pengaruh program klinik asuransi sampah (kas) …2. karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan,...

185
PENGARUH PROGRAM KLINIK ASURANSI SAMPAH (KAS) TERHADAP AKSES KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN (STUDI PADA KAS BUMIAYU, KELURAHAN BUMIAYU, KOTA MALANG) EFFECT OF GARBAGE CLINICAL INSURANCE (GCI) PROGRAM TOWARD HEALTH ACCESS OF THE POOR (STUDY IN GCI BUMIAYU, BUMIAYU URBAN VILLAGE, MALANG CITY) Oleh Lalu Muhammad Ahsanul Hazzi 121120150004 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian Guna memperoleh gelar Magister Manajemen Keuangan Mikro Terpadu Program Pendidikan Magister Program Studi Magister Manajemen Keuangan Mikro Terpadu UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2017

Upload: others

Post on 22-Jan-2020

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGARUH PROGRAM

KLINIK ASURANSI SAMPAH (KAS) TERHADAP

AKSES KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN (STUDI PADA KAS BUMIAYU, KELURAHAN BUMIAYU, KOTA MALANG)

EFFECT OF GARBAGE CLINICAL INSURANCE (GCI) PROGRAM

TOWARD HEALTH ACCESS OF THE POOR (STUDY IN GCI BUMIAYU, BUMIAYU URBAN VILLAGE, MALANG CITY)

Oleh

Lalu Muhammad Ahsanul Hazzi

121120150004

TESIS

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

Guna memperoleh gelar Magister Manajemen Keuangan Mikro Terpadu

Program Pendidikan Magister Program Studi Magister Manajemen Keuangan Mikro Terpadu

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2017

PENGARUH PROGRAM

KLINIK ASURANSI SAMPAH (KAS) TERHADAP

AKSES KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN (STUDI PADA KAS BUMIAYU, KELURAHAN BUMIAYU, KOTA MALANG)

EFFECT OF GARBAGE CLINICAL INSURANCE (GCI) PROGRAM

TOWARD HEALTH ACCESS OF THE POOR (STUDY IN GCI BUMIAYU, BUMIAYU URBAN VILLAGE, MALANG CITY)

Oleh

Lalu Muhammad Ahsanul Hazzi

121120150004

TESIS

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

Guna memperoleh gelar Magister Manajemen Keuangan Mikro Terpadu

Program Pendidikan Magister Program Studi Magister Manajemen Keuangan Mikro Terpadu

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing pada tanggal

Bandung, 26 September 2017

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Prihatini Ambaretnani, Dra., M.Sc. Erie Febrian S.E., M.B.A., M.Comm., Ph.D.

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, tesis ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk

mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor), baik di

Universitas Padjadjaran maupun di perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri

melalui arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim Penguji.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau

dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan

sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan

dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari

terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya

bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh

karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di

perguruan tinggi ini.

Bandung, 26 September 2017

Yang membuat pernyataan,

Lalu Muhammad Ahsanul Hazzi

NIM 121120150004

iv

ABSTRAK

Indonesia, negara dengan jumlah penduduk 252,2 juta jiwa (BPS, 2014), telah

menjamin akses kesehatan seluruh warga negaranya melalui Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2009. Akan tetapi kenyataannya, sekitar 60% penduduk belum tercakup

oleh jaminan kesehatan (World Bank, 2014). Berdasarkan data Susenas (2010, dalam

World Bank, 2013) diketahui bahwa rumah tangga miskin hanya memiliki alokasi

1,6% persen dari total konsumsinya untuk kesehatan yang membuat mereka kesulitan

dalam akses kesehatan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk

meneliti pengembangan kualitas program Klinik Asuransi Sampah (KAS) dan

pengaruhnya terhadap akses kesehatan masyarakat miskin melalui premi sampah.

Metode penelitian yang digunakan adalah Metode Kombinasi Model Sequential

Exploratory, di mana pada tahap pertama menggunakan metode kualitatif dan pada

tahap kedua menggunakan metode kuantitatif. Pada tahap pertama secara kualitatif

melalui wawancara kepada beberapa informan dari internal dan peserta KAS,

diketahui bahwa KAS berpengaruh positif dalam keterbukaan akses kesehatan

masyarakat miskin. Hal ini terlihat dari adanya kerjasama KAS dengan BPJS

Kesehatan, sehingga peserta KAS dapat menikmati layanan kesehatan dasar dan

lanjutan. Temuan ini kemudian diverifikasi pada tahap kedua secara kuantitatif

kepada 57 sampel peserta KAS. Melalui Analisis Korelasi Pearson diketahui bahwa

program KAS terhadap akses kesehatan memiliki nilai koefisien korelasi sebesar

0,461 yang berarti ada hubungan yang cukup antara kedua variabel. Selain itu, dalam

Analisis Regresi Linear Sederhana, program KAS diketahui berpengaruh positif

terhadap akses kesehatan dengan persentase sebesar 21,3%. Adapun melalui Uji

Statistik t diketahui tingkat pengaruh antara program KAS dengan akses kesehatan

adalah signifikan karena thitung (3,856) lebih besar dari ttabel (2,004). Jadi, melalui dua

tahap penelitian ini dapat disimpulkan bahwa keberadaan KAS berpengaruh positif

dan cukup signifikan dalam keterbukaan akses kesehatan masyarakat miskin peserta

asuransi sampah di Kelurahan Bumiayu, Kota Malang.

Kata kunci: klinik asuransi sampah, akses kesehatan, kemiskinan, pemberdayaan

masyarakat

v

ABSTRACT

Indonesia, a country with 252,2 million of population (BPS, 2014), has guaranteed

the health access to all of its citizens through law number 36 of 2009. But in the

reality, around 60% of the population has not been covered by health insurance

(World Bank, 2014). According to Susenas (2010, in World Bank, 2013), it is known

that poor households only have 1.6% percent allocation of their total consumption

for health which makes them difficult in health access. Based on that, this study aims

to know the quality development of Garbage Clinical Insurance (GCI) program and

its effect on poor people's health access through garbage premium. The method of

this research is Mix Method of Sequential Exploratory Model, which using the

qualitative method at first and the second using the quantitative method. In the first

phase qualitatively through interviews to several informants from internal and GCI

participants, it was found that the GCI has a positive effect on the openness of poor

people's health access. This happens from the cooperation of GCI with BPJS

Kesehatan, so that GCI participants can get basic and advanced health services.

Then, this finding was verified in the second phase quantitatively to 57 samples of

GCI participants. Through Pearson Correlation Analysis it is known that the GCI

program on health access has a correlation coefficient value of 0.461 which means

there is a sufficient relationship between the two variables. In addition, in Simple

Linear Regression Analysis, the GCI program is known to have a positive effect on

health access with a percentage of 21.3%. Meanwhile, through the t-Test, it is known

that the level of influence between the GCI program and health access is significant

because tcount (3.856) is bigger than ttable (2,004). Finally, through the two phases of

this research, it is proven that GCI has positive and quite significant influence in the

openness of poor people`s health access who participated in the garbage insurance in

Bumiayu Urban Village, Malang City.

Keywords: garbage clinical insurance, health access, poverty, community

development

vi

KATA PENGANTAR

Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang. Shalawat dan salam

kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu `alaihi wa sallam, keluarga, dan para

sahabatnya. Ungkapan syukur atas karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan

pendidikan di Universitas Padjadjaran melalui penelitian tesis ini.

Ungkapan syukur ini sekaligus terhatur kepada berbagai pihak yang telah

berjasa dalam mengajar, membimbing, dan membantu penulis selama menempuh

program Integrated Microfinance Management (IMM), lebih khusus dalam

penyelesaian tesis ini. Penulis haturkan banyak terima kasih dan doa kepada:

1. Kedua orangtua. Mamik dan Mamak, Lalu Muhammad Achyar Husni, S.H. dan

Baiq Rahmatullah, S.Sos. yang jasanya tidak terhitung bagi penulis. Semoga

Allah memuliakan mereka dunia dan akhirat. Sekaligus saudara tercinta, Kakak

Ida, Kakak Ina, dan Adik Ici yang telah memotivasi dengan doa-doanya.

Semoga Allah senantiasa memberkahi keluarga besar kita.

2. Dr. Prihatini Ambaretnani, Dra., M.Sc. selaku Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dan masukan yang sangat berarti dalam melihat

fenomena lebih dari sekedar angka, akan tetapi realita langsung yang dirasakan

masyarakat.

3. Erie Febrian S.E., M.B.A., M.Comm., Ph.D. selaku Pembimbing II yang telah

memberikan kemudahan kepada penulis dalam fleksibilitas waktu bimbingan,

arahan, dan penilaian.

vii

4. Dr. H. Sulaeman Rahman Nidar, S.E., M.B.A. dan Mokhamad Anwar, S.E.,

M.Si., Ph.D. selaku Dosen Penguji I dan II dalam Seminar Usulan Penelitian

dan Sidang Akhir yang telah memberikan koreksi dan saran yang bermanfaat

dalam penulisan tesis ini.

5. Seluruh dosen-dosen IMM Universitas Padjadjaran yang menginspirasi, Pak

Harlan, Pak Asep, Pak Sutisna, Pak Wardhana, Pak Venus, Pak Aldrin, Ibu Tati,

Ibu Wa Ode, Ibu Dian Masyita, Ibu Siti Chaerani, dan Ibu Nova.

6. Pak Patah dan Ibu Siti selaku pengelola administrasi di program IMM atas

keramahan, informasi, dan dukungannya yang sangat berarti dalam setiap

proses pembelajaran kami.

7. dr. Gamal Albinsaid selaku CEO dari Indonesia Medika dan pendiri Klinik

Asuransi Sampah (KAS) yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk

meneliti program KAS.

8. Hari Dwi Suharsono, S.Kep. selaku manajer program KAS yang telah

memberikan informasi terkait keberjalanan KAS.

9. Seluruh pihak di tempat penelitian tesis, Mas Taufiq sebagai sekretaris KAS,

Mbak Safda sebagai sekretaris Indonesia Medika, dan seluruh informan dari

peserta KAS.

10. Seluruh rekan di Komunitas Ayo Tolong, Mas Rahmat, Mas Rohman, dan

Mbak Finny beserta seluruh volunteer lainnya.

11. Seluruh rekan IMM angkatan 4, Pak Asep Tedi, Pak Muchsin, Pak Hiro, Kang

Rully, Kang Yuda, Ariefin, Teh Meity, Mbak Jane, Teh Alya, dan Adelya.

viii

Semoga Allah membalas kebaikan semua pihak di atas dengan balasan yang

lebih baik.

Adapun dalam penulisan tesis ini tentu tidak terlepas dari berbagai

kekurangan. Akan tetapi, penulis berharap tesis ini bisa menjadi amal jariyah yang

terus bermanfaat, setidaknya bagi segenap sivitas akademika di Indonesia mengenai

salah satu program yang menerapkan nilai-nilai IMM. Akhir kata, penulis ucapkan,

Alhamdulillahi Rabbil `Alamiin, Segala Puji Bagi Allah Rabb Semesta Alam.

Bandung, 26 September 2017

Lalu Muhammad Ahsanul Hazzi

ix

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ........................................................................................................... iii

ABSTRAK ................................................................................................................... iv

ABSTRACT .................................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................................. vi

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ix

DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................. 8

1.3 Rumusan Masalah .................................................................................. 11

1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................... 11

1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................. 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, & HIPOTESIS ............ 13

2.1 Kajian Pustaka ........................................................................................ 13

2.1.1 Kemiskinan .................................................................................. 13

2.1.2 Integrated Microfinance Management ........................................ 14

2.1.3 Ethnosystems Approach .............................................................. 17

2.1.4 Pengembangan Masyarakat (Community Development) ............. 18

2.1.5 Kewirausahaan Sosial .................................................................. 25

x

2.1.6 Akses Kesehatan .......................................................................... 25

2.1.7 Pelayanan Kesehatan ................................................................... 27

2.1.8 Asuransi Kesehatan ..................................................................... 28

2.1.9 Kebersihan Lingkungan .............................................................. 31

2.2 Penelitian Terdahulu .............................................................................. 33

2.3 Kerangka Pemikiran ............................................................................... 41

2.4 Hipotesis ................................................................................................. 43

BAB III METODE PENELITIAN.............................................................................. 44

3.1 Metode Penelitian Kombinasi ................................................................ 44

3.2 Metode Kualitatif ................................................................................... 45

3.2.1 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 45

3.2.2 Informan Penelitian ..................................................................... 45

3.2.3 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 45

3.2.4 Analisis Data Kualitatif ............................................................... 48

3.2.5 Pengujian Keabsahan Data .......................................................... 49

3.3 Metode Kuantitatif ................................................................................. 51

3.3.1 Populasi dan Sampel ................................................................... 51

3.3.2 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 54

3.3.3 Instrumen Penelitian .................................................................... 54

3.3.4 Teknik Analisis Data ................................................................... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................ 66

4.1 Gambaran Umum Penelitian .................................................................. 66

4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian........................................................ 66

xi

4.1.2 Program Klinik Asuransi Sampah (KAS) ................................... 67

4.1.2.1 Sejarah Klinik Asuransi Sampah ............................................. 68

4.1.2.2 Profil Pendiri KAS .................................................................. 76

4.1.2.3 Sumber Daya KAS .................................................................. 78

4.1.2.4 Social Model Analysis (Analisis Model Sosial) ...................... 79

4.1.2.5 Penghargaan KAS ................................................................... 84

4.2 Hasil Penelitian Kualitatif dan Pembahasan .......................................... 88

4.3 Hasil Penelitian Kuantitatif dan Pembahasan ...................................... 112

4.3.1 Profil Responden Penelitian ...................................................... 112

4.3.2 Hasil Penelitian .......................................................................... 116

4.3.3 Pembahasan ............................................................................... 129

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 134

5.1 Simpulan .............................................................................................. 134

5.2 Saran ..................................................................................................... 134

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 136

LAMPIRAN .............................................................................................................. 141

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu .................................................................................. 33

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel .......................................................................... 55

Tabel 3.2 Skor untuk jawaban responden .................................................................. 56

Tabel 3.3 Persentase Penilaian Pengaruh ................................................................... 58

Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Korelasi .................................................................. 63

Tabel 4.1 Gambaran Pendapatan Pengumpulan Sampah ........................................... 81

Tabel 4.2 Gambaran Pendapatan Pengolahan Sampah .............................................. 82

Tabel 4.3 Pendapatan Skema Asuransi ...................................................................... 83

Tabel 4.4 Manajemen Premi Sampah ........................................................................ 99

Tabel 4.5 Pendapatan Penjualan Sampah Bulan Mei 2017...................................... 102

Tabel 4.6 Perbandingan Program KAS dan Asuransi Umum .................................. 105

Tabel 4.7 Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ......................................... 112

Tabel 4.8 Profil Responden Berdasarkan Usia ........................................................ 113

Tabel 4.9 Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ................................ 113

Tabel 4.10 Profil Responden berdasarkan Pekerjaan ............................................... 114

Tabel 4.11 Profil Responden Berdasarkan Riwayat Pengobatan ............................. 115

Tabel 4.12 Hasil Uji Validitas Variabel Program Klinik Asuransi Sampah (X) ..... 116

Tabel 4.13 Hasil Uji Validitas Variabel Akses Kesehatan (Y) ................................ 116

Tabel 4.14 Hasil Uji Reliabilitas .............................................................................. 117

Tabel 4.15 Tanggapan Responden Mengenai Indikator Ketersediaan Layanan

Kesehatan .................................................................................................................. 118

xiii

Tabel 4.16 Tanggapan Responden Mengenai Indikator Organisasi ........................ 120

Tabel 4.17 Tanggapan Responden Mengenai Indikator Pemanfaatan Layanan

Kesehatan .................................................................................................................. 124

Tabel 4.18 Tanggapan Responden Mengenai Indikator Kepuasan Konsumen ....... 127

Tabel 4.19 Hasil Analisis Korelasi Pearson ............................................................. 129

Tabel 4.20 Interpretasi Koefisien Korelasi .............................................................. 130

Tabel 4.21 Hasil Analisis Regresi Linear bagian Model Summary ......................... 130

Tabel 4.22 Hasil Analisis Regresi Linear bagian Coefficients ................................ 131

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Representasi Posisi Manajer IMM dalam Masyarakat ................ 16

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran ................................................................................ 41

Gambar 3.1 Urutan Nilai dalam Garis Kontinum ....................................................... 58

Gambar 4.1 Lokasi Penelitian di RW 5 ...................................................................... 67

Gambar 4.2 Perspektif Klinik Asuransi Sampah ........................................................ 80

Gambar 4.3 Prinsip Utama KAS ................................................................................. 90

Gambar 4.4 Klinik Asuransi Sampah ......................................................................... 92

Gambar 4.5 Layanan Kunjungan Rumah .................................................................... 93

Gambar 4.6 Aktivitas Buruh Pengupas Bawang ......................................................... 95

Gambar 4.7 Premi Sampah ....................................................................................... 101

Gambar 4.8 Pusat Pengelolaan Sampah KAS ........................................................... 101

Gambar 4.9 Sedekah Sampah dari Sekolah-Sekolah di Kota Malang ...................... 104

Gambar 4.10 Premi Sampah Masyarakat .................................................................. 111

Gambar 4.11 Garis Kontinum Persentase Tanggapan Responden terhadap Indikator

Ketersediaan Layanan Kesehatan ............................................................................. 119

Gambar 4.12 Garis Kontinum Persentase Tanggapan Responden Terhadap Indikator

Organisasi .................................................................................................................. 123

Gambar 4.13 Garis Kontinum Persentase Tanggapan Responden Terhadap Indikator

Pemanfaatan Layanan Kesehatan .............................................................................. 126

Gambar 4.14 Garis Kontinum Persentase Tanggapan Responden Terhadap Indikator

Kepuasan Konsumen ................................................................................................. 128

xv

DAFTAR SINGKATAN

Askes Asuransi Kesehatan

Askeskin Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin

BKKBN Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

BPDPK Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan

BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

BPS Badan Pusat Statistik

CEO Chief Executive Officer

HRH His/Her Royal Highness

ILO International Labour Organization

Jamkesda Jaminan Kesehatan Daerah

Jamkesmas Jaminan Kesehatan Masyarakat

JPK-GAKIN Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Keluarga Miskin

JPKM Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat

JPS-BK Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan

KAS Klinik Asuransi Sampah

KLKH Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

KTP Kartu Tanda Penduduk

LWI Livestock Waste Insurance

MIP Medical Insurance for the Poor

MDGs Millennium Development Goals

Perum PHB Perusahaan Umum Husada Bhakti

Poskesdes Pos Kesehatan Desa

Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat

RT Rukun Tetangga

RW Rukun Warga

Susenas Survei Sosial Ekonomi Nasional

WHO World Health Organization

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Penelitian................................................................. 141

Lampiran 2 Garis Besar Pertanyaan Wawancara Tidak Terstruktur ........................ 142

Lampiran 3 Kuesioner Kuantitatif ............................................................................ 143

Lampiran 4 Hasil Uji Validitas ................................................................................. 146

Lampiran 5 Foto dan Hasil Wawancara kepada Manajer KAS ................................ 148

Lampiran 6 Foto dan Hasil Wawancara kepada Sekretaris KAS ............................. 151

Lampiran 7 Foto dan Hasil Wawancara 1 kepada Peserta KAS ............................... 153

Lampiran 8 Foto dan Hasil Wawancara 2 kepada Peserta KAS ............................... 155

Lampiran 9 Foto dan Hasil Wawancara 3 kepada Peserta KAS ............................... 157

Lampiran 10 Foto dan Hasil Wawancara 4 kepada Peserta KAS ............................. 158

Lampiran 11 Hasil Wawancara 5 kepada Peserta KAS ............................................ 159

Lampiran 12 Peserta Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu .............................. 160

Lampiran 13 Foto Pasar Gadang ............................................................................... 169

Lampiran 14 Foto Wawancara dan Pengisian Kuesioner ......................................... 170

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan acuan pembangunan

global dari negara-negara di dunia, sebagai hasil transformasi dari program Millenium

Development Goals (MDGs) yang berakhir pada tahun 2015. Transformasi ini

merupakan hasil konsensus dari 193 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB) pada Konferensi PBB mengenai pembangunan berkelanjutan yang

diselenggarakan di Rio de Janeiro pada Juni 2012. Berbeda dengan MDGs yang

perumusannya tertutup, SDGs bersifat transparan, partisipatif, dan inklusif terhadap

semua suara pemangku kepentingan dan masyarakat selama tiga tahun lamanya. Dari

proses yang transparan, partisipatif, dan inklusif tersebut menghasilkan perluasan

tujuan dan target dari yang sebelumnya MDGs memiliki 8 tujuan, 18 target, dan 48

indikator, menjadi SDGs yang memiliki 17 tujuan dan 169 target (International

Labour Organization, 2016).

Adapun 17 tujuan dari SDGs (United Nations, 2015) yang menjadi acuan

pembangunan global hingga tahun 2030 mendatang adalah:

1) Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuknya di mana-mana.

2) Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, meningkatkan gizi, dan

mengembangkan pertanian berkelanjutan.

3) Memastikan hidup sehat dan mendorong kesejahteraan untuk semua usia.

2

4) Menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan adil, serta menyelenggarakan

kesempatan belajar seumur hidup bagi semua.

5) Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua wanita dan anak

perempuan.

6) Memastikan ketersediaan air, pengelolaannya yang berkelanjutan, dan sanitasi

untuk semua.

7) Menjamin akses energi yang terjangkau, handal, berkelanjutan, dan modern

untuk semua.

8) Mendorong terus menerus akan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan

berkelanjutan, pekerjaan penuh, produktif, dan layak untuk semua.

9) Membangun infrastruktur tangguh, memajukan industrialisasi yang inklusif

dan berkelanjutan, serta membantu perkembangan inovasi.

10) Mengurangi kesenjangan dalam dan antar negara.

11) Membuat kota dan pemukiman penduduk yang inklusif, aman, tangguh dan

berkelanjutan.

12) Memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan.

13) Mengambil tindakan segera untuk memerangi perubahan iklim dan

dampaknya.

14) Melestarikan dan secara berkelanjutan menggunakan sumber daya laut untuk

pembangunan yang berkelanjutan.

15) Melindungi, memulihkan, dan mengembangkan pemanfaatan berkelanjutan

dari ekosistem darat, mengelola hutan secara lestari, memerangi

3

penggundulan hutan, menghentikan degradasi lahan cadangan, dan

menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati.

16) Menggalakkan masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan

berkelanjutan, memberikan akses keadilan dan membangun institusi yang

efektif bagi semua, akuntabel, dan inklusif secara keseluruhan.

17) Memperkuat tujuan implementasi dan merevitalisasi kemitraan global untuk

pembangunan berkelanjutan.

Dalam 17 tujuan SDGs ini, yang menjadi poin pertama adalah mengakhiri

kemiskinan dalam segala bentuknya di mana-mana. Hal ini relevan karena

kemiskinan akan memunculkan berbagai bentuk permasalahan yang lain.

Sebagaimana beberapa poin SDGs yang bertujuan mengatasi berbagai permasalahan

akibat kemiskinan, yaitu mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan,

meningkatkan gizi, dan mengembangkan pertanian berkelanjutan (2); memastikan

hidup sehat dan mendorong kesejahteraan untuk semua usia (3); menjamin kualitas

pendidikan yang inklusif dan adil, serta menyelenggarakan kesempatan belajar

seumur hidup bagi semua (4); memastikan ketersediaan air, pengelolaannya yang

berkelanjutan, dan sanitasi untuk semua (6); mendorong terus menerus akan

pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, pekerjaan penuh, produktif,

dan layak untuk semua (8); dan mengurangi kesenjangan dalam dan antar negara

(10). Berbagai bentuk permasalahan akibat kemiskinan ini akan membuat masyarakat

miskin kehilangan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Salah satu

kebutuhan dasar tersebut adalah akses kesehatan.

4

Kesehatan, dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, didefinisikan

sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang

memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Sedangkan menurut konstitusi WHO (1964, dalam dokumen Setjen RI, 2013),

kesehatan diartikan sebagai, “Health is a state of complete physical, mental, and

social well-being and not merely the absence of disease or infirmity”.

Maslow (1970), dalam bukunya yang berjudul Motivation and Personality,

menuliskan Teori Kebutuhan Dasar yang meletakkan kesehatan termasuk bagian

paling dasar sebagai kebutuhan fisiologis. Hal ini sejalan dengan peraturan

perundang-undangan yang menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh

akses kesehatan. Disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan Pasal 5, bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam

memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan (1); setiap orang

mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan

terjangkau (2); dan setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab

menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya (3). Selain itu

dalam Pasal 14, pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur,

menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan

yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.

Meskipun merupakan kebutuhan dasar yang telah dijamin oleh pemerintah

dalam undang-undang, namun pada kenyataannya akses kesehatan belum bisa

diperoleh secara merata. Berdasarkan Data Survei Demografi dan Kesehatan

5

Indonesia (2002, dalam Bappenas, 2009) menunjukkan bahwa kendala terbesar yang

dihadapi penduduk miskin untuk mendapatkan akses kesehatan adalah ketiadaan uang

(34%), jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terlalu jauh (18%), serta adanya

hambatan dengan sarana angkutan atau transportasi (16%). Data lainnya dari Survei

Sosial Ekonomi Nasional (2004, dalam Bappenas, 2009) menunjukkan bahwa

kendala biaya menjadi permasalahan yang cukup serius, terutama bagi penduduk

miskin, karena selama ini 87,2% pembiayaan kesehatan bersumber dari penghasilan

penduduk sendiri. Pembiayaan yang berasal dari jaminan pemeliharaan kesehatan

(kartu sehat yang dikeluarkan pemerintah) hanya sebesar 6,3% dan yang berasal dari

asuransi sebesar 5,2%.

Berbagai kendala akses kesehatan oleh masyarakat miskin membuat

pemerintah senantiasa berbenah. Hal ini bisa dilihat dalam perkembangan program

jaminan kesehatan. Pusat Informasi Jaminan Kesehatan Nasional (2014) menjelaskan

sejarah perkembangan jaminan kesehatan di Indonesia, yang pada tahun 1960-1980

dikelola melalui Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK); pada

tahun 1981-1990 BPDPK berkembang menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti

(Perum PHB); pada tahun 1991-2000 Perum PHB ditingkatkan keluasannya menjadi

PT. Asuransi Kesehatan Persero (PT. Askes) dengan program Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan Masyarakat (JPKM) dan Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-

BK); hingga pada tahun 2000-2014 program yang digulirkan berturut-turut adalah

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Keluarga Miskin (JPK Gakin), Kartu Sehat,

Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin), dan Jaminan Kesehatan

6

Masyarakat (Jamkesmas). Selain itu, pada tahun 2014 PT. Askes dibubarkan dan

diganti dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Berbagai pengembangan yang dilakukan pemerintah telah melahirkan

program-program jaminan kesehatan yang menjamin masyarakat miskin untuk

memperoleh akses kesehatan dengan dibiayai oleh pemerintah. Meski demikian,

program jaminan kesehatan saat ini memiliki permasalahan dalam hal pemerataan.

Hal ini bisa dilihat dalam keberjalanan program Askeskin, Jamkesmas, dan BPJS

Kesehatan. Berdasarkan data ILO (2008, dalam Suharto, 2013) beberapa masalah

yang dialami oleh Askeskin adalah:

1) Kesulitan dalam menjangkau semua orang miskin. Tidak adanya kesamaan

jumlah orang miskin antara perkiraan yang dilakukan BPS dan BKKBN. Pada

fase pertama, hanya sekitar 80% dari kuota yang dapat dijangkau. Orang miskin

tanpa KTP (Kartu Tanda Penduduk) sangat terpinggirkan, karena tidak dapat

menjadi peserta Askeskin.

2) Kekurang-akuratan pentargetan masih merupakan isu besar. Misalnya, terjadi

exclusion errors (beberapa orang miskin yang seharusnya menjadi peserta,

malah tidak memperoleh kartu) dan inclusion errors (sejumlah orang yang tidak

miskin malah memperoleh kartu).

3) Masalah sosialisasi terhadap para pemegang kartu untuk meyakinkan bahwa

mereka akan benar-benar memperoleh pelayanan sesuai dengan peraturan

Askeskin.

7

4) Kelebihan alokasi kartu yang dialami beberapa wilayah kabupaten/kota. PT.

Askes akan meminta pemerintah kabupaten/kota untuk membayar kelebihan ini.

Beberapa kabupaten/kota di Kalimantan Timur yang kaya minyak mampu

melakukannya, karena kebijakan lokal mereka adalah memperluas cakupan atau

kepesertaan.

5) Masih adanya beberapa wilayah yang menggunakan “surat sementara” dari

kepala desa atau lurah yang diberikan kepada orang miskin untuk memperoleh

pelayanan kesehatan dari Puskesmas.

Menurut Suharto (2013), seperti Askeskin, kelemahan utama Jamkesmas

adalah masih belum memiliki data akurat keluarga miskin, terutama gelandangan dan

orang terlantar yang tidak memiliki KTP. Adapun program BPJS Kesehatan (BPJS

Kesehatan, 2015) memiliki masalah dalam hal pemerataan pelayanan di lapangan

antara peserta yang preminya ditanggung pemerintah dengan peserta yang preminya

dibayarkan secara mandiri. Ketimpangan ini terjadi umumnya karena BPJS

Kesehatan mengeluarkan 2 jenis kartu yang menggambarkan status sosial peserta,

Kartu Indonesia Sehat (KIS) untuk masyarakat miskin yang iurannya ditanggung

pemerintah (1); dan Kartu BPJS Kesehatan Peserta Mandiri yang iurannya dibayar

peserta secara mandiri (2).

Permasalahan pemerataan dalam program jaminan kesehatan nasional yang

dikelola pemerintah membuat peran sektor swasta menjadi sangat dibutuhkan. Salah

satu lembaga swasta yang mencoba menghapus jarak antara orang miskin dan kaya

8

dalam akses kesehatan adalah Indonesia Medika. Indonesia Medika dengan cita-cita

besarnya, “Open doors to health access and breakdown barrier between health

access and community, because we believe that health is fundamental human right”

(Albinsaid, 2012), telah meluncurkan berbagai program seperti Livestock Waste

Insurance (LWI), Perinatal Maternal Psychiarty, Klinik Asuransi Sampah (KAS),

Siapa Peduli, dan Homedika. Dari program-program tersebut, terdapat 2 program

yang membantu masyarakat untuk memperoleh akses kesehatan dengan

memberdayakan potensi dari masyarakat itu sendiri, yakni LWI dan KAS. Kedua

program ini dijalankan dengan menggunakan konsep asuransi, akan tetapi targetnya

berbeda. LWI ditujukan khusus untuk peternak melalui premi berupa limbah

peternakan, sedangkan KAS ditujukan untuk masyarakat secara umum melalui premi

berupa sampah. Oleh karena itu, maka program KAS memiliki potensi yang lebih

besar dalam membuka akses kesehatan bagi masyarakat miskin.

1.2 Identifikasi Masalah

Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 telah menjamin

akses kesehatan bagi seluruh warga negaranya. Namun, jumlah penduduk Indonesia

yang besar menjadi tantangan bagi penerapan undang-undang tersebut. Berdasarkan

Sensus Penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS, 2010) diketahui

bahwa jumlah penduduk Indonesia adalah 237,6 juta jiwa. Beberapa tahun kemudian,

jumlah ini diperbaharui oleh BPS (2014) dengan proyeksi jumlah penduduk sebesar

252,2 juta jiwa. Dari proyeksi jumlah tersebut, tercatat bahwa sekitar 60% penduduk

9

belum tercakup oleh fasilitas jaminan kesehatan (World Bank, 2014). Berdasarkan

data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas, 2010, dalam World Bank, 2013)

diketahui bahwa rumah tangga miskin menghabiskan hanya 1,6% persen dari total

konsumsi mereka pada kesehatan. Hal ini berdampak pada sulitnya masyarakat

miskin untuk memperoleh akses kesehatan.

Berbagai permasalahan akses kesehatan akibat kemiskinan menjadi latar

belakang didirikannya social entrepreneurship / kewirausahaan sosial dalam bentuk

Klinik Asuransi Sampah (KAS). Klinik Asuransi Sampah adalah program asuransi

kesehatan mikro yang menggunakan sampah sebagai sumber finansial dengan

membuat masyarakat menggerakkan sumber daya mereka sendiri menjadi modal dan

memberikannya kembali kepada mereka sebagai akses kesehatan (Albinsaid, 2017).

Alasan pemilihan sampah didasarkan karena beberapa alasan, yakni setiap produk

akan berakhir menjadi sampah; sampah merupakan output harian yang dihasilkan

oleh setiap rumah tangga; pengelolaan sampah yang baik akan bernilai secara

ekonomi; dan utamanya karena sampah mampu dijangkau oleh masyarakat miskin

(Albinsaid, 2014). Hal ini didukung oleh berbagai data yang menunjukkan besarnya

produksi sampah di Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jambeck

(2015), dalam jurnal yang diterbitkan oleh American Association for the

Advancement of Science, menyebutkan Indonesia sebagai penyumbang sampah

plastik kedua terbesar di lautan. Selain itu, menurut Kementerian Lingkungan Hidup

10

dan Kehutanan (KLHK, 2010, dalam Albinsaid, 2015), produksi sampah di Indonesia

adalah sebesar 200.000 ton per hari, dengan 4000 ton merupakan sampah plastik.

Permasalahan sampah yang terjadi di Indonesia, sekaligus menjadi peluang

yang dimanfaatkan oleh Klinik Asuransi Sampah (KAS). Melalui skema asuransi

sederhana, klinik ini mencoba merubah nilai sampah untuk membuka akses kesehatan

bagi masyarakat miskin. Mekanismenya, setiap anggota KAS membayar premi

sampah (organik maupun anorganik) setiap bulan yang akumulasi nilainya setara

dengan 10 ribu rupiah. Melalui pembayaran premi sampah ini, anggota KAS berhak

memperoleh akses layanan kesehatan. Dari sisi pengelola KAS, sampah yang

terkumpul akan diproses melalui kerjasama dengan berbagai pihak. Untuk sampah

anorganik akan dijual langsung atau didaur ulang terlebih dulu. Sedangkan sampah

organik akan diproses menjadi pupuk cair dan padat. Sampah yang telah diproses

akan dijual dan hasil pendapatannya digunakan untuk membiayai operasional KAS.

Skema Klinik Asuransi Sampah (KAS) yang mengintegrasikan kesehatan dan

lingkungan dapat menjadi solusi simultan terhadap persoalan akses kesehatan dan

pengelolaan sampah di Indonesia. Melalui keberadaan KAS ini juga turut merubah

nilai sampah dari yang sebelumnya tidak bernilai menjadi bernilai melalui partisipasi

masyarakat itu sendiri. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti

program KAS dengan judul penelitian, “Pengaruh Program Klinik Asuransi Sampah

(KAS) terhadap Akses Kesehatan Masyarakat Miskin. Studi pada KAS Bumiayu,

Kelurahan Bumiayu, Kota Malang.”

11

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, penulis

merumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut:

1) Bagaimanakah pengembangan kualitas program Klinik Asuransi Sampah

(KAS) dilakukan.

2) Bagaimanakah pengaruh program KAS terhadap akses kesehatan dari

masyarakat miskin pesertanya.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1) Mengetahui pengembangan kualitas program Klinik Asuransi Sampah (KAS).

2) Mengetahui pengaruh program KAS terhadap akses kesehatan dari masyarakat

miskin pesertanya.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1) Sebagai panduan untuk mengetahui mekanisme program Klinik Asuransi

Sampah (KAS) dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, sehingga dapat

memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat miskin dengan dibayar

menggunakan sampah.

12

2) Sebagai gambaran program yang bisa dijalankan oleh pengambil

kebijakan/pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan dan

sulitnya akses kesehatan bagi masyarakat miskin.

3) Sebagai referensi bagi segenap sivitas akademika untuk memahami penerapan

ilmu Integrated Microfinance Management melalui program KAS yang

mengintegrasikan aspek kesehatan dan lingkungan.

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Kemiskinan

Definisi kemiskinan menurut World Bank (2002, dalam Dokumen Setjen

DPR RI, 2013) diartikan sebagai, “Kemiskinan adalah kelaparan; kemiskinan adalah

tidak memiliki tempat tinggal; kemiskinan adalah jatuh sakit namun tidak mampu

berobat; kemiskinan adalah tidak memiliki akses untuk sekolah dan belajar cara

membaca; kemiskinan adalah tidak memiliki pekerjaan, ketakutan terhadap masa

depan, dan hanya mampu hidup untuk satu hari. Kemiskinan adalah kehilangan anak

karena sakit akibat air yang kotor. Kemiskinan adalah ketidakberdayaan, ketiadaan

cita-cita dan kebebasan.”

Kemiskinan merupakan masalah global yang memiliki implikasi terhadap

kemampuan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Guru Besar Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia, Thabrany (2009, dalam Dokumen Setjen DPR RI,

2013) menjelaskan konsep kemiskinan dalam bukunya yang berjudul Sakit,

Pemiskinan, dan MDGs sebagai berikut:

1) Kemiskinan Absolut dan Kemiskinan Relatif

Kemiskinan absolut mengacu pada suatu standar yang konsisten, tidak

terpengaruh oleh waktu dan tempat/negara. Seseorang termasuk golongan miskin

absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup

14

untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum. Sedangkan kemiskinan relatif

merupakan kondisi masyarakat karena kebijakan pembangunan yang belum mampu

menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan

distribusi pendapatan.

2) Kemiskinan Makro dan Kemiskinan Mikro

Secara konsep, kemiskinan makro adalah kemiskinan yang dipandang

sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar

makanan dan bukan makanan (diukur dari sisi pengeluaran). Pengukuran

kemiskinan makro menyediakan data tentang jumlah penduduk miskin secara

agregat (nasional) yang dihitung dari hasil estimasi atau perkiraan sampel data

Susenas. Sementara kemiskinan mikro didasarkan 14 kriteria kemiskinan dengan

berbasis pada rumah tangga. Ke-14 variabel yang digunakan adalah luas lantai per

kapita, jenis lantai, jenis dinding, fasilitas tempat buang air besar, sumber air

minum, sumber penerangan, bahan bakar, membeli daging/ayam/susu, frekuensi

makan, membeli pakaian baru, kemampuan berobat, lapangan usaha kepala rumah

tangga, pendidikan kepala rumah tangga, dan aset yang dimiliki rumah tangga.

2.1.2 Integrated Microfinance Management

Integrated Microfinance Management adalah konsep pembangunan terpadu

yang dikembangkan oleh Slikkerveer (2007) melalui program Leiden Ethnosystems

and Development (LEAD) atau dikenal dengan istilah Ethnosystems Approach.

Ethnosystems Approach ini menjelaskan bahwa banyak aspek kehidupan sosial

15

manusia, seperti kepercayaan dan nilai, adalah subjektif dan sulit diukur secara

kuantitatif (Hahn, 1999, dalam Ambaretnani, 2012). Akan tetapi, kepercayaan dan

penilaian tersebut dapat dipelajari dengan pengamatan intensif untuk mendapatkan

pengetahuan tentang persepsi dan interpretasi emic yang muncul secara subjektif

(Ambaretnani, 2012). Melalui hal ini, IMM dalam prosesnya tidak hanya

menggunakan sudut pandang keuangan saja, akan tetapi menggunakan sudut pandang

holistik dari berbagai bidang.

Slikkerveer (2016) dalam International Workshop of Integrated Microfinance

Management menjelaskan tentang strategi IMM dalam rumus berikut:

IMM = Strategi dari Integrated Microfinance Management.

2 = Tema inti, yaitu pengurangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat.

3 = Indikator kinerja, berupa keluaran (output), kualitas (quality), dan hasil

(outcome).

5 = Lima layanan terintegrasi berbasis masyarakat, di sektor keuangan,

kesehatan, komunikasi, sosial, dan pendidikan.

Berdasarkan pada rumus di atas, dua tujuan utama dari strategi IMM adalah

pengurangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat. Kedua tujuan yang saling

berkorelasi ini merupakan penerapan dari pendekatan IMM yang menitikberatkan

pada development from the bottom untuk menjaga adanya partisipasi masyarakat dan

IMM = f (2+3+5)

16

keberlanjutan dalam pelaksanaan program. Tiga indikator kinerja yang digunakan

untuk mengukur ketercapaian tujuan tersebut adalah keluaran (output), kualitas

(quality), dan hasil (outcome). Dalam pelaksanaannya, strategi ini mengintegrasikan 5

layanan secara paralel, yakni keuangan, kesehatan, komunikasi, sosial, dan

pendidikan.

Dalam melaksanakan strategi ini, salah satu peran penting diemban oleh

manajer IMM yang bertugas dalam menjembatani pelaksanaan program kepada

masyarakat. Ketercapaian tujuan akan sangat ditentukan oleh kemampuan manajer

IMM dalam mengenali kondisi objek masyarakat, baik dalam hal kondisi geografis,

demografis, dan kearifan lokal setempat. Posisi sentral dari manajer IMM

digambarkan melalui skema berikut:

Gambar 2.1

Skema Representasi Posisi Manajer IMM dalam Masyarakat

Sumber: Diadopsi dari Slikkerveer, 2016

Pendidikan

Kesehatan

Keuangan

Komunikasi

Sosial

Manajer IMM

Lembaga

Organisasi

Masyarakat

17

2.1.3 Ethnosystems Approach

Ethnosystem Approach (Slikkerveer, 2007) memiliki 3 prinsip dalam

mempelajari, menganalisis, dan mengintegrasikan beragam nilai tradisional dengan

moderen, dan lokal dengan global untuk mencapai pembangunan manusia yang

berkelanjutan, yakni:

1) Participants View (PV)

Keputusan untuk memasukkan sudut pandang partisipan atau target populasi

saat merencanakan, menerapkan proses inovatif, dan pengembangan telah

mendorong perspektif relatif baru mengenai budaya dan masyarakat lain

(Ambaretnani, 2012). Melalui pendekatan ini maka peneliti akan memperoleh sudut

pandang emic dalam memahami situasi sosial yang ada.

2) Field of Ethnological Study (FES)

Menurut Ambaretnani (2012), Field of Ethnological Study (FES) adalah

cara untuk mengenal area budaya dalam aktivitas kerja lapangan yang melingkupi

klasifikasi kekerabatan, bahasa, pola organisasi sosial, pakaian, persepsi dan praktik

dalam hal medis, dan lainnya.

3) Historical Perspective (HP)

Historical Perspective (HP) adalah prinsip yang menggunakan sudut

pandang sejarah untuk memahami wilayah kerja lapangan. Hal ini berguna untuk

mengetahui proses bagaimana sesuatu yang ada saat ini terbentuk dari kejadian di

masa lalu.

18

2.1.4 Pengembangan Masyarakat (Community Development)

Ife (2006), seorang ahli pengembangan masyarakat asal Australia,

menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Community Development: Community-

based alternatives in an age of globalisation mengenai prinsip-prinsip dalam

pengembangan masyarakat. Prinsip-prinsip ini terbagi ke dalam beberapa tema yakni

Ecological Principles (nomor 1-5), Social Justice and Human Rights Principles

(nomor 6-10), Valuing the Local (nomor 11-16), Process Principles (nomor 17-24),

dan Global and Local Principles (nomor 25-26).

1) Holism

Prinsip holism merangkum seluruh aspek dari pengembangan komunitas,

dari level analisis sampai level praktik. Seperti, pada peningkatan kasus kriminal,

maka konteksnya tidak hanya pada pelaku kriminal, cara menagkap, dan

pencegahannya. Akan tetapi perlu juga dilihat faktor lain seperti kesenjangan sosial

dan ekonomi.

2) Sustainability

Prinsip sustainability adalah komponen penting dari ecological approach.

Hal ini penting karena aktivitas pengembangan masyarakat terjadi dalam kerangka

keberlanjutan, tidak sekedar menguatkan program yang sudah ada dan berjangka

pendek.

3) Diversity

Prinsip ecological mengenai diversity ditujukan pada bahaya ekologi yang

bersifat monocultures, yakni kecendrungan moderen untuk memaksakan sebuah

19

perintah budaya untuk semua, pengikisan dan penjajahan terhadap identitas lain,

rasisme, diskriminasi, dan lainnya.

4) Organic Development

Sebuah komunitas pada dasarnya organik (seperti tanaman) daripada

bersifat mekanistik (seperti mesin). Oleh karena itu, pengembangan masyarakat

tidak diatur oleh hukum teknis yang sederhana mengenai sebab dan akibat, namun

merupakan proses yang kompleks dan dinamis.

5) Balanced Development

Gagasan keseimbangan adalah aspek penting dari ecological perspective.

Gagasan ini menggunakan enam dimensi, yaitu sosial (social), ekonomi

(economic), politik (political), budaya (cultural), lingkungan (environmental), dan

personal/spiritual.

6) Addressing Structural Disadvantage

Pengembangan komunitas harus memperhatikan permasalahan dalam hal

penindasan sifat dasar kelompok, gender, dan ras/etnis. Pada tahap pertama, proyek

pengembangan masyarakat harus memastikan bahwa mereka tidak memperkuat

bentuk-bentuk penindasan struktural ini.

7) Addressing Discourses of Disadvantage

Pekerja masyarakat harus dapat mengidentifikasi dan mendekonstruksi

wacana kekuasaan untuk memahami bagaimana wacana tersebut secara efektif

memberi hak istimewa dan memberdayakan beberapa orang sambil meminggirkan

dan melemahkan orang lain.

20

8) Empowerments

Aspek terpenting dari proses pengembangan masyarakat yaitu bahwa proses

harus melibatkan masyarakat itu sendiri. Keterlibatan ini tidak akan tercapai tanpa

partisipasi penuh masyarakat. Proses pengembangan masyarakat tidak dapat

dipaksakan dari luar, dan tidak dapat ditentukan oleh pekerja masyarakat, dewan

lokal, atau departemen pemerintah.

9) Human Rights

Struktur dan program masyarakat harus dibentuk sedemikian rupa sehingga

tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Hak atas standar

hidup yang layak, hak atas pendidikan, hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan

budaya masyarakat, hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang

mempengaruhi masyarakat, hak untuk menentukan nasib sendiri, dan hak keluarga

terhadap perlindungan dan bantuan.

10) Need Definition

Terdapat dua prinsip kerja utama yang terkait dengan kebutuhan. Pertama,

bahwa pengembangan masyarakat harus berusaha untuk mewujudkan kesepakatan

antara populasi secara keseluruhan, pengguna layanan, penyedia layanan, dan

peneliti. Kedua, mengutamakan pemenuhan kebutuhan anggota masyarakat itu

sendiri, selama tidak bertentangan dengan prinsip ekologi dan keadilan sosial.

11) Valuing Local Knowledge

Prinsip menghargai pengetahuan lokal menyatakan bahwa pengetahuan dan

keahlian lokal akan paling bernilai dalam menginformasikan pengembangan

21

masyarakat, dan bahwa hal tersebut harus diidentifikasi dan divalidasi daripada

tunduk pada pengetahuan dan keahlian dari luar.

12) Valuing Local Culture

Globalisasi budaya membuat identitas budaya lokal menjadi hilang.

Sehingga diperlukan prinsip untuk menghargai budaya lokal dengan menjadikannya

bagian dari proses pengembangan masyarakat.

13) Valuing Local Resources

Salah satu cara agar sumber daya masyarakat lokal dapat terwujud dan

dihargai adalah melalui kepemilikan masyarakat. Sangat sedikit sumber daya

material yang dimiliki di tingkat masyarakat. Sebagian besar komoditas, tanah,

bangunan, dan sebagainya dimiliki oleh individu, usaha kecil, atau oleh unit yang

lebih besar seperti perusahaan atau pemerintah.

14) Valuing Local Skills

Pekerja masyarakat harus menyadari bahwa anggota masyarakat memiliki

keterampilan penting yang pada akhirnya akan mendorong pengembangan

masyarakat. Aspek penting dari keterampilan kerja masyarakat adalah ide untuk

skill sharing (berbagi keterampilan). Ini berarti bahwa pekerja masyarakat dan

anggota masyarakat tidak hanya berusaha untuk menerapkan keterampilan khusus

mereka, tetapi juga untuk berbagi keterampilan satu sama lain.

15) Valuing Local Process

Apa yang bekerja di satu lingkungan tidak akan bekerja di tempat lain. Oleh

karena itu, prinsip dasar pengembangan masyarakat tidaklah harus mempercayai

22

proses yang dipaksakan dari luar, betapa pun baiknya. Untuk pemerintah yang

berusaha mengembangkan 'kebijakan' dalam pengembangan masyarakat dengan

menetapkan sebuah model yang harus digunakan untuk mencapainya, maka hal ini

sia-sia dan kontradiktif.

16) Participation

Partisipasi semua orang dalam masyarakat merupakan hal penting dalam

pengembangan masyarakat. Hal ini bukan berarti semua orang akan berpartisipasi,

karena sesuatu yang ideal tidak akan tercapai. Juga tidak berarti bahwa semua orang

akan berpartisipasi dengan cara yang sama. Bentuk partisipasi setiap orang akan

berbeda-beda, tergantung dari keterampilan, minat, dan kapasitasnya. Sehingga

dalam kerja masyarakat yang baik akan menyediakan jangkauan kegiatan

partisipatif masyarakat seluas-luasnya.

17) Process, Outcome, and Vision

Pendekatan pragmatis cenderung menekankan hasil. Apa yang dipandang

paling penting adalah hasil yang benar-benar tercapai, dan bagaimana

pencapaiannya relatif tidak penting. Untuk itulah diperlukan gagasan tentang visi

dalam pengembangan masyarakat, karena melalui visi inilah akan muncul maksud

dari proses.

18) The Integrity of Process

Proses pengembangan masyarakat harus sesuai dengan visi keberlanjutan,

keadilan sosial, dan hak asasi manusia. Jika pengembangan masyarakat dapat

menggunakan proses yang mengekspresikan cita-cita tersebut, maka kemungkinan

23

besar akan dapat mencapai visi jangka panjangnya. Berbeda jika proses hanya

untuk kepentingan politik tertentu, maka kemungkinan tidak akan bertahan lama.

19) Consciousness Raising

Consciousness Raising adalah peningkatan kesadaran secara bersama untuk

saling membantu dalam mengeksplorasi pengalaman pribadi mereka tentang

kehidupan, yang berkaitan dengan pengalaman atau wacana kekuasaan/penindasan

terhadap mereka, dengan maksud untuk menciptakan ruang bagi aksi yang efektif

untuk perubahan.

20) Cooperation and Consensus

Pengembangan masyarakat hendaknya menekankan tentang kerjasama

daripada persaingan. Hal ini bisa dicapai dengan kegiatan rekreasi atau mengajak

orang beraktivitas bersama-sama untuk menemukan cara dalam memberi

penghargaan pada perilaku kooperatif individu atau kelompok.

21) The Pace of Development

Konsekuensi alami dari perkembangan organik adalah bahwa komunitas itu

sendiri yang harus menentukan kecepatan perkembangannya. Mencoba untuk

mendorong proses pengembangan masyarakat terlalu cepat dapat mengakibatkan

proses menjadi sangat terganggu, masyarakat kehilangan rasa kepemilikan atas

proses tersebut, dan kehilangan komitmen dari orang-orang yang terlibat.

24

22) Peace and non-Violence

Dalam perspektif pengembangan masyarakat, penting untuk mengubah

struktur kekerasan melalui cara-cara tanpa kekerasan. Hal ini berarti bahwa proses

harus berusaha untuk menegaskan daripada menyerang.

23) Inclusiveness

Menerapkan asas inklusifitas untuk pengembangan masyarakat

mengharuskan proses selalu berusaha include daripada exclude, bahwa semua orang

dihargai secara intrinsik meskipun mereka berpandangan berbeda. Hal ini dicapai

dengan tidak memprovokasi, dan selalu menanggapi provokasi orang lain dengan

cara tanpa kekerasan.

24) Community Building

Prinsip pembangunan masyarakat menyatakan bahwa proses pengembangan

masyarakat harus selalu berusaha untuk membawa orang bersama-sama, untuk

memperkuat ikatan antara anggota masyarakat, dan untuk menekankan gagasan

saling ketergantungan daripada individual.

25) Linking the Global and the Local

Di dunia global, praktik pengembangan masyarakat tidak dapat

mengabaikan isu-isu global. Karena kekuatan global akan mempengaruhi semua

masyarakat terkait masalah dan isu yang terjadi. Sehingga, dalam memahami

sebuah masyarakat, seorang pekerja harus dapat memberi dukungan global dan

lokal, serta memahami bagaimana mereka berinteraksi.

25

26) Anti Colonialist Practice

Kolonialisme atau penjajahan dapat dilakukan oleh pekerja masyarakat.

Pekerja masyarakat dapat dengan mudah menjajah orang-orang yang bekerja

dengan mereka, mengambil alih agenda, mendevaluasi budaya, pengalaman

masyarakat, dan melucuti identitas mereka. Sehingga, pekerja masyarakat perlu

memegang prinsip anti terhadap segala bentuk penjajahan.

2.1.5 Kewirausahaan Sosial

Kewirausahaan sosial adalah istilah yang dikembangkan untuk

menggambarkan aktivitas usaha yang tidak hanya bermotif ekonomi, akan tetapi juga

memiliki dampak sosial. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Banks pada tahun

1972 (Ebrashi, 2013) dalam presentasinya yang berjudul The Sociology of Social

Movements, untuk menjelaskan pentingnya kemampuan manajemen dalam

menghadapi permasalahan sosial dan tantangan bisnis. Penerapan kewirausahaan

sosial ini muncul di tahun 1980 melalui pendirian Ashoka yang merupakan organisasi

pertama yang didirikan untuk mendukung kewirausahaan sosial di dunia.

2.1.6 Akses Kesehatan

Akses kesehatan adalah pemanfaatan layanan kesehatan tepat waktu untuk

mencapai status kesehatan yang baik dan paling memungkinkan (Retnaningsih,

2013). Terkait akses kesehatan, para ahli ekonomi kesehatan umumnya menggunakan

26

Teori Akses Aday yang merupakan sintesis dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

Aday, Andersen, dan Fleming pada tahun 1980 (Retnaningsih, 2013).

Teori Akses Aday menggambarkan hubungan dari empat komponen yang

saling berpengaruh:

1) Akses Potensial Indikator Proses (Potential Access Process Indicators)

Akses Potensial Indikator Proses menggambarkan karakteristik masyarakat

yang dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek predisposisi berupa karakteristik

masyarakat (umur, jenis kelamin, suku), pekerjaan, pendidikan, pengetahuan

tentang kesehatan, dan lainnya; aspek pemungkin berupa tingkat pendapatan

keluarga, kepesertaan asuransi kesehatan, dan domisili; dan aspek kebutuhan yang

terdiri dari kebutuhan berdasar persepsi pasien dan kebutuhan berdasar kriteria

medis.

2) Akses Potensial Indikator Struktural (Potential Access Structural

Indicators)

Akses Potensial Indikator Struktural menggambarkan tiga hal, yaitu

karakteristik sistem layanan kesehatan yang dilihat dari kepemilikan sarana layanan

kesehatan dan tingkat layanan kesehatan; ketersediaan layanan kesehatan yang

dilihat dari jumlah dan distribusi layanan kesehatan; dan organisasi dilihat dari

masukan dan struktur layanan kesehatan.

3) Akses Nyata Indikator Objektif (Realized Access Objective Indicators)

Akses Nyata Indikator Objektif dilihat dari pemanfaatan layanan kesehatan

yang terdiri dari tipe layanan kesehatan yang digunakan, lokasi layanan kesehatan

27

yang dipilih, jenis layanan yang diterima apakah sudah sesuai dengan yang

diperlukan, proporsi kunjungan penderita ke sarana layanan kesehatan, dan jumlah

kunjungan petugas kesehatan ke masyarakat yang membutuhkan.

4) Akses Nyata Indikator Subjektif (Realized Access Subjective Indicators)

Akses Nyata Indikator Subjektif dilihat dari kepuasan konsumen yang dapat

diukur melalui sikap umum berdasarkan harapan penderita dan harapan keluarga

penderita; sikap spesifik berdasarkan frekuensi kunjungan penderita ke sarana

layanan kesehatan atau ke petugas kesehatan; dan kepatuhan.

2.1.7 Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan Undang-Undang kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 terdapat

empat upaya pelayanan kesehatan, yakni promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan

kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.

Preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah

kesehatan/penyakit. Kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan

pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan

akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas

penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. Dan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau

serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat

sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk

dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.

28

Pelayanan kesehatan yang dijamin pemerintah melalui Peraturan Presiden

Nomor 12 Tahun 2013 Pasal 22 meliputi keempat bentuk upaya kesehatan yakni

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Adapun bentuk pelayanan kesehatan

terdiri atas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan pelayanan kesehatan rujukan

tingkat lanjutan. Dalam pelayanan kesehatan tingkat pertama meliputi upaya

kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif berupa administrasi

pelayanan; pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis; pelayanan obat dan

bahan medis habis pakai; transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis;

pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama; dan rawat inap

tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat pertama ini diselenggarakan di pusat

kesehatan masyarakat (puskesmas), pos kesehatan desa (poskesdes), poliklinik, balai

pengobatan, rumah bersalin, dan lainnya (Retnaningsih, 2013). Sedangkan pelayanan

kesehatan rujukan tingkat lanjutan meliputi upaya kesehatan kuratif dan rehabilitatif

yang mencakup rawat jalan dan rawat inap. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat

lanjutan ini diselenggarakan di klinik spesialis, balai pengobatan spesialis, atau rumah

sakit (Retnaningsih, 2013).

2.1.8 Asuransi Kesehatan

Asuransi, sebagaimana dikatakan oleh Dickerson (1963, dalam Sulastomo,

2000), merupakan suatu alat sosial untuk mengurangi resiko kehilangan finansial

dengan mengalihkan resiko perorangan menjadi resiko kelompok (risk sharing).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa melalui risk sharing maka resiko itu dapat

29

diperhitungkan. Sebagaimana hukum bilangan banyak (the law of large numbers)

mengatakan bahwa semakin besar jumlah anggota kelompok, semakin pasti resiko

yang akan menjadi beban perorangan. Sehingga, dapat diketahui bahwa mekanisme

asuransi adalah suatu alat untuk mengubah resiko perorangan yang tidak pasti

menjadi pasti (Sulastomo, 2000).

Bank dunia dalam laporannya (1993, dalam Sulastomo, 2000)

mengelompokkan tiga bentuk asuransi kesehatan yang kini banyak dilakukan di

dunia, yaitu Social Health Insurance (Asuransi Kesehatan Sosial), Private Voluntary

Health Insurance (Asuransi Kesehatan Komersial), dan Regulated Private Health

Insurance (Asuransi Kesehatan Sukarela dengan Regulasi).

1) Social Health Insurance

Konsep Social Health Insurance (Asuransi Kesehatan Sosial) merupakan

konsep asuransi di mana prinsip kesehatan sebagai suatu pelayanan sosial masih

dijunjung tinggi. Ada suatu prinsip, bahwa pelayanan kesehatan tidak boleh semata-

mata berdasar status sosial, sehingga masyarakat lapisan bawah terhambat untuk

memperoleh pelayanan kesehatan. Berikut prinsip dari Social Health Insurance:

a. Kepesertaan bersifat sukarela.

b. Iuran/premi berdasarkan persentase pendapatan/gaji.

c. Iuran/premi ditanggung bersama oleh tempat kerja/ perusahaan dan tenaga

kerja (50% : 50%).

d. Tenaga kerja/peserta memperoleh kompensasi selama sakit.

e. Peranan pemerintah besar.

30

2) Private Voluntary Health Insurance

Konsep Private Voluntary Health Insurance menghitung resiko sakit

dengan menggunakan perhitungan aktuarial (actuarial analysis). Konsep ini sangat

dinamis sehingga membuka peluang kompetisi yang luar biasa dan membuka

peluang banyak lahirnya perusahaan asuransi kesehatan. Dalam

penyelenggaraannya, jika masyarakat terpecah dalam berbagai perusahaan asuransi

kesehatan, maka prinsip the law of large numbers atau the law of average akan

tidak tercapai.

Berikut adalah prinsip dari Private Voluntary Health Insurance:

a. Kepesertaan bersifat sukarela.

b. Iuran/premi berdasar angka absolut, sesuai dengan perjanjian/kontrak.

c. Tenaga kerja/peserta dan keluarganya memperoleh santunan biaya pelayanan

kesehatan sesuai kontrak.

d. Peranan pemerintah relatif kecil.

3) Regulated Voluntary Health Insurance

Regulated Voluntary Health Insurance adalah suatu asuransi kesehatan yang

merupakan suatu alternatif bagi asuransi kesehatan komersial, yang oleh Bank

Dunia disarankan untuk menampung keinginan yang berlebih di samping yang

telah diselenggarakan oleh asuransi kesehatan sosial. Konsep asuransi ini

menetapkan iuran atau premi pesertanya berdasarkan resiko yang terjadi di

masyarakat (community rating).

Berikut adalah prinsip dari Regulated Voluntary Health Insurance:

31

a. Kepesertaan bersifat sukarela, iuran/premi berdasar angka absolut (nominal).

b. Peserta memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan sesuai kontrak.

c. Peranan pemerintah relatif besar.

2.1.9 Kebersihan Lingkungan

Kebersihan lingkungan dapat tercapai salah satunya melalui pengelolaan

sampah yang baik. Pengelolaan sampah menurut Alex (2012) adalah kegiatan yang

meliputi pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendauran ulang, atau

pembuangan dari material sampah. Sedangkan menurut Neolaka (2008) pengelolaan

sampah merupakan upaya menciptakan keindahan dengan cara mengolah sampah

yang dilaksanakan secara harmonis antara rakyat dan pengelola atau pemerintah

secara bersama-sama.

Selain itu, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008

dikatakan bahwa pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh,

dan berkesinambungan, meliputi pengurangan dan penanganan sampah yang

bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta

menjadikan sampah sebagai sumber daya.

Sampah dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yakni sampah organik,

anorganik, dan B3. Ketiga jenis sampah tersebut dijelaskan oleh Purwendro dan

Nurhidayat (2006) sebagai berikut:

32

1) Sampah Organik

Sampah organik adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, baik

manusia, hewan, maupun tumbuhan. Bahan sampah organik biasanya berjumlah

sekitar 60-75% dari total volume sampah.

2) Sampah Anorganik

Sampah anorganik adalah sampah yang berasal bukan dari makhluk hidup.

Sampah ini bisa berasal dari bahan yang bisa diperbarui dan bahan yang beracun

serta berbahaya. Sampah yang masuk ke dalam golongan ini adalah sampah yang

terbuat dari plastik dan logam.

3) Sampah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Sampah B3 adalah sampah yang dikategorikan beracun dan berbahaya bagi

manusia karena jumlahnya maupun konsenterasinya. Benda-benda yang

dikategorikan dalam golongan ini adalah benda-benda yang memiliki sifat mudah

terbakar, korosif, mudah menularkan penyakit, dan reaktif. Sampah B3 ini tidak

bisa dicampurkan dengan sampah lain.

33

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No Nama Penulis,

Tahun, dan Judul

Jurnal

Tujuan Inti dari Jurnal Hasil Studi Persamaan &

Perbedaan dengan

Penelitian Tesis

1 Robert Sparrow,

Asep Suryahadi,

dan Wenefrida

Widyanti. 2013.

Social Health

Insurance for the

Poor: Targeting

and Impact of

Indonesia's

Askeskin

Programme

.

Penelitian oleh

Robert et al.,

bertujuan untuk

mengetahui

dampak dari

program

Askeskin

dalam

keterbukaan

akses kesehatan

masyarakat

miskin di

Indonesia.

Jurnal ini

menjelaskan

asuransi di

Indonesia pada

sektor formal

dan informal.

Lalu, fokus

menganalisis

tentang

pelaksanaan

program

Askeskin di

Indonesia

sebagai bentuk

asuransi bagi

sektor informal.

Acuan analisis

merujuk kepada

Survei Sosial

Ekonomi

Nasional

(Susenas) tahun

2005 dan 2006.

Cara

analisisnya

dengan

menyelidiki

penargetan

Askeskin pada

masyarakat

miskin dan

rumah tangga

yang

memerlukan

anggaran

belanja

kesehatan

relatif tinggi.

Askeskin berhasil

dalam

mentargetkan

orang miskin,

meski terjadi

kebocoran bagi

yang tidak

miskin. Hal ini

karena Askeskin

telah teralokasi

secara

proporsional

kepada

masyarakat yang

membutuhkan

pengeluaran

kesehatan yang

tinggi. Selain itu,

cakupannya juga

meningkat untuk

fasilitas rawat

jalan. Akan tetapi

hasil ini adalah

analisis jangka

pendek yang

mana

keberlanjutannya

masih diragukan

terkait

keseimbangan

premi dan subsidi

pemerintah.

Penelitian oleh

Robert et al.,

dengan penelitian

penulis sama-sama

meneliti pengaruh

program asuransi

kesehatan sosial

terhadap

keterbukaan akses

kesehatan

masyarakat

miskin. Hanya

saja, Robert et al.,

meneliti program

pemerintah yakni

Askeskin,

sedangkan

penelitian ini

meneliti program

swasta yakni

Klinik Asuransi

Sampah (KAS).

Pada Askeskin,

preminya sebesar

Rp.5000 per bulan

dengan disubsidi

pemerintah.

Sedangkan KAS,

preminya berupa

sampah senilai

Rp.10.000 per

bulan.

(Bersambung)

34

Tabel 2.1 (Sambungan)

No Nama Penulis,

Tahun, dan Judul

Jurnal

Tujuan Inti dari Jurnal Hasil Studi Persamaan &

Perbedaan dengan

Penelitian Tesis

2 Quayyum, Z.,

Nadjib, M., Ensor,

T., & Sucahya, P.

K. 2010.

Expenditure on

obstetric care and

the protective

effect of insurance

on the poor:

lessons from two

Indonesian

districts.

Penelitian

Quayyum et al.,

bertujuan untuk

menyelidiki

pembayaran

yang dilakukan

oleh rumah

tangga untuk

berbagai jenis

persalinan,

konsekuensi

ekonomi dari

pembayaran,

dan dampak

asuransi

(Askeskin)

terhadap

pengeluaran

kesehatan.

Dalam jurnal

ini, penelitian

dilakukan pada

tiga rumah

sakit di

Kabupaten

Serang dan

Pandeglang,

Provinsi

Banten.

Sampelnya

diambil dari

kasus

persalinan

nyaris

meninggal

(372 orang),

persalinan

normal (146

orang), dan

persalinan

dengan operasi

caesar (98

orang) dalam

waktu 6 bulan

lebih. Teknik

pengambilan

data dilakukan

melalui

wawancara

kepada

narasumber

mengenai

status ekonomi,

pengeluaran

rumah tangga,

dan sumber

pembayaran

untuk

persalinan.

Asuransi untuk

orang miskin

relatif efektif

dalam

melindungi

rumah tangga

dari

pembayaran

yang

membebani.

Dari penelitian

ditemukan

bahwa

pengeluaran

rata-rata

persalinan

untuk kasus

nyaris

meninggal

masing-masing

sebesar Rp. 2,6

juta dan Rp. 1,9

juta di Rumah

Sakit Serang

dan

Pandeglang.

Operasi caesar

ditemukan

sebagai

pengeluaran

yang paling

mahal.

Sehingga,

hubungan

antara asuransi

dan

pengeluaran

untuk

persalinan

sangat penting.

Penelitian Quayyum

et al., meneliti

tentang pengeluaran

persalinan dan

dampak Askeskin

dalam meringankan

beban biaya

persalinan.

Sedangkan

penelitian oleh

penulis meneliti

tentang pengaruh

program Klinik

Asuransi Sampah

(KAS) pada

masyarakat miskin

dengan tidak

menspesifikkan

jenis kebutuhan

akses kesehatannya.

Proses penelitian

Quayyum et al., dan

penelitian penulis

memiliki kesamaan

dalam teknik

pengumpulan data

yakni melalui

wawancara untuk

mendapatkan

perspektif emic.

(Bersambung)

35

Tabel 2.1 (Sambungan)

No Nama Penulis,

Tahun, dan

Judul Jurnal

Tujuan Inti dari Jurnal Hasil Studi Persamaan &

Perbedaan

dengan

Penelitian Tesis

3 Pradhan, M.,

Saadah, F., &

Sparrow, R.

2007. Did the

health card

program

ensure access

to medical

care for the

poor during

Indonesia's

economic

crisis?

Jurnal ini berisi

penelitian

mengenai evaluasi

dampak program

Kartu Sehat

di bawah Jaring

Pengaman Sosial

yang

diimplementasikan

pada saat krisis

ekonomi 1997.

Dalam jurnal

ini dijelaskan

standar

prosedural

penggunaan

Kartu Sehat

yang hanya

diperuntukkan

pada penyedia

layanan

kesehatan

umum dan

bukan swasta.

Data yang

digunakan

dalam

penelitian ini

berasal dari

data Susenas

1999. Selain

itu, penelitian

ini berfokus

pada distribusi

Kartu Sehat dan

dukungan

anggaran untuk

sektor publik di

tengah krisis

ekonomi.

Secara umum

program dinilai

sukses untuk

membantu

masyarakat miskin

di tengah krisis

ekonomi. Hal ini

dilihat dari adanya

subtitusi/peralihan

dari sektor

informal ke formal

dan peningkatan

keseluruhan

penggunaan

layanan medis

rawat jalan. Akan

tetapi ditemukan

kekurangan

seperti penolakan

pelayanan dari

penyedia layanan

karena

keterlambatan

pemerintah untuk

reimbursement

biaya. Selain itu,

banyak orang

yang tidak miskin

justru menerima

manfaat dari kartu

ini.

Terdapat

perbedaan objek

penelitian.

Pradhan et al.,

meneliti program

pemerintah

berupa Kartu

Sehat, sedangkan

penulis meneliti

program swasta

berupa KAS.

Penelitian oleh

Pradhan et al.,

dilakukan untuk

mengukur

dampak dari

program Kartu

Sehat pada

momen khusus

yakni krisis

ekonomi 1997,

sedangkan

penelitian penulis

tidak terikat pada

kejadian tertentu.

(Bersambung)

36

Tabel 2.1 (Sambungan)

No Nama Penulis,

Tahun, dan Judul

Jurnal

Tujuan Inti dari Jurnal Hasil Studi Persamaan &

Perbedaan dengan

Penelitian Tesis

4 George Gotsadze,

Akaki Zoidze,

Natia Rukhadze,

Natia Shengelia,

dan Nino

Chkaidze. 2015.

An Impact

Evaluation of

Medical

Insurance for

Poor in Georgia:

Preliminary

results and policy

implications.

Tujuan

penelitian

yang

dilakukan oleh

George et al.,

adalah untuk

menilai

dampak

reformasi

pembiayaan

kesehatan baru

di Georgia

yang disebut

Medical

Insurance for

the Poor

(MIP).

Dalam

mengevaluasi

reformasi

pembiayaan

kesehatan,

George et al.,

menggunakan

variabel akses

terhadap

layanan

kesehatan dan

perlindungan

finansial

terhadap biaya

kesehatan.

Hasil dari

penelitian

George et al.,

menunjukkan

tidak adanya

dampak

signifikan dari

MIP terhadap

pertumbuhan

pemanfaatan

layanan

kesehatan

secara nasional.

MIP lebih

berdampak

besar dalam

mengurangi

biaya untuk

mengakses

layanan.

Penelitian oleh

George et al.,

memiliki kesamaan

dengan penelitian

penulis dalam

pengukuran

dampak program

asuransi kesehatan

terhadap akses

layanan kesehatan.

Perbedaannya,

cakupan program

dalam penelitian

George et al.,

berskala nasional,

sedangkan cakupan

program dalam

penelitian penulis

berskala lokal.

(Bersambung)

37

Tabel 2.1 (Sambungan)

No Nama Penulis,

Tahun, dan Judul

Jurnal

Tujuan Inti dari Jurnal Hasil Studi Persamaan &

Perbedaan dengan

Penelitian Tesis

5 Waste Business

Journal: James

Thompson, Jr.

2012. Waste

Market Overview

and Outlook

2012.

Tujuan

penelitian oleh

Waste

Business

Journal adalah

untuk

mengenalkan

potensi

keuntungan

dalam

manajemen

sampah pada

perusahaan di

Amerika.

Penelitian oleh

perusahaan ini

mencakup

pendapatan pasar

berdasarkan

segmen; pasar

pengumpulan,

pemrosesan, dan

pembuangan

sampah;

kompetisi dalam

industri sampah;

alat pengelolaan

sampah, dan

lainnya.

Pendapatan dari

pengelolaan

sampah di

Amerika

mencapai 55

miliar dolar per

tahun dengan

pertumbuhan

sebesar 2%

pada tahun

2011.

Pertumbuhan

pendapatan

terhambat oleh

lambannya

pertumbuhan

volume limbah

yang dihasilkan

oleh limbah

industri dan

konstruksi.

Namun, harga

yang lebih

tinggi untuk

komoditas daur

ulang termasuk

kertas, plastik

dan baja

mendorong

perusahaan dan

pemerintah

untuk

mengalihkan

volume yang

lebih tinggi

kepada material

ini.

Kesamaan

penelitian oleh

Waste Business

Journal dengan

penelitian penulis

adalah pada

pemanfaatan

sampah sebagai

suatu produk

bernilai ekonomi

tinggi. Pada

penelitian ini,

sampah menjadi

komoditas bisnis.

Sedangkan pada

penelitian penulis,

sampah bernilai

sebagai premi

untuk memperoleh

akses kesehatan.

Sumber: Pengolahan penulis

38

Akses kesehatan merupakan kebutuhan dasar semua orang. Meski demikian,

tidak semua orang dapat memperoleh akses kesehatan yang layak. Hal ini mendorong

pemerintah Indonesia untuk membuat program jaminan kesehatan secara menyeluruh

bagi seluruh warga negaranya. Seperti program Kartu Sehat yang diteliti oleh

Pradhan et al., (2007) dengan judul Did the health card program ensure access to

medical care for the poor during Indonesia's economic crisis? Melalui penelitian ini,

diketahui bahwa Kartu Sehat memiliki dampak positif dalam membuka akses

kesehatan masyarakat miskin di Indonesia saat terjadinya krisis ekonomi 1997.

Namun pada praktiknya, manfaat program ini seringkali salah sasaran kepada

masyarakat yang tidak miskin.

Pada tahun 2005, program Kartu Sehat digantikan oleh program Askeskin.

Robert et al., (2013) meneliti tentang program Askeskin dalam jurnalnya yang

berjudul Social Health Insurance for the Poor: Targeting and Impact of Indonesia's

Askeskin Programme, untuk mengetahui dampak dari program Askeskin dalam

keterbukaan akses kesehatan masyarakat miskin di Indonesia. Penelitian mengenai

dampak program Askeskin ini juga dilakukan oleh Quayyum et al., (2010) dalam

jurnalnya yang berjudul Expenditure on obstetric care and the protective effect of

insurance on the poor: lessons from two Indonesian districts. Hanya saja, Quayyum

et al., tidak meneliti dampak Askeskin secara nasional terhadap akses kesehatan

secara umum, akan tetapi secara lokal pada dua kebupaten di Indonesia untuk kasus

yang spesifik yakni akses persalinan. Melalui kedua penelitian ini diketahui bahwa

program Askeskin memiliki pengaruh positif dalam mengurangi pengeluaran biaya

39

kesehatan dan memberikan keterbukaan akses kesehatan bagi masyarakat miskin.

Meski demikian, beberapa kendala seperti salah sasaran penerima dan keseimbangan

premi dengan subsidi telah menjadi kelemahan program Askeskin.

Sebagaimana Indonesia yang berupaya menjamin akses kesehatan bagi

masyarakat miskin di negaranya, demikian juga dengan negara-negara lain, termasuk

Georgia. Jika di Indonesia kita mengenal asuransi kesehatan dengan nama Kartu

Sehat dan Askeskin, maka di Georgia asuransi kesehatannya dinamakan MIP

(Medical Insurance for the Poor). Penelitian mengenai MIP ini dilakukan oleh

George et al., (2015) dengan judul An Impact Evaluation of Medical Insurance for

Poor in Georgia: Preliminary results and policy implications. Dalam penelitiannya,

George et al., mencoba menilai dampak MIP terhadap akses layanan kesehatan dan

perlindungan finansial biaya kesehatan. Dari hasil penelitian tersebut tidak ditemukan

adanya dampak signifikan dari MIP terhadap pertumbuhan pemanfaatan layanan

kesehatan secara nasional. MIP lebih berdampak besar dalam mengurangi biaya

untuk mengakses layanan.

Berbagai penelitian di atas memiliki hubungan dengan penelitian yang penulis

lakukan karena membahas mengenai pengaruh program asuransi kesehatan dalam

membuka akses kesehatan bagi masyarakat miskin. Hanya saja, keseluruhan asuransi

kesehatan dalam penelitian di atas merupakan program pemerintah. Berbeda dengan

program Klinik Asuransi Sampah (KAS) yang merupakan asuransi kesehatan oleh

swasta. Selain itu, pola asuransi kesehatan di Indonesia berupa Kartu Sehat dan

Askeskin, maupun di luar negeri berupa MIP menggunakan cara pemberian premi

40

yang rendah kepada masyarakat miskin untuk kemudian disubsidi oleh pemerintah.

Hal ini berbeda dengan program KAS yang preminya tidak berupa uang akan tetapi

berupa sampah yang nilainya setara sepuluh ribu rupiah setiap bulannya. Melalui hal

ini, masyarakat miskin bisa memperoleh akses kesehatan melalui pengelolaan sumber

daya mereka sendiri.

Sekilas, akses kesehatan yang merupakan suatu layanan dengan biaya mahal

seperti tidak mungkin diperoleh dengan sampah. Terkait hal ini, James et al., (2012)

melalui lembaganya yang bernama Waste Business Journal memberikan hasil

penelitian bahwa sampah adalah komoditas bernilai tinggi bagi pendapatan suatu

negara. Dalam penelitiannya, diketahui bahwa pendapatan dari pengelolaan sampah

di Amerika mencapai 55 miliar dolar per tahun.

Melalui berbagai penelitian terdahulu yang telah dipaparkan, maka program

KAS memiliki potensi yang besar dalam membuka akses layanan kesehatan bagi

masyarakat miskin melalui pemanfaatan sampah. Hal ini akan menjadi contoh

integrasi kesehatan dan lingkungan dalam program Integrated Microfinance

Management (IMM) dengan memberdayakan potensi masyarakat itu sendiri.

41

2.3 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.2

Kerangka Pemikiran

Sumber: Pengolahan penulis

Kemiskinan

Akses Kesehatan

Pasal 5, UU No. 36 Tahun 2009

Akses kesehatan adalah hak setiap orang

Pemerintah Swasta (Indonesia Medika)

Kartu Sehat, Askeskin, BPJS

Kesehatan Klinik Asuransi Sampah (KAS)

Asuransi Kesehatan Sosial

Premi berupa uang dan disubsidi

pemerintah

Premi berupa sampah senilai

Rp.10.000 per bulan

Keterbukaan Akses Kesehatan

42

Kerangka pemikiran merupakan penjelasan sementara terhadap gejala-gejala

yang menjadi objek permasalahan (Suriasumantri, 1986, dalam Sugiyono, 2012).

Dalam kerangka pemikiran ini, digambarkan bahwa kemiskinan akan mempengaruhi

kemampuan akses kesehatan seseorang terhadap berbagai pelayanan kesehatan.

Dijelaskan oleh Retnaningsih (2013) bahwa akses kesehatan adalah pemanfaatan

layanan kesehatan tepat waktu untuk mencapai status kesehatan yang baik dan paling

memungkinkan. Hal ini membuat pemerintah mengeluarkan undang-undang yang

menjamin hak setiap orang akan akses kesehatan melalui UU Nomor 36 Tahun 2009.

Upaya menjalankan amanat undang-undang dalam menjamin akses kesehatan

masyarakat diwujudkan dalam bentuk asuransi kesehatan sosial bagi masyarakat

miskin. Hal ini dilakukan karena umumnya keterbatasan akses kesehatan begitu

terasa pada golongan ekonomi lemah atau miskin. Peran ini secara langsung menjadi

tanggung jawab pemerintah dengan dibentuknya berbagai program seperti Kartu

Sehat, Askeskin, BPJS Kesehatan, dan lainnya.

Namun, peran pemerintah ternyata belum cukup dalam menjamin akses

kesehatan secara nasional. Hal ini kemudian mendorong lahirnya program asuransi

kesehatan sosial dari pihak swasta yakni Indonesia Medika berupa Klinik Asuransi

Sampah (KAS). Dijelaskan oleh Albinsaid (2017) bahwa program KAS adalah

asuransi kesehatan mikro yang menggunakan sampah sebagai sumber finansial

dengan membuat masyarakat menggerakkan sumber daya mereka sendiri menjadi

modal dan memberikannya kembali kepada mereka sebagai akses kesehatan. Melalui

43

program KAS ini masyarakat miskin dapat memperoleh akses kesehatan dengan

membayar premi berupa sampah.

Hubungan antara program KAS dengan akses kesehatan masyarakat dapat

terlihat dari Teori Akses Aday yang banyak digunakan oleh para ahli ekonomi

kesehatan. Salah satu bagian teori ini menjelaskan akses yang dilihat dari

pemanfaatan layanan kesehatan melalui Realized Access Objective Indicators (Akses

Nyata Indikator Objektif). Adapun beberapa indikatornya adalah proporsi kunjungan

penderita ke sarana layanan kesehatan, jumlah kunjungan petugas kesehatan ke

masyarakat yang membutuhkan, dan kesesuaian jenis layanan yang diterima dengan

yang dibutuhkan. Indikator ini terpenuhi dalam program KAS, dilihat dari

keterbukaan masyarakat miskin ke sarana layanan kesehatan karena mereka hanya

perlu mengumpulkan sampah untuk berobat. Selain itu, bagi pasien yang terkendala

kesehatan maupun usia untuk menuju klinik dapat memperoleh kunjungan rumah

oleh dokter, dan peluang memperoleh pengobatan yang sesuai semakin terbuka

melalui integrasi KAS dengan BPJS Kesehatan.

Melalui penjelasan ini dapat diketahui bahwa jika akses program Klinik

Asuransi Sampah (KAS) tinggi, maka keterbukaan akses kesehatan masyarakat

miskin juga akan tinggi.

2.4 Hipotesis

Program Klinik Asuransi Sampah (KAS) berpengaruh terhadap akses

kesehatan masyarakat miskin peserta KAS.

44

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian Kombinasi

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kombinasi yang menghubungkan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif secara

berurutan. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh keunggulan dan menutupi

kekurangan dari masing-masing metode tersebut. Melalui penelitian kualitatif akan

diperoleh data yang tidak bisa dijabarkan dalam bentuk angka-angka, seperti persepsi

emic dari informan terhadap suatu hal. Demikian juga penggunaan metode kuantitatif

akan bermanfaat untuk mengetahui pengaruh suatu hal dalam lingkup yang lebih luas.

Metode yang menghubungkan penelitian kualitatif dan kuantitatif secara

berurutan, di mana pada tahap pertama penelitian menggunakan metode kualitatif dan

pada tahap kedua menggunakan metode kuantitatif, dikenal dengan nama Metode

Kombinasi Model Sequential Exploratory (Creswell, 2009).

Dalam Metode Kombinasi Model Sequential Exploratory (Sugiyono, 2012),

bobot metode lebih pada metode tahap pertama yaitu metode kualitatif dan

selanjutnya dilengkapi dengan metode kuantitatif. Tahapan dalam metode ini bersifat

connecting (menyambung), sehingga tahapan metode kuantitatif terbentuk dari hasil

penelitian tahap pertama dengan metode kualitatif.

45

3.2 Metode Kualitatif

3.2.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Berdasarkan kebutuhan data, maka penelitian dilakukan di Kota Malang

dengan persebaran di dua tempat, yakni Kantor Indonesia Medika di Jalan Kedawung

Nomor 17 dan Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu di Jalan Kyai Parseh Jaya

18B. Penelitian di Kantor Indonesia Medika ditujukan untuk mewawancarai informan

dari internal program KAS, sedangkan di KAS Bumiayu ditujukan untuk mengamati

kegiatan operasional KAS dan mendapatkan informan dari pengelola serta peserta

KAS. Dalam melaksanakan penelitian ini, alokasi waktu yang digunakan adalah

empat bulan sejak April-Juli 2017.

3.2.2 Informan Penelitian

Data dalam penelitian kualitatif ini berasal dari beberapa informan, yakni Hari

Dwi Suharsono, S.Kep. selaku Ketua Yayasan Indonesia Medika dan Manajer

Program Klinik Asuransi Sampah (KAS), Taufiqurrohman, S.Pd. selaku sekretaris

dan penanggung jawab pengelolaan sampah KAS, dan informan lainnya dari peserta

program KAS yang akan dipilih dalam proses penelitian di lapangan.

3.2.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, ada beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan

pada tahapan pertama untuk penelitian kualitatif yakni:

46

1. Observasi Partisipatif

Susan Stainback (1988, dalam Sugiyono, 2012) menyatakan, “In participant

observation, the researcher observes what people do, listen to what they say, and

participates in their activities”. Dalam observasi partisipatif, peneliti mengamati

apa yang dikerjakan orang-orang dalam situasi sosial penelitian, mendengarkan apa

yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka.

Menurut Spradley (dalam Sugiyono, 2012) observasi partisipatif terhadap

situasi sosial yang terjadi meliputi tiga komponen yaitu place (tempat), actor

(pelaku), dan activities (aktivitas). Dalam penelitian ini, observasi partisipatif

bertempat di Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu, Kelurahan Bumiayu, Kota

Malang. Aktor yang diobservasi adalah setiap pihak yang terkait dalam

keberjalanan program KAS, meliputi tenaga kesehatan, peserta program, tenaga

administratif, relawan, dan pihak-pihak lainnya. Adapun aktivitas yang diobservasi

mencakup keseluruhan proses yang membuat program KAS dapat berjalan melalui

pemanfaatan sampah, meliputi proses penerimaan peserta, pelayanan kesehatan,

perawatan kesehatan, penyuluhan kesehatan, pengelolaan sampah, dan lainnya.

2. Wawancara Tidak Terstruktur dan Triangulasi Sumber

Salah satu bagian pengumpulan data pada tahapan metode kualitatif

dilakukan dengan cara wawancara tidak terstruktur. Sugiyono (2012) menjelaskan

bahwa wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti

tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan

47

lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya

berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.

Penggunaan wawancara tidak terstruktur dilakukan karena peneliti ingin

menggali informasi melalui sudut pandang emic. Sehingga peneliti dapat

menemukan secara jelas permasalahan yang terjadi dan merumuskan variabel

penelitian untuk diteliti pada tahap kedua dalam metode penelitian kuantitatif.

Adapun informan dalam wawancara tidak terstruktur ini adalah Hari Dwi

Suharsono, S.Kep. selaku Manajer Program KAS, Taufiqurrohman, S.Pd. selaku

sekretaris dan penanggung jawab pengelolaan sampah KAS, dan peserta program

KAS yang akan dipilih dalam proses penelitian di lapangan.

Melalui wawancara yang dilakukan kepada berbagai pihak, peneliti

sekaligus melakukan pengumpulan data dengan teknik triangulasi sumber.

Triangulasi sumber adalah satu teknik pengumpulan data yang digunakan pada

bermacam-macam sumber data (Sugiyono, 2012). Sehingga, proses mengumpulkan

data sekaligus menjadi proses menguji kredibilitas data. Dalam penelitian ini,

teknik yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur kepada beberapa sumber

data dari manajer, sekretaris, dan peserta program KAS.

3. Studi Dokumen

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, yang berbentuk

tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2012).

Studi dokumen ini merupakan pelengkap dari penggunaan teknik observasi dan

wawancara dalam penelitian kualitatif. Dengan adanya studi dokumen, maka hasil

48

penelitian dari observasi dan wawancara akan lebih dapat dipercaya. Studi

dokumen dalam penelitian meliputi buku, data-data, dan materi pengenalan Klinik

Asuransi Sampah (KAS).

3.2.4 Analisis Data Kualitatif

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Miles and

Huberman. Miles dan Huberman (1984, dalam Sugiyono, 2012) membagi aktivitas

analisis data ke dalam tiga tahapan:

1) Data Reduction

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya (Sugiyono,

2012).

2) Data Display

Penyajian data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan umumnya berupa teks yang

bersifat naratif. Sebagaimana dinyatakan oleh Miles dan Huberman (1984, dalam

Sugiyono, 2012), “The most frequent form of display data for qualitative research

data in the past has been narrative text”.

3) Conclusion Drawing/Verification

Langkah ketiga dalam analisis data menurut Miles and Huberman (1984,

dalam Sugiyono, 2012) adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan

awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak

49

ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data

berikutnya. Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat

menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga

tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih

bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada di lapangan

(Sugiyono, 2012).

3.2.5 Pengujian Keabsahan Data

Menurut Sugiyono (2012), uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif

meliputi uji credibility, transferability, dependability, dan confirmability. Pengujian

ini dalam penelitian kuantitatif dikenal dengan istilah yang berbeda, yakni uji

validitas internal untuk uji credibility, uji validitas eksternal untuk uji transferability,

uji reliabilitas untuk uji dependability, dan uji objektivitas untuk uji confirmability.

1) Uji Credibility

Uji kredibilitas data dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya

adalah melalui perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, trianggulasi,

diskusi dengan teman, analisis kasus negatif, dan member check (Sugiyono, 2012).

Dalam penelitian tahap pertama dengan metode kualitatif, kegiatan pengumpulan

data, analisis data, dan pengujian kredibilitas data lebih banyak dilaksanakan secara

bersamaan melalui trianggulasi sumber. Trianggulasi sumber menurut Sugiyono

(2012) adalah menguji kredibilitas data dengan cara mengecek data yang diperoleh

melalui beberapa sumber.

50

2) Uji Transferability

Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian kuantitatif.

Validitas eksternal digunakan untuk menunjukkan derajat ketepatan atau dapat

diterapkannya hasil penelitian ke populasi di mana sampel tersebut diambil.

Sehingga dalam penelitian kualitatif, transferability berhubungan dengan

pertanyaan, sejauh mana hasil penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam

situasi lain (Sugiyono, 2012). Dijelaskan oleh Sanafiah (1990, dalam Sugiyono,

2012) bahwa bila pembaca laporan penelitian memperoleh gambaran yang

sedemikian jelasnya, seperti apa suatu hasil penelitian dapat diberlakukan

(transferability), maka laporan tersebut memenuhi standar transferability.

3) Uji Dependability

Dalam penelitian kuantitatif, dependability disebut reliabilitas. Suatu

penelitian yang reliabel dalam penelitian kuantitatif terjadi apabila orang lain dapat

mengulangi/mereplikasi proses penelitian tersebut hingga diperoleh hasil yang

sama dengan penelitian sebelumnya. Namun, pengertian reliabel dalam penelitian

kuantitatif berbeda dengan reliabel dalam penelitian kualitatif. Menurut penelitian

kualitatif, suatu realitas itu bersifat majemuk atau ganda, dinamis atau selalu

berubah, sehingga tidak ada yang konsisten (Sugiyono, 2012). Sehingga, dalam

penelitian kualitatif, uji dependability dilakukan dengan melakukan audit terhadap

keseluruhan proses penelitian oleh auditor yang independen atau pembimbing

penelitian (Sugiyono, 2012). Sehingga, tidak terjadi adanya data tanpa ada proses

penelitian ke lapangan.

51

4) Uji Confirmability

Pengujian confirmability dalam penelitian kuantitatif disebut uji

objektivitas. Penelitian dikatakan objektif bila hasil penelitian telah disepakati

banyak orang. Dalam penelitian kualitatif, uji confirmability mirip dengan uji

dependability, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji

confirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang

dilakukan. Standar confirmability ini terpenuhi apabila hasil penelitian merupakan

fungsi dari proses penelitian (Sugiyono, 2012). Sehingga, tidak terjadi adanya data

tanpa ada proses penelitian ke lapangan.

3.3 Metode Kuantitatif

3.3.1 Populasi dan Sampel

3.3.1.1 Populasi

Populasi menurut Sumarni dan Wahyuni (2006) adalah keseluruhan objek

yang diteliti dan terdiri atas sejumlah individu, baik yang terbatas (finite) maupun

tidak tebatas (infinite). Populasi dapat diartikan secara kuantitas dan karakteristik.

Sebagaimana dijelaskan Sugiyono (2012) bahwa populasi bukan hanya jumlah yang

ada pada objek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang

dimiliki oleh objek tersebut.

Populasi dalam penelitian ini adalah 66 orang peserta KAS yang pernah

menggunakan layanan kesehatan dari KAS.

52

3.3.1.2 Sampel

Sampel menurut Sumarni dan Wahyuni (2006) adalah bagian populasi yang

digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi. Apa yang dipelajari dari

sampel, maka kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Pengambilan sampel

penelitian dilakukan bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari

semua yang ada pada populasi, seperti karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu.

Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

Nonprobability Sampling. Nonprobability Sampling menurut Sugiyono (2012) adalah

teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang yang sama bagi setiap

unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Dalam praktiknya,

jenis Nonprobability Sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling. Lebih

lanjut dijelaskan Sugiyono (2012) bahwa disebut Purposive Sampling karena

pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan dengan pertimbangan tertentu.

Dalam hal ini, pertimbangan yang dilakukan didasarkan pada pernah tidaknya

anggota populasi menggunakan hak kepesertaan asuransinya untuk memperoleh

layanan kesehatan dari program KAS.

Dalam menentukan ukuran sampel dari suatu populasi, maka salah satu rumus

yang dapat digunakan adalah rumus Slovin. Rumus Slovin merupakan perbandingan

dari populasi dengan persentase kelonggaran ketidaktelitian, karena dalam

pengambilan sampel dapat ditolerir atau diinginkan (Umar, 2010). Berikut ini adalah

rumus Slovin:

53

Keterangan:

n = ukuran sampel

N = ukuran populasi

e = persentase kesalahan yang ditolerir dalam pengambilan sampel

Dalam penelitian ini, jumlah peserta Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu

diketahui sebanyak 288 orang dari 73 keluarga. Dari jumlah tersebut, tidak semua

peserta pernah sakit dan menggunakan layanan kesehatan dari KAS. Oleh karena itu,

populasi dalam penelitian ini dirumuskan dari 66 orang peserta KAS yang pernah

menggunakan layanan kesehatan dari KAS. Dengan persentase kesalahan (sampling

error) sebesar 5%, maka perhitungan jumlah sampel yang akan diteliti adalah sebagai

berikut:

( )

Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa jumlah sampel yang akan

diteliti adalah sebanyak 57 orang dari 66 peserta yang pernah berobat menggunakan

layanan KAS. Adapun pemilihannya dilakukan secara Snowball, yang mula-mula

jumlahnya kecil kemudian membesar hingga tercapai 57 orang.

54

3.3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada tahapan kedua penelitian

dalam metode penelitiaan kuantitatif adalah kuesioner. Menurut Sugiyono (2012),

kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.

Penggunaan teknik ini dilakukan karena jumlah responden yang cukup besar dan

tersebar di wilayah yang luas.

3.3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur

fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2012). Semua fenomena yang

terjadi dalam penelitian disebut sebagai variabel penelitian. Variabel yang digunakan

pada penelitian tahap kedua dengan metode kuantitatif ini adalah hasil dari penelitian

tahap pertama dengan metode kualitatif. Adapun variabel yang tersaji saat ini dapat

berubah saat penelitian di lapangan berlangsung.

3.3.3.1 Operasionalisasi Variabel

1. Variabel Bebas (Independent Variable)

Menurut Sarwono (2013), variabel bebas adalah variabel stimulus atau

variabel yang mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas merupakan variabel yang

variabilitasnya diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan

55

hubungannya dengan suatu gejala yang diobservasi. Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah program Klinik Asuransi Sampah (KAS).

2. Variabel Tergantung (Dependent Variable)

Menurut Sarwono (2013), variabel tergantung adalah variabel yang

memberikan reaksi atau respon jika dihubungkan dengan variabel bebas. Variabel

tergantung adalah variabel yang variabilitasnya diamati dan diukur untuk

menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas. Variabel tergantung

dalam penelitian ini adalah Akses Kesehatan.

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel

Variabel Konsep Dimensi Indikator Satuan Ukuran Skala

Variabel

Bebas:

Program

Klinik

Asuransi

Sampah (X)

Program KAS adalah

asuransi kesehatan

mikro yang

menggunakan

sampah sebagai

sumber finansial

dengan membuat

masyarakat

menggerakkan

sumber daya mereka

sendiri menjadi

modal dan

memberikannya

kembali kepada

mereka sebagai akses

kesehatan.

(Albinsaid, 2017)

Akses Potensial

Indikator

Struktural

(Aday, 1980,

dalam

Retnaningsih,

2013)

1) Ketersediaan

layanan

kesehatan

2) Organisasi

Jumlah tenaga

kesehatan

Fasilitas

layanan

kesehatan

Jam Kerja

Aksesibilitas

(Transportasi,

Waktu, &

Biaya)

Waktu

Tunggu

Periksa

Lama

Konsultasi

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Variabel

Tergantung:

Akses

Kesehatan

(Y)

Akses Kesehatan

adalah pemanfaatan

layanan kesehatan

tepat waktu untuk

mencapai status

kesehatan yang baik

dan paling

memungkinkan.

(Retnaningsih, 2013)

Akses Nyata

Indikator

Objektif &

Subjektif

(Aday, 1980,

dalam

Retnaningsih,

2013)

1) Pemanfaatan

Layanan

Kesehatan

2) Kepuasan

Konsumen

Kesesuaian

pelayanan

Proporsi

layanan

berobat

Kunjungan

Kepatuhan

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Sumber: Pengolahan penulis

56

3.3.3.2 Pengukuran Variabel

Instrumen penelitian yang digunakan dalam pengukuran variabel berupa

kuesioner yang dinyatakan dalam satuan skala Likert. Sebagaimana dijelaskan

Sugiyono (2012) bahwa skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan

persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala

Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel.

Kemudian indikator tersebut dijadikan titik tolak untuk menyusun item-item

instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item

instrumen akan mempunyai gradasi dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju.

Sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 3.2.

Penggunaan skala Likert dalam penelitian ini ditujukan untuk memperoleh

data Ordinal. Data Ordinal, sebagaimana dijelaskan oleh Sugiyono (2012), adalah

data kuantitatif yang berbentuk peringkat, yang jarak antar peringkatnya tidak sama.

Tabel 3.2

Skor untuk jawaban responden

Jawaban Responden Skor

Sangat Setuju (SS) 5

Setuju (S) 4

Ragu-ragu (RR) 3

Tidak Setuju (TS) 2

Sangat Tidak Setuju (STS) 1

Sumber: Sugiyono, 2012

57

3.3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

analisis deskriptif. Teknik analisis deskriptif dipergunakan untuk mendeskripsikan

variabel program Klinik Asuransi Sampah (X) dan variabel akses kesehatan (Y)

dengan cara melakukan pengukuran menggunakan kuesioner. Masing-masing disertai

dengan lima kemungkinan jawab yang harus dipilih oleh responden. Dari jawaban

tersebut kemudian disusun kriteria penilaian untuk setiap item pertanyaan

berdasarkan persentase dengan langkah-langkah berikut (Arikunto, 2010):

a. Nilai kumulatif adalah jumlah dari setiap item pertanyaan yang merupakan

jawaban dari tiap responden.

b. Persentase adalah nilai kumulatif item dibagi dengan nilai frekuensinya dan

dikalikan 100%.

c. Jumlah responden adalah 57 orang dan nilai skala pengukuran terbesar adalah 5,

sedangkan skala pengukuran terkecil adalah 1, sehingga diperoleh jumlah

kumulatif terbesar 57 x 5 = 285, dan jumlah kumulatif terkecil adalah 57 x 1 =

57. Untuk nilai persentase terkecil adalah sebesar (57 : 285) x 100% = 20%.

Nilai rentang: 100% - 20% = 80%, apabila dibagi angka skala tertinggi, maka

diperoleh interval persentase sebesar 16%.

Sehingga diketahui klasifikasi persentase penilaian pengaruh ssebagaimana

tabel di bawah ini:

58

Tabel 3.3

Persentase Penilaian Pengaruh

No Persentase Kategori Penilaian Pengaruh

1 20% - 36% Sangat Rendah

2 37% - 53% Rendah

3 54% - 70% Sedang

4 71% - 87% Tinggi

5 88% - 100% Sangat Tinggi

Sumber: Pengolahan penulis

Jika klasifikasi persentase penilaian pengaruh dalam tabel di atas disajikan

dalam garis kontinum, maka hasilnya dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3.1

Urutan Nilai dalam Garis Kontinum

20% 36% 53% 70% 87% 100%

Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat

Tinggi

Sumber: Pengolahan penulis

3.3.4.1 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

1) Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

dan keabsahan suatu instrumen (Arikunto, 2010). Untuk menguji validitas

instrumen penelitian. terlebih dahulu dicari nilai (harga) korelasi dengan

59

menggunakan rumus koefisien korelasi product moments pearson, menurut

Narimawati (2010) adalah sebagai berikut:

∑ ∑ ∑

√( ∑ (∑ ) ) ( ∑ (∑ ) )

Keterangan:

r = Koefisien korelasi

n = Jumlah responden

Y = Jumlah skor total seluruh item Yi

X = Jumlah skor tiap item Xi

Setelah nilai korelasi (r) didapat, kemudian dihitung nilai thitung untuk

menguji tingkat validitas. Alat ukur penelitian yang digunakan menurut Narimawati

(2010) adalah sebagai berikut:

Keterangan:

r = Koefisien korelasi

n = Jumlah responden

60

Setelah nilai thitung diperoleh, langkah selanjutnya adalah membandingkan

nilai thitung tersebut dengan nilai t tabel pada taraf signifikasi sebesar a= 0,05 dan

derajat kebebasan (dk) = n – 2. Kaidah keputusannya adalah:

Jika thitung > ttabel, maka alat ukur atau instrumen penelitian yang digunakan

adalah valid.

Jika thitung ≤ ttabel, maka alat ukur atau instrumen yang digunakan adalah tidak

valid.

Namun pada penelitian ini validitas item diukur dengan membandingkan

nilai r hitung dan r tabel. Nilai r hitung didapat dari hasil output cronbach alpha

pada kolom corelated item-total correlation. Apabila nilai r hitung > r tabel, maka

butir atau pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan valid.

2) Uji Reliabilitas

Menurut Sekaran (2006), reliabilitas adalah tingkat konsistensi suatu alat

ukur dalam mengukur gejala yang sama. Jika suatu alat ukur dipakai dua kali atau

lebih untuk mengukur gejala yang sama, dan memberikan hasil pengukuran yang

relatif konsisten, maka alat ukur tersebut dapat dinyatakan reliabel. Reliabilitas

merupakan salah satu ciri utama instrumen pengukuran yang baik.

Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan dengan menghitung nilai

koefisien Alpha Cronbach`s-nya melalui rumus berikut:

61

( )

( )

Keterangan:

k = Jumlah variabel manifes yang membentuk variabel laten

ȓ = Rata-rata korelasi antar variabel manifes

Tujuan perhitungan koefisien Alpha Cronbach`s adalah untuk mengetahui

tingkat konsistensi jawaban responden. Besarnya koefisien ini berkisar dari nol

hingga satu. Makin besar nilai koefisien, makin tinggi keandalan alat ukur dan

tingkat konsistensi jawaban.

Jika < 0,20 maka tingkat keandalan sangat lemah atau tingkat keandalan

tidak berarti.

Jika diantara 0,20 – 0,40 maka ditafsirkan bahwa tingkat keandalan yang

rendah tapi pasti.

Jika diantara 0,40 – 0,70 maka ditafsirkan bahwa tingkat keandalan yang

cukup berarti.

Jika diantara 0,70 – 0,90 maka ditafsirkan bahwa tingkat keandalan yang

tinggi.

Jika > 0,90 maka ditafsirkan bahwa tingkat keandalan yang sangat tinggi.

Menurut Arikunto (2010), penggunaan Teknik Cronbach`s Alpha akan

menunjukkan bahwa suatu instrumen dikatakan reliabel bila memiliki koefisien

reliabilitas atau alpha sebesar 0,6 atau lebih.

62

3.3.4.2 Pemilihan dan Perhitungan Tes Statistik

1) Analisis Korelasi Pearson

Koefisien korelasi Pearson digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya

hubungan linear antara variabel independen dan variabel dependen. Selain itu,

analisis ini juga digunakan untuk meyakinkan bahwa pada kenyataannya terdapat

hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.

(∑ ) (∑ ∑ )

√( ∑ (∑ ) ) ( ∑ (∑ ) )

Keterangan:

r = koefisien korelasi

n = ukuran sampel atau banyak data di dalam sampel

X = variabel bebas (independent)

Y = variabel terikat

Koefisien korelasi mempunyai nilai -1 ≤ r ≤ 1, dimana:

a. Apabila r = 1, maka korelasi antara kedua variabel dikatakan sangat kuat dan

searah, artinya jika X naik sebesar 1 maka Y juga akan naik sebesar 1 atau

sebaliknya.

b. Apabila r = 0, maka hubungan antara kedua variabel sangat lemah atau tidak

ada hubungan sama sekali.

63

c. Apabila r = -1, maka korelasi antar kedua variabel sangat kuat dan berlawanan

arah, artinya apabila X naik sebesar 1 maka Y akan turun sebesar 1 atau

sebaliknya.

Intrepretasi koefisien korelasi ditunjukkan melalui tabel berikut:

Tabel 3.4

Interpretasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 - 0,199 Sangat Rendah

0,20 - 0,339 Rendah

0,40 - 0,559 Sedang

0,60 - 0,779 Kuat

0,80 - 1,000 Sangat Kuat

Sumber: Sugiyono, 2012

2) Analisis Regresi Linear Sederhana

Analisis regresi pada dasarnya untuk mengukur kekuatan hubungan antara

dua variabel atau lebih, selain itu juga untuk menunjukkan arah hubungan antara

variabel dependen dengan variabel independen (Ghozali, 2013). Analisis regresi

linear sederhana merupakan suatu analisis yang digunakan untuk melihat adanya

suatu hubungan dan pengaruh antara variabel independen (X) terhadap variabel

dependen (Y). Dalam pengolahan data, peneliti menggunakan alat bantu berupa

perangkat lunak IBM SPSS Statistics 21. Teknik analisis data yang digunakan

64

adalah analisis regresi linear sederhana. Adapun persamaan regresi tersebut adalah

sebagai berikut:

Y = a + bX + e

Keterangan:

Y = Kemampuan Akses Kesehatan

X = Program Klinik Asuransi Sampah

a = Konstanta

b = Koefisien Regresi

e = Error Term

3) Uji Statistik t

Uji t digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh secara parsial antara

Program Klinik Asuransi Sampah (KAS) terhadap Akses Kesehatan pada anggota

KAS Bumiayu. Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengujian adalah:

a. Menyusun hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1)

H0 : b = 0, diduga variabel independen secara parsial tidak berpengaruh

signifikan terhadap variabel dependen.

H1 : b ≠ 0, diduga variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan

terhadap variabel dependen.

b. Menentukan tingkat signifikansi (α) sebesar 0,05.

c. Membandingkan thitung dengan ttabel, jika thitung lebih besar dari ttabel maka H0

ditolak dan H1 diterima.

65

Nilai thitung dapat dicari dengan rumus:

thitung =

a. Bila –ttabel > -thitung dan thitung < ttabel, variabel independen secara individu

tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

b. Bila -ttabel < -thitung dan thitung > ttabel, variabel independen secara individu

berpengaruh terhadap variabel independen

Rumusan hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:

H0 : Program Klinik Asuransi Sampah berpengaruh signifikan terhadap akses

kesehatan masyarakat.

H1 : Program Klinik Asuransi Sampah tidak berpengaruh signifikan terhadap akses

kesehatan masyarakat.

66

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Penelitian

4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Kota Malang merupakan kota dengan luas wilayah 110,06 km2 yang wilayah

administratifnya terdiri dari 5 kecamatan dan 57 kelurahan dengan jumlah penduduk

tetap 867.832 jiwa dan pendatang ± 300.000 jiwa (DKP Kota Malang, 2013). Setiap

harinya di kota ini dihasilkan 405,41 ton sampah organik (61,50%) dan 253,79 ton

sampah anorganik (38,50%) yang berasal dari penduduk, warga yang bukan

penduduk, jalan, pasar, industri, dan sumber lain. Disamping tingginya produksi

sampah, Kota Malang juga mengalami permasalahan kemiskinan dengan jumlah

penduduk miskin 41.000 jiwa (4,87%) dengan garis kemiskinan Rp.362.162 per

bulan (BPS, 2013). Dengan garis kemiskinan ini, sebagaimana data Susenas (2010,

dalam World Bank, 2013) bahwa rumah tangga miskin menghabiskan hanya 1,6%

persen dari total konsumsinya pada kesehatan, maka anggaran kesehatan rumah

tangga miskin di Kota Malang hanya sebesar Rp.5.800/bulan. Hal ini akan

berdampak pada sulitnya akses kesehatan oleh masyarakat miskin.

Hal tersebut mendorong penulis meneliti salah satu program di Kota Malang

yang berupaya menyelesaikan permasalahan sampah dan kesehatan secara simultan

yakni program Klinik Asuransi Sampah (KAS). Program ini berlokasi di Kelurahan

Bumiayu, Kecamatan Kedungkandang. Dari sekitar 6 RW di Kelurahan Bumiayu,

67

penelitian dilakukan kepada peserta program KAS yang tersebar di RW 5 (RT 1-4).

Berikut gambar peta lokasi penelitian di RW 5:

Gambar 4.1

Lokasi Penelitian di RW 5

Sumber: Situs Kelurahan Bumiayu

4.1.2 Program Klinik Asuransi Sampah (KAS)

Secara bentuk, program Klinik Asuransi Sampah (KAS) merupakan program

socioentrepreneurship (kewirausahaan sosial). Hal ini bermakna program KAS tidak

berada pada posisi bisnis yang orientasinya hanya untuk mencari keuntungan/profit.

Selain itu, KAS tidak pula berada pada posisi sosial yang hanya memberikan bantuan

langsung. Karena jika hanya bersifat sosial berarti pendanaan program akan berasal

dari donatur, sehingga program bisa saja terhenti karena tidak adanya donatur. Akan

68

tetapi, program KAS berada di tengah-tengah antara keduanya. Hal ini dilakukan

untuk menjaga keberlanjutan program.

4.1.2.1 Sejarah Klinik Asuransi Sampah

Klinik Asuransi Sampah (KAS) adalah program asuransi kesehatan mikro

yang bertujuan membantu masyarakat miskin untuk memperoleh akses kesehatan.

Dalam prosesnya, program ini terlahir dari hasil perjalanan yang panjang. Berawal

dari pengalaman dokter Rita Rosita, M.Kes. saat ia menjadi dokter PTT (pegawai

tidak tetap) di sebuah puskesmas di Kediri yang berhadapan langsung dengan sebuah

pondok pesantren. Ia melihat keadaan dimana penghuni pondok pesantren tidak

berani berobat karena tidak memiliki uang yang cukup. Padahal biaya puskesmas

ketika itu cukup murah. Karena hal tersebut dan berbagai kelemahan program

Jamkesmas yang dikelola pemerintah, membuatnya berpikir, bagaimana membuat

masyarakat mampu membiayai kesehatan secara mandiri.

Keinginan dokter Rita untuk membantu masyarakat agar dapat berobat

kemudian terwujud bersamaan dengan berdirinya Klinik Kesehatan Umum Mawar

Husada pada Oktober 2004. Klinik yang berlokasi di Jalan Veteran Dalam, RT 02

Kelurahan Sumbersari, Kota Malang kemudian menjadi tempatnya dalam

menerapkan skema asuransi kesehatan murah untuk semua golongan yang ia beri

nama Jaminan Masyarakat Mandiri (Jasri). Klinik tersebut menerapkan sistem Tri

Partid dalam menjalankan kegiatannya yang berarti pelaksanaan program kesehatan

klinik bertumpu kepada tiga pihak. Pihak pertama, badan penyelenggara yaitu PKK

69

(Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) RT 02; pihak kedua, pengelola berupa tenaga

medis yaitu dokter Rita; dan pihak ketiga adalah peserta Jasri yakni warga RT 02

Kelurahan Sumbersari. Mengenai pembiayaan pengobatan pasien diperoleh dari iuran

peserta asuransi sebesar Rp.500 per orang per bulan. Jika dalam satu keluarga

terdapat semisal 3 peserta asuransi, baik sakit maupun sehat, maka premi yang

dibayar oleh keluarga tersebut adalah sebesar Rp.1.500 setiap bulannya. Melalui

pembayaran premi ini peserta Jasri berhak atas pemeriksaan kesehatan/konsultasi

gratis dan pembelian obat dengan harga murah. Selain itu, agar peserta yang

membutuhkan dapat memperoleh layanan rawat inap, maka dokter Rita

merencanakan adanya sistem dana bergulir sehingga peserta yang sakit bisa dipinjami

dana untuk rawat inap di rumah sakit dan kemudian diangsur secara berkala agar

memudahkan. Adapun pembiayaan obat dan jasa dokter dalam skema asuransi ini

bersumber dari badan penyelenggara.

Pada tahap awal pembukaan program Jasri, pesertanya berjumlah 264 orang

dari warga Jalan Veteran Dalam di RT 02 Kelurahan Sumbersari. Dalam keberjalanan

program tersebut, nominal premi yang hanya Rp.500 per orang per bulan kemudian

atas kesepakatan bersama dinaikkan pada tahun 2006 menjadi Rp.1.000 per orang per

bulan. Pada tahun 2008, wilayah kepesertaan Jasri pun meluas seiring kemanfaatan

yang dirasakan masyarakat, dari awalnya peserta hanya berasal dari warga RT 02,

kemudian meluas dengan mencakup warga dari RW 02. Jumlah pesertanya pun

meningkat menjadi 650 orang pada 2009. Semakin luasnya cakupan pelayanan

ternyata menimbulkan perbedaan pendapat di kemudian hari karena banyak RT yang

70

tidak setuju terkait iuran bulanan yang bersifat wajib. Kondisi tersebut pun

melahirkan inovasi untuk menggunakan sampah sebagai ganti pembayaran iuran

bulanan. Pada setiap hari Sabtu, peserta Jasri mengumpulkan sampah senilai

Rp.10.000 sebagai premi kesehatan, dengan perincian Rp.5.000 untuk dana sehat dan

sisanya sebagai tabungan.

Pada tahun 2009 tersebut, Gamal Albinsaid dengan dibantu empat temannya

yakni Muhammad Maulana, Dofi Hamid Hunaif, Didin Arya, dan Sapta Adi, yang

merupakan mahasiswa dari dokter Rita, hendak mengikuti kegiatan Pimnas (Pekan

Ilmiah Mahasiswa Nasional) dengan proposal mengenai sampah sebagai premi

kesehatan. Alhasil, mereka belajar langsung kepada dokter Rita dalam mengelola

sampah sebagai premi kesehatan, termasuk mencari pengepul yang mau membeli

sampah dengan harga tertinggi dan mengambil sendiri di Kelurahan Sumbersari.

Program ini sekaligus menjadi edukasi kepada peserta asuransi untuk dapat memilah

sampah antara yang organik dan anorganik.

Selain di Kelurahan Sumbersari, pada tahun 2010, pengaplikasian program

asuransi berpremi sampah ini juga dilakukan Gamal dan teman-temannya di klinik

milik dokter Rita di Kecamatan Lowok Waru, Kota Malang. Namun, penggunaan

sampah sebagai premi kesehatan ini, baik di Kelurahan Sumbersari maupun di

Kecamatan Lowok Waru, ternyata mengalami banyak kendala. Di Kelurahan

Sumbersari, kendala yang dihadapi seperti pengepul yang jarang datang dan tempat

penampungan sampah yang belum tersedia. Akibatnya banyak sampah yang

tertumpuk di salah satu rumah warga. Adapun di Kecamatan Lowokwaru, kendala

71

yang dihadapi berupa keterbatasan SDM, sistem yang belum baik, dan biaya.

Akhirnya, pada tahun 2011, premi sampah di Klinik Mawar Husada Kelurahan

Sumbersari sudah tidak berjalan dan kembali menggunakan sistem dana iuran peserta.

Bahkan di tahun 2012 klinik ini sudah tidak beroperasi karena kesibukan dokter Rita

dan Ibu Nila (ketua klinik sekaligus penggerak warga di RT 02). Adapun penerapan

premi sampah pada klinik di Kecamatan Lowokwaru hanya bertahan selama enam

bulan.

Pada tahap ini, tokoh penggerak program asuransi sampah yang awalnya

diinisiasi oleh dokter Rita, kini diteruskan oleh Gamal selaku mahasiswanya di

Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Berbagai kegagalan dalam upaya

penerapan sampah sebagai premi kesehatan tidak membuat Gamal menyerah, bahkan

membuatnya banyak belajar. Salah satu hal yang membuatnya bersemangat dan

optimis mengenai asuransi kesehatan berpremi sampah adalah kondisi di mana

masyarakat miskin tidak bisa berobat dan dipaksa pasrah dengan keadaannya. Salah

satu kisah yang menginspirasinya adalah tentang Khaerunnisa.

Cerita mengenai Khaerunnisa bermula pada Juni 2005 ketika ia mengalami

sakit diare. Supriono, ayah Khaerunnisa, yang berprofesi sebagai pemulung pernah

membawa Khaerunnisa untuk berobat ke puskesmas. Saat itu, dokter meminta agar

anaknya menjalani rawat inap. Namun, karena ketiadaan uang, Supriono tidak

menyanggupi hal tersebut. Saat berobat di puskesmas tersebut, ia harus membayar

Rp.4.000. Biaya itu sangatlah mahal baginya, dengan penghasilan dari memulung

hanya sekitar Rp.10.000 setiap hari yang harus cukup untuk biaya makan ia dan dua

72

anaknya, Muriska Shaleh dan Nur Khaerunnisa. Sehingga, Khaerunnisa hanya bisa

dibawa pulang menggunakan gerobak untuk menemani Ayahnya memulung untuk

kebutuhan hidup hari itu. Tapi, setelah empat hari sakit akhirnya Khaerunnisa

meninggal dunia di dalam gerobak sampah ayahnya.

Potret permasalahan kemiskinan dari keluarga Khaerunnisa belum berakhir.

Saat itu, Supriono hanya memiliki sedikit uang yang tidak sampai Rp.10.000.

Sehingga, jangankan biaya penguburan, untuk sekedar membeli kain kafan saja ia

tidak mampu. Kondisi tersebut membuat Supriono berencana membawa mayat

anaknya ke kampung pemulung di wilayah Kramat, Bogor, menggunakan kereta rel

listrik (KRL) Jabodetabek. Ia berharap memperoleh bantuan penguburan dari sesama

teman-teman pemulungnya. Mayat anaknya kemudian dibawa menggunakan gerobak

yang merupakan alat kerja sekaligus tempat tidur bagi kedua anaknya setiap hari.

Menyusuri Jalan Cikini, Manggarai, menuju Stasiun Tebet. Namun, saat sampai di

Stasiun Tebet, Supriono yang tengah menggandeng Muriska Shaleh dan membopong

Khaerunnisa dengan wajah ditutup, ditanya tentang anaknya. Ia pun berterus terang

mengenai kondisi anaknya yang sudah meninggal. Pernyataan tersebut membuat

banyak penumpang KRL heran dan merasa curiga. Hingga ia akhirnya dibawa ke

kantor polisi Tebet.

Di polisi sektor Tebet, Supriono diperiksa mengenai Khaerunnisa. Polisi yang

tidak ingin mudah percaya dengan keterangannya memutuskan untuk mengirim

mayat Khaerunnisa agar diotopsi di RSCM. Dari ruang mayat RSCM, Supriono

menolak dengan tegas jika anaknya diotopsi, karena ketiadaan uang dan kasihan jika

73

anaknya harus dibedah. Permintaan Supriono itu akhirnya dikabulkan pihak RSCM

dengan menandatangani surat pernyataan penolakan otopsi.

Akhirnya setelah keluar dari RSCM, karena ketiadaan biaya untuk membayar

jasa ambulan, Supriono mengendong anaknya keluar rumah sakit. Beberapa pedagang

di sekitar RSCM yang mendengar ceritanya merasa iba lalu mengumpulkan uang

untuk membantu Supriono. Uang yang terkumpul itu ia gunakan untuk naik Bajaj

menuju rumah Ibu Sri, pemilik rumah petak yang pernah dikontraknya dulu, di Jalan

Manggarai Utara VI, Jakarta Selatan. Akhirnya, Ibu Sri bersama beberapa

tetangganya yang merasa iba membantunya untuk penguburan Khaerunnisa keesokan

harinya di Taman Pemakaman Umum (TPU) Menteng Pulo.

Menurut Asisten Bagian Kesejahteraan Masyarakat Sekda DKI Jakarta,

Rohana Manggala, kasus Supriono seharusnya tidak terjadi karena pemerintah daerah

menyediakan pelayanan gratis bagi orang tidak mampu, dengan syarat menunjukkan

SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) dari RT/RW domisilinya (Tempo, 2005).

Namun, ternyata orang seperti Supriono tidak bisa menikmati fasilitas tersebut. Ia

hanya seorang pemulung yang tidak memiliki domisili. Setelah bercerai dengan

istrinya, yang memilih pulang kampung, ia hidup menggelandang dengan dua

anaknya menyusuri jalan-jalan di Jakarta. Dia sengaja membuat gerobak kayunya

tertutup di bagian tengahnya untuk tempat tidur dan berlindung dua anaknya. Di

bagian depan gerobak dibuat kotak yang digunakan untuk menyimpan baju dan

keperluan anaknya. “Saya mangkal di halte depan Gereja (Isa Almasih) Cikini. Kalau

74

lagi hujan, gerobak saya bawa ke halte, biar anak-anak tidak kehujanan,” tutur

Supriono tentang “domisilinya” itu (Tempo, 2005).

Berita ini menjadi motivasi tersendiri bagi Gamal, terlebih ia berkuliah di

Fakultas Kedokteran yang kelak akan mencetak para tenaga kesehatan. Ia pun rajin

mengumpulkan data. Ia menemukan dalam lingkup nasional, pendapatan 50%

penduduk Indonesia berada di bawah US$2 per hari. Bahkan, 18%-nya berada di

bawah US$1. Dari pendapatan yang rendah ini rata-rata rumah tangga hanya

membelanjakan 2,1% dari total konsumsi mereka untuk kesehatan, berkisar 3,2%

untuk rumah tangga kaya dan 1,6% untuk rumah tangga miskin (Susenas, 2010,

dalam World Bank, 2013). Itu artinya, untuk rumah tangga miskin dengan total

konsumsi Rp.500.000 per bulan, yang digunakan untuk kesehatan hanya Rp.8.000.

Berdasarkan realita dan data tersebut, Gamal mendirikan CV Indonesia

Medika pada tahun 2013 sebagai wadah untuk mengembangkan dunia kesehatan

melalui produk dan program yang inovatif. Salah satu program inovatif yang hendak

dikembangkannya adalah program Klinik Asuransi Sampah (KAS). Program KAS

yang dulu sempat gagal, kemudian diuji coba kembali setelah dilakukan berbagai

perbaikan sistem. Salah satu caranya melalui kerjasama dengan klinik kesehatan dan

pengelola sampah yang berada di Kota dan Kabupaten Malang. Klinik kesehatan

yang menjalin kerjasama dengan Indonesia Medika mengenai program KAS adalah

Klinik Griya Sehat di Jalan Raya Tondano F3/E36, Sawojajar; Klinik Bumiayu di

Jalan Kyai Parseh Jaya 18 B, Bumiayu; Klinik Layanan Kesehatan Sosial Kahuripan

di Jalan Kahuripan 12, Klojen; Klinik Layanan Kesehatan Manyar di Jalan Manyar

75

57, Sukun; dan Klinik Robbani di Perum Bumi Mondoroko Raya Blok BA-1,

Singosari. Adapun terkait pengelolaan sampah, kerjasama dilakukan dengan Bank

Sampah Malang (BSM).

Seiring berjalannya waktu dan evaluasi yang terus dilakukan. Terdapat

beberapa hal yang dicermati yakni keluhan dari warga mengenai pengelolaan sampah

organik yang selama ini dilakukan di masing-masing rumah warga. Keluhan yang

muncul yakni bau tidak sedap akibat pengomposan sampah organik yang butuh

waktu lama sekitar dua hingga empat pekan untuk menjadi pupuk.

Selain kendala yang terjadi dalam pegelolaan sampah organik, pengelolaan

sampah anorganik juga mengalami hal serupa. Pengelolaan sampah yang berlokasi di

wilayah Gandaria dinilai tidak efektif dan efisien karena pengangkutan premi sampah

anorganik dari masing-masing klinik yang tersebar di lima lokasi di Kota dan

Kabupaten Malang memakan jarak yang jauh dan biaya angkut yang besar. Hal ini

berakibat pendapatan hasil penjualan sampah umumnya sama dengan pengeluaran

untuk transportasi sampah tersebut. Akibatnya tidak terdapat untung dalam penjualan

sampah, bahkan seringkali tidak menutupi biaya-biaya di luar transportasi.

Hal tersebut kemudian membuat kerjasama yang telah dilakukan dengan lima

klinik dan satu pengelola sampah dihentikan. Adapun, ganti penghentian kerjasama

tersebut adalah dengan melakukan akuisisi terhadap Klinik Bumiayu yang

sebelumnya juga menerima kerjasama. Awalnya, Klinik Bumiayu ini adalah tempat

praktek salah seorang dokter yang menjadi relawan Indonesia Medika. Selain itu,

posisi Klinik Bumiayu juga dekat dengan Pasar Gadang yang memiliki potensi

76

sampah yang besar, dan umumnya masyarakat di wilayah tersebut berpendapatan

rendah. Hal inilah yang kemudian membulatkan tekad Indonesia Medika untuk

melakukan akuisisi dan menjadikan Klinik Bumiayu sebagai pilot project

pengelolaan program KAS dengan sampah anorganik sebagai preminya.

Demikianlah sejarah panjang lahirnya program Klinik Asuransi Sampah

(KAS) yang melalui berbagai fase kegagalan, sebelum akhirnya bisa beroperasi

kembali hingga saat ini. Dokter Gamal Albinsaid mengungkapkan:

4.1.2.2 Profil Pendiri KAS

Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu yang saat ini berada di bawah

Yayasan Indonesia Medika dikembangkan oleh dokter Gamal Albinsaid, M.Biomed

saat usianya masih 24 tahun. Saat awal mengelola KAS tahun 2013, dokter Gamal

masih berstatus sebagai Dokter Muda Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang,

sekaligus mahasiswa Double Degree Biomedik Universitas Brawijaya. Saat ini,

dokter Gamal adalah seorang dokter, inovator kesehatan, peneliti, pengusaha,

wirausahawan sosial, dan inspirator berbagai seminar nasional hingga internasional.

Dilahirkan 8 September 1989 di Kota Malang, dokter Gamal, dokter lulusan

Universitas Brawijaya ini telah memperoleh banyak prestasi sejak usia belia. Di masa

kuliahnya ia telah meraih 12 penghargaan ilmiah dari berbagai universitas ternama di

Saya yakin semua ide selalu melalui proses kegagalan, oleh karenanya

inovator tangguh adalah mereka yang gagal 100 kali dan bangkit 101 kali.

77

Indonesia. Salah satu yang memotivasinya mengembangkan berbagai inovasi

kesehatan adalah kisah seorang anak pemulung bernama Khaerunnisa yang

meninggal di gerobak sampah ayahnya karena sakit diare dan tidak mampu berobat

Hal ini melahirkan semangat untuk mencapai visinya yakni membuka akses layanan

kesehatan kepada semua orang, khususnya mereka yang tidak mampu. Berbagai

inovasi yang telah ia kembangkan adalah Klinik Asuransi Sampah (KAS), Homedika,

Sabuk Bayi Pintar, Care for Mother, SiapaPeduli.id, dan berbagai inovasi kesehatan

lainnya. Dengan berbagai inovasi kesehatan tersebut masyarakat miskin dapat

merasakan manisnya layanan kesehatan.

Inovasi yang dikembangkan dokter Gamal telah membantu ribuan pasien

memperoleh layanan kesehatan. Ada Pak Ponali yang selama setengah tahun

terbaring di tempat tidur karena struk dan tidak mampu berobat, Ibu Muna 4 dari 5

anaknya meninggal dunia karena sakit diare dan tidak memiliki biaya untuk berobat,

dan Dek Abi bayi berusia 14 bulan yang menderita Severe Crouzon Syndrome

(kelainan gen karena penyatuan tulang tengkorak terlalu cepat) yang harus kehilangan

kedua matanya dan tidak mampu berobat. Namun, kini berbagai inovasi kesehatan

yang dokter Gamal kembangkan telah membantu mereka dan ribuan pasien lain

mendapatkan layanan kesehatan. Berbagai kebaikan tersebut membuatnya menjadi

pemuda pertama di dunia dan satu-satunya di Asia yang mendapat penghargaan

kehormatan HRH The Prince of Wales Young Sustainability Entrepreneur Award dari

Kerajaan Inggris yg diserahkan langsung oleh Pangeran Charles. Termasuk lebih dari

40 perhargaan lainnya, yang diantaranya adalah penghargaan Internasional dari

78

Jepang (Takeda Young Entrepreneur Award 2016), Jerman (Second Winner

Empowering People Award dan Co-Creating A Healthier World 2016), Korea

Selatan (Youth for Asia from Asia Development Bank 2015), India (50 Most Impactful

Social Innovator in the World), Kamboja (Global Social Venture Challenge South

East Asia 2015), Peru (Japanese Award for Most Innovative Development Project)

dan Amerika Serikat (People Choice Award 2015 California University). Berbagai

karya dan penghargaan yang ia peroleh telah menobatkannya menjadi 1 diantara 50

inovator sosial paling berpengaruh di dunia.

Selain mengembangkan inovasi kesehatan, dokter Gamal juga aktif menjadi

motivator berskala internasional dengan menjadi pembicara di 17 negara dan

meluncurkan bukunya yang berisi 30 nilai hidup yang menghantarkannya mendunia

berjudul Muda Mendunia. Ia mengungkapkan:

4.1.2.3 Sumber Daya KAS

Saat ini Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu berada di bawah Yayasan

Indonesia Medika yang didirikan oleh dokter Gamal, dokter Rita, dan juga dokter

Arif yang sekaligus menjadi pembina yayasan. Program ini juga memiliki beberapa

penasehat seperti dr. Rita Rosita, M.Kes, dosen Universitas Brawijaya; Emma Mee

Yang saya lakukan kecil dan sederhana, tapi saya yakin, dengan

keikhlasan, gotong royong, dan kerja keras yang kita lakukan, Tuhan berwenang

sepenuhnya membesarkan kebaikan kita.

79

dan Nichola Dee, dosen Cambridge Program Sustainability Leadership dari

Universitas Cambridge; Dr. H. Sakhyan Asmara, Deputi II Kementerian Pemuda dan

Olah Raga RI; dan R. Sudirman, Direktur Pengelolaaan Sampah Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Dalam tatanan operasionalnya, beberapa sumber daya di KAS bekerja dengan

peran ganda. Seperti ketua Yayasan Indonesia Medika yakni Hari Dwi Suharsono,

S.Kep. yang tengah menempuh kuliah Master Manajemen Rumah Sakit, ia sekaligus

menjadi manajer Klinik Asuransi Sampah (KAS) dengan tugas utama dalam

pengelolaan klinik. Sekretaris umum Indonesia Medika yakni Mbak Safda sekaligus

berperan mengelola keuangan KAS. Sekretaris KAS yakni Mas Taufiq yang turut

menjadi penanggung jawab dalam pengelolaan sampah. Adapun tenaga teknis yang

sehari-hari berinteraksi dengan peserta KAS terdiri dari 3 dokter, 2 apoteker, dan 1

orang petugas kebersihan.

Dengan berbagai peran ganda ini sekaligus memperamping struktur kerja dan

menekan biaya. Hal ini sangat cocok dengan tipe KAS sebagai salah satu program

dari Indonesia Medika yang masih berada dalam tahapan start up.

4.1.2.4 Social Model Analysis (Analisis Model Sosial)

Sesuatu yang menjadi kelebihan Klinik Asuransi Sampah (KAS) adalah

preminya yang berupa sampah sehingga kepesertaannya dapat diikuti oleh setiap

kalangan, khususnya masyarakat miskin. Secara umum alur pengolahan sampah yang

dilakukan KAS tergambar melalui perspektif klinik sebagai berikut:

80

Gambar 4.2

Perspektif Klinik Asuransi Sampah

Sumber: Data KAS

Peserta KAS menyerahkan premi sampahnya dengan akumulasi nilai sampah

Rp.10.000 setiap bulan. Lalu, sampah yang terkumpul akan diproses berdasar

jenisnya. Sampah organik akan diproses di masing-masing rumah warga menjadi

pupuk organik melalui metode Takakura/Rajaneresik. Sedangkan sampah anorganik

akan diproses di pusat pengolahan sampah menjadi barang daur ulang, seperti biji dan

perabot plastik. Setelah pemrosesan ini, maka nilai sampah akan meningkat dari yang

sebelumnya, sehingga pendapatan yang diperoleh dari penjualannya akan lebih besar.

Setidaknya gambaran keuangan program KAS dapat dilihat melalui pendapatan

pengumpulan sampah, pengolahan sampah, dan skema asuransi sebagai berikut:

81

A. Gambaran Pendapatan Pengumpulan Sampah

Tabel 4.1

Gambaran Pendapatan Pengumpulan Sampah

No. Peserta

KAS

Jumlah Premi Sampah

(Kg)

Konversi ke Rupiah

(Rp)

1 A 3 11.000

2 B 2,5 13.000

3 C 3,5 11.000

4 D 3 12.000

Total nilai premi 47.000

Rata-rata nilai premi tiap orang per bulan 11.750

Sumber: Data KAS

Melalui gambaran pada Tabel 4.1 ini dapat dilihat bahwa premi sampah dari

peserta KAS akan ditimbang beratnya dalam satuan Kilogram. Jumlah berat tidak

selamanya berbanding lurus dengan besaran harganya. Sebagai contoh, peserta A

(3Kg) yang berat sampahnya lebih tinggi dari peserta B (2,5Kg) dihargai sebesar

Rp.11.000, lebih rendah daripada peserta B yang dihargai Rp.13.000. Hal ini

dikarenakan harga sampah selain dipengaruhi oleh jumlah, juga dipengaruhi oleh

jenisnya. Melalui konversi nilai sampah ini, maka pengelola KAS dapat mengetahui

apakah premi sampah yang diberikan masyarakat sudah atau belum mencapai target

senilai Rp.10.000.

82

B. Gambaran Pendapatan Pengolahan Sampah

Tabel 4.2

Gambaran Pendapatan Pengolahan Sampah

No. Jenis Sampah Hasil Pengolahan Nilai (Rp)

1 Sampah Organik Pupuk Padat 3.400

Pupuk Cair 5.900

2 Sampah Anorganik Penjualan Langsung 4.700

Produk Daur Ulang 15.000

Pendapatan pengolahan sampah 29.000

Sumber: Data KAS

Untuk memaksimalkan pendapatan yang diperoleh maka premi sampah

dikelola berdasarkan jenisnya. Sampah organik diolah menjadi pupuk padat dan

cair, salah satunya melalui metode Takakura/Rajaneresik, semacam tong yang

mampu mengkomposkan sampah. Namun, khusus sampah organik seperti kertas

dan kardus dalam prosesnya tidak diolah bersama sampah organik basah lainnya,

melainkan diproses seperti sampah Anorganik. Pemrosesan sampah anorganik, ada

yang langsung dijual ke pengepul dan sebagiannya didaur ulang. Pendapatan dari

maksimalisasi potensi sampah organik dan anorganik ini akan menghasilkan

pendapatan sekitar Rp.29.000 per orang per bulan. Sebagaimana digambarkan

dalam Tabel 4.2 di atas.

83

C. Gambaran Pendapatan Skema Asuransi

Tabel 4.3

Pendapatan Skema Asuransi

Nilai

Premi (Rp) 1 2 3 4 5 6 Total

1 29.000 29.000 29.000 29.000 29.000 29.000 174.000

2 29.000 29.000 29.000 29.000 29.000 29.000 174.000

3 29.000 29.000 29.000 29.000 29.000 29.000 174.000

4 29.000 29.000 29.000 29.000 29.000 29.000 174.000

5 29.000 29.000 29.000 29.000 29.000 29.000 174.000

Pendapatan premi dari 30 peserta 870.000

Pengeluaran Biaya Kesehatan =

Rp.30.000 x 6 peserta yang sakit (20% dari total peserta) 180.000

Sisa Pendapatan 690.000

Sumber: Data KAS

Maksimalisasi potensi sampah organik dan anorganik yang menghasilkan

pendapatan sekitar Rp.29.000 per orang per bulan akan masuk dalam skema

asuransi. Melalui skema asuransi ini maka pendapatan dan pengeluaran biaya

kesehatan dapat diperhitungkan. Sebagaimana digambarkan pada Tabel 4.3 dengan

30 peserta maka akan diperoleh pendapatan premi sebesar Rp.870.000 per bulan.

Pendapatan ini kemudian dikurangi dengan pengeluaran biaya kesehatan primer

untuk peserta asuransi yang sakit. Secara umum, biaya kesehatan primer per orang

adalah Rp.30.000 dan berdasarkan data diketahui bahwa hanya 10-20% dari total

peserta asuransi yang sakit di setiap bulannya. Sehingga pengeluaran biaya

kesehatannya adalah Rp.30.000 dikali 6 peserta (20% dari 30 peserta), yakni

Rp.180.000. Dari hasil pengurangan pendapatan premi dan pengeluaran biaya

kesehatan diperoleh sisa pendapatan sebesar Rp.690.000.

84

4.1.2.5 Penghargaan KAS

Program Klinik Asuransi Sampah (KAS) telah memperoleh berbagai

penghargaan dari dalam dan luar negeri. Salah satu yang paling fenomenal adalah

penghargaan The HRH (His Royal Highness) Prince of Wales Young Sustainability

Entrepreneur dari Pangeran Charles, putra mahkota kerajaan Inggris. Di Istana

Buckingham, London, Pangeran Charles mengungkapkan, “I Would like to give my

warmest congratulations to Gamal Albinsaid for his marvelous initiative. This idea

handles two problems at the same time.” Penghargaan ini diraih pada tahun 2014

dengan menyisihkan 511 wirausaha unggulan yang berasal dari 90 negara.

Berikut daftar penghargaan yang pernah diterima oleh dokter Gamal

Albinsaid, M.Biomed. dan Indonesia Medika terkait program KAS:

1) Indonesia Green Award (IGA) 2015. Penghargaan ini ditujukan kepada pelaku

industri yang dalam aktivitas usahanya juga turut peduli terhadap kelestarian

lingkungan. Kategori penghargaan yang dianugerahkan antara lain adalah

penyelamatan sumber daya air, pengembangan energi baru dan terbarukan,

pengembangan keanekaragaman hayati, pelopor pencegahan polusi,

pengembangan dan pengolahan sampah terpadu, penginspirasi komunitas, green

province, serta green city. Adapun, selain 8 kategori tersebut, terdapat

penghargaan khusus The Best Inspiring IGA 2015 yang diraih dokter Gamal

Albinsaid bersama Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Gubernur Jawa

Barat Ahmad Heryawan.

85

2) Penghargaan Ksatria Bakti Husada Kartika 2014. Penghargaan ini diberikan

oleh Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko

PMK) Puan Maharani atas insan yang dinilai berperan bagi kemajuan bangsa.

Selain diterima oleh dokter Gamal Albinsaid, penghargaan ini juga diterima

oleh Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.

3) Tokoh Perubahan 2014 versi Koran Republika. Penghargaan ini diterima Gamal

Albinsaid 3 bulan setelah memperoleh gelar kehormatan dari Kerajaan Inggris.

Tokoh perubahan 2014 lain yang disejajarkan dengannya adalah mantan Ketua

KPK Abraham Samad dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

4) The HRH Prince of Wales Young Sustainability Entrepreneur dari Kerajaan

Inggris tahun 2014. Penghargaan ini diberikan kepada juara umum dalam ajang

Unilever Sustainability Living Young Entrepreneur Award (USLYEA) dengan

hadiah sebesar 50.000 euro atau sekitar Rp.800.000.000.

5) Unilever Sustainability Living Young Entrepreneur Award (USLYEA) dari

Unilever tahun 2014. Penghargaan ini diberikan kepada wirausahawan muda di

seluruh dunia yang mempunyai solusi praktis dan inovatif yang dapat

diduplikasi secara masif dalam mengurangi dampak lingkungan dan

meningkatkan kesehatan serta kesejahteraan melalui perubahan perilaku

masyarakat itu sendiri. Hadiah yang diperoleh berupa penghargaan dari

Kerajaan Inggris dan paket mentoring Cambridge Programme for Sustainability

Leadership (CPSL) dari Universitas Cambridge, Inggris.

86

6) Anugerah Seputar Indonesia (ASI) tahun 2014. Penghargaan ini diberikan di

Studio 8 RCTI, Kebon Jeruk, Jakarta kepada tokoh yang dinilai berkontribusi

bagi kehidupan masyarakat dan bangsa. Ada tujuh nominasi dalam ASI 2014

yakni tokoh muda mendunia, tokoh transformasi sosial, tokoh fenomenal,

bintang arena, tokoh inspirasi, tokoh inovasi, dan tokoh seputar Indonesia.

Dokter Gamal Albinsaid dalam hal ini berhasil meraih penghargaan tokoh

transformasi sosial melalui program Klinik Asuransi Sampah yang

dikembangkannya.

7) AusAID Indonesian Social Innovator Award 2013 dari Australian Agency for

International Development. Penghargaan ini ditujukan untuk inovator Indonesia

yang berkontribusi membantu masyarakat kurang mampu dalam mengatasi

permasalahan sosial di bidang pertanian, pendidikan, energi dan lingkungan,

kesehatan, teknologi informasi, juga air dan sanitasi. Penghargaan utama ini

beserta hadiah Rp.30.000.000, ruang kerja untuk satu tahun, dan paket

mentoring diberikan kepada Gamal Albinsaid atas kontribusinya dalam

mengembangkan Klinik Asuransi Sampah (KAS) untuk membantu keterbukaan

akses kesehatan masyarakat miskin.

8) Indonesia MDGs Awards 2013 dari utusan khusus presiden RI di istana wakil

presiden RI. Penghargaan ini diperoleh Indonesia Medika, khususnya dokter

Gamal Albinsaid, pada kategori peserta organisasi pemuda dengan tema air

bersih dan sanitasi. Hal ini terkait program Klinik Asuransi Sampah (KAS)

87

yang dikelola Indonesia Medika, yang telah mengubah nilai sampah dari yang

awalnya tidak bernilai menjadi bernilai sebagai premi kesehatan.

9) Ashoka Young Change Maker 2012. Dokter Gamal Albinsaid berhasil meraih

penghargaan dari Ashoka yang merupakan organisasi pertama yang didirikan

untuk mendukung kewirausahaan sosial di dunia. Penghargaan ini dinobatkan

kepadanya karena di usianya yang masih muda berhasil menjadi tokoh

perubahan dan penggerak keterbukaan akses kesehatan masyarakat miskin

melalui Klinik Asuransi Sampah (KAS).

10) Penghargaan-penghargaan lainnya adalah People`s Choice Award 2015 dari

California University, Penemu Kreatif Pengelolaan Sampah dari Wali Kota

Malang tahun 2014; Pemuda Pelopor Internasional Tahun 2014 dari

Kementerian Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora); People`s Choice Award

2013 dari Australian Agency for International Development; Anugerah Karya

Inspiratif 2011 dari Menteri Riset dan Teknologi Republik Indonesia, dan masih

banyak lagi.

88

4.2 Hasil Penelitian Kualitatif dan Pembahasan

4.2.1 Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini berasal dari pengelola dan peserta Klinik

Asuransi Sampah (KAS). Pengelola KAS yang diwawancarai adalah Hari Dwi

Suharsono, S.Kep. selaku Ketua Yayasan Indonesia Medika sekaligus Manajer KAS

sejak tahun 2013, dan Taufiqurrohman, S.Pd. sebagai sekretaris dan penanggung

jawab pengelolaan sampah KAS sejak tahun 2016. Adapun, peserta KAS yang

menjadi informan adalah Ibu Muna (sakit dada, darah tinggi, dan maag), berusia 53

tahun sebagai penjual gorengan; Pak Ponali (sakit struk), berusia 62 tahun dan sudah

tidak bekerja; Ibu Siti Hasanah (sakit linu di lutut), berusia 55 tahun sebagai buruh

tani; Pak Sucipto (sakit kepala), berusia 45 tahun sebagai pekerja serabutan; dan Ibu

Rosita (sakit batuk), berusia 24 tahun sebagai ibu rumah tangga.

4.2.2 Pendekatan IMM

Slikkerveer (2016) dalam International Workshop of Integrated Microfinance

Management menjelaskan tentang strategi IMM dalam rumus berikut:

89

IMM = Strategi dari Integrated Microfinance Management.

2 = Tema inti, yaitu pengurangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat.

3 = Indikator kinerja, berupa keluaran (output), kualitas (quality), dan hasil

(outcome).

5 = Lima layanan terintegrasi berbasis masyarakat, di sektor keuangan,

kesehatan, komunikasi, sosial, dan pendidikan.

A. 2 Tema Inti, Pengurangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat

Kemiskinan adalah suatu permasalahan yang kompleks karena akan

berdampak kepada permasalahan-permasalahan lainnya. Dampak nyata yang

diakibatkan oleh kemiskinan adalah ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi

kebutuhan dasarnya, seperti sandang (pakaian), pangan (makanan), papan (tempat

tinggal), kesehatan, dan pendidikan.

Dalam prosesnya, pengurangan kemiskinan seringkali dipisahkan dengan

proses pemberdayaan masyarakat. Hal ini kemudian memunculkan program-

program pemerintah yang bersifat bantuan langsung, seperti Bantuan Langsung

Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan, Kartu Indonesia Sehat (KIS) dengan

premi dibayarkan pemerintah, dan Beras Sejahtera (Rastra). Berbeda dengan

program pemerintah tersebut, program Klinik Asuransi Sampah (KAS) mengurangi

salah satu dampak kemiskinan di bidang kesehatan melalui pemberdayaan

IMM = f (2+3+5)

90

sumberdaya masyarakat itu sendiri, sehingga keberlangsungan program dapat

terjaga. Prinsip utama yang dilakukan dalam proses pemberdayaan ini ialah melalui

pembayaran premi sampah dengan akumulasi nilai Rp.10.000 setiap bulan. Jadi,

masyarakat mengumpulkan sampah pengeluaran sehari-hari mereka secara rutin

sebagai pembiayaan untuk layanan kesehatan. Selain membantu keterbukaan akan

akses kesehatan, upaya ini juga turut mengedukasi dan merubah persepsi

masyarakat mengenai sampah yang sebelumnya dianggap tidak berguna.

Prinsip utama bagaimana KAS memberikan keterbukaan layanan kesehatan

melalui pemberdayaan masyarakat digambarkan melalui Gambar 4.2 berikut:

Gambar 4.3

Prinsip Utama KAS

Sumber: Data KAS

B. 3 Indikator Kinerja

1) Output (keluaran)

Output berupa program Klinik Asuransi Sampah (KAS) yang memberikan

layanan kesehatan kepada masyarakat miskin merupakan program yang lahir dari

proses manajemen klinik, manajemen asuransi, dan manajemen sampah.

91

Sebagaimana diutarakan oleh Ketua Yayasan Indonesia Medika sekaligus

Manajer KAS, Hari Dwi Suharsono, S.Kep., sebagai berikut:

a. Manajemen Klinik

Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu memberikan layanan

kesehatan secara holistik kepada setiap pesertanya. Layanan kesehatan tersebut

berbentuk upaya kesehatan promotif (promosi), preventif (pencegahan), kuratif

(pengobatan), dan rehabilitatif (kontrol pasca kesembuhan). Jadi, peserta KAS

yang sakit dapat memperoleh layanan kuratif dan rehabilitatif berupa

pengobatan penyakit dan kontrol pasca kesembuhan, sedangkan peserta KAS

yang tidak sakit dapat memperoleh layanan promotif dan preventif berupa

penyuluhan, konsultasi, cek kesehatan, dan lainnya. Berikut adalah foto KAS

yang menjadi tempat pelayanan kesehatan pasien:

Itu kan ada 3 hal di Garbage Clinical Insurance. Ada tentang manajemen

asuransinya, yang di tengah yang menjadi perantara antara manajemen klinik

atau manajemen kesehatannya dengan pengolahan sampah. Kalo di awal kita

memang 3 hal ini kita kelola. Karena kita juga ingin tahu bagaimana sih

caranya mengelola sampah yang benar. Kemudian yang kedua bagaimana sih

asuransi yang benar seperti apa. Terus yang ketiga memang kita ingin belajar

ini juga manajemen klinik, karena kita juga baru istilahnya start up ya. Jadi kita

ingin mempelajari ketiga hal ini.

92

Gambar 4.4

Klinik Asuransi Sampah

Sumber Sumber: Data KAS

Adapun bentuk-bentuk layanan yang dapat diperoleh berupa:

1. Periksa kesehatan gratis di klinik 2x setiap bulan.

2. Konsultasi kesehatan gratis (bisa melalui telepon).

3. Periksa kolesterol, gula darah, dan asam urat.

4. Panduan kesehatan keluarga.

5. Konsultasi gizi.

6. Rehabilitasi medik.

7. Pendampingan kesehatan anak.

8. Monitoring penyakit kronis.

9. Rehabilitasi setelah sakit dan kontrol kesembuhan.

10. Fasilitas promotif dan preventif kesehatan (penyuluhan)

11. Kunjungan rumah (bila perlu).

Berikut adalah dokumentasi penulis ketika KAS memberikan layanan

kunjungan rumah kepada pasien yang berusia lanjut:

93

Gambar 4.5

Layanan Kunjungan Rumah

Sumber: Dokumentasi penulis

b. Manajemen Asuransi

Asuransi, sebagaimana dikatakan oleh Dickerson (1963, dalam

Sulastomo, 2000), merupakan suatu alat sosial untuk mengurangi resiko

kehilangan finansial dengan mengalihkan resiko perorangan menjadi resiko

kelompok (risk sharing). Bank dunia dalam laporannya (1993, dalam

Sulastomo, 2000) mengelompokkan tiga bentuk asuransi kesehatan yang kini

banyak dilakukan di dunia, yaitu Social Health Insurance (Asuransi Kesehatan

Sosial), Private Voluntary Health Insurance (Asuransi Kesehatan Komersial),

dan Regulated Private Health Insurance (Asuransi Kesehatan Sukarela dengan

Regulasi).

Berdasarkan definisi yang ada, dari sisi lembaga penyelenggara maka

Klinik Asuransi Sampah (KAS) termasuk ke dalam Private Voluntary Health

Insurance (Asuransi Kesehatan Komersial) karena dikelola oleh lembaga swasta

94

yakni Yayasan Indonesia Medika. Namun, secara tujuan KAS tidaklah

memenuhi tujuan dari asuransi kesehatan tersebut, akan tetapi lebih tepat

sebagai Social Health Insurance (Asuransi Kesehatan Sosial) yang memiliki

prinsip bahwa pelayanan kesehatan tidak boleh semata-mata berdasar status

sosial, sehingga masyarakat lapisan bawah terhambat untuk memperoleh

pelayanan kesehatan.

Selain itu, dalam berbagai jenis dan definisi asuransi, umumnya premi

peserta dikaitkan dengan pendapatan. Akan tetapi, KAS menawarkan sebuah

terobosan dan inovasi yang berbeda dengan menjadikan sampah sebagai premi

kesehatan. Melalui program KAS, premi sampah masyarakat dengan nilai setara

Rp.10.000 setiap bulan telah berhasil diubah menjadi layanan kesehatan dasar

yang dapat diakses oleh masyarakat miskin. Alur logika yang dijalankan KAS

sehingga sampah dapat menjadi pembiayaan layanan kesehatan adalah karena

program ini menggunakan skema asuransi, yang mana peserta sakit atau tidak

sakit tetap memiliki kewajiban menyetorkan sampahnya senilai Rp.10.000

setiap bulan. Dari keseluruhan peserta, berdasarkan penelitian, persentase

peserta yang sakit berkisar antara 10-20%. Sehingga pemasukan lebih besar dari

biaya pelayanan dan pengobatan yang harus dikeluarkan.

Akan tetapi, dalam kenyataannya, premi dari masyarakat miskin peserta

KAS seringkali tidak berjalan optimal dan berada di bawah nilai Rp.10.000. Hal

ini disebabkan karena pendapatan rumah tangga miskin yang kecil dan

berdampak kepada kemampuan konsumsi harian yang juga kecil. Sehingga

95

produksi sampah yang dihasilkan pun sedikit. Sebagaimana disampaikan

Manajer KAS, Pak Hari, sebagai berikut:

Penjelasan di atas sejalan dengan pernyataan peserta KAS yang bekerja

sebagai buruh pengupas bawang, bahwa upah kerja mereka sangat kecil:

Gambar 4.6

Aktivitas Buruh Pengupas Bawang

Sumber: Dokumentasi Penulis

Kondisi masyarakat dengan penghasilan kecil yang berdampak pada

rendahnya kemampuan penyetoran premi sampah memunculkan solidaritas

sosial diantara mereka, dimana peserta KAS yang memiliki premi sampah lebih

akan memberikan kepada rekannya yang preminya kurang. Jadi, berlangsung

Penghasilan mereka itu kalo bisa dihitung mungkin lima ribu sampai sepuluh

ribu sehari. Lima ribu aja sudah lumayan bagus itu. Jadi kalo mereka kan ada

pengupas bawang biasanya, jadi buruh-buruh gitu biasanya kalo disana. Dan

kesenjangannya mungkin agak terlihat ya kalo disana. Jadi kalo yang miskin

ya miskin, kalo yang kaya ya kaya.

Ini sekilo bawang dapetnya 500 rupiah Mas.

96

semacam subsidi silang diantara peserta KAS. Manajer KAS Pak Hari

menyampaikan harapannya bahwa program KAS ini kedepan bisa diikuti oleh

semua kalangan, baik yang kaya maupun miskin. Sehingga proses subsidi silang

dapat berjalan lebih optimal.

Kondisi peserta yang preminya tidak mencapai Rp.10.000 dan proses

subsidi silang yang belum terkelola secara sistematis tentu berdampak erat

dengan keberlanjutan program. Namun, hal ini dipandang dengan menggunakan

pendekatan sosial oleh pengelola KAS. Salah satu pendekatan sosial itu ialah

melalui akad atau perjanjian yang bersifat sedekah sampah antara peserta dengan

pengelola KAS. Sehingga peserta yang preminya kurang tetap dapat memperoleh

layanan kesehatan di KAS Bumiayu.

Jadi terlihat ada kesenjangan di sana. Tapi, alhamdulillah-nya mereka saling

dukung. Dengan yang ekonominya menengah ke bawah sampahnya kan

sedikit karena konsumsi mereka juga sedikit. Tapi, mereka terbiasa yang

ekonominya lebih ini, lebih bagus sampahnya kan lebih banyak. Biasanya,

mereka bakalan dikasi biasanya. Sebenernya kan kalo di sistem asuransi yang

kita harapkan semuanya ikut. Yang kita harapkan begitu, entah yang kaya

atau yang miskin semuanya ikut. Harapannya kan ada subsidi silang, yang

preminya ga bisa mendekati premi atau yang melebihi premi.

97

Sejak tahun 2017, selain layanan kesehatan dasar, peserta KAS juga

sudah dapat mengakses layanan kesehatan lanjutan sebagai hasil proses

integrasi antara KAS dan BPJS Kesehatan. Saat proses peresmiannya yang

bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup pada 21 Februari, ternyata banyak

menarik perhatian masyarakat untuk ikut terlibat, tidak hanya yang miskin

namun juga banyak orang kaya yang mencoba mengambil kesempatan. Hal ini

lalu membuat KAS melakukan seleksi agar peserta yang didaftarkan ke BPJS

adalah orang-orang yang memang benar-benar membutuhkan dari segi riwayat

penyakit dan kemampuan ekonomi. Tercatat dari awalnya 102 orang peserta

KAS yang didaftarkan BPJS, kemudian pada periode pembayaran gelombang

kedua berkurang menjadi 71 orang. Harapannya, melalui integrasi ini orang-

orang yang membutuhkan pengobatan lebih lanjut dapat mengakses layanan

kesehatan lanjutan seperti layanan dokter spesialis, rawat inap, dan operasi.

Sebagaimana disampaikan oleh Sekretaris KAS, Mas Taufiq, sebagai berikut:

Istilahnya sebenernya kalo kita bilang sistem asuransi masih belum. Karena

akad kita atau perjanjian kita dengan member itu sedekah sampah. Jadi kita

tahu kalo untuk premi dengan sepuluh ribu, ketika itu ga dapet premi,

perjanjiannya kan mereka ga akan dapat haknya. Berarti kan tertulis hak dan

kewajiban ya di dalamnya, pasal-pasal dan sebagainya, kalo di MOUnya. Nah

itu, karena kita juga fokus kita di sosial. Ketika mereka tidak mendapatkan

preminya, tetap kita berikan layanan.

98

Proses integrasi ini dilakukan dengan cara mendaftarkan peserta KAS

menjadi peserta BPJS Kesehatan kelas III yang nilai preminya Rp.25.000.

Nantinya, kekurangan premi sebesar Rp.15.000 akan disubsidi melalui dana

CSR yang dikelola Indonesia Medika. Melalui integrasi ini, beberapa peserta

KAS telah memperoleh layanan operasi dengan hanya membayar premi

sampah, seperti Ibu Puati yang menjalani operasi kista dan Pak Ponali yang

direncanakan akan menjalani operasi prostat.

c. Manajemen Sampah

Manajemen premi sampah yang dilakukan oleh KAS senantiasa

mengalami perubahan. Beberapa perubahan yang terjadi ditampilkan melalui

Tabel 4.4 berikut:

Ee.. itu kan launchingnya tanggal 21 februari kan ya. Waktu hari peduli

sampah itu kita launching kerjasama BPJS dengan klinik sampah. Jadi

beberapa member kita daftarkan ke BPJS. Sebagian preminya bayar via

sampah. Separuh preminya kita subsidi dari perusahaan. Terus yang

didaftarkan itu 102 member. Itu kan kita tiga bulan sekali bayar, tiga bulan

sekali bayar selama satu tahun. untuk yang tiga bulan pertama itu ada 102

yang kita daftarkan. Kemudian tiga bulan kedua ini berkurang menjadi 71.

99

Tabel 4.4

Manajemen Premi Sampah

No. Dulu Sekarang

1. Masyarakat menyerahkan

langsung premi sampahnya ke

klinik.

Pihak klinik melakukan

penjemputan premi sampah ke

masing-masing rumah masyarakat.

2. Mengelola sampah organik (basah

dan kering) dan anorganik.

Hanya mengelola sampah organik

kering (kertas dan kardus) dan

anorganik.

3. Ada program kreativitas

mengubah sampah anorganik

menjadi barang kerajinan.

Program kreativitas ditiadakan.

4. Kerjasama dengan Bank Sampah

Malang (BSM)

Kerjasama dengan pengepul lain

yang lebih besar.

5. Sumber sampah berasal dari premi

sampah masyarakat.

Sumber sampah berasal dari premi

sampah masyarakat, perusahaan,

sekolah, dan pribadi.

6. Melalui premi sampah, peserta

KAS berhak mendapatkan layanan

kesehatan dasar.

Melalui premi sampah, sejumlah

besar peserta KAS berhak

mendapatkan layanan kesehatan

dasar dan lanjutan.

Sumber: Pengolahan penulis

Saat ini premi sampah yang dikelola oleh Klinik Asuransi Sampah

(KAS) hanya berupa sampah anorganik dan sampah organik kering (kertas dan

kardus), tidak lagi mengelola sampah organik basah seperti hasil sisa makanan,

dedaunan, atau kotoran hewan. Hal ini dilakukan sebagai respon atas

ketidaknyamanan peserta KAS yang merasa bau dengan sampah organik yang

dikelola menjadi pupuk di masing-masing rumah mereka. Sebagaimana

dituturkan Manajer KAS, Pak Hari, sebagai berikut:

100

Proses manajemen sampah diawali dari penjemputan premi sampah ke

masing-masing rumah masyarakat yang menjadi peserta KAS di RW 05,

Kelurahan Bumiayu oleh pihak klinik, yakni Pak Sulis sebagai pekerja

kebersihan lingkungan dan Mas Taufiq sebagai penanggung jawab pengelolaan

sampah. Penjemputan ini dijadwalkan setiap hari rabu pagi setiap pekannya.

Dalam proses penjemputan ini, sekaligus dilakukan penimbangan dan

pencatatan berat premi sampah yang telah disetorkan. Gambaran premi sampah

yang diperlukan untuk mencapai target premi sebesar Rp.10.000 setiap bulan

adalah 5 Kg kardus bekas atau 2 Kg sampah perabot plastik atau 2 Kg botol

plastik bekas. Sebagaimana ditampilkan melalui Gambar 4.7 berikut:

Jadi kalo misalnya ada sampah organik, tinggal dimasukkan ke dalam sekam

atau ke dalam keranjang sampah itu. Sekitar berapa lama ya. Sekitar dua

minggu mungkin, dua minggu sampai satu bulan baru jadi. Tetapi

masalahnya bau dan sebagainya. Itu banyak komplain dari masyarakat.

101

Gambar 4.7

Premi Sampah

Sumber: Data KAS

Sampah hasil penjemputan akan dikumpulkan di pusat pengelolaan

sampah KAS di wilayah Bumiayu untuk dipilah berdasarkan jenisnya pada hari

Sabtu.

Gambar 4.8

Pusat Pengelolaan Sampah KAS

Sumber: Dokumentasi penulis (kiri) dan data KAS (kanan)

5 Kg Kardus 2 Kg Perabot Plastik 2 Kg botol Plastik

102

Kemudian, satu kali sebulan sampah yang telah dipilah akan dijual

langsung ke pengepul. Pendapatan hasil penjualan langsung ke pengepul dicatat

seperti dalam Tabel 4.5 sebagai berikut:

Tabel 4.5

Pendapatan Penjualan Sampah Bulan Mei 2017

No. Kategori Sampah

Harga

per Kilo

(Rp)

Sumber Sampah Total

Berat

Sampah

(Kg)

Total

(Rp) Member

(Kg)

Donasi

(Kg)

1 Kardus 2. 500 42.02 42.76 84.78 211.950

2 Aqua gelas 3.500 42.29 0 42.29 148.015

3 Bak warna 3.000 33.52 0 33.52 100.560

4 Botol 2.000 32.1 0 32.1 64.200

5 HVS 2.000 23.81 0 23.81 47.620

6 Duplek/kalender 750 85.09 0 85.09 63.817,5

7 Aluminium 10.000 16.4 0 16.4 164.000

8 Putian 3.500 29.09 0 29.09 101.815

9 Keras/mainan 500 6.73 0 6.73 3.365

10 Bungkus minyak goreng 800 2.8 0 2.8 2.240

11 Koran 2.500 16.45 0 16.45 41.125

12 Kaleng/omplong 1.500 29.7 0 29.7 44.550

13 Buram 1.400 0 0 0 0

14 Majalah 1.000 14.9 0 14.9 14.900

Total 374.9 42.76 417.66 1.008.158

Sumber: Data KAS

Dalam tahun 2017, berikut adalah pendapatan yang diraih melalui premi

sampah KAS: Januari Rp.372.386, Februari Rp.644.493, Maret Rp.751.346,

April Rp.1.050.555, Mei Rp.1.008.158, dan Juni Rp.500.250. Melalui data ini,

terlihat bahwa pendapatan premi sampah belum mencapai targetnya yakni

Rp.10.000 per orang setiap bulan. Dengan jumlah peserta KAS di Klinik

Bumiayu yang tercatat lebih dari 200 orang maka idealnya pendapatan dari

103

premi sampah lebih tinggi dari Rp.2.000.000. Hal ini dikonfirmasi kepada

Manajer KAS, Pak Hari, sebagai berikut:

Terkait belum idealnya premi sampah, Sekretaris KAS, Mas Taufiq juga

menjelaskan:

Sehingga untuk mengantisipasi pendapatan premi sampah yang belum

optimal, maka dilakukanlah subsidi dari yayasan dan subsidi silang dari

pembiayaan pasien umum. Selain itu, KAS juga menjalin kerjasama dengan

menerima sampah dari berbagai pihak seperti perkantoran, universitas, sekolah-

sekolah, dan pribadi. Sebagaimana dokumentasi yang ditampilkan pada Gambar

4.9 berikut:

Kalau untuk sementara ini belum bisa mencukupi ya, jadi masih ada subsidi

dari yayasan dan subsidi silang dari pembiayaan pasien umum. Tapi kalo

secara idealnya. Idealnya sebenarnya mencukupi. Cuma untuk saat ini kita

belum ideal ya. Belum sampai ke arah, sustainabilitasnya masih berjalan.

Kalo untuk sampah sendiri, kan tiap member ditarget sepuluh ribu. Tapi

rata-rata, mungkin nyampenya empat ribu, enam ribu, ga sampe sepuluh

ribu. Makanya itu, selain kita membebankan sampah ke warga, kita juga

menjalin kerjasama sama sekolah-sekolah. Sekarang masih ada 8 sekolah

yang sudah kerjasama. Jadi mereka sedekah sampahnya setiap satu bulan

sekali.

104

Gambar 4.9

Sedekah Sampah dari Sekolah-Sekolah di Kota Malang

Sumber: Data KAS

Beberapa sekolah yang ikut berpartisipasi dalam memberikan

sampahnya adalah SD Plus Al Kautsar, SDN Sukun 1, SDN Tanjungrejo 2,

SDN Kauman 1, SDN Blimbing 3, SDN Pandanwangi 3, SMP Plus Al Kautsar,

SMPN 1, SMPN 17, SMPN 6, SMPN 19, SMPN 13, SMPN 16, SMPN 14,

SMPN 7, SMPN 8, SMPN 20, SMPN 15, SMPN 21, SMAN 7, dan SMKN 6.

Tingginya partisipasi sekolah ini, salah satunya karena Kementerian

Lingkungan Hidup melalui program Adi Wiyata memberikan penghargaan

kepada sekolah yang peduli masyarakat melalui sedekah sampah. Sebagaimana

dituturkan Mas Taufiq:

Kebetulan sekolah itu juga ikut sedekah sampah ini karena mereka ingin

mendapatkan penghargaan juga dari Kementerian LH (Lingkungan Hidup)

itu. Ada program Adi Wiyata, jadi itu ada salah satu syarat peduli

masyarakat dengan sampah.

105

2) Quality (kualitas)

Program Klinik Asuransi Sampah (KAS) sebagai bentuk asuransi mikro

memiliki keunggulan dibanding asuransi-asuransi kesehatan pada umumnya.

Keunggulan tersebut dapat dilihat dari segi sistem pembiayaan, tingkat resiko

kerugian, fasilitas pelayanan, dampak sosial, SDM, akses masyarakat dan

partisipasi. Sebagaimana dijelaskan melalui Tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.6

Perbandingan Program KAS dan Asuransi Umum

Perbandingan Program KAS dan Asuransi Umum

1 Sistem

Pembiayaan

Asuransi Umum Masyarakat harus mengeluarkan

pendapatan bulanannya untuk

membayar premi.

KAS Masyarakat cukup menyerahkan

sampahnya, bahkan tidak perlu

mengeluarkan uang seperti yang

biasa dikeluarkan untuk iuran

kebersihan.

2 Tingkat Resiko

Kerugian

Asuransi Umum Masyarakat akan rugi jika tidak

pernah sakit karena mereka sudah

terlanjur membayar dan tidak ada

pelayanan bagi orang yang tidak

sakit.

KAS Jika tidak sakit, masyarakat tidak

akan rugi karena mendapatkan

fasilitas promotif dan preventif.

Selain itu, masyarakat tidak pernah

membayar sehingga tidak rugi.

3 Fasilitas

Pelayanan

Asuransi Umum Kuratif (pengobatan jika sakit).

KAS Promotif (peningkatan kualitas

kesehatan), preventif (pencegahan

dari sakit), kuratif (pengobatan), dan

rehabilitatif (rehabilitasi setelah

sakit).

106

Tabel 4.6 (Sambungan)

Perbandingan Program KAS dan Asuransi Umum

4 Dampak Sosial Asuransi Umum Mengamankan resiko biaya ketika

sakit.

KAS Mengamankan resiko biaya

ketika sakit.

Meningkatkan kualitas kesehatan

masyarakat melalui upaya

promotif.

Mencegah terjadinya sakit

melalui upaya preventif.

Mengoptimalkan potensi

pengelolaan sampah.

Melakukan pembiayaan secara

mandiri.

5 SDM Asuransi Umum Tenaga Kesehatan

KAS Multiprofetik: Tenaga kesehatan,

pemulung, masyarakat, dan

mahasiswa.

6 Akses

Masyarakat dan

Partisipasi

Asuransi Umum Terbatas karena hanya untuk mereka

yang memiliki cukup uang untuk

membayar premi.

KAS Menyeluruh karena sampah

merupakan produk setiap rumah

tangga, bahkan perorangan, sehingga

setiap orang yang memiliki sampah

dapat menjadi bagian dari sistem

asuransi ini.

Sumber: Menyehatkan Indonesia dengan Sampah, 2014

Kualitas program KAS selain dilihat dari perbandingannya dengan

asuransi secara umum, dapat juga dilihat melalui banyaknya dukungan yang

diperoleh dari berbagai lini. Lini akademis oleh Universitas Brawijaya dan

University of Cambridge; lini bisnis oleh Danone, BNI Syariah, dan Unilever; lini

pemerintah oleh Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup,

Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Pemuda & Olah Raga; dan lini non-

107

pemerintah oleh Ashoka, Australian Aid, British Council, dan LGT Venture

Philanthropy.

3) Outcome (hasil)

Salah satu cara untuk melihat keberhasilan suatu program adalah melalui

tanggapan orang-orang yang terlibat dalam program tersebut, dalam hal ini

khususnya peserta program. Dari hasil wawancara kepada beberapa informan

peserta KAS diperoleh tanggapan yang positif mengenai pengaruh Klinik

Asuransi Sampah (KAS) terhadap kemudahan mereka dalam hal akses kesehatan.

Seperti tanggapan dari Ibu Muna, usia 53 tahun, berprofesi sebagai penjual

gorengan:

Tanggapan Ibu Rosita, usia 24 tahun, berprofesi sebagai ibu rumah tangga:

Lho ya susah dek. Saya susah. Waktu itu wes tak cerito yo. Dulu itu saya

sempat, kan orang gak punya ya saya. Anak saya itu empat ga tertolong itu

(sedih). Dulu, dulu. Terus anu, setelah itu ada, opo, puskesmas ya. Jauh disini

Arjowinangunn. Terus ada itu, klinik. Alhamdulillah saya merasa syukur.

Alhamdulillah.

Yoo Alhamdulillah kebantu to Mas. Kebantu banget. Apalagi saya KB kan.

KB 30 rebu, kan lumayan gratis. Lumayan buat beli beras yang 30 rebu.

Sangat membantu.

108

Tanggapan Pak Sucipto, usia 45 tahun, berprofesi sebagai buruh serabutan:

Lebih lanjut Pak Sucipto menjelaskan bahwa ia tidak merasa kesulitan

membayar premi sampah, karena sampah selalu ada setiap harinya:

C. 5 Layanan Terintegrasi Berbasis Masyarakat

1) Keuangan

Meskipun tidak berbentuk layanan keuangan secara langsung, akan tetapi

program Klinik Asuransi Sampah (KAS) telah membantu keuangan pesertanya

dalam mengakses layanan kesehatan. Dulu, masyarakat miskin di Kelurahan

Bumiayu harus memiliki anggaran kesehatan untuk dapat berobat saat sakit.

Namun, saat ini masyarakat miskin dengan pendapatan yang minim dapat

mengalokasikan anggaran kesehatannya untuk kebutuhan lain, karena biaya

kesehatan telah digantikan oleh premi sampah yang diberikan setiap bulan.

2) Kesehatan

Program Klinik Asuransi Sampah (KAS) telah memudahkan masyarakat

miskin untuk memperoleh layanan kesehatan melalui premi sampah. Dari yang

awalnya tidak bisa berobat karena ketiadaan uang, kini dapat mengakses layanan

kesehatan dasar, bahkan lanjutan di rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS

Ya lebih mudah daripada di puskesmas. Program anu sampah itu kan sudah

meringankan berobat. Kalau dulu kan harus ada persiapan.

Ya Nggak. Yang namanya sampah itu ya setiap hari ada. Tinggal orange ae

mampu atau ngga Mas.

109

Kesehatan. Kemudahan ini tampak dari penuturan salah seorang peserta KAS

bernama Ibu Muna, sebagai berikut:

3) Komunikasi

Sebagian besar peserta Klinik Asuransi Sampah (KAS) memiliki pendidikan

sampai tingkat SD, bahkan banyak yang tidak bersekolah. Oleh karena itu,

diperlukan pendekatan komunikasi secara bertahap dalam mengajak masyarakat

untuk terlibat dalam program KAS ini. Sebagaimana disampaikan oleh Manajer

KAS, Pak Hari, sebagai berikut:

Salah satu faktor keberhasilan KAS dalam mengkomunikasikan program

KAS ini hingga terus beroperasi selama lebih dari 4 tahun adalah melalui rekayasa

Enak, enak Alhamdulillah syukur. Saya gini, dokter Gamal mudah-mudahan

rumah sakit kliniknya itu sukses selalu, ga pindah-pindah. Iya kan kasian orang

yang ga punya. Mau periksa ga bisa, ini aja 60, terus ke dokter sana 40. Jadi

sakit itu duh, uang 200 ya habis. Klo ke klinik ya tanpa bayar, asuransi sampah

itu saya.

Karena program kita gimana caranya layanan kesehatan bisa diterima oleh

mereka. Semudah mungkin ini bisa berjalan. Kita buat gimana caranya untuk

mendapatkan angka sepuluh ribu kan sebagai preminya. Tapi untuk membuat

angka sepuluh ribu ini sesederhana mungkin mereka bisa terima. Ketika kita

ngomong, ketika kita memberikan komunikasi edukasi itu mudah diterima.

Soalnya kalo disana rata-rata masyarakat menengah ke bawah untuk

pendidikannya. Jadi untuk ngasi tahu itu agak susahlah pokoknya (tertawa). Jadi

butuh waktu lama untuk sosialisasi.

110

sosial yang dilakukannya, yang mana masyarakat tidak merasa membayar, padahal

sejatinya masyarakat membayar melalui premi yang diberikannya. Rekayasa sosial

yang dibangun adalah pertukaran antara sesuatu yang tidak bernilai yakni sampah,

dengan sesuatu yang bernilai yakni layanan kesehatan. Hal ini terlihat dari

ungkapan peserta KAS, Ibu Siti Hasanah, sebagai berikut:

Hal serupa juga diungkapkan peserta KAS yang lain bernama Ibu Muna:

4) Sosial

Pendekatan sosial dan kekeluargaan masih dikedepankan dalam pemberian

layanan kesehatan. Meski dalam peraturan Klinik Asuransi Sampah (KAS) tertulis

bahwa pelayanan pengobatan gratis diberikan hanya 2 kali untuk satu bulan. Akan

tetapi, pihak klinik tetap memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien yang

membutuhkan pengobatan lebih. Selain itu, peserta KAS yang nilai preminya tidak

mencapai target premi senilai Rp.10.000 dalam satu bulan karena berbagai

keterbatasan juga tetap dapat mengakses layanan kesehatan di KAS. Sebagaimana

yang disampaikan oleh Manajer KAS, Pak Hari, sebagai berikut:

Alasannya ya dekat rumah. Senang ga bayar, bayarnya bayar sampah iya hehe..

Klo ke klinik ya tanpa bayar, asuransi sampah itu saya.

111

5) Pendidikan

Program Klinik Asuransi Sampah (KAS) dalam keberjalanannya telah

merubah cara pandang masyarakat dalam melihat sampah. Dari sesuatu yang

awalnya tidak berguna, kemudian menjadi alat pembayaran premi kesehatan. Dari

sebelumnya membuang sampah sembarangan di sungai atau jalanan, kini

mengumpulkannya. Terlebih KAS terletak sekitar 1 Km dari Pasar Gadang yang

banyak menghasilkan sampah setiap harinya. Berikut foto karung-karung sampah

yang ada di halaman rumah tiap-tiap warga untuk dikumpulkan sebagai premi

kesehatan:

Gambar 4.10

Premi Sampah Masyarakat

Sumber: Dokumentasi penulis

Jadi kita tahu kalo untuk premi dengan sepuluh ribu, ketika itu ga dapet premi,

perjanjiannya kan mereka ga akan dapat haknya. Berarti kan tertulis hak dan

kewajiban ya di dalamnya, pasal-pasal dan sebagainya, kalo di MOUnya. Nah

itu, karena kita juga fokus kita di sosial. Ketika mereka tidak mendapatkan

preminya, tetap kita berikan layanan.

112

4.3 Hasil Penelitian Kuantitatif dan Pembahasan

4.3.1 Profil Responden Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat 57 data kuesioner yang berhasil diperoleh dari

57 responden peserta Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu. Penyebaran

kuesioner ini dilakukan secara purposive kepada peserta KAS yang pernah berobat di

KAS Bumiayu. Hal ini dimaksudkan karena tidak semua peserta KAS pernah

menggunakan layanan kesehatan di KAS Bumiayu. Sehingga melalui penyebaran

secara purposive maka kuesioner akan lebih tepat sasaran untuk mengetahui sejauh

mana program KAS berpengaruh terhadap keterbukaan akses kesehatan masyarakat

miskin.

Analisis karateristik responden yang diteliti meliputi jenis kelamin, usia,

pendidikan akhir, pekerjaan, dan riwayat pengobatan penyakit. Berikut data mengenai

profil responden dalam penelitian ini:

a. Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.7

Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)

Laki-laki 18 32

Perempuan 39 68

Sumber: Pengolahan penulis

Responden penelitian terdiri dari 57 orang, terdiri dari 18 orang laki-laki

dengan persentase 32% dan 39 orang perempuan dengan persentase 68%. Jadi,

sebagian besar responden dalam penelitian ini berjenis kelamin perempuan (68%).

113

b. Profil Responden Berdasarkan Usia

Tabel 4.8

Profil Responden Berdasarkan Usia

Usia Jumlah (orang) Persentase (%)

Usia Muda - 0

Usia Produktif 49 86

Usia Tua 8 14

Sumber: Pengolahan penulis

Di dalam analisis demografi (Bappenas, 2009), struktur usia penduduk

dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok usia muda (< 15 tahun), kelompok

usia produktif (15 – 64 tahun), dan kelompok usia tua (> 65 tahun). Adapun

responden dalam penelitian ini tidak ada yang berada pada kelompok usia muda,

sedangkan pada kelompok usia produktif berjumlah 49 orang dengan persentase 86%,

dan kelompok usia tua berjumlah 8 orang dengan persentase 14%. Sehingga, dari data

ini diketahui bahwa mayoritas responden berada pada usia produktif (86%).

c. Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 4.9

Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

Tidak Sekolah 7 12

SD 32 56

SMP 10 18

SMA 8 14

Sumber: Pengolahan penulis

Berdasarkan tingkat pendidikan, responden dibagi ke dalam 4 klasifikasi

yakni Tidak Sekolah berjumlah 7 orang dengan persentase 12%, pendidikan SD

berjumlah 32 orang dengan persentase 56%, pendidikan SMP berjumlah 10 orang

114

dengan persentase 18%, dan pendidikan SMA berjumlah 8 orang dengan persentase

14%. Sehingga, diketahui bahwa lebih dari separuh responden masih berpendidikan

rendah yakni sampai pada tingkat SD (56%).

d. Profil Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 4.10

Profil Responden berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)

Pelajar 8 14

Buruh 15 26

Pedagang Kecil 5 9

Pengusaha Jasa 4 7

Pegawai Toko 2 4

Tidak Bekerja 23 40

Sumber: Pengolahan penulis

Terdapat variasi pekerjaan dari 57 orang responden, sebagai pelajar berjumlah

8 orang dengan persentase 14%, buruh (pengupas bawang, buruh jahit, buruh tani,

kuli bangunan) berjumlah 15 orang dengan persentase 26%, pedagang kecil (penjual

gorengan, sayur, ikan) berjumlah 5 orang dengan persentase 9%, pengusaha jasa

(reparasi jam, pijit bayi, petugas kebersihan) berjumlah 4 orang dengan persentase

7%, dan pegawai toko berjumlah 2 orang dengan persentase 4%. Namun, persentase

jumlah responden yang bekerja tersebut masih lebih kecil dari responden yang tidak

memiliki pekerjaan yakni berjumlah 23 orang dengan persentase 40%.

115

e. Profil Responden Berdasarkan Riwayat Pengobatan Penyakit

Tabel 4.11

Profil Responden Berdasarkan Riwayat Pengobatan

Riwayat Pengobatan Jumlah (orang) Persentase (%)

Diabetes 3 5

Darah Tinggi/Rendah 7 12

Asam Urat 6 10

Lainnya 41 73

Sumber: Pengolahan penulis

Seluruh responden dalam penelitian ini pernah melakukan pengobatan

penyakit di Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu. Adapun riwayat pengobatan

dari sakit diabetes berjumlah 3 orang dengan persentase 5%, sakit darah tinggi/rendah

berjumlah 7 orang dengan persentase 12%, sakit asam urat berjumlah 6 orang dengan

persentase 10%, dan sakit lainnya (batuk, pilek, panas, linu, sakit kepala, maag)

berjumlah 41 orang dengan persentase 73%. Jadi, melalui riwayat pengobatan ini

dapat diketahui bahwa hanya sedikit responden yang terkena penyakit kronis seperti

diabetes (5%) dan darah tinggi (12%).

116

4.3.2 Hasil Penelitian

4.3.2.1 Uji Validitas dan Reliabilitas

a. Uji Validitas

Suatu pernyataan dinyatakan valid dan dapat mengukur variabel penelitian

yang dimaksud apabila nilai rhitung lebih besar dari rtabel. Pengujian validitas ini

menggunakan program IBM SPSS Statistics 21 melalui analisis korelasi. Hasil

penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.12 dan Tabel 4.13 berikut:

Tabel 4.12

Hasil Uji Validitas Variabel Program Klinik Asuransi Sampah (X)

Variabel Butir

Pernyataan rhitung rtabel Keterangan

Program Klinik

Asuransi Sampah

(X)

Item 1 0,652 0,257 Valid

Item 2 0,593 0,257 Valid

Item 3 0,498 0,257 Valid

Item 4 0,547 0,257 Valid

Item 5 0,590 0,257 Valid

Item 6 0,608 0,257 Valid

Item 7 0,356 0,257 Valid

Item 8 0,435 0,257 Valid

Sumber: Pengolahan penulis

Tabel 4.13

Hasil Uji Validitas Variabel Akses Kesehatan (Y)

Variabel Butir

Pernyataan rhitung rtabel Keterangan

Akses Kesehatan

(Y)

Item 1 0,518 0,257 Valid

Item 2 0,295 0,257 Valid

Item 3 0,395 0,257 Valid

Item 4 0,604 0,257 Valid

Sumber: Pengolahan penulis

117

b. Uji Reliabilitas

Menurut Arikunto (2010), penggunaan Teknik Cronbach`s Alpha akan

menunjukkan bahwa suatu instrumen dapat dikatakan handal (reliabel) bila

memiliki koefisien reliabilitas atau alpha sebesar 0,6 atau lebih. Hasil uji reliabilitas

dapat dilihat pada tabel 4.14 berikut:

Tabel 4.14

Hasil Uji Reliabilitas

Nilai Cronbach`s Alpha Batasan Alpha

yang Diterima Keterangan

0,731 0,6 Reliabel

Sumber: Pengolahan penulis

4.3.2.2 Analisis Tanggapan Responden Mengenai Program Klinik Asuransi

Sampah (X)

Program Klinik Asuransi Sampah (KAS) terdiri dari dua indikator yaitu

Ketersediaan Layanan Kesehatan dan Organisasi. Berikut merupakan analisis

tanggapan responden mengenai Program KAS:

a. Tanggapan Responden Mengenai Indikator Ketersediaan Layanan

Kesehatan

Pendapat responden mengenai indikator Ketersediaan Layanan Kesehatan

dapat dilihat pada Tabel 4.15 berikut yang menyajikan hasil pengolahan item-item

kuesioner:

118

Tabel 4.15

Tanggapan Responden Mengenai Indikator Ketersediaan Layanan Kesehatan

No Pernyataan Jawaban

Jumlah Skor

Total

Skor

Ideal STS TS RG S SS

1) Tenaga kesehatan

klinik berupa 3

dokter dan 2

apoteker mencukupi.

0 0 0 21 36 57 264 285

0% 0% 0% 37% 63% 100% 93%

2) Fasilitas layanan

kesehatan dasar dari

klinik lengkap.

0 0 1 21 35 57 262 285

0% 0% 2% 37% 61% 100% 92%

Rata-rata Skor Total 263

Skor Total dalam % 92%

Sumber: Pengolahan penulis

Data pada Tabel 4.15 dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Tenaga kesehatan klinik berupa 3 dokter dan 2 apoteker mencukupi.

Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan

mengenai kecukupan tenaga kesehatan klinik berupa 3 dokter dan 2 apoteker

direspon sebagai berikut: 0% menyatakan sangat tidak setuju, 0% menyatakan

tidak setuju, 0% menyatakan ragu-ragu, 37% menyatakan setuju, dan 63%

menyatakan sangat setuju. Dengan demikian pendapat responden mengenai

pernyataan tersebut di atas dengan rata-rata 93% berada pada kategori sangat

tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa peserta KAS Bumiayu merasa cukup dengan

jumlah tenaga kesehatan yang disediakan oleh klinik.

119

2. Fasilitas layanan kesehatan dasar dari klinik lengkap.

Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan

mengenai kelengkapan fasilitas layanan kesehatan dasar dari klinik direspon

sebagai berikut: 0% menyatakan sangat tidak setuju, 0% menyatakan tidak setuju,

2% menyatakan ragu-ragu, 37% menyatakan setuju, dan 61% menyatakan sangat

setuju. Dengan demikian pendapat responden mengenai pernyataan tersebut di

atas dengan rata-rata 92% berada pada kategori sangat tinggi. Hal ini

menunjukkan bahwa peserta KAS Bumiayu memberi respon sangat positif

terhadap kelengkapan fasilitas layanan kesehatan dasar dari klinik.

Skor rata-rata persentase mengenai tanggapan responden tentang indikator

Ketersediaan Layanan Kesehatan dapat dilihat pada gambar 4.11 sebagai berikut:

Gambar 4.11

Garis Kontinum Persentase Tanggapan Responden

terhadap Indikator Ketersediaan Layanan Kesehatan

Sumber: Pengolahan penulis

92%

120

Berdasarkan garis kontinum tersebut, maka responden untuk indikator

Ketersediaan Layanan Kesehatan berada dalam kategori sangat tinggi, karena

berada antara 87-100%. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan layanan

kesehatan di KAS Bumiayu yang diukur dari jumlah tenaga kesehatan dan

fasilitas layanan kesehatan sangat baik.

b. Tanggapan Responden Mengenai Indikator Organisasi

Tabel 4.16

Tanggapan Responden Mengenai Indikator Organisasi

No Pernyataan Jawaban

Jumlah Skor

Total

Skor

Ideal STS TS RG S SS

3) Klinik buka di sore

hari dari senin-sabtu

mencukupi.

0 0 4 12 41 57 265 285

0% 0% 7% 21% 72% 100% 93%

4) Akses transportasi

menuju klinik

tersedia.

0 0 0 18 39 57 267 285

0% 0% 0% 32% 68% 100% 94%

5) Waktu perjalanan

menuju klinik

singkat.

0 0 0 19 38 57 266 285

0% 0% 0% 33% 67% 100% 93%

6) Biaya perjalanan

menuju klinik

terjangkau.

0 0 0 18 39 57 267 285

0% 0% 0% 32% 68% 100% 94%

7) Saya tidak mengantri

lama untuk berobat

di klinik.

0 0 0 17 40 57 268 285

0% 0% 0% 30% 70% 100% 94%

8) Dokter memberikan

waktu yang cukup

untuk konsultasi.

0 0 0 19 38 57 266 285

0% 0% 0% 33% 67% 100% 93%

Rata-rata Skor Total 267

Skor Total dalam % 94%

Sumber: Pengolahan penulis

121

3) Klinik buka di sore hari dari senin-sabtu mencukupi.

Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan

mengenai kecukupan waktu pelayanan klinik yang buka pukul 16.00-20.00 WIB

dari hari senin-sabtu direspon sebagai berikut: 0% menyatakan sangat tidak

setuju, 0% menyatakan tidak setuju, 7% menyatakan ragu-ragu, 21% menyatakan

setuju, dan 72% menyatakan sangat setuju. Dengan demikian pendapat responden

mengenai pernyataan tersebut di atas dengan rata-rata 93% berada pada kategori

sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa peserta KAS Bumiayu merasa sangat

setuju dengan waktu pelayanan klinik.

4) Akses transportasi menuju klinik tersedia.

Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan

mengenai ketersediaan akses transportasi menuju klinik direspon sebagai berikut:

0% menyatakan sangat tidak setuju, 0% menyatakan tidak setuju, 0% menyatakan

ragu-ragu, 32% menyatakan setuju, dan 68% menyatakan sangat setuju. Dengan

demikian pendapat responden mengenai pernyataan tersebut di atas dengan rata-

rata 94% berada pada kategori sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa peserta

KAS Bumiayu tidak terkendala dengan akses transportasi menuju klinik.

5) Waktu perjalanan menuju klinik singkat.

Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan

mengenai waktu perjalanan yang singkat menuju klinik direspon sebagai berikut:

0% menyatakan sangat tidak setuju, 0% menyatakan tidak setuju, 0% menyatakan

ragu-ragu, 33% menyatakan setuju, dan 67% menyatakan sangat setuju. Dengan

122

demikian pendapat responden mengenai pernyataan tersebut di atas dengan rata-

rata 93% berada pada kategori sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa peserta

KAS Bumiayu merasa waktu tempuh menuju klinik singkat.

6) Biaya perjalanan menuju klinik terjangkau.

Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan

mengenai keterjangkauan biaya perjalanan menuju klinik direspon sebagai

berikut: 0% menyatakan sangat tidak setuju, 0% menyatakan tidak setuju, 0%

menyatakan ragu-ragu, 32% menyatakan setuju, dan 68% menyatakan sangat

setuju. Dengan demikian pendapat responden mengenai pernyataan tersebut di

atas dengan rata-rata 94% berada pada kategori sangat tinggi. Hal ini

menunjukkan bahwa peserta KAS Bumiayu merasa terjangkau untuk biaya

perjalanan menuju klinik.

7) Saya tidak mengantri lama untuk berobat di klinik.

Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan

mengenai pengelolaan antrian yang baik di klinik direspon sebagai berikut: 0%

menyatakan sangat tidak setuju, 0% menyatakan tidak setuju, 0% menyatakan

ragu-ragu, 30% menyatakan setuju, dan 70% menyatakan sangat setuju. Dengan

demikian pendapat responden mengenai pernyataan tersebut di atas dengan rata-

rata 94% berada pada kategori sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa peserta

KAS Bumiayu dapat segera memperoleh pelayanan kesehatan di klinik tanpa

perlu mengantri lama.

123

8) Dokter memberikan waktu yang cukup untuk konsultasi.

Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan

mengenai kecukupan waktu konsultasi yang diberikan dokter direspon sebagai

berikut: 0% menyatakan sangat tidak setuju, 0% menyatakan tidak setuju, 0%

menyatakan ragu-ragu, 33% menyatakan setuju, dan 67% menyatakan sangat

setuju. Dengan demikian pendapat responden mengenai pernyataan tersebut di

atas dengan rata-rata 93% berada pada kategori sangat tinggi. Hal ini

menunjukkan bahwa peserta KAS Bumiayu diberikan waktu konsultasi yang

cukup oleh dokter.

Skor rata-rata persentase mengenai tanggapan responden tentang indikator

Organisasi dapat dilihat pada gambar 4.12 sebagai berikut:

Gambar 4.12

Garis Kontinum Persentase Tanggapan Responden Terhadap Indikator Organisasi

Sumber: Pengolahan penulis

94%

124

Berdasarkan garis kontinum tersebut, maka responden untuk indikator

Organisasi berada dalam kategori sangat tinggi, karena berada antara 87-100%.

Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan organisasi di KAS Bumiayu yang diukur

dari jam kerja klinik, aksesibilitas (transportasi, waktu, & biaya), waktu tunggu

periksa, dan lama konsultasi sangat baik dalam memudahkan akses kesehatan

masyarakat miskin.

4.3.2.3 Analisis Tanggapan Responden Mengenai Akses Kesehatan (Y)

a. Tanggapan Responden Mengenai Indikator Pemanfaatan Layanan

Kesehatan

Tabel 4.17

Tanggapan Responden Mengenai Indikator Pemanfaatan Layanan Kesehatan

No Pernyataan Jawaban

Jumlah Skor

Total

Skor

Ideal STS TS RG S SS

1) Layanan kesehatan

yang diterima

sesuai dengan yang

diperlukan.

0 0 2 21 34 57 260 285

0% 0% 3% 37% 60% 100% 91%

2) Periksa kesehatan

gratis di klinik 2

kali setiap bulan

mencukupi.

4 38 15 0 0 57 125 285

7% 67% 26% 0% 0% 100% 44%

Rata-rata Skor Total 193

Skor Total dalam % 68%

Sumber: Pengolahan penulis

Data pada Tabel 4.17 dapat diuraikan sebagai berikut:

125

1. Layanan kesehatan yang diterima sesuai dengan yang diperlukan.

Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan

kesesuaian layanan kesehatan yang diterima dengan yang diperlukan memperoleh

respon sebagai berikut: 0% menyatakan sangat tidak setuju, 0% menyatakan tidak

setuju, 3% menyatakan ragu-ragu, 37% menyatakan setuju, dan 60% menyatakan

sangat setuju. Dengan demikian pendapat responden mengenai pernyataan

tersebut di atas dengan rata-rata 91% berada pada kategori sangat tinggi. Hal ini

menunjukkan bahwa peserta KAS Bumiayu memperoleh pelayanan kesehatan

yang sesuai dengan yang mereka butuhkan.

2. Periksa kesehatan gratis di klinik 2 kali setiap bulan mencukupi.

Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan

kecukupan terhadap alokasi kesehatan gratis 2 kali setiap bulan direspon sebagai

berikut: 7% menyatakan sangat tidak setuju, 67% menyatakan tidak setuju, 26%

menyatakan ragu-ragu, 0% menyatakan setuju, dan 0% menyatakan sangat setuju.

Dengan demikian pendapat responden mengenai pernyataan tersebut di atas

dengan rata-rata 44% berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa

peserta KAS Bumiayu merasa bahwa alokasi kesehatan gratis 2 kali setiap bulan

di klinik tidak mencukupi.

Skor rata-rata persentase mengenai tanggapan responden tentang indikator

Pemanfaatan Layanan Kesehatan dapat dilihat pada gambar 4.13 sebagai berikut:

126

Gambar 4.13

Garis Kontinum Persentase Tanggapan Responden Terhadap Indikator Pemanfaatan

Layanan Kesehatan

Sumber: Pengolahan Penulis

Berdasarkan garis kontinum tersebut, maka responden untuk indikator

Pemanfaatan Layanan Kesehatan berada dalam kategori sedang, karena berada

antara 53-70%. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan layanan kesehatan di

Klinik Bumiayu yang diukur dari kesesuaian pelayanan dan proporsi layanan

berobat masih standar dan perlu ditingkatkan.

b. Tanggapan Responden Mengenai Indikator Kepuasan Konsumen

Pendapat responden mengenai indikator Kepuasan Konsumen dapat dilihat

pada tabel 4.18 berikut yang menyajikan hasil pengolahan item-item kuesioner:

68%

127

Tabel 4.18

Tanggapan Responden Mengenai Indikator Kepuasan Konsumen

No Pernyataan Jawaban

Jumlah Skor

Total

Skor

Ideal STS TS RG S SS

3) Saya memilih

berobat ke Klinik

Asuransi Sampah.

0 0 3 17 37 57 262 285

0% 0% 5% 30% 65% 100% 92%

4) Saya rutin

menyetorkan sampah

tiap hari rabu.

0 0 1 21 35 57 262 285

0% 0% 2% 37% 61% 100% 92%

Rata-rata Skor Total 262

Skor Total dalam % 92%

Sumber: Pengolahan penulis

Data pada tabel 4.18 dapat diuraikan sebagai berikut:

3. Saya memilih berobat ke Klinik Asuransi Sampah.

Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan

mengenai peserta KAS menjadikan KAS Bumiayu sebagai tempat pilihan

pertama berobatnya direspon sebagai berikut: 0% menyatakan sangat tidak setuju,

0% menyatakan tidak setuju, 5% menyatakan ragu-ragu, 30% menyatakan setuju,

dan 65% menyatakan sangat setuju. Dengan demikian pendapat responden

mengenai pernyataan tersebut di atas dengan rata-rata 92% berada pada kategori

sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa KAS Bumiayu menjadi pilihan

pertama berobat oleh pesertanya.

128

4. Saya rutin menyetorkan sampah tiap hari rabu.

Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan

mengenai kesinambungan pembayaran premi sampah setiap hari rabu direspon

sebagai berikut: 0% menyatakan sangat tidak setuju, 0% menyatakan tidak setuju,

2% menyatakan ragu-ragu, 37% menyatakan setuju, dan 61% menyatakan sangat

setuju. Dengan demikian pendapat responden mengenai pernyataan tersebut di

atas dengan rata-rata 92% berada pada kategori sangat tinggi. Hal ini

menunjukkan bahwa peserta KAS Bumiayu komitmen untuk membayar premi

sampahnya di jadwal yang telah ditentukan yakni setiap hari rabu.

Skor rata-rata persentase mengenai tanggapan responden tentang indikator

Kepuasan Konsumen dapat dilihat pada gambar 4.14 sebagai berikut:

Gambar 4.14

Garis Kontinum Persentase Tanggapan Responden Terhadap Indikator Kepuasan

Konsumen

Sumber: Pengolahan penulis

92%

129

Berdasarkan garis kontinum tersebut, maka responden untuk indikator

Kepuasan Konsumen berada dalam kategori sangat tinggi, karena berada antara

87-100%. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan peserta KAS terhadap layanan

KAS Bumiayu yang diukur dari kunjungan dan kepatuhan terhadap peraturan

sangat tinggi.

4.3.3 Pembahasan

4.3.3.1 Analisis Korelasi Pearson

Berikut merupakan tabel hasil Analisis Korelasi Pearson yang menunjukkan

hubungan antara variabel program Klinik Asuransi Sampah (X) terhadap Akses

Kesehatan (Y) masyarakat miskin di Kelurahan Bumiayu.

Tabel 4.19

Hasil Analisis Korelasi Pearson

Correlations

Program_KAS Akses_Kesehatan

Program_KAS

Pearson Correlation 1 .461**

Sig. (2-tailed) .000

N 57 57

Akses_Kesehatan

Pearson Correlation .461** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 57 57

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Sumber: Pengolahan penulis

Dari output di atas dapat dijelaskan bahwa antara pogram Klinik Asuransi

Sampah (X) dan Akses Kesehatan (Y) memiliki koefisien korelasi sebesar 0,461.

130

Nilai koefisien ini dalam tabel interpretasi koefisien korelasi berada antara 0,40-

0,559, yang berarti ada hubungan linear yang sedang/cukup antara kedua variabel

sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.20.

Tabel 4.20

Interpretasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 - 0,199 Sangat Rendah

0,20 - 0,339 Rendah

0,40 - 0,559 Sedang

0,60 - 0,779 Kuat

0,80 - 1,000 Sangat Kuat

Sumber: Sugiyono, 2012

4.3.3.2 Analisis Regresi Linear Sederhana

Berikut merupakan tabel hasil Analisis Regresi Linear Sederhana yang

menunjukan persamaan regresi antara program Klinik Asuransi Sampah terhadap

akses kesehatan masyarakat miskin di Kelurahan Bumiayu.

Tabel 4.21

Hasil Analisis Regresi Linear bagian Model Summary

Model Summary

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .461a .213 .199 1.189

a. Predictors: (Constant), Program_KAS

Sumber: Pengolahan penulis

Tabel 4.21 di atas digunakan untuk melihat besarnya pengaruh Program

Klinik Asuransi Sampah (X) terhadap Akses Kesehatan (Y). Dari output SPSS Model

131

Summary di atas diketahui nilai R Square sebesar 0,213. Nilai ini mengandung arti

bahwa pengaruh Program Klinik Asuransi Sampah (X) terhadap Akses Kesehatan (Y)

adalah sebesar 21,3% sedangkan 78,7% Akses Kesehatan dipengaruhi oleh variabel

lain.

Tabel 4.22

Hasil Analisis Regresi Linear bagian Coefficients

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 6.001 2.584 2.322 .024

Program_KAS .267 .069 .461 3.856 .000

a. Dependent Variable: Akses_Kesehatan

Sumber: Pengolahan penulis

Persamaan regresi linear sederhana adalah Y = a + bX. Melalui output regresi

linear sederhana pada Tabel 4.22 dapat diketahui nilai dari koefisien regresi.

a = angka konstan dari unstandardized coefficients dengan nilai 6,001. Angka

ini merupakan angka konstan yang mempunyai arti bahwa jika tidak ada program

Klinik Asuransi Sampah (X) maka nilai konsisten Akses Kesehatan (Y) adalah

sebesar 6,001.

b = angka koefisien regresi. Nilainya sebesar 0,267. Angka ini mengandung

arti bahwa setiap penambahan 1% tingkat akses Program Klinik Asuransi Sampah

(X), maka Akses Kesehatan (Y) akan meningkat sebesar 0,267.

132

Karena nilai koefisien regresi bernilai positif, maka dengan demikian dapat

dikatakan bahwa program Klinik Asuransi Sampah (X) berpengaruh positif terhadap

Akses Kesehatan (Y). Sehingga persamaan regresinya adalah Y = 6,001 + 0,267 X.

4.3.3.3 Uji Statistik t

Uji t dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui apakah program Klinik

Asuransi Sampah (X) berpengaruh secara signifikan atau tidak terhadap Akses

Kesehatan (Y). Rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut:

H0 = Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara program Klinik

Asuransi Sampah (KAS) terhadap akses kesehatan masyarakat miskin

di Kelurahan Bumiayu.

H1 =

Terdapat pengaruh yang signifikan antara program Klinik Asuransi

Sampah (KAS) terhadap akses kesehatan masyarakat miskin di

Kelurahan Bumiayu.

Kaidah keputusan dengan menggunakan uji t (tingkat kesalahan a = 0,05):

a. Apabila thitung ≤ ttabel (n=57, α =0,05), maka Ho diterima dan H1 ditolak.

Artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara program Klinik

Asuransi Sampah terhadap akses kesehatan masyarakat miskin di

Kelurahan Bumiayu.

133

b. Apabila thitung > ttabel (n=57, α =0,05), maka Ho ditolak dan H1 diterima.

Artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara program Klinik

Asuransi Sampah terhadap akses kesehatan masyarakat miskin di

Kelurahan Bumiayu.

Nilai thitung yang didapat dari pengolahan data pada penelitian ini adalah 3,856

dan nilai ttabel dari tabel distribusi t dengan α=0,05 dan derajat kebebasan (degree of

freedom/df) = n - k =57-2 = 55 untuk pengujian dua sisi diperoleh nilai ttabel sebesar

2,004. Sehingga, dapat dinyatakan bahwa Ho diterima, dan H1 ditolak yang berarti

terdapat pengaruh yang signifikan antara program Klinik Asuransi Sampah terhadap

akses kesehatan masyarakat miskin di Kelurahan Bumiayu.

Selanjutnya, untuk mengetahui signifikan atau tidaknya pengaruh variabel X

terhadap Y dilakukan dengan melihat hasil output signifikansinya. Pada hasil output

perhitungan data dengan IBM SPSS Statistics 21 menunjukan angka signifikansi

(Sig) 0,000 < 0,05 yang dapat diinterprestasikan bahwa pengaruh variabel X terhadap

Y adalah signifikan.

Maka, kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah program

Klinik Asuransi Sampah (KAS) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap akses

kesehatan masyarakat miskin di Kelurahan Bumiayu.

134

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1) Program Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu sebagai bentuk

kewirausahaan sosial berbasis asuransi mikro senantiasa berkembang

kualitasnya dalam membantu masyarakat miskin untuk memperoleh akses

layanan kesehatan.

2) Program KAS Bumiayu memiliki pengaruh yang positif dan cukup signifikan

terhadap akses kesehatan dari masyarakat miskin.

5.2 Saran

1) Kepada pihak Klinik Asuransi Sampah (KAS), program asuransi mikro ini akan

lebih baik jika memperoleh pengawasan dan arahan dari lembaga yang

berwenang, semisal OJK. Hal ini akan membuat pengelolaan di KAS menjadi

lebih tertata rapi. Dalam hal peraturan, hendaknya dilakukan sosialisasi bahwa

layanan kesehatan gratis yang hanya dua kali dalam satu bulan tidak mutlak,

karena pasien yang membutuhkan pengobatan segera atau intensif dapat

menggunakan layanan lebih dari dua kali. Selain itu, dalam hal pendidikan,

KAS hendaknya memberikan penyuluhan kesehatan dan lingkungan kepada

sekolah-sekolah yang ikut memberikan sampahnya melalui kegiatan sedekah

135

sampah, seperti penyuluhan kesehatan gigi dan mulut, imunisasi, pencegahan

demam berdarah, dan lainnya. Sehingga terjalin kemanfaatan satu sama lain.

2) Kepada pengambil kebijakan/pemerintah, program Klinik Asuransi Sampah

(KAS) kiranya bisa diduplikasi di berbagai daerah di Indonesia untuk

menyelesaikan permasalahan lingkungan dan sulitnya akses kesehatan bagi

masyarakat miskin.

3) Kepada segenap sivitas akademika, penelitian ini belum sepenuhnya sempurna.

Masih banyak hal mengenai program Klinik Asuransi Sampah (KAS) yang

mungkin perlu digali sebagai pembelajaran mengenai Integrated Microfinance

Management. Dengan demikian diharapkan penelitian ini dapat dikembangkan

menjadi sebuah penelitian berikutnya. Dan penelitian ini dapat menjadi salah

satu sumber referensi untuk melengkapi penelitian tersebut.

136

DAFTAR PUSTAKA

Alex. 2012. Sukses Mengolah Sampah Organik Menjadi Pupuk Organik. Yogyakarta:

Pustaka Baru Press.

Ambaretnani, P. 2012. Paraji and Bidan in Rancaekek: Integrated Medicine for

Advanced Partnerships among Traditional Birth Attendants and Community

Midwives in the Sunda Region of West Java, Indonesia. Leiden: Leiden

University.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi).

Jakarta: Rineka Cipta.

Chusna, A. J. 2015. Asuransi Sampah di Klinik Bumiayu Malang dalam Tinjauan

Hukum Bisnis Syariah. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Creswell, J. W. 2016. Research Design: Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif,

dan Campuran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ebrashi, R. E. 2013. Social Entrepreneurship Theory and Sustainable Social Impact.

Social Responsibility Journal, vol. 9, no. 2.

Ghozali, I. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Progran IBM SPSS 21.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ife, J. 2006. Community Development: Community-based Alternatives in An Age of

Globalisation, hlm. 257-281. Melbourne: Pearson Education Australia.

Jambeck, J. R., et.al. 2015. Plastic Waste Inputs from Land into the Ocean. American

Association for the Advancement of Science, vol. 347, no. 6223: 768-771.

Listiana, S. C. 2014. Konstruksi Sosial terhadap Asuransi Premi Sampah. Malang:

Universitas Muhammadiyah Malang.

Maslow, A. H. 1970. Motivation and Personality. “The Basic Needs” Selected

Reading, hlm. 35-38. New York : Harper and Row Publishers.

Pradhan, M., et.al. 2007. Did the health card program ensure access to medical care

for the poor during indonesia's economic crisis? The World Bank Economic

Review, 21(1), 125-150. doi:10.1093/wber/lhl010

137

Purwendro, S. dan Nurhidayat. 2006. Mengolah Sampah untuk Pupuk Pestisida

Organik. Jakarta: Penebar Swadaya.

Quayyum, Z., et.al. 2010. Expenditure on obstetric care and the protective effect of

insurance on the poor: Lessons from two indonesian districts. Health Policy

and Planning, 25(3), 237-247. doi:10.1093/heapol/czp060

Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan. Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 144. Sekretariat Negara.

Jakarta.

Republik Indonesia. 2013. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 pasal 22

tentang Jaminan Kesehatan. Lembaran Negara RI Tahun 2013 Nomor 29.

Sekretariat Negara. Jakarta.

Retnaningsih, E. 2013. Akses Layanan Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Sarwono, J. 2013. Statistika Multivariat; Aplikasi untuk Riset Skripsi. Yogyakarta:

CV. Andi Offset.

Sekaran, U. 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.

Slikkerveer, L. J. 2007. Integrated Microfinance Management and Health

Communication in Indonesia. Jakarta: Universitas Trisakti dan Yayasan Sekar

Manggis.

Slikkerveer, L. J. 2016. The Role of Local Institutions in Integrated Microfinance

Management. Makalah dipresentasikan pada International Workshop on

Integrated Microfinance Management, September 15-28, Bandung.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Method). Bandung: Alfabeta.

Suharto, E. 2013. Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia. Bandung:

Alfabeta.

Sulastomo. 2000. Manajemen Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sumarni, M. dan Wahyuni, S. 2006. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: Andi.

138

Sumber Website:

Albinsaid, G. 2012. Garbage Clinical Insurance. Melalui

https://www.changemakers.com/sites/default/files/garbage_clinical_insurance

_summary_0.pdf

Albinsaid, G. 2014. Talkshow Asuransi Sampah bersama Gamal Albinsaid. Melalui

https://www.youtube.com/watch?v=Jx04nFfPnXU

Albinsaid, G. 2015. Garbage Clinical Insurance part 1. Melalui

https://drive.google.com/file/d/0BxSK7uvh9AWRZ09RWlNDS09ZQ3c/view

Albinsaid, G. 2017. Garbage Clinical Insurance by dr. Gamal Albinsaid. Melalui

https://www.youtube.com/watch?v=68XaokxjbKs

BPS. 2013. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten/Kota di Jawa

Timur. Melalui https://jatim.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/182

BPS. 2010. Penduduk Indonesia menurut Provinsi 2010. Melalui

https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1267

BPS. 2014. Proyeksi Penduduk Menurut Provinsi 2010-2035. Melalui

https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1274

BPJS Kesehatan. 2015. 3 Pokok Utama Masalah BPJS Kesehatan. Melalui

https://www.bpjs-online.com/3-pokok-utama-masalah-bpjs-kesehatan/

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2009. Peningkatan Akses

Masyarakat Terhadap Kesehatan yang Lebih Berkualitas. Melalui

http://www.bappenas.go.id/files/2113/5027/3330/bab-

28__20091007161707__29.pdf

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2009. Peningkatan Akses

Masyarakat Terhadap Kesehatan yang Lebih Berkualitas. Melalui

http://www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/10866/3188/

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2009. Proyeksi Penduduk,

Angkatan Kerja, Tenaga Kerja, dan Peran Serikat Pekerja dalam

Peningkatan Kesejahteraan. Melalui

https://www.bappenas.go.id/files/3513/5211/1083/prijono__20091015125259

__2356__0.pdf

139

Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Malang. 2013. Pengelolaan Sampah

di Kota Malang. Melalui

http://www.unescap.org/sites/default/files/Session%204_3_2_Malang.pdf

George G., et.al. An impact evaluation of medical insurance for poor in Georgia:

preliminary results and policy implications. Health Policy Plan 2015; 30

(suppl_1): i2-i13. doi: 10.1093/heapol/czu095

Indonesia Feature. 2014. Gamal Albinsaid, Dokter Muda Pendiri Asuransi Bank

Sampah. Melalui http://indonesia-feature.blogspot.co.id/2014/08/indonesian-

people-gamal-albinsaid.html

International Labour Organization (ILO). 2016. Frequently asked questions about

Sustainable Development Goals (SDGs). Melalui

http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-

jakarta/documents/publication/wcms_451902.pdf

Sekretariat Jenderal DPR RI. 2013. Dimensi Kemiskinan. Melalui

http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/apbn_Dimensi_Kemiskinan201301

30135844.pdf

Sekretariat Jenderal DPR RI. 2013. Hubungan Kesehatan dan Kemiskinan. Melalui

http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/apbn_Hubungan_Kesehatan_dan_K

emiskinan20130611103510.pdf

Sparrow, R., et.al. 2013. Social health insurance for the poor: Targeting and impact of

indonesia's askeskin programme. Social Science & Medicine, 96, 264-271.

doi:http://dx.doi.org/10.1016/j.socscimed.2012.09.043

Tempo. 2005. Ayah Menggendong Mayat Anaknya Dari RSCM Ke Bogor Karena

Tak Mampu Bayar Ambulan. Melalui http://bio.or.id/supriono-menggendong-

mayat-khaerunisa-rscm-bogor/

Tribunnews. 2009. dr Rita Rosika, Pencipta Sistem Asuransi Murah Jaminan

Masyarakat Mandiri, Cukup Rp 1.000 per Bulan, Pasien Tak Harus Bayar

Dokter. Melalui https://goo.gl/4CeYNH

United Nations. 2015. Sustainable Development Goals (SDGs). Melalui

https://sustainabledevelopment.un.org/topics/sustainabledevelopmentgoals

Waste Business Journal, Industry Research and Analysis. 2012. Waste Market

Overview and Outlook 2012. Melalui

http://www.wastebusinessjournal.com/overview.htm

140

World Bank. 2013. The nuts and bolts of Jamkesmas, Indonesia's government

financed health coverage program for the poor and near-poor. Melalui

http://documents.worldbank.org/curated/en/430821468044119982/pdf/749960

REVISED0000PUBLIC00Indonesia1.pdf

World Bank. 2014. Pelajaran dari Jamkesmas untuk Capai Pelayanan Kesehatan

Universal di Indonesia. Melalui

http://www.worldbank.org/in/news/feature/2014/01/30/improving-

jamkesmas-to-achieve-universal-health-care-in-indonesia

141

LAMPIRAN

Lampiran 1

Surat Permohonan Penelitian

142

Lampiran 2

Garis Besar Pertanyaan Wawancara Tidak Terstruktur

Wawancara tidak terstruktur dilakukan kepada beberapa informan, yakni Hari

Dwi Suharsono, S.Kep. selaku Ketua Yayasan Indonesia Medika sekaligus Manajer

KAS; Taufiqurrohman, S.Pd. selaku Sekretaris KAS sekaligus penanggung jawab

pengelolaan sampah KAS, dan peserta program KAS yang akan dipilih dalam proses

penelitian di lapangan. Adapun garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan

meliputi:

A. Informan Hari Dwi Suharsono, S.Kep.

1) Seperti apakah gambaran umum pengelolaan KAS?

2) Bagaimanakah alur pengelolaan sampah yang dilakukan KAS sehingga

nilainya meningkat menjadi alat pembiayaan kesehatan dan operasional KAS?

3) Menurut Anda bagaimanakah respon masyarakat miskin terhadap KAS?

4) Kendala apa yang umumnya terjadi dalam keberjalanan program KAS?

5) Apakah menurut Anda KAS berpengaruh secara signifikan dalam keterbukaan

akses kesehatan masyarakat miskin?

B. Informan Taufiqurrohman, S.Pd.

1) Bagaimana alur pengelolaan premi sampah yang dilakukan KAS?

2) Apakah premi sampah dari peserta KAS berjalan lancar?

3) Apakah pendapatan dari premi sampah sudah menutupi kebutuhan

operasional KAS?

4) Apa yang dilakukan KAS ketika premi peserta tidak mencapai target?

C. Informan peserta program Klinik Asuransi Sampah (KAS)

1) Apakah alasan Bapak/Ibu mengikuti program KAS?

2) Apakah ada perbedaan yang Bapak/Ibu rasakan sebelum dan sesudah adanya

KAS dalam hal akses layanan kesehatan?

3) Apakah Bapak/Ibu merasa terbebani untuk membayar premi kesehatan

dengan sampah?

4) Apakah Bapak/Ibu ingin terus mengikuti program KAS?

143

Lampiran 3

Kuesioner Kuantitatif

PENGARUH PROGRAM KLINIK ASURANSI SAMPAH (KAS)

TERHADAP AKSES KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN

(STUDI PADA KLINIK BUMIAYU, KELURAHAN BUMIAYU, KOTA MALANG)

KUESIONER KUANTITATIF

Identitas responden bersifat rahasia, dan informasi yang diberikan oleh

responden hanya akan digunakan dan dipublikasikan untuk kepentingan penelitian

tesis.

Nama :

Alamat :

Jenis Kelamin :

Umur :

Tingkat Pendidikan :

Pekerjaan :

Keluhan Penyakit :

Peserta KAS sejak tahun

:

144

Berilah jawaban atas pernyataan berikut ini sesuai dengan pendapat

anda dengan cara memberi tanda (√) pada kolom yang tersedia.

Pilihan Jawaban:

SS = Sangat Setuju

S = Setuju

RG = Ragu-ragu

TS = Tidak Setuju

STS = Sangat Tidak Setuju

A. Program Klinik Asuransi Sampah (Variabel X)

Indikator No. Pernyataan Jawaban

STS TS RG S SS

Ketersediaan

Layanan

Kesehatan

1)

Tenaga kesehatan klinik berupa 3

dokter dan 2 apoteker mencukupi.

2) Fasilitas layanan kesehatan dasar

dari klinik lengkap.

Organisasi

3) Klinik buka di sore hari dari

senin-sabtu mencukupi.

4)

Akses transportasi menuju klinik

tersedia.

5) Waktu perjalanan menuju klinik

singkat.

6) Biaya perjalanan menuju klinik

terjangkau.

7) Saya tidak mengantri lama untuk

berobat di klinik.

8) Dokter memberikan waktu yang

cukup untuk konsultasi.

145

B. Akses Kesehatan (Variabel Y)

Indikator No. Pernyataan Jawaban

STS TS RG S SS

Pemanfaatan

Layanan

Kesehatan

1) Layanan kesehatan yang diterima

sesuai dengan yang diperlukan.

2) Periksa kesehatan gratis di klinik

2 kali setiap bulan mencukupi.

Kepuasan

Konsumen

3) Saya memilih berobat ke Klinik

Asuransi Sampah.

4) Saya rutin menyetorkan sampah

tiap hari rabu.

146

(Bersambung)

Lampiran 4

Hasil Uji Validitas

Correlations

Item_1 Item_2 Item_3 Item_4 Item_5 Item_6 Item_7 Item_8 Item_9 Item_

10

Item_

11

Item_

12

Skor_

total

Item_

1

Pearson

Correlation

1 .937** .218 -.049 .000 .029 -.100 .077 .827

** .004 .033 .868

** .652

**

Sig. (2-tailed) .000 .104 .715 1.000 .831 .457 .568 .000 .979 .810 .000 .000

N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57

Item_

2

Pearson

Correlation

.937** 1 .161 -.091 -.047 -.019 -.136 .024 .886

** -.034 -.016 .809

** .593

**

Sig. (2-tailed) .000 .231 .502 .727 .889 .314 .862 .000 .799 .906 .000 .000

N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57

Item_

3

Pearson

Correlation

.218 .161 1 .167 .204 .229 .255 .082 .115 .152 .144 .161 .498**

Sig. (2-tailed) .104 .231 .214 .127 .086 .056 .545 .396 .259 .285 .231 .000

N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57

Item_

4

Pearson

Correlation

-.049 -.091 .167 1 .961** .919

** .547

** .160 -.127 .102 .111 -.091 .547

**

Sig. (2-tailed) .715 .502 .214 .000 .000 .000 .234 .346 .449 .409 .502 .000

N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57

Item_

5

Pearson

Correlation

.000 -.047 .204 .961** 1 .961

** .597

** .132 -.088 .114 .084 -.047 .590

**

Sig. (2-tailed) 1.000 .727 .127 .000 .000 .000 .329 .514 .399 .533 .727 .000

N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57

Item_

6

Pearson

Correlation

.029 -.019 .229 .919** .961

** 1 .547

** .160 -.060 .102 .111 -.019 .608

**

Sig. (2-tailed) .831 .889 .086 .000 .000 .000 .234 .657 .449 .409 .889 .000

N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57

147

Lampiran 4 (Sambungan)

Item_1 Item_2 Item_3 Item_4 Item_5 Item_6 Item_7 Item_8 Item_9 Item_

10

Item_

11

Item_

12

Skor_

total

Item_

7

Pearson

Correlation

-.100 -.136 .255 .547** .597

** .547

** 1 -.054 -.167 .161 -.121 -.136 .356

**

Sig. (2-tailed) .457 .314 .056 .000 .000 .000 .689 .213 .232 .369 .314 .007

N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57

Item_

8

Pearson

Correlation

.077 .024 .082 .160 .132 .160 -.054 1 -.022 .046 .844** .165 .435

**

Sig. (2-tailed) .568 .862 .545 .234 .329 .234 .689 .871 .736 .000 .219 .001

N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57

Item_

9

Pearson

Correlation

.827** .886

** .115 -.127 -.088 -.060 -.167 -.022 1 -.010 -.058 .707

** .518

**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .396 .346 .514 .657 .213 .871 .941 .670 .000 .000

N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57

Item_

10

Pearson

Correlation

.004 -.034 .152 .102 .114 .102 .161 .046 -.010 1 .079 .027 .295*

Sig. (2-tailed) .979 .799 .259 .449 .399 .449 .232 .736 .941 .560 .842 .026

N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57

Item_

11

Pearson

Correlation

.033 -.016 .144 .111 .084 .111 -.121 .844** -.058 .079 1 .098 .395

**

Sig. (2-tailed) .810 .906 .285 .409 .533 .409 .369 .000 .670 .560 .470 .002

N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57

Item_

12

Pearson

Correlation

.868** .809

** .161 -.091 -.047 -.019 -.136 .165 .707

** .027 .098 1 .604

**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .231 .502 .727 .889 .314 .219 .000 .842 .470 .000

N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57

Skor

_total

Pearson

Correlation

.652** .593

** .498

** .547

** .590

** .608

** .356

** .435

** .518

** .295

* .395

** .604

** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .007 .001 .000 .026 .002 .000

N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Sumber: Pengolahan penulis

148

Lampiran 5

Foto dan Hasil Wawancara kepada Manajer KAS

Sumber: Dokumentasi penulis

Dari kiri ke kanan, Mas Taufiq Sekretaris KAS (kiri), Penulis (tengah), dan

Pak Hari Ketua Yayasan Indonesia Medika (kanan).

Nama Informan : Hari Dwi Suharsono, S.Kep.

Sebagai : Ketua Yayasan Indonesia Medika dan Manajer Klinik

Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu (2014-Sekarang).

Pewawancara : Ahsan

Lokasi : Kantor Indonesia Medika dan KAS Bumiayu.

Waktu : Senin, 24 Juli 2017, Pukul 08.00 WIB.

Rabu, 26 Juli 2017, Pukul 10.00 WIB.

Pak Hari selaku Manajer Klinik Asuransi Sampah (KAS) menjelaskan bahwa

terdapat 3 hal di dalam pengelolaan KAS yakni manajemen klinik, manajemen

asuransi, dan manajemen sampah. Hal ini disampaikan sebagai berikut:

149

Manajemen klinik, apabila dilihat dari sejarahnya, bermula dari kerjasama

KAS dengan 5 klinik di Kota dan Kabupaten Malang. Namun, akibat kesulitan

mengelola kelima klinik, akhirnya KAS membatalkan kerjasama yang pernah dibuat

dengan 5 klinik tersebut dan mengakuisisi salah satu diantaranya yakni klinik di

Kelurahan Bumiayu untuk digunakan sebagai project pilot.

Manajemen Asuransi, berdasarkan keberlangsungan premi sampah, diketahui

bahwa pendapatan dari premi sampah yang diberikan masyarakat miskin peserta KAS

belum berjalan optimal. Hal ini disebabkan karena konsumsi masyarakan miskin

yang kecil, berdampak pada sedikitnya sampah rumah tangga yang dihasilkan. Selain

itu, juga disebabkan oleh harga jual sampah yang tergolong rendah di Kelurahan

Bumiayu, apabila dibandingkan dengan lokasi lain. Adapun, terkait premi peserta

yang tidak mencapai target, disikapi melalui pendekatan sosial oleh pihak KAS. Hal

ini dijelaskan oleh Pak Hari, sebagai berikut:

Itu kan ada 3 hal di Garbage Clinical Insurance. Ada tentang manajemen

asuransinya, yang di tengah yang menjadi perantara antara manajemen klinik atau

manajemen kesehatannya dengan pengolahan sampah. Kalo di awal kita memang

3 hal ini kita kelola. Karena kita juga ingin tahu bagaimana sih caranya mengelola

sampah yang benar. Kemudian yang kedua bagaimana sih asuransi yang benar

seperti apa. Terus yang ketiga memang kita ingin belajar ini juga manajemen

klinik, karena kita juga baru istilahnya start up ya. Jadi kita ingin mempelajari

ketiga hal ini.

Pada akhirnya kita, proyek itu kita project pilotkan dulu dengan manajemen klinik

yang kita bisa handle, bisa kita atur sendiri pengelolaannya, dengan sistem

asuransinya juga kita handle. Akhirnya kita oo ini tahu mana sih kelemahan kita.

Harapannya kedepan bisa kita sebar lagi.

Karena akad kita atau perjanjian kita dengan member itu sedekah sampah. Jadi

kita tahu kalo untuk premi dengan sepuluh ribu, ketika itu ga dapet premi,

perjanjiannya kan mereka ga akan dapat haknya. Berarti kan tertulis hak dan

kewajiban ya di dalamnya, pasal-pasal dan sebagainya, kalo di MOUnya. Nah itu,

karena kita juga fokus kita di sosial. Ketika mereka tidak mendapatkan preminya,

tetap kita berikan layanan.

150

Manajemen Sampah, berdasarkan sejarahnya, awalnya KAS mengelola

berbagai jenis sampah baik organik maupun anorganik. Akan tetapi saat ini KAS

hanya mengelola sampah organik kering seperti kertas dan kardus serta sampah

anorganik. Hal ini dilakukan sebagai bentuk respon atas keluhan warga yang tidak

nyaman dengan bau pengomposan sampah organik yang dikelola di masing-masing

rumah mereka. Selain itu, hal ini juga dilakukan untuk memudahkan keberjalanan

program.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Klinik Asuransi Sampah

(KAS) belum beroperasi sepenuhnya dengan pembiayaan yang berasal dari sampah.

Akan tetapi masih disubsidi dari beberapa sumber pendapatan lain. Hal ini

sebagaimana disampaikan Pak Hari, sebagai berikut:

Kalo pengolahan sampah sementara kita fokuskan ke anorganik dulu. Kita

semudah mungkin program ini berjalan.

Kalau untuk sementara ini belum bisa mencukupi ya, jadi masih ada subsidi dari

yayasan dan subsidi silang dari pembiayaan pasien umum. Tapi kalo secara

idealnya. Idealnya sebenarnya mencukupi. Cuma untuk saat ini kita belum ideal

ya. Belum sampai ke arah, sustainabilitasnya masih berjalan.

151

Lampiran 6

Foto dan Hasil Wawancara kepada Sekretaris KAS

Sumber: Dokumentasi penulis

Nama Informan : Taufiqurrohman, S.Pd.

Sebagai : Sekretaris Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu

(2016-Sekarang).

Pewawancara : Ahsan

Lokasi : KAS Bumiayu.

Waktu : Senin, 31 Juli 2017, Pukul 11.00 WIB.

Wawancara terkait pengelolaan sampah di Klinik Asuransi Sampah (KAS)

Bumiayu dilakukan kepada Mas Taufiq selaku sekretaris dan penanggung jawab

manajemen sampah di KAS. Dalam mengelola sampahnya, dulu KAS bekerjasama

dengan Bank Sampah Malang (BSM) sebagai tempat penjualan. Namun, karena

alasan keuntungan dan volume sampah yang tidak terlalu besar maka KAS lebih

memilih pengepul yang terdekat dan mau menjemput sampah ke lokasi pengumpulan

di Pusat Daur Ulang Sampah Indonesia Medika. Selanjutnya, setiap sampah yang

terkumpul akan dibeli pengepul dengan harga berdasarkan berat dan jenis

sampahnya.

Dalam keberjalanan selama ini, dijelaskan Mas Taufik bahwa pendapatan dari

premi sampah peserta belum mencapai nilai ideal yang diharapkan sebesar Rp.10.000

setiap bulan. Sebagaimana dituturkannya:

152

Mas Taufik juga menjelaskan bahwa saat ini peserta KAS dapat mengakses

layanan kesehatan lanjutan di BPJS Kesehatan. Nantinya kekurangan dari hasil

pendapatan premi sampah akan disubsidi oleh lembaga yang menaungi KAS yakni

Yayasan Indonesia Medika. Sebagaimana dijelaskannya, sebagai berikut:

Kalo untuk sampah sendiri, kan tiap member ditarget sepuluh ribu. Tapi rata-rata,

mungkin nyampenya empat ribu, enam ribu, ga sampe sepuluh ribu. Makanya itu,

selain kita membebankan sampah ke warga, kita juga menjalin kerjasama sama

sekolah-sekolah. Sekarang masih ada 8 sekolah yang sudah kerjasama. Jadi

mereka sedekah sampahnya setiap satu bulan sekali.

Ee.. itu kan launchingnya tanggal 21 februari kan ya. Waktu hari peduli sampah

itu kita launching kerjasama BPJS dengan klinik sampah. Jadi beberapa member

kita daftarkan ke BPJS. Sebagian preminya bayar via sampah. Separuh preminya

kita subsidi dari perusahaan. Terus yang didaftarkan itu 102 member. Itu kan kita

tiga bulan sekali bayar, tiga bulan sekali bayar selama satu tahun. Untuk yang tiga

bulan pertama itu ada 102 yang kita daftarkan.

153

Lampiran 7

Foto dan Hasil Wawancara 1 kepada Peserta KAS

Sumber: Dokumentasi penulis

Nama Informan : Ibu Muna

Sebagai : Peserta Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu

(2013-Sekarang).

Pendidikan : SMP

Profesi : Penjual Gorengan

Keluhan Sakit : Sakit Dada, Darah Tinggi, dan Maag.

Keterangan : Usia 53 tahun. Janda dengan 5 orang anak. 4 anak

meninggal karena keterbatasan akses kesehatan. Tinggal 1

anak usia 17 tahun bersekolah setara SMA di Pesantren.

Ibu Muna (53 tahun) adalah seorang janda dengan lima orang anak. Sehari-

hari ia bekerja sebagai penjual gorengan di wilayah Pesantren Irsyadul Ibad-

Kelurahan Bumiayu untuk mencukupi kebutuhannya, kedua orangtuanya yang sudah

sangat sepuh, serta kelima anaknya. Akan tetapi, hasil berjualan gorengan tidak

mencukupi untuk kebutuhan di luar kebutuhan sehari-hari, khususnya ketika sakit.

Akibatnya, ketika anak-anaknya terkena diare yang sebenarnya dapat disembuhkan,

ia tidak mampu membawa anaknya berobat. Meski sempat ada pihak yang prihatin

dan membawa anak-anak Ibu Muna ke rumah sakit, akan tetapi akibat kondisi yang

154

sudah terlanjur kritis membuat empat dari lima anaknya meninggal dunia. Sehingga

adanya Klinik Asuransi Sampah (KAS) membawa kebahagiaan tersendiri bagi Ibu

Muna dan keluarganya. Hal ini sebagaimana diungkapkannya:

Lebih lanjut Ibu Muna mendoakan agar KAS senantiasa sukses dan

berkembang:

Lho ya susah dek. Saya susah. Waktu itu wes tak cerito yo. Dulu itu saya sempat,

kan orang gak punya ya saya. Anak saya itu empat ga tertolong itu (sedih). Dulu,

dulu. Terus anu, setelah itu ada, opo, puskesmas ya. Jauh disini Arjowinangun.

Terus ada itu, klinik. Alhamdulillah saya merasa syukur. Alhamdulillah.

Enak, enak Alhamdulillah syukur. Saya gini, dokter Gamal mudah-mudahan

rumah sakit kliniknya itu sukses selalu, ga pindah-pindah. Iya kan kasian orang

yang ga punya. Mau periksa ga bisa. Ini aja 60, terus ke dokter sana 40. Jadi sakit

itu duh, uang 200 ya habis. Klo ke klinik ya tanpa bayar, asuransi sampah itu

saya.

155

Lampiran 8

Foto dan Hasil Wawancara 2 kepada Peserta KAS

Sumber: Dokumentasi penulis

Nama Informan : Nur Hamzah (38, kiri), Pak Ponali (62, tengah), dan Ibu

Sapi`iyah (60, kanan).

Sebagai : Peserta Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu

(2013-Sekarang).

Pendidikan : Nur Hamzah (SD), Pak Ponali (tidak sekolah), dan Ibu

Sapi`iyah (SD).

Profesi : Pak Ponali dan Ibu Sapi`iyah tidak bekerja, sedangkan Nur

Hamzah sebagai kuli batu panggilan.

Keluhan Sakit : Nur Hamzah (Linu Otot), Pak Ponali (Struk), dan Ibu

Sapi`iyah (Pegal).

Keterbatasan akses kesehatan umumnya terjadi pada keluarga miskin akibat

ketiadaan dana untuk berobat. Hal ini juga dialami oleh keluarga Pak Ponali yang

memiliki latar belakang pendidikan rendah, yakni tidak bersekolah dan yang lainnya

hanya sampai pada tingkat SD. Saat diwawancara, nada bicara Pak Ponali (62 tahun)

terdengar kurang jelas akibat sakit struk yang dideritanya. Dahulu, ia selama 6 tahun

hanya terbaring di tempat tidur. Atas rahmat Allah, melalui program Klinik Asuransi

Sampah (KAS), kini Pak Ponali terlihat lebih baik dan dapat beraktivitas sederhana,

seperti berjalan dan berbicara. Meski kondisinya membaik, akan tetapi Pak Ponali

156

tetap tidak bisa lagi melakukan pekerjaannya sebagai penjual ikan di Pasar Gadang.

Sehingga, secara otomatis kewajiban bekerja diambil alih oleh istri dan anaknya.

Diceritakan oleh anak Pak Ponali bernama Nur Hamzah (38 tahun) yang

bekerja sebagai kuli bangunan, saat itu ibunya yang bernama Sapi`iyah (60 tahun)

memperoleh tawaran untuk bekerja di Perumahan Gadang Regency. Akan tetapi, ia

merasa kasihan melihat ibunya yang sudah tua harus bekerja. Meski ia sendiri

penghasilannya tidak menentu karena proyek pembangunan yang tidak selalu ada

setiap bulannya. Sebagaimana dituturkan Nur Hamzah, sebagai berikut:

Saat ini, Pak Ponali dan keluarganya merasa sangat bahagia karena bisa

berobat hanya dengan menggunakan sampah.

Sulit. Apalagi kan zaman sekarang cari uang itu sulit Mas. Cari pekerjaan itu sulit

klo ga ada yang ngajak. Nah, sekarang kerja bangunan aja klo ga ada yang ngajak

kan repot Mas. Jadi saya Alhamdulillah, sudah 3 tahun saya kerja bangunan di

kampung ini. Kalo dulu saya kerja di proyek, tujuan saya cuma dua. Sebagai

suami tanggung jawab sama anak-istri dan Ibu-Ayah. Soalnya kan Ayah udah

sakit struk 6 tahun ini kan Mas. Ibu mau kerja di perumahan mana, Gadang

Regency. Saya bilang sama Ibu, Ibu jangan kerja, opo jare aku? Itu Mas, saya

kasihan sama Ibu, Ibu sudah tua. Seandainya saya mampu ingin saya

membahagiakan kedua orangtua saya.

157

Lampiran 9

Foto dan Hasil Wawancara 3 kepada Peserta KAS

Sumber: Dokumentasi penulis

Nama Informan : Ibu Siti Hasanah

Usia : 55 tahun

Sebagai : Peserta Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu

(2013-Sekarang).

Pendidikan : SD

Profesi : Buruh Tani

Keluhan Sakit : Linu di lutut

Ibu Siti Hasanah (55 tahun) terlihat dari keluarga mampu dengan rumah yang

memiliki lemari kayu dan sofa. Akan tetapi, pada kenyataannya keluarga Ibu Siti

Hasanah memiliki pendapatan yang kecil sebagai buruh tani. Ia mengungkapkan

kegembiraan dengan adanya program KAS yang bayarannya menggunakan sampah:

Ibu Siti Hasanah bercerita bahwa awalnya ia biasa berobat ke puskesmas di

Kelurahan Arjowinangun, akan tetapi sekarang ia lebih memilih berobat ke KAS.

Meski sama-sama gratis, akan tetapi lokasi yang lebih dekat dengan tempat tinggal

Alasannya ya dekat rumah. Senang ga bayar, bayarnya bayar sampah iya hehe..

158

membuatnya memilih berobat di KAS. Ia mengungkapkan pengalamannya berobat di

KAS, sebagai berikut:

Lampiran 10

Foto dan Hasil Wawancara 4 kepada Peserta KAS

Sumber: Dokumentasi penulis

Nama Informan : Pak Sucipto

Usia : 45 tahun

Sebagai : Peserta Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu

(2013-Sekarang).

Pendidikan : SD

Profesi : Serabutan

Keluhan Sakit : Sakit Kepala

Pak Sucipto (45 tahun) adalah pekerja serabutan yang bekerja tidak menentu.

Saat ditemui di kediamannya, ia beserta istri dan anaknya tengah bekerja mengupas

bawang dengan upah Rp.500/Kg. Pak Sucipto mengungkapkan bahwa adanya Klinik

Nyaman kalo berobat langsung, sakitnya langsung hilang (tertawa). Kalo sakit

lagi saya minum lagi obatnya.

159

Asuransi Sampah (KAS) telah membantu keluarganya untuk memperoleh layanan

kesehatan. Bahkan menurutnya program KAS ini lebih mudah daripada di

puskesmas, sebagaimana penuturannya:

Selain itu, Pak Sucipto juga memberi respon positif mengenai penggunaan

sampah sebagai alat pembayaran premi kesehatan. Menurutnya setiap rumah pasti

akan menghasilkan sampah setiap harinya, sebagai berikut:

Lampiran 11

Hasil Wawancara 5 kepada Peserta KAS

Nama Informan : Ibu Rosita

Sebagai : Peserta Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu

(2013-Sekarang).

Pendidikan : SD

Profesi : Ibu Rumah Tangga

Keluhan Sakit : Batuk

Usia : 24 tahun

Ibu Rosita (24 tahun) adalah peserta Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu

sejak tahun 2013. Sehari-hari ia mengasuh kedua anaknya yang masih kecil bersama

suaminya yang bekerja sebagai penjual martabak. Melalui adanya KAS ini, ia

menuturkan sangat terbantu dalam hal ekonomi. Sebagaimana pernyataannya sebagai

berikut:

Ya lebih mudah daripada di puskesmas. Program anu sampah itu kan sudah

meringankan berobat. Kalau dulu kan harus ada persiapan.

Ya Nggak. Yang namanya sampah itu ya setiap hari ada. Tinggal orange ae

mampu atau ngga Mas.

Yoo Alhamdulillah kebantu to Mas. Kebantu banget. Apalagi saya KB kan. KB

30 rebu, kan lumayan gratis. Lumayan buat beli beras yang 30 rebu. Sangat

membantu.

160

Lampiran 12

Peserta Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu

Nama yang bercetak tebal adalah peserta yang menjadi responden penelitian.

Berjumlah 57 responden dari 288 orang keseluruhan peserta dalam 73 keluarga.

No. No. urut KK Nama

1 1 Hj. Sulastri

2 2 Suwarni

3 Samsul Arief

4 3 Saiful Bahri

5 Nur Hayati

6 Fatchur Pratama Putra

7 Alfan Choiron Azis

8 4 Nurul Yaqin

9 Lustia

10 Eva Nurmalasari

11 5 Asrum

12 Puati

13 Astutik Choiriyah

14 Mustafik

15 Puat Hari Yanto

16 Moch Sapu Andani

17 Hendik Handoko

18 Alfat Ali Firdaus

19 6 Ponali Bin Juma'in

20 Sapi'iyah

21 Nur Hamzah

22 7 Suwadi

23 Naimah

24 Luluk Maulatus Zahroh

25 Dewi Fatimah

26 Evi Vitriani

27 Evi Vitriana

28 Asma

(Bersambung)

161

Lampiran 12 (Sambungan)

No. No. urut KK Nama

29 8 Edi Susanto

30 Evi Khusniyah

31 Muhammad Alif Alfiansyah

32 9 Lismukayadi

33 Sunariyah

34 Ahmad Zakaria

35 10 Zuhri

36 Salmah

37 Khoirul Rozikin

38 11 Ngadi

39 Suma'iyah

40 Leni Oktavia

41 12 Sunarti

42 Mutiahtul Hasanah

43 Ahmad Alfan

44 13 Yusuf

45 Maria Ulfa

46 Fauzan Akbar Maulana

47 Shifa Fauziah Rahma

48 14 Moh Rohim

49 Siti Maryam

50 Diana

51 Milhatul Izzah

52 Ahmad Maliki Ibrohim

53 15 Sucipto

54 Nanik Hariyati

55 Moch Agung

56 16 Muna

57 Muhammad Zainulloh

58 Marjuki

59 Mariya

60 17 Fathur Rozy

61 Novi Yunita Sari

62 Syafa Naila Az Zahra

63 18 Nur Wahid (Alm)

64 Suratin

(Bersambung)

162

Lampiran 12 (Sambungan)

No. No. urut KK Nama

65 19 Imam Asfali

66 Rosita

67 Moch Sahril Ipnu Asfali

68 Rodiyatun Nisa

69 20 Chamdan

70 Siti Fatimah

71 Nur Khamdiyatul Fitria

72 Nurul Fauziah

73 21 Abdul Qodir

74 Irmawati

75 Maulana Eka Setiawan

76 Maulidya Adinda Putri

77 Tuna

78 22 Arif Susanto

79 Endang Sri Wahyuningsih

80 Ajeng Riftianingsih

81 Muhammad Azka Azfar Rabbani

82 23 Eko Mariono

83 Amalia

84 Affandy Ahmad Akbar

85 Nadhira Isnaini Putri

86 Suratemi

87 Kiki Putri Perdani

88 24 Rohaniyah

89 Leli Azizah

90 25 Agus Purwanto

91 Nur Urifa

92 Ahmad Rifan Agus Maulidi

93 26 Miseri

94 Siti Urifah

95 Fikri Maulana Akbar

96 Ahmad Riswan Fakhruli

97 27 Sofwan

98 Sofiyah

99 Amirul Akbar

100 Sofi Ghoniyah

(Bersambung)

163

Lampiran 12 (Sambungan)

No. No. urut KK Nama

101 28 Nurul Aini

102 Ngatminah

103 Fani Anissa Ramadhani

104 Nadya Ainun Maghfirah

105 29 Rozak H

106 Siti Rohmah H

107 30 Hasanah

108 Nur Fadilah

109 Ali Muktar

110 Hamim

111 31 Suhartono

112 Faridah

113 Herawati

114 Achmad Faizal

115 Mirnawati

116 Adiva Afsheen Myesha Widiantoro

117 32 Ahmad Zainuri

118 Anisatul Mubaroh, A.Ma.Pd

119 Muhammad Qolbih Naqi

120 33 Achmad Hadi Bianto

121 Tatik Mutoibah

122 Mohammad Azsyari Pangestu

123 Siti Fatimatus Zahra D. M.

124 Aisyah Embun Rahayu

125 34 Herman

126 Siti Hotijah

127 Sahrul Hafiki

128 Novita Aurelia Putri Sefira

129 Hermi

130 35 Hindun

131 Lukman

132 36 Siti Hasanah

133 Ghozali

134 Moch. Said

135 Pairi

(Bersambung)

164

Lampiran 12 (Sambungan)

No. No.urut KK Nama

136 37 Ana Vidia

137 Nuril Ivan Fauzan

138 Brian Fauza A

139 Aulia Bunga C

140 38 Munayah

141 Djuawaini

142 Siti Faridah

143 Jafar Shadiq

144 Nabil Fakhrul

145 M. Nizam Ali

146 39 Djuariyah

147 Jumain

148 Saiful Arif

149 40 Wiwik

150 Hans Musa

151 Willa Diah

152 Anur Hidayat

153 Eny Fatmawati

154 41 Munawaroh

155 Hizbullah

156 42 Shohib

157 Siti Muawanah

158 Farah Fari H

159 Moch. Azril Azizi R

160 43 Maryani

161 M. Afifi

162 Siti Aminah

163 Syafii Akbar H

164 M. Panji H

165 44 Aminah

166 Wahyuni

167 Arifin

168 Edi Susanto

169 Rokayah

170 45 Khotiyah

171 Ainul Husniah

172 46 Saumi

(Bersambung)

165

Lampiran 12 (Sambungan)

No. No. urut KK Nama

173 47 Mashudi

174 Menik Rohana

175 M. Atok Urrohman

176 Lia Ariska

177 Lina Sintiya

178 Lintang Choiriyah

179 Agus Arianto

180 48 Mustain Romli

181 Choriul Umiyah (dan 2 anggota keluarga lain)

184 49 Sunardi

185 Sulifah

186 Bambang Efendi

187 Robiul Hamzah

188 50 Siti Suliha

189 51 Lusi Ernawati

190 M.Varel

191 Marcel Dwi C

192 Indrawanto

193 52 Mudayati

194 Dwi Margi Rahayu

195 Triono Raharjo

196 Sabrina Catur Rahayu

197 53 Sarti

198 Sutina

199 54 Chatimah

200 Muslikan

201 Akhmad Ansori

202 Nanang Sulistiono

203 55 Sumarni

204 Munawi

205 Ahmad Samsul Arifin

206 56 Irnawati

207 Abdul Hamid

208 Iskandar

209 Nur Aisyah

210 Roihan

(Bersambung)

166

Lampiran 12 (Sambungan)

No. No. urut KK Nama

211 57

(Santri

Pondok

Pesantren

Irsyadul Ibad)

Fahry Dhito Ramadhan

212 Riski Firmansyah

213 Farel

214 Thoriq

215 Baim

216 Rian

217 Syaiful

218 Nisfi

219 Maulana

220 Hafiz

221 Siti Munawaroh

222 Galang

223 Nano

224 Dimas

225 A. Efendi Saputra

226 M. Rafi

227 Iis

228 Nisak

229 Bi Ima

230 Bu Fifa

231 Bu Ifa

232 Nafis

233 Lahek

234 Iis

235 Huda

236 Fahmi

237 Rahul

238 Fina

239 Ardi

240 Wawan

241 Sahril

242 Nurqotin

243 Kayu

244 Firo

245 Dimas

246 Yulia

247 Suparni

248 Bu Nur

(Bersambung)

167

Lampiran 12 (Sambungan)

No. No. urut KK Nama

249 57 Mus

250 58 Naji Allan

251 Adi Putra

252 Saipul Anam

253 M. Ardiansah

254 Basith

255 Saipul Arif

256 59 Muhrojin

257 Euis Rosita

258 Muhammad Risky Galang Saput

259 60 Syamsul Arifin

260 Musrifah

261 Muhammad Rizky Arifin

262 61 Atim

263 Sumi

264 Sunah Kristiana

265 Diah Dini Aditama

266 Arjun Ferdi Syah

267 62 Adi Susanto

268 Fransisca Andriani Hasibuan

269 Aqilah Rafa Fathina

270 63 Ricky T. (dan 4 anggota keluarga lain)

275 64 Wunihari

276 65 Wiji Lestari

277 66 Aning Dwi S.

278 67 Sri Y. (dan 1 anggota keluarga lain)

280 68 Ellah Fadilla (dan 3 anggota keluarga lain)

284 69 Masubah

285 70 Muhayatun

286 71 Trisyati

287 72 Isnaini Nur Savitri

288 73 Alifa Ayu

Sumber: Data KAS

168

Lampiran 13

Foto Pasar Gadang

Sumber: Dokumentasi penulis

169

Lampiran 14

Foto Wawancara dan Pengisian Kuesioner

Sumber: Dokumentasi penulis