paper_hafiezd_islamic social reporting index
TRANSCRIPT
Islamic Social Reporting Index Sebagai Model Pengukuran
Kinerja Sosial Perbankan Syariah (Studi Komparasi
Indonesia dan Malaysia)
Hafiez Sofyani, Ihyaul Ulum, Daniel Syam, Sri Wahjuni L. Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Malang
Jln. Raya Tlogomas No.246 Malang Jawa Timur 65145
E_mail; [email protected]
ABSTRACT
The aim of this study is tocompare thesocial
performanceofIslamicbankinginIndonesiaandIslamic bankingin Malaysiausing amodel
ofIslamicSocialReportingIndex (ISR Index). The objects of this study are threeIslamic
banks both inIndonesiaand Malaysia.Content analysis was used to analyse the data.
Expectedresultsofthis studycan contributeto the practice ofIslamic banking-related
business insocialresponsibilityactivitiesthey run, andalsocontribute tofurtherstudyboth
interms of providinginputsof knowledge, as acomparison,
andreplicationmaterialstoconductfurtherstudyrelated tothe modelISR Indexin assessing
thesocial performanceof Islamic banking.
The results ofthis study indicatethatthetrain-average overallsocialperformance ofIslamic
bankinginMalaysiais higher than that of inIndonesia. Social performanceof Islamic bankinginIndonesiain 2010experience a significant increase, about 10% from the
previous year(2009). While thelevel ofsocial performanceonIslamic bankingin
Malaysiacan besaid to be stablebecause itdoes not increaseordecrease.
However,ofallIslamic banksbothIndonesiaand Malaysia, there is still noone hasreached
the level ofexcellent performance.
Key words: Islamic socialreporting Index,socialperformance, Islamic banking.
PENDAHULUAN
Tanggung jawab sosial yang lebih akrab disebut-dalam ranah Akuntansi- sebagai Corporate Social Responcibility (Selanjutnya disingkat CSR) merupakan wacana yang
semakin umum di Indonesia. Hal ini dapat kita lihat dari semakin maraknya unit-unit
bisnis yang menerapkan praktik pengungkapan CSR tersebut. Dalam pasar modal, hal
tersebut terlihat dengan mulai adanya penerapan indeks yang memasukkan kategori
saham-saham perusahaan yang telah mempraktikkan CSR. Sebagai contoh, New York
Stock Exchange memiliki Dow Jones Sustainability index (DJSI), London Stock
Exchange memiliki Socially Responsible Investment (SRI) Index dan Financial Times
Stock Exchange (FTSE) memiliki FTSE4Good. Inisiatif ini bahkan mulai diikuti otoritas
bursa saham di Asia, seperti Hanseng Stock Exchange dan Singapore Stock Exchange (Fitria dan Hartanti:2010).
Di Indonesia, kesadaran mengenai CSR ini terlihat dari semakin maraknya unit-
unit bisnis yang melaporkan praktik CSR dalam laporan keuangan tahunan maupun press
leresa lainnya (Fitria dan Hartanti:2010). Pengungkapan CSR di Indonesia sendiri kini tidak lagi bersifat sukarela. Melainkan merupakan bagian dari kewajiban beberapa
perusahaan yang diatur dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (UU PT) yang di-sahkan pada 20 Juli 2007. Pasal 74 Undang-Undang perseroan terbatas menyatakan : (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang
dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakn tanggung jawab sosial
dan lingkungan (TJSL). (2) TJSL merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran. (3) perseroan yang tidak melakukan kewajiban
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Meskipun praktik CSR lebih banyak dilakukan oleh perusahaan tambang dan
manufaktur, namun, seiring dengan adanya trend global akan praktik CSR, saat ini
industri perbankan juga telah menuliskan aspek pertanggungjawaban sosial dalam laporan
tahunannya meskipun dalam bentuk yang relatif sederhana. Pengungkapan tersebut tidak
hanya dilakukan oleh perbankan konvensional tetapi juga dilakukan oleh perbankan
syariah (Fitria dan Hartanti: 2010).
Perbankan syariah merupakan sektor yang patut diperhitungkan. Survey yang dilakukan oleh Bahrain Monetary Agency di tahun 2004 memperlihatkan bahwa jumlah
institusi perbankan syariah melonjak dengan cukup signifikan dari 176 di tahun 1997
menjadi 267 di tahun 2004 yang beroperasi di 60negara di dunia. Dengan tingkat
pertumbuhan 15% pertahunnya maka industri perbankan syariah merupakan sektor yang
paling cepat berkembang di negara muslim (Zaher dan Hassan, 2001, sebagaimana
dikutip Fitria dan Hartanti). Di Indonesia, walaupun perbankan syariah tercatat tumbuh
dengan sangat signifikan, namun dibandingkan perbankan konvensional, pangsa pasar
perbankan syariah relatif kecil ukurannya, yaitu sebesar 2,2% (Bank Indonesia, 2008).
Tetapi prospek industri syariah ini di masa datang diyakini akan semakin bagus dan patut diperhitungkan.
Ahmad (2002, sebagaimana dikutip Fitira dan Hartanti, 2010) menjelaskan
bahwa lembaga yang menjalankan bisnisnya berdasarkan syariah pada hakekatnya
mendasarkan pada filosofi dasar Al-quran dan sunnah. Sehingga hal ini menjadikan dasar
bagi pelakunya dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dan mengingat
dasar filosifi tersebut bersifat relijius, maka diyakini bahwa hubungan yang ada akan
lebih bersifat berkelanjutan dibandingkan pola konvensional. Dusuki dan Dar (2005)
mengatakan bahwa, pada perbankan syariah tanggung jawab sosial sangat relevan untuk
dibicarakan mengingat beberapa faktor berikut; perbankan syariah berlandaskan syariah yang meminta mereka untuk beroperadi dengan landasan moral, etika, dan tanggung
jawab sosial. Selain itu adalnya prinsip atas ketaatan pada perintah Allah dan khalifah.
Dan yang terakhir adanya prinsip atas kepentingan umum, terdiri dari penghindaran dari kerusakan dan kemiskinan.
Sejauh ini pengukuran CSR disclosure yang pula merupakan gambaran dari
sebuah kinerja sosial dibanyak perbankan syariah masih mengacu kepada Global
Reporting Initiative Index (Indeks GRI). Padahal, terkait dengan adanya kebutuhan
mengenai pengungkapan kinerja sosial di perbankan syariah, saat ini marak
diperbincangkan mengenai Islamic Social Reporting Index (Selanjutnya disebut Indeks ISR). Indeks ISR merupakan tolok ukur pelaksanakaan kinerja sosial perbankan syariah
yang berisi kompilasi item-item standar CSR yang ditetapkan oleh AAOIFI (Accounting
and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) yang kemudian
dikembangkan lebih lanjut oleh para peneliti mengenai item-item CSR yang seharusnya diungkapkan oleh suatu entitas Islam. Indeks ISR diyakni dapat menjadi pijakan awal
dalam hal standar pengungkapan CSR yang sesuai dengan pijakan Islam (Fitria dan
Hartanti, 2010).
Penelitian terdahulu yang menjelaskan tentang pelaporan CSR dengan indeks ISR
dilakukan oleh Firtia dan Hartanti ditahun 2010. Pada penelitian tersebut dijelaskan
bahwa dari tiga objek bank syariah yang melakukan praktik pengungkapan CSR, pengungkapan dengan menggunakan Indeks GRI lebih besar daripada pengungkapan
dengan menggunakan Indeks ISR. Tingkat pengungkapan CSR dengan indeks ISR hanya
dapat memenuhi maksimal 50% dari skor maksimal jika semua item dilakukan secara sempurna.
Sampai saat ini, penelitian menganai Indeks ISR pada industri perbankan syariah
umunya dilakukan di negara-negara lain, dan jarang sekali dilakukan di Indonesia.
Mengingat industri perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia saat ini sedang tumbuh
dengan cukup pesat, ditambah dengan isu pengukuran kinerja sosial yang makin marak,
maka penelitian ini mencoba untuk menelaah bagaimana kinerja sosial bank syariah
ditinjau dengan pendekatan Islamic Social Reporting Index yang dilakukan oleh industri perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia.
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pembahasan yang dipaparkan dalam latar belakang
penelitian, maka peneliti mencoba untuk mengkaji tentang bagaimana kinerja
sosial perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia dilaksanakan, ditinjau dengan
menggunakan model Islamic Social Reporting Index, serta untuk mengkaji
perbedaan pada kinerja sosial yang dilaksanakan oleh industri perbankan syariah
di Indonesia dan Malaysiaditinjau dengan menggunakan model Islamic Social
Reporting Index.
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini dibuat dalam rangka menjawab permasalahan yang ada pada
perumusan masalah, yaitu menjelaskan kinerja sosial pada industri perbankan syariah
yang ada di Indonesia dan Malaysia, serta menjelaskan perbedaaan yang ada pada
kinerja sosial perbankan syariah dari kedua negara tersebut dengan mengacu kepada
model Islamic Soial Reporting Index.
MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian atau kegunaan hasil penelitian terdiri dari dua hal
(Sugiyono, 2002), yaitu:
a. Bagi perkembangan kajian Akuntansi (Kegunaan Teoritis)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian dalam
pendalaman isu kinerja sosial (Corporate Social Responcibility) perbankan syariah dengan mengacu kepada Indeks ISR.
b. Manfaat bagi dunia praktik (Kegunaan praktis)
Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi kepada para pelaku bisnis,
khususnya perbankan syariah dalam menjalankan praktik pengungkapan
CSRnya dengan mengacu kepada model ISR indeks.
LANDASAN TEORI
1. Perkembangan Corporate Social Responsibility di Indonesia
Saidi dan Abidin (2004, sebagaimana dikutip Suharto, 2006) mengatakan bahwa
sedikitnya ada empat model atau pola penerapan CSR yang biasanya diterapkan oleh
perusahaan di Indonesia, yaitu: (1) Keterlibatan langsung, (2) Melalui yayasan atau
organisasi sosial perusahaan, (3) Bermitra dengan pihak lain dan terakhir (4)
Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium.
Hasil survei penelitian yang dilakukan oleh Saidi dan Abidin menunjukkan bahwa model yang paling banyak digunakan perusahaan sebagai suatu sarana penerapan
CSR adalah dengan bermitra dengan pihak lain atau lembaga sosial. Hal ini terbukti dari
total 279 kegiatan penerapan CSR yang sedang dilakukan perusahaan, 144 kegiatan
diantaranya (51,6%) dilakukan melalui bermitra dengan lembaga sosial dengan total dana
teralokasi sebesar 79 miliar rupiah.
Dapat dikatakan secara umum perkembangan CSR di Indonesia telah mengalami
peningkatan baik dalam kuantitas maupun kualitas dibandingkan dari tahun-tahun sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh PIRAC pada tahun 2001 menunjukkan
bahwa dana CSR mencapai lebih dari 115 miliar rupiah dari 180 perusahaan yang
disalurkan untuk 279 kegiatan sosial (Said dan Abidin, 2004, dalam Suharto, 2006).
Angka rata-rata perusahaaan yang menyumbangkan dana bagi kegiatan CSR adalah
sekitar 640 juta rupiah. Tetapi berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementrian
Negara Lingkungan Hidup, dinyatakan bahwa sampai tahun 2006 belum ada 2% dari
seluruh perusahaan kelas menengah dan besar di Indonesia yang menerapkan CSR secara
berkesinambungan. Sebagai perbandingan, pada tahun 2000 Amerika Serikat mempunyai
dana CSR yang mencapai 2.030 triliun rupiah (Saidi dan Abidin, 2004, sebagaimana dikutip Suharto, 2006). Hal ini mengindikasikan masih rendahnya kesadaran perusahaan
dalam penerapan CSR.
2. Tren Pelaporan Corporate Social Responsibility di Dunia dan di Indonesia
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Global Reporting Initiative (2008),
terdapat peningkatan yang signifikan atas jumlah perusahaan yang membuat laporan CSR
yang dikenal sebagai laporan keberlanjutan (Sustainability Reporting), yaitu dari sekitar 300 di tahun 1996 menjadi 3.100 di tahun 2008. Selain itu survey tersebut juga
memperlihatkan bahwa pelaporan CSR tersebut kebanyakan dilakukan sebagai pelaporan
yang bersifat sukarela dan bukan bersifat wajib. Oleh karenanya bentuk dan format sustainability reporting sangat bervariasi sesuai dengan kebutuhan organisasi. Hal ini
menjadi wajar mengingat banyaknya organisasi internasional yang telah memberikan
panduan untuk menyajikan pelaporan CSR seperti : Global Reporting Initiative
Sustainability Reporting Guidelines (diterbitkan oleh Global Reporting Intiative (GRI)),
Organization for Economic Coorperation and Development guidelines for multinational
enterprise (diterbitkan oleh Organization for Economic Cooperation and Development
(OECD)), Social Accountability 8000 (diterbitkan oleh Social Accountability
International), AA 1000 for auditing and assurance process (ditebitkan oleh
Accountability, sebuah organisasi membership internasional), Sistem manajemen
lingkungan (ISO 14001, EMAS), Global Compact dan United Nation Norms,
(diterbitkan oleh United Nations), serta Greenhouse gas Protocol (diterbitkan oleh World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) dan Worl Resources Institute).
Di antara berbagai reporting standards tersebut GRI G3 Sustainability Reporting
Guidelines adalah standar pelaporan yang diterima secara umum dan paling banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan di dunia.
Di Indonesia, CSR merupakan konsep yang paling banyak diterapkan dalam
tataran strategis perusahaan-perusahaan di indonesia, dan masyarakat merasa perlu agar perusahaan melakukan aktivitas CSR (Majalah Swa, 2005, sebagaimana dikutip Fitira
dan Hartanti, 2010). Penelitian empiris juga memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan
pengungkapan social dalam laporan keuangan tahunan perusahaan Indonesia (Hartanti, 2003). Dan semakin banyaknya perusahaan di Indonesia yang mempergunakan standar
Global reporting Initiative dalam melakukan pelaporan CSR (Darwin, 2007,
sebagaimana dikutip Fitira dan Hartanti, 2010).
3. Konsep Corporate Social Responsibility Secara Konvensional
Menurut Suharto (2006), konsep CSR sebagai sebuah tanggung jawab sosial
perusahaan kini semakin diterima dengan luas. Walaupun ada beberapa pihak yang
menganggapnya masih kontroversial, dimana mereka beragumen bahwa perusahaan
sebagai pencari laba telah membayar sejumlah uang berupa pajak kepada negara untuk
disalurkan kepada publik dalam rangka peningkatan kesejahteraan. Sementara, pihak
yang berseberangan menyatakan bahwa perusahaan tidak dapat dipisahkan dari individu yang terlibat didalamnya, seperti pemilik dan karyawan. Oleh karena itu, sudah bukan
saatnya perusahaan hanya memikirkan keuntungan finansial semata, tetapi juga harus
memperdulikan hak dan kepentingan publik, khususnya yang berada di sekitar perusahaan.
Hingga saat ini belum ada definisi tetap atas tanggung jawab sosial, masing-
masing pihak memiliki definisi dan interpretasi yang beragam mengenai CSR.
Keragaman ini sesungguhnya merupakan cerminan dari perbedaan latar belakang serta
pola pikir para praktisi yang mendefinisikan CSR, walaupun secara garis besar dapat
terlihat bahwa mereka telah memiliki benang merah yang sama. Secara umum CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab yag dilakukan oleh perusahaan kepada para
pemangku kepentingan untuk berlaku etis dan memenuhi seluruh aspek ekonomi, social
dan lingkungan dengan baik demi pembangunan yang berkelanjutan (Wibisono, 2007).
Dari sisi filosofi konvensional, terdapat beberapa teori yang melatarbelakangi
pelaksanaan CSR dalam perusahaan, yaitu:
a. Teori Kapitalisme Milton Friedman merupakan pendukung teori ini. Menurut Friedman (1967,
sebagaimana dikutip Fitira dan Hartanti, 2010) apabila perusahaan melakukan
aktivitas CSR di luar kepentingan para pemegang sahamnya, maka itu menyalahi tujuan perusahaan. Satu-satunya kewajiban perusahan dan termasuk CSR
didalamnya adalah memberikan kemakmuran kepada pemegang saham. Aktivitas
donasi dibolehkan jika dirasa dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan dan bukan sekedar filantropi.
b. Teori Kontrak Sosial Dalam teori ini diyakini bahwa perusahaan hanya dapat berusaha dengan baik jika ia
didukung oleh masyarakat sekitarnya (Moir, 2001, sebagaimana dikutip Fitira dan Hartanti, 2010). Sehingga dalam hal ini perusahaan akan dianggap sebagai institusi
social yang harus berkontribusi kepada lingkungan sosialnya.
c. Teori Instrumen Menurut teori ini CSR dipandang sebagai alat strategi untuk mencapai tujuan
perusahaan. Sehingga menurut teori ini perusahaan dalam melakukan aktivitas
CSRnya memiliki tujuan tertentu seperti menciptakan reputasi positip, kehumasan
atau manfaat sejenis lainnya (Burke dan Logsdon, 1996, sebagaimana dikutip Fitira
dan Hartanti, 2010).
d. Teori Legitimasi Menurut teori ini, perusahaan akan melakukan aktivitas CSR dikarenakan adanya
tekanan social, politik dan ekonomi dari luar perusahaan. Sehingga perusahaan akan
menyeimbangkan tuntutan tersebut dengan melakukan apa yang diinginkan oleh masyarakat dan apa yang diharuskan oleh peraturan (Deegan, 2002, sebagaimana
dikutip Fitira dan Hartanti, 2010).
e. Teori Stakeholder Aktivitas CSR menurut teori ini dilakukan untuk mengakomodasi keinginan dan
kebutuhan pemangku kepentingan (stakeholder) sehingga perusahaan dapat
beraktivitas dengsn baik dengan seluruh dukungan pemangku kepentingan tersebut
(Clarkson, 1995, sebagaimana dikutip Fitira dan Hartanti, 2010).
4. Konsep Corporate Social Responsibility Dalam Islam
Islam sebagai cara hidup memberikan panduan bagi umatnya untuk beradaptasi
dan berkembang sesuai dengan jamannya. Islam memungkinkan umatnya untuk
berinovasi dalam muamalah, namun tidak dalam akidah, ibadah dan akhlaq (Kamali,
1989). Lembaga yang menjalankan bisnisnya berdasarkan syariah pada hakekatnya
mendasarkan pada filosofi dasar Al Qur’an dan Sunah (Ahmad, 2002). Sehingga hal ini
menjadikan dasar bagi pelakunya dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya.
Oleh karenanya ikatan hubungan antara institusi dengan lingkungannya dalam konsep syariah akan lebih kuat ketimbang dalam konsep konvensional, karena pada syariah
didasarkan pada dasar-dasar relijius.
Dalam Islam manusia bertanggungjawab terhadap Allah dalam melaksanakan
aktivitasnya, dan segenap aktivitas dijalankan untuk mencapai RidhoNya (Al Attas, 1996,
sebagaimana dikutip Fitira dan Hartanti, 2010). Sehingga, hubungan dan tanggungjawab
antara manusia dengan Allah ini akan melahirkan kontrak relijius (divine contract) yang
lebih kuat dan bukan sekedar kontrak sosial belaka (Osman, 2001, sebagaimana dikutip
Fitira dan Hartanti, 2010).
Di samping itu, Islam juga mengajarkan bahwa tidak cukup bagi seorang Muslim hanya menfokuskan diri beribadah kepada Allah. Sebagaimana kehendak-Nya bahwa
manusia merupakan khalifah dimuka bumi, maka mereka juga harus menyemarakkan
kebaikan kepada sesama makhluk ciptaan-Nya. Oleh sebab itu, kesempurnaan iman
seorang muslim tidak dapat hanya dicapai dengan hubungan vertikal kepada Allah saja
(Hablumminallah)-kesalehan Individual. Akan tetapi juga harus dibarengi dengan
hubungan yang baik kepada sesama makhluk ciptaan Allah (Hablumminannas)-kesalehan
sosial. Hal ini ditegaskan Allah dengan firman-Nya dalam Alqur’an surat Al-Ma’un ayat
1-7;
Artinya;
[107:1] Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? [107:2] Itulah orang yang
menghardik anak yatim, [107:3] dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
[107:4] Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, [107:5] (yaitu) orang-orang
yang lalai dari shalatnya, [107:6] orang-orang yang berbuat riya, [107:7] dan enggan
(menolong dengan) barang berguna. (QS; Al-Ma’uun; 1-7)
5. Perkembangan Islamic Social Reporting
Sejalan dengan makin meningkatnya pelaksanaan CSR dalam konteks islam,
maka makin meningkat pula keinginan untuk membuat pelaporan sosial yang bersifat syariah (Islamic Social Reporting atau ISR). Ada dua hal yang harus diungkapkan dalam
perspektif Islam, yaitu: pengungkapan penuh (full disclosure) dan akuntabilitas sosial
(social accountability).
Konsep akuntabilitas sosial terkait dengan prinsip pengungkapan penuh dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan publik akan suatu informasi. Dalam konteks Islam,
masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui berbagai informasi mengenai aktivitas
organisasi. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah perusahaan tetap melakukan
kegiatannya sesuai syariah dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Baydoun dan
Willet, 1997, sebagaimana dikutip Fitira dan Hartanti, 2010). Hanya saja ketiadaan standar CSR secara syariah menjadikan pelaporan CSR perusahaan syariah menjadi tidak
seragam dan standar. Standar yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Institutions) tidak dapat dijadikan sebagai suatu standar pengungkapan CSR karena tidak menyebutkan keseluruhan item-item terkait CSR
yang harus diungkapkan suatu perusahaan.
Othman, Thani dan Ghani (2009) melakukan penelitian mengenai praktek
pelaporan CSR perusahaan syariah yang terdaftar di bursa Malaysia, dan hasilnya
memperlihatkan bahwa kebanyakan masih pada tahap konseptual. Hal ini dikarenakan
belum adanya standar yang bisa di adopsi perusahaan dalam penerapan CSR syariah tersebut. Penelitian dalam ranah CSR syariah umumnya menggunakan model indeks
Islamic Social Reporting yang dikembangkan dengan dasar dari standar pelaporan
berdasarkan AAOIFI yang kemudian dikembangkan oleh masing-masing peneliti berikutnya (Hanifa, 2002; Maali et al, 2006; Ousama dan Fatima, 2006; Sulaiman, 2005;
Othman et al, 2009).
Secara khusus indeks ISR adalah perluasan dari social reporting yang meliputi
harapan masyarakat tidak hanya mengenai peran perusahaan dalam perekonomian, tetapi
juga peran perusahaan dalam perspektif spiritual (Haniffa, 2002). Selain itu, indeks ISR
juga menekankan pada keadilan sosial terkait pelaporan mengenai lingkungan, hak
minoritas, dan karyawan.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif, dimana penelitian akan
difokuskan pada analisis dalam rangka membandingkan suatu objek penelitian antar subjek yang berbeda dalam kurun waktu yang sama.
Objek Penelitian Objek penelitian ini merupakan tiga bank syariah Indonesia dan Malaysia yang
menjalankan bisnisnya di Indonesia dan Malaysia, serta melaporkan laporan tahunan
(Annual Report) periode 2009-2010 dan memuat semua kategori dari Indeks ISR dalam
pelaporan kinerja sosialnya, yakni Bank Muamalat Indonesia (BMI), Bank Syariah
Mandiri (BSM), dan Bangk Mega Syariah (BMS), Bank Muamalat Malaysia (BMM),
Bank Islam Malaysia (BIM), dan Hong Leong Islamic Bank (HLIB).
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah laporan tahunan periode 2009-2010 dari perbankan
syariah yang menjadi objek pada penelitian ini. Data diperoleh melalui official website
masing-masing perbankan syariah yang menjadi objek penelitian.
Teknik Perolehan Data Data laporan tahunan perbankan syariah yang menjadi objek penelitian
diperoleh dengan cara mengunduh (download) laporan tahunan tersebut melalui official website masing-masing objek.Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan metode dokumentasi.
Teknik dan Tahapan Analisis Data
Content Analysis
Content Analysis bertujuan untuk menjawab pertanyaan pertama yaitu kinerja
sosial pada perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia.Analisis data dilakukan dengan
memberikan tanda checklist pada tiap item yang mengungkapkan aktivitas sosial pada
laporan keuanganbank syariah. Jika terdapat satu item yang diungkapkan maka akan
mendapakan skor “1”, dan jika tidak maka akan mendapat skor “0”. Pemberian tanda
checklistdidasarkan pada analisis isi (content analysis).Konten analisis ini mengacu pada
Abdolmohammadi (2005, sebagaimana dikutip Puspitahati, 2011).Menurut Walizer dan
Wienir (1987, sebagaimana dikutip Puspitahati, 2011) analisis isi adalah setiap prosedur sistematis yang dirancang untuk mengkaji isi informasi terekam.Komponen Indek ISR
terdiri dari 38 item dalam 6 kategori yaitu :
a. Investasi dan Keuangan (Finance And Investment Theme)
Riba Activities
Gharar
Zakat
Bad Debts Written-off
Current Value Balance Sheet
Value Added Statement
b. Tata Kelola Organisasi (Corporate Governance Theme)
Shariah Compliance Status
Ownership Stucture
Bod
Declaration of Forbidden Activities
Anti-Corruption Policies c. Produk dan Jasa (Products And Services Theme)
Green Produt
Halal Status of Product
Product Quality
Customer Complaints
d. Tenaga Kerja (Employees Theme)
Nature of Work
Education and Trining
Equal Opportunities
Employee Involvement
Health and Safety
Working Environment
Employment of Other Special
e. Sosial (Society Theme)
Sadaqah
Waqaf
Qard Hasan
Employee Volunteerism
Scholarship
Graduate Employment
Underprivilage Community
Youth Development
Children Care
Sponsoring Public Health
f. Lingkungan (Environment)
Conservation Of Environment
Endangered Wildlife
Polution
Education
Environmental Audit
Policy
Tahapan Analisis Data 1. Mencari data berupa Laporan tahunan perbankan syariah yang menjadi
objek penelitian, yakni perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia.
2. Mengklasifikasikan informasi ISR Indeks ke dalam sub-tema (kategori),
yakni; Investasi dan Keuangan (Finance And Investment Theme), Produk dan Jasa
(Products And Services Theme,Tenaga Kerja (Employees Theme), Sosial (Society
Theme), Lingkungan (Environment),
3. Melakukan penilaian atas kinerja sosial berdasarkan model ISR Indeks
menggunakan teknik Content analysis, dimana: - Nilai 0 jika tidak ada pengungkapan terkait item tersebut,
- Nilai 1 jika ada pengungkapan terkait item tersebut.
Apabila seluruh item telah diungkapkan maka nilai maksimal yang dapat dicapai
sebesar 38 (100%).
4. Perhitungan Statistik Diskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui tingkat kinerja sosial dari
perbankan syariah yang menjadi objek dalam penelitian ini. Pengukuran yang
digunakan dalam penelitian ini adalah nilai minimum, nilai maximum, dan nilai rata-rata. Hal ini juga dilakukan dalam rangka untuk menentukan negara mana dari
objek keseluruhan yang memiliki kinerja lebih tinggi dibandingkan dengan negara
lain.
HASIL PENELITIAN
Kinerja Sosial pada Bank Syariah di Indonesia (Pendekatan Indeks ISR)
Prosentase pelaksanaan aktivitas CSR dengan menggunakan Indeks ISR di
masing-masing bank syariah di Indonesia dilaporkan dalam table 1.
Tabel 1. Tingkat Kinerja Sosial Perbankan Syariah di Indonesia
Kode Nama Bank 2009 2010 π (2009-2010)
BMI Bank Muamalat Indonesia 68,42% 73,68% 71,05%
BSM Bank Syariah Mandiri 63,16% 71,05% 67,11%
BMS Bank Mega Syariah 60,53% 55,26% 57,89%
Dari tabel 1 diketahui bahwa kinerja sosial Bank Muamalat Indonesia (BMI)
mengalami kenaikan dari 68,42% pada tahun 2009 menjadi 73,68% di tahun 2010.
Kenaikan juga diikuti oleh Bank Syariah Mandiri (BSM) dari 63,16% di tahun 2009 menjadi 71,05% di tahun 2010. Namun, kenaikan kedua bank tersebut tidak diikuti oleh
Bank Mega Syariah (BMS). BMS justru mengalami penurunan dari 60,53% di tahun
2009 menjadi 55,26% pada tahun 2010.
Kinerja Sosial pada Bank Syariah di Malaysia (Pendekatan Indeks ISR)
Tingkat kinerja sosial perbankan syariah di Malaysia selama tahun 2009-2010
dapat di lihat pada tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Tingkat Kinerja Sosial Perbankan Syariah di Malaysia
Kode Nama Bank 2009 2010 π (2009-2010)
BMM Bank Muamalat Malaysia 65,79% 65,79% 65,79%
BIM Bank Islam Malaysia 81,58% 81,58% 81,58%
HLIB Hong Leong Islamic Bank 78,95% 78,95% 78,95%
Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa semua bank syariah tidak mengalami
kenaikan maupun penurunan. Semua bank syariah di Malaysia yang menjadi objek, yakni Bank Muamalat Malaysia, Bank Islam Malaysia, dan Hong Leong Islamic Bank memiliki
tingkat kinerja yang tetap. Ditahun 2009 kinerja sosial BMM mencapai angka 65,79%
dan begitu pula di tahun 2010. BIM dan HLIB juga mengalami hal yang sama, yakni
memiliki tingkat kinerja sosial yang tetap di tahun 2009 maupun 2010 yang masing-
masingnya mencapai tingkat 81,58% dan 78,95%.
Perbandingan Tingkat Kinerja Sosial Pada Objek Kedua Negara
Berdasarkan Indeks ISR
Hasil Skoringpelaporan kinerja sosial pada perbankan objek dengan
menggunakan model Indeks ISR dapat dilihat pada tebel 3.
Tabel 3. Perbandingan Tingkat Kinerja Sosial Perbankan Syariah
di Indonesia dan Malaysia
Kode Nama Bank 2009 2010 π (2009-2010) π2009 π2010 π∑(2009-2010)
BMI Bank Muamalat Indonesia 68,42% 73,68% 71,05%
64,04%
66,67%
65,35%
BSM Bank Syariah Mandiri 63,16% 71,05% 67,11%
BMS Bank Mega Syariah 60,53% 55,26% 57,89%
BMM Bank Muamalat Malaysia 65,79% 65,79% 65,79%
75,44%
75,44%
75,44%
BIM Bank Islam Malaysia 81,58% 81,58% 81,58%
HLIB Hong Leong Islamic Bank 78,95% 78,95% 78,95%
Dari tabel 3 diketahui bahwa secara rata-rata keseluruhan (2009-2010) kinerja
sosial bank syariah di Indonesia mencapai tingkat 64,04% ditahun 2009 dan 66,67%
ditahun 2010, dan rata-rata selama dua tahun tersebut tingkat kinerja sosial bank syariah di Indonesia mencapai 65,35%. Sedangkan dari rata-rata keseluruhan, tingkat kinerja
bank syariah Malaysia mencapai angka yang tetap-tanpa kenaikan maupun penurunan-
dari tahun 2009 ke 2010 yakni 75,44%.
Perbandingan secara rata-rata keseluruhan per sub-item indeks ISR dari semua
bank syariah dapat dilihat pada tabel 4.Dari tabel 4 diketahui bahwa kinerja sosial bank
syariah di Indonesia dan Malaysia dapat dilihat secara rata-rata (2009-2010) per sub-item. Pada kategori Tata Kelola Organisasi, baik perbankan syariah di Indonesia maupun
Malaysia memiliki tingkat kinerja sosial yang sama, yakni 100%. Adapun untuk kategori
Lingkungan, perbankan syariah di Malaysia lebih unggul karena memiliki tingkat kinerja sosial yang lebih tinggipada sub-item Education, Polution, dan Conservation Of
Environmentdimana secara berturut-turut perbankan syariah di Indonesia hanya mampu
mencapai angka 83,33%, 33,33%, dan 16,67%. Sedangkan perbankan syariah di malaysia
memiliki tingkat kinerja 100% dalam pengimplementasian poin Education dan Polution,
serta 66,67% pada sub-item Conservation Of Environment.
Dari seluruh sub-item kategori Society, perbankan syariah Indonesia juga memiliki kinerja yang lebih rendah. Hal ini ditunjukkan pada sub item waqaf,
Scholarship, Youth development, Children Care, Sponsoring Public Health yang secara
berturut-turut adalah 83,33%, 66,67%, 50%, 83,33%, dan 16,67%. Sedangkan perbankan syariah Malaysia secara berturut-turut pula mencapai angka 100%, 100%, 66,67%, 100%,
dan 66,67%.
Dibeberapa sub-item kategori yang lain, Indonesia juga memiliki kinerja lebih rendah dibandingkan Malaysia. Yakni, Gharar dimana perbankan syariah Indonesia tidak
satupun yang melaksanakannya(0%). Adapun untuk implementasi sub-item Customers
Complaint, hanya mampu mencapai angka 16,67%. Padahal perbankan syariah Malaysia
mampu mencapai angka 66,67%.
Tabel 4. Perbandingan Kinerja Sosial Perbankan Syariah di Indonesia dan
Malaysia per-sub item Indeks ISR.
Item Sub item
Ina Mly
2009-2010 2009-2010
% %
Finance and
Investment theme Riba Activities 100 100
Gharar 0 16,67
Zakat 100 100
Bad Debts Written-off 0 0
Current Value Balance Sheet 0 0
Value Added Statement 100 100
Produts
and service
theme
Green Product 0 0
Halal Status of Product 100 100
Product Quality 100 100
Customer Complaints 16,67 66,67
Employees theme Nature of Work 100 100
Education and Trining 100 100
Equal Opportunities 100 100
Employee Involvement 0 50,00
Health and Safety 66,67 66,67
Working Environment 100 100
Employment of Other Special 100 100
society theme
Sadaqah 100 100
Waqaf 83,33 100
Qard Hasan 100 100
Employee Volunteerism 100 100
Scholarship 66,67 100
Graduate Employment 66,67 66,67
Underprivilage Community 100 100
Youth Development 50,00 66,67
Children Care 83,33 100
Sponsoring Public Health 16,67 66,67
Environment Conservation Of Environment 16,67 66,67
Endangered Wildlife 0 0
Polution 33,33 100
Education 83,33 100
Environmental Audit 0 0
Policy 0 0
Corporate
governance
theme
Shariah Compliance Status 100 100
Ownership Stucture 100 100
Bod 100 100
Declaration of Forbidden Activities 100 100
Anti-Corruption Policies 100 100
Adapun beberapa kesamaan yang muncul dari perbankan syariah dikedua negara
adalah semua perbankan syariah baik di Indonesia maupun Malaysia tidak ada satupun
(0%) yang melaksanakan sub-item Environmental Audit, Policy, Green Product, Bad Debts Written-off, dan Current Value Balance Sheet.
PEMBAHASAN (khusus Perbandingan)
Kinerja Bank Syariah di Indonesia
Dalam menjalankan aktivitas sosialnya, hampir semua bank syariah di Indoensia
mengalokasikannya dari dana kebajikan (Qard hasan) yang diperoleh dari aktivitas non halal bank dan dari denda atas keterlambatan pengembalian kewajiban oleh nasabah yang
tidak boleh dimasukkan kedalam pendapatan operasi bank. Untuk penyalurannya
biasanya dilakukan dalam bentuk pinjaman kebajikan yang diberikan kepada fakir miskin untuk mendorong usaha yang dijalankan agar mampu hidup mandiri tanpa imbal
hasil apapun (Fitria dan Hartanti:2010).
Selain dana kebajikan, semua bank syariah juga mengalokasikan dana untuk
aktivitas sosialnya dari zakat perusahaan, zakat karyawan, serta zakat dan infak dari
nasabah bank. Mengenai berapa besar jumlah yang dianggarkan untuk dana sosial ini,
tidak satu pun bank syariah yang secara khusus menentukan besarnya persentase untuk
dana sosial dari laba yang didapat oleh bank. Karena apabila terjadi suatu peristiwa atau bencana alam yang membutuhkan dana cukup besar, bank syariah juga mengumpulkan
dana dengan membuka pos bantuan dan menjadi bank penyalur dana sosial dari
masyarakat atau institusi lainnya. Kadang bank juga mengeluarkan dana tambahan
tersendiri apabila bencana tersebut terjadi.
Dari tabel 1 dapat diketahui adanya peningkatan kinerja sosial yang terjadi pada
Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Bank Syariah Mandiri (BSM). Hanya Bank Mega Syariah (BMS) yang mengalami penurunan kinerja sosial. Meningkatnya prosentase
kinerja sosial pada BMI 68,42% (2009) menjadi 73,68% (2010) dan BSM 63,16%
(2009) menjadi 71,05% (2010) dikarenakan kedua bank tersebut gencar memberikan bantuan di beberapa daerah yang tertimpa musibah, seperti gempa Padang dan Erupsi
Merapi di Jogjakarta pada tahun 2010. Disamping itu, peningkatan kinerja pada BMI
disebabkan partisipasinya dalam memberikan sponsor untuk kegiatan-kegiatan sosial,
seperti pendidikan dan kesehatan, serta aktivitas tanggap polusi dan global warming.
Adapun kenaikan kinerja sosial BSM merupakan hasil dari adanya partisipasi
BSM dalam aktivitas pengembangan generasi muda, peduli lingkungan (polusi) dan konservasi hutan bakau dan lahan gundul. Adapun penurunan kinerja BMS dari 60,53%
pada tahun 2009 menjadi 55,26% pada tahun 2010, dikarenakan pada tahun 2010 Bank
tersebut tidak melaksanakan aktivitas sosialnya, yaitu waqaf, bantuan pendidikan, dan bantuan kesehatan, dimana pada tahun 2009 BMS melaksanakan serta melaporkan
aktivitas tersebut pada laporan tahunannya.
Namun, secara keseluruhan tidak ada bank syariah di Indonesia-dari ketiga objek tersebut- yang melaksanakan aktivitas sosialnya secara sempurna (100%)-berdasarkan
model Indeks ISR. Hal ini disebabkan oleh dua faktor penting, yakni; pertama
dikarenakan bank syariah memang tidak melaksanakan aktivitas sosial yang sebenarnya mereka mampu untuk melaksanakannya seperti melaporkan aktivitas gharar dannasabah-
nasabah yang bermasalah dengan bank syariah. Dan hampir semua bank syariah di
Indonesia-pada kasus ini- tidak melaporkannya. Kedua, dipengaruhi oleh adanya item-
item pengukuran dengan model ISR yang memang bank tidak melaksanakan aktivitas itu, seperti bantuan untuk aktivitas politik, audit lingkungan terkait limbah, dan memproduksi
komoditas alami (Green Product). Keberadaan item-item tersebut dikarenakan Indeks
ISR tidak hanya diperuntukkan bagi perbankan syariah, tetapi juga bagi perusahaan baik dagang, jasa, maupun manufaktur.
Kinerja Bank Syariah di Malaysia
Hampir sama dengan yang terjadi di Indonesia hampir semua bank syariah di Indoensia mengalokasikannya dari dana kebajikan (Qard hasan) yang diperoleh dari
aktivitas non halal bank dan dari denda atas keterlambatan pengembalian kewajiban oleh
nasabah yang tidak boleh dimasukkan kedalam pendapatan operasi bank. Hanya saja
untuk penyalurannya bank syariah di Malaysia lebih terorganisir dengan baik. Sehingga
pengalokasian dana sosial benar-benar disalurkan secara tepat sasaran baik secara
prioritas kebutuhan masyarakat maupun secara syariah, misal dana zakat hanya
diserahkan kepada para fakir miskin yang berada di daerah yang lebih membutuhkan.
Bahkan bantuan yang dilakukan oleh Bank Islam malaysia (BIM) tidak hanya disalurkan
di Malaysia, tetapi juga hingga ke negara tetang, seperti Indonesia saat terjadi gempa
padang 2010.
Jika dilihat pada tabel 2, dapat diketahui bahwa semua bank syariah-yang
menjadi objek penelitian- memiliki tingkat kinerja tetap dari 2009 ke tahun 2010. Hal itu
mencerminkan bahwa aktifitas tanggungjawab sosial yang dilakukan oleh bank terorganisir dengan cukup konsisten. Disamping itu, hal tersebut juga merupakan
gambaran bahwa aktivitas sosial yang dijalankan oleh bank berorientasi untuk masa
panjang (berkesinambungan). Dari ketiga bank syariah tersebut, hampir semuanya memiliki jenis program aktivitas sosial yang serupa, yakni fokus kepada masalah
pendidikan, kesehatan, pengembangan generasi muda, pengembangan lembaga keuangan
syariah, aktivitas peduli lingkungan, dan pemberdayaan sumber insani masing-masing bank.
Namun, secara keseluruhan tidak ada bank syariah di Malaysia-dari ketiga objek
tersebut- yang melaksanakan aktivitas sosialnya secara sempurna (100%)-berdasarkan model Indeks ISR. Hal ini disebabkan oleh dua faktor; pertama dikarenakan bank
syariah memang tidak melaksanakan aktivitas sosial yang sebenarnya mereka mampu
untuk melaksanakannya seperti melaporkannasabah-nasabah yang bermasalah dengan bank syariah. Dan hampir semua bank syariah di Malaysia-dalam kasus- ini tidak
melaporkannya. Kedua, disebabkan oleh adanya item-item pengukuran dengan
menggunakan model Indeks ISR yang memang bank tidak melaksanakan aktivitas itu, seperti bantuan untuk aktivitas politik, audit lingkungan terkait limbah, dan memproduksi
komoditas alami (Green Product). Keberadaan item-item tersebut dikarenakan Indeks
ISR tidak hanya diperuntukkan bagi perbankan syariah, tetapi juga bagi perusahaan baik
dagang, jasa, maupun manufaktur.
Perbandingan Tingkat Kinerja Sosial Pada Objek Kedua Negara (Berdasarkan
Indeks ISR)
Hasil content analysispelaporan kinerja sosial pada perbankan objek dengan menggunakan model Indeks ISR dapat dilihat pada tebel 3.
Tabel 3. Perbandingan Tingkat Kinerja Sosial Perbankan Syariah
di Indonesia dan Malaysia
Kode Nama Bank 2009 2010 π (2009-2010) π2009 π2010 π∑(2009-2010)
BMI Bank Muamalat Indonesia 68,42% 73,68% 71,05%
64,04%
66,67%
65,35%
BSM Bank Syariah Mandiri 63,16% 71,05% 67,11%
BMS Bank Mega Syariah 60,53% 55,26% 57,89%
BMM Bank Muamalat Malaysia 65,79% 65,79% 65,79%
75,44%
75,44%
75,44%
BIM Bank Islam Malaysia 81,58% 81,58% 81,58%
HLIB Hong Leong Islamic Bank 78,95% 78,95% 78,95%
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa secara rata-rata keseluruhan maupun secara
parsial selama tahun 2009 dan 2010, bank syariah di Malaysia lebih unggul dalam hal
pelaksanaan maupun pelaporan aktivitas sosialnya dibandingkan bank syariah di
Indonesia. Secara rata-rata keseluruhan dari 2009 dan 2010, perbankan syariah di
Indonesia hanya mencapai 65,35%, sedangkan Malaysia mencapai 75,44% dari 38 (tiga
puluh delapan) item yang harus diungkapkan (selisih 10,09%).
Adapun dari keseluruhan bank syariah, tingkat kinerja sosial yang paling tinggi
diraih oleh Bank Islam Malaysia (BIM) yakni sebesar 81,58% secara rata-rata. Sedangkan
kinerja sosial paling rendah ditempati Bank Mega syariah (BMS) dengan tingkat kinerja
rata-rata 57,89% . Jika dihubungkan dengan pengalaman bank, memang secara kurun
waktu berdirinya, Bank Islam Malaysia memiliki umur yang jauh lebih tua dibandingkan
Bank Mega syariah. Sehingga hal itu berpengaruh pada tingkat pengalaman dan
kemapanan bank terkait kinerja sosialnya. Peneliti dapat berpendapat demikian karena
secara sejarah berdirinya BIM merupakan bank syariah paling tua, dan BMS merupakan
bank syariah yang paling muda dibandingkan seluruh objek.
Di samping itu, jika diamati pada tabel 3, maka dapat diketahui nilai rata-rata dari
kinerja sosial perbankan syariah di Indonesia (65,35%) tidak lebih tinggi dari pada tingkat
kinerja sosial terendah dari bank Muamalat malaysia yakni 65,79%. Meski demikian
kinerja sosial di Indonesia dikatakan baik karena sudah mengalami peningkatan sekitar
10% jika dibandingkan perbankan syariah Malaysia yang hanya stagnan pada tingkat
kinerja yang tetap. Sayangnya, jika dicermati secara mendalam, meningkatnya tingkat
kinerja sosial perbankan syariah di Indonesia ini bukan merupakan akibat dari adanya
upaya yang direncanakan langsung oleh pihak bank syariah. Melainkan peningkatan ini
terjadi akibat adanya kejadian insidental yakni bencana gempa Padang dan Merapi Jogjakarta yang menjadikan bank ikut berpartisipasi dalam aktivitas sosial pada bencana
tersebut.
Untuk mengetahui perbandingan secara rata-rata keseluruhan semua bank
syariah, dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Perbandingan Kinerja Sosial Perbankan Syariah di Indonesia dan
Malaysia per-sub item Indeks ISR.
Item Sub item
Ina Mly
2009-2010 2009-2010
% % Finance and
Investment theme Riba Activities 100 100
Gharar 0 16,67
Zakat 100 100
Bad Debts Written-off 0 0
Current Value Balance Sheet 0 0
Value Added Statement 100 100
Produts
and service
theme
Green Produt 0 0
Halal Status of Product 100 100
Product Quality 100 100
Customer Complaints 16,67 66,67
Employees theme Nature of Work 100 100
Education and Trining 100 100
Equal Opportunities 100 100
Employee Involvement 0 50,00
Health and Safety 66,67 66,67
Working Environment 100 100
Employment of Other Special 100 100
society theme
Sadaqah 100 100
Waqaf 83,33 100
Qard Hasan 100 100
Employee Volunteerism 100 100
Scholarship 66,67 100
Graduate Employment 66,67 66,67
Underprivilage Community 100 100
Youth Development 50,00 66,67
Children Care 83,33 100
Sponsoring Public Health 16,67 66,67
Environment Conservation Of Environment 16,67 66,67
Endangered Wildlife 0 0
Polution 33,33 100
Education 83,33 100
Environmental Audit 0 0
Policy 0 0
Corporate
governance
theme
Shariah Compliance Status 100 100
Ownership Stucture 100 100
Bod 100 100
Declaration of Forbidden
Activities 100 100
Anti-Corruption Policies 100 100
Dari tabel 4 tentang perbandingan tingkat kinerja perbankan syariah di Indonesia
dan Malaysia, dapat dicermati bahwa;
1. Investasi dan Keuangan (Finance And Investment Theme) Pada sub item kategori ini semua bank syariah tidak melaporkan nasabah-
nasabahnya yang bermasalah terkait pemenuhan kewajiban mereka baik dalam
laporan tahunan maupun official website-nya. Peneliti beranggapan hal itu dilakukan dalam rangka menjaga nama baik para nasabah, dimana hal tersebut
juga merupakan bagian dari aturan ajaran islam.Meskipun pihak bank sendiri
tidak mengetahui pasti alasan dari timbulnya masalah itu pada nasabah mereka.
2. Tata Kelola Organisasi (Corporate Governance Theme)
Semua bank syariah telah melaksanakan sub-item dari kategori Corporate
Governance dan semua objek mencapai nilai sempurna (100%) atas pelaksanaan
dari semua sub-item kategori tersebut. Itu artinya untuk masalah Good
Governance semua bank syariah tidak memiliki masalah.
3. Produk dan Jasa (Products And Services Theme) Pada kategori ini semua objek tidak ada yang melaporkan dan melaksanakan sub
item green product. Hal itu dikarenakan semua objek yang notabene adalah bank
memang tidak melakukan aktivitas produksi. Sedangkan untuk sub-item
Customers complaint hanya ada beberapa bank yang melaporkannya. Yakni bank
Bank Muamalat Malaysia (BMM), Bank Islam malaysia (BIM), dan Bank Mega
Syariah (BMS).
4. Tenaga Kerja (Employees Theme) Untuk kategori ini, secara keseluruhan sub-item telah dilaksanakan oleh suma
bank syariah. Hanya saja untuk sub-item healt and safety bagi para karyawan
tidak dilaporkan oleh semua bank. Sedangkan untuk sub-item Employee Involvment hanya dilaksanakan oleh satu bank syariah saja dari semua objek,
yakni Bank Islam Malaysia.
5. Sosial (Society Theme) Pada hakekatnya kelompok lingkup sosial merupakan indikator yang erat
kaitannya dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan atau dengan
kata lain kategori ini merupakan kategori inti dari aktivitas sosial suatu
perusahaan. Secara rata-rata, semua bank syariah telah melaksanakan semua sub-
item dari kategori ini. Akan tetapi, tidak ada satu bank-pun yang melaporkannya
secara sempurna (100%). Disamping itu, dapat disimpulkan pada kategori ini
perbankan syariah Malaysia memiliki tingkat kinerja yang lebih tinggi daripada
perbankan syariah Indonesia. Untuk lebih detailnya digambarkan pada tabel 5.
6. Lingkungan (Environment Theme) Pada kategori ini semua objek dari perbankan syariah baik di Indonesia maupun
Malaysia hanya melaksanakan program mendukung gerakan anti polusi dan
pendidikan bagi generasi muda, itupun tidak semua bank syariah yang malaksanakannya. Sedang sub-item lain seperti dukungan politik, audit
lingkungan (limbah pabrik), dan perlingungan hutan kritis tidak dilaksanakan
oleh semua bank syariah dikarenakan tidak adanya hubungan langsung antara
bank dengan aktivitas tersebut layaknya Industri Manufaktur.
Kelemahan perbankan syariah Indonesia dibandingkan perbankan syariah
Malaysia
Lebih rendahnya kinerja sosial perbankan syariah di Indonesia dibandingkan
perbankan syariah di Malaysia dikarenakan lebih rendahnya pelaksanaan tanggung jawab
sosial pada sub-itemCustomers complaint, employee involvment, waqaf, scholarship,
youth development, children care, polution, dan education. Berikut tabel ringkasan
perbandingan tersebut;
Tabel 5. Ringkasan Kelemahan Tingkat Kinerja Sosial Perbankan Syariah
Indoensia dan Malaysia
Sub-item Ina Mly
Kategori 2009-2010 2009-2010
Customer complaints 16,67% 66,67% Products And Services Theme
Employee involvement 0% 50,00% Employees Theme
Waqaf 83,33% 100% Society Theme
Scholarship 66,67% 100% Society Theme
Youth development 50,00% 66,67% Society Theme
Children care 83,33% 100% Society Theme
Sponsoring public health 16,67% 66,67% Society Theme
Conservation of invironment 16,67% 66,67% Society Theme
Polution 33,33% 100% Environment
Education 83,33% 100% Environment
Dari table 5, dapat diketahui bahwalebih rendahnya kinerja social perbankan
syariah di Indonesia dibandingkan Malaysia didominasi pada Society theme. Padahal
kategori tersebut merupakan kategori inti dari kinerja social dari suatu entitas.
PENUTUP
Kesimpulan
Perkembangan perbankan syariah pada negara-negara Islam di dunia mendorong
kesadaran masyarakat muslim akan pentingnya kinerja sosoal yang sesuai dengan prinsip
syariah. Oleh karena itu dibutuhkan suatu standar pengungkapan yang dapat diterima
secara umum dengan tetap berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Tidak hanya untuk
industri perbankan tetapi juga untuk industri lainnya yang berbasis syariah.
Penelitian ini mencoba untuk melihat perbandingan tingkat kinerja sosial
perbankan syariah di negara Indonesia dan Malaysia. Dan dari hasil penelitian ini,
ditemukan beberapa bukti bahwa:
1. Secara umum, perbankan syariah di Malaysia memiliki tingkat kinerja sosial yang lebih tinggi dibandingkan perbankan syariah yang ada di Indonesia.
2. Kinerja sosial perbankan syariah di Indonesia pada tahun 2010 mengalami
kenaikan yang cukup signifikan, yakni sekitar 10% dari tahun sebelumnya
(2009). Sedangkan tingkat kinerja sosial pada perbankan syariah di Malaysia bisa
dikatakan stabil karena tidak mengalami kenaikan maupun penurunan.
3. Dari semua bank syariah baik Indonesia maupun Malaysia, masih belum ada satupun yang mencapai angka penuh, yakni implementasi dan pengungkapan
Indeks ISR secara 100% (seratus persen). Hal ini dikarenakan adanya sub item
dari Indeks ISR yang memang tidak mungkin dipenuhi oleh industri perbankan seperti green product, audit environmental, dan bantuan untuk aktivitas politik.
Keterbatasan Penelitian dan Saran
Penelitian selanjutnya mengenai Islamic Social ReportingIndex dan kinerja sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) menjadi suatu hal
yang penting untuk mendukung praktik tanggungjawab sosial dan syariah di
Indonesia. Beberapa hal yang menjadi keterbatasan sekaligus menjadi saran
penulis dalam penelitian ini adalah:
1. Jumlah bank yang diteliti relatif sedikit, yakni hanya pada tiga bank syariah
Indonesia dan tiga bank syariah Malaysia. Sehingga terdapat keterbatasan dalam generalisasi hasil penelitian. Oleh karenanya, penulis mengharapkan untuk
penelitian selanjutnya agar jumlah objek bank syariah dari tiap-tiap negara dapat
diperbanyak (memenuhi kuota objek) sehingga hasil yang diperoleh dari
penelitian bisa lebih menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
2. Penggunaan indeks ISR yang item-itemnya merupakan hasil pengembangan
penulis memungkinkan adanya indikator yang kurang dikembangkan secara
komprehensif. Karena itu, penelitian selanjutnya harus dapat mengembangkan item-item secara lebih detail dan komprehensif.
3. Subjektifitas penulis dalam pemberian bobot dan nilai pada penilaian kinerja
sosial dari keenam bank yang menjadi objek penelitian berdasarkan indeks ISR.
DAFTAR PUSTAKA
Alqur’anul Karim.
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions. 2010.
Accounting, Auditing and Governance Standards for Islamic Financial
Institutions, AAOIFI.
Dusuki, A.W.,& Dar, H. 2005. Stakeholders’ perceptions of Corporate Social
Responsibility of Islamic Banks: Evidence From Malaysian Economy.
International Conference on Islamic Economics and Finance.
Fitria, Soraya dan Dwi Hartanti. 2010. Studi Perbandingan Pengungkapan Berdasarkan
Global Reporting Initiative Indeks Dan Islamic Social Reporting Indeks.
Simposium Nasional. Purwokerto.
Haniffa, R. 2002. Social Reporting Disclosure-An Islamic Perspective. Indonesian
Management & Accounting Research 1 (2), pp.128-146.
Porwanto, Suharyadi. 2004. Statistika untuk ekonomi dan keuangan modern buku 2.
Jakarta: Salemba 4.
Puspitahati, Arimbi. 2011. Analisis Pengungkapan Intellectual Capital pada WebsiteTiga
Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia. Skripsi. FEB-UMM. Tidak
dipublikasikan.
Suharto, Edi. 2006. Pekerjaan Sosial Industri, CSR, dan ComDev.
Othman, R., Md. Thani, A., K. Ghani, E. 2009. Determinants of Islamic Social Reporting
Among Top Shariah-Approved Companies in Bursa Malaysia. Research Journal of International Studies – Issue 12(October, 2009).
Republik Indonesia. Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(UU PT)
Sugiyono. 2002. Metode Penelitian bisnis. Bandung: Alfabeta.
Wibisono, Yusuf. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi Corporate Social
Responsibility. Cetakan Kedua. Gresik:Fancho Publishing.
http://www.muamalatbank.com/ (diakses September 2011)
http://www.syariahmandiri.co.id/(diakses September 2011)
http://www.bsmi.co.id/(diakses September 2011)
http://www.muamalat.com.my/ (diakses September 2011)
http://www.bankislam.com.my/(diakses September 2011)
http://www.hlisb.com.my/(diakses September 2011)
http://www.bi.go.id/web/id/ (diakses September 2011)