pegylated interferon- α (pegifn- α)pada...
TRANSCRIPT
-
EfektivitasEfektivitasEfektivitasEfektivitas TerapiTerapiTerapiTerapi SekuensialSekuensialSekuensialSekuensial ((((AddAddAddAdd on/Switchingon/Switchingon/Switchingon/Switching))))PegylatedPegylatedPegylatedPegylated Interferon-Interferon-Interferon-Interferon-αααα (PegIFN-(PegIFN-(PegIFN-(PegIFN-αααα)))) PadaPadaPadaPada PasienPasienPasienPasienHepatitisHepatitisHepatitisHepatitis BBBB KronikKronikKronikKronik DenganDenganDenganDenganAnalogAnalogAnalogAnalog NukleosidaNukleosidaNukleosidaNukleosida
Sebuah Laporan Kasus Berbasis Bukti
Disusun olehdr. Ruth Vonky Rebecca
NPM : 12067321
DIVISIDIVISIDIVISIDIVISI HEPATOLOGIHEPATOLOGIHEPATOLOGIHEPATOLOGI DEPARTEMENDEPARTEMENDEPARTEMENDEPARTEMEN ILMUILMUILMUILMU PENYAKITPENYAKITPENYAKITPENYAKITDALAMDALAMDALAMDALAMFAKULTASFAKULTASFAKULTASFAKULTAS KEDOKTERANKEDOKTERANKEDOKTERANKEDOKTERANUNIVERSITASUNIVERSITASUNIVERSITASUNIVERSITAS INDONESIAINDONESIAINDONESIAINDONESIA
RUMAHRUMAHRUMAHRUMAH SAKITSAKITSAKITSAKITCIPTOCIPTOCIPTOCIPTOMANGUNKUSUMOMANGUNKUSUMOMANGUNKUSUMOMANGUNKUSUMOJUNIJUNIJUNIJUNI 2015201520152015
-
2
PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN
Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia pada
umumnya. Infeksi VHB bersifat endemik di Asia, Kepulauan Pasifik, Afrika, Eropa Selatan, dan
Amerika Latin.1 Disamping itu di daerah Asia Pasifik, infeksi VHB sebagian besar didapat pada
saat perinatal atau pada masa kanak-kanak awal.2 Diperkirakan bahwa sepertiga populasi dunia
pernah terpajan virus hepatitis B dan 350-400 juta diantaranya merupakan pengidap hepatitis B.
Di Indonesia, angka pengidap hepatitis B pada populasi sehat diperkirakan mencapai 4,0-20,3%
dengan proprosi pengidap di luar Pulau Jawa lebih tinggi daripada di Pulau Jawa.3
Virus hepatitis B adalah sebuah virus DNA (deoxyribose nucleic acid) dari keluarga
Hepadnaviridae. Struktur virus hepatitis B berbentuk sirkuler dan terdiri dari 3200 pasang basa.3
Terdapat 10 genotip VHB yang dinamakan sesuai abjad yaitu A sampai dengan J. Setiap genotip
memiliki distribusi geografik berbeda-beda. Di daerah Asia Tenggara, Asia Timur, Kepulauan
Pasifik, dan Pakistan genotip B dan C lebih sering ditemukan. Sedangkan genotip D dan A lebih
sering ditemukan di India dan genotip A sering ditemukan di Filipina.2 Di Indonesia genotip
VHB yang sering ditemukan yaitu B (66%), C 26%), D (7%), dan A (0,8%).3 Progresifitas
penyakit hati sedikit berkurang pada infeksi VHB genotip B dibandingkan genotip C, sedangkan
genotip D prognosisnya lebih buruk dibandingkan genotip A.2 Studi dari Enomoto dkk tahun
2006 dan Orito dkk tahun 2001 menyimpulkan infeksi VHB genotip C berkaitan dengan
rendahnya insidens serokonversi dari HBeAg menjadi anti-HBe, meningkatnya risiko sirosis
hepatis dan karsinoma hepatoseluler, serta rendahnya respon terhadap terapi antivirus.4
Pajanan VHB akan menyebabkan dua keluaran klinis yaitu akut dan kronik. Pasien yang
terinfeksi VHB secara kronik (>6 bulan) bisa mengalami 4 fase penyakit yaitu fase immune
tolerant, immune clearance, fase pengidap inaktif, dan fase reaktivasi. Fase immune tolerant
ditandai dengan kadar DNA VHB yang tinggi dengan ALT (alanin aminotransferase) yang
normal. Fase immune clearance terajdi ketika sistem imun berusaha melawan virus yang ditandai
dengan fluktuasi kadar ALT serta DNA VHB. Fase pengidap inaktif ditandai dengan DNA VHB
yang rendah (2000 IU/mL dan inflamasi hati
kembali terjadi.3 Pasien dengan hepatitis B kronik dapat berkembang menjadi sirosis hepatis dan
karsinoma hepatoseluler (KHS) serta menyebabkan kematian sekitar 1 juta/tahunnya.1
Indikasi terapi pada infeksi VHB ditentukan berdasarkan kombinasi dari 4 kriteria antara
-
3
lain: nilai DNA VHB serum, status HBeAg, nilai ALT, dan gambaran histologis hati. Studi
REVEAL yang melibatkan > 3000 responden di Taiwan menyatakan bahwa kadar DNA VHB
basal merupakan prediktor sirosis dan KHS yang paling kuat. Disamping itu pasien dengan
HBeAg positif diketahui memiliki risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi. Namun
pasien dengan HBeAg negatif respon terapi jangka panjangnya lebih sulit diprediksi dan relaps
lebih sering dijumpai.3
Tujuan utama terapi infeksi HBV kronik adalah mensupresi replikasi HBV yang akan
menurunkan patogenisitas dan infektivitas virus sehingga mengurangi nekroinflamasi hepatik.
Secara klinis, tujuan terapi jangka pendek adalah serokonversi HBeAg, dengan/tanpa supresi
DNA HBV, kadar ALT normal, dan mencegah dekompensasi hepatik, serta mencegah
perburukan fungsi hati (dinilai dari nekroinflamasi hepatik dan fibrosis) selama dan setelah terapi.
Tujuan terapi jangka panjang adalah mencegah dekompensasi hepatik, mengurangi atau
mencegah progresifitas ke arah sirosis dan/atau KHS serta memperpanjang kesintasan hidup.2
Sampai saat ini terdapat 2 jenis obat hepatitis B yang diterima secara luas yaitu golongan
interferon (baik interferon/IFN konvensional maupun pegylated interferon/pegIFN-α2a dan α2b)
dan golongan analog nukleos(t)ida (NA/nucleos(t)ide analogue). Interferon memiliki efek
antiviral, imunomodulator, dan antiproliferatif. Interferon akan mengaktifkan sel T sitotoksik, sel
natural killer, dan makrofag. Selain itu interferon juga akan merangsang produksi protein kinase
spesifik yang berfungsi mencegah sintesis protein sehingga menghambat replikasi virus dan
merangsang apoptosis sel yang terinfeksi virus. Pengikatan IFN pada molekul polyethilene glycol
(pegylation) akan memperlambat absorbsi, pembersihan, dan mempertahankan kadar dalam
serum dalam waktu lebih lama sehingga memungkinkan pemberian mingguan. PegIFN-α2a
diberikan sebesar 180 μg/minggu dan PegIFN-α2b diberikan 1-1,5μg/kgBB/minggu.3 Satu tahun
setelah terapi pegIFN, penurunan HBeAg terjadi pada sekitar 30% pasien dan penurunan serta
serokonversi HBsAg terjadi pada sekitar 3-7% pasien.5,6 Efek samping tersering dari IFN berupa
gejala menyerupai flu, sakit kepala, lelah, mialgia, alopecia, dan reaksi lokal pada tempat injeksi.
Selain itu ada efek samping lainnya berupa mielosupresi.2
Analog nukleos(t)ida (NA) bekerja dengan menghambat tempat berikatan polimerase virus,
berkompetisi dengan nukleos(t)ida, dan menterminasi pemanjangan rantai DNA. Ada 5 NA yang
telah beredar di Indonesia yaitu lamivudine (LAM), telbivudine (LdT), adefovir dipivoxil (ADV),
entecavir (ETV), dan tenofovir disoproxil fumarate (TDF). ETV dan TDF memiliki efek supresi
-
4
virus lebih superior dan profil resisitensi obat yang inferior daripada LAM dan ADV. LdT
sebenarnya memiliki efek supresi virus serupa dengan ETV dan TDF namun LdT memiliki risiko
resistensi obat yang lebih tinggi. Potensi antiviral yang meningkat tidak berkorelasi dengan
meningkatnya serokonversi HBeAg dan klirens HBsAg. Terapi NA diberikan per oral dan efek
sampingnya lebih sedikit dibandingkan IFN.2,3 Namun satu tahun setelah terapi NA, penurunan
HBsAg lebih rendah yaitu terjadi pada sekitar 0-3% pasien dan relaps virologis sering terjadi
setelah terapi NA dihentikan.5
Studi terdahulu telah menggambarkan VHB dapat mempengaruhi respon imun innate dan
adaptif, utamanya melalui HBeAg sehingga menyebabkan persistensi virus. Terapi dengan NA
dapat mengembalikan respon imun adaptif parsial. Sedangkan terapi IFN mencegah
pembentukan protein VHB dan mendeplesi cccDNA (covalently closed circular DNA)
intrahepatik sehingga menyebabkan penurunan HBsAg pebih poten daripada NA. Dengan
menggunakan teori diatas, pemberian terapi IFN dapat meningkatkan respon serologis.5 Makalah
berbasis bukti ini disusun dengan tujuan membahas mengenai efektivtas PegIFN sebagai terapi
sekuensial pada pasien hepatitis B kronik yang mendapatkan NA.
ILUSTRASIILUSTRASIILUSTRASIILUSTRASI KASUSKASUSKASUSKASUS
Pasien laki-laki 35 tahun, datang dengan keluhan kontrol untuk hepatitis B kronik. Pasien sudah
sekitar 1,5 tahun terdiagnosis hepatitis B kronik. Awalnya diketahui saat akan donor darah.
Pasien menyangkal pernah kuning, perut buncit, atau muntah/BAB hitam sebelumnya. Faktor
risiko transfusi darah, tato, promiskuitas, dan narkoba suntik disangkal. Saat ini pasien tidak ada
keluhan. Pasien sudah mendapat obat antiviral Telbivudine 1x600 mg po selama 1 tahun terakhir.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan tanda vital stabil dan status generalis dalam batas normal.
Hasil lab terakhir DPL 13,4/39,4/8500/300000; SGOT/SGPT 17/22; Ur/Cr 22/0,5; HBeAg
reaktif, antiHBe non reaktif. Kadar HBV DNA (1 tahun setelah terapi) 1,67x104 IU/mL. Kadar
HBV DNA sebelum terapi 2,8x108 IU/mL dan 6 bulan selama terapi 1,9x106 IU/mL. Data USG
abdomen normal dan Fibroscan menunjukkan F2.
PERTANYAANPERTANYAANPERTANYAANPERTANYAANKLINISKLINISKLINISKLINIS
Bagaimana efektivitas terapi sekuensial (add on or switching) PegIFN pada pasien hepatitis B
kronik yang mendapatkan analog nukleos(t)ida?
-
5
METODEMETODEMETODEMETODE PENELUSURANPENELUSURANPENELUSURANPENELUSURAN
Pencarian jurnal dilakukan dengan menggunakan mesin pencari Pubmed pada tanggal 24 Juni
2015 dengan menggunakan kata kunci "Pegylated Interferon) AND add on or switching from
nucleotide analogues) AND chronic hepatitis B)". Penapisan awal jurnal dikerjakan dengan
memasukkan kriteria inklusi dan eksklusi. Jurnal yang akan diambil hanya yang berupa
randomized controlled trial, dengan tulisan yang ditulis dalam bahasa Inggris, menggunakan
pasien usia dewasa, dan diterbitkan dalam 5 tahun terakhir. Penapisan berikutnya dilakukan
dengan membaca abstrak dari masing-masing tulisan untuk menilai apakah tulisan tersebut
sesuai dengan pertanyaan klinis. Pada akhirnya hanya terdapat dua studi yang memenuhi kriteria.
Tabel 1. Strategi Pencarian dengan bantuan PubMed
Situs Pencari Kata Kunci Hasil Artikel yang dipilih
PubMed Pegylated Interferon) AND add on or
switching from nucleotide analogues) AND
chronic hepatitis B)
19 2
Gambar 1 : Skema pemilihan artikel
Kedua artikel yang dimasukkan dalam telaah kritis adalah :
1. Bouwer WP, Sonnveld MJ, Xie Q, Zhang N, Zhang Q, Tabak F, et al. Adding Pegylated
Interferon to Entecavir for Hepatitis B e Antigen-Positive Chronic Hepatitis B : A Multicenter
Randomized Trial (ARES Study). Hepatology. 2015;61:1512-1522.
2. Ning Q, Han M, Sun Y, Jiang J, Tan D, Hou J, et al. Switching from entecavir to PegIFN
alfa-2a in patients with HBeAg-positive chronic hepatitis B : A randomised open label trial
18 artikel
13 artikel
6 artikel
8 artikel dieksklusi karena tidak sesuai judul dan pertanyaanklinis
5 artikel dieksklusi karena diterbitkan > 5 tahun terakhir
4 artikel dieksklusi karena tidak berupa randomizedcontrolled trial
1 artikel
19 artikel
14 artikel
2 artikel
-
6
(OSST trial). Journal of Hepatology. 2014:61;774-784.
TELAAHTELAAHTELAAHTELAAHKRITISKRITISKRITISKRITIS
Selanjutnya dilakukan telaah kritis terhadap dua studi randomised controlled trial ini, dengan
menggunakan perangkat telaah kritis dari Central For Evidence Based Medicine University of
Oxford tahun 2005.
Tabel 2. Telaah kritis dari dua studi.
No. Pertanyaan Brouwer WP, 20145 Ning Q, 20146
1. Apakah dilakukan
randomisasi?
Ya,dilakukan menggunakan
komputer secara sentral
Ya, dilakukan oleh SAS
PROC PLAN
2. Apakah karakteristik kedua
grup serupa pada awal
studi?
Ya, karakteristik kedua grup
serupa.
Ya, karakteristik kedua grup
serupa.
3. Apakah kedua grup
diberikan perlakuan yang
sama?
Ya, setiap grup di lakukan
follow up yang serupa pada
minggu ke-24,48,72 dan 96.
Tidak. Grup yang mendapat
Pef-IFN mendapat ETV
sealam 8 minggu pertama.
Tidak demikian dengan
sebaliknya.
4. Apakah semua pasien yang
ikut dalam studi
diperhitungkan? Apakah
semua pasien yang ikut
dalam studi dianalisa?
Ya. Dari 185 pasien yang
ikut dalam studi awal, 182
dirandomisasi. Yang
mengikuti studi sampai
akhir hanya 169 pasien dan
hilang dalam follow-up
sekitar 8%. Enam pasien
HBeAg negatif minggu
ke-0, 1 pasien membatalkan
studi pada minggu ke-24, 1
pasien drop out minggu
ke-72, 1 pasien hamil
Ya. Dari 322 yang dapat
ikut studi, 200 pasien
dirandomisasi dan sebanyak
192 pasien mengikuti studi
sampai akhir dan 4% hilang
dalam follow-up. Tiga
pasien membatalkan ikut
studi, dan 5 pasien dengan
antiHBe positif pada awal
studi.
-
7
minggu ke 72, 1 pasien
mengalami efek samping
serius pada minggu ke-44,
dan 3 pasien membatalkan
studi setelah minggu ke-48.
5. Apakah pengukurannya
bersifat objektif atau
sampel dan peneliti
sama-sama tidak tahu
terapi mana yang
diberikan?
Tidak. Studi ini bersifat
open-label
6. Seberapa besar efek terapi? Pada keluaran primer yaitu
saat minggu ke-48 kedua
grup tidak memberikan
perbedaan bermakna (p
0,095) yaitu 19% (16 dari
85) pada grup PegIFN dan
10% (9 dari 10).
Pada pasien yang diganti
dengan Peg-IFN, penurunan
dan serokonversi HBeAg,
dan penurunan HBsAg
berbeda bermakna.
7. Seberapa tepat estimasi
efek terapi?
Pada studi ini alfa level
0,05 dan power 80%.
Pada studi ini alfa level
0,05 dan power 85%.
8. Apakah hasil studi tersebut
membantu saya dalam
mentatalaksana pasien
saya?
- Apakah pasien saya
berbeda dengan karateristik
sampel studi?
- Apakah terapi dalam studi
mampu laksana di tempat
saya?
- Apakah manfaat studi
Ya.
- Ya
- Ya
- Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
-
8
tersebut melebihi efek
sampingnya bagi pasien
saya?
Tabel 3. Rangkuman studi
Variabel Brouwer WP, 20145 Ning Q, 20146
Desain studi -Global investigator-initiated,
open-label,multicenter,RCT, pada 14
pusat studi di 5 negara di Eropa dan Asia.
Rekruitmen Mei 2009, follow up Juni
2013, data base ditutup Oktober 2013.
- Studi superior (keluaran primer terjadi
20% pada ETV dan 40% pada add on
PegIFN)
- phase IV,, open-label,
randomised study, dilakukan
pada 7 pusat hepatologi di
China antara April 2009
sampai Desember 2011.
Analog Nukleotida Entecavir (ETV) 0,5 mg 1x/hari Entecavir (ETV) 0,5 mg
1x/hari
Pegylated IFN Peg-IFN-α2a 180μg/minggu Peg-IFN-α2a 180μg/minggu
Perlakuan awal 185 pasien mendapat ETV selama 24
minggu lalu dirandomisasi 1:1.
200 pasien menerima ETV
selama 9-36 bulan, kemudian
dirandomisasi 1:1.
Kelompok Intervensi 85 pasien mendapat PegIFN+ETV
sampai minggu ke-48. Setelahnya 16
pasien mendapat ETV sampai minggu
ke-72 lalu stop dan di follow up sampai
minggu ke-96. Dan 69 pasien tetap
mendapat ETV dari minggu ke-48
sampai ke-96.
97 pasien mendapat ETV dan
PegIFN bersamaan selam 8
minggu kemudian PegIFN
sampai dengan minggu ke-48.
Kelompok Kontrol 90 pasien mendapat ETV dari minggu ke
24 sampai ke 48. 9 pasien mendapat ETV
100 pasien mendapat ETV
selama 48 minggu
-
9
sampai minggu ke-72 lalu stop dan di
follow up sampai minggu ke-96. Dan
sisanya 81 pasien tetap mendapat ETV
dari minggu ke-48 sampai ke-96.
Kriteria Inklusi - pasien dewasa
- HBsAg serum positif > 6 bulan
- HBeAg positif
- antiHBe negatif saat skrining
- ALT serum > 1,3xULN dalam 2x
pemeriksaan selang waktu 60 hari
sebelum dan sesudah skrining.
- telah biopsi hati dalam 2 tahun terakhir
- pasien dewasa 18-65 tahun
- HBeAg serum positif, kadar
< 100 PEIU/mL
- HBsAg serum positif >6
bulan sebelum studi
- DNA HBV serum ≤ 1000
kopi/mL
Kriteria Eksklusi - Terapi antiviral VHB/agen supresi imun
dalam 6 bulan sebelumnya.
- LAM atau LdT selama 6 bulan
sebelumnya atau lebih.
- terapi apapun dalam 30 hari sebelum
skrining.
- kehamilan dan laktasi.
-bukti ko-infeksi dengan Hepatitis C atau
infeksi HIV atau penyakit hati
diwariskan/didapat.
- kadar ALT serum > 10x ULN
- neutropenia sebelumnya ( ≤1500 mm3)
- trombositopenia (≤90.000/m3)
- AFP > 50 ng/mL
- penyakit tiroid tidak terkontrol
- riwayat dekompensata sirosis (jaundice,
ascites, hematemesis melena,
ensefalopati).
- konsumsi alkohol ≥80 g/hari, narkoba
-Sudah mendapat terapi
antiviral atau imunomodulator
sebelumnya.
- Pasien ko-infeksi dengan
hepatitis A, C, atau D
- Pasien dengan riwayat
penyakit hati kronik berkaitan
dengan kondisi medis lainnya
atau penyakit hati
dekompensata (Child Pugh
skor >5)
-
10
suntik dalam 2 tahun terakhir.
- penyakit kronik yang membutuhkan
terapi kortikosteroid sistemik
- kontraindikasi terhadap Peg-IFN
Keluaran Primer Penurunan HBeAg dan kadar HBV DNA
< 200 IU/mL pada minggu ke-48
Serokonversi HBeAg
(penurunan HBeAg dan
deteksi antibodi antiHBe) pada
minggu ke-48.
Keluaran Sekunder Respon serologis, dengan respon
virologis dinamis sesuai waktu, ALT
serum normal. Disebut remisi bila DNA
VHB < 2000 IU/mL, dan penurunan HBe
Ag.
Kecepatan penurunan HBeAg
dan HBsAg, serokonversi
HBsAg, normalisasi ALT, (< 1
ULN), kadar DNA VHB
-
11
HHHHASILASILASILASIL
Pada studi yang dilakukan oleh Brouwer WP dkk, keluaran primer tidak dapat dicapai. Pada
minggu ke-48 keluaran primer hanya didapatkan pada 19% (16 dari 85) pasien pada kelompok
intervensi dan 10% (9 dari 90) pasien pada kelompok kontrol dengan nilai p=0,095 (Gambar 2,
Lampiran). Untuk VHB genotip A,B,C, dan D respon didapatkan 50%,25%,18%, dan 11% pada
kelompok intrevensi dan 22%,15%,7%, dan 7% pada kelompok kontrol. Dengan analisis
univariat didapatkan pada minggu ke-24 ada faktor-faktor yang berkaitan dengan peningkatan
respon terapi berupa kadar DNA HBV yang lebih rendah, kadar HBsAg yang lebih rendah, kadar
HBeAg yang lebih rendah, dan kadar ALT serum. Perbedaan kadar DNA HBV yang telah
disesuaikan pada minggu ke-24, terapi penambahan dengan Peg-IFN berkaitan signifikan dan
independen dengan keluaran primer (OR 4,8; CI 1,6-14,0, p= 0.004).5
Pada minggu ke-72 penurunan HBeAg dan DNA HBV
-
12
pada pasien dengan serokonversi HBeAg (Tabel 4, Lampiran).6
Kebanyakan pasien yang diganti terapinya dengan PegIFN memiliki kadar HBsAg lebih
rendah pada akhir studi dibandingkan yang mendapat ETV yaitu kadar HBsAg < 1000 IU/mL
sebesar 52,4% dibandingkan 30,4% dengan nilai p=0.0032 dan kadar HBsAg 1000 kopi/mL tapi tidak memenuhi kriteria virological breakthrough) selama terapi
dengan PegIFN. Namun sebanyak 15 pasien kadar DNA VHB kembali
-
13
berkaitan dengan tercapainya respon virologis.11 HBcrAg meliputi antigen yang ditranskripsikan
dan ditranslasikan dari gen precore dan core dari genom VHB dan HBeAg merupakan komponen
primer dari antigen ini.10 Hasil studi Matsumoto sejalan dengan studi Enomoto. Studi yang
dilakukan oleh Enomoto dkk pertama kali menganalisa hasil dari terapi sekuensial ETV/IFN-α
pada pasien dengan hepatitis B kronik dengan HBeAg positif. Walaupun hasil studinya negatif,
Enomoto membuktikan bahwa pada pasien yang mengalami serokonversi HBeAg dengan terapi
IFN-α memiliki respon virologis yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang HBeAg
persisten.12
Studi yang dilakukan oleh Ning dkk melaporkan serokonversi HBeAg lebih tinggi pada
pasien dengan HBeAg
-
14
minggu ke-96 (enam bulan setelah ETV distop) penurunan HBeAg dan DNA VHB
-
15
LAMPIRANLAMPIRANLAMPIRANLAMPIRAN
Gambar 2. Evolusi penurunan HBeAg dan DNAVHB ,200 IU/mL selama studi.5
Gambar 3. Remisi penyakit pada minggu ke-96 setelah diskontinuasi ETV.5
-
16
Tabel 4. Kecepatan Respon pada minggu ke-48.6
Gambar 4. Kadar DNAVHB dan ALT pada pasien dengan Peg-IFN dan kadar DNAVHB
-
17
DAFTARDAFTARDAFTARDAFTAR PUSTAKAPUSTAKAPUSTAKAPUSTAKA
1. Li GJ, Yu Yq, Chen SL, Fan P, Shao LY, Chen JZ, et al. Sequential Combination Therapy
with Pegylated Interferon Leads to Loss of hepatitis B Surface Antigen and Hepatitis B e
Antigen (HBe Ag) Seroconversion in HBe-Positive Chronic Hepatitis B patients
receiving Long-Term Entecavir Treatment. Antimicrobial Agents and Chemotherapy.
2015; 59(7):4121-4128.
2. Liaw YF, Kao JH, Piratvisuth T, Chan HLK, Chien RN, Liu CJ, et al. Asian-pacific
consensus statement o the management of chronic hepatitis B: a 2012 update. Hepatol Int.
2012
3. Gani RA, Hasan I, Djumhana A, Setiawan PB. Konsensus Nasional Penatalaksanaan
Hepatitis B di Indonesia. Ed.II. 2012.
4. Enomoto M, Nishiguchi S, Tamori A, Kozuka R, Hayashi T, Kohmoto MK, et al.
Long-term Outcome of Sequential Therapy with Lamivudne Followed by Interferon-β in
Nucleoside-Naive, Hepatitis B e-Antigen Positive Patients with Chronic Hepatitis B
Virus Genotype C Infection. Journal of Interferon and Cytokine Research.
2015;00(00):1-8.
5. Brouwer MP, Xie Q, Sonnveld MJ, Zhang N, Zhang Q, Tabak F, et al. Adding Pegylated
Interferon to Entecavir for Hepatitis B e Antigen-Positive Chronic Hepatitis B : A
Multicenter Randomized Trial (ARES Study). Hepatology. 2015;61(5):1512-1522.
6. Ning Q, Han M, Sun Y, Jiang J, Tan D, Hou J, et al. Switching from entecavir to PegIFN
alfa2-a in patients with HBeAg-positive chronic hepatitis B: A randomised open-label
trial (OSST trial). Journal of Hepatology. 2014;61:777-784.
7. Jansen HL, Zonneveld M, Senturk H, Zeuzem S, Arkaca US, Cakaloglu Y, et al.
Pegylated interferon alfa-2b alone or in combination with lamivudine for HbeAg
-positive chronic hepatitis B; a randomised trial. Lancet.2005;365:123-129.
8. Lau GK, Piratvisuth T, Luo KX, Marcellin P, Thongsawat S, Cooksley G, et al.
Peginterferon alfa-2a, lamivudine, and the combination for HBeAg-positive chronic
hepatitis B. N Eng J Med. 2005;352:2682-2695.
9. Chan HL, Leung NW, Hui AY, Wong VW, Liew CT, Chim AM, et al. A randomised,
controlled trial of combination therapy for chronic hepatitis B: comparing pegylated
interferon-alpha2b and lamivudine with lamivudine alone. Ann Intern Med.
-
18
2005;142:240-250.
10. Matsumoto A, yatsuhashi H, nagaoka S, Suzuki Y, Hosaka T, Tsuge M, et al. Factors
associated with the effect of interferon alpha sequential therapy in order to discontinue
nucleos(t)ide analog treatment in patients with chronic hepatitis B. Hepatology Research.
2015:1-8.
11. Moucari R, Mackiewicz V, Lada O et al. Early serum HBsAg drop: a strong predictor of
sustained virological response to peginterferon alfa-2a in HBeAg negative patients.
Hepatology. 2009;49:1151-1157.
12. Enomoto M, Nishiguchi S, Tamori A et al. Entecavir and interferon alpha sequential
therapy in Japanese patients with hepatitis B e antigen-positive chronic hepatitis B. J
Gastroenterol. 2013;48:397-404.