tema : education in the 21st century: knowledge...
TRANSCRIPT
Tema : Education in the 21st Century: Knowledge, Professionalism, and Values
Subtema : Language and Culture
ERROR ANALYSIS LANGUAGE STUDIES AT USER LANGUAGE IN RESTAURANT
by: Dr. Hindun*
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
[email protected] / [email protected]
Abstract
Speaking in Indonesia that is good and right become a must for Indonesia citizens who
upholding the sound of the third from the sumpah pemuda. Systematic language reflects the
way a person thinks coherently. Know the use of the languages spoken in the capital of culinary
connoisseurs into interesting things that can be researched.
Through qualitative methods, the use of the language in three houses packed with a
diverse range of speakers can be classified a level is cleared. The theory of error analysis
language used (Selinker, L. ;1975 dan W. Nelson Francis; 1958) will peel away a variety of
findings about the use of language errors.
The results of this study describes the use of the language of culinary connoisseurs with
an error rate of different language. Errors in the morfofonemik process (the process of change,
the addition of phonemes, and removal of phonemes) became the most findings in the study.
Keywords: lovers of culinary, restaurants, study anakes, morfofonemik
STUDI ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA PADA PENUTUR BAHASA
DI RUMAH MAKAN
oleh: Dr. Hindun*
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
[email protected] / [email protected]
Abstract
Berbahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi suatu keharusan bagi warga negara
Indonesia yang menjunjung tinggi bunyi ketiga dari sumpah pemuda. Berbahasa yang
sistematis mencerminkan jalan berpikir seseorang yang runtut. Mengetahui penggunaan bahasa
yang dipakai para pecinta kuliner di ibukota menjadi hal menarik yang bisa diteliti.
Melalui metode kualitatif, pengunaan bahasa pada tiga rumah makan dengan beragam penutur
dapat diklasifikasikan tingkat kesalahannya. Teori analisis kesalahan berbahasa (Selinker, L.
(1975) dan W. Nelson Francis (1958) yang dipakai akan mengupas berbagai temuan tentang
kesalahan penggunaan bahasa tersebut.
Hasil penelitian ini mendeskripsikan penggunaan bahasa para pecinta kuliner dengan tingkat
kesalahan berbahasa yang berbeda-beda. Kesalahan dalam proses morfofonemik (proses
perubahan fonem, penambahan fonem, dan penghilangan fonem) menjadi temuan terbanyak
dalam penelitian ini.
Kata kunci: pecinta kuliner, rumah makan, studi anakes, morfofonemik
I. PENDAHULUAN
Kota metropolitan yang disandang oleh ibukota Jakarta dipenuhi dengan beragam penutur
bahasa. Penggunaan bahasa pada masyarakat yang berbeda B-1 (bahasa ibu) nya membuat
warna tersendiri dalam menuturkan sebuah kalimat atau memilih diksi untuk digunakan.
Menggunakan bahasa pada berbagai situasi dan kondisi dengan mitra tutur yang tidak sama
bisa menjadi sebuah problem manakala pengguna bahasa memakai diksi yang tidak dipahami
oleh mitra tutur, bahkan kalimat yang terasa janggal akan membuat mitra tutur
mengkerenyitkan dahi untuk memahami maksud tuturan yang disampaikan. Studi anakes
(analisis kesalahan berbahasa) menyentuh peneliti untuk mengungkap dan mengkajinya
sehingga tergambar klasifikasi kesalahan berbahasa pada para pecinta kuliner tersebut.
Sebagaimana diketahui bahwa terdapat empat sumber kesalahan berbahasa (teori .......)
yang akan memposisikan para penutur itu berada pada lefel kesalahan berbahasa sebagai
pengguna bahasa di masyarakat. Oleh karena itu, di ketiga rumah makan yang notabene
beragam pendatang mendiami kota metropolis ini menjadi subjek penelitian mengenai
penggunaan bahasa tersebut.
II. LANDASAN TEORI
A. Proses Kesalahan Berbahasa
Pendapat Selinker, L. (1975) dalam buku “Interlanguage” dalam Richards, Jack. (ed.) “Error
Analysis: Perspective on Second Language Acquisition”. (London: Longman Group Limited)
mengungkapkan bahwa “proses terjadinya kesalahan berbahasa dapat berupa: (1.) Proses
transfer bahasa, (2.) Transfer proses pelatihan, (3.) Strategi belajar bahasa kedua, (4.) Strategi
komunikasi bahasa kedua”.1
Proses kesalahan berbahasa akan lebih menekankan pada bagaimana runtutan perubahan
peristiwa dalam kesalahan berbahasa. Adapun yang dimaksud dengan proses transfer bahasa
yakni adanya kecenderungan pelajar memindahkan unsur bunyi, bentuk, arti, dan bahkan
budaya bahasa yang telah dikuasainya ke dalam bahasa sasaran atau bahasa yang sedang
dipelajarinya.
Jadi, transfer tersebut ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negatif. Contoh:
Tuturan siswa kelas 6 SD yang B1= Bahasa Jawa
-Perahu itu isinya orang dua
-Anak yang duduk di belakang sendiri itu namanya Amin
Contoh tuturan tersebut menggambarkan bahwa siswa menggunakan bahasa Indonesia dengan
struktur Bahasa Jawa. Pada tuturan itu tampak tuturan bahasa Jawa dari siswa yakni: -Isine
wong loro, dan -Ing buri dhewe. Kemudian dari pengetahuan bahasa terhadap struktur bahasa
yang dimilikinya itu diterjemahkan langsung ke dalam bahasa Indoensia dan langsung
digunakan. Terjadilah tuturan atau kalimat yang dihasilkan oleh siswa tersebut yakni: -Isinya
orang dua, dan –Di belakang sendiri. Padahal secara tatabahasa Indonesia yang benar,
seharusnya kalimat itu berbunyi: -Berisi dua orang, dan –Paling belakang.
Selanjutnya, strategi komunikasi bahasa kedua yang merupakan bagian paling bersentuhan
dengan penelitian ini. Dalam teori ini agar dapat berkomunikasi dalam bahasa sasaran,
1 L. Selinker dalam buku “Interlanguage” dalam Richards, Jack. (ed.) “Error Analysis:
Perspective on Second Language Acquisition”. (London: Longman Group Limited, 1975).
pembicara harus masuk dalam keseluruhan konteks komunikasi, memahami perangkat
kognitif, afektif, dan aspek kebahasaan si pendengar.
Secara individu, pembicara mengorganisasikan makna yang dimaksudkan, kemudian menarik
struktur yang ada yang dimilikinya untuk mempengaruhi komunikasi.
Contoh: (seharusnya) hati-hati, diucapkan “ati-ati”. (seharusnya) habis diucapkan “abis”.
B. Sumber Kesalahan Berbahasa & Morfofonemik
Terdapat empat sumber kesalahan berbahasa yaitu: (1) dialek idiosinkratik; (2) over
generalization (penyamarataan berlebihan); (3) penerapan kaidah yang tidak sempurna; (4)
salah menghipotesiskan konsep.
Proses morfofonemik merupakan proses yang terjadi pada suatu morfem akibat
pertemuan morfem dengan morfem lainnya. Ada juga yang mengartikan sebagai gejala
berubahnya fonem sebagai akibat bergabungnya beberapa morfem (biasanya afiks dan morfem
dasar). Banyak definisi yang dikemukakan oleh pakar bahasa, di antaranya adalah pendapat W.
Nelson Francis (1958) bahwa, “morfofonemik mempelajari variasi-variasi yang tampak pada
struktur fonemik alomorf-alomorf sebagai akibat pengelompokkan menjadi kata.”2 Senada
dengan pendapat tersebut yakni “morfofonemik merupakan studi tentang perubahan-perubahan
fonem yang disebabkan hubungan dua morfem atau lebih serta pemberian tanda-tandanya”,
Samsuri (1982:28).
III. METODOLOGI
Penelitian kualitatif digunakan oleh peneliti untuk melihat fokus penelitian yakni para
pengguna bahasa dengan penutur yang berada di area kuliner yaitu warung bakso, warung
makan Mie Aceh dan Rumah Makan Betawi Bu Een. Menjamurnya usaha yang merupakan
wira usaha dari masyarakat ini tentunya dibatasi oleh peneliti dan hanya sampel saja pilihan
tersebut agar penelitian lebih spesifik dan hasilnya bisa mendeskripsikan maksud dari tujuan
penelitian ini.
Pilihan pada warung bakso menjadi bagian yang menarik, karena selain sebagai cemilan
yang mengenyangkan, bakso menjadi suguhan yang digemari oleh banyak kalangan. Tua
maupun muda menyukai bakso, bahkan anak-anak pun senang melahap bakso, baik yang
berkuah maupun digoreng atau dengan berbagai varian olahan dalam memasaknya.
Selanjutnya, warung makan Mie Aceh menjadi target penelitian ini karena banyak mahasiswa
atau dosen yang sering mendatangi warung ini untuk makan siang atau makan malam, maka
penutur atau pengguna bahasa menjadi sorotan dalam penelitian di area kuliner ini. Adapun
yang ketiga yakni Rumah Makan Betawi Bu Een menjadi incaran lidah orang Jakarta yang
ingin menyantap masakan khas Betawi sebagaimana menjamurnya rumah makan-rumah
makan daerah lainnya sebagai bisnis dalam masyarakat di era modern ini. Mitra tutur sebagai
pengguna bahasa menjadi bagian yang masuk dalam penelitian ini.
IV. PEMBAHASAN
A. Pengumpulan data di warung Mie Aceh
Orang 1 : “Aku Mih Aceh goreng.” Orang 2 : “Mih Aceh goreng biasa.” Orang 3 :” kakak, nasi goreng biasa apa pake telur?” Orang 4 : “Minumnya laen ya?”
2 W. Nelson Francis. The Structure of American English (with a chapter on American English dialects by Raven I. McDavid, Jr)(New York: Ronald Press, 1958)
Orang 3 : “kakak berarti pake telor ya?” Orang 5 : “Saya sama kaya Lukman” orang 3 : “Kak Rahmi apa?” Orang 1 : “Mih Aceh goreng” Orang 3 : “Fahmi apa?” Orang 5 : “Nasi goreng Melayu biasa.” Orang 1 : “Kenapa HP gue yang di situ?” Orang 6 : “Sekarang jamannya sosmed.” Orang 2 : “Mana passwordnya?” Orang 5 : “Di group belom ada?” Orang 5 : “Belum ada.” Orang 6 : “Nasi kari telor apaan?” Orang 5: “Nasi kari tuh, bumbunya doang yang kari. Jadi telornya dikuah sama bumbu kari.” Orang 6 : “Pataya apa?” Orang 5: “Pataya itu nasi goreng yang udah dibalut sama telor dadar. Jadi telor dadar dalemnya nasi
goreng.” Orang 6 : “Kalo nasi goreng melayu apa?” Orang 5: “Nasi goreng yang ada cengkoknya, eh bercanda nasi goreng kampung pake bumbu melayu.” Orang 5 : “Berarti ini tempat makan Aceh ya?” Orang 5: “Iya. Orang Singapore kerja samanya sama orang Aceh, jadi nama-namanya enggak dari Aceh
semua.” Orang 6 : “Canay apa?” Orang 5 : “Itu roti canay.” Orang 6 : “Nasi kari ayam berarti pake ayam?” Orang 5 : “Iya, pake ayam.” Orang 3 : “Yang tadi bahasa apa?” Orang 5 : “Bahasa Aceh.” Orang 2 : “Bahasa Aceh jauh dari Bahasa Indonesia ya?” Orang 5 : “Jauhlah.” Orang 2 : “Kalo melayu?” Orang 5 : “Kalo melayu agak kena sedikit.” Orang 3 : “Kak, mau mie Aceh goreng biasa apa telor?” Orang 1 : “Yang biasa.” Orang 2 : “Kemarin kamu ikut lomba pop?” Orang 3 : “Iya.” Orang 2 : “Udah diumumin?” Orang 3 : “Udah kayanya.” Orang 2 : “Menang gak?” Orang 3 : “Enggak liat pengumumannya.” Orang 2 : “Ah boong! Pasti juara satu” Orang 3 : “Enggak, kayanya enggak juara deh.” Orang 6 : “Yang bagus buat suara mangga apa apel ya?” Orang 2 : “Enggak boleh es kan kak.” Orang 3 : “Kamu pengen apa?” Orang 2 : “Aer putih anget.” Orang 1 : “Mau es teh manis vi? Nutrisari ada enggak?” Orang 4 : “Ada kayanya.” Orang 3 : “Semuanya nih es teh manis? Siapa aja yang es teh manis?” Orang 1 : “Aku ada tugas observasi psikologi agama, pertanyaannya aneh-aneh deh, bagaimana cara
mempertahankan keyakinan anda dalam beragama?, sejak akapan anda beragama?, apa paktor anda beragama?”
Orang 4 : “Terus, mereka jawabnya?” Orang 1 : “Belom” Orang 4 : “Belum dimulai? Kapan?” Orang 1: “Belom, kayanya minggu depan. Itu pengganti UTS, sekarang banyak banget tau, UTS enggak
ada yang tulis.” Orang 4 : “Iya sama, jadi jatohnya kaya praktek.” Orang 5 : “Kak, kalo ketahuan telornya pecah gimana kak?” Orang 6 : “Kena sanksi” Orang 5 : “Oh, itu udah dimusyawarahin duluan ya kak?” Orang 6 : “Iya, kemarin ada yang minta bantuan ke saya, dia adek kelas.” ANALISIS:
a. Kesalahan dalam kosa kata:
Mih = mie (tiga kali)
Pake = pakai (lima kali)
Laen = lain (satu kali)
Telor = telur (lima kali)
Kayak = seperti (lima kali)
Gue = saya/aku (satu kali)
Jaman = zaman (satu kali)
Belom = belum (tiga kali)
Udah = sudah (empat kali)
Dalem = dalam (satu kali)
Kalo = kalau (empat kali)
Sama = dengan (satu kali)
Diumumin = diumumkan (satu kali)
Liat = lihat (satu kali)
Pengen = pingin (satu kali)
Aer putih anget = air putih hangat (satu kali)
Paktor = faktor (satu kali)
Banyak banget = banyak sekali (satu kali)
Jatoh = jatuh (satu kali)
Praktek = praktik (satu kali)
Gimana = bagaimana (satu kali)
Dimusyawarahin = dimusyawarahkan (satu kali)
Adek = adik (satu kali)
b. Klasifikasi Analisis Kesalahan Berbahasa
NO KLASIFIKASI ANAKES
TEMUAN DATA
SEHARUSNYA PENJELASAN JUMLAH
1. F O N
Mih mie Penutur mengucapkan kata ‘mih’ dengan penambahan lafal konsonan /h/, seharusnya penutur melafalkan /iә/ sebagai bagian akhir dalam mengucapkan kata ‘mie’.
3 X
2. Jaman Zaman Penutur melafalkan huruf konsonan /j/ pada awal kata, seharusnya huruf konsonan /z/ sebagai konsonan awal dalam mengucapkan kata ‘zaman’.
1 X
3. O L O G I
Paktor Faktor Penutur melafalkan huruf konsonan /p/ pada awal kata, seharusnya penutur melafalkan huruf konsonan /f/ sebagai konsonan awal dalam mengucapkan kata ‘faktor’.
1 X
4. Laen Lain Kata ‘lain’ dilafalkan oleh penutur dengan huruf vokal /e/ pada pertengahan kata, seharusnya penutur melafalkan huruf vokal /i/
1 X
5. Belom Belum Pengucapan kata ‘belum’ dilafalkan dengan huruf vokal /o/ pada pertengahan kata, seharusnya penutur melafalkan huruf vokal /u/
3 X
6. Dalem Dalam Penutur melafalkan huruf vokal /ә/ pada pertengahan kata, seharusnya penutur melafalkan huruf vokal /u/ sebagai huruf vokal tengah dalam mengucapkan kata ‘dalam’.
1 X
7. Pengen ingin Penutur melafalkan huruf vokal /e/ pada pertengahan kata, seharusnya penutur melafalkan huruf vokal /i/ dan tidak menambahkan konsonan /p/ di awal kata tersebut
1 X
8. Jatoh jatuh Penutur melafalkan huruf vokal /o/ pada pertengahan kata, seharusnya penutur melafalkan huruf vokal /u/ sebagai huruf vokal tengah dalam mengucapkan kata ‘jatuh’.
1 X
9. adek adik Pengucapan kata ‘adik’ memakai huruf vokal /e/ pada pertengahan kata, seharusnya penutur melafalkan dengan huruf vokal /i/
1 X
10. Aer putih Air putih Penutur melafalkan huruf vokal /e/ pada pertengahan kata, seharusnya penutur melafalkan huruf vokal /i/ sebagai huruf vokal tengah dalam mengucapkan kata ‘air’.
1 X
11. Praktek Praktik Kata ‘praktik’ lah yang sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia yang baku. Penutur sering melafalkan dengan ‘praktek’.
1 X
12. Gue saya Ragam lisan yang sangat sering dipakai oleh penutur, sehingga mengesampingkan pelafalan kata ‘saya’ atau kata ganti ‘aku’ dan menggantinya dengan kata ‘gue’.
1 X
1.
Udah Sudah Kesalahan dalam proses morfofonemik (proses penghilangan fonem). Seharusnya penutur mengucapkan kata
4 X
M O R F O L O G I
itu dengan tidak menghilangkan salah satu fonem yakni /s/ di awal kata.
2. Liat Lihat Kesalahan dalam proses morfofonemik (proses penghilangan fonem). Seharusnya penutur mengucapkan kata itu dengan tidak menghilangkan salah satu fonem yakni /h/ di tengah kata.
1 X
3. Anget Hangat Kesalahan dalam proses morfofonemik (proses penghilangan fonem). Seharusnya penutur mengucapkan kata itu dengan tidak menghilangkan salah satu fonem yakni /h/ di awal kata & tidak mengubah fonem /a/ menjadi fonem /ә/ menjadi [angәt].
1 X
4. Banyak Banget
Sangat banyak atau banyak sekali
Frasa numeria yang menunjukkan jumlah, diganti dengan kata ‘banget’ (ragam lisan penutur B-1 Bahasa Betawi)
1 X
B. Pengumpulan data di warung bakso
Berikut ini percakapan saat pesanan bakso sudah datang.
Dwi : Lu mah gak pakai kecap ya, Rum?
Rumi : Iya, gue gak demen kecap. Gue tiap makan bakso atau soto atau yang berkuah
gak suka kecap.
Dwi : Gue kebalikannya, justru gue suka banget.
Rumi : Yah lupa bilang, gue bakso kecil ajah. Ya udah deh.
Dwi : Yah gue juga lupa, Rum.
Rumi : Selaw aja gapapa.
Rumi : Perasaan kita mah gak pernah bosen yak ama bakso.
Dwi : Iya hahaha…
Rumi : Bakso di mana juga hayoo…
Dwi : Eh gue bingung nih ntar liburan.
Rumi : Sama gue juga.
Dwi : Si Khusnul udah bilang belum?
Rumi : Bilang apaan?
Dwi : Dia kan mau belajar make-up ama lu.
Rumi : Ouh iyaa… yuk lah daripada gue di rumah gabut.
Dwi : Okeeee sip.
Rumi : Eh gue mau tambah minuman dah.
Dwi : Ya udah pesen aja, tuh mbanya.
Rumi : Mba saya pesen es teh manis satu lagi, ya.
Penjual : Baik, Mba.
Dwi : Lah! lu gak abis?
Rumi : Iya gak suka gue telornya, nih buat lu ajah.
Dwi : Lah! kenapa emang?
Rumi : Gue emang kurang suka bakso telor, lebih suka urat.
Dwi : Kocak dah, kenapa tadi gak bilang?
Rumi : Lupa he...he...he..., udah terlanjur.
Dwi : Ya udah sini.
Rumi : Ama bubur tuh gue juga.
Dwi : Kenapa emang?
Rumi : Gak tau ga suka ajah, waktu gue dirawat kan gue gak makan nasi ya, Wi.
Dwi : Terus gimana?
Rumi : Nah gue dipaksa makan bubur ama dokternya biar bisa minum obat.
Dwi : Terus?
Rumi : Gue baru makan sesuap terus langsung minum. Jadi, tiap sesuap minum.
Dwi : Itumah kembung jadinya pasti rum.
Rumi : Nah jadinya gue muntah, Wi. Obatnya keluar lagi. Jadi, akhirnya gue cuma
dari inpusan doang.
Dwi : Ya Allah, Rum.
ANALISIS:
Kesalahan lokal yang ditemui dari data di atas yakni percakapan kesebelas, kedua
puluh delapan, dan ketiga puluh enam. Sebagaimana pendapat Burt and Kiparsky,
“kesalahan lokal adalah kesalahan yang mempengaruhi sebuah unsur dalam kalimat yang
biasanya tidak menganggu komunikasi secara signifikan, karena kesalahan-kesalahan ini
hanya terbatas pada suatu bagian kalimat saja.”3
Percakapan urutan kesebelas (11) “Sama gue juga.”
Kalimat tersebut menggunakan dua kata yang memiliki makna yang senada yaitu
‘sama’ dan ‘juga’, sehingga termasuk ke dalam kesalahan lokal. Seharusnya: “Saya
juga.”
Percakapan urutan kedua puluh delapan (28) “Ama bubur tuh gue juga.”
Penggunaan kata “ama” dan “juga” secara berbarengan kurang tepat. Seharusnya:
“saya juga tidak suka bubur.” Kata ‘tuh’ sebagai ragam lisan yang menjadi pelengkap
kalimat sebenarnya merujuk kepada kata tugas “itu”.
Percakapan urutan ketiga puluh enam (36)
“Jadi, akhirnya gue cuma dari inpusan doang.”
Penggunaan kata “jadi” dan “akhirnya” secara berbarengan kurang tepat. Sejenis
dengan penggunaan kata “cuma” dan “doang” secara berbarengan juga kurang tepat.
Seharusnya: “Jadi, saya hanya mendapat nutrisi atau makanan untuk energi fisik dari
infusan.”
C. Pengumpulan data di Rumah Makan Betawi Bu Een
Berikut ini percakapan pewawancara dan penikmat kuliner.
Anak pembeli : “Enak sopnya?”
Pembeli : “Mantep banget. Bismillahirrahmaanirrahiim. Sambelnya
mana sambelnya?
Pewawancara : “Permisi bu, Ibu sudah sering makan di sini?”
Pembeli : “Oh, baru.”
Pewawancara : “Baru kali ini makan di sini?”
3 M. Burt and C. Kiparsky. The Gooficon: A Repair Manual for English Rowley, Newbursy
House, 1972, h. 65
Pembeli : “Iya.”
Pewawancara : “Ini pesan apa, Bu?”
Pembeli : “Pesen sop.”
Pewawancara : “Sop apa, Bu?
Pembeli : “Sop iga betawi, tapi saya nanya tadi ama si pelayannya,
tau gak apa aja bumbunya. Dia bilang gak tau. Ada yang
bagian dapur.”
Pewawancara : “Oh, demikian.”
Pembeli : “Tapi kalau kita liat rasanya di sini, sop iganya sop iga
sapi.”
Pewawancara : “Sop iga sapi, Bu.”
Pembeli : “Cuaca ujan begini ditambah makan anget-anget,
pedes, ditambah teh anget, mantep banget.”
Pewawancara : “Bagaimana, Bu? Enak rasanya, Bu?”
Pembeli : “Nikmat, nyos. Kerupuknya gak ada ya?”
Pewawancara : “Ibu, kenapa baru pertama kali ke sini?”
Pembeli : “Baru pertama kali lewat sini.”
Pewawancara : “Karena kebetulan lewat jalan sini jadinya ibu mampir ke tempat
makan ini.”
Pembeli : “Iya, waktunya makan juga, cuaca ujan. Jadi lapar.”
Pewawancara : “Bedanya sop ini (sambil menunjukkan jari ke arah mangkuk milik
ibu tersebut), sop iga betawi yang ini, dengan yang lainnya.... apa,
bu?”
Pembeli : “Ini yang paling mantep. Tuh, udah abis saya. Ah, entar
mau beli karedok juga deh.”
Pewawancara : “Oh, ibu mau beli karedok juga habis ini?”
Pembeli : “Karedok buat di rumah.”
ANALISIS:
Kata yang dimiringkan “mantep banget” seharusnya mantap sekali atau sangat enak
sekali. Penutur melafalkan fonem /a/ menjadi fonem /ə/ sehingga kata mantap diucapkan
mantep. Selanjutnya kata “banget” yang maksudnya adalah sangat, bermakna menjadi sangat
enak sekali (merujuk ke makanan yang dilahapnya).
Selanjutnya “sambelnya mana sambelnya?” yang seharusnya diucapkan “sambal”
(memakai fonem /a/), bukan fonem /ə/. Demikian pula halnya kata “pesan” yang dilafalkan
“pesen”.
Pada bagian pengucapan “.....tapi saya nanya tadi ama si pelayannya,
tau gak apa aja bumbunya. Dia bilang gak tau. ....” penutur mengucapkan “nanya” yang
seharusnya “bertanya”, “ama” seharusnya “kepada”, “tau gak” seharusnya “tahu atau tidak”,
“apa aja” seharusnya “apa saja”, “gak tahu” seharusnya “tidak tahu”. Di sini tampak sekali
penutur memakai kata dasar sehingga singkat-singkat sekali diksi yang digunakannya. Dalam
anakes disebut “zeroisasi (kontraksi) yakni penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya
penghematan pengucapan. Hal tersebut digunakan dalam situasi yang tidak resmi sehingga
seringkali penutur menyingkat atau memperpendek ujarannya.”4
Tuturan berikutnya yakni “liat rasanya” seharusnya “lihat” (fonem /h/ dihilangkan
oleh penutur). Kata yang menyertai “lihat” lebih tepat jika digunakan kata “tampilan sop nya”
atau “aroma rasanya” karena kata “lihat” berkaitan dengan sesuatu yang dilihat, bukan dirasa,
4 Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), h. 136
sehingga lebih koheren atau padu dalam merangkai kelompok kata tersebut apabila diganti
dengan yang lebih tepat, misalnya “cicipi rasanya”.
Berikutnya adalah “ujan begini” seharusnya “hujan seperti ini” dan “anget-anget”
seharusnya “hangat-hangat”, penutur menghilangkan fonem /h/ di awal kata. Lalu kata “pedes”
seharusnya “pedas” (fonem /a/ menjadi fonem /ə/ ). Adapun kata “nyos” menggambarkan
sebuah ekspresi dari penutur yang memberi makna bahwa dia sangat senang atau sangat puas
dengan sajian rasa yang dihadirkan oleh rumah makan ini. Oleh karena itu, kata itu dilafalkan
penutur sebagai tambahan kata nikmat sehingga menjadi “nikmat nyos”. Padahal apabila
penutur memakai kata “nikmat sekali” sudah mewakili ungkapannya.
Terakhir yaitu “gak ada” seharusnya “tidak ada”, “Tuh, udah abis saya” seharusnya
“saya sudah habis” atau “sudah saya habiskan sop nya” (sambil menunjuk mangkuk sop
tersebut). Penutur melafalkan nya dengan menempatkan kata “saya” di bagian akhir dengan
kata lain salah letak dalam menyusun unsur –unsur kalimat.
V. HASIL PENELITIAN
A. Simpulan
Rumah makan merupakan tempat umum yang menjadi salah satu tujuan singgah
sebagian masyarakat untuk bersantai dan sejenak beristirahat mencicipi kuliner dengan
fokusnya melihat penggunaan bahasa para pecinta kuliner yang bervariasi. Rumah
makan Aceh, warung bakso dan Rumah Makan Betawi Bu Een menjadi contoh tempat
yang banyak dikunjungi masyarakat yang di dalamnya terjadi interaksi komunikasi
antar pengguna bahasa.
Kesalahan dalam proses morfofonemik (proses perubahan fonem, penambahan fonem, dan penghilangan fonem) menjadi temuan terbanyak dalam penelitian ini. Contohnya
“hujan” menjadi “ujan”, “hangat” menjadi “anget”, “habis” menjadi “abis”, “lihat”
menjadi “liat”, “sudah” menjadi “udah”, dsb.
B. Saran
Menggunakan bahasa Indonesia yang tidak terkontaminasi dengan bahasa daerah atau
B-1 ( bahasa ibu) bagi sebagian masyarakat Indonesia adalah hal yang sulit, karena
lingkungan pengguna bahasa yang bervariasi asal daerah dan budayanya. Untuk itulah
berupaya selalu menggunakan bahasa Indonesia di setiap kesempatan berkomunikasi
agar sebagai bahasa persatuan negara kita terwujud di berbagai lapisan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Burt, M. and C. Kiparsky. The Gooficon: A Repair Manual for English Rowley, Newbury
house, 1972.
Chaer, Abdul. Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2012
Francis, W. Nelson. The Structure of American English (with a chapter on American
English dialects by Raven I. McDavid, Jr). New York: Ronald Press, 1958.
Marsono. Fonetik. Gadjah Mada University Press, 1986.
Nur, Salmiani. http://waodesalmianinur.blogspot.co.id/2013/10/proses-morfofonemik.html
(diakses 20 Agustus 2017)
Selinker, L. dalam buku “Interlanguage” dalam Richards, Jack. (ed.) “Error Analysis:
Perspective on Second Language Acquisition”. London: Longman Group Limited,
1975. Setyawati, Nanik. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia. Surakarta: Yuma Pustaka. 2010
BIODATA PENULIS
CV (Curriculum Vitae)
HINDUN, lahir di Jakarta, 15 Desember 1970 dari ibu (almarhumah) yang
bernama Hj. Siti Romlah, dan ayah (almarhum) bernama Dasoem. Menikmati
masa pendidikan sejak Taman Kanak-Kanak sampai perguruan tinggi. Mulai
TK YPM, SDN Guntur 06 Pagi Jakarta, SMP Negeri 33 Jakarta, SPG Negeri 2
Jakarta Selatan, S-1 (IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Fakultas Tarbiyah
Jurusan Tadris Bahasa Indonesia. S-2 (Universitas Negeri Jakarta) prodi
Pendidikan Bahasa. Sejak September 2012/2013 melanjutkan studi S-3 di
Universitas Negeri Jakarta prodi Pendidikan Bahasa dan mempresentasikan
disertasi di hadapan dewan penguji dengan judul “Retorika dalam Kuliah
Subuh “Islam Itu Indah” (Studi Konten Analisis di Studio TransTV)” dan wisuda doktor pada 26 Maret
2016.
Ibu yang pernah menerima Piagam Penghargaan sebagai Sarjana Terbaik program S-1
Semester Ganjil thn. akademik 1993/1994 ini mulai berkiprah secara formal tahun 1993-1998 menjadi
tenaga pengajar (guru Bahasa Indonesia) di Madrasah Ibtidaiyah Rumah Pendidikan Islam (MI-RPI)
Jakarta Selatan. Tahun 1994-1998 menjadi tenaga pengajar (guru Bahasa Indonesia) di Madrasah Aliyah
Rumah Pendidikan Islam (MA-RPI) Jakarta Selatan. Tahun 1995-1997 menjadi tenaga pengajar (guru
Bahasa Indonesia) di Madrasah Tsanawiyah (MTs. As-Syirotussyafi’iyah) Jakarta Selatan. Tahun
1995-1998 menjadi tenaga pengajar (guru Bahasa Indonesia) di SMP Islam At-Taufieq Jakarta Selatan.
Tahun 2000-2001 menjadi tenaga research di PT Surindo Utama. Tahun 2003-2007 menjadi tenaga
pengajar (guru Bahasa Indonesia) di SMA Widya Manggala Jakarta Timur.
Wanita berketurunan Sungai Liat Pulau Bangka yang menjadi siswi terbaik di SPG Negeri 2 Jakarta
Selatan (Thn. Pelajaran 1987/1988) ini menjadi dosen sejak tahun 2006- sekarang di Universitas Islam
Negeri (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta). Menjadi Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (periode 2010-2014), selanjutnya sebagai Ketua
Jurusan PBSI (Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia) FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hingga
25 Juni 2015 / 9 Romadhon 1436 H.