pendekatan arsitektur perilaku pada …thesis.binus.ac.id/doc/workingpaper/2014-2-01249-ar... ·...

10
1 PENDEKATAN ARSITEKTUR PERILAKU PADA PANTI WERDHA DI JAKARTA BARAT Angelina, Augustina Ika Widyani, Gatot Suharjanto Jurusan Arsitektur Universitas Bina Nusantara, Kampus Syahdan Jl. K.H. Syahdan No. 9, Kemanggisan, Jakarta Barat 11480, Telp. (62-21) 534 5830, [email protected] ABSTRAK The purpose of the research is to create a form of environmental and building that respond to the space limitation problem for the elderly, with a design which is safe and correspond to the standard in architectural itself, along with the needs and elderly’s activity that shoud be provided by taking concern in behavior and environmental aspect into consideration. The method used is qualitative method with literature study, comparative study, field observation, interview, and library research. As the result of the research, researcher gets to an outcome which is a design guideline as the output that support the design with elderly activity mapping. Thereby, researcher obtain a conclusion that elderly housing with architectural behavior approach gets sirculation, spatial relationship and elderly mobility as the attributes. (AL) Tujuan dari penelitian adalah untuk menciptakan suatu wujud lingkungan dan bangunan yang berfungsi menjawab persoalan keterbatasan ruang kaum lansia dengan desain yang aman dan sesuai dengan standar dalam segi arsitektural, serta memfasilitasi kebutuhan serta aktivitas lansia dengan memperhatikan aspek perilaku dan lingkungannya. Metodologi yang digunakan adalah metode kualitatif dengan studi literatur, studi banding dan observasi lapangan, wawancara/interview dan penelitian kepustakaan. Melalui penelitian, peneliti mendapatkan hasil berupa design guideline yang mendukung perancangan dengan pemetaan perilaku lansia. Dengan demikian, diperoleh simpulan melalui pendekatan arsitektur perilaku pada panti werdha didapatkan atribut sirkulasi dan hubungan antar ruang dengan mobilitas lansia. (AL) Kata kunci : Panti Werdha, Lansia, Perilaku

Upload: ngodien

Post on 30-Jul-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

PENDEKATAN ARSITEKTUR PERILAKU PADA PANTI WERDHA DI JAKARTA

BARAT

Angelina, Augustina Ika Widyani, Gatot Suharjanto Jurusan Arsitektur Universitas Bina Nusantara, Kampus Syahdan Jl. K.H. Syahdan No. 9, Kemanggisan, Jakarta Barat 11480, Telp. (62-21) 534 5830, [email protected]

ABSTRAK

The purpose of the research is to create a form of environmental and building that respond to the space limitation problem for the elderly, with a design which is safe and correspond to the standard in architectural itself, along with the needs and elderly’s activity that shoud be provided by taking concern in behavior and environmental aspect into consideration. The method used is qualitative method with literature study, comparative study, field observation, interview, and library research. As the result of the research, researcher gets to an outcome which is a design guideline as the output that support the design with elderly activity mapping. Thereby, researcher obtain a conclusion that elderly housing with architectural behavior approach gets sirculation, spatial relationship and elderly mobility as the attributes. (AL) Tujuan dari penelitian adalah untuk menciptakan suatu wujud lingkungan dan bangunan yang berfungsi menjawab persoalan keterbatasan ruang kaum lansia dengan desain yang aman dan sesuai dengan standar dalam segi arsitektural, serta memfasilitasi kebutuhan serta aktivitas lansia dengan memperhatikan aspek perilaku dan lingkungannya. Metodologi yang digunakan adalah metode kualitatif dengan studi literatur, studi banding dan observasi lapangan, wawancara/interview dan penelitian kepustakaan. Melalui penelitian, peneliti mendapatkan hasil berupa design guideline yang mendukung perancangan dengan pemetaan perilaku lansia. Dengan demikian, diperoleh simpulan melalui pendekatan arsitektur perilaku pada panti werdha didapatkan atribut sirkulasi dan hubungan antar ruang dengan mobilitas lansia. (AL) Kata kunci : Panti Werdha, Lansia, Perilaku

2

PENDAHULUAN Setiap manusia akan melalui masa pertumbuhan dan mengalami siklus kehidupan dari kecil,

dewasa, hingga dewasa akhir (lanjut usia), dimana siklus penuaan ini bersifat universal dan dialami setiap individu. Di Indonesia, jumlah lansia cukup tinggi dan terus meningkat. Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk lanjut usia terbanyak di dunia yakni mencapai 18.1 juta jiwa pada 2010 atau 9.6% dari jumlah penduduk.

Data-data BPS mencatat bahwa jumlah lansia terlantar yang terdapat didaerah Jakarta dengan total sebesar 5991 orang pada tahun 2014. Lansia dengan jumlah yang cukup besar dan terus meningkat tidak seimbang dengan jumlah panti werdha yang mewadahi lansia. Hal ini dapat dilihat dari data BPS dalam Jakarta in Figures (2014:235) yang mencatat bahwa jumlah panti werdha, baik dari dinas sosial maupun masyarakat hanya berjumlah 11 dan mampu menampung 1383 jumlah lansia. Perbedaan angka tersebut menunjukkan banyak lansia yang belum diwadahi oleh suatu sarana yang dapat menampung lansia dengan baik.

Menurut Ayu Diah Amalia (2013), seorang peneliti dari Kementerian Sosial Republik Indonesia, di Jakarta telah terjadi perubahan nilai sosial di masyarakat, dengan adanya kecenderungan perubahan struktur keluarga dari keluarga luas (extended family) ke keluarga inti (nuclear family). Perubahan struktur keluarga tersebut yang berdampak pada lansia sehingga lansia mengalami masalah sosial yaitu social isolation dan loneliness yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial pada pola hubungan antara orang tua dan anak yang kurang, terlebih pada masyarakat kota seperti Jakarta karena dipengaruhi banyaknya aktivitas yang padat dan kebutuhan yang harus dipenuhi.

Hal ini kemudian berdampak terhadap jumlah lansia yang terlantar dan membutuhkan panti werdha sebagai suatu sarana yang dapat mewadahi aktivitas mereka dalam keseharian hidup mereka, khususnya bagi lansia yang tidak memiliki keluarga atau ditinggalkan oleh keluarga mereka.

Penelitian dilakukan dengan melihat berbagai aspek dan penelitian sebagai bahan tambahan untuk hasil yang lebih baik. Penelitian pertama merupakan jurnal nasional yang berjudul Perancangan Interior Rumah Usiawan Panti Surya di Surabaya, yang diambil dari Jurnal Intra Vol. 2 No. 2 tahun 2014, hal 585-589. Menurut Novita Kumalasari, Mariana Wibowo, dan Yohan Santoso, konsep desain dalam perancangan panti werdha yang baik perlu melihat kaitan antara perilaku pengguna dan bangunan yang dirancang. Menurut Godbey dan Blazey (1983), pentingnya dan manfaat pengurangan stress dilaporkan oleh orang tua yang sering mengunjungi taman. Mengunjungi dan menghabiskan waktu di taman dapat membantu orang tua untuk mengurangi perilaku serta mood negatif serta tingkat kecemasan dan kesedihan yang lebih rendah dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dimana penulis melakukan observasi langsung ke lapangan dan wawancara kepada pengurus panti werdha. Sebagai hasil penelitian, didapatkan konsep desain dalam perancangan panti werdha yang baik dengan menggunakan vegetasi sebagai aspek penting hasil studi dalam kaitannya antara perilaku pengguna dengan bangunan yang dirancang.

Penelitian kedua diambil dari proceeding dengan judul Interaksi Manusia dan Lingkungan Buatan/Binaannya, dengan melakukan studi kasus pada Starbucks untuk mengetahui perilaku pengguna ruang tersebut. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan memperhatikan alur siklus semua pengguna ruang dengan pendekatan perilaku (mapping) sehingga didapatkan hasil berupa desain guidelines yang dapat digunakan untuk perancangan selanjutnya (Suharjanto, 2012).

Mengacu pada kedua kajian pustaka tersebut, maka peneliti melakukan penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan arsitektur perilaku dan menggunakan aspek dan prinsip-prinsip yang sesuai dengan standar perancangan panti werdha, penelitian studi kasus di lapangan sehingga menghasilkan desain guideline baru yang dapat diterapkan pada panti werdha yang dirancang.

Rumusan masalah difokuskan pada bagaimana merancang ruang bagi lansia yang aman dan sesuai standar dengan memperhatikan kebutuhan dan aktivitasnya dalam segi arsitektural, dan bagaimana wujud perencanaan lingkungan pada panti werdha yang menunjang kebutuhan dan aktivitas lansia, dimana tujuan peneliti adalah menciptakan suatu bangunan yang berfungsi menjawab kebutuhan ruang dan aktivitas kaum lansia dengan desain yang aman dan sesuai dengan standar dalam segi arsitektural melalui pendekatan arsitektur perilaku, dan menghasilkan suatu wujud lingkungan dengan perencanaan desain panti werdha yang dapat menunjang dan memfasilitasi kebutuhan serta aktivitas lansia.

3

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif untuk menjawab permasalahan mengenai panti werdha yang diperuntukkan untuk lansia, dimana penelitian yang digunakan untuk meneliti perilaku lansia dan melihat subjek penelitian dari segi perilaku, persepsi, tindakan secara holistik. Peneliti menggunakan pendekatan dengan metode-metode pengumpulan data berupa studi literatur, observasi dan survey lapangan, wawancara dengan pengguna panti werdha yang mencakup pengurus, pengelola dan lansia.

Peneliti melakukan proses menganalisis suatu data yang telah diperoleh dengan memfokuskan pada metode deskriptif kualitatif, yang melakukan pendeskripsian kondisi lingkungan dan bangunan, karakteristik lansia, dan semua hal-hal yang berhubungan dan perlu dikaji oleh peneliti. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan sebuah pemahaman dan membentuk konsep yang pada nantinya akan menjadi bahan dalam perancangan design panti werdha yang baik. Oleh sebab itu, teori-teori dan observasi lapangan perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik.

Menurut Djoko Santoso dalam Hands-out Diktat Perkuliahan Arsitektur dan Perilaku, untuk menghindari penelitian yang subjektif, peneliti melihat objek penelitian dengan berdasarkan metode “triangulasi”, dimana membandingkan tiga aspek pendekatan, yaitu sumber data, wawancara dan teori. Ketiga aspek tersebut yang kemudian dibandingkan kembali sehingga diharapkan penelitian kualitatif tersebut akan menjadi akurat.

Penerapan metode tersebut memperhatikan data-data ketersediaan variabel arsitektur perilaku yang mencakup pengguna, bangunan dan lingkugan. Objek yang diteliti secara spesifik dalam hal ini yaitu pengguna khususnya lansia yang dianalisa perilaku terhadap lingkungannya dan disajikan dalam bentuk deskriptif.

Data-data dari studi kasus dan perbandingan dianalisa sebagai suatu setting yang nantinya akan menghasilkan suatu pemetaan perilaku dari pengguna, kemudian hasilnya menjadi desain guidelines yang akan menjadi acuan untuk perancangan panti werdha yang baru. Observasi memperhatikan objek penelitian dan aspek-aspek lainnya yang nantinya akan diaplikasikan ke perancangan. Hasil dari analisa peneliti secara keseluruhan akan menghasilkan skematik desain yang berlanjut ke perancangan.

HASIL DAN BAHASAN

Peneliti menggunakan pemetaan perilaku berdasarkan Place Centered Map dan Person Centered Map. Place Centered Map bertujuan memfokuskan penelitian untuk mengetahui bagaimana manusia atau sekelompok manusia memanfaatkan, menggunakan, atau mengakomodasikan perilakunya dalam suatu situasi waktu dan tempat yang tertentu dan teknik Person Centered Map menekankan pada pergerakan manusia pada suatu periode waktu tertentu. Dengan demikian teknik ini akan berkaitan dengan tidak hanya satu tempat atau lokasi, akan tetapi dengan beberapa tempat atau lokasi. (Haryadi, 2005:83)

Pemilihan studi kasus untuk penerapan penelitian menggunakan panti werdha Santa Anna, karena panti tersebut memiliki fasilitas dan ruang-ruang yang paling lengkap (hasil perbandingan studi banding). Peneliti mengamati dan mengidentifikasi jenis kegiatan/aktivitas yang dilakukan oleh pengguna-pengguna bangunan panti werdha, yang mencakup penghuni (lansia), pengurus dan pengunjung. Dari ketiga pengguna utama tersebut, peneliti memilih lansia sebagai objek penelitian untuk penggunaan teknik mapping. Hal ini karena lansia merupakan penghuni tetap dan utama yang perlu diperhatikan perilakunya sehingga dapat dihasilkan suatu desain baru yang lebih baik. Berdasarkan analisis-analisis sebelumnya yang membahas ruang dan alur kegiatan pengguna secara singkat, dapat dilihat bahwa pemetaan perilaku berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Place Centered Map

Peneliti menggambarkan distribusi kegiatan dengan pemilihan kegiatan yang dilakukan oleh lansia secara tidak menentu, dan bukan kegiatan/aktivitas dengan siklus waktu yang dilakukan secara rutin karena merupakan aktivitas pasti, seperti makan, senam, dan aktivitas sejenisnya yang biasanya telah memiliki lokasi/ruang yang pasti dan waktu yang kurang lebih sama untuk kegiatan/aktivitas tersebut. Pengamatan diambil mulai dari jam setelah makan siang dan sebelum makan malam, dimana biasanya lansia bebas beraktivitas. Untuk pengamatan tersebut, peneliti mengambil suatu area di lantai 2 Panti Werdha Santa Anna sebagai studi kasus, dengan bentuk pola ruang yang typical dari lantai 1 hingga lantai 3. Area yang diambil di area dekat kamar tidur lansia, kamar mandi lansia, koridor, dan

4

ruang TV dengan alasan melalui hasil wawancara dengan pengurus panti, area tersebut merupakan area tempat lansia beraktivitas yang paling banyak.

Gambar 1. Perbandingan Kegiatan Lansia Hari 1 dan 2

Sumber: Dokumen Pribadi

Peneliti kemudian memetakan perilaku pengguna selama 2 hari berdasarkan metode Place Centered Map, dimana memfokuskan bagaimana lansia mengakomodasikan dan melakukan aktivitas pada ruang dan tempat yang diobservasi tersebut. Berikut dapat dilihat gambaran distribusi spasial kegiatan lansia:

Gambar 2. Pemetaan Perilaku Place Centered Map

Sumber: Dokumen Pribadi

Keterangan: 1. Bukaan jendela 6. Ruang TV 2. Lift 7. Balkon 3. Tangga 8. Kantor pengurus dan R. tamu 4. Kamar Lansia 9. Ruang Serba Guna 5. Void 10. TV Dari hasil diatas, dapat diketahui bahwa distribusi pemanfaatan posisi/tempat lansia saat

beraktivitas yang paling banyak adalah di bagian tempat duduk area koridor, dekat kaca jendela dan ruang TV (area berwarna merah). Lansia paling banyak menempati area pojok dekat kaca jendela, tempat duduk yang mengarah ke TV di ruang TV, dan beberapa tempat duduk di depan kamar lansia (koridor kamar). Aktivitas-aktivitas tersebut sebagian dilakukan berkelompok, tetapi kebanyakan dilakukan secara individu. Hal ini dapat dilihat pada area tertentu pada gambar diatas yang mengarsir tempat duduk, tidak diimbangi dengan tempat duduk di sampingnya, yang berarti hanya dilakukan sendiri oleh lansia. Kegiatan duduk-duduk merupakan kegiatan/aktivitas yang persentasenya paling tinggi. Bila dikombinasikan dengan kegiatan lainnya, seperti baca buku, ngobrol, nonton TV, atau melakukan hobi/keterampilan, semua kegiatan-kegiatan tersebut memang dilakukan dengan duduk-duduk.

Berdasarkan penelusuran dan analisa peneliti, dan beberapa wawancara terhadap lansia, ternyata lansia-lansia tersebut cenderung memilih beberapa spot tertentu seperti:

5

• Menempati tempat duduk yang mendekati kaca jendela Alasan: cahaya yang sangat mendukung aktivitas membaca buku/koran atau melakukan keterampilan seperti menyulam/menjahit

• Menempati tempat duduk di depan kamar/koridor kamar Alasan: dekat dengan lokasi kamar dan sesama lansia yang lokasi kamarnya juga tidak terlalu jauh sehingga mudah berinteraksi/ngobrol

• Menempati tempat duduk yang mengarah ke TV Alasan: posisinya tepat untuk menonton TV maupun hanya sekedar duduk bersantai saja, memiliki arah pandang ke hampir seluruh ruangan

2. Person Centered Map Penelitian kemudian dilanjutkan terhadap beberapa lansia dengan metode Person Centered

Map dan dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa persentase berdasarkan aktivitas lansia per satuan waktu dengan jenis aktivitas yang paling banyak dilakukan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1. Persentase Penggunaan Ruang dan Perilaku Lansia

Nama Ruang yang paling

banyak digunakan

Pola Perilaku yang paling banyak

dilakukan

Persentase Total Keseluruhan

Guidelines Hari 1 Hari 2

Kamar tidur Ruang TV & Koridor (Living room) Koridor

Tidur/ beristirahat Duduk-duduk (dikombinasikan dengan aktivitas lain berupa baca buku, ngobrol, nonton TV, atau melakukan hobi/keterampilan dan hasil distribusi spasial) Berjalan dengan jarak rentang maksimal ±50m

20.605%

28.125% 16.25%

15.708%

28.57%

17.13%

18.16%

28.35%

16.69%

Clear area untuk pintu sebesar 122cm, grab bar untuk kemudahan pergerakan lansia dalam kamar Layout ruang tidak menggunakan banyak furniture dan pencahayaan alami dan buatan yang mendukung aktivitas ruang Koridor didesain tidak melebihi 50m untuk memudahkan mobilitas lansia

Sumber: Dokumen Pribadi

6

Gambar 3. Pemetaan Perilaku Person Centered Map

Sumber: Dokumen Pribadi

Keterangan: 1. Bukaan jendela 6. Ruang TV 2. Lift 7. Balkon 3. Tangga 8. Kantor pengurus dan R. tamu 4. Kamar Lansia 9. Ruang Serba Guna 5. Void

Dari gambar distribusi spasial untuk sirkulasi lansia di area yang di observasi (Gambar 3), sirkulasi paling banyak terjadi dari arah tangga menuju koridor kamar, koridor kamar, ruang TV menuju koridor kamar, atau sebaliknya. Pergerakan paling dominan adalah pada area koridor kamar (area paling banyak diarsir).

Berdasarkan observasi dengan menggunakan kedua jenis metode pemetaan perilaku dan hasil wawancara, masalah-masalah dan hal-hal yang ditemukan terkait dengan ruang dan aktivitas lansia dengan pergerakannya yang paling banyak dilakukan selama observasi dapat dijabarkan sebagai berikut: • Duduk-duduk, tidur/beristirahat dan berjalan merupakan kegiatan utama yang paling banyak

dilakukan oleh lansia. • Pola sirkulasi pada koridor yang ada di depan kamar merupakan area terpadat karena terdapat

tempat duduk di depan kamar. Tempat duduk banyak ditempatkan di berbagai area dengan pertimbangan mobilitas lansia terbatas dengan jarak rentang per tempat duduk kurang lebih 5m. Banyak lansia yang lalu lalang melewati koridor tersebut untuk mengakses kamar lansia atau menuju ke ruang TV. Hal ini menyebabkan mobilitas lansia terganggu karena terjadi cross sirkulasi, khususnya lansia yang menggunakan kursi roda. Mereka kesulitan bergerak apabila ada lansia-lansia yang duduk di depan kamar atau akan melewati koridor.

• Ukuran koridor untuk mengakses kamar ternyata tidak sesuai standar yang terdapat pada Design Standards for Nursing Home, yaitu minimal sebesar 2,44m.

• Aktivitas-aktivitas lansia tertentu seperti melakukan hobi/keterampilan, justru dilakukan di ruang TV. Hal ini menjadi salah satu pertanyaan, mengapa mereka tidak melakukannya di ruang hobi, padahal panti werdha tersebut menyediakan fasilitas untuk mereka beraktivitas di ruang hobi/keterampilan tersebut. Melalui wawancara dengan beberapa lansia, maka diketahui bahwa ternyata hal ini dipengaruhi peletakan ruang hobi yang jauh sehingga terlampau jauh untuk dijangkau oleh beberapa lansia.

• Kondisi tersebut menyebabkan perubahan motivasi perilaku terhadap lansia untuk melakukan aktivitas tertentu di ruang TV yang memiliki jangkauan paling dekat dari kamar lansia. Solusi dari masalah tersebut adalah dengan desain guideline yang jelas yang mengarahkan

desain yang sesuai standar dan pemaksimalan ruang yang digunakan sesuai dengan fungsinya. Peletakan ruang yang banyak diakses dan digunakan oleh lansia sebaiknya ditempatkan tidak jauh dari penggunanya. Dari hasil yang ditemukan diatas, ditemukan atribut yang berupaya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ditemukan yang mengarah pada desain guideline, yaitu perhatian pada sirkulasi dan hubungan antar ruang dan mobilitas lansia.

7

Desain guideline tersebut kemudian diolah berdasarkan kegiatan terbanyak dan ruang yang paling banyak digunakan, yaitu ruang TV dan koridor dengan kegitan berupa duduk-duduk. Dari kedua jenis pemetaan perilaku, dapat dilihat bahwa aktivitas-aktivitas tersebut berkumpul pada area-area yang memiliki banyak tempat duduk dan berlokasi dekat dengan kamar tidur lansia. Hal ini karena kecenderungan lansia untuk beraktivitas di ruang-ruang dengan kriteria:

- dekat dengan kamar tidur lansia sehingga mobilitas tidak terganggu - memiliki tempat duduk - dapat berkumpul dan berinteraksi dengan sesama lansia - beraktivitas dengan mudah dengan luas yang memadai

Kriteria tersebut secara garis besar menggambarkan area tempat berkumpul untuk lansia, sehingga perancangan bangunan membuat beberapa alternatif skematik desain dengan: 1. Kamar lansia memusat pada ruang TV, ruang komunal, atau living room; atau 2. Berdekatan dengan living room yang dapat menjadi tempat berkumpul lansia. Alternatif desain dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 4. Pemusatan Area Desain Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar 5. Alternatif Skematik Desain Ruang Yang Berdekatan

Sumber: Dokumen Pribadi

Ketiga alternatif pada gambar diatas dibuat berdasarkan penggunaan ruang terbanyak dan kebutuhan pengguna yang telah dibahas sebelumnya. Ruang tersebut saling berdekatan untuk memudahkan mobilitas lansia dalam kaitannya dengan sirkulasi dan hubungannya dengan ruang. Ketiga alternatif dibandingkan berdasarkan variabel-variabel dan pertimbangan sebagai berikut:

Tabel 2. Perbandingan Alternatif Skematik

Variabel Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Kedekatan Ruang

� � �

Mobilitas � � � Sirkulasi � � � Tingkat Kebisingan

� � �

Hubungan antar ruang

� � �

TOTAL 2/5 3/5 2/5 Persentase 40% 60% 40%

Sumber: Dokumen Pribadi

8

Gambar 6. Skematik Desain Ruang Terpilih

Sumber: Dokumen Pribadi

Berdasarkan ketiga perbandingan, dapat dilihat bahwa skematik desain alternatif kedua merupakan alternatif usulan desain yang paling baik, dengan memperhatikan aspek-aspek lain dalam perancangan. Perbandingan melihat aspek kebisingan yang dapat ditimbulkan di area ruang TV, sirkulasi dan hubungan antar ruang yang lebih baik sehingga peneliti memilih alternatif kedua sebagai solusi desain dari desain guideline yang telah dibuat. Penyebaran area komunal di daerah tertentu untuk menghindari cross sirkulasi lansia. Pengolahan desain ruang akan mengacu pada hasil analisa pemetaan perilaku dengan analisa zoning yang lebih spesifik berdasarkan pembagian dan pengorganisasian ruang pengguna didalamnya.

Berdasarkan pembagian-pembagian area disertai hubungan antar ruang yang telah dibuat, maka dapat dilihat pengelompokan zoning dari hasil analisa adalah sebagai berikut:

Gambar 7. Hubungan Antar Ruang Lantai 1 dan 2

Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar 8. Skematik Desain Sumber: Dokumen Pribadi

SIMPULAN DAN SARAN Pendekatan perilaku dilakukan dengan memetakan perilaku lansia dengan 2 jenis metode, yaitu

Place Centered Map dan Person Centered Map. Hasil observasi tersebut mendapatkan jumlah aktivitas dan ruang yang paling banyak digunakan di panti werdha masing-masing kamar tidur (tidur/beristirahat) 18.16%, ruang TV & koridor (duduk-duduk) 28.35% dan koridor (berjalan) 16.69%.

9

Berdasarkan observasi dengan menggunakan kedua jenis metode pemetaan perilaku dan hasil wawancara, masalah-masalah dan hal-hal yang ditemukan terkait dengan ruang dan aktivitas lansia dengan pergerakannya yang paling banyak dilakukan selama observasi dapat dijabarkan sebagai berikut:

• Duduk-duduk, tidur/beristirahat dan berjalan merupakan kegiatan utama yang paling banyak dilakukan oleh lansia. Duduk-duduk dikombinasikan dengan aktivitas lain berupa baca buku, ngobrol, nonton TV, atau melakukan hobi/keterampilan. Dari aktivitas duduk-duduk dapat dilihat kecenderungan lansia yang lebih banyak duduk mendekati kaca jendela, depan kamar, maupun di living room atau ruang TV.

• Pola sirkulasi pada koridor yang ada di depan kamar merupakan area terpadat karena terdapat tempat duduk di depan kamar. Tempat duduk banyak ditempatkan di berbagai area karena mobilitas lansia terbatas dengan jarak rentang per tempat duduk sekitar 3-5m. Banyak lansia yang lalu lalang melewati koridor tersebut untuk mengakses kamar lansia atau menuju ke ruang TV. Hal ini menyebabkan mobilitas lansia terganggu karena terjadi cross sirkulasi, khususnya lansia yang menggunakan kursi roda. Mereka kesulitan bergerak apabila ada lansia-lansia yang duduk di depan kamar atau akan melewati koridor.

• Ukuran koridor untuk mengakses kamar ternyata tidak sesuai standar yang terdapat pada Design Standards for Nursing Home, yaitu minimal sebesar 2,44m.

• Aktivitas-aktivitas lansia tertentu seperti melakukan hobi/keterampilan, justru dilakukan di ruang TV. Hal ini menjadi salah satu pertanyaan, mengapa mereka tidak melakukannya di ruang hobi, padahal panti werdha tersebut menyediakan fasilitas untuk mereka beraktivitas di ruang hobi/keterampilan tersebut. Melalui wawancara dengan beberapa lansia, maka diketahui bahwa ternyata hal ini dipengaruhi peletakan ruang hobi yang jauh sehingga terlampau jauh untuk dijangkau oleh beberapa lansia.

• Kondisi tersebut menyebabkan perubahan motivasi perilaku terhadap lansia untuk melakukan aktivitas tertentu di ruang TV yang memiliki jangkauan paling dekat dari kamar lansia. Analisa perilaku lansia tersebut diolah dan mendapatkan guideline yang berupa sirkulasi

dengan hubungan antar ruang dan mobilitas lansia, sehingga dapat dihasilkan alternatif skematik desain ruang area lansia yang paling sering digunakan. Hasil skematik desain ruang digunakan sebagai acuan dan menjadi suatu aspek dalam perancangan panti werdha, dan dikembangkan menjadi zona ruang yang lebih spesifik.

Gambar 9. Skematik Desain Ruang Terpilih

Sumber: Dokumen Pribadi

Dari hasil analisa dan bahasan yang telah dibahas sebelumnya, maka didapatkan kesimpulan melalui: 1. Prinsip Perancangan Panti Werdha

Prinsip-prinsip tersebut mencakup perancangan panti werdha secara umum, dimana perancangan perlu memperhatikan:

• Aspek fisiologis (keselamatan dan keamanan, signage/orientation/wayfindings, aksesibilitas dan fungsi, adaptabilitas)

• Aspek psikologis (privasi, interaksi sosial, kemandirian, dorongan/tantangan, aspek panca indera, ketidakasingan/keakraban, estetik/penampilan, personalisasi)

2. Analisa Tapak • Tapak berorientasi ke utara dan selatan dengan pemaksimalan bukaan untuk sirkulasi udara dan

view mengarah ke utara dan selatan • Tingkat kebisingan dan matahari dengan intensitas paling tinggi berada pada bagian barat dan

akan digunakan sebagai area service, bagian timur dijadikan sebagai area semi-private dan private lansia

3. Studi Literatur dan Studi Banding • Aspek pencahayaan perlu diperhatikan dalam perancangan panti werdha, karena cahaya

tersebut mempengaruhi kesehatan lansia. Lansia perlu mendapatkan cahaya matahari pagi paling minimal 2% faktor cahaya pada setiap kamar lansia.

10

• Peletakan railing pada area-area tertentu, khususnya area yang cukup panjang seperti koridor, tangga, dan sejenisnya. Railing perlu didesain sesuai dengan ketinggian normal lansia yang menggunakan tongkat dan alat bantu lainnya.

• Penggunaan ramp cukup efektif dan lebih mudah digunakan oleh lansia dibandingkan tangga karena mobilitas lansia yang terbatas. Material ramp perlu diperhatikan agar tidak licin dan tingkat kemiringan harus sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

• Hindari perbedaan level pada bangunan dan pola sirkulasi yang terlalu jauh untuk lansia • Vegetasi merupakan aspek penting dalam perancangan panti werdha. Menurut Designing for

Therapeutic Environment dan DSD, kondisi lingkungan yang baik dapat mengurangi stress dan menjadi terapi bagi lansia.

4. Studi Kasus dan Pemetaan Perilaku • Perhatian pada sirkulasi dan hubungan antar ruang dan mobilitas lansia • Hubungan antar ruang perlu diperhatikan dalam perancangan panti werdha dengan output

keseluruhan dari hasil pengolahan skematik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penelitian dengan pemetaan perilaku dilakukan dengan

waktu pengumpulan data yang cukup singkat sehingga pengelolaan mapping dan observasi yang dilakukan belum cukup maksimal. Peneliti menyarankan agar meningkatkan jumlah/kuantitas observasi untuk memperjelas dan memastikan data-data maupun obyek yang diteliti agar lebih valid.

REFERENSI Buku: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. (2014). Jakarta Dalam Angka 2014. (Y. Rochadiyat, Ed.) Jakarta, Jakarta, Indonesia: BPS Provinsi DKI Jakarta. New Nouveau Brunswick. (2010). Design Standards for Nursing Homes. Department of Supply and Services Building Group. Perkins, B. (2004). Building Type Basics For Senior Living. America: John Wiley & Sons, Inc. Setiawan, H. B. (2015). Arsitektur Lingkungan dan Perilaku. Jakarta. Proceeding: Suharjanto, G. (2012). Interaksi Manusia dan Lingkungan Buatan/Binaannya. In T. H. Karyono (Ed.), Proceedings of Internatonal Conference, (p. 241). Jakarta. Jurnal: Novita Kumalasari, M. W. (2014). Perancangan Interior Rumah Usiawan Panti Surya di Surabaya. Jurnal Intra , 2, 585-589.

RIWAYAT PENULIS

Angelina lahir di Pekanbaru, 2 Agustus 1993. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Arsitektur pada tahun 2015.