part buku lustrum kmts ugm

5
N.O.S.T.A.L.G.I.A KENANGAN UNTUK HARAPAN

Upload: vempi-satriya

Post on 12-Dec-2015

33 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Beirisi tentang kisah para alumni Teknik Sipil UGM

TRANSCRIPT

Page 1: Part Buku Lustrum KMTS UGM

N.O.S.T.A.L.G.I.AKENANGAN UNTUK HARAPAN

Page 2: Part Buku Lustrum KMTS UGM

All creative work builds on what came before, othing is completely original

- Austin KleonN

Lustrum 9 KMTS FT UGM 3

Page 3: Part Buku Lustrum KMTS UGM

SANG

GURU YANG

MERDESA H a r d j o s o t e r c a t a t s e b a g a i

mahasiswa STT di Yogyakarta pada 1945-

1949 yang selanjutnya STT berubah

i d e n t i t a s m e n j a d i F a k u l t a s Te k n i k

Un ivers i tas Gad jah Mada (FT UGM)

Yogyakarta dan kemudian tercatat kembali

sebagai mahasiswa FT UGM Jogja pada

1949-1953. Tahun 1946, di masa perang

k e m e r d e k a a n y a n g j u g a s e k a l i g u s

m e r u p a k a n a w a l m a s a p e r k u l i a h a n

Hardjoso, ia ikut berperang memperebutkan

kemerdekaan dengan bergabung bersama

Pasukan Mahasiswa Kogyo Daigaku. Tak

berhenti disitu, pada tahun 1946-1949

Hardjoso pun aktif menjadi anggota Brigade

Tujuh Belas dengan mengikuti organisasi

PKI MUSO dan Clash II. Pada 1953 Hardjoso

meraih gelar insinyur di bidang ilmu teknik

sipil. Menurutnya, merancang bangunan,

m e r e a l i s a s i k a n r a n c a n g b a n g u n a n ,

membuat fas i l i tas umum, membuat

jaringan air minum, dan membangun semua

fasilitas umum yang berguna bagi masyarakat

menjadi ketertarikan tersendiri baginya.

Ketertarikan Hardjoso terhadap kegiatan

masyarakat sipil inilah yang menjadi alasan

utama mengapa ia menjadikan teknik sipil

sebagai pilihan mutlak. Setelah menyandang

gelar insinyurnya, Hardjoso tak langsung

mengajar. Ia bekerja terlebih dahulu di

Departemen Kesehatan selama lima tahun

dan pada tahun 1958 secara resmi menjalani

profesi sebagai dosen di Universitas Gadjah

Mada.

Tidak membutuhkan waktu yang lama

bagi Hardjoso untuk meraih gelar guru besar.

Setelah 9 tahun mengabdi sebagai dosen di

UGM, ia pun mendapatkan gelar guru besar

UGM. Namun, tidak lama setelah menyandang

gelar guru besar, tepatnya pada tahun 1980,

Hardjoso memutuskan untuk pensiun dini.

Dibal ik pengunduran di r inya , Hardjoso

(Alm) Prof. Ir. Hardjoso Prodjopangarso (Hardjoso). Nama inilah yang tercatat sebagai mahasiswa

bernomor urut satu di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Pria kelahiran Sala, 9 Mei 1923 ini

merupakan sosok yang patut diteladani. Terlahir dari keluarga yang berada, tidak membuat Hardjoso

termanjakan dengan keberadaannya. Kerendahan hati dan kedisiplinan yang ia pegang teguh

mengantarkannya menjadi pribadi yang disegani oleh siapapun yang mengenalnya. Anak ke empat dari

tujuh bersaudara ini menghabiskan masa kecilnya di Surakarta. Walaupun sempat dikeluarkan ketika

menginjak bangku kelas 4 pendidikan Sekolah Dasar, namun Hardjoso kembali melanjutkan pendidikan

Sekolah Dasarnya di RK Hollandsch Inlandsche School (HIS) Purbayan, Surakarta dan menamatkan

pendidikan dasarnya pada tahun 1937. Ketika menginjak masa remaja, Hardjoso pindah ke Jakarta dan

menamatkan studinya di RK Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) dan Sekolah Menengah Teknologi

yang keduanya berlokasi di Jakarta.

Hardjoso Prodjopangarso

Lustrum 9 KMTS FT UGM 5

Page 4: Part Buku Lustrum KMTS UGM

memiliki alasan kuat dengan memegang teguh

prinsipnya mengapa ia akhirnya memutuskan

untuk tidak lagi menjabat sebagai Guru Besar

UGM. Alasan kuat yang mendasari itu semua

a d a l a h i a i n g i n m e n g a b d i d a n

mempersembahkan ilmunya lebih banyak

lag i untuk UGM dan masyarakat luas .

Meskipun ditentang banyak pihak, namun ia

t e t a p t e g u h d e n g a n p r i n s i p d a n

pendiriannya.

Sesua i dengan pr ins ipnya untuk

m e n g a b d i p a d a m a s y a r a k a t , s e t e l a h

melepas jabatan sebagai Guru Besar UGM,

p e r g e r a k a n d a n k r e a t i fi t a s H a r d j o s o

s e m a k i n m e n g g e l i a t . M u l a i d a r i

b e r e k s p e r i m e n h i n g g a m e n c i p t a k a n

berbagai macam alat ia lakukan untuk

membuat sebuah inovasi yang diharapkan

b e rd a m p a k b e s a r d i m a s ya r a k a t . B a k

Jantung untuk menyalurkan air dalam pipa

bambu sepanjang 7.000 meter di Jatiyoso,

alat daya resap untuk daerah rawa, Tripikon-

S yang merupakan septic tank untuk daerah

rawa dan daerah padat, Ki Panca Sihir dan

Nyi Bunga Sihir serta Cak Kilang Sihir yang

merupakan sebuah alat-alat pembersihan air

tanpa bahan-bahan kimia, hingga yang terbaru

alat Jumantara yang diciptakan olehnya pada

2004, menjadi bukti bahwa komitmennya

untuk mengabdi bukanlah isapan jempol

belaka. Tak hanya itu, ia juga mengikuti

berbaga i keg ia tan IPTEK , d iantaranya

mengikuti berbagai seminar baik di dalam

maupun luar negeri. Selain itu, ia juga aktif

mengabdikan d i r i sebagai narasumber

tersebut.

Tak banyak pribadi yang mampu

berperilaku seperti Hardjoso. Biasanya para

inovator menciptakan karya hanya sekedar

untuk mendapatkan prestige sedangkan bagi

Hardjoso, alat yang diciptakan seharusnya

mampu digunakan oleh masyarakat awam dan

sesuai dengan kebutuhan di masing-masing

d a e r a h . S e l a m a p e m b u a t a n i n ova s i -

inovasinya, ia memanfaatkan bahan-bahan

y a n g t e l a h t e r s e d i a o l e h a l a m d a n

menggunakan teknik-teknik tradisional dalam

pembuatan karyanya. Ia percaya teknologi

tradisional merupakan akar dari perkembangan

teknologi modern dan kemajuan ilmu saat ini.

Hal ini sepihak dan dibenarkan oleh salah satu

putri Hardjoso, Dyah Ekaningsih, yang

mengatakan bahwa ide-ide yang muncul

dibalik karya-karya brillian Hardjoso tak lepas

dar i inspirasinya kepada orang-orang

terdahulu.Terlepas dari karya masterpiece

yang brillian dan sangat banyak, Hardjoso

bahkan tak punya ambisi muluk-muluk.

Kalaulah disebut ambisi, kata Hardjoso, ia ingin

ilmu dan teknologi bisa merata sampai ke

rakyat paling bawah.

“Blusukan”. Itulah kunci ia tak pernah

kehabisan ide untuk membuat sebuah inovasi.

Ia sering keluar masuk pedalaman untuk

penelitian dan mendapatkan ide pembuatan

karyanya karena itulah namanya masih

dikenang oleh masyarakat setempat. Tak

hanya berkarya di bidang ketekniksipilan saja,

ia juga meninggalkan sejumlah karya di bidang

pemeliharaan teknologi dan ekologi. Misalnya,

pengairan pasang surut di Kalimantan dan

untuk berbagi i lmu dengan masyarakat,

diantaranya adalah sebagai pencetus gagasan

dan pelaksanaan tentang Zeni Teritorial

Angkatan Kepolisian pada tahun 1963-1966,

menjadi Keynote Speaker pada peringatan

keluarga alumni UGM pada tahun 1980,

p e m b i m b i n g m a h a s i s w a U A J Y y a n g

mengikuti lomba karya tulis ilmiah di Korea

Selatan dan masih banyak lagi prestasi dan

kegiatan yang ia ukir.

Banyaknya kegiatan IPTEK dan juga

i n o v a s i y a n g H a r d j o s o c i p t a k a n ,

menghantarkan ia meraih Penghargaan

Tingkat Nasional seperti Satya Lencana

Pembangunan dari Presiden RI (1974),

Penghargaan di bidang ilmu dan teknologi dari

Presiden RI (1977), dan tiga kali mendapat

penghargaan Anugerah Hamengku Buwono.

Pada setiap penghargaan yang diberikan,

ia tidak serta merta menerima dengan penuh

rasa euforia karena menurutnya, karya cipta

yang dibuat tidak hanya diciptakan oleh

Hardjoso seorang namun juga mendapat

bantuan dari banyak pihak. Ia juga tidak pernah

mematenkan karya–karya dikarenakan ia ingin

masyarakat dapat memanfaatkan sebaik-

baiknya, dan membagikan alatnya kepada

masyarakat luas secara bebas tanpa harus

memikirkan siapa yang membuat ataupun

meminta izin kepada yang membuat untuk

menggunakannya. Hardjoso selalu mengatakan

bahwa tidak perlu mematenkan alat karena itu

hanya akan menghambat masyarakat untuk

menggunakannya, karena masyarakat harus

membayar untuk menggunakan alat-alat

Lustrum 9 KMTS FT UGMLustrum 9 KMTS FT UGM 76

Sumber: Arsip Lab. Penyehatan

Page 5: Part Buku Lustrum KMTS UGM

Sumatera.

Menurut Estiningsih, Asisten Hardjoso,

y a n g t e l a h b e k e r j a d i L a b o r a t o r i u m

Penyehatan milik Hardjoso sejak tahun 1983,

Hardjoso adalah sosok pimpinan yang sangat

ideal dan tidak pernah membawahi siapapun.

Hardjoso benar benar mendidik seseorang

dari yang tidak bisa melakukan apapun hingga

menjadi seseorang yang mampu dalam

berkarya. Kedisiplinannya pun patut diacungi

jempol, tercermin ketika berjanji di setiap

p e r t e m u a n , i a s e l a l u m e n y e m p a t k a n

waktunya untuk hadir satu jam lebih awal dari

waktu yang telah dijanjikan. Yang sangat

berkesan bagi Etik, ketika Hardjoso ingin

menguj i d iser tas i . Ia ser ing membuat

simulasi, seperti Hardjoso yang berpura pura

sebagai mahasiswa dan Etik berperan sebagai

Hardjoso yang memberi pertanyaan dari soal

yang telah dibuat oleh Hardjoso sendiri. Hal ini

dimaksudkan agar Hardjoso menguasai

disertasi mahasiswanya. “Saya bangga

menjadi salah satu pegawainya”, tutur Etik.

Selain sebagai sosok pemimpin ideal bagi

banyak pegawainya, ia juga merupakan kepala

keluarga yang tegas dalam membimbing anak-

anaknya untuk menjadi sosok yang mandiri.

Hardjoso terkesan sebagai sosok ayah yang

plural nan pendiam, serta melepas anak-

anaknya untuk bebas berkreasi namun tetap

memperhatikan perkembangan anak-anaknya.

“Beliau memperbolehkan serta mendukung

anak-anaknya untuk berhasil pada keahlian

masing-masing.”, ungkap Dyah Ekaningsih, putri

Hardjoso. Hal yang paling berkesan bagi Dyah

adalah ketika Hardjoso ingin merayakan 60

Menurut Helmi, dalam setiap penelitian,

Hardjoso selalu memegang teguh ideologi

kearifan lokal. Mahasiswa saat ini seharusnya

peka terhadap lingkungan seperti karakteristik

yang dimiliki Hardjoso. “Pak Hardjoso orangnya

t e l i t i d a n p e n u h p e r s i a p a n . B e l i a u

selalu mengikuti SOP yang ada dan siap

tanggap. Bahkan saking siap tanggapnya, keluar

dari hotel saja sudah memakai pelampung.”,

tutur Helmi sembari tertawa mengenang.

Menurut Hardjoso, resep panjang umur dan

memiliki daya ingat yang brilian seperti yang

dimiliki Hardjoso adalah selalu menyukai, selalu

bersyukur untuk hal apapun yang diterimanya,

dan tidak pernah membandingkan dengan

orang-orang yang punya kedudukan di ‘atas’.

Di usianya yang menginjak kepala

delapan, Hardjoso masih tetap aktif melakukan

penelitian walaupun hanya di dalam ruangan.

Sangat berbeda dengan pemuda jaman

sekarang yang sering kali menggunakan masa

mudanya untuk bermalas-malasan dan

berhura-hura untuk hal-hal yang t idak

bermanfaat. Semua yang telah ia lakukan,

tentulah sangat bertolak belakang dengan apa

yang dilakukan mahasiswa ataupun pemuda

generasi milenium yang lebih suka kuliah di

ruang berpendingin udara. Padahal, semasa ia

menempuh kuliah, tantangannya bukan hanya

yang kini menjabat sebagai perekayasa

utama Pusat Litbang Sosial, Ekonomi, dan

L i n g k u n g a n B a d a n P e n e l i t i a n d a n

Pengembangan, dulunya juga merupakan

salah satu anggota tim survey pada penelitian

pasang surut yang dilakukan Hardjoso.

tahun perkawinan. Ia lebih memilih untuk

menulis surat via pos dan mengirim satu per

satu kepada seluruh anak-anaknya untuk

dapat berkumpul bersama di hari kebahagiaan

tersebut . “Amazing . ” , satu kata yang

menggambarkan sosok sang ayah bagi Dyah.

Ir. Mitrabani, Direktur Bina Cakar Bumi, mengenal sosok Hardjoso sejak tahun 1976 sebagai Asisten Operasi di beberapa penelitian Hardjoso, diantaranya mengenai pasang surut dan juga berperan aktif bersama dalam berbagai bentuk pengabdian masyarakat. Mitrabani sudah mengganggap Hardjoso seperti sosok ayahnya sendiri. Menurut Mitrabani, Hardjoso merupakan sosok yang sederhana, terbuka, tidak suka diberi kejutan ulang tahun, dan masih suka setir mobil sendiri walau di umur yang sudah menginjak 86 tahun. Hardjoso juga seorang yang lincah dan disiplin dalam penelitian. Sebelum kru masuk dalam lokasi penelitian, Hardjoso selalu datang lebih d a h u l u m e n u l u s u r i l a p a n g a n d a n mempers iapkan segala sesuatu demi kelancaran penelitian dan keselamatan kru.

Pada saat pernikahan Mitrabani , Hardjoso sempat memberikan pidato. Namun lucunya, Hardjoso menjelaskan mengenai pasang surut, hal yang sangat tidak biasa terjadi pada momen kebahagiaan seperti halnya pernikahan.

Banyak pengabdian dan penelitian yang telah dilakukan seorang Hardjoso, sehingga Mi t raban i dan Dyah Ekan ings ih akan mengabadikan Laboratium Penyehatan milik Hardjoso menjadi laboratorium bernama Hardjoso Prodjopangarso.

D r . I r . A c h m a d H e l m i ,

“Saya senang sipil karena tugas pokoknya membuat

sesuatu yang berfungsi untuk melayani masyarakat.”

Lustrum 9 KMTS FT UGMLustrum 9 KMTS FT UGM 98

Sumber: Arsip Lab. Penyehatan