pengguanaan standard radiografi untuk mendiagnosis penyaki sinus paranasal pada anak kecil dengan...
DESCRIPTION
jurnal readingTRANSCRIPT
Penggunaan standard radiografi untuk mendiagnosis penyaki sinus paranasal pada anak kecil dengan asma di taiwan: dibandingkan dengan Cumputed Tomography
abstract
Paranasal sinus disease and bronchial asthma are frequently associated. Computed
tomography imaging is currently the most reliable method for confirming the diagnosis
of sinusitis. Due to the cost and amount of radiation during computed tomography,
our aim was to analyze whether standard radiography, under computed tomography-
control, had a reasonable degree of confidence in the diagnosis of sinusitis. Fifty-three
asthmatic patients (42 males and 11 females) with a mean age of 9 years (range 4-14)
were enrolled. We evaluated the maxillary sinuses, ethmoidal sinuses, frontal sinuses,
and sphenoidal sinuses using standard radiography (Waters' view, Caldwell view, and
lateral view) and compared with computed tomography (coronal views), the latter
served as a standard. Computed tomography (CT) showed paranasal sinusitis in 58%
(31/53) of the asthmatic children. Compared with the results of computed tomo-
graphy, standard radiography revealed a sensitivity of 81.1% and a specificity of
72.7% for maxillary sinusitis. The sensitivity and specificity for ethmoidal, frontal, and
sphenoidal sinusitis were 51.8%, 84.8%; 47.3%, 87.2%; and 40.8%, 93.3%,
respectively. In 21 (40%) of the 53 patients, discrepancies were seen between the
interpretations of standard radiography and those of CT scans. In patients with
maxillary sinusitis, the correlation between standard radiography and CT was good.
However ethmoidal, frontla, and sphenoidal sinsiti were pooryl demonstrated using
radiography. Standard radiography can be recomended as a screening method for
maxilarry sinusitis, but it is not recomended for the diagnosis of other paranasal
sinusitis
Abstrak:
Penyakit sinus paraasal dan asma bronkial sering kali mempunyai hubungan yang erat. Pemeriksaan dengan CT merupakan metode yang paling dapat diandalkan saat ini untuk mendiagnosis sinusitis. Karena biaya dan radiasi pada pemeriksaan CT, dibuat analisa apakah standard radiografi, dibawah CT-control, mempunyai derajat kepercayaan untuk mediagnosis sinusisits. Lima puluh tiga pasien asma (42 laki-laki dan 11 wanita) dengan rata-rata usia 9 tahun ( rentang 4-14 ). Di lakukan evaluasi sinus maksilaris, sinus
etmoidalis, sinus frontalis, dan sinus sphenoidalis menggunakan standard radiografi ( water’s posisi, caldwell posisi,dan lateral posisi) dan dibandingkan dengan CT ( potongan coronal), yang terkarhir dijadikan standard. Pemeriksaan dengan CT menunjukkan adanya paranasal sinusitis pada 58 % ( 31/53) dari anak-anak yang menderita asma. Dibandingkan dengan pemeriksaan CT, standard radiografi mempuyai tingkat sensitivitas 81.1% dan spesifisitas 72.2% untuk sinusitis maksilaris. Tingkat spesifisitas dan sensitivitas masing-masing dari sinusitis etmoidalis, frontalis dan sphenoidalis adalah 51.8%, 84.8%; 47.3%, 87.2%; and 40.8%, 93.3%. pada 21 dari 53 pasien ( 40% ) terlihat adanya perbedaan interpretasi antara radiografi dengan CT. Pada pasien dengan sinusitis maksilaris , mempunyai korelasi yang baik antara pemeriksaan radiografi standard dan CT. Namun pemeriksaan pada sinusitis ethmoidalis, frontali dan sphenoidalis menunjukkan hasil yang buruk bila dilakukan pemeriksaan dengan standard radiografi. Standard radiografi dapat direkomendasikan sebagai metode penyaringan untuk sinusitis maksilaris, namun tidak direkomendasikan untuk sinusitis paranasal lainnya.
Penyakit sinus paranasal sangat umum dijumpai pada pasien asma. 1,2 Haung et al, 3
melaporkan adanya gambaran sinus abnormal pada radiografi yang ditemukan pada 54,7%
anak-anak yang menderita asma di Taiwan. Sinusitis telah diketahui sebagai salah satu faktor
yang memperberat pada asma kronik baik pada anak maupun dewasa. Berbagai macam
mekanisme seperti iritasi mukosa yang menyebabkan bronkospasme melalui mediasi vagal
refleks, produksi dari toksin atau blokade β-adrenergik oleh infeksi bakteri, dan produksi
lokal mediator kimiawi seperti: leukotrin dan eosinofil kemotatik faktor, mempunyai
implikasi untuk menganggu kesehatan sebagai mekanisme yang disebabkan oleh sinus
terhadap pasien asma. Beberapa studi pada anak-anak dengan sinusitis dan penyakit
hiperaktif saluran nafas menunjukkan bahwa penanganan terhadap sinusitis menunjukkan
perbaikan kesehatan yang signifikan pada pasien asma. Penting untuk mendiagnosis penyakit
sinus yang menyertai pasien asma , karena beberapa pengobatan dapat dilakukan untuk
mengurangi tingkat keparahan dari asma seperti: antibiotik, topikal steroid, atau endoskopi
sinus surgery.
Hasil radiografi yang baik telah lama dijadikan pendukung untuk diagnosis klinis sinusitis.
Gambaran yang didapat dengan CT merupakan metode yang saat ini paling dapat diandalkan
untuk mendiagnosis sinusitis. 8,9 walaupun penggunaan CT menyediakan sensitivitas dan
spesifisitas yang lebih tinggi namun penggunaannya masih terbatas dikarenakan harganya
yang relatif mahal dan adanya tingkat radiasi yang tinggi. Penggunaan radiologi stadard
dalam berbagai posisi untuk mendiagnosis kelainan pada sinus paranasal masih digunakan
oleh kebanyakan ahli alergi dan spesialis THT, dikarenakan pemeriksaan nya yang simple,
cepat dan tidak mahal. Sekarang ini dilakukan penelitian untuk menentukan tingkat
sensitivitas dan spesifisitas standard radiografi dengan potongan coronal CT scan sebagai
kontrol sebagai metode penyaringan tipe-tipe sinusitis yang umum diderita oleh anak dengan
asma.
Materi dan metode
Seleksi pasien
Lima puluh tiga anak-anak yang menderita asma dengan rata-rata usia 9 tahun
( rentang usia 4-14 tahun), yang diikuti perkembangannya pada klinik alergi anak pada RS
anak Chang Gung didaftarkan menjadi pasien. Pemeriksaan lengkap pada tiap pasien
mengenai riwayat alergi dan pemeriksaan fisik dilakukan oleh spesialis anak dan THT.
Seluruh 53 pasien menunjukkan gejala sinusitis pada saat studi ini dilakukan. Gejala ini
meliputi: batuk kronik, persisten anterior-posterior rhinorrhea, kongesti hidung, nyeri kepala,
dan otitis media kronik. Tanda-tanda fisik meliputi: edema periorbital, edema mukosa
hidung, rhinorrhea yang mukopurulent, dan weezing.
Standard radiografi dan Computed Tomografi
Occipitomental ( Water’s) , occipitofrontal ( Caldwell) dan posisi lateral untuk sinus
paranasal diterapkan untuk semua pasien. Semua foto x-ray sinus dibaca oleh spesialis
radiologi tanpa mengetahui informasi klinis. Kriteria positif untuk semua foto radiografi telah
ditetapkan sebelum penelitian dilakukan, contohnya penebalan mukosa > 4mm, tampak
derajat kesuraman dari satu atau lebih siunus, dan air fluid level. 3-5,11 semua pasien diperiksa
dengan metode CT scan yang telah dimodifikasi dan dibatasi yaitu potongan coronal pada
sinus maksilaris, sphenoidalis,dan fronto-ethmoidalis, dengan ketebalan potongan 3 mm
untuk meminimalkan tingkat radiasi. Potongan coronal CT scan memberikan gambaran
dinding lateral hidung lebih lengkap dan memudahkan untuk membedakan keterlibatan sel
sinus anterior atau posterior bila dibandingkan dengan potongan transaxial. Hasil foto akan
diinterpretasikan oleh spesialis radiologi yang berpengalaman tanpa mengetahui rekam medis
ataupun gejala klinis sebelumnya. Penebelan mukosa di interpretasikan sebagai garis mukosa
yang lebih tebal dari 4 mm.
Statistik
Dengan pemeriksaan CT sebagai standard dilakukan penghitungan sensitivitas dan
spesifisitas untuk sinus X-ray sebagai berikut:
Sensitifitas = TP / (TP+FN) dan spesifisitas = TN / ( TN + FP ), dimana TP merupakan True
Positif, TN adalah True Negatif, FP adalah False Positif, dan FN adalah False Negatif.
Hasil
Semua pasien memiliki pengembangan sinus etmoidalis dan maksilaris. Pasien yang
memiliki pengembangan sinus frontalis dan sphenoidalis di daftar pada tabel 1. Hasil dari
standard radiografi pada sinus paranasal bila dibandingkan dengan potongan coronal CT pada
53 pasien anak dengan asma ( usia tercantum pada tabel 1), menunjukkan tingkat sensitifitas
81.1%, 51.8%,47.3%,40.8% dan spesifisitas 72.7%,84.8%,7.2%,93.3% pada sinus
maksilaris, ethmoidalis, frontalis dan sphenoidalis ( tabel 2 ). Keterlibatan dari sinus lain
yang dideteksi menggunakan pemeriksaan CT ditunjukkan pada tabel 3. Tingkatan pasien
yang menderita sinusitis lebih tinggi pada anak-anak dengan usia lebih muda ( usia 4-8 tahun)
dibandingkan dengan anak yang lebih tua.
Tabel 1 pengembangan sinus frontalis dan sphenoidalis menggunakan CT sebagai
penentu pada populasi 53 pasien anak dengan asma berdasarkan usia
Presenstasi dari anak-anak yang menderita sinusitis maksilaris, diperiksa menggunakan CT,
mencapai 50%-70% pada semua usia, tetapi pada anak dengan usa lebih muda ( 4 hingga 8
tahun), tingkat keparahan penyakit lebih berat yang ditandai dengan peningkatan derajat
opasitas dan lebih sering terdapat bilateral. Kekerapan terjadinya sinusitis frontal, ehtmoidal,
dan sphenoidal cenderung menurun dengan bertambahnya usia ( tabel 3 ). Dari 53 pasien
yang diteliti, 31 ( 58% ) mempunyai kelainan sinus pada pemeriksaan CT. Kelainan yang
didapat dengan pemeriksaan CT dan standard radiografi pada sinus paranasal dan maksilaris
adalah 64%,58% dan 71%,68%. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa standard radiografi
memiliki missed 13%-24% dari kelainan sinus yang diperiksa menggunakan CT. Pada 21
( 40%) dari 53 pasien , terlihat perbedaan antara interpretasi standard radiografi dengan CT.
Perbedaan itu ditunjukkan pada tabel 4.
Tabel 2 perbedaan sensitifitas dan spesifisitas dari berbagai macam sinusitis yang
didapat dengan pemeriksaan radiografi standard dibandingkan dengan CT
Tabel 3 tampilan sinusitis dari berbagai sinus paranasal terkait dengan kategori usia
yang diperiksa menggunakan CT scan
ND: not developmen yet
Tabel 4 hasil dari pemeriksaan sinus paranasal dengan standard radiografi dan CT
Diskusi
Sinus paranasal merupakan 4 pasang struktur ruang yang dikelilingi oleh rongga hidung.
Menurut perkembanganya sinus maksilaris dan etmoidalis sudah ada ketika lahir dan dapat
terlihat dengan radiografi selama masa infant. Perkembangan dan tampilan radiografi sinus
sphenoidalis dan frontalis tampak kemudian. Perkembangan sinus etmoidalis termuda yang
pernah didapat pada pasien , berusia 1 tahun 10 bulan. Pada 53 pasien ini, terdapat 8 pasien
tanpa perkembangan sinus sphenoidalis dan 15 pasien tanpa frontalis setelah dilakukan
pemeriksaan dengan CT ( tabel 1 ).
Slavin et al 7,13 melaporkan bahwa 53% hingga 75% anak dengan asma memilki kelaianan
pada pemeriksaan radiografi sinus. Brent dan David 14 menemukan bahwa keakuratan
diagnosis sinusitis kronik pada pasien asma diikuti dengan pengobatan efektif menunjukkan
perbaikan keadaan sinus maupun asma 70% hingga 80%. Pentingnya evaluasi dari kondisi
sinus-sinus pada pasien dengan asma telah dikemukakan, terdapat dua masalah yang harus
dihadapi, rasio prevalensi dari sinusitis pada pasien anak dengan asma dan keakuratan
diagnosis penyakit pada sinus menggunakan plain radiografi. Digunakan potongan coronal
CT sebagai pembanding pemeriksaan dengan radiografi.
Pemeriksaan yang paling umum dilakukan untuk mengevaluasi penyakit pada sinus adalah
radiografi. Posisi occipitomental ( Water’s ) digunakan untuk menggambarkan kelainan pada
sinus maksilaris, dan poissi lateral digunakan untuk obeservasi dari sinus sphenoidalis dan
frontal. Posisi anteroposterior digunakan untuk menampilkan gambaran sinus frontalis dan
ethmoidalis. Air-fluid level dan kesuraman merupakan temuan patologis yang bisa ditemukan
pada pemeriksaan X-rays. Beberapa pengarang juga menambahkan penebalan mukosa 4mm
atau lebih dapat dijadikan temuan patologis. 4,5,11 pemeriksaan dengan CT scan memberikan
gambaran anatomis dari tulang, membran mukosa dari sinus paranasal lebih baik dari foto X-
ray dan telah dijadikan standard untuk pemeriksaan sinus. Untuk mengurangi tingkat radiasi,
dilakukan modifikasi dan penggunaan potongan dengan tebal 3mm, serta dilakuan 1 kali
pemotongan pada masing-masing sinus maksilaris,sphenoidalis dan fronto-ethmoidalis.
Penelitian yang dilakukan oleh Rachelefsky et al 5,16 dan lainnya, 4,17 sinus maksilaris paling
sering terlibat ( tampak pada tabel 2). Tingkat keparahan dari sinus maksilaris semakin
menurun seiring bertambahnya usia (tabel 2). Gwaltney et al 18 menggunakan CT scan,
menunjukkan bahwa terdapat kelaianan pada sinus maksilaris, etmoidalis, frontalis dan
sphenoidalis pada pasien dengan common colds dengan masing-masing presentasi :
87%,65%,32%, dan 39%. Data yang ditunjukkan dari penelitian Zimmerman et al.19 pada
pemeriksaan dari 138 pasien anak dengan asma menggunakan X-rays menunjukkan terdapat
kelainan pada sinus maksilaris, etmoidalis dan frontalis dengan masing-masing presentasi
94%,28% dan 8%. Secara keseluruhan prevalensi dari temuan sinusitis paranasal sangat
sesuai dengan temuan penelitian yang dilakukan.
Standard radiografi pada penelitian menujukkan bahwa sensitifitas (81.8%) dan spesifisitas
( 72.7%) cukup akurat untuk sinus maksilaris. sensitifitas yang lebih rendah ditunjukkan bila
dilakukan evaluasi pada sinus etmoidalis, frontalis dan sphenoidalis menggunakan radiografi
(tabel 2). Lee et al 20 pada pemeriksaan 33 anak yang dicurigai mempunyai sinusitis kronik,
ditemukan bahwa visualisasi sinus maksilaris terlihat baik pada pemeriksaan dengan posisi
water menggunakan radiografi. Rudolf et al melaporkan bahwa standard posisi water
diterapkan sebagai lini pertama untuk metode penyaringan untuk sinus paranasal. Hasil
penelitian yang didapat menunjukkan bahwa radiografi pada sinus maksilaris menunjukkan
tingkat keakuratan yang baik untuk mendiagnosis sinusitis.
McAlister et al22 melaporkan bahwa 80% CT scan pada sinus didapatkan kelainan pada 70
infant dan anak-anak dengan sinusitis rekuren. Havas et al mengemukakan bahwa prevalensi
dari kelainan CT sinus mencapai 54,4% pada asimptomatik pasien dengan rhinitis alergi. Dari
53 pasien pada penelitian, 31 (58%) mempunyai kelainan pada sinus yang ditunjukkan pada
potongan coronal CT. Pada 21 (40%) dari 53 pasien, perbedaan terlihat antara interpretasi
standard radiografi dengan CT. Sippold et al 24 melaporkan bahwa perbedaan ratio antara
radiografi dan potongan coronal CT mencapai 59%. Lusk et al25 dan Davidson et al26
menemukan bahwa perbandingan antara film radiografi dan imaging CT menunjukkan
perbedaan dengan range dari 23% hingga 74%. Caffy mengemukakan harus berhati-hari
dalam menginterpretasi hasil dari radiografi sinus pada anak-anak dikarenakan terdapat
beberapa variasi seperti asimetris dari tulang wajah, perkembangan sinus, jaringan lunak
yang saling bertindih.
gambar 1 foto posisi water anak laki-laki usia 14 tahun (A) dan anak laki-laki usai 9
tahun (B) menunjukkan lesi opak parsial dari sinus maksilaris kanan. masing-masing
CT scan menunjukkan retnsi kista bilateral (C) dan retensi kista kanan (D)
gambar 2 A:posisi radiografi caldwell pada anak perempuan usia 8 tahun di
gambarkan sebagai normal sinus bilateral. B: potongan coronal CT menunjukkan
kelainan sinus etmoidalis kanan
gambar 3 A: posisi water dari anak laki-laki usia 10 tahun menunjukkan penebalan
mukosa sinus maksilaris , B: menunjukkan gambaran CT normal.
Penggunaan radiografi dan CT scan secara bersamaan merupakan cara terbaik dalam menilai
sinus maksilaris, walaupaun penebalan dinding mukosa yang minimal mungkin tidak terlihat
pada plain foto radiografi (gambar 1). Kelainan partial sinus etmoidalis dapat terlihat pada
pemeriksaan radiografi (gambar 2). Beberapa penebalan sinus maksilaris kadang disalah
artikan sebagai sinusitits pada pemeriksan radiografi (gambar 3). Lazar et al8 menunjukkan
bahwa pemeriksaan plain radiografi dapat menjadikan underdisease ataupun overdisease pada
penyakit yang melibatkan sinus. Penelitian yang dilakukan oleh McAlister et al22
menunjukkan radiografi dapat dijadikan saran untuk mengevaluasi penyakit di sinus untuk
anak tetapi terdapat keterbatasan pada sinus etmoidalis dan sphenoidalis.
Harga yang dikenakan pada pasien untuk pemeriksan CT lebih mahal bila dibandingkan
dengan pemeriksaan plain radiografi. Harga untuk potongan coronal CT berseri pada institusi
tempat dilakukannya penelitian adalah $117 ( termasuk profesional dan teknisi) sedangkan
harga untuk plain radiografi adalah $16 untuk seri sinus. Radiasi yang dihasilkan oleh plain
radiografi adalah 1.2 centiGray (1 cGy = 1 rad). Sedangkan untuk CT 4.8 hingga 5.6
centiGray.
Penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan X-ray pada sinus maksilaris lebih sensitif untuk
mendiagnosis penyakti sinus kronik bila dibandingkan pemeriksaan X-ray yang dilakukan
untuk sinus lainnya. Pemeriksaan standard radiografi lebih murah, mudah untuk digunakan.
Pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai lini pertama penyaringan untuk mendiagnosis
kronik sinusitis pada pasien anak dengan asma.
Referensi
1. Friday GA, Fireman PH. Sinusitis and asthma: clinical and pathogenic relationships.
Clin Chest Med 1988; 9: 557-65.
2. Silk HT. Sinusitis and asthma: a review. J Asthma 1990; 27: 1-9.
3. Haung JL, Lin TY, Wang KF. Sinusitis and bronchial asthma in children. Acta Paed
Sin 1995; 36: 20-3.
4. Friedman R, Ackerman M, Wald E, Casselbrant M, Friday G, Fireman P. Asthma and
bacterial sinusitis in children. J AJlergy Clin Immunol .1984; 74: 185-9.
5. Rachelefsky GS, Katz RM, Siegel SC. Chronic sinus disease with associated reactive
airway disease in children. Pediatrics 1984; 73: 526-9.
6. Mcfadden ER. Nasal-sinus-pulmonary reflexes and asthma. J Allergy Clin Immunol
1986;78:1-4
7. Slavin GS, Cannon RE,Fredman WH,Palitany E, Sundaram M. Sinusitis and
bronchial asthma. J Allergy Clin immunol 1989;66: 250-7.
8. Lazar RH, Younis RT, Parvey LS. Comparison of plainradiographs, coronal CT, and
intraoperative finding in chhildren with chronic sinusitis. Otolaryngol Head Neck
Surg 1992;107:29-34.
9. Yaounis RT, Lazar RH. The approach to acute adn chronic sinusitis in children, ear
nose throat J 1991; 70: 35-94
10. Druce HM. Emerging technque in the diagnosis of sinusitis: Ann Allergy
1991:66:132-6
11. Shapiro GG, furukawa CT, Pierson WE, Gilbertson E, Bierman CW. Blinded
comparison of maxillary sinus radiography and utrasound for diagnosis of sinusitis. J
allergy Clin Immunol 1986; 77: 59-64.
12. Fujioka M, young LW. The sphenoidal sinuses: radiographic patterns of normal
develpment and abnormal finding in infants and children. Radiology 1978;129: 133-6.
13. Slavin RG. Sinupulmonary rerlationships. Am J Otolaryngol 1994; 15: 18-25.
14. Brent AS, David WK. Management of sinusitis in the asthmatic patients. Ann Allergy
Asthma Immunol 1996;77:6-19.
15. Zinreich J. Imaging of inflammatory sinus disease. Otolaryngol Clin North Ann
1993;26: 535-47.
16. Rachelefsky GS, Goldberg , Katz RM, Boris G, Gyepes MT, Shapiro MT, Mickey
MR et al.Sinus disease in children with respiratory allergy. J Allergy Clin Immunol
1978;61: 310-4.
17. Slavin RG. Relationsh ease and sinusitis to ma. Ann Allergy 1982;
18. Gwaltney JM, Phillips Riker DK. Compute study of the common Med 1994; 330: 25-
30.
19. Zimmerman B, String* Reisman J. Hak H Prevalence of abnomu sinus X-ray in
childhot of relation to severit; Allergy Clin Immunol 73.
20. Lee HS, majima Y, sakadura Y, Inagaki M, Sugiyama Y, Nakamoto S. Conventional
X-ray versus CT in diagnosis of chronic sinusitis in children> hippon Jibiinkoka
Gakkai Kaiho 1991:94;1250-6.
21. Pfister R, Lutolf M, Schapowal A, Glatte B, Schmitz M> Menz G. Screening for sinus
disease in patients with asthma: A computed tomography- controlled comparison of
A-mode ultra-sonography and standard radiography. J Allergy Clin Immunol 1994:
22. McAlister WH, Lusk R, Muniz HR. Comparison of plain radiographs and coronal CT
scans in infants and children with recurrent sinusitis. Am J Roentgenol 1989; 153:
1259-64.
23. Havas TE, Motby JA, Guilane PJ. Prevalence of incidental abnormalities on
computed tomographic scans of the paranasal sinuses. Arch Otolaryngol Head Neck
Surt? 1988: 114: 856-9.
24. Wippold FJ, Levitt RG, Evens RG, KorenblatPZ, Hodge FJ* Tost RG. Limited
coronal CT: An alternative screening examination for sinonasal inflammatory disease.
Allergy Proc 1995; 16: 165-9.
25. Lusk R, Lazar R, Muntz M The diagnosis and treatment of recurrent and Chronic
sinusitis in children. Pediatr Clin North Am 1989; 36: 1411-21»
26. Davidson T, Brahmer F, Gallaher M. Radiographic evaluation for nasal dys