wchtugas
DESCRIPTION
Tugas Jurnal Reading white coat hypertension maybe an initial sign of metabolic syndromTRANSCRIPT
JURNAL READING
White Coat Hypertension May be an Initial Sign of
the Metabolic Syndrom
Hipertensi Kerah Putih sebagai salah satu gejala khas Sindrom Metabolik
Pembacaan Jurnal untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam
Disusun Oleh :
Dessi Natalia
11.2012.046
Pembimbing :
Dr. Philemon Konoralma, Sp.PD
Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam
Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode 26 November 2012 – 2 Februari 2013
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 1
Hipertensi Kerah Putih
sebagai salah satu gejala khas Sindrom Metabolik
ABSTRAK
Tujuan: untuk memahami peran dan pentingnya WCH dalam sindrom metabolik.
Metode: Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas
Dumlupinar pada Agustus 2005 hingga Maret 2007. Kami mengambil pasien yang berusia
20 tahun ke atas. Kriteria yang disertakan memiliki kebiasaan merokok, DM, dislipidemia,
mempelajari obat-obatan yang digunakan, dan rutin periksa laboratorium glukosa plasma
puasa (FPG), trigliserida (TG), density kolesterol densitas tinggi (HDL-C), low density
lipoprotein kolesterol (LDL-C), dan elektrokardiografi. Perbandingan proporsi digunakan
sebagai metode analisis statistik.
Hasil: Penelitian ini menyertakan 1.068 kasus. Prevalensi berat badan berlebih meningkat
secara bertahap mulai dari dekade ketiga (28,7%) hingga dekade ketujuh (87,0%) (p<0,05
hampir pada seluruh tahapan), dan kemudian menurun pada dekade kedelapan kehidupan
(78,5%, p<0,05). Peningkatan paling bermakna terlihat pada peralihan dekade ketiga ke
dekade keempat (28,7% vs 63,6%, p<0,001) yang juga serupa untuk kebiasaan merokok.
Hiperbetalipoproteinemia, hipertrigliserida, dislipidemia dan toleransi glukosa terganggu
/impaired glucose tolerance (IGT), dan WCH mempunyai karakteristik serupa terhadap berat
badan berlebih, yakni terus meningkat hingga dekade ketujuh dan kemudian menurun pada
dekade selanjutnya (p<0,05 hampir pada semua tahapan). Sedangkan hipertensi (HT),
diabetes mellitus tipe 2 (DM), dan penyakit jantung koroner / coronary heart disease (CHD )
selalu meningkat tanpa adanya penurunan prevalensi seiring dengan bertambahnya dekade
(p<0,05 hampir pada semua tahapan), yang menunjukkan sifatnya yang ireversibel.
Kesimpulan: WCH dapat merupakan tanda awal dari proses aterosklerosis sitemik yang
dapat dideteksi dengan mudah dan dicegah dengan kecenderungan menurunkan berat badan.
Kata kunci: hipertensi kerah putih, sindroma metabolik, aterosklerosis.
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 2
PENGANTAR
Hubungan antara penyebab berat badan berlebih dengan aterosklerosis sistemik sudah
dikenal selama bertahun – tahun sebagai suatu gambaran sindrom metabolik.1, 2 Sindrom ini
digambarkan sebagai proses inflamasi kronis grade rendah, yang bisa terdeteksi mulai dari
usia muda,3 dan selama fase awal, prosesnya dapat diperlambat dengan pendekatan yang
tepat yakni pendekatan secara non – medikamentosa seperti merubah gaya hidup, diet, dan
olahraga untuk mencegah berat badan berlebih.4 Namun sindrom ini tidak dapat dicegah
sepenuhnya, karena adanya proses penuaan yang menjadi salah satu faktor signifikan sebagai
fasilitator dalam proses aterosklerotik sistemik. Sindrom metabolik awal yang menunjukkan
sifatnya masih reversibel seperti hipertensi jas putih (WCH), glukosa puasa terganggu (IFG),
gangguan toleransi glukosa (IGT), hipertrigliseridemia, hyperbetalipoproteinemia,
dislipidemia, berat badan berlebih, dan merokok yang berkembang ke penyakit yang sifatnya
ireversibel termasuk obesitas, hipertensi (HT), diabetes mellitus tipe 2 (DM), penyakit arteri
perifer (PAD), penyakit jantung koroner (PJK), penyakit paru obstruktif kronik (PPOK),
sirosis, dan stroke.5
Dalam pandangan lain, sindrom metabolik bisa menginduksi terjadinya aterosklerosis
sistemik yang mungkin menjadi penyebab utama kematian baik pada pria maupun wanita. Di
sisi lain, WCH dalam lingkup klinis didefinisikan sebagai timbulnya tekanan darah (BP)
tinggi terus – menerus di ruang kerja dokter dan akan kembali normal pada kondisi lain.
Dilaporkan dalam penelitian Ohasama bahwa WCH merupakan faktor risiko timbulnya
rumah HT.6 Demikian juga, ketebalan dari intima – media dan luasnya area penampang dari
arteri karotid hal serupa ditemukan pada pasien dengan WCH dan HT, yang secara signifikan
kasusnya lebih tinggi dibandingkan dengan normotensi (NT).7 Selain itu, kadar homosistein
plasma yang meningkat, dan massa indeks ventrikel kiri yang lebih besar pada kelompok
WCH dibandingkan dengan kasus NT (p <0,001 pada keduanya). Kami mencoba untuk
memahami peran dan pentingnya WCH dalam definisi dari sindrom metabolik dalam
penelitian ini.
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 3
METODE
Penelitian dilakukan di Internal Medicine Poliklinik Universitas Dumlupinar sejak
Agustus 2005 – Maret 2007. Kami mengambil pasien – pasien dari usia 20 tahun ke atas.
Menurut catatan medis mereka, mereka memiliki kebiasaan merokok, DM, dislipidemia, dan
sudah diberikan pengobatan seperti yang sudah dipelajari, dan rutin mengikuti prosedur
medical check – up termasuk memeriksakan glukosa plasma puasa (FPG), trigliserida (TG),
high density lipoprotein kolesterol (HDL-C), low density lipoprotein kolesterol (LDL-C), dan
elektrokardiografi. Perokok aktif dalam kurun waktu 6 bulan atau riwayat merokok selama 5
tahun diterima sebagai perokok, sedangkan pengguna cerutu atau rokok pipa tidak termasuk
sebagai perokok. Pasien dengan penyakit yang berat seperti DM tipe 1, penyakit keganasan,
gagal ginjal akut dan kronis, penyakit hati kronis, hiper – atau hipotiroidisme, dan gagal
jantung tidak menutup kemungkinan terhindar dari efek berat badan. Indeks massa tubuh
(BMI) dari setiap kasus dihitung dengan pengukuran Dokter Sama bukan ungkapan verbal.
Berat dalam kilogram dibagi dengan tinggi dalam meter kuadrat, dan berat badan yang
didefinisikan menurut BMI yakni berat badan rendah <18,5; berat badan normal 18,5 – 24,9;
berat badan berlebih 25 – 29,9, dan obesitas ≥30,0 kg/m2.8 Penderita diabetes dinyatakan
dengan ditemukannya kasus dengan dua kali pemeriksaan atau sudah menggunakan obat
antidiabetes, hasil FPG semalam ≥126 mg/dL. Tes toleransi glukosa oral dengan glukosa 75
gram dilakukan pada kasus dengan nilai FPG 110 – 126 mg/dL, dan diagnosis kasus dengan
hasil pemeriksaan 2 jam glukosa plasma ≥200 mg/dL adalah DM dan 140 – 199 mg/dL
adalah IGT. Selain itu, pasien dengan dislipidemia yang terdeteksi, dan kami menggunakan
rekomendasi Pendidikan Kolesterol Nasional Program Panel Ahli untuk mendefinisikan
dislipidemik subgroups.8 Dislipidemia didiagnosis ketika LDL-C adalah ≥160 dan/atau TG
≥200 dan/atau HDL-C <40 mg/dL.
Gambaran elektrokardiografi test ditemukan dalam kasus – kasus yang dicurigai
memiliki riwayat angina pektoris, dan angiografi koroner diperoleh dengan gambaran
elektrokardiografi stress positif. Jadi PJK didiagnosis baik angiographically atau dengan
riwayat stenting arteri koroner dan/atau pembedahan graft bypass arteri koroner. Tekanan
darah (OBP) diperiksa setelah 5 menit – istirahat dalam posisi duduk dengan
sphygmomanometer merkuri pada tiga kunjungan, dan tidak merokok 2 jam sebelumnya.
Pemantauan tekanan darah dirumah (BHP) dilakukan dalam 10 hari, dengan pengukuran
dilakukan dua kali dalam sehari, meskipun kadang ada hasil pengukuran yang normotensi di
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 4
kantor tetapi tidak menutup kemungkinan risiko HT bertopeng setelah mendapat pengetahuan
singkat tentang tekhnik pengukuran BP yang tepat.9 Pemantauan 24 jam pada tekanan darah
rawat jalan tambahan (ABP) dilakukan hanya dalam kasus dengan OBP lebih tinggi dan/atau
pengukuran HBP. Pemantauan dilakukan dengan peralatan oscillometrical (SpaceLabs
90.207, Redmond, Washington, USA) yang sudah di set untuk mengambil pembacaan setiap
10 menit selama 24 jam. Aktivitas sehari – hari dapat dilakukan seperti biasanya dan subjek
diberi – tahu untuk menjaga lengan dalam kondisi baik selama pengukuran. HT sendiri
didefinisikan sebagai BP ≤135/85 mmHg atau siang hari berarti (antara pukul 10.00 s/d 20.00)
ABP.9
WCH didefinisikan dengan nilai OBP yang ≥140/90 mmHg, dengan nilai ABP siang
hari <135/85mmHg.9 Meskipun, prevalensi merokok, kelebihan berat badan,
hyperbetalipoproteinemia, hipertrigliseridemia, dislipidemia, IGT, WCH, DM, HT, dan PJK
sudah terdeteksi dalam beberapa dekade dan dibuat perbandingan. Perbandingan proporsi
dilakukan dengan menggunakan metode analisis statistik.
HASIL
Penelitian ini melibatkan 1.068 kasus (628 perempuan dan 440 laki – laki). Karena
hanya 20 kasus pada dekade kesembilan, mereka tidak termasuk kedalam perbandingan
statistik. Hanya ada 1,7% (19) kasus dengan berat badan rendah dan 28,7% (307) dengan
berat badan normal, sehingga prevalensi yang sangat tinggi, 69,4% (742) dari kasus di dan di
atas usia 20 tahun memiliki kelebihan berat badan. Prevalensi kelebihan berat badan
meningkat dari 28,7% pada dekade ketiga, hingga 87,0% pada dekade ketujuh, secara
bertahap (p <0,05 hampir di semua langkah), dan kemudian menurun menjadi 78,5% pada
dekadae kedelapan (p <0,05) dan 60,0% pada dekade kesembilan kehidupan. Menariknya,
prevalensi kelebihan berat badan menunjukkan peningkatan yang paling signifikan selama
perjalanan dari dekade ketiga ke dekade keempat kehidupan (28,7% vs 63,6%, p <0,001)
dengan gaya hidup yang sama yakni, merokok. Prevalensi merokok memiliki perkembangan
yang signifikan selama dekade ketiga ke dekade keempat kehidupan, juga. (11,0%
dibandingkan 32,4%, p <0,001). Sebagai temuan yang paling signifikan dari studi kami,
prevalensi hyperbetalipoproteinemia, hipertrigliseridemia, dislipidemia, IGT, dan WCH
memiliki gaya yang sama dalam kelebihan berat badan dengan peningkatan sampai dekade
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 5
ketujuh dan terjadi penurunan sesudahnya, secara signifikan (p <0,05 hampir di semua
langkah). Di sisi lain, prevalensi HT, DM, dan PJK selalu meningkat tanpa penurunan apapun
di setiap dekade, secara signifikan (p <0,05 hampir di semua langkah), yang menunjukkan
sifat ireversibel alami mereka terhadap pola reversibel kelebihan berat badan,
hyperbetalipoproteinemia, hipertrigliseridemia, dislipidemia, IGT, dan WCH. Di sisi lain,
517 kasus dengan WCH dan HT didiagnosis baik melalui HBP dan ABP, dan tidak ada
perbedaan yang diamati antara dua metode sesuai dengan jumlah kasus didiagnosis. Nilai rata
– rata sistolik / diastolik OBP, HBP, ABP dan nilai rata – rata denyut jantung (nadi) disusun
dalam tingkat kelompok yang diringkas dalam Tabel 2.
Table 1. Characteristics of the study cases
Variables 3rd
decade
p-
value
4th
decade
p-
value
5th
decade
p-
value
6th
decade
p-
value
7th
decade
p-
value
8th
decade
Number 181 157 246 249 108
Prevalence of
smoking
11.0% *** 32.4% ns† 28.8% ns 31.7% ns 23.1% ns 23.3%
Prevalence of excess
weight
28.7% *** 63.6% *** 78.4% ns 83.1% ns 87.0% * 78.5%
Prevalence of hyper-
betalipoproteinemia
1.6% *** 12.7% ns 15.8% ns 19.6% ns 23.1% * 14.0%
Prevalence of hyper-
triglyceridemia
5.5% *** 15.2% * 20.3% * 25.7% ns 24.0% ** 11.2%
Prevalence of
dyslipidemia
6.6% *** 26.7% ns 31.7% * 38.9% ns 39.8% *** 20.5%
Prevalence of IGT‡ 0.5% ns 1.2% *** 10.1% *** 19.6% ns 21.2% ns 15.8%
Prevalence of white
coat hypertension
23.2% ns 24.2% ** 33.3% *** 44.5% ns 40.7% ** 25.2%
Prevalence of
diabetes mellitus
0.5% ns 1.9% *** 11.7% *** 21.6% ns 25.0% ns 26.1%
Prevalence of
hypertension
0.0% ** 5.0% *** 10.4% *** 20.4% ** 31.4% ns 38.3%
Prevalence of CHD§ 0.0% ns 0.0% * 3.6% *** 12.8% ** 22.2% ns 24.2%
*p<0.05 **p<0.01 ***p<0.001 †Nonsignificant (p>0.05) ‡Impaired glucose tolerance §Coronary heart disease
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 6
Table 2. Mean blood pressure values of the study cases
Variables Sustained normotension
(n=551)
WCH* (n=349) Hypertension (n=168)
Prevalence 51.5% 32.6% 15.7%
Mean age (year) 38.8 ± 12.3 (15-83) 48.2 ± 11.3 (15-79) 55.3 ± 10.3 (33-85)
Female ratio 57.1% (315) 63.3% (221) 65.4% (110)
Mean OBP† 117.3 ± 4.7/78.3 ± 5.1 153.3 ± 5.4/97.3 ± 9.3 167.5 ± 5.6/108.3 ± 5.7
Mean HBP‡ 97.7 ± 13.3/73.1 ± 5.1 121.1 ± 5.5/74.1 ± 5.3 149.5 ± 6.3/97.3 ± 7.3
Mean ABP§ Not performed 123.7 ± 5.3/77.1 ± 5.3 150.7 ± 7.7/98.7 ± 7.3
Mean heart rate (beat/minute) 65.1 ± 11.5 (52-129) 75.3 ± 13.3 (61-149) 80.5 ± 11.3 (63-167)
*White coat hypertension, †Office blood pressure, ‡Home blood pressure, §24-hour ambulatory blood pressure
monitoring
PEMBAHASAN
Kelebihan berat badan mungkin penyebab dasar dari syndrome metabolik.10 Sebenarnya,
sindrom metabolik sendiri merupakan sekelompok gejala yang sifatnya reversibel dan pada
akhirnya dapat pula berkembang kearah aterosklerosis sistemik, dan kemungkinan gejala
simptomatik aterosklerosis adalah penyebab utama kematian pada manusia baik pada laki –
laki dan perempuan. Jadi definisi sindrom metabolik meliputi beberapa gejala yang sifatnya
reversibel yaitu kelebihan berat badan, merokok, WCH, IFG, IGT, hipertrigliseridemia,
hyperbetalipoproteinemia, dislipidemia bersama – sama dengan beberapa penyakit berat
seperti penuaan, obesitas, HT, DM, PJK, PAD, stroke, PPOK, dan sirosis.11,12 Misalnya,
prevalensi hipertrigliseridemia, hyperbetalipoproteinemia, dislipidemia, IGT, dan WCH
memiliki gambaran paralel dengan kelebihan berat badan yang meningkat sampai dekade
ketujuh dari kehidupan dan menurun setelahnya (p <0,05 hampir di semua langkah) dalam
penelitian ini. Di sisi lain, prevalensi HT, DM, dan PJK terus – menerus meningkat tanpa
penurunan sekalipun dalam beberapa dekade (p <0,05 hampir di semua langkah) yang
menunjukkan gambaran yang ireversibel. Setelah perkembangan salah satu penyakit berat,
pendekatan non – medika mentosa akan memberikan sedikit manfaat untuk mencegah
perkembangan lain yang mungkin karena efek kumulatif dari faktor – faktor risiko pada
sistem, terutama pada sistem endotel untuk jangka yang panjang.11,12 Menurut pendapat kami,
obesitas seharusnya masuk dalam penyakit – penyakit berat dari sindrom metabolik semenjak
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 7
perkembangan obesitas, pendekatan medika mentosa dan non – medika mentosa akan
memberikan sedikit manfaat baik untuk menyembuhkan obesitas atau untuk mencegah
komplikasinya.
Dilaporkan dalam literatur bahwa WCH dikaitkan dengan beberapa ciri dari sindrom
metabolisme,13 dan pada studi lain dikatakam lebih dari 85% kasus dengan sindrom
metabolik memiliki angka BP tinggi.4 Di sisi lain, kami mengamati prevalensi yang sangat
tinggi untuk WCH dalam beberapa dekade awal penelitian ini, 23,2% pada dekade ketiga dan
24,2% pada dekade keempat kehidupan. Prevalensi sangat tinggi WCH di masyarakat juga
ditunjukkan oleh beberapa penulis.14-16 Ketika kami membandingkan NT, WCH, dan
kelompok HT secara terus – menerus dengan studi lain,17 prevalensi dari hampir semua
masalah kesehatan termasuk IGT, obesitas, DM, dan PJK memiliki progresi yang signifikan
dari NT yang terus berkelanjutan terhadap kelompok WCH dan HT, dan kelompok WCH
didapatkan lebih progresif. Tetapi sebuah temuan menarik, dikatan prevalensi dari
dislipidemia adalah yang tertinggi dalam kelompok WCH, yakni 41,6% dan di antara mereka
berbanding 19,6% (p <0,001) dari NT yang berkelanjutan dan 35,5% dari kelompok HT (p
<0,05).17 Hasil yang sama menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dari dislipidemia dalam
kasus WCH juga diamati di studi lain,18 berlawanan dengan studi lain yang menunjukkan
serum TG dan kadar kolesterol tidak berbeda secara signifikan antara NT, WCH, dan kasus
HT yang berkelanjutan pada pria di dalam literature.19 Prevalensi relatif lebih rendah dari
dislipidemia pada kelompok HT dapat dijelaskan oleh jaringan adiposa sudah meningkat per
mengambil lemak dalam kasus HT yang sudah – sudah, karena prevalensi obesitas secara
signifikan lebih tinggi dalam HT terhadap kelompok WCH (p <0,01) .17 Jadi prevalensi lebih
tinggi dari WCH telah terdeteksi bahkan di awal dekade, meskipun prevalensi lebih rendah
dari kelebihan berat badan pada beberapa kelompok usia, mungkin menunjukkan
kecenderungan untuk mendapatkan berat badan dan banyak penyakit berat. Mungkin semua
asosiasi yang erat kaitannya dengan sindrom metabolik sejak WCH dan dislipidemia
mungkin dua tanda – tanda awal sindrom. Di sisi lain, kita mengatakan WCH sebagai entitas
yang berbeda dari batas / ringan HT karena HBP dan ABP sepenuhnya normal dari nilai
WCH, sedangkan mereka yang memiliki nilai abnormal pada kasus HT ringan, namun kedua
pasien bisa mendapatkan keuntungan dari modifikasi gaya hidup termasuk latihan, penurunan
berat badan, diet rendah – hewan tapi kaya buah dan sayuran dengan batasan tertentu.
Kelebihan berat badan mungkin mengarah ke proses inflamasi kronis dan grade rendah di
beberapa sistem, khususnya sistem endotelial tubuh, dan risiko kematian akibat semua
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 8
penyebab, termasuk penyakit – penyakit jantung dan kanker meningkat bersamaan dengan
kelebihan berat badan dari kisaran yang sedang sampai yang parah pada semua kelompok
usia.20 Efek berat badan pada BP juga ditunjukkan sebelumnya bahwa prevalensi NT
berkelanjutan secara signifikan lebih tinggi pada yang berat badannya lebih rendah (80,3%)
daripada berat badan yang normal (64,0%) dan kasus kelebihan berat badan (31,5%, p <0,05
untuk keduanya) dalam sebuah studi,21 dan 55,1% dari kasus dengan HT memiliki obesitas
26,6% dibandingkan kasus dengan NT (p <0,001) pada studi lainnya.22 Jadi faktor penyebab
yang paling dominan yang mendasari timbulnya sindrom metabolik yakni munculnya
kelebihan berat badan yang sudah ada sebelumnya atau kecenderungan kelebihan berat
badan, yang mungkin merupakan penyebab utama resistensi insulin, dislipidemia, IGT, dan
WCH.4 Walaupun pencegahan terhadap kecenderungan perubahan berat badan dengan trend
diet atau olahraga, walaupun tanpa adanya penurunan berat badan yang menonjol, mungkin
akan memberikan hasil terhadap resolusi indikator reversibel dalam sindrom metabolik.23-25
Namun menurut pendapat kami, pembatasan kelebihan berat badan sebagai jaringan lemak
yang berlebihan di dalam dan sekitar perut bawah judul obesitas perut tidak bermakna,
melainkan harus didefinisikan sebagai kelebihan berat badan atau obesitas menurut BMI,
karena fungsi adipocytes sebagai organ endokrin yang menghasilkan berbagai sitokin dan
hormon – hormon di dalam tubuh.4 Reaksi hiperaktivitas yang dihasilkan dari sistem saraf
simpatis dan sistem renin – angiotensin – aldosteron mungkin berhubungan dengan inflamasi
kronis endotelial, peningkatan BP, dan resistensi insulin. Demikian pula, menurut Treatment
Adult Panel III yang melaporkan bahwa meskipun sebagian orang yang diklasifikasikan
sebagai kelebihan berat badan dengan massa otot yang besar, sebagian besar dari mereka juga
memiliki kelebihan jaringan lemak, jadi peningkatan berat badan bukan hanya faktor resiko
untuk PJK, stroke dan beberapa penyakit aterosklerotik tapi juga meningkatkan faktor resiko
untuk dyslipidemia, DM tipe 2, dan HT.8
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 9
KESIMPULANSindrom metabolik adalah sebuah proses aterosklerotik sistemik yang di akhiri dengan PAD,
PJK, stroke, dan mungkin dengan sirosis dan COPD. Sindrom metabolik memiliki beberapa
indikator yang bersifat reversibel yakni merokok, kelebihan berat badan
hyperbetalipoproteinemia, hipertrigliseridemia, dislipidemia, IFG, IGT, dan WCH bersamaan
dengan beberapa penyakit berat termasuk penuaan, obesitas, DM, dan HT. Penyakit berat dan
konsekuensi terminal mungkin disebabkan oleh kelebihan berat badan yang dipengaruhi
proses inflamasi kronis pada sistem, terutama pada sistem endotel untuk jangka waktu yang
panjang. WCH mungkin merupakan suatu tanda awal dari proses aterosklerotik sistemik yang
dapat dideteksi dengan mudah dan dapat dicegah dengan menurunkan berat badan.
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 10
RINGKASAN PEMBAHASAN JURNAL READING
Definisi White Coat Hypertension1,2
Tekanan darah yang tiba – tiba naik waktu diperiksa dokter, atau di ruang periksa
dokter, dalam Ilmu kedokteran dikenal dengan istilah "White Coat Hypertension" atau
hipertensi jubah kerah putih, karena dokter atau perawat yang mengukur tekanan darah
pasien itu biasanya mengenakan baju putih.1
Kriteria tekanan darah yang digunakan adalah bila tekanan darah sistolik ditemukan
≥140 mmHg dan tekanan diastolik > 80 mmHg, waktu diperiksa di ruang dokter, tetapi
tekanan darah dalam batas normal di luarnya, di rumah, atau rawat jalan.
Penyebab hipertensi ini tidak diketahui secara pasti, patofisiloginya juga belum jelas.
Rasa takut, cemas, khawatir yang di alami pasien dapat menjadi salah satu faktor penyebab
hipertensi kerah putih ini. Seperti diketahui, bahwa manusia memang dibekali oleh naluri rasa
takut ini. Naluri itu pada dasarnya diperlukan untuk mempertahankan diri seseorang sewaktu
ada ancaman yang mungkin dianggap berbahaya untuk dirinya. Sama dengan situasi saat
seseorang tiba – tiba harus berhadapan dengan seekor binatang buas, berhadapan dengan
seorang dokter kadang – kadang pada beberapa pasien dapat memacu reaksi yang sama,
dikenal dengan reaksi siaga atau "fight or flight reaction". Bila seseorang mengalami reaksi
ini, melalui beberapa mekanisme dalam tubuhnya, salah satunya adalah, melimpahnya
hormon adrenalin tiba – tiba dalam aliran darah, maka jantung kemudian dapat berdebar
kencang, nafas sesak, berkeringat dan tekanan darah melonjak naik.
Pasien merasa takut, cemas, atau khawatir berhadapan di ruang periksa dokter mungkin
bisa karena pasien tersebut belum begitu mengenal dokternya, hubungan yang kurang baik,
pengalaman traumatis sebelumnya yang barangkali pernah pasien alami ketika diperiksa.
Takut terhadap proses pemeriksaan yang akan di jalani, alat – alat yang asing bagi pasien,
takut atau malu kalau pakaian pasien harus dibuka, dan banyak faktor lain yang dapat
menjadi pencetus "white coat hypertension" ini.
"White coat hypertension" ini memang belum bisa dikatakan sebagai hipertensi yang
nyata, tetapi tidak bisa juga dianggap kecil, dibiarkan begitu saja. Menurut penelitian, setelah
beberapa tahun, penderita "white coat hypertension" cenderung lebih besar kemungkinannya
menderita hipertensi yang sebenarnya, dibandingkan pasien normal. Sehingga, kalau
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 11
dibiarkan, sebagaimana hipertensi, sering menjadi silent killer, risiko pasien untuk
mengalami komplikasi stroke, penyakit jantung, gangguan ginjal juga semakin besar.
Menurut JNC VII tahun 2003, pada kasus ini pengobatan medika mentosa harus dimulai jika
pemeriksaan tekanan darah diruangan dokter nilainya tetap meningkat setelah 6 – 12 bulan.2
Definisi dan Klasifikasi Hipertensi
Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah.
Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah. Peningkatan
tekanan darah disebabkan peningkatan volume darah atau elastisitas pembuluh darah.
Sebaliknya, penurunan volume darah akan menurunkan tekanan darah (Ronny et al, 2010)
Pada hipertensi ditemukan suatu keadaaan dimana tekanan darah sistole ≥ 140mmHg
dan/ atau diastole ≥ 90mmHg yang ditemukan pada seseorang yang sedang tidak
menggunakan obat anti hipertensi.3
The seventh Report of the Joint National Commite on Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII) 2003 dan World Health Organization-
International Society of Hypertension (WHO-ISH) 1999 telah memperbaharui klasifikasi,
definisi, serta stratifikasi risiko untuk menentukan prognosis jangka panjang.5
Tabel 1 : Definisi dan Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII 2003
Sumber : Diambil dari buku ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jilid I, Edisi V. Geriatri : Hipertensi pada Usia
Lanjut. Hal 899 – 904. Jakarta : Interna Publishing. 2009
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 12
Tabel 2 : Definisi dan Klasifikasi Hipertensi menurut WHO – ISH 2009
Sumber : Diambil dari buku ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jilid I, Edisi V. Geriatri : Hipertensi pada Usia
Lanjut. Hal 899 – 904. Jakarta : Interna Publishing. 2009
Etiologi Hipertensi6
Berdasarkan penyebab, hipertensi terdiri dari 2 golongan :
1. Hipertensi primer/ esensial
Seseorang yang ditemukan hipertensi arterial dan penyebabnya tidak dapat dijelaskan
atau idiopatik. Prevalensinya dalam populasi ditemukan > 95%.
2. Hipertensi sekunder
Seseorang yang ditemukan hipertensi arterial yang diidentifikasi oleh sebab yang
spesifik, misalnya :
Akibat obat atau faktor eksogen
Berhubungan dengan kelainan endokrin
Berhubungan dengan kelainan ginjal
Koarktasio aorta
Kehamilan
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 13
Patofisiologi hipertensi3,4,5
Beberapa teori patogenesis hipertensi primer meliputi :
Aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf simpatik
Aktivitas yang berlebihan dari sistem RAA
Retensi Na dan air oleh ginjal
Inhibisi hormonal pada transport Na dan K melewati dinding sel pada ginjal dan
pembuluh darah
Interaksi kompleks yang melibatkan resistensi insulin dan fungsi endotel
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 14
Masukan Na >> Jumlah Nefron Stress Genetik Obesitas Faktor Endotel
Retensi Na Permukaan Aktivitas Renin Sel Hiperinsulinemik
ginjal Filtrasi ↓↓ simpatis ↑ Angiotensin ↑ membran
Volume cairan ↑ Konstriksi Vena
Preload↑ Kontraktilitas ↑ Konstriksi Hipertrofi
Fungsional Struktur
Curah Jantung ↑ Tahanan perifer ↑
Tekanan Darah = Curah Jantung x Resistensi Perifer
Sebab – sebab yang mendasari hipertensi esensial masih belum diketahui. Namun sebagian
besar disebabkan oleh ketidak normalan tertentu pada arteri.Yakni mereka memiliki resistensi
yang semakin tinggi (kekakuan atau kekurangan elastisitas) pada arteri – arteri yang kecil
yang paling jauh dari jantung (arteri periferal atau arterioles), hal ini seringkali berkaitan
dengan faktor-faktor genetic, obesitas, kurang olahraga, asupan garam berlebih,
bertambahnya usia, dan lain – lain. Secara umum faktor-faktor tersebut antara lain:
Factor Genetika (Riwayat keluarga)
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun dalam suatu keluarga.
Anak dengan orang tua hipertensi memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk
menderita hipertensi daripada anak dengan orang tua yang tekanan darahnya normal.
Ras
Orang – orang yang hidup di masyarakat barat mengalami hipertensi secara merata
yang lebih tinggi dari pada orang berkulit putih. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena tubuh mereka mengolah garam secara berbeda.
Usia
Hipertensi lebih umum terjadi berkaitan dengan usia, Khususnya pada masyarakat
yang banyak mengkonsumsi garam. Wanita pre – menopause cenderung memiliki
tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia yang sama, meskipun
perbedaan diantara jenis kelamin kurang tampak setelah usia 50 tahun. Penyebabnya,
sebelum menopause, wanita relatif terlindungi dari penyakit jantung oleh hormon
estrogen. Kadar estrogen menurun setelah menopause dan wanita mulai menyamai
pria dalam hal penyakit jantung
Jenis kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada wanita.
Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor
psikologis. Pada pria seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan
berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada wanita lebih
berhubungan dengan pekerjaan yang mempengaruhi faktor psikis kuat
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 15
Stress psikis
Stress meningkatkan aktivitas saraf simpatis, peningkatan ini mempengaruhi
meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila stress berkepanjangan dapat
berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Secara fisiologis apabila seseorang
stress maka kelenjer pituitary otak akan menstimulus kelenjer endokrin untuk
mengahasilkan hormon adrenalin dan hidrokortison kedalam darah sebagai bagian
homeostasis tubuh. Penelitian di AS menemukan enam penyebab utama kematian
karena stress adalah PJK, kanker, paru – paru, kecelakan, pengerasan hati dan bunuh
diri.
Obesitas
Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung untuk memompa
darah agar dapat menggerakan beban berlebih dari tubuh tersebut. Berat badan yang
berlebihan menyebabkan bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi.
Bila bobot ekstra dihilangkan, TD dapat turun lebih kurang 0,7/1,5 mmHg setiap kg
penurunan berat badan. Mereduksi berat badan hingga 5-10% dari bobot total tubuh
dapat menurunkan resiko kardiovaskular secara signifikan.
Asupan garam Na
Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah bertambahdan
menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat. Juga memperkuat efek vasokonstriksi
noradrenalin. Secara statistika, ternyata bahwa pada kelompok penduduk yang
mengkonsumsi terlalu banyak garam terdapat lebih banyak hipertensi daripada orang-
orang yang memakan hanya sedikit garam.
Rokok
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat. Hal ini karena
nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru – paru dan disebarkan
keseluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin untuk sampai
ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberikan sinyal kepada kelenjer
adrenal untuk melepaskan efinephrine (adrenalin). Hormon yang sangat kuat ini
menyempitkan pembuluh darah, sehingga memaksa jantung untuk memompa lebih
keras dibawah tekanan yang lebih tinggi.
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 16
Konsumsi alcohol
Alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan secara keseluruhan semakin
banyak alkohol yang di minum semakin tinggi tekanan darah. Tapi pada orang yang
tidak meminum minuman keras memiliki tekanan darah yang agak lebih tinggi dari
pada yang meminum dengan jumlah yang sedikit.
Diagnosis Hipertensi3,6,7
Anamnesis
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah.
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian obat
– obat analgesik dan obat/ bahan lain
c. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan palpitasi (feokromositoma)
d. Episode lemah otot dan tetani (aldostrenisme)
3. Faktor – faktor resiko
a. Riwayat hipertensi atau kardiovaskuler pada sistem atau keluarga pasien
b. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
c. Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya
d. Kebiasaan merokok
e. Pola makan
f. Kegemukan, intensitas olahraga
g. Kepribadian
4. Gejala kerusakan organ
a. Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient
ischemic attacks, defisit sensoris atau motoris
b. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki
c. Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuri
d. Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten
5. Pengobatan anti hipertensi sebelumnya
6. Faktor – faktor pribadi, keluarga , dan lingkungan
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 17
Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tekanan darah :
Pengukuran rutin di kamar periksa
Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring – ABPM),
beberapa indikasi penggunaan ABPM antara lain :
Hipertensi yang borderline atau yang bersifat episodik
Hipertensi office atau white coat
Adanya disfungsi saraf otonom
Hipertensi sekunder
Sebagai pedoman dalam pemilihan jenis obat anti hipertensi
Tekanan darah yang resisten terhadap pengobatan anti hipertensi
Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan anti hipertensi
Pengukuran sendiri oleh pasien
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium : tes darah rutin, glukosa darah (dilakukan denga
puasa terlebih dahulu), kolestrol total serum, kolestrol LDL dan HDL serum,
trigliserida serum (puasa), asam urat serum, kreatinin serum, kalium serum,
hemoglobin, hematrokit, urinalisis (uji carik celup dan sedimen urin),
elektrokardiogram
Evaluasi pasien hipertensi juga diperlukan untuk menentukan adanya penyakit
penyerta sistemik, yaitu :
Aterosklerosis (melalui pemeriksaan profil lemak)
Diabetes (terutama pemeriksaan gula darah)
Fungsi ginjal (dengan pemeriksaan proteinuria, kreatini serum, serta
memperkirakan laju filtrasi glomerolus)
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 18
Pemeriksan untuk menentukan adanya kerusakan organ target
Jantung :
Foto polos dada : untuk melihat adanya pembesaran jantung, kondisi arteri
intratoraks, dan sirkulasi pulmoner)
Elektrokardiografi : untuk deteksi iskemia, gangguan konduksi, aritmia,
serta hipertrofi ventrikel kiri)
Mata
Funduskopi : untuk mencari adanya retinopati pada kasus hipertensi berat
Fungsi ginjal
Pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya proteinuria/ mikro –
makroalbuminuria serta resiko albumin kreatinin urin
Perkiraan laju filtrasi glomerulus, yang untuk pasien dalam kondisi stabil
dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus dari Cockroft – Gault
sesuai dengan anjuran National Kidney Foundation (NKF) yaitu :
(140 – umur) x berat badan
Klirens kreatinin* = x 0,85 (untuk perempuan)
72 x kreatinin serum
*Glomerulus Filtration Rate/ Laju filtrasi glomerulus (GFR) dalam ml/ menit/ 1,73 m2
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 19
Pada pemeriksaan fungsi ginjal, terutama pasien dengan diagnosis AKI (acute kidney injury)
atau dahulu dikenal sebagai gagal ginjal akut, yakni suatu keadaan terjadi penurunan
mendadak faal ginjal dalam 48 jam dan memerlukan terapi seperti dyalisis atau transplantasi
ginjal, hasil dari dipemeriksaan glomerulus ini dapat menggunakan kriteria RIFLE yang
terdiri dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG atau
kriteria UO) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal dan 2 kategori yang
menggambarkan prognosis gangguan ginjal.8,9,10
Tabel 3 : Klasifikasi RIFLE
Kategori RIFLE Kriteria Creatinin Serum Kriteria UO
Risk Kenaikan kreatinin serum ≥1.5x nilai dasar atau
penurunan GFR ≥25%
<0.5 ml/ kg/ jam,
≥6/ jam
Injury Kenaikan kreatinin serum ≥2.0x nilai dasar atau
penurunan GFR ≥50%
<0.5 ml/ kg/ jam
atau ≥12/ jam
Failure Kenaikan kreatinin serum ≥3.0x nilai dasar atau
penurunan GFR ≥75% atau
Nilai absolut Kreatinin serum ≥4.0 mg dengan
peningkatan mendadak minimal 0.5 mg
<0.3 ml/ kg/ jam,
≥24/ jam atau
Anuria ≥12 jam
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4 minggu
End stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3 bulan
Sumber : Diambil dari buku ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jilid II. Edisi V. Ginjal Hipertensi : Gangguan
Ginjal Akut. Hal 1042. Jakarta : Interna Publishing. 2009
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 20
Pemeriksaan Cystatin C11
Cystatin C merupakan protein berat molekul rendah (13kD) yang disintesis oleh semua
sel berinti dan ditemukan diberbagai cairan tubuh manusia. Cystatin C difiltrasi bebas oleh
glomerulus dan tidak disekresi, kemudian direabsorpsi tetapi mengalami katabolisme hampir
lengkap oleh sel epitel tubulus proksimal ginjal, sehingga tidak ada yang kembali kedarah,
dengan demikian kadarnya dalam darah menggambarkan LFG, sehingga dapat dikatakan
CysC merupakan penanda endogen yang mendekati ideal.
Pemeriksaan CysC dapat dilakukan untuk menentukan kadar LFG pada neonatus, anak
dan dewasa, karena Kadar CysC tidak dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, tinggi dan berat
badan, inflamasi, massa otot, hormonal, dan ras. Pemeriksaan LFG dengan CysC tidak ada
variasi diurnal seperti kreatinin, sedangkan variasi biologik lebih baik daripada kreatinin.
Penurunan ringan fungsi ginjal lebih cepat terdeteksi oleh CysC daripada kreatinin.
Untuk menilai penurunan LFG, nilai sensitivitas, spesifisitas, dan efisiensi diagnostik CysC
yang paling baik (98%).
Pemeriksaaan kadar CysC urine dapat dilakukan untuk mengetahui adanya disfungsi
tubulus proksimal. Cystatin C difiltrasi bebas oleh glomerulus, kemudian direabsorpsi dan
dikatabolisme hampir lengkap (99%) oleh sel tubulus proksimal. Pada kerusakan tubulus
proksimal maka CysC tidak reabsorpsi sehingga diekskresikan melalui urine, maka
peningkatan kadar CysC urine menjadi penanda kerusakan tubulus. Pada keadaan normal
kadar CysC urine sangat rendah yakni 0,03-0,3mg/L
Manifestasi klinis
Peninggian tekanan darah
Asimtomatis
Sakit kepala, pusing, rasa berat di tengkuk
Palpitasi, nokturia, epistaksis
Mudah lelah, lekas marah, sulit tidur
Gejala lainnya yang timbul akibat komplikasi dengan organ lain
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 21
Faktor Resiko
Merokok
Mikroalbuminuria (GFR<60 mL/mnt)
Suatu keadaan dimana terdapat albumin di dalam urine sebesar 20 - 199 ug/menit
apabila menggunakan sampel urine sewaktu atau 30 - 299 mg/24 jam apabila
menggunakan sampel urine 24 jam
Obesitas (BMI ≥ 30)
Perhitungan BMI → BB (kg) : TB (meter)2, sehingga didapatkan berat badan yang
didefinisikan menurut BMI yakni :
berat badan rendah <18,5 kg/m2
berat badan normal 18,5 – 24,9 kg/m2
berat badan berlebih 25 – 29,9 kg/m2
obesitas ≥30,0 kg/m2
Umur (pria>55 tahun, wanita>65 tahun)
Kurangnya aktifitas fisik
Riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskuler dini
Dislipidemia
DM
Modifikasi gaya hidup untuk manajemen Hipertensi
mengurangi berat badan
pengaturan diit
mengurangi garam
aktivitas fisik
mengurangi alkohol dan rokok
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 22
Pengobatan hipertensi bertujuan :7
Mencapai target tekanan darah <140/ 90 mmHg, untuk pasien beresiko tinggi
(diabetes, gagal ginjal proteinuria) <130/ 80 mmHg
Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria
Terapi untuk hipertensi terdiri atas dua bagian, non – farmakologis dan farmakologis, terapi
non – farmakologis terdiri dari :
Menghentikan merokok
Menurunkan berat badan berlebih
Menurunkan konsumsi alkohol berlebih
Latihan fisik
Menurunkan asupan garam
Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak
Jenis – jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis yang dianjurkan oleh JNC 7,
dijelaskan dalam penangan hipertensi melalui skema dibawah ini :
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 23
Sumber : US Department of Health and Human Service. May 2003
Definisi Sindroma Metabolik12
Resistensi insulin adalah suatu kondisi di mana terjadinya penurunan sensitivitas jaringan
terhadap kerja insulin sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi
sel beta pankreas. Sedangkan sindrom metabolik atau sindrom resistensi insulin adalah
kumpulan faktor – faktor resiko yang bertanggung jawab terhadap peningkatan morbiditas
penyakit kardiovaskular pada obesitas dan DM tipe 2. Kriteria sindrom metabolik menurut
The National Cholesterol Education Program-Adult Treatment Panel (NCEP-ATP III) tahun
2001, diagnosis sindrom metabolik ditegakkan bila didapatkan tiga atau lebih faktor resiko
tersebut dibawah ini :
Sumber : Diambil dari buku ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jilid III. Edisi V. Metabolik Endokrin : Sindrom
Metabolik.. Hal 1867. Jakarta : Interna Publishing. 2009
Terhadap individu yang dicurigai mengalami Sindrom Metabolik hendaklah dilakukan
evaluasi klinis, yang meliputi :13
1. Anamnesis, meliputi :
Riwayat keluarga dan penyakit sebelumnya.
Riwayat adanya perubahan berat badan.
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 24
Aktifitas fisik sehari – hari.
Asupan makanan sehari – hari
2. Pemeriksaan fisik, meliputi :
Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan tekanan darah
Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) , menggunakan rumus :
Berat badan (kg)
Tinggi badan (m)2
Pengukuran lingkaran pinggang merupakan prediktor yang lebih baik
terhadap risiko kardiovaskular daripada pengukuran waist – to – hip ratio.
3. Pemeriksaan laboratorium, meliputi :
Kadar glukosa plasma dan profil lipid puasa.
Pemeriksaan klem euglikemik atau HOMA (homeostasis model assessment)
untuk menilai resistensi insulin secara akurat biasanya hanya dilakukan
dalam penelitian dan tidak praktis diterapkan dalam penilaian klinis.
Highly sensitive C – reactive protein
Kadar asam urat dan tes faal hati dapat menilai adanya NASH.
USG abdomen diperlukan untuk mendiagnosis adanya fatty liver karena
kelainan ini dapat dijumpai walaupun tanpa adanya gangguan faal hati.
Faktor Resiko
a. Genetik
Banyak penelitian menyebutkan bahwa orang dengan sindrom metabolik memiliki riwayat
keluarga dengan hipertensi dan diabetes mellitus.
b. Obesitas sentral
Faktor risiko utama dalam perkembangan sindrom metabolik adalah obesitas sentral. Obesitas
sentral ini merupakan faktor risiko utama penyebab resistensi insulin sebagai penyebab
dari berbagai gangguan yangdapat berkembang dari sindrom metabolik.
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 25
c. Kurangnya aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik dapat menyebabkan obesitas karena ketidakseimbangan
antara pemasukan dan pengeluaran energi.
d. Usia
Pada sebuah studi di Amerika serikat, terjadi peningkatan jumlah orang dengan sindrom metabolik
seiring dengan peningkatan usia. Ditemukan prevalensi sindrom metabolik sebesar 6.7% pada usia
20 – 29 tahun dan 43.5% pada usia 60 – 69 tahun
Tatalaksana
Untuk mencegah komplikasi kardiovaskular pada individu yang telah memiliki sindrom
metabolik diperlukan pemantauan yang terus menerus dengan modifikasi komponen sindrom
metabolik yang ada. Penatalaksaan sindrom metabolik masih merupakan penatalaksanaan
dari masing – masing komponennya.
Penatalaksanaan sindrom metabolik terutama bertujuan untuk menurunkan risiko penyakit
kardiovaskular aterosklerosis dan resiko DM tipe 2 pada pasien yang belum diabetes.
Penatalaksanaan sindrom metabolik terdiri atas 2 pilar, yaitu tatalaksana penyebab (berat
badan berlebih/ obesitas dan inaktifitas fisik) serta tatalaksana faktor resiko lipid dan non
lipid.
1. Faktor risiko gaya hidup
Melakukan pencegahan jangka panjang terhadap penyakit kardiovaskular dan pencegahan
(terapi) DM tipe 2. Yakni menurunkan obesitas, melakukan aktifitas fisik, dan diit
aterogenik. Pasien mengurangi berat badan sebanyak 5 – 10% dalam kurun waktu 6 – 12
bulan yang dapat dicapai dengan melakukan aktifitas fisik yang sesuai, disarankan 30
menit setiap hari. Juga mengurangi asupan kalori sebesar 500 – 1000 kalori per hari.
2. Faktor risiko metabolik
Melakukan pencegahan jangka pendek terhadap penyakit kardiovaskular atau terapi DM
tipe 2. Yakni menurunkan faktor resiko dari keadaan dislipdemia, tekanan darah tinggi,
kadar glukosa meningkat. Pasien biasanya melakukan modifikasi gaya hidup disertai
pengobatan untuk menurunkan angka lipid, darah tinggi, dan kadar glukosa.
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 26
Obat – obatan dapat dipakai untuk pengaturan berat badanmisalnya diberikan sibutramin
(memberi efek rasa kenyang dan efek metabolik) dan orlistat. Dibantu dengan aktifitas
fisik, mampu memperbaiki kolesterol HDL dan kadar trigliserida.
Untuk hipertensi pada sindrom metabolik, dapat digunakan golonganACE – inhibitor
yang memiliki makna dalam meregresi hipertrofi ventrikel. Selain itu, valsartan sebagai
penghambat reseptor angiotensin dapat mengurangi albuminuria yang diketahui sebagai
faktor risiko independen kardiovaskular. Tiazolidindion juga memilki pengaru persisten
dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Tiazolidindion dan metformin
juga dapat menurunkan kadar asam lemak bebas. Pada diabetes prevention program,
penggunaan metformin dapat mengurangi progresi diabetes sebesar 31% dan efektif pada
pasien muda dengan obesitas.
Pilihan terapi untuk dislipidemia selain dengan modifikasi gaya hidup adalah dengan
pemberian obat. Terapi dengan gemfibrozil tidak hanya memperbaiki profil lipid tapi juga
menurunkan risiko kardiovaskuler. Fenofibrat juga secara khusus digunakan untuk
menurunkan trigliserida danmeningkatkan kolesterol HDL, telah meningkatkan perbaikan
profil lipid yangsangat efektif dan mengurangi risiko kardiovaskular.
Kesimpulan
Sindrom metabolik adalah kumpulan dari berbagai faktor risiko yang termasuk obesitas sentral, dislipidemia,
hipertensi dan peningkatan glukosa darah puasa yang ditandai dengan kenaikan risiko diabetes mellitus dan
penyakit kardiovaskuler. Sindrom ini pada awalnya diperkenalkan Reaven pada tahun 1988 dengan nama
sindrom X atau Reaven atau sindrom resistensi insulin dengan adanya kumpulan faktor resiko yang terdiri dari
hipertensi, intoleransi glukosa dan dislipidemia.
Adanya resistensi insulin yang ikut berperan pada patogenesis hipertensi yakni insulin merangsang sistem
saraf simpatis meningkatkan reabsorpsi natrium ginjal, mempengaruhi transpor kation dan mengakibatkan
hipertrofi sel otot pembuluh darah. Pemberian insulin akut dapat menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi.
Sehingga disimpulkan bahwa hipertensi akibat resistensi insulin terjadi akibatk ketidak keseimbangan antara
efek pressor dan depressor.
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 27
Daftar Pustaka
1. Irsyalrusad. White Coat Hypertension. Diunduh dari www.health.kompas.com 28 Desember 2012.
2. Gianfranco Parati, MD, Grzegorz Bilo, MD, Giuseppe Mancia, MD. White Coat Effect and
White Coat Hypertension diunduh dari www.medscape.com 28 Desember 2012.
3. Hipertensi. Diunduh dari www.scribd.com 26 Desember 2012
4. Suhardjono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Hipertensi pada Usia Lanjut. Jilid I. Edisi V. Jakarta :
Interna Publishing. November 2009. Hal 899 – 904.
5. Gordon HW. Prinsip – prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison : Penyakit Vaskuler Hipertensif. Volume
3. Edisi 13. Jakarta : EGC. 2000. Hal 1256 – 1267.
6. Hanifah M, Agung WS, Leksana, Dina KS, Dewiyani IW. Buku Saku Internoid : Hipertensi. Tosca
Enterprise. 2005. Hal IV.1 – IV.6.
7. Mohammad Y. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Hipertensi Esensial. Jilid II. Edisi V. Jakarta : Interna
Publishing. November 2009. Hal 1079 – 1085.
8. Mehta RL, Chertow GM. Acute renal failure definitions and classification: time for
change?. J Am Soc Nephrol. 2003;14:2178 – 87.
9. Roesli R. Kriteria “RIFLE” cara yang mudah dan terpercaya untuk menegakkan diagnosis
dan memprediksi prognosis gagal ginjal akut. Ginjal Hipertensi. 2007;7(1):18-24.
10. HMS Markum. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Gangguan Ginjal Akut. Jilid II. Edisi V. Jakarta :
Interna Publishing. November 2009. Hal 1041 – 1042.
11. Rismawati Yaswir, Afrida Maiyesi. Pemeriksaan Laboratorium Cystatin C Untuk Uji
Fungsi Ginjal. Diunduh dari http://jurnal.fk.unand.ac.id 29 Desember 2012.
12. Sidartawan S, Reno G. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Sindrom Metabolik. Jilid III. Edisi V. Jakarta :
Interna Publishing. November 2009. Hal 1865 – 1876.
13. Sindrom Metabolik. Diunduh dari www.scribd.com 26 Desember 2012.
Dessi Natalia 11.2012.046Interna RS. Mardi Rahayu, Kudus Page 28