penalaran dan argumentasi hukum - faculty of la book th.2009/bb... · pengertian ilmu hukum,...
TRANSCRIPT
1
PENALARAN DAN ARGUMENTASI HUKUM
Kode Mata Kuliah : WHI 7269
Tim Pengajar:
Prof.Dr. I Dewa Gede Atmadja,SH.,MS.
Prof.Dr. I Made Subawa,SH,MS.
Prof.Dr. R.A. Retno Murni,SH,MH.
Prof. Dr. I Wayan Suandi, Drs.,SH.,M.Hum.
I Gusti Ayu Putri Kartika,SH,MH.
I Wayan Novy Purwanto, SH.,M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNOVERSITAS UDAYANA BALI – INDONESIA
2009
1
1. Identifikasi Mata Kuliah
WHI 7269 : PENALARAN DAN ARGUMENTASI HUKUM
Tim Pengajar : Prof.Dr. I Dewa Gede Atmadja,SH.,MS.
Prof.Dr. I Made Subawa,SH,MS.
Prof.Dr. R.A. Retno Murni,SH,MH.
Prof. Dr. I Wayan Suandi, Drs.,SH.,M.Hum.
I Gusti Ayu Putri Kartika,SH,MH.
I Wayan Novy Purwanto, SH.,M.Kn
Status Mata Kuliah : Wajib Institusional (Fakultas)
SKS : 2
2. Diskripsi Mata Kuliah
Substansi mata kuliah Penalaran dan Argumentasi Hukum mencakup
pengertian ilmu hukum, logika, bahasa, penafsiran hukum (interpretasi), konstruksi
hukum dan kesesatan.
Dalam pengertian ilmu hukum akan diuraikan secara gramatikanya yaitu
meliputi pengertian dari kata ilmu dan kata hukum termasuk karakter ilmu hukum itu
sendiri. Kemudian logika menjelaskan tentang cara berpikir lurus untuk mencapai
suatu kebenaran dalam hukum. Bahasa yang digunakan disini yaitu bahasa hukum
dan/atau bahasa undangundang. Dalam penafsiran hukum dapat dibagi menjadi
beberapa macam penasiran antara lain penafsiran gramatika, penafsiran autentik,
penafsiran sosiologis dan lainlain. Penafsiran ini dilakukan apabila oleh hakim
pengadilan dalam menangani suatu perkara ditemukan adanya norma kabur,
sedangkan dalam konflik norma hukum, hakim dapat menggunakan salah satu dari
beberapa asas yaitu asas lex specialis derogat legi generali, asas lex superior
derogat legi priori dan lex posterior derogat legi inferiori. Kemudian apabila terjadi
kekosongan norma maka hakim dapat melakukan konstruksi hukum, hakim
2
pengadilan dapat menempuh beberapa metode untuk menemukan hukum yaitu
dengan argumentum a contrario, argumentum per analogiam dan penghalusan
hukum dan jika terjadi kesesatan dilakukan dengan beberapa metode.
Pengkajian dalam penalaran hukum ini selain mengacu pada ketentuan
peraturan perundangundangan juga mengacu pada hukum yang tidak tertulis.
Hakim dalam menangani suatu perkara apabila hukumnya tidak ada maka hakim
dapat menggali nilainilai yang hidup dalam masyarakat.
3. Tujuan Mata Kuliah
Adapun tujuan dari mata kuliah ini yaitu mahasiswa diharapkan memahami
karakter ilmu hukum, logika hukum, bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),
konstruksi hukum dan kesesatan dalam hukum. Kemudian setelah memahami hal
tersebut maka mahasiswa diharapkan dapat melakukan pengkajian terhadap hukum
yang berlaku melalui kasuskasus dan fenomena hukum dalam masyarakat dengan
menggunakan metodemetode tersebut.
4. Metode dan Strategi Proses Pembelajaran
Metode perkuliahan adalah Problem Base Learning (PBL) pusat pembelajaran
ada pada mahasiswa. Metode yang diterapkan adalah belajar (learning) bukan
mengajar (teaching).
Strategi pembelajaran : Kombinasi perkuliahan 50% (6 kali pertemuan
perkuliahan) dan tutorial 50% (6 kali pertemuan tutorial). Satu kali pertemuan untuk
ujian tengah semester dan satu kali pertemuan untuk ujian akhir semester. Jadi
jumlah seluruh pertemuan sebanyak 14 kali.
3
Pelaksanaan Perkuliahan dan Tutorial.
Dalam mata kuliah Penalaran dan Argumentasi Hukum direncanakan :
Perkuliahan berlangsung selama 6 (enam) kali pertemuan yaitu pertemuan ke1,
ke3, ke5, ke7, ke9 dan ke11.
Tutorial enam kali pertemuan yaitu pertemuan ke2, ke4, ke6, ke8, ke10, dan
ke12.
Strategi Perkuliahan,
Perkuliahan tentang subsub pokok bahasan dipaparkan dengan alat bantu
media, seperti white board, power point, dan sebagainya serta penyiapan bahan
bahan bacaan yang dipandang sulit untuk diperoleh atau diakses oleh majasiswa.
Sebelum mengikuti perkuliahan mahasiswa sudah mempersiapkan diri
mencari bahan/materi, membaca dan memahami pokok bahasan yang akan
dikuliahkan sesuai dengan arahan dalam block book. Teknik perkuliahan :
Pemaparan materi, tanya jawab dan diskusi (proses pembelajaran dua arah).
Strategi Tutorial.
Mahasiswa mengerjakan tugastugas (discussion task, study task, dan problem
task). Sebagai bagian dari self study (20 jam per minggu) untuk kemudian
berdiskusi di kelas tutorial presentasi power point.
Dalam 6 (enam) kali tutorial di kelas, mahasiswa diwajibkan :
a. Menyetorkan karya tulis berupa paper sesuai dengan topik tutorial.
b. Mempresentasikan tugas tutorial.
4
5. Ujian dan Penilaian
a. Ujian.
Ujian dilaksanakan 2 (dua) kali dalam bentuk tertulis yaitu Ujian Tengah
Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS).
b. Penilaian.
Penilaian akhir dari proses pembelajaran ini berdasarkan rumus nilai akhir sesuai
dengan buku pedoman Fakultas Hukum Universitas Udayana Tahun 2009 yaitu :
(UTS + TT) + (2 x UAS)
NA= 2
3
NA : Nilai Akhir
UTS : Ujian Tengah Semester
UAS : Ujian Akhir Semester
Skala Nilai Keterangan Dengan Skala Nilai
Huruf Angka 0 – 10 0 – 100
A 4 8,0 – 10,0 80 – 100
B+ 3,5 7,0 – 7,9 70 – 79
B 3 6,5 – 6,9 65 – 69
C+ 2,5 6,0 – 6,4 60 – 64
C 2 5,5 – 5,9 55 – 59
D+ 1,5 5,0 – 5,4 50 – 54
D 1 4,0 – 4,9 40 – 49
E 0 0,0 – 3,9 0 – 39
5
6. Materi Perkuliahan
1. Pendahuluan.
Karakter normatif dari hukum.
2. Kekhasan bahasa hukum.
3. Macam kaidah hukum.
4. Logika.
a. Peristilahan logika.
b. Prinsip dasar logika.
c. Manfaat logika dalam penalaran hukum.
d. Logika dalam penalaran hukum.
5. Penalaran.
a. Pengertian konsep.
b. Pengertian proposisi.
c. Hubungan antara konsep, proposisi dan penalaran.
6. Analisis terhadap konsepkonsep hukum.
7. Tujuan penalaran hukum.
a. Menemukan kebenaran; dan
b. Menemukan keadilan.
8. Penalaran induksi dan deduksi.
a. Pengertian induksi dan deduksi.
b. Penalaran induksi dalam hukum.
6
9. Penalaran deduksi dalam hukum.
10. Penyelesaian terhadap inharmonis hukum.
a. Asas preferensi.
b. Penyelesaian berkaitan dengan asas preferensi hukum.
11. Penemuan hukum dan Penafsiran hukum.
12. Kesesatan dalam penalaran hukum.
7. Bacaan.
Atmadja,I Dewa Gede, 1992, “Perdebatan Akan Derajat Keilmuan Dari Ilmu Hukum : Suatu Renungan Filsafat Hukum, dalam Kertha Patrika, Nomor : 58 Tahun XVIII, Maret.
, 1993, “Manfaat Filsafat Hukum Dalam Studi Ilmu Hukum”, dalam Kertha Patrika, Nomor : 6263 Tahun XIX Maret – Juni.
, Penafsiran Konstitusialam Rangka Sosialisasi Hukum, Pidato Pengenalan Jabatan Guru Besar Dalam Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana, 10 April 1996.
, 2006, Penalaran Hukum (Legal Reasoning), Pengertian, Jenis, Dan Penerapannya, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar.
Gie, The Liang, 979, Teoriteori Keadilan, Super, Yogyakarta.
Hadjon, Philipus M, 1994, “Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif)”, dalam Yuridika, Nomor 6 Tahun IX, NovemberDesember 1994.
, dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005.
, 2009, Pengantar Penalaran Hukum dan Argumentasi Hukum , Bali Age, Denpasar, h. 6265.
Loudoe, John Z., 1985, Menemukan Hukum melalui Tafsir dan Fakta, Bina
Aksara, Jakarta.
7
Marzuki, Peter Mahmud, 2001, “Penelitian Hukum”, dalam Yuridika, Vol. 16, No. 1, MaretApril.
Mertokusumo, Sudikno, 1993, Babbab tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya
Bakti.
Purbacaraka, Purnadi dan Soerjono Soekanto, 1979, Perihal Kaedah Hukum, Alumni, Bandung.
Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks Keindonesiaan, CV. Utomo, Bandung, 2006, h. 74108.
Sidharta, Bernard Arief, Refleksi Tentang Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2008, h. 4256.
, Pengantar Logika, Refika Aditama, Bandung, 2008.
Simorangkir, J.C.T., et al., 1980, Kamus Hukum, Aksara Baru, Jakarta.
Sumaryono, 1999, Dasardasar Logika, Kanisius, Yogyakarta.
Sutiyoso, Bambang, 2006, Metode Penemuan Hukum, UII Press, Yogyakarta.
8. Persiapan Proses Perkuliahan
Mahasiswa diwajibkan untuk memiliki block book mata kuliah Penalaran dan
Argumentasi Hukum sebelum perkuliahan dimulai dan sudah mempersiapkan materi
sehingga proses perkuliahan dan tutorial dapat terlaksana sesuai dengan tujuannya.
Pertemuan I : Pendahuluan.
Terdapat perbedaan pendapat diantara para ahli dalam memasukkan ilmu hukum
ke dalam suatu kelompok bidang ilmu. Demikian pula adanya keraguraguan yang
disebabkan oleh sifat normatif dari ilmu hukum tersebut bukanlah ilmu empiris.
8
Disamping hukum mempunyai sifat yang normatif hukum juga memiliki fungsi yang
normatif pula.
Task 1 : Ilmu hukum dikatakan bersifat preskriptif dengan karakter sui generis, apakah anda setuju atau tidak ?
1. Terdapat perbedaan pendapat diantara para ahli dalam memasukkan ilmu
hukum ke dalam suatu kelompok bidang ilmu.
2. Adanya keraguan yang disebabkan oleh sifat normatif dari ilmu hukum tersebut
bukanlah ilmu empiris.
Bacaan :
Atmadja,I Dewa Gede, 1992, “Perdebatan Akan Derajat Keilmuan Dari Ilmu Hukum : Suatu Renungan Filsafat Hukum, dalam Kertha Patrika, Nomor : 58 Tahun XVIII, Maret, h. 6471.
, 1993, “Manfaat Filsafat Hukum Dalam Studi Ilmu Hukum”, dalam Kertha Patrika, Nomor : 6263 Tahun XIX Maret – Juni, h. 6471.
, Penafsiran Konstitusialam Rangka Sosialisasi Hukum, Pidato Pengenalan Jabatan Guru Besar Dalam Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana, 10 April 1996, h. 3347.
, 2006, Penalaran Hukum (Legal Reasoning), Pengertian, Jenis, Dan Penerapannya, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 2234.
Hadjon, Philipus M, dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, h. 1 – 9.
Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks Keindonesiaan, CV. Utomo, Bandung, 2006, h. 74108.
Sidharta, Bernard Arief, Refleksi Tentang Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2008, h. 4256.
Pertemuan II : Kekhasan Bahasa Hukum.
Dengan memperhatikan konsep hukum yang khas dengan sendirinya juga bahasa
dalam hukum mempunyai kekhasan. Kekhasan bahasa dalam hukum terletak dalam
9
fungsinya yang normatif. Dalam bahasan normatif dirumuskan normanorma yang berisi
: perintah, larangan, izin, dan dispensasi.
Perintah (gebod) adalah kewajiban umum untuk melakukan sesuatu. Larangan
(verbod) adalah kewajiban umum untuk tidak melakukan sesuatu. Dispensasi
(pembebasan, vrijstelling) adalah pembolehan (verlof) khusus untuk tidak melakukan
sesuatu yang secara umum diharuskan. Izin (toestemming, permisi) adalah
pembolehan khusus untuk melakukan sesuatu yang secara umum dilarang.
Task 2 : Study Task.
Antara keempat perintah perilaku ini terdapat berbagai hubungan yang juga dapat
memperlihatkan hubungan logikal tertentu.
1. Sebutkan keempat konsep tersebut !
2. Berikan contohnya masingmasing !
Bacaan :
Atmadja,I Dewa Gede, 2006, Penalaran Hukum (Legal Reasoning), Pengertian, Jenis, Dan Penerapannya, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 2234.
, 2009, Pengantar Penalaran Hukum dan Argumentasi Hukum , Bali Age, Denpasar, h. 6265.
Hadjon, Philipus M, dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, h. 1 – 9.
Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks Keindonesiaan, CV. Utomo, Bandung, 2006, h. 74108.
Instruksi Tutor :
1. Membentuk kelompok diskusi
2. Menentukan atau menunjuk pemimpin diskusi dalam kelompok.
3. Selama proses diskusi tutor harus dapat meredam emosi mahasiswa dan
mengangkat mahasiswa yang pasif.
10
4. Membahas masalah tersebut dengan mengacu pada learning goal yaitu :
a. Memahami kekhasan bahasa hukum.
b. Memahami perintah.
c. Memahami larangan.
d. Memahami izin, dan
e. Memahami dispensasi.
5. Masingmasing learning goal dijelaskan dalam waktu 15 menit
6. Terakhir sisakan 25 menit untuk presentasi dari salah satu kelompok melalui
ketua kelompok.
7. Menyuruh ketua kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi.
8. Mengumpulkan laporan hasil diskusi.
Pertemuan III : Macam Kaidah Hukum.
Jika ditinjau dari sudut isinya, maka dapatlah dikenal adanya tiga macam kaidah
hukum yaitu :
1. Kaidahkaidah hukum yang berisikan suruhan (gebod);
2. Kaidahkaidah hukum yang berisikan larangan (verbod);
3. Kaidahkaidah hukum yang berisikan kebolehan (mogen).
Mengenai sifat kaidah hukum dapatlah dibedakan antara :
a. Kaidahkaidah hukum yang bersifat imperatif.
b. Kaidahkaidah hukum yang bersifat fakultatif.
Task 3 : Study Task.
1. Apakah yang dimaksud dengan kaidah hukum yang berisikan suruhan, larangan,
dan kebolehan?
2. Berikan masingmasing contoh kaidahkaidah hukum tersebut dengan mengacu
pada ketentuan peraturan perundangundangan !
11
Bacaan :
Hadjon, Philipus M, 1994, “Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif)”, dalam Yuridika, Nomor 6 Tahun IX, NovemberDesember 1994.
, dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, h. 1 – 9.
Sidharta, Bernard Arief, Refleksi Tentang Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2008, h. 4256.
Peter Mahmud Marzuki, 2001, “Penelitian Hukum”, dalam Yuridika, Vol. 16, No. 1, MaretApril.
Purbacaraka, Purnadi dan Soerjono Soekanto, 1979, Perihal Kaedah Hukum, Alumni, Bandung, h. 2136.
Pertemuan IV : Logika.
Logika adalah bahasa Latin berasal dari kata “logos” yang berarti perkataan atau
sabda”. Dalam bahasa seharihari kita sering mendengar ungkapan serupa “alasannya
tidak logis, argumentasinya logis, kabar itu tidak logis”. Yang dimaksud dengan “logis”
adalah masuk akal dan tidak logis adalah tidak masuk akal. Prof Thaib Thair A.Mu’in
membatasi logika sebagai “Ilmu untuk menggerakkan pikiran kepada jalan yang lurus
dalam memperoleh suatu kebenaran”. Sedangkan Irving M.Copi menyatakan bahwa
“Logika adalah ilmu yang mempelajari metode dan hukumhukum yang digunakan
untuk membedakan penalaran yang betul dengan penalaran yang salah”. Demikian
juga dalam buku “Logic and Language of Education” dari George F.Kneller (New York,
1966). Logika disebut sebagai “penyelidikan tentang dasardasar dan metodemetode
berpikir benar sedangkan dalam kamus Munjid disebut sebagai “hukum yang
memelihara hati nurani dari kesalahan dalam berfikir”. Dengan demikian, dapatlah
12
dikatakan bahwa logika adalah suatu pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan
lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.
Logika berkaitan dengan aktivitas berpikir dan Psikologi juga berkaitan dengan
aktivitas berpikir. Oleh karena itu, kita hendaknya berhatihati melihat persimpangannya
dari kedua konsep ini. Psikologi mempelajari pikiran dan kerjanya tanpa menyinggung
sama sekali urusan benarsalah. Sebaliknya urusan benarsalah menjadi masalah
pokok dalam logika. Logika tidak mempelajari cara berpikir dari semua ragamnya tetapi
pemikiran dalam bentuk yang paling sehat dan praktis.
Banyak jalan pemikiran kita dipengaruhi oleh keyakinan, pola berpikir kelompok,
kecenderungan pribadi, pergaulan dan sugesti. Juga banyak pikiran yang diungkapkan
sebagai harapan emosi seperti caci maki, kata pujian atau pernyataan kekaguman. Ada
juga pemikiran yang diungkapkan dengan argumen yang secara selintas kelihatan
benar untuk memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan memperoleh keuntungan
pribadi maupun golongan. Logika menyelidiki, menyaring dan menilai pemikiran dengan
cara serius dan terpelajar dan bertujuan mendapatkan kebenaran, terlepas dari segala
kepentingan dan keinginan perorangan.
Task 4 : Study Task.
1. Logika mempelajari tentang kebenaran, apakah yang dimaksud dengan arti benar ?
2. Apakah manfaat dari logika ?
Bacaan :
Hadjon, Philipus M, 1994, “Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif)”, dalam Yuridika, Nomor 6 Tahun IX, NovemberDesember 1994.
Peter Mahmud Marzuki, 2001, “Penelitian Hukum”, dalam Yuridika, Vol. 16, No. 1, MaretApril.
Sidharta, Bernard Arief, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, cet. pertama, Mandar Maju, Bandung, 1999.
, Pengantar Logika, Refika Aditama, Bandung, 2008, h. 13.
13
Simorangkir, J.C.T., et al., 1980, Kamus Hukum, Aksara Baru, Jakarta.
Sumaryono, 1999, Dasardasar Logika, Kanisius, Yogyakarta, h. 71 73.
Pertemuan V : Penalaran.
Dalam hidup ini diliputi oleh berbagai masalah yang merupakan hambatan atau
tantangan yang mewajibkan seseorang untuk memecahkannya. Kemampuan untuk
memecahkan masalah ini, banyak ditunjang oleh kemampuan menggunakan
penalaran, kemampuan dalam hubungan kausal. Penalaran (reasoning) adalah suatu
bentuk pemikiran. Selain penalaran, bentuk pemikiran yang lebih sederhana adalah
pengertian atau konsep dan proposisi atau pernyataan. “Tidak ada proposisi tanpa
pengertian dan tidak ada penalaran tanpa proposisi”.
Task 5 : Discussion Task.
1. Buatlah pengertian tentang konsep, proposisi dan penalaran.
2. Berikan contohnya masingmasing.
Instruksi Tutor :
1. Membentuk kelompok diskusi
2. Menentukan atau menunjuk pemimpin diskusi dalam kelompok.
3. Selama proses diskusi tutor harus dapat meredam emosi mahasiswa dan
mengangkat mahasiswa yang pasif.
4. Membahas masalah tersebut dengan mengacu pada learning goal yaitu :
14
a. Memahami tentang konsep.
b. Memahami proposisi.
c. Memahami penalaran dalam hukum.
d. Mampu memberikan contohcontohnya.
5. Masingmasing learning goal dijelaskan dalam waktu 20 menit
6. Terakhir sisakan 20 menit untuk presentasi dari salah satu kelompok melalui ketua
kelompok.
7. Menyuruh ketua kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi.
8. Mengumpulkan laporan hasil diskusi.
Pertemuan VI : Analisis terhadap konsepkonsep hukum.
Tujuan dilakukannya suatu penalaran adalah untuk mencapai kebenaran.
Demikian pula dengan hukum, tujuan diadakannya penalaran hukum yakni disesuaikan
dengan tujuan hukum itu sendiri. Tujuan hukum mengacu pada ”sasaran yang ingin
dicapai oleh fungsi hukum. Tujuan hukum tidak bisa dilepaskan dari tujuan akhir dari
hidup bermasyarakat yang tidak dapat dilepaskan dari nilainilai dan falsafah hidup
yang menjadi dasar hidup masyarakat itu yang akhirnya bermuara pada keadilan.
Dalam melakukan penalaran, pengertian dan proposisi mempunyai peranan penting
karena tanpa adanya pengertian tidak mungkin disusun proposisi dan tanpa adanya
proposisi tidak mungkin dilakukan penalaran.
15
Task 6 : Problem Task
Diskusikan dengan temanteman anda mengenai pengertian, proposisi dan
penalaran. Pengertian sebagai langkah awal dari penalaran harus dilakukan secara
benar karena jika pengertian salah maka hasil dari penalaran juga menjadi salah.
Kasus :
Bedakan pengertian pencurian dengan pengelapan !
Bedakan pengertian penyalahgunaan wewenang dengan perbuatan sewenang
wenang.
Pengertian atau konsep juga sifatnya dinamis. Misalnya dalam perkara Josopandojo,
putusan Mahkamah Agung Nomor 838K/Sip/1972.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1816 K/Pdt/1989 tentang itikad baik yang dilakukan
dengan ceroboh.
Bacaan :
Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks Keindonesiaan, CV. Utomo, Bandung, 2006, h. 74108.
The Liang Gie, 1979, Teoriteori Keadilan, Super, Yogyakarta, h. 1720.
Pertemuan VII : UJIAN TENGAH SEMESTER
16
Pertemuan VIII : Induksi Dalam Hukum.
Penalaran adalah sebuah proses mental di mana kita (melalui akal budi)
bergerak dari apa yang telah kita ketahui menuju ke pengetahuan yang baru (hal yang
belum kita ketahui). Atau kita bergerak dari pengetahuan yang kita miliki menuju ke
pengetahuan yang baru yang berhubungan dengan pengetahuan yang telah kita miliki
tersebut. Semua bentuk penalaran selalu bertolak dari sesuatu yang sudah ada atau
sudah kita ketahui. Kita tidak mungkin menalar bertolak dari ketidaktahuan. Selalu ada
sesuatu yang tersedia yang kita pergunakan sebagai titik tolak untuk menalar. Titik tolak
tersebut kita namakan “yang telah diketahui” yaitu sesuatu yang dapat dijadikan
sebagai premis, evidensi, bukti, dasar bahkan alasanalasan dari mana halhal yang
belum diketahui “dapat disimpulkan”. Kesimpulan itu disebut konklusi. Inilah kiranya
yang merupakan alasan mengapa penalaran dapat juga didefinisikan sebagai “berpikir
konklusif” atau “berpikir untuk menarik kesimpulan”. Penyimpulan ini dilakukan dengan
cara “induksi dan deduksi”. Induksi dalam hukum dimulai dengan mengumpulkan
faktafakta empiris.
Kasus : pada setiap putusan pengadilan negeri (maksudnya putusan mana saja dapat
dipakai sebagai bahan analisis).
Task 7 : Problem Task.
Diskusikan dengan temanteman anda tentang metode penalaran induksi dalam
hukum ? Cobalah dicari dalam putusan Pengadilan Negeri !
17
Bacaan :
Hadjon, Philipus M, dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, h. 20 – 37.
Atmadja, I Dewa Gede, Pengantar Penalaran Hukum dan Argumentasi Hukum (Legal Reasoning And Legal Argumentation An Introduction), Bali Aga, Agustus 2009, h. 25 – 33.
Pertemuan IX : Deduksi dalam Hukum.
Dalam penanganan perkara atau sengketa hukum langkah awal adalah langkah
induksi untuk mengumpulkan fakta. setelah fakta dirumuskan diikuti dengan penerapan
hukum. Langkah penerapan hukum adalah langkah deduksi. Langkah penerapan
hukum diawali dengan identifikasi aturan hukum dan seringkali dijumpai keadaan aturan
hukum seperti : antinomi (konflik norma hukum), kekosongan hukum (leemten in het
recht), dan norma yang kabur (vage normen).
Task 8 : Discussion Task.
Diskusikan dengan temanteman tentang konflik norma hukum, kekosongan
norma, dan norma kabur.
Instruksi Tutor :
1. Membentuk kelompok diskusi
2. Menentukan atau menunjuk pemimpin diskusi dalam kelompok.
3. Selama proses diskusi tutor harus dapat meredam emosi mahasiswa dan
mengangkat mahasiswa yang pasif.
4. Membahas masalah tersebut dengan mengacu pada learning goal yaitu :
18
a. Memahami tentang antinomi (konflik norma hukum).
b. Memahami kekosongan hukum.
c. Memahami norma kabur.
d. Mampu menunjukkan contohcontohnya.
5. Masingmasing learning goal dijelaskan dalam waktu 20 menit
6. Terakhir sisakan 20 menit untuk presentasi dari salah satu kelompok melalui ketua
kelompok.
7. Menyuruh ketua kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi.
8. Mengumpulkan laporan hasil diskusi.
Bacaan :
Atmadja, I Dewa Gede, Pengantar Penalaran Hukum dan Argumentasi Hukum (Legal Reasoning And Legal Argumentation An Introduction), Bali Aga, Agustus 2009, h. 55.
Hadjon, Philipus M, dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, h. 24.
Pertemuan X : Penemuan Hukum
Menurut Paul Scholten, penemuan hukum oleh hakim merupakan sesuatu yang
lain daripada hanya penerapan peraturanperaturan pada peristiwanya, kadangkadang
dan bahkan sangat sering terjadi bahwa peraturannya harus ditemukan, baik dengan
jalan interpretasi maupun dengan jalan analogi ataupun rechtsvervijning
(pengkonkretan hukum). Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo, penemuan hukum
19
adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugaspetugas hukum lainnya
yang diberi tugas menerapkan hukum terhadap peristiwaperistiwa hukum yang
konkret. Dengan kata lain, merupakan proses konkretisasi atau individualisasi peraturan
hukum (das sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkret (das
sein) tertentu. Yang penting dalam penemuan hukum adalah bagaimana mencarikan
atau menemukan hukum untuk peristiwa konkret.
Task 9 : Problem Task
Kasus :
Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2691 K/Pdt/1996 Tanggal 18 september 1998
tentang jual beli secara lisan belum mempunyai akibat hukum.
Putusan Mahkamah Agung Nomor : 3045 K/Pdt/1991 tanggal 30 Mei 1996 tentang
Jual beli harus dilakukan di hadapan PPAT.
Bacaan :
Mertokusumo, Sudikno, 1993, Babbab tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti,
h. 412.
Sutiyoso, Bambang, 2006, Metode Penemuan Hukum, UII Press, Yogyakarta, h. 28
35.
20
Pertemuan XI : Penafsiran Hukum
Pada hakikatnya tidak ada perundangundangan yang sempurna, pasti
didalamnya ada kekurangan dan keterbatasannya. Tidak ada perundangundangan
yang lengkap selengkaplengkapnya atau jelas sejelasjelasnya dalam mengatur
seluruh kegiatan manusia. Dengan demikian diperlukanlah penafsiran hukum seperti
penafsiran gramatika, penafsiran sejarah undangundang, penafsiran sejarah hukum,
penafsiran sistematis dan penafsiran sosiologis.
Task 8 : Problem Task
Diskusikan dan pahami konsep penafsiran hukum.
Buatlah contoh dari masingmasing bentuk penafsiran hukum.
Kasus :
Putusan Mahkamah Agung No. 395 K/Pid/1995 tanggal 29 September 1995 tentang
Kasus Dr. Mochtar Pakpahan,SH.,MA.
Bacaan :
Loudoe, John Z., 1985, Menemukan Hukum melalui Tafsir dan Fakta, Bina Aksara,
Jakarta, h. 112124.
, , Atmadja,I Dewa Gede,Penafsiran Konstitusialam Rangka Sosialisasi Hukum,
Pidato Pengenalan Jabatan Guru Besar Dalam Bidang Ilmu Hukum Tata Negara
Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana, 10 April 1996, h. 3347.
21
Pertemuan XII : Kesesatan (Fallacy).
Kesesatan dalam penalaran bisa terjadi karena yang sesat itu karena sesuatu
hal, kelihatan tidak masuk akal. Dalam penalaran dapat terjadi kesesatan karena tidak
terdapat hubungan logis antara premis dengan kesimpulan. Ada lima model kesesatan
dalam penalaran hukum :
1. Argumentum ad ignorantium.
2. Argumentum ad verecundiam.
3. Argumentum ad hominem.
4. Argumentum ad misericordiam.
5. Argumentum ad baculum.
Task 9 : Discussion Task.
Diskusikan tentang kesesatan.
Cari contoh masingmasing model kesesatan tersebut.
Instruksi Tutor :
1. Membentuk kelompok diskusi
2. Menentukan atau menunjuk pemimpin diskusi dalam kelompok.
3. Selama proses diskusi tutor harus dapat meredam emosi mahasiswa dan
mengangkat mahasiswa yang pasif.
4. Membahas masalah tersebut dengan mengacu pada learning goal yaitu :
a. Memahami tentang kesesatan.
22
b. Memahami modelmodel kesesatan.
c. Mampu menunjukkan contohcontohnya.
5. Masingmasing learning goal dijelaskan dalam waktu 20 menit
6. Terakhir sisakan 40 menit untuk presentasi dari dua kelompok melalui masing
masing ketua kelompoknya.
7. Menyuruh masingmasing ketua kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi.
8. Mengumpulkan laporan hasil diskusi.
Bacaan :
Atmadja, I Dewa Gede, Pengantar Penalaran Hukum dan Argumentasi Hukum (Legal Reasoning And Legal Argumentation An Introduction), Bali Aga, Agustus 2009, h. 7577.
Hadjon, Philipus M, dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, h. 1517.
Pertemuan XIV : UJIAN AKHIR SEMESTER
23
DAFTAR PUSTAKA
Atmadja,I Dewa Gede, “Perdebatan Akan Derajat Keilmuan Dari Ilmu Hukum : Suatu Renungan Filsafat Hukum, dalam Kertha Patrika, Nomor : 58 Tahun XVIII, Maret, 1992.
, “Manfaat Filsafat Hukum Dalam Studi Ilmu Hukum”, dalam Kertha Patrika, Nomor : 6263 Tahun XIX Maret – Juni, 1993.
, Penafsiran Konstitusialam Rangka Sosialisasi Hukum, Pidato Pengenalan Jabatan Guru Besar Dalam Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana, 10 April 1996.
, Penalaran Hukum (Legal Reasoning), Pengertian, Jenis, Dan Penerapannya, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar 2006.
Gie, The Liang, Teoriteori Keadilan, Super, Yogyakarta 1979.
Hadjon, Philipus M, “Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif)”, dalam Yuridika, Nomor 6 Tahun IX, NovemberDesember 1994.
, dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005.
, Pengantar Penalaran Hukum dan Argumentasi Hukum , Bali Age, Denpasar, 2009.
Loudoe, John Z., Menemukan Hukum melalui Tafsir dan Fakta, Bina Aksara, Jakarta
1985.
Marzuki, Peter Mahmud, “Penelitian Hukum”, dalam Yuridika, Vol. 16, No. 1, Maret April 2001.
Mertokusumo, Sudikno, Babbab tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti
1993.
Purbacaraka, Purnadi dan Soerjono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, Alumni, Bandung 1979.
Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks Keindonesiaan, CV. Utomo, Bandung, 2006.
Sidharta, Bernard Arief, Refleksi Tentang Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2008.
24
, Pengantar Logika, Refika Aditama, Bandung, 2008.
Simorangkir, J.C.T., et al., Kamus Hukum, Aksara Baru, Jakarta 1980.
Sumaryono, Dasardasar Logika, Kanisius, Yogyakarta 1999.
Sutiyoso, Bambang, Metode Penemuan Hukum, UII Press, Yogyakarta 2006.