tema : education in the 21st century: knowledge...

12
Tema : Education in the 21st Century: Knowledge, Professionalism, and Values Subtema : Language and Culture ERROR ANALYSIS LANGUAGE STUDIES AT USER LANGUAGE IN RESTAURANT by: Dr. Hindun* UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA [email protected] / [email protected] Abstract Speaking in Indonesia that is good and right become a must for Indonesia citizens who upholding the sound of the third from the sumpah pemuda. Systematic language reflects the way a person thinks coherently. Know the use of the languages spoken in the capital of culinary connoisseurs into interesting things that can be researched. Through qualitative methods, the use of the language in three houses packed with a diverse range of speakers can be classified a level is cleared. The theory of error analysis language used (Selinker, L. ;1975 dan W. Nelson Francis; 1958) will peel away a variety of findings about the use of language errors. The results of this study describes the use of the language of culinary connoisseurs with an error rate of different language. Errors in the morfofonemik process (the process of change, the addition of phonemes, and removal of phonemes) became the most findings in the study. Keywords: lovers of culinary, restaurants, study anakes, morfofonemik

Upload: trannga

Post on 06-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tema : Education in the 21st Century: Knowledge ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42669/2/HINDUN... · orang dua, dan –Di belakang sendiri. Padahal secara tatabahasa

Tema : Education in the 21st Century: Knowledge, Professionalism, and Values

Subtema : Language and Culture

ERROR ANALYSIS LANGUAGE STUDIES AT USER LANGUAGE IN RESTAURANT

by: Dr. Hindun*

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

[email protected] / [email protected]

Abstract

Speaking in Indonesia that is good and right become a must for Indonesia citizens who

upholding the sound of the third from the sumpah pemuda. Systematic language reflects the

way a person thinks coherently. Know the use of the languages spoken in the capital of culinary

connoisseurs into interesting things that can be researched.

Through qualitative methods, the use of the language in three houses packed with a

diverse range of speakers can be classified a level is cleared. The theory of error analysis

language used (Selinker, L. ;1975 dan W. Nelson Francis; 1958) will peel away a variety of

findings about the use of language errors.

The results of this study describes the use of the language of culinary connoisseurs with

an error rate of different language. Errors in the morfofonemik process (the process of change,

the addition of phonemes, and removal of phonemes) became the most findings in the study.

Keywords: lovers of culinary, restaurants, study anakes, morfofonemik

Page 2: Tema : Education in the 21st Century: Knowledge ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42669/2/HINDUN... · orang dua, dan –Di belakang sendiri. Padahal secara tatabahasa

STUDI ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA PADA PENUTUR BAHASA

DI RUMAH MAKAN

oleh: Dr. Hindun*

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

[email protected] / [email protected]

Abstract

Berbahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi suatu keharusan bagi warga negara

Indonesia yang menjunjung tinggi bunyi ketiga dari sumpah pemuda. Berbahasa yang

sistematis mencerminkan jalan berpikir seseorang yang runtut. Mengetahui penggunaan bahasa

yang dipakai para pecinta kuliner di ibukota menjadi hal menarik yang bisa diteliti.

Melalui metode kualitatif, pengunaan bahasa pada tiga rumah makan dengan beragam penutur

dapat diklasifikasikan tingkat kesalahannya. Teori analisis kesalahan berbahasa (Selinker, L.

(1975) dan W. Nelson Francis (1958) yang dipakai akan mengupas berbagai temuan tentang

kesalahan penggunaan bahasa tersebut.

Hasil penelitian ini mendeskripsikan penggunaan bahasa para pecinta kuliner dengan tingkat

kesalahan berbahasa yang berbeda-beda. Kesalahan dalam proses morfofonemik (proses

perubahan fonem, penambahan fonem, dan penghilangan fonem) menjadi temuan terbanyak

dalam penelitian ini.

Kata kunci: pecinta kuliner, rumah makan, studi anakes, morfofonemik

Page 3: Tema : Education in the 21st Century: Knowledge ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42669/2/HINDUN... · orang dua, dan –Di belakang sendiri. Padahal secara tatabahasa

I. PENDAHULUAN

Kota metropolitan yang disandang oleh ibukota Jakarta dipenuhi dengan beragam penutur

bahasa. Penggunaan bahasa pada masyarakat yang berbeda B-1 (bahasa ibu) nya membuat

warna tersendiri dalam menuturkan sebuah kalimat atau memilih diksi untuk digunakan.

Menggunakan bahasa pada berbagai situasi dan kondisi dengan mitra tutur yang tidak sama

bisa menjadi sebuah problem manakala pengguna bahasa memakai diksi yang tidak dipahami

oleh mitra tutur, bahkan kalimat yang terasa janggal akan membuat mitra tutur

mengkerenyitkan dahi untuk memahami maksud tuturan yang disampaikan. Studi anakes

(analisis kesalahan berbahasa) menyentuh peneliti untuk mengungkap dan mengkajinya

sehingga tergambar klasifikasi kesalahan berbahasa pada para pecinta kuliner tersebut.

Sebagaimana diketahui bahwa terdapat empat sumber kesalahan berbahasa (teori .......)

yang akan memposisikan para penutur itu berada pada lefel kesalahan berbahasa sebagai

pengguna bahasa di masyarakat. Oleh karena itu, di ketiga rumah makan yang notabene

beragam pendatang mendiami kota metropolis ini menjadi subjek penelitian mengenai

penggunaan bahasa tersebut.

II. LANDASAN TEORI

A. Proses Kesalahan Berbahasa

Pendapat Selinker, L. (1975) dalam buku “Interlanguage” dalam Richards, Jack. (ed.) “Error

Analysis: Perspective on Second Language Acquisition”. (London: Longman Group Limited)

mengungkapkan bahwa “proses terjadinya kesalahan berbahasa dapat berupa: (1.) Proses

transfer bahasa, (2.) Transfer proses pelatihan, (3.) Strategi belajar bahasa kedua, (4.) Strategi

komunikasi bahasa kedua”.1

Proses kesalahan berbahasa akan lebih menekankan pada bagaimana runtutan perubahan

peristiwa dalam kesalahan berbahasa. Adapun yang dimaksud dengan proses transfer bahasa

yakni adanya kecenderungan pelajar memindahkan unsur bunyi, bentuk, arti, dan bahkan

budaya bahasa yang telah dikuasainya ke dalam bahasa sasaran atau bahasa yang sedang

dipelajarinya.

Jadi, transfer tersebut ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negatif. Contoh:

Tuturan siswa kelas 6 SD yang B1= Bahasa Jawa

-Perahu itu isinya orang dua

-Anak yang duduk di belakang sendiri itu namanya Amin

Contoh tuturan tersebut menggambarkan bahwa siswa menggunakan bahasa Indonesia dengan

struktur Bahasa Jawa. Pada tuturan itu tampak tuturan bahasa Jawa dari siswa yakni: -Isine

wong loro, dan -Ing buri dhewe. Kemudian dari pengetahuan bahasa terhadap struktur bahasa

yang dimilikinya itu diterjemahkan langsung ke dalam bahasa Indoensia dan langsung

digunakan. Terjadilah tuturan atau kalimat yang dihasilkan oleh siswa tersebut yakni: -Isinya

orang dua, dan –Di belakang sendiri. Padahal secara tatabahasa Indonesia yang benar,

seharusnya kalimat itu berbunyi: -Berisi dua orang, dan –Paling belakang.

Selanjutnya, strategi komunikasi bahasa kedua yang merupakan bagian paling bersentuhan

dengan penelitian ini. Dalam teori ini agar dapat berkomunikasi dalam bahasa sasaran,

1 L. Selinker dalam buku “Interlanguage” dalam Richards, Jack. (ed.) “Error Analysis:

Perspective on Second Language Acquisition”. (London: Longman Group Limited, 1975).

Page 4: Tema : Education in the 21st Century: Knowledge ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42669/2/HINDUN... · orang dua, dan –Di belakang sendiri. Padahal secara tatabahasa

pembicara harus masuk dalam keseluruhan konteks komunikasi, memahami perangkat

kognitif, afektif, dan aspek kebahasaan si pendengar.

Secara individu, pembicara mengorganisasikan makna yang dimaksudkan, kemudian menarik

struktur yang ada yang dimilikinya untuk mempengaruhi komunikasi.

Contoh: (seharusnya) hati-hati, diucapkan “ati-ati”. (seharusnya) habis diucapkan “abis”.

B. Sumber Kesalahan Berbahasa & Morfofonemik

Terdapat empat sumber kesalahan berbahasa yaitu: (1) dialek idiosinkratik; (2) over

generalization (penyamarataan berlebihan); (3) penerapan kaidah yang tidak sempurna; (4)

salah menghipotesiskan konsep.

Proses morfofonemik merupakan proses yang terjadi pada suatu morfem akibat

pertemuan morfem dengan morfem lainnya. Ada juga yang mengartikan sebagai gejala

berubahnya fonem sebagai akibat bergabungnya beberapa morfem (biasanya afiks dan morfem

dasar). Banyak definisi yang dikemukakan oleh pakar bahasa, di antaranya adalah pendapat W.

Nelson Francis (1958) bahwa, “morfofonemik mempelajari variasi-variasi yang tampak pada

struktur fonemik alomorf-alomorf sebagai akibat pengelompokkan menjadi kata.”2 Senada

dengan pendapat tersebut yakni “morfofonemik merupakan studi tentang perubahan-perubahan

fonem yang disebabkan hubungan dua morfem atau lebih serta pemberian tanda-tandanya”,

Samsuri (1982:28).

III. METODOLOGI

Penelitian kualitatif digunakan oleh peneliti untuk melihat fokus penelitian yakni para

pengguna bahasa dengan penutur yang berada di area kuliner yaitu warung bakso, warung

makan Mie Aceh dan Rumah Makan Betawi Bu Een. Menjamurnya usaha yang merupakan

wira usaha dari masyarakat ini tentunya dibatasi oleh peneliti dan hanya sampel saja pilihan

tersebut agar penelitian lebih spesifik dan hasilnya bisa mendeskripsikan maksud dari tujuan

penelitian ini.

Pilihan pada warung bakso menjadi bagian yang menarik, karena selain sebagai cemilan

yang mengenyangkan, bakso menjadi suguhan yang digemari oleh banyak kalangan. Tua

maupun muda menyukai bakso, bahkan anak-anak pun senang melahap bakso, baik yang

berkuah maupun digoreng atau dengan berbagai varian olahan dalam memasaknya.

Selanjutnya, warung makan Mie Aceh menjadi target penelitian ini karena banyak mahasiswa

atau dosen yang sering mendatangi warung ini untuk makan siang atau makan malam, maka

penutur atau pengguna bahasa menjadi sorotan dalam penelitian di area kuliner ini. Adapun

yang ketiga yakni Rumah Makan Betawi Bu Een menjadi incaran lidah orang Jakarta yang

ingin menyantap masakan khas Betawi sebagaimana menjamurnya rumah makan-rumah

makan daerah lainnya sebagai bisnis dalam masyarakat di era modern ini. Mitra tutur sebagai

pengguna bahasa menjadi bagian yang masuk dalam penelitian ini.

IV. PEMBAHASAN

A. Pengumpulan data di warung Mie Aceh

Orang 1 : “Aku Mih Aceh goreng.” Orang 2 : “Mih Aceh goreng biasa.” Orang 3 :” kakak, nasi goreng biasa apa pake telur?” Orang 4 : “Minumnya laen ya?”

2 W. Nelson Francis. The Structure of American English (with a chapter on American English dialects by Raven I. McDavid, Jr)(New York: Ronald Press, 1958)

Page 5: Tema : Education in the 21st Century: Knowledge ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42669/2/HINDUN... · orang dua, dan –Di belakang sendiri. Padahal secara tatabahasa

Orang 3 : “kakak berarti pake telor ya?” Orang 5 : “Saya sama kaya Lukman” orang 3 : “Kak Rahmi apa?” Orang 1 : “Mih Aceh goreng” Orang 3 : “Fahmi apa?” Orang 5 : “Nasi goreng Melayu biasa.” Orang 1 : “Kenapa HP gue yang di situ?” Orang 6 : “Sekarang jamannya sosmed.” Orang 2 : “Mana passwordnya?” Orang 5 : “Di group belom ada?” Orang 5 : “Belum ada.” Orang 6 : “Nasi kari telor apaan?” Orang 5: “Nasi kari tuh, bumbunya doang yang kari. Jadi telornya dikuah sama bumbu kari.” Orang 6 : “Pataya apa?” Orang 5: “Pataya itu nasi goreng yang udah dibalut sama telor dadar. Jadi telor dadar dalemnya nasi

goreng.” Orang 6 : “Kalo nasi goreng melayu apa?” Orang 5: “Nasi goreng yang ada cengkoknya, eh bercanda nasi goreng kampung pake bumbu melayu.” Orang 5 : “Berarti ini tempat makan Aceh ya?” Orang 5: “Iya. Orang Singapore kerja samanya sama orang Aceh, jadi nama-namanya enggak dari Aceh

semua.” Orang 6 : “Canay apa?” Orang 5 : “Itu roti canay.” Orang 6 : “Nasi kari ayam berarti pake ayam?” Orang 5 : “Iya, pake ayam.” Orang 3 : “Yang tadi bahasa apa?” Orang 5 : “Bahasa Aceh.” Orang 2 : “Bahasa Aceh jauh dari Bahasa Indonesia ya?” Orang 5 : “Jauhlah.” Orang 2 : “Kalo melayu?” Orang 5 : “Kalo melayu agak kena sedikit.” Orang 3 : “Kak, mau mie Aceh goreng biasa apa telor?” Orang 1 : “Yang biasa.” Orang 2 : “Kemarin kamu ikut lomba pop?” Orang 3 : “Iya.” Orang 2 : “Udah diumumin?” Orang 3 : “Udah kayanya.” Orang 2 : “Menang gak?” Orang 3 : “Enggak liat pengumumannya.” Orang 2 : “Ah boong! Pasti juara satu” Orang 3 : “Enggak, kayanya enggak juara deh.” Orang 6 : “Yang bagus buat suara mangga apa apel ya?” Orang 2 : “Enggak boleh es kan kak.” Orang 3 : “Kamu pengen apa?” Orang 2 : “Aer putih anget.” Orang 1 : “Mau es teh manis vi? Nutrisari ada enggak?” Orang 4 : “Ada kayanya.” Orang 3 : “Semuanya nih es teh manis? Siapa aja yang es teh manis?” Orang 1 : “Aku ada tugas observasi psikologi agama, pertanyaannya aneh-aneh deh, bagaimana cara

mempertahankan keyakinan anda dalam beragama?, sejak akapan anda beragama?, apa paktor anda beragama?”

Page 6: Tema : Education in the 21st Century: Knowledge ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42669/2/HINDUN... · orang dua, dan –Di belakang sendiri. Padahal secara tatabahasa

Orang 4 : “Terus, mereka jawabnya?” Orang 1 : “Belom” Orang 4 : “Belum dimulai? Kapan?” Orang 1: “Belom, kayanya minggu depan. Itu pengganti UTS, sekarang banyak banget tau, UTS enggak

ada yang tulis.” Orang 4 : “Iya sama, jadi jatohnya kaya praktek.” Orang 5 : “Kak, kalo ketahuan telornya pecah gimana kak?” Orang 6 : “Kena sanksi” Orang 5 : “Oh, itu udah dimusyawarahin duluan ya kak?” Orang 6 : “Iya, kemarin ada yang minta bantuan ke saya, dia adek kelas.” ANALISIS:

a. Kesalahan dalam kosa kata:

Mih = mie (tiga kali)

Pake = pakai (lima kali)

Laen = lain (satu kali)

Telor = telur (lima kali)

Kayak = seperti (lima kali)

Gue = saya/aku (satu kali)

Jaman = zaman (satu kali)

Belom = belum (tiga kali)

Udah = sudah (empat kali)

Dalem = dalam (satu kali)

Kalo = kalau (empat kali)

Sama = dengan (satu kali)

Diumumin = diumumkan (satu kali)

Liat = lihat (satu kali)

Pengen = pingin (satu kali)

Aer putih anget = air putih hangat (satu kali)

Paktor = faktor (satu kali)

Banyak banget = banyak sekali (satu kali)

Jatoh = jatuh (satu kali)

Praktek = praktik (satu kali)

Gimana = bagaimana (satu kali)

Dimusyawarahin = dimusyawarahkan (satu kali)

Adek = adik (satu kali)

b. Klasifikasi Analisis Kesalahan Berbahasa

NO KLASIFIKASI ANAKES

TEMUAN DATA

SEHARUSNYA PENJELASAN JUMLAH

1. F O N

Mih mie Penutur mengucapkan kata ‘mih’ dengan penambahan lafal konsonan /h/, seharusnya penutur melafalkan /iә/ sebagai bagian akhir dalam mengucapkan kata ‘mie’.

3 X

2. Jaman Zaman Penutur melafalkan huruf konsonan /j/ pada awal kata, seharusnya huruf konsonan /z/ sebagai konsonan awal dalam mengucapkan kata ‘zaman’.

1 X

Page 7: Tema : Education in the 21st Century: Knowledge ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42669/2/HINDUN... · orang dua, dan –Di belakang sendiri. Padahal secara tatabahasa

3. O L O G I

Paktor Faktor Penutur melafalkan huruf konsonan /p/ pada awal kata, seharusnya penutur melafalkan huruf konsonan /f/ sebagai konsonan awal dalam mengucapkan kata ‘faktor’.

1 X

4. Laen Lain Kata ‘lain’ dilafalkan oleh penutur dengan huruf vokal /e/ pada pertengahan kata, seharusnya penutur melafalkan huruf vokal /i/

1 X

5. Belom Belum Pengucapan kata ‘belum’ dilafalkan dengan huruf vokal /o/ pada pertengahan kata, seharusnya penutur melafalkan huruf vokal /u/

3 X

6. Dalem Dalam Penutur melafalkan huruf vokal /ә/ pada pertengahan kata, seharusnya penutur melafalkan huruf vokal /u/ sebagai huruf vokal tengah dalam mengucapkan kata ‘dalam’.

1 X

7. Pengen ingin Penutur melafalkan huruf vokal /e/ pada pertengahan kata, seharusnya penutur melafalkan huruf vokal /i/ dan tidak menambahkan konsonan /p/ di awal kata tersebut

1 X

8. Jatoh jatuh Penutur melafalkan huruf vokal /o/ pada pertengahan kata, seharusnya penutur melafalkan huruf vokal /u/ sebagai huruf vokal tengah dalam mengucapkan kata ‘jatuh’.

1 X

9. adek adik Pengucapan kata ‘adik’ memakai huruf vokal /e/ pada pertengahan kata, seharusnya penutur melafalkan dengan huruf vokal /i/

1 X

10. Aer putih Air putih Penutur melafalkan huruf vokal /e/ pada pertengahan kata, seharusnya penutur melafalkan huruf vokal /i/ sebagai huruf vokal tengah dalam mengucapkan kata ‘air’.

1 X

11. Praktek Praktik Kata ‘praktik’ lah yang sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia yang baku. Penutur sering melafalkan dengan ‘praktek’.

1 X

12. Gue saya Ragam lisan yang sangat sering dipakai oleh penutur, sehingga mengesampingkan pelafalan kata ‘saya’ atau kata ganti ‘aku’ dan menggantinya dengan kata ‘gue’.

1 X

1.

Udah Sudah Kesalahan dalam proses morfofonemik (proses penghilangan fonem). Seharusnya penutur mengucapkan kata

4 X

Page 8: Tema : Education in the 21st Century: Knowledge ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42669/2/HINDUN... · orang dua, dan –Di belakang sendiri. Padahal secara tatabahasa

M O R F O L O G I

itu dengan tidak menghilangkan salah satu fonem yakni /s/ di awal kata.

2. Liat Lihat Kesalahan dalam proses morfofonemik (proses penghilangan fonem). Seharusnya penutur mengucapkan kata itu dengan tidak menghilangkan salah satu fonem yakni /h/ di tengah kata.

1 X

3. Anget Hangat Kesalahan dalam proses morfofonemik (proses penghilangan fonem). Seharusnya penutur mengucapkan kata itu dengan tidak menghilangkan salah satu fonem yakni /h/ di awal kata & tidak mengubah fonem /a/ menjadi fonem /ә/ menjadi [angәt].

1 X

4. Banyak Banget

Sangat banyak atau banyak sekali

Frasa numeria yang menunjukkan jumlah, diganti dengan kata ‘banget’ (ragam lisan penutur B-1 Bahasa Betawi)

1 X

B. Pengumpulan data di warung bakso

Berikut ini percakapan saat pesanan bakso sudah datang.

Dwi : Lu mah gak pakai kecap ya, Rum?

Rumi : Iya, gue gak demen kecap. Gue tiap makan bakso atau soto atau yang berkuah

gak suka kecap.

Dwi : Gue kebalikannya, justru gue suka banget.

Rumi : Yah lupa bilang, gue bakso kecil ajah. Ya udah deh.

Dwi : Yah gue juga lupa, Rum.

Rumi : Selaw aja gapapa.

Rumi : Perasaan kita mah gak pernah bosen yak ama bakso.

Dwi : Iya hahaha…

Rumi : Bakso di mana juga hayoo…

Dwi : Eh gue bingung nih ntar liburan.

Rumi : Sama gue juga.

Dwi : Si Khusnul udah bilang belum?

Rumi : Bilang apaan?

Dwi : Dia kan mau belajar make-up ama lu.

Rumi : Ouh iyaa… yuk lah daripada gue di rumah gabut.

Dwi : Okeeee sip.

Rumi : Eh gue mau tambah minuman dah.

Dwi : Ya udah pesen aja, tuh mbanya.

Rumi : Mba saya pesen es teh manis satu lagi, ya.

Penjual : Baik, Mba.

Dwi : Lah! lu gak abis?

Rumi : Iya gak suka gue telornya, nih buat lu ajah.

Dwi : Lah! kenapa emang?

Rumi : Gue emang kurang suka bakso telor, lebih suka urat.

Dwi : Kocak dah, kenapa tadi gak bilang?

Rumi : Lupa he...he...he..., udah terlanjur.

Page 9: Tema : Education in the 21st Century: Knowledge ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42669/2/HINDUN... · orang dua, dan –Di belakang sendiri. Padahal secara tatabahasa

Dwi : Ya udah sini.

Rumi : Ama bubur tuh gue juga.

Dwi : Kenapa emang?

Rumi : Gak tau ga suka ajah, waktu gue dirawat kan gue gak makan nasi ya, Wi.

Dwi : Terus gimana?

Rumi : Nah gue dipaksa makan bubur ama dokternya biar bisa minum obat.

Dwi : Terus?

Rumi : Gue baru makan sesuap terus langsung minum. Jadi, tiap sesuap minum.

Dwi : Itumah kembung jadinya pasti rum.

Rumi : Nah jadinya gue muntah, Wi. Obatnya keluar lagi. Jadi, akhirnya gue cuma

dari inpusan doang.

Dwi : Ya Allah, Rum.

ANALISIS:

Kesalahan lokal yang ditemui dari data di atas yakni percakapan kesebelas, kedua

puluh delapan, dan ketiga puluh enam. Sebagaimana pendapat Burt and Kiparsky,

“kesalahan lokal adalah kesalahan yang mempengaruhi sebuah unsur dalam kalimat yang

biasanya tidak menganggu komunikasi secara signifikan, karena kesalahan-kesalahan ini

hanya terbatas pada suatu bagian kalimat saja.”3

Percakapan urutan kesebelas (11) “Sama gue juga.”

Kalimat tersebut menggunakan dua kata yang memiliki makna yang senada yaitu

‘sama’ dan ‘juga’, sehingga termasuk ke dalam kesalahan lokal. Seharusnya: “Saya

juga.”

Percakapan urutan kedua puluh delapan (28) “Ama bubur tuh gue juga.”

Penggunaan kata “ama” dan “juga” secara berbarengan kurang tepat. Seharusnya:

“saya juga tidak suka bubur.” Kata ‘tuh’ sebagai ragam lisan yang menjadi pelengkap

kalimat sebenarnya merujuk kepada kata tugas “itu”.

Percakapan urutan ketiga puluh enam (36)

“Jadi, akhirnya gue cuma dari inpusan doang.”

Penggunaan kata “jadi” dan “akhirnya” secara berbarengan kurang tepat. Sejenis

dengan penggunaan kata “cuma” dan “doang” secara berbarengan juga kurang tepat.

Seharusnya: “Jadi, saya hanya mendapat nutrisi atau makanan untuk energi fisik dari

infusan.”

C. Pengumpulan data di Rumah Makan Betawi Bu Een

Berikut ini percakapan pewawancara dan penikmat kuliner.

Anak pembeli : “Enak sopnya?”

Pembeli : “Mantep banget. Bismillahirrahmaanirrahiim. Sambelnya

mana sambelnya?

Pewawancara : “Permisi bu, Ibu sudah sering makan di sini?”

Pembeli : “Oh, baru.”

Pewawancara : “Baru kali ini makan di sini?”

3 M. Burt and C. Kiparsky. The Gooficon: A Repair Manual for English Rowley, Newbursy

House, 1972, h. 65

Page 10: Tema : Education in the 21st Century: Knowledge ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42669/2/HINDUN... · orang dua, dan –Di belakang sendiri. Padahal secara tatabahasa

Pembeli : “Iya.”

Pewawancara : “Ini pesan apa, Bu?”

Pembeli : “Pesen sop.”

Pewawancara : “Sop apa, Bu?

Pembeli : “Sop iga betawi, tapi saya nanya tadi ama si pelayannya,

tau gak apa aja bumbunya. Dia bilang gak tau. Ada yang

bagian dapur.”

Pewawancara : “Oh, demikian.”

Pembeli : “Tapi kalau kita liat rasanya di sini, sop iganya sop iga

sapi.”

Pewawancara : “Sop iga sapi, Bu.”

Pembeli : “Cuaca ujan begini ditambah makan anget-anget,

pedes, ditambah teh anget, mantep banget.”

Pewawancara : “Bagaimana, Bu? Enak rasanya, Bu?”

Pembeli : “Nikmat, nyos. Kerupuknya gak ada ya?”

Pewawancara : “Ibu, kenapa baru pertama kali ke sini?”

Pembeli : “Baru pertama kali lewat sini.”

Pewawancara : “Karena kebetulan lewat jalan sini jadinya ibu mampir ke tempat

makan ini.”

Pembeli : “Iya, waktunya makan juga, cuaca ujan. Jadi lapar.”

Pewawancara : “Bedanya sop ini (sambil menunjukkan jari ke arah mangkuk milik

ibu tersebut), sop iga betawi yang ini, dengan yang lainnya.... apa,

bu?”

Pembeli : “Ini yang paling mantep. Tuh, udah abis saya. Ah, entar

mau beli karedok juga deh.”

Pewawancara : “Oh, ibu mau beli karedok juga habis ini?”

Pembeli : “Karedok buat di rumah.”

ANALISIS:

Kata yang dimiringkan “mantep banget” seharusnya mantap sekali atau sangat enak

sekali. Penutur melafalkan fonem /a/ menjadi fonem /ə/ sehingga kata mantap diucapkan

mantep. Selanjutnya kata “banget” yang maksudnya adalah sangat, bermakna menjadi sangat

enak sekali (merujuk ke makanan yang dilahapnya).

Selanjutnya “sambelnya mana sambelnya?” yang seharusnya diucapkan “sambal”

(memakai fonem /a/), bukan fonem /ə/. Demikian pula halnya kata “pesan” yang dilafalkan

“pesen”.

Pada bagian pengucapan “.....tapi saya nanya tadi ama si pelayannya,

tau gak apa aja bumbunya. Dia bilang gak tau. ....” penutur mengucapkan “nanya” yang

seharusnya “bertanya”, “ama” seharusnya “kepada”, “tau gak” seharusnya “tahu atau tidak”,

“apa aja” seharusnya “apa saja”, “gak tahu” seharusnya “tidak tahu”. Di sini tampak sekali

penutur memakai kata dasar sehingga singkat-singkat sekali diksi yang digunakannya. Dalam

anakes disebut “zeroisasi (kontraksi) yakni penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya

penghematan pengucapan. Hal tersebut digunakan dalam situasi yang tidak resmi sehingga

seringkali penutur menyingkat atau memperpendek ujarannya.”4

Tuturan berikutnya yakni “liat rasanya” seharusnya “lihat” (fonem /h/ dihilangkan

oleh penutur). Kata yang menyertai “lihat” lebih tepat jika digunakan kata “tampilan sop nya”

atau “aroma rasanya” karena kata “lihat” berkaitan dengan sesuatu yang dilihat, bukan dirasa,

4 Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), h. 136

Page 11: Tema : Education in the 21st Century: Knowledge ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42669/2/HINDUN... · orang dua, dan –Di belakang sendiri. Padahal secara tatabahasa

sehingga lebih koheren atau padu dalam merangkai kelompok kata tersebut apabila diganti

dengan yang lebih tepat, misalnya “cicipi rasanya”.

Berikutnya adalah “ujan begini” seharusnya “hujan seperti ini” dan “anget-anget”

seharusnya “hangat-hangat”, penutur menghilangkan fonem /h/ di awal kata. Lalu kata “pedes”

seharusnya “pedas” (fonem /a/ menjadi fonem /ə/ ). Adapun kata “nyos” menggambarkan

sebuah ekspresi dari penutur yang memberi makna bahwa dia sangat senang atau sangat puas

dengan sajian rasa yang dihadirkan oleh rumah makan ini. Oleh karena itu, kata itu dilafalkan

penutur sebagai tambahan kata nikmat sehingga menjadi “nikmat nyos”. Padahal apabila

penutur memakai kata “nikmat sekali” sudah mewakili ungkapannya.

Terakhir yaitu “gak ada” seharusnya “tidak ada”, “Tuh, udah abis saya” seharusnya

“saya sudah habis” atau “sudah saya habiskan sop nya” (sambil menunjuk mangkuk sop

tersebut). Penutur melafalkan nya dengan menempatkan kata “saya” di bagian akhir dengan

kata lain salah letak dalam menyusun unsur –unsur kalimat.

V. HASIL PENELITIAN

A. Simpulan

Rumah makan merupakan tempat umum yang menjadi salah satu tujuan singgah

sebagian masyarakat untuk bersantai dan sejenak beristirahat mencicipi kuliner dengan

fokusnya melihat penggunaan bahasa para pecinta kuliner yang bervariasi. Rumah

makan Aceh, warung bakso dan Rumah Makan Betawi Bu Een menjadi contoh tempat

yang banyak dikunjungi masyarakat yang di dalamnya terjadi interaksi komunikasi

antar pengguna bahasa.

Kesalahan dalam proses morfofonemik (proses perubahan fonem, penambahan fonem, dan penghilangan fonem) menjadi temuan terbanyak dalam penelitian ini. Contohnya

“hujan” menjadi “ujan”, “hangat” menjadi “anget”, “habis” menjadi “abis”, “lihat”

menjadi “liat”, “sudah” menjadi “udah”, dsb.

B. Saran

Menggunakan bahasa Indonesia yang tidak terkontaminasi dengan bahasa daerah atau

B-1 ( bahasa ibu) bagi sebagian masyarakat Indonesia adalah hal yang sulit, karena

lingkungan pengguna bahasa yang bervariasi asal daerah dan budayanya. Untuk itulah

berupaya selalu menggunakan bahasa Indonesia di setiap kesempatan berkomunikasi

agar sebagai bahasa persatuan negara kita terwujud di berbagai lapisan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Burt, M. and C. Kiparsky. The Gooficon: A Repair Manual for English Rowley, Newbury

house, 1972.

Chaer, Abdul. Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2012

Francis, W. Nelson. The Structure of American English (with a chapter on American

English dialects by Raven I. McDavid, Jr). New York: Ronald Press, 1958.

Marsono. Fonetik. Gadjah Mada University Press, 1986.

Nur, Salmiani. http://waodesalmianinur.blogspot.co.id/2013/10/proses-morfofonemik.html

(diakses 20 Agustus 2017)

Selinker, L. dalam buku “Interlanguage” dalam Richards, Jack. (ed.) “Error Analysis:

Perspective on Second Language Acquisition”. London: Longman Group Limited,

1975. Setyawati, Nanik. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia. Surakarta: Yuma Pustaka. 2010

Page 12: Tema : Education in the 21st Century: Knowledge ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42669/2/HINDUN... · orang dua, dan –Di belakang sendiri. Padahal secara tatabahasa

BIODATA PENULIS

CV (Curriculum Vitae)

HINDUN, lahir di Jakarta, 15 Desember 1970 dari ibu (almarhumah) yang

bernama Hj. Siti Romlah, dan ayah (almarhum) bernama Dasoem. Menikmati

masa pendidikan sejak Taman Kanak-Kanak sampai perguruan tinggi. Mulai

TK YPM, SDN Guntur 06 Pagi Jakarta, SMP Negeri 33 Jakarta, SPG Negeri 2

Jakarta Selatan, S-1 (IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Fakultas Tarbiyah

Jurusan Tadris Bahasa Indonesia. S-2 (Universitas Negeri Jakarta) prodi

Pendidikan Bahasa. Sejak September 2012/2013 melanjutkan studi S-3 di

Universitas Negeri Jakarta prodi Pendidikan Bahasa dan mempresentasikan

disertasi di hadapan dewan penguji dengan judul “Retorika dalam Kuliah

Subuh “Islam Itu Indah” (Studi Konten Analisis di Studio TransTV)” dan wisuda doktor pada 26 Maret

2016.

Ibu yang pernah menerima Piagam Penghargaan sebagai Sarjana Terbaik program S-1

Semester Ganjil thn. akademik 1993/1994 ini mulai berkiprah secara formal tahun 1993-1998 menjadi

tenaga pengajar (guru Bahasa Indonesia) di Madrasah Ibtidaiyah Rumah Pendidikan Islam (MI-RPI)

Jakarta Selatan. Tahun 1994-1998 menjadi tenaga pengajar (guru Bahasa Indonesia) di Madrasah Aliyah

Rumah Pendidikan Islam (MA-RPI) Jakarta Selatan. Tahun 1995-1997 menjadi tenaga pengajar (guru

Bahasa Indonesia) di Madrasah Tsanawiyah (MTs. As-Syirotussyafi’iyah) Jakarta Selatan. Tahun

1995-1998 menjadi tenaga pengajar (guru Bahasa Indonesia) di SMP Islam At-Taufieq Jakarta Selatan.

Tahun 2000-2001 menjadi tenaga research di PT Surindo Utama. Tahun 2003-2007 menjadi tenaga

pengajar (guru Bahasa Indonesia) di SMA Widya Manggala Jakarta Timur.

Wanita berketurunan Sungai Liat Pulau Bangka yang menjadi siswi terbaik di SPG Negeri 2 Jakarta

Selatan (Thn. Pelajaran 1987/1988) ini menjadi dosen sejak tahun 2006- sekarang di Universitas Islam

Negeri (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta). Menjadi Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (periode 2010-2014), selanjutnya sebagai Ketua

Jurusan PBSI (Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia) FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hingga

25 Juni 2015 / 9 Romadhon 1436 H.