pemodelan peningkatan kehandalan dengan metode …
TRANSCRIPT
Pemodelan peningkatn (Ferry Anggita E) Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 31
PEMODELAN PENINGKATAN KEHANDALAN DENGAN METODE ROOT CAUSE ANALYSIS DAN FMEA
PADA PERUSAHAAN PEMBANGKIT LISTRIK
Ferry Anggita Erdianto
Jurusan Teknik Industri Magister Teknik Industri e-mail : [email protected]
ABSTRAK
XYZ is a company engaged in the generation of electrical energy. Reliability for power generation companies is very vital for the company's performance appraisal is based on the readiness of the unit to generate electricity load demand PLN (State Electricity Company). To support the reliability of the company has designed a system that is based on the reliability maintenance (RCM). RCM application at PT XYZ is dominated by mostly preventive maintenance based on time and baseline. Meanwhile failures still occur marked by numerous corrective maintenance that still occur on critical equipment, causing derating production unit. Besides the efficiency of preventive maintenance is also doubtful, the amount of PM task that has become a waste of maintenance costs. The pattern of effective maintenance necessary to minimize disturbance.
As a baseline, the analysis Root Cause Analysis is required to determine the priority maintenance. After that increase reliability by using Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) was conducted with a focus on the criteria of occurence, severity, and detection to determine the Risk Priority Number (RPN). To enhance decision-making systems have used system analysis history data interference as well as MTBF and MTTR. Result of the merger of these methods are known to determine the behavior maintenance task-a task that really affect the reliability of the unit. Key Words : FMEA, Root cause analysis, RPN, Reliability 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Saat ini dunia industri berkembang sangat pesat. Hal ini menjadi peluang dari industri kelistrikan nasional karena kebutuhan akan listrik juga terus meningkat. Menurut data kementrian ESDM pada tahun 2014 kapasitas terpasang pembangkit listrik sebesar 53.585 MW dimana 37.280 MW (70%) dikuasai oleh pembangkit nasional, sisanya oleh pembangkit swasta maupun asing. Sedangkan rasio elektrifikasi 84,35%, ini menunjukkan bahwa jika pembangkit nasional handal maka produksi listrik pembangkit PLN group pasti dibutuhkan. Untuk menangkap peluang tersebut maka kehandalan pembangkit-pembangkit dalam PLN Group haruslah terjaga.
PT XYZ merupakan anggota dari PLN group yang bergerak pada bisnis pembangkitan energi listrik. PLN adalah satu-satunya BUMN pemegang hak distribusi listrik di Indonesia. Pada dasarnya PT XYZ tidak hanya sebagai penghasil energi listrik (Power Plant) tetapi juga meliputi usaha-usaha lain yang berkaitan seperti jasa operasi dan pemeliharaan pembangkit listrik serta jasa Overhaul atau pemeliharaan skala besar unit pembangkit listrik tahunan.
PLTU Z merupakan salah satu unit bisnis operasi dan pemeliharaan dari PT XYZ yang mengoperasikan pembangkit listrik milik PLN. PLTU Z bergerak di bidang operasi dan pemeliharaan listrik di pembangkitan thermal dalam hal ini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Gambar 1.1 Grafik OEE PLTU Z Hingga September 2015
Sebagai pelaku bisnis pembangkitan
energi listrik, fokus utama PT XYZ adalah pada kehandalan pembangkit. Karena penilaian kepuasan pelanggan ditentukan dari kesiapan pembangkit, bukan dari banyaknya listrik yang
Pemodelan peningkatan (Ferry Anggita E) Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 32
dipasok. Untuk menunjang kehandalan, PT XYZ membuat suatu prioritas pemeliharaan berupa perhitungan MPI (maintenance priority index) dengan metode FGD untuk penentuan nilainya. Dengan metode ini kehandalan PLTU Z masih cukup rendah, hal ini ditunjukkan dengan grafik OEE pada gambar 1.1 berikut. Disana terlihat bahwa pengurangan kesiapan unit dari force outage maupun maintenance outage total sebesar 7,8% dari total kapasitas produksi terencana.
Permasalahan ketidakhandalan unit antara lain dipengaruhi oleh stop unit akibat gangguan atau disebut juga force outage dan maintenance outage. Sebagian penyebab dari gangguan yang menyebabkan stop unit adalah gangguan yang berulang. Meskipun telah menerapkan program RCFA (Root Cause Failure Analysis) dan ECP (Engineering Change Proposal) kegagalan berulang belum sepenuhnya tercover. Gambar 1.2 berikut merupakan data tahun 2015 tentang gangguan penyebab stop unit. Beberapa dari penyebab gangguan merupakan peralatan yang sama. Gambar 1.2 Grafik Jumlah Kegagalan Berulang
Hingga September 2015
Untuk mengatasi masalah ini perlu dibangun suatu kerangka berfikir yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemeliharaan misal dengan Decision Tree (Baek, 2006), pengembangannya adalah dengan continous improvement melalui fuzzy methodology, pemeliharaan menjadi tepat sasaran.
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) sebenarnya dapat digunakan untuk mengefisienkan maintenance scheduling yaitu dengan fokus pada 3 nilai utama yaitu occurence, severity, dan detection secara mendalam (Terninko, 2003). Jika dimaksimalkan FMEA dapat menjadi tools yang kuat sebagai dasar dari maintenance scheduling, untuk mengefisienkan pemeliharaan mengingat resources yang terbatas maka dilakukan continous update tentang data gangguan unit yang menyebabkan trip atau derating melalui kajian RCFA (Root Cause Failure Analysis).
1.2 Perumusan Masalah Dari data Pareto Loss 2014 terlihat banyaknya kegagalan berulang. Maka dari itu pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain :
1. Dasar penentuan prioritisasi pola pemeliharaan masih murni menggunakan sistem MPI dimana terdapat banyak kelemahan dan masih subjektif.
2. FMEA yang ada masih bersifat minimalis dan tidak disertai dengan Risk Priority Number yang merupakan dasar dari penentuan prioritisasi task
3. FMEA selama ini tidak focus pada pencegahan kegagalan berulang
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan perancangan sistem pemeliharaan yang mencakup:
1. Membuat prioritisasi pemeliharaan berdasarkan kegagalan yang pernah terjadi terutama yang mengakibatkan stop unit
2. Melakukan continuous improvement yang mengacu pada history data
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
1. Penelitian ini hanya berfokus kepada peralatan critical yang langsung menyebabkan stop unit pada Pusat Listrik Tenaga Uap (berdasarkan logic diagram SAMA)
2. Pembuatan Root cause analysis berfokus pada data gangguan yang menyebabkan unit stop beroperasi
3. Pembuatan FMEA yang efektif dan tepat sasaran berdasarkan kuesioner subject matter expert.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Root Cause Analysis
Root Cause Analysis adalah suatu
teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi resiko yang berperan
Pemodelan peningkatan (Ferry Anggita E) Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 33
terhadap terjadinya kegagalan. Metode ini dilakukan dengan pendekatan yang bersifat top down, yang diawali dengan asumsi kegagalan atau kerugian dari kejadian puncak (Top Event) kemudian merinci sebab-sebab suatu Top Event sampai pada suatu kegagalan dasar (root cause).
Untuk melakukan Root Cause Analysis perlu adanya 5 langkah sebagai berikut. Langkah 1 - Definisikan Masalah Langkah 2 – Kumpulkan Data Langkah 3 – Identifikasi Penyebab yang Mungkin Langkah 4 – Identifikasi Akar Masalah (Root Causes) Langkah 5 – Ajukan dan Implementasikan Solusi
2.2 Failure Mode and Effect Analysis Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) merupakan salah satu tools utama quality control yang menjamin suatu sistem berjalan dengan handal. FMEA dibuat untuk mengidentifikasi modus-modus kegagalan suatu peralatan/sistem serta memprioritisasikannya berdasarkan Risk Priority Number (RPN). Untuk meningkatkan reliability intinya kita harus dapat memprediksi kegagalan yang mungkin terjadi kemudian melakukan langkah-langkah tertentu untuk mencegahnya (Terninko, 2003). Berikut ini pada gambar 2.1 adalah diagram alir yang menggambarkan proses pembuatan FMEA.
Define System
Task Flow
Responsible
Person
Failure Modes
Effects Severity
Class
Causes
Control Detection
RPN
Projects
Action Taken
New RPN
Gambar 2.1. Diagram Alir Pembuatan FMEA Ada 3 nilai utama pada FMEA yang dipakai sebagai acuan dalam menentukan Risk Priority Number (RPN) yaitu Severity, Occurence, dan Detection. Gambar 2.2. Tabel penentuan nilai RPN
Pemodelan peningkatan (Ferry Anggita E) Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 34
Prinsip RCM mengatakan bahwa jika failure itu masih terjadi maka perkuat frekuensi Preventive Maintenance. Dalam industri modern teori tersebut sudah mulai ditinggalkan karena penambahan PM berarti penambahan biaya. Untuk itu maka langkah yang perlu diambil adalah menganalisa kembali efektifitas PM tersebut. Jika masih sering terjadi gangguan maka mungkin harus menggantinya dengan cara lain seperti proaktif maintenance maupun condition based maintenance. (Wheeler, 2007). Salah satu Proaktif yang bisa dilakukan adalah mengevaluasi kegagalan-kegagalan yang telah terjadi dan melakukan action berdasarkan prioritas agar tidak terjadi lagi. 3. METODOLOGI PENELITIAN
Tahap pengumpulan data pada penelitian ini dimulai dengan mencari data diagram logic SAMA pembangkit. Selain itu data-data yang dibutuhkan adalah data frekuensi gangguan, serta data kajian Root Cause Failure Analysis (RCFA). Setelah itu dilanjut dengan Pembuatan FMEA. Nilai Occurence ditentukan dengan pengolahan data gangguan untuk kemudian dicari niai MTBF lalu rataan kegagalan per tahunnya. Nilai Severity didapat dari perhitungan kerugian tiap gangguan dikelompokkan berdasarkan failure cause yang terkait. Untuk nilai detection ditentukan dari kunjungan lapangan serta wawancara pihak terkait seperti operator maupun bidang pemeliharaan. Berikut gambaran alur metode penelitian.
Mulai
Pengumpulan Data (SAMA Diagram,
Laporan Gangguan, Studi Lapangan)
Data MTBFData Besar kerugian
akibat gangguan
Data Kelengkapan
Deteksi gangguan
Nilai Occurence Nilai Severity Nilai Detection
Penyusunan FMEA
Data History gangguan Data History gangguanSite Visit dan wawancara
user terkait
Pemodelan Sistem
Selesai
4. ANALISIS SISTEM 4.1. Visi dan Misi Perusahaan
Visi perusahaan adalah menjadi perusahaan tepercaya yang tumbuh berkelanjutan. Dari visinya sudah jelas bahwa perusahaan tidak akan statis mencari titik keseimbangan, perusahaan ingin terus berkembang. Untuk senantiasa berkembang perlu adanya continous improvement di berbagai lini diantaranya sistem pemeliharaan pembangkit yang merupakan fokus dari penelitian ini. Misi PT XYZ adalah menyelenggarakan bisnis pembangkitan dan usaha terkait yang bersahabat dengan lingkungan.
4.2. Konsep Manajemen Aset Pembangkit
Pada dasarnya sinergi antar sistem sudah di rancang dalam bentuk diagram transaksional management aset pada gambar 4.1, namun pada prakteknya diagram tersebut perlu penjelasan lebih rinci untuk bisa laksanakan di Lapangan.
Pemodelan peningkatan (Ferry Anggita E) Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 35
Gambar 4.1 Konsep Manajemen Aset oleh ProSolution Consultant (best practice pada
EPRI) Konsep Manajemen aset di PT XYZ
seperti pada gambar diatas di susun atas beberapa pilar sebagai berikut :
1. Reliability Management 2. Work Planning and Control 3. Supply Chain Management 4. Outage Management 5. Efficiency Management 6. Operation Management
Keenam pilar tersebut bersinergi dan saling memberikan produk nya dalam alur transaksi yang disusun dengan bantuan prosedur dan Intruksi Kerja 4.2.1. Reliability Management
Reliability Management pada intinya merupakan pengaturan pola pemeliharaan, pola pengadaan (supply chain), dan pola operasi agar kehandalan unit terjaga. Pada prosesnya reliability management terus berinovasi untuk mencapai kehandalan lebih dan lebih lagi, dengan kata lain continous improvement harus terus diterapkan 4.3. Model Prioritisasi Pemeliharaan Saat ini
Penentuan aset-aset kritis maupun pola kegagalan peralatan secara umum ditentukan dalam focus grup discussion (FGD). Ada 2 FGD yang berperan penting disini yaitu FGD MPI yang diadakan setiap tahun dan FGD FMEA yang continous update setiap minggu per peralatan kritis. Pada gambar 4.2 terlihat bahwa sistem
berfokus pada FGD. Data-data masih minim digunakan, kebanyakan hanya informasi dari user terkait peralatan atau operator dan pemeliharaan.
Data Asset Register
Workshop MPI
FGD
Informasi Operational
Cost
Informasi Process Throughput
(Availability)
Informasi Safety
Informasi Product Quality
Informasi Enviromental
Compliance
Informasi Plant Efficiency
Workshop FMEA
FGD
Data Root Cause Failure
Analysis (RCFA)
FMEA
Informasi Gangguan dari
User/Executor
Informasi cara penanganan
gangguan
Gambar 4.2 Model Prioritisasi Pemeliharaan
saat ini 4.3.1 Maintenance Priority Index (MPI)
MPI menggunakan penilaian kekritisan peralatan, efek gangguan, serta frekuensi gangguan. Untuk penentuan kekritisan peralatan masih digunakan metode ranking dan wawancara atau Focus Group Discussion dengan expert maupun user. Kelemahan dari metode ini adalah akurasi prioritisasi pemeliharaan bergantung pada pengetahuan expert maupun user tentang sistem, selain itu banyaknya kriteria yang diinput dapat mengakibatkan banyaknya kemungkinan kesalahan yang terjadi.
Gambar 4.3. Model Penentuan Maintenence
Priority Index
Pemodelan peningkatan (Ferry Anggita E) Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 36
4.3.2 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
FMEA adalah sebuah metoda untuk mengidentifikasi modus kegagalan dan dampak dimana penyebabnya telah diketahui pasti dari suatu peralatan/equipment yang kritikal.
Pelaksanaan FMEA didahulukan pada asset yang memiliki nilai MPI tertinggi dari proses SERP. Unsur-unsur dari FMEA diantaranya sebagai berikut : � Failure Mode / Mode Kegagalan :
Semua kegagalan yang pernah terjadi dan potensi kegagalan yang mungkin akan terjadi dari suatu komponen peralatan
� Failure Effect / DampakKegagalan : Dampak dari mode kegagalan yang telah didaftarkan, baik dampak terhadap peralatan itu sendiri maupun dampak terhadap unit
� Failure Cause / Penyebab Kegagalan : Penyebab dari mode kegagalan yang telah didaftarkan dimana penyebab ini sifatnya pasti dan merupakan kemungkinan besar jika penyebab kegagalan ini dihilangkan maka mode kegagalan diatas tidak akan terjadi kembali
� Failure Defense Task (FDT) : Task yang dihasilkan untuk mengatasi, menghilangkan dan meminimalisasi terhadap kemungkinan mode kegagalan yang telah didapatkan dan dapat berupa Planned Maintenance / Tactical Maintenance (Preventive Maintenance, Predictive Maintenance, OH dan Proactive Maintenance) dan Un-planned Maintenance / Non Tactical Maintenance (Corrective Maintenance)
� Responsible (R) / tanggung Jawab : Hal ini dilakukan untuk menentukan secara lebih spesifik, siapa yang bertanggung terhadap Task (T) yang dilakukan. � Frequency (F) / frekuensi :
berdasarkan rekomendasi dari buku manual, pengalaman yang ada, dan rekomendasi lainnya perlu ditentukan frekuensi untuk
memonitor / memelihara / menganalisa
4.3.3 Root Cause Failure Analysis
RCFA merupakan suatu kajian untuk menganalisa penyebab kegagalan suatu sistem yang menyebabkan kerugian yang cenderung besar bagi perusahaan. RCFA dibuat untuk mencari akar penyebab masalah agar tidak terulang lagi. Tujuan dari pembuatan RCFA adalah membuat task-task yang berfungsi untuk mencegah kegagalan yang sama terjadi.
4.4. Kelemahan Sistem
Dalam pengaplikasiannya baik MPI
maupun FMEA tersebut kurang tepat sasaran dalam meningkatkan kehandalan unit pembangkit. Ini dikarenakan masih beragamnya informasi yang didapat dari Expert saat workshop penentuan MPI. Padahal unit telah beroperasi selama 3 tahun lebih, seharusnya penentuan MPI sudah menggunakan data-data history gangguan. Sistem murni workshop idealnya hanya dilakukan pada awal penyusunan MPI dimana masih terbatasnya informasi terkait data history gangguan ataupun informasi dari manual book peralatan.
Nilai akhir dari MPI sangat menentukan seberapa besar peralatan itu akan diperhatikan. PLTU Z menetapkan bahwa 30% MPI teratas akan dilakukan analisa FMEA, Predictive Maintenance, dsb. Jika penentuan nilainya terdapat kesalahan sehingga peralatan yang seharusnya mendapat perhatian lebih tetapi tidak mesuk ke dalam 30% MPI maka akan mengakibatkan rendahnya kehandalan unit. Selain itu RCFA juga belum secara inline terlihat berpengaruh terhadap hasil dari perbaikan unit. Harusnya RCFA merupakan prioritas utama dari pencegahan kegagalan berulang karena merupakan kejadian yang pernah terjadi dan jelas mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit bagi unit. Eksekusi dari task-task yang
Pemodelan peningkatan (Ferry Anggita E) Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 37
dihasilkan oleh RCFA cenderung terpisah dari sistem pencegahan gangguan yang dihasilkan oleh FMEA. Seringnya terjadi miss antar bidang karena ketidaksepahaman tentang prioritas yang harus didahulukan. 5. PEMODELAN 5.1. Rancangan Model Prioritisasi Pemeliharaan
Untuk menyelesaikan masalah peningkatan kehandalan dilakukan dengan meminimalisasi gangguan-gangguan berulang yang menyebabkan kerugian produksi unit.
Penjabaran peta pemodelan sistem untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 5.1. Perancangan Model Prioritisasi
Pemeliharaan
5.2. Perancangan Root Cause Analysis
Root cause analysis merupakan metode yang tepat digunakan dalam penelitian ini untuk menentukan maintenance prioritization karena fungsinya yang dapat mengetahui akar dari suatu permasalahan. Disini penulis akan menggunakan metode ini untuk mencari akar permasalahan mengapa unit trip (mati). Hal yang harus dipahami yaitu unit trip disebabkan oleh proteksi yang bekerja, proteksi tersebut didesain untuk melindungi
unit dari kemungkinan kerusakan peralatan yang lebih besar. Kehandalan unit utamanya dipengaruhi dari frekuensi dan lamanya unit trip selain dari derating (berkurangnya produksi) unit. Pada saat perancangan unit, pihak EPC (Engineering, Procurement, and Construction) mendesain unit beserta sistem proteksinya. Disini penulis mendapat ide untuk menggunakan data diagram SAMA
(protection logic) untuk menyusun root cause analysis.
Tabel 5.1 Root Cause Analysis Penyebab Unit Stop 3 Tahun Terakhir
No Unit Tahun Status Penyebab Failure Cause Failure Cause
2
Failure Cause
3
1 Unit 1 2015 Tripped Turbine Tripped
Generator Tripped
membran pressure relief relay lemah
2 Unit 1 2015 Tripped Turbine Tripped
GT OLTC Pressure relief trip humidity
high
Terminal bus relay kurang rapat
Diagram SAMA
Data History Gangguan
(via laporan gangguan
online)
Data History Kajian
Root Cause Failure Analysis
(RCFA)
Proses Seleksi
Proses identifikasi Failure Cause
(Penyebab Terjadinya Failure Mode)
Data Faktor Penyebab
Langsung Trip Unit
Berdasarkan Sequences
(Failure Mode)
Proses
Perhitungan
nilai MTBF
Proses Perhitungan rata-
rata jumlah kegagalan
tiap failure cause unit
dalam 1 tahun
(365/MTBF)
Nilai Occurence
Proses Perhitungan Banyaknya
Kerugian
(Lama Gangguan x Besarnya
MW yang hilang)
Nilai Severity
Studi Lapangan
Proses Penentuan Skala
Kemudahan Deteksi Peralatan
Nilai Detection
Proses Perhitungan RPN
FMEA
Pemodelan peningkatan (Ferry Anggita E) Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 39
No Unit Tahun Status Penyebab Failure Cause Failure Cause
2
Failure Cause
3
3 Unit 3 2015 Tripped Drum Level LL BFPT Trip
akibat solenoid rusak
4 Unit 3 2015 Tripped Turbine Tripped Generator stator
earth fault
Air masuk Busduct
IPB Seal Bushing Rusak
5 Unit 3 2015 Tripped Turbine Tripped Generator stator
earth fault
Air masuk Busduct
IPB
Insulating Flexible Belows rusak
6 Unit 3 2015 Tripped Drum Level LL BFPT Trip
akibat solenoid rusak
7 Unit 1 2015 Tripped Manual MFT Line CWP
Bocor
Konstruksi struktur
tanah labil
Kurangnya pemadatan
8 Unit 1 2015 Tripped Manual MFT Line CWP
Bocor
Kondisi pipa FRP
sudah rusak
9 Unit 1 2015 Tripped Turbine Tripped Temp Bearing
no 2 High
MOV Lube oil Cooler
kasar
10 Unit 1 2015 Tripped Turbine Tripped Temp Bearing
no 2 High
Tidak ada alarm
bearing 1, 2, 3
11 Unit 3 2015 Tripped Turbine Tripped Generator stator earth fault (2)
Kebocoran pipa
cooling water
Sambungan pipa Cooling water kurang rapat
12 Unit 3 2015 Tripped Turbine Tripped Temp Bearing
no 2 High
MOV Lube oil Cooler
kasar
13 Unit 2 2015 Tripped Cooling Air Lost Short Circuit
pada Panel CAF
Control box tidak
ada pelindung
air
14 Unit 1 2015 Tripped Drum Level LL All BFPT Trip Steam
Supply low pressure
15 Unit 2 2015 Tripped Drum Level LL BFPT 2B trip Alarm Multi Signal
16 Unit 3 2015 Tripped Cooling Air Lost Motor Fan
Vibrasi
17 Unit 3 2015 Tripped Manual MFT HP Bypass deformasi
Erosi dan Kavitasi
18 Unit 3 2015 Tripped Manual MFT servo valve
error Vibrasi dan
Kavitasi
19 Unit 2 2015 Tripped Drum Level LL Gangguan UAT
Mechanical Lock
Breaker abnormal
20 Unit 3 2015 Tripped Drum Level LL Kesalahan
pembukaan CV CRH BFPT
Kerusakan sensor Vibrasi
Pemodelan peningkatan (Ferry Anggita E) Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 40
No Unit Tahun Status Penyebab Failure Cause Failure Cause
2
Failure Cause
3
21 Unit 2 2014 Tripped Furnace Press LL Intensitas
pembakaran rendah
Respon blade FDF
lambat
22 Unit 2 2014 Tripped Furnace Press LL Intensitas
pembakaran rendah
3 mill trip flame
detector
23 Unit 2 2014 Tripped Turbine Tripped Vacuum Break
Auto Open Card rusak
24 Unit 3 2014 Tripped Drum Level HH Anomali
karakteristik governor unit 3
25 Unit 3 2014 Tripped Drum Level HH Perubahan nilai
kalor tidak termonitor
26 Unit 2 2014 Tripped Drum Level HH DCS Blank,
Tidak terpantau
Spesifikasi terminal modul kurang
27 All
Area 2014 Tripped Turbine Tripped
Proteksi under frekuensi active
Jaringan 150 KV reclose
28 All
Area 2014 Tripped Turbine Tripped
Tidak dapat house load
29 Unit 3 2014 Tripped All BFP Tripped
Pipa blank flange CWP
pecah, Vacuum Low
Konstruksi struktur
tanah labil
30 All
Area 2014 Tripped Turbine Tripped
Proteksi under frekuensi active
Jaringan 150 KV reclose
31 All
Area 2014 Tripped Turbine Tripped
Tidak dapat house load
32 Unit 1 2014 Tripped Turbine Tripped Generator
Tripped Over Voltage
33 Unit 2 2014 Tripped Manual MFT Lube oil
tercemar air
Exhaust fan gland steam
condensor posisi close
34 Unit 2 2014 Tripped Lost All Flame
Perbandingan coal flow dan air flow tiak seimbang,
batubara tidak terbakar
35 Unit 1 2014 Tripped Manual MFT Pipa Main
steam pecah Erosif
36 Unit 1 2014 Tripped Manual MFT Boiler Bocor (4) Vibration fatigue
37 Unit 3 2014 Tripped Manual MFT Kebocoran HE
C3W
38 Unit 1 2014 Tripped Drum Level HH BFPT Trip
Vibrasi high
Flow MBFP high
saat start
Pemodelan peningkatan (Ferry Anggita E) Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 41
No Unit Tahun Status Penyebab Failure Cause Failure Cause
2
Failure Cause
3
39 Unit 3 2014 Tripped Drum Level HH Anomali
karakteristik governor unit 3
40 Unit 3 2014 Tripped Drum Level HH Perubahan nilai
kalor tidak termonitor
41 Unit 1 2014 Tripped Loss All Power Breaker
grounding
Mechanical Lock
Breaker abnormal
42 Unit 1 2014 Tripped Manual MFT Kebocoran
supply sootblower
Lifetime
43 Unit 2 2014 Tripped Turbine Tripped Generator
tripped, flashing
44 All
Area 2014 Tripped Manual MFT
Kebocoran pipa header CRWP
Tidak ada line
resirkulasi
45 All
Area 2014 Tripped Manual MFT
Kebocoran pipa header CRWP
Struktur tanah labil
46 Unit 1 2014 Tripped Turbine Tripped Walltube deformasi
PA Flow tidak sesuai
47 Unit 1 2014 Tripped Turbine Tripped Walltube deformasi
Level drum tidak sesuai
48 Unit 2 2014 Tripped Lost All FDF Vibrasi bearing
high
Baut pengikat linkage moving
blade lepas
49 Unit 2 2014 Tripped Lost All FDF hose hydraulic
bocor
Flexible hose
broken
50 Unit 2 2014 Tripped Cooling Air Lost Short Circuit
pada Panel CAF
Tidak ada pelindung
air
51 Unit 1 2014 Tripped Furnace Press LL
BFPT Trip Vibrasi high, Beban unit
rendah
Control Auto unit tidak aktif
52 Unit 3 2014 Tripped All BFP Tripped BFPT sisi aux
steam trip vibrasi high
Sensor vibrasi error
53 Unit 2 2013 Tripped Turbine Tripped Silicon Control Resistor (SCR)
short
Transistor Abnormal
54 Unit 1 2013 Tripped Manual MFT mal operation Tidak ada rambu-rambu
55 Unit 3 2013 Tripped Turbine Tripped Vacuum low Debris
filter kotor
56 Unit 1 2013 Tripped Manual MFT Boiler Bocor Vibration fatigue
57 Unit 1 2013 Tripped Lost All Flame Oil gun gagal
auto insert
58 Unit 1 2013 Tripped Lost All Flame Furnace
pressure tidak termonitor
Pemodelan peningkatan (Ferry Anggita E) Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 42
No Unit Tahun Status Penyebab Failure Cause Failure Cause
2
Failure Cause
3
59 Unit 1 2013 Tripped Manual MFT Boiler Bocor Vibration fatigue
60 Unit 3 2013 Tripped Manual MFT Boiler Bocor Sootblower
erosion
61 Unit 1 2013 Tripped Drum Level HH Flow MBFP High di awal
62 Unit 2 2013 Tripped Turbine Tripped Vacuum low (2) Tube
kondensor kotor
63 Unit 2 2013 Tripped Turbine Tripped Vacuum Break Auto Open (2)
Card rusak
64 Unit 2 2013 Tripped All BFP Tripped BFPT from
auxilliary steam trip
65 All
Area 2013 Tripped Manual MFT
DCS Blank, Tidak terpantau
Spesifikasi terminal modul kurang
66 Unit 1 2013 Tripped Turbine Tripped Thrust bearing temp high high
Kabel RTD Kendor
67 Unit 1 2013 Tripped Turbine Tripped Thrust bearing temp high high
Work Thrust pad
terlalu rumit
5.3. Perancangan Failure Mode and Effect Analysis
FMEA merupakan tindak lanjut analisa dari RCA, tujuannya adalah mencari rekomendasi berupa task-task maintenance untuk menghindari failure cause terjadi. Setelah rekomendasi-rekomendasi tersebut didapatkan dilakukan penilaian RPN (Risk Priority Number). RPN merupakan prioritas risiko dari suatu task, RPN didapat dari perkalian antara tingkat keparahan (severity), seringnya terjadi (Occurence), dan tingkat deteksinya (Detection). Lengkapnya pada gambar 5.3 berikut.
��� = ��� � � � �
Sebelumnya FMEA di unit hanya mengakomodir failure cause serta task yang
dihasilkan, hal ini berakibat pada membengkaknya kebutuhan resource dan anggaran yang diperlukan karena terjadinya over maintenance. Dengan adanya RPN dapat dipilah lagi mana task-task yang harus diprioritaskan untuk kehandalan unit. Di bawah ini FMEA yang telah dibuat lengkap dengan nilai RPN. 5.3.1 Perhitungan Nilai Occurence
Nilai Occurence didasarkan pada perhitungan MTBF kemudian setelah itu dicari jumlah kegagalan rata-rata dalam 1 tahun. Kolom MTBF dihitung dengan menghitung selisih dari awal gangguan ke awal gangguan berikutnya. Setelah didapat angka, dibandingkan dengan skala Occurence 1-10. Hasilnya terlihat pada tabel 5.2 berikut. 5.3.1 Perhitungan Nilai Severity
Pemodelan peningkatan (Ferry Anggita E) Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 43
Nilai Severity dalam penelitian ini didasarkan pada lamanya waktu gangguan, untuk power plant kerugian terbesar dari gangguan terletak pada tidak mampu-operasinya unit. Dengan ketidakmampuan unit untuk beroperasi maka angka produksi nol untuk satu unit tersebut, karena sifatnya yang continous running dan saling berkaitan antar sistem. Pada tabel dibawah ini kumpulan kejadian gangguan unit dikumpulkan berdasarkan penyebab kegagalannya (failure cause) dicari lamanya gangguan (Main Time To Repair) yaitu dari saat breakdown sampai normal operasi kembali. Kolom derating adalah penurunan beban akibat gangguan, durasi waktu adalah MTTR. Looses adalah derating dikalikan durasi waktu. Dari keseluruhan losses dicari yang terbanyak kerugiannya. Setelah itu dicocokkan dengan skala 1-10. Hasil Severity ditunjukkan pada tabel 5.2 berikut ini. 5.3.1 Perhitungan Nilai Detection
Nilai detection didasarkan pada studi dan wawancara lapangan dengan pihak lapangan. Nilainya didasarkan pada tabel detection berikut.
Tabel 5.4 tabel dasar nilai detection 5.4. Analisa Peningkatan Kehandalan
Dari hasil analisa permasalahan ketidakhandalan unit akibat dari kegagalan berulang yang tidak mendapat prioritas dengan sistem ini maka kegagalan berulang tersebut benar-benar akan dapat dicegah. Berikut ini merupakan contoh 10 besar kegagalan yang harus mendapat prioritas utama. Dibanding dengan data MPI yang mengacu ke berbagai macam faktor, data hasil penelitian ini lebih berfokus pada pencegahan kerugian akibat unit stop. Prioritisasi didasarkan pada tingkat kemungkinan failure tersebut mengakibatkan unit tidak beroperasi. 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Prioritisasi pemeliharaan
(maintenance prioritization) dapat dimodelkan berbasis history kegagalan. Pemodelan berdasar history kegagalan yang pernah tercatat
memiliki kelebihan dalam ketepatan eksekusi dari peralatan dalam mencegah kegagalan yang major dan catastrophic.
2. Pemodelan ini dapat berjalan berkelanjutan seiring bertambahnya history data gangguan sehingga pemeliharaan lebih tepat sasaran
6.2. Saran
1. Penelitian selanjutnya tidak hanya gangguan yang menyebabkan unit stop beroperasi saja, tetapi yang mengakibatkan unit derating maupun chronic problem
2. Penelitian khusus diperlukan untuk task-task yang dihasilkan oleh FMEA dalam penelitian ini dapat diprioritisasi kembali berdasarkan tingkat kemudahan eksekusi dan dampak terhadap gangguannya
Pemodelan peningkatan (Ferry Anggita E) Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 44
DAFTAR PUSTAKA Baek, J.-G. (2006). An intelligent
condition-based maintenance scheduling model.
Barraza-Barraza, D. (2014). Opportunities and Chalenges in Condition Based Maintenance Research. Industrial and Systems Engineering Research Conference.
Birolini, A. (2010). Reliability Engineering Theory and Practice 7th edition.
Carlos Manuel Inacio da Silva, C. M. (2008). Proactive Reliability Maintenance : A Case Study Concerning Maintenance Service Costs. Journal of Quality Maintenance Engineering, 343-355.
Edward L. Mc Combs, D. B. (2007). Postponed Condition Based Maintenance versus As-Available Preventive Maintenance.
Huairui Guo, A. G. (2012). Optimum RCM Strategies Based on Quantitative Reliability Analysis.
Norman F. Schneidewind, F. I. (1999). Measuring and Evaluating Maintenance Process Using Reliability, Risk, and Test Metrics. IEEE Transaction On Software Engineering.
Quinn, B. (2002). From preventive to condition-based maintenance.
Terninko, J. (2003). Reliability/Mistake Proofing Using Failure Mode and Effect Analysis.
Wheeler, P. (2007). Reliability Centered Maintenance.