sistem agribisnis jagung di kecamatan adiluwih ... - …digilib.unila.ac.id/54672/3/skripsi tanpa...
TRANSCRIPT
SISTEM AGRIBISNIS JAGUNG DI KECAMATAN ADILUWIH
KABUPATEN PRINGSEWU
(Skripsi)
Oleh
SITA VIRGIANA
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
ABSTRACT
AGRIBUSINESS SYSTEM OF CORN AT ADILUWIH SUBDISTRICT OF
PRINGSEWU REGENCY
By
SITA VIRGIANA
This research aims to know the procurement of corn production facilities, farm
performance, corn marketing, supporting institutions and index of agribusiness
system. This research was conducted in Adiluwih Subdistrict of Pringsewu
Regency. The data were collected on March - April 2018 by using survey
method. The results of this research showed that the procurement of production
facilities did not accord the criteria are price and quantity. The average income
from the corn agribusiness system was Rp9,973,527.8/ ha and it was profitable
because of the R/C ratio was more than one. The marketing of agribusiness
systems was inefficient because oligopsonic market structure, there was no
farmer’s power to determine the price and the profit margin ratio did not spread
evenly. The supporting institutions at Adiluwih Subdistrict were farmer groups,
extension agents, financial institutions, government policies, transportation and
markets. All supporting institutions were available but not fully utilized by
farmers. The supporting institutions which is related to the agribusiness system
were farmer groups, government policies and extension institutions. The
agribusiness index in terms of production facilities has been good, while the
agribusiness index in terms of farming and marketing performance has not been
good. Generally, the corn agribusiness index has been not good.
Key words: agribusiness index, agribusiness system, corn
ABSTRAK
SISTEM AGRIBISNIS JAGUNG DI KECAMATAN ADILUWIH
KABUPATEN PRINGSEWU
Oleh
SITA VIRGIANA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengadaan sarana produksi jagung,
kinerja usahatani, pemasaran jagung, lembaga penunjang dan indeks sistem
agribisnis. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Adiluwih, Kabupaten
Pringsewu. Data dikumpulkan pada bulan Maret - April 2018 menggunakan
metode survei. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengadaan sarana produksi
yang tidak sesuai kriteria adalah harga dan kuantitas. Pendapatan rata-rata dari
sistem agribisnis jagung adalah Rp 9.973.527,88/ha dan menguntungkan karena
rasio R / C lebih dari satu. Pemasaran sistem agribisnis tidak efisien karena
struktur pasar oligopsoni, tidak memiliki kekuatan untuk menentukan harga
jagung dari petani dan rasio marjin keuntungan tidak menyebar secara merata.
Lembaga penunjang yang ada di Kecamatan Adiluwih adalah kelompok tani,
penyuluh, lembaga keuangan, kebijakan pemerintah, transportasi dan pasar.
Semua lembaga penunjang tersedia tetapi tidak dimanfaatkan sepenuhnya oleh
petani. Lembaga penunjang yang terkait dengan sistem agribisnis adalah
kelompok tani, kebijakan pemerintah dan lembaga penyuluhan. Indeks agribisnis
segi sarana produksi telah baik, sedangkan indeks agribisnis segi kinerja usahatani
dan pemasaran belum baik. Secara umum, indeks agribisnis jagung belum
berjalan dengan baik.
Kata kunci: jagung, indeks agribisnis, sistem agribisnis
SISTEM AGRIBISNIS JAGUNG DI KECAMATAN ADILUWIH
KABUPATEN PRINGSEWU
Oleh
SITA VIRGIANA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 23
Mei 1996, sebagai anak pertama dari dua bersaudara
dari pasangan Bapak Oktar Harimarfandi dan Ibu Sri
Sunaeji. Riwayat pendidikan yang telah penulis
tempuh adalah Taman Kanak - Kanak (TK) Taman
Siswa tahun 2002, Sekolah Dasar (SD) Negeri 1
Kupang Kota tahun (2008), Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Bandar
Lampung tahun (2011), Sekolah Menengah Atas (SMA) Tamansiwa Teluk
Betung tahun 2014. Penulis diterima di Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Lampung pada tahun 2014 melalu jalur Seleksi Bersama Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Sendang Agung, Kecamatan
Sendang Agung, Kabupaten Lampung Tengah selama 40 hari. Penulis pernah
melaksanakan Praktik Umum (PU) selama 30 hari di Horti Park Lampung Desa
Sabah Balau, Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan. Penulis pernah
menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian
(HIMASEPERTA) pada tahun 2014-2016. Selama kuliah penulis menjadi asisten
dosen (asdos) mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi pada semester ganjil tahun
2017/2018 serta Perencanan dan Evaluasi Proyek pada semester ganjil tahun
2017/2018. Selain itu, penulis pernah menjadi salah satu bagian tim surveyor
konsumen Bank Indonesia pada bulan Oktober - Desember 2017.
SANWACANA
Bismillahirahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil „alamin puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT
karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul ” Sistem Agribisnis Jagung di Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Pertanian di Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian
skripsi ini tidak akan terealisasi dengan baik tanpa adanya dukungan, bantuan, dan
bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Teguh Endaryanto, S.P.,M.Si., selaku Ketua Jurusan Agribisnis
Universitas Lampung yang telah memberikan saran dan arahan kepada penulis.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Pertama
yang telah memberikan bimbingan, motivasi, saran, kesabaran dan arahan
kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Ani Suryani, S.P, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Kedua yang telah
memberikan bimbingan, motivasi, saran, kesabaran dan arahan kepada penulis
selama penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Ir. Sudarma Widjaya, M.S., selaku Dosen Pembahas atas masukan,
arahan dan nasihat yang telah diberikan untuk penyempurnaan skripsi ini.
6. Bapak Rio Tedi Prayitno, S.P., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah memberikan bimbingan, saran, dan arahan selama ini kepada
penulis.
7. Keluargaku tercinta Ibu Sri Sunaeji, Abah Oktar Harimarfandi, Adikku
Virgiawan Dwi Cahyo (Mamas Irgi) yang telah memberikan semangat,
motivasi, kasih sayang, perhatian, kesabaran, doa yang tidak pernah putus,
dukungan, serta selalu ada disamping penulis dalam keadaan apapun.
8. Keluarga besar ku yang telah memberikan semangat, motivasi, doa yang tidak
pernah putus, dukungan, sertaselalu ada disamping penulis dalam keadaan
apapun.
9. Pak Jajik, Pak Narso, Pak David serta seluruh masyarakat Desa Srikaton dan
Desa Waringinsari Timur Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu atas
segala bantuan yang diberikan selama proses penelitian di lapangan.
10. Seluruh Dosen Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian atas semua ilmu yang
telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswa di Universitas Lampung.
11. Karyawan di Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Mba Iin, Mba Ayi, Mba
Tunjung, Mas Boim dan Mas Bukhari atas semua bantuan yang telah
diberikan.
12. Sahabat - sahabat seperjuangan yang ku cinta selama kuliah, Septi, Rosita,
Yani, Siska, Kia, dan Elpa terimakasih atas segala masukan, saran, dan
semangat yang telah diberikan.
13. Sahabat - sahabat tersayang Damsi, Yuni, Cuah, Ray dan Kholid terimakasih
telah memberi semangat, dukungan, motivasi dan doa kepada penulis.
14. Teman - teman Jurusan Agribisnis angkatan 2014: Vidya, Yolanda, Yudi,
Matski, Yuni A, Kiki D, Rosi T, Kiki M, Wigas, Syendita, Synthia, Desi,
Arum, Luvita, Adek dan Yunita serta teman - teman yang tidak bisa disebutkan
satu persatu terimakasih atas bantuannya selama ini.
15. Rekan - rekan mahasiswa/i Jurusan Agribisnis angkatan 2012, 2013 dan 2015
(Titis, Reksi, Rina serta lain nya) terimakasih atas kebersamaannya.
16. Keluarga KKN Desa Sendang Agung, Kecamatan Sendang Agung,
Kabupaten Lampung Tengah
17. Teman Praktik Umum di Horti Park yaitu Nuy, Fadli serta yang lain yang
tidak bisa disebutkan satu persatu terimakasih atas bantuannya selama ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka
semua dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak serta almamater tercinta.
Bandar Lampung, 08 November 2018
SITA VIRGIANA
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................ 7
1. Penggunaan sarana produksi belum optimal ....................................... 7
2. Pendapatan petani yang masih rendah ................................................. 9
3. Pemasaran dan lembaga penunjang belum memilki kekuatan ............ 11
4. Kelancaran sistem agribisnis ............................................................... 13
C. Tujuan ................................................................................................. 14
D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 14
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 15
1. Nilai Ekonomi Jagung .................................................................... 15
2. Agribisnis ........................................................................................ 16
a. Pengadaan dan penyaluran sarana produksi ................................... 18
b. Subsistem usahatani ........................................................................ 19
c. Subsistem pengolahan hasil pertanian ............................................ 24
d. Subsistem pemasaran ...................................................................... 27
e. Subsistem jasa layanan penunjang .................................................. 30
B. Penelitian Terdahulu ........................................................................... 34
C. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 41
III. METODE PENELITIAN
A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional .......................................... 45
B. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ...................................... 49
C. Lokasi, Waktu dan Sampel Penelitian .............................................. 51
D. Alat Analisis Data ............................................................................ 53
1. Analisis pengadaan sarana produksi ............................................ 53
ii
2. Analisis kinerja usahatani ............................................................. 54
3. Analisis pemasaran ....................................................................... 56
4. Analisis jasa layanan pendukung ................................................. 57
5. Indeks sistem agribisnis ............................................................... 57
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kabupaten Pringsewu ......................................... 64
B. Gambaran Umum Kecamatan Adiluwih .......................................... 65
C. Keadaan Umum Desa Srikaton dan Waringinsari Timur ................. 68
1. Desa Srikaton ............................................................................... 68
2. Desa Waringinsari Timur ............................................................. 70
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden .................................................................. 73
1. Umur ............................................................................................. 73
2. Pendidikan Responden ................................................................. 74
3. Jumlah Tanggungan Keluarga ...................................................... 75
4. Pengalam Usahatani ..................................................................... 76
5. Pekerjaan Sampingan ................................................................... 77
6. Luas Lahan Usahatani .................................................................. 78
7. Status kepemilikan lahan .............................................................. 79
B. Analisis Pengadaan Sarana Produksi ............................................... 81
1. Jenis .............................................................................................. 81
2. Waktu ........................................................................................... 83
3. Harga ............................................................................................ 84
4. Tempat .......................................................................................... 85
5. Kualitas ......................................................................................... 86
6. Kuantitas ....................................................................................... 87
C. Analisis Kinerja Usahatani ............................................................... 89
1. Benih dan Pupuk .......................................................................... 90
2. Pestisida ....................................................................................... 92
3. Tenaga Kerja ................................................................................ 93
4. Penggunaan Peralatan .................................................................. 95
5. Produksi dan Pendapatan Usahatani Jagung ................................ 95
6. Pendapatan Usahatani ................................................................. 98
D. Analisis Pemasaran .......................................................................... 100
1. Struktur Pasar ............................................................................... 100
2. Perilaku Pasar ............................................................................... 102
3. Keragaan Pasar ............................................................................. 104
E. Lembaga Penunjang ......................................................................... 109
1. Kelompok Tani ............................................................................. 109
2. Lembaga Penyuluhan ................................................................... 110
3. Lembaga Keuangan ...................................................................... 112
4. Kebijakan Pemerintah .................................................................. 113
5. Transportasi .................................................................................. 114
6. Pasar ............................................................................................. 115
iii
F. Indeks Agribisnis .............................................................................. 116
1. Sarana Produksi ............................................................................ 116
2. Kinerja Usahatani ......................................................................... 119
3. Pemasaran ..................................................................................... 122
4. Indeks Agribisnis .......................................................................... 123
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...................................................................................... 126
B. Saran ................................................................................................. 127
DAFTAR PUSTAKA
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Luas lahan, produksi dan produktivitas usahatani jagung
di Provinsi Lampung tahun 2017 ............................................................. 3
2. Luas panen, produksi dan produktivitas usahatani jagung
di Kabupaten Pringsewu tahun 2016 ........................................................ 5
3. Luas panen, produksi dan produktivitas usahatani jagung
di Kecamatan Adiluwih Tahun 2011-2016 .............................................. 6
4. Indikator indeks agribisnis subsistem sarana produksi ........................... 58
5. Indikator indeks agribisnis subsistem kinerja usahatani ......................... 60
6. Indikator indeks agribisnis subsistem pemasaran ................................... 61
7. Jumlah penduduk di Kecamatan Adiluwih tahun 2016 ........................... 66
8. Luas panen dan produksi tanaman pangan di Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu tahun 2016 ............................................................ 67
9. Penggunaan lahan pertanian di Desa Srikaton tahun 2016 ...................... 69
10. Penggunaan lahan pertanian di Desa Waringinsari Timur
tahun 2016 ................................................................................................ 72
11. Sebaran responden petani jagung berdasarkan kelompok umur
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018 ..................... 73
12. Sebaran responden petani jagung berdasarkan tingkat pendidikan
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018 ..................... 74
13. Sebaran responden petani jagung berdasarkan tanggungan keluarga
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018 ..................... 75
14. Sebaran responden petani jagung berdasarkan pengalaman usahatani
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018 .................... 76
v
15. Sebaran responden petani jagung berdasarkan pekerjaan sampingan
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018 ..................... 77
16. Sebaran responden petani jagung berdasarkan luas lahan
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018 ..................... 78
17. Sebaran responden petani jagung berdasarkan status kepemilikan
lahan di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018 ........... 79
18. Sebaran kepemilikan lahan di Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu tahun 2018 ............................................................. 80
19. Rata - rata penggunaan benih jagung per usahatani jagung dan
per hektar di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018 .... 88
20. Rata - rata penggunaan pupuk per usahatani jagung dan per hektar
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018 ..................... 88
21. Biaya benih dan pupuk usahatani jagung per hektar
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018 ..................... 91
22. Jumlah dan biaya pestisida usahatani jagung per hektar
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018 ..................... 92
23. Rata - rata penggunaan tenaga kerja usahatani jagung per hektar
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018 .................... 94
24. Rata - rata biaya penyusutan peralatan usahatani jagung
dalam satu kali musim tanam tahun 2018 .............................................. 95
25. Rata - rata penerimaan, biaya, pendapatan dan rasio R/C
usahatani jagung per hektar di Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu tahun 2018 ......................................................... 96
26. Pendapatan usahatani per tahun
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018 ................. 98
27. Analisis marjin pemasaran MT I jagung
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018 .................. 106
28. Analisis marjin pemasaran MT II jagung
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018 .................. 107
29. Jumlah kelompok tani dan anggota kelompok tani jagung
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018 .................. 109
30. Indeks agribisnis tertimbang jagung segi sarana produksi
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018 ................. 116
vi
31. Indeks agribisnis tertimbang jagung segi kinerja usahatani
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018 .................. 120
32. Indeks agribisnis tertimbang jagung segi pemasaran
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018 .................. 122
33. Identitas petani jagung di Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu ............................................................................ 135
34. Kepemilikan lahan jagung di Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu ............................................................................ 137
35. Penggunaan benih dan pupuk usahatani jagung per hektar
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu ..................................... 139
36. Penggunaan pestisida usahatani jagung per hektar
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu ..................................... 143
37. Penyusutan alat usahatani jagung per hektar
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu ..................................... 149
38. Penggunaan tenaga kerja usahatani jagung per hektar
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu ..................................... 153
39. Total biaya usahatani jagung per hektar
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu ..................................... 174
40. Produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani jagung
per hektar di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu .................... 178
41. Keuntungan dan rasio R/C usahatani jagung per hektar
MT I di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu ............................ 180
42. Lembaga penunjang dan cara pemasaran jagung
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu ..................................... 181
43. Pendapatan usahatani non jagung
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu per tahun ..................... 185
44. Identitas pedagang jagung di Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu ............................................................................ 187
45. Biaya pemasaran jagung di Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu MT I .................................................................. 187
46. Biaya pemasaran jagung di Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu MT II .................................................................. 187
vii
47. Marjin pemasaran jagung di Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu MT I .................................................................. 188
48. Marjin pemasaran jagung di Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu MT II .................................................................. 188
49. Indeks agribisnis jagung segi sarana produksi
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018 .................. 189
50. Indeks agribisnis jagung segi kinerja usahatani
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018 .................. 193
51. Indeks agribisnis jagung segi pemasaran
Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018 ...................... 197
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Perkembangan volume ekspor - impor jagung di Indonesia
tahun1980 - 2016 ....................................................................................... 2
2. Sistem Agribisnis ..................................................................................... 17
3. Kerangka Pemikiran sistem agribisnis jagung di
Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu ............................................. 44
4. Saluran pemasaran jagung di Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu tahun 2018 ............................................................ 105
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan pertanian secara luas mencakup tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan. Sektor pertanian
merupakan sektor penting dalam visi pembangunan jangka panjang yang
diarahkan dalam daya saing perekonomian global. Sektor ini menduduki
peranan yang strategis karena berkaitan dengan kehidupan masyarakat
Indonesia dengan memperkuat ketahanan pangan Indonesia. Sektor pertanian
juga menjadi salah satu sektor faktor peningkatan pertumbuhan ekonomi
seperti yang dituangkan dalam RPJMN 2015 - 2019 yakni dengan
meningkatkan kapasitas produksi melalui peningkatan produktivitas dan
perluasan areal tanam.
Komoditas yang penting dalam sektor pertanian salah satunya adalah subsektor
tanaman pangan karena tanaman pangan menghasilkan bahan pangan untuk
kelangsungan hidup. Pembangunan pertanian dalam subsektor tanaman
pangan diarahkan untuk meningkatkan produksi pangan dengan tujuan
terciptanya swasembada pangan (terutama padi, jagung dan kedelai). Jagung
adalah komoditas yang dapat digunakan dalam memenuhi kebutuhan rumah
tangga dalam kegiatan konsumsi yaitu sebagai bahan pangan dan pakan bagi
2
hewan ternak. Jagung merupakan salah satu bahan baku utama dalam industri
pakan ternak unggas. Perkembangan industri ternak unggas cukup cepat
sehingga akan mendorong peningkatan kebutuhan akan jagung (Badan
Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, 2017).
Peran jagung lokal yang masih rendah dalam memenuhi kebutuhan industri
pakan ternak menjadikan jagung sebagai komoditas pangan dengan nilai impor
yang tinggi. Pada tahun 2014 nilai impor jagung Indonesia mencapai USD 807
juta dan periode Januari - April 2015 nilai impor jagug Indonesia adalah
sebesar USD 301 juta. Jumlah produksi jagung mencapai 19,03 juta ton pada
tahun 2014 dan Indonesia masih mengimpor jagung dengan volume mencapai
3,2 juta ton (Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan,
2017). Salah satu sebab belum tercukupinya kebutuhan jagung adalah belum
optimalnya produktivitas tanaman jagung yang dapat dipengaruhi oleh alih
fungsi lahan (Widiastuti dan Harisudin, 2013).
Gambar 1. Perkembangan volume ekspor - impor jagung di Indonesia tahun
1980 - 2016
3
Terlihat volume impor jagung pada tahun 2011 - 2015 mengalami kenaikan
dengan mengimpor diatas 3 juta ton kecuali tahun 2012 hanya sebesar 1,81 juta
ton. Pada tahun 2014 volume impor jagung menjadi stabil sebesar 3,17 juta
ton dan mengalami kenaikan pada tahun 2015 menjadi 3,50 juta ton. Rata -
rata volume ekspor pada tahun 2011 - 2015 adalah 70,48 ribu ton dan
berbanding terbalik dengan volume impor sebesar 2,97 juta ton. Pada tahun
2015 volume ekspor sebesar 250,83 ribu ton. Berdasarkan data tersebut maka
terjadi defisit dari tahun 2011- 2015 dengan rata - rata 2,90 juta ton
(Kementerian Pertanian, 2016). Provinsi Lampung merupakan salah satu
penyumbang produksi jagung di Indonesia karena hampir seluruh wilayah di
Provinsi Lampung memiliki potensi penghasil jagung dengan data berikut.
Tabel 1. Luas lahan, produksi dan produktivitas usahatani jagung di Provinsi
Lampung tahun 2017
No. Kabupaten/Kota
Luas
Panen Produksi Produktivitas
(ha) (ton) (ton/ha)
1 Lampung Barat 191 831 4,36
2 Tanggamus 5.072 25.855 5,09
3 Lampung Selatan 128.034 690.785 5,39
4 Lampung Timur 141.879 735.743 5,18
5 Lampung Tengah 78.106 426.966 5,44
6 Lampung Utara 40.629 206.253 5,07
7 Way Kanan 28.883 139.719 4,83
8 Tulang Bawang 8.603 40.550 4,71
9 Pesawaran 24.486 118.583 4,84
10 Pringsewu 7.751 40.326 5,20
11 Mesuji 5.117 24.177 4,72
12 Tulang Bawang Barat 6.688 30.488 4,55
13 Pesisir Barat 6.051 32.668 5,39
14 Bandar Lampung 116 641 5,52
15 Metro 1.001 5.269 5,09
Jumlah 482.607 2.518.895 5,21
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2018
4
Meskipun bukan penghasil produksi jagung terbesar di Provinsi Lampung,
namun jagung merupakan salah satu komoditas unggulan di Pringsewu.
Sebagian besar penduduk Pringsewu masih mengandalkan sektor pertanian
sebagai mata pencahariannya. Selain untuk dikonsumsi sendiri, hasil pertanian
juga dapat dijual sebagai sumber pendapatan. Jumlah luas panen, produksi dan
produktivitas petani di Kabupaten Pringsewu juga beragam. Kecamatan
Adiluwih menjadi daerah penghasil jagung terluas dan produksi tertinggi di
antara kecamatan lainnya yang ada di Pringsewu. Sebanyak 75 % jagung di
Kabupaten Pringsewu di tanam di Adiluwih.
Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa luas panen jagung di Kecamatan
Adiluwih mencapai 4.340 ha dengan produksi sebesar 21.700 ton selama tahun
2016. Kecamatan Sukoharjo menjadi penghasil produksi terbesar kedua yaitu
sebanyak 3.375 ton dan dengan luas panen 675 ha, kemudian diikuti oleh
Kecamatan Pagelaran dengan luas panen 30 ha dan produksi sebesar 1.575 ton.
Berdasarkan pemaparan tersebut maka sebagian besar daerah tersebut adalah
daerah sentra usahatani jagung dan merupakan penyokong dalam pemenuhan
kebutuhan jagung bagi Provinsi Lampung pada umumnya, dan Kabupaten
Pringsewu pada khususnya (Badan Pusat Statistik Kabupaten Pringsewu,
2017).
5
Tabel 2. Luas panen, produksi dan produktivitas usahatani jagung di
Kabupaten Pringsewu tahun 2016
No Kecamatan Luas Panen Produksi Produktivitas
(ha) (ton) (ton/ha)
1 Pardasuka 112 560 5,00
2 Ambarawa 12 60 5,00
3 Pagelaran 315 1.575 5,00
4 Pagelaran Utara 30 150 5,00
5 Pringsewu 35 175 5,00
6 Gadingrejo 188 940 5,00
7 Sukoharjo 675 3.375 5,00
8 Banyumas 85 425 5,00
9 Adiluwih 4.340 21.700 5,00
Jumlah 5.792 28.960 5,00
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Pringsewu, 2017
Jagung sebagai suatu komoditas pertanian harus memiliki keterkaitan ke depan
dan ke belakang sebagai suatu sistem agribisnis. Sistem agribisnis jagung
mengharuskan keterkaitan yang harmonis antara subsistem input, subsistem
produksi, subsistem pengolahan hasil, pemasaran dan lembaga penunjang.
Adanya subsistem yang baik akan memberikan keterkaitan antar pelaku
agribisnis seperti petani, pedagang saprodi, distributor, pengolah industri dan
konsumen. Keterkaitan yang baik tersebut akan memberikan pengaruh peran
yang besar terhadap pembentukan perekonomian wilayah, terutama dalam
memberikan sumbangan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (Isbah dan
Iyan, 2016). Agribisnis dapat berperan sebagai penyedia pangan, pencipta
lapangan kerja dan sumber pendapatan masyarakat.
Produktivitas usahatani jagung di Kecamatan Adiluwih masih rendah. Rendah
nya produktivitas dapat disebabkan adanya penggunaan sarana produksi oleh
6
petani belum optimal yakni penggunaan benih dan pupuk yang tidak sesuai
dengan anjuran dari pemerintah. Tidak sesuai anjuran yang dimaksud adalah
penggunaan benih dan pupuk tidak sesuai dengan anjuran yang menyebabkan
penggunaan sarana produksi menjadi lebih atau kurang dalam pemakaian.
Produktivitas jagung di Kecamatan Adiluwih sebesar 5,0 ton/ha dan masih
dapat ditingkatkan sampai dengan produksi potensial yaitu 10-12 ton/ha
(Damiri, 2017). Berdasarkan pra survei yang telah dilakukan produksi yang
belum optimal dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti terjadinya
kekeringan karena pengairan mengandalkan dari hujan, serangan hama dan
penyakit, curah hujan yang besar saat panen, rendahnya teknologi yang
digunakan dan harga penjualan yang menurun saat panen. Saat panen harga
menurun dan pendapatan yang diterima rendah. Namun peningkatan produksi
sangat dimungkinkan dan dapat terlihat pada Tabel 3 bahwa produksi jagung di
Kecamatan Adiluwih mengalami kenaikan.
Tabel 3. Luas panen, produksi dan produktivitas usahatani jagung di
Kecamatan Adiluwih tahun 2011-2016
No Tahun Luas Panen Produksi Produktivitas
(ha) (ton) (ton/ha)
1 2016 4.340 21.700 5,00
2 2015 4.550 22.750 5,00
3 2014 4.389 17.556 4,00
4 2013 3.892 14.206 3,65
5 2012 3.882 14.169 3,65
6 2011 3.780 13.797 3,65
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Pringsewu, 2017
7
Sistem pemasaran juga sangat berpengaruh terhadap ekonomi petani. Pada
umumnya diantara pelaku pemasaran jagung posisi petani adalah paling lemah
karena adanya keterbatasan modal dan informasi yang diterima petani terbatas
sehingga mendapatkan harga yang rendah. Selain itu petani masih menghadapi
ketidakpastian harga jual (Fitriani, 2015). Banyaknya jumlah lembaga
pemasaran yang terlibat juga akan mempengaruhi marjin pemasaran. Semakin
tinggi marjin pemasaran maka akan semakin kecil pula peresentasi harga yang
diterima oleh petani (Firdaus, 2008). Lembaga penunjang yang ada yaitu
gapoktan belum mampu mengumpulkan kekuatan petani dalam penetapan
harga. Selain itu gapoktan masih menghadapi keterbatasan kelembagaan
terutama dalam masalah modal, pengadaan sarana produksi, penggunaan
teknolgi baru serta pemasaran. Berdasarkan uraian tersebut diperlukan adanya
kajian sistem agribisnis jagung di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu.
Keberhasilan suatu agribisnis juga dapat dilihat melalui empat subsistem yaitu
pengadaan sarana produksi, kinerja usahatani, pengolahan dan pemasaran.
Indeks ini menunjukkan kelancaran dalam suatu agribisnis.
B. Identifikasi Permasalahan
1. Penggunaan sarana produksi belum optimal
Sistem agribisnis hendaknya mengandung beberapa subsistem seperti
subsistem sarana produksi, subsistem budidaya atau usahatani, subsistem panen
dan pengolahan, subsistem pemasaran dan didukung oleh lembaga penunjang.
Semua subsistem tersebut saling terkait satu dengan lainnya sehingga tidak ada
subsistem yang lebih penting dari subsistem lainnya karena apabila terjadi
8
gangguan pada salah satu subsistem akan mengganggu subsistem secara
keseluruhan. Agribisnis adalah melibatkan individu atau lembaga yang terkait
dengan produksi, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan pemasaran.
Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang dapat melibatkan
sistem agribisnis. Menurut Nasriaty (2016) dalam pemenuhan kebutuhan
jagung nasional sebanyak 20 juta ton, maka pemerintah mengeluarkan program
produksi jagung berbasis kawasan agribisnis. Program ini menginformasikan
mengenai pemilihan benih, pengolahan lahan, penanaman, pemupukan,
pengairan, pengendalian hama dan penyakit serta panen. Pemerintah juga
mengeluarkan program Upsus Pajale untuk membantu dalam pemenuhan
kebutuhan jagung.
Produksi jagung di Kabupaten Pringsewu rendah bila dibandingkan dengan
kabupaten lainnya yang ada di Provinsi Lampung. Data yang didapatkan dari
BPS Kabupaten Pringsewu (2017) sebanyak 75 persen tanaman jagung di
Pringsewu ditanam di Kecamatan Adiluwih. Kecamatan Adiluwih merupakan
kecamatan dengan produksi tertinggi di Kabupaten Pringsewu. Komoditas
jagung di lokasi penelitian ini merupakan komoditas unggulan. Berdasarkan
survei yang telah dilakukan, jagung di produksi dan distibusikan hingga ke
pabrik pengolahan. Sebagai daerah potensial pengembangan agribisnis jagung,
secara rutin pemerintah memberikan bantuan berupa benih jagung dan pupuk
melalui program Upsus Pajale.
Pemberian bantuan ini diberikan pula ke Kecamatan Adiluwih. Subsidi pupuk
yang dapat berlebih di sertai dengan harga yang murah dapat menyebabkan
9
adanya ketidaksesuaian anjuran dalam pemakaian. Ketidaksesuaian anjuran
yang dimaksud adalah penggunaan benih dan pupuk tidak sesuai dengan
anjuran penggunaan benih dan pupuk dari pemerintah yang menyebabkan
penggunaan sarana produksi menjadi lebih atau kurang dalam pemakaian. Hal
lain yang menjadi permasalahan adalah petani sering menghadapi kekurangan
modal pada saat musim tanam sehingga menyebabkan pengadaan sarana
produksi menjadi terhamba. Berdasarkan uraian tersebut bagaimana
pengadaan sarana produksi petani jagung di Kecamatan Adiluwih Kabupaten
Pringsewu?
2. Pendapatan petani yang masih rendah
Pembangunan pertanian tidak hanya bertujuan pada peningkatan produksi
pertanian, tetapi juga dalam rangka peningkatan pendapatan masyarakat dan
peningkatan taraf hidup petani. Tingkat pendapatan petani, disamping sebagai
penentu utama kesejahteraan rumah tangga juga sebagai pertumbuhan
ekonomi. Pendapatan yang maksimal merupakan tujuan utama setiap petani
dalam melakukan produksi. Hasil pendapatan yang diperoleh sebagian
digunakan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga dan yang sebagiannya
lagi digunakan untuk memproduksi usahatani tersebut.
Masyarakat Kecamatan Adiluwih masih mengandalkan sektor pertanian
sebagai sektor perekonomian salah satunya adalah komoditas jagung. Jagung
memiliki manfaat yang luas mulai dari sebagai komoditas pangan dan industri
pakan untuk ternak. Kesejahteraan petani jagung salah satunya dapat diketahui
dari besarnya pendapatan yang diterima petani. Salah satu usaha untuk
10
meningkatkan pendapatan petani jagung adalah dengan meningkatkan
produksi. Produksi dan produktivitas adalah salah satu masalah yang sering
dihadapi petani dalam usahatani jagung. Data yang didapatkan dari BPS
Pringsewu produktivitas jagung di Kecamatan Adiluwih sebesar 5,0 ton/ha dan
masih dapat ditingkatkan sampai dengan produksi potensial yaitu 10-12 ton/ha
(Damiri, 2017).
Produktivitas yang belum optimal dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti
terjadinya kekeringan karena pengairan mengandalkan dari hujan, serangan
hama dan penyakit, curah hujan yang besar saat panen, rendahnya teknologi
yang digunakan dan harga penjualan yang menurun saat panen. Pendapatan
petani jagung dapat ditingkatkan melalui proses pengolahan jagung menjadi
barang jadi atau barang setengah jadi. Namun sistem agribisnis jagung di
Kecamatan Adiluwih memiliki permasalahan yaitu petani belum mampu
mengolah hasil panen jagung menjadi barang jadi atau setengah jadi seperti
pakan ternak agar memiliki nilai tambah yang berguna sebagai tambahan
pendapatan. Permasalahan tersebut terjadi karena adanya keterbatasan sumber
daya manusia dalam melakukan pengolahan jagung, teknologi yang belum
memadai dan masih sulitnya dalam memasarkan hasil olahan jagung.
Permasalahan lainnya adalah mengenai harga. Rendahnya harga akan
menyebabkan rendahnnya pendapatan yang diterima petani. Saat panen harga
menurun dan pendapatan yang diterima rendah. Pada tahun 2016 produksi
jagung tertinggi di Kecamatan Adiluwih berada pada bulan Februari, Maret
dan Juli tetapi terlihat harga jagung mengalami penurunan pada musim panen
11
tersebut. Permasalahan tersebut penting untuk diadakannya penelitian untuk
mengetahui tingkat pendapatan petani jagung yang ada di Kecamatan
Adiluwih. Berdasarkan uraian tersebut bagaimana kinerja usahatani jagung di
Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu?
3. Pemasaran dan lembaga penunjang belum memiliki kekuatan
Pendapatan petani yang rendah dapat disebabkan oleh produksi yang belum
optimal. Produksi yang belum optimal terjadi karena adanya manajemen
produksi yang belum terlaksana dengan baik. Peningkatan produksi harus
diiringi dengan adanya peningkatan pemasaran yang baik untuk mencapai
keuntungan yang optimal. Sistem pemasaran juga sangat berpengaruh terhadap
ekonomi petani. Pemasaran menjadi salah satu permasalahan bagi petani.
Petani belum mampu membangun manajemen pemasaran jagung. Saat panen
petani hanya sebatas menjual hasil panen kepada pedagang tanpa melakukan
pengolahan.
Biasanya dalam pemasaran jagung terlibat beberapa lembaga pemasaran seperti
petani sebagai produsen, lembaga - lembaga perantara dan konsumen.
Banyaknya jumlah lembaga pemasaran yang terlibat juga akan mempengaruhi
marjin pemasaran. Semakin tinggi marjin pemasaran akan mengakibatkan
persentase bagian harga yang diterima petani semakin kecil (Firdaus, 2008).
Persoalan terkait pemasaran yang ada di Kecamatan Adiluwih adalah pada
umumnya diantara pelaku pemasaran jagung posisi petani adalah paling lemah
karena adanya keterbatasan modal dan informasi yang diterima petani terbatas
sehingga mendapatkan harga yang rendah.
12
Lembaga pemasaran yang terlibat dalam usahatani jagung di Adiluwih adalah
petani, pedagang pengumpul dan industri pengolahan. Petani tidak memiliki
kekuatan dalam menentukan harga jual jagung. Saat petani hendak menjual
hasil panen langsung ke pabrik harga yang ditawarkan rendah karena
ketidakberdayaan petani sehingga petani harus menerima harga yang rendah.
Persoalan lain terkait pemasaran adalah saat tejadi panen maka jagung akan
melimpah dan menyebabkan harga menjadi turun. Persoalan lain yang
dihadapi petani jagung adalah bila petani akan mengolah jagung menjadi pakan
ternak, petani masih sulit untuk memasarkan hasil olahan. Hal tersebut
dikarenakan petani belum menemukan pangsa pasar serta mitra untuk
menampung olahan jagung.
Lembaga penunjang yang ada di Kecamatan Adiluwih untuk petani adalah
gapoktan serta peranan pemerintah. Gapoktan sangat penting bagi petani,
karena dengan tergabung dalam gapoktan petani dapat diberikan bantuan
berupa benih dan pupuk. Namun, gapoktan belum bisa membangun
agroindustri pengolahan jagung dikarenakan faktor modal, sumber daya
manusia, penguasaan teknologi dan tempat memasarkan hasil olahan. Petani
jagung yang tergabung dalam gapoktan akan mencapai tujuan pemberdayaan
dan penguatan petani agar dapat meningkatkan kesejahteraan. Pada umumnya
kerjasama dalam antar petani dalam kelompok tani masih rendah dikarenakan
sebagian besar petani tidak memiliki akses dalam pengadaan sarana produksi
atau input (Fitriani, 2015). Berdasarkan hal tersebut pemasaran dan lembaga
penunjang yang ada belum optimal. Berdasarkan uraian tersebut maka
13
bagaimana efisiensi pemasaran jagung dan peranan lembaga penunjang sistem
agribisnis jagung di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu?
4. Kelancaran sistem agribisnis
Kegiatan dalam sistem agribisnis memberikan keterkaitan antar satu subsistem
dengan subsitem lainnya. Pada setiap subsistem agribisnis memberikan fungsi
yang berbeda sehingga diperlukan adanya indeks sistem agribisnis. Kegiatan
usahatani membutuhkan sarana produksi yang memadai. Penggunaan benih
unggul, lahan yang bersertifikat, pengetahuan tenaga kerja dan pengalaman
dalam kegiatan pertanian, serta komposisi penggunaan pupuk organik dan
anorganik merupakan hal yang penting dalam kelancaran sistem agirbisnis.
Produk yang dihasilkan dari kegiatan usahatani akan memiliki nilai
keuntungan apabila dilakukan pengolahan. Produk mentah ataupun produk
olahan akan memberikan keuntungan yang lebih dan merata apabila pemasaran
telah dilakukan secara efisien. Sektor tersebut memberikan peran yang sangat
penting dalam kegiatan sistem agribisnis. Apabila ke empat indeks tersebut
telah terpenuhi oleh standar maka kegiatan agribisnis dapat dikatakan berjalan
lancar. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengadaan sarana produksi petani jagung di Kecamatan
Adiluwih Kabupaten Pringsewu?
2. Bagaimana kinerja usahatani jagung di Kecamatan Adiluwih Kabupaten
Pringsewu?
14
3. Bagaimana efisiensi pemasaran jagung dan peranan lembaga penunjang
sistem agribisnis jagung di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu?
4. Bagaimana indeks sistem agribisnis jagung di Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu?
C. Tujuan
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengadaan sarana produksi sistem agribisnis jagung di
Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu
2. Mengetahui kinerja usahatani jagung di Kecamatan Adiluwih Kabupaten
Pringsewu
3. Mengetahui efisiensi pemasaran jagung dan lembaga penunjang sistem
agribisnis jagung di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu
4. Mengetahui indeks sistem agribisnis jagung di Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah:
1. Penelitian ini menginformasikan perlu diadakannya peningkatan pendapatan
yang dapat diperoleh dari pasca panen jagung.
2. Penelitian ini menginformasikan bahwa perlu adanya peranan lembaga
penunjang yang lebih intensif dalam sistem agribisnis jagung.
3. Penelitian ini menginformasikan bahwa perlu adanya peranan pemerintah
dalam sistem agribisnis jagung.
15
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Ekonomi Jagung
Jagung sebagai salah satu komoditas pangan terus mengalami kenaikan dalam
hal permintaan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Jagung selain
sebagai bahan pangan juga mensuplai bahan baku energi nabati. Hal tersebut
dapat tercermin dari masih tingginya permintaan jagung dari beberapa importir
seperti India dan China sedangkan Amerika Serikat dan Australia sebagai
produsen jagung terbesar dunia belum mampu memenuhi kebutuhan jagung
dalam negeri mereka. Permintaan jagung di Indonesia meningkat setiap
tahunnya sehingga peluang ekspor semakin terbuka dikarenakan negara
penghasil jagung membatasi ekspor jagung (Azrai, 2013).
Hasil penelitian Rangkuti et al. (2014) bahwa jagung juga memiliki nilai
potensial yang tinggi karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan
pakan ternak. Jagung termasuk kedalam tanaman pangan terpenting ke dua
setelah padi. Sebagai bahan pangan jagung mengandung 70% pati, 10%
protein dan 5% lemak. Hampir seluruh bagian tanaman jagung dapat
dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Faktor - faktor yang
16
mempengaruhi jumlah produksi tanaman jagung adalah luas lahan, suhu,
kelembaban, udara, cuaca dan kondisi lahan.
Jagung dapat menekan tingkat kemiskinan penduduk khususnya di desa yang
mayoritas bekerja sebagai petani melalui program. Program tersebut adalah
diversifikasi pangan yaitu pemerintah berupaya memajukan pembangunan
pertanian kearah struktur produksi komoditas yang lebih beragam seperti pada
penelitian Sari et al. (2014). Bertanam jagung juga memiliki keuntungan besar
karena selain biji, batang jagung juga dapat dijadikan pakan ternak yang
potensial. Nilai ekonomis yang tinggi dari jagung dapat ditambahkan apabila
ditambah dengan brangkasnya (Hariyadi, 2011).
Kemudahan dalam budidaya jagung juga merupakan sebuah keuntungan.
Tanaman jagung tidak memerlukan perawatan intensif serta dapat ditanam di
hampir semua jenis tanah. Risiko dalam penanaman jagung juga umumnya
sangat kecil dibandingkan tanaman palawija lainnya. Hampir semua bagian
jagung memiliki manfaat yaitu batang dan daun muda untuk pakan ternak,
batang dan daun tua sebagai pupuk hijau serta kompos, batang dan daun kering
untuk kayu bakar. Jagung selain bahan pangan juga dapat menjadi campuran
bahan pakan ternak dan bahan baku industri (Hariyadi, 2011).
2. Agribisnis
Agribisnis dapat memperlihatkan keterkaitan subsistem agribisnis yaitu
vertikal dan horizontal serta subsistem lainnya seperti jasa - jasa yaitu finansial
dan perbankan, transportasi, perdagangan dan pendidikan. Agribisnis juga
17
merupakan cara baru untuk melihat pertanian sebagai suatu sistem bisnis yang
terdiri dari subsistem yaitu subsistem agribisnis hulu, subsistem agribisnis
usahatani, subsistem agribisnis hilir dan subsistem jasa penunjang (Saragih,
2010). Berikut adalah gambar subsistem agribisnis (Maulidah, 2012).
Gambar 2. Sistem agribisnis
Menurut Arsyad (1985) dalam Soekartawi (2010) agribisnis merupakan suatu
kesatuan usaha - usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata
rantai produksi, pengolahan hasil serta pemasaran.
Agribisnis adalah semua kegiatan ekonomi yang dimulai dengan seluruh sektor
bahan masukan, usahatani (produksi), produk yang memasok bahan masukan
usahatani, pengolahan, penjualan dari produsen ke konsumen. Agribisnis
terbagi menjadi beberapa subsistem yaitu subsistem a) subsistem agribisnis
Pengadaan dan
Penyaluran
Saprodi
a. Benih
b. Pupuk
c. Mesin
pertanian
d. Pestisida
e. Alat
pertanian
Subsistem
Budidaya
a. Usahatani
b. Perkebunan
rakyat
c. Perkebunan
milik
swasta
d. PTP
Subsistem
Pemasaran
a. Tengkulak
b. Pedagang
besar
c. Pedagang
pengecer
Subsistem Jasa Penunjang:
Bank, Asuransi, Lembaga Penelitian, Lembaga Penyuluhan, Balai
Penelitian
Sistem Agribisnis
Subsistem
Pengolahan
Hasil
a. Penggilingan
padi
b. Industri
tepung
c. Industri
minyak
goreng dll
18
hulu b) subsistem budidaya atau usahatani c) subsistem agribisnis hilir
meliputi pengolahan dan pemasaran d) subsistem jasa layanan pendukung
(Maulidah, 2012). Berikut adalah penjelasan dari subsistem tersebut.
a. Pengadaan dan penyaluran sarana produksi
Sistem pengadaan sarana produksi sering disebut dengan sektor hulu. Pada
subsistem agrirbisnis hulu mencakup kegiatan dalam memproduksi dan
menyalurkan input pertanian dalam arti luas. Subsistem tersebut mencakup
kegiatan pabrik pupuk, usaha pengadaan bibit unggul pada tanaman pangan,
tanaman perkebunan dan ternak serta kegiatan penjualan. Pelaku kegiatan
ini antara lain adalah koperasi, swasta, lembaga pemerintah, bank atau
perorangan (Saragih, 2010). Pada subsistem ini mencakup kegiatan
perencanaan, pengelolaan, dari sarana produksi atau input usahatani dengan
kriteria tepat jumlah, tepat waktu, tepat mutu, tepat jenis dam tepat produk.
Subsistem ini penting dikarenakan subsistem ini diperlukan adanya
keterpaduan dari berbagai unsur itu guna mewujudkan sukses agribisnis
(Maulidah, 2012).
Antara (2010) menyatakan bahwa penggunaan benih jagung hibrida lebih
berpengaruh terhadap peningkatan produksi jagung dibandingkan dengan
penggunaan benih jagung nonhibrida. Harga benih jagung hibdrida relatif
lebih mahal dan sebaliknya penggunaan benih jagung nonhibrida akan
mengeluarkan biaya produksi yang lebih rendah.
Petani dalam mengelola usahatani sering ditemukan kurang efisien yaitu
penggunaan sarana produksi yang tidak sesuai dengan anjuran yang
19
diberikan pemerintah. Penggunaan benih serta pupuk melebihi dari jumlah
benih yang dibutuhkan. Penggunaan benih unggul dan pemakaian pupuk
memang dapat meningkatkan produksi jagung, namun penggunaan yang
berlebihan akan mengakibatkan penurunan produksi dan peningkatkan biaya
produksi seperti pada penelitian Dinata et al. (2014). Pemakaian pupuk
tidak selalu memberikan dampak kenaikan produksi. Pada benih jagung
non hibrida pemakaian pupuk tidak mempengaruhi jumlah produksi jagung
(Antara, 2010).
b. Subsistem usahatani
Pada subsistem agribisnis usahatani merupakan kegiatan yang mencakup
usahatani yaitu kegiatan yang dilakukan petani, pekerja kebun, peternak dan
nelayan, dan termasuk dalam arti khusus yaitu kegiatan kehutanan berupa
pengelolaan input (lahan, tenaga kerja, modal, teknologi dan manajemen)
untuk menghasilkan produk pertanian (Saragih, 2010). Pada subsistem ini
akan menghasilkan produk pertanian dapat berupa bahan pangan,
hortikultura, hasil perkebunan, ternak, hewan dan ikan. Pelaku yang
terlibat dalam subsistem ini adalah produsen yang terdiri dari petani,
peternak, pengusaha tambak, dan lain - lain (Maulidah, 2012).
Pada subsistem ini mencakup semua kegiatan terkait dengan pembinaan dan
pengembangan usahatani agar dapat meningkatkan produksi primer
pertanian. Kegiatan dalam rangka meningkatkan produksi primer adalah
perencanaan pemilihan lokasi, komoditas, teknologi, dan pola usahatani.
Pada subsistem ini diarahkan pada peningkatan produksi dan pendapatan.
20
Pendapatan menurut Soekartawi (2010) adalah total penerimaan dikurangi
dengan total biaya.
Pendapatan suatu usahatani dipengaruhi oleh luas lahan, modal, tenaga kerja
dan penggunaan sarana produksi. Penggunaan benih unggul seperti hibrida
akan memberikan kenaikan produksi dibandingkan dengan penggunaan
benih non hibrida. Kelebihan penggunan benih hibrida dibandingkan
dengan benih lain adalah kecil dalam risiko gagal panen sehingga
menyebabkan pendapatan yang lebih tinggi dan stabil (Suryana dan
Agustian, 2014).
Penggunaan pupuk akan menyebabkan kenaikan produksi dan pendapatan
apabila digunakan terhadap benih unggul seperti hibrida. Sebaliknya
penggunaan pupuk tidak berpengaruh terhadap benih non hibrida.
Pendapatan petani jagung yang menggunakan benih hibrida lebih besar 2
kali lipat dibandingkan dengan petani yang menggunakan non hibdrida. Hal
tersebut menunjukkan bahwa usahatani jagung hibrida lebih efisien
dibandingkan dengan usahatani jagung non hibrida (Antara, 2010).
Pendapatan petani jagung dipengaruhi oleh luas lahan, jumlah benih, jumlah
pupuk dan curahan tenaga kerja (Antara, 2010). Berdasarkan hasil
penelitian Rangkuti et al. (2014) pengalaman usahatani juga mempengaruhi
peningkatan produksi dan pendapatan usahatani jagung. Pengalaman yang
ada seharusnya diimbangi dengan pengetahuan mengenai jagung yang dapat
diberikan bantuan oleh pihak pemerintah. Pengalaman yang dimiliki oleh
seorang petani akan mempengaruhi inovasi terhadap petani itu sendiri
21
maupun yang lain dalam pengambilan keputusan. Hasil penelitian Dinata et
al. (2014) menyatakan bahwa pendapatan petani jagung dapat lebih tinggi
apabila berhubungan dengan lembaga penunjang seperti menjadi anggota
koperasi.
Menurut Soekartawi (2002) dalam penelitian Murdani et al. (2014)
pendapatan terbagi menjadi pendapatan tunai, kotor dan bersih. Berikut
adalah penjelasan mengenai pendapatan usahatani.
1) Pendapatan tunai
Pendapatan tunai usahatani dapat menunjukkan kemampuan usahatani untuk
menghasilkan uang tunai. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih
antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran usahatani.
Perhitungan pendapatan usahatani menggambarkan jumlah uang tunai yang
dihasilkan usahatani dan berguna untuk keperluan rumah tangga.
Pendapatan tunai merupakan salah satu pendapatan penting dalam sistem
usahatani.
2) Pendapatan kotor
Pendapatan kotor usahatani adalah perolehan total sumberdaya yang
digunakan dalam usahatani. Pendapatan kotor usahatani dapat diartikan
sebagai nilai produksi (value of production) total usahatani dalam jangka
waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual. Pendapatan kotor
usahatani dibedakan menjadi pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor
tidak tunai. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai nilai uang yang
diterima dari penjualan produk usahatani yang tidak mencakup pinjaman
22
uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang
dikonsumsi. Pendapatan kotor tidak tunai adalah pendapatan yang diterima
bukan dalam bentuk uang misal nya pembayaran yang dilakukan dalam
bentuk benda dan hasil panen yang dikonsumsi.
3) Pendapatan bersih
Pendapatan bersih adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan
pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan
yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor
produksi. Pendapatan bersih usahatani dapat juga dikatakan sebagai ukuran
keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk menilai dan
membandingkan beberapa usahatani lainnya, maka ukuran yang digunakan
untuk menilai usahatani yaitu dengan penghasilan bersih usahatani yang
merupakan pengurangan antara pendapatan bersih usahatani dengan bunga
pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan.
Menurut Soekartawi (2002) dalam penelitian Murdani et al. (2014)
penerimaan adalah perkalian dari total produksi dengan harga pasar yang
berlaku dan mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah
tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk benih, digunakan untuk
pembayaran, dan yang disimpan. Menurut Hernanto (2005) dalam
penelitian Murdani et al. (2014) penerimaan usahatani adalah nilai produksi
yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian
antara jumlah produksi total yang diperoleh dengan harga satuan dari hasil
produksi tersebut.
23
Seperti halnya dengan pendapatan, pada usahatani dikenal pula istilah
penerimaan. Berbagai macam jenis penerimaan adalah a) penerimaan tunai
usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani
penerimaan tunai tidak mencakup yang berupa benda, sehingga nilai produk
usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai
usahatani. Penerimaan tunai usahatani yang tidak berasal dari penjualan
produk usahatani seperti pinjaman tunai, harus ditambahkan b) penerimaan
tunai luar usahatani, adalah penerimaaan yang diperoleh dari luar aktivitas
usahatani seperti upah yang diperoleh dari luar usahatani, dan c) penerimaan
kotor usahatani , yang didefinisikan sebagai penerimaan dalam jangka
waktu, baik yang dijual (tunai) maupun yang tidak dijual (tidak tunai seperti
konsumsi keluarga, bibit, pakan, dan ternak ). Penerimaan kotor juga sama
dengan pendapatan kotor atau nilai produksi.
Biaya dalam usahatani ada dua macam yaitu biaya tunai dan biaya tidak
tunai. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli input
seperti benih, pupuk, pestisida serta alat mesin pertanian dan untuk
membayar upah tenaga kerja luar keluarga yang dipakai. Pembiayaan
merupakan masalah yang sering dihadapi petani terutama dalam pengadaan
sarana produksi. Biaya yang rendah mengakibatkan petani mengalami
kerugian dalam usahataninya. Kelemahan petani selama ini adalah tidak
memiliki catatan mengenai kegiatan usahataninya. Struktur biaya dapat
dibedakan menjadi total fixed cost dan total variable cost. Total fixed cost
adalah biaya yang dikeluarkan petani yang tidak mempengaruhi hasil output
berapa pun jumlah output yang dihasilkan. Contohnya adalah sewa tanah,
24
pajak dan alat pertanian. Total variable cost adalah biaya yang besarnya
dapat berubah sebanding dengan berubahnya jumlah output yang dihasilkan
(Shinta, 2011).
c. Subsistem pengolahan hasil pertanian
Pada susbsistem agribisnis hilir dapat disebut sebagai kegiatan agroindustri
yaitu kegiatan industri yang menggunakan produk pertanian sebagai bahan
baku utama. Contohnya adalah kegiatan pabrik minyak kelapa sawit,
industri pengalengan ikan dan pabrik tepung tapioka. Subsistem
perdagangan hasil pertanian atau olahan adalah kegiatan dalam
penyampaian output sistem agribisnis kepada konsumen, yaitu konsumen
dalam negeri mauapun luar negeri / ekspor. Pegangkutan dan penyimpanan
merupakan bagian dari subsistem ini. Beberapa kegiatan agroindustri yang
lebih rinci mulai dari pasca panen, pengemasan, penyimpanan, pengolahan
sedangkan kegiatan selanjutnya yaitu distribusi dan pemasaran (Saragih,
2010). Pada subsistem ini memiliki peranan yang penting bila ditempatkan
di pedesaan karena dapat meningkatkan perekonomian di pedesaan, dengan
cara menyerap/menciptakan lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan (Maulidah, 2012).
Subsistem ini secara singkat mengolah produk pertanian menjadi produk
jadi atau setengah jadi. Pengolahan ini dapat berupa proses pengupasan,
pembersihan, pemipilan, penggilingan, pembekuan, pengeringan, dan
peningkatan mutu dengan tujuan untuk memperoleh nilai tambah. Menurut
Hayami (1987) dalam penelitian Winanti et al. (2016) nilai tambah adalah
25
adanya pertambahan nilai karena suatu komoditas mengalami proses
pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan dalam suatu proses produksi
(penggunaan/pemberian input fungsional). Nilai tambah dipengaruhi oleh
faktor teknis dan faktor non teknis. Informasi atau keluaran yang diperoleh
dari hasil analisis nilai tambah adalah besarnya nilai tambah, rasio nilai
tambah, marjin dan balas jasa yang diterima oleh pemilik-pemilik faktor
produksi.
Menurut Hardjanto (1991) dalam penelitian Cipta et al. (2016) faktor teknis
meliputi unsur kualitas (mutu) produk, penerapan teknologi, kapasitas
produksi, penggunaan unsur tenaga kerja, jumlah bahan baku, dan input
penyerta. Faktor pasar meliputi harga jual output, upah tenaga kerja, harga
bahan baku, informasi pasar, modal investasi teknologi, dan nilai (input)
lainnya. Faktor teknis mempengaruhi harga jual produk, sedangkan faktor
pasar mempengaruhi faktor konversi (banyaknya produk yang dapat
dihasilkan dari satu satuan bahan baku) dan biaya produksi.
Menurut Hardjanto (1993) dalam penelitian Winanti et al. (2016) sumber-
sumber nilai tambah dapat diperoleh dari pemanfaatan faktor - faktor
produksi (tenaga kerja, modal, sumberdaya alam dan manajemen). Nilai
tambah yang diciptakan perlu didistribusikan secara adil. Analisis nilai
tambah merupakan metode perkiraan sejauh mana bahan baku yang
mendapat perlakuan mengalami perubahan nilai.
Analisis nilai tambah digunakan sebagai salah satu indikator dalam
keberhasilan pengembangan sistem agribisnis. Menurut Hardjanto (1991)
26
dalam penelitian Cipta et al. (2016), berikut adalah kegunaan dari
menganalisis nilai tambah.
1) Besar nilai tambah yang terjadi akibat perlakuan tertentu yang diberikan
pada komoditas pertanian.
2) Distribusi imbalan yang diterima pemilik dan tenaga kerja.
3) Besarnya kesempatan kerja yang diciptakan dari kegiatan pengolahan
bahan baku menjadi produk jadi.
4) Besarnya peluang serta potensi yang dapat diperoleh dari suatu sistem
komoditas di suatu wilayah tertentu dari penerapan teknologi pada satu
atau beberapa subsistem di dalam agribisnis.
Menurut Hayami (1987) dalam penelitian Cipta et al. (2016), tujuan dari
analisis nilai tambah adalah untuk menaksir balas jasa yang diterima oleh
tenaga kerja langsung dan pengelola. Analisis nilai tambah Hayami
memperkirakan perubahan bahan baku setelah mendapatkan perlakuan.
Konsep pendukung dalam analisis nilai tambah metode Hayami adalah
sebagai berikut.
1) Faktor konversi, menunjukkan banyaknya output yang dapat dihasilkan
dari satu satuan input.
2) Koefisien tenaga kerja yang diperlukan untuk mengolah satu satuan
input.
3) Nilai keluaran, menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu
satuan input.
27
d. Subsistem pemasaran
Perkembangan sistem ekonomi pada sebuah negara menyebabkan semakin
terspesialisasi dan kompleks proses produksi. Hal tersebut mengakibatkan
pusat - pusat produksi dengan konsumen memiliki jarak yang jauh satu
sama lain dan sistem pemasaran makin lama makin kompleks.
Sistem yang baik penting dalam produksi komoditas pertanian. Tataniaga
pertanian merupakan pendistribusian produk - produk pertanian dan atau
sarana produksi pertanian dari produsen hingga konsumen dengan
penciptaan kegunaan waktu, tempat, bentuk dan pengolahan hak milik oleh
lembaga - lembaga tataniaga dengan melakukan fungsi - fungsi tataniaga.
Tujuan dari adanya pemasaran adalah membuat agar penjual lebih banyak
dan mengetahui konsumen dengan baik agar produk dan layanan yang
diberikan sesuai dengan selera konsumen dan dapat terjual. Pasar dalam arti
sempit adalah tempat barang atau jasa diperjual belikan, sedangkan secara
luas pasar adalah besarnya permintaan dan penawaran pada suatu jenis
barang dan jasa tertentu. (Hasyim, 2012).
Pemasaran hasil pertanian adalah kegiatan yang dilakukan dengan tujuan
untuk meningkatkan dan mengembangkan dalam pemasaran suatu produk
pertanian sehingga harus mempertimbangkan saluran yang dapat dipakai
untuk menyalurkan produk dari produsen hingga ke konsumen seperti pada
penelitian Adnyana et al. (2017).
Pemasaran terjadi tidak lepas dari organisasi pasar. Organisasi pasar
menurut Hasyim (2012) adalah suatu arti secara umum yang mencakup
28
seluruh aspek suatu sistem tataniaga. Organisasi pasar dapat
dikelompokkan menjadi tiga yaitu sebagai berikut.
1. Struktur pasar (market structure) merupakan karakteristik organisasi dari
suatu pasar yang dalam prakteknya adalah karakteristik yang menentukan
hubungan antara para pembeli dan penjual, antara penjual satu dengan
penjual lain, serta penjual dipasar dengan penjual potensial yang akan
masuk ke dalam pasar. Unsur - unsur yang mempengaruhi struktur pasar
adalah tingkat konsentrasi, diferensiasi produk, dan rintangan dalam
memasuki pasar.
2. Perilaku pasar (market conduct) merupakan pola tingkah laku dari
lembaga tataniaga dalam hubungannya dengan sistem pembentukan
harga dan praktek transaksi (melakukan pembelian dan penjualan) secara
horizontal ataupun vertikal. Perilaku pasar dengan kata lain adalah
tingkah laku perusahaan dalam struktur pasar tertentu terutama bentuk -
bentuk keputusan apa yang dibuat oleh manajer dalam struktur pasar
yang berbeda.
3. Keragaan pasar (market performance) merupakan melihat pengaruh riil
struktur dan perilaku pasar yang berkenaan dengan harga, biaya, dan
volume produksi.
Penelitian berkaitan dengan organisasi pasar akan memiliki manfaat apabila
menunjukkan efektifitas dari variabel - variabel tiga komponen organisasi
pasar dalam melakukan tataniaga oleh seluruh individu atau lembaga yang
terlibat dalam pemasaran. Namun, dalam kenyataan harga pada masing -
29
masing tingkat lembaga tata niaga pada dasarnya memiliki kekuatan
tersendiri dalam permintaan dan penawaran.
Lembaga pemasaran yang terlibat dalam agribisnis jagung dipengaruhi oleh
banyaknya jumlah produksi jagung. Pedagang pengumpul yang ada di desa
hanya mampu menampung jumlah produksi jagung dalam jumlah kecil
sedangkan pedagang pengumpul dengan cakupan lokasi lebih luas mampu
menampung jumlah produksi jagung dalam jumlah besar. Pemasaran yang
dilakukan dengan selain menghitung jumlah produksi jagung juga dengan
melihat kualitas dari jagung. Pemasaran yang dilakukan oleh pedagang
kecil cenderung melakukan transaksi tunai, sedangkan pedagang besar
cenderung melakukan transaksi nontunai (Widiastuti dan Harisudin, 2013).
Modal dan akses transportasi pedagang terhadap petani mempengaruhi
panjangnya saluran pemasaran. Keterbatasan petani seperti modal,
pendidikan, akses, dan komunikasi akan dimanfaatkan oleh pedagang
perantara untuk mendapatkan harga yang tinggi dari petani sehingga petani
hanya medapatkan farmers share terendah dalam saluran pemasaran. Salah
satu upaya dalam memperbaiki harga pada tingkat petani adalah melalui
perbaikan tataniaga agar menjadi efisien (Widiastuti dan Harisudin, 2013).
Tataniaga dalam produk pertanian memiliki kendala lain seperti produksi
yang fluktuatif karena bersifat musiman, mudah rusak, panjang dan
membutuhkan ruang yang relatif besar. Hal tersebut juga termasuk kedalam
kendala tataniaga jagung yang akan menambah biaya pengumpulan.
Keefektifan dalam tataniaga sangat perlu dilakukan karena apabila terjadi
30
keterlambatan dalam pemasaran maka akan terjadi harga menjadi rendah
bahkan tidak laku terjual (Widiastuti dan Harisudin, 2013).
e. Subsistem jasa layanan penunjang
Pada susbsistem kelima adalah subsistem jasa penunjang atau supporting
institution yaitu dimana kegiatan jasa yang melayani pertanian seperti
kebijakan pemerintah, perbankan, peyuluhan pembiayan, kelompok tani,
sarana transportasi dan lain - lain. Subsistem ini dapat dinyatakan secara
singkat yaitu sistem agribisnis menekankan kepada keterkaitan dan integrasi
vertikal antara beberapa subsistem bisnis dalam satu komoditas. Keempat
subsistem yang telah dijelaskan tersebut saling terkait dan tergantung satu
sama lain. Adanya masalah dalam satu subsistem akan mengakibatkan
masalah pada subsistem lainnya (Saragih, 2010).
Menurut Maulidah (2012) subsistem jasa layanan pendukung agribisnis
adalah semua jenis kegiatan yang berfungsi dalam mendukung dan melayani
serta mengembangkan kegiatan sub-sistem hulu, sub-sistem usaha tani, dan
sub-sistem hilir. Pada subsistem jasa layanan pendukung terdapat banyak
lembaga dalam kegiatan agribisnis seperti adalah penyuluh, keuangan dan
finansial, konsultan dan penelitian. Lembaga keuangan seperti perbankan,
model ventura, dan asuransi yang memberikan layanan keuangan berupa
pinjaman dan penanggungan risiko usaha (khusus asuransi). Sementara itu
lembaga penyuluhan dan konsultan memberikan layanan informasi yang
dibutuhkan oleh petani dan pembinaan teknik produksi, budidaya pertanian,
dan manajemen pertanian. Lembaga penelitian baik yang dilakukan oleh
31
balai penelitian atau perguruan tinggi memberikan layanan informasi
teknologi produksi, budidaya, atau teknik manajemen mutakhir hasil
penelitian dan pengembangan.
Undang undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang sistem Penyuluhan
Pertanain, Perikanan dan Kehutanan ( SP3K ) mengamanatkan bahwa
penyelengaraan penyuluhan menjadi wewenang dan tanggungjawab
pemerintah dan pemerintah daerah. Wewenang dan tanggungjawab
pemerintah diwujudkan antara lain dengan menyelenggarakan revitalisasi
penyuluhan pertanian yang meliputi aspek-aspek penataan kelembagaan
(kelompok tani ), ketenagaan, penyelenggaraan, sarana dan prasarana, serta
pembiayaan penyuluhan yang dijelaskan dalam penelitian Susanti et al.
(2017).
Aktif maupun pasif nya subsistem jasa layanan pendukung memiliki fungsi
menyediakan layanan bagi kebutuhan pelaku sistem agribisnis untuk
memperlancar aktivitas perusahaan dan sistem agribisnis. Setiap komponen
jasa penunjang itu mempunyai karakteristik fungsi yang berbeda namun
intinya adalah agar dapat berbuat sesuatu untuk mengurangi beban dan
meningkatkan kelancaran penyelenggaraan sistem agribisnis yang
dijalankan yang dijelaskan dalam penelitian Susanti et al. (2017).
Lembaga penunjang dalam sistem agribisnis secara langsung atau tidak
langsung memberikan dampak yang baik bagi usahatani. Lembaga
penunjang bukan hanya dari pemerintah seperti koperasi, penyuluh atau
kelompok tani. Lembaga penunjang lain seperti pedagang yang bermitra
32
dengan petani akan memberikan keuntungan. Pedagang yang bermitra
dengan petani mendapatkan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan
yang tidak bermitra. Hal tersebut dikarenakan antara pelaku sistem
agribisnis saling memberikan keuntungan dengan kualitas yang terjamin
(Mahjali, 2012). Keberhasilan suatu sistem agribisnis juga dipengaruhi oleh
lembaga agribisnis yang terlibat seperti tingkat kepuasan tertinggi yang ada
pada pedagang kabupaten dan pengecer, dan tingkat ketergantungan
tertinggi dialami oleh petani (Kasimin, 2013).
Menurut Dinata et al. (2014) lembaga penunjang lain yang cukup penting
dalam sistem agribisnis adalah koperasi. Koperasi dapat memberikan
manfaat bagi petani yaitu berupa manfaat ekonomi. Harga pelayanan yang
diberikan dan sisa hasil usaha adalah manfaat ekonomi yang diterima
sebagai anggota koperasi. Kekurangan modal yang dialami petani dalam
memenuhi input produksi cenderung akan meminjam kepada koperasi atau
tengkulak. Harga peminjaman koperasi akan lebih rendah dibandingkan
dengan meminjam kepada tengkulak yang akan mempengaruhi biaya
produksi yang dikeluarkan petani. Pendapatan petani sebagai anggota
koperasi lebih besar dibandingkan petani non anggota koperasi dikarenakan
adanya sisa hasil usaha.
Pemerintah juga termasuk kedalam lembaga penunjang. Pemerintah dalam
menunjang sistem agribisnis membuat peraturan mengenai kelompok tani.
Kelompok tani berfungsi dalam mempermudah saluran bantuan modal
seperti benih dan pupuk serta mempermudah dalam penyampaian informasi
33
seperti pada penelitian Susanti et al. (2017). Menurut Oktaviana et al.
(2016) pemerintah juga memiliki peran penting dalam sistem agribisnis
dalam hal pengeluaran kebijakan dalam hal membantu jalannya sebuah
usaha dan perbaikan dalam hal transportasi.
Saat ini agribisnis tumbuh menjadi sumber pertumbuhan ekonomi, penyediaan
lapangan kerja, pengembangan pembangunan daerah, serta sumber devisa.
Pertanian dapat dilihat dengan cara pandang yang baru yaitu melalui agribisnis.
Cara baru tersebut adalah peralihan dari sektoral ke insektoral, maksudnya
adalah cara pandang berubah dari hanya melihat subsistem menjadi sistem.
Bila agribisnis usahatani hanya dilihat dari segi susbsistem saja maka tidak
akan terlepas dari kegiatan non usahatani seperti agribisnis hulu dan hilir. Cara
pandang baru agribisnis lalu berubah dari produksi ke bisnis. Pengembangan
agribisnis dijadikan tuntutan perkembangan untuk mewujudkan
kesinambungan, penganekaragaman dan pendalaman pembangunan pertanian.
Bila agribisnis terus dikembangkan maka akan memiliki kelebihan dikarenakan
faktor - faktor berikut.
1. tidak memerlukan banyak modal investasi terutama dibidang jasa
2. agribisnis bersifat fleksibel dalam situasi yang berubah - ubah karena tidak
perlu terlibat persoalan birokrasi
3. memiliki tenaga penjualan dan wirausaha yang tahan banting (yang tidak
berminat dalam sistem produksi yang sudah ada)
4. adanya perubahan selera konsumen dari produk tahan lama ke produk baru
yang penanganannya lebih tepat dilayani usaha - usaha kecil (Saragih,
2010).
34
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Tahir dan Suddin (2017) yang berjudul “Analisis
Pendapatan Usahatani Jagung pada Lahan Sawah dan Tegalan di Kecamatan
Ulaweng, Kabupaten Bone Sulawesi Selatan” menggunakan analisis kualitatif
dan kuantitatif. Analisis kuantitatif menggunakan analisis fungsi produksi,
analisis pendapatan, analisis imbangan dan rasio R/C. Hasil analisis
menunjukkan usahatani jagung pada lahan sawah dan tegalan layak dan
menguntungkan untuk diusahakan, namun usahatani jagung tegalan memiliki
R/C lebih tinggi yang memiliki arti lebih efisien. Namun dari segi pendapatan
usahatani jagung lahan sawah lebih besar dibandingkan tegalan tetapi dari sisi
struktur biaya usahatani lahan sawah memiliki biaya lebih besar.
Penelitian Dinata et al. (2016) mengenai “Pendapatan Petani Jagung Anggota
dan Nonanggota Koperasi Tani Makmur Desa Natar Kabupaten Lampung
Selatan” menggunakan metode analisis pendapatan, analisis rasio R/C dan uji
beda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan petani jagung yang
tergabung dalam anggota koperasi lebih besar dibandingkan dengan bukan
anggota koperasi. Nilai R/C yang diperoleh pada MT I dan MT II anggota
koperasi adalah 2,59 dan 1,95 sedangkan nilai R/C yang diperoleh pada MT I
dan MT II nonanggota koperasi 2,56 dan 1,92. Perbedaan penerimaan dan
keuntungan tersebut dikarenakan adanya pelayanan dari koperasi berupa
pinjaman input produksi lebih murah dari koperasi dibandingkan dari
tengkulak. Manfaat ekonomi yang diperoleh anggota koperasi sebesar
35
Rp 440.000,00 dengan rata - rata kontribusi manfaat ekonomi sebesar 0,003%
dari total pendapatan rumah tangga petani anggota koperasi per tahun.
Penelitian yang dilakukan Rahmanta (2016) mengenai “Analisis Pemasaran
Jagung di Kabupaten Labuhanbatu Selatan” kualitatif dan kuantitatif yang
meliputi marjin pemasaran, dan pangsa produsen. Hasil analisis menunjukkan
saluran pemasaran usahatani jagung terbagi menjadi dua yaitu petani -
pedagang pengumpul - pedagang toko - konsumen. Pada saluran kedua yaitu
petani - pedagang pengecer - konsumen. Sebagian besar dari petani (70%)
lebih memilih menjual langsung jagung ke pedagang pengecer sehingga
mendapatkan profit yang lebih besar yaitu Rp 800,00 dan yang menjual kepada
pedagang pengumpul mendapatkan profit Rp 600,00. Namun baik saluran I
atau II profit marjin yang diterima pedagang masih lebih besar dibandingkan
dengan yang diterima oleh petani.
Penelitian Apriani et al. (2016) yang berjudul “Analisis Usahatani Jagung (Zea
mays L.) (Suatu kasus di Desa Pancawangi Kecamatan Pancatengah Kabupaten
Tasikmalaya)” menggunakan analisis biaya, penyusutan alat, penerimaan,
pendapatan dan rasio R/C. Hasil penelitian menunjukkan biaya usahatani
terbagi menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel dan didapatkan biaya
total usahatani sebesar Rp 7.940.123,05. Harga jual jagung adalah Rp 2.000,00
dengan jumlah produksi sebesar 6.000 kg sehingga penerimaan yang
didapatkan adalah Rp 12.000.000,00. Pendapatan yang diterima adalah
Rp 3.551.903,90. Hasil analisis rasio R/C sebesar 1,51 dan memiliki arti
bahwa usahatani yang dijalankan menguntungkan.
36
Penelitian Purwanto et al. (2015) yang berjudul “Analisis Produksi dan
Pendapatan Usahatani Jagung Hibrida di Desa Modo Kecamatan Bukal
Kabupaten Buol” menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglass dan
analisis pendapatan. Hasil penelitian menunjukkan variabel luas lahan, benih,
pupuk dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi jagung dengan
tingkat signifikan 90%. Penggunaan sarana produksi seperti benih dan pupuk
juga masih belum optimal dari anjuran yang telah diterapkan. Penggunaan
HOK juga masih rendah sehingga masih memungkinkan untuk penambahan
HOK. Analisis pendapatan menunjukkan rata - rata pendapatan petani jagung
sebesar Rp 5.071.746,00/ha.
Penelitian yang dilakukan Rangkuti et al. (2014) yang berjudul “Pengaruh
Faktor Sosial Ekonomi terhadap Pendapatan Petani Jagung” menggunakan
analisis deskriptif kualitatif dan keuntungan. Hasil penelitian menunjukkan
usahatani jagung memperoleh keuntungan sebesar Rp 22.009.708,33. Uji
statistik menunjukkan R-Square diperoleh sebesar 96% usahatani yang
dipengaruhi oleh modal, luas lahan, tenaga kerja, pengalaman dan jumlah
tanggungaan. Luas lahan dan tenaga kerja merupakan variabel yang paling
berpengaruh nyata terhadap usahatani jagung sedangkan modal, pengalaman
bertani dan jumlah tanggungan tidak berpengaruh nyata terhadap usahatani
jagung. Analisis rasio output/input (O/I) diperoleh sebesar 2,73 yang artinya
usahatani jagung telah efisien.
Penelitian Sari et al. (2014) tentang “Analisis Pendapatan dan Tingkat
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Jagung di Kecamatan Natar Kabupaten
37
Lampung Selatan” menggunakan alat analisis deskriptif kuantitatif. Hasil
analisis menunjukkan pendapatan usahatani dipengaruhi oleh usia, pendapatan
dan jumlah tanggungan keluarga yang akan mempengaruhi petani dalam
melakukan pekerjaan sampingan. Usahatani yang dilakukan layak.
Pendapatan dari bidang on farm lebih besar dibandingkan dengan pendapatan
dari bidang off farm dan non farm. Kesejahteraan pada lokasi penelitian
dipengaruhi oleh jarak lokasi usahatani dengan lokasi pemasaran usahatani.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka petani di kategorikan
sejahtera.
Penelitian Thenu et al. (2014) yang berjudul “Analisis Usahatani Jagung dan
Keberlanjutannya di Pulau Kisar Kecamatan Pulau - Pulau Terselatan
Kabupaten Maluku Barat Daya” menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan
kuantitatif yang meliputi analisis keuntungan dan rasio B/C. Hasil analisis
menunjukkan bahwa rata - rata biaya usahatani jagung Rp 3.755.917,00 dan
biaya variabel memberikan biaya kontribusi terbesar karena kebutuhan sarana
produksi yang digunakan. Harga jagung juga ditentukan oleh musim tanam
yang menyebabkan harga menjadi fluktuatif. Pendapatan usahatani jagung
yang didapatkan adalah Rp 4.488.617,00 sehingga diperoleh rasio B/C sebesar
1,20 dan memiliki arti bahwa usahatani menguntungkan. Hasil analisis
keberlanjutan menunjukkan usahatani jagung di Pulau Kisar memiliki
keberlanjutan secara ekonomi, ekologi dan sosial. Sisi ekonomi dikatakan
berlanjut karena memiliki berbagai sumber pendapatan dari usahatani jagung.
Aspek ekologi dalam usahatani ini adalah bahwa petani memiliki kearifan lokal
yang tinggi dalam menyikapi kondisi wilayah yang ekstrim dengan
38
menerapkan pertanian organik dan memodifikasi tanaman. Aspek sosial
dengan menghasilakan kestabilan sosial dan budaya pada setiap lembaga yang
terlibat dalam usahatani jagung.
Penelitian Tomy (2013) mengenai “Faktor - Faktor yang Mempengaruhi
Produksi Usahatani Jagung di Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala”
menggunakan analisis Cobb - Douglass dan analisis pendapatan. Hasil analisis
menggunakan regresi menunjukkan luas lahan, pupuk dan benih berpengaruh
nyata terhadap usahatani jagung. Hasil penelitian yang lain mengenai pupuk
menunjukkan bahwa penggunaan pupuk oleh petani relatif sedikit dari dosis
anjuran yang direkomendasikan. Selain itu penggunaan benih juga perlu
ditingkatkan. Variabel tenaga tidak berpengaruh nyata terhadap usahatani
jagung. Analisis pendapatan usahatanu yang didapatkan menguntungkan yaitu
sebesar Rp 1.521.515,66.
Penelitian yang dilakukan Sujarwo et al. (2011) mengenai “Analisis Efisiensi
Pemasaran Jagung (Zea mays L.) (Studi Kasus di Desa Segunung , Kecamatan
Dlanggu, Kabupaten Mojokerto)” menggunakan analisis deskriptif kualitatif
dan analisis kuantitatif yang meliputi marjin pemasaran, konsep produk
referensi, tingkat kelayakan usaha, dan efisiensi pemasaran. Hasil penelitian
menunjukkan saluran pemasaran jagung terbagi menjadi dua saluran yaitu
petani - tengkulak - pedagang pengumpul - konsumen dan petani - tengkulak -
pedagang pengumpul - pedagang besar - konsumen. Pada analisis marjin
pemasaran saluran yang panjang menyebabkan marjin pemasaran semakin
besar. Share yang didapatkan petani rendah dan menunjukkan bahwa petani
39
tidak cukup terlibat dalam proses pembentukan harga. Semakin tinggi
perbedaan harga petani dan konsumen menyebabkan share yang diterima
petani semakin kecil. Analisis efisiensi harga menunjukkan transportasi dan
prosesing yang dilakukan lembaga pemasaran telah efisien.
Penelitian yang telah dituliskan beberapa peneliti merupakan menganalisis
mengenai sistem agribisnis. Penelitian mengenai sistem agribisnis dengan
komoditas pertanian jagung masih sedikit. Kebanyakan penelitian mengenai
sistem agribisnis adalah mengenai suatu agroindustri. Berdasarkan kajian
pustaka yang telah dilakukan terlihat bahwa apabila antar pelaku agribisnis
melakukan kemitraan maka akan saling menguntungkan karena adanya
pengurangan biaya. Pada subsistem pengadaan sarana produksi akan lebih
baik apabila pengadaan saprodi lebih dekat dengan lokasi usahatani.
Penambahan pendapatan usahatani juga dapat ditingkatkan apabila petani
menerapkan sistem tumpang sari. Pengolahan pasca panen juga diperlukan
dalam peningkatan pendapatan. Harga jual hasil panen akan lebih baik dan
stabil apabila dijual langsung kepada pedagang besar yang bermitra karena
dapat memperpendek saluran pemasaran. Sistem agribisnis juga harus
didukung oleh kelembagaan seperti pemerintah, lembaga keuangan dan
kelompok tani dalam memperlancar kegiatan agribisnis.
Terdapat beberapa kesamaan dan perbedaan penelitian ini dengan beberapa
penelitian terdahulu. Kesamaan tersebut antara lain tentang tujuan penelitian
yaitu untuk mengetahui sistem agribisnis. Selain itu metode analisis yang
digunakan juga sama yaitu menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan
40
kinerja usahatani yang meliputi pendapatan dan rasio R/C. Namun yang
menjadi perbedaan adalah pada penelitian yang akan saya lakukan tidak adanya
nilai tambah dikarenakan tidak ada pengolahan pasca panen jagung. Selain itu
penelitian terdahulu banyak yang hanya memakai metode studi kasus
sedangkan saya menggunakan metode survei.
Perbedaan lainnya dalam penelitian yang saya lakukan adalah adanya indeks
sistem agribisnis. Indeks ini menunjukkan kelancaran dalam suatu agribisnis.
Indeks ini dianalisis berdasarkan tiga subsistem yaitu usahatani, pengolahan
dan pemasaran. Usahatani yang dijalankan bila menguntungkan akan memilki
agribisnis yang baik, selain itu perlu diadakannya pengolahan untuk
mendapatkan nilai tambah dari produk yang dihasilkan sehingga tahap akhir
yang baik adalah pemasaran yang efisien. Apabila ketiga indeks tersebut telah
terpenuhi oleh standar maka kegiatan agribisnis dapat dikatakan berjalan
lancar. Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian saya akan menyajikan hal
yang berbeda yaitu hasil penelitian dapat digunakan secara umum pada suatu
tempat yang keadaannya relatif sama karena menggunakan teknik survei.
Kajian mengenai penelitian terdahulu dilakukan sebagai bahan referensi bagi
peneliti sebagai pembanding dengan penelitian yang telah dilakukan dengan
penelitian sebelumnya serta diharapkan untuk mempermudah dalam
pengumpulan data dan metode analisis data yang digunakan dalam pengolahan
data.
41
C. Kerangka Pemikiran
Jagung di Kecamatan Adiluwih merupakan komoditas unggulan dan produksi
jagung tertinggi tingkat kabupaten ada di Kecamatan Adiluwih. Sebagai salah
satu komoditas unggulan namun terdapat sejumlah masalah dalam sistem
agribisnis. Permasalahan tersebut yaitu penggunaan sarana produksi oleh
petani belum optimal yakni penggunaan benih dan pupuk yang tidak sesuai
dengan anjuran dari pemerintah. Permasalahan lain yaitu produksi yang
fluktuatif dan produktivitas rendah. Saluran pemasaran juga belum berjalan
cukup baik dikarenakan petani masih menjadi posisi terendah. Pemecahan
untuk permasalahan tersebut diperlukan adanya analisis sistem agribisnis.
Analisis pengadaan sarana produksi digunakan untuk menganalisis sistem
pengadaaan sarana produksi agribisnis jagung di Kecamatan Adiluwih.
Subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi merangkum semua
kegiatan yang berkaitan dengan pengadaan sarana produksi jagung serta biaya -
biaya yang dikeluarkan. Sarana produksi yang digunakan adalah lahan, benih,
pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian, dan tenaga kerja. Pelaksanaan
mengetahui bagaimana pengadaan sarana produksi tejadi pada sistem agribisnis
diperlukan adanya analisis deskriptif kualitatif.
Sarana produksi yang digunakan melalui proses produksi akan menghasilkan
kinerja usahatani. Penggunaan sarana produksi yang digunakan akan
mengakibatkan mengeluarkan biaya produksi. Penggunaan sarana produksi
juga akan mempengaruhi produksi jagung yang dihasilkan. Jagung yang telah
dihasilkan akan dijual dan menghasilkan penerimaan sehingga diperlukan
42
adanya analisis kinerja usahatani. Kinerja usahatani ini dapat melihat
keberhasilan usahatani. Analisis yang digunakan dalam kinerja usahatani
adalah analisis keuntungan dan rasio R/C. Apabila hasil perhitungan
keuntungan semakin besar maka semakin besar pula keuntungan yang
didapatkan. Apabila hasil perhitungan rasio R/C >1 maka usahatani yang
dilakukan menguntungkan dan apabila R/C < 1 maka usahatani yang dilakukan
tidak menguntungkan.
Jagung yang dihasilkan adalah hasil produksi yang akan dijual oleh petani
kepada pedagang pengumpul atau lembaga pemasaran yang ada lainnya.
Setiap lembaga pemasaran pada sistem agribisnis jagung memiliki fungsi yang
berbeda sehingga memiliki keuntungan yang berbeda. Analisis yang
digunakan dalam efisiensi pemasaran adalah menggunakan struktur pasar,
perilaku pasar dan keragaan pasar. Struktur pasar dan perilaku pasar
menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan rasio marjin keuntungan (RPM)
untuk mengetahui efisiensi dari pemasaran. Apabila RPM yang didapatkan
relatif menyebar pada setiap lembaga pemasaran maka sistem pemasaran
efisien.
Saat melakukan pemasaran penting dengan adanya jasa layanan pendukung.
Jasa layanan pendukung merupakan subsistem dimana terdapat lembaga -
lembaga yang dapat memperlacar kegiatan agribisnis. Pada sistem jasa
layanan pendukung digunakan analisis deskriptif kualitatif. Lembaga
penunjang yang akan dianalisis adalah kelompok tani, lembaga penyuluhan,
lembaga keuangan, kebijakan pemerintah, transprtasi dan pasar.
43
Hasil analisis pada setiap subsistem akan memberikan gambaran mengenai
kelancaran dari sistem agribisnis yang dapat terlihat dari indeks sistem
agribisnis. Indeks sistem agribisnis dapat meliputi kegiatan pengadaan sarana
produksi atau input, usahatani yang dapat terlihat dari keberhasilan kinerja
usahatani, kegiatan pengolahan pasca panen dimana apakah produk yang
dihasilkan memberikan nilai tambah dan kegiatan pemasaran yang menuntut
efisiensi dari pemasaran. Apabila keempat indeks tersebut telah terpenuhi oleh
standar maka kegiatan agribisnis dapat dikatakan berjalan lancar.
44
Gambar 3. Kerangka pemikiran sistem agribisnis jagung di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu
Mata Rantai Kegiatan Agribisnis Mata Rantai Kegiatan Agribisnis
Sarana Produksi
a. Lahan
b. Benih
c. Pupuk
d. Pestisida
e. Alsintan
g. TK
Kinerja
Usahatani
Produksi
Jagung
Pemasaran
1. Harga
petani
2. Harga
pedagang
Lembaga
Penunjang
1. Kelompok tani
2. Lembaga
penyuluhan
3. Lembaga
keuangan
4. Kebijakan
pemerintah
5. Transportasi
6. Pasar
Biaya
Produksi
Penerimaan
1. Analisis
Keuntungan
2. Rasio R/C
Analisis
Deskriptif
Kualitatif
Efisiensi
Pemasaran
1. Struktur
pasar
2. Perilaku
pasar
3. Keragaan
pasar
Analisis
Deskriptif
Kualitatif
Sistem Agribisnis Jagung
Nilai Tambah
Indeks Sistem
Agribisnis
45
III. METODE PENELITIAN
A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional
Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang berguna
untuk memperoleh dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.
Agribisnis jagung adalah sistem usaha mulai dari pengadaan sarana produksi,
budidaya, panen dan pemasaran yang didukung oleh lembaga penunjang terkait
dengan sistem agribisnis jagung.
Usahatani jagung adalah kegiatan yang mengkombinasikan faktor sumber daya
alam, tenaga kerja, modal yang sesuai dengan kondisi lingkungan untuk
mencapai pendapatan maksimal.
Petani adalah seorang individu atau sekelompok orang yang melakukan usaha
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam bidang pertanian.
Luas lahan adalah luas tempat yang digunakan petani untuk melakukan
usahatani jagung yang diukur dalam satuan hektar (ha).
Benih adalah bahan tanam yang digunakan petani dalam proses produksi untuk
memperbanyak atau mengembangbiakkan (kg).
46
Jumlah pupuk adalah banyaknya pupuk Urea, NPK, Phonska dan pupuk
kandang yang digunakan oleh petani dalam proses produksi selama satu musim
tanam. Jumlah pupuk dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).
Jumlah tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang digunakan selama
proses produksi dalam satu musim. Tenaga kerja dibedakan menjadi dua yaitu
tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Penggunaan
tenaga kerja diukur dalam satuan hari orang kerja (HOK).
Jumlah obat - obatan adalah banyaknya bahan kimia yang digunakan untuk
mengendalikan hama dan penyakit tanaman serta gulma selama satu musim
tanam diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Jumlah nilai saprodi adalah banyaknya nilai uang saprodi yang digunakan
petani dalam berusahatani jagung, dapat dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
Cara menghitungnya adalah setiap jenis saprodi yang digunakan oleh petani
dikalikan dengan harga kemudian dijumlah.
Produksi jagung adalah jumlah hasil panen jagung yang dihasilkan dalam satu
kali musim tanam yang diukur dalam satuan kilogram (kg).
Harga produk adalah harga jagung pada tingkatan petani dan dinyatakan dalam
satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
Penerimaan adalah nilai hasil yang diterima petani yang diperoleh dari
perkalian antara jumlah hasil produksi jagung yang dihasilkan dengan harga
produksi jagung di tingkat petani dan dinyatakan dalam rupiah (Rp).
47
Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dari usahatani jagung
dikurangi biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dalam satu kali
tanam, diukur dalam satuan rupiah (Rp/th).
Biaya produksi adalah nilai uang dari faktor produksi yang dikorbankan oleh
petani pada proses produksi jagung selama satu musim tanam, mencakup biaya
tetap dan biaya variabel, diukur dalam satuan rupiah per unit (Rp/unit).
Biaya total adalah semua pengeluaran yang dikeluarkan dalam proses produksi
jagung, yang terdiri dari biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan, diukur
dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan secara tunai untuk mempelancar
kegiatan usahatani jagung, diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang tidak dikeluarkan oleh petani
dalam usahatani jagung, tetapi masuk dalam perhitungan biaya, dan diukur
dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya tetap adalah jumlah biaya yang bersifat tetap dan tidak tergantung oleh
jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani (Rp).
Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan dalam satu musim tanam yang
besarnya tergantung pada macam input yang digunakan, diukur dalam satuan
rupiah (Rp).
48
Biaya pemasaran adalah semua biaya yang diperlukan untuk mendistribusikan
dan memasarkan jagung meliputi biaya transportasi, biaya karung, biaya sopir
dan biaya tenaga kerja yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Rasio R/C adalah perbandingan antara penerimaan dengan biaya produksi
selama satu musim tanam dan dinyatakan dalam bentuk angka.
Pemasaran adalah proses pertukaran mencakup serangkaian aktivitas yang
ditujukan untuk memindahkan barang atau jasa dari tangan produsen ke tangan
konsumen dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.
Pedagang pengumpul adalah salah satu lembaga pemasaran yang membeli
jagung langsung dari petani dan menjualnya ke lembaga pemasaran lain
(pabrik).
Pabrik adalah salah satu lembaga pemasaran yang membeli jagung dari
pedagang pengumpul untuk diolah menjadi olahan jagung.
Marjin pemasaran adalah selisih harga di tingkat pabrik dengan harga di
tingkat produsen atau jumlah marjin di tiap lembaga pemasaran, diukur dalam
satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
Profit marjin adalah marjin keuntungan lembaga pemasaran yang dapat
dihitung dengan pengurangan nilai marjin pemasaran dengan biaya yang
dikeluarkan dan diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
49
Rasio marjin keuntungan (RPM) adalah perbandingan antara tingkat
keuntungan pada setiap lembaga pemasaran dan biaya yang dikeluarkan pada
kegiatan pemasaran.
Harga di tingkat produsen adalah harga jagung yang diterima petani saat
transaksi jual beli, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
Volume jual adalah jumlah jagung yang dijual saat transaksi jual beli, diukur
dalam kilogram (kg). Volume beli adalah jumlah jagung yang dibeli oleh
diukur dalam kilogram (kg).
Saluran pemasaran adalah semua pihak yang terlibat dalam memasarkan suatu
jagung yang dihasilkan dari produsen sampai pada pabrik olahan sehingga
membentuk sebuah pola atau rantai.
Struktur pasar adalah penjelasan mengenai keadaan pasar, yang mencakup
jumlah pasar yang terlibat dalam agribisnis jagung.
Lembaga penunjang adalah lembaga-lembaga dan seluruh kegiatan yang
menunjang kegiatan agribisnis jagung.
B. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.
Metode ini merupakan metode yang paling sering digunakan dalam
memperoleh data usahatani. Teknik yang digunakan adalah teknik survei
karena mengumpulkan data dengan bantuan kuesioner yang diambil dari
sampel dari sebuah populasi yang relatif besar. Sebelum melakukan survei ke
50
tempat penelitian maka diperlukan perencanaan yang matang serta diperhatikan
secara benar agar tujuan dapat tercapai. Data yang diteliti adalah data primer
dan data sekunder. Data primer untuk memperoleh informasi diperoleh
melalui wawancara dengan petani responden menggunakan kuesioner yaitu
berupa daftar pertanyaan yang telah disiapkan dan pengamatan serta pencatatan
langsung tentang keadaan lokasi penelitian. Data sekunder dikumpulkan dari
berbagai instansi dan literatur yang berhubungan dengan penelitian baik di
tingkat pusat maupun daerah seperti Badan Pusat Statitisk, Dinas Pertanian,
buku tentang agribisnis, serta jurnal.
Teknik pengumpulan data tergantung dari jenis data yang akan dikumpulkan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Pengamatan langsung
Pengamatan langsung ini digunakan untuk mengumpulkan informasi terkait
dengan topik penelitian yang menggambarkan agribisnis jagung.
Pengamatan langsung ini dapat digunakan saat melakukan pengamatan pada
saluran pemasaran jagung.
2. Studi lapangan yaitu pengumpulan data penelitian yang menggunakan
kuesioner dan pengamatan usahatani jagung langsung dari responden dan
pihak terkait dengan menggunakan metode survei. Studi lapangan juga
merupakan salah satu cara yang efektif untuk mempelajari masalah dalam
waktu yang singkat. Pada kasus tertentu, studi lapangan dapat menyajikan
informasi yang diperlukan dalam pemecahan masalah.
51
2. Studi pustaka yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari dan
memahami literatur - literatur, buku, jurnal sesuai dengan penelitian yang
dilakukan.
C. Lokasi, Waktu dan Sampel Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu. Pemilihan
lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Pertimbangan dalam
memilih lokasi penelitian adalah bahwa kecamatan tersebut merupakan sentra
produksi jagung dengan produksi tertinggi serta dengan jumlah petani jagung
terbanyak di Kabupaten Pringsewu serta jagung merupakan komoditas
unggulan di Kabupaten Pringsewu. Populasi sasaran yang dipilih adalah
semua petani yang tergabung dalam kelompok tani, memiliki pola tanam
monkultur serta petani jagung peserta Upsus Pajale. Responden penelitian
adalah petani jagung dan lembaga pemasaran jagung.
Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan rumus perhitungan pada Issac dan
Michael dalam Sugiarto et al. (2003) :
n = N 2S2
Nd2 2S2
Keterangan:
n = jumlah sampel
N = Jumlah populasi
Z = Distribusi Z atau Z-score dari unit populasi (95% = 1,96)
S2
= tingkat kepercayaan (5% = 0,05)
d = simpangan baku (5% = 0,05)
52
n = ( ) ( )
( ) ( ) ( )
= 72,96 ≈ 73
Kemudian dari jumlah sampel tersebut dapat ditentukan pengambilan sampel
tiap desa dengan rumus :
na =
x nab
Keterangan:
na= Jumlah sampel desa A
nab= Jumlah sampel keseluruhan
Na = Jumlah populasi desa A
Nab= Jumlah populasi keseluruhan
Penentuan sampel di Desa Srikaton adalah:
na =
x 73
=28
Sedangkan penentuan sampel di Desa Waringinsari Timur adalah:
nb =
x 73
= 45
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan diperoleh responden petani
jagung di Desa Srikaton sebesar 28 petani dan di Desa Waringinsari Timur
sebesar 45 petani. Penelitian telah dilakukan pada 29 Maret - 28 April 2018.
Sampel dalam menganalisis saluran pemasaran menggunakan teknik bola salju
yaitu teknik pemilihan sampel dengan terlebih dahulu menetapkan satu
53
informasi kunci kemudian sampel berikutnya tergantung kepada informasi
yang diberikan tersebut. Setelah melakukan pra survei secara umum saluran
pemasaran adalah produsen - pedagang pengumpul - pabrik olahan.
D. Alat Analisis Data
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui sarana produksi, kinerja
usahatani, pemasaran dan lembaga penunjang sistem agribisnis jagung.
Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dan
deskriptif kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menjawab
tujuan sarana produksi,saluran pemasaran dan lembaga penunjang. Analisis
kuantitatif digunakan untuk menganalisis kinerja usahatani (yang dapat dilihat
dari penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani) serta rasio marjin
keuntungan. Berikut adalah alat analisis yang digunakan dalam penelitian
sistem agribisnis jagung.
1. Analisis pengadaan sarana produksi
Analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan pertama yaitu dalam
pengadaan sarana produksi adalah analisis deskriptif kualitatif. Analisis ini
digunakan untuk menganalisis sistem pengadaaan sarana produksi agribisnis
jagung di Kecamatan Adiluwih. Analisis ini dilakukan dengan melakukan
pengamatan mengenai keadaaan lokasi penelitian meliputi pengadaan benih,
pengadaan pupuk dan pestisida melalui 6 T yaitu tepat jenis, tepat harga,
tepat waktu, tepat tempat, tepat kualitas dan tepat kuantitas.
54
2. Analisis kinerja usahatani
Analisis data yang digunakan untuk menjawab tujuan ini adalah metode
deskriptif kuantitatif. Pendapatan usahatani jagung dikaji berdasarkan dua
indikator yaitu pendapatan usahatani jagung dan rasio R/C. Pendapatan
usahatani jagung didapatkan dari selisih antara penerimaan dan biaya yang
dengan menggunakan rumus (Shinta, 2011).
π = TR – TC
Dimana
π = Pendapatan usahatani
TR = Penerimaan usahatani
TC = Biaya usahatani
Total penerimaan usahatani jagung diperoleh dari jumlah produksi dikali
dengan harga jual jagung, dihitung menggunakan rumus (Shinta, 2011).
TR = Y.Py
Dimana:
TR = Total Revenue atau penerimaan total
Y = Output atau produksi yang diperoleh
Py = Price atau harga output
Sedangkan total biaya diperoleh dari seluruh biaya yang dikeluarkan dalam
usahatani jagung, dengan menggunakan rumus (Shinta, 2011).
TC = FC+VC
Dimana:
TC = Total Cost atau biaya total
55
FC = Fixed Cost atau biaya tetap
VC =Variable Cost atau biaya variabel
Layak atau tidak nya suatu usahatani dapat menggunakan analisis rasio R/C.
Rasio R/C merupakan perbandingan antara penerimaan total usahatani
dengan biaya total usahatani selama proses produksi. Rasio R/C juga dapat
menunjukkan besar penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang
dikeluarkan selama proses produksi berlangsung sehingga analisis ini dapat
digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan usahatani dengan
menggunakan rumus (Shinta, 2011).
R/C =
Dimana:
R/C = Nisbah antara penerimaan dengan biaya
TR = Total Revenue atau penerimaan total
TC = Total Cost (biaya total)
Kriteria dalam perhitungan ini adalah:
a. Jika R/C > 1, maka usahatani yang dilakukan menguntungkan karena,
penerimaan lebih besar daripada biaya total yang dikeluarkan.
b. Jika R/C = 1, maka usahatani yang dilakukan berada pada titik impas
(break even poin), yaitu keadaan dimana penerimaan sama dengan biaya
total yang dikeluarkan.
c. Jika R/C < 1, maka usahatani yang dilakukan tidak menguntungkan
(rugi) karena penerimaan lebih kecil daripada biaya total yang
dikeluarkan.
56
3. Analisis pemasaran
Pada analisis pemasaran metode yang digunakan adalah deskrptif kualitatif
yang digunakan untuk menganalisis struktur pasar dan perilaku pasar,
selain itu digunakan analisis rasio keuntungan marjin untuk keragaan pasar.
Analisis marjin ini digunakan untuk mengetahui pemasaran produk mulai
dari petani hingga ke pabrik. Perhitungan marjin dilakukan untuk
mengetahui perbedaan harga pada setiap tingkat lembaga pemasaran.
Perhitungan analisis rasio keuntungan marjin dapat menggunakan rumus
(Hasyim, 2012).
Mji = Psi – Pbi, atau
Mji = bti πi, atau
πi = Mji – bti
Penyebaran marjin dapat dilihat berdasarkan persentase keuntungan
terhadap biaya pemasaran (Ratio Profit Margin / RPM) pada masing -
masing lembaga pemasaran, dapat menggunakan rumus (Hasyim, 2012).
RPM =
Mji = marjin pemasaran tingkat ke-i
Psi = harga penjualan lembaga pemasaran tingkat ke-i
Pbi = harga pembelian lembaga pemasaran tingkat ke-i
bti = biaya pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke-i
πi = keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i
Menurut Hasyim (2012) nilai RPM yang relatif menyebar merata pada
berbagai tingkat pemasaran adalah cerminan dari sistem pemasaran yang
57
efesien. Jika selisih RPM antar lembaga pemasaran sama dengan nol, maka
pemasaran tersebut efisien. Sebaliknya, jika selisih RPM lembaga
pemasaran tidak sama dengan nol, maka sistem pemasaran tersebut tidak
efisien.
4. Analisis jasa layanan pendukung
Pada analisis ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang digunakan
untuk mengetahui lembaga penunjang yang memiliki peran dalam agribisnis
jagung di Kecamatan Adiluwih. Penelitian ini diperoleh melalui wawancara
dengan bantuan kuesioner. Analisis ini digunakan untuk mengetahui peran
dan fungsi jasa layanan pendukung yaitu gapoktan, kebijakan pemerintah,
lembaga penyuluhan, lembaga keuangan, kebijakan pemerintah, transportasi
dan pasar dalam kelancaran sistem agribisnis jagung dalam mendukung dan
melayani serta mengembangkan kegiatan dari setiap subsistem agribisnis.
5. Indeks sistem agribisnis
Agribisnis merupakan satu kesatuan kegiatan dari hulu hingga ke hilir.
Setiap subsistem pada kegiatan agribisnis memiliki peranan yang berbeda -
beda. Berjalan baik atau belum nya sistem agribisnis diperlukan indeks
agribisnis. Indeks ini menunjukkan kelancaran dalam suatu agribisnis.
Indeks tersebut meliputi pengadaan sarana produksi atau input, usahatani,
pengolahan dan pemasaran. Pengadaan sarana produksi atau input akan
mempengaruhi besar atau kecilnya jumlah produksi yang menunjang
kegiatan produksi (Oktaviana et al., 2016). Penggunaan benih unggul,
lahan yang bersertifikat, pengetahuan tenaga kerja dan pengalaman dalam
58
kegiatan pertanian, serta komposisi penggunaan pupuk organik dan
anorganik merupakan hal yang penting dalam kelancaran sistem agirbisnis.
Usahatani sangat penting dalam agribisnis karena akan menentukan jumlah
produksi serta pendapatan yang diterima. Pengolahan juga menjadi salah
satu faktor penting dalam agribisnis, karena dengan pengolahan dapat
menciptakan nilai tambah bukan hanya untuk pelaku industri tetapi
masyarakat sekitar industri juga sehingga akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat (Shinta, 2011). Pemasaran juga sangat penting dalam
agribisnis. Akses pemasaran yang lancar akan mempercepat kegiatan
agribisnis sehingga akan mempercepat kegiatan ekonomi (Widiastuti dan
Harisudin, 2013).
Pengukuran baik atau tidak nya sistem agribisnis jagung dapat
menggunakan indeks agribisnis. Pengukuran indeks agribisnis
menggunakan tiga indikator yaitu dalam subsistem pengadaan sarana
produksi, subsistem kinerja usahatani dan subsistem pemasaran. Berikut
adalah pengukuran indeks agrbisnis.
Tabel 4. Indikator indeks agribisnis subsistem sarana produksi
Keterangan Nilai
Interval
Nilai
Tertinggi
Nilai
Terendah Keterangan
Lahan 0,1 1 0 0 = tidak bersertifikat
1 = bersertifikat
Benih 0,1,2 2 0 0 = tidak bersertifikat
1 = bersertifikat, bukan
hibrida
2 = bersertifikat, hibrida
Waktu
tersedia
saprodi
0,1 1 0 0 = sesudah musim tanam
1 = sebelum musim tanam
59
Tabel 4. Lanjutan
Keterangan Nilai
Interval
Nilai
Tertinggi
Nilai
Terendah Keterangan
Lokasi
penanaman
0,1 1 0 0 = dekat dengan industri
1 = jauh dari industri
Analisis
tanah
0,1 1 0 0 = tidak dianalisis
1 = dianalisis
Pemberian
plot
0,1 1 0 0 = tidak ditandai
1 = ditandai dan diberikan
spesifikasi tanaman
Pupuk kimia 0,1 1 0 0 = tidak terdaftar
1 = terdaftar
Label
pestisida
0,1 1 0 0 = tidak terdaftar
1 = terdaftar
Penggunaan
pestisida
0,1 1 0 0 = tidak disesuaikan
dengan penyakit
1 = tidak disesuaikan
dengan penyakit
Pupuk
organik
0,1 1 0 0 = tidak menggunakan
1 = menggunakan
Alat
pelindung
diri (APD)
0,1,2 2 0 0 = tidak menggunakan
sama sekali
1= menggunakan sebagian
(sepatu dan topi)
2 = lengkap(sepatu, topi,
masker, sarung tangan)
Penyimpanan
pestisida
0,1 1 0 0 = seluruh saprodi dalam
satu ruangan
1 = pestisida dalam ruangan
sendiri
Air 0,1 1 0 0 = mengandung bahan
berbahaya
1 = tidak mengandung
bahan berbahaya
(hujan)
Analisis
residu
0,1 1 0 0 = tidak dianalisis
1 = dianalisis
Jumlah 16 0
60
Indikator yang digunakan merupakan perpaduan dalam panduan
Departmental Program on Food and Nutritional Security (2007) dan
Peraturan Menteri Pertanian No.48/Permentan/OT.140/10/2006 tentang
“Pedoman Budidaya Tanaman yang Baik dan Benar (Good Agricultural
Practices)”.
Tabel 5. Indikator indeks agribisnis subsistem kinerja usahatani
Keterangan Nilai
Interval
Nilai
Tertinggi
Nilai
Terendah Keterangan
Pendapatan 0,1,2 2 0 0 = rugi, apabila R/C <1
1 = impas, apabila R/C = 1
2 = untung, apabila R/C >1
Harga 0,1 1 0 0 = lebih rendah dari
musim sebelumnya
1 = lebih tinggi dari musim
sebelumnya
Produktivitas 0,1 1 0 0 = kurang dari 5,0 ton/ha
1 = lebih dari 5,0 ton/ha
Penggunaan
benih
0,1 1 0 0 = tidak sesuai anjuran
1 = sesuai anjuran
Penggunaan
urea
0,1 1 0 0 = tidak sesuai anjuran
1 = sesuai anjuran
Penggunaan
NPK
Phonska
0,1 1 0 0 = tidak sesuai anjuran
1 = sesuai anjuran
Penggunaan
pupuk
organik
0,1 1 0 0 = tidak sesuai anjuran
1 = sesuai anjuran
Jumlah 8 0
Indikator kinerja usahatani yang digunakan untuk mengukur apakah
kegiatan usahatani dalam sistem agribisnis telah berjalan baik. Pendapatan
usahatani dapat menunjukkan kelayakan dan keuntungan usahatani yang
61
dijalankan. Indikator produktivitas yang digunakan adalah produktivitas
jagung tingkat kecamatan tahun 2016 yaitu 5,00 ton/ha.
Tabel 6. Indikator indeks agribisnis subsistem pemasaran
Keterangan Nilai
Interval
Nilai
Tertinggi
Nilai
Terendah Keterangan
Waktu
pemanenan
0,1 1 0 0 = kurang dari 100 hari
setelah tanam
1 = lebih dari 100 hari
setelah tanam
Pengangkutan 0,1 1 0 0 = lebih dari volume
anjuran
1 = kurang dari volume
anjuran
Penggunaan
peralatan
0,1 1 0 0 = tidak menggunakan
alat pemanen (sarung
tangan, karung,
timbangan)
1 = menggunakan alat
pemanen (sarung
tangan, karung,
timbangan)
Struktur pasar 0,1 1 0 0 = tidak bersaing
sempurna
1 = bersaing sempurna
Penentuan
harga
0,1 1 0 0 = petani tidak dapat
menentukan harga
(tidak ada tawar
menawar)
1 = petani dapat
menentukan harga
(tidak ada tawar
menawar)
Efisiensi
pemasaran
0,1 1 0 0 = belum efisien
1 = sudah efisien
Jumlah 6 0
Indikator tersebut digunakan untuk melihat baik atau tidak nya sistem
agribisnis jagung. Apabila ketiga indeks tersebut telah terpenuhi oleh
standar maka kegiatan agribisnis dapat dikatakan baik. Berikut pengukuran
62
indeks agribisnis yang mengacu pada rumus Struges dalam Marhaendro
(2013).
= ( )
k
Keterangan:
Z = Interval kelas
X = Nilai tertinggi
Y = Nilai terendah
k = Banyak kelas ( 2 yaitu baik dan tidak baik)
Indeks agribisnis pengadaan sarana produksi terdiri atas 14 indikator yang
memiliki jumlah nilai tertinggi 16 dan jumlah nilai terendah 0, sehingga
penilaiannya adalah (0,00 - 8,00) belum baik dan (8,01 - 16,00) baik.
Indeks kinerja usahatani memiliki jumlah nilai tertinggi 8 dan terendah 0,
sehingga penilaiannya adalah (0,00 - 4,00) belum baik dan (4,01 - 8,00)
baik. Indeks pemasaran jumlah nilai tertingginya adalah 6 dan terendahnya
adalah 0, sehingga penilainnya adalah (0,00 - 3,00) belum baik dan (3,01 -
6,00) sudah baik.
Setelah memberikan skor pada masing - masing indikator, lalu setiap
indikator ditimbang agar hasil penelitian tidak bias. Penimbangan ini
dilakukan dengan cara skor masing - masing indikator dibagi dengan skor
maksimum. Setelah melakukan penimbangan pada masing - masing
subsitem maka dapat dilihat apakah masing - masing subsistem agribisnis
berada pada indeks baik atau belum baik. Setelah setiap subsistem
63
ditimbang, maka untuk melihat keseluruhan indeks agribisnis dapat
menggunakan rumus seperti pada penelitian Soegiri (2009) sebagai berikut.
i=̅ ∑ i wini=1
∑ wini=1
, sehingga
i=̅ (16 16) (8 8) (6 6)
16 8 6
i=̅ 11,86
Keterangan:
i̅ = indeks rata - rata tertimbang
xi = nilai indeks agribinis segi ke i
wi = bobot data ke i
n = jumlah data
Pada persamaan diatas diketahui bahwa indeks agribisnis tertimbang dengan
nilai maksimum adalah 11,86 sehingga apabila indeks agribisnis tertimbang
yang didapatkan mendekati angka tersebut maka semakin baik.
64
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kabupaten Pringsewu
Kabupaten Pringsewu memiliki 9 kecamatan yaitu Pardasuka, Gadingrejo,
Adiluwih, Sukoharjo, Pagelaran, Pringsewu, Banyumas dan Ambarawa.
Kabupaten Pringsewu terletak pada posisi 104o42’ - 105
o8’ Bujur Timur dan
antara 5o8’ - 6
o8’ Lintang Selatan. Luas wilayah daratan Kabupaten Pringsewu
sebesar 625 km2 yang hampir seluruhnya berupa wilayah daratan. Wilayah
administrasi Kabupaten Pringsewu memiliki batas - batas berikut:
1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Lampung Tengah
2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tanggamus
3) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tanggamus
4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pesawaran
Potensi sumber daya alam yang ada pada Kabupaten Pringsewu sebagian besar
dimanfaatkan dalam kegiatan pertanian.
Kabupaten Pringsewu merupakan hasil pemekeran dari Kabupaten Tanggamus
yang dibentuk berdasarkan Undang - Undang Nomor 48 tahun 2008 dan
diresmikan pada tanggal 3 April 2009. Pada tahun 2013 jumlah kecamatan di
Kabupaten Pringsewu menjadi sembilan kecamatan. Kabupaten Pringsewu
memiliki curah hujan rata - rata 225,75 mm/bulan dan rata - rata jumlah hari
65
hujan 12,58 mm/hari. Temperatur berselang antara 22,9 o C - 33,6
o C,
sedangkan selang kelembaban udara adalah 57 - 96 persen. Rata - rata tekanan
udara minimal dan maksimal di Kabupaten Pringsewu adalah 1.010,8 - 1.012,9
mb.
Jumlah penduduk Pringsewu tahun 2016 sebesar 390.486 jiwa yang terdiri dari
200.092 penduduk laki - laki dan 190.394 penduduk perempuan. Sebagian
besar penduduk Kabupaten Pringsewu berada pada usia produktif yaitu pada
usia 15 - 64 tahun atau sebesar 66 persen dari keseluruhan jumlah penduduk.
Data tersebut dapat menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga kerja di
Kabupaten Pringsewu cukup tinggi dalam membangun perekonomian daerah.
Luas panen terluas tanaman pangan di Kabupaten Pringsewu adalah padi dan
diikuti dengan jagung. Kabupaten Pringsewu memiliki 9 kecamatan, dan
produksi jagung terbanyak pada tahun 2016 adalah Kecamatan Adiluwih,
Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan Pagelaran. Kecamatan Adiluwih
merupakan sentra penghasil jagung untuk Kabupaten Pringsewu. Komoditas
pangan unggulan untuk Kabupaten Pringsewu adalah padi dan jagung.
B. Gambaran Umum Kecamatan Adiluwih
Kecamatan Adiluwih memiliki 13 desa yaitu Desa Sinarwaya, Bandung Baru,
Waringinsari Timur, Tritunggal Murya, Sukoharum, Enggal Rejo, Adiluwih,
Purwodadi, Bandung Barat, Totokarto, Kutawaringin, Srikaton dan Tunggul
Pawenang. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kalirejo Kabupaten
Lampung Tengah, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sukoharjo
66
Kabupaten Pringsewu, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Banyumas
Kabupaten Pringsewu, dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Negeri
Katon Kabupaten Pesawaran. Kecamatan Adiluwih memiliki luas wilayah
sebesar 74,82 km2. Kecamatan Adiluwih memiliki jumlah penduduk sebanyak
35.002 jiwa yang terdiri dari 17.933 jiwa penduduk laki - laki dan 17.069 jiwa
penduduk perempuan.
Tabel 7. Jumlah penduduk di Kecamatan Adiluwih tahun 2016
No Pekon Penduduk
(jiwa)
Luas
Wilayah
(km2)
Kepadatan
Penduduk
(jiwa/km2)
1 Sinarwaya 978 2,66 268
2 Bandung Baru 5.396 7,91 682
3 Waringinsari Timur 5.054 9,34 541
4 Tritunggal Mulya 2.011 6,66 302
5 Sukoharum 1.750 7,52 233
6 Enggal Rejo 1.273 3,46 368
7 Adiluwih 3.802 9,48 401
8 Purwodadi 2.886 5,43 531
9 Bandung Barat 1.914 2,90 660
10 Totokarto 2.533 4,31 588
11 Kutawaringin 2.924 5,48 534
12 Srikaton 2.893 5,94 487
13 Tunggul Pawenang 1.588 3,73 426
Jumlah 35.002 74,82 468
Sumber: Kecamatan Adiluwih dalam Angka, 2017
Perjalanan dari Kabupaten Pringsewu menuju Kecamatan Adiluwih memiliki
jarak tempuh ± 21 km. Perjalanan menuju Kecamatan Adiluwih dari
kabupaten dapat menggunakan kendaraan umum yaitu angkutan kota atau
angkot, tetapi hanya sampai dengan Pasar Bandung Baru. Sepanjang
perjalanan akan melewati beberapa kecamatan lain seperti Kecamatan
67
Sukoharjo. Selama perjalanan akan disuguhkan dengan nuansa pertanian yaitu
sawah, ladang jagung dan pepohonan. Pasar Bandung Baru termasuk dalam
Kecamatan Adiluwih. Keadaan pasar ini cukup besar dan ramai. Jalan dari
kabupaten ke pasar adalah aspal. Perjalan dari pasar menuju Kantor
Kecamatan Adiluwih yang terletak di Desa Adiluwih harus menggunakan
kendaraan sendiri, karena tidak adanya angkutan umum menuju desa. Jalan
yang ditempuh juga cukup sulit dikarenakan jalan yang rusak dan berlubang.
Selain itu, sebagian besar jalan juga masih berbatu. Perjalanan tersebut
melewati perumahan warga serta usaha pertanian seperti ladang jagung, sawah,
dan pohon kakao.
Adiluwih sangat memanfaatkan dan bergantung pada berbagai macam
komoditas pertanian. Komoditas tanaman pangan di Kecamatan Adiluwih
yang dibudidayakan antara lain adalah padi, jagung, kedelai, ubi kayu, kacang
tanah dan kacang hijau. Berikut adalah luas panen dan produksi tanaman
pangan di Kecamatan Adiluwih.
Tabel 8. Luas panen dan produksi tanaman pangan di Kecamatan Adiluwih
tahun 2016
No Jenis Tanaman Luas Panen Produksi
(ha) (ton)
1 Padi Sawah 1.563 7.971
2 Padi Ladang - -
3 Jagung 4.340 21.700
4 Kedelai 3 4
5 Kacang Tanah 150 300
6 Kacang Hijau 50 78
7 Ubi Kayu 800 28.000
8 Ubi Jalar 100 850
Sumber: Kecamatan Adiluwih dalam Angka, 2017
68
Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa luas panen jagung menempati urutan
pertama dalam tanaman pangan di Kecamatan Adiluwih seluas 4.340 ha
dengan produksi sebesar 21.700 ton dan produktivitas sebesar 5,00 ton/ha.
Adapun tanaman perkebunan unggulan dari Kecamatan Adiluwih adalah kakao
serta tanaman perkebunan lain yaitu karet, lada, kopi dan lain - lain. Hasil
produksi dari masing - masing tanaman tersebut adalah 798 ton/ha, 562 ton/ha,
326 ton/ha dan 316 ton/ha. Tanaman rempah - rempahan yang dibudidayakan
pada Kecamatan Adiluwih adalah kencur, jahe, kunyit dan lengkuas. Tanaman
hortikultura yang menjadi unggulan adalah cabai merah, terong, tomat, kacang
panjang dan lain - lain.
C. Keadaan Umum Desa Srikaton dan Waringinsari Timur
1. Desa Srikaton
Desa Srikaton memiliki luas wilayah seluas 594 ha. Desa Srikaton memiliki
batas wilayah sebelah utara yaitu Desa Margorejo Kabupaten Pesawaran,
sebelah selatan yaitu Desa Enggalrejo, sebelah barat yaitu Desa Adiluwih dan
sebelah timur yaitu Desa Tunggul Pawenang. Desa Srikaton memiliki
ketinggian tanah 450 m dpl. Desa Srikaton memiliki suhu udara rata - rata
30oC. Desa Srikaton memiliki pH tanah sebesar 4,5 - 5. Desa Srikaton
memiliki jumlah penduduk sebesar 2.893 jiwa dengan komposisi penduduk
laki - laki sebanyak 1.470 jiwa dan penduduk wanita sebesar 1.423 jiwa. Desa
Srikaton memiliki 4 Kepala Dusun dan 5 Kepala Urusan dan 11 RT.
Jarak dari Desa Srikaton menuju ke Kecamatan Adiluwih ± 1 km, sedangkan
jarak dari desa menuju kabupaten ± 22 km. Perjalanan menunju Desa Srikaton
69
dari sebelah barat yang berbatasan dengan Desa Adiluwih adalah jalan aspal.
Jalan utama Desa Srikaton di penuhi dengan perumahan dan lahan kosong
yang biasanya ditanami tumbuhan. Warga desa juga banyak yang memiliki
usaha selain dibidang pertanian seperti berdagang kebutuhan rumah tangga.
Jalan aspal hanya ada pada jalan utama sedangkan untuk jalan menuju desa
atau tempat lain masih tanah dan berbatu. Keadaaan jalan tersebut
menyebabkan kesulitan dalam proses transportasi untuk petani ke ladang atau
keluar dari desa. Jalan selain jalan utama yakni jalan tanah dan berbatu
merupakan jalan menuju ladang.
Perjalanan menuju ladang dan sawah adalah berbatu tajam dan tanah sehingga
sedikit menyulitkan bagi orang baru yang akan menuju ladang. Ladang jagung
antar petani satu dengan lain biasanya saling berdekatan karena dapat
mengurangi terjadinya serangan hama penyakit pada tanaman lain. Hal ini
juga menjadi salah satu faktor pemilihan varietas jagung sama. Berikut adalah
penggunaan untuk lahan pertanian.
Tabel 9. Penggunaan lahan pertanian di Desa Srikaton tahun 2016
No Jenis Lahan Luas Lahan
(ha)
1 Sawah 50,00
2 Ladang 531,69
3 Hutan rakyat 0,00
4 Perkebunan 42,25
5 Kolam 0,00
Jumlah 623,94
Sumber: Kecamatan Adiluwih dalam Angka, 2017
70
Desa Srikaton merupakan salah satu desa yang cukup maju dalam bidang
pertanian dikarenakan petani yang telah berpengalaman dalam bidang
pertanian, sehingga desa ini memiliki potensi lahan pertanian. Lahan pada
desa Srikaton juga cocok untuk usaha pertanian. Data pada Tabel 9
menunjukkan bahwa potensi lahan pertanian Desa Srikaton adalah lahan basah
dan lahan kering. Lahan basah digunakan untuk sawah dalam menanam padi.
Lahan ladang digunakan untuk menanam jagung, ubi kayu dan sayur. Terlihat
pada data bahwa luas lahan terluas adalah ladang. Ladang pada desa ini
dimanfaatkan untuk menanam jagung. Komoditas unggulan pada Desa
Srikaton adalah jagung, padi, kakao dan cabai.
2. Desa Waringinsari Timur
Desa Waringinsari Timur memiliki luas wilayah seluas 934 ha. Desa
Waringinsari Timur memiliki batas wilayah sebelah utara yaitu Desa
Kotawaringin dan Desa Totokarto, sebelah selatan yaitu Desa Purworejo,
sebelah barat yaitu Desa Waringisari Barat dan sebelah timur yaitu Desa Tri
Tunggal Mulyo dan Desa Enggal Rejo. Desa Waringinsari Timur memiliki pH
tanah sebesar 4,5 - 5. Kemiringan tanah untuk tanah datar adalah 15 persen,
bergelombang 70 persen, miring 15 persen. Desa Waringinsari Timur
memiliki 7 Dusun dan 23 RT. Desa Srikaton memiliki jumlah penduduk
sebesar 5.054 jiwa dengan komposisi penduduk laki - laki sebanyak 2.603 jiwa
dan penduduk wanita sebesar 2.451 jiwa.
Jarak tempuh dari desa menuju kecamatan cukup jauh yaitu ± 9 km
dikarenakan desa ini salah satu desa terujung yang ada pada Kecamatan
71
Adiluwih. Jarak dari desa menuju kabupaten atau pusat adalah ± 15 km dan
lebih dekat dibandingkan Desa Srikaton dikarenakan memiliki jalan yang
pintas menuju kabupaten. Jalan menuju Desa Waringinsari Timur cukup sulit
karena berbatu tajam apabila ditempuh dari Desa Srikaton. Apabila ditempuh
dari Desa Waringinsari Barat jalan beraspal namun tidak panjang dan
selanjutnya jalan masi berbatu tajam. Jalan menuju desa ini cukup sulit, selain
dikarenakan infrastruktur yang belum baik juga lokasi desa yang cukup jauh
dari kecamatan dan desa lainnya.
Perjalanan menuju Desa Waringinsari Timur dari Desa Srikaton melewati Desa
Enggal Rejo. Perbatasan Desa Enggal Rejo dengan Desa Waringinsari Timur
dibatasi oleh tugu selamat datang. Sepanjang perjalan dari perbatasan desa
tersebut melalui perladangan petani yaitu jagung, sayur dan kakao. Memasuki
pemukiman warga terdapat beberapa warga yang memiliki usaha dirumah nya
mulai dari berdagang kebutuhan rumah tangga, bengkel dan pengisian bahan
bakar. Pada pemukiman ini suasana pada siang hari cukup sepi dikarenakan
pada siang hari masyarakat yang sebagian besar petani pergi ke ladang.
Perjalanan menuju balai desa dari perbatasan tersebut membutuhkan waktu ±
20 menit dengan kendaraan bermotor dan sepanjang jalan adalah pemukiman
warga serta ladang dan pepohonan.
Pasar Jati Rejo merupakan pasar di tengah Desa Waringinsari Timur. Jarak
antara Pasar Jati Rejo dengan balai desa ± 500 meter. Jalan antara pasar dan
balai desa cukup baik dikarenakan sudah beraspal. Pasar ini hanya buka pada
hari Sabtu, sehingga pada hari lain jalan di pasar ini juga cukup sepi.
72
Perjalanan menuju ladang di desa ini juga harus melalui jalan tajam berbatu.
Selain itu jalan menuju ladang lebih sepi dibandingkan dengan Desa Srikaton.
Namun wilayah Desa Waringinsari Timur luas. Wilayah yang cukup luas pada
desa ini dimanfaatkan dengan mengelola dalam bidang pertanian. Lahan
tersebut digunakan untuk beberapa alternatif berikut.
Tabel 10. Penggunaan lahan pertanian di Desa Waringinsari Timur tahun 2016
No Jenis Lahan
Luas Lahan
(ha)
1 Sawah 25,00
2 Ladang 572,54
3 Hutan rakyat 0,00
4 Perkebunan 250,73
5 Kolam 0,25
Jumlah 848,52
Sumber: Kecamatan Adiluwih dalam Angka, 2017
Data pada Tabel 10 menunjukkan penggunaan lahan pertanian terbagi menjadi
dua yaitu lahan basah dan lahan kering. Lahan basah digunakan oleh petani
yaitu untuk menanam padi, sedangkan penggunaan lahan kering yang
digunakan untuk menanam jagung, ubi kayu, kakao serta tanaman sayur.
Terlihat pada data bahwa penggunaan lahan terbanyak adalah ladang yang
sebagian besar digunakan untuk menanam jagung. Jagung ditanam secara
monokultur. Selain jagung komoditas unggulan pada desa ini adalah sayuran
yaitu cabai, tomat, terong dan kacang panjang. Lahan basah digunakan untuk
menanam padi.
126
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengadaan sarana produksi agribisnis jagung berdasarkan kriteria 6T telah
sesuai pengadaan sarana produksi kecuali harga dan kuantitas. Petani
responden mengharapkan harga benih turun dan harga sarana produksi lain
stabil. Jumlah pemakaian sarana produksi telah sesuai dengan anjuran
pemerintah kecuali penggunaan pupuk Urea yang lebih dan pupuk NPK
Phonska yang kurang dari anjuran.
2. Kinerja usahatani jagung di Kecamatan Adiluwih telah baik yaitu
menguntungkan yang dapat dilihat dari segi pendapatan. Usahatani jagung
menguntungkan karena nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total lebih dari
satu.
3. Pemasaran jagung ini belum efisien karena struktur pasar oligopsoni pada
tingkat pertama dan kedua, belum adanya kekuatan penentuan harga jagung
dari petani, nilai keuntungan marjin dan pangsa yang belum merata.
Lembaga penunjang pada sistem agribisnis jagung pada lokasi penelitian
adalah kelompok tani, lembaga penyuluhan, lembaga keuangan, kebijakan
pemeritah, transportasi dan pasar. Semua lembaga penunjang tersebut telah
tersedia tetapi belum dimanfaatkan secara penuh oleh petani. Lembaga
127
penunjang yang memiliki peran dalam kelancaran agribisnis jagung adalah
adalah kelompok tani, lembaga penyuluhan dan kebijakan pemerintah.
4. Indeks agribisnis segi sarana produksi telah baik, sedangkan indeks
agribisnis segi kinerja usahatani dan pemasaran belum baik. Indeks rata-
rata terimbang agribisnis belum baik.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti lain perlu dilakukan penelitian mengenai efisiensi produksi
dari usahatani jagung.
2. Bagi peneliti lain sebaiknya melakukan penelitian tentang risiko usahatani
jagung.
3. Bagi peneliti lain sebaiknya melakukan penelitian mengenai kesejahteraan
rumah tangga petani jagung.
128
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, S., I. M. N. Tenaya dan D. P. Darmawan. 2017. Peranan Sistem
Agribisnis terhadap Keberhasilan Tumpangsari Cabai-Tembakau (Kasus
Subak di Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar).
Jurnal Manajemen Agribisnis Vol 5 (1), Mei 2017. Pp: 64-79.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/agribisnis/article/view/32592/19727.
Diakses pada tanggal 26 Oktober 2017.
Antara, M. 2010. Analisis Produksi dan Komparatif Antara Usahatani Jagung
Hibrida dengan Nonhibrida di Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi. Jurnal
Agroland, Vol. 17 (1), Maret 2010. Pp: 56-62.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/AGROLAND/article/view/279.
Diakses pada tanggal 28 Desember 2017.
Apriani, A.E., Soetoro dan M.N. Yusuf. 2016. Analisis Usahatani Jagung (Zea
mays L) (Suatu kasus di Desa Pancawangi Kecamatan Pancatengah
Kabupaten Tasikmalaya). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Agroinfo Galuh, Vol.
2 (3) Mei 2016. Pp: 145-150.
https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/agroinfogaluh/article/download/277/2
77. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2017.
Azrai, M. 2013. Jagung Hibrida Ganjah: Prospek Pengembangan Menghadapi
Perubahan Iklim. Iptek Tanaman Pangan, Vol. 8 (1), November 2013.
Pp: 90-96. http://pangan.litbang.pertanian.go.id/files/05-AzraiIT0802.pdf.
Diakses pada tanggal 28 Januari 2018.
Badan Ketahanan Pangan. 2017. Perkembangan Harga Pangan di Tingkat
Produsen.
http://panelhargabkp.pertanian.go.id/2016/laporan/data/harga/1/0?f_modul
e=laporan&f-group=2&f-provinsi=8&f-kota=126&f-komoditas=3&f-
tahun=2016&f-bulan=03&f-minggu_ke=. Diakses pada tanggal 10 Maret
2018.
Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Aceh. 2009. Budidaya
Tanaman Jagung. Aceh.
http://nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/modul/27-
Brosur%20Jagung1.pdf. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2017.
129
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan. 2017. Potret
Jagung Indonesia : Menuju Swasembada Tahun 2017.
http://bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Potret_Jagung_Indone
sia-Menuju_Swasembada_Tahun_2017.pdf. Diakses pada tanggal 9
Maret 2018.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2014. Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 :Buku I Agenda
Pembangunan Nasional.
http://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/sesma/files/Buku%20I%20RPJ
MN%202015-2019.pdf. Diakses pada tanggal 9 Maret 2018.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pringsewu. 2017. Kabupaten Pringsewu dalam
Angka. Pringsewu.
https://pringsewukab.bps.go.id/backend/pdf_publikasi/Kabupaten-
Pringsewu-Dalam-Angka-2017.pdf. Diakses pada tanggal 12 Oktober
2017.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pringsewu. 2017. Kecamatan Adiluwih dalam
Angka. Pringsewu.
https://pringsewukab.bps.go.id/backend/pdf_publikasi/Kecamatan-
Adiluwih-Dalam-Angka--2017.pdf. Diakses pada tanggal 12 Oktober
2017.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pringsewu. 2017. Kecamatan Banyumas dalam
Angka. Pringsewu.
https://pringsewukab.bps.go.id/backend/pdf_publikasi/KDA-Banyumas--
2017.pdf. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2017.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pringsewu. 2017. Kecamatan Sukoharjo dalam
Angka. Pringsewu.
https://pringsewukab.bps.go.id/backend/pdf_publikasi/Kecamatan-
Sukoharjo-Dalam-Angka-2017.pdf. Diakses pada tanggal 12 Oktober
2017.
Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2017. Lampung dalam Angka.
Penerbit BPS Provinsi Lampung. Bandar Lampung.
https://lampung.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Provinsi-Lampung-
Dalam-Angka-2017.pdf. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2017.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2016.
Teknologi Budidaya Jagung. Lampung.
http://lampung.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/publikasi/teknolo
gibudidayajagung.pdf. Diakses pada tanggal 17 Oktober 2017.
Cipta, P., S. Widjaya dan E. Kasymir. 2016. Analisis Kelayakan Finansial dan
Nilai Tambah Agroindustri Serat Kelapa (Cocofiber) di Kecamatan
Katibung Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Ilmu - Ilmu Agribisnis
130
(JIIA),Vol 4 (4), Oktober 2016. Pp: 359-366.
http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1517/1371. Diakses
pada tanggal 25 Oktober 2017.
Damiri. 2017. Stabilitas Produktivitas Jagung. Badan Penyuluhan dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian. Kementerian
Pertanian.http://cybex.pertanian.go.id/teknologi/detail/2215/stabilitas-
produktivitas-jagung. Diakses pada tanggal 10 November 2017.
Departmental Program on Food and Nutritional Security. 2007. Guidelines
“Good Agricultural Practices for Family Agriculture”. Colombia.
http://www.fao.org/3/a-a1193e.pdf. Diakses pada tanggal 1 Juli 2018.
Dinas Pertanian Kabupaten Pringsewu. 2017. Produksi dan Luas Panen Jagung
di Kabupaten Pringsewu. Pringsewu.
Dinata, A.S., D. A. H. Lestari dan H. Yanfika. 2014. Pendapatan Petani Jagung
Anggota dan Nonanggota Koperasi Tanimakmur Desa Natar Kabupaten
Lampung Selatan. Jurnal Ilmu - Ilmu Agribisnis (JIIA), Vol 2 (3), Juni
2014. Pp: 206-213.
http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/802. Diakses pada
tanggal 28 Desember 2017.
Fidaus, M. 2008. Manajemen Agribisnis. Bumi Aksara. Jakarta.
Fitriani. 2015. Penguatan Kapasitas Kelembagaan Gapoktan melalui
Pembentukan Koperasi Pertanian. Masyarakat, Kebudayaan dan Politik,
Vol 28 (2), 2015. Pp: 63-69. https://e-
journal.unair.ac.id/mkp/article/download/2474/1821. Diakses pada
tanggal 9 Maret 2018.
Hariyadi, A. 2011. Jagung sebagai Bahan Pangan, Pakan Ternak dan Bahan
Baku Industri. Kementerian Pertanian.
http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/11106/jagung-
sebagai-bahan-baku-industri. Diakses pada tanggal 28 Januari 2017.
Hasyim, A.I. 2012. Tataniaga Pertanian. Universitas Lampung. Lampung.
Indraningsih, K.S. 2013. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Usahatani
Petani sebagai Representasi Strategi Penyuluhan Pertanian Berkelanjutan
di Lahan Marjinal. Jurnal Agro Ekonom,Vol 31 (1), Mei 2013.. Pp: 71-
95. http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/jae/article/view/4009.
Diakses pada tanggal 04 Juni 2018.
Irianto, H. dan T. Mardikanto. 2012. Metoda Penelitian dan Evaluasi Agribisnis.
Edisi Ketiga. UNS-Solo. Surakarta.
131
Isbah, U. dan R.Y. Iyan. 2016. Analisis Peran Sektor Pertanian dalam
Perekonomian dan Kesempatan Kerja di Provinsi Riau. Jurnal Sosial
Ekonomi Pembangunan, Vol 7 (2), November 2016. Pp: 45-54.
https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JSEP/article/download/4142/4000.
Diakses pada tanggal 03 November 2017.
Kasimin, S. 2013. Keterkaitan Produk dan Pelaku dalam Pengembangan
Agribisnis Hortikultura Unggulan di Provinsi Aceh. Jurnal Manajemen
dan Agribisnis, Vol.10 (2), Juli 2013. Pp: 117-127. http://journal.ipb.ac.id
› Home › Vol 10, No 2 (2013) › Kasimin. Diakses pada 25 Oktober 2017.\
Kementerian Pertanian. 2006. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
48/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Budidaya Florikultura
yang Baik (Good Agricultural Practices for Floriculture).
Kementerian Pertanian. 2009. Peraturan Menteri Pertanian
No.44/Permentan/OT.140/10/2009 tentang “Pedoman Penanganan Pasca
Panen Hasil Pertanian yang Baik (Good Handling Practices).
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2009/bn398-2009.pdf.
Diakses pada 02 Agustus 2018.
Kementerian Pertanian. 2013. Peraturan Menterti Pertanian Nomor
48/Permentan/OT.140/5/2013 tentang Pedoman Budidaya Florikultura
yang Baik (Good Agricultural Practices for Floriculture).
http://perundangan.pertanian.go.id/admin/file/Permentan%2048-2013.pdf.
Diakses pada 02 Agustus 2018.
Kementerian Pertanian. 2014. Keputusan Menteri Pertanian RI
No.812/Kpts/SR.140/7/2014 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin
Pestisida. https://e-
katalog.lkpp.go.id/backend/produk/download_lampiran/59663. Diakses
pada 02 Agustus 2018.
Kementerian Pertanian. 2016. Outlook: Komoditas Pertanian Sub Sektor
Tanaman Pangan Jagung.
http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/166967-
[_Konten_]-Konten%20D1884.pdf. Diakses pada tanggal 9 Maret 2018.
Mahjali, S. 2012. Sistem Agribisnis Usahatani Cabai Merah (Capsicum annum).
STEVIA Vol. 2 (1), Januari 2012. Pp: 23-30.
https://www.universitasquality.ac.id/frontpage/download/sistem-
agribisnis-usahatani-cabai-merah-capsicum-annum. Diakses pada tanggal
20 Oktober 2017.
Marhaendro, A.S.D. 2013. Penyajian Data.
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132295850/pendidikan/PENYAJIAN+DA
TA.pdf. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2018.
132
Maulidah, S. 2012. Sistem Agribisnis. Universitas Brawijaya. Malang.
http://riyanti.lecture.ub.ac.id/files/2013/02/MA_1_Sistem-Agribisnis.docx.
Diakses pada tanggal 20 Oktober 2017.
Mildaerizanti. 2017. Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Produksi
Benih Jagung Hibrida.
https://jambi.litbang.pertanian.go.id/ind/images/INFOTEK/NOV/jagunghi
brida.pdf. Diakses pada tanggal 02 Agustus 2018.
Murdani, M. I., S. Widjaya dan N. Rosanti. 2014. Pendapatan dan Tingkat
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Padi (Oryza sativa) di Kecamatan
Gading Rejo Kabupaten Pringsewu. Jurnal Ilmu - Ilmu Agribisnis
(JIIA),Vol 3 (2), April 2015. Pp: 165-172.
http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1035/940. Diakses
pada tangal 15 November 2017.
Nasriaty. 2016. Teknologi Budidaya Jagung Spesifik Lampung. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Lampung. Lampung.
http://lampung.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/leaflet2015/budid
ayajagung.pdf. Diakses pada tanggal 17 Oktober 2017.
Purwanto, A.Z.A., Hadayani dan A.Muis. 2015. Analisis Produksi dan
Pendapatan Usahatani Jagung Hibrida di Desa Modo Kecamatan Bukal
Kabupaten Buo. Jurnal Agroland, Vol 22 (3), Desember 2015. Pp: 205-
215.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/AGROLAND/article/view/8053.
Diakses pada tanggal 9 Maret 2018.
Oktaviana, E., D. A. H. Lestari dan Y. Indriani. 2016. Sistem Agribisnis Ayam
Kalkun di Desa Sukoharjo Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung.
Jurnal Ilmu - Ilmu Agribisnis (JIIA),Vol 4 (3), Agustus 2016. Pp: 262-
268. http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1500/1354 .
Diakses pada 11 Oktober 2017.
Rahmanta. 2016. Analisis Pemasaran Jagung di Kabupaten Labuhanbatu Selatan.
QE Journal, Vol 5 (4), Desember 2016. Pp: 209-219. http://qe-
journal.unimed.ac.id/journal/index.php/QEJ/article/download/88/56.
Diakses pada tanggal 9 Maret 2018.
Rangkuti, K., S. Siregar dan M. Thamrin. 2014. Pengaruh Faktor Sosial
Ekonomi Terhadap Pendapatan Petani Jagung. Agrium , Vol 19 (1),
Oktober 2014. Pp: 52-58.
http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/agrium/article/view/332. Diakses pada
tanggal 28 Desember 2017.
Ramadhani, D.K., E.S. Rahayu dan Setyowati. 2014. Analisis Efisiensi
Pemasaran Jagung (Zea mays) di Kabupaten Grobogan (Studi Kasus di
133
Kecamatan Geyer). https://eprints.uns.ac.id/12428/. Diakses pada
tanggal 02 Agustus 2018.
Saragih, B. 2010. Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis
Pertanian. Kumbang. Edisi Ketiga. PT Penerbit IPB Press. Food and
Agribusiness Center.
Sari, D.K., D. Haryono dan N. Rosanti. 2014. Analisis Pendapatan dan Tingkat
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Jagung di Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Ilmu - Ilmu Agribisnis (JIIA),Vol 2
(1), Januari 2014. Pp: 64-70.
jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/562 . Diakses pada tanggal
28 Desember 2017.
Satiti, R., D. A. H. Lestari dan A. Suryani. 2017. Sistem Agribisnis dan
Kemitraan Usaha Penggemukan Sapi Potong di Koperasi Gunung Madu.
Jurnal Ilmu - Ilmu Agribisnis (JIIA), Vol 5 (4), November 2017. Pp: 344-
351. http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1743/1546.
Diakses pada tanggal 28 Desember 2017.
Shinta, A. 2011. Ilmu Usahatani. UB Press. Malang.
http://shinta.lecture.ub.ac.id/files/2012/11/Ilmu-Usaha-Tani.pdf. Diakses
pada tanggal 28 Desember 2017.
Soekartawi. 2010. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT. Rajawali. Jakarta.
Soekartawi, A. Soeharjo, J. L. Dillon dan J.B.Hardaker. 2011. Ilmu Usahatani
dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press. Jakarta.
Soegiri, H. 2009. Prospek Indeks Tendensi Bisnis Jawa Timur. Jurnal Riset
Ekonomi dan Bisnis, Vol 9 (2), September 2009. Pp: 66 - 79.
http://ejournal.upnjatim.ac.id/index.php/rebis/article/viewFile/30/20.
Diakses pada tanggal 10 November 2018.
Sujarwo, R. Anindita dan T.I.Pratiwi. 2011. Analisis Efisiensi Pemasaran Jagung
(Zea mays L.) (Studi Kasus di Desa Segunung , Kecamatan Dlanggu,
Kabupaten Mojokerto)). AGRISE, Vol 11 (1), Januari 2011.
http://agrise.ub.ac.id/index.php/agrise/article/view/57. Diakses pada
tanggal 9 Maret 2018.
Sugiarto, D. Siagian, L. T. Sunaryanto, dan D. S. Oetomo. 2003. Teknik
Sampling. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Susanti, S., D. A. H. Lestari dan E. Kasymir. 2017. Sistem Agribisnis Ikan Patin
(Pangasius Sp) Kelompok Budidaya Ikan Sekar Mina di Kawasan
Minapolitan Patin Kecamatan Kota Gajah Lampung Tengah. Jurnal Ilmu
- Ilmu Agribisnis (JIIA),Vol 5 (2), Mei 2017. Pp: 116-123.
134
http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1648/1474. Diakses
pada tanggal 27 Oktober 2017.
Suryana, A. dan A. Agustian. 2014. Analisis Dayasaing Usahatani Jagung di
Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian, Vol 12 (2), Desember 2014. Pp:
143-156.
http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/akp/article/view/3862.
Diakses pada 28 Desember 2017.
Tahir, A.G. 2017. Analisis Pendapatan Usahatani Jagung pada Lahan Sawah dan
Tegalan di Kecamatan Ulaweng, Kabupaten Bone Sulawesi Selatan.
Jurna Galung Tropika, Vol 6 (1), April 2017. Pp: 1-11.
http://jurnalpertanianumpar.com/index.php/jgt/article/view/208. Diakses
pada tanggal 9 Maret 2018.
Thenu, S., S. Hadi, H. Siregar dan E. Murniningtyas. 2014. Analisis Usahatani
Jagung dan Keberlanjutan di Pulau Kisar Kecamatan Pulau - Pulau
Terselatan Kabupaten Maluku Barat Daya. Sosiohumaniora, Vol 16 (2),
Juli 2014. Pp: 201-205.
http://jurnal.unpad.ac.id/sosiohumaniora/article/view/5733. Diakses pada
tanggal 9 Maret 2018.
Tomy, J. 2013. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Jagung
di Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala. Jurnal Agroland, Vol 17 (3),
April 2013. Pp: 61-66.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/AGROLAND/article/viewFile/81
56/6469. Diakes pada 9 Maret 2018.
Widiastuti, N. dan M. Harisudin. 2013. Saluran dan Marjin Pemasaran Jagung di
Kabupaten Grobogan. SEPA, Vol 9 (2), Februari 2013. Pp: 231 - 240.
https://eprints.uns.ac.id/1481/1/Saluran-dan-Marjin-Pemasaran-
Jagung.pdf. Diakses pada 10 November 2017.
Widiyanti, N.M.N.Z., L. M. Baga dan H.K. Suwarsinah. 2016. Kinerja Usahatani
dan Motivasi Petani dalam Penerapan Inovasi Benih Jagung Hibrida pada
Lahan Kering di Kabupaten Lombok Timur. Jurnal Penyuluhan, Vol 12
(1), Maret 2016. Pp: 31-42.
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jupe/article/download/11317/8815.
Diakses pada 04 Juni 2018.
Winanti, P.A., S. Widjaya dan L. Marlina. 2016. Kelayakan Usaha dan Nilai
Tambah Agroindustri Tempe. Jurnal Ilmu - Ilmu Agribisnis (JIIA), Vol 5
(2), Mei 2017. Pp: 124-133.
http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1649/1475. Diakses
pada tanggal 20 Desember 2017.