permasalahan albumin

13
Low albumin levels are a warning and an indication that further investigation may be warranted. They may reflect a temporary condition that will resolve itself or may suggest an acute or chronic condition that requires medical intervention. A low albumin can suggest liver disease. Other liver enzyme tests are ordered to determine exactly which type of liver disease. A person may, however, have normal or near normal albumin levels with liver disease until the condition has reached an advanced stage. For example, in people with cirrhosis, albumin is typically (but not always) low whereas in most chronic liver diseases that have not progressed to cirrhosis, albumin is usually normal. Low albumin levels can reflect diseases in which the kidneys cannot prevent albumin from leaking from the blood into the urine and being lost. In this case, the amount of albumin or protein in the urine also may be measured (see Urine Albumin). Low albumin levels can also be seen in inflammation, shock, and malnutrition. They may be seen with conditions in which the body does not properly absorb and digest protein, such as Crohn's disease or celiac disease, or in which large volumes of protein are lost from the intestines. High albumin levels can be seen with dehydration, although the test is not typically used to monitor or detect this condition https://labtestsonline.org/understanding/analytes/albumin/tab/test/ Albumin adalah protein penting dalam darah. Protein ini mengatur keseimbangan air dalam sel, mengangkut gizi pada sel, serta mengeluarkan produk buangan. Tingkat albumin yang rendah biasanya menunjukkan masalah gizi.Karena albumin mengangkut begitu banyak zat dalam darah, tingkat albumin yang rendah dapat menyebabkan hasil rendah pada tes laboratorium yang lain, terutama kalsium dan testosteron. http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=122\

Upload: yuvita-dian-damayanti

Post on 21-Feb-2016

78 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

PERMASALAHAN AKIBAT PROTEIN ALB

TRANSCRIPT

Page 1: Permasalahan Albumin

Low albumin levels are a warning and an indication that further investigation may be warranted. They may reflect a temporary

condition that will resolve itself or may suggest an acute or chronic condition that requires medical intervention.

A low albumin can suggest liver disease. Other liver enzyme tests are ordered to determine exactly which type of liver disease.

A person may, however, have normal or near normal albumin levels with liver disease until the condition has reached an

advanced stage. For example, in people with cirrhosis, albumin is typically (but not always) low whereas in most chronic liver

diseases that have not progressed to cirrhosis, albumin is usually normal.

Low albumin levels can reflect diseases in which the kidneys cannot prevent albumin from leaking from the blood into the urine

and being lost. In this case, the amount of albumin or protein in the urine also may be measured (see Urine Albumin).

Low albumin levels can also be seen in inflammation, shock, and malnutrition. They may be seen with conditions in which the

body does not properly absorb and digest protein, such as Crohn's disease or celiac disease, or in which large volumes of

protein are lost from the intestines.

High albumin levels can be seen with dehydration, although the test is not typically used to monitor or detect this condition https://labtestsonline.org/understanding/analytes/albumin/tab/test/

Albumin adalah protein penting dalam darah. Protein ini mengatur keseimbangan air dalam sel, mengangkut gizi pada sel, serta mengeluarkan produk buangan. Tingkat albumin yang rendah biasanya menunjukkan masalah gizi.Karena albumin mengangkut begitu banyak zat dalam darah, tingkat albumin yang rendah dapat menyebabkan hasil rendah pada tes laboratorium yang lain, terutama kalsium dan testosteron. http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=122\

Page 2: Permasalahan Albumin

http://rsudrsoetomo.jatimprov.go.id/id/index.php/promosi-kesehatan/buku-panduan-informasi-rsud-dr-soetomo/doc_download/13-panduan-penggunaan-albumin-di-rsud-dr-soetomo

JURNAL 4

YUV INI DARI JURNAL, DILIHAT YA

Albumin merupakan protein terbanyak dalam plasma, sekitar 60% dari totalplasma protein, dengan nilai normal 3,5 – 5,5 g/dl. Albumin juga didapatkan pada ruang ekstrasel (40% terdapat pada plasma dan 60% di ruang ekstrasel). Albumin berperan dalam membantu mempertahankan tekanan osmotic koloid darah (75-80% tekanan osmotic plasma), sebagai protein pembawa untuk substansi lipofilik dalam darah seperti: asam lemak rantai panjang, bilirubin, beberapa hormon steroid, vitamin, obat-obatan (a.l sulfonamide, penicillin-G,dicumarol, dan aspirin), ion Cu (10% Cu diikat oleh albumin), methane dan ion kalsium (Soewoto, 2003).

Peran albumin tersebut di atas semakin penting disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain keadaan hipoalbumin yang sering dijumpai pada pasien dengan pra bedah, masa recovery atau pemulihan setelah tindakan operasi ataupun dalam proses penyembuhan. Selain itu albumin dapat digunakan sebagai prediktor terbaik harapan hidup penderita. Serum albumin merupakansalah satu parameter penting dalam pengukuran status gizi pada penderita dengan penyakit akut maupun kronik.

Page 3: Permasalahan Albumin

Pasien-pasien yang rentan terhadap malnutrisi, terutama yang terkait dengan hipoalbuminemia adalah: hipermetabolisme akibat stress(penyakit, infeksi, tindakan medik dan bedah), pasien DM terutama dengan ulkus dan gangren, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati, penyakit saluran cerna, perioperatif, kasus bedah digestive, keganasan, anoreksia nervosa, luka bakar,geriatric dan penyakit-penyakit kronis. Sehubungan dengan kondisi klinisnya,seringkali penderita tidak dapat mengkonsumsi makanan yang diberikan kepadanya, atau makanan yang dikonsumsinya tidak mencukupi kebutuhannya.

Malnutrisi akan menyebabkan gangguan pada semua sistem dan organ tubuh. Selain menurunkan daya tahan dan mempermudah infeksi, keadaan malnutrisi juga dapat menyebabkan komplikasi lain seperti luka yang sukar sembuh, hipoproteinemia (hipoalbuminemia), oedema anasarka, gangguan motilitas usus, gangguan enzim dan metabolisme, kelemahan otot, atau hal-hal lain yang semuanya memperlambat penyembuhan pasien. Makanan dengan tinggi potein pada pasien dengan hipoalbuminemia adalah meningkatkan dan mempertahankan kadar albumin serta meminimalkan kemungkinan penurunan kadar albumin untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

Kebutuhan protein dalam sehari adalah 0,8 gram/Kg berat badan per hari untuk orang dewasa sehat, dan perlu ditingkatkan hingga 2 gr /Kg berat badan pada penderita dengan hipoalbuminemia, agar kebutuhan gizi pasien hipoalbuminemia tercukupi (Makhmudi,2005).

Beberapa cara alternatif untuk meningkatkan kadar albumin dalam darah, salah satunya pemberian Suplemen Oral tinggi protein berupa pemberian putih telur .(Buckle et al, 1999). Alternatif lain penambahan ikan, terutama ikan gabus (Ophiocephalus Striatus), baik dalam bentuk olahan ikan maupun dalam bentuk ekstrak. Hasil penelitian pemberian ekstrak ikan gabus pada pasien luka bakar lebih efektif dibandingkan dengan pemberian putih telur dengan menunjukkan peningkatan kadar albumin serum (Susetyowati, 2006). (JURNAL 5) http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-supriyanta-5290-2-babi.pdf

A. SINDROM NEFRITIK

Sindrom Nefrotik (SN) adalah kumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 atau dipstick ≥ 2+), hipoalbuminemia (≤ 2,5 gr/dL), edema, serta dapat disertai hiperkolesterolemia (250 mg/uL).

Hipoalbuminemia merupakan gejala yang penting dalam menegakkan diagnosis sindrom nefrotik, yaitu apabila konsentrasi albumin plasma ≤ 2,5 g/dL. Semakin rendah kadar albumin dalam plasma semakin berat manifestasi klinis yang timbul pada anak dengan SN. Kehilangan protein melalui urin menyebabkan terjadinya hipoalbuminemia. Meskipun demikian, faktor lain juga dapat menyebabkan hipoalbuminemia, diantaranya adalah penurunan sintesis, peningkatan katabolisme, serta peningkatan kehilangan melalui saluran cerna .

Dalam keadaan seimbang, laju sintesis albumin, degradasi dan pengeluaran dari tubuh adalah seimbang. Pada anak dengan SN terdapat hubungan terbalik antara laju ekskresi protein urin dan derajat hipoalbuminemia. Namun keadaan ini tidak merupakan korelasi yang ketat, terutama pada anak dengan proteinuria yang menetap lama dan tidak responsif steroid, albumin serumnya dapat kembali normal atau hampir normal dengan atau tanpa perubahan pada laju ekskresi protein. Laju sintesis albumin pada SN dalam keadaan seimbang ternyata tidak menurun, bahkan meningkat atau normal. Pada suatu penelitian terhadap anak ditemukan kenaikan laju sintesis dua kali pada SN (dan anak dengan hipoalbuminemia dengan penyebab non hepatik lainnya) menunjukkan bahwa kapasitas peningkatan sintesis

Page 4: Permasalahan Albumin

hati terhadap albumin tidak cukup untuk mengkompensasi laju kehilangan albumin yang abnormal.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa pada sindrom nefrotik, hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria massif. Pada anak dengan SN terdapat hubungan terbalik antara laju ekskresi protein urin dan derajat hipoalbuminemia. Menurut Rodrigo dkk (1996) menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat keparahan proteinuria, semakin rendah konsentrasi albumin darah.11 Pada penelitian ini, tidak adanya hubungan yang bermakna antara proteinuria dan hipoalbuminemia tersebut, mungkin disebabkan oleh karena kadar albumin darah ditentukan oleh masukan dari sintesis hepar dan pengeluaran akibat degradasi metabolik, ekskresi renal, dan gastrointestinal. Jadi, proteinuria pada SN tidak hanya ditentukan oleh ekskresi renal.

Laju sintesis albumin hepar juga dipengaruhi oleh masukan protein dan energi. Pemasukan protein dapat berkurang apabila terjadi gangguan pada saluran cerna yang menyebabkan nafsu makan menurun dan mual-mual. Kehilangan sejumlah protein dari tubuh melalui usus (protein losing enteropathy) juga dapat menyebabkan keadaan hipoalbuminemia.

Pada penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi hipoalbuminemia tersebut tidak dapat disingkirkan sebagai faktor perancu penelitian seperti; intake protein dan status gizi pasien. Begitu juga dengan sejumlah penyakit saluran cerna yang mengakibatkan kehilangan protein melalui usus.( JURNAL 1 ) http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/viewFile/127/122

SINDROM NEFRITIK

Salah satu komplikasi sindrom nefrotik (SN) adalah gangguan metabolisme mineral, yaitu hipokalsemia, yang dapat menyebabkan tetani, gangguan pembentukkan tulang, dan penyakit tulang metabolik. Penyakit SN merupakan kelainan glomerulus yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, dan edema. Pada proteinuria, protein-binding berukuran sedang ikut terbuang. Setengah jumlah kalsium total serum berikatan dengan protein (terutama albumin), akibatnya hipoalbuminemia yang terjadi pada anak SN dapat menyebabkan hipokalsemia.

Semakin menurun kadar albumin serum pada anak yang menderita sindrom nefrotik, semakin menurun kadar kalsium serum. (Sari Pediatri 2008;10(2):100-5).

Sindrom nefrotik merupakan suatu kelainan glomerulus yang ditandai dengan proteinuria, hipoproteinemia (hipoalbuminemia), dan edema.Pada keadaan proteinuria banyak protein-binding berukuran sedang yang ikut terbuang melalui urin selama SN relaps.

Kurang dari setengah kalsium total serum berbentuk bebas atau terionisasi, sebagian besar berikatan dengan protein (terutama albumin), dan sekitar 10% membentuk ikatan kompleks dengan anion seperti fosfat, sitrat, atau sulfat. Sebagai akibat pada keadaan hipoalbuminemia, yang terjadi pada anak SN, dapat menyebabkan hipokalsemia.Penurunan kadar albumin serum merupakan kriteria laboratoris berdasarkan International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) yang harus dipenuhi untuk menegakkan diagnosis SN, dengan kadar kurang dari 2,5 g/dL.Seluruh subjek mengalami penurunan kadar albumin serum, dengan rata-rata 1,50 (SB 0,377) g/dL, dan rentang nilai terendah 0,7 g/dL serta tertinggi 2,4 g/dL, sedangkan nilai normal albumin serum untuk anak usia >1 tahun 3,8-

Page 5: Permasalahan Albumin

5,4 g/dL. Penurunan kadar albumin pada pasien SN terjadi akibat peningkatan filtrasi glomerulus terhadap albumin sehingga terjadi proteinuria masif dan kadar albumin serum menurun, meskipun sintesis albumin di hepar meningkat sampai 3-4 kali. Sintesis yang meningkat ini tidak cukup untuk mengkompensasi kehilangan albumin, meskipun degradasi albumin dalam jumlah normal atau kurang dari normal

Hubungan antara kadar albumin dan kalsium serum dianalisis tanpa memperhatikan faktor-faktor lain yang juga dapat mempengaruhi kadar kalsium karena data yang tersedia tidak memungkinkan. Disimpulkan bahwa semakin menurun kadar albumin serum pada anak yang menderita sindrom nefrotik, semakin menurun kadar kalsium serum. (JURNAL 2) http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/10-2-5.pdf

B. MALNUTRISI ( JURNAL 3) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21367/4/Chapter%20II.pdf

Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesehatan. Ini bisa terjadi karena asupan makan terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain itu, kekurangan gizi dalam tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi makanan atau kegagalan metabolik (Oxford medical dictionary, 2007). Penyebab KEP dapat dibagi kepada dua penyebab yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorpsi dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun energi dari tubuh (Kleigmen et al, 2007).

Secara klinis, KEP dapat dibagikan kepada tiga tipe yaitu, kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor.

Sintesis albumin mengalami penurunan yang relatif dini pada keadaan malnutrisi protein, seperti kwashiorkor. Kwashiorkor terjadi terutamanya karena pengambilan protein yang tidak cukup. Pada penderita yang menderita kwashiorkor, anak akan mengalami gangguan pertumbuhan, perubahan mental yaitu pada biasanya penderita cengeng dan pada stadium lanjut menjadi apatis dan sebagian besar penderita ditemukan edema. Selain itu, pederita akan mengalami gejala gastrointestinal yaitu anoreksia dan diare. Hal ini mungkin karena gangguan fungsi hati, pankreas dan usus. Rambut kepala penderita kwashiorkor senang dicabut tanpa rasa sakit (Hassan et al, 2005).

Pada penderita stadium lanjut, rambut akan terlihat kusam, kering, halus, jarang dan berwarna putih. Kulit menjadi kering dengan menunjukkan garis-garis yang lebih mendalam dan lebar. terjadi perubahan kulit yang khas yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan dan disertai kelembapan. Pada perabaan hati ditemukan hati membesar, kenyal, permukaan licin, dan pinggiran tajam. Anemia ringan juga ditemukan dan terjadinya kelainan kimia yaitu kadar albumin serum yang rendah dan kadar globulin yang normal atau sedikit meninggi (Hassan et al, 2005).

Page 6: Permasalahan Albumin

Gambar 2.2 Kwashiorkor(Dikutip dari: http://adam.about.com)

Marasmus terjadi karena pengambilan energi yang tidak cukup. Pada penderita yang menderita marasmus, pertumbuhannya akan berkurang atau terhenti, sering berjaga pada waktu malam, mengalami konstipasi atau diare. Diare pada penderita marasmus akan terlihat berupa bercak hijau tua yang terdiri dari sedikit lendir dan sedikit tinja.

Gangguan pada kulit adalah tugor kulit akan menghilang dan penderita terlihat keriput. Apabila gejala bertambah berat lemak pada bagian pipi akan menghilang dan penderita terlihat seperti wajah seorang tua. Vena superfisialis akan terlihat jelas, ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu menonjol dan mata tampak besar dan dalam. Perut tampak membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas dan tampak atropi (Hassan et al, 2005).

Gambar 2.1 Marasmus(Dikutip dari: http://www.childclinic.net)

Page 7: Permasalahan Albumin

C. SIROSIS HATI ( JURNAL 6)

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/149/jtptunimus-gdl-elmanovian-7446-3-8.babi-a.pdf

Sirosis Hati

1. Definisi Sirosis hati adalah tahap akhir dari proses fibrosis hati, yang merupakan konsekuensi dari

penyakit kronis hati yang ditandai dengan adanya penggantian jaringan normal dengan jaringan fibrous sehingga sel-sel hati akan kehilangan fungsinya. (Wikipedia, 2013) Pada sirosis hati terjadi perubahan struktur hati dan pembuluh darah. Penyakit ini mengurangi kemampuan hati untuk memproduksi protein dan hormon proses, nutrisi, obat-obatan, dan racun. (The Free Dictionary, 2009)

2. Etiologi

Etiologi Sirosis Hati adalah: a. Malnutrisi b. Keracunan alkohol yang tidak dapat tercerna. c. Hepatitis kronis. d. Zat-zat hepatoksin (Digilib unimus, 2013) e. Hemochromatosis, yaitu defisit penyerapan di mana kelebihan zat besi disimpan dalam hati, pankreas, hati, dan organ-organ lainnya f. Penyakit Wilson, yaitu gangguan yang ditandai dengan akumulasi tembaga di hati, otak, ginjal, dan kornea mata. (The Free Dictionary, 2009)

3. Epidemiologi Sirosis hepatis merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia termasuk di

Indonesia. Kejadian Sirosis Hati di Indonesia menunjukkan bahwa laki-laki (71%) lebih banyak dari

4. Patofisiologi Pada kondisi normal, hati merupakan sistem filtrasi darah yang menerima darah yang

berasal dari vena mesenterika, lambung, limfe, dan pankreas masuk melalui arteri hepatika dan vena porta. Darah masuk ke hati melalui triad porta yang terdiri dari cabang vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu. Kemudian masuk ke dalam ruang sinusoid lobul hati. Darah yang sudah difilter masuk ke dalam vena sentral kemudian masuk ke vena hepatik yang lebih besar menuju ke vena cava inferior. Pada sirosis, adanya jaringan fibrosis dalam sinusoid mengganggu aliran darah normal menuju lobul hati menyebabkan hipertensi portal yang dapat berkembang menjadi varises dan asites. Berkurangnya sel hepatosit normal pada keadaan sirosis menyebabkan berkurangnya fungsi metabolik dan sintetik hati. Hal tersebut dapat memicu terjadinya ensefalopati hepatik dan koagulopati. (Utami, 2012)

Pada keadaan normal albumin dibentuk oleh hati. Bila fungsi hati terganggu, maka pembentukan albumin juga terganggu menyebabkan kadarnya menurun, sehingga tekanan koloid osmotik juga berkurang. Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3 gr % sudah dapat merupakan tanda kritis untuk timbulnya asites. Sebaliknya bila kadar plasma protein kembali normal, maka asitesnya akan menghilang walaupun hipertensi portal tetap ada. (Hadi, 2002)

5. Komplikasi Sirosis Hati

Page 8: Permasalahan Albumin

Karena sirosis memburuk, dapat terjadi gangguan system dan fungsi organ lain: 1. Masalah sirkulasi

Impedansi aliran darah melalui hati menyebabkan darah kembali ke dalam vena porta, menyebabkan hipertensi portal. Keadaan ini memiliki beberapa konsukuensi serius: a. Terbentuk varises esophagus karena adanya aliran kembali darah yang menyebabkan vena di sekeliling esophagus menonjol ke dalam lumen esophagus. b. Terjadi perdarahan gastrointestinal sewaktu varises esophagus pecah dan berdarah ke dalam esophagus dan lambung. c. Asites (edema abdomen) timbul akibat hipertensi portal karena semakin tinggi tekanan dalam vena dan konsetrasi protein darah yang rendah membuat difusi cairan dari darah ke dalam jaringan abdomen sekitarnya, asites menyebabkan kekenyangan dini dan mual serta meningkatkan kecepatan metabolic basal.

2. Masalah metabolik

Karena hati tidak mampu memetabolisasi glukosa, lemak, dan protein, dapat timbul komplikasi tambahan meliputi: a. Gangguan metabolisme protein, membuat konsentrasi protein darah rendah (albumin), protein-protein ini dibutuhkan untuk mempertahankan tekanan osmotik normal dalam sirkulasi. Tanpa protein, cairan berdifusi dari darah ke dalam jaringan disekitarnya menyebabkan edema. b. Gangguan produksi empedu, menyebabkan hilangnya kemampuan untuk mencerna lemak. Empedu juga merupakan alat ekskretori yang penting untuk bilirubin, karena bilirubun meningkat terjadi ikterus. 3. Masalah koagulasi

Karena sirosis memburuk, hati menjadi tidak mampu mensintesis faktor koagulasi dan menyimpan vitamin K, menyebabkan masalah pembekuan darah. 4. Defisiansi vitamin

Akibat ketidakmampuan hati untuk menghasilkan, menggunakan, dan menyimpan vitamin tertentu (seperti A, C, dan K) tampak tanda-tanda defisiensi. 5. Anemia

Anemia disebabkan oleh asupan makanan pasien yang buruk, gangguan fungsi gastrointestinal dan hati, serta gastritis kronik. Sebaliknya hati ini mempengaruhi keseluruhan kemampuan pasien untuk melaksanakan kegiatan hariannya. 6. Gangguan mental

Walaupun penyebab pasti kemunduran mental tidak dimengerti, hal ini diyakini berkaitan dengan tingginya kadar amonia. Amonia adalah produk metabolisme protein yang alami, terdapat di hati dan usus sebagai asam amino rantai panjang yang dipecah oleh bakteri normal. Pada sirosis, kadar amonia meningkat karena hati tidak lagi mengubah amonia menjadi urea yang dieksresi lewat urine. 7. Malnutrisi

Akibat asupan, metabolisme, dan eksresi yang tidak adekuat, malnutrisi adalah gambaran sirosis yang menonjol. Keadaan ini dieksaserbasi pada kasus penyalahgunaan alcohol kronik, dalam keadaan ini saluran cerna sendiri juga dapat mengalami disfungsi serta tidak mampu menyerap nutrient tertentu. (Brenna H, Tucker L, William S. 2011)

6. Manifestasi Sirosis Hati

Page 9: Permasalahan Albumin

Sirosis hati pada tahap awal tidak menimbulkan gejala. Tetapi tes fungsi hati dapat mendeteksi perubahan yang mengarah pada disfungsi hati, seperti: 1. Kegagalan membuat cukup protein seperti albumin yang membantu untuk mengatur komposisi cairan di dalam aliran darah dan tubuh.

2. Kegagalan membuat bahan kimia yang cukup diperlukan untuk pembekuan darah.

3. Kurang mampu mengolah limbah kimia (seperti bilirubin) dan memproses obat, racun, dan bahan kimia lainnya yang kemudian bisa menumpuk di dalam tubuh.

Pada tahap akhir, sirosis hati terkait dengan banyak gejala. Sebagian besar gejalanya adalah akibat dari jaringan hati fungsional yang tersisa terlalu sedikit untuk melakukan tugas-tugas hati. Gejala yang timbul adalah kelelahan, kelemahan, edema, asites, anoreksia, mual, muntah, kecenderungan mudah berdarah dan memar yang berakibat pada abnormalitas metabolik. (Utami, 2012)

7. Tipe Sirosis Hati

Tipe sirosis hati berbeda-beda, dilihat dari etiologi adalah: 1. Sirosis pascanekrotik, biasanya akibat komplikasi hepatitis virus, tetapi dapat juga disebabkan oleh pajanan terhadap toksin (seperti arsenic dan fosfat) lebih sering terjadi pada perempuan.

2. Sirosis portal, nutrisi atau alkoholik akibat malnutrisi dan alkoholisme kronik.

3. Sirosis kardiak, akibat kongesti vena dari gagal jantung kanan lama.

4. Sirosis biliaris, akibat obstruksi duktus biliaris atau peradangan duktus biliaris.

5. Sirosis idiopatik, penyebabnya tidak diketahui. (Brenna H, Tucker L, William S. 2011)

Dari segi penatalaksanaan diet, sirosis hati dibedakan menjadi: 1. Sirosis Hati Terkompensasi Fungsi metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat masih normal untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Karena besarnya kapasitas cadangan parenkim hati, dengan jaringan hati yang masih baik ±25% masih dapat memenuhi kebutuhan tubuh. 2. Sirosis Hati Dekompensasi : Sirosis hati dekompensasi (dengan asites dan edema), fungsi hati untuk mensintesis protein menurun sehingga kadar protein darah rendah yang mengakibatkan penurunan tekanan onkotik yang dapat memperberat asites dan edema.3. Sirosis Hati dengan Perdarahan Saluran Cerna : Penyebab perdarahan adalah varises esophagus pecah, gastritis erosive dan gastropati hipertensi portal. Pada penderita dengan perdarahan saluran pencernaan akan menyebabkan kenaikan AAA (Asam Amino Aromatik) dan AAN (Asam Amino Netral) dalam serum yang merupakan faktor terjadinya ensefalopati hepatik. 4. Sirosis Hati dengan Ensefalopati Hepatik : Terjadi akibat gangguan metabolisme di otak oleh zat toksik (senyawa nitrogen) yang berasal dari usus besar melalui vena porta tanpa dinetralisasi oleh hati. (Astuti, H, 1996)