terlepas dari jenis kelamin yang mana

pada kelompok kejang demam berulang ditemukan mengandung

proporsi yang signifikan lebih besar pada perempuan daripada

kelompok kontrol [X2(1) = 7.20, P = 0,01] (Tabel 3). Pengulangan uji

ANOVA dengan proporsi kecenderungan baru pada tahap segera dan

kondisi fase tunda dan usia, fungsi kognitif, jumlah uji sosialisasi dan

jumlah wkatu pencarian sebagai varian pendukung dan jenis kelamin

dan kelompok sebagai faktor tetap mengungkapkan interaksi antara

fase tunda dan kelompok [F (1,36) = 7.43, P = 0,01]. Tidak ada efek

14

Page 15: Word Jurnal

utama atau interaksi lain yang terbukti signifikan dalam analisis

cocok-kelompok.

Selain itu, satu sampel Uji T mengkonfirmasikan bahwa hasil yang

diperoleh sampel yang lebih besar. Yakni, dalam kelompok kejang

demam berulang mampu menunjukkan kecenderungan baru dalam

kondisi segera [t (16) = 5.78, P<0.001], tetapi tidak dalam kondisi fase

tunda [t (17) = - 0,47, P = 0,642], sedangkan kelompok kontrol

tampak sebuah kecenderungan baru dalam kedua kondisi [segera: t

(26) = 3,31, P = 0,003; fase tunda : t (26) = 2,381, P = 0,025].

g) Korelasi antara kinerja dan variabel klinis

Spearman korelasi menunjukkan tidak terdapat hubungan antara

hari berlalu dari terjadinya kejang demam berulang atau durasi saat

pengujian tahap segera dan fase tunda pada kecenderungan baru pada

penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa deteksi gangguan daya

ingat yang diamati pada sampel dengan kejang demam berulang tidak

terpengaruh oleh kedua karakteristik terkait kejang. Pengulangan uji

ANOVA dengan proporsi kecenderungan baru dalam tahap segera dan

kondisi fase tunda sebagai faktor subjek dan durasi sebagai varian

pendukung menunjukkan tidak ada hubungan antara perubahan dalam

kinerja dan durasi [F (1,22) = 0,45, P = 0.51]. Hal yang sama terjadi

ketika kita melihat secara terpisah hubungan antara hari terjadinya

kejang demam berulang dan kinerja. [F (1,22) = 0,02, P = 0,89).

15

Page 16: Word Jurnal

h) Bagaimana sampel penelitian menjalankan uji visual berpasangan

dibandingkan pada saat follow-up?

Peserta diuji pada satu set stimuli yang berbeda pada waktu follow-

up; Oleh karena itu, setiap perubahan yang signifikan antara kinerja

awal dan saat follow-up yang dilaporkan di sini tidak dapat diartikan

sebagai efek tes dan tes ulang. Lima belas anak dari 26 (57,7%)

terlihat seperti semula pada saat awal yang dinilai kembali pada uji

perbandingan visual berpasangan yang rata-rata 12,5 bulan setelah

penilaian pertama mereka. Empat dari 15 pasien mengalami periode

kejang demam singkat saat periode interim, tetapi tidak ada dari

mereka memakai obat-obatan. Sampel uji T independen menunjukkan

tidak adanya perbedaan antara follow-up dan sampel yang tidak di

follow-up (Tabel 4). Satu sampel Uji T menggandakan hasil awal,

yaitu, pasien menunjukkan kecenderungan baru saat fase segera [t (14)

= 5,217, P <0.001], tetapi tidak pada kecenderungan baru fase tunda [t

(14) = - 0.538, P = 0.599]. kecenderungan baru fase segera tidak

prediksikan pada kecenderungan baru fase tunda (r = - 0.366, P =

0.180), mirip dengan temuan awal. Uji T Berpasangan menunjukkan

tidak ada perbedaan yang signifikan antara kinerja saat awal dan saat

follow-up fase segera [t (14) = - 1,099, P = 0.290] dan dan kondisi fase

tunda [t (14) = 0,418, P = 0,682]. Pada akhirnya, Uji T Berpasangan

16

Page 17: Word Jurnal

menunjukkan penurunan pada kecenderungan baru fase awal dengan

fase tunda [t (14) = 2,801, P = 0,014] saat kinerja follow-up pasien.

Diluar empat sample kasus dengan riwayat kejang demam singkat

selama periode follow-up membuat tidak adanya perubahan pada

hasil. Secara keseluruhan, temuan ini menunjukkan bahwa kelompok

kejang demam berulang secara keseluruhan terus memiliki defisit

memori rata-rata 12,5 bulan setelah penilaian pertama mereka.

Pengulangan uji ANOVA saat fase segera dan fase tunda sebagai

ukuran pengulangan dan rasio hipokampus terdapat ada efek utama

atau interaksi, berbeda dengan hasil awal di mana rerata rasio

hipokampus terbukti menjadi prediksi terhadap penurunan kinerja

fungsi daya ingat setelah fase tunda.

5. Kesimpulan

Secara keseluruhan dari hasil penelitian yang didapat, peneliti

menyetujui literatur yang menyatakan temuan yang berasal dari hewan

yang mengasosiasikan kejang demam berulang dengan gangguan daya

ingat. Berbeda dengan penelitian pada hewan, dari penelitian ini tidak

dapat disimpulkan apakah kejang demam berulang menyebabkan

kelainan klinis yang dapat diamati atau tidak. Bagaimanapun itu, peneliti

mengesampingkan kemungkinan seperti bahwa terjadinya gangguan

tersebut adalah efek sementara dari kejang demam berulang dan

tampaknya lebih memungkinkan menjadi hasil dari perubahan jaringan

fungsional yang lebih permanen atau akibat dari kondisi premorbid.

Selain itu, deteksi gangguan daya ingat ini telah terbukti berhubungan

dengan ukuran rata-rata minimum awal hipokampus dan saat

perkembangannya sekarang, bahkan ketika pasien kontrol, telah terbukti

secara intelektual. Data ini menunjukan tidak adanya hubungan antara

fungsi kognitif secara keseluruhan dan fungsi daya ingat pada kelompok

kejang demam berulang. Menentukan lintasan jangka panjang pada

gangguan ini membutuhkan tindak lanjut dari sampel anak pada

penelitian ini dan untuk menggali fungsi daya ingat spesifik yang

17

Page 18: Word Jurnal

diketahui sebagai fungsi hipokampus, seperti proses memori episodik.

Namun, jika gangguan daya ingat yang diamati adalah permanen, maka

deteksi awal dapat menyebabkan pemulihan yang juga lebih awal di

lingkungan sekolah, dan pada perubahannya cenderung berdampak

positif terhadap kinerja sekolah anak.

18

Page 19: Word Jurnal

BAB II

PEMBAHASAN

Jurnal “Recognition memory is impaired in children after prolonged

febrile seizures” dikritisi sesuai dengan pedoman epidemiologi klinik. Tujuan dari

epidemiologi klinik adalah untuk mengembangkan dan menerapkan metode

epidemiologi berdasarkan pengamatan klinik yang akan menghasilkan kesimpulan

yang sahih.

1. Kritisi Jurnal Faktor Risiko dari Sudut Pandang Epidemiologi Klinik

a. Apakah desain studi yang digunakan cukup kuat?

Cukup kuat

Karena studi kohort merupakan desain studi yang baik dalam

menerangkan dinamika hubungan antara faktor risiko dengan efek yang

ditimbulkan. Perlu diketahui urutan desain studi dengan urutan kekuatan

yang paling tinggi sampai yang paling rendah adalah sebagai berikut :

1) Clinical Trial

2) Cohort

3) Case Control

4) Cross Sectional

5) Case Series

6) Case Report

b. Apakah penilaian paparan dan keluaran bebas dari bias?

Tidak

Faktor perancu dalam penelitian ini tidak dijelaskan apakah

diminimalisir dengan penggunaan kriteria inklusi dan eksklusi yang

relevan.

c. Apakah ada hubungan yang bermakna secara statistik?

Ya

Perbedaan yang signifikan pada jenis kelamin antara peserta dan non-

peserta perempuan. Kelompok kejang demam berulang memperoleh hasil

19

Page 20: Word Jurnal

signifikan pada fungsi kognitif dengan skor yang lebih rendah

dibandingkan kontrol. Kelompok kejang demam berulang menunjukkan

penurunan besar dalam kinerja daya ingat dari tahap segera ke paradigma

fase tunda. Kelompok kejang demam berulang tidak mampu menunjukkan

kecenderungan baru dalam kondisi fase tunda.

d. Apakah hubungan yang diteliti konsisten dengan peneliti lain?

Ya

Hasil dalam literatur yang berkaitan dengan jangka panjang hasil dari

anak-anak setelah kejang demam berulang, dengan beberapa studi

melaporkan perkembangan selanjutnya adalah normal (Nelson dan

Ellenberg, 1978; Verity et al., 1993). Pada penelitian lain menyebutkan

bahwa ada dua kemungkinan yang menyebbkan hasil yang juga tidak

signifikan, antara lain (i) beberapa kasus yang tidak terjawab; dan (ii)

kejadian berkepanjangan kejang demam telah turun karena manajemen

klinis yang lebih baik dengan sampel cukup mewakili populasi sebagai

secara keseluruhan Chin et al. (2006).

2. The ‘PICO’ Principle

a. What is the question of the study?

Population / problem

Sampel yang diambil merupakan sampel kohort pada anak-anak

yang mengalami sedikitnya satu kali periode kejang demam

berulang pada bulan Desember 2006 sampai dengan Maret 2010

melalui jaringan penelitian epilepsi yang sudah ada di London

Utara. Melalui persetujuan dari orang tua, peneliti melakukan MRI

dan analisis neuropsikologi di GOSH, rumah sakit khusus anak.

Kemudian pasien diundang kembali satu tahun setelah diberikan

perlakuan.

Intervention / indicator

Dilakukan uji visual dengan tahapan :

1. Uji stimulasi

20

Page 21: Word Jurnal

2. Uji kecenderungan terhadap hal baru

3. Uji daya ingat

Comparator / control

Kontrol penelitian diambil pada anak-anak dengan rentang usia

yang sama dengan sampel penelitian pada keluarga yang tidak

memiliki riwayat gangguan perkembangan anak sebelumnya.

Kontrol diambil melalui diskusi parental dan pengenalan video

untuk ibu yang memiliki anak dengan rentang usia yang sama.

Outcome

Kejang demam berulang tidak dapat disimpulkan sebagai penyebab

kelainan klinis fungsi memori.

Reseach Question:

Apakah kejang demam berulang menyebabkan kelainan klinis

fungsi memori ?

b. What is the purpose of the study?

Untuk mengetahui fungsi memori pada anak dengan kejang demam

berulang yang pada umumnya terjadi pada 3 tahun pertama pasca

kelahiran, kemudian diteliti setelah periode kejang demam berakhir.

c. Which primary study type would give the highest quality evidence to

answer the question?

Randomized Controlled Trial (RCT)

d. Which is the best study type is also feasible?

Cohort retrospective

e. What is the study type used?

Cohort retrospective

3. Validitas Internal

a. Apakah subyek penelitian cukup representatif?

Ya

Jenis pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling.

Sampel diperoleh dari studi epidemiologi peneliti di London Utara.

21

Page 22: Word Jurnal

Selama periode rekrutmen sampel yang dilakukan peneliti, 225 kasus

kejang pada status epileptikus dirujuk kepada peneliti melalui jaringan

referral yang peneliti miliki. Enam puluh delapan dari kasus tersebut

diklasifikasikan sebagai kejang demam berulang (30,2%). Hasil ini

merupakan kurang lebih sepertiga kasus kejang pada kasus status

epileptikus, merupakan proporsi yang merepresentasikan dari keseluruhan

kasus kejang demam berulang yang mengacu pada studi epidemiologi

sebelumnya.

b. Allocation / Adjustment

Sampel yang diambil merupakan sampel kohort pada anak-anak yang

mengalami sedikitnya satu kali periode kejang demam berulang pada

bulan Desember 2006 sampai dengan Maret 2010 melalui jaringan

penelitian epilepsi yang sudah ada di London Utara bertempat di Great

Ormond Street Hospital (GOSH).

c. Maintenance

Kedua kelompok kasus dan control mendapatkan perlakuan yang sama

dari peneliti.

d. Measurement

Terdapat sebuah sistem blinding dalam penelitian ini, yaitu terhadap

penilai, sehingga hasil yang diperoleh bersifat objektif.

22

Page 23: Word Jurnal

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

a. Jurnal yang berjudul “Recognition memory is impaired in children after

prolonged febrile seizures” sesuai dengan pedoman epidemiologi klinik.

b. Kesahihan jurnal “Recognition memory is impaired in children after

prolonged febrile seizures” dipengaruhi oleh kekuatan dan kelemahan

dalam penelitian ini.

c. Komorbiditas, tidak dijelaskan sebagai faktor risiko penyakit lain yang

dapat mempengaruhi kejang demam berulang.

2. Saran

a. Perlu dilakukan penelitian-penelitian lanjutan Random Control Trial

dengan durasi yang lebih lama dan sampel yang lebih besar sehingga

diketahui faktor risiko lain yang mempengaruhi kejang demam berulang.

b. Pada penelitian lanjutan sebaiknya menyingkirkan faktor perancu dengan

memberikan kriteria instrinsik dan ekstrinsik yang relevan.

c. Penelitian selanjutnya sebaiknya memberikan lebih banyak variasi

intervensi pada sampel.

23