perancangan incubator model triple helix untuk …...perancangan incubator model triple helix......
TRANSCRIPT
PERANCANGAN INCUBATOR MODEL TRIPLE HELIX... (Eddi Indro Asmoro) 13
ABSTRACT
Growth in Indonesia's economy is supported by the small industries and medium enterprises
(SMEs). While the problems of SMEs categorized into external and internal problems, in general, is
the problem of knowledge. Even the role of government according to some researchers, in Indonesia
in the development and empowerment of SMEs are less significant plus international commitments in
free trade are required to make rapid changes due to product life cycles are getting shorter.
Triple helix system, according to some researchers can enhance economic growth in a country.
Where the triple helix system emphasizes continuous collaboration, with synergies that laid the
foundation problems in the function. Triple helix system is a collaboration between industry,
universities and the government to lay the issues dealt with by the right theoretically. In fact
according to some researchers put the importance of open innovation paradigm on the product. The
paradigm of open innovation breakthroughs that will give benefits to the collaboration system.
In the design of the mechanism is added as an incubator of technical means of learning the
triple helix collaboration system. Litelatur-litelatur used an empirical study to support the triple helix
system design system.
Keywords : SMEs, joint venture, knowledge transfer, technology transfer, and triple helix
system
1. PENDAHULUAN
Komitmen internasional dalam perdagangan bebas dan perkembangan sosial-ekonomi
domestik menyebabkan kompleksitas tuntutan harus berubah cepat. Kebutuhan knowledge
sangat penting dalam gerak perekonomian dengan siklus umur produk semakin cepat/pendek.
Disebabkan laju perekonomian sangat cepat, bagi mereka yang tidak belajar, beradaptasi dan
mengikuti perubahan dari waktu ke waktu akan tertinggal. Karena dengan knowledge yang
baik, industri dapat memproduksi barang dan jasa berdasarkan keinginan pasar.
PERANCANGAN INCUBATOR MODEL TRIPLE HELIX UNTUK
EFEKTIVITAS PROSES KNOWLEDGE TRANSFER SEBAGAI
STRATEGI PENGEMBANGAN IKM
Oleh
Eddi Indro Asmoro (Mahasiswa Pasca Sarjana Teknik Industri ITS)
Email : [email protected]
Prof. Dr. Ir. Udisubakti Ciptomulyono, M.Eng.Sc.(Staf Pengajar Teknik Industri ITS)
H. Hari Supriyanto, Ir., MSIE (Staf Pengajar Teknik Industri ITS)
14 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
Perekonomian di Indonesia ditunjang oleh industri salah satunya industri kecil dan menengah
(IKM), karena IKM memiliki jumlah unit usaha sangat banyak, meyerap tenaga kerja
masyarakat sekitar, nilai ekspor tinggi, ragam produk sangat banyak, sumber pendapatan bagi
masyarakat luas, keuntungan dapat digunakan langsung dan kebanyakan modal mandiri.
Tetapi kendala terbesar hampir dimiliki IKM pada semua lini permasalahan internal
dan eksternal tentang keterbatasan yang mendasar, yaitu knowledge. Sehingga efektivitas
proses knowledge transfer merupakan faktor kunci keberhasilan dalam peningkatan dan
perkembangan industri di Indonesia. Industri membutuhkan knowlede salah satunya adalah
industri kecil menengah (IKM). Karena permasalahan dasar pada IKM terletak pada
penguasaan knowledge, sedangkan permasalahan IKM diklasifikasikan pada kondisi internal
dan eksternal (Deperindag 2006, 2007, 2008). Peran knowledge sangat penting dalam
menjembatani proses perubahan tersebut, dan knowledge merupakan penghasil innovation
technology serta innovation technology meningkatan pengembangan dan pertumbuhan
industri (Martin & Scott, 2000; Siegel & Zervos, 2002 dalam D’Este, 2007). Peranan IKM
sendiri di Indonesia memberikan kontribusi pada pemerintah bisa dilihat dari jumlah unit
IKM 3.554.760 yang dapat menyerapan tenaga kerja sebesar 7.763.768 orang dan memiliki
nilai ekspor 10,5 miliar sekaligus mampu menciptaan lapangan kerja dan sumber pendapatan
masyarakat serta beberapa IKM pada kondisi krisis ekonomi tahun 1997 sangat kuat dan
tahan banting (Laporan pengembangan sektor industri Tahun 2008). Setiawan pada tahun
2004 melakukan penelitian tentang program pemberdayaan dan pembinaan IKM oleh
pemerintah hasilnya program pemberdayaan dan pembinaannya tidak maksimal dan
merekomendasikan strategi pengembangan IKM, secara fleksibel dengan mempertimbangkan
faktor kondisi alam, keunikan, potensi asli daerah dan keterkaitan antar daerah. Tambunan
pada tahun 2009 juga melakukan penelitian tentang competitive advantage, hasil dari program
pemberdayaan dan pembinaan pada IKM yang telah dilakukan oleh pemerintah dan non
pemerintah hasilnya masih sangat lambat, karena IKM tidak memiliki kemampuan
competitive advantage.
Keterbatasan knowledge pada IKM bisa dijembatani oleh peran perguruan tinggi dan
peran pemerintah. Sistem triple helix merupakan sinergi kolaborasi positif dalam tiga pihak
tersebut. Secara teoritis bisa dilihat berdasarkan PT mempunyai peranan penting dalam
masyarakat sebagai produsen dan transmisi pengetahuan (knowledge transfer). Kedua PT
dapat mencakup ketiga misi pembangunan ekonomi (pengajaran, penelitian dan pengabdian
masyarakat) (Mansfield, 1995; Branscomb et. al., 1999; Etzkowitz & Leydesdorff, 2000;
Leydesdorff & Meyer, 2003 dalam D’Este, 2007). Perancangan ini menekankan pada
efektivitas proses knowledge transfer yang kontinyu dengan technology transfer. Kontinyuitas
yang dimaksud mendasarkan inisiatif strategi praktis pada model Bozeman (2000) untuk
menjadikan solusi pada IKM, PT dan visi dan misi pemerintah sebagai langkah terobosan
innovation technology, dimana model meniurut Chesbrough (2008) adalah sebuah produk
kebijakan pemerintah. Perancangan ini merupakan perancangan kualitatif karena
menggambarkan perilaku-perilaku sosial dalam masyarakat.
Hasil harapan perancangan ini akan memberikan konsep model yang tepat dalam
efektivitas proses knowledge transfer yang kontinyu dengan sistem triple helix. Harapan lain
PERANCANGAN INCUBATOR MODEL TRIPLE HELIX... (Eddi Indro Asmoro) 15
bila dilakukan penelitian lebih lanjut akan mengetahui faktor-faktor efektivitas proses
knowledge transfer dalam sistem triple helix. Kesimpulan yang diharapkan dengan
mengetahui konsep model triple helix akan menjadikan arahan dalam penentuan peningkatan
perekonomian dalam strategi inisiatif innovation technology.
2. TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan perancangan ini sebagai berikut:
1. Melakukan perancangan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas proses
knowledge transfer pada kolaborasi IKM, PT, dan pemerintah.
2. Menempatkan incubator sebagai cara teknis dalam kolaborasi model triple helix (IKM,
PT, dan pemerintah) pada efektivitas proses knowledge transfer sebagai inisiatif strategi.
3. Memformulasikan perancangan model efektivitas proses knowledge transfer pada
kolaborasi model triple helix (IKM, PT, dan pemerintah) untuk inisiatif strategi di IKM.
Kontribusi perancangan ini diharapkan dapat menjadi solusi kolaborasi PT, IKM dan
pemerintah dalam menempatkan porsinya:
1. Kontribusi pada PT dengan mengetahui faktor-faktor efektivitas proses knowledge
transfer, maka PT dapat melakukan pengembangan riset lebih baik dan menjadikan pusat
inovasi.
2. Kontribusi pada IKM dapat mengetahui faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan dan
perkembangan IKM.
3. Kontribusi pada pemerintah dengan mengetahui faktor-faktor efektivitas proses
knowledge transfer pada PT dan IKM dapat memberikan kebijakan yang lebih menunjang
pertumbuhan dan perkembangan IKM.
3. KAJIAN PUSTAKA
Arti pentingnya knowledge dimulai dari data mentah, fakta-fakta dan angka-angka,
menjadi informasi sesuai konteksnya, digunakan sesuai pengalaman akan menjadi knowledge
(Kidwell dalam Laal, 2011). Knowledge adalah informasi yang kontekstual, relevan, dan
dapat digunakan sesuai fungsinya (Nonaka, 1991 dalam Nayasindhu, 2002). Pemahaman
knowledge oleh Nonaka (1991) disini adalah keselarasan informasi dan tujuan dalam
penggunaan. Sedangkan knowledge menurut Hendrik (2003) adalah data dan informasi yang
digabungkan dengan kemampuan, intuisi, pengalaman, gagasan, motivasi dari sumber yang
kompeten. Sumber knowledge bisa berbagai bentuk, seperti: buku, koran, majalah, email, e-
articel, mailing list, e-book, kartu nama, dan manusia. Pemahaman knowledge menurut
Hendrik mengartikan pada kemampuan pengolahan data dan informasi oleh individu dengan
banyak sumber.
Penelitian Davenport dan Prusak (1998) dalam pendefinisian knowledge sangat
banyak digunakan dalam knowledge management. Salah satunya definisi knowledge adalah
suatu pengolahan aliran dari kerangka pengalaman, nilai-nilai, informasi kontektual,
pemahaman yang mendalam dari pakar dengan suatu kerangka untuk mengevaluasi dan
mengorganisasikan pengalaman dan informasi baru. Penggunaan definisi knowledge
mengkhususkan penggunaan knowledge yang diorganisasikan dan diterapkan didalam
organisasi. Penggunaan knowledge didalam organisasi tidak hanya sebagai slogan dalam
16 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
dokumen, tapi juga digunakan dalam rutinitas organisasi seperti proses organisasi, norma-
norma organisasi dan aktivitas praktek.
Klasifikasi knowledge diperkenalkan pertama kali oleh Polanyi bahwa knowledge bisa
dibagi menjadi dua, yaitu tacit knowledge dan explicit knowledge (Tobing, 2007). Tacit
Knowledge adalah knowledge yang ada pada diri seseorang dan relatif sulit untuk diformalkan
atau diterjemahkan, sehingga masih ada hambatan untuk dikomunikasikan dengan individu
lain. Tacit knowledge memiliki 2 (dua) dimensi, yaitu dimensi teknis dan dimensi kognitif.
Dimensi teknis dalam tacit knowledge memiliki sifat informal dan merupakan knowledge
yang berbentuk know-how, pengalaman, keahlian, pemahaman, dan rules of thumb. Seperti
contoh pada perusahaan coca cola di semarang untuk menentukan komposisi standar coca
cola hanya menggunakan tester lidah manusia, atau seorang koki hebat dalam menulis resep
masakan menggunakan ungkapan garam secukupnya atau gula secukupnya. Semua dimensi
ini menggunakan know how dan pengalaman selama tahunan berdasarkan pengalaman
kerjanya.
Dimensi kognitif dalam tacit knowledge adalah terdiri dari kepercayaan persepsi,
idealisme, nilai, emosi dan mental yang sulit untuk dijelaskan. Explicit knowledge adalah
knowledge yang sudah dapat dikemukakan dalam bentuk data, formula, spesifikasi produk,
manual, prinsip-prinsip umum, knowledge yang tertulis, terarsip, tersebar (cetak maupun
elektronik). dan bisa sebagai pembelajaran atau referensi untuk orang lain. Explicit knowledge
dapat digunakan dengan cara mencari, mengumpulkan, mengolah dengan menghubungkan
data atau informasi yang diperoleh agar dapat digunakan atau dikodefikasikan dalam bentuk
aturan atau sistem.
Pemahaman menurut Sardar (1987) definisi knowledge adalah sarana pemecahan
masalah mendasar dari setiap peradaban. Tanpa knowledge suatu peradaban tidak dapat
mempertahankan struktur politik dan sosial atau memenuhi kebutuhan dasar rakyat dan
budayanya. Peradaban adalah perwujudan eksternal suatu epistemologi, yang dipengaruhi
knowledge dalam membentuk lingkungan fisik, intelektual dan budaya serta memajukan cara
produksi ekonomis yang dipilih. Inti pemahaman menurut Sardar (1987) knowledge adalah
sarana yang pada akhirnya mencetak suatu peradaban, dan knowledge merupakan ungkapan
perwujudan fisik dari sudut pandangan dunia.
Menurut kajian empiris dalam Tabel 1 dijelaskan secara singkat dan jelas secara alur
kajian dari model elemen-elemen dasar, faktor-faktor dan mekanisme dari knowledge transfer
dan model elemen-elemen dasar, faktor-faktor keterlibatan akademisi dan komponen-
komponen dari technology transfer serta posisi perancangan yang akan dikembangkan.
PERANCANGAN INCUBATOR MODEL TRIPLE HELIX... (Eddi Indro Asmoro) 17
Tabel 1 Kajian beberapa penelitian tentang knowledge transfer dan technology transfer serta
posisi perancangan yang dibuat
18 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
PERANCANGAN INCUBATOR MODEL TRIPLE HELIX... (Eddi Indro Asmoro) 19
4. PERANCANGAN MODEL
Berdasarkan hasil pemahaman dari studi referensi, banyak diketahui bahwa penelitian
yang membahas mengenai knowledge transfer dimana unit of analisys pada industri atau
perusahaan inter-organizational, intra-organizational ataupun trans-nasional sudah
menjamur. Penelitian sebelumnya yang meneliti mengenai topik knowledge transfer dengan
competitive advantages dengan menekankan hasil inovasi banyak terjadi pada industri atau
perusahaan besar (perusahaan multi nasional). Penelitian yang terkait dengan penelitian
efektivitas proses knowledge transfer dengan peran IKM sebagai salah satu penopang
perekonomian Negara, peran PT sebagai pusat riset dan inovasi dan peran pemerintah sebagai
fasilitator, regulator dan katalisator belum banyak dilakukan. Pendekatan efektivitas proses
knowledge transfer disini menggunakan technology transfer dengan sistem triple helix
menggunakan kolaborasi ketiga peran dari IKM, PT dan pemerintah. Karena untuk
pengembangan IKM sangat membutuhkan pembenahan permasalahan internal dan eksternal
pada IKM secara profesional, dengan sistem kerja sama antar organisasi yang kompeten
sangat diharapkan.
Dimana sudah dijelaskan dalam bab 2, tentang efektivitas proses knowledge transfer
sangat didukung oleh faktor-faktor individu, kelompok dan organisasi. Untuk mengefektifkan
proses knowledge transfer pada IKM supaya berkembang cepat membutuhkan orientasi
pengembangan technology transfer yang terorganisasikan dengan baik. Knowledge transfer
merupakan proses transmisi yang berorientasi tujuan dari individu, grup atau suatu organisasi
kepada individu, grup atau organisasi yang lain (Weissenberg & Spieth, 2006). Sedangkan
technology transfer adalah a process that permits the flow technology from a source to a
receiver (Cipto Mulyono, 2005). Dalam pemakaian penggabungan keduanya (knowledge
transfer dan technology transfer) tersebut ditekankan pada kondisi efektivitas proses pada
aplikasi knowledge transfer dengan technology dari sumber ke penerima yang diijinkan untuk
membantu perkembangan IKM.
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan dan mengkaji model yang
menggambarkan hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas proses knowledge
transfer PT untuk meningkatkan pengembangan IKM dalam inisiatif strategi MP3EI. Inisiatif
strategi MP3EI salah satunya menekankan peran PT sebagai pusat riset dan inovasi nasional
dengan mendasarkan center of excellence. Maksud dari pemerintah menempatkan PT sebagai
pusat riset dan inovasi adalah untuk melakukan penguatan kemampuan SDM dan iptek
nasional, sedangkan center of excellence adalah penguatan ekonomi lokal. Nilai untuk
mengkaji pengaruh efektivitas proses knowledge transfer menekankan pada peningkatan
performance, competitive advantages dan open innovation pada masing-masing peran IKM,
PT dan pemerintah. Dimana IKM sebagai penerima transfer, PT sebagai sumber knowledge
transfer dan pemerintah sebagai fasilitator, regulator dan katalisator dengan bermuara pada
segmen pasar. Dengan kolaborasi ketiganya diharapkan akan mendapatkan kelebihan dari
program-program yang telah dijalankan sebelumnya.
Sedangkan permasalahan dalam sifat-sifat yang mempengaruhi kesulitan dalam
knowledge transfer dan aplikasinya dijelaskan oleh Emery (2002). Selanjutnya model-model
dasar penelitian yang digunakan untuk melakukan pengembangan konseptual model
20 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
efektivitas proses knowledge transfer dari model Szulanski (2000), Bozeman (2000) dan
Leydesdroff (2006) seperti dibawah ini:
1. Model dengan 5 elemen dasar pada knowledge transfer oleh Szulanski (2000) dalam Liao
dan Hu (2007).
2. Model dengan 5 variabel konstruk pada technology transfer oleh Bozeman (2000).
3. Technology transfer dengan model triple helix oleh Leydesdroff (2006).
Penjelasan untuk model-model penelitian diatas dimaksudkan untuk memberikan alur
logika berpikir dari maksud penelitian ini. Emery (2002) menjelaskan pada masing-masing
sifat knowledge transfer, sumber dan penerima knowledge dan kontek knowledge transfer
terdapat kesulitan dalam knowledge transfer dan aplikasinya seperti dijelaskan pada Tabel 2.
Tabel 2 Sifat-sifat yang mempengaruhi kesulitan pada knowledge transfer dan aplikasinya
Sifat
knowledge
transfer
Karakter
sumber
knowledge
Karakter
penerima
knowledge
Kontek transfer knowledge
Sebab akibat
ambiguitas
Tidak
terbukti
Kekurangan
motivasi
Tidak
dianggap
handal
Kekurangan
motivasi
Kekurangan
daya serap
kapasitas
Kekurangan
daya simpan
Mekanisme (struktur &
sistem) untuk mendukung
transfer
Sumber koordinasi dan
pengalaman dengan praktek-
praktek transfer
Hubungan yang sulit
Sumber: (Emery 2002)
Dalam Szulaski 2000 meletakkan konsep mengenai 5 elemen dasar dalam knowledge
transfer, yaitu: source of knowledge, recipient of knowledge, channel of knowledge, message
of knowledge dan context of knowledge (Liao dan Hu 2007). Pemahaman yang dimaksudkan
Szulanski (2000) dengan penelitian ini adalah source of knowledge sebagai sumber pemberi
knowledge adalah pihak PT, recipient of knowledge sebagai penerima knowledge adalah IKM,
channel of knowledge sebagai model penyebaran dari knowledge misal: konsultasi teknis dan
riset bersama, message of knowledge terkait dengan type of knowledge yang diberikan (tacit
atau explisit knowledge) serta context of knowledge terkait dengan kultur dan infrastruktur
organisasi.
Szulanski (2000) telah meletakkan 5 elemen dasar dalam melakukan knowledge
transfer (Liao dan Hu 2007). Lima elemen dasar knowledge transfer dari Szulanski digunakan
sebagai dasar yang harus dimiliki dalam model efektivitas proses knowledge transfer
penelitian ini.
Pada model penelitian Bozeman pada tahun 2000 menjelaskan technology transfer
dari segi organisasi. Sedangkan dalam organisasi sendiri memiliki dasar knowledge yang
digambarkan seperti piramida (Boutellier et. al., 2000 dalam Lengyel 2007). Bahkan
PERANCANGAN INCUBATOR MODEL TRIPLE HELIX... (Eddi Indro Asmoro) 21
komponen technology pada organisasi menurut Khalil Tharek dalam Ciptomulyono (2005)
dibagi menjadi 4 (empat) pilar humanware, hardware, software dan brainware sebagai satu
kesatuan dalam organisasi. Pengertian technology menurut Khalil Tharek (2000) adalah suatu
metode, peralatan, produk, proses atau knowledge yang dipergunakan untuk menciptakan
produk atau jasa. Sehingga model Bozeman (2000) tersebut bisa menggambarkan hubungan
sistem inter-organizational untuk knowledge transfer.
Pengelompokan model Bozeman (2000) terbagi dalam transfer agent, transfer media,
obyek transfer, transfer recipient dan demand environment sebagai varaibel independen untuk
mencapai nilai efektivitas. Nilai efektivitasnya akan mempengaruhi nilai opportunity cost,
scientific and technical human capital, political, economic development, market impact dan
out-the-door sebagai variabel dependen. Model Bozeman (2000) dalam penggunaan
technology transfer untuk pencapaian efektivitas dijelaskan pada Gambar 1.
Transfer AgentDemand
Environment
Transfer Media Transfer Recipient
Transfer Object
Effectiveness
Transfer
Object Use
Opportunity cost
Scientific & technical
human capital
political
Economic
development
Market impact
Out-the -door
Gambar 1. Contingent effectiveness model of technology transfer (Bozeman 2000)
Model Bozeman (2000) telah meletakkan 5 dasar variabel konstruk technology
transfer untuk pencapaian efektivitas. Dalam penelitian ini akan menggabungkan model
Szulanski (2000) dan model Bozeman (2000), dimana model Szulanski (2000) sebagai
elemen dasar pada knowledge transfer memang sudah dimiliki dalam model Bozeman (2000)
secara natural. Sedangkan model Bozeman (2000) merupakan technology yang berlatar
belakang pengelolaan organisasi untuk berperan sesuai fungsinya. Penggabungan model
Szulanski (2000) dan model Bozeman bisa digambarkan seperti pada Tabel 4.2 berdasarkan
kesamaan sifat unsur model.
Tabel 3 Penggabungan model Szulanski (2000) dan Model Bozeman (2000) berdasarkan
kesamaan sifat unsur
No
Elemen dasar
knowledge transfer
pada model Szulaski
(2000)
Varibel konstruk
dalam technology
transfer pada model
Bozeman (2000)
Kesamaan sifat unsur
1 Source of knowledge Transfer agent Sumber
2 Recipient of knowledge Transfer recipent Penerima
22 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
3 Channel of knowledge Transfer media Teknik / Cara melakukan
4 Message of knowledge Obyek transfer Materi
5 Context of knowledge Demand environment Lingkungan yang dibangun
Sumber: (Lengyel 2007 ; Ciptomulyono 2005)
Sehingga dalam melakukan knowledge transfer menggunakan technology transfer dapat
dijelaskan berdasarkan kesamaan sifat unsur kedua model. Sedangkan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sekarang sudah meletakkan kolaborasi antar organisasi bahkan
peran pemerintah sangat dominan di Negara-negara maju.
Maka dalam penelitian ini menggunakan sistem triple helix kolaborasi antara industri,
PT dan pemerintah dimana industri disini dispesifikasikan pada IKM. Triple helix berasal
sebagai model inovasi diskontinyu dan didefinisikan sebagai kemampuan untuk
memperbaharui sistem inovasi di seluruh paradigma teknologi (Etzkowitz dan de Mello 2004
dalam Irawati, 2006). Penggunaan sistem triple helix berdasarkan penelitian Leydesdorff
(2006) bertujuan untuk mencapai knowledge-base economy dengan paradigma technology
untuk pembaharuan innovation. Model triple helix penelitian Leydesdorff (2006) dijelaskan
seperti Gambar 2, 3, 4 dan 5.
Gambar 2 Patents as events in the three-dimensional space of Triple Helix interaction
(Leydesdorff 2006)
PERANCANGAN INCUBATOR MODEL TRIPLE HELIX... (Eddi Indro Asmoro) 23
Gambar 3 Three dimensions of the social system with their three interaction terms
(Leydesdroff 2006)
Gambar 4 The first-order interactions generate a knowledge-based economy as a nextorder
system (Leydesdroff 2006)
Gambar 5 Micro-foundation of the Triple Helix Model of Innovations (Leydesdroff 2006)
24 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
Dasar pengembangan model menggunakan gabungan model Szulanski (2000),
Bozeman (2000) dan model triple helix (Leydesdroff, 2006) berdasarkan inisiatif program
MP3EI untuk mencapai efektivitas proses knowledge transfer seperti dijelaskan pada Gambar
6. Sedangkan kunci dalam knowledge transfer menggunakan penelitian dari beberapa peneliti
seperti dalam Tabel 3.
Tabel 4 Kunci pada knowledge transfer
No Peneliti Penemuan
1 Winter (1987) Menemukan knowledge bisa sebagai aset dengan
melihat dimensi taksonomis
2 Boutellier et. al (2000)
Dasar knowledge dalam organisasi seperti piramida
yang terbagi socialized knowledge, experienced
knowledge, documented knowledge dan knowledge
embedded in product
3 Szulanski (2000)
Meletakkan dasar source of knowledge, recipient of
knowledge, channel of knowledge, message of
knowledge dan context of knowledge
4 Emery (2002)
Menemukan konsep properties of knowledge
transferred, characteristics of knowledge source,
characteristics of knowledge recipient dan context
of knowledge transfer
5 Wang et.al (2004) Meletakkan dasar niat kesungguhan pada source and
recipient of knowledge
6 Kremer (2005) dan
Lavis (2006)
Pelaksanaan ditentukan 5 variabel kunci who, whom,
what, how dan how to analysis
7 Gauza (2006)
Identifikasi faktor-faktor characteristics of transfer
source, characteristics of transfer recipient, context
of organizational dan transmission of channel
8 Molina et. al (2007) dan
Goh (2002)
Meletakkan dasar proses kontrol dan dukungan
infrastrutur dalam knowledge transfer
Variabel-variabel (konstruk endogen) yang digunakan dalam perancangan
pengembangan model konseptual adalah 3 model penelitian dari Szulanski 2002, Bozemen
2000 dan Leydessdroff 2006, dimana dalam model Bozeman 2000 menekankan nilai
efektivitas dengan penggunaan knowledge praktis. Pengembangan model dan identifikasi dari
variabel konstruk dalam pengembangan model konseptual dijelaskan dalam Gambar 6 dan
Tabel 4
PERANCANGAN INCUBATOR MODEL TRIPLE HELIX... (Eddi Indro Asmoro) 25
Segmen
Pasar
Efektivitas Proses
Knowledge
Transfer
Karakteristik &
Perspektif IKM
Obyek
Transfer
Incubator
Karakteristik &
Perspektif
Kelembagaan
Pemerintah
Karakteristik &
Perspektif PT
Gambar 6 Pengembangan perancangan model konseptual
5. KESIMPULAN
1. Perancangan yang dibuat akan memberikan strategi terbaru yang komprehensif dan
memberikan competitive advantage dengan kondisi persaingan bebas dengan meletakkan
dasar-dasar kepentingan fungsi sistem kolaborasi triple helix
2. Akan mudah diprediksi kendala-kendala dan faktor-faktor yang menghambat dan
menunjang kebutuhan kolaborasi tanpa mengganggu sistem yang ada, dimana incubator
merupakan mekanisme sistemnya.
3. Formulasi yang dibangun diharapkan dengan menempatkan incubator sebagai mekanisme
sistem kolaborasi triple helix akan memberikan keuntungan pada pertumbuhan ekonomi
dengan sistem praktis bagi tujuan IKM, Perguruan tinggi dan pemerintah
6. DAFTAR PUSTAKA
Boutellier, R., Gassmann, O., & Von Zedtwitz, M.. 2000. Managing Global Innovation:
Uncovering the Secrets of Future Competitiveness. Heidelberg:Springer-Verlag.
Boutellier, R., Grassmann, O., Macho, H., Roux, M..2000. Management of dispersed product
development teams: the role of information technologies. R&D Management vol. 28
: 13–25
Bozeman, B.2002. Technology Transfer and Public Policy: A Review of Research and
Theory. Journal of Research Policy, vol.29 : 627-655.
Chesbrough, P. H. 2008. Open innovation and open business models: a new approach to
industrian innovation. Presentation to Speaker Series. You Tube 27 Oktober 2010;
4.36 AM.
26 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
Ciptomulyono, U. 2005. Introduction to Technology Management. Diktat Mata Kuliah
Jurusan Teknik Industri-ITS, Januari 2005.
D’este, P., Patel, P.2007. University–industry linkages in the UK: What are the factors
underlying the variety of interactions with industry?. Research policy, vol.36 : 1295-
1313
Departemen Perindustrian, 2006. Laporan Pengembangan Sektor Industri 2006. Desember
2006.
Departemen Perindustrian, 2007. Laporan Pengembangan Sektor Industri 2007. Desember
2007.
Departemen Perindustian, 2008. Laporan Pengembangan Sektor Industri 2008. Desember
2008.
Goh, Swee C., 2002. Managing effective knowledge transfer : An integrative framework and
some practice implication. Journal of Knowledge Management, Vol. 6 No.1 : 23 –
30.
Hendrik, 2003. Sekilas Tentang Knowledge Management. Artikel Populer Ilmu
Komputer.Com Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com
http://www.scribd.com/doc/34758232/Keterkaitan-Industri-Terhadap-Teknologi
Indriartiningtias, R., Inrawan Wirajmadja, I, 2009. Perancanangan Model Trasfer
Pengetahuan dari Perguruan Tinggi ke Industri Kecil. Jurnal Teknik Industri
Nasional, vol.12 : 118-125
Kremer, D., 2005. Research Program on Knowledge Transfer and Exchange CRE-MS.
Journal Science of Communication.
Laal, M., 2011. Knowledge Management in Higher Education. Procedia computer science
p.3, vol. 544-549.
Lavis, Reradon, & Gibson, 2006. From Research to Practice: A knowledge transfer Planning
Guide. Report by Institute for Work and Health, Toronto, Ontario.
Molina, L.M., Montes, J.L., Moreno, A.R., 2007. Relationship between quality management
practices and knowledge transfer. Journal of Operation Management, Vol. 25 : 682
– 701.
Setiawan, A. H. 2004. Fleksibilitas Strategi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah.
Dinamika Pembangunan, Vol. 1 : 118-124.
SZULANSKI, G., 2000,”The process of knowledge transfer: a diachronic analysis of
stickiness”, Organizational Behavior and Human decision Process, vol.82, pp. 9-27
TAMBUNAN, T. T. H. 2009, “UMKM di Indonesia”, Bogor, Galia Indonesia.
TOBING, PAUL L., 2007, “Knowledge Management :Meningkatkan Daya Saing Bisnis,”
Graha Ilmu. Yogyakarta.
WINTER, S.G., 1987 ,”Knowledge and competence as strategic asset”, In: Teece, D. (Ed),
The Compeptitive Challenge. Ballinger Publishing, Cambridge, MA, pp.159-184