pengaruh insektisida endosulfan terhadap pertumbuhan siput
TRANSCRIPT
Abstract
The purpose of this experiment was to determine the effect of various
concentrations of endosulfan on survival (mortality) and growth of golden apple
snail (Pomacea canaliculata). The growth was measured based on weight and shell
length. Endosulfan’s concentrations that were used in this experiment were 0,
0.001, 0.01, 0.1 and 1 mg/l. Each experimental unit used 12 snails with of 3 l
volume. The observing parameters were mortality, total weight and shell length.
This experiment was done according to rodomized factorial design with three
replications. The results show that applying endosulfan gave significant effect on
golden snail’s mortality. The higher was concentration and the longer exposure
time, the higher was mortality. The control weight was significantly different with
that of 0.001 mg/l, whereas the control length was significantly different with
those all treatments (0.001, 0.01, 0.1 and 1 mg/l). Therefore, it can be said that the
growth of P. canaliculata was inhibited by applying endosulfan at the level 0.001
mg/l or more.
Key words : Pomacea canaliculata, endosulfan, mortality, total weigth and shell
length
Pendahuluan
Siput murbei (Pomacea canaliculata) merupakan siput air tawar yang
berasal dari perairan Amerika Selatan. Diduga masuk ke Indonesia sekitar tahun
1984 untuk dipelihara dalam akuarium sebagai hewan hias (Marwoto 1997). P.
canaliculata termasuk dalam famili Ampulariidae, yang dapat hidup pada berbagai
habitat perairan tawar, antara lain kolam, tambak, danau, sungai-sungai kecil
bahkan sawah.
P. canaliculata memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi, sehingga
banyak negara yang mengintroduksikan dan membudidayakannya sebagai
komoditas ekspor. Akan tetapi, dipihak lain terdapat kekhawatiran P. canaliculata
akan menjadi hama tanaman padi disebabkan distribusinya yang sangat luas,
mudahnya hewan ini beradaptasi, dan populasinya yang tidak terkendalikan
(Hendarsih dan Kurnawati 2008).
Sebagian dari P. canaliculata yang lepas ke sawah berkembang biak
dengan cepat. Populasi meningkat dalam waktu yang relatif singkat, sehingga
cepat merusak tanaman padi. Di indonesia, serangan P. canaliculata muncul sejak
tahun 1990 dan semakin sering pada tahun 1995. Oleh sebab itu, tahun 1996
Menteri Pertanian mengeluarkan peraturan yang melarang pembiakan P.
canaliculata (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan 2008).
Gambar 1. Siklus Hidup Siput Murbei (Susanto 1995)
P. canaliculata menyerang tanaman padi muda, baik di persemaian
maupun bibit yang baru dipindahkan ke sawah. Serangan berat umumnya terjadi
di persemaian sampai tanaman di bawah berumur empat minggu. Dengan
kepadatan populasi sekitar 10-15 ekor/m2, P. canaliculata mampu menghabiskan
padi muda dalam waktu 3 hari jika air sawah dalam keadaan tergenang dan
menimbulkan kerusakan yang cukup berat bagi daerah persawahan (Departemen
Pertanian 1991).
Keberadaan P. canaliculata di sawah menyebabkan P.canaliculata
terpapar oleh berbagai pestisida yang digunakan petani. Salah satunya adalah
insektisida endosulfan yang digunakan untuk kegiatan pertanian. Endosulfan
diperdagangkan dengan beberapa nama dagang seperti Thiodan, Akodan,
Fanodan, dan lain-lain (Komisi Pestisida 1990). Endosulfan ini berbentuk pekatan
berwarna coklat yang dapat dielmusikan dalam air, mempunyai kelarutan rendah
dalam air tetapi larut dalam pelarut organik.
Endosulfan merupakan salah satu insektisida organoklorin golongan
siklodien, campuran dua isomer yaitu isomer alfa dan isomer beta. Waktu paruh
endosulfan dalam air lebih kurang 4 hari, tetapi kondisi pH yang rendah akan
memperpanjang waktu paruhnya. Dalam air endosulfan dapat didegradasi
membentuk alkohol yang dapat mematikan ikan. Di dalam tanah isomer alfa lebih
cepat hilang dibanding isomer beta dan membentuk hasil degradasi berupa
senyawa endosulfan sulfat (WHO 1992 dalam Arianti 2002). Endosulfan sulfat
terdeteksi pada otak, insang, usus, ginjal, hati dan gonad.
Struktur molekul senyawa endosulfan mempunyai bentuk heterosilik
yang secara sintesis dapat diperoleh melalui reaksi kondensasi Dies-Alder dari
heksaklopentadiena dan cis-2-buten-1,4-diol yang dilanjutkan pada tahap kedua
yaitu pengubahan dari senyawa sulfit melalui persamaan reaksi dengan tionil
klorida (Sitting 1980).
Menurut Schoettger (1970) insektisida endosulfan termasuk senyawa
kimia yang relatif persisten dalam lingkungan. Nama kimia endosulfan adalah
6,7,8,9,10,10-heksaklor-1,5,5a,6,9,9a-heksahidro-6,9,metano,2,4,3-benzo
dioksthiepin-3-oksida, dan mempunyai rumus empiris C9H6Cl6O3S dengan struktur
kimia sebagai berikut :
Gambar 2. Struktur Kimia Endosulfan (Schoetgger 1970)
Endosulfan dapat diserap melalui pencernaan, pernafasan, dan kontak
dengan kulit. Penambahan melalui oral atau parenteral akan cepat dikeluarkan
melalui feses dan urine. Tanda-tanda hewan keracunan endosulfan dalam
konsentrasi akut adalah neorogikal, hiperaktif, dan kejang otot sampai akhirnya
mati (UNEP, ILO, WHO 1992).
Endosulfan yang masuk di perairan dapat menimbulkan dampak negatif
terhadap ekosistem perairan berkenaan dengan toksisitasnya yang sangat tinggi.
Perairan yang tercemar dapat menyebabkan toksisitas akut dan toksisitas sub letal
terhadap biota air. Toksisitas akut dapat dilihat langsung dari banyaknya biota air
yang mati (letal), sedangkan toksisitas sub letal tidak dapat dilihat secara langsung
karena toksisitas sub letal menyebabkan gangguan sistem saraf, pernapasan, dan
reproduksi.
Endosulfan memiliki tingkat toksisitas akut yang tinggi bagi serangga, ikan,
mamalia, dan beresiko tinggi bagi organisme lainnya . Nilai LC50 endosulfan pada
ikan lele selama 96 jam sebesar 17,13 µg/l (Yudha 1999). Pada ikan mas nilai LC50
selama 96 jam sebesar 12,9 µg/l (Koesoemadinata 2000). Menurut Schoetgger
(1970), pada konsentrasi 46 ppb, endosulfan mampu membunuh semua ikan
minnows, perch, dan sucker yang berada pada kolam seluas ± 12,5 ha selama 7
hari. Sedangkan pada clacodera (Daphnia Magna) sudah mengalami kematian
pada konsentrasi 52,9 ppb dalam waktu hari. Mc Leese & Metcalfe (1980)
menyatakan endosulfan pada konsentrasi 0,2 ppb dapat menyebabkan kematian
pada udang Crangon septemspinosa dewasa, cacing polichaeta (Nereis nereis)
dewasa mengalami kematian pada saat dipaparkan dalam endosulfan pada
konsentrasi 100 pb selama 12 hari.
Penelitian Yudha (1999) menyatakan endosulfan pada konsentrasi 1,71
ppb dapat menyebabkan kerusakan sel darah merah ikan lele dumbo yang
dipaparkan selama 6 minggu. Pada ikan mas endosulfan sebesar 2,58 µg/l dapat
menurunkan laju pertumbuhan yang dipaparkan selama 12 minggu (Taufik et al
2009.)
Penelitian tentang toksisitas sub letal endosulfan terhadap biota perairan
masih sangat terbatas. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian
tentang dampak insektisida endosulfan terhadap kelangsungan hidup (mortalitas)
P. canaliculata dan pertumbuhannya ditinjau dari panjang cangkang dan berat
totalnya.
Tujuan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh
pemberian konsentrasi endosulfan terhadap kelangsungan hidup (mortalitas) siput
murbei (P. canaliculata) dan pertumbuhannya ditinjau dari berat total dan panjang
cangkang P. canaliculata.
Metode Penelitian
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan adalah air PAM yang sudah diendapkan minimal
satu hari dan insektisida endosulfan 350g/l dengan merk dagang Akodan 35 EC
yang diperoleh dari toko pertanian. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini
adalah siput murbei (P. canaliculata) yang berumur 20 hari (masa pertumbuhan
awal) dari hasil pembiakan yang dilakukan di Laboratorium.
Persiapan Hewan Uji
Anakan P. canaliculata yang digunakan sebagai hewan uji merupakan hasil
pembiakan P. canaliculata dewasa yang diperoleh dari Rawa Pening, Ambarawa,
Kab. Semarang. Setiap hari dilakukan pengamatan agar dapat diketahui kapan
induk bertelur dan telurnya menetas. Anakan yang dihasilkan segera dipindahkan
dan setiap hari diberi pakan berupa eceng gondok muda. Pengamatan terhadap
anakan selama persiapan dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit, kerusakan
fisik, dan kematian. Individu yang sakit atau mati segera dibuang agar tidak
menganggu individu lainnya.
Seleksi Hewan Uji
Seleksi hewan yang akan diuji dimaksudkan untuk memilih individu-
individu yang sehat, aktif, dan memiliki ukuran tubuh yang seragam (berat total
1,23 ± 5,06 g ; panjang cangkang 0,7 ± 2,6 mm). Hasil anakan yang telah terseleksi
akan digunakan sebagai bahan penelitian.
Pemberian Perlakuan
Sebanyak 12 ekor P. canaliculata berumur 20 hari dipelihara dalam akuarium
perlakuan berukuran 25 x 15 x 17 cm3 yang berisi air PAM volume 3l dan
endosulfan dengan konsentrasi 0 ; 0,001 ; 0,01 ; 0,1 dan 1 mg/l. Masing- masing
perlakuan diulang 3 kali. Selama perlakuan, media pemeliharaan P. canaliculata
diganti setiap tujuh hari sekali dan diberi pakan eceng gondok muda.
Pengamatan Pertumbuhan
Selama satu bulan parameter pertumbuhan yang diamati meliputi tingkat
kelangsungan hidup (mortalitas), panjang cangkang, dan berat total P.
canaliculata. Tingkat kelangsungan hidup P. canaliculata diukur dengan
mengamati mortalitas pada P. canaliculata setiap seminggu sekali. Sedangkan
berat total dan panjang cangkang murbei diamati dengan mengukur perubahan
berat total siput dan panjang cangkangnya.
Untuk pengukuran panjang cangkang dilakukan tujuh hari sekali dengan
cara mengukur seluruh hewan uji pada masing-masing media perlakuan. Panjang
cangkang P. canaliculata diukur secara total (tinggi, lebar, dan panjang)
menggunakan jangka sorong dengan ketelitian 0,01 mm (Teo 2004).
Gambar 3. Pengukuran cangkang P. canaliculata. SH, tinggi
cangkang; SL, panjang cangkang ; SW, lebar cangkang
(Teo 2004).
Pengukuran berat siput dilakukan tujuh hari sekali dengan cara mengukur
berat seluruh hewan uji pada masing-masing media perlakuan. Berat siput diukur
menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,1 gr.
Analisis Data
Data mortalitas hewan uji dari masing-masing perlakuan, dianalisis
dengan uji Anova dua arah. Selanjutnya untuk membedakan beda nyata antar
konsentrasi dengan kontrol dilakukan uji Tukey. Analisis mortalitas menggunakan
program Toxtat 3.3 Analisis berat total dan panjang cangkang yang diperoleh diuji
dengan Anova satu arah menggunakan SPSS versi 16.00 dan Tukey untuk
mengetahui beda nyata antara konsentrasi endosulfan.
Hasil dan Pembahasan
Tingkat Mortalitas P. canaliculata
Hasil analisis anova (Tabel 1) memperlihatkan jika konsentrasi endosulfan
menunjukkan efek nyata terhadap mortalitas hewan uji (p < 0,05) . Semakin besar
konsentrasi endosulfan, maka jumlah mortalitas P. canaliculata akan semakin
besar. Selain itu, waktu pemaparan juga berpengaruh terhadap mortalitas hewan
uji (p < 0,005). Semakin meningkat waktu pemaparan, semakin meningkat pula
mortalitas P. canaliculata. Sedangkan antara konsentrasi dan waktu pemaparan
tidak berbeda nyata (p > 0,005) terhadap kematian P. canaliculata.
Tabel 1. Hasil analisis anova dua arah pengaruh endosulfan terhadap mortalitas. P.
canaliculata
Sumber
keragaman
Jumlah
Kuadran
Derajat
Bebas
Kuadran
Tengah
Fhit Probabilitas
Kelompok 287,267a 19 15,119 14,174 0,000
Perlakuan 1288,067 1 1288,067 1,208E3 0,000
Konsentrasi 175,267 4 43,817 41,078 0,000
Waktu 97,933 3 32,644 30,604 0,000
Konsentrasi*Waktu 14,067 12 1,172 1,099 0,387
Galat 42,667 40 1,067
Total 1618,000 60
Toksin endosulfan masuk ke dalam tubuh P. canaliculata melalui beberapa
cara yaitu masuk melalui pencernaan, melalui pernafasan, dan melalui jaringan
kulit. Hal ini mengakibatkan terjadinya penghambatan ATP-ase terutama pada
mitokondira akson sinaptik dan sedikit pada endoplasmik retikulum.
Penghambatan ATP-ase berkaitan dengan Ca++ yang menyebabkan peningkatan
pelepasan neurotransmiter (Tarumingkeng 1992). Endosulfan dapat menimbulkan
rangsangan pada sistem saraf pusat, merusak otak sehingga kerja organ otot serta
organ tubuh lainnya akan terhambat dan akhirnya menyebabkan kematian (ADB
1987).
Faktor yang memberikan efek beda nyata terhadap mortalitas P.
canaliculata adalah tingkat konsentrasi endosulfan dan periode pemaparan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Pascoe (1993), waktu pemaparan dan dosis yang
diberikan berperan dalam melihat toksisitas suatu senyawa kimia terhadap
organisme tertentu. Konsentrasi yang semakin meningkat dan periode yang lebih
lama akan menyebabkan terjadinya perubahan organ atau jaringan hewan,
kerusakan tubuh, dan kematian.
Gambar 4. Grafik pengaruh endosulfan terhadap mortalitas P. canaliculata
Kematian P. canaliculata diduga karena efek toksik endosulfan yang
menyebabkan gangguan pada sistem saraf P. canaliculata saat terpapar
endosulfan. Endosulfan yang masuk ke dalam tubuh P. canaliculata akan
menganggu keseimbangan natrium dan kalium dalam sel saraf sehingga sistem
saraf tidak stabil yang mengakibatkan siput tidak mampu mengendalikan kontraksi
otot sebagai akibat dari rangsang otak yang berlebihan sehingga menyebabkan
siput menjadi kaku, berlendir, penurunan aktifitas gerak, tubuhnya akan keluar
dari cangkang, dan terurai membusuk. Gejala tersebut menurut Connel dan Miller
(1995) merupakan tanggapan yang terjadi pada saat zat-zat fisika dan kimia
menganggu proses sel dalam makhluk hidup sampai suatu batas yang
menyebabkan kematian.
Dari grafik rata-rata mortalitas P. canaliculata, terlihat semakin tinggi
konsentrasi endosulfan, maka jumlah mortalitas P. canaliculata akan semakin
meningkat. Selain itu, semakin meningkat waktu pemaparan, semakin meningkat
pula mortalitas P. canaliculata. Walaupun demikian, secara keseluruhan
konsentrasi endosulfan yang diberikan tidak efektif membunuh P. canaliculata
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
10.0
0 0.001 0.01 0.1 1
Rat
ara
ta m
ort
alit
as (%
)
Endosulfan (mg/l)
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4a
a a a
a
ab
ab b
a
bc
bc bc
a
c
bc bc
a
c
c c
dimana rata-rata mortalitasnya hanya 10%, sedangkan 90% lainnya tetap
bertahan hidup. Ini disebabkan kemampuan P. canaliculata bertahan hidup pada
kondisi lingkungan yang keras, seperti perairan yang tercemar. Hal ini dikarenakan
P. canaliculata memiliki insang (ctenidium), dan organ menyerupai paru-paru,
sehingga memungkinkan P. canaliculata dapat bertahan hidup di dalam dan luar
air (DA-Phillrice 2001).
Paru-paru merupakan organ tubuh P. canaliculata yang penting untuk
hidup pada kondisi yang berat. Paru-paru tertutup jika sedang tenggelam dan
terbuka setelah keluar dari air. P. canaliculata juga mempunyai sifon pernafasan
untuk bergerak sambil mengambang. Semua kelebihan tersebut berguna untuk
mekanisme survival. Pada musim kemarau P. canaliculata berdiapause pada
lapisan tanah yang masih lembab, dan muncul kembali jika lahan digenangi air. Jika
hidup pada tanah kering, P. canaliculata akan ganti bernafas dari aerobik menjadi
anaerobik (Joshi et al 2002).
Pertambahan Berat Total dan Panjang Cangkang P. Canaliculata
Tabel 2. Hasil analisis anova satu arah pengaruh endosulfan terhadap
pertambahan berat total P. canaliculata
Sumber
Keragaman
Jumlah
Kuadran
Derajat
Bebas
Kuadran
Tengah Fhit Probabilitas
Kelompok 0,100 4 0,025 3,513 0,033
Perlakuan 0,107 15 0,007
Total 0,207 19
Tabel 2 menunjukan adanya pengaruh antara konsentrasi endosulfan
terhadap pertambahan berat total P. canaliculata. Hal ini terlihat pada nilai
signifikasi p < 0,05. Berdasarkan uji beda nyata pengaruh konsentrasi endosulfan
terhadap berat total P. canaliculata (tabel 4) menunjukkan bahwa kontrol berbeda
nyata terhadap konsentrasi 0,001 mg/l, tetapi tidak berbeda nyata dengan
konsentrasi 0,01, 0,1 dan 1 mg/l. Konsentrasi 0,001 mg/l tidak berbeda nyata
dengan konsentrasi 0,01 ; 0,1 dan 1mg/l. Konsentrasi 0,01, 0,1, dan 1 mg/l tidak
berbeda nyata dengan semua perlakuan.
Tabel 3. Hasil analisis anova satu arah pengaruh endosulfan terhadap pertambahan panjang cangkang P. canaliculata
Sumber
Keragaman
Jumlah
Kuadran
Derajat
Bebas
Kuadran
Tengah Fhit Probabilitas
Kelompok 0,107 4 0,027 9,441 0.001
Perlakuan 0,042 15 0,003
Total 0,150 19
Tabel 3 menunjukkan adanya pengaruh antara konsentrasi terhadap
pertambahan panjang cangkang P. canaliculata. Hal ini terlihat pada nilai signifikasi
p < 0,05. Berdasarkan uji beda nyata (tabel 4) pengaruh konsentrasi endosulfan
terhadap panjang cangkang P. canaliculata menunjukkan kontrol berbeda nyata
dengan semua konsentrasi endosulfan. Sedangkan konsentrasi 0,001 ; 0,01 ; 0,1
dan 1 mg/l tidak berbeda nyata.
Tabel 4. Uji beda nyata endosulfan terhadap pertambahan berat total dan panjang
cangkang P. canaliculata
Parameter Uji Konsentrasi Endosulfan (mg/l)
0 0,001 0,01 0,1 1
Pertambahan berat
total (g)
0,1925
(b)
0,0250
(a)
0,2125
(ab)
0,0825
(ab)
0,1650
(ab)
Pertambahan
panjang cangkang
0,225
(b)
0,000
(a)
0,100
(a)
0,075
(a)
0,075
(a) Keterangan :
Huruf yang sama di bawah angka menunjukkan tidak ada beda nyata antar konsentrasi
Huruf yang tidak sama di bawah angka menunjukkan ada beda nyata antar konsentrasi
Pertumbuhan didefinisikan sebagai suatu perubahan ukuran, berupa
panjang, tinggi, atau berat dalam waktu tertentu (Effendie 1978). Pertumbuhan
dalam individu adalah pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel secara
mitosis. Energi dan protein yang berasal dari makanan akan digunakan oleh tubuh
untuk metabolisme dasar, pergerakan, produksi organ seksual, perawatan bagian-
bagian tubuh atau mengganti sel-sel yang sudah tidak terpakai. Bila terdapat
kelebihan energi dan protein, maka akan digunakan untuk pertumbuhan.
Pertumbuhan siput biasanya diukur dengan menghitung pertambahan
besar cangkang, yang meliputi pengukuran panjang, tinggi dan lebar cangkang,
atau tinggi mulut cangkang (Burky 1974). Selain itu juga dapat diukur dari berat
dan perubahan unsur-unsur kimia pokok yang terdapat pada jaringan tubuhnya
(Wilbur dan Owen 1966). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan siput antara
lain kuantitas dan kualitas makanan (Palmieri et al 1978), umur dan lingkungan
(Wilbur dan Owen 1966), serta musim (Burky 1974). Selain itu juga, jumlah
organisme yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, kualitas perairan,
ukuran besar hewan tersebut, dan faktor fisiologi hewan itu mempengaruhi
pertumbuhan hewan tersebut (Effendie 1979). Pertumbuhan cangkang pada siput
murbei dipengaruhi oleh ketersediaan kalsium sebagai bahan pembentuk
makanan. Selain itu, lingkungan yang kaya dengan zat-zat makanan akan
membentuk cangkang yang lebih tebal, besar, dan kuat (Hendarsih dan Kurnawati
2008).
Pada pertambahan berat dan panjang P. canaliculata, konsentrasi 0,001,
0,01, 0,1 dan 1 mg/l tidak berbeda nyata secara signifikan, tetapi tetap
menghambat pertumbuhan P. canaliculata. Sehingga dapat dikatakan konsentrasi
endosulfan secara nyata dapat berpengaruh terhadap pertambahan berat total
dan panjang cangkang P. canaliculata, tetapi pengaruh tersebut tidak berbanding
lurus dengan peningkatan konsentrasi endosulfan. Konsentrasi 0,001 mg/l
endosulfan yang dipaparkan dalam penelitian ini termasuk konsentrasi rendah,
tetapi tetap menghambat pertumbuhan P. canaliculata. Kanazawa (1981)
mengatakan bahwa racun yang masuk ke badan air dalam konsentrasi rendah
dapat langsung menyebabkan kematian pada organisme yang terdapat di
dalamnya. Tetapi pada konsentrasi yang lebih rendah lagi, dapat menyebabkan
terganggunya fungsi tubuh organisme tersebut (efek sub lethal).
Adanya perbedaan pertambahan berat total dan panjang cangkang P.
canaliculata antara kontrol dengan semua konsentrasi perlakuan disebabkan
faktor eksternal berupa polutan endosulfan dalam media pemeliharaan dan faktor
internal yaitu terganggunya proses fisiologis dan metabolisme tubuh akibat
bioakumulasi endosulfan. Pengaruh konsentrasi endosulfan merupakan tekanan
lingkungan bagi P. canaliculata sehingga hewan tersebut akan mereduksi
pertumbuhannya. Tereduksinya pertumbuhan P. canaliculata dapat terjadi karena
pertama, endosulfan yang terakumulasi menyebabkan organ tubuh P. canaliculata
mengalami gangguan sehingga mengurangi nafsu makan yang mengakibatkan laju
konsumsi pakan menurun, dan kedua pemanfaatan energi yang berasal dari
makanan lebih banyak digunakan untuk mempertahankan diri dari tekanan
lingkungan serta mengganti bagian sel tubuh yang rusak akibat bahan asing
(endosulfan) sehingga kelebihan energi dari penggunaan untuk proses tersebut
sangat sedikit dimanfaatkan untuk menambah bobot tubuh.
Secara normal menurut Waren (1971), sekitar 70% nilai energi yang
berasal dari makanan diprioritaskan dan dipergunakan untuk pemeliharaan
jaringan tubuh, tetapi apabila siput sakit atau mengalami gangguan lingkungan
akan mempengaruhi siput menggunakan energi untuk mempertahankan hidupnya
lebih besar dari biasanya. Selain itu Heath (1987) mengatakan polutan (termasuk
endosulfan) dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap
perilaku makan, cara makan, penyerapan, pencernaan, asimilasi, ekskresi dan
perubahan pada tingkat hormonal yang akhirnya berpengaruh terhadap
pertumbuhan. Adanya fluktuasi dan ketersediaan makanan, kondisi perairan dan
kondisi siput berpengaruh terhadap besarnya energi yang dikonsumsi oleh seekor
siput, sehingga energi yang dikonsumsi tersebut dapat lebih besar atau lebih kecil
dari energi yang dibelanjakannya. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan
atau penurunan energi tumbuh (Affandi dan Tang 2002).
Kesimpulan
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa konsentrasi endosulfan
dapat mempengaruhi kelangsungan hidup (mortalitas), dan pertumbuhan P.
canaliculata (berat total dan panjang cangkang). Semakin tinggi konsentasi dan
semakin lama waktu pemaparan, jumlah mortalitas semakin meningkat. Akan
tetapi aplikasi insektisida endosulfan tidak efektif membunuh P. canaliculata,
karena kemampuannya bertahan hidup pada perairan yang tercemar endosulfan.
Pada berat total dan panjang cangkang, kontrol berbeda nyata dengan konsentrasi
0,001 mg/l, sedangkan pada panjang cangkang kontrol berbeda nyata dengan
semua konsentrasi perlakuan. Endosulfan dengan konsentrasi 0,001 mg/l atau
lebih menghambat pertumbuhan P. canaliculata. Terhambatnya pertumbuhan P.
canaliculata diduga disebabkan terganggunya proses fisiologis dan metabolisme
tubuh akibat bioakumulasi endosulfan yang dipaparkan.
Ucapan terima kasih
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada
Drs. Sucahyo, M.Sc sebagi dosen pembimbing yang penuh kesabaran memberi
masukan dalam penulisan skrispsi ini sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. Tak
lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga untuk doa dan
dukungannya. Terima kasih banyak.
Daftar Pustaka
ADB. 1987. Handbook on the use of pesticides in Asia-Pasific Region. Asian
Development Bank.
Affandi R, Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air. Pekan Baru: Unri Press.
Arianti FD. 2002. Toksisitas Insektisida Endosulfan terhadap Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) dalam Lingkungan Air Tawar. Tesis. Bogor : Program
Sarjana, IPB.
Burky AJ. 1974. Growth and Biomass Production Of An Amphibious Snail, Pomacea
urceus (Muller) From Venezuela Savanah. Proceding of the Malacologycal
Society of London. Vol 41 (6).
Connel DW, GJ Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta :
Penerbit Universitas Indonesia.
Departemen Pertanian. 1991. Mengenal Siput Murbei Sebagai Hama Taaman Padi
dan Cara Pengendaliannya. Buletin Informasi Pertanian No. 01/1990-1991.
Departement of Agricultural-The Philiphine Rice Research Institute. 2001.
Management Option for the Golden Apple Snail. Maligaya : Departement of
Agricultural-The Philiphine Rice Research Institute
Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 2008. “Luas Serangan Siput murbei
pada Tanaman Padi Tahun 1997-2006, Rerata 10 Tahun dan Tahun 2007”.
Jakarta : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.
Effendie MI. 1978. Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan. Bogor : Institut Pertanian.
Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor : Yayasan Dewi Sri.
Heath AG. 1987. Water Pollution and Fish Physiology. Florida : CRC Ress Inc.
Hendarsih S dan Kurniawati N. 2008. “Siput murbei, Dari Hewan Peliharaan
Menjadi Hama Utama Padi Sawah. Jakarta : Balai Besar Penelitian Tanaman
Padi.
Joshi RC, Sebastian LS. 2002. Ovicidal Effect of a Molluscide on the Golden Apple
Snail in the Phillipines. International Rice Research Newsletter. 27(2): 26–28
Koesoemadinata S. 2000. Toksisitas Akut Insektisida Endosulfan, Klorpirifos, dan
Klorfluazuron pada Tiga Jenis Ikan Air Tawar dan Udang Galah. JPPI. 4(3–4):
36–43
Kanazawa J. 1981. Bioconcentration Potential of Pesticides by Aquatic Organisms.
Japan Pesticide Information. No 39: 12–16
Komisi Pestisida. 1990. Pedoman Pengujian Residu Pestisida dalam Hasil Pertanian;
Pelaksanaan Ketentuan Batas Maksimun Residu Pestisida. Jakarta :
Direktoran Perlindungan Tanaman Pangan, Departemen Pertanian RI.
Marwoto RM. 1997. “ Siput murbei atau Keong Murbei (Pomacea spp) di
Indonesia”. Prosiding III. Seminar Nasional Biologi XV. Perhimpunan Biologi
Indonesia Cabang Lampung dan Universitas Lampung. p.935–955
Mc Leese DW, Metcafle CD. 1980. Toxicities of eigth organochlorine compounds in
sedimen and seawater to Rangon septespinosa. – Bull. Envim. Contam.
Toxicol. (U.S) 25 : 921–928
Palmieri MD, James R Palmieri, and John T Sulivan. 1978. The Natural Diet of Three
Malaysian Freshwater Pulmonate Snail. The Malayana Nature Journal. 31(3)
Pascoe D. 1983. Toxicology (Studies in Biology). London : Edward Arnold
(Publishers) Limited.
Schoettger RA. 1970. Toxicology of thiodan in several fish and aquatic
invertebrates, US Department of the Interior, Bureau of Sport, Fish and
Wildlife, Investigations in Fish Control, Vol. 35, pp. 1–31.
Sitting M. 1980. Endosulfan. Manufactor and Toxic Materials Control
Encyclopedia. USA : Noyes dat Crops.
Susanto H. 1995. Siput Murbei, Pengendalian dan Pemanfaatannya. Yogyakarta :
Penerbit Kanisius.
Taufik I, Eddy S, Nirmala K. 2009. The effect of Endosulfan Bioaccumulation on the
Growth Of Carp, Cyprinus carpio. LINN. JAI. 8(1):59–65
Tarumingkeng RC. 1992. Insektisida : Sifat, Mekanisme Kerja, dan Dampak
Penggunaannya. Jakarta : Universitas Kristen Krida Wacana.
Teo SS. 2004. Biology of The Golden Apple Snail, Pomacea canaliculata (Lamarck,
1822), with Emphasis on Responses to Certain Enviromental Condition in
Sabah, Malasyia. Moluscan Research 24: 139–148
Unep, ILO, dan WHO. 1992. Endosulfan 40. Geneva. WHO
Waren CE. 1971. Biologi and Water Pollution Central. Philadephia: W.D. Sunders.
Co.
Wilbur KM, Owen G. 1966. Growth, in Physiology of Mollusca (Ed. By C.M Younge
and Karl M. Wilbur). New York : Mc Graw Hill Book Company.
Yudha IG. 1999. Toksisitas Akut dan Pengaruh Sublethal Endosulfan terhadap
Pertumbuhan dan Kondisi Hematologis Ikan Lele Dumbo (Clarian gariepnus).
Tesis. Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.