vol. 23, no. 1, juli 2009 issn 0852-0682 - ums

107

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS
Page 2: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682

Ketua Penyunting:

Drs. Priyono, M.Si.

Wakil Ketua Penyunting:

M. Amin Sunarhadi, S.Si., M.P.

Dewan Penyunting:

Agus Anggoro Sigit, S.Si.M. Amin Sunarhadi, S.Si., M.P.

Drs. H. Kuswaji Dwi Priyono, M.Si.Dra. Hj. Umrotun, M.Si.

Drs. H. Yuli Priyana, M.Si.

Distribusi dan Pemasaran:

Drs. H. Yuli Priyana, M.Si.

Kesekretariatan:

Agus Anggoro Sigit, S.Si.

Periode Terbit: Juli dan DesemberTerbit Pertama: Juli 1987

Cetak Sekali Terbit: 400 exp

Alamat Redaksi:Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Jl. A. Yani Pabelan Kartasura Tromol Pos I Surakarta 57102, Telp (0271) 717417 Psw 151-153,Fax: (0271) 715448, E-mail: [email protected] atau

[email protected]

Page 3: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682

DAFTAR ISI

TINJAUAN GEOGRAFIS “LITORALISASI” DI KAWASANPESISIR SELATAN YOGYAKARTA

Triyono 1 - 10

KAJIAN KETERSEDIAAN AIR PERMUKAAN PADABEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI

Ugro Hari Murtiono 11 - 24

BELAJAR DARI PASANG SURUT PERADABAN BOROBUDURDAN KONSEP PENGEMBANGAN PARIWISATA BOROBUDUR

M. Baiquni 25 - 40

TIPIKAL KUANTITAS INFILTRASI MENURUTKARAKTERISTIK LAHAN (KAJIAN EMPIRIK DI DAS CIMANUKBAGIAN HULU)

Dede Rohmat 41 - 56

NERACA AIR DI PULAU BALI

Setyawan Purnama 57 - 70

KEMISKINAN DAN PERKEMBANGAN WILAYAHDI KABUPATEN BOYOLALI

Wahyuni Apri Astuti dan Muhammad Musiyam 71 - 85

TERRAIN CHARACTERIZATION AND SOIL EROSION RISKASSESSMENT FOR WATERSHED PRIORITIZATION USINGREMOTE SENSING AND GIS

A case study of Nawagaon Maskara Rao Watershed, Saharanpur, India

Beny Harjadi 86 - 98

Biodata Penulis 99 - 100

Mitra Bestari

iDaftar Isi

Page 4: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

PENGANTAR DEWAN PENYUNTING

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah jurnal penelitian Forum Geografi Fakultas Geografi UniversitasMuhammadiyah Surakarta Volume 23 No. 1 Juli 2009 bisa terbit meskipun agak terlambatdua minggu, karena proses perbaikan naskah daripenulis yang mengalami keterlambatanpengiriman serta banyaknya peta/gambar dari copy soft naskah dari penulis yang kurangjelas. Ketika jurnal forum geografi mengajukan borang akreditasi pada bulan April tahun2009, nampak ada keraguan pihak penynting karena Dikti telah menggunakan formatpenilaian yang baru yang memerlukan persyaratan yang cukup ketat. Betul juga dugaankami, selang beberapa minggu setelah pengajuan borang akreditasi, kami mendapatka suratundangan dari Dikti untuk mengikuti pelatihan manajemen jurnal ilmiah tingkat nasionaldi Surabaya pada tanggal 14-17 Mei 2009. Banyak wawasan tentang manajeman jurnalilmiah yang kami dapatkan dan seharusnya memerlukan perhatian khusus, yang selama inisering terabaikan dalam pengelolaan jurnal. Di penghujung pelatihan, kami harus membuatsurat pernyataan untuk menarik kembali borang akreditasi yang telah kami ajukan dandiberi kesempatan selama 2 edisi atau 1 tahun untuk meningkatkan performance forumgeografi, itu artinya jurnal Forum Geografi selama Juli dan Desember 2009 tidak terakreditasidan baru bulan Desember 2009 kami diberi kesempatan untuk mengajukan akreditasi kembali(jadi tidak harus menunggu selama tiga tahun).

Ada tujuh naskah yang layak diterbitkan pada edisi ini, yang membahas tentanglitoralisasi, ketersediaan air permukaan, peradaban Borobudur, kuantitas infiltrasi, neracaair, kemiskinan dan perkembangan wilayah, serta aplikasi remote sensing dan SIG untukpencirian bentuk lahan dan penilaian resiko bahaya erosi. Topik yang diangkat cukup aktualdan asal penulisnya pun bervariasi baik dari kalangan akademisi maupun birokrasi. Kamimohon maaf kepada penulis yang sudah mengirimkan artikelnya tetapi belum layakditerbitkan karena aspek substansial yang belum memenuhi syarat sehingga masih perluperbaikan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, Juli 2009

Dewan Penyunting

ii Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: i - ii

Page 5: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

1Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

TINJAUAN GEOGRAFIS “LITORALISASI” DI KAWASAN PESISIRSELATAN YOGYAKARTA

TriyonoPusat Riset Wilayah Laut dan Sumber Daya Non Hayati

Badan Riset Kelautan dan PerikananJl. Pasir Putih I Ancol Timur JakartaE-mail: [email protected]

ABSTRACT

“Littoralization” can be geographically studied based on geomorphological approach and landusesystem. The method of coastal geography provides useful data of geomorphology and landuse system.This research was conducted in the coastal area of south of Yogyakarta. To process spatial data was usedGeographic Information System (GIS) methods (i.e. Aerial photography, satellite imagery, and fieldobservation results). The results showed that the research area has a volcanic sandy coastal typology withflat to sloping topography. Further, this typology is divided into three units of typology, the active beachridge and sand dunes, non active beach ridge, and the foot hills. Development of the settlements tendstoward the sea due to economic dependence on beach tourism.

Keywords: littoralization, coastal geography, coastal typology, settlement development

PENDAHULUAN

Sejak dikenalnya transportasi maritimdan kolonialisasi, pesisir menjadi pendukungutama berbagai aktivitas manusia.Perkembangannya pemanfaatan lahan pesisirsemakin intensif, baik untuk kegiatanekonomi maupun sebagai tempat tinggal.Kebutuhan akan lahan mendorong manusiamenempati lahan pesisir hingga ke perbatasanantara darat dan laut yang merupakandaerah rawan bencana. Perkembanganpemanfaatan lahan pesisir ini disebutlitoralisasi laut (El Mrini et al., 2008).

Penelitian litoralisasi banyak dilaku-kan di Perancis karena adanya fenomenasemakin tertariknya penduduk untukmenempati dan beraktivitas di kawasan

pesisir. Salah satu kekhawatirannya adalah,seperti tempat-tempat yang lain, pesisirPerancis mengalami haliotropisme dansemakin padatnya pemukiman yangberevolusi spasial dan temporal heterogen.Di sisi lain, perkembangan pemukiman daneksploitasi intensif ruang pesisirmenciptakan situasi berisiko laut (Meur-Ferec C, 2006). Geografi pesisir (Coastal Ge-ography, géography du littoral) mempelajariruang yang secara spesifik merupakan hasilkerja alam, yaitu keberadaan kawasanpertemuan laut-darat hingga kontak antarahidrosfer laut dan litosfer yang ada dipermukaan2. Menurut Corlay (1995), untukmelakukan penelitian litoralisasi denganpendekatan geografi pesisir maka pesisirharus dipahami sebagai sebuah sistemdengan unsur-unsur ganda tetapi memiliki

Page 6: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 102

dua unsur dasar, yaitu ekosistem dansosiosistem, kombinasi faktor-faktor yangrelevan dengan masyarakat, dinamika alamdan dinamika sosial. Peran pendekatangeografi pesisir dalam pengelolaan kawasanpesisir diterapkan melalui zonasi kawasanpesisir berdasarkan karakteristikgeografinya.

Penelitian mengenai litoralisasipenting dilakukan di Indonesia mengingatpusat-pusat permukiman dan aktivitasekonomi berada di kawasan pantai danpesisir, sedangkan pantai dan pesisir Indo-nesia merupakan kawasan yang rawanbencana laut. Selama ini, belum banyakpenelitian mengenai litoralisasi di Indone-sia. Kota-kota besar di Indonesia sebagianbesar berada di kawasan pesisir. Semakinberkembangnya kota, kawasan pantaimenjadi pilihan sebagai tempat bermukimdan beraktivitas ekonomi, baik kegiatanperikanan, industri, maupun pariwisata.

Kawasan pesisir Parangtritis,Yogyakarta sebagian besar berupa pantaidari akumulasi pasir endapan gunung api.Topografi yang relatif datar menjadikankawasan pesisir ini menarik untukdibudidayakan dan ditinggali olehpenduduk. Beberapa segmen pesisir selatantersebut dimanfaatkan untuk aktivitaspertanian, pariwisata dan lahanpermukiman. Kunjungan wisatawan dipantai ini pada bulan Desember tahun 2004melampaui 250.000 orang (DinasPariwisata, 2007). Perkembangan kawasanwisata yang ditandai oleh peningkatanjumlah wisatawan menyebabkan keter-tarikan penduduk untuk membangunusaha dan bermukim di Parangtritis.Menurut Ritohardoyo (2007) perkembang-an kualitas dan kuantitas permukimanbervariasi secara keruangan. Semakinbanyaknya permukiman yang cenderungmenuju ke laut, menyebabkan kawasan

permukiman Parangtritis rentan bencanaalam asal laut.

Tujuan penelitian ini adalah mengkajilitoralisasi dan tipologi pantai yangdiharapkan bermanfaat bagi pengelolaankawasan pesisir secara terpadu. Selain itu,hasil penelitian diharapkan mampumenambah khasanah teoritis ilmu geografi.Kajian litoralisasi ini mencakup per-kembangan pesisir secara fisik geo-morfologi dan perkembangan permukimanatau bangunan.

METODE PENELITIAN

Area penelitian dilakukan di kawasanParangtritis dan termasuk pesisir selatanYogyakarta dengan luas sekitar 27 km2.Jarak dari pusat kota Yogyakarta adalah 30km sedangkan dari pusat Kota Bantulsekitar 10 km. Daerah penelitian adalahpesisir dengan topografi datar hinggabergelombang dan merupakan tipologipesisir akumulasi endapan vulkanik(Khakhim et al., 2008).

Perkembangan permukiman danpenduduk yang cepat di Parangtritismenarik untuk diteliti, terutama mengenaikecenderungan perkembangannya.Karakteristik fisik kawasan berupa pesisirlandai hingga bergelombang dengan mate-rial pasir memudahkan untuk perekayasaanpermukiman. Posisi yang menghadaplangsung Samudera Hindia sudah tentumenimbulkan resiko bencana tersendiri,terutama tsunami yang mungkin terjadi dikawasan tersebut.

Data yang dikumpulkan dalampeniliti ini berupa data primer yang meliputipengukuran topografi detil interval kontur1 meter dengan alat RTK, wawancaramengenai kondisi sosial-ekonomi, dan data

Page 7: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

3Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

deskriptif pengamatan bentukan-bentukanalam. Analisa spasial permukimandilakukan melalui interpretasi foto udaradan citra satelit multi temporal. Analisisdata primer didukung oleh adanya datasekunder yang berupa data-data statistikdemografi dan hasil-hasil penelitianterdahulu.

Langkah-langkah penelitian yangdilakukan menurut tahap-tahap: (1)penelaahan kepustakaan tentang delineasikawasan pesisir dan identifikasigeomorfologi kawasan, (2) mempelajarikarakteristik daerah yang meliputigeomorfologi, iklim, dan sumberdaya, (3)survei lapangan pengukuran topografikawasan dan penggunaan lahan aktual, dan(4) menelaah karakter fisik dan sosialkawasan untuk analisis tipologi pesisir.

Pemetaan karakteristik kawasanpesisir berdasarkan pendekatan geo-morfologi dengan satuan pemetaan adalahsatuan medan (terrain unit) pada skala detil.Penelitian mengenai karakter fisikParangtritis dilakukan melalui analisapenginderaan jauh (Gambar 1). Hasilinterpretasi citra satelit ini kemudianditumpangsusunkan dengan hasilpengukuran topografi detil di lapanganuntuk mengklasifikasikan kelas kemiringanlerengnya.

Analisis tipologi pantai meliputikriteria geomorfologi berupa kemiringanlereng, jenis material, dan proses yangdominan yang berada pada zona antaraperairan surut dan pasang tinggi dan ruangyang masih dipengaruhi oleh laut. Prosesgeomorfologi yang menyebabkanperkembangan pesisir diidentifikasi melaluitumpangsusun (overlay) peta-peta topografidaerah penelitian yang memiliki tahunpembuatan berbeda dengan bantuanperangkat lunak Geographical Information

System (GIS) ArcGIS 9.2. Tipologi pantaidianalisis melalui interpretasi citra satelitASTER (Advanced Spaceborne thermal Emis-sion and Reflection Radiometer) orthorectifieddianalisis dengan algoritma klasifikasi un-supervised mengkombinasikan saluran AS-TER VNIR RGB: 3N-2-1. Perangkat lunakyang digunakan adalah ENVI 4.3.

Kriteria sosial-ekonomi kawasanmeliputi aktivitas penduduk di kawasanpesisir yang tergantung pada kegiatan daratdan laut. Perkembangan penduduk dikajiberdasarkan statistik dan laporan resmiPemerintah. Wawancara dan pengamatandi lapangan dilakukan untuk memperolehdata kriteria sosial ekonomi. Perkembanganpermukiman dianalisis melalui interpretasifoto udara multi temporal tahun 1960,1992, 2000, 2002, 2003, dan citra satelitQuickbird tahun 2006. Bangunandidelineasi secara manual dengan ArcGIS9.2. Dengan melakukan tumpang susunhasil interpretasi bangunan diperolehperkembangan bangunan antar waktu.

Analisa karakteristik geografikawasan sebagai refleksi daya dukunglingkungan diolah dan disajikan secaratabulasi dan spasial melalui peta. Metodeanalisis yang digunakan dalam penelitianini adalah metode deskriptif didukungdengan metode kualitatif untuk data sosialdemografi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tipologi pesisir

Berdasarkan pada interpretasi petatopografi multitemporal dan citra satelit,diperkirakan besarnya kemajuan lahan(progresi) ke arah laut sekitar 165 metergaris pantai Parangtritis, selama periodetahun 1919 hingga 2001.

Page 8: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 104

Sumber: Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Skala 1: 25.000

Gambar 2. Lokasi Penelitian Pantai Parangtritis

Sumber: Corlay et al., 1995 dengan modifikasi

Gambar 1. Alur Penelitian Litoralisasi di Parangtritis

Page 9: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

5Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

Sumber: Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Skala 1: 25.000

Gambar 3. Perkembangan Garis Pantai Parangtritis

Progresi besar terjadi antara 1919hingga 1944 (sekitar 1,6 meter per tahun)dan terbesar ketika terjadi pada tahun 1944hingga 2001 atau sekitar 2,2 meter pertahun (Gambar 3). Situasi ini menggambar-kan bahwa pesisir Parang-tritis mengalamikemajuan akibat sedimentasi membentuktipologi pantai berpasir vulkanik datarhingga miring (Gambar 4).

Dengan melakukan analisis tigadimensi melalui perangkat lunak GISantara hasil delineasi interpretasigeomorfologi citra ASTER dengan hasilpengukuran lapangan, diperoleh tigasatuan tipologi pantai Parangtritis, yaitu:1) gisik aktif datar hingga landai materialpasir vulkanik (25%), 2) gisik non aktif

landai bergumuk material pasir vulkanik(59,5%), dan 3) kaki perbukitan landaihingga miring material campuran pasir dankoluvial (15%). Hasil interpretasimenunjukkan bahwa topografi pesisirParangtritis tidak seragam dengan adanyatiga cekungan. Lokasi-lokasi cekunganjuga merupakan daerah rentan terhadapgenangan air laut.

Kawasan pesisir pantai selatanYogyakarta merupakan kawasan pesisiryang terus mengalami kemajuan akibatadanya sedimentasi. Tenaga geomorfologilaut berupa arus pasang surut dan hempasanombak membentuk tipologi pantai gisikaktif yang kemudian dengan adanya tenagaangin mengangkut pasir kearah belakang

Page 10: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 106

membentuk gisik non aktif dengan gumuk-gumuk pasir. Pantai gisik aktif berhadapanlangsung dengan hempasan ombak/gelombang sehingga sangat labil dan dapatmengalami perubahan letak, baik kedepan(progresif) maupun mundur (regresif). Rata-rata lebar dari pantai gisik aktif antara 10meter hingga 20 meter. Di belakang pantaigisik aktif terbentuk pantai gisik non aktifseiring semakin kecilnya peran energihempasan ombak/gelombang. Gumuk pasirterbentuk jauh belakang pantai gisik nonaktif.

Satuan gisik aktif merupakan kawasanyang sangat terbuka terhadap bencanakarena berhadapan langsung dengan laut,sedangkan kawasan belakangnya relatifaman dari ancaman bencana tersebut.Beting gisik aktif merupakan kawasan yangpada saat pasang tinggi dapat tergenangoleh air laut. Material pantai pada saatkering terangkut oleh tenaga angin. PadaGisik non aktif, proses geomorfologi initidak terjadi, kecuali untuk transport ma-

terial pasir oleh angin. Kaki perbukitanmerupakan kawasan yang cukup jauh daripengaruh laut dan merupakan kawasanyang cukup aman terhadap tsunami.

Perkembangan permukiman

Daya tarik wisata pantai menyebab-kan semakin berkembangnya aktivitasekonomi yang berdampak pada semakinberkembang-nya permukiman di sekitarpantai. Pada tahun 1960-an hanya terdapatsekitar 20 Kepala Keluarga (KK) yangbermukim di kaki bukit dan PegununganSeribu. Namun, hingga tahun 2000tercatat sebanyak 1.098 rumah di kawasantersebut. Kawasan gumuk pasir banyakmendapatkan tekanan bangunan dilihatdari pertumbuhan bangunannya yangberkembang sejajar dengan pantai danberhadapan dengan laut. Dari tahun 1960hingga tahun 2006 terjadi peningkatanjumlah bangunan secara sangat signifikan,yaitu 3.600% dan diringi oleh pertumbuhan

Sumber: Hasil Analisis Citra Digital

Gambar 4. Tipologi Pantai Lokasi Penelitian

Page 11: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

7Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

penduduk (Gambar 4). Perkembangan inidimulai sejak selesainya pembangunanJembatan Kretek yang menghubungkanParangtritis dengan Kota Bantul danYogyakarta (Sudaryono et al., 2002).

Secara spasial, perkembangan per-mukiman ini mengarah ke pantai mendekati

lokasi wisata pantai, berawal dari kakiperbukitan menuju beting gisik aktif.Perkembangan permukiman kearah laut inimenyebabkan semakin berkembangnyapermukiman ke arah pantai dengan pusat-pusat perkembangan merupakan obyek-obyek wisata utama di kawasan Parangtritisyaitu: Parangkusumo, pemandaian airhangat, makam, dan plasa Parangtritis.Perkembangan permukiman kearah pantaidapat meningkatkan keterbukaan per-mukiman terhadap resiko bencana laut.

Sekitar 21,5% permukiman berada di gisikaktif dan 64% berada pada gisik non aktif.Perkembangan permukiman ini sangatterkait dengan aktivitas pariwisata yangberkembang di Parangtritis yang dapatdilihat dari struktur umur penduduk pesisirParangtritis yang sebagian besar usiaproduktif.

Sosial ekonomi

Jumlah penduduk Desa Parangtritispada tahun 2005 adalah 3.489 jiwa, dengankepadatan penduduk 606 jiwa/km².Tingkat kesejahteraan mereka padaumumnya adalah menengah, danpendapatan mereka umumnya berasal dariaktivitas pariwisata. Pendapatan minimumrumah tangga Indonesia adalah Rp.715.000/bulan (Triyono, 2008).

Gambar 4. Dinamika Bangunan dan Pertumbuhan PendudukParangtritis

Perkem bangan Jum lah Rum ah

0

200

400

600

800

1000

1200

1960 1992 2000 2002 2003 2006

Tahun

Jum

lah

Rum

ah

Sumber: BAPPEDA Bantul, 2006

Pertum buhan Jum lah Penduduk Parangtritis

650066006700

6800690070007100

72007300

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Tahun

Jum

lah

Pend

uduk

Sumber: BAPPEDA Bantul, 2006

Page 12: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 108

Gambar 5. Arah Perkembangan Permukiman Tahun 1960 - 2006

Sumber:

- Foto Udara Tahun 1960, 1992, 2000, 2002, 2003- Citra Quick Bird 2006

e. Sebaran Permukiman Tahun 2003 f. Sebaran Permukiman Tahun 2006

c. Sebaran Permukiman Tahun 2000 d. Sebaran Permukiman Tahun 2002

a. Sebaran Permukiman Tahun 1960 b. Sebaran Permukiman Tahun 1992

Page 13: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

9Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

Berdasarkan data statistik DesaParangtritis tahun 2007, kawasan pesisir inidihuni oleh sebagian besar penduduk usiaproduktif (15 – 56 tahun). Ini menunjukkanbahwa ketergantungan ekonomi masyarakatterhadap aktivitas ekonomi kepariwisataansangat tinggi. Data statistik hasil surveimenunjukkan bahwa 64% pendudukberprofesi sebagai pemilik rumah makan/warung (Bappeda Bantul, 2006).

KESIMPULAN

Kawasan Parang tritis terbagimenjadi tiga tipologi pesisir dengandominasi material pasir vulkanis GunungMerapi. Perkembangan pesisir kearah lautdan berkembangnya pariwisata menyebab-kan penduduk semakin tertarik untuktinggal di kawasan pesisir. Pantai gisikaktif berhadapan langsung dengansamudera Hindia, pantai gisik non aktifdengan gumuk pasir berada di belakang-nya, dan kaki perbukitan di formasi pal-ing belakang. Tipologi pesisir Parangtritis

memiliki pola paralel memanjang berarahtimur- barat, paralel dengan garis pantai.

Fenomena litoralisasi banyakditemukan di pesisir Indonesia sebagaikecenderungan pemanfaatan lahan pesisir.Kawasan pesisir Parangtritis sebagaicontoh litoralisasi dikaji untuk dapatditerapkan di seluruh pesisir Indonesiadengan memperhatikan karakter fisik,sosial ekonomi, dan penggunaan lahan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasihkepada Fakultas Geografi UniversitasGadjah Mada, khususnya kepada Dr.Junun Sartohadi, M.Sc, dan kepadaPUSPICS UGM atas data foto udara dancitra ASTER, penul is juga sangatberterima kasih kepada Prof. CatherineMeur-Ferec dan Dr. Alain Hennaf dariInstitut Universitaire Européen de laMer UBO-France atas bimbinganmetodologi kajian géographie du littoral.

DAFTAR PUSTAKA

Bappeda Bantul. 2006. Data Pokok Kabupaten Bantul, Pemerintah Kabupaten Bantul.

Corlay, Jean-Pierre. 1995. Géographie Sociale, Géographie du Littoral, Norois, Poitiers, e.42, n° 165, p.247-265.

Dagnelie, Pierre. 1998a. Statistique Théorique et Appliquée, Tome 1: Statistique descriptive etbases de l’inférence Statistique, De Boeck Université.

Dagnelie, Pierre. 1998b. Statistique Théorique et Appliquée, Tome 2: Inférence Statistique àune et à deux dimensions, De Boeck Université.

Dahuri, H. Rochmin, Jacob Rais, Sapta Putra Ginting. 2001. Pengelolaan SumberdayaWilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Jakarta: Pradnya Paramita.

Page 14: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1010

Dauphiné A.. 2003. Risque et Catastrophe : observer, spatialiser, comprendre, gérer, Armand Collin,p288

Dinas Pariwisata. 2007. Data Statistik Pariwisata Kabupaten Bantul, Pemerintah daerahKabupaten Bantul

Dumolard P., Dubus N., Charleux L.. 2005. Les Statistiques en Géographie, Belin, Paris Cedex

El Mrini A, Nachite D., Taaouati M.. 2008. Interactions Physico-Naturelles Et Socio-EconomiqueSur Le Littoral Tetouanais (Maroc Nord Occidental), Actes du colloque internationalpluridisciplinaire “Le littoral : subir, dire, agir” - Lille, France, 16-18 janvier 2008

Khakhim, Nurul, Dedi S., Ani M., Vincentius P. S., Mennofatria B. . 2008. Analisis VisualLanskap Pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta untuk Pengembangan Pariwisata PesisirMenuju pada Pengelolaan Wilayah Pesisir Berkelanjutan, Forum Geografi Volume 22No. 1 Juli 2008.

Lavigne, F., C. Gomez, M. Gifo, P. Wassmer, C. Hoebreck, D. Mardiatno, J. Priyono, andR. Paris. 2007. Field Observations of the 17 July 2006 Tsunami in Java, NaturalHazard and Earth System Science, 7(1), 177 - 183

Meur-Ferec C.. 2006. De la Dynamique Naturelle à La Gestion Intégrée de L’espace Littoral : UnItinéraire de Géographe ; Volume 1 – Essai Inédit, Document présenté en vue del’habitation à diriger des recherches, Université de Nantes

Meur-Férec C. et Morel V.. 2004. L’érosion sur la frange côtière: un exemple de gestion desrisques. Nature Science et Société 12, 263-273

Puspito N.T.. 2004. Tsunami Zoning for Southern Coast of Java, Prosiding Himpunan ahliGeofisika Indonesia, 2004

Ritohardoyo, Su. 2007. Perubahan Permukiman Pedesaan Pesisir Kabupaten Gunung Kidul DaerahIstimewa Yogyakarta Tahun 1996-2003, Jurnal Forum Geografi Volume 21 No. 1 Juli2007.

Rynn J. 2002. A Preliminary Assessment Of Tsunami Hazard And Risk In The Indonesian Region,Centre for Earthquake Research in Australia

Sudaryono, Purbadi .J, Hardiyanto, Srisulistyani, Triyono, Arif A.. 2002 – 2004. Karakter RuangLokal Sebagai Mainstream Perencanaan Pembangunan Lokal:Upaya Menyumbang Pendekatan danSubstansi Teori Lokal untuk Pembangunan Lokal, Riset Unggulan Bidang Kemasyarakatandan Kemanusiaan RUKK III, Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi

Triyono. 2008. Evaluation de la Vulnerabilité au Tsunami dans la Région de Bantul, secteurde Parangtritis en Indonesie :Mémoire Master 2, Institut Universitaire Européen de laMer, Université de BRETAGNE OCCIDENTAL, Perancis

Yalçiner A.C., Pelinovsky E.N., Okal E, Synolakis C.E., (ed). 2001. Submarine Landslideand Tsunamis, NATO Science Series, Earth and Environmental sciences, p.328

Page 15: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

11Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

KAJIAN KETERSEDIAAN AIR PERMUKAAN PADA BEBERAPADAERAH ALIRAN SUNGAI

(Studi Kasus di Sub DAS Temon, Wuryantoro, Alang, dan Keduang)

Ugro Hari MurtionoKelompok Peneliti Konservasi Tanah dan Air (KTA)

Balai Penelitian Kehutanan (BPK) SoloJl. Ahmad Yani Pabelan, Po. Box. 295, Surakarta, Jawa Tengah, Telp/Fax: 0271-716709

E-mail: [email protected]

ABSTRACT

The study was conducted at some watersheds (Temon, Wuryantoro, Alang, and Keduang subWatersheds), in Wonogiri District. These four sub Watersheds are main river whose outlets go intoWonogiri Dam. The study will calculate of water availability and the need of water for various uses atfour sub Watersheds. The Thornwaite and Mather method was used to calculate the of water availabil-ity. The results indicate that : (1) The water availability at Temon Sub Watershed) 35.435.875 m3 andthe need of water per year sebesar 51.053.247 m3, the water minus 30,59% per year; (2) The wateravailability per year Wuryantoro sub Watershed 17.788.417 m3 and the need of water per year22.413.430 m3, the water minus 20,64% per year; (3) The water availability per year at Alang subWatershed 31.372.317 m3 per year and the need of water per year 69.566.500 m3, the water minus54,90% per year; (4) The water availability per year geological at Keduang sub Watershed 438.527.889m3 and the need of water per year 452.611.219 m3, the water minus 3,11% per year; (5). Watershedhaving condition needs improvement especially an effective water resourcesplan, allocating, and distribut-ing of water according to priority establishment, e.g., water pond, revegetation with low evapotranspira-tion potential, developing infiltration well, protecting water spring from disconcerting, and construction ofwater reservoir.

Keywords: potency of water, need of water, and minus water

PENDAHULUAN

Sebagai salah satu sumber alam, airmerupakan faktor amat penting dan mutlakuntuk sumber kehidupan. Seperti telahdiketahui dalam daur hidrologi, airmempunyai mobilitas yang tinggi. Melaluipresipitasi, evaporasi, transpirasi, danpengaliran, air berputar terus sepanjangmasa. Jumlah penduduk yang semakin

bertambah, meningkatnya kebutuhanpangan, bertambahnya luas sawah danindustri yang juga diikuti teknologi semakinberkembang dapat menyebabkan keadaanair relatif dirasakan semakin berkurang baikkuantitas ataupun kualitasnya. Meskipunair di bumi ini tetap, yang berbeda adalahsifat penyebarannya yang tidak merata baikmenurut lokasi geografi ataupun waktu(Soewarno dan Srimulat Yuningsih, 2000).

Kajian Ketersediaan Air Permukaan ... (Ugro Hari Murtiono)

Page 16: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1012

Pengelolaan DAS adalah serangkaiankegiatan dengan berbagai cara yang salingterkait dengan penuh pertimbangan untukmencapai suatu tujuan (Pusposutarjo,1989). Tujuan pengelolaan DAS untukmencapai kelestarian DAS agar dapatmemberikan manfaat yang maksimal danberkesinambungan bagi kesejahteraanmanusia. Tujuan pengelolaan DAS dapatdicapai maka sasaran pengelolaan DASmeliputi berbagai aspek yaitu pengelolaanekosistem, pengelolaan lahan, pengelola-an air dan pengelolaan sumber dayamanusia.

Proses hidrologi dalam suatu DASsecara sederhana dapat digambarkandengan adanya hubungan antara unsurmasukan yakni hujan, proses dankeluaran yaitu berupa aliran. Hujan akanmenghasilkan aliran tertentu pula danaliran ini selain dipengaruhi olehkarakterist ik DAS dan juga sangattergantung pada karakteristik hujan yangjatuh. Karakteristik hujan meliputi tebalhujan, intensitas hujan dan durasi hujan,sedang karakterist ik DAS meliputitopografi, geologi, geomorfologi, tanah,penutup lahan/vegetasi, dan pengolahanlahan serta morfometri DAS (Hadi,2006).

Pengelolaan air diperlukan untukmemberikan kemakmuran dan kesejah-teraan kepada masyarakat, sehingga perludiketahui persediaan dan kebutuhan airdalam suatu daerah. Walaupun air terdapatdimana-mana, namun kuantitasnyaterbatas, begitu pula tersedianya menurutwaktu dan letak geografisnya, kualitas-nyapun sering tidak sesuai dengankeperluan, oleh karena itu tanpa adanyausaha-usaha manusia, sedikit atau banyaktidaklah mungkin untuk memanfaatkan air

guna kemakmuran serta kesejahteraannyamenurut jumlah, selera, waktu dan lokasiyang dikehendaki.

Pada waktu dahulu sebelum airdiperlukan untuk berbagai keperluan dandalam jumlah yang besar, air itu relatifmasih belum merupakan suatu masalah,karena masih dapat memenuhi keperluanmasyarakat. Masa kini, sangat dirasakanbahwa jenis serta banyaknya kebutuhanakan air begitu meningkat, sehingga harusdapat kita atur sedemikian rupa, agarsupaya semua keperluan dalam berbagaibidang dan dalam waktu , tempat sertajumlah tertentu, baik untuk keperluanekonomi maupun usaha-usaha sosial danbudaya, dapat dipenuhi secara baik, teraturserta lestari.

Pengelolaan DAS harus terusdievaluasi, salah satu parameternya adalahpersediaan air untuk mengetahui kondisiDAS apakah dalam kondisi buruk, sedangdan baik. Perhitungan nilai persediaan airtersebut perlu diketahui berapa potensi(ketersediaan air) yang kemudiandibandingkan dengan kebutuhan air yangdiperlukan baik untuk air minum daerahpemukiman maupun untuk keperluan polapenggunaan lahan yang diterapkan padaDAS. Tujuan penelitian ini adalah mengkajiketersediaan dan pemanfaatan airpermukaan sub DAS Temon, Wurantoro,Alang, dan Keduang di Daerah AliranSungai (DAS) Solo Hulu.

METODE PENELITIAN

Lokasi

Kegiatan penelitian dilaksanakanpada empat sub DAS. Secara administrasitermasuk dalam wilayah KabupatenWonogiri. Masing-masing sub DAS terletak

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 11 - 24

Page 17: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

13Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

Tabel 1. Lokasi , Letak lintang, Formasi Geologi dan Luas DAS

Temon 70 49' 48,24" - 70 52' 51,89" LS Campuran Volkan 4.2501100 49' 56,70" – 1100 52' 38,50" BT Tua-Kapur

Wuryantoro 70 49' 48,24" - 70 52' 38,5" LS Campuran Volkan 1.7921100 49' 56,70" – 1100 52' 38,50" BT Tua-Kapur

Alang 80 01' 49" - 80 06' 06" LS Kapur 5.4391100 46' 49,7" - 1100 54' 10,7" BT

Keduang 70 42' 27,16" - 70 55' 35,51" LS Volkan muda 35.9931100 59' 29,29" - 1110 13' 30,00" BT

Sub DAS Letak Lintang Formasi Geologi Luas (ha)

Sumber: Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Skala 1: 25.000

Gambar 1. Lokasi Sub DAS Temon, Wuryantoro, Alang danKeduang

Kajian Ketersediaan Air Permukaan ... (Ugro Hari Murtiono)

Sumber: Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Skala 1: 25.000

Page 18: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1014

di Kecamatan Baturetno (sub DASTemon). Kecamatan Pracimantoro danGiritontro (sub DAS Alang), KecamatanWuryantoro (sub DAS Wuryantoro), danKecamatan Ngadirojo, Nguntoronadi, danSlogohimo (sub DAS Keduang). Lokasi inidipilih karena: (1) Keempat sungai tersebutmerupakan sungai utama yang masuk kewaduk wonogiri yang sekarang inimempunyai masalah sedimentasi yangcukup tinggi; (2) Keempat lokasi tersebutmasing-masing mempunyai masalahkekurangan air yang cukup ekstrim dan; (3)Keempat lokasi masing masing mempunyaiformasi geologi yang berbeda yaitucampuran volkan tua dan kapur di sub DASTemon dan Wuryantoro, kapur di sub DASAlang, dan volkan muda di sub DASKeduang. Letak lintang-bujur dan luasmasing-masing sub DAS disajikan padaTabel 1.

Iklim

Menurut klasifikasi Koppen, daerahpenelitian beriklim hujan tropik (A)dengan tipe Awa dan Ama. Tipe iklim Awaterdapat di sub DAS Temon dan Alang,tipe iklim Ama terdapat pada sub DASWuryantoro, tipe iklim di sub DASKeduang adalah D, musim hujan terjadiantara bulan November – April, sedangkanmusim kering pada bulan Mei – Oktober,jumlah bulan basah 6-7 bulan (Schmidt danFerguson, 1951).

Geologi dan Geomorfologi

Berdasarkan Peta Geologi BersistemIndonesia Lembar Surakarta 1408-03,Lembar Giritontro 1407-6, Lembar Pacitan1507-4 Tahun 1992 skala 1:100.000,lembar Ponorogo 1508-1 tahun 1997 skala1 : 100.000 dan Peta Geologi Jawa dan

Madura Lembar III Jawa Timur tahun 1963skala 1 : 500.000, berikut diskripsi singkatmengenai kondisi geologi dan geomorfologidaerah penelitian.

Sub DAS Temon

Terdiri dari 4 (empat) formasi geologiyaitu: Semilir, formasi Wonosari – Punung,formasi Mandalika, dan formasiNglanggran. Fomasi Semilir berumurmiosen awal berupa tuf, breksi, batuapungdasitan, batu pasir tufan dan serpih.Formasi Wonosari-Punung berumur darimiosen tengah hingga pliosen, yang berupabatu gamping napalan-tufan, batu gampingkonglomerat, batu gamping tufan dan batulanau. Formasi Mandalika berumur miosenawal yang berupa lava dasit-andesit dantufa dasit dengan retas diorit, serta formasiNglanggran yang berumur miosen awalhingga miosen tengah yang berupa breksigunung api aglomerat dan lava andesitbasal dan tuff.

Sub DAS Wuryantoro

Sub DAS Wuryantoro merupakanformasi Oyo terdiri dari andesit horn-blende, batu pasir tuf, tuf vitreous, napaltufan dan tanah liat (clay). Di formasi inijuga dijumpai breksi dari kapur (limestonebreccias) dan konglomerat dari batu kapur(conglomeratic limestone). formasi andesit tuadijumpai pada sub DAS Wuryantoro bagianhulu, pada formasi ini terdapat 2 (dua) igiryaitu Igir Plopoh dan Igir Kembengan,kedua igir mempunyai batuan yang resistenyaitu tuff dan batuan andesit tua dariendapan gunung berapi tua pada jamanmiosen tua. Berkaitan dengan kondisi iklimdan geologinya, proses-proses geo-morfologi yang penting di daerah

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 11 - 24

Page 19: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

15Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

penelitian antara lain pelapukan, erosi, dansedimentasi. Suhu udara yang selalu tinggimempengaruhi laju pelapukan batuan,namun demikian pembentukan tanahterhambat oleh proses erosi terutamadidaerah hulu. Pada sub DAS Wuryantorotingkat erosinya sudah sangat lanjutsehingga sedimen yang terangkut sungairelatif kecil.

Sub DAS Alang

Sub DAS Alang merupakan formasiKepek menempati daerah terluas, terdiribatu napal (marls) dan batu karang. Batunapal adalah sedimen yang terdiri daribahan kalsium karbonat (CaCo3) denganlempung ataupun lanau. Di sebelah huluformasi Kepek dijumpai formasi Wonosariyang berbatuan gamping.

Sub DAS Keduang

Sub DAS Keduang merupakanformasi Blitar sub Zone menempati daerahyang dominan luas, terdiri dari batuanbreksi Notopuro dan vulkanik muda dansebelah selatan berbatasan dengan igirKambengan (Kambengan Range). Di sebelah

barat adalah dataran alluvial yangberbatasan dengan igir Plopoh (PlopohRange).

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di daerahpenelitian terdiri dari tegal, sawah,kampung, dan hutan. Lahan tegalanmenempati wilayah terluas. Sawah yangdikerjakan masyarakat berupa sawahtadah hujan, perkampungan yang adaumumnya berupa desa, lahan hutan diempat sub DAS relatif sedikit, terluas disub DAS Temon hanya 24,9%. Luasmasing-masing penggunaan lahandisajikan pada Tabel 2.

Tanah

Daerah penelitian mempunyai tigakelompok tanah utama (main soil group)yaitu laterit, margalit dan tanah kapur. Jenislaterit yang ada bersifat andesitik denganwarna merah. Jenis tanah ini mempunyaipermeabilitas dan kapasitas menahan aircukup baik. Pada daerah yang tinggi ataulereng curam, erosi berlangsung cepat,sehingga lapisan tanah sangat tipis dan

Tabel 2. Luas Penggunaan Lahan pada Daerah Penelitian (ha)

Kajian Ketersediaan Air Permukaan ... (Ugro Hari Murtiono)

Sumber: - Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Skala 1: 25.000- Hasil Perhitungan

Temon 1.446 34,00 942 22,20 805 18,90 1.057 24,90

Wuryantoro 1.035 57,76 238 13,28 305 17,02 214 11,94

Alang 3.284 60,50 686 12,63 1.145 21,09 314 5,78

Keduang 17.210 47,81 11.798 32,78 4.424 12,29 2.561 7,12

Sub DASTegal Sawah Kampung Hutan

(ha) % (ha) % (ha) % (ha) %

Page 20: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1016

banyak dijumpai singkapan. jenis tanah initerdapat di sub DAS Temon danWuryantoro bagian hulu.

Jenis margalit yang dijumpai ada 2(dua) macam yaitu margalit hitam danmargalit andesitik hitam. Jenis tanahmargalit hitam mempunyai sifat lekat kalaubasah, plastisitas sedang dan berupa blok-blok yang keras bila mengering. Penyebarantanah ini berada didaerah berbukit danumumnya mempunyai solum dangkal. jenistanah margalit hitam mempunyai tekstursangat halus, terbentuk dari material pasir,loam dan clay. Material clay mendominasitanah ini dengan kandungan 70%, dantanah margalit andesitik hitam juga kayaakan kapur (Dames, 1955).

Jenis tanah kapur yang dijumpai disub DAS Alang bersifat laterik berwarnamerah sampai coklat hitam. Jenis tanah inimengandung lebih dari 97% mineral CaCo3,bersifat agak plastis dan lengket,permeabilitas lambat dan cukup menahanair . Pada saat kering tanah menjadi retakmembentuk blok-blok yang keras. Sebagianbesar solumnya dangkal. Kedalamannyabervariasi dari nol pada lereng curamhingga beberapa meter pada lembah.

Air permukaan yang tersedia

Perhitungan air permukaan yangtersedia digunakan metode Thornthwaite-Mather. Berdasarkan pada ketersediaandata yang ada di lokasi penelitian yaitu datatemperatur udara bulanan untukmenghitung evapotranspirasi potensial,curah hujan rata-rata, penggunaan lahandan jenis tanah untuk perhitungan “WaterHolding Capasity”, dan metode inimerupakan metode yang cukup baikkarena parameter-parameter yang

digunakan cukup mewakili untukmemperhitungkan air permukaan yangtersedia.

Hujan

Dalam perhitungan air permukaanyang tersedia dengan menggunakanmetode Thornthwaite - Mather memerlukandata curah hujan yang berkesinambungan.Daerah penelitian sudah tersedia datacurah hujan yang diamati oleh BalaiPenelitian Kehutanan (BPK) Solo mulaitahun 1991 sampai tahun 2007.

Temperatur udara

Temperatur udara didaerah penelitiandihitung dengan menggunakan datatemperatur di Stasiun Meteorologi Pabelan(106 m dpl) Proyek PWS Bengawan Solodengan menggunakan pendekatan rumus(Mock, 1973)

Co)1 H- (H 0,006 T = .................. (1)

dimana:T = perbedaan temperaturH = ketinggian dari stasiun setempat

(meter)H1 = ketinggian rata-rata dari daerah

penelitian

Perhitungan Evapotranpirasi PotensialBulanan Sebelum Terkoreksi (EP*)

Evapotranpirasi Potensial BulananSebelum Terkoreksi (EP*) dihitungberdasarkan suhu udara, dengan rumus :

I T10 a1,6 *EP = ........................... (2)

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 11 - 24

Page 21: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

17Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

∑=

=12

1 ni I .......................................... (3)

5

1,514T i = .................................... (4)

a = 0,000000675 I 3 - 0,000077 I 2 +0,017921 + 0,49239 ............................. (5)

dimana:Ep * = evapotrannspirasi potensial

sebelum terkoreksiT = suhu udara bulananI = indeks panas tahunani = indeks panas bulanana = konstanta

Disamping rumus tersebut dapatdilihat juga dalam Tabel Thornthwaite -Mather berdasarkan suhu udara.

Perhitungan Evapotranspirasi Potensial(EP) Bulanan Setelah Terkoreksi

Evapotranpirasi Potensial (EP)bulanan setelah terkoreksi dihitung denganmenggunakann rumus :

Ep = f. EP* ................................. (6)

dimana:f = adalah faktor koreksi yang

diperoleh berdasar-kan letaklintang lokasi peneliti

Hujan Bulanan dikurangi Evapo-transpirasi Potensial Bulanan SetelahTerkoreksi (P - EP)

P - EP adalah selisih antara curahhujan dengan evapotranspirasi potensial.Nilai ini diperlukan untuk menentukankelebihan dan kekurangan periode lembab

atau basah, nilai negatif dari P - EPmengindikasikan bahwa jumlah curahhujan yang jatuh tidak mampu menambahkebutuhan potensi air dari areal yangtertutup vegetasi. Sedangkan nilai positifdari P - EP mengindikasikan bahwa jumlahkelebihan air yang tersedia selama periodetertentu dalam 1 tahun untukmengembalikan kelembaban tanah danaliran permukaan.

Akumulasi Potensi Kehilangan Air(APWL)

Akumulasi Potensi Kehilangan Air(APWL) diperlukan untuk mengetahuipotensi kehilangan air pada bulan kering.Perhitungan nilai APWL didasarkan pada: nilai P - EP negatif, maka secara berurutandijumlahkan dengan nilai P - EPsesudahnya sampai dengan P - EP negatifyang tesrakhir, sehingga penjumlahannyasecara kumulatif.

Perubahan Lengas Tanah ( D St )

Nilai perubahan lengas tanahdihitung berdasarkan selisih antaracadangan lengas tanah bulan sebelumnyadengan cadangan lengas tanah bulan ini.

Evapotranspirasi Aktual (AE)

Nilai Evapotranspirasi Aktualdiperoleh dengan ketentuan :1. Apabila P > EP maka AE = EP2. Apabila P < EP maka AE = P + D ST

Defisit

Nilai defisit (D) diperolehberdasarkan pada selisih antara EP - AE.

Kajian Ketersediaan Air Permukaan ... (Ugro Hari Murtiono)

Page 22: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1018

Surplus

Nilai surplus (S) diperolehberdasarkan rumus S = (P - EP) - D ST

Air permukaan yang tersedia

Air permukaan yang tersediadiperoleh dari surplus air yang besarnyadiasumsikan 50% dan sisanya akan keluarmenjadi aliran pada bulan berikutnya.

Kebutuhan Air

Kebutuhan air dihitung berdasarkandominasi penggunaan lahan yang ada dilokasi penelitian yaitu:1. Tegal yang terdiri dari kebutuhan air

untuk tanaman tahunan dan musiman2. Sawah yang terdiri dari1 kali panen, 2

kali panen, 5 kali panen 2 tahun3. Pemukiman4. Hutan

Tegal

Komposisi tanaman di lahan tegalpada umumnya adalah kacang tanah,jagung, dan singkong. Kacang tanah danjagung biasanya dapat dua kali panen(musim tanam I dan II). Pada musim tanamIII biasanya hanya tanaman singkong yangada. Kebutuhan air pada komposisi jenistanam yang demikian diperkirakan sebesar1200 mm/tahun (Dumairi, 1992).

Sawah

Kebutuhan air untuk sawah irigasiditetapkan 1 liter/detik/ha . Angka ini biladikonversi dalam mm menjadi 1200 mm/

tahun, jika sawah tersebut hanya sekalipanen dalam satu tahun. Jika dua kali panendalam satu tahun maka kebutuhan airnyamenjadi 2400 mm/tahun. Jika pada lahantersebut diselingi palawija ( 1 kali padi dan1 kali palawija) maka kebutuhan airnyamenjadi 2000 mm/th (Dumairi, 1992).

Pemukiman/penduduk

Dalam memenuhi kebutuhan airminum kita dapat memanfaatkan berbagaijenis sumber yang dapat diklssifikasikanberasal dari sumber air tanah, airpermukaan, air hujan maupun air laut.Variasi asal sumber yang digunakan dalampenggunaan air untuk kebutuhan rumahtangga akan juga menentukan perbedaanpola penggunaan air di daerah yangbersangkutan (Anna et al., 2000).

Kebutuhan air untuk penduduk didaerah penelitian diperkirakann 1200 mm/tahun. Angka ini diperoleh dengan asumsikepadatan penduduk 700 jiwa/km2.Keperluan tiap orang sebesar 80 liter/hari.Kepadatan ternak besar 40 ternak/km2

membutuhkan air sebanyak 25 liter/hari/ternak. Kepadatan ternak kecil 150ternak/km2 membutuhkan air sebanyak 5liter/hari/ternak (Dumairi, 1992).

Hutan

Hutan yang berdaun lebar menurutCoster (1937) dalam Asdak (1995),mempunyai laju evapotranspirasi berkisarantara 800 - 1400 mm/tahun tergantungpada kondisi daerahnya. Untuk kondisikesuburan tanah yang sedang maka lajuevapotranspirasinya sekitar 1000 mm/tahun. Laju evapotranspirasi pada hutanalam di pegunungan berkisar antara 500 -1200 mm/tahun, tergantung elevasi

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 11 - 24

Page 23: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

19Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

daerah-nya. Makin tinggi elevasinya, lajuevapotranspirasi makin berkurang. Untukdaerah dengan elevasi + 1000 m dpl, lajuevapotranspirasinya sebesar 1200 mm/tahun. Sedangkan pada daerah denganelevasi +2500 m dpl, laju evapotranspirasi-nya berkisar antara 500 - 600 mm/th.Berdasarkan hal tersebut maka kebutuhanair untuk vegetasi hutan daun lebar adalah1000 mm/tahun.

Kebutuhan air pada berbagaipenutupan lahan

Kebutuhan air pada suatu daerahdapat diperkirakan berdasarkanperhitungan. Kebutuhan air ini sangattergantung pada pola penggunaanlahannya. Penggunaan lahan untuk sawahmembutuhkan air yang paling banyak,untuk awal penenaman diperlukan air yang

relatif tinggi yaitu pada bulan Januari -April tergantung pada penggunaanlahannya, sedangkan pada bulanselanjutnya Mei-Desember agak sedikitberkurang (perincian kebutuhan airbulanan pada masing-masing penggunaanlahan dapat dilihat pada Tabel 3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERSEDIAAN AIR PERMUKAAN

Perhitungan persediaan air permuka-an menggunakan metode Thornthwaite -Mather dengan menggunakan datatemperatur udara bulanan untuk meng-hitung evapotranspirasi potensial, curahhujan rata-rata, penggunaan lahan dan jenistanah untuk perhitungan “Water Holding Ca-pacity” (WHC) hasil perhitungan disajikanpada Tabel 4.

Tabel 3. Kebutuhan Air Bulanan (mm) Berdasarkan Pola Penggunaan Lahan

Hutan 88 81 90 88 88 79 74 73 75 87 85 92 1.000lainnya

Sawah 264 115 39 38 38 34 32 32 33 38 255 276 1.2001 X panen

Sawah 264 243 270 264 264 115 108 106 110 125 255 276 2.4002 X panen

Sawah 264 243 270 264 264 237 222 219 225 261 255 276 3.0005 X pn 2th

Tegal 119 109 121 119 119 107 100 99 101 117 115 124 1.350

Pemukiman 106 97 108 106 106 95 89 88 90 103 102 110 1.200

Jenis Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des JmlTanaman

Sumber : Dumairi,1992

Kajian Ketersediaan Air Permukaan ... (Ugro Hari Murtiono)

Page 24: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1020

Tabel 4. Potensi dan Kebutuhan Air (m3) di Sub DAS Temon, Wuryantoro, Alang, danKeduang

No Bulan Potensi Kebutuhan % Potensi Kelebihan / Kekurangan

(01) (02) (03) (04) (05) = (03)/(04) (06) = (03) - (04)

% Kelebihan

/Kekurangan sub DAS Temon

1 Januari 5.900.901 5.991.320 98.49 -90.419 -1,51

2 Februari 8.080.412 4.296.365 188.08 3.784.047 88,08

3 Maret 8.010.987 3.937.412 203.46 4.073.575 103,46

4 April 5.697.644 3.861.835 147.54 1.835.809 47,54

5 Mei 2.848.822 3.861.835 73.77 -1.013.013 -26,23

6 Juni 1.418.431 3.466.987 40.91 -2.048.556 -59,09

7 Juli 709.215 3.245.797 21.85 -2.536.582 -78,15

8 Agustus 354.608 3.212.720 11.04 -2.858.112 -88,96

9 September 177.304 3.288.297 5.39 -3.110.993 -94,61

10 Oktober 88.652 3.798.207 2.33 -3.709.555 -97,67

11 November 44.326 5.841.317 0.76 -5.796.991 -99,24

12 Desember 2.104.573 6.251.155 33.67 -4.146.582 -66,33

Jumlah 35.435.875 51.053.247 69.41 -15.617.372 -30,59

sub DAS Wuryantoro

1 Januari 2.983.304 2.378.550 125,43 604.754 25,43

2 Februari 3.922.771 1.876.150 209,09 2.046.621 109,09

3 Maret 3.689.667 1.871.960 197,10 1.817.707 97,10

4 April 2.405.448 1.838.410 130,84 567.038 30,84

5 Mei 1.202.724 1.651.400 72,83 -448.676 -27,17

6 Juni 601.362 1.544.920 38,93 -943.558 -61,07

7 Juli 300.681 1.529.340 19,66 -1.228.659 -80,34

8 Agustus 150.340 1.562.340 9,62 -1.412.000 -90,38

9 September 75.170 1.562.890 4,81 -1.487.720 -95,19

10 Oktober 37.585 1.806.340 2,08 -1.768.755 -97,92

11 November 908.760 2.311.210 39,32 -1.402.450 -60,68

12 Desember 1.510.605 2.479.920 60,91 -969.315 -39,09

Jumlah 17.788.417 22.413.430 79,36 -4.625.013 -20,64

sub DAS Alang

1 Januari 3.552.381 7.222.810 49,18 -3.670.429 -50,82

2 Februari 4.246.432 5.743.550 73,93 -1.497.118 -26,07

3 Maret 11.792.534 5.769.830 204,38 6.022.704 104,38

4 April 5.902.012 5.667.930 104,13 234.082 4,13

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 11 - 24

Page 25: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

21Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)Kajian Ketersediaan Air Permukaan ... (Ugro Hari Murtiono)

5 Mei 2.951.006 5.667.930 52,06 -2.716.924 -47,94

6 Juni 1.475.503 5.091.250 28,98 -3.615.747 -71,02

7 Juli 737.752 4.762.720 15,49 -4.024.968 -84,51

8 Agustus 368.876 4.715.210 7,82 -4.346.334 -92,18

9 September 184.438 4.817.110 3,83 -4.632.672 -96,17

10 Oktober 92.219 5.564.590 1,66 -5.472.371 -98,34

11 November 46.109 7.015.290 0,66 -6.969.181 -99,34

12 Desember 23.055 7.528.280 0,31 -7.505.225 -99,69

Jumlah 31.372.317 69.566.500 45,10 -38.194.183 -54,90

sub DAS Keduang

1 Januari 85.981.258 58.568.244 146,81 27.413.014 46,81

2 Februari 82.837.547 38.692.275 214,09 44.145.272 114,09

3 Maret 62.272.688 32.509.073 191,55 29.763.615 91,55

4 April 43.128.092 31.907.182 135,17 11.220.910 35,17

5 Mei 21.564.046 31.907.182 67,58 -10.343.136 -32,42

6 Juni 10.782.023 28.652.840 37,63 -17.870.817 -62,37

7 Juli 5.391.012 26.818.634 20,10 -21.427.622 -79,90

8 Agustus 2.695.506 26.576.673 10,14 -23.881.167 -89,86

9 September 1.347.753 27.178.564 4,96 -25.830.811 -95,04

10 Oktober 11.353.831 31.404.623 36,15 -20.050.792 -63,85

11 November 36.450.254 57.272.100 63,64 -20.821.846 -36,36

12 Desember 74.723.879 61.123.829 122,25 13.600,050 22,25

Jumlah 438.527.889 452.611.219 96,89 -14.083.330 -3,11

Sumber: Hasil Perhitungan

Kebutuhan Air

Perhitungan kebutuhan air ini di-dasarkan pada kebutuhan pada pola peng-gunaan lahan yang terdiri dari: lahan tegal,sawah, pemukiman, dan hutan. Dalam per-hitungan satuan mm dikonversikan dalamm3, dengan mengubah satuan mm menjadim (dibagi 1.000) dan mengubah satuan luasdari ha menjadi m2 (dikalikan 10.000),sehingga untuk mengubah satuan mmmenjadi m3 cukup mengalikan 10 X luas peng-gunaan lahan (ha). Hasil perhitungan keter-sediaan dan kebutuhan air permukaandisajikan pada Tabel 4 dan Gambar 1, 2,3, dan 4.

Persediaan Air

Persediaan air di sub DAS Temonpertahun adalah 35.435.875 m3, sedang-kan kebutuhannya adalah 51.053.247 m3,sehingga persediaan air yang digunakanuntuk memenuhi kebutuhan hanya 69,41%,kekurangannya sebesar 15.617.372 m3

(30,59%). Kekurangan air tersebut terjadipada bulan Januari, Mei – Desember,berkisar 1,51 – 99,24% dan tertinggi terjadipada bulan November sebesar 99,24%dengan persediaan air yang hanya 44.326m3 dan kebutuhan yang digunakan5.841.317 m3, sehingga pada bulan tersebutperlu diupayakan kekurangannya.

Page 26: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1022

Persediaan air di sub DASWuryantoro pertahun adalah 17.778.417m3, sedangkan kebutuhannya adalah22.413.430 m3, sehingga persediaan airyang digunakan untuk memenuhikebutuhan sebesar 79,36% kekurangannyasebesar 4.625.013 m3 (20,64%).Kekurangan air tersebut terjadi pada bulanMei – November berkisar 27,17% –97,92%, tertinggi ter jadi pada bulanOktober sebesar 97,92% denganpersediaan air yang hanya 37.585 m3 dankebutuhan yang digunakan 1.806.340 m3,sehingga pada bulan tersebut perludiupayakan kekurangannya.

Persediaan air di sub DAS Alangpertahun adalah 31.372.317 m3, sedangkankebutuhannya adalah 69.566.500 m3,sehingga persediaan air yang digunakanuntuk memenuhi kebutuhan hanya45,10%, kekurangannya sebesar38.194.183 m3 (54,90%). Kekurangan airtersebut hampir merata setiap bulan yaitupada bulan: Januari, Februari, Mei, Juni,Juli,Agustus, September, Oktober,Nopember, dan Desember berkisar dari26,07% – 99,69% hanya bulan Maret dan

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 11 - 24

Sumber: Hasil Perhitungan

Gambar 3. Grafik Potensi danKebutuhan Air DAS Alang

Sumber: Hasil Perhitungan

Gambar 2. Grafik Potensi danKebutuhan Air DAS Wuryantoro

Sumber: Hasil Perhitungan

Gambar 4. Grafik Potensi danKebutuhan Air DAS Keduang

Sumber: Hasil Perhitungan

Gambar 1. Grafik Potensi danKebutuhan Air DAS Temon

Page 27: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

23Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

sumur-sumur resapan baik pada lahanpemukiman maupun pada lahantegalan; dan (2) Menjaga kelestariantanah dan sumber-sumber air di daerahhulu.

3. Persediaan air pertahun pada subDAS Alang sebesar 31.372.317 m3 dankebutuhan sebesar 69.566.500 m3,sehingga kekurangan air sebesar54,90% pertahun terjadi pada bulanJanuari, Februari dan Mei - Desemberberkisar 26,07% - 99,69%. Untukmengatasi kekurangan air pada subDAS yang merupakan formasi geologikapur yaitu: (1) Perlu dikembangkansumber-sumber air dengan sistemperencanaan yang baik mencakuppenyusunan rencana pembangunan,rencana pemanfaatannya dan rencanapenggunaan air dengan memper-hatikan berbagai keperluan menurutprioritas yang ditentukan; (2)Pengembangan pemanfaatan air tanahpada daerah yang dimungkinkan; (3)Pembangunan konservasi air(embung); dan (4) Menjaga kelestariantanah dan sumber-sumber air didaerah hulu.

4. Persediaan air pertahun sub DASKeduang sebesar 438.527.889 m3

dan kebutuhan sebesar 452.611.219m3, sehingga kekurangan air sebesar3,11 % pertahun terjadi pada bulanMei sampai dengan Novemberberkisar 32,42% - 95,04%. Untukmengatasi kekurangan air yangrelatif kecil pada sub DAS ini yangmerupakan formasi geologi volkanmuda yaitu: (1) Perlu di jagabangunan prasarana pengairan dankonservasi air yang telah dibangunagar dapat berfungsi terus-menerus;dan (2) Menjaga kelestarian tanahdan sumber-sumber air di daerahhulu.

April saja yang terjadi kelebihan (surplusair), tertinggi terjadi pada bulan Desembersebesar 99,69% dengan persediaan air yanghanya 23.055 m3 dan kebutuhan yangdigunakan 7.508.280 m3, sehingga padabulan tersebut perlu diupayakan ke-kurangannya.

Persediaan air di sub DAS Keduangpertahun adalah 438.527.889 m3, sedang-kan kebutuhannya adalah 452.611.219 m3,sehingga persediaan air yang digunakanuntuk memenuhi kebutuhan sebesar96,89%, kekurangannya sebesar14.083.330 m3 (3,11%). Kekurangan airtersebut terjadi pada bulan Mei – Novem-ber berkisar 32,42% – 95,04%, tertinggiterjadi pada bulan September sebesar95,04% dengan persediaan air yang hanya1.347.753 m3 dan kebutuhan yangdigunakan 27.178.504 m3, sehingga padabulan tersebut perlu diupayakankekurangannya.

KESIMPULAN

1. Persediaan air pertahun di sub DASTemon sebesar 1.684.246 m3 dankebutuhan sebesar 2.334.744 m3,sehingga kekurangan air sebesar27,86% pertahun terjadi pada bulanApril sampai dengan Desemberberkisar 26,07% - 99,69% .

2. Persediaan air di sub DAS Wuryantorosebesar 17.788.417 m3 dan kebutuhansebesar 22.413.430 m3, sehinggakekurangan air 20,64% pertahunterjadi pada bulan Mei sampai denganNovember berkisar 27,17% – 97,92%.Untuk mengatasi kekurangan air padasub DAS Temon dan Wuryantoro yangmerupakan formasi geologi campurancampuran volkan tua-kapur yaitu: (1)Perlu dikembangkan teknik-teknikpenyimpanan air dengan membuat

Kajian Ketersediaan Air Permukaan ... (Ugro Hari Murtiono)

Page 28: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1024 Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 11 - 24

DAFTAR PUSTAKA

Anna, Alif Noor, Retno Woro Kaeksi, dan Yuli Priyana. 2000. Pola Konsumsi Air UntukKebutuhan Rumah Dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya Di BanyudonoKabupaten Boyolali, Forum Geografi No : 26/XIV/Juli/2000.

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press.

Balai Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Surakarta (BTPDAS) , 2001. AnalisisNeraca Air Untuk Penetapan Kesesuaian Tanaman Pinus Merkusii Di PT Perhutani (Persero)Unit I Jawa Tengah. Kerjasama antara PT Perhutani (Persero) Unit I Jawa Tengahdengan BTP DAS Surakarta.

Budi Pramono, I. 2001. Pedoman Teknis Perhitungan Neraca Air Dengan Metode ThornthwaiteMather. Info DAS Nomor 11 Tahun 2001. Balai Teknologi Pengelolaan DAS Surakarta

Dumairi. 1992. Ekonomika Sumber daya Air. Pengantar ke Hidronamika, BPFE. Yogyakarta.

Hadi, Pramono. 2006. Pemahaman Karakteristik Hujan Sebagai Dasar Pemilihan ModelHidrologi (Studi Kasus di DAS Bengawan Solo Hulu), Forum Geografi Vol.20, No.1,Juli 2006.

Pereira, H.C. 1967. Effects of Landuse On Water And Energy Budgest Of Tropical Wat e r s h ed s .International Symposium on Forest Hydrology, Pergamon Press, NewYork.

Soewarno dan Srimulat Yuningsih. 2000. Karakteristik Hidrologi Daerah Pengaliran SungaiGarang, Forum Geografi No : 26/XIV/Juli/2000.

Thornthwaite, C.W. and J.R. Mather. 1957. Instruction and Tabels For Computing PotensialEvapotransprration And Water Balance . Publication in Climatology Drexel Institute ofTechnology, Laboratory of Climatology

Page 29: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

25Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

BELAJAR DARI PASANG SURUT PERADABAN BOROBUDUR DANKONSEP PENGEMBANGAN PARIWISATA BOROBUDUR

M. BaiquniFakultas Geografi dan Pusat Studi Pariwisata

Universitas Gadjah [email protected]

ABSTRACT

Borobudur is a famous tourism destination which is listed as a World Heritage Site listed in1991. Recently the condition of the temple is threatened with many problems related to tourist behaviors,overcrowded vendors and traders, as well as managerial issues. This research was carried out with litera-ture study, field observation, peer discussion and seminar. Reflecting the history, this research tried toexplain the rise and fall of civilization. This research tried to explain Borobudur as magnet for tourismdestination and tourism as locomotive for community and regional development. There are five reasonswhy glory of civilization can fall even dramatically: (1) horizontal conflicts among social groups; (2)intrigue and struggle for power among elite leaders; (3) expansion and occupation from foreign power; (4)environmental degradation; and (5) disasters like volcanic eruption, earthquake and tsunami. Borobudurhas many enigmas, when and why the fall of its civilization. It is not easy to explain these enigmas.Theresults of this research are: (1) It is possible combination of causes the fall of Borobudur civilization,but the most possible was volcanic eruptions of Merapi. (2) Borobudur has problems related to the touristnumber who disturb the stone relief and statues when they climb up the temple (3) Tourists disappointedto lack of hospitality and low quality of services provided by the management as well as the vendors andtraders. (4) The problems of conservation related to environmental changes. Among others, prime recom-mendation is “Rethinking Borobudur” to get new alternative and strategy to manage this world heritage.

Keywords: Enigma Borobudur, rise and fall of civilization, tourism and regional development

PENDAHULUAN

Borobudur merupakan salah satuwarisan dunia yang terkenal dan masukdalam World Heritage List dengan nomorC592 pada tahun 1991, namun belakanganmengalami kemerosotan pamor di duniainternasional. Sejak saat itu CandiBorobudur dipacu sebagai daya tarik wisatayang dikelola oleh BUMN. Dalampengelolaan dan pemanfaatan Candi

Borobudur sebagai daya tarik wisataternyata membawa dampak pada nilai-nilaipenting warisan budaya ini maupundampak sosial, ekonomi, dan budayamasyarakat yang ada di sekitarnya. Tidakjarang dampak ini justru menimbulkanmasalah-masalah baru yang rupanya tidakterduga dan kurang teperhatikan sebelum-nya. Berbagai perbedaan kepentingan telahberkembang menjadi persaingan danbahkan konflik antara berbagai pihak yang

Belajar dari Pasang Surut Peradaban ... (M. Baiquni)

Page 30: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1026

terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaat-an candi ini.

Masalah penurunan pamor ini didugaakibat tekanan pemanfaatan yang lebihdominan dibanding konservasi situspurbakala ini. Ditambah pula dengankesiapan aparat daerah dalam pengelolaankawasan pariwisata terkait dengan otonomidaerah, konflik kepentingan berbagai pihakterhadap keberadaan candi, serta kurangtanggapnya pengelola untuk mengantisipasidan mengatur perkembangan tersebut.Sejumlah keluhan wisatawan berkaitandengan pelayanan dan sikap perilaku parapendagang dalam menyodorkan dagangan-nya mulai muncul. Demikian pula keluhanpara pedagang dan warga terhadap pengelolaberkaitan dengan berbagai peraturan yangmenurut mereka perlu ditinjau kembali.Pengelolaan warisan dunia ini perlu segeradibenahi agar dapat lestari dan bermanfaatbagi masyarakat.

Memikirkan kembali keberadaanCandi Borobudur sebagai pusat peradabanmaupun magnet pariwisata diperlukankajian dari berbagai cara pandang dananalisis kritis. Upaya berbagai pihak untukmemikirkan kembali Borobudur diperlukansebagai masukan bagi konsep baru yangdapat mengangkat potensi tidak hanyacandi sebagai bangunan, tetapi jugalansekap bahkan juga saujana budaya didesa-desa sekitarnya. menampung berbagaikepentingan dan dinamika yang ber-kembang.

Berdasarkan prasasti Karangtengahdan Kahulunan, pendiri Borobudur adalahDinasti Syailendra. Bangunan raksasa itumulai dibangun tahun 770 M dan barudapat diselesaikan pada 842 M. Beberapastudi berusaha membangun teori untukmenjelaskan Borobudur. Salah satunyamenyatakan bahwa nama ini kemungkinan

berasal dari kata Sambharabhudhara, yaituartinya “gunung” (bhudara) di mana dilereng-lerengnya terletak teras-teras. Selainitu terdapat beberapa etimologi rakyatlainnya. Misalkan kata borobudur berasaldari ucapan “para Buddha” yang karenapergeseran bunyi menjadi borobudur.Penjelasan lain ialah bahwa nama iniberasal dari dua kata “bara” dan“beduhur”. Kata bara konon berasal darikata vihara, sementara ada pula penjelasanlain di mana bara berasal dari bahasaSansekerta yang artinya kompleks candiatau biara dan beduhur artinya ialah “tinggi”,atau mengingatkan dalam bahasa Bali yangberarti “di atas”. Oleh karena itu dapatdimaknai sebagai sebuah candi yang beradadi tanah tinggi (Soekmono, 1976 danSoeroso, 2007).

Peninggalan budaya yang kini masihmemiliki bentuk yang menarik dan unik ini,maka Borobudur layak sebagai warisandunia UNESCO dan menjadi obyek wisatapendidikan peradaban bagi generasi kinidan menndatang. Perhatian dunia terhadapBorobudur sebagai warisan dunia ini telahmenjadi magnet, manarik wisatawan untukberdatangan melihat dan menikmatiBorobudur. Peninggalan sejarah Borobudurmemiliki arti penting bagi peradaban kinidan masa depan. Oleh karena itu memangharus dikonservasi dan juga dapatdimanfaatkan secara lestari.

Orientasi pelestarian world heritage’sUNESCO telah bergeser perhatiannya.Pada masa lalu pelestarian ditujukan untukmelindungi komponen bangunan fisik,situs material atau artefak peninggalanmasa lalu dengan menekankan padakepentingan politik penguasa; maka padamasa kini orientasinya telah berubahdengan lebih memperhatikan pada manusiasebagai pengemban budaya dan pelestari

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 25 - 40

Page 31: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

27Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

Tabel 1. Pergeseran Paradigma Pengelolaan Pusaka Dunia UNESCO

nilai yang diyakininya. Fokus kepentingan-nya adalah pada pembangunan masyarakatyang berkelanjutan sehingga menekankanperlunya memperhatikan tempat dan ruangmanusia yang ada di sekitarnya lengkapdengan tradisi dan praktik kehidupankesehariannya.

Perubahan paradigma ini terjadibelum lama, sehingga terasa upaya pe-mugaran dan pembagian zonasi yangdilakukan pada tahun 1970-an terhadapBorobudur jelas hanya berorientasi padakepentingan perlindungan Candi Borobudursemata. Keterlibatan masyarakat danpembangunan wilayah disekitarnya masihkurang mendapat perhatian dalampemugaran Borobudur. Komplek CandiBudha ini dibentuk atau diperlakukansedemikan rupa sehingga memiliki posisieksklusif yang berjarak dengan kehidupanmasyarakat di sekelilingnya. Padahallingkungan hidup kawasan di sekitarnya,baik alam, maupun budaya komunitasnya,tidak kalah penting karena sebenarnyakelestarian candi akan tergantung padaperan para pengemban budayanya. Bila halini berlangsung terus dikhawatirkan akanmengganggu eksistensi situs denganmenurunkan kualitas baik candi maupunlingkungan di sekeliling kawasanBorobudur, seperti terlihat pada Tabel 1(Soeroso, 2007).

Pengembangan pariwisata memerlu-kan tiga hal berkaitan dengan akses,atraksi dan amenitas dikenal denganTriple A (Access, Attraction and Amenity).Borobudur kaitannya dengan pariwisatamenjadi magnet atau daya tarik yang kuat,tidak saja karena letaknya yang berada ditengah Pulau Jawa sehingga mudahdiakses dari kota-kota besar, tetapi jugamerupakan monument peninggalan nenekmoyang yang sarad dengan sejarah danpelajaran hidup. Akses menuju Borobudurdapat dijangkau dari berbagai penjurumelalui kota Yogyakarta yang memilikijaringan transportasi kereta api dan air-port, juga dari arah utara dapat dijangkaudari Semarang yang memiliki akses darat,udara dan laut.

Atraksi yang ada di Borobudurmemang memiliki keunikan yang didukungoleh alam sekitar dan budaya yang diembanmansarakat. Borobudur sudah menjadiobyek sekaligus atraksi yang beragam yangdapat dinikmati dengan waktu berbeda.Kini juga telah dibuka kunjungan padasubuh dinihari untuk menikmati suasanamatahari terbit. Belum lagi beragam atraksiyang dapat digali dari masyarakatkampung-kampung sekitar Borobudur,berupa kesenian dan fenomena budayamaupun kehidupan sehari-hari.

Belajar dari Pasang Surut Peradaban ... (M. Baiquni)

Sumber: Soeroso, 2007

Monumen raja, pendeta, politik Tempat dan ruang manusia biasa

Kosong, situs material Masyarakat berkelanjutanKomponen fisik Tradisi dan praktik kehidupanManajemen administrasi oleh pusat Pembangunan masyarakat, desentralisasiPenggunaan elit (untuk rekreasi) Penggunaan populer (untuk pembangunan)

Paradigma Lama Paradigma Baru

Page 32: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1028

Amenitas atau yang berkaitan denganfasilitas kenyamanan seperti hotel danrestoran maupun sarana penunjang.Borobudur memiliki beragam kelas hotel,mulai dari kelas super eksklusif sepertiAman Jiwo hingga kelas homestay sederhanayang akrab dengan kehidupan sehari-harimasyarakat setempat. Ketersediaanberbagai fasilitas juga dapat diperoleh diluar kawasan Borobudur, tidak jauh darisini dalam jangkauan jarak 40 kilometerterdapat banyak amenitas yang tersedia dikota Magelang dan Yogyakarta.

Keberadaan Borobudur ditinjau daripariwisata memang memiliki keunikan,kekhasan dan otentisitas yang tiada duanyaatau sulit ditandingi. Meskipun Borobudurmasih banyak diselimuti permasalahan,tetapi masih menyimpan potensi dan teka-teki yang menarik untuk disingkap dandiungkap untuk pembelajaran peradabanbagi generasi kini dan mendatang.

Penelitian mengenai Borobudur inibertujuan untuk:1. Memahami latar belakang sejarah

pasang surut peradaban dari tinjauanhistoris.

2. Menganalisis potensi daya tarik (mag-net) pariwisata warisan dunia CandiBorobudur.

3. Mengembangkan konsepsi dan strategipengembangan pariwisata Borobudurdikaitkan dengan pengembanganmasyarakat dan pembangunan wilayahsekitarnya.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian dilakukan denganstudi literatur, observasi dan penjaringandata maupun informasi melalui diskusi ahli(peer discussion).

a. Studi literatur : merupakan upayauntuk menjelajahi berbagai data daninformasi, termasuk beragampandangan dan analisis dari para ahliyang tertuang dalam buku, jurnal,laporan penelitian maupun informasidari internet.

b. Observasi: merupakan upaya untukpenggalian data dan informasi di situsCandi Borobudur dan kampung disekitarnya. Fenomena yang diamatiberupa fisik bangunan candi danlansekap wilayah, dinamika pendudukmaupun saujana budaya. Observasidilakukan dengan cara mengamati,mencatat dan menghubungkanbeberapa data maupun informasilapangan.

c. Diskusi ahli (peer discussion):merupakan upaya membahas berbagaidata dan informasi dengan carapandang yang beragam yangdikemukakan oleh para ahli denganlatar belakang pengetahuan danpengalaman yang beragam (antara lainArkeologi, Antropologi, Arsitektur danGeografi). Diskusi dan perdebatanmenjadi cara untuk menguji argumen,mengkarifikasi data dan informasi,serta menemukan pandangan baru dariproses berfikir kritis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peradaban Intermountains Basin

Manusia dalam berhubungan dengansumber daya alam dipengaruhi olehkebutuhan intrinsik dan faktor lingkunganyang berpengaruh terhadap kelangsunganhidupnya (Subaktini, 2006). Intermountainsbasin atau lembah antar pegununganmerupakan salah satu lingkungan hidupyang menarik bagi peradaban manusia.

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 25 - 40

Page 33: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

29Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

Sudah sejak lama tempat semacam inimerupakan pilihan unggul tidak sajadikelilingi pemandangan yang indah, tetapijuga dari segi sumber daya alam memilikitanah yang subur, air yang melimpah dansungai-sungai yang bisa menjadi sumberuntuk tanaman pangan, air minum untukternak dan perikanan.

Lembah antar pegunungan dengansungai besar menjadi pilihan untuk pusatperadaban mengingat daya dukungkehidupan yang penting sepertiketersediaan air dan tanah yang subur.Sebagaimana dapat kita saksikan sejarahperadaban di tepi Sungai Nil, SungaiYangtse, lembah subur Sungai Eufrat danTigris, lembah di bawah pegunungan ’atapdunia’ Himalaya yang dialiri SungaiGangga. Berbagai peradaban besar yangpernah muncul itu juga mengalami pasangdan surut, bahkan tenggelam ditelan masa.Maka terjadilah pergeseran pusatperadaban dari satu tempat ke tempatlainnya secara silih berganti. Pasang surutdianalisis berbagai ahli dengan beragamsudut pandang mulai dari pandangan yangsifatnya Entropi hingga pandangan adanyaCatastrophe (Fagan, 2008).

Borobudur terletak di lembah antarpegunungan, merupakan candi yangdibangun dengan batu beku vulkanik yanghingga kini masih bisa dilihat dandinikmati. Bangunan Candi Borobudurterletak di tanah tinggi yang dikelilingidanau yang dalam perspektif landscape yangluas tempat ini termasuk intermountains ba-sin . Panorama dari kejauhan puncakpegunungan, tampaklah Borobudur bakbunga teratai yang mekar diatas kolam.

Borobudur tidak berdiri sendiri, padamasa jayanya bermunculan pusat-pusatpermukiman dengan candi yang hingga kinimasih dapat dilihat dan menjadi bahan

pengetahuan masa silam yang tersembunyi.Candi Kalasan, Mendut, Prambanan, Sewu,Plaosan, Sukuh, merupakan buktiperadaban masa itu Budha dan Hindu sertaberbagai aliran kepercayaan Jawa hidupsaling berdampingan.

Masih banyak teka teki dan misteriyang belum terungkap bagaimanakehidupan dimasa silam, spiritualitas yangtinggi mampu menghadirkan seni yangindah, teknologi tinggi tentu didasarkanpada ilmu pengetahuan yang luas. Suatukarya besar seperti Borobudur ini tentudibangun dengan pengorganisasian yangkuat dan dedikasi yang tinggi. Puncakperadaban Borobudur hingga kini masihdapat ditelusuri dari peninggalan candi-candi yang masih tegak hingga kini.

Pasang Surut Peradaban

Berbagai teka-teki masih menyelimutiBorobudur, bagaimana prosentasepencapaian kejayaan peradaban tersebutdan seberapa luas wilayah pengaruhperadaban itu. Keruntuhan dinasti yangberkuasa juga masih menjadi misteri.Apakah ada konflik suksesi kepemimpinanyang gagal sehingga terjadi perebutankekuasaan dan berkembang menjadi perangsaudara? Ataukah karena bencana alamletusan Gunung Merapi atau gempa bumidahsyat, sehingga menimbulkan bencanayang berkepanjang-an hingga Borobudurditinggalkan.

Berabad-abad selanjutnya pusat-pusat peradaban bergeser ke wilayah pesisiryang dianggap memiliki akses luas untukmenjelajahi dan menjajahi wilayahkekuasaan lain. Sriwijaya merupakan salahsatu kerajaan yang penting dan kuat dipesisir Sumatra Timur menghadap SelatMalaka. Pengaruhnya hingga sekitar

Belajar dari Pasang Surut Peradaban ... (M. Baiquni)

Page 34: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1030

kawasan Asia Tenggara pada masanyamerupakan peradaban yang kuat.

Kemudian tumbuh lagi kerajaan diintermountains basin seperti Singasari danMajapahit. Kerajaan-kerajaan ’pedalaman’ini memiliki pasukan laut yang mampumelakukan ekspedisi ke berbagai kawasanuntuk berdagang dan memperluaspengaruh, tidak jarang timbul konflik danpeperangan.

Selepas era Majapahit, munculkerajaan Demak di pesisir Jawa utara.Hubungan kota-kota pesisir dengan bangsaluar seperti Cina dan Arab dilakukanmelalui perdagangan. Kemudian munculkekuatan di ’pedalaman’ seperti kerajaanPajang yang kemudian berkembang sepertipinang dibelah dua, dengan berdirinyaKasultanan Yogyakarta dan KasunananSurakarta.

Pasang surut peradaban tidak sajakarena konflik dan runtuhnya moral dansendi-sendi kehidupan masyarakat, tetapijuga berkaitan erat dengan pengaruh luarbaik melalui peperangan ataupunperdagangan. Setelah pasang surut sistemkerajaan silih tumbuh hilang berganti, makapada abad XVII tibalah suatu zamandimana penguasaan dilakukan oleh bangsaasing dari benua Eropa. Bangsa Eropa yangsemula melakukan perdagangan, berlanjutmenancapkan kuku pengaruhnya diberbagai belahan dunia.

Bila kita refleksikan sejarah pengaruhkolonial terhadap peradaban masyarakatkepulauan Nusantara ini dapat dicermatibeberapa pergeseran kekuasaan dari parapenguasa kerajaan lokal ke pemerintahankolonial. Kepentingan penguasa yangdominan lebih menentukan arah dankebijakan penguasa lokal. Misalnyamerosotnya industri perkapalan di Jawa,

terkait dengan kebijakan kehutanan yangdikeluarkan oleh Gubernur Daendels yangmelarang penebangan kayu jati di PulauJawa, sehingga harga kayu jati menjadimahal (Soetrisno, 1994).

Penggunaan kayu jati untukkonstruksi rel kereta api yang dibangunakhir abad XIX, juga merupakanperubahan orientasi baru yangmenghubungkan pesisir (Batavia) danpusat-pusat permukiman dan produksi dipedalaman. Keadaan ini mengakibatkankesulitan suplai kayu untuk industri kapal.Sementara itu terjadi pula perubahanteknologi perkapalan yang menggunakanbahan metal dengan teknologi baru.

At the end of the century, however, the tra-ditional industry was moribund, and onlyMadura could still be regarded as a centreof indigenous ship-building. This had beencaused by a combination of much stricterforest regulations, improved overland con-nections (railways!), competition by othersea-faring Indonesians (Bugis fromSulawesi), and the triumph of the ironsteamship (Boomgard, 1991:30).

Maju mundurnya peradabanmasyarakat dapat dipengaruhi dari kondisiinternal dan perubahan lingkunganekternal. Dari pendapat Boomgard di atasdapat ditarik pelajaran bahwa kebijakanpenguasa terhadap sektor kehutanan dapatberpengaruh pada sektor lain. Misalnya,industri perkapalan, demikian pula denganperkembangan teknologi transportasikereta api dapat menjadi pesaing bagiindustri perkapalan. Disini nampak bahwaperubahan teknologi termasuk transportasitelah mendorong kemajuan wilayahpedalaman.

Perkembangan ekonomi era kolonialpada masa lampau, dikenal adanya

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 25 - 40

Page 35: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

31Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

perkembangan sektor perkebunan yangmenonjol dengan pengerahan tenaga kerjadan pengelolaan penguasaan lahan yangluas. Setelah Raffles, nama Van den Boschyang memimpin pada dekade ketiga abadXIX menerapkan sistem perkebunan (a sys-tem of forced cultivation). Ia menerapkantanaman indego di Priangan, Cirebon danTegal hingga siap dipasarkan ke Eropapada akhir 1831. Kemudian berturut-turutdikembangkan komoditas perkebunanlainnya seperti tebu, kopi, kayu manis(cinnamon).

Perkembangan komoditas perkebun-an, baik peningkatan produksi maupunpermintaan dan harga pasar di Eropa yangtinggi, menjadikan sektor perkebunanmenjadi ‘generator ekonomi’ yangmenguntungkan bagi Belanda. Keuntunganini sebagian diinvestasikan untukmembangun infrastruktur seperti jaringanrel kereta api dan jalan, jembatan,pelabuhan untuk mendukung pengembang-an perkebunan. Dalam waktu singkat, Vanden Bosch telah mengubah arahpengembangan pertanian dan pengerahantenaga kerja menuju ke orientasi produktanaman ekspor.

By the early 1840s, the cultivation systemstood as a triumph of Dutch imperialismin the Indies. Within the little more than adecade, a few hundred Dutchman hadchanged the face of agricultural and laborpractices in Java, dramatically raised thelevels of export crop production, buildroads, bridges, harbors and offices to ac-commodate the new system and most im-portant of all as far as the Dutch wereconcerned, cr eated a substantial andindispensible source of income for Holland’streasury (Elson, 1994:99).

Ironisnya, keuntungan dari sektorperkebunan yang dinikmati oleh Belandatidak tercermin pada perbaikan taraf hidup

buruh perkebunan yang bekerja keras dilapangan. Bahkan ketika Belandamenikmati kemakmuran, pada tahun 1840di Jawa terjadi gelombang kelaparan yangdisebutkan sebagai “the first wave of famines”(Elson, 1994). Pada tahun 1844 dilaporkanterjadi kegagalan panen padi di wilayah‘lumbung padi’ Indramayu dan wilayahpesisir lainnya sebagi dataran penghasilpadi di Cirebon, Karawang, Rembang,Surabaya, dan Jepara.

Kegagalan panen terjadi disebabkanmusim kering yang panjang di satu sisi danterbengkalainya pengelolaan irigasi danpengolahan sawah disisi lainnya.Dilaporkan pula bahwa gelombangkelaparan kemudian diikuti dengan wabahepidemi typhoid fever antara tahun 1846-1850. Perombakan bidang pertanian kearahperkebunan dengan orientasi ekspor,ternyata telah melemahkan ketahananpangan rakyat (padi sawah) termasuk jugakemerosotan sektor perikanan di Jawa.Keadaan ini memaksa Belanda untukmerevisi kebijakan kearah multi sektor danalokasi tenaga kerja.

Berbagai upaya mobilisasi tenagakerja dilakukan untuk bekerja diperkebunan di Jawa dan Sumatra, bahkanada yang dibawa oleh Belanda untukdipekerjakan di Suriname satu wilayah dibenua Latin Amerika. Perubahanpenyerapan tenaga kerja semacam ini dapatmempengaruhi pula sektor lainnya sepertimenurunnya suplai tenaga kerja sektorperikanan. Akibatnya kegiatan industriperkapalan dan perikanan dapat merosotkarena berbagai sebab terkait dengankebijakan dan perubahan eksternal diatasmaupun adanya ‘entropi’ dari dalam.

Ekspansi pengembangan lahanperkebunan ini yang kemudian menemukanBorobudur yang tertutup semak belukar

Belajar dari Pasang Surut Peradaban ... (M. Baiquni)

Page 36: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1032

dan hutan. Pada masa penjajahan Belanda,Sir Thomas Stamford Raffles, GubernurJenderal Britania Raya di Jawa, mendengaradanya penemuan benda purbakala di desaBorobudur. Raffles memerintahkanpenyelidikan lokasi penemuan, berupabukit yang dipenuhi semak belukar itu.Setelah lama dilakukan penelitian, barupada tahun 1907, Theodoor van Erp mulaimemimpin pemugaran hingga tahun 1911.Kemudian setelah lama terhenti, padatahun1926, Borobudur dipugar kembalihingga terjadi Perang Dunia. Pada masasetelah kemerdekaan Republik Indonesia,beberapa kali upaya kajian dan pemugarandilakukan.

Berdasarkan pada fakta perjalanansejarah di atas, dapat diambil pelajaranbahwa dalam mengkaji perkembangan dankemerosotan suatu peradaban, tidak cukuphanya dengan mempelajari karakterwilayah, tata ruang, sumber daya alam danlingkungan, tetapi terkait denganbagaimana manusia mengolah daya danmewujudkan karya melalui dinamika sosialbudaya masyarakat, kebijakan pemerintah,maupun kekuatan ekonomi yang tidak lepasdari perubahan lingkungan global.

Mengacu uraian historis tersebutmemperlihatkan bahwa surutnya suatuperadaban bisa terkait dengan salah satufaktor atau kombinasi dari beberapa faktorpenyabab utama yaitu: kerusakan lingkunganhidup, perubahan iklim dan bencana, diserangbangsa lain, konflik internal, tertutupnyaakses hubungan (perdagangan) denganbangsa lain (Diamond, 2005). Teka tekikeruntuhan Borobudur bisa jadi terkaitdengan faktor lingkungan dan bencana, tetapibisa jadi terkait adanya konflik perebutankekuasaan.

Pada tahun 2006 lalu diselenggarakanperingatan 1.000 tahun letusan besarGunung Merapi diadakan sarasehan dan

fieldtrip di sekitar Borobudur danPrambanan. Kegiatan ini menjelajahiberbagai kemungkinan mengenai letusanMerapi, tetapi masih teka-teki (Zen,2006). Diperkirakan letusan terjadi padatahun 1006 dan akibatnya terhadapkeruntuhan kerajaan Mataram Hindu.Setelah saresehan banyak teka-teki belumbisa dijawab dan ini merupakan tantanganuntuk melakukan studi lebih mendalamdan sekaligus lebih meluas (terpadu).

Kemampuan suatu bangsamenghadapi krisis memang sangattergantung bagaimana respon bangsatersebut terhadap apa yang dihadapinya.Krisis dapat mengakibatkan melemahnyastruktur kekuasaan dan bisa menimbulkansuksesi kepemimpinan yang dipenuhidengan konflik, namun demikian krisis bisamerupakan ujian bagi menguatnyasolidaritas dan meningkatkan kelas sertakualitas kehidupan sehingga menjadibangsa yang unggul. Sekelumit refleksiperjalanan sejarah di atas, dapat menjadibahan untuk melihat masa depan.

Penemuan Kembali dan PemugaranBorobudur

Berbagai sumber penelitian antara lainWinarni, 2006 dan Soeroso, 2007 dapatditelusuri mengenai penemuan kembali danpemugaran Borobudur. Candi Borobudurditemukan kembali pada tahun 1814 olehpara pemerhati kepurbakalaan bangsaBelanda. Sebenarnya bangsa asing inimenemukan dalam arti mengupas kawasanini dari selimut hutan dan semak belukaryang menutupi bangunan candi. Berbagaiupaya untuk mengungkapkan lebih jauhtentang candi ini banyak dilakukan, antaralain melalui pembersihan, penelitian,pendokumentasian, serta perbaikan yangterutama dilakukan.

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 25 - 40

Page 37: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

33Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

Selain menjadi bahan kajian ilmiah,candi ini sejak awal juga telah menjaditempat wisata bagi sementara pejabatpemerintah kolonial. Keinginan untukmenyelamatkan dan melihat CandiBorobudur megah kembali diwujudkandengan pemugaran teras-teras atas candi inioleh pemerintah Belanda di bawahpimpinan Theodoor van Erp pada tahun1907 - 1911. Pemugaran pertama ini masihbersifat parsial dan belum mampu menahanberbagai kerusakan fisik yang terjadi dibagian-bagian lain.

Sesudah kemerdekaan NegaraRepublik Indonesia, upaya untuk me-nyelamatkan candi Borobudur darikehancuran terus dilakukan olehpemerintah. Sejak tahun 1955, PemerintahIndonesia mulai mencoba menggalangbantuan internasional melalui UNESCOuntuk membantu penyelamatan danpemugaran Candi Borobudur. Akhirnya,mulai tahun 1973 candi Budha terbesar didunia ini mulai dipugar yang secara lebihcermat dan sistematis dengan teknologimaju yang melibatkan berbagai keahliandan ahli-ahli dari beberapa negara.

Bersamaan dengan proses pemugaranyang sedang berlangsung, pada tahun 1973-1979, pemerintah Indonesia melakukankajian teknis dan studi kelayakan untukmembuat Taman Purbakala NasionalBorobudur. Sebagai hasil kajian-kajiantersebut, tim peneliti mengajukan konsep3 pilar pengembangan Borobudur ke depan.Konsep inilah yang dikembangkan sebagaitujuan utama dan ciri pengarah pemugaranCandi Borobudur, yaitu: (1) Taman untukperlindungan abadi bangunan candi; (2)Borobudur sebagai pusat penelitianarkeologi Indonesia; (3) Pelestarian untukanak-anak masa depan (generasimendatang).

Selama restorasi telah dilakukanpemintakatan (zonasi) dan deliniasimasing-masing zona dalam rangkapengelolaan dalam 5 zona, yaitu• Zona I adalah zona inti berupa

bangunan candi atau sanctuary area (ra-dius 200 m dari pusat candi, meliputiarea seluas 44,8 ha)

• Zona II adalah zona penyangga (bufferzone) taman arkeologi dengan fasilitasuntuk pengunjung, perkantoran,parkir, ruang pameran (radius 500 m,luas 42,3 ha)

• Zona III adalah untuk mendukungpengendalian perlindungan tata letakcandi (radius 2 km, luas 932 ha)

• Zona IV adalah zona pelestariankawasan sejarah (radius 5 km) yang didalamnya terdapat 13 situs arkeologi.

• Zona V adalah perlindungan kawasansejarah, dengan 21 situs arkeologi.

Tahun 1980, dalam rangka persiapanpengelolaan Taman Purbakala, didirikanPT. Taman Wisata Candi Borobudur(TWCB) dan Prambanan sebagai lembagayang dipersiapkan untuk mengelola tamantersebut. Dengan pendirian PT TWCBtersebut ternyata juga telah merubah tujuanpendirian taman, dimana tujuan awaladalah Taman Purbakala Nasionalkemudian menjadi Taman Wisata. Tahun1983, proses pemugaran Candi Borobudurdinyatakan selesai dan dibuka untuk umumdengan upacara peresmian oleh PresidenRI Soeharto. Baru pada bulan tahun 1991,untuk melakukan pelestarian terhadapCandi Borobudur secara terus menerusdidirikan Balai Studi dan KonservasiBorobudur dengan Surat KeputusanMenteri Pendidikan dan KebudayaanNomor 0605/O/1991 tanggal 30 November1991.

Belajar dari Pasang Surut Peradaban ... (M. Baiquni)

Page 38: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1034

Borobudur sebagai Magnet Pariwisata

Borobudur dapat dilihat dalamberbagai sudut pandang dengan segaladimensinya. Bagaimana Borobudur dilihatdari perspektif pariwisata, sangattergantung siapa dan atas kepentingan apaBorobudur diletakkan. MemandangBorobudur sebagai daya tarik atau magnetpariwisata merupakan salah satu aspekuntuk memanfaatkan sekaligus meng-konservasi situs warisan budaya.

Borobudur kini ibaratnya sebuahbuku kehidupan yang mengandungbanyak pelajaran. Pengembanganpariwisata Borobudur dalam pandanganpenulis, perlu alternatif yaitu berbasispengetahuan dan pengalaman gunamenemukan nilai-nilai penghidupan (live-l ihood/economy), kehidupan (social),kemanusiaan (human/Well-being), ke-semestaan alam (nature) dan ketuhanan.

Konsep Compass of Sustainabilitydikenal adanya Empat Penjuru Mata Angindalam merumuskan konsep dan arahpembangunan berkelanjutan (AtKissonGroupe International, 2006). Arah utara(North) dikaitkan dengan dimensi alam(Nature). Arah timur (East) dikaitkandengan pentingnya ekonomi dikembang-kan. Arah selatan (South) berkaitan denganpengembangan sosial demikian pula arahbarat (West) dikaitkan dengan pentingnyamembangun kehidupan manusia dalamkesejahteraan dan seseimbangan spiritual-itas (Well-being). Dalam kehidupan masyarakatJawa dikenal Kiblat Papat Limo Pancer, sebagaipengarah kehidupan manusi. Pariwisata sebagailokomotif pembangunan, memerlukan kompasuntuk menuju arah yang berkelanjutan.Konsep ini sesungguhnya sederhana saja,setiap orang perlu memahami kemana arahyang dituju, mana jalan yang dipilih, kendara-an (organisasi) apa yang ingin digunakan.

Sumber: - Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Skala 1: 25.000 Tahun 2001- Peta Zonasi Pengelolaan Borobudur dari JICA

Gambar 1. Peta Zonasi Pengelolaan Borobudur

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 25 - 40

Page 39: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

35Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

Pariwisata tidak hanya perjalananfisik dari satu tempat ke tempat lain yangberbeda budayanya, tetapi juga bisadikemas menjadi perjalanan imajinasimelintas batas waktu masa lalu dan masadepan. Dengan melihat dan menikmatiwarisan sejarah seperti halnya Borobudur,wisatawan dapat berkelana dalamperjalanan imajinasi peradaban masa silamdan merangkai dengan masa kini sertamembayangkan masa depan peradabanmanusia. Pariwisata seperti ini yangmeramu kemampuan berbagai pengetahu-an dan bukti penemuan yang diinterpretasidan dijadikan rangkaian cerita yangmenarik. Pariwisata holistik berbasispengetahuan dan dikemas dengan pen-didikan ini nampaknya memiliki prospekyang bagus, dibanding pariwisata yangmengandalkan jumlah kunjungan danpendapatan semata.

Borobudur sebagai magnet, memilikigaya atau kekuatan sentripetal dansentrifugal yang harus digerakkan secarasinergis, dinamis dan harmonis. Bila duakekuatan pengembangan Borobudur inidigerakkan, maka kekuatan magnet yang

muncul semakin kuat hingga mampumemancarkan energi gerak elektromagnetikyang bisa ditransformasi menjadi cahaya.Penjelasan kedua gaya kekuatan ini lebihdimaknai dari sudut pandang pengembang-an masyarakat dan pembangunan wilayahBorobudur dikaitkan dengan pariwisata.

a. Kekuatan Sentripetal

Sentripetal merupakan gaya yangbergerak dari luar menuju ke dalam.Borobudur menjadi magnet yang sangatkuat, tidak saja karena pengakuan sebagaisalah satu World Heritage oleh UNESCO,tetapi memang memiliki keunikan dayatarik dan daya pikat tersendiri. Wisatawanyang berkunjung ke Yogyakarta dan JawaTengah, merasa belum lengkap bila belumberkunjung ke Borobudur.

Letaknya yang berada di pusatnyaPulau Jawa mudah terjangkau meng-gunakan jalan darat bagi wisatawandomestik, terutama pelajar dan kaum mudadi berbagai kota di Jawa. Bagi wisatawanyang menggunakan pesawat udara lebihmudah melalui Yogyakarta, Semarang dan

Sumber: AtKisson Groupe International, 2006

Gambar 2. Compass of Sustainability

Belajar dari Pasang Surut Peradaban ... (M. Baiquni)

Nature

Social

EconomyWell-Being

Page 40: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1036

Solo dan melanjutkan dengan kendaraanmenuju Borobudur.

Kekuatan sentripetal sebagaikekuatan yang menarik dari luar ke dalam,menyebabkan Borobudur menjadi magnetyang menarik bagi investasi pariwisata danmobilitas tenaga kerja menuju kawasan ini.Sehingga saat ini beban yang diemban tataruang kawasan Borobudur semakin beratdan cenderung menjadi ruwet di masadepan. Kehadiran berbagai investasi skalabesar dalam penggunaan ruang dan sumberdaya di kawasan ini telah menunjukkangejala yang mengkhawatirkan.

Pembangunan yang terus meningkatmembawa konsekuensi bagi kehidupan,tata ruang dan lingkungan hidup. Bebanyang terlalu besar sebagai magnetpariwisata, telah membawa perubahancitra Borobudur warisan dunia ini semakinmerosot. Belum lagi meningkatnyapengalihan kepemilikan lahan dari petanidan penduduk setempat pada paraspekulan tanah. Bila kecenderungan initerus berlangsung dikhawatirkan terjadimarjinalisasi, penduduk setempat ter-pelanting dari tanah leluhurnya.

b. Kekuatan Sentrifugal

Sentrifugal merupakan gaya melantingdari dalam ke luar. Kekuatan ini bisa jadimerupakan reaksi setelah terjadi kejenuhandari dalam, tapi juga bisa dikendalikansebagai upaya mengurangi kejenuhan danbeban yang ditimpakan pada Borobudur.Kecenderungan yang pertama merupakanreaksi atas beban yang terus menerusmenekan Borobudur, sehingga terjadireaksi balik daya dorong sentrifugal.Kecenderungan kedua merupakan upayasebelum terjadi kerusakan yang hebatakibat beban yang menumpuk di sekitarBorobudur, dilakukan pemekaran atau

perluasan atau bahkan orientasi yangmenarik di luar Borobudur.

Pengembangan wisata diarahkanpada landscape yang lebih luas, diluarkawasan inti Borobuudur. Dengan melihatdan menggarap kawasan wisata baru didesa-desa sekitarnya, di lereng pegunungandan di puncak-puncak perbukitan akanmemberikan alternatif yang baru.Borobudur akan menjadi menarik biladipandang dari berbagai sisi dikejauhan.Justru dari pandangan yang jauhsesungguhnya dapat muncul keindahan danimajinasi yang luar biasa.

Pengembangan kawasan wisatasecara sentrifugal diperlukan untukmengurangi beban yang diemban kawasaninti Borobudur, sekaligus untukmenebarkan pemerataan pembangunandesa-desa di sekitarnya. Peran pemerintahdaerah sangat penting di era otonomi,demikian pula dalam pembangunanpariwisata mau tidak mau harus dengandaerah.

Pariwisata Sebagai LokomotifPengembangan Wilayah

Sifat pariwisata yang dinamis terusmengalir dan mudah terjadi fluktuasi,memerlukan pemahaman yang terbuka danpengelolaan yang fleksibel. Pengembanganpariwisata memerlukan sinergi antar pelakudan pemangku warisan Borobudur. Padaera otonomi ini, perlu diperhitungkan peranpemerintah daerah dan partisipaimasyarakat dalam menentukan arahpembangunan. Kerjasama antar daerah dilembah antar pegunungan di sekitarBorobudur perlu dikembangkan sepertiMagelang, Sleman, Yogyakarta,Kulonprogo, Purworejo, Klaten, Solo,Boyolali, Salatiga, Semarang, Temanggung,Wonosobo.

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 25 - 40

Page 41: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

37Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

Wilayah Joglosemar (Jogja, Solo danSemarang) dan sekitarnya ini memilikiserangkaian warisan peradaban yang dapatdirangkai menjadi kekuatan bagipengembangan tema dan trip wisata yangmenarik. Tidak jauh dari kota Yogyakartabanyak candi yang unik, sebelah utara Soloterdapat situs purbakala Sangiran dankearah Wonosobo di dataran tinggi Diengterdapat candi-candi diketinggian yangmemiliki posisi sejarah unik pada masanya.Jalur wisata Borobudur dapat ditarik secarasentrifugal ke berbagai arah menujuberbagai alternatif tema dan trip sepertiterlihat pada peta berikut ini.

Sinergi program pembangunan baikyang berbasis sektor maupun tata ruangdan kependudukan perlu dilakukan dalamketerkaitan dengan Borobudur. Sinergimerupakan upaya yang dimulai darikomitmen, koordinasi, keterkaitan,ker jasama dan kemitraan hinggamenghasilkan manfaat yang dapatdirasakan bersama. Kebersamaan ini tentutidak mudah ditengah arus kompetisi ataupersaingan antar daerah dalam menggaetinvestor dan wisatawan. Beberapa bibitsinergi ini tengah bersemi, misalnya JavaPromo merupakan wadah kerjasama limabelas kabupaten dan kota lintas propinsidi Yogyakarta, Jawa Tengah. Inovasiinstitusi ini pantas mendapat dukunganuntuk terus bisa membuahkan hasil yangnyata dan bermanfaat bagi segenap pelakudan masyarakat pada umumnya.

Keterkaitan pengembangan pariwisatadan konservasi Borobudur, seyogyanyadilakukan tidak hanya di kawasan zonainti, tetapi perlu dikembangkan pem-bangunan terpadu secara lebih luasdilakukan di hinterland. Harmonipengembangan wilayah ini merupakanupaya untuk mengurangi beban di zona intiBorobudur, sekaligus melakukan

pemerataan pembangunan di pedesaan.Jadi Borobudur tidak hanya sebagai mag-net pariwisata dengan gaya sentripetal,tetapi dengan mengembangkan gayasentrifugal Borobudur dapat menjadi gen-erator pembangunan harmoni dan terpadu(holistik).

Pariwisata berbasis masyarakatmerupakan pendekatan dan praksispariwisata yang menempatkan masyarakatsebagai pelaku utama. Masyarakat tidakhanya sebagai pelayan bagi wisatawan,tetapi sebagai pemangku budaya dan tradisiserta sebagai tuan rumah yang memilikikedaulatan. Pariwisata ini dapat tumbuhpada masyarakat yang masih memilikisemangat gotong-royong, namun tidakdapat dilakukan pada masyarakat yangindividualistik.

Masyarakat setempat yang padaumumnya memiliki nilai-nilai budayatradisional pedesaan menganggap candiBorobudur tetap menjadi bagian daribudaya mereka. Hal ini dinyatakan olehkerinduan mereka untuk selalu dapatmelaksanakan tradisi atau kegiatan sepertiyang dulu pernah mereka lakukan di saat-saat tertentu. “Ikatan batin” ini merupakanrasa handarbeni ada rasa memiliki danmelestarikan. Namun kebijakan yangmenempatkan Borobudur (secara dominan)sebagai arena wisata telah menimbulkanrasa kekecewaan yang besar ketika candiBorobudur dipisahkan dari kehidupanbudaya mereka. Kekecewaan ini seringkalimendorong mereka untuk cenderungmenuntut “kompensasi” tertentu kepadapihak-pihak yang kini mengelola candi ini

Pengelolaan Borobudur saat ini lebihberorientasi ekonomi melalui kegiatanpariwisata yang bersifat masal. Berbagaikegiatan masyarakat lokal tidak mudahdilaksanakan di lingkungan candi, kecualidengan ijin atau membayar tiket. Berbagai

Belajar dari Pasang Surut Peradaban ... (M. Baiquni)

Page 42: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1038

upaya dialog, sarasehan dan diskusi telahdilakukan, tidak lain untuk untuk’membuka pintu’ bagi kegiatan sosialbudaya Borobudur.

Kegiatan seni budaya masyarakat kinitumbuh di berbagai desa di lerengpegunungan. Para pegiat seni dan budayabeberapa tahun terakhir menunjukkangeliat kebangkitan masyarakat. Peranwarung informasi Jagat Cleguk dankomunitas sanggar lainnya bahu membahumenyelenggarakan festival seni budayadesa. Secara gotong royong berbagaipagelaran diselenggarakan dengan semangatgegap gempita. Semangat dan dinamikamasyarakat ini layak mendapat perhatiandan dukungan dari pemerintah, mengingatini merupakan suatu kebangkitan gayasentrifugal yang dapat memperbesar dayatampung wisatawan tidak hanya di sekitarzona inti Borobudur, tapi bersemi di desa-desa sekitarnya yang menawarkan wisataalternatif.

Wisata tematik dan alternatif yangberorientasi kedaulatan sosial budayamasyarakat tentu lebih menarik daripadawisata konvensional yang berorientasiekonomi. Kesenderungan ini harus digalidan dikembangkan serta dipromosikan,sehingga masyarakat mendapat manfaatdan mampu menyuguhkan yang terbaikbagi tamunya, wisatawan.

Borobudur dipandang secara holistik,dari segi pariwisata dirumuskan konsep sus-tainable tourism (termasuk didalamnyaberbagai istilah percabangan dan keragamannama/lebel pariwisata seperti community basedtourism, ecotourism, cultural tourism, geoscientificbased tourism) sebagai upaya pemanfaatan danpelestarian. Sebelum pemerintah inginmengundang investor besar dan dari luar,

masyarakat harus dilibatkan tidak sekedarsosialisasi atau jaring aspirasi, juga terlibatdalam proses implementasi dan pengendali-an. Berkaitan dengan pendanaan, pemerintahharus menggali sumber-sumber dana daridalam maupun luar negeri yang tidak berupahutang.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan penelitian ini terkaitdengan fenomena keberadaan Borobudurbeserta teka-teki sejarah masa lalu maupunsebagai magnet pariwisata saat ini, sebagaiberikut:1. Peradaban Borobudur pernah mengalami

masa kejayaan, namun masih menjaditeka-teki untuk menjelaskan mengapaterjadi kemunnduran dan bahkankeruntuhan serta ditinggalkan. Berbagaihal yang dapat menjadi penyebabnya,kemungkinan besar adalah adanyabencana alam erupsi vulkanik GunungMerapi.

2. Kaitannya dengan pemanfaatanBorobudur sebagai magnet atau dayatarik pariwisata menunjukan pamoratau citranya semakin memudar. Halini tidak lepas dari pemanfaatan yangsemakin meningkat tetapi tidak diikutidengan upaya perbaikan pengelolaandan pengembangan inovasi produk.

3. Permasalahan yang menyelimutiBorobudur terkait dengan jumlahwisatawan dan perilaku yang merusakketika ribuan orang naik ke atas candidan memegang berbagai relief sertapatung yang dapat menimbulkankerusakan batu serta wujud dan sudutukiran relief.

4. Permasalahan kenyamanan wisatawanterganggu akibat perilaku para

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 25 - 40

Page 43: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

39Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

pengasong dan pedagang souvenir yangjumlahnya banyak, mengerubungi danmenyodorkan barang dagangan untukdibeli.

5. Ancaman kerusakan akibat menurun-nya kualitas lingkungan, kemungkinanhujan yang mengandung zat yangmerusak relief dan patung batu sertabentuk candi. Meningkatnya polusiudara maupun perubahan cuaca glo-bal dikhawatirkan akan merusakBorobudur di masa depan.

Hasil penelitian ini mengajukanbeberapa saran yang ditujukan bagisegenap pihak dengan arahan sebagaiberikut:1. Perlunya adanya kajian lebih lanjut dari

berbagai disiplin ilmu mengenaipentingnya konsep dan strategipelestarian, pemanfaatan maupunpengelolaan Borobudur dan mem-publikasikan pandangannya maupunpenemuannya mengenai fenomenakehidupan masa lalu yang dapatmenjadi pelajaran berharga bagigenerasi mendatang.

2. Borobudur tidak hanya sebagai mag-net atau daya tarik wisata yangmengandalkan jumlah wisatawan,tetapi lebih baik mengelola danmengembangkan kegiatan wisata yangberkualitas sebagai prosespembelajaran dan pengkayaanpengetahuan bagi para wisatawan.Para pelaku bisnis pariwisata perlumelakukan inovasi paket-paket wisatadengan mengintegrasikan pengetahuandan pembelajaran dalam penjelajahanperadaban.

3. Pengembangan pariwisata berbasismasyarakat penting untuk menjalinketerkaitan antara Borobudur dengan

budaya sekitarnya. Masyarakatsesungguhnya sebagai pengembanbudaya dan oleh karena itupengembangan pariwisata harusmelibatkan masyarakat setempat.

4. Pengelolaan tidak hanya ditekankanpada zona inti Candi Borobudur danpenyangga dalam, tetapi perlu di-kembangkan konsep Gaya Sentrifugaldengan mengembangkan hinterlanddisekitarnya menjadi bagian daripengembangan keragaman atraksi danamenitas pariwisata.

5. Pemerintah pusat hendaknya dapatmeninjau kembali kebijakan pengelola-an yang telah lama berjalan, untukdapat dikembangkan suatu pendekatandan konsep maupun strategipengelolaan yang melibatkan berbagaipihak dengan sifat yang transparan,tegas dan konsisten.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasihpada tim peneliti yaitu Winarni dariDepartemen Kebudayaan dan Pariwisata,Daud Tanudjoyo (Arkeolog), Heidi ShriAhimsa (Antropolog), Laretna T. Adishakti(Arsitek), Amiluhur Soeroso (Ekonom)dan Helmi Marwoto (Geolog) ataskerjasama penelitian dan pengkayaanbahan mengenai Borobudur. Tulisan inipernah diseminarkan dalam “Re-ThinkingBorobudur: Penataan Ruang Kawasan theWorld Cultural Heritage Candi Borobudur”yang diselenggarakan DepartemenPekerjaan Umum dan DepartemenKebudayaan dan Pariwisata di Jakarta pada2008. Berbagai masukan diskusi kemudiandikembangkan untuk memperbaiki tulisanini.

Belajar dari Pasang Surut Peradaban ... (M. Baiquni)

Page 44: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1040 Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 25 - 40

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. The Thousand Mysteries of Borobudur. Visual Art Exhibition, 20 April – 9 Mayin Jogja Gallery.

AtKisson Group Internasional. 2006. The Business of Sustainability: Participant Workbook. LEADand AGI. Jakarta

Boomgaard, P. 1991. “The Non-Agricultural Side of An Agricultural Economy Java 1500-1900” (Chapter I) dalam Paul Alexander, Peter Boomgaard, Ben White (editors). 1991.In The Shadow of Agriculture: Non-Farm Activities in the Javanese Economy, Past and Present.Royal Tropical Institute, Amsterdam.

Diamond, J. 2005. Collapse: How Societies Choose to fail or Survive. Penguin Group.

Elson, R.E. 1994. Village Java Under the Cultivation System 1830-1870. Allen and Unwin.Sidney.

Fagan, Brian. 2008. The Great Warming: Climate change and the rise and fall of civilization.Bloomsbury Press. New York.

Matroji. 2004. Sejarah untuk SMP Kelas VII. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Siagian, R. 2002 . Indonesia Art & Cultural Heritage. Yayasan Cempaka Kencana. Bandungdan Yogyakarta.

Soekmono. 1976. Chandi Borobudur: A monument of mankind. The UNESCO Press. Paris.

Soeroso, Amiluhur. 2007. Desertasi UGM : Penilaian Kawasan Pusaka Borobudur DalamKerangka Perspektif Multi Atribut Ekonomi Lingkungan dan Implikasinya Terhadap KebijakanManajemen Ekowisata.

Soetrisno, L. 1994. Masalah Sosial Budaya di Indonesia Menjelang Indonesia Memasuki MasyarakatBaru. Makalah Seminar HIPIIS Yogyakarta (tidak dipublikasikan).

Subaktini, Dewi. 2006. Analisis Sosial Ekonomi Masyarakat di Zona Rehabilitasi TamanNasional Meru Betiri, Jember, Jawa Timur (Kasus di desa Andangrejo, Wonoasri,Curahnongko, dan Senenrejo), Forum Geografi Vol. 20 No. 1 Juli 2006.

Winarni. 2006. Kajian Perubahan Ruang Kawasan World Heritage Candi Borobudur, ProgramStudi Magister Perencanaan Kota dan Daerah, Jurusan Ilmu-ilmu Teknik, UniversitasGajah Mada.

Zen, MT. 2006. “Enigma Merapi dan Sejarah Mataram”. Makalah Saresehan Budaya VulcanoInternational Gathering 2006. UPN Veteran Yogyakarta 23 Februari 2006.

Page 45: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

41Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

TIPIKAL KUANTITAS INFILTRASI MENURUT KARAKTERISTIKLAHAN

(KAJIAN EMPIRIK DI DAS CIMANUK BAGIAN HULU)

Dede RohmatJurusan Pendidikan Geografi FPIPS UPI

Jl. Dr. Setyabudhi No. 229 Bandung 40154, Telp. 0811210716/08156415481 E-mail: [email protected]

ABSTRACT

Rate of infiltrate can be conduct as function of permeability, suction head and moisture of soilparameter. The parameters have close relationship with soil physical characteristics. That relation can beformulated by empirical research. This study have aim to get typical infiltrate quantity based on landcharacteristics. Method of Green-Ampt infiltrate developed and used to study typically of infiltratecapacity on Upstream of Watershed (Case on Upstream Cimanuk Watershed). Research conducted useempirical and analytical approach.Study conducted at Oxisol Soil occupied by five kinds of land use.There are 96 soil samples was gathered, taken away from 16 observation points. About 12 parametersof soil physical properties were analyzed to each soil sample. The study covering, development of typicalcapacities infiltrate pursuant on empiric data at multifarious land characteristics (forest; agro forestry;second crops (palawija); settlement; and non arable land). The precipitation intensity has been formulatedas function of rainy duration and its probabilities. K formulated as function of volumetric water content;rapid drainage pores, and slow drainage pores (K = f (θ, ηc, ηl). Parameter of y, formulated as functionof soil moisture (ψ = f (θ)). Parameter of F(T)dummy, formulated as function of p and t; (F(T)Dummy=F(t,p)). So that pursuant to empirical data, rate of infiltrate f(t)) of Green Ampt developedas f(t = f(θ, ηc, ηl, τ, π); and infiltrate cumulative can be calculated by F(F = f(t), t). Infiltrate of everykinds of land characteristics have pattern which much the same to, but differ in its quantity.

Keywords: infiltrate typical, infíltrate, hydraulic conductivity, soil physis, suction head, watershed

PENDAHULUAN

Pembentukan dan perluasan lahankritis sangat berkaitan dengan proses erosi.Daerah Aliran Sungai (DAS) bagian hulu,faktor aliran permukaan (surface run off)merupakan faktor utama penyebab erosi.Tingkat kerusakan lahan akibat erosisangat ditentukan oleh besar kecilnyaaliran permukaan, sedangkan aliranpermukaan sangat dipengaruhi oleh curah

hujan, infiltrasi, intersepsi, evapotran-spirasi, dan storage.

Jika evapotranspirasi selama kejadianhujan diasumsikan sama dengan nol;intersepsi dan storage diasumsikanmempunyai batas optimum yang akandicapai oleh besar hujan tertentu, makaaliran permukaan merupakan fungsi dariinfiltrasi. Infiltrasi sangat bergantung atassifat fisik dan hidraulik kolom tanah,

Tipikal Kuantitas Infiltrasi ... (Dede Rohmat)

Page 46: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1042

penggunaan lahan, kondisi permukaantanah, dan faktor eksternal hujan.

Metode infiltrasi Green-Amptmerupakan metode pendugaan kapasitasdan laju infiltrasi. Metode ini metode lama,namun hingga sekarang masih tetapdigunakan karena hasil pendugaannyatidak lebih buruk dari hasil pendugaanmetode pendugaan infiltrasi yang lebihbaru. Selain itu, metode Green-Amptmenarik banyak perhatian, karenametodenya sederhana, didasarkan ataskarakteristik fisik, dan parameternya dapatdiukur.

Laju infiltrasi menurut Green-Ampt(1911), merupakan fungsi dari parameterhidraulik tanah. Yaitu permeabilitas, suctionhead, dan kelembaban tanah. Parameter-pa-rameter tersebut mempunyai hubunganerat dengan karakteristik fisik tanah.Hubungan antara dua karakteristik tanahtersebut dapat diformulasikan melaluipenelitian empirik.

Metode Green-Ampt

Green dan Ampt mengembangkanpendekatan Teori Fisik yang dapatdiselesaikan dengan Penyelesaian AnalitikExact (Exact Analytical Solution) untukmenentukan infiltrasi (1). Infiltrasi adalahpenetrasi air dari permukaan ke dalamtanah secara vertikal.

Dalam Pendekatan ini, Green Amptmengemukakan istilah Front Pembasahan,yaitu suatu batas yang jelas antara tanahyang mempunyai kelembaban tertentu (q)di bawah dengan tanah jenuh (h) diatasnya. Front pembasahan ini terdapatpada kedalaman L yang dicapai pada waktut dari permukaan (Gambar 1).

Dalam pendekatan ini, kontrol vol-ume kolom tanah digunakan sebagai satuananalisis. Kontrol volume merupakansatuan analisis yang dibatasi oleh luaspermukaan dan kedalaman L. Air yangmasuk ke dalam akan menyebabkanpertambahan kelembaban tanah darikelembaban awal (q) pada kedalaman (L),maksimum menjadi porositas (h).

Pertambahan air sebagai hasilinfiltrasi untuk suatu unit volume adalahL (η − θ) atau sama dengan infiltrasikumulatif (F) (Gambar 2):

F = L (h - q)= L Dq ............................... (1)

Sumber: Chow, 1989; 108

Gambar 1. Zonasi Kelembaban TanahAkibat Infiltrasi

Sumber: Chow, 1989; 112

Gambar 2. Infiltrasi Kolom Tanah

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 41 - 56

Page 47: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

43Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

Hukum Darcy’s menyajikan persama-an momentum untuk suatu flux, yaitu :

q Khz

= −∂∂

....................................... (2)

Nilai q (Darcy flux) untuk seluruhkedalaman adalah konstan; didekati oleh – f:

q Kh hz z

=−−

( )( )

1 2

1 2............................ (3)

Jika Ψ adalah suction head tanah untukwetting front; h1 adalah head permukaan samadengan kedalaman genangan (ho), dan h2adalah head tanah yang kering di bawahwetting front. Head (h) adalah penjumlahansuction head (Y) dan gravity head (z), maka:

h2 = -Ψ - L.Hukum Darcy untuk sistem ini adalah

f Kh L

Lo=− − −

( )ψ

+

≈L

LKf ψ.............................. (4)

Persamaan di atas untuk asumsibahwa genangan permukaan ho dapatdiabaikan dibandingkan dengan Ψ dan L.Jika ho tidak diabaikan, dapat diasumsi-kan bahwa ho = 0. Persamaan 5,disubstitusikan ke dalam persamaan 4:

θ∆=

FL ........................................... (5)

diperoleh:

+∆

=F

FKf θψ............................ (6)

Pada saat f = dF/dt, persamaan 6,merupakan persamaan untuk menyatakantingkat infiltrasi potensial (1). Persamaan6 dapat diekspresikan sebagai persamaandiferensial dalam (F) yang tidak diketahui.

+∆

=F

FKdtdF θψ .............................. (7)

sehingga diperoleh integrasinya:

KttFtF +

+Ψ∆=θψ

θ )(1ln)( ............. (8)

dimana,F(t) = infiltrasi kumulatifΨ = suction head∆θ = selisih antara porositas (h) dengan

kandungan air awal (q)K = permeabilitas tanah

Persamaan 8, merupakan persama-anGreen-Ampt, untuk menghitung infiltrasikumulatif F potensial, sedangkan tingkatinfiltrasi diperoleh dari:

f t KF t

( )( )

= +

ψ∆θ1 .............................. (9)

Karakteristik Fisik Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di KecamatanMalangbong Kabupaten Garut PropinsiJawa Barat, Indonesia (108o 14’ 08’’ BT-108o16’’ BT dan 06o 54o 44’’ LS - 07o 01’36’’ LS). Sekitar 7 jam perjalanan daratdari ibu kota Indonesia, Jakarta atau 2 jamdari ibu kota propinsi Jawa Barat, Bandung(Gambar 3).

Lokasi penelitian terletak padaketinggian 560 – 800 meter di ataspermukaan laut (m dpl). Kemiringanlereng berkisar antara 15% - >40%. Rata-rata hujan tahunan wilayah Cekungan KecilCikumutuk sekitar 2.676 mm per tahun.

Secara geologi, batuan daerahpenelitian merupa-kan hasil erupsi gunungapi tua yang diperkirakan terjadi padazaman plio-plestosen, umumnya terdiri dariperselingan breksi, lava, tufa dan laharbersusunan andesit sampai basal (26).

Menurut Sistem Taksonomi, tanahdi lokasi termasuk Great Group Oxorthox,Haplorthox, Rodorthox, dan Chromorthox (11)atau Latosol oksic, Latosol haplik, Lato-sol rodik, dan Latosol kromik (2). Tanah-

Tipikal Kuantitas Infiltrasi ... (Dede Rohmat)

Page 48: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1044

tanah ini mempunyai tekstur clay loam dipermukaan dan clay di bawah permukaan.

Lima macam penggunaan lahan daritanah tersebut yaitu palawija (second crops),agroforestri (agroforestr y), lahan tidakdigarap (non arable land), hutan atau kayucampuran (forest or mix timbres) danpermukiman (settlement).

Palawija merupakan budidaya lahankering dengan dominasi tanaman semusim.Adapun tanaman tahunan difungsikansebagai tanaman pelindung atau tanamanbatas lahan. Jenis tanaman yang ditanampada lahan ini antara lain jagung, kacangtanah, ubi jalar, padi gogo, singkong, jahe,dan cabe keriting. Palawija tersebar padatanah Chromorthox, Haplorthox, danOxthorthox.

Pengolahan tanah dan pemakaian vanorganik intensif. Seluruh lahan telahberteras, kemiringan lahan dianggap samadengan nol. Secara kualitatif, penutupanlahan oleh tajuk tanaman bervariasi dari50% sampai dengan 90%.

Agroforestry terdiri atas hutan rakyatdan sistem tumpang sari. Sistem hutanrakyat adalah sistem pemanfaatan lahandengan tanaman tahunan (100%).Dominasi tanaman berupa Albazia darijenis Sengon dan Sengon Buto. Jarak tanammasing-masing sekitar 2 x 3 meter dan 5 x5 meter. Penutupan lahan mencapai 80 -100%. Pada sistem tumpang sari, tanamantahunan yang ditemukan adalah cengkihdan sengon, dengan jarak tanam sekitar 10x 10 meter. Tanaman semusim yangtumbuh di antara tanaman cengkih adalahcabe, sedangkan di antara tanaman sengonadalah jagung dan singkong. Penutupanlahan pada ini sekitar 70%.

Penggunaan lahan agroforestri tersebarpada tanah Chromorthox, Haplorthox,Oxthorthox, dan Rhodorthox. Lahan umumnyaberteras, sehingga kemiringan lerengdianggap sama dengan nol.

Lahan yang tidak digarap, tersebar padatanah Haplorthox dan Rhodorthox. Tumbuh-an dominan adalah semak dari alang-alangdengan penutupan lahan 100%.

Sumber: Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Skala 1: 25.000

Gambar 3. Letak Lokasi Penelitian

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 41 - 56

Page 49: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

45Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

Hutan (kayu campuran) merupakanlahan yang didominasi tanaman tahunandari jenis kayu-kayuan dan difungsikansebagai hutan lindung. Di bawah tegakantumbuh tanaman perdu, semak, danrumput liar. Dengan demikian, lahantertutup rapat oleh tajuk tanaman (100%).Areal ini menempati tanah Haplorthox danChromorthox dengan kemiringan dianggapsama dengan nol.

Permukiman di lokasi penelitianmerupakan pemukiman khas upland,berteras, terdapat (tampungan) storage dipermukaan lahan, tidak mempunyaisaluran drainase khusus, dan mempunyaihalaman bermain dan budidaya tanamanpekarangan. Penutupan lahan di arealpermukiman sekitar 30% – 40%. Tanahyang ditempati untuk permukiman adalahtanah Haplorthox, Oxthorthox, danRhodorthox.

Prosedur Pengumpulan Data danAnalisis Data

Penelitian menggunakan metodeobservasi lapangan, dengan pengedekatanempirik-analitik. Pengamatan lapangandilakukan dalam kurun waktu 4 bulan,mulai bulan Januari 2001 sampai April 2001.

Rekaman hujan otomatis selama 3tahun diidentifikasi untuk memperolehdata ketebalan hujan, (R(t)), durasi hujan(t) dan intensitas hujan setiap kejadianhujan. Data ini digunakan untuk formulasipola hujan daerah penelitian.

Sampel tanah diambil dari 16 titikpengamatan, representatif pada setiappenggunaan lahan (palawija 5 titik peng-amatan; Agroforestry 4 titik pengamatan;non arable land 2 titik sampel; hutan 2 titiksampel; dan permukiman 3 titik sampel).

Sampel tanah yang diambil adalah disturbedsoil samples dan undisturbed soil samples. Duabelas buah sampel tanah (6 sampelterganggu dan 6 sampel tidak terganggu),diambil dari setiap titik pengamatan.Masing-masing mewakili kedalaman 0-20cm; 20 – 40 cm; 40 – 60 cm; 60 – 80 cm;80 – 100 cm; dan 100 – 120 cm.Pengamatan dilakukan satu kali pada awalpenelitian.

Analisa laboratorium dilakukanterhadap sampel tanah terganggu untukmendapatkan nilai variabel coarse sand (sc;%); fine sand (sf; %), silt (si; %); clay (cl; %);dan organic matter (om; %). Sampel tanahtidak terganggu dianalisis untukmendapatkan nilai variable total porosity (h;%); rapid drainage pores (hc; %); slow drain-age pores (hl; %); bulk density (rb; gr/cm3);particle density (rp; gr/cm3); suction head (y;cm); potential free energy (pF); volumetric wa-ter content (q; %) (5); dan permeability (K;cm/jam).

Pengamatan hujan selama kurunwaktu penelitian (4 bulan), dilakukansecara otomatis dengan alat yang mampumengukur waktu hujan, lama hujan, danketebalan hujan. Pada kurun ini, infiltrasikumulatif akibat hujan diukur dariperbedaan kelembaban sampel tanah yangdiambil sebelum hujan dan sesudah hujan.Pengambilan sampel tanah dilakukan padainterval kedalaman 20 cm, mulaipermukaan tanah hingga kedalaman 120cm. Kelembaban diukur melaluipengovenan pada suhu 105 oC selama 10jam.

Keseluruhan proses penelitian hinggadiperoleh hasil akhir model infiltrasi kolomtanah digambarkan dalam bentuk alurproses penelitian (Gambar 4).

Tipikal Kuantitas Infiltrasi ... (Dede Rohmat)

Page 50: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1046

Sumber: Chow, 1998 dengan Modifikasi

Gambar 4. Prosedur Penelitian secara Keseluruhan

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Sistesis dan Pola Intensitas Hujan

Pola intensitas hujan diformulasi gunamemperoleh pola intensitas hujan yangsesuai dengan wilayah penelitian dansebagai masukan untuk pengembanganmetode pendugaan infiltrasi empirik. Polaintensitas hujan disajikan dalam bentuk

persamaan yang menyatakan intensitashujan (I; mm/jam) sebagai fungsi daridurasi hujan (t; jam) dan probabilitas (%),atau I = f(t,p). Formulasi dilakukanberdasarkan 162 data kejadian hujan yangdirekam selama kurun 3 tahun.

Formulasi pola intensitas hujandilakukan melalui proses:

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 41 - 56

Cekungan Kecil Model (Cekungan Kecil Cikumutuk DAS Cinanuk Hulu)

Identifikasi karakteristik Fisik

Perekaman Data Hidrometri

Interpretasi Foto Udara dan Peta Tematik Skala 1 :20.000 atau 1 : 25.000

Curah dan Durasi Hujan

(Hyetograf)

Debit Sungai (Hydrograf)

Pengecekan dan Pengamatan : • Tekstur tanah lapangan • Ketebalan solum • Kedalaman lapisan kedap • Macam Penggunaan lahan • Teknik konservasi

Identifikasi dan Pencatatan data : • Waktu hujan pada suatu

kejadian hujan (t : menit) • Ketebalan hujan setiap

kejadian hujan (mm)

Penentuan titik-titk sampel

pengamatan

Durasi, tebal, dan intensitas hujan

pada setiap kejadian hujan

Pengambilan sampel tanah tidak

terganggu

Pengambilan sampel tanah

terganggu setiap sebelum dan setelah kejadian hujan

Analisis Laboratorium

Analisis Laboratorium

Sintesis dan analisis durasi, curah dan intensitas hujan

Data sifat fisik dan hidraulik tanah

Data infiltrasi kumulatif

setiap kejadian hujan

Hubungan antar sifat fisik dan hidraulik

kolom tanah

Hubungan hujan dengan

infiltrasi kumulatif

Pola intensitas hujan

Pengembangan Persamaan Green-Ampt

Model Infiltrasi Kumulatif untuk Menduga Limpasan Hujan

pada Cekungan Kecil

Page 51: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

47Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

(i) Pengelompokan data hujan menurutdurasi hujan (t = 0,25; 0,5; 1; 2; 3; dan6 jam)

(ii) Transformasi logaritmik data, agardiperoleh data intensitas hujan yangmempunyai sebaran normal.

(iii) Perhitungan probabilitas hujan (p; %).(iv) Menghitung pola hubungan antara I

dengan p pada setiap kelompok durasihujan. Hubungan tersebut berbentuk :I0,25 = 10(-0,0163.p + 1,6345)

(10)I0,5 =10(-0,0163.p + 1,4060)

(11)I1 = 10(-0,0163.p + 1,1770)

(12)I2 = 10(-0,0163.p + 1,0760)

(13)I3 = 10(-0,0163.p + 0,9823)

(14)I6 = 10(-0,0163.p + 0,8950)

(15)(v) Menentukan intensitas hujan berdasar-

kan sembarang nilai probabilitas untuksetiap kelompok durasi hujan.

(vi) Menentukan pola hubungan antaraintensitas hujan dengan durasi danprobabilitas hujan, atau I=f(t,p). Polahubungan tersebut berbentuk :

teeI pp 116,961,6 .0375,0.0375,0 −− += ....... (16)

Persamaan akhir pola intensitas hujanyang sesuai untuk areal penelitian adalah :

kpt e

ttI −

+

=.61,616,9

, ................... (17)

dengan, I adalah intensitas hujan (mm/jam); t adalah durasi hujan (jam); e = 2,718;k=0,0375. p; dan p adalah probabilitas (%).Ketebalan hujan selama kejadian hujan(R(t)t,p) dihitung menggunakan rumus:

tItR ptpt .)( ,, = ................................... (18)

Dengan persamaan 17 dan 18dihitung intensitas dan ketebalan hujanuntuk t = 0,25; 0,5; 1; 2; 3; 4; 5; dan 6jam. Dalam kelompok probabilitas (p)kejadian hujan 50 %; 16 %; dan 5 %. Nilaiprobabilitas 50 % adalah nilai rata-rata;probabilitas 16 %, adalah nilai rata-rataditambah standar deviasi; dan probabilitas5 % adalah nilai ekstrim (Gambar 5).

b. Pendugaan Suction Head Ber-dasarkan Kelembaban Tanah

Suction head (y) adalah nilai yangmenyatakan energi hisapan tanah terhadapair di dalam pori atau sekitar butir tanah(soil water) (6).

(19)

dengan pF adalah nilai potensial free energytanah yang besarnya bergantung padakandungan air tanah. Dari 96 buah sampeltanah, diperoleh hubungan antarakandungan air tanah (q) dengan nilai pF,yaitu (Gambar 6):

Sumber: Hasil Perhitungan

Gambar 5. Intensitan dan KetebalanHujan pada t dan p

Tipikal Kuantitas Infiltrasi ... (Dede Rohmat)

Page 52: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1048

p F = 2 9 , 3 0 - 1 , 6 8 4 q + 0 , 0 3 7 1 q 2-

0,00029q3

c. Pendugaan Nilai PermeabilitasBerdasarkan Sifat Fisik Tanah

Permeabilitas menyatakan kemampu-an media porus (tanah) untuk meloloskanzat cair (air hujan) baik secara lateralmaupun vertical (cm/jam). Hubunganantara permeabilitas dengan sifat fisiktanah (12 variabel, masing-masingmerupakan rata-rata dari 96 buah data)dilakukan dengan analisis regresi linierberganda - metode Backward.

Agar data K tersebar secara normal,data K ditransformasi menjadi Lon K.Hasil akhir analisis menunjukkan bahwaterdapat tiga variabel sifat fisik tanah yangmempunyai efek signifikan terhadappermeabilitas tanah (ln K), yaitukelembaban tanah (q); kandungan poridrainase cepat (hc); dan kandungan poridrainase lambat (hl). Sehingga pendugaanpermeabilitas (K) dilakukan oleh :

...... (20)

d. Pengembangan Persamaan TipikalKuantitas Infiltrasi

Berdasarkan persamaan 19 danpersamaan 20, persamaan infiltrasi (9)dikembangkan menjadi :

+= 1.10)(

Cr

aetfχµ

..................... (21)

dengan : f(t) adalah laju infiltrasi (mm/jam); ea adalah Permeabilitas tanah (cm/jam); e= 2,718; a=-2,391–0,090.θ+0,161.ηc +0,845.η l ; µ = [-(10pF .∆θ)]; ∆θ = η - θ; dan χCr adalah infiltrasikumulatif dummy yang harus dicariformulanya (cm); sedangkan Cr adalah W(palawija); A (agroforrestri); N (tidakdigarap); H (kayu campuran/hutan); (P)permukiman.

Parameter χCr dicari denganpengubahan bentuk persamaan 21menjadi:

( )a

pFa

a

a

Cr etfe

etfe

−∆−

=−

=)(

))10(()(

)( θµχ ...... (22)

Parameter f(t) pada persamaan 22,diperoleh dari pembagian infiltrasikumulatif empirik pada lima macampenggunaan lahan oleh lama hujannya,atau:

ttFtf Cr)()( = ................................. (23)

Berdasarkan hasil pengamatan, nilaiparameter F(t)Cr mengikuti persamaan :

110)( −= CrKCrtF ........................... (24)

dengan F(t)Cr adalah infiltrasi kumulatifempirik (mm) untuk masing-masingmacam penggunaan lahan (cr). KCr adalahpola hubungan antara F(t)empirik denganketebalan hujannya (R(t)) untuk masing-masing macam penggunaan lahan, yaitu :

Sumber: Hasil Perhitungan

Gambar 6. Suction Head VersusKelembaban Tanah

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 41 - 56

Page 53: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

49Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

KW = -0,0005.(R(t))2 + 0,045.R(t) + 0,37KA = -0,0005.(R(t))2 + 0,045.R(t) + 0,40KN = -0,0004.(R(t))2 + 0,039.R(t) + 0,38KH = -0,0006.(R(t))2 + 0,050.R(t) + 0,33KP = -0,0004.(R(t))2 + 0,040.R(t) + 0,42

Dengan pola hujan persamaan 18,dan sifat fisik tanah masing masingpenggunaan lahan (Tabel 1), serta infiltrasikumulatif persamaan 24, parameter cCr

untuk masing-masing penggunnaan lahandiformulasikan sebagai :

59.099.1

091.0

36.69 −

=p

tW e

pχ ;

40.077.0

077.0

93.95 −

=p

tA e

pχ ;

46.003.2

148.0

48.59 −

=p

tN e

pχ ;

75.095.4

268.0

58.61 −

=p

tH e

pχ ;

dan 66.072.5

251.0

46.57 −

=p

tP e

Pada setiap probabilitas, semua χCrsebagai fungsi dari durasi hujan membentukgaris linier pada grafik semilogaritmik.

e. Tipikal Kuantitas Infiltrasi

Berdasarkan persamaan 21 dan 25laju infiltrasi untuk lima macam

Tipikal Kuantitas Infiltrasi ... (Dede Rohmat)

Tabel 1. Sifat-Sifat Fisik Tanah di Areal Penelitian

penggunaan lahan dapat diprediksi dengandata masukan durasi dan probabilitashujan, dan sifat fisik tanah (Tabel 1).Infiltrasi kumulatif (F(t)m) dihitung olehpersamaan 25. Hasil prediksi laja infiltrasidan infiltrasi kumulatif untuk lima macampenggunaan lahan disajikan pada Gambar7 sampai dengan Gambar 11.

F(t)m = f(t)Cr . t ............................. (25)

Berdasarkan gambar-gambar tersebut,

perubahan laju infiltrasi dibagi dalam tigatahap: (i) tahap awal, dicirikan olehpenurunan laju infiltrasi yang tajam; (ii)tahap transisi, dicirikan oleh perubahan lajuinfiltrasi agak landai; dan (iii) tahap akhir,dicirikan oleh penurunan laju infiltrasi yanglandai.

Laju infiltrasi pada setiap tahapanmempunyai kuantítas yang berbeda,bergantung pada probabilitas hujan.

Pada p yang sama laju infiltrasiberbanding terbalik dengan lama hujan.

Laju infiltrasi lebih kecil pada waktuhujan (t) yang lebih lama. Beberapaalasannya adalah sebagai berikut.1. Pada awal hujan kelembaban tanah di

sekitar zone perakaran masih di bawahjenuh.

Sumber: Hasil Analisis Data Primer

W Second crop (palawija) 60.69 13.40 5.01 42.88 0.1781A Agroforestry 60.94 14.52 5.03 41.63 0.1931N Non-arable 58.73 11.71 4.89 43.73 0.1500H Forest 58.39 11.51 4.96 45.13 0.1326P Settlement 58.79 11.07 4.96 45.17 0.1362

Symbol Land coverage θθθθθ (%) ηηηηηc (%) ηηηηηλλλλλ

(%) 2 (%) ∆ θ∆ θ∆ θ∆ θ∆ θ

Page 54: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1050

Sumber: Hasil Perhitungan

Gambar 7. Laju dan Kumulatif Infiltrasipada Penggunaan Lahan Palawija

2. Pertambahan kelembaban tanah padazone perakaran menyebabkanberkurangnya nilai suction head danmenurunnya daya tampung tanahterhadap air infiltrasi.

3. Penyumbatan pori-pori dipermukaan tanah oleh partikel-partikel tanah halus hasi lpemecahan agregat tanah olehpercikan air hujan (erosi percik atausplash erosion), juga berperan dalammengurangi laja infiltrasi.

Sumber: Hasil Perhitungan

Gambar 8. Laju dan Kumulatif Infiltrasipada Penggunaan Lahan Agroforestri

Sumber: Hasil Perhitungan

Gambar 9. Laju dan Kumulatif Infiltrasipada Penggunaan Lahan Tidak Digarap

Sumber: Hasil Perhitungan

Gambar 10. Laju dan Kumulatif Infiltrasipada Penggunaan Lahan Hutan

Sumber: Hasil Perhitungan

Gambar 11. Laju dan Kumulatif Infiltrasipada Penggunaan Lahan Permukiman

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 41 - 56

Page 55: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

51Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

4. Jika zone perakaran jenuh, lajuinfiltrasi ditentukan oleh laju perkolasipada zone transmisi. Laju perkolasisangat ditentukan oleh kondisikandungan air dan porositas frontpembasahan.

Sejalan dengan lajunya, infiltrasikumulatif (F(t)m) pada t yang samasemakin besar dengan semakin kecilnyaprobabilitas hujan. Sebaliknya pada p yangsama, infiltrasi kumulatif semakin besarpada durasi hujan yang lama.

f. Perbandingan Infiltrasi Kumulatifpada Setiap Macam PenggunaanLahan

Perbandingan dilakukan untuk setiapmacam penggunaan lahan menurutprobabilitas hujan 50, 16, dan 5 %(Gambar 12, 13, dan 14). Pada p = 50 %(Gambar 12), efek genangan permukaanpada lahan permukiman cukup efektifmenambah infiltrasi kumulatif setelahhujan 3 jam. Infiltrasi pada lahan ini lebihbesar daripada empat penggunaan lahanlainnya.

Tipikal Kuantitas Infiltrasi ... (Dede Rohmat)

Pada lahan hutan, sejak awal hujanF(t)m lebih kecil dari empat macampenggunaan lahan lainnya. Namun ketikat > 3 jam, F(t)m menjadi lebih besardaripada lahan tidak digarap dan palawija,dan pada t = 6 jam, F(t)m hutan relatifsama dengan lahan agroforestri danpermukiman.

Hujan pada lahan permukiman,hampir seluruhnya jatuh dan diterima olehpermukaan tanah, sedangkan hujan t < 3jam pada lahan agroforestri sebagiantertahan oleh tajuk tanaman.

Pada lahan hutan, sampai denganR(t) tertentu, air hujan tertahan oleh tajuktanaman. Seluruh air hujan diterima olehtanah, ketika kapasitas tampung tajuktelah terpenuhi. Kondisi ini dicapaisetelah beberapa jam hujan, tergantungketebalan hujan. Terdapat dua fungsiutama tajuk tanaman dalam memperbesarF(t)m yaitu:1. Menerima dan menampung sebagian

air hujan, sehingga butir hujan tidaklangsung jatuh di permukaan tanah.

2. Mengendalikan dan mengubahmekanisme penyaluran air hujansebelum diterima oleh permukaantanah.

Atas dasar fungsi tersebut, permuka-an tanah menerima air hujan dalam bentukair hujan yang jatuh dari tajuk tumbuhandan melalui aliran batang, sehingga suplaiair hujan lebih kontinyu dan lebihterkendali.

Pada lahan tidak digarap, F(t)m padat = 0,25 – 0,5 jam lebih kecil daripadalahan palawija, namun kemudianmeningkat. Hal ini menunjukkan bahwaintersepsi hujan oleh semak dan alang-alang, efektif pada t 0,5 jam. Semak, alang-alang dan serasah di permukaan lahan

Sumber: Hasil Perhitungan

Gambar 12. Infiltrasi Kumulatif padap=50%

Page 56: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1052

tidak digarap cukup efektif membantuproses infiltrasi, walaupun efektivitasnyamasih lebih rendah dibandingkan denganefek genangan di permukaan pada lahanpermukiman, dan efek intersepsi padahutan dan agroforestri.

Pada p = 16 % (Gambar 13), F(t)mterbesar terdapat pada lahan permukimandan kayu campuran, yang dicapai pada t> 1,5 jam, sedangkan pada t < 1,5 jam,F(t)m terbesar terdapat pada lahanagroforestri. Namun pada t > 3 jam, F(t)mhutan menjadi terbesar.

Pada R(t) yang kecil (saat awalhujan), intersepsi masih cukup efektifuntuk menahan a ir hujan. Namundengan bertambahnya t dan R(t) ,kapasitas intersepsi akan terpenuhisecara optimal. Pada kondisi ini, suplaiair hujan ke permukaan tanah samadengan ketebalan hujan, denganefektivitas yang lebih baik.

Pada t < 3 jam, F(t)m pada hutan danlahan permukiman relatif sama, namun

pada t > 3 jam F(t)m pada lahanpermukiman menjadi lebih kecil. Di lainpihak, sejak awal hujan, F(t)m lahanpalawija lebih besar dibandingkan denganlahan tidak digarap. Tanaman semusim danpengolahan lahan palawija memberikanefek positif pada pertambahan F(t)m.

Pada p = 5 % (Gambar 14), F(t)mterbesar (t > 2 jam) terdapat pada hutandan permukiman. Padahal pada t < 2 jam,F(t)m pada kedua lahan ini lebih kecildaripada lahan palawija dan agroforestri.Efek pengendalian air hujan oleh tajuktanaman pada lahan hutan dan efekgenangan permukaan pada lahanpermukiman, efektif meningkatkan F(t)mpada t > 2 jam.

Fenomena ekstrim terdapat lahantidak digarap. Pada t < 0,5 jam, F(t)m lahanini sama atau relatif lebih besar daripadalahan hutan dan permukiman. Namun padat > 0,5 jam menjadi yang terkecil.Pertambahan infiltrasi kumulatif akibatpertambahan ketebalan hujan pada lahan

Sumber: Hasil Perhitungan

Gambar 13. Infiltrasi Kumulatif padap= 16%

Sumber: Hasil Perhitungan

Gambar 14. Infiltrasi Kumulatif padap= 5%

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 41 - 56

Page 57: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

53Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

ini, tidak setajam empat penggunaan lahanlainnya. Hal ini menunjukkan bahwasemak dan belukar yang menutupi lahantidak digarap, hanya efektif mengendalikanhujan sampai dengan t = 0,5 jam.Selebihnya, infiltrasi kumulatif relatifkecil dan air hujan dialirkan dalam bentukaliran permukaan.

Validitas Kuantitas Infiltrasi

Validitas kuantitas infiltrasi hasilpendugaan (F(t)m) untuk setiap macampenggunaan lahan, diketahui manakaladibandingkan dengan nilai infiltrasiempiriknya (F(t)Cr) yang diekspresaikanoleh persamaan (24). Kedekatan antarakedua nilai F(t) tersebut, ditentukan olehnilai korelasi.

Pada lahan palawija, nilai F(t)m sangatdekat dengan F(t)W. Angka korelasi p =50% sebesar 0,95; p = 16% 0,98; danpada p = 5% 0,99. Simpangan rata-ratasekitar 10,89%; simpangan terbesarterdapat pada p = 16% yaitu 12,49%;dan pada p = 5% 11,89%; sedangkanterkecil pada p = 50% sekitar 8,29%.

Pada lahan agroforestri, nilai korelasiantara F(t)m dengan F(t)A pada p 50%,16%, dan 5%, masing-masing 0,96, 0,99;dan 0,99. Rata-rata perbedaan antara F(t)mdengan F(t)A sebesar 8,63%. Persentaseperbedaan tertinggi, terdapat pada p = 16%yaitu 9,885%; terendah 7,97% pada p = 5%, dan 8,05% untuk p = 50%.

Pada lahan tidak digarap, nilai korelasiuntuk p = 50%; 16%; dan 5%, masing-masing 0,90; 0,98; dan 0,99. Perbedaanrata-rata sekitar 10,99%. Perbedaan

tertinggi terdapat pada p = 5%, yaitu12,54%, sedangkan untuk p = 16% 11,45;dan 8,95% untuk p = 50%.

Pada lahan hutan, Pada setiapprobabilitas, nilai korelasi F(t)m denganF(t)H, hampir mendekati sempurna. Nilaikorelasi untuk p = 50%; 16%; dan 5%berturut-turut sebesar 0,98; 0,99; dan 0,99.Simpangan rata-rata sekitar 11,16%. Padap = 50%, simpangan sekitar 6,94%; p =16% dan p = 5% masing-masing 11,60 dan14,93%.

Pada lahan permukiman, nilai korelasiuntuk p = 50% sebesar 0,93; p = 16%0,98; dan p= 5% 0,99. Simpangan rata-rata sekitar 12,30%. Simpangan tertinggipada p = 5% yaitu 14,74%, sedangkanterendah pada p = 50% yaitu 8,82%; danpada p = 16% sebesar 13,34%.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

1. Pola intensitas hujan (It,p) di wilayahpenelitian diformulasikan sebagaifungsi dari lama hujan (t; jam) danprobabilitas kejadian hujan (p ; %).

kpt e

tt

I −

+

= ..61,616,9

,

dengan e= 2,718; dan k = 0,0375. p2. Tipikal laju infiltrasi untuk masing-

masing macam penggunaan lahan(f(t)Cr; mm/jam), diprediksi oleh:

+= 1.10)(

Cr

aCr etf

χµ

dimana:

Tipikal Kuantitas Infiltrasi ... (Dede Rohmat)

Page 58: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1054

a = -2.391 -0.090q + 0,161hc +0,845hl;

η = (-10pF.Dq);

pF = 29,30 - 1,684θ + 0371θ2 -0,00029θ3;

∆θ = (η-θ); dan

χCr adalah :

59.099.1

091.0

36.69 −

=p

tW e

pχ ;

40.077.0

077.0

93.95 −

=p

tA e

pχ ;

46.003.2

148.0

48.59 −

=p

tN e

pχ ;

75.095.4

268.0

58.61 −

=p

tH e

pχ ; dan

66.072.5

251.0

46.57 −

=p

tP e

f(t)Cr merupakan rata-rata selamakurun waktu satu kejadian hujan.Infiltrasi kumulatif diformulasikansebagai: F(t)Cr = f(t)Cr . t.

3. Laju infiltrasi semakin rendah denganbertambahnya waktu dan probabilitashujan, sedangkan infiltrasi kumulatifsemakin besar dengan bertambahnyawaktu hujan dan semakin kecilnyaprobabilitas hujan.

4. Pada kejadian hujan yang singkat dankecil di atas lahan bertajuk lebat(hutan), sebagian besar hujan tertahanoleh intersepsi, sehingga infiltrasikumulatif untuk sangat kecil.

Infiltrasi kumulatif pada lahan hutanbertambah secara nyata denganbertambahnya lama dan ketebalanhujan.

5. Hasil pendugaan infi ltrasi , me-nunjukkan nilai yang cukup akuratdan mendekati ni lai infi ltrasikumulatif empirik. Nilai korelasi dansimpangan rata-rata infi ltrasikumulatif pada lahan palawijamasing-masing adalah 0,97 dan 10,89%, lahan agroforestri 0,98 dan 8,63%; lahan tidak digarap 0,95 dan10,99 %; lahan kayu campuran 0,99dan 11,16 %; dan permukiman 0,97dan 12,30 %.

Rekomendasi

1. Tipikal kuantitas infiltrasi hasil kajianini, dapat dikembangkan untuk wilayahlain, dengan memperhatikan karak-teristik sebagai berikut :

• Kawasan DAS bagian tengah danhulu yang mempunyai curah hujantinggi.

• Morfologi DAS berombak ataulebih terjal

• Tanah mempunyai tekstur clay(lempung) hingga clay loam;kandungan pasir sekitar 10 %,serta kandungan silt dan clay sekitar90 % dengan komposisi relatifberimbang.

2. Diperlukan penelitian lanjutan untuklebih mempertajam akurasi danmengembangkan hasil penelitian ini kekawasan satuan hidrologi yang lebihluas dan lebih variatif sifat fisik tanahdan morfologi lahannya.

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 41 - 56

Page 59: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

55Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)Tipikal Kuantitas Infiltrasi ... (Dede Rohmat)

DAFTAR PUSTAKA

Chow, V.T., Maidment, D.R., and Mays L.W. 1988. Applied Hydrology, McGraw-Hill BookCompany, New York, St. Louis, etc.; 110-113.

Darmawan, I. 1998. Kajian Laju Infiltrasi Berdasarkan Jenis Batuan dan Data Sifat Fisik Tanah(Studi Kasus: Kawasan Bandung Utara dan Wilayah Jakarta); Tesis Magister. Bidang KhususHidrogeologi, Program Studi Rekayasa Pertambangan, Program Pasca Sarjana - ITB.

Darmawidjaja, Isa. 1990. Klasifikasi Tanah, Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan PelaksanaPertanian di Indonesia, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta; 295-319.

Jia, Y. and Tamai, N. 1998. Modeling Infiltration Into Multi-Layered Soil During an UnsteadyRain. Journal Of Hydroscience And Hydraulic Engineering, Vol.16, No. 2, November- 1998;1-10.

Koorevaar, P., G. Menelik and C. Dirksen.1983. Elements of Soil Physics. Depart. of SoilScience and Plant Nutrition, Agricultural University of Wageningen, The Netherlands,Alsevier, Amsterdam, Oxford, New York, Tokyo: 9 – 10.

Laat, P.J.M. de. 1987. Agricultural Hydrology, International Institute for Hydraulic andEnvironmental Engineering, Delft Netherlands; 39 – 40.

Pramono Hadi, M. 2006. Pemahaman Karakteristik Hujan sebagai Dasar Pemilihan ModelHidrologi (Studi Kasus di DAS Bengawan Solo Hulu), Jurnal Forum Geografi Vol. 20,No. 1, Juli 2006.

Purwanto, E. 1999. Erosion, Sediment Delivery and Soil Conservation in an Upland AgriculturalCatchment in West Java, Indonesia; A Hydrological Approach in A Socio-Economic Context.Academisch Proefschrift, Vrije Universeteit te Amsterdam.

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1997. Statistik Sumber Daya Lahan/Tanah Indonesia,Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanianm, Departemen Pertanian: 29.

Rohmat Dede dan Indratmo Soekarno. 2004. Pendugaan Limpasan Hujan pada Cekungan Kecilmelalui Pengembangan Persamaan Infiltrasi Kolom Tanah (Kasus di Cekungan Kecil CikumutukDas Cimanuk Hulu); Makalah PIT HATHI XXI, September-Oktober 2004, Denpasar-Bali.

Soil Survey Staff USDA. 1975. Soil Taxonomy, A Basic System of Soil Classification for Makingand Interpreting Soil Survey. Soil Conserv. Service USDA, Agric. Handbook No. 436.

Page 60: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1056

Lampiran 1. Notasi

∆θ Pertambahan kelembaban tanah dari kondisi awal hingga sama dengan nilai porositas.f(t) Laju infiltrasi akhirF(t)Cr Infiltrasi kumulatif empirik tipikal pada lima macam penggunaan lahanF(t)W Infiltrasi kumulatif empirik lahan palawijaF(t)A Infiltrasi kumulatif empirik lahan agroforestriF(t)N Infiltrasi kumulatif empirik lahan tidak diagarapF(t)H Infiltrasi kumulatif empirik lahan hutanF(t)P Infiltrasi kumulatif empirik lahan permukimanF(t)m Infiltrasi kumulatif hasil pendugaan untuk lima penggunaan lahanh Penjumlahan suction head (Y) dan gravity head (z)h1 Head permukaan sama dengan kedalaman genangan (ho)h2 Head tanah yang kering di bawah wetting frontIt,p Pola intensitas hujan sebagai fungsi t dan p (mm/jam)K PemeabilitasL Kedalaman kolom tanah dari permukaanη Porositas totalηc Pori drainase cepatηl Pori drainase lambatom Bahan organikp Probabilitas hujan (%)pF Potential free energyψ Suction headq Darcy fluxρb Berat jenis tanah (bulk density)ρp Kerapatan jenis butir tanah (partikel density)R(t)t,p Ketebalan hujan sebagai fungsi dari t dan psc Coarse sand (pasir kasar)sf Fine sand (pasir halus)si Lanau (silt)t Durasi hujanθ Kandungan air (Volumetric Water Content )z Gravity head

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 41 - 56

Page 61: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

57Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

NERACA AIR DI PULAU BALI

Setyawan Purnama Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Bulaksumur-Yogyakarta. Telp. 0272-902340/Fax. 0274-589595E-mail : [email protected]

ABSTRACT

As a main destination of tourism in Indonesia, Bali develops rapidly. The impact of this phenom-ena is the increasing of water need in some sectors, whereas the available of water is constant. There aretwo objectives of this research. First, to calculate water available and water need in the research area, andsecond to analysis the water balance. Water available cover groundwater, rivers water and springs water,whereas water need cover domestic usage, industrial and hotel usage, cattle, fishery and irrigation. Ground-water is estimated by water balance concept, river water and spring data is collected from BPSDA BaliProvince, whereas the water need is counted base on secondary data that collected from some departmentsin Bali Province. As a result, show that the water available in Bali Island is 2.604.483.300 m3/year,which consist of groundwater 693.296.200 m3/year, rivers water 1.903.678.000 m3/year and springs7.509.600 m3/year. The water needs reach 1.213.625.300 m3/year, which consist of domestic usage121.276.260 m3/year, industrial and hotel usage 20.038.068 m3/year, cattle 31.272.435 m3/year,fishery 125.305.574 m3/year and irrigation 915.733.000 m3/year. Base on the water balance ratio,it is known that the number of ratio is 47%, that it means almost in critical point.

Keywords: water available, water need, water balance

PENDAHULUAN

Perencanaan dan pengelolaan sumberdaya air, neraca air pada suatu DaerahAliran Sungai (DAS) sangatlah diperlukanNeraca air ini memuat situasi ketersediaandan kebutuhan air untuk berbagaipenggunaan air. Neraca air antara laindapat diperoleh dengan membuatsuperposisi antara ketersediaan air dengankebutuhan air (Amirwandi dan Hatmoko,1993; Barmawi et al., 2007).

Proses hidrologi dalam suatu DASsecara sederhana dapat digambarkandengan adanya hubungan antara unsur

masukan yakni hujan, proses dan keluaranyaitu berupa aliran (Hadi, 2006). Meskipunketersediaan air relatif tetap sesuai dengankonsep siklus hidrologi, namun penyebaranair tidak merata menurut ruang dan waktu.Ketersediaan air di suatu tempat sangatdipengaruhi oleh beberapa faktor eksternalbaik yang bersifat alami seperti keadaangeologi, kelembaban, evaporasi dantranspirasi maupun kegiatan manusia yangmengakibatkan kerusakan lingkungan(Isnugroho, 2002).

Pulau Bali sebagai daerah tujuan wisatautama di Indonesia mengalami per-kembangan yang sangat pesat. Per-

Neraca Air di Pulau Bali (Setyawan Purnama)

Page 62: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1058

kembangan itu antara lain ditunjukkan olehbanyaknya pendirian perumahan, hotel danindustri baru. Salah satu dampak dariperkembangan ini adalah meningkatnyakebutuhan air untuk berbagai sektor tersebut.

Menurut Hadiwidjojo (1971),ketersediaan air tanah di Pulau Bali cukupbervariasi, meskipun demikian sebagianbesar wilayah mempunyai kandungan agakkecil (1-5 l/detik) dan kecil (0,5-1 l/detik).Daerah dengan potensi air tanah besarhanya dijumpai di daerah selatan PulauBali, khususnya di daerah sekitar Denpasar.Di beberapa tempat bahkan telahdiidentifikasi terjadi intrusi air laut akibatpenurapan air tanah yang berlebihan sepertiDenpasar bagian selatan, sekitarGilimanuk, negara bagian selatan danSingaraja bagian utara.

Sumber daya air hujan, air sungai, airdanau, dan mata air juga telah dieksploitasisecara optimal. Sebagaimana diketahui,masyarakat Bali pada umumnya adalahagraris yang mempunyai matapencahariansebagai petani. Untuk meningkatkan hasilpertanian dilakukan sistem pertanian yangsemakin berkembang intensif. Oleh karenaitu pemanfaatan air untuk irigasi juga telahmencapai titik jenuh. Berdasarkanpermasalahan ini, pengelolaan sumberdaya air menjadi penting artinya. Salah satuaspek yang perlu diketahui untukperencanaan pengelolaan sumber daya airyang berkelanjutan adalah diketahuinyakeseimbangan antara ketersediaan dankebutuhan airnya.

Penelitian ini bertujuan untuk:1. Menghitung ketersediaan dan

kebutuhan air di daerah penelitian.2. Menganalisis neraca air di daerah

penelitian dalam kaitannya sebagaidata dasar dalam pengelolaan sumberdaya air.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini sebagian besar berupakajian pustaka, dan data yang digunakanadalah data sekunder yang diperoleh dariBalai Pengelolaan Sumber daya Air(BPSDA) Departemen Pekerjaan Umum,Badan Pusat Statistik dan BAPPEDAProvinsi Bali. Berikut ini dikemukakanmetode perhitungan masing-masing aspekneraca air.

Perhitungan ketersediaan Air

Dalam penelitian ini perhitunganketersediaan air meliputi ketersediaan airdari air tanah, air sungai, dan danau sertamata air. Ketersediaan air sungai dan danaudihitung berdasarkan data debit sungai dandanau pada setiap sub SWS di Pulau Bali.Demikian pula halnya dengan ketersediaanair mata air yang dihitung berdasarkan datadebit seluruh mata air yang terdapat padamasing-masing sub SWS di pulau tersebut.Ketiga data tersebut diperoleh dari BalaiPengelolaan Sumber daya Air (BPSDA) Depar-temen Pekerjaan Umum, Provinsi Bali.

Ketersediaan air tanah dihitungsecara meteorologis. Metode perhitunganmendasarkan pada konsep neraca air DAS,yaitu (Seyhan, 1977) :

∆S = P - Ep - Qs – Qm........... (1)

dengan DS adalah timbunan airtanah, P adalah besarnya curah hujan, Epadalah evapotranspirasi, Qs adalah debitaliran sungai dan Qm adalah jumlah airtanah yang keluar sebagai mata air.

Perhitungan kebutuhan air

Kebutuhan air meliputi kebutuhan airuntuk keperluan domestik, industri, ternak,

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 57 - 70

Page 63: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

59Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

perikanan, dan irigasi. Kebutuhan airdomestik dihitung berdasarkan jumlahpenduduk dan konsumsi air per kapita perhari. Menurut Mangku Sitepoe (1997 dalamPriyana dan Safriningsih, 2005), kebutuhanair di kota besar pada umumnya adalah>150 liter/kapita/hari, di kota sedang 80-150 liter/kapita/hari, kota kecamatan 60-80 liter/kapita/hari dan desa berkisarantara 30-60 liter/kapita/hari. Berdasar-kan kisaran ini, dalam penelitian inikebutuhan air domestik di Pulau Baliditentukan sebesar 100 liter/kapita/hari.

Kebutuhan air untuk industri dihitungberdasarkan jumlah karyawan industri dankonsumsi pemakaian air per karyawan perhari serta kebutuhan air untuk prosesindustri itu sendiri. Untuk industri tekstilditentukan sebesar 20 m3/hari, sedangkanindustri lainnya ditentukan dari hasil surveilapangan.

Kebutuhan air untuk peternakandihitung berdasarkan jumlah ternak dankonsumsi air per kepala per hari, dimanajenis ternak yang diperhitungkan kebutuh-an airnya adalah sapi-kerbau-kuda (40 li-ter/kepala/hari), kambing-domba (5 liter/kepala/hari), babi (6 liter/kepala/hari) danunggas (0,6 liter/kepala/hari). Kebutuhanair untuk perikanan dihitung berdasarkanluas kolam/tambak dan volume peng-gantian air per hari, yaitu sebesar 7 mm/hari/ha.

Kebutuhan air untuk irigasi dihitungdari perkalian antara luas lahan yang diairidengan kebutuhan air irigasi. MenurutSusilowati (2004), kebutuhan air untukpetak sawah dapat dihitung berdasarkanhasil pengukuran perkolasi, pengukurankebutuhan air untuk penggenangan dandata penunjang klimatologi sepertievapotranspirasi dan curah hujan. Menurutkonsep ini, kebutuhan air irigasi dihitungmenurut persamaan :

.................................................................. (2)

dengan Etc adalah kebutuhan airkonsumtif untuk tanaman, IR adalahkebutuhan air untuk penyiapan lahan, RWadalah kebutuhan air untuk penggantianlapisan air, P adalah perkolasi, ER adalahhujan efektif, IE adalah efisiensi irigasi danA adalah luas areal irigasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Iklim

Wilayah Pulau Bali beriklim tropis,yang dipengaruhi oleh angin musim. Musimpenghujan berlangsung dari bulanDesember sampai bulan Februari. Padamusim ini angin bertiup dari arah barat danbarat laut yang banyak membawa uap air.Sebaliknya musim kemarau berlangsungdari bulan Juni sampai Agustus. Padawaktu itu berhembus angin timur dantenggara yang sifatnya kering. Di antaramusim-musim tersebut, terdapat musimpancaroba atau musim peralihan.

Berdasarkan data dari BPSDAProvinsi Bali, curah hujan di Pulau Balitidak merata. Daerah-daerah tertentumemiliki curah hujan yang tinggi, namundi lain pihak terdapat daerah-daerah yangmemiliki curah hujan yang rendah. Secarakeseluruhan, Pulau Bali mempunyai curahhujan rata-rata sebesar 2.120 mm/tahun,dengan curah hujan rata-rata tahunanmaksimum sebesar 3.500 mm/tahun dancurah hujan tahunan minimum sebesar1.500 mm/tahun.

Pola curah hujan di Pulau Bali jugasangat ditentukan atau mengikutitopografi. Makin tinggi elevasi daerah darimuka air laut, makin tinggi curah hujan didaerah tersebut. Namun demikian, mulai

AxIE

ER) - P RW IR (Etc i air irigas Kebutuhan

+++=

Neraca Air di Pulau Bali (Setyawan Purnama)

Page 64: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1060

dari elevasi 2.500 m dari permukaan lautcurah hujan cenderung menurun. Jumlahhujan tertinggi terletak di bagian tengahPulau Bali, yaitu di sekitar daerah danauyang ada di puncak-puncak gunung. Curahhujan tertinggi tercatat di bagian selatanlereng Gunung Agung. Daerah yang keringtercatat di daerah sekitar Kintamani danbagian utara Pulau Bali lainnya karenamerupakan daerah bayangan hujan darigunung-gunung yang tinggi. Curah hujanbulanan dalam setahun bervariasi pula.Curah hujan tinggi terjadi dari bulanOktober sampai April, sedangkan sisanyayaitu April sampai Oktober biasanyabercurah hujan rendah.

Berdasarkan pembagian tipe iklimdari Koppen, tipe-tipe iklim di Pulau Baliadalah Af, Am, Aw dan Cw. Tipe iklim Afadalah iklim hutan hujan tropis (tropical rainforest climate) yang tidak memiliki bulankering. Semua bulan mempunyai jumlahcurah hujan lebih dari 60 mm. Tipe iklimAm adalah iklim hujan tropis musim (mon-soon tropical rainy climate), dengan satu ataulebih bulan kering. Pada tipe Am, jumlahcurah hujan yang jatuh di bulan basahdapat mengimbangi musim kering yangpendek. Jadi meskipun di daerah beriklimAm ini memiliki satu atau dua bulan kering,tetapi curah hujan di bulan lainnya cukuptinggi, sehingga vegetasi yang ada tidakbegitu terpengaruh oleh periode keringpendek tersebut. Tipe iklim Aw adalahiklim hujan tropis savana (savanna tropicalrainy climate), yang ditandai oleh musimkering selama 4-8 bulan dalam satu tahun,sedangkan Cw adalah salah satu tipe iklimC dengan musim kering yang terjadi padamusim dingin.

Ditinjau dari persebarannya, tipe iklimAw kebanyakan meliputi daerah pantai,sementara tipe Am meliputi daerahvolkanik. Untuk tipe iklim Af umumnya

meliputi bagian tengah Pulau Bali,sedangkan tipe iklim Cw hanya terdapat didaerah pegunungan yang tinggi.

Kondisi Geologi dan Geomorfologi

Ditinjau dari variasi geologi dangeomorfologinya, dapat diketahui adanyalima daerah yang berbeda yaitu(Verstappen, 2000) :1. Daerah batu gamping barat2. Daerah endapan aluvial selatan3. Daerah batu gamping selatan4. Daerah volkanik muda, yang terdiri atas

daerah volkanik bagian barat, daerahvolkanik sebelah timur, daerah GunungSeraya, Lembah Karangasem dan daerahberbukit dengan batuan sedimen.

5. Daerah aluvial pantai utara

Secara keseluruhan Pulau Baliterletak pada dua jalur geoantiklinal yangmerupakan perluasan ke arah barat dariBusur Banda. Jalur pertama adalahgeoantiklinal yang membujur dari timur kebarat sampai ke Pulau Bali, sedangkan jalurkedua adalah dataran di bagian selatanPulau Bali yang menunjukkan kesamaandengan keadaan fisiografi yang terdapat diPulau Jawa. Dataran rendah yang subur diDenpasar dapat dipersamakan denganBlitar Subzone di Jawa Timur. Dataran inike arah selatan berhubungan dengan bukitkapur tertier yang dapat dipersamakandengan semenanjung Blambangan di ujungJawa Timur bagian selatan.

Hidrologi

Sungai-sungai di Pulau Bali mem-punyai pola aliran yang pararel antara satudengan yang lain. Sungai yang mengalir kearah utara (Laut Jawa) lebih kecil dan lebih

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 57 - 70

Page 65: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

61Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

pendek daripada sungai-sungai yangmengalir ke arah selatan (Martopo, 1993).Disamping itu gradien sungai yang mengalirke arah utara lebih curam pula. Perbedaanini disebabkan oleh perbedaan litologi daniklim. Berdasarkan kondisi alirannya,sungai-sungai di Bali dibedakan menjadi3 tipe yaitu:a. sungai yang aliran mantapnya besar

dan dapat bertahan sepanjang tahun;b. sungai yang mempunyai aliran yang

besar pada musim hujan, tetapiterancam kering pada musim kemarau(bahkan kering sama sekali), palingtidak pada daerah hilirnya;

c. sungai yang hanya mengalir padawaktu-waktu sehabis hujan lebat yangjarang terjadi, merupakan contohklasik dari sungai Ephemeral.

Ditinjau dari perbandingan aliranmantap dan curah hujan tahunannya yangcukup besar, secara umum sungai-sungaidi Bali masih cukup baik untuk persediaanair terutama untuk irigasi.

Selain sungai, danau juga merupakansumber persediaan air yang cukup potensialdi Pulau ini. Di Bali terdapat 4 buah danaubesar yang merupakan danau kawah (craterlake), yaitu Danau Batur (15,9 km2), DanauBuyan (3,9 km2), Danau Bratan (3,8 km2)dan Danau Tamblingan (1,3 km2). Air danautidak biasa digunakan sebagai air untukirigasi dalam jumlah besar. Di daerahsebelah utara Danau Batur, air digunakanuntuk irigasi tanaman sayuran, sedangkandi sisi barat Danau Bratan air diambil untukmengairi kebun (Martopo, 1993).

Ketersediaan Air

Ketersediaan air adalah sejumlahair yang tersedia yang dapat digunakan

untuk berbagai keperluan. Pada Tabel 1ditunjukkan ketersediaan air dari mata airpada t iap Sub SWS di Pulau Bali ,sedangkan distribusinya pada tiap subSWS ditunjukkan pada Gambar 1. Tabel2 menunjukkan ketersediaan air sungaiper bulan untuk tiap sub SWS pulautersebut.

Perkiraan kuantitatif timbunan airtanah juga sangat penting untukmemperkirakan potensi sumber daya airyang dapat dimanfaatkan (Soenarto,2003). Dari aspek lingkungan, jikakuantitas pemanfaatan air tanah belummelampaui hasil aman atau masih jauhdari kuantitas imbuhan, maka kemungkin-an besar tidak terlalu menimbulkanbanyak masalah lingkungan. Dari datacurah hujan diketahui curah hujan rata-rata di Pulau Bali adalah sebesar 2.120mm/tahun. Berdasarkan beberapa peneliti-an diketahui bahwa laju evapotranspirasidi daerah tropis adalah sekitar 4,5 mm/hari. Nilai debit aliran diketahui dari datadebit sungai pada setiap sub SWS didaerah penelitian. Luas Pulau Bali sebesar5.440 km2, berdasarkan konsep neraca airDAS dapat dihitung timbunan air tanahnyasebagai berikut :

∆S = P - Ep - Qs - Qm

= 11.532.800.000 – 8.935.200.000– 1.903.678.000 – 625.800 m3/tahun

= 693.296.200 m3/tahun

Kebutuhan Air

Kebutuhan air domestik

Jumlah penduduk akan menentukanbesar kebutuhan air baku (domestik, non

Neraca Air di Pulau Bali (Setyawan Purnama)

Page 66: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1062

Tabel 1. Ketersediaan Air dari Mata Air di Pulau Bali

Sumber : BPSDA Provinsi Bali

03.01 03.01.01 35,903.01.02 87,703.01.03 78,903.01.04 8,403.01.05 5,903.01.06 8,903.01.07 2,103.01.08 11,803.01.09 15,103.01.10 7,103.01.11 20,403.01.12 15,003.01.13 11,403.01.14 29,303.01.15 37,903.01.16 228,803.01.17 11,903.01.18 5,803.01.19 003.01.20 3,5

Jumlah 625,8

Satuan Wilayah Sungai Sub Satuan Wilayah Sungai Debit total mata air(SWS) Bali (sub SWS) (ribu m3/bulan)

domestik dan industri). Kebutuhan airsemakin lama semakin meningkat, sejalandengan meningkatnya kebutuhan hidupmanusia, baik di daerah perkotaan maupunperdesaan (Sudarmadji, 2006). Proyeksijumlah penduduk dipengaruhi oleh banyakfaktor, seperti tingkat pendidikan, matapencaharian, agama, keberhasilan programpemerintah untuk mengendalikanpertambahan penduduk (KB), dan tingkatkematian. Disamping jumlah penduduk,

distribusi penyebaran penduduk juga akanmempengaruhi besar kecilnya konsumsi air.Data penduduk yang digunakan adalah datatahun 2004. Hasil perhitungan disajikanpada Tabel 3.

Kebutuhan air untuk industri dan hotel

Kebutuhan air untuk industridiestimasi berdasarkan jumlah karyawan

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 57 - 70

Page 67: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

63Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

Sum

ber:

BPSD

A P

rovi

nsi B

ali

Gam

bar 1

. Seb

aran

Mat

a A

ir pe

r Sub

SW

S di

Pul

au B

ali

Neraca Air di Pulau Bali (Setyawan Purnama)

Page 68: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1064

Tabe

l 2. K

eter

sedi

aan

Air

Sung

ai da

n D

anau

di P

ulau

Bali

*de

bit d

ari D

anau

Bra

tan,

Buy

an d

an T

ambl

inga

n**

debi

t dar

i Dan

au B

atur

Sum

ber :

BPS

DA

Pro

vins

i Bali

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 57 - 70

Deb

it (

ribu

m3 /

bula

n)

Su

b S

WS

Ja

n F

eb

Mar

A

pr

Mei

Ju

n

Jul

Ag

t Se

p

Okt

N

ov

Des

Ju

mla

h

03.0

1.01

03

.01.

02

03.0

1.03

03

.01.

04

03.0

1.05

03

.01.

06

03.0

1.07

03

.01.

08

03.0

1.09

03

.01.

10

03.0

1.11

03

.01.

12

03.0

1.13

03

.01.

14

03.0

1.15

03

.01.

16

03.0

1.17

03

.01.

18*

03.0

1.19

**

03.0

1.20

17.0

76

11.4

31

23.0

69

25.8

55

15.8

63

10.4

98

2.30

7 - 2.

592

1.65

9 9.

046

5.49

5 - 8.

605

9.53

9 4.

510

12.1

05

28.3

05

7.25

8 -

21.1

14

10.7

57

23.5

35

23.3

41

23.4

83

10.5

23

2.25

5 - 7.

490

1.68

5 10

.420

7.

646 -

9.07

2 9.

875

4.69

1 13

.867

30

.378

62

0 -

9.61

3 10

.835

20

.943

30

.015

16

.226

11

.768

1.

814 -

5.91

0 1.

555

8.96

8 5.

676 -

8.52

8 10

.393

4.

018

11.8

19

32.4

26

8.03

5 -

14.2

38

9.17

6 20

.269

16

.044

15

.474

8.

891

1.58

1 - 6.

221

1.73

7 7.

335

4.89

9 - 8.

813

9.69

4 3.

940

12.2

86

33.5

66

8.08

7 -

9.07

2 7.

983

13.4

78

10.7

44

8.96

8 6.

234

1.06

3 - 4.

458

881

7.38

7 2.

981 -

7.54

3 9.

901

3.16

2 10

.472

33

.981

7.

880 -

9.25

9 6.

610

9.04

6 10

.692

6.

169

3.99

2 93

3 - 3.

214

803

5.65

1 2.

696 -

7.46

5 9.

746

2.79

9 9.

383

32.9

96

7.49

1 -

13.5

72

6.29

8 7.

750

9.61

6 4.

821

3.70

7 98

5 - 3.

421

726

4.04

3 2.

488 -

7.23

2 10

316

2.43

6 9.

046

31.4

15

7.15

4 -

9.31

8 5.

625

4.66

6 7.

698

4.17

3 2.

786

1.03

7 - 3.

007

544

3.44

7 2.

436 -

6.71

3 9.

642

2.59

2 8.

217

29.3

93

6..9

98 -

8.68

1 6.

195

6.14

3 9.

370

9.64

2 3.

383

829 -

2.85

1 54

4 3.

007

2.30

7 - 6.

584

9.59

0 2.

385

9.30

5 27

.320

6.

428 -

8.95

3 7.

465

11.4

83

11.0

42

6.37

6 7.

685

959 -

3.39

5 59

6 3.

966

2.41

1 - 7.

672

9.95

3 2.

981

11.0

16

26.1

27

6.16

9 -

11.0

16

8.57

9 17

.081

20

.762

7.

983

9.20

2 82

9 - 37

.325

77

8 4.

380

2.85

1 - 7.

672

10.0

83

3.65

5 16

.019

25

.635

6.

013 -

9.69

9 10

.472

17

.937

24

.287

14

.204

13

.115

1.

140 -

4.45

8 1.

348

6.81

7 3.

810 -

7.77

6 9.

875

3.03

3 15

.448

26

.257

6.

117 -

141.

611

101.

426

175.

400

199.

466

133.

382

91.7

84

15.7

32 -

84.3

42

12.8

56

74.4

67

45.6

96 -

93.6

75

118.

607

40.2

02

138.

983

357.

799

78.2

50 -

Jum

lah

1.90

3.67

8

Page 69: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

65Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

industri dikalikan dengan kebutuhan air perkaryawan serta kebutuhan air untuk prosesindustri. Perhitungan kebutuhan air untukhotel, didasarkan pada asumsi bahwa 80%kamar hotel terisi, dan masing-masingkamar terdiri atas dua tempat tidur.Kebutuhan air untuk penghuni hoteldiestimasi sama dengan kebutuhan airpenduduk yaitu 100 l/hari. Pada Tabel 4

ditunjukkan kebutuhan air industri danhotel pada tahun 2004.

Memperhatikan Tabel 4, diketahuibahwa kebutuhan air terbesar untuk sektorindustri adalah pada industri tekstil,pakaian dan kulit yang mencapai 360.000m3/bulan, sementara kebutuhan air untukperhotelan mencapai 936.090 m3/bulan.

Tabel 3. Kebutuhan Air Domestik Tiap Sub SWS di Pulau Bali

Sub SWS 03.01.01 834.638 2.503.914

Sub SWS 03.01.02 304.952 914.856

Sub SWS 03.01.03 141.435 424.305

Sub SWS 03.01.04 143.766 431.298

Sub SWS 03.01.05 61.252 183.756

Sub SWS 03.01.06 76.917 230.751

Sub SWS 03.01.07 80.398 241.194

Sub SWS 03.01.08 167.394 502.182

Sub SWS 03.01.09 112.562 337.686

Sub SWS 03.01.10 69.822 209.466

Sub SWS 03.01.11 120.461 361.383

Sub SWS 03.01.12 142.442 427.326

Sub SWS 03.01.13 165.918 497.754

Sub SWS 03.01.14 142.821 428.463

Sub SWS 03.01.15 136.798 410.394

Sub SWS 03.01.16 199.547 598.641

Sub SWS 03.01.17 240.335 721.005

Sub SWS 03.01.18 44.391 133.173

Sub SWS 03.01.19 59.593 178.779

Sub SWS 03.01.20 123.343 370.029

Jumlah 3.368.785 10.106.355

SWS 03.01 (Bali) Jumlah Penduduk (jiwa) Kebutuhan Air (m3/bulan)

Sumber: Badan Statistik Provinsi Bali dan Perhitungan

Neraca Air di Pulau Bali (Setyawan Purnama)

Page 70: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1066

Tabel 4. Kebutuhan Air untuk Industri dan Hotel di Pulau Bali

1. Industri makanan, minuman dan tembakau 132.1882. Industri tekstil, pakaian dan kulit 360.0003. Industri kayu dan barang-barang 15.312

dari kayu termasuk perabot rumah tangga4. Industri kertas dan barang-barang dari kertas, 30.937

percetakan, dan penerbitan5. Industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, 16.875

minyak bumi, batu bara, karet dan plastik6. Industri barang galian bukan logam, kecuali 35.000

minyak bumi dan batu bara7. Industri barang dari logam, mesin dan peralatannya 36.5628. Industri lain-lain 106.8759. Hotel 936.090

Jumlah 1.669.839

No. Klasifikasi Industri Kebutuhan Air (m3/bulan)

Sumber : Badan Statistik, BAPPEDA Provinsi Bali, dan Perhitungan

Kebutuhan air untuk Peternakan danPerikanan

Meskipun dalam skala kecil, pen-duduk di Pulau Bali banyak memeliharabeberapa jenis ternak seperti babi, sapi,kerbau, kuda, kambing, itik dan ayam.Kebutuhan air untuk ternak, sebagian besardigunakan untuk air minum. Sebagian kecillainnya digunakan untuk membersihkankandang. Kebutuhan air untuk perikananterutama digunakan untuk penggantian airyang hilang akibat evaporasi, yang biasanyasekitar 7 mm/hari/ha. Pada Tabel 5disajikan hasil perhitungan kebutuhan airuntuk ternak dan perikanan di Pulau Balipada Tahun 2004. Dari Tabel 5 tersebutdiketahui bahwa kebutuhan air untuksektor peternakan lebih kecil daripadauntuk sektor perikanan. Kebutuhan air

untuk ternak adalah sebesar 2.606.036,3m3/bulan, sementara kebutuhan air untukperikanan mencapai 10.442.145 m3/bulan.

Kebutuhan air untuk irigasi

Sektor irigasi umumnya membutuh-kan air dalam jumlah besar, jauh melebihidari kebutuhan air di sektor lainnya.Berdasarkan hasil survei lapangandiketahui, pada umumnya pola tanam diPulau Bali adalah dua kali padi dan satukali palawija. Berdasarkan perhitunganyang dilakukan, kebutuhan air untukirigasi di Pulau Bali pada tahun 2004disajikan pada Tabel 6. Selanjutnya padaTabel 7 ditunjukkan ketersediaan dankebutuhan air secara keseluruhan di PulauBali serta perhitungan rasio neraca airnya.

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 57 - 70

Page 71: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

67Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

Tabel 5. Kebutuhan Air untuk Peternakan dan Perikanan di Tiap Sub SWS di Pulau Bali

Sumber : Badan Statistik Provinsi Bali dan Perhitungan

Sub SWS 03.01.01 238.972,29 235.200

Sub SWS 03.01.02 160.383,18 145.530

Sub SWS 03.01.03 44.458,41 97.020

Sub SWS 03.01.04 88.161,72 204.330

Sub SWS 03.01.05 76.905.54 480.690

Sub SWS 03.01.06 46.901,94 240.345

Sub SWS 03.01.07 22.399,14 721.035

Sub SWS 03.01.08 71.708,58 961.380

Sub SWS 03.01.09 129.975,78 1.442.070

Sub SWS 03.01.10 33.247,53 1.021.650

Sub SWS 03.01.11 70.853,58 612.990

Sub SWS 03.01.12 174.354,48 408.660

Sub SWS 03.01.13 377.311,89 817.320

Sub SWS 03.01.14 105.149,13 128.625

Sub SWS 03.01.15 107.083,62 35.280

Sub SWS 03.01.16 380.535,33 97.020

Sub SWS 03.01.17 154.059,99 1.081.920

Sub SWS 03.01.18 154.060,47 1.622.880

Sub SWS 03.01.19 75.324,18 64.680

Sub SWS 03.01.20 94.190,01 23.520

Jumlah 2.606.036,30 10.442.145

SWS 03.01 (Bali) Ternak (m3/bulan) Perikanan (m3/bulan)

Neraca Air di Pulau Bali (Setyawan Purnama)

Page 72: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1068

Tabe

l 6. K

ebut

uhan

Air

untu

k Ir

igas

i Men

urut

Sub

SW

S di

Pul

au B

ali

Sum

ber :

BPS

DA

Pro

vins

i Bali

dan

Per

hitu

ngan

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 57 - 70

Sub

SW

SK

ebu

tuh

an A

ir I

riga

si (

rib

u m

3/b

ula

n)

Jan

Feb

Mar

Ap

rM

eiJu

nJu

lA

gsSe

pO

ktN

ovD

esJu

mla

h

03.0

1.01

3.72

6,4

2.99

9,6

5.28

3,2

3.72

6,4

9.32

2,4

10.4

29,8

14.9

66,4

17.1

16,8

11.0

20,0

5.26

4,4

4.03

5,6

4.22

3,8

92.1

14,8

03.0

1.02

7.96

7,2

5.10

9,6

9.65

3,2

13.1

56,0

24.8

04,4

15.0

10,0

14.3

87,8

15.0

39,4

15.5

80,4

9.66

8,8

8.13

6,4

9.88

6,0

148.

399,

203

.01.

035.

450,

04.

412,

67.

194,

610

.362

,611

.603

,211

.665

,611

.856

,812

.120

,212

.024

,67.

210,

25.

802,

06.

583,

810

6.28

6,2

03.0

1.04

1.68

9,6

1.33

8,6

2.13

1,4

3.25

0,6

3.63

4,8

3.77

9,4

4.28

5,2

5.37

3,6

3.71

7,6

2.19

8,0

1.77

2,2

2.06

1,8

35.2

32,8

03.0

1.05

332,

028

4,2

442,

069

2,4

793,

879

6,6

781,

475

2,2

701,

842

0,8

341,

640

1,4

6.74

0,2

03.0

1.06

1.87

1,6

570,

689

6,8

1.24

7,0

1.34

6,2

1.33

2,8

1.36

7,8

1.40

8,8

1.49

1,0

916,

876

4,8

916,

414

.130

,603

.01.

071.

197,

495

8,0

1.41

8,0

2.20

7,6

2.03

9,6

1.19

7,4

1.19

7,4

1.19

7,4

1.19

7,4

1.19

7,4

1.19

7,4

1.19

7,4

16.2

02,4

03.0

1.09

979,

086

7,4

1.34

8,0

2.10

8,6

2.44

0,8

979,

097

9,0

979,

097

9,0

979,

097

9,0

979,

014

.596

,803

.01.

102.

625,

62.

237,

22.

791,

23.

954,

84.

331,

24.

803,

47.

982,

88.

222,

65.

303,

82.

970,

62.

443,

02.

878,

050

.544

,2

03.0

1.11

1.80

4,2

1.37

6,4

1.96

9,4

2.89

2,4

3.20

0,2

3.24

7,6

3.77

3,8

5.65

7,4

7.30

4,4

2.17

4,0

1.78

2,4

2.15

1,2

37.3

33,2

03.0

1.12

805,

059

2,4

931,

01.

354,

81.

515,

82.

418,

82.

381,

42.

994,

22.

501,

21.

038,

282

3,6

956,

618

.313

,003

.01.

131.

514,

81.

159,

02.

380,

04.

393,

24.

110,

44.

753,

24.

497,

05.

496,

25.

751,

43.

494,

61.

975,

02.

166,

641

.691

,403

.01.

142.

810,

62.

241,

05.

407,

25.

760,

45.

176,

46.

974,

67.

686,

68.

718,

66.

590,

43.

656,

43.

134,

23.

569,

861

.726

,203

.01.

152.

057,

01.

589,

02.

471,

83.

192,

23.

956,

25.

879,

45.

117,

66.

347,

75.

431,

02.

811,

82.

148,

22.

531,

643

.533

,603

.01.

1695

1,0

753,

21.

103,

01.

595,

81.

690,

01.

931,

23.

041,

42.

919,

21.

951,

02.

538,

499

3,8

1.21

6,6

20.6

84,6

03.0

1.17

9.45

7,6

7.46

0,2

11.4

24,8

16.2

74,8

17.8

51,8

17.9

51,8

18.6

08,2

19.5

99,0

34.2

01,6

12.2

47,8

10.0

76,0

11.4

64,6

186.

618,

203

.01.

1983

2,4

832,

483

2,4

832,

483

2,4

832,

483

2,4

832,

483

2,4

832,

483

2,4

832,

49.

988,

803

.01.

2063

0,4

514,

263

7,6

1.05

6,4

1.14

5,6

1.12

3,4

1.29

2,8

1.72

7,6

1.19

8,6

789,

467

0,0

810,

811

.596

,8

Jum

lah

915.

733,

0

Page 73: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

69Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

Memperhatikan Tabel 7, terlihatbahwa ketersediaan air terbesar adalah dariair sungai yaitu sebesar 1.903.678.000 m3/tahun, diikuti air tanah sebesar693.296.200 m3/tahun dan mata airsebesar 7.509.600 m3/tahun. Di sisi lain,kebutuhan air terbesar adalah dari sektorpertanian/irigasi sebesar 915.733.000 m3/tahun, diikuti sektor domestik sebesar121.276.260 m3/tahun, perikanan sebesar125.305.574 m3/tahun, ternak sebesar31.272.435 m3/tahun serta industri danhotel sebesar 20.038 m3/tahun.

Berdasarkan neraca airnya, yaitu rasioantara kebutuhan dan ketersediaan air,maka neraca air di Pulau Bali adalah sebesar47%. Kriteria neraca air menurutDirektorat Pengairan adalah 50%-70%berarti mendekati titik kritis, 75%-100%tingkat kritis dan lebih dari 100% berartisangat kritis. Berdasarkan kriteria ini,neraca air di Pulau Bali dapat dikatakanhampir mendekati titik kritis.

Tabel 7. Neraca Air di Pulau Bali

KESIMPULAN

1. Ketersediaan air di Pulau Balimencapai 2.604.483.300 m3/tahun,yang terdiri atas air tanah sebesar693.296.200 m3/tahun, air sungai1.903.678.000 m3/tahun dan mata air7.509.600 m3/tahun.

2. Kebutuhan air di Pulau Bali mencapai1.213.625.300 m3/tahun, yang terdiriatas kebutuhan domestik sebesar121.276.260 m3/tahun, industri danhotel 20.038.068 m3/tahun, ternak31.272.435 m3/tahun, perikanan125.305.574 m3/tahun dan irigasi915.733.000 m3/tahun.

3. Berdasarkan kebutuhan dan keter-sediaan airnya, rasio neraca air di PulauBali adalah 47%, atau hampir men-dekati titik kritis.

Ketersediaan Air(m3/tahun) Air tanah 693.296.200Air Sungai dan Danau 1.903.678.000Mata air 7.509.600Jumlah 2.604.483.300

Kebutuhan Air(m3/tahun) Domestik 121.276.260Industri dan Hotel 20.038.068Ternak 31.272.435Perikanan 125.305.574Irigasi 915.733.000Jumlah 1.213.625.300

Imbangan Air 47%

Sumber : Hasil Perhitungan

Neraca Air di Pulau Bali (Setyawan Purnama)

Page 74: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1070

DAFTAR PUSTAKA

Amirwandi S dan W. Hatmoko, 1993. Water District as A Basis For Regional Water Balance.Paper in Simposium 25 Years Hydrologycal Developments in Indonesia. National Commitefor IHP-UNESCO.

Barmawi M, E. Mawardi dan W. Hatmoko. 2007. Penelitian Ketersediaan Air Irigasi diKota Payakumbuh Dalam Rangka Peningkatan Produksi Padi. Jurnal Sumber daya Air3 (4) : 41-48.

Hadi M.P. 2006. Pemahaman Karakteristik Hujan Sebagai Dasar Pemilihan Model Hidrologi(Studi Kasus di DAS Bengawan Solo Hulu). Forum Geografi 20 (1) : 13-26.

Isnugroho, 2002. Tinjauan Penyebab Banjir dan Upaya Penanggulangannya. Edisi SpesialJurnal Alami 7 (2) : 1-7.

Martopo S. 1993. The Potential and Usage of Water in The Island of Bali. Paper in Simposium 25Years Hydrologycal Developments in Indonesia. National Commite for IHP-UNESCO.

Priyana, Y dan D. Safriningsih, 2005. Sistem Penyediaan Air Bersih Penduduk di KecamatanMusuk dalam Menghadapi Musim Kemarau. Forum Geografi Vol. 19 No. 1 Juli 2005:81-87.

Hadiwidjojo, Purbo, M.M. 1971. Peta Hidrogeologi Tinjau Bali Skala 1 : 250.000. DirektoratGeologi, Bandung.

Seyhan E. 1977. Fundamentals of Hydrology. Geografisch Instituut der Rijksuniversiteit teUtrecht.

Soenarto B. 2003. Imbuhan Air tanah Alami Sub DPS Permukaan dan Sub DPS BawahPermukaan, Bribin-Baron, Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Penelitian dan PengembanganPengairan 17 (51) : 45-55.

Sudarmadji. 2006. Perubahan Kualitas Air tanah di Sekitar Sumber Pencemar AkibatBencana Gempa Bumi. Forum Geografi 20 (2) : 91-119.

Susilowati D. 2004. Pengkajian Kebutuhan Air Irigasi untuk Sawah Baru di Lampung Utara.Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pengairan 18 (54) : 25-36.

Verstappen H.T. 2000. Outline of The Geomorphology of Indonesia. International Institute forAerospace Survey and Earth Sciences, The Netherlands

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 57 - 70

Page 75: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

71Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

KEMISKINAN DAN PERKEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATENBOYOLALI

Wahyuni Apri Astuti dan Muhammad MusiyamStaf Pengajar Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Jl. A. Yani Pabelan Kartasura Tromol Pos I Surakarta 57102Telp. (0271) 717417 Psw. 151-153, Fax. (0271) 715448

E-mail: [email protected]: [email protected]

ABSTRACT

This research is based on the facts: first that, Boyolali is one of the regions which implement inten-sively many kinds of program in solving the poverty which gets the finance from APBD, central governmentand international institutions, eventhough the proportion of the poor society increases significantly.Theproportion of poor society increases 20,8% in 2002 becomes 38,26% in 2006. Second, seen from theregional development indicator, it is shown that between one region and the others has various levels of thevarieties of development.The objectives of this research are: first, the understanding of the distribution andof the poverty level in this region. Second, the understanding of the relationship between distribution ofpoverty level and the regional development level. Third, the understanding of the factors which influence theregional development. The method used in this research is secondary data analysis. The analysis unit of thisresearch is village. The data resources are taken from the report of the identification result of poor familiesand the primary data is taken from BAPPEDA Boyolali. The primary data is a number of poor families,the regional scope and the use of farmland, the long street to account the regional accessibilities and thenumber and the distribution of social and economical facility in each village. The result is presented on themap with the analysis unit of the village. The represented map are the distribution level of poverty pervillage. To determine the relationship between the level of poverty and regional development uses the tech-nique of qualitative and quantitative analysis. The qualitative analysis technique used is the analysis of themap of poverty distribution, analysis map of regional development and harmonious relationship betweenthe level of regional development and poverty. The quantitative analysis technique used is the analysis ofcorrelation statistic product moment.The results of this research are: first, there is distribution variation ofpoverty level, there is relationship between distribution of poverty level and natural resources endowment.Theregion with lower resources endowment (up land region) have higher poverty level than the region with highernatural resources endowment (law land region) and conversel. Second, there is negative relationship betweenregional development level and poverty level.Third, the factors which influence the level of regional develop-ment are the economical and social facility of the region and accessibilities.

Keywords: poverty level, regional development

PENDAHULUAN

Strategi penanggulangan kemiskinandi Indonesia telah mengalami beberapa kali

pergeseran. Tahap awal pembangunanjangka panjang (PJP) I. Penanggulangankemiskinan ditempuh dengan strategi tidaklangsung (indirect attack) melalui kebijakan

Kemiskinan dan Perkembangan ... (Wahyuni Apri)

Page 76: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1072

ekonomi makro untuk mencapaipertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya. Fokus kebijakan ini diarahkanuntuk meningkatkan sektor-sektor dankelompok pelaku ekonomi yang mem-punyai profitabilitas yang tinggi. Industribesar diletakkan sebagai sektor unggulan(leading sector), dan kelompok swasta besardijadikan sebagai agen utama penggerakperekonomian Nasional.

Strategi penaggulangan kemiskinantersebut didasarkan pada argumentasibahwa dengan pertumbuhan ekonomi yangtinggi, kemiskinan akan dapat berkurangmelalui mekanisme efek tetesan ke bawah(trikcle-down effects), namun program inibelum mencapai hasil yang diharapkan.Jumlah penduduk miskin secara absolutbelum berkurang secara berarti. Peningkat-an kesejahteraan ternyata lebih banyakdinikmati oleh segelintir orang. Tanpadisadari, kesenjangan ekonomi, sosial, danspasial menjadi semakin lebar. Dengan katalain, melalui penerapan strategi ini, di satusisi telah membangun terbentuknyakonsentrasi kapital, namun di sisi lain,secara bersamaan telah melahirkanmarginalisasi kota atas desa dan pendudukkaya atas penduduk miskin.

Menyadari kegagalan strategi tersebut,dalam menanggulangi kemiskinan, strategipembangunan berikutnya mulai bergeser kepertumbuhan dengan pemerataan ( growthwith distribution) dan pemenuhan kebutuhanpokok (basic needs). Berbagai programpenanggulangan kemiskinan diterapkan,antara lain: (1) pentransferan sumber-sumberpembangunan dari pusat, seperti programInpres yang bertujuan untuk mengembang-kan ekonomi daerah; (2) peningkatan aksesmasyarakat miskin kepada pelayanan sosial,seperti: pendidikan, kesehatan, keluargaberencana, air bersih, dan sebagainya; (3)perluasan jangkauan lembaga perkreditan

untuk rakyat kecil (Kupedes. BKK, KreditBimas, dan sebagainya; (4) pembangunaninfrastuktur ekonomi pedesaan, khususnyainfrastruktur pertanian; dan (5) pe-ngembangan kelembagaan yang terkaitdengan penanggulangan kemiskinan,seperti Program Pengembangan Wilayah(PPW). Program Kawasan Terpadu (PKT),Program Peningkatan Pendapatan PetaniKecil (P4KT), dan sebagainya (Moeljarto,1993). Harus diakui, kinerja dari kombinasiprogram-program tersebut secara inkrementaldan gradual telah menunjukkan hasil yangmenggembirakan. Antara tahun 1976-1996jumlah penduduk miskin mengalamipenurunan dari 45 juta jiwa menjadi sekitar15,6 juta jiwa (Musiyam, 1998).

Beberapa program penanggulangankemiskinan tersebut terkait erat dengankonsep pengembangan wilayah yangberorientasi pada perbaikan hidupkelompok miskin, terutama yang ada diwilayah pedesaan. Argumentasi yangmendasari program-program tersebutadalah sebagai berikut. Pertama, peningkat-an kesejahteraan hidup kelompok miskintidak bisa dipisahkan dengan sumberdayayang mereka miliki. Oleh karena itu, pro-gram penanggulangan kemiskinan perluberbasis pada optimalisasi sumberdayalokal. Atau dengan kata lain, programpenanggulangan kemiskinan perlumempertimbangkan kondisi dan potensilokal dimana kelompok miskin berada.Kedua, permasalahan dasar kemiskinanadalah ketidakmampuan mereka men-jangkau pelayanan-pelayanan dasar, baikpelayanan sosial maupun pelayananekonomi. Oleh karena itu, fasilitas-fasilitaspelayanan tersebut secara spasial harusdidekatkan pada mereka.

Kabupaten Boyolali merupakansalah satu wilayah yang secara intensifmendapatkan program penanggulangankemiskinan, baik dari Pemerintah Daerah,

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 71 - 85

Page 77: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

73Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

Pemerintah Pusat, maupun lembaga-lembaga internasional. Namun demikian,proporsi penduduk miskin di kabupaten inimengalami peningkatan yang signifikan.Berdasarkan data yang dihimpun olehKelompok Kerja Penanggulangan Ke-miskinan Kabupaten Boyolali, proporsipenduduk miskin di daerah ini mengalamipeningkatan dari 20,8% tahun 2002menjadi 38,26% pada tahun 2006 (LaporanPembangunan Manusia Indonesia 2004,BPS, BAPENAS, UNDP dalam Pemantau-an dan Evaluasi Pelaksanaan ProgramKompensasi Pengurangan Subsidi BahanBakar Minyak tahun 2005 dan KelompokKerja Penanggulangan KemiskinanKabupaten Boyolali, BPS, 2006)

Berdasarkan data penduduk miskintersebut, maka diperlukan pembangunaninfrastruktur pelayanan fasilitas pelayanansosial, ekonomi, masyarakat untuk pe-nanggulangan kemiskinan dan peningkatanperkembangan wilayah. Aspek-aspekperkembangan wilayah dalam penelitian inimeliputi perbedaan tingkat keterjangkauanwilayah (acessibility) yang ditunjukkandengan kerapatan jalan, yaitu: rasio panjangjalan dengan luas wilayah, dan persebaraninfrastruktur pelayanan sosial dan ekonomi,seperti fasilitas pendidikan, kesehatan,pasar, jasa keuangan dan perdagangan.

Tingkat perkembangan wilayah diKabupaten Boyolali bervariasi antarabagian wilayah satu dengan bagian wilayahlainnya. Secara umum, tingkat perkembang-an wilayah dataran rendah dengan sistempertanian sawah dan mempunyai tingkatketerjangkauan tinggi, relatif lebih cepatdibanding dengan wilayah dataran tinggidengan sistem pertanian lahan tegalan.Basis perekonomian di wilayah datarantinggi adalah pertanian lahan kering danpeternakan, sedangkan basis perekonomi-an di wilayah dataran rendah adalahpertanian padi sawah. Penelitian ini

bertujuan untuk: pertama, mengetahuidistribusi dan tingkat kemiskinan, kedua,kaitan antara distribusi tingkat kemiskinandengan perkembangan wilayah, dan ketiga,mencari faktor-faktor yang mempengaruhiperkembangan wilayah.

Penelitian ini penting dilakukankarena studi tentang kemiskinanumumnya lebih banyak menguak dimensi-dimensi non keruangan, sehingga pro-gram penanggulangan kemiskinan yangdirekomendasikan kurang terkait denganprogram pengembangan wilayah.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di KabupatenBoyolali, propinsi Jawa Tengah. Kabupatenini mempunyai luas wilayah 101.510,20 ha,terdiri atas 19 kecamatan yang terbagi atas267 kelurahan/desa (BPS, KabupatenBoyolali, 2005). Penelitian ini mengguna-kan metode analisa data sekunder dan unitanalisis dalam penelitian ini adalah desa.

Pemilihan Daerah Penelitian

Pemilihan Kabupaten Boyolali sebagaidaerah penelitian dengan alasan: KabupatenBoyolali merupakan salah satu daerah yangintensif menerima program bantuanpenanggulangan kemiskinan, namunproporsi penduduk miskin di Kabupatenini mengalami peningkatan dari 20,8 persentahun 2002 menjadi 38,26 persen padatahun 2006. Disamping itu dilihat dariindikator perkembangan wilayah, terdapatvariasi tingkat perkembangannya.

Pengumpulan dan Pengukuran Data

Penelitian ini dilakukan melalui be-berapa tahap. Tahap pertama, pengumpul-

Kemiskinan dan Perkembangan ... (Wahyuni Apri)

Page 78: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1074

an data, adapun data yang dikumpulkanmeliputi: jumlah rumah tangga miskin perdesa, tingkat aksesibilitas wilayah, jumlahdan persebaran fasilitas pendidikan,fasilitas kesehatan, fasilitas ekonomi: pasar,pelayanan jasa keuangan dan perdagangan.Sumber data diambil dari laporan hasilidentifikasi penduduk miskin dan datapokok yang dikeluarkan oleh BAPPEDAKabupaten Boyolali.

Tahap kedua, data yang terkumpulkemudian diolah yaitu menghitungproporsi rumah tangga miskin, mengukurtingkat fasilitas sosial dan ekonomi sertaaksesibilitas wilayah (Tabel 1). Adapunpengolahan data dilakukan dengan teknikskoring. Teknik skoring digunakan untukmenentukan klasifikasi tingkat kemiskinanberdasarkan rasio antara jumlah rumahtangga miskin dengan total jumlah rumahtangga penduduk per desa. Berdasarkanpersentase rumah tangga miskin tertinggidan terendah maka tingkat kemiskinandikelompokkan menjadi tiga, yaitu:kemiskinan rendah yaitu persentase rumahtangga miskin <25%, tingkat kemiskinansedang yaitu 25-50% dan tingkatkemiskinan tinggi jika diatas 50%.Langkah selanjutnya disajikan dalam petatingkat kemiskinan.

Selanjutnya menentukan tingkatperkembangan wilayah yaitu merupakanakumulasi dari nilai skor fasilitas sosial,ekonomi dan eksesibilitas. Berdasarkanjumlah skor tertinggi dan terendah makatingkat perkembangan wilayah dibuatmenjadi 3 hirarki.

Analisis Data

Tahap ketiga yaitu analisis datadengan menggunakan teknik kualitatif dankuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan

dengan cara interpretasi peta distribusitingkat kemiskinan dengan perkembanganwilayah. Analisis ini dengan menggunakanteknik Sistem Informasi Geografi (SIG).Dalam penelitian ini dilakukan analisiskeselarasan, untuk mengetahui hubunganasosiatif antara perkembangan wilayahdengan kemiskinan.

Analisis keselarasan dilakukan untukmengetahui hubungan lebih lanjut, apakahkemiskinan mempunyai hubungan denganperkembangan wilayah. Diasumsikanbahwa untuk desa-desa yang mempunyaihubungan selaras, jika perkembangan wilayahrendah dengan tingkat kemiskinan tinggi;perkembangan wilayah tergolong sedangdengan tingkat kemiskinan sedang danperkembangan wilayah yang tinggi dengantingkat kemiskinan rendah. Hubungan yangtidak selaras terjadi, jika tingkatperkembangan wilayah tinggi tetapi tingkatkemiskinannya tingi dan perkembanganwilayah rendah dengan tingkat kemiskinanyang rendah. Hubungan cukup selarasterjadi, jika tingkat perkembangan wilayahsedang mempunyai kemiskianan rendah;perkembangan wilayah rendah mempunyaikemiskianan sedang; perkembanganwilayah yang tinggi mempunyaikemiskinan sedang serta perkembanganwilayah yang sedang dengan kemiskinanyang tinggi.

Analisa statistik yang digunakanadalah analisa korelasi product moment untukmengetahui faktor-faktor yang mem-pengaruhi perkembangan wilayah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Distribusi Rumah Tangga Miskin.

Kabupaten Boyolali merupakan salahsatu kabupaten yang memiliki masalahkemiskinan. Menurut data dari Komite

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 71 - 85

Page 79: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

75Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

Tabel 2. Tingkat Kemiskinan di Kabupaten Boyolali

Sumber: Hasil Analisis Data Sekunder Kecamatan Dalam Angka 2005

Tabel 1. Variabel dan Klasifikasi Skor Masing-masing Variabel

1 Fasilitas Pendidikan TK 1SD 2SLTP 3SLTA 4PT 5

2 Fasilitas Kesehatan Tempat Praktek Dokter 1Puskesmas Pembantu 2Puskesmas Perawatan 3Poliklinik Swasta 4BKIA 5

3 Fasilitas Keuangan Koperasi 1BKK 2BPR 3BRI 4

4 Fasilitas Perdagangan Restoran/Rumah Makan/ Kedai 1Toko/Warung/Kios 2Pertokoan 3

Pasar 4

5 Aksesibilitas/Keterjangkauan Jalan Desa 1

Jalan Kabupaten 2

Jalan Propinsi 3

No. Variabel Klasifikasi Skor

Rendah 20 7,5Sedang 201 75,7Tinggi 45 16,9

Jumlah 267 100,0

Tingkat Kemiskinan Jumlah Desa Persen

Sumber: Hasil Analisis Data Primer

Kemiskinan dan Perkembangan ... (Wahyuni Apri)

Page 80: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1076

Sumber: - Peta Administrasi Boyolali- Kabupaten Boyolali dalam Angka 2005

Gambar 1. Peta Sebaran Penduduk Miskin di Kabupaten Boyolali

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 71 - 85

Page 81: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

77Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

Penanggulangan Kemiskinan, jumlahrumah tangga di Kabupaten Boyolali inisebanyak 248.549 rumah tangga, 38,26%(95.083 rumah tangga) diantaranyatergolong miskin (menerima bantuanlangsung tunai dari pemerintah).

Berdasarkan proporsi rumah tanggamiskin terhadap jumlah rumah tanggakeseluruhan, maka distribusi tingkatkemiskinan di Kabupaten Boyolali dapatdisajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 menunjukkan bahwasebagian besar tingkat kemiskinan desa-desa di Kabupaten Boyolali tergolongtingkat kemiskinan sedang dan tinggi,hanya sebagian kecil desa dengan tingkatkemiskinan rendah.

Secara geografis desa-desa yangmempunyai tingkat kemiskinan tinggisebagian besar terdapat di KabupatenBoyolali bagian utara, yaitu KecamatanJuwangi, Wonosegoro, Kemusu, Sambi,Nogosari, Karanggede, Andong danKecamatan Klego. Sedangkan desa yangmempunyai tingkat kemiskinan rendahsebagian besar terdapat di wilayah bagiantengah yaitu Kecamatan Boyolali, sebagiandesa di Kecamatan Mojosongo, Teras danBanyudono (Gambar 1).

Temuan ini mengindikasikan adanyahubungan asosiatif antara tingkatkemiskinan dengan kondisi geografi. Desa-desa yang mempunyai tingkat kemiskinantinggi umumnya berada di wilayah-wilayahdataran tinggi dengan sistem pertanianlahan kering dan mempunyai tingkatketerjangkauan yang relatif rendah.Sebaliknya desa-desa yang mempunyaitingkat kemiskinan rendah umumnyaterletak di wilayah-wilayah dataran rendahdengan sistem pertanian sawah dan umum-nya mempunyai tingkat keterjangkauan yangrelatif tinggi. Temuan ini memperkuat

teori yang mengatakan wilayah yangmempunyai resources endowment yang relatifrendah (wilayah pertanian lahan kering)bahwa kemiskinan dipengaruhi oleh natu-ral resources endowment, ternyata tingkatkemiskinannya lebih tinggi dibandingwilayah yang mempunyai resources endow-ment lebih tinggi (wilayah pertanian sawah).

b. Distribusi Fasilitas Sosial danEkonomi

Tingkat fasilitas sosial ekonomimenunjukkan bahwa sebagian besar desa-desa di Kabupaten Boyolali mempunyaitingkat fasilitas sosial ekonomi cukup baik,tetapi terdapat 24,3% desa dengan tingkatfasilitas sosial ekonomi yang jelek.

Analisa sebaran fasilitas sosialekonomi di Kabupaten Boyolali menunjuk-kan bahwa, Kecamatan Boyolali, Teras,Banyudono, sebagian Kecamatan Mojosongodan Ngemplak mempunyai fasilitas sosialekonomi lebih baik dibanding kecamatanlainnya.

Secara keruangan sebaran keter-sediaan fasilitas sosial ekonomi diKabupaten Boyolali mempunyai 3 pola(Gambar 2). Ketersediaan fasilitas sosialekonomi tertinggi berada di wilayahtengah, daerah perbatasan di bagian utaradan barat serta pola terpencar pada pusatkota-kota kecil (kecamatan).

Pola ketersediaan fasilitas sosialekonomi di wilayah bagian tengahberasosiasi dengan jarak dari pusat kota danaksesibilitas daerah. Wilayah bagian tengahmerupakan daerah pusat kota denganketersediaan fasilitas sosial ekonomi danaksesibilitas yang paling tinggi. Semakinjauh dari pusat kota ketersediaan fasilitassosial ekonomi semakin berkurang.

Wilayah perbatasan di bagian utara danbagian barat, pada umumnya mempunyai

Kemiskinan dan Perkembangan ... (Wahyuni Apri)

Page 82: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1078

ketersediaan fasilitas sosial ekonomi,aksesibilitas, kemampuan lahan pertanianyang rendah. Sedangkan daerah perbatasandi bagian utara yang meliputi KecamatanKlego, Wonosegoro, Kemusu, Juwangi danSimo. Wilayah perbatasan bagian barat yangmeliputi Kecamatan Cepogo, Selo, Musukdan sebagian Ampel umumnya mempunyaiketersediaan fasilitas sosial ekonomi rendah.

Pusat-pusat kota kecil (kota kecamat-an) mempunyai ketersediaan fasilitas sosialekonomi yang baik dengan pola terpencar.Wilayah ini meliputi kota-kota kecil di ibukota Kecamatan Simo, Nogosari, Andong,Juwangi, Cepogo, Ampel.

c. Aksesibilitas Wilayah

Tingkat aksesibilitas wilayah diukurberdasarkan kerapatan jalan yaitu rasio antarapanjang jalan dengan luas wilayah. Semakintinggi kerapatan jalan di suatu wilayah, makaaksesibilitasnya semakin tinggi.Hasilpenelitian menunjukkan bahwa sebagianbesar desa-desa di Kabupaten Boyolalimempunyai tingkat aksesibilitas rendah.

Tingkat aksebilitas wilayah desa/kalurahan yang berada di bagian tengah,yang merupakan lokasi kota Boyolali,umumnya lebih tinggi dibanding denganwilayah lainnya (Gambar 3). Secara umum,

semakin jauh jaraknya dari pusat kota makatingkat aksesibilitas wilayahnya semakinrendah. Dengan demikian dapat dikatakanbahwa pola tingkat aksesibilitas wilayah diKabupaten Boyolali mengikuti pola umumwilayah-wilayah yang perkembangannyabelum berada pada tingkat lanjut, yaitu poladistance decay principle.

Selain itu, desa-desa yang dibelaholeh jalan yang menghubungkan antarkecamatan dan jalan kabupaten jugamemiliki tingkat aksesibilitas wilayah yangcukup tinggi. Dengan demikian tingkataksesibilitas wilayah di Kabupaten Boyolalijuga mengikuti pola memanjang (ribbon de-velopment). Pola ini tersebar di kota-kotakecil di kecamatan Nogosari, Andong,Kemusu, juga terdapat beberapa desa dikecamatan Wonosegoro dan Juwangi.

Wilayah yang berada di perbatasan dibagian barat dan utara umumnyamempunyai tingkat aksesibilitas yangrendah. Wilayah bagian barat merupakanwilayah kaki gunung Merapi dan Merbabu,sedangkan bagian utara merupakan wilayahpegunungan lipatan dengan topografiberbukit dan bergelombang. Wilayah iniumumnya mempunyai kemampuan sumberdaya pertanian yang relatif rendah. Dengandemikian temuan penelitian menunjukkanbahwa terdapat asosiasi antara aksesibilitasdengan topografi.

Tabel 3. Fasilitas Sosial Ekonomi di Kabupaten Boyolali

Rendah 65 24,3

Sedang 135 50,6

Tinggi 67 25,1

Jumlah 267 100,0

Tingkat Fasilitas Sosek Jumlah Desa Persen

Sumber: Hasil Analisis Data Sekunder Kecamatan Dalam Angka 2005

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 71 - 85

Page 83: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

79Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)Kemiskinan dan Perkembangan ... (Wahyuni Apri)

Sumber: - Peta Administrasi Boyolali- Kabupaten Boyolali dalam Angka 2005

Gambar 2. Peta Sebaran Klasifikasi Fasilitas Sosial Ekonomi Masing-masing Desa di Kabupaten Boyolali

Page 84: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1080

Tabel 4. Tingkat Aksesibilitas di Kabupaten Boyolali

Sumber: Hasil Analisis Data Sekunder Kecamatan Dalam Angka 2005

Rendah 140 52,4

Sedang 96 36,0

Tinggi 31 11,6

Jumlah 267 100,0

Tingkat Fasilitas Sosek Jumlah Desa Persen

d. Kemiskinan dan PerkembanganWilayah

Fasilitas sosial ekonomi danaksesibilitas wilayah mempengaruhiperkembangan wilayah. Dengan tingginyaketersediaan fasilitas sosial ekonomi dantingginya aksesibilitas wilayah, makawilayah menjadi berkembang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwasebagian besar desa yang mempunyai tingkatperkembangan tinggi dan tingkat kemiskinanrendah berada di wilayah Boyolali bagiantengah (Gambar 4). Wilayah tersebut tersebardi Kecamatan Boyolali, Ngemplak, Teras,Mojosongo, serta sebagian KecamatanNogosari dan Sambi. Sementara itu, desa-desa yang mempunyai tingkat perkembanganrendah dan tingkat kemiskinan tinggi tersebardi Kecamatan Kemusu, Juwangi,Wonosegoro, serta sebagian KecamatanKaranggede dan Andong (wilayahKabupaten Boyolali bagian utara).

Secara umum, hasil penelitianmenunjukkan bahwa desa-desa yangmempunyai tingkat perkembangan wilayahyang tinggi mempunyai tingkat kemiskinanyang rendah. Berdasarkan temuan ini makadapat dikatakan bahwa perkembanganwilayah mempunyai hubungan yangnegatif dengan tingkat kemiskinan.Korelasi antara tingkat perkembangan

wilayah dengan kemiskinan ditunjukkandengan nilai korelasi negatif sebesar -0,330pada taraf signifikasi 99%. yang berartibahwa hubungan kedua variabel tersebutmempunyai hubungan bersifat erat negatif,perkembangan wilayah naik diikutiturunnya tingkat kemiskinan.

Hasil analisa korelasi product momentmenunjukkan bahwa faktor yangmempengaruhi perkembangan wilayahadalah ketersediaan fasilitas sosial, fasilitasekonomi dan aksesibilitas. Terdapathubungan yang erat antara perkembanganwilayah dengan ketersediaan fasilitassosial, fasilitas ekonomi dan aksesibilitas.Hubungan yang erat pada taraf signifikasi99% secara berturut-turut menunjukkanangka 0,700, 0,815, dan 0,428; yang berartibahwa hubungan antara variabel – variabeltersebut bersifat erat positif. Naiknyajumlah fasilitas sosial, ekonomi, danaksesibilitas akan diikuti naiknyaperkembangan wilayah. Desa-desa yangmempunyai ketersediaan fasilitas sosial,ekonomi dan aksesibilitas yang tinggi,mempunyai perkembangan wilayah yangtinggi, dan sebaliknya.

Hubungan keselarasan antaraperkembangan wilayah dan kemiskinandesa-desa di Kabupaten Boyolali dapatdilihat pada Tabel 5.

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 71 - 85

Page 85: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

81Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)Kemiskinan dan Perkembangan ... (Wahyuni Apri)

Sumber: - Peta Administrasi Boyolali- Kabupaten Boyolali dalam Angka 2005

Gambar 3. Peta Sebaran Klasifikasi Tingkat Aksesibilitas Masing-masingDesa di Kabupaten Boyolali

Page 86: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1082

Tabel 5. Keselarasan Perkembangan Wilayah dan Kemiskinan

Sumber: Hasil Analisis Data Sekunder Kecamatan Dalam Angka 2005

Tidak selaras 29 10,9

Cukup selaras 102 38,2Selaras 136 50,9

Total 267 100,0

Keselarasan Jumlah Desa Persen

Hasil penelitian menunjukkan bahwaterdapat hubungan keselarasan antaratingkat perkembangan wilayah dankemiskinan (Gambar 5). Frekuensihubungan keselarasan tersebut terlihatbahwa, terdapat 136 desa (50,9%)mempunyai hubungan yang selaras. Asumsilogis bahwa desa-desa yang mempunyaitingkat perkembangan wilayah tinggi makatingkat kemiskinannya rendah dansebaliknya desa-desa dengan perkembang-an wilayah rendah maka tingkatkemiskinannya tinggi. Di samping itu, desayang perkembangan wilayahnya sedangmempunyai tingkat kemiskinan sedang.

Sebanyak 102 desa (38,3%)mempunyai hubungan cukup selaras, yaitudesa-desa dengan perkembangan wilayahsedang mempunyai tingkat kemiskinanrendah atau tinggi, desa-desa yangmempunyai perkembangan wilayah rendahmempunyai tingkat kemiskinan sedang dandesa yang mempunyai perkembanganwilayah tinggi mempunyai tingkatkemiskianan sedang.

Hubungan yang tidak selaras antaraperkembangan wilayah dengan kemiskinanterdapat pada 29 desa (10,9%). Hubungantidak selaras terjadi karena desa-desadengan tingkat perkembangan wilayahrendah, tetapi mempunyai tingkat

kemiskinan yang rendah serta desa-desadengan perkembangan wilayah tinggi tetapimempunyai tingkat kemiskinan yang tinggipula.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Terdapat variasi distribusi tingkatkemiskinan, tingkat kemiskinan diKabupaten Boyolali tergolong cukuptinggi mencapai 75,70% dan sebanyak16,9% desa mempunyai tingkatkemiskinan tinggi, serta sebesar 7,5%desa mempunyai tingkat kemiskinanrendah. Wilayah yang mempunyairesources endowment yang relatif rendah(wilayah pertanian lahan kering)ternyata tingkat kemiskinannya lebihtinggi dibanding wilayah yangmempunyai resources endowment lebihtinggi (wilayah pertanian sawah).

2. Terdapat hubungan negatif antaratingkat perkembangan wilayah dengantingkat kemiskinan. Desa-desa yangmempunyai tingkat perkembang-anwilayah tinggi, tingkat kemiskinannyarendah, dan sebaliknya.

3. Faktor yang mempengaruhi per-kembangan wilayah adalah ketersedia-an fasilitas ekonomi, sosial dan

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 71 - 85

Page 87: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

83Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)Kemiskinan dan Perkembangan ... (Wahyuni Apri)

Sumber: - Peta Administrasi Boyolali- Hasil Analisis

Gambar 4. Peta Sebaran Klasifikasi Perkembangan Wilayah Masing-masingDesa di Kabupaten Boyolali

Page 88: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1084 Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 71 - 85

Sumber: - Peta Administrasi Boyolali- Hasil Analisis

Gambar 5. Peta Keselarasan antara Perkembangan Wilayah danKemiskinan Masing-masing Desa di Kabupaten Boyolali

Page 89: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

85Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

aksesibilitas. Desa yang mempunyaiperkembangan wilayah yang tinggi,mempunyai tingkat kemiskinan yangrendah, dan sebaliknya.

Saran

Program penanggulangan kemiskinanperlu dipadukan dengan program pe-ngembangan wilayah, khususnya berkaitandengan program pembagunan fasilitaspendidikan, kesehatan, perdagangan danprasarana transportasi. Pembangunanfasilitas-fasilitas tersebut hendaknyadiprioritaskan pada wilayah-wilayah relatif

jauh dari kota. yang umumnya mempunyaitingkat kemiskinan tinggi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis sampai-kan kepada Direktorat Jenderal PendidikanTinggi, yang telah memberikan danapenelitian fundamental ini. Ucapkan terimakasih yang tulus juga penulis sampaikanpada saudara Tri Murtopo dan Mutaqinyang telah membantu dalam pengumpulandata serta analisa data, semoga amal kebajikan-nya mendapat balasan dari Allah, amin.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali. Kabupaten Boyolali dalam Angka 2005.

BAPPEDA dan BPS Kabupaten Boyolali. 2004. Kecamatan dalam Angka (19 Kecamatan).Boyolali.

_________________________________. 2005. Kecamatan dalam Angka (19 Kecamatan).Boyolali.

Prahasta, Edy. 2002. Sistem Informasi Geografis Tutorial ArcView. Bandung.

Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan BakarMinyak (PKPS BBM) tahun 2005 Oleh Perguruan Tinggi. Kementerian Koordinator BidangKesejahteraan Rakyat Bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pemerintah Kabupaten Boyolali. 2004. Rencana Tata Ruang Wilayah(RTRW) Kabupaten BoyolaliTahun 2004-2014. Boyolali.

Musiyam, Muhammad, 1998. Pembangunan dan Kemiskinan: Tinjauan Kritis PergeseranStrategi Penanggulangan Kemiskinan dari Pertumbuhan Sampai Pemberdayaan. ForumGeografi No: 23 (XII).

Tjokrowinoto, Moeljarto. 1996. Pembangunan: Dilema dan Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Astuti, Wahyuni Apri. 1998. Ciri-Ciri Kemiskinan di Perkotaan (Studi Komunitas RumahtanggaMiskin di Kalurahan Sangkrah Kotamadia Surakarta).

Kemiskinan dan Perkembangan ... (Wahyuni Apri)

Page 90: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1086

TERRAIN CHARACTERIZATION ANDSOIL EROSION RISK ASSESSMENT FOR WATERSHEDPRIORITIZATION USING REMOTE SENSING AND GIS

A case study of Nawagaon Maskara Rao Watershed,Saharanpur, India

Beny HarjadiForestry Research Center Solo

Pabelan SurakartaE-mail:[email protected]

ABSTRACT

Soil erosion is crucial problem in India where more than 70% of land in degraded. This study isto establish conservation priorities of the sub watersheds across the entire terrain, and suggest suitableconservation measures. Soil conservation practices are not only from erosion data both qualitative SES(Soil Erosion Status) model and quantitative MMF (Morgan, Morgan and Finney) model erosion, butwe have to consider LCC (Land Capability Classification) and LULC (Land Use Land Cover). Studydemonstrated the use of RS (Remote Sensing) and GIS (Geographic Information System) in soil erosionrisk assessment by deriving soil and vegetation parameters in the erosion models. Sub-watersheds wereprioritized based on average soil loss and the area falls under various erosion risk classes for conservationplanning. The annual rate of soil loss based on MMF model was classified into five soil erosion riskclasses for soil conservation measures. From 11 sub watersheds, for the first priority of the watershed iscatchment with the small area and the steep slope. Recommendation for steep areas (classes VI, VII, andVIII) land use allocation should be made to maintain forest functions.

Keywords: degradation, erosion model, analysis digital, priority of sub watershed

INTRODUCTION

Terrain characterization signifies thesum of all physical features and conditionsat or near the earth surface (Pandey andShedha, 1981). Understanding the terraincharacteristics and processes and their use-fulness to various users is the terrain pur-pose of terrain analysis (Kirkby, 1976).Important terrain characteristics for study-ing soil erosion are slope gradient, length,aspect and shape (Taiwan, 2001).

Soil erosion risk by accelerated wa-ter and wind constituted a serious primaryproblem to terrains, especially in develop-ing countries of tropics and subtropics(Biswas, Sudhakar and Desai, 1999). Soilerosion is a crucial problem in India wheremore than 70% of land in degraded condi-tion. However although deforestation,overgrazing and intensive agriculture dueto population pressure, have caused accel-erated erosion, natural phenomena induc-ing erosion such as extreme rains, earth-

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 86 - 98

Page 91: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

87Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

quake, and glacial-lake-outburst floodingshould be recognized as well (Narayana,Sastry and Patnaik, 1997). For landslidecan be predicted by statistical relationshipbetween past landslides and the spatialdata set of the factors : slope angle, slopeaspect, transversal slope profile, lithology,superficial deposits, geomorphology, andland use (Zezere et al., 2004).

Accelerated soil erosion has adverseeconomic and environmental impact (LAI,1998; and Bathale and Sharma, 2001).Economic effects are through loss of farmincome due to on-site and off-site reduc-tion in income, and other losses with ad-verse impact on crop/animal production(Bali, 1983). The on site of soil erosionreduced land and soil quality and produc-tivity viz.: temporary decline in land/soilquality, transient pollution of surface wa-ter by sediment-borne chemicals(Wishmeier and Smith, 1978; and Spanner,Strahler, and Estes, 1982). The off soilerosion exerted impacts such as : perma-nent decline in land/soil quality due gully-ing, alteration in soil-water regime andwater table, and additional water manage-ment (Singh, 2003). Degraded lands or soilerosion such as: Gullied/ravenous(eroded) land, Undulating uplands with orwithout scrub, Water logged and marshyland, Land affected by salinity/alkalinity(coastal), Shifting cultivation area, De-graded notified forest land, Degraded pas-tures/grazing land, Sandy areas (desert/coastal), Mining/industrial wetland, Bar-ren rocky/stony waste/sheet-rock area,Steep sloping areas, and Snow covered/glacial areas (Shanware, Karale, and Singh,1985). The magnitude of disaster associ-ated with soil loss (landslide) has increasedand the major concern of engineering ge-ologist and geotechnical engineers (Ahmadet al., 2006)

India is reverie country is drained bymajor rivers and their tributaries (Shrimali,Aggrawal, and Samra, 2001). Watershedis natural hydrologic entity governed by theterrain topography from where run off isdrained to a point. Watershed Prioritizationis a pre-requisite to operational any majorscheme, as it allows the planners and policymakers to adopt a selective approach con-sidering the vastness of the catchmentsarea, severity of the problem, constraintof funds and man power, demands of thelocal and political system (Chakraborti,1993). Watershed management, in itsbroadest sense, implies prudent use of soiland water, hence, programmed are requiredto protect the environment to sustain theproductivity levels of soils by reducing landdegradation (Chaudary, Manchanda andSingh, 1992).

The optimum use of available soil andwater resources based on their inherent limi-tations is one of the most important pre-req-uisites for systematic planned developmentof any watershed (Das, Narula, Laurin,1992). Survey of watershed provides rel-evant information on land use, hydro-geo-morphology, soil types, rock types etc(Ravishankar et al., 1994). Their extent, po-tential and limitations, which help plannersto take decisions regarding sustained landuse Shanware, Karale, and Singh, 1985).Recently, the planning and development ofland and water resources on a watershed ba-sis in different terrain an agro climatic regionshas been assumed and also to preserve theenvironment and to maintain ecological bal-ance (Shrestha, Honda and Murai, 1997).

Role of satellite RS and GIS in wa-tershed prioritization and management of-fers scientific input for the formulation ofproper watershed management pro-grammed and also addresses some of theparameters related to watershed develop-

Terrain Characterization ... (Beny Harjadi)

Page 92: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1088

ment (Kumar et al., 1998; and Singh et al.,2002). A number of parametric modelshave been developed to predict soil ero-sion and with a few exceptions, these modelare based on soil, land use land cover, land-form, climatic and topographic information(Singh, 1994). Integrating satellite imagerywith GIS is useful for study in land usechange and another parameters (Halim etal., 2006). The higher resolution of the im-ages is large of the data size (Al-Bastaki,2006). For increasing accuracy dataBonyad (2005) use classified of land coverwith PCA (Principal Component Analysis)until 80.63%.

Objectives of the study were: (i) tocharacterize terrain: morphometric terrainparameters, soil hydrological characteris-tics, to prepare land use/land cover mapusing LISS IV digital satellite data, (ii) toanalyze the sub watersheds as baseline in-formation for conservation planningbased on: Morphometric Indices (MI),Qualitative method of Soil Erosion Status(SES), Quantitative method of Morgan,Morgan and Finney (MMF) model. Aim ofthis study is to establish conservation pri-orities of the sub watersheds across theentire terrain, and suggest suitable conser-vation measures.

MATERIALS AND METHODOLOGY

Location

Saharanpur district attained the sta-tus as Saharanpur division in 1997 of UttarPradesh. As regards its physical features, thenorth and the north east of the districtis surrounded by Shivalik hills and sepa-rates it from the Dehradun district in therecently created state of Uttranchal. Theriver Yamuna forms its boundary in the west,which separates it from Karnal and

Yamunanagar districts of Haryana. In theEast lies the district of Haridwar that wasthe part of district Saharanpur before 1989and in the south lies the districtMuzafarnagar.

The study area is called Nawagaonand Maskara Rao watershed boundary, andis located in the district of Saharanpur,Uttar Pradesh and District in Northern In-dia. The geographical coordinate of thestudy area from latitude 30o 09’ 00" N to30o 21’ 00" N and longitude between 77o

34’ 00" N to 77o 51’ 00" N covering anarea of 205.94 sq km (20594.49 ha). Thestudy area is delineated by the SOItoposheet Nos. 53 F/11, 53 F/12, 53 F/15 and 53 F/16 at scales 1: 50,000. Thelocation of study area is presented in Fig-ure 1.

Saharanpur forms the most northerlyposition of the Doab land, which stretchesbetween the holy rivers of the Ganges andthe Yamuna, the Shivalik hills rise above it on the northern frontier. The portion ofDoab in which Saharanpur is situated wasprobably one of the first region of upperIndia occupied by the Aryans colonizersas they spread eastward from the Punjab.

The district presents many varietiesof features and differs in general appear-ance than any other portion of the Doaband Gangetic plain as a whole. It is true thatmost of the area belongs to the uplandBangar which stretches in a continuous lineupto Allahabad i.e. junction of the twogreat rivers and on the either side is thebroad and low lying valley full of swampsand back waters with wide opengrass¬ plains and Tamarisk jungle but inthe north, there are the steep hills ofShivalik chain which appear in a far moremarked form in Saharanpur than any otherdistrict of Uttar Pradesh while below the

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 86 - 98

Page 93: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

89Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

hills are to be seen in a modified form theprevailing characteristics of the Bhabarand Tarai region.

The main characteristics of the dis-trict can be divided into four geomorphol-ogy parts.(1) Shivalik hill tract(2) The Bhabar land(3) Bangar land(4) Khadar land (Yamuna, Hindon)

Climate

The study area belong to sub tropicalsemiarid of India’s central and northernbelt. It is also influenced by humid tropi-cal monsoon, which has hot summer andmild winter. The average annual rainfall

from 1988 until 2004 is about 1170 mmand average rainydays is about 72 days,most of which is received during themonths of July to September due to South-west monsoon with maximum temperatureof 29.4 oC and minimum 15.1 oC.

Material

Data used in the study are : SRTM,digital satellite data LISS IV with resolution5.8 m and path/row 202/203 acquired onJanuary 28, 2005, hard copy of satelliteimageries (FCCs) of the area, and SRTM(Shuttle Radar Thematic Mapper) DigitalElevation Model (DEM). Ancillary data :survey of India topographic map (SOI) No.topo-sheets 53F/11, 53F/12, 53F/15 and53 F/16 scale 1:50.000 in conjunction withabove mentioned units in the study area and

Terrain Characterization ... (Beny Harjadi)

Source: Harjadi, 2007

Figure 1. The Location Nawagaon Maskara Watershed Map of Study Area

Page 94: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1090

Source: Result of Analysis

Figure 2. Methodology of Analyze Prioritization of Sub Watershed

soil characteristics data and soil survey re-port from Agriculture and Soils Divison,IIRS Dehra Dun. Meteorological data iscollected from Muzzafarabad meteorologi-cal station, that is monthly average rainfalldata and number of rainy days of last 16years (1988 – 2004).

The outline of the watershed, contourmap, river drainage map and base map wereprepared from the above mentionedtoposheet (Bhadra, Bhavanaraya and Panda,1998). For Land use and soil map were pre-pared from digital satellite data LISS IV. Fieldinstruments : Disc infiltrometer, Soil conesampler for bulk density.

Methodology

Methodology of study comprise: (a)prefield interpretation : interpretation ofsatellite data for physiographic soil unitsand to prepare drainage network map ofthe study area, (b). field work: trainingsets selection for land use/land cover, toobserve of infiltration rate, soil samplecollection for bulk density and soil tex-ture from the physiographic units, to ob-serve and characterize erosion features,(c) post field work: to analyse soilsamples for sand, silt, and clay and forbulk density of each physiographic unit,and spatial data analysis for soil assess-ment (Figure 2).

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 86 - 98

Rainfall Data

Satellite Data

Topographical Map

SRTM DEM

Land Use Map

Soil Map

Aspect Drainage Map

Slope

Morgan, Morgan, &

Finney (MMF M d l)

Soil Erosion Status (SES)

Morphometric Indices

(MI)

Priority of Sub Watershed

Land Capability Classification

(LCC)

RECOMMENDATION SOIL CONSERVATION PRACTICES

Field Data Collection

Morgan, Morgan.& Finney (MMF)

Model

Page 95: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

91Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

The annual rate of soil loss based onMMF model was classified into five soilerosion risk classes for soil conservationmeasures. I was found that very low riskof erosion (0 - 5 t/h/yr), low risk of ero-sion (5 - 10 t/h/yr), moderate risk of ero-sion (10 - 25 t/h/yr), high risk of erosion(25 - 50 t/ha/yr), very high risk of erosion(>50 t/h/yr). The estimate of the calcula-tion with SES useful for long-term plan-ning and the wide area, because of notneeding the field data that many only withthe analysis from RS and GIS with usedfive paremeters that is aspect, slope gradi-ent, drainage density, soil, and land use landcover. The flat area or nearly steep mosterosions that happened in the low erosionarea (LEA), in the hills area most erosionsin a high erosion area (HEA).

Sub-watersheds were prioritizedbased on average soil loss and the area fallsunder various erosion risk classes for con-servation planning. The watershed devidedinto 1l sub watershed for soil conservationplanning, that is : Barkala Rao (BR:397.7ha), Chamarla Rao (CH:481.9 ha), GalrRao (GR:998.9 ha), Kharonwala Rao(KH:843.9), Kahan Rao (KR:l159.0 ha),Maskara Rao (MR:5317.5 ha), NawagaonRao (NW:7651.9 ha), Sarbar Rao(SB:1059.8 ha), Shakumbari Rao(SH:1296.3 ha), Sahansra Thakur(ST=1035.9 ha), and Track Fallows(TF:351.7 ha).

The lower or flater area LCC fell forthe class II and III, on the steep area LCCfell for the class VI, VII, and VIII. Wherethe class less than IV was allocated for ag-riculture, for example wheat, sugar cane,orchard, whereas the class more than VIwas allocated the permanent crop like inthe forest. For recommendation of soilconservation, here are 9 types that is: CT:Contour Trenching, CB: Contour Bunding,

P: Plantation, GB: Grass Bunding, GCD:Gabbion Check Dam, GD: Grade Stabi-lizer, SCT: Staggered Contour Trenches,PTG: Plantation of Trenches & Grasses.

RESULTS AND DISCUSSION

The two calculations of the erosionby means of qualitative SES and quantita-tive MMF produced similar priorities, thatis with the first priority fell to the sub wa-tershed with the small area and steepslope. The larger subwatershed such asNW and MR were accorded least priority(Figure 3).

Comparative calculation of these twomethods also could be seen in the graphbelow (Figure 4). The two graphs had thesame trend that is to the large sub water-shed like NW and Mr in the last priority,to the small sub watershed in the upper areaof Shiwalik Hills fell for the first priority,especially for the steep and narrow areas.

It was found that I 1.07 percent arealies in very low risk of erosion (0 - 5 t/h/yr), 5.75 per cent under low risk of ero-sion (5 - 10 t/h/yr), 33.41 percent undermoderate risk of erosion (10 - 25 t/h/yr),26.0 percent under high risk of erosion (25- 50 t/h/yr), 2.92 percent under very highrisk of erosion (>50 t/h/yr). Nawagaon(NW) and Maskara Rao (MR) nearly steepmost erosions that happened in the lowerosion area (LEA), BR, SH, ST, and KRhigh erosion area (HEA). The estimate ofthe calculation with SES useful for long-term planning and the area. Field data ofSES that many only with the analysis fromRS and GIS with used five parameters thatis aspect, slope gradient, drainage density,soil, and land use land cover.

Deforestation, overgrazing and inten-sive agriculture due to population pressure,

Terrain Characterization ... (Beny Harjadi)

Page 96: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1092

Source: Result of Analysis

Figure 3. Important Value, Establish by MMF Method and SES

Source: Result of Analysis

Figure 4. Compared Two Method Between MMF (Quantitative) andSES (Qualitative)

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 86 - 98

Page 97: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

93Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

have caused accelerated erosion, naturalphenomena inducing erosion such as ex-ceptional rains, earthquake, and glacial-lake-outburst flooding (Narayana, Sastryand Patnaik, 1997). For calculation of theerosion qualitative erosion (SES) andquantitative erosion (MMF) the lastprioritization of sub watershed is similar.For suggestion soil conservation practicesis not only from erosion data both qualita-tive and quantitative erosion, but we haveto considering LCC (Land Capability Clas-sification) and depend to land use and landcover.

Degraded lands/soil erosion : Gul-lied/ravenous (eroded) land, Undulatinguplands with or without scrub, Waterlogged and marshy land, Land affected bysalinity/alkalinity (coastal), Shifting culti-vation area, Degraded notified forest land,Degraded pastures/grazing land, Sandyareas (desert/coastal), Mining/industrialwetland, Barren rocky/stony waste/sheet-rock area, Steep sloping areas, and Snowcovered/ glacial areas (Shanware, Karale,and Singh, 1985). Integrating satellite im-agery with GIS is useful for study in landuse change and another parameters (Halim,H.A. et al, 2006). For this study used IRS(India Remote Sensing) hig resolution withsoft ware ILWIS and GIS with soft wareARC-GIS and ARC-INFO, for decidedprioritization of sub watershed and sug-gested for soil conservation practices.

By considering LCC and the kind ofland use / land cover the following typesof soil conservation practices can be ap-plied, namely (Table 1): CT: ContourTrenching, CB: Contour Bunding, P: Plan-tation, GB: Grass Bunding, GCD: GabbionCheck Dam, GD: Grade Stabilizer, SCT:Staggered Contour Trenches, PTG: Plan-tation of Trenches & Grasses. For LCC(Land Capability Class) more than VI, in

terms of suggested conservation practices,for steeper soils (LCC types VI, VII, VIII,ST, RV) it is adviseable to use combina-tion of GCD and PTG. Whereas for lesssteep soils GB and additionally CB and CT,whereas for the LCC class was less thanVI most used GB with the combination CBand CT (Figure 5).

CONCLUSIONS

The first priority of the watershed isa catchment with the narrow area and thesteep slope. The last priority has decidedin the watershed with larger area and flat.The estimate of the calculation with SESuseful for long-term planning and the widearea, because of not needing the field datathat many only with the analysis from RSand GIS with used five parameter that isaspect, slope gradient, drainage density,soil, and land use land cover. For short-termplanning was needed by the calculation inmore detail with the accurate data and com-plete from the field, as well as made use ofthe calculation quantitatively could be donewith the method of MMF model

Morgan, Morgan and Finney (1984)have resulted that the factors land use andsoil type are major influenced. study dem-onstrated the use of remote sensing andGIS in soil erosion risk assessment by de-riving soil and vegetation parameters re-quired in the erosion models.. In less steepareas (classes II and III), agricultural allo-cation is recommended, including wheat,sugarcane, orchard. In steeper areas(classes VI, VII, VIII), land use allocationshould be made to maintain forest func-tions. As conservation measures 9 man-agement intervention are needed, namelyCT: Contour Trenching, CB: ContourBunding, P: Plantation, GB: GrassBunding, GCD: Gabbion Check Dam,

Terrain Characterization ... (Beny Harjadi)

Page 98: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1094

Source: Result of Analysis

Figure 5. Soil Conservation Based on LCC Map and Land Use Map

GD: Grade Stabilizer, SCT: StaggeredContour Trenches, PTG: Plantation ofTrenches & Grasses. Priority land use in-terventions were elaborated namely GB/CB/CT, GCD/PTG.. In the future, forwatershed management, we have to con-sider social economics conditions such as: population density, well-fare community,and education.

ACKNOWLEDGEMENTS

I acknowledge my gratitude to Direc-tor CSSTE-AP (Prof.Dr. Karl Harmsen)and Dean, IIRS Dr. V. K. Dadhwal forgranting me permission and providing allthe facilities to undertake the project study.With deep sense of gratitude I wish to ex-press my indebtedness to my project guide

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 86 - 98

Page 99: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

95Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

Tabl

e 1.

Are

a in

Hec

tare

and

Soi

l Con

serv

atio

n in

Var

ious

LCC

and

Lan

d U

se

Terrain Characterization ... (Beny Harjadi)

LA

ND

USE

/

LA

ND

CO

VE

R

II

II

I IV

V

I V

II

VII

I ST

R

V

Whe

at (

Hig

h V

ig.)

WH

V

CB

G

B/CB

/CT

G

B/CB

/CT

G

B/CB

/CT

CB/C

T

47

4.4

493.

4 0.

1

3.3

2.4

Whe

at (L

ow v

igou

r) W

LV

CB/C

T

GB/

CB/C

T

GB/

CB/C

T

GB/

CB/C

T

CB

/CT

0.6

2,64

7.0

80.4

10.2

28.5

O

rcha

rd

OC

CB

CB

/CT

G

B/CB

/CT

G

B/CB

/CT

CT

1,11

8.2

831.

9 15

1.6

0.

82.

8 D

ense

For

est

D

F

CT

GCD

/CT

G

CD

G

CD

G

CD

G

CD

60

.3

137.

4 2,

578.

184

2.7

311.

0

15.7

O

pen

Fore

st

O

F

CT/P

GCD

/CT/

PTG

G

CD/P

TG

GCD

/PTG

G

CD/P

TG

SB

P/PT

G

GCD

/CT/

PTG

191.

4 50

5.9

1,73

3.6

696.

4 22

5.0

0.1

11.1

D

ense

Scr

ub

D

S

SCT/

PTG

G

CD/C

T/PT

G

GCD

/PTG

G

CD/P

TG

GCD

/PTG

G

CD/C

T/PT

G

16

6.8

0.2

1.2

0.6

0.1

3.

0 Ba

rren

/Scr

ub

BS

SCT/

PTG

G

CD/C

T/PT

G

GCD

/PTG

G

CD/P

TG

GCD

/PTG

G

CD/C

T/PT

G

1.

4 4.

2 35

4.6

189.

3 10

9.4

4.

1 Cu

rren

t Fall

ow

CF

CB/C

T

GB/

CB/C

T

GB/

CB/C

T

GB/

CB/C

T

G

B/CB

/CT

0.

1 1,

335.

3 43

6.7

0.

643

.7

Settl

emen

t

ST

ST

ST

ST

ST

0.

2 0.

9

32

5.7

0.4

Rive

r bed

RB

SB

P/PT

G

SB

P/PT

G

SBP/

PTG

55

1.6

0.

0455

8.3

Sour

ce: R

esul

t of A

nalys

is

Page 100: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1096

Dr. Suresh Kumar, Scientist SE, Agricul-ture and Soils Divison, Indian Institute ofRemote sensing, Dehra Dun.

I express my heartfelt my specialthanks to all the scientiests and staff IIRSfrom their invaluable teaching of my

P.G.Diploma, exceptionally to head and allteacher from Agriculture and Soils Divi-sion, Dr.S.K.Saha, Dr.N.R.P.Patel, andDr.A.Velmurugan. I would like to expressmy sincere appreciation to my colleguesThein Swe (Myanmar), Tuul Batbaldan(Mongolia), Madame Kalpana, and Rahul.

REFERENCES

Ahmad, F., Yahaya, A.S., Farooqi, A., 2006. Characterization and Geotechnical Properties ofPenang Residual Soils with Emphasis on Landslides. American Journal of EnvironmentalSciences 2 (4) : 121-128.

Al-Bastaki, Y.A.L., 2006. GIS Image Compression and Restoration : A Neural Network Approach.Info Tech Journal 5 (1) : 88-93.

Bali, Y.P., 1983. Problems in Watershed Management in Various River Valley Projects (RVP’s).Proc. Nat. Symp. On Remote Sensing in Development of Water Resources, SAC,Ahmedabad, 10-14 pp.

Bhadra S.K., M. Bhavanarayana, and B.C. Panda, 1998. A Numerical Techniques for DelineatingSoil Mapping Units Using Multi Spectral Remote Sensing Data. India Remote Sensing. J.,26(4). 149-160 P.

Biswas, S., S. Sudhakar, V.R. Desai. 1999. Prioritization of Sub-watersheds Based on MorphometricAnalysis of Drainage Basin. A Remote sensing and GIS approach. J. of Ind. Soc. ofRem. Sens., 27 (3) : 155-166.

Bothale R.V and J.R. Sharma, 2001. Erosion Response Model For Watershed Prioritization inBajaj Sagar Sub Catchments. Regional Remote Sensing Service Centre, Jodhpur. NewDelhi, India.

Bonyad, A., 2005. Multitemporal Satellite Image Database Classification for Land Cover InventoryMapping. Journal of Applied Sciences 5 (5) 834-837, 2005

Chakraborti, 1993. Watershed Prioritization. The State-of-the art. NNRMS Bulletin, ISRO,Bangalore, India.

Chaudary, B.S., M.L. Manchanda and B.M. Singh, 1992. Watershed Prioritization and SiteSelection for Control Measures. A Case Study of Mahendergarh district, Haryana. Proc.Nat. Symp. On Remote Sensing for Sustainable Development, 175-180 pp.

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 86 - 98

Page 101: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

97Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

Das, S.N., K.K. Narula, and R. Laurin, 1992. Run Off Potential Indices of Watershed in TilaiyaCatchment, Bihar (India) Through Use of Remote Sensing and Implementation of GIS.J. Indian Soc. Rem. Sens. 20 :207-221.

Halim, A., Jumaat, H.A., Juhari, M.A., Sahibin, A.R., Hamid, H.A. Omar, R.B. et al. 2006.Detection of Usefullness of Integrating Remotely Sensed Data (Landsat TM) with GIS. InfoTech Journal 5 (4) 668-672, 2006.

Harjadi, Beny. 2007. Aplikasi Penginderaan Jauh dan SIG untuk Penetapan TingkatKemampuan Penggunaan Lahan (KPL) (Studi Kasus di DAS Nawagoan Maskara,Saharanpur-India). Forum Geografi Vol. 21, No. 1, Juli 2007.

Kirkby, M.J., 1976. Hydrological Slope Models, The Influence of Climate. In Derbyshire, E.(ED.), Geomorphology and climate. Wiley, p.247-267.

Kumar S., V.S.Arya, C.Subrahmanyam, J.Prasad, L.M.Pande, 1998. A Remote Sensing Approachin Appraisal of Soils for Sustainable Land Use Plan, A case study in semi arid region.Agropedology J, 1998 8(2); 101-106.

LAI, R. 1998. Soil erosion impact on agronomic productivity and environment quality. Critical Review,Plant Science, 17 : 319-464.

Morgan, R.P.C.., D.D.V. Morgan and H.J. Finney, 1984. A Predictive Model for The Assessmentof Soil Erosion Risk. J. Agric. Engng. Res., 30, 245-253.

Narayana, V.V.D., G.Sastry, U.S. Patnaik, 1997. Watershed Management. Central Soil andWater Conservation Research and Training Institute, Dehra Dun. Div. Indian Councilof Agriculture Research Krishi Anusandhan Bhavan, Delhi.

Palnayandi, M. and V. Nagaratinam. 1997. Land Use and Land Cover Mapping and ChargeDetection Using Space Borne Data. Indian society of Remote Sensing Journal vol. 25(1).27-33 p.

Pandey, L.M. and M.D. Shedha, 1981. Land Suitability and Site Selection for Afforestation ofSuitable Species Using Aerial Photographs. A Case study of Ranikhet area of Kumaunregion, Lower Himalayas. Proc. Workshop on “Modern Techniques of SiteIdentification for Afforestation and Pasture Development”, Dehra Dun.

Ravishankar, H.M., Srivastava, S.K. Saha, P. Kumar, and J. Prasad, 1994. WatershedPrioritisation Through The Universal Soil Loss Equation Using Digital Satellite Data and anIntegrated Approach. Asian-Pasific, Rem. Sens. J. 6 :101-108.

Shanware, P.G., R.L. Karale and C.J. Singh, 1985. Studies on Landuse Pattern and LandDegradation Using Landsat Imagery. Proc. 6th asian Conference on Rem. Sens. Hyderabad,92-99 pp.

Shrestha S.S., Honda K. and Murai S., 1997. Watershed Prioritization For Soil ConservationPlanning With Mos-1 Messr Data, GIS Applications and Socio- Economic Information

Terrain Characterization ... (Beny Harjadi)

Page 102: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 1098

a Case Study of Tinau Watershed, Nepal. Space Technology Application and ResearchProgram Asian Institute of Technology.

Shrimali, S.S., S.P. Aggarawal, and J.S. Samra. 2001. Prioritization Erosion Prone areas inHills Using Remote Sensing and GIS. A Case Study of the Sukhna lake catchment,Northern India. International J. of Applied Earth Observation and Geoinformation,3(1) :54-60.

Singh, R.K., S.P. Aggarwal, U. Turdukulov and V.H. Prasad, 2002. Prioritization of Batariver basin using remote sensing and GIS techniques, Ind. J. Soil Cons., 30 (3) ; 200-205.

Singh, R. K.. 2003. Soil Conservation Prioritization Based on Erosion Soil Loss and MorphometricAnalysis Using Remote Sensing and GIS. Agriculture and Soil Devision, IIRS, Dept.ofspace, Govt. of India. Dehradun. Uttranchal.

Singh, S. 1994. Remote Sensing in The Evaluation of Morpho-hydrological Characteristics of TheDrainage Basin of Jojri Catchment. J. of Arid Zone, 33(4) : 273-278.

Spanner, M.A. A.H. Strahler, J.E. Estes, 1982. Soil Loss Prediction in a GIS Format. Proc 16th

Intern. Symp. Rem. Sens. Environment, Argentina, 89-103 pp.

Taiwan Roc, 2001. Soil Conservation Practices for Slopelands. Cooperative agency for thistopic; Dept. Soil and Water Conservation, National Pingtung University of Scienceand Technology, Pingtung, Taiwan.

Wishmeier, W.D. and D.D. Smith, 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses. A guide toconservation planning. USDA, Agriculture Handbook, No. 537.

Zezere, J.L., Reis, E., Garcia, R., Oliveira, S., Rodrigues, M.L., Vieira, G., and Ferreira,A.B., 2004. Integration of Spatial and Temporal Data for The Definition of Different LandslideHazard Scenarios in The Area North of Lisbon (Portugal). Natural Hazard and Earth System.Sciences 4:133-146.

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 86 - 98

Page 103: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

99Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

BIODATA PENULIS

BENY HARJADI, lahir di Surakarta, 7 Maret 1961. Adalah seorang peneliti di Divisi KonservasiTanah dan Air dengan posisi Peneliti Madya Bidang Pedologi dan Pengindraan Jauhdi Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Solo.

DEDE ROHMAT, lahir di Bandung, 3 Juni 1964 adalah Lektor Kepala Jurusan PendidikanGeografi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS), UniversitasPendidikan Indonesia (UPI).

M. BAIQUNI adalah dosen Fakultas Geografi dan Peneliti Pusat Studi Pariwisata, UGM.Memperoleh MA in Development Studies dari Institute of Social Studies, Den Haagdan Doktor dari UGM melalui sandwich program di Utrecht University, Belanda. Iaaktif menulis buku dan jurnal nasional maupun internasional, antara lain menjadimitra bestari Forum Geografi UMS. Lifetime member SID (Society for InternationalDevelopment) Rome, Fellow LEAD (Leadership for Environment and Development)London. E-mail: [email protected].

SETYAWAN PURNAMA, lahir di Bantul (1966) adalah Lektor Kepala dalam bidang Hidrologipada Jurusan Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta. Memperolehgelar Sarjana Geografi dari Fakultas Geografi UGM pada tahun 1990, serta gelarMagister Sains (1996) dan Doktor (2004) dalam bidang Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan dari Program Pascasarjana IPB, Bogor. Saat ini menjabatsebagai Kepala Laboratorium Geohidrologi Fakultas Geografi UGM dan Kepala SubUnit Penelitian dan Pengembangan Teknologi Survei dan Pemetaan Pesisir diLaboratorium Geospasial Pesisir Parangtritis. Nomor HP. 08122964300, Email :[email protected]

TRIYONO, lahir di Sleman, 18 November 1973. Peneliti di Badan Riset Kelautan dan PerikananDepartemen Kelautan. Pendidikan S1 Fakultas Geografi Jurusan Geografi Fisik UGMtahun 1999, S2 Jurusan Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Undip tahun 2008.S3 Universite De Dretogne Occidental, Perancis Jurusan Pengelolaan Pesisir.

UGRO HARI MURTIONO, lahir di Klaten, 18 Agustus 1956. Pendidikan S1 Fakultas GeografiJurusan Hidrologi UGM tahun 1982, S2 Program Studi Geografi Fisik UGM tahun1997. Counterpart Hidrologi pada Watershed Management Consultant SimalungunIrrigation Project, Pematang Siantar, Sumatera Utara 1989-1991. ConsultantWatershed Management Consultant pada proyek yang sama 1991-1993. Assisten PenelitiMadya pada Kelompok Peneliti (Kelti) Hidrologi, Litbang Kehutanan 1994-2006.Peneliti Muda, Kelti Konservasi Tanah dan Air (KTA) Balai Penelitian Kehutanan(BPK) Solo, Litbang Kehutanan tahun 2006-2008. Alamat Kantor : A.Yani Pabelan,Kartasura, PO.Box 295 Solo 57102. E-mail: [email protected], Telp/Fax : 0271716709. Alamat Rumah : Perum.Kehutanan, Ngabeyan Rt 04/ IV, Kartasura,Sukoharjo 57165, Telp.:0271-2012426 HP: 081548664963, Email :[email protected]

Biodata Penulis

Page 104: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 10100 Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 99 - 100

WAHYUNI APRI ASTUTI, lahir di Blora 5 Oktober 958. Menyelesaikan studi S1 PendidikanGeografi di Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) tahun 1984, S2 pada ProgramStudi Geografi Manusia UGM Yogyakarta. Saat ini sebagai dosen Fakultas GeografiUniversitas Muhammadiyah Surakarta. Pernah mendapatkan dana penelitian dosenmula dari Dikti pada tahun 1999 dan 2000. Pada tahun 2006 memberikan HibahPengajaran Program PHK-A2 Fakultas Geografi UMS. Tahun 2007 mendapatkandana penelitian Fundamental dari Dikti.

Page 105: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

101Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

MITRA BESTARIFORUM GEOGRAFI, Vol. 23, No. 1, Juli 2009

1. Prof. DR. H. Sudarmadji, M.Eng.Sc. (Fakultas Geografi UGM)2. Prof. DR. H. Suratman Worosuprojo, M.Sc. (Fakultas Geografi UGM)3. DR. Pramono Hadi, M.Sc. (Fakultas Geografi UGM)

Page 106: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 1 - 10102

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan terbitnya jurnal penelitian Forum Geografi, Universitas MuhammadiyahSurakarta Vol. 23 No. 1 Juli tahun 2009. Dewan penyunting mengucapkan banyak terimakasih kepada Mitra Bestari yang terlibat secara intensif dengan memberikan komentar secaratertulis langsung pada naskah serta memberikan penilaian dengan angka nominal. Merekayang terlibat dalam peningkatan kualitas Forum Geografi Vol. 23 No. 1 Juli tahun 2009adalah:1. Prof. DR. H. Sudarmadji, M.Eng.Sc. (Fakultas Geografi UGM)2. Prof. DR. H. Suratman Worosuprojo, M.Sc. (Fakultas Geografi UGM)3. DR. Pramono Hadi, M.Sc. (Fakultas Geografi UGM)

Page 107: Vol. 23, No. 1, Juli 2009 ISSN 0852-0682 - UMS

103Tinjauan Geografis “Litoralisasi” ... (Triyono)

FORMULIR BERLANGGANAN

Forum Geografi diterbitkan sebagai media informasi dan forum pembahasan hasilpenelitian bidang Geografi.

Periode terbit : Juli dan DesemberHarga langganan : 1 x terbit Rp 25.000

2 x terbit Rp 40.000

FORM PESANAN : Mohon dikirim FORUM GEOGRAFIPeriode : Juli tahun ................................................

Desember tahun ....................................

Telah ditransfer ke BPD Jateng Cabang PembantuUMS No. Rek. 2-059-00354-9 a.n. Priyono

Pemesan : ..................................................................Alamat : ..................................................................

..................................................................Telepon/Fax : ..................................................................

Alamat Redaksi:Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Jl. A. Yani Pabelan Kartasura Tromol Pos I Surakarta 57102, Telp (0271) 717417 Psw 151-153,Fax: (0271) 715448, E-mail: [email protected] atau

[email protected]