pengaruh skema bonus direksi terhadap manajeman laba
DESCRIPTION
Bonus scheme for board of directors of state-owned enterprises use components related to earnings number as basis to compute bonus. Hence, this scheme could motivate management to engage in earnings management activity to maximize their bonus. The purpose of this research is to investigate the effect of director’s bonus scheme in state-owned enterprises on earnings management. Our samples consist of 326 firm-years state-owned enterprises during year 2003-2006. Our results show that overall there is positive and significant effect of bonus scheme on earnings management. This result indicates that directors engage in earnings management activity to increase their bonus. Keywords: bonus, earnings management, state-owned enterprisesTRANSCRIPT
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
1
Pengaruh Skema Bonus Direksi terhadap Aktivitas Manajemen Laba
(Studi Empiris pada Badan Usaha Milik Negara)
Periode Tahun 2003 - 2006
Abstract
Bonus scheme for board of directors of state-owned enterprises use componentsrelated to earnings number as basis to compute bonus. Hence, this scheme could motivatemanagement to engage in earnings management activity to maximize their bonus.
The purpose of this research is to investigate the effect of director’s bonus scheme instate-owned enterprises on earnings management. Our samples consist of 326 firm-yearsstate-owned enterprises during year 2003-2006.
Our results show that overall there is positive and significant effect of bonus schemeon earnings management. This result indicates that directors engage in earnings managementactivity to increase their bonus.
Keywords: bonus, earnings management, state-owned enterprises
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
2
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hampir selalu menjadi sorotan
publik. Kinerja BUMN seringkali dinilai belum memadai yang ditandai dengan masih
rendahnya tingkat perolehan laba dibandingkan dengan jumlah modal yang ditanamkan.
Keterbatasan sumber daya dan kurang profesionalnya manajemen sebagai pengelola
perusahaan sering dituding sebagai penyebab rendahnya kinerja BUMN.
Sebagai salah satu upaya untuk membangkitkan profesionalisme dan memotivasi
manajemen BUMN untuk meningkatkan kinerja perusahaan, perlu adanya penyesuaian
remunerasi manajemen BUMN dengan remunerasi profesional yang berlaku di pasar. Untuk
itu, pada tahun 2002 telah ditetapkan pedoman remunerasi yang baru bagi Direksi dan
Komisaris BUMN mencakup perhitungan gaji, fasilitas, santunan purna jabatan, dan tantiem
(bonus) yang perhitungannya sebagian besar didasarkan pada ukuran kinerja keuangan
khususnya laba perusahaan.
Dari keempat jenis remunerasi yang diberikan kepada Direksi BUMN tersebut, bonus
(tantiem) adalah yang paling menarik untuk dibahas. Pertama, bonus diberikan kepada
Direksi “setiap tahun” jika perusahaan membukukan “laba”. Kedua, tidak seperti perhitungan
ketiga jenis remunerasi lainnya, komponen perhitungan bonus tidak semata tergantung pada
kinerja keuangan perusahaan tahun bersangkutan tetapi juga pada kinerja tahun lalu dan
target anggaran (budget) perusahaan. Penggunaan ukuran kinerja, standar kinerja dan struktur
hubungan antara pembayaran bonus dan kinerja dalam skema bonus, menjadikan skema
bonus menjadi sangat firm-spesific dan implikasinya juga menjadi lebih kompleks.
Meskipun semua skema bonus tahunan ditujukan untuk memberikan insentif guna
meningkatkan keuntungan perusahaan, skema bonus dimaksud dapat mendorong manajer
yang remunerasinya didasarkan pada tingkat laba untuk memanipulasi laba tersebut guna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
3
memaksimalkan penerimaan bonusnya. Watts (1977) dan Watts dan Zimmerman (1978)
menyatakan bahwa skema bonus menciptakan insentif bagi manajemen untuk meningkatkan
present value dari penerimaan bonus mereka. Sedangkan Healy (1985), menemukan bukti
bahwa manajer perusahaan dengan skema bonus berbasis laba bersih secara sistematis
melakukan penyesuaian diskresioner atas akrual maupun menggeser laba antar periode untuk
memaksimalkan ekspektasi bonus mereka.
1.2. Permasalahan Penelitian dan Kontribusi
Mengingat skema bonus direksi BUMN saat ini menggunakan laba bersih sebagai
ukuran kinerja serta pencapaian laba terhadap tahun lalu dan pencapaian anggaran laba
sebagai standar kinerja, maka diindikasikan bahwa skema bonus dimaksud juga akan
memberikan insentif kepada direksi untuk melakukan manajemen laba baik melalui akrual
diskresioner guna memaksimalkan penerimaan bonus mereka. Untuk menguji kebenaran
dugaan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh skema kompensasi
terhadap aktivitas manajemen laba direksi BUMN, yang diproksi dengan akrual diskresioner.
Bila dalam banyak penelitian lain variabel bebas yang digunakan adalah besaran
bonus, maka dalam penelitian ini variabel bebas yang akan digunakan adalah komponen
perhitungan bonus. Hal tersebut dilakukan selain karena tidak tersedianya data jumlah atau
besaran bonus direksi BUMN, juga didasari pertimbangan bahwa komponen perhitungan
bonus sebagian besar merupakan angka-angka akuntansi yang menjadi objek diskresi
manajemen, sehingga diharapkan penelitian ini akan lebih mengena secara substansi.
Kontribusi penelitian ini adalah memberikan bukti mengenai adanya indikasi
manajemen laba yang disebabkan adanya skema bonus di BUMN. Penelitian-penelitian
sebelumnya umumnya melakukan penelitian pada perusahaan publik, bukan perusahaan-
perusahaan BUMN.
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
4
2. KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1. Skema Kompensasi bagi Direksi BUMN
Sampai saat ini belum ada pedoman baku yang baru tentang penetapan kompensasi
atau remunerasi bagi Direksi BUMN. Penetapan penghasilan bagi Direksi BUMN saat ini
masih mengacu pada pedoman internal yang diterbitkan tahun 2002, dimana berdasarkan
pedoman tersebut remunerasi bagi Direksi BUMN terdiri atas gaji, fasilitas, tantiem/jasa
produksi, dan santunan purna jabatan.
Tantiem/Jasa Produksi (selanjutnya akan disebut ”bonus”) merupakan penghargaan
yang diberikan oleh RUPS kepada anggota Direksi setiap tahun apabila perusahaan
memperoleh laba. Besaran maksimum bonus ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari
laba dibagi. Dalam hal ini, laba dibagi adalah laba bersih setelah pajak dikurangi dengan: a)
akumulasi rugi tahun sebelumnya; 2) laba penjualan aktiva; 3) laba penjualan saham anak
perusahaan; dan 5) pendapatan lain-lain dari restitusi pajak tahun buku sebelumnya.
Jumlah bonus maksimum tersebut yang bisa dibayarkan kepada Direksi BUMN
Persero dan Perum sangat tergantung pada persentase pencapaian laba usaha sebelum biaya
bunga dan penyusutan, laba usaha sebelum biaya bunga dan laba bersih baik terhadap
realisasi tahun lalu maupun anggarannya serta tingkat kesehatan BUMN tahun yang
bersangkutan dikalikan dengan faktor penyesuaian. Nilai yang diperoleh untuk masing-
masing komponen tersebut kemudian dikonversi ke dalam bentuk indeks yaitu masing-
masing indeks trend untuk persentase pencapaian atas realisasi laba tahun lalu, indeks target
untuk pencapaian anggaran laba, dan indeks tingkat kesehatan.
2.2. Skema Bonus dan Manajemen Laba
Hasil-hasil penelitian sebagian besar mengarah pada bukti adanya pola manajemen
laba yang meningkatkan laba atau income increasing (Watts, 1977; Watts dan Zimmerman,
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
5
1978; Dye, 1988; Scott, 1997) dan the big bath accounting dan/atau income decreasing
ketika kinerja atau laba rendah (Healy, 1985; McNichols dan Wilson, 1988; Pourciau, 1993;
Burgstahler dan Dichev, 1997) yang kesemuanya bertujuan untuk memaksimalkan
penerimaan bonus (the bonus plan hypothesis). Metode akrual biasa digunakan dalam pola
manajemen laba yang ditujukan untuk memaksimalkan bonus. Healy (1985) menemukan
bukti bahwa manajer perusahaan dengan skema bonus berbasis laba bersih secara sistematis
mengadopsi kebijakan akrual untuk memaksimalkan ekspektasi bonus mereka.
Mengingat bahwa skema bomus berdasarkan laba merupakan cara yang paling populer
dalam memberikan penghargaan kepada eksekutif perusahaan, maka adalah logis bila
manajer yang remunerasinya didasarkan pada tingkat laba akan memanipulasi laba tersebut
untuk memaksimalkan penerimaan remunerasinya. Watts (1977) dan Watts dan Zimmerman
(1978) menyatakan bahwa skema bonus menciptakan insentif bagi manajemen untuk
meningkatkan present value dari penerimaan bonus mereka. Sedangkan Healy (1985),
menemukan bukti bahwa manajer perusahaan dengan skema bonus berbasis laba bersih
secara sistematis mengadopsi kebijakan akrual untuk memaksimalkan ekspektasi bonus
mereka. Gao dkk (2002) membuktikan bahwa intensitas manajemen laba, yang diukur
dengan nilai absolut dari akrual diskresioner saat ini, berhubungan dengan desain kontrak
kompensasi dan hal tersebut sesuai dengan prediksi bahwa manajer bertindak oportunistik.
Karena besaran bonus bagi Direksi BUMN tergantung pada jumlah laba dibagi, maka
direksi yang oportunis akan berusaha mencapai jumlah laba dibagi tertentu untuk dapat
memaksimalkan penerimaan bonus mereka dengan melakukan manajemen laba.
H1 : Laba dibagi berpengaruh positif terhadap akrual diskresioner
Skema bonus bagi Direksi BUMN memasukkan budget standard dan prior year
standard, dimana skema bonus didasarkan pada ukuran kinerja yang dibandingkan dengan
budget tahunan dan pencapaian atas realisasi laba tahun sebelumnya. Sistem budget
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
6
didasarkan pada premis bahwa manajer seharusnya diberikan penghargaan karena dapat
mencapai target yang ditetapkan untuk periode tersebut dan memberi hukuman jika tidak
mencapai target1 . Namun, sistem semacam ini mengandung insentif bagi manajer untuk
menyusun target yang mudah dicapai dan ketika target telah ditetapkan, mereka akan
melakukan apapun untuk memastikan bahwa target tersebut tercapai meskipun akan
merugikan perusahaan. Manajer akan memainkan realisasi anggaran atau pencapaian target,
yang biasanya dilakukan melalui aktivitas manajemen laba (Jensen, 2003).
Mengingat ukuran kinerja utama yang dijadikan dasar perhitungan bonus direksi
BUMN adalah pencapaian laba, baik terhadap tahun lalu maupun anggarannya, maka dengan
demikian dapat diduga bahwa insentif direksi untuk mencapai anggaran laba dan realiasi laba
tahun sebelumnya tersebut berpengaruh terhadap aktivitas manajemen laba.
H2a : Pencapaian atas realisasi laba usaha sebelum bunga tahun lalu berpengaruh
positif terhadap akrual diskresioner
H2b : Pencapaian atas realisasi laba bersih tahun lalu berpengaruh positif terhadap
akrual diskresioner
H2c : Pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga berpengaruh positif
terhadap akrual diskresioner
H2d : Pencapaian anggaran laba bersih berpengaruh positif terhadap akrual
diskresioner
Mendasarkan standar kinerja terhadap budget atau kinerja tahun lalu memiliki
implikasi yang hampir sama karena budget saat ini tentunya akan sangat tergantung pada
sebagian besar kinerja tahun sebelumnya (Murphy, 1998). Sebagai badan usaha milik negara,
BUMN seringkali dibebani oleh target-target yang terkait dengan pemenuhan keuangan
negara seperti dividen dan pajak. Untuk kepentingan itu, biasanya pemegang saham BUMN
1 Locke (2001) membahas dampak kontra produktif dari pembayaran kepada seseorang atas pencapaian sasaran.
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
7
akan menetapkan tingkat pertumbuhan laba tertentu yang harus dicapai oleh BUMN pada
tahun yang akan datang. Target pertumbuhan laba tersebut akan diakomodasi pada saat
penetapan anggaran perusahaan, sehingga angka anggaran laba biasanya akan ditetapkan
lebih tinggi dari prognosa atau realisasi laba tahun sebelumnya.
Dengan angka anggaran laba yang lebih tinggi dari laba tahun lalu, maka akan lebih
realistis bagi manajemen untuk mencapai realisasi laba tahun lalu daripada mencapai
anggaran laba. Disamping itu, skema bonus direksi dan komisaris BUMN yang memberikan
bobot lebih besar terhadap pencapaian laba tahun lalu dibandingkan pencapaian anggaran
laba diduga akan mendorong direksi untuk lebih memfokuskan effortnya guna mencapai
realisasi laba tahun lalu. Berdasarkan hal tersebut, dihipotesiskan bahwa tindakan manajemen
laba yang dilakukan oleh direksi lebih dipengaruhi oleh motivasi untuk mencapai mencapai
laba tahun sebelumnya daripada untuk mencapai anggaran laba.
H3a : Pengaruh pencapaian atas laba usaha sebelum biaya bunga tahun lalu terhadap
akrual diskresioner lebih besar dari pada pengaruh pencapaian anggaran laba
usaha sebelum biaya bunga terhadap akrual diskresioner
H3b : Pengaruh atas laba bersih tahun lalu terhadap akrual diskresioner lebih besar
dari pada pengaruh pencapaian pencapaian anggaran laba bersih terhadap
akrual diskresioner
Menurut Dempsey, Hunt, dan Schroeder (1993), ketika terdapat pemisahan antara
manajemen dan pemilikan perusahaan, maka terdapat tingkat manajemen laba yang tinggi
melalui pos luar biasa. Bartov (1993) melakukan penelitian tentang manajemen laba melalui
pengakuan pendapatan dari asset disposal dan menemukan bukti bahwa perusahaan dengan
laba yang rendah secara signifikan memiliki pendapatan dari hasil penjualan aset yang lebih
besar. Black, Sellers dan Manly (1998) dan Peasnell (1998) menunjukkan bukti kuat
terjadinya manajemen laba melalui asset disposal di negara Inggris.
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
8
H4a : Pengaruh pencapaian atas laba bersih tahun lalu terhadap akrual diskresioner
lebih besar daripada pengaruh pencapaian atas laba usaha sebelum biaya bunga
tahun lalu terhadap akrual diskresioner.
H4b : Pengaruh pencapaian anggaran laba bersih terhadap akrual diskresioner lebih
besar daripada pengaruh pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga
terhadap akrual diskresioner.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Model Penelitian
Untuk menguji hipotesis akan digunakan model penelitian sebagai berikut:
)1,9,8,7,6
,5,4,3,21
titititi
titititiit
SIZELEVCEOCHANGETARGETLB
iTARGETLUITRENDLBITRENDLUPROFITDACC
Dimana:
DACC = Akrual diskresioner
PROFIT = Laba dibagi
ITRENDLU = Indeks pencapaian laba usaha sebelum biaya bunga tahun t terhadap tahun
t – 1
ITRENDLB = Indeks pencapaian laba bersih tahun t terhadap tahun t – 1
ITARGETLU = Indeks pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga
ITARGETLB = Indeks pencapaian anggaran laba bersih
CEOCHANGE = 1 jika terjadi pergantian direksi pada tahun t – 1, dan 0 lainnya.
LEV = Debt to Equity Ratio
SIZE = Ln total aset
Untuk menguji pengaruh skema bonus terhadap kecenderungan melakukan akrual
diskresioner positif atau negatif, maka dibentuk model penelitian Logit sebagai berikut:
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
9
)2
)1(
,9,8,7,6
,5,4,3,21,
titititi
tititititi
SIZELEVCEOCHANGETARGETLB
iTARGETLUITRENDLBITRENDLUPROFITDACCP
Dimana P(DACC=1) adalah variabel dummy, 1 jika DACC positif dan 0 jika sebaliknya.
3.2. Operasionalisasi Variabel Penelitian
3.2.1. Akrual Diskresioner
Penghitungan akrual diskresioner menggunakan model Dechow, Sloan, dan Sweeny
(1995). Terlebih dahulu dilakukan pengukuran total akrual dengan rumus:
ititit OCFEBXTTACC (5)
Dimana: TACCit = total akrual, EBXTit = laba sebelum pos luar biasa dan discontinued
operation, OCFit = arus kas bersih dari aktivitas operasi.
Kemudian dilakukan estimasi model model Dechow, Sloan, dan Sweeny (1995):
titititititi PPERECREVASSETTACC ,,3,,21,1, )()/1( (6)
Dimana: TACCit = total akrual tahun t yang diskala dengan total aset t–1, REVit =
perubahan pendapatan tahun t yang diskala dengan total aset t–1, RECit = perubahan
piutang usaha bersih tahun t yang diskala dengan total aset t–1, PPEit = aktiva tetap tahun t
yang diskala dengan total aset t–1, ASSET = total aset tahun t–1
Persamaan (6) diestimasi setiap tahun untuk industri manufaktur dan non manufaktur.
Estimasi yang diperoleh dari persamaan regresi tersebut digunakan untuk mengestimasi
akrual nondiskresioner (NDACC). Selanjutnya, akrual diskresioner diestimasi sebagai berikut:
ititit NDACCTACCDACC (7)
3.2.2. Komponen Perhitungan Bonus
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
10
Mengingat data jumlah bonus direksi tidak tersedia, maka untuk menguji pengaruh
skema kompensasi terhadap tindakan manajemen laba dalam penelitian ini digunakan
komponen-komponen perhitungan bonus dan bukan besaran bonus.
Tidak semua komponen perhitungan bonus direksi BUMN digunakan dalam
penelitian ini karena ketidaktersediaan data. Hanya lima dari delapan komponen perhitungan
bonus yang dijadikan variabel bebas dalam penelitian ini, sedangkan tiga komponen bonus
lainnya yaitu 1) pencapaian atas laba usaha sebelum biaya bunga, penyusutan dan amortisasi
tahun lalu, 2) pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga, penyusutan dan
amortisasi, dan 3) tingkat kesehatan perusahaan tidak dimasukkan kedalam penelitian karena
data yang diperlukan tidak tersedia secara lengkap. Kelima komponen perhitungan bonus
yang dimasukkan ke dalam model penelitian ini adalah:
(1) Laba dibagi (PROFIT) adalah jumlah laba bersih setelah dikurangi dengan:
a) akumulasi rugi tahun sebelumnya; b) laba penjualan aktiva; c) laba penjualan saham
anak perusahaan; dan d) pendapatan lain-lain dari restitusi pajak tahun buku sebelumnya.
(2) Indeks Trend Laba Usaha (ITRENDLU) yang diperoleh berdasarkan konversi atas
persentase pencapaian Laba Usaha tahun t terhadap Laba Usaha tahun t–1. Nilai indeks
berkisar antara 0 (persentase pertumbuhan laba usaha ≤ 20%) sampai dengan 100
(persentase pertumbuhan laba usaha ≥ 105%).
(3) Indeks Trend Laba Bersih (ITRENDLB) yang dihitung berdasarkan konversi atas
persentase pencapaian Laba Bersih tahun t terhadap Laba Bersih tahun t–1. Nilai indeks
berkisar antara 0 (persentase pertumbuhan laba bersih ≤ 20%) sampai dengan 100
(persentase pertumbuhan laba bersih ≥ 105%).
(4) Indeks Target Laba Usaha (ITARGETLU) yang diperoleh berdasarkan konversi atas
persentase pencapaian Laba Usaha tahun t terhadap anggaran Laba Usaha tahun t. Nilai
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
11
indeks berkisar antara 0 (persentase pencapaian anggaran laba usaha ≤ 2,5%) sampai
dengan 100 (persentase pencapaian anggaran laba usaha ≥ 92,7%)
(5) Indeks Target Laba Bersih (TARGETLB) yang diperoleh berdasarkan persentase
pencapaian Laba Bersih tahun t terhadap anggaran Laba Bersih tahun t. Nilai indeks
berkisar antara 0 (persentase pencapaian anggaran laba bersih ≤ 2,5%) sampai dengan 100
(persentase pencapaian anggaran laba bersih ≥ 92,7%)
3.2.3. Variabel Kontrol
3.2.3.1. Pergantian Direksi (CEOCHANGE)
Beberapa penelitian menemukan bukti adanya manajemen laba yang bersifat
meningkatkan laba bersih pada periode satu tahun setelah terjadinya pergantian direksi
(Pourciau, 1993; Godfrey, Mather dan Ramsay, 2001). Kemungkinan ini diwakili oleh
variabel CEOCHANGE yang merupakan variabel dummy dengan 1 untuk perusahaan yang
mengalami pergantian direksi pada tahun t – 1, dan 0 untuk lainnya.
3.2.3.2. Leverage (LEV)
Untuk mengantisipasi adanya motivasi manajemen laba untuk menghindari
pelanggaran kontrak hutang (the debt covenant hypothesis), penelitian ini memasukkan
leverage perusahaan sebagai variabel kontrol (Lobo dan Zou, 2001). Variabel LEV ini
dihitung berdasarkan rasio antara total kewajiban terhadap total aktiva (DER).
3.2.3.3. Ukuran Perusahaan (SIZE)
Ukuran perusahaan juga seringkali mengarah pada biaya politis, jika sebuah
perusahaan besar juga memiliki profitabilitas tinggi, maka biaya politisnya juga akan semakin
besar (Watts dan Zimmerman, 1990). Untuk mengantisipasi kemungkinan motivasi
manajemen laba untuk menghindari biaya politis (political cost hypothesis), penelitian ini
akan menggunakan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. Sebagaimana Reitenga dkk
(2002), ukuran perusahaan diestimasi dengan menggunakan ln total aset.
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
12
3.3. Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh BUMN. Sampel dipilih dari populasi dengan
menggunakan metode purposive judmental sampling dengan kriteria sebagai berikut:
1) BUMN tidak bergerak dalam industri perbankan, keuangan dan asuransi. Karena industri
keuangan sangat teregulasi sehingga diperkirakan perilaku manajemen laba yang
dilakukan di industri tersebut akan berbeda dengan industri lain. Disamping itu, model
Modifikasi Jones tidak dapat digunakan untuk indsutri keuangan.
2) Bukan merupakan BUMN Tbk karena perhitungan bonus direksi untuk BUMN Tbk dan
BUMN Non-Tbk berdasarkan skema bonus yang berbeda, dimana angka RKAP (budget)
bagi BUMN Tbk yang ditetapkan oleh Komisaris tidak dijadikan sebagai komponen
perhitungan bonus direksi.
3) Mempunyai tanggal tutup buku per 31 Desember.
4) Semua data yang diperlukan tersedia secara lengkap.
Hasil akhir sampel (setelah mengeluarkan outliers) adalah 326 firm years. Proses
pemilihan sampel dapat dilihat di Tabel 3.1. Periode penelitian adalah adalah 4 tahun (tahun
2003–2006). Penetapan periode penelitian didasarkan pertimbangan bahwa pedoman yang
digunakan untuk menetapkan perhitungan remunerasi direksi BUMN baru diterbitkan pada
tahun 2002, sehingga diperkirakan baru akan berdampak pada realisasi kinerja tahun 2003.
3.4. Sumber Data
Data dalam penelitian ini berupa:
1) Data keuangan perusahaan diperoleh dari Laporan Keuangan dan Laporan Manajemen
Audited Perusahaan dari tahun buku 2001 sampai dengan tahun buku 2006.
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
13
2) Data Laba Usaha dan Laba Bersih RKAP (budget) dan data pergantian direksi diperoleh
dari hasil input data yang diperoleh dari Bidang Informasi dan Administrasi Kekayaan
BUMN, Kementerian Negara BUMN.
3) Data keuangan perusahaan yang tidak lengkap, dilengkapi dari situs www.bumn-ri.go.id .
4. ANALISIS HASIL PENELITIAN
4.1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif dapat dilihat pada Tabel 4.1. Rata-rata DACC 0.030 menunjukkan
bahwa secara rata-rata perusahaan sampel memiliki diskresioner akrual positif. Hal tersebut
tampak pula dari nilai mean P(DACC=1) sebesar 0.592 yang menunjukkan bahwa 59.2% dari
perusahaan sampel melakukan manajemen laba yang bersifat meningkatkan laba.
PROFIT dengan median sebesar 2.728 menunjukkan bahwa perusahaan sampel
memiliki laba dibagi positif yang besarnya di atas Rp 2.7 milyar, sehingga direksi perusahaan
sampel memiliki peluang yang cukup besar untuk memperoleh bonus dan melakukan
manajemen laba guna memaksimalkan bonusnya. Dari mean ITRENDLU dan ITRENDLB
sebesar 62.715 dan 60.859 dapat diartikan bahwa rata-rata pencapaian laba usaha sebelum
biaya bunga dan laba bersih perusahaan sampel berada pada kisaran 80% dari laba tahun lalu.
Dari mean sebesar ITARGETLU dan ITARGETLB masing-masing sebesar 57.500
dan 59.877 dapat disimpulkan bahwa perusahaan sampel rata-rata memiliki tingkat
pencapaian anggaran laba usaha sebelum bunga dan laba bersih sekitar 60%. Berarti
persentase pencapaian laba terhadap tahun lalu lebih besar dari pada persentase pencapaian
anggaran laba, hal ini menunjukkan bahwa jumlah anggaran laba yang ditetapkan, baik laba
usaha sebelum bunga maupun laba bersih, lebih tinggi dari pada realisasi laba tahun
sebelumnya. Karena anggaran lebih tinggi dari pada realisasi, maka kemungkinan direksi
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
14
perusahaan sampel akan lebih memfokuskan effort-nya untuk mencapai target yang lebih
realistis yaitu laba tahun lalu dengan menggunakan manajemen laba (akrual diskresioner).
4.2 Hasil Uji Asumsi Klasik
Hasil pengujian menunjukkan bahwa model penelitian tidak memiliki masalah
multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas.
4.3. Hasil Pengujian Hipotesis
Hasil pengujian atas hipotesis yang berkaitan dengan pengaruh skema bonus terhadap
akrual diskresioner disajikan dalam Tabel 4.2. Panel A untuk hasil regresi OLS dan Panel B
untuk hasil regresi Logit. Variabel PROFIT signifikan secara statistik berpengaruh positif
terhadap akrual diskresioner sehingga hipotesis H1 terbukti. Hasil tersebut juga didukung
oleh hasil pengujian Logit yang menunjukkan bahwa variabel PROFIT secara statistik juga
signifikan berhubungan positif dengan diskresioner akrual positif yang meningkatkan laba.
Hasil yang diperoleh tersebut sesuai dengan hipotesis skema bonus yang menyatakan
bahwa jika remunerasi manajer (meski hanya sebagian) tergantung pada bonus yang
dihubungkan dengan laba bersih, maka mereka akan berusaha meningkatkan nilai bonus saat
ini dengan cara sedapat mungkin melaporkan laba yang tinggi, salah satunya dengan
melakukan kebijakan akrual yang meningkatkan laba. Sebagaimana Healy (1985) yang
menemukan bukti bahwa manajer perusahaan dengan skema bonus berbasis laba bersih
mengadopsi kebijakan akrual untuk memaksimalkan ekspektasi bonus mereka.
Variabel komponen perhitungan bonus yang terkait dengan pencapaian anggaran laba
usaha sebelum biaya bunga (ITARGETLU) tidak signifikan secara statistik baik berdasarkan
hasil pengujian dengan regresi OLS maupun Logit, sehingga hipotesis H2a tidak terbukti.
Sementara itu, berdasarkan hasil OLS untuk variabel pencapaian atas laba usaha sebelum
biaya bunga tahun lalu (ITRENDLU) signifikan secara statistik berpengaruh positif terhadap
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
15
akrual diskresioner, dengan demikian hipotesis H2c terbukti. Hasil OLS tersebut juga
didukung oleh hasil pengujian dengan regresi Logit yang menunjukkan bahwa ITRENDLU
signifikan secara statistik berpengaruh terhadap akrual diskresioner positif.
Hasil pengujian OLS maupun Logit menunjukkan bahwa variabel pencapaian laba
bersih baik yang dihubungkan dengan realisasi laba tahun lalu (ITRENDLB) maupun yang
dihubungkan dengan anggarannya (ITARGETLB), keduanya signifikan secara statistik
berpengaruh positif terhadap akrual diskresioner. Dari hasil yang diperoleh dapat
disimpulkan bahwa untuk memaksimalkan penerimaan bonusnya melalui pencapaian atas
realisasi laba tahun lalu sebagai salah satu komponen perhitungan bonus, direksi perusahaan
sampel cenderung melakukan akrual diskresioner yang bersifat meningkatkan laba bersih.
Semakin besar akrual diskresioner yang dilakukan, semakin besar pula persentase pencapaian
laba bersih dibanding tahun lalu, sehingga dengan demikian hipotesis H2b terbukti.
Demikian halnya dengan ITARGETLB berhubungan positif dengan akrual
diskresioner positif sehingga hipotesis H2d terbukti. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan
sampel secara signifikan mengadopsi akrual diskresioner yang bersifat meningkatkan laba
untuk mencapai anggaran laba bersih yang telah ditetapkan, dimana semakin besar akrual
diskresioner maka semakin besar pula persentase pencapaian anggaran laba bersihnya.
Sementara itu, karena ITARGETLU tidak signifikan sedangkan ITRENDLU
signifikan secara statistik berhubungan positif dengan akrual diskresioner, maka dapat
disimpulkan bahwa pengaruh ITRENDLU terhadap akrual diskresioner lebih besar daripada
pengaruh ITARGETLU, sehingga dengan demikian hipotesis H3a pun terbukti. Berdasarkan
hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi direksi untuk mencapai perolehan
laba tahun lalu, baik laba usaha sebelum biaya bunga maupun laba bersih, lebih besar
pengaruhnya terhadap akrual diskresioner dibandingkan dengan pengaruh pencapaian
anggaran laba terhadap akrual diskresioner.
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
16
Dari hasil pengujian pada Panel A Tabel 4.2. terlihat bahwa komponen perhitungan
bonus yang didasarkan pada pencapaian atas laba usaha sebelum biaya bunga dan laba bersih
tahun lalu yaitu ITRENDLU dan ITRENDLB keduanya signifikan secara statistik
berpengaruh positif terhadap akrual diskresioner, sedangkan untuk variabel komponen
perhitungan bonus yang didasarkan atas pencapaian anggaran laba hanya ITARGETLB yang
signifikan secara statistik berhubungan positif dengan akrual diskresioner sedangkan
ITARGETLU tidak signifikan. Koefisien ITRENDLB 0.00092 yang lebih besar dari
koefisien ITARGETLB 0.00088 menunjukkan bahwa pengaruh ITRENDLB terhadap akrual
diskresioner lebih besar daripada ITARGETLB, sehingga hipotesis H3b terbukti.
Motivasi direksi untuk mencapai perolehan laba tahun lalu melalui diskresioner akrual
yang lebih besar daripada untuk mencapai anggaran laba tersebut dapat disebabkan oleh
perhitungan skema bonus itu sendiri. Skema bonus memberikan persentase skor yang lebih
besar untuk pencapaian laba tahun lalu dibandingkan skor untuk pencapaian anggaran laba
(20% : 13⅓%) sehingga dapat memotivasi manajemen untuk lebih mementingkan pencapaian
laba tahun lalu karena kontribusinya terhadap jumlah bonus lebih besar. Disamping itu,
pencapaian anggaran laba jarang atau bahkan tidak pernah diekspose kepada khalayak umum
dibandingkan pencapaian laba terhadap tahun lalu, sehingga tidak ada tekanan sosial yang
memotivasi direksi untuk mencapai anggaran laba.
Berdasarkan hasil uji-t, pada Panel A Tabel 4.2. tampak bahwa koefisien ITRENDLB
lebih besar dari pada koefisien ITRENDLU. Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
pengaruh pencapaian atas laba bersih tahun lalu terhadap akrual diskresioner lebih besar dari
pada pengaruh pencapaian atas laba usaha sebelum biaya bunga tahun lalu terhadap akrual
diskresioner, dengan demikian H4a terbukti. Sementara itu, karena hasil uji-t untuk
ITARGETLU tidak signifikan secara statistik, sedangkan ITARGETLB signifikan secara
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
17
statistik berhubungan positif dengan akrual diskresioner, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa ITARGETLB lebih berpengaruh terhadap akrual diskresioner dari pada ITARGETLU,
atau dengan kata lain pengaruh pencapaian anggaran laba bersih terhadap akrual diskresioner
lebih besar daripada pengaruh pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga terhadap
akrual diskresioner sehingga H4b pun terbukti.
Lebih besarnya pengaruh pencapaian laba bersih terhadap akrual diskresioner
dibanding dengan pengaruh pencapaian laba usaha sebelum bunga tersebut mengindikasikan
bahwa manajemen tidak melakukan manajemen akrual yang terlalu agresif untuk mencapai
laba usaha, tetapi sebaliknya melakukannya untuk mencapai laba bersih. Hal ini seiring
dengan hasil penelitian terdahulu yang membuktikan bahwa manajemen lebih banyak
melakukan akrual diskresioner melalui pos pendapatan lain-lain yang meningkatkan laba
bersih seperti pos luar biasa (Dempsey, Hunt dan Schroeder, 1993) dan penjualan aset
(Bartov, 1993; Black, Sellers dan Manly, 1998; Peasnell, 1998). Hal ini mungkin disebabkan
karena pencapaian laba usaha selama ini tidak terlalu menarik perhatian baik bagi direksi
maupun pemegang saham yang cenderung lebih mengutamakan pencapaian laba bersih
(sebagai dasar penetapan dividen dan bonus maksimum), sehingga direksi tidak terlalu
termotivasi untuk mencapai tingkat laba usaha tertentu melalui diskresioner akrual.
Berdasarkan hasil pengujian atas hipotesis-hipotesis tentang pengaruh skema bonus
terhadap akrual diskresioner di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum komponen
perhitungan bonus berpengaruh terhadap aktivitas manajemen laba melalui akrual
diskresioner. Hasil yang diperoleh sesuai dengan Gao dkk (2002) yang menunjukkan bahwa
intensitas manajemen laba, yang diukur dengan nilai absolut dari akrual diskresioner yang
diskala dengan dengan total aset, berhubungan dengan desain kontrak kompensasi. Demikian
juga dengan hasil penelitian Watts (1977) dan Watts dan Zimmerman (1978) yang
menyatakan bahwa skema bonus menciptakan insentif bagi manajemen untuk meningkatkan
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
18
present value dari penerimaan bonus mereka dan secara sistematis mengadopsi kebijakan
akrual untuk memaksimalkan ekspektasi bonus tersebut (Healy, 1985).
Dari hasil pengujian Logit juga terbukti bahwa secara umum skema bonus
memberikan motivasi bagi direksi untuk mengadopsi akrual diskresioner positif yang bersifat
meningkatkan laba. Bukti tersebut konsisten dengan penelitian sebelumnya yang
menyimpulkan adanya pola manajemen laba yang meningkatkan laba atau income increasing
(Watts, 1977; Watts dan Zimmerman, 1978; Dye, 1988; Scott, 2000).
Sementara itu, untuk variabel kontrol, hanya variabel SIZE yang signifikan
berpengaruh negatif terhadap akrual diskresioner, sedangkan CEOCHANGE dan LEV tidak
signifikan. Hasil SIZE tersebut sejalan dengan hipotesis biaya politis yang menyatakan
bahwa perusahaan besar cenderung menurunkan laba khususnya pada periode kemakmuran
untuk menghindari agar tidak menjadi objek regulasi politisi dan pemerintah (Scott, 2000).
Semakin besar biaya politis yang dihadapi perusahaan, manajer akan semakin cenderung
memilih prosedur akuntansi yang menunda laba saat ini menjadi laba periode mendatang.
Tidak signifikannya variabel LEV dapat disebabkan: 1) Perjanjian hutang BUMN
mungkin tidak menjadikan leverage sebagai salah satu unsur debt covenant, 2) penghitungan
leverage yang digunakan dalam covenant berbeda dengan yang digunakan dalam penelitian
ini, dan 3) sebagian besar hutang BUMN adalah hutang kepada Pemerintah yang juga
merupakan pemegang saham, sehingga mungkin tidak menerapkan covenant yang terlalu
mengikat sehingga tidak mendorong manajemen untuk melakukan akrual diskresioner.
Variabel CEOCHANGE yang juga tidak signifikan, menunjukkan bahwa tidak
terdapat bukti direksi melakukan akrual diskresioner pada satu tahun setelah terjadinya
pergantian direksi. Hasil yang diperoleh tidak konsisten dengan hasil penelitian Pourciau
(1993) dan Godfrey, Mather dan Ramsay (2001) yang menunjukkan bukti adanya manajemen
laba yang bersifat meningkatkan laba pada satu tahun setelah terjadinya pergantian direksi.
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
19
5. KESIMPULAN
Skema bonus bagi direksi BUMN yang menggunakan laba sebagai ukuran kinerja,
dan pencapaian terhadap realisasi laba tahun lalu serta pencapaian terhadap anggaran laba
sebagai standar kinerja diduga akan memberi insentif kepada direksi untuk melakukan
manajemen laba melalui akrual terkait dengan bonus yang akan mereka terima. Untuk itu
dalam penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh skema bonus direksi
BUMN terhadap manajemen laba yang diukur dengan akrual diskresioner.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa secara umum variabel-variabel perhitungan
skema bonus yaitu laba dibagi, indeks pencapaian laba terhadap tahun lalu, dan indeks
pencapaian anggaran laba signifikan mempengaruhi besaran diskresioner akrual. Variabel-
variabel perhitungan skema bonus tersebut juga terbukti berhubungan positif dengan
diskresioner akrual positif. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa skema bonus direksi
BUMN memberikan insentif kepada direksi untuk melakukan manajemen laba melalui akrual
diskresioner yang meningkatkan laba guna memaksimalkan bonus yang diterimanya. Temuan
ini sesuai dengan hasil penelitian-penelitian terdahulu (Holthausen dkk, 1995; Reitenga dkk,
2002; Chan dkk, 2001; Guay dkk, 1997) yang umumnya mengarah pada bukti adanya pola
manajemen laba yang meningkatkan laba atau income increasing terkait dengan bonus.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan untuk
perbaikan skema bonus bagi direksi BUMN. Skema bonus sebaiknya tidak hanya didasarkan
atas kinerja keuangan semata yang sifatnya jangka pendek dan sangat rentan terhadap
manipulasi, tetapi semestinya juga lebih mempertimbangkan faktor-faktor lain yang
memberikan pengaruh terhadap kinerja BUMN untuk jangka panjang. Karena skema bonus
bagi direksi BUMN saat ini, sebagian besar masih didasarkan pada penilaian atas pencapaian
laba tahun lalu dan anggaran, maka saat penyusunan dan pengesahan Rencana Kerja dan
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
20
Anggaran Perusahaan menjadi faktor yang sangat menentukan berhasil tidaknya skema bonus
menjadi insentif bagi bagi direksi untuk meningkatkan nilai pemegang saham. Anggaran
perusahaan yang disusun secara realistis, namun cukup menantang, akan mampu memotivasi
direksi untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain:
1. Penelitian ini tidak memasukkan kemungkinan terjadinya budget slack yang dapat
menjadi salah satu motivasi dilakukannya manajemen laba oleh direksi.
2. Tidak menggunakan jumlah bonus yang diterima direksi karena ketidaktersediaan data.
3. Tidak memasukkan seluruh komponen perhitungan bonus direksi BUMN, sehingga
kesimpulan yang diperoleh dikhawatirkan tidak komprehensif. Hal ini terjadi karena
tidak tersedianya data yang dibutuhkan untuk penelitian secara lengkap.
4. Data yang digunakan tidak mewakili seluruh BUMN secara lengkap untuk semua
periode penelitian (4 tahun) sehingga tidak dapat digeneralisasi untuk semua BUMN.
5. Teknik estimasi dalam pembagian total akrual menjadi akrual diskresioner dan akrual
non diskresioner mengandung measurement error.
Sebagai perbaikan dari penelitian ini, untuk riset selanjutnya disarankan untuk:
1. Menggunakan jumlah bonus yang diterima direksi sebagai variabel bebas.
2. Memasukkan semua komponen perhitungan bonus ke dalam model penelitian sehingga
diharapkan dapat memperoleh hasil yang lebih komprehensif. Akan lebih baik lagi bila
penelitian selanjutnya juga memasukkan komponen remunerasi lainnya seperti gaji dan
insentif ke dalam model penelitian.
3. Melakukan penelitian yang melibatkan sampel yang lebih besar.
4. Kompensasi ditujukan sebagai insentif untuk meningkatkan kinerja perusahaan, oleh
karenanya dalam penelitian selanjutnya akan lebih komprehensif apabila pengujian
tentang skema bonus dan manajemen laba juga dihubungkan dengan kinerja perusahaan.
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
21
5. Karena bonus bagi direksi juga berlaku bagi komisaris (remunerasi bagi komisaris
BUMN merupakan persentase tertentu dari gaji direktur utama), maka akan sangat
menarik bila penelitian selanjutnya juga melihat bagaimana hubungan antara keberadaan
komisaris sebagai penerima bonus dan sekaligus dalam perannya sebagai pengawas
jalannya perusahaan terhadap skema bonus dan aktivitas manajemen laba.
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
22
DAFTAR PUSTAKA
Adizes, I. Corporate lifecycles: How and why corporations grow and die and what to doabout it. Prentice Hall: englewood Cliffs, NY. 1989.
Aharony, J., C.J. Lin and M.P. Loeb. Initial public offferings, accounting choices and earningmanagement. Contemporary Accounting Research. 1993.
Anthony, Robert N., Vijay Govindarajan dan Robert Anthony, Management Control Syatems,McGraw-Hill, 2003.
Anynomous, Why It’s Important to Link between Budgets and Bonuses, SSRN ElectronicPaper Collection, 2002
Ayres,F.L. Perceptions of earnings quality: What managers need to know. ManagementAccounting. 1994.
Bartov, E.The timing of asset sales and earning manipulation. The Accounting Review. 1993
Bebchuk, Lucian Arye dan Jesse M. Fried, Executive Compensation as an Agency Problem,The Journal of Economic Perspectives, Vol. 17, No.3., Summer, 2003.
Beneish, Messod D., The Detection of Earning Manipulation, Financial Analyst Journal,1999.
Berle, Adolf A. Jr. and Gardiner C. Means. The Modern Corporations and Private Property.New York, Macmillan Company. 1932.
Bertrand, Marianne and Sendhil Mullainathan. Are CEO’s rewarded for Luck? The oneswithout principals are.Quartely Journal of Economics. 2001.
Bhat, V.N. Banks and Income Smoothing: An Empirical Analysis. Applied FinancialEconomics 6. 1996
Blanchard, Olivier Jean, Florencio Lopez-de-Silanes and Andrei Shleifer. What do Firms dowith Cash Windfalls? Journal of Financial Economics. 1994.
Bremser, W.G. The earning characteristic of firms reporting discresionery accountingchanges. The Accounting Review.1975.
Burgstahler, D and I. Dichev. Earnings management to avoid earning decreases and losses.Journal of accounting and economics.1997.
Copeland, R.M. and J.F. Wojdak. Income manipulation and the purchase-pooling choice.Journal of Accounting Research.1969.
Core, John E., Wayne Guay and David F. Lacker. Executive equity compensation andincentives: A Survey. Working Paper. Wharton School. 2001.
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
23
Cormier, D., M. Magnan and B. Morard, Earning Management: is the Anglo-Saxon modelrelevant to the Swiss context?. Comptatibilite-Controle Audit. 1998
DeAngelo, L. Accounting numbers as market valuation subtitutes: A study of managementbuyouts of public stocholders. The Accounting Review. 1986.
DeAngelo, H., L. DeAngelo and J. Skinner. Accounting choice in troubled companies.Journal of Accounting and Economics. 1994.
Dechow, P.M., and R.G. Sloan. Executive incentives and horizon problem: an empiricalinvestigation. Journal of Accounting and Economics, 1991
Dechow, Patricia M., Richard G. Sloan, dan Amy P. Sweeney. Detecting EarningManagement. The Accounting Review 70 (2). 193-225, 1995.
Defond, M.L. and J. Jiambalvo. Debt covenant violations and manipulation of accruals.Journal of Accounting and Economic. 1994
Degeorge, F., J. Patel and R. Zeckhauser. Earnings management to exceed tresholds. Journalof Business. 1999.
Dye, R.A., Earning management in an overlapping generations model.Journal of AccountingResearch, 1988
Eckel, N. The income smoothing hypothesis revisited. Abacus. 1981.
Erickson, M. and S. Wang. Earnings management by ackuiring firms in stock for stockmergers. Journal of Accounting and Economics. 1991.
Fama, E. F., Agency Problems and the Theory of the Firm, Journal of Political Economy,April 1980.
Fern, R.H., B. Brown and S.W. Dickey. An empirical test of politically-motivated incomesmoothing in the oil refining industry. Journal of Applied Business Research.1994.
Gao, Pengjie dan Ronald E. Shrieves, Earning Management and Executive Compensation: aCase of Overdose of Option and Underdose of Salary?, 2002.
Gaver, Jennifer J., Kenneth M. Gaver, dan Jeffrey Austin, Additional Evidence on BonusPlan and Income Management, Journal of Accounting and Economics,3-28, 1995.
Gibbons, R. and K.J. Murphy. Relative performance evaluation for chief executive officers,Industrial and Labor Realtions Review. 1990.
Godfrey, Jayne, Paul Mather, dan Alan Ramsay, Earnings and Impression Management inFinancial Reports: The Case of CEO Changes, SSRN Electronic Paper Series, 2000.
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
24
Guidry, Flora, Andrew J. Leone, dan Steve Rock, Earning-Based Bonus Plans and EarningsManagement by Bussiness-Unit Managers, Journal of Accounting and Economics 26,113-142, 1999.
Gujarati, D., Basic Econometric, Mc-Grawhill, New York, 2003.
Healy, P., The Effect of Bonus Schemes on the Selection of Accounting Principles, Journal ofAccounting and Economics 7, April, 1985.
Healy, P.M. and J.M. Wahlen. A riview of the earning management literature and itsimplications for standards setting. Accounting Horizon. 1999
Holmstrom, B., Moral Hazard and Observability, The Bell Journal of Economics, 1979
Holmstrom, B., Moral Hazard in Teams, The Bell Journal of Economics, 1982
Holthausen, R, D. Larcker dan R. G. Sloan, Annual Bonus Schemes and Manipulation ofEarning, Additional Evidence on Bonus Plan and Income Management, Journal ofAccounting and Economics, 1995.
Jensen, Michael C., and W.H. Meckling, Theory of the Firm: Managerial Behavior, AgencyCost and Ownership Structure, Journal of Financial Economics, October 1976.
Jensen, Michael C., Self-Interest, Altruism, Incentives & Agency Theory, Journal of AppliedCorporate Finance, Vol. VII, no. 2, Summer 1994.
Jensen, Michael C., Paying People to Lie: the Truth about the Budgeting Process, EuropeanFinancial Management, Vol. 9, No. 3, 2003, 379-406.
Jones, J. Earning management during import relief investigations. Journal of AccountingResearch. 1991.
Kang, Sok-Hyon, Praveen Kumar dan Hyunkoo Lee, Agency and Corporate Investment: TheRole of Excecutive Compensation and Corporate Governance, The Journal of Bussiness,2006
Kepsu, Mikko. Earning Management – Theory vs Practice – Evidence from Finland,Research Proposal for Ph.D. Thesis, Turku School of Economics and BusinessAdministration, 2005.
McNichols, M. And G.P. Wilson. Evidence of earning management from provision for baddebts. Journal of Accounting Research. 1998.
Merchant, K. and J. Rockness. The ethics of managing earnings: An empirical investigation.Journal of Accounting and Public Policy, 1994.
Moses, O.D. Income smoothing and incentives: Empirical test using accounting changes. TheAccounting Review.1987
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
25
Murphy, K and J. Zimmerman. Financial Performance Surrounding CEO Turnover. Journalof Accounting Economics. 1993.
Murphy, Kevin J., Performance Standard in Incentive Contract. Working Paper. SSRNElectronic Paper Collection, 1999.
Nachrowi, Nachrowi Djalal. Penggunaan Teknik Ekonometri. Edisi Revisi. PT RjaGrafindoPersada. Jakarta. 2002.
Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi dan Komisaris/Dewan Pengawas Badan UsahaMilik Negara, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, 2002
Porciau, S., Earning Management and Nonroutine Excecutive Changes, Journal ofAccounting and Economics, 1993
Reitenga, Austin, Steve Buchheit, Qin Jennifer Yin, dan Terry Baker, CEO Bonus Pay, TaxPolicy and Earning Management, The Journal of The American Taxation Association,2002
Schilit, H.M. Financial Shenanigans: How to Detect Accounting Gimmicks and Fraud inFinancial Reports. McGraw Hill. New York. 2002.
Schipper, K. Commentary on earning management. Accounting Horizons, 1989.
Scott, William R., Financial Accounting Theory, Second Edition, Prentice Hall Canada Inc.,1997.
Shleifer, Andrei and Robert Vishny. Large hareholders and corporate control. Journal ofPolitical Economy. 1989.
Sticney, Clyde P., dan Paul R. Brown, Financial Reporting and Statement Analysis: AStrtegic Perspective, Fourth Edition, South-Western, 1999.
Stolowy, Hervẻ dan Gaẻtan Breton, A Framework for The Classification of AccountsManipulation, SSRN, Working Paper Series, June 2000.
Subramanyam, K.R., The Pricing of Discretionary Accruals, Journal of Accounting andEconomics, 1996.
Surat Edaran Sekretaris Kementerian Negara BUMN Nomor: S-326/S.MBU/2002 tanggal 3Mei 2002
Sweeney, A.P. Debt covenant violations and managers’ accounting response. Journal ofAccounting and Economics.1994.
Teoh, S.H., I. Welch and T.J. Wong. Earning management and the long run marketperformance of initial public offering. The Journal of Finance. 1998.
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
26
Watts, R.L., dan J. Zimmerman. Towards a positive theory of the determination ofaccounting standards. The Accounting Review. 1978.
Watts, R.L., dan J. Zimmerman. Positive Accounting Theory, Prentice Hall, EnglewoodCliffs, NJ, 1986.
Yermack, D., Good Timing: CEO Stock Option Awards and Company News Announcements.Journal of Finance. 1997
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
27
Tabel 3.1
Prosedur Pemilihan Sampel Penelitian
Keterangan Kurang Jumlah
Total Perusahaan 140 perusahaanDikurangi:Perusahaan yang bergerak dalam bidangkeuangan, asuransi,perbankan
20
Perusahaan Tbk di luar bidang keuangan 10Perusahaan yang tidak memilikikelengkapan data keuangan
8
Total Sampel 102 perusahaanDari 103 perusahaan diperoleh sampeldalam bentuk firm years
360 firm years
Perusahaan dengan data sangat ekstrim 34 firm yearsJumlah sampel final 326 firm years
Tabel 4.1.Statistik Deskriptif
Variabel Mean Median Maximum Minimum Std. Dev.
DACC 0.030 0.027 0.668 -0.649 0.182
P(DACC=1) 0.592 1 1 0 0.492
SMOOTH 0.245 0.112 2.400 0.000 0.351
P(SMOOTH=1) 0.497 0 1 0 0.501
PROFIT -33.210 2.728 693.667 -6382.614 500.301
ITRENDLU 60.859 85 100 0 43.436
ITRENDLB 62.715 85 100 0 41.847
ITARGETLU 57.500 70 100 0 41.585
ITARGETLB 59.877 72.5 100 0 40.849
CEOCHANGE 0.239 0 1 0 0.427
LEV 2.188 0.862 299.805 -175.758 20.947
SIZE 12.845 13.046 16.837 8.590 1.600
N=326
Tabel 4.2.Pengaruh Skema Bonus terhadap Akrual Diskresioner
PANEL A: Hasil Regresi OLS Pengaruh Skema Bonus terhadap Akrual Diskresioner
titititi
titititiit
SIZELEVCEOCHANGETARGETLB
iTARGETLUITRENDLBITRENDLUPROFITDACC
,9,8,7,6
,5,4,3,21
DACC = Akrual diskresionari yang diskala dengan total aset. Variabel Bebas: PROFIT=Laba dibagi; ITRENDLU =Indeks pencapaian laba usaha sebelum biaya bunga tahun t terhadap tahun t-1; ITRENDLB = Indeks pencapaian lababersih tahun t terhadap tahun t-1; ITARGETLU = Indeks pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga;ITARGETLB=Indeks pencapaian anggaran laba bersih; CEOCHANGE = Variabel dummy, 1 jika perusahaan mengalami
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
28
pergantian direksi pada tahun t-1, dan 0 untuk kondisi lainnya; LEV = Debt to Equity Ratio; SIZE = Ln total asset.
VariablePred.Sign
Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C ? 0.04001 0.07053 0.56725 0.57090
PROFIT + 0.00004 0.00002 2.33837 0.02000**
ITRENDLU + 0.00081 0.00044 1.84830 0.06550*
ITRENDLB + 0.00092 0.00041 2.24273 0.02560**
ITARGETLU + -0.00010 0.00046 -0.22228 0.82420
ITARGETLB + 0.00088 0.00042 2.11178 0.03550**
CEOCHANGE + 0.01125 0.02015 0.55817 0.57710
LEV + -0.00039 0.00041 -0.93968 0.34810
SIZE - -0.01282 0.00555 -2.31118 0.02150**N= 326 firm years. R2 = 0.304963. F-Stat 17.38634. Prob (F-Stat) 0.000***. ***Signifikan α = 0.01, **Signifikan α=0.05, *Signifikan α = 0.10.
PANEL B: Hasil Regresi Logit Pengaruh Skema Bonus terhadap Akrual Diskresioner
titititi
tititititi
SIZELEVCEOCHANGETARGETLB
iTARGETLUITRENDLBITRENDLUPROFITDACCP
,9,8,7,6
,5,4,3,21, )1(
Variabel Terikat: P(DACC=1) = Dummy Variabel, 1 jika DACC bertanda positif dan 0 jika bertanda negatif. VariabelBebas: PROFIT=Laba dibagi; ITRENDLU = Indeks pencapaian laba usaha sebelum biaya bunga tahun t terhadap tahunt-1; ITRENDLB = Indeks pencapaian laba bersih tahun t terhadap tahun t-1; ITARGETLU = Indeks pencapaian anggaranlaba usaha sebelum biaya bunga; ITARGETLB=Indeks pencapaian anggaran laba bersih; CEOCHANGE = Variabeldummy, 1 jika perusahaan mengalami pergantian direksi pada tahun t-1, dan 0 untuk kondisi lainnya; LEV = Debt toEquity Ratio; SIZE = Ln total asset.
VariablePred.Sign
Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.
C ? -0.50291 1.26344 -0.39805 0.69060
PROFIT + 0.00373 0.00124 3.01958 0.00250***
ITRENDLU + 0.01772 0.00674 2.62995 0.00850***
ITRENDLB + 0.01243 0.00599 2.07692 0.03780**
ITARGETLU + -0.00504 0.00736 -0.68492 0.49340
ITARGETLB + 0.01095 0.00638 1.71561 0.08620*
CEOCHANGE + 0.11840 0.34706 0.34114 0.73300
LEV + -0.00669 0.01210 -0.55280 0.58040
SIZE - -0.10048 0.10113 -0.99357 0.32040N = 326 firm years. McFadden R2 = 0.321862. LR-Stat 141.8851. Prob (LR-Stat) 0.000***. ***Signifikan 0.01,**Signifikan 0.05, *Signifikan 0.10.
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
1
Identitas Pemakalah : Neneng Suryatiningsih
Sylvia Veronica Siregar
Bidang Kajian : Akuntansi Keuangan dan Pasar Modal
Metode Penelitian : Kuantitatif
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
2
Curriculum Vitae
I. Data Pribadi1. Nama : Neneng Suryatiningsih2. Tempat, Tanggal Lahir : Subang, 10 Juli 19743. Jabatan : Kasubbid Tata Kelola dan Manajemen Risiko Usaha
Industri Strategis II4. Alamat : Jl. Cempaka Putih Tengah XXVII D No. 14A
Cempaka Putih – Jakarta 10710
II. Uraian/Riwayat Pendidikan
No. TingkatPendidika
n
Jurusan/Spesialisasi
Tempat TahunKelulusan
1. S2 Ilmu Akuntansi Universitas Indonesia 20082. S1 Mgt Keu &
PerbankanSTIE YPKP Bandung 1997
3. D3 Mgt Keu &Perbankan
AKPI Bandung 1994
4. SMA A1/Fisika SMAN I Subang 19915. SMP SMPN 2 Pagadenbaru,
Subang1988
6. SD SDN Rancabogo I, Subang 1985
III. Uraian/Riwayat Pekerjaan
No. Uraian Mulai Unit Organisasi1. Kasubbid pada Deputi Bid. Usaha
Pertambangan, Industri Strategis, Energi &Telekomunikasi
2006 Kementerian NegaraBUMN
2. Pelaksana pada Deputi Bid. UsahaPertambangan, Industri Strategis, Energi &Telekomunikasi
2002 Kementerian BUMN
3. Pelaksana pada Ditjen Pembinaan BUMN 2001 DepartemenKeuangan
4. Pelaksana pada Deputi Pertambangan danAgro Industri
1998 Kementerian NegaraPendayagunaan
BUMN5. Pelaksana pada Ditjen Pembinaan BUMN 1998 Departemen
Keuangan
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008
3
Curriculum Vitae
Nama : Sylvia Veronica Siregar
Tanggal/Tempat Lahir : Banjarmasin / 31 Oktober 1976
Alamat Rumah : Jl. Selat Sunda Raya Blok E10/11 Kav.AL
Duren Sawit Jakarta Timur 13440
Telp/HP : 86607575 / 08129182716
Posisi : Sekretaris Program Pascasarjana Ilmu Akuntansi FEUI
Alamat Kantor : Pascasarjana Ilmu Akuntansi FEUI
Jl. Salemba Raya No. 4 Jakarta 10430
Telp/Fax : 31907848 / 3900703
E-mail : [email protected], [email protected],[email protected]
Jenjang Universitas Tahun
S1 : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1994 – 1998
Jurusan Akuntansi
S3 : Program Pascasarjana Ilmu Manajemen 2002 – 2005
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Kekhususan Akuntansi
Data Pribadi
Pendidikan