pbl ii-digestif

Upload: ratna-juwita

Post on 09-Jul-2015

291 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Laporan Problem Based Learning II Blok Digestif

Tutor : dr. Thianti Sylvianingrum

Kelompok 7 : K1A006002 K1A006042 K1A006061 K1A006062 K1A006086 K1A006087 K1A006088 K1A006098 K1A006108 K1A006124 K1A006135 Maria Ulfa Rangga Bagus Irawan Mei Rosyidah Nindya Meetasari Dian Riska Anjung Sekar Arum Mohammad Fakih Ajeng Agustin P Dwi Purnamasari Ratna Juwita Septi Nur Pangestuti

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER PURWOKERTO 2008 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang PBL II ini merupakan salah satu metode pembelajaran dalam blok digestif yang dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mahasiswa melalui sebuah kasus. PBL II berlangsung dengan tiga kali tutorial. Informasi kasus diberikan setiap tutorial secara bertahap. Kasus PBL II adalah sebagai berikut: Informasi I Seorang pria berusia 30 tahun datang dengan keluhan mata berwarna kuning. Pasien juga mengeluh demam dan nyeri di seluruh badan disertai lemas. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 7 hari yang lalu. Sebelumnya pasien mengira dirinya terkena influenza sampai akhirnya muncul warna kuning pada kulit dan kedua matanya. Pasien adalah imigran legal dari Amerika Serikat dan 3 bulan yang lalu telah berhubungan seksual dengan pekerja seks komersial. Pasien memiliki kebiasaan minum minuman beralkohol 2 gelas sehari terkadang lebih dari itu. Pasien tampak lemas namun tidak pucat. Pasien mengatakan urin berwarna gelap sedangkan feses berwarna normal.

BAB II PEMBAHASAN

A. Klarifikasi Istilah dan Konsep a. Influenza : infeksi virus akut pada saluran pernafasan, timbul sebagai kasus terpisah, epidemi, atau pandemi, secara serologis disebabkan oleh strain virus yang berbeda (virus influenza) dinamakan A,B, dan C, masa inkubasi 3 hari, dan biasanya berlangsung selama 3-10 hari. Ditandai oleh radang mukosa nasal, faring, konjugtiva, nyeri kepala, mialgia, demam dan mengigil. B. Identifikasi Masalah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Mata dan kulit berwarna kuning Demam Nyeri diseluruh tubuh Lemas Berhubungan seksual dengan PSK 3 bulan yang lalu Kebiasaan minum minuman beralkohol 2 gelas sehari Tidak pucat Urin berwarna gelap

C. Analisis Masalah 1. Mata dan Kulit Berwarna Kuning Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata, atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning, karena pewarnaan bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Empat mekanisme umum yang menyebabkan hiperbilirubinemia dan ikterus: 1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan Penyakit hemolitik atau peningkatan laju destruksi eritrosit merupakan penyebab tersering dari pembentukan bilirubin yang berlebihan 2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati Beberapa obat mempengaruhi ambilan bilirubin oleh hati, yaitu asam flavaspidat (dipakai untuk mengobati cacing pita), novobiosin, dan

beberapa zat warna kolesistografik 3. Gangguan konjugasi bilirubin Tiga gangguan herediter yang menyebabkan defisiensi progresif enzim glukoronil transferase adalah sindrom Gilbert dan sindrom CriglerNajjar tipe I dan tipe II. 4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intrahepatik dan ekstrahepatik yang bersifat fungsional atau disebabkan oleh obstruksi mekanis. Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor fungsional maupun obstruktif, terutama menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab tersering kolestasis intrahepatik adalah penyakit hepatoseluler dengan kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus, atau berbagai jenis sirosis. Penyebab tersering kolestasis ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu, biasanya pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pankreas menyebabkan tekanan pada duktus koledokus dari luar; demikian juga dengan karsinoma ampula Vateri Pada kasus, terjadi peningkatan bilirubin terkonjugasi yang disebabkan penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu dikarenakan kolestasis intrahepatik. Pada kasus kolestasis intrahepatik disebabkan karena kerusakan parenkim hepar akibat virus Hepatitis atau akibat perlemakan hati alkoholik.

Mekanisme Produksi dan Ekskresi Bilirubin

B i l i r u b i nHp e r m e o t e i n s m ,c y o g l o b i n c y t o h r o m e s ( 2 0 t o 2 5 % ) f e r i t i n a p o f e r i t i n

P r o d u c t i o nH e m o g l o b i n ( 7 0 t o 8 0 % ) E r y t h r o i d c e l s

H e m e(m 2 5 0 ta o 4 0 0 g / d y ) 3 [ O ] H e m e o x y g e n a s e3 + FO eC +

B i l i v e r d i nN A D P H + H+ N A D P +

B ie ld iu v e r d is n r c t a e

B i l i r u b i n

a l b u m i n

i n d i r e c t u n c o n j u g a t e d pt rh ei e p a cE re io c N ir e d e r h f S IU S O M

Heme didegradasi oleh sel retikuloendotelial (fagosit mononuclear dalam lien, hati dan sum-sum tulang). Bilirubin tak terkonjugasi (indirect) bersifat tidak larut dalam air dan bertanggung jawab terhadap berbagai efek toksik. Bilirubin tak terkonjugasi beredar dalam sirkulasi berikatan dengan albumin.

B i l i r u b i na l b -n u B mi i n l i r u b i l i g a n d i n

P r o c e s s i n ga l b u m i nh e p a t o c y t e

l i g -n a n B d i i n l i r u b i2 -n Ug D la Pu c u r o t e E R 2 U D P Uu Du Pc -o G ly r n l te r a n s f e r a s d i r e c t c o n j u g a t e d ph oe sp ta t i c

B iin lg ild ru u b ir n d u c o i e b ib ll e (e g a lr a d d )

Bilirubin tidak terkonjugasi masuk dari permukaan sel hepatosit ke dalam reticulum endoplasma berikatan dengan ligandin.

Asam Glukoronat ditambahkan ke dalam bilirubin (dikatalisasi oleh glukoronil transferase) untuk menghasilkan bilirubin diglukoronida (bilirubin terkonjugasi/ direct). Defisiensi glukoronil transerase akan menyebabkan Sindrom Gilbert (defisiensi ringan) dan Sindrom CriglerNajjar (defisiensi berat). Bilirubin terkonjugasi bersifat larut dalam air, sehingga dapat dieksresikan melalui urin dan feses. Bilirubin diglukoronida terutama dieksresikan dalam empedu. Sebagian besar produk bilirubin tersebut akan menjadi komponen dari garam empedu. Bilirubin adalah pigmen warna empedu yang memberikan warna kuning kehijauan.

B i l i r u b i nB iin lg ild ru u b ir n d u c o i e2t g la u c u r o n e

E x c r e t i o nl i v e r

B a c tm e r ie a l e n z y

B i l i r u b i n8 H is n t e s t i n e B a c tm e r ie a l e n z y

Ia n t r a h e p t i c u r o b i l i n o g e n

c y c l e

k i d n e y s

U r o b i l i n o g e n

k i d n e y s B a c tm e r ie a ls e n z y

U r o b i l i n

u r i n e

S tg e r c o b i l i n o e n

S t e r c o b i l i n

f e c e s

Ketika garam empedu mencapai usus halus dari duktus biliaris komunis, bilirubin akan bereaksi dengan bakteri usus halus membentuk urobilinogen. Sebagian besar urobilinogen dieksresikan melalui feses,

Beberapa di reabsobsi dan masuk kembali ke hati, dan sebagian kecil akan dieksresikan melalui urin. Urobilinogen memberikan warna gelap pada feses. Tidak adanya bilirubin dalam usus halus, seperti pada obstruksi duktus biliaris, akan memblokade konversi bilirubin menjadi urobilinogen, yang menyebabkan feses berwarna pucat.

2. Demam Infeksi atau peradangan leukosit, makrofag, limfosit pirogen endogen prostaglandin peningkatan titik patokan hipotalamus mengawali respon dingin atau menggigil peningkatan produksi panas dan penurunan pengeluaran panas demam (peningkatan suhu ke titik patokan yang baru) Demam atau febris merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan suhu tubuh, dimana suhu tersebut melebihi dari suhu tubuh normal. Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya yakni dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan

adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin pun berkat bantuan dan campur tangan dari enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin ternyata akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus selanjutnya akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses menggigil ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. 3. Nyeri diseluruh tubuh Inflamasi merangsang serabut sensorik aferen melepas neuropeptida substansi P Nyeri Dengan adanya proses peradangan yang terjadi dalam tubuh, karena masuknya mikroorganisme (MO), tubuh akan berusaha melawan dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memfagositosis MO. Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengeluarkan mediator-mediator inflamasi. IFN- akan mensintesis berbagai mediator

seperti histamine yang akan menstimulasi saraf nyeri yang akan merangsang serabut sensorik aferen untuk melepas neuropeptida substansi P, sehingga menimbulkan nyeri. Karena MO masuk ke tubuh dan beredar di sirkulasi maka nyeri akan dirasakan di seluruh tubuh. 4. Lemas Pada kasus ini, pasien mengalami gangguan hepar, mungkin disebakan oleh konsumsi alkohol atau akibat virus yang masuk akibat berhubungan seksual. Salah satu fungsi hepar adalah sebagai tempat penyimpanan glikogen. Glikogen akan diubah menjadi glukosa apabila kadar glukosa di dalam darah turun, misalnya saat terjadi peningkatan aktivitas, atau dalam kedaaan puasa (lapar). Apabila sel hepar rusak, maka tidak ada simpanan glikogen di dalam hepar. Sehingga apabila tidak ada asupan makanan dan pasien tetap melakukan aktivitas, maka pasien akan merasa lemas. 5. Berhubungan seksual dengan PSK 3 bulan yang lalu Berhubungan seksual dengan PSK merupakan faktor resiko terkenanya infeksi menular seksual. Infeksi menular seksual yang dapat menyebabkan pasiennya menderita ikterus yaitu Infeksi Virus Hepatitis. Virus Hepatitis B, C dan D dapat ditularkan lewat hubungan seksual. 6. Kebiasaan minum minuman beralkohol 2 gelas sehari Alkohol, sekitar 80% akan dimetabolisme dalam hati. Alkohol yang tersisa diabsobsi dalam lambung atau dieksresi melalui ginjal, paruparu dan kulit. Alkohol diangkut ke hati dan dimetabolisme dalam proses dua langkah yang melibatkan alkohol dehidrogenase. Proses ini membentuk asetaldehid dan asetat. Sebagian asetat yang terbentuk akan bergabung dengan koenzim A untuk membentuk Asetil KoA, yang mengalami biosintetis menjadi asam lemak dan dapat menyebabkan timbulnya penyakit perlemakan hati, steanosis hepatik, atau efek toksik pada sel dan fungsi hati.

Alkohol alkohol dehidrogenase asetaldehid dan asetat asetat + Koenzim A Asetil KoA Asam Lemak perlemakan hati, steanosis hepatik, atau efek toksik pada sel dan fungsi hati Mekanisme cedera hati alkoholik : 1. Hipoksia sentrilobular, metabolisme asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia relatif dan cedera sel di daerah yang jauh dari aliran darah yang teroksigenasi 2. Infiltrasi netrofil, terjadi pelepasan chemotractant netrofil oleh hepatosit yang memetabolisme alkohol. Cedera jaringan dapat terjadi dari netrofil dan sel Kupffer yang melepaskan ROI, proteasa, dan sitokin. 3. Formasi asetaldehid protein adducts berperan sebagai neoantigen, dan menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta antibodi yang spesisfik yang menyerang sel hepatosit pembawa antigen 4. Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternatif dari metabolisme etanol.

7. Tidak pucat

Pada kasus, pasien mengalami ikterus yang terjadi akibat kelebihan kadar bilirubin dalam darah (hiperbilirubinemia). Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi, salah satunya dapat disebabkan oleh anemia hemolitik. Pada keadaan tersebut terjadi hemolisis berlebihan dari sel darah merah, sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ciri khas pasien anemia disertai dengan gejala lemah, lesu dan pucat. Namun pada kasus ini pasien tidak pucat sehingga dapat menyingirkan diagnosis diferensial anemia hemolitik. 8. Urin berwarna gelap Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor fungsional maupun obstruktif, terutama menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi bersifat larut dalam air, sehingga dapat dieksresikan dalam urine dan menimbulkan bilirubinuria serta urine yang gelap. D. Sistematika Masalah Pria berusia 30 tahun Gejala Klinis mata dan kulit berwarna kuning ( kelebihan kadar bilirubin dalam sirkulasi) urine berwarna gelap ( terjadi gangguan ekskresi bilirubin terkonjugasi hiperbilirubinemia terkonjugasi bilirubin terkonjugasi larut dalam air sehingga dieksresikan melalui urine) demam ( respon tubuh terhadap masuknya mikroorganisme fagosistosis MO oleh sel-sel inflamasi sel-sel tersebut megeluarkan pirogen endogen (IL-12 & TNF-a) merangsang sel hipotalamus mengeluarkan asam arakhidonat pelepasan prostaglandin peningkatan suhu inti tubuh)

nyeri di seluruh badan ( proses inflamasi makrofag mengeluarkan IFN- mensintesis berbagai mediator seperti histamine yang akan merangsang serabut sensorik aferen untuk melepas neuropeptida substansi P) lemas ( kerusakan sel hepar gangguan fungsi hepar sebagai tempat penyimpanan glikogen jika beraktivitas dan tidak asupan makanan tidak ada simpanan glikogen, tidak ada yang dapat diubah menjadi glukosa) tidak pucat (peningkatan kadar bilirubin bukan disebabkan oleh destruksi sel darah merah yang berlebihan tidak terjadi anemia) Faktor Resiko ber hubungan seksual (infeksi menular seksual virus Hepatitis B, C, D) minum alkohol (alkohol di dalam hepar akan diubah menjadi asetaldehid dan asetat asetat + Koenzim A Asetil KoA yang akan mengalami biosintetis menjadi asam lemak perlemakan hati) Diagnosis Differensial Hepatitis Sirrosis Hepatis Hiperbilirubinemia Toksik Kolestasis E. 1. 2. 3. Sasaran Belajar Histologi jaringan elastin Pirogen dan endogen Penyebab ikterik hepatic dan non hepatik

4. a. b. c. d. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. F.

Diagnosis Differensial : Hepatitis Sirosis hepatis Hiperbilirubinemia toksik Kolekstasis Fisiologi Empedu Hepatomegali Biopsi Hati Struktur Virus Hepatitis B Patogenesis Virus Hepatitis B Replikasi Virus Hepatitis B Penatalaksanaan Hepatitis B Pencegahan Hepatitis B Komplikasi Hepatitis B Belajar Mandiri

Mahasiswa mencari sumber belajar dari buku-buku dan internet. G. 1. 2. Penjelasan Informasi Histologi Jaringan Elastin Pirogen dan Endogen

Pirogen endogen merupakan suatu hasil sebagai reaksi terhadap berbagai rangsang infeksi, imunologik dan inflamatorik, sel-sel seperti makrofag dan monosit. Yang berperan penting dalam pirogen endogen yaitu interleukin1 (IL-1) dan tumor necrosis factor (TNF). IL1 berperan penting dalam mekanisme pertahanan tubuh karena antara lain menstimulasi limfosit T dan B, mengaktivasi netrofil, merangsang sekresi reaktan (Creactive protein, haptoglobin, fibrinogen) dari hepar, mempengaruhi kadar besi dan seng plasma dan meningkatkan katabolisme otot. IL1 bereaksi sebagai pirogen dengan merangsang sintesis PG E2 di hipptalamus, yang kemudian bekerja pada pusat vasomotor sehingga meningkatkan produksi

panas sekaligus menahan pelepasan panas, sehingga menyebabkan demam. TNF (cachectin) juga mempunyai efek metabolisme dan mungkin berperan pada penurunan berat badan yang kadang-kadang diderita setelah seseorang menderita infeksi. TNF bersifat pirogen melalui dua cara - efek langsung melepaskan PG E2 dari hypothalamus dan merangsang sekresi IL-1. 3. Perbedaan Sklera (mata) Feses Urin Gatal Nyeri tekan Penyebab Penyebab Ikterik hepatik dan Nonhepatik Ikterus hepatic Kuning oranye Dempul (+/-) Air teh (+/-) (+/-) a. Akut 1. obat-obatan 2. virus 3. bakteri 4. parasit (leptipirosis) b. Kronis 1. Hepatitis kronik 2. Sirosi 3. Karsinoma hati Ikterus non hepatic Prehepatik Posthepatik Kuning Kuning kehijauan Tidak ada kelainan Dempul (+++) Tidak ada kelainan Teh pekat (+++) (-) (+++) a. Kongenital a. Obstruksi saluran hati 1. Syndrom Gilberts 2. Hereditery spherocytosis 3. Crigler-Najjar Syndrome b. Didapat 1. Malaria 2. DHF 3. Racun ular 4. Anemia Hemolitik 5. Bahan-bahan kimia Biasanya akibat proses hemolisis berlebihan , gangguan konjugasi bilirubin, gangguan uptaken bilirubin dan empedu Kholedoliasis Kholesistitis tanda khas : Murphys sign (nyeri tekan abdomen di kuadran kanan atas saat inspirasi) Kholangitis Trias Choccot : ikterik, febris, kolik abdomen atas kanan. Kholangolitiasis Kholedolitiasis Gejala 5F (forty, female. fare lady, fat. Five children)

4. a.

Diagnosis Differensial Hepatitis

Hepatitis virus merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya luas dalam tubuh, walaupun efek yang mencolok terjadi pada hati. Telah ditemukan 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab : 1. Virus hepatitis A (HAV) 2. Virus hepatitis B (HBV) 3. Virus hepatitis C (HCV) 4. Virus hepatitis D (HDV) 5. Virus hepatitis E (HEV) Walaupun kelima agen ini dapat dibedakan melalui petanda antigeniknya, tetapi kesemuanya memberikan gambaran klinis yang mirip yang dapat bervariasi dari keadaan subklinik tanpa gejala hingga keadaan infeksi akut yang fatal. Adapun ciri khas virus hepatitis : VIRUS Famili Genus Virion Selubung Genom Ukuran Genom Stabilitas Hepatiti sA Picornaviridae Hepatovirus 27nm, ikosahedral Tidak ada ssRNA 7,5 kb Stabil Hepatitis B Hepadnaviridae Orthohepadnavir us 42nm, sferis Ya (HBsAg) dsDNA 3,2 kb Hepatitis C Vlaviviridae Hepacivirus 60nm, sferis Ya ssRNA 9,4 kb Sensitif Tidak digolongkan Deltavirus 35nm, sferis Ya (HBsAg) ssRNA 1,7 kb eter, Sensitif asam Hepatitis D Tidak digolongkan Seperti Hepatitis E 30-32nm, ikosahedral Tidak ada ssRNA 7,6 kb Stabil panas Hepatitis E

dalam Sensitif asam Parenteral Tinggi Jarang Sering Ya

panas dan asam Transmisi Fekal-oral Prevalens Tinggi i Penyakit fulminan Penyakit Jarang Tidak pernah

sensitif asam Parenteral Sedang Jarang Sering Ya

Parenteral Fekal-oral Rendah, regional Regional Sering Sering ? Pada kehamilan Tidak pernah Tidak

kronik Onkogenik Tidak

Gambaran epidemiologic dan klinik virus hepatitis A,B, dan C Masa inkubasi Distribusi umur Jalan infeksi Adanya virus/antigen Darah 2 minggu sebelum Bulanan sampai Bulanan tahunan sampai sampai 1 minggu tahunan sesudah ikterus Tinja 2 minggu 2 sebelum Tidak ada minggu Tidak tentu ada Virus Hepatitis A Virus Hepatitis B Virus Hepatitis C 15-45 hari (rata-rata 50-180 hari (rata- 40-120 hari 25-30 hari) Anak-anak, rata 60-90 hari) dewasa 15-29 tahun Terutama parenteral Dewasa Terutama parenteral

muda Terutama tinja-mulut

sampai

setelah ikterus Jarang Jarang (air liur) Air semen Gambaran klinik Permulaan Demam > 38C Lama peninggian transamina dan Tiba-tiba Biasa Tersembunyi Tidak biasa Tersembunyi Tidak biasa laboratorium liur, Tidak ada Sering ada Tidak tentu ada Tidak diketahui

Air kemih

1-3 minggu

1-6 bulan

1-6 bulan

se Meninggi Kadar IgM Tidak biasa, tidak ada Komplikasi < 0,5% Mortalitas (kasus ikterik) Kekebalan Homolog Heterolog Lamanya Pencegahan gamma globulin Gambaran Klinis : 1. ikterus (mata kuning , kulit kuning) 2. gejala prodromal malaise, rasa malas, anoreksia, sakit kepala, demam derajat rendah, hilangnya nafsu merokok. 3. atralgia, arthritis, urtikaria, ruam kulit untuk sementara Pemeriksaan fisik : 1. Kesan sakit : Ringan - sedang 2. Sklera mata : ikterik 3. Mulut : palatum molle ikterik 4. Abdomen : Inspeksi datar lembut Aukultasi bising usus + Palpasi nyeri tekan +, hepatomegali Perkusi nyeri tekan + Ya Tidak Mungkin hidup Secara Ya Tidak seumur Mungkin hidup teratur Mencegah ? Tidak seumur ? ikterus ? Normal sampai Normal sampai sedikit meninggi sedikit meninggi

Kronisitas dalam 5- Kronisitas dalam 3010% < 1,2 % 50% 0,5 1%

mencegah ikterus

hanya bila gamma globulin cukup kuat melawan HBV

Pemeriksaan Darah : 1. Limfopeni virus akut 2. LED meningkat fase preikterik LED normal fase ikterik Pemeriksaan urin : 1. warna : coklat tua 2. urobilin + 3. bilirubin + tes yang digunakan foam test : urin ditampung di tabung, kemudian kocok kuat hingga berbusa, jika berwarna kuning menandakan bilirubin + Peningkatan bilirubin direk parenkim hati) Peningkatan bilirubin indirek prehepatic 4. Peningkatan SGOT/SGPT Pemeriksaan serologis . Pada pemeriksaan serologis, akan didapatkan komponen antigen antibody sebagai berikut : PENYAKIT HEPATITIS A HAV KOMPONEN SISTEM Virus hepatitis A. Agen etiologi hepatitis infeksius. Picornavirus, bentuk asli genus baru, Anti-HAV IgM anti-HAV Hepatovirus. Antibodi terhadap HAV. Dapat dideteksi pada awitan gejala;menetap seumur hidup Antibodi kelas IgM terhadap HAV. Menunjukan infeksi saat ini oleh hepatitis A; positif sampai 4HEPATITIS B HBV HbsAg 6 bulan setelah infeksi. Virus hepatitis B. Agen etiologi hepatitis serum. Hepadnavirus. Antigen permukaan banyak dalam hepatitis B. Antigem subtipe DEFINISI intra/ekstra hepatic (mengenai

permukaan HBV dapat dideteksi dalam jumlah serum; beberapa

HbeAg

diidentifikasi Antigen hepatitis

B.

Dihubungkan

dengan

Nukleokapsid HBV; menunjukan replikasi virus; beredar sebagai antigen yang dapat larut dalam HbcAg Anti-HBs serum. Antigen inti hepatitis B. Antibodi terhadap HBsAg. Menunjukan infeksi HBV masa lalu dan imunitas terhadap HBV, adanya antibodi pasif dari HBIG atau respon Anti-Hbe imun terhadap vaksin HBV. Antibodi terhadap HBeAg. Adanya antibodi tetsebut dalam serum carrier HBsAg menunjukan Anti-HBc

titer HBV yang rendah. Antibodi terhadap HBcAg. Menunjukan infeksi ole ditentukan. Antibodi golongan

HBV masa lampau pada waktu yang tidak dapa IgM anti-HBc IgM terhadap HBcAg.

Menunjukan infeksi HBV yang baru terjadi; HEPATITIS C HCV positif pada 4-6 bulan setelah infeksi Virus hepatitis C, agen etiologi yang sering pada pada hepatitis pascatransfusi. Flavivirus, genus Anti-HCV HDV HDAg Anti-HDV Hepacivirus. Antibodi terhadap HCV Virus hepatitis D. Agen etiologi hepatitis delta; menyebabkan virus jika terdapat HBV. Antigen delta (delta-Ag). Dapat dideteksi pada infeksi HDV akut awal. Antibodi terhadap delta-Ag (anti-delta).

HEPATITIS D

Menunjukan infeksi HDV masa lalu dan masa Hepatitis E HEV kini. Antivirus hepatitis E. Virus hepatitis yang ditularkan secara enterik. Menyebabkan epidemik besar di Asia dan Afrika Utara; transmisi fekal-oral atau melalui air. Tidak Imunoglobulin IG digolongkan. UPS imunoglobulin. Mengandung antibodi

terhadap HAV; tidak ada anti bodi terhadap HBIG HBsAg, HCV, atau HIV. Imunoglobulin hepatitis B. Mengandung titer antibodi terhadap HBv yang tinggi. Patofisiologi : Virus hepatotoksik Ke tubuh Organ target : hepar Replikasi DNA/RNA Toksin Stimulus Gangguan membrane sel Fosfolipid fosfolipase Asam arachidonat COX I Prostaglandin Homeostasis COXII Prostaglandin Reaksi Inflamasi vasodilatasi permeabilitas vaskuler nyeri demam

b.

Sirosis hepatic

Penyakit hati kronik yang dicirikan oleh distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodula-nodula regenerasi hati, yang tidak berkaitan dengan vaskularisasi normal. Manifestasi Klinis : Anamnesis : 1. biasanya pada laki-laki 2. biasanya pasien mengeluh : hematemesis melena, perut membesar (ascites), koma, oedem perifer 3. gejala penyerta : lemah badan, perut cepat kenyang, nafsu makan berkurang. Pemeriksaan Fisik : 1. Composmentis, kecuali koma 2. Gizi : kurang gizi karena nafsu makan berkurang 3. Mata : konjungtiva anemis anemia skera ikterik 4. Leher, lengan atas, dada : spyder naevi 5. Ekstremitas : oedem, clubbing finger, sianosis, white nail 6. Thorax : Ginekomasti, hiperpigmentasi, batas paru-hepar bergesar ke atas 7. Abdomen : Inspeksi : cembung (ascites) Auskultasi : bising usus + Palpasi : splenomegali (hepar dan lien sulit teraba karena adanya ascites) Perkusi : pekak samping di perut samping (ascites) timpani ascites di sekitar umbilicus, pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi pasien tidur terlentang pekak pindah penderita disuruh miring ke kanan, diamkan beberapa menit, perkusi di sekitar umbilicus yang semula timpani berubah menjadi pekak, sebaliknya perkusi di daerah perut samping yang semula pekak menjadi timpani.

Pemeriksaan Laboratorium 1. Hb turun anemia 2. Leukopeni, trombositopeni. 3. LED meningkat penyakit kronis 4. Urobilinogen +, bilirubin + apabila terdapat ikterus 5. Na di urin menurun karena ascites Pemeriksaan Faal Hati 1. Albumin menurun 2. Gamma globulin meningkat 3. phrotrombin memanjang 4. asam empedu meningkat. Klasifikasi sirosis hepatic : 1. sirosis hati tanpa kegagalan hati dan hipertensi portal 2. sirosis hati tanpa gejala 3. sirosis hati dengan kegagalan faal hati dan hipertensi portal. Pada kasus sirosis hepatic, terjadinya hipertensi disebabkan karena heparnya yang mengecil (mengkerut) menyebabkan pembuluh darah tertahan tegangan pembuluh darah meningkat hipertensi. c. Hiperbilirubinemia toksik

Hiperbilirubinemia tak-terkonjugasi dapat terjadi karena disfungsi hati yang ditimbulkan oleh toksin, seperti disfungsi akibat kloroform, arsfenamin, karbon tetraklorida, asetaminofen, virus hepatitis, sirosis, dan keracunan jamur Amanita. Meskipun sebagian besar penyakit yang didapat ini disebabkan oleh kerusakan sel parenkim hati yang mengganggu proses konjugasi, namun komponen obstruksi pada percabangan saluran empedu di dalam hati yang mengakibatkan terjadinya hiperbilirubinemia terkonjugasi juga kerap dijumpai. Beberapa macam obat yang menyebabkan kelainan hati : 1. golongan analgetik, antipiretik, antiartritik paracetamol, aspirin, fenilbutazon 2. golongan antibiotic

tetrasiklin, eritromisin. 3. golongan obat antituberkulosis isoniazid, rifampisin 4. golongan obat anestesi halotan 5. golongan obat kardiovaskuler obat antiaritmia, amiodaron 6. golongan obat antihipertensi metildopa, obat penyekat beta, obat penyekat kalsium 7. golongan obat antihiperlipidemia klofibrat, asam nikotinat 8. golongan obat antikanker metroteksat Jenis kerusakan hati yang dapat timbul, diantaranya perlemakan hati, nekrosis hati, kolestasis, kerusakan vaskuler hati. Perlemakan hati dapat timbul oleh beberapa mekanisme berbeda yang ditimbulkan oleh masingmasing obat yang berbeda pula dan pada akhirnya dapat menyebabkan penimbunan lipid hepar. Adapun mekanismenya yaitu : penghambatan sintesis satuan protein dari lipoprotein penekanan konjugasi trigliserida dengan lipoprotein hilangnya kalium dari hepatosit, mengakibatkan gangguan transfer VLDL melalui membrane sel rusaknya oksidasi lipid oleh mitokondiria penghambatan sintesis fosfolipid, bagian penting dari VLDL.

Jenis-jenis kerusakan di atas dapat menyebabkan rusaknya jaringan parenkim hepar yang menyebabkan fungsi hepar normal, salah satunya mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi bilirubin terkonjugasi yang larut dalam air sehingga mudah untuk disekresikan menjadi tidak normal atau terganggu. Akibatnya bilirubin tak terkonjugasinya akan meningkat yang mempunyai sifat larut dalam lemak sehingga akan beredar dalam tubuh (sirkulasi tubuh) menyebabkan ikterik yang dapat ditemukan pada sclera, kulit, bawah lidah.

d.

Kolestasis

Kolestasis merupakan gangguan ekskresi bilirubin terkonjugasi. Kolestasis dapat bersifat intrahepatik (mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola) atau ekstrahepatik (mengenai saluran empedu di luar hati). Penyebab tersering kolestasis intrahepatik adalah penyakit hepatoselular di mana sel parenkim hati mengalami kerusakan akibat virus hepatitis atau berbagai jenis sirosis, pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat kanalikuli. Penyakit hepatoseluler biasanya menyebabkan gangguan pada semua fase metabolisme bilirubin-pengambilan, konjugasi, dan ekskresi, tetapi karena ekskresi biasanya yang paling terganggu, maka yang paling menonjol adalah hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab tersering kolestasis ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu. Pembentukan garam empedu : Precursor garam empedu : kolesterol Kolesterol Asam kolik Asam kolik berikatan terutama dengan glisin, Dan sedikit berikatan dengan taurin Gliko dan tauro Garam empedu 94% direabsorbsi oleh usus halus

Difusi

transport aktif

Sinusoid vena

darah portal hati sekresi kembali ke empedu fungsi garam empedu

Emulsi lemak kolesterol

membantu absorbsi lemak, monogliserida, lemak lain

dari traktus intestinal menurunkan tegangan permukompleks kecil kaan partikel agitasi dalam Micelus traktus intestinal untuk meme cah gelembung-gelembung lemak menjadi kecil Pembentukan batu empedu: Garam empedu dibentuk dari kolesterol di sel-sel hepatic Bersamaan garam empedu disekresikan 1-2 g/hari, Kolesterol juga ikut disekresikan Micelus ultramikroskopis yang larut (garam empedu + lesitin + kolesterol) mudah larut dengan lemak yang disebut caranya : membentuk

Normal : empedu dipekatkan, garam empedu + lesitin Pekat bersama kolesterol, kolesterol harus dalam bentuk cairan Apabila terdapat factor yang merubah pembentukan menjadi abnormal, yaitu : terlalu banyak absorpsi air, terlalu banyak absorpsi garam-garam empedu dan lesitin, peningkatan sekresi kolesterol, peradangan sel epitel kandung empedu membuat kolesterol tidak mudah larut supersaturasi kolesterol kristal-kristal kolesterol tidak dapat diabsorbsi oleh lumen usus terkumpul endapan batu empedu 5. Fisiologi empedu Empedu disekresikan dalam dua tahap oleh hati, yaitu : 1. Bagian awal disekresikan oleh sel-sel hepatosit hati; sekresi awal ini mengandung sejumlah besar asam empedu, kolesterol, dan zat-zat organik lainnya. Kemudian empedu disekresikan ke dalam kanalikuli biliaris kecil yang terletak di antara sel-sel hati di dalam lempeng hepatik. 2. Kemudian, empedu mengalir ke perifer menuju septa interlobularis, tempat kanakuli mengosongkan empedu ke dalam duktus biliaris terminal dan kemudian secara progresif ke dalam

Anatomi Fisiologi dari Sekresi Empedu

duktus yang lebih besar, akhirnya mencapai duktus hepatikus dan duktus biliaris komunis, dari sini empedu langsung dikosongkan ke dalam duodenum atau dialihkan melalui duktus sistikus ke dalam kandung empedu. Dalam perjalanannya melalui duktus-duktus biliaris ini, bagian ke dua dari sekresi ditambahkan ke dalam sekresi empedu yang pertama. Sekresi tambahan ini berupa larutan ion-ion natrium dan bikarbonat encer yang disekresikan oleh sel-sel epitel sekretoris yang terletak di dalam duktulus dan duktus. Sekresi ke dua ini sering kali meningkatkan jumlah total empedu sebanyak 100 persen. Sekresi ke dua ini dirangsang oleh sekretin, sehingga meningkatkan jumlah ionion bikarbonat yang menambah sekresi pancreas dalam menetralkan asam dari lambung. Pengosongan Kandung Empedu dan Peran Kolesistokinin Ketika makanan mulai dicerna di dalam traktus gastrointestinal bagian atas, kandung empedu mulai dikosongkan, terutama sewaktu makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Dasar yang menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi efektivitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter Oddi yang menjaga pintu keluar dari duktus biliaris komunis ke dalam duodenum. Sejauh ini rangsangan yang paling poten dalam menyebabkan kontraksi kandung empedu adalah hormon kolesistokinin. Hormon ini adalah hormon kolesistokinin yang sama yang menyebabkan peningkatan sekresi enzim oleh sel-sel asinar pancreas. Rangsangan untuk melepaskan kolesistokinin ke dalam darah dari mukosa deodeum terutama adalah makanan berlemak yang masuk ke duodeum. Selain kolesistokinin, kansung empedu juga dirangsang secara kurang kuat oleh serta-serta saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan enteric. Keduanya adalah saraf yang sama yang meningkatkan motilitas dan sekresi dalam bagian lain traktus gastrotestinal bagian atas.

Bahkan dengan kontraksi kandungan empedu yang relatif kuat, pengosongan dapat berlangsung sulit karena sfingter Oddi normalnya tetap berkontraksi secara tronik. Oleh karena itu, sebelum terjadi pengosongan kandung empedu, sfingter Oddi juga harus direlaksasi. Paling sedikit terdapat tiga faktor yang membentuk hal ini, faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kolesistokinin, bukannya merangsang sfingter Oddi, malah memiliki efek relaksasi, tetapi efek ini saja biasanya tidak cukup memungkinkan pengosongan yang bermakna. 2. Kontraksi ritmik kandung empedu menghantarkan gelombang peristaltik melalui duktus biliaris komunis menuju sfingter Oddi, menyebabkan suatu gelombang awal relaksasi yang sebagian manghambat sfingter mendahului gelombang peristaltik. Tetapi ini juga biasanya tidak cukup menghasilkan pengosongan dalam jumlah besar. 3. Ketika gelombang peristaltic usus berjalan pada dinding duodenum, fase relaksasi dari setiap gelombang dengan kuat merelaksasi otot diding usus. Sejauh ini hal tersebut kelihatannya merupakan efek yang paling kuat dari semua relaksan pada sfingter Oddi. Akibatnya empedu biasanya masuk ke duodenum dalam bentuk pancaran yang sinkron dengan fase relaksasi gelombang peristaltic duodenum. Sirkulasi Enterohepatik Garam garam Empedu Sekitar 94% garam empedu direabsorsikan oleh usus halus, sekitar setengahnya dengan cara difusi melalui mukosa usus pada bagian awal usus halus dan sisanya melalui proses transport aktif melewati mukosa usus pada bagian distal ileum. Garam empedu memasuki daerah portal dan diteruskan ke hati. Pada saat mencapai hati, garam garam empedu diabsorbsi hampir seluruhnya pada aliran pertama melalui sinusoid vena ke dalam sel sel hati dan kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu. Dengan cara ini, sekitar 94 persen dari semua garam empedu disikulasikan ke dalam empedu, sehingga rata rata garam ini akan

mengalami sirkulasi sebanyak 18 kali sebelum dikeluarkan bersama tinja. Sejumlah kecil garam empedu yang dikelurkan ke dalam tinja akan di ganti dengan jumlah garam yang baru yang dibentuk secara terus-menerus oleh sel-sel hati. Sirkulasi ulang garam empedu ini disebut sirkulasi enterohepatik. Informasi II : Pemeriksaan Fisik : Tanda vital baik kecuali ada demam 38 C. Telapak tangan dan kaki tampak ikterik. Tidak ditemukan palmar erythema. Sklera kedua mata ikterik Jantung dan paru normal Abdomen : Inspeksi : dinding perut tidak tegang, tidak buncit, tidak ada caput meduse Auskultasi : bising usus + (normal) Palpasi : pembesaran hepar (+), tepi tumpul (+) Perkusi : pekak alih (-) Ekstremitas : bengkak (-) Pemeriksaan laboratorium : IgM Anti HAV (-), IgG Anti HAV (-), HbS Ag (+), HBeAg (+), HBcAg (+), IgM Anti HCV (-). Nilai normal dari hasil tes antibody terhadap virus hepatitis adalah negative. Bilirubin indirek 25 mg/dl, bilirubin direk 0,3 mg/dl. SGOT 50 IU/L (N = 10-37 IU/L), SGPT 60 IU/L (N = 10-40 IU/L) Pemeriksaan liver biopsy : necrosis sel hepatosit akibat alcohol (-), apoptosis sel hepatosit (-) Interpretasi hasil : Pada informasi kedua didapat demam dengan suhu 38C, hal ini menujukkan adanya reaksi inflamasi, telapak tangan dan kaki, serta sklera tampak ikterik

menunjukkan adanya kelainan metabolisme bilirubin, hal ini mendukung keempat diagnosis diferensial, hepatitis, sirosis hepatic, hiperbilirubinemia toksik dan kolestasis, tetapi pada penyakit hiperbilirubinemia toksik dapat digugurkan dari anamnesis apakah pasien sebelumnya mengkonsumsi obatobatan yang dapat menyebabkan hiperbilirubinemia toksik. Ikterik pada kulit menunjukkan sifat bilirubin yang terikat dengan lemak, karena histology kulit disusun dari jaringan lemak, maka kulit tampak kekuningan (ikterik), dan ikterik pada sclera menunjukkan sifat bilirubin yang terikat juga di dalam jaringan elastin. Adanya pernyataan tentang tidak ditemukan palmar erythema mendukung diagnosis hepatitis dan menggugurkan diagnosis sirosis hepatic. Pada pemeriksaan abdomen tidak ditemukan caput meduse dan perut tidak buncit dapat menggugurkan diagnosis sirosis hepatic. Hepatomegali dengan tepi tumpul menunjukkan adanya kerusakan pada parenkim hepar, hal ini mendukung diagnosis hepatitis. Kerusakan hepar secara mikroskopis terlihat degenerasi sel parenkim yang tidak menyeluruh, dengan nekrosis hepatosit, suatu reaksi peradangan lobuler yang difus, serta kerusakan pada rangkaian sel hati. Perubahan parenkim ini diikuti oleh hyperplasia sel retikuloendotelial (Kupffer), yang kemudian dapat menyebabkan hepatomegali. Tidak adanya pekak alih dan oedem menggugurkan diagnosis sirosis hepatic. Pemeriksaan laboratorium ditemukan HbS Ag (+), HBeAg (+), HBcAg (+) menunjukkan pasien terinfeksi virus hepatitis B. Interpretasi hasil laboratorium : Tes positif HBsAg permukaanI) HBeAg (antigen Keterangan Terdapat di sitoplasma dalam Interpretasi Infeksi hepatitis B aktif, baik akut maupun kronis Infeksi hepatitis aktif, akut, atau kronis. Ditemukan bila ada HBsAg. Menunjukkan bahan mempunyai potensi menambag yang

infektifitas Pemeriksaan bilirubin indirek 25 mg/dl, bilirubin direk 0,3 mg/dl. Bentuk bilirubin Pre-hepatic, unconjugated, indirect Post-hepatic, conjugated, direct Fecal urobilinogen Nilai normal 0.1 to 1.0 mg/dL 0.0 to 0.4 mg/dL 40 to 280 mg/day

Pada pemeriksaan bilirubin, didapatkan data bilirubin indirek 25 mg/dl sedangkan bilirubin direk 0,3 mg/dl. Peningkatan bilirubin indirek menunjukkan adanya kelaina prehepatik. Pada kasus ini, dugaan pasien terinfeksi virus hepatitis sangat besar, karena ditemukannya HBsAg, HBeAg, dan HBcAg pada pemeriksaan serologi. Penyakit hepatitis merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan gangguan fase intrahepatik, dan seharusnya apabila yang terganggu fase intrahepatik peningkatan yang terjadi adalah peningkatan bilirubin direk. Pada informasi II, yang terjadi justru peningkatan bilirubin indirek, hal ini mungkin dapat disebabkan karena kesalahan pemeriksaan laboratorium. Peningkatan enzim SGPT dan SGOT pada pasien ini tidak terlalu signifikan, menunjukkan adanya inflamasi sel hepar yang akhirnya menyebabkan terganggunya enzim-enzim hepar. Pada penjelasan di atas maka didapatkan diagnosis kerja : Hepatitis B. 6. 7. Hepatomegali Biopsi Hati

Biopsi hati merupakan prosedur invasif yang meskipu njarang tetapi sangat berisiko untuk terjadinya komplikasi. Biopsi ditujukan untuk memperoleh jaringan guna penegakan diagnosis yang mempunyai manfaat pada pengelolaan pasien. Indikasi :

a. Evaluasi, Tingkatan, Tahapan dari Hepatitis Kronis b. Diagnosis, Tingkatan dan Tahapan Penyakit Hati Alkoholik dan Perlemakan Hati Non-Alkoholik c. Evaluasi, Tingkatan, Tahapan Kolesistitis d. Diagnosis tersangka Sirrosis e. Indentifikasi Kelainan Sistemik, Peradangan, dan Granulomatosa f. Evaluasi demam yang tidak diketahui penyebabnya g. Identifikasi tipe dan perluasan obat-obatan yang dapat menyebabakan kerusakan hepar h. Diagnosis penyakit intrahepatic alami i. Diagnosis Kelaian multisistem infiltratif j. Evaluasi dari Abnormalitas Tes Biokimiawi Hepar dan Hepatomegali k. Skrining pada pasien dengan Riwayat Penyakit Keturunan Keluarga l. Identifikasi Penyakit metabolik m. Menyediakan jaringan untuk mengkulturkan agent infeksius n. Menyediakan jaringan untuk perkiraan kuantitatif kadar tembaga atau besi o. Evaluasi dinor hepar sebelum transplantasi p. Diagnosis Kelainan tes hepar setelah transplantasi q. Evaluasi keefektifan terapi penyakit hepar Kontraindikasi : Pada obstruksi bilier ekstrahepatik tindakan biopsi dinyatakan sebagai kontraindikasi karena komplikasi yang dapat terjadi seperti nyeri, peritonitis biller, renjatan septik dan bahkan kematian. Beberapa kontraindikasi lain seperti bacterial kholangitis, gangguan koagulopati. asites, lesi kistik, dan amyloidosis karena dikuatirkan terjadi kornplikasi bila dilakukan tindakan biopsi. Pada pasien yang diduga menderita keganasan tindakan biopsi tidak boleh dilakukan pada pasien rawat jalan karena risiko terjadinya perdarahan lebih besar 6 sampai 10 kali lipat dibandingkan pasien bukan kanker.

8. 9.

Struktur Virus Hepatitis B Patogenesis Virus Hepatitis B HBV masuk ke tubuh ke peredaran darah masuk ke dalam hati Replikasi Virus

Rangsang sel imun nonspesifik (dengan sel NK)

Rangsang sel imun spesifik peptida kapsid HBV (Hbc Ag / Hbe Ag) akan dipresentasikan oleh APC

MHC I kompleks peptida HBV MHC kelas I aktivasi sel T CD 8+ mekanisme sitolitik nekrosis sel hati nonsitolitik IFN-gamma, TNF-alfa eliminasi virus intrasel

MHC II kompleks peptida HBV MHC kelas II aktivasi sel T CD 4+ aktivasi limfosit B Anti-Hbs, Anti-Hbc, Anti Hbe menetralisasi partikel virus bebas dan cegah masuknya virus ke dalam sel

10.

Replikasi Virus Hepatitis B Virus menempel pada membran sel hepar

virus masuk ke dalam membran sel hepar terjadi pelepasan selubung virus partikel inti virus mengeluarkan DNA dan DNA polimerase ke dalam nukleus sel hepar DNA hepatitis B via RNA messenger menyebabkan sel hepar memproduksi HBs Ag, HBc Ag, HBe Ag, DNA polymerase, dan protein serta enzim yang lain. DNA polymerase menyebabkan sel hepar mebuat kopi dari DNA hepatitis B melalui RNA messenger Dalam sel hepar tersebut, terbentuklah virus hepatitis B yang baru Kopi virus Hepatitis B tersebut di keluarkan dari membrane sel hepar ke aliran darah, kembali ke hepar untuk menginfeksi sel hepar lainnya.

Informasi III Pasien didiagnosis menderita Hepatitis B. Terapi yang diberikan : Interferon alfa (IFN alfa) injeksi 3x / minggu selama 3 bulan atau Lamivudine Paracetamol 500 mg 3 x 1 Interpretasi Hasil : Interferon alfa bekerja dengan menghambat atau mengganggu proses uncoating, RNA transcription, protein synthesis dan assembly virus HBV sedangkan Lamivudin bekerja dengan menghambat enzim reverse transkriptase sehingga menghambat produksi virus HBV baru. Parasetamol digunakan untuk menurunkan panas. Parasetamol bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase, sehingga tidak terjadi pembentukan prostaglandin dari asam arakhidonat.

11. a.

Penatalaksanaan Hepatitis B Lamivudin

Medikamentosa Lamivudin adalah suatu enantiomer (-) dari 3' tiasitidin yang merupakan suatu analog nukleosid. Nukleosid berfungsi sebagai bahan pembentuk pregenom, sehingga analog nukleosid bersaing dengan nukleosid asli. Mekanisme Kerja : Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse transkriptase yang berfungsi dalam transkripsi balik dari RNA menjadi DNA yang terjadi dalam replikasi VHB. Lamivudin menghambat produksi VHB baru dan mencegah terjadinya infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi, tetapi tidak mempengaruhi sel-sel yang telah terinfeksi karena pada sel-sel yang telah terinfeksi DNA VHB ada dalam keadaan convalent closed circular (cccDNA). Karena itu setelah obat dihentikan, titer DNA VHB akan kembali lagi seperti semula karena sel-sel yang terinfeksi akhirnya memproduksi virus barn lagi. Penggunaan : Lamivudin adalah analog nukleosid oral dengan aktivitas anti viral yang kuat. Kalau diberikan dalam dosis 100 mg tiap hari, Lamivudin akan menurunkan kadar DNA VHB sebesar 95% atau lebih da1am waktu 1 minggu. Khasiat Lamivudin semakin meningkat bi1a diberikan dalam waktu yang lebih panjang. Karena itu strategi pengobatan yang tepat adalah pengobatan jangka panjang Keuntungan dan kerugian Lamivudin : Keuntungan utama dari Lamivudin adalah keamanan, toleransi pasien serta harganya yang relatif murah. Kerugiannya adalah seringnya timbul kekebalan. b. Adefovir Dipivoksil

Mekanisme kerja :

Adefovir dipivoksil adalah suatu nukleosid oral yang menghambat enzim reverse transcriptase. Penggunaan : Pemakaian Adefovir dengan dosis 10 atau 30 mg tiap hari selama 48 minggu menunjukkan perbaikan Knodell necroinflammatory score sedikitnya 2 poin. Juga terjadi penurunan kadar DNA VHB, penurunan kadar ALT serta serokonversi HBeAg. Adefovir baru dipakai pada kasus-kasus yang kebal terhadap Lamivudin. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg tiap hari. Keuntungan dan kerugian Adefovir : Keuntungan penggunaan Adefovir adalah jarangnya terjadi kekebalan. Dengan demikian obat ini merupakan obat yang ideal untuk terapi Hepatitis B Kronik dengan penyakit hati yang parah. Kerugiannya adalah harga yang lebih mahal dan masih kurangnya data mengenai khasiat dan keamanan dalam jangka yang sangat panjang. c. Interferon Interferon (IFN) sebenarnya adalah cytokine kelompok

glikoprotein yang dihasilkan oleh sel mamalia bila sel tersebut terpapar oleh virus, doublestranded ANA's dan banyak zat lain lagi seperti eksotoksin bakteri dan polianion. Interferon dapat dibagi dalam 3 tipe yang dinamakan alfa beta dan gamma. Alfa-interferon (a-IFN) dihasilkan terutama oleh leukosit, (b-IFN oleh fibroblast dan sel epitel sedangkan (y-IFN) oleh Iimfosit-T. Sekarang ini interferon berbagai tipe tersebut dihasilkan melalui proses rekayasa rekombinan DNA. Interferon alamiah sebenarnya baru ada di lokasi infeksi pada saat titer virus dapat dideteksi dan sebelum timbulnya antibodi humoral. Timbulnya interferon yang berkorelasi dengan penurunan titer virus memberikan kesan bahwa interferon bersifat sebagai mekanisme pertahanan hospes yang penting. Tetapi ada juga kesan sebaliknya

bahwa interferon berkaitan dengan timbulnya gejala-gejala umum infeksi virus seperti demam, malaise dan mialgia. Mekanisme Kerja : Efek antivirus kemungkinan sekali akibat interferon mengikat pad a reseptor khusus di permukaan sel yang kemudian reaksinya menghambat atau mengganggu proses uncoating, RNA transcription, protein synthesis dan assembly virus. Farmakokinetik : lnterferon tidak dapat diserap secara oral. Setelah pemberian IM atau SK dari a-IFN. kadar puncak dicapai dalam 4-8 jam. Di cairan tubuh interferon cepat sekali di inaktiviasi. mungkin sakaii karena IFN di katabolisir oleh hall. Sebaliknya 13-IFN dan y-IFN tidak memperlihatkan kadar obatnya di plasma setelah pemberian 1M atau SK, tetapi ada bukti bahwa kedua jenis interferon ini mempangaruhi leukosit di perifer. Efek Samping : Pemberian interferon dilaporkan menimbulkan demam, malaise dan rasa lelah. Pemberian jangka lama dapat menimbulkan rambut rontok. Leukopenia yang berkaitan dengan dosis dilaporkan timbul dengan interferon jenis rekombinan maupun yang alamiah. Indikasi : Saat ini interferon-a dilaporkan dapat mengurangi marker hepatitis B yang kronik, sedangkan indikasi untuk hepatitis C yang kronik aktif telah disetujui oleh FDA Amerika Serikat. Non medikamentosa a. b. c. 12. Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat Menghindari konsumsi alkohol Menghindari aktivitas fisik yang berlebihan Pencegahan Hepatitis B

1. Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan

a. Vaksin rekombinan ragi Mengandung HBsAg sebagai imunogen Sangat imunogenik, menginduksi kadar proteksi anti

HBsAg pada > 95% pasien dewasa muda sehat setelah pemberian komplit 3 dosis. Efektifitas sebesar 85-95% dalam mencegah infeksi

HBY. Efek samping utama

1. Nyeri sementara pada tempat suntikan pada 10-25% 2. Booster tidak direkomendasikan walaupun setelah 15

tahun imunisasi awal Booster hanya untuk individu dengan imunokompromais

jika titer dibawah lOmU/mL Peran imunoterapi untuk pasien hepatitis B kronik sedang

dalam penelitian b. Dosis dan jadual vaksinasi HBY. Pemberian 1M (deltoid) dosis dewasa untuk dewasa, untuk bayi, anak sampai umur 19 tahun dengandosis anak(I/2 dosis dewasa), diulangpada 1 dan 6 bulan kemudian c. Indikasi Imunisasi universal untuk bayi baru lahir Vaksinasi catch up untuk anak sampai umur 19 tahun (bila Grup resiko tinggi: 1. Pasangan dan anggota keluarga yang

belum divaksinasi) kontak dengan karier hepatitis B. 2. Pekerja kesehatan dan pekerja yang terpapar darah, 3. IVDU. 4. Homoseksual dan biseksual pria, 5. Individu dengan banyak pasangan seksual. 6. Resipien transfusi darah, 7. Pasien hemodialisis, 8. Sesama narapidana, 9. Individu dengan penyakit hati yang sudah ada (misal hepatitis C kronik)

2. Imunoprofilaksis pasca paparan dengan vaksin hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B (HBIG). Indikasi: akut: 1). Dosis 0,04-0,07 mL/kg HBIG sesegera mungkin setelah paparan; 2). Vaksin HBV pertama diberikan pada saat atau hari yang sama pada deltoid sisi lain; 3). Vaksin kedua dan ketiga diberikan 1 dan 6 bulan kemudian. Neonatus dari ibu yang diketahui mengidap HBsAG positif: 1). Setengah mili liter HBIG diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir di bagian anterolateral otot paha atas; 2). Vaksin HBV dengan dosis 5-10 ug, diberikan da1am waktu 12 jam pada sisi lain, diulang pada 1 dan 6 bulan. 13. Efektifitas perlindungan melampaui 95%. Kontak seksual dengan individu yang terinfeksi hepatitis

Komplikasi Hepatitis B

Setelah hepatitis virus akut, sejumlah kecil pasien akan mengalami hepatitis agresif atau kronis aktif bila terjadi kerusakan hati sehingga terjadi sirosis. Kondisi ini dibedakan dari hepatitis kronis persisten melalui pemeriksaan biopsi hati. Komplikasi lanjut hepatitis yang cukup bermakna adalah berkembangnya karsinoma heepatoseluler primer. Dua faktor penyebab utama yang terkait dalam patogenesis adalh infeksi HBV kronis dan sirosis hepatis. 14. ;;

DAFTAR PUSTAKA Guyton, Arthur C. Hati Sebagai Suatu Organ. Dalam : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC. 1997 Jawetz, Ernest. Virus Hepatits. Dalam : Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta : EGC. 1996 Mahar Mardjono, Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001. Murray, Robert K. Pofirin dan Pigmen Empedu. Dalam : Biokima Harper Edisi 25. Jakarta : EGC. 2003 Price, Sylvia A. Gangguan Sistem Gastrointestinal. Dalam : Patofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume I Edisi 6. Jakarta : EGC. 2006. Sherwood, Lauralee. Sistem Pencernaan. Dalam : Fisiologi Manusia dari Sistem ke Sistem Edisi 2. Jakarta : EGC. 2001. Sudoyo, Aru W. Hepatitis Viral Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : EGC Farmako Katzung