proposal kartiah gani (pp2 10 308).doc

90
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Efisiensi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi, khususnya bagi instansi Pemerintah termasuk Perguruan Tinggi yang berhubungan langsung dengan kebutuhan pelayanan pada mahasiswa yaitu penyediaan sarana dan prasarana perkuliahan. Dengan tersedianya pelayanan sarana dan prasarana dapat mempengaruhi meningkatnya mutu perkualiahan dan manajemen perkuliahan di fakultas ini. Efisiensi dapat didefinisikan sebagai usaha mencapai prestasi yang sebesar-besarnya dengan menggunakan kemungkinan yang tersedia (material, mesin, dan manusia), dalam tempo yang sependek-pendeknya. Di dalam keadaan yang nyata / sepanjang keadaan itu bisa berubah / tanpa mengganggu keseimbangan antara faktor- faktor tujuan, alat, tenaga dan waktu. Jumlah sumber daya manusia yang tersedia sudah dianggap cukup namun dari segi kualitas masih sangat minim, dalam hal pelayanan intern dan terhadap pelayanan ekstern. Oleh

Upload: kamal-prasetyo

Post on 25-Sep-2015

227 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

PAGE

63

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Efisiensi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi, khususnya bagi instansi Pemerintah termasuk Perguruan Tinggi yang berhubungan langsung dengan kebutuhan pelayanan pada mahasiswa yaitu penyediaan sarana dan prasarana perkuliahan. Dengan tersedianya pelayanan sarana dan prasarana dapat mempengaruhi meningkatnya mutu perkualiahan dan manajemen perkuliahan di fakultas ini.

Efisiensi dapat didefinisikan sebagai usaha mencapai prestasi yang sebesar-besarnya dengan menggunakan kemungkinan yang tersedia (material, mesin, dan manusia), dalam tempo yang sependek-pendeknya. Di dalam keadaan yang nyata / sepanjang keadaan itu bisa berubah / tanpa mengganggu keseimbangan antara faktor-faktor tujuan, alat, tenaga dan waktu. Jumlah sumber daya manusia yang tersedia sudah dianggap cukup namun dari segi kualitas masih sangat minim, dalam hal pelayanan intern dan terhadap pelayanan ekstern. Oleh karena itu pimpinan sangat diharapkan perannya dalam pengawasan terhadap disiplin pegawai dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya masing-masing sesuai tanggung jawab yang dibebankan padanya.

Kedisiplinan dapat memacu peningkatan kualitas pelayanan kepada mahasiswa. Dalam hal ini kedisiplinan yang dimaksud adalah kedisiplinan dalam mematuhi aturan yang menjadi standar guna memicu kualitas pelayanan mahasiswa. Keadaan seperti ini dapat tercipta dalam suatu fakultas bilamana atasan dan bawahan memahami peranan dan keberadaan mahasiswa yang harus puas dalam pelayanannya. Pelayanan kepada mahasiswa berup administrasi oleh para pegawai dan pelayanan dari segi akademik (perkuliahan) oleh para atasan. Jadi pelayanan kepada mahasiswa secara teknis adalah pegawai dan dosen dan kedua kelompok ini terarah oleh pimpinan Fakultas (manajemen fakultas).

Seluruh organisasi termasuk fakultas harus menggunakan marketing concepts yaitu harus selalu memperhatikan pelanggan (dalam hal ini mahasiswa). Karena seluruh organisasi (fakultas) menghadapi tantangan persaingan khusus dan umum.

Mahasiswa bisa pindah ke fakultas lain, jika tidak puas dalam pelayanan administrasi atau akademik, mereka pindah ke disiplin ilmu yang sama (khusus) atau pindah ke disiplin ilmu lain (umum).

Mahasiswa adalah pihak yang dipressing menjadi SDM yang bermutu (kualitas) lebih baik. Hal ini berarti bahwa mahasiswa bukan kelompok pengelola, tetapi kelompok yang dikelola yang harus mendapat kepuasan dalam pelayanannya oleh pegawai dan dosen. Pemimpin (Dekan) bertanggung jawab terhadap pegawai dan dosen.

Mengingat bahwa setiap individu pegawai dan dosen dalam suatu fakultas berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, maka sangat penting bagi dekan (pimpinan) untuk memahami bakat dan keahlian/keterampilan yang dimiliki oleh bawahannya. Jika dekan (pimpinan) dapat mengetahui hal-hal tersebut, maka dapat lebih mudah untuk menempatkan pegawai pada posisi yang paling tepat, sehingga mereka dapat bekerja secara efisien dan produktif tanpa merasa terbebani. Dengan kata lain bahwa mereka bekerja dengan senang hati dan ikhlas dalam penugasannya.

Prasarana dan sarana harus selalu siap untuk pelayanan kepada mahasiswa, karena itu harus dijaga keberadaannya dan dipelihara kelestariannya.

Prasarana dan sarana kampus harus dijaga dan dipelihara keberadaanya, karena itu boleh dirusak atau dibakar karena akan digunakan untuk pelayanan kepada mahasiswa yang harus dipuaskan karena adalah pelanggan dimana fakultas harus menggunakan konsep pemasaran (marketing concept), di mana para pelanggan (mahasiswa) harus dipuaskan.

Para pegawai dan dosen adalah kelompok pemilik sarana dan prasarana yang harus digunakan secara efisien dalam melayani mahasiswa. Walaupun sarana dan prasarana yang bersangkutan digunakan secara efisien, tetapi pelayanan harus efektif atau harus memuaskan para mahasiswa.

Sarana berupa barang dan alat yaitu kertas, pulpen dan lain-lain termasuk meja, kursi, lemari dan lain-lain. Serta dana kontan berupa honor bagi tenaga lepas (luar biasa). Prasarana berupa gedung, pekarangan, lapangan sepak bola, pekarangan dan pertanaman dan lain-lain.

Pegawai dan dosen sebagai pelaksana teknis adalah merupakan ujung tombak dalam usaha peningkatan efisiensi dan produktivitas. Jika pegawai dan dosen mengalami kemacetan dalam pelaksanaan tugasnya, maka dapat menghambat kebutuhan dan pelayanan kepada mahasiswa yang harus dipuaskan dalam kehidupan sebagai sumber daya manusia di kampus.

Untuk mencegah terjadinya miss management, maka pihak dekan (pimpinan) harus mampu melaksanakan administrasi akademik dan kegiatan perkualiahan.

Sumber daya manusia yang bermutu yaitu pegawai dan dosen dapat menggunakan sarana dan prasarana secara efisien dalam pelayanan kepada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar

Penggunaan sarana dan prasana dalam pelayanan mahasiswa, dimaksudkan adalah efisiensi dari waktu, dana, dan daya. Pengukuran terhadap efisiensi ini, disinilah pentingnya perencanaan sebagai standard jika penggunaan waktu adalah sesuai dengan perencanaan berarti dapat mengalami efisiensi, demikian juga penggunaan dana (keuangan) dan daya (tenaga).

Dengan melihat fenomena yang ada pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar, maka peneliti bermaksud melakukan suatu kajian mengenai Analisis Efisiensi Pelayanan Terhadap Kepuasan Mahasiswa Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dapat diutarakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Apakah faktor-faktor efisiensi pelayanan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kepuasan mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar?

2. Faktor efisiensi pelayanan apakah yang paling signifikan pengaruhnya terhadap kepuasan mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor efisiensi pelayanan terhadap kepuasan mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar.

2. Untuk mengetahui variabel efisiensi pelayanan yang lebih dominan berpengaruh terhadap kepuasan mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini dapat bermanfaat sebagai :

1. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, antara lain sebagai bahan masukan bagi pimpinan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar, terutama dalam hal efisiensi pelayanan kepada mahasiswa pada fakultas ini.

2. Memberikan masukan kepada para peneliti berikut yang ingin melakukan peneltian secara detail dan rinci terhadap efisiensi pelayanan guna kepuasan mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Manajemen Sumberdaya Manusia

Teori struktural dan fungsional yang dikembangkan oleh Durkheim dalam tinjauan Forland (2006:19) menyatakan bahwa dalam suatu organisasi ditemukan sumber daya manusia menjalankan akses struktural dan fungsional untuk mencapai tujuan organisasi. Nilai dari teori struktural dan fungsional ini untuk memberikan apresiasi tentang penerapan manajemen sumber daya manusia sebagai suatu ilmu dan seni.

Suatu organisasi tidak terlepas dari konsep manajemen sumberdaya manusia yang mengkaji bagaimana penerapan suatu manajemen yang menggunakan sumberdaya manusia sebagai suatu ilmu dan seni yang dipelajari berdasarkan eksistensi pengembangan ilmu manajemen di dalam menjawab keberadaan sumber daya manusia dan organisasi kerja.

Sutarman (2001:87) manajemen sumberdaya manusia adalah suatu proses merencanakan, melaksanakan, mengendalikan dan menghasilkan segala bentuk aktivitas kerja untuk dapat meningkatkan kinerja pegawai. Kaitan antara manajemen sumberdaya manusia dengan peningkatan kinerja sangat berkaitan erat, sehingga menjadi perhatian bagi ilmuwan untuk mengembangkan adanya peningkatan sumberdaya manusia sesuai dengan peningkatan kinerja yang dicapainya. Teori perubahan yang diperkenalkan oleh Roshtow dalam Forland (2006:141) menyatakan bahwa setiap organisasi mengalami perubahan sesuai dengan perubahan sumber daya manusia dalam memanaj suatu organisasi. Perubahan itu dibedakan atas perubahan berskala besar dan berskala kecil. Acuan ini digunakan oleh Djaelani (2001:37) menjelaskan manajemen sumberdaya manusia dibagi menjadi dua bagian yaitu manajemen sumberdaya makro dan mikro. Pengertian manajemen sumberdaya manusia secara makro adalah semua aktivitas sumberdaya manusia yang berkaitan dengan penciptaan kerja dan pemberian tugas pokok kepada pegawai. Sedangkan pengertian manajemen sumberdaya manusia secara mikro yaitu yang berkaitan dengan mekanisme kerja dari suatu organisasi sumberdaya manusia.

Teori keunggulan yang dikemukakan oleh Herzberg dalam Mathis (2006:69) menyatakan bahwa keunggulan hanya tercapai jika dikelola oleh sumber daya manusia yang berkualitas sesuai tingkat integritas, kontinuitas, sinerjik dan strategik alam mencapai tujuan organisasi.

Manajemen sumberdaya manusia dari pengertian tersebut di atas, dapat ditarik suatu pengertian bahwa manajemen sumberdaya manusia adalah suatu serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh individu sumberdaya manusia dan organisasi sumberdaya manusia untuk meningkatkan kinerja sumberdaya manusia.

Manajemen sumberdaya manusia juga harus diartikan sebagai suatu proses yang membutuhkan adanya integritas, kontinuitas, sinergitas dan stratejik diantara individu sumberdaya manusia dan organisasinya dalam memperbaiki dan meningkatkan kinerja individu dan organisasi. Tentu menjadi penting andil sumberdaya manusia dalam suatu organisasi kerja yang berkaitan dengan peningkatan kinerja SDM. Faulkes (2000:89) memberikan pengertian: "the human resource as apparatus become potency for using thinking values and creation used optimal for individual and organization successful in increasing of performance it', yang artinya sumberdaya manusia sebagai potensi yang menggunakan pikiran, penilaian-penilaian dan karya yang dimiliki dan digunakan secara optimal demi keberhasilan individu atau organisasi dalam meningkatkan kinerjanya.

Pengertian di atas menunjukkan pentingnya hubungan sumberdaya manusia dalam peningkatan kinerja sumberdaya manusia sesuai dengan bentuk aktivitas kerja yang dilakukan. Tidak dapat disangkal bahwa dewasa ini sumberdaya manusia menjadi bagian dari peningkatan kinerja organisasi. Nadler (1999:32) mengemukakan bahwa manajemen sumberdaya manusia adalah upaya peningkatan kinerja pegawai di dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Makin baik penerapan manajemen sumberdaya manusia, maka makin mudah meningkatkan dan memperbaiki kinerja SDM dalam suatu organisasi.

Manajemen sumberdaya manusia juga diartikan menurut tinjauan Asnoff (1999:336) yaitu sebagai suatu ilmu dan seni (science and art), sesuai kemampuan yang dimiliki sumberdaya manusia dalam rangka menghasilkan hasil kerja yang disebut kinerja. Kinerja adalah bagian daripada aktualisasi pengembangan tugas pokok dan fungsi sumberdaya manusia dalam pencapaian tujuan organisasi.

Sependapat dengan Keith (2000:48) memberikan definisi bahwa manajemen sumberdaya manusia merupakan bagian dari peningkatan kinerja sumberdaya manusia yang dibutuhkan di dalam pelaksanaan aktivitas organisasi.

Kajian-kajian manajemen sumberdaya manusia juga dapat dilihat pada pernyataan yang dikemukakan oleh Anshory (2004:54) tentang manajemen sumberdaya manusia yang menjadi fokus dari pengarahan, pembinaan, pengelolaan dari individu sumberdaya manusia secara potensial dalam mengimplementasikan berbagai aktivitas sumberdaya manusia untuk menghasilkan kinerja secara optimal untuk mencapai tujuan organisasi.

Berbagai Uraian pengertian manajemen sumberdaya manusia di atas, merupakan suatu pertimbangan dalam melihat bahwa eksistensi kinerja organisasi clan sumberdaya manusia merupakan kajian dari manajemen sumberdaya manusia yang dapat menjelaskan menguraikan hubungan-hubungan kinerja yang diterapkan. Karena itu, pertimbangan untuk dapat melihat hal-hal yang kinerja sumberdaya manusia seperti berfokus budaya kerja, pendidikan formal, motivasi kerja clan tanggungjawab, yang menjadi lingkup penerapan sumberdaya manusia dalam rangka meningkatkan kinerja sumberdaya manusia.

B. Pengertian pegawai

Pegawai adalah orang yang melaksanakan pekerjaan dengan mendapat imbalan jasa berupa gaji dan tunjangan dari pemerintah atau perusahaan, dalam membahas pengertian pegawai ini penulis berorientasi pada Pegawai Negeri Sipil, didalam pasal 1 sub a undang-undang No. 8 tahun 1974, tentang undang-undang Pokok Kepegawaian dikemukakan bahwa pegawai adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya di dalam buku Ensiklopedia administrasi dikatakan bahwa pegawai adalah terdiri dari pegawai negeri sipil dan anggota angkatan bersenjata Republik Indonesia. Pegawai Negeri Sipil terdiri dari Pegawai Negeri Sipil Pusat, Pegawai Negeri Sipil Daerah dan Pegawai Negeri Sipil lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Memperhatikan pengertian pegawai yang dimaksud pada pasal 1 sub a, maka pengertian pegawai memiliki beberapa unsure pokok yaitu :

a. Mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang.

b. Diangkat oleh pejabat yang berwenang.

c. Diserahi tugas dalam suatu jabatan Negara.

d. Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa pegawa adalah seluruh individu yang diangkat oleh pejabat yang berwewenang diserahi tugas dalam suatu jabatan negara atau tugas lainnya yang digaji berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam pasal 2 undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian dikemukakan bahwa :

1. Pegawai terdiri dari :

a. Pegawai Negeri Sipil

b. Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

2. Pegawai negeri sipil terdiri dari :

a. Pegawai Negeri Sipil Pusat

1) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang gajinya dibebankan pada anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada departemen, kesekretariatan lembaga tertinggi/tinggi negara, instansi vertical di daerah-daerah dan kepaniteraan pengadilan.

2) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang bekerja pada perusahaan jawatan.

3) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang bekerja yang diperbantukan atau dipekerjakan pada daerah otonomi.

4) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang menyelenggarakan tugas negara lainnya seperti hakim pada pengadilan negeri dan pengadilan dan lain-lain.

b. Pegawai Negeri Sipil Daerah yaitu pegawai yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja. Daerah dan bekerja pada dinas atau instansi daerah otonomi.

Pegawai negeri sipil lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Organisasi adalah alat untuk mencapai tujuan oleh sebab itu harus disesuaikan dengan perkembangan tugas pokok dalam mencapai tujuan berhubungan dengan itu ada kemungkinan bahwa arti dari pegawai negeri sipil akan berkembang dikemudian hari.

C. Batasan Efisiensi

Bagaimana definisi efisiensi itu? Efrsiensi adalah usaha mencapai prestasi yang sebesar-besarnya dengan menggunakan kemungkinan-kemungkinan yang tersedia (material, mesin, dan manusia) dalam tempo yang sependek-pendeknya, di dalam keadaan yang nyata (sepanjang keadaan itu bisa berubah) tanpa mengganggu keseimbangan antara faktor-faktor tujuan, alat, tenaga, dan waktu (Wirapati dalam The Liang Gie, 1976, him. 26).

Efisiensi adalah perbandingan terbaik antara suatu hasil dengan usahanya. Perbandingan ini dapat dilihat dari dua segi berikut ini.

1. Hasil

Suatu'kegiatan dapat disebut efisien, jika suatu usaha memberikan hasil yang maksimum. Maksimum dari segi mutu atau jumlah satuan hasil itu.

2. Usaha

Suatu kegiatan dapat dikatakan efisien, jika suatu hasil tertentu tercapai dengan usaha yang minimum, mencakup lima unsur: pikiran, tenaga jasmani, waktu, ruang, dan benda (termasuk uang). (The Liang Gie dan Miftah Thoha, 1978, him. 8-9)

Efisien menurut Ghiselli & Brown:

The terrra efficiency has a very exact definition. It is expressed as the ratio of output to input (E.E. Ghiselli & C.W. Brown, 1955, him. 251)

Jadi, menurut (1hiselli & Brown, istilah efisiensi mempunyai pengertian yang sudah pasti, yaitu menunjukkan adanya perbandingan antara keluaran (output) dan masukan (input).

Dari ketiga pendapat tersebut terdapat tiga perbedaan yaitu sebagai berikut.

1. Batasan efisiensi menurut Wirapati hanya menunjukkan efisiensi yang dilihat dari segi pengorbanan saja. Dengan pengorbanan material, mesin, tenaga dan waktu yang tersedia, mencapai suatu hasil. Kalau hasilnya baik maka termasuk efisien, tetapi kalau hasilnya tidak baik, maka termasuk tidak efisien.

2. Batasan efisien dari The Liang Gie dan M. Thoha dilihat dari segi output dan input, dengan ketentuan efisiensi adalah perbandingan terbaik; sifatnya tertutup. Jadi, yang ada adalah sesuatu kegiatan itu efisien atau tidak efisien. Efisiensi tidak ada tingkatannya. Tidak ada istilah lebih efisien atau kurang efisien.

3. Batasan efisien menurut Ghiselli & Brown menunjukkan bahwa efisien adalah perbandingan antara output dan irrprct (tidak harus merupakan perbandingan terbaik).

Dari ketiga batasan tersebut terlihat adanya tiga perbedaan pendapat sebagaimana telah disampaikan di atas. Penulis akan menguraikan tentang efisiensi, sesuai dengan pendapat Ghiselli dan Brown, dengan penjabaran lebih lanjut.

Kiranya perlu dibedakan antara pengertian efisiensi dengan pengertian efisiensi optimal. Efisiensi adalah perbandingan antara output dan input. Efisiensi optimal adalah perbandingan terbaik antara output dan input.

Istilah output dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia: keluaran, hasil, atau manfaat sedangkan input dapat diterjemahkan menjadi: masukan, usaha, atau pengorbanan. Selanjutnya secara silih berganti, penulis akan menerjemahkan outpur = hasil sedangkan input = pengorbanan.

a. Prinsip Berlakunya Efisiensi

Untuk menentukan apakah suatu kegiatan dalam organisasi itu termasuk efisien atau tidak maka prinsip-prinsip atau persyaratan efisiensi harus terpenuhi, yaitu sebagai berikut.

1. Efisiensi harras dapat diukur

Standar untuk menetapkan batas antara efisien dan tidak efisien adalah ukuran normal. Ukuran normal ini merupakan patokan (standar) awal, untuk selanjutnya menentukan apakah suatu kegiatan itu efisien atau tidak. Batas ukuran normal untuk pengorbanan adalah pengorbanan maksimum, sedangkan batas ukuran normal untuk hasil adalah hasil minimum. Kalau tidak dapat diukur maka tidak akan dapat diketahui apakah suatu cara kerja atau suatu kegiatan itu efisien atau tidak.

2. Efisiensi merzgaccr pat-la pertirnbangart rasional

Rasional artinya segala pertimbangan harus berdasarkan akal sehat, masuk akaJ, Jogis, bukan emosional. Dengan pertimbangan rasional, objektivitas pengukuran dan penilaian akan lebih terjamin. Subjektivitas pengukuran dan penilaian dapat dihindarkan sejauh mungkin.

3. Efisiensi tidak boleh rnengorbarrkarr kualita.s (rnutu)

Dengan demikian, kuantitas boleh saja ditingkatkan tetapi jangan sampai mengorbankan kualitasnya. Jangan mengejar kuantitas tetapi dengan mengorbankan kualitas. Jangan sampai hasil ditingkatkan tetapi kualitasnya rendah. Mutu harus tetap dijaga baik.

4. Efisiensi rrrerupakan teknis pela,ksarraan

Sehingga jangan sampai bertentangan dengan kebijakan atasan. Tentu saja kebijakan atasan itu sudah dipertimbangkan dari berbagai segi yang luas cakupannya, pelaksanaan operasionalnya dapat diusahakan seefisien mungkin, sehingga tidak terjadi pemborosan.

5. Pelaksanaan efisiensi harus disesuaikan dengan kemampuan organisasi yang bersangkutan

Ini berarti bahwa penerapannya disesuaikan dengan kemampuan sumber daya manusia (SDM), dana, fasilitas, dan lain-lain, yang dimiliki oleh organisasi yang bersangkutan sambil diusahakan peningkatannya. Setiap organisasi, apakah itu instansi pemerintah, badan swasta, ataupun perusahaan, mempunyai kemampuan yang tidak selalu sama. Pengukuran efisiensi hendaknya didasarkan pada tingkat kemampuan yang dimilikinya, baik mengenai sumber daya manusianya, dananya. maupun fasilitasnya.

6. Efisiertsi itu ada tingkatanrzya

Secara sederhana dapat ditentukan penggolongan tingkatan efisiensi, misalnya saja:

a. tidak efisien,

b. kurang cfisien,

c. efisien,

d. lebih efisien, dan

e. paling efisien (optimal).

Tingkatan efisiensi dapat juga tnenggunakan angka persentase (%).

Tentu saja masing-masing golongan tingkatan itu harus ditentukan dengan cermat dan jelas batasannya.

Keenam syarat itu harus dipenuhi untuk tnenentukan tingkat efisiensinya. Kalau persyaratan-persyaratan tersebut tidak terpenuhi maka tidak dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu kegiatan atau cara keria itu efisien atau tidak, dan tidak dapat menentukan seberapa tinggi tingkatan efisiensinya. Efisiensi dapat dilihat dari segi hasil (output) dan juga dapat dilihat dari segi pengorbanan (input). Semuanya itu dimulai dengan batas ukuran normalnya dulu, selanjutnya barulah diketahui efisien atau tidaknya, atau tingkatan etisiensinya.

b. Dua Segi Efisiensi

Seperti telah disebutkan di atas, efisiensi dapat ditinjau dari dua segi, yaitu sebagai berikut.

1. Segi Hasil (output)

Yang dimaksud dengan efisiensi ditinjau dari segi hasil, yaitu hasil minimum yang dikehendaki ditetapkan terlebih dahulu. Kemudian pengorbanan maksimalnya (tenaga, pikiran, uang, atau lainnya) juga ditetapkan. Ini merupakan batas normal pengorbanan. Kalau ternyata pengorbanan lebih sedikit daripada yang ditetapkan, itu termasuk efisien. Tetapi kalau pengorbanannya lebih banyak, itu termasuk tidak efisien.

Contoh:

Sejumlah karyawan pabrik gelas antik dilatih cara membuat gelas antik yang benar. Kemudian disuruh mempraktikkan. Meskipun telah dilatih, kemampuan masing-masing dalam menghasilkan gelas per hari tidak sama. Kemudian dirata-rata, misalnya 10 gelas dapat dihasilkan per harinya. Hasil 10 gelas itu dijadikan hasil minimum per hari. Bagi karyawan yang dapat menghasilkan lebih dari 10 gelas, ia termasuk karyawan yang cara kerjanya efisien. Bagi karyawan yang rata-rata dapat menghasilkan 10 gelas per hari, cara kerjanya termasuk normal. Bagi karyawan yang tidak mampu menghasilkan rata-rata 10 gelas per hari, termasuk karyawan yang cara kerjanya tidak efisien. Jadi, hasil 10 gelas itu merupakan batas normal hasil minimum.

Batas normal-hasil minimum dapat berupa:

a. produk/ barangyangdihasilkan,

b. jasa yang dihasilkan,

c. tugas yang diperintahkan,

d. target minimum yang harus dicapai,

e. daftar tugas (job description) yang harus dilaksanakan,

f. kepuasan, dan lain-lain.

2. Segi Pengorbanan (input)

Ditinjau dari segi pengorbanan normal, yaitu dengan pengorbanan (tenaga, pikiran, waktu, atau lainnya) yang ada atau yang ditetapkan, kemudian ditetapkan hasil minimum yang harus dapat dicapai. Kalau hasil yang dicapai itu di bawah hasil minimum, cara kerjanya termasuk tidak efisien. Apabila hasil yang tercapai persis sama dengan hasil minimum yang ditetapkan, cara ker janya termasuk normal. Tetapi kalau hasil yang dicapai lebih dari hasil minimurn yang telah ditetapkan, cara kerjanya termasuk efisien.

Misalnya:

Setelah diadakan penelitian, untuk membuat satu barang X secrzra normal ratarata dibutuhkan waktu satu bulan. Kalau ada yang dapat menghasilkan barang X kurang dari satu bulan, cara kerjanya termasuk efisien. Kalau persis satu bulan, cara kerjanya termasuk normal. Tetapi kalau sampai lebih dnri satu bulan, cara kerjanya tidak efisien.

Jadi, batas satu bulan itu termasuk batas maksimum waktu yang :,arus dicapai. Apabila pengorbanannya lebih besar daripada pengorbanan maksimum yang sudah ditetapkan, berarti cara kerjanya tidak efisien.

Batas normal pengorbanan maksimum antara lain berupa penggunaan:

a. waktu maksimum,

b. tenaga maksimum,

c. biaya maksimum, dan

d. pikiran maksimum.

Mengenai pengorbanan (input) dimungkinkan juga kombinasi pengorbanan. Misalnya, pengorbanan kombinasi antara tenaga yang dikerahkan dan lamanya waktu penyelesaian pekerjaan untuk mencapai hasil yang dikehendakinya.

c. Efisiensi Dari Segi Hasil (Output)

Contoh 1:

Efisiensi segi hasil: bidarrg produksi

Para karyawan pabrik gelas diberi latihan keterampilan cara membuat gelas antik yang benar. Kemudian mereka disuruh membuatnya, ternyata jumlah gelas yang dihasilkan antara karyawan yang satu dan karyawan yang lain tidak sama. Setelah dirata-rata, hasilnya 10 gelas per hari. Rata-rata 10 gelas per hari dijadikan sebagai batas standar normal, yaitu minimal setiap karyawan harus dapat menghasilkan gelas per hari. Untuk memotivasi agar karyawan dapat menghasilkan minimum 10 gelas per hari, diadakan Sistem Upah Progresif. Bagi karyawan yang satu hari mampu menghasilkan gelas lebih dari 10 buah, diberi upah Rp2.200,00 per gelasnya. Bagi karyawan yang dapat menghasilkan tepat 10 gelas per hari, diberi upah Rp2.000,00 per buah. Bagi karyawan yang rata-rata hanya mampu menghasilkan gelas kurang dari 10 buah per hari, diberi upah Rp1.800,00 per buah.

Dalam pelaksanaannya, karyawan A rata-rata satu hari dapat menghasilkan 12 gelas antik (berarti lebih dari 10 gelas antik), berarti cara kerjanya termasuk efisien. Karyawan B rata-rata menghasilkan 10 gelas antik, berarti cara ketjanya termasuk normal. Karyawan C rata-rata hanya mampu menghasilkan 8 gelas saja, berarti cara kerjanya termasuk tidak efisien, karena di bawah hasil minimum yang ditetapkan 10 gelas 1 harinya.

Berdasarkan Sistem Upah Progresif maka penghasilan mereka sebagai berikut.

1. Si A mendapat upah rata-rata 12 x Rp2.200,00 = Rp 2G.400,00/hari. Itu berarti cara kerjanya efisien.

2. Si B mendapat upah rata-rata 10 x Rp2.000,00 = Rp 20.000,00/hari. Itu berarti cara kerjanya termasuk normal.

3. Si C mendapat upah rata-rata 8 x Rp1.800,00 = Rp14.400,00/hari. Itu artinya cara kerjanya termasuk tidak efisien.

4. Kalau si D rata-rata dapat menghasilkan 15 gelas per hari, dikatakan cara kerja D lebil2 efisien jika dibandingkan dengan cara kerja A. Upahnya tetap Rp2.200,00 x 15 = Rp 33.000,00 per hari.

Contoh 2 :

Efisiensi segi pengorbanan : bidang pembangunan

Setelah diadakan penelitian dengan cermat, sesuai dengan potensi ekonomi masing-masing kabupaten, ditetapkan bahwa secara normal target minimum pertumbuhan ekonomi masing-masing kabupaten harus mencapai rata-rata 5% per tahunnya. Ini dijadikan batas normal Standar Hasil Minimum pertumbuhan ekonomi.

Potensi ekonomi, SDM, dana beserta fasilitas itu merupakan input-nya sedangkan pertumbuhan ekonomi minimal itu merupakan output-nya. Ternyata pertumbuhan ekonomi untuk:

Kabupaten A = 7%, Kabupaten B = 5%, dan Kabupaten C = 4%.

A = Hasilnya di atas target minimum pertumbuhan yaitu rata-rata 7% per tahun (berarti cara pengelolaannya termasuk efisien).

B =Sesuai target minimum rata-rata pertumbuhan ekonominya (berarti normal cara pengelolaannya).

C =Pertumbuhan ekonomi 4% (di bawah target minimum berarti tidak efisien).

Ukuran efisiensi di sini disesuaikan dengan potensi ekonomi daerah masingmasing. Tekanannya pada angka persentase pertumbuhan ekonomi.

Contoh 3 :

Efisiensi segi hasil: pekerjaan kantor mengetik naskah

Batas normal ditetapkan rata-rata hasil pengetikan yang benar per menit harus dapat mencapai minimum 140 hentakan.

Karyawan A rata-rata hanya mencapai 100 hentakan per menit, berarti cara kerja karyawan A tidak efisien.

Karyawan B rata-rata dapat mencapai 140 hentakan per menit, berarti cara kerja karyawan B normal.

Karyawan C rata-rata dapat mencapai 200 hentakan per menit, berarti cara kerja karyawan C efisien.

Karyawan D rata-rata dapat mencapai 250 hentakan per menit, berarti cara kerja karyawan D lebih efisien jika dibandingkan dengan karyawan C.

Dengan demikian, ada tingkatan efisiensi. Seperti halnya di bidang olahraga, kejuaraan pun ada tingkatannya, misalnya, juara I, juara II, juara III, dan juara harapan.

d. Efisiensi dari Segi Pengorbanan (Input)

Contoh 1 :

Efisiensi segi pengorbanan : bidang tender proyek

Suatu proyek pembangunan tertentu, diteliti dengan cermat sesuai dengan syarat kualitas yang telah ditetapkan, total biaya secara normal (dan itu merupakan batas maksimum biaya) misalnya Rp 2 miliar. Angka Rp 2 miliar ini dirahasiakan oleh instansi yang bersangkutan.

Setelah ditenderkan, ada tiga peserta tender D, E, dan E Peserta D minta biaya Rp 1,5 miliar peserta E minta Rp 1,9 miliar, dan peserta F minta Rp 2,5 miliar (semuanya serba rahasia dalam amplop tertutup).

Dari hasil penilaian tender, pemenangnya adalah E, karena lebih realistis mendekati Rp 2 miliar. Peserta D diragukan, mutunya pasti kurang baik: Sedangkan F terlalu mahal.

Standar pengorbanan biaya normal/maksimum Rp2M

Contoh 2 :

Efisiensi segi pengorbanan : pelaksanaan proyek

Proyek penggalian tanah (pengorbanan tenaga dan waktu). Volume tanah yang digali 20.000 m3. Karena banyak pengangguran, Pemerintah menginstruksikan agar pengerjaannya mengunakan sistem padat karya (labor intensive). Misalnya, di suatu daerah yang menganggur dan perlu diikutsertakan pada proyek penggalian tanah sebanyak 500 orang.

Setelah dilatih cara kerja yang benar, kapasitas kerja rata-rata 1 orang mampu menggali 2 m3/hari. Kalau dana yang dibutuhkan tidak ada masalah maka masalah yang lain adalah mengenai larnaraya waktu normal penyelesaian pekerjaan dan jumlah tenaga yang secara normal harus dikerjakan.

Berapa lamanya waktu normal penyelesaian pekerjaan itu?

Rumus 1:

Rumus 2:

SHAPE \* MERGEFORMAT

Jadi, penyelesaian pekerjaan20 hari = normal

< 20 hari = efisien

> 20 hari = tidak efisien

Keterangan :

HOK=harian orang kerja (perkalian antarjumlah orang yang dikerahkan dan lamanya waktu/hari secara normal harus kerja)

VK=volume kerja, yaitu 20.000 m3

KK=kapasitas kerja, yaitu rata-rata 2 m3/hari/orang

TK=jumlah tenaga kerja yang dikerahkan

WK=waktu kerja

Selanjutnya dengan jumlah tenaga kerja yang ditetapkan, maka untuk mengetahui berapa lamanya waktu normal yang dibutuhkan untuk penyelesaian pekerjaan, rumus dan tabel teoretisnya sebagai berikut.

Tabel 1. Kombinasi TK X WK

HOK

TK

WK

10.000 =

10.000 =

10.000 =

10.000 =

10.000 =

100 tk

200 tk

250 tk

500 tk

1.000 tk

100 hari

50 hari

40 hari

20 hari

10 hari

Sebaliknya, kalau pekerjaan harus selesai dalam waktu yang ditetapkan, tenaga kerja yang hams dikerahkan secara normal tabelnya seperti di bawah ini.

HOK =

WK X

TK

10.000 =

10.000 =

10.000 =

25 hari X

50 hari X

100 hari X

400 tk

200 tk

100 tk

e. Efisiensi Ekonomi

Efisiensi kegiatan pada perusahaan biasanya dinamakan juga efisiensi ekonomi. Di bidang ekonomi, efisiensi ekonomi itu dikaitkan dengan untung rugi. Batas antara untung dan rugi adalah titik impas, artinya usaha perusahaan tidak untung, tetapi juga tidak rugi. Istilah ekonomi mengenai titik impas adalah Break Even Point, disingkat BEP Adapun rumus tentang BEP, yaitu:

1.BEP unit = jumlah unit produk yang dihasilkan yang dalam keadaan impas. Ini merupakan efisiensi ekonomi dari segi hasil (outpea).

2.BEP modal kerja = jumlah modal kerja yang digunakan dalam keadaan impas. Ini merupakan efisiensi ekonomi dari segi pengorbanan (input).

Untuk menghitungnya maka rumusnya sebagai berikut:

SHAPE \* MERGEFORMAT

SHAPE \* MERGEFORMAT

Keterangan:

FC (Fixed Cost) = biaya tetap

VC (Variable Cost) = total biaya variabel

Pu (Sale Price per unit) = harga jual per unit

Vu (Variable Cost her uztit) = biaya variabel per unit

S (Total Sales Price) = total harga jual

Biaya tetap (Fixed Cost) adalah biaya yang jumlahnya relatif tetap, tanpa terpengaruh jumlah produk yang dihasilkan perusahaan yang bersangkutan. Contoh: gaji karyawan suatu perusahaan yang tiap bulannya diterima tetap, tanpa dikaitkan jumlah produk yang dihasilkan perusahaan itu.

Biaya Variabel (Variable Cost) adalah biaya yang jumlahnya berubah sesuai dengan perubahan jumlah produk yang dihasilkan perusahaan yang bersangkutan. Contoh: karyawan pabrik yang langsung menghasilkan produk perusahaan yang bersangkutan, dengan sistem upah per unit produk.

Contoh 1:

Efisiensi ekonomi: kombinasi segi pengorbanan dan hasil (perusahaan industri)

Sebuah perusahaan menghasilkan barang X sebanyak 500 unit. Biaya variabelnya Rp. 60.000.000,00. Biaya tetapnya Rp. 30.000.000,00. Harga jual seluruhnya Rp. 120.000.000,00. Berupa BEP unit dan BEP modal keijanya?

Jawab:

Menghitung BEP unit

SHAPE \* MERGEFORMAT

Keterangan:

FC (Fixed Cost)=biaya tetap

Pu (Sale Price per unit)=harga jual per unit

Vu (Variable Cost per unit) =biaya varibel per unit

S (Total Sales Price)=total harga jual

SHAPE \* MERGEFORMAT

Dengan demikian, dalam keadaan tidak untung dan tidak rug] (impas), perusahaan menghasilkan barang X sebanyak 250 unit. Namun demikian, agar memperoleh untung (secara ekonomis usaha efisien) perusahaan harus memproduksi barang X lebih dari 250 unit.

Contoh 2:

Menghitung BEP, Modal Kerja

Rumus BEP Modal Kerja

di mana:

FC (Fixed Cost) = biaya tetap

VC (Variable Cost) = total biaya variabel

S (Total Sales Price) = total harga jual

SHAPE \* MERGEFORMAT

Jadi, dalam keadaan impas menurut perhitungan tersebut di atas, modal kerja yang dibutuhkan adalah sebesar Rp60.000.000,00.

Supaya dapat menghasilkan keuntungan, modal kerja yang dibutuhkan harus lebih dari Rp60.000.000,00.

Pembuktian:

Untuk memperoleh keadaan impas (BEP) maka TC= TR

TC = FC + VC = Rp30.000.000,00 + Rp30.000.000,00= Rp60.000.000,00

TR= Rp2.500,00 x Rp240.000,00= Rp60.000.000,00

Contoh 3:

Efisiensi segi pengorbanan: bidang pekerjaan karrtor

Mengenai waktu penyelesaian pekerjaan kantor yang dijadikan batas normal lamanya waktu penyelesaian peketjaan. Dari job description, terdapat salah satu tugas tertentu yang berdasarkan hasil studi gerak dan waktu (motion and time study) secara normal, paling lama tugas tersebut harus selesai dalam waktu 2 jam dengan kualitas hasil yang sudah ditetapkan.

Apabila dalam pelaksanaannya karyawan yang bersangkutan dapat menyelesaikan dalam waktu kurang dari 2 jam, ia termasuk karyawan yang cara kerjanya efisien. Apabila dapat menyelesaikan tepat 2 jam, cara kerjanya termasuk normal. Narnun, apabila lebih dari dua jam, cara ketjanya termasuk tidak efisien (irrefisien).

f. Kegiatan yang Sulit Ditetapkan dengan Cermat

Bagi kegiatan atau pekerjaan yang sulit ditetapkan standar lamanya waktu penyelesaian secara cermat, ditetapkan berdasarkan kepantasan. Terutama kegiatan yang berupa pemikiran, misalnya, perencanaan. Kapan kegiatan perencanaan itu secara normal harus selesai, dapat diperkirakan berdasarkan kepantasan berapa lama harus selesai.

Contoh 4:

Efisiensi segi pengorbanan: perencannaan pembangunan

Misalnya, penyusunan harus disiapkan sebelumnya. Setelah diadakan survei yang mendalam oleh satu tim, diperoleh perkiraan waktu yang dibutuhkan, yaitu satu tahun. Kalau bisa siap sebelum satu tahun, itu berarti cara kerjanya tennasuk efisien. Tetapi kalau tepat satu tahun berarti cara kerjanya termasuk normal, karena batas tnaksimumnya ditetapkan satu tahun. Tctapi kalau sclesainya lebih dari satu tahun, itu menunjukkan cara kerjanya termasuk tidak efisien.

D. Kualitas Pelayanan

1. Pengertian Kualitas

Robert C, Stampel, Pimpinan General Motors Corporation, dalam Loh (2001:33) menyatakan bahwa revolusi kualitas di seluruh dunia telah secara permanen telah mengubah cara manusia menjalankan usaha. Dulu, kualitas hanya terbatas pada soal-soal teknis, tetapi kini sudah merupakan proses peningkatan yang dinamis, berlangsung terus-menerus, dan melibatkan semua kalangan usaha.

Loh (2001:34) menambahkan bahwa kualitas memiliki sifat kumulatif. Kualitas bukanlah entetis yang berdiri sendiri, melainkan mencakup totalitas dari semua karakteristik suatu produk atau jasa yang membuat produk atau jasa tersebut unggul dan baik. Kualitas menurut ISO (International Organization for Standardization) adalah :

a. Kondisi yang sehat untuk tujuan atau pemakaian;

b. Keselarasan dengan spesifikasi;

c. Kebebasan dari segala kekurangan;

d. Kepuasan pelanggan;

e. Kredibilitas;

f. Kebanggaan memiliki.

Menurut ISO-8402 (Loh, 2001:35), kosa kata kualitas adalah totalitas dari fasilitas dan karakteristik suatu produk atau jasa yang mampu memuaskan kebutuhan, yang tersurat atau tersirat.

Definisi juga diberikan oleh Tjiptono (2004:11) mendefinisikan kualitas sebagai kecocokan untuk pemakaian (fitness for use). Definisi lain yang lebih menekankan kepada orientasi pemenuhan harapan pelanggan. Kualitas adalah perbaikan terus-menerus. Definisi lain dikemukakan oleh taguchi yang menekankan pada kerugian yang harus dibayar oleh konsumen akibat kegagalan suatu produk atau jasa. Kualitas merupakan fungsi dari biaya dimana biaya dapat diturunkan dengan proses perbaikan atau pengurangan variasi dalam produk atau variasi dalam proses.

Kadir (2001:19) menyatakan bahwa kualitas adalah suatu tujuan yang sulit dipahami (elusive goal), sebab harapan dari konsumen akan selalu berubah. Setiap ada standar baru yang baik ditemukan, maka konsumen akan menuntut lagi agar diperoleh lagi standar baru yang lebih baru dan lebih baik lagi. Dalam pandangan ini maka kualitas merupakan suatu proses dan bukan merupakan suatu hasil akhir (continuitas quality improvement).

Tidak ada satupun definisi kualitas yang sempurna. Akan tetapi setidaknya terdapat tiga aspek kunci yang dapat dijadikan patokan untuk dapat memahami definisi yang diantara ketiganya dapat dikombinasikan oleh suatu perusahaan dalam mendefinisikan suatu kualitas jasa. Tjiptono (2004:12) menyatakan bahwa :

a. Karakteristik kualitas yaitu karakteristik output dari suatu proses yang penting bagi pelanggan. Karakteristik ini menuntut pemahaman yang mendalam mengenai pelanggan.

b. Karakteristik kunci kualitas, yaitu kombinasi pemahaman mengenai pelanggan dengan pemahaman mengenai proses. Variabel kunci proses yang dijadikan sebagai kunci yang dapat dimanipulasi atau dapat dikendalikan.

2. Kualitas Pelayanan dalam Tinjauan Strategi Pemasaran

Kotler (2003:436) merumuskan bahwa pemasaran, termasuk dalam hal ini jasa perbankan, harus memiliki tiga strategi yaitu, a) competitive Differentiation, b) Service Quality, dan c) productivity. Implementasi ketiga strategi tersebut dapat dilakukan melalui :

1. Competitive Differentiation

Strategi ini menekankan pada keunggulan harga atau pada tingkat bunga yang bersaing dimana bank akan menetapkan suatu tingkat bunda simpanan atau pinjaman yang lebih unggul dibandingkan dengan bank-bank lai. Untuk mencapai ini maka dibutuhkan tiga strategi sebagai berikut :

a) Strategi dalam penawaran

Strategi ini ditempuh dengan melakukan inovasu produk maupun dalam pelayanan dengan memperbanyak fitur-fitur yang menarik. Misalnya penyebaran ATM, outlet, pengembangan produk tabungan, deposito, kartu kredit, kartu debit, collection, bahkan dengan menetapkan tingkat bunga yang fleksibel sesuai dengan kebutuhan mahasiswa.

b) Diferensiasi dalam penyajian dan pelayanan

Dalam industri perbankan modern, faktor penyajian atau pelayanan sangat menentukan keberhasilan pemasaran. Faktor ini menekankan pada ketatapan dan kecepatan dalam proses transaksi. Ini hanya dapat berhasil jika ditunjang dengan antara lain:

a. SDM yang handal dan professional

b. Penggunaan teknologi sistem informasi yang canggih.

c. Lingkungan fisik yang menarik.

d. Sistem antrian yang baik.

e. Segmentasi dalam pelayanan.

f. Outlet yang menyebar.

g. Call waiting yang rendah.

c) Diferensiasi dalam image

Setiap yang tampil harus memberikan kesan yang unik dan menunjukkan citranya yang spesifik. Hal ini dapat diwujudkan dengan menetapkan suatu symbol, merek atau motto yang menempatkan suatu bank berbeda dengan bank lain. Image di sini tidak saja pada bank itu sendiri juga pada produk atau jasa yang diberikan.

2. Service Quality

Bank akan memenangkan persiangan dengan menjaga konsistensi dalam kualitas dalam kualitas pelayanan yang tinggi. Mahasiswa yang telah menerima pelayanan akan membandingkan apa yang dirasakan dengan apa yang diharapkan. Kotler (2003:438) menegaskan bahwa jika seseorang merasakan pelayanan dibawah harapannya maka pelanggan akan meninggalkan perusahaan itu. Sebaliknya jika ia merasakan bahwa pelayanannya lebih dari yang diharapkan maka ia akan tetap bersikap sebagai pelanggan di tempat.

3. Productivity

Usaha jasa perbankan sebagaimana usaha jasa lainnya senantiasa berada pada tekanan yang besar antara menjaga tingkat biaya yang rendah dan peningkatan produktivitas. Untuk menjaga keseimbangan antara keduanya maka dibutuhkan 7 (tujuh) pendekatan dalam meningkatkan produktivitas yang dikemukakan oleh Kotler (2003:444) yaitu :

a. Bank harus senantiasa menyajikan jasa yang membutuhkan keahlian tinggi. Untuk ini diperlukan tenaga-tenaga terpilih dan terlatih.

b. Bank harus meninggalkan kuantitas dalam pelayanan dengan peningkatan kualitas. Untuk itu dibutuhkan waktu yang tidak bertele-tele untuk setiap mahasiswa mengingat jumlah mahasiswa yang banyak.

c. Bank sebagai industri jasa membutuhkan tambahan instrument dengan mengadopsi standar-standar dalam manajemen produksi. Misalnya dalam antrian, penentuan host network (gerbang data) yang efisien atau lokasi outlet yang mudah dijangkau.

d. Kreasi produk yang menawarkan solusi. Sebagai contoh, penerapan aplikasi phone banking atau internet banking member solusi pada mahasiswa untuk dapat melakukan transaksi dengan bank tanpa perlu ke bank.

e. Desain atau suatu produk atau jasa bank memberikan alternatif benefit yang lain yang menguntungkan. Berbelanja dengan uang tunai misalnya selain merepotkan juga resiko, untuk itu ditawarkan cara belanja yang aman dengan debit card.

f. Memberikan intensif kepada mahasiswa atas jasa yang dikerjakan sendiri oleh mahasiswa. Misalnya setiap memberikan uang tunai melalui ATM akan diberikan intensif Rp. 1000,- bertujuan untuk mengurangi jumlah antrian.

g. Penerapan teknologi bagi perbankan akan meningkatkan produktivitas bagi bank dan memberi kemudahan bagi mahasiswa dalam mengakses transaksi sekaligus mengurangi tenaga kerja perbankan.

Dari apa yang diuraikan di atas, jelas kualitas pelayanan (service quality) merupakan strategi penting dalam pemasaran perbankan.

3. Dimensi Kualitas Pelayanan

Parasuraman (2004:69) mengidentifikasi sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas jasa, kesepuluh faktor tersebut meliputi:

1. Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti bahwa perusahaan memberikan jasanya secara tepat semenjak pertama (right the first time). Selain itu juga berarti menyampaikan jasanya dengan jadwal yang disepakati.

2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.

3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu.

4. Acces, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, dan saluran komunikasi mudah dihubungi.

5. Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian keramahan yang dimiliki para contact personnel (seperti resepsionis, operator telepon, customer service).

6. Communication, artinya dapat memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.

7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipecaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik pribadi contact personil dan interaksi dengan pelanggan.

8. Security, yaitu perasaan aman dari bahaya, risiko, atau keragu-raguan. Aspek ini meliputi keamanan secara fisik, keamanan keuangan, dan kerahasiaan.

9. Understanding / knowing the Customer, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan.

10. Tangibles, yaitu fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas, peralatan yang digunakan, dan representasi fisik dan jasa.

Dalam perkembangan, Parasuraman menemukan bahwa kesepuluh dimensi yang ada dapat dirangkum menjadi hanya lima dimensi TERRA yaitu :

1. Tangibles (bukti fisik), meliputi fasilitas fisik, perlangkapan, pegawai dan saran komunikasi.

2. Empathy (kemampupahaman), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan kemampuan memahami kebutuhan para pelanggan.

3. Reliability (keandalan), yaitu perusahaan dalam memberikan pelayanan karyawannya yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

4. Responsiveness (Daya Tanggap), yaitu keinginan perusahaan melalui karyawannya untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

5. Assurance (jaminan), meliputi kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh para karyawan, bebas dari bahaya risiko atau keragu-raguan.

4. Kualitas Pelayanan

Menurut Zaithaml dan Bitner (2004:74), kualitas pelayanan ditentukan oleh persepsi konsumen tentang persepsi kualitas pelayanan dalam arti hasil dari suatu proses jasa (outcome process) yang diwujudkan dalam bentuk bagaimana jasa itu diberikan.

Zaithaml dan Bitner (2004:75), menyatakan bahwa kepuasan pelanggan (costumer satisfaction0 dipengaruhi oleh faktor kualitas pelayanan, kualitas produk, harga, faktor situasi dan faktor pribadi / individu pelanggan. Secara visual Zaithaml dan Bitner menggambarkan pengaruh faktor-faktor tersebut sebagaimana dalam Gambar 2.

Gambar 2. Costumer Perception of Quality and Costumer Satisfaction

Dalam bisnis jasa, dengan karakteristik yang tidak terwujud (intangibility), bervariasi (variability) dan tidak terpisahkan (inseparability), maka faktor kualitas pelayanan (service quality) menjadi salah satu strategi yang sangat menentukan dalam persaingan. Kualitas pelayanan dalam bisnis jasa hanya dapat diukur melalui persepsi konsumen terhadap kualitas jasa yang diberikan pemberi jasa.

Oliver (2001:55) menyatakan bahwa konstruksi persepsi konsumen terhadap perusahaan jasa, dipengaruhi oleh pengalamannya dalam mengkonsumsi atau menerima pelayanan pada waktu-waktu sebelumnya. Penilaian terhadap kualitas pelayanan tersebut dilahirkan oleh perbandingan antar apa yang seharusnya dilayani dan siapa yang mendapat pelayanan.

Diterima (expectations) sebagaimana yang pernah dirasakan, dengan kinerja kualita pelayanan yang diterimanya (performance) dari perbandingan tersebut maka kualitas pelayanan pada prinsipnya adalah derajat atau tingkatan yang membedakan antara pengalaman menerima suatu pelayanan dibandingkan dengan kualitas yang diterima.

Dalam bisnis jasa, persepsi pelanggan tentang kualitas pelayanan suatu perusahaan menurut Zeithaml dan Bitner (2003,85) dibentuk oleh tiga hal :

1. Service Encounter (Moment of Truth)

Pelanggan mempersiapkan kualitas pelayanan berdasarkan kontak fisik yang dilakukan penyedia jasa (service provider). Kontak fisik ini terdiri atas tiga bentuk a) Remote encounter, yaitu kontak yang terjadi antara pelanggan dengan bukan manusia, tetapi melalui peralatan yang dipersiapkan oleh pemberi jasa. Misalnya, kontak dengan mahasiswa bank dengan ATM, b) phone encounter, yaitu kontak yang terjadi antara pelanggan dengan orang dari penyedia jasa tetapi melalui bantuan alat komunikasi. Misalnya percakapan antara petugas bank dengan mahasiswa melalui telepon (phone banking), c) face to face encounters. Yaitu kontak langsung melalui tatap muka antara petugas pemberi jasa dengan pelanggan.

2. The Evidence of Service

Jasa pada umumnya bersifat tidak terwujud, sehingga baik dengan pelanggan maupun pemberi jasa berusaha mengasosiasikan hubungan transaksi mereka melalui bukti-bukti fisik. Ada tiga faktor yang menentukan dalam persepsi pelanggan berkaitan dengan asosiasi mereka terhadap kualitas jasa yang diberikan oleh pemberi jasa. a) People atau orang / petugas pemberi jasa dalam melakukan interaksi dengan pelanggan. b) Physical evidence, atau bukti-bukti fisik yang mempengaruhi persepsi pelanggan, misalnya ruang pelayanan suasana pelayanan, gedung, tempat parker, atau penggunaan teknologi pelayanan. c) process, yaitu persepsi pelanggan mengenai bagaimana cara kerja perusahaan pemberi jasa, misalnya kebijakan dan peraturan pemberi jasa terhadap pelanggan, aliran operasi, dan aliran informasi yang diberikan kepada pelanggan.

3. Image

Image atau citra adlalah persepsi pelanggan terhadap perusahaan pemberi jasa (corporate image) yang merupakan cerminan dari misi, filisofi, nilai inti dan budaya kerja dari suatu perusahaan (Nicholas Ind, 1997:43) image dalam pemberi jasa, seperti pengalaman, pengetahuan dan teknologi dari pemberi jasa, serta kualitas fungsional yang meliputi perilaku, penampilan, sikap dan kesadaran dalam memberikan pelayanan dari pemberi jasa, citra perusahaan dibentuk melalui komunikasi seperti iklan public relation, citra fisik, atau komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang dikombinasikan dengan pengalaman pelanggan itu sendiri.

Dari yang telah diuraikan dapat dilihat bahwa persepsi tentang kualitas pelayanan dilahirkan oleh suatu penilaian yang menyeluruh (global judgment) berdasarkan pengalaman yang diperoleh konsumen, antara lain pengalaman dalam bentuk kontak jasa melalui service encounters (moment of truth), the evidence service image dan price, kemudian dibandingkan dengan pelayanan yang diterimanya. Pengalaman tersebut menjadi pembanding, yang pada akhirnya menentukan tingkat kepuasan atau ketidakpuasan.

5. Pengukuran Kualitas Pelayanan

Peter (2001:85) menyatakan bahwa terdapat berbagai macam model dalam pengukuran kualitas pelayanan yang meliputi antara lain:

1. Gronroos Perceived Service Quality Model yang dibuat oleh Gronroos. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan pengalaman kualitas pelayanan yang diterima (expect quality) dengan pengalaman kualitas pelayanan yang diterima (experienced quality) dan antara kualitas teknis (technical image) pemberi jasa. Citra perusahaan menurut Gronroos sangat sangat mempengaruhi harapan dan pengalaman konsumen sehingga dari keduanya akan melahirkan persepsi kualitas pelayanan secara total.

2. Hesketts Service Profit Chain Model. Model ini dikembangkan oleh Hesketts dengan membuat rantai nilai profit. Dalam rantai nilai tersebut dijelaskan bahwa kualitas pelayanan internal (internal quality service) lahir dari karyawan yang puas (employee satisfaction). Karyawan yang puas akan memberi dampak pada ketahanan karyawan (employee retention) dari produktivitas karyawan (employee productivity) yang ada pada gilirannya akan melahirkan kualitas pelayanan external yang baik akan melahirkan kepuasan kepuasan (customer satisfaction), loyalitas konsumen (customer loyalty) dan pada akhirnya meningkatkan penjualan dan profitabilitas.

3. Normanns Service Management System. Model ini dikembangkan oleh Normanns yang menyatakan bahwa sesungguhnya jasa itu ditentukan oleh partisipasi dan konsumen. Sistem manajemen pelayanan bertitik tolak pada budaya dan filosofi yang ada dalam perusahaan, dan dipengaruhi oleh segmen pasar, konsep pelayanan, image, dan sistem pemberian jasa.

4. Europen Foundation for Quality Management Model (EFQM Model). Model ini dikembangkan oleh Yayasan Eropa untuk Management mutu dan telah diterima secara internasional. Model ini ditemukan setelah lembaga tersebut melakukan survey terhadap aspek keuangan. Organisasi dan hasil (organization and result) merupakan titik model ini, dimana kualitas mutu ditentukan oleh faktor kepemimpinan (leadership) dalam mengelola sumber daya manusia, strategi dan kebijakan dan sumber daya lain yang dimiliki perusahaan. Proses secara baik terhadap faktor-faktor tersebut akan melahirkan kepuasan kepada karyawan, kepuasan kepada konsumen dan dampak sosial yang berarti, dan merupakan hasil bisnis yang sebenarnya.

5. Service Performance Model (SERPERF Model). Model ini dikembangkan oleh Cronin dan Taylor yang mengukur tingkat kualitas pelayanan berdasarkan apa yang diharapkan oleh konsumen (expectations) dibandingkan dengan ukuran kinerja (performance) yang diberikan oleh perusahaan, dan derajat kepentingan (importance) yang dikehendaki oleh konsumen.

Service Quality Model (SERIQUAL Model). Model ini dikembangkan oleh Parasuraman dan Zeithaml. Pengukuran dalam model ini menggunakan skala perbandingan multidimensional antara harapan (expectations) dengan persepsi tentang kinerja (performance), yaitu menggunakan 21 pertanyaan dengan 5 dimensi kualitas pelayanan untuk mengukur persepsi konsumen. Pengukuran terhadap harapan konsumen (expectations) menggunakan 4 formula yang meliputi : a) Formulasi untuk mengukur keselarasan antara harapan (matching expectations statement with perception statements) b). Formulasi untuk mengukur perbandingan kualitas pelayanan dari perusahaan yang diukur dengan perusahaan lain yang lebih baik (referent expectations formats) c). Formulasi untuk mengkombinasikan pernyataan harapan dengan persepsi (combined expectations statements) d) Formulasi untuk mengukur perbedaan harapan atas kualitas pelayanan yang diinginkan dan kualitas pelayanan yang mencukupi (expectations distinguishing between desired service and adequate service).

Dalam penelitian ini digunakan SERVQUAL Model karena model ini cukup praktis digunakan dan dianggap dapat mewakili berbagai dimensi yang ada dalam setiap kualitas pelayanan jasa perbankan. Model ini juga mampu mengklasifikasi dimensi-dimensi kualitas pelayanan dalam jasa perbankan (meliputi : reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangibility). Dalam penggunaan model ini ditambahkan satu dimensi khusus yaitu, (keterjangkauan) dalam pelayanan jasa perbankan merupakan faktor yang cukup penting dalam mendekatkan pelayanan kepada mahasiswa.

E. Konsep Kepuasan

1.Sikap dan Kepuasan

Kualitas layanan (service quality) menurut Zeithml dan Bitner (2003 : 1) merupakan salah satu komponen kritis dalam persepsi pelanggan. Dalam bisnis jasa yang murni, kualitas pelayanan merupakan elemen yang dominan dalam penilaian pelanggan.

Untuk memahami mengenai kualitas pelayanan dalam konteks pelanggan, maka terdapat dua aspek penting untuk dipahami, yaitu aspek sikap (attitude) dan aspek kepuasan (satisfaction).

Sikap adalah ekspresi dari perasaan yang terdalam yang menunjukkan kecenderungan apakah seseorang simpatik atau tidak simpatik terhadap suatu obyek, misalnya terhadap merek atau pelayanan.

Kepuasan menurut Oliver (2001:75) adalah tercapainya/ terpenuhinya apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap suatu barang atau jasa. Secara teknis, kepuasan sebagai suatu bentuk evaluasi pelanggan atas suatu produk atau jasa yang dapat timbul ketidakpuasan (dissatisfaction) manakala hasil dari suatu produk atau jasa tidak dapat memenuhi kebutuhan (needs) dan harapan (expectations). Selanjutnya akan timbul ketidakpuasan (dissatisfaction) manakala hasil dari suatu atau jasa tidak dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan.

Kedua pengertian tersebut diatas maka tampak adanya perbedaan antara pengertian sikap dan kepuasan. Sikap ternyata lebih menekankan kepada ekspresi berupa perasaan atau tindakan senang atau tidak senang terhadap sesuatu (barang, jasa, merek atau pelayanan), sedangkan kepuasan merupakan ungkapan perasaan seseorang terhadap suatu barang atau jasa, setelah yang bersangkutan melakukan antara apa yang dibutuhkan atau yang diharapkan dengan apa yang diterima. Dengan demikian, jika dihubungkan dengan hubungan transaksi atau pertukaran, maka kepuasan adalah hasil akhir dari sebuah transaksi atau pertukaran antara produsen dengan konsumen.

2. Kepuasan Pelanggan

Kotler (2003:34), menyatakan bahwa sesungguhnya nilai yang diterima pelanggan (costumer delivery value) adalah total atau penjumlahan dari nilai pelanggan (nilai produk, nilai pelayanan, nilai karyawan dan nilai citra) ditambah biaya yang dikeluarkan oleh pelanggan (biaya moneter, biaya waktu biaya tenaga dan biaya psikis). Nilai pelanggan sebagai persepsi dan pelanggan tentang apa yang mereka harapkan melalui produk atau jasa yang diharapkan dapat memenuhi keinginan atau tujuan mereka.

Konsep nilai pelanggan (customer value) sebagaimana tersebut diatas menjadi begitu penting dalam menentukan strategi pemasaran karena saat ini konsumen dihadapkan pada banyak pilihan sehubungan dengan banyaknya produk atau jasa yang dihasilkan. Dalam kaitan itu maka faktor kepuasan pelanggan (customer satisfaction) menjadi elemen penting dalam memberikan atau menambah nilai bagi pelanggan.

Konsep dan teori mengenai kepuasan konsumen (consumer satisfaction) telah berkembang pesat dan telah mampu diklarifikasi atas beberapa pendekatan. Berikut ini akan dikemukakan beberapa teori yang berhubungan dengan kepuasan konsumen.

1. The Expectancy - Disconfirmation Model

Teori ini merupakan teori yang banyak digunakan dalam kajian mengenai kepuasan konsumen yang dikemukakan oleh Gardinal (2002:87) dan sering juga dikenal dengan nama Teori Diskonfirmasi (disconfirmation paradigm) dalam teori ini ditekankan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan ditentukan oleh suatu produk atau jasa dibandingkan standar kinerja yang diharapkan. Proses evaluasi itu disebut dengan proses Diskonfirmasi (disconfirmation paradigma).

Perbandingan antara persepsi dengan, kinerja tersebut akan melahirkan tiga kemungkinan. Pertama, jika standar kinerja produk atau jasa sesuai yang diharapkan maka yang terjadi adalah confirmation. Kedua, jika terjadi, standar kinerja di bawah yang diharapkan maka yang terjadi adalah negative disconfirmation, dan. Ketiga standar kinerja melebihi apa yang diharapkan maka yang menjadi positif - disconfirmation.

Kepuasan dan ketidakpuasan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidakpuasan (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk setelah pemakaiannya. Dua variabel utama yang menentukan kepuasan konsumen, yaitu harapan (expectations) dan persepsi kinerja (perceived performance) jika persepsi kinerja melebihi harapan maka (confirmation). Sebaliknya jika persepsi kinerja dibawah harapan maka yang terjadi adalah diskonfirmasi.

Uraian diatas terlihat bahwa konsep expectancy - disconfirmation pada dasarnya menekankan bahwa konfirmasi terjadi manakala kinerja barang atau jasa yang diterima cocok dengan standar, sedangkan diskonfirmasi terjadi manakalah kinerja yang diterima tidak sesuai dengan standar Konfirmasi melahirkan ketidakpuasan.

2. Teori Tingkatan Perbandingan

Teori diskonfirmasi menurut beberapa ahli memiliki beberapa kelemahan dengan mengkritik teori ini dengan alasan, teori ini hanya mengasumsikan bahwa faktor utama dari kepuasan konsumen adalah harapan prediktif yang dibentuk oleh perusahaan dan mengabaikan sumber lain dari harapan konsumen, seperti pengalaman masa lalu terhadap produk yang sama. Modifikasi teori diskonfirmasi dengan mengajukan tiga determinan dasar dan tingkatan perbandingan produk, yaitu (1) pengalaman sebelumnya dari konsumen terhadap produk yang serupa (2) situasi yang menimbulkan harapan misalnya Wan, promosi lainnya dan (3) pengalaman konsumen lainnya yang bertindak referensi.

Salah satu pendukung teori tingkatan perbandingan adalah Kadir (2001:55) yang melakukan penelitian terhadap perusahaan manufaktur, jasa dan badan publik di Amerika Serikat. Dari penelitian itu disimpulkan bahwa, keputusan konsumen untuk melakukan pembelian produk atau jasa berasal dari hasil evaluasi konsumen yang berasal dari kebiasaan, keandalan, dan standarnisasi pelayanan. Kepuasan konsumen, menurutnya adalah perbandingan tingkat kepuasan dan usaha yang sejenis. Pada akhirnya kepuasan konsumen menyeluruh diukur berdasarkan pengalaman menyeluruh dari konsumen, harapan yang berhubungan dengan kebiasaan, dan harapannya dengan keandalan produk atau jasa tersebut.

3. Teori Ekuitas

Oliver (2001:85) mengemukakan bahwa teori ini menyatakan seseorang akan merasa puas bila rasio hasil (outcome) yang diperolehnya dibandingkan input dirasakan fair dan adil. Dengan kata lain, bahwa jika apa yang diterima oleh konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah dikeluarkan / dikorbankan (outcome dibanding input) maka konsumen akan merasakan ketidakpuasan.

Menyimak teori diatas maka terlihat bahwa teori ini lebih menekankan pada rasio dibandingkan dengan input. Dengan kata lain, teori ini terkesan lebih menitikberatkan pada unsur fungsi benefit, tanpa mempertimbangkan pada unsur lain seperti penghargaan (resped) dan pengakuan (recognition) kebanyakan lebih dominan dibandingkan dengan unsur fungsi produk atau jasa.

4. Teori Atribut

Teori atribut dikembangkan oleh Weiner dalam Tjiptono (2004:158) bahwa ada tiga penyebab yang menentukan keberhasilan atau kegagalan suatu hasil (outcome), sehingga dari padanya dapat ditentukan apakah suatu pembelian memuaskan atau tidak memuaskan. Pertama, faktor stabilitas atau validitas. Apakah faktor penyebabnya bersifat sementara atau permanen. Kedua, locus causality, yaitu apakah faktor penyebabnya berhubungan dengan konsumen (external attribut) atau dari pemberi jasa (internal attribut). Ketiga, controllability apakah penyebab tersebut berada dalam kendali ataukah berasal dari faktor lain yang tidak dapat dipengaruhi.

F. Kerangka Pikir

Efisiensi pelayanan kepada mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar, dilaksanakan oleh pegawai dan dosen yang bertugas sebagai penerima wewenang dan tanggung jawab pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar.

Efisiensi pelayanan kepada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, adalah :

1. Efisiensi waktu. Penggunaan waktu sesuai rencana atau menghasilkan lebih cepat dibanding rencana yang telah ditetapkan.

2. Efisiensi dana. Penggunaan dana (biaya) sesuai rencana atau menggunakan data (biaya) lebih rendah dibanding seharusnya (sesuai rencana).

3. Efisiensi daya. Tenaga yang digunakan adalah sesuai dengan rencana atau tenaga kerja yang digunakan lebih rendah dibanding seharusnya (sesuai dengan rencana).

Walaupun terjadi efisiensi pelayanan kepada mahasiswa, tetapi hasilnya adalah efektif artinya dengan pelayanan yang efisien tetapi tetap memuaskan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar.

Faktor efisiensi pelayanan mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, dapat dilihat pada kerangka pikir sebagai berikut :

Gambar 4. Kerangka Pikir

G. Hipotesis

1. Faktor-faktor efisiensi pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar.

2. Dari ketiga faktor tersebut, secara parsial maka faktor yang paling berpengaruh adalah faktor efisiensi waktu dalam pelayanan terhadap kepuasan mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar.

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar yaitu mengenai efisiensi pelayanan dan Pengaruhnya terhadap kepuasan mahasiswa. Penelitian ini menggunakan waktu selama 3 (tiga) bulan yaitu bulan Oktober s/d Desember 2012. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus mengenai pelayanan mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pegawai dan dosen serta mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar yang diperkirakan 530 orang. Agar tercipta efisiensi, maka digunakan metode sampling. Dan mengenai hal ini ditetapkan sebesar 10% sebagai sampel yaitu 53 orang dan seluruhnya dijadikan responden yang penetapannya digunakan metode simple random sampling.

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan berupa data yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Sedangkan sumber data yang dipergunakan adalah :

1. Internal data guna mendapatkan data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari obyek penelitian dalam hal ini Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar.

2. External data guna perolehan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari berbagai sumber diluar obyek penelitian, seperti literatur-literatur, telaah pustaka dan bahan-bahan tertulis lainnya yaitu data yang berkaitan dengan penelitian ini.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari berbagai literatur yang berkenaan dengan pokok permasalahan yang dikaji serta hasil-hasil penelitian sebelumnya, guna memperoleh data dan landasan teoritis.

2. Kuesioner

Metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan) kepada responden penelitian. Hasil dari metode ini dijadikan bukan analisis sebagai data primer dalam penelitian ini.

3. Wawancara

Metode pengumpulan data yang dilakukan melalui dialog langsung antara peneliti dengan para responden yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu 53 sampel sebagai responden.

4. Observasi

Observasi adalah kegiatan pengamatan langsung terhadap obyek kajian untuk memperoleh keterangan sebagai data yang akurat tentang hal-hal yang diteliti

E. Metode Analisis Data

1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Untuk menguji apakah tiap item atau instrument (berupa pertanyaan atau pernyataan) benar-benar mampu mengungkap faktor yang diukur perlu diadakan uji validitas, untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran hal tersebut dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan metode Alpha Crombachs diukur berdasarkan skala Alpha Crombachs 0 sampai 1. Sugiyono dan Wibowo (2004), ketentuan validitas instrumen sahih apabila r hitung lebih besar dari r kritis (0,30). Suyuthi (2005), item pertanyaan atau pernyataan dinyatakan valid jika mrmpunyai r hitung yang lebih besar dari r standar yaitu 0,30. Suyuthi (2005), kuesioner dinyatakan reliable jika mempunyai nilai koefisien alpha yang lebih besar dari 0,6. Nilai validitas masing-masing butir pertanyaan atau pernyataan dapat dilihat pada nilai Corrected item-Total Correlation masing-masing butir pertanyaan (Nugroho, 2005).

2. Analisis Regresi Berganda

Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas/independent (efisiensi waktu, efisiensi dana dan efisiensi daya) terhadap variabel terikat/independent yaitu Kepuasan Mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin di Makassar, digunakan Analisis Regresi Berganda, yaitu :

Dimana :

Y:Kepuasan Mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin di Makassar.

o:Intersep

1, 2, 3:Koefisien regresi untuk X1, X2, X3

X1:Efisiensi waktu dalam pemberian pelayanan kepada mahasiswa.

X2:Efisiensi dana dalam pemberian pelayanan kepada mahasiswa.

X3:Efisiensi daya dalam pemberian pelayanan kepada mahasiswa.

F. Definisi Operasional

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepuasan mahasiswa (Y), selanjutnya efisiensi waktu (X1), efisiensi dana (X2) dan efisiensi daya (X3) yaitu :

1. Kepuasan mahasiswa (Y) adalah hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dan dosen Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar. Kepuasan mahasiswa ini adalah prestasi kerja para pegawai dan dosen dalam pelaksanaan tugas.

2. Efisiensi waktu (X1) adalah penggunaan waktu dalam pelayanan mahasiswa sesuai dengan rencana atau penggunaan waktu kurang dari seharusnya, tetapi tetap efektif (memuaskan mahasiswa). Pada tanggapan responden yaitu sangat sesuai diberi nilai 5, sesuai diberi nilai 4, cukup sesuai diberi nilai 3, kurang sesuai diberi nilai 2 dan tidak sesuai diberi 1.

3. Efisiensi dana (X2) adalah penggunaan dana (biaya) sesuai dengan rencana atau penggunaan dana (biaya) kurang dari seharusnya (rencana) tetapi tetap memusakan mahasiswa. Dalam hal ini tanggapan responden yaitu sangat sesuai diberi nilai 5, sesuai diberi nilai 4, cukup sesuai diberi nilai 3, kurang sesuai diberi nilai 2 dan tidak sesuai diberi 1.

4. Efisiensi daya (tenaga) (X3) adalah sesuai dengan rencana terutama dalam hal pelayanan kepada mahasiswa atau kurang dengan yang digunakan tetapi efektif (memuaskan mahasiswa) Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar. Tanggapan responden akan diberi nilai 5 jika jawabannya adalah sangat sesuai, diberi nilai 4 jika jawabannya adalah sesuai, diberi nilai 3 jika jawabannya cukup sesuai, diberi nilai 2 jika jawabannya adalah kurang sesuai dan diberi nilai 1 jika jawabannya adalah tidak sesuai.

IV. ANGGARAN BIAYA DAN WAKTU PENELITIAN

A. Anggaran Biaya Penelitian

Rancangan biaya penelitian

No

Kegiatan

Biaya

(Rp)

I

Sumber Dana (Mandiri)

12.500.000

II

Penggunaan Dana :

1. Peralatan penelitian

2. Perencanaan Penelitian / Proposal

3. Pengumpulan Data

4. Pengolahan Data

5. Analisis Data

6. Penggandaan Laporan

7. Seminar Hasil

8. Ujian Tesis

9. Lain Biaya

700.000

2.000.000

2.000.000

1.000.000

2.000.000

1.250.000

1.500.000

1.500.000

500.000

JUMLAH

12.500.000

B. Waktu Penelitian

No.

Kegiatan

Oktober

2012

Nopember

2012

Desember

2012

I

II

III

IV

I

II

III

IV

I

II

III

IV

1

Proposal Penelitian (Seminar Proposal)

2

Pengumpulan Data

3

Pengolahan Data

4

Analisis Data

5

Penyusunan Tesis

6

Pengurusan Administrasi dan Keuangan Pada YPUP Makassar

7

Seminar Hasil

8

Perbaikan Tesis

9

Ujian Tesis

DAFTAR PUSTAKA

Alatas Algunari, 2004. Analisis Kemampuan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kabupaten Bantaeng. Program Pascasarjana Unhas Makassar.

Anonim. Pengaruh Pembinaan terhadap Perilaku Pegawai Negeri Sipil. Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Kepegawaian Negara, (Online) (http://www.BKN.go.id, diakses,18 Agustus 2008).

Arikunto, S., 1998. Manajemen Penelitian. PT. rinneka Cipta, Jakarta.

Gasper Vincent, 2004. Perencanaan Strategik untuk Peningkatan Kinerja Sektor Publik, Suatu Petunjuk. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Keban T. Yeremias, 2000. Good Government dan Capicity Building sebagai indikator Utama dan Fokus Penilaian Kinerja Pemerintahan (online) (http://www. Google.com. diakses, 18 Agustus 2008).

Mahmudi, 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik, unit penerbit akademi Manajemen Perusahaan YKPN, yogyakarta.

Mashuri H. Tahlil. 2005. Analsis kinerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Banggai Propinsi Sulawesi Selatan Tengah. Program Pascasarjana Unhas : Makassar.

Parwanto, 2005. Pengaruh faktor-faktor Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan Pusat Pendidikan Komputer Akuntansi IMKA Surakarta (Online) (http://www.google.com diakses, 18 Agustus 2008).

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Sukarman, 2007. Analisis Kinerja Bappeda Kabupaten Bulukumba. Program Pascasarjana Unhas, Makassar.

Burhanuddin S., 2004. Tesis Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja pada Kantor Bappeda pada Kabupaten Kolaka.

Lembaga Administrasi Negara RI., 2003. Pedoman Penyusunan Laporan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Jakarta.

Mardiasmo, 2002. Otonomi Daerah dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi Yogyakarta.

Madris, 2005. Metode Kuantitatif Ekonomi dan Bisnis (Teori dan Aplikasi Praktis). FE- Program MKD, MK, MM, Universitas Hasanuddin Makassar.

Siagian, Sondang Pegawai, 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara, Jakarta.

7

1

Sumber :Zaithaml, V.A. dan Bitner MJ, (2003), Service Marketing; Integrating Customer focus Across the firm, McGraw Hill, 2nd Edition, hal 75

Tangible

Empathy

Assurance

Responsiveness

Reliability

Personal

Factor

Rekomendasi

Pelayanan Mahasiswa

Customer

Satisfaction

Situasional

Factor

Price

Product

Quality

Dana

(X2)

Waktu

(X1)

Service

Quality

Daya (X3)

EFISIENSI

Pegawai dan Dosen

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar

63

56

Y = o + 1X1 + 2X2 + 3x3 + e1

61

V

H O K =

KK

=

20.000

2

= 20.000

H O K =

TK X WK

500 X 20

10.000 =

BEP Unit =

FC

PU Vu

unit

BEP Modal Kerja =

FC

VC

1 -

S

BEP Unit =

FC

PU Vu

unit

BEP Unit =

FC

PU Vu

Rp. 30.000.000,00

Rp. 120.000.000,00 Rp. 60.000.000,00

unit

=

-

500 500

Rp. 30.000.000,00

Rp. 240.000,00 Rp. 120.000,00

= 250 unit

BEP Modal Kerja =

FC

VC

1 -

S

FC

VC

S

Rp. 30.000.000,00

Rp. 60.000.000,00

=

=

Rp.120.000.000,00

Rp. 30.000.000,00

= Rp.60.000.000,00

Rp. 30.000.000,00

1 -

1 -

1 -

1

2

BEP Modal Kerja =

Jadi, Modal Kerja =

1

2