pengalaman keluarga sebagai caregiver dalam …
TRANSCRIPT
PENGALAMAN KELUARGA SEBAGAI CAREGIVER DALAM
MERAWAT PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG
MENJALANI HEMODIALISIS DI RUMAH SAKIT UMUM
PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN:
STUDI FENOMENOLOGI
TESIS
OLEH
VINCENCIUS SURANI
187046011/ KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
FAMILY’S EXPERIENCE AS CAREGIVERS FOR PATIENTS
WITH CHRONIC KIDNEY DISEASE UNDERGOING
HEMODIALYSIS AT ADAM MALIK PUBLIC HOSPITAL:
A PHENOMENOLOGICAL STUDY
THESIS
BY
VINCENCIUS SURANI
187046011/ MEDICAL - SURGICAL NURSING
MASTER OF NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM
FACULTY OF NURSING
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
PENGALAMAN KELUARGA SEBAGAI CAREGIVER DALAM
MERAWAT PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG
MENJALANI HEMODIALISIS DI RUMAH SAKIT UMUM
PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN:
STUDI FENOMENOLOGI
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep)
Dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi Keperawatan Medikal Bedah
Pada Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Oleh
VINCENCIUS SURANI
187046011/ KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
Telah diuji
Pada Tanggal 1 Juli 2021
KOMISI PENGUJI TESIS
Ketua : Dewi Elizadiani Suza, S.Kp., MNS., Ph.D
Anggota : 1. Mula Tarigan, S.Kp., M.Kes., Ph.D
2. Dr. dr. Riri Andri Muzasti, M.Ked(PD)., Sp.PD-KGH
3. Dr. dr. Rina Amelia, MARS
Judul Tesis : Pengalaman Keluarga Sebagau Caregiver
Dalam Merawat Pasien Penyakit Ginjal Kronik
yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan: Studi
Fenomenologi
Nama Mahasiswa : Vincencius Surani
Nomor Induk Mahasiswa : 187046011
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah
Tahun : 2021
PENGALAMAN KELUARGA SEBAGAI CAREGIVER DALAM
MERAWAT PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI
HEMODIALISIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM
MALIK MEDAN: STUDI FENOMENOLOGI
ABSTRAK
Caregiver merupakan seseorang yang membantu individu khususnya pasien yang
tidak dapat melakukan perawatan diri secara mandiri akibat penyakit kronik,
kecacatan, atau usia yang menua. Perawatan yang diberikan caregiver untuk
pasien hemodialisis dalam waktu yang berkepanjangan dapat mempengaruhi arti
dan makna kehidupan caregiver dengan kondisi masalah yang kompleks. Tujuan
penelitian ini adalah mengeksplorasi pengalaman keluarga sebagai caregiver
dalam merawat pasien PGK yang menjalani hemodialisis. Jenis penelitian ini
adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif. Partisipan
dalam penelitian ini berjumlah 15 yang merupakan caregiver dari pasien
hemodialisis. Metode pengumpulan data menggunakan metode wawancara
mendalam dan data hasil penelitian dianalisis menggunakan metode Colaizzi.
Tema yang berhasil diidentifikasi ada 8 yaitu 1) ungkapan perasaan emosional
caregiver, 2) peran caregiver dalam menjalankan fungsi perawatan kesehatan, 3)
dampak yang dirasakan caregiver dalam merawat pasien, 4) faktor penghambat
dalam proses perawatan, 5) upaya mengatasi hambatan dalam merawat, 6)
dukungan sosial, 7) harapan caregiver dalam merawat pasien, dan 8) makna
dalam merawat anggota keluarga yang sakit. Proses perawatan yang dilakukan
caregiver untuk pasien hemodialisis mempunyai lingkup sangat luas dengan
melibatkan seluruh emosional, tugas, hambatan, dan upaya dari caregiver. Proses
perawatan dapat mempengaruhi aspek kehidupan caregiver sendiri yang
memunculkan akan adanya dukungan, harapan, dan makna dari merawat pasien.
Kata kunci: Pengalaman, Caregiver, Penyakit Ginjal Kronik, Hemodialisis.
i
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Pengalaman Keluarga Sebagai
Caregiver Dalam Merawat Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani
Hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan: Studi
Fenomenologi”.
Selama menyelesaikan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh
bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada:
1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si selaku Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Dr. Dudut Tanjung, S.Kp., M.Kep., Sp.KMB selaku Dekan Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara beserta jajarannya yang telah
memberikan kesempatan dan fasilitas selama menjalani pendidikan di jenjang
Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
3. Dewi Elizadiani Suza, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Ketua Program Studi
Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
sekaligus Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan
bimbingan, motivasi dan mengarahkan dengan penuh kesabaran kepada penulis
sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini
4. Mula Tarigan, S.Kp., M.Kes., Ph.D selaku Pembimbing II yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, motivasi dan
ii
mengarahkan dengan penuh kesabaran kepada penulis sehingga pada akhirnya
penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini
5. Dr. dr. Riri Andri Muzasti, M.Ked(PD)., Sp.PD-KGH selaku dosen penguji I
dan Dr. dr. Rina Amelia, MARS selaku dosen penguji II yang telah
memberikan arahan, masukan, keterbukaan ilmu dan keramahan hati selama ini
sehingga tesis ini dapat menjadi lebih baik
6. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan dan
Kepala Ruang Unit Hemodialisis atas izin, fasilitas, dan bantuannya yang telah
diberikan pada penulis selama melakukan penelitian
7. Partisipan yang telah bersedia memberikan waktu dan partisipasinya selama
pengambilan data dalam penyusunan tesis ini
8. Keluarga penulis dan teman-teman mahasiswa Program Studi Magister Ilmu
Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Angkatan
2018 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu dan memberi dorongan kepada penulis dalam
menyelesaikan penulisan tesis ini.
Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh
dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada
seluruh pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberikan
keberkahan untuk kita semua.
Medan, Juli 2021
Penulis,
Vincencius Surani
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................... 1
Perumusan Masalah ............................................................................. 6
Tujuan Penelitian ................................................................................. 7
Manfaat Penelitian ............................................................................... 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 8
Konsep Penyakit Ginjal kronik ........................................................... 8
Konsep Dialisis ................................................................................... 13
Konsep Hemodialisis ........................................................................... 14
Konsep Keluarga .................................................................................. 20
Konsep Keluarga Sebagai Caregiver .................................................. 22
Proses Perawatan Oleh Caregiver Terhadap Pasien ........................... 24
Konsep Studi Fenomenologi ............................................................... 34
Landasan Teori Keperawatan .............................................................. 37
Kerangka Konsep Penelitian ............................................................... 43
BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................. 44
Jenis Penelitian .................................................................................... 44
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 45
Partisipan ............................................................................................. 45
Pengumpulan Data .............................................................................. 47
Definisi Operasional ............................................................................ 56
Metode Analisis Data .......................................................................... 56
Tingkat Keabsahan Data (Thrustworthiness) ...................................... 58
Pertimbangan Etik ............................................................................... 62
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 65
Hasil Penelitian ................................................................................... 65
Pembahasan ......................................................................................... 124
Integrasi Hasil Penelitian .................................................................... 150
Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 153
Implikasi Hasil Penelitian ................................................................... 154
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 156
Kesimpulan .......................................................................................... 156
Saran .................................................................................................... 156
iv
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Stadium PGK ........................................................................... 9
Tabel 2.2 Tahapan Berduka Kubler-Ross ................................................ 25
Tabel 4.1 Data Demografi Partisipan ...................................................... 66
Tabel 4.2 Langkah-Langkah Analisis Data ............................................. 68
Tabel 4.3 Tema 1: Ungkapan Perasaan Emosional Caregiver ................ 83
Tabel 4.4 Tema 2: Peran Caregiver Dalam Menjalankan Fungsi
Perawatan Kesehatan ............................................................... 99
Tabel 4.5 Tema 3: Dampak yang Dirasakan Oleh Caregiver Dalam
Merawat Pasien ....................................................................... 105
Tabel 4.6 Tema 4: Faktor Penghambat Dalam Proses Perawatan ........... 109
Tabel 4.7 Tema 5: Upaya Mengatasi Hambatan Dalam Merawat .......... 112
Tabel 4.8 Tema 6: Dukungan Sosial ....................................................... 117
Tabel 4.9 Tema 7: Harapan Caregiver Dalam Merawat Pasien .............. 119
Tabel 4.10 Tema 8: Makna Dalam Merawat Anggota Keluarga yang
Sakit ......................................................................................... 124
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian ................................................... 43
Gambar 3.1 Kerangka Kerja Penelitian ....................................................... 55
Gambar 4.1 Hubungan Antar Tema Penelitian dan Konsep Teori .............. 151
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Instrumen Penelitian
Lampiran 2 Izin Penelitian
Lampiran 3 Lembar Konsul
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan patologis yang ditandai
adanya kelainan pada struktur dan fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3
bulan dengan adanya penurunan glomerular filtration rate (GFR) kurang dari 60
ml/menit/1,73 m2 (KDIGO, 2013). Saat ini penyakit ginjal kronik (PGK)
dianggap sebagai tantangan untuk kesehatan masyarakat di dunia (Sanyaolu et al.,
2018).
Angka prevalensi PGK di dunia selalu mengalami peningkatan setiap
tahunnya, tahun 2013 sebanyak 843,6 juta meningkat menjadi 860,8 juta pada
tahun 2017 (Jager et al., 2019). Sedangkan di Amerika menurut data dari United
State Renal Data System (USRDS, 2019), didapatkan jumlah penderita PGK
setiap tahunnya mengalami peningkatan, terakhir di tahun 2017 meningkat
sebanyak 2.253,9 per satu juta populasi. Negara Asia dengan penderita PGK
terbanyak salah satunya adalah Jepang, dalam 3 tahun terakhir mengalami
peningkatan menjadi 2.598,8 per satu juta populasi pada tahun 2016 (USRDS,
2018).
Pasien PGK di Indonesia sendiri menurut Indonesian Renal Registry (2018)
yang menjalani hemodialisis dalam tiga tahun terakhir juga mengalami
peningkatan, terakhir meningkat menjadi 132.142 pasien pada tahun 2018.
Sedangkan di provinsi Sumatera Utara sendiri dari tahun 2013 sampai 2018 juga
terdapat kasus yang mengalami peningkatan yaitu dari 2,0 permil naik menjadi
2
3,2 permil (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Sedangkan jumlah kasus pasien
hemodialisis berdasarkan data rekam medik di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
Haji Adam Malik Medan juga menunjukkan adanya peningkatan, tahun 2016
sebanyak 643 pasien dan meningkat pada tahun 2018 sebanyak 727 pasien.
Penyakit ginjal kronik (PGK) sangat erat kaitannya dengan hemodialisis,
karena merupakan salah satu terapi untuk penderita PGK sebagai pengganti fungsi
ginjal (Smeltzer et al., 2010). Angka kejadian PGK yang menjalani hemodialisis
setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan baik di dunia maupun di Indonesia
sendiri dan khususnya di provinsi Sumatera Utara (Indonesian Renal Registry,
2018; Kementerian Kesehatan RI, 2018; USRDS, 2018).
Masalah terberat yang dapat terjadi pada pasien yang mengalami PGK
adalah kematian. Menurut Jager et al (2019), di tahun 2016 PGK menempati
urutan ke 13 sebagai penyebab kematian dan diprediksikan di tahun 2040 menjadi
urutan ke 5. Selain itu PGK juga dapat mempengaruhi gaya hidup, status
kesehatan, dan peran sosial pasien dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan
masalah fisik dan mental, keterbatasan peran sosial dan aktivitas pasien. Oleh
karena itu pasien PGK selalu membutuhkan bantuan perawatan dan dukungan
khususnya dari anggota keluarga sendiri (Haririan, Aghajanlo, & Ghafurifard,
2013; Maslakpak et al., 2019).
Keluarga merupakan sumber dukungan terbesar bagi pasien yang
mengalami masalah kesehatan kronik seperti PGK yang menjalani hemodialisis
dan keluarga dipandang sebagai area yang penting bagi pasien (Maslakpak et al.,
2019), sehingga keluarga yang memberikan perawatan untuk pasien masuk ke
dalam populasi atau kelompok rentan (Pender, Murdaugh, & Parsons, 2015).
3
Menurut Pender, Murdaugh, & Parsons (2015), populasi yang rentan merupakan
kelompok individu yang memiliki risiko lebih besar untuk mengalami kelemahan
atau keterbatasan dan masalah fisik, psikologis, atau kesehatan sosial. Pada
populasi yang rentan akan cenderung lebih mudah untuk berkembangnya
masalah-masalah kesehatan (Pender et al., 2015). Dengan demikian keluarga
terutama yang berperan sebagai caregiver tentunya dapat mengalami masalah-
masalah kesehatan sebagai dampak dari proses merawat pasien.
Keluarga sebagai caregiver merupakan seseorang yang membantu individu
atau mengatur bantuan untuk orang-orang khususnya pasien yang tidak dapat
melakukan perawatan diri secara mandiri akibat suatu penyakit kronik, kecacatan,
atau usia yang menua (Farahani et al., 2016). Perawatan pada pasien dengan PGK
yang menjalani hemodialisis yang dilakukan oleh caregiver dapat membawa
perubahan respon dan kualitas hidup dari caregiver mulai dari saat pertama kali
mengetahui anggota keluarga sakit (Gilbertson et al., 2019; Jafari et al., 2018).
Penelitian Sari, Allenidekania, & Afiyanti (2018) menyatakan bahwa respon
keluarga dalam merawat anak yang menjalani hemodialisis yaitu muncul rasa
sedih, takut, dan marah.
Selain perubahan respon berupa perasaan caregiver, tentunya seorang
caregiver dalam merawat mesti menjalankan berbagai macam peran atau tugas
perawatan. Menurut Kaakinen et al (2018), salah satu fungsi keluarga yaitu
melaksanakan fungsi perawatan kesehatan. Fungsi perawatan kesehatan yang
dilakukan oleh caregiver bersifat kompleks mulai dari caregiver tersebut harus
belajar memahami tentang masalah kesehatan sampai dengan mampu untuk
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada (Kaakinen et al., 2018).
4
Peran dan tugas caregiver yang cukup banyak dalam merawat pasien
sampai jangka waktu yang lama dapat menimbulkan dampak tersendiri bagi
caregiver diantaranya yaitu kelelahan dan dapat mempengaruhi kesejahteraan
fisik dan psikologis dari caregiver sendiri, mempengaruhi kualitas hidup mereka,
merusak suasana keluarga dan organisasi kerja, mengurangi partisipasi dalam
kegiatan sosial, dan bahkan menyebabkan stres emosional (Mashayekhi et al.,
2015), sehingga dampak tersebut dapat menimbulkan tekanan fisik dan mental
serta menjadi beban bagi anggota keluarga (Mollaoglu et al., 2013).
Beban yang muncul pada keluarga sebagai caregiver diantaranya beban
fisik berupa kelelahan; beban psikologis berupa mudah tersinggung, emosi yang
labil, stres, depresi, takut, dan cemas; beban sosial berupa keterbatasan waktu
bersosialisasi, keterbatasan komunikasi, dan perubahan peran sosial; beban
ekonomi berupa masalah finansial atau keuangan (Jadhav et al., 2014; Sajadi,
Ebadi, & Moradian, 2017). Keluarga sebagai caregiver pasien yang menjalani
hemodialisis memerlukan dukungan sosial dan hubungan interpersonal yang baik
(Bayoumi, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh El-Melegy, Al-Zeftawy, &
Khaton (2016) di Mesir, bahwa beban yang muncul pada caregiver yang merawat
pasien dengan hemodialisis rata-rata berada pada kategori beban berat (100%)
dengan jumlah sampel sebanyak 50 responden. Kondisi yang demikian tentunya
dapat mempengaruhi kondisi kesehatan dari caregiver sendiri bahkan dapat
mengganggu kualitas hidup caregiver dan menyebabkan masalah kesehatan
mental. Sedangkan di Indonesia sendiri berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Nugroho & Sabarini (2019), ditemukan bahwa caregiver pada pasien dengan
5
hemodialisis juga mengalami tekanan dalam memberikan perawatan baik tekanan
peran maupun tekanan pribadi (87,8%).
Selain munculnya dampak berupa beban perawatan untuk caregiver, kondisi
pasien dengan hemodialisis tentunya juga mengalami perubahan yang dapat
membawa masalah bagi caregiver dalam memberikan perawatan. Penelitian
Mollaoglu (2016) menyatakan bahwa pasien hemodialisis cenderung mengalami
perubahan psikologis yang berdampak pada meningkatnya emosi dari pasien
sendiri. Dalam Lewis et al (2013) disebutkan bahwa pasien hemodialisis
cenderung muncul perubahan perilaku, menarik diri, emosi tidak stabil, dan
bahkan depresi.
Dalam konteks asuhan keperawatan, pelayanan keperawatan yang diberikan
bersifat holistik dimana pelayanan yang diberikan tidak hanya berfokus pada
pasien namun juga melibatkan dan ditujukan kepada keluarga pasien juga
terutama untuk mereka yang merawat pasien dengan kondisi penyakit kronik
(Kaakinen et al., 2018; Smeltzer et al., 2010). Bagi caregiver yang merawat
pasien tentunya mereka juga membutuhkan bantuan berupa dukungan, salah
satunya yaitu dukungan emosional untuk caregiver (Shiba & Kondo, 2016).
Melibatkan keluarga sebagai caregiver dalam perawatan untuk pasien
hemodialisis dalam waktu yang berkepanjangan tentunya dapat mempengaruhi
pengalaman dan makna hidup dari caregiver itu sendiri dengan situasi dan kondisi
masalah yang begitu banyak dan kompleks.
Hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan terhadap dua anggota keluarga
yang sehari-hari merawat dan mendampingi pasien hemodialisis di RSUP Haji
Adam Malik Medan ditemukan bahwa mereka menyatakan merasa sedih, takut,
6
dan bingung dengan kondisi yang dialami oleh pasien. Oleh karena itu, untuk
semakin mendapatkan gambaran dan memahami pengalaman seperti apa yang
dirasakan oleh caregiver secara lebih mendalam dalam merawat pasien
hemodialisis maka perlu dilakukan penelitian kembali dengan pendekatan
kualitatif, khususnya dengan desain fenomenologi.
Perumusan Masalah
Terapi hemodialisis pada pasien dengan PGK yang berlangsung lama
bahkan bisa selamanya tentunya dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan
dari pasien tersebut. Hal ini memicu pasien untuk selalu memerlukan bantuan dan
dukungan dari anggota keluarganya untuk dapat merawatnya. Keluarga yang
berperan merawat atau sebagai caregiver dengan menjalankan fungsi perawatan
kesehatan dalam jangka waktu yang berkepanjangan tentu dapat membawa
perubahan respon dan dampak berupa kelelahan sehingga menimbulkan beban
perawatan yang signifikan. Kondisi yang demikian dapat meningkatkan stres,
menimbulkan ketegangan antara caregiver dengan pasien PGK yang menjalani
hemodialisis, muncul perubahan dan respon yang berkaitan dengan perasaan
caregiver dari pengalaman yang dijalani selama merawat pasien (Rabiei et al.,
2020).
Berdasarkan hal tersebut maka perlu digali lebih mendalam mengenai
pengalaman dan hal-hal yang dirasakan oleh caregiver dalam memberikan
perawatan kepada pasien PGK yang menjalani hemodialisis. Dengan demikian
rumusan masalah yang muncul adalah bagaimana pengalaman keluarga sebagai
caregiver dalam merawat pasien PGK yang menjalani hemodialisis?.
7
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman keluarga sebagai
caregiver dalam merawat pasien PGK yang menjalani hemodialisis.
Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber referensi
dalam proses pembelajaran bidang ilmu keperawatan medikal bedah yang
berhubungan dengan kondisi penyakit kronik serta informasi yang didapatkan bisa
digunakan untuk acuan dalam mengembangkan bahan kajian asuhan keperawatan
untuk penyakit kronik dan keluarga.
Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai landasan dalam
mengembangkan kebijakan program pelayanan kesehatan khususnya untuk
penderita penyakit kronik yang membutuhkan terapi jangka panjang serta
memberikan landasan dalam meningkatkan upaya promosi kesehatan serta
dukungan yang optimal bagi keluarga pasien sehingga keluarga dapat
memberikan perawatan yang optimal sesuai dengan kebutuhan pasien.
Manfaat metodologi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber rujukan dan data dasar
untuk penelitian terkait selanjutnya khususnya yang berhubungan dengan keluarga
yang merawat pasien dengan penyakit kronik yang menjalani hemodialisis.
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
Pengertian PGK
Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan kondisi dimana ginjal mengalami
kerusakan struktur dan fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari tiga bulan yang
berdampak terhadap status kesehatan atau gangguan fisiologis tubuh (KDIGO,
2013).
Kriteria untuk PGK menurut Kidney Disease Improving Global Outcomes/
KDIGO (2013), terdiri dari adanya indikator kerusakan ginjal dan penurunan
glomerular filtration rate (GFR). Indikator kerusakan ginjal terdiri dari
albuminuria (≥ 30 mg/24 jam), kelainan pada sedimen urine, kelainan pada
elektrolit, kelainan struktur pada jaringan/ histologi, kelainan struktur melalui tes
pencitraan/ imaging, riwayat transplantasi ginjal. Sedangkan dari indikator
penurunan GFR < 60 ml/menit/1,73 m2.
Penyebab PGK
Penyebab dari PGK dapat dibedakan atas penyebab akibat dari infeksi
penyakit ginjal itu sendiri dan non infeksi. Penyebab yang paling sering
ditemukan adalah karena non infeksi seperti diabetes dan hipertensi yang memicu
terjadinya PGK. Sedangkan penyebab dari kondisi infeksi terdiri dari
glomerulonefritis dan infeksi pada saluran urinari (Lewis et al., 2013).
Sedangkan faktor risiko yang dapat memicu terjadinya PGK diantaranya
terdiri dari faktor klinikal dan faktor sosiodemografi. Faktor klinikal terdiri dari
9
penyakit autoimun, infeksi sistemik, infeksi saluran urinari, batu di saluran
urinari, obstruksi saluran urinari bawah, urolitiasis, riwayat keluarga dengan PGK.
Sedangkan faktor sosiodemografi terdiri dari usia dan ras (Yang & He, 2020).
Klasifikasi PGK
Dalam KDIGO (2013), stadium PGK dibedakan menjadi 6 tingkatan
stadium berdasarkan kategori GFR diantaranya adalah:
Tabel 2.1
Stadium PGK
Kategori GFR (ml/menit/1,73 m2) Ketentuan
1 ≥ 90 Normal atau tinggi
2 60 – 89 Penurunan fungsi ginjal tahap rendah
3a 45 – 59 Penurunan fungsi ginjal tahap rendah – sedang
3b 30 – 44 Penurunan fungsi ginjal tahap sedang – berat
4 15 – 29 Penurunan fungsi ginjal tahap berat
5 < 15 Penyakit ginjal kronik
Patofisiologi PGK
Ketika fungsi ginjal mengalami penurunan, maka yang terjadi adalah
penumpukan produk akhir dari metabolisme protein yang terakumulasi dalam
darah. Kondisi ini akan menyebabkan peningkatan kadar uremia di dalam darah.
Semakin meningkatnya penumpukan uremia, maka akan menimbulkan gejala
PGK yang cepat (Smeltzer et al., 2010). Tingkat penurunan fungsi ginjal dapat
mempengaruhi perkembangan ke arah kerusakan fungsi ginjal yang kronik,
kondisi ini cenderung berkembang lebih cepat pada pasien yang mengalami
peningkatan tekanan darah (Smeltzer et al., 2010).
Dalam menghadapi kerusakan ginjal, ginjal memiliki kemampuan untuk
mempertahankan GFR. Meskipun kerusakan nefron begitu progresif, sebagian
sisa nefron yang masih berfungsi akan melakukan hiperfiltrasi sebagai
10
kompensasi. Bentuk kompensasi nefron ini memungkinkan ginjal untuk tetap
membersihkan zat sisa metabolisme seperti urea dan kreatinin dari dalam darah
(Himmelfarb & Ikizler, 2019a).
Hiperfiltrasi dan hipertrofi pada nefron yang masih berfungsi akan
menyebabkan disfungsi ginjal progresif. Peningkatan tekanan kapiler pada
glomerulus dapat merusak kapiler, awalnya akan mengarah kepada
glomerulosklerosis segmental dan kemudian akan berakhir pada
glomerulosklerosis global yang nantinya akan menjadi penyakit ginjal kronik
(Himmelfarb & Ikizler, 2019a).
Tanda dan gejala PGK
Pada awalnya PGK memiliki gejala awal yang hampir sama dengan gejala
penyakit lainnya. Pada awalnya gejala yang muncul berupa hilangnya nafsu
makan, perasaan sakit atau sering kelelahan, kesulitan tidur, sakit kepala, gatal
dan kulit kering, penurunan berat badan, mudah tersinggung, mual disertai
muntah, napas dangkal atau sesak napas baik waktu ada kegiatan atau tidak
(Himmelfarb & Ikizler, 2019a).
Dalam Lewis et al (2013), setelah fungsi ginjal semakin memburuk dan
menimbulkan komplikasi, maka gejala yang muncul diantaranya adalah: 1)
gangguan psikologi berupa cemas dan depresi, 2) gangguan pada sistem
kardiovaskuler berupa hipertensi, gagal jantung akibat penimbunan cairan,
penyakit arteri koroner, perikarditis, gangguan irama jantung, penyakit arteri
perifer, dan edema, 3) gangguan pada sistem pencernaan berupa anoreksia, mual,
muntah, perdarahan saluran cerna, gastritis, dan napas bau ammonia, 4) gangguan
pada sistem endokrin dan reproduksi berupa hiperparatiroid, abnormalitas tiroid,
11
amenorea, dan disfungsi ereksi, 5) gangguan pada fungsi metabolik berupa
gangguan metabolik glukosa, intoleransi karbohidrat, hiperlipidemia, 6) gangguan
pada fungsi hematologi berupa anemia, perdarahan, dan infeksi, 7) gangguan pada
fungsi neurologi berupa kelelahan, sakit kepala, gangguan tidur, dan ensefalopati,
8) gangguan pada fungsi penglihatan berupa retinopati, 9) gangguan pada fungsi
pulmonal berupa edema paru, napas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum
kental, uremik pleuritis, dan pneumonia, 10) gangguan pada fungsi integumen
berupa pruritus, ekimosis, kulit kering dan pucat, kuku tipis dan rapuh, 11)
gangguan pada fungsi muskuloskeletal berupa kalsifikasi jaringan lunak dan
vaskular, osteomalasia, fibrosa osteitis, tremor, dan miopati, 12) gangguan pada
neuropati perifer berupa kehilangan sensasi dan restless legs syndrome.
Komplikasi PGK
Dalam Smeltzer et al (2010), potensial komplikasi yang dapat muncul pada
penderita PGK diantaranya adalah: 1) hiperkalemia terjadi karena penurunan
ekskresi, asidosis metabolik, dan katabolisme, 2) perikarditis, efusi pleura, dan
tamponade perikardia terjadi karena retensi dari produk uremia dan dialisis yang
tidak adekuat, 3) hipertensi terjadi karena retensi natrium dan air, serta kerusakan
sistem renin-angiotensin-aldosteron, 4) Anemia terjadi karena penurunan produksi
eritropoietin, penurunan umur sel darah merah, perdarahan saluran cerna, dan
kehilangan darah selama hemodialisis, 5) penyakit tulang, kalsifikasi terjadi
karena retensi fosfor, kadar serum kalsium rendah, metabolisme vitamin D
abnormal.
12
Penatalaksanaan PGK
Tujuan dari penatalaksanaan atau manajemen pada pasien dengan PGK
adalah mempertahankan fungsi normal ginjal dan menjaga kondisi homeostasis
selama mungkin dengan menurunkan kadar dari uremia dalam darah dan untuk
mengontrol keseimbangan elektrolit (Smeltzer et al., 2010). Dalam Smeltzer et al
(2010), penatalaksanaan atau manajemen yang dapat dilakukan diantaranya
adalah:
Terapi farmakologi
Komplikasi dapat dicegah dengan pemberian obat berupa agen pengikat
fosfat, suplemen kalsium, obat antihipertensi dan obat jantung, serta obat-obatan
untuk meningkatkan eritropoietin.
Terapi nutrisi
Intervensi terapi nutrisi diperlukan pada pasien PGK yang menjalani
hemodialisis, dimana terapi nutrisi yang penting untuk diperhatikan adalah
peningkatan asupan protein, pembatasan asupan cairan dan asupan natrium.
Pembatasan cairan diperlukan untuk menjaga keseimbangan cairan di dalam
tubuh. Sedangkan pembatasan asupan natrium bertujuan untuk menjaga
keseimbangan kadar natrium. Peningkatan asupan protein dianjurkan pada pasien
dengan PGK terutama yang menjalani hemodialisis. Konsumsi protein yang tinggi
diharapkan akan menurunkan angka kematian karena dapat meningkatkan status
gizi pasien, membantu menjaga kekuatan otot, membantu penyembuhan luka
lebih cepat, dan memperkuat sistem kekebalan tubuh (Syauqy et al., 2012).
Menurut The National Kidney Foundation Kidney Disease Outcomes
Quality Initiative (NKF KDOQI), protein merupakan komponen penting pada
13
terapi pasien dengan PGK dan direkomendasikan bagi pasien dialisis untuk
diberikan asupan tinggi protein. Jenis protein yang diperbolehkan harus
mengandung asam amino esensial karena dapat membantu pertumbuhan dan
perbaikan sel seperti produk susu, telur, dan daging.
Asupan cairan yang dianjurkan untuk per harinya adalah 500 – 600 ml
untuk 24 jam atau lebih dari jumlah volume urine yang keluar selama 24 jam dari
hari sebelumnya. Selain itu asupan kalori juga diperlukan lewat konsumsi
karbohidrat dan lemak. Suplemen vitamin juga diperlukan karena untuk
mengantisipasi vitamin yang larut dalam air selama dialisis.
Dialisis
Penatalaksanaan untuk pasien dengan gejala PGK tahap akhir yang sering
dilakukan adalah dengan dialisis. Dialisis dimulai ketika pasien sudah tidak dapat
lagi mempertahankan kondisi homeostasis dan melakukan perawatan yang
konservatif.
Konsep Dialisis
Pengertian dialisis
Dialisis adalah pergerakan cairan dan molekul yang melintasi membran
semipermeabel dari satu kompartemen ke kompartemen lainnya. Secara klinis,
dialisis adalah teknik yang memindahkan zat dari dalam darah melalui membran
semipermeabel untuk dilakukan dialisis, hal ini bertujuan untuk memperbaiki
cairan dan ketidakseimbangan elektrolit serta menghilangkan produk sampah atau
racun akibat dari kerusakan ginjal sehingga ginjal tidak mampu untuk
menjalankan fungsinya (Lewis et al., 2013).
14
Proses dialisis dimulai ketika kadar ureum pasien sudah terlalu tinggi dan
tidak dapat diatasi dengan manajemen medis atau perawatan konservatif hingga
menimbulkan gejala. Umumnya dialisis dilakukan ketika nilai GFR kurang dari
15 ml/menit, selain itu komplikasi yang muncul akibat dari peningkatan kadar
ureum dapat menjadi pertimbangan untuk segera dilakukan tindakan dialisis
(Lewis et al., 2013).
Jenis-jenis dialisis
Ada dua metode dialisis yang sering dilakukan yaitu peritoneal dialisis dan
hemodialisis (Lewis et al., 2013). Namun pada konsep ini yang akan diuraikan
adalah tentang hemodialisis, karena metode ini paling sering digunakan.
Konsep Hemodialisis
Pengertian hemodialisis
Hemodialisis merupakan suatu tindakan pembuangan sisa metabolisme
ginjal dengan menggunakan alat bantu dialyzer (Levy, Brown, & Lawrence,
2016). Hemodialisis adalah suatu bentuk tindakan untuk menggantikan sebagian
besar dari fungsi ginjal pada pasien yang mengalami gangguan ginjal (Kim &
Kawanishi, 2018). Tujuan daripada tindakan hemodialisis adalah untuk
membuang toksik-toksik yang ada di dalam tubuh, seperti ureum dan kreatinin
(Kim & Kawanishi, 2018).
Hemodialisis digunakan untuk pasien yang membutuhkan dialisis jangka
pendek (hitungan hari ke minggu) dan untuk pasien yang membutuhkan terapi
jangka panjang atau sebagai terapi pengganti ginjal permanen (Smeltzer et al.,
2010). Hemodialisis dapat mencegah kematian namun tidak dapat menyembuhkan
15
penyakit PGK, lebih dari 90% pasien dengan PGK membutuhkan terapi pengganti
ginjal melalui hemodialisis (Smeltzer et al., 2010). Sebagian besar pasien
menerima hemodialisis dalam jangka waktu dua kali dalam satu minggu dengan
durasi lama waktu 5 jam (Kim & Kawanishi, 2018).
Indikasi hemodialisis
Indikasi seseorang untuk dilakukan tindakan hemodialisis di dalam
pedoman KDOQI adalah pada saat GFR < 15 ml/menit serta dengan
mempertimbangkan gejala atau komplikasi yang muncul akibat dari PGK, namun
secara definitif tindakan hemodialisis dimulai sebelum GFR < 10 ml/menit (Levy
et al., 2016).
Dalam Kim & Kawanishi (2018), indikasi hemodialisis dibedakan menjadi
indikasi hemodialisis emergency dan indikasi hemodialisis kronik. Indikasi
hemodialisis emergency adalah hemodialisis yang segera dilakukan. Indikasi
hemodialisis emergency terbagi lagi menjadi dua, yaitu:
1. Kegawatan ginjal yang terdiri dari keadaan uremik berat, overhidrasi, oliguria
(produksi urine < 200 ml/12 jam), anuria (produksi urine < 50 ml/12 jam),
hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan elektrokardiogram/ EKG,
biasanya kalium > 6,5 mmol/L), asidosis berat (Ph < 7,1 atau bikarbonat < 12
meq/L), uremia (BUN > 150 mg/dl), ensefalopati uremikum, neuropati/
miopati uremikum, perikarditis uremikum, disnatremia berat (Na > 160 atau <
115 mmol/L)
2. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.
Sedangkan indikasi hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang
dikerjakan berkelanjutan seusia hidup pasien dengan menggunakan mesin
16
hemodialisis. Indikasi hemodialisis kronik dimulai jika dijumpai salah satu dari
hal berikut ini, yaitu: 1) GFR < 15 ml/menit dan tergantung gejala atau komplikasi
yang muncul, 2) gejala uremia meliputi letargi, anoreksia, nausea, mual dan
muntah, 3) adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot, 4) hipertensi yang sulit
dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
Cara kerja hemodialisis
Tindakan hemodialisis bertujuan untuk membuang produk limbah nitrogen
dan mengoreksi kelainan elektrolit, air, dan asam basa yang berhubungan dengan
kerusakan struktur dan fungsi ginjal (Yang & He, 2020). Dalam Levy et al (2016),
prinsip kerja dari hemodialisis terdiri dari:
1. Proses difusi, merupakan gerakan pasif spontan zat terlarut yang melintasi
membran dialisis. Tingkat difusi tergantung pada beberapa koefisien seperti
berat molekul zat terlarut, permeabilitas membran, laju aliran darah, gradien
konsentrasi zat terlarut antara darah dan dialisat, suhu dialisat, dan laju aliran.
2. Proses ultrafiltrasi, merupakan proses berpindahnya air dan zat terlarut karena
perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan dialisat. Tekanan darah yang
lebih tinggi dari dialisat memaksa air melewati selaput semipermeable. Air
mempunyai molekul sangat kecil sehingga pergerakan air melewati selaput
diikuti juga oleh zat sampah dengan molekul kecil.
3. Proses osmosis, merupakan berpindahnya air karena tenaga kimiawi yang
terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotik (osmolalitas) darah dan
dialisat.
17
Ketiga peristiwa tersebut terjadi secara bersamaan. Setelah proses
penyaringan dalam dialyzer selesai, maka akan didapatkan darah yang bersih.
Darah itu kemudian akan dialirkan kembali ke dalam tubuh.
Akses vaskuler
Akses vaskuler sangat penting untuk pasien dengan PGK. 25% dari rumah
sakit menerima pasien PGK yang menjalani hemodialisis mengalami masalah
pada akses vaskuler yang dapat meningkatkan angka kesakitan, infeksi, bahkan
kematian (Levy et al., 2016). Akses vaskuler yang sering digunakan pada
tindakan hemodialisis terdiri dari:
Arteriovenous fistula (cimino)
Merupakan akses vaskuler jangka panjang untuk pasien hemodialisis yang
dibuat di bagian ekstremitas atas. Arteriovenous fistula (AVF) dibuat sehingga
pembuluh vena akan menerima aliran darah arteri cukup besar sehingga segmen
vena akan melebarkan dan mengembangkan dinding yang menebal dari waktu ke
waktu. Menurut KDOQI, AVF merupakan salah satu akses vaskuler terbaik untuk
pasien hemodialisis hingga sekarang (National Kidney Foundation, 2015).
Dalam National Kidney Foundation/ NKF (2015), Akses vaskuler berupa
AVF perlu diperhatikan dan dijaga, berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1) periksa thrill atau desiran secara teratur, 2) pengukuran tekanan darah tidak
dilakukan pada tangan yang terdapat AVF, 3) tidak memberi tekanan yang kuat
pada AVF, 4) jangan tidur di lengan yang terdapat AVF, 5) hindari mengangkat
benda berat, 6) jangan mengambil sampel darah pada tangan yang terdapat AVF,
7) gunakan AVF hanya untuk hemodialisis.
18
Dalam National Kidney Foundation (2015), latihan yang dapat dilakukan
agar AVF matang dan kuat diantaranya adalah: 1) menekan menggunakan
handgrip, tekan dan lepaskan handgrip dengan cepat selama 10 menit, 6 kali
sehari, 2) sentuhan ujung jari, sentuh ujung jari ke ujung ibu jari, buka dan tutup
jari anda. Sentuh ujung jari berulang-ulang selama 5 menit, 6 kali sehari, 3)
meremas bola dan melepaskan dengan cepat selama 10 menit, 6 kali sehari
Hal lain yang perlu mendapat perhatian untuk AVF menurut National
Kidney Foundation (2015) adalah: 1) kulit berkilau, gatal dan bengkak, 2) bau
busuk merah/ kuning berbau busuk, 3) nyeri dan perubahan warna, 4) demam, 5)
AVF tidak ada thrill atau desiran, 6) Pembengkakan atau perdarahan.
Central venous catheters (double lumen)
Merupakan akses vaskuler yang dibuat bagi pasien yang membutuhkan
hemodialisis dalam keadaan darurat. Akses vaskuler berupa central venous
catheters (double lumen) akan dimasukan ke dalam vena besar di leher seperti
vena jugularis, vena subklavia atau di lipat paha seperti vena femoralis. Central
venous catheters (CVC) biasanya hanya bersifat sementara (kurang dari 3
minggu) dan akan diangkat ketika pasien sudah tidak diharuskan menjalani
hemodialisis, atau sudah memiliki akses yang lebih permanen, seperti cimino
(Levy et al., 2016).
Akses vaskuler berupa CVC perlu diperhatikan dan dijaga, berikut beberapa
hal yang perlu diperhatikan menurut National Kidney Foundation (2015) yaitu: 1)
jaga kateter dan balutan luka selalu dalam keadaan bersih dan kering, 2) balutan
luka tidak perlu diganti setiap hari, tapi harus diganti setiap sesi dialisis, 3) jika
sewaktu-waktu balutan luka kotor/ basah, segera pergi ke rumah sakit terdekat
19
untuk mengganti balutan, 4) pastikan kateter terfiksasi dengan benar pada kulit, 5)
perhatikan adanya perdarahan, 6) hindari olahraga air seperti berenang,
menyelam, 7) hindari menggaruk/ menarik-narik kateter, 8) pada saat tidur jaga
jangan sampai daerah kateter tertekan, 9) hindari mengangkat benda berat/
mengangkat anak-anak.
Dalam National Kidney Foundation (2015), hal lain yang perlu mendapat
perhatian untuk CVC adalah: 1) adanya rasa nyeri pada tempat keluarnya kateter,
2) perdarahan/ keluar cairan dari area sekitar kateter, 3) peningkatan suhu tubuh,
4) kateter keluar dari tempat penusukan.
Komplikasi dari hemodialisis
Dalam Lewis et al (2013); Smeltzer et al (2010) komplikasi yang dapat
terjadi pada pasien PGK yang mendapatkan terapi hemodialisis diantaranya
adalah: 1) hipotensi, dapat terjadi selama hemodialisis karena kehilangan volume
vaskuler yang cepat (hipovolemia), akibat penurunan curah jantung, dan
penurunan vaskuler sistemik, 2) otot kram, faktor yang terkait dengan terjadinya
kram otot saat tindakan hemodialisis adalah hipotensi, hipovolemia, tingkat
ultrafiltrasi yang tinggi, 3) kehilangan darah, dapat terjadi karena darah yang tidak
sepenuhnya difiltrasi oleh dialyzer, terpisah dalam tabung darah, pecahnya
membran dialyzer, atau perdarahan setelah pengangkatan jarum pada akses
vaskuler di akhir tindakan hemodialisis, 4) disritmia, dapat terjadi akibat
perubahan elektrolit dan pH selama dialisis, 5) nyeri dada, dapat terjadi pada
pasien dengan anemia atau arteriosklerotik penyakit jantung, 6) sakit kepala, mual
dan muntah, gelisah, penurunan tingkat kesadaran, dapat terjadi ketika kadar urea
20
dalam darah sangat tinggi (>150 mg/dl) serta akibat dari aliran cairan atau darah
ke otak yang rendah.
Konsep Keluarga
Pengertian keluarga
Keluarga merupakan sekumpulan orang atau sekelompok orang yang
disatukan oleh ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi serta melakukan interaksi
dan komunikasi satu sama lain sesuai dengan peran sosialnya masing-masing
dengan tujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga
(Kaakinen et al., 2018).
Sedangkan menurut Sharma (2013), keluarga adalah bagian unit terkecil
dari masyarakat yang mempunyai hubungan resmi seperti ikatan darah,
perkawinan atau perwalian, hubungan sosial (hidup bersama) dan adanya
hubungan psikologi (ikatan emosional) yang saling berintegrasi dan mempunyai
peran untuk saling mempengaruhi perkembangan, perilaku, dan kesejahteraan dari
masing-masing individu.
Fungsi keluarga
Menurut Kaakinen et al., (2018), fungsi keluarga diantaranya adalah sebagai
berikut:
Fungsi afektif
Fungsi ini meliputi persepsi keluarga tentang pemenuhan kebutuhan
psikososial anggota keluarga. Melalui pemenuhan fungsi ini, maka keluarga akan
dapat mencapai tujuan psikososial yang utama, membentuk sifat kemanusiaan
21
dalam diri anggota keluarga, stabilitas kepribadian dan tingkah laku, kemampuan
menjalin hubungan secara lebih akrab, dan harga diri.
Fungsi sosialisasi dan penempatan sosial
Sosialisasi dimulai saat lahir dan hanya diakhiri dengan kematian.
Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup, karena
individu secara kontinyu mengubah perilaku mereka sebagai respon terhadap
situasi yang terpola secara sosial yang mereka alami. Sosialisasi merupakan
proses perkembangan atau perubahan yang dialami oleh seorang individu sebagai
hasil dari interaksi sosial dan pembelajaran peran-peran sosial.
Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber
daya manusia.
Fungsi ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi
dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Fungsi perawatan kesehatan
Dalam sebuah keluarga terkadang salah satu anggota keluarga sering kali
juga berperan sebagai tenaga kesehatan utama untuk melakukan perawatan
terhadap anggota keluarga lain khususnya mereka yang sakit atau menderita selain
mencari layanan dari berbagai tenaga profesional perawatan kesehatan. Anggota
keluarga yang sehat cenderung menjadi caregiver dan sumber utama dalam
memberikan dukungan untuk individu yang mengalami sakit. Keluarga dapat
membawa pengaruh terhadap kesejahteraan, pencegahan penyakit, perawatan,
22
pemeliharaan kesehatan yang berhubungan dengan penyakit kronik. Ketika ada
satu anggota keluarga yang sakit maka seluruh anggota keluarga yang lain masih
dipandang sebagai unit perawatan yang perlu mendapat perhatian karena individu
yang sakit tersebut juga bagian dari keluarga.
Konsep Keluarga Sebagai Caregiver
Pengertian caregiver
Caregiver merupakan orang yang memiliki keterlibatan terbesar dalam
proses perawatan dan memberikan bantuan kepada pasien selama perjalanan
penyakitnya untuk bisa menyesuaikan dan mengelola kondisi pasien (Mashayekhi
et al., 2015). Dalam memberikan perawatan dan bantuan kepada pasien, caregiver
mempunyai beberapa tugas atau peran diantaranya sebagai pemberi dukungan,
membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari dari anggota keluarga yang sakit
seperti memandikan, memakaikan baju, menyiapkan makan, mempersiapkan obat
(McDonald et al., 2015), mengatur finansial, membantu proses perawatan, dan
berkomunikasi dengan petugas kesehatan (Metzelthin et al., 2017).
Jenis caregiver
Menurut Family Caregiver Alliance (2016) menyatakan bahwa kelompok
atau jenis caregiver dibedakan menjadi dua jenis, yaitu caregiver formal dan
caregiver informal. Caregiver formal adalah pemberi layanan kesehatan atau
perawatan yang diberikan oleh tenaga profesional dan mendapatkan bayaran yang
disediakan oleh fasilitas seperti rumah sakit, pusat perawatan, atau pusat
rehabilitasi. Sedangkan caregiver informal adalah pemberi layanan kesehatan atau
perawatan sehari-hari yang dilakukan di rumah dan dilakukan oleh anggota
23
keluarga sendiri yang tidak dibayar seperti pasangan, orangtua, anak, saudara
kandung.
Family caregiver
National Alliance For Caregiving (2010) mendefinisikan family caregiver
sebagai seseorang yang bertanggung jawab atas dukungan fisik, emosional, dan
finansial dari anggota keluarga yang tidak mampu merawat atau mengurus dirinya
sendiri karena sakit, cedera, atau cacat.
Mayoritas yang sering menjadi atau berperan sebagai family caregiver
dalam keluarga adalah seorang wanita atau pasangan hidup yang selalu
meluangkan waktu untuk melakukan perawatan kepada anggota keluarga yang
sakit. Sedangkan untuk anggota keluarga dengan tidak adanya pasangan seringkali
peran dari family caregiver dilakukan oleh anak atau saudara dari anggota
keluarga yang sakit. Peran family caregiver sering banyak dilakukan oleh
caregiver informal yang merupakan bagian atau anggota keluarga sendiri
(National Alliance For Caregiving, 2010).
Tugas caregiver
Caregiver mempunyai tanggung jawab sepenuhnya dalam melakukan
perawatan atau memberikan layanan kesehatan terutama kepada anggota keluarga
yang sakit. Tidak jarang waktu sepenuhnya yang dimiliki oleh caregiver
digunakan untuk merawat keluarga yang yang sakit mengingat bahwa anggota
keluarga yang sakit terutama akibat penyakit kronik yang berkepanjangan bahkan
selamanya tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dalam
sehari-hari (Family Caregiver Alliance, 2016)
24
Dalam National Academics of Sciences, Engineering (2016), disebutkan
bahwa terdapat beberapa peran atau tugas penting dari seorang caregiver yang
memberikan perawatan kepada anggota keluarganya yang sakit. Tugas atau peran
tersebut diantaranya adalah: melakukan tugas rumah tangga, membantu perawatan
diri pasien sehari-hari, memenuhi kebutuhan pasien sehari-hari, memberikan
dukungan emosional dan sosial, memperhatikan dan melakukan perawatan
kesehatan, melakukan advokasi dan koordinasi perawatan, serta melakukan
pengambilan keputusan.
Proses Perawatan Oleh Caregiver Terhadap Pasien
Perawatan yang diberikan oleh caregiver khususnya kepada pasien dengan
penyakit kronik seperti PGK terutama yang menjalani terapi hemodialisis
membawa banyak perubahan atau dampak mulai dari awal ketika pertama kali
tahu bahwa anggota keluarga harus menjalani hemodialisis sampai dengan proses
perawatan saat ini. Beberapa proses atau perubahan yang dialami oleh caregiver
diantaranya yaitu:
Respon perasaan caregiver
Saat pertama kali mengetahui bahwa anggota keluarganya sendiri
mengalami PGK dan harus menjalani terapi hemodialisis untuk selamanya atau
bersifat permanen tentunya ini membawa respon perasaan tersendiri bagi
caregiver. Respon perasaan yang muncul juga bermacam-macam, salah satunya
yang bersifat emosional.
Perasaan emosional lebih mengarah kepada bentuk karakteristik atau bentuk
ekspresif dari emosi. Bentuk dari emosi sendiri bisa berupa emosi positif dan
25
emosi negatif. Emosi positif misalkan dalam bentuk gembira, bangga, lega,
harapan, cinta atau kasih sayang. Sedangkan emosi negatif misalkan dalam bentuk
perasaan marah, cemas, takut, sedih, dan benci (Hartono, 2016). Dalam penelitian
Sari, Allenidekania, & Afiyanti (2018) menyatakan bahwa respon keluarga dalam
merawat anak yang menjalani hemodialisis yaitu sedih, takut, dan marah namun
lama-kelamaan keluarga dapat menerima kondisi pasien.
Respon total dari pengalaman dalam bentuk perasaan caregiver tersebut
merupakan akibat kehilangan sesuatu dari pasien akibat proses penyakit yang
dialaminya dan dimanisfestasikan dalam pikiran, perasaan, dan tingkah laku, hal
ini merupakan penjabaran dari konsep berduka (Kozier & Erb, 2007 dalam Potter
et al., 2013). Kubler-Ross dalam Potter et al (2013) menggambarkan tahapan
berduka terdiri dari lima tahap diantaranya menolak (denial), marah (anger),
tawar-menawar (bargaining), tertekan (depresi), dan menerima (acceptance).
Berikut penjelasan dari tahapan tersebut:
Tabel 2.2
Tahapan Berduka Kubler-Ross
Tahap Respon Perilaku
Denial
(menolak)
Menolak untuk percaya bahwa kehilangan terjadi
Tidak siap menerima kenyataan
Anger
(marah)
Klien atau keluarga bisa langsung marah kepada perawat atau staf
rumah sakit, tentang kejadian yang normalnya tidak akan
mengganggunya
Bargaining
(tawar-
menawar)
Mencari cara untuk menawar kehilangan
Mengekspresikan perasaan bersalah atau takut akan hukuman
terhadap dosa yang lalu, nyata atau imaginasinya
Depresi
(tertekan)
Berduka cita apa yang telah terjadi dan apa yang tidak dapat terjadi
Bisa berbicara dengan bebas atau bisa juga menarik diri
Acceptance
(menerima)
Bisa menurunnya ketertarikan pada sekitarnya dan support seseorang
Mempunyai keinginan untuk memulai membuat rencana kehidupan
selanjutnya
26
Peran caregiver
Caregiver merupakan bagian dari anggota keluarga maka dalam proses
merawat anggota keluarga yang sakit tentunya caregiver mempunyai peran yang
penting. Dalam Kaakinen et al (2018) disebutkan terdapat beberapa fungsi
keluarga salah satunya yaitu fungsi dalam menjalankan perawatan kesehatan
khususnya jika ada anggota keluarga yang sakit. Fungsi perawatan kesehatan
keluarga mencakup banyak hal atau aspek dalam kehidupan keluarga. Aspek
tersebut diantaranya adalah menyediakan kebutuhan fisik dan perawatan
kesehatan.
Dalam menjalankan perannya terkait dengan fungsi perawatan kesehatan,
caregiver juga harus mampu untuk mengenal masalah kesehatan keluarga, mampu
membuat keputusan yang tepat bagi keluarga, mampu dalam merawat keluarga
yang mengalami gangguan kesehatan, mampu dalam mempertahankan atau
menciptakan suasana rumah yang sehat, dan mampu memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan khususnya dalam merawat pasien PGK yang menjalani
hemodialisis (Kaakinen et al., 2018).
Mengenal masalah kesehatan merupakan bentuk dari pemahaman caregiver
khususnya tentang PGK dan hemodialisis. Salah satunya yaitu tentang perubahan
kondisi yang dialami pasien. Dalam Himmelfarb & Ikizler (2019) dan Lewis et al
(2013) disebutkan bahwa perubahan pada kondisi pasien dapat berupa terjadinya
pruritus, edema, dan bahkan muncul sesak napas. Peran dalam membuat
keputusan juga sangat penting. Penelitian Maddalena et al (2018), menyatakan
bahwa pengambilan keputusan tidak hanya berada di tangan pasien namun dapat
diambil oleh caregiver. Peran selanjutnya yaitu caregiver harus mampu
27
memberikan perawatan kepada pasien, salah satu contohnya yaitu dengan tetap
memperhatikan perawatan dengan cara mematuhi aturan terhadap pengaturan
asupan cairan dan makanan untuk pasien hemodialisis (Smeltzer et al., 2010).
Dampak yang dialami caregiver
Proses perawatan yang dilakukan oleh caregiver khususnya untuk pasien
penyakit kronik terutama PGK yang menjalani hemodialisis dalam jangka waktu
yang panjang tentunya membawa dampak tersendiri bagi caregiver seperti
kelelahan, merusak suasana keluarga, mengurangi partisipasi dalam kegiatan
sosial, dan menimbulkan stres emosional (Mashayekhi et al., 2015), sehingga
dengan kondisi yang demikian dapat menimbulkan beban bagi caregiver
(Mollaoglu et al., 2012).
Pengertian beban caregiver
Beban caregiver adalah istilah yang menggambarkan kondisi fisik,
finansial, emosional selama memberikan perawatan. Beban caregiver pada pasien
hemodialisis merupakan kesulitan yang dialami oleh caregiver yang bersifat
permanen, stres, atau berupa pengalaman negatif akibat dari memberikan
perawatan kepada pasien yang menjalani hemodialisis (Mashayekhi et al., 2015).
Jenis beban caregiver
Jenis beban yang dialami oleh caregiver dari pasien yang menjalani
hemodialisis menurut Talebi et al (2016) dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu
beban objektif dan beban subjektif. Beban objektif merupakan beban yang muncul
pada caregiver akibat atau efek negatif dari masalah kesehatan dan proses
perawatan yang diberikan kepada pasien. Beban objektif meliputi pembatasan
kegiatan sosial, pembatasan pada pekerjaan dan hiburan, permasalahan hubungan
28
antar anggota keluarga, masalah kesehatan fisik, dan masalah keuangan.
Sedangkan beban subjektif merupakan beban yang muncul pada caregiver berupa
reaksi atau respon emosional akibat dari proses perawatan yang diberikan kepada
pasien. Beban subjektif meliputi stres, perasaan kehilangan, takut, marah,
perasaan bersalah, dan penyesalan.
Sedangkan menurut Abbasi et al (2011), beban caregiver dapat
dikategorikan menjadi beberapa kelompok dimensi, diantaranya yaitu beban
perawatan berbasis waktu, beban perawatan fisik, beban perawatan sosial, dan
beban perawatan emosional. Dalam Jadhav et al (2014) disebutkan bahwa beban
yang dialami caregiver terdiri dari beban fisik berupa kelelahan; beban psikologis
berupa mudah tersinggung, emosi yang labil, stres, depresi, takut, dan cemas;
beban sosial berupa keterbatasan waktu bersosialisasi; beban ekonomi berupa
masalah finansial atau keuangan.
Aspek beban caregiver
Menurut Siegert et al (2010), aspek-aspek yang terdapat dalam beban
caregiver diantaranya adalah: 1) Ketegangan pribadi, kondisi ini mencerminkan
adanya rasa marah, adanya ketidaknyamanan dan ketegangan yang dialami oleh
caregiver dalam memberikan bantuan perawatan. 2) Ketegangan peran, kondisi
ini menandakan bahwa pasien cenderung untuk tergantung total kepada caregiver,
sehingga kondisi ini membuat caregiver menjadi terganggu, kehidupan sosialnya
juga terganggu karena harus memberikan waktu sepenuhnya untuk memberikan
perawatan kepada pasien. 3) Perasaan bersalah, kondisi ini lebih sering dialami
oleh caregiver, karena terkadang caregiver seharusnya bisa melakukan dan
29
memberikan perawatan yang terbaik untuk pasien namun tidak dilakukanya
dengan maksimal.
Selain ketiga aspek diatas, aspek atau domain lainnya yang juga termasuk
dalam caregiver burden menurut Maslakpak et al (2019) adalah aspek individual,
aspek sosial, aspek emosional, aspek ekonomi. Keempat aspek tersebut tentunya
dapat mempengaruhi proses caregiver dalam memberikan perawatan serta
mempengaruhi kehidupan caregiver sendiri.
Faktor yang berpengaruh terhadap beban caregiver pasien hemodialisis
Menurut Kumar et al (2015), faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
peningkatan beban caregiver diantaranya adalah kondisi keuangan, beban
psikologis, tanggung jawab, harapan, perubahan peran, dan kehidupan pribadi dan
sosial dari caregiver.
Sedangkan dalam Annisa (2016), disampaikan bahwa ada 2 faktor yang
berpengaruh terhadap beban caregiver dalam merawat anggota keluarga yang
sakit yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal disini adalah
beberapa aspek dari karakteristik caregiver yang mempengaruhi beban. Faktor
internal meliputi: 1) karakter sosio demografi (jenis kelamin, usia, keyakinan/
agama, budaya, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, hubungan
dengan pasien, dan jumlah anggota keluarga), 2) lama merawat pasien, 3)
dukungan sosial yang dirasakan, 4) strategi koping, 5) kualitas hidup, 6) status
fisik, dan 7) pengetahuan.
Sedangkan faktor eksternal disini adalah stimulus atau rangsangan yang
berasal dari luar diri caregiver yang berpengaruh terhadap beban. Faktor eksternal
terdiri dari: 1) karakter sosio demografi dari pasien (usia dan durasi/ lama sakit),
30
2) tingkat keparahan penyakit pasien, 3) faktor pelayanan kesehatan dan
pemanfaatan layanan kesehatan.
Intervensi untuk mengurangi beban caregiver
Menurut Adelman et al (2014), ada beberapa intervensi praktis yang dapat
digunakan untuk mengurangi beban caregiver diantaranya adalah: 1) mendorong
caregiver untuk berfungsi dan terlibat sebagai tim perawatan, 2) mendorong
caregiver untuk meningkatkan perawatan diri dan menjaga kesehatan mereka, 3)
memberikan pendidikan dan informasi kesehatan, 4) menggunakan dukungan
teknologi, 5) berkoordinasi atau merujuk untuk bantuan perawatan, dan 6)
mendorong caregiver untuk mengakses kebutuhan perawatan.
Hambatan dalam proses perawatan
Dalam memberikan perawatan untuk anggota keluarga yang sakit kronik
tentunya hambatan atau kesulitan dapat dijumpai selama proses perawatan.
Hambatan atau kesulitan dapat terjadi akibat dari perubahan yang dialami. Dalam
Lewis et al (2013), salah satu perubahan yang dapat terjadi pada pasien dengan
hemodialisis yaitu perubahan psikologis dengan gejalanya yaitu perubahan
kepribadian atau perilaku, emosi yang tidak stabil, penarikan diri, dan depresi.
Menurut Mollaoglu (2016) pasien hemodialisis sering mengalami peningkatan
emosi. Perubahan yang demikian dapat menjadi penyulit atau hambatan bagi
caregiver dalam memberikan perawatan.
Selain faktor penyulit atau penghambat yang datang dari pasien, menurut
Eslami et al (2018) menyatakan bahwa kelelahan fisik yang dialami oleh
caregiver dapat memicu meningkatnya emosi caregiver dan juga mempengaruhi
31
stamina caregiver, sehingga hal yang demikian dapat menjadi salah satu
penghambat bagi caregiver dalam memberikan bantuan perawatan untuk pasien.
Upaya yang dilakukan caregiver
Proses perawatan yang dilakukan oleh caregiver tentunya mempunyai
dampak perubahan dalam segala aspek tidak terkecuali munculnya kesulitan atau
hambatan selama proses perawatan. Bagi caregiver mau tidak mau hambatan
tersebut harus dihadapi. Menghadapi hambatan atau kesulitan tentunya
melibatkan usaha dari caregiver. Suatu usaha yang digunakan oleh caregiver
dalam rangka merubah domain kognitif dan atau perilaku secara konstan untuk
mengatur dan mengendalikan tuntutan dan tekanan eksternal maupun internal
yang diprediksi akan dapat membebani dan melampaui kemampuan dan
ketahanan caregiver disebut dengan strategi coping (Sarafino & Smith, 2011).
Coping terbagi ke dalam dua jenis, yaitu emotion focused coping dan problem
focused coping (lazarus & folkman dalam Sarafino & Smith, 2011).
Emotion focused coping bertujuan untuk mengontrol respon emosional yang
muncul dalam menghadapi stressor. Berikut merupakan strategi coping yang
tergolong dalam emotion focused coping, antara lain: 1) self-control yaitu usaha
untuk mengatur perasaan, 2) distancing yaitu usaha untuk melepaskan diri dari
situasi stres, 3) positive reappraisal yaitu usaha untuk mencari makna positif dari
suatu pengalaman yang berfokus pada perkembangan diri, 4) accepting
responsibility yaitu mengakui peran diri dalam suatu masalah, 5) escape-
avoidance yaitu usaha untuk melarikan diri dari situasi stres atau berharap situasi
stres hilang (Sarafino & Smith, 2011).
32
Problem-focused coping bertujuan untuk mengurangi tuntutan stressor atau
mengembangkan sumber daya dalam menghadapi tuntutan tersebut. Berikut
merupakan strategi coping yang tergolong dalam problem focused coping, antara
lain: 1) confrontative coping yaitu usaha yang dilakukan secara agresif untuk
mengubah situasi, 2) seeking social support yaitu usaha untuk mencari
kenyamanan secara emosional dan mencari informasi dari orang lain, 3) planful
problem solving yaitu merencanakan, mendeskripsikan, dan menghasilkan solusi
untuk menyelesaikan situasi stress (Sarafino & Smith, 2011). Penelitian Eslami et
al (2018) menyatakan bahwa salah satu bentuk dari problem-focused coping yang
dapat dilakukan caregiver yaitu dengan mengikuti aturan diet untuk pasien
hemodialisis dan juga mencari informasi tentang perawatan untuk pasien agar
tidak mengalami kesulitan atau hambatan.
Dukungan dan harapan caregiver
Dalam Kaakinen et al (2018), dukungan merupakan suatu bentuk
kenyamanan baik secara fisik maupun emosional yang diterima oleh seseorang
yang diberikan oleh orang lain baik anggota keluarga, teman kerja, maupun orang
lain dari lingkungan sekitar. Dukungan terdiri dari beberapa jenis yaitu dukungan
emosional dalam bentuk kasih sayang, perhatian, kepedulian; dukungan
instrumental dalam bentuk bantuan keuangan atau barang; dukungan
informasional dalam bentuk pemberian informasi atau saran; dukungan
penghargaan dalam bentuk memberikan dorongan, umpan balik, menyetujui
gagasan dan keputusan (Kaakinen et al., 2018).
Dukungan yang diterima oleh caregiver tentunya juga dapat membantu
caregiver dalam mengatasi beban yang dirasakan. Menurut Alnazly (2018), yang
33
diperlukan oleh caregiver untuk membantu mengurangi beban caregiver dalam
memberikan perawatan kepada pasien yang menjalani hemodialisis diantaranya
adalah dukungan informasi kesehatan berupa peningkatan pengetahuan, dukungan
perawatan, dan dukungan emosional.
Selain dukungan tentunya dalam proses merawat pasien dengan penyakit
kronik seperti PGK yang menjalani hemodialisis, caregiver juga mempunyai
harapan. Penelitian Hanson et al (2019) dan Urquhart-Secord et al (2016)
menyatakan bahwa salah satu hasil tema dalam penelitiannya yang muncul yaitu
kesehatan yang optimal terutama untuk pasien hemodialisis.
Pelajaran atau hikmah dalam merawat
Perawatan yang dilakukan oleh caregiver dalam jangka waktu yang panjang
tentunya membawa dan memberikan pelajaran tersendiri bagi caregiver tersebut
khususnya dalam merawat pasien hemodialisis. Pelajaran yang diambil dapat
dijadikan sebagai sebuah makna hidup bagi caregiver. menurut Frankl (2000)
makna hidup adalah suatu kesadaran akan adanya suatu kemungkinan atau
kesempatan yang dilatar belakangi oleh realitas yang ada dan dianggap menjadi
sangat penting dan berharga. Salah satu contoh makna hidup yang sering
didapatkan oleh caregiver yaitu dalam penelitian Kristanti et al (2018)
menyatakan bahwa caregiver yang merawat pasien dengan dementia dan kanker
mendapatkan suatu perubahan pada diri pribadinya menjadi pribadi yang lebih
baik misalnya dalam hal untuk menjaga hidup sehat. Selain itu penelitian Zhang
& Lee (2019) menyatakan bahwa makna yang dapat diambil dari merawat ibu
dengan stroke yang dilakukan oleh anaknya merupakan suatu bentuk tanda cinta
dan kasih sayang anak kepada ibunya.
34
Konsep Studi Fenomenologi
Studi fenomenologi merupakan salah satu pendekatan yang cukup sering
digunakan untuk jenis penelitian kualitatif. Dalam Polit & Beck (2018), konsep
fenomenologi ini didasarkan pada pemikiran filosofis yang dikembangkan oleh
Husserl dan Heidegger. Pemikiran filosofis tersebut menyebutkan bahwa
fenomenologi adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk menemukan
makna atau pengalaman dari kehidupan seseorang tentang sebuah fenomena yang
dialami. Para ahli berasumsi bahwa ada esensi penting yang dapat diambil dan
dipahami dari pengalaman hidup seseorang yang dapat dibagikan dan
disampaikan kepada orang lain. Pengalaman hidup yang dialami oleh seseorang
tentunya menggambarkan realitas kebenaran yang ada sesuai dengan yang
dialaminya.
Sedangkan dalam Creswell & Poth (2018) disebutkan bahwa dengan
menggunakan pendekatan studi fenomenologi akan menggambarkan pengalaman
hidup dari beberapa orang dan dapat mendeskripsikan kesamaan yang dimiliki
oleh beberapa orang tersebut berdasarkan pengalaman fenomena yang mereka
alami. Tujuannya adalah untuk mereduksi pengalaman individu tentang suatu
fenomena menjadi suatu hal yang esensial agar dapat dipahami dan dijelaskan.
Dalam Polit & Beck (2018), disebutkan tujuan lainnya adalah supaya memperoleh
data yang lebih komprehensif, mendalam, dan kredibel berdasarkan respon
manusia terhadap suatu fenomena yang dialami serta memberikan gambaran
terhadap makna sebuah pengalaman yang dialami beberapa individu terhadap
fenomena yang dialami.
35
Para ahli fenomenologi meyakini bahwa pengalaman hidup memberi makna
pada persepsi orang tentang fenomena tertentu. Tujuan menurut dari para ahli
fenomenologi adalah mendeskripsikan sepenuhnya pengalaman hidup dan
persepsi yang dimilikinya (Polit & Beck, 2018). Jenis dari studi fenomenologi
dibagi menjadi dua, yaitu fenomenologi deskriptif dan fenomenologi interpretif
(Polit & Beck, 2018).
Fenomenologi deskriptif
Fenomenologi deskriptif dikembangkan oleh Husserl pada tahun 1962. Jenis
ini lebih menekankan pada deskripsi dari pengalaman yang dimiliki dan dialami
oleh manusia berdasarkan apa yang didengar, dilihat, diyakini, dirasakan, diingat,
dievaluasi, dan dilakukan. Pendekatan dengan studi ini memiliki empat langkah,
yaitu bracketing, intuiting, analyzing, dan describing.
Bracketing merupakan proses mengidentifikasi serta membebaskan atau
melepaskan dari teori-teori yang diketahuinya dan menghindari perkiraan-
perkiraan persepsi yang muncul dari individu tentang peristiwa yang dialami agar
peneliti dapat memperoleh data yang murni (Polit & Beck, 2018). Tahap intuiting
adalah tahap dimana peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara
mengeksplorasi pengalaman partisipan tentang peristiwa atau fenomena yang
diteliti. Peneliti menggali dan mengumpulkan data dan informasi yang lebih
dalam melalui pengamatan dan wawancara mendalam (Polit & Beck, 2018).
Tahap analyzing merupakan proses analisa data yang dilakukan peneliti
melalui beberapa fase, seperti: mencari pernyataan-pernyataan signifikan dalam
transkrip wawancara yang telah dibuat, membuat rumusan makna berdasarkan
pernyataan signifikan tersebut, menentukan sub tema, dan kemudian menentukan
36
tema (Polit & Beck, 2018). Tahap describing merupakan tahap akhir dimana
peneliti menuliskan laporan data dan informasi dalam bentuk narasi yang luas dan
mendalam tentang fenomena yang diteliti. Tahap ini bertujuan untuk
mengkomunikasikan hasil penelitian fenomenologi deskriptif kepada pembaca
(Polit & Beck, 2018).
Dalam proses analisis data untuk penelitian kualitatif yang menggunakan
pendekatan dengan fenomenologi deskriptif ada beberapa metode dari ahli
fenomenologi yang dapat digunakan, yaitu metode Spiegelberg, Giorgi, Colaizzi,
dan metode Van Manen. Fokus utama dari metode-metode tersebut adalah untuk
mengetahui gambaran dari sebuah fenomena yang terjadi dan dialami (Polit &
Beck, 2018).
Fenomenologi interpretif
Jenis pendekatan fenomenologi ini dikembangkan oleh Heidegger pada
tahun 1962. Inti dari menggunakan pendekatan ini lebih ditekankan pada upaya
pemahaman dan interpretif (penafsiran), tidak hanya sekedar mendeskripsikan
pengalaman manusia. Pendekatan jenis ini mempunyai tujuan untuk menemukan
pemahaman dari makna sebuah pengalaman hidup dengan cara masuk ke dalam
dunia partisipan. Pemahaman yang dimaksud adalah pemahaman dari setiap
bagian secara keseluruhan. Metode analisis data yang digunakan adalah
kombinasi dari metode dengan pendekatan fenomenologi deskriptif dan
interpretif/ penafsiran (Polit & Beck, 2018).
Definisi pengalaman dalam studi fenomenologi
Pengalaman merupakan sesuatu yang dialami, dijalani, ataupun dirasakan
oleh individu baik yang sudah terjadi pada waktu yang lalu maupun baru saja
37
dijalani. Pengalaman selalu mengacu pada adanya sebuah peristiwa atau
fenomena yang dialami oleh individu pada waktu dan tempat tertentu (Mapp,
2008). Dalam penelitian kualitatif khususnya fenomenologi, pengalaman hidup
seseorang lebih mengacu pada wawasan pengetahuan dan gambaran yang mereka
dapatkan atau rasakan dari pengalaman tersebut (Manen, 2017). Dalam penelitian
fenomenologi, pengalaman hidup merupakan objek studi yang utama. Tujuan dari
penelitian ini lebih mengarah pada upaya untuk dapat memahami makna esensi
dari suatu pengalaman yang dialami dan dirasakan oleh seseorang atas peristiwa
tertentu (Manen, 2017).
Landasan Teori Keperawatan
Teori keperawatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
keperawatan sistem adaptasi Calista Roy (Alligood, 2014).
Teori adaptasi Roy
Teori adaptasi Calista Roy pertama kali dikembangkan oleh Calista Roy
pada tahun 1964 – 1966, namun baru diaplikasikan di tahun 1968. Teori Calista
Roy terkenal dengan konsep sistem adaptasi. Roy membuat model adaptasi
dengan didasarkan pada turunan model adaptasi karya Harry Helson dalam bidang
psikofisik yang meluas ke ilmu bidang sosial dan perilaku. Dalam teori adaptasi
menurut Helson, konsep adaptasi merupakan fungsi dari stimulus yang masuk
pada diri seseorang dan tingkat adaptasi yang dimiliki oleh seseorang. Stimulus
merupakan faktor yang dapat memicu munculnya respon seseorang.
Stimulus yang dialami dapat berasal dari lingkungan internal ataupun
eksternal. Tingkatan adaptasi seseorang dipengaruhi oleh efek gabungan dari tiga
38
stimulus, yaitu stimulus fokal, stimulus kontekstual, dan stimulus residual. Tujuan
dalam teori sistem adaptasi ini adalah untuk membantu klien beradaptasi dan
meningkatkan kesehatan. Dalam model sistem adaptasi Roy, terdapat empat
paradigma keperawatan yang menjadi komponen sentral, yaitu manusia,
lingkungan, kesehatan, dan keperawatan. Diantara keempat komponen ini mereka
saling berkaitan dan berhubungan satu sama lain.
Manusia
Di dalam model adaptasi Roy, manusia merupakan sistem yang adaptif dan
holistik. Sebagai sistem yang adaptif, manusia digambarkan secara keseluruhan
dengan bagian-bagiannya yang berfungsi sebagai satu kesatuan untuk beberapa
tujuan. Sistem manusia dalam model adaptasi Roy meliputi individu, kelompok,
organisasi, komunitas, dan masyarakat secara keseluruhan (Alligood, 2014).
Dalam konsep sistem adaptasi, Roy mendefinisikan manusia sebagai
penerima asuhan keperawatan dan sebagai sistem adaptif yang kompleks yang
bertujuan untuk mempertahankan adaptasi melalui proses kontrol (kognator dan
regulator). Roy menggambarkan manusia secara holistik sebagai suatu kesatuan
yang terdiri dari input, proses kontrol, efektor, dan output dengan penjelasan
sebagai berikut:
Input
Dalam konsep model adaptasi Calista Roy, input berarti masukan atau
stimulus untuk manusia yang berasal dari lingkungan internal maupun lingkungan
eksternal. Input terbagi dalam tiga tingkatan yaitu:
1. Stimulus fokal yaitu stimulus internal maupun eksternal yang paling segera
atau langsung berhadapan dengan sistem dalam tubuh manusia, misalnya PGK
39
dapat menyebabkan edema akibat dari kelebihan volume cairan di dalam tubuh
manusia (Alligood, 2014). Pada penelitian ini stimulus fokal berasal dari
anggota keluarga dengan PGK yang menjalani hemodialisis yang dianggap
mempunyai pengaruh terhadap pengalaman dan kehidupan dari caregiver yang
merawat
2. Stimulus kontekstual yaitu semua rangsangan lain yang berkontribusi negatif
terhadap stimulus fokal. Selain itu, stimulus kontekstual adalah semua faktor
dari lingkungan yang dapat menjadi perhatian masing-masing orang. Contoh
stimulasi kontekstual adalah pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis
namun tidak patuh terhadap manajemen nutrisi dan cairan sehingga akan
berdampak negatif pada stimulus fokal seperti terjadi atau muncul edema,
sesak napas, dan peningkatan tekanan darah (Alligood, 2014). Pada penelitian
ini stimulus kontekstual merupakan proses yang dialami dan dijalani oleh
caregiver sendiri selama memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang
dapat mempengaruhi pengalaman hidup caregiver.
3. Stimulus residual merupakan faktor dari lingkungan internal manusia itu
sendiri yang dapat mempengaruhi terjadinya kondisi penurunan kesehatan.
Efek dari stimulus ini tidak tampak jelas bagi observer serta munculnya sering
tidak disadari oleh individu. Contoh stimulus residual adalah kurangnya
pengetahuan pasien tentang pentingnya manajemen diet rendah garam dan
pembatasan cairan pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis (Alligood,
2014). Pada penelitian ini stimulus residual sejalan seperti yang muncul pada
stimulus kontekstual yaitu merupakan proses yang dialami dan dijalani oleh
40
caregiver sendiri selama memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang
dapat mempengaruhi pengalaman hidup caregiver.
Proses kontrol
Dalam model sistem adaptasi menurut Calista Roy, proses kontrol
digunakan untuk menjelaskan mekanisme koping seseorang. Mekanisme koping
yang muncul dapat berasal dari proses turunan atau secara genetik. Dalam model
sistem adaptasi, Roy memberikan pengenalan dua mekanisme proses kontrol,
yaitu:
1. Regulator, merupakan proses koping utama yang melibatkan reaksi dari sistem
saraf, reaksi kimia tubuh, dan sistem endokrin pada manusia. Mekanisme
regulator dapat berasal dari lingkungan internal maupun eksternal (Alligood,
2014)
2. Kognator, merupakan proses koping utama yang melibatkan empat saluran
kognitif dan emosi seseorang, diantaranya yaitu: persepsi dan informasi,
pemrosesan, pembelajaran, penilaian, dan emosi (Alligood, 2014).
Efektor
Dalam model adaptasi Calista Roy, sistem efektor digambarkan sebagai
proses internal seseorang yang adaptif. Dalam sistem efektor terdapat empat mode
adaptasi yang meliputi fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan
interdependensi (Alligood, 2014).
Output
Dalam model adaptasi Calista Roy, output merupakan respon dari manusia
itu sendiri yang dapat berupa respon adaptif maupun maladaptif. Respon yang
adaptif tentunya akan dapat meningkatkan status kesehatan seseorang,
41
mempertahankan kelangsungan hidup manusia, meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan. Sedangkan respon yang maladaptif akan merusak integritas
seseorang. Respon manusia yang muncul dalam output sistem adaptasi dapat
diamati, diukur atau dapat dilaporkan oleh individu tersebut (Alligood, 2014).
Lingkungan
Lingkungan dalam model adaptasi Calista Roy merupakan semua keadaan,
stimulus yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku seseorang atau
kelompok yang melibatkan tiga tingkatan dalam stimulus yaitu fokal, kontekstual,
dan residual. Perubahan lingkungan yang terjadi dapat dianggap sebagai sistem
yang adaptif ataupun juga maladaptif dengan melibatkan faktor internal maupun
eksternal. Perubahan lingkungan yang terjadi menuntut seseorang untuk harus
bisa dan mampu untuk beradaptasi (Alligood, 2014).
Kesehatan
Kesehatan dalam model adaptasi Calista Roy didefinisikan sebagai suatu
kondisi yang menjadikan seseorang terjaga integritasnya dengan baik dan
seutuhnya. Kesehatan merupakan hasil dari sistem adaptasi yang dilakukan oleh
manusia dan interaksi antara manusia dengan lingkungan. Integritas yang
dimaksudkan disini adalah suatu kondisi tanpa gangguan yang mengarah pada
suatu kesatuan atau keutuhan, serta adanya peningkatan pada fungsi fisiologis,
integritas, psikologis, dan sosial (Alligood, 2014).
Keperawatan
Roy mendefinisikan keperawatan secara luas sebagai profesi perawatan
kesehatan yang berfokus pada proses dan pola kehidupan manusia dengan
menekankan promosi kesehatan bagi individu, keluarga, kelompok, dan
42
masyarakat secara keseluruhan. Secara khusus, Roy mendefinisikan keperawatan
sesuai dengan modelnya sebagai suatu ilmu dan praktikal yang berkembang untuk
meningkatkan kemampuan adaptif seseorang. Seseorang yang mengalami
gangguan dalam hidupnya berupa sakit kronik atau kritis, maka orang tersebut
membutuhkan proses kompensasi untuk dapat beradaptasi dengan kejadian yang
dialaminya. Proses adaptasi dapat berlangsung secara positif maupun negatif
tergantung dari kejadian selama periode gangguan tersebut berlangsung. Kondisi
ini juga berlaku untuk orang yang memberikan perawatan, mereka harus mampu
untuk beradaptasi terhadap setiap perubahan dari kondisi individu yang
mengalami gangguan. Fokus dari kegiatan keperawatan dalam model adaptasi
adalah penilaian terhadap perilaku dan rangsangan yang dapat mempengaruhi
adaptasi seseorang serta perencanaan intervensi untuk menanggapi suatu
rangsangan yang muncul (Alligood, 2014).
43
Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep penelitian ini menggunakan pendekatan atau modifikasi
dari Model Adaptasi Roy. Dimana dalam model adaptasi Roy, terdapat stimulus
yang dianggap sebagai input terhadap manusia yang dapat mempengaruhi
keadaan dari manusia. Stimulus tersebut adalah stimulus fokal, stimulus
kontekstual, dan stimulus residual. Ketiga stimulus ini dapat mempengaruhi
langsung terutama pengalaman hidup dari anggota keluarga atau caregiver yang
merawat anggota keluarganya dengan PGK yang menjalani hemodialisis.
Stimulus fokal,
kontekstual, dan
residual:
Anggota keluarga atau
pasien dengan PGK yang
menjalani hemodialisis
dalam jangka panjang
Keterbatasan peran dan
aktivitas pasien
Masalah kesehatan fisik
pasien
Proses keluarga sebagai
caregiver dalam merawat
pasien.
Pengalaman caregiver
dalam merawat:
1. Perasaan caregiver
2. Peran caregiver dalam
perawatan kesehatan
3. Dampak yang dirasakan
caregiver
4. Hambatan atau
kesulitan yang dialami
5. Upaya mengatasi
hambatan
6. Dukungan untuk
caregiver
7. Harapan caregiver
8. Pelajaran atau makna
dari merawat keluarga
yang sakit.
44
BAB 3
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif, karena dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk mengeksplorasi
lebih dalam tentang pengalaman keluarga sebagai caregiver dalam merawat
pasien PGK yang menjalani hemodialisis. Dalam Polit & Beck (2018), penelitian
kualitatif dapat digunakan untuk mengeksplorasi secara mendalam tentang
informasi atau fenomena yang disampaikan menurut pandangan masing-masing
partisipan.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologi.
Pendekatan ini dipilih karena dengan menggunakan fenomenologi peneliti akan
mampu mengeksplorasi pengalaman partisipan. Dalam Polit & Beck (2018),
fenomenologi merupakan sebuah pendekatan dalam penelitian kualitatif yang
digunakan untuk memahami sebuah persepsi dan pemahaman seseorang terhadap
situasi atau fenomena yang terjadi yang melibatkan pengalaman dan bagaimana
situasi atau fenomena tersebut mempengaruhi sikap seseorang.
Jenis fenomenologi yang digunakan adalah fenomenologi deskriptif.
Fenomenologi deskriptif merupakan pengalaman yang secara sadar dialami oleh
partisipan dan hal-hal termasuk mendengar, melihat, percaya, merasa, mengingat,
memutuskan, mengevaluasi, dan bertindak (Polit & Beck, 2018). Tujuan dari
menggunakan fenomenologi deskriptif ini adalah untuk mengeksplorasi
pengalaman hidup dan pemahaman atas suatu esensi hidup seorang individu.
45
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik
Medan. Rekrutmen partisipan dan pengumpulan data dilakukan saat caregiver
mengantar dan mendampingi pasien menjalani hemodialisis. Pengumpulan data
penelitian dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan karena rumah sakit ini
merupakan rumah sakit umum pemerintah dan pusat rujukan dari berbagai
fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di wilayah Provinsi Sumatera Utara
sehingga pasien dengan PGK yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisis
RSUP Haji Adam Malik Medan cukup banyak.
Waktu penelitian
Penelitian ini dimulai sejak dari penyusunan proposal penelitian yang
dimulai pada September 2019. Sedangkan untuk pengumpulan data dilakukan
mulai Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020.
Partisipan
Partisipan merupakan istilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif
untuk menggantikan istilah sampel pada penelitian kuantitatif. Partisipan dalam
penelitian ini adalah keluarga-keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan
PGK yang menjalani hemodialisis, dimana salah satu anggota keluarga tersebut
menjadi caregiver. Yang dimaksud dengan caregiver dalam penelitian ini adalah
satu anggota keluarga yang memiliki peran dan tanggung jawab dalam
mendampingi dan merawat anggota keluarga dengan PGK yang menjalani
hemodialisis.
46
Partisipan dalam penelitian kualitatif dipilih berdasarkan kemampuan dalam
memberikan informasi tentang fenomena yang dialami. Teknik pengambilan
partisipan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu
memilih partisipan dengan menentukan terlebih dahulu kriteria inklusi dan
eksklusi yang akan dimasukkan dalam penelitian, dimana partisipan yang diambil
dapat memberikan informasi yang sesuai dengan keinginan peneliti (Polit & Beck,
2018).
Kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) tinggal satu
rumah dengan pasien, 2) mampu berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan
baik, 3) bersedia menjadi partisipan dengan memberikan persetujuan dan
menandatangani lembar persetujuan menjadi partisipan, 4) sehat fisik dan mental,
dan 5) usia 18 tahun keatas. Sedangkan kriteria eksklusi terdiri dari: 1) partisipan
dengan anggota keluarga yang menjalani hemodialisis kurang dari 3 bulan, 2)
partisipan dengan anggota keluarga hemodialisis yang sedang menjalani rawat
inap di rumah sakit.
Dalam penelitian kualitatif, rekrutmen jumlah partisipan pada prinsipnya
adalah sampai bisa mencapai saturasi data, dimana informasi dari partisipan sudah
mencapai pada titik kejenuhan yaitu tidak ada lagi informasi baru yang diperoleh
dan redundansi atau pengulangan informasi tercapai serta mempunyai makna yang
sama dengan partisipan-partisipan sebelumnya (Polit & Beck, 2018). Dalam
penelitian ini jumlah partisipan yang terlibat adalah 15 partisipan dan telah
mencapai saturasi data pada partisipan 15 sehingga tidak ada lagi informasi baru
yang didapatkan maka pengumpulan data dihentikan dan tidak ada lagi
penambahan partisipan.
47
Strategi yang dilakukan oleh peneliti dalam proses merekrut partisipan
dimulai dengan mengidentifikasi langsung calon partisipan satu per satu yang
pada saat itu sedang mendampingi pasien menjalani terapi hemodialisis yang
didasarkan pada kriteria yang telah ditetapkan tentunya dengan sudah mendapat
izin terlebih dahulu dari kepala ruang unit hemodialisis. Setelah mendapat calon
partisipan yang sesuai kriteria, peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan dan
prosedur penelitian selanjutnya meminta izin kepada partisipan agar berkenan
berpartisipasi menjadi partisipan dalam penelitian ini. Apabila partisipan bersedia,
maka partisipan dipersilahkan untuk menandatangani lembar persetujuan.
Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dengan
memperhatikan beberapa hal penting berikut ini, yaitu metode, alat, dan prosedur
pengumpulan data. Berikut penjelasan dari proses pengumpulan data tersebut:
Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode wawancara secara mendalam (indepth interview)
yang dilakukan oleh peneliti sendiri dengan durasi waktu 40 – 60 menit. Apabila
dalam 1 kali pertemuan wawancara dirasakan belum mendapatkan informasi dan
belum sesuai dengan tujuan penelitian yang diinginkan, maka wawancara dapat
dilakukan kembali di pertemuan selanjutnya. Sebelum dilakukan wawancara,
peneliti melakukan pendekatan (prolonged engagement) kepada masing-masing
partisipan sebanyak 1 kali.
48
Metode wawancara mendalam (indepth interview) atau disebut juga sebagai
wawancara semi terstruktur bertujuan untuk mendapatkan informasi tertentu dari
semua partisipan. Metode wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan
panduan wawancara yang dibuat oleh peneliti dengan berisi beberapa item
pertanyaan yang akan diajukan kepada partisipan. Panduan wawancara yang
dibuat oleh peneliti untuk penelitian ini berisi 6 pertanyaan. Pertanyaan yang
dibuat bersifat terbuka (open ended). Panduan wawancara dibuat untuk
memudahkan peneliti dalam melakukan wawancara, menggali informasi,
keterangan, dan data sewaktu pengumpulan data (Polit & Beck, 2018).
Peneliti memberikan kesempatan kepada partisipan untuk mengungkapkan
semua pengalamannya atas pertanyaan yang diajukan selama proses wawancara
sehingga data yang diperoleh merupakan informasi yang alamiah sesuai dengan
yang dialami dan dirasakan oleh partisipan. Dalam hal ini tidak ada jawaban benar
atau salah atas apa yang disampaikan oleh partisipan.
Proses wawancara dan pendekatan (prolonged engagement) yang dilakukan
oleh peneliti dilakukan melalui telepon dengan menggunakan fasilitas mobile
phone atau telepon seluler, metode ini dipilih karena situasi saat waktu
pengumpulan data khususnya di wilayah tempat penelitian masih berada dalam
situasi pandemi dan masuk zona merah akibat corona virus disease (COVID-19)
yang mengharuskan untuk mematuhi protokol kesehatan dengan menerapkan cuci
tangan, menjaga jarak, dan memakai masker/ alat pelindung diri. Untuk
menghindari adanya kendala saat wawancara karena harus menjaga jarak dan
memakai masker ataupun alat pelindung diri maka metode wawancara akan
dilakukan melalui telepon seluler dengan tetap melakukan perekaman
49
menggunakan voice recorder sehingga hasil yang didapatkan tidak mengalami
kendala. Hal ini juga masih sesuai dengan konsep menurut Creswell & Poth
(2018) yang menyatakan bahwa salah satu metode pengumpulan data yaitu
dengan wawancara dapat dilakukan secara berhadapan (face to face interview)
dengan partisipan, mewawancarai mereka dengan telepon, atau terlibat dalam
focus group interview (interview dalam kelompok tertentu) yang terdiri dari 6 – 8
partisipan per kelompok.
Alat pengumpulan data
Alat pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini
diantaranya adalah lembar kuesioner data demografi partisipan, panduan
wawancara, voice recorder, dan mobile phone. Alat pengumpul data utama dalam
penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan kata lain peneliti berperan sebagai
instrumen penelitian dalam sebuah penelitian kualitatif. Dalam penelitian
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, peneliti menggunakan dirinya sendiri
sebagai instrumen dalam mengumpulkan data agar memperoleh data yang
maksimal tentang pengalaman keluarga sebagai caregiver dalam merawat anggota
keluarga yang menjalani hemodialisis, dan dapat mengembangkan hubungan yang
baik dan saling percaya antara peneliti dengan partisipan selama wawancara (Polit
& Beck, 2018).
Peneliti menggunakan kuesioner data demografi partisipan yang berisi
tanggal pengisian, kode partisipan, nama inisial partisipan, jenis kelamin
partisipan, umur partisipan, alamat, suku, status pernikahan, pendidikan
partisipan, pekerjaan partisipan, nomor kontak, hubungan dengan pasien, lama
merawat pasien, umur pasien, dan jenis kelamin pasien.
50
Selain itu peneliti juga menggunakan panduan wawancara yang berisi 6
pertanyaan yang dapat dikembangkan lagi dengan menggunakan teknik probing
selama proses pengumpulan data. Probing merupakan teknik yang dapat
digunakan dalam wawancara oleh peneliti untuk semakin mendapatkan informasi
tambahan pada saat partisipan dianggap belum memberikan informasi yang
lengkap yang masih berkaitan dengan pertanyaan sebelumnya (Polit & Beck,
2018). Panduan wawancara dibuat oleh peneliti berdasarkan pada tujuan
penelitian, landasan atau konsep teori yang relevan dengan masalah dan topik
dalam penelitian. Panduan wawancara dibuat untuk memudahkan peneliti supaya
jalannya wawancara terarah dan sesuai dengan tujuan penelitian. Pertanyaan dapat
berkembang seiring dengan berjalannya proses wawancara.
Peneliti juga menggunakan alat perekam suara (voice recorder) jenis SONY
ICD-PX470 untuk membantu merekam percakapan selama wawancara yang
nantinya hasil rekaman percakapan wawancara tersebut diketik dan dibuat dalam
bentuk transkrip wawancara. Selain itu peneliti juga menggunakan mobile phone
jenis Samsung Galaxy J2 untuk menelepon partisipan karena metode wawancara
melalui telepon seluler. Alat bantu lainnya yang peneliti gunakan adalah alat tulis
untuk mencatat hal-hal penting terkait kata-kata penting yang muncul.
Prosedur pengumpulan data
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap,
diantaranya yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap terminasi yang
diuraikan sebagai berikut:
51
Tahap persiapan
Tahap persiapan dimulai oleh peneliti dengan mengajukan surat izin
penelitian ke Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah
permohonan surat izin penelitian diperoleh, surat tersebut diserahkan kepada
bagian penelitian dan pengembangan RSUP Haji Adam Malik Medan. Setelah
surat izin penelitian dari rumah sakit keluar selanjutnya peneliti mengantar surat
izin penelitian dan surat pengantarnya yang didapat dari bagian penelitian dan
pengembangan rumah sakit untuk diserahkan kepada kepala ruangan unit
hemodialisis. Peneliti menjelaskan maksud, tujuan, dan prosedur penelitian
kepada kepala ruangan unit hemodialisis. Selanjutnya dalam melakukan
penelitian, peneliti berkoordinasi dengan kepala ruangan unit hemodialisis.
Setelah mendapat izin dari kepala ruangan unit hemodialisis, peneliti
melanjutkan untuk mencari dan mengidentifikasi calon partisipan yang sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan. Ketika peneliti mendapatkan calon
partisipan, peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan maksud, tujuan, dan proses
penelitian kepada calon partisipan. Kemudian peneliti meminta persetujuan
kepada calon partisipan untuk kesediaannya menjadi partisipan pada penelitian
ini. Setelah partisipan memberikan persetujuannya, peneliti membuat kesepakatan
untuk dapat menghubungi lagi partisipan di waktu kedepannya untuk tahap
berikutnya. Pada tahap ini peneliti langsung bertemu dengan partisipan saat
partisipan mendampingi pasien menjalani terapi hemodialisis tentunya dengan
mematuhi protokol kesehatan yang berlaku di rumah sakit dengan menggunakan
alat pelindung diri level 2 (penutup kepala, face shield, masker medis, hanshcoen,
52
apron/ gown, dan sepatu) untuk mendapatkan tandatangan persetujuan sekaligus
meminta nomor kontak partisipan yang dapat dihubungi.
Pada tahap persiapan ini peneliti juga melakukan pendekatan (prolonged
engagement) terlebih dahulu kepada partisipan. Pendekatan (prolonged
engagement) ini dilakukan oleh peneliti 1 kali kepada masing-masing partisipan
dengan tujuan untuk meningkatkan hubungan saling percaya antara peneliti dan
partisipan sekaligus tahap untuk pengenalan situasi dan kondisi. Pada tahap ini
peneliti juga kembali memperkenalkan diri, menjelaskan maksud dan tujuan
kepada partisipan, menanyakan kondisi kesehatan keluarga dan pasien secara
umum untuk mengidentifikasi sejauh mana kesiapan anggota keluarga untuk
dilakukan wawancara, dan melakukan pengisian data demografi partisipan.
Kegiatan pendekatan (prolonged engagement) ini dilakukan melalui telepon
seluler. Setelah selesai melakukan pendekatan, peneliti membuat kesepakatan
dengan partisipan mengenai kontrak waktu untuk kegiatan wawancara. Selain
melakukan pendekatan (prolonged engagement), pada tahap ini peneliti juga
melakukan pilot study yang bertujuan sebagai bentuk latihan dalam melakukan
teknik wawancara. Pilot study dilakukan kepada 1 partisipan dari anggota
keluarga pasien hemodialisis melalui telepon.
Tahap pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti mulai melakukan kegiatan wawancara. Tahap ini
terbagi lagi dalam 3 fase, yaitu fase orientasi, fase kerja, dan terminasi yang akan
diuraikan sebagai berikut:
53
Fase orientasi
Pada fase ini peneliti membuat kontrak waktu untuk lamanya proses
wawancara dan menyiapkan segala peralatan dan bahan yang digunakan untuk
wawancara. Durasi waktu kegiatan wawancara 40 – 60 menit. Pada fase ini juga
peneliti meminta izin kembali kepada partisipan untuk kesediannya direkam
suaranya saat proses wawancara berlangsung menggunakan alat rekam suara atau
voice recorder. Peneliti menyiapkan panduan wawancara, alat perekam suara, alat
tulis.
Fase kerja
Peneliti memulai wawancara mendalam sesuai dengan panduan wawancara
yang berisi tentang pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat serta di sela
pertanyaan tersebut peneliti juga dapat melakukan teknik probing yaitu
mengajukan pertanyaan yang masih berkaitan dengan pertanyaan sebelumnya
agar informasi yang didapat lebih mendalam. Pada fase ini peneliti berusaha untuk
memperhatikan bracketing, yaitu usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk
menyimpan dan mengurangi asumsi, pengetahuan, dan kepercayaan tentang hal
yang diketahuinya tentang fenomena yang sedang diteliti dengan cara tidak
mengarahkan jawaban partisipan dan membiarkan partisipan untuk
mengungkapkan pengalamannya secara bebas terhadap pertanyaan yang diajukan
selama proses wawancara sehingga nantinya data yang diperoleh merupakan
informasi alamiah yang sesuai dengan pengalaman partisipan (Polit & Beck,
2018). Proses wawancara dengan semua partisipan pada fase ini dilakukan melalui
alat bantu telepon seluler.
54
Fase terminasi
Pada fase ini peneliti mengakhiri proses wawancara apabila dianggap semua
pertanyaan yang ingin ditanyakan sudah selesai dan sudah terjawab semua oleh
partisipan sesuai kebutuhan dan keinginan peneliti. Apabila ada data yang belum
ditanyakan maka peneliti menghubungi kembali partisipan dan melakukan
kontrak waktu untuk wawancara kembali. Peneliti menutup wawancara dengan
mengucapkan terimakasih atas partisipasi dan kerjasamanya selama proses
wawancara. Selanjutnya pada tahap ini, peneliti membuat kontrak waktu kembali
dengan partisipan untuk melakukan validasi atau member checking atas data hasil
wawancara yang telah dilakukan.
Pada tahap pelaksanaan ini, wawancara dengan masing-masing partisipan
berlangsung 40 – 60 menit. Ada 1 partisipan yaitu partisipan ke 7 yang harus
dilakukan 2 kali wawancara karena saat proses wawancara telepon seluler sempat
terputus sehingga harus menghubungi lagi dan melanjutkan wawancara di lain
waktu.
Pada tahap pelaksanaan ini, data dari hasil wawancara yang ada dibuat
dalam bentuk transkrip wawancara. Peneliti melakukan analisis terhadap data
yang didapat dan penelitian terus dilakukan sampai dirasa tidak ada lagi hal-hal
lain yang ingin diketahui dari partisipan. Pencarian informasi dari partisipan lain
terus dilakukan sesuai dengan prosedur dan dihentikan setelah tercapai saturasi
data. Pada penelitian ini saturasi data tercapai pada partisipan 15 dengan adanya
pengulangan informasi yang maknanya sama dengan partisipan-partisipan
sebelumnya. Peneliti melakukan terminasi akhir dengan partisipan dalam
penelitian dan menyampaikan bahwa proses penelitian telah selesai.
55
Tahap terminasi
Pada tahap ini peneliti melakukan validasi atau member checking dan
menjelaskan terkait hasil transkrip wawancara yang telah dibuat supaya kebenaran
data penelitian dapat tercapai. Kegiatan validasi atau member checking ini juga
dilakukan dengan menghubungi partisipan melalui telepon seluler. Proses validasi
transkrip wawancara dari 15 partisipan dilakukan melalui telepon seluler. Pada
tahap ini peneliti mengucapkan terimakasih atas kesediaan dan kerjasamanya
selama proses penelitian. Peneliti menyatakan pada partisipan bahwa proses
penelitian telah berakhir dengan adanya validasi data yang sudah dilakukan.
Kerangka kerja penelitian
Gambar 3.1 Kerangka Kerja Penelitian
Calon partisipan:
Anggota keluarga sebagai caregiver dalam merawat pasien PGK yang menjalani
hemodialisis
Pemilihan partisipan sesuai dengan kriteria (Purposive sampling)
Proses pengumpulan data:
(Tahap persiapan, tahap pelaksanaan)
Membuat transkrip wawancara
Menganalisis data dengan menggunakan metode Collaizi
Melakukan uji keabsahan data (thrustworthiness)
Penyajian laporan penelitian
Member checking
56
Definisi Operasional
Definisi operasional dari pengalaman keluarga sebagai caregiver dalam
merawat adalah suatu hal yang pernah dialami oleh keluarga sebagai caregiver
dalam mendampingi, menjaga, mengurus, dan merawat anggota keluarga yang
menjalani hemodialisis.
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang peneliti gunakan dalam penelitian kualitatif
dengan pendekatan fenomenologi deskriptif ini adalah metode Colaizzi. Dokumen
atau data berupa transkrip wawancara yang berisi tentang pengalaman dianalisis
dengan menggunakan metode Colaizzi artinya bahwa pernyataan signifikan dari
partisipan, rumusan makna dari pernyataan signifikan, sub tema, dan tema-tema
yang terkandung didalamnya dapat dipisahkan, dihimpun, dan diinterpretasikan.
Hasil dari sebuah analisis data yang dilakukan untuk penelitian kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi ini adalah dalam bentuk tema. Menurut DeSantis &
Ugarriza (2000 dalam Polit & Beck, 2018) tema merupakan suatu wujud kesatuan
atau pengelompokkan hasil dari analisis data yang membawa dan menggambarkan
makna dan identitas dari sebuah pengalaman yang dialami oleh individu. Dengan
demikian, tema juga menyatukan sifat dan identitas dari pengalaman menjadi
keseluruhan yang bermakna.
Dalam Polit & Beck (2018), analisis data penelitian dengan metode Collaizi
terdiri dari tujuh tahapan diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Membuat dan membaca semua transkrip wawancara yang telah diungkapkan
partisipan
57
Peneliti membuat dan membaca semua transkrip wawancara dan juga
mendengarkan rekaman wawancara dari alat perekam beberapa kali untuk
mendapatkan ekspresi dan kepekaan peneliti terhadap cara setiap partisipan
berbicara. Setelah itu peneliti memberikan penomoran pada baris dari setiap
pernyataan pada transkrip wawancara. Kemudian peneliti membaca ulang
kembali dan mengidentifikasi setiap pernyataan partisipan pada transkrip
wawancara yang dianggap signifikan.
2. Melakukan ekstraksi terhadap pernyataan signifikan (pernyataan yang secara
langsung berhubungan dengan fenomena yang diteliti)
Setiap pernyataan dalam transkrip wawancara partisipan yang berhubungan
langsung dengan fenomena yang diteliti dianggap signifikan. Pernyataan yang
signifikan diekstraksi dari masing-masing transkrip wawancara. Pernyataan
signifikan dimasukkan ke dalam tabel matriks analisis data. Dalam langkah ini
pernyataan yang signifikan dipelajari untuk diambil rumusan maknanya.
3. Menguraikan makna yang terkandung dalam pernyataan signifikan
Pernyataan signifikan dari masing-masing transkrip wawancara dimasukkan ke
dalam tabel analisis data kemudian dari setiap pernyataan signifikan tersebut
diuraikan artinya sehingga membentuk formulated meanings atau rumusan
makna dari pernyataan signifikan.
4. Mengorganisir formulated meanings atau rumusan makna tadi ke dalam sub
tema dan tema
Peneliti kembali membaca seluruh rumusan makna yang ada kemudian
membandingkan dan mencari persamaan diantara rumusan makna tersebut
58
untuk kemudian akhirnya mengelompokkan rumusan makna yang serupa ke
dalam sub tema dan tema.
5. Mengintegrasikan hasil ke dalam bentuk deskriptif
Pada tahap ini peneliti merangkai dan mendeskripsikan tema yang muncul dari
pengalaman partisipan dalam merawat anggota keluarga yang menjalani
hemodialisis yang diungkapkan oleh partisipan. Sebuah deskripsi yang lengkap
dikembangkan melalui sintesis dari semua kelompok tema atau sub tema dan
makna yang dirumuskan dan dijelaskan oleh peneliti. Hal ini nantinya akan
dijelaskan pada hasil penelitian.
6. Membuat deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai identifikasi
pernyataan setegas mungkin
7. Melakukan validasi dari apa yang telah ditemukan kepada partisipan sebagai
tahap validasi akhir
Peneliti kembali melakukan kontrak waktu dengan partisipan untuk melakukan
validasi atas apa yang diungkapkan oleh partisipan serta esensi dari
pengalaman suatu fenomena yang disampaikan oleh partisipan. Semua
partisipan dapat dihubungi melalui telepon seluler untuk melakukan validasi
atau member checking dari transkrip wawancara dan tema hasil analisis data.
Tingkat Keabsahan Data (Thrustworthiness)
Dalam penelitian kualitatif, untuk mendapatkan hasil penelitian yang dapat
dipercaya maka data penelitian perlu mempunyai komponen keabsahan dan perlu
dilakukan validasi dengan menggunakan beberapa kriteria. Dalam Polit & Beck
(2018), kriteria yang dapat digunakan untuk keabsahan dan validasi data dalam
59
penelitian kualitatif diantaranya yaitu: uji credibility (validitas internal), uji
dependability (realibilitas), uji confirmability (obyektifitas), dan uji transferability
(validitas eksternal). Berikut adalah penjelasannya:
Credibility
Kredibilitas data atau validitas internal merupakan salah satu uji kriteria
untuk keabsahan data yang memungkinkan dihasilkannya penemuan yang
kredibel (dapat dipercaya), hal ini dibuktikan oleh peneliti terhadap fenomena
yang diteliti (Polit & Beck, 2018). Kepercayaan terhadap data hasil penelitian
kualitatif dapat dilakukan dengan beberapa teknik yaitu perpanjangan
pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi data, diskusi
dengan teman sejawat, analisa kasus, prolonged engagement, dan member
checking (Polit & Beck, 2018).
Pada penelitian ini kriteria kredibilitas yang digunakan oleh peneliti adalah
prolonged engagement, hasil rekaman dan transkrip wawancara, dan member
checking. Prolonged engagement pada penelitian ini adalah dengan mengadakan
pendekatan kepada masing-masing partisipan 1 kali sebelum pengumpulan data,
hal ini bertujuan untuk membina hubungan saling percaya antara peneliti dan
partisipan sehingga partisipan dapat dengan aman dan nyaman memberikan
informasi yang dibutuhkan peneliti.
Hasil wawancara yang di rekam dan transkrip wawancara juga dapat
memperkuat kredibilitas penelitian ini. Selanjutnya adalah melakukan member
checking yang dilakukan kepada partisipan untuk memvalidasi transkrip
wawancara dan hasil analisis yang telah dibuat. Member checking dilakukan
dengan membawa kembali transkrip wawancara dan tema-tema yang telah
60
dianalisa peneliti kepada partisipan dan meminta partisipan melihat dan membaca
transkrip wawancara dan tema-tema tersebut, menanyakan kepada partisipan
apakah diantara ungkapan dan tema ada yang tidak sesuai dengan persepsi
partisipan. Partisipan diberikan hak untuk mengubah, menambah, atau
mengurangi ungkapan dan tema yang sudah diangkat. Namun karena situasi masih
dalam kondisi pandemi COVID-19 maka member checking dilakukan melalui
telepon dengan menelepon partisipan dan menyampaikan hasil wawancara berupa
pernyataan signifikan dan tema yang telah diidentifikasi. Selain itu, untuk lebih
meyakinkan partisipan dengan tema yang diangkat, peneliti juga dapat
memperdengarkan kembali hasil wawancara yang telah di rekam kepada setiap
partisipan (Creswell & Poth, 2018).
Dependability
Dalam penelitian kualitatif, kriteria dependability dilakukan dengan
melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Selama proses
penelitian, dependability dilakukan melalui teknik pendokumentasian yang baik.
Dependability dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menyerahkan semua
hasil transkrip wawancara hasil dari kegiatan penelitian kepada pembimbing tesis
dan kemudian mendiskusikan hasil dari analisis data berupa pernyataan
signifikan, rumusan makna dari pernyataan signifikan, sub tema, dan tema yang
muncul agar sesuai dengan tujuan dari penelitian sampai dengan kegiatan
konsultasi selama menyusun laporan penelitian.
Confirmability
Dalam penelitian kualitatif, confirmability mirip dengan dependability,
sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Selama proses
61
penelitian berlangsung, peneliti berusaha mempertahankan pendokumentasian
dengan baik karena confirmability dilakukan dengan melihat hasil penelitian yang
dikaitkan dengan proses yang dilakukan selama penelitian. Confirmability dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara konsultasi dengan pembimbing saat
menentukan tema hasil penelitian, jika dianggap masih belum tepat maka peneliti
melakukan revisi sampai menemukan tema yang tepat dari hasil analisis.
Transferability
Transferability atau validitas eksternal merupakan bagaimana penelitian ini
menunjukkan derajat ketepatan suatu hasil penelitian yang dapat dipahami oleh
orang lain yang membaca dan diterapkan pada populasi yang lain. Transferability
yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan melalui penyediaan laporan
penelitian sebagai thick description. Thick description dalam proses penelitian
berarti peneliti menyimpan semua arsip dan materi selama proses penelitian.
Selain itu, perlu adanya penjelasan yang rinci tentang partisipan dan konteks
dimana penelitian ini dilakukan. Untuk menerapkan hal tersebut, maka peneliti
dalam membuat laporannya harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis,
dan dapat dipercaya. Laporan yang telah dibuat dan dibaca oleh orang lain dan
bagi mereka yang membaca mendapatkan gambaran yang jelas tentang penelitian
yang dilakukan tersebut maka hal ini sudah dapat memenuhi standar
transferability. Transferability dalam penelitian ini dilakukan selama proses
konsultasi analisis data dan penulisan hasil dengan melampirkan transkrip
wawancara agar dapat dibaca oleh pembimbing sampai dengan pembimbing
membaca laporan penelitian. Selain itu juga melakukan konfirmasi kepada
caregiver lain yang mempunyai kriteria yang sama namun tidak terlibat dalam
62
penelitian sebagai partisipan, dengan menanyakan apakah tema-tema yang telah
diidentifikasi juga dialami dan dirasakan oleh caregiver tersebut. Jika caregiver
ikut merasakan tema-tema tersebut maka sudah memenuhi standar transferability.
Peneliti menggunakan satu caregiver.
Pertimbangan Etik
Pertimbangan etik di dalam suatu penelitian perlu dan menjadi sangat
penting untuk dilakukan agar penelitian yang dilakukan tidak membahayakan dan
menghindarkan dari hal-hal yang tidak diinginkan untuk responden (Polit & Beck,
2018). Pertimbangan etik yang dilakukan dalam penelitian ini diantaranya adalah:
Asas manfaat (beneficience)
Salah satu pertimbangan etik yang penting di dalam suatu penelitian adalah
asas manfaat. Dalam suatu penelitian perlu memperhatikan asas manfaat agar
penelitian yang dilakukan tidak mendatangkan kerugian bagi partisipan dan
menjadi bermanfaat dan nyaman bagi partisipan penelitian (Polit & Beck, 2018).
Asas manfaat di dalam suatu pertimbangan etik penelitian terdiri atas bebas dari
kerugian dan ketidaknyamanan bagi partisipan dan bebas eksploitasi (Polit &
Beck, 2018).
Bebas dari kerugian dan ketidaknyamanan
Pada penelitian yang dilakukan, peneliti memastikan agar partisipan
penelitian terhindar dari kerugian dan ketidaknyamanan baik secara fisik,
psikologis, sosial, dan ekonomi (Polit & Beck, 2018). Untuk mencegah agar hal
tersebut tidak terjadi maka peneliti terlebih dahulu memberikan penjelasan dan
63
meminta persetujuan kepada partisipan untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian
ini dengan menandatangani informed consent.
Bebas dari eksploitasi
Sebagai upaya agar tidak terjadi eksploitasi terhadap data dari partisipan
maka peneliti mempunyai kewajiban untuk menjamin kerahasiaan mulai dari
keterlibatan partisipan, informasi, dan data yang diberikan partisipan agar tidak
merugikan responden kedepannya (Polit & Beck, 2018). Sebelum penelitian
dilakukan, peneliti memberikan penjelasan terlebih dahulu bahwa informasi dan
data yang diberikan oleh partisipan akan dijaga kerahasiaannya dan hanya untuk
kepentingan penelitian saja dan pelayanan kesehatan kedepannya.
Asas menghargai hak asasi manusia (respect for human dignity)
Pertimbangan etik dalam penelitian berikutnya yang penting untuk
diperhatikan adalah asas menghargai hak asasi manusia. Dalam penelitian ini,
peneliti memberikan hak sepenuhnya kepada partisipan berupa keputusan dari
partisipan terkait apakah partisipan akan ikut berpartisipasi dalam penelitian ini
atau menolak untuk tidak ikut berpartisipasi tanpa adanya paksaan atau ancaman
kepada partisipan. Selain hak tersebut, partisipan juga masih mempunyai hak lagi
yaitu hak untuk mendapatkan penjelasan atau informasi dari peneliti tentang
penelitian yang dilakukan (Polit & Beck, 2018).
Hak untuk memperoleh informasi (the right to full disclosure)
Dalam suatu penelitian, partisipan berhak untuk mendapatkan penjelasan
berupa informasi tentang penelitian yang dilakukan. Oleh karena itu sebelum
meminta persetujuan kepada partisipan untuk menandatangani informed consent,
peneliti perlu dan sangat penting untuk memberikan penjelasan kepada partisipan
64
tentang penelitian yang akan diikuti selanjutnya memberikan kesempatan kepada
partisipan untuk bertanya tentang penelitian yang akan diikuti (Polit & Beck,
2018).
Asas keadilan (justice)
Pertimbangan etik berikutnya yang perlu diperhatikan oleh peneliti adanya
asas keadilan. Asas keadilan dalam pertimbangan etik penelitian ini lebih
menitikberatkan pada upaya untuk menghargai privasi partisipan dan berlaku
secara adil terhadap partisipan penelitian (Polit & Beck, 2018).
Hak untuk mendapatkan tindakan yang adil (the right to fair treatment)
Tindakan adil yang dimaksud disini adalah peneliti melakukan pemilihan
untuk partisipan tanpa membeda-bedakan satu sama lain dan tetap menghargai
akan adanya perbedaan dalam segala bidang (keyakinan, suku, kondisi sosial
ekonomi). Sebagai upaya untuk berlaku adil terhadap partisipan adalah dengan
memilih partisipan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti (Polit
& Beck, 2018).
Hak untuk mendapatkan privasi (the right to privacy)
Salah satu upaya untuk bersikap adil terhadap responden dalam penelitian
yang dilakukan adalah dengan tetap menjaga dan menjamin kerahasiaan terhadap
data informasi dari semua partisipan yang ikut terlibat dalam penelitian (Polit &
Beck, 2018). Bentuk upaya untuk menjaga privasi dan kerahasiaan data partisipan
adalah partisipan tidak perlu menuliskan nama pada lembar kuesioner demografi
yang dibagikan untuk diisi saat pengumpulan data, cukup menuliskan inisial
dengan satu haruf saja.
65
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Pada bagian sub bab ini peneliti menguraikan dan mendeskripsikan tentang
hasil penelitian yang berisi data demografi partisipan dan hasil analisis dari
transkrip wawancara yang telah dibuat berdasarkan hasil wawancara dengan
partisipan mengenai pengalaman keluarga sebagai caregiver dalam merawat
pasien PGK yang menjalani hemodialisis.
Data demografi partisipan
Hasil dari data demografi partisipan yang dipaparkan dalam penelitian ini
terdiri dari jenis kelamin, usia, suku, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan pasien, dan lama merawat pasien. Data yang didapatkan
menunjukkan bahwa jenis kelamin partisipan dalam penelitian ini mayoritas
adalah perempuan sebanyak 12 partisipan. Usia termuda partisipan adalah 22
tahun sedangkan usia paling tua adalah 61 tahun. Suku partisipan semuanya
adalah suku Batak. Status pernikahan dengan mayoritas sudah menikah sebanyak
11 partisipan. Tingkat pendidikan partisipan mayoritas lulusan dari perguruan
tinggi sebanyak 7 partisipan. Pekerjaan dari partisipan mayoritas sebagai ibu
rumah tangga sebanyak 4 partisipan. Hubungan partisipan dengan pasien sendiri
mayoritas sebagai isteri pasien sebanyak 9 partisipan. Lama merawat pasien
terhitung mulai dari pasien menjalani hemodialisis, paling baru dalam penelitian
ini adalah 6 bulan sedangkan paling lama adalah 8 tahun. Adapun rincian dari data
demografi partisipan dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut:
66
Tabel 4.1
Data Demografi Partisipan
Kode
Partisipan
Nama
Inisial
Jenis
Kelamin Usia Suku
Status
Pernikahan Pendidikan Pekerjaan
Hubungan
Dengan Pasien
Lama Merawat
Pasien
P1 Tn. “S” Laki-laki 50 Tahun Batak Menikah SMA Pedagang Suami Pasien 9 Bulan
P2 Ny. “N” Perempuan 58 Tahun Batak Menikah SD Ibu rumah tangga Isteri Pasien 3 Tahun
P3 Nn. “L” Perempuan 22 Tahun Batak Belum
Menikah SMK Belum Bekerja Anak Pasien 3 Tahun
P4 Nn. “S” Perempuan 25 Tahun Batak Belum
Menikah
Pendidikan Tinggi
(S1) Belum bekerja Anak Pasien 1,1 Tahun
P5 Nn. “F” Perempuan 33 Tahun Batak Menikah Pendidikan Tinggi
(S1) Pendeta Isteri Pasien 5,2 Tahun
P6 Ny. “L” Perempuan 61 Tahun Batak Menikah Pendidikan Tinggi
(Spesialis) Dokter Isteri Pasien 3 Tahun
P7 Tn. “B” Laki-Laki 48 Tahun Batak Menikah SMA Belum Bekerja Orangtua Pasien
(Ayah) 6 Bulan
P8 Ny. “W” Perempuan 49 Tahun Batak Menikah SMA Ibu rumah tangga Isteri Pasien 9 Bulan
P9 Ny. “E” Perempuan 50 Tahun Batak Menikah Pendidikan Tinggi
(S1) Guru Isteri Pasien 8 Tahun
P10 Ny. “J” Perempuan 57 Tahun Batak Menikah Pendidikan Tinggi
(S1) Ibu rumah tangga Isteri Pasien 2,6 Tahun
P11 Ny. “V” Perempuan 48 Tahun Batak Menikah Pendidikan Tinggi
(S1) Ibu rumah tangga Isteri Pasien 2 Tahun
P12 Nn. “F” Perempuan 24 Tahun Batak Belum
Menikah SMA Belum Bekerja Anak Pasien 6 Tahun
P13 Ny. “S” Perempuan 45 Tahun Batak Menikah SMA Pedagang Isteri Pasien 6 Bulan
P14 Tn. “S” Laki-Laki 23 Tahun Batak Belum
Menikah Sedang Pendidikan Mahasiswa Adik Pasien 1,1 Tahun
P15 Ny. “B” Perempuan 53 Tahun Batak Menikah Pendidikan Tinggi
(S1) Guru Isteri Pasien 6 Bulan
67
Tema hasil penelitian
Hasil dari penelitian ini adalah dalam bentuk tema. Tema yang didapatkan
berdasarkan pada data penelitian yang dibuat dalam bentuk transkrip wawancara
yang merupakan pernyataan langsung dari partisipan hasil dari wawancara
mendalam, kemudian dilakukan analisis menggunakan metode Collaizi. Tema
terbentuk dari beberapa sub tema dan juga rumusan makna dari pernyataan
signifikan yang dikelompokkan sesuai dengan langkah-langkah analisis menurut
Collaizi. Hasil dari analisis yang didapatkan dalam penelitian ini terdiri dari 8
tema, diantaranya adalah: 1) ungkapan perasaan emosional caregiver, 2) peran
caregiver dalam menjalankan fungsi perawatan kesehatan, 3) dampak yang
dirasakan oleh caregiver dalam merawat pasien, 4) faktor penghambat dalam
proses perawatan, 5) upaya mengatasi hambatan dalam merawat, 6) dukungan
sosial, 7) harapan caregiver dalam merawat pasien, dan 8) makna dalam merawat
anggota keluarga yang sakit.
Langkah-langkah analisis data yang dilakukan pada penelitian ini dapat
dilihat di tabel 4.2 berikut:
68
Tabel 4.2
Langkah-Langkah Analisis Data
Pernyataan Signifikan Rumusan Makna dari
Pernyataan Signifikan Sub Tema Tema
“Eeeee…. Enggak terima sih, termasuk istri pun enggak terima.
Rasanya karena memang tak ngerti tu, denger gitu aja macam kek
disambar petir” (P1 L21-22)
Awalnya tidak terima jika
ada anggota keluarga harus
hemodialisis
Ungkapan awal dari
caregiver saat tahu
anggota keluarga harus
hemodialisis
Ungkapan perasaan
emosional caregiver
“Kalau perasaan yang pasti sedih ya bang, kok bisa kena cuci
darah, karena kan kalau cuci darah itu udah di ujung tanduk kali
gitu kan bang” (P4 L25-27)
Perasaan awalnya yang
pasti sedih kok bisa kena
cuci darah
“Eee,,, mendengar itu semua syok gitu ditambah dengan kondisi
suami yang saat itu bener-bener ngedrop, saya berfikir saat itu
seolah-olah tidak ada harapan gitu, tapi eee,,, saya hanya pasrah
dan berserah diri, saya serahkan semua ini kepada tim medis dan
dan alhamdulilah setelah satu bulan itu perlahan-lahan mulai ini
membaik membaik gitu. Yang jelas saya syok gitu” (P11 L22-26)
Pertama kali mendengar
anggota keluarga harus cuci
darah rasanya syok
“Ya kalau sekarang sudah biasa ya, jalani aja gitu karena
memang dari awal waktu dikasih tahu itu sudah berusaha untuk
mempersiapkan hanya kan karena bapaknya belum mau. Dan
karena sekarang sudah mau ya kalau saya sendiri ya biasa aja,
jalani aja gitu” (P13 L90-93)
Untuk sekarang
perasaannya biasa saja dan
menjalani saja dalam
merawat pasien
Ungkapan dari
caregiver selama
merawat anggota
keluarga menjalani
hemodialisis
“Kalau sekarang, yang saya rasakan dan keluarga ya bersyukur
karena bapak udah 3 tahun menjalani cuci darah ya lancar-
lancar gitu aja sampe bertahan 3 tahun gitu, jadi agak tenang dan
nerima gitu lah” (P3 L45-47)
Sekarang agak tenang dan
menerima jika anggota
keluarga harus cuci darah
“Kalau sekarang ya sebenernya agak masih bingung karena itu
tadi tak ngerti dengan yang masalah medis itu, kek mana
nanganinya kalo ada masalah gitu kan” (P1 L148-149)
Masih bingung karena tidak
mengerti dengan masalah
medis
69
Pernyataan Signifikan Rumusan Makna dari
Pernyataan Signifikan Sub Tema Tema
“Kalau dari rumah sakit kami selalu dapet obat tambah darah,
obat tambah darah sama obat darah tinggi, obat vitamin B
kompleks” (P4 L110-111)
Minum obat dari dokter
atau rumah sakit untuk
menjaga kondisi tetap stabil
Perawatan yang perlu
diperhatikan caregiver
terhadap anggota
keluarga
Peran caregiver
dalam menjalankan
fungsi perawatan
kesehatan “Jadi dengan kita selalu perhatikan sama dia kasih support sama
dia, perhatian penuh sama dia, selalu kita dampingi, dia ada
semangat hidup nak, ada semangat hidupnya” (P6 L200-202)
Selalu mendampingi,
memperhatikan agar pasien
tetap semangat
“Kalau minumannya itu dulu awal-awal nya itu aku aku takar
urine nya nak, misalkan urine nya eee,, keluar 500 ku tambah
eee,,, minumnya 500 atau 600 berarti 1500 yang bisa kukasih
minum setiap hari gitu caranya kalau menurut minuman” (P6
L127-130)
Minum dalam sehari 500 –
600 cc ditambah urine yang
keluar
“Eee,,, kalau pantangannya itu, itu yang paling, memang paling
tidak di bisa dimakan itu buah, buah harus dijaga, karena kan
buah itu banyak mengandung air” (P3 L92-93)
Buah tidak boleh dimakan
oleh pasien hemodialisis
“Dia kan mesti makan telur, putihnya, makan ikan-ikan gabus,
ikan-ikan lele kek gitu orang ini, kalau enggak makan ikan gabus
sama lele sama telur sama ikan-ikan an lah cem ikan laut, kan Hb
nya turun” (P2 L477-479)
Makan yang wajib
dikonsumsi untuk pasien
putih telur dan ikan-ikanan
“Iya tiap bulan kan hasil lab nya ada kayak Hb, kreatinin, sama
ureum lah, itu yang penting” (P9 L556-557)
Cek darah rutin tiap bulan
untuk melihat Hb,
kreatinin, dan ureum pasien
“Iya, kalau sekarang enggak boleh untuk aktivitas yang berat
ataupun terkena tekanan-tekanan yang berat apalagi kakak kan
pasang atau pake cimino” (P14 L71-72)
Aktivitas pasien
hemodialisis tidak boleh
lagi kerja yang berat-berat
“Yang saya ketahui dan setahu saya ya kalau yang namanya
gagal ginjal ya ginjalnya sudah enggak berfungsi lah ya kan”
(P12 L92-93)
Ginjalnya tidak berfungsi Pemahaman caregiver
tentang masalah
penyakit ginjal kronik
dan terapi hemodialisis
70
Pernyataan Signifikan Rumusan Makna dari
Pernyataan Signifikan Sub Tema Tema
“Jadi saya pahami bahwa gagal ginjal yang dialami suami saya
terjadi karena ginjalnya tidak berfungsi, tidak bisa menyaring
eee,,, darah dan kotoran-kotoran yang ada di dalam darahnya itu
sehingga dia membutuhkan terapi cuci darah dimana cuci
darahnya itu digantikan oleh benda di luar tubuh sehingga
darahnya itu boleh tetep dibersihkan, air-air, racun-racun,
garam-garam yang tidak dibutuhkan oleh tubuhnya yang
mengganggu sistem eee,,, darahnya” (P5 L156-161)
Terapi cuci darah untuk
membersihkan racun,
garam yang tidak
dibutuhkan
“Eee,,, awalnya itu suami saya itu penderita diabetes gitu
awalnya penderita diabetes. Nah dari akibat diabetes nya itu jadi
pembentukan batu ginjal, nah itu diawalnya setelah operasi,
operasi batu ginjal” (P11 L41-42)
Diabetes penyebab
penyakit ginjal kronik
“Satu dulu, eee,,, mudah capek , mudah capek ya, terus itu
badannya itu gatal-gatal, badannya gatal gatal dan sesekali sesak
apalagi kalau mau cuci darah” (P5 L197-198)
Badan pasien gatal
“Makanya setelah tanya kakak tadi tanya sana sini yang tentang
medis, itulah kami putuskan memang harus cuci darah” (P1 L62-
64)
Memutuskan diawal untuk
langsung cuci darah
Pengambilan keputusan
“Iya, waktu itu enggak langsung cuci darah tapi kami cari dulu
untuk pengobatan alternatif atau tradisional gitu siapa tahu bisa
sembuh dan enggak perlu cuci darah” (P13 L55-56)
Mencari pengobatan
alternatif terlebih dahulu
“Terus setelah itu makin parah, makin parah ya udah periksa ke
rumah sakit AM rupanya memang harus cuci darah kan” (P4
L29-30)
Memeriksakan langsung ke
rumah sakit
Memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan
“Saya juga tanya dengan keluarga-keluarga pasien yang lain di
rumah sakit apa yang harus dimakan, obat apa yang bisa untuk
ngebantu kan karena kan cuci darah ini juga lama-kelamaan juga
ibu saya istilahnya itu susah jalan, lutut semakin lemes gitu” (P4
L68-71)
Mencari informasi
perawatan dari orang lain
Mencari informasi
tentang perawatan untuk
pasien
71
Pernyataan Signifikan Rumusan Makna dari
Pernyataan Signifikan Sub Tema Tema
“Selain itu juga ibu juga sering tanya-tanya langsung ke dokter
yang memang spesialis dan konsultan ginjal terkait dengan
bagaimana perawatan yang baik untuk bapak ini nak, supaya ibu
juga semakin ngerti nak” (P6 L116-119)
Mencari informasi
perawatan langsung dari
tenaga kesehatan
“Iya pernah juga sich, sampe ngerasa pening, stres juga, sampe
ibu tensinya 180 pernah juga” (P8 L334-335)
Sampai stres karena
anggota keluarga sakit
Tekanan atau beban
psikologis Dampak yang
dirasakan oleh
caregiver dalam
merawat pasien “Oooo,,, ya drop lah, udah jelas, awal tahun-tahun pertama itu ya
berat badan saya pun ya eee,,, drastis juga sich turun sampe
sampe eee,,, artinya untuk merawat diri pun udah enggak
semangat lagi lah gitu. Artinya sisiran lagi udah enggak” (P9
L330-333)
Sampai drop dan turun
berat badan ketika harus
merawat pasien
“Ooohhhh,,, capek sekali anakku, berat sekali, beraaatttttttt
sekali, karena harus harus eee,,, harus semua harus telaten kan
anakku, semua harus eee,,, diikuti apa saran dokter, semua harus
dipatuhi, sementara bapak kita kan udah enggak bisa apa-apa”
(P6 L56-58)
Berat sekali karena semua
saran dokter harus dipatuhi
“Kalau kemaren-kemaren masa-masanya, jadi ekonomi lah,
ekonomi sempat, memang ini karena belum apa ya karena harus
kebutuhan keluarga, biasa karena kalau dulu kan suami istri
biasa kerja, jadi dari segi materi kan memang dikatakan kurang,
eeee,,,, kalau sekarang ini ya ekonomi kurang, cuma dicukupkan ,,
itu yang jadi ini beban” (P1 L334-338)
Ekonomi keluarga menjadi
berkurang semenjak
anggota keluarga sakit
Tekanan atau beban
ekonomi
“Saya itu kena infeksi saluran pencernaan dan itu dikatakan
dokter karena stres” (P5 L337-338)
Terkena infeksi saluran
pencernaan karena stres
Tekanan atau beban
fisik
“Kalau untuk mengeluh dibilang kadang capek memang betul-
betul capek lah kan ngantar berobat, ngadepin di rumah gitu kan,
jadi kalau dibilang capek, capek” (P3 L156-157)
Capek karena ngantar
berobat dan ngadepin di
rumah
72
Pernyataan Signifikan Rumusan Makna dari
Pernyataan Signifikan Sub Tema Tema
“Enggak bisa kemana-mana misalnya ada pertemuan, ada hal
penting yang dikerjakan itu masih dipertimbangkan karena kita
kan lebih, lebih ke dia dulu gitu, harus ke dia dulu, harus fokus ke
bapak kan karena dia lagi sakit” (P3 L222-224)
Tidak bisa pergi kemana-
mana karena anggota
keluarga sakit
Tekanan atau beban
sosial
“Kadang dia enggak sadar diri dia marah, dia bentak gitu, itu
yang paling sulit sebenarnya, tapi ya cara kita pahami juga dia
sakit jadi kita enggak lama-lama sakit hati” (P5 L304-306)
Pasien marah-marah
sehingga membuat sulit
dalam merawat
Perilaku pasien yang
cenderung emosi dan
sulit diberitahu
Faktor penghambat
dalam proses
perawatan
“Kami berdua di rumah ya kadang berantem-berantem kecil lah,
biasa lah itu ya kan bang, namanya kaum perempuan juga, itu
kan enggak boleh di makan ma jangan dimakan, masak semua-
semua enggak boleh dimakan terus mama mau makan apa, kayak
gitu lah bang” (P4 L162-166)
Muncul pertengkaran jika
selalu menanggapi pasien
“Ya iya kan terkadang kan harus,, kadang ada kecewanya juga
sich, kadang ada suka sukanya juga, kadang bandel juga udah
dibilang jangan makan ini kan kadang-kadang curi curi nya
makanan itu” (P9 L375-377)
Pasien cenderung bandel
tidak mematuhi aturan
“Jadi kadang-kadang saya ya marah juga gitu, mama ini
dibilangin enggak bisa, ntar kalau sakit kan payah gini gini, kita
kan jauh, abang-abang itu enggak ada kalau mama malem misal
sakit kek mana siapa yang ngebantu lagi, saya kan kayak gitu kan
bang” (P4 L229-232)
Caregiver marah karena
pasien sulit dikasih tahu
Respon emosional
caregiver yang
meningkat
“Iya kadang-kadang kalau saking lelahnya itu nak ada juga rasa
emosi kita karena enggak enggak bisa kita kerjakan atau enggak
bisa kita angkat, kadang-kadang kan maaf cakap ya nak, seperti
bapak kita ini kan kadang kadang udah BAB disitu, pipis disitu,
enggak bisa angkat bergerak sedikit pun, kadang-kadang emosi
juga kan anakku” (P6 L235-239)
Caregiver emosi karena
tidak mampu untuk
mengerjakan
73
Pernyataan Signifikan Rumusan Makna dari
Pernyataan Signifikan Sub Tema Tema
“Kalau dari merawat ibu khususnya untuk pantangan ya kadang
kita kasih tau lah dengan cara lembut, kadang juga kita timbul
emosi juga pak vincen” (P1 L451-452)
Memberitahu pasien
dengan cara lembut
Upaya membuat pasien
mengerti untuk
mematuhi aturan
Upaya mengatasi
hambatan dalam
merawat
“Iya, daripada memberi nasehat seperti itu jadi sekarang sering
mengingatkan saja bapak mau sehat tergantung sama bapak kalo
bapak mau sehat silahkan lah enggak usah emosi, tapi kalo bapak
mau mati silahkan bapak emosi, itu aja kami bilang, hehehe,,,
(ketawa), terimakasih” (P15 L382-385)
Lebih sering mengingatkan
pasien untuk mengikuti
aturan
“Eee,,, saya dengan tenang menenangkan dan seperti yang saya
bilang tadi saya selalu berusaha untuk jangan marahi dia, jadi
dia jarang sih marah, karena eee,,, kalo yang enggak suka dia itu
enggak saya lakukan gitu” (P10 L391-393)
Berusaha untuk
menenangkan pasien
“Bukan, bukan nurut juga, dia kan juga bandel-bandel nya,
namanya juga sakit tapi kami perawat nya ini lah kadang-kadang
yang mengalah gitu” (P2 L497-498)
Harus sadar dan mengalah
dalam menghadapi anggota
keluarga yang sakit
Sikap mengalah dari
caregiver
“Iya paling kalau kami diam aja lah diam, dengarkan, biarkan
aja dia meluapkan emosinya gitu aja. Nanti kalau sudah
diluapkan semua emosinya sudah tenang lagi dia” (P12 L345-
347)
Diam saja ketika pasien
marah
Diam
“Iya harus harus sabar kali nak, karena kalau enggak sabar
kurasa cepat meninggal itu” (P6 L245-246)
Harus sabar menghadapi
pasien
Sabar dalam
menghadapi pasien
“Jadi ya kita harus bener-bener disiplin juga gitu dalam merawat
biar tidak ada hal-hal yang menyulitkan kita nantinya, karena kan
kalo pasien nya disiplin paling enggak cuci darah nya gitu kan
insyaallah kondisinya kan sehat terus” (P11 L469-471)
Benar-benar disiplin dalam
merawat agar tidak ada hal
yang menyulitkan
Disiplin terhadap aturan
“Ooo,, iya banyak kali lah bang, apa lagi kan tetangga-tetangga
di sini itu alhamdulilah lah peduli gitu, enggak apa-apa lo kasih
Tetangga yang sangat
peduli
Dukungan dari orang
lain Dukungan sosial
74
Pernyataan Signifikan Rumusan Makna dari
Pernyataan Signifikan Sub Tema Tema
ini, enggak apa-apa kan biar sehat, karena ibu saya di sini kan
paling tua di gang saya ini kan bang jadi mereka panggil mama
saya itu uwak” (P4 L261-264)
“Selain itu juga dukungan semangat dari rekan-rekan kerjanya”
(P11 L403-404)
Mendapat semangat dari
orang lain
“Tetapi dukungan itu paling besar dari eee,,, rekan-rekan, teman-
teman kami Pendeta dan juga jemaat-jemaat gitu karena banyak
yang mendoakan dan teman-teman yang dekat dengan kita” (P5
L435-437)
Dukungan doa dari orang
lain
“Anak-anak gitu, tetap semangat ya mak, mamak juga atur lah
kesehatannya” (P2 L365)
Semangat dari anggota
keluarga
Dukungan dari anggota
keluarga
“Cara kami ya berdoa sama-sama, berdoa bersama-sama
keluarga gitu” (P3 L314)
Dukungan doa dari
keluarga
“Iya ada, dari adek ibu, adek bapak, kakak kakak bapak ada juga
bantu lah untuk biaya” (P8 L440-441)
Dukungan materi dari
keluarga
“Harapan untuk kedepannya gitu ya pak vincen, ya maksud saya
itu ya walaupun tetap HD pengennya istri tetap sehat seperti yang
lain lain gitu” (P1 L491-492)
Harapan agar pasien tetap
sehat
Diberikan kesehatan,
semangat, kesembuhan,
dan bantuan dana
Harapan caregiver
dalam merawat
pasien
“Ya doa lah pak, supaya sembuh, itu aja pak harapan kami
berdua, sembuh minta sama yang diatas supaya sembuh, itu aja
lah pak” (P7 L348-349)
Harapan supaya pasien
dapat sembuh
“Harapannya ya dia tetap semangat aja lah dia karena kalo eee,,,
sehat dibilang itu kek nya cuma Tuhan aja yang tahu ya eee,,, kek
nya kalo dalam ilmu medis kalo ini enggak ada lagi kata sehat
untuk eee,,, sehat maksudnya untuk sembuh dari seperti semula
gitu, enggak ada itu, cuma menjaga stabil aja lah supaya kek gini
terus” (P13 L316-319)
Harapannya pasien semakin
semangat dan kondisi stabil
75
Pernyataan Signifikan Rumusan Makna dari
Pernyataan Signifikan Sub Tema Tema
“Iya donatur lah pak, itu lah harapan kami. Sampe-sampe kami
udah kemana-mana sampe kadang-kadang kan di ada kegiatan-
kegiatan apa gitu kami masukin tapi ya mungkin belum rezeki ya
pak. Itu aja lah pak kami berharap mudah-mudahan ada donatur”
(P7 L364-367)
Harapan ada donatur untuk
membantu
“Dan harapan saya yang selanjutnya lagi adalah bahwa kita di
Indonesia ini punya sistem perawatan medis yang lebih lagi
memperhatikan mekanisme perawatan terutama alat” (P5 L471-
473)
Harapan terhadap
pelayanan untuk lebih
memperhatikan mekanisme
perawatan terutama alat
Harapan terhadap sistem
pelayanan kesehatan
“Empati terhadap pasien-pasien dengan penyakit sehingga ya
support sistem itu bukan hanya dari lingkungan tempat tinggal
tetapi waktu dia datang ke rumah sakit itu sudah seperti keluarga
sendiri yang dirasakan suami saya kalau itu dapet, fill nya itu
dapet di rumah sakit, saya pikir penyakit seberat apa pun enggak
akan jadi beban yang mengerikan bagi pasien-pasien” (P5 L474-
478)
Lebih berempati terhadap
pasien
“Kalo untuk pasien yang HD gitu lah HD, yang HD lah ya pak,
kalo yang gagal ginjal tadi kan gagal ginjal jadi akhirnya HD, ya
itu aja maunya jangan ada saya eee,,, sistem boking-bokingan
tempat untuk HD gitu, itu aja pak. Itu tadi yang saya kurang enak,
kenapa ya kok bisa kita mau ke sana enggak boleh karena katanya
sudah ada yang punya, itu aja, lain dari situ tidak ada pak” (P15
L451-455)
Mendapatkan pelayanan
yang adil dari layanan
kesehatan untuk pasien dan
keluarga
“Itu lah kalau mau diambil hikmahnya ya kita juga harus
bersyukur dan berbuat baik walaupun kita ini enggak ada apa-
apanya gitu” (P1 L527-529)
Hikmahnya harus
bersyukur dan berbuat baik
Pandangan hidup yang
positif Makna dalam
merawat anggota
keluarga yang sakit
“Eeeee,,, pelajaran nya yang dapat lebih banyak mendapat
kesabaran nak, kesabaran, kalau dulu karena dia baik kan,
Bisa lebih banyak
mendapat kesabaran selama
76
Pernyataan Signifikan Rumusan Makna dari
Pernyataan Signifikan Sub Tema Tema
kadang-kadang kita kan emosi terus kita misanya kalau kita
enggak bisa, eeee,,, apa yang kita minta enggak bisa dikabulkan
kan kita bisa emosi, jadi sekarang kita harus bersabar, lebih
bersabar, itu dia. Jadi lebih tinggi kesabaran sekarang selama
merawat dia itu selama sakit, harus sabar tinggi-tinggi” (P6
L293-298)
merawat
“Yang penting kita selalu deket dengan dia aja pak, selalu berdoa
itu aja hikmahnya jangan lepas untuk doa dan untuk dia aja pak.
Selama ini kan jauh mungkin ini lah ujian dan cobaan, karena dia
masih sayang dititipkan lah si Kevin sama kami, cuman gitu pak
hikmahnya, udah” (P7 L373-376)
Mendekatkan diri kepada
yang diatas dengan selalu
berdoa
“Jadi kalau sekarang begini, cuman kami bisa cemana dimana
aku, disitu dia, makan udah bisa bersatu, satu mangkok pun kami
udah bisa berdua dan selalu bersama. Itu aja lah hikmahnya bagi
kami berdua” (P2 L393-395)
Hikmahnya bisa selalu
bersama pasangan
Bakti dan kasih sayang
“Yang paling utama bagi saya itu adalah ternyata kita saling
saling memperhatikan, harus saling apa ya, rasa sayang itu
semakin kuat, rasa sayang antar keluarga itu semakin kuat gitu,
rasa takut kehilangan itu jelas banget gitu lo, jadi bagaimana
caranya sepenuh hati kita itu mencurahkan eee,,, sekuat tenaga
kita gitu, itu yang saya rasakan” (P11 L454-458)
Saling mencurahkan rasa
kasih sayang dan perhatian
kepada pasien dan keluarga
“Ya pokoknya bersyukur aja lah bang, ibu saya itu masih di kasih
umur yang panjang gitu masih bisa sehat gitu walaupun dengan
kondisi yang harus menjalani cuci darah tapi enggak apa-apa lah,
yang penting saya sebagai anak senang bisa dampingi dan rawat
ibu saya setiap harinya, hitung-hitung ya berbakti dan balas budi
sebagai anak ya kan bang” (P4 L355-359)
Berbakti dan balas budi
sebagai anak
“Eee,,, kalo hikmah dan pelajaran eee,,, semenjak bapak ini cuci
darah saya sering memberitahukan sama keluarga, temen, dan
Berlaku hidup sehat
Belajar pola hidup sehat
77
Pernyataan Signifikan Rumusan Makna dari
Pernyataan Signifikan Sub Tema Tema
siapa pun itu untuk berlaku hidup sehat karena sehat ini mahal,
sakit ini sangat sangat capek sekali, itu yang sering saya
sarankan bagi adek-adek saya, keluarga, dan semua temen-temen
belajar lah dengan pola hidup sehat, itu yang sering saya
terapkan sama anak-anak juga gitu” (P10 L510-514)
78
Tema 1: ungkapan perasaan emosional caregiver
Tema pertama yang didapatkan dari hasil analisis adalah ungkapan perasaan
emosional caregiver. Tema ini menjelaskan tentang apa yang dirasakan langsung
oleh partisipan dalam merawat anggota keluarga atau pasien dengan PGK yang
menjalani hemodialisis. Tema ini didapatkan dari dua sub tema yang muncul,
yaitu: 1) ungkapan awal caregiver saat tahu anggota keluarga harus hemodialisis,
dan 2) ungkapan dari caregiver selama anggota keluarga menjalani hemodialisis.
Sub tema tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Sub tema 1: ungkapan awal caregiver saat tahu anggota keluarga harus
hemodialisis
Sub tema ini menggambarkan ungkapan yang dinyatakan oleh partisipan
saat pertama kali partisipan tahu dan mendengar bahwa anggota keluarganya
dinyatakan harus menjalani terapi hemodialisis. Ungkapan yang pertama yaitu
awalnya tidak terima dan drop jika anggota keluarga harus hemodialisis. Hasil
penelitian menunjukkan ada partisipan mengungkapkan bahwa mereka saat
pertama kali mendengar anggota keluarga dinyatakan harus menjalani terapi
hemodialisis sangat sulit untuk menerima dan drop karena memang belum tahu
sebelumnya. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Eeeee…. Enggak terima sih, termasuk istri pun enggak terima. Rasanya karena
memang tak ngerti tu, denger gitu aja macam kek disambar petir” (P1)
“Iihhh,,, spontan ngedrop, tidak terima” (P2)
“Eeee,,, awalnya itu memang belum bisa terima dan berfikir ada cara lain enggak
selain harus cuci darah, apakah harus dioperasi gitu” (P3)
Ungkapan berikutnya yaitu rasanya trauma mendengar anggota keluarga
harus hemodialisis. Hasil penelitian menunjukkan ada partisipan mengungkapkan
79
trauma saat pertama kali tahu anggota keluarga harus menjalani terapi
hemodialisis. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Iya,,, terus itu kami tunda lagi seminggu karena denger gitu tadi itu rasanya
trauma kali gitu” (P1)
Ungkapan berikutnya yaitu perasaannya terpukul saat tahu pertama kali
anggota keluarga harus hemodialisis. Hasil penelitian menunjukkan ada partisipan
mengungkapkan merasa terpukul dengan keterangan tersebut karena sebelumya
anggota keluarga tidak pernah mengalami sakit selama ini. Berikut ungkapan dari
partisipan tersebut:
“Oooo,,, kalau perasaan saya eee,,, cemana ya,, saya terpukul lah gitu. Karena
sebelumnya bapak ini enggak pernah sakit selama saya berumahtangga selama 28
tahun. Saya sangat terpukul” (P10)
Ungkapan berikutnya yaitu perasaan awalnya yang pasti sedih ketika
mendengar anggota keluarga dinyatakan harus hemodialisis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ungkapan ini merupakan ungkapan yang paling banyak
disampaikan oleh partisipan. Sedih dirasakan oleh partisipan saat tahu ada anggota
keluarganya harus menjalani terapi hemodialisis karena sewaktu-waktu dapat
berpengaruh terhadap status kesehatan pasien yang bisa menurun. Berikut
ungkapan dari partisipan tersebut:
“Kalau perasaan yang pasti sedih ya bang, kok bisa kena cuci darah, karena kan
kalau cuci darah itu udah di ujung tanduk kali gitu kan bang” (P4)
“Iya perasaannya sih sebetulnya sedih anakku, namanya dari penyakit jantung
karena bapak ini kan dulu sudah di vonis sudah enggak ada harapan hidup lagi
nak” (P6)
“Kalau pertama kali tahu dari dokter ya rasanya sedih lah, sedih, bingung,
cemas” (P8)
“Ya tentu perasaannya sangat sedih, merasa gimana ya, merasa paling, merasa di
dunia ini paling merasa paling sedih gitu lah, terkejut, sedih dengan nasib kok kek
gini gitu” (P9)
80
“Iya perasaannyaa sedih lah ya bang, namanya eee,,, kek mana ya bilang, itu kan
seumur hidup gitu kan jadi ya sedih lah” (P12)
“Perasaan saya seperti ini jadi saya nangis dalam hati saya, sedih kali suami saya
ini, bapak kami ini yang paling pertama saya sedihkan begitu banyak air di dunia
ini suami saya terpaksa harus minum air hanya 600 mili liter, itu yang paling saya
sedihkan, begitu banyak makanan, minuman, dan yang lain-lain lah yang enak-
enak semuanya sudah terbatas, itu yang paling saya sedihkan pak” (P15)
Ungkapan berikutnya yaitu saat pertama kali tahu anggota keluarga harus
hemodialisis rasanya cemas. Hasil penelitian menunjukkan ada partisipan yang
mengungkapkan cemas. Cemas dirasakan oleh partisipan karena kondisi pasien
saat pertama selalu mengalami penurunan. Berikut ungkapan dari partisipan
tersebut:
“Wahhh,,, selalu sekali anakku, selalu sekali ibu cemas karena bolak balik dia
drop, drop, drop, drop selalu, drop bolak balik, jadi ibu cemas lah, takut” (P6)
“Kalau pertama kali tahu dari dokter ya rasanya sedih lah, sedih, bingung,
cemas” (P8)
Ungkapan berikutnya yaitu keluarga semuanya kaget tahu ada anggota
keluarga harus hemodialisis. Hasil penelitian menunjukkan ada partisipan yang
mengungkapkan kaget. Kaget dirasakan oleh partisipan karena tidak percaya ada
anggota keluarganya harus cuci darah. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Kalau yang pas pertama kali denger kek gitu dari dokter bahwa bapak ini
mau enggak mau harusnya cuci darah ya agak kaget juga, syok gitu lah
kayak enggak percaya aja waktu dulu pertama kali dikasih taunya sama
dokter” (P13)
“Pertama sih kaget iya kan. Ya namanya juga belum pernah ada sakit gitu
kan, apa lagi harus cuci darah rutin 2x seminggu” (P14)
Ungkapan berikutnya yaitu saat pertama kali mendengar anggota keluarga
harus cuci darah rasanya syok. Hasil penelitian menunjukkan ada partisipan yang
81
merasakan syok. Syok dirasakan oleh partisipan karena melihat kondisi pasien
yang terkadang mengalami penurunan. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Ya seperti orang tua pasti syok lah pak, ya nangis nya enggak berhenti-berhenti
lah kami pak” (P7)
“Eee,,, mendengar itu semua syok gitu ditambah dengan kondisi suami yang saat
itu bener-bener ngedrop, saya berfikir saat itu seolah-olah tidak ada harapan gitu,
tapi eee,,, saya hanya pasrah dan berserah diri, saya serahkan semua ini kepada
tim medis dan dan alhamdulilah setelah satu bulan itu perlahan-lahan mulai ini
membaik, membaik gitu. Yang jelas saya syok gitu” (P11)
“Kalau yang pas pertama kali denger kek gitu dari dokter bahwa bapak ini mau
enggak mau harusnya cuci darah ya agak kaget juga, syok gitu lah kayak enggak
percaya aja waktu dulu pertama kali dikasih taunya sama dokter” (P13)
Ungkapan berikutnya yaitu keluarga semuanya takut dan marah tahu ada
anggota keluarga harus hemodialisis. Hasil penelitian menunjukkan ada partisipan
yang mengungkapkan takut. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Keluarga semuanya takut dan eee,,, marah lah” (P5)
“Wahhh,,, selalu sekali anakku, selalu sekali ibu cemas karena bolak balik dia
drop, drop, drop, drop selalu, drop bolak balik, jadi ibu cemas lah, takut” (P6)
Sub tema 2: ungkapan dari caregiver selama anggota keluarga menjalani
hemodialisis
Sub tema yang kedua ini menggambarkan ungkapan yang dinyatakan oleh
partisipan selama partisipan merawat anggota keluarga yang menjalani
hemodialisis. Ungkapan yang pertama dalam sub tema ini yaitu untuk sekarang
perasaannya biasa saja dan menjalani saja dalam merawat pasien. Hasil penelitian
menunjukkan ada partisipan yang menyatakan bahwa perasaannya biasa saja dan
menjalani saja seiring dengan berjalannya terapi hemodialisis yang harus dijalani
oleh anggota keluarganya. Hal ini dirasakan partisipan karena lambat laun sudah
82
mulai terbiasa dan senantiasa untuk mendampingi pasien menjalani hemodialisis.
Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Siap aku dengar bisikan-bisikan ini berdoa aku, setelah itu lapang kali dadaku,
enggak mau lagi nginget-nginget yang kayak gitu, udah memang apa yang aku
jalani, itu yang aku jalani, memang udah takdirku” (P2)
“Jadi ya pengalaman nya apa ya bang, ya pokoknya di jalani aja lah ya bang”
(P4)
“Semakin kesini pun ya kita jalani aja lah, begitu lah pak, sampe lah sekarang”
(P7)
“Ya kalau sekarang sudah biasa ya, jalani aja gitu karena memang dari awal
waktu dikasih tahu itu sudah berusaha untuk mempersiapkan, hanya kan karena
bapaknya belum mau. Dan karena sekarang sudah mau ya kalau saya sendiri ya
biasa aja, jalani aja gitu” (P13)
“Ya perasaan saya sekarang ya jalani aja, apalagi karena memang bapak enggak
pernah lagi punggungnya sakit, udah jarang (P15)
Ungkapan berikutnya dalam sub tema ini yaitu sekarang mulai tenang
menerima kenyataan anggota keluarga harus menjalani hemodialisis. Hasil
penelitian menunjukkan ada partisipan yang menyatakan bahwa partisipan sudah
siap menerima kondisi yang harus dijalani oleh pasien dan partisipan juga merasa
tenang karena dengan terapi hemodialisis yang dijalani oleh pasien dapat
membantu pasien mampu untuk bertahan hidup sampai dengan saat ini. Berikut
ungkapan dari partisipan tersebut:
“Kalau sekarang, yang saya rasakan dan keluarga ya bersyukur karena bapak
udah 3 tahun menjalani cuci darah ya lancar-lancar gitu aja sampe bertahan 3
tahun gitu, jadi agak tenang dan nerima gitulah” (P3)
“Iya udah nerima karena udah, udah, udah kata dokter terakhir itu nak, tinggal ini
lah jalan terakhir, harus cuci darah ini, karena dia jantungnya begini, ginjalnya
sudah begini, harus cuci darah dia bilang” (P6)
“Sudah pak, kami sudah siap, semua sudah siap untuk menerima bahwa anak itu
kek itu, ya mudah-mudahan aja ya doa kan aja ya pak, kami berdoa mudah-
mudahan sembuh, kan gitu ya pak” (P7)
“Ya kayaknya udah hal yang biasa dan udah bisa nerima gitu kek nya ya kadang
saya pikir gini masih syukur juga ya rupanya banyak kok solusinya untuk kita
83
sehat gitu dibandingkan dengan penyakit yang lain kan kadang ada juga yang
lebih parah gitu kan” (P9)
“Eeee,,, yang saya rasakan, saya berterimakasih eee,,, kepada ahli-ahli kedokteran
yang bisa eee,,, orang gagal ginjal itu diganti dengan cuci darah ini dan eee,,, bisa
bertahan untuk memperpanjang hidup gitu dan saya juga sudah berusaha untuk
menerima semua ini” (P10)
Ungkapan berikutnya dalam sub tema ini yaitu masih bingung karena tidak
mengerti dengan masalah medis. Hasil penelitian menunjukkan ada partisipan
yang menyatakan bahwa partisipan merasa bingung. Bingung dirasakan oleh
partisipan karena merasa tidak tahu untuk menghadapi pasien dengan kondisi saat
ini yang harus rutin untuk menjalani hemodialisis. Berikut ungkapan dari
partisipan tersebut:
“Kalau sekarang ya sebenernya agak masih bingung karena itu tadi tak ngerti
dengan yang masalah medis itu, kek mana nanganinya kalo ada masalah gitu kan”
(P1)
“Iya, bingung lah ngadepi pasiennya, ya namanya ngadepi orang sakit ya dek,
Kadang-kadang dia merasa jenuh, merasa capek, kan istilahnya perkembangan
dari dia pengobatan dia itu kan cuma begitu-begitu aja, seandainya dia enggak
cuci dia sakit kan seperti itu” (P8).
Tema pertama yang telah diuraikan diatas dapat dibuat dalam tabel berikut:
Tabel 4.3
Tabel Tema 1: Ungkapan Perasaan Emosional Caregiver
Sub Tema Tema
Ungkapan awal caregiver saat tahu anggota
keluarga harus hemodialisis
Ungkapan perasaan emosional caregiver Ungkapan dari caregiver selama anggota
keluarga menjalani hemodialisis
Tema 2: peran caregiver dalam menjalankan fungsi perawatan kesehatan
Tema kedua yang didapatkan dari hasil analisis adalah peran caregiver
dalam menjalankan fungsi perawatan kesehatan. Tema ini menjelaskan tentang
84
pengalaman partisipan tentang tugas atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan dan
mesti diperhatikan dalam melakukan perawatan kepada anggota keluarga atau
pasien dengan PGK yang menjalani hemodialisis. Tema ini didapatkan dari lima
sub tema yang muncul, yaitu: 1) perawatan yang perlu diperhatikan caregiver
untuk anggota keluarga, 2) pemahaman caregiver tentang masalah PGK dan terapi
hemodialisis, 3) pengambilan keputusan, 4) memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan, dan 5) mencari informasi tentang perawatan untuk pasien. Sub tema
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Sub tema 1: perawatan yang perlu diperhatikan caregiver untuk anggota
keluarga
Sub tema ini menggambarkan pengalaman yang dirasakan langsung oleh
partisipan sebagai caregiver dalam memberikan perawatan kepada pasien PGK
yang menjalani hemodialisis khususnya selama merawat di rumah. Banyak hal
penting yang perlu diperhatikan oleh partisipan dalam merawat pasien supaya
pasien tidak mengalami penurunan kesehatan atau muncul komplikasi yang tidak
diinginkan. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam merawat pasien
dengan hemodialisis yang diungkapkan oleh partisipan diantaranya adalah: 1)
konsumsi obat dari rumah sakit agar kondisi tetap stabil, 2) pendampingan
merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh partisipan kepada pasien
hemodialisis, 3) pengaturan atau pembatasan asupan cairan, 4) buah merupakan
salah satu makanan yang tidak boleh dikonsumsi, 5) sayuran yang berdaun hijau
dan mengandung kalium tinggi perlu dibatasi, 6) makanan yang boleh
dikonsumsi, 7) pemeriksaan darah untuk pasien hemodialisis, dan 8) pengaturan
85
aktivitas untuk pasien hemodialisis. Berikut uraian dari masing-masing hal
tersebut:
Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah pentingnya konsumsi obat dari
rumah sakit agar kondisi tetap stabil. Hasil penelitian menunjukkan ada partisipan
mengungkapkan bahwa pasien hemodialisis rutin mendapat obat dari rumah sakit.
Obat yang didapatkan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi yang dialami
oleh pasien dengan tujuan supaya kondisi pasien tetap stabil, misalnya seperti
vitamin, obat penambah darah, dan obat tulang. Berikut ungkapan dari partisipan
tersebut:
“Kalau dari rumah sakit kami selalu dapet obat tambah darah, obat tambah darah
sama obat darah tinggi, obat vitamin B kompleks” (P4)
“Eeeee,,, kalau dari gagal ginjal obat tambah darah, vitamin B kompleks, kadang
Concord, sama obat suntik nya hemafo, eeee,,, sama ada untuk tulang itu lupa aku
namanya nak, untuk tulang itu, dapat itu semua dari sana. Tergantung kebutuhan
penyakit pasien lah nak, kalau ada dia dilihatnya jantungnya dikasihnya obat
jantung, ada asam lambung nya dikasihnya Omeprazole, segala macemnya lah
nak” (P6)
“Ya obatnya itu kayak ya kalau tensi nya tinggi, vitaminnya, itu aja pak” (P7)
“Dikasih, dikasih vitamin tambah darah sama B kompleks, sama obat tulang, ada
3 macam bapak, habis itu ada suntikan itu untuk apa penahan Hb dapat juga”
(P8)
“Obat dari rumah sakit apa apa namanya bisoprol, vitamin, sama obat tulang”
(P9)
Perawatan penting berikutnya yang perlu diperhatikan yaitu pendampingan
merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh partisipan kepada pasien
hemodialisis. Hasil penelitian menunjukkan beberapa partisipan mengungkapkan
bahwa untuk pasien hemodialisis mereka sangat perlu diperhatikan dan mesti
didampingi. Partisipan mengungkapkan hal ini perlu dilakukan karena sewaktu-
waktu kondisi pasien bisa mengalami penurunan sehingga harus ada selalu yang
86
mendampingi baik saat hemodialisis maupun ketika di rumah. Selain itu juga
dengan mendampingi maka partisipan juga dapat mengetahui perkembangan
kondisi kesehatan pasien. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Oooo, udah 3 tahun bapak ini cuci darah saya tidak pernah mengeluh, kalau di
dalam absen itu tadi, tiga tahun itu saya belum ada 1 minggu pun saya absen
mendampinginya” (P2)
“Setiap hari dia drop itu saya katakan saya kasih tau dan pendampingan ya yang
paling penting itu walaupun jauh dari Kabanjahe ke Medan itu saya usahakan
walaupun saya sibuk juga karena saya bekerja, saya usahakan selalu
mendampingi dia, jadi dia bergantung sekali memang dengan saya” (P5)
“Jadi dengan kita selalu perhatikan sama dia, kasih support sama dia, perhatian
penuh sama dia, selalu kita dampingi, dia ada semangat hidup nak, ada semangat
hidupnya” (P6)
“Iya, memang sebenernya kalau pasien HD enggak ada yang dampingi juga ribet
lah gitu kan, kayak bapak ini kan berarti aku harus dampingi bapak karena takut
nanti ada apa-apa gitu kan dengan bapak” (P8)
“Iya, udah pasti lah. Makanya terkadang kek nya pun aku kadang selalu berfikir
kalau yang ke rumah sakit yang ngantar kayak nya saya yang jarang absen,
artinya selalu ku dampingi, saya pigi nya sama pulang nya sama” (P9)
Perawatan penting berikutnya yang perlu diperhatikan yaitu pengaturan atau
pembatasan asupan cairan. Hasil penelitian menunjukkan hampir semua partisipan
mengungkapkan bahwa hal yang paling penting perlu diperhatikan adalah
pembatasan cairan atau air minum. Air minum untuk pasien hemodialisis perlu
dibatasi, diatur, atau dikontrol agar tidak muncul kondisi yang tidak diinginkan
seperti bengkak dan sesak napas. Partisipan juga menyatakan ada aturannya untuk
pembatasan cairan atau air minum untuk pasien hemodialisis. Berikut ungkapan
dari partisipan tersebut:
“Karena yang dia minum sama dengan yang dia keluarkan harus sebanding dia”
(P3)
“Iya, kalau minum harus sama dengan yang dikeluarkan gitu kan bang. Yang
dikeluarkan berapa, yang harus masuk juga berapa ditambah sikit” (P4)
87
“Kalau minumannya itu dulu awal-awal nya itu aku aku takar urine nya nak,
misalkan urine nya eee,, keluar 500 ku tambah eee,,, minumnya 500 atau 600
berarti 1500 yang bisa kukasih minum setiap hari gitu caranya kalau menurut
minuman” (P6)
“Iya, kalo minumnya dibatasi eee,,, diukur kencingnya yang keluar ditambah eee,,,
600 mili liter air setara dengan aqua sedang itu lah, itu lah minumnya untuk satu
hari satu malam” (P10).
“Ohh,,, kalau minum jelas dibatasi ya, dalam 24 jam itu hanya boleh minum 600
mili, berarti kalau 600 mili itu satu gelas botol aqua yang sedang itu ya dalam 24
jam, itu juga sudah ditambah termasuk sayur-sayuran, kuah dalam sayur-sayuran,
sayur sop atau sayur bening, gulai atau pun apa gitu jadi cukup 600 mili itu mas”
(P11)
Perawatan yang perlu diperhatikan selanjutnya yaitu buah merupakan
makanan yang tidak boleh dikonsumsi. Hasil penelitian menunjukkan hampir
semua partisipan mengungkapkan bahwa selain dari air minum ternyata dari
faktor makanan yang dikonsumsi juga perlu diperhatikan. Ada beberapa jenis
makanan yang memang tidak boleh dikonsumsi oleh pasien hemodialisis, akan
lebih baik jika dihindari seperti buah, karena buah mengandung banyak air.
Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Iya, makan buah tidak bisa” (P2)
“Eee,,, kalau pantangannya itu, itu yang paling, memang paling tidak di bisa
dimakan itu buah, buah harus dijaga, karena kan buah itu banyak mengandung
air” (P3)
“Kalau pisang, alpukat, duku, semangka itu sama sekali tidak ibu kasih nak” (P6)
“Enggak, enggak ada kendala pak cuman jangan banyak ada garam itu aja pak.
Jangan ada banyak garam, kalau makan apa pun kami kasih, asal jangan buah
sama garam. Minumnya tetep kami kontrol pak” (P7)
“Kalau buah-buahan itu yang sama sekali enggak boleh dimakan itu pisang,
durian gitu memang enggak berani sama durian, durian itu memang enggak boleh,
enggak boleh, enggak berani sentuh” (P8)
Perawatan selanjutnya yang perlu diperhatikan yaitu sayuran yang berdaun
hijau dan mengandung kalium tinggi perlu dibatasi. Hasil penelitian menunjukkan
88
bahwa selain makanan dari jenis buah, beberapa partisipan juga mengungkapkan
bahwa sayuran yang berdaun hijau dan yang mengandung kalium tingi perlu
dibatasi dan memang tidak boleh dikonsumsi oleh pasien hemodialisis, akan lebih
baik jika dihindari seperti bayam serta mengurangi garam. Berikut ungkapan dari
partisipan tersebut:
“Eee,,, kalo menurut eee,,, ahli gizi disini eee,,, banyak sih makanan yang enggak
boleh dikonsumsi seperti bayam, boleh sih katanya tapi direbus empat kali itu kan
sama aja enggak boleh itu kan, enggak ada lagi gizinya, hehehe,,, (ketawa), dan
buah-buahan enggak boleh dimakan sama orang ini” (P10)
“Kalo sayur masih makan sih tapi yang jelas harus dibatasi, terutama sayuran
yang mengandung kaliumnya itu tinggi gitu” (P11)
“Kalau khusus sih enggak ada cuman yang dilarang kali bayam. Bayam itu
dilarang kali dimakan, pantang. Kalau untuk bayam itu memang enggak boleh,
sama sekali enggak boleh dimakan” (P12)
“Enggak, enggak ada kendala pak cuman jangan banyak ada garam itu aja pak.
Jangan ada banyak garam, kalau makan apa pun kami kasih, asal jangan buah
sama garam. Minumnya tetep kami kontrol pak” (P7)
Perawatan selanjutnya yang perlu diperhatikan yaitu makanan yang boleh
dikonsumsi. Hasil penelitian menunjukkan hampir semua partisipan
mengungkapkan bahwa untuk makanan yang baik dikonsumsi oleh pasien
hemodialisis adalah makanan yang banyak mengandung protein seperti putih telur
dan ikan. Banyak partisipan mengungkapkan hampir setiap hari pasien harus
mengkonsumsi jenis makanan tersebut karena saat proses hemodialisis protein
dalam tubuh pasien ikut tertarik sehingga perlu asupan tinggi protein. Selain itu,
jika jenis makanan dari sayur, partisipan mengungkapkan bahwa saat mengolah
sayur tersebut perlu diperhatikan dengan benar. Berikut ungkapan dari partisipan
tersebut:
“Disana ini yang gini-gini terbuang katanya, jadi itu yang belum bisa diamankan,
untuk makan telur memang belum bisa karena memang hari-hari sebelumnya itu
89
yang disana itu kan dulu terbalik yang dimakan kan kuningnya, kalau sekarang
kan kalau bisa dianjurkan yang putihnya” (P1)
“Dia kan mesti makan telur, putihnya, makan ikan-ikan gabus, ikan-ikan lele kek
gitu orang ini, kalau enggak makan ikan gabus sama lele sama telur sama ikan-
ikan an lah cem ikan laut, kan Hb nya turun” (P2)
“Yang diperbolehkan sekarang itu makan ikan sich bang kalau di rumah. Ikan,
putih telur itu pasti ada, setiap hari dibuat” (P4)
“Saya kasih juga dia sayur-sayuran yang tidak mengandung zat besi tinggi karena
kadang itu buat dia sesak kan, kalau dia ada yang sayuran hijau, yang ada
beberapa yang ada kandungan enggak bagus buat badannya itu saya iris kecil-
kecil, saya rendam, cuci beberapa kali sehingga zat yang tidak dibutuhkan itu larut
dalam air baru saya masak” (P5)
“Kalau makanannya, makanannya itu apa yang mengandung kalium banyak itu
kukurangi semua nak seperti ikan misalnya ikan asin kukurangi enggak boleh
kukasih atau kurendam dulu supaya enggak asin. Sayur-sayuran pun harus ku
rebus atau ku rendam dulu baru ku masak ku kasih” (P6).
Perawatan selanjutnya yang perlu diperhatikan yaitu pemeriksaan darah
untuk pasien hemodialisis. Hasil penelitian menunjukkan beberapa partisipan
mengungkapkan selain konsumsi obat dari rumah sakit, untuk pasien dengan
hemodialisis juga rutin dilakukan pemeriksaan darah berupa pemeriksaan
laboratorium atau cek darah lengkap yang dilakukan oleh rumah sakit setiap
bulannya. Partisipan mengungkapkan bahwa dari hasil pemeriksaan mereka dapat
mengetahui kadar Hb, kreatinin, dan ureum. Hasil pemeriksaan tersebut yang buat
partisipan menjadi sangat penting untuk mengetahui kondisi pasien. Berikut
ungkapan dari partisipan tersebut:
“Iya, kan tiap bulan orang ini cek semua lah, kreatinin nya, ureum nya, itu kan
setiap bulan diperiksa” (P2)
“Setiap sebulan sekali pemeriksaan lab untuk Hb ya bang. Jadi kan setiap Hb di
bawah 6 kan wajib transfusi, jadi ya dikasih obat penambah darah” (P4)
“Saya inisiatif cek lab secara mandiri dan ternyata hasil cek lab yang secara
mandiri itu juga menunjukkan bahwa kadar kreatinin ureum nya sudah sangat
tinggi dan sudah di level eee,,, parah begitu lah” (P5)
90
“Iya, iya, setiap tanggal muda, tanggal 1 tanggal 2 kami masuk kesana anakku,
pokoknya setiap cuci darah tanggal muda tetep apa itu tetap cek darah tiap bulan,
Hb, kreatinin, ureum, lengkap nak” (P6)
“Iya ada kayak cek Hb, kreatinin, sama ureum tiap bulannya untuk pasien HD ini”
(P8).
Perawatan yang penting untuk diperhatikan selanjutnya yaitu pengaturan
aktivitas untuk pasien hemodialisis. Hasil penelitian menunjukkan beberapa
partisipan mengungkapkan bahwa kalau untuk pasien dengan hemodialisis, pasien
tidak diperbolehkan untuk melakukan aktivitas yang berat karena dapat membuat
pasien cepat lelah, sesak, dan dapat merusak akses vaskuler atau cimino pasien
jika tangan pasien dipakai untuk aktivitas yang berat-berat. Berikut ungkapan dari
partisipan tersebut:
“Iya, enggak lagi, dia enggak ada kerjaan lagi, itu aja lah kalau pergi ke sana
ayok, apalagi aktivitas orang ini kalau udah kayak orang ini udah enggak bisa dia,
ngangkat berat pun udah enggak bisa, karena kan bisa sesak menggap gitu,
makanya enggak kami kasih” (P2)
“Iya, cuman bapak takutnya gitu kalau pasang cimino dia enggak bisa kerja yang
terlalu terlalu terlalu berat katanya, ngangkat-ngangkat juga udah terbatas kan
kalau pasang cimino” (P8)
“Eee,,, kebetulan kan kalau dulu ada kerjaannya jadi karena udah seperti itu kan
kita kerja sama orang kan enggak bisa jadi artinya sekarang memang ku akui lah
ambisinya dia sebagai kepala rumah tangga kan gimana pun aku harus kerja gitu
kan terus apa lah kami pikir kerjaannya, itu lah kami pikirkan kalau misalnya
kerja berat udah enggak mungkin gitu kan kalau diakhirnya kami cari solusi lah
eee,,, kita bikin usaha warnet” (P9)
“Aktivitas kalau awal-awal memang enggak bisa ya, butuh penyesuaian dulu gitu
bahkan masuk ke kantor itu setelah dia satu tahun cuci darah baru aktif lagi ke
kantor, itu pun kegiatan juga tidak seperti biasa, tidak seperti dulu pada saat
masih sehat gitu jadi apa ya eee,,, pekerjaan-pekerjaan, tidak dibebani oleh
pekerjaan-pekerjaan yang berat intinya seperti itu, yang penting masuk mungkin
ya isi absen dan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang ringan aja gitu tidak
dibebani lagi dengan yang berat-berat gitu deh mas” (P11)
“Sebenernya dari dulu harusnya dia enggak boleh lagi eee,,, kerja berat” (P13).
91
Sub tema 2: pemahaman caregiver tentang masalah penyakit dan terapi
Sub tema kedua ini menggambarkan pengetahuan yang dimiliki oleh
partisipan tentang PGK dan juga hemodialisis. Sebagai caregiver tentunya untuk
dapat memberikan perawatan yang baik juga perlu tahu tentang apa itu PGK dan
juga hemodialisis. Dalam sub tema ini muncul ungkapan partisipan yang
menggambarkan pemahaman mereka tentang masalah penyakit dan terapi mulai
diantaranya dari gambaran awam tentang PGK dan hemodialisis, pengertian dari
PGK, pengertian dari terapi hemodialisis, beberapa faktor penyebab atau faktor
risiko terjadinya PGK, dan perubahan pada pasien dampak dari PGK.
Hasil penelitian menunjukkan beberapa partisipan mempunyai gambaran
awal mereka sebelumnya bahwa kalau ada pasien yang cuci darah maka hidupnya
tinggal sebentar lagi dan cepat meninggal. Info yang seperti ini didapatkan oleh
partisipan berdasarkan cerita-cerita atau info dari orang lain, sehingga membuat
partisipan menjadi takut. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Denger kalau cuci darah itu rasanya untuk hidup itu udah sangat tipis sekali,
mengingat cerita-cerita zaman dulu” (P1)
“Kalau namanya cuci darah, kita enggak tau kapan, sampe kapan bertahan, iya
kan” (P3)
“Kalau cuci darah itu pasti enggak bakal selamat gitu istilahnya kan bang. Kalau
udah denger cuci darah, haduhhh gitu, enggak lama lah itu umurnya kayak gitu”
(P4)
“Kebanyakan ini orang-orang cuci darah kan dia eee,,, meninggal gitu, cepat
meninggal” (P5)
“Iya, kan terkejut sekali lah kan dengan divonis seperti itu kan anggapan kalau
dulu kan kalau cuci darah dibilang itu penyakit yang sangat menakutkan karena
kan diberi informasi paling nanti berapa kali cuci darah itu nanti paling cepet pigi
kata orang” (P9)
Selain gambaran awam seperti diatas ternyata dari hasil penelitian juga
menunjukkan ada beberapa partisipan yang mempunyai pemahaman bahwa PGK
92
terjadi karena ginjal sudah berkurang fungsinya dan bahkan tidak berfungsi serta
ada pernyataan lain juga bahwa ginjal penuh dengan racun. Berikut ungkapan dari
partisipan tersebut:
“Iya, karena eeeee,,, ginjal ini udah penuh racun, udah keracunan” (P2)
“Jadi saya pahami bahwa gagal ginjal yang dialami suami saya terjadi karena
ginjalnya tidak berfungsi, tidak bisa menyaring eee,,, darah dan kotoran-kotoran
yang ada di dalam darahnya itu sehingga dia membutuhkan terapi cuci darah
dimana cuci darahnya itu digantikan oleh benda di luar tubuh sehingga darahnya
itu boleh tetep dibersihkan, air-air, racun-racun, garam-garam yang tidak
dibutuhkan oleh tubuhnya yang mengganggu sistem eee,,, darahnya” (P5)
“Eee,,, kalo soal itu saya mengerti ya gagal ginjal ini eee,,, pengobatannya dengan
terapi cuci darah, itu yang saya tahu karena fungsi ginjal bapak ini eee,,, ginjalnya
tidak berfungsi gitu dan eee,,, sebagai ganti ginjal itu itu lah dibuat alat cuci darah
itu namanya itu dialyzer itu namanya itu, itu lah pengganti ginjalnya untuk
membuang racun yang didalam tubuh nya, itu saya yang saya tahu dalam
darahnya” (P10)
“Yang saya ketahui dan setahu saya ya kalau yang namanya gagal ginjal ya
ginjalnya sudah enggak berfungsi lah ya kan” (P12)
“Ooo,,, yang setahu saya kalo yang gagal ginjal itu menurut pengalaman kami
pada saat kami periksakan ke dokter ya gagal ginjal itu ya ginjalnya sudah sudah
banyak berkurang fungsinya sehingga dinyatakan gagal ginjal” (P15)
Selain pemahaman tentang pengertian dari PGK sendiri, hasil penelitian
juga menunjukkan ada beberapa partisipan mempunyai pemahaman bahwa terapi
hemodialisis merupakan pengganti ginjal dengan menggunakan alat yang
namanya dialyzer untuk membuang racun sehingga dapat membantu untuk
mempertahankan kesehatan dan hidup pasien. Berikut ungkapan dari partisipan
tersebut:
“Eee,,, kalo soal itu saya mengerti ya gagal ginjal ini eee,,, pengobatannya dengan
terapi cuci darah, itu yang saya tahu karena fungsi ginjal bapak ini eee,,, ginjalnya
tidak berfungsi gitu dan eee,,, sebagai ganti ginjal itu itu lah dibuat alat cuci darah
itu namanya itu dialyzer itu namanya itu, itu lah pengganti ginjalnya untuk
membuang racun yang didalam tubuh nya, itu saya yang saya tahu dalam
darahnya” (P10)
“Iya, dan cuma untuk mempertahankannya aja kalau untuk menyembuhkan itu kan
udah enggak mungkin, memang sudah enggak bisa sembuh seperti itu, karena itu
93
istilahnya untuk seumur hidup gitu kalau sudah kena itu jadi diadakan cuci darah
itu untuk mempertahankan biar supaya dia itu sehat itu aja” (P12)
“Ya kalau setahu saya dan juga kakak saya, ya kalau gagal ginjal itu berarti
ginjalnya sudah enggak berfungsi, kayak kakak saya ini kan tinggal 5% kemaren
katanya fungsinya jadi ya harus hemodialisa mau enggak mau supaya untuk
mempertahankan kondisi kesehatannya aja” (P14)
Pemahaman lainnya yang muncul yaitu tentang faktor penyebab atau faktor
risiko terjadinya PGK. Hasil penelitian menunjukkan beberapa partisipan
mengungkapkan bahwa penyebab awal dari pasien harus menjalani hemodialisis
akibat PGK diantaranya adalah diabetes, batu ginjal, hipertensi. Partisipan
mengetahui penyebab dari pemeriksaan awal saat pasien dinyatakan harus
menjalani hemodialisis. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Dia apa,,, eeee,,, gula dari Diabetes” (P2)
“Iya, awalnya dari diabetes terus kena ke ginjal” (P4)
“Kalau gejalanya itu karena batu ginjal” (P3)
“Enggak, kalau bapak memang awalnya karena batu ginjal” (P8)
“Kata dokter ini bapak ini sudah terlalu lama hipertensi, memang dia penyakitnya
dari lajang, lajang dulu pun katanya eee,,, pernah umur 25 tahun itu pernah
diperiksa hipertensi cuman karena itu tadi karena eee,,, naik tensinya minum obat,
minum jus baik udah gitu, jadi kek menurut dokter itu karena bapak ini dari
hipertensi dia gagal ginjalnya yang sudah lama, enggak pernah terkontrol artinya
kan kalau udah gagal ginjal eee,,, hipertensi itu kan harusnya minum obat rutin
kan, ini bapak enggak” (P9)
“Gejala awal sih dari hipertensi” (P12)
Pemahaman berikutnya yaitu tentang perubahan pada pasien dampak dari
PGK. Hasil penelitian menunjukkan beberapa partisipan mengungkapkan bahwa
pasien PGK yang menjalani hemodialisis sering mengalami kondisi gatal pada
kulit, bengkak, dan bahkan sesak napas. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
94
“Paling cuma kayak badannya itu gatel aja gitu mungkin juga efek dari
pembawaan cuci darah gitu badannya gatel terus badan ini kayak menghitam gitu
bang, kulit itu menghitam” (P4)
“Satu dulu, eee,,, mudah capek , mudah capek ya, terus itu badannya itu gatal-
gatal, badannya gatal-gatal dan sesekali sesak apalagi kalau mau cuci darah”
(P5)
“Dia mudah merasa lelah, tensinya tidak stabil, dan apa itu ya istilahnya yang
kayak dia menumpuk gitu cairannya dibadannya, tiba-tiba dia menjadi gemuk tapi
gemuknya gemuk air” (P5)
“Iya juga sich, artinya kan selama dia udah 8 tahun ini kalo enggak salah ada 3
atau 4 kali juga kita opname karena bengkak itu kan bawaannya sesak ya ujung-
ujungnya harus di cuci, setelah di cuci ya udah enakan gitu” (P9)
Sub tema 3: pengambilan keputusan
Sub tema ketiga ini menggambarkan tentang pengambilan keputusan yang
harus diambil oleh caregiver ataupun pasien dan keluarga. Keputusan ini diambil
saat pertama kali pasien dan keluarga tahu bahwa pasien harus menjalani
hemodialisis dari dokter. Keputusan yang diambil tentunya juga melihat kondisi
dari pasien, ada keputusan yang diambil dengan segera mengiyakan untuk
dilakukan hemodialisis, ada keputusan untuk menunda dulu karena takut, ada
yang mencoba untuk mencari pengobatan alternatif, dan ada yang menggunakan
obat-obatan tradisional.
Hasil penelitian menunjukkan beberapa partisipan mengungkapkan bahwa
saat dokter menyatakan bahwa pasien harus menjalani hemodialisis maka
caregiver atau keluarga dan pasien memutuskan untuk segera mengikuti saran
dari dokter demi untuk mempertahankan kesehatan pasien. Berikut ungkapan dari
partisipan tersebut:
“Makanya setelah tanya kakak terus tanya sana sini yang tentang medis, itulah
kami putuskan memang harus cuci darah” (P1)
95
“Eee,,, udah seminggu pulang kami ke rumah dari BT malamnya langsung bawa
ke E, di sana sudah koma, sudah kritis, jadi harus lah udah di cuci, besoknya
langsung di cuci” (P2)
“Sehingga saya fikir kalau memang ini terapinya eee,,, yang bisa buat dia sehat,
kalau keadaan dia nanti seperti itu, ya cuci darah pun enggak apa-apa lah
ketimbang gitu, ketimbang nanti dia meninggal, karena dokter bilang kemaren itu
kalau enggak segera ditangani kadar kreatinin dan ureum dalam tubuhnya itu
sudah sangat tinggi” (P5)
“Iya, karena karena bapak sama sekali enggak bisa makan sebelum si bapak cuci
ya udah akhirnya saya putuskan untuk ngikuti saran dari dokter” (P8)
“Saya, saya cuma berdua sama bapak kesana jadi saya yang mengambil
keputusan, saya yang mengiyakan untuk iya cuci darah tapi cuci darahnya di
Indonesia saja” (P10).
Selain keputusan untuk mengiyakan dan mengikuti saran dokter untuk
segera hemodialisis, hasil penelitian juga menunjukkan masih ada beberapa
partisipan yang mengungkapkan bahwa saat dokter menyatakan bahwa pasien
harus menjalani hemodialisis maka caregiver atau keluarga dan pasien
memutuskan untuk belum mengikuti saran dari dokter karena dikatakan oleh
partisipan bahwa pasien tidak mau. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Iya, ibu saya pun juga enggak mau, enggak mau gitu. Kita kan terakhir ya udah
enggak usah lah cuci darah, masak enggak ada yang lain obatnya. Jadi ya udah
keluar dari rumah sakit sini, enggak ada enggak cuci darah, cuma di rumah aja, di
infus di rumah, apa-apa di rumah” (P4)
“Bapaknya enggak mau, suaminya dan akupun karena dia merasa enggak perlu ya
udah gitu, akhirnya kami ambil keputusan untuk enggak cuci darah karena itu
tadi” (P13)
“Si bapak kelihatannya akhir-akhir ini eee,,, punggungnya sakit kemudian sesak
eee,,, terus kami berobat lagi ke dokter umum ya memang dokter umumnya agak
serasi juga sama bapak eee,,, jadi dinyatakan kalo bapak ini harus cuci darah
katanya, makanya kami memang masih belum mau juga karena kita takut cuci
darah, yang namanya cuci darah kita takut” (P15)
Keputusan untuk menunda dulu hemodialisis membuat caregiver dan pasien
melakukan upaya lain terlebih dahulu. Hasil penelitian menunjukkan masih ada
96
beberapa partisipan yang mengungkapkan bahwa mereka mencari upaya
pengobatan alternatif terlebih dahulu. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Menunda dengan cara maksudnya, dengan cara ini siapa tahu masih bisa dengan
alternatif lain gitu, maksudnya biar karena dari keluarga juga ngomong jangan,
kalau masih bisa dihindari” (P1)
“Iya, waktu itu enggak langsung cuci darah tapi kami cari dulu untuk pengobatan
alternatif atau tradisional gitu siapa tahu bisa sembuh dan enggak perlu cuci
darah” (P13)
Selain upaya pengobatan alternatif, hasil penelitian juga menunjukkan
masih ada partisipan yang mengungkapkan bahwa mereka mencari pengobatan
tradisional dengan mengkonsumsi obat-obatan tradisional terlebih dahulu karena
mereka masih percaya dengan pengobatan tersebut. Berikut ungkapan dari
partisipan tersebut:
“Kita masih percaya dengan obat-obatan tradisional itu kan, diminum-minum obat
tradisional, air seni itu kadang keluar kan terus merasa enggak ada kok sakit
pinggang terus juga kalau ginjal itu kan sakit pinggang, ini enggak kok gitu, jadi
enggak pernah dibawa ke dokter” (P9)
Sub tema 4: memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
Sub tema keempat ini menggambarkan tentang langkah yang diambil oleh
partisipan sebagai caregiver ketika anggota keluarga mengalami penurunan
kesehatan. Langkah yang diambil oleh caregiver adalah dengan membawa
langsung pasien ke rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas
pelayanan kesehatan. Dengan membawa segera pasien menuju ke rumah sakit
maka penanganan pasien segera bisa dilakukan. Beberapa partisipan
mengungkapkan bahwa mereka langsung membawa pasien ke rumah sakit saat
terjadi penurunan kesehatan, selain itu ada juga yang membawa ke klinik terlebih
dahulu. Berikut ungkapan dari beberapa partisipan:
97
“Eee,, sesak terus saking bingungnya, saya tak ngerti jam 2 pagi enggak tau lagi
ini lalu larikan ke rumah sakit RP, karena di sana sekarang ini kan agak lebih
cepat penanganannya” (P1)
“Terus setelah itu makin parah, makin parah ya udah periksa ke rumah sakit AM
rupanya memang harus cuci darah kan” (P4)
“Sebenarnya awal-awal gejala dulu pertama opname nya di Kabanjahe, kami
tinggal di Kabanjahe tapi karena eee,,, pemeriksaannya juga enggak enggak
lengkap mereka oper ke rumah sakit di Medan ke dokter” (P5)
“Berobat operasi ke rumah sakit Penang 2 tahun kemudian setalah operasi di
rumah sakit Penang saya terus terus bawa dia berobat ke rumah sakit AM nak”
(P6)
“Saya berobat rutin ada selama satu tahun semenjak dia ada bermasalah
ginjalnya ini adalah dia berobat ke dokter selama satu tahun termasuk saya pun ke
luar negeri bawa bapak ini ke rumah sakit di Penang Malaysia”.
“Iya, ya katanya enggak apa-apa lah ini, udah biasa karena udah tua. Nah, minum
obat jantung itu kempes kakinya, kami pikir jantung juga kan jadi sebulan sekali
rutin lah ke klinik jantung itu” (P4)
Sub tema 5: mencari informasi tentang perawatan untuk pasien
Sub tema kelima ini menggambarkan tentang kebutuhan mencari informasi
perawatan untuk pasien yang menjalani hemodialisis. Informasi tentang perawatan
untuk pasien dengan hemodialisis merupakan hal yang sangat penting bagi
partisipan sebagai caregiver, karena dengan informasi yang didapat dapat
menambah pengetahuan caregiver tentang bagaimana merawat pasien
hemodialisis terutama ketika di rumah. Caregiver mencari informasi dari
beberapa sumber.
Hasil penelitian menunjukkan beberapa partisipan mengungkapkan bahwa
partisipan mencari sumber informasi tentang bagaimana merawat pasien dengan
hemodialisis dari orang lain, pasien lain, atau keluarga dari pasien yang lain
terutama yang sudah lama mendampingi pasien menjalani hemodialisis. Berikut
ungkapan dari partisipan tersebut:
98
“Iya, tapi setelah saya tanya pasien-pasien yang lain yang sudah 4 tahun atau 10
tahun, terus tanya ke ahli gizi, boleh pak cuman batas tertentu, misalnya kalau dari
dokter kayak timun dilarang total, itu ahli gizi kadang disuruh tapi tidak lebih dari
3 potong ya pak” (P1)
“Saya juga tanya dengan keluarga-keluarga pasien yang lain di rumah sakit apa
yang harus dimakan, obat apa yang bisa untuk ngebantu kan karena kan cuci
darah ini juga lama-kelamaan juga ibu saya istilahnya itu susah jalan, lutut
semakin lemes gitu” (P4)
“Iya, paling apa ya, istilahnya kan kakak ini ataupun saya juga sering belajar
juga, baca-baca juga, jadi suka baca dia, nanya di teman-temannya, kalau saya ya
cari-cari info gitu tentang gimana ngurusi untuk pasien yang menjalani HD ini,
kalau di rasa-rasa sesak berarti ooo,,, airnya udah banyak jadi minumnya
dikurangin gitu” (P14)
Selain dengan bertanya ke orang lain baik pasien maupun anggota keluarga
pasien yang lain, hasil penelitian menunjukkan beberapa partisipan
mengungkapkan bahwa partisipan juga mencari sumber informasi tentang
bagaimana merawat pasien dengan hemodialisis langsung dari tenaga kesehatan
seperti ahli gizi, dokter, atau perawat. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Iya, tapi setelah saya tanya pasien-pasien yang lain yang sudah 4 tahun atau 10
tahun, terus tanya ke ahli gizi, boleh pak katanya, asal batas tertentu, misalnya
kalau dari dokter kayak timun dilarang total, itu ahli gizi kadang disuruh tapi tidak
lebih dari 3 potong ya pak” (P1)
“Karena saya selalu berusaha untuk tanya langsung ke dokternya apabila suami
saya ini sedikit saja ngerasa ngeluh gitu, saya coba tanya ke dokternya kenapa kok
bisa seperti itu dan bagaimana cara mengatasinya agar tidak terjadi komplikasi
atau hal yang tidak diinginkan” (P5)
“Iya, pasti mencari informasi secara mandiri juga, mencari informasi kepada yang
lebih lama juga, mencari informasi kepada perawat atau siapa gitu. Mereka selalu
bersedia untuk apa memberikan ini, menjelaskan gitu terutama tentang perawatan
untuk pasien” (P11).
99
Tema kedua yang telah diuraikan tadi dapat dibuat dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.4
Tabel Tema 2: Peran Caregiver Dalam Menjalankan Fungsi Perawatan Kesehatan
Sub Tema Tema
Perawatan yang perlu diperhatikan caregiver
terhadap anggota keluarga
Peran caregiver dalam menjalankan
fungsi perawatan kesehatan
Pemahaman caregiver tentang masalah PGK
dan terapi hemodialisis
Pengambilan keputusan
Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
Mencari informasi perawatan tentang
perawatan untuk pasien
Tema 3: dampak yang dirasakan oleh caregiver dalam merawat pasien
Tema ketiga yang didapatkan dari hasil analisis adalah dampak yang
dirasakan oleh caregiver dalam merawat pasien. Tema ini menjelaskan tentang
pengalaman dan kondisi atau hal-hal yang dirasakan oleh partisipan sebagai
caregiver selama merawat anggota keluarga atau pasien dengan PGK yang
menjalani hemodialisis terutama saat di rumah. Pengalaman atau kondisi yang
dirasakan dan dialami oleh caregiver dalam hal ini tentunya merupakan dampak
dari proses perawatan yang dilakukan oleh caregiver kepada pasien. Dampak
yang dirasakan terbagi dalam sub tema diantaranya yaitu 1) tekanan atau beban
psikologis, 2) tekanan atau beban ekonomi, 3) tekanan atau beban fisik, dan 4)
tekanan atau beban sosial.
Sub tema 1: tekanan atau beban psikologis
Sub tema ini menggambarkan pengalaman atau suasana langsung yang
dirasakan oleh partisipan sebagai caregiver dalam memberikan perawatan kepada
pasien PGK yang menjalani hemodialisis khususnya selama merawat di rumah.
Partisipan mengungkapkan bahwa ketika merawat pasien dengan hemodialisis
100
tentu juga membawa tekanan tersendiri untuk partisipan sehingga mempengaruhi
psikologis partisipan.
Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa partisipan mengungkapkan
bahwa mereka juga mengalami tekanan yang berat sehingga membuat mereka
juga menjadi down karena kondisi pasien yang mengalami penurunan kesehatan.
Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Kalau saya kemaren kan sempet juga ini sempet drop dan dalam artian kan
apalagi saya dari kerjaan sampai risain karna mengharapkan anak-anak kan full
belum bisa seminggu 2x, saya risain, saya sampe juga down” (P1)
Selain mengalami down, partisipan juga mengalami drop hingga
menyebabkan berat badan partisipan sampai turun karena memikirkan kondisi dari
pasien. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Oooo,,, ya drop lah, udah jelas, awal tahun-tahun pertama itu ya berat badan
saya pun ya eee,,, drastis juga sih turun sampe sampe eee,,, artinya untuk merawat
diri pun udah enggak semangat lagi lah gitu. Artinya sisiran lagi udah enggak”
(P9)
Beban psikologis selanjutnya bahkan partisipan sempat mempunyai pikiran
bahwa dia bisa meninggal duluan karena terus-terusan memikirkan kondisi dari
pasien. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Kok enggak ilang-ilang terpikir pula saya nanti yang malah duluan mati, sempat
seperti itu juga pak” (P1).
Beban psikologis selanjutnya yang dirasakan berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan ada beberapa partisipan mengungkapkan bahwa mereka juga pernah
mengeluh dan bahkan sampai menangis dan merasakan pengalaman duka dengan
melihat kondisi pasien yang harus rutin menjalani hemodialisis. Berikut ungkapan
dari partisipan tersebut:
101
“Iya, kadang-kadang ada juga, jangan kita bohong kalau kita orang kan enggak
bisa bohong kan, ada juga, kadang-kadang aku ngeluh juga nya, kadang-kadang
nangis nya aku” (P2)
“Jadi sedih aja lah pak semua, pengalaman itu udah udah nangis batin aja lah
pak, kan kita enggak boleh di depan dia, nangis batin aja lah pak, di depan dia kita
tetap senyum” (P7
“Pengalaman duka nya aja lah kek nya iya kan, iya gimana lagi, senang nya kek
mana senangnya, pasti kan duka nya lah ya kan” (P9)
Beban psikologis selanjutnya yang muncul dengan melihat kondisi pasien
yang harus menjalani hemodialisis juga membawa dampak berupa tekanan psikis
bagi caregiver yang bisa membuat caregiver merasa letih dan lelah secara psikis
dalam merawat. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Ya sama lah seperti pasien nya ya letih, ya gimana gitu kan ya, ya namanya juga
kek mana ya namanya juga suami kan biasanya dulu yang cari nafkah ini kan
otomatis udah ibu yang cari, kalau pas ibu sehat ya alhamdulilah tapi kalau pas
tiba-tiba sakit seperti ini ya gimana juga mau cari nafkah kan, itu lah disitu lah
keluhan kami ini isteri-isteri yang kena HD ini lah” (P8)
Beban psikologis selanjutnya yang dirasakan berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan ada beberapa partisipan mengungkapkan bahwa mereka sampai
merasa stres dengan harus selalu mendampingi dan merawat pasien yang
menjalani hemodialisis. Stres dialami oleh partisipan karena selalu terfikir oleh
mereka tentang keadaan dari pasien dan bagaimana untuk kedepannya. Berikut
ungkapan dari partisipan tersebut:
“Sampe sempat stres juga aku, pernah juga dulu mau kutinggalkan bapak ini
sendiri di rumah, enggak tau anak-anak ini biarlah, sudahlah, jahat juga aku ini
dalam pikiranku” (P2)
“Iya pernah juga sich, sampe ngerasa pening, stres juga, sampe ibu tensinya 180
pernah juga” (P8)
“Kadang stres itu ya kasian gitu, kadang kasihan gitu lihat lihat kondisi pasiennya,
karena kita capek juga kan lihat kondisi dia yang kek gitu, kadang kek gitu lah
yang bikin kepikiran gitu jadinya” (P12).
102
Selain tekanan dan beban psikologis diatas, ada partisipan yang mengungkapkan
bahwa merawat pasien dengan hemodialisis juga merupakan hal yang berat karena penuh
dengan aturan dan mesti dipatuhi sehingga membuat caregiver merasa berat. Berikut
ungkapan dari partisipan tersebut:
“Ooohhhh,,, capek sekali anakku, berat sekali, beraaatttttttt sekali, karena harus
harus eee,,, harus semua harus telaten kan anakku, semua harus eee,,, diikuti apa
saran dokter, semua harus dipatuhi, sementara bapak kita kan udah enggak bisa
apa-apa” (P6)
Sub tema 2: tekanan atau beban ekonomi
Sub tema ini menggambarkan pengalaman atau kondisi ekonomi dari
partisipan sebagai caregiver terutama ketika ada anggota keluarga sakit yang
harus menjalani hemodialisis. Beban ekonomi yang dirasakan oleh partisipan
semenjak merawat pasien yaitu ekonomi keluarga menjadi berkurang. Hasil
penelitian menunjukkan ada beberapa partisipan mengungkapkan bahwa dengan
adanya anggota keluarga yang sakit terutama dengan harus menjalani hemodialisis
berdampak pada kondisi ekonomi keluarga. Dengan kondisi beberapa pasien yang
memerlukan dampingan dan perhatian tentunya membuat partisipan harus
merelakan kehilangan pekerjaan sehingga pendapatan menjadi berkurang. Berikut
ungkapan dari partisipan tersebut:
“Kalau kemaren-kemaren masa-masanya, jadi ekonomi lah, ekonomi sempat,
memang ini karena belum apa ya karena harus kebutuhan keluarga, biasa karena
kalau dulu kan suami istri biasa kerja, sekarang enggak kerja, jadi dari segi materi
kan memang dikatakan kurang, eeee,,,, kalau sekarang ini ya ekonomi kurang,
cuma dicukupkan, itu yang jadi ini beban” (P1)
“Enggak ada pak cuman keuangan aja yang jadi beban pak karena saya sudah
enggak kerja lagi” (P7)
“Kalau, kalau untuk ibu sich ibu pribadi ibu sendiri kalau kami ini intinya kami ini
biaya nya lah kalau ke rumah sakit apanya gitu kan untuk vitamin bapak apa
semua gitu lah yang ibu ini kan ibu keluhkan untuk masalah biaya itu yang jadi
beban pikiran gitu, soalnya kayak ibu bapak enggak kerja, ibu sendiri yang kerja,
103
memang sich ada yang bantu adek bapak tapi yang namanya bantuan orang ya
seberapa gitu kan kalau kita enggak bisa cari sendiri” (P8)
“Ya otomatis ya dalam faktor ekonomi lah yang menjadi kesulitan dan beban itu
yang nomor satu kan, otomatis itu” (P9)
“Kalau kesulitan paling ini lah bang apa eee,,, ongkos gitu lah istilahnya, itu lah
yang jadi beban utama cuman, ongkosnya kesana kemari seminggu dua kali”
(P12)
Sub tema 3: tekanan atau beban fisik
Sub tema ini menggambarkan pengalaman atau kondisi kesehatan fisik dari
partisipan sebagai caregiver terutama ketika harus mendampingi dan merawat
anggota keluarga sakit yang menjalani hemodialisis. Proses perawatan yang
dilakukan oleh caregiver juga membawa dampak tersendiri untuk kesehatan
caregiver. Hasil penelitian menunjukkan ada partisipan mengungkapkan bahwa
selama merawat dan mendampingi pasien yang menjalani hemodialisis
menyebabkan mereka bahkan sampai mengalami gangguan kondisi kesehatan
bahkan sampai jatuh sakit. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Iya, yang pertama tadi, pola makan tadi, terus yang tadi seperti tadi lah pak yang
saya sampe asam urat, enggak bisa ini itu” (P1)
“Saya itu kena infeksi saluran pencernaan dan itu dikatakan dokter karena stres”
(P5)
Selain kondisi diatas, dampak dari proses perawatan bagi caregiver sendiri
yaitu capek fisik. Hasil penelitian menunjukkan banyak partisipan
mengungkapkan bahwa selama merawat dan mendampingi pasien yang menjalani
hemodialisis merasakan capek di badan atau fisik. Capek dirasakan oleh partisipan
sebagai akibat dari proses merawat dan juga menghadapi pasien terutama ketika
berada di rumah. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
104
“Kalau untuk mengeluh dibilang kadang capek memang betul-betul capek lah kan
ngantar berobat, ngadepin di rumah gitu kan, jadi kalau dibilang capek, capek”
(P3)
“Semenjak ini lah saya sering sakit karena mungkin capek dan bolak-balik ke
rumah sakit, di rumah pun kayak gini, mungkin capek juga gitu bang, tapi ya biasa
lah, demam-demam biasa gitu” (P4)
“Iya, eee,,, karena perawatan yang sebener-benernya itu kan di rumah, lebih
capek di rumah sebenernya” (P5)
“Ooohhhh,,, capek sekali anakku, berat sekali, beraaatttttttt sekali, karena harus
harus eee,,, harus semua harus telaten kan anakku, semua harus eee,,, diikuti apa
saran dokter, semua harus dipatuhi, sementara bapak kita kan udah enggak bisa
apa-apa” (P6)
“Karena capeknya luar biasa, dua kali seminggu itu bukan pekerjaan yang, itu
pekerjaan berat itu, capek di badan terutama, capek sekali, belum lagi ketika
ngurusi dirumah” (P10).
Sub tema 4: tekanan atau beban sosial
Sub tema ini menggambarkan pengalaman dari partisipan selama merawat
pasien yang menjalani hemodialisis. Perawatan yang diberikan oleh partisipan
membuat waktu partisipan sepenuhnya untuk merawat pasien sehingga waktu
untuk kegiatan lain dari partisipan menjadi berkurang. Hasil penelitian
menunjukkan hampir semua partisipan merasakan atau mengalami waktu mereka
hanya dipakai untuk mendampingi dan merawat pasien saat di rumah karena
kondisi pasien yang mengkhawatirkan jika harus ditinggalkan, sehingga membuat
caregiver tidak bisa untuk ikut kegiatan sosial lainnya. Berikut ungkapan dari
beberapa partisipan:
“Enggak bisa kemana-mana misalnya ada pertemuan, ada hal penting yang
dikerjakan itu masih dipertimbangkan karena kita kan lebih, lebih ke dia dulu gitu,
harus ke dia dulu, harus fokus ke bapak kan karena dia lagi sakit” (P3)
“Ya iya lah bang, pasti terbebani lah ya bang, namanya masih muda, mau jalan-
jalan gitu, tapi karena memang di rumah itu enggak ada orang, jadi enggak bisa
kemana-mana karena saya anak perempuan sendiri ya pasti kadang-kadang tu
sempet merasa kayak gitu tapi ya udah lah ya mau kek mana lagi namanya juga
orangtua ya ikhlas aja lah bang” (P4)
105
“Kadang katakan katakanlah kita kumpul dengan keluarga, bisa komunikasi sering
sama keluarga, dengan dia sakit begini kan kita enggak bisa tinggalkan dia lagi
nak tetep kita ada di dia, ada ada acara pun di rumah keluarga kita kan, kita pun
kadang-kadang enggak bisa kita bawa kan karena kondisi dia begini apalagi
kondisi sekarang COVID, kita takut bawa-bawa dia kemana-mana kan” (P6)
“Eee,,, kadang-kadang sih iya, kan ada juga gitu namanya kita eee,,, berkeluarga
gitu ada juga seperti pesta keluarga atau acara eee,,, dari gereja atau apa gitu
tapi karena kondisi bapak ini rasaku kurang fit gitu saya saya enggak pergi dan itu
kan terganggu juga, jadi waktu saya hanya bener-bener untuk ngurus bapak aja”
(P10)
“Ooo,,, iya pasti mas karena prioritas saya ya suami sekarang gitu apapun itu
bahkan kadang kalau seandainya ada kegiatan apa tapi kalau lihat suami saya
keadaannya tidak memungkinkan untuk ditinggal maka saya akan batalkan itu
gitu. Saya lebih memilih untuk mendampingi suami gitu mas” (P11).
Tema ketiga yang telah diuraikan diatas dapat dibuat dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.5
Tabel Tema 3: Dampak yang Dirasakan Oleh Caregiver Dalam Merawat Pasien
Sub Tema Tema
Tekanan atau beban psikologis
Dampak yang dirasakan oleh caregiver
dalam merawat pasien
Tekanan atau beban ekonomi
Tekanan atau beban fisik
Tekanan atau beban sosial
Tema 4: faktor penghambat dalam proses perawatan
Tema keempat yang didapatkan dari hasil analisis adalah faktor penghambat
dalam proses perawatan. Tema ini menjelaskan tentang pengalaman partisipan
terutama kondisi yang mereka rasakan dan anggap hal tersebut sebagai suatu
hambatan dalam merawat pasien yang menjalani terapi hemodialisis terutama saat
di rumah. Tema ini didapatkan dari dua sub tema yang muncul, yaitu: 1) perilaku
pasien yang cenderung emosi dan sulit diberitahu, dan 2) respon emosional
caregiver yang meningkat. Sub tema tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
106
Sub tema 1: perilaku pasien yang cenderung emosi dan sulit diberitahu
Sub tema ini menggambarkan pengalaman partisipan dalam merawat pasien
hemodialisis khususnya hal-hal yang membuat sulit atau menjadi penghambat
bagi caregiver untuk bisa memberikan perawatan yang baik kepada pasien.
Perilaku dari pasien yang membuat caregiver merasa sulit untuk memberikan
perawatan terutama saat di rumah. Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa
partisipan mengungkapkan bahwa selama merawat pasien terutama ketika di
rumah bisa sampai muncul pertengkaran kecil. Hal ini membuat caregiver sulit
untuk mengingatkan pasien agar mematuhi dan mengikuti perawatan yang
dilakukan oleh caregiver. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Kalau saya sebetulnya saya ini kan kalau keputusan ada sama istri kalau sampe
ini bisa saja timbul seperti berantem kecil, kalau itu ya udah lah saya enggak mau
makan, kalau gitu saya mau ngomong apa lagi” (P1)
“Kalau kita dengarkan dia kadang-kadang berantem juga nya kita” (P2)
“Kami berdua di rumah ya kadang berantem-berantem kecil lah, biasa lah itu ya
kan bang, namanya kaum perempuan juga, itu kan enggak boleh di makan ma
jangan dimakan, masak semua-semua enggak boleh dimakan terus mama mau
makan apa, kayak gitu lah bang” (P4)
Selain muncul pertengkaran, hasil penelitian menunjukkan banyak
partisipan mengungkapkan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis ini
cenderung emosinya menjadi tidak stabil, sering marah-marah. Kemarahan pasien
ini semakin membuat caregiver merasa sulit dan menjadi faktor penghambat
dalam memberikan perawatan. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Kadang ego nya gitu karena sakit yang membuat kami pun sulit gitu, gimana dia
bisa tenang, egonya dibawa, sering marah-marah keluhannya gitu” (P3)
“Habis itu barulah saya ngomong, jangan kayak gitu lah ma, tapi tetep aja yang
namanya bandel kan bang, jadi enggak boleh makan apa-apa ini, masak apa-apa
enggak boleh makan, ya udah lah kalau gitu gak usah sama sekali, terserah.
Merajuk gitu bang” (P4)
107
“Kadang dia enggak sadar diri dia marah, dia bentak gitu, itu yang paling sulit
sebenarnya, tapi ya cara kita pahami juga dia sakit jadi kita enggak lama-lama
sakit hati” (P5)
“Ya gitu juga kalau dia udah merasa dia bosen HD, dia capek, dia sakit di cucuk-
cucuk itu dia marah, dan kalau kita bilang ayok lah HD, ahhh,,, enggak lah, orang
aku yang di cucuk, atau gimana ya, aku yang di cucuk aku yang merasa katanya,
coba klen sekali sekali merasa katanya, begitu kalau dia udah marah” (P8)
“Kalo soal marah, emosi penderita gagal ginjal ini memang emosian sih. Iya
gampang marah dia, cuman kalo kita kan bisa juga eee,,, istilahnya saya enggak
mau membuat cemana bapak ini marah gitu, saya berusaha selalu untuk dia
tenang gitu” (P10).
Selain itu, faktor lainnya dari hasil penelitian yang muncul yaitu pasien
cenderung bandel tidak mematuhi aturan. Ada partisipan yang mengungkapkan
bahwa sebenarnya pasien sudah diberitahu oleh anggota keluarga dan juga tenaga
kesehatan dari rumah sakit namun terkadang ketika di rumah sulit untuk
diberitahu sehingga sering melanggar aturan. Berikut ungkapan dari partisipan
tersebut:
“Ya iya kan terkadang kan harus,, kadang ada kecewanya juga sich, kadang ada
suka sukanya juga, kadang bandel juga udah dibilang jangan makan ini kan
kadang-kadang curi curi nya makanan itu” (P9)
Faktor penghambat lainnya yang muncul dari hasil penelitian yaitu sulit
untuk membuat pasien mengerti dan menerima kondisinya. Hasil penelitian
menunjukkan ada partisipan yang mengungkapkan bahwa pasien yang menjalani
hemodialisis ini terkadang sulit untuk menerima dirinya sendiri dengan kondisi
harus menjalani hemodialisis sehingga hal ini menyulitkan caregiver dalam
merawat pasien. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Kalau di awal-awal itu pasti paling sukar itu adalah membuat pasien ini mengerti
dengan kondisinya sekarang, ya menerima dia adalah orang dengan cuci darah”
(P5)
108
Sub tema 2: respon emosional caregiver yang meningkat
Sub tema ini menggambarkan bahwa hambatan dalam proses perawatan
untuk pasien dengan hemodialisis ternyata tidak hanya selalu dari pasiennya
namun juga muncul dari caregiver nya. Kondisi ini terjadi akibat dari caregiver
yang tidak mampu untuk mengontrol emosi sehingga ikut terbawa emosi dan
selain itu juga dari kemampuan caregiver dalam memberikan perawatan. Hasil
penelitian menunjukkan ada beberapa partisipan mengungkapkan bahwa mereka
juga pernah marah saat mendampingi dan merawat pasien terutama di rumah.
Emosi yang tinggi mengakibatkan caregiver sulit untuk mengingatkan pasien agar
mematuhi dan mengikuti perawatan yang dilakukan oleh caregiver. Berikut
ungkapan dari partisipan tersebut:
“Jadi kadang-kadang saya ya marah juga gitu, mama ini dibilangin enggak bisa,
ntar kalau sakit kan payah gini gini, kita kan jauh, abang-abang itu enggak ada
kalau mama malem misal sakit kek mana siapa yang ngebantu lagi, saya kan kayak
gitu kan bang” (P4)
“Ya kalau bapaknya udah kelewatan juga ibu marah juga. Kalau dia udah terlalu
banyak ngeluh ini ini ini, ibu marahin juga tapi sambil marahnya bukan enggak
ada alasan ya sambil ibu kasih pengertian gitu kan namanya juga memang dia
yang di itu untuk HD jadi dia yang harus sabar gitu aja ibu ngomonginnya” (P8)
“Karena kan bingung juga kan eee,,, kek mana ya, kan capek gitu kan ngurusin-
ngurusin apa kerjaan gitu kek kek capek karena ngurusin kerjaan terus di rumah
capek ngurusin rumah, ngurusin dia terus tiba-tiba emosi, ya kan terpancing juga
emosi gitu” (P12)
Selain emosi caregiver karena pasien yang sulit dikasih tahu, respon
emosional dari caregiver juga dapat muncul karena ketidakmampuan dalam
mengerjakan sesuatu dalam merawat pasien. Hasil penelitian menunjukkan ada
partisipan mengungkapkan bahwa dirinya merasa kesulitan dalam melakukan
perawatan kepada pasien terutama pasien yang benar-benar membutuhkan
109
perawatan total pada caregiver sehingga dapat memicu emosi caregiver. Berikut
ungkapan dari partisipan tersebut:
“Iya kadang-kadang kalau saking lelahnya itu nak ada juga rasa emosi kita karena
enggak enggak bisa kita kerjakan atau enggak bisa kita angkat, kadang-kadang
kan maaf cakap ya nak, seperti bapak kita ini kan kadang kadang udah BAB disitu,
pipis disitu, enggak bisa angkat bergerak sedikit pun, kadang-kadang emosi juga
kan anakku” (P6).
Tema keempat yang telah diuraikan diatas dapat dibuat dalam tabel berikut:
Tabel 4.6
Tabel Tema 4: Faktor Penghambat Dalam Proses Perawatan
Sub Tema Tema
Perilaku pasien yang cenderung emosi dan sulit
diberitahu Faktor penghambat dalam proses
perawatan Respon emosional caregiver yang meningkat
Tema 5: upaya mengatasi hambatan dalam merawat
Tema kelima yang didapatkan dari hasil analisis adalah upaya mengatasi
hambatan. Tema ini menjelaskan tentang pengalaman partisipan dalam bentuk
upaya mereka dalam mengatasi hambatan yang dirasakan atau dialami selama
merawat pasien terutama saat di rumah. Tema ini didapatkan dari lima sub tema
yang muncul, yaitu: 1) upaya membuat pasien mengerti untuk mematuhi aturan,
2) sikap mengalah dari caregiver, 3) diam, 4) sabar dalam menghadapi pasien, dan
5) disiplin terhadap aturan. Sub tema tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
Sub tema 1: upaya membuat pasien mengerti untuk mematuhi aturan
Sub tema ini menggambarkan upaya yang dilakukan oleh caregiver agar
pasien dapat mengerti dan mematuhi aturan selama pasien menjalani hemodialisis.
Hasil penelitian menunjukkan beberapa partisipan mengungkapkan bahwa
beberapa upaya yang dilakukan yaitu dengan memberitahu secara lembut,
memberi pengertian, menenangkan pasien, bahkan sampai pada menegur dan
110
mengingatkan pasien agar pasien dapat mematuhi aturan. Berikut ungkapan dari
partisipan tersebut:
“Kalau dari merawat ibu khususnya untuk pantangan ya kadang kita kasih tau lah
dengan cara lembut, kadang juga kita timbul emosi juga pak” (P1)
“Kadang-kadang sich mereka kalau kayak bapak juga kan selalu ibu kasih
pengertian kalau memang, kalau memang orang HD ini kan memang dikendalikan
kreatinin, makanya selalu emosi” (P8)
“Eee,,, saya dengan tenang menenangkan dan seperti yang saya bilang tadi saya
selalu berusaha untuk jangan marahi dia, jadi dia jarang sih marah, karena eee,,,
kalo yang enggak suka dia itu enggak saya lakukan gitu” (P10)
“Ya terkadang ya ngomong juga sich kalau kamu mau terus sehat ya dengerkanlah
nasehat kita jangan suka ini, suka itu terus ngerti juga lah gimana aku, aku kan
sakit juga begini begini gitu ya, kadang ya gitu ngomong agak agak ketus nya ada
juga, namanya manusia kan pasti ada juga kadang marahnya juga” (P9)
“Iya, daripada memberi nasehat seperti itu jadi sekarang sering mengingatkan
saja bapak mau sehat tergantung sama bapak kalo bapak mau sehat silahkanlah
enggak usah emosi, tapi kalo bapak mau mati silahkan bapak emosi, itu aja kami
bilang” (P15)
Sub tema 2: sikap mengalah dari caregiver
Sub tema ini menggambarkan seorang caregiver yang harus mengalah
selama merawat pasien khususnya saat mendapat kesulitan atau hambatan
terutama dari pasiennya. Dengan sikap mengalah yang dimiliki dan ditunjukkan
oleh partisipan dapat membantu untuk mengatasi hambatan atau kesulitan yang
ada khususnya dari pasien. Hasil penelitian menunjukkan beberapa partisipan
mengungkapkan bahwa mengalah terkadang harus dilakukan demi kebaikan
pasien sendiri. Dengan mengalah maka tidak akan terjadi hambatan atau kesulitan
yang memanjang terutama dari pasien sendiri. Berikut ungkapan dari partisipan
tersebut:
“Jadi ya kita harus sadar, harus mengalah, karena kalau pasien HD itu kan
emosinya tinggi, kadang sama anak-anak gitu juga, ya kita bujuk lagi lah. Karena
ya memang itu solusinya kalau di bawa emosi terus nanti tak mau dia makan
makan” (P1)
111
“Bukan, bukan nurut juga, dia kan juga bandel-bandel nya, namanya juga sakit
tapi kami perawatnya inilah kadang-kadang yang mengalah gitu” (P2)
“Yang jelas kalo kami itu pas misalnya dia lagi rewel gitu ya kita harus ada
didekatnya, apa yang dia mau ya kita turuti, terus kita juga harus mengalah lah
untuk kebaikannya juga, biar anaknya juga semakin tambah senang dan semangat
gitu kalo kita nuruti dia” (P7)
Sub tema 3: diam
Sub tema ini menggambarkan seorang caregiver yang lebih memilih untuk
diam dan tidak menanggapi ketika pasien marah agar tidak semakin
berkepanjangan dan tidak semakin menyulitkan proses perawatan. Berikut
ungkapan dari partisipan tersebut:
“Jadi ya gitu bang, kalo misalnya ibu saya itu lagi marah atau ngomel-ngomel
paling ya saya diemin aja gitu” (P4)
“Ooo,, kalau saya ya diam. Saya diam aja. Kalau dia lagi marah-marah gitu saya
diam dan nanti dia reda sendiri, dia sadar, dia minta maaf, ya udah gitu” (P5)
“Iya paling kalau kami diam aja lah diam, dengarkan, biarkan aja dia meluapkan
emosinya gitu aja. Nanti kalau sudah diluapkan semua emosinya sudah tenang lagi
dia” (P12)
“Kalo masih, kalo aku lagi eee,,, dalam keadaan apa ya enggak enggak enggak
sibuk kali juga ya di bujuk-bujuk gitu lah tapi kadang awak juga kan emosi juga
kudiamkan aja, akhirnya dia nanti ini juga sadar sendiri” (P13)
Sub tema 4: sabar dalam menghadapi pasien
Sub tema lainnya yang muncul yaitu sabar dalam menghadapi pasien. Hasil
penelitian menunjukkan beberapa partisipan mengungkapkan harus benar-benar
sabar untuk menghadapi pasien terutama ketika kondisi pasien sedang dalam
emosi yang tidak stabil, selain itu juga harus sabar dan telaten dalam memberikan
perawatan kepada pasien dengan bagaimanapun kondisi dari pasien. Berikut
ungkapan dari partisipan tersebut:
“Eee,,, ya kalau menghadapi seperti itu ya kita harus sabar ya kan” (P3)
112
Waktu kita eee,,, memasrahkan hidup kita bahwa ini jalan hidup yang ditentukan
oleh Tuhan sama kita, maka dari itu ya kita harus sabar, saya lihat bahwa eee,,,
ada saja cara Tuhan itu untuk mencukupi dan sekarang ketika suami saya sudah
boleh aktif lagi” (P5)
“Iya harus harus sabar kali nak, karena kalau enggak sabar kurasa cepat
meninggal itu” (P6)
Sub tema 5: disiplin terhadap aturan
Sub tema ini menggambarkan bahwa mematuhi aturan yang ada bukan
hanya untuk pasien namun bagi caregiver juga harus tahu dan penting agar tidak
terjadi kesulitan atau hambatan dalam merawat jika terjadi penurunan kesehatan
pasien. Hasil penelitian menunjukkan ada partisipan yang mengungkapkan bahwa
dengan disiplin untuk cuci darah dan mematuhi segala aturan yang ada untuk
pasien menjadi kunci agar tidak muncul kesulitan atau hambatan khususnya
penurunan kesehatan pasien. Berikut ungkapan dari partisipan:
“Jadi intinya kita jalani yang sekarang ini, bersyukur setiap hari, disiplin cuci
darah dan itu yang kami lakukan gitu” (P5)
“Jadi ya kita harus bener-bener disiplin juga gitu dalam merawat biar tidak ada
hal-hal yang menyulitkan kita nantinya, karena kan kalo pasiennya disiplin paling
enggak cuci darahnya gitu kan insyaallah kondisinya kan sehat terus” (P11)
Tema kelima yang telah diuraikan diatas dapat dibuat dalam tabel berikut:
Tabel 4.7
Tabel Tema 5: Upaya Mengatasi Hambatan Dalam Merawat
Sub Tema Tema
Upaya membuat pasien mengerti untuk
mematuhi aturan
Upaya mengatasi hambatan dalam
merawat
Sikap mengalah dari caregiver
Diam
Sabar dalam menghadapi pasien
Mematuhi aturan
113
Tema 6: dukungan sosial
Tema keenam yang didapatkan dari hasil analisis adalah dukungan sosial.
Tema ini menjelaskan tentang dukungan yang didapatkan oleh partisipan sebagai
caregiver selama merawat pasien yang menjalani hemodialisis. dukungan sangat
diperlukan oleh caregiver agar dapat membantu mereka dalam merawat pasien
dengan lebih baik. Berbagai macam bentuk dan sumber dukungan diungkapkan
oleh para partisipan. Tema ini didapatkan dari dua sub tema yang muncul, yaitu:
1) dukungan dari orang lain, dan 2) dukungan dari anggota keluarga. Sub tema
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Sub tema 1: dukungan dari orang lain
Sub tema ini menggambarkan pengalaman partisipan yang mendapatkan
banyak dukungan terutama dukungan yang berasal dari orang lain seperti
tetangga, teman, atau rekan kerja selama merawat pasien yang menjalani
hemodialisis. Dengan dukungan dari orang lain yang juga turut memberi perhatian
tentunya akan menambah semangat dan membantu caregiver dalam merawat
pasien. Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa partisipan mengungkapkan
bahwa selama merawat pasien di rumah ternyata tetangga di sekitar rumah juga
peduli dengan kondisi yang sedang dialami oleh keluarga pasien atau caregiver.
Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Tetangga-tetangga tadi lah yang banyak nolong, eee,,, banyak nolong, kalau
hubungan ya itu tadi lah kalau dulu kan orang kalau bisa kan selalu kadang istri
yang bantu orang itu kan misalnya dari segi masak karena istri punya kelebihan
bisa masak memasak, nah sekarang ini kadang orang itu yang bantu ibu” (P1)
“Ooo,, iya banyak kali lah bang, apa lagi kan tetangga-tetangga di sini itu
alhamdulilah lah peduli gitu, enggak apa-apa lo kasih ini, enggak apa-apa kan
biar sehat, karena ibu saya di sini kan paling tua di gang saya ini kan bang jadi
mereka panggil mama saya itu uwak” (P4)
114
Selain pertolongan tetangga, semangat juga terus mengalir dari orang lain
untuk caregiver. Hasil penelitian menunjukkan beberapa partisipan
mengungkapkan bahwa selama merawat pasien di rumah banyak mendapat
dukungan semangat baik dari teman maupun rekan kerja. Hal ini tentunya juga
membuat caregiver menjadi bertambah semangat dalam merawat pasien. Berikut
ungkapan dari partisipan tersebut:
“Iya, ada, ada pak. Pasti yang pertama semangat tadi lah. Kalau orang ini yang
enggak paham dan belum pernah dengar cuci darah ini kan yang masih awam
pikirannya,,, waduhhhh,,,, pikirannya kan cuci darah gitu. Tapi kalau yang udah
ngerti pasti dia kasih semangat, seperti itu tadi lah” (P1)
“Oooo,,, penuh dukungan, dari keluarga, dari rekan kerja, dari dari relasi-relasi,
banyak dukungan nak, banyak dukungan dari keluarga, dari relasi-relasi, rekan-
rekan kerja kasih dukungan, kasih semangat sama ibu semua anakku” (P6)
“Kalau ada yang sakit ya datang melihat, gitu lah pak sosialisasi nya, masih bisa
membahagiakan lah pak, memberi semangat itu aja nya orang itu kadang-kadang
pak, respon orang itu memberi semangat, memberi semangat” (P7)
“Ya seperti kalau untuk beras apa gitu kan tetep kayaknya sekali-sekali ada juga
yang nganterin, sama mereka sering kasih semangat buat ibu biar tetep selalu
untuk ngejaga bapak” (P8)
“Selain itu juga dukungan semangat dari rekan-rekan kerjanya” (P11)
Selain semangat, dukungan doa juga datang dari orang lain. Hasil penelitian
menunjukkan beberapa partisipan mengungkapkan bahwa selama merawat pasien
di rumah selain mendapat dukungan semangat, partisipan juga mendapat
dukungan berupa doa baik dari teman maupun rekan kerja. Hal ini tentunya juga
membuat caregiver menjadi semakin tenang dalam merawat pasien. Berikut
ungkapan dari partisipan tersebut:
“Dari teman-teman satu gereja pun banyak gitu kan, sabar ya kak, rajin berdoa ya
kak, kasih semangat sama bapak ini gitu terus aku pun kalau ketemu sama kawan
gitu, bawa bapak dalam doa ya biar aku pun sanggup menghadapi bapak kayak
gitu, kasih aku kekuatan gitu juga aku sama kawan-kawan kita” (P2)
115
“Tetapi dukungan itu paling besar dari eee,,, rekan-rekan, teman-teman kami
Pendeta dan juga jemaat-jemaat gitu karena banyak yang mendoakan dan teman-
teman yang dekat dengan kita” (P5)
“Kalo dari temen-temen gereja kalo ada kebetulan juga ada temen gereja kerja di
AM ini kalo ada masalah bapak ini sering juga dia membantu gitu dan sering juga
anggota gereja datang bikin doa ke rumah untuk kesehatan bapak ini gitu, berkali-
kali orang itu datang gitu” (P10)
Selain semangat dan doa dari orang lain, tak kalah pentingnya yaitu
dukungan dana. Hasil penelitian menunjukkan ada partisipan yang
mengungkapkan bahwa selama merawat pasien di rumah selain mendapat
dukungan semangat dan doa, partisipan juga mendapat dukungan berupa dana.
Dukungan ini dapat bermanfaat dan membantu caregiver dalam merawat pasien.
Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Ada yang kasih support dana” (P5).
Sub tema 2: dukungan dari anggota keluarga
Sub tema ini menggambarkan pengalaman partisipan yang mendapatkan
banyak dukungan terutama dukungan yang berasal dari anggota keluarga sendiri
baik anggota keluarga pasien maupun anggota keluarga dari caregiver. Perhatian
dan dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga sendiri tentunya dapat
menambah semangat dan kekuatan bagi caregiver dalam merawat pasien. Hasil
penelitian menunjukkan beberapa partisipan mengungkapkan bahwa selama
merawat pasien di rumah banyak anggota keluarga sendiri memberi perhatian dan
dukungan berupa semangat kepada caregiver agar caregiver tetap kuat dan
semangat untuk merawat pasien. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Anak-anak gitu, tetap semangat ya mak, mamak juga atur lah kesehatannya”
(P2)
“Eeee,, iya. Abang nya, adek-adek bapak kasih semangat buat dia lah” (P3)
116
“Ya sama bang, karena orang itu enggak ada yang matahin semangat lah gitu dan
sampe sekarang pun kami semua enggak ada yang matahin semangat” (P4)
“Keluarga juga sudah selalu kasih pujian, penyemangat gitu baik untuk dia, untuk
saya, jadi makin apa lah, makin yakin bahwa sudah lah ini jalan yang terbaik jadi
kita pun happy jalani nya gitu” (P5)
“Eee,,, ada sih dari keluarga, eee,,, dari anak-anak gitu, dan kebetulan memang
keluarga dari bapak ini dan keluarga saya sangat sangat peduli gitu terhadap dia
karena bapak ini sudah sakit dan keluarga selalu mendukung gitu, kek ngasih
semangat” (P10)
Selain semangat yang diberikan oleh para anggota keluarga, hasil penelitian
juga menunjukkan ada partisipan yang mengungkapkan bahwa selama merawat
pasien di rumah anggota keluarga sering melakukan doa bersama dengan intensi
untuk mendoakan pasien dan juga keluarga pasien. Berikut ungkapan dari
partisipan tersebut:
“Cara kami ya berdoa sama-sama, berdoa bersama-sama keluarga gitu” (P3)
“Lebih support pastinya, karena kan awal-awal nya mau HD juga semua kumpul
gitu kasih doa, kasih semangat dan sampe sekarang ya tiap malem doa. Pokoknya
selalu diperhatikan lah gitu” (P14)
Selain semangat dan doa, anggota keluarga yang lain juga peduli dengan
ikut membantu memberikan dukungan dalam bentuk materi atau dana. Hasil
penelitian menunjukkan beberapa partisipan mengungkapkan bahwa mereka juga
mendapat bantuan dana dari keluarga besar. Dana yang didapatkan digunakan
untuk membantu memenuhi kebutuhan selama merawat pasien di rumah. Berikut
ungkapan dari partisipan tersebut:
“Ya hanya materi aja pak dukungannya dari abang saya” (P7)
“Iya ada, dari adek ibu, adek bapak, kakak kakak bapak ada juga bantu lah untuk
biaya” (P8)
“Ya adalah terutama dari keluarga ya dan orangtua saya, dari keluarga suami
pun ya adalah lah artinya ya mungkin kalau dari awal-awal dulu pasti kan
117
keadaan ekonomi pasti drop lah ya kan, mendukung kok semua mereka artinya
kami minta pinjam lah begini begini,, semua membantu kok gitu” (P9)
“Ooo,,, semua keluarga, dukungannya ya memberikan eee,,, kata-kata nasehat
untuk sabar, semangat, kemudian yang paling kuat lagi ya doa senantiasa
didoakan, materi juga diberikan kok, ya didukung materi, didukung eee,,, semangat
gitu lah, dukungan doa, setiap saat dikuatkan dalam doa dan semangat, dan juga
memberikan materi pak, terimakasih pak” (P15).
Tema keenam yang telah diuraikan diatas dapat dibuat dalam tabel berikut:
Tabel 4.8
Tabel Tema 6: Dukungan Sosial
Sub Tema Tema
Dukungan dari orang lain Dukungan sosial
Dukungan dari anggota keluarga
Tema 7: harapan caregiver dalam merawat pasien
Tema ketujuh yang didapatkan dari hasil analisis adalah harapan caregiver
dalam merawat pasien. Tema ini menjelaskan tentang apa yang menjadi keinginan
atau harapan dari caregiver selama merawat pasien yang menjalani hemodialisis.
Harapan yang dimiliki caregiver tentunya ingin dapat terwujud sehingga dapat
semakin membantu caregiver dalam melakukan perawatan kepada pasien. Tema
ini didapatkan dari dua sub tema yang muncul, yaitu: 1) diberikan kesehatan,
semangat, kesembuhan, dan bantuan dana, dan 2) harapan terhadap sistem
pelayanan kesehatan. Sub tema tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Sub tema 1: diberikan kesehatan, semangat, kesembuhan, dan bantuan dana
Sub tema ini menggambarkan pengalaman partisipan yang mempunyai
harapan agar selama merawat pasien selalu diberi kesehatan, semangat,
kesembuhan untuk pasien, dan juga berharap ada bantuan dana agar pasien dapat
menjalani terapinya dengan baik dan kondisi pasien selalu sehat tanpa muncul
118
komplikasi. Dengan kondisi pasien yang sehat dan semangat selalu tentunya tidak
akan membuat caregiver menjadi bingung dan takut dalam merawat pasien.
Hasil penelitian menunjukkan banyak partisipan yang mengungkapkan
bahwa selama merawat pasien di rumah, mereka selalu berharap bahwa semoga
pasien selalu diberi kesehatan, semangat, bahkan kesembuhan, dan juga berharap
bantuan dana sehingga dapat menjalani hari-harinya dengan baik dan diberikan
umur yang panjang walaupun harus tetap rutin menjalani hemodialisis. Berikut
ungkapan dari partisipan tersebut:
“Harapan untuk kedepannya gitu ya pak, ya maksud saya itu ya walaupun tetap
HD pengennya istri tetap sehat seperti yang lain-lain gitu” (P1)
“Pokoknya di kasih Tuhan kami kesehatan sama-sama bapak ini, bisa kami
menjalani hidup kami sehari-hari kami gitu” (P2)
“Harapan kami ya semoga bapak sehat selalu, sembuh, terus sabar untuk
menghadapi penyakitnya lah. Terus harapannya dia semakin semangat lagi” (P3)
“Yang selanjutnya harapan saya ya walaupun belum berhenti cuci darah ya kalau
kondisi nya bisa seperti ini, ya seperti sekarang ini, sehat, bisa antar saya
pelayanan ke mana-mana gitu, dan kalau bisa nanti kami menua bersama itu
menjadi harapan saya” (P5)
“Berharap selalu sehat anakku itu aja, paling tidak aku pengennya berkeinginan
mengharapkan paling tidak bapak ini bisa mengikuti cuci carah paling minimal 5
tahun lagi. Itu lah harapan ku nak” (P6)
“Ya semoga tetep tetep semangat, supaya tetep semangat, gimana ya, tetep jalan,
tetep fit lah kondisinya di jaga. Kedepannya ya semoga panjang umur karena kan
biar bagaimana pun kita enggak bisa mengharapkan kesembuhan lagi karena kan
emang pada dasarnya ginjalnya udah gagal berfungsi itu, kalau pun bisa itu kan
sebuah mukzijat gitu” (P14)
“Iya donatur lah pak, itu lah harapan kami. Sampe-sampe kami udah kemana-
mana sampe kadang-kadang kan di ada kegiatan-kegiatan apa gitu kami masukin
tapi ya mungkin belum rezeki ya pak. Itu aja lah pak kami berharap mudah-
mudahan ada donatur” (P7)
Sub tema 2: harapan terhadap sistem pelayanan kesehatan
Sub tema ini menggambarkan pengalaman partisipan yang mempunyai
harapan lebih terhadap sistem pelayanan kesehatan. Partisipan berharap bahwa
119
sistem pelayanan kesehatan yang ada bisa lebih untuk memberi perhatian dan
pelayanan yang baik agar pasien dan keluarga dapat merasa tenang dan puas
dengan pelayanan yang diberikan. Hasil penelitian menunjukkan beberapa
partisipan mengungkapkan bahwa harapan untuk pelayanan kesehatan yang
diinginkan dari mereka adalah adanya perhatian yang lebih untuk proses
perawatan terhadap alat yang digunakan, lebih berempati terhadap pasien, dan
mendapatkan pelayanan yang adil. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Dan harapan saya yang selanjutnya lagi adalah bahwa kita di Indonesia ini
punya sistem perawatan medis yang lebih lagi untuk memperhatikan mekanisme
perawatan terutama alat” (P5)
“Empati terhadap pasien-pasien dengan penyakit sehingga ya support sistem itu
bukan hanya dari lingkungan tempat tinggal tetapi waktu dia datang ke rumah
sakit itu sudah seperti keluarga sendiri yang dirasakan suami saya kalau itu dapet,
fill nya itu dapet di rumah sakit, saya pikir penyakit seberat apa pun enggak akan
jadi beban yang mengerikan bagi pasien-pasien” (P5)
“Kalo untuk pasien yang HD gitu lah HD, yang HD lah ya pak, kalo yang gagal
ginjal tadi kan gagal ginjal jadi akhirnya HD, ya itu aja maunya jangan ada saya
eee,,, sistem boking-bokingan tempat untuk HD gitu, itu aja pak. Itu tadi yang saya
kurang enak, kenapa ya kok bisa kita mau ke sana enggak boleh karena katanya
sudah ada yang punya, itu aja, lain dari situ tidak ada pak” (P15)
Tema ketujuh yang telah diuraikan diatas dapat dibuat dalam tabel berikut:
Tabel 4.8
Tabel Tema 7: Harapan Caregiver Dalam Merawat Pasien
Sub Tema Tema
Diberikan kesehatan, semangat, kesembuhan, dan bantuan
dana Harapan caregiver
Dalam Merawat
Pasien Harapan terhadap sistem pelayanan kesehatan
Tema 8: makna dalam merawat anggota keluarga yang sakit
Tema kedelapan yang didapatkan dari hasil analisis adalah makna dalam
merawat anggota keluarga yang sakit. Tema ini menjelaskan tentang makna atau
pelajaran seperti apa yang bisa diambil atau didapatkan oleh caregiver selama
120
merawat pasien yang menjalani hemodialisis. Tema ini didapatkan dari tiga sub
tema yang muncul, yaitu: 1) pandangan hidup yang positif, 2) bakti dan kasih
sayang, serta 4) belajar pola hidup sehat. Sub tema tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:
Sub tema 1: pandangan hidup yang positif
Sub tema ini menggambarkan pengalaman partisipan dalam menghayati
perannya sebagai caregiver yang sehari-hari selalu mendampingi dan merawat
pasien dengan hemodialisis. Proses yang dijalani ini ternyata mempunyai makna
kehidupan tersendiri bagi para partisipan sebagai caregiver dalam hidupnya. Hasil
penelitian menunjukkan beberapa partisipan mengungkapkan bahwa selama
proses merawat pasien di rumah mereka juga mendapat pelajaran agar lebih bisa
untuk berbuat baik terhadap siapa pun dan sering-sering untuk bersyukur. Berikut
ungkapan dari partisipan tersebut:
“Jadi hikmahnya ya karna kita ini bukan siapa-siapa jadi sama siapa aja kita
harus berbuat baik lah. Jadi kita enggak ada apa apa kok, pokoknya berbuat baik”
(P1)
“Itu lah kalau mau diambil hikmahnya ya kita juga harus bersyukur dan berbuat
baik walaupun kita ini enggak ada apa-apanya gitu” (P1)
“Rasa bersyukur kepada Tuhan, bapak ini pun walau udah parah-parah gitu ya
masih hidup 3 tahun ini kan udah mukzijat juga” (P2)
“Ooo,, hikmah nya itu banyak ya bang, kayaknya saya itu ya bersyukur aja gitu
masih bisa merawat ibu saya gitu terus” (P4)
“Lebih ini sich, lebih ke mensyukuri kesehatan ini, syukuri hidup ini gitu. Karena
onderdil yang dalam tubuh ini mahal dan bahkan gak ada yang dijual gitu, jadi
harus dijaga baik-baik, sebaik mungkin, pola kesehatan, pola makan gitu, lebih ke
situ sich” (P14)
Selain hal diatas, hasil penelitian juga menunjukkan beberapa partisipan
mengungkapkan bahwa selama proses merawat pasien di rumah, mereka juga
selalu tidak lepas dari doa untuk mendoakan pasien dan keluarga dan juga
121
menjalani semuanya ini dengan penuh iman dan percaya. Berikut ungkapan dari
partisipan tersebut:
“Jadi saya menikmati apa yang sedang kami alami ini sebagai sesuatu yang luar
biasa, bukan luar biasa ngeri nya tapi luar biasa eee,, indahnya, karena kita jalani
juga dengan iman dan percaya gitu” (P5)
“Yang penting kita selalu deket dengan dia aja pak, selalu berdoa itu aja
hikmahnya jangan lepas untuk doa dan untuk dia aja pak. Selama ini kan jauh
mungkin ini lah ujian dan cobaan, karena dia masih sayang dititipkan lah si K
sama kami, cuman gitu pak hikmahnya, udah” (P7)
Hal lainnya yang dapat diambil sebagai pelajaran sebagai bentuk pandangan
hidup yang positif yaitu mendekatkan diri kepada yang diatas dengan selalu
berdoa. Hasil penelitian menunjukkan beberapa partisipan mengungkapkan bahwa
dengan selalu berdoa, Tuhan tidak akan membiarkan umatnya sendirian serta
dapat meringankan segala bentuk ujian dan cobaan. Berikut ungkapan dari
partisipan tersebut:
“Yang penting kita selalu deket dengan dia aja pak, selalu berdoa itu aja
hikmahnya jangan lepas untuk doa dan untuk dia aja pak. Selama ini kan jauh
mungkin ini lah ujian dan cobaan, karena dia masih sayang dititipkan lah si K
sama kami, cuman gitu pak hikmahnya, udah” (P7)
“Ya sabar, sabar, terus tambah tambah eee,,, kek mana ya tambah percaya
bahwasanya Tuhan itu enggak enggak biarkan umatnya eee,,, gimana ya, pasti
dikasihnya solusi lah gitu, artinya kita kita lebih lebih mendekatkan diri sama
Tuhan, lebih sabar, lebih bersyukur”(P9)
Selain hal diatas, hasil penelitian juga menunjukkan beberapa partisipan
mengungkapkan bahwa selama proses merawat pasien di rumah mereka juga
merasa dilatih untuk meningkatkan kesabaran dengan segala kesulitan dan
hambatan yang muncul terutama dari kondisi pasien. Berikut ungkapan dari
partisipan tersebut:
“Eeeee,,, pelajaran nya yang dapat lebih banyak mendapat kesabaran nak,
kesabaran, kalau dulu karena dia baik kan, kadang-kadang kita kan emosi terus
kita misalnya kalau kita enggak bisa, eeee,,, apa yang kita minta enggak bisa
dikabulkan kan kita bisa emosi, jadi sekarang kita harus bersabar, lebih bersabar,
122
itu dia. Jadi lebih tinggi kesabaran sekarang selama merawat dia itu selama sakit,
harus sabar tinggi-tinggi” (P6)
“Itu lah kalau yang yang kalau ibu ambil pelajaran yang dari selama bapak HD
ini ya harus sabar itu aja yang diminta karena ya satu memang pasien nya seperti
itu memang karena mereka kan dikendalikan sama kreatinin kan, itu lah dituntut
dari kami yang ngurusin ini harus sabar ngadepinnya, itu aja” (P8)
“Ya sabar, sabar, terus tambah tambah eee,,, kek mana ya tambah percaya
bahwasanya Tuhan itu enggak enggak biarkan umatnya eee,,, gimana ya, pasti
dikasihnya solusi lah gitu, artinya kita kita lebih lebih mendekatkan diri sama
Tuhan, lebih sabar, lebih bersyukur” (P9)
“Pelajarannya apa ya, ya banyak lah, pelajarannya harus lebih sabar lagi, harus
eee,,, apa ya lebih enggak kemana-mana pikiran lah sepertinya eee,,, semua yang
dijalani ini suka duka harus ditanggung bersama gitu jangan sukanya aja kita
eee,,, yang kita jalani, duka juga harus kita jalani” (P13)
Sub tema 2: bakti dan kasih sayang
Sub tema ini menggambarkan pengalaman partisipan dalam menghayati
perannya sebagai caregiver yang sehari-hari selalu mendampingi dan merawat
pasien yang menjalani hemodialisis. Proses yang dijalani ini ternyata juga
semakin membuat caregiver untuk selalu meningkatkan rasa kasih sayang dan
baktinya kepada pasien. Hasil penelitian menunjukkan beberapa partisipan
mengungkapkan bahwa selama proses merawat pasien di rumah mereka lebih
mencurahkan rasa perhatian dan kasih sayangnya untuk pasangannya yang harus
menjalani hemodialisis. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Jadi kalau sekarang begini, cuman kami bisa cemana dimana aku, disitu dia,
makan udah bisa bersatu, satu mangkok pun kami udah bisa berdua. Itu aja lah
hikmahnya bagi kami berdua” (P2)
“Yang paling utama bagi saya itu adalah ternyata kita saling saling
memperhatikan, harus saling apa ya, rasa sayang itu semakin kuat, rasa sayang
antar keluarga itu semakin kuat gitu, rasa takut kehilangan itu jelas banget gitu lo,
jadi bagaimana caranya sepenuh hati kita itu mencurahkan eee,,, sekuat tenaga
kita gitu, itu yang saya rasakan” (P11)
123
Selain bakti dan kasih sayang untuk pasangan, hasil penelitian menunjukkan
partisipan dengan status sebagai anak dari pasien mengungkapkan bahwa dengan
proses mendampingi dan merawat orangtuanya yang harus menjalani hemodialisis
merupakan salah satu baktinya kepada orangtua. Berikut ungkapan dari partisipan
tersebut:
“Oooo,,, hikmahnya,, apa ya, ya berbakti kepada orangtua lah” (P3)
“Ya pokoknya bersyukur aja lah bang, ibu saya itu masih di kasih umur yang
panjang gitu masih bisa sehat gitu walaupun dengan kondisi yang harus menjalani
cuci darah tapi enggak apa-apa lah, yang penting saya sebagai anak senang bisa
dampingi dan rawat ibu saya setiap harinya, hitung-hitung ya berbakti dan balas
budi sebagai anak ya kan bang” (P4)
Sub tema 3: belajar pola hidup sehat
Sub tema ini menggambarkan pengalaman partisipan dimana selama
merawat pasien dengan kondisi yang harus menjalani hemodialisis, mereka juga
ikut belajar untuk mengikuti pola hidup yang sehat. Pola hidup sehat menjadi
salah satu hal penting atau makna bagi caregiver dalam kehidupannya. Hasil
penelitian menunjukkan ada beberapa partisipan yang mengungkapkan bahwa
dengan pengalaman merawat anggota keluarga yang sakit mereka juga ikut belajar
agar mereka sendiri tetap dalam kondisi yang sehat yaitu dengan cara mengikuti
pola hidup sehat sehari-hari. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:
“Selain itu, ya saya juga tahu untuk misalnya mengatur kesehatan supaya tidak
terjadi seperti itu lagi” (P3)
“Eee,,, kalo hikmah dan pelajaran eee,,, semenjak bapak ini cuci darah saya
sering memberitahukan sama keluarga, temen, dan siapa pun itu untuk berlaku
hidup sehat karena sehat ini mahal, sakit ini sangat sangat capek sekali, itu yang
sering saya sarankan bagi adek-adek saya, keluarga, dan semua temen-temen.
Belajar lah dengan pola hidup sehat, itu yang sering saya terapkan sama anak-
anak juga gitu” (P10)
“Pelajaran yang bisa diambil itu jaga pola makan. Jaga pola makan, jaga
kesehatan, itu sih yang paling pentingnya, olahraga gitu aja yang paling penting
itu” (P12)
124
“Semuanya memperhatikan pola hidup, pola hidup sehat karena dulu memang
kalo kami eee,,, bisa dikatakan manusia pemakan daging, 30 hari juga makan
daging kami juga enggak bosan padahal itu salah, jadi itu yang saya sampaikan,
ini pelajaran buat kita semua, buat keluarga, mari kita jaga kesehatan kita, diatur
lah pola makannya, pola hidup sehat silahkan lah, bapak ini lah pelajaran sama
kita, cukup hanya bapak ini yang korban jangan ada lagi eee,,, di kemudian hari,
seperti itu pak” (P15).
Tema kedelapan yang telah diuraikan diatas dapat dibuat dalam tabel
berikut:
Tabel 4.10
Tabel Tema 8: Makna Dalam Merawat Anggota Keluarga yang Sakit
Sub Tema Tema
Pandangan hidup yang positif Makna dalam merawat anggota keluarga
yang Sakit Bakti dan kasih sayang
Pola hidup sehat
Pembahasan
Pada bagian pembahasan ini peneliti menguraikan dan menjelaskan masing-
masing tema yang didapatkan dalam penelitian ini dengan membandingkan atau
mengkaitkan dengan hasil penelitian atau konsep dari literatur terkait serta opini
dari peneliti sendiri. Tema yang berhasil diidentifikasi dalam penelitian ini
sebanyak 8 tema, diantaranya yaitu: 1) ungkapan perasaan emosional caregiver,
2) peran caregiver dalam menjalankan fungsi perawatan kesehatan, 3) dampak
yang dirasakan oleh caregiver dalam merawat pasien, 4) faktor penghambat dalam
proses perawatan, 5) upaya mengatasi hambatan dalam merawat, 6) dukungan
sosial, 7) harapan caregiver dalam merawat pasien, dan 8) makna dalam merawat
anggota keluarga yang sakit. Berikut uraian pembahasan dari masing-masing tema
tersebut:
125
Tema 1: ungkapan perasaan emosional caregiver
Tema pertama yang berhasil diidentifikasi yaitu ungkapan perasaan
emosional caregiver. Tema ini didapatkan berdasar pada sub tema yang muncul,
dua sub tema yang berhasil diidentifikasi untuk tema ini yaitu ungkapan awal dari
caregiver saat tahu anggota keluarga harus menjalani hemodialisis dan ungkapan
dari caregiver selama merawat anggota keluarga menjalani hemodialisis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ungkapan awal dari caregiver saat
tahu pertama kali anggota keluarganya harus menjalani hemodialisis akibat dari
PGK dinyatakan oleh partisipan dengan mengungkapkan perasaan tidak terima,
drop, trauma, terpukul, sedih, cemas, kaget, syok, takut, dan marah. Sedangkan
ungkapan dari caregiver selama merawat anggota keluarga yang menjalani
hemodialisis akibat dari PGK dinyatakan oleh partisipan dengan mengungkapkan
bahwa mereka lama-kelamaan sudah mulai bisa menjalani proses yang ada serta
menerima keadaan yang ada demi kesehatan pasien. Selain itu ada dua partisipan
yang mengungkapan masih bingung karena belum paham dengan masalah medis
yang menimpa pasien.
Ungkapan yang dinyatakan oleh partisipan tersebut merupakan suatu bentuk
perasaan emosional, dimana emosional lebih mengarah kepada bentuk
karakteristik atau bentuk ekspresif dari emosi. Bentuk dari emosi sendiri bisa
berupa emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif misalkan dalam bentuk:
gembira, bangga, lega, harapan, cinta atau kasih sayang. Sedangkan emosi negatif
misalkan dalam bentuk perasaan marah, cemas, takut, sedih, dan benci (Hartono,
2016).
126
Hasil penelitian yang berupa ungkapan perasaan emosional dari caregiver
yang merawat anggota keluarga yang menjalani hemodialisis pada tema pertama
dalam penelitian ini sejalan dengan teori atau konsep dari tahapan berduka
menurut Kubler-Ross. Dalam Potter et al (2013), Kubler-Ross menggambarkan
ada lima tahapan dalam berduka yaitu penyangkalan, kemarahan, tawar-menawar,
depresi, dan penerimaan. Tahapan ini lah yang tentunya juga dirasakan oleh
partisipan sebagai caregiver dalam penelitian ini baik mulai dari ungkapan awal
pertama kali mengetahui sampai dengan perasaan ketika sudah menjalani atau
mendampingi dan merawat pasien.
Bentuk ungkapan dari tahap penyangkalan dari hasil penelitian ini
diungkapkan oleh partisipan dengan ungkapan tidak terima anggota keluarganya
harus menjalani hemodialisis. Bentuk ungkapan dari tahap kemarahan
diungkapkan oleh partisipan dengan ungkapan marah ketika tahu anggota
keluarganya harus hemodialisis. Bentuk ungkapan dari tahap tawar-menawar
dalam hasil penelitian ini berupa respon cemas yang diperlihatkan oleh keluarga.
Bentuk ungkapan dari tahap depresi dalam hasil penelitian ini yaitu ungkapan
sedih yang paling banyak diungkapkan dan dirasakan oleh keluarga. Sedangkan
tahap terakhir yaitu menerima, pada tahap ini hasil penelitian mengungkapkan
bahwa keluarga lambat laun setelah mendampingi keluarga yang harus
hemodialisis mulai bisa menerima dan merasakan hal yang biasa yang memang
harus dijalani.
Ungkapan perasaan emosional dari caregiver dalam penelitian ini juga
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Welch et al (2014) yang
menyatakan tentang respon personal dari seorang caregiver dalam merawat pasien
127
dengan PGK yang menjalani hemodialisis. Respon yang muncul pertama kali
yaitu para caregiver juga merasakan takut, frustasi, bahkan sedih hingga depresi
dengan melihat kondisi anggota keluarga mereka yang harus menjalani
hemodialisis. Penelitian yang dilakukan oleh Sari, Allenidekania, & Afiyanti
(2018) juga menyatakan bahwa respon dari keluarga dalam proses perawatan
pasien anak yang menjalani hemodialisis adalah dalam bentuk ungkapan
emosional yang terdiri dari perasaan sedih, takut, dan bahkan sampai marah
namun lama-kelamaan seiring dengan berjalannya waktu para caregiver dapat
menerima kondisi pasien atau anggota keluarga.
Ungkapan perasaan emosional yang muncul dari masing-masing partisipan
dalam penelitian ini merupakan suatu respon akibat dari stimulus yang muncul.
Sebagai bagian dari keluarga tentunya para partisipan ikut merasakan hal yang
juga dirasakan oleh pasien saat itu dan juga untuk saat sekarang. Menjalani
hemodialisis bagi seseorang tentunya merupakan pukulan yang sangat berat dan
tentunya hal ini juga turut dirasakan oleh anggota keluarga yang lain terutama
yang tinggal dalam satu rumah apalagi jika pasien harus menjalani hemodialisis
secara permanen atau selamanya, kondisi ini dapat menjadi salah satu stressor
bagi anggota keluarga. Hal ini juga sejalan dengan konsep sistem adaptasi dalam
Alligood (2014) bahwa salah satu stimulus yang dapat mempengaruhi perilaku
adaptif anggota keluarga yang lain yaitu stimulus fokal, dimana stimulus ini justru
datang dan bersumber dari lingkungan internal sendiri atau yang paling dekat
yaitu anggota keluarga yang sakit.
Anggota keluarga yang berperan sebagai caregiver merasakan hal ini
sebagai bentuk dari adanya sesuatu yang hilang terutama dari bagian keluarga
128
sehingga mereka sampai bisa mengungkapkan kesedihan, syok, dan trauma
mereka. Pasien yang menjalani hemodialisis tentunya secara kondisi sudah
berbeda dengan kondisi saat mereka masih sehat, hal ini lah yang dimaknai oleh
caregiver adanya suatu yang hilang dari anggota keluarga yang sakit seperti peran
dan tanggung jawab dari pasien dalam keluarga saat masih sehat. Kondisi yang
demikian membuat caregiver harus menjalani kehidupannya dengan
bertambahnya peran mereka dalam keluarga karena peran dari anggota keluarga
yang harus menjalani hemodialisis tentunya sudah berbeda dengan peran saat
mereka masih sehat.
Kondisi yang dirasakan oleh caregiver dengan selalu merawat dan
mendampingi pasien bahkan sampai bertahun-tahun tentunya hal ini membuat
mereka sudah menjadi biasa sehingga mereka dapat mengungkapkan bahwa yang
mereka rasakan untuk sampai dengan saat ini adalah bisa menerima dan menjalani
kondisi apa yang ada. Namun dalam penelitian ini diungkapkan juga bahwa ada
dua partisipan yang masih merasakan bingung, mereka masih bingung karena
mereka belum paham dengan masalah yang dihadapi oleh pasien. Tingkat
pengetahuan seorang caregiver juga dapat menentukan bagaimana proses
perawatan yang akan diberikan kepada pasien.
Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang khususnya caregiver tentunya
dapat membantu mereka dalam memberikan perawatan kepada pasien, hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mollaoglu, Kayatas, & Yurugen
(2012) bahwa caregiver seringkali memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
kurang mengenai perawatan pasien sehingga akan berdampak pada perkembangan
129
penyakit dan masalah yang menjadi kompleks dan mengakibatkan caregiver
menjadi bingung hingga muncul stres dan menjadi beban.
Ungkapan perasaan yang dirasakan oleh masing-masing partisipan dalam
penelitian tentunya merupakan hal yang wajar dan normal namun tentunya hal ini
harus tetap dijalani hingga akhirnya mereka dapat menerima dengan tenang,
karena kondisi yang demikian dapat berpengaruh terhadap proses perawatan yang
harus diberikan oleh keluarga kepada pasien. Jika para caregiver selalu dalam
keadaan sedih, marah, dan kecewa dengan masalah yang menimpa anggota
keluarga maka bagaimana proses perawatan oleh caregiver dapat maksimal
diberikan kepada pasien, maka diperlukan sikap untuk menerima semua ini seperti
yang diungkapkan oleh partisipan dalam penelitian ini.
Tema 2: peran caregiver dalam menjalankan fungsi perawatan kesehatan
Tema kedua yang berhasil diidentifikasi yaitu peran caregiver dalam
menjalankan fungsi perawatan kesehatan. Tema ini didapatkan berdasar pada sub
tema yang muncul. Lima sub tema yang berhasil diidentifikasi untuk tema ini
yaitu perawatan yang perlu diperhatikan caregiver terhadap anggota keluarga,
pemahaman caregiver tentang masalah PGK dan terapi hemodialisis, pengambilan
keputusan, memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan, dan mencari informasi
tentang perawatan untuk pasien.
Sub tema yang muncul tersebut merupakan suatu bentuk atau peran yang
harus dijalankan oleh seorang caregiver dalam merawat pasien yang menjalani
hemodialisis. Caregiver mempunyai peran sangat penting dan komprehensif
selama merawat pasien, karena pasien sangat tergantung sekali dan membutuhkan
bantuan dan dukungan dari keluarga atau caregiver (Eirini & Georgia 2018). Sub
130
tema yang muncul dalam tema kedua ini juga sejalan dengan salah satu fungsi dari
keluarga yaitu fungsi perawatan kesehatan (Kaakinen et al., 2018).
Dalam menjalankan fungsi perawatan kesehatan terdapat beberapa aspek
yang perlu diperhatikan oleh caregiver diantaranya yaitu harus mampu untuk
mengenal masalah kesehatan keluarga, mampu membuat keputusan yang tepat
bagi keluarga, mampu dalam merawat keluarga yang mengalami gangguan
kesehatan, mampu dalam mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang
sehat, dan mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan (Kaakinen et al.,
2018).
Sub tema pertama yaitu tentang perawatan yang perlu diperhatikan
caregiver terhadap anggota keluarga yang menjalani hemodialisis. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari partisipan yang berperan sebagai caregiver
mengungkapkan bahwa ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan oleh
seorang caregiver dalam merawat khususnya pasien yang menjalani hemodialisis
dan yang paling banyak ditekankan oleh caregiver adalah tentang pengaturan
asupan cairan dan makanan. Bagi pasien yang menjalani hemodialisis, pengaturan
atau manajemen asupan cairan dan makanan menjadi hal yang penting dan
seorang caregiver harus memahaminya.
Partisipan mengungkapkan bahwa asupan cairan harus dibatasi dan asupan
makanan untuk pasien harus yang mengandung tinggi protein seperti putih telur
dan ikan. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan konsep manajemen perawatan
untuk pasien dengan PGK yang menjalani hemodialisis bahwasanya asupan
nutrisi yang penting adalah makanan yang mengandung tinggi protein (Smeltzer
et al., 2010; Syauqy, Susetyowati, & Suhardi, 2012) Sedangkan untuk asupan
131
cairan yang perlu diatur dan perlu dibatasi agar tidak menimbulkan komplikasi
seperti penumpukan cairan dan sesak napas (Smeltzer et al., 2010), hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Beerendrakumar, Ramamoorthy, &
Haridasan (2018) menunjukkan bahwa adanya ketidakpatuhan terhadap
pembatasan cairan akan menyebabkan kenaikan berat badan intradialitik yang
dapat menimbulkan komplikasi. Caregiver mempunyai peran penting dalam
mengingatkan pasien untuk selalu mematuhi pembatasan akan cairan dan
memperhatikan makanan karena hal ini penting untuk pasien dengan PGK agar
mengurangi angka kesakitan bahkan kematian.
Sub tema kedua yaitu pemahaman yang dimiliki oleh caregiver tentang
masalah PGK dan terapi hemodialisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
beberapa partisipan pada awalnya menganggap bahwa jika seseorang harus atau
sudah menjalani hemodialisis maka anggapan mereka bahwa hidup pasien sudah
tidak lama lagi. Pemahaman partisipan ini mereka dapatkan berdasarkan dari
cerita-cerita atau info dari orang-orang lain. Pemahaman yang seperti ini tentunya
tidak sejalan dengan konsep tentang hemodialisis. Dalam Smeltzer et al (2010)
dinyatakan bahwa hemodialisis merupakan salah satu terapi yang dapat membantu
untuk mencegah kematian pada pasien dengan PGK dan dapat membantu
mempertahankan kondisi kesehatan.
Selain itu juga pemahaman caregiver tentang perubahan kondisi pada pasien
sebagai dampak dari menjalani hemodialisis diungkapkan oleh partisipan
diantaranya bahwa badan pasien sering gatal, kulit menghitam, muncul bengkak,
dan bahkan muncul sesak napas. Kondisi demikian yang dialami oleh pasien
sejalan dengan konsep teori menurut Himmelfarb & Ikizler (2019) dan Lewis et al
132
(2013) yang menyatakan salah satunya pasien akan mengalami pruritus, edema,
dan sesak napas. Pemahaman dan pengetahuan akan hal-hal yang demikian
tentunya menjadi sangat penting bagi caregiver selama merawat pasien.
Dengan pengetahuan yang dimiliki oleh caregiver tentunya dapat membantu
caregiver dalam memberikan dukungan dan perawatan yang baik dan maksimal,
mampu untuk mengingatkan pasien agar tidak terjadi gejala yang tidak diinginkan
seperti penumpukan cairan yang dapat menyebabkan sesak akibat dari
ketidakpatuhan dalam mengatur asupan cairan. Kondisi yang demikian juga
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahrari, Moshki, & Bahrami, (2014)
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara dukungan sosial yang salah
satunya bersumber dari keluarga terhadap peningkatan kepatuhan dalam regimen
terapeutik termasuk kepatuhan dalam pembatasan cairan sehingga dapat semakin
meningkatkan kualitas hidup pasien.
Sub tema yang ketiga yaitu pengambilan keputusan. Caregiver mempunyai
peran penting dalam upaya memutuskan hal yang terbaik untuk pasien. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa beberapa partisipan langsung mengambil
keputusan untuk mengikuti segera terapi hemodialisis ketika pasien dinyatakan
oleh dokter harus menjalani hemodialisis. Namun beberapa partisipan sempat
menunda terlebih dahulu untuk pasien menjalani hemodialisis, dan bahkan
berupaya untuk mencari upaya yang lain seperti pengobatan alternatif dan atau
obat-obatan tradisional. Pengobatan alternatif dan atau tradisional diungkapkan
oleh partisipan karena pasien dan bahkan keluarga tidak mau dan takut jika harus
menjalani hemodialisis.
133
Kondisi seperti diatas sejalan dengan penelitian oleh Maddalena, O’Shea, &
Barrett (2018) yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan
bagian yang penuh dengan emosional. Periode ini penuh dengan ketakutan,
gangguan emosi, konflik, kesulitan ekonomi, dan bahkan kesalahpahaman antara
caregiver dengan pasien dalam hal komunikasi karena banyak pasien merasa takut
untuk menjalani hemodialisis. Maddalena et al (2018) menyatakan bahwa
keputusan tidak hanya berada di tangan pasien namun dapat diambil oleh
caregiver. Kondisi ini juga tergambar dalam hasil penelitian bahwa ada partisipan
yang mengungkapkan bahwa terapi hemodialisis baru diikuti ketika pasien sudah
dalam kondisi yang menurun bahkan sampai tidak sadar diri, akhirnya caregiver
memutuskan untuk mengambil tindakan untuk menjalani terapi hemodialisis bagi
pasien.
Sub tema keempat yaitu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hampir semua dari partisipan mampu
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada ketika kondisi dari anggota
keluarga mengalami penurunan kesehatan. Mereka langsung membawanya ke
rumah sakit terdekat bahkan beberapa partisipan mengungkapkan ada yang
sampai membawa berobat ke rumah sakit di luar negeri. Hal ini sejalan dengan
peran dari caregiver dalam Eirini & Georgia (2018) yang menyatakan bahwa
peran lain yang dapat dilakukan oleh caregiver adalah membantu pasien untuk
segera membawa pasien ke unit dialisis agar mendapatkan segera perawatan
medis yang cepat dan memadai dan terhindar dari komplikasi yang berat.
Penelitian Chiaranai (2016) menyatakan pasien yang menjalani hemodialisis
mengungkapkan bahwa mesin dialisis di fasilitas pelayanan kesehatan seperti
134
rumah sakit memainkan peran yang unik karena dengan mesin tersebut dapat
menggantikan fungsi ginjal yang sudah rusak dan bahkan membantu
mempertahankan kesehatan sehingga terapi tersebut terlalu penting untuk
diabaikan oleh pasien dan juga oleh keluarga sebagai caregiver.
Sub tema kelima yaitu mencari informasi tentang perawatan untuk pasien
hemodialisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan mengungkapkan
ada yang mencari informasi lewat orang lain baik teman, keluarga pasien, atau
pasien sendiri. Selain itu juga beberapa partisipan langsung mencari informasi ke
tenaga kesehatan atau yang ahli dalam bidangnya seperti dokter, perawat, dan ahli
gizi yang ada di unit hemodialisis. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Welch et al (2014) yang menyatakan bahwa
kebutuhan akan informasi perawatan langsung mereka dapatkan dari perawat yang
ada di unit dialisis. Selain itu mereka juga mendapatkan informasi dari keluarga,
dan mereka juga melakukan sharing antar keluarga pasien satu sama lain tentang
masalah-masalah yang muncul selama merawat pasien dengan hemodialisis.
Peran caregiver dalam menjalankan fungsi perawatan kesehatan mempunyai
cakupan yang sangat luas khususnya dalam merawat pasien hemodialisis.
Tanggung jawab sepenuhnya berada pada seorang caregiver karena pasien yang
menjalani hemodialisis perlu untuk mendapat perhatian dan dukungan yang
optimal khususnya dari caregiver ataupun keluarga agar kondisi dari pasien tetap
dalam keadaan sehat dan stabil.
Tema 3: dampak yang dirasakan oleh caregiver dalam merawat pasien
Tema ketiga yang berhasil diidentifikasi yaitu dampak yang dirasakan oleh
caregiver dalam merawat pasien. Tema ini diidentifikasi berdasarkan sub tema
135
yang muncul diantaranya yaitu tekanan atau beban psikologis, tekanan atau beban
ekonomi, tekanan atau beban fisik, dan tekanan atau beban sosial. Beban tersebut
yang dirasakan oleh caregiver sebagai dampak dari selama ini merawat pasien
yang menjalani hemodialisis.
Beban caregiver sendiri merupakan istilah yang menggambarkan kondisi
fisik, finansial, emosional seorang caregiver selama memberikan perawatan
kepada pasien. Beban caregiver pada pasien hemodialisis merupakan kesulitan
yang dialami oleh caregiver yang bersifat permanen, stres, atau berupa
pengalaman negatif akibat dari memberikan perawatan kepada pasien yang
menjalani hemodialisis (Mashayekhi et al., 2015).
Beban pertama dari hasil penelitian ini yaitu beban psikologis. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa beberapa partisipan mengungkapkan beban
psikologis yang dirasakan oleh caregiver diantaranya yaitu muncul rasa down,
drop dan bahkan berat badan menurun, sempat terpikir meninggal duluan,
menangis, merasa berat merawat pasien, dan bahkan sampai mengalami stres
karena harus merawat dan mendampingi anggota keluarga yang harus menjalani
hemodialisis bahkan untuk selamanya. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh
Oyegbile & Brysiewicz (2017) yang menyatakan bahwa partisipan juga
merasakan stres akibat dari tanggung jawab yang harus dijalaninya selama
merawat pasien penyakit ginjal kronik di negara Nigeria sehingga menjadi beban
untuk caregiver.
Beban atau tekanan psikologis muncul dan dialami oleh caregiver karena
mereka selalu terbawa pikiran dengan kondisi pasien yang harus selalu tergantung
dengan terapi hemodialisis. Selain itu, kondisi pasien yang terkadang mengalami
136
penurunan kesehatan juga semakin membuat caregiver merasa bingung, down,
dan stres karena takut terjadi hal-hal yang buruk pada pasien. Selain tanggung
jawab dalam mengurus pasien dalam waktu yang berkepanjangan, tanggung
jawab dalam mengurus hal yang lain seperti rumah tangga atau urusan pribadi
juga semakin menambah beban dan rasa berat bagi caregiver sehingga bisa
memicu muncul stres.
Beban selanjutnya sebagai dampak yang dialami oleh caregiver yaitu beban
ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak partisipan mengungkapkan
kondisi ekonomi keluarga menjadi berkurang semenjak anggota keluarga sakit.
Masalah ekonomi dalam hal ini adalah keuangan muncul karena pendapatan
penghasilan dari caregiver berkurang bahkan tidak mempunyai penghasilan sama
sekali karena sudah tidak bekerja dan hanya fokus untuk merawat anggota
keluarga. Selain itu partisipan juga mengeluh dalam biaya tambahan untuk
perawatan kesehatan dan biaya transportasi. Beban ekonomi yang dialami oleh
partisipan dalam penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Oyegbile & Brysiewicz (2017) yang menyatakan bahwa partisipan
mengalami perubahan ekonomi hingga tidak mempunyai uang dan
menggambarkannya dalam kondisi yang miskin karena harus membayar biaya
perawatan medis yang besar dan tanpa henti.
Hasil penelitian Maddalena et al (2018) juga menyatakan bahwa beban
keuangan yang dialami dan dirasakan oleh caregiver dalam memenuhi kebutuhan
untuk pasien dialisis terdiri mulai dari akomodasi perjalanan jarak jauh, keperluan
obat-obatan, kebutuhan perawatan di rumah, bahkan kondisi keuangan caregiver
mengalami penurunan karena mereka kehilangan pekerjaan. Kehilangan pekerjaan
137
yang dialami oleh caregiver juga dirasakan oleh beberapa partisipan dalam
penelitian ini khususnya mereka yang berperan sebagai kepala rumah tangga.
Mereka rela meninggalkan pekerjaan hanya untuk fokus mendampingi pasien
karena mereka khawatir dengan kondisi pasien terutama saat di rumah. Dengan
meninggalkan pekerjaan tentunya akan mempengaruhi kondisi ekonomi keluarga.
Selain itu juga pasien yang semula berperan sebagai kepala rumah tangga hingga
akhirnya sakit dan sudah tidak bekerja lagi juga ikut mempengaruhi kondisi
ekonomi keluarga yang memicu munculnya beban dalam ekonomi keluarga.
Dampak selanjutnya yang dirasakan yaitu beban fisik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa partisipan banyak mengungkapkan rasa capek secara fisik
dan bahkan ada partisipan yang mengungkapkan sampai dengan sakit yaitu
terkena asam urat dan infeksi saluran pencernaan. Beban fisik yang dialami
partisipan ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sotoudeh,
Pahlavanzadeh, & Alavi (2019) yang menyatakan bahwa dampak dari tanggung
jawabnya dalam merawat pasien hemodialisis dapat menimbulkan atau muncul
masalah pada kesehatan fisik seperti nyeri kronik dan masalah pencernaan. Rasa
capek bahkan kondisi sakit yang dialami oleh caregiver diungkapkan oleh
partisipan dalam penelitian ini akibat dari beratnya merawat pasien terutama saat
di rumah ditambah dengan peran tanggung jawab lainnya dari partisipan. Selain
itu stres yang dirasakan oleh caregiver dalam beban psikologis tadi juga dapat
memicu munculnya penyakit yang dialami oleh caregiver.
Beban selanjutnya yang dirasakan oleh caregiver dalam penelitian ini yang
diungkapkan oleh partisipan adalah mereka merasa kehilangan waktu dan waktu
mereka tersita hanya untuk fokus merawat dan mendampingi pasien, sehingga
138
kegiatan-kegiatan atau pekerjaan lain yang seharusnya diikuti dan dikerjakan oleh
caregiver tidak bisa diikuti dan tidak bisa dikerjakannya. Hasil penelitian ini juga
sejalan dengan penelitian oleh Tretteteig, Vatne, & Rokstad (2017) yang
menyatakan bahwa caregiver dalam menjalankan perannya untuk merawat pasien
yang mengalami dementia dapat berpengaruh terhadap kehidupan sosialnya
berupa keterbatasan waktu untuk bersosialisasi karena harus fokus dan selalu
mendampingi pasien.
Beban yang dirasakan atau muncul pada partisipan dalam penelitian ini
merupakan dampak dari proses perawatan yang dilakukan dalam waktu yang
berkepanjangan serta proses adaptasi yang kurang baik dari caregiver sendiri
sehingga mereka merasakan berat dalam mengurus atau merawat pasien. Dampak
yang dirasakan bisa berupa keluhan kondisi kesehatan fisik, kondisi psikologis
caregiver, kondisi ekonomi keluarga, dan kehidupan sosial yang dijadikan beban
perawatan oleh caregiver. Beban yang terlalu lama dirasakan dapat menyebabkan
ketegangan untuk caregiver seperti rasa tertekan karena harus memikul tanggung
jawab yang besar hanya untuk mengurus anggota keluarga yang sakit sedangkan
keperluan diri mereka sendiri belum tentu dapat diurus dan dipenuhi sehingga
dapat mempengaruhi kualitas hidup dari caregiver sendiri dan berpengaruh
terahadap proses perawatan yang diberikan. Hal ini juga sesuai dengan Kusaba et
al (2016) yang menyatakan bahwa beban caregiver dalam merawat pasien
mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kualitas hidup caregiver.
Tema 4: faktor penghambat dalam proses perawatan
Tema keempat yang didapatkan pada penelitian ini yaitu faktor penghambat
dalam proses perawatan. Tema ini didapatkan berdasar pada sub tema yang
139
muncul. Dua sub tema yang berhasil diidentifikasi untuk tema ini yaitu perilaku
pasien cenderung emosi dan sulit diberitahu dan sub tema kedua yaitu respon
emosional caregiver yang meningkat. Faktor penghambat dalam perawatan yang
dimaksud disini adalah adanya kesulitan-kesulitan yang dirasakan dan dialami
oleh caregiver sehingga pemberian proses perawatan menjadi terhambat.
Sub tema pertama yaitu perilaku pasien yang cenderung emosi dan sulit
diberitahu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak dari partisipan yang
mengungkapkan bahwa dalam proses perawatan terutama ketika di rumah, pasien
sering marah-marah, kadang langsung marah-marah sendiri, emosi pasien menjadi
tidak stabil, dan ada pasien yang bandel terutama ketika partisipan mencoba untuk
mengingatkan dalam hal perawatan untuk pembatasan cairan dan menjaga
makanan sehingga hal ini menjadi kesulitan atau hambatan tersendiri untuk
caregiver dalam merawat. Bahkan ada beberapa partisipan yang sampai dengan
bertengkar karena pasien tidak mau mengikuti aturan.
Lewis et al (2013) menyatakan bahwa salah satu perubahan yang terjadi
pada pasien yang menjalani hemodialisis adalah perubahan psikologis dengan
gejalanya yaitu adanya perubahan kepribadian dan perilaku, emosi yang menjadi
tidak stabil, penarikan diri, dan depresi. Melihat dari apa yang diungkapkan oleh
partisipan maka hambatan yang dialami oleh partisipan merupakan perubahan dari
kondisi psikologis pasien dengan tanda adanya labilitas emosi yang dikeluarkan
dalam bentuk ekspresi sering marah. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh M Mollaoglu (2016) yang menyatakan bahwa pasien yang
menjalani hemodialisis dapat mengalami perubahan psikologis yang berdampak
pada meningkatnya emosi dari pasien sendiri.
140
Selain dari pasien, sub tema kedua menujukkan bahwa faktor penghambat
ternyata juga dapat muncul dari caregiver sendiri yaitu respon emosional
caregiver yang meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa
partisipan mengungkapkan bahwa mereka juga dapat marah ketika dari pasien
sendiri tidak dapat diingatkan atau diatur. Ada partisipan yang mengungkapkan
bahwa mereka marah karena faktor dari kelelahan yang dialami oleh caregiver
selama merawat pasien. Selain karena faktor kelelahan yang dapat memicu emosi
caregiver tentunya kelelahan juga dapat menjadi penghambat bagi caregiver
untuk membantu memenuhi dan mengerjakan kebutuhan sehari-hari pasien
khususnya mereka yang membutuhkan bantuan total.
Kesulitan atau hambatan yang muncul dari caregiver ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Eslami et al (2018) yang menyatakan bahwa
kelelahan yang dialami oleh caregiver dapat mempengaruhi kondisi psikologis
dari caregiver. Kondisi psikologis yang terus tertekan dan pengaruh dari kondisi
pasien dapat memicu meningkatnya emosi dari caregiver sendiri dan bahkan
dapat mempengaruhi stamina dari caregiver akibat dari kelelahan yang dialami.
Hambatan yang muncul baik dari pasien maupun dari caregiver sendiri
sering merupakan akibat dari perubahan psikologis. Kondisi ini tentunya
mempengaruhi status emosi terutama pasien dan caregiver yang ditandai dengan
ekspresi marah. Selain itu, perubahan psikologis juga dapat mempengaruhi
penerimaan seseorang terhadap kondisi yang dijalani dan berakibat pada
hubungan antar sesama baik di dalam keluarga maupun dengan lingkungan
sekitar, sehingga kondisi yang demikian dapat mempengaruhi dinamika proses
perawatan yang dilakukan oleh caregiver untuk pasien.
141
Tema 5: upaya mengatasi hambatan dalam merawat
Tema kelima yang didapatkan pada penelitian ini yaitu upaya mengatasi
hambatan dalam merawat pasien. Tema ini didapatkan berdasar pada sub tema
yang muncul. Sub tema yang berhasil diidentifikasi untuk tema ini yaitu upaya
membuat pasien mengerti untuk mematuhi aturan, sikap mengalah dari caregiver,
diam, sabar dalam menghadapi pasien, dan disiplin terhadap aturan. Upaya yang
dimaksud disini adalah upaya yang dilakukan oleh caregiver ketika mengalami
hambatan atau kesulitan terutama yang bersumber dari pasien seperti yang
diungkapkan pada hasil dan pembahasan tema sebelumnya. Hambatan yang
ternyata sering muncul adalah lebih pada peningkatan respon emosi dari pasien
selama proses perawatan ketika di rumah.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa partisipan mengungkapkan
apabila muncul hambatan berupa reaksi pasien yang cenderung sering marah
maka yang dilakukan oleh partisipan adalah mencoba untuk menenangkan pasien,
memberi nasehat, memberi pengertian, dan bahkan apabila memang kondisi
pasien sudah benar-benar marah maka partisipan mengungkapkan lebih baik
mengalah, diam, dan sabar. Hal ini dilakukan oleh partisipan sebagai bentuk
respon yang muncul dari mereka agar tidak terjadi berkepanjangan. Respon dari
partisipan tersebut merupakan bentuk dari mekanisme koping yang dilakukan oleh
caregiver.
Koping sendiri didefinisikan sebagai usaha yang dilakukan baik secara
kognitif maupun perilaku untuk mengatasi, meredakan, atau mentoleransi tuntutan
atau stimulus yang muncul baik dari lingkungan internal maupun eksternal akibat
dari suatu peristiwa (Folkman & Lazarus, 1980 dalam Sarafino & Smith, 2011).
142
Koping sendiri terbagi dalam dua jenis yaitu emotion-focused coping yaitu
bertujuan untuk mengontrol respon emosional yang muncul dan problem-focused
coping yaitu bertujuan untuk mengurangi tuntutan atau mengembangkan sumber
daya dalam menghadapi tuntutan.
Upaya untuk membuat pasien mengerti untuk mematuhi aturan dan sikap
mengalah yang diperlihatkan oleh caregiver dalam penelitian ini merupakan salah
satu bentuk dari emotion-focused coping. Mengontrol emosi atau menghindari
agar tidak semakin emosi salah satunya dengan bentuk perilaku mengalah, diam,
dan bersabar merupakan salah satu bentuk dari emotional coping. Sedangkan
upaya untuk membuat pasien mengerti yang ditunjukkan oleh caregiver juga
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nagarathnam, Sivakumar, &
Latheef (2018) yang menyatakan bahwa caregiver memiliki kepedulian yang
tinggi dalam merawat pasien hemodialisis, mereka mengalami kekhawatiran
terhadap kondisi pasien sehingga mereka sering melakukan upaya dengan cara
mengingatkan dan memberitahu pasien agar mengikuti aturan yang ada agar tidak
terjadi penurunan kesehatan.
Selain upaya secara emosional, para partisipan juga mengungkapkan bahwa
salah satu upaya atau bentuk koping yang bisa dilakukan adalah dengan mematuhi
aturan. Dengan mematuhi segala aturan dalam menjalankan terapi hemodialisis
tentunya pasien akan terhindar dari komplikasi atau efek negatif yang dapat
muncul dan tidak akan menyulitkan caregiver. Hal ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Eslami et al (2018) yang menyatakan bahwa salah
satu bentuk dari problem-focused coping yang dilakukan oleh caregiver adalah
dengan mengikuti aturan yang ada seperti aturan diet untuk pasien hemodialisis
143
dan juga mencari informasi tentang perawatan untuk pasien agar tidak mengalami
kesulitan atau hambatan.
Mekanisme koping yang dilakukan oleh caregiver diatas tentunya juga
sejalan dengan dengan model adaptasi Roy dalam Alligood (2014) yang
menyatakan bahwa dengan memiliki koping yang baik dalam menghadapi
stimulus yang muncul maka akan didapatkan respon atau perilaku yang adaptif.
Perilaku adaptif sangat diperlukan karena dapat memberikan dampak yang positif
bagi caregiver. Dengan perilaku yang adaptif tentunya akan memberikan rasa
kelegaan bukan suatu beban bagi caregiver, selain itu juga dapat memberikan efek
yang positif bagi kesehatan fisik dan mental caregiver selama merawat pasien
yang menjalani hemodialisis.
Tema 6: dukungan sosial
Tema keenam yang didapatkan pada penelitian ini yaitu upaya dukungan
sosial. Tema ini didapatkan berdasar pada sub tema yang muncul. Dua sub tema
yang berhasil diidentifikasi untuk tema ini yaitu merupakan sumber dari dukungan
sosial yang didapatkan oleh caregiver yaitu dukungan dari orang lain dan
dukungan dari anggota keluarga sendiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dukungan yang diterima oleh caregiver baik dari orang lain maupun dari keluarga
sendiri diantaranya berupa dukungan dalam bentuk pertolongan, dorongan
semangat, dukungan doa, dan dukungan finansial.
Dukungan sosial sendiri merupakan suatu bentuk kenyamanan baik secara
fisik maupun emosional yang diterima oleh seseorang yang diberikan oleh orang
lain baik anggota keluarga, teman, teman kerja, maupun orang lain dari
lingkungan sekitar (Kaakinen et al., 2018). Dukungan sosial sendiri terdiri dari
144
beberapa jenis yaitu dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan
informasional, dan dukungan bentuk penghargaan (Kaakinen et al., 2018).
Dukungan emosional merupakan dukungan dalam bentuk pemberian kasih
sayang, perhatian, kepedulian, dan empati. Dukungan instrumental merupakan
dukungan dalam bentuk bantuan keuangan atau barang. Dukungan informasional
merupakan dukungan dalam bentuk pemberian informasi dan saran. Dukungan
penghargaan dalam bentuk memberikan dorongan, umpan balik, dan menyetujui
gagasaan atau keputusan dalam perawatan (Kaakinen et al., 2018).
Jenis-jenis dukungan diatas ternyata juga sejalan dan dapat dilihat dengan
dukungan yang diterima oleh caregiver dalam penelitian ini baik yang datang dari
orang lain maupun keluarga sendiri. Dukungan yang banyak diterima oleh
caregiver diantaranya berupa dukungan emosional, dan selanjutnya dukungan
instrumental. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Shiba, Kondo,
& Kondo (2016) bahwa dukungan emosional merupakan dukungan yang paling
sering langsung diberikan baik oleh anggota keluarga sendiri maupun dari orang
lain daripada bentuk dukungan yang lainnya.
Dukungan emosional yang muncul banyak berasal anggota keluarga sendiri,
mereka memberikan dorongan semangat dan juga doa kepada caregiver. hal ini
juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rutkowski et al (2018) yang
menyatakan bahwa dukungan emosional yang banyak diterima berasal dari
anggota keluarga sendiri. Sedangkan dukungan instrumental dalam penelitian ini
banyak didapatkan dari anggota keluarga sendiri yaitu dalam bentuk bantuan
finansial. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cruz et al (2018)
145
bahwa selain dukungan emosional keluarga juga banyak memberikan dukungan
finansial untuk membantu proses perawatan dan pengobatan untuk pasien.
Dukungan sosial sangat diperlukan oleh keluarga terutama bagi caregiver
yang merawat pasien hemodialisis. Semua jenis dukungan sangat diperlukan
karena dengan banyaknya dukungan yang diperlukan tentunya sangat bermanfaat
dan membantu caregiver dalam merawat pasien. Dengan dukungan sosial juga
dapat membantu caregiver dalam mengatasi beban yang dialami sehingga kualitas
hidup dari caregiver sendiri juga akan meningkat.
Tema 7: harapan caregiver dalam merawat pasien
Tema ketujuh yang didapatkan pada penelitian ini yaitu harapan caregiver
dalam merawat pasien. Tema ini didapatkan berdasar pada sub tema yang muncul.
Dua sub tema yang berhasil diidentifikasi untuk tema ini yaitu diberikan
kesehatan, semangat, kesembuhan, dan bantuan dana, sub tema kedua yaitu
harapan terhadap sistem pelayanan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa banyak partisipan yang mengungkapkan bahwa harapan utama dari
caregiver adalah kondisi yang selalu sehat dari pasien sendiri. Dengan kondisi
pasien yang selalu dalam keadaan sehat tentunya akan membuat caregiver
menjadi tenang dan tidak terbebani dengan kondisi pasien.
Selain harapan untuk selalu dalam keadaan sehat, beberapa partisipan juga
mengungkapkan bahwa mereka juga menginginkan adanya kesembuhan walaupun
mereka juga tahu bahwa terapi hemodialisis untuk pasien ini bisa berlangsung
selamanya dan hanya untuk mempertahankan kesehatan. Hal tersebut juga
didukung konsep dari Smeltzer et al (2010) yang menyatakan bahwa terapi
146
dialisis dapat digunakan untuk mencegah kematian dan mempertahankan
kesehatan pasien.
Selain itu hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Hanson et al (2019); Urquhart-Secord et al (2016) dimana tema yang
berhasil diidentifikasi salah satunya adalah kesehatan yang optimal terutama
untuk pasien. Kesehatan merupakan prioritas utama yang menjadi harapan dari
para caregiver dalam merawat anggota keluarga mereka yang sakit, terutama
kesehatan bagi pasien sendiri. Harapan yang lain dari partisipan yaitu adanya
bantuan dana yang diharapkan. Harapan ini tentunya diinginkan oleh caregiver
agar dapat membantu mengatasi beban khususnya beban secara finansial dalam
memenuhi kebutuhan untuk perawatan kesehatan.
Selain sub tema kesehatan, harapan caregiver yang lain yaitu harapan
terhadap sistem pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit khususnya di unit
hemodialisis. Beberapa partisipan mengungkapkan bahwa mereka berharap bahwa
sistem perawatan dan medis yang ada lebih memperhatikan tentang perawatan alat
yang digunakan. Ungkapan partisipan ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nobahar (2017) yang menyatakan bahwa salah satu yang menjadi
harapan atau ekspektasi dari keluarga pasien adalah proses perawatan dari alat
atau mesin dialisis terutama pada mesin-mesin yang sudah berusia tua sehingga
masih dapat berfungsi dengan baik dan tidak menimbulkan masalah.
Selain alat atau mesin dialisis, hal penting lainnya yang menjadi sorotan dari
partisipan adalah kepedulian dari tenaga kesehatan, mereka berharap bahwa
dengan sikap kepedulian kepada pasien dan caregiver tanpa membeda-bedakan
satu sama lain dapat memunculkan kepuasan tersendiri bagi pasien dan keluarga.
147
Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Nobahar (2017) dan
Salehitali et al (2017) yang menyatakan bahwa salah satu harapan dari keluarga
adalah adanya komunikasi dan perilaku yang baik antara tenaga kesehatan dengan
pasien atau keluarga, sehingga dengan perilaku dan komunikasi yang baik, pasien
dan keluarga akan mendapatkan kepuasan terhadap pelayanan yang diterima.
Harapan kesehatan terutama untuk kesehatan dari pasien merupakan
harapan atau keinginan utama dari para caregiver selama merawat pasien. Dengan
kondisi kesehatan yang selalu dimiliki baik oleh pasien maupun caregiver sendiri
tentunya dapat membawa dampak yang positif bagi mereka, tidak membawa
kesulitan bagi caregiver dalam merawat pasien sehingga caregiver akan merasa
nyaman dan tenang.
Tema 8: makna dalam merawat anggota keluarga yang sakit
Tema kedelapan yang didapatkan pada penelitian ini yaitu makna dalam
merawat anggota keluarga yang sakit. Tema ini didapatkan berdasar pada sub
tema yang muncul. Tiga sub tema yang berhasil diidentifikasi untuk tema ini yaitu
pandangan hidup yang positif, bakti dan kasih sayang, dan belajar pola hidup
sehat. Makna dalam merawat anggota keluarga dalam hal ini yang dimaksudkan
adalah suatu pelajaran yang didapatkan oleh caregiver selama mendampingi dan
merawat pasien.
Hasil penelitian pada sub tema pertama didapatkan yaitu pandangan hidup
yang positif. Beberapa partisipan mengungkapkan bahwa selama mereka merawat
pasien mereka banyak mendapat pelajaran diantaranya yaitu ternyata hidup itu
harus saling berbuat baik, selalu bersyukur dan meningkatkan keimanan, serta
melatih kesabaran. Pelajaran yang caregiver terima ini lebih mengarah kepada
148
perubahan diri yang lebih baik. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kristanti et al (2018) yang menyatakan bahwa caregiver yang
mendampingi dan merawat pasien dengan dementia dan kanker ternyata mereka
juga merasakan perubahan pada diri mereka yaitu perubahan pada pribadi atau
personal mereka yang menjadi lebih baik.
Hasil penelitian pada sub tema kedua didapatkan yaitu bakti dan kasih
sayang. Dua partisipan yang berperan sebagai anak mengungkapkan bahwa proses
merawat yang mereka lakukan merupakan bakti seorang anak kepada orangtua.
Partisipan lainnya yang berperan sebagai pasangan hidup ataupun orangtua
mengungkapkan bahwa ini lah bukti kasih sayang mereka kepada pasien. Hasil
penelitian ini didukung juga berdasarkan konsep keluarga tentang peran dalam
struktur keluarga (Kaakinen et al., 2018), peran mereka sebagai orangtua, peran
sebagai anak, maupun yang lainnya. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Zhang & Lee (2019) dimana salah satu hasilnya
menyatakan bahwa proses merawat yang diberikan oleh seorang anak sebagai
caregiver kepada ibunya merupakan bentuk cinta dan kasih sayang yang dalam
kepada orangtua mereka yang mengalami stroke.
Sub tema ketiga didapatkan yaitu belajar pola hidup sehat, para partisipan
juga mengungkapkan bahwa selama merawat pasien mereka juga turut belajar
untuk melakukan pola hidup sehat agar kejadian yang menimpa anggota
keluargnya tidak terulang lagi pada anggota yang lain. Hal ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kristanti et al (2018) yang menyatakan bahwa
salah satu perubahan yang terjadi dalam diri caregiver selain menjadi pribadi yang
lebih baik yaitu caregiver juga belajar untuk memiliki gaya hidup sehat, mereka
149
antar anggota keluarga baik pasien maupun yang lainnya juga saling mendukung
dan mengingatkan untuk selalu menjaga kesehatan.
Makna atau pelajaran yang didapat oleh caregiver selama merawat pasien
ternyata tidak hanya tentang proses pendidikan kesehatan yang didapat melalui
tenaga kesehatan di rumah sakit, namun selama proses merawat saat di rumah pun
mereka dapatkan dan rasakan sendiri. Pelajaran yang didapatkan tentunya dapat
membantu dan mempunyai dampak yang positif dalam kehidupan mereka
diantaranya yaitu para caregiver untuk lebih menjadi pribadi yang lebih baik dan
bisa menjadi contoh untuk pasien serta lebih dapat memperhatikan kondisi
kesehatan sesama antar anggota keluarga.
150
Integrasi Hasil Penelitian
Gambar 4.1 Hubungan Antar Tema Penelitian dan Konsep Teori
Model sistem adaptasi Calista Roy menggambarkan tiga stimulus yang
dapat mempengaruhi proses manusia dalam beradaptasi terhadap suatu hal atau
peristiwa yang dialami khususnya dalam peningkatan status kesehatan. Proses
adaptasi yang dialami oleh manusia tentunya membawa pengalaman tersendiri
bagi mereka serta mempengaruhi makna dari kehidupan mereka. Proses adaptasi
yang dialami oleh seseorang tidak hanya berfokus pada pasien saja namun proses
adaptasi ini juga dapat dialami oleh anggota keluarga pasien terutama orang
terdekat.
Stimulus fokal, kontekstual, dan residual:
Proses perawatan yang dilakukan oleh caregiver kepada anggota keluarga dengan PGK
yang menjalani hemodialisis
Pengalaman hidup caregiver dalam merawat anggota keluarga dengan PGK yang
menjalani hemodialisis
Ungkapan perasaan
emosional caregiver
Peran caregiver dalam
menjalankan fungsi
perawatan kesehatan
Dampak yang
dirasakan oleh
caregiver
Faktor penghambat
dalam proses
perawatan
Upaya mengatasi
hambatan
Makna dalam
merawat pasien Harapan caregiver Dukungan sosial
151
Pasien yang menjalani hemodialisis dalam waktu yang berkepanjangan
apalagi bersifat permanen tentunya membawa efek perubahan tidak hanya bagi
pasien namun juga bagi anggota keluarga. Hal ini terjadi karena pasien tentunya
membutuhkan bantuan dan dukungan dari anggota keluarga yang lain untuk
merawat mereka. Anggota keluarga yang membantu merawat pasien dalam setiap
harinya tentunya merasakan dan memiliki perasaan atau pengalaman tersendiri
karena hal ini berbeda dengan kondisi saat pasien masih dalam keadaan sehat.
Tingkatan adaptasi dari anggota keluarga dapat mempengaruhi pengalaman yang
dirasakan dan dimiliki oleh mereka.
Pengalaman anggota keluarga sebagai caregiver dalam merawat pasien yang
menjalani hemodialisis dalam penelitian ini didapatkan dalam bentuk tema-tema.
Tema yang telah diidentifikasi sebagai hasil dari penelitian ini diantaranya yaitu:
1) ungkapan perasaan emosional caregiver, 2) peran caregiver dalam
menjalankan fungsi perawatan kesehatan, 3) dampak yang dirasakan oleh
caregiver dalam merawat pasien, 4) faktor penghambat dalam proses perawatan,
5) upaya mengatasi hambatan dalam merawat, 6) dukungan sosial, 7) harapan
caregiver dalam merawat pasien, dan 8) makna dalam merawat anggota keluarga
yang sakit.
Tema-tema yang telah diidentifikasi tersebut mempunyai keterkaitan antar
satu sama lainnya sebagai bentuk dari pengalaman yang dimiliki dan dirasakan
oleh anggota keluarga sebagai caregiver selama merawat pasien. Seorang
caregiver ketika pertama kali mengetahui bahwa ada anggota keluarga yang
ternyata mengalami PGK dan harus menjalani hemodialisis tentunya akan
mengakibatkan perasaan emosional yang bergejolak dalam kehidupannya.
152
Ungkapan perasaan emosional yang dirasakan oleh caregiver tentunya akan
membawa dampak dalam tugasnya atau perannya untuk memberikan perawatan
yang terbaik untuk pasien dalam kehidupan sehari-hari. Peran sebagai caregiver
tentunya membawa dampak yang cukup besar bagi mereka karena tanggung
jawab sepenuhnya ada pada diri mereka khususnya untuk perkembangan status
kesehatan pasien.
Tanggung jawab yang cukup besar ini dapat membawa dampak berupa
beban tersendiri bagi caregiver. Beban yang dirasakan oleh caregiver sebagai
dampak selama merawat pasien dapat menjadi hambatan bagi caregiver dalam
merawat pasien, ataupun malah sebaliknya hambatan yang muncul dan dirasakan
oleh caregiver selama merawat justru bisa menjadi beban bagi caregiver. Seorang
caregiver dalam merawat pasien tentunya mempunyai harapan terutama harapan
yang baik untuk pasien khususnya untuk status kesehatan pasien.
Harapan yang dimiliki oleh caregiver tentunya merupakan keinginan yang
ingin diwujudkan. Hal ini tentu membutuhkan dukungan, caregiver memerlukan
dukungan baik dukungan dari keluarga yang lain maupun dari orang lain. Dengan
adanya dukungan tersebut tentu akan membawa kemudahan bagi caregiver dalam
merawat pasien dan akan sangat membantu caregiver untuk menurunkan dampak
berupa beban ataupun mengatasi hambatan yang muncul selama proses
perawatan.
Proses perawatan yang dilakukan oleh caregiver untuk pasien hemodialisis
dalam waktu yang berkepanjangan dengan segala harapan yang dimiliki tentunya
akan membawa makna atau pelajaran tersendiri yang mereka bisa ambil selama
merawat pasien. Caregiver tentunya dapat belajar dan mengambil hikmahnya
153
untuk dijadikan pelajaran dalam kehidupan mereka sendiri. Makna yang
didapatkan oleh caregiver tentunya juga akan mempengaruhi perasaan emosional
dari caregiver dimana para caregiver lama-kelamaan tentunya akan dapat
menerima kondisi yang harus mereka jalani untuk selalu mendampingi dan
merawat pasien dan yang terpenting adalah menjalankan perannya untuk
memberikan perawatan kesehatan kepada pasien.
Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan pengalaman yang didapatkan selama penelitian, ada beberapa
keterbatasan yang dapat diidentifikasi, diantaranya yaitu:
Metodologi
Keterbatasan pada penelitian ini berasal dari peneliti karena penelitian ini
merupakan pengalaman pertama bagi peneliti dalam melakukan penelitian
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif yang berperan sebagai
instrumen utama. Kemampuan peneliti untuk menggali pengalaman partisipan
secara lebih dalam dan mengembangkan pertanyaan berdasarkan jawaban
partisipan belum memadai. Masih banyak data yang mungkin belum dapat
dieksplor lebih dalam lagi karena peneliti sering merasa dan mengalami kesulitan
untuk mencerna dengan cepat pernyataan dari partisipan dan kurang mampu
memodifikasi pertanyaan.
Proses penelitian
Proses penelitian yang dilakukan terutama saat pengumpulan data masih
bersamaan dengan masa pandemi COVID-19 di wilayah tempat penelitian yang
masih masuk zona merah. Dengan kondisi yang demikian maka proses
154
pengumpulan data yang menggunakan metode wawancara tidak dilakukan secara
tatap muka karena untuk saling mengantisipasi dan menjaga kesehatan maka
hanya dilakukan melalui telepon. Wawancara yang dilakukan melalui telepon
dengan partisipan masih ada ditemukan suara-suara dari area sekitar partisipan
yang masih dapat terdengar saat direkam sehingga cenderung sedikit
mengganggu, kendala jaringan yang sempat membuat terputus sehingga harus
melakukan telepon ulang kembali. Selain proses wawancara, proses validasi atau
member checking juga dilakukan melalui telepon.
Bias
Bias dalam suatu penelitian kualitatif yang menggunakan metode
pengumpulan data dengan wawancara mendalam dapat terjadi karena pada saat
wawancara masih terdapat pertanyaan yang diajukan oleh peneliti sifatnya
mengarahkan jawaban partisipan.
Implikasi Hasil Penelitian
Implikasi pada pelayanan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
pemberian asuhan keperawatan pada keluarga dan pasien yang menjalani terapi
hemodialisis. Dalam memberikan asuhan keperawatan tentunya perawat harus
benar-benar mengkaji secara mendalam dan komprehensif dengan
mengidentifikasi aspek biopsikososiospiritual, tingkat pemahaman tentang
masalah penyakit dan terapi, dampak, perubahan, dan harapan dari keluarga dan
pasien. Dalam melakukan intervensi, perawat dapat melakukan perannya sebagai
educator tidak hanya kepada pasien namun juga kepada keluarga, selain itu
155
perawat juga perlu menunjukkan sikap kepedulian, perhatian, bersikap adil, dan
memberikan informasi yang jelas kepada keluarga, menjelaskan proses perawatan
yang tepat dan baik khsususnya kepada keluarga saat merawat di rumah.
Bagi perawat medikal bedah tentunya dapat bekerjasama dengan perawat
komunitas untuk menindaklanjuti proses perawatan di rumah dan kembali
melakukan pengkajian dan intervensi saat jadwal keluarga dan pasien menjalani
hemodialisis dengan melaksanakan perannya sebagai educator.
Implikasi pada pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
pendidikan khususnya area keperawatan medikal bedah. Semua peserta didik
dapat mengaplikasikan teknik pengkajian yang tepat dari semua aspek perubahan
yang dialami oleh keluarga pasien. Peserta didik belajar untuk memberikan
intervensi keperawatan yang tepat tidak hanya kepada pasien namun juga kepada
keluarga dari pasien hemodialisis. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat
menjadi dasar dalam pengembangan bahan kajian dalam proses pembelajaran di
area keperawatan medikal bedah.
Impliksi pada penelitian keperawatan
Penelitian ini didapatkan delapan tema yang berkaitan dengan pengalaman
keluara sebagai caregiver dalam merawat pasien hemodialisis. Kedelapan tema
yang didapatkan ini dapat dijadikan landasan atau data dasar untuk penelitian
selanjutnya. Perlu dikembangkan lagi tema-tema yang ada melalui penambahan
variasi dari karakteristik partisipan dan wilayah atau komunitas tempat penelitian
yang berbeda-beda.
156
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Tema yang berhasil diidentifikasi dalam penelitian ini ada 8 tema, yaitu: 1)
ungkapan perasaan emosional caregiver, 2) peran caregiver dalam menjalankan
fungsi perawatan kesehatan, 3) dampak yang dirasakan oleh caregiver dalam
merawat pasien, 4) faktor penghambat dalam proses perawatan, 5) upaya
mengatasi hambatan dalam merawat, 6) dukungan sosial, 7) harapan caregiver
dalam merawat pasien, dan 8) makna dalam merawat anggota keluarga yang sakit.
Penelitian ini memberikan pemahaman tentang pengalaman keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang menjalani terapi hemodialisis dari berbagai apek
yang memungkinkan perawat untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang
sesuai.
Saran
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pelayanan
keperawatan, bagi pendidikan keperawatan, bagi keluarga pasien, dan bagi
penelitian selanjutnya. Adapun saran dari penelitian ini adalah:
Bagi pelayanan keperawatan
Diharapkan perlunya membangun sikap yang baik, meningkatkan rasa
empati dan kepedulian, bersikap adil, dan menjalin komunikasi yang baik
khususnya dari tenaga kesehatan kepada pasien dan keluarga pasien agar
membawa kepuasan layanan bagi pasien dan keluarga. Selain itu perlunya
157
meningkatkan peran perawat sebagai edukator dalam memberikan informasi
khususnya kepada keluarga pasien agar mereka dapat memahami dan
mempersiapkan untuk perawatan selanjutnya ketika di rumah. Hal ini dapat
dilakukan dengan memaksimalkan atau membuat tempat atau unit khusus untuk
kegiatan edukasi atau konseling kepada keluarga pasien saat keluarga pasien
sedang menunggu pasien menjalani hemodialisis. Selain itu juga dapat
memberikan lembar informasi berisi edukasi tentang perawatan untuk pasien
khususnya kepada keluarga pasien terutama yang masih baru.
Bagi institusi pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar dalam upaya
mengembangkan bahan materi untuk proses pembelajaran di area keperawatan
medikal bedah khususnya untuk pemberian asuhan keperawatan untuk lebih bisa
mendalami lagi teknik pengkajian dan pemberian intervensi yang perlu
melibatkan keluarga pasien.
Bagi keluarga pasien
Keluarga pasien diharapkan dapat mengikuti saran dan aturan yang perlu
diperhatikan yang disampaikan langsung oleh tenaga kesehatan khususnya tentang
perawatan untuk pasien hemodialisis saat di rumah dan memaksimalkan segala
upaya dan dukungan yang ada agar tidak mengalami kesulitan atau hambatan
selama merawat pasien.
Bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar untuk penelitian
selanjutnya dan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan dengan memperluas
variasi dari karakteristik partisipan dan tempat wilayah atau komunitas yang
158
berbeda. Selain itu dapat juga mengembangkan penelitian dengan menggunakan
metode penelitian yang lain seperti eksperimen dengan melihat hasil tema yang
didapatkan untuk sebagai variabel penelitian yang diukur.
DAFTAR PUSTAKA
Abbasi, A., Asayesh, H., Rahmani, H., Shariati, A., Hosseini, S. ., & Rouhi, G.
(2011). The burden on caregivers from hemodialysis patients and related
factors. J Res Development Nurs Midwifery, 8, 26–33.
Adelman, R. D., Tmanova, L. L., Delgado, D., Dion, S., & Lachs, M. S. (2014).
Caregiver burden: A clinical review. JAMA - Journal of the American
Medical Association, 311(10), 1052–1059.
https://doi.org/10.1001/jama.2014.304
Ahrari, S., Moshki, M., & Bahrami, M. (2014). The relationship between social
support and adherence of dietary and fluids restrictions among hemodialysis
patients in iran. Journal of Caring Sciences, 3(1), 11–19.
https://doi.org/10.5681/jcs.2014.002
Alligood, M. R. (2014). Nursing Theorist and Their Work (8th ed.). St. Louis,
Missouri: Elsevier Mosby.
Alnazly, E. K. (2018). The impact of an educational intervention in caregiving
outcomes in Jordanian caregivers of patients receiving hemodialysis: A
single group pre-and-post test. International Journal of Nursing Sciences,
5(2), 144–150. https://doi.org/10.1016/j.ijnss.2018.03.007
Annisa, F. (2016). Burden of family caregiver. Belitung Nursing Journal, 2(1),
10–18.
Bayoumi, M. M. (2014). Subjective burden on family carers of hemodialysis
patients. Open Journal of Nephrology, 04(02), 79–85.
https://doi.org/10.4236/ojneph.2014.42011
Beerendrakumar, N., Ramamoorthy, L., & Haridasan, S. (2018). Dietary and fluid
regimen adherence in chronic kidney disease patients. Journal of Caring
Sciences, 7(1), 17–20. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.15171/jcs.2018.003
Chiaranai, C. (2016). The lived experience of patients receiving hemodialysis
treatment for end-stage renal disease: a qualitative study. Journal of Nursing
Research, 24(2), 101–108. https://doi.org/10.1097/jnr.0000000000000100
Creswell, J. ., & Poth, C. . (2018). Qualitative Inquiry Research Design: Choosing
Among Five Approaches (4th ed.). Thousand Oaks: Sage Publications Ltd.
Cruz, T. H. da, Girardon-Perlini, N. M. O., Beuter, M., Coppetti, L. de C.,
Dalmolin, A., & Piccin, C. (2018). Social support of family caregivers of
chronic renal patients on hemodialysis. Reme Revista Mineira de
Enfermagem, 22(January). https://doi.org/10.5935/1415-2762.20180054
Eirini, G., & Georgia, G. (2018). Caregivers of patients on haemodialysis.
INTECH Open Access, i(tourism), 13.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.5772/57353
El-Melegy, O. A., Al-Zeftawy, A. M., & Khaton, S. E. (2016). Effect of family
centered empowerment model on hemodialysis patients and their caregivers.
Journal of Nursing Education and Practice, 6(11).
https://doi.org/10.5430/jnep.v6n11p119
Eslami, A. A., Rabiei, L., Shirani, M., & Masoudi, R. (2018). Dedication in caring
of hemodialysis patients: Perspectives and experiences of Iranian family
caregivers. Indian Journal of Palliative Care, 24(4), 486–490.
https://doi.org/10.4103/IJPC.IJPC_204_17
Family Caregiver Alliance. (2016). Caregiver Statistics : Demographics.
Retrieved February 10, 2020, from https://www.caregiver.org
Farahani, M. A., Ghane, G., Sydfatemi, N., & Hagani, H. (2016). Effect of
educational program on the burden of family caregivers of hemodialysis
patients. Evidence Based Care Journal, 6(1), 7–18.
Frankl, V. E. (2000). Man ’ s Search for Meaning. Germany: Beacon Press.
Gilbertson, E. L., Krishnasamy, R., Foote, C., Kennard, A. L., Jardine, M. J., &
Gray, N. A. (2019). Burden of care and quality of life among caregivers for
adults receiving maintenance dialysis: a systematic review. American
Journal of Kidney Diseases : The Official Journal of the National Kidney
Foundation, 73(3), 332–343. https://doi.org/10.1053/j.ajkd.2018.09.006
Hanson, C. S., Gutman, T., Craig, J. C., Bernays, S., Raman, G., Zhang, Y., …
Tong, A. (2019). Identifying important outcomes for young people with
CKD and their caregivers: a nominal group technique study. American
Journal of Kidney Diseases, 74(1), 82–94.
https://doi.org/10.1053/j.ajkd.2018.12.040
Haririan, H. R., Aghajanlo, A., & Ghafurifard, M. (2013). Evaluation of social
support level among hemodialysis patients in the hospitals of Zanjan.
Medical Sciences Journal of Islamic Azad University, 23(1), Pe74-En14.
Retrieved from http://www.iau-tmuj.ir
Hartono, D. (2016). Psikologi. Kemebterian Kesehatan Republik Indoneisa:
BPPSDM.
Himmelfarb, J., & Ikizler, T. A. (2019). Chronic Kidney Disease, Dialysis, and
Transplantation: A Companion to Brenner and Rector’s The Kidney (4th
ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins: Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Indonesian Renal Registry. (2018). 11 th Report Of Indonesian Renal Registry
2018. Retrieved September 12, 2019, from www.indonesianrenalregistry.org
Jadhav, B., Dhavale, H., Dere, S., & Dadarwala, D. (2014). Psychiatric morbidity,
quality of life and caregiver burden in patients undergoing hemodialysis.
Medical Journal of Dr. D.Y. Patil University, 7(6), 722.
https://doi.org/10.4103/0975-2870.144858
Jafari, H., Ebrahimi, A., Aghaei, A., & Khatony, A. (2018). The relationship
between care burden and quality of life in caregivers of hemodialysis
patients. BMC Nephrology, 19.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1186/s12882-018-1120-1
Jager, K. J., Kovesdy, C., Langham, R., Rosenberg, M., Jha, V., & Zoccali, C.
(2019). A single number for advocacy and communication-worldwide more
than 850 million individuals have kidney diseases. Nephrology Dialysis
Transplantation, 34(11), 1803–1805. https://doi.org/10.1093/ndt/gfz174
Kaakinen, J. R., Coehlo, D. P., Steele, R., & Robinson, M. (2018). Family Health
Care Nursing: Theory, Practice, And Research (6th ed.). Philadelphia: F.A.
Davis Company: Philadelphia: F.A. Davis Company.
KDIGO. (2013). KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and
Management of Chronic Kidney Disease. In Official Journal of the
International Society of Nephrology (Vol. 3).
https://doi.org/10.3182/20140824-6-za-1003.01333
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Hasil Utama RISKESDAS 2018. Retrieved
September 12, 2019, from www.depkes.go.id/resources/download/info-
terkini/hasil-riskesdas.pdf.
Kim, Y. L., & Kawanishi, H. (2018). The Essentials of Clinical Dialysis. In The
Essentials of Clinical Dialysis. Springer Nature: Singapore: Springer Nature:
Singapore.
Kristanti, M. S., Engels, Y., Effendy, C., Astuti, Utarini, A., & Vernooij-Dassen,
M. (2018). Comparison of the lived experiences of family caregivers of
patients with dementia and of patients with cancer in Indonesia. International
Psychogeriatrics, 30(6), 903–914.
https://doi.org/10.1017/S1041610217001508
Kumar, C. N., Suresha, K. K., Thirthalli, J., Arunachala, U., & Gangadhar, B. N.
(2015). Caregiver burden is associated with disability in schizophrenia:
Results of a study from a rural setting of south India. International Journal of
Social Psychiatry, 61(2), 157–163.
https://doi.org/10.1177/0020764014537637
Kusaba, T., Sato, K., Fukuma, S., Yamada, Y., Matsui, Y., Matsuda, S., …
Fukuhara, S. (2016). Influence of family dynamics on burden among family
caregivers in aging Japan. Family Practice, 33(5), 466–470.
https://doi.org/10.1093/fampra/cmw062
Levy, J., Brown, E., & Lawrence, A. (2016). Oxford Handbook of Dialysis. In
Oxford Handbook of Dialysis.
https://doi.org/10.1093/med/9780199644766.001.0001
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2013). Medical-
Surgical Nursing: Assesment and Management of Clinical Problems (Ninth
Ed). Missouri: Mosby: St. Louis, Missouri.
Maddalena, V., O’Shea, F., & Barrett, B. (2018). An exploration of palliative care
needs of people with end-stage renal disease on dialysis: Family caregiver’s
perspectives. Journal of Palliative Care, 33(1), 19–25.
https://doi.org/10.1177/0825859717747340
Manen, M. Van. (2017). Researching Lived Experiences: Human Science for an
Action Sensitive Pedagogy (Max Van Manen).
https://doi.org/10.7202/1073288ar
Mapp, T. (2008). Understanding phenomenology. British Journal of Midwifery,
16(5), 1–190. https://doi.org/10.5840/teachphil199316222
Mashayekhi, F., Pilevarzadeh, M., & Rafati, F. (2015). The assesment of
caregiver burden in caregivers of hemodialysis patients. Mater Sociomed,
27(5)(September), 333–336. https://doi.org/10.5455/msm.2015.27.333-336
Maslakpak, M., Torabi, M., Radfar, M., & Alinejad, V. (2019). The effect of
psycho-educational intervention on the caregiver burden among caregivers of
hemodialysis patients. Journal of Research Development in Nursing &
Midwifery, 16(1), 14–25.
McDonald, J., McKinlay, E., Keeling, S., & Levack, W. (2015). How family
carers engage with technical health procedures in the home: A grounded
theory study. BMJ Open, 5(7). https://doi.org/10.1136/bmjopen-2015-007761
Metzelthin, S. F., Verbakel, E., Veenstra, M. Y., Van Exel, J., Ambergen, A. W.,
& Kempen, G. I. J. M. (2017). Positive and negative outcomes of informal
caregiving at home and in institutionalised long-term care: A cross-sectional
study. BMC Geriatrics, 17(1), 1–10. https://doi.org/10.1186/s12877-017-
0620-3
Mollaoǧlu, M., Kayataş, M., & Yürügen, B. (2013). Effects on caregiver burden
of education related to home care in patients undergoing hemodialysis.
Hemodialysis International, 17(3), 413–420.
https://doi.org/10.1111/hdi.12018
Mollaoglu, M. (2016). Illness Perception and Hopelessness in Hemodialysis.
Archives of Clinical Nephrology, 2, 044–048.
https://doi.org/10.17352/acn.000014
Mollaoglu, Mukadder, Kayatas, M., & Yurugen, B. (2012). Effects on caregiver
burden of education related to home care in patients undergoing
hemodialysis. Hemodialysis International, 1–8.
https://doi.org/10.1111/hdi.12018
Nagarathnam, M., Sivakumar, V., & Latheef, S. A. A. (2018). Burden, coping
mechanisms, and quality of life among caregivers of hemodialysis and
peritoneal dialysis undergoing and renal transplant patients. Indian Journal
of Psychiatry, 59(4), 2017–2018.
https://doi.org/10.4103/psychiatry.IndianJPsychiatry
National Academics of Sciences, Engineering, and M. (2016). Families Caring
for an Aging America. Washington, DC: The National Academies Press:
Washington, DC: The National Academies Press.
National Alliance For Caregiving. (2010). Care For The Family Caregiver: A
Place to Start. New York: EmblemHealth.
National Kidney Foundation. (2015a). Hemodialysis Access. Diakses Dari
https://www.kidney.org/atoz/content/hemoaccess. Diunduh Pada 10 Februari
2020
National Kidney Foundation. (2015b). Hemodialysis Catheters: How to Keep
Yours Working Well. Diakses Dari
https://www.kidney.org/atoz/content/hemocatheter. Diunduh Pada 10
Februari 2020
Nobahar, M. (2017). Exploring experiences of the quality of nursing care among
patients, nurses, caregivers and physicians in a haemodialysis department.
Journal of Renal Care, 43(1), 50–59. https://doi.org/10.1111/jorc.12187
Nugroho, F. A., & Sabarini, Y. G. (2019). Tingkatan beban family caregiver pada
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa. The 10th
University Research Colloqium, 944–950.
Oyegbile, Y. O., & Brysiewicz, P. (2017). Exploring caregiver burden
experienced by family caregivers of patients with End-Stage Renal Disease
in Nigeria. International Journal of Africa Nursing Sciences, 7(June 2016),
136–143. https://doi.org/10.1016/j.ijans.2017.11.005
Pender, N. J., Murdaugh, C., & Parsons, M. A. (2015). Health Promotion in
Nursing Practice (7th ed.). United States: Pearson Education: Pearson.
Polit, D. F., & Beck, C. T. (2018). Essential of Nursing Research: Appraising
Evidence for Nursing practice (9th ed., Ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer.
Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P. A., & Hall, A. M. (2013). Fundamentals of
Nursing (8th ed). St. Louis, Missouri: Elsevier Mosby.
Rabiei, L., Eslami, A. A., Abbasi, M., Afzali, S. M., Hosseini, S. M., & Masoudi,
R. (2020). Evaluating the effect of family-centered intervention program on
care burden and self-efficacy of hemodialysis patient caregivers based on
Social Cognitive Theory: A randomized clinical trial study. Korean Journal
of Family Medicine, 41(2), 84–90. https://doi.org/10.4082/kjfm.18.0079
Rutkowski, N. A., Lebel, S., Richardson, K., Mutsaers, B., Chasen, M., &
Feldstain, A. (2018). A little help from my friends: Social support in
palliative rehabilitation. Current Oncology, 25(6), 358–365.
https://doi.org/10.3747/co.25.4050
Sajadi, S. A., Ebadi, A., & Moradian, S. T. (2017). Quality of life among family
caregivers of patients on hemodialysis and its relevant factors: A systematic
review. International Journal of Community Based Nursing and Midwifery,
5(3), 206–218.
Salehitali, S., Ahmadi, F., Zarea, K., & Fereidooni-Moghadam, M. (2017). The
role of heath team in coping process of family caregivers with patients under
hemodialysis: a qualitative study. Jundishapur Journal of Chronic Disease
Care, 7(1), 1–7. https://doi.org/10.5812/jjcdc.63304
Sanyaolu, A., Okorie, C., Annan, R., Turkey, H., Akhtar, N., Gray, F., …
Nwaduwa, I. C. (2018). Epidemiology and management of chronic renal
failure: a global public health problem. Biostatistics and Epidemiology
International Journal, 1(1), 11–16. https://doi.org/10.30881/beij.00005
Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2011). Health Psychology Biopsychosocial
Interaction (7th Ed.). New Jersey: John Wiley & Sons, INC.
Sari, D., Allenidekania, & Afiyanti, Y. (2018). Family experience in treating
children with chronic renal failure undergoing hemodialysis therapy.
Enfermeria Clinica, 28(Supl 1 Part B), 321–324.
Sharma, R. (2013). The family and family structure classification redefined for the
current times. Journal of Family Medicine and Primary Care, 2(4), 306–310.
https://doi.org/10.4103/2249-4863.123774
Shiba, K., Kondo, N., & Kondo, K. (2016). Informal and formal social support
and caregiver burden: The AGES caregiver survey. Journal of Epidemiology,
26(12), 622–628. https://doi.org/10.2188/jea.JE20150263
Siegert, R. J., Jackson, D. M., Tennant, A., & Turner-Stokes, L. (2010). Factor
analysis and rasch analysis of the zarit burden interview for acquired brain
injury carer research. Journal of Rehabilitation Medicine, 42(4), 302–309.
https://doi.org/10.2340/16501977-0511
Smeltzer, S. ., Bare, B. ., Hinkle, J. ., & Cheever, K. . (2010). Brunner &
Suddarths Textbook of Medical-Surgical Nursing (12th ed.). Philadelphia:
Wolter Kluwers.
Sotoudeh, R., Pahlavanzadeh, S., & Alavi, M. (2019). The Effect of a Family-
Based Training Program on the Care Burden of Family Caregivers of
Patients Undergoing Hemodialysis. Iranian Journal of Nursing & Midwifery
Research, 24(2), 144–150. Retrieved from
http://10.0.16.7/ijnmr.IJNMR_93_18
Syauqy, A., . S., & . S. (2012). Asupan protein dan fosfor, rasio fosfor-protein,
dan kadar fosfor darah pada pasien gagal ginjal kronis dengan hemodialisis.
Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 9(2), 58. https://doi.org/10.22146/ijcn.15380
Talebi, M., Mokhtari Lakeh, N., Rezasoltami, P., Kazemnejad Leili, E., &
Shamsizadeh, M. (2016). Caregiver burden in caregivers of renal patients
under hemodialysis. J Holistic Nurs Midwifery, 25, 59–68.
Tretteteig, S., Vatne, S., & Rokstad, A. M. M. (2017). The influence of day care
centres designed for people with dementia on family caregivers - A
qualitative study. BMC Geriatrics, 17(1). https://doi.org/10.1186/s12877-
016-0403-2
Urquhart-Secord, R., Craig, J. C., Hemmelgarn, B., Tam-Tham, H., Manns, B.,
Howell, M., … Tong, A. (2016). Patient and caregiver priorities for
outcomes in hemodialysis: an international nominal group technique study.
American Journal of Kidney Diseases, 68(3), 444–454.
https://doi.org/10.1053/j.ajkd.2016.02.037
USRDS. (2018). Chapture 1: Incidence, Prevalence, Patient Characteristics, and
Treatment Modalities. Retrieved September 12, 2019, from United Stated
Renal Data System website: https://www.usrds.org/adr.aspx
USRDS. (2019). Chapture 1: Incidence, Prevalence, Patient Characteristics, and
Treatment Modalities. Retrieved January 2, 2020, from United Stated Renal
Data System website: https://www.usrds.org/adr.aspx
Welch, J. L., Thomas-Hawkins, C., Bakas, T., McLennon, S. M., Byers, D. M.,
Monetti, C. J., & Decker, B. S. (2014). Needs, concerns, strategies, and
advice of daily home hemodialysis caregivers. Clinical Nursing Research,
23(6), 644–663. https://doi.org/10.1177/1054773813495407
Yang, J., & He, W. (2020). Chronic Kidney Disease: Diagnosis and Treatment. In
Springer Nature: Singapore (Vol. 379). https://doi.org/10.1016/S0140-
6736(11)60178-5
Zhang, J., & Lee, D. T. F. (2019). Meaning in stroke family caregiving in china: a
phenomenological study. Journal of Family Nursing, 25(2), 260–286.
https://doi.org/10.1177/1074840719841359
RIWAYAT HIDUP
Nama : Vincencius Surani
Tempat/ Tanggal Lahir : Taraman, 20 Juli 1991
Alamat : Taraman, RT/RW 002/001, Kec. Semendawai
Suku III, Kab. OKU Timur, Prov. Sumatera
Selatan
Alamat E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan
Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus
SD SD N 02 Taraman, OKU Timur 2003
SMP SMP N 02 Karang Melati, OKU Timur 2006
SMA SMA Xaverius 1 Belitang, OKU Timur 2009
S1 STIKes Perdhaki Charitas Palembang 2013
Ners STIKes Perdhaki Charitas Palembang 2014
Kegiatan Pendukung Akademik Selama Studi
Peserta pada Acara Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru
(PKKMB) Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara 27 – 29 Agustus 2018
Peserta pada Seminar Keperawatan Aplikasi Caring Skill di Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara 13 September 2018
Peserta pada International Health Environmental and Technology in Caring
Science Conference di Hotel Grandika Medan 27 – 28 September 2018
Peserta pada Seminar “Profesionalisme Keperawatan Dalam Pemberian Layanan
Asuhan” di RS. Santa Elisabeth Medan 14 Desember 2018
Peserta dalam Workshop Penelitian Kualitatif “Analisis Data Penelitian Kualitatif:
Computer-Assisted Qualitative Data Analysis Software (CAQDAS)” di
Fakultas Keperawatan USU Medan 15 Desember 2018
Panitia pada Seminar Keperawatan “Kiat Sukses Menjadi Perawat Profesional” di
Fakultas Keperawatan USU Medan 16 Maret 2019
Peserta pada Seminar HUT 45 Tahun PPNI Kota Medan “Keluarga dan
Masyarakat Sehat Bersama Perawat 17 Maret 2019
Peserta Seminar Keperawatan “Update Deteksi Dini dan Sistem Penatalaksanaan
Perburukan Kondisi Pasien” di Fakultas Keperawatan USU 06 April 2019
Peserta Seminar “Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Kardiovaskuler” Dalam
Rangka Menyambut International Nurse Day 2019 di Murni Teguh
Memorial Hospital 04 Mei 2019
Panitia pada Seminar Keperawatan “Implementing Caring As Evidence Based
Practice” di Fakultas Keperawatan USU Medan 26 September 2019
Peserta Pelatihan Resusitasi Jantung Paru (RJP) di RSUP H. Adam Malik Medan
30 Oktober 2019
Peserta pada kegiatan Seminar “Optimalisasi Pelayanan Keperawatan Era
Revolusi Industri 4.0 oleh DPW PPNI Sumatera Utara 21 Desember 2019.
LAMPIRAN 1
INSTRUMEN PENELITIAN
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN (INFORMATION FOR CONSENT)
BAGI PARTISIPAN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Vincencius Surani
NIM : 187046011
No. Kontak : +62 858 3243 3858
E-mail : [email protected]
Judul penelitian : Pengalaman Keluarga Sebagai Caregiver Dalam Merawat
Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani
Hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan: Studi Fenomenologi
Peneliti merupakan Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk
mengeksplorasi bagaimana pengalaman keluarga sebagai caregiver dalam
merawat pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan kebijakan
program pelayanan kesehatan khususnya untuk caregiver dan pasien hemodialisis
serta meningkatkan upaya promosi kesehatan. Sebelum melakukan pengumpulan
data, peneliti akan melakukan pendekatan kepada bapak/ ibu agar tercipta
hubungan saling percaya antara kita sebelum melakukan wawancara.
Peneliti akan melakukan pengambilan data dari bapak/ ibu dengan cara
melakukan wawancara berdasarkan panduan wawancara yang telah dibuat sesuai
dengan topik yang diteliti. Wawancara akan dilakukan sekitar 40 – 60 menit.
Wawancara akan dilakukan sesuai dengan kesepakatan waktu yang telah
disepakati bersama. Wawancara akan direkam dengan menggunakan alat voice
recorder setelah mendapat persetujuan dan dapat dilakukan beberapa kali sesuai
dengan kesepakatan. Oleh karena itu, diharapkan informasi yang mendalam dari
pengalaman bapak/ ibu. Setelah melakukan pengambilan data, bapak/ ibu sekalian
akan ditanyakan kembali apakah hasil yang peneliti dapatkan dan tulis sudah
sesuai dengan apa yang bapak/ ibu ungkapkan atau rasakan.
Penelitian ini tidak menimbulkan risiko apapun terhadap bapak/ ibu. Jika
bapak/ ibu merasa tidak nyaman selama wawancara, dapat memilih untuk tidak
menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti atau mengundurkan diri dari
partisipasinya. Peneliti berjanji akan menjunjung tinggi dan menghargai bapak/
ibu dengan cara menjamin kerahasiaan identitas dan data yang diperoleh baik
dalam pengumpulan data, maupun dalam penyajian laporan penelitian. Nama
bapak/ ibu akan dibuat dalam bentuk kode.
Peneliti sangat menghargai kesediaan bapak/ ibu menjadi partisipan dalam
penelitian ini. Apabila bapak/ ibu telah memahami penjelasan dan setuju sebagai
partisipan dalam penelitian ini, mohon untuk menandatangani lembar persetujuan
menjadi partisipan penelitian. Atas perhatian, kerjasama, dan kesediannya
menjadi partisipan, saya mengucapkan terimakasih banyak.
Medan, ……………………………
Hormat saya,
(Vincencius Surani)
RSUP H. Adam Malik- FK USU
FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN
(FORMULIR INFORMED CONSENT)
Peneliti Utama :
Pemberi Informasi :
Penerima Informasi :
Nama Subyek
Tanggal Lahir (umur)
Jenis Kelamin
Alamat
No. Telp (Hp)
:
:
:
:
:
JENIS INFORMASI
ISI INFORMASI
(diisi dengan bahasa yang dimengerti oleh
masyarakat awam)
TANDAI
1 Judul Penelitian
2 Tujuan penelitian
3 Cara & Prosedur
Penelitian
4 Jumlah Subyek
5 Waktu Penelitian
6 Manfaat penelitian
termasuk manfaat
bagi subyek
7 Risiko & efek
samping dalam
penelitian
8 Ketidak nyamanan
subyek penelitian
9 Perlindungan
Subjek Rentan
10 Kompensasi bila
terjadi efek samping
11 Alternatif
Penanganan bila ada
12 Penjagaan
kerahasiaan Data
13 Biaya Yang
ditanggung oleh
subyek
14 Insentif bagi subyek
RM.2.11/IC.SPenelitian/20... NRM : Nama : JenisKelamian : Tgl. Lahir :
15 Nama & alamt
penelitiserta nomor
telepon yang bisa
dihubungi
Inisial Subyek : …………
(bila diperlukan dapat ditambahkan gambar prosedur dan alur prosedur)
Setelah mendengarkan penjelasan pada halaman I dan 2 mengenai penelitian yang akan
dilakukan oleh : …………………………………………………………..dengan judul :
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
…………………………..informasi tersebut sudah saya pahami dengan baik.
Dengan menandatangani formulir ini saya menyetujui untuk diikutsertakan dalam
penelitian di atas dengan suka rela tanpa paksaan dari pihak manapun. Apabila suatu
waktu saya merasa dirugikan dalam bentuk apapun, saya berhak membatalkan
persetujuan ini.
---------------------------------------------- -----------------------------
Nama dan Tanda Tangan Orang Tua/wali Tanggal
----------------------------------------------
Nama dan Tanda Tangan Peneliti
Ket : Tanda Tangan saksi/wali diperlukan bila subyek tidak bisa baca tulis, penurunan
kesadaran, mengalami gangguan jiwa dan berusia dibawah 18 tahun.
Inisial subyek ……
FORMAT PENGUMPULAN DATA DEMOGRAFI PARTISIPAN
“ Pengalaman Keluarga Sebagai Caregiver Dalam Merawat Pasien Penyakit
Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit Pusat Haji
Adam Malik Medan: Studi Fenomenologi“
Tanggal Pengisian: ………………………………….
Petunjuk Pengisian:
1. Mohon memberikan jawaban dengan jujur dan sesuai
2. Dalam penelitian ini tidak ada jawaban benar atau salah
3. Usahakan agar tidak ada jawaban yang terlewatkan
4. Setelah semua diisi mohon diserahkan kembali.
Identitas Partisipan:
1. Kode partisipan :
2. Nama inisial partisipan :
3. Jenis kelamin :
4. Umur :
5. Alamat :
6. Suku :
7. Status pernikahan :
8. Pendidikan :
9. Pekerjaan :
10. No. kontak :
11. Hubungan dengan pasien :
12. Lama merawat pasien :
13. Umur pasien :
14. Jenis kelamin pasien :
PANDUAN WAWANCARA MENDALAM
“Pengalaman Keluarga Sebagai Caregiver Dalam Merawat Pasien Penyakit
Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan: Studi Fenomenologi“
Panduan Pertanyaan:
1. Apa perasaan bapak/ ibu saat tahu anggota keluarga didiagnosa harus
menjalani terapi hemodialisis?
2. Bagaimana pengalaman bapak/ ibu dalam merawat anggota keluarga yang
menjalani terapi hemodialisis?
3. Apa kesulitan atau beban yang bapak/ ibu alami selama merawat anggota
keluarga yang menjalani terapi hemodialisis?
4. Apa upaya yang bapak/ ibu lakukan untuk mengatasi kesulitan yang muncul
selama merawat anggota keluarga yang menjalani terapi hemodialisis?
5. Adakah dukungan yang bapak/ ibu dapatkan selama merawat anggota keluarga
yang menjalani terapi hemodialisis?
6. Apa pelajaran atau hikmah yang bapak/ ibu bisa dapatkan selama merawat
anggota keluarga yang menjalani terapi hemodialisis?.
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENELITIAN
“Pengalaman Keluarga Sebagai Caregiver Dalam Merawat Pasien Penyakit
Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan: Studi Fenomenologi“
No. Item
A. Tahap Persiapan
1. Persiapan administratif
a. Peneliti mengajukan permohonan surat izin penelitian ke Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
b. Setelah surat permohonan izin penelitian didapatkan, selanjutnya meneruskan surat
izin penelitian ke RSUP H. Adam Malik Medan ke bagian Litbang
c. Selanjutnya setelah mendapat balasan izin penelitian dan surat pengantar dari pihak
RSUP H. Adam Malik Medan, peneliti membawa surat tersebut ke unit
hemodialisis dan meminta izin sekaligus berkoordinasi dengan kepala ruangan unit
hemodialisis
2. Persiapan Partisipan
a. Mengidentifikasi calon partisipan sesuai kriteria yang telah dibuat
b. Memperkenalkan diri, maksud, tujuan, dan proses penelitian kepada calon
partisipan
c. Meminta persetujuan partisipan untuk berpartisipasi dalam penelitian
d. Melakukan pendekatan (prolonged engagement) dan pilot study (1 partisipan)
e. Melakukan kontrak waktu untuk kegiatan wawancara
3. Persiapan Alat
Alat yang diperlukan meliputi lembar panduan wawancara, voice recorder, mobile
phone, dan alat tulis
4. Persiapan Diri
a. Persiapan diri yang dilakukan adalah memahami konsep tentang penyakit ginjal
kronik, hemodialisis, konsep caregiver, dan memahami konsep tentang penelitian
kualitatif, teknik pengumpulan data (wawancara dan probing). Dalam hal ini
bracketing penting untuk dilakukan agar peneliti tidak mengarahkan partisipan
melalui pertanyaan yang diajukan
B. Tahap Pelaksanaan (Proses Melalui Telepon)
1. Fase Orientasi
a. Membuat kontrak waktu lamanya proses wawancara. Apabila partisipan tidak
bersedia maka dibuat jadwal ulang. Apabila bersedia lanjut ke fase kerja
b. Menyiapkan peralatan yang diperlukan (panduan wawancara, voice recorder, dan
alat tulis
2. Fase Kerja
a. Membuka wawancara dengan menyapa dan membina suasana yang nyaman pada
partisipan
b. Melakukan wawancara dengan mengajukan pertanyaan terbuka sesuai dengan
panduan wawancara yang telah dibuat
c. Melakukan probing jika diperlukan.
d. Peneliti memperhatikan bracketing.
3. Fase Terminasi
a. Mengakhiri wawancara dengan membuat kontrak pertemuan selanjutnya untuk
validasi atau member checking
b. Melakukan kontrak waktu kembali jika nantinya ada data yang masih belum
didapatkan oleh peneliti
Tahap Pengolahan Data
1. Membuat deskripsi hasil wawancara ke dalam bentuk transkrip wawancara
2. Menemukan pernyataan partisipan tentang topik pengalamannya serta
menggarisbawahi pernyataan yang signifikan
3. Membuat formulated meaning (rumusan makna) dari setiap pernyataan signifikan
4. Peneliti menggabungkan rumusan makna yang sama atau mirip dari pengalaman
yang dirumuskan ke dalam kelompok sub tema dan kemudian tema
6. Peneliti membuat deskripsi narasi dari tema yang berhasil diidentifikasi.
C. Tahap Terminasi
1. Melakukan validasi/ member checking kepada partisipan. Apabila terdapat
pernyataan tambahan maka proses pengolahan data dilakukan kembali sesuai tahap
pengolahan data hingga tidak ada pernyataan tambahan dari partisipan
2. Peneliti menyatakan pada partisipan bahwa dengan selesai proses validasi maka
proses penelitian selesai
3. Menjelaskan kembali bahwa kerahasiaan data penelitian akan tetap terjaga
4. Mengucapkan terimakasih atas kesediaan, partisipasi, dan kerjasamanya.
ANALISIS DATA PENELITIAN KUALITATIF METODE COLAIZZI
(Mengorganisir formulated meanings atau rumusan makna ke dalam sub tema dan tema)
PENGALAMAN KELUARGA SEBAGAI CAREGIVER DALAM MERAWAT PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI
HEMODIALISIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN: STUDI FENOMENOLOGI
No. Rumusan Makna dari Pernyataan
Signifikan
Partisipan Sub Tema Tema
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1.a Awalnya tidak terima jika anggota keluarga
harus hemodialisis √ √ √
Ungkapan awal dari
caregiver saat tahu anggota
keluarga harus hemodialisis
Ungkapan perasaan
emosional caregiver
Drop mendengar anggota keluarga harus
hemodialisis √
Rasanya trauma mendengar anggota keluarga
harus hemodialisis √
Perasaannya terpukul saat tahu pertama kali
anggota keluarga harus hemodialisis √
Perasaan awalnya yang pasti sedih kok bisa
kena cuci darah √ √ √ √ √ √
Pertama kali tahu anggota keluarga harus
hemodialisis rasanya cemas √ √
Pertama kali mendengar anggota keluarga
harus cuci darah rasanya kaget √ √
Pertama kali mendengar anggota keluarga
harus cuci darah rasanya syok √ √ √
Keluarga semuanya takut tahu ada anggota
keluarga harus hemodialisis √ √
Keluarga juga marah tahu ada anggota
keluarga harus hemodialisis
√
1.b Untuk sekarang perasaannya biasa saja dan
menjalani saja dalam merawat pasien √ √ √ √ √ √ √ √
Ungkapan dari caregiver
selama merawat anggota
No. Rumusan Makna dari Pernyataan
Signifikan
Partisipan Sub Tema Tema
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Sekarang agak tenang dan menerima jika
anggota keluarga harus cuci darah √ √ √ √ √ √ √
keluarga menjalani
hemodialisis
Masih bingung karena tidak mengerti dengan
masalah medis √ √
2.a Minum obat dari dokter atau rumah sakit
untuk menjaga kondisi tetap stabil √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Perawatan yang perlu
diperhatikan caregiver
terhadap anggota keluarga
Peran caregiver dalam
menjalankan fungsi
perawatan kesehatan Selalu mendampingi, memperhatikan agar
pasien tetap semangat √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Yang diminum harus sama jumlahnya
dengan yang keluar √ √
Air minum harus dibatasi dan diatur √ √ √
Minum dalam sehari 500 – 600 cc ditambah
urine yang keluar √ √ √ √ √
Minum dalam sehari satu botol aqua √ √ √
Buah tidak boleh dimakan oleh pasien
hemodialisis √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Bayam tidak boleh dikonsumsi oleh pasien √ √
Membatasi sayuran terutama yang
mengandung kalium tinggi √ √ √
Jangan makan garam √
Makan yang wajib dikonsumsi untuk pasien
putih telur dan ikan-ikanan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Sayur-sayuran yang tidak mengandung zat
besi √
Masak sayur harus direndam atau rebus baru
dimasak √ √
No. Rumusan Makna dari Pernyataan
Signifikan
Partisipan Sub Tema Tema
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Cek darah rutin tiap bulan untuk melihat Hb,
kreatinin, dan ureum pasien √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Aktivitas kemana-mana harus dibantu √ √
Aktivitas pasien hemodialisis tidak boleh lagi
kerja yang berat-berat
√ √ √ √ √ √ √ √ √
2.b Cuci darah membuat hidup sangat tipis √ Pemahaman caregiver
tentang masalah penyakit
ginjal kronik dan terapi
hemodialisis
Jika sudah cuci darah tidak tahu sampe kapan
bertahan √
Kalau cuci darah tidak bakal selamat √
Kalau cuci darah tidak lama umurnya √
Cuci darah bisa cepat meninggal √ √ √
Cuci darah dibilang penyakit menakutkan √ √
Kalau cuci darah ini paling dua tiga kali
sudah meninggal √
Orang yang cuci darah hanya bertahan hidup
sebentar √
Orang yang cuci darah seperti tidak ada
harapan √
Belum paham tentang ginjal dan
penanganannya √ √ √ √
Pasien hemodialisis perlu menjaga makan
dan minum agar sehat √ √ √
Gagal ginjal tidak bisa terdeteksi diawal,
tahu-tahu sudah parah √
Ginjal sudah penuh dengan racun √
Ginjalnya tidak berfungsi √ √ √ √ √
No. Rumusan Makna dari Pernyataan
Signifikan
Partisipan Sub Tema Tema
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Terapi cuci darah untuk membersihkan
racun, garam yang tidak dibutuhkan √ √
Pengobatan gagal ginjal dengan terapi cuci
darah √
Ganti ginjal dibuat alat cuci darah namanya
dialyzer √
Terapi hemodialisis untuk mempertahankan
kondisi kesehatan √ √
Diabetes penyebab penyakit ginjal √ √ √ √
Gejalanya dari batu ginjal √ √ √
Kebanyakan konsumsi obat (jantung dan
asam urat) √ √ √
Penyebab awal selalu minum minuman
bersoda √
Penyebab awal penyakit ginjal kronik dari
hipertensi √ √ √
Dari faktor keturunan juga ada √
Badan pasien gatal √ √ √
Kulit menghitam √
Pasien mudah lelah √
Tensi pasien tidak stabil √
Menumpuk cairan √ √
Pasien sesekali sesak napas √ √ √
Punggung pasien sakit
√
2.c Memutuskan diawal untuk langsung cuci
darah √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengambilan keputusan
No. Rumusan Makna dari Pernyataan
Signifikan
Partisipan Sub Tema Tema
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Memutuskan diawal untuk menunda dulu
cuci darah √ √ √
Mencari pengobatan alternatif terlebih dahulu √ √
Menggunakan obat-obatan tradisional untuk
pengobatan dulu
√ √
2.d Memeriksakan langsung ke rumah sakit √ √ √ √ √ √ √ √ √ Memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan Memeriksakan terlebih dahulu ke klinik
√
2.e Mencari informasi perawatan dari orang lain √ √ √ √ Mencari informasi tentang
perawatan untuk pasien Mencari informasi perawatan langsung dari
tenaga kesehatan
√ √ √ √
3.a Sampe merasakan down karena kondisi
anggota keluarga √
Tekanan atau beban
psikologis Dampak yang
dirasakan oleh
caregiver dalam
merawat pasien Sampai drop dan turun berat badan ketika
harus merawat pasien √
Sempat terpikir meninggal duluan karena
memikirkan anggota keluarga √
Mengeluh bahkan sampai menangis melihat
anggota keluarga sakit √ √
Pengalaman duka selama merawat pasien √
Letih karena harus cari nafkah √
Sampai stres karena anggota keluarga sakit √ √ √
Terasa berat sekali karena semua saran
dokter harus dipatuhi
√
No. Rumusan Makna dari Pernyataan
Signifikan
Partisipan Sub Tema Tema
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
3.b Ekonomi keluarga menjadi berkurang
semenjak anggota keluarga sakit
√ √ √ √ √ √
Tekanan atau beban
ekonomi
3.c Sampai terkena asam urat ketika merawat
anggota keluarga √
Tekanan atau beban fisik
Terkena infeksi saluran pencernaan karena
stress √
Capek karena ngantar berobat dan ngadepin
di rumah
√ √ √ √ √ √ √ √ √
3.d Tidak bisa pergi kemana-mana karena
anggota keluarga sakit
√ √ √ √ √ √ √ √ Tekanan atau beban sosial
4.a Muncul pertengkaran jika selalu menanggapi
pasien √ √ √
Perilaku pasien yang
cenderung emosi dan sulit
diberitahu
Faktor penghambat
dalam proses
perawatan Pasien marah-marah sehingga membuat sulit
dalam merawat √ √ √ √ √ √ √ √ √
Sulit menghadapi emosi pasien yang tidak
stabil √
Pasien cenderung bandel tidak mematuhi
aturan √
Sulit untuk membuat pasien mengerti dan
menerima kondisinya harus cuci darah
√
4.b Caregiver marah karena pasien sulit dikasih
tahu √ √ √
Respon emosional
caregiver yang meningkat
Caregiver emosi karena tidak mampu untuk √
No. Rumusan Makna dari Pernyataan
Signifikan
Partisipan Sub Tema Tema
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
mengerjakan
5.a Memberitahu pasien dengan cara lembut √ Upaya membuat pasien
mengerti untuk mematuhi
aturan
Upaya mengatasi
hambatan dalam
merawat Memberi pengertian kepada pasien √
Berusaha untuk menenangkan pasien √
Menegur pasien langsung √
Lebih sering mengingatkan pasien untuk
mengikuti aturan
√
5.b Harus sadar dan mengalah dalam
menghadapi anggota keluarga yang sakit
√ √ √ Sikap mengalah dari
caregiver
5.c Diam saja ketika pasien marah
√ √ √ √ Diam
5.d Harus sabar menghadapi pasien √ √ √ Sabar dalam menghadapi
pasien
5.e Benar-benar disiplin dalam merawat agar
tidak ada hal yang menyulitkan
√ √ Disiplin terhadap aturan
6.a Pertolongan dari tetangga √ √ Dukungan dari orang lain Dukungan sosial
Mendapat semangat dari orang lain √ √ √ √ √
Dukungan doa dari orang lain √ √ √
Dukungan dana
√
No. Rumusan Makna dari Pernyataan
Signifikan
Partisipan Sub Tema Tema
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
6.b Semangat dari anggota keluarga √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Dukungan dari anggota
keluarga Dukungan doa dari keluarga √ √ √
Dukungan materi dari keluarga
√ √ √ √
7.a Harapan agar pasien tetap sehat √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Diberikan kesehatan,
semangat, kesembuhan, dan
bantuan dana
Harapan caregiver
dalam merawat pasien Harapan supaya dapat sembuh √ √ √ √
Harapannya pasien semakin semangat √ √ √
Meminta untuk bisa dipanjangkan umurnya √ √
Harapan ada donatur untuk membantu
√
7.b Harapan terhadap pelayanan untuk lebih
memperhatikan mekanisme perawatan
terutama alat √
Harapan terhadap sistem
pelayanan kesehatan
Lebih berempati terhadap pasien √
Mendapatkan pelayanan yang adil dari
layanan kesehatan untuk pasien dan keluarga
√
8.a Hikmahnya harus bersyukur dan berbuat baik √ √ √ √ √ Pandangan hidup yang
positif Makna dalam
merawat anggota
keluarga yang sakit Menjalani semuanya dengan iman dan
percaya √
Mendekatkan diri kepada yang diatas dengan
selalu berdoa √ √
Lebih banyak mendapatkan kesabaran selama
merawat
√ √ √ √
No. Rumusan Makna dari Pernyataan
Signifikan
Partisipan Sub Tema Tema
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
8.b Hikmahnya bisa selalu bersama pasangan √ Bakti dan kasih sayang
Saling mencurahkan rasa kasih sayang dan
perhatian kepada pasien dan keluarga √
Berbakti dan balas budi sebagai anak
√ √
8.c Berlaku hidup sehat
√ √ √ √ Belajar pola hidup sehat
LAMPIRAN 2
IZIN PENELITIAN
LAMPIRAN 3
LEMBAR KONSUL
LEMBAR KONSULTASI PROPOSAL TESIS
Nama Mahasiswa : Vincencius Surani
NIM : 187046011
Judul : Pengaruh Family-Centered Care Terhadap Beban
Keluarga Sebagai Caregiver Dalam Merawat Pasien
Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani
Hemodialisis
Pembimbing II : Mula Tarigan, S.Kp., M.Kes., Ph.D
No. Hari/Tanggal Masalah yang
dibicarakan Hasil Konsultasi
Paraf
Dosen
1. Senin/
09 Desember 2019
Konsultasi judul
Tesis
1. Buat deskripsi permasalahan
2. Cari referensi dari artikel
jurnal
2. Jum’at/
13 Desember 2019
Konsultasi judul
Tesis
1. ACC judul Tesis
2. Buat Bab 1 3. Jum’at/
20 Desember 2019
Konsul Bab 1 1. Perbaiki tata urutan
penulisan di latar belakang
2. Tulisan antar paragraf harus
sinkron
3. Lakukan parafrase
4. Senin/
23 Desember 2019
Konsul Bab 1 1. Tambahkan isi latar
belakang
2. Penulisan tujuan sesuaikan
dengan variabel
5. Senin/
30 Desember 2019
Konsul Bab 1 1. ACC Bab 1
2. Lanjut Bab 2 6. Senin/
06 Januari 2020
Konsul Bab 2 1. Cari referensi terbaru
2. Perbaiki kerangka teori 7. Kamis/
09 Januari 2020
Konsul Bab 2 1. Kerangka konsep mengacu
pada variabel
2. Lanjut Bab 3
8. Senin/
13 Januari 2020
Konsul Bab 3 1. Perbaiki skema desain
penelitian
2. Kriteria eksklusi bukan
kebalikan dari inklusi
3. Buat sistematis untuk
pengumpulan data
9. Kamis/
16 Januari 2020
Konsul Bab 3 1. Perbaiki definisi operasional
2. Perbaiki analisis data sesuai
dengan tujuan penelitian
10. Senin/
20 Januari 2020
Konsul Bab 3 dan
instrumen
1. ACC Bab 3
2. Cari instrumen jika sudah
ada yang valid
3. Lengkapi proposal
11. Rabu/
22 Januari 2020
Konsul Bab 1 – 3 ACC Seminar Proposal
LEMBAR KONSULTASI PENGUMPULAN DATA
Nama Mahasiswa : Vincencius Surani
NIM : 187046011
Judul Lama : Pengaruh Family-Centered Care Terhadap Beban
Keluarga Sebagai Caregiver Dalam Merawat Pasien
Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani
Hemodialisis
Judul Baru : Pengalaman Keluarga Sebagai Caregiver Dalam
Merawat Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang
Menjalani Hemodialisis: Studi Fenomenologi
Pembimbing II : Mula Tarigan, S.Kp., M.Kes., Ph.D
No. Hari/Tanggal Masalah yang
dibicarakan Hasil Konsultasi
Paraf
Dosen
1. Selasa/
13 Oktober 2020
Konsul pengumpulan
data
Pertimbangkan situasi yang
masih pandemi corona 2. Jum’at/
16 Oktober 2020
Konsul pengumpulan
data
1. Perubahan desain
penelitian menjadi
kualitatif fenomenologi
2. Perubahan judul Tesis
3. Buat panduan wawancara
3. Rabu/
21 Oktober 2020
Konsul panduan
wawancara
1. Perbaiki panduan
wawancara
2. Lakukan latihan
wawancara
4. Senin/
09 November 2020
Konsul analisis data
awal
1. Pakai metode Collaizi
2. Lanjut pengumpulan data
LEMBAR KONSULTASI PENULISAN TESIS
Nama Mahasiswa : Vincencius Surani
NIM : 187046011
Judul Baru : Pengalaman Keluarga Sebagai Caregiver Dalam
Merawat Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang
Menjalani Hemodialisis: Studi Fenomenologi
Pembimbing II : Mula Tarigan, S.Kp., M.Kes., Ph.D
No. Hari/Tanggal Masalah yang
dibicarakan Hasil Konsultasi
Paraf
Dosen
1. Rabu/
27 Januari 2021
Konsul analisis
data
1. Sesuaikan dengan tahapan
metode Collaizi
2. Istilah kategori ganti dengan
formulated meanings
3. Buat analisis dalam satu
matriks
2. Senin/
08 Februari 2021
Konsul analisis
data
1. Perbaiki penulisan tema dan
subtema
2. Lanjut penulisan hasil
3. Rabu/
24 Februari 2021
Konsul Bab 4 1. Cantumkan langkah-langkah
analisis Collaizi di awal Bab 4
dalam tabel
2. Buat deskripsi lengkap untuk
masing-masing tema
4. Jum’at/
26 Februari 2021
Konsul Bab 4 1. Perbaiki penulisan kutipan
langsung dari partisipan
2. Lanjut buat pembahasan
5. Selasa/
02 Maret 2021
Konsul Bab 4 1. Buat pembahasan dari
masing-masing tema
2. Cari referensi terkait dan
masukkan opini peneliti
3. Perbaiki implikasi dan
keterbatasan peneliti
6. Rabu/
10 Maret 2021
Konsul Bab 4 1. Perbaiki penulisan di Bab 4
2. Lanjut Bab 5 7. Selasa/
16 Maret 2021
Konsul Bab 5 1. Kesimpulan langsung
menjawab tujuan penelitian
2. Perbaiki kembali Bab 1 – 3
sesuaikan dengan judul
penelitian
8. Rabu/
24 Maret 2021
Konsul Bab 1 – 3 1. Perbaiki penulisan Bab 1
2. Ubah Bab 3 menjadi kualitatif 11. Selasa/
30 Maret 2021
Konsul Bab 1 – 3 Lengkapi Tesis
12. Selasa/
06 April 2021
Konsul Tesis (Bab
1 – 5)
ACC Seminar Hasil
LEMBAR KONSULTASI PERSIAPAN UJIAN KOMPREHENSIF
Nama Mahasiswa : Vincencius Surani
NIM : 187046011
Judul : Pengalaman Keluarga Sebagai Caregiver Dalam
Merawat Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang
Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan: Studi Fenomenologi
Pembimbing II : Mula Tarigan, S.Kp., M.Kes., Ph.D
No. Hari/Tanggal Masalah yang
dibicarakan Hasil Konsultasi
Paraf
Dosen
1. Kamis/
27 Mei 2021
Bab 1 – 5 1. Perbaiki kalimat untuk
penulisan pencapaian saturasi
data
2. Perbaiki kalimat saran
2. Selasa/
08 Juni 2021
Abstrak Tesis Translate ke pusat bahasa
3. Selasa/
15 Juni 2021
Tesis (Hal awal –
lampiran)
ACC Ujian Komprehensif
Judul Tesis
Nama Mahasiswa
NIM
Program Studi
Minat Studi
LEMBAR PERSETLTJUA}{ PROPOSAL TESIS
Pengaruh F a m i lv - {. e n t € r e (i (. ar e. T erh:adap Beban
Keluarga Sebagai {-.aregi,-er Daiam }slcrarmt Pasien
Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis
Vincencius Surani
18704601 1
Magister Ilmu Keperawatan
Keperarvatan Medikal Bedah
MenyetujuiKomisi Pembimbing
(Dewi Elizadiani Suza, S.Kp., MNS.. Ph.D) (Mula Tarigan, S.Kp., M.Kes., Ph.D)Ketua Anggota
Ketua Program Studi
Magister Ilmu Keperawatan
{Dewi Elizadiani Suza, S.Kp., MNS., Ph.D}
Tanggal Kelokiurn:
BERITA ACARA PERBAIKAN SEMINAR PROPOSAL TESIS
Nama Mahasiswa : Vincencius Surani
NIM : 187046011
Judul Tesis : Pengaruh Family-Centered Care Terhadap Beban
Keluarga Sebagai Caregiver Dalam Merawat Pasien
Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis
Hari/Tanggal Ujian : Kamis/ 06 Februari 2020
Waktu : 12.00 WIB - Selesai
Tempat : Ruang Sidang S2
Dosen Penguji I : Dr. dr. Riri Andri Muzasti, M.Ked(PD)., Sp.PD-KGH
No Item Perbaikan
Halaman
Sebelum
Perbaikan
Halaman
Setelah
diperbaiki
HALAMAN AWAL
1. Penggunaan istilah:
berdasarkan hasil konsensus
PERNEFRI bukan lagi
gagal ginjal kronik (GGK)
tapi penyakit ginjal kronik
(PGK). Bukan lagi
hemodialisa tapi
hemodialisis
Telah diperbaiki Cover dan isi Cover dan isi
2. Tambahkan daftar singkatan
karena di dalam isi proposal
ada singkatan
Telah ditambahkan Belum ada viii
BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA
3. Dalam mencari literatur,
gunakan sumber referensi
berupa text book atau
referensi dari asosiasi
Telah di perbaiki
dengan
menggunakan
sumber dari buku-
buku nefrologi
Belum ada Sudah diperbaiki
4. Pada stadium PGK: stadium
PGK terdiri dari stage 1
sampai stage 5 dan 5D (ada
di KDIGO 2012)
Telah diperbaiki 7 8
5. Pada tanda dan gejala PGK:
itu bukan tanda dan gejala
PGK namun tanda dan
gejala tersebut muncul jika
sudah mengalami
komplikasi
Telah diperbaiki 8 9
No Item PertraikanHalamangglslrrm
Perbaikan
HalamanSetelah
dinerbaiki6. Pada penatalaksanaan PGK:
unhrk saat ini bukan lagipembatasan terhadap asupaaprotein justru peningkatanasupan protein
Telah diperbaiki 10 11
Fada konsep hemodialisis:waktu lama pasienhemodialisis untuk jadwal2x senringgu bukan 34. jamnamun 5 jam karenadurasinya 10-12 jmn psrminggu
Telah dipelbaiki t2 14
8. Lebrh dipe{elas lagi teiltangpasien dengafl PCK yangmenialani hemodialisis
Telah ditambahlian Bclun ada 1.1
Medan,
Penguji iFebruari 2020
Muzasti, M.Ked(PD)., Sp.FD-KGH
BERITA ACARA PERBAIKAN SEMINAR PROPOSAL TESIS
Nama Mahasiswa : Vincencius Surani
NIM : 187046011
Judul Tesis : Pengaruh Family-Centered Care Terhadap Beban
Keluarga Sebagai Caregiver Dalam Merawat Pasien
Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis
Hari/Tanggal Ujian : Kamis/ 06 Februari 2020
Waktu : 12.00 WIB - Selesai
Tempat : Ruang Sidang S2
Dosen Penguji II : Dr. dr. Rina Amelia, MARS
No Item Perbaikan
Halaman
Sebelum
Perbaikan
Halaman
Setelah
diperbaiki
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar belakang: penulisan
FCC jangan langsung
disingkat namun di awal di
tulis kepanjangannya dan
dibuat dalam kurung.
Contoh: family-centered
care (FCC)
Telah di perbaiki 3 3
2. Harap ditambahkan dan
disinggung untuk lokasi
penelitian di latar belakang
(survey awal)
Telah ditambahkan
di latar belakang
Belum ada 4
3, Perumusan masalah terlalu
panjang, hasil penelitian
terkait dimasukkan saja ke
latar belakang
Telah diperbaiki
dan dipersingkat
4 5
4. Tujuan umum sebaiknya
gunakan kata menganalisis
Telah dirubah
dengan
menggunakan kata
menganalisis
5 5
5. Tujuan khusus untuk No. 1
dan 2 gunakan kata
mengetahui, sedangkan
untuk No. 3 dan 4 gunakan
kata menganalisis
Telah dirubah
dengan
menggunakan kata
mengetahui dan
menganalisis
5 5
6. Di manfaat penelitian harap
ditambahkan manfaat untuk
keluarga pasien.
Telah ditambahkan
manfaat untuk
keluarga pasien
6 6
No Item PerbaikanHalamanSebelum
Perbaikan
HalamanSetelah
diperbaikiBAB 3: METODE PBNELITIAN7 Masukan untuk pemilihan
sampol: pakai saja pasienyang di hari Senin danKamis (pagi-sore) sebagaikelompok perlakuan.Sedangkan pasien yang dihari Selasa dan jum'atfuagi-sare) sebagaikelorupokkontol
Telah diperbaiki dimetodepengumpulan dat:-(tahap intervensi)
43 48
8. Harap ditampilkan untukklasifikasi beban keluarg4tidak hanya sebatas angkadalam bentuk interval.
Telah ditarnbairliandi dellnisioperasional
46 _s1
Medan, 18 Februari 2020
1i
Dr Rina IVIAK:l
BERITA ACARA PERBAIKAN SEMINAR PROPOSAL TESIS
Nama Mahasiswa
NIM
Judul Tesis
Hari/Tanggal Ujian
Waktu
Tempat
Dosen Pembimbing II
: Vincencius Surani
: 18704601 1
: Pengaruh Family-Centered Care Terhadap Beban
Keluarga Sebagai Oaregiver Dalam Merawat Pasien
Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis
: Kamis/ 06 Februari2020
: 12.00 WIB - Selesai
: Ruang Sidang 52
: Mula Tarigan, S.Kp., M.Kes., Ph.D
Medan, 27 Februariz}2}
Mula S.Kp., M.Kes., Ph.D
No Item PerbaikanHalamanSebelum
Perbaikan
HalamanSetelah
diperbaiki1 Konsep atau tinjauan teori
yang dimasukkan di dalamproposal lebih baikmenggunakan sumberlreferensi yang dibuat olehasosiasii organ isasi,misalnya KDIGO (untukkonsep tentang ginjal),ADA (untuk konsep tentangdiabetes), yang isinya selalumengalami perkembangan.
Telah di perbaikidenganmenggunakansumber dari buku-buku nefrologi
Konsep di BAB2 tentang
Konsep PGKdan
Hemodialisis (7dan 12)
Konsep diBAB2 tentang
Konsep PGKdan
Hemodialisis (7dan 13)
BERITA ACARA PERBAII(AN SEMINAR PROPOSAL TESIS
Nama Mahasiswa
NIM
Judul Tesis
Hari/Tanggal Ujian
Waktu
Tempat
Dosen Pembimbing I
: Vincencius Surani
:187046011
: Pengaruh Family-Centered Care Terhadap Beban
Keluarga Sebagai Caregiver Dalam Merawat Pasien
Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis
: Kamis/ 06 Februariz}2?
: 12.00 WIB - Selesai
: Ruang Sidang 52
: Dewi Elizadiant Suza, S.Kp., MNS., Ph.D
Medan, 27 Februart2}Z}Pembimbing I
No Item PerbaikanHalamanSetrelum
Perbaikan
HalamanSetelah
diperbaikiI Konsisten dalam penulisan.
Cek untuk setiap lembarnyaTelah diperbaiki (penulisanhemodialisis dan penyakitginial kronik)
2. Sumber referensi lihat daritext-book
Telah diperbaiki(menggunakan referen si
dari asosiasi KDIGO danpenulis nefrologi)
J Konsep hemodialisis(perbaiki dalam penulisandengan melihat panduan)
Telah diperbaiki (melihatreferensi dari KDIGO)
4. Perumusan masalah dibuatsecara ringkas
Telah diperbaiki 4 5
5 Manfaat penelitian bagikeluarga
Telah ditambahkan 6 6
6. Prosedur untuk kelompokkontrol dan kelompokintervensi (pasien yangdilakukan hemodialisis 2xdalam seminggu)
Telah diperbaiki 42 47
Dewi Elizadiani Suza, S.Kp., MNS., Ph.D
a
LEMBAR PERSETT]JUAN REYISI SETELAH SE1}ITt{AR PROPOSAL
Judul Tesis : Pengarutr F amil.u--t ltntered filre Terlradap Beban Keluarga
Setragai Csregiver Dalar* fuIerarvat Pasien Penyakit Ginj*l
Kronik yang Menjalani Hemodialisis
: Vincencius Surani
: 187046011
: klagister lhnu Keperarnatan
: Keperawatan Medikal Bedah
Nama Mahasisrva
Nim
Frogram Studi
Minat Studi
Komisi Penguji
Ketua
Ile*i Elizadiani Suz*, S.KF., MNfi., fh.D Mul* Tarigan, M.Kes.n Ph.Il
Angg*t*
Ilr. A. M.Ked(PD)., SpPIF.KGH Dr. dr. Rina Arnelia, PIAR.S
*IenyetujuiKetua Program Studi
{I}ewi Elizadi*ni Suza, S.Kpn MNS? Fh.I}}
)
AJ
DAFTAR MASUKAN SEMINAR HASIL PENELITIAN TESIS
Nama Mahasiswa : Vincencius Surani
NIM : 187046011
Judul Tesis : Pengalaman Keluarga Sebagai Caregiver Dalam Merawat
Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani
Hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan: Studi Fenomenologi
Hari/Tanggal Ujian : Jum’at/ 30 April 2021
Waktu : 09.30 s.d Selesai
Tempat : Daring via zoom meeting room
Dosen Pembimbing II : Mula Tarigan, S.Kp., M.Kes., Ph.D
No Item Perbaikan
Halaman
Sebelum
Perbaikan
Halaman
Setelah
diperbaiki
1. Perbaiki kembali penulisan
kata-kata untuk jumlah
partisipan karena masih
seperti bahasa proposal (beri
penjelasan terkait dengan
pencapaian saturasi data)
Sudah diperbaiki 45 46
Medan, Mei 2021
Pembimbing II
Mula Tarigan, S.Kp., M.Kes., Ph.D
Submission author:Assignment title:Submission title:
File name:File size:
Page count:Word count:
Character count:Submission date:
Submission ID:
Digital ReceiptThis receipt acknowledges that Turnitin received your paper. Below you will find the receiptinformation regarding your submission.
The first page of your submissions is displayed below.
Vincencius SuraniKEPERAWATANPENGALAMAN KELUARGA SEBAGAI CAREGIVER DALAM MERA…Uji_Turnitin_Tesis_Vincent_-_Vincencius_Surani.doc1.1M15936,289225,73309-Jul-2021 11:39AM (UTC+0700)1617406042
Copyright 2021 Turnitin. All rights reserved.
15%SIMILARITY INDEX
15%INTERNET SOURCES
3%PUBLICATIONS
4%STUDENT PAPERS
1 3%
2 2%
3 1%
4 1%
5 1%
6 1%
7 1%
8 1%
PENGALAMAN KELUARGA SEBAGAI CAREGIVER DALAMMERAWAT PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANIHEMODIALISIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAMMALIK MEDAN: STUDI FENOMENOLOGIORIGINALITY REPORT
PRIMARY SOURCES
repositori.usu.ac.idInternet Source
www.scribd.comInternet Source
docobook.comInternet Source
repository.unair.ac.idInternet Source
repository.usu.ac.idInternet Source
pt.scribd.comInternet Source
lib.ui.ac.idInternet Source
es.scribd.comInternet Source