pengaruh program klinik asuransi sampah (kas) …2. karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan,...
TRANSCRIPT
PENGARUH PROGRAM
KLINIK ASURANSI SAMPAH (KAS) TERHADAP
AKSES KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN (STUDI PADA KAS BUMIAYU, KELURAHAN BUMIAYU, KOTA MALANG)
EFFECT OF GARBAGE CLINICAL INSURANCE (GCI) PROGRAM
TOWARD HEALTH ACCESS OF THE POOR (STUDY IN GCI BUMIAYU, BUMIAYU URBAN VILLAGE, MALANG CITY)
Oleh
Lalu Muhammad Ahsanul Hazzi
121120150004
TESIS
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian
Guna memperoleh gelar Magister Manajemen Keuangan Mikro Terpadu
Program Pendidikan Magister Program Studi Magister Manajemen Keuangan Mikro Terpadu
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2017
PENGARUH PROGRAM
KLINIK ASURANSI SAMPAH (KAS) TERHADAP
AKSES KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN (STUDI PADA KAS BUMIAYU, KELURAHAN BUMIAYU, KOTA MALANG)
EFFECT OF GARBAGE CLINICAL INSURANCE (GCI) PROGRAM
TOWARD HEALTH ACCESS OF THE POOR (STUDY IN GCI BUMIAYU, BUMIAYU URBAN VILLAGE, MALANG CITY)
Oleh
Lalu Muhammad Ahsanul Hazzi
121120150004
TESIS
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian
Guna memperoleh gelar Magister Manajemen Keuangan Mikro Terpadu
Program Pendidikan Magister Program Studi Magister Manajemen Keuangan Mikro Terpadu
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing pada tanggal
Bandung, 26 September 2017
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Prihatini Ambaretnani, Dra., M.Sc. Erie Febrian S.E., M.B.A., M.Comm., Ph.D.
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Karya tulis saya, tesis ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor), baik di
Universitas Padjadjaran maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri
melalui arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim Penguji.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan
dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di
perguruan tinggi ini.
Bandung, 26 September 2017
Yang membuat pernyataan,
Lalu Muhammad Ahsanul Hazzi
NIM 121120150004
iv
ABSTRAK
Indonesia, negara dengan jumlah penduduk 252,2 juta jiwa (BPS, 2014), telah
menjamin akses kesehatan seluruh warga negaranya melalui Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009. Akan tetapi kenyataannya, sekitar 60% penduduk belum tercakup
oleh jaminan kesehatan (World Bank, 2014). Berdasarkan data Susenas (2010, dalam
World Bank, 2013) diketahui bahwa rumah tangga miskin hanya memiliki alokasi
1,6% persen dari total konsumsinya untuk kesehatan yang membuat mereka kesulitan
dalam akses kesehatan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk
meneliti pengembangan kualitas program Klinik Asuransi Sampah (KAS) dan
pengaruhnya terhadap akses kesehatan masyarakat miskin melalui premi sampah.
Metode penelitian yang digunakan adalah Metode Kombinasi Model Sequential
Exploratory, di mana pada tahap pertama menggunakan metode kualitatif dan pada
tahap kedua menggunakan metode kuantitatif. Pada tahap pertama secara kualitatif
melalui wawancara kepada beberapa informan dari internal dan peserta KAS,
diketahui bahwa KAS berpengaruh positif dalam keterbukaan akses kesehatan
masyarakat miskin. Hal ini terlihat dari adanya kerjasama KAS dengan BPJS
Kesehatan, sehingga peserta KAS dapat menikmati layanan kesehatan dasar dan
lanjutan. Temuan ini kemudian diverifikasi pada tahap kedua secara kuantitatif
kepada 57 sampel peserta KAS. Melalui Analisis Korelasi Pearson diketahui bahwa
program KAS terhadap akses kesehatan memiliki nilai koefisien korelasi sebesar
0,461 yang berarti ada hubungan yang cukup antara kedua variabel. Selain itu, dalam
Analisis Regresi Linear Sederhana, program KAS diketahui berpengaruh positif
terhadap akses kesehatan dengan persentase sebesar 21,3%. Adapun melalui Uji
Statistik t diketahui tingkat pengaruh antara program KAS dengan akses kesehatan
adalah signifikan karena thitung (3,856) lebih besar dari ttabel (2,004). Jadi, melalui dua
tahap penelitian ini dapat disimpulkan bahwa keberadaan KAS berpengaruh positif
dan cukup signifikan dalam keterbukaan akses kesehatan masyarakat miskin peserta
asuransi sampah di Kelurahan Bumiayu, Kota Malang.
Kata kunci: klinik asuransi sampah, akses kesehatan, kemiskinan, pemberdayaan
masyarakat
v
ABSTRACT
Indonesia, a country with 252,2 million of population (BPS, 2014), has guaranteed
the health access to all of its citizens through law number 36 of 2009. But in the
reality, around 60% of the population has not been covered by health insurance
(World Bank, 2014). According to Susenas (2010, in World Bank, 2013), it is known
that poor households only have 1.6% percent allocation of their total consumption
for health which makes them difficult in health access. Based on that, this study aims
to know the quality development of Garbage Clinical Insurance (GCI) program and
its effect on poor people's health access through garbage premium. The method of
this research is Mix Method of Sequential Exploratory Model, which using the
qualitative method at first and the second using the quantitative method. In the first
phase qualitatively through interviews to several informants from internal and GCI
participants, it was found that the GCI has a positive effect on the openness of poor
people's health access. This happens from the cooperation of GCI with BPJS
Kesehatan, so that GCI participants can get basic and advanced health services.
Then, this finding was verified in the second phase quantitatively to 57 samples of
GCI participants. Through Pearson Correlation Analysis it is known that the GCI
program on health access has a correlation coefficient value of 0.461 which means
there is a sufficient relationship between the two variables. In addition, in Simple
Linear Regression Analysis, the GCI program is known to have a positive effect on
health access with a percentage of 21.3%. Meanwhile, through the t-Test, it is known
that the level of influence between the GCI program and health access is significant
because tcount (3.856) is bigger than ttable (2,004). Finally, through the two phases of
this research, it is proven that GCI has positive and quite significant influence in the
openness of poor people`s health access who participated in the garbage insurance in
Bumiayu Urban Village, Malang City.
Keywords: garbage clinical insurance, health access, poverty, community
development
vi
KATA PENGANTAR
Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang. Shalawat dan salam
kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu `alaihi wa sallam, keluarga, dan para
sahabatnya. Ungkapan syukur atas karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan
pendidikan di Universitas Padjadjaran melalui penelitian tesis ini.
Ungkapan syukur ini sekaligus terhatur kepada berbagai pihak yang telah
berjasa dalam mengajar, membimbing, dan membantu penulis selama menempuh
program Integrated Microfinance Management (IMM), lebih khusus dalam
penyelesaian tesis ini. Penulis haturkan banyak terima kasih dan doa kepada:
1. Kedua orangtua. Mamik dan Mamak, Lalu Muhammad Achyar Husni, S.H. dan
Baiq Rahmatullah, S.Sos. yang jasanya tidak terhitung bagi penulis. Semoga
Allah memuliakan mereka dunia dan akhirat. Sekaligus saudara tercinta, Kakak
Ida, Kakak Ina, dan Adik Ici yang telah memotivasi dengan doa-doanya.
Semoga Allah senantiasa memberkahi keluarga besar kita.
2. Dr. Prihatini Ambaretnani, Dra., M.Sc. selaku Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan masukan yang sangat berarti dalam melihat
fenomena lebih dari sekedar angka, akan tetapi realita langsung yang dirasakan
masyarakat.
3. Erie Febrian S.E., M.B.A., M.Comm., Ph.D. selaku Pembimbing II yang telah
memberikan kemudahan kepada penulis dalam fleksibilitas waktu bimbingan,
arahan, dan penilaian.
vii
4. Dr. H. Sulaeman Rahman Nidar, S.E., M.B.A. dan Mokhamad Anwar, S.E.,
M.Si., Ph.D. selaku Dosen Penguji I dan II dalam Seminar Usulan Penelitian
dan Sidang Akhir yang telah memberikan koreksi dan saran yang bermanfaat
dalam penulisan tesis ini.
5. Seluruh dosen-dosen IMM Universitas Padjadjaran yang menginspirasi, Pak
Harlan, Pak Asep, Pak Sutisna, Pak Wardhana, Pak Venus, Pak Aldrin, Ibu Tati,
Ibu Wa Ode, Ibu Dian Masyita, Ibu Siti Chaerani, dan Ibu Nova.
6. Pak Patah dan Ibu Siti selaku pengelola administrasi di program IMM atas
keramahan, informasi, dan dukungannya yang sangat berarti dalam setiap
proses pembelajaran kami.
7. dr. Gamal Albinsaid selaku CEO dari Indonesia Medika dan pendiri Klinik
Asuransi Sampah (KAS) yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk
meneliti program KAS.
8. Hari Dwi Suharsono, S.Kep. selaku manajer program KAS yang telah
memberikan informasi terkait keberjalanan KAS.
9. Seluruh pihak di tempat penelitian tesis, Mas Taufiq sebagai sekretaris KAS,
Mbak Safda sebagai sekretaris Indonesia Medika, dan seluruh informan dari
peserta KAS.
10. Seluruh rekan di Komunitas Ayo Tolong, Mas Rahmat, Mas Rohman, dan
Mbak Finny beserta seluruh volunteer lainnya.
11. Seluruh rekan IMM angkatan 4, Pak Asep Tedi, Pak Muchsin, Pak Hiro, Kang
Rully, Kang Yuda, Ariefin, Teh Meity, Mbak Jane, Teh Alya, dan Adelya.
viii
Semoga Allah membalas kebaikan semua pihak di atas dengan balasan yang
lebih baik.
Adapun dalam penulisan tesis ini tentu tidak terlepas dari berbagai
kekurangan. Akan tetapi, penulis berharap tesis ini bisa menjadi amal jariyah yang
terus bermanfaat, setidaknya bagi segenap sivitas akademika di Indonesia mengenai
salah satu program yang menerapkan nilai-nilai IMM. Akhir kata, penulis ucapkan,
Alhamdulillahi Rabbil `Alamiin, Segala Puji Bagi Allah Rabb Semesta Alam.
Bandung, 26 September 2017
Lalu Muhammad Ahsanul Hazzi
ix
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ........................................................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................................... iv
ABSTRACT .................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................. 8
1.3 Rumusan Masalah .................................................................................. 11
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................... 11
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................. 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, & HIPOTESIS ............ 13
2.1 Kajian Pustaka ........................................................................................ 13
2.1.1 Kemiskinan .................................................................................. 13
2.1.2 Integrated Microfinance Management ........................................ 14
2.1.3 Ethnosystems Approach .............................................................. 17
2.1.4 Pengembangan Masyarakat (Community Development) ............. 18
2.1.5 Kewirausahaan Sosial .................................................................. 25
x
2.1.6 Akses Kesehatan .......................................................................... 25
2.1.7 Pelayanan Kesehatan ................................................................... 27
2.1.8 Asuransi Kesehatan ..................................................................... 28
2.1.9 Kebersihan Lingkungan .............................................................. 31
2.2 Penelitian Terdahulu .............................................................................. 33
2.3 Kerangka Pemikiran ............................................................................... 41
2.4 Hipotesis ................................................................................................. 43
BAB III METODE PENELITIAN.............................................................................. 44
3.1 Metode Penelitian Kombinasi ................................................................ 44
3.2 Metode Kualitatif ................................................................................... 45
3.2.1 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 45
3.2.2 Informan Penelitian ..................................................................... 45
3.2.3 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 45
3.2.4 Analisis Data Kualitatif ............................................................... 48
3.2.5 Pengujian Keabsahan Data .......................................................... 49
3.3 Metode Kuantitatif ................................................................................. 51
3.3.1 Populasi dan Sampel ................................................................... 51
3.3.2 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 54
3.3.3 Instrumen Penelitian .................................................................... 54
3.3.4 Teknik Analisis Data ................................................................... 57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................ 66
4.1 Gambaran Umum Penelitian .................................................................. 66
4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian........................................................ 66
xi
4.1.2 Program Klinik Asuransi Sampah (KAS) ................................... 67
4.1.2.1 Sejarah Klinik Asuransi Sampah ............................................. 68
4.1.2.2 Profil Pendiri KAS .................................................................. 76
4.1.2.3 Sumber Daya KAS .................................................................. 78
4.1.2.4 Social Model Analysis (Analisis Model Sosial) ...................... 79
4.1.2.5 Penghargaan KAS ................................................................... 84
4.2 Hasil Penelitian Kualitatif dan Pembahasan .......................................... 88
4.3 Hasil Penelitian Kuantitatif dan Pembahasan ...................................... 112
4.3.1 Profil Responden Penelitian ...................................................... 112
4.3.2 Hasil Penelitian .......................................................................... 116
4.3.3 Pembahasan ............................................................................... 129
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 134
5.1 Simpulan .............................................................................................. 134
5.2 Saran ..................................................................................................... 134
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 136
LAMPIRAN .............................................................................................................. 141
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu .................................................................................. 33
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel .......................................................................... 55
Tabel 3.2 Skor untuk jawaban responden .................................................................. 56
Tabel 3.3 Persentase Penilaian Pengaruh ................................................................... 58
Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Korelasi .................................................................. 63
Tabel 4.1 Gambaran Pendapatan Pengumpulan Sampah ........................................... 81
Tabel 4.2 Gambaran Pendapatan Pengolahan Sampah .............................................. 82
Tabel 4.3 Pendapatan Skema Asuransi ...................................................................... 83
Tabel 4.4 Manajemen Premi Sampah ........................................................................ 99
Tabel 4.5 Pendapatan Penjualan Sampah Bulan Mei 2017...................................... 102
Tabel 4.6 Perbandingan Program KAS dan Asuransi Umum .................................. 105
Tabel 4.7 Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ......................................... 112
Tabel 4.8 Profil Responden Berdasarkan Usia ........................................................ 113
Tabel 4.9 Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ................................ 113
Tabel 4.10 Profil Responden berdasarkan Pekerjaan ............................................... 114
Tabel 4.11 Profil Responden Berdasarkan Riwayat Pengobatan ............................. 115
Tabel 4.12 Hasil Uji Validitas Variabel Program Klinik Asuransi Sampah (X) ..... 116
Tabel 4.13 Hasil Uji Validitas Variabel Akses Kesehatan (Y) ................................ 116
Tabel 4.14 Hasil Uji Reliabilitas .............................................................................. 117
Tabel 4.15 Tanggapan Responden Mengenai Indikator Ketersediaan Layanan
Kesehatan .................................................................................................................. 118
xiii
Tabel 4.16 Tanggapan Responden Mengenai Indikator Organisasi ........................ 120
Tabel 4.17 Tanggapan Responden Mengenai Indikator Pemanfaatan Layanan
Kesehatan .................................................................................................................. 124
Tabel 4.18 Tanggapan Responden Mengenai Indikator Kepuasan Konsumen ....... 127
Tabel 4.19 Hasil Analisis Korelasi Pearson ............................................................. 129
Tabel 4.20 Interpretasi Koefisien Korelasi .............................................................. 130
Tabel 4.21 Hasil Analisis Regresi Linear bagian Model Summary ......................... 130
Tabel 4.22 Hasil Analisis Regresi Linear bagian Coefficients ................................ 131
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Representasi Posisi Manajer IMM dalam Masyarakat ................ 16
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran ................................................................................ 41
Gambar 3.1 Urutan Nilai dalam Garis Kontinum ....................................................... 58
Gambar 4.1 Lokasi Penelitian di RW 5 ...................................................................... 67
Gambar 4.2 Perspektif Klinik Asuransi Sampah ........................................................ 80
Gambar 4.3 Prinsip Utama KAS ................................................................................. 90
Gambar 4.4 Klinik Asuransi Sampah ......................................................................... 92
Gambar 4.5 Layanan Kunjungan Rumah .................................................................... 93
Gambar 4.6 Aktivitas Buruh Pengupas Bawang ......................................................... 95
Gambar 4.7 Premi Sampah ....................................................................................... 101
Gambar 4.8 Pusat Pengelolaan Sampah KAS ........................................................... 101
Gambar 4.9 Sedekah Sampah dari Sekolah-Sekolah di Kota Malang ...................... 104
Gambar 4.10 Premi Sampah Masyarakat .................................................................. 111
Gambar 4.11 Garis Kontinum Persentase Tanggapan Responden terhadap Indikator
Ketersediaan Layanan Kesehatan ............................................................................. 119
Gambar 4.12 Garis Kontinum Persentase Tanggapan Responden Terhadap Indikator
Organisasi .................................................................................................................. 123
Gambar 4.13 Garis Kontinum Persentase Tanggapan Responden Terhadap Indikator
Pemanfaatan Layanan Kesehatan .............................................................................. 126
Gambar 4.14 Garis Kontinum Persentase Tanggapan Responden Terhadap Indikator
Kepuasan Konsumen ................................................................................................. 128
xv
DAFTAR SINGKATAN
Askes Asuransi Kesehatan
Askeskin Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin
BKKBN Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
BPDPK Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan
BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BPS Badan Pusat Statistik
CEO Chief Executive Officer
HRH His/Her Royal Highness
ILO International Labour Organization
Jamkesda Jaminan Kesehatan Daerah
Jamkesmas Jaminan Kesehatan Masyarakat
JPK-GAKIN Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Keluarga Miskin
JPKM Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
JPS-BK Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan
KAS Klinik Asuransi Sampah
KLKH Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
KTP Kartu Tanda Penduduk
LWI Livestock Waste Insurance
MIP Medical Insurance for the Poor
MDGs Millennium Development Goals
Perum PHB Perusahaan Umum Husada Bhakti
Poskesdes Pos Kesehatan Desa
Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat
RT Rukun Tetangga
RW Rukun Warga
Susenas Survei Sosial Ekonomi Nasional
WHO World Health Organization
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Permohonan Penelitian................................................................. 141
Lampiran 2 Garis Besar Pertanyaan Wawancara Tidak Terstruktur ........................ 142
Lampiran 3 Kuesioner Kuantitatif ............................................................................ 143
Lampiran 4 Hasil Uji Validitas ................................................................................. 146
Lampiran 5 Foto dan Hasil Wawancara kepada Manajer KAS ................................ 148
Lampiran 6 Foto dan Hasil Wawancara kepada Sekretaris KAS ............................. 151
Lampiran 7 Foto dan Hasil Wawancara 1 kepada Peserta KAS ............................... 153
Lampiran 8 Foto dan Hasil Wawancara 2 kepada Peserta KAS ............................... 155
Lampiran 9 Foto dan Hasil Wawancara 3 kepada Peserta KAS ............................... 157
Lampiran 10 Foto dan Hasil Wawancara 4 kepada Peserta KAS ............................. 158
Lampiran 11 Hasil Wawancara 5 kepada Peserta KAS ............................................ 159
Lampiran 12 Peserta Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu .............................. 160
Lampiran 13 Foto Pasar Gadang ............................................................................... 169
Lampiran 14 Foto Wawancara dan Pengisian Kuesioner ......................................... 170
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan acuan pembangunan
global dari negara-negara di dunia, sebagai hasil transformasi dari program Millenium
Development Goals (MDGs) yang berakhir pada tahun 2015. Transformasi ini
merupakan hasil konsensus dari 193 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) pada Konferensi PBB mengenai pembangunan berkelanjutan yang
diselenggarakan di Rio de Janeiro pada Juni 2012. Berbeda dengan MDGs yang
perumusannya tertutup, SDGs bersifat transparan, partisipatif, dan inklusif terhadap
semua suara pemangku kepentingan dan masyarakat selama tiga tahun lamanya. Dari
proses yang transparan, partisipatif, dan inklusif tersebut menghasilkan perluasan
tujuan dan target dari yang sebelumnya MDGs memiliki 8 tujuan, 18 target, dan 48
indikator, menjadi SDGs yang memiliki 17 tujuan dan 169 target (International
Labour Organization, 2016).
Adapun 17 tujuan dari SDGs (United Nations, 2015) yang menjadi acuan
pembangunan global hingga tahun 2030 mendatang adalah:
1) Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuknya di mana-mana.
2) Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, meningkatkan gizi, dan
mengembangkan pertanian berkelanjutan.
3) Memastikan hidup sehat dan mendorong kesejahteraan untuk semua usia.
2
4) Menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan adil, serta menyelenggarakan
kesempatan belajar seumur hidup bagi semua.
5) Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua wanita dan anak
perempuan.
6) Memastikan ketersediaan air, pengelolaannya yang berkelanjutan, dan sanitasi
untuk semua.
7) Menjamin akses energi yang terjangkau, handal, berkelanjutan, dan modern
untuk semua.
8) Mendorong terus menerus akan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan
berkelanjutan, pekerjaan penuh, produktif, dan layak untuk semua.
9) Membangun infrastruktur tangguh, memajukan industrialisasi yang inklusif
dan berkelanjutan, serta membantu perkembangan inovasi.
10) Mengurangi kesenjangan dalam dan antar negara.
11) Membuat kota dan pemukiman penduduk yang inklusif, aman, tangguh dan
berkelanjutan.
12) Memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan.
13) Mengambil tindakan segera untuk memerangi perubahan iklim dan
dampaknya.
14) Melestarikan dan secara berkelanjutan menggunakan sumber daya laut untuk
pembangunan yang berkelanjutan.
15) Melindungi, memulihkan, dan mengembangkan pemanfaatan berkelanjutan
dari ekosistem darat, mengelola hutan secara lestari, memerangi
3
penggundulan hutan, menghentikan degradasi lahan cadangan, dan
menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati.
16) Menggalakkan masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan
berkelanjutan, memberikan akses keadilan dan membangun institusi yang
efektif bagi semua, akuntabel, dan inklusif secara keseluruhan.
17) Memperkuat tujuan implementasi dan merevitalisasi kemitraan global untuk
pembangunan berkelanjutan.
Dalam 17 tujuan SDGs ini, yang menjadi poin pertama adalah mengakhiri
kemiskinan dalam segala bentuknya di mana-mana. Hal ini relevan karena
kemiskinan akan memunculkan berbagai bentuk permasalahan yang lain.
Sebagaimana beberapa poin SDGs yang bertujuan mengatasi berbagai permasalahan
akibat kemiskinan, yaitu mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan,
meningkatkan gizi, dan mengembangkan pertanian berkelanjutan (2); memastikan
hidup sehat dan mendorong kesejahteraan untuk semua usia (3); menjamin kualitas
pendidikan yang inklusif dan adil, serta menyelenggarakan kesempatan belajar
seumur hidup bagi semua (4); memastikan ketersediaan air, pengelolaannya yang
berkelanjutan, dan sanitasi untuk semua (6); mendorong terus menerus akan
pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, pekerjaan penuh, produktif,
dan layak untuk semua (8); dan mengurangi kesenjangan dalam dan antar negara
(10). Berbagai bentuk permasalahan akibat kemiskinan ini akan membuat masyarakat
miskin kehilangan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Salah satu
kebutuhan dasar tersebut adalah akses kesehatan.
4
Kesehatan, dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, didefinisikan
sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Sedangkan menurut konstitusi WHO (1964, dalam dokumen Setjen RI, 2013),
kesehatan diartikan sebagai, “Health is a state of complete physical, mental, and
social well-being and not merely the absence of disease or infirmity”.
Maslow (1970), dalam bukunya yang berjudul Motivation and Personality,
menuliskan Teori Kebutuhan Dasar yang meletakkan kesehatan termasuk bagian
paling dasar sebagai kebutuhan fisiologis. Hal ini sejalan dengan peraturan
perundang-undangan yang menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh
akses kesehatan. Disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan Pasal 5, bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan (1); setiap orang
mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau (2); dan setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab
menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya (3). Selain itu
dalam Pasal 14, pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan
yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.
Meskipun merupakan kebutuhan dasar yang telah dijamin oleh pemerintah
dalam undang-undang, namun pada kenyataannya akses kesehatan belum bisa
diperoleh secara merata. Berdasarkan Data Survei Demografi dan Kesehatan
5
Indonesia (2002, dalam Bappenas, 2009) menunjukkan bahwa kendala terbesar yang
dihadapi penduduk miskin untuk mendapatkan akses kesehatan adalah ketiadaan uang
(34%), jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terlalu jauh (18%), serta adanya
hambatan dengan sarana angkutan atau transportasi (16%). Data lainnya dari Survei
Sosial Ekonomi Nasional (2004, dalam Bappenas, 2009) menunjukkan bahwa
kendala biaya menjadi permasalahan yang cukup serius, terutama bagi penduduk
miskin, karena selama ini 87,2% pembiayaan kesehatan bersumber dari penghasilan
penduduk sendiri. Pembiayaan yang berasal dari jaminan pemeliharaan kesehatan
(kartu sehat yang dikeluarkan pemerintah) hanya sebesar 6,3% dan yang berasal dari
asuransi sebesar 5,2%.
Berbagai kendala akses kesehatan oleh masyarakat miskin membuat
pemerintah senantiasa berbenah. Hal ini bisa dilihat dalam perkembangan program
jaminan kesehatan. Pusat Informasi Jaminan Kesehatan Nasional (2014) menjelaskan
sejarah perkembangan jaminan kesehatan di Indonesia, yang pada tahun 1960-1980
dikelola melalui Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK); pada
tahun 1981-1990 BPDPK berkembang menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti
(Perum PHB); pada tahun 1991-2000 Perum PHB ditingkatkan keluasannya menjadi
PT. Asuransi Kesehatan Persero (PT. Askes) dengan program Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat (JPKM) dan Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-
BK); hingga pada tahun 2000-2014 program yang digulirkan berturut-turut adalah
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Keluarga Miskin (JPK Gakin), Kartu Sehat,
Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin), dan Jaminan Kesehatan
6
Masyarakat (Jamkesmas). Selain itu, pada tahun 2014 PT. Askes dibubarkan dan
diganti dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Berbagai pengembangan yang dilakukan pemerintah telah melahirkan
program-program jaminan kesehatan yang menjamin masyarakat miskin untuk
memperoleh akses kesehatan dengan dibiayai oleh pemerintah. Meski demikian,
program jaminan kesehatan saat ini memiliki permasalahan dalam hal pemerataan.
Hal ini bisa dilihat dalam keberjalanan program Askeskin, Jamkesmas, dan BPJS
Kesehatan. Berdasarkan data ILO (2008, dalam Suharto, 2013) beberapa masalah
yang dialami oleh Askeskin adalah:
1) Kesulitan dalam menjangkau semua orang miskin. Tidak adanya kesamaan
jumlah orang miskin antara perkiraan yang dilakukan BPS dan BKKBN. Pada
fase pertama, hanya sekitar 80% dari kuota yang dapat dijangkau. Orang miskin
tanpa KTP (Kartu Tanda Penduduk) sangat terpinggirkan, karena tidak dapat
menjadi peserta Askeskin.
2) Kekurang-akuratan pentargetan masih merupakan isu besar. Misalnya, terjadi
exclusion errors (beberapa orang miskin yang seharusnya menjadi peserta,
malah tidak memperoleh kartu) dan inclusion errors (sejumlah orang yang tidak
miskin malah memperoleh kartu).
3) Masalah sosialisasi terhadap para pemegang kartu untuk meyakinkan bahwa
mereka akan benar-benar memperoleh pelayanan sesuai dengan peraturan
Askeskin.
7
4) Kelebihan alokasi kartu yang dialami beberapa wilayah kabupaten/kota. PT.
Askes akan meminta pemerintah kabupaten/kota untuk membayar kelebihan ini.
Beberapa kabupaten/kota di Kalimantan Timur yang kaya minyak mampu
melakukannya, karena kebijakan lokal mereka adalah memperluas cakupan atau
kepesertaan.
5) Masih adanya beberapa wilayah yang menggunakan “surat sementara” dari
kepala desa atau lurah yang diberikan kepada orang miskin untuk memperoleh
pelayanan kesehatan dari Puskesmas.
Menurut Suharto (2013), seperti Askeskin, kelemahan utama Jamkesmas
adalah masih belum memiliki data akurat keluarga miskin, terutama gelandangan dan
orang terlantar yang tidak memiliki KTP. Adapun program BPJS Kesehatan (BPJS
Kesehatan, 2015) memiliki masalah dalam hal pemerataan pelayanan di lapangan
antara peserta yang preminya ditanggung pemerintah dengan peserta yang preminya
dibayarkan secara mandiri. Ketimpangan ini terjadi umumnya karena BPJS
Kesehatan mengeluarkan 2 jenis kartu yang menggambarkan status sosial peserta,
Kartu Indonesia Sehat (KIS) untuk masyarakat miskin yang iurannya ditanggung
pemerintah (1); dan Kartu BPJS Kesehatan Peserta Mandiri yang iurannya dibayar
peserta secara mandiri (2).
Permasalahan pemerataan dalam program jaminan kesehatan nasional yang
dikelola pemerintah membuat peran sektor swasta menjadi sangat dibutuhkan. Salah
satu lembaga swasta yang mencoba menghapus jarak antara orang miskin dan kaya
8
dalam akses kesehatan adalah Indonesia Medika. Indonesia Medika dengan cita-cita
besarnya, “Open doors to health access and breakdown barrier between health
access and community, because we believe that health is fundamental human right”
(Albinsaid, 2012), telah meluncurkan berbagai program seperti Livestock Waste
Insurance (LWI), Perinatal Maternal Psychiarty, Klinik Asuransi Sampah (KAS),
Siapa Peduli, dan Homedika. Dari program-program tersebut, terdapat 2 program
yang membantu masyarakat untuk memperoleh akses kesehatan dengan
memberdayakan potensi dari masyarakat itu sendiri, yakni LWI dan KAS. Kedua
program ini dijalankan dengan menggunakan konsep asuransi, akan tetapi targetnya
berbeda. LWI ditujukan khusus untuk peternak melalui premi berupa limbah
peternakan, sedangkan KAS ditujukan untuk masyarakat secara umum melalui premi
berupa sampah. Oleh karena itu, maka program KAS memiliki potensi yang lebih
besar dalam membuka akses kesehatan bagi masyarakat miskin.
1.2 Identifikasi Masalah
Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 telah menjamin
akses kesehatan bagi seluruh warga negaranya. Namun, jumlah penduduk Indonesia
yang besar menjadi tantangan bagi penerapan undang-undang tersebut. Berdasarkan
Sensus Penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS, 2010) diketahui
bahwa jumlah penduduk Indonesia adalah 237,6 juta jiwa. Beberapa tahun kemudian,
jumlah ini diperbaharui oleh BPS (2014) dengan proyeksi jumlah penduduk sebesar
252,2 juta jiwa. Dari proyeksi jumlah tersebut, tercatat bahwa sekitar 60% penduduk
9
belum tercakup oleh fasilitas jaminan kesehatan (World Bank, 2014). Berdasarkan
data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas, 2010, dalam World Bank, 2013)
diketahui bahwa rumah tangga miskin menghabiskan hanya 1,6% persen dari total
konsumsi mereka pada kesehatan. Hal ini berdampak pada sulitnya masyarakat
miskin untuk memperoleh akses kesehatan.
Berbagai permasalahan akses kesehatan akibat kemiskinan menjadi latar
belakang didirikannya social entrepreneurship / kewirausahaan sosial dalam bentuk
Klinik Asuransi Sampah (KAS). Klinik Asuransi Sampah adalah program asuransi
kesehatan mikro yang menggunakan sampah sebagai sumber finansial dengan
membuat masyarakat menggerakkan sumber daya mereka sendiri menjadi modal dan
memberikannya kembali kepada mereka sebagai akses kesehatan (Albinsaid, 2017).
Alasan pemilihan sampah didasarkan karena beberapa alasan, yakni setiap produk
akan berakhir menjadi sampah; sampah merupakan output harian yang dihasilkan
oleh setiap rumah tangga; pengelolaan sampah yang baik akan bernilai secara
ekonomi; dan utamanya karena sampah mampu dijangkau oleh masyarakat miskin
(Albinsaid, 2014). Hal ini didukung oleh berbagai data yang menunjukkan besarnya
produksi sampah di Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jambeck
(2015), dalam jurnal yang diterbitkan oleh American Association for the
Advancement of Science, menyebutkan Indonesia sebagai penyumbang sampah
plastik kedua terbesar di lautan. Selain itu, menurut Kementerian Lingkungan Hidup
10
dan Kehutanan (KLHK, 2010, dalam Albinsaid, 2015), produksi sampah di Indonesia
adalah sebesar 200.000 ton per hari, dengan 4000 ton merupakan sampah plastik.
Permasalahan sampah yang terjadi di Indonesia, sekaligus menjadi peluang
yang dimanfaatkan oleh Klinik Asuransi Sampah (KAS). Melalui skema asuransi
sederhana, klinik ini mencoba merubah nilai sampah untuk membuka akses kesehatan
bagi masyarakat miskin. Mekanismenya, setiap anggota KAS membayar premi
sampah (organik maupun anorganik) setiap bulan yang akumulasi nilainya setara
dengan 10 ribu rupiah. Melalui pembayaran premi sampah ini, anggota KAS berhak
memperoleh akses layanan kesehatan. Dari sisi pengelola KAS, sampah yang
terkumpul akan diproses melalui kerjasama dengan berbagai pihak. Untuk sampah
anorganik akan dijual langsung atau didaur ulang terlebih dulu. Sedangkan sampah
organik akan diproses menjadi pupuk cair dan padat. Sampah yang telah diproses
akan dijual dan hasil pendapatannya digunakan untuk membiayai operasional KAS.
Skema Klinik Asuransi Sampah (KAS) yang mengintegrasikan kesehatan dan
lingkungan dapat menjadi solusi simultan terhadap persoalan akses kesehatan dan
pengelolaan sampah di Indonesia. Melalui keberadaan KAS ini juga turut merubah
nilai sampah dari yang sebelumnya tidak bernilai menjadi bernilai melalui partisipasi
masyarakat itu sendiri. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti
program KAS dengan judul penelitian, “Pengaruh Program Klinik Asuransi Sampah
(KAS) terhadap Akses Kesehatan Masyarakat Miskin. Studi pada KAS Bumiayu,
Kelurahan Bumiayu, Kota Malang.”
11
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, penulis
merumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut:
1) Bagaimanakah pengembangan kualitas program Klinik Asuransi Sampah
(KAS) dilakukan.
2) Bagaimanakah pengaruh program KAS terhadap akses kesehatan dari
masyarakat miskin pesertanya.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1) Mengetahui pengembangan kualitas program Klinik Asuransi Sampah (KAS).
2) Mengetahui pengaruh program KAS terhadap akses kesehatan dari masyarakat
miskin pesertanya.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1) Sebagai panduan untuk mengetahui mekanisme program Klinik Asuransi
Sampah (KAS) dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, sehingga dapat
memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat miskin dengan dibayar
menggunakan sampah.
12
2) Sebagai gambaran program yang bisa dijalankan oleh pengambil
kebijakan/pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan dan
sulitnya akses kesehatan bagi masyarakat miskin.
3) Sebagai referensi bagi segenap sivitas akademika untuk memahami penerapan
ilmu Integrated Microfinance Management melalui program KAS yang
mengintegrasikan aspek kesehatan dan lingkungan.
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Kemiskinan
Definisi kemiskinan menurut World Bank (2002, dalam Dokumen Setjen
DPR RI, 2013) diartikan sebagai, “Kemiskinan adalah kelaparan; kemiskinan adalah
tidak memiliki tempat tinggal; kemiskinan adalah jatuh sakit namun tidak mampu
berobat; kemiskinan adalah tidak memiliki akses untuk sekolah dan belajar cara
membaca; kemiskinan adalah tidak memiliki pekerjaan, ketakutan terhadap masa
depan, dan hanya mampu hidup untuk satu hari. Kemiskinan adalah kehilangan anak
karena sakit akibat air yang kotor. Kemiskinan adalah ketidakberdayaan, ketiadaan
cita-cita dan kebebasan.”
Kemiskinan merupakan masalah global yang memiliki implikasi terhadap
kemampuan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Guru Besar Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia, Thabrany (2009, dalam Dokumen Setjen DPR RI,
2013) menjelaskan konsep kemiskinan dalam bukunya yang berjudul Sakit,
Pemiskinan, dan MDGs sebagai berikut:
1) Kemiskinan Absolut dan Kemiskinan Relatif
Kemiskinan absolut mengacu pada suatu standar yang konsisten, tidak
terpengaruh oleh waktu dan tempat/negara. Seseorang termasuk golongan miskin
absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup
14
untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum. Sedangkan kemiskinan relatif
merupakan kondisi masyarakat karena kebijakan pembangunan yang belum mampu
menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan
distribusi pendapatan.
2) Kemiskinan Makro dan Kemiskinan Mikro
Secara konsep, kemiskinan makro adalah kemiskinan yang dipandang
sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan dan bukan makanan (diukur dari sisi pengeluaran). Pengukuran
kemiskinan makro menyediakan data tentang jumlah penduduk miskin secara
agregat (nasional) yang dihitung dari hasil estimasi atau perkiraan sampel data
Susenas. Sementara kemiskinan mikro didasarkan 14 kriteria kemiskinan dengan
berbasis pada rumah tangga. Ke-14 variabel yang digunakan adalah luas lantai per
kapita, jenis lantai, jenis dinding, fasilitas tempat buang air besar, sumber air
minum, sumber penerangan, bahan bakar, membeli daging/ayam/susu, frekuensi
makan, membeli pakaian baru, kemampuan berobat, lapangan usaha kepala rumah
tangga, pendidikan kepala rumah tangga, dan aset yang dimiliki rumah tangga.
2.1.2 Integrated Microfinance Management
Integrated Microfinance Management adalah konsep pembangunan terpadu
yang dikembangkan oleh Slikkerveer (2007) melalui program Leiden Ethnosystems
and Development (LEAD) atau dikenal dengan istilah Ethnosystems Approach.
Ethnosystems Approach ini menjelaskan bahwa banyak aspek kehidupan sosial
15
manusia, seperti kepercayaan dan nilai, adalah subjektif dan sulit diukur secara
kuantitatif (Hahn, 1999, dalam Ambaretnani, 2012). Akan tetapi, kepercayaan dan
penilaian tersebut dapat dipelajari dengan pengamatan intensif untuk mendapatkan
pengetahuan tentang persepsi dan interpretasi emic yang muncul secara subjektif
(Ambaretnani, 2012). Melalui hal ini, IMM dalam prosesnya tidak hanya
menggunakan sudut pandang keuangan saja, akan tetapi menggunakan sudut pandang
holistik dari berbagai bidang.
Slikkerveer (2016) dalam International Workshop of Integrated Microfinance
Management menjelaskan tentang strategi IMM dalam rumus berikut:
IMM = Strategi dari Integrated Microfinance Management.
2 = Tema inti, yaitu pengurangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat.
3 = Indikator kinerja, berupa keluaran (output), kualitas (quality), dan hasil
(outcome).
5 = Lima layanan terintegrasi berbasis masyarakat, di sektor keuangan,
kesehatan, komunikasi, sosial, dan pendidikan.
Berdasarkan pada rumus di atas, dua tujuan utama dari strategi IMM adalah
pengurangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat. Kedua tujuan yang saling
berkorelasi ini merupakan penerapan dari pendekatan IMM yang menitikberatkan
pada development from the bottom untuk menjaga adanya partisipasi masyarakat dan
IMM = f (2+3+5)
16
keberlanjutan dalam pelaksanaan program. Tiga indikator kinerja yang digunakan
untuk mengukur ketercapaian tujuan tersebut adalah keluaran (output), kualitas
(quality), dan hasil (outcome). Dalam pelaksanaannya, strategi ini mengintegrasikan 5
layanan secara paralel, yakni keuangan, kesehatan, komunikasi, sosial, dan
pendidikan.
Dalam melaksanakan strategi ini, salah satu peran penting diemban oleh
manajer IMM yang bertugas dalam menjembatani pelaksanaan program kepada
masyarakat. Ketercapaian tujuan akan sangat ditentukan oleh kemampuan manajer
IMM dalam mengenali kondisi objek masyarakat, baik dalam hal kondisi geografis,
demografis, dan kearifan lokal setempat. Posisi sentral dari manajer IMM
digambarkan melalui skema berikut:
Gambar 2.1
Skema Representasi Posisi Manajer IMM dalam Masyarakat
Sumber: Diadopsi dari Slikkerveer, 2016
Pendidikan
Kesehatan
Keuangan
Komunikasi
Sosial
Manajer IMM
Lembaga
Organisasi
Masyarakat
17
2.1.3 Ethnosystems Approach
Ethnosystem Approach (Slikkerveer, 2007) memiliki 3 prinsip dalam
mempelajari, menganalisis, dan mengintegrasikan beragam nilai tradisional dengan
moderen, dan lokal dengan global untuk mencapai pembangunan manusia yang
berkelanjutan, yakni:
1) Participants View (PV)
Keputusan untuk memasukkan sudut pandang partisipan atau target populasi
saat merencanakan, menerapkan proses inovatif, dan pengembangan telah
mendorong perspektif relatif baru mengenai budaya dan masyarakat lain
(Ambaretnani, 2012). Melalui pendekatan ini maka peneliti akan memperoleh sudut
pandang emic dalam memahami situasi sosial yang ada.
2) Field of Ethnological Study (FES)
Menurut Ambaretnani (2012), Field of Ethnological Study (FES) adalah
cara untuk mengenal area budaya dalam aktivitas kerja lapangan yang melingkupi
klasifikasi kekerabatan, bahasa, pola organisasi sosial, pakaian, persepsi dan praktik
dalam hal medis, dan lainnya.
3) Historical Perspective (HP)
Historical Perspective (HP) adalah prinsip yang menggunakan sudut
pandang sejarah untuk memahami wilayah kerja lapangan. Hal ini berguna untuk
mengetahui proses bagaimana sesuatu yang ada saat ini terbentuk dari kejadian di
masa lalu.
18
2.1.4 Pengembangan Masyarakat (Community Development)
Ife (2006), seorang ahli pengembangan masyarakat asal Australia,
menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Community Development: Community-
based alternatives in an age of globalisation mengenai prinsip-prinsip dalam
pengembangan masyarakat. Prinsip-prinsip ini terbagi ke dalam beberapa tema yakni
Ecological Principles (nomor 1-5), Social Justice and Human Rights Principles
(nomor 6-10), Valuing the Local (nomor 11-16), Process Principles (nomor 17-24),
dan Global and Local Principles (nomor 25-26).
1) Holism
Prinsip holism merangkum seluruh aspek dari pengembangan komunitas,
dari level analisis sampai level praktik. Seperti, pada peningkatan kasus kriminal,
maka konteksnya tidak hanya pada pelaku kriminal, cara menagkap, dan
pencegahannya. Akan tetapi perlu juga dilihat faktor lain seperti kesenjangan sosial
dan ekonomi.
2) Sustainability
Prinsip sustainability adalah komponen penting dari ecological approach.
Hal ini penting karena aktivitas pengembangan masyarakat terjadi dalam kerangka
keberlanjutan, tidak sekedar menguatkan program yang sudah ada dan berjangka
pendek.
3) Diversity
Prinsip ecological mengenai diversity ditujukan pada bahaya ekologi yang
bersifat monocultures, yakni kecendrungan moderen untuk memaksakan sebuah
19
perintah budaya untuk semua, pengikisan dan penjajahan terhadap identitas lain,
rasisme, diskriminasi, dan lainnya.
4) Organic Development
Sebuah komunitas pada dasarnya organik (seperti tanaman) daripada
bersifat mekanistik (seperti mesin). Oleh karena itu, pengembangan masyarakat
tidak diatur oleh hukum teknis yang sederhana mengenai sebab dan akibat, namun
merupakan proses yang kompleks dan dinamis.
5) Balanced Development
Gagasan keseimbangan adalah aspek penting dari ecological perspective.
Gagasan ini menggunakan enam dimensi, yaitu sosial (social), ekonomi
(economic), politik (political), budaya (cultural), lingkungan (environmental), dan
personal/spiritual.
6) Addressing Structural Disadvantage
Pengembangan komunitas harus memperhatikan permasalahan dalam hal
penindasan sifat dasar kelompok, gender, dan ras/etnis. Pada tahap pertama, proyek
pengembangan masyarakat harus memastikan bahwa mereka tidak memperkuat
bentuk-bentuk penindasan struktural ini.
7) Addressing Discourses of Disadvantage
Pekerja masyarakat harus dapat mengidentifikasi dan mendekonstruksi
wacana kekuasaan untuk memahami bagaimana wacana tersebut secara efektif
memberi hak istimewa dan memberdayakan beberapa orang sambil meminggirkan
dan melemahkan orang lain.
20
8) Empowerments
Aspek terpenting dari proses pengembangan masyarakat yaitu bahwa proses
harus melibatkan masyarakat itu sendiri. Keterlibatan ini tidak akan tercapai tanpa
partisipasi penuh masyarakat. Proses pengembangan masyarakat tidak dapat
dipaksakan dari luar, dan tidak dapat ditentukan oleh pekerja masyarakat, dewan
lokal, atau departemen pemerintah.
9) Human Rights
Struktur dan program masyarakat harus dibentuk sedemikian rupa sehingga
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Hak atas standar
hidup yang layak, hak atas pendidikan, hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan
budaya masyarakat, hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang
mempengaruhi masyarakat, hak untuk menentukan nasib sendiri, dan hak keluarga
terhadap perlindungan dan bantuan.
10) Need Definition
Terdapat dua prinsip kerja utama yang terkait dengan kebutuhan. Pertama,
bahwa pengembangan masyarakat harus berusaha untuk mewujudkan kesepakatan
antara populasi secara keseluruhan, pengguna layanan, penyedia layanan, dan
peneliti. Kedua, mengutamakan pemenuhan kebutuhan anggota masyarakat itu
sendiri, selama tidak bertentangan dengan prinsip ekologi dan keadilan sosial.
11) Valuing Local Knowledge
Prinsip menghargai pengetahuan lokal menyatakan bahwa pengetahuan dan
keahlian lokal akan paling bernilai dalam menginformasikan pengembangan
21
masyarakat, dan bahwa hal tersebut harus diidentifikasi dan divalidasi daripada
tunduk pada pengetahuan dan keahlian dari luar.
12) Valuing Local Culture
Globalisasi budaya membuat identitas budaya lokal menjadi hilang.
Sehingga diperlukan prinsip untuk menghargai budaya lokal dengan menjadikannya
bagian dari proses pengembangan masyarakat.
13) Valuing Local Resources
Salah satu cara agar sumber daya masyarakat lokal dapat terwujud dan
dihargai adalah melalui kepemilikan masyarakat. Sangat sedikit sumber daya
material yang dimiliki di tingkat masyarakat. Sebagian besar komoditas, tanah,
bangunan, dan sebagainya dimiliki oleh individu, usaha kecil, atau oleh unit yang
lebih besar seperti perusahaan atau pemerintah.
14) Valuing Local Skills
Pekerja masyarakat harus menyadari bahwa anggota masyarakat memiliki
keterampilan penting yang pada akhirnya akan mendorong pengembangan
masyarakat. Aspek penting dari keterampilan kerja masyarakat adalah ide untuk
skill sharing (berbagi keterampilan). Ini berarti bahwa pekerja masyarakat dan
anggota masyarakat tidak hanya berusaha untuk menerapkan keterampilan khusus
mereka, tetapi juga untuk berbagi keterampilan satu sama lain.
15) Valuing Local Process
Apa yang bekerja di satu lingkungan tidak akan bekerja di tempat lain. Oleh
karena itu, prinsip dasar pengembangan masyarakat tidaklah harus mempercayai
22
proses yang dipaksakan dari luar, betapa pun baiknya. Untuk pemerintah yang
berusaha mengembangkan 'kebijakan' dalam pengembangan masyarakat dengan
menetapkan sebuah model yang harus digunakan untuk mencapainya, maka hal ini
sia-sia dan kontradiktif.
16) Participation
Partisipasi semua orang dalam masyarakat merupakan hal penting dalam
pengembangan masyarakat. Hal ini bukan berarti semua orang akan berpartisipasi,
karena sesuatu yang ideal tidak akan tercapai. Juga tidak berarti bahwa semua orang
akan berpartisipasi dengan cara yang sama. Bentuk partisipasi setiap orang akan
berbeda-beda, tergantung dari keterampilan, minat, dan kapasitasnya. Sehingga
dalam kerja masyarakat yang baik akan menyediakan jangkauan kegiatan
partisipatif masyarakat seluas-luasnya.
17) Process, Outcome, and Vision
Pendekatan pragmatis cenderung menekankan hasil. Apa yang dipandang
paling penting adalah hasil yang benar-benar tercapai, dan bagaimana
pencapaiannya relatif tidak penting. Untuk itulah diperlukan gagasan tentang visi
dalam pengembangan masyarakat, karena melalui visi inilah akan muncul maksud
dari proses.
18) The Integrity of Process
Proses pengembangan masyarakat harus sesuai dengan visi keberlanjutan,
keadilan sosial, dan hak asasi manusia. Jika pengembangan masyarakat dapat
menggunakan proses yang mengekspresikan cita-cita tersebut, maka kemungkinan
23
besar akan dapat mencapai visi jangka panjangnya. Berbeda jika proses hanya
untuk kepentingan politik tertentu, maka kemungkinan tidak akan bertahan lama.
19) Consciousness Raising
Consciousness Raising adalah peningkatan kesadaran secara bersama untuk
saling membantu dalam mengeksplorasi pengalaman pribadi mereka tentang
kehidupan, yang berkaitan dengan pengalaman atau wacana kekuasaan/penindasan
terhadap mereka, dengan maksud untuk menciptakan ruang bagi aksi yang efektif
untuk perubahan.
20) Cooperation and Consensus
Pengembangan masyarakat hendaknya menekankan tentang kerjasama
daripada persaingan. Hal ini bisa dicapai dengan kegiatan rekreasi atau mengajak
orang beraktivitas bersama-sama untuk menemukan cara dalam memberi
penghargaan pada perilaku kooperatif individu atau kelompok.
21) The Pace of Development
Konsekuensi alami dari perkembangan organik adalah bahwa komunitas itu
sendiri yang harus menentukan kecepatan perkembangannya. Mencoba untuk
mendorong proses pengembangan masyarakat terlalu cepat dapat mengakibatkan
proses menjadi sangat terganggu, masyarakat kehilangan rasa kepemilikan atas
proses tersebut, dan kehilangan komitmen dari orang-orang yang terlibat.
24
22) Peace and non-Violence
Dalam perspektif pengembangan masyarakat, penting untuk mengubah
struktur kekerasan melalui cara-cara tanpa kekerasan. Hal ini berarti bahwa proses
harus berusaha untuk menegaskan daripada menyerang.
23) Inclusiveness
Menerapkan asas inklusifitas untuk pengembangan masyarakat
mengharuskan proses selalu berusaha include daripada exclude, bahwa semua orang
dihargai secara intrinsik meskipun mereka berpandangan berbeda. Hal ini dicapai
dengan tidak memprovokasi, dan selalu menanggapi provokasi orang lain dengan
cara tanpa kekerasan.
24) Community Building
Prinsip pembangunan masyarakat menyatakan bahwa proses pengembangan
masyarakat harus selalu berusaha untuk membawa orang bersama-sama, untuk
memperkuat ikatan antara anggota masyarakat, dan untuk menekankan gagasan
saling ketergantungan daripada individual.
25) Linking the Global and the Local
Di dunia global, praktik pengembangan masyarakat tidak dapat
mengabaikan isu-isu global. Karena kekuatan global akan mempengaruhi semua
masyarakat terkait masalah dan isu yang terjadi. Sehingga, dalam memahami
sebuah masyarakat, seorang pekerja harus dapat memberi dukungan global dan
lokal, serta memahami bagaimana mereka berinteraksi.
25
26) Anti Colonialist Practice
Kolonialisme atau penjajahan dapat dilakukan oleh pekerja masyarakat.
Pekerja masyarakat dapat dengan mudah menjajah orang-orang yang bekerja
dengan mereka, mengambil alih agenda, mendevaluasi budaya, pengalaman
masyarakat, dan melucuti identitas mereka. Sehingga, pekerja masyarakat perlu
memegang prinsip anti terhadap segala bentuk penjajahan.
2.1.5 Kewirausahaan Sosial
Kewirausahaan sosial adalah istilah yang dikembangkan untuk
menggambarkan aktivitas usaha yang tidak hanya bermotif ekonomi, akan tetapi juga
memiliki dampak sosial. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Banks pada tahun
1972 (Ebrashi, 2013) dalam presentasinya yang berjudul The Sociology of Social
Movements, untuk menjelaskan pentingnya kemampuan manajemen dalam
menghadapi permasalahan sosial dan tantangan bisnis. Penerapan kewirausahaan
sosial ini muncul di tahun 1980 melalui pendirian Ashoka yang merupakan organisasi
pertama yang didirikan untuk mendukung kewirausahaan sosial di dunia.
2.1.6 Akses Kesehatan
Akses kesehatan adalah pemanfaatan layanan kesehatan tepat waktu untuk
mencapai status kesehatan yang baik dan paling memungkinkan (Retnaningsih,
2013). Terkait akses kesehatan, para ahli ekonomi kesehatan umumnya menggunakan
26
Teori Akses Aday yang merupakan sintesis dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Aday, Andersen, dan Fleming pada tahun 1980 (Retnaningsih, 2013).
Teori Akses Aday menggambarkan hubungan dari empat komponen yang
saling berpengaruh:
1) Akses Potensial Indikator Proses (Potential Access Process Indicators)
Akses Potensial Indikator Proses menggambarkan karakteristik masyarakat
yang dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek predisposisi berupa karakteristik
masyarakat (umur, jenis kelamin, suku), pekerjaan, pendidikan, pengetahuan
tentang kesehatan, dan lainnya; aspek pemungkin berupa tingkat pendapatan
keluarga, kepesertaan asuransi kesehatan, dan domisili; dan aspek kebutuhan yang
terdiri dari kebutuhan berdasar persepsi pasien dan kebutuhan berdasar kriteria
medis.
2) Akses Potensial Indikator Struktural (Potential Access Structural
Indicators)
Akses Potensial Indikator Struktural menggambarkan tiga hal, yaitu
karakteristik sistem layanan kesehatan yang dilihat dari kepemilikan sarana layanan
kesehatan dan tingkat layanan kesehatan; ketersediaan layanan kesehatan yang
dilihat dari jumlah dan distribusi layanan kesehatan; dan organisasi dilihat dari
masukan dan struktur layanan kesehatan.
3) Akses Nyata Indikator Objektif (Realized Access Objective Indicators)
Akses Nyata Indikator Objektif dilihat dari pemanfaatan layanan kesehatan
yang terdiri dari tipe layanan kesehatan yang digunakan, lokasi layanan kesehatan
27
yang dipilih, jenis layanan yang diterima apakah sudah sesuai dengan yang
diperlukan, proporsi kunjungan penderita ke sarana layanan kesehatan, dan jumlah
kunjungan petugas kesehatan ke masyarakat yang membutuhkan.
4) Akses Nyata Indikator Subjektif (Realized Access Subjective Indicators)
Akses Nyata Indikator Subjektif dilihat dari kepuasan konsumen yang dapat
diukur melalui sikap umum berdasarkan harapan penderita dan harapan keluarga
penderita; sikap spesifik berdasarkan frekuensi kunjungan penderita ke sarana
layanan kesehatan atau ke petugas kesehatan; dan kepatuhan.
2.1.7 Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan Undang-Undang kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 terdapat
empat upaya pelayanan kesehatan, yakni promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.
Preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah
kesehatan/penyakit. Kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan
akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas
penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. Dan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat
sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk
dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.
28
Pelayanan kesehatan yang dijamin pemerintah melalui Peraturan Presiden
Nomor 12 Tahun 2013 Pasal 22 meliputi keempat bentuk upaya kesehatan yakni
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Adapun bentuk pelayanan kesehatan
terdiri atas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan pelayanan kesehatan rujukan
tingkat lanjutan. Dalam pelayanan kesehatan tingkat pertama meliputi upaya
kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif berupa administrasi
pelayanan; pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis; pelayanan obat dan
bahan medis habis pakai; transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis;
pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama; dan rawat inap
tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat pertama ini diselenggarakan di pusat
kesehatan masyarakat (puskesmas), pos kesehatan desa (poskesdes), poliklinik, balai
pengobatan, rumah bersalin, dan lainnya (Retnaningsih, 2013). Sedangkan pelayanan
kesehatan rujukan tingkat lanjutan meliputi upaya kesehatan kuratif dan rehabilitatif
yang mencakup rawat jalan dan rawat inap. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat
lanjutan ini diselenggarakan di klinik spesialis, balai pengobatan spesialis, atau rumah
sakit (Retnaningsih, 2013).
2.1.8 Asuransi Kesehatan
Asuransi, sebagaimana dikatakan oleh Dickerson (1963, dalam Sulastomo,
2000), merupakan suatu alat sosial untuk mengurangi resiko kehilangan finansial
dengan mengalihkan resiko perorangan menjadi resiko kelompok (risk sharing).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa melalui risk sharing maka resiko itu dapat
29
diperhitungkan. Sebagaimana hukum bilangan banyak (the law of large numbers)
mengatakan bahwa semakin besar jumlah anggota kelompok, semakin pasti resiko
yang akan menjadi beban perorangan. Sehingga, dapat diketahui bahwa mekanisme
asuransi adalah suatu alat untuk mengubah resiko perorangan yang tidak pasti
menjadi pasti (Sulastomo, 2000).
Bank dunia dalam laporannya (1993, dalam Sulastomo, 2000)
mengelompokkan tiga bentuk asuransi kesehatan yang kini banyak dilakukan di
dunia, yaitu Social Health Insurance (Asuransi Kesehatan Sosial), Private Voluntary
Health Insurance (Asuransi Kesehatan Komersial), dan Regulated Private Health
Insurance (Asuransi Kesehatan Sukarela dengan Regulasi).
1) Social Health Insurance
Konsep Social Health Insurance (Asuransi Kesehatan Sosial) merupakan
konsep asuransi di mana prinsip kesehatan sebagai suatu pelayanan sosial masih
dijunjung tinggi. Ada suatu prinsip, bahwa pelayanan kesehatan tidak boleh semata-
mata berdasar status sosial, sehingga masyarakat lapisan bawah terhambat untuk
memperoleh pelayanan kesehatan. Berikut prinsip dari Social Health Insurance:
a. Kepesertaan bersifat sukarela.
b. Iuran/premi berdasarkan persentase pendapatan/gaji.
c. Iuran/premi ditanggung bersama oleh tempat kerja/ perusahaan dan tenaga
kerja (50% : 50%).
d. Tenaga kerja/peserta memperoleh kompensasi selama sakit.
e. Peranan pemerintah besar.
30
2) Private Voluntary Health Insurance
Konsep Private Voluntary Health Insurance menghitung resiko sakit
dengan menggunakan perhitungan aktuarial (actuarial analysis). Konsep ini sangat
dinamis sehingga membuka peluang kompetisi yang luar biasa dan membuka
peluang banyak lahirnya perusahaan asuransi kesehatan. Dalam
penyelenggaraannya, jika masyarakat terpecah dalam berbagai perusahaan asuransi
kesehatan, maka prinsip the law of large numbers atau the law of average akan
tidak tercapai.
Berikut adalah prinsip dari Private Voluntary Health Insurance:
a. Kepesertaan bersifat sukarela.
b. Iuran/premi berdasar angka absolut, sesuai dengan perjanjian/kontrak.
c. Tenaga kerja/peserta dan keluarganya memperoleh santunan biaya pelayanan
kesehatan sesuai kontrak.
d. Peranan pemerintah relatif kecil.
3) Regulated Voluntary Health Insurance
Regulated Voluntary Health Insurance adalah suatu asuransi kesehatan yang
merupakan suatu alternatif bagi asuransi kesehatan komersial, yang oleh Bank
Dunia disarankan untuk menampung keinginan yang berlebih di samping yang
telah diselenggarakan oleh asuransi kesehatan sosial. Konsep asuransi ini
menetapkan iuran atau premi pesertanya berdasarkan resiko yang terjadi di
masyarakat (community rating).
Berikut adalah prinsip dari Regulated Voluntary Health Insurance:
31
a. Kepesertaan bersifat sukarela, iuran/premi berdasar angka absolut (nominal).
b. Peserta memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan sesuai kontrak.
c. Peranan pemerintah relatif besar.
2.1.9 Kebersihan Lingkungan
Kebersihan lingkungan dapat tercapai salah satunya melalui pengelolaan
sampah yang baik. Pengelolaan sampah menurut Alex (2012) adalah kegiatan yang
meliputi pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendauran ulang, atau
pembuangan dari material sampah. Sedangkan menurut Neolaka (2008) pengelolaan
sampah merupakan upaya menciptakan keindahan dengan cara mengolah sampah
yang dilaksanakan secara harmonis antara rakyat dan pengelola atau pemerintah
secara bersama-sama.
Selain itu, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008
dikatakan bahwa pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh,
dan berkesinambungan, meliputi pengurangan dan penanganan sampah yang
bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta
menjadikan sampah sebagai sumber daya.
Sampah dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yakni sampah organik,
anorganik, dan B3. Ketiga jenis sampah tersebut dijelaskan oleh Purwendro dan
Nurhidayat (2006) sebagai berikut:
32
1) Sampah Organik
Sampah organik adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, baik
manusia, hewan, maupun tumbuhan. Bahan sampah organik biasanya berjumlah
sekitar 60-75% dari total volume sampah.
2) Sampah Anorganik
Sampah anorganik adalah sampah yang berasal bukan dari makhluk hidup.
Sampah ini bisa berasal dari bahan yang bisa diperbarui dan bahan yang beracun
serta berbahaya. Sampah yang masuk ke dalam golongan ini adalah sampah yang
terbuat dari plastik dan logam.
3) Sampah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Sampah B3 adalah sampah yang dikategorikan beracun dan berbahaya bagi
manusia karena jumlahnya maupun konsenterasinya. Benda-benda yang
dikategorikan dalam golongan ini adalah benda-benda yang memiliki sifat mudah
terbakar, korosif, mudah menularkan penyakit, dan reaktif. Sampah B3 ini tidak
bisa dicampurkan dengan sampah lain.
33
2.2 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Nama Penulis,
Tahun, dan Judul
Jurnal
Tujuan Inti dari Jurnal Hasil Studi Persamaan &
Perbedaan dengan
Penelitian Tesis
1 Robert Sparrow,
Asep Suryahadi,
dan Wenefrida
Widyanti. 2013.
Social Health
Insurance for the
Poor: Targeting
and Impact of
Indonesia's
Askeskin
Programme
.
Penelitian oleh
Robert et al.,
bertujuan untuk
mengetahui
dampak dari
program
Askeskin
dalam
keterbukaan
akses kesehatan
masyarakat
miskin di
Indonesia.
Jurnal ini
menjelaskan
asuransi di
Indonesia pada
sektor formal
dan informal.
Lalu, fokus
menganalisis
tentang
pelaksanaan
program
Askeskin di
Indonesia
sebagai bentuk
asuransi bagi
sektor informal.
Acuan analisis
merujuk kepada
Survei Sosial
Ekonomi
Nasional
(Susenas) tahun
2005 dan 2006.
Cara
analisisnya
dengan
menyelidiki
penargetan
Askeskin pada
masyarakat
miskin dan
rumah tangga
yang
memerlukan
anggaran
belanja
kesehatan
relatif tinggi.
Askeskin berhasil
dalam
mentargetkan
orang miskin,
meski terjadi
kebocoran bagi
yang tidak
miskin. Hal ini
karena Askeskin
telah teralokasi
secara
proporsional
kepada
masyarakat yang
membutuhkan
pengeluaran
kesehatan yang
tinggi. Selain itu,
cakupannya juga
meningkat untuk
fasilitas rawat
jalan. Akan tetapi
hasil ini adalah
analisis jangka
pendek yang
mana
keberlanjutannya
masih diragukan
terkait
keseimbangan
premi dan subsidi
pemerintah.
Penelitian oleh
Robert et al.,
dengan penelitian
penulis sama-sama
meneliti pengaruh
program asuransi
kesehatan sosial
terhadap
keterbukaan akses
kesehatan
masyarakat
miskin. Hanya
saja, Robert et al.,
meneliti program
pemerintah yakni
Askeskin,
sedangkan
penelitian ini
meneliti program
swasta yakni
Klinik Asuransi
Sampah (KAS).
Pada Askeskin,
preminya sebesar
Rp.5000 per bulan
dengan disubsidi
pemerintah.
Sedangkan KAS,
preminya berupa
sampah senilai
Rp.10.000 per
bulan.
(Bersambung)
34
Tabel 2.1 (Sambungan)
No Nama Penulis,
Tahun, dan Judul
Jurnal
Tujuan Inti dari Jurnal Hasil Studi Persamaan &
Perbedaan dengan
Penelitian Tesis
2 Quayyum, Z.,
Nadjib, M., Ensor,
T., & Sucahya, P.
K. 2010.
Expenditure on
obstetric care and
the protective
effect of insurance
on the poor:
lessons from two
Indonesian
districts.
Penelitian
Quayyum et al.,
bertujuan untuk
menyelidiki
pembayaran
yang dilakukan
oleh rumah
tangga untuk
berbagai jenis
persalinan,
konsekuensi
ekonomi dari
pembayaran,
dan dampak
asuransi
(Askeskin)
terhadap
pengeluaran
kesehatan.
Dalam jurnal
ini, penelitian
dilakukan pada
tiga rumah
sakit di
Kabupaten
Serang dan
Pandeglang,
Provinsi
Banten.
Sampelnya
diambil dari
kasus
persalinan
nyaris
meninggal
(372 orang),
persalinan
normal (146
orang), dan
persalinan
dengan operasi
caesar (98
orang) dalam
waktu 6 bulan
lebih. Teknik
pengambilan
data dilakukan
melalui
wawancara
kepada
narasumber
mengenai
status ekonomi,
pengeluaran
rumah tangga,
dan sumber
pembayaran
untuk
persalinan.
Asuransi untuk
orang miskin
relatif efektif
dalam
melindungi
rumah tangga
dari
pembayaran
yang
membebani.
Dari penelitian
ditemukan
bahwa
pengeluaran
rata-rata
persalinan
untuk kasus
nyaris
meninggal
masing-masing
sebesar Rp. 2,6
juta dan Rp. 1,9
juta di Rumah
Sakit Serang
dan
Pandeglang.
Operasi caesar
ditemukan
sebagai
pengeluaran
yang paling
mahal.
Sehingga,
hubungan
antara asuransi
dan
pengeluaran
untuk
persalinan
sangat penting.
Penelitian Quayyum
et al., meneliti
tentang pengeluaran
persalinan dan
dampak Askeskin
dalam meringankan
beban biaya
persalinan.
Sedangkan
penelitian oleh
penulis meneliti
tentang pengaruh
program Klinik
Asuransi Sampah
(KAS) pada
masyarakat miskin
dengan tidak
menspesifikkan
jenis kebutuhan
akses kesehatannya.
Proses penelitian
Quayyum et al., dan
penelitian penulis
memiliki kesamaan
dalam teknik
pengumpulan data
yakni melalui
wawancara untuk
mendapatkan
perspektif emic.
(Bersambung)
35
Tabel 2.1 (Sambungan)
No Nama Penulis,
Tahun, dan
Judul Jurnal
Tujuan Inti dari Jurnal Hasil Studi Persamaan &
Perbedaan
dengan
Penelitian Tesis
3 Pradhan, M.,
Saadah, F., &
Sparrow, R.
2007. Did the
health card
program
ensure access
to medical
care for the
poor during
Indonesia's
economic
crisis?
Jurnal ini berisi
penelitian
mengenai evaluasi
dampak program
Kartu Sehat
di bawah Jaring
Pengaman Sosial
yang
diimplementasikan
pada saat krisis
ekonomi 1997.
Dalam jurnal
ini dijelaskan
standar
prosedural
penggunaan
Kartu Sehat
yang hanya
diperuntukkan
pada penyedia
layanan
kesehatan
umum dan
bukan swasta.
Data yang
digunakan
dalam
penelitian ini
berasal dari
data Susenas
1999. Selain
itu, penelitian
ini berfokus
pada distribusi
Kartu Sehat dan
dukungan
anggaran untuk
sektor publik di
tengah krisis
ekonomi.
Secara umum
program dinilai
sukses untuk
membantu
masyarakat miskin
di tengah krisis
ekonomi. Hal ini
dilihat dari adanya
subtitusi/peralihan
dari sektor
informal ke formal
dan peningkatan
keseluruhan
penggunaan
layanan medis
rawat jalan. Akan
tetapi ditemukan
kekurangan
seperti penolakan
pelayanan dari
penyedia layanan
karena
keterlambatan
pemerintah untuk
reimbursement
biaya. Selain itu,
banyak orang
yang tidak miskin
justru menerima
manfaat dari kartu
ini.
Terdapat
perbedaan objek
penelitian.
Pradhan et al.,
meneliti program
pemerintah
berupa Kartu
Sehat, sedangkan
penulis meneliti
program swasta
berupa KAS.
Penelitian oleh
Pradhan et al.,
dilakukan untuk
mengukur
dampak dari
program Kartu
Sehat pada
momen khusus
yakni krisis
ekonomi 1997,
sedangkan
penelitian penulis
tidak terikat pada
kejadian tertentu.
(Bersambung)
36
Tabel 2.1 (Sambungan)
No Nama Penulis,
Tahun, dan Judul
Jurnal
Tujuan Inti dari Jurnal Hasil Studi Persamaan &
Perbedaan dengan
Penelitian Tesis
4 George Gotsadze,
Akaki Zoidze,
Natia Rukhadze,
Natia Shengelia,
dan Nino
Chkaidze. 2015.
An Impact
Evaluation of
Medical
Insurance for
Poor in Georgia:
Preliminary
results and policy
implications.
Tujuan
penelitian
yang
dilakukan oleh
George et al.,
adalah untuk
menilai
dampak
reformasi
pembiayaan
kesehatan baru
di Georgia
yang disebut
Medical
Insurance for
the Poor
(MIP).
Dalam
mengevaluasi
reformasi
pembiayaan
kesehatan,
George et al.,
menggunakan
variabel akses
terhadap
layanan
kesehatan dan
perlindungan
finansial
terhadap biaya
kesehatan.
Hasil dari
penelitian
George et al.,
menunjukkan
tidak adanya
dampak
signifikan dari
MIP terhadap
pertumbuhan
pemanfaatan
layanan
kesehatan
secara nasional.
MIP lebih
berdampak
besar dalam
mengurangi
biaya untuk
mengakses
layanan.
Penelitian oleh
George et al.,
memiliki kesamaan
dengan penelitian
penulis dalam
pengukuran
dampak program
asuransi kesehatan
terhadap akses
layanan kesehatan.
Perbedaannya,
cakupan program
dalam penelitian
George et al.,
berskala nasional,
sedangkan cakupan
program dalam
penelitian penulis
berskala lokal.
(Bersambung)
37
Tabel 2.1 (Sambungan)
No Nama Penulis,
Tahun, dan Judul
Jurnal
Tujuan Inti dari Jurnal Hasil Studi Persamaan &
Perbedaan dengan
Penelitian Tesis
5 Waste Business
Journal: James
Thompson, Jr.
2012. Waste
Market Overview
and Outlook
2012.
Tujuan
penelitian oleh
Waste
Business
Journal adalah
untuk
mengenalkan
potensi
keuntungan
dalam
manajemen
sampah pada
perusahaan di
Amerika.
Penelitian oleh
perusahaan ini
mencakup
pendapatan pasar
berdasarkan
segmen; pasar
pengumpulan,
pemrosesan, dan
pembuangan
sampah;
kompetisi dalam
industri sampah;
alat pengelolaan
sampah, dan
lainnya.
Pendapatan dari
pengelolaan
sampah di
Amerika
mencapai 55
miliar dolar per
tahun dengan
pertumbuhan
sebesar 2%
pada tahun
2011.
Pertumbuhan
pendapatan
terhambat oleh
lambannya
pertumbuhan
volume limbah
yang dihasilkan
oleh limbah
industri dan
konstruksi.
Namun, harga
yang lebih
tinggi untuk
komoditas daur
ulang termasuk
kertas, plastik
dan baja
mendorong
perusahaan dan
pemerintah
untuk
mengalihkan
volume yang
lebih tinggi
kepada material
ini.
Kesamaan
penelitian oleh
Waste Business
Journal dengan
penelitian penulis
adalah pada
pemanfaatan
sampah sebagai
suatu produk
bernilai ekonomi
tinggi. Pada
penelitian ini,
sampah menjadi
komoditas bisnis.
Sedangkan pada
penelitian penulis,
sampah bernilai
sebagai premi
untuk memperoleh
akses kesehatan.
Sumber: Pengolahan penulis
38
Akses kesehatan merupakan kebutuhan dasar semua orang. Meski demikian,
tidak semua orang dapat memperoleh akses kesehatan yang layak. Hal ini mendorong
pemerintah Indonesia untuk membuat program jaminan kesehatan secara menyeluruh
bagi seluruh warga negaranya. Seperti program Kartu Sehat yang diteliti oleh
Pradhan et al., (2007) dengan judul Did the health card program ensure access to
medical care for the poor during Indonesia's economic crisis? Melalui penelitian ini,
diketahui bahwa Kartu Sehat memiliki dampak positif dalam membuka akses
kesehatan masyarakat miskin di Indonesia saat terjadinya krisis ekonomi 1997.
Namun pada praktiknya, manfaat program ini seringkali salah sasaran kepada
masyarakat yang tidak miskin.
Pada tahun 2005, program Kartu Sehat digantikan oleh program Askeskin.
Robert et al., (2013) meneliti tentang program Askeskin dalam jurnalnya yang
berjudul Social Health Insurance for the Poor: Targeting and Impact of Indonesia's
Askeskin Programme, untuk mengetahui dampak dari program Askeskin dalam
keterbukaan akses kesehatan masyarakat miskin di Indonesia. Penelitian mengenai
dampak program Askeskin ini juga dilakukan oleh Quayyum et al., (2010) dalam
jurnalnya yang berjudul Expenditure on obstetric care and the protective effect of
insurance on the poor: lessons from two Indonesian districts. Hanya saja, Quayyum
et al., tidak meneliti dampak Askeskin secara nasional terhadap akses kesehatan
secara umum, akan tetapi secara lokal pada dua kebupaten di Indonesia untuk kasus
yang spesifik yakni akses persalinan. Melalui kedua penelitian ini diketahui bahwa
program Askeskin memiliki pengaruh positif dalam mengurangi pengeluaran biaya
39
kesehatan dan memberikan keterbukaan akses kesehatan bagi masyarakat miskin.
Meski demikian, beberapa kendala seperti salah sasaran penerima dan keseimbangan
premi dengan subsidi telah menjadi kelemahan program Askeskin.
Sebagaimana Indonesia yang berupaya menjamin akses kesehatan bagi
masyarakat miskin di negaranya, demikian juga dengan negara-negara lain, termasuk
Georgia. Jika di Indonesia kita mengenal asuransi kesehatan dengan nama Kartu
Sehat dan Askeskin, maka di Georgia asuransi kesehatannya dinamakan MIP
(Medical Insurance for the Poor). Penelitian mengenai MIP ini dilakukan oleh
George et al., (2015) dengan judul An Impact Evaluation of Medical Insurance for
Poor in Georgia: Preliminary results and policy implications. Dalam penelitiannya,
George et al., mencoba menilai dampak MIP terhadap akses layanan kesehatan dan
perlindungan finansial biaya kesehatan. Dari hasil penelitian tersebut tidak ditemukan
adanya dampak signifikan dari MIP terhadap pertumbuhan pemanfaatan layanan
kesehatan secara nasional. MIP lebih berdampak besar dalam mengurangi biaya
untuk mengakses layanan.
Berbagai penelitian di atas memiliki hubungan dengan penelitian yang penulis
lakukan karena membahas mengenai pengaruh program asuransi kesehatan dalam
membuka akses kesehatan bagi masyarakat miskin. Hanya saja, keseluruhan asuransi
kesehatan dalam penelitian di atas merupakan program pemerintah. Berbeda dengan
program Klinik Asuransi Sampah (KAS) yang merupakan asuransi kesehatan oleh
swasta. Selain itu, pola asuransi kesehatan di Indonesia berupa Kartu Sehat dan
Askeskin, maupun di luar negeri berupa MIP menggunakan cara pemberian premi
40
yang rendah kepada masyarakat miskin untuk kemudian disubsidi oleh pemerintah.
Hal ini berbeda dengan program KAS yang preminya tidak berupa uang akan tetapi
berupa sampah yang nilainya setara sepuluh ribu rupiah setiap bulannya. Melalui hal
ini, masyarakat miskin bisa memperoleh akses kesehatan melalui pengelolaan sumber
daya mereka sendiri.
Sekilas, akses kesehatan yang merupakan suatu layanan dengan biaya mahal
seperti tidak mungkin diperoleh dengan sampah. Terkait hal ini, James et al., (2012)
melalui lembaganya yang bernama Waste Business Journal memberikan hasil
penelitian bahwa sampah adalah komoditas bernilai tinggi bagi pendapatan suatu
negara. Dalam penelitiannya, diketahui bahwa pendapatan dari pengelolaan sampah
di Amerika mencapai 55 miliar dolar per tahun.
Melalui berbagai penelitian terdahulu yang telah dipaparkan, maka program
KAS memiliki potensi yang besar dalam membuka akses layanan kesehatan bagi
masyarakat miskin melalui pemanfaatan sampah. Hal ini akan menjadi contoh
integrasi kesehatan dan lingkungan dalam program Integrated Microfinance
Management (IMM) dengan memberdayakan potensi masyarakat itu sendiri.
41
2.3 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
Sumber: Pengolahan penulis
Kemiskinan
Akses Kesehatan
Pasal 5, UU No. 36 Tahun 2009
Akses kesehatan adalah hak setiap orang
Pemerintah Swasta (Indonesia Medika)
Kartu Sehat, Askeskin, BPJS
Kesehatan Klinik Asuransi Sampah (KAS)
Asuransi Kesehatan Sosial
Premi berupa uang dan disubsidi
pemerintah
Premi berupa sampah senilai
Rp.10.000 per bulan
Keterbukaan Akses Kesehatan
42
Kerangka pemikiran merupakan penjelasan sementara terhadap gejala-gejala
yang menjadi objek permasalahan (Suriasumantri, 1986, dalam Sugiyono, 2012).
Dalam kerangka pemikiran ini, digambarkan bahwa kemiskinan akan mempengaruhi
kemampuan akses kesehatan seseorang terhadap berbagai pelayanan kesehatan.
Dijelaskan oleh Retnaningsih (2013) bahwa akses kesehatan adalah pemanfaatan
layanan kesehatan tepat waktu untuk mencapai status kesehatan yang baik dan paling
memungkinkan. Hal ini membuat pemerintah mengeluarkan undang-undang yang
menjamin hak setiap orang akan akses kesehatan melalui UU Nomor 36 Tahun 2009.
Upaya menjalankan amanat undang-undang dalam menjamin akses kesehatan
masyarakat diwujudkan dalam bentuk asuransi kesehatan sosial bagi masyarakat
miskin. Hal ini dilakukan karena umumnya keterbatasan akses kesehatan begitu
terasa pada golongan ekonomi lemah atau miskin. Peran ini secara langsung menjadi
tanggung jawab pemerintah dengan dibentuknya berbagai program seperti Kartu
Sehat, Askeskin, BPJS Kesehatan, dan lainnya.
Namun, peran pemerintah ternyata belum cukup dalam menjamin akses
kesehatan secara nasional. Hal ini kemudian mendorong lahirnya program asuransi
kesehatan sosial dari pihak swasta yakni Indonesia Medika berupa Klinik Asuransi
Sampah (KAS). Dijelaskan oleh Albinsaid (2017) bahwa program KAS adalah
asuransi kesehatan mikro yang menggunakan sampah sebagai sumber finansial
dengan membuat masyarakat menggerakkan sumber daya mereka sendiri menjadi
modal dan memberikannya kembali kepada mereka sebagai akses kesehatan. Melalui
43
program KAS ini masyarakat miskin dapat memperoleh akses kesehatan dengan
membayar premi berupa sampah.
Hubungan antara program KAS dengan akses kesehatan masyarakat dapat
terlihat dari Teori Akses Aday yang banyak digunakan oleh para ahli ekonomi
kesehatan. Salah satu bagian teori ini menjelaskan akses yang dilihat dari
pemanfaatan layanan kesehatan melalui Realized Access Objective Indicators (Akses
Nyata Indikator Objektif). Adapun beberapa indikatornya adalah proporsi kunjungan
penderita ke sarana layanan kesehatan, jumlah kunjungan petugas kesehatan ke
masyarakat yang membutuhkan, dan kesesuaian jenis layanan yang diterima dengan
yang dibutuhkan. Indikator ini terpenuhi dalam program KAS, dilihat dari
keterbukaan masyarakat miskin ke sarana layanan kesehatan karena mereka hanya
perlu mengumpulkan sampah untuk berobat. Selain itu, bagi pasien yang terkendala
kesehatan maupun usia untuk menuju klinik dapat memperoleh kunjungan rumah
oleh dokter, dan peluang memperoleh pengobatan yang sesuai semakin terbuka
melalui integrasi KAS dengan BPJS Kesehatan.
Melalui penjelasan ini dapat diketahui bahwa jika akses program Klinik
Asuransi Sampah (KAS) tinggi, maka keterbukaan akses kesehatan masyarakat
miskin juga akan tinggi.
2.4 Hipotesis
Program Klinik Asuransi Sampah (KAS) berpengaruh terhadap akses
kesehatan masyarakat miskin peserta KAS.
44
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian Kombinasi
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kombinasi yang menghubungkan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif secara
berurutan. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh keunggulan dan menutupi
kekurangan dari masing-masing metode tersebut. Melalui penelitian kualitatif akan
diperoleh data yang tidak bisa dijabarkan dalam bentuk angka-angka, seperti persepsi
emic dari informan terhadap suatu hal. Demikian juga penggunaan metode kuantitatif
akan bermanfaat untuk mengetahui pengaruh suatu hal dalam lingkup yang lebih luas.
Metode yang menghubungkan penelitian kualitatif dan kuantitatif secara
berurutan, di mana pada tahap pertama penelitian menggunakan metode kualitatif dan
pada tahap kedua menggunakan metode kuantitatif, dikenal dengan nama Metode
Kombinasi Model Sequential Exploratory (Creswell, 2009).
Dalam Metode Kombinasi Model Sequential Exploratory (Sugiyono, 2012),
bobot metode lebih pada metode tahap pertama yaitu metode kualitatif dan
selanjutnya dilengkapi dengan metode kuantitatif. Tahapan dalam metode ini bersifat
connecting (menyambung), sehingga tahapan metode kuantitatif terbentuk dari hasil
penelitian tahap pertama dengan metode kualitatif.
45
3.2 Metode Kualitatif
3.2.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Berdasarkan kebutuhan data, maka penelitian dilakukan di Kota Malang
dengan persebaran di dua tempat, yakni Kantor Indonesia Medika di Jalan Kedawung
Nomor 17 dan Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu di Jalan Kyai Parseh Jaya
18B. Penelitian di Kantor Indonesia Medika ditujukan untuk mewawancarai informan
dari internal program KAS, sedangkan di KAS Bumiayu ditujukan untuk mengamati
kegiatan operasional KAS dan mendapatkan informan dari pengelola serta peserta
KAS. Dalam melaksanakan penelitian ini, alokasi waktu yang digunakan adalah
empat bulan sejak April-Juli 2017.
3.2.2 Informan Penelitian
Data dalam penelitian kualitatif ini berasal dari beberapa informan, yakni Hari
Dwi Suharsono, S.Kep. selaku Ketua Yayasan Indonesia Medika dan Manajer
Program Klinik Asuransi Sampah (KAS), Taufiqurrohman, S.Pd. selaku sekretaris
dan penanggung jawab pengelolaan sampah KAS, dan informan lainnya dari peserta
program KAS yang akan dipilih dalam proses penelitian di lapangan.
3.2.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, ada beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan
pada tahapan pertama untuk penelitian kualitatif yakni:
46
1. Observasi Partisipatif
Susan Stainback (1988, dalam Sugiyono, 2012) menyatakan, “In participant
observation, the researcher observes what people do, listen to what they say, and
participates in their activities”. Dalam observasi partisipatif, peneliti mengamati
apa yang dikerjakan orang-orang dalam situasi sosial penelitian, mendengarkan apa
yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka.
Menurut Spradley (dalam Sugiyono, 2012) observasi partisipatif terhadap
situasi sosial yang terjadi meliputi tiga komponen yaitu place (tempat), actor
(pelaku), dan activities (aktivitas). Dalam penelitian ini, observasi partisipatif
bertempat di Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu, Kelurahan Bumiayu, Kota
Malang. Aktor yang diobservasi adalah setiap pihak yang terkait dalam
keberjalanan program KAS, meliputi tenaga kesehatan, peserta program, tenaga
administratif, relawan, dan pihak-pihak lainnya. Adapun aktivitas yang diobservasi
mencakup keseluruhan proses yang membuat program KAS dapat berjalan melalui
pemanfaatan sampah, meliputi proses penerimaan peserta, pelayanan kesehatan,
perawatan kesehatan, penyuluhan kesehatan, pengelolaan sampah, dan lainnya.
2. Wawancara Tidak Terstruktur dan Triangulasi Sumber
Salah satu bagian pengumpulan data pada tahapan metode kualitatif
dilakukan dengan cara wawancara tidak terstruktur. Sugiyono (2012) menjelaskan
bahwa wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti
tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan
47
lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya
berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
Penggunaan wawancara tidak terstruktur dilakukan karena peneliti ingin
menggali informasi melalui sudut pandang emic. Sehingga peneliti dapat
menemukan secara jelas permasalahan yang terjadi dan merumuskan variabel
penelitian untuk diteliti pada tahap kedua dalam metode penelitian kuantitatif.
Adapun informan dalam wawancara tidak terstruktur ini adalah Hari Dwi
Suharsono, S.Kep. selaku Manajer Program KAS, Taufiqurrohman, S.Pd. selaku
sekretaris dan penanggung jawab pengelolaan sampah KAS, dan peserta program
KAS yang akan dipilih dalam proses penelitian di lapangan.
Melalui wawancara yang dilakukan kepada berbagai pihak, peneliti
sekaligus melakukan pengumpulan data dengan teknik triangulasi sumber.
Triangulasi sumber adalah satu teknik pengumpulan data yang digunakan pada
bermacam-macam sumber data (Sugiyono, 2012). Sehingga, proses mengumpulkan
data sekaligus menjadi proses menguji kredibilitas data. Dalam penelitian ini,
teknik yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur kepada beberapa sumber
data dari manajer, sekretaris, dan peserta program KAS.
3. Studi Dokumen
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, yang berbentuk
tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2012).
Studi dokumen ini merupakan pelengkap dari penggunaan teknik observasi dan
wawancara dalam penelitian kualitatif. Dengan adanya studi dokumen, maka hasil
48
penelitian dari observasi dan wawancara akan lebih dapat dipercaya. Studi
dokumen dalam penelitian meliputi buku, data-data, dan materi pengenalan Klinik
Asuransi Sampah (KAS).
3.2.4 Analisis Data Kualitatif
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Miles and
Huberman. Miles dan Huberman (1984, dalam Sugiyono, 2012) membagi aktivitas
analisis data ke dalam tiga tahapan:
1) Data Reduction
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya (Sugiyono,
2012).
2) Data Display
Penyajian data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan umumnya berupa teks yang
bersifat naratif. Sebagaimana dinyatakan oleh Miles dan Huberman (1984, dalam
Sugiyono, 2012), “The most frequent form of display data for qualitative research
data in the past has been narrative text”.
3) Conclusion Drawing/Verification
Langkah ketiga dalam analisis data menurut Miles and Huberman (1984,
dalam Sugiyono, 2012) adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan
awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak
49
ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data
berikutnya. Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat
menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga
tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih
bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada di lapangan
(Sugiyono, 2012).
3.2.5 Pengujian Keabsahan Data
Menurut Sugiyono (2012), uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif
meliputi uji credibility, transferability, dependability, dan confirmability. Pengujian
ini dalam penelitian kuantitatif dikenal dengan istilah yang berbeda, yakni uji
validitas internal untuk uji credibility, uji validitas eksternal untuk uji transferability,
uji reliabilitas untuk uji dependability, dan uji objektivitas untuk uji confirmability.
1) Uji Credibility
Uji kredibilitas data dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya
adalah melalui perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, trianggulasi,
diskusi dengan teman, analisis kasus negatif, dan member check (Sugiyono, 2012).
Dalam penelitian tahap pertama dengan metode kualitatif, kegiatan pengumpulan
data, analisis data, dan pengujian kredibilitas data lebih banyak dilaksanakan secara
bersamaan melalui trianggulasi sumber. Trianggulasi sumber menurut Sugiyono
(2012) adalah menguji kredibilitas data dengan cara mengecek data yang diperoleh
melalui beberapa sumber.
50
2) Uji Transferability
Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian kuantitatif.
Validitas eksternal digunakan untuk menunjukkan derajat ketepatan atau dapat
diterapkannya hasil penelitian ke populasi di mana sampel tersebut diambil.
Sehingga dalam penelitian kualitatif, transferability berhubungan dengan
pertanyaan, sejauh mana hasil penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam
situasi lain (Sugiyono, 2012). Dijelaskan oleh Sanafiah (1990, dalam Sugiyono,
2012) bahwa bila pembaca laporan penelitian memperoleh gambaran yang
sedemikian jelasnya, seperti apa suatu hasil penelitian dapat diberlakukan
(transferability), maka laporan tersebut memenuhi standar transferability.
3) Uji Dependability
Dalam penelitian kuantitatif, dependability disebut reliabilitas. Suatu
penelitian yang reliabel dalam penelitian kuantitatif terjadi apabila orang lain dapat
mengulangi/mereplikasi proses penelitian tersebut hingga diperoleh hasil yang
sama dengan penelitian sebelumnya. Namun, pengertian reliabel dalam penelitian
kuantitatif berbeda dengan reliabel dalam penelitian kualitatif. Menurut penelitian
kualitatif, suatu realitas itu bersifat majemuk atau ganda, dinamis atau selalu
berubah, sehingga tidak ada yang konsisten (Sugiyono, 2012). Sehingga, dalam
penelitian kualitatif, uji dependability dilakukan dengan melakukan audit terhadap
keseluruhan proses penelitian oleh auditor yang independen atau pembimbing
penelitian (Sugiyono, 2012). Sehingga, tidak terjadi adanya data tanpa ada proses
penelitian ke lapangan.
51
4) Uji Confirmability
Pengujian confirmability dalam penelitian kuantitatif disebut uji
objektivitas. Penelitian dikatakan objektif bila hasil penelitian telah disepakati
banyak orang. Dalam penelitian kualitatif, uji confirmability mirip dengan uji
dependability, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji
confirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang
dilakukan. Standar confirmability ini terpenuhi apabila hasil penelitian merupakan
fungsi dari proses penelitian (Sugiyono, 2012). Sehingga, tidak terjadi adanya data
tanpa ada proses penelitian ke lapangan.
3.3 Metode Kuantitatif
3.3.1 Populasi dan Sampel
3.3.1.1 Populasi
Populasi menurut Sumarni dan Wahyuni (2006) adalah keseluruhan objek
yang diteliti dan terdiri atas sejumlah individu, baik yang terbatas (finite) maupun
tidak tebatas (infinite). Populasi dapat diartikan secara kuantitas dan karakteristik.
Sebagaimana dijelaskan Sugiyono (2012) bahwa populasi bukan hanya jumlah yang
ada pada objek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang
dimiliki oleh objek tersebut.
Populasi dalam penelitian ini adalah 66 orang peserta KAS yang pernah
menggunakan layanan kesehatan dari KAS.
52
3.3.1.2 Sampel
Sampel menurut Sumarni dan Wahyuni (2006) adalah bagian populasi yang
digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi. Apa yang dipelajari dari
sampel, maka kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Pengambilan sampel
penelitian dilakukan bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada pada populasi, seperti karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu.
Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
Nonprobability Sampling. Nonprobability Sampling menurut Sugiyono (2012) adalah
teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang yang sama bagi setiap
unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Dalam praktiknya,
jenis Nonprobability Sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling. Lebih
lanjut dijelaskan Sugiyono (2012) bahwa disebut Purposive Sampling karena
pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan dengan pertimbangan tertentu.
Dalam hal ini, pertimbangan yang dilakukan didasarkan pada pernah tidaknya
anggota populasi menggunakan hak kepesertaan asuransinya untuk memperoleh
layanan kesehatan dari program KAS.
Dalam menentukan ukuran sampel dari suatu populasi, maka salah satu rumus
yang dapat digunakan adalah rumus Slovin. Rumus Slovin merupakan perbandingan
dari populasi dengan persentase kelonggaran ketidaktelitian, karena dalam
pengambilan sampel dapat ditolerir atau diinginkan (Umar, 2010). Berikut ini adalah
rumus Slovin:
53
Keterangan:
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = persentase kesalahan yang ditolerir dalam pengambilan sampel
Dalam penelitian ini, jumlah peserta Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu
diketahui sebanyak 288 orang dari 73 keluarga. Dari jumlah tersebut, tidak semua
peserta pernah sakit dan menggunakan layanan kesehatan dari KAS. Oleh karena itu,
populasi dalam penelitian ini dirumuskan dari 66 orang peserta KAS yang pernah
menggunakan layanan kesehatan dari KAS. Dengan persentase kesalahan (sampling
error) sebesar 5%, maka perhitungan jumlah sampel yang akan diteliti adalah sebagai
berikut:
( )
Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa jumlah sampel yang akan
diteliti adalah sebanyak 57 orang dari 66 peserta yang pernah berobat menggunakan
layanan KAS. Adapun pemilihannya dilakukan secara Snowball, yang mula-mula
jumlahnya kecil kemudian membesar hingga tercapai 57 orang.
54
3.3.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada tahapan kedua penelitian
dalam metode penelitiaan kuantitatif adalah kuesioner. Menurut Sugiyono (2012),
kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
Penggunaan teknik ini dilakukan karena jumlah responden yang cukup besar dan
tersebar di wilayah yang luas.
3.3.3 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur
fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2012). Semua fenomena yang
terjadi dalam penelitian disebut sebagai variabel penelitian. Variabel yang digunakan
pada penelitian tahap kedua dengan metode kuantitatif ini adalah hasil dari penelitian
tahap pertama dengan metode kualitatif. Adapun variabel yang tersaji saat ini dapat
berubah saat penelitian di lapangan berlangsung.
3.3.3.1 Operasionalisasi Variabel
1. Variabel Bebas (Independent Variable)
Menurut Sarwono (2013), variabel bebas adalah variabel stimulus atau
variabel yang mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas merupakan variabel yang
variabilitasnya diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan
55
hubungannya dengan suatu gejala yang diobservasi. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah program Klinik Asuransi Sampah (KAS).
2. Variabel Tergantung (Dependent Variable)
Menurut Sarwono (2013), variabel tergantung adalah variabel yang
memberikan reaksi atau respon jika dihubungkan dengan variabel bebas. Variabel
tergantung adalah variabel yang variabilitasnya diamati dan diukur untuk
menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas. Variabel tergantung
dalam penelitian ini adalah Akses Kesehatan.
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel
Variabel Konsep Dimensi Indikator Satuan Ukuran Skala
Variabel
Bebas:
Program
Klinik
Asuransi
Sampah (X)
Program KAS adalah
asuransi kesehatan
mikro yang
menggunakan
sampah sebagai
sumber finansial
dengan membuat
masyarakat
menggerakkan
sumber daya mereka
sendiri menjadi
modal dan
memberikannya
kembali kepada
mereka sebagai akses
kesehatan.
(Albinsaid, 2017)
Akses Potensial
Indikator
Struktural
(Aday, 1980,
dalam
Retnaningsih,
2013)
1) Ketersediaan
layanan
kesehatan
2) Organisasi
Jumlah tenaga
kesehatan
Fasilitas
layanan
kesehatan
Jam Kerja
Aksesibilitas
(Transportasi,
Waktu, &
Biaya)
Waktu
Tunggu
Periksa
Lama
Konsultasi
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Variabel
Tergantung:
Akses
Kesehatan
(Y)
Akses Kesehatan
adalah pemanfaatan
layanan kesehatan
tepat waktu untuk
mencapai status
kesehatan yang baik
dan paling
memungkinkan.
(Retnaningsih, 2013)
Akses Nyata
Indikator
Objektif &
Subjektif
(Aday, 1980,
dalam
Retnaningsih,
2013)
1) Pemanfaatan
Layanan
Kesehatan
2) Kepuasan
Konsumen
Kesesuaian
pelayanan
Proporsi
layanan
berobat
Kunjungan
Kepatuhan
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Sumber: Pengolahan penulis
56
3.3.3.2 Pengukuran Variabel
Instrumen penelitian yang digunakan dalam pengukuran variabel berupa
kuesioner yang dinyatakan dalam satuan skala Likert. Sebagaimana dijelaskan
Sugiyono (2012) bahwa skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala
Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel.
Kemudian indikator tersebut dijadikan titik tolak untuk menyusun item-item
instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item
instrumen akan mempunyai gradasi dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju.
Sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 3.2.
Penggunaan skala Likert dalam penelitian ini ditujukan untuk memperoleh
data Ordinal. Data Ordinal, sebagaimana dijelaskan oleh Sugiyono (2012), adalah
data kuantitatif yang berbentuk peringkat, yang jarak antar peringkatnya tidak sama.
Tabel 3.2
Skor untuk jawaban responden
Jawaban Responden Skor
Sangat Setuju (SS) 5
Setuju (S) 4
Ragu-ragu (RR) 3
Tidak Setuju (TS) 2
Sangat Tidak Setuju (STS) 1
Sumber: Sugiyono, 2012
57
3.3.4 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis deskriptif. Teknik analisis deskriptif dipergunakan untuk mendeskripsikan
variabel program Klinik Asuransi Sampah (X) dan variabel akses kesehatan (Y)
dengan cara melakukan pengukuran menggunakan kuesioner. Masing-masing disertai
dengan lima kemungkinan jawab yang harus dipilih oleh responden. Dari jawaban
tersebut kemudian disusun kriteria penilaian untuk setiap item pertanyaan
berdasarkan persentase dengan langkah-langkah berikut (Arikunto, 2010):
a. Nilai kumulatif adalah jumlah dari setiap item pertanyaan yang merupakan
jawaban dari tiap responden.
b. Persentase adalah nilai kumulatif item dibagi dengan nilai frekuensinya dan
dikalikan 100%.
c. Jumlah responden adalah 57 orang dan nilai skala pengukuran terbesar adalah 5,
sedangkan skala pengukuran terkecil adalah 1, sehingga diperoleh jumlah
kumulatif terbesar 57 x 5 = 285, dan jumlah kumulatif terkecil adalah 57 x 1 =
57. Untuk nilai persentase terkecil adalah sebesar (57 : 285) x 100% = 20%.
Nilai rentang: 100% - 20% = 80%, apabila dibagi angka skala tertinggi, maka
diperoleh interval persentase sebesar 16%.
Sehingga diketahui klasifikasi persentase penilaian pengaruh ssebagaimana
tabel di bawah ini:
58
Tabel 3.3
Persentase Penilaian Pengaruh
No Persentase Kategori Penilaian Pengaruh
1 20% - 36% Sangat Rendah
2 37% - 53% Rendah
3 54% - 70% Sedang
4 71% - 87% Tinggi
5 88% - 100% Sangat Tinggi
Sumber: Pengolahan penulis
Jika klasifikasi persentase penilaian pengaruh dalam tabel di atas disajikan
dalam garis kontinum, maka hasilnya dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3.1
Urutan Nilai dalam Garis Kontinum
20% 36% 53% 70% 87% 100%
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat
Tinggi
Sumber: Pengolahan penulis
3.3.4.1 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
1) Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
dan keabsahan suatu instrumen (Arikunto, 2010). Untuk menguji validitas
instrumen penelitian. terlebih dahulu dicari nilai (harga) korelasi dengan
59
menggunakan rumus koefisien korelasi product moments pearson, menurut
Narimawati (2010) adalah sebagai berikut:
∑ ∑ ∑
√( ∑ (∑ ) ) ( ∑ (∑ ) )
Keterangan:
r = Koefisien korelasi
n = Jumlah responden
Y = Jumlah skor total seluruh item Yi
X = Jumlah skor tiap item Xi
Setelah nilai korelasi (r) didapat, kemudian dihitung nilai thitung untuk
menguji tingkat validitas. Alat ukur penelitian yang digunakan menurut Narimawati
(2010) adalah sebagai berikut:
√
√
Keterangan:
r = Koefisien korelasi
n = Jumlah responden
60
Setelah nilai thitung diperoleh, langkah selanjutnya adalah membandingkan
nilai thitung tersebut dengan nilai t tabel pada taraf signifikasi sebesar a= 0,05 dan
derajat kebebasan (dk) = n – 2. Kaidah keputusannya adalah:
Jika thitung > ttabel, maka alat ukur atau instrumen penelitian yang digunakan
adalah valid.
Jika thitung ≤ ttabel, maka alat ukur atau instrumen yang digunakan adalah tidak
valid.
Namun pada penelitian ini validitas item diukur dengan membandingkan
nilai r hitung dan r tabel. Nilai r hitung didapat dari hasil output cronbach alpha
pada kolom corelated item-total correlation. Apabila nilai r hitung > r tabel, maka
butir atau pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan valid.
2) Uji Reliabilitas
Menurut Sekaran (2006), reliabilitas adalah tingkat konsistensi suatu alat
ukur dalam mengukur gejala yang sama. Jika suatu alat ukur dipakai dua kali atau
lebih untuk mengukur gejala yang sama, dan memberikan hasil pengukuran yang
relatif konsisten, maka alat ukur tersebut dapat dinyatakan reliabel. Reliabilitas
merupakan salah satu ciri utama instrumen pengukuran yang baik.
Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan dengan menghitung nilai
koefisien Alpha Cronbach`s-nya melalui rumus berikut:
61
( )
( )
Keterangan:
k = Jumlah variabel manifes yang membentuk variabel laten
ȓ = Rata-rata korelasi antar variabel manifes
Tujuan perhitungan koefisien Alpha Cronbach`s adalah untuk mengetahui
tingkat konsistensi jawaban responden. Besarnya koefisien ini berkisar dari nol
hingga satu. Makin besar nilai koefisien, makin tinggi keandalan alat ukur dan
tingkat konsistensi jawaban.
Jika < 0,20 maka tingkat keandalan sangat lemah atau tingkat keandalan
tidak berarti.
Jika diantara 0,20 – 0,40 maka ditafsirkan bahwa tingkat keandalan yang
rendah tapi pasti.
Jika diantara 0,40 – 0,70 maka ditafsirkan bahwa tingkat keandalan yang
cukup berarti.
Jika diantara 0,70 – 0,90 maka ditafsirkan bahwa tingkat keandalan yang
tinggi.
Jika > 0,90 maka ditafsirkan bahwa tingkat keandalan yang sangat tinggi.
Menurut Arikunto (2010), penggunaan Teknik Cronbach`s Alpha akan
menunjukkan bahwa suatu instrumen dikatakan reliabel bila memiliki koefisien
reliabilitas atau alpha sebesar 0,6 atau lebih.
62
3.3.4.2 Pemilihan dan Perhitungan Tes Statistik
1) Analisis Korelasi Pearson
Koefisien korelasi Pearson digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya
hubungan linear antara variabel independen dan variabel dependen. Selain itu,
analisis ini juga digunakan untuk meyakinkan bahwa pada kenyataannya terdapat
hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.
(∑ ) (∑ ∑ )
√( ∑ (∑ ) ) ( ∑ (∑ ) )
Keterangan:
r = koefisien korelasi
n = ukuran sampel atau banyak data di dalam sampel
X = variabel bebas (independent)
Y = variabel terikat
Koefisien korelasi mempunyai nilai -1 ≤ r ≤ 1, dimana:
a. Apabila r = 1, maka korelasi antara kedua variabel dikatakan sangat kuat dan
searah, artinya jika X naik sebesar 1 maka Y juga akan naik sebesar 1 atau
sebaliknya.
b. Apabila r = 0, maka hubungan antara kedua variabel sangat lemah atau tidak
ada hubungan sama sekali.
63
c. Apabila r = -1, maka korelasi antar kedua variabel sangat kuat dan berlawanan
arah, artinya apabila X naik sebesar 1 maka Y akan turun sebesar 1 atau
sebaliknya.
Intrepretasi koefisien korelasi ditunjukkan melalui tabel berikut:
Tabel 3.4
Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 - 0,199 Sangat Rendah
0,20 - 0,339 Rendah
0,40 - 0,559 Sedang
0,60 - 0,779 Kuat
0,80 - 1,000 Sangat Kuat
Sumber: Sugiyono, 2012
2) Analisis Regresi Linear Sederhana
Analisis regresi pada dasarnya untuk mengukur kekuatan hubungan antara
dua variabel atau lebih, selain itu juga untuk menunjukkan arah hubungan antara
variabel dependen dengan variabel independen (Ghozali, 2013). Analisis regresi
linear sederhana merupakan suatu analisis yang digunakan untuk melihat adanya
suatu hubungan dan pengaruh antara variabel independen (X) terhadap variabel
dependen (Y). Dalam pengolahan data, peneliti menggunakan alat bantu berupa
perangkat lunak IBM SPSS Statistics 21. Teknik analisis data yang digunakan
64
adalah analisis regresi linear sederhana. Adapun persamaan regresi tersebut adalah
sebagai berikut:
Y = a + bX + e
Keterangan:
Y = Kemampuan Akses Kesehatan
X = Program Klinik Asuransi Sampah
a = Konstanta
b = Koefisien Regresi
e = Error Term
3) Uji Statistik t
Uji t digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh secara parsial antara
Program Klinik Asuransi Sampah (KAS) terhadap Akses Kesehatan pada anggota
KAS Bumiayu. Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengujian adalah:
a. Menyusun hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1)
H0 : b = 0, diduga variabel independen secara parsial tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen.
H1 : b ≠ 0, diduga variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen.
b. Menentukan tingkat signifikansi (α) sebesar 0,05.
c. Membandingkan thitung dengan ttabel, jika thitung lebih besar dari ttabel maka H0
ditolak dan H1 diterima.
65
Nilai thitung dapat dicari dengan rumus:
thitung =
a. Bila –ttabel > -thitung dan thitung < ttabel, variabel independen secara individu
tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
b. Bila -ttabel < -thitung dan thitung > ttabel, variabel independen secara individu
berpengaruh terhadap variabel independen
Rumusan hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:
H0 : Program Klinik Asuransi Sampah berpengaruh signifikan terhadap akses
kesehatan masyarakat.
H1 : Program Klinik Asuransi Sampah tidak berpengaruh signifikan terhadap akses
kesehatan masyarakat.
66
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Penelitian
4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Kota Malang merupakan kota dengan luas wilayah 110,06 km2 yang wilayah
administratifnya terdiri dari 5 kecamatan dan 57 kelurahan dengan jumlah penduduk
tetap 867.832 jiwa dan pendatang ± 300.000 jiwa (DKP Kota Malang, 2013). Setiap
harinya di kota ini dihasilkan 405,41 ton sampah organik (61,50%) dan 253,79 ton
sampah anorganik (38,50%) yang berasal dari penduduk, warga yang bukan
penduduk, jalan, pasar, industri, dan sumber lain. Disamping tingginya produksi
sampah, Kota Malang juga mengalami permasalahan kemiskinan dengan jumlah
penduduk miskin 41.000 jiwa (4,87%) dengan garis kemiskinan Rp.362.162 per
bulan (BPS, 2013). Dengan garis kemiskinan ini, sebagaimana data Susenas (2010,
dalam World Bank, 2013) bahwa rumah tangga miskin menghabiskan hanya 1,6%
persen dari total konsumsinya pada kesehatan, maka anggaran kesehatan rumah
tangga miskin di Kota Malang hanya sebesar Rp.5.800/bulan. Hal ini akan
berdampak pada sulitnya akses kesehatan oleh masyarakat miskin.
Hal tersebut mendorong penulis meneliti salah satu program di Kota Malang
yang berupaya menyelesaikan permasalahan sampah dan kesehatan secara simultan
yakni program Klinik Asuransi Sampah (KAS). Program ini berlokasi di Kelurahan
Bumiayu, Kecamatan Kedungkandang. Dari sekitar 6 RW di Kelurahan Bumiayu,
67
penelitian dilakukan kepada peserta program KAS yang tersebar di RW 5 (RT 1-4).
Berikut gambar peta lokasi penelitian di RW 5:
Gambar 4.1
Lokasi Penelitian di RW 5
Sumber: Situs Kelurahan Bumiayu
4.1.2 Program Klinik Asuransi Sampah (KAS)
Secara bentuk, program Klinik Asuransi Sampah (KAS) merupakan program
socioentrepreneurship (kewirausahaan sosial). Hal ini bermakna program KAS tidak
berada pada posisi bisnis yang orientasinya hanya untuk mencari keuntungan/profit.
Selain itu, KAS tidak pula berada pada posisi sosial yang hanya memberikan bantuan
langsung. Karena jika hanya bersifat sosial berarti pendanaan program akan berasal
dari donatur, sehingga program bisa saja terhenti karena tidak adanya donatur. Akan
68
tetapi, program KAS berada di tengah-tengah antara keduanya. Hal ini dilakukan
untuk menjaga keberlanjutan program.
4.1.2.1 Sejarah Klinik Asuransi Sampah
Klinik Asuransi Sampah (KAS) adalah program asuransi kesehatan mikro
yang bertujuan membantu masyarakat miskin untuk memperoleh akses kesehatan.
Dalam prosesnya, program ini terlahir dari hasil perjalanan yang panjang. Berawal
dari pengalaman dokter Rita Rosita, M.Kes. saat ia menjadi dokter PTT (pegawai
tidak tetap) di sebuah puskesmas di Kediri yang berhadapan langsung dengan sebuah
pondok pesantren. Ia melihat keadaan dimana penghuni pondok pesantren tidak
berani berobat karena tidak memiliki uang yang cukup. Padahal biaya puskesmas
ketika itu cukup murah. Karena hal tersebut dan berbagai kelemahan program
Jamkesmas yang dikelola pemerintah, membuatnya berpikir, bagaimana membuat
masyarakat mampu membiayai kesehatan secara mandiri.
Keinginan dokter Rita untuk membantu masyarakat agar dapat berobat
kemudian terwujud bersamaan dengan berdirinya Klinik Kesehatan Umum Mawar
Husada pada Oktober 2004. Klinik yang berlokasi di Jalan Veteran Dalam, RT 02
Kelurahan Sumbersari, Kota Malang kemudian menjadi tempatnya dalam
menerapkan skema asuransi kesehatan murah untuk semua golongan yang ia beri
nama Jaminan Masyarakat Mandiri (Jasri). Klinik tersebut menerapkan sistem Tri
Partid dalam menjalankan kegiatannya yang berarti pelaksanaan program kesehatan
klinik bertumpu kepada tiga pihak. Pihak pertama, badan penyelenggara yaitu PKK
69
(Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) RT 02; pihak kedua, pengelola berupa tenaga
medis yaitu dokter Rita; dan pihak ketiga adalah peserta Jasri yakni warga RT 02
Kelurahan Sumbersari. Mengenai pembiayaan pengobatan pasien diperoleh dari iuran
peserta asuransi sebesar Rp.500 per orang per bulan. Jika dalam satu keluarga
terdapat semisal 3 peserta asuransi, baik sakit maupun sehat, maka premi yang
dibayar oleh keluarga tersebut adalah sebesar Rp.1.500 setiap bulannya. Melalui
pembayaran premi ini peserta Jasri berhak atas pemeriksaan kesehatan/konsultasi
gratis dan pembelian obat dengan harga murah. Selain itu, agar peserta yang
membutuhkan dapat memperoleh layanan rawat inap, maka dokter Rita
merencanakan adanya sistem dana bergulir sehingga peserta yang sakit bisa dipinjami
dana untuk rawat inap di rumah sakit dan kemudian diangsur secara berkala agar
memudahkan. Adapun pembiayaan obat dan jasa dokter dalam skema asuransi ini
bersumber dari badan penyelenggara.
Pada tahap awal pembukaan program Jasri, pesertanya berjumlah 264 orang
dari warga Jalan Veteran Dalam di RT 02 Kelurahan Sumbersari. Dalam keberjalanan
program tersebut, nominal premi yang hanya Rp.500 per orang per bulan kemudian
atas kesepakatan bersama dinaikkan pada tahun 2006 menjadi Rp.1.000 per orang per
bulan. Pada tahun 2008, wilayah kepesertaan Jasri pun meluas seiring kemanfaatan
yang dirasakan masyarakat, dari awalnya peserta hanya berasal dari warga RT 02,
kemudian meluas dengan mencakup warga dari RW 02. Jumlah pesertanya pun
meningkat menjadi 650 orang pada 2009. Semakin luasnya cakupan pelayanan
ternyata menimbulkan perbedaan pendapat di kemudian hari karena banyak RT yang
70
tidak setuju terkait iuran bulanan yang bersifat wajib. Kondisi tersebut pun
melahirkan inovasi untuk menggunakan sampah sebagai ganti pembayaran iuran
bulanan. Pada setiap hari Sabtu, peserta Jasri mengumpulkan sampah senilai
Rp.10.000 sebagai premi kesehatan, dengan perincian Rp.5.000 untuk dana sehat dan
sisanya sebagai tabungan.
Pada tahun 2009 tersebut, Gamal Albinsaid dengan dibantu empat temannya
yakni Muhammad Maulana, Dofi Hamid Hunaif, Didin Arya, dan Sapta Adi, yang
merupakan mahasiswa dari dokter Rita, hendak mengikuti kegiatan Pimnas (Pekan
Ilmiah Mahasiswa Nasional) dengan proposal mengenai sampah sebagai premi
kesehatan. Alhasil, mereka belajar langsung kepada dokter Rita dalam mengelola
sampah sebagai premi kesehatan, termasuk mencari pengepul yang mau membeli
sampah dengan harga tertinggi dan mengambil sendiri di Kelurahan Sumbersari.
Program ini sekaligus menjadi edukasi kepada peserta asuransi untuk dapat memilah
sampah antara yang organik dan anorganik.
Selain di Kelurahan Sumbersari, pada tahun 2010, pengaplikasian program
asuransi berpremi sampah ini juga dilakukan Gamal dan teman-temannya di klinik
milik dokter Rita di Kecamatan Lowok Waru, Kota Malang. Namun, penggunaan
sampah sebagai premi kesehatan ini, baik di Kelurahan Sumbersari maupun di
Kecamatan Lowok Waru, ternyata mengalami banyak kendala. Di Kelurahan
Sumbersari, kendala yang dihadapi seperti pengepul yang jarang datang dan tempat
penampungan sampah yang belum tersedia. Akibatnya banyak sampah yang
tertumpuk di salah satu rumah warga. Adapun di Kecamatan Lowokwaru, kendala
71
yang dihadapi berupa keterbatasan SDM, sistem yang belum baik, dan biaya.
Akhirnya, pada tahun 2011, premi sampah di Klinik Mawar Husada Kelurahan
Sumbersari sudah tidak berjalan dan kembali menggunakan sistem dana iuran peserta.
Bahkan di tahun 2012 klinik ini sudah tidak beroperasi karena kesibukan dokter Rita
dan Ibu Nila (ketua klinik sekaligus penggerak warga di RT 02). Adapun penerapan
premi sampah pada klinik di Kecamatan Lowokwaru hanya bertahan selama enam
bulan.
Pada tahap ini, tokoh penggerak program asuransi sampah yang awalnya
diinisiasi oleh dokter Rita, kini diteruskan oleh Gamal selaku mahasiswanya di
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Berbagai kegagalan dalam upaya
penerapan sampah sebagai premi kesehatan tidak membuat Gamal menyerah, bahkan
membuatnya banyak belajar. Salah satu hal yang membuatnya bersemangat dan
optimis mengenai asuransi kesehatan berpremi sampah adalah kondisi di mana
masyarakat miskin tidak bisa berobat dan dipaksa pasrah dengan keadaannya. Salah
satu kisah yang menginspirasinya adalah tentang Khaerunnisa.
Cerita mengenai Khaerunnisa bermula pada Juni 2005 ketika ia mengalami
sakit diare. Supriono, ayah Khaerunnisa, yang berprofesi sebagai pemulung pernah
membawa Khaerunnisa untuk berobat ke puskesmas. Saat itu, dokter meminta agar
anaknya menjalani rawat inap. Namun, karena ketiadaan uang, Supriono tidak
menyanggupi hal tersebut. Saat berobat di puskesmas tersebut, ia harus membayar
Rp.4.000. Biaya itu sangatlah mahal baginya, dengan penghasilan dari memulung
hanya sekitar Rp.10.000 setiap hari yang harus cukup untuk biaya makan ia dan dua
72
anaknya, Muriska Shaleh dan Nur Khaerunnisa. Sehingga, Khaerunnisa hanya bisa
dibawa pulang menggunakan gerobak untuk menemani Ayahnya memulung untuk
kebutuhan hidup hari itu. Tapi, setelah empat hari sakit akhirnya Khaerunnisa
meninggal dunia di dalam gerobak sampah ayahnya.
Potret permasalahan kemiskinan dari keluarga Khaerunnisa belum berakhir.
Saat itu, Supriono hanya memiliki sedikit uang yang tidak sampai Rp.10.000.
Sehingga, jangankan biaya penguburan, untuk sekedar membeli kain kafan saja ia
tidak mampu. Kondisi tersebut membuat Supriono berencana membawa mayat
anaknya ke kampung pemulung di wilayah Kramat, Bogor, menggunakan kereta rel
listrik (KRL) Jabodetabek. Ia berharap memperoleh bantuan penguburan dari sesama
teman-teman pemulungnya. Mayat anaknya kemudian dibawa menggunakan gerobak
yang merupakan alat kerja sekaligus tempat tidur bagi kedua anaknya setiap hari.
Menyusuri Jalan Cikini, Manggarai, menuju Stasiun Tebet. Namun, saat sampai di
Stasiun Tebet, Supriono yang tengah menggandeng Muriska Shaleh dan membopong
Khaerunnisa dengan wajah ditutup, ditanya tentang anaknya. Ia pun berterus terang
mengenai kondisi anaknya yang sudah meninggal. Pernyataan tersebut membuat
banyak penumpang KRL heran dan merasa curiga. Hingga ia akhirnya dibawa ke
kantor polisi Tebet.
Di polisi sektor Tebet, Supriono diperiksa mengenai Khaerunnisa. Polisi yang
tidak ingin mudah percaya dengan keterangannya memutuskan untuk mengirim
mayat Khaerunnisa agar diotopsi di RSCM. Dari ruang mayat RSCM, Supriono
menolak dengan tegas jika anaknya diotopsi, karena ketiadaan uang dan kasihan jika
73
anaknya harus dibedah. Permintaan Supriono itu akhirnya dikabulkan pihak RSCM
dengan menandatangani surat pernyataan penolakan otopsi.
Akhirnya setelah keluar dari RSCM, karena ketiadaan biaya untuk membayar
jasa ambulan, Supriono mengendong anaknya keluar rumah sakit. Beberapa pedagang
di sekitar RSCM yang mendengar ceritanya merasa iba lalu mengumpulkan uang
untuk membantu Supriono. Uang yang terkumpul itu ia gunakan untuk naik Bajaj
menuju rumah Ibu Sri, pemilik rumah petak yang pernah dikontraknya dulu, di Jalan
Manggarai Utara VI, Jakarta Selatan. Akhirnya, Ibu Sri bersama beberapa
tetangganya yang merasa iba membantunya untuk penguburan Khaerunnisa keesokan
harinya di Taman Pemakaman Umum (TPU) Menteng Pulo.
Menurut Asisten Bagian Kesejahteraan Masyarakat Sekda DKI Jakarta,
Rohana Manggala, kasus Supriono seharusnya tidak terjadi karena pemerintah daerah
menyediakan pelayanan gratis bagi orang tidak mampu, dengan syarat menunjukkan
SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) dari RT/RW domisilinya (Tempo, 2005).
Namun, ternyata orang seperti Supriono tidak bisa menikmati fasilitas tersebut. Ia
hanya seorang pemulung yang tidak memiliki domisili. Setelah bercerai dengan
istrinya, yang memilih pulang kampung, ia hidup menggelandang dengan dua
anaknya menyusuri jalan-jalan di Jakarta. Dia sengaja membuat gerobak kayunya
tertutup di bagian tengahnya untuk tempat tidur dan berlindung dua anaknya. Di
bagian depan gerobak dibuat kotak yang digunakan untuk menyimpan baju dan
keperluan anaknya. “Saya mangkal di halte depan Gereja (Isa Almasih) Cikini. Kalau
74
lagi hujan, gerobak saya bawa ke halte, biar anak-anak tidak kehujanan,” tutur
Supriono tentang “domisilinya” itu (Tempo, 2005).
Berita ini menjadi motivasi tersendiri bagi Gamal, terlebih ia berkuliah di
Fakultas Kedokteran yang kelak akan mencetak para tenaga kesehatan. Ia pun rajin
mengumpulkan data. Ia menemukan dalam lingkup nasional, pendapatan 50%
penduduk Indonesia berada di bawah US$2 per hari. Bahkan, 18%-nya berada di
bawah US$1. Dari pendapatan yang rendah ini rata-rata rumah tangga hanya
membelanjakan 2,1% dari total konsumsi mereka untuk kesehatan, berkisar 3,2%
untuk rumah tangga kaya dan 1,6% untuk rumah tangga miskin (Susenas, 2010,
dalam World Bank, 2013). Itu artinya, untuk rumah tangga miskin dengan total
konsumsi Rp.500.000 per bulan, yang digunakan untuk kesehatan hanya Rp.8.000.
Berdasarkan realita dan data tersebut, Gamal mendirikan CV Indonesia
Medika pada tahun 2013 sebagai wadah untuk mengembangkan dunia kesehatan
melalui produk dan program yang inovatif. Salah satu program inovatif yang hendak
dikembangkannya adalah program Klinik Asuransi Sampah (KAS). Program KAS
yang dulu sempat gagal, kemudian diuji coba kembali setelah dilakukan berbagai
perbaikan sistem. Salah satu caranya melalui kerjasama dengan klinik kesehatan dan
pengelola sampah yang berada di Kota dan Kabupaten Malang. Klinik kesehatan
yang menjalin kerjasama dengan Indonesia Medika mengenai program KAS adalah
Klinik Griya Sehat di Jalan Raya Tondano F3/E36, Sawojajar; Klinik Bumiayu di
Jalan Kyai Parseh Jaya 18 B, Bumiayu; Klinik Layanan Kesehatan Sosial Kahuripan
di Jalan Kahuripan 12, Klojen; Klinik Layanan Kesehatan Manyar di Jalan Manyar
75
57, Sukun; dan Klinik Robbani di Perum Bumi Mondoroko Raya Blok BA-1,
Singosari. Adapun terkait pengelolaan sampah, kerjasama dilakukan dengan Bank
Sampah Malang (BSM).
Seiring berjalannya waktu dan evaluasi yang terus dilakukan. Terdapat
beberapa hal yang dicermati yakni keluhan dari warga mengenai pengelolaan sampah
organik yang selama ini dilakukan di masing-masing rumah warga. Keluhan yang
muncul yakni bau tidak sedap akibat pengomposan sampah organik yang butuh
waktu lama sekitar dua hingga empat pekan untuk menjadi pupuk.
Selain kendala yang terjadi dalam pegelolaan sampah organik, pengelolaan
sampah anorganik juga mengalami hal serupa. Pengelolaan sampah yang berlokasi di
wilayah Gandaria dinilai tidak efektif dan efisien karena pengangkutan premi sampah
anorganik dari masing-masing klinik yang tersebar di lima lokasi di Kota dan
Kabupaten Malang memakan jarak yang jauh dan biaya angkut yang besar. Hal ini
berakibat pendapatan hasil penjualan sampah umumnya sama dengan pengeluaran
untuk transportasi sampah tersebut. Akibatnya tidak terdapat untung dalam penjualan
sampah, bahkan seringkali tidak menutupi biaya-biaya di luar transportasi.
Hal tersebut kemudian membuat kerjasama yang telah dilakukan dengan lima
klinik dan satu pengelola sampah dihentikan. Adapun, ganti penghentian kerjasama
tersebut adalah dengan melakukan akuisisi terhadap Klinik Bumiayu yang
sebelumnya juga menerima kerjasama. Awalnya, Klinik Bumiayu ini adalah tempat
praktek salah seorang dokter yang menjadi relawan Indonesia Medika. Selain itu,
posisi Klinik Bumiayu juga dekat dengan Pasar Gadang yang memiliki potensi
76
sampah yang besar, dan umumnya masyarakat di wilayah tersebut berpendapatan
rendah. Hal inilah yang kemudian membulatkan tekad Indonesia Medika untuk
melakukan akuisisi dan menjadikan Klinik Bumiayu sebagai pilot project
pengelolaan program KAS dengan sampah anorganik sebagai preminya.
Demikianlah sejarah panjang lahirnya program Klinik Asuransi Sampah
(KAS) yang melalui berbagai fase kegagalan, sebelum akhirnya bisa beroperasi
kembali hingga saat ini. Dokter Gamal Albinsaid mengungkapkan:
4.1.2.2 Profil Pendiri KAS
Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu yang saat ini berada di bawah
Yayasan Indonesia Medika dikembangkan oleh dokter Gamal Albinsaid, M.Biomed
saat usianya masih 24 tahun. Saat awal mengelola KAS tahun 2013, dokter Gamal
masih berstatus sebagai Dokter Muda Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang,
sekaligus mahasiswa Double Degree Biomedik Universitas Brawijaya. Saat ini,
dokter Gamal adalah seorang dokter, inovator kesehatan, peneliti, pengusaha,
wirausahawan sosial, dan inspirator berbagai seminar nasional hingga internasional.
Dilahirkan 8 September 1989 di Kota Malang, dokter Gamal, dokter lulusan
Universitas Brawijaya ini telah memperoleh banyak prestasi sejak usia belia. Di masa
kuliahnya ia telah meraih 12 penghargaan ilmiah dari berbagai universitas ternama di
Saya yakin semua ide selalu melalui proses kegagalan, oleh karenanya
inovator tangguh adalah mereka yang gagal 100 kali dan bangkit 101 kali.
77
Indonesia. Salah satu yang memotivasinya mengembangkan berbagai inovasi
kesehatan adalah kisah seorang anak pemulung bernama Khaerunnisa yang
meninggal di gerobak sampah ayahnya karena sakit diare dan tidak mampu berobat
Hal ini melahirkan semangat untuk mencapai visinya yakni membuka akses layanan
kesehatan kepada semua orang, khususnya mereka yang tidak mampu. Berbagai
inovasi yang telah ia kembangkan adalah Klinik Asuransi Sampah (KAS), Homedika,
Sabuk Bayi Pintar, Care for Mother, SiapaPeduli.id, dan berbagai inovasi kesehatan
lainnya. Dengan berbagai inovasi kesehatan tersebut masyarakat miskin dapat
merasakan manisnya layanan kesehatan.
Inovasi yang dikembangkan dokter Gamal telah membantu ribuan pasien
memperoleh layanan kesehatan. Ada Pak Ponali yang selama setengah tahun
terbaring di tempat tidur karena struk dan tidak mampu berobat, Ibu Muna 4 dari 5
anaknya meninggal dunia karena sakit diare dan tidak memiliki biaya untuk berobat,
dan Dek Abi bayi berusia 14 bulan yang menderita Severe Crouzon Syndrome
(kelainan gen karena penyatuan tulang tengkorak terlalu cepat) yang harus kehilangan
kedua matanya dan tidak mampu berobat. Namun, kini berbagai inovasi kesehatan
yang dokter Gamal kembangkan telah membantu mereka dan ribuan pasien lain
mendapatkan layanan kesehatan. Berbagai kebaikan tersebut membuatnya menjadi
pemuda pertama di dunia dan satu-satunya di Asia yang mendapat penghargaan
kehormatan HRH The Prince of Wales Young Sustainability Entrepreneur Award dari
Kerajaan Inggris yg diserahkan langsung oleh Pangeran Charles. Termasuk lebih dari
40 perhargaan lainnya, yang diantaranya adalah penghargaan Internasional dari
78
Jepang (Takeda Young Entrepreneur Award 2016), Jerman (Second Winner
Empowering People Award dan Co-Creating A Healthier World 2016), Korea
Selatan (Youth for Asia from Asia Development Bank 2015), India (50 Most Impactful
Social Innovator in the World), Kamboja (Global Social Venture Challenge South
East Asia 2015), Peru (Japanese Award for Most Innovative Development Project)
dan Amerika Serikat (People Choice Award 2015 California University). Berbagai
karya dan penghargaan yang ia peroleh telah menobatkannya menjadi 1 diantara 50
inovator sosial paling berpengaruh di dunia.
Selain mengembangkan inovasi kesehatan, dokter Gamal juga aktif menjadi
motivator berskala internasional dengan menjadi pembicara di 17 negara dan
meluncurkan bukunya yang berisi 30 nilai hidup yang menghantarkannya mendunia
berjudul Muda Mendunia. Ia mengungkapkan:
4.1.2.3 Sumber Daya KAS
Saat ini Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu berada di bawah Yayasan
Indonesia Medika yang didirikan oleh dokter Gamal, dokter Rita, dan juga dokter
Arif yang sekaligus menjadi pembina yayasan. Program ini juga memiliki beberapa
penasehat seperti dr. Rita Rosita, M.Kes, dosen Universitas Brawijaya; Emma Mee
Yang saya lakukan kecil dan sederhana, tapi saya yakin, dengan
keikhlasan, gotong royong, dan kerja keras yang kita lakukan, Tuhan berwenang
sepenuhnya membesarkan kebaikan kita.
79
dan Nichola Dee, dosen Cambridge Program Sustainability Leadership dari
Universitas Cambridge; Dr. H. Sakhyan Asmara, Deputi II Kementerian Pemuda dan
Olah Raga RI; dan R. Sudirman, Direktur Pengelolaaan Sampah Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dalam tatanan operasionalnya, beberapa sumber daya di KAS bekerja dengan
peran ganda. Seperti ketua Yayasan Indonesia Medika yakni Hari Dwi Suharsono,
S.Kep. yang tengah menempuh kuliah Master Manajemen Rumah Sakit, ia sekaligus
menjadi manajer Klinik Asuransi Sampah (KAS) dengan tugas utama dalam
pengelolaan klinik. Sekretaris umum Indonesia Medika yakni Mbak Safda sekaligus
berperan mengelola keuangan KAS. Sekretaris KAS yakni Mas Taufiq yang turut
menjadi penanggung jawab dalam pengelolaan sampah. Adapun tenaga teknis yang
sehari-hari berinteraksi dengan peserta KAS terdiri dari 3 dokter, 2 apoteker, dan 1
orang petugas kebersihan.
Dengan berbagai peran ganda ini sekaligus memperamping struktur kerja dan
menekan biaya. Hal ini sangat cocok dengan tipe KAS sebagai salah satu program
dari Indonesia Medika yang masih berada dalam tahapan start up.
4.1.2.4 Social Model Analysis (Analisis Model Sosial)
Sesuatu yang menjadi kelebihan Klinik Asuransi Sampah (KAS) adalah
preminya yang berupa sampah sehingga kepesertaannya dapat diikuti oleh setiap
kalangan, khususnya masyarakat miskin. Secara umum alur pengolahan sampah yang
dilakukan KAS tergambar melalui perspektif klinik sebagai berikut:
80
Gambar 4.2
Perspektif Klinik Asuransi Sampah
Sumber: Data KAS
Peserta KAS menyerahkan premi sampahnya dengan akumulasi nilai sampah
Rp.10.000 setiap bulan. Lalu, sampah yang terkumpul akan diproses berdasar
jenisnya. Sampah organik akan diproses di masing-masing rumah warga menjadi
pupuk organik melalui metode Takakura/Rajaneresik. Sedangkan sampah anorganik
akan diproses di pusat pengolahan sampah menjadi barang daur ulang, seperti biji dan
perabot plastik. Setelah pemrosesan ini, maka nilai sampah akan meningkat dari yang
sebelumnya, sehingga pendapatan yang diperoleh dari penjualannya akan lebih besar.
Setidaknya gambaran keuangan program KAS dapat dilihat melalui pendapatan
pengumpulan sampah, pengolahan sampah, dan skema asuransi sebagai berikut:
81
A. Gambaran Pendapatan Pengumpulan Sampah
Tabel 4.1
Gambaran Pendapatan Pengumpulan Sampah
No. Peserta
KAS
Jumlah Premi Sampah
(Kg)
Konversi ke Rupiah
(Rp)
1 A 3 11.000
2 B 2,5 13.000
3 C 3,5 11.000
4 D 3 12.000
Total nilai premi 47.000
Rata-rata nilai premi tiap orang per bulan 11.750
Sumber: Data KAS
Melalui gambaran pada Tabel 4.1 ini dapat dilihat bahwa premi sampah dari
peserta KAS akan ditimbang beratnya dalam satuan Kilogram. Jumlah berat tidak
selamanya berbanding lurus dengan besaran harganya. Sebagai contoh, peserta A
(3Kg) yang berat sampahnya lebih tinggi dari peserta B (2,5Kg) dihargai sebesar
Rp.11.000, lebih rendah daripada peserta B yang dihargai Rp.13.000. Hal ini
dikarenakan harga sampah selain dipengaruhi oleh jumlah, juga dipengaruhi oleh
jenisnya. Melalui konversi nilai sampah ini, maka pengelola KAS dapat mengetahui
apakah premi sampah yang diberikan masyarakat sudah atau belum mencapai target
senilai Rp.10.000.
82
B. Gambaran Pendapatan Pengolahan Sampah
Tabel 4.2
Gambaran Pendapatan Pengolahan Sampah
No. Jenis Sampah Hasil Pengolahan Nilai (Rp)
1 Sampah Organik Pupuk Padat 3.400
Pupuk Cair 5.900
2 Sampah Anorganik Penjualan Langsung 4.700
Produk Daur Ulang 15.000
Pendapatan pengolahan sampah 29.000
Sumber: Data KAS
Untuk memaksimalkan pendapatan yang diperoleh maka premi sampah
dikelola berdasarkan jenisnya. Sampah organik diolah menjadi pupuk padat dan
cair, salah satunya melalui metode Takakura/Rajaneresik, semacam tong yang
mampu mengkomposkan sampah. Namun, khusus sampah organik seperti kertas
dan kardus dalam prosesnya tidak diolah bersama sampah organik basah lainnya,
melainkan diproses seperti sampah Anorganik. Pemrosesan sampah anorganik, ada
yang langsung dijual ke pengepul dan sebagiannya didaur ulang. Pendapatan dari
maksimalisasi potensi sampah organik dan anorganik ini akan menghasilkan
pendapatan sekitar Rp.29.000 per orang per bulan. Sebagaimana digambarkan
dalam Tabel 4.2 di atas.
83
C. Gambaran Pendapatan Skema Asuransi
Tabel 4.3
Pendapatan Skema Asuransi
Nilai
Premi (Rp) 1 2 3 4 5 6 Total
1 29.000 29.000 29.000 29.000 29.000 29.000 174.000
2 29.000 29.000 29.000 29.000 29.000 29.000 174.000
3 29.000 29.000 29.000 29.000 29.000 29.000 174.000
4 29.000 29.000 29.000 29.000 29.000 29.000 174.000
5 29.000 29.000 29.000 29.000 29.000 29.000 174.000
Pendapatan premi dari 30 peserta 870.000
Pengeluaran Biaya Kesehatan =
Rp.30.000 x 6 peserta yang sakit (20% dari total peserta) 180.000
Sisa Pendapatan 690.000
Sumber: Data KAS
Maksimalisasi potensi sampah organik dan anorganik yang menghasilkan
pendapatan sekitar Rp.29.000 per orang per bulan akan masuk dalam skema
asuransi. Melalui skema asuransi ini maka pendapatan dan pengeluaran biaya
kesehatan dapat diperhitungkan. Sebagaimana digambarkan pada Tabel 4.3 dengan
30 peserta maka akan diperoleh pendapatan premi sebesar Rp.870.000 per bulan.
Pendapatan ini kemudian dikurangi dengan pengeluaran biaya kesehatan primer
untuk peserta asuransi yang sakit. Secara umum, biaya kesehatan primer per orang
adalah Rp.30.000 dan berdasarkan data diketahui bahwa hanya 10-20% dari total
peserta asuransi yang sakit di setiap bulannya. Sehingga pengeluaran biaya
kesehatannya adalah Rp.30.000 dikali 6 peserta (20% dari 30 peserta), yakni
Rp.180.000. Dari hasil pengurangan pendapatan premi dan pengeluaran biaya
kesehatan diperoleh sisa pendapatan sebesar Rp.690.000.
84
4.1.2.5 Penghargaan KAS
Program Klinik Asuransi Sampah (KAS) telah memperoleh berbagai
penghargaan dari dalam dan luar negeri. Salah satu yang paling fenomenal adalah
penghargaan The HRH (His Royal Highness) Prince of Wales Young Sustainability
Entrepreneur dari Pangeran Charles, putra mahkota kerajaan Inggris. Di Istana
Buckingham, London, Pangeran Charles mengungkapkan, “I Would like to give my
warmest congratulations to Gamal Albinsaid for his marvelous initiative. This idea
handles two problems at the same time.” Penghargaan ini diraih pada tahun 2014
dengan menyisihkan 511 wirausaha unggulan yang berasal dari 90 negara.
Berikut daftar penghargaan yang pernah diterima oleh dokter Gamal
Albinsaid, M.Biomed. dan Indonesia Medika terkait program KAS:
1) Indonesia Green Award (IGA) 2015. Penghargaan ini ditujukan kepada pelaku
industri yang dalam aktivitas usahanya juga turut peduli terhadap kelestarian
lingkungan. Kategori penghargaan yang dianugerahkan antara lain adalah
penyelamatan sumber daya air, pengembangan energi baru dan terbarukan,
pengembangan keanekaragaman hayati, pelopor pencegahan polusi,
pengembangan dan pengolahan sampah terpadu, penginspirasi komunitas, green
province, serta green city. Adapun, selain 8 kategori tersebut, terdapat
penghargaan khusus The Best Inspiring IGA 2015 yang diraih dokter Gamal
Albinsaid bersama Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Gubernur Jawa
Barat Ahmad Heryawan.
85
2) Penghargaan Ksatria Bakti Husada Kartika 2014. Penghargaan ini diberikan
oleh Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko
PMK) Puan Maharani atas insan yang dinilai berperan bagi kemajuan bangsa.
Selain diterima oleh dokter Gamal Albinsaid, penghargaan ini juga diterima
oleh Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
3) Tokoh Perubahan 2014 versi Koran Republika. Penghargaan ini diterima Gamal
Albinsaid 3 bulan setelah memperoleh gelar kehormatan dari Kerajaan Inggris.
Tokoh perubahan 2014 lain yang disejajarkan dengannya adalah mantan Ketua
KPK Abraham Samad dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
4) The HRH Prince of Wales Young Sustainability Entrepreneur dari Kerajaan
Inggris tahun 2014. Penghargaan ini diberikan kepada juara umum dalam ajang
Unilever Sustainability Living Young Entrepreneur Award (USLYEA) dengan
hadiah sebesar 50.000 euro atau sekitar Rp.800.000.000.
5) Unilever Sustainability Living Young Entrepreneur Award (USLYEA) dari
Unilever tahun 2014. Penghargaan ini diberikan kepada wirausahawan muda di
seluruh dunia yang mempunyai solusi praktis dan inovatif yang dapat
diduplikasi secara masif dalam mengurangi dampak lingkungan dan
meningkatkan kesehatan serta kesejahteraan melalui perubahan perilaku
masyarakat itu sendiri. Hadiah yang diperoleh berupa penghargaan dari
Kerajaan Inggris dan paket mentoring Cambridge Programme for Sustainability
Leadership (CPSL) dari Universitas Cambridge, Inggris.
86
6) Anugerah Seputar Indonesia (ASI) tahun 2014. Penghargaan ini diberikan di
Studio 8 RCTI, Kebon Jeruk, Jakarta kepada tokoh yang dinilai berkontribusi
bagi kehidupan masyarakat dan bangsa. Ada tujuh nominasi dalam ASI 2014
yakni tokoh muda mendunia, tokoh transformasi sosial, tokoh fenomenal,
bintang arena, tokoh inspirasi, tokoh inovasi, dan tokoh seputar Indonesia.
Dokter Gamal Albinsaid dalam hal ini berhasil meraih penghargaan tokoh
transformasi sosial melalui program Klinik Asuransi Sampah yang
dikembangkannya.
7) AusAID Indonesian Social Innovator Award 2013 dari Australian Agency for
International Development. Penghargaan ini ditujukan untuk inovator Indonesia
yang berkontribusi membantu masyarakat kurang mampu dalam mengatasi
permasalahan sosial di bidang pertanian, pendidikan, energi dan lingkungan,
kesehatan, teknologi informasi, juga air dan sanitasi. Penghargaan utama ini
beserta hadiah Rp.30.000.000, ruang kerja untuk satu tahun, dan paket
mentoring diberikan kepada Gamal Albinsaid atas kontribusinya dalam
mengembangkan Klinik Asuransi Sampah (KAS) untuk membantu keterbukaan
akses kesehatan masyarakat miskin.
8) Indonesia MDGs Awards 2013 dari utusan khusus presiden RI di istana wakil
presiden RI. Penghargaan ini diperoleh Indonesia Medika, khususnya dokter
Gamal Albinsaid, pada kategori peserta organisasi pemuda dengan tema air
bersih dan sanitasi. Hal ini terkait program Klinik Asuransi Sampah (KAS)
87
yang dikelola Indonesia Medika, yang telah mengubah nilai sampah dari yang
awalnya tidak bernilai menjadi bernilai sebagai premi kesehatan.
9) Ashoka Young Change Maker 2012. Dokter Gamal Albinsaid berhasil meraih
penghargaan dari Ashoka yang merupakan organisasi pertama yang didirikan
untuk mendukung kewirausahaan sosial di dunia. Penghargaan ini dinobatkan
kepadanya karena di usianya yang masih muda berhasil menjadi tokoh
perubahan dan penggerak keterbukaan akses kesehatan masyarakat miskin
melalui Klinik Asuransi Sampah (KAS).
10) Penghargaan-penghargaan lainnya adalah People`s Choice Award 2015 dari
California University, Penemu Kreatif Pengelolaan Sampah dari Wali Kota
Malang tahun 2014; Pemuda Pelopor Internasional Tahun 2014 dari
Kementerian Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora); People`s Choice Award
2013 dari Australian Agency for International Development; Anugerah Karya
Inspiratif 2011 dari Menteri Riset dan Teknologi Republik Indonesia, dan masih
banyak lagi.
88
4.2 Hasil Penelitian Kualitatif dan Pembahasan
4.2.1 Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini berasal dari pengelola dan peserta Klinik
Asuransi Sampah (KAS). Pengelola KAS yang diwawancarai adalah Hari Dwi
Suharsono, S.Kep. selaku Ketua Yayasan Indonesia Medika sekaligus Manajer KAS
sejak tahun 2013, dan Taufiqurrohman, S.Pd. sebagai sekretaris dan penanggung
jawab pengelolaan sampah KAS sejak tahun 2016. Adapun, peserta KAS yang
menjadi informan adalah Ibu Muna (sakit dada, darah tinggi, dan maag), berusia 53
tahun sebagai penjual gorengan; Pak Ponali (sakit struk), berusia 62 tahun dan sudah
tidak bekerja; Ibu Siti Hasanah (sakit linu di lutut), berusia 55 tahun sebagai buruh
tani; Pak Sucipto (sakit kepala), berusia 45 tahun sebagai pekerja serabutan; dan Ibu
Rosita (sakit batuk), berusia 24 tahun sebagai ibu rumah tangga.
4.2.2 Pendekatan IMM
Slikkerveer (2016) dalam International Workshop of Integrated Microfinance
Management menjelaskan tentang strategi IMM dalam rumus berikut:
89
IMM = Strategi dari Integrated Microfinance Management.
2 = Tema inti, yaitu pengurangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat.
3 = Indikator kinerja, berupa keluaran (output), kualitas (quality), dan hasil
(outcome).
5 = Lima layanan terintegrasi berbasis masyarakat, di sektor keuangan,
kesehatan, komunikasi, sosial, dan pendidikan.
A. 2 Tema Inti, Pengurangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat
Kemiskinan adalah suatu permasalahan yang kompleks karena akan
berdampak kepada permasalahan-permasalahan lainnya. Dampak nyata yang
diakibatkan oleh kemiskinan adalah ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya, seperti sandang (pakaian), pangan (makanan), papan (tempat
tinggal), kesehatan, dan pendidikan.
Dalam prosesnya, pengurangan kemiskinan seringkali dipisahkan dengan
proses pemberdayaan masyarakat. Hal ini kemudian memunculkan program-
program pemerintah yang bersifat bantuan langsung, seperti Bantuan Langsung
Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan, Kartu Indonesia Sehat (KIS) dengan
premi dibayarkan pemerintah, dan Beras Sejahtera (Rastra). Berbeda dengan
program pemerintah tersebut, program Klinik Asuransi Sampah (KAS) mengurangi
salah satu dampak kemiskinan di bidang kesehatan melalui pemberdayaan
IMM = f (2+3+5)
90
sumberdaya masyarakat itu sendiri, sehingga keberlangsungan program dapat
terjaga. Prinsip utama yang dilakukan dalam proses pemberdayaan ini ialah melalui
pembayaran premi sampah dengan akumulasi nilai Rp.10.000 setiap bulan. Jadi,
masyarakat mengumpulkan sampah pengeluaran sehari-hari mereka secara rutin
sebagai pembiayaan untuk layanan kesehatan. Selain membantu keterbukaan akan
akses kesehatan, upaya ini juga turut mengedukasi dan merubah persepsi
masyarakat mengenai sampah yang sebelumnya dianggap tidak berguna.
Prinsip utama bagaimana KAS memberikan keterbukaan layanan kesehatan
melalui pemberdayaan masyarakat digambarkan melalui Gambar 4.2 berikut:
Gambar 4.3
Prinsip Utama KAS
Sumber: Data KAS
B. 3 Indikator Kinerja
1) Output (keluaran)
Output berupa program Klinik Asuransi Sampah (KAS) yang memberikan
layanan kesehatan kepada masyarakat miskin merupakan program yang lahir dari
proses manajemen klinik, manajemen asuransi, dan manajemen sampah.
91
Sebagaimana diutarakan oleh Ketua Yayasan Indonesia Medika sekaligus
Manajer KAS, Hari Dwi Suharsono, S.Kep., sebagai berikut:
a. Manajemen Klinik
Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu memberikan layanan
kesehatan secara holistik kepada setiap pesertanya. Layanan kesehatan tersebut
berbentuk upaya kesehatan promotif (promosi), preventif (pencegahan), kuratif
(pengobatan), dan rehabilitatif (kontrol pasca kesembuhan). Jadi, peserta KAS
yang sakit dapat memperoleh layanan kuratif dan rehabilitatif berupa
pengobatan penyakit dan kontrol pasca kesembuhan, sedangkan peserta KAS
yang tidak sakit dapat memperoleh layanan promotif dan preventif berupa
penyuluhan, konsultasi, cek kesehatan, dan lainnya. Berikut adalah foto KAS
yang menjadi tempat pelayanan kesehatan pasien:
Itu kan ada 3 hal di Garbage Clinical Insurance. Ada tentang manajemen
asuransinya, yang di tengah yang menjadi perantara antara manajemen klinik
atau manajemen kesehatannya dengan pengolahan sampah. Kalo di awal kita
memang 3 hal ini kita kelola. Karena kita juga ingin tahu bagaimana sih
caranya mengelola sampah yang benar. Kemudian yang kedua bagaimana sih
asuransi yang benar seperti apa. Terus yang ketiga memang kita ingin belajar
ini juga manajemen klinik, karena kita juga baru istilahnya start up ya. Jadi kita
ingin mempelajari ketiga hal ini.
92
Gambar 4.4
Klinik Asuransi Sampah
Sumber Sumber: Data KAS
Adapun bentuk-bentuk layanan yang dapat diperoleh berupa:
1. Periksa kesehatan gratis di klinik 2x setiap bulan.
2. Konsultasi kesehatan gratis (bisa melalui telepon).
3. Periksa kolesterol, gula darah, dan asam urat.
4. Panduan kesehatan keluarga.
5. Konsultasi gizi.
6. Rehabilitasi medik.
7. Pendampingan kesehatan anak.
8. Monitoring penyakit kronis.
9. Rehabilitasi setelah sakit dan kontrol kesembuhan.
10. Fasilitas promotif dan preventif kesehatan (penyuluhan)
11. Kunjungan rumah (bila perlu).
Berikut adalah dokumentasi penulis ketika KAS memberikan layanan
kunjungan rumah kepada pasien yang berusia lanjut:
93
Gambar 4.5
Layanan Kunjungan Rumah
Sumber: Dokumentasi penulis
b. Manajemen Asuransi
Asuransi, sebagaimana dikatakan oleh Dickerson (1963, dalam
Sulastomo, 2000), merupakan suatu alat sosial untuk mengurangi resiko
kehilangan finansial dengan mengalihkan resiko perorangan menjadi resiko
kelompok (risk sharing). Bank dunia dalam laporannya (1993, dalam
Sulastomo, 2000) mengelompokkan tiga bentuk asuransi kesehatan yang kini
banyak dilakukan di dunia, yaitu Social Health Insurance (Asuransi Kesehatan
Sosial), Private Voluntary Health Insurance (Asuransi Kesehatan Komersial),
dan Regulated Private Health Insurance (Asuransi Kesehatan Sukarela dengan
Regulasi).
Berdasarkan definisi yang ada, dari sisi lembaga penyelenggara maka
Klinik Asuransi Sampah (KAS) termasuk ke dalam Private Voluntary Health
Insurance (Asuransi Kesehatan Komersial) karena dikelola oleh lembaga swasta
94
yakni Yayasan Indonesia Medika. Namun, secara tujuan KAS tidaklah
memenuhi tujuan dari asuransi kesehatan tersebut, akan tetapi lebih tepat
sebagai Social Health Insurance (Asuransi Kesehatan Sosial) yang memiliki
prinsip bahwa pelayanan kesehatan tidak boleh semata-mata berdasar status
sosial, sehingga masyarakat lapisan bawah terhambat untuk memperoleh
pelayanan kesehatan.
Selain itu, dalam berbagai jenis dan definisi asuransi, umumnya premi
peserta dikaitkan dengan pendapatan. Akan tetapi, KAS menawarkan sebuah
terobosan dan inovasi yang berbeda dengan menjadikan sampah sebagai premi
kesehatan. Melalui program KAS, premi sampah masyarakat dengan nilai setara
Rp.10.000 setiap bulan telah berhasil diubah menjadi layanan kesehatan dasar
yang dapat diakses oleh masyarakat miskin. Alur logika yang dijalankan KAS
sehingga sampah dapat menjadi pembiayaan layanan kesehatan adalah karena
program ini menggunakan skema asuransi, yang mana peserta sakit atau tidak
sakit tetap memiliki kewajiban menyetorkan sampahnya senilai Rp.10.000
setiap bulan. Dari keseluruhan peserta, berdasarkan penelitian, persentase
peserta yang sakit berkisar antara 10-20%. Sehingga pemasukan lebih besar dari
biaya pelayanan dan pengobatan yang harus dikeluarkan.
Akan tetapi, dalam kenyataannya, premi dari masyarakat miskin peserta
KAS seringkali tidak berjalan optimal dan berada di bawah nilai Rp.10.000. Hal
ini disebabkan karena pendapatan rumah tangga miskin yang kecil dan
berdampak kepada kemampuan konsumsi harian yang juga kecil. Sehingga
95
produksi sampah yang dihasilkan pun sedikit. Sebagaimana disampaikan
Manajer KAS, Pak Hari, sebagai berikut:
Penjelasan di atas sejalan dengan pernyataan peserta KAS yang bekerja
sebagai buruh pengupas bawang, bahwa upah kerja mereka sangat kecil:
Gambar 4.6
Aktivitas Buruh Pengupas Bawang
Sumber: Dokumentasi Penulis
Kondisi masyarakat dengan penghasilan kecil yang berdampak pada
rendahnya kemampuan penyetoran premi sampah memunculkan solidaritas
sosial diantara mereka, dimana peserta KAS yang memiliki premi sampah lebih
akan memberikan kepada rekannya yang preminya kurang. Jadi, berlangsung
Penghasilan mereka itu kalo bisa dihitung mungkin lima ribu sampai sepuluh
ribu sehari. Lima ribu aja sudah lumayan bagus itu. Jadi kalo mereka kan ada
pengupas bawang biasanya, jadi buruh-buruh gitu biasanya kalo disana. Dan
kesenjangannya mungkin agak terlihat ya kalo disana. Jadi kalo yang miskin
ya miskin, kalo yang kaya ya kaya.
Ini sekilo bawang dapetnya 500 rupiah Mas.
96
semacam subsidi silang diantara peserta KAS. Manajer KAS Pak Hari
menyampaikan harapannya bahwa program KAS ini kedepan bisa diikuti oleh
semua kalangan, baik yang kaya maupun miskin. Sehingga proses subsidi silang
dapat berjalan lebih optimal.
Kondisi peserta yang preminya tidak mencapai Rp.10.000 dan proses
subsidi silang yang belum terkelola secara sistematis tentu berdampak erat
dengan keberlanjutan program. Namun, hal ini dipandang dengan menggunakan
pendekatan sosial oleh pengelola KAS. Salah satu pendekatan sosial itu ialah
melalui akad atau perjanjian yang bersifat sedekah sampah antara peserta dengan
pengelola KAS. Sehingga peserta yang preminya kurang tetap dapat memperoleh
layanan kesehatan di KAS Bumiayu.
Jadi terlihat ada kesenjangan di sana. Tapi, alhamdulillah-nya mereka saling
dukung. Dengan yang ekonominya menengah ke bawah sampahnya kan
sedikit karena konsumsi mereka juga sedikit. Tapi, mereka terbiasa yang
ekonominya lebih ini, lebih bagus sampahnya kan lebih banyak. Biasanya,
mereka bakalan dikasi biasanya. Sebenernya kan kalo di sistem asuransi yang
kita harapkan semuanya ikut. Yang kita harapkan begitu, entah yang kaya
atau yang miskin semuanya ikut. Harapannya kan ada subsidi silang, yang
preminya ga bisa mendekati premi atau yang melebihi premi.
97
Sejak tahun 2017, selain layanan kesehatan dasar, peserta KAS juga
sudah dapat mengakses layanan kesehatan lanjutan sebagai hasil proses
integrasi antara KAS dan BPJS Kesehatan. Saat proses peresmiannya yang
bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup pada 21 Februari, ternyata banyak
menarik perhatian masyarakat untuk ikut terlibat, tidak hanya yang miskin
namun juga banyak orang kaya yang mencoba mengambil kesempatan. Hal ini
lalu membuat KAS melakukan seleksi agar peserta yang didaftarkan ke BPJS
adalah orang-orang yang memang benar-benar membutuhkan dari segi riwayat
penyakit dan kemampuan ekonomi. Tercatat dari awalnya 102 orang peserta
KAS yang didaftarkan BPJS, kemudian pada periode pembayaran gelombang
kedua berkurang menjadi 71 orang. Harapannya, melalui integrasi ini orang-
orang yang membutuhkan pengobatan lebih lanjut dapat mengakses layanan
kesehatan lanjutan seperti layanan dokter spesialis, rawat inap, dan operasi.
Sebagaimana disampaikan oleh Sekretaris KAS, Mas Taufiq, sebagai berikut:
Istilahnya sebenernya kalo kita bilang sistem asuransi masih belum. Karena
akad kita atau perjanjian kita dengan member itu sedekah sampah. Jadi kita
tahu kalo untuk premi dengan sepuluh ribu, ketika itu ga dapet premi,
perjanjiannya kan mereka ga akan dapat haknya. Berarti kan tertulis hak dan
kewajiban ya di dalamnya, pasal-pasal dan sebagainya, kalo di MOUnya. Nah
itu, karena kita juga fokus kita di sosial. Ketika mereka tidak mendapatkan
preminya, tetap kita berikan layanan.
98
Proses integrasi ini dilakukan dengan cara mendaftarkan peserta KAS
menjadi peserta BPJS Kesehatan kelas III yang nilai preminya Rp.25.000.
Nantinya, kekurangan premi sebesar Rp.15.000 akan disubsidi melalui dana
CSR yang dikelola Indonesia Medika. Melalui integrasi ini, beberapa peserta
KAS telah memperoleh layanan operasi dengan hanya membayar premi
sampah, seperti Ibu Puati yang menjalani operasi kista dan Pak Ponali yang
direncanakan akan menjalani operasi prostat.
c. Manajemen Sampah
Manajemen premi sampah yang dilakukan oleh KAS senantiasa
mengalami perubahan. Beberapa perubahan yang terjadi ditampilkan melalui
Tabel 4.4 berikut:
Ee.. itu kan launchingnya tanggal 21 februari kan ya. Waktu hari peduli
sampah itu kita launching kerjasama BPJS dengan klinik sampah. Jadi
beberapa member kita daftarkan ke BPJS. Sebagian preminya bayar via
sampah. Separuh preminya kita subsidi dari perusahaan. Terus yang
didaftarkan itu 102 member. Itu kan kita tiga bulan sekali bayar, tiga bulan
sekali bayar selama satu tahun. untuk yang tiga bulan pertama itu ada 102
yang kita daftarkan. Kemudian tiga bulan kedua ini berkurang menjadi 71.
99
Tabel 4.4
Manajemen Premi Sampah
No. Dulu Sekarang
1. Masyarakat menyerahkan
langsung premi sampahnya ke
klinik.
Pihak klinik melakukan
penjemputan premi sampah ke
masing-masing rumah masyarakat.
2. Mengelola sampah organik (basah
dan kering) dan anorganik.
Hanya mengelola sampah organik
kering (kertas dan kardus) dan
anorganik.
3. Ada program kreativitas
mengubah sampah anorganik
menjadi barang kerajinan.
Program kreativitas ditiadakan.
4. Kerjasama dengan Bank Sampah
Malang (BSM)
Kerjasama dengan pengepul lain
yang lebih besar.
5. Sumber sampah berasal dari premi
sampah masyarakat.
Sumber sampah berasal dari premi
sampah masyarakat, perusahaan,
sekolah, dan pribadi.
6. Melalui premi sampah, peserta
KAS berhak mendapatkan layanan
kesehatan dasar.
Melalui premi sampah, sejumlah
besar peserta KAS berhak
mendapatkan layanan kesehatan
dasar dan lanjutan.
Sumber: Pengolahan penulis
Saat ini premi sampah yang dikelola oleh Klinik Asuransi Sampah
(KAS) hanya berupa sampah anorganik dan sampah organik kering (kertas dan
kardus), tidak lagi mengelola sampah organik basah seperti hasil sisa makanan,
dedaunan, atau kotoran hewan. Hal ini dilakukan sebagai respon atas
ketidaknyamanan peserta KAS yang merasa bau dengan sampah organik yang
dikelola menjadi pupuk di masing-masing rumah mereka. Sebagaimana
dituturkan Manajer KAS, Pak Hari, sebagai berikut:
100
Proses manajemen sampah diawali dari penjemputan premi sampah ke
masing-masing rumah masyarakat yang menjadi peserta KAS di RW 05,
Kelurahan Bumiayu oleh pihak klinik, yakni Pak Sulis sebagai pekerja
kebersihan lingkungan dan Mas Taufiq sebagai penanggung jawab pengelolaan
sampah. Penjemputan ini dijadwalkan setiap hari rabu pagi setiap pekannya.
Dalam proses penjemputan ini, sekaligus dilakukan penimbangan dan
pencatatan berat premi sampah yang telah disetorkan. Gambaran premi sampah
yang diperlukan untuk mencapai target premi sebesar Rp.10.000 setiap bulan
adalah 5 Kg kardus bekas atau 2 Kg sampah perabot plastik atau 2 Kg botol
plastik bekas. Sebagaimana ditampilkan melalui Gambar 4.7 berikut:
Jadi kalo misalnya ada sampah organik, tinggal dimasukkan ke dalam sekam
atau ke dalam keranjang sampah itu. Sekitar berapa lama ya. Sekitar dua
minggu mungkin, dua minggu sampai satu bulan baru jadi. Tetapi
masalahnya bau dan sebagainya. Itu banyak komplain dari masyarakat.
101
Gambar 4.7
Premi Sampah
Sumber: Data KAS
Sampah hasil penjemputan akan dikumpulkan di pusat pengelolaan
sampah KAS di wilayah Bumiayu untuk dipilah berdasarkan jenisnya pada hari
Sabtu.
Gambar 4.8
Pusat Pengelolaan Sampah KAS
Sumber: Dokumentasi penulis (kiri) dan data KAS (kanan)
5 Kg Kardus 2 Kg Perabot Plastik 2 Kg botol Plastik
102
Kemudian, satu kali sebulan sampah yang telah dipilah akan dijual
langsung ke pengepul. Pendapatan hasil penjualan langsung ke pengepul dicatat
seperti dalam Tabel 4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.5
Pendapatan Penjualan Sampah Bulan Mei 2017
No. Kategori Sampah
Harga
per Kilo
(Rp)
Sumber Sampah Total
Berat
Sampah
(Kg)
Total
(Rp) Member
(Kg)
Donasi
(Kg)
1 Kardus 2. 500 42.02 42.76 84.78 211.950
2 Aqua gelas 3.500 42.29 0 42.29 148.015
3 Bak warna 3.000 33.52 0 33.52 100.560
4 Botol 2.000 32.1 0 32.1 64.200
5 HVS 2.000 23.81 0 23.81 47.620
6 Duplek/kalender 750 85.09 0 85.09 63.817,5
7 Aluminium 10.000 16.4 0 16.4 164.000
8 Putian 3.500 29.09 0 29.09 101.815
9 Keras/mainan 500 6.73 0 6.73 3.365
10 Bungkus minyak goreng 800 2.8 0 2.8 2.240
11 Koran 2.500 16.45 0 16.45 41.125
12 Kaleng/omplong 1.500 29.7 0 29.7 44.550
13 Buram 1.400 0 0 0 0
14 Majalah 1.000 14.9 0 14.9 14.900
Total 374.9 42.76 417.66 1.008.158
Sumber: Data KAS
Dalam tahun 2017, berikut adalah pendapatan yang diraih melalui premi
sampah KAS: Januari Rp.372.386, Februari Rp.644.493, Maret Rp.751.346,
April Rp.1.050.555, Mei Rp.1.008.158, dan Juni Rp.500.250. Melalui data ini,
terlihat bahwa pendapatan premi sampah belum mencapai targetnya yakni
Rp.10.000 per orang setiap bulan. Dengan jumlah peserta KAS di Klinik
Bumiayu yang tercatat lebih dari 200 orang maka idealnya pendapatan dari
103
premi sampah lebih tinggi dari Rp.2.000.000. Hal ini dikonfirmasi kepada
Manajer KAS, Pak Hari, sebagai berikut:
Terkait belum idealnya premi sampah, Sekretaris KAS, Mas Taufiq juga
menjelaskan:
Sehingga untuk mengantisipasi pendapatan premi sampah yang belum
optimal, maka dilakukanlah subsidi dari yayasan dan subsidi silang dari
pembiayaan pasien umum. Selain itu, KAS juga menjalin kerjasama dengan
menerima sampah dari berbagai pihak seperti perkantoran, universitas, sekolah-
sekolah, dan pribadi. Sebagaimana dokumentasi yang ditampilkan pada Gambar
4.9 berikut:
Kalau untuk sementara ini belum bisa mencukupi ya, jadi masih ada subsidi
dari yayasan dan subsidi silang dari pembiayaan pasien umum. Tapi kalo
secara idealnya. Idealnya sebenarnya mencukupi. Cuma untuk saat ini kita
belum ideal ya. Belum sampai ke arah, sustainabilitasnya masih berjalan.
Kalo untuk sampah sendiri, kan tiap member ditarget sepuluh ribu. Tapi
rata-rata, mungkin nyampenya empat ribu, enam ribu, ga sampe sepuluh
ribu. Makanya itu, selain kita membebankan sampah ke warga, kita juga
menjalin kerjasama sama sekolah-sekolah. Sekarang masih ada 8 sekolah
yang sudah kerjasama. Jadi mereka sedekah sampahnya setiap satu bulan
sekali.
104
Gambar 4.9
Sedekah Sampah dari Sekolah-Sekolah di Kota Malang
Sumber: Data KAS
Beberapa sekolah yang ikut berpartisipasi dalam memberikan
sampahnya adalah SD Plus Al Kautsar, SDN Sukun 1, SDN Tanjungrejo 2,
SDN Kauman 1, SDN Blimbing 3, SDN Pandanwangi 3, SMP Plus Al Kautsar,
SMPN 1, SMPN 17, SMPN 6, SMPN 19, SMPN 13, SMPN 16, SMPN 14,
SMPN 7, SMPN 8, SMPN 20, SMPN 15, SMPN 21, SMAN 7, dan SMKN 6.
Tingginya partisipasi sekolah ini, salah satunya karena Kementerian
Lingkungan Hidup melalui program Adi Wiyata memberikan penghargaan
kepada sekolah yang peduli masyarakat melalui sedekah sampah. Sebagaimana
dituturkan Mas Taufiq:
Kebetulan sekolah itu juga ikut sedekah sampah ini karena mereka ingin
mendapatkan penghargaan juga dari Kementerian LH (Lingkungan Hidup)
itu. Ada program Adi Wiyata, jadi itu ada salah satu syarat peduli
masyarakat dengan sampah.
105
2) Quality (kualitas)
Program Klinik Asuransi Sampah (KAS) sebagai bentuk asuransi mikro
memiliki keunggulan dibanding asuransi-asuransi kesehatan pada umumnya.
Keunggulan tersebut dapat dilihat dari segi sistem pembiayaan, tingkat resiko
kerugian, fasilitas pelayanan, dampak sosial, SDM, akses masyarakat dan
partisipasi. Sebagaimana dijelaskan melalui Tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6
Perbandingan Program KAS dan Asuransi Umum
Perbandingan Program KAS dan Asuransi Umum
1 Sistem
Pembiayaan
Asuransi Umum Masyarakat harus mengeluarkan
pendapatan bulanannya untuk
membayar premi.
KAS Masyarakat cukup menyerahkan
sampahnya, bahkan tidak perlu
mengeluarkan uang seperti yang
biasa dikeluarkan untuk iuran
kebersihan.
2 Tingkat Resiko
Kerugian
Asuransi Umum Masyarakat akan rugi jika tidak
pernah sakit karena mereka sudah
terlanjur membayar dan tidak ada
pelayanan bagi orang yang tidak
sakit.
KAS Jika tidak sakit, masyarakat tidak
akan rugi karena mendapatkan
fasilitas promotif dan preventif.
Selain itu, masyarakat tidak pernah
membayar sehingga tidak rugi.
3 Fasilitas
Pelayanan
Asuransi Umum Kuratif (pengobatan jika sakit).
KAS Promotif (peningkatan kualitas
kesehatan), preventif (pencegahan
dari sakit), kuratif (pengobatan), dan
rehabilitatif (rehabilitasi setelah
sakit).
106
Tabel 4.6 (Sambungan)
Perbandingan Program KAS dan Asuransi Umum
4 Dampak Sosial Asuransi Umum Mengamankan resiko biaya ketika
sakit.
KAS Mengamankan resiko biaya
ketika sakit.
Meningkatkan kualitas kesehatan
masyarakat melalui upaya
promotif.
Mencegah terjadinya sakit
melalui upaya preventif.
Mengoptimalkan potensi
pengelolaan sampah.
Melakukan pembiayaan secara
mandiri.
5 SDM Asuransi Umum Tenaga Kesehatan
KAS Multiprofetik: Tenaga kesehatan,
pemulung, masyarakat, dan
mahasiswa.
6 Akses
Masyarakat dan
Partisipasi
Asuransi Umum Terbatas karena hanya untuk mereka
yang memiliki cukup uang untuk
membayar premi.
KAS Menyeluruh karena sampah
merupakan produk setiap rumah
tangga, bahkan perorangan, sehingga
setiap orang yang memiliki sampah
dapat menjadi bagian dari sistem
asuransi ini.
Sumber: Menyehatkan Indonesia dengan Sampah, 2014
Kualitas program KAS selain dilihat dari perbandingannya dengan
asuransi secara umum, dapat juga dilihat melalui banyaknya dukungan yang
diperoleh dari berbagai lini. Lini akademis oleh Universitas Brawijaya dan
University of Cambridge; lini bisnis oleh Danone, BNI Syariah, dan Unilever; lini
pemerintah oleh Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup,
Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Pemuda & Olah Raga; dan lini non-
107
pemerintah oleh Ashoka, Australian Aid, British Council, dan LGT Venture
Philanthropy.
3) Outcome (hasil)
Salah satu cara untuk melihat keberhasilan suatu program adalah melalui
tanggapan orang-orang yang terlibat dalam program tersebut, dalam hal ini
khususnya peserta program. Dari hasil wawancara kepada beberapa informan
peserta KAS diperoleh tanggapan yang positif mengenai pengaruh Klinik
Asuransi Sampah (KAS) terhadap kemudahan mereka dalam hal akses kesehatan.
Seperti tanggapan dari Ibu Muna, usia 53 tahun, berprofesi sebagai penjual
gorengan:
Tanggapan Ibu Rosita, usia 24 tahun, berprofesi sebagai ibu rumah tangga:
Lho ya susah dek. Saya susah. Waktu itu wes tak cerito yo. Dulu itu saya
sempat, kan orang gak punya ya saya. Anak saya itu empat ga tertolong itu
(sedih). Dulu, dulu. Terus anu, setelah itu ada, opo, puskesmas ya. Jauh disini
Arjowinangunn. Terus ada itu, klinik. Alhamdulillah saya merasa syukur.
Alhamdulillah.
Yoo Alhamdulillah kebantu to Mas. Kebantu banget. Apalagi saya KB kan.
KB 30 rebu, kan lumayan gratis. Lumayan buat beli beras yang 30 rebu.
Sangat membantu.
108
Tanggapan Pak Sucipto, usia 45 tahun, berprofesi sebagai buruh serabutan:
Lebih lanjut Pak Sucipto menjelaskan bahwa ia tidak merasa kesulitan
membayar premi sampah, karena sampah selalu ada setiap harinya:
C. 5 Layanan Terintegrasi Berbasis Masyarakat
1) Keuangan
Meskipun tidak berbentuk layanan keuangan secara langsung, akan tetapi
program Klinik Asuransi Sampah (KAS) telah membantu keuangan pesertanya
dalam mengakses layanan kesehatan. Dulu, masyarakat miskin di Kelurahan
Bumiayu harus memiliki anggaran kesehatan untuk dapat berobat saat sakit.
Namun, saat ini masyarakat miskin dengan pendapatan yang minim dapat
mengalokasikan anggaran kesehatannya untuk kebutuhan lain, karena biaya
kesehatan telah digantikan oleh premi sampah yang diberikan setiap bulan.
2) Kesehatan
Program Klinik Asuransi Sampah (KAS) telah memudahkan masyarakat
miskin untuk memperoleh layanan kesehatan melalui premi sampah. Dari yang
awalnya tidak bisa berobat karena ketiadaan uang, kini dapat mengakses layanan
kesehatan dasar, bahkan lanjutan di rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS
Ya lebih mudah daripada di puskesmas. Program anu sampah itu kan sudah
meringankan berobat. Kalau dulu kan harus ada persiapan.
Ya Nggak. Yang namanya sampah itu ya setiap hari ada. Tinggal orange ae
mampu atau ngga Mas.
109
Kesehatan. Kemudahan ini tampak dari penuturan salah seorang peserta KAS
bernama Ibu Muna, sebagai berikut:
3) Komunikasi
Sebagian besar peserta Klinik Asuransi Sampah (KAS) memiliki pendidikan
sampai tingkat SD, bahkan banyak yang tidak bersekolah. Oleh karena itu,
diperlukan pendekatan komunikasi secara bertahap dalam mengajak masyarakat
untuk terlibat dalam program KAS ini. Sebagaimana disampaikan oleh Manajer
KAS, Pak Hari, sebagai berikut:
Salah satu faktor keberhasilan KAS dalam mengkomunikasikan program
KAS ini hingga terus beroperasi selama lebih dari 4 tahun adalah melalui rekayasa
Enak, enak Alhamdulillah syukur. Saya gini, dokter Gamal mudah-mudahan
rumah sakit kliniknya itu sukses selalu, ga pindah-pindah. Iya kan kasian orang
yang ga punya. Mau periksa ga bisa, ini aja 60, terus ke dokter sana 40. Jadi
sakit itu duh, uang 200 ya habis. Klo ke klinik ya tanpa bayar, asuransi sampah
itu saya.
Karena program kita gimana caranya layanan kesehatan bisa diterima oleh
mereka. Semudah mungkin ini bisa berjalan. Kita buat gimana caranya untuk
mendapatkan angka sepuluh ribu kan sebagai preminya. Tapi untuk membuat
angka sepuluh ribu ini sesederhana mungkin mereka bisa terima. Ketika kita
ngomong, ketika kita memberikan komunikasi edukasi itu mudah diterima.
Soalnya kalo disana rata-rata masyarakat menengah ke bawah untuk
pendidikannya. Jadi untuk ngasi tahu itu agak susahlah pokoknya (tertawa). Jadi
butuh waktu lama untuk sosialisasi.
110
sosial yang dilakukannya, yang mana masyarakat tidak merasa membayar, padahal
sejatinya masyarakat membayar melalui premi yang diberikannya. Rekayasa sosial
yang dibangun adalah pertukaran antara sesuatu yang tidak bernilai yakni sampah,
dengan sesuatu yang bernilai yakni layanan kesehatan. Hal ini terlihat dari
ungkapan peserta KAS, Ibu Siti Hasanah, sebagai berikut:
Hal serupa juga diungkapkan peserta KAS yang lain bernama Ibu Muna:
4) Sosial
Pendekatan sosial dan kekeluargaan masih dikedepankan dalam pemberian
layanan kesehatan. Meski dalam peraturan Klinik Asuransi Sampah (KAS) tertulis
bahwa pelayanan pengobatan gratis diberikan hanya 2 kali untuk satu bulan. Akan
tetapi, pihak klinik tetap memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien yang
membutuhkan pengobatan lebih. Selain itu, peserta KAS yang nilai preminya tidak
mencapai target premi senilai Rp.10.000 dalam satu bulan karena berbagai
keterbatasan juga tetap dapat mengakses layanan kesehatan di KAS. Sebagaimana
yang disampaikan oleh Manajer KAS, Pak Hari, sebagai berikut:
Alasannya ya dekat rumah. Senang ga bayar, bayarnya bayar sampah iya hehe..
Klo ke klinik ya tanpa bayar, asuransi sampah itu saya.
111
5) Pendidikan
Program Klinik Asuransi Sampah (KAS) dalam keberjalanannya telah
merubah cara pandang masyarakat dalam melihat sampah. Dari sesuatu yang
awalnya tidak berguna, kemudian menjadi alat pembayaran premi kesehatan. Dari
sebelumnya membuang sampah sembarangan di sungai atau jalanan, kini
mengumpulkannya. Terlebih KAS terletak sekitar 1 Km dari Pasar Gadang yang
banyak menghasilkan sampah setiap harinya. Berikut foto karung-karung sampah
yang ada di halaman rumah tiap-tiap warga untuk dikumpulkan sebagai premi
kesehatan:
Gambar 4.10
Premi Sampah Masyarakat
Sumber: Dokumentasi penulis
Jadi kita tahu kalo untuk premi dengan sepuluh ribu, ketika itu ga dapet premi,
perjanjiannya kan mereka ga akan dapat haknya. Berarti kan tertulis hak dan
kewajiban ya di dalamnya, pasal-pasal dan sebagainya, kalo di MOUnya. Nah
itu, karena kita juga fokus kita di sosial. Ketika mereka tidak mendapatkan
preminya, tetap kita berikan layanan.
112
4.3 Hasil Penelitian Kuantitatif dan Pembahasan
4.3.1 Profil Responden Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat 57 data kuesioner yang berhasil diperoleh dari
57 responden peserta Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu. Penyebaran
kuesioner ini dilakukan secara purposive kepada peserta KAS yang pernah berobat di
KAS Bumiayu. Hal ini dimaksudkan karena tidak semua peserta KAS pernah
menggunakan layanan kesehatan di KAS Bumiayu. Sehingga melalui penyebaran
secara purposive maka kuesioner akan lebih tepat sasaran untuk mengetahui sejauh
mana program KAS berpengaruh terhadap keterbukaan akses kesehatan masyarakat
miskin.
Analisis karateristik responden yang diteliti meliputi jenis kelamin, usia,
pendidikan akhir, pekerjaan, dan riwayat pengobatan penyakit. Berikut data mengenai
profil responden dalam penelitian ini:
a. Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.7
Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)
Laki-laki 18 32
Perempuan 39 68
Sumber: Pengolahan penulis
Responden penelitian terdiri dari 57 orang, terdiri dari 18 orang laki-laki
dengan persentase 32% dan 39 orang perempuan dengan persentase 68%. Jadi,
sebagian besar responden dalam penelitian ini berjenis kelamin perempuan (68%).
113
b. Profil Responden Berdasarkan Usia
Tabel 4.8
Profil Responden Berdasarkan Usia
Usia Jumlah (orang) Persentase (%)
Usia Muda - 0
Usia Produktif 49 86
Usia Tua 8 14
Sumber: Pengolahan penulis
Di dalam analisis demografi (Bappenas, 2009), struktur usia penduduk
dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok usia muda (< 15 tahun), kelompok
usia produktif (15 – 64 tahun), dan kelompok usia tua (> 65 tahun). Adapun
responden dalam penelitian ini tidak ada yang berada pada kelompok usia muda,
sedangkan pada kelompok usia produktif berjumlah 49 orang dengan persentase 86%,
dan kelompok usia tua berjumlah 8 orang dengan persentase 14%. Sehingga, dari data
ini diketahui bahwa mayoritas responden berada pada usia produktif (86%).
c. Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 4.9
Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
Tidak Sekolah 7 12
SD 32 56
SMP 10 18
SMA 8 14
Sumber: Pengolahan penulis
Berdasarkan tingkat pendidikan, responden dibagi ke dalam 4 klasifikasi
yakni Tidak Sekolah berjumlah 7 orang dengan persentase 12%, pendidikan SD
berjumlah 32 orang dengan persentase 56%, pendidikan SMP berjumlah 10 orang
114
dengan persentase 18%, dan pendidikan SMA berjumlah 8 orang dengan persentase
14%. Sehingga, diketahui bahwa lebih dari separuh responden masih berpendidikan
rendah yakni sampai pada tingkat SD (56%).
d. Profil Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 4.10
Profil Responden berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)
Pelajar 8 14
Buruh 15 26
Pedagang Kecil 5 9
Pengusaha Jasa 4 7
Pegawai Toko 2 4
Tidak Bekerja 23 40
Sumber: Pengolahan penulis
Terdapat variasi pekerjaan dari 57 orang responden, sebagai pelajar berjumlah
8 orang dengan persentase 14%, buruh (pengupas bawang, buruh jahit, buruh tani,
kuli bangunan) berjumlah 15 orang dengan persentase 26%, pedagang kecil (penjual
gorengan, sayur, ikan) berjumlah 5 orang dengan persentase 9%, pengusaha jasa
(reparasi jam, pijit bayi, petugas kebersihan) berjumlah 4 orang dengan persentase
7%, dan pegawai toko berjumlah 2 orang dengan persentase 4%. Namun, persentase
jumlah responden yang bekerja tersebut masih lebih kecil dari responden yang tidak
memiliki pekerjaan yakni berjumlah 23 orang dengan persentase 40%.
115
e. Profil Responden Berdasarkan Riwayat Pengobatan Penyakit
Tabel 4.11
Profil Responden Berdasarkan Riwayat Pengobatan
Riwayat Pengobatan Jumlah (orang) Persentase (%)
Diabetes 3 5
Darah Tinggi/Rendah 7 12
Asam Urat 6 10
Lainnya 41 73
Sumber: Pengolahan penulis
Seluruh responden dalam penelitian ini pernah melakukan pengobatan
penyakit di Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu. Adapun riwayat pengobatan
dari sakit diabetes berjumlah 3 orang dengan persentase 5%, sakit darah tinggi/rendah
berjumlah 7 orang dengan persentase 12%, sakit asam urat berjumlah 6 orang dengan
persentase 10%, dan sakit lainnya (batuk, pilek, panas, linu, sakit kepala, maag)
berjumlah 41 orang dengan persentase 73%. Jadi, melalui riwayat pengobatan ini
dapat diketahui bahwa hanya sedikit responden yang terkena penyakit kronis seperti
diabetes (5%) dan darah tinggi (12%).
116
4.3.2 Hasil Penelitian
4.3.2.1 Uji Validitas dan Reliabilitas
a. Uji Validitas
Suatu pernyataan dinyatakan valid dan dapat mengukur variabel penelitian
yang dimaksud apabila nilai rhitung lebih besar dari rtabel. Pengujian validitas ini
menggunakan program IBM SPSS Statistics 21 melalui analisis korelasi. Hasil
penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.12 dan Tabel 4.13 berikut:
Tabel 4.12
Hasil Uji Validitas Variabel Program Klinik Asuransi Sampah (X)
Variabel Butir
Pernyataan rhitung rtabel Keterangan
Program Klinik
Asuransi Sampah
(X)
Item 1 0,652 0,257 Valid
Item 2 0,593 0,257 Valid
Item 3 0,498 0,257 Valid
Item 4 0,547 0,257 Valid
Item 5 0,590 0,257 Valid
Item 6 0,608 0,257 Valid
Item 7 0,356 0,257 Valid
Item 8 0,435 0,257 Valid
Sumber: Pengolahan penulis
Tabel 4.13
Hasil Uji Validitas Variabel Akses Kesehatan (Y)
Variabel Butir
Pernyataan rhitung rtabel Keterangan
Akses Kesehatan
(Y)
Item 1 0,518 0,257 Valid
Item 2 0,295 0,257 Valid
Item 3 0,395 0,257 Valid
Item 4 0,604 0,257 Valid
Sumber: Pengolahan penulis
117
b. Uji Reliabilitas
Menurut Arikunto (2010), penggunaan Teknik Cronbach`s Alpha akan
menunjukkan bahwa suatu instrumen dapat dikatakan handal (reliabel) bila
memiliki koefisien reliabilitas atau alpha sebesar 0,6 atau lebih. Hasil uji reliabilitas
dapat dilihat pada tabel 4.14 berikut:
Tabel 4.14
Hasil Uji Reliabilitas
Nilai Cronbach`s Alpha Batasan Alpha
yang Diterima Keterangan
0,731 0,6 Reliabel
Sumber: Pengolahan penulis
4.3.2.2 Analisis Tanggapan Responden Mengenai Program Klinik Asuransi
Sampah (X)
Program Klinik Asuransi Sampah (KAS) terdiri dari dua indikator yaitu
Ketersediaan Layanan Kesehatan dan Organisasi. Berikut merupakan analisis
tanggapan responden mengenai Program KAS:
a. Tanggapan Responden Mengenai Indikator Ketersediaan Layanan
Kesehatan
Pendapat responden mengenai indikator Ketersediaan Layanan Kesehatan
dapat dilihat pada Tabel 4.15 berikut yang menyajikan hasil pengolahan item-item
kuesioner:
118
Tabel 4.15
Tanggapan Responden Mengenai Indikator Ketersediaan Layanan Kesehatan
No Pernyataan Jawaban
Jumlah Skor
Total
Skor
Ideal STS TS RG S SS
1) Tenaga kesehatan
klinik berupa 3
dokter dan 2
apoteker mencukupi.
0 0 0 21 36 57 264 285
0% 0% 0% 37% 63% 100% 93%
2) Fasilitas layanan
kesehatan dasar dari
klinik lengkap.
0 0 1 21 35 57 262 285
0% 0% 2% 37% 61% 100% 92%
Rata-rata Skor Total 263
Skor Total dalam % 92%
Sumber: Pengolahan penulis
Data pada Tabel 4.15 dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Tenaga kesehatan klinik berupa 3 dokter dan 2 apoteker mencukupi.
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan
mengenai kecukupan tenaga kesehatan klinik berupa 3 dokter dan 2 apoteker
direspon sebagai berikut: 0% menyatakan sangat tidak setuju, 0% menyatakan
tidak setuju, 0% menyatakan ragu-ragu, 37% menyatakan setuju, dan 63%
menyatakan sangat setuju. Dengan demikian pendapat responden mengenai
pernyataan tersebut di atas dengan rata-rata 93% berada pada kategori sangat
tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa peserta KAS Bumiayu merasa cukup dengan
jumlah tenaga kesehatan yang disediakan oleh klinik.
119
2. Fasilitas layanan kesehatan dasar dari klinik lengkap.
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan
mengenai kelengkapan fasilitas layanan kesehatan dasar dari klinik direspon
sebagai berikut: 0% menyatakan sangat tidak setuju, 0% menyatakan tidak setuju,
2% menyatakan ragu-ragu, 37% menyatakan setuju, dan 61% menyatakan sangat
setuju. Dengan demikian pendapat responden mengenai pernyataan tersebut di
atas dengan rata-rata 92% berada pada kategori sangat tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa peserta KAS Bumiayu memberi respon sangat positif
terhadap kelengkapan fasilitas layanan kesehatan dasar dari klinik.
Skor rata-rata persentase mengenai tanggapan responden tentang indikator
Ketersediaan Layanan Kesehatan dapat dilihat pada gambar 4.11 sebagai berikut:
Gambar 4.11
Garis Kontinum Persentase Tanggapan Responden
terhadap Indikator Ketersediaan Layanan Kesehatan
Sumber: Pengolahan penulis
92%
120
Berdasarkan garis kontinum tersebut, maka responden untuk indikator
Ketersediaan Layanan Kesehatan berada dalam kategori sangat tinggi, karena
berada antara 87-100%. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan layanan
kesehatan di KAS Bumiayu yang diukur dari jumlah tenaga kesehatan dan
fasilitas layanan kesehatan sangat baik.
b. Tanggapan Responden Mengenai Indikator Organisasi
Tabel 4.16
Tanggapan Responden Mengenai Indikator Organisasi
No Pernyataan Jawaban
Jumlah Skor
Total
Skor
Ideal STS TS RG S SS
3) Klinik buka di sore
hari dari senin-sabtu
mencukupi.
0 0 4 12 41 57 265 285
0% 0% 7% 21% 72% 100% 93%
4) Akses transportasi
menuju klinik
tersedia.
0 0 0 18 39 57 267 285
0% 0% 0% 32% 68% 100% 94%
5) Waktu perjalanan
menuju klinik
singkat.
0 0 0 19 38 57 266 285
0% 0% 0% 33% 67% 100% 93%
6) Biaya perjalanan
menuju klinik
terjangkau.
0 0 0 18 39 57 267 285
0% 0% 0% 32% 68% 100% 94%
7) Saya tidak mengantri
lama untuk berobat
di klinik.
0 0 0 17 40 57 268 285
0% 0% 0% 30% 70% 100% 94%
8) Dokter memberikan
waktu yang cukup
untuk konsultasi.
0 0 0 19 38 57 266 285
0% 0% 0% 33% 67% 100% 93%
Rata-rata Skor Total 267
Skor Total dalam % 94%
Sumber: Pengolahan penulis
121
3) Klinik buka di sore hari dari senin-sabtu mencukupi.
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan
mengenai kecukupan waktu pelayanan klinik yang buka pukul 16.00-20.00 WIB
dari hari senin-sabtu direspon sebagai berikut: 0% menyatakan sangat tidak
setuju, 0% menyatakan tidak setuju, 7% menyatakan ragu-ragu, 21% menyatakan
setuju, dan 72% menyatakan sangat setuju. Dengan demikian pendapat responden
mengenai pernyataan tersebut di atas dengan rata-rata 93% berada pada kategori
sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa peserta KAS Bumiayu merasa sangat
setuju dengan waktu pelayanan klinik.
4) Akses transportasi menuju klinik tersedia.
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan
mengenai ketersediaan akses transportasi menuju klinik direspon sebagai berikut:
0% menyatakan sangat tidak setuju, 0% menyatakan tidak setuju, 0% menyatakan
ragu-ragu, 32% menyatakan setuju, dan 68% menyatakan sangat setuju. Dengan
demikian pendapat responden mengenai pernyataan tersebut di atas dengan rata-
rata 94% berada pada kategori sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa peserta
KAS Bumiayu tidak terkendala dengan akses transportasi menuju klinik.
5) Waktu perjalanan menuju klinik singkat.
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan
mengenai waktu perjalanan yang singkat menuju klinik direspon sebagai berikut:
0% menyatakan sangat tidak setuju, 0% menyatakan tidak setuju, 0% menyatakan
ragu-ragu, 33% menyatakan setuju, dan 67% menyatakan sangat setuju. Dengan
122
demikian pendapat responden mengenai pernyataan tersebut di atas dengan rata-
rata 93% berada pada kategori sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa peserta
KAS Bumiayu merasa waktu tempuh menuju klinik singkat.
6) Biaya perjalanan menuju klinik terjangkau.
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan
mengenai keterjangkauan biaya perjalanan menuju klinik direspon sebagai
berikut: 0% menyatakan sangat tidak setuju, 0% menyatakan tidak setuju, 0%
menyatakan ragu-ragu, 32% menyatakan setuju, dan 68% menyatakan sangat
setuju. Dengan demikian pendapat responden mengenai pernyataan tersebut di
atas dengan rata-rata 94% berada pada kategori sangat tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa peserta KAS Bumiayu merasa terjangkau untuk biaya
perjalanan menuju klinik.
7) Saya tidak mengantri lama untuk berobat di klinik.
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan
mengenai pengelolaan antrian yang baik di klinik direspon sebagai berikut: 0%
menyatakan sangat tidak setuju, 0% menyatakan tidak setuju, 0% menyatakan
ragu-ragu, 30% menyatakan setuju, dan 70% menyatakan sangat setuju. Dengan
demikian pendapat responden mengenai pernyataan tersebut di atas dengan rata-
rata 94% berada pada kategori sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa peserta
KAS Bumiayu dapat segera memperoleh pelayanan kesehatan di klinik tanpa
perlu mengantri lama.
123
8) Dokter memberikan waktu yang cukup untuk konsultasi.
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan
mengenai kecukupan waktu konsultasi yang diberikan dokter direspon sebagai
berikut: 0% menyatakan sangat tidak setuju, 0% menyatakan tidak setuju, 0%
menyatakan ragu-ragu, 33% menyatakan setuju, dan 67% menyatakan sangat
setuju. Dengan demikian pendapat responden mengenai pernyataan tersebut di
atas dengan rata-rata 93% berada pada kategori sangat tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa peserta KAS Bumiayu diberikan waktu konsultasi yang
cukup oleh dokter.
Skor rata-rata persentase mengenai tanggapan responden tentang indikator
Organisasi dapat dilihat pada gambar 4.12 sebagai berikut:
Gambar 4.12
Garis Kontinum Persentase Tanggapan Responden Terhadap Indikator Organisasi
Sumber: Pengolahan penulis
94%
124
Berdasarkan garis kontinum tersebut, maka responden untuk indikator
Organisasi berada dalam kategori sangat tinggi, karena berada antara 87-100%.
Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan organisasi di KAS Bumiayu yang diukur
dari jam kerja klinik, aksesibilitas (transportasi, waktu, & biaya), waktu tunggu
periksa, dan lama konsultasi sangat baik dalam memudahkan akses kesehatan
masyarakat miskin.
4.3.2.3 Analisis Tanggapan Responden Mengenai Akses Kesehatan (Y)
a. Tanggapan Responden Mengenai Indikator Pemanfaatan Layanan
Kesehatan
Tabel 4.17
Tanggapan Responden Mengenai Indikator Pemanfaatan Layanan Kesehatan
No Pernyataan Jawaban
Jumlah Skor
Total
Skor
Ideal STS TS RG S SS
1) Layanan kesehatan
yang diterima
sesuai dengan yang
diperlukan.
0 0 2 21 34 57 260 285
0% 0% 3% 37% 60% 100% 91%
2) Periksa kesehatan
gratis di klinik 2
kali setiap bulan
mencukupi.
4 38 15 0 0 57 125 285
7% 67% 26% 0% 0% 100% 44%
Rata-rata Skor Total 193
Skor Total dalam % 68%
Sumber: Pengolahan penulis
Data pada Tabel 4.17 dapat diuraikan sebagai berikut:
125
1. Layanan kesehatan yang diterima sesuai dengan yang diperlukan.
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan
kesesuaian layanan kesehatan yang diterima dengan yang diperlukan memperoleh
respon sebagai berikut: 0% menyatakan sangat tidak setuju, 0% menyatakan tidak
setuju, 3% menyatakan ragu-ragu, 37% menyatakan setuju, dan 60% menyatakan
sangat setuju. Dengan demikian pendapat responden mengenai pernyataan
tersebut di atas dengan rata-rata 91% berada pada kategori sangat tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa peserta KAS Bumiayu memperoleh pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan yang mereka butuhkan.
2. Periksa kesehatan gratis di klinik 2 kali setiap bulan mencukupi.
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan
kecukupan terhadap alokasi kesehatan gratis 2 kali setiap bulan direspon sebagai
berikut: 7% menyatakan sangat tidak setuju, 67% menyatakan tidak setuju, 26%
menyatakan ragu-ragu, 0% menyatakan setuju, dan 0% menyatakan sangat setuju.
Dengan demikian pendapat responden mengenai pernyataan tersebut di atas
dengan rata-rata 44% berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa
peserta KAS Bumiayu merasa bahwa alokasi kesehatan gratis 2 kali setiap bulan
di klinik tidak mencukupi.
Skor rata-rata persentase mengenai tanggapan responden tentang indikator
Pemanfaatan Layanan Kesehatan dapat dilihat pada gambar 4.13 sebagai berikut:
126
Gambar 4.13
Garis Kontinum Persentase Tanggapan Responden Terhadap Indikator Pemanfaatan
Layanan Kesehatan
Sumber: Pengolahan Penulis
Berdasarkan garis kontinum tersebut, maka responden untuk indikator
Pemanfaatan Layanan Kesehatan berada dalam kategori sedang, karena berada
antara 53-70%. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan layanan kesehatan di
Klinik Bumiayu yang diukur dari kesesuaian pelayanan dan proporsi layanan
berobat masih standar dan perlu ditingkatkan.
b. Tanggapan Responden Mengenai Indikator Kepuasan Konsumen
Pendapat responden mengenai indikator Kepuasan Konsumen dapat dilihat
pada tabel 4.18 berikut yang menyajikan hasil pengolahan item-item kuesioner:
68%
127
Tabel 4.18
Tanggapan Responden Mengenai Indikator Kepuasan Konsumen
No Pernyataan Jawaban
Jumlah Skor
Total
Skor
Ideal STS TS RG S SS
3) Saya memilih
berobat ke Klinik
Asuransi Sampah.
0 0 3 17 37 57 262 285
0% 0% 5% 30% 65% 100% 92%
4) Saya rutin
menyetorkan sampah
tiap hari rabu.
0 0 1 21 35 57 262 285
0% 0% 2% 37% 61% 100% 92%
Rata-rata Skor Total 262
Skor Total dalam % 92%
Sumber: Pengolahan penulis
Data pada tabel 4.18 dapat diuraikan sebagai berikut:
3. Saya memilih berobat ke Klinik Asuransi Sampah.
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan
mengenai peserta KAS menjadikan KAS Bumiayu sebagai tempat pilihan
pertama berobatnya direspon sebagai berikut: 0% menyatakan sangat tidak setuju,
0% menyatakan tidak setuju, 5% menyatakan ragu-ragu, 30% menyatakan setuju,
dan 65% menyatakan sangat setuju. Dengan demikian pendapat responden
mengenai pernyataan tersebut di atas dengan rata-rata 92% berada pada kategori
sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa KAS Bumiayu menjadi pilihan
pertama berobat oleh pesertanya.
128
4. Saya rutin menyetorkan sampah tiap hari rabu.
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dideskripsikan bahwa pernyataan
mengenai kesinambungan pembayaran premi sampah setiap hari rabu direspon
sebagai berikut: 0% menyatakan sangat tidak setuju, 0% menyatakan tidak setuju,
2% menyatakan ragu-ragu, 37% menyatakan setuju, dan 61% menyatakan sangat
setuju. Dengan demikian pendapat responden mengenai pernyataan tersebut di
atas dengan rata-rata 92% berada pada kategori sangat tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa peserta KAS Bumiayu komitmen untuk membayar premi
sampahnya di jadwal yang telah ditentukan yakni setiap hari rabu.
Skor rata-rata persentase mengenai tanggapan responden tentang indikator
Kepuasan Konsumen dapat dilihat pada gambar 4.14 sebagai berikut:
Gambar 4.14
Garis Kontinum Persentase Tanggapan Responden Terhadap Indikator Kepuasan
Konsumen
Sumber: Pengolahan penulis
92%
129
Berdasarkan garis kontinum tersebut, maka responden untuk indikator
Kepuasan Konsumen berada dalam kategori sangat tinggi, karena berada antara
87-100%. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan peserta KAS terhadap layanan
KAS Bumiayu yang diukur dari kunjungan dan kepatuhan terhadap peraturan
sangat tinggi.
4.3.3 Pembahasan
4.3.3.1 Analisis Korelasi Pearson
Berikut merupakan tabel hasil Analisis Korelasi Pearson yang menunjukkan
hubungan antara variabel program Klinik Asuransi Sampah (X) terhadap Akses
Kesehatan (Y) masyarakat miskin di Kelurahan Bumiayu.
Tabel 4.19
Hasil Analisis Korelasi Pearson
Correlations
Program_KAS Akses_Kesehatan
Program_KAS
Pearson Correlation 1 .461**
Sig. (2-tailed) .000
N 57 57
Akses_Kesehatan
Pearson Correlation .461** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 57 57
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber: Pengolahan penulis
Dari output di atas dapat dijelaskan bahwa antara pogram Klinik Asuransi
Sampah (X) dan Akses Kesehatan (Y) memiliki koefisien korelasi sebesar 0,461.
130
Nilai koefisien ini dalam tabel interpretasi koefisien korelasi berada antara 0,40-
0,559, yang berarti ada hubungan linear yang sedang/cukup antara kedua variabel
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.20.
Tabel 4.20
Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 - 0,199 Sangat Rendah
0,20 - 0,339 Rendah
0,40 - 0,559 Sedang
0,60 - 0,779 Kuat
0,80 - 1,000 Sangat Kuat
Sumber: Sugiyono, 2012
4.3.3.2 Analisis Regresi Linear Sederhana
Berikut merupakan tabel hasil Analisis Regresi Linear Sederhana yang
menunjukan persamaan regresi antara program Klinik Asuransi Sampah terhadap
akses kesehatan masyarakat miskin di Kelurahan Bumiayu.
Tabel 4.21
Hasil Analisis Regresi Linear bagian Model Summary
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .461a .213 .199 1.189
a. Predictors: (Constant), Program_KAS
Sumber: Pengolahan penulis
Tabel 4.21 di atas digunakan untuk melihat besarnya pengaruh Program
Klinik Asuransi Sampah (X) terhadap Akses Kesehatan (Y). Dari output SPSS Model
131
Summary di atas diketahui nilai R Square sebesar 0,213. Nilai ini mengandung arti
bahwa pengaruh Program Klinik Asuransi Sampah (X) terhadap Akses Kesehatan (Y)
adalah sebesar 21,3% sedangkan 78,7% Akses Kesehatan dipengaruhi oleh variabel
lain.
Tabel 4.22
Hasil Analisis Regresi Linear bagian Coefficients
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 6.001 2.584 2.322 .024
Program_KAS .267 .069 .461 3.856 .000
a. Dependent Variable: Akses_Kesehatan
Sumber: Pengolahan penulis
Persamaan regresi linear sederhana adalah Y = a + bX. Melalui output regresi
linear sederhana pada Tabel 4.22 dapat diketahui nilai dari koefisien regresi.
a = angka konstan dari unstandardized coefficients dengan nilai 6,001. Angka
ini merupakan angka konstan yang mempunyai arti bahwa jika tidak ada program
Klinik Asuransi Sampah (X) maka nilai konsisten Akses Kesehatan (Y) adalah
sebesar 6,001.
b = angka koefisien regresi. Nilainya sebesar 0,267. Angka ini mengandung
arti bahwa setiap penambahan 1% tingkat akses Program Klinik Asuransi Sampah
(X), maka Akses Kesehatan (Y) akan meningkat sebesar 0,267.
132
Karena nilai koefisien regresi bernilai positif, maka dengan demikian dapat
dikatakan bahwa program Klinik Asuransi Sampah (X) berpengaruh positif terhadap
Akses Kesehatan (Y). Sehingga persamaan regresinya adalah Y = 6,001 + 0,267 X.
4.3.3.3 Uji Statistik t
Uji t dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui apakah program Klinik
Asuransi Sampah (X) berpengaruh secara signifikan atau tidak terhadap Akses
Kesehatan (Y). Rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 = Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara program Klinik
Asuransi Sampah (KAS) terhadap akses kesehatan masyarakat miskin
di Kelurahan Bumiayu.
H1 =
Terdapat pengaruh yang signifikan antara program Klinik Asuransi
Sampah (KAS) terhadap akses kesehatan masyarakat miskin di
Kelurahan Bumiayu.
Kaidah keputusan dengan menggunakan uji t (tingkat kesalahan a = 0,05):
a. Apabila thitung ≤ ttabel (n=57, α =0,05), maka Ho diterima dan H1 ditolak.
Artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara program Klinik
Asuransi Sampah terhadap akses kesehatan masyarakat miskin di
Kelurahan Bumiayu.
133
b. Apabila thitung > ttabel (n=57, α =0,05), maka Ho ditolak dan H1 diterima.
Artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara program Klinik
Asuransi Sampah terhadap akses kesehatan masyarakat miskin di
Kelurahan Bumiayu.
Nilai thitung yang didapat dari pengolahan data pada penelitian ini adalah 3,856
dan nilai ttabel dari tabel distribusi t dengan α=0,05 dan derajat kebebasan (degree of
freedom/df) = n - k =57-2 = 55 untuk pengujian dua sisi diperoleh nilai ttabel sebesar
2,004. Sehingga, dapat dinyatakan bahwa Ho diterima, dan H1 ditolak yang berarti
terdapat pengaruh yang signifikan antara program Klinik Asuransi Sampah terhadap
akses kesehatan masyarakat miskin di Kelurahan Bumiayu.
Selanjutnya, untuk mengetahui signifikan atau tidaknya pengaruh variabel X
terhadap Y dilakukan dengan melihat hasil output signifikansinya. Pada hasil output
perhitungan data dengan IBM SPSS Statistics 21 menunjukan angka signifikansi
(Sig) 0,000 < 0,05 yang dapat diinterprestasikan bahwa pengaruh variabel X terhadap
Y adalah signifikan.
Maka, kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah program
Klinik Asuransi Sampah (KAS) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap akses
kesehatan masyarakat miskin di Kelurahan Bumiayu.
134
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1) Program Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu sebagai bentuk
kewirausahaan sosial berbasis asuransi mikro senantiasa berkembang
kualitasnya dalam membantu masyarakat miskin untuk memperoleh akses
layanan kesehatan.
2) Program KAS Bumiayu memiliki pengaruh yang positif dan cukup signifikan
terhadap akses kesehatan dari masyarakat miskin.
5.2 Saran
1) Kepada pihak Klinik Asuransi Sampah (KAS), program asuransi mikro ini akan
lebih baik jika memperoleh pengawasan dan arahan dari lembaga yang
berwenang, semisal OJK. Hal ini akan membuat pengelolaan di KAS menjadi
lebih tertata rapi. Dalam hal peraturan, hendaknya dilakukan sosialisasi bahwa
layanan kesehatan gratis yang hanya dua kali dalam satu bulan tidak mutlak,
karena pasien yang membutuhkan pengobatan segera atau intensif dapat
menggunakan layanan lebih dari dua kali. Selain itu, dalam hal pendidikan,
KAS hendaknya memberikan penyuluhan kesehatan dan lingkungan kepada
sekolah-sekolah yang ikut memberikan sampahnya melalui kegiatan sedekah
135
sampah, seperti penyuluhan kesehatan gigi dan mulut, imunisasi, pencegahan
demam berdarah, dan lainnya. Sehingga terjalin kemanfaatan satu sama lain.
2) Kepada pengambil kebijakan/pemerintah, program Klinik Asuransi Sampah
(KAS) kiranya bisa diduplikasi di berbagai daerah di Indonesia untuk
menyelesaikan permasalahan lingkungan dan sulitnya akses kesehatan bagi
masyarakat miskin.
3) Kepada segenap sivitas akademika, penelitian ini belum sepenuhnya sempurna.
Masih banyak hal mengenai program Klinik Asuransi Sampah (KAS) yang
mungkin perlu digali sebagai pembelajaran mengenai Integrated Microfinance
Management. Dengan demikian diharapkan penelitian ini dapat dikembangkan
menjadi sebuah penelitian berikutnya. Dan penelitian ini dapat menjadi salah
satu sumber referensi untuk melengkapi penelitian tersebut.
136
DAFTAR PUSTAKA
Alex. 2012. Sukses Mengolah Sampah Organik Menjadi Pupuk Organik. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.
Ambaretnani, P. 2012. Paraji and Bidan in Rancaekek: Integrated Medicine for
Advanced Partnerships among Traditional Birth Attendants and Community
Midwives in the Sunda Region of West Java, Indonesia. Leiden: Leiden
University.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi).
Jakarta: Rineka Cipta.
Chusna, A. J. 2015. Asuransi Sampah di Klinik Bumiayu Malang dalam Tinjauan
Hukum Bisnis Syariah. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Creswell, J. W. 2016. Research Design: Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif,
dan Campuran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ebrashi, R. E. 2013. Social Entrepreneurship Theory and Sustainable Social Impact.
Social Responsibility Journal, vol. 9, no. 2.
Ghozali, I. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Progran IBM SPSS 21.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ife, J. 2006. Community Development: Community-based Alternatives in An Age of
Globalisation, hlm. 257-281. Melbourne: Pearson Education Australia.
Jambeck, J. R., et.al. 2015. Plastic Waste Inputs from Land into the Ocean. American
Association for the Advancement of Science, vol. 347, no. 6223: 768-771.
Listiana, S. C. 2014. Konstruksi Sosial terhadap Asuransi Premi Sampah. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang.
Maslow, A. H. 1970. Motivation and Personality. “The Basic Needs” Selected
Reading, hlm. 35-38. New York : Harper and Row Publishers.
Pradhan, M., et.al. 2007. Did the health card program ensure access to medical care
for the poor during indonesia's economic crisis? The World Bank Economic
Review, 21(1), 125-150. doi:10.1093/wber/lhl010
137
Purwendro, S. dan Nurhidayat. 2006. Mengolah Sampah untuk Pupuk Pestisida
Organik. Jakarta: Penebar Swadaya.
Quayyum, Z., et.al. 2010. Expenditure on obstetric care and the protective effect of
insurance on the poor: Lessons from two indonesian districts. Health Policy
and Planning, 25(3), 237-247. doi:10.1093/heapol/czp060
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 144. Sekretariat Negara.
Jakarta.
Republik Indonesia. 2013. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 pasal 22
tentang Jaminan Kesehatan. Lembaran Negara RI Tahun 2013 Nomor 29.
Sekretariat Negara. Jakarta.
Retnaningsih, E. 2013. Akses Layanan Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Sarwono, J. 2013. Statistika Multivariat; Aplikasi untuk Riset Skripsi. Yogyakarta:
CV. Andi Offset.
Sekaran, U. 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Slikkerveer, L. J. 2007. Integrated Microfinance Management and Health
Communication in Indonesia. Jakarta: Universitas Trisakti dan Yayasan Sekar
Manggis.
Slikkerveer, L. J. 2016. The Role of Local Institutions in Integrated Microfinance
Management. Makalah dipresentasikan pada International Workshop on
Integrated Microfinance Management, September 15-28, Bandung.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Method). Bandung: Alfabeta.
Suharto, E. 2013. Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia. Bandung:
Alfabeta.
Sulastomo. 2000. Manajemen Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sumarni, M. dan Wahyuni, S. 2006. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: Andi.
138
Sumber Website:
Albinsaid, G. 2012. Garbage Clinical Insurance. Melalui
https://www.changemakers.com/sites/default/files/garbage_clinical_insurance
_summary_0.pdf
Albinsaid, G. 2014. Talkshow Asuransi Sampah bersama Gamal Albinsaid. Melalui
https://www.youtube.com/watch?v=Jx04nFfPnXU
Albinsaid, G. 2015. Garbage Clinical Insurance part 1. Melalui
https://drive.google.com/file/d/0BxSK7uvh9AWRZ09RWlNDS09ZQ3c/view
Albinsaid, G. 2017. Garbage Clinical Insurance by dr. Gamal Albinsaid. Melalui
https://www.youtube.com/watch?v=68XaokxjbKs
BPS. 2013. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten/Kota di Jawa
Timur. Melalui https://jatim.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/182
BPS. 2010. Penduduk Indonesia menurut Provinsi 2010. Melalui
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1267
BPS. 2014. Proyeksi Penduduk Menurut Provinsi 2010-2035. Melalui
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1274
BPJS Kesehatan. 2015. 3 Pokok Utama Masalah BPJS Kesehatan. Melalui
https://www.bpjs-online.com/3-pokok-utama-masalah-bpjs-kesehatan/
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2009. Peningkatan Akses
Masyarakat Terhadap Kesehatan yang Lebih Berkualitas. Melalui
http://www.bappenas.go.id/files/2113/5027/3330/bab-
28__20091007161707__29.pdf
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2009. Peningkatan Akses
Masyarakat Terhadap Kesehatan yang Lebih Berkualitas. Melalui
http://www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/10866/3188/
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2009. Proyeksi Penduduk,
Angkatan Kerja, Tenaga Kerja, dan Peran Serikat Pekerja dalam
Peningkatan Kesejahteraan. Melalui
https://www.bappenas.go.id/files/3513/5211/1083/prijono__20091015125259
__2356__0.pdf
139
Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Malang. 2013. Pengelolaan Sampah
di Kota Malang. Melalui
http://www.unescap.org/sites/default/files/Session%204_3_2_Malang.pdf
George G., et.al. An impact evaluation of medical insurance for poor in Georgia:
preliminary results and policy implications. Health Policy Plan 2015; 30
(suppl_1): i2-i13. doi: 10.1093/heapol/czu095
Indonesia Feature. 2014. Gamal Albinsaid, Dokter Muda Pendiri Asuransi Bank
Sampah. Melalui http://indonesia-feature.blogspot.co.id/2014/08/indonesian-
people-gamal-albinsaid.html
International Labour Organization (ILO). 2016. Frequently asked questions about
Sustainable Development Goals (SDGs). Melalui
http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-
jakarta/documents/publication/wcms_451902.pdf
Sekretariat Jenderal DPR RI. 2013. Dimensi Kemiskinan. Melalui
http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/apbn_Dimensi_Kemiskinan201301
30135844.pdf
Sekretariat Jenderal DPR RI. 2013. Hubungan Kesehatan dan Kemiskinan. Melalui
http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/apbn_Hubungan_Kesehatan_dan_K
emiskinan20130611103510.pdf
Sparrow, R., et.al. 2013. Social health insurance for the poor: Targeting and impact of
indonesia's askeskin programme. Social Science & Medicine, 96, 264-271.
doi:http://dx.doi.org/10.1016/j.socscimed.2012.09.043
Tempo. 2005. Ayah Menggendong Mayat Anaknya Dari RSCM Ke Bogor Karena
Tak Mampu Bayar Ambulan. Melalui http://bio.or.id/supriono-menggendong-
mayat-khaerunisa-rscm-bogor/
Tribunnews. 2009. dr Rita Rosika, Pencipta Sistem Asuransi Murah Jaminan
Masyarakat Mandiri, Cukup Rp 1.000 per Bulan, Pasien Tak Harus Bayar
Dokter. Melalui https://goo.gl/4CeYNH
United Nations. 2015. Sustainable Development Goals (SDGs). Melalui
https://sustainabledevelopment.un.org/topics/sustainabledevelopmentgoals
Waste Business Journal, Industry Research and Analysis. 2012. Waste Market
Overview and Outlook 2012. Melalui
http://www.wastebusinessjournal.com/overview.htm
140
World Bank. 2013. The nuts and bolts of Jamkesmas, Indonesia's government
financed health coverage program for the poor and near-poor. Melalui
http://documents.worldbank.org/curated/en/430821468044119982/pdf/749960
REVISED0000PUBLIC00Indonesia1.pdf
World Bank. 2014. Pelajaran dari Jamkesmas untuk Capai Pelayanan Kesehatan
Universal di Indonesia. Melalui
http://www.worldbank.org/in/news/feature/2014/01/30/improving-
jamkesmas-to-achieve-universal-health-care-in-indonesia
142
Lampiran 2
Garis Besar Pertanyaan Wawancara Tidak Terstruktur
Wawancara tidak terstruktur dilakukan kepada beberapa informan, yakni Hari
Dwi Suharsono, S.Kep. selaku Ketua Yayasan Indonesia Medika sekaligus Manajer
KAS; Taufiqurrohman, S.Pd. selaku Sekretaris KAS sekaligus penanggung jawab
pengelolaan sampah KAS, dan peserta program KAS yang akan dipilih dalam proses
penelitian di lapangan. Adapun garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan
meliputi:
A. Informan Hari Dwi Suharsono, S.Kep.
1) Seperti apakah gambaran umum pengelolaan KAS?
2) Bagaimanakah alur pengelolaan sampah yang dilakukan KAS sehingga
nilainya meningkat menjadi alat pembiayaan kesehatan dan operasional KAS?
3) Menurut Anda bagaimanakah respon masyarakat miskin terhadap KAS?
4) Kendala apa yang umumnya terjadi dalam keberjalanan program KAS?
5) Apakah menurut Anda KAS berpengaruh secara signifikan dalam keterbukaan
akses kesehatan masyarakat miskin?
B. Informan Taufiqurrohman, S.Pd.
1) Bagaimana alur pengelolaan premi sampah yang dilakukan KAS?
2) Apakah premi sampah dari peserta KAS berjalan lancar?
3) Apakah pendapatan dari premi sampah sudah menutupi kebutuhan
operasional KAS?
4) Apa yang dilakukan KAS ketika premi peserta tidak mencapai target?
C. Informan peserta program Klinik Asuransi Sampah (KAS)
1) Apakah alasan Bapak/Ibu mengikuti program KAS?
2) Apakah ada perbedaan yang Bapak/Ibu rasakan sebelum dan sesudah adanya
KAS dalam hal akses layanan kesehatan?
3) Apakah Bapak/Ibu merasa terbebani untuk membayar premi kesehatan
dengan sampah?
4) Apakah Bapak/Ibu ingin terus mengikuti program KAS?
143
Lampiran 3
Kuesioner Kuantitatif
PENGARUH PROGRAM KLINIK ASURANSI SAMPAH (KAS)
TERHADAP AKSES KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN
(STUDI PADA KLINIK BUMIAYU, KELURAHAN BUMIAYU, KOTA MALANG)
KUESIONER KUANTITATIF
Identitas responden bersifat rahasia, dan informasi yang diberikan oleh
responden hanya akan digunakan dan dipublikasikan untuk kepentingan penelitian
tesis.
Nama :
Alamat :
Jenis Kelamin :
Umur :
Tingkat Pendidikan :
Pekerjaan :
Keluhan Penyakit :
Peserta KAS sejak tahun
:
144
Berilah jawaban atas pernyataan berikut ini sesuai dengan pendapat
anda dengan cara memberi tanda (√) pada kolom yang tersedia.
Pilihan Jawaban:
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
RG = Ragu-ragu
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
A. Program Klinik Asuransi Sampah (Variabel X)
Indikator No. Pernyataan Jawaban
STS TS RG S SS
Ketersediaan
Layanan
Kesehatan
1)
Tenaga kesehatan klinik berupa 3
dokter dan 2 apoteker mencukupi.
2) Fasilitas layanan kesehatan dasar
dari klinik lengkap.
Organisasi
3) Klinik buka di sore hari dari
senin-sabtu mencukupi.
4)
Akses transportasi menuju klinik
tersedia.
5) Waktu perjalanan menuju klinik
singkat.
6) Biaya perjalanan menuju klinik
terjangkau.
7) Saya tidak mengantri lama untuk
berobat di klinik.
8) Dokter memberikan waktu yang
cukup untuk konsultasi.
145
B. Akses Kesehatan (Variabel Y)
Indikator No. Pernyataan Jawaban
STS TS RG S SS
Pemanfaatan
Layanan
Kesehatan
1) Layanan kesehatan yang diterima
sesuai dengan yang diperlukan.
2) Periksa kesehatan gratis di klinik
2 kali setiap bulan mencukupi.
Kepuasan
Konsumen
3) Saya memilih berobat ke Klinik
Asuransi Sampah.
4) Saya rutin menyetorkan sampah
tiap hari rabu.
146
(Bersambung)
Lampiran 4
Hasil Uji Validitas
Correlations
Item_1 Item_2 Item_3 Item_4 Item_5 Item_6 Item_7 Item_8 Item_9 Item_
10
Item_
11
Item_
12
Skor_
total
Item_
1
Pearson
Correlation
1 .937** .218 -.049 .000 .029 -.100 .077 .827
** .004 .033 .868
** .652
**
Sig. (2-tailed) .000 .104 .715 1.000 .831 .457 .568 .000 .979 .810 .000 .000
N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57
Item_
2
Pearson
Correlation
.937** 1 .161 -.091 -.047 -.019 -.136 .024 .886
** -.034 -.016 .809
** .593
**
Sig. (2-tailed) .000 .231 .502 .727 .889 .314 .862 .000 .799 .906 .000 .000
N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57
Item_
3
Pearson
Correlation
.218 .161 1 .167 .204 .229 .255 .082 .115 .152 .144 .161 .498**
Sig. (2-tailed) .104 .231 .214 .127 .086 .056 .545 .396 .259 .285 .231 .000
N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57
Item_
4
Pearson
Correlation
-.049 -.091 .167 1 .961** .919
** .547
** .160 -.127 .102 .111 -.091 .547
**
Sig. (2-tailed) .715 .502 .214 .000 .000 .000 .234 .346 .449 .409 .502 .000
N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57
Item_
5
Pearson
Correlation
.000 -.047 .204 .961** 1 .961
** .597
** .132 -.088 .114 .084 -.047 .590
**
Sig. (2-tailed) 1.000 .727 .127 .000 .000 .000 .329 .514 .399 .533 .727 .000
N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57
Item_
6
Pearson
Correlation
.029 -.019 .229 .919** .961
** 1 .547
** .160 -.060 .102 .111 -.019 .608
**
Sig. (2-tailed) .831 .889 .086 .000 .000 .000 .234 .657 .449 .409 .889 .000
N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57
147
Lampiran 4 (Sambungan)
Item_1 Item_2 Item_3 Item_4 Item_5 Item_6 Item_7 Item_8 Item_9 Item_
10
Item_
11
Item_
12
Skor_
total
Item_
7
Pearson
Correlation
-.100 -.136 .255 .547** .597
** .547
** 1 -.054 -.167 .161 -.121 -.136 .356
**
Sig. (2-tailed) .457 .314 .056 .000 .000 .000 .689 .213 .232 .369 .314 .007
N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57
Item_
8
Pearson
Correlation
.077 .024 .082 .160 .132 .160 -.054 1 -.022 .046 .844** .165 .435
**
Sig. (2-tailed) .568 .862 .545 .234 .329 .234 .689 .871 .736 .000 .219 .001
N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57
Item_
9
Pearson
Correlation
.827** .886
** .115 -.127 -.088 -.060 -.167 -.022 1 -.010 -.058 .707
** .518
**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .396 .346 .514 .657 .213 .871 .941 .670 .000 .000
N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57
Item_
10
Pearson
Correlation
.004 -.034 .152 .102 .114 .102 .161 .046 -.010 1 .079 .027 .295*
Sig. (2-tailed) .979 .799 .259 .449 .399 .449 .232 .736 .941 .560 .842 .026
N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57
Item_
11
Pearson
Correlation
.033 -.016 .144 .111 .084 .111 -.121 .844** -.058 .079 1 .098 .395
**
Sig. (2-tailed) .810 .906 .285 .409 .533 .409 .369 .000 .670 .560 .470 .002
N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57
Item_
12
Pearson
Correlation
.868** .809
** .161 -.091 -.047 -.019 -.136 .165 .707
** .027 .098 1 .604
**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .231 .502 .727 .889 .314 .219 .000 .842 .470 .000
N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57
Skor
_total
Pearson
Correlation
.652** .593
** .498
** .547
** .590
** .608
** .356
** .435
** .518
** .295
* .395
** .604
** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .007 .001 .000 .026 .002 .000
N 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Sumber: Pengolahan penulis
148
Lampiran 5
Foto dan Hasil Wawancara kepada Manajer KAS
Sumber: Dokumentasi penulis
Dari kiri ke kanan, Mas Taufiq Sekretaris KAS (kiri), Penulis (tengah), dan
Pak Hari Ketua Yayasan Indonesia Medika (kanan).
Nama Informan : Hari Dwi Suharsono, S.Kep.
Sebagai : Ketua Yayasan Indonesia Medika dan Manajer Klinik
Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu (2014-Sekarang).
Pewawancara : Ahsan
Lokasi : Kantor Indonesia Medika dan KAS Bumiayu.
Waktu : Senin, 24 Juli 2017, Pukul 08.00 WIB.
Rabu, 26 Juli 2017, Pukul 10.00 WIB.
Pak Hari selaku Manajer Klinik Asuransi Sampah (KAS) menjelaskan bahwa
terdapat 3 hal di dalam pengelolaan KAS yakni manajemen klinik, manajemen
asuransi, dan manajemen sampah. Hal ini disampaikan sebagai berikut:
149
Manajemen klinik, apabila dilihat dari sejarahnya, bermula dari kerjasama
KAS dengan 5 klinik di Kota dan Kabupaten Malang. Namun, akibat kesulitan
mengelola kelima klinik, akhirnya KAS membatalkan kerjasama yang pernah dibuat
dengan 5 klinik tersebut dan mengakuisisi salah satu diantaranya yakni klinik di
Kelurahan Bumiayu untuk digunakan sebagai project pilot.
Manajemen Asuransi, berdasarkan keberlangsungan premi sampah, diketahui
bahwa pendapatan dari premi sampah yang diberikan masyarakat miskin peserta KAS
belum berjalan optimal. Hal ini disebabkan karena konsumsi masyarakan miskin
yang kecil, berdampak pada sedikitnya sampah rumah tangga yang dihasilkan. Selain
itu, juga disebabkan oleh harga jual sampah yang tergolong rendah di Kelurahan
Bumiayu, apabila dibandingkan dengan lokasi lain. Adapun, terkait premi peserta
yang tidak mencapai target, disikapi melalui pendekatan sosial oleh pihak KAS. Hal
ini dijelaskan oleh Pak Hari, sebagai berikut:
Itu kan ada 3 hal di Garbage Clinical Insurance. Ada tentang manajemen
asuransinya, yang di tengah yang menjadi perantara antara manajemen klinik atau
manajemen kesehatannya dengan pengolahan sampah. Kalo di awal kita memang
3 hal ini kita kelola. Karena kita juga ingin tahu bagaimana sih caranya mengelola
sampah yang benar. Kemudian yang kedua bagaimana sih asuransi yang benar
seperti apa. Terus yang ketiga memang kita ingin belajar ini juga manajemen
klinik, karena kita juga baru istilahnya start up ya. Jadi kita ingin mempelajari
ketiga hal ini.
Pada akhirnya kita, proyek itu kita project pilotkan dulu dengan manajemen klinik
yang kita bisa handle, bisa kita atur sendiri pengelolaannya, dengan sistem
asuransinya juga kita handle. Akhirnya kita oo ini tahu mana sih kelemahan kita.
Harapannya kedepan bisa kita sebar lagi.
Karena akad kita atau perjanjian kita dengan member itu sedekah sampah. Jadi
kita tahu kalo untuk premi dengan sepuluh ribu, ketika itu ga dapet premi,
perjanjiannya kan mereka ga akan dapat haknya. Berarti kan tertulis hak dan
kewajiban ya di dalamnya, pasal-pasal dan sebagainya, kalo di MOUnya. Nah itu,
karena kita juga fokus kita di sosial. Ketika mereka tidak mendapatkan preminya,
tetap kita berikan layanan.
150
Manajemen Sampah, berdasarkan sejarahnya, awalnya KAS mengelola
berbagai jenis sampah baik organik maupun anorganik. Akan tetapi saat ini KAS
hanya mengelola sampah organik kering seperti kertas dan kardus serta sampah
anorganik. Hal ini dilakukan sebagai bentuk respon atas keluhan warga yang tidak
nyaman dengan bau pengomposan sampah organik yang dikelola di masing-masing
rumah mereka. Selain itu, hal ini juga dilakukan untuk memudahkan keberjalanan
program.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Klinik Asuransi Sampah
(KAS) belum beroperasi sepenuhnya dengan pembiayaan yang berasal dari sampah.
Akan tetapi masih disubsidi dari beberapa sumber pendapatan lain. Hal ini
sebagaimana disampaikan Pak Hari, sebagai berikut:
Kalo pengolahan sampah sementara kita fokuskan ke anorganik dulu. Kita
semudah mungkin program ini berjalan.
Kalau untuk sementara ini belum bisa mencukupi ya, jadi masih ada subsidi dari
yayasan dan subsidi silang dari pembiayaan pasien umum. Tapi kalo secara
idealnya. Idealnya sebenarnya mencukupi. Cuma untuk saat ini kita belum ideal
ya. Belum sampai ke arah, sustainabilitasnya masih berjalan.
151
Lampiran 6
Foto dan Hasil Wawancara kepada Sekretaris KAS
Sumber: Dokumentasi penulis
Nama Informan : Taufiqurrohman, S.Pd.
Sebagai : Sekretaris Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu
(2016-Sekarang).
Pewawancara : Ahsan
Lokasi : KAS Bumiayu.
Waktu : Senin, 31 Juli 2017, Pukul 11.00 WIB.
Wawancara terkait pengelolaan sampah di Klinik Asuransi Sampah (KAS)
Bumiayu dilakukan kepada Mas Taufiq selaku sekretaris dan penanggung jawab
manajemen sampah di KAS. Dalam mengelola sampahnya, dulu KAS bekerjasama
dengan Bank Sampah Malang (BSM) sebagai tempat penjualan. Namun, karena
alasan keuntungan dan volume sampah yang tidak terlalu besar maka KAS lebih
memilih pengepul yang terdekat dan mau menjemput sampah ke lokasi pengumpulan
di Pusat Daur Ulang Sampah Indonesia Medika. Selanjutnya, setiap sampah yang
terkumpul akan dibeli pengepul dengan harga berdasarkan berat dan jenis
sampahnya.
Dalam keberjalanan selama ini, dijelaskan Mas Taufik bahwa pendapatan dari
premi sampah peserta belum mencapai nilai ideal yang diharapkan sebesar Rp.10.000
setiap bulan. Sebagaimana dituturkannya:
152
Mas Taufik juga menjelaskan bahwa saat ini peserta KAS dapat mengakses
layanan kesehatan lanjutan di BPJS Kesehatan. Nantinya kekurangan dari hasil
pendapatan premi sampah akan disubsidi oleh lembaga yang menaungi KAS yakni
Yayasan Indonesia Medika. Sebagaimana dijelaskannya, sebagai berikut:
Kalo untuk sampah sendiri, kan tiap member ditarget sepuluh ribu. Tapi rata-rata,
mungkin nyampenya empat ribu, enam ribu, ga sampe sepuluh ribu. Makanya itu,
selain kita membebankan sampah ke warga, kita juga menjalin kerjasama sama
sekolah-sekolah. Sekarang masih ada 8 sekolah yang sudah kerjasama. Jadi
mereka sedekah sampahnya setiap satu bulan sekali.
Ee.. itu kan launchingnya tanggal 21 februari kan ya. Waktu hari peduli sampah
itu kita launching kerjasama BPJS dengan klinik sampah. Jadi beberapa member
kita daftarkan ke BPJS. Sebagian preminya bayar via sampah. Separuh preminya
kita subsidi dari perusahaan. Terus yang didaftarkan itu 102 member. Itu kan kita
tiga bulan sekali bayar, tiga bulan sekali bayar selama satu tahun. Untuk yang tiga
bulan pertama itu ada 102 yang kita daftarkan.
153
Lampiran 7
Foto dan Hasil Wawancara 1 kepada Peserta KAS
Sumber: Dokumentasi penulis
Nama Informan : Ibu Muna
Sebagai : Peserta Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu
(2013-Sekarang).
Pendidikan : SMP
Profesi : Penjual Gorengan
Keluhan Sakit : Sakit Dada, Darah Tinggi, dan Maag.
Keterangan : Usia 53 tahun. Janda dengan 5 orang anak. 4 anak
meninggal karena keterbatasan akses kesehatan. Tinggal 1
anak usia 17 tahun bersekolah setara SMA di Pesantren.
Ibu Muna (53 tahun) adalah seorang janda dengan lima orang anak. Sehari-
hari ia bekerja sebagai penjual gorengan di wilayah Pesantren Irsyadul Ibad-
Kelurahan Bumiayu untuk mencukupi kebutuhannya, kedua orangtuanya yang sudah
sangat sepuh, serta kelima anaknya. Akan tetapi, hasil berjualan gorengan tidak
mencukupi untuk kebutuhan di luar kebutuhan sehari-hari, khususnya ketika sakit.
Akibatnya, ketika anak-anaknya terkena diare yang sebenarnya dapat disembuhkan,
ia tidak mampu membawa anaknya berobat. Meski sempat ada pihak yang prihatin
dan membawa anak-anak Ibu Muna ke rumah sakit, akan tetapi akibat kondisi yang
154
sudah terlanjur kritis membuat empat dari lima anaknya meninggal dunia. Sehingga
adanya Klinik Asuransi Sampah (KAS) membawa kebahagiaan tersendiri bagi Ibu
Muna dan keluarganya. Hal ini sebagaimana diungkapkannya:
Lebih lanjut Ibu Muna mendoakan agar KAS senantiasa sukses dan
berkembang:
Lho ya susah dek. Saya susah. Waktu itu wes tak cerito yo. Dulu itu saya sempat,
kan orang gak punya ya saya. Anak saya itu empat ga tertolong itu (sedih). Dulu,
dulu. Terus anu, setelah itu ada, opo, puskesmas ya. Jauh disini Arjowinangun.
Terus ada itu, klinik. Alhamdulillah saya merasa syukur. Alhamdulillah.
Enak, enak Alhamdulillah syukur. Saya gini, dokter Gamal mudah-mudahan
rumah sakit kliniknya itu sukses selalu, ga pindah-pindah. Iya kan kasian orang
yang ga punya. Mau periksa ga bisa. Ini aja 60, terus ke dokter sana 40. Jadi sakit
itu duh, uang 200 ya habis. Klo ke klinik ya tanpa bayar, asuransi sampah itu
saya.
155
Lampiran 8
Foto dan Hasil Wawancara 2 kepada Peserta KAS
Sumber: Dokumentasi penulis
Nama Informan : Nur Hamzah (38, kiri), Pak Ponali (62, tengah), dan Ibu
Sapi`iyah (60, kanan).
Sebagai : Peserta Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu
(2013-Sekarang).
Pendidikan : Nur Hamzah (SD), Pak Ponali (tidak sekolah), dan Ibu
Sapi`iyah (SD).
Profesi : Pak Ponali dan Ibu Sapi`iyah tidak bekerja, sedangkan Nur
Hamzah sebagai kuli batu panggilan.
Keluhan Sakit : Nur Hamzah (Linu Otot), Pak Ponali (Struk), dan Ibu
Sapi`iyah (Pegal).
Keterbatasan akses kesehatan umumnya terjadi pada keluarga miskin akibat
ketiadaan dana untuk berobat. Hal ini juga dialami oleh keluarga Pak Ponali yang
memiliki latar belakang pendidikan rendah, yakni tidak bersekolah dan yang lainnya
hanya sampai pada tingkat SD. Saat diwawancara, nada bicara Pak Ponali (62 tahun)
terdengar kurang jelas akibat sakit struk yang dideritanya. Dahulu, ia selama 6 tahun
hanya terbaring di tempat tidur. Atas rahmat Allah, melalui program Klinik Asuransi
Sampah (KAS), kini Pak Ponali terlihat lebih baik dan dapat beraktivitas sederhana,
seperti berjalan dan berbicara. Meski kondisinya membaik, akan tetapi Pak Ponali
156
tetap tidak bisa lagi melakukan pekerjaannya sebagai penjual ikan di Pasar Gadang.
Sehingga, secara otomatis kewajiban bekerja diambil alih oleh istri dan anaknya.
Diceritakan oleh anak Pak Ponali bernama Nur Hamzah (38 tahun) yang
bekerja sebagai kuli bangunan, saat itu ibunya yang bernama Sapi`iyah (60 tahun)
memperoleh tawaran untuk bekerja di Perumahan Gadang Regency. Akan tetapi, ia
merasa kasihan melihat ibunya yang sudah tua harus bekerja. Meski ia sendiri
penghasilannya tidak menentu karena proyek pembangunan yang tidak selalu ada
setiap bulannya. Sebagaimana dituturkan Nur Hamzah, sebagai berikut:
Saat ini, Pak Ponali dan keluarganya merasa sangat bahagia karena bisa
berobat hanya dengan menggunakan sampah.
Sulit. Apalagi kan zaman sekarang cari uang itu sulit Mas. Cari pekerjaan itu sulit
klo ga ada yang ngajak. Nah, sekarang kerja bangunan aja klo ga ada yang ngajak
kan repot Mas. Jadi saya Alhamdulillah, sudah 3 tahun saya kerja bangunan di
kampung ini. Kalo dulu saya kerja di proyek, tujuan saya cuma dua. Sebagai
suami tanggung jawab sama anak-istri dan Ibu-Ayah. Soalnya kan Ayah udah
sakit struk 6 tahun ini kan Mas. Ibu mau kerja di perumahan mana, Gadang
Regency. Saya bilang sama Ibu, Ibu jangan kerja, opo jare aku? Itu Mas, saya
kasihan sama Ibu, Ibu sudah tua. Seandainya saya mampu ingin saya
membahagiakan kedua orangtua saya.
157
Lampiran 9
Foto dan Hasil Wawancara 3 kepada Peserta KAS
Sumber: Dokumentasi penulis
Nama Informan : Ibu Siti Hasanah
Usia : 55 tahun
Sebagai : Peserta Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu
(2013-Sekarang).
Pendidikan : SD
Profesi : Buruh Tani
Keluhan Sakit : Linu di lutut
Ibu Siti Hasanah (55 tahun) terlihat dari keluarga mampu dengan rumah yang
memiliki lemari kayu dan sofa. Akan tetapi, pada kenyataannya keluarga Ibu Siti
Hasanah memiliki pendapatan yang kecil sebagai buruh tani. Ia mengungkapkan
kegembiraan dengan adanya program KAS yang bayarannya menggunakan sampah:
Ibu Siti Hasanah bercerita bahwa awalnya ia biasa berobat ke puskesmas di
Kelurahan Arjowinangun, akan tetapi sekarang ia lebih memilih berobat ke KAS.
Meski sama-sama gratis, akan tetapi lokasi yang lebih dekat dengan tempat tinggal
Alasannya ya dekat rumah. Senang ga bayar, bayarnya bayar sampah iya hehe..
158
membuatnya memilih berobat di KAS. Ia mengungkapkan pengalamannya berobat di
KAS, sebagai berikut:
Lampiran 10
Foto dan Hasil Wawancara 4 kepada Peserta KAS
Sumber: Dokumentasi penulis
Nama Informan : Pak Sucipto
Usia : 45 tahun
Sebagai : Peserta Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu
(2013-Sekarang).
Pendidikan : SD
Profesi : Serabutan
Keluhan Sakit : Sakit Kepala
Pak Sucipto (45 tahun) adalah pekerja serabutan yang bekerja tidak menentu.
Saat ditemui di kediamannya, ia beserta istri dan anaknya tengah bekerja mengupas
bawang dengan upah Rp.500/Kg. Pak Sucipto mengungkapkan bahwa adanya Klinik
Nyaman kalo berobat langsung, sakitnya langsung hilang (tertawa). Kalo sakit
lagi saya minum lagi obatnya.
159
Asuransi Sampah (KAS) telah membantu keluarganya untuk memperoleh layanan
kesehatan. Bahkan menurutnya program KAS ini lebih mudah daripada di
puskesmas, sebagaimana penuturannya:
Selain itu, Pak Sucipto juga memberi respon positif mengenai penggunaan
sampah sebagai alat pembayaran premi kesehatan. Menurutnya setiap rumah pasti
akan menghasilkan sampah setiap harinya, sebagai berikut:
Lampiran 11
Hasil Wawancara 5 kepada Peserta KAS
Nama Informan : Ibu Rosita
Sebagai : Peserta Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu
(2013-Sekarang).
Pendidikan : SD
Profesi : Ibu Rumah Tangga
Keluhan Sakit : Batuk
Usia : 24 tahun
Ibu Rosita (24 tahun) adalah peserta Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu
sejak tahun 2013. Sehari-hari ia mengasuh kedua anaknya yang masih kecil bersama
suaminya yang bekerja sebagai penjual martabak. Melalui adanya KAS ini, ia
menuturkan sangat terbantu dalam hal ekonomi. Sebagaimana pernyataannya sebagai
berikut:
Ya lebih mudah daripada di puskesmas. Program anu sampah itu kan sudah
meringankan berobat. Kalau dulu kan harus ada persiapan.
Ya Nggak. Yang namanya sampah itu ya setiap hari ada. Tinggal orange ae
mampu atau ngga Mas.
Yoo Alhamdulillah kebantu to Mas. Kebantu banget. Apalagi saya KB kan. KB
30 rebu, kan lumayan gratis. Lumayan buat beli beras yang 30 rebu. Sangat
membantu.
160
Lampiran 12
Peserta Klinik Asuransi Sampah (KAS) Bumiayu
Nama yang bercetak tebal adalah peserta yang menjadi responden penelitian.
Berjumlah 57 responden dari 288 orang keseluruhan peserta dalam 73 keluarga.
No. No. urut KK Nama
1 1 Hj. Sulastri
2 2 Suwarni
3 Samsul Arief
4 3 Saiful Bahri
5 Nur Hayati
6 Fatchur Pratama Putra
7 Alfan Choiron Azis
8 4 Nurul Yaqin
9 Lustia
10 Eva Nurmalasari
11 5 Asrum
12 Puati
13 Astutik Choiriyah
14 Mustafik
15 Puat Hari Yanto
16 Moch Sapu Andani
17 Hendik Handoko
18 Alfat Ali Firdaus
19 6 Ponali Bin Juma'in
20 Sapi'iyah
21 Nur Hamzah
22 7 Suwadi
23 Naimah
24 Luluk Maulatus Zahroh
25 Dewi Fatimah
26 Evi Vitriani
27 Evi Vitriana
28 Asma
(Bersambung)
161
Lampiran 12 (Sambungan)
No. No. urut KK Nama
29 8 Edi Susanto
30 Evi Khusniyah
31 Muhammad Alif Alfiansyah
32 9 Lismukayadi
33 Sunariyah
34 Ahmad Zakaria
35 10 Zuhri
36 Salmah
37 Khoirul Rozikin
38 11 Ngadi
39 Suma'iyah
40 Leni Oktavia
41 12 Sunarti
42 Mutiahtul Hasanah
43 Ahmad Alfan
44 13 Yusuf
45 Maria Ulfa
46 Fauzan Akbar Maulana
47 Shifa Fauziah Rahma
48 14 Moh Rohim
49 Siti Maryam
50 Diana
51 Milhatul Izzah
52 Ahmad Maliki Ibrohim
53 15 Sucipto
54 Nanik Hariyati
55 Moch Agung
56 16 Muna
57 Muhammad Zainulloh
58 Marjuki
59 Mariya
60 17 Fathur Rozy
61 Novi Yunita Sari
62 Syafa Naila Az Zahra
63 18 Nur Wahid (Alm)
64 Suratin
(Bersambung)
162
Lampiran 12 (Sambungan)
No. No. urut KK Nama
65 19 Imam Asfali
66 Rosita
67 Moch Sahril Ipnu Asfali
68 Rodiyatun Nisa
69 20 Chamdan
70 Siti Fatimah
71 Nur Khamdiyatul Fitria
72 Nurul Fauziah
73 21 Abdul Qodir
74 Irmawati
75 Maulana Eka Setiawan
76 Maulidya Adinda Putri
77 Tuna
78 22 Arif Susanto
79 Endang Sri Wahyuningsih
80 Ajeng Riftianingsih
81 Muhammad Azka Azfar Rabbani
82 23 Eko Mariono
83 Amalia
84 Affandy Ahmad Akbar
85 Nadhira Isnaini Putri
86 Suratemi
87 Kiki Putri Perdani
88 24 Rohaniyah
89 Leli Azizah
90 25 Agus Purwanto
91 Nur Urifa
92 Ahmad Rifan Agus Maulidi
93 26 Miseri
94 Siti Urifah
95 Fikri Maulana Akbar
96 Ahmad Riswan Fakhruli
97 27 Sofwan
98 Sofiyah
99 Amirul Akbar
100 Sofi Ghoniyah
(Bersambung)
163
Lampiran 12 (Sambungan)
No. No. urut KK Nama
101 28 Nurul Aini
102 Ngatminah
103 Fani Anissa Ramadhani
104 Nadya Ainun Maghfirah
105 29 Rozak H
106 Siti Rohmah H
107 30 Hasanah
108 Nur Fadilah
109 Ali Muktar
110 Hamim
111 31 Suhartono
112 Faridah
113 Herawati
114 Achmad Faizal
115 Mirnawati
116 Adiva Afsheen Myesha Widiantoro
117 32 Ahmad Zainuri
118 Anisatul Mubaroh, A.Ma.Pd
119 Muhammad Qolbih Naqi
120 33 Achmad Hadi Bianto
121 Tatik Mutoibah
122 Mohammad Azsyari Pangestu
123 Siti Fatimatus Zahra D. M.
124 Aisyah Embun Rahayu
125 34 Herman
126 Siti Hotijah
127 Sahrul Hafiki
128 Novita Aurelia Putri Sefira
129 Hermi
130 35 Hindun
131 Lukman
132 36 Siti Hasanah
133 Ghozali
134 Moch. Said
135 Pairi
(Bersambung)
164
Lampiran 12 (Sambungan)
No. No.urut KK Nama
136 37 Ana Vidia
137 Nuril Ivan Fauzan
138 Brian Fauza A
139 Aulia Bunga C
140 38 Munayah
141 Djuawaini
142 Siti Faridah
143 Jafar Shadiq
144 Nabil Fakhrul
145 M. Nizam Ali
146 39 Djuariyah
147 Jumain
148 Saiful Arif
149 40 Wiwik
150 Hans Musa
151 Willa Diah
152 Anur Hidayat
153 Eny Fatmawati
154 41 Munawaroh
155 Hizbullah
156 42 Shohib
157 Siti Muawanah
158 Farah Fari H
159 Moch. Azril Azizi R
160 43 Maryani
161 M. Afifi
162 Siti Aminah
163 Syafii Akbar H
164 M. Panji H
165 44 Aminah
166 Wahyuni
167 Arifin
168 Edi Susanto
169 Rokayah
170 45 Khotiyah
171 Ainul Husniah
172 46 Saumi
(Bersambung)
165
Lampiran 12 (Sambungan)
No. No. urut KK Nama
173 47 Mashudi
174 Menik Rohana
175 M. Atok Urrohman
176 Lia Ariska
177 Lina Sintiya
178 Lintang Choiriyah
179 Agus Arianto
180 48 Mustain Romli
181 Choriul Umiyah (dan 2 anggota keluarga lain)
184 49 Sunardi
185 Sulifah
186 Bambang Efendi
187 Robiul Hamzah
188 50 Siti Suliha
189 51 Lusi Ernawati
190 M.Varel
191 Marcel Dwi C
192 Indrawanto
193 52 Mudayati
194 Dwi Margi Rahayu
195 Triono Raharjo
196 Sabrina Catur Rahayu
197 53 Sarti
198 Sutina
199 54 Chatimah
200 Muslikan
201 Akhmad Ansori
202 Nanang Sulistiono
203 55 Sumarni
204 Munawi
205 Ahmad Samsul Arifin
206 56 Irnawati
207 Abdul Hamid
208 Iskandar
209 Nur Aisyah
210 Roihan
(Bersambung)
166
Lampiran 12 (Sambungan)
No. No. urut KK Nama
211 57
(Santri
Pondok
Pesantren
Irsyadul Ibad)
Fahry Dhito Ramadhan
212 Riski Firmansyah
213 Farel
214 Thoriq
215 Baim
216 Rian
217 Syaiful
218 Nisfi
219 Maulana
220 Hafiz
221 Siti Munawaroh
222 Galang
223 Nano
224 Dimas
225 A. Efendi Saputra
226 M. Rafi
227 Iis
228 Nisak
229 Bi Ima
230 Bu Fifa
231 Bu Ifa
232 Nafis
233 Lahek
234 Iis
235 Huda
236 Fahmi
237 Rahul
238 Fina
239 Ardi
240 Wawan
241 Sahril
242 Nurqotin
243 Kayu
244 Firo
245 Dimas
246 Yulia
247 Suparni
248 Bu Nur
(Bersambung)
167
Lampiran 12 (Sambungan)
No. No. urut KK Nama
249 57 Mus
250 58 Naji Allan
251 Adi Putra
252 Saipul Anam
253 M. Ardiansah
254 Basith
255 Saipul Arif
256 59 Muhrojin
257 Euis Rosita
258 Muhammad Risky Galang Saput
259 60 Syamsul Arifin
260 Musrifah
261 Muhammad Rizky Arifin
262 61 Atim
263 Sumi
264 Sunah Kristiana
265 Diah Dini Aditama
266 Arjun Ferdi Syah
267 62 Adi Susanto
268 Fransisca Andriani Hasibuan
269 Aqilah Rafa Fathina
270 63 Ricky T. (dan 4 anggota keluarga lain)
275 64 Wunihari
276 65 Wiji Lestari
277 66 Aning Dwi S.
278 67 Sri Y. (dan 1 anggota keluarga lain)
280 68 Ellah Fadilla (dan 3 anggota keluarga lain)
284 69 Masubah
285 70 Muhayatun
286 71 Trisyati
287 72 Isnaini Nur Savitri
288 73 Alifa Ayu
Sumber: Data KAS