tugas tafsir ekonomi 2

33
Kritik Ayat Al-Quran Tentang Kapitalisme dan Sosialisme A. Pengertian Kapitalisme "Capital may be most briefly described as wealth used in producing more wealth and capitalism is the system directing that process" is the definition of capitalism given by Encyclopedia Britannica. The term is of socialistic origin. It gained currency towards the second half of the nineteenth century. It denotes the world wide process of organizing production or trade on individualistic basis. Men with the help of previously accumulated wealth, but more often utilizing money borrowed on interest, seek profit and fortune for themselves by employing the mass of human labour for wages. 1 Kapitalisme atau Kapitalis adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama, tapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untuk kepentingan- kepentingan pribadi. Walaupun demikian, kapitalisme sebenarnya tidak memiliki definisi universal yang bisa diterima secara luas. Beberapa ahli mendefinisikan 1 Syaikh Mahmud Ahmed, Economics of Islam, (New Delhi: Idaroh Adabiyat Delli, 1980), hal.1

Upload: habib-husnan

Post on 03-Aug-2015

136 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: tugas tafsir ekonomi 2

Kritik Ayat Al-Quran Tentang Kapitalisme dan Sosialisme

A. Pengertian Kapitalisme

"Capital may be most briefly described as wealth used in producing more wealth and

capitalism is the system directing that process" is the definition of capitalism given by

Encyclopedia Britannica. The term is of socialistic origin. It gained currency towards

the second half of the nineteenth century. It denotes the world wide process of

organizing production or trade on individualistic basis. Men with the help of previously

accumulated wealth, but more often utilizing money borrowed on interest, seek profit

and fortune for themselves by employing the mass of human labour for wages.1

Kapitalisme atau Kapitalis adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal

bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip

tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan

bersama, tapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untuk kepentingan-

kepentingan pribadi. Walaupun demikian, kapitalisme sebenarnya tidak memiliki

definisi universal yang bisa diterima secara luas. Beberapa ahli mendefinisikan

kapitalisme sebagai sebuah sistem yang mulai berlaku di Eropa pada abad ke-16 hingga

abad ke-19, yaitu pada masa perkembangan perbankan komersial Eropa di mana

sekelompok individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu

yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama

barang modal, seperti tanah dan manusia guna proses perubahan dari barang modal ke

barang jadi. Untuk mendapatkan modal-modal tersebut, para kapitalis harus

mendapatkan bahan baku dan mesin dahulu, baru buruh sebagai operator mesin dan

juga untuk mendapatkan nilai lebih dari bahan baku tersebut.2

1 Syaikh Mahmud Ahmed, Economics of Islam, (New Delhi: Idaroh Adabiyat Delli, 1980), hal.1 2 (Id.wikipedia.org/wiki/Kapitalisme)

Page 2: tugas tafsir ekonomi 2

B. Ayat-Ayat Kapitalisme

Surah Al-Hasyr ayat 7:

Artinya:

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya

(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk

Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan

orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di

antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul

kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka

tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat

keras hukumannya.3

Kata kunci:

Harta rampasan=

Anak yatim =

Orang miskin =

Tafsir Surah Al-Hasyr ayat 7:

Allah berfirman: Apa saja dari harta fai’i, yakni harta rampasan, yang dikembalikan,

yakni diserahkan Allah pada RasulNya, dari harta benda yang berasal dari penduduk negeri

dimana dan kapan pun maka semuanya adalah milik Allah. Dialah yang berwenang dalam

membaginya. Dia telah menetapkan bahwa harta rampasan itu menjadi milik Rasul atau

3 Al-Qur’an, surah 59: 7

Page 3: tugas tafsir ekonomi 2

pemimpin yang tertinggi umat setelah wafatnya Rasul SAW. Para kerabat Rasul , anak-anak

yatim, orang-orang miskin, dan ibn as-sabil, yakni orang yang terlantar pada perjalanan.

Pada masa sekarang hubungan antara daerah ke daerah lain sudah lancar dan mudah,

dapatlah orang yang kehabisan belanja meminta belanjanya kekampungnya. Oleh karena itu pada

dewasa ini boleh dikatakan tak ada lagi ibnu sabil. Demikianlah keadaan ibnu sabil, apabila kita

artikan dengan orang yang didalam perantauan yang kehabisan belanja yang tak mudah

mendatangkan belanja dari kampungnya.4

Pada masa Rasul SAW. Harta fai’i itu dibagi menjadi dua puluh lima bagian, dua puluh

menjadi milik Rasul SAW. Beliau salurkan sesuai dengan kebijaksanaan beliau, baik untuk diri

dan keluarga yang beliau tanggung ataupun selain mereka. Sedangkan, lima bagian sisanya itu

dibagikan sebagaimana pembagian harta ghanimah. Menurut pandangan imam Syafi’i

dibagikan kepada orang mujahidin dan mujtahidin yang selalu membela negara. Menurut

pendapat yang lain, disalurkan untuk masyarakat umum berdasarkan prioritas kepentingan dan

kebutuhan. Adapun bagian Rasul dari ghanimah, ulama sepakat bahwa ia dibagikan untuk

kepentingan kaum muslimin.5

Allah Swt. berfirman: Mâ afâ’a Allâh ‘alâ Rasûlih min ahl al-qurâ (apa saja harta

rampasan [fai’] yang diberikan Allah kepada RasulNya yang berasal dari penduduk kota-kota).

Secara bahasa, kata afâ’a berarti radda (mengembalikan). Dengan kata tersebut seolah ingin

dikatakan, sesungguhnya harta dan perhiasan itu diciptakan Allah SWT. Sebagai sarana bagi

hamba untuk ber-taqarrub kepada-Nya. Ketika harta itu digunakan tidak pada fungsinya atau

dikuasai oleh orang kafir yang menggunakannya, maka harta itu telah keluar dari tujuan awal

diciptakan. Sebaliknya, ketika harta itu beralih kepada Muslim yang membelanjakannya untuk

kebaikan, berarti telah kembali pada tujuan semula.

Selanjutnya dijelaskan mengenai alokasi harta fai’ itu. Allah SWT. berfirman: fa li Allâh

wa li al-Rasûl wa li dzî al-qurbâ wa al-yatâmâ wa al-masâkîna wa ibn al-sabîl (maka adalah

untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang

dalam perjalanan).6

4 T.M. Hasby Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang), hal.53, vol.105M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 530, vol. 1

6 alasyjaaripb.wordpress.com/.../pembagian-harta-secara-adil-tafsir-qs-... 10.28 / 7-6-12

Page 4: tugas tafsir ekonomi 2

Surah Al-Muthaffifin ayat 1-3:

kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) orang-orang yang apabila

menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau

menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.7

Kata kunci

Orang-orang curang =

Takaran[ timbangan] =

Mengurangi =

Tafsir Surah Al-Muthaffifin ayat 1-3:

Kata () wail, pada mulanya digunakan oleh pemakai bahasa arab sebagai doa

jatuhnya siksaan. Tetapi, Al-Qur’an menggunakan dalam arti ancaman jatuhnya siksaan, atau

dalam arti satu lembah yang sangat curam di neraka.

Kata al-muthaffifin terambil dari kata thaffa/meloncati, seperti meloncati pagar, atau

hampir seperti gelas yang tidak penuh tetapi mendekati hampir penuh. Bisa juga kata tersebut

diambil dari kata ath-thafaf, yakni yang bertengkar dalam penakaran dan penimbangan akibat

adanya kecurangan. Apapun makna kebahasaan itu, yang jelas ayat di atas menerangkan apa

yang dimaksud dengan kata tersebut. Kecelakaan, kebinasaan, dan kerugian akan dialami oleh

yang melakukan kecurangan dalam interaksi, ini adalah pangkal kecelakaan dunia dan kerugian

akhirat. Kecelakaan akhirat apabila dosa tersebut berkaitan dengan hak manusia maka suatu hari

7 Al-Qur’an, surah 83: 1-3

Page 5: tugas tafsir ekonomi 2

nanti akan menuntut pahala-pahala kebajikan yang pernah dilakukan yang mencuranginya itu,

diberikan kepadanya sebagai ganti dari kecurangannya itu.8

“Kecurangan dalam ayat ini diberi pengertian yang lebih luas. Kata itu meliputi

pengertian mengurangi ukuran atau timbangan, tetapi yang tercakup lebih dari itu. Dua ayat

berikutnya dapat memberi penjelasan bahwa yang tercela itu ialah jiwa yang tidak adil atau

terlalu sedikit memberi dan terlalu banyak meminta. Yang demikian itu dapat dilihat dalam

hubungan dagang.

Orang yang menuntut melebihi ukuran untuk keuntungannya sendiri daripada yang ia

inginkan untuk mengalah kepadanya. Dalam soal-soal keluarga atau masyarakat seorang atau

kelompok meminta keistimewaan, penghargaan atau pelayanan, dari pihaknya sendiri tidak mau

memberikan hal yang sama.

Yang demikian ini lebih buruk lagi dari sifat serakah yang berat sebelah, sebab yang

demikian itu berarti ketidak adilan ganda. Tetapi yang paling buruk dari semua itu adalah agama

dalam kehidupan rohani, dengan muka apa ia memohonkan karunia atau cinta kasih dari Allah

jika dia sendiri enggan memberikan kepada sesamanya? Ada suatu pernyataan yang sudah

menjadi pedoman hidup “berbuatlah seperti yang kau inginkan daripada orang lain berbuat

kepadamu”. Tetapi dalam ayat ini dinyatakan lebih lengkap. Kita harus memberikan sepenuhnya

apa yang layak dari pihak kita, baik dengan harapan atau keinginan mendapat perhatian dari

pihaknya atau tidak.9

Asbabun Nuzul Surah Al-Muthaffifin ayat 1-3:

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika Rasul SAW sampai ke Madinah,

diketahui bahwa orang-orang Madinah termasuk orang-orang yang paling curang dalam takaran

dan timbangan. Maka Allah menurunkan ayat ini (QS. 83: 1,2,3) sebagai ancaman kepada orang-

orang yang curang dalam menimbang suatu benda. Setelah ayat ini turun maka orang-orang

Madinah termasuk orang yang jujur dalam menimbang dan menakar.10

Pada saat Rasul SAW Masuk ke kota Madinah, beliau mengetahui penduduknya terdiri

dari orang-orang yang curang dalam menggunakan takaran/timbangan/ukuran diperdagangan.

8 M.Quraish Shihab, op.cit, hal.1429 Abdullah Yusuf Ali, Qur’an dan Terjemahan dan Tafsirnya, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), hal.157910 K.H.Q. Shaleh,dkk, Asbabun Nuzul, (Bandung: CV.Diponegoro, 1985), hal.577

Page 6: tugas tafsir ekonomi 2

Karena itu Allah SWT menurunkan ayat ke-1,2,3 dari surah Al-Muthaffifin sebagai ancaman

bagi mereka. Setelah turun ayat ini, maka orang-orang Madinah segera mengubah sikapnya,

sehingga menjadi orang-orang yang jujur dalam suatu perdagangan jual-beli, (HR.Nasai dan

Ibnu Majah dengan isnad yang shahih dari Ibnu Abbas).11

Imam An-Nasai dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih meriwayatkan dari Ibnu

Abbas yang berkata, “ketika Nabi SAW. Baru saja tiba di Madinah, orang-orang disana masih

sangat terbiasa mengurang-ngurangi timbangan dalam jual-beli. Allah lantas menurunkan ayat,

celakalah bagi orang-orang yang curang dalam menakar dan menimbang, setelah turunnya ayat

ini, mereka selalu menepati takaran dan timbangan.12

Surah Al-An’am ayat 141:

Dan Dialah yang menjadikan tanaman yang berjunjung/merambat dan

yang tidak berjunjung/merambat, pohon kurma,tanam-tanaman yang

bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan

warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang

bermcam-macam itu) bila ia berubah, dan tunaikanlah haknya dihari

memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu

11 A.Mudjab Mahalli, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur’an, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal.88212 Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabun Nuzul, (Jakarta: Gema Insani, 2008), hal.619

Page 7: tugas tafsir ekonomi 2

berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang

berlebihan.13

Kata Kunci

= Mengadakan makhluk hidup dan mengasuhnya, juga mengadakan segala

sesuatu yang menjadi sempurna secara berangsur-angsur. Seperti mengadakan awan,

perkampungan.

= Taman-taman dan kebun anggur yang lebat pohonnya. Karena kebun seperti itu

menutupi tanah dibawahnya yang membuatnya tidak kelihatan.

= Tanaman-tanaman yang dicagak pada tiang-tiang penyangga. Yaitu

junjungan-junjungan yang dibuat dari kayu dan bambu, yang diatasnya diletakkan batang

tanaman-tanaman itu hingga seperti atap rumah.

= Tanaman yang batangnya tidak diletakkan diatas junjungan.

Maksudnya, bahwa kebun itu ada dua macam. Yaitu kebun-kebun yang memakai

junjungan-junjungan, seperti pohon anggur dan kebun yang tidak memakai junjungan,

kebun-kebun yang berisi bermacam-macam pohon yang batangnya tumbuh lurus, tidak

merambat ke pohon lainnya.

= (Huruf hamzah dan kaf memakai dhammah): sesuatu yang dimakan.

= Maksudnya serupa warna, bentuk dan rasanya jika dilihat dengan mata.

= Tidak sama rasanya.14

Tafsir Surah Al-An’am ayat 141:

Adapun tujuan ayat 141 ini adalah untuk menggambarkan betapa besar nikmat Allah

serta untuk melarang segala yang mengantar kepada melupakan nikmat-nikmatNya. Karena itu,

ayat yang lalu (ayat 99 pada surat yang sama) ditutup dengan menyatakan: Perhatikanlah

buahnya diwaktu pohonnya berbuah, dan perhatikan juga kematangannya, sedang di ayat 141

menyatakan: “Makanlah dari buahnya bila ia berbuah.”

Allah jugalah yang menciptakan buah-buahan seperti zaitun dan delima yang serupa

dalam beberapa segi seperti bentuk dan warnanya, padahal semua tumbuh di atas tanah yang

13 Al-Qur’an, surah, 6: 14114 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV.Toha Putra, 1993), hal.82-83

Page 8: tugas tafsir ekonomi 2

sama dan di siram dengan air yang sama. Makanlah sebagian buahnya yang bermacam-macam

itu bila ia berbuah, dan tunaikanlah dari sebahagian yang lain haknya dihari memetik hasilnya

dengan bersedekah kepada yang butuh dan janganlah kamu berlebih-lebihan dalam segala hal,

yakni jangan menggunakan sesuatu atau memberi maupun menerima sesuatu yang bukan pada

tempatnya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai, yakni tidak merestui dan melimpahkan anugrah

kepada orang-orang yang berlebih-lebihan dalam segala hal karena tidak ada kebajikan dalam

pemborosan, apapun pemborosan itu, tidak juga di benarkan pemborosan walau dalam kebajikan.

“Jangan membasuh wajah dalam berwudhu lebih dari tiga kali, walau anda berwudhu ditengah

sungai yang mengalir”. Demikian sabda Nabi SAW.

Perintah makan dalam firmanNya: Makanlah sebahagian buahnya bila ia berbuah

bermakna izin memakannya, bukan anjuran apalagi kewajiban. Sedang, kata idza bila yang

mengandung makna waktu, disamping menunjukan bahwa buah tersebut tidak selalu ada

sepanjang tahun, juga untuk mengisyaratkan bolehnya memakan buah itu sebelum ditunaikan

haknya.

Disisi lain, masih menurut Ibnu Asyur, kewajiban menyisihkan sebagian harta untuk fakir

miskin merupakan satu hal yang sangat dibutuhkan dalam rangka mendukung fakir miskin dari

kalangan kaum muslimin yang ketika itu cukup banyak karena yang memeluk Islam sering kali

diusir oleh keluarganya atau tuan-tuan mereka tanpa diberi hak-haknya. Bahwa perintah

memungut zakat dalam fimanNya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu

kamu membersihkan dan menyucikan mereka” (QS. At-Taubah [9]: 103), perintah ini boleh jadi

dalam konteks menyebut kadarnya atau berfungsi menguatkan perintah-perintah sebelumnya.

Kata hashaad (memetik) dijadikan sebagai waktu penunaian kewajiban atau tuntutan

memberi kepada orang lain karena biasanya memetik hasil tanaman bertujuan untuk

menghimpun dan menyisihkannya untuk masa datang atau untuk menjualnya. Alhasil, pemetikan

bukan bertujuan memenuhi kepentingan mendesak untuk dimakan oleh pemilik dan keluarganya

pada hari-hari terjadinya pemetikan itu.

Dahulu, mayoritas ulama membatasi jenis-jenis tertentu dari tumbuhan dan buah-buahan

yang wajib dizakati. Imam Malik berpendapat bahwa yang wajib dizakati hanya yang dapat

disimpan dan yang merupakan bahan makanan pokok. Imam Syafi’i dalam hal ini berpendapat

Page 9: tugas tafsir ekonomi 2

serupa dan menambah satu syarat yaitu kering, karena itu buah zaitun menurutnya tidak wajib

dizakati. “sayur mayur tidak wajib dizakati.” Demikian Al Qurtubi ketika menafsirkan ayat ini.15

Dalam ayat ini kata yang digunakan adalah kata “ishraaf” yang berarti bersalah atau

tersalah. Dalam ilmu fiqh “ishraaf” bermakna mubazir atau boros. Menurut Sufyan, ishraaf itu

ialah segala sesuatu yang dibelanjakan pada jalan tidak menaati Allah, walaupun yang

dibelanjakan itu sedikit sekali.16

Asbabun Nuzul Surah Al-An’am, ayat 141:

Pada waktu itu sering terjadi penghambur-hamburan hasil panen. Mereka suka berfoya-

foya, tetapi enggan untuk membayar zakat. Kehidupan yang seperti ini sudah menjada kebiasaan

di kalangan mereka. Sehubungan dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ke-141 sebagai

teguran atas kebiasaan mereka tersebut. Disamping itu sebagai perintah kepada mereka untuk

mengeluarkan zakat dari hasil panennya, serta larangan hidup berfoya-foya, menghambur-

hamburkan harta kekayaan yang tidak berguna.

(HR. Ibn Jarir dari Abi Aliyah).

Ayat ke-141 berkenaan dengan Tsabit bin Qais bin Syammas yang memetik kurma

sebagai hasil panen. Setelah itu dia mengadakan pesta pora, sehingga di hari petangnya semua

hasil panen itu ludes, dan habis sama sekali. Dirumahnya tidak ada sebiji buah kurma pun. Ayat

ini di turunkan sebagai teguran dan larangan terhadap perbuatan berfoya-foya serta kewajiban

membayar zakat dari hasil panen.

(HR. Ibn Jarir dari Ibn Jurair).17

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abul ‘Aliyah, katanya, “Dahulu, selain zakat, mereka juga

mendermakan sesuatu, kemudian mereka berlebih-lebihan. Maka turunlah ayat ini. Ia juga

meriwayatkan dari Ibnu Juraij bahwa ayat ini turun tentang Tsabit bin Qais bin Syammas, yang

pada waktu kebun kurmanya panen ia memberi makan kepada orang-orang hingga sore harinya

ia tidak kebagian sebuah pun.18

15 M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal.696-699, vol.316 Syaikh H.Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam, (Jakarta: Kencana, 2006), hal.418 17 A.Mudjab Mahalli, op.cit, hal.38818 Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabun Nuzul, (Jakarta: Gema Insani, 2008), hal. 245

Page 10: tugas tafsir ekonomi 2

C. Pengertian Sosialisme

Dalam kehidupan sehari-hari istilah sosialisme digunakan dalam banyak arti. Istilah

sosialisme selain bisa digunakan untuk menunjukkan sistem ekonomi, juga bisa

digunakan untuk menunjukkan aliran falsafah, ideology, cita-cita, ajaran-ajaran ataupun

gerakan.19 Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Sosialisme adalah ajaran atau

paham kenegaraan dan ekonomi yang berusaha supaya harta benda, industri, dan

perusahaan menjadi milik negara.20

19 Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi Edisi ketiga, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal.6120 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga , (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hal.1085

Page 11: tugas tafsir ekonomi 2

D. Ayat-Ayat Sosialisme:

Surah Al A’raf ayat 32:

32. Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah

dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang

baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan

dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.21 "Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat

itu bagi orang-orang yang mengetahui”.22

Kata Kunci:

Mengharamkan =

Perhiasan =

Rezeki yang baik =

Menjelaskan =

21 Maksudnya: perhiasan-perhiasan dari Allah dan makanan yang baik itu dapat dinikmati di dunia ini

oleh orang-orang yang beriman dan orang-orang yang tidak beriman, sedang di akhirat nanti adalah semata-mata

untuk orang-orang yang beriman saja.

22 Al-Qur’an, surah, 7: 32

Page 12: tugas tafsir ekonomi 2

Tafsir Surah Al-A’raf ayat 32:

Allah mengeluarkan perhiasan yang dimaksud ialah, Allah telah menciptakan bahan-

bahan dan mengajarkan cara-cara pembuatannya dengan hal yang telah Allah titipkan pada fitrah

mereka, berupa menyukai pada perlengkapan hidup dan cenderung pandai memakainya. Karena

Allah telah menciptakan manusia dengan bakat menampakkan tanda-tanda kekuasaan Allah pada

seluruh yang Dia ciptakan dialam yang mereka tempati, karena sesuatu yang Allah titipkan

kepada naluri mereka, berupa kecenderungan dan untuk melakukan penyelidikan dalam

membuka hal-hal yang masih majhul dan mempelajari perkara-perkara yang masih tersembunyi.

Kesimpulannya bahwa agama tidak mengharamkan kedua naluri itu, kecuali apabila

kemudian menjadi penghalang terhadap kesempurnaan pemberian ruhani dan akhlak. Bahwa

agama tidak menganggap meninggalkan perhiasan dan rizki yang baik-baik sebagai pendekatan

kepada Allah Ta’ala, sebagaimana yang telah berlaku pada penyembah berhala, seperti orang-

orang Brahma dan lainnya, yang kemudian diikuti pula dalam hal ini oleh sebagian orang

Islam.23

Asbabun Nuzul Surah Al-A’raf ayat 32:

Pada zaman Jahiliah ada seorang perempuan tawaf (berkeliling Ka’bah) di Baitullah

dengan telanjang, hanya mengenakan celana dalam. Didalam tawafnya dia berteriak-teriak.

“Pada hari ini aku halalkan seluruh tubuh, kecuali yang aku tutupi (kemaluan) ini. Ketika itu

orang-orang musyrik biasa melakukan tawaf di Baitullah dalam keadaan telanjang bulat.

Sehubungan dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ke-31 sebagai ketegasan perintah memakai

pakaian (menutup aurat) apabila mendatangi masjid-masjid. Sebab masjid merupakan tempat

suci. Sebab itu bagi mereka yang masuk ke dalam masjid harus suci dan sopan.

Orang-orang kafir Quraisy pada waktu itu biasa melakukan tawaf dengan telanjang bulat.

Mereka beranggapan, bahwa orang-orang yang tawaf dilarang memakai pakaian. Sehubungan

dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ke-32 sebagai sanggahan terhadap anggapan mereka.

23 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV.Toha Putra, 1993), hal.238-239, vol.8

Page 13: tugas tafsir ekonomi 2

Allah SWT malah memerintahkan agar mereka mengenakan pakaian apabila bertawaf Allah

SWT hanya melarang barang yang keji.24

Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa pada zaman Jahiliah, seorang wanita

bertawaf di Ka’bah dalam keadaan telanjang, hanya kemaluannya yang ditutupi dengan secarik

kain. Sambil berthawaf ia bersyair, “Hari ini sebagian atau seluruhnya kelihatan, dan bagian

yang kelihatan tidak aku halalkan:

Maka turunlah ayat, “… Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap memasuki masjid,

…”. Dan turun pula ayat, “Katakanlah Muhammad, “Siapakah yang mengharamkan perhiasan

dari Allah…..”.25

Surah Al-Maidah ayat 87:

87. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang

telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah

tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.26

Kata Kunci:

Yang diharamkan=

Apa-apa yang baik=

Apa yang dihalalkan Allah=

Tafsir Surah Al-Maidah ayat 87:

Dalam ayat-ayat terdahulu Allah memuji kaum Nasrani bahwa mereka adalah orang yang

paling dekat kecintaannya kepada kaum muslimin. Disebutkan, bahwa salah satu sebabnya

karena diantara mereka terdapat para Pendeta dan Rahib. Namun kemudian kaum mu’minin

mengira, bahwa dalam hal ini terdapat dorongan untuk melakukan kerahibannya. Sebab itu,

Allah melenyapkan dugaan-dugaan seperti ini dengan larangan yang jelas.

24 A.Mudjab Mahalli, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur’an, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal.396-39725 Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabun Nuzul, (Jakarta: Gema Insani, 2008), hal. 246-24726 Al-Qur’an, Surah, 5:87

Page 14: tugas tafsir ekonomi 2

Ibnu Jarir, Ibnu Abu Hatim, dan Ibnu Madawaih meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa

ayat “ ” diturunkan

mengenai sebagian sahabat yang mengatakan, bahwa kami memutuskan segala ingatan yang

meninggalkan segala kesenangan dunia dan berjalan dimuka bumi untuk beribadah,

sebagaimana dilakukan oleh para rahib. Setelah berita itu sampai kepada Nabi SAW. Beliau

mengutus kepada mereka untuk menanyakan hal itu. Mereka menjawab, “iya”. Maka Nabi SAW

bersabda : “akan tetapi saya menjalankan puasa, juga berbuka, juga melaksanakan shalat, juga

tidur, dan saya mengawini wanita. Sebab itu, barang siapa yang mengikuti sunnahku, maka dia

termasuk ummatku; dan barang siapa yang tidak mengikuti sunnahku maka dia tidak termasuk

ummatku.”

Kalimat berarti perkara yang dinikmati oleh diri dan cenderung oleh hati.

Seperti terlalu kenyang, mencurahkan perhatian didalam hidup untuk bersenang-senang

dengannya, atau hal yang membuat kalian lalai terhadap perkara-perkara bermanfaat seperti ilmu

dan amal-amal lain yang berguna bagi diri dan warga Negara kalian.

Kemudian Allah memberi alasan terhadap larangan itu dengan alasan yang membuat

seseorang tidak mau melakukannya Allah tidak menyukai orang

yang melanggar atas syariat, meskipun ia bermaksud beribadah kepadaNya dan mengharamkan

segala yang baik yang telah dihalalkanNya. Baik pengharaman itu disertai keharusan dengan

sumpah dan nazar atau tidak, semuanya tidak boleh dilakukan.

Pengharaman hal yang baik-baik dan perhiasan serta penyiksaan diri termasuk

peribadatan yang pernah dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Yunani kuno. Kemudian, hal

ini ditiru oleh ahli-ahli kitab terutama kaum-kaum Nasrani.27

Asbabun Nuzul Surah Al-Maidah ayat 87:

Pada suatu waktu datang seorang lelaki kepada Rasullulah SAW seraya berkata: “Wahai

Rasulullah, apabila aku makan daging syahwatku akan timbul lebih ganas pada wanita. Oleh

sebab itu aku mengharamkan atas diriku makan daging”.

Pada suatu kelompok para sahabat Nabi SAW, yang diantaranya terdapat Utsman bin

Madh’un, mengharamkan menggauli istri dan mengharamkan makan daging atas diri mereka

27 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV.Toha Putra, 1993), hal. 11-14, juz.7,8,9.

Page 15: tugas tafsir ekonomi 2

masing-masing. Mereka mengambil pisau ingin memotong alat vitalnya (zakar) agar syahwat

terhadap wanita terputus, sehingga dengan demikian bisa menyibukan diri dengan beribadah

kepada Allah SWT.

Imam suddi berpendapat, bahwa para sahabat yang mengharamkan barang halal itu

adalah terdiri dari sepuluh orang, yang diantaranya Ibn Madh’un dan Ali bin Abi Thalib.

Menurut Ikrimah dalam riwayatnya menegaskan, bahwa mereka itu adalah Ibnu Mad’un, Ali bin

Abi Thalib, Ibn Mas’ud, Miqdad bin Aswad, dan Salim budak Abi Hudzaifah Yang

dimerdekakan. Sedangkan menurut pendapat Mujahid dalam sebuah riwayatnya menegaskan,

bahwa di antara mereka adalah Ibn Madh’un, dan Abdilah bin Umar bin Khatab.

Ayat ke 87 diturunkan Berkenaan dengan para sahabat Nabi SAW yang telah bersepakat

untuk mengebiri diri (melakukan steril) dan akan menjauhi persenggaman dengan istri, tidak

akan makan daging, dan tidak akan memakan sesuatu kecuali sekedar penguat badan saja, serta

tidak mengenakan pakaian awam. Mereka bertekad mengadakan dakwah keliling keseluruh

dunia sebagaimana yang dilakukun para Rahib (Pendeta Nasrani).

Pada suatu waktu Abdillah bin Rawahah kedatangan sanak keluarga yang bertemu

padanya. Ketika itu dia sedang berada di rumah Rasulullah SAW. Ketika dia tiba dirumah,

didapati tamu-tamu itu belum dijamu makan karena menunggu kedatangan Abdillah bin Rawah.

Rasulullah SAW bersabda: ”sesungguhnya bagi dirimu ada hak, bagi matamu ada hak.

Oleh sebab itu kamu harus makan, tidur, dan shalat malam. Jangan kamu meninggalkan

Sunnahku”. Mereka Mengemukakan alasan ingin melakukan dakwah keseluruh dunia

sebagaimana yang dilakukan oleh Rahib.28

Surah Al-Qashash ayat 77:

77. dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri

akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat

28 A.Mudjab Mahalli, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur’an, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal.339-341

Page 16: tugas tafsir ekonomi 2

baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah

kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang

berbuat kerusakan.

Kata Kunci Surah Al-Qashash ayat 77:

Dan carilah =

Bahagianmu dari (kenikmatan) =

Kerusakan = Tafsir Surah Al-Qashash ayat 77:

Beberapa orang dari kaum Nabi Musa As. Itu melanjutkan nasehatnya kepada Qarun

bahwa nasehat itu bukan berarti engkau hanya boleh beribadah murni dan melarang

memperhatikan dunia. Tidak! Berusahalah sekuat tenaga dan pikiranmu dalam batas yang

dibenarkan Allah untuk memperoleh harta dan hiasan dunia dan carilah secara bersungguh-

sungguh pada yakni harta melalui apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu dari hasil

usahamu itu menuju kebahagiaan negeri akhirat, dengan menginfakkan dan menggunakan sesuai

petunjuk Allah dan dalam saat yang sama janganlah melupakan yakni mengabaikan

kebahagiaanmu dari kenikmatan dunia dan berbuat baiklah kepada semua pihak, sebagaimana

Allah berbuat baik kepadamu dengan aneka nikmatnya, dan janganlah engkau berbuat kerusakan

dalam bentuk apapun dibagian manapun bumi ini. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-

orang yang membuat kerusakan.

Agaknya ada beberapa catatan penting yang perlu digaris bawahi tentang ayat ini, agar

kita tidak terjerumus dalam kekeliruan dan kebinasaan atau kerusakan. Yaitu:

1) Dalam Pandangan Islam, hidup didunia dan diakhirat merupakan suatu kesatuan,

dunia adalah tempat menanam dan akhirat adalah tempat menuai/memetik.

2) Mengarahkan pandangan kepada akhirat sebagai tujuan dan kepada dunia sebagai

sarana mencapai tujuan.

3) Untuk menggunakan redaksi yang bersifat aktif ketika berbicara tentang

kebahagiaan akhirat, bahkan menekannya dengan perintah untuk bersungguh-

sungguh dengan sekuat tenaga berupaya meraihnya. Sedangkan perintahnya

menyangkut kebahagiaan duniawi berbentuk pasif yakni, jangan lupakan.29

29 M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 405-408, vol.10

Page 17: tugas tafsir ekonomi 2

Janganlah engkau lupa bahagian engkau diatas dunia, artinya janganlah kamu lupa

mencari penghidupan didunia, karena mengutamakan kampong akhirat seperti shalat, puasa.

Ayat ini menyuruh kita supaya berusaha mencari rezeki untuk keperluan hidup didunia, tetapi

jangan juga lupa kampung akhirat Karena mencari penghidupan didunia. Oleh sebab itu, salah

sekali perbuatan seseorang yang hanya mengerjakan shalat tanpa berusaha mencari rezeki.

Begitu juga sebaliknya.30

Surah An-Nur ayat 33:

30 Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, (Jakarta: PT. Hida Karya Agung, 1957), hal.581

Page 18: tugas tafsir ekonomi 2

33. dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya,

sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. dan budak-budak yang kamu miliki

yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat Perjanjian dengan mereka,31 jika kamu

mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta

Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu.32 dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu

untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak

mencari Keuntungan duniawi. dan Barangsiapa yang memaksa mereka, Maka Sesungguhnya

Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa

itu.33

Kata Kunci:

Karunia =

Harta =

dan janganlah kamu paksa =

Pelacuran =

Keuntungan =

Tafsir Surah An-Nur ayat 33:

Perkawinan secara Islam memerlukan seperangkat mas kawin untuk istri. Jika pihak laki-

laki tidak mampu melakukan itu, ia harus menunggu dan tetap menjaga kehormatan dirinya. Tak

31 Salah satu cara dalam agama Islam untuk menghilangkan perbudakan, Yaitu seorang hamba boleh

meminta pada tuannya untuk dimerdekakan, dengan Perjanjian bahwa budak itu akan membayar jumlah uang yang

ditentukan. Pemilik budak itu hendaklah menerima Perjanjian itu kalau budak itu menurut penglihatannya sanggup

melunasi Perjanjian itu dengan harta yang halal.

32 Untuk mempercepat lunasnya Perjanjian itu hendaklah budak- budak itu ditolong dengan harta yang diambilkan dari zakat atau harta lainnya.

33 Maksudnya: Tuhan akan mengampuni budak-budak wanita yang dipaksa melakukan pelacuran oleh

tuannya itu, selama mereka tidak mengulangi perbuatannya itu lagi.

Page 19: tugas tafsir ekonomi 2

ada alasan buat dia untuk mengatakan bahwa dia harus menyalurkan hasrat alaminya, didalam

atau diluar perkawinan. Hasrat demikian harus dalam perkawinan.

Tatkala perbudakan masih dipandang sah, yang sekarang disebut “white slave traffic”

dilakukan oleh orang-orang jahat semacam Abdullah bin Ubay, seorang pemimpin kaum

munafik di Madinah. Yang demikian ini mutlak dikutuk. Bangsa kulit putih dewasa ini telah

menghapus perbudakan yang biasa. “white slave traffic” adalah perdagangan anak-anak dan

perempuan bangsa kulit putih untuk dijual antara lain dijadikan sebagai pelacur, masih tetap

merupakan masalah sosialis yang besar pada Negara-negara tertentu dan bangsa-bangsa tertentu.

Dalam ayat ini mutlak dikutuk. Perdagangan yang tercela ini sudah tak terbayangkan.34

Ayat ini antara lain mengandung anjuran kawin dan membantu laki-laki yang belum

beristri dan perempuan-perempuan yang belum bersuami agar mereka cepat-cepat kawin,

termasuk juga budak-budak sahaya yang layak dan cukup usia dan hendaklah dibantu mereka

dalam resepsi perkawinan. Dan janganlah sekali-sekali kemiskinan dijadikan sebagai penghalang

dalam perkawinan.35

Asbabun Nuzul Surah An-Nur ayat 33:

Didalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Abdullah bin Ubay menyuruh jariahnya

melacur dan meminta bagian dari hasilnya, adapun riwayat yang lain dikemukakan bahwa

masihkah jariah itu seorang Anshar, mengadu kepada Rasul bahwa ia dipaksa tuannya untuk

melacur. Berkatalah salah seorang diantara keduanya: “Sekiranya perbuatan itu baik, engkau

telah memperoleh hasil banyak dari perbuatan itu. Dan sekiranya perbuatan itu tidak baik, sudah

sepantasnyalah aku meninggalkannya.”36

Imam Muslim telah mengetengahkan sebuah hadist melalui jalur Abu Sufyan yang ia

terimam dari Jabir Ibnu Abdullah ra, yang telah menceritakan tersebutlah bahwa Abdullah bin

Ubay pernah mengatakan kepada seorang budak wanitanya “pergilah kamu melacurkan diri

untuk mendapatkan sesuatu buat kami”. Maka Allah menurunkan firmanNya “Dan janganlah

kalian paksakan budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran. . . . .” QS, An-Nur (24)

ayat 33.37

34 Abdullah Yusuf Ali, Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), hal. 894, juz 16-2435 Ibnu Katsir, Terjemahan singkat tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya: PT.Bina Ilmu), hal.469, juz.536 K.H.Q. Shaleh,dkk, Asbabun Nuzul, (Bandung: CV.Diponegoro, 1985), hal.357-35837 Imam Jalaluddin Al-Mahalli,dkk, Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1990), hal. 1499

Page 20: tugas tafsir ekonomi 2

Surah An-Nisa ayat 6:

6. dan ujilah38 anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika

menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada

mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan

dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa

(di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak

yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut.

Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan

saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas

persaksian itu).39

Kata Kunci:

= mereka sudah bisa mulai mentasarrufkan harta

= Melebihi batas membelanjakan harta

= Bersegera dan cepat-cepat kepada sesuatu

Tafsir Surah An-Nisa ayat 6:

38 Yakni: Mengadakan penyelidikan terhadap mereka tentang keagamaan, usaha-usaha mereka, kelakuan dan lain-lain sampai diketahui bahwa anak itu dapat dipercayai.39 Al-Qur’an, Surah, 4: 6

Page 21: tugas tafsir ekonomi 2

Menguji anak yatim itu dengan cara memberi sedikit harta untuk digunakan sendiri.

Apabila ia mempergunakannya dengan baik, berarti ia sudah dewasa. Karena yang dimaksud

dewasa disini adalah apabila ia telah mengerti dengan baik cara menggunakan harta dan

membelanjakannya. Yang dimaksud mencapai nikah ialah jika umur anak telah mencapai batas

nikah yakni ketika mencapai umur baligh. Dan keinginan itu takkan terealisasikan kecuali

dengan harta. Karena itulah memberikan harta kepada yang memang haknya hukumnya wajib,

kecuali jika anak yatim itu safih, sekalipun ia mencapai umur baligh dan dikhawatirkan akan

menyianyiakan harta miliknya.

Jangan kamu memakan harta anak yatim dengan cara berlebih-lebihan dalam

membelanjakannya dan jangan pula kamu tergesa-gesa menyusul kedewasaan mereka dalam

mempergunakan harta tersebut. Sebagian wali yang rusak tanggungannya terburu-buru

menggasak harta anak yatim dengan membelanjakannya dengan manfaat tertentu, sedangkan

anak yatim tidak mendapat bagian. Tujuan mereka agar tidak menyianyiakan kesempatan ini,

mumpung anak-anak yatim belum dewasa dan mengambil harta dari tangannya.

Barang siapa diantara kalian yang berkecukupan tidak membutuhkan sesuatupun dari

harta anak yatim yang berada dalam kekuasaannya, hendaknya mencegah diri dari memakan

harta tersebut. Dan barang siapa miskin hingga terpaksa menggunakan harta anak yatim yang

telah menyita sebagian waktunya guna mengembangkan hartanya, hendaknya ia memakan harta

itu dengan cara yang baik.

Jika kamu wahai para wali dan orang-orang yang diberi wasiat menyerahkan harta yang

dititipkan kepada kalian kepada anak yatim, maka adakalanya kesaksian dalam serah terima dan

pembebasan tanggunganmu atas harta tersebut, agar kelak tidak terjadi persengketaan diantara

kalian yang bersangkutan.

Page 22: tugas tafsir ekonomi 2

Cukuplah Allah sebagai pengawas kalian. Dialah yang akan menghisab hal yang

tersimpan dalam diri kalian dan hal yang kalian tampakkan.40

Daftar Pustaka

(Id.wikipedia.org/wiki/Kapitalisme)

alasyjaaripb.wordpress.com/.../pembagian-harta-secara-adil-tafsir-qs-... 10.28 / 7-6-12

Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi Edisi ketiga, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010)

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga , (Jakarta: Balai Pustaka, 2001)

Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, (Jakarta: PT. Hida Karya Agung, 1957),

40 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV.Toha Putra, 1993), hal.332-341, jus.4,5,6

Page 23: tugas tafsir ekonomi 2

A.Mudjab Mahalli, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur’an, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Peywwrsada, 2002),

Abdullah Yusuf Ali, Qur’an dan Terjemahan dan Tafsirnya, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994),

Abdullah Yusuf Ali, Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), hal.

894, juz 16-24

Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV.Toha Putra, 1993),

Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV.Toha Putra, 1993),

vol.8

Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV.Toha Putra, 1993),

juz.7,8,9.

Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV.Toha Putra, 1993),

jus.4,5,6

Ibnu Katsir, Terjemahan singkat tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya: PT.Bina Ilmu),juz.5

Imam Jalaluddin Al-Mahalli,dkk, Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1990),

Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabun Nuzul, (Jakarta: Gema Insani, 2008),

K.H.Q. Shaleh,dkk, Asbabun Nuzul, (Bandung: CV.Diponegoro, 1985),

M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), vol.3

M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002),vol.10

M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002),vol. 1

Syaikh Mahmud Ahmed, Economics of Islam, (New Delhi: Idaroh Adabiyat Delli, 1980)

Syaikh H.Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam, (Jakarta: Kencana, 2006),

T.M. Hasby Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang) vol.10