pengolahan air limbah hotel dengan metode free …
TRANSCRIPT
1
PENGOLAHAN AIR LIMBAH HOTEL DENGAN METODE
FREE SURFACE CONSTRUCTED WETLAND
MENGGUNAKAN TUMBUHAN EQUISETUM HYMALE
Mohammad Ridwan1, Lita Darmayanti
2, Yohanna Lilis Handayani
2
1Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau 2Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau, Pekanbaru
Kampus Bina Widya Jl. HR Soebrantas KM 12,5 Pekanbaru, Kode Pos 28293
Email : [email protected]
ABSTRACT
Throwing domestic waste water directly to the drainage without treatment
had caused the water pollution. The effect of water pollution can disturb the
health and water biota. One of simple technology to decrease the pollutant in the
water is constructed wetland. This research is aimed to know the effectivity of
Free Surface Constructed Wetland with water bamboo (Equisetum Hymale) and
peat in processing the hotel waste water. The research used constructed wetland.
The quality parameter of water that was tested are pH, COD, TSS. Statistic
calculation that was used in this research is one way Anova (Analysis of variance)
.The result of the research showed that the constructed wetland with peat and
water bamboo (Equisetum Hymale) resulted the highest effeciency in decreasing
pH from 8.5 to 6 or 29.41% , COD from 97.7 mg/l to 43 mg/l or 55.98% , and TSS
from 447.90 mg/l to 66.00 mg/l or 85.26%. Constructed wetland with the media of
peat and without using the plant resulted the highest effeciency in decreasing pH
from 8.5 to 6.5 or 23.53% , COD from 250 mg/l to 173 mg/l or 30.8% , and TSS
from 447.90 to 79.20 mg/l or 82.32% All result showed that constructed wetland
can improve the quality of the waste water.
Key word: constructed wetland, hotel waste water, water bamboo plant
PENDAHULUAN
Kota-kota besar di Indonesia pada umumnya sedang mengalami
pertumbuhan di segala bidang, terutama dari segi ekonomi, pengembangan, dan
perluasan kota. Salah satu bisnis yang berkembang pesat di kota besar adalah
bisnis perhotelan. Namun hal ini menimbulkan permasalahan lingkungan di setiap
kota dimana hotel-hotel tertentu membuang air limbah yang kualitas maupun
kuantitasnya berdampak pada penurunan kualitas lingkungan perkotaan dan
menurunnya kesejahteraan masyarakat kota.
Efek yang dapat ditimbulkan akibat membuang limbah hotel secara
langsung ke lingkungan, saluran drainase kota dan badan air tanpa adanya
pengolahan terlebih dahulu yaitu gangguan terhadap kesehatan, gangguan
terhadap biota perairan, dan gangguan estetika serta menimbulkan peningkatan
biaya hidup (high cost). Kondisi ini tentu akan menambah beban pencemaran di
badan perairan/sungai. Limbah yang terakumulasi akan menyebabkan
2
kemampuan pemulihan alamiah (self-purification) badan air terlampaui sehingga
terjadilah peristiwa eutrofikasi. Eutrofikasi menyebabkan kandungan oksigen
terlarut dalam air berkurang sehingga membahayakan makhluk hidup yang ada di
badan air tersebut. Berdasarkan kenyataan tersebut, alternatif pengolahan air
limbah yang sederhana namun berdaya guna sangat diperlukan.
Salah satu sistem pengolah air limbah on-site yang sudah terbukti cukup
berhasil, baik di negara maju maupun berkembang adalah sistem rawa buatan atau
yang dikenal dengan constructed wetland. Wetland adalah suatu lahan yang jenuh
air dengan kedalaman air tipikal yang kurang dari 0,6 m yang mendukung
pertumbuhan tanaman air emergent misalnya cattail, bulrush, umbrella plant dan
canna (Metcalf and Eddy, 1991).
Pada penelitian menggunakan FSC-Wetland ini, digunakan tanaman
bambu air. Tanaman ini digunakan sebagai alternatif media penelitian karena
banyak dijumpai dan dibudidayakan di pekarangan rumah. Jenis tanaman ini
mempunyai daya tahan yang cukup kuat dalam kondisi terendam maupun kering,
dan tidak mudah mati karena mempunyai akar serabut berbentuk liku-liku yang
sangat lebat sehingga penyerapan terhadap bahan pencemar sebagai unsur hara
yang dibutuhkan relatif lebih besar.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah untuk
penelitian tugas akhir ini adalah seberapa besar kemampuan free surface
constructed wetland dengan menggunakan tumbuhan bambu air (Equisetum
hyemale) dan media tanam berupa tanah gambut dalam mengolah air limbah
hotel. Tujuan penelitian tugas akhir ini antara lain untuk membuat model
pengolahan air limbah domestik menggunakan tanaman hias jenis Equisetum
hyemale, menentukan waktu tinggal terbaik untuk mendapatkan kualitas air
limbah hotel sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan dan mengevaluasi efisiensi
penurunan kadar COD, pH, dan TSS menggunakan sistem pengolahan air limbah
FSC-Wetland.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian limbah secara umum adalah sisa dari suatu usaha atau kegiatan
manusia baik berupa padat, cair ataupun gas yang dipandang sudah tidak memiliki
nilai ekonomis sehingga cenderung untuk dibuang dan jika dibiarkan terlalu lama
akan menyebabkan penyakit atau merugikan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 52
Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel, yang
dimaksud dengan limbah cair hotel adalah limbah dalam bentuk cair yang
dihasilkan oleh kegiatan hotel yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat
menurunkan kualitas lingkungan
Persyaratan parameter yang telah ditetapkan Pemerintah Indonesia sesuai
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 52 Tahun 1995 Tanggal 23
Oktober 1995 mengenai baku mutu air limbah cair bagi kegiatan hotel dapat
dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
3
Tabel 1 Baku mutu limbah cair bagi kegiatan hotel
Parameter Kadar maksimum (mg/L)
BOD5 30
COD 50
TSS 50
pH 6,0 - 9,0 Sumber: Kepmen LH Nomor 52 Tahun 1995
Wetland adalah merupakan ekosistem alami dengan keragaman dan
peranan yang kompleks di alam dan secara fundamental terdapat tanaman tercelup
dengan air pada kedalaman kurang dari 0,6 m yang mendukung pertumbuhan
tanaman terapung seperti cattail, reeds, sedges, bulrushes, rushes, dan rumput-
rumputan.
Menurut Moshiri, (1993), Free Surface Constructed (FSC) Wetland adalah
aliran terbuka yang digenangi oleh air dan ditumbuhi oleh vegetasi atau tumbuhan
air tertentu yang berfungsi sebagai penyaring. Tujuan dari penanaman vegetasi ini
adalah untuk menciptakan tempat tumbuh bagi bakteri yang bisa menghancurkan
polutan. Media tumbuh yang didapatkan secara alami seperti tanah gambut atau
kerikil memiliki variasi ukuran dan distribusi yang relatif sama karena telah
mengalami proses pengayakan terlebih dahulu. Tipe dan karakteristik media pada
constructed wetland dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2 Tipe karakteristik media pada wetland.
Tipe Media Ukuran efektif
(mm)
Porositas
(%)
Konduktifitas hidrolik
(Ks) (m3/m
2/d)
Coarse Sand 2 32 1000
Gravelly Sand 8 35 5000
Fine Gravel 16 38 7500
Medium Gravel 32 40 10.000
Coarse Rock 128 45 100.000 (Sumber: Reed, 1993).
Tanaman memberikan permukaan yang luas untuk menempelnya mikroba
dan membantu proses filtrasi dan adsorpsi air limbah, transfer oksigen ke dalam
kolom air, dan mengendalikan pertumbuhan alga dengan membatasi sinar
matahari masuk kedalam kolom air. Tanaman bambu air (Equisetum hyemale)
termasuk anggota genus Equisetum, familia Equisetaceae dari ordo Equisetales
yang merupakan satu-satunya anggota kelas Equisetinae atau Equisetopsida dari
subfilum Sphenopsida yang masih dapat ditemukan dalam keadaan hidup saat ini.
Jenis mikroorganisme yang diharapkan berkembang adalah heterotropik aerobic.
Hal ini dikarenakan penguraian bahan organik dalam tanah basah/rawa buatan
berlangsung secara aerobik dan anaerobik (Vyzamal, 1999 dalam Dhokhikah,
2006). Temperatur/suhu air limbah akan berpengaruh pada akvititas
mikroorganisme maupun tanaman, sehingga akan mempengaruhi kinerja
pengolahan air limbah yang masuk ke reaktor FSC-Wetland yang akan digunakan.
4
Menurut Suriawiria, (1993) menyebutkan temperatur akan dapat mempengaruhi
reaksi, dimana setiap kenaikan suhu 10oC akan meningkatkan reaksi 2–3 kali
lebih cepat.
Efisiensi penyisihan kandungan air limbah bergantung pada kosentrasi dan
lamanya waktu tinggal penahanan di dalam constructed wetland. Tingkat
permeabilitas dan konduktifitas hidrolis media sangat berpengaruh terhadap waktu
detensi air limbah, dimana waktu detensi yang cukup akan memberikan
kesempatan kontak antara tanaman, mikroorganisme dengan air limbah (Wood
dalam Supradata, 2005).
Anova adalah suatu metode untuk menguraikan keragaman total data
menjadi komponen-komponen yang mengukur berbagai sumber keragaman
Anova digunakan untuk mengetahui rata-rata hitung untuk lebih dari dua
kelompok sampel. Prosedur yang digunakan dalam analisis anova ini adalah
prosedur one way. Anova atau sering disebut dengan perancangan sebuah faktor,
yang merupakan salah satu alat analisis statistik anova yang bersifat satu arah.
Alat uji ini digunakan untuk menguji apakah dua populasi atau lebih yang
independen, memiliki rata-rata yang dianggap sama atau tidak sama. Teknik
anova akan menguji variabilitas dari observasi masing-masing kelompok dan
variabilitas antar mean kelompok. Melalui kedua variabilitas tersebut, akan dapat
ditarik kesimpulan mengenai mean populasi.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hidroteknik Fakultas Teknik
Universitas Riau, jalan HR. Soebrantas Km 12,5 Simpang Panam, Pekanbaru.
Kawasan Laboratorium Hidroteknik Fakultas Teknik Universitas Riau,
merupakan tempat penempatan reaktor constructed wetland, pengumpulan data
dan sampel penelitian. Penelitian di Laboratorium Hidroteknih. Pengujian
Parameter COD dilakukan di Laboratorium Unit Pelaksana Teknis Pengujian
(UPT) Kesehatan dan Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Riau, sedangkan
pengujian TSS dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia Universitas Riau, yang
masih berada dalam satu kawasan Fakultas Teknik Universitas Riau.
Langkah-langkah dalam prosedur penelitian adalah sebagai berikut.
a. Membuat constructed wetland dari bahan kaca dengan panjang 90 cm,
lebar 50 cm, dan tinggi 50 cm.
b. Menyiapkan media-media seperti tanah gambut, kerikil dan air limbah
hotel dan bambu air.
c. Reaktor dilengkapi pipa inlet dan pipa berlubang untuk outlet.
d. Reaktor diisi dengan media tanah gambut 35 cm.
e. Reaktor ini ditanami tanaman bambu air berjarak cukup rapat.
f. Dialirkan air limbah sampai ketinggian 45 cm dengan free board 5 cm.
g. Pemeliharaan tanaman ini dilakukan sekitar 40 hari.
h. Setelah masa pemeliharaan 40 hari, selanjutnya reaktor yang berisi
tanaman bambu air dan media lainnya dimasukkan limbah domestik yang
berasal dari salah satu hotel berbintang di kota Pekanbaru.
5
i. Sebelum dimasukkan ke dalam reaktor, limbah domestik yang berasal dari
hotel tersebut diuji nilai pH menggunakan pH meter.
j. Pengujian TSS, dilakukan di laboratorium Teknik Kimia yang berada
dalam satu kawasan Fakultas Teknik Universitas Riau.
k. Limbah tersebut dimasukkan melalui lubang inlet yang telah tersedia di
reaktor wetland.
l. Limbah yang telah dimasukkan didiamkan selama 1 hari ( detensi 1 hari )
m. Setelah 1 hari selanjutnya limbah tersebut dikeluarkan melalui lubang
outlet.
n. Air limbah hasil pengolahan constructed wetland dikeluarkan secara
perlahan-lahan menggunakan ember kecil sebagai tempat penampungan
air.
o. Setelah limbah tersebut dikeluarkan, selanjutnya limbah tersebut diuji nilai
pHnya menggunakan pH meter, selanjutnya sampel hasil outlet dibawa ke
Laboratorium Kesehatan Propinsi Riau untuk mengetahui kadar COD dan
ke laboratorium kimia untuk mengetahui kadar TSS.
p. Dalam penelitian ini percobaan dilakukan sebanyak 3 kali.
q. Prosedur yang sama dilakukan untuk waktu detensi lainnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis pH
Nilai pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan
tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Nilai pH
didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut.
Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga
nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut
dan nilai pH-nya ditentukan berdasarkan persetujuan internasional. Analisis pH
pada penelitian ini dilakukan dengan waktu detensi yang bervariasi yaitu dimulai
dengan waktu detensi 1, 2, 3, dan 4 hari, setiap waktu detensi dilakukan running
sebanyak 3 kali, dengan menggunakan alat indikator universal. Sampel air limbah
yang diukur pH-nya yaitu inlet (air limbah hotel dari salah satu hotel berbintang di
Pekanbaru) dan outlet (air limbah setelah melewati constructed wetland).
Gambaran hasil analisis pH pada waktu detensi 1 hari dengan 3 kali masa
running serta persentase penurunan pH air limbah hotel setelah melalui
constructed wetland menggunakan tanaman dan tanpa tanaman dapat dilihat pada
Tabel 3 serta Gambar 1 berikut.
Tabel 3 Penurunan nilai pH pada waktu detensi 1 hari
Running pH dengan tanaman efisiensi
(%)
pH tanpa tanaman efisiensi
% inlet outlet inlet outlet
1 8 6,5 18,75
8,50 6,50 23,53 2 8,5 6,5 23,53
3 8 6 25,00 Sumber: Hasil penelitian, 2013
6
Gambar 1 Grafik penurunan nilai pH pada contructed wetland
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa nilai pH pada outlet
memenuhi standar nilai pH yang telah ditetapkan oleh Kepmen LH no 52 tahun
1995 yaitu 6-9. Gambaran persentase penurunan nilai pH air limbah hotel setelah
melalui constructed wetland untuk variasi waktu detensi 2, 3, 4 hari, dan
runningnya dapat dilihat pada tabel-tabel serta gambar-gambar berikut.
Tabel 4 Penurunan nilai pH pada waktu detensi 2 hari
Running pH dengan tanaman efisiensi
(%)
pH tanpa tanaman efisiensi
% inlet outlet inlet outlet
1 8 6 25,00
8,00 6,50 18,75 2 8 6,5 18,75
3 8,5 6,5 23,53 Sumber: Hasil penelitian, 2013
Gambar 2 Grafik penurunan pH detensi 2 hari
standar
Kepmen
LH 52 -
1995
standar
Kepmen LH
52 -1995
tanpa
tanaman
tanpa
tanaman
7
Tabel 5 Penurunan nilai pH pada waktu detensi 3 hari
Running pH dengan tanaman efisiensi
(%)
pH tanpa tanaman Efisiensi
% inlet outlet inlet outlet
1 8 6 25,00
8,00 6,00 18,75 2 8 6 25,00
3 8,5 6,5 23,53 Sumber: Hasil penelitian, 2013
Gambar 3 Grafik penurunan pH detensi 3 hari
Tabel 6 Penurunan nilai pH pada waktu detensi 4 hari
Running pH dengan tanaman efisiensi
(%)
pH tanpa tanaman efisiensi
% inlet outlet inlet outlet
1 8 6 25,00
8,50 6,50 23,53 2 8,5 6,5 23,53
3 8,5 6 29,41 Sumber: Hasil penelitian, 2013
Gambar 4 Grafik penurunan pH detensi 4 hari
standar
Kepmen LH
52 -1995
standar
KepmenLH
52 -1995
tanpa
tanaman
tanpa
tanaman
8
Analisis COD
Pada penelitian ini, kadar COD diukur setiap masa running. Pengukuran
kadar COD air limbah dilakukan di Laboratorium Unit Pelaksana Teknis
Pengujian (UPT) Kesehatan dan Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Riau.
Gambaran hasil analisis COD pada waktu detensi 1 hari dengan 3 kali masa
running serta persentase penurunan COD air limbah hotel setelah melalui
constructed wetland menggunakan tanaman dan tanpa tanaman dapat dilihat pada
Tabel 7 dan gambar 5 berikut ini.
Tabel 7 Penurunan nilai COD pada waktu detensi 1 hari
Running COD dengan tanaman efisiensi
(%)
COD tanpa tanaman efisiensi
% inlet Outlet inlet outlet
1 104 92 11,54
287,00 257,00 10,45 2 287 245 14,63
3 99 83 16,16 Sumber: Hasil penelitian, 2013
Gambar 5 Grafik penurunan nilai COD pada constructed wetland
Untuk waktu detensi 2,3, dan 4 hari, gambaran hasil analisis COD serta
persentase penurunan COD air limbah hotel setelah melalui constructed wetland
menggunakan tanaman dan tanpa tanaman dapat dilihat pada table-tabel dan
gambar-gambar berikut.
Tabel 8 Penurunan nilai COD pada waktu detensi 2 hari.
Running COD dengan tanaman Efisiensi
(%)
COD tanpa tanaman efisiensi
% inlet Outlet inlet outlet
1 100 79 21,00
117,00 95,00 18,80 2 117 89 23,93
3 211 156 26,07 Sumber: Hasil penelitian, 2013
standar
Kepmen LH
52 -1995 tanpa
tanaman
9
Gambar 6 Grafik penurunan COD detensi 2 hari.
Tabel 9 Penurunan nilai COD pada waktu detensi 3 hari
Running COD dengan tanaman efisiensi
(%)
COD tanpa tanaman efisiensi
% inlet Outlet inlet outlet
1 174 119 31,61
135,00 101,00 25,19 2 135 82 39,26
3 194 107 44,85 Sumber: Hasil penelitian, 2013
Gambar 7 Grafik penurunan COD detensi 3 hari.
Tabel 10 Penurunan nilai COD pada waktu detensi 4 hari
Running COD dengan tanaman efisiensi
(%)
COD tanpa tanaman efisiensi
% inlet Outlet inlet Outlet
1 214 110 48,60
250,00 173,00 30,80 2 250 123 50,80
3 97,7 43 55,99
standar
Kepmen LH
52 -1995
standar
Kepmen LH
52 -1995
tanpa
tanaman
tanpa
tanaman
10
Sumber: Hasil penelitian, 2013
Gambar 8 Grafik penurunan COD detensi 4 hari.
Analisis TSS
Kandungan maksimum TSS yang ditoleransikan dalam air limbah adalah
50 mg/l (Kepmen LH no 52 Tahun 1995 tentang baku mutu air limbah hotel).
Pada penelitian ini, kadar TSS diukur setiap masa running. Gambaran analisis
TSS pada masa running penelitian ini, serta persentase penurunan TSS air limbah
setelah melalui constructed wetland menggunakan tanaman dan tanpa tanaman
dapat dilihat pada Tabel 11 serta Gambar 9 berikut.
Tabel 11 Penurunan nilai TSS pada waktu detensi 1 hari
Running TSS dengan tanaman efisiensi
(%)
TSS tanpa tanaman efisiensi
% inlet Outlet inlet outlet
1 125,4 39,67 68,37
237,00 88,70 62,57 2 237 80,63 65,98
3 141,3 47,8 66,17 Sumber: Hasil penelitian, 2013
standar
Kepmen LH
52 -1995 tanpa
tanaman
11
Gambar 9 Grafik penurunan nilai TSS pada constructed wetland
Untuk waktu detensi 2,3, dan 4 hari, gambaran hasil analisis TSS serta
persentase penurunan TSS air limbah hotel setelah melalui constructed wetland
menggunakan tanaman dan tanpa tanaman dapat dilihat pada table-tabel serta
gambar-gambar berikut.
Tabel 12 Penurunan nilai TSS pada waktu detensi 2 hari
Running TSS dengan tanaman efisiensi
(%)
TSS tanpa tanaman efisiensi
% inlet Outlet inlet outlet
1 112,5 39 65,33
139,80 54,90 60,73 2 139,8 38,2 72,68
3 150,3 48,3 67,86 Sumber: Hasil penelitian, 2013
Gambar 10 Grafik penurunan TSS detensi 2 hari
standar
Kepmen
LH 52 -
1995
standar
Kepmen
LH 52 -
1995
tanpa
tanaman
tanpa
tanaman
12
Tabel 13 Penurunan nilai TSS pada waktu detensi 3 hari
Running TSS dengan tanaman efisiensi
(%)
TSS tanpa tanaman efisiensi
(%) inlet Outlet inlet outlet
1 244,4 65,3 73,28
376.1 75,90 79,82 2 376,1 82,7 78,01
3 463,2 111,7 75,89 Sumber: Hasil penelitian, 2013
Gambar 11 Grafik penurunan nilai TSS pada constructed wetland detensi 3 hari
Tabel 14 Penurunan nilai TSS pada waktu detensi 4 hari
Running TSS dengan tanaman efisiensi
(%)
TSS tanpa tanaman efisiensi
(%) inlet Outlet inlet outlet
1 394,5 67,3 82,94
447,90 79,20 82,32 2 447,9 66 85,26
3 380,8 58,2 84,72 Sumber: Hasil penelitian (2013)
Gambar 12 Grafik penurunan nilai TSS pada constructed wetland detensi 4 hari
standar
Kepmen LH
52 -1995
standar
Kepmen LH
52 -1995
tanpa
tanaman
tanpa
tanaman
13
Analisis Varian
Analisis Varian Pengaruh Variasi Waktu Detensi Terhadap Kualitas pH
Anova adalah suatu metode untuk menguraikan keragaman total data
menjadi komponen-komponen yang mengukur berbagai sumber keragaman
(Walpole dalam Mu’jizah, 2010). Anova sering digunakan untuk menguji
hipotesa penelitian, untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata hitung
yang signifikan antara kelompok-kelompok sampel yang diteliti (Anonim dalam
Mu’jizah, 2010).
Prosedur yang digunakan dalam analisis anova ini adalah prosedur one way.
Alat uji ini digunakan untuk menguji apakah dua populasi atau lebih yang
independen, memiliki rata-rata yang dianggap sama atau tidak sama. Teknik
anova akan menguji variabilitas dari observasi masing-masing kelompok dan
variabilitas antar mean kelompok. Melalui kedua variabilitas tersebut, akan dapat
ditarik kesimpulan mengenai mean populasi. Hasil perhitungan dapat dilihat pada
Tabel 15 berikut.
Tabel 15 Analisis varian pengaruh variasi waktu detensi terhadap kualitas pH
Sumber variasi Dk JK KT F-hitung F-tabel
Rata-rata 1 6817,763 6817,763
1,1479 4,07 Antar kelompok 3 27,0793 9,023453
Dalam kelompok 8 62,88293 7,860367
Total 12 6907,717 6834,4 Sumber: Hasil penelitian. 2013
Perbandingan nilai pH penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian
terdahulu dapat dilihat pada Tabel 16 berikut.
Tabel 16 Perbandingan nilai pH dengan penelitian terdahulu
No Peneliti Media pH Baku mutu air limbah
Kepmen LH no
52/1995 Awal Akhir
1 Erina
(2012)
-Tanah
-Pasir
-Tanaman papyrus 8,4 7 6-9
2 Ridwan
(2013)
-Tanah gambut
-Kerikil
-Tanaman bambu air 8,5 6 6-9
Sumber: Hasil penelitian, 2013, Erina, 2012
Analisis Varian Pengaruh Variasi Waktu Detensi Terhadap Kualitas COD
Dari hasil penelitian dan perhitungan didapatkan nilai rata-rata outlet
untuk setiap variasi, untuk menentukan apakah kedua variasi media tersebut
memberikan perbedaan rata-rata yang signifikan pada kualitas COD outlet air
limbah, Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 17 berikut.
14
Tabel 17 Hasil perhitungan anova untuk kualitas COD
Sumber variasi Dk JK KT F-hitung F-tabel
Rata-rata 1 12313,61 12313,61
46,8055 4,07 Antar kelompok 3 2472,243 824,0811
Dalam kelompok 8 140,852 17, 6065
Total 12 14926,71 13155,2976
Sumber: Hasil penelitian, 2013
Perbandingan nilai COD penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian
terdahulu dapat dilihat pada Tabel 18 berikut.
Tabel 18 Perbandingan nilai COD dengan penelitian terdahulu
No Peneliti Media COD (mg/l) Baku mutu air limbah
Kepmen LH no 52/1995 Awal Akhir
1 Hidayah
(2010)
-Pasir kasar
-Pasir halus
-kerikil
884,35 204,1 50 mg/l
2 Ridwan
(2013)
-Kerikil
-Tanah gambut 97,7 43 50 mg/l
Sumber: Hasil penelitian, 2013, Hidayah, 2010
Analisis Varian Pengaruh Variasi Waktu Detensi Terhadap Kualitas TSS
Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 19 berikut.
Tabel 19 Hasil perhitungan anova untuk kualitas TSS
Sumber variasi Dk JK KT F-hitung F-tabel
Rata-rata 1 65568,52 65568,52
29,512 4,07 Antar kelompok 3 562,3607 187,3607
Dalam kelompok 8 50,8146 6,351825
Total 12 66181,9 65762,32
Sumber: Hasil penelitian, 2013.
Perbandingan nilai TSS penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian
terdahulu dapat dilihat pada Tabel 20 berikut.
Tabel 20 Perbandingan nilai TSS dengan penelitian terdahulu
No Peneliti Media
TSS (mg/l) Baku mutu air limbah
Kepmen LH no
52/1995 Awal Akhir
1 Purwati
(2006)
-Tanah
-Pasir
-Rumput mending
127,5 20 50 mg/l
2 Ridwan
(2013)
-Kerikil
-Tanah gambut 447,90 66 50 mg/l
Sumber: Hasil penelitian, 2013, Purwati, 2006
15
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan, maka penelitian ini
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Constructed wetland dengan media tanah gambut dan tanaman bambu air
dapat mengolah air limbah hotel dengan baik. Efisiensi tertinggi dari 3
running yang dilakukan dalam menurunkan nilai COD dari 97,7 mg/l menjadi
43 mg/l atau 55,98%, menurunkan nilai TSS dari 447,90 mg/l menjadi 66,00
mg/l atau 85,26% dan menurunkan pH dari 8,5 menjadi 6 atau 29,41%.
2. Constructed wetland dengan media tanah gambut dan tanpa tanaman
menghasilkan efisiensi tertinggi dari 4 hari waktu detensi yang dilakukan
dalam menurunkan pH dari 8,5 menjadi 6,5 atau 23,53%, menurunkan nilai
TSS dari 447,90 mg/l menjadi 79,20 mg/l atau 82,32%, dan menurunkan
nilai COD dari 250 mg/l menjadi 173 mg/l atau 30,8%.
3. Nilai COD pada waktu detensi 4 hari pada running 3, sudah bisa memenuhi
baku mutu limbah untuk parameter COD yang ditetapkan sebesar 50 mg/l,
constructed wetland sangat efektif dalam menurunkan kadar TSS sehingga
nilai TSS setelah melalui pengolahan dapat memenuhi persyaratan TSS
sesuai yang distandarkan oleh Kepmen LH no 52 tahun 1995, dimana TSS
yang diisyaratkan 50 mg/l. Namun pada penurunan nilai pH, tanaman dan
tanah yang digunakan dalam constructed wetland belum mampu memenuhi
baku mutu limbah yang ditetapkan tersebut yaitu berkisar antara 6-9.
4. Secara keseluruhan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu detensi 4
harian merupakan waktu tinggal terbaik dari ke empat waktu detensi yang
digunakan baik media tanah gambut dengan atau tanpa tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Dhokhikah, Yeny. 2006. Pengolahan Air Bekas Domestik dengan Sistem
Constructed Wetland Aliran Subsurface untuk Menurunkan COD, TS, dan
Deterjen. Tesis. Jurusan Teknik Lingkungan ITS. Surabaya.
Erina dan Wiyono. 2012. Domestic Wastewater Treatment using Constructed
Wetland as a Development Strategy of Sustainable Residential. Surabaya:
Institute Teknologi Sepuluh Nopember.
Hidayah, Amaliyah Nurul. 2010. Penyisihan Polutan Greywater Dengan Free
Water Surface Constructed Wetland. Prodi Teknik Lingkungan. Fakultas
Teknik Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November. Available at :
http://digilib.its.ac.id/penyisihan-polutan-greywater-dengan-free-water-
surface-constructed-wetland-10105.html (Diakses tanggal 24 Februari
2013)
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112. 2003. Baku Mutu Air
Limbah Domestik. Indonesia: Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Metcalf and Eddy. 1991. Wastewater Engineering Treatment Disposal Reuse.
United State: McGraw-Hill Comp.
Morshi, Gerald. 1993. Constructed Wetland for Water Quality Improvement. USA
: Lewis Publishers.
Mu’jizah, Siti. 2010. Pembuatan dan Karakteristik Karbon Aktif dari Biji Kelor
(Moringa oleifera. Lamk) dengan NaCI Sebagai Bahan Pengaktif. Skripsi
16
Jurusan Kimia Fakultas Sain dan Teknologi. Malang: Universitas Islam
Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.
Purwati, Surachman. 2006. Potensi dan Pengaruh Tanaman Pada Pengolahan Air
Limbah Pulp dan Kertas dengan Sistem Lahan Basah. Bandung: Balai
Besar Pulp dan Kertas.
Reed, S. C. (1993). Subsurface Flow Constructed Wetland For Wsatewater
Treatment And Technology Assesmen, US Environmental Protection
Agency, New Orleans.
Supradata. 2005. Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Tanaman Hias
Cyperus alternifolius Dalam sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah
Suriawiria, U. 1993. Mikrobiologi Air. Cetakan pertama. Edisi Kedua. Bandung:
Alumni.
Wijayanti. 2004. Uji Tumbuhan Cyperus papyrus dan Heliconia rostrata dalam
Mereduksi COD dan TSS pada Limbah Laboratorium Teknik Lingkungan
ITS Surabaya dengan Sistem Constructed Wetland. Tugas Akhir.
Surabaya: Institute Teknologi Sepuluh November