pengaruh formulasi tepung terigu, tepung rumput laut ...digilib.unila.ac.id/59420/3/skripsi tanpa...
TRANSCRIPT
PENGARUH FORMULASI TEPUNG TERIGU, TEPUNG RUMPUTLAUT (Eucheuma cottonii) DAN RUSIP BUBUK TERHADAP
SIFAT ORGANOLEPTIK DAN KIMIA MI KREMES
(Skripsi)
Oleh
REVA AGUSTIA
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDARLAMPUNG
2019
ABSTRACT
EFFECT OF WHEAT FLOUR, SEAWEED FLOUR (Eucheuma cottonii)AND POWDERED RUSIP FORMULATION ON THE ORGANOLEPTIC
AND CHEMICAL PROPERTIES OF KREMES NOODLE
By
REVA AGUSTIA
This aims of this research are to know the effect of wheat flour, seaweed flour, and
powdered rusip formulation on the organoleptic and chemical properties of kremes
noodle, and to know the best formulation of wheat flour, seaweed flour, and
powdered rusip. This research was designed in Complete Randomized Block Design
(CRBD) with 4 repetitions. The treatment in this study used 6 formulation of wheat
flour, seaweed flour, and powdered rusip, that are F1 (90:10:0:0)%, F2 (81:10:5:4)%,
F3 (74:10:10:6)%, F4 (67:10:15:8)%, F5 (60:10:20:10)%, F6 (53:10:25:12)%, and F7
(46:10:30:14)%. Each sample was tested for organonoleptic and chemical properties.
The data obtained were analyzed in variance similarity with the Bartlett Test and data
addition with the Tuckey Test. The data were further tested by Honestly Significant
Reva Agustia
ii
Difference (HSD) test at the level of 5%. The research result showed that the best
formulation of wheat flour, seaweed flour, and powdered rusip formulation based on
organoleptic and chemical properties of kremes noodle was the formulation F5 with
60% wheat flour, 10% tapioca, 20% seaweed flour, and 10% powdered rusip.
Kremes noodle with the best formulation resulted kremes noodle with savory taste
(3,76), typical rusip aroma (3,69), brown color (2,45), and crispy texture (3,84), with
a moisture content 3,58%, ash content 9,90%, protein content 11,40%, fat content
14,16%, dietary fiber content 10,28%, and carbohydrates content 50,68%.
Keywords : kremes noodle, powdered rusip, seaweed flour, wheat flour
ABSTRAK
PENGARUH FORMULASI TEPUNG TERIGU, TEPUNG RUMPUTLAUT (Eucheuma cottonii) DAN RUSIP BUBUK TERHADAP
SIFAT ORGANOLEPTIK DAN KIMIA MI KREMES
Oleh
REVA AGUSTIA
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh formulasi tepung terigu, tepung rumput
laut, dan rusip bubuk terhadap sifat organoleptik dan kimia mi kremes, dan
mengetahui formulasi tepung terigu, tepung rumput laut, dan rusip bubuk terbaik.
Penelitian ini disusun secara nonfaktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(RAKL) dengan 4 kali ulangan. Perlakuan pada penelitian ini menggunakan 6
formulasi tepung terigu, tapioka, tepung rumput laut, dan rusip bubuk yaitu
F1 (90:10:0:0)%, F2 (81:10:5:4)%, F3 (74:10:10:6)%, F4 (67:10:15:8)%,
F5 (60:10:20:10)%, F6 (53:10:25:12)%, dan F7 (46:10:30:14)%. Masing-masing
sampel diuji sifat organonoleptik dan sifat kimia. Data yang diperoleh dianalisis
kesamaan ragam dengan uji bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey.
Data selanjutnya dianalisis lebih lanjut dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada
Reva Agustia
iv
taraf 5%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa formulasi tepung terigu, tepung
rumput laut, dan rusip bubuk terbaik berdasarkan sifat organoleptik dan sifat kimia
mi kremes adalah formulasi F5 (60:10:20:10)%. Mi kremes dengan formulasi F5
menghasilkan mi kremes dengan rasa gurih (3,76), aroma khas rusip (3,69), warna
coklat (2,45), dan tekstur renyah (3,84), dengan kandungan kadar air 3,58%, kadar
abu 9,90%, kadar protein 11,40%, kadar lemak 14,16%, kadar serat 10,28%, dan
kadar karbohidrat 50,68%.
Kata kunci : mi kremes, rusip bubuk, tepung rumput laut, tepung terigu
PENGARUH FORMULASI TEPUNG TERIGU, TEPUNG RUMPUTLAUT (Eucheuma cottonii) DAN RUSIP BUBUK TERHADAP
SIFAT ORGANOLEPTIK DAN KIMIA MI KREMES
Oleh
REVA AGUSTIA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknologi Hasil PertanianFakultas Pertanian Universitas Lampung
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2019
x
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 24 agustus 1997 sebagai anak
pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ramli dan Ibu Eviyana.
Penulis memiliki 2 orang adik yaitu Aditya Abigail dan Raihan Farras Naufal.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanan-Kanak di TK Al-Azhar III
Bandar Lampung pada tahun 2003, Sekolah Dasar di SD Al-Azhar II Bandar
Lampung pada tahun 2009, Sekolah Menengah Pertama di SMP Al-Azhar Medan
pada tahun 2012, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Al-Azhar III Bandar
Lampung pada tahun 2015.
Pada Tahun 2015, penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur undangan Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN). Pada bulan Januari – Maret 2018
penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Taman Asri,
Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur. Pada bulan Juli – Agustus
2018 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Keong Nusantara Abadi
Lampung Selatan dengan judul “Mempelajari Proses Produksi Nata De Coco
Kemasan 235 Gram di PT Keong Nusantara Abadi Natar, Lampung Selatan”.
x
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi Asisten Dosen Mata Kuliah
Kimia Fisik pada Tahun Ajaran 2017/2018, Asisten Dosen Mata Kuliah
Teknologi Hasil Hewani pada Tahun Ajaran 2018/2019, dan Asisten Dosen Mata
Kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan pada Tahun Ajaran 2018/2019.
Selama menjadi mahasiswa penulis juga mengikuti organisasi Himpunan
Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Lampung sebagai Anggota Bidang Dana dan Usaha periode 2016/2017.
xii
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah karena atas Rahmat, Hidayah, dan
Inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Pengaruh Formulasi Tepung Terigu, Tepung Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dan
Rusip Bubuk Terhadap Sifat Organoleptik dan Kimia Mi Kremes”. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini telah banyak mendapatkan bimbingan,
arahan, serta nasihat baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung yang memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan skripsi.
2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung yang memfasilitasi penulis dalam
menyelesaikan skripsi.
3. Ibu Dyah Koesoemawardani, S.Pi., M.P., selaku Dosen Pembimbing Akademik
sebagai Dosen Pembimbing Pertama yang memberikan kesempatan, izin
penelitian, bimbingan, saran dan nasihat yang telah diberikan kepada penulis
selama menjalani perkuliahan hingga menyelesaikan skripsi ini.
xii
4. Ibu Ir. Zulferiyenni, M.T.A., selaku Dosen Pembimbing Kedua, yang telah
menjadi ibu penulis di kampus yang memberikan banyak bimbingan, arahan,
masukan serta dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P., selaku Dosen Pembahas yang telah
memberikan saran serta masukan terhadap skripsi penulis.
6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pengajar, staf dan karyawan di Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, yang telah mengajari,
membimbing, dan juga membantu penulis dalam menyelesaikan administrasi
akademik.
7. Keluarga penulis Ayah, Ibu, Adik-adikku, keluarga besar penulis serta Kak Rian
yang telah mendoakan, memberikan motivasi, nasihat, serta dukungan moral dan
materi yang telah diberikan demi keberhasilan penulis.
8. Keluarga penulis di kampus Ejum, Bunga, Anin, Dian, Gunawan, Rio, Bima,
Aulia, Hayyin, Nova, dan Raka yang telah mewarnai hidup, menemani,
membantu, mendukung, menegur, mengingatkan serta menjadi tempat penulis
untuk berkeluh kesah.
9. Keluarga besar THP angkatan 2015 terima kasih atas perjalanan, kebersamaan
serta seluruh cerita suka maupun dukanya selama ini.
10. Pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Lampung periode 2016/2017 serta abang – abang, mbak –
mbak dan adik – adik keluarga besar HMJ THP FP Unila yang telah memberikan
kesempatan dan banyak pengalaman bagi penulis selama menjadi anggota HMJ
THP.
xii
11. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas segala bantuan
dan dukungan selama penyelesaian skripsi ini.
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan keikhlasan yang
telah diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pembaca.
Bandar Lampung, 1 Oktober 2019
Reva Agustia
xv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xix
I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2. Tujuan ............................................................................................ 3
1.3. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 3
1.4. Hipotesis ........................................................................................ 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 8
2.1. Mi .................................................................................................. 8
2.2. Mi Kering ...................................................................................... 10
2.3. Karakteristik Mutu Mi ................................................................... 11
2.4. Bahan Pembuatan Mi Kering ........................................................ 12
2.5. Metode Pembuatan Mi Kremes ...................................................... 15
2.6. Tepung Terigu ................................................................................ 18
2.7. Rumput Laut (Eucheuma cottonii) ................................................. 20
2.8. Rusip .............................................................................................. 26
2.9. Rusip Bubuk .................................................................................. 28
III. METODE PENELITIAN ................................................................ 30
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 30
3.2. Alat dan Bahan .............................................................................. 30
xv
3.3. Metode Penelitian .......................................................................... 31
3.4. Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 32
3.4.1. Pembuatan Rusip Bubuk ..................................................... 32
3.4.2. Pembuatan Mi Kremes ........................................................ 34
3.5. Pengamatan ................................................................................... 36
3.5.1. Pengujian Sifat Organoleptik .............................................. 36
3.5.2. Pengujian Kadar Air ............................................................ 38
3.5.3. Pengujian Kadar Abu .......................................................... 38
3.5.4. Pengujian Kadar Protein ...................................................... 39
3.5.5. Pengujian Kadar Serat ......................................................... 40
3.5.6. Pengujian Kadar Karbohidrat .............................................. 41
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 42
4.1. Hasil Pengamatan ......................................................................... 42
4.1.1. Rasa ..................................................................................... 42
4.1.2. Aroma .................................................................................. 45
4.1.3. Warna .................................................................................. 47
4.1.4. Tekstur ................................................................................. 50
4.1.5. Kadar Air ............................................................................. 52
4.1.6. Kadar Abu ........................................................................... 54
4.2. Perlakuan Terbaik .......................................................................... 57
V. SIMPULAN ......................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 62
LAMPIRAN............................................................................................... 68
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Standar Mutu Mi Kering Berdasarkan SNI 8217:2015 ....................... 11
2. Kandungan Nilai Gizi pada Tepung Terigu per 100g.......................... 20
3. Sifat Fisik dan Kimia Tepung Rumput Laut Eucheuma cottonii ......... 22
4. Kandungan Zat Gizi Rumput Laut Eucheuma cottonii (berat kering). 23
5. Beberapa Jenis Serat Terlarut pada Rumput Laut................................ 25
6. Persentase Formulasi Bahan Baku Utama Pembuatan Mi Kremes ..... 31
7. Formulasi Pembuatan Mi Kremes dengan Berat Total Bahan BakuUtama 200 g ......................................................................................... 32
8. Kuisioner Uji Skoring Mi Kremes ....................................................... 37
9. Hasil Uji BNJ 0,05 pada Parameter Rasa Mi Kremes dengan FormulasiTepung Terigu, Tepung Rumput Laut, dan Rusip Bubuk ................... 42
10. Hasil Uji BNJ 0,05 pada Parameter Aroma Mi Kremes dengan FormulasiTepung Terigu, Tepung Rumput Laut, dan Rusip Bubuk ................... 45
11. Hasil Uji BNJ 0,05 pada Parameter Warna Mi Kremes dengan FormulasiTepung Terigu, Tepung Rumput Laut, dan Rusip Bubuk ................... 48
12. Hasil Uji BNJ 0,05 pada Parameter Tekstur Mi Kremes dengan FormulasiTepung Terigu, Tepung Rumput Laut, dan Rusip Bubuk ................... 51
13. Hasil Uji BNJ 0,05 pada Parameter Kadar Air Mi Kremes denganFormulasi Tepung Terigu, Tepung Rumput Laut, dan Rusip Bubuk .. 53
14. Hasil Uji BNJ 0,05 pada Parameter Kadar Abu Mi Kremes denganFormulasi Tepung Terigu, Tepung Rumput Laut, dan Rusip Bubuk .. 55
15. Rekapitulasi Hasil Uji BNJ 0,05 pada Uji Organoleptik Mi Kremes
xvii
dengan Formulasi Tepung Terigu, Tepung Rumput Laut, danRusip Bubuk......................................................................................... 57
16. Biaya Produksi Mi Kremes ................................................................. 58
17. Hasil Uji Kimia Mi Kremes dengan Formulasi Tepung Terigu, TepungRumput Laut, dan Rusip Bubuk .......................................................... 59
18. Nilai Rata – Rata Pengujian Sifat Organoleptik Parameter RasaMi Kremes ........................................................................................... 69
19. Uji Kehomogenan Ragam (Barlett’s Test) Parameter RasaMi Kremes ........................................................................................... 69
20. Analisis Sidik Ragam Parameter Rasa Mi Kremes.............................. 70
21. Uji Lanjut BNJ 0,05 Parameter Rasa Mi Kremes ................................ 70
22. Nilai Rata – Rata Pengujian Sifat Organoleptik Parameter AromaMi Kremes ........................................................................................... 70
23. Uji Kehomogenan Ragam (Barlett’s Test) Parameter AromaMi Kremes ........................................................................................... 71
24. Analisis Sidik Ragam Parameter Aroma Mi Kremes .......................... 71
25. Uji Lanjut BNJ 0,05 Parameter Aroma Mi Kremes............................. 72
26. Nilai Rata – Rata Pengujian Sifat Organoleptik Parameter WarnaMi Kremes ........................................................................................... 72
27. Uji Kehomogenan Ragam (Barlett’s Test) Parameter WarnaMi Kremes ........................................................................................... 72
28. Analisis Sidik Ragam Parameter Warna Mi Kremes........................... 73
29. Uji Lanjut BNJ 0,05 Parameter Warna Mi Kremes ............................. 73
30. Nilai Rata – Rata Pengujian Sifat Organoleptik Parameter TeksturMi Kremes ........................................................................................... 74
31. Uji Kehomogenan Ragam (Barlett’s Test) Parameter TeksturMi Kremes ........................................................................................... 74
32. Analisis Sidik Ragam Parameter Tekstur Mi Kremes ......................... 75
33. Uji Lanjut BNJ 0,05 Parameter Tekstur Mi Kremes............................ 75
xvii
34. Nilai Rata – Rata Pengujian Parameter Kadar Air Mi Kremes............ 75
35. Uji Kehomogenan Ragam (Barlett’s Test) Parameter Kadar AirMi Kremes ........................................................................................... 76
36. Analisis Sidik Ragam Parameter Kadar Air Mi Kremes ..................... 76
37. Uji Lanjut BNJ 0,05 Parameter Kadar Air Mi Kremes........................ 77
38. Nilai Rata – Rata Pengujian Parameter Kadar Abu Mi Kremes .......... 77
39. Uji Kehomogenan Ragam (Barlett’s Test) Parameter Kadar AbuMi Kremes ........................................................................................... 77
40. Analisis Sidik Ragam Parameter Kadar Abu Mi Kremes.................... 78
41. Uji Lanjut BNJ 0,05 Parameter Kadar Abu Mi Kremes ...................... 78
xx
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Eucheuma cotttonii............................................................................... 21
2. Rusip .................................................................................................... 27
3. Proses Pembuatan Rusip Bubuk........................................................... 29
4. Diagram Alir Pembuatan Rusip .......................................................... 33
5. Diagram Alir Pembuatan Rusip Bubuk ............................................... 34
6. Diagram Alir Pembuatan Mi Kremes .................................................. 35
7. Perbandingan Warna Mi Kremes, (A) Tepung Rumput Laut danRusip Bubuk, (B) Komersial Yang Sudah Berbumbu ......................... 49
8. Bahan Baku Pembuatan Mi Kremes .................................................... 79
9. Bahan Baku Pembuatan Rusip ............................................................. 80
10. Proses Pembuatan Rusip ...................................................................... 80
11. Proses Pembuatan Rusip Bubuk........................................................... 81
12. Proses Pembuatan Adonan Mi ............................................................. 82
13. Proses Pembuatan Untaian Mi ............................................................. 83
14. Proses Pengovenan Mi ......................................................................... 83
15. Proses Penggorengan Mi...................................................................... 83
16. Sampel Mi Kremes Berbagai Perlakuan .............................................. 84
17. Sampel Pengujian Sensori.................................................................... 85
18. Pengujian Sensori Mi Kremes.............................................................. 85
xx
19. Proses Pengujian Kadar Air ................................................................. 85
20. Proses Pengujian Kadar Abu................................................................ 86
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mi merupakan salah satu makanan utama di Asia termasuk juga Indonesia.
Kecenderungan dan pola hidup masyarakat modern menuntut makanan siap saji.
Bahan pangan yang umum dikonsumsi masyarakat sebagai bahan pangan siap saji
pengganti nasi adalah mi. Berdasarkan SNI 8217 : 2015 (SNI Mi Kering), mi
merupakan produk olahan makanan yang berbahan dasar tepung terigu dengan
atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang
diizinkan. Seiring berjalannya waktu penyajian mi tidak hanya sebagai makanan
pokok pengganti nasi, akan tetapi mi juga dapat dikonsumsi sebagai cemilan, di
antaranya mi kremes. Mi kremes mempunyai tekstur kering dan renyah sehingga
dapat digolongkan ke dalam mi kering.
Perbedaan mi kremes dan mi kering terdapat pada cara pengeringannya. Mi
kering merupakan produk mi yang dikeringkan hingga mencapai kadar air sekitar
8-10% (Mulyadi et al., 2013). Mi kering diolah dengan metode mengeringkan mi
mentah dengan cara dijemur atau menggunakan oven pada suhu ± 50ºC,sehingga
mempunyai daya simpan yang cukup lama (Widyaningtyas dan Susanto, 2015).
Mi kremes merupakan jenis mi kering yang telah melewati proses pengeringan
2
dan proses penggorengan terlebih dahulu sebelum disajikan (Sesar, 2018). Mi
yang banyak dikonsumsi saat ini merupakan mi yang berbahan baku utama tepung
terigu yang banyak memiliki kandungan karbohidrat tanpa adanya komponen lain
yang dapat meningkatkan kandungan gizi pada mi seperti serat dan protein.
Rumput laut merupakan tanaman perairan yang memiliki kandungan serat cukup
tinggi yang terdiri dari gum dan selulosa. Rumput laut juga mangandung zat gizi
seperti karbohidrat, protein, sedikit lemak, abu, vitamin serta mineral. Serat dapat
bersumber dari bahan yang mengandung selulosa, hemiselulosa, lignin, dan gum.
Dwiyitno (2011) menyatakan bahwa rumput laut dapat digunakan sebagai sumber
serat pangan yang potensial. Serat merupakan komponen penting dalam bahan
pangan yang berfungsi menjaga kesehatan dan keseimbangan fungsi sistem
pencernaan. Rumput laut juga diketahui dapat mempengaruhi sifat sensori mi.
Kumalasari (2010) menyatakan bahwa penambahan rumput laut mempengaruhi
tekstur mi dan daya terimanya.
Bahan lain yang berperan untuk meningkatkan nilai gizi mi kremes pada
penelitian ini yaitu rusip bubuk. Rusip bubuk dibuat dari rusip atau produk ikan
fermentasi yang dikeringkan lalu dihaluskan menjadi bubuk. Koesoemawardani
dan Ali (2016) menyatakan bahwa rusip bubuk mengandung protein yang cukup
tinggi sekitar 28%. Selain itu, rusip bubuk juga mengandung asam glutamat dan
asam aspartat, serta senyawa volatil yang berperan memberikan pengaruh pada
aroma dan rasa (Koesoemawardani et al., 2018), sehingga dapat digunakan
sebagai penambah rasa pada mi kremes. Penggunaan rusip bubuk ini
3
dimanfaatkan sebagai bumbu tambahan pemberi rasa dan aroma pada produk mi
kremes. Koesoemawardani et al. (2018) menambahkan rusip bubuk ke dalam
pembuatan krupuk dan memperbaiki sifat kimia kerupuk. Berdasarkan uraian
tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mendapatkan formulasi tepung terigu,
tepung rumput laut dan rusip bubuk terbaik pada pembuatan mi kremes dengan
biaya yang rendah. Hal ini terkait dengan penggunaan tepung rumput laut dan
rusip bubuk sebagai pengganti dari sebagian tepung terigu pada pembuatan mi
kremes.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh formulasi tepung terigu, tepung rumput laut, dan rusip
bubuk terhadap sifat organoleptik dan kimia mi kremes, dan
2. Mengetahui formulasi tepung terigu, tepung rumput laut, dan rusip bubuk
terbaik.
1.3. Kerangka Pemikiran
Mi kering adalah mi segar yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai
8-10 %, sehingga mempunyai masa simpan yang cukup panjang (Astawan, 2008).
Berdasarkan SNI 8217:2015, mi kering terbuat dari bahan baku utama tepung
terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan
pangan yang diizinkan, dengan kandungan kadar air 8 – 13%, kadar protein
4
8 – 10%, serta sifat sensori yang normal. Salah satu produk mi kering adalah mi
kremes. Mi kremes merupakan produk dari mi kering, yang telah melewati proses
pengeringan dan penggorengan sebelum disajikan. Mi kremes dalam
penyajiannya sudah dicampurkan dengan bumbu dan dikremes atau dihancurkan
terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.
Bahan baku utama dalam pembuatan mi kremes adalah tepung terigu.
Berdasarkan SNI 3751:2009, tepung terigu merupakan tepung yang dibuat dari
endosperma biji gandum Triticum aestivum L. (club wheat) atau Triticum
compactum Host atau campuran keduanya. Karakteristik tepung terigu yaitu
memiliki warna putih, berbentuk serbuk, dan beraroma normal (bebas dari bau
asing). Tepung terigu mengandung karbohidrat mencapai 76,3 g per
100 g, dan kadar protein 10,3 g per 100 g. Kandungan protein utama tepung
terigu yang berperan dalam pembuatan mi adalah gluten. Gluten dapat dibentuk
dari gliadin (prolamin dalam gandum) dan glutenin. Protein tepung terigu dalam
pembuatan mi harus dalam jumlah yang cukup tinggi supaya mi menjadi elastis
dan tahan terhadap penarikan sewaktu proses produksinya (Koswara, 2009). Mi
dengan bahan baku utama tepung terigu saja kurang memiliki kandungan gizi
yang beragam. Oleh karena itu, mi kremes pada penelitian ini akan
diformulasikan dengan tepung rumput laut dan rusip bubuk untuk meningkatkan
kandungan gizi serta memperbaiki sifat sensorinya.
Tepung rumput laut memiliki karakteristik yaitu berwarna putih sedikit
kecoklatan, berbentuk sebuk, dan beraroma sedikit amis, sehingga penambahan
5
rumput laut kedalam suatu adonan akan menghasilkan produk dengan warna
sedikit kecoklatan, serta beraroma sedikit amis. Kandungan serat pangan total
rumput laut mencapai 83% (Ristanti, 2003). Tepung rumput laut mengandung
serat yang dapat meningkatkan kandungan gizi dan dapat memperbaiki tekstur mi
kremes. Selain serat, rumput laut juga mengandung berbagai senyawa bioaktif,
beberapa di antaranya tidak terdapat pada tanaman lain, seperti: lektin atau
fikobiliprotein, senyawa polifenol, florotannin dan polisakarida tertentu. Oleh
karena itu, rumput laut berpotensi sebagai bahan yang dapat memperbaiki sifat
fisiologis. Peningkatan sifat fisiologis mi kremes berkaitan dengan peran serat
dalam tubuh. Berdasarkan karakteristiknya penggunaan tepung rumput laut akan
memberikan pengaruh berupa produk dengan warna putih sedikit kecoklatan,
beraroma sedikit amis, dan memperbaiki tekstur, akan tetapi penggunaan dengan
konsentrasi tinggi dapat menyebabkan adonan tidak dapat dicetak dengan baik.
Rumput laut diduga dapat mempengaruhi tekstur mi, hal ini dikarenakan rumput
laut mengandung pikoloid yang termasuk dalam hidrokoloid. Menurut Parimala
dan Sudha (2012) dan Maslin et al. (2017) hidrokoloid yang terdapat pada rumput
laut dapat meningkatkan kekerasan, kekompakan, dan kerekatan sifat bahan.
Sihmawati et al. (2019) menyebutkan bahwa hal tersebut terjadi karena
hidrokoloid karagenan dapat berinteraksi dengan makromolekul yang seperti
protein yang mempengaruhi pembentukan gel. Oleh karena itu, pembentukan gel
tersebut menyebabkan terjadi peningkatan kekenyalan pada mi. Murniyati et al.
(2010) menyatakan bahwa penambahan ikan dan rumput laut menghasilkan mi
kering dengan tekstur yang renyah dan tidak liat. Penggunaan tepung rumput laut
6
memberikan banyak manfaat, akan tetapi dari segi ekonomis tepung rumput laut
sendiri memiliki harga yang cukup mahal. Oleh karena itu diperlukan formulasi
yang tepat untuk mendapatkan mi kremes terbaik dari sifat organoleptik dan
kimia, serta nilai ekonomisnya.
Penelitian ini menggunakan rusip bubuk yang ditambahkan kedalam adonan mi
kremes. Rusip bubuk memiliki karakteristik yaitu berwarna coklat, berbentuk
serbuk, memiliki rasa yang asin, serta beraroma khas ikan fermentasi. Rusip
bubuk memiliki kandungan kadar protein sebesar 28% dan kadar garam sebesar
8%, serta mengandung senyawa volatil yang dapat mempengaruhi aroma
(Koesoemawardani dan Ali, 2016). Penambahan rusip bubuk dengan kandungan
kadar protein cukup tinggi ke dalam adonan mi kremes dapat meingkatkan
kandungan proteinnya. Koesoemawardani et al. (2018) menyatakan kerupuk
dengan penambahan rusip bubuk sebesar 8-10% menghasilkan kerupuk dengan
sifat kimia dan sensori terbaik.
Selain senyawa volatil, rusip juga memiliki kandungan asam amino yang cukup
dominan berupa asam glutamat dan asam aspartat yang dapat menyumbangkan
rasa serta aroma (Koesoemawardani et al., 2018). Pembuatan mi kremes ini tanpa
penambahan garam, sehingga rusip dapat digunakan sebagai bahan tambahan
penyumbang rasa dan aroma. Mi kremes komersial pada umumnya menggunakan
penguat rasa tambahan berupa mononatrium atau monosodium glutamat (MSG)
untuk memberikan rasa terhadap produk. Penggunaan rusip bubuk dapat
7
dimanfaatkan sembagai bumbu tambahan pengganti MSG, karena rusip bubuk
memiliki kandungan asam glutamat serta kadar garam yang cukup tinggi.
Formulasi penambahan tepung rumput laut dan rusip bubuk ke dalam adonan mi
kremes haruslah tepat. Jika formulasi penambahan tepung rumput laut terlalu
tinggi mengakibatkan tekstur mi menjadi keras dan sulit dibentuk, serta dapat
menutupi aroma dan rasa yang diinginkan pada mi. Formulasi penambahan
tepung rumput laut terlalu sedikit dapat mengakibatkan tekstur yang lembek pada
mi. Begitu juga dengan penambahan rusip bubuk, jika formulasi penambahan
terlalu tinggi mengakibatkan warna yang gelap, serta rasa asin yang berlebihan.
Formulasi penambahan yang tinggi dapat meningkatkan kadar protein pada mi
kremes, akan tetapi dapat menurunkan tingkat kesukaan panelis. Jika formulasi
penambahan sedikit pengaruh rusip bubuk pada rasa dan aroma mi tidak seperti
yang diinginkan. Oleh karena itu diperlukan formulasi yang tepat untuk
mendapatkan mi kremes dengan sifat organoleptik dan kimia terbaik.
1.4. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Terdapat pengaruh formulasi tepung terigu, tepung rumput laut, dan rusip
bubuk terhadap sifat organoleptik dan kimia mi kremes, dan
2. Terdapat formulasi tepung terigu, tepung rumput laut, dan rusip bubuk terbaik.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mi
Mi merupakan salah satu jenis pangan olahan yang sudah sangat popular bagi
masyarakat Indonesia. Data permintaan global mi instan berdasarkan World
Instant Noodles Association (WINA), Indonesia merupakan negara kedua terbesar
pengkonsumsi mi instan setelah negara Cina. Konsumsi mi instan di Indonesia
pada tahun 2017 mencapai 12.620.000.000 bungkus. Beragam jenis mi dapat
dijumpai dipasar, yang disebabkan oleh adanya perbedaan komposisi bahan baku
dan teknik penyiapannya (Purwani et al., 2006).
Walaupun pada prinsipnya mi dibuat dengan cara yang sama, tetapi di pasaran
dikenal beberapa jenis mi, seperti mi segar / mentah (raw Chinese noodle), mi
basah (boiled noodle) mi kering (steam and fried noodle), dan mi instan (instant
noodle ). Mi segar atau mi mentah adalah mi yang tidak mengalami proses
tambahan setelah pemotongan dan mengandung kadar air sekitar 35 %. Mi basah
adalah jenis mi yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan
sebelum dipasarkan dan mengandung kadar air 52 %. Mi kering adalah mi segar
yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10 % (Astawan, 2008).
9
Berdasarkan cara penyiapannya dikenal beberapa jenis mi, yaitu mi basah, mi
kering dan mi instan. Menurut Koswara (2009), dan Sesar (2018), berdasarkan
segi tahap pengolahan dan kadar airnya, mi dapat dibagi menjadi 6 golongan :
1. Mi segar
Mi mentah atau mi segar, adalah produk mi langsung dari proses pemotongan
lembaran adonan tanpa melalui proses pemanasan terlebih dahulu. Mi ini
mempunyai kadar air sekitar 35%.
2. Mi basah
Mi basah, adalah mi segar yang sebelum dipasarkan melalui proses perebusan
dalam air mendidih terlebih dahulu. Jenis mi ini memiliki kadar air sekitar
52%.
3. Mi kering
Mi kering adalah mi segar yang setelah dikukus kemudian dikeringkan, jenis
mi ini memiliki kadar air sekitar 10%.
4. Mi goreng
Mi goreng adalah mi segar yang digoreng terlebih dahulu sebelum dipasarkan.
5. Mi instan
Mi instan atau mi siap hidang adalah mi segar yang telah melalui proses
pengukusan dan dikeringkan, sehingga menjadi mi kering atau digoreng
menjadi mi instan goreng (instant fried noodles).
6. Mi kremes
Mi kremes merupakan salah satu produk dari mi kering, namun setelah
di keringkan selanjutnya digoreng terlebih dahulu kemudian dicampurkan
bumbu. Mi kremes adalah snack atau cemilan yang pas buat anak-anak karena
10
rasanya yang gurih dan lezat membuat mi kremes disukai siapa saja mulai dari
anak-anak hingga dewasa (Sesar, 2018).
2.2. Mi Kering
Mi kering didefinisikan sebagai produk yang dibuat menggunakan bahan baku
utama tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan
bahan tambahan pangan yang diizinkan. Proses pembuatan mi melalui
beberapa proses, yaitu proses pencampuran, pengadukan, pencetakan lembaran
(sheeting), pembuatan untaian (slitting), dengan atau tanpa pengukusan
(steaming), pemotongan (cutting) berbentuk khas mi, digoreng atau dikeringkan
(SNI 8217:2015). Salah satu produk dari mi kering adalah mi kremes. Mi
kremes sendiri merupakan mi kering yang setelah dikeringkan harus melalui
proses penggorengan terlebih dahulu (Sesar, 2018).
Mi kremes adalah jajanan yang pas buat anak-anak, karena rasanya yang gurih
dan lezat membuat mi kremes disukai siapa saja mulai dari anak-anak hingga
dewasa. Selain itu kemasannya yang praktis dan mudah dibawa kemana saja.
Kandungan gizi mi kremes dalam 1 bungkus (20 gr ) yaitu energi sebesar 90
kkal, Protein 1 gr, Lemak 3,5 gr dan Karbohidrat 14 gr. Zat gizi lainnya yaitu
lemak jenuh 3,5 gr , lemak trans 1,5 gr , kolestrol 0 mg. Serat 0 gr, Gula 1 gr,
Serat 0 gr, Sodium 200 mg dan Kalium 0 mg (Sesar, 2018). Ketentuan dari
mutu mi instan berdasarkan Standar Nasional Indonesia dapat dilihat pada
Tabel 1.
11
Tabel 1. Standar Mutu Mi Kering Berdasarkan SNI 8217:2015
No. Kriteria Uji SatuanPersyaratan
Digoreng Dikeringkan1. Keadaan
1. Bau - Normal Normal2. Rasa - Normal Normal3. Warna - Normal Normal4. Tekstur - Normal Normal
2. Kadar Air Fraksi massa, % Maks. 8 Maks. 133. Kadar Protein (N x 6,25) Fraksi massa, % Min. 8 Min. 10
4. Bilangan AsamMg KOH/g
minyakMaks. 2 -
5. Kadar Abu Tidak Larutdalam Asam
Fraksi massa, % Maks. 0,1 Maks. 0,1
6. Cemaran Logama. Timbal (Pb) Mg/Kg Maks. 1,0 Maks. 1,0b. Kaadmium (Cd) Mg/Kg Maks. 0,2 Maks. 0,2c. Timah (Sn) Mg/Kg Maks. 40,0 Maks. 40,0d. Merkuri (Hg) Mg/Kg Maks. 0,05 Maks. 0,05
7. Cemaran arsen (As) Mg/Kg Maks. 0,5 Maks. 0,058. Cemaran mikroba
8.1 Angka lempeng total Koloni/gMaks.1x10⁶
Maks.1x10⁶
8.2 Escherichia coli APM/g Maks. 10 Maks. 108.3 Staphylococcus aureus Koloni/g Maks. 1x10³ Maks. 1x10³8.4 Bacillus cereus Koloni/g Maks. 1x10³ Maks. 1x10³
8.5 Kapang Koloni/gMaks.1x10⁴
Maks.1x10⁴
9. Deoksinivalenol μg/kg Maks. 750 Maks. 750
Sumber : Standar Nasional Indonesia (2015)
2.3. Karakteristik Mutu Mi
Mi memiliki beberapa karakteristik untuk menjadikannya mi dengan mutu yang
baik. Menurut Koswara (2009), mutu mi kering instan biasanya ditentukan
berdasarkan pada warna, cooking quality dan tekstur. Mi harus nampak putih,
meskipun beberapa konsumen ada yang menghendaki mi berwarna tertentu, untuk
12
itu adonan biasanya ditambahkan zat pewarna. Mi jika dimasak akan cepat
matang, dan setelah matang mi tetap utuh, tidak terlarut dalam cairan pemasak
serta tidak lengket atau kendor. Tekstur mi dapat dirasakan memlalui daya
kekuatan menahan gigitan dan sapuan permukaan mi dengan permukaan mulut.
2.4. Bahan Pembuatan Mi Kering
Menurut Rustandi (2011), bahan-bahan tambahan yang diperlukan dalam
pembuatan mi memiliki kegunaan seperti, menambah berat mi, menambah
volume, memperbaiki kualitas, warna dan rasa mi. Penambahan bahan lain dalam
pembuatan mi dapat meningkatkan kualitas mi. Bahan baku yang digunakan
dalam pembuatan mi antara lain :
a. Tepung terigu
Tepung terigu merupakan bahan dasar dalam pembuatan mi, yang bersumber
dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Tepung terigu pada
pembuatan mi berfungsi sebagai pembentuk struktur mi yang juga
mengandung sumber protein dan karbohidrat. Pembuatan mi memerlukan
tepung terigu dengan kandungan protein yang cukup tinggi, agar mi yang
dihasilkan menjadi elastis dan mempunyai kuat tarik yang baik. Kandungan
protein utama dalam tepung terigu adalah gluten. Gluten terbentuk dari gliadin
(prolamin dalam gandum) dan glutenin (Koswara, 2009).
Tepung terigu memiliki kandungan protein sekitar 8 – 14%. Protein tersebut
berupa gluten, gluten dapat membuat adonan menjadi kenyal dan dapat
mengembang karena dapat mengikat udara.. Protein tersebut saat ditambahkan
13
air dan melalui proses mekanis seperti pengadukan dan pengulenan akan
menjadi gluten. Gluten memiliki sifat elastis dan plastis yang akan
menghasilkan mi dapat dicetak, kenyal, dan tidak mudah putus. Semakin
tinggi kadar protein tepung terigu maka semakin banyak gluten yang dapat
terbentuk, sehingga mi yang dihasilkan akan semakin kenyal dan elastis
(Astawan, 2008).
b. Tapioka
Tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain
sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan
tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung
tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan
sebagai bahan bantu pewarna putih. Tapioka juga banyak digunakan sebagai
bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pengikat dalam industri makanan,
seperti dalam pembuatan puding, sop, makanan bayi, es krim, pengolahan sosis
daging, industri farmasi, dan lain-lain (Sesar, 2018).
c. Telur
Telur berfungsi sebagai pengembang, pembentuk warna, pemberi rasa, dan
penambah nilai gizi pada produk. Penambahan telur dimaksudkan untuk
meningkatkan mutu protein mi dan menciptakan adonan yang lebih liat
sehingga tidak mudah putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan
air perebusan mi pada saat pemasakan. Kuning telur mengandung lechitin
yang dapat mempercepat hidrasi air pada tepung dan berguna untuk
mengembangkan adonan dan memberi warna pada mi (Astawan, 2008).
14
d. Air
Air dalam pembuatan mi berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dan
karbohidrat, melarutkan garam, serta dapat membentuk sifat kenyal gluten.
Gluten dan pati akan mengembang dengan terdapatnya air. Makin banyak air
yang diserap, mi menjadi tidak mudah patah (Koswara, 2009). Pemberian
jumlah air yang optimum akan membentuk adonan mi yang baik, idealnya
jumlah air yang ditambahkan sebanyak 28 – 38% dari berat tepung terigu.
Kelebihan atau kekurangan dalam pemberian air dapat mempengaruhi kualitas
mi. Jika penggunaan air kurang dari 28%, adonan mi akan terasa keras atau
sulit untuk diproses. Jika penggunaan air lebih dari 38%, adonan mi akan
menjadi lembek dan lengket (Rustandi, 2011).
e. Garam
Garam dapur yang ditambahkan dalam adonan berfungsi untuk memberi rasa,
memperkuat tekstur mi, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mi, serta
untuk mengikat air. Garam dapat menghambat aktivitas enzim protease dan
amilase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara
berlebihan (Koswara, 2009). Garam juga sebagai bahan pemadat (pengeras)
adonan, jika tidak menggunakan garam sebagai campurannya adonan akan
menjadi agak basah. Garam juga sebagai penghambat proses pertumbuhan
jamur, lumut, dan bakteri serta membantu konsistensi dalam penanganan
adonan. Jumlah garam yang digunakan dalam proses pembuatan mi adalah
2 – 4% dari berat tepung terigu (Rustandi, 2011).
15
2.5. Metode Pembuatan Mi Kremes
Pembuatan mi kremes dilakukan melalui beberapa proses sebagai berikut :
1. Penimbangan bahan
Takaran bahan baku yang digunakan harus sesuai dengan perlakuan yang
digunakan. Penimbangan bahan harus memiliki ketelitian dan ketepatan
ukuran, penggunaan alat timbangan disesuaikan dengan bahan yang akan
ditimbang (Rustandi, 2011).
2. Pencampuran adonan
Tahap awal pembuatan mi adalah pencampuran bahan-bahan yang telah
ditimbang sesuai dengan komposisi mi dan membuatnya menjadi adonan.
Pengadukan akan membuat adonan menjadi kompak, halus, elastis, tidak
lengket, tidak mudah terpisah, dan lembut (Astawan, 2008). Tahap
pencampuran bertujuan agar hidrasi tepung dengan air berlangsung secara
merata dan menarik serat-serat gluten. Waktu optimal pengadukan adonan
berkisar antara 15 – 25 menit. Pengadukan kurang dari 15 menit menyebabkan
adonan lunak dan lengket, sedangkan pengadukan lebih dari 25 menit
menyebabkan adonan rapuh, keras dan kering. Suhu adonan terbaik berkisar
antara 24 – 40˚C. Suhu diatas 40˚C akan menjadikan adonan lengket dan
kurang elastis, sedangkan suhu kurang dari 25˚C menyebabkan adonan keras,
rapuh dan kasar (Koswara, 2009).
3. Pengistirahatan adonan
Sebelum adonan dibentuk menjadi lembaran, diperlukan waktu untuk memberi
kesempatan adonan untuk beristirahat sejenak. Pengistirahatan adonan
16
bertujuan untuk menyeragamkan penyebaran air dan mengembangkan gluten.
Pengistirahatan adonan mi yang lama akan menurunkan kekerasan mi setelah
mi direbus (Koswara,2009).
4. Pembentukan lembaran adonan dan pemotongan
Tahapan selanjutnya adalah pembuatan lembaran (sheeting). Pembentukan
lembaran bertujuan untuk menghaluskan serat – serat gluten dan membuat
lembaran adonan. Pasta yang dipress sebaiknya tidak bersuhu rendah yaitu
kurang dari 25˚C, karena pada suhu tersebut menyebabkan lembaran pasta
pecah – pecah dan kasar. Mutu lembaran pasta yang demikian akan
menghasilkan mi yang mudah patah. Tebal akhir pasta sekitar 1,2 – 2 mm
(Koswara, 2009).
5. Pembentukan untaian mi
Pembentukan untaian mi dilakukan dengan memasukan lembaran mi ke dalam
mesin pencetak mi. Pembentukan untaian bertujuan untuk membentuk adonan
menjadi bentuk khas mi. Pencetakan dilakukan dengan menggunakan silinder
beralur. Lembaran mi yang akan dicetak menjadi untaian mi diletakkan pada
silinder beralur, lebar dan bentuk untaian mi bergantung pada dimensi rol-rol
pemotong yang digunakan. Mi dibuat dengan bentuk bergelombang karena
memiliki keuntungan diantaranya adalah mempercepat laju penguapan dan
penggorengan karena adanya induksi panas dan sirkulasi panas dari minyak di
dalamnya (Jatmiko dan Estiasih, 2014).
6. Pengukusan
Mi yang telah dibentuk kemudian melalui proses pengukusan. Menurut
Astawan (2008), pengukusan dapat dilakukan pada suhu 100˚C selama 12
17
menit. Selama proses pengukusan berlangsung, terjadi gelatinisasi pati dan
koagulasi gluten sehingga terjadinya dehidrasi air dari gluten akan
menyebabkan timbulnya kekenyalan mi. Hal ini disebabkan oleh putusnya
ikatan hidrogen, sehingga rantai ikatan kompleks pati dan gluten lebih rapat.
Sebelum dikukus, ikatan bersifat lunak dan fleksibel, tetapi setelah dikukus
menjadi keras dan kuat. Setelah proses pengukusan, mi akan berwarna kuning
pucat, dan bersifat setengah matang (Koswara, 2009).
7. Pengeringan
Pengeringan merupakan proses yang bertujuan untuk mengurangi kadar air
pada bahan. Pengeringan dilakukan menggunakan energi panas yang dapat
berupa sinar matahari maupun alat pengering seperti oven. Pengeringan mi
metode oven dapat dilakukan menggunakan suhu 60˚C (Koswara, 2009).
8. Penggorengan
Proses selanjutnya, mi digoreng secara kontinu sebanyak dua kali dengan
minyak pada suhu 140 dan 160˚C selama 60 sampai 120 detik. Tujuannya agar
terjadi dehidrasi lebih sempurna sehingga kadar airnya menjadi 3 – 5%, dan
menghindari kegosongan pada mi. Suhu minyak yang tinggi menyebabkan air
menguap dengan cepat dan menghasilkan pori-pori halus pada permukaan mi,
sehingga waktu rehidrasi dipersingkat. Teknik tersebut biasa dipakai dalam
pembuatan mi instan. Setelah digoreng, mi ditiriskan dengan cepat hingga
suhu 40˚C dengan kipas angin yang kuat pada ban berjalan. Proses tersebut
bertujuan agar minyak memadat dan menempel pada mi. Selain itu juga
membuat tekstur mi menjadi keras. Pendinginan harus dilakukan sempurna,
18
karena jika uap air berkondensasi akan menyebabkan tumbuhnya jamur
(Koswara, 2009).
2.6. Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mi. Tepung terigu diperoleh
dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Tepung terigu berfungsi
membentuk struktur mi, sumber protein dan karbohidrat. Kandungan protein
utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan mi adalah gluten. Gluten
dapat dibentuk dari gliadin (prolamin dalam gandum) dan glutenin. Protein dalam
tepung terigu untuk pembuatan mi harus dalam jumlah yang cukup tinggi supaya
mi menjadi elastis dan tahan terhadap penarikan sewaktu proses produksinya
(Koswara, 2009).
Menurut buku Professional Baking 6th edition Gisslen (2013), tepung terigu
sebagian besar terdiri dari pati. Karakteristik kimia tepung terigu adalah :
a. Pati
Tepung terigu memiliki sekitar 68-78% pati. Pati merupakan molekul karbohidrat
kompleks yang terdiri dari ikatan gula yang sederhana yang bentuknya berupa
buliran - buliran kecil dan buliran ini akan utuh sampai mereka bercampur dengan
air, jika tercampur dengan air, maka pati akan menyerap air dan mengembang.
b. Protein
Sebanyak 6-8% dari tepung terigu berupa protein, tergantung dari jenis gandum
yang digunakan. Protein bereaksi sebagai binding agent (zat pengikat) yang
menahan bulir pati bersamaan dengan endosperm. Sebesar 80% protein yang
terdapat dalam tepung terigu disebut gluten dan gliadin. Dua protein ini jika
19
dicampur dengan air dan dicampur ke adonan, maka akan membentuk zat yang
elastis yang disebut gluten.
c. Moisture (Kelembaban)
Kandungan kelembaban yang berkondisi baik pada tepung terigu berada di antara
11-14%. Jika kandungan lebih tinggi dari 14% maka kerusakan akan muncul
pada tepung terigu.
d. Gums (Perekat)
Gums terbentuk dari karbohidrat, gums yang paling penting disebut dengan
pentosans. Pentosans ini menyerap air lebih banyak 10-15 kali dan memiliki daya
serap yang lebih dibandingan dengan pati dan protein.
e. Fats (Lemak)
Lemak yang terkandung di dalam tepung terigu hanya 1%, akan tetapi kita harus
waspada karena lemak berperan penting dalam pengembangan gluten, dan mudah
rusak sehingga dapat memberikan rasa pada tepung yang tidak baik
f. Ash (debu)
Debu merupakan kandungan mineral yang terdapat pada tepung. Pada saat
membeli tepung terigu, pembuat kue akan melihat 2 angka penting pada tepung
yaitu kandungan protein dan kandungan mineral. Zat pati dan protein jika dibakar
sempurna akan akan berubah menjadi karbondioksida, uap air dan gas-gas
lainnya. Tetapi jika mineral yang dibakar maka akan tersisa dalam bentuk debu.
Jika semakin tinggi kandungan mineral, warna tepung akan semakin gelap.
Kandungan mineral yang terdapat pada tepung terigu berkisar antara 0.3% - 1.5%.
g. Pigmen
20
Pigmen yang berwarna oranye kekuningan disebut dengan carotenolds, terdapat
pada tepung dengan kandungan yang sangat sedikit. Belum adanya pigmen
menyebabkan tepung yang belum diputihkan akan berwarna creamy. Tepung
yang telah melalui proses penggilingan akan bertambah usia, oksigen yang
terkandung dapat memudarkan sebagian dari pigmen dan menjadinya tepung
berwarna lebih putih. Kandungan nilai gizi pada tepung terigu disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Nilai Gizi pada Tepung Terigu per 100g
Unsur Gizi KadarEnergy 346 KkalAir 12,0 gProtein 10,3 gLemak 1,0 gKarbohidrat 76,3 gSerat 2,7 gKalsium 15,0 gMagnesium 22,0 g
Sumber : Depkes RI (2005:15-16)
2.7. Rumput Laut (Eucheuma cottonii)
Rumput laut adalah salah satu jenis alga yang dapat hidup di perairan laut dan
merupakan tanaman tingkat rendah yang tidak memiliki perbedaan susunan
kerangka seperti akar, batang, dan daun. Rumput laut atau alga juga dikenal
dengan nama seaweed merupakan bagian terbesar dari rumput laut yang tergolong
dalam divisi Thallophyta. Ada empat kelas yang dikenal dalam divisi Thallophyta
yaitu Chlorophyceae (alga hijau), Phaeophyceae (alga coklat), Rhodophyceae
21
(alga merah) dan Cyanophyceae (alga biru hijau). Alga hijau biru dan alga hijau
banyak yang hidup dan berkembang di air tawar, sedangkan alga merah dan alga
coklat secara eksklusif ditemukan sebagai habitat laut (Ghufran dan Kordi, 2010).
Gambar rumput laut Eucheuma cottonii disajikan pada Gambar 1. Klasifikasi
rumput laut kelas Rhodophyta menurut Khasanah (2013) adalah sebagai berikut :
Devisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Bangsa : Gigartinase
Suku : Solierisceae
Marga : Eucheuma
Genus : Eucheuma cottonii
Gambar 1. Eucheuma cotttonii (Hendrawati, 2016).
Rumput laut merupakan salah satu komoditas hasil laut yang berpotensi untuk
dikembangkan. Produksi rumput laut cukup melimpah dan meningkat dari tahun
ke tahun. Lokasi pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia seluas 25.700
Ha, tetapi masyarakat Indonesia dalam memanfaatkannya sebagai bahan pangan
22
sumber serat masih rendah (Wirjatmadi et al., 2002). Rumput laut memiliki
kandungan karbohidrat, protein, sedikit lemak, dan abu yang sebagian besar
merupakan senyawa garam natrium dan kalium. Rumput laut juga mengandung
vitamin- vitamin, seperti vitamin A, B1, B2, B6, B12, C, D, E dan K; betakaroten;
serta mineral, seperti kalium, kalsium, fosfor, natrium, zat besi, dan yodium.
Beberapa jenis rumput laut mengandung lebih banyak vitamin dan mineral
penting, seperti kalsium dan zat besi bila dibandingkan dengan sayuran dan buah-
buahan (Anggadiredja, 2006). Kandungan gizi rumput laut yang tinggi mampu
meningkatkan sistem kerja hormonal, limfatik, dan juga saraf. Rumput laut juga
bisa meningkatkan fungsi pertahanan tubuh, memperbaiki sistem kerja jantung
dan peredaran darah, serta sistem pencernaan. Semua rumput laut kaya akan
kandungan serat yang dapat mencegah kanker usus besar. Rumput laut juga
membantu pengobatan tukak lambung, radang usus besar, susah buang air besar,
dan gangguan pencernaan lainnya (Anggadiredja, 2006). Sifat fisik dan kimia
tepung rumput laut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Sifat Fisik dan Kimia Tepung Rumput Laut Eucheuma cottonii
Komposisi JumlahRendemen (%) 8,33Ph 6,45Titik jendal (˚C) 32Tititk leleh (̊ C) 70Viskositas (cps) 4970,40Kelarutan (%) 36,8Kadar air (%) 12,34Kadar abu (%) 14,27Kadar protein (%) 3,13Kadar karbohidrat (%) 68,16- Kadar serat larut (%) 72,19- Kadar serat tak larut (%) 11,23- Kadar serat total (%) 83,42
23
Iodium (ug/g) 6,79
Sumber: Chaidir (2006)Rumput laut merupakan tumbuhan laut yang telah diteliti mengandung komponen
serat yang tinggi. Kandungan serat pada rumput laut bervariasi yaitu 36 – 60%
berat kering, dimana 55 – 70% merupakan serat terlarut yang terdiri dari alginat
dan karagenan dengan jumlah yang bervariasi tergantung dari jenis rumput laut
dan kondisi lingkungan (Tabel 4). Manfaat serat rumput laut bagi kesehatan
berkaitan dengan sifat fisiko-kimianya, terutama daya serap air, viskositas,
fermentabilitas, dan kapasitas penukar ionnya. (Dwiyitno, 2011). Kandungan zat
gizi rumput laut dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan Zat Gizi Rumput Laut Eucheuma cottonii (berat kering)
Zat Gizi TotalKadar abu (%) 2,7Kadar protein (%) 4,3Lemak (%) 2,1Kadar Karbohidrat (%) 90,9Serat pengan tidak larut air (%) 52,4Serat pengan larut air (%) 30,8Serat pengan total (%) 83,2
Sumber : Ristanti (2003)
Rumput laut jenis Eucheuma cottonii merupakan rumput laut penghasil karaginan,
yang berupa senyawa polisakarida. Karagenan terdapat dalam dinding sel rumput
laut atau matriks intraselulernya dan merupakan bagian penyusun yang terbesar
pada rumput laut dibandingkan dengan komponen yang lain(Velde et al., 2002).
Karaginan dalam rumput laut mengandung serat yang sangat tinggi. Serat yang
terdapat pada karaginan merupakan bagian dari serat gum yaitu jenis serat yang
24
larut dalam air. Karaginan dapat terekstraksi dengan air panas yang mempunyai
kemampuan untuk membentuk gel. Sifat pembentukan gel pada rumput laut ini
dibutuhkan untuk menghasilkan pasta yang baik, karena termasuk ke dalam
golongan Rhodophyta yang menghasilkan florin starch (Winarno, 1996).
Berbagai penelitian telah membuktian manfaat serat pangan dari rumput laut
terhadap kesehatan. Serat merupakan komponen penting dalam bahan pangan,
terutama dalam menjaga kesehatan dan keseimbangan fungsi sistem pencernaan.
Perkembangan penelitian membuktikan bahwa meski bukan zat gizi, serat pangan
mempunyai fungsi yang sangat penting dalam memicu terjadinya kondisi
fisiologis dan metabolik yang dapat memberikan perlindungan pada kesehatan
saluran pencernaan (Kusharto, 2006). Serat terlarut rumput laut ini mempunyai
kemampuan mengikat air yang besar disebabkan sifat hidrokoloid yang
dimilikinya, sehingga konsumsi rumput laut dalam diet harian akan dapat
mengikat air dari makanan dan mempersingkat keberadaan makanan di kolon
sehingga dapat mengurangi resiko kanker kolon (Brownlee et al., 2005).
Serat pangan yang juga dikenal sebagai serat diet atau dietary fiber, merupakan
bagian dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan tersusun dari karbohidrat yang
memiliki sifat resistan terhadap proses pencernaan dan penyerapan di usus halus
manusia serta mengalami fermentasi sebagian atau keseluruhan di usus besar
(Santoso, 2011). Serat dari rumput laut juga dapat membantu mengontrol berat
badan karena merupakan diet yang rendah kalori (Rajapakse dan Kim, 2011) dan
juga dapat menghambat aktivitas enzim α-amylase dan α –glucosidase yang
berperan dalam proses penumpukan kalori di tubuh (Nwosu et al., 2011).
25
Tabel 5. Beberapa Jenis Serat Terlarut pada Rumput Laut
Serat Terlarut SumberAgar Rumput laut merah (Gracilaria,
gelidium, Pterocladia)Carrageenans Rumput laut merah (Eucheuma,
chondrus, Hypnea, Gigortina)Alginat Rumput laut coklat (Macrocystis,
laminaria, Ascophylium)Fucodian Rumput laut coklat (Laminaria
religiosa, Nemacystus decipiens)Laminarin Rumput laut coklat (Laminaria
japanica, Saccharina latissima)Porphyran Rumput laut merah (Porphyra spp)Ulvan Rumput laut hijau (Ulva lactuca,
Enteromorpha spp)
Sumber : Rajapakse dan Kim (2011)
Jenis - jenis pemanfaatan dari rumput laut menurut Ghufran dan Kordi (2010)
adalah sebagai berikut :
1. Rumput laut sebagai bahan pangan
Rumput laut sebagai bahan pangan biasa dikonsumsi secara langsung seperti
dimasak sebagai sayuran untuk lauk. Beberapa produk penganekaragaman
hasil olahan rumput laut antara lain mi, permen, makanan bayi dan saus
(Wirjatmadi et al., 2002).
2. Rumput laut dalam bidang farmasi
Rumput laut digunakan sebagai obat luar yaitu antiseptik dan pemeliharaan
tubuh. Rumput laut juga dimanfaatkan dalam bidang farmasi sebagai
pembungkus kapsul biotik, vitamin dan lain-lain.
26
3. Rumput laut dalam kosmetik
Produk kosmetik tidak hanya untuk mempercantik diri namun untuk kesehatan.
Olahan rumput laut dalam pada bidang industri kosmetik dipergunakan dalam
produksi salep, krem, losion, lipstik dan sabun.
4. Rumput laut dalam industri
Dalam industri makanan, olahan rumput laut dipergunakan sebagai bahan
pembuatan roti, sup, eskrim, serbat, keju, puding, selai dan lain-lain.
Penggunaan olahan rumput laut juga dipergunakan dalam industri tekstil,
industri kulit dan sebagainya, seperti pelat film, semir sepatu, kertas, serta
bantalan pengalengan ikan dan daging.
2.8. Rusip
Rusip adalah salah satu makanan khas kota Bangka yang merupakan produk
olahan fermentasi ikan. Jenis ikan yang banyak digunakan dalam pembuatan
rusip ini adalah ikan teri, dengan penambahan garam sebanyak 25% dan gula aren
sebanyak 10%. Fermentasi rusip berlangsung secara anaerob selama kurang lebih
satu sampai dua minggu (Koesoemawardani, 2007). Proses fermentasi dengan
menggunakan ikan teri sebagai substrat yang mengandung protein tinggi dan
penambahan garam lebih dari 13%, akan menghindrolisis protein secara terkontrol
yang mencegah pembusukan (Steinkraus, 2002). Proses fermentasi ini
berlangsung dengan bantuan bakteri asam laktat. Selama proses fermentasi
jumlah total bakteri asam laktat dalam media pembuatan rusip mengalami
peningkatan (Koesoemawardani et al., 2015).
27
Proses pembuatan rusip menurut Koesoemawardani et al. (2013) yaitu, ikan teri
dicuci bersih lalu ditiriskan. Setelah itu, ditambahkan garam sebanyak 25% dari
berat ikan yang digunakan, dan diaduk hingga merata. Selanjutnya ditambahkan
gula aren sebanyak 10% dari berat ikan yang digunakan dan diaduk hingga merata
kembali. Ikan kemudian dimasukkan kedalam wadah dan ditutup rapat. Setalah
itu difermentasi selama satu sampai dua minggu. Selama fermentasi ikan,
karbohidrat akan diuraikan menjadi senyawa - senyawa yang sederhana seperti
asam laktat, asam asetat, asam propionat dan etil alkohol (Sastra, 2009).
Koesoemawardani dan Ali (2016) menyatakan bahwa kandungan protein rusip
mencapai 28% dan kandungan garam mencapai 8%. Rusip memiliki kandungan
asam amino dan asam lemak yang cukup beragam, akan tetapi asam glutamat dan
asam aspartat, serta asam lemak dokosaheksanoat merupakan yang paling
dominan. Ketiga senyawa tersebut memiliki pengaruh untuk menyumbangkan
rasa serta aroma pada makanan (Koesoemawardani et al., 2018).
Gambar 2. Rusip.
28
Rusip dapat dikonsumsi secara langsung ataupun dengan penambahan bumbu-
bumbu tertentu untuk meningkatkan daya terimanya, seperti irisan bawang merah,
rampai, cabai, dan perasan jeruk (Koesoemawardani dan Yuliana, 2009).
Penambahan gula aren pada pembuatan rusip akan mempengaruhi pertumbuhan
mikroba, karena gula sebagai sumber energi dan nutrisi yang dibutuhkan selama
proses fermentasi (Putri et al., 2014). Garam berfungsi menekan pertumbuhan
bakteri pembusuk, garam akan meningktkan tekanan osmotik pada bahan
sehingga mikroorganisme mengalami pemecahan sel dan kemudia akan mati
(Aristyan et al., 2014). Garam bertindak sebagai selektor bagi pertumbuhan
mikroba patogen dan pembusuk, karena garam dapat mengikat air dalam bahan
pangan sehingga tidak dapat dipergunakan oleh mikroba (Muchtandi dan
Sugiyono, 2013).
2.9. Rusip Bubuk
Rusip bubuk adalah produk dari ikan fermentasi yang telah mengalami proses
pengeringan dan penambahan alginat sebanyak 5%. Pembuatan rusip bubuk
dilakukan dengan menghancurkan rusip menggunakan waring blender. Setelah
itu ditambahkan alginat sebesar 5% (b/b) dan dipanaskan menggunakan suhu
50°C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rusip bubuk yang terbaik
menggunakan penambahan alginat sebesar 5% pada pemanasan suhu 50°C
dengan kadar air 5,98%, pH 5,99, kadar garam 8,77% , dan kadar protein 26,98%
(Koesoemawardani dan Ali, 2016). Proses pembuatan rusip bubuk dapat dilihat
pada Gambar 3.
29
Gambar 3. Proses pembuatan rusip bubuk (Koesoemawardani dan Ali, 2016).
Penghancuran menggunakan waring blender
Penimbangan
Penambahan alginat 5% dan pemanasan 50˚C
Pengadukan
Pengeringan menggunakan oven, T = 50˚C, t =6 – 7 hari
Rusip Bubuk
Rusip
30
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,
Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,dan
Laboratorium Gizi dan Nutrisi, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung, pada bulan Januari sampai dengan Maret 2019.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan analitik,
blender, grinder, panci, oven, baskom, loyang, kompor, toples, pisau, mesin
penggiling mi, deep fryer, gelas ukur, erlenmeyer, sendok, termometer,
alumunium foil, cawan, desikator, tanur, pemanas listrik, labu kjeldahl, destilator,
kertas saring whatman, kertas saring, kapas, soxhlet, dan labu lemak.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan teri, tepung rumput
laut, tepung terigu cakra kembar, tapioka cap pak tani, telur, garam, gula aren,
alginat, air, minyak goreng, aquades, NaOH 30-33%, asam borat, indikator
(larutan bromocresol green 0,1% da larutan metil merah 0,1%), ethanol 95%,
HCl 0,02 N, asam sulfat 0,325 N, NaOH 1,25N, K₂SO₄, dan pelarut heksan.
31
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini disusun secara non faktorial menggunakan Rancangan Acak
Kelompok Lengkap (RAKL) dengan 7 taraf perbandingan tepung terigu, tapioka,
tepung rumput laut, dan rusip bubuk, dengan ulangan sebanyak 4 kali. Taraf
perbandingan persentase formulasi bahan baku utama pembuatan mi kremes
disajikan pada Tabel 6. Formulasi pembuatan mi kremes dalam berat total bahan
baku sebesar 200 gram dapat dilihat pada Tabel 7. Data yang diperoleh dianalisis
kesamaan ragamnya dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji
Tuckey, selanjutnya data dianalisis sidik ragam untuk mengetahui pengaruh antar
perlakuan. Apabila terdapat pengaruh yang nyata, data dianalisis lebih lanjut
dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% (Hanafiah, 2008).
Tabel 6. Persentase Formulasi Bahan Baku Utama Pembuatan Mi Kremes
PerlakuanTepung
Terigu (%)Tapioka (%)
Tepung RumputLaut (%)
RusipBubuk (%)
F1 90 10 - -F2 81 10 5 4F3 74 10 10 6F4 67 10 15 8F5 60 10 20 10F6 53 10 25 12F7 46 10 30 14
32
Tabel 7. Formulasi Pembuatan Mi Kremes dengan Berat Total Bahan Baku Utama200 g
PerlakuanTepung
Terigu(g)Tapioka(g)
RumputLaut(g)
RusipBubuk(g)
Telur(g)
Minyak(g)
Air(ml)
F1 180 20 - - 46 5 70F2 162 20 10 8 46 5 70F3 148 20 20 12 46 5 70F4 134 20 30 16 46 5 70F5 120 20 40 20 46 5 70F6 106 20 50 24 46 5 70F7 92 20 60 28 46 5 70
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Pembuatan Rusip Bubuk
Proses pembuatan rusip bubuk mengacu pada pembuatan rusip oleh
Koesoemawardani et al. (2013) dan Koesoemawardani dan Ali (2016). Sebanyak
2 kg ikan teri jengki dicuci bersih kemudian ditiriskan. Setelah itu, dilakukan
penambahan garam sebanyak 25% dari berat teri jengki yang digunakan.
Dilakukan pengadukan hingga garam larut, kemudian ditambahkan gula aren cair
sebanyak 10% dengan perbandingan 225 g gula aren dan 75 ml air, yang
kemudian dipanaskan hingga mencapai 200 ml gula aren cair. Kemudian
dilakukan pengadukan kembali hingga homogen.
Adonan rusip kemudian disimpan dalam wadah tertutup selama 7 hari, agar terjadi
proses fermentasi. Setelah 7 hari, rusip dihancurkan menggunakan blender hingga
halus. Rusip yang telah halus kemudian ditambahkan alginat sebanyak 5% dari
berat rusip halus. Setelah itu, rusip dipanaskan pada suhu 70˚C selama 5 menit,
dan diaduk hingga homogen. Rusip kemudian dituangkan pada loyang yang telah
33
dilapisi alumunium foil untuk kemudian dikeringkan menggunakan oven bersuhu
50˚C selama 7 hari. Rusip yang telah kering dihancurkan hingga halus dan
berbentuk bubuk menggunakan grinder. Diagram alir pembuatan rusip (Gambar
4) dan rusip bubuk (Gambar 5) disajikan sebagai berikut :
Gambar 4. Diagram alir pembuatan rusip (Koesoemawardani et al. 2013).
Ikan Teri
Pembersihan dan pencucianAir
Penirisan Air
Penambahan garam (25%) dan gula cair (10%)
Penyimpanan dalam wadah tertutup selama7 hari
Rusip
Pengadukan
34
Alginat5%
Gambar 5. Diagram alir pembuatan rusip bubuk (Koesoemawardani dan Ali 2016).
3.4.2. Pembuatan Mi Kremes
Proses pembuatan mi kremes mengacu pada Sesar (2018) yang kemudian
dimodifikasi. Fortifikasi tepung terigu, bubur rumput laut dan rusip bubuk sesuai
perlakuan, kemudian ditambahkan bahan tambahan lain seperti telur, air dan
minyak goreng. Selanjutnya dilakukan pengadukan hingga berbentuk adonan mi
yang kalis, adonan kemudian diistirahatkan selama 10 menit. Kemudian, adonan
mi kemudian dibentuk menjadi lembaran – lembaran tipis menggunakan mesin
penggiling mi, membentuk lembaran. Lembaran – lembaran mi diistirahtkan
selama 10 menit sebelum dilakukan pembentukan untaian mi. Mi selanjutnya
Rusip
Penghalusan menggunakan blender
Penimbangan
Pemanasan T = 70˚C t = 5 menit
Pengadukan
Pengeringan menggunakan oven T = 50˚C,t = 7 hari
Penghancuran menggunakan grinder
Rusip Bubuk
35
digiling kembali untuk membentuk untaian, dan dilakukan pengistirahatan adonan
kembali sebelum mi dikeringkan. Setelah itu, mi dikeringkan menggunakan oven
pada suhu 70˚C selama 2 jam. Mi yang telah kering kemudian di goreng pada
suhu 160˚C selama ± 1 menit menggunakan deep fryer dan ditiriskan. Diagram
alir pembuatan mi kremes dapat dilihat pada gambar 7, dengan formulasi
pembuatan mi kremes yang dapat dilihat pada Tabel 7.
Gambar 6. Diagram alir pembuatan mi kremes (Sesar, 2018) yang dimodifikasi.
Pengadukan adonan, t = 15 – 25 menit
Pembentukan lembaran
Pengistirahatan adonan, t = 10 menit
Pengeringan menggunakan ovenT = 70˚C, t = 2 jam
Penggorengan menggunakan deep fryerT = 160˚C, t = 1 menit
Mi kremes
Formulasi pembuatan mi kremes
MinyakGoreng
Pembentukan untaian mi
Pengistirahatan adonan, t = 10 menit
Pengistirahatan adonan, t = 10 menit
36
3.5. Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan terhadap mi kremes meliputi uji sifat organoleptik,
dan kimia. Uji sifat organoleptik meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur dengan
metode skoring dan hedonik. Uji sifat kimia meliputi kadar air, kadar abu, kadar
protein, kadar serat, dan kadar karbohidrat.
3.5.1. Pengujian Sifat Organoleptik
Penilaian sifat organoleptik pada mi kremes dilakukan dengan pengamatan
terhadap tekstur, warna, rasa, aroma , dan tekstur. Penilaian warna, rasa, aroma,
dan tekstur menggunakan metode uji skoring. Penilaian sifat organoleptik
dilakukan oleh 25 panelis semi terlatih (mahasiswa yang sudah mengambil mata
kuliah uji sensori). Setiap sampel diberi kode tiga angka acak. Panelis diminta
untuk memberikan penilaian terhadap parameter mi kremes dengan memberikan
skor sesuai dengan kesan masing-masing. Kuisioner pengujian sifat organoleptik
produk mi kremes dengan penambahan tepung rumput laut dan rusip bubuk
disajikan pada Tabel 8.
37
Tabel 8. Kuisioner Uji Skoring Mi Kremes
Uji SkoringNama : Produk : Mi KremesTanggal :
InstruksiDihadapan Anda disajikan beberapa sampel mi kremes. Anda diminta untukmengevaluasi sampel tersebut satu persatu yang meliputi rasa, aroma, warna, dantekstur. Berikan penilaian Anda dengan cara menuliskan skor di bawah kodesampel pada tabel penilaian berikut :
Tabel penilaian uji sensori mi kremes
PenilaianKode Sampel
880 721 129 177 235 965 354Rasa
Aroma
Warna
Tekstur
Rasa5 = Sangat gurih4 = Gurih3 = Agak gurih2 = Tidak gurih1 = Sangat tidak gurih
Warna5 = Kuning4 = Kuning kecoklatan3 = Coklat2 = Coklat Gelap1 = Hitam
Aroma5 = Sangat khas rusip4 = Khas rusip3 = Agak khas rusip2 = Tidak khas rusip1 = Sangat tidak khas rusip
Tekstur5 = Sangat renyah4 = Renyah3 = Agak renyah2 = Tidak renyah1 = Sangat tidak renyah
38
3.5.2. Pengujian Kadar Air
Analisis kadar air dilakukan dengan metode gravimetri menggunakan oven
(AOAC, 2005). Prinsipnya dengan menguapkan molekul air bebas yang ada
dalam sampel. Cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30
menit pada suhu 100 – 105ºC. Cawan didinginkan dalam desikator untuk
menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam
cawan yang sudah dikeringkan (B) kemudian dioven pada suhu 100-105ºC selama
5 jam. Sampel didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (C).
Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang konstan. Penentuan kadar air
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :A = Bobot cawan kosong (g)B = Bobot cawan + sampel awal (g)C = Bobot cawan + sampel kering (g)
3.5.3. Pengujian Kadar Abu
Analisis kadar abu dilakukan dengan metode gravimetri menggunakan oven
(AOAC, 2005). Prinsipnya adalah pembakaran bahan-bahan organik yang
diuraikan menjadi air dan karbondioksida tetapi zat anorganik tidak terbakar. Zat
anorganik ini disebut abu. Cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu
selama 30 menit pada suhu 100-105ºC. Cawan didinginkan dalam desikator
untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g
dalam cawan yang sudah dikeringkan (B) kemudian dibakar di atas nyala
Kadar Air (%) = × 100%
39
pembakar sampai tidak berasap dan dilanjutkan dengan pengabuan di dalam tanur
bersuhu 550 – 600ºC sampai pengabuan sempurna. Sampel yang sudah diabukan
didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C). Tahap pembakaran dalam tanur
diulangi sampai didapat bobot yang konstan. Penentuan kadar abu dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :A = Bobot cawan kosong (g)B = Bobot cawan + sampel awal (g)C = Bobot cawan + sampel kering (g)
3.5.4. Pengujian Kadar Protein
Analisis kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl (AOAC, 2005).
Prinsipnya adalah oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi
amonia oleh asam sulfat. Selanjutnya amonia bereaksi dengan kelebihan asam
membentuk amonium sulfat. Amonium sulfat yang terbentuk diuraikan dan
larutan dijadikan basa dengan NaOH. Amonia yang diuapkan akan diikat dengan
asam borat. Nitrogen yang terkandung dalam larutan ditentukan jumlahnya
dengan titrasi menggunakan larutan baku asam. Sampel ditimbang sebanyak
0,1 – 0,5 g, dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml, ditambahkan dengan 1/4
buah tablet, kemudian didekstruksi sampai larutan menjadi hijau jernih dan SO₂
hilang. Larutan dibiarkan dingin dan dipindahkan ke labu 50 ml dan diencerkan
dengan akuades sampai tanda tera, dimasukkan ke dalam alat destilasi,
ditambahkan dengan 5 – 10 ml NaOH 30-33% dan dilakukan destilasi.
Kadar Abu (%) = × 100%
40
Destilat ditampung dalam larutan 10 ml asam borat dan beberapa tetes indikator
(larutan bromcresol green 0,1% dan 29 larutan metil merah 0,1% dalam alkohol
95% secara terpisah dan dicampurkan antara 10 ml bromcresol green dengan 2 ml
metil merah) kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N sampai larutan
berubah warnanya menjadi merah muda. Penentuan kadar protein dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan:VA = Volume HCl 0,1 N untuk titrasi sampel (ml)VB = Volume HCl 0,1 N untuk titrasi blanko(ml)N = Normalitas larutan HCl standar yang digunakan 14,007 :
berat atom Nitrogen 6,25 : faktor konversi protein untuk ikanW = Berat sampel (g)
3.5.5. Pengujian Kadar Serat
Analisis kandungan serat dilakukan dengan menggunakan metode menurut
AOAC (2005), sampel seberat 1 gram diambil dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml. Kemudian ditambahkan asam sulfat 0,325 N sebanyak 100
ml. Setelah itu campuran sampel dan asam sulfat direfluks selama 30 menit,
kemudian disaring. Larutan yang telah disaring ditambahkan aquades hingga pH
netral. Kemudian sampel ditambahkan NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml, dan
direfluks lagi 30 menit. Setelah 30 menit, sampel diangkat dan didinginkan.
Sampel kemudian disaring menggunakan kertas saring whatman. Residu yang
tertinggal dikertas whatman dicuci dengan 25 ml aquades, dicuci kembali
menggunakan ethanol 95% sebanyak 20 ml. Pencucian terakhir menggunakan
Kadar Protein (%) = ( ) × × , × , × 100%
41
K₂SO₄ 10% sebanyak 25 ml. Residu dalam kertas saring kemudian dikeringkan
dalam oven suhu 105˚C selama 2 jam. Sampel selanjutnya dimasukkan dalam
desikator 15 menit dan ditimbang. Pengeringan dan penimbangan dilakukan
hingga mencapai bobot konstan. Penentuan kadar serat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
Keterangan :A = Berat contoh (g)B = Kertas saring + serat (g)C = Kertas saring (g)
3.5.6. Pengujian Kadar Karbohidrat
Penentuan kadar karbohidrat dihitung menggunakan by difference (AOAC, 2005)
dengan rumus sebagai berikut :
Kadar Karbohidrat (%) = 100% – (kadar air + kadar abu + kadarprotein + kadar serat)%
Kadar Serat (%) = × 100%
61
V. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapatkan disimpulkan :
1. Formulasi tepung terigu, tepung rumput laut, dan rusip bubuk berpengaruh
nyata terhadap sifat organoleptik yaitu rasa, aroma, dan warna, serta kadar air
dan kadar abu mi kremes, namun tidak berpengaruh nyata terhadap sifat
organoleptik tekstur mi kremes.
2. Formulasi tepung terigu, tepung rumput laut, dan rusip bubuk terbaik adalah
perlakuan F5 dengan 60% tepung terigu, 10% tapioka, 20% tepung rumput
laut, dan 10% rusip bubuk yang memiliki sifat organoleptik dan kimia sesuai
dengan SNI 8217:2015 (mi kering), kecuali pada parameter warna dan kadar
abu.
62
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, J.T. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta. 222 hlm.
Aristyan, I., Ibrahim, R., dan Rianingsih, L. 2014. Pengaruh perbedaan kadargaram terhadap mutu organoleptik dan mikrobiologis terasi rebon(Acetes sp.). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 3 (2) :60 – 66.
Association of Official Analytical Chemists (AOAC). 2005. Official Methods ofAnalysis of the Association of Official Analytical Chemists. Chemist Inc.New York.
Astawan, M. 2008. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta. 80 hlm.
Badan Standarisasi Nasional. 2009. Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan. SNI3751:2009. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2015. Mi Kering. SNI 8217:2015. Jakarta.
Brownlee, I.A., Allen, A., Pearson, J.P., Dettmar, P.W., Havler, M.E.,Atherton, M.R., and Onsoyen, E. 2005. Alginate as a source of dietary fiber.Critical Reviews in Food Science and Nutrion. 45: 497– 510.
Chaidir, A. 2006. Kajian rumput laut sebagai sumber serat alternatif untukminuman berserat. (Thesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 115 hlm.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Daftar Komposisi BahanMakanan. Direktorat Gizi. Jakarta. 14 hlm.
Dincer, T., Cakli, S., Kilinc, B., and Tolasa, S. 2010. Amino acids and fatty acidcomposition content of fish sauce. Journal of Animal and VeterinaryAdvance. 9 (2) : 311 – 315.
Dwiyitno. 2011. Rumput laut sebagai sumber serat pangan potensial. Squalen.Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan danPerikanan. 6 (1) : 9-17.
63
Ghufran, M. H., dan Kordi, K. 2010. Budidaya Biota Akuatik untuk Pangan,Kosmetik, dan Obat – Obatan. Andi Publisher. Yogyakarta. 226 hlm.
Gisslen, W. 2013. Professional Baking. 6th edition. John Wiley & Sons, Inc. NewJersey.
Hanafiah, K. A. 2008. Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi. CetakanKe-11. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 238 hlm.
Hendrawati, T. Y. 2016. Pengolahan Rumput Laut dan Kelayakan Industrinya.Penerbit UMJ Press. Jakarta. 101 hlm.
Jamaludin, Rahardjo, B., Hastuti, P., dan Rochmadi. 2011. Model matematikaoptimasi untuk perbaikan proses penggorengan vakum terhadap teksturkeripik buah. Jurnal Teknik Industri. 12 (1):82-89.
Jatmiko, G.P., dan Estiasih, T. 2014. Mie dari Umbi Kimpul (Xanthosomasagittifolium). Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2 (2): 127-134.
Jaziri, A.A., Sari, D.S., Yahya, Prihanto, A.A., dan Firdaus, M. 2018. Fortifikasitepung Eucheuma cottonii pada pembuatan mie kering. Indonesian Journalof Halal. 109 – 116.
Khasanah, U. 2013. Analisis kesesuaian perairan untuk lokasi budidaya rumputlaut (Eucheuma cottoni) di perairan Kecamatan Sajoanging KabupatenWajo. (Skripsi). Universitas Hasanuddin. Makasar. 76 hlm.
Koesoemawardani, D. 2007. Karakterisasi rusip bangka. Prosiding Seminar HasilPenelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Universitas Lampung. 6-7September 2007. 304-313.
Koesoemawardani, D., dan Ali, M. 2016. Rusip dengan penambahan alginatsebagai bumbu. Jurnal pengolahan hasil perikanan Indonesia. 19(3): 277-287.
Koesoemawardani, D, dan Yuliana, N. 2009. Karakter rusip dengan penambahankultur kering : Streptococcus sp. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 11(3) : 205 – 211.
Koesoemawardani, D., Herdiana, N., Susilawati, dan Ningsih, E.S. 2018. Sifatkimia dan sifat fisik kerupuk dengan penambahan rusip bubuk. SeminarNasional Hasil Penelitian Sains, Teknik, dan Aplikasi Industri 2018. RisetPT-Eksplorasi Hulu Demi Hilirisasi Produk Bandar Lampung, 19 Oktober2018.
Koesoemawardani, D., Hidayati, S., dan Subeki. 2018. Amino acid and fatty acidcompositions of rusip from fermented anchovy fish (Stolephorus sp). IOPConf. Series: Materials Science and Engineering. 344 (2018) 012005.
64
Koesoemawardani, D., Nurainy, F., dan Setyani, S. 2018. Karakteristik kimiarusip bubuk setelah penyimpanan. Prosiding Seminar Nasional IlmuPangan. Bogor. 12 Juli 2018 : 20-26.
Koesoemawardani, D., Rizal, S., dan Tauhid, M. 2013. Perubahan sifatmikrobiologi dan kimiawi rusip selama fermentasi. Journal Agritech.33 (3) : 265 – 272.
Koesoemawardani, D., Rizal, S., dan Susilowati, R. 2015. Perubahan sifatmikrobiologi dan kimia rusip dengan perbedaan waktu penambahan gulaaren cair. Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI. Program Studi TIP – UTM. 2 – 3 September 2015. 132 – 139.
Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Mie. eBookPangan.com. Diakses padatanggal 5 Desember 2018. 13 hlm.
Kumalasari, I. 2010. Perbedaan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii padamie basah terhadap kekuatan regangan (tensile), kadar serat kasar (crudefiber), dan daya terima. (Skripsi). Universitas Muhammadiyah Surakarta.Surakarta.
Kusharto, C.M. 2006. Serat makanan dan peranannya bagi kesehatan. Jurnal Gizidan Pangan. 1(2) : 45 – 54.
Listiyana, D. 2014. Subtitusi tepung rumput laut (Eucheuma cottonii) padapembuatan ekado sebagai alternatif makanan tinggi yodium pada anaksekolah. (Skripsi). Universitas Negeri Semarang. Semarang. 114 hlm.
Maslin, S., Wahyuni, S., dan Ansharullah. 2017. Pengaruh penambahan rumputlaut (Eucheuma cottonii) terhadap penialaian organoleptik mie wikaumaombo. Jurnal Sains dan Teknologi Pangan. 2 (5) : 873 – 888.
Muchtandi, T.R., dan Sugiyono. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan.Alfabeta. Bandung. 258 hlm.
Mulyadi, A.F, Wignyanto, dan Budiarti, A. N. 2013. Pembuatan mie keringkemangi (Ocimum Sanctum L.) dengan bahan dasar tepung terigu dantepung mocaf (Modified Cassava Flour) (kajian jenis perlakuan dankonsentrasi kemangi). Proceeding Seminar Nasional “Konsumsi PanganSehat dengan Gizi Seimbang Menuju Tubuh Sehat Bebas Penyakit” FTP-Universitas Gajah Mada. 12 – 13 Oktober 2013. 1 – 11.
Murniyati, Subaryono, dan Hermana, I. 2010. Pengolahan mie yang difortifikasidengan ikan dan rumput laut sebagai sumber protein, serat kasar, daniodium. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.5 (1) : 65 – 75.
65
Mushollaeni, W, dan Rusdiana, E. 2011. Karakterisasi natrium alginat dariSaragassum sp., Turbinariasp., dan Padina sp. Jurnal Teknologi danIndustri Pangan. 22 (1) : 26-32.
Ningsih, E.S. 2018. Penambahan Berbagai konsentrasi rusip bubuk padapembuatan kerupuk. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.56 hlm.
Nwosu, F., Morris, J., Lund, V.A., Stewart, D., Ross, H.A., and McDougall, G.J.2011. Anti-proliferative and potential anti-diabetic effects of phenolic-richextracts from edible marine algae. Journal Food Chemistry.126 : 1006–1012.
Parimala, K.R., dan Sudha, M.L. 2012. Effect of hydrocolloids on the rheological,microscopic, mass transfer characteristics during frying and qualitycharacteristics of puri. Food Hydrocolloids. 27 (1) : 191 – 200.
Purwani, E.Y., Widaningrum, Setiyanto, H., Savitri, E., Thahir, R. 2006.Teknologi Pengolahan Mie Sagu. Balai Besar Penelitian DanPengembangan Pasca Panen Pertanian. Bogor. 44 hlm.
Putri, D.M., Budiharjo, A. dan Kusdiyantini, E. 2014. Isolasi, karakterisasi bakteriasam laktat, dan analisis proksimat dari pangan fermentasi rusip ikan teri(Stolephorus sp.). Jurnal Biologi. 3(2). 11 – 19.
Rajapakse, N., Kim, S.K., 2011. Nutritional and digestive health benefits ofseaweed. Advance in Food and Nutrition Research. 64 : 17 – 28.
Ristanti. 2003. Pembuatan tepung rumput laut (Eucheuma cottonii) sebagaisumber iodium dan dietary fiber. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.68 hlm.
Rustandi, D. 2011. Produksi Mie. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Solo. 124 hlm.
Sahi, M., Sulistijowati, R., dan Yusuf, N. 2014. Karakteristik kimiawi hasilorganoleptik produk mie kering yang disubstitusi dengan rumput lautKappaphycus alvarezii. Jurnal Teknologi Hasil Perikanan Fakultas IlmuPertanian. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo. 1 – 13.
Salamah, E., Purwaningsih, S., dan Kurnia, R. 2012. Kandungan mineral remis(Corbicula javanica) akibat proses pengolahan. Jurnal Akuatika. 3 (1) :74 – 83.
Santoso, A. 2011. Serat pangan (dietary fiber) dan manfaatnya bagi kesehatan.Universitas Widya Dharma Klaten. Klaten. Magistra No. 75 Th. XXIIIMaret 2011. 35 – 40.
66
Sastra, W. 2009. Fermentasi rusip. Seminar Nasional Perikanan Indonesia.3-4 Desember 2009: 314-320.
Sesar, U. A. 2018. Daya terima mie kremes subsitusi tepung bayam untuk anaksekolah dasar sebagai alternatif makanan jajanan. (Skripsi). PoliteknikKesehatan Kendari. Kendari. 73 hlm.
Sihmawati, R.R., Rosida, D.A., dan Panjaitan, T.W.S. 2019. Evaluasi mutu miebasah dengan substitusi tepung porang dan karagenan sebagai pengenyalalami. Jurnal Teknik Industri. 16 (1) : 45 – 55.
Steinkraus, K. H. 2002. Fermentations in world food processing. ComperhensiveReview in Food Science and Food Safety. 1 : 23 – 30.
Sudariastuty, E. 2011. Pengolahan rumput laut. Materi Penyuluhan Perikanan.Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 57 hlm.
Sundari, D., Almasyhuri, dan Lamid, A. 2015. Pengaruh proses pemasakanterhadap komposisi zat gizi bahan pangan sumber protein. MediaLitbangkes. 25 (4) : 235 – 242.
Teddy, M. 2009. Pembuatan nori secara tradisional dari rumput laut jenisGlacilaria Sp. (Skripsi). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. InstitutPertanian Bogor. Bogor. 36 hlm.
Tumbel, N., dan Manurung, S. 2017. Pengaruh suhu dan waktu penggorenganterhadap mutu keripik nanas menggunakan penggoreng vakum. JurnalPenelitian Teknologi Industri. 9 (1): 9-22. ISSN No.2085-580X.
Udomsil, N., Radtong, S., Tanasupawat, S. and Yongsawatdigul, J. 2010.Proteinase producing halophilic lactic acid bacteria isolated from fish saucefermentation and their ability to produce volatile compounds. InternationalJournal of Microbiology. 141 : 186-194.
Velde, V. F, Knutsen, S.H., Usov, A.I., Romella, H.S., Cerezo, A.S. 2002. 1H and13 C High Resolution NMR Spectoscopy of Carrageenans: Aplication inResearch and Industry. Trends in Food Science and Technology. 13(3) : 73-92.
Widyaningtyas, M., dan Susanto, W. H. 2015. Pengaruh jenis dan konsentrasihidrokoloid (carboxymethyl cellulose, xantan gum, dan karagenan) terhadapkarakteristik mie kering berbasis pasta ubi jalar varietas ase kuning. JurnalPangan dan Agroindustri 3(2): 417-423.
Widyastuti, N, Tjokrokusumo, D, dan Giarni, R. 2015. Potensi beberapa jamurbasidiomycota sebagai bumbu penyedap alternatif masa depan. ProsidingSeminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI. Program StudiTIP-UTM, 2-3 September 2015. 52 – 60.
67
Winarno, F.G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan.Jakarta . 112 hlm.
Wirjatmadi, B., Adriani, M., dan Purwanti, S. 2002. Pemanfaatan rumput laut(Eucheuma cottonii) dalam meningkatkan nilai kandungan serat dan yodiumtepung terigu dalam pembuatan mi basah. Jurnal Penelitian MedikaEksakta. 3 (1) : 89 – 104.
World Instant Noodles Association. 2018. Global Demand For Instant Noodles.https://instantnoodles.org/en/noodles/market.html. Diakses pada tanggal 2November 2018, 13.40 WIB.
Yulianti. 2018. Pengaruh Penambahan Tepung Ikan Cakalang Pada Mie KeringYang Bersubtitusi Tepung Ubi Jalar. Gorontalo Agriculture TechnologyJournal. 1 (2). 8 – 15.