pelaksanaan the five c s of credit analisis...

81
LAPORAN PENELITIAN IMPLEMENTASI PUNGUTAN PAJAK AIR BAWAH TANAH DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN PROBOLINGGO, PROPINSI JAWA TIMUR Disusun oleh Supriyono, S.H.,M.Hum. PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS COKROAMINOTO YOGYAKARTA Juli 2016

Upload: truongkhue

Post on 07-May-2018

216 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

LAPORAN PENELITIAN

IMPLEMENTASI PUNGUTAN PAJAK AIR BAWAH TANAH

DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI

KABUPATEN PROBOLINGGO, PROPINSI JAWA TIMUR

Disusun oleh

Supriyono, S.H.,M.Hum.

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS COKROAMINOTO

YOGYAKARTA

Juli 2016

Page 2: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Penelitian : Implementasi Pungutan Pajak Air Bawah Tanah

Dalam Pengelolaan Sumber Daya Air Di

Kabupaten Probolinggo, Propinsi Jawa Timur

2. Bidang Ilmu Penelitian : Ilmu Hukum

3. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Supriyono, S.H.,M.Hum.

b. Jenis Kelamin : Laki-laki

c. NIDN : 0506127801 :

d. Pangkat/Golongan : -

e. Jabatan : Tenaga Pengajar

f. Fakultas/Jurusan : Hukum

4. Jumlah Tim Peneliti : 1 (satu) orang

5. Lokasi Penelitian : Probolinggo Jawa Timur

7. Waktu Penelitian : 4 (empat) bulan

8. Biaya : Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah)

Yogyakarta, 19 Juli 2016

Mengetahui,

Dekan FH UCY Ketua Peneliti,

Hj. Iin Suny Atmadja, S.H.,M.H. Supriyono, S.H.,M.Hum.

NIDN: 0518085801 NIDN: 0506127801

Page 3: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Implementasi Pungutan Pajak Air Bawah Tanah Dalam Pengelolaan Sumber

Daya Air Di Kabupaten Probolinggo, Propinsi Jawa Timur

ABSTRAK

Pajak Air Bawah Tanah merupakan pajak yang sangat prospektif di masa

mendatang. Sumber air bersih yang tersedia di alam di antaranya adalah air

tanah,dimana ketergantungan pasokan lain seperti air permukaan memerlukan

biaya pengolahan yang mahal sedangkan untuk memperoleh air dari sumber air

tanah yang operasionalnya relatif murah. Selain itu pengambilan air tanah dapat

dilakukan secara tertutup sehingga cenderung membuka peluang bagi masyarakat

untuk melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku dalam pemanfaatan air tanah.

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris. Data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang

diperoleh melalui penelitian lapangan dengan menggunakan alat pengumpul data

berupa pedoman wawancara. Data sekunder diperoleh melalui penelitian

kepustakaan dengan menggunakan alat berupa studi dokumen. Data yang

diperoleh dari penelitian dianalisa secara kualitatif dengan menggunakan

pendekatan hukum normatif. Mengenai laporan hasil penelitian bersifat deskriptif

kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah diundangkannya Undang-

undang No.34 Tahun 2000 Tentang Pajak dan retribusi Daerah haruslah

pemakaian air bawah tanah dan air permukaan diatur dalam undang-undang.

Pemungutan Pajak Pengambilan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permukaan di Probolinggo diatur dalam Perda No. 5 Tahun 2002 tentang

Pengelolaan Air Bawah Tanah yang kemudian diganti dengan diundangkannya

Peraturan Daerah Kabupaten Probolinggo Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak

Daerah. Pengaturan mengenai pengenaan tariff dan cara penghitungan pajak air

tanah di Kota Probolinggo diatur dalam Pasal 58 Perda No.2 Tahun 2011.

Hambatan-hambatan dalam pemungutan pajak pengambilan dan pemanfaatan air

bawah tanah di Kota Probolinggo diantaranya adalah : Realisasi pengawasan

peraturan daerah tentang pajak daerah relative lemah; Sentralisasi kekuasaan

pemerintah pusat dalam pengawasan pemungutan pajak daerah; Kurangsiapnya

daerah dalam menangani sengketa pajak. Kendala-kendala dalam pelaksanaan

pemungutan pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah di Kota

Probolinggo antara lain : Berbagai peraturan pelaksanaan undang-undang yang

sering kali tidak konsisten dengan undang-undangnya. Kurangnya pembinaan

antara pajak daerah dengan pajak nasional.

.

Kata Kunci : Pungutan Pajak, Sumber Daya Air.

Page 4: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Implementation of Tax Levy Groundwater in Water Resources Management

in Probolinggo, East Java Province

ABSTRACT

Groundwater tax is a tax that is prospective in the future. Available

sources of clean water in nature of which is ground water, where the dependence

of surface water supplies such as requiring expensive processing costs while to

obtain water from groundwater sources that are relatively inexpensive operation.

Besides the extraction of ground can be done in private so that tends to open up

opportunities for people to violate the rules and regulations applicable in the

utilization of ground water.

The research is a juridical empirical research. It uses primary data from

field research through interview guideline, and secondary data from library

research through document study. It applies qualitative method and legal

normative approach in data analysis. It discusses the research results in qualitative

descriptive reporting.

Result of research indicate that after the enactment of Law No.34 Year

2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water

regulated by law. Utilization of Tax Withholding Intake of Groundwater and

Surface Water in Probolinggo set out in Local Government. 5 of 2002 on the

Management of Groundwater which is then replaced with the promulgation of

Regulation Probolinggo District No. 2 of 2011 on Regional Taxes. Arrangements

regarding the imposition of tariff and tax calculation of ground water in

Probolinggo regulated in Article 58 of Regulation 2 of 2011. Constraints in the

collection of tax collection and utilization of underground water in Probolinggo

are: Realization of the regulatory oversight of local taxation is relatively weak

central government's centralization of power in the supervision of local taxation;

unprepared areas in dealing with tax disputes. Constraints in the implementation

of tax collection and utilization of underground water in Probolinggo include:

Various regulations implementing the laws that are often not consistent with its

laws. Lack of training among the local tax with a national tax.

Key words: Tax levies, Water Resources

Page 5: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

KATA PENGANTAR

Segala puji dan Syukur kepada ALLAH SWT karena atas segala karunia

serta kehendak-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan dengan judul:

” Implementasi Pungutan Pajak Air Bawah Tanah Dalam Pengelolaan Sumber

Daya Air Di Kabupaten Probolinggo, Propinsi Jawa Timur”.

Dengan segala keterbatasan yang kami miliki, tentunya hasil penelitian

ini masih jauh dari sempurna baik di dalam cara penulisan maupun materi

perkuliahan yang disajikan. Untuk itu kami mengharapkan saran dan masukan

sehingga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi para pihak terkait.

Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada

Yth. Ibu Hj. Iin Suny Atmadja, S.H.,M.H. selaku dekan Fakultas Hukum,

Universitas Cokroaminoto Yogyakarta yang telah memberikan masukan dan

waktu bagi tim peneliti untuk memilih judul ini.

Akhirnya kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu kegiatan penelitian, sehingga proses maupun pelaksanaan penelitian

dapat dilakukan dengan baik

Yogyakarta, 19 Juli 2016

Peneliti

Page 6: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

DAFTAR ISI

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN .................................................... i

ABSTRAK ............................................................................................................. ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv

DAFTAR ISI .......................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1

B. Perumusan Masalah ................................................................................... 7

C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 8

E. Kerangka Pemikiran ................................................................................... 8

F. Metode Penelitian....................................................................................... 13

G. Sistematika Penulisan ................................................................................ 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Pajak ............................................................................... 18

1. Pengertian Pajak ................................................................................... 18

2. Subjek dan Objek Pajak ....................................................................... 22

3. Fungsi Pajak ......................................................................................... 22

4. Jenis-jenis Pajak ................................................................................... 23

5. Sistem Pemungutan Pajak .................................................................... 25

6. Perencanaan Pajak ................................................................................ 26

B. Tinjauan Pajak Daerah ............................................................................... 28

1. Pengertian Pajak Daerah ...................................................................... 28

2. Jenis-jenis Pajak Daerah ...................................................................... 30

3. Tarif Pajak Daerah ............................................................................... 31

4. Fungsi Pajak Daerah ............................................................................ 32

C. Tinjauan tentang Pendapatan Asli Daerah ................................................. 32

D. Tinjauan tentang Pajak Air Bawah Tanah ................................................. 34

1. Pengertian Pajak Air Bawah Tanah ..................................................... 34

2. Objek dan Subjek Pajak Air Bawah Tanah .......................................... 36

3. Dasar Pengenaan Pajak Air Bawah Tanah ........................................... 37

Page 7: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

4. Sistem Pemungutan Pajak Air Bawah Tanah....................................... 37

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Prosedur Penerapan Kebijakan Pajak Air Bawah Tanah ........................... 38

1. Latar Belakang Penerapan Pajak Air Bawah Tanah ............................ 38

2. Dasar Pengenaan Tarif dan Cara Penghitungan Pajak ......................... 42

3. Pengaturan Masa dan Saat Terhutangnya Pajak .................................. 43

B. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Air Bawah Tanah di Kota Probolinggo .. 43

1. Dinas Pendapatan Daerah Kota Probolinggo sebagai Instansi

Pengumpul ........................................................................................... 43

2. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air

Bawah Tanah ........................................................................................ 44

3. Mekanisme Pemungutan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air

Bawah Tanah ........................................................................................ 47

4. Komponen Perhitungan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air

Bawah Tanah ........................................................................................ 51

C. Hambatan-Hambatan Dalam Pelaksanaan Pemungutan Pajak Pengambilan

dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah di Kota Probolinggo ......................... 54

1. Hal-hal yang Melemahkan Pemungutan Pajak Air Bawah Tanah .......

2. Kendala Pemungutan Pajak.................................................................. 59

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................ 75

B. Saran ........................................................................................................... 77

DAFTAR PUSTAKA

Page 8: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagaimana diketahui bahwa pajak merupakan iuran wajib dari rakyat

kepada negara. Dari pajak ini, nantinya akan digunakan negara untuk membiayai

kegiatan pemerintahan, dan dengan pajak ini pula, pemerintah menggunakannya

sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan negara dalam

bidang ekonomi dan sosial.

Pembagian pajak menurut wewenang pemungutan pajak dipisahkan

menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah, sedangkan Pajak Daerah terbagi dalam

Pajak Propinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Dengan adanya kebijakan otonomi

daerah yang berlaku di Indonesia memberikan perubahan mendasar terhadap

penyelenggaraan pemerintahan, ditandai melalui suatu proses penyerahan

sejumlah kekuasaan dan kewenangan, baik secara rinci maupun secara umum,

dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk selanjutnya dijalankan

oleh Pemerintah Daerah secara mandiri. Ditetapkannya Undang-undang Nomor

25 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tanggal 15 Oktober

2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, tentu

memberikan pengaruh yang cukup besar pada daerah otonom untuk melaksanakan

kewenangan yang telah diserahkan tersebut. Dan daerah otonom tersebut tentunya

harus memiliki dana yang memadai.

Kemampuan pembiayaan merupakan salah satu segi atau kriteria penting

untuk menilai secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengelola

rumah tangga sendiri. Tanpa adanya pembiayaan yang cukup, maka tidak

mungkin suatu daerah secara optimal mampu menyelenggarakan tugas dan

kewajiban serta segala kewenangan yang melekat dengannya untuk mengatur

rumah tangganya sendiri.1

Formula anggaran daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(selanjutnya digunakan istilah APBD) dicerminkan melalui kemampuan keuangan

daerah. Anggaran disusun dengan memperhatikan semua potensi daerah yang ada

sehingga formulasi anggaran benar-benar mencerminkan kebutuhan obyektif

daerah.2Salah satu sumber penerimaan dalam APBD sebagai bentuk partisipasi

masyarakat lokal dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintah dan

pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dikenakan dengan

Pendapatan Asli Daerah (selanjutnya digunakan istilah PAD).

1 Achmad Lutfi, “Penyempurnaan Administrasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah : suatu upaya

dalam optimalisasi penerimaan PAD”, (Volume XIV, Nomor 1, Januari 2006) dalam Jurnal Administrasi dan Organisasi: Bisnis & Birokrasi, Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, hlm. 1

2 Pheni Cahalid, Keuangan Daerah, Investasi, dan Desentralisasi: Tantangan dan Hambatan,

(Jakarta: Kemitraan, 2005), hlm. 10

Page 9: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tanggal 15 Oktober

2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah,

Sumber-sumber penerimaan daerah terdiri atas:

1. Pendapatan Asli Daerah

a. Pajak daerah.

b. Retribusi daerah.

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah

d. Lain-lain PAD yang sah:

1) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan.

2) Jasa Giro.

3) Pendapatan bunga.

4) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

5) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari

penjualandan atau bentuk lain sebagai akibat dari penjulan

dan/ataupengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

e. Dana perimbangan

f. Lain-lain pendapatan

Sumber dana yang diharapkan mampu menunjang daerah untuk

menyelenggarakan pemerintahan yang mandiri adalah PAD. Dalam rangka untuk

menjalankan fungsi dan kewenangan pemerintah daerah dalam bentuk

kewenangan fiskal maka daerah harus mengenali kapasitas fiskalnya atau sumber-

sumber yang dimiliki serta mampunyai kemampuan untuk menyerap penghasilan

daerah baik dalam bentuk pajak maupun dalam bentuk lainnya dari sumber yang

ada.3 Salah satu sumber pemasukan bagi kas daerah adalah berasal dari pajak

daerah, yang merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam

penyelenggaran otonomi daerah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2001 tentang

Pajak Daerah, menyebutkan bahwa pengertian dari Pajak Daerah adalah iuran

wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan

langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah. Sebagaimana diatur

dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah, salah satu Pajak Daerah yang dipungut oleh pemerintah propinsi Jawa

Timur adalah Pajak Air BawahTanah.

3 Wahyu Tumaka, Upaya Daerah Meningkatkan Pajak, Retribusi dan Dampaknya, (Volume

II/Nomor 03 Tahun 2005), dalam Majalah Indonesia Tax Review, hlm. 29

Page 10: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Pajak Air Bawah Tanah merupakan pajak yang sangat prospektif di masa

mendatang. Sumber air bersih yang tersedia di alam di antaranya adalah air

tanah,dimana ketergantungan pasokan lain seperti air permukaan memerlukan

biaya pengolahan yang mahal sedangkan untuk memperoleh air dari sumber air

tanah yang operasionalnya relatif murah. Selain itu pengambilan air tanah dapat

dilakukan secara tertutup sehingga cenderung membuka peluang bagi masyarakat

untuk melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku dalam pemanfaatan air tanah.

Kota Probolinggo, merupakan kawasan yang subur dan memiliki

persediaan air yang melimpah. Hal ini terlihat dari letak geografis Kota

Probolinggo yang terletak di lereng gunung-gunung yang membujur dari Barat

keTimur, yakni Pegunungan Tengger, Gunung Lamongan dan Gunung Argopuro.

Wilayah kabupaten Probolinggo terletak pada ketinggian 0 - 2500 m diatas

permukaan laut,tanahnya berupa tanah vulkanis yang banyak mengandung

mineral yang berasal dariledakan gunung berapi berupa pasir dan batu, lumpur

bercampur dengan tanah liat yang berwarna kelabu kekuning-kuningan.

Keadaan geografis Probolinggo menunjukkan bahwa Kota Ptobolinggo

merupakan Kota dengan Sumber Daya Air yang cukup baik. Hal ini tentu saja

akan menimbulkan keuntungan bagi Pemerintah Kota Probolinggo untuk dapat

memberdayakan sebaik mungkin atas Sumber Daya Air yang ada. Hal ini pula

yang membuat Kota Probolinggo berkembang dengan jumlah penduduk yang

besar dan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, memberikan peranan yang

sangat besar bagi perkembangan industri-industri dan perusahaan.Perkembangan

ini menuntut adanya usaha yang proaktif dari Dinas PendapatanDaerah

(Dispenda) Kota Probolinggo dalam mengelola, memonitor, dan mengevaluasi

sistem pemungutan Pajak Air Bawah Tanah. Untuk itu diperlukan sistem

pemungutan pajak yang transparan dan efisien, agar memudahkan fiskus untuk

melakukan check and balance.

Pemungutan Pajak Air Bawah Tanah dan Air Permukaan di wilayah Kota

Probolinggo perlu dilakukan koordinasi dengan Kantor Pendapatan Daerah Dinas

Pendapatan Kota Probolinggo, melalui kantor Samsat Kota Probolinggo.Kantor

Samsat Kota Probolinggo merupakan bagian pelayanan Pemerintah Daerah

Propinsi Jawa Timur yang melakukan pelayanan penyetoran pajak bagi

masyarakat yang berdomisili di Kota Probolinggo. Hubungan antara Samsat Kota

Probolinggo dengan Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Jawa Timur adalah,

kantor Samsat Kota Probolinggo sebagai pemungut pajak yang salah satunya

pajak air bawah tanah yang berada di wilayah Kota Probolinggo.

Mekanisme pemungutan Pajak Air Bawah Tanah berjalan sesuai dengan

sistemdan prosedur yang sudah ada. Dalam pelaksanaan kegiatan pemungutan

Pajak Air Bawah Tanah pada Kantor Pendapatan Daerah melibatkan beberapa

instansi, yaitu Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) sebagai unit yang

menetapkan besarnya pajak terutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak

Daerah (SKPD), Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Provinsi dan

Kota Probolinggo yang berwenang di bidang pengawasan dan pengendalian

lingkungan dalam pemanfaatan air bawah tanah, serta Dinas Pertambangan

Page 11: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

sebagai instansi yang berwenang memberikan izin eksplorasi,

pengawasan/pengendalian dan penertiban pemanfaatan air bawah tanah.

Masing-masing instansi tersebut memiliki kewenangan dan kepentingan

sendiri-sendiri yang terkait dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

menjadi payung hukum dalam pelaksanaan kegiatan instansi tersebut. Oleh sebab

itu untuk mendukung optimalisasi penerimaan Pajak Air Bawah Tanah diperlukan

koordinasi secara efektif dan efisien dari instansi-instansi yang terkait dalam

pengambilan dan pemanfaatan Pajak Air Bawah Tanah, sehingga para pemilik

sumur bor (wajib pajak) dapat didata secara rinci guna memperkecil peluang

terjadinya pencurian air bawah tanah yang dapat mengancam lingkungan dan

penghindaran pajak yang berkaitan dengan pembayaran pajak air bawah

tanah.Belum optimalnya koordinasi dalam pengambilan dan pemanfaatan air

bawah tanah ini akan menyebabkan terhambatnya penerimaan Pajak Air Bawah

Tanah dan bahkan dapat menjadikan potensi terjadinya penghindaran Pajak

Daerah yang seharusnya diterima oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Penerimaan pajak Propinsi tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat

(1)Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, menegaskan bahwa sebagian

penerimaan tersebut diperuntukkan bagi daerah Kabupaten/Kota di wilayah

Propinsi yangbersangkutan, dengan aturan sebagai berikut

Hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

dan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air diserahkan kepada Daerah

Kabupaten/Kota paling sedikit 30%. Hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor diserahkan kepada Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit

70%.Hasil penerimaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah

dan Air Permukaan diserahkan kepada Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit

70%, dengan demikian 30% menjadi hak dari Propinsi.

Pajak Air Bawah Tanah dan Air Permukaan sebagai salah satu objek pajak

daerah di Propinsi Jawa Timur umumnya dan di Kota Probolinggo khususnya,

tentu tidak lepas dari permasalahan dalam penyelenggaraannya. Permasalahan

tersebut baik di kalangan instansi yang memiliki kewenangan sesuai dengan tugas

dan fungsinya maupun di kalangan masyarakat sebagai pihak yang memiliki hak

dan kewajiban dalam pembayaran pajak air bawah tanah, sehingga tidak jarang

timbul ketidaktahuan di antara masing-masing instansi dan masyarakat serta

muncul sikap pro dan kontra masyarakat terhadap pelaksanaannya. Oleh karena

itu perlu ada aturan atau ketentuan yang jelas yang mengatur hubungan kerja

antara instansi yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan pemungutan

Pajak Air Bawah Tanah. Demikian pula terhadap masyarakat perlu diberikan

penjelasan tentang hak dan kewajiban melalui pemahaman terhadap ketentuan

yang mengatur pajak daerah khususnya pajak air bawah tanah, sehingga pada

akhirnya Pajak Air Bawah Tanah dan Air Permukaan akan dapat memberikan

kontribusi yang cukup besar terhadap PAD.

Pengendalian pemanfaatan air bawah tanah merupakan pencerminan dari

implementasi suatu kebijaksanaan publik yang mengakibatkan timbulnya konflik

antar berbagai kepentingan masyarakat yang sangat kompleks dan harus ditangani

secara bijaksana agar supaya tidak ada pihak-pihak yang dirugikan, terutama yang

menyangkut kepentingan industri dan masyarakat. Pengawasan dan pengendalian

Page 12: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

dalam pemanfaatan air bawah tanah oleh pemerintah harus dilaksanakan dengan

bijaksana, karena menyakut tanggung-jawab banyak instansi pusat dan daerah

maka penyelenggaraannya harus dikoordinasikan.secara bijaksana agar supaya

tidak ada pihak-pihak yang dirugikan, terutama yang menyangkut kepentingan

industri dan masyarakat. Pengawasan dan pengendaliandalam pemanfaatan air

bawah tanah oleh pemerintah harus dilaksanakan dengan bijaksana, karena

menyakut tanggung jawab banyak pihak, baik instansi di pusat maupun instansi di

daerah.

Dalam meningkatkan optimalisasi Pajak Air Bawah Tanah, Dispenda

dalam hal ini dituntut untuk mampu mengupayakan peningkatan koordinasi.

Kewenangan daerah untuk memungut Pajak Daerah, salah satunya Pajak Air

Bawah Tanah bukanlah suatu hal yang mudah. Dengan adanya suatu prinsip atau

asas yang berlaku di Indonesia, yaitu ”objek pajak pusat tidak dapat ditetapkan

sebagai objek pajak daerah, demikian sebaliknya objek pajak daerah tidak dapat

ditetapkan menjadi objek pajak pusat, dan objek pajak propinsi tidak dapat

dijadikan objek.

Berdasar latar belakang yang telah penulis jelaskan tersebut, maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “IMPLEMENTASI

PUNGUTAN PAJAK AIR BAWAH TANAH DALAM PENGELOLAAN

SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN PROBOLINGGO, PROPINSI

JAWA TIMUR”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, adapun permasalahan

yang akan diteliti adalah :

1. Bagaimana implementasi pungutan Pajak Air Bawah Tanah yang

dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Jawa Timur?

2. Bagaimana menerapkan timbal balik yang efektif antara instansi di Dinas

Pendapatan Daerah Propinsi Jawa Timur dalam pemungutan Pajak Air

Bawah Tanah?

3. Hambatan apa saja yang terdapat selama proses pelaksanaan pemungutan

Pajak Air Bawah Tanah?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian diperlukan karena terkait erat dengan perumusan

masalah dari judul penelitian itu sendiri untuk memberikan arah yang tepat dalam

proses penelitian agar penelitian berjalan sesuai dengan apa yang dikehendaki.

Adapun tujuan obyektif dan subyektif yang hendak dicapai penulis adalah :

1. Tujuan Obyektif

Page 13: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

a. Untuk mengetahui dan menganalisis pemungutan Pajak Air Bawah

Tanah yang dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Jawa

Timur.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis timbal balik yang efektif dalam

pemungutan pajak air bawah tanah di Dinas Pendapatan Propinsi Jawa

Timur dalam pemungutan Pajak Air Bawah Tanah.

c. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan yang ada dalam

pelaksanaan pemungutan Pajak Air Bawah Tanah di Probolinggo.

2. Tujuan Subyektif

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis di bidang hukum

perdata di Indonesia khususnya mengenai pemungutan Pajak Air Bawah

Tanah di Kota Probolinggo, Provinsi Jawa Timur.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan sejumlah manfaat baik secara teoretis

maupun secara praktis, antara lain :

1. Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan dan wawasan bagi kalangan akademisi yang mendalami

bidang perpajakan khususnya Pajak Daerah dalam pelaksanaan

pemungutan Pajak Air Bawah Tanah di Dinas Pendapatan Provinsi Jawa

Timur. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat mendukung penelitian

sebelumnya dengan konsep dan pemikiran yang berbeda.

2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

dan bahan pertimbangan dalam pemecahan masalah dan pembuatan

kebijakan bagi Dispenda Probolinggo dalam usaha meningkatan

penerimaan Pajak Daerah dari sektor Pajak Air Bawah Tanah.

E. Kerangka Pemikiran

1. Kerangka Konsep

a. Implementasi

Kata “Implementasi” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

Online,4 memiliki arti “penerapan, pelaksanaan”. Sementara itu, menurut

4http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diunduh tanggal 5 Februari 2012.

Page 14: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Munir Yusuf,5menyatakan bahwa secara sederhana implementasi bisa

diartikan pelaksanaan atau penerapan. Dari definisi tersebut dapat

diartikan bahwa implementasi yang dimaknai sebagai penerapan dapat

diartikan sebagai kegiatan melakukan sesuatu sebagaimana yang

diperintahkan.

b. ImplementasiKebijakan

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam

proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus

diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan.

Dunn. William,6 menganjurkan bahwa setiap tahapan implementasi

kebijakan, penting dilakukan analisa. Analisa di sini tidak identik dengan

evaluasi, karena dari tahapan penyusunan agenda hingga Policy

Evaluation sudah harus dilakukan analisa. Ungkapan Dunn yang terkenal

adalah lebih baik perumusan masalah publik benar tapi pelaksanaan salah,

daripada perumusan masalah keliru tapi pelaksanaannya benar. Hal ini

memberi arti penting kesinambungan tahapan kebijakan, termasuk

implementasi yang tepat bagi perubahan status desa menjadi kelurahan

dimana diharapkan dapat mengatasi persoalan-persoalan publik berupa

solusi yang tepat melalui implementasi.

Seperti diketahui bahwa kebijakan publik pada dasarnya

merupakan suatu proses yang kompleks yang berangkatan dari tahap

pendefinisian masalah hingga evaluasi kebijakan. Oleh karena itu,

implementasi kebijakan merupakan salah satu tahap sejak dari sekian

tahap kebijakan publik. Hal ini berarti bahwa implementasi kebijakan

hanya merupakan salah satu variabel penting yang berpengaruh terhadap

keberhasilan suatu kebijakan di dalam memecahkan persoalan-persoalan

publik. Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak

variabel atau faktor dan masing-masing variabel tersebut saling

berhubungan satu sama sama lain.

Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier sebagaimana dikutip

Agustino Leo7, mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai :

“Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam

bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-

perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau

keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut

mengidentifikasikan masalaah yang ingindiatasi, menyebutkan

secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai

cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses

implementasinya”.

5http://www.muniryusuf.com/?s=penerapan, diunduh tanggal 5 Februari 2012

6 Dunn, William N. 1999, Analisis Kebijakan Publik, Gajah Mada Press,Yogyakarta, hlm.24-25

7 Agustino Leo. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Alfabeta, Bandung, hlm.139

Page 15: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Van Meter dan Van Horn sebagaimana dikutip Agustino Leo8,

mengatakan bahwa implementasi kebijakan sebagai :

“Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu

atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau

swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah

digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa

implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana

kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya

akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran

kebijakan itu sendiri. Kesalahan dalam mengimplementasikan kebijakan

akan menyebabkan dua hal yaitu pelaksanaan tanggung jawab yang tidak

tepat pada waktunya dan juga pemborosan biaya.

c. Kebijakan Perpajakan

Kebijakan perpajakan terkait dengan sistem perpajakan sebagai

elemen dalam kebijakan perpajakan. Dimana sistem perpajakan

merupakan salah satu instrumen penting yang dapat dipakai dalam

mencapai sasaran kebijakan pembangunan. Suatu sistem perpajakan yang

tepat untuk suatu negara bukanlah masalah sesuai atau tidaknya sistem

yang bersangkutan dengan kriteria-kriteria tersebut, melainkan sistem

tersebut harus mengakomodasi faktor-faktor khusus, antara lain kondisi

ekonomi, politik dan administratif pada waktu ini, tujuan kebijakan publik

pada waktu ini, serta tersedianya instrumen-instrumen kebijakan di

samping pajak dan instrumen-instrumen lainnya (moneter dan

pembangunan). Kebijakan pajak positif merupakan alternatif yang nyata-

nyata dipilih dari berbagai pilihan lain, agar dapat dicapat sasaran yang

hendak dituju sistem perpajakan.9

d. Pajak Daerah

Pajak ditinjau dari fungsinya merupakan sumber anggaran

pendapatan negara yang terpenting atau merupakan salah satu alat untuk

mencapai suatu tujuan tertentu di luar bidang keuangan yang lazimnya

disebut kebijaksanaan fiskal. Kata fiskal dalam hal ini digunakan dalam

arti kata yang luas, yaitu segala sesuatu yang bertalian dengan keuangan

negara dan bukan yang semata-mata berhubungan dengan pajak.10

Menurut Saragih, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah iuran

wajib yang dilakukan oleh orang pribadi dan badan kepada daerah tanpa

imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk

8Ibid.,

9 R. Mansury, Pajak Penghasilan Lanjutan. Jakarta: IND-HILL Co, 1996, hlm. 18

10Roechmat Soemitro, Pajak dan Pembangunan. Bandung: PT. Eresco, 1988, hlm. 245

Page 16: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan

daerah11

.

Sementara itu menurut Josef Riwu Kaho, pajak daerah adalah

peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai

pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk Public Investment.

Badan hukum publik dalam rangka membiayai rumah tangganya. Dengan

kata lain pajak daerah adalah : pajak yang wewenang pungutannya ada

pada daerah dan pembangunan daerah hal ini dikemukakan oleh Yasin.

Sementara itu Davey mengemukakan pendapatnya tentang pajak daerah

yaitu:12

1) Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan peraturan

daerah sendiri.

2) Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tapi

pendapatan tarifnya dilakukan oleh Pemda.

3) Pajak yang dipungut atau ditetapkan oleh Pemda.

4) Pajak yang dipungut dan di administrasikan oleh pemerintah pusat

tetapi pungutannya kepada, dibagi hasilkan dengan atau dibebani

pungutan tambahan (opsen) oleh Pemda.

2. KerangkaTeori

Menurut Sicat, kebijakan fiskal (fiscal policy) berkaitan dengan

pemanfaatan gabungan pengeluaran pemerintah, perpajakan dan utang

pemerintah untuk mencapai sasaran yang dikehendaki. Kebijakan fiskal yang

aktif dirancang untuk membantu meredakan goncangan liar siklus dunia usaha

(business cycles) agar perekonomian menjadi lebih stabil. Kebijakan fiskal

juga harus dirancang guna memantapkan pertumbuhan pendapatan dari waktu

ke waktu, memperluas kesempatan kerja, serta meningkatkan keadilan

pembagian pendapatan dan kekayaan.13

Sebagaimana telah disebutkan di atas

bahwa kebijakan pajak merupakan bagian dari kebijakan fiskal. Menurut

Mansury kebijakan pajak ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan dan

kemakmuran, distribusi penghasilan yang lebih adil, dan stabilitas14

.

Menurut pendapat Mansury, bahwasanya sistem perpajakan itu sendiri

terdiri dari tiga unsur pokok, yaitu:15

1) Kebijakan Perpajakan (tax policy)

11

Juli Panglima Saragih, Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal.61

12 Josef Riwu Kaho, Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah, Bina Aksara, Jakarta, 1985, hal.

13 Gerardo P Sicat dan H. W. Arndt, Ilmu Ekonomi untuk Konteks Indonesia, diterjemahkan oleh Nirwono, Jakarta: LP3S, 1991, hlm. 313

14 R. Mansury, Op. Cit., hlm. 5

15Ibid.

Page 17: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Menurut Devereux, isu-isu penting dalam kebijakan pajak adalah

sebagai berikut; (i)What should the tax base be: income, expenditure, or a

hybrid?; (ii)What should the tax rate schedule be?; (iii)How should

international income flows be taxed?; dan (iv)How should environmental

taxes be designed?16

2) Undang-Undang Perpajakan (tax laws)

Undang-undang perpajakan adalah seperangkat peraturan

perpajakan yang terdiri dari undang-undang beserta peraturan

pelaksanaannya. Konsistensi dan kejelasan antara Undang-undang

perpajakan dengan peraturan di bawahnya haruslah dijaga dengan baik

agar tidak menimbulkan ambigu yang pada akhirnya akan

membingungkan wajib pajak. Ketidakjelasan peraturan akan menjadi salah

satu faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak.17

3) Administrasi Perpajakan (tax administration)

Administrasi pajak dalam arti luas meliputi fungsi, sistem dan

organisasi/kelembagaan. Sebagai suatu sistem, kualitas dan kuantitas

sumber daya manusia juga marupakan salah satu tolak ukur kinerja

administrasi pajak. Administrasi perpajakan memegang peranan yang

sangat penting karena seharusnya bukan saja sebagai perangkat laws

enforcement, tetapi lebih penting dari itu, yakni sebagai service point yang

memberikan pelayanan prima kepada masyarakat sekaligus pusat

informasi perpajakan.18

F. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah pedoman cara seorang ilmuwan mempelajari dan

memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapi.19

Maka penelitian ini bisa

disebut sebagai suatu penelitian ilmiah dan dapat dipercaya kebenarannya dengan

menggunakan metode yang tepat. Adapun metode penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Sifat Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan cara penelitian deskriptif kualitatif,

yaitu memberikan gambaran metode analisis dengan memaparkan secara

16

Michael P. Devereux, Editor, The Economics of Tax Policy. New York: Oxford University Press, 1996, hlm. 9-21

17 Haula Rosdiana dan Rasin Tarigan, Perpajakan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005, hlm. 97

18Ibid, hlm. 98

19 Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar, PT Raja Grafindo Persada Ensiklopedi Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 6

Page 18: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

runtut untuk mendapatkan pemahaman dan sistematika terhadap

permasalahan.

Sementara itu, menurut Maman,20

penelitian deskriptif berusaha

menggambarkan suatu gejala sosial. Dengan kata lain penelitian ini bertujuan

untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat studi.

Metode kualitatif ini memberikan informasi yang mutakhir sehingga

bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta lebih banyak dapat

diterapkan pada berbagai masalah.21

Sedangkan penelitian ini lebih

memfokuskan pada studi kasus yang merupakan penelitian yang rinci

mengenai suatu obyek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup

mendalam dan menyeluruh. Menurut Vredenbregt,22

Studi kasus ialah suatu

pendekatan yang bertujuan untuk mempertahankan keutuhan (wholeness) dari

obyek, artinya data yang dikumpulkan dalam rangka studi kasus dipelajari

sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi, di mana tujuannya adalah untuk

memperkembangkan pengetahuan yang mendalam mengenai obyek yang

bersangkutan yang berarti bahwa studi kasus harus disifatkan sebagai

penelitian yang eksploratif dan deskriptif.

2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data

primer dan data sekunder:

a. Data Primer.

Data primer merupakan keterangan atau fakta yang diperoleh

secara langsung melalui penelitian lapangan, baik dengan cara wawancara

atau studi lapangan secara langsung dalam penelitian ini.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan keterangan atau fakta yang tidak

diperoleh secara langsung dari lapangan, melainkan diperoleh dari studi

kepustakaan berbagai buku, arsip, dokumen, peraturan perundang-

undangan, hasil penelitian ilmiah dan bahan-bahan kepustakaan lainnya

yang berkaitan dengan permasalahan yang telah diteliti.

3. Analisis Data

Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data

dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan ditemukan tema dan dapat

dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.23Dalam penelitian

ini, Penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif dengan model interaktif.

20

Maman Kh, 2002, Menggabungkan Metode Penelitian Kuantitatif dengan Kualitatif, Makalah Pengantar Filsafat Sain, Program Pasca Sarjana/S3, IPB

21 Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm. 81

22 Vredenbregt J., 1987. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Gramedia, Jakarta, hlm. 38

23 Lexy J.Maleong, Metodelogi penelitian kualitatif, Remaja Rosada Karya, Bandung, 2002, hlm. 103

Page 19: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Menurut Sutopo,24model interaktif yaitu komponen reduksi data dan penyajian

data dilakukan bersama dengan pengumpulan data, kemudian setelah data

terkumpul maka tiga komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan

dirasakan kurang maka perlu ada verifikasi dan penelitian kembali

mengumpulkan data lapangan.

Model analisis interaktif maksudnya peneliti tetap bergerak di antara tiga

komponen analisis dengan proses pengumpulan data selama kegiatan

pengumpulan data berlangsung. Tiga tahap tersebut adalah :

a. Reduksi Data

Reduksi data adalah bagian analisis, berbentuk mempertegas,

memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting, dan

mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat

dilakukan.25Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan,

penyederhanaan dan abstraksi data dari field not. Reduksi data berlangsung

terus-menerus sepanjang pelaksanaan penelitian lapangan sampai laporan

akhir lengkap tersusun.

b. Penyajian Data

Suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi

yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Selain itu,

penyajian data sebagai kumpulan informasi tersusun yang memberikan

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Penyajian-penyajian yang lebih merupakan suatu cara yang utama bagi

analisis kualitatif yang valid.26

c. Menarik Kesimpulan

Dari permulaan data, seorang penganalisis kualitatif mulai mencari

arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi

yang mungkin, alur sebab akibat dan proposi. Kesimpulan akan ditangani

dengan longgar, tetap terbuka dan skeptis, tetapi kesimpulan telah disediakan,

mula-mula belum jelas, meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan

pokok.

Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian

berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang

melintas dalam pemikiran Penganalisis selama ia menulis, atau mungkin

dengan seksama dan makan tenaga dengan peninjauan kembali.27

G. Sistematika Penulisan

Penulisan hasil penelitian ini penulis menggunakan sistematika penulisan

yang terdiri dari empat bab, yaitu setelah pertama, dilanjutkandengan bab berikutnya.

24

H.B. Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif, UNS Press, Surakarta, 2002, hlm. 8 25

Ibid., hlm. 12 26

Tjetjep Rohendi Rohidi, Analisis Data Kualitatif, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1992, hlm. 17

27 H.B. sutopo, Op. Cit., hlm. 97

Page 20: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Bab kesatu, menguraikan tentang pendahuluan yang berisi Latar Belakang

Penelitian, Rumusan Masalah, Manfaat Penelitian, Tujuan Penelitan, dan Cara

Penelitian.

Setelah menguraikan Bab I tentang pendahuluan sebagaimana diatas,maka

sistematika penulisan dalam Bab kedua berisi tentang tinjauan pustaka yang terdiri

dari beberapa sub-bab. Sub-bab kesatu yang secara garis besar menguraikan tinjauan

umum tentang pajak; sub-bab kedua, secara garis besar menguraikan tinjauan

mengenai Pajak Daerah; sub-bab ketiga menguraikan tinjauan tentang Pendapatan

Asli Daerah (PAD) dan; sub-bab keempat menguraikan tinjauan tentang Pajak Air

Bawah Tanah.

Bab ketiga berisikan uraian analisis terhadap data penelitian yang diperoleh

dari hasil penelitian secara kualitatif, baik primer maupun sekunder terhadap tinjauan

kekuatan hukum polis asuransi kerugian yang terdiri dari beberapa sub-bab

permasalahan dalam penelitian ini. Sub-bab kesatu,permasalahan mengenai ide dasar

atau latar belakang tinjauan prosedur penerapan kebijakan pajak air bawah tanah; sub-

bab kedua, permasalahan mengenai pelaksanaan pemungutan pajak air bawah tanah

di Kota Probolinggo, Provinsi Jawa Timur; dan sub-bab ketiga permasalahan

mengenai hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pemungutan pajak air bawah tanah

di Probolinggo.

Bab keempat merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulandan saran-

saran.

Page 21: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Pajak

1. Pengertian Pajak

Sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang paling besar, sektor

pajak merupakan salah satu unsur penting dalam menunjang keberhasilan

pembangunan suatu negara. Oleh karena itu hal yang paling utama untuk

meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat indonesia adlaha

dengan adanya partisipasi rakyat dalam membayar pajak.

Untuk negara pajak adalah salah satu penerimaan penting yang

berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Sedangkan bagi

perusahaan, umumnya pengusaha mengidentikan pembayaran pajak sebagai

beban sehingga akan berusaha meminimalkan beban tersebut guna

mengoptimalkan laba. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing

perushaan harus menekan biaya seoptimal mungkin.Untuk meminimalkan

kewajiban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik yang masih

memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar peraturan

perpajakan (unlawful). Upaya dalam melakukan penghematan pajaksecara

legal dapat dilakukan melaluiperencanaan pajak.

Secara umum pengertian pajak adalah pemindahan harta atau hak milik

kepada pemerintah dan digunakan oleh pemerintah untuk pembiayaan

pembangunan negara yang berdasarkan peraturan yang berlaku sehingga dapat

dipaksakan.

Bagi suatu Negara, pajak memegang peranan yang penting yaitu

sebagaisumber penerimaan yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan –

kegiatanpemerintahan dan pembangunan serta sebagai alat regulasi. Sebagai

regulasi pajakdipergunakan sebagai redistribusi pendapatan, stabilitas

ekonomi, realokasi sumber-sumber ekonomi.

Page 22: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Menurut Rochmat Soemitro, dalam bukunya Pengantar singkat Hukum

Pajak,28

Pajak adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya adadalam

masyarakat. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang pada suatu

waktuberkumpul untuk tujuan tertentu.Masyarakat terdiri dari individu.Dan

individumempunyai hidup sendiri dan kepentingan sendiri, yang dapat

dibedakan dari hidupmasyarakat dan kepentingan masyarakat.Namun individu

tidak mungkin hidup tanpaadanya masyarakat.Negara adalah masyarakat yang

mempunyai tujuan tertentu,kelangsungan hidup Negara berarti juga

kelangsungan hidup masyarakat dankepentingan masyarakat.Untuk

kelangsungan hidup masing-masing diperlukanbiaya. Biaya hidup individu

menjadi beban dari individu yang bersangkutan,sedangkan biaya hidup Negara

adalah untuk kelangsungan hidup alat-alat Negara,administrasi Negara,

lembaga – lembaga Negara, dan seterusnya yang harus dibiayaidari

penghasilan Negara.29

Penghasilan Negara berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak dan

ataudari hasil kekayaan alam yang ada dalam Negara itu.Dua sumber tersebut

merupakansumber yang sangat penting bagi peneriman Negara, dan

penghasilan itu untukmembiayai kepentingan umum yang pada akhirnya juga

mencakup kepentinganpribadi individu seperti kesehatan masyarakat,

pendidikan, kesejahteraan, dan lainsebagainya. Jadi dimana ada kepentingan

masyarakat disitu akan timbul pungutanpajak sehingga dapat dikatakan bahwa

pajak adalah senyawa dengan kepentinganumum. Pungutan Pajak mengurangi

penghasilan /kekayaan individu, tetapi sebaliknya merupakan penghasilan

masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi kepadamasyarakat melalui

pengeluaran – pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunanyang akhirnya

kembali lagi kepada seluruh masyarakat, yang bermanfaat bagi rakyat,baik

yang membayar pajak maupun yang tidak membayar pajak.

Sedangkan pengertian pajak menurut Adriani yang diterjemahkan

olehBrotodihardjo dan dikutip oleh Waluyo yaitu, pajak adalah iuran kepada

28

Rochmat Soemitro, Pengantar Singkat Hukum Pajak, Bandung: Eresco, 1992 29

Erly Suandy; Hukum Pajak; Jakarta; Salemba Empat, 2002; hlm 7.

Page 23: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Negara(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yangwajib membayarnya

menurutperaturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang

langsung dapatditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran umumberhubung dengan tugas Negara yang

menyelenggarakan pemerintahan.30

Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul

“PajakBerdasar Azas Gotong Royong”, Universitas Padjadjaran Bandung,

berpendapat bahwa pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang

dipungut oleh penguasa berdasar norma-norma hukum guna menutup biaya

produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan

umum.31

Menurut Prof.Dr.H.Miyasto, secara historis pajak sudah lama menjadi

bagianyang menyatu dalam kehidupan suatu bangsa. Adam Smith, David

Ricardo, JohnStuart Mill dan Thomas Malthus, berpendapat bahwa pajak

sudah menjadi bagianyang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan suatu

Negara.Dari pajak inilah Negara membiayai kegiatan-kegiatan

administrasipemerintahan, angkatan perang dan pembangunan serta dapat

dipergunakan sebagaiinsrumen penting untuk membangun keunggulan-

keunggulan strategi suatu bangsadibandingkan dengan bangsa lain.32

Menurut S.J.Djajadiningrat,33

dalam bukunya “Perpajakan Teori Dan

Kasus”, mendefinisikan bahwa Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan

sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,

kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan

sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat

dipaksaan tetapi tidak ada timbal balik dari negara secara langsung untuk

memelihara kesejahteraan secara umum.

30

Waluyo & Illyar Wirawan.B; Perpajakan Indonesia, Jakarta, Salemba Empat, Jakarta, 2003, hlm 4 31

Erly Suandy,Op.Cit, hlm. 9. 32

Miyasto, Sistim Perpajakan Nasional Dalam Era Globalisasi,Semarang; Pidato Pengukuhan Guru Besar Madya Dalam Ilmu Ekonomi; 1997, hal : 2.

33S.J. Djajadiningrat, 2003, Analisis Ekonomi Lingkungan dan Audit Lingkungan, Makalah Kursus Pengantar Audit Lingkungan Angkatan V, PPSMI, Jakarta, hlm.3

Page 24: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Pengertian Pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007

Tentang Perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1993 Tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib

kepadaNegara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkanUndang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dandigunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar – besarnya

kemakmuran rakyat.

Pajak Daerah menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 adalah

iuranwajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah,

tanpa imbalanlangsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan

peraturan perundang-undanganyang berlaku, yang digunakan untuk

membiayai penyelenggaraanPemerintahan Daerah dan Pembangunan Daerah.

Dari beberapa pengertian tentang definisi Pajak sebagaimana tersebut

diatas,maka dapat disimpulkan bahwa Pajak merupakan :

a. Iuran atau kontribusi (di dalam Undang-Undang lebih ditekankan pada

istilah “peran serta”) yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan

yang berakibat adanya sanksi.

b. Yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi,

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, yang tidak mendapatkan imbalan

secara langsung.

c. Yang oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi ataupun

Pemerintah Kabupaten/Kota, dipergunakan untuk membiayai

pengeluaran dalam penyelenggaraan negara/pemerintahan.

Ciri-ciri pajak berdasar pengertian tentang pajak berdasar pendapat

para ahli sebagaimana telah dijelaskan di atas antara lain adalah :\

a. Pajak merupakan peralihan kekayaan dari orang atau badan ke

pemerintah.

b. Pajak dipungut oleh negara baik oleh Pemerintah Pusat maupun

Pemerintah Daerah.

c. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan

pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

Page 25: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

d. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi

langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah.

e. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang

bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk

membiayai pembangunan yang ditujukan untuk kepentingan umum.

2. Subjek dan Objek Pajak

Menurut Erly Suandy,34

dalam bukunya “Hukum Pajak”, pengertian

subjek dan objek pajak secara umum adalah subjek pajak adalah pihak-pihak

(orang maupun badan) yang akan dikenakan pajak, sedangkan objek pajak

adalah segala sesuatu yang akan dikenakan pajak.Dari pengertian tersebut,

jelas bahwa subjek pajak itu menyangkut orang perorangan atau badan sebagai

sasaran pajak, sedangkan objek pajak menyangkut segala sesuatu yang akan

menjadi target dikenakannya pajak.

3. Fungsi Pajak

Ada dua fungsi pajak, yaitu :

a. Fungsi Budgeter

Pajak sebagai sumber danabagi pemerintah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran yang bersifat rutin.fungsi budgetair disebut juga

fungsi fiskal (fiscal function),35

dimana pajak berfungsi sebagai alat untuk

memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan peraturan

perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Oleh karena itu, fungsi

budgetair memberikan pembenaran bahwa negara mempunyai hak

memungut pajak untuk mengisi kas negara.

b. Fungsi Regulered

Fungsi regulerend atau fungsi mengatur disebut juga fungsi

tambahan,36

dimana pajak berfungsi sebagai alat pemerintah untuk

34

Erly Suandy, Op.Cit, hlm.33 35

Safri Nurmantu, 2003, Pengantar Perpajakan, Granit, Jakarta, hal.30 36

Ibid, hal.36

Page 26: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

mencapai tujuan tertentu.Dalam hal ini, pajak berlaku sebagai alat untuk

mengatur atau melaksanakan kebijakan pembangunan dalam bidang sosial

dan ekonomi.

4. Jenis-jenis Pajak

Menurut Siti Resmi,37

dalam buku “Perpajakan Teori Dan Kasus”

menyatakan bahwa pembagian pajak dapat dilakukan berdasarkan :

a. Berdasarkan Sifat

b. Berdasarkan Golongan

c. Berdasarkan Wewenang Pemungut

Pembagian pajak berdasarkan sifat dibagi menjadi dua yaitu Pajak

Langsung dan Pajak Tidak Langsung, berdasarkan golongan terbagi pula

menjadi dua yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah.

a. Menurut Sifatnya

1) Pajak Subjektif

Yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan pada keadaan

pribadisubjek pajak.Contoh : Pajak Penghasilan (PPh)

2) Pajak Objektif

Yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya

baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang

mengkibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak tanpa

memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak maupun tempat

tinggal.Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bumi

dan Bangunan (PBB)

b. Menurut Golongannya

1) Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh

wajibpajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada

orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan

2) Pajak tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya

dapatdibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh :

Pajak Pertambahan Nilai.

37

Siti Resmi, 2003, Perpajakan, Salemba Empat,Jakarta, hlm.6

Page 27: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

c. Menurut Lembaga Pemungutannya

1) Pajak Negara (Pusat)

Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan

untuk membiayai rumah tangga negara.Contoh : PPh, PPN, PPn

BM, PBB dan Bea Materai

2) Pajak Daerah

Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan

untuk membiayai rumah tangga daerah.

Pajak Daerah terdiri atas :

a) Pajak Daerah Tingkat I (Provinsi),

Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan BBNKB.

b) Pajak daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota)

Contoh : Pajak Hotel&Restoran, Pajak Hiburan, Pajak

Reklame, Pajak Penerangan Jalan.

5. Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Dr.Mardiasmo,38

dalam bukunya “Perpajakan”, menyatakan

bahwa Sistem pemungutan pajak yang digunakan di Indonesia dapat dibagi

menjadi 3 (tiga) sistem yaitu:

a. Official Assessment System.

b. Self Assessment System.

c. With Holding System.

Pengertian dan ciri-ciri dari sistem pemungutan pajak yang terdapat di

atas adalah sebagai berikut :

a. Official Assessment System

38

Mardiasmo, 2002, Perpajakan, Edisi Revisi, Penerbit Andi , Yogyakarta, hal.5

Page 28: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang

memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan

besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

Ciri-cirinya :

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

fiskus.

2) Wajib pajak bersifat pasif

3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh

fiskus.

b. Self Assessment System

Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak

yangmemberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri

besarnya pajak terutang.

Ciri-cirinya :

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

wajib pajak sendiri.

2) Wajib pajak pasif, mulai dari menghitung, menyetor, dan

melaporkan sendiri pajak yang terutang.

3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c. With Holding System

With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada pihak ke 3 (tiga).Untuk menentukan besarnya

pajak yang terutang oleh wajib pajak.Ciri-cirinya: Wewenang menentukan

besarnya pajak yang terutang pada pihak ketiga.

6. Perencanaan Pajak

Perencanaan pajak merupakan upaya untuk membuat agar beban pajak

yang harus dibayar serendah mungkin namun harus sesuai dengan peraturan

Undang-Undang Perpajakan. Mohammad Zain,39

mendefinisikan bahwa :

39

Mohammad Zain. 2005. Manajemen Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta, hal.43

Page 29: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

“Perencanaan pajak adalah proses mengorganisasi usaha Wajib

Pajak atau kelompok Wajib Pajak sedemikian rupa sehingga uatang

pajaknya, baik wajib pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya,

berada dalam posisi yang paling minimal sepanjang hal ini

dimungkinkan oleh ketentuan perundang-undangan perpajakan

maupun secara komersial.”

Mohammad Zain menambahkan bahwa Perencanaan pajak adalah

merupakan tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi

pajaknya, yang tekanannya kepada pengedalian setiap transaksi yang ada

konsekuensi pajaknya.Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

perencanaan pajak adalah tindakan yang dilakukan oleh perusahaan untuk

menekan setiap transaksi yang dilakukan agar beban pajak yang harus dibayar

oleh perusahaan dapat diminimalkan.

Agar Perencanaan berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka

perencanaan itu seharusnya dilakukan melalui berbagai urutan tahap-tahap.

Menurut Erly Suandi,40

tahap-tahap perencanaan adalah sebagai berikut:

a. Analisis informasi yang ada

b. Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak

c. Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak

d. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana

pajak.

e. Mutakhirkan rencana pajak.

Dari hal-hal yang disebutkan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Menganalisis informasi yang ada.

Tahap pertama dari proses pembuatan perencanaan pajak adalah

menganalisis komponenyang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu

proyek dan menghitung seakurat mungkin beban pajak yang harus

ditanggung.

b. Membuat satu model atau lebih rencana kemungkian besarnya pajak.

40

Erly Suandi, Op.Cit, hal.14

Page 30: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih

atas tindakan tindakan berikut :

1) Pemilihan bentuk transaksi yang akan dilakukan oleh perusahaan

atau hubungan internasional.

2) Pemilihan negara asing sebagai tempat melakukan investasi atau

menjadi residen dari negara tersebut.

3) Penggunaan satu atau lebih negara tambahan.

c. Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak.

Perencanaan pajak adalah suatu perencanaan yang merupakan

bagian kecil dan seluruh perencanaan strategis perusahaan, oleh karena itu

perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan

suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak tersebut akan dihitung

dengan mengunakan hipotesis sebagai berikut :

1) Bagaimana jika perencanaan pajak tidak dilaksanakan.

2) Bagaimana jika perencanaan pajak tersebut dilaksanakan dan

berhasil dengan baik.

3) Bagaimana jika perencanaan pajak tersebut dilaksanakan tetapi

gagal.

d. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana

pajak.

Pembuatan suatu rencana sebaiknya disertai dengan gambaran atau

perkiraan berapa peluang kesuksesan dan berapa laba setelah pajak

yangakan diperoleh jika berhasil maupun kerugian jika terjadi kegagalan.

e. Memuktahirkan rencana pajak.

Dengan membiarkan perhatian terhadap perkembangan yang akan

datang maupun situasi yang terjadi saat ini. Seorang manajer akan mampu

mengurangi akibat yang merugikan dari adanya perubahan dan pada saat

yang bersamaan mampu mengambil kesempatan untuk memperoleh

manfaat potensial.

B. Tinjauan Pajak Daerah

Page 31: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

1. Pengertian Pajak Daerah

Pajak Daerah dan Pajak Nasional merupakan suatu sistem perpajakan

Indonesia yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat, sehingga perlu

dijaga agar kebijakan tersebut dapat memberi beban yang adil.Pajak Daerah

adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi ataubadan kepada

Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapatdipaksakan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yangdigunakan

untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah danpembangunan

Daerah.

Sistem pemungutan pajak daerah yang dipergunakan dalam

pemungutan Pajak Air Bawah Tanah yaitu Sistem Official Assessment.Sistem

Official Assessment adalah pemungutan pajak berdasarkan penetapan Kepala

Daerahdengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau

dokumenlainnya yang dipersamakan.Wajib Pajak setelah menerima SKPD

atau dokumenlainnya yang dipersamakan tinggal melakukan pembayaran

menggunakan SuratSetoran Pajak Daerah (SSPD) pada Kantor Pos atau Bank

Persepsi. Jika WajibPajak tidak atau kurang membayar akan ditagih

menggunakan Surat TagihanPajak Daerah (STPD).

Kriteria Pajak Daerah tidak jauh berbeda dengan kriteria pajak secara

umum,yang membedakan antara keduanya adalah pihak pemungutnya. Kalau

PajakUmum atau biasa disebut Pajak Pusat, yang memungut adalah

Pemerintah Pusat, sedangkan Pajak Daerah yang memungut adalah

Pemerintah Daerah, baikPemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota.

Secara spesifik Kriteria Pajak Daerah diuraikan oleh K.J.

Davey,41

dalambukunya “Financing Regional Government”, terdiri dari 4

(empat) hal yaitu:

a. Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah berdasarkan pengaturan

daridaerah sendiri.

41

K.J. Davey, Pembiayaan Pemerintahan Daerah: Praktek-Praktek Internasional dan Relevansinya bagi Dunia Ketiga, UI Press, Jakarta, 1988

Page 32: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

b. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan Pemerintah Pusat tetapi

penetapantarifnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

c. Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh Pemerintah Daerah.

d. Pajak yang dipungut dan di administrasikan oleh Pemerintah Pusat

tetapi hasilpungutannya diberikan kepada Pemerintah Daerah.

Pajak Daerah diatur dalam :

a. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997, tentang pajak daerah dan

retribusi daerah.

b. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, tentang Perubahan Undang-

undang Nomor 18 Tahun 1997, tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

c. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Yang dimaksud Daerah menurut Undang-undang Nomor 34 Tahun

2000adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah

tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan

Negara Kesatuan Republik Indonesia pada hakikatnya tidak ada perbedaan

pengertian yang pokok antara pajak pusat dan pajak daerah mengenai prinsip-

prinsip umum hukumnya. Perbedaan yang ada hanya pada objek pajak, aparat

pemungut dan pengguna pajak.

Dalam Pasal 2 ayai 1 Undang Undang Nomor 34 Tahun 2000

TentangPerubahan atas Undang – Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang

Pajak Daerahdan Retribusi Daerah, disebutkan bahwa Jenis-jenis Pajak

Provinsi terdiri dari :

a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di Atas Air.

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di Atas Air.

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permukaan.

2. Jenis Pajak Daerah

Page 33: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah dijelaskan bahwa pajak daerah terdiri dari beberapa jenis

yaitu :

a. Pajak Propinsi yang terdiri dari :

1) Pajak Kendaraan Bermotor dan kendaraan di atas air.

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan kendaraan di atas air.

3) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor.

4) Pajak pengambilan pemanfaatan air bawah tanah dan air

permukaan.

b. Pajak Kabupaten/Kota yang terdiri dari :

1) Pajak Hotel.

2) Pajak Restoran.

3) Pajak Hiburan.

4) Pajak Reklame.

5) Pajak Penerangan Jalan.

6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C.

7) Pajak Parkir.

8) Pajak Lain-lain.

Dari dalam suatu daerah, apabila dirasakan perlu untuk menetapkan

jenis pajak selain yang diatas, dengan peraturan pemerintah dapat ditetapkan

jenis pajak lain yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Bersifat sebagai pajak bukan retribusi.

b. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan

kepentingan umum.

c. Potensi memadai.

d. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif.

e. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat.

f. Menjaga kelestarian lingkungan.

Ruang lingkup pajak daerah hanya terbatas pada objek yang belum

dikenakan oleh Negara (Pusat).Disamping itu ada ketentuan bahan Pajak dari

daerah yang lebih rendah tingkatannya tidak boleh memasuki objek pajak dari

Page 34: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

daerah yang lebih tinggi tingkatannya.Tarif pajak daerah ditentukan oleh

Pemerintah Daerah.

3. Tarif Pajak Daerah

Tarif jenis pajak sebagaimana disebutkan diatas ditetapkan paling

tinggi sebesar :

a. Pajak Kendaraan Bermotor dan kendaraan di atas air sebesar 5%.

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan kendaraan di atas air

sebesar 5%.

c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor sebesar 5%.

d. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air

permukaan sebesar 20%.

e. Pajak Hotel sebesar 10%.

f. Pajak Restoran sebesar 10%.

g. Pajak Hiburan sebesar 35%.

h. Pajak Reklame sebesar 25%.

i. Pajak Penerangan Jalan sebesar 10%.

j. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C sebesar 20%.

k. Pajak Parkir sebesar 20%.

4. Fungsi Pajak Daerah

Berdasarkan penjelasan di atas bahwa pajak daerah merupakan salah

satu faktor dalam pendapatan daerah, berikut fungsi dari pajak daerah antara

lain :

a. Sebagai tiang utama pelestarian otonomi terhadap penyelenggaraan

pemerintah daerah.

b. Sebagai sumber dana yang sangat berarti dalam rangka pembiayaan

pembangunan daerah.

C. Tinjauan tentang PAD (Pendapatan Asli Daerah)

Page 35: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat penting sebagai modal

dasarpelaksanaan pemerintah dan pembangunan, oleh karena itu perlu

untukdimobilisasi dengan cermat agar dapat ditingkat mantapkan melalui

intensifikasidan ekstensifikasi. Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 32 Tahun

2004Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

125Tahun 2004), Sumber-sumber Pendapatan Daerah terdiri atas :

1. Pendapatan Asli Daerah

a. Hasil Pajak Daerah,

b. Hasil Retribusi Daerah,

c. Hasil perusahaan milik Daerah dan Hasil pengelolaan Kekayaan

Daerah yang dipisahkan,

d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

2. Dana Perimbangan

3. Pinjaman Daerah, dan lain-lain Pendapatan Daerah yang sah

Sebagai modal dasar pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan

daerah,peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangatlah penting sehingga

perludimobilisasi dengan cermat agar dapat ditingkatmantapkan melalui

intensifikasidan ekstensifikasi.

Kebijakan yang ditempuh dalam rangka peningkatan PAD khususnya

darisektor pajak daerah dan retribusi daerah, digariskan bahwa pada

dasarnyadilaksanakan tanpa harus membebani masyarakat. Hal ini dapat ditempuh

dengancara penyederhanaan mekanisme pemungutan, memperkecil jenis

pungutan danmenegakkan sanksi hukum bagi wajib pajak yang lalai.

Secara umum garis kebijakan umum yang ditempuh dan dilaksanakan

adalah sebagai berikut:

1. Melaksanakan dan mengamankan kebijakan Pemerintah Daerah pada

umumnya dan anggaran pendapatan pada khususnya, secara optimal.

2. Melakukan penetapan target PAD yang realistis sesuai dengan potensi riil

sumber-sumber pendapatan yang ada pada masing – masing satuan kerja

perangkat daerah penghasil/pengelola pendapatan.

Page 36: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

3. Mengembangkan sumber-sumber pendapatan yang ada serta

mengupayakan sumber-sumber PAD yang baru dengan tidak memberatkan

masyarakat.

4. Meningkatkan pelayanan pajak dan retribusi daerah dengan membangun

sarana prasarana dan sistim serta prosedur/mekanisme administrasi

pelayanan.

5. Mengoptimalkan pendayagunaan asset-asset daerah yang dapat

menghasilkan PAD.

6. Mengoptimalkan hubungan yang seimbang antara anggaran belanja

dengan anggaran pendapatan masing-masing satuan kerja perangkat

daerah, guna terciptanya keselarasan kemampuan keuangan daerah.

7. Memobilisir potensi sumber daya masyarakat secara berkelanjutan, adil

dan merata.

D. Tinjauan tentang Pajak Air Bawah Tanah

1. Pengertian Pajak Air Bawah Tanah

Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permukaan adalah pungutan daerah atas pengambilan dan pemanfaatan air

bawah tanah dan air permukaan.Sebagaimana telah disampaikan dalam bab-

bab sebelumnya bahwa dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34

Tahun 2000 Tentang Perubahan atasUndang-Undang Nomor 18 Tahun 1997

Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, diatur mengenai jenis Pajak

Provinsi sebagai berikut :

a. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB),

b. Pajak Kendaraan Bermotor Di Atas Air (PKBDA),

c. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB),

d. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Diatasa Air (BBNKBDA),

e. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (BBKB).

f. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah (P3ABT),

g. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air permukaan (P2AP).

Page 37: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Mekanisme pemungutan Pajak Air Bawah Tanah berjalan sesuai

dengan sistemdan prosedur yang sudah ada. Dalam pelaksanaan kegiatan

pemungutan Pajak AirBawah Tanah pada Kantor Pendapatan Daerah

melibatkan beberapa instansi, yaitu:Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda)

sebagai unit yang menetapkan besarnyapajak terutang dengan menerbitkan

Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD), BadanPengendalian Dampak

Lingkungan Daerah Provinsi dan Kota Probolinggo yangberwenang di bidang

pengawasan dan pengendalian lingkungan dalampemanfaatan air bawah tanah,

serta Dinas Pertambangan sebagai instansi yangberwenang memberikan izin

eksplorasi, pengawasan/pengendalian dan penertibanpemanfaatan air bawah

tanah.

Masing-masing instansi tersebut memiliki kewenangan dan

kepentingansendiri-sendiri yang terkait dengan ketentuan peraturan

perundang-udangan yangmenjadi payung hukum dalam pelaksanaan kegiatan

instansi tersebut. Oleh sebabitu untuk mendukung optimalisasi penerimaan

Pajak Air Bawah Tanah diperlukankoordinasi secara efektif dan efisien dari

instansi-instansi yang terkait dalampengambilan dan pemanfaatan Pajak Air

Bawah Tanah, sehingga para pemiliksumur bor (wajib pajak) dapat didata

secara rinci guna memperkecil peluangterjadinya pencurian air bawah tanah

yang dapat mengancam lingkungan danpenghindaran pajak yang berkaitan

dengan pembayaran pajak air bawah tanah.Belum optimalnya koordinasi

dalam pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanahini akan menyebabkan

terhambatnya penerimaan Pajak Air Bawah Tanah danbahkan dapat

menjadikan potensi terjadinya penghindaran Pajak Daerah yangseharusnya

diterima oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Sementara itu, mengenai objek yang diatur dalam pajak air bawah

tanah antara lain adalah pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah serta

air permukaan. Sedangkan subjek dari pajak air bawah tanah adalah orang

pribadi atau badan yang mengambil dan memanfaatkan air bawah tanah dan

air permukaan. Hal ini dengan pengecualian yang antara lain adalah :

Page 38: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

a. Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan

oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

b. Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan

oleh Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang

khusus didirikan untuk menyelenggarakan usaha eksploitasi dan

pemeliharaan pengairan serta mengusahakan air dan sumber-sumber

air.

c. Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan

untuk kepentingan pertanian rakyat.

d. Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan

lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah.

2. Objek dan Subjek Pajak Air Bawah Tanah

Adapun objek pajaknya sebagai berikut :

a. Pengambilan air bawah tanah dan air permukaan.

b. Pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.

c. Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah serta air permukaan.

Yang dikecualikan dari objek pajak sebagai berikut :

a. Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah serta air permukaan

oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

b. Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah serta air permukaan

oleh pemerintah untuk kepentingan pengairan pertanian rakyat.

c. Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah serta air permukaan

untuk keperluan dasar rumah tangga.

d. Pengambilan dan pemenfaatan air bawah tanah serta air permukaan

untuk keperluan peribadatan.

e. Pengambilan dan pemenfaatan air bawah tanah serta air permukaan

untuk oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha

Milik Daerah (BUMD) yang khusus didirikan untuk usaha eksploitasi

dan pemeliharaan pengairan.

Sementara itu, Subjek dari Pajak Air Bawah Tanah adalah :

Page 39: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

a. Subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengambil atau

memanfaatkan air bawah tanah serta air permukaan.

b. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengambil atau

memanfaatkan air bawah tanah serta air permukaan.

3. Dasar Pengenaan Pajak Air Bawah Tanah

a. Dasar pengenaan pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah

serta air permukaan adalah Nilai Perolehan Air (NPA)

b. Nilai perolehan air sebagaimana yang dimaksud pada poin 1 (satu)

dinyatakan dalam rupiah yang dihitung menurut sebagian atau seluruh

faktor :

1) Jenis sumber air

2) Lokasi sumber air

3) Volume air yang diambil dan dimanfaatkan.

4) Kualitas air

5) Musim pengambilan air

4. Sistem Pemungutan Pajak Air Bawah Tanah

a. Self Assesment System, wajib pajak menghitung sendiri, membayar dan

melaporkan sendiri pajak terutang. Sedangkan fiskus dalam

pelaksanaannya hanya memberi bimbingan, pengarahan dan

mengawasinya.

b. Official Assesment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan

besarnya pajak terutang. Pemungutan pajak daerah berdasarkan

penetapan kepala daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak

Daerah (SKPD).

Page 40: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Prosedur Penerapan Kebijakan Pajak Air Bawah Tanah.

1. Latar Belakang Penerapan Pajak Air Bawah Tanah

Air merupakan Sumber daya alam yang penting untuk kehidupan

sehari hari, yang jika tidak dipantau atau dibatasi pemakaiannya, serta tidak

dikelola dengan baik akan meyebabkan menipisnya cadangan air bawah tanah.

Air bawah tanah merupakan barang milik bersama (common goods), jika

pemakai air bawah tanah hanya mementingkan kepentingan pribadi dan tidak

mau bekerja sama dan saling menjaga antar pemakai air bawah tanah,

misalnya dengan cara menghemat pemakaian air, maka pemakaian air bawah

tanah yang tidak terkendali dapat menyebabkan persediaan air bawah tanah

semakin menipis, dan akibat selanjutnya pemakaian air tanah akan turun, lalu

dapat terjadi tanah longsor, banjirdan penyusupan air laut ke daratan yang

semakin jauh. Dalam hal ini pemerintah provinsi Jawa Timur harus dapat

mengendalikan pemakaian air bawah tanah di Probolinggo, yaitu dengan cara

membatasi pemakaian air bawah tanah, dengan cara membatasi pemakaian air

bawah tanah, dan salah satu cara untuk membatasi penggunaan air bawah

tanah tersebut adalah dengan mengenakan pajak kepada orang pribadi atau

badan yang mengambil, memanfaatkan air bawah tanah. Pengguna air bersih

dapat dikategorikan atas rumah tangga dan non rumah tangga.

Air bersih untuk rumah tangga dapat bersumber dari PAM, air tanah

dangkal(sumur galian) dan dengan cara membeli. Sedangkan untuk non rumah

tangga biasanya bersumber dari PAM, dan air tanah dalam (sumur bor).

Menurut Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur No. 16 Tahun 2001 tentang

Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan,

air bawah tanah diartikan sebagai air yang berada diperut bumi, termasuk air

yang muncul diatas permukaan tanah. Menurut Direktorat Geologi Tata

Lingkungan, air tanah di Indonesia beberapa tahun terakhir mulai dirasakan

Page 41: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

sebagai masalah yang perlu ditangani secara serius, begitu pula dengan

wilayah Probolinggo. Hal ini terlihat jelas dari semakin menurunnya muka air

tanah, instrusi air laut yang sudah mencapai 15 km dari pantai, penurunan

muka tanah dibeberapa bagian kota serta penurunan kualitas maupun kuantitas

air tanah. Dugaan kuat terjadinya masalah ini, terutama menyangkut

penurunan kuantitas air tanah adalah pengambilan air bawah tanah yang

terlampau berlebihan, baik air bawah tanah dangkal maupun dalam.

Dari uraian tersebut diatas, maka diperlukan upaya konservasi air

tanah yang bertujuan untuk melindungi sumber daya air tanah dari

pencemaran serta pengambilan air tanah yang berlebihan sebagai berikut

dibawah ini.

a. Pengendalian pengisian air tanah,

Yaitu upaya utuk memperbesar kuantitas air hujan yang terserap ke

dalam air tanah melalui penetapan zona konservasi/proteksi air tanah dan

memperkecil penguapan (evapotranspirasi).

b. Pengendalian pemakaian air tanah (membatasi pemakaian),

Yaitu dengan mengalihkan pengunaan air bawah tanah menjadi

penggunaan PAM dan membatasi penggunaan air tanah melalui

pendekatan ekonomi. Dalam hal ini air bawah tanah bukan sebagai barang

yang bebas, namun dipandang sebagai komoditi ekonomi dengan cara

menetapkan harga riel air bawah tanah.

c. Pengendalian kualitas air bawah tanah dengan melakukan pencegahan

tercemarnya air bawah.

Pada awalnya pendapatan daerah dari pajak dan retribusi daerah

diatur dalam Undang-undang Darurat No. 11 Tahun 1957 Tentang

Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Undang-undang No.12 Tahun 1957

tentang ketentuan Umum Retribusi Daerah. Jenis-jenis pajak daerah

berdasarkan ketentuan ini sangat banyak sekali, akan tetapi sebagai

sumber dana yang cukup besar hanya beberapa saja. Pajak daerah dengan

penerimaan yang cukup besar yang dipungut Pemerintah Tingkat I antara

lain Pajak Kendaraan Bermotor serta Bea Balik Nama, sedangkan yang

Page 42: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

dipungut Pemerintah Tingkat II yaitu Pajak Reklame, Pajak Tontonan,

Pajak Pembangunan I (Penginapan dan rekreasi), Pajak Potong Hewan,

Pajak Penerangan Jalan dan Pajak Pendaftaran Perusahaan. UU Darurat

No. 11 Tahun 1957 mengatur bahwa mengadakan, mengubah dan

meniadakan pajak daerah ditetapkan dengan peraturan pajak

daerah.Kemudian yang menjadi lapangan pajak daerah adalah lapangan

pajak yang belum digunakan pemerintah diatasnya.Pengaturan pajak

daerah ditetapkan dalam peraturan daerah. Pajak daerah yang diatur dalam

peraturan daerah pengesahannya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri

setelah melalui dengar pendapat dan ditetapkan oleh DPRD yang

bersangkutan.Begitu pula halnya dengan retribusi.Pemerintah Daerah

dapat memungut retribusi yang diatur dalam Perda dan disahkan oleh

Menteri Dalam Negeri setelah melalui dengar pendapat dan ditetapkan

oleh DPRD yang bersangkutan.Dengan landasan ini maka pemakaian air

bawah tanah di Propinsi Jawa Timur yang sebenarnya tidak dikenakan

pungutan apapun dikenakan retribusi.Pemungutan retribusi ini menjadi

wewenang Dinas Pertambangan. Sesuai dengan pelayanannya maka tarif

retribusi dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu tarif retribusi

pelayanan penerimaan dan tarif retribusi atas pemakaian atau pengambilan

air bawah tanah.Pemungutan retribusi yang dilakukan Dinas

Pertambangan terhadap kegiatan Pengeboran erat kaitannya dengan

pelayanan perizinan termasuk perpanjangan izinnya dan pelayanan atas

pemakaian atau pengambilan air bawah tanah itu sendiri. Berbeda dengan

prinsip pajak, dalam pemungutan retribusi harus ada jasa pelayanan yang

disediakan dan dibayarkan kepada pembayar retribusi. Dengan demikian

dalam pelayanan jenis terakhir ini, yaitu pemakaian air bawah tanah

hakikatnya tidak tepat jika dipungut dalam bentuk retribusi karena tidak

ada pelayanan atau jasa yang diberikan ataupun disediakan oleh

pemerintah daerah kepada masyarakat.

Setelah diundangkannya Undang-undang No.34 Tahun 2000 Tentang

Pajak dan retribusi Daerah haruslah pemakaian air bawah tanah dan air

Page 43: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

permukaan diatur dalam undang-undang. Pemungutan pajak ini dalam

pelaksanaannya menjadi wewenang Pemerintah Daerah Tingkat I dalam hal

ini masih digabungkan antara air permukaan dengan air bawah tanah. Dalam

perkembangannya Undang-undang No.34 Tahun 2000 diganti dengan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dimana penggantian ini

mengakibatkan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah yang

semula wewenang pemungutannnya berada di Pemerintah Daerah Tingkat II

dengan digabungkan pemungutan pajak pengambilan dan pemanfaatan air

permukaan, dikembalikan kepada Pemerintah Propinsi (Pemerintah Daerah

Tingkat I).

Pemungutan Pajak Pengambilan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan

Air Permukaan di Probolinggo diatur dalam Perda No. 5 Tahun 2002 tentang

Pengelolaan Air Bawah Tanah yang kemudian diganti dengan

diundangkannya Peraturan Daerah Kabupaten Probolinggo Nomor 2 Tahun

2011 tentang Pajak Daerah. Perda ini mengatur aspek penyelenggaraan

perpajakan yang termasuk mengenai pajak air tanah yang melingkupi

perizinan dan pengendalian di bawah Dinas Pertambangan untuk air bawah

tanah di wilayah pemerintahan daerah Kota Probolinggo. Sedangkan aspek

administrasi pajaknya dibawah wewenang Dinas Pendapatan Daerah.

Pengaturan kembali Pajak Pengambilan dan pemanfaatan Air Bawah Tanah

ini selain dimaksudkan meningkatkan pendapatan daerah dari sektor

penyelenggaraan, juga dimaksudkan untuk kepentingan fungsi regulerend

berupa pengendalian lingkungan dalam rangka mempertahankan ekosistem

serta pembiayaan kompensasi pemulihan kerusakan lingkungan dan

pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

2. Dasar Pengenaan Tarif dan Cara Penghitungan Pajak

Dalam Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 2 Tahun 2011

tentang Pajak Daerah telah dijelaskan bahwasanya atas pengambilan dan/atau

pemanfaatan Air Tanah yang dilakukan akan dikenakan pajak yang dinamakan

Page 44: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Pajak Air Tanah. Namun dikecualikan dari objek Pajak Air Tanah adalah

pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah untuk keperluan dasar rumah

tangga, rumah ibadah, badan sosial, pengairan pertanian dan perikanan rakyat.

Pengaturan mengenai pengenaan tarif dan cara penghitungan pajak air

tanah di Kota Probolinggo, sebagaimana diatur dalam Pasal 58 Perda No.2

Tahun 2011 antara lain adalah :

a. Dasar pengenaan Pajak Air Tanah adalah Nilai Perolehan Air Tanah,

dengan menggunakan Official Assesment;

b. Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dinyatakan dalam rupiah yang dihitung dengan mempertimbangkan

sebagian atau seluruh faktor-faktor berikut :

1) jenis sumber air;

2) lokasi sumber air;

3) tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air;

4) volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan;

5) kualitas air; dan

6) tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan

dan/atau pemanfaatan air.

c. Besarnya Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

Pasal 60 Perda Kota Probolinggo No.2 Tahun 2011 Besaran pokok

Pajak Air Tanah yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dengan dasar pengenaan pajak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam

segi pengaturan perundang-undangan yang digunakan untuk mengatur

mengenai pelaksanaan pemungutan pajak daerah di Kota Probolinggo telah

secara jelas memberikan arahan bagi aparatur yang berwenang dalam

pemungutan untuk melakukan pemungutan pajak kepada tiap-tiap subjek

pajak dengan menggunakan dasar hukum yang jelas.

3. Pengaturan Masa dan Saat Terutangnya Pajak

Page 45: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Pasal 62 Perda Kota Probolinggo No.2 Tahun 2011 tentang Pajak

Daerah telah memberikan dasar mengenai pengaturan masa dan saat

terutangnya pajak air bawah tanah, yaitu :

a. Masa Pajak Air Tanah adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu)

bulan kalender;

b. Pajak Air Tanah yang terutang terjadi pada saat pengambilan dan/atau

pemanfaatan air tanah atau sejak diterbitkan SKPD.

B. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Air Bawah Tanah di Kota Probolinggo.

1. Dinas Pendapatan Daerah Kota Probolinggo sebagai Instansi

Pengumpul

Dinas Pendapatan Daerah merupakan unsur pelaksana Pemerintah

Daerah dibidang pendapatan daerah.Dinas Pendapatan Daerah mempunyai

tugas menyelenggarakan pemungutan pendapatan daerah dan mengadakan

koordinasi dengan instansi lain dalam perencanaan, pelaksanaan serta

pengendalian pemungutan pendapatan daerah. Hal tersebut menegaskan,

bahwa instansi yang berwenang melakukan pemungutan pendapatan daerah di

Kota Probolinggo adalah Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota

Probolinggo. Dipenda mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Perumusan kebijakan teknis dibidang pendapatan daerah.

b. Penyusunan rencana dan program kegiatan dibidang pendapatan

daerah.

c. Penelitian, pengkajian evaluasi, penggalian dan pengembangan

pendapatan daerah.

d. Pembinaan pelaksanaan kebijakan pelayanan dibidang pemungutan

pendapatan daerah.

e. Penyelenggaraan pelayanan dan pemungutan pendapatan daerah.

f. Pengkoordinasian pelaksanaan pemungutan dana perimbangan.

g. Pemberian izin tertentu dibidang pendapatan daerah.

h. Evaluasi, pemantauan dan pengendalian pungutan pendapatan daerah.

i. Pengelolaan dukungan teknis dan administratif.

Page 46: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

j. Pembinaan teknis pelaksanaan kegiatan Suku Dinas dan Unit

Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan

Bermotor.

Terakhir, disetiap kecamatan dibentuk Seksi Dinas Pendapatan Daerah

yang juga bertugas melaksanakan pemungutan pajak daerah khususnya pajak

hotel, pajak restoran, pajak hiburan dan pajak reklame sesuai dengan batas

kewenangan yang sudah ditentukan.Terhadap pelaksanaan pemungutan Pajak

Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah, untuk sementara ini Seksi

Dinas Pendapatan Daerah Kecamatan bertugas sebatas melakukan pencatatan

terhadap pemakaian air bawah tanah setiap bulan di wilayah kecamatan

masing-masing.

2. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air

Bawah Tanah

Dipenda Kota Probolinggo, dalam melakukan kegiatan-kegiatan

pengelolaan pemungutan pajak daerah, melibatkan semua bagian/unit

organisasi yang ada didalamnya.Untuk hal-hal yang bersifat perencanaan

dan pengembangan, pengendalian, evaluasi dan penagihan aktif serta hal-

hal lain yang bersifat kebijakan yang berkaitan dengan pendapatan daerah,

dilaksanakan pada tingkat Balai Dinas.Sedangkan untuk hal-hal yang

bersifat langsung pelaksanaan pemungutan, dikerjakan oleh Sudipenda

dibantu Seksi Dinas Pendapatan Daerah Kecamatan (DPDK) sesuai

dengan batas kewenangannya.

Pelaksanaan pemungutan masing-masing pajak daerah tersebut

(termasuk Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah), tidak

khusus proses pemungutannya berada pada satu unit/bagian organisasi.

Hal ini disebabakan tugas masing-masing unit tersebut tidak berdasarkan

masing-masing objek pajak, namun berdasarkan fungsi seperti pendapatan/

pendaftaran, penetapan, pemeriksaaan dan penagihan.

Berikut di bawah ini seksi-seksi pada Sudipenda Kotamadya yang

terlibat dalam proses pelaksanaan pemungutan pajak daerah khususnya

Page 47: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

pajak hiburan, pajak restoran, pajak hotel, pajak reklame dan termasuk

juga Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah.

a. Sub bagian Tata Usaha

Antara lain bertugas melaksanakan urusan kepegawaian,

melaksanakan urusan keuangan, dan melaksanakan urusan

perlengkapan dan lain-lain. Memang, sub bagian ini tidak terlibat

langsung dalam pelaksanaan pemungutan, karena tugasnya adalah

sebagai penunjang keberhasilan pemungutan yang dilakukan oleh

seksi-seksi lain yang terlibat langsung dalam proses pemungutan.

b. Seksi Penatausahaan dan Pelaporan Pendapatan Daerah

Bertugas antara lain membuat buku induk daftar subjek dan objek

pajak, Menerbitkan dan mendistribusikan surat ketetapan pajak

daerah dan Memproses penerbitan, pencabutan dan penghapusan

NPWPD.

c. Seksi Penetapan

Mempunyai tugas antara lain membuat risalah perhitungan pajak

terhutang, Membuat nota perhitungan, dan Melegalisasi tanda

masuk/ karcis pajak hiburan dan bon/ bill penjualan.

d. Seksi Penagihan dan Keberatan

Bertugas antara lain ;melaksanakan penagihan piutang,

pembayaran dan tunggakan, melakukan pencocokan/verifikasi

pembayaran pajak dan Melakukan penagihan pasif.

e. Seksi Pemeriksaan,

Bertugas antara lain melakukan pemeriksaan, Melakukan

pendataan dan pemeriksaan subjek dan objek pajak daerah.

f. Seksi DPDK,

Mempunyai tugas antara lain melakukan pendataan, penetapan dan

pemeriksaan terhadap pajak daerah, khususnya pajak hiburan,

pajak hotel, pajak restoran dan pajak reklame. Melakukan

penagihan pasif, dan Mencatat pemakaian air bawah tanah setiap

bulan.

Page 48: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Khusus pelaksanakan pemungutan Pajak Pengambilan dan

Pemanfaatan Air Bawah Tanah, karena masih merupakan pajak daerah

yang fungsi regulernya cukup kental/dominan, maka dalam pelaksanaan

pemungutannya Dipenda Kota Probolinggo melakukan koordinasi dengan

:

a. Dinas Pertambangan Kota Probolinggo, dalam aspek data

pelanggan (wajib pajak), aspek pengendalian air bawah tanah dan

perizinannya;

b. Kantor Pengelola Tekhnologi Informasi (KPTI) untuk penerbitan/

pencetakan SKPD Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah

Tanah;

c. Bank Jatim atau tempat lain yang ditunjuk, dalam hal ini pelayanan

pembayaran Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah

Tanah di Kota Probolinggo mulai tanggal 1 sampai dengan tanggal

15 setiap bulan;

d. Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah (KPKD) dalam melayani

pembayaran Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah

Tanah mulai dari tanggal 16 setiap bulan.

Proses pelaksanaan pemungutan Pajak Pengambilan dan

Pemanfaatan Air Bawah Tanah untuk sementara ini, masih sedikit berbeda

dengan pemungutan pajak daerah lainnya seperti pajak hotel, pajak

restoran, pajak hiburan, dan pajak reklame. Hal ini disebabkan sebagai

pajak baru. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah masih

memerlukan campur tangan Balai Dinas terutama dalam hal melakukan

koordinasi dengan Dinas Pertambangan Kota Probolinggo dan KPTI.

3. Mekanisme Pemungutan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air

Bawah Tanah

Berikut ini diuraikan mekanisme pemungutan Pajak Pengambilan dan

Pemanfaatan Air Bawah Tanah diawali dari pencatatan pemakaian air bawah

Page 49: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

tanah, SKPD sampai dengan pembayaran/ penyetoran Pajak Pengambilan dan

Pemanfaatan Air Bawah Tanah terhutang.

a. Kegiatan Pencatatan Meter Air

Adapun tahapan kegiatan pencatatan meter air yang dilakukan oleh

Dinas Pertambangan yaitu meliputi :

1) Dinas Pertambangan menyampaikan data kepelanggan (SIPA,

Mutasi, dan lain-lain) pengambilan / pemanfaatan air bawah tanah

kepada Dinas Pendapatan Daerah.

2) Data kepelangganan tersebut dibukukan oleh Dinas Pendapatan

Daerah dan digunakan sebagi dasar dalam pencatatan meter air.

3) Dinas Pendapatan Daerah atau pihak ketiga yang ditunjuk sesuai

dengan ketentuan peraturan tang berlaku melakukan pencatatan

meter air antara tanggal 1 sampai 15 setiap bulannya dan dibuatkan

daftar rekapitulasi paling lambat tanggal 17 tiap bulannya.

4) Dalam masa transisi pengalihan pelaksanaan pencataatan meter air

dari Dinas Pertambangan ke pihak ketiga, pencataatan meter air

sementara dilaksanakan oeh Dinas Pertambangan bersama-sama

dengan Dinas Pendapatan Daerah / DPDK.

5) Hasil pencatatan meter air dibuatkan laporan dalam rangkap 2 yang

digunakan rangkap 1 sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) oleh

Dinas Pendapatan Daerah dan rangkap 2 disampaikan kepada

Dinas Pertambangan untuk pengendalian pemakaaian air.

6) Dinas Pendapatan Daerah menyampaikan daftar rekapitulasi hasil

pencatatan air sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) ke Kantor

Pengelola Teknologi Informasi (KPTI) paling lambat tanggal 18

setiap bulannya, dengan Berita Acara.

b. Kegiatan Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) Adapun

tahapan Kegiatan Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD)

yaitu meliputi :

1) Kantor Pengelola Teknologi Informasi (KPTI) menerima datar

rekapitulasi hasil pencatatan meter dari Dinas Pendapatan Daerah,

Page 50: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

dan berdasarkan daftar tersebut membuat/ mencetak SKPD

rangkap 4, terdiri dari lembar ke 1 untuk wajib pajak, lembar ke 2

untuk Dinas Pendapatan Daerah, lembar ke 3 untuk Kantor

Perbendaharaan dan Kas Daerah (KPKD), lembar ke 4 untuk Bank

Jatim atau tempat lain yang ditunjuk berdasarkan Keputusan

Gubernur.

2) Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) dalam rangkap 4 beserta

daftar rekapitulasinya dari Kantor Pengelola Teknologi Informasi

(KPTI) disampaikan kepada Dinas Pendapatan Daerah paling

lambat tanggal 25 setiap bulannya, dengan Berita Acara.

3) Perhitungan pajak dalam Surat ketetapan Pajak Daerah (SKPD)

berdasarkan daftar rekapitulasi hasil pencatatan meter air harus

sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah yang berlaku.

c. Kegiatan Pencocokan/Meneliti Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD)

Adapun tahapan kegiatan pencocokan/ meneliti Surat Ketetapan Pajak

Daerah (SKPD) yaitu meliputi :

1) Dinas Pendapatan Daerah setelah menerima Surat Ketetapan Pajak

Daerah (SKPD) dari kantor Pengelola Teknologi Informasi (KPTI),

dan melakukan penelitian dan pencocokan Surat Ketetapan Pajak

Daerah (SKPD) dengan daftar rekapitulasi.

2) Dalam hal terdapat ketidakcocokan berdasarkan penelitian yang

dilakukanoleh Dinas Pendapatan Daerah, maka Surat Ketetapan

Pajak Daerah (SKPD) dikembalikan kepada Kantor pengelola

Teknologi Informasi untuk dilakukan perbaikan.

3) Surat Ketetapan Pajak Daerah yang telah sesuai dengan daftar

rekapitulasi diproses pengesahannya sebagai Surat Ketetapan Pajak

Daerah.

d. Perbaikan Penerbitan SKPD adapun tahapan kegiatan perbaikan

penerbitan SKPD yaitu meliputi :

Page 51: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

1) Kantor Pengelola Teknologi Informasi (KPTI) menerima koreksi

SKPD dan daftar rekapitulasinya dari Dinas Pendapatan Daerah,

paling lambat tanggal 28 setiap bulannya.

2) Berdasarkan data koreksi tersebut, Kantor Pengelola teknologi

informasi (KPTI) membuat/ mencetak kembali SKPD yang telah

dikoreksi dan disampaikan kembali kepada Dinas Pendapatan

Daerah paling lambat tanggal 29 setiap bulannya beserta daftar

rekapitulasinya dan Berita Acara.

e. Penyampaian Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) Adapun tahapan

kegiatan penyampaian Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) yaitu

meliputi :

1) Dinas Pendapatan Daerah menerima Surat Ketetapan Pajak

Daerah(SKPD) rangkap 4 beserta daftar rekapitulasinya dari kantor

Pengelola Teknologi Informasi (KPTI) termasuk Surat Ketetapan

Pajak Daerah (SKPD) yang telah dikoreksi paling lambat tanggal

29 setiap bulannya.

2) Dinas Pendapatan Daerah menyampaikan SKPD rangkap 4 dan

rekapitulasi SKPD kepada Bank Jatim atau tempat lain yang

ditunjuk berdasarkan keputusan Gubernur paling lambat akhir

bulan yang bersangkutan.

f. Pembayaran Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah

(PPABT)

Adapun tahapan kegiatan pembayaran Pajak Pengambilan dan

Pemanfaatan Air Bawah Tanah (PPABT) yaitu meliputi :

1) Bank Jatim atau tempat lain yang ditunjuk berdasarkan Keputusan

Gubernur, menerima SKPD rangkap 4 dan daftar rekapitulasinya

dari Dinas Pendapatan Daerah.

2) Setiap tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 setiap bulannya Bank

Jatim atau tempat lain yang ditunjuk berdasarkan keputusan

Gubernur melayani dan menerima pembayaran pajak.

Page 52: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

3) Bank Jatim atau tempat lain yang ditunjuk berdasarkan Keputusan

Gubernur memberikan tanda lunas/ validasi atau pembayaran pajak

tersebut, dan untuk selanjutnya seluruh pembayaran pajak PPABT

dimasukan kedalam rekening Kantor Perbendaharaan dan Kas

Daerah (KPKD).

4) Terhadap SKPD yang telah dilunasi pembayaran pajaknya, Bank

DKI atau tempat lain yang ditunjuk berdasarkan Keputusan

Gubernur menyampaikan lembar ke 1 untuk wajb pajak. Lembar

ke 2 untuk Dinas Pendapatan Daerah, lembar ke 3 untuk Kantor

Perbendaharaan dan Kas Daerah, dan lembar ke 4 untuk arsip Bank

Jatim.

5) Setiap tanggal 16, Bank Jatim atau tempat lain yang ditunjuk

berdasarkan Keputusan gubernur mengembalikan SKPD rangkap 4

yang tidak/ belum dibayar dan membuat laporan beserta daftar

rekapitulasinya kepada Dinas Pendapatan Daerah.

6) Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah (KPKD) melayani dan

menerima pembayaran pajak PPABT sejak tanggal 16 berdasarkan

SKPD dan atau Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) yang

diterbitkan.

7) Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah (KPKD) memberikan

tanda lunas/validasi atas pembayaran pajak tersebut dan

menyampaikan laporan penerimaan dengan tembusan kepada

Dinas Pendapatan Daerah.

g. Penerbitan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD)

Adapun tahapan kegiatan Penerbitan Surat Tagihan Pajak Daerah

(STPD) yaitu meliputi :

1) Dinas Pendapatan Daerah menerima SKPD rangkap 4 yang tidak/

belum dibayar dari Bank Jatim atau tempat lain yang ditunjuk

berdasarkan Keputusan Gubernur, tanggal 16 setiap bulannya.

2) Berdasarkan SKPD tersebut, Dinas Pendapatan Daerah melakukan

penagihan pajak dengan menerbitkan STPD rangkap 4, lembar ke 1

Page 53: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

untuk Wajib Pajak, dan lembar ke 2 untuk Unit Penagihan Aktif

pendapatan Daerah, lembar ke 3 untuk Kantor Perbendaharaan dan

Kas Daerah, dan lembar ke 4 untuk arsip Dinas Pendapatan

Daerah.

3) Wajib Pajak yang tidak/ belum melunasi pajak sampai dengan

tanggal 15 setiap bulannya, maka mulai tanggal 16 dapat

mengambil sendiri SKPD dan STPD pada Dinas Pendapatan

Daerah untuk dibayar pada Kantor Perbendaharaan dan Kas

Daerah.

4) Dinas Pendapatan Daerah menginformasikan daftar wajib pajak

yang tidak/belum melunasi pajak PPABT kepada Dinas

Pertambangan sebagai bahan untuk pengendalian pengambilan dan

pemanfaatan air bawah tanah.

4. Komponen Perhitungan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air

Bawah Tanah

a. Nilai Perolehan Air (NPA)

Nilai Perolehan Air adalah nilai air bawah tanah yang telah diambil

dan dikenai Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah, yang

besarannya sama dengan volume air yang diambil dikalikan dengan harga

dasar air. Besarnya Nilai Perolehan Air ditentukan oleh sebagian atau

seluruh faktor sebagai berikut :

1) Jenis sumber air

2) Lokasi sumber air

3) Kualitas sumber air

4) Volume air yang diambil

5) Luas areal tempat pemakaian air

6) Musim pengambilan air

7) Tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan

air dan/ atau pemanfaatan air.

8) Tujuan pengambilan air.

Page 54: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

b. Volume Air

Volume air adalah jumlah air yang diambil yang dihitung dalam

satuan meter kubik (m³). Volume air dibedakan secara progresif yaitu :

1) 0 m³ sampai dengan 50 m³

2) 51 m³ sampai dengan 500 m³

3) 501 m³ sampai dengan 1000 m³

4) 10001 m³ sampai dengan 2500 m³

5) > 2.500 m³

c. Harga Dasar Air (HDA)

Harga Dasar Air adalah harga air bawah tanah per satuan volume

yang akan dikenai Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah,

besarnya sama dengan harga air baku dikalikan dengan faktor nilai air.

Harga Dasar Air dihitung dalam satuan rupiah per m3 air yang diambil.

Harga Dasar Air memuat unsur prosentase sumber daya alam air bawah

tanah dan biaya pemulihan kerusakan lingkungan sebagai berikut :

Tabel 3.1

Pembobotan Harga Dasar Air

No. UNSUR BOBOT

1. Sumber Daya Alam 60%

2. Biaya Pemulihan (Kompensasi) 40%

Sumber: DIPENDA Propinsi DKI Jakarta

Dari tabeldiatas terlihat bahwa dalam perhitungan harga dasar air

terdapat dua komponen yaitu sumber daya alam dan biaya pemulihan

(kompensasi).Dalam kedua komponen tersebut memilki nilai bobot

sebagai dasar perhitungannya. Komponen unsur sumber daya alam memiki

Page 55: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

bobot sebesar 60 % dan komponen unsur biaya pemulihan (kompensasi )

memiliki bobot sebesar 40%. Mengenai besaran pembobotan Harga Dasar

air ini dan juga besaran-besaranan pembobotan yang lainnya terdapat

kutipan pernyataan yang disampaikan oleh salah seorang informan dari

Aparat Sub Dinas Perencanaan dan Pengembangan Dinas Pendapatan

Kota Probolinggo bahwasanya pembobotan yang terjadi didasarkan

mengacu pada Keputusan Menteri ESDM Nomor 1451 K/ 10/MEM/ 2000

yang memuathitungan-hitungan bobot, yang mengandung bobot air,

artinya kalau diambil terus akan merusak lingkungan.

d. Faktor Nilai Air

Faktor Nilai Air adalah suatu bobot dari komponen sumber daya

alam dan kompensasi pemulihan, peruntukan dan pengelolaan, yang

besarnya ditentukan berdasarkan subyek kelompok pengguna air serta

volume pengambilannya. Faktor Nilai Air meliputi 3 komponen yaitu :

1) Komponen Sumber Daya Alam

2) Komponen Kompensasi Pemulihan

3) Komponen Peruntukan dan Pengelolaan

e. Harga Air Baku

Harga Air Baku adalah harga rata-rata air bawah tanah persatuan

volume yang besarnya sama dengan nilai eksploitasi atau investasi untuk

mendapatkan air bawah tanah dibagi volume air yang di hasilkan dan

diproduksi.

C. Hambatan-Hambatan dalam Pelaksanaan Pemungutan Pajak Air Bawah

Tanah di KotaProbolinggo.

Pentingnya pajak sebagai fondasi kekuatan ekonomi dan kinerja sistem

pemerintahan negara bahwa di beberapa negera berkembang pajak menempati

posisi terpenting sebagai stabilisator kekuatan ekonomi dan kinerja sistem

pemerintahan negara. Pajak menempati posisi terpenting di sebagian besar negara

Page 56: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

berkembang karena pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa

pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan.Penggunaan

uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan

berbagai proyek pembangunan.Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan

dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat.Setiap

warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati

fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang

yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak

bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda

pemerintahan dan pembiayaan pembangunan.

Untuk mengumpulkan uang dari sektor pajak tersebut tentu bukan suatu

pekerjaan yang mudah, sehingga diperlukan suatu kesadaran yang tinggi baik oleh

masyarakat wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan

didukung oleh aparatur perpajakan yang tangguh serta sistem administrasi

perpajakan yang memadai disamping juga adanya piranti hukum yang

memberikan rasa keadilan serta kepastian hukum.

Kewajiban untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu atau

membayar pajak kepada negara merupakan suatu kewajiban bagi warga negara,

mengingat negara mempunyai kekuatan untuk memaksa warga negara agar

membayar pajak atas dasar Undang-Undang sehingga menjamin adanya kepastian

hukum dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan

pemerintahan. Problematika yang terjadi di lingkungan masyarakat saat ini ialah

kurangnya kesadaran warga negara akan kewajiban pembayaran pajak, bahkan

bagi sebagian orang, pemungutan pajak dirasa sebagai suatu pemaksaan bagi

warga negara. Memang ketika membayar pajak, wajib pajak tidak mendapatkan

jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara

langsung, namun perlu kita ketahui bahwa kewajiban untuk membayar pajak

tersebut diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam

rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan, yang

artinya bahwa pemungutan pajak tersebut tidak lain diperuntukkan bagi sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat termasuk wajib pajak tersebut.

Page 57: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Dalam pemungutan pajak harus dilakukan sesuai dengan syarat-syarat

pemungutan pajak yang telah ditetapkan, mengingat membebankan pajak kepada

masyarakat bukanlah suatu hal yang mudah. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan

enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak

akan berjalan karena dana yang kurang. Pemungutan pajak harus dilaksanakan

secara adil yang berarti bahwa pemungutan pajak harus dilakukan dengan

mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak, pajak diberlakukan bagi setiap

warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak, serta adanya sanksi atas

pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya

pelanggaran.Selain syarat keadilan dalam pemungutan pajak, Pemungutan pajak

harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian,

pemungutan pajak harus efisien dan sistem pemungutan pajak harus dilakukan

dengan sederhana.Jika pemungutan pajak dilakukan tanpa mengabaikan syarat-

syarat pemungutan tersebut di atas maka dapat terjadi kemungkinan adanya

berbagai hambatan dalam pemungutan pajak di Indonesia.

Pemungutan pajak di Indonesia dilakukan oleh pemerintah pusat dan

pemerintah daerah. Pajak yang kewenangan pemungutannya berada di tangan

pemerintah pusat dinamakan pajak negara, sedangkan pajak yang kewenangan

pemungutannya berada di tangan pemerintah daerah disebut dengan pajak daerah.

Secara umum perpajakan di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu pajak pusat dan

pajak daerah.Pajak pusat adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat (Dirjen

Pajak) dan hasilnya dipergunakan untuk membiayai APBN. Contohnya pajak

penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang

mewah (PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), dan bea materai. Sedangkan

pajak daerah adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah provinsi dan

kabupaten/kota yang hasilnya dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin

serta pembangunan daerah (APBD).

Setiap pemungutan pajak harus meliputi seluruh wajib pajak. Tidak

seorang atau sebuah badan yang lolos dari pengenaan pajak. Pengenaan pajaknya

tidak boleh diskriminasi, harus sama dan diterapkan peraturan pajak yang sama,

Page 58: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

sebagaimana dimaksud dalam teori keadilan secara horisontal.42

Dalam

pemungutan pajak diperlukan mekanisme yang tepat baik dari aparat yang

melakukan pengawasan pemungutan pajak maupun kendala- kendala yang

dihadapi dalam mekanisme pengawasan pemungutan pajak, masih banyak kendala

yang dihadapi para aparat pengawas pemungutan pajak dalam usaha intensifikasi

pemungutan pajak menjadi suatu hal yang melemahkan pemungutan pajak baik

pemungutan pajak pusat maupun pajak daerah.

Pajak daerah di Indonesia dapat di golongkan berdasarkan tingkatan

Pemerintah Daerah, yaitu pajak daerah tingkat Provinsi dan pajak daerah tingkat

Kabupaten/Kota. Penggolongan pajak seperti tersebut di atas diatur dalam

Undang-undang No. 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dalam Undang-

undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-undang Republik

Indonesia tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Pasal 2 ayat 1 dan 2) serta

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Peraturan

Pemerintah tersebut mengatur tentang obyek, subyek, dasar pengenaan pajak dan

ketentuan tarif dari pajak daerah yang berlaku, baik sebelum maupun sesudah

berlakunya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000. Selanjutnya Pajak Daerah

saat ini yang hak kewenangan pemungutnya dapat diklasifikasikan menurut

wilayah pemungutan pajak dapat dibagi menjadi :

1. Jenis Pajak Propinsi terdiri dari:

a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air;

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air;

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan air

permukaan.

2. Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari:

Menurut Undang-undang No.34 tahun 2000, tentang pajak daerah dan

retribusi daerah, menyebutkan jenis-jenis pajak kabupaten terdiri dari :

a. Pajak Hotel.

42

B.Boediono, 2000, Perpajakan di Indonesia, Diadit Media, Jakarta, hal. 46

Page 59: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Pajak hotel merupakan pajak yang dipungut atas pelayanan hotel.

Obyek pajaknya adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan

pembayaran hotel. Seperti fasilitas penginapan atau tempat tinggal

dalam waktu sementara atau jangka pendek. Subyek pajak dari pajak

hotel adalah orang pribadi atau badan usaha yang melaksanakan

pembayaran atas pelayanan hotel. Sedang wajib pajaknya adalah

pengusaha hotel.

b. Pajak Restoran.

Pajak restoran merupakan pajak yang dipungut atas pelayanan yang

disediakan restoran, seperti makanan dan minuman. Subyek pajaknya

adalah orang pribadi atau badan yang melaksanakan pembayaran atas

pelayanan restoran.Sedangkan wajib pajaknya adalah pengusaha

restoran.

c. Pajak Hiburan.

Pajak hiburan merupakan pajak yang dipungut dari semua jenis

pertunjukan permainan, dan atau keramaian dengan nama dan bentuk

apapun yang ditonton, dinikmati oleh setiap orang. Obyek pajaknya

adalah penyelenggaraan hiburan, subyek pajaknya adalah orang

pribadi atau badan yang mendengar, menonton dan atau menikmati

hiburan.Sedangkan wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan

yang menyelenggarakan hiburan.

d. Pajak Reklame.

Pajak reklame merupakan pajak yang dipungut atas penyelenggaraan

reklame. Obyek pajaknya adalah penyelenggaraan reklame, subyek

pajaknya adalah orang pribadi atau badan hukum yang

menyelenggarakan reklame atau memesan reklame. Sedangkan wajib

pajaknya adalah orang pribadi atau badan hukum yang

menyelenggarakan reklame.

e. Pajak Penerangan Jalan.

Pajak penerangan jalan merupakan pajak yang dipungut atas

penyelenggaraan penerangan jalan, yakni setiap penggunaan tenaga

Page 60: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

listrik. Obyek pajaknya adalah setiap pengguanaan tenaga listrik,

subyeknya adalah orang pribadi atau badan hukum yang menggunakan

tenaga listrik. Sedangkan wajib pajaknya adalah orang pribadi atau

badan hukum yang menjadi pelanggan tenaga listrik.

f. Pajak Pengambilan bahan Galian Golongan C.

Pajak pengambilan bahan galian golongan C merupakan pajak yang

dipungut atas kegiatan eksploitasi bahan galian golongan C. Obyek

pajaknya adalah kegiatan eksploitasi bahan galian golongan C,

misalnya asbes, batu, granit, garam batu dll. Subyek pajaknya adalah

orang pribadi atau badan hukum yang mengeksploitasi atau mengambil

bahan galian golongan C. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau

badan hukum yang menyelenggarakan eksploitasi.

g. Pajak Parkir.

Pajak parkir merupakan pungutan atas tempat atau lahan yang

digunakan parkir untuk kendaraan baik roda dua (2) atau roda empat

(4). Obyek pajaknya adalah tempat penyelenggaraan parkir, wajib

pajaknya adalah orang pribadi yang mendapatkan fasilitas parkir

Di samping yang telah disebutkan di atas, masih dimungkinkan adanya

pajak kabupaten/kota yang lain asalkan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan

oleh Undang-Undang seperti misalnya sifatnya pajak dan bukan restribusi, objek

pajaknya bukan menjadi objek pajak propinsi, dan sebagainya

1. Hal-Hal Yang Melemahkan Pemungutan Pajak Air Bawah Tanah

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Pasal 7 ayat (1)

pemungutan pajak daerah dilakukan dengan penetapan Kepala Daerah atau

dibayar sendiri oleh Wajib Pajak. Disini terlihat, bahwa ada 2 (dua) pilihan

dalam pemungutan pajak, yaitu :

a. Dilakukan dengan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan

Surat Ketetapan Pajak Daerah

b. Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dengan menggunakan Surat

Pemberitahuan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang

Page 61: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Bayar dan atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar

Tambahan.

Dokumen lain yang digunakan dalam pemungutan pajak daerah

tersebut adalah Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan,

Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding.

Pengaturan lebih lanjut dalam pelaksanaan pemungutan, mengenai tata

cara penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang

dipersamakan, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembentulan,

dan Surat Keputusan Keberatan diatur dengan Keputusan Kepala Daerah.

Demikian pula mengenai tata cara pengisian dan penyampaian Surat

Pemberitahuan Pajak Daerah, penerbitan Surat dalam pemungutan pajak

daerah dapat digunakan pemungutan berdasarkan penetapan Kepala Daerah

(Bupati) atau Wajib Pajak membayar sendiri.

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1997 dan

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999 mengatur berbeda

mengenai pemungutan pajak daerah sebagaimana yang telah diatur oleh

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997, dimana dalam pemungutan pajak

daerah dengan penetapan Kepala Daerah maupun Wajib Pajak membayar

sendiri, keduanya menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah sebagai

dokumen dalam pendaftaran Wajib Pajak.

Salah satu tugas negara adalah penagihan uang pajak dan

pengelolaan dana tersebut untuk kepentingan pembiayaan tugas-tugas

negara, sehingga negara bisa memaksa setiap warganya untuk

mentunaikan pembayaran pajak yang diatur dengan Undang-Undang,

namun bagi petugas pajak daerah tidak semudah apa yang diamanahkan

dalam undang-undang, seringkali petugas pajak daerah menjumpai kendala-

kendala yang melemahkan dalam pemungutan pajak daerah, hal-hal yang

melemahkan pemungutan pajak daerah tersebut antara lain :

a. Realisasi pengawasan peraturan daerah tentang pajak daerah relatif

lemah.

Page 62: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Ketentuan UU Nomor 34 Tahun 2000 mengamanatkan bahwa

peraturan daerah tentang pajak dan restribusi yang diterbitkan oleh

pemerintah daerah harus disampaikan kepada pemerintah pusat, yaitu ke

Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan paling lama 15 (lima belas)

hari sejak ditetapkan. Berdasarkan pemantauan, tidak semua provinsi dan

kabupaten/kota menyampaikan peraturan daerah ke pemerintah pusat,

masih banyak provinsi dan kabupaten/kota yang tidak memperhatikan

amanat dalam ketentuan Undang-Undang tersebut.

Sebagai contohnya, selama kurun waktu Agustus 2001 sampai

dengan Januari 2003 terdapat 9 provinsi dan 83 kabupaten/kota yang telah

menyampaikan peraturan daerah dengan jumlah peraturan daerah masing-

masing adalah 27 peraturan daerah provinsi dan 861 peraturan daerah

kabupaten/kota. Provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mengirimkan

peraturan daerahnya adalah 21 dari 30 jumlah provinsi dan 287 dari 370

jumlah kabupaten/kota seluruh Indonesia atau dengan presentase masing-

masing asalah 70% dan 77,6%. Data tersebut memperlihatkan bahwa

kesadaran daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/kota untuk memenuhi

amanat undang-undang berkaitan dengan kewajiban mengirim atau

menyampaikan peraturan daerahnya kepada Menteri Keuangan masih

relatif rendah.43

Kurangnya kesadaran Provinsi maupun Kabupaten/kota dalam

memenuhi amanat undang-undang tersebut pastinya melemahkan

pemungutan pajak daerah, dengan tidak adanya penyampaian peraturan

daerah tersebut dapat terjadi kmungkinan terbitnya peraturan daerah yang

di kemudian hari ternyata bermasalah karena kepentingan umum dan/atau

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Apabila peraturan

perundang-undangan yang dijadikan dasar atau acuan dalam pemungutan

pajak tidak sesuai dengan kepentingan umum, maka akan melemahkan

pemungutan pajak daerah.

43

Tjip Ismail, 2007, Pengaturan Pajak Daerah di Indonesia, Yellow Printing, Jakarta, hlm.119-120

Page 63: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

b. Sentralisasi kekuasaan pemerintah pusat dalam pengawasan

pemungutan pajak daerah.

Semua aktivitas pelaksanaan pemerintahan di daerah tetap

diperlukan adanya suatu sistem pengawasan dari pemerintah pusat namun

pengawasan hendaknya tidak lagi menyisakan celah bagi pemerintah pusat

untuk menerapkan sentralisasi kekuasaan yang nantinya dapat

menimbulkan konflik antarpusat dan daerah atau antar provinsi dan

kabupaten/kota, karena jika demikian makna otonomi daerah menjadi

kabur.

Pengawasan oleh Pemerintah Pusat yang terlalu ketat dapat

melemahkan pemungutan pajak dikarenakan dengan adanya pengawasan

Pemerintah Pusat yang terlalu ketat dapat membatasi keleluasaan

pemerintah dan masyarakat daerah sehingga pemerintah daerah tidak

dapat mandiri dalam mengelola aspek kehidupannya sesuai dengan

aspirasi, rasa keadilam dan budaya masing-masing.

c. Kurang siapnya daerah dalam menangani sengketa pajak.

Daerah kabupaten dan kota telah diberikan wewenang untuk

menetapkan jenis pajak daerah dan restribusi daerah sesuai dengan kriteria

yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000.

Permasalahan yang timbul dalam sengketa pajak pada umumnya ialah

bagaimana menentukan jenis pajak daerah yang tepat dikenakan (langsung

atau tidak langsung) , kepada siapa dan di tingkat pemerintahan mana

(kabupaten atau kota). Sengketa pajak sebagai sengketa yang timbul

dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dan

pejabat pajak yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan

yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak

berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan

atas pelaksanaan penagihan berdasar Undang-Undang Penagihan Pajak

dengan Surat Paksa. Adanya sengketa pajak tersebut baik sengketa

Page 64: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

regulasi, sengketa ketetapan pajak maupun sengketa pelaksanaan

penagihan pajak secara otomatis melemahkan pemungutan pajak.

d. Pemberian perizinan, rekomendasi dan pelaksanaan pelayanan

umum yang kurang atau tidak sesuai dengan ruang lingkup tugasnya;

e. Kurangnya pembinaan terhadap seluruh perangkat Dinas;

f. Kurangnya pengkoordinasian pendapatan terhadap unit kerja penghasil

pendapatan daerah.

g. Kurangnya kemampuan untuk mendengar, menanggapi dan mencari

solusi dari keluahan staf, baik yang bertugas sebagai pendata,

penganalisis data, perhitungan, penerbitan SKPD, ataupun

penagihan

h. Belum dapat diterapkannya sistem self assessment system dalam

pemungutan pajak daerah.

2. Kendala Pemungutan Pajak

Dalam pemungutan pajak secara umum baik pajak pusat maupun pajak

daerah, seringkali terdapat kendala-kendala yang melemahkan dalam

pemungutan pajak. Kendala-kendala tersebut antara lain:

a. Berbagai peraturan pelaksanaan undang-undang yang sering kali tidak

konsisten dengan undang-undangnya.

Melaksanakan tax reform lebih pelik dan makan waktu

dibandingkan dengan ketika merancang tax reform dalam undang-undang,

apabila peraturan pelaksanaan yang dijadikan dasar dalam melaksanakan

aturan hukum pajak tidak konsisten dengan undang-undang, tentu akan

mengakibatkan kendala yang fatal dalam pemungutan pajak.

b. Kurangnya pembinaan antara pajak daerah dengan pajak nasional.

Pajak daerah dan pajak nasional merupakan satu sistem perpajakan

Indonesia, yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat sehingga

perlu dijaga agar kebijaksanaan perpajakan tersebut dapat memberikan

beban yang adil.Sejalan dengan perpajakan nasional, maka pembinaan

Page 65: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

pajak daerah harus dilakukan secara terpadu dengan pajak

nasional.Pembinaan harus dilakukan secara terus menerus, terutama

mengenai objek dan tarif pajaknya supaya antara pajak pusat dan pajak

daerah saling melengkapi.

c. Database yang masih jauh dari standar Internasional.

Kendala lain yang dihadapi aparatur pajak adalah database yang

masih jauh dari standar internasional. Padahal database sangat menentukan

untuk menguji kebenaran pembayaran pajak dengan sistem self-

assessment. Persepsi masyarakat, bahwa banyak dana yang dikumpulkan

oleh pemerintah digunakan secara boros atau dikorup, juga menimbulkan

kendala untuk meningkatkan kepatuhan pembayar pajak. Berbagai

pungutan resmi dan tidak resmi, baik di pusat maupun di daerah, yang

membebani masyarakat juga menimbulkan hambatan untuk menaikkan

penerimaan pajak.

d. Lemahnya penegakan hukum (law enforcement) terhadap kepatuhan

membayar pajak bagi penyelenggara negara.

Law enforcement merupakan pelaksanaan hukum oleh pejabat yang

berwenang di bidang hukum, misalnya pelaksanaan hukum oleh polisi,

jaksa, hakim dan sebagainya.Tidak kalah penting untuk disoroti

pelaksanaan hukum di lingkungan birokrasi, khususnya badan

pemerintahan di bidang perpajakan dalam melakukan pemeriksaan

terhadap para penyelenggara negara, ternyata belum ada

gebrakannya.Seharusnya bila dilakukan tentu membantu dalam

mewujudkan good governance dalam bentuk pemerintahan yang bersih.44

Penegakan hukum pajak dilakukan dalam bentuk penjatuhan sanksi

terhadap pelanggar hukum pajak untuk melindungi kepentingan Negara

44

Syofrin Syofyan dan Asyhar Hidayat, 2004, Hukum Pajak dan Permasalahannya, Refika Aditaman, Bandung, hlm.129-130

Page 66: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

untuk memperoleh pembiayaan dari sector pajak mengingat hukum pajak

tidak melindungi kepentingan wajib pajak tetapi bahkan melindungi

sumber pendapatan Negara yang terokus pada pemenuhan kewajiban

wajib pajak untuk membayar lunas pajak yang terutang. Penegakan hukum

di bidang perpajakan dapat dikatakan masih lemah, hal ini dapat dilihat

dari banyaknya wajib pajak yang tidak membayar pajak, maraknya

kejahatan korupsi di bidang perpajakan dan para penegak hukum yang

tidak becus dalam menegakkan hukum. Kasus korupsi Gayus merupakan

salah satu contoh lemahnya penegakan hukum di Indonesia, dengan

adanya kasus korupsi tersebut berdampak negatif bagi pemungutan pajak

di Indonesia, timbul anggapan bahwa membayar pajak nantinya tidak

sampai ke negara tetapi hanya akan dikorupsi oleh orang-orang yang tidak

bertanggung jawab seperti Gayus.

Sampai saat ini belum terlihat bagaimana Ditjen Pajak menyikapi

secara terbuka mengenai kepatuhan membayar pajak (tax compliance)

para penyelenggara Negara (dalam hal dilakukaknnya pemeriksan oleh

KPKPN terhadap para penyelenggara Negara dikaitkan dengan kepatuhan

membayar pajak).Seharusnya Ditjen pajak dapat memanfaatkan

momentum itu dalam melakukan pemeriksaan berdasarkan kriteria

menurut peraturan perundang-undangan perpajakan. Seperti itu karena

tidak tertutup kemungkinan di samping ada indikasi ketidakwajaran dalam

LKPN yang diserahkan kepada KPKPN, juga tidak tertutup kemungkinan

Laporan SPT-nya juga bermasalahn, karena perlu diketahui daftar

kekayaan dalam LKPN seharusnya sama dengan laporan dalam Lampiran

SPT.45

Penegakan hukum pajak sangat dipengaruhi berbagai faktor, baik

yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Faktor-faktor itu

dapat berupa sebagai sarana pendorong atau sarana penghambat terhadap

bekerjanya system hukum sebagai suatu proses yang dikatakan oleh

Lawrence M. Friedman terdiri dari; 1)Substansihukum; 2)Struktur

45

Ibid,

Page 67: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

hukum;dan 3)Budaya hukum. Hal ini juga dikemukakan oleh Soerjono

Soekento bahwa ada lima faktor yang dapat mempengaruhi penegakan

hukum. Kelima faktor tersebut adalah :46

1) Faktor hukumnya sendiri (dibatasi pada undang-undang saja);

2) Penegak hukum; yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hokum;

3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut

berlaku atau diterapkan; dan

5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut dirasa belum mendukung sepenuhnya dalam

pemungutan pajak di Indonesia yang kemudian menjadi kendala dalam

pemungutan pajak baik pajak pusat maupun pajak daerah.

e. Kurangnya atau tidak adanya kesadaran masyarakat

Dalam pemungutan pajak dituntut kesadaran warga negara untuk

memenuhi kewajiban kenegaraan.Kurangnya atau tidak adanya kesadaran

masyarakat sebagai wajib pajak untuk membayar pajak ke negara

mengakibatkan timbulnya perlawanan atau terhadap pajak yang

merupakan kendala dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan

berkurangnya penerimaan kas negara.

Perlawanan terhadap pajak tersebut terdiri dari perlawanan aktif

dan perlawanan pasif, yaitu :

1) Perlawanan Pasif.

Perlawanan yang inisiatifnya bukan dari wajib pajak itu sendiri

tetapi terjadi karena keadaan yang ada di sekitar wajib pajak

itu.Perlawanan pasif terdiri dari hambatan-hambatan yang

mempersukar pemungutan pajak dan yang erat hubungannya dengan

46

Muhammad Djafar Saidi, 2007, Perlindungan Hukum Wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.114-115

Page 68: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

struktur ekonomi suatu negara, perkembangan intelektual dan moral

penduduk, dan dengan teknik pemungutan pajak itu sendiri.47

a) Struktur ekonomi

Struktur ekonomi suatu Negara mempengaruhi pemungutan

pajak di negara tersebut. Hal ini terkait dengan penghitungan

pendapatan netto oleh wajib pajak sesuai dengan norma

perhitungannya.

b) Perkembangan moral dan intelektual penduduk

Perlawanan pasif yang timbul dari lemahnya sistem kontrol

yang dilakukan oleh fiscus ataupun karena objek pajak itu sendiri

sulit untuk dikontrol.

c) Cara hidup masyarakat di suatu Negara

Cara hidup masyarakat di suatu negara mempengaruhi

besar kecilnya penghasilan yang mereka peroleh dan besar

kecilnya penghasilan tersebut mempengaruhi besar kecilnya

penerimaan kas negara.

d) Teknik pemungutan pajak.

Cara perhitungan pajak yang rumit dan memerlukan

pengisian formulir yang rumit menyebabkan adanya penghindaran

pajak, prosedur yang berbelit-belit yang menyulitkan pembayar

pajak dan membuka celah untuk negosiasi antara petugas dan

pembayar pajak juga dapat mengakibatkan adanya penghindaran

pajak, maka perlu diadakan penyuluhan pajak untuk menghindari

adanya perlawanan pasif terhadap pajak.

2) Perlawanan aktif

Perlawanan aktif adalah perlawanan yang inisiatifnya berasal

dari wajib pajak itu sendiri.Hal ini merupakan usaha dan perbuatan

yang secara langsung ditujukan terhadap fiscus dan bertujuan untuk

47

R.Santoso Brotodiharjo. 1986, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Eresco, Bandung, hlm. 13

Page 69: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

menghindari pajak atau mengurangi kewajiban pajak yang seharusnya

dibayar. Ada tiga cara perlawanan aktif terhadap pajak, yaitu:

a) Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

Penghindaran yang dilakukan wajib pajak masih dalam

kerangka peraturan perpajakan.Penghindaran pajak terjadi sebelum

SKP keluar.Dalam penghindaran pajak ini, wajib pajak tidak secara

jelas melanggar undang-undang sekalipun kadang-kadang dengan

jelas menafsirkan undang-undang tidak sesuai dengan maksud dan

tujuan pembuat undang-undang. Penghindaran pajak dilakukan

dengan tiga cara, yaitu:

(1) Menahan Diri, yang dimaksud dengan menahan diri yaitu

wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang bisa dikenai

pajak.

(2) Pindah Lokasi, yaitu memindahkan lokasi usaha atau

domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi ke loksi yang

tarif pajaknya rendah.

(3) Penghindaran Pajak Secara Yuridis

Perbuatan dengan cara sedemikian rupa sehingga

perbuatan-perbuatan yang dilakukan tidak terkena pajak. Biasanya

dilakukan dengan memanfaatkan kekosongan atau ketidak jelasan

undang-undang.Hal inilah yang memberikan dasar potensial

penghindaran pajak secara yuridis.Celah undang-undang

merupakan dasar potensial penghindaran pajak secara yuridis.Suatu

undang-undang dirumuskan tidak jelas karena kesengajaan maupun

ketidaksengajaan pembuat Undang-Undang.Kesengajaan pembuat

undang-undang terjadi karena latar belakang pembuat undang-

undang tersebut adalah pemerintah dan parlemen, di mana

parlemen mewakili berbagai kepentingan yang berbeda dan bisa

saling bertolak belakang antara satu dan yang lainnya. Dua

kepentingan yang paling dominan di parlemen adalah anggota

parlemen yang mewakili kelompok buruh dan pemilik modal.

Page 70: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Apabila diajukan undang-undang yang menyinggung dua pihak

tersebut, diusahakan dicarikan jalan kompromi terhadap substansi

masalahnya. Namun ini sulit dilakukan kaena menyangkut

kepentingan yang berbeda. Lalu dicarilah jalan kompromi terhadap

perumuasn yang bisa diterima oleh semua pihak. Masing-masing

pihak bebas menafsirkan undang-undang tersebut sesuai dengan

kepentingan masing-masing pihak. Pada akhirnya, undang-undang

tersebut mengambang. Bisa saja wajib pajak menafsirkan sesuai

kepentingannya dan fiscus menafsirkan sesuai dengan kepentingan

negara.

b) Pengelakan Pajak (Tax Evasion)

Pengelakan pajak dilakukan dengan cara-cara yang

melanggar Undang-Undang. Pengelakan pajak terjadi sebelum

SKP dikeluarkan. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap

undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari

pajak/mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara

menyembunyikan sebagian dari penghasilannya. Wajib pajak di

setiap negara terdiri dari wajib pajak besar (berasal dari

multinational corporation yang terdiri dari perusahaan-perusahaan

penting nasional) dan wajib pajak kecil (berasal dari profesional

bebas yang terdiri dari dokter yang membuka praktek sendiri,

pengacara yang bekerja sendiri, dll).

Secara umum tindakan yang dilakukan untuk mengelakkan

diri dari pajak adalah sebagai berikut:48

(1) Pergeseran, yaitu menggeserkan beban pajak kepada pihak

lain seperti yang berlaku dalam Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) dengan sistem mekanisme kredit pajak.

(2) Kapitalisasi, yaitu pengurangan harga objek pajak sama

dengan jumlah pajak yang akan dibayarkan kemudian oleh

48

Hilarious Abut, 2005, Perpajakan, Diadit Media, Jakarta, hlm. 24-25

Page 71: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

pembeli seperti yang berlaku dalam Bea Perolehan Hak

Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

(3) Transformasi, yaitu pengelakan pajak yang dilakukan oleh

perusahaan industri dengan cara menanggung beban pajak

yang dikenakan terhadapnya. Penghindaran ini lebih

dikenal dengan mekanisme transfer pricing (pemindahan

hak) dimana harga jual diturunkan sesuai dengan

kepentingannya sehingga pajak dikenakan terhadapnya.

Penghindaran ini lebih dikenal dengan mekanisme transfer

pricing (pemindahan hak) dimana harga jual diturunkan

sesuai dengan kepentingannya sehingga pajak yang dibayar

oleh pembeli menjadi lebih kecil

(4) Tax avoidance, yaitu penghindaran pajak dengan cara-cara

yang legal dan diperbolehkan menurut peraturan perpajakn

melalui celah-celah atau peluang dalam pelaksanaan

peraturan perpajakan sehingga pajak yang dibayar menjadi

kecil.

(5) Tax Evasion, yaitu penghindaran pajak dengan cara

menghilangkan data-data keuangan serta pengecilan omset ,

memperbesar biaya sehingga labanya menjadi kecil,.

Pengelakan seperti ini akan dikenakan dengan sanksi yang

berat.

c) Melalaikan Pajak

Melalaikan pajak dilakukan dengan cara menolak

membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi

formalitas yang harus terpenuhi. Melalaikan pajak terjadi setelah

SKP keluar. Melalaikan pajak adalah menolak membayar pajak

yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-

formalitas yang harus dipenuhi oleh wajib pajak dengan cara

menghalangi penyitaan.

Page 72: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Selain bentuk-bentuk perlawanan di atas, H. J. Hofstra, ahli

hukum pajak dari Belanda, menambahkan bahwa salah satu bentuk

perlawanan aktif pajak yaitu pelimpahan pajak. Hal ini biasa

dilakukan oleh wajib pajak dengan melimpahkan kewajiban pajak

langsungnya ke pihak lain atau pihak ke tiga. Hal ini adalah

pelanggaran undang-undang karena pajak langsung dikenakan

kepada wajib pajak untuk wajib pajak itu sendiri tidak boleh

dilimpahkan kepada orang lain. Karena wajib pajak itu sendiri

merupakan destinator.

Reaksi lain sebagai gejala perlawanan terhadap pajak yaitu

kompensasi pajak secara negatif. Kompensasi pajak secara negatif

yaitu melepaskan pekerjaan sampingan untuk menghindari tarif

pajak yang lebih tinggi.Kompensasi pajak secara positif bukan

merupakan perlawanan terhadap pajak.Hal ini bahkan

menguntungkan bagi kas negara.

Pajak Pemanfaatan dan Pengambilan Air Bawah Tanah di Kota

Probolinggo merupakan Pajak Daerah yang secara langsung dipungut oleh pihak

Pemerintah Daerah Kabupaten Probolinggo.Dalam pelaksanaan pemungutan

pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah di Kota Probolinggo, banyak

kendala-kendala yang secara garis besar telah di uraikan oleh penulis. Akan tetapi,

selain disebabkan oleh hal-hal yang tersebut di atas, hambatan dalam pemungutan

pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah di Kota Probolinggo juga

dapat disebabkan karena adanya ketidakjelasan undang-undang atau peraturan

yang mengatur. Celah undang-undang merupakan dasar potensial penghindaran

pajak secara yuridis. Suatu undang-undang dirumuskan tidak jelas karena:

1. Kesengajaan pembuat undang-undang

Hal ini terjadi karena latar belakang pembuat undang-undang

tersebut adalah pemerintah dan parlemen, di mana parlemen mewakili

berbagai kepentingan yang berbeda dan bisa saling bertolak belakang

antara satu dan yang lainnya. Dua kepentingan yang paling dominan di

parlemen adalah anggota parlemen yang mewakili kelompok buruh dan

Page 73: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

pemilik modal. Apabila diajukan undang-undang yang menyinggung dua

p;ihak tersebut, diusahakan dicarikan jalan kompromi terhadap substansi

masalahnya. Namun ini sulit dilakukan kaena menyangkut kepentingan

yang berbeda.Lalu dicarilah jalan kompromi terhadap perumuasn yang

bisa diterima oleh semua pihak. Masing-masing pihak bebas menafsirkan

undang-undang tersebut sesuai dengan kepentingan masing-masing

pihak.Pada akhirnya, undang-undang tersebut mengambang. Bisa saja

wajib pajak menafsirkan sesuai kepentingannya dan fiscus menafsirkan

sesuai dengan kepentingan negara.

2. Ketidaksengajaan pembuat undang-undang

Contoh: Pada akhir tahun 1800an, undang-undang anti-trust atau

undang-undang anti monopoli di Amerika Serikat yang ditujukan untuk

pemilik modal yang berbunyi “Apabila ada yang menghambat atau

menghalangi perdagangan antar negara bgaian, bisa dijatuhi hukuman

berdasarkan undang-undang ini”.

Pada suatu kasus, serikat buruh pada perusahaan transportasi

melakukan pemogokan sehingga perdagangan antar negara bagian

terhambat. Pemimpin serikat buruh ini ditangkap dan dihukum

berdasarkan undang-undang anti monopoli karena dianggap menghambat

perdagangan antar negara bagian. Seharusnya undang-undang ini

ditujukan untuk pemilik modal, bukan untuk kaum buruh. Karena itu, pada

pemilu berikutnya kaum buruh memilih wakil-wakil mereka yang memang

dalam hidupnya membela kepentingan kaum buruh. Setelah pemilu,

mereka berhasil mendominasi kursi di parlemen. Sehingga, mereka

menambahkan undang-undang anti trust tersebut dengan kalimat “undang-

undang ini tidak ditujukan untuk kaum buruh”.

Akibat-akibat yang mungkin timbul dari adanya pengelakan atau

perlawanan terhadap pembebanan pajak yang sudah di tetapkan antara lain adalah

:

Page 74: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

1. Dalam bidang keuangan

Pengelakan pajak merupakan pos kerugian bagi kas negara karena

dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara anggaran dan konsekuensi-

konsekuensi lain yang berhubungan dengan itu, seperti kenaikan tarif

pajak, dan keadaan inflasi.

2. Dalam bidang ekonomi

Pengelakan pajak sangat memengaruhi persaingan sehat di antara

para pengusaha. Maksudnya, pengusaha yang melakukan pengelakan

pajak dengan cara menekan biayanya secara tidak wajar. Sehingga,

perusahaan yang mengelakkan pajak memperoleh keuntungan yang lebih

besar dibandingkan pengusaha yang jujur. Walaupun dengan usaha dan

produktifitas yang sama, si pengelak pajak mendapat keuntungan yang

lebih besar dibandingkan dengan pengusaha yang jujur.

Pengelakan pajak menyebabkan stagnasi (macetnya) pertumbuhan

ekonomi atau perputaran roda ekonomi. Jika mereka terbiasa melakukan

pengelakan pajak, mereka tidak akan meningkatkan produktifitas mereka.

Untuk memperoleh laba yang lebih besar, mereka akan melakukan

pengelakan pajak.

Langkanya modal karena wajib pajak berusaha menyembunyikan

penghasilannya agar tidak diketahui fiscus.Sehingga mereka tidak berani

menawarkan uang hasil penggelapan pajak tersebut ke pasar modal.

3. Dalam bidang psikologi

Jika wajib pajak terbiasa melakukan penggelapan pajak, itu sama

saja membiasakan untuk selalu melanggar undang-undang. Jika wajib

pajak menggelapkan pajak, maka wajib pajak mendapatkan keuntungan

bersih yang lebih besar. Jika perbuatannya melangggar undang-undang

tidak diketahui oleh fiscus, maka dia akan senang karena tidak terkena

sangsi dan menimbulkan keinginan untuk mengulangi perbuatannya itu

lagi pada tahun-tahun berikutnya dan diperluas lagi tidak hanya pada

pelanggaran undang-undang pajak, tetapi juga undang-undang yang

lainnya.

Page 75: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Reaksi lain sebagai gejala perlawanan terhadap pajak yaitu

kompensasi pajak secara negatif. Kompensasi pajak secara negatif yaitu:

melepaskan pekerjaan sampingan untuk menghindari tarif pajak yang lebih

tinggi. Sebagai contoh, A adalah seorang akuntan yang bekerja full time di

sebuah perusahaan. Gaji per tahunnya Rp 40 juta. Menurut UU PPh, tarif

pajaknya 25%. Setelah mempunyai pekerjaan sampingan, pendapatannya

menjadi Rp 60 juta/tahun. Karena kenaikan ini, tarif pajaknya menjadi

35%.Karena terkena tarif pajak yang lebih tinggi, maka dia melepas

pekerjaan sampingan tersebut.Akan tetapi, Kompensasi pajak secara

positif bukan merupakan perlawanan terhadap pajak.Hal ini bahkan

menguntungkan bagi kas negara. Contoh ;B adalah seorang akuntan di

sebuah perusahaan dengan pendapatan Rp 40 juta/tahun. Setelah

mempunyai pekerjaan sampingan, pendapatannya menjadi Rp 60

juta/tahun. Namun, dia tetap mengambil pekerjaan itu walaupun tarif

pajaknya naik karena berpikir bahwa pendapatannya juga meningkat.

Page 76: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Setelah diundangkannya Undang-undang No.34 Tahun 2000 Tentang

Pajak dan retribusi Daerah haruslah pemakaian air bawah tanah dan air

permukaan diatur dalam undang-undang. Pemungutan Pajak Pengambilan

Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan di Probolinggo diatur

dalam Perda No. 5 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Air Bawah Tanah

yang kemudian diganti dengan diundangkannya Peraturan Daerah

Kabupaten Probolinggo Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.

2. Pengaturan mengenai pengenaan tariff dan cara penghitungan pajak air

tanah di Kota Probolinggo diatur dalam Pasal 58 Perda No.2 Tahun 2011

antara lain adalah :

d. Dasar pengenaan Pajak Air Tanah adalah Nilai Perolehan Air Tanah,

dengan menggunakan Official Assesment;

e. Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dinyatakan dalam rupiah yang dihitung dengan mempertimbangkan

sebagian atau seluruh faktor-faktor berikut :

7) Jenis sumber air;

8) Lokasi sumber air;

9) Tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air;

10) volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan;

11) kualitas air; dan

12) tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan

dan/atau pemanfaatan air.

f. Besarnya Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud padaayat

(1) ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

3. Dipenda Kota Probolinggo selaku unsur pelaksana Pemerintah Daerah

dibidang pendapatan daerah mempunyai fungsi sebagai berikut :

k. Perumusan kebijakan teknis dibidang pendapatan daerah.

Page 77: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

l. Penyusunan rencana dan program kegiatan dibidang pendapatan

daerah.

m. Penelitian, pengkajian evaluasi, penggalian dan pengembangan

pendapatan daerah.

n. Pembinaan pelaksanaan kebijakan pelayanan dibidang pemungutan

pendapatan daerah.

o. Penyelenggaraan pelayanan dan pemungutan pendapatan daerah.

p. Pengkoordinasian pelaksanaan pemungutan dana perimbangan.

q. Pemberian izin tertentu dibidang pendapatan daerah.

r. Evaluasi, pemantauan dan pengendalian pungutan pendapatan daerah.

s. Pengelolaan dukungan teknis dan administratif.

t. Pembinaan teknis pelaksanaan kegiatan Suku Dinas dan Unit

Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan

Bermotor.

4. Mekanisme pemungutan pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah

tanah di Kota Probolinggo adalah :

a. Kegiatan pencatatan meter air;

b. Kegiatan Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD)

c. Kegiatan Pencocokan/Meneliti Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD)

d. Perbaikan Penerbitan SKPD

e. Penyampaian Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD)

f. Pembayaran Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah

(PPABT)

g. Penerbitan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD)

5. Hambatan-hambatan dalam pemungutan pajak pengambilan dan

pemanfaatan air bawah tanah di Kota Probolinggo diantaranya adalah :

a. Realisasi pengawasan peraturan daerah tentang pajak daerah relative

lemah;

b. Sentralisasi kekuasaan pemerintah pusat dalam pengawasan

pemungutan pajak daerah;

Page 78: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

c. Kurangsiapnya daerah dalam menangani sengketa pajak;

6. Kendala-kendala dalam pelaksanaan pemungutan pajak pengambilan dan

pemanfaatan air bawah tanah di Kota Probolinggo antara lain :

a. Berbagai peraturan pelaksanaan undang-undang yang sering kali tidak

konsisten dengan undang-undangnya.

b. Kurangnya pembinaan antara pajak daerah dengan pajak nasional.

c. Database yang masih jauh dari standar Internasional.

d. Lemahnya penegakan hukum (law enforcement) terhadap kepatuhan

membayar pajak bag penyelenggara negara.

e. Kurangnya atau tidak adanya kesadaran masyarakat.

B. Saran

1. Agar pemerintahkota Probolinggo, dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah

dapat untuk lebih luas dalam mensosialisasikan mengenai pengenaan pajak

pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah di Kota Probolinggo,

sehingga dapat dimengerti dan di dapatkan kejelasan maksud atas

pengenaan pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah di Kota

Probolinggo, guna menghindari adanya perlawanan pengenaan pajak.

2. Agar pemerintah Kota Probolinggo senantiasa melakukan pengawasan

yang intens terhadap sarana dan prasarana yang digunakan dalam

pelaksanaan pemungutan pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah

tanah di Kota Probolinggo, sehingga tidak menjadi anggapan bagi

masyarakat bahwasanya pemerintah hanya mengambil pajak dengan tidak

memberikan pelayanan yang optimal bagi masyarakat.

3. Agar Pemerintah Kota Probolinggo dalam merumuskan peraturan

perundang-undangan mengenai pemungutan pajak pengambilan dan

pemanfaatan air bawah tanah tidak membiarkan adanya celah di dalam

peraturan untuk terjadinya penyelewengan pajak yang mungkin dapat

dilakukan.

Page 79: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Lutfi, 2006, “Penyempurnaan Administrasi Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah : suatu upaya dalam optimalisasi penerimaan PAD”, (Volume

XIV, Nomor 1, Januari 2006) dalam Jurnal Administrasi dan Organisasi:

Bisnis & Birokrasi, Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik.

Agustino Leo. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Alfabeta, Bandung.

B.Boediono, 2000, Perpajakan di Indonesia, Diadit Media, Jakarta.

Dunn, William N. 1999, Analisis Kebijakan Publik, Gajah Mada

Press,Yogyakarta.

Erly Suandy, 2002, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta.

Gerardo P Sicat dan H. W. Arndt, 1991, Ilmu Ekonomi untuk Konteks Indonesia,

diterjemahkan oleh Nirwono, LP3S, Jakarta.

H.B. Sutopo, 2002, Metode Penelitian Kualitatif, UNS Press, Surakarta.

Haula Rosdiana dan Rasin Tarigan, 2005, Perpajakan Teori dan Aplikasi, PT

RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Hilarious Abut, 2005, Perpajakan, Diadit Media, Jakarta.

http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diunduh tanggal 5 Februari 2012.

http://www.muniryusuf.com/?s=penerapan, diunduh tanggal 5 Februari 2012.

Husein Umar, 1999, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Penerbit

PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Josef Riwu Kaho, 1985, Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah, Bina

Aksara, Jakarta.

Juli Panglima Saragih, Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam

Otonomi, Ghalia Indonesia, Jakarta.

K.J. Davey, 1988, Pembiayaan Pemerintahan Daerah: Praktek-Praktek

Internasional dan Relevansinya bagi Dunia Ketiga, UI Press, Jakarta.

Page 80: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Lexy J.Maleong, 2002, Metodelogi penelitian kualitatif, Remaja Rosada Karya,

Bandung.

Maman Kh, 2002, Menggabungkan Metode Penelitian Kuantitatif dengan

Kualitatif, Makalah Pengantar Filsafat Sain, Program Pasca Sarjana/S3,

IPB.

Mardiasmo, 2002, Perpajakan, Edisi Revisi, Penerbit Andi , Yogyakarta.

Michael P. Devereux, Editor, 1996, The Economics of Tax Policy. New York:

Oxford University Press.

Miyasto, 1997, Sistim Perpajakan Nasional Dalam Era Globalisasi; Pidato

Pengukuhan Guru Besar Madya Dalam Ilmu Ekonomi. ,Semarang.

Mohammad Zain. 2005. Manajemen Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta.

Muhammad Djafar Saidi, 2007, Perlindungan Hukum Wajib Pajak dalam

Penyelesaian Sengketa Pajak, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Pheni Cahalid, 2005, Keuangan Daerah, Investasi, dan Desentralisasi: Tantangan

dan Hambatan, Kemitraan, Jakarta.

R. Mansury, 1996, Pajak Penghasilan Lanjutan. Jakarta: IND-HILL Co.

R.Santoso Brotodiharjo. 1986, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Eresco, Bandung.

Rochmat Soemitro, 1992, Pengantar Singkat Hukum Pajak, Eresco, Bandung.

Roechmat Soemitro, 1988, Pajak dan Pembangunan, PT. Eresco. Bandung.

S.J. Djajadiningrat, 2003, Analisis Ekonomi Lingkungan dan Audit Lingkungan,

Makalah Kursus Pengantar Audit Lingkungan Angkatan V, PPSMI,

Jakarta.

Safri Nurmantu, 2003, Pengantar Perpajakan, Granit, Jakarta.

Siti Resmi, 2003, Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta.

Soerjono Soekanto, 2006. Sosiologi Suatu Pengantar, PT Raja Grafindo Persada

Ensiklopedi Indonesia, Jakarta.

Syofrin Syofyan dan Asyhar Hidayat, 2004, Hukum Pajak dan Permasalahannya,

Refika Aditaman, Bandung.

Page 81: PELAKSANAAN THE FIVE C S OF CREDIT ANALISIS ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian...2000 on Regional Taxes and levies must use ground water and surface water regulated

Tjetjep Rohendi Rohidi, 1992, Analisis Data Kualitatif, Universitas Indonesia

Press, Jakarta.

Tjip Ismail, 2007, Pengaturan Pajak Daerah di Indonesia, Yellow Printing,

Jakarta.

Vredenbregt J., 1987. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Gramedia,

Jakarta.

Wahyu Tumaka, Upaya Daerah Meningkatkan Pajak, Retribusi dan Dampaknya,

(Volume II/Nomor 03 Tahun 2005), dalam Majalah Indonesia Tax

Review.

Waluyo & Illyar Wirawan.B, 2003, Perpajakan Indonesia, Jakarta, Salemba

Empat, Jakarta.