urgensipendidikandanpelatihankepemimpinan ... · dan! pemerintah!daerahlsebagaimana% disebutkan%...
TRANSCRIPT
1
URGENSI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN
PEMERINTAHAN DALAM NEGERI (DIKLAT PIMPEMDAGRI) BAGI
PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEMERINTAHAN
APARATUR SIPIL NEGARA (ASN)
Oleh :
Suparjana1
Abstraksi
Since the policy of decentralization and local automy has been implementing in 1999, problems and challenges of governance process has increased dynamically. Even though public service sector social prosperity show an improvement, however it still remain many problems, such as disparity, abuse of power, corruption etc at local level. Those problems need integrated and comprehensive approaches to be addressed by local aparatus. Hence, local aparatus need governance competency since managerial, technical and social cultural competencies do not enough yet to deal with the complexity of local government execution. Home Affairs Governance leadership training (Diklat Pimpemdagri) becomes an alternative solution to improve local aparatus competency and performance in executing local government function.
Keyword : Kompetensi Pemerintahan, Diklat Pimpemdagri dan desentralisasi.
Pendahuluan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 85 Tahun 2017 yang mengatur
tentang Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Pemerintahan Dalam Negeri atau
disingkat Diklat Pimpemdagri telah diterbitkan awal oktober 2017 yang lalu.
Terbitnya Permendagri tersebut tentu saja melahirkan harapan baru bagi
Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah untuk dapat meningkatkan
kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Namun di sisi lain, Permendagri tersebut sempat memunculkan kontroversi
dari pihak-‐pihak tertentu, yang intinya mempertanyakan urgensi Diklat Pimpemdagri
bagi pengembangan kompetensi ASN.
1 Penulis adalah Widyaiswara Ahli Madya pada Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kemendagri Regional Bandung, Alumni Graduate School of International Development (GSID), Nagoya University Jepang dan School of Social Science, Flinders University, Australia.
2
Jika dicermati, setidaknya ada dua hal yang melatarbelakangi munculnya
kontroversi Diklat Pimpemdagri ini. Pertama, masih adanya pihak-‐pihak yang belum
memahami arti pentingnya kompetensi pemerintahan dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Mereka berpendapat bahwa tiga kompetensi yang telah diatur
dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, yakni kompetensi manajerial, teknis dan
sosial kultural sudah cukup bagi ASN untuk menjalankan tugas dan fungsinya,
sehingga tidak perlu lagi kompetensi lainnya. Kedua, masih adanya pemikiran yang
dikotomis terhadap kata “kepemimpinan” dalam diklat Pimpemdagri dan diklat
Kepemimpinan yang selama ini sudah diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi
Negara (LAN). Pihak-‐pihak tersebut berpikir bahwa kata “kepemimpinan” tersebut
akan mengalami redundansi dan overlapping dalam dua jenis diklat yang berbeda,
sedangkan objek atau sasaran kedua jenis diklat tersebut adalah sama, yakni pejabat
organisasi perangkat daerah. Dengan demikian mereka menganggap bahwa diklat
Pimpemdagri tidak perlu dilaksanakan, mengingat selama ini sudah dilaksanakan
diklat kepemimpinan bagi ASN. Tak sedikit pula ada pihak-‐pihak yang kemudian
menarik garis diametral yang menegaskan bahwa fungsi pengembangan kompetensi
ASN berada pada LAN sebagai pembina kediklatan, sehingga Kementerian atau
Lembaga lain tidak memiliki kewenangan untuk melaksanakan fungsi tersebut.
Berbagai pemikiran yang dikotomis dan kontroversi tersebut tentu saja perlu
diluruskan agar terjadi pemahaman atau persepsi yang sama antara berbagai pihak
dan tidak menimbulkan kebingungan bagi pemerintah daerah. Tulisan ini
dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang pentingnya Diklat Pimpemdagri
dalam peningkatan kompetensi pemerintahan bagi ASN di Kementerian Dalam
Negeri dan Pemerintah Daerah, serta menjelakan posisi sinergis diklat Pimpemdagri
dengan Diklat Kepemimpinan yang selama ini diperdebatkan.
Kompetensi Pemerintahan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah Memasuki dasa warsa kedua pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah
di Indonesia, tantangan yang dihadapi terasa semakin komplek dan rumit. Tuntutan
masyarakat untuk segera merasakan manfaat dari otonomi daerah berupa pelayanan
publik yang berkualitas, meningkatnya kesejahteraan, menguatnya daya saing daerah
3
serta meningkatnya kualitas demokrasi di tingkat lokal, semakin sulit untuk ditunda.
Di sisi lain pemerintah masih dihadapkan pada banyak permasalahan terkait dengan
instrumen pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah itu sendiri. Sebut saja
permasalahan regulasi yang sering dianggap kurang mampu mewadahi dinamika
sosial, politik dan ekonomi yang terjadi. Akibatnya beberapa peraturan perundang-‐
undangan yang mengatur pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah sering
tidak konsisten, memunculkan distorsi dalam implementasi serta dengan cepatnya
mengalami perubahan yang pada akhirnya menimbulkan kebingungan dan
kegamangan bagi stakeholder di daerah.
Permasalahan lain yang tidak kalah penting adalah adalah kesiapan ASN di
daerah yang masih sangat beragam, baik menyangkut persepsi terhadap
penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, pemahaman terhadap konsep
dan regulasi maupun kompetensi untuk menyelenggarakan beberapa urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yang belum sepenuhnya
mendukung. Hal tersebut disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah masih
lemahnya penguasaan kompetensi pemerintahan, terutama bagi pengambil kebijakan
pada level jabatan pimpinan tinggi (JPT), administrator maupun pengawas.
UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menegaskan bahwa setiap ASN harus
mempunyai kompetensi manajerial, teknis dan sosial kultural agar dapat
menjalankan tugas fungsinya dengan baik. Kompetensi manajerial diperlukan agar
setiap ASN khusunya yang memegang jabatan tertentu memiliki kemampuan untuk
merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengevaluasi program
dan/atau kegiatan di instansinya. Kompetensi teknis sangat diperlukan bagi ASN agar
mereka secara teknis mampu menjalankan tugas dan fungsi jabatannya dengan baik.
Sedangkan penguasaan kompetensi sosial kultural diharapkan agar setiap ASN dapat
memperhatikan aspek-‐aspek sosial, budaya maupun lingkungan strategis yang
mempengaruhi dalam keberhasilan pelaksanaan tugasnya.
Namun demikian, penyelenggaraan pemerintahan daerah memiliki
kompleksitas dan tantangan tersendiri yang berbeda dengan instansi-‐intansi lainnya
seperti swasta, BUMN atau kementerian sektoral/lembaga dsb. Penyelenggaraan
pemerintahan daerah, selain lingkup kewenangan yang sangat luas, juga melibatkan
pemangku kepentingan yang sangat beragam. Oleh karenanya, penguasaan terhadap
4
tiga kompetensi (manajerial, teknis dan sosial kultural) saja dirasakan belum cukup
memadahi untuk menjawab dinamika permasalahan yang sangat rumit di daerah.
Sebagai contoh, permasalahan yang dihadapi oleh daerah terkait lambatnya
pembahasan dan pengesahan APBD ataupun Peraturan Daerah (Perda) adalah karena
munculnya konflik kepentingan atau masih lemahnya pemahaman terhadap
hubungan kelembagaan antara pemerintah daerah dan DPRD. Permasalahan ini tidak
akan terjadi apabila pejabat di daerah memiliki kompetensi pemerintahan, utamanya
terkait dengan substansi tentang Hubungan antara Pemerintah Daerah dan DPRD.
Permasalahan lain seperti kesalahan dalam pengelolaan APBD yang sering digunakan
atau dialokasikan untuk mendanai urusan pemerintahan yang bukan kewenangan
daerah, masih saja sering terjadi karena belum dipahaminya urusan-‐urusan
pemerintahan yang telah didesentralisasikan ke daerah. Lemahnya koordinasi antara
stakeholder di daerah seperti pemerintah daerah, kepolisian, satuan teritorial,
kejaksaan, pengadilan dsb, juga masih menjadi permasalahan klasik yang banyak
disebabkan oleh pemahaman tentang Pemerintahan Umum yang masih kurang.
Banyaknya penyalahgunaan kewenangan (abude of power) yang idlakukan oleh
pejabat OPD juga banyak disebabkan rendahnya komitment terhadap etika
pemerintahan, serta banyak lagi masalah-‐malasah lainnya.
Contoh di atas memperlihatkan bahwa kompetensi seorang ASN baik secara
teknis maupun manajerial hanya dapat efektif apabila dia memiliki pemahaman
terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah secara komprehensif, seperti
pemahaman umum kebijakan desentralisasi, hubungan antara pemerintah pusat dan
daerah, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, kemampuan dalam
pengelolaan keuangan daerah, kemampuan, serta kepatuhan terhadap prinsip-‐
prinsip etika pemerintahan.
Dengan kata lain penyelenggaraan pemerintahan daerah sangat
membutuhkan penguasaan kompetensi pengelolaan pemerintahan (governing)
secara komprehensif, yang kemudian disebut sebagai kompetensi pemerintahan.
Kompetensi pemerintahan sebagaimana diatur dalam penjelasan pasal 233 UU
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah meliputi 7 (tujuh) sebagaimana
dalam gambar dibawah ini:
Gambar 1
5
KOMPETENSI PEMERINTAHAN
Kompetensi pemerintahan membekali pengetahuan, keterampian dan sikap perilaku
untuk menemukenali dan mengidentifikasi berbagai isu dan masalah organisasi,
menyusun formula tindakan penyelesaian terhadap isu atau masalah tersebut,
pengambilan keputusan dan analisis resiko serta mengevaluasi kebijakan yang telah
diambil. Dalam konteks penyelenggaraan kebijakan desentralisasi dan otonomi
daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka kompetensi
pemerintahan menjadi sangat penting agar urusan pemerintahan yang delegasikan
oleh pemerintah kepada daerah dapat dilaksanakan dengan baik. Hal ini dikarenakan
keberhasilan pelaksanaan desentralisasi tidak bisa dianggap sebagai sesuatu yang
taken for granted, namun namun membutuhkan instrument yang komprehensif
termasuk Sumber Daya Manusia (SDM) (Andrews and Vries,2007).
Gambar 2
KEBIJAKAN DESENTRALISASI
PEMERINTAHAN UMUM
URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN
DAERAH
HUBUNGAN PEMERINTAH DAERAH DAN
DPRD
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
ETIKA PEMERINTAHAN
HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
KOMPETENSI*PEMERINTAHAN*
PRAKTEK*POLICY*FRAMEWORK*
TEORETIS*
32*URUSAN*PEMERINTAHAN*YANG*DIDESENTRALISASIKAN*DAPAT*DIJALANKAN*OLEH*DAERAH*
KESEJAHTERAAN*RAKYAT* PELAYANAN*PUBLIK* DAYA*SAING*DAERAH*
MEMASTIKAN*
INDEKS*PEMBANGUNAN*MANUSIA* INDEKS*KEPUASAN*MASYARAKAT* INDEKS*DAYA*SAING*DAERAH*
6
Dari gambar di atas terlihat bahwa kompetensi pemerintahan memiliki
cakupan yang spesifik namun sangat komprehensif dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Spesifik karena kompetensi pemerintahan memiliki
kharakteristik yang berbeda dengan kompetensi managerial, teknis maupun sosial
kultural baik dalam hal substansi maupun pendekatan. Sedangkan komprehensif
karena kompetensi pemerintahan tidak saja mencakup hal-‐hal yang bersifat teknis
dalam penyelenggaraan pemerintahan, namun juga kemampuan dalam pengambilan
keputusan atau perumusan kebijakan pemerintahan. Dengan kata lain bahwa ASN
yang memiliki kompetensi pemerintahan, mencerminkan kemampuan dalam
pengambilan keputusan (leadership capacity) maupun teknis pemerintahan
(governance-‐technical capacity), serta kemampuan dalam penerapan kebijakan yang
bersifat asimetris berdasarkan karakteristik sosial, budaya maupun adat istiadat di
setiap daerah (sosial kultural).
Melihat fenomena di atas, maka dalam konteks penyelenggaraan
pemerintahan daerah, kompetensi manajerial, teknis maupun sosial kultural yang
dimiliki oleh ASN belum cukup untuk menjawab kebutuhan serta tantangan di daerah
yang sangat turbulen. Di sinilah pentingnya kompetensi pemerintahan bagi ASN
untuk memastikan bahwa kompetensi manajerial, teknis dan sosial kultural dapat
berfungsi dengan baik. Dengan demikian, dalam tata kelola pemerintahan daerah,
kompetensi pemerintahan dan tiga kompetensi ASN (Manajerial, teknis dan sosial
kultural) bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, namun justeru
saling melengkapi dan menguatkan. Demikian juga sebaliknya, penguasaan
kompetensi pemerintahan saja tanpa dilengkapi dengan kompetensi ASN, tidak akan
dapat menemukan formulasi yang komprehensif dalam tata kelola pemerintahan di
daerah.
Gambar 3
7
Gambaran diatas mendorong Kementerian Dalam Negeri untuk mengambil
kebijakan yang mengatur tentang pentingnya pemenuhan kompetensi pemerintahan
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Oleh karena itu UU nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 233 Ayat (1) s.d Ayat (5) menyebutkan
bahwa ASN yang menduduki jabatan kepala organisasi perangkat daerah serta secara
mutatis mutandis bagi pejabat administrator pengawas harus memenuhi kompetensi
pemerintahan, sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 233 ayat (2).
Urgensi Diklat Pimpemdagri Penguasaan kompetensi pemerintahan bagi ASN di lingkungan Kemendagri
dan Pemerintah Daerah -‐sebagaimana disebutkan dalam Pasal 233 UU Nomor 23
Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah-‐ adalah kebutuhan yang tidak bisa
dihindarkan dan oleh karenanya harus dibuktikan dengan sertifikat kompetensi. Hal
tersebut untuk keabsahan secara hukum maupun faktual bahwa kompetensi
pemerintahan harus dapat benar-‐benar terukur sehingga dapat memberikan dampak
yang positif bagi kerja seorang ASN dalam menjalankan tugas fungsinya. Sertifikasi
kompetensi pemerintahan inilah yang memberikan jaminan bahwa seorang ASN yang
menduduki jabatan di pemerintahan daerah harus memiliki pengetahuan,
keterampilan dan sikap perilaku dalam menjalankan urusan pemerintahan yang telah
dilimpahkan oleh pemerintah kepada daerah melalui kebijakan desentralisasi dan
otonomi daerah.
KOMPETENSI*MANAJERIAL*
KOMPETENSI*TEKNIS*
KOMPETENSI*SOSIAL*
KULTURAL*
KOMPETENSI*PEMERINTAHAN*
Kompetensi* Pemerintahan* menjadi*core% competency* untuk* memas@kan*bahwa* kompetensi* manajerial,*kompetensi* teknis* dan* kompetensi*sosial* kultural* dapat* berfungsi*dengan*baik*dalam*penyelenggaraan*pemerintahan*(GOVERNABILITY)*
Kompetensi* Pemerintahan* adalah* kemampuan* dan* karakteris@k* yang*dimiliki* oleh* seorang* Pegawai* Aparatur* Sipil* Negara* yang* diperlukan*untuk* melaksanakan* tugas* pengelolaan* pemerintahan* sesuai* jenjang*jabatannya*di* lingkungan*Kementerian*Dalam*Negeri*dan*Pemerintahan*Daerah*secara*profesional.*
8
Secara umum kompetensi seseorang ASN dapat diperoleh dari pendidikan
formal maupun norformal, pendidikan dan pelatihan, pengalaman penugasan dsb.
Dengan demikian untuk membuktikan kompetensinya, seorang ASN harus mengikuti
uji sertifikasi kompetensi pemerintahan yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi
sesuai peraturan perundang-‐undangan yang berlaku. Dengan demikian, ASN yang
telah meduduki jabatan pengawas sampai dengan Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT)
Madya di lingkungan Kemendagri dan Pemerintah Daerah dapat mengikuti uji
sertifikasi kompetensi pemerintahan di Lembaga Sertifikasi Profesi Pemerintahan
Dalam Negeri (LSP-‐PDN) baik yang ada di pusat maupun di provinsi. Jika dalam uji
sertifikasi kompetensi ASN tersebut dinyatakan kompeten, maka ASN tersebut layak
untuk tetap menduduki jabatan tersebut. Namun sebaliknya, jika pegawai ASN
tersebut dinyatakan belum kompeten, maka yang bersangkutan direkomendasikan
untuk mengikuti Diklat Pimpemdagri. Demikian juga bagi pegawai ASN yang
dipersiapkan untuk menduduki jabatan pengawas sampai dengan JPT Madya, maka
yang bersangkutan harus memiliki sertifikasi kompetensi pemerintahan sebagai
persyaratan legal formal untuk menduduki jabatan tertentu di lingkungan
Kemendagri dan pemerintah daerah. Dengan demikian, Diklat Pimpemdagri ini
sangat mengedepankan aspek efisiensi dalam pengembangan kompetensi ASN,
karena tidak mengharuskan atau mewajibkan semua pejabat ASN untuk mengikuti
diklat pimpemdagri, melainkan hanya bagi mereka yang secara legal formal
dinyatakan belum memiliki sertifikasi kompetensi pemerintahan yang dikeluarkan
oleh LSP-‐PDN atau bagi pegawai ASN yang dipersiapkan untuk menduduki jabatan di
OPD. Kebijakan ini didasarkan pada pemikiran bahwa pemerintah tidak bisa
menyimpulkan secara general semua pejabat OPD dianggap tidak kompeten,
sehingga diwajibkan mengikuti diklat tanpa dilakukan pemetaan atau pengujian
terhadap kompetensi ASN tersebut. Namun sebaliknya, DIklat Pimpemdagri ini di
desain sebagai sebuah jawaban atas “kebutuhan” ASN terhadap kompetensi
pemerintahan, dengan melihat track record kinerja (performance) ASN.
Gambar 4
9
Melihat skema di atas, maka Diklat Pimpemdagri merupakan wujud nyata dari
penyelenggaraan diklat yang berbasis kompetensi (competency-‐based training),
dimana diklat ini dilaksanakan untuk menjawab kesenjangan kompetensi
pemerintahan yang dihadapi oleh seorang pegawai ASN. Hal inilah yang membedakan
dengan diklat lainnya, karena diklat Pimpemdagri dilaksanakan atas tuntutan
kompetensi yang dibutuhkan oleh pegawai ASN dalam menjalankan tugas fungsinya.
Dengan kata lain diklat Pimpemdagri ini sangat menekankan prinsip efisiensi dan
efektifitas dalam penyelenggaraannya, karena hanya diperuntukkan bagi pegawai
ASN yang secara legal formal belum memiliki sertifikasi kompetensi pemerintahan.
Gambar 5
Melihat pentingnya kompetensi pemerintahan tersebut maka selanjutnya
pemerintah menerbitkan PP Nomor 12/2017 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang menetapkan bahwa
Diklat Pimpemdagri sebagai salah satu instrumen pengembangan kompetensi
UU"23/2014"Pasal"233"Ayat"(1)"s.d"(5)"
UJI"SERTIFIKASI"KOMPETENSI"
PEMERINTAHAN"
SETIAP"PEJABAT"KEPALA"OPD,ADMINISTRATOR"DAN"PENGAWAS""WAJIB"MEMILIKI"KOMPETENSI"
PEMERINTAHAN"
DAPAT"LANGSUNG"MENGIKUTI"
DIKLAT"PIMPMEDAGRI"
JIKA"DINYATAKAN"BELUM"KOMPETEN,"MAKA"WAJIB"
MENGIKUTI"
MBELAJARAN"SECARA"TEORITIS"
PEMBELAJARAN"ASPEK"LEGALIPOLICY"
FRAMEWORK"
PEMBELAJARAN"ASPEK"LEADERSHIPIPRACTICE"
KOMPETENSI"PEMERINTAHAN"
Kemampuan"dan"karakterisRk"yang"dimiliki"oleh"seorang"Pegawai"ASNyang"diperlukan"untuk"melaksanakan"tugas"pengelolaan"pemerintahan"di"lingkungan"Kemendagri"dan"
Pemda"secara"profesional."
DIBUKTIKAN"MELALUI"
PEMIMPIN"YANG"PROFESIONAL"
Organisasi(
Individu(Jabatan(
KEBUTUHAN((DIKLAT(
PIMPEMDAGRI(
KOMPETENSI(PEMERINTAHAN(YANG(ADA(SAAT(
INI(
KOMPETENSI(PEMERINTAHAN(
YANG(DIHARAPKAN(
KESENJANGAN KOMPETENSI
PEMERINTAHAN ASN
Penilaian terhadap
10
pemerintahan bagi aparatur Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.
Hal ini tidak terlepas dari peran Kemendagri sebagai poros pemerintahan dan
sebagai pembina umum penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga diklat
Pimpemdagri ini akan semakin memantapkan dan menguatkan pola hubungan
antara pusat dan daerah (perekat NKRI) dan sekaligus dapat mendorong
keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dan jati diri pemerintahan dalam
negeri.
Diklat Pimpemdagri juga sangat relevan dengan tantangan yang dihadapi
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah saat ini. Persaingan global yang
sudah sangat terbuka, mengharuskan daerah mampu mewujudkan birokrasi
berkelas dunia (world class bureaucracy) yang mencirikan profesionalisme,
transparan, inovatif dan berkelas dunia. Lambatnya pencapaian Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), lambannya penerapan Standar Pelayanan
Minimum (SPM) dalam pelayanan publik, maupun rendanya daya saing daerah
dalam mengembangkan potensi lokal selama ini lebih banyak diwarnai oleh peran
birokrasi yang lebih sebagai source of problem, daripada world of solution.
Semakin terbukanya informasi publik dan penggunaan teknologi informasi
dalam pelayanan publik, mendorong birokrasi pemerintah daerah harus semakin
proaktif dan dinamis dalam menjawab kebutuhan masyarakat. Birokrasi tidak lagi
bisa menunggu masyarakat yang datang meminta pelayanan, namun peka dan
responsif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sebelum atau tanpa diminta.
Paradigma dynamic governance menuntut birokrasi tidak lagi bertindak sebagai
“reaksi” atas permintaan masyarakat, namun harus melakukan “aksi” sebagai
eksistensi sebagai hadirnya pemerintah bagi masyarakatnya. Pada saat yang
sama, wujud pelayanan pemerintah juga harus semakin ditingkatkan. Memasuki
era transparansi global yang membuat negara tanpa batas (borderless state),
masyarakat semakin kritis dalam membandingkan kualitas pelayanan birokrasi
dengan negara lain. Oleh karenanya, birokrasi pemerintahan harus semakin
memperbaiki kinerja pelayanan publiknya jika ingin memenangkan persaingan
global, misalnya dalam mendorong tumbuhnya investasi, memperluas ekspansi
pasar dsb. Dengan kata lain, penerapan Total Quality Governance sudah tidak
mungkin lagi ditunda, jika bangsa Indonesia ingin menjadi pemenang.
11
Berbagai fenomena tersebut semakin menguatkan pentingnya diklat
Pimpemdagri bagi pegawai ASN di daerah. Diklat ini tidak saja memberikan
pemahaman secara teoritis terhadap kompetensi pemerintahan, namun juga
pemahaman terhadap aspek hukum dari suatu kebijakan (legal-‐policy framework)
maupun pengalaman empiris dari implementasi kebijakan melalui pembelajaran
yang berbasis simulasi atas kasus tertentu.
Gambar 6
Skema di atas memperlihatkan bahwa diklat Pimpemdagri menggunakan
pendekatan integratif dalam mengembangkan kompetensi ASN. Hal tersebut
mengingat berbagai permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan teoritis saja, namun juga membutuhkan
pendekatan lain secara komprehensif dan berkesinambungan.
Metode Pembelajaran Diklat Pimpemdagri Diklat Pimpemdagri dilakukan secara terstruktur dan berjenjang,
sebagaimana kebutuhan kompetensi yang berbeda untuk setiap level jabatan. Oleh
karenanya desain pembelajaran baik mencakup standar kompetensi lulusan,
kurikulum, metode pembelajaran, tenaga pengajar maupun sarana-‐prasarana sampai
dengan uji kompetensi disiapkan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Motode
pembelajaran Diklat Pimpemdagri di desain dengan mengintegrasikan pendekatan
diklat berbasis kinerja (performance-‐based training) dan diklat berbasis kompetensi
(competency-‐based training). Integrasi dua pendekatan ini dimaksudkan untuk
SKKPDN&
PRACTICAL&EXPERIENCE&
EXPLICIT&AND&TACIT&
KNOWLEDGE&
LEADERSHIP&CAPACITY&
SP2PDN&
UU&NO.&5/2014&
7&UNIT&KOMPETENSI&PEMERINTAHAN&
UU&NO.&23/2014&
PP&NO.&12/2017&
PP&38/2017&
PERMENDAGRI&
85/2017&
12
meyakinkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan kompetensi yang
terukur melalui standar kompetensi pemerintahan, dan pada saat yang sama diklat
harus mampu memberikan jaminan bahwa kompetensi pemerintahan harus
memberikan dampak bagi peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Oleh karena itu penyelenggaraan Diklat Pimpemdagri mengacu kepada
Standar Kompetensi Kinerja Pemerintahan Dalam Negeri (SKKPDN) yang diatur
dalam Permendagri Nomor 108 Tahun 2017 tentanga Kompetensi Pemerintahan,
yang kemudian diterjemahkan ke dalam Standar Perangkat Pembelajaran
Pemerintahan Dalam Degeri) SP2PDN.
Pembelajaran pada Diklat Pimpemdagri dirancang untuk memberikan
pengetahuan, keterampilan maupun sikap perilaku yang mendasarkan pada
pentingnya pemahaman bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah harus
mengacu pada perpaduan aspek teoretis, policy/legal framework maupun
pemahaman terhadap paktek pemerintahan daerah. Dengan demikian metode
pembelajaran pada Diklat Pimpemdagri menekankan pada kemampuan mengelola
kebijakan (leadership) untuk semua level jabatan pada Kemendagri maupun
Pemerintah Daerah. Dengan demikian kata “kepemimpinan“ yang melekat pada
Diklat pimpemdagri dengan diklat kepemimpinan yang diselenggarakan oleh LAN,
secara implisit memiliki irisan yang saling melengkapi yakni kemampuan untuk
melakukan pengambilan keputusan (decision making) dan kemampuan untuk
mengelola program/kegiatan (program management).
Gambar 7
13
Pada tahap awal pembelajaran, setiap peserta harus mampu menemukenali
isu-‐isu (permasalahan maupun peluang) yang terdapat dalam organisasi masing-‐
masing, yang dikenal dengan agenda Defien A Problem. Kemudian seluruh peserta
melakukan identifikasi isu-‐isu tersebut dan merumuskannya sesuai dengan
keterkaitan isu-‐isu yang terjadi dalam sekala luas/nasional. Hal ini dimaksudkan agar
peserta dapat melihat isu-‐isu organisasi dari perspektif yang lebih luas. Selanjutnya
dilakukan penyeleksian isu-‐isu tersebut ke dalam rumusan isu yang krusial yang
dianggap penting untuk mendapatkan pemecahan secara holistik dan komprehensif.
Dari isu krusial ini selanjutnya dipilih salah satu isu (core isu) yang nantinya akan
digunakan sebagai bahan pembelajaran pada tahap selanjutnya. Pemilihan dari isu-‐
isu organisasi menjadi core isu ini dilakukan melalui penapisan isu dengan
menggunakan indikator yang tertuang dalam Permendagri Nomor 86 Tahun 2017
tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah.
Gambar 8
DEFINE&A&PROB,&LEM&
CLASICAL&&LEARNING&
&STAND&KOMP&&PEM
ON&THE&SPOT&LEARNING&&
COMPARATIVE&STUDY&
MANAJEMEN&PEMERINTAHAN&
OLAH&KEPEMIMPINAN&
GELADI&
BACKHOME&ACTION&PLAN&
UJI&KOMPETENSI&
PENGUATAN&DARI&ASPEK&POLICY&FRAMEWORK&
PENGUATAN&DARI&ASPEK&TEORETIS&
PENGUATAN&PADA&ASPEK&TACIT&KNOWLEDGE&
PENGUATAN&PADA&ASPEK&EXPLICIT&KNOWLEDGE&
EXPECTING&PERFORMA
NCE&
EXISTING&PERFORMA
NCE&
PERFORMANCE&GAP&
14
Isu organisasi/instansi yang dihadapi oleh peserta tentu saja dipengaruhi oleh
banyak faktor, seperti pemahamam konseptual terhadap isu tersebut, pemahaman
terhadap regulasi yang terkait, maupun kerangka kebijakan yang yang diambil oleh
pemerintah yang berdampak pada organisasi tersebut dsb. Di sinilah pentingnya
penguatan dari aspek teoritis/konseptual serta pemahaman terhadap regulasi
maupun kebijakan bagi peserta, yang dilakukan melalui pembelajaran di kelas
(classical learning) maupun pembelajaran pada lokasi dimana ada peristiwa yang bisa
dijadikan bahan pembelajaran (on the spot learning). Pembelajaran on the spot
learning disini dimaksudkan bahwa untuk memahami core isu secara komprehensif,
maka dilakukan pembelajaran pada lokus dimana isu/permasalahan tersebut terjadi
(bad practice), sehingga peserta dapat menggali berbagai faktor yang menyebabkan
timbulnya permasalahan tersebut, bagaimana eskalasi dampak dsb.
Selanjutnya peserta Diklat Pimpemdagri perlu melakukan studi komparatif
(comparative study) terhadap praktek keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan
pada daerah atau instansi lain (best practice), mengingat kinerja penyelenggaraan
pemerintahan sangat dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang berbeda. Oleh
karena itu, studi komparatif dimaksudkan untuk memberikan pemahaman, wawasan
serta mendorong munculnya inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf d PP Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi
Daerah yang menyatakan bahwa inovasi daerah dilakukan terhadap urusan
SKEMA&PEMBELAJARAN&PADA&&AGENDA&DEFINE&A&PROBLEM&
Organiza(on's,issues, Public,Issues, Crucial/problema(c,Issues,
Core,Issue,
1,
15
pemerintahan yang telah menjadi kewenangan daerah. Pemilihan lokasi studi
komparatif ini perlu dilakukan dengan melihat pada beberapa aspek seperti
aksesibilitas, nilai kebaruan yang dapat dipelajari (lesson learned) untuk
menyelesaikan core isu yang telah ditetapkan, maupun aspek lain yang dapat
memberikan nilai tambah bagi peserta.
Berbagai permasalahan organisasi maupun inovasi yang muncul selama
proses pembelajaran tersebut selanjutnya perlu disimulasikan dalam media
pembelajaran berbasis kasus (case-‐based learning) melalui agenda geladi. Skenario
pembelajaran geladi ini dimaksudkan untuk memberikan kemampuan bagi peserta
melalui praktek langsung dalam melakukan mengidentifikasi isu, menyusun alternatif
tindakan, komunikasi dengan stakholder serta membangun kolaborasi untuk
menciptakan sinergi dalam pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin
organisasi terhadap permasalahan yang krusial dan strategis. Pembelajaran Geladi
dilakukan dua tahap yakni geladi manajemen pemerintahan dan geladi olah
kepemimpinan. Geladi manajemen pemerintahan dimaksudkan untuk memberikan
pengetahuan dan keterampilan secara praktis-‐simulatif di dalam kelas melalui
serangkaian tindakan yang harus dilakukan oleh seorang pejabat ASN dalam
merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengevaluasi suatu tindakan
sebagai reaksi atas suatu isu atau permasalahan yang terjadi. Dengan demikian geladi
manajemen pemerintahan ini lebih diarahkan untuk mendorong tumbuhnya sense of
managerial seorang pejabat ASN terhadap permasalahan-‐permasalah dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah, khususnya di organisasi masing-‐masing.
Selanjutnya geladi olah kepemimpinan dilakukan untuk mengasah dan
mengembangkan sense of leadership seorang pejabat ASN dalam menyelesaikan
permasalahan organisasi melalui serangkaian tindakan pengambilan keputusan yang
dilakukan di lapangan tugas yang sebenarnya. Tahap pembelajaran ini peserta tidak
saja mempraktekkan langsung kejadian atau peristiwa atas kasus tertentu, namun
juga berhadapan langsung dengan stakeholder yang terkait dengan
isu/permasalahan yang terjadi. Dengan pembelajarn ini diharapkan peserta dapat
berinteraksi langsung dengan berbagai pihak dan sekaligus merasakan pengaruh
lingkungan strategis terhadap isu/permasalahan yang terjadi.
16
Pada tahap akhir pembelajaran, peserta diwajibkan menyusun rencana tindak
lanjut yang akan dilakukan di organisasi/instansi masing-‐masing (back home action
project) . Rencana tindak lanjut ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan
dan wawasan dalam menyusun strategi, kebijakan, program maupun kegiatan
penting dalam menemukenali permasalahan organisasi, merumuskan penyelesaian
masalah, mengidentifikasi stakeholder serta menyusun langkah-‐langkah tindakan
efektif yang perlu dilakukan oleh seorang pemimpin. Rencana tindak lanjut ini
setidaknya dapat menggambarkan kebijakan apa yang akan dilakukan oleh peserta
setelah selesai mengikuti diklat pimpemdagri, apa hasil/out put yang akan dicapai
dari kebijakan tersebut, manfaat perubahan apa yang akan dirasakan oleh lingkungan
kerja/organisasi, serta dalam lingkup yang lebih besar manfaat apa yang akan
dirasakan oleh daerah atau bahkan nasional dari kebijakan tersebut.
Dengan melihat konstruksi pembelajaran pada diklat pimpemdagri ini, maka
sangat jelas bahwa diklat ini sangat berbeda dengan diklat kepemimpinan yang
diselenggarakan oleh LAN, baik dari aspek tujuan, pendekatan maupun standar
kompetensi yang akan dicapai. Walaupun berbeda, namun kedua jenis diklat
tersebut memilik irisan sinergis sebagaimana dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 9
NO# DIKLAT#PIMPEMDAGRI# DIKLAT#KEPEMIMPINAN#1.# Landasan#Hukum# UU#23/2014#tentang#Pemerintahan#
Daerah;#beserta#peraturan#turunannya#UU#5/2014#tentang#ASN,#beserta#peraturan#turunannya##
2.# Tujuan# Membekali#dan#mengembangkan#Kompetensi#Pemerintahan#dalam#Penyelenggaraan#Pemerintahan#Daerah#
Memenuhi#kebutuhan#kompetensi#Manajerial#
3.# Pendekatan# Integrasi#antara#Diklat#Berbasis#Kompetensi#(Competency+based0Training)#dan#Diklat#Berbasis#Kinerja#(Performance+based0training).0
Diklat#berbasis#jabatan#
4.# Sistem#Pembelajaran#
Comprehensive#system#(memadukan#aspek#teoriOs,#pendekatan#hukum#dan#kebijakan,#praktek#,simulasi#dan#rencana#aksi)#
OnSoff#class#
5.# Standar#Kelulusan# Uji#Kompetensi#Pemerintahan# Laboratorium#Kepemimpinan#(Proyek#Perubahan)#
6.# Sasaran# ASN#di#Kementerian#Dalam#Negeri#dan#Pemerintah#Daerah#(yang#menduduki#jabatan#pengawas#s.d#JPT#Madya)#
ASN#
17
Kesimpulan Penyelenggaraan pemerintahan daerah mengalami dinamika yang sangat
tinggi seiring dengan meningkatnya perkembangan lingkungan strategis yang
mempengaruhinya seperti persaingan global, perkembangan teknologi informasi,
meningkatknya pengetahuan dan kesadaran masyarakat dsb. Oleh karenanya
pegawai ASN penyelenggara pemerintahan daerah tidak saja membutuhkan
kompetensi manajerial, teknis dan sosial kultural, namun juga membutuhkan
kompetensi pemerintahan yang sangat penting dalam penyelesaian setiap
permasalahan pemerintahan saat ini.
Secara yuridis, filosofis maupun sosiologis Diklat Pimpemdagri ini tidak perlu
diragukan kemanfaatanya, karena tidak saja menggunakan pendekatan diklat
berbasis kompetensi, namun juga diklat berbasis kinerja. Sehingga setelah mengikuti
diklat pimpemdagri yang dibuktikan dengan sertifikasi kompetensi pemerintahan ini,
diharapkan pejabat ASN memiliki kinerja yang lebih unggul, khususnya dalam
mengatasi permasalahan yang terjadi di organisasinya. Oleh karenanya diklat ini di
desain dengan metode yang lebih integratif dengan memadukan aspek teoritis,
praktek, simulasi dan penyusunan rencana aksi.
Dengan melihat fenomena di atas, maka semakin jelas bahwa Diklat
Pimpemdagri dan Diklat Kepemimpinan memiliki peran yang sinergis sebagaimana
dua sisi mata uang yang saling memberikan nilai bagi pengembangan kompetensi
ASN. Oleh karena itu konstruksi pengkajian pada kedua diklat tersebut seyogyanya
bukan pada sudut pandang perbedaan yang memunculkan dikotomi, namun melihat
pada sisi urgensi yang bisa saling melengkapi dan sinergis.
Pengembangan kompetensi ASN kedepan seyogyanya dilakukan secara
proporsional dan komprehensif. Kompetensi manajerial, teknis, sosial kultural
maupun kompetensi pemerintahan menjadi kebutuhan ASN yang saling melengkapi,
sehingga harus dilakukan secara berkesinambungan dengan mendasarkan kepada
pemenuhan standar kebutuhan kompetensi jabatan yang ditetapkan. Oleh karena itu
penyelenggaraan diklat harus senantiasa dilakukan berdasarkan standar kompetensi
yang disusun oleh lembaga yang memiliki kewenangan tersebut. Sebagai contoh,
seyogyanya LAN menyiapkan standar kompetensi manajerial dalam penyelenggaraan
DIklatpim, Kemendagri menyiapkan standar kompetensi pemerintahan dalam
18
pelaksanaan Diklat Pimpemdagri. Pada saat yang sama kementerian teknis/sektoral
harus segera menyiapkan standar kompetensi teknis yang harus dimiliki oleh
pegawai ASN. Sedangkan untuk pemenuhan kompetensi sosial kultural, seyogyanya
lembaga seperti Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (KemenPAN-‐RB), Badan Kepegawaian Negara (BKN) maupun Pemerintah
Daerah secara terintegrasi dapat menyiapkan standar kompetensi, mengingat
lembaga-‐lembaga tersebutlah yang secara langsung terkait dengan manajemen ASN
khususnya dalam melihat aspek pengalaman penugasan, catatan kepribadian
maupun aspek-‐aspek lain yang terkait dengan pemenuhan kompetensi sosial
kultural. Dengan demikian diharapkan pengembangan kompetensi ASN ke depan
tidak akan terjadi overlapping maupun redundansi, sehingga dapat dilakukan secara
lebih efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
19
§ Andrew, Christina W and Michiel S. de Vries, “High Expectation, Varying Outcomes:
Decentralization and Participation in Brazil, Japan, Russia and Sweden”,
http://ras.sagepub.com/cgi/content/abstract/73/3/424.
§ Undang-‐Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;
§ Undang-‐Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
§ Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
§ Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah;
§ Permendagri Nomor 85 Tahun 2017 tentang Pendidikan dan Pelatihan
Kepemimpinan Pemerintahan Dalam Negeri