pemanfaatan sumber daya alam sebagai bahan pewarna
TRANSCRIPT
Jurnal DISPROTEK Volume 8 No. 1 Januari 2017
67
PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM SEBAGAI BAHAN PEWARNA
Jati Widagdo
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara
ABSTRACT
The Indonesian nation has traditionally known natural coloring to cloth, food, cosmetics and handicraft
materials. Natural dyes are very popular because they produce a beautiful and distinctive color effect
that cannot be obtained from synthetic dyes. Therefore, it becomes a very valuable aesthetic support
for exclusive products and high artistic value. In addition, it has a power to gain a certain market
segment. The reasons of why natural dye is not popular among people because they do not know
how to make natural color from plantsand what particular plants are compatible to make natural
colors. By making natural colors from some parts of plants, Indonesia has a special feature such as
speciality and uniqueness produced by Indonesian people. The method used in this research is an
experimental method. Experimental research can be interpreted as a systematic, objective and
controlled study to predict as well as to control phenomena. The biodiversity of Indonesia can be used
as natural substances to make natural color maximally if it is exploreddeeply. Then, Indonesia people
independently produce natural color substance and they can reduce import of chemical color
substance from other countries. Besides, by establishing entrepreneurship in natural coloring means
many opportunities are open for Indonesia people in this field. In other words, unemployment can be
reduced and human resources can be increased.
Keywords: batik, dye, synthetic, natural, coloring
ABSTRAK
Bangsa Indonesia secara turun-temurun telah mengenal zat pewarna alam untuk memberi
pewarnaan pada pakaian atau sandang, makanan, kosmetik dan bahan-bahan kerajinan. Pewarna
zat alam sangat digemari karena menghasilkan efek warna yang indah dan khas yang tidak dapat
diperoleh dari zat pewarna sintetis, sehingga menjadi daya dukung estetis yang sangat berarti bagi
produk eksklusif dan bernilai seni tinggi sehingga mempunyai daya untuk mendapatkan sekmen
pasar tertentu. Namun kurang dikenalnya bahan pewarna alami ini karena masih banyak masyarakat
Indonesia yang belum mengetahui bagaimana membuat bahan pewarna alami buatan dan bagian
tanaman apa saja yang dapat digunakan sebagai bahan pewarna alami Dengan dibuatnya bagian
tanaman sebagai bahan pewarna alami maka akan membuat warna yang unik, identik dan menjadi
ciri dari warna-warna yang hanya mampu dihasilkan oleh bangsa Indonesia. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode eksperimental. Penelitian eksperimental bisa diartikan studi yang
sistematis, objektif dan terkontrol untuk memprediksi ataupun mengontrol fenomena. Keragaman
hayati Indonesia apabila dieksplorasi lebih dalam mampu dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan
zat pewarna alami apabila digunakan secara maksimal maka ketergantungan bangsa terhadap impor
zat pewarna kimia dapat dikurangi. Dengan adanya usaha di bidang pembuatan warna alami juga
akan membuka lapangan kerja, sehingga mampu meningkatkan SDM dan dapat mengurangi
pengangguran.
Kata kunci: batik, pewarna, sintetis, alami
PENDAHULUAN
Jauh sebelum mengenal warna sintetis,
Bangsa Indonesia secara turun-temurun telah
menggenal zat pewarna alam untuk memberi
pewarnaan pada pakaian atau sandang,
makanan, kosmetik dan bahan bahan
kerajinan.
Jurnal DISPROTEK Volume 8 No. 1 Januari 2017
68
Pewarna dengan zat warna alam
diperoleh dengan ekstrasi/pembusaan dari
tanaman yang banyak tumbuh di lingkungan
kehidupan masyarakat atau lingkungan
hidupnya. Bagian tanaman yang merupakan
zat pewarna alam adalah kayu, kulit, ranting,
daun, akar, bunga , biji dan getah dari kayu itu
sendiri.
Pewarna zat alam sangat digemari
karena menghasilkan efek warna yang indah
dan khas yang tidak dapat diperoleh dari zat
pewarna sintetis, sehingga menjadi daya
dukung estetis yang sangat berarti bagi produk
eksklusif dan bernilai seni tinggi sehingga
mempunyai daya untuk mendapatkan sekmen
pasar tertentu. Baik di dalam negeri maupun
luar negeri misalnya produk batik, kerajinan
dan lainnya. Namun pada pewarnaan dengan
zat pewarna alam juga mempunyai kelemahan
di antaranya pewarnaan dengan warna alami
memakan waktu yang cukup lama sehingga
memerlukan kesabaran, ketekunan dalam
pengerjaannya.
Pewarnaan alami memakan waktu yang
cukup lama dikarenakan dari penyiapan bahan
baku yang bersifat alami, biasanya belum di
budidayakan sehingga sangat berpengaruh
terhadap sumberdaya alam yang ada, tenaga
pengumpul, kondisi lingkungan bahan alami itu
tumbuh serta pengaruh musim. Proses
ekstraksi untuk pengambilan zat warna baik
secara panas maupun secara dingin
tergantung jenis bahannya kadang-kadang
proses ekstrasi disertai fermentasi untuk zat
pewarna tertentu. Zat pewarna alam pada kain
batik maupun kerajinan kayu untuk mencapai
warna yang dikehendaki pencelupan harus
dilakukan berulang-ulang pada suhu kamar,
pencelupan bisa dilakukan dari 8-10 kali
selama satu minggu.
Indonesia sebagai negara yang banyak
memiliki keragaman hayati belum
memaksimalkan keragaman hayatinya untuk
digunakan sebagai bahan pewarna alami,
sehingga negara Indonesia masih sangat
bergantung terhadap penggunaan bahan
pewarna kimia, yang selain mudah didapatkan
juga lebih murah harganya. Padahal bahan
kimia selain tidak ramah terhadap lingkungan
juga merupakan bahan impor yang jelas akan
membebani devisa negara. Namun apabila
masyarakat Indonesia lebih kreatif sebenarnya
banyak sekali keragaman hayati di Indonesia
yang dapat digunakan sebagai bahan pewarna
alami, bahkan kalau kita mau jujur
mengakuinya bahan pewarna alami selain
ramah lingkungan juga memiliki nilai lebih
dibanding dengan pewarna buatan. Namun
kurang dikenalnya bahan pewarna alami ini
karena masih banyak masyarakat Indonesia
yang belum mengetahui bagaimana membuat
bahan pewarna alami buatan dan bagian
tanaman apa saja yang dapat digunakan
sebagai bahan pewarna alami, dan dengan
dibuatnya bagian tanaman sebagai bahan
pewarna alami maka akan membuat warna
yang unik, identik dan menjadi ciri dari warna-
warna yang hanya mampu dihasilkan oleh
bangsa Indonesia. Hal ini terjadi karena
banyak sekali tumbuhan yang hanya tumbuh
di Indonesia. Penggunaan bahan alami yang
dibuat oleh orang Indonesia juga akan
mengurangi ketergantungan terhadap bahan
pewarna impor.
“Penggunaan warna zat alami yang
dihasilkan oleh bangsa Indonesia dapat
menyeimbangkan nilai ketergantungan
terhadap penggunaan pewarna zat kimia yang
dihasilkan oleh industri besar maupun oleh zat
pewarna impor.”
Pengenalan zat pewarna alami kepada
masyarakat Indonesia diharapkan menambah
pengetahuan tentang pemanfaatan zat
pewarna alam sehingga masyarakat mau
memakai dan membuat zat pewarna alami
yang diambil dari tumbuhan disekitar mereka.
Dengan dikenalnya zat pewarna alam oleh
masyarakat diharapkan masyarakat mau
membuat sendiri zat pewarna alami sehingga
mampu untuk menjadi lapangan pekerjaan
Jurnal DISPROTEK Volume 8 No. 1 Januari 2017
69
dan mampu mengurangi tingkat pengangguran
dalam masyarakat.
TINJAUAN PUSTAKA
Zat warna alami adalah zat warna
yang diperoleh dari alam/tumbuh-tumbuhan
baik secara langsung maupun secara tidak
langsung. Setiap tanaman dapat digunakan
sebagai zat pewarna alam, karena
menggandung pigmen alam. Potensi sumber
zat warna alam ditentukan oleh intensitas
warna yang dihasilkan serta sangat tergantung
pada jenis coloring matter yang ada.
Coloring matter adalah subtansi yang
mengarah/menentukan arah zat warna alam,
merupakan senyawa organik yang terkandung
dalam sumber zat warna alam tersebut. Dalam
satu jenis tumbuh-tumbuhan dapat terkandung
lebih dari satu jenis coloring matter.
Zat pewarna alam terdapat pada
bagian tumbuh-tumbuhan seperti: daun, akar,
batang, kulit, bunga, buah, getah dan
sebagainya. Dengan kadar coloring matter
yang cukup bervariasi, berdasarkan jenis
coloring matter, zat pewarna alam dibagi
menjadi 4 (empat) golongan yaitu:
1. Zat Alam Mordan
Zat alam mordan (alam), kebanyakan yat
pewarna alam tergolong zat pewarna
mordan. Agar zat pewarna alam dapat
menempel dengan baik, proses
pewarnaanya harus melalui
penggabungan dengan komplek oksida
logam membentuk zat pewarna yang
tidak larut. Zat pewarna alam yang dapat
sangat tahan lama, misalnya zat pewarna
dari kulit akar pace (moridin).
2. Zat Pewarna Direk
Zat pewarna direk melekat pada serat
berdasarkan ikatan hitrogen sehinnga
ketahanannya rendah, misal yat warna
yang berasal dari kunyit (cucumin).
3. Zat Warna Asam/Basa.
Zat warna asam mempunyai jenis gugus
kombinasi asam dan basa, tepat untuk
diterapkan pada serat sutra atau wool,
namun tidak mampu memberikan warna
yang permanen pada kain katun, misalnya
flavouroit Pigmen.
4. Zat Warna Bejana.
Zat pewarna bejana digunakan untuk
mewarnai serat melalui proses reduksi-
oksidasi (redok) dikenal sebagai pewarna
alam yang paling tua di dunia, dengan
ketahanan yang paling unggul dibanding
dengan pewarna zat alam mordan, zat
pewarna direk, zat warna asam, zat
pewarna bejana berasal dari daun tom
(indigo).
TUMBUH-TUMBUHAN SUMBER ZAT ALAM
No Nama Bahan Gambar Bagian Warna
1 Tom nila
Daun/buah Biru
Jurnal DISPROTEK Volume 8 No. 1 Januari 2017
70
No Nama Bahan Gambar Bagian Warna
2 Tinggi
Kulit Coklat
3 Tegeran
Tangkai Kuning
4 Jambal /kulit
singkong
Kulit Coklat
muda
5 Putri malu
Bunga
daun
Kuning
hijau
6 Potro Monggolo
Bunga
daun
Hijau
Jurnal DISPROTEK Volume 8 No. 1 Januari 2017
71
No Nama Bahan Gambar Bagian Warna
7 Nangka buah
Tangkai
batang
Kuning
8 Jati
Daun muda Merah
coklat
9 Bawang merah
Buah/
bungkul
Coklat
10 Mahoni
Batang
daun
Coklat
11 Mengkudu
Kulit dan
akar
Merah
12 Kembang Telang
Bunga
daun
Abu-abu
Jurnal DISPROTEK Volume 8 No. 1 Januari 2017
72
No Nama Bahan Gambar Bagian Warna
13 Secang
Batang Merah
14 Kembang palu
Tepung sari Kuning
orange
15 Apucat
Daun kulit
buah
Coklat
hijau
16 Pacar kuku/Inai
Daun Orange
17 Kesumba
Kelopak
buah
Orange
18 Kenikir sayur
Daun Kuning
Jurnal DISPROTEK Volume 8 No. 1 Januari 2017
73
No Nama Bahan Gambar Bagian Warna
19 Pinang
Buah Coklat
20 Bunga sepatu
Bunga Violet
21 Sapu angin
Bunga Ping/
Violet
22 Sari kuning
Bunga Kuning
23 Gambir
Getah Coklat
24 Ketapang kebo
Daun
bunga
Hijau
kuning
Jurnal DISPROTEK Volume 8 No. 1 Januari 2017
74
No Nama Bahan Gambar Bagian Warna
25 Mangga
Kulit kayu Hijau
26 Kepel
Daun Coklat
27 Jalawe
Biji Hitam
28 Lobi-
lobi/talok/karsen
Buah Grey
29 Kibedali
Daun
bunga
Hijau
30 Srigading
Bunga Merah
unggu
Merah
Jurnal DISPROTEK Volume 8 No. 1 Januari 2017
75
No Nama Bahan Gambar Bagian Warna
31 Randu
Daun Lembayu
ng
32 Combrang
rias/honje
Bunga Hijau
gelap
33 Teh-tehan merah
Daun grey
gelap
34 Jambu biji
Daun Hijau
kekuninga
n
35 Pulutan
Daun Hijau
kehitama
n
36 Trengguli
buah Coklat
kehitama
n
Jurnal DISPROTEK Volume 8 No. 1 Januari 2017
76
No Nama Bahan Gambar Bagian Warna
37 Puring
Daun Kuning
kemeraha
n
38 Andong
Daun Merah
hati
39 Combrang sayur
Bunga Merah
muda
38 Ulin/ bulian
Kayu Daun Merah
kehitama
n
39 Bugenfil
Bunga Merah
muda
40 Senggani
Daun buah Merah
keputihan
Jurnal DISPROTEK Volume 8 No. 1 Januari 2017
77
No Nama Bahan Gambar Bagian Warna
41 Rhizophora
(bakau)
Kulit batang Merah
Ada empat puluh jenis tumbuhan yang
penulis sampaikan meskipun masih banyak
lagi tumbuh-tumbuhan yang belum mendapat
perhatian. Daerah tertentu menggunakan
tumbuh-tumbuhan dengan metode lain serta
membuat warna bervariasi dengan tehnik
campuran dari bahan tertentu sehingga
menghasilkan warna tertentu pula.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode eksperimental.
penelitian eksperimental bisa diartikan studi
yang sistematis, obyektif dan terkontrol untuk
memprediksi ataupun mengontrol fenomena.
Selain itu penelitian eksperimen memiliki
tujuan untuk menyelidiki keterkaitan sebab-
akibat dengan langkah mengekspos 1 atau
lebih kelompok eksperimental maupun kondisi
eksperimen dan hasilnya akan dibandingkan
satu sama lain.
PEMBAHASAN
Proses ekstrasi (pengambilan zat
warna alam dari sumbernya) zat warna alam
diperoleh dari atau proses ekstrasi (baik
dengan suhu tinggi maupun dengan suhu
rendah) dari bagian tanaman yang merupakan
sumbernya, dengan cara menggunakan media
pelarut berupa air, dengan cara melarutkan
dengan air zat warna alam yang diambil cukup
bervariasi tergantung jenis sumber zat warna
alam, sebagai contoh untuk sumber zat warna
akar yang berupa kayu dapat terambil sekitar
6,5% masa yang dapat mewarnai. Berikut
contoh zat warna dari beberapa sumbernya:
1. Kulit Akar Pace
Kulit Akar Pace (Morinda citrifolia),
arah warna merah, cara
pembuatan warna alam dengan
menggunakan kulit akar pace
adalah:
a. Siapkan air khusus untuk
merebus akar pace dengan air
abugosok, air abu gosok
sendiri dibuat dengan cara
merendam abu gosok
sebanyak 700 gram abu gosok
kedalam air 10 liter air, lalu di
diamkan selama satu malam,
b. Edapan air dan abu gosok
dibuang, sedangkan air yang
jernih saja yang dipakai untuk
merebus akar pace
c. 1 kg akar pace direbus dengan
10 liter air hasil campuran
dengan abu gosok dengan
pH=7,5 (Vlot=1:10) selama
kurang lebih satu jam atau
kadar air turun 40% = 6 liter.
d. Setelah proses perebusan
telah dilakukan maka pisahkan
akar pace dengan ekstrak akar
pace, ekstrak akar pace dapat
digunakan untuk mewarnai
baik dalam keadan panas
maupun dalam keadaan dingin,
yang perlu diperhatikan adalah
bahwa sisa pencelupan
ekstrak akar pace masih dapat
digunakan kembali.
Jurnal DISPROTEK Volume 8 No. 1 Januari 2017
78
2. Daun nila
Daun nila (Indigoferatinctoria l),
arah warna biru. Cara pembuatan
warna alam dengan menggunakan
Daun, nila adalah:
a. 1 kg daun nila direndam
kedalam 5 liter air, agar daun
dapat terengam dengan
sempurna sebaiknya daun
direndam dengan cara di beri
perendam.
b. Setelah kurang lebih 10 jam
perendaman, mulai terjadi
proses peragian yang ditandai
dengan adanya gelembung-
gelembung gas dan larutan air
mulai berwarna biru/hijau.
Proses peragian selesai
apabila gelembung-gelembung
gas tidak lagi timbul (air
berwarna kuning kehijauan
bening), biasanya proses
peragian memakan waktu
kurang lebih 24-48 jam.
c. Setelah proses peragian
selesai maka pisahkan air
dengan daun nila dengan cara
menyaring, sehinga didapatkan
air daun nila tanpa ampas.
d. Proses selanjutnya dengan
mengaduk air larutan daun nila
selama kurang lebih setengah
jam sampai merata.
e. Setelah diaduk selama
setengah jam lalu dilanjutkan
dengan memasukkan 20-30
gram bubuk kapur, kemudian
aduk kembali sampai merata
kurang lebih setengah jam.
f. Indikasi daun nila sudah
mengendap ialah dengan cara
mengetes sedikit cairan (sudah
berwarna coklat) kedalam
tabung reaksi, amati apakah
ada butiran-butiran yang
bergerak turun.
g. Jika sudah terjadi
penggendapan maka, cairan
didiamkan selama selama 1
malam agar pengendapan
berjalan sempurna, buang
cairan di atasnya (berwarna
kuning jerami), dengan
membuang cairan yang
terdapat diatas maka akan
didapati pasta indigo, pasta
indigo akan bertahan dalam
penyimpanan dalam waktu
satu tahun, asal dalam
penyimpanan tertutup rapat.
3. Bunga Srigading.
Bunga srigading (Nyctanthes
arbortristis) arah warna kuning.
Cara pembuatan warna alam
dengan menggunakan bunga
srigading adalah:
a. Bunga srigading kering direbus
dalam 5 liter air sampai airnya
tinggal 80% atau sekitar 4 liter
(vlot 1:50)
b. Setelah proses perebusan
pisahkan antara ekstrak
dengan bunga srigading
dengan cara menyaringnya.
c. Setelah ekstrak dipisahkan dari
bunga srigading maka zat
pewarna alam dari bunga
srigading dapat digunakan baik
dalam keadan panas maupun
dalam keadaan dingin,
kelebihan dari zat pewarna
alam dari bunga srigading
adalah pewarna alam dari
bunga srigading dapat
digunakan untuk mewarnai
batik pada media kayu.
4. Warna soga jawa
Warna Soga Jawa (coklat)
diperoleh dengan campuran kayu
Jurnal DISPROTEK Volume 8 No. 1 Januari 2017
79
tageran (Maclura cochinchinensis
lour), kulit tinggi (Ceriops tagal
PERR) dan kulit jambal
(Peltaphorum pterocarpum DC).
Cara pembuatan warna alam soga
jawa adalah:
a. Campurkan kulit kayu tinggi,
kulit kayu jambak dan
kayutegeran dengan
perbandingan 4:2:1 (atau
sesuaikan dengan warna yang
dikehendaki), lalu campurkan
bahan bahan tersebut dengan
air dengan perbandingan (1:10)
sampai air tinggal 50% atau
lima liter.
b. Saring air ekstak sehingga
ekstrak siap digunakan
sebagai zat pewarna alam
warna sogo
c. Ekstrak siap digunakan baik
secara panas maupun di
gunakan secara dinggin.
d. Sisa dari bahan/residu masih
dapat di ekstrak lagi dengan
dengan dosis pelarut/air
dengan perbandingan 1:5.
5. Biji Kesumo
Biji kesumo (Bixaorellana l) Arah
warna kuning jingga. Cara
pembuatan warna alam dengan
menggunakan biji kesumo adalah:
a. Rebus biji kesumo 200 gram
menggunakan air sebanyak 3
liter, lama perebusan kurang
lebih selama 1 jam (sampai
setengahnya).
b. Saring air ekstrak biji kesumo
sehingga tinggal airnya saja.
c. Zat pewarna alam
menggunakan biji kusumo
dapat digunakan dalam
keadaan panas maupun dalam
keadaan dingin.
d. Zat pewarna alam biji kesumo
juga dapat digunakan
mewarnai batik nontextil.
Pada pewarna zat pewarna alam
sebaiknya masih harus diperkuat lagi ikatan
antara zat warna alam yang sudah terikat oleh
serat garam logam, seperti tawas
(KAL(SO4)2), Kapur (Ca(OH)2), Tunjung
(FeSO4). Di samping memperkuat ikatan,
garam logam juga berguna untuk merubah
warna zat warna alam, sesuai dengan jenis
garam logam yang mengikatnya. Pada
kebanyakan warna alam, tawas akam
memberikan warna sesuai dengan warna
aslinya, sedangkan tunjung akan memberikan
warna lebih gelap/tua, sedangkan dodid yang
baik adalah 7% untuk tawas 5% untuk
kapur,2% untuk tunjung.
Pada umumnya zat warna alam
mempunyai ketahanan warna (luntur) akibat
terkena sinar matahari, sehingga produk
dengan zat warna alami membutuhkan
perawatan khusus sesuai dengan kelemahan
yang dimiliki, seperti tidak menjemur langsung
dibawah sinar matahari. Sedangkan untuk
ketahanan luntur terhadap gosokan maupun
pencucian, warna yang menggunakan
indigofera umumnya lebih unggul dibanding
dengan pewarna yang lain.
KESIMPULAN
Keragaman hayati Indonesia apabila di
eksplorasi lebih dalam mampu dimanfaatkan
sebagai bahan pembuatan zat pewarna alami
dimana apabila diguanakn secara maksimal
maka ketergantungan bangsa terhadap impor
zat pewarna kimia dapat dikurangi. Dengan
adanya usaha di bidang pembuatan warna
alami juga akan membuka lapangan kerja,
sehingga mampu meningkatkan SDM dan
dapat mengurangi pengangguran.
Jurnal DISPROTEK Volume 8 No. 1 Januari 2017
80
DAFTAR PUSTAKA
Andorosko RJ.Natural Dyes and Home Dyeing
(Copyright of original edition,
Doverpublication,inc., New York,
1971)
De Boer Janet, Dyeing For Fibres and Fibries,
First Published by Kangaroo Pressty
Ltd. 3Whitehalt Road, Kenthrust
NSW. 2156, Australia, 1987
Dona Z Meilach, Contemporary Batik and Tie
Dye Methods, Inspiration, Dyes,
Crown Publisher Inc.,New York.
1973
Hetty Wickens, Natural Dyeing For Spinners &
Weavers, A Batsford Craft
Paperback, BT Batsford Limited,
London
Liles, JN. The Art and Craft of Natural Dyeing,
Traditional Recipes for Modern Use
First edition, The Univercity of
Tennesse Press, Knoxville. USA.
1990
Prosea, Plant Resourcer of South East Asia 3,
Dte and Tanin Producing Plants,
Prosea Foundation, Bogor,
Indonesia. 1991
Sandberg Gosta, The Red Dyes, Cochineal,
Madder and Murex Purple, A world
Tour of Textile Techniques, Publised
by Lark Books, 50 College Street.
Asheville, NC 28801,1997
Articles of Seminar Revival of Natural Indigo
Dyes in Chiang May Collection.
September 1998