pulmonal atresia with ventricular septal rupture

19
Variasi Suplai Aliran Darah Pulmonal Pada Pulmonal Atresia Dengan Ventricular Septal Defect (PA- VSD) Presentasi Kasus Oleh : dr. Muhammad Hatta Pembimbing :

Upload: hatta-muhammad

Post on 25-Dec-2015

44 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Pulmonary atresia with ventricular septal rupture is a rare congenital heart defect, major aortopulmonary collateral arteries

TRANSCRIPT

Page 1: pulmonal atresia with ventricular septal rupture

Variasi Suplai Aliran Darah PulmonalPada Pulmonal Atresia Dengan

Ventricular Septal Defect (PA-VSD)

Presentasi Kasus

Oleh :

dr. Muhammad Hatta

Pembimbing :

dr. Anna Ulfah Rahajoe Sp.JP (K)

DIVISI KARDIOLOGI PEDIATRIK DAN PENYAKIT JANTUNG BAWAANDEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIAPEBRUARI 2011

Page 2: pulmonal atresia with ventricular septal rupture

Abstrak

Latar Belakang:Pulmonal atresia dengan ventricular septal defect (PA-VSD) merupakan salah satu bentuk malformasi kardiopulmonal yang sangat heterogen dan kompleks, terjadi pada ± 2 % dari seluruh penyakit jantung bawaan. Prevalensi PA-VSD 0,07 per 1.000 kelahiran hidup dan lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan. Agar dapat dilakukan bedah korektif, morfologi arteri pulmonalis perlu dipersiapkan. Oleh sebab itu, pemahaman Major Aortopumonary Collateral Arteries (MAPCAs) yang seringkali menyertai kelainan ini perlu benar-benar dipahami.

Ilustrasi kasus: Kasus pertama adalah balita laki-laki usia 1 tahun 6 bulan dan kasus kedua bayi juga laki-laki usia 4 bulan, keduanya dikeluhkan biru, kesulitan menyusu dan gagal tumbuh. Pemeriksaan fisik : didapatkan sianosis pada bibir dan jari-jari tangan serta clubbing finger pada bayi pertama yang lebih tua. Pada auskultasi bunyi jantung tidak ada perbedaan pada keduanya, namun pada kasus pertama terdengar jelas bising kontinu derajat 3/6 di sela iga kiri atas. Sedangkan pada kasus kedua tak jelas terdengar bising. Foto toraks kasus kedua memperlihatkan cardiothoracic-ratio yang lebih besar dan gambaran infitrat paru. Elektrokardiografi kedua kasus memperlihatkan right axis deviation, tetapi pada kasus kedua menunjukkan biventrikular hipertrofi tidak seperti kasus pertama yang murni hipertrofi ventrikel kanan saja. Pemeriksaan ekokardiografi keduanya mengkonfirmasi diagnosis PA-VSD sedangkan kasus kedua disertai MAPCA yang tak jelas asalnya. Keduanya menjalani kateterisasi yang selain membenarkan temuan ekokardiografi juga lebih merinci aliran darah pulmonal. Pada kasus pertama mempunyai native arteri pulmonal dengan ukuran yang ideal, disertai fistula koroner dan MAPCAs. Pada pasien ini dilakukan oklusi MAPCAs dengan vascular plug II dan keesokan harinya dilanjutkan dengan bedah korektif Rastelli. Pada kasus kedua tidak ditemukan native arteri pulmonal, aliran darah ke paru disuplai oleh MAPCAs; pada pasien diputuskan hanya konservatif.

Diskusi: Abnormalitas dari anatomi arteri pulmonalis dan suplai darah ke pulmonal merupakan ciri khas PA-VSD. Kompleksitas dalam management PA-VSD bermula dari kompleksitas aliran darah pulmonal, khususnya dengan keberadaan MAPCAs. Congenital Heart Surgery and Nomenclature Project1

(2000) menggolongkan PA-VSD atas tiga kelompok : Tipe A - memiliki native PA (baik konfluen maupun tidak), aliran darah ke paru melalui arteri pulmonalis dan PDA (50-79% kasus). Tipe B - aliran darah ke paru berasal dari arteri pulmonalis dan MAPCAs (5-13% kasus). Sedangkan pada tipe C - aliran darah ke paru hanya berasal dari MAPCAs dan tidak mempunyai native PA (25-31% kasus). Kasus pertama tergolong tipe B dan kasus kedua tipe C. Pendekatan bedah untuk tipe A bertujuan untuk menjamin bahwa arteri pumonal sentral tumbuh dengan ukuran, distribusi dan resistensi yang ideal untuk bedah korektif. Sedangkan pendekatan bedah untuk tipe B adalah menyatukan sirkulasi pulmonal ke dalam satu rangkaian, dengan menganastomosiskan MAPCA ke arteri pulmonalis sentral dan menstimulasi tumbuhnya arteri pulmonal yang adekuat sebelum bedah korektif dilakukan. Untuk tipe C hampir sama dengan tipe B, kecuali adanya unifokalisasi MAPCAs yang lebih luas. Kesulitan bedah untuk tipe C ini membuat opsi konservastif dipilih untuk kasus kedua.

2

Page 3: pulmonal atresia with ventricular septal rupture

I. PENDAHULUAN

Pulmonal atresia (PA) dan ventricular septal defect (VSD) merupakan salah satu bentuk malformasi kardiopulmonal cono-truncal yang sangat heterogen dan kompleks, dimana terjadi intrupsi kuntinuitas lumen dan aliran darah dari ventrikel ke arteri pulmonalis utama (main pulmonary artery / MPA).1 Kombinasi pulmonal atresia dan ventricular septal defect (PA-VSD) merupakan variasi bentuk yang paling berat dari Tetralogi of Fallot (TOF).

PA-VSD terjadi pada ± 2 % dari penyakit jantung bawaan (PJB). Prevalensi PA-VSD terjadi lebih sering pada bayi laki-laki dibanding perempuan. Menurut Baltimore-Washington Infant Study (BWIS), prevalensi PA-VSD adalah 0,07 per 1.000 kelahiran hidup. PA-VSD terjadi pada 20,3 % dari keseluruhan bentuk TOF.2 Sindrom Catch-22 (22q11 deletion) sering kali menyertai PA-VSD, terutama jika arteri pulmonal tidak konfuens dan terdapat major aortopulmonary collateral arteries (MAPCAs).3

II. TUJUAN

Tujuan presentasi kasus ini adalah untuk menggambarkan kompleksitas variasi PA-VSD sesuai bentuk suplai aliran darah ke arteri pumonalis, dengan mengillustrasikan dua kasus PA-VSD yang ada.

III. ILUSTRASI KASUS

Kasus pertama adalah balita laki-laki usia 1 tahun 6 bulan datang ke poliklinik Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) pada tanggal 30-11-2010 dengan keluhan utama biru. Keluhan biru diketahui pertama kali saat anak berusia 3 bulan, menonjol terutama bila anak menangis. Keluhan biru ini semakin jelas saat anak berusia 1 tahun. Disamping itu, juga ada kesulitan menyusu dan kenaikan berat badan yang lamban. Tidak ada riwayat batuk panas berulang maupun spell hipoksik. Riwayat prenatal, kelahiran dan post-natal tak ada kelainan, berat bayi lahir (BBL) 3200 gram. Anak ini merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara, saudara yang lain sehat.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum komposmentis, berat badan (BB) 8kg, tinggi badan (TB) 75 cm. Tekanan darah (TD) 128/72 mmHg, nadi teratur 112x/menit dengan pengisian cukup dan equal pada semua extrimitas, suhu 36,5o C dan laju pernafasan 22 x/menit. Konjungtiva tidak anemis dan sclera tidak ikterik, bibir tampak sianosis. Pengukuran saturasi O2 dengan oxymetri didapat 78%. Pada auskultasi jantung ditemukan S1 dan S2 normal, tidak terdengar bunyi tambahan. Terdengar bising kontinu derajat 3/6 di sela iga 2-3 kiri. Pemeriksaan paru : suara pernapasan vesikuler di kedua lapang paru, tidak terdengar ronkhi maupun wheezing. Abdomen : supel, bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba. Pada extremitas tidak didapat edema, akral hangat, ujung-ujung jari tangan tampak sianosis serta terlihat jari tabuh (clubbing finger).

Foto toraks (gambar 1) memperlihatkan pembesaran jantung dengan Cardio Thoracic Ratio (CTR) 58%, segmen aorta tampak dilatasi sedangkan segmen pulmonal cekung, pinggang jantung (+), apeks normal, dan vaskular paru yang oligemik.

3

Page 4: pulmonal atresia with ventricular septal rupture

Pada pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) (gambar 2) didapatkan irama sinus, QRS rate 160 x/mnt, QRS axis +150o (Right Axis Deviation), gelombang P normal, interval PR 0,12 detik, durasi QRS 0,06 detik, R/S di V1 > 1 (15/0), R/S di V6 < 1 (2/6) sesuai untuk Right Ventricular Hyperthropi (RVH).

Pemeriksaan darah didapat : Hb 14.8 g/dL, Ht 43 vol%, leukosit 12.610/ul, trombosit 125.000/ul, CRP < 5 mg/L, BUN 76 mg/dL, Creatinin 1.8 mg/dL, gula darah sewaktu 110mg/dL. Analisis gas darah menunjukkan pH 7.33, pCO2 45, pO2 46, HCO3 23, actual BE -2.6, standard BE -2,1 dan saturasi O2 75.8%.

Ekokardiografi mengkonfirmasi adanya pulmonal atresia dengan VSD besar (1,3 cm), pirau berimbang (balance shunt), overriding aorta (Ao) + 50%. Katup pulmonal tak berkembang (annulus 5,3 mm), aliran darah dari ventrikel kanan ke arteri pumonalis tidak jelas terlihat, namun dengan CW Doppler tertangkap gradien tekanan pada fase sistolik sebesar 58 mmHg. Terlihat main pulmonary artery (MPA) yang konfluens, dengan ukuran right pulmonary artery (RPA) 5-6 mm, left pulmonary artery (LPA) 7 mm. Kontraktilitas ventrikel kiri dan kanan baik.

4

Gambar 1. Foto thorax menunjukkan kardiomegali dengan segmen pulmonal cekung dan oligemia

Gambar 2. Gambaran EKG menunjukkan RAD dan RVH

Dari pemeriksaan kateterisasi didapatkan: Pulmonal atresia dengan VSD sub aortik yang besar dan overriding aorta. Terlihat native MPA, dan cabang-cabangnya, diameter LPA 9 mm, RPA 11 mm. Juga tampak MAPCA besar yang keluar dari aorta desendens menuju LPA dan dari aorta desendens ke paru kanan lobus tengah. Disamping itu ditemukan pula fistula arteri koroner kanan ke RPA, sedangkan arteri koroner kiri normal (gambar 3). Gambar 3. Tampak MAPCAs besar dari AoD ke

LPA dan dari AoD ke lobus tengah paru kanan.

Page 5: pulmonal atresia with ventricular septal rupture

Karena diameter arteri pulmonal kanan dan kiri cukup besar (half size sesuai berat badan menurut tabel Kirkin = 7 mm), maka pada pasien ini dilakukan oklusi MAPCAs. MAPCA dari aorta desendens yang mengisi LPA diameternya 1.9 mm, dioklusi dengan vascular plug II no. 3, sedangkan MAPCA dari aorta desendens ke paru kanan yang berdiameter 3,8 mm dioklusi dengan vascular plug II no. 6 (setelah diyakini adanya dual supplay ke area tersebut); kedua prosedur ini berhasil baik. Tiga jam pasca prosedur, saturasi pasien turun dari sekitar 78-86% menjadi 48-57%, saturasi O2 sedikit meningkat setelah diberikan oksigen 1-2 L/menit.

Keesokan harinya dilakukan bedah korektif prosedur Rastelli, ventrikel kanan dihubungkan dengan MPA yang dilebarkan dengan jaringan perikard. Pada pericardial conduit ini dibuatkan self design monocusp. Muara fistula koroner kiri pada arteri pulmonal kanan ditutup dengan jahitan primer. Temuan bedah mengkonfirmasi adanya SVC kiri yang persisten bermuara ke vena inominata, tetapi PDA tidak ditemukan. Operasi berjalan dengan lancar, dan pasien dipulangkan dengan kondisi baik.

Kasus kedua adalah bayi laki-laki usia 4 bulan yang datang ke RSJPDHK dengan keluhan utama demam tinggi disertai kejang, batuk dan pilek. Selain itu, juga dikeluhkan biru di sekitar bibir dan jari-jari tangan sejak usia 4 hari, biru semakin jelas bila menangis. Kalau menyusu bayi ini juga terlihat lelah, sehingga berat badannya sulit naik. Karena semakin sesak dan kemudian mengalami gagal nafas, maka pernafasannya dibantu ventilator. Pada riwayat prenatal ibu mengalami masalah mioma uteri dan perdarahan antepartum serta placenta letak rendah, sehingga perlu dilakukan Sectio Caesaria. Sedangkan post-natal berlangsung normal, BBL 3200 gr.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum kompos mentis, TD 96/60 mmHg, nadi 156x/menit, reguler, pengisian cukup dan equal pada semua ekstrimitas. Laju pernafasan 40x/menit, dengan saturasi O2 dari oxymetri terlihat 85%. Konjungtiva tidak memperlihatkan tanda anemis dan sclera tidak ikterik. Pada auskultasi jantung ditemukan S1 normal dan S2 tunggal, tidak terdengar bunyi tambahan ataupun murmur. Suara pernapasan vesikuler di kedua lapang paru, terdengar ronkhi kasar di bagian basal paru, tidak di temukan wheezing. Abdomen teraba supel, hepar dan lien tidak teraba, bising usus normal. Pada extremitas tidak didapatkan edema, jari tabuh ataupun sianosis.

Foto toraks (gambar 4) memperlihatkan CTR 56%, segmen aorta dan segmen pulmonal normal, pinggang jantung mendatar, apex jantung terangkat ke atas, vaskularisasi paru normal, tampak infiltrat di daerah lobus paru kanan atas.

Elektrokardiografi (gambar 5) didapatkan gambaran irama sinus, laju QRS 150 x/menit, axis QRS normal (+60o), gelombang P normal, interval PR 0,12 detik, durasi QRS 0,06 detik dan gambaran biventricular hipertrofi.

Laboratorium memperlihatkan Hb 15.9 g/dL, Ht 48 vol%, leukosit 10.470/ul, trombosit 336.000/ul, CRP < 5 mg/L, ureum 16 mg/dL, BUN 7 mg/dL, creatinin 0.4 mg/dL. Analisis gas darah tak ada kelainan kecuali pO2 yang rendah, hanya 49 mmHg dan saturasi O2 82%.

5

Page 6: pulmonal atresia with ventricular septal rupture

Ekokardiografi memperlihatkan atresia pulmonal tanpa native arteri pulmonal dan VSD sub aortik dengan overriding Aorta + 50%. Ventrikel kanan terlihat hipertrofi dan dilatasi. Juga ditemukan atrial septal defect sekundum berdiameter 7 mm dengan aliran pirau kiri ke kanan dan MAPCAs yang sulit diidentifikasi asalnya, PDA tak terihat.

Perawatan berlangsung sekitar 1 bulan, dan setelah klinis membaik pasien di alih rawat ke rumah sakit Anak dan Bunda Harapan Kita (RSABHK) untuk penanganan lanjutan epilepsi. Disana pasien juga dirawat selama 1 bulan, karena mengalami bronkopnemoni berulang dan pernafasan dibantu ventilator selama ± 3 minggu. Pasien kemudian kembali alih rawat ke RSJPDHK untuk tindakan kateterisasi.

IV. DISKUSI

PA - VSD mempunyai variasi anatomi yang sangat luas. Intervensi non bedah atau bedah sangat bergantung pada kondisi anomali suplai aliran darah ke sirkulasi pumonal. Terdapat beberapa variasi ukuran dan distribusi dari arteri pulmonalis dan pembuluh kolateral yang menyuplai parenkim paru. Kolateral aortopulmonal atau yang lebih sering disebut

6

Gambar 4. Foto toraks memperlihatkan kardiomegali, apeks terangkat keatas, vaskularisasi paru normal dan infiltrat di lobas paru kanan atas.

Gambar 5. EKG memperlihatkan irama sinus, axis normal dan

biventrikular hipertrofi.

Hasil kateterisasi: Pulmonal atresia, VSD sub aortik dengan overriding aorta dan ASD sekundum. Native PA tidak terlihat, seluruh lobus paru kiri dan kanan disuplai oleh MAPCAs besar-besar yang keluar dari aorta desendens (Gambar 6). PDA memang tidak ada. Melihat kompleksitas kasus ini dan kemungkinan hipertensi pulmonal, maka diputuskan untuk konservatif.

Gambar 6. Kateterisasi menunjukkan MAPCAs besar keluar dari AoD ke seluruh lobus paru kanan dan dari AoD ke lobus paru kanan atas dan lobus kiri paru

Page 7: pulmonal atresia with ventricular septal rupture

MAPCAs merupakan arteri-arteri muskularis yang menghubungkan arteri sistemik dengan pembuluh pulmonal mengaliri parenkim paru. MAPCAs merupakan elemen persisten dari plexus vaskular splanchnic yang mengalami perkembangan akibat respons terhadap hipoksia yang persisten dan aliran darah pulmonal yang kurang. Lapisan muskular MAPCAs secara bertahap digantikan oleh lamina elastika yang menyerupai arteri pulmonalis asli.4 Masih menjadi perdebatan apakah MAPCAs sebenarnya merupakan arteri bronchialis atau merupakan persistensi dari sirkulasi pulmonal yang dulu pertama kali terbentuk.5

Terminologi “major” membedakannya dari kolateral yang didapat, dan tidak berarti menggambarkan ukuran tertentu. Apabila MAPCAs menghubungkan langsung ke arteri pulmonalis, maka dikatakan large MAPCAs dan biasanya berdiameter > 2mm. Sedangkan apabila hubungan arteri tidak langsung dinamakan small MAPCAs. Kejadian MAPCAs pada PA-VSD dilaporkan 30-65%, dan biasanya berjumlah 2 sampai 6. Tempat keluar MAPCAs adalah aorta torakalis desendens pada level carina, arteri subclavia, aorta abdominal atau arteri koronaria. MAPCAs mengalami stenosis pada 60% kasus, stenosis dapat berkembang seiring berjalannya waktu. Apabila MAPCAs tidak stenotik, dapat menyebabkan penyakit vaskular hipertensif pada segmen yang disuplai, dan akhirnya menyebabkan hemoptisis. PDA merupakan sumber utama aliran darah pulmonal yang perlu diawasi ketat pada hari-hari awal kehidupan, karena kecenderungannya untuk menutup. Meskipun MAPCAs juga bisa mengalami stenosis saat usia beberapa minggu atau bulan, akan tetapi lebih bisa diandalkan dibandingkan PDA.

Segmen-segmen lobus paru dapat disuplai oleh RPA dan LPA yang mendapat aliran darah dari PDA baik tanpa atau dengan MAPCA. Adanya perluasan atresia MPA hingga ke bifurcatio menghasilkan arteri pulmonalis sentral yang non-konfluen. Arteri pulmonalis konfluen terdapat pada 85% pasien, dan 15% non-konfluent. Ada atau tidaknya konfluensi dari PA secara signifikan mempengaruhi hasil pembedahan. Pada waktu bayi baru lahir PDA menjadi sumber penting aliran darah pulmonal, terutama bila arteri pulmonal tidak konfluen. PDA biasanya berasal baik dari permukaan bagian bawah arkus (67%) maupun bagian bawah arteri innominata (33%). Arteri pulmonalis sentral biasanya konfluen pada pasien PA - VSD dengan PDA (70% kasus). Pada keadaan di mana kedua pembuluh pulmonal sentral tidak terbentuk sama sekali, maka suplai darah pulmonal hanya berasal dari MAPCAs saja.6,7

Menurut Congenital Heart Surgery and Nomenclature Project1 (2000), PA-VSD digolongkan menjadi tiga kelompok berdasarkan anatomi vaskular pulmonal yang menjadi dasar keputusan opsi intervensi yang akan diambil. Tipe A - memiliki native PA (baik konfluen maupun tidak), aliran darah ke paru melalui arteri pulmonalis dan PDA (50-79% kasus). Tipe B - aliran darah ke paru berasal dari arteri pulmonalis dan MAPCAs (5-13% kasus). Sedangkan pada tipe C - aliran darah ke paru hanya berasal dari MAPCAs dan tidak mempunyai native PA (25-31% kasus).

Dengan cineangiografi data sirkulasi pulmonal ini dapat dideteksi secara akurat, baik keberadaan native arteri pumonal, konfluensi dan ukurannya serta ada tidaknya stenosis. Demikian halnya asal, perjalanan dan distribusi MAPCAs juga dapat jelas terlihat. Gambar yang diperoleh dapat membentuk peta sirkulasi pumonal yang sangat vital dalam membuat strategi tatalaksana.3,6

7

Page 8: pulmonal atresia with ventricular septal rupture

Pendekatan bedah untuk tipe A bertujuan untuk menjamin bahwa arteri pumonal sentral tumbuh dengan ukuran, distribusi dan resistensi yang ideal untuk bedah korektif. Sedangkan pendekatan bedah untuk tipe B adalah menyatukan sirkulasi pulmonal ke dalam satu rangkaian, dengan menganastomosiskan MAPCA ke arteri pulmonalis sentral dan menstimulasi tumbuhnya arteri pulmonal yang adekuat sebelum bedah korektif dilakukan. Untuk tipe C hampir sama dengan tipe B, kecuali adanya unifokalisasi MAPCAs yang lebih luas.1,6.

Berdasarkan klasifikasi tersebut diatas, maka kasus pertama tergolong tipe B, karena memiliki native arteri pulmonalis dan MAPCAs. Penemuan bedah mengkonfirmasi tidak adanya PDA. Ukuran RPA dan LPA yang cukup besar serta adanya dua MAPCA yang bukan merupakan suplai utama sirkulasi pulmonal, memungkinkan kedua MAPCA besar ini untuk dioklusi. Pasca oklusi saturasi O2 turun drastis, tetapi cukup aman untuk menunggu bedah korektif keesokan harinya. Sedangkan kasus kedua masuk dalam kategori tipe C, karena tidak mempunyai native PA dan aliran darah ke paru hanya disuplai oleh MAPCAs. Saturasi O2 85% dan infeksi paru berulang membuktikan adanya aliran darah pulmonal berlebihan akibat MAPCAs, yang mungkin perlu dioklusi sebagian. Bila MAPCAs tidak mengalami stenosis atau dioklusi, maka kemungkin dapat berlanjut menjadi hipertensi pulmonal.

8

Tipe A

Gambar 7. Berbagai tipe Pulmonal Atresia dengan VSD berdasarkan variasi suplai darah ke paru.1

Tipe B

Tipe C

Gambar 8. Secara skematik menggambarkan sub-grup A1 yang mempunyai arteri pulmonal konfluen dengan ukuran normal atau hipoplastik. Sedangkan sub-grup A2, arteri pulmonal bisa konfluen tetapi disertai stenosis, atau non-konfluen.

Sub –grup A1 Sub –grup A2

Page 9: pulmonal atresia with ventricular septal rupture

Dari pengalaman atas kasus-kasus yang ditangani, Barbero-Marcial dkk3 selanjutnya membuat sub klasifikasi dari tipe A, B, C tersebut diatas, sehingga menjadi sembilan sub-grup. Tipe A dibedakan atas dua sub-grup (Gambar 8), sedangkan tipe B mempunyai lima sub-grup dan tipe C dua sub-grup.

Sub-grup C1 Sub-grup C2

Nakata8 (1984) memperkenalkan metode penghitungan area arteri pulmonalis sentral, untuk mendapatkan pulmonary arterial index (PAI) yang lazim digunakan sebagai acuan tatalaksana pasien TOF. PAI > 200mm2/m2 dianggap aman untuk bedah korektif. Perhitungan ini mungkin bermanfaat sebagai acuan dalam memutuskan tindakan untuk pasien PA-VSD tipe A. Sedangkan Reddy9 mengkalkulasi area MAPCAs untuk mendapatkan MAPCA index (MAPCAI) yang penting sebagai acuan pada tipe C. Dengan kedua indeks tersebut diatas, dapatlah dihitung total neo-pulmonary arterial index (TNPAI = PAI + MAPCAI) yang bermanfaat sebagai acuan untuk kasus-kasus tipe B. Meskipun Nakata dan Reddy mengemukakan pentingnya morfometrik, tetapi Barbero dkk menyatakan bahwa kondisi morfologik arteri pulmonal sentral lebih penting, terutama keberadaan stenosis dan morfologi MAPCA. Namun demikian, ia tidak menyangkal bahwa morfometrik juga penting khususnya pada kasus dengan stenosis arteri pulmonal sentral.

9

Gambar 9. Secara skematik menggambarkan : sub-grup B1 yang mempunyai arteri pumonal sentral mengisi segmen lobus paru kiri atas dan lobus paru kanan bawah. Pada beberapa pasien juga terdapat MAPCAs yang mengisi segmen-segmen tersebut, tetapi suplai arteri pulmonal sentral lebih dominan. Segmen lainnya diisi oleh MAPCAs. Pada sub-grup B2 arteri pulmonal sentral mengisi segmen lobus paru kanan atas dan lobus paru kiri bawah, semua segmen lainnya diisi oleh MAPCAs. Pada sub-grup B3 arteri pumonal sentral mengisi segmen lobus paru kanan dan kiri bawah (A), atau mengisi seluruh segmen lobus paru kiri dan kanan atas (B), atau mengisi seluruh segmen lobus paru kanan dan lobus kiri atas (C), lobus lainnya diisi oleh MAPCAs. Pada sub-grup B4 arteri pumonal sentral mengisi lobus paru kanan dan kiri atas (A), atau mengisi seluruh lobus paru kiri dan lobus kanan atas (B), lobus lainnya diisi oleh MAPCAs. Pada sub-grup B5 arteri pulmonal sentral dan MAPCAs mengisi lobus paru secara acak.

Gambar 10. Secara skematik menggambarkan : sub-grup C1 yang mempunyai MAPCAs tebal dan sedang tanpa stenosis bermakna, yang mensuplai seluruh lobus paru. Sedangkan C2 mempunyai MAPCAs yang sedang dan halus dengan stenosis bermakna, mensuplai seluruh lobus paru

Sub-grup B1 Sub-grup B2

Sub-grup B3

Sub-grup B4

Sub-grup B5

Page 10: pulmonal atresia with ventricular septal rupture

MACÉ dkk.10 menganalisis kasus PA-VSD dengan MAPCAs yang dilakukan unifokalisasi, mortalitas 9.1% terjadi pada tipe B dan 25% pada tipe C. Kasus tipe C umumnya lebih kritis dan lebih sulit ditangani. TNPAI yang ternyata nilainya lebih besar pada kasus yang meninggal daripada yang hidup pada seri ini, mendukung pendapat Barbero dkk bahwa masalah morfologik lebih penting daripada morfometrik.

MAPCAs yang kecil biasanya tidak memerlukan intervensi. Apabila MAPCAs memasuki arteria pulmonal sentral, maka secara natural sudah terjadi unifokalisasi dan perlu ditutup. Penutupan bisa dilakukan baik melalui intervensi kateterisasi menjelang hari operasi atau melalui ligasi pada saat operasi. Tetapi perlu diperhatikan agar penutupan MAPCAs pra bedah tidak menimbulkan hipoksemia yang parah sehingga berakibat fatal. Penutupan secara bedah akan menyita banyak waktu dan sulit dilakukan, terutama jika terdapat MAPCAs multipel yang sulit diisolasi atau tidak ada lokasi untuk unifokalisasi. Jika suatu segmen paru disuplai hanya oleh MAPCAs, maka kolateral tersebut tidak boleh diligasi karena akan mengakibatkan infark paru. Oklusi MAPCAs sebelum bedah jantung terbuka sangat penting, karena aliran balik yang besar ke jantung kiri ketika dilakukan klem silang aorta saat bypass kardiopulmoner akan membanjiri lapangan operasi. Juga dapat menimbulkan gagal jantung pasca bedah, akibat adanya pirau dari kiri ke kanan yang besar melalui MAPCAs.4

Embolisasi MAPCAs secara perkutan di bawah kontrol flouroskopi menggunakan coil merupakan tekhnik yang sangat berguna. Sebelum dilakukan oklusi perkutan, sangat penting untuk memastikan bahwa kesemua MAPCAs berada diatas diafragma. Ketika coil ditempatkan pada pembuluh darah, maka akan membentuk konfigurasi helical dan merangsang trombosis, menimbulkan oklusi yang cepat.11 Pada MAPCAs yang ukurannya besar, memerlukan penyumbat khusus yang disebut vascular plug. Perlu diawasi agar coil atau vascular plug yang dipasang tidak migrasi/emboli pulmonal dan menimbulkan infark paru.

Intervensi kateterisasi memiliki peran penting dalam rehabilitasi arteri pulmonalis pada PA-VSD. Selain penutupan MAPCAs dengan coil atau vascular plug, dilatasi arteri pulmonalis yang stenotik menggunakan balloon angioplasty dan pemasangan stent juga dapat dilakukan. Dilatasi bisa di segmen proximal arteri pulmonalis bahkan hingga mencapai bagian distal di dalam parenkim paru, hal yang tak mungkin dijangkau oleh ahli bedah.12

Pada kasus pertama, MAPCAs dari aorta desendens yang mengisi LPA berdiameter 1,9 mm, ditutup dengan vascular plug II no.3 dan berhasil dengan baik. MAPCAs dari aorta desendens ke paru kanan berdiameter 3,8 mm dipasang vascular plug II no. 6, juga berhasil baik. Tiga jam setelah prosedur, terjadi penurunan saturasi O2 yang bermakna, tetapi dianggap cukup aman untuk menunggu bedah Rastelli yang memang sudah direncanakan keesokan harinya.

Berdasarkan penelitian yang melibatkan 104 pasien, Gupta dkk.13 membuat algoritma tatalaksana PA-VSD dengan MAPCAs (gambar 11). Pendekatan bertahap ini menghasilkan memperlihatkan angka mortalitas rendah dan fungsional yang baik, dengan 10-year mortality 16.5%.

10

Page 11: pulmonal atresia with ventricular septal rupture

Gambar 11. Algorima tatalaksana PA-VSD dengan MAPCAs (rujukan 13)

Heterogenitas aliran darah pulmonal pada PA-VSD dengan MAPCAs menyebabkan tidak adanya satu keseragaman dalam penatalaksanaan terhadap semua pasien. Akan tetapi, prinsip menghubungkan sebanyak mungkin segmen pulmonal ke aliran darah dari ventrikel kanan selama awal kehidupan sangat penting, karena awal limitasi pada pasien terjadi dini dan perubahan histologik vaskular pulmonal yang signifikan terjadi pada usia muda. Penyakit oklusif vaskular pulmonal yang mengakibatkan hipertensi pumonal akibat aliran darah pulmonal berlebihan pada MAPCAs yang tidak dibatasi alirannya, dapat berkembang sejak usia 4 bulan. Tujuan intervensi yang dilakukan adalah mempersiapkan pasien agar ideal untuk menjalani bedah korektif Rastelli. Kompleksitas kasus, ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana juga ikut menentukan.

V. RANGKUMANPulmonal atresia (PA) dan ventricular septal defect (VSD) merupakan salah satu

bentuk malformasi kardiopulmonal yang sangat heterogen dan kompleks. Sumber aliran darah ke pulmonal merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap manifetasi klinis dan tatalaksana kasus ini. Derajat kompleksitas meningkat apabila terdapat MAPCAs, sehingga

11

Page 12: pulmonal atresia with ventricular septal rupture

diperlukan pemahaman yang baik terhadap morfologinya. Telah dilaporkan dua kasus yang masuk dalam golongan tipe B dan tipe C. Perkembangan intervensi kateterisasi di RSJPDHK telah menolong ahli bedah dalam mempersiapkan pasien agar ideal untuk bedah korektif, seperti yang telah dikerjakan pada kasus pertama. Sedangkan kasus kedua, karena kompeksitasnya, maka tak dilakukan apa-apa. Namun perlu diikuti apakah aliran darah paru berlebihan menjadi penyebab utama infeksi paru berulang, bila demikian halnya maka oklusi MAPCA suplai ganda perlu dipertimbangkan.

Pendekatan bertahap pada pasien PA-VSD pada prinsipnya bertujuan untuk : Tahap I- meningkatkan aliran arteri pulmonalis sentral dengan membuat hubungan langsung antara aorta asenden atau ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis yang hipoplastik, sehingga dapat berkembang. Tahap II - unifokalisasi MAPCAs pada kedua paru atau oklusi MAPCAs yang tidak diperlukan. Tahap III - penutupan VSD dan pembuatan hubungan antara arteri pulmonal dengan ventrikel kanan.

VI. RUJUKAN.

1. Tchervenkov CI, Roy N. Congenital Heart Surgery Nomenclature and Database Project: Pulmonary Atresia-Ventricular Septal Defect. Ann Thorac Surg. 2000; 69 (4 Suppl): S97-105

2. O'Leary P.W, Fase F et.al. Moss and Adams' Heart Disease in Infants, Children, and Adolescents : Including the Fetus and Young Adults, 7th Edition, Lippincott Williams & Wilkins; 2008. p. 879-87.

3. Croti UA, Marcial MB; Tanamati C, Jatene MB, Oliveira SA. The pulmonary vascular blood supply in the pulmonary atresia with ventricular septal defect and its implications in surgical treatment. Rev Bras Cir Cardiovasc 2001; 16:321-36

4. Rasul GH. Total Correction of Tetralogy of Fallot After Percutaneous Coiling of MAPCA : A Case Report. Bangladesh J Child Health. 2008;32 (1):29-32.

5. Hanley FL. MAPCAs, bronchials, monkeys, and men. European Journal of Cardio-thoracic Surgery. 2006;29:643-4.

6. Park MK. Tetralogy of Fallot with Pulmonary Atresia (Pulmonary Atresia and Ventricular Septal Defect). In : Pediatric Cardiology for Practitioners, 5th ed: Mosby-Elsevier; 2008.

7. Duraisamy Balaguru MDMD, M.D. Pulmonary Atresia With Ventricular Septal Defect: Systematic Review. HeartViews. 2005;8(2):52-61.

8. Nakata S, Imai Y, Takanashi Y, Kurosawa H, Tezuka K, Nakazawa M, Ando M, Takao A - A new method for the quantitative standardization of cross-sectional areas of the pulmonary arteries in congenital heart diseases with decreased pulmonary blood flow. J Thorac Cardiovasc Surg 1984; 88:610-9.        

9. Reddy VM, Petrossian E, Mcelhinney DB, Moore P, Teitel DF, Hanley FL - One-stage complete unifocalization in infants: When should the ventricular septal defect be closed? J Thorac Cardiovasc Surg 1997; 113:858-68.        

10. Macé L, Dervanian P, Losay J, Folliguet TA, Santoro F, Abdelmoulah S, Argiriou M, Verrier JF, Neveux JY - Défauts d'arborisation pulmonaire des formes complexes d'atrésie pulmonaire à septum ouvert: unification, unifocalisation et réparation complète. Arch Mal Coeur 1996; 89:561-8

12

Page 13: pulmonal atresia with ventricular septal rupture

11. Szarnicki R KH, Wack. Wire coil embolization of systemic-pulmonary artery collaterals following surgical correction of pulmonary atresia. J. Thorac Cardiovasc. Surg. 1995; 81:124-26

12. Radtke W, Balaguru D. Interventional cardiac catheterization in the management of Pulmonary atresia with ventricular septal defect and aorto-pulmonary collaterals. Cardiology in the Young. 2000;10(2):48.

13. Gupta A OJ, Levi D, Chang RK, Laks H. Staged repair of pulmonary atresia with ventricular septal defect and major aortopulmonary collateral arteries: Experience with 104 patients. J. Thorac Cardiovasc Surg. 2003; 126:1746-52.

13