tema man_org - manajemen organisasi pemerintah
TRANSCRIPT
PUBLIC ENTREPRENEURSHIP PADA MANAJEMEN
INSTANSI PEMERINTAH
Abstract
Strong demands from society to governmental bodies to carries institutional remedies both internal and external. In order to implement these amelioration, government need to estend its manegerial function on the policy aspects, resources planning and allocation, providing information and building relationship with private sector and citizen. The link connector for both of these relationship is implementation of public netrepreneurship. This concept give government agencies freedom to seek inovation which can carried on to increase their performance within public service and also creating easier ways for fulfilling working demand to be more efective and efficient.
Keywords: public management, public entreprenurship, governance
Pendahuluan
Mengelola dan mengantarkan umat manusia menuju kemaslahatan
bersama, bukanlah perkara yang mudah. Mencapai kesejahteraan dan keselamatan
sosial (welfare), tidaklah sederhana. Untuk itu, diperlukan pengetahuan yang
memadai, keterampilan memimpin, dan kompetensi manajerial dari pemerintah
untuk bisa menjawab persoalan di masyarakat.
Negara dalam upaya mencapai tujuannya, pastilah memerlukan perangkat
negara yang disebut pemerintah dan pemerintahannya. Pemerintah merupakan
organisasi terbesar dalam sebuah negara. Pemerintah berkewajiban untuk
memenuhi kepentingan publik (public interest). Kepentingan yang seharusnya
diperjuangkan oleh pejabat publik dengan segala otoritas yang telah diberikan
oleh masyarakat kepada pemerintahnya yang pada hakekatnya memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
Bila dikaji dari tujuan dan misi utama kehadiran organisasi publik adalah
untuk memenuhi kebutuhan dan melindungi kepentingan publik, kelihatannya
sederhana sekali ukuran kinerja organisasi publik, namun tidaklah demikian
kenyataannya karena sifatnya multidimensional. Tanggung jawab ini harus bisa
dipertanggungjawabkan secara transparan
Porsi tanggung jawab pemerintah dalam pemenuhan kepentingan publik
semakin bertambah ketika kenyataannya pemerintah dituntut tanggap cepat
dengan perubahan atas harapan pelayanan publik yang memadai bagi masyarakat,
atas kinerja aparat pemerintah yang transparan dan akuntabel, komitmen dan
professional dalam berkinerja
Organisasi publik memiliki stakeholders yang jauh lebih banyak dan
kompleks ketimbang organisasi swasta. Stakeholders dari organisasi publik
seringkali memiliki kepentingan yang berbenturan satu dengan yang lainnya,
sehingga membutuhkan pola manajemen publik yang dapat mengakomodir semua
kepentingan.
Organisasi atau institusi publik dengan segala fungsi dan kapasitas
manajamennya diharapkan dapat membawa angin perubahan bagi kondisi
lingkungan internal dan eksternal. Ada upaya berkesinambungan dari pemerintah
untuk selalu melakukan proses inovasi dan pembenahan pada tataran struktural,
sumberdaya dengan segala ketersediaan informasi yang ada, hingga tataran
pembuatan kebijakan. Pada proses ini, pihak swasta dan masyarakat juga turut
dilibatkan.
Manajemen Publik
“Public management as an institution observes "rules of practice", that is, de facto restraints on or guides to behavior, that ensure their legitimacy within a constitutional, or de jure, regime. Properly understood, then, public management is structure, craft, and institution: “management”, “manager”, and “responsible practice”1
Overman mengemukakan bahwa manajemen publik bukanlah manajemen
ilmiah, meskipun sangat dipengaruhi oleh manajemen ilmiah. Manajemen publik
juga bukan analisis kebijakan, bukan administrasi publik yang baru, atau kerangka
1 Lynn, Laurence E. 2001. Public Management. Chicago: University of Chicago. Hal.1
yang lebih baru.2 Manajemen publik merefleksikan tekanan-tekanan antara
orientasi rational-instrumental pada satu pihak, dan orientasi kebijakan politik di
pihak lain.
Manajemen publik adalah suatu studi interdisipliner dari aspek-aspek
umum organisasi. Merupakan gabungan fungsi-fungsi manajemen seperti
perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan dengan sumber daya manusia,
keuangan, fisik, informasi dan politik. Dapat dikatakan bahwa manajemen publik
dan kebijakan publik merupakan dua bidang pemerintahan yang tumpang tindih.3
Paradigma manajemen pada admininistrasi publik, manajemen publik
merupakan subyek yang paling cepat berkembang dalam ruang lingkup
internasional. Dan bila dipandang dari sisi novelty-nya, manajemen publik
merupakan spesialisasi yang relatif baru, tapi berakar dari pendekatan normatif.4
Perkembangan ini tidak lepas dari desakan Woodrow Wilson bahwa sudah
saatnya administrasi publik mulai mengarahkan perhatiannya pada orientasi yang
dimiliki dunia bisnis seperti perbaikan kualitas sumberdaya manusia di
pemerintahan, aspek organisasi berikut metodenya. Namun yang menjadi fokus
utamanya adalah pada perbaikan fungsi eksekutif karena merebaknya gejala-
gejala korupsi ditubuh pemerintahan.
Wilson telah meletakkan empat prinsip dasar bagi studi administrasi
publik yang mewarnai manajemen publik sampai sekarang, yaitu:
1. Pemerintah sebagai setting utama organisasi;
2. Fungsi eksekutif sebagai fokus utama;
3. Pencarian prinsip-prinsip dan teknik manajemen yang lebih efektif sebagai
kunci pengembangan kompetensi administrasi; dan
4. Metode perbandingan sebagai suatu metode studi dan pengembangan
bidang administrasi publik.
2 Keban, Yeremias T. 1994. Manajemen Publik dalam Konteks Normatif dan Deskriptif. Laporan Penelitian Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fisipol UGM, Yogyakarta,.
3 Shafritz J.M. et.al. 1991. Public Management: The Essential Reading, Chicago, Il: Lyceum Books/ Nelson-Hall Publisher.
4 Keban, Yeremias T. 2008. Enam dimensi strategis Administrasi Publik. Yogyakarta: Gavamedia. Hal.100
Ada beberapa konsep manajemen publik yang perlu diketahui bersama diantaranya:
1. Adanya rasa tanggung jawab dalam mencapai sebuah tujuan;
2. Beberapa fungsi eksekutif seperti pengaturan tujuan, menjada kredibilitas
pengawasan, alokasi kewenangan dan sumberdaya, serta memosisikan
sebuah organisasi ke dalam situasi lingkungan politik sebagai komponen
utama tugas seorang manajer publik;
3. Dalam pandangan Moore, inti manajemen publik adalah memahami dan
melaksanakan kebijakan publik dengan menyadari potensi politik dan
kelembagaan yang diberikan. Potensi ini disebut sebagai nilai publik
(public value).5
Pendekatan perilaku baru untuk manajemen publik cenderung menjadi
lebih berorientasi tindakan dan preskriptif yang mengacu pada cara pandang
keahlian. Keahlian ini memberikan perhatian pada keputusan, tindakan dan politik
yang dibutuhkan untuk melaksanakan peran manajerial secara efektif. Pada
tingkatan prioritas paling rendah menempatkan manajer publik dalam
pengembangan kapasitas kelembagaan dan mengikuti nilai-nilai demokrasi yaitu
pada level manajemen terendah dan administratif.
MANAJEMEN PUBLIK DAN SWASTA
Dalam memahami perbedaan manajemen pada sektor publik dan swasta,
pertanyaan pertama yang muncul adalah bagaimana pola manajerial yang ada di
sektor publik dan swasta; apakah ada persamaan dari segi karakter, keahlian, dan
teknik. Kemudian diperluas pada pertanyaan, apakah gagasan besar dari swasta
bisa diaplikasikan pada permasalahan manajemen publik; dan apakah prinsip-
prinsipnya bisa diseret ke sektor publik?
Pada dasarnya elemen dasar yang membedakan antara manajemen publik
dan swasta adalah kepentingan publik berbeda dengan kepentingan swasta;
lembaga atau instansi publik dikuasai oleh negara sehingga perlu
5 Moore, Mark H. 1984. ‘A Conception of Public Management.’ In Teaching Public Management (1984, 1-12).
bertanggungjawab pada nilai-nilai demokratis daripada kelompok; konstitusi
menghendaki masyarakat diperlakukan sama. Meskipun pada prinsip manajemen
dibayang-banyangi oleh manajemen swasta, dengan segala keunikan karakternya,
manajemen publik harus menemukan gayanya sendiri. Sektor publik harus
memiliki akses sumberdaya yang bisa memperkaya pengetahuan, teknik dan
keahliannya dengan atau tanpa bantuan swasta. Keunikan tersebut dapat
dijelaskan oleh Stewart dan Ranson, sebagai berikut:6
1. Model manajemen pelayanan sektor publik memiliki beberapa
karakteristik yang berbeda dengan sektor swasta, yaitu: pertama, sektor
swasta lebih mendasarkan pada pilihan individu (individual choice) dalam
pasar. Organisasi di sektor swasta dituntut untuk dapat memenuhi selera
dan pilihan individual untuk memenuhi keputusan tiap-tiap individu
pelanggan. Keadaan seperti itu berbeda dengan yang terjadi pada sektor
publik. Sektor publik tidak mendasarkan pada pilihan individual dalam
pasar akan tetapi pilihan kolektif dalam pemerintahan. Organisasi sektor
publik mendasarkan pada tuntutan masyarakat yang sifatnya kolektif
(massa). Untuk memenuhi tuntutan individual tentu berbeda dengan
pemenuhan tuntutan kolektif. Oleh karena itu, manajemen pelayanan yang
digunakan tentunya juga berbeda.
2. Karakteristik sektor swasta adalah dipengaruhi hukum permintaan dan
penawaran (supply and demand). Permintaan dan penawaran tersebut akan
berdampak pada harga suatu produk barang atau jasa. Sementara itu,
penggerak sektor publik adalah karena kebutuhan sumber daya. Adanya
kebutuhan masyarakat terhadap sumber daya, seperti air bersih, listrik,
keamanan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya menjadi alasan utama
bagi sektor publik untuk menyediakannya. Dalam hal penyediaan produk
barang atau jasa pelayanan publik tersebut, sektor publik tidak bisa
sepenuhnya menggunakan prinsip mekanisme pasar. Dalam sistem pasar,
harga ditentukan sepenuhnya oleh penawaran dan permintaan, namun di
6 Jutaajrullah. 2010. Perbedaan Manajemen Pelayanan Sektor Publik dengan Manajemen Sektor Swasta. http://jutaajrullah.wordpress.com/
sektor publik harga pelayanan publik tidak bisa ditentukan murni
berdasarkan harga pasar. Oleh karena itu, manajemen pelayanan kepada
publik di sektor publik dan sektor swasta tentu berbeda.
3. Manajemen di sektor swasta bersifat tertutup terhadap akses publik,
sedangkan sektor publik bersifat terbuka untuk masyarakat terutama yang
terkait dengan manajemen pelayanan. Dalam organisasi sektor publik,
informasi harus diberikan kepada publik seluas mungkin untuk
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas publik sehingga pelayanan
yang diberikan dapat diterima seluruh masyarakat secara menyeluruh.
Sementara itu, di sektor swasta informasi yang disampaikan kepada publik
relatif terbatas. Informasi yang disampaikan terbatas pada laporan
keuangan, sedangkan anggaran dan rencana strategis perusahaan
merupakan bagian dari rahasia perusahaan sehingga tidak disampaikan ke
publik.
4. Sektor swasta berorientasi pada keadilan pasar (equity of market).
Keadilan pasar berarti adanya kesempatan yang sama untuk masuk pasar.
Sektor swasta berkepentingan untuk menghilangkan hambatan dalam
memasuki pasar (barrier to entry). Keadilan pasar akan terjadi apabila
terdapat kompetisi yang adil dalam pasar sempurna, yaitu dengan tidak
adanya monopoli atau monopsoni. Sementara itu, orientasi sektor publik
adalah menciptakan keadilan kebutuhan (equity of need). Manajemen
pelayanan sektor publik berkepentingan untuk menciptakan adanya
kesempatan yang sama bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, misalnya kebutuhan terhadap kesehatan, pendidikan, dan
sarana-sarana umum lainnya.
5. Tujuan manajemen pelayanan sektor swasta adalah untuk mencari
kepuasan pelanggan (selera pasar), sedangkan sektor publik bertujuan
untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan sosial. Sektor publik
dihadapkan pada permasalahan keadilan distribusi kesejahteraan sosial,
sedangkan sektor swasta tidak dibebani tanggung jawab untuk malakukan
keadilan distributif seperti itu.
6. Organisasi sektor swasta memiliki konsepsi bahwa pelanggan adalah raja.
Pelanggan merupakan penguasa tertinggi. Sementara itu, dalam organisasi
sektor publik kekuasaan tertinggi adalah masyarakat. Dalam hal tertentu
masyarakat merupakan pelanggan, akan tetapi dalam keadaan tertentu juga
masyarakat bukan menjadi pelanggan. Sebagai contoh, masyarakat yang
membeli jasa listrik dari PT PLN adalah pelanggan PT PLN, sedangkan
yang tidak berlangganan listrik bukanlah pelanggan PT PLN. Akan tetapi,
pemerintah tidak bisa hanya memperhatikan masyarakat yang sudah
berlangganan listrik saja, karena pada dasarnya setiap masyarakat berhak
memperolah fasilitas listrik. Berdasarkan hal ini, maka manajemen
pelayanan yang diterapkan di sektor publik dan sektor swasta tentu akan
berbeda.
7. Persaingan dalam sektor swasta merupakan instrumen pasar, sedangkan
dalam sektor publik yang merupakan instrumen pemerintahan adalah
tindakan kolektif. Keadaan inilah yang menyebabkan sektor publik tidak
bisa menjadi murni pasar, akan tetapi bersifat setengah pasar (quasi
competition). Organisasi sektor publik tidak bisa sepenuhnya mengikuti
mekanisme pasar bebas. Tindakan kolektif dari masyarakat bisa
membatasi tindakan pemerintah. Dalam sistem pemerintahan, sangat sulit
bagi pemerintah untuk memenuhi keinginan dan kepuasan tiap-tiap orang
dan yang mungkin dilakukan adalah pemenuhan keinginan kolektif.
Penjelasan lainnya, perbedaan yang secara pasti yang tidak dapat dibantah
antara manajemen publik dan swasta adalah dari perspektif struktural, keahlian
dan institusional. Kedua sektor ini berbeda dalam melayani kepentingan
masyarakat dengan keahlian dan nilai-nilai yang berbeda pula. Namun perbedaan
ini akan menjadi kabur ketika menganalisa secara khusus mengenai tanggung
jawab manajerial, fungsi dan pertanyaan khususnya organisasi.
Begitu pesat dan berkembangnya paradigma manajemen publik ini, telah
semakin memperkaya peran dan fungsi manajerial sektor publik, diantaranya:
1. Fungsi policy analysis dimana seorang manajer (pada istilah publik
disebut sebagai pimpinan lembaga/institusi pemerintah) pada level
tertinggi dituntut untuk mampu melakukan analisis kebijakan seperti
perumusan masalah, identifikasi hingga proses seleksi alternatif kebijakan.
Seorang manajer juga harus aktif terlibat dalam penentuan program dan
kebijakan yang dapat mengakomodir aspek teknis;
2. Fungsi financial management yang menekankan prinsip akuntabilitas
internal lembaga. Seorang manajer dituntut untuk mampu merencanakan
dan mengatur anggaran berupa usulan rencana anggaran keuangan (RAK)
untuk membiayai pelaksanaan program dan kebijakan pemerintah.
Kegiatan apa saja yang menjadi prioritas dan dirasa penting
diselenggarakan dalam waktu dekat. Aspek politis menjadi dominan
disini;
3. Fungsi manajemen sumberdaya manusia, berkaitan dengan jumlah, jenis,
mutu, distribusi dan utilisasi SDM dengan mengutamakan nilai-nilai
representativeness, responsiveness, efisiensi, efektivitas dan ekonomi.
Untuk itu, seorang manajer paling tidak harus mempertimbangkan
bagaimana cara memeroleh SDM dalam jumlah dan kualitas yang sesuai
dengan kebutuhan, bagaimana meningkatkan dan mengembangkan
kualitas pegawai sehingga dapat bekerja sesuai dengan otoritas yang
diberikan, serta bagaimana memimpin dan mengelola SDM agar sesuai
dengan visi misi organisasi;
4. Fungsi manajemen informasi, seorang manajer mampu mengelola data dan
informasi sesuai dengan kebutuhan perencanaan, pengambilan keputusan,
penilaian kerja, sistem monitoring dan pengendalian. Bagi organisasi yang
dinamis, ketersediaan dan pengelolaan informasi sangatlah penting untuk
memperkuat relasi dan kerjasama dengan pihak luar;
5. Fungsi kehumasan dengan pihak eksternal, seorang manajer mampu
menjalin, membangun dan membina hubungan dengan pihak atau
lingkungan luar seperti lembaga/instansi lain dan juga masyarakat secara
luas. Dan dalam ruang lingkup nasional, lembaga pemerintah perlu
menjalin hubungan dengan lembaga-lembaga independen dan juga media
masa sebagai salah satu sumberdaya informasi potensial.
Fungsi-fungsi tersebut kemudian secara cepat melahirkan isu-isu manajemen
publik seperti privatisasi sebagai alternatif pemerintah dalam melayani publik,
rasionalitas dan akuntabilitas, perencanaan dan kontrol, keuangan dan
penganggaran, produktifitas sumberdaya manusia dan yang paling pentng adalah
pelibatan sektor swasta dan masyarakat.
Manajemen Publik dan Pemerintahan
Manajemen publik melaksanakan aturan institusinya ketika manajer publik
menyesuaikan dengan aturan hukum, mengelola dengan penuh tanggung jawab,
dan tanggap cepat atas peluang pembuatan kebijakan dan reformasi struktural.
Namun manajemen publik bukan satu-satunya institusi yang memelihara
keseimbangan dalam rezim konstitusi.
Kapasitasnya dalam memengaruhi kepentingan publik, tidak semata-mata
berada dalam lembaga eksekutif pemerintah dan tidak pula melakukan kontrol
seperti badan hukum dan peradilan. Keseimbangan antara kapasitas dan kontrol
ini tergantung pada tindakan eksekutif, legislator, institusi hukum, dan
masyarakat. Hubungan tersebut merupakan realitas kompleks dari sebuah
pemerintahan (governance).
Konsep governance yang dibahas oleh Parto7 menjelaskan bahwa
“governance as the totality of theoritical conception of governing”, artinya bahwa
governance merupakan keseluruhan dari interaksi-interaksi yang terjadi dimana
terdapat partisipasi antara pelaku sektor publik dan privat yang bertujuan untuk
menyelesaikan permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi atau menciptakan
peluang atau kesempatan bagi masyarakat.
Diskusi-diskusi mengenai konsep governance, telah banyak dilakukan
sejak awal tahun 1980-an antara policy makers dan ilmuwan sosial sebagai suatu
7 PARTO, Saeed. 2005. “Good” Governance and Policy Analysis: What of Institutions?, Maastricht Economic Research Institute on Innovation and Technology (MERIT).http://www.merit.unu.edu/
kolaborasi, kerja sama dan koordinasi terhadap sejumlah interpendensi antara
pelaku-pelaku dalam pasar, jaringan dan hirarki. Diskusi-diskusi tersebut
mengenai perubahan cara governance yang bisa dikelompokkan dalam dua
kelompok utama, yaiu:
1. Pandangan yang menekankan pada kolaborasi, kerja sama, hubungan yang
erat antara publik dan privat dan menjadi suatu produk dari perubahan
paham atau ideologi neo-liberalism dan sebuah pergeseran dari konsep
negara sebagai penyedia kesejahteraan dan bertanggung jawab terhadap
kohesi sosial. Pandangan ini mengubah karakteristik governance yang
lebih kearah berkurangnya demokrasi.
2. Pandangan bahwa informalitas fungsi formal negara menandakan sebuah
pergeseran kearah “cogovernance” dimana para aktor dalam masyarakat
sipil dapat melibatkan diri dalam masalah kebijakan publik dari pada yang
dilakukan selama periode setelah perang dunia II sampai awal tahun 1980-
an. Pandangan ini tampaknya berpotensi bagi meningkatnya demokrasi
dan peran masyarakat dalam masalah kebijakan dan pembangunan sosial.
Dalam proses pembuatan kebijakan lingkup governance sering
digambarkan sebagai exercise dari kekuasaan dan kontrol oleh kemajemukan
sektor privat dan kepentingan publik. Dari sini dapat kita lihat bahwa konsep
governance menonjolkan pada proses kolaborasi dan kerja sama antara
pemerintah, sektor publik dan privat yang menyangkut kepentingan bersama.
Masalah yang lebih luas untuk setiap yurisdiksi pemerintahan sendiri,
mendistribusikan kekuasaan diantara organisasi dan institusi yang sah sehingga
untuk mendirikan sebuah rezim pemerintahan yang menjamin keseimbangan
antara kepentingan dan nilai-nilai. Pemerintahan tidak dirancang agar menjadi
efisien atau kuat, tetapi untuk dapat dipertahankan dan ditempa.8 Disinilah letak
tantangan lanjutan manajemen publik sebagai sebuah institusi. Sebagai akibat dari
pembatasan rezim dan politik yang berkuasa, manajer publik memiliki
8 Wilson, James Q. 1989. Bureaucracy: What Government Agencies Do and Why They Do It. New York: Basic Books.
kemungkinan untuk berhadapan dengan sumber daya yang tidak memadai, beban
kerja yang berlebih dan sarat laporan administratif, petunjuk atau arahan yang
tidak konsisten pada kebijakan yang telah dibuat, atau misi institusi yang tidak
mudah untuk dicapai yang sarat dengan multi kepentingan.
Sementara itu, konsekuensi manajemen publik dari pemerintahan adalah
mengatur relevansi yang ada pada setiap kebijakan, peraturan dan program yang
disenggarakan oleh pemerintah itu sendiri. Itu sebabnya, banyak pandangan yang
menilai perlunya sebuah tatanan reformasi di tubuh pemerintahan sebagai upaya
untuk menggunakan ukuran kinerja dalam pengalokasian sumberdaya, untuk
memberdayakan aparat pemerintah untuk melakukan perbaikan secara terus
menerus pada pelaksanaannya, serta mendorong pola efisiensi yang lebih besar.
Semua memiliki implikasi besar bagi manajemen publik sebagai sebuah institusi.9
Manajemen publik sebagai lembaga dan manajer publik sebagai individu
harus berusaha untuk melakukan yang terbaik. Melakukan yang terbaik sesuai
dengan keahlian, yang dapat diperoleh dari pelatihan dan praktek yang didasarkan
pada studi dan analisis kasus-kasus tertentu. Bahkan mungkin menyangkut
masalah pelembagaan dan internalisasi nilai-nilai, yang secara sadar diarahkan
pada tanggung jawab manajerial. Meskipun karakter khusus dari struktur,
keahlian, dan lembaga bermacam-macam disetiap organisasi, tingkatan
pemerintah dan negara dengan budaya hukum dan politik yang berbeda.
Public Entrepreneurship pada Manajemen Institusi Pemerintah
Penerapan public enterpreneurship pada sektor pemerintahan disadari
mulai diperlukan setelah gagalnya sistem birokrasi yang selama ini telah
dilaksanakan oleh pemerintah. Semakin meningkatnya keluhan dan ketidakpuasan
warga masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh pemerintah,
menunjukkan bahwa pemerintah sudah tidak memiliki kemampuan untuk
menciptakan inovasi akan pelayanan yang lebih baik dan kapabilitas untuk
menjalankan roda organisasinya dengan efektif serta efisien.
9 Pollitt, Christopher. 2000. Is the Emperor in His Underwear? An Analysis of the Impacts of Public Management Reform. Public Management, 2:2: 181-199.
Konsep public entrepreneurship menekankan pada pemberian kebebasan
pegawai pemerintah untuk menemukan hal – hal baru yang dapat dilaksanakan
demi meningkatkan kinerja mereka dalam pelayanan kepada warga masyarakat
atau menciptakan cara yang lebih mudah untuk diterapkan bagi pemenuhan
tuntutan kerja mereka agar menjadi lebih efektif dan efisien. Sudah menjadi
rahasia umum, bahwa kinerja badan pemerintahan pada saat ini sangat tidak
memihak pada warga masyarakat. Para pejabat pemerintahan hanya
mementingkan kepentingan mereka sendiri dan melupakan kewajiban utama
mereka sebagai pegawai pemerintah, yaitu sebagai pelayan publik.
Krisis keuangan yang baru saja terjadi serta kecenderungan sektor
ekonomi mengalami penurunan, memunculkan dorongan untuk mengkaji kembali
hubungan antara sektor swasta dan sektor publik. Pihak legislatif dan kesekutif
dalam pemerintah menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam penurunan
kinerja pemerintah ini karena terlalu pasif dalam pelaksanaan roda pemerintahan
serta memberikan terlalu banyak kebebasan untuk bereksperimen dalam segi
ekonomi dengan mempertaruhkan keuangan negara pada sektor derivatif finansial
dan meresponnya dengan lebih terlibat dalam pembuatan kebijakan moneter,
fiskal dan industri.
Institusi publik menjadi semakin aktif dalam membentuk inovasi sektor
swasta demi mencapai sasaran dan tujuan nasional. Pemerintah sendiri semakin
gencar menerapkan perilaku entrepreneurship, dengan melegitimisasi privatisasi
dan pemanfaatan outsourcing pada kegiatan – kegiatan yang umumnya dilakukan
sendiri oleh pemerintah, seperti pembangunan jalan yang mulai menggunakan
sistem tender pada pihak swasta. Konsep public entrepreneurship ini masih belum
sempurna karena kepentingan publik sendiri masih belum dapat dipetakan karena
dapat berubah – ubah sewaktu–waktu, meskipun keadaan sedang dalam kondisi
terbaiknya.
Dorongan untuk menerapkan kewirausahaan dan inovasi pada kepentingan
publik muncul untuk mencapai efisiensi dan inovasi dalam jalannya roda
pemerintahan, inovasi sendiri dalam kepentingan publik diperlukan untuk
menimbulkan ide – ide baru yang bertujuan merevitalisasi institusi–institusi
publik yang telah kehilangan relevansi dan akuntabilitasnya. Kewirausahaan pada
sektor publik dapat berwujud dalam berbagai kegiatan pemerintahan, seperti
merubah lingkungan institusional atau merubah regulasi untuk menjalankan
kegiatan dalam lingkungan tersebut, serta mengambil manfaat dari kegiatan sektor
swasta demi kebaikan bersama.
Kegiatan–kegiatan ini mencakup juga penciptaan sumber daya publik dan
pembuatan kebijakan alokasi sumber daya tersebut ketika sudah tersedia. Inovasi
pada kepentingan publik terjadi ketika berbagai sumberdaya ini dipergunakan
dengan cara – cara baru yang bersumber dari ide – ide baru dan memilik relevansi
dengan kepentingan publik dan mekanisme penggunaan mereka. Wirausahawan
pada sektor publik mengejar kepentingan publik yang dikombinasikan dengan
sumber daya sektor publik, sama halnya dengan sumber daya sektor swasta yang
mengejar sasaran hasil kegiatan sosial ekonomi masyarakat.10
Seperti wirausahawan sektor swasta, publik entrepreneurship berusaha
mencapai berbagai macam objek termasuk juga keuntungan dari pihak swasta.
Proses mengelola public entrepreneurship dapat menjadi sangat kompleks.
Konsep entrepreneurship yang berasal dari bidang ilmu manajemen dan ekonomi
sangat berguna untuk memahami alokasi sumber daya dan perubahan ekonomi
dalam sistem non-pasar. Sumber daya publik dan piranti mereka harus
didefinisikan terlebih dahulu, dipahami dan dikelola secara efektif agar inovasi
dapat terjadi.11
Sementara analogi antara entrepreneur sektor swasta dan entrepreneur
sektor publik memiliki batasan – batasan dan harus digunakan dengan hati – hati,
wawasan yang memungkinkan untuk disimpulkan dari teori – teori mengenai
kewirausahaan sektor swasta adalah pengertian yang diambil mengenai
konseptualisasi entrepreneur sebagai pengambil keputusan dengan alokasi sumber
10 Ostrom, E. (1990). Governing the Commons: The Evolution of Institutional Forms of Collective Action. Cambridge, UK: Cambridge University Press.
11 Raymond, L. (2003). Private Rights in Public Resources. Washington, D.C.: Resources for the Future Press.
daya yang langka serta tidak menentu. Entrepreneurship sering diartikan sebagai
inovasi, kreativitas, pendirian organisasi atau aktivitas baru. Dengan
konseptualisasi ini entrepreneurship dapat terjadi diman saja baik itu pasar
ekonomi, perusahaan – perusahaan atau pemerintahan.
Entrepreneurship merupakan fasilitas dari kesadaran atau kewaspadaan
akan kesempatan – kesempatan mereguk keuntungan yang ada di sekitar pelaku
entrepreneurship.12 Apabila kesempatan akan keuntungan merupakan jalan terbaik
sebagai pemicu untuk melakukan aktivitas, maka kesempatan – kesempatan ini
terdapat di mana saja, bahkan di dunia politik dan pemerintahan, serta apabila
objek dari public entrepreneurship adalah untuk memenuhi kepentingan publik
daripada mengejar keuntungan ekonomi semata, maka banyak hal yang dapat
dicapai dari konseptualisasi ini.13
Dalam sistem non-pasar, konseptualisasi ini memerlukan ide–ide
mengenai sumber daya publik dan hasil dari kegiatan publik. Analogi yang dapat
digunakan adalah baik entrepreneur sektor swasta dan publik merasa adanya gap
antara hasil aktual dan hasil potensial, serta mencari sumber daya untuk
mengurangi gap tersebut. Ketika entrepreneur sektor swasta menemukan jalan
untuk memperoleh sumber daya yang dibutuhkan dan menggunakan mereka
untuk mencapai pendapatan yang besar melebihi biaya yang dikeluarkan,
entrepreneur publik mencari jalan untuk menyusun sumber daya untuk memenuhi
kepentingan sosial dan nominal masyarakat dan menggunakan sumber daya
tersebut untuk memberikan pelayanan yang lebih baik pada kepentingan publik
(Ostrom, 1965 & 2005).14
Kepentingan publik sangat berhubungan dengan kepentingan pada sektor
swasta, karena pada dasarnya kepentingan publik adalah bagian dari kumpulan
kepentingan dari tiap–tiap individu. Maka dari itu, resolusi untuk memecahkan
12 Kirzner, I.M. (1997). Entrepreneurial Discovery and the Competitive Market Process: An Austrian Approach. Journal of Economic Literature, 35: 60–85.
13 Bernier, L. & Hafsi, T. (2007). The Changing Nature of Public Entrepreneurship. Public Administration Review, 67: 408-533.
14 Ostrom, E. (2005). Unlocking Public Entrepreneurship and Public Economies. Helsinki, Finland: EGDI.
permasalahan untuk mengurangi gap antara performa aktual dan potensial
menjadi sangat penting dalam public entrepreneurship.
Salah satu konseptualisasi yang muncul sebagai penyempurna efisiensi
public entrepreneurship adalah mekanisme peminimalisiran biaya transaksi oleh
negara yang mampu meningkatkan pendapatan atau pemasukan bagi negara,
dengan melakukan aktivitas wirausaha, negara dapat menyelaraskan kepemilikan
properti dan menciptakan mekanisme pemerintahan baru dalam rangka
meningkatkan pemasukan, meskipun mengaburkan antara kepentingan publik
dengan sektor swasta (North, 1990).
Konsep ini menekankan biaya transaksi sebagai sumber utama inefisiensi
dan menyarankan bahwa struktur politik yang dirancang dengan baik dapat
menciptakan nilai ekonomi tinggi melalui pengurangan biaya – biaya ini. Dalam
konseptualisasi ini, wirausahawan sektor publik dan swasta berbagi tujuan
fundamental yang sama, untuk mendapatkan hasil dari keunggulan, kapabilitas
dan tindakan potensial mereka.15
Penciptaan nilai ekonomi oleh entrepreneur sektor swasta ditujukan pada
pencapaian keuntungan ekonomi merupakan kriteria mutlak untuk mencapai
kesuksesan, sementara entrepreneur sektor publik, manfaat yang didapat bukan
hanya manfaat ekonomi namun manfaat yang akan terus bertambah, yaitu
popularitas diantara masyarakat dan nilai yang akan terus meningkat baik nilai
ekonomis maupun nilai organisasional. Wawasan penting bagi sektor publik
dalam pengembangan konsep entrepreneurship ini adalah bagaimana memiliki
kontrol akan sumber daya dan penerapan penggunaan pertimbangan kebijakan
mengenai efisiensi dalam memelihara dan memperluas pelayanan bagi
kepentingan publik.
Penekanan inovasi dan penemuan baru dalam konsep entrepreneurship
tidak selalu sesuai untuk diterapkan pada sektor publik. Perlu diketahui bahwa
sektor publik dan sektor swasta memiliki tujuan yang berbeda, terkadang teknik –
15 Pitelis, C.N. & Teece, D.J. 2010. Cross-border Market Co-creation, Dynamic Capabilities and the Entrepreneurial Theory of the Multinational Enterprise, Industrial and Corporate Change, forthcoming.
teknik entrepreneurship yang digunakan oleh sektor swasta tidak sesuai
diterapkan pada sektor publik dan sering berujung pada perilaku tidak beretika.
Hal ini dapat berimbas dengan munculnya perilaku yang melanggar norma dan
korupsi dalam pemerintahan karena badan pemerintahan berusaha dijalankan
layaknya perusahaan swasta. Terdapat beberapa poin mengenai dampak potensial
public entrepreneurship terhadap etika publik/ pemerintah dalam menjalankan
tugasnya, yaitu antara lain:16
1. Pengurangan regulasi yang dipandang sebagai keuntungan dalam
penerapan public entrepreneurship, memungkinkan berkuranganya
jaminan keadilan bagi individual dan kelompok – kelompok tertentu dan
meningkatkan kemungkinan terjadinya korupsi.
2. Ketergantungan pada kebiasaan privatisasi dan sistem tender sebagai saran
untuk meningkatkan efisiensi pada sektor publik dapat menyesatkan,
karena dengan hilangnya persaingan kompetitif dalam pasar penyedia
leveransir dapat memungkinkan timbulnya produk layanan yang mahal
dan buruk serta korupsi yang semakin tinggi.
3. Pengurangan biaya untuk melaksanakan kegiatan pemerintahan demi
mencapai efisiensi terkadang berujung menjadi birokrasi terselubung tanpa
ada usaha untuk menghilangkan birokrasi secara menyeluruh
4. Tidak terlatihnya staf pemerintahan menjadi manajer yang membuat
kontrak perjanjian bagi tender proyek pemerintah menimbulkan
kecurangan–kecurangan karena kontrak tersebut terkadang tidak
dilengkapi dengan persyaratan yang mengikat bagi pemenang tender.
Peran Public Entrepreneur
Public entrepreneur setidaknya terlibat dalam empat peran penting.
Pertama, mereka adalah ujung tombak dalam menciptakan kehidupan yang lebih
baik dan berkualitas tinggi bagi komunitas masyarakat. Public entrepreneurs
16 Frederickson, H. George, 1995. "Misdiagnosing the Orange County Scandal," Governing (April)
secara umum berkomitemen untuk menciptakan pemerintahan yang lebih efektif
dan efisien. Mereka berusaha menciptakan pelayanan publik yang dibutuhkan dan
bernilai bagi masyarakat, mulai dari yang bersifat rekreasional hingga mencakup
sistem kesahatan masyarakat. Menyediakan perumahan murah, mitigasi
kemiskinan, rekreasi, pendidikan dan keadilan adalah elemen – elemen untuk
mencapai standar hidup yang tinggi.
Kedua, mereka sering terlibat dalam pembangunan lingkungan
entrepreneurship yang tersentralisasi untuk mendukung sntrepreneurship dalam
dunia bisnis. Lingkungan entrepreneur merupakan lingkungan dimana
entrepreneur baik sari swasta maupun publik dapat mencapai kualitas hidup yang
layak, termasuk juga regulasi bisnis dan struktur pajak yang kondusif, kesempatan
untuk membuat jaringan komunikasi, akses pada modal, kultur bisnis yang
mendukung entreprenueur untuk berusaha, dan pelayanan bisnis yang kokoh.
Public entrepreneurs nmerupakan tokoh utama dalam membangun lingkungan
entrepreneur di dalam komunitas hingga negara. Tidak hanya menciptakan iklim
yang sesuai bagi entrepreneur sektor bisnis, namun juga membangun sistem
pendukung bagi pelaksanaan kegiatan entrepreneurship itu sendiri.
Ketiga, memimpin institusi publik atau komunitas dalam pelayanan
publik. Loma institusi publik yang menjadi fondasi dalam komunitas, seperti
sekolah, kesehatan masyarakat, pemerintahan lokal, pengembangan komunitas
dan institus keyakinan beragama. Institusi – institusi ini merupakan institusi yang
memiliki jumlah karyawan yang banyak, dan tempat utama untuk melaksanakan
hal kewarganegaraan masyarakat. Entrepreneurship dalam institusi ini dibutuhkan
untuk merespon dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang.
Apabila terdapat public entrepreneur di dalam institusi – intitusi ini, masyarakat
dapat merasakan komunitas yang melaksanakan konsep entrepreneurship yang
kokoh.
Keempat, mereka secara langsung membimbing para entrepreneur sektor
bisnis dalam menghasilkan produk atau jasa yang dapat menghasilkan keuntungan
bagi mereka. Para pelaku public entrepreneur terlibat dalam sistem pendukung
pelayanan bagi entrepreneur, untuk meningkatkan kegiatan entrepreneurial
menjadi kegiatan yang berhasil dan dapat memberikan pemasukan bagi individu
maupun perusahaan yang melakukan entrepreneurship.
Public entrepreneur pada dasarnya dapat menerapkan cara yang berbeda –
beda dalam mengembangkan, mengendalikan dan mengalokasikan sumber daya –
sumber daya yang ada daripada entrepreneur sektor swasta (Ostrom, 1964)17.
Public entrepreneur memiliki akses untuk menggunakan kewenangan –
kewenangan tertentu dan memiliki kekuatan yang lebih unggul untuk memperluas
jangkauan aktivitas dari usaha mereka menjalankan entrepreneurship. Namun,
kewenangan tersebut bukannya tanpa batas. Para public entrepreneur dibatasi oleh
hukum dan peraturan dimana mereka bekerja unruk menggunakan kewenangan
yang dapat mereka eksploitasi. Apabila entrepreneur sektor swasta dapat
melaksanakan segala kegiatan selama itu legal untuk mencapai segala keuntungan
yang legal juga, public entrepreneur dikekang oleh peraturan – peraturan organik
untuk melaksanakan tugasnya, dibebankan kepada mereka oleh pejabat tinggi atau
kepala organisasi pemerintahan tempat mereka bertugas.
Tujuan dari perusahaan atau organisasi pemerintahan dibentuk tanpa
adanya kemungkinan untuk dirubah kecuali terdapat perubahan pada hukum/
peraturan yang mampu mengubah tujuan tersebut. Teknik – teknik untuk
mencapai tujuan – tujuan tersebut juga telah diatur sehingga setiap public
entrepreneur harus menggunakan teknik tersebut tanpa terkecuali. Meskipun
kewenangan yang dimiliki oleh public entrepreneur terlihat tinggi dalam
jangkauan serta keleluasannya, kapasitas mereka untuk memperkenalkan cara –
cara baru untuk menyelesaikan permasalahan – permasalahan baru menggunakan
inisiatif dan otoritasnya sendiri, umumnya lebih terbatas oleh hukum organisasi
pemerintahan tempat dia bertugas dibandingakan dengan kewenangan yang
dimiliki entrepreneur sektor swasta. Oleh karena itu public entrepreneur lebih
terikat dan terlibat dalam proses politik agar dapat mengotorisasi dan memvalidasi
program – program baru dan institusi baru untuk mencapai tujuan -tujuan
mereka.
Motivasi yang dimiliki oleh public entrepreneur lebih kompleks dari
entrepreneur sektor swasta sejak peraturan mengenai pelaksanaan tugas yang
memepengaruhi keduanya dalam melakukan pekerjaan mereka sangatlah berbeda.
Peraturan kerja yang mempengaruhi public entrepreneur membatasi kapasitas
mereka untuk mencari keuntungan pribadi. Seorang public entrepreneur umumnya
tidak diperbolehkan mendirikan perusahaan publik demi tujuan memanfaatkan
kesempatan untuk kepentingan pribadi. Dia harus memperoleh otorisasi yang
diberikan oleh badan legislatif atau suara rakyat yang membenarkan apakah
publik membutuhkan adanya perusahaan publik baru beroperasi di komunitas
mereka. Public entrepreneur yang juga merangkap sebagai pejabat publik
diberikan tanggung jawab untuk tetap melayani dan memberikan pelayanan
terhadap kepentingan – kepentingan publik. Pejabat publik yang berusaha mencari
keuntungan pribadi bagi dirinya sendiri dengan menggunakan kewenangan –
kewenangan yang diberikan oleh pemerintah dan mengabaikan kepentingan
publik dapat dikenai sanksi dan perlakuan khusus untuk membenahi perilaku
mereka yang merugikan tersebut. Masyarakat dapat mengajukan tuntutan hukum
dan mendorong pemberian sanksi kepada setiap pejabat publik yang menyimpang
dan mencelakai kepercayaan publik.
Untuk melaksanakan konsep entrepreneurship dalam tata pemerintahan
dibutuhkan sebuah sistem mencakup berbagai cara yang memungkinkan
pelaksana public entrepreneurship menjalankan konsep tersebut secara maksimal.
Salah satau sistem yang memungkinkan untuk digunakan adalah Public
Entrepreneurship Network (PEN). Public Entrepreneurship Network (PEN)
adalah model untuk mendapatkan sisi dinamis dari peruabahan serta implikasi
bagi tindakan – tindakan badan – badan pemerintah serta aktor – aktor
pemerintahan lainnya yang memiliki kepentingan dalam pengembangan
berkelanjutan di pemerintahan serta sektor publik. Model ini memiliki lima (5)
fitur kunci yang membedakan Public Entrepreneurship Network (PEN) dengan
model lain, yaitu:
1. Pola kerjasama antar intra-organsiasi yang meliputi sektor publik, swasta
dan bidang kewarnegaraan
2. Pengembangan menyeleruh pola kerjasama intra organisasi melalui
interaksi dalam jaringan pemecahan masalah yang tersentralisasi.
3. Dukungan inisiatif lokal mengenai kepentingan publik oleh pemerintah.
4. Peran organisasi – organisasi tertentu yang berhubungan dengan
kepentingan pubik sebagai rekan pemerintah dalam pemenuhan pelayanan
sektor publik.
5. Ekologi institusional yang dapat memfasilitasi pengembangan teknik
pemenuhan kepentingan publik.
Public Entrepreneurship Network (PEN) mengkombinasikan inisiatif lokal
yang memiliki karakter entrepreneurial dengan orientasi yang kokoh untuk
ketahanan kepentingan dan tujuan publik lainnya. Hal ini dapat dicapai karena
bermacam – macamnya organisasi yang berpartisipasi dalam model jaringan ini.
Public Entrepreneurship Network (PEN) dikarakterisasikan baik oleh pola
pengembangan dan peran kunci sebagai fasilitator diperlukan untuk mencapai
perkembangan sistem pencapaian pemenuhan tujuan publik yang semakin
meningkat. Peranan ini menekankan pada kemampuan sebagai fasilitator daripada
kegiatan manjerial dan cenderung untuk menyejajarkan cakupan peran
entrepreneurial yang telah dilakukan oleh entrepreneur sektor swasta di dalam
sektor ekonomi yang dinamis seperti teknologi informasi. Peranan ini mencakup,
antara lain:
1. Pioner yang mengenali adanya kesempatan, melakukan inisiatif dan
mengkatalisasi tindakan dengan membuat komitmen kerja yang tinggi
2. Spekulan modal publik yang memahami resiko yang dimiliki paket
finansial, sosial dan modal masyarakat untuk mencapai tujuan yang
dibutuhkan.
3. Pengawas yang menyediakan sebuah lingkungan dimana inovasi dapat
tumbuh subur dengan memelihara perkembangan hubungan kerjasama
sebagai hasil dukungan jaringan formal dan non-formal.
4. Mediator yang membangun konsensus tujuan dan arah organisasi serta
membawa sistem pemecahan masalh yang sesuai untuk menghadapi
potensi konflik yang mengncam perkembangan kegiatan entrepreneurship
mengalami penundaana atau menyimpang dari tujuan semula.
5. Pelayan pelayanan kepentingan publik yang memfokuskan diri pada
mempertahankan standar perilaku yang bertanggung jawab serta
memfasilitasi perpaduan demokrasi komunitas di dalam program
pencapaian tujuan.
Pemerintah harus berpartisipasi untuk memastikan bahwa public
entrepreneurship networks (PEN) berfungsi dengan efektif dan tetap berorientasi
pada tujuan – tujuan kepentingan publik. Tindakan pemerintah pun tetap harus
tidak mengancam ekologi hubungan yang sudah terjalin dan telah menunjukkan
penggunaan enrergi serta perhatian yang besar untuk menjadikan sistem jaringan
ini menjadi sistem yang efektif. Hal ini memberikan tantangan baru bagi badan –
badan pemerintahan karena peran partisipasi mereka sangat esensial dalam pola
ini, namun keinginan mereka untuk menlegislasi dapat mengganggu pola
perkembangan yang ingin mereka capai. Mengidentifikasi dan memahami cara
kerja public entrepreneurship networks (PEN) hanyalah langkah awal dalam
mencapai tujuan kepentingan publik. Pemerintah harus belajar bagaiman
memfasilitasi penciptaan sistem jaringan ini dan memperluas dampak positif yang
bisa dicapai ke semua lini pemerintahan.
REFERENSI
Ostrom, E. (1990). Governing the Commons: The Evolution of Institutional Forms of Collective Action. Cambridge, UK: Cambridge University Press.
Raymond, L. (2003). Private Rights in Public Resources. Washington, D.C.: Resources for the Future Press.
Kirzner, I. M. (1973). Competition and Entrepreneurship. Chicago, IL: University of Chicago Press. Kirzner, I. M. (1997). Entrepreneurial Discovery and the Competitive Market Process: An Austrian Approach. Journal of Economic Literature, 35: 60–85.
Schuler, D. A., Rehbein, R. & Cramer, D. (2002). Pursuing Strategic Advantage through Political Means: A Multivariate Approach. Academy of Management Journal, 45: 659-672.
Bernier, L. & Hafsi, T. (2007). The Changing Nature of Public Entrepreneurship. Public Administration Review, 67: 408-533.
Ostrom, E. (1965). Public Entrepreneurship: A Case Study in Ground Water Basin Management. Unpublished dissertation, Los Angeles, CA: UCLA.
Ostrom, E. (2005). Unlocking Public Entrepreneurship and Public Economies. Helsinki, Finland: EGDI.
Pitelis, C.N. & Teece, D.J. (2010). Cross-border Market Co-creation, Dynamic Capabilities and the Entrepreneurial Theory of the Multinational Enterprise, Industrial and Corporate Change, forthcoming.
Frederickson, H. George, 1995. "Misdiagnosing the Orange County Scandal," Governing (April)
Frederickson, H. George, 1999, “Public Ethics and the New Managerialism”
March, 2002 Public Entrepreneurship Center for Rural Entrepreneurship Deborah Markley Don Macke
Ostrom, Elinor. 1964. Public Entrepreneurship: A Case Study in Ground Water Basin Management. Los Angeles: University of California.