terjemahan chapter 3 legal and ethical issues halaman 49
TRANSCRIPT
TERJEMAHAN CHAPTER 3 LEGAL AND ETHICAL ISSUES HALAMAN 49-54
STUDI KASUS JOHNNY J.
Johnny J. mendapat perhatian yang pertama dari pengadilan. Pengadilan mengaambil
secara acak kasus Johnny dan berkata jika terjadi lagi maka Johnny akan diambil dari
keluarga untuk dipenjara.
Johnny anak tertua dari lima bersaudara, tinggal dengan ayah tiri. Johhny selalu
menginginkan dan yakin bahwa kita semua bisa disatukan sebagai keluarga, selalu
mengatakan keluarganya adalah keluarga bahagia. Dinas Perlindungan Anak melaporkan
secara rutin kekerasan Ayah (laki-laki kedua) dalam kehidupan Ibunya (Noreen). Noreen
seorang ibu yang emosional dan sentimental. Pengacara Publiknya biasanya menemukan
Ibunya benar-benar pasif atau lemah dan tak banyak menolong dalam menjaga
keluarganya. Jadi Johnny merasa lebih bertanggung jawab kepada adik-adiknya untuk
mengurus mereka.
Pada saat mengendarai mobil Johnny minum bir, membuang kaleng bir keluar jendela.
Polisi melihat dan menyuruhnya berhenti di pinggir jalan, Anak-anak keluar,tapi Johnny
panik. Dia mengeluarkan senapan, dan berpikir kalau dia tertangkap polisi, Johnny akan
dijauhkan dari keluarganya. Dalam kepanikannya itu, dia mengeluarkan senjata dan
menembak polisi di balik jendela mobil. Polisi yang hanya berjarak beberapa kaki,
membalas menembak. Meski Johnny tidak tahu cara mengendarai mobil, dia pindah ke
kursi supir dan kabur. Dia menuju ke depan mobil polisi, polisi menembak 47 kali ke
arah mobil dan hanya dua peluru yang mengenai Johnny, dan Johnny tak sadarkan diri
mobil menggelinding masuk solokan, akhirnya Johnny ditahan.
Pengadilan segera memindahkan Johnny ke penjara dewasa dan harus menghabiskan
untuk menjalani 10 – 12 tahun di penjara federal untuk orang-orang dewasa. Selama
sidangnya ditangguhkan Pengacara Johnny menjamin menempatkannya di panti
rehabilitasi. Di panti rehabilitasi itu, Johnny merasa senang, Ibu dan adik-adiknya
diijinkan untuk mengunjunginya. Suatu hari, meskipun aturan di panti rehabilitasi keras,
mereka memberi Johnny rokok. Ketika petugas rehabilitasi menemukan rokok, mereka
mengkonfrontasi Johnny. Johnny berbohong bahwa rokok itu milik dirinya untuk
melindungi ibunya. Dia tak mau kehilangan kunjungan ibunya, dia mengatakan kepada
petugas dialah yang menghisap rokok. Karena hal ini, petugas terpaksa menempatkan
Johnny dipenjara panti. Johnny terus mengeluh bahwa dia tidak mengerti mengapa tidak
bisa pulang ke keluarga bahagianya.
Setelah debat di pengadilan, Johnny diputuskan untuk dipindahkan ke status dewasa,
pengacaranya setuju untuk transfer tersebut. Setelah mempelajari status Johnny dan
berlalunya waktu, akhirnya Juri atau Hakim memutuskan untuk tidak memindahkan
Johnny, sebagai gantinya Hakim membuat disposisi di mana Johnny akan melakukannya
di panti rehabilitasi. Dan Johnny harus melalui sistem penjara dewasa sebagai anak muda.
dengan kondisi lingkungan yang tidak disukai, lebih keras, dan ancaman lebih besar
untuk kemasyarakatan.
Selama transfer informasi pertahanan muncul sebagai bukti terhadap faktor-faktor
tersebut. Buktinya bisa berupa informasi dari tes psikologis, informasi konselor, laporan
catatan publik, pernyataan dari kepolisian, keluarga, guru, atau konselor itu sendiri. Hal
ini memberikan bukti bahwa dia mentrasfer masa remaja ke dewasa atau lebih kepada
sistem rehabilitasinya masa remaja terhadap kepentingan sosial. Tujuan dari FJDA
(Kelompok Satuan Kenakalan Remaja) masih tetap merehabilitasi anak remaja yang
melaksanakan tindakan kriminal dan membantu mereka menjadi anggota masyarakat
yang sukses dan produktif (United States v. Juvenile, 347 F.3rd 778, 787 (9th Cir. 2003).
Kenakalan remaja khususnya pada masa transisi merupakan masalah yang menantang
dan berhubungan dengan masalah masalah politik. Di sebuah Negara bahkan politik lebih
mementingkan anak yang bermasalah itu dijebloskan ke penjara. Hal ini, tidak hanya
membutuhkan biaya tapi juga penggunaaan kekuasaan (Jurvenile 347 F. 3rd at 790 (Lay,
J. concurring).
Hukum Perdata
Dalam hukum perdata, berbeda dengan hukum pidana , tak seorang pun dapat
dipenjara. Satu pengecualian untuk ini adalah hukum imigrasi, yang meskipun perdata
secara alami sering menyebabkan penahanan terhadap orang asing bahkan jika ia adalah
remaja. Dalam hukum perdata, orang yang telah dirugikan (penggugat) menggugat orang
lain (tersangka). Keduanya biasanya memiliki pengacara. Bisa ada beberapa terdakwa
bahkan beberapa penggugat. Bukti merupakan standar yang telah ditetapkan . Ini berarti
bahwa untuk menang, penggugat harus meyakinkan juri bahwa versi mereka tentang apa
yang terjadi lebih dari yang mungkin dibandingkan dengan versi pihak lain. Jika
terdakwa kehilangan kasus perdata, dia harus mengganti penggugat. Saat terdakwa adalah
seorang praktisi, maka perusahaan asuransi terdakwa yang harus membayar.
Satu hal yang dapat dijelaskan disini adalah bahwa yang digugat berbeda dari yang
bertanggung jawab. Siapapun bisa menuntut untuk biaya pengadilan , tetapi
memenangkan gugatan adalah hal lain. Tanpa alasan hukum yang kuat dan fakta, hakim
atau juri tidak akan mengadakan sidang. Beberapa orang mengajukan tuntutan hukum
tanpa banyak pertimbangan untuk alasan atau bahkan fakta.
Untuk menetapkan praktisi / terdakwa pertanggung jawaban perdata, atau malpraktek,
klien / penggugat harus membuktikan 4 hal, yaitu:
1. Praktisi, terdakwa mempunyai tanggung jawab terhadap klien/penggugat untuk
peduli. Dalam konteks ini ini biasanya merupakan hubungan yang profesional.
2. Praktisi, terdakwa telah lalai dalam menjalankan tugas. Sekali lagi, tugas harus
dibuktikan dan klien harus menunjukkan terdakwa berlatih di bawah standar
yang baku.
3. Klien/penggugat mengalami kerugian yang nyata atau cedera.
4. Praktisi/terdakwa melanggar standar layanan yang merupakan penyebab
langsung dari klien/penggugat cedera
Seorang praktisi menyimpulkan ada beberapa kewajiban ketika mereka menerima klien.
Salah satu tugas ini adalah untuk memenuhi standar etika profesi, termasuk menjaga
kerahasiaan klien. JIka praktisi melanggar standar etika ini, dia juga melanggar
kewajiban hukum dengan membocorkan kepercayaan dan bisa bertanggung jawab atas
kesalahan. penggugat, bagaimanapun, masih harus menunjukkan bahwa seorang praktisi
sebenarnya menyebabkan kerugian penggugat. Misalnya psikiater gagal untuk
memberikan obat kepada para remaja , misalnya, untuk Jason Carter dalam bab 4. Jika
Jason melakukan bunuh diri, orang tuanya, Dough dan Lois, bisa menuntut praktisi
karena lalai dalam mencegah kematian Jason, dan mereka mungkin memenangkan
perkara dengan ganti rugi berupa uang . Sekali lagi, ini karena praktisi diasumsikan
konseling, yang dilakukan dengan lalai, dan menyebabkan kerugian kepada keluarga
Jason.
Sistem hukum perdata ini , di mana juri memutuskan bahwa terdakwa harus
membayar jika penggugat dapat membuktikan kelalaian, sebab-akibat, dan bahaya yang
diakibatkan membantu untuk mencegah atau memperbaiki bentuk yang lebih baik dari
kelalaian atau bahaya dalam masyarakat. Sistem hukum ini mendorong asosiasi profesi
untuk menetapkan standar perilaku etis sebagai panduan praktisi. Mengikuti standar ini
(atau tidak mengikuti ) dapat membuat perbedaan di pengadilan. Karena itu, para praktisi
yang bekerja untuk kasus remaja harus selalu sesuai dengan standar etika profesi
khususnya pelayanan yang profesional.
Kerahasiaan dan hak istimewa
Istilah kerahasiaan dan hak istimewa ini tidak sama, tetapi berhubungan. Meskipun
kedua konsep didirikan untuk kepentingan dan perlindungan dari klien dan bukan bagi
praktisi, perbedaan penting pasti ada. Kerahasian biasanya mengacu pada etika praktisi
untuk tidak mengungkapkan informasi rahasia yang diperoleh selama hubunganya
dengan klien. Berdasarkan aturan kerahasiaan, praktisi harus melindungi kepercayaan
klien. Aturan kerahasiaan adalah standar etik profesional. Undang-undang Negara
(hukum yang disahkan oleh badan legislatif), kasus hukum (keputusan pengadilan
banding dalam menafsirkan undang-undang dan norma-norma lainnya) atau asosiasi
profesi yang mendefinisikan standar ini. Hubungan kerahasiaan didasarkan pada
pemikiran bahwa praktisi dan pasien memiliki pemahaman tertentu dalam sebuah kasus
kecuali dalam situasi tertentu.
Keistimewaan hak hukum pasien untuk mencegah profesi tertentu (pengacara, dokter,
psikolog, dan mungkin konselor) untuk memberikan informasi kepada pihak lain dalam
gugatannya atau kesaksian mengenai informasi yang diberikan klien, kecuali hukum
khusus memungkinkan praktisi kesehatan mengungkapkan informasi tentang pasien,
hubungan antara pasien dan praktisi tetap dilindungi. sehingga sering disebutkan bahwa
klien memiliki hak yang istimewa. Asal-usul kedua konsep adalah bahwa hukum telah
lama melindungi hubungan tertentu. Perlindungan ini berasal dari hubungan antara imam
dan jamaah nya di gereja-gereja. Hasilnya adalah hak istimewa pengacara-klien.
Misalnya hubungan Dokter dan pasien, bahkan di sebagian besar negara berlaku juga
untuk misalnya psikolog, konselor, dan praktisi kesehatan mental lainnya. Dari 45
negara yang memiliki sistem lisensi untuk konselor profesional , 44 negara memiliki
undang-undang atau aturan yang memberikan hak yang istimewa untuk hubungan
konselor-klien (Glosoff, Helihy, & Spence, 2000). Namun penerapannya bervariasi antar
negara bagian dalam konteks federal.
Dalam Pengadilan Tertinggi Amerika Serikat (Jaffe v.Redmont, 1996) menegaskan
bahwa hak istimewa psikoterapis-pasien merupakan hubungan yang sangat terlindungi
dari segala paksaan ...". Besarnya hak istimewa ini tidak bersifat mutlak, konsep ini
akan dibahas pada bagian berikut. Permasalahan yang lebih jauh lagi adalah dalam
keadaan tertentu tingkat hak istimewa yang diberikan psikolog mungkin berbeda dari
yang diberikan kepada praktisi lain, seperti konselor sekolah. Berdasarkan pengertian
tentang hak istimewa, praktisi dapat mendiskusikan pernyataan klien dengan rekan
sejawat , tetapi rekan sejawat ini juga memiliki tugas yang sama untuk menjaga
hubungan sebagai praktisi. Ini adalah hal yang utama karena praktisi harus berkonsultasi
secara teratur dengan rekan kerja dan membahas kasus-kasus klien mereka secara
efektif . Konsultasi juga penting untuk menghindari tanggung jawab perdata, terutama
ketika berhadapan dengan hal-hal tidak jelas.
Masalah kerahasiaan dan hak istimewa muncul di sekolah. Beberapa pengadilan
negara bagian di USA berpendapat bahwa orang tua dari anak-anak sekolah umum
berhak untuk memeriksa catatan anak-anak mereka karena merupakan catatan publik.
Alasannya adalah bahwa karena anak2 tersebut yang notabene masih di bawah umur,
oleh karena itu orang tua memiliki hak istimewa dan karena itu berhak mengetahui
laporan anak-anak mereka (Hopkins, 1989). Tapi Di Negara-negara bagian lainnya
berpendapat bahwa masalah rahasia anak2 ( dalam hal ini siswa ) harus memiliki
perlindungan yang sama seperti hal nya orang dewasa. Sebuah studi menemukan di
antara 354 psikolog sekolah berlisensi Minnesota selalu berhubungan dengan orang tua
anak/siswa dalam pekerjaannya sebagai konselor (Mannheim et al, 2002) . Ada juga
keinginan yang besar dari para profesional untuk berbagi informasi dengan orang tua,
bahkan untuk kepentingannya si anak , sebagian karena kekhawatiran bahwa kebocoran
informasi akan merusak hubungan klien-psikolog.
Bagaimanapun dalam situasi tertentu hukum mengharuskan praktisi untuk
mengungkapkan kepercayaan diri, seperti dalam Kasus penyiksaan anak (Mc Gowan,
1991). Di tiap negara Bagian pengecualian dibuat untuk mengungkapkan informasi
rahasia, termasuk yang berikut (Glosoff et al, 2000):
ketika kondisi klien menimbulkan bahaya bagi diri sendiri
ketika ada ancaman yang membahayakan orang ketiga tertentu
ketika konselor mengetahui klien akan melakukan kejahatan
ketika perselisihan terjadi antara klien dan praktisi
ketika klien menimbulkan masalah kondisi kejiwaan di pengadilan, termasuk
pemeriksaan psikologis yang diperintahkan pengadilan
untuk tujuan rawat inap paksa
ketika praktisi mengetahui klien adalah korban kejahatan, dan dalam hal ini
membahayakan orang dewasa
praktisi harus memeriksa hukum di negara-negara untuk melihat apakah pengecualian ini
dapat diterapkan, Glosoff (2000) membuat tabel yang bermanfaat yang menguraikan
perkecualian terhadap kerahasiaan di setiap negara bagian. Dalam beberapa situasi,
seperti konseling kelompok, klien dapat mengabaikan kerahasiaan. praktisi harus
mendiskusikan batas-batas kerahasiaan dalam hubungan di awal, terutama ketika
kelompok terapi termasuk pemuda dalam keluarga (Ford, Thomsen & Compton, 2001).
selain dari kemungkinan pengecualian ini , seorang praktisi tidak boleh membocorkan
komunikasi yang diberikan , tanpa memandang usia klien, kecuali manfaat terapi yang
memungkinkan atau pengadilan telah memerintahkan pengungkapan informasi. Glosoff,
Herlihy, dan Spence (2000 ) merekomendasikan sebagai berikut:
menggunakan pengungkapan/berdasarkan pernyataan yang diizinkan
memberitahu klien tentang situasi dan melibatkan mereka dalam proses
memberikan pengungkapan informasi yang minimal
dengan informasi, hubungi pengacara klien
mendokumentasikan semua tindakan dan faktor yang terlibat
berkonsultasi dengan rekan-rekan mengenai penilaian yang bersifat klinis dan
dengan pengacara mengenai kewajiban hukum
Pada tindakan pencegahan, para praktisi mungkin harus mengunggkapkan informasi
rahasia di pengadilan walaupun secara etis bahkan juga secara moral ada larangan untuk
melakukan hal tersebut. Penolakan akan berdampak pada praktisi dalam situasi yang
tidak memungkinkan bahkan dapat membawa hal tersebut melawan hukum.
Praktisi mungkin memiliki tugas khusus untuk memperingatkan orang ketiga bahaya.
di Tarasoff v Reggents dari Universitas California (1976) Mahkamah Agung California
menugasi semua psikolog dan semua praktisi yang berpotensi , untuk berkewajiban
mengambil langkah-langkah yang wajar untuk memperingatkan orang ketiga tertentu
atau orang-orang yang dapat berbahaya karena si pasien .
Kasus Tarasoff bersangkutan dengan pasien di sebuah pusat kejiwaan universitas
yang selama dalam terapi ia bermaksud untuk membunuh seorang gadis yang tidak
bersenjata namun dapat segera diidentifikasi (Tatiana Tarasoff). Terapis tidak
memperingatkan keluarga Tarasoff tentang ancaman tersebut dan ketika pasien
membunuh Ms Tarasoff, keluarganya menggugat universitas. Pengadilan tertinggi
California digelar dan menyatakan bahwa keluarga memiliki hak untuk menuntut. Sekali
lagi , apakah yang keluarga Tarasoff menang ? hanya hak untuk menuntut ? , putusan
Pengadilan tertinggi California tidak menentukan bahwa juri harus menemukan terapis
serta bagaimana tanggung jawab universitas selanjutnya .
Tidak semua negara bagian mempunyai kasus seperti Tarasoff, oleh karena itu para
praktisi harus melihat hukum atau peraturan tiap negaranya masing-masing. Pada negara
yang memiliki aturan seperti Kasus Tarasoff, praktisi yang berhubungan dengan masalah
kaum muda yang beresiko harus bertanya apakah para kliennya memiliki sesuatu yang
berbahaya yang memungkinkan berakibat pada orang ketiga . Jika si pemuda itu
berbahaya, maka praktisi harus memiliki kemampuan untuk memperingati pihak yang
lain akan timbulnya bahaya lainnya dari si pemuda ( Costa & Altekruse ,1994 ). Oleh
karena itu, Asosiasi Psikolog Amerika berpendapat dalam Kasus Tarasoff, peringatan
mungkin dapat merusak hubungan terapeutik yang dapat menyebabkan lebih banyak
kerugian kelak. Hal ini menimbulkan pertanyaan, Bagaimana hak istimewa dan
kerahasiaan mempengaruhi konseling/tugas untuk konseling . Seperti yang sudah
dibahas sebelumnya, konseling untuk melaporkan pelecehan anak, atau keadaan
tertentu , aturan pengadilan atau undang-undang dapat mencegah memberikan
informasi semacam itu karena merupakan hak istimewa dari klien. Di beberapa negara
mungkin ada jawaban atas pertanyaan ini melalui undang-undangnya tersendiri dimana
praktisi harus memeriksanya kembali,
Dalam kasus berikut keputusan Mahkamah Agung AS di Jaffe, dalam Pengadilan
Banding memutuskan menolak sebuah kasus ancaman kepada agen FBI karena
psikoterapis agen FBI tersebut telah mengkhianati kepercayaan dirinya (United States
vs Chaes, 2002). Pada kasus Chase, terdakwa yang memiliki riwayat penyakit tertentu
dan berada di bawah perawatan seorang psikolog, mengamuk pada beberapa petugas
dan lain-lainnya , termasuk Agen FBI. Psikolog memutuskan bahwa ancaman untuk
membunuh merupakan hal yang nyata . Terdakwa divonis di pengadilan. Di tingkat
kasasi, Hakim menyatakan tidak bersalah pada kasus Chase untuk kasus pengecualian
hak istimewa Pengadilan banding diadakan untuk menguatkan hukumannya dan
menjelaskan, meskipun Chase pernah mengancam sehingga terapis profesional
berpendapat bahwa hal itu berbahaya dan hanya keterbukaan dalam komunikasi yang
dapat mencegah terjadi nya hal itu .Meskipun kasus Chase memberikan petunjuk yang
baik atas konseling dalam konteks kerahasian , kasus Chase tidak menjawab
pertanyaan /masalah Pengadilan, dalam
memegang kekecualian yang berlaku , berpihak pada perkara sebelumnya yaitu the
USA. v Glass (1998) tetapi melawan kasus Amerika Serikat v.Hayes (2000), yang
menyatakan bahwa tidak ada perkecualian konseling bagi hak yang istimewa .
Jadi saran terbaik adalah tetap berkonsultasi dengan rekan-rekan ketika seseorang
berada dalam keraguan tentang hukum atau dengan besarnya bahaya dari ancaman orang
ketiga.
PENGAYAAN YANG DIAMBIL DARI SUMBER LAIN
Remaja dengan resiko yang sangat tinggi memiliki sejumlah tingkah laku bermasalah
dan berjumlah 10 persen dari populasi remaja. Termasuk dalam kelompok ini adalah
remaja yang sudah pernah ditangkap atau pernah melakukan penyerangan yang serius,
dikeluarkan dari sekolah, atau yang memiliki prestasi jauh di bawah tingkatnya,
pengguna obat-obat terlarang, peminum berat, secara teratur merokok, dan aktif secara
seksual namun tidak menggunakan kontrasepsi. Remaja dengan resiko yang tinggi
berjumlah sekitar 15 persen dari populasi remaja.Mereka juga melakukan tingkah laku
yang kebanyakan sama dengan remaja dengan resiko yang sangat tinggi, namun dengan
frekuensi yang sedikit lebih rendah dan konsekuensi yang lebih tidak mengganggu.
Kelompok anak remaja tersebut, memerlukan suatu program yang dapat mencegah atau
mengurangi masalah. Menurut Dryloos ( Santrock,2003:537) menyimpulkan ada dua
komponen yang paling diterapkan secara meluas yaitu: pentingnya memberikan
perhatian secara individual kepada remaja dengan resiko tinggi, dan perlunya
mengembangkan intervensi yang meluas di masyarakat. Selain itu, komponen lainnnya
adalah identifikasi dan intervensi awal, bertempat di sekolah, pelaksanaan program
sekolah dengan perantara diluar sekolah, lokasi program di luar sekolah, perencanaan
pelaksanaan pelatihan, pelatihan keterampilan sosial, intervensi teman sebaya, dan
intervensi orang tua serta keterlibatan dunia kerja.
Salah satu intervensi orang tua yang dapat dilakukan dengan cara mencari bantuan
profesional untuk menolong masalah yang dihadapi anak remajanya. Laurence Steinberg
and Ann Levine (Santrock, 2003) mengembangkan lima pedoman untuk menentukan
kapan waktu yang tepat untuk meminta bantuan professional bila seorang remaja
memperlihatkan tingkah laku yang bermasalah, yaitu:
1. Bila remaja memperlihatkan tingkah laku bermasalah yang berat, misalnya
depresi, ketergantungan obat terlarang, tindak kenakalan yang berulang-ulang.
2. Bila remaja memiliki suatu masalah, namun orang tua tidak tahu masalahnya
orang tua dapat meminta bantuan professional bagi anaknya.
3. Bila orang tua sudah mencoba mengatasi masalah anak remajanya namun belum
berhasil sementara masalah tersebut terus menerus mengganggu kehidupan
remaja yang bersangkutan.
4. Bila orang tua menyadari bahwa mereka adalah bagian dari masalah yang
dihadapi anak remajanya, dengan pertengkaran yang hebat dan terus menerus
yang mengganggu kehidupan sehari-hari keluarga tersebut.
5. Bila keluarga sedang mengalami tekanan atau stress yang berat, sebagai contoh
akibat kematian salah satu anggota keluarga atau akibat perceraian. Dan remaja
tidak dapat menghadapinya dengan baik (contohnya, menjadi depresi atau banyak
minun-minum) maka diperlukan bantuan professional.
IMPLIKASI DALAM PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Untuk mencegah atau mengurangi masalah-masalah remaja, guru pembimbing di
sekolah dapat merencanakan program, diantaranya:
1. Memberikan perhatian secara intensif kepada siswa secara individual dengan
membantu memenuhi beberapa kebutuhan spesifik sesuai dengan kebutuhan tugas
perkembangannya.
2. Mengidentifikasi mendekati remaja dan keluarganya sebelum ia memiliki masalah
atau pada awal masalahnya muncul, Bila siswa sudah mengalami masalah guru
pembimbing dengan orang tua bekerjasama untuk mengatasi masalah yang
dihadapi anak remajanya. Guru pembimbing dapat memberikan layanan
kunjungan rumah bagi siswa-siswa yang bermasalah.
3. Pendekatan kolaboratif dengan berbagai nara sumber yang berkompeten dalam
menangani masalah-masalah remaja, misalnya untuk menangani siswa yang telah
mencoba menggunakan zat adiktif, maka para nara sumber dari instansi kesehatan
dan kepolisian didatangkan ke sekolah, untuk memberikan informasi yang
dibutuhkan oleh siswa.
4. Bekerja sama dengan pihak sekolah terutama Kepala Sekolah dan Wakasek
Kesiswaan menciptakan program di mana Kepala Sekolah menjadi salah satu
elemen kunci dalam pengembangan tim sekolah bagi pencegahan kenakalan dan
penyalahgunaan zat adiktif, dalam mendukung dibangunnya klinik yang berbasis
sekolah.
5. Program kunjungan karir, outbound, dan observasi ke tempat-tempat di luar
sekolah merupakan program yang lebih menarik bagi siswa, karena mengambil
basis di lingkungan masyarakat, sehingga kerjasama dan kebersamaan para siswa
akan lebih tercipta baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.
6. Perencanaan program pelaksanaan pelatihan, dengan melibatkan staf-staf khusus
untuk menerapkan konsep-konsep yang baru, misalnya belajar kooperetif.
Program ini terdiri atas pekerja pendukung (psikolog, guru pembimbing, kepala
sekolah, orang tua, siswa, dan guru-guru).
7. Merencanakan pelatihan keterampilan sosial meliputi kegiatan yang mengajarkan
remaja atau siswa mengenai tingkah laku mereka sendiri yang beresiko,
memberikan mereka keterampilan untuk menghadapi situasi yang beresiko tinggi
dan untuk bertahan terhadap pengaruh teman sebaya yang negatif, dan membantu
mereka mengambil keputusan yang sehat mengenai masa depan mereka. Melalui
bermain peran, latihan instruksi dari teman sebaya, dan analisis dari berbagai
media.
8. Merencanakan intervensi teman sebaya sebagai pembimbing untuk
mempengaruhi atau membantu temannya. Karena seringkali siswa yang dipilih
sebagai pembimbing bagi teman-temanya menjadi orang yang lebih memperoleh
banyak hal dari pengalamannya.
9. Melibatkan intervensi orang tua untuk menjadi anggota tim komite sekolah.
10. Merencanakan program dengan menggunakan pendekatan inovatif untuk
memperkenalkan perencanaan karir, memperkenalkan para siswa dengan
pengalaman kerja, dan mempersiapkan mereka untuk menjadi tenaga kerja
melalui layanan bimbingan karir.