segi praktis syok, sepsis, dan reaksi anafilaksis.docx
TRANSCRIPT
SEGI PRAKTIS SYOK, SEPSIS, DAN REAKSI ANAFILAKSIS
Galih Dwi Endrianto*, Purwito Nugroho**
ABSTRACT
Syok is a situation the life threaten because the body is not found sufficient blood supply
to effected damage the multiorgan, the first to non vital tissue and then to vital organ. Syok any
some stadium that is compensation syok, decompensation syok, irreversible syok. Syok handling
to be different appropriate with purpose syok therapy. Sepsis is infection with etiology causes
negative gram bacteria or positive gram and also fungus or microorganism other. Afterbegining
sepsis often balanced out inflammatory sitokin, can become systemic inflammatory response
syndrome (SIRS) and need therapy to care healthy immediately in order to means, service and
medical care in Hospital. Guidline used is initial resuscitation and infection issues,
hemodynamic support and adjunctive therapy and other supportive therapy of severe sepsis.
Anaphylaxis is an exaggerated response to an allergen that is mediated by a type 1
hypersensitivity reaction. The syndrome appears within minutes following exposure to a spesific
antigen. Patients may be exposed to antigents through respiration tract, gastrointestinal tract,
skin, as well as parenterally. Syok, sepsis, and anaphylactic reactions is an emergency. Thus,
knowledge about sign and symtomps, pathophysiology and treatment of anaphylactic reactions is
essential.
Keyword : syok, sepsis, SIRS, resuscitation, anaphylaxis, hypersensitivity
ABSTRAK
Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan yang mengancam jiwa yang diakibatkan
karena tubuh tidak mendapatkan suplai darah yang adekuat yang mengakibatkan kerusakan pada
multiorgan, pertama pada jaringan non vital dan kemudian ke organ vital. Syok terdiri dari
beberapa stadium diantaranya stadium kompensasi, dekompensasi, dan irreversibel. Penanganan
syok berbeda sesuai dengan tujuan terapi masing- masing syok .
*Coassistant FK UNISSULA Periode 01 Juli 2013 – 27 Juli 2013
** Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif di BLUD RSUD Kota Semarang
1
Sepsis disebabkan infeksi oleh bakteri gram negatif atau gram positif dan juga oleh fungi atau
mikroorgnisme lainnya, Setelah mulainya sepsis sering terjadi ketidakseimbangan sitokin
inflamasi, yang menyebabkan sindroma respon inflamasi sistemik (SIRS), dan perlu
mendapatkan pertolongan kesehatan segera dengan mengunakan sarana, fasilitas dan tenaga
kesehatan yang ada di Rumah sakit. Pedoman yang digunkan berupa terapi awal resusitasi dan
penanganan infeksi, terapi hemodinamik dan terapi tambahan, dan terapi suportif lainnya.
Anafilaksis merupakan respons berlebihan tubuh terhadap suatu alerghen yang diperantai oleh
reaksi hipersensitivitas tipe 1. Gejala dari anafilaksis dapat muncul dalam beberapa menit setelah
paparan antigen. Seseorang dapat terpapar antigen melalui pernapasan, pencernaan, kulit, dan
darah. Syok, sepsis, dan reaksi anafilaksis merupakan suatu kegawadaruratan. Mengingat hal ini,
maka pengetahuan mengenai tanda dan gejala, patofisiologi, serta terapi syok, sepsis, dan reaksi
anafilaksis sangat penting diketahui.
Kata kunci : syok,sepsis, SIRS, resusitasi, anafilaksis, hipersensitivitas
PENDAHULUAN
Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan yang mengancam jiwa yang diakibatkan
karena tubuh tidak mendapatkan suplai darah yang kuat yang mengakibatkan kerusakan pada
multiorgan, pertama pada jaringan non vital (kulit, jaringan ikat, tulang, otot) dan kemudian ke
organ vital (otak, jantung, paru-paru, dan ginjal). Jika tidak ditangani segera dan dapat
memburuk dengan cepat. Syok bukanlah suatu diagnosis. Syok merupakan suatu sindroma klinis
yang mencakup sekelompok keadaan dengan berbagai manifestasi hemodinamik. ¹
Sepsis adalah kumpulan gejala sebagai manifestasi respon sistemik terhadap infeksi.
Respon inflamasi sistemik adalah keadaan yang melatarbelakangi sepsis. Respon ini tidak hanya
disebabkan oleh adanya bakteriemia, tetapi juga oleh sebab-sebab lain. Pendapat ini sangat
kontras dengan pendapat sebelumnya yang menganggap bahwa keadaan sepsis ini semata-mata
ditentukan oleh adanya bakteri dalam darah. 2 Di Indonesia, sepsis adalah penyebab kematian
2
pada pasien ICU selain penyakit jantung koroner, dan dalam sepuluh tahun terakhir ini dari data
yang ada sepsis selalu dan semakin banyak kasus yang terjadi serta membahayakan sekali,
melibatkan penurunanan imunitas dan kondisi pasien dengan sepsis akan memburuk dan
kematian. Terjadinya kasus ini dilaporkan lebih dari 25% terjadi pada pada penggunaan tempat
tidur di ruang ICU (Intensive care unit). Hal ini merupakan penyebab tersering kematan di
pelayanan ruang ICU, dengan angka kematian rata-rata dari 20% kejadian sepsis, kejadian sepsis
berat 40% dan untuk syok sepsis >60%.2 Dari hasil penelitian epidemiologi didapatkan bahwa
morbiditas dan mortalitas penderita yang berasal dari infeksi dan sepsis menjadi sepsis berat dan
akhirnya syok septik meningkat dengan progresif. Pengenalan dini dan terapi yang tepat dari
infeksi dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. 3
Alergi atau reaksi hipersensitivitas merupakan respons imun tubuh yang dipicu oleh
adanya antigen di dalam tubuh. Reaksi hipersensitivitas ini muncul pada orang-orang yang sudah
mengalami proses sensitisasi sebelumnya. 4,5 Reaksi hipersensitivitas dibagi menjadi 4 tipe, yaitu
reaksi hipersensitivitas tipe 1 (immediate type), tipe 2 (cytotoxic), tipe 3 (immune complex), dan
tipe 4 (delayed, cellmediated). Reaksi anafilakssis sendiri, merupakan respons imun tubuh
terhadap alergen, yang berlebihan, dan diperantarai oleh reaksi hipersensitivitas tipe 1. 4,6
Fenomena anafilaksis, pertama kali ditemukan pada tahun 1902 oleh Portier dan Richet.
Portier dan Richet melakukan penyuntikan toksin yang diambil dari tumbuhan laut (anemone),
terhadap seekor anjing. Pasca penyuntikan, anjing tersebut mengalami sekumpulan gejala, yang
dideskripsikan oleh Portier dan Richet sebagai gejala anafilaksdis.7,8 Reaksi anafilaksis dapat
mengancam nyawa dalam beberapa menit. Manifestasi dari reaksi anafilaksis dapat meliputi
sistem kardiovaskuler, sistem respirasi, sistem pencernaan, kulit, mata, dan lainnya.9 Anafilaksis
3
dapat merupakan suatu kegawat-daruratan yang memerlukan penanganan yang optimum dan
segera. 8-10
SYOK
Syok adalah hipotensi yang dikaitkan dengan abnormalitas hipoperfusi. Bukti hipoperfusi
antara lain perubahan status mental, oliguria, atau asidosis laktat. Hipoperfusi dapat membawa
disfungsi organ atau kematian.11
Stadium syok : 12
1. Stadium kompensasi
stadium ini fungsi organ utama dipertahankan melalui mekanisme kompensasi fisiologi
tubuh dengan meningkatkan simpatik reflek , sehingga terjadi :
sistemic resistance meningkat :
heart rate meningkat cardiac output meningkat
sekresi vasopressin , rennin angiotensin - aldosteron meningkat ginjal menahan Na +
dan air di dalam sirkulasi
2. Stadium dekompensasi
pada stadium ini telah terjadi :
1. perfusi jaringan buruk O2 sangat turun metabolisme anaerob
lactat meningkat lactic asidosis, diperberat oleh penumpukan CO2, CO2 asam
karbonat
asidemia akan menghambat myocard contractility dan respon terhadap katecholamine.
4
2. Gangguan mekanisme energy dependent Na/K pump di tingkat seluler
integritas membarn sel terganggu, fungsi lisososm dan mitokondria memburuk
kerusakan sel
3. Aliran darah lambat dan kerusakan rantai kinin serta sistem koagulasi ,
akan memperburuk keadaan dengan terbentuknya agregasi trombosit dan pembentukan
trombus disertai tendensi perdarahan
4. Pelepasan vaskuler mediator : histamin, serotonin, sitokin
Xantine oxidase membentuk oksigen radikal serta platelet agregating factor.
Pelepasan mediator oleh macrofag menyebabkan vasodilatasi arteriol dan permeabilitas
kapiler meningkat venous return turun preload turun cardiac output turun
3. Stadium irreversibel
syok yang berlanjut akan menyebabkan kerusakan dan kematian sel multi organ
failure. Cadangan fosfat berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hepar
tubuh kehabisan energi.
Secara klinik , syok dibagi atas dua golongan besar yaitu : 13
1. syok hipovolemik -- syok dengan volume plasma berkurang
kehilangan plasma keluar tubuh – perdarahan, gastroenteritis, renal ( diabetes melitus),
kulit ( luka bakar, keringat berlebih )
kehilangan ciran di dalam ruangan tubuh – patah tulang panggul atau iga, ileus obstruksi,
asites, hemotoraks, hemoperitonium
2. syok normovolemik -- syok dengan volume plasma normal
kardiogenik (koroner/ non koroner) – infark jantung, payah jantung aritmia.
obstruksi aliran darah – emboli paru, tension pneumotorak, tamponade jantung.
5
Distributif – gangguan vasomotor yang meliputi :
1. syok anafilatik
2. syok neurogenik
3. syok septik
1. Syok Hipovolemik
Syok Hipovelemik disebabkan oleh kehilangan volume akut sebesar ≥ 20%-25% dari
volume darah yang bersedar. Penyebab dari syok hipovolemik termasuk hemoragik dan
penumpukan cairan dalam tubuh, misalnya pada obtruksi usus. Syok hipovolemik dikenali dari
penurunan tekanan darah (Blood Pressure/BP), penurunan kardiak output (Cardiac Output/CO),
penurunan tekanan vena sentral (Central Venous Pressure/CVP) dan penurunan tekanan arteri
pulmonal (Pulmonary Artery Pressure/PAP).11
Etiologi : volume intravaskuler berkurang akibat perdarahan, luka bakar, muntaber, dan third
space loss (blood loss, plasma loss, electrolit loss seperti diare, dehidrasi)
Kelainan hemodinamik: CO , BP , SVR , CVP
Tujuan terapi :
Untuk restorasi volume intavaskuler , dengan target optimalkan tekanan darah, nadi, dan perfusi
organ. Bila hipovolemia sudah teratasi baru boleh diberi vasoactive agent (dopamine,
dobutamine).6
1. Kehilangan cairan
Akibat muntah- muntah, diare atau luka bakar sehingga terjadi dehidrasi.
Derajat dehidrasi Dewasa Bayi dan anak
6
Ringan 4% BB 5% BB
Sedang 6% BB 10% BB
Berat 8%BB 15% BB
Tabel 1 : Derajat Dehidrasi (Dikutip dari daftar pustaka no13)
Ringan Sedang Berat
Defisit 3-5% 6-8% > 10%
Hemodinamik Takikardi Takikardi Takikardi
Nadi lemah Nadi sangat lemah Nadi tak teraba
Volume collapse Akral dingin
Hipotensi ortostatik Sianosis
Jaringan Lidah kering Lidah keriput Atonia
Turgor turun Turgor kurang Turgor buruk
Urine Pekat Jumlah turun Oligouria
SSP Mengantuk Apatis Coma
Tabel 2 : Tanda Klinis Derajat Dehidrasi (Dikutip dari daftar pustaka no13)
Tindakan :
1. tentukan defisit
2. atasi syok dengan cairan infus 20ml/kg dalam 1 jam, dapat diulang
3. sisa defisit :
i. 50% dalam 8 jam pertama
ii. 50% dalam 16 jam berikutnya
Cairan : RL atau NaCl 0,9%
Telah rehidrasi bila urine 0,5 – 1 ml/kg/jam
3. Perdarahan
Variabel Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4
7
Sistolik (mmHg) > 110 > 100 > 90 < 90
Nadi (X/menit) < 100 > 100 > 120 > 140
Nafas (X/menit) 16 16 – 20 21 – 26 > 26
Mental Anxious Agigated Confused Letargic
Kehilangan
cairan
< 750 ml 750- 1500 ml 1500-2000 ml > 2000 ml
< 15 % 15-30% 30-40% > 40%
Tabel 3 : Derajat Pendarahan (Dikutip dari daftar pustaka no13)
Tindakan :
1. Perdarahan sampai dg 10% tubuh masih dapat mentolerir dengan baik.
2. Perdarahan 10% – 20 % EBV : diganti dengan cairan kristaloid sebanyak 2,5 – 3 kali
perkiraan jumlah darah yang hilang.
3. Perdarahan 15% - 25% EBV : diganti dengan cairan koloid sejumlah darah yang hilang.
4. Perdarahan > 25% EBV : diganti darah sejumlah darah yang hilang.
5. Kehilangan darah 30% - 50% EBV masih dapat diatasi sementara dengan cairan saja sampai
darah transfusi tersedia.
Syok Kardiogenik
Syok Kardiogenik disebabkan oleh kegagalan utama dari jantung untuk menghasilkan CO
(cardiac output) yang adekuat. Ini biasa dikarenakan kegagalan ventikel kiri, kanan atau
keduanya. Penyebab umum tersering dari syok kardiogenik adalah infark miokard dan kompilasi
akutnya, distrimia ventrikuler, miokarditis, kontusio kardiak dan pembedahan aorta proksimal.12
Etiologi : gangguan kontraksi miokardium.
Perubahan hemodinamik: CO , BP , SVR , CVP
8
Tujuan terapi : untuk memperbaiki fungsi miokardium
Tindakan :
1. infus, untuk memperbaiki sirkulasi
2. inotropik , dobutamine 5 g/kg/min. Pada keadaan tekanan darah sangat rendah harus
diberikan obat yang berefek inotropik atau vasepresor.
Syok Obstruktif
Syok obstruktif dikaitkan dengan kesukaran mekanis pada arus balik vena dan aliran arteri ke
jantung. Penyebab-penyebabnya antara lain tension pneumpthorax, emboli pulmonal,
Pericardial tamponade, sindrom kompartemen abdominal dan kadang-kadang ventilasi tekanan
positif, positive end-expiratory pressure (PEEP) dan auto-PEEP. Syok obstruktif dikenali
sebagai penurunan BP dan CO disertai kenaikan CVP.12
Etiologi : hambatan terhadap aliran darah yang menuju jantung (venous return) akibat tension
pneumothorak atau cardiac tamponade
Perubahan hemodinamik : CO , BP , SVR
Tujuan terapi : untuk menghilangkan sumbatan
Tindakan :
1. kristaloid isotonik untuk mempertahankan volume intravaskuler
2. pembedahan
Syok Distributif
Dikenali dari penurunan denyut vaskuler akibat vasodilatasi arterial, venous pooling, dan
redistribusi aliran darah. Hal ini dapat dikarenakan oleh bakteria hidup dan produk mereka dalam
syok septik, mediator sindrom respon inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory Response
9
Syindrome/SIRS), berbagai macam bahan vasoaktif dalam syok anafilaktik atau dikarenakan
hilangnya denyut vaskuler dalam syok neurogenik atau apopleksi adrenal. Syok distributif
dikenali dari BP yang rendah dan CO yang tinggi.12
Etiologi : gangguan vasomotor
Yang termasuk golongan ini adalah:
1. Syok Anafilaktik
Etiologi: reaksi antigen-antibodi (antigen IgE).
Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :
Fase Sensitisasi
Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor
spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran
nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen
tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang
menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi
Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor
permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.11
Fase Aktivasi
Fase Aktivasi yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama.
Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada
paparan ulang . Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang
sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan
mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain
dari granula yang di sebut dengan istilah Preformed mediators.
10
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang
akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah
degranulasi yang disebut Newly formed mediators.11
Fase Efektor
Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ
tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang
nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan
permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating
factor (PAF) berefek bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan
aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin
yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.11
Gejala : pruritus, urtikaria, angioedema, palpitasi, dispnea, syok
Tujuan terapi :
1. Mengembalikan sirkulasi yg adekuat.
2. Memberikan ventilasi yg baik dan adekuat
Kategori utama penatalaksanaan anaphilaksis adalah :
1. Tindakan segera
2. Tindakan suportif
Tindakan segera:
1. Hentikan prosedur ( seperti memberi kontras )
2. Pasang torniquet ( sesudah sengatan lebah )
11
3. Letakkan penderita pada posisi telentang, horizontal dg kaki ditinggikan 30 – 40 derajat, beri
oksigen
4. A B C
5. Beri adrenalin sedini mungkin sesuai dg derajat shock
6. Pasang ET, krikotiroitomi, trakheostomi.
7. Cardiac arrest ---- RJP
8. Adrenalin intrakardiak bila terlihat jelah bendungan vena.
9. Pertimbangkan kompresi jantung terbuka, sebagai upaya terakhir.
Tindakan suportif :
1. Beri cairan elektrolit / koloid utk koreksi hipovolemik meningkatkan tekanan arteril dan
curah jantung sehingga dapat mengatasi asidosis laktat.
2. Pemberian oksigen dilanjutkan
3. Beri kortikosteroid : hidrokortison : 100 – 200 mg iv.
4. Beri antihistamin : Promethazi : 0,2 mg/ kg
5. Hindari sedativa, narkotika, tranquilizer dan obat2 lainnya yang dapat menyebabkan
hipotensi
6. Observasi pasien minimal 4 jam sesudah anaphilaksis.
7. Hindari vasodelator seperti alkohol, mandi air panas selama 24 jam
8. Sembab paru : beri ventilasi kendali tekanan positip (IPPV) dan EPPV
2. Syok Neurogenik
Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal yang berlebihan yang mengakibatkan
vasodilatasi menyeluruh diregio splanknikus sehingga pendarahan otak berkurang. Reaksi
12
vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, kaget, atau nyeri.
Syok neurogenik pada trauma terjadi karena hilangnya sympathetic tone, misalnya pada cedera
tulang belakang atau, yang sangat jarang, cedera pada batang otak.1
Gejala : hipotensi, sering di sertai bradikardia.
Gangguan neurologi: flaccid paralysis, loss of extremity reflexes dan priapismus.
Tindakan:
Resusitasi cairan untuk mengatasi hipotensi
Vasopressor, bila pemberian cairan tidak dapat mengatasi hipotensi
3. Syok Septik
Syok septik disebabkan oleh septisemia. Infeksi sistemik ini biasanya disebabkan oleh
kuman Gram negative dan menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negative
ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain
itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi
perifer menyebabkan hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler
menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler yang terlihat sebagai udema.1
Pada syok septik peredaran darah dipercepat dan curah jantung meningkat, kadang-
kadang sampai tiga kali lipat dari normal yang menghasilkan perfusi berlebihan. Selain itu,
volume darah yang beredar bertambah banyak. Oleh karena itu syok septik juga disebut syok
hiperdinamik. Hipoksia sel disini tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan
karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan zat asam karena toksin akibat kuman.1
Problema:
Vasodilatasi, karena SVR turun
13
Kebocoran kapiler difus; karena vascular endothelial permeability meningkat preload turun perfusi buruk.12
Gejala awal Gejala lanjut
Confusion & reslesstness Coma
Takipnea Takipnea & cheyne stokes
Takikadi (100x/menit) Takikadi (100x/menit)
Sistol < 100 mmHg Sistol < 100 mmHg
Oligouria Oligouria/ anuria
Pucat, berkeringat, ekstrimitas hanagt
kemudian mendingin
Pucat, ekstrimitas dingin, sianotik,
dengan bercak perdarahan
CVP normal/ sedikit meningkat CVP menurun
Alkalosis respiratorik Asidosis metabolik
Tabel 4 : Gejala Syok Septik (Dikutip dari daftar pustaka no12)
Tujuan terapi : untuk menghilangkan sumber infeksi
Tindakan:
1. Beri oksigen
2. Pasang CVP
3. Beri cairan 1000 ml RL, infus diatur dengan pedoman CVP
4. Pengambilan sampel darah :
5. Vena : - kultur darah, pemeriksaan hematologik
- pemeriksaan koagulasi, penelitian biokimiawi
6. Arteri: - pemeriksaan asam basa
- PO2, laktat
7. Bikarbonat bila pH darah < 7,3
14
8. Kortokosteroid
9. Obat inotropik
Pengelolaan Syok
1. Pengelolaan menyeluruh dilakukan dengan segera termasuk terapi suportif dan studi
diagnostik.
a. Akses Intervena (IV) yang adekuat harus dijamin, termasuk saluran IV perifer
kaliber besar mendekati akses sentral, dengan tujuan untuk memastikan
pengaturan volume aliran
b. Evaluasi jalan napas harus dilakukan karena intubasi endotrakheal dan ventilasi
mekanik mungkin diperlukan ketika terjadi hipoksemia, hiperkabia, edema jalan
napas atau perubahan status mental.
2. Penggantian volume intravaskuler merupakan dasar dari perawatan hipotensi dan syok,
terutama syok hipovolemik dan syok distributif. Pasien dengan diagnosis tipe syok yang
lain juga memerlukan evaluasi dan optimalisasi status cairan mereka.
a. Kristaloid. Larutan kristaloid yang palin sering dipakai adalah Ringer Lactate dan
Normal Saline. Larutan-larutan ini hamper isotonik, cepat keluar dari raung
intravaskuler dan volumenya setara 3/4 kali defisit intravaskuler yang dibutuhkan
untuk mengembalikan volume sirkulasi.
b. Koloid meningkatkan tekanan onkotik plasma dan menjaga volume sirkulasi lebih
lama disbanding kristaloid. Koloid termasuk larutan alami dan sintetis.
c. Tidak ada bukti yang mendukung bahwa suatu tipe cairan itu lebih baik
disbanding yang lainnya dalam meresusitasi syok. Walaupun beberapa studi
15
eksperimental mengatakan superioritas suatu larutan dibanding lainnya melihat
pada keluaran yang spesifik seperti fungsi sel, edema usus dan pertukaran gas,
satu-satunya percobaan yang luas, prospektif dan acak dari koloid (human
albumin) versus kristaloid untuk resusitasi volume dalam populasi ICU yang
heterogen menunjukan tidak ada keuntungan yang dalam penggunaan koloid.
Karena memberikan perbedaan yang signifikan dalam harga, kami menganjurkan
kristaloid sebagai solusi utama yang digunakan untuk resusitasi volume secara
umum.11
SEPSIS
Sepsis merupakan respons sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan ke
dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivitas proses inflamasi. (infeksi dan inflamasi)14
Terminologi dan Definisi Sepsis
Terminologi sepsis masih membingungkan karena penggunaan yang tidak tepat dan
berbagai macam definisi yang meyebabkan kebingungan pada literatur medis. 14
SIRS adalah respon sistemik yang menyebabkan aktivasi dari sistim inflamasi host yang
menyebabkan banyak hal yang merugikan dan terlihat dengan terjadinya berbagai macam
kondisi klinis. Selain infeksi, penyebab lain dari SIRS termasuk pankreatitis, iskemia,
hemorargia, syok, kerusakan organ immune-mediated, dan luka bakar.14
Sepsis adalah respon inflamasi sistemik yang disebabkan oleh berbagai macam
organisme yang infeksius; bakteri gram negatif, bakteri gram positif, fungi, parasit, dan virus.
Tidak semua individu yang mengalami infeksi menjadi sepsis, dan terdapat suatu rangkaian dari
16
beratnya infeksi dari proses yang terlokalisisir menjadi bakteriemia sampai ke sepsis dan menjadi
septik syok.14
Definisi berikut ini dibuat pada konsensus konfrensi dari Members of the American
College of Chest Physician/Society of Critical Care Medicine Consensus Confrence Committee.
American College of Chest Physician/Society of Critical Care Medicine Consensus Confrence
untuk berbagai macam manifestasi infeksi.15,16
1. Infeksi : Fenomena mikroba dengan karakteristik adanya respon inflamasi karena adanya
mikroorganisme atau invasi dari jaringan host yang steril oleh organisme ini.
2. Bakteriemia : Terdapatnya bakteri yang viabel pada darah.
3. SIRS: Respon sistemik terhadap infeksi dengan manifestasi dua atau lebih dari keadaan
berikut ini:
Septik syok temperatur lebih dari 38C atau kurang dari 36C
Peningkatan denyut jantung lebih dari 90 kali per menit;
Takipnu, pernafasan lebih dari 20 kali per menit atau PaCo2 kurang dari 32
mmHg.
Perubahan hitung lekosit, yaitu lekosit lebih dari 12.000/mm3 atau kurang dari
4000/mm3 , atau terdapatnya lebih dari 10% netrofil imatur.
4. Sepsis : Respon sistemik terhadap infeksi dengan manifestasi dua atau lebih dari SIRS
dan dengan konfirmasi akan sumber infeksi.
5. Sepsis berat : Sepsis yang disertai hipotensi, disfungsi organ, dan mulainya gejala
hipoperfusi jaringan.
6. Syok sepsis : Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi, atau hipotensi.
Dimana masih terjadi hipotensi dengan resusitasi cairan yang adekuat, hipoperfusi dan
17
abnormalitas perfusi dengan gejala laktat asidosis, oliguria, atau perubahan status mental
akut.
7. Multiple organ dysfunction syndrome (MODS) keadaan dimana ditemukan disfungsi dari
beberapa organ.
Pada 1990, Centers for Disease Control and Prevention melaporkan sekitar 450.000
kasus septikemia per tahun di Amerika Serikat dengan lebih dari 100.000 kematina. Angus et al
memperkirakan terjadi 750.000 kasus sepsis berat per tahun, dengan angka kematian 28,6%.16
Patofisiologi Sepsis
Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan
rangsangan endo atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi makrofag,
sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga terjadi
disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang menyebabkan
gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multipel.14
Gambar 1. Patofisiologi Sepsis secara umum (dikutip dari daftar pustaka no.17)
Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis. Pada bakteri
gram negatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di dalam plasma,
18
dikenal dengan LBP (Lipopolysacharide binding protein) yang disintesis oleh hepatosit,
diketahui berperan penting dalam metabolisme LPS. LPS masuk ke dalam sirkulasi, sebagian
akan diikat oleh faktor inhibitor dalam serum seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan
dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP sehingga mempercepat ikatan dengan
CD14.14,17 Kompleks CD14-LPS menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuklear
factor kappaB (NFkB), tyrosin kinase(TK), protein kinase C (PKC), suatu faktor transkripsi
yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan
menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like receptor-2 (TLR2).14
Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri berupa Lipoteichoic acid (LTA)
dan peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif menyebabkan sepsis
melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai superantigen dan komponen dinding sel yang
menstimulasi imun. Superantigen berikatan dengan molekul MHC kelas II dari antigen
presenting cells dan Vβ-chains dari reseptor sel T, kemudian akan mengaktivasi sel T dalam
jumlah besar untuk memproduksi sitokin proinflamasi yang berlebih.14,17
Gambar 2. Sepsis akibat bakteri Gram negatif dan positif (dikutip dari daftar pustaka no.17)
Peran sitokin pada sepsis
19
Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan pejamu terhadap infeksi dan invasi
mikroorganisme. Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi yang berlebih,
yang mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik, aktivasi netrofil, monosit,
makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya, aktivasi kaskade protein plasma seperti
komplemen, pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan nitrogen radikal. Selain
mediator proinflamasi, dilepaskan juga mediator antiinflamasi seperti sitokin antiinflamasi,
reseptor sitokin terlarut, protein fase akut, inhibitor proteinase dan berbagai hormon.14
Pada sepsis berbagai sitokin ikut berperan dalam proses inflamasi, yang terpenting adalah
TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12 sebagai sitokin proinflamasi dan IL-10 sebagai antiinflamasi.
Pengaruh TNF-α dan IL-1 pada endotel menyebabkan permeabilitas endotel meningkat, ekspresi
TF, penurunan regulasi trombomodulin sehingga meningkatkan efek prokoagulan, ekspresi
molekul adhesi (ICAM-1, ELAM, V-CAM1, PDGF, hematopoetic growth factor, uPA, PAI-1,
PGE2 dan PGI2, pembentukan NO, endothelin-1.1 TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8 yang merupakan
mediator primer akan merangsang pelepasan mediator sekunder seperti prostaglandin E2 (PGE2),
tromboxan A2 (TXA2), Platelet Activating Factor (PAF), peptida vasoaktif seperti bradikinin dan
angiotensin, intestinal vasoaktif peptida seperti histamin dan serotonin di samping zat-zat lain
yang dilepaskan yang berasal dari sistem komplemen.18
Awal sepsis dikarakteristikkan dengan peningkatan mediator inflamasi, tetapi pada sepsis
berat pergeseran ke keadaan immunosupresi antiinflamasi.19
20
Gambar 3. Gambar respon peradangan selama sepsis (dikutip dari daftar pustaka no.18)
Peran komplemen pada sepsis
Fungsi sistem komplemen: melisiskan sel, bakteri dan virus, opsonisasi, aktivasi respons imun
dan inflamasi dan pembersihan kompleks imun dan produk inflamasi dari sirkulasi. Pada sepsis,
aktivasi komplemen terjadi terutama melalui jalur alternatif, selain jalur klasik. Potongan
fragmen pendek dari komplemen yaitu C3a, C4a dan C5a (anafilatoksin) akan berikatan pada
reseptor di sel menimbulkan respons inflamasi berupa: kemotaksis dan adhesi netrofil, stimulasi
pembentukan radikal oksigen, ekosanoid, PAF, sitokin, peningkatan permeabilitas kapiler dan
ekspresi faktor jaringan.14
Gambar 4. Gambar aktifasi komplemen pada sepsis (dikutip dari daftar pustaka no.18)
Peran NO pada sepsis
NO diproduksi terutama oleh sel endotel berperan dalam mengatur tonus vaskular. Pada sepsis,
produksi NO oleh sel endotel meningkat, menyebabkan gangguan hemodinamik berupa
hipotensi. NO diketahui juga berkaitan dengan reaksi inflamasi karena dapat meningkatkan
produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi dan menghambat agregasi trombosit.
Peningkatan sintesis NO pada sepsis berkaitan dengan renjatan septik yang tidak responsif
dengan vasopresor.14
21
Gambar 5. Gambar peran NO dan neutrophil pada sepsis (dikutip dari daftar pustaka no.18)
Penatalaksanaan
Dalam melakukan evaluasi pasien sepsis, diperlukan ketelitian dan pengalaman dalam mencari
dan menentukan sumber infeksi, menduga patogen yang menjadi penyebab (berdasarkan
pengalaman klinis dan pola kuman di RS setempat), sebagai panduan dalam memberikan terapi
antimikroba empirik.14,20,21
Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi, mengontrol
sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi antimikroba yang
sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor dan inotropik, terapi
suportif terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi imunologi bila terjadi respons
imun maladaptif host terhadap infeksi.
1. Resusitasi
22
Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi, terapi
cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan.
Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam
pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi
oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan
resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai
hematokrit >30% dan/atau pemberian dobutamin (sampai maksimal 20 μg/kg/menit).21
Bagan 2 Tata Laksana early goal treat menurut Rivers (dikutip dari daftar pustaka no.15)
2. Eliminasi sumber infeksi
23
Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya tidak
mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi dan implan
prostesis yang terinfeksi.1 Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi yang
adekuat.21
3. Terapi antimikroba
Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi antibiotik
intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur
diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen
bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis.21 Oleh karena
pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat
mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada
keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya
pada sepsis berat dan gagal multi organ.14
Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data mikrobiologi
dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi
lebih baik daripada monoterapi.21
4. Terapi suportif
a. Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan penurunan
kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan.
b. Terapi cairan
o Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9% atau ringer
laktat) maupun koloid.14,21
24
o Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik melebihi
tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila kadar Hb rendah
pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard dan renjatan septik. Kadar Hb
yang akan dicapai pada sepsis masih kontroversi antara 8-10 g/dL.
c. Vasopresor dan inotropik
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan
adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor diberikan mulai dosis rendah dan
dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg atau tekanan darah sistolik 90mmHg.
Dapat dipakai dopamin >8μg/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5μg/kg.menit, phenylepherine
0.5-8μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5μg/kg/menit. Inotropik dapat digunakan:
dobutamine 2-28 μg/kg/menit, dopamine 3-8 μg/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5 μg/kg/menit
atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan milrinone).14
d. Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9 mEq/L
dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.14
e. Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera diperbaiki
dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila diperlukan. Dopamin
dosis renal (1-3 μg/kg/menit) seringkali diberikan untuk mengatasi gangguan fungsi
ginjal pada sepsis, namun secara evidence based belum terbukti. Sebagai terapi pengganti
gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.14
f. Nutrisi
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis, glukoneogenesis),
ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan produksi dan penumpukan laktat dan
25
kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi insulin. Selain itu terjadi lipolisis,
hipertrigliseridemia dan proses katabolisme protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi:
kalori (asam amino), asam lemak, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin.14
g. Kontrol gula darah
Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan mortalitas sebesar
10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan insulin untuk mencapai kadar gula
darah antara 80-110 mg/dL dibandingkan pada kelompok dimana insulin baru diberikan
bila kadar gula darah >115 mg/dL. Namun apakah pengontrolan gula darah tersebut dapat
diaplikasikan dalam praktek ICU, masih perlu dievaluasi, karena ada risiko
hipoglikemia.14
h. Gangguan koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi dan DIC
(konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di sirkulasi). Pada sepsis
berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis
sehingga mikrotrombus menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ. Terapi
antikoagulan, berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor pembekuan bila
diperlukan dapat diberikan, tetapi tidak terbukti menurunkan mortalitas.14
i. Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan dosis 50 mg
bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik menunjukkan
penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa syok, kortikosteroid
sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis.21
5. Modifikasi respons inflamasi
26
Anti endotoksin (imunoglobulin poliklonal dan monoklonal, analog lipopolisakarida);
antimediator spesifik (anti-TNF, antikoagulan-antitrombin, APC, TFPI; antagonis PAF;
metabolit asam arakidonat (PGE1), antagonis bradikinin, antioksidan (N-asetilsistein,
selenium), inhibitor sintesis NO (L-NMMA); imunostimulator (imunoglobulin, IFN-γ, G-
CSF, imunonutrisi); nonspesifik (kortikosteroid, pentoksifilin, dan hemofiltrasi). Endogenous
activated protein C memainkan peranan penting dalam sepsis: inflamasi, koagulasi dan
fibrinolisis. Drotrecogin alfa (activated) adalah nama generik dari bentuk rekombinan dari
human activated protein C yang diindikasikan untuk menurunkan mortalitas pada pasien
dengan sepsis berat dengan risiko kematian yang tinggi.22
REAKSI ANAFILAKSIS
Reaksi anafilaksis merupakan respon imun yang berlebihan terhadap suatu antigen yang
diperantarai oleh hipersensitivitas tipe 1.4 Anafilaksis juga dikatakan sebagai bentuk dari reaksi
alergi yang dapat mengancam jiwa. 6 Melalui alur parenteral, gejala anafilaksis dapat muncul
dalam waktu 2-15 menit hingga 2,5-3 jam. Pada alur oral, onset gejala biasanya lebih lama dari
pada parenteral dan seringkali tidak dapat din prediksi waktu onsetnya.5,6
Etiologi Reaksi Anafilaksis
Nama Zat Insiden Anafilaksis
Perioperatif (%)
Contoh Tersering
Pelumpuh Otot 69,2 Suksinilkolin, rokuronium,
atrakurium
Latex 12,1 Sarung tangan, tourniquets,
kateter foley
Antibiotik 8 Penisilin dan antibiotik
golongan B-lactam
Hipnotik 3,7 Propofol, thiopental
Koloid 2,7 Dextran, Gelatin
Opioid 1,4 Morfin, meperidin
Lain-lain 2,9 Paracetamol, aprotinin,
27
protamin, buvicain
Tabel 5 : Etiologi dan contoh bahan penyebab Anafilaksis (Diambil dari : daftar pustaka nomor 23)
Manifestasi Klinis Reaksi Anafilaksis
Suatu sumber kepustakaan menyebutkan bahwa anafilaksis adalah sekumpulan gejala atau sebuah sindrom, dengan gejala utama meliputi 3
organ, yaitu kulit (urtikaria), sistem pernafasan (bronkospasme, edema saluran pernafasan), sistem kardiovaskuler (vasodilatasi, perubahan pada inotropik, peningkatan
permeabilitas vaskuler). Vasodilatasi terjadi pada kapiler dan menyebabkan eritema.6
Sistem Organ Tanda dan gejala
Kardiovaskuer Hipotensi, takikardi, aritmia
Respirasi Bronkospasme, batuk, dispnea, edema paru,
edema laring,hipoksia
Dermatoogi Urtikaria, edema wajah, pruritus
Tabel 6 : Gejala utama Reaksi Anafilaksis (Diambil dari : Daftar pustaka nomor 4)
Umumnya reaksi anafilaksis jarang dibagi berdasarkan derajat penyakit, namun biasanya derajat ringan berupa gejala yang terbatas (terlokalisir) pada kulit
dan subkutan seperti urtikaria dan angioderma. Gejala berat biasanya mencakup gejaa sistem pernafasan, sistem pencernaan, dan sistem kardiovaskuer. Keamatian
biasanya terjadi akibat asfiksia atau shok.4
Sistem Organ Tanda dan Gejala Tanda Durante Anestesia
Kutan Flushing,pruritus,urtikaria,
angioderma
Flushing, urtikaria,
angioderma
Pencernaan Mual,muntah,nyeri perut,
diare
Tidak terlihat pada pasien
anestesi umum
Pernapasan Rhinitis, edema laring, sesak,
wheezing, gagal napas
↑ peak inspiratory pressure, ↑
end tidal CO2, ↓SaO2,
bronkospasme, wheezing
Kardiovaskuler Takikardi, hipotensi, aritmia, Takikardi, hipotensi, aritmia,
28
kolaps kardiovaskuler henti jantung
Ginjal Penurunan urine ↓ output urine
Hematologi DIC DIC
Tabel 7 : Tanda dan Gejala Reaksi Anafilaksis Selama Anestesi ( Diambil dari : Daftar pustaka
nomor 23)
Patofisiologi Reaksi Anafilaksis
Anafilaksis adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1, dieperantarai oleh IgE. Reaksi
anafilaksis diawali oleh proses sensitisasi : Alergen / antigen memicu keluarnya antibodi IgE dari
sel limfosit B IgE menempel ke sel mast. Ketika terjadi paparan ulang terhadap antigen/
alergen yang sama Antigen diikat oleh IgEterjadi ikatan antigen& IgE di sel mastterjadi
degranulasi sel mast mengeluarkan mediator inflamasi
Histamin produksi mukus, Bronkokonstriksi,↑permeabilitas kapiler edema gejala
: sesak nafas, stridor, suara serak
Histaminvasodilatasi↓SVR Hipotensi
Leuketrien & prostaglandinBronkokonstriksi terutama saluran nafas bawah
sesak nafas, wheezing
Leuketrien & prostaglandinvasospasme arteri koronerhipoksemia dan
hipoperfusifaktor predisposisi aritmia dan iskemia miokard; pada akhirnya
kebocoran vaskuler, penurunan resistensi vaskuler, dan gangguan jantung
menyebabkan ketidakstabilan hemodinamika syok anafilaksismerusak organ2
lain.4,8
Tatalksana Reaksi Anafilaksis
29
Langkah awal dalam mengobati reaksi anafilaksis adalah menghentikan
pemberian obat-obatan atau agen penyebab yang dicurigai atau diketahui merupakan
penyebab reaksi anafilaksis, dan melakukan pemeriksaan ABC (airway-breathing-
circulation).
Airway. Perhatikan apakah ada masalah pada jalan nafas, yang dapat
ditandai dengan edema jalan nafas (edema lidah atu tenggorokan mungkin
dapat terlihat), dimana pasien juga mengalami kesulitan bernafas dan
menelan, serta merasa tenggorokannya seperti tercekik. Suara serak dan
stridor juga dapat merupakan tanda adanya masalah pada jalan nafas.24
Breathing. Tanda-tanda masalah pada pernapasan antara lain : sesak nafas
yang ditandai dengan peningkatan respiratory rate, wheezing, sianosis,
gagal nafas, hingga penurunan kesadaran akibat hipoksia.24
Circulation. Tanda-tanda masalah pada sirkulasi antara lain : takikardi,
hipotensi, perasaan ringan hingga penurunan kesadaran, henti jantung.
Pada EKG dapat terlihat iskemia miokard.24
Apabila kejaduian terjadi diluar rumah sakit, maka panggil bantuan sesegera
mungkin. Atur posisi pasien, apabila pasien tidak sadar, posisikan dalam recovery
position, apabila pasien mengalami gangguan sirkulasi, posisikan berbaring dengan
elevasi kaki, apabila pasien adalah seorang wanita hamil, maka posisikan berbaring ke
arah kiri untuk mencegah kompresi vena kava.24
Lakukan pemberian O2 100% dapat melalui nasal kanul, maupun melalui ET atau
bahkan trakeostomi, yang disesuaikan dengan kondisi pasien dan indikasi.5
30
Drug of choice dari reaksi anafilaksis adalah epinefrin. Reaksi anafilaksis ringan
seperti pruritus dan urtikaria, dapat dikontrol dengan pemberian 0,3-0,5 ml epinefrin
(1:1000) secara subcutan maupun intramusculer. Dosis dapat diulang 5-20 menit. Apabila
reaksi anafilaksis disebabkan karena injeksi salah satu bagian tubuh dengan alergen,
maka dapat dilakukan pemasangan torniquet proksimal dari bagian tubuh tersebut, dan
injeksi 0,2 ml epinefrin (1:1000) lokal, dan dilakukan pencabutan alergen apabila
memungkinkan, contoh : pencabutan sengat serangga. Pada keadaan dimana terjadi
kolaps kardiovaskuler, maka epinefrin diberikan 0,1-0,5 mg IV.5,9 Epinefrin juga dapat
diberikan dalam bentuk infus. Sebanyak 2,5 ml epinefin dicairkan 1:10000 setiap 5-10
menitdi dalam cairan infus.9
Pada pasien anafilaksis yang refrakter, seperti pada pasien yang mengkonsumsi obat-
obatan B-bloker (contoh untuk profilaksis hopertensi, migrain), glukagon dapat efektif
untuk keadaan ini. Glukagon mempunyai efek inotropik dan konotropik positif melalui
peningkatan kadar adenosin siklik 3,5 monofosfat. Glukagon juga bisa mengatasi
bronkospasme.8 Obat-obat lain yang dipertimbangkan untuk keadaan refrakter antara lain
arginin, vasopresin, metaraminol.5
Terapi ain mencakup pemberian antihistamin seperti antihistamin H1 (difenhidramin
0,5-1 mg/kg atau 50-100mg IV/IM). Antihistamin H2 (ranitidin 150 mg IV, atau
cimetidin 400 mg IV), terapi bronkodilator (albuterol nebul).5,8 Terapi anhistamin H1
dapat langsung digunakan pada awal reaksi anfilaksis, namun apbila sudah teradi kolaps
kardiovaskuler, peran dari anti histamin H1 masih kontroversial. Antihistamin H1
biasanya diteruskan apabila masih ditemukan urtikaria dan angioedema, sedangkan
antihistamin H2 sebainya ditambahkan apabila terdapat hipotensi.4,5
31
Glukokortikoid dapat diberikan untuk mengatasi edema saluran pernafasan, seperti
hidrokortison 200mg IV maksimal atau metilprednisolon 1-2 mg/kg, medrol 0,5-1 mg/kg
IV. Glukokortikoid IV tidak efektif untuk mengatasi fase akut secara keseluruhan namun
dapat menurunkan frekuensi bronkospasme, urtikaria, dan hipotensi.5,8 Diantara pilihan
steroid, hidrokortison sering dipilih karena onsetnya yang cepat.24
KESIMPULAN
Syok atau renjatan merupakan sebagai suatu keadaan yang mengancam jiwa yang
diakibatkan karena tubuh tidak mendapatkan suplai darah yang adekuat yang
mengakibatkan kerusakan pada multiorgan, pertama pada jaringan non vital dan
kemudian ke organ vital. Syok terdiri dari beberapa stadium diantaranya stadium
kompensasi , stadium dekompensasi , dan stadium irreversibel. Secara klinik , syok
dibagi atas dua golongan besar yaitu syok hipovolemik yitu syok dengan volume plasma
berkurang dan syok normovolemik yaitu syok dengan volume plasma normal
Diantaranya syok kardiogenik, syok obstruksi, dan syok distributive yang meliputi : syok
anafilatik, syok neurogenik, syok septik. Penanganan syok berbeda sesuai dengan tujuan
terapi masing- masing syok.
Sepsis adalah respon inflamasi sitemik terhadap infeksi. Pada infeksi, manifestasi
dari sepsis sama dengan yang didefinisikan sebagai SIRS. Kejadian penting dalam
patofisiologi sepsis. Pertama adalah respon host terhadap patogen. Kedua monosit dan
sel-sel endotelial memegang peranan kunci dalam memulai dan menjalankan respon host.
Ketiga, sepsis berhubungan dengan aktivasi dari kaskade inflamasi dan koagulasi.
Terakhir dengan usaha bersama-sama untuk menangkis dan mengeliminasi patogen,
respon host dapat menyebabkan kerusakan kolateral pada jaringan yang normal.
Kegagalan ini dapat disebabkan karena adanya supresi sistem imun. Penatalaksanaan
32
sepsis adalah penatalaksanaan inisial, pengobatan masalah dasar, dan strategi untuk
mempertahankan fungsi organ.
Anafilaksis adalah respons imun tubuh yang berlebihan terhadap suatu stimulus
antigen melalui perantara reaksi hipersensitivitas tipe 1. Reaksi hipersensitivitas tipe 1
merupakan reaksi tipe cepat dengan onset gejala dapat muncul dalam waktu beberapa
menit. Mediator inflamasi yang disebabkan oleh ikatan antigen-IgE-sel mast
menyebabkan munculnya gejala anfilaksis, yang meliputi sistem kardiovaskuler, kulit,
dan pernapasan. Tatalaksana reaksi anafilaksis harus optimal, karena reaaksi anafilaksis
dapat mengancam nyawa. Untuk medikamentosa, telah disepakati drug of choice dari
reaksi anafilaksis adalah epinefrin. Terapi adjuvan yang dapat diberikan antihistamin dan
kortikosteroid.
DAFTAR PUSTAKA.
1. Saputra, M., Shock, Available at http://marizal-coass.blogspot . com/2009/07/shock.html.
diunduh tanggal 16 Juni 2012
2. Wikipedia, Sepsis Available from:http://en.wikipedia.org/wiki/Sepsis diunduh pada tanggal
14 Juni 2013
3. Hadisaputro S. Masalah-masalah yang Terkait dengan Syok Septik. Dalam : Poerjoto P
(penyunting). Kedaruratan Medik I. Pertemuan ilmiah Tahunan ke VI. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, 2000: 148-60.
4. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical anesthesiology. 4th ed. US: Mc-Graw Hill,
2006.
5. Vacanti AC, Sikka PK, Urman RD, Dershwitz M, Segal BS. Essential clinical anesthesia. 1
st ed. New York: Cambridge University Press, 2011.
6. Miller DR, Eriksson LI, Fleisher LA, Wienerkronish JP, Young WL. Miller’s anesthesia.
7th ed. US: Esevier, 2009
33
7. Sampson HA, Furlong AM, Bock SA, et al. Symposium on definition and management of
anaphylaxis: summary report. Journal of Allergy and Clinical Immunology. 2005 March 31
; 115 (3): 627-638
8. Mustafa SS, Kaliner MA. Anaphylaxis. (Last update 2012 February 14; Cited 2012 June
3.) Availlable from: http://emedicine.medscape.com
9. Longo, Fauci, Kasper, Hauser, Jameson, Loscalzo. Horison principles of internal medicine.
18th ed. US: Mc-Graw Hill,2012.
10. National Institute for Health and Clinical Excellence. Anaphylaxis: assessment to
confirmm an anaphylactic episode and the decision to refer after emergency treatment for a
suspected anaphylactic episode. (Last update 2011 December 11; Cited 2012 June 3).
Available from: http://www.nice.org.uk
11. Soenarjo, dkk. Anestesiologi edisi; 2. Semarang :Bagian anestesiologi dan Terapi Intensif
FK/UNDIP; 2013
12. Leksana Ery. Belajar Ilmu Anastesi. Semarang : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
FK/UNDIP; 2002: 102-3
13. Purwadianto, A, Sampurna, B, Kedaruratan Medik, Jakarta: Bina Rupa Aksara, 2000
14. Widodo D, Pohan HT (editor). Bunga rampai penyakit infeksi. Jakarta: 2004; 54-88.
15. Chen K, Pohan T, Penatalaksanaan Syok Septik Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Buku Ilmu Penyakit Dalam FK-UI, 2006
16. Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Cabang Kalimantan
Selatan. Assesment : Mikrobiologi Sepsis. Tersedia dari : http://www.scribd.com/doc/
53170429/mikrobiologi/2010. Diunduh pada tanggal 14 Juni 2013
34
17. Bochud PY, Calandra T. Pathogenesis of sepsis: new concepts and implication for future
treatment. BMJ 2003;325:262-266. Available at: http://www.bmj.com . Diakses 18 Januari
2012.
18. Nelwan RHH. Patofisiologi dan deteksi dini sepsis. Dalam: Pertemuan Ilmiah Tahunan
Ilmu Penyakit Dalam 2003. Jakarta: Acta Medika Indonesiana, 2003; 15-8
19. Hotckins RS, Karl I. The pathophysiology and treatment of sepsis. N Engl J Med 2003;348
(2): 138-150. Available at: http://www.nejm.com . Diakses 18 Januari 2012
20. Wheeler AP, Bernard G. Treating patient with severe sepsis. Available at:
http://www.nejm.com
21. Dellinger RP, Carlet JM, Masur H, Gerlach H, Calandra T, Cohen J, et.al. Surviving sepsis
campaign guidelines for mangement of severe sespis and septic shock. Crit Care Med
2004;32(3):858-72.
22. Dettenmeler P, Swindell B, Stroud M, Arkins N,Howard A. Role of activated protein C in
the pathophysiology of severe sepsis.Am J Crit Care 2003;12(6):518-26
23. Hepner DL, Castells MC. Anaphylaxis during the perioperative period. Internasional
Anesthesia Research Society. 2005 December 10; 97 (3): 1381-95.
24. Resuscitation Council of UK. Emergency treatment of anaphylactic reactions:guidelines
for heathcare providers. (Last update 2008 January 3; Cited 2012 June 3). Available from:
http://www.resus.org.uk
35