pengaruh konfusianisme terhadap persaingan …

24
PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN PEMEROLEHAN PENDIDIKAN TINGGI BAGI MASYARAKAT MODERN KOREA SELATAN Dhanisa Kamila Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Korea, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia e-mail: [email protected] Abstrak Jurnal ini membahas tentang pengaruh ajaran Konfusianisme yang berkembang di Korea Selatan terhadap persaingan pemerolehan pendidikan tinggi di masyarakat modern Korea Selatan. Dengan menggunakan metode deskriptif analisis, hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dari ajaran Konfusianisme terhadap persaingan dalam pendidikan di masyarakat modern Korea Selatan melalui nilai-nilai familisme, chemyeon, grupisme, elitisme, dan paternalisme. Nilai-nilai tersebut mendorong masyarakat Korea untuk bersaing dengan ketat demi meraih pendidikan terbaik yang mengindikasikan pada masa depan yang cerah. Kata kunci: Masyarakat Korea; Konfusianisme; persaingan; pendidikan Abstract This journal discusses about the influence of Confucianism towards education competitiveness in modern Korea society. Using descriptive analysis method, the analysis focuses on the values of Confucianism and its relation to the phenomenons of education competition in modern Korean Society, particularly in the acquisition of higher education. The result shows that Confucianism gives strong influence on education competition in Korean modern society through its familism, chemyeon, groupism, elitism, and paternalism values. Those values encourage Korean society to strictly compete in order to achieve the best education that indicates a bright future. Keyword: Korean society, Confucianism, competition, education PENDAHULUAN Manusia tidak dapat dipisahkan dari persaingan. Dalam suatu masyarakat, persaingan adalah hal yang pasti ada dan wajar. Soerjono Soekanto berpendapat bahwa persaingan atau competition adalah suatu proses sosial ketika individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan seperti politik, ekonomi, dan budaya. Bidang-bidang Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Upload: others

Post on 22-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN

PEMEROLEHAN PENDIDIKAN TINGGI BAGI MASYARAKAT

MODERN KOREA SELATAN

Dhanisa Kamila

Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Korea, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia

e-mail: [email protected]

Abstrak

Jurnal ini membahas tentang pengaruh ajaran Konfusianisme yang berkembang di Korea Selatan terhadap persaingan pemerolehan pendidikan tinggi di masyarakat modern Korea Selatan. Dengan menggunakan metode deskriptif analisis, hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dari ajaran Konfusianisme terhadap persaingan dalam pendidikan di masyarakat modern Korea Selatan melalui nilai-nilai familisme, chemyeon, grupisme, elitisme, dan paternalisme. Nilai-nilai tersebut mendorong masyarakat Korea untuk bersaing dengan ketat demi meraih pendidikan terbaik yang mengindikasikan pada masa depan yang cerah.

Kata kunci: Masyarakat Korea; Konfusianisme; persaingan; pendidikan

Abstract

This journal discusses about the influence of Confucianism towards education competitiveness in modern Korea society. Using descriptive analysis method, the analysis focuses on the values of Confucianism and its relation to the phenomenons of education competition in modern Korean Society, particularly in the acquisition of higher education. The result shows that Confucianism gives strong influence on education competition in Korean modern society through its familism, chemyeon, groupism, elitism, and paternalism values. Those values encourage Korean society to strictly compete in order to achieve the best education that indicates a bright future.

Keyword: Korean society, Confucianism, competition, education PENDAHULUAN

Manusia tidak dapat dipisahkan dari persaingan. Dalam suatu masyarakat,

persaingan adalah hal yang pasti ada dan wajar. Soerjono Soekanto berpendapat

bahwa persaingan atau competition adalah suatu proses sosial ketika individu atau

kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui

bidang-bidang kehidupan seperti politik, ekonomi, dan budaya. Bidang-bidang

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 2: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

2

kehidupan tersebut pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik

perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau

dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau

kekerasan (Soerjono Soekanto, 1982:99).

Terdapat berbagai macam bentuk persaingan di masyarakat, seperti

persaingan ekonomi, persaingan kedudukan atau peranan, persaingan ras, dan

persaingan budaya. Persaingan dalam pendidikan termasuk ke dalam bentuk

persaingan budaya. Persaingan budaya berlaku pada sektor-sektor yang merupakan

hasil daya kreasi dan nalar manusia, seperti persaingan di bidang keagamaan dan

lembaga kemasyarakatan (Soerjono Soekanto, 1982:99).

Pendidikan merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia.

Selama hidupnya, manusia akan terus terhubung dengan pendidikan baik secara sadar

maupun tidak. Menurut Brubacher dalam Modern Philosophies of Education,

pendidikan adalah sebuah proses timbal-balik dari tiap pribadi manusia dalam

penyesuaian dirinya dengan lingkungan, teman, dan alam semesta. Pendidikan juga

merupakan perkembangan yang terorganisasi dan kelengkapan dari semua potensi

manusia seperti moral, intelektual, dan jasmani atau pancaindra (Tim Dosen FIP IKIP

Malang, 1988: 6; Danim, 2011: 4; Rulam Ahmadi, 2014:33).

Selain itu, pendidikan diperuntukkan kepribadian individu dan kegunaan

masyarakatnya yang diarahkan demi menghimpun semua aktivitas tersebut untuk

tujuan hidupnya (tujuan akhir). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa

pendidikan adalah proses saat potensi-potensi manusia yang mudah dipengaruhi oleh

kebiasaan-kebiasaan baik, oleh alat (media) yang disusun sedemikian rupa, dan

dikelola oleh manusia untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam

mencapai tujuan yang ditetapkan (Tim Dosen FIP IKIP Malang, 1988: 6; Danim,

2011: 4; Rulam Ahmadi, 2014:33). Hal ini didukung pernyataan Ki Hajar Dewantara1,

bahwa pendidikan ialah suatu daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran,

serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupkan

anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya (Hemino, 2014:2).

1 Ki Hajar Dewantara, atau R.M. Suwardi Suryaningrat adalah pendiri Perguruan Taman Siswa dan merupakan salah satu tokoh pendidikan di Indonesia.

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 3: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

3

Pada hakikatnya, pendidikan didefinisikan sebagai proses pematangan

kualitas hidup. Proses ini terjadi dengan tujuan yang beragam dan bergantung pada

masyarakatnya. Tiap negara memiliki tujuan pendidikan yang berbeda mengikuti

latar sosial-budaya, sistem politik, dan potensi alam masing-masing wilayah. Salah

satu yang termasuk dalam latar sosial-budaya tersebut adalah filsafat negara (Rulam

Ahmadi, 2014:41).

Sejak periode Joseon (1392-1897) ajaran Konfusianisme2 telah diterapkan

sebagai filsafat dan pandangan hidup bagi masyarakat Korea3. Dalam Konfusianisme,

pendidikan merupakan salah satu unsur paling penting dalam menjalani kehidupan

bermasyarakat. Seperti yang disebutkan oleh Korea Foundation (2012:64),

Konfusianisme sangat mementingkan belajar. Ini terlihat dari adanya sistem ujian

negara (Civil Service Examination, gwageo ‘��’ dalam bahasa Korea) yang

mengharuskan mereka untuk belajar dengan sungguh-sungguh agar dapat lulus dan

mendapat gelar yangban (��) atau bangsawan. Banyaknya peminat pada ujian

negara membuat persaingan menjadi sangat ketat.

Sistem ujian seperti ini masih dapat ditemukan dalam masyarakat Korea

modern sekarang. Hanya saja, bentuk dan tujuan ujian tersebut tidak lagi sama persis

seperti pada masa Joseon. Jika pada masa Joseon ujian tersebut ditujukan untuk

orang-orang yang ingin menjadi yangban (��), maka dalam ujian masa modern

sekarang tujuannya adalah untuk orang-orang yang ingin diterima di

universitas-universitas bergengsi di Korea dan mendapatkan pekerjaan yang terbaik

(Daniel Tudor, 2012:105).

Dalam masyarakat Korea modern saat ini, pendidikan dianggap sebagai salah

satu faktor penting dalam menentukan pekerjaan dan masa depan seorang anak.

Seperti yang disebutkan oleh Ihm Chon-sun dalam The Political Economy of

2 Konfusianisme yang diterapkan pada masa Joseon adalah Neo-Konfusianisme. Neo-Konfusianisme adalah bentuk Konfusianisme yang meminjam unsur spiritual dan metafisik dari ajaran Buddha dan Taoisme (The Korea Foundation, 2012:58). Selanjutnya dalam penelitian ini Konfusianisme yang dimaksud adalah Neo-Konfusianisme.

3 Korea yang dimaksud dalam tulisan ini adalah Korea Selatan, kecuali pada saat Dinasti Joseon. Pada masa Joseon, negara Korea masih merupakan satu kesatuan yang terdiri dari Korea Selatan dan Korea Utara. Maka, dalam penelitian ini penulis tidak akan membahas mengenai Korea Utara kecuali terkait Dinasti Joseon.

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 4: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

4

Educational Reform, bagi masyarakat Korea, pendidikan dianggap sebagai salah satu

alat mobilisasi sosial dan ekonomi yang paling kuat. Oleh karena itu, terdapat

persaingan yang sangat ketat di bidang pendidikan terutama pada tes masuk

universitas. Persaingannya begitu ketat hingga banyak pelajaran-pelajaran di sekolah

menengah yang menyimpang dari kurikulum demi mempersiapkan ujian masuk

universitas (2008:249). Akibatnya, para pelajar di Korea banyak menghabiskan

waktunya untuk belajar agar sukses di ujian masuk universitas yang dikenal juga

dengan sebutan ujian suneung (수능 시험). Sama seperti pada masa Joseon,

siswa-siswa calon peserta ujian mempersiapkan diri masing-masing sebaik mungkin

dan belajar dengan tekun.

Hal ini menambah tekanan akan persaingan dalam pendidikan di Korea. Sejak

masa dimulainya industrialisasi, gelar dari perguruan tinggi yang biasa-biasa saja

tidak dapat lagi menjadi jaminan bagi lulusannya untuk mendapat pekerjaan.

Terdapat persaingan dalam pasar tenaga kerja yang semakin ketat, terutama bagi

mereka yang lulus dari universitas kurang terkenal (Ihm Chon-sun, 2008:250). Hal

ini dikarenakan adanya pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat yang mendorong

terjadinya perubahan signifikan di dalam berbagai macam bidang kehidupan. Salah

satunya adalah pertumbuhan yang signifikan di bidang pendidikan (National

Institute for International Education Development, 2006:15).

Berangkat dari hal ini, penulis ingin membahas tentang makna pendidikan pada

masyarakat Korea modern dilihat dari sudut pandang nilai-nilai Konfusianisme,

terutama terkait budaya persaingan yang terkandung di dalamnya. Penelitian ini

terbatas hanya mengenai persaingan pendidikan terutama dalam pemerolehan

pendidikan tinggi4 dalam masyarakat modern Korea yang terkait dengan ajaran

Konfusianisme. Adapun rentang waktu dalam penelitian dimulai dari masa

industrialisasi Korea (1960-an) hingga akhir tahun 2014 dengan Dinasti Joseon,

yaitu dinasti ketika Konfusianisme berada pada masa puncaknya di Korea, sebagai

pengantar. Metode yang akan digunakan merupakan metode kualitatif yang bersifat

deskriptif analisis. Jurnal ini akan dibagi menjadi tiga bagian yaitu, bagian pertama

yang mencakup latar belakang, tujuan, rumusan masalah, metode, dan sistematika

4 Higher education atau pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan tingkat perguruan tinggi dan universitas (National Institute for International Education Development (NIIED), 2009:51).

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 5: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

5

penulisan beserta tinjauan pustaka. Bagian kedua terdiri dari kaitan nilai-nilai

Konfusianisme dengan persaingan pendidikan dan bagian terakhir yang mencakup

kesimpulan.

TINJAUAN PUSTAKA

Konfusianisme (yugyo ‘��’ dalam bahasa Korea) adalah sebuah sistem

etika dan filsafat yang didasari oleh moral, keagamaan, dan pengajaran politik dari

filsuf Cina bernama Kongzi (551 SM-479 SM) (The Korea Foundation, 2012:57)

atau K’ung Fu Tze (Park Won, 2006:80) Ajaran ini menekankan pada pentingnya

hirarki, usia dan gender, penghormatan pada orang tua, dan pendidikan. Penekanan

terbesar diberikan pada pembelajaran, hubungan interpersonal, penghormatan kepada

orang-orang yang lebih tua, tradisi, dan hubungan antara atasan dan bawahan.

Konfusianisme dapat juga disebut sistem humanisme yang berusaha menanamkan

kebajikan melalui pengembangan karakter pribadi. Menurut Konfusianisme, manusia

dapat mengembangkan karakter mereka melaui belajar, pengembangan diri sendiri,

ritual, dan kehidupan bermasyarakat (The Korea Foundation, 2012:57).

Seperti yang dipaparkan dalam The Korea Foundation (2012:67), peninggalan

Konfusianisme terlihat pada kecintaan masyarakat Korea terhadap pendidikan.

Konfusianisme mengajarkan masyarakat Korea untuk belajar, mengejar pengetahuan,

dan melakukan pengembangan diri sendiri. Ajaran Konfusianisme menekankan

pentingnya pembelajaran. Dalam masyarakat Konfusianisme, seseorang dapat

menaiki tangga sosial berdasarkan pada pengetahuan dan seberapa baik ia memahami

pengetahuan tersebut (The Korea Foundation, 2012:64). Menurut Lee Jeong-kyu

(2002:16), dalam pandangan Konfusianisme, pendidikan dianggap sebagai sarana

untuk mencapai kesempurnaan dalam aktualisasi diri dan masyararakat yang

harmonis.

Konfusius berpendapat bahwa orang-orang membutuhkan kemajuan,

pembelajaran dan pendidikan. Dengan etos kerja Konfusianisme yang kuat,

pengembangan diri sendiri tidak cukup hanya dengan belajar melalui buku.

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 6: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

6

Seseorang juga harus mengembangkan karakternya, meningkatkan kemampuan dan

bakatnya, serta meningkatkan rasa kemanusiaannya. Konfusius beranggapan bahwa

seluruh manusia yang memasuki dunia ini adalah seperti batu giok yang masih belum

terasah. Setiap orang harus mengukir, memoles dan menghaluskan dirinya sendiri

agar menjadi cantik dan bernilai (Ronnie L. Littlejohn, 2011:31).

Pada masa dinasti Joseon, peristiwa terpenting adalah pada ujian sipil negara

atau gwageo (�� ��) dan yang berhasil lulus ujian tersebut diberikan jabatan

tinggi (The Korea Foundation, 2012:64). Gwageo merupakan jalan utama dalam

menaikkan status sosial dan apabila berhasil lulus, bukan hanya seseorang tersebut

yang memperoleh pamor dan kehormatan, tetapi juga keluarga besarnya (Lim

Hyunsoo, 2007:74).. Saat itu, sebuah sistem berjenjang untuk sekolah Konfusianisme

dibuka di seluruh negeri. Pembukaan sekolah-sekolah tersebut bertujuan untuk

menanamkan nilai-nilai Konfusianisme dan mempersiapkan siswa-siswanya untuk

mengikuti ujian negara (The Korea Foundation, 2012:64).

Seseorang yang ingin mendapatkan posisi tinggi dalam pemerintahan dinasti

Joseon harus terlebih dulu melewati beberapa rangkaian tes gwageo. Apabila berhasil

lulus, maka kelas atau status sosial orang tersebut dapat naik. Gwageo ini sangatlah

sulit (Maarten Meijer, 2007:106).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persaingan adalah usaha

memperlihatkan keunggulan masing-masing yang dilakukan oleh perseorangan (baik

perusahaan maupun negara) pada bidang perdagangan, produksi, persenjataan, dan

sebagainya. Sementara itu, Narwoko dan Suryanto (2011:65) menyebutkan bahwa

persaingan merupakan bentuk proses interaksi sosial yang bersifat sederhana. Proses

interaksi sosial ini mengandung perjuangan untuk memperebutkan tujuan-tujuan

tertentu yang bersifat terbatas, yang semata-mata bermanfaat untuk mempertahankan

suatu kelestarian hidup.

Redja Mudyahardjo (2012:11) mendefinisikan pendidikan sebagai usaha

sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah untuk

mempersiapkan dirinya agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan

hidup secara tepat di masa yang akan datang. Usaha sadar ini dilakukan melalui

kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan yang berlangsung di sekolah dan di

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 7: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

7

luar sekolah selama hidupnya. Senada dengan hal itu, Rulam Ahmadi mengatakan

bahwa pendidikan merupakan pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam

bentuk pendidikan formal, nonformal, dan informal di sekolah, dan luar sekolah yang

berlangsung seumur hidup. Pengalaman belajar ini bertujuan untuk mengoptimalkan

kemampuan peserta didik agar di kemudian hari peserta didik itu dapat memainkan

peranan hidup secara tepat (2014:37).

KAITAN NILAI-NILAI KONFUSIANISME DENGAN PERSAINGAN

PENDIDIKAN

Masyarakat modern Korea memiliki obsesi yang besar terhadap pendidikan

formal. Mereka menganggap pendidikan formal sebagai sarana penting untuk

memperoleh jabatan dalam pemerintahan dan juga untuk mencapai kesempurnaan

moral pribadi. Penekanan secara khusus terhadap pendidikan ini merupakan pengaruh

dari ideologi Konfusianisme (Michael J. Seth, 2005:5). Selain itu, Konfusianisme

yang sudah mengakar pada pendidikan di Korea juga memiliki dampak terhadap

penentuan tujuan, metode, dan kurikulum pembelajaran di negara tersebut. konsep

pendidikan Konfusianisme ini telah memainkan peranan penting dalam

pengembangan diri masyarakat Korea (Korean Overseas Information Service,

1986:41). Konfusianisme tidak secara langsung berkontribusi pada perkembangan

pendidikan di Korea saat ini, tetapi prinsip-prinsip dan nilai-nilai sosio-etika

Konfusianismelah yang menjadi sumbu utama pada perkembangan pendidikan di

Korea (Lee Jeong-kyu, 2002:57).

Dengan terjadinya perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat

industrialis, nilai-nilai pendidikan dalam Konfusianisme dipandang lebih penting

daripada nilai-nilai Konfusianisme yang hanya berfokus pada karakter moral dan

masyarakat harmonis. Nilai-nilai pendidikan yang menekankan pada pembelajaran

diri pada ajaran Konfusianisme menjadi salah satu faktor utama dalam meningkatkan

semangat pendidikan di Korea (Lee Jeong-Kyu, 2002:179). Nilai-nilai tersebut

adalah nilai familisme, chemyeon, grupisme, elitisme, serta paternalisme dan

favoritisme.

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 8: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

8

Familisme

Familisme merupakan paham yang menempatkan keluarga sebagai pusat dari

kehidupan seseorang. Pemikiran yang berpusat pada keluarga ini menimbulkan rasa

keterikatan yang kuat terhadap garis keturunan dan menghasilkan sebuah pemikiran

yang lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri (dan keluarga) dibandingkan

dengan kepentingan orang yang berasal dari keluarga atau kelompok lain. Paham

yang dipegang teguh di Korea ini menggambarkan betapa pentingnya arti keluarga

bagi masyarakat Korea (Kim Hae-ok, 2010:257).

Hal ini berkaitan pula dengan teori salvation atau “keselamatan” yang juga

merupakan ajaran Konfusianisme. “keselamatan” yang dimaksudkan di sini adalah

rasa aman dalam mengabadikan dan melanggengkan keberadaan sebuah keluarga.

Dalam keluarga, anak adalah elemen terpenting demi keberlangsungan keluarga

tersebut karena melalui anak-anak, para orangtua dapat meneruskan dan

mengabadikan keberadaan mereka. Pada akhirnya, tiap orangtua akan mati dan

meninggalkan anak-anaknya. Akan tetapi, justru melalui anak-anak mereka ini, para

orangtua dapat meneruskan dan mengabadikan hidup mereka. Melalui anaknya,

orangtua melestarikan keberadaan keluarga. Apabila anak-anak terpelihara dengan

baik, maka keselamatan dan keberlangsungan keluarga tersebut akan terjamin (Lim

Hyunsoo, 2007:80).

Semangat yang sangat tinggi dalam mengejar pendidikan di masyarakat Korea

didominasi oleh rasa solidaritas yang didapat dari pemikiran bahwa seluruh anggota

keluarga terikat oleh nasib yang sama (Kwon Insook, 2014:50). Melalui pendidikan,

para orangtua tidak akan menyia-nyiakan satu-satunya jalan untuk mobilitas sosial,

sehingga mereka menekan anak-anak mereka untuk belajar dengan keras (Sorensen,

1994:23). Para orangtua rela melakukan pengorbanan ekonomi dalam jumlah besar

dengan harapan bahwa investasinya ini akan terbayarkan di masa depan melalui

kesuksesan anak-anaknya. Apabila anak-anak mereka sukses, maka

pengorbanan-pengorbanan mereka pada akhirnya berbuah untung bagi mereka juga

(Sorensen, 1994:25). Setiap anak dalam sebuah keluarga menyadari bahwa

kesuksesan bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan untuk seluruh kelurganya.

Oleh karena itu, mereka juga paham bahwa mereka mengemban tanggung jawab

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 9: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

9

yang sangat besar demi keluarganya dan harus belajar dengan keras agar sukses di

bidang pendidikan (Sorensen, 1994:26).

Chemyeon (��)

Chemyon (��), yang merupakan bagian dari ajaran Konfusianisme, dapat

diartikan sebagai keutamaan untuk menjaga kehormatan keluarga. Di Korea,

pencitraan publik seseorang, keluarga, atau perusahaan dinilai sangat penting (Daniel

Tudor, 2012:112). Chemyon adalah sesuatu yang dijunjung tinggi dan tidak boleh

jatuh di bawah standar yang diharapkan (Daniel Tudor, 2012:113). Chemyeon

diibaratkan sebagai “wajah” yang dipresentasikan di hadapan orang lain. Menjaga

“wajah” menunjukkan perilaku seseorang yang telah terpengaruh oleh adanya

harapan atau ekspektasi tertentu dari orang lain (Choi Sang-chin dan Kim Kibum,

2004:31).

Chemyeon dianggap sebagai fenomena sosial yang merefleksikan karakter

budaya dan psikologis masyarakat Korea. bagi mereka, chemyeon tidak hanya

mengindikasikan peran dan posisi seseorang, tetapi juga nama baik, harga diri,

reputasi dan kehormatan (Choi 2000; Choi dan Yu 1992; Choi dan Kim U. 1992;

Choi, Kim, dan Kim 1997; Choi dan Kim K. 1998, 2000; Choi dan Lee 2002; dalam

Choi Sang-chin dan Kim Kibum, 2004:31).

Langkah paling utama dalam memperoleh kehormatan adalah melalui

pendidikan. Sebuah gelar yang didapat dari Seoul National University sama

berharganya dengan memiliki tas tangan seharga $3000 atau memiliki apartemen

besar di Seocho5. Selain menunjukkan intelektualitas dan pencapaian akademis

seseorang, serta dikarenakan adanya peninggalan budaya ujian dari Konfusianisme,

sukses dalam pendidikan adalah sesuatu yang sangat berharga. Sebagai sarana utama

dalam menaiki tangga sosial yang dipercaya selama berabad-abad, kesuksesan

akademis berarti tercapainya kelas sosial bergengsi. Mampu mengenyam pendidikan

di universitas bergengsi juga berpotensi mendapatkan kekuasaan (Daniel Tudor,

2012:15).

5 Seocho adalah sebuah distrik di Seoul bagian selatan dan merupakan kawasan elit.

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 10: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

10

Pendidikan memainkan peranan yang sangat besar bukan hanya untuk

kehormatan individu tapi juga kehormatan keluarga. Apabila seorang anak hanya

mampu diterima di universitas kelas menengah meskipun ia berasal dari sekolah

unggulan dan telah menghabiskan seluruh waktunya untuk belajar dengan guru privat,

keluarganya akan sangat kecewa. Anak tersebut juga akan menanggung beban malu.

Jika keluarganya mampu, anak dengan nasib seperti di atas seringkali dikirim oleh

keluarganya untuk sekolah di universitas kelas menengah di Amerika Serikat.

Pendidikan di Amerika Serikat umumnya dianggap bernilai tinggi dan mampu

membangun kembali status seseorang (Daniel Tudor, 2012:115). Untuk mendapatkan

dan menjaga kehormatan ini pelajar di Korea bersaing begitu ketat dalam pendidikan

agar lulus ujian masuk perguruan tinggi atau suneung. Bagi para pelajar, seluruh

hidup dan kelas sosial mereka ditentukan oleh satu hari tersebut (Daniel Tudor,

2012:116).

Grupisme

Grupisme didasari pada pemisahan antara kelompok luar atau outer group dan

kelompok dalam atau inner group (Kim Hae-ok, 2010:286). Dengan kata lain,

grupisme dapat diartikan sebagai paham yang mengacu pada masyarakat yang lebih

memprioritaskan kepentingan kelompok seperti kelompok kekeluargaan, kelompok

kekerabatan, atau kelompok lingkungan kerja dibandingkan dengan kepentingan

individu (Kim Hae-ok, 2010:283).

Masyarakat Korea menemukan kenyamanan dari penampilan dan pola

perilaku yang identik dengan satu sama lain (Kim Hae-ok, 2010:331). Dalam

masyarakat Korea terdapat berbagai macam kelompok dalam (inner group) seperti

kelompok yang berdasarkan hubungan darah, hubungan kedaerahan, hubungan

sekolah, dan hubungan tempat kerja. Inner group tidak hanya membentuk suatu

identitas bagi individu, tetapi juga memberi bantuan dan melindungi seseorang dari

kesulitan dan tantangan-tantangan hidup (Kim Hae-ok, 2010:283).

Pendidikan merupakan hal utama dalam masyarakat Korea. Mereka bersaing

keras dalam pendidikan karena mereka ingin masuk ke dalam inner group atau

kelompok orang-orang yang berasal dari sekolah-sekolah bergengsi. Setelah lulus

dari sekolah bergengsi, mereka dapat menikmati hak-hak istimewa yang didapat dari

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 11: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

11

orang-orang yang telah lulus sebelum mereka dan hidup harmonis bersama-sama di

posisi sosial bergengsi dalam masyarakat (Kim Hae-ok, 2010:297). Sebagai contoh

lainnya, banyak orang Korea yang memanfaatkan inner group mereka agak dapat

diterima bekerja di perusahaan-perusahaan bergengsi dengan meminta bantuan

kepada keluarga, teman dekat, atau pun professor mereka (Lee dan Brinton,

1996:178).

Ketika sebuah perusahaan menerima karyawan baru atau ketika sebuah

universitas menerima mahasiswa baru, asal sekolah seseorang lebih penting

dibandingkan dengan kemampuannya. Ketika merekrut tenaga kerja,

perusahaan-perusahaan di Korea lebih memilih mereka yang berasal dari

kelompoknya (memiliki asal sekolah yang sama). Maka, seseorang tidak hanya

dinilai dari kemampuannya saja, tetapi juga dari asal sekolahnya (Kim Hae-ok,

2010:297). Lulusan dari almamater yang sama lebih sering dipilih daripada orang

dari almamater berbeda. Sebagai contoh, lebih dari 92% orang yang mengajar di

Seoul University merupakan lulusan Seoul University (Kim Hae-ok, 2010:300).

Sebuah hasil peninjauan menunjukkan bahwa 63,4% dari 700 responden

menjawab, tanpa karir akademis dan kelompok, seseorang tidak akan bisa sukses di

Korea. Selanjutnya, 64,4% menyatakan bahwa penting untuk bisa menjadi lulusan

dari universitas-universitas bergengsi agar dapat memiliki kesuksesan sosial di masa

depan (Lee Jeong-kyu, 2002:144). Hal ini menunjukkan betapa para pelajar di Korea

terdorong untuk bersaing dengan sangat ketat agar dapat lulus ujian masuk

universitas-universitas bergengsi demi sukses di masa depan (Lee Jeong-kyu,

2002:178).

Kelompok akademis yang didasari oleh universitas bergengsi telah menjadi

sesuatu yang sangat berpengaruh pada stratifikasi sosial masyarakat Korea (Han

1983; J. Lee 1991). Dengan kata lain, latar belakang di mana seseorang bersekolah

adalah pokok dari pengelompokan sosial informal yang menjadi sumber terpenting

dalam menjaring koneksi-koneksi terbaik. Universitas dengan kedudukan bergengsi

secara khusus menggambarkan kualitas tinggi dari kemampuan seseorang, dan hal ini

menunjukkan bahwa ada banyak keuntungan yang bisa didapat apabila seseorang

mengenyam pendidikan di universitas bergengsi (Lee dan Brinton, 1996:182).

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 12: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

12

Hal ini dapat dilihat dari ikatan-ikatan yang berasal dari universitas paling

bergengsi di Korea; Seoul National University, Korea University, dan Yonsei

University (Daniel Tudor, 2012:51). Hingga saat ini, gelar dari SKY dianggap

sebagai tiket untuk mendapatkan peluang terbaik dalam pekerjaan, jejaring sosial,

dan prospek pernikahan. Lulusan SKY berpotensi besar untuk mendapatkan masa

depan yang sukses. Sebagai contoh, tujuh dari sepuluh CEO firma-firma terbesar di

Korea merupakan lulusan SKY dan delapan dari sepuluh orang yang diangkat ke

lembaga kehakiman adalah lulusan dari SKY. Para professor dari

universitas-universitas elit di Korea dapat dengan mudah masuk ke dunia politik,

bisnis, atau menjadi cendekiawan publik yang ucapannya akan selalu didengarkan

oleh media walaupun tidak berhubungan dengan bidang keahlian mereka. Dapat

disimpulkan, orang-orang yang berhasil lolos ujian masuk SKY adalah orang-orang

yang sudah sangat dekat dengan tangga sosial tertinggi di Korea (Daniel Tudor,

2012:52).

Tradisi Elitisme

Elitisme merupakan salah satu peninggalan ajaran Konfusianisme yang

menciptakan ikatan personal di masyarakat Korea berdasarkan pencapaian akademis

dan kelompok sosial. Selain itu, elitisme juga menuntun seseorang pada kesuksesan

politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan. Elitisme di bidang pendidikan

didasari oleh relasi sekolah atau tempat belajar seseorang, yang menjadi salah satu

faktor utama dalam perekrutan tenaga kerja dan kenaikan pangkat. Oleh karena itu,

elitisme terkait bidang pendidikan memiliki peran penting dalam menaikkan

antusiasme pendidikan dan membentuk sebuah doktrin yang berbasis persaingan

pendidikan dalam masyarakat modern Korea (Lee Jeong-kyu, 2002:184).

Pada tahun 1960-an ketika perekonomian Korea mulai berkembang pesat,

banyak lowongan-lowongan yang dibuka untuk orang-orang yang berpendidikan

tinggi (universitas). Orang-orang berpendidikan tinggi ini mendapatkan posisi

bergengsi seperti menjadi birokrat dalam pemerintahan, manager di perusahaan, dan

posisi-posisi teknis yang profesional. Orang-orang dengan posisi bergengsi tersebut

mendapat julukan sebagai “golongan elit era baru” di masyarakat Korea (Koo

1885; Koo dan Hong 1980; Lee dan Brinton, 1996:180) atau “neo-yangban” (Daniel

Tudor, 2012:105). Neo-yangban ini adalah golongan elit sosial baru yang statusnya

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 13: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

13

tidak didapat melalui garis keturunan, melainkan melalui kerja keras dan pendidikan

tinggi (Daniel Tudor, 2012:207).

Daerah yang sangat terkenal dengan golongan elit sosial baru adalah

Gangnam. Gangnam terletak di bagian selatan Seoul dan merupakan simbol

kemewahan Korea modern. Para pelajar di Gangnam memiliki

keuntungan-keuntungan yang lebih dibandingkan dengan pelajar-pelajar di daerah

lain. Pemerintah membangun area Gangnam (pada akhir tahun 70-an hingga awal

80-an) dengan mendirikan sekolah-sekolah berkualitas tinggi. Hal ini mendorong

banyak orang untuk pindah ke sana demi mengejar pendidikan terbaik. Institusi

bimbingan belajar dan les-les privat terbaik pun banyak dibuka di Gangnam. Seiring

berjalannya waktu, harga-harga apartemen di daerah tersebut melambung tinggi dan

hanya orang-orang dengan banyak uang yang mampu menyekolahkan anaknya di

sekolah-sekolah bagus tadi. Sebagai hasilnya, pada tahun 2005, para pelajar lulusan

sekolah-sekolah Gangnam sepuluh kali lipat lebih mungkin untuk diterima di Seoul

National University6 dibandingkan dengan para pelajar lulusan daerah lain (Daniel

Tudor, 2012:207). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa lulusan dari

universitas-universitas terbaik cenderung berasal dari keluarga elit berlatar belakang

sosial tinggi (Lee dan Brinton, 1996:186).

Selain Seoul National University, perguruan tinggi prestisius di Korea adalah

Korea University dan Yonsei University. Ketiganya biasa disingkat menjadi “SKY”

(Daniel Tudor, 2012:51). Universitas-universitas SKY serupa dengan Ivy League7 di

Amerika Serikat atau Oxbridge8 di Inggris (Daniel Tudor, 2012:52). Menjadi lulusan

univesitas elit di atas dapat dianggap berkondisi sama dengan keberhasilan dalam

6 Seoul National University merupakan satu dari beberapa universitas prestisius di Korea. Universitas ini diresmikan pada tahun 1946 sebagai universitas nasional pertama Korea (Park Han Na, 2009:228).

7 Ivy League merupakan asosiasi dari delapan universitas elit dan prestisius di Amerika Serikat yang terkenal. Universitas-universitas Ivy League selalu menduduki peringkat tinggi di dunia dan juga terkenal di bidang olahraga. Anggota-anggota Ivy League adalah Harvard University, Brown University, Columbia University, Cornell University, Dartmouth University, Princeton University, Yale University, dan University of Pennsylvania (Sumber: http://www.pendidikanluarnegeri.com/news-this-week/35-ivy-league-sekolah-ke-amerika-apa-itu-, diakses pada pukul 11.07 8 April 2015).

8 Oxbridge adalah universitas-universitas yang menjadi bagian dari Oxford dan Cambridge. Kedua universitas tersebut merupakan universitas-universitas elit di Inggris dan di dunia (Sumber: http://www.hotcourses.co.id/study-in-the-uk/university-applications/oxbridge/ diakses pada pukul 11.13 8 April 2015).

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 14: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

14

ujian sipil negara pada masa Joseon (Daniel Tudor, 2012:51) yaitu telah berhasil

mencapai kelas yangban di era modern (Tariq Hussain, 2006:163).

Paternalisme dan Favoritisme

Paternalisme di dalam nilai-nilai budaya tradisional menekankan pentingnya

keramahan terhadap antarindividu dan rasa peduli terhadap hubungan antara atasan

dengan bawahan, guru dengan murid, senior dengan junior, dan antar teman (Lee

Jeong-kyu, 2002:141). Paternalisme yang didasari oleh konsep kebajikan disebut

keyakinan moral, sedangkan favoritisme yang didasarkan pada konsep menerima atau

menolak, disebut sebagai keinginan jasmani atau keinginan yang mementingkan diri

sendiri. Dengan kata lain, paternalisme adalah faktor positif yang mencakup etika

manusiawi di dalam organisasi. Kemudian, favoritisme adalah nilai etika yang

penting dalam kepentingan pribadi, tetapi merupakan nilai etika yang negatif dalam

kepentingan umum (H. Lee, 2999; S. Lee, 2000, p. 18-19). Meskipun berlawanan,

paternalisme dan favoritisme dipahami sebagai hal yang mendarah daging dan tidak

dapat dipisahkan dari budaya Konfusianisme modern Korea (Lee Jeong-kyu,

2002:135). Nilai-nilai paternalisme dan favoritisme dalam Konfusianisme sangat

terlihat pada budaya organisasi di institusi-institusi pendidikan tinggi Korea (Korean

Council for University Education, 1992; 1995; Lee Jeong-kyu, 2002:140).

Budaya organisasi dalam pendidikan tinggi modern di Korea juga

mengandung nilai Konfusianisme paternalistis yang menunjukkan pentingnya

kekuasaan (Lee Jeong-kyu, 2002:161) berdasarkan hubungan atasan (dosen atau

senior) dengan bawahan (murid atau junior). Nilai-nilai Konfusianisme memberi

beberapa dampak terhadap budaya organisasi dalam pendidikan tinggi di masyarakat

modern Korea. Dampak yang pertama adalah terbentuknya birokrasi otoritatif yang

cenderung bersifat tertutup (Lee Jeong-kyu, 2002:102). Hal ini dikarenakan adanya

hubungan yang kaku dan formal antara atasan dan bawahan. Bawahan patuh dan

tunduk sepenuhnya kepada atasan. Seorang junior menghormati senior dan

menggunakan bahasa kehormatan ketika berbicara dengan seniornya. Seorang murid

patuh serta hormat terhadap dosen dan selalu menggunakan bahasa kehormatan

ketika berbicara kepada dosennya. Para murid percaya bahwa mereka berhutang budi

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 15: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

15

kepada dosen mereka layaknya seorang anak berhutang budi kepada orangtua (Janelli,

1993; Lee Jeong-kyu, 2002:103).

Budaya organisasi ini berkaitan erat dengan lima tingkat hubungan ajaran

Konfusianisme. Dalam lima tingkat hubungan tersebut, seseorang dengan status

sosial tinggi mendapat penghormatan dan dipatuhi oleh mereka dengan status sosial

yang lebih rendah. Budaya organisisasi ini mendorong adanya keinginan kuat untuk

mendapat status sosial tinggi, sehingga menyebabkan kecenderungan terjadinya

persaingan.

Antusiasme Masyarakat Modern Korea dalam Pemerolehan Pendidikan Tinggi

dan Kaitannya dengan Konfusianisme

Kompetisi pendidikan di Korea begitu kuat hingga terasa seperti peperangan

tidak hanya dalam sistem pendidikan negeri, tetapi juga dalam sektor pendidikan

swasta (Kim Hae-ok, 2010:361). Terdapat beberapa ungkapan terkenal yang makna

dan implikasinya sudah sangat akrab di masyarakat modern Korea.

Ungkapan-ungkapan tersebut adalah sebagai berikut.

“Menjadi pemegang gelar dari pendidikan tinggi atau sederajat adalah hal yang mutlak dalam hidup dan harus didapatkan berapa pun biayanya.”9

“Penghargaan dalam hidup seseorang diprioritaskan berdasarkan hasil nilai ujiannya” atau “Nilai ujian seseorang menentukan tempatnya di masyarakat”10

“Kita harus mengungguli orang lain dan hidup dengan kemenangan” atau “Mengalahkan orang lain adalah prasyarat untuk dapat terus bertahan”11 (Jung Gun-kim, 2005:103).

Masyarakat Korea percaya bahwa kekurangan dalam pendidikan sama saja dengan

ketidakmampuan dalam persaingan. Oleh karena itu, mereka tidak keberatan

menghabiskan banyak uang demi pendidikan (Kim Hae-ok, 2010:361). Budaya 9 “becoming a degree holder at any cost or college degree is an absolute must in life” (Jung Gun-kim, 2005:103).

10 “Life’s reward is prioritized according to examination grades” atau “Exam scores determines one’s lot in life” (Jung Gun-kim, 2005:103).

11 “ One has to be victorious over others to survive” atau “Defeating others is the precondition for survival (�� ��� ��� ��)” (Jung Gun-kim, 2005:103).

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 16: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

16

Korea memiliki harapan dan aspirasi yang kuat dalam pendidikan dan prestasi,

sehingga pendidikan tinggi menjadi satu hal yang paling didambakan (Ihm Chon-sun,

2008:245).

Hampir seluruh kegiatan belajar di Korea bertujuan untuk mempersiapkan

anak-anak muda mereka dalam menghadapi ujian masuk ke institusi pendidikan

berikutnya yang lebih tinggi (Kuk Bom Shin, 1978:35).. Semua ini bertujuan agar

dapat membawa anak-anak mereka ke barisan terdepan dan unggul di angkatannya

(Daniel Tudor, 2012:105).

Les privat dan Hakwon (��) atau Institusi Bimbingan Belajar Swasta

Berdasarkan perhitungan terakhir, lebih dari 80% pelajar di Korea

menggunakan jasa hakwon dan les privat (Ihm Chon-sun 2008:246). Data juga

menunjukkan bahwa sejak tahun 1980-an, para pelajar di Korea mengambil

kelas-kelas tambahan sepulang sekolah dari sore hingga malam hari untuk mata

pelajaran seperti Bahasa Inggris, matematika, dan lain-lain (Daniel Tudor, 2012:106).

Biaya hakwon dan les privat yang harus dibayarkan sangat tinggi. Oleh karena itu,

hal ini memberikan keuntungan signifikan bagi anak-anak dari keluarga kaya raya

untuk memperoleh hakwon atau les privat (terbaik) sehingga dapat lebih unggul

dalam persaingan mendapatkan sekolah-sekolah terbaik (Michael J. Seth, 2007:219).

Melihat masyarakat kelas atas yang semakin banyak meraih kesuksesan dalam

pendidikan membuat masyarakat kelas menengah kebawah dan lainnya berjuang jauh

lebih keras lagi. Mereka memberikan porsi pengeluaran yang sangat besar dari

pendapatan mereka untuk membiayai bimbingan belajar dan les-les privat anak

mereka. Dengan demikian, persaingan di dalam pendidikan ini pun menjadi semakin

panas (Daniel Tudor, 2012:106).

Hal-hal yang dilakukan oleh orangtua dan pelajar di Korea terkait dengan

penggunaan les-les privat dan hakwon merefleksikan nilai-nilai ajaran Konfusianisme

yaitu familisme, paternalisme, dan grupisme. Familisme yang mengutamakan

kekeluargaan dan hubungan darah membuat orangtua merasa bertanggung jawab

terkait pendidikan anak-anak mereka dan rela berkorban banyak secara materiil dan

spirituil demi melindungi masa depan anak-anaknya. Sebaliknya, para pelajar

bertanggung jawab terhadap orangtua mereka dengan mengorbankan banyak waktu

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 17: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

17

dan energinya untuk belajar dengan giat serta memanfaatkan les-les privat dan

hakwon sebaik mungkin. Nilai paternalisme yang mementingkan hubungan hirarki

membuat anak-anak tidak membantah dan mengikuti arahan orangtua, dalam hal ini

adalah mengikuti les-les privat dan hakwon hingga larut malam dan bahkan pada saat

liburan sekolah. Nilai grupisme yang mementingkan keuntungan kelompok

dibandingkan dengan keuntungan individu membuat orangtua dan anak saling bahu

membahu demi mencapai kesuksesan bersama melalui persaingan pendidikan.

Suneung (�� ��) atau Ujian Masuk Universitas

Ujian masuk universitas atau perguruan tinggi di Korea dikenal dengan nama

suneung (�� ��) dan merupakan hal yang amat penting bagi masyarakat Korea.

Suneung dianggap sebagai titik paling utama dalam menentukan kesuksesan

pendidikan di masyarakat Korea (Maarten, 2005:110). Salah satu orang Korea

lulusan Harvard mengatakan, “Di Amerika Serikat, para pemudanya dapat

menemukan berbagai jalur untuk membuktikan diri mereka. Di Korea, suneung

adalah satu-satunya kesempatan seumur hidup yang menentukan nasib para

pemudanya.” (Peter F. Drucker, 1985:212; dalam Tariq Hussain, 2006:162). Oleh

karena itu, semua orang berkompetisi dengan sangat serius demi sukses di ujian

masuk ke perguruan tinggi karena beban yang ditanggung apabila mengalami

kegagalan sangatlah besar.

Seoul National University, Korea University, dan Yonsei University,

disingkat menjadi SKY, adalah tiga universitas terbaik dan merupakan impian bagi

semua pelajar di Korea. Apabila diterima di universitas-universitas prestisius tersebut,

maka pekerjaan bagus di masa depan dan bahkan prospek pernikahan yang bagus

juga akan terjamin (Maarten, 2005:107). Kecenderungan masyarakat Korea untuk

mengejar pendidikan di sekolah serta universitas bergengsi berkaitan erat dengan

chemyeon dan nilai elitisme ajaran Konfusius yang didasari oleh pencapaian

akademis dan kelompok sosial. Pelajar yang lulus ujian suneung dan diterima di

universitas elit dianggap sebagai neo-yangban serta berhasil mencapai kelas sosial

tertinggi. Tercapainya status sosial yang bergengsi tersebut merupakan kehormatan

bagi setiap keluarga. Bagi mereka, seluruh hidup dan kehormatan (kelas sosial)

mereka dipertaruhkan pada hasil suneung tersebut (Daniel Tudor, 2012:116).

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 18: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

18

Selain chemyeon dan elitisme, juga terdapat nilai grupisme. Para pelajar

Korea bersaing keras untuk lulus suneung agar mereka dapat masuk ke dalam inner

group atau kelompok orang-orang yang berasal dari universitas bergengsi. Apabila

seseorang berhasil masuk ke dalam inner group yang bergengsi, maka ia berhak

untuk menikmati keuntungan-keuntungan istimewa (kim Hae-ok, 2010:297) seperti

terjaminnya masa depan dan pekerjaan, jejaring sosial yang menguntungkan, dan

prospek pernikahan yang bagus (Daniel Tudor, 2012:52).

Pendidikan ke Luar Negeri

Dikarenakan semua orang berusaha keras untuk sukses dalam pendidikan,

terdapat lebih banyak jumlah lulusan dengan nilai tes yang tinggi daripada jumlah

lowongan pekerjaan yang tersedia. Hal ini menciptakan rangkaian persaingan tajam

tak berujung karena semua orang semakin mendorong dirinya untuk lebih unggul dari

orang lain. Mereka menganggap bahwa mengenyam pendidikan di Seoul National

University saja sudah tidak lagi cukup. Mereka menginginkan sekolah di luar negeri

yang lebih bergengsi seperti Universitas Harvard. Hal ini terlihat dari jumlah

mahasiswa asing terbanyak ketiga di Universitas Harvard yang merupakan orang

Korea (Daniel Tudor, 2012:106). Masyarakat Korea percaya bahwa belajar ke luar

negeri dan mengenyam pendidikan di universitas bergengsi adalah hal yang sangat

penting untuk meraih kesuksesan (Choi Joon-sik, et al, 2010:147).

Alasan banyaknya orang Korea meninggalkan negaranya untuk belajar di luar

negeri adalah karena perekonomian Korea yang semakin meningkat dan semakin

banyak keluarga yang mampu menyekolahkan anak-anaknya di luar negeri. Di

samping itu, persaingan yang sangat intens dalam pendidikan di kalangan masyarakat

Korea menyebabkan orang Korea, bahkan mereka dengan sumber daya yang terbatas,

berusaha untuk mengirim anak-anak mereka ke luar negeri untuk belajar agar tidak

ketinggalan dan dapat bersaing melawan orang-orang lainnya (John C. Weidman,

2007:223).

Bagi pelajar-pelajar Korea, pendidikan di luar negeri mampu memberikan

mereka kesempatan dan keamanan (finansial) yang lebih baik di masa depan. Selain

itu, slogan favorit orang Korea yang berbunyi “Hanya yang terbaik yang dapat

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 19: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

19

bertahan”12 mendorong para orangtua untuk mengirim anak-anak mereka belajar ke

luar negeri dengan harapan dapat meningkatkan peluang dalam kemajuan karir sang

anak di masa depan (John C. Weidman 2007:225).

KESIMPULAN

Persaingan merupakan proses interaksi sosial sederhana yang mengandung

perjuangan untuk memperebutkan tujuan-tujuan tertentu yang sifatnya terbatas.

Persaingan dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan salah satunya adalah dalam

bentuk pendidikan. Tiap negara memiliki tujuan pendidikan yang berbeda mengikuti

latar sosial-budaya, sistem politik, dan potensi alam masing-masing wilayah. Salah

satu yang termasuk dalam latar sosial-budaya tersebut adalah filsafat negara.

Konfusianisme telah banyak memberi pengaruh dalam berbagai hal terutama

dalam bidang pendidikan. Hal ini dikarenakan Konfusianisme sangat menekankan

masyarakatnya untuk terus belajar, mengejar pengetahuan, dan mengembangkan diri

sendiri. Dalam masyarakat Konfusianisme, seseorang dapat menaiki tangga sosial

berdasarkan pada pengetahuan yang ia miliki dan seberapa baik ia memahami

pengetahuan tersebut. Hal ini memengaruhi pemikiran masyarakat Korea modern saat

ini dan membuat pendidikan menjadi faktor terpenting dalam menentukan pekerjaan

dan masa depan seorang anak. Bagi masyarakat Korea, pendidikan adalah salah satu

alat mobilisasi sosial dan ekonomi yang paling kuat. Oleh karena itu, terdapat

persaingan yang sangat ketat di bidang pendidikan terutama pada tes masuk

universitas atau suneung. Persaingan dalam pendidikan ini dapat dikaitkan dengan

nilai-nilai yang terkandung dalam Konfusianisme, yaitu familisme, chemyeon,

grupisme, elitisme, dan paternalisme.

Paham familisme memacu adanya pemikiran bahwa seluruh anggota keluarga

terikat oleh nasib yang sama membuat masing-masing anggota dalam keluarga

bertanggung jawab terhadap satu sama lain. Orangtua bertanggung jawab untuk

membesarkan dan memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya dan

12 “Only the first can survive.” (John, C. Weidman 2007:224)

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 20: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

20

anak-anaknya bertanggung jawab untuk belajar sekeras mungkin agar sukses di masa

depan. Apabila seorang anak sukses dalam pendidikan, maka kesuksesan tersebut

bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan untuk seluruh keluarganya. Begitu juga

sebaliknya. Chemyeon (��), yaitu keutamaan untuk menjaga kehormatan keluarga,

berkaitan erat dengan paham familisme. Langkah paling utama dalam memperoleh

kehormatan adalah melalui pendidikan.

Apabila seseorang diterima di universitas elit, maka ia dianggap telah berhasil

mencapai kelas yangban di era modern. Hal ini berhubungan dengan salah satu

tradisi yang juga didasari oleh Konfusianisme, yaitu elitisme. Elitisme menciptakan

ikatan personal di masyarakat Korea berdasarkan pencapaian akademis dan

kelompok sosial. Elitisme di bidang pendidikan didasari oleh ikatan personal

berdasarkan relasi sekolah atau tempat di mana seseorang menuntut ilmunya secara

formal. Semakin prestisius relasi sekolah seseorang, maka orang tersebut dianggap

sebagai golongan elit dan hal ini memudahkannya dalam mendapatkan pekerjaan

terbaik serta masa depan yang sukses. Karena semua orang menginginkan masa

depan yang sukses, dan ditambah dengan adanya elitisme, antusiasme dalam

pendidikan menjadi lebih tinggi dan membentuk sebuah doktrin yang berbasis

kompetisi atau persaingan pendidikan dalam masyarakat Korea saat ini.

Pengaruh ajaran familisme juga menyebabkan terjadinya grupisme

berdasarkan kelompok dalam (inner group) dan kelompok luar (outer group) yang

memprioritaskan kepentingan kelompok seperti kekeluargaan, kerabat, dan

lingkungan kerja. Lulusan dari almamater yang sama lebih sering dipilih daripada

orang dari alamamater berbeda. Oleh karena itu, para pelajar Korea bersaing keras

dalam pendidikan karena mereka ingin masuk ke dalam inner group atau kelompok

orang-orang yang berasal dari sekolah-sekolah bergengsi.

Paham paternalisme yang dipegang teguh oleh masyarakat Korea memberikan

pengaruh besar terhadap budaya organisasi dalam pendidikan tinggi di Korea.

Nilai-nilai sosioekologis paternalisme didasari oleh kode etis dan konsep

Konfusianisme, ikatan darah berdasarkan hubungan keluarga atau kekerabatan, ikatan

kedaerahan berdasarkan tempat lahir, dan ikatan sekolah berdasarkan tempat di mana

seseorang bersekolah. Akibatnya, tumbuh favoritisme ketika masyarakat

memperlakukan satu orang, keluarga, atau kelas manusia tertentu dengan kebaikan

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 21: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

21

khusus atau keberpihakan dengan mengabaikan orang lain. Favoritisme yang didasari

oleh ikatan-ikatan tersebut mendorong komunitas homogen yang mencari keuntungan

akademis dengan bantuan khusus dan keberpihakan dari ikatannya.

Dengan demikian, pendidikan dapat dipandang sebagai sumber utama

persaingan nasional Korea. Persaingan dalam pemerolehan pendidikan tinggi, di

masyarakat modern Korea begitu kuat bagaikan peperangan. Para orangtua dan

pelajar rela melakukan hampir apa saja demi pendidikan, maka persaingan dalam

pendidikan di masyarakat modern Korea pun terus meningkat. Hal ini semata-mata

bertujuan untuk membawa anak-anak mereka ke barisan terdepan dan mampu

mengungguli teman-teman di angkatannya dalam persaingan pendidikan. Sebab,

pendidikan yang baik berarti masa depan cerah dan kehidupan sejahtera.

DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku Berbahasa Korea: 김해억 (Kim, Hae-ok). (2010). 외국인을 위한 한국문화 읽기 (Waegugineul

Uihan Hanguk Munhwa Ilgi). 서울 (Seoul): 한국방송통 신대학교

출판부 (Hangukbangsongtong Shindaehakyo Chulphanbu). 이선이 (Lee, Seoni). (2007). 외국인을 위한 한국 현대 문화 (Waegugineul

Uihan Hanguk Hyeondae Munhwa). 서울 (Seoul): Hankook Publishing Co. 박한아 (Park, Hana). (2009). 외국인과 다문화 가족을 위한

한국입문서통으로 읽는 한국문화 (Waegugingwa Damunhwa Gajokeul Uihan Hangugibmunseotongeuro Ilgneun Hanguk Munhwa). 서울 (Seoul): Pagijong Press.

Sumber Buku Umum: Ahmadi, Dr. Drs. Rulam, M.Pd. (2012). Pengantar Pendidikan Asas dan Filsafat

Pendidikan. Jakarta: Arruz Media. Choi, Joon-sik, dkk. (2011). Ewha’s Korea Studies Series for Glabalization 2 Korean

Cultural Research Institute: Understanding Contemporary Korean Culture. Korea: Jimoondang.

Choi, Jung-hwa, Hyang-Ok Lim. (2007). This is All You Ever Wanted to Know about

Korea. Seoul: New Run.

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 22: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

22

Choi, Wan-gee. (2006). The Traditional Education of Korea. Seoul: Ewha Womans University Press.

Chun, Shin-yong. (1982). Korean Cultural Series 6 Korean Society. Seoul:

Sisayongosa Publishers, Inc. Han, Young-woo. (2010). A Review of Korean History Vol. 2 Joseon Era. Korea:

Kyongsaewon Publishing Company. Hermiono, Agustinus. (2014). Kepemimpinan Pendidikan di Era Globalisasi.

Yogyakarta: Pustaka Belajar. Hong, Euny. (2014). The Birth of Korean Cool. Amerika Serikat: Picador. Hunter, Tischler, dan Whitten (1986). Introduction to Sociology. New York: CBS

College Publishing. Hussain, Tariq. (2006). Diamond Dilemma. Korea: Random House Joongang. Ihm, Chon-sun. (2008). The Political Economy of Educational Reform dalam Social

Change in Korea. Paju: Jimoondang. Jung, Gun-kim. (2005). Korea in the Decade of 1999’s a Perspective. Seoul: Yonsei

University Press. Kartasapoetra, G. (ed). (1985). Sosiologi Industri. Jakarta: PT. Bina Aksara. Keum, Jang-tae. (2000). Confucianism and Korea Thoughts. Seoul: Jimoondang

Publishing Company. Kim, Jasper. (2005). Crisis and Change South Korea in a Post-1997 New Era. Seoul:

Ewha Womans University Press. Korean Overseas Information Service. (1986). Religions in Korea. Seoul: Korean

Overseas Information Service. Kuk, Bom Shin. (1978). Korea Background Series Education. Seoul: Korea Overseas

Information Service. Kwon, Insook. (2014). It All Leads to Education: Korean Motherhood, Patriarchy

and Class Consciousness in the TV Drama: Eligible Wife (Anaeui Jagyeok) dalam The Review of Korean Studies Volume 17. Korea: The Academy of Korean Studies.

Lee, Jeong-kyu. (2002). Korean Higher Education a Confucian Perspective. Korea:

Jimoondang International. Lee, Seung-hwan, et al. (2004). Korean Philosophy: Its Tradition and Modern

Transformation. Seoul: Hollym.

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 23: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

23

Lee, Seung-jae. (2011). Korean Cultural Heritage. Seoul: Hankook Munhwasa. Lee, Seung-ryul. (2011). Native English Speaking Teachers Cultural Differences and

Conflicts. Seoul: Hankookmunhwasa. Meijer, Maarter. (2007). What’s So Good about Korea, Maarten? Seoul: Hyeonamsa

Publishing Co., Ltd. Ministry of Culture and Tourism. (2003). Religion in Korea. Seoul: Color Point Co.,

Ltd. Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto. (2010). Sosiologi Teks Pengantar dan

Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. National Institute for International Education Development (NIIED). (2006).

Education in Korea 2005-2006. Korea: Ministry of Education & Human Resources Development, Republic of Korea.

National Institute for International Education Development (NIIED). (2009).

Education in Korea 2008-2009. Korea: Ministry of Education & Human Resources Development, Republic of Korea.

Park, Won. (2006). Traditional Korean Thought 한국 전통 사상. Incheon: Inha

University Press. Prasetya, Joko Tri dkk. (2013). Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta. Littlejohn, Ronnie L. (2011). Confucianism an Introduction. Cornwall: TJ

International Ltd. Salamah, Umi, Suratman, MBM Munir. (2014). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.

Jakarta: Intimedia. Seth, Michael J. (2007). Korean Education Needs Fundamental Reform dalam

Insight into Korea. Seoul: Herald Media. Shin, Myung-ho. (2004). Joseon Royal Court Culture Ceremonial and Daily Life.

Korea: Dolbegae Publishers. Soekanto, Soerjono. (1999). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Fajar Interpratama

Offset. Tudor, Daniel. (2012). Korea the Impossible Country. China: Tuttle Publishing. The Korea Foundation. (2012) Religion in Korea Harmony and Coexistence. Seoul:

Seoul Selection. Weidman, John C. (2007). Globalization of Korean Higher Education dalam Insight

into Korea. Seoul: Herald Media.

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016

Page 24: PENGARUH KONFUSIANISME TERHADAP PERSAINGAN …

24

Yun, John. (2007). All about Korea. Seoul: Hongikmediaplus Publishing. Sumber Jurnal Online Chang, S.J. (2008). A Cultural and Pholosophical Perspective on Korea’s Education

Reform: A Critical Way to Maintain Korea’s Economic Momentum. Academic Paper Series, March 08, Volume 3, No. 2. Korea Economic Institute. Diakses pada 30 Januari 2015 pukul 21.00 dari http://people.duke.edu/~myhan/kaf0802.pdf

Lee, Sunhwa, Mary C. Brinton. (1996). Elite Education and Social Capital: The Case

of South Korea. Sociology of Education, Vol. 69, No. 3. Diakses pada 7 April 2015 pukul 04.28 dari http://www.jstor.org/stable/2112728

Seth, Michael J. (2005). The Sigur Center Asia Papers: Korean Education. The

George Washington University. Diakses pada 9 Februari 2015 pukul 01.13 dari https://www.gwu.edu/~sigur/assets/docs/scap/SCAP24-KoreanEd.pdf

Sorensen, Clark W. (1994). Success and Education in South Korea. Comparative

Education Review, Vol. 38, No. 1, Special Issue on Schooling and Learning in Children’s Lives. Diakses pada 7 April 2015 pukul 04.12 dari http://www.jstor.org/stable/1189287

Situs Resmi Kementrian Pendidikan Korea Selatan Ministry of Education of Republic of Korea

http://english.moe.go.kr/web/1740/site/contents/en/en_0233.jsp

Pengaruh Konfusianisme ..., Dhanisa Kamila, FIB UI, 2016