proses pembuatan plan of action dari eye...
TRANSCRIPT
1
Proses Pembuatan
Plan of Action dari
Eye Care
dr. Endi Pramudya Laksana
dr. Mayang Rini SpM(K), MSc
2
Endi Pramudya, MD
Mayang Rini, MD
This paper has been reviewed and approved
By supervisor of Community Ophthalmology
Mayang Rini, MD
Community Ophthalmology
Cicendo Eye Hospital, National Eye Center:
Faculty of Medicine, Padjadjaran University
Bandung, April 2020
Proses Pembuatan Plan of Action
dari Eye Care
3
DAFTAR ISI
Pendahuluan……………………………………………………………….4
Prinsip Perencanaan.…………………………………………………..7
Analisis Situasi…………………………………………………………….9
Tujuan, Sasaran dan Target……………………………………….. 13
Prioritas, Jadwal dan Anggaran………………………………… …15
Monitoring Program….…………………………………………………18
Evaluasi Program………………………………………………………..20
Studi Kasus Jawa Barat…………………………………………...….22
4
PENDAHULUAN
5
Berdasarkan World Health Organization (WHO) diperkirakan saat ini 180 juta orang
mengalami gangguan penglihatan dan 40-45 juta diantaranya mengalami kebutaan serta
satu diantaranya berada di Asia Tenggara. Indonesia memiliki prevalensi kebutaan dan
gangguan penglihatan momor 2 tertinggi di dunia setelah Ethiopia. Indonesia terdiri dari
34 provinsi, dengan pulau jawa memiliki penduduk terbanyak yaitu 57% dari total
penduduk Indonesia, dan penduduk Jawa Barat sebanyak 20% dari total penduduk
Indonesia. Pada tahun 2014 telah dilakukan survey dengan metode RAAB (Rapid
Assessment of Avoidable Blindness) di Jawa Barat untuk penduduk berusia 50 tahun
atau lebih, dan didapatkan angka kebutaan sebesar 2.8%, dengan penyebab utama
kebutaan adalah katarak sebesar 71.7%, Data penduduk berusia 50 tahun dan lebih di
Jawa Barat sebesar 15.1% dari total penduduk Jawa Barat 47.379.389 orang.
Data Cataract Surgical Coverage (perbandingan antara jumlah operasi katarak dengan
jumlah penderita katarak yang membutuhkan operasi) di jawa Barat adalah 42%,
sehingga masih kurang 58% jumlah penderita katarak yang membutuhkan operasi. Hal
ini terjadi karena tidak semua penduduk yang menderita katarak terdata dengan baik.
Sumber daya manusia yang terampil disertai teknik operasi yang baik akan merubah
status penglihatan menjadi lebih baik. Latar belakang tersebut menjadi pelopor
dibentuknya program “Vision 2020: Right to Sight”, yang bertujuan mengurangi jumlah
penyakit mata yang dapat mengakibatkan kebutaan. Terdapat 3 indikator Global Action
Plan yaitu prevalensi penyebab dan jumlah mata yang mengalami gangguan penglihatan,
persentase operasi katarak, usaha dari unit kesehatan mata dalam mempertahankan
dan mengembalikan kesehatan mata.
Inisiasi berdasarkan Vision 2020 sudah dilakukan tetapi masih banyak terdapat
masalah utama seperti semakin banyaknya pasien Diabetic Retinopathy (DR) dan
glaukoma sehingga diperlukan layanan yang lebih terpadu. Pencegahan kebutaan dan
deteksi dini juga diperlukan untuk mengurangi angka kebutaan terutama pada anak-
anak. Masalah lainnya adalah perlunya sumber daya manusia terlatih sangat dibutuhkan
di seluruh tingkat layanan kesehatan mata.
Salah satu organisasi kesehatan dunia yang terlibat dalam kesehatan mata dan
pencegahan manajemen kebutaan adalah Badan Internasional untuk Pencegahan
Kebutaan (IAPB). IAPB telah mengadopsi pendekatan Universal Eye Health yaitu
memastikan semua orang memiliki akses ke layanan kesehatan yang bersifat promotive,
preventif, kuratif, dan rehabilitative serta memastikan juga bahwa semua orang tidak
mengalami kesulitan keuangan ketika membayar. Hal tersebut memastikan semua orang
harus menikmati akses perawatan mata berkualitas terbaik tanpa ada resiko
mengeluarkan biaya berlebih.
6
Unit mata perlu dibuat secara komprehensif, yakni tersedia bagi seluruh orang baik
itu di kota ataupun di perdesaan, pria atau wanita, kaya atau miskin. Berbagai macam
model pelayanan diperlukan untuk memastikan hal tersebut dapat terpenuhi seperti
memperluas daerah skrining dan rujukan, memperluas penjangkauan tindakan bedah
ataupun pengobatan jarak jauh. Model pelayanan yang digunakan harus sesuai dengan
sistem kesehatan yang ada agar tidak berjalan sebagai layanan vertikal yang terpisah,
oleh karena itu diperlukan Plan of Action (PoA) dari layanan kesehatan mata yang baik
agar dapat menunjang dan memaksimalkan layanan kesehatan mata secara
komprehensif.
Eye care perlu dibuat secara
komprehensif, yakni tersedia
bagi semua orang
7
PRINSIP
PERENCANAAN
8
Perencanaan adalah suatu aktivitas yang biasa dilakukan sehari-hari akan tetapi
kadang tidak disadari bahwa hal tersebut merupakan sebuah rencana. Dalam
perencanaan terdapat dua komponen yang saling berhubungan yaitu proses organisasi
dan proses logika. Mencoba memahami dan menghubungkan suatu hal dan dijadikan
kerangka pekerjaan merupakan sebuah proses organisasi. Proses logika merinci seluruh
kegiatan yang perlu dilakukan secara efisien untuk mencapai perubahan sesuai yang
diinginkan.
Terdapat 4 tahap dasar dalam membuat suatu perencanaan, pertama kita harus
memahami dan menetapkan posisi saat ini (Here), kemudian memutuskan perubahan
apa saja yang diperlukan. Tahap kedua adalah mengidentifikasi sejauh apa perubahan
yang akan dilakukan di masa mendatang (There), pada umumnya 3 hingga 5 tahun dari
sekarang. Tahap ke 3 adalah menentukan bagaimana dan apa saja yang perlu dilakukan
dari Here menuju There, hal ini dilakukan dengan mengatur kegiatan secara logis dan
memilih metode terbaik. Tahap ke 4 adalah melaksanakan rencana tersebut secara
efektif dan dengan sumber daya yang efisien.
Gambar 1. Siklus Perencanaan
9
ANALISIS
SITUASI
10
Analisis situasi merupakan suatu metode yang digunakan untuk memahami kinerja
suatu organisasi dan melihat faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhinya.
Analisis situasi dapat digunakan untuk melihat kinerja suatu unit mata dalam hal :
• Kapasitas : Jumlah Pasien
• Kemampuan : Pelatihan staf dan peralatan yang tersedia
• Kesulitan : Hal yang dapat mempengaruhi outcome
• Lingkungan : Mendukung atau mengancam unit mata
• Kemungkinan : Peluang untuk unit mata
Analisis situasi membantu untuk memahami dimana posisi saat ini (Here) yaitu tahap
pertama dalam siklus perencanaan. Memahami kebijakan dan program yang ada di
tingkat nasional dan daerah menandakan unit mata dapat membantu untuk mengatasi
kebutaan menggunakan model perawatan yang tepat dan dengan sumber daya yang
tepat.
Gambar 2. Perbedaan sistem kesehatan tingkat nasional dan daerah
Pada tingkat nasional, pertanyaan kunci yang harus diajukan meliputi :
• Apakah terdapat program pencegahan kebutaan secara nasional?
• Apakah terdapat strategi untuk cakupan kesehatan universal?
• Data apa yang ada tentang gangguan penglihatan?
• Apakah terdapat target untuk penyakit seperti katarak dan Refractive Error ?
• Apakah terdapat panduan tentang sumber daya manusia, pelatihan dan distribusi
dari unit mata?
• Siapa pemimpin perawatan mata secara local, apa perannya? Apakah mungkin
untuk dihubungi?
• Apakah terdapat kebijakan tentang infrastruktur dan peralatan unit mata?
11
Pada tingkat daerah, informasi utama yang perlu dikumpulkan termasuk :
• Besar populasi yang dilayani unit mata, misalnya apakah daerah tersebut lebih
banyak orang tua, kaya atau miskin dan sebagainya.
• Peta bagaimana populasi didistribusikan ke akses perawatan kesehatan, seperti
data geografi dan infrastruktur yang dapat mempengaruhi.
• Data tentang prevalensi dan penyebab penyakit mata serta kebutaan secara lokal.
• Hambatan penting untuk diketahui seperti alasan orang yang mengalami
kebutaan tidak datang ke unit mata.
Gambar 3. Penghitungan jumlah kebutaan dan gangguan penglihatan
Untuk dapat memulai pengumpulan informasi perlu diketahui populasi, prevalensi
kebutaan serta gangguan penglihatan di daerah tersebut sehingga dapat dihitung jumlah
orang yang mengalami kebutaan. Penting juga untuk menghitung persentase kebutaan
akibat katarak atau gangguan penglihatan secara lokal, karena katarak merupakan
penyebab utama kebutaan.
Terdapat 5Ms yang dapat memberikan panduan tentang informasi yang perlu
dikumpulkan dalam unit mata atau rumah sakit untuk analisis situasi.
• Manpower : Jumlah kader yang tersedia, berapa banyak sukarelawan, apakah
bekerja penuh waktu atau paruh waktu dan sebagainya
• Material : Kuantitas, kualitas, keteraturan pasokan untuk bahan keras
(infrastruktur, instrument dan peralatan) dan lunak (obat-obatan, bahan habis
pakai).
• Mobilitas : Jenis layanan untuk menjangkau pasien
• Manajemen : Flow chart merupakan cara yang baik untuk proses pengambilan
keputusan
• Money : Sumber dana dan jumlah yang tersedia
Untuk dapat menemukan informasi yang baik untuk analisis situasi perlu mencari dari
berbagai sumber yang berbeda. Data sensus merupakan sumber yang baik untuk
memperkirakan jumlah orang yang menderita kebutaan dan gangguan penglihatan
dengan cara melakukan penelitian lokal atau mengekstrapolasi dari studi sebelumnya di
wilayah yang sama.
12
Informasi data mengenai tenaga kerja dan material dapat menggunakan catatan
rumah sakit. Untuk informasi jangkauan layanan kesehatan dapat juga menggunakan
data rumah sakit tentang penjangkauan, lokasi dan hasil. Untuk pendanaan dapat
menggunakan catatan keuangan rumah sakit atau layanan kesehatan unit mata.
Gambar 4. Analisis SWOT
Alat yang berguna untuk mendukung analisis situasi adalah analisis SWOT dengan
mengidentifikasi kekuatan kelemahan internal organisasi, serta peluang dan ancaman
eksternal. Sebagai contoh analisis SWOT unit mata akan mengidentifikasi kekuatan
seperti memiliki ahli bedah katarak terlatih di unit mata tersebut. Kelemahan yang dapat
terjadi adalah daftar tunggu panjang disebabkan oleh tidak cukupnya waktu operasi yang
tersedia. Peluang yang dapat ada adalah LSM yang dapat menyediakan barang habis
pakai, dan ancaman berupa ketakutan pasien untuk melakukan operasi katarak di
populasi lokal.
13
TUJUAN,
SASARAN
DAN TARGET
14
Tujuan dan sasaran penting untuk dilakukan karena dapat memberikan justifikasi
dan cara untuk melakukan rencana yang dilakukan. Tujuan merupakan pernyataan
singkat dan general tentang tujuan rencana yang akan dilakukan, hal ini menjelaskan
mengapa rencana atau projek tersebut perlu dilakukan, misalkan “tujuannya adalah
menurunkan angka kebutaan yang diakibatkan oleh katarak”. Sasaran mengidentifikasi
praktikal, spesifik, time-bound yang perlu diselesaikan untuk mencapai tujuan. Setiap
sasaran harus berupa SMART :
• Spesifik : Spesifik dengan target
• Measureable : dapat diukur sehingga dapat memeriksa tindakan yang telah
selesai
• Action : seluruh tindakan harus dapat dicapai untuk mencapai target
• Relevan : Tindakan harus relevan dengan tujuan rencana
• Time Frame : Tindakan harus diselesaikan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan
Tujuan dan sasaran yang ditentukan harus disetujui oleh seluruh pembuat rencana
sejak awal, dan membutuhkan revisi dalam mengimplementasikan proyek ataupun
terdapat masalah yang mengharuskan terjadinya revisi dari tujuan dan sasaran.
Target merupakan tingkat perubahan yang harus dicapai pada setiap sasaran selama
periode waktu yang telah ditentukan. Pengaturan target perlu dipertimbangkan dengan
hati-hati, sebagai contoh jumlah operasi katarak per ahli bedah di unit mata adalah 200
per tahun, rencananya adalah untuk mencapai target 400 pada 2020. Cara pembuat
rencana untuk menetapkan target adalah dengan memeriksa alasan mengapa output
saat ini rendah, kemudian mencari panduan dari rencana nasional dan daerah tentang
target yang diharapkan untuk tingkat operasi katarak. Akhirnya akan mempertimbangkan
keseimbangan antara penawaran dan permintaan dari layanan dalam populasi.
Cara menentukan target adalah
dengan memeriksan mengapa
output saat ini masih rendah
15
PRIORITAS,
JADWAL DAN
ANGGARAN
16
Kita perlu memutuskan apa yang paling penting dan memilih urutan tindakan yang
akan diambil, hal ini disebut sebagai prioritasi dan terdapat banyak cara untuk
memprioritaskan kegiatan. Seluruh kegiatan yang dapat dilakukan dicatat, untuk setiap
kegiatan diberikan skala 1 hingga 5 poin untuk 4 kategori. 1 adalah nilai terendah dan
diterapkan pada kegiatan yang sulit dilakukan atau tidak begitu penting dan mahal. 5
adalah nilai tertinggi dan diterapkan pada kegiatan yang mudah dilakukan, penting dan
relative murah. 4 kategori yang akan dinilai untuk setiap kegiatan adalah keparahan,
kepentingan, kelayakan dan biaya. Seluruh nilai akan dijumlahkan untuk setiap kegiatan,
dan kegiatan dengan nilai tertinggi diberikan prioritas paling tinggi.
Gambar 5. Penghitungan prioritasi kegiatan
Dalam menentukan prioritas juga perlu dipertimbangkan faktor-faktor seperti
penyakit, kemampuan untuk mengakses layanan kesehatan, usia yang bervariasi, jenis
kelamin, dan pengelompokan sosioekonomi. Sebagai contoh katarak paling sering
menjadi masalah bagi orang yang berusia diatas 50 tahun, orang yang lebih tua dan kaya
cenderung memiliki akses ke layanan kesehatan mata dan dapat melakukan intervensi
dini, sehingga target prioritasi adalah orang miskin diatas 50 tahun terutama perempuan.
Untuk mengelola waktu dengan baik diperlukan timeplan seperti Gantt chart. Seluruh
kegiatan per sasaran dicantumkan disertai dengan kapan akan dilaksanakan dan
diselesaikan, hal ini dipantau dan diperbaharui saat kegiatan dilakukan
Gambar 6. Tabel Gantt untuk Pengelolaan waktu
17
Anggaran untuk program yang akan dilaksanakan perlu diperlihatkan kepada pemilik
dana baik pemerintah maupun donor eksternal. Anggaran tersebut termasuk
pendapatan dan pengeluaran dalam melaksanakan program. Penting untuk
memasukkan kedalam anggaran seluruh biaya dan pengeluaran, jika jumlah pastinya
tidak diketahui maka perlu menggunakan estimasi. Anggaran juga harus mencantumkan
semua sumber penghasilan suatu program termasuk biaya dari pemerintah, donor lokal
dan internasional, sumbangan dalam bentuk barang, penghasilan dari kantin dan gaji,
hasil penjualan dari program dan sebagainya.
Gambar 7. Contoh pembuatan Anggaran
Tata letak anggaran untuk setiap kegiatan dibuat terperinci agar dapat memperbarui
dan memvariasikan perkiraan dan jumlah. Informasi tentang pengeluaran dan
pendapatan adalah bagian dari laporan bulanan yang harus dihasilkan untuk
manajemen, untuk dapat melakukan ini persentase setiap item yang telah dihabiskan
(pengeluaran) atau yang dikumpulkan (penghasilan) dihitung. Setiap item yang bernilai
10% atau lebih dianggap sangat penting
.
18
MONITORING
PROGRAM
19
Monitoring adalah pengawasan berkelanjutan terhadap implementasi suatu
program. Kegiatan monitoring memeriksa apakah suatu program tersebut berjalan
sesuai dengan rencana. Dalam setiap program, pencapaian diselaraskan dengan
penyelesaian tujuan dan biasanya terdapat beberapa kegiatan yang perlu dilakukan
untuk mencapai tujuan, serta penting untuk mengetahui kapan dan apa saja informasi
yang harus diambil dalam setiap program. Pembuat rencana harus memutuskan apa
yang dapat dilakukan monitoring dan apa yang harus dilakukan monitoring, sehingga
penting untuk memutuskan seseorang yang mengambil indikator monitoring pada setiap
tingkatan, kemana laporan akan diberikan dan bagaimana program tersebut
mendapatkan feedback review.
Terdapat Golden Rules dalam monitoring :
• Jangan terlalu sering mengumpulkan indikator monitoring.
• Gunakan seluruh indikator monitoring yang dikumpulkan
• Gunakan indikator monitoring pada tingkatan yang sama dengan saat
dikumpulkan sebagai proses dan hasil
• Edukasi pegawai tentang perlunya mengumpulkan indikator monitoring
• Jangan merusak sistem monitoring yang telah berfunsi
Sangat penting bahwa sistem monitoring dan evaluasi perlu disepakati sebelum
dilakukan implementasi. Dengan membuat Sistem informasi Manajemen (SIM) yang baik
di awal program, dapat ditetapkan data dasar dan mengukur dampak intervensi rencana.
Indikator yang dipilih harus :
• Valid : mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur
• Reliable : dapat digunakan oleh orang yang berbeda dan waktu yang berbeda
• Sensitif : bereaksi terhadap perubahan situasi atau target yang diukur
• Spesifik : merefleksikan perubahan terhadap situasi dan target yang ditentukan
Indikator monitoring harus fokus terhadap :
• Burden of Blindness dan gangguan penglihatan
• Kinerja dalam pencegahan dan pengobatan sehubungan dengan pengendalian
penyakit individu
• Pengembangan sumber daya manusia sehubungan dengan ketersediaan
keterampilan teknik
• Pengembangan sistem kesehatan mata
Hasil monitoring akan kemudian akan diputuskan manajemen apakah tujuan dan
target realistis dapat tercapai, strategi yang sudah berjalan sudah efektif dan efisien,
program dikelola dengan baik atau tidak. Mengumpulkan data yang tepat akan memandu
kesuksesan dari suatu program, oleh karena itu pemilihan indikator monitoring yang
tepat akan membuat program berjalan dengan sukses. Monitoring sangan penting
terhadap kesuksesan suatu program yang telah dirancang karena dengan monitoring
dapat meningkatkan akuntabilitas penggunaan dana dan sumber daya, meningkatkan
kinerja untuk mencapai hasil yang baik.
20
EVALUASI
PROGRAM
21
Evaluasi adalah penilaian kritis tentang sejauh mana layanan kesehatan memenuhi
tujuan, ataupun menilai perubahan sebelum dan sesudah program berjalan. Evaluasi
membantu pembuat rencana untuk memahami seluruh program termasuk hasil bukan
hanya sesuai dengan yang telah direncanakan. Pembuat rencana harus melakukan
evaluasi terhadap program yang dirancang dalam 3 waktu yaitu saat program sedang
berlangsung, 6-12 bulan setelah program berlangsung, dan post evaluasi.
Evaluasi merupakan kegiatan yang tidak boleh terjadi bias, sehingga orang yang
harus melakukan evaluasi adalah konsultan atau tim eksternal. Stakeholder (komunitas,
professional unit mata, penyandang dana) juga dapat dilibatkan sebagai dukungan dan
sumber informasi untuk evaluasi.
Gambar 9. Support informasi dari stakeholder ke Konsultan eksternal
Evaluasi dilakukan dengan cara :
• Kerangka acuan atau ruang lingkup evaluasi disepakati antara coordinator
daerah dan nasional dengan evaluator eksternal
• Data dari seluruh kegiatan monitoring disediakan untuk evaluator
• Evaluator akan mengumpulkan data dari masyarakat dan ruang lingkup
sekitar jika diperlukan
• Laporan disusun dan dibagikan dengan seluruh pemilik kepentingan
• Mengevaluasi untuk rencana program selanjutnya
22
STUDI KASUS
JAWA BARAT
23
I. Analisis Situasi
Provinsi Jawa Barat berada di bagian barat Pulau Jawa. Wilayahnya berbatasan
dengan Laut Jawa di utara, Jawa Tengah di timur. Samudra Hindia di selatan serta
Banten dan DKI Jakarta di barat. Luas wilayah Jawa Barat adalah 37173,97 km2
dengan jumlah penduduk sebesar 47.379.389 jiwa pada tahun 2016.Secara
administratif pemerintahan, wilayah Jawa Barat terbagi kedalam 18 kabupaten,
9 kota, 626 kecamatan, 641 kelurahan dan 5321 desa.
Gambar 10. Peta Wilayah Jawa Barat
Tabel 1. Data populasi dan geografis propinsi Jawa Barat
Uraian
Luas wilayah 37173,97 km
2
Ketinggian 1500 m diatas permukaan laut
Jumlah populasi 47.379.389 jiwa
Jenis Kelamin Laki- laki 50,9%. Perempuan 49,1%
Usia 50+ Total 15,1%. Laki- laki 7.6%. perempuan 7.6%
Laju pertambahan penduduk 1.8% per tahun
24
Komite mata nasional memiliki program layanan kesehatan mata yang telah
dilaksanakan oleh dinas kesehatan. Kementrian kesehatan mendistribusikan program
tersebut ke tingkat provinsi, sehingga dinas kesehatan provinsi dapat melaksanakan
kegiatan kesehatan mata pada seluruh wilayah kerjanya. Propinsi Jawa Barat telah
memiliki rumah sakit khusus mata yang telah menjadi rujukan nasional. Rumah sakit
pemrintah dan swasta juga tersedia dengan layanan kesehatan mata. Pada level primer
juga terdapat puskesmas, posyandu dan posbindu yang sudah memiliki program
kesehatan mata dengan kader terlatih terhadap layanan kesehatan mata.
Propinsi Jawa Barat telah memiliki satu rumah sakit pemerintah khusus mata
yang menjadi rujukan nasional dengan 33 spesialis mata. Rumah sakit swasta khusus
mata pada tingkat layanan tersier sebanyak tiga rumah sakit dengan 16 spesialis mata.
Pada tingkat layanan sekunder terdapat 33 rumah sakit pemerintah dan 99 rumah
sakit swasta yang memiliki layanan kesehatan mata. Pelayanan tingkat sekunder
memiliki 67 spesialis mata di rumah sakit pemerintah dan 57 spesialis mata di rumah
sakit swasta. Layanan kesehatan primer yang telah memiliki program kesehatan mata
sebanyak 1330 dengan perawat kesehatan mata sebanyak 1065. Pada level
masyarakat terdapat posyandu, posbindu atau layanan sejenis yang mempunyai
program kesehatan mata sebanyak 480 dan memiliki kader yang terlatih kesehatan
mata sebanyak 480.
Berdasarkan data dari perdami, saat ini cataract surgical rate (CSR) di Indonesia
adalah 1050. Merujuk pada nilai tersebut maka jumlah operasi katarak di Jawa Barat
per tahun adalah sebesar 49.748 per tahun. Rekomendasi vision 2020, CSR yang
disarankan adalah 2000 sehingga diperlukan jumlah operasi katarak sebanyak
94.759 per tahun.
Hasil RAAB di Jawa Barat menunjukkan angka kebutaan sebesar 2.8%. Pada
populasi 50 tahun keatas didapatkan 180.633 orang mengalami kebutaan bilateral,
77.538 orang dengan gangguan penglihatan berat, 471.355 orang dengan gangguan
penglihatan sedang dan 87.105 dengan functional low vision yang memerlukan
pelayanan low vision. Penyebab utama dari kebutaan di Jawa Barat adalah katarak
sebesar 71.7 %.
25
Tabel 2. Pelayanan kesehatan mata
Layanan kesehatan mata level tersier
Jumlah RS pemerintah dengan layanan khusus kesehatan mata 1
Jumlah RS swasta dengan layanan khusus kesehatan mata 3
Jumlah tempat tidur rumah sakit khusus kesehatan mata 125
Jumlah dokter mata di institusi pemerintah 39
Jumlah dokter mata di institusi swasta 18
Layanan kesehatan mata level sekunder
Jumlah RS pemerintah dengan layanan kesehatan mata 33
Jumlah RS swasta dengan layanan kesehatan mata 99
Jumlah dokter mata di institusi pemerintah 67
Jumlah dokter mata di institusi swasta 57
Layanan kesehatan mata level primer
Jumlah layanan kesehatan (puskesmas, klinik) 2130
Jumlah layanan kesehatan dengan program kesehatan mata 1330
Jumlah perawat kesehatan mata 1065
Layanan kesehatan mata di level masyarakat
Jumlah posyandu posbindu atau layanan sejenis 480
Jumlah kader kesehatan mata terlatih 480
II. Maksud
Menurunkan prevalensi kebutaan karena katarak di propinsi Jawa Barat
III. Tujuan
• Meningkatkan jumlah penemuan kasus katarak sebanyak 20% pada tahun 2020
dibandingkan dengan data pada tahun 2017
• Meningkatkan jumlah CSR dari 1050 per 1 juta penduduk menjadi 2000 per 1 juta
penduduk pada tahun 2020 di Propinsi Jawa Barat
IV. Prioritas
Berdasarkan analisis situasi, prioritas yang harus dilakukan adalah
meningkatan jumlah penemuan kasus katarak
7
V. Rencana Aktifitas
Aktivitas Waktu Peserta Komentar
Tujuan 1
Menambah jumlah tenaga kesehatan
terlatih mata dan kader pada pusat layanan
primer
1 April–31
Desember 2020
Koordinator program
kesehatan mata di tiap
dinas kesehatan
Diharapkan tiap puskesmas
memiliki perawat dan kader
terlatih untuk menemukan
kasus kebutaan
Melatih kader dan tenaga kesehatan
untuk
mengidentifikasi kebutaan pada pusat
layanan primer
1–3 Juni 2020 Perawat, kader Setiap perawat dan kader
dapat
menemukan kasus kebutaan
di daerah masing-masing
Pengaturan alur dan administarsi rujukan
pasien dari layanan primer ke layanan
sekunder dan tersier
1-3 Juli 2020 Petugas admisitrasi
layanan primer dan sekunder
Setiap tenaga kesehatan
memahami proses rujukan dan
kelengkapan administrasi dari
kasus yang telah ditemukan ke
tingkat pelayanan kesehatan
lebih lanjut
Edukasi katarak rutin di pusat layanan primer Sepanjang
tahun
Tenaga kesehatan, kader,
masyarakat
Tenaga kesehatan dan
masyarakat mendapatkan
informasi tentang katarak
8
Tujuan 2
Menambah jumlah dokter spesialis mata 1 Juli 2020 Kepala dinas kesehatan
direktur rumah sakit, bagian
SDM rumah sakit, komite
medik rumah sakit
Menyesuaikan kebutuhan
spesialis mata sesuai
standar WHO
Menilai ketersediaan jumlah mikroskop dan
instrument untuk bedah katarak
1-3 Agustus
2020
Direktur rumah sakit Menyesuaikan ketersediaan
mikroskop dan instrument
bedah katarak pada rumah sakit
Meningkatkan keterampilan dokter dan
perawat asisten bedah katarak
4-6 Agustus
2020
Dokter spesialis mata dan
perawat asisten bedah katarak
Meningkatkan hasil operasi
katarak
Meningkatkan jumlah bakti social operasi
katarak
Sepanjang
tahun
Dokter spesialis mata, perawat
asisten bedah katarak, dinas
kesehatan.
Bekerjasama dengan dinas
kesehatan, volunteer dan
tenaga kesahatan dalam
penyelenggaraan bakti sosial
operasi katarak
9
VI. Monitoring
Aktifitas Indikator Interval Koordinator
Tujuan 1
Menambah jumlah tenaga kesehatan terlatih
mata dan kader pada pusat layanan primer
Ketersediaan perawat dan kader
terlatih mata pada tiap layanan
kesehatan primer
Per 6 bulan Dinas kesehatan kepala
puskesmas/posyandu/posbindu
Melatih kader dan tenaga kesehatan untuk
mengidentifikasi kebutaan pada pusat
layanan primer
Kemampuan perawat dan kader
dalam mengidentifikasi kasus
kebutaan
Per 3 bulan Dokter, perawat
Pengaturan alur dan administarsi rujukan
pasien dari layanan primer ke layanan
sekunder dan tersier
Jumlah pasien yang memiliki
kelengkapan admistrasi saat
menerima rujukan
Per 3 bulan Petugas administrasi layanan
primer dan sekunder
Edukasi katarak rutin di pusat layanan primer Jumlah kegiatan dan peserta
pada tiap puskesmas, posyandu,
posbindu atau rumah sakit
Per 3 bulan Tim penanggung jawab
penanggulanagan kebutaan
pada dinas kesehatan
10
Tujuan 2
Menambah jumlah dokter spesialis mata Ketersediaan dokter spesialis
mata pada setiap rumah sakit
Per tahun Kepala dinas kesehatan
propinsi, direktur rumah sakit
Menilai ketersediaan jumlah mikroskop
dan instrument untuk bedah katarak
Jumlah rumah sakit yang
memiliki mikroskop dan
instrument bedah katarak
Per tahun Direktur rumah sakit, dinas
kesehatan
Meningkatkan keterampilan dokter dan
perawat asisten bedah katarak
Outcome operasi katarak Per tahun Direktur rumah sakit
Meningkatkan jumlah bakti sosial operasi
katarak
Jumlah bakti sosial dan
jumlah pasien yang di operasi
katarak
Per tahun Tim penanggungajawab
penanggulangan kebutaan pada
dinas kesehatan
1
VII. Evaluasi
Evaluasi akan dilakukan pada akhir setiap tahun.. Saat evaluasi akan dinilai tujuan awal
yang telah ditentukan. Semua aktivitas akan dinilai kembali dan disesuaikan dengan indikator
yang telah ditentukan. Perbaikan dilakukan pada setiap aktivitas dan sumber daya yang ada,
serta mempertahankan keberlanjutan program yang dinilai efektif dalam mencapai tujuan.
2