oseana_xxx211-18

8
11 TERIPANG INDONESIA : KOMPOSISI JENIS DAN SEJARAH PERIKANAN Oleh Pradina Purwati 1) ABSTRACT INDONESIAN TREPANG : SPECIES COMPOSITION AND HISTORICAL BACK- GROUND OF THE FISHERY. Indonesia is considered to be the oldest and major trepang producer. Despite, publication to promote understanding on historical background of Indonesian trepang fishery is only limited. Period when the fishers begin to get involved in trade and which holothurian species have been fished to produce trepang are discussed. Internationally, trepang (the word is believed to be originated from Indonesia), or beche-de-mer refers to processed and commercial holothurian species. Whilst in Indonesia, the word teripang seems to be used to point any member of Holothuroidea. This slight difference may generate misinterpreting when we deal with international issues such as CITES (Commission on International Trade of endangered species of flora and fauna). The substence of the terms is presented here, as well as the importence of verifiying local names of trepang species. It is a hope that the issues in this essay generate understanding on the relationship between trepang and Indonesian fishermen that has been developed for at least three centuries. Oseana, Volume XXX, Nomor 2, 2005 : 11 - 18 ISSN 0216-1877 1) Bidang Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta PENDAHULUAN Saat ini, teripang merupakan calon komoditas untuk masuk ke Daftar Appendix II CITES (Comission of International Trade on Endangered Species), tentang pembatasan perdagangan internasional. Negara-negara produsen teripang akan dianjurkan memiliki aturan pemanfaatan, sehingga tidak merugikan kehidupan sumberdaya bersangkutan di alam. Secara umum, ada dua alternatif yang bisa dilakukan untuk pembatasan produksi, yaitu dengan sistem kuota dan dengan memberlakukan ukuran individu yang diperbolehkan untuk diambil. Strategi yang manapun yang akan dijadikan sistem pengaturan nantinya, Indonesia masih membutuhkan banyak data dan informasi tentang teripang. Seperti telah diketahui bersama, Indo- nesia belum pernah memberlakukan sistem pengaturan penangkapan teripang, karena memang penelitian yang mengarah ke penyediaan perangkat manajemen termasuk pola sumber:www.oseanografi.lipi.go.id Oseana, Volume XXX No. 2, 2005

Upload: joeliayam

Post on 07-Apr-2016

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Usaha teripang menggiurkan

TRANSCRIPT

Page 1: oseana_xxx211-18

11

TERIPANG INDONESIA :KOMPOSISI JENIS DAN SEJARAH PERIKANAN

Oleh

Pradina Purwati 1)

ABSTRACT

INDONESIAN TREPANG : SPECIES COMPOSITION AND HISTORICAL BACK-GROUND OF THE FISHERY. Indonesia is considered to be the oldest and majortrepang producer. Despite, publication to promote understanding on historicalbackground of Indonesian trepang fishery is only limited. Period when the fishersbegin to get involved in trade and which holothurian species have been fished toproduce trepang are discussed.Internationally, trepang (the word is believed to be originated from Indonesia), orbeche-de-mer refers to processed and commercial holothurian species. Whilst inIndonesia, the word teripang seems to be used to point any member of Holothuroidea.This slight difference may generate misinterpreting when we deal with internationalissues such as CITES (Commission on International Trade of endangered species offlora and fauna). The substence of the terms is presented here, as well as the importenceof verifiying local names of trepang species.It is a hope that the issues in this essay generate understanding on the relationshipbetween trepang and Indonesian fishermen that has been developed for at leastthree centuries.

Oseana, Volume XXX, Nomor 2, 2005 : 11 - 18 ISSN 0216-1877

1) Bidang Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta

PENDAHULUAN

Saat ini, teripang merupakan calonkomoditas untuk masuk ke Daftar Appendix IICITES (Comission of International Trade onEndangered Species), tentang pembatasanperdagangan internasional. Negara-negaraprodusen teripang akan dianjurkan memilikiaturan pemanfaatan, sehingga tidak merugikankehidupan sumberdaya bersangkutan di alam.Secara umum, ada dua alternatif yang bisadilakukan untuk pembatasan produksi, yaitu

dengan sistem kuota dan denganmemberlakukan ukuran individu yangdiperbolehkan untuk diambil. Strategi yangmanapun yang akan dijadikan sistempengaturan nantinya, Indonesia masihmembutuhkan banyak data dan informasitentang teripang.

Seperti telah diketahui bersama, Indo-nesia belum pernah memberlakukan sistempengaturan penangkapan teripang, karenamemang penelitian yang mengarah kepenyediaan perangkat manajemen termasuk pola

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXX No. 2, 2005

Page 2: oseana_xxx211-18

12

reproduksi, siklus hidup dan kecepatanpertumbuhan masih kurang. Sementara itu, isutentang tangkap lebih (over fishing) semakinsering terdengar, walaupun tidak jelas apakahisu tangkap lebih ini berlaku dalam skala lokalatau nasional, dan untuk jenis-jenis teripangtertentu saja atau semuanya. Disamping itu jugabelum diketahui apakah masing-masing daerahmemiliki jenis teripang unggulan, karena datastatistik ekspor tidak memilah komoditi teripangberdasarkan jenisnya.

Belum ada publikasi yang memberikanperkiraan awal keterlibatan nelayan Indonesiadalam perikanan teripang, padahal sudahmuncul dugaan bahwa istilah trepang yangdigunakan di pasar internasional berasal dariBahasa Indonesia. Sejauh ini, belum diketahuijumlah jenis timun laut Indonesia yang diolahmenjadi teripang, padahal Indonesia termasukprodusen terbesar dan mungkin yang tertua.Hal-hal yang bersifat mendasar tersebut akandibahas disini dengan harapan akan terbangunpersepsi yang sama pada saat menanggapiCITES.

TIMUN LAUT ATAU TERIPANG

Trepang diakui sebagai kosa kata Indo-nesia teripang, dan dipakai sejajar denganbeche-de-mer (lafal Perancis). Dua kata inimerupakan istilah yang paling populer di pasarinternasional, walaupun Jepang dan Cinasebagai konsumen utama trepang, memilikiistilah sendiri : iriko dan hai-som (MORGAN &ARCHER, 1999). Di Indonesia, teripang atautrepang tidak memiliki arti khusus, paling tidakbelum pernah ada yang menjelaskan apa artiteripang. Lain halnya dengan istilah timun lautatau sea cucumbers yang menggambarkan cirikelompok hewan yang dimaksud : berbentukseperti timun dan hidup di laut.

Teripang merupakan anggota dari timunlaut, namun tidak semua jenis timun lautmerupakan teripang. Di dalam jurnal-jurnalinternasional, istilah trepang atau beche-de-mertidak pernah dipakai dalam topik-topik

keanegaragaman, biologi, ekologi maupuntaksonomi. Dalam subyek-subyek ini,terminologi yang dipakai untuk menggambarkankelompok hewan ini adalah sea cucumbers atauholothurians (disebut holothurians karenahewan ini dimasukkan dalam kelasHolothuroidea). Sebaliknya, tulisan-tulisanyang topik atau wawasannya adalah perikanandan perdagangan (komoditi), terminologitrepang atau beche-de-mer lah yang digunakan.DWYER (2001) mendiskripsikan dengan jelas :"trepang is a general term for edibleseacucumbers (Holothuroidea) which are col-lected from seabeds, boiled and dried, thensold to the Chinese market". Di Indonesia,mestinya istilah teripang dipakai untukmenunjuk jenis-jenis timun laut yangdiperdagangkan saja.

Kelompok timun laut (Holothuroidea)yang ada di dunia ini lebih dari 1200 jenis, dansekitar 30 jenis di antaranya adalah kelompokteripang. Peneliti-peneliti Indonesia lebih sukamenggunakan istilah teripang untuk semuatopik yang menyangkut anggota Holothuroidea,walaupun isi tulisan (terutama yang bertopikekologi) tidak berhubungan dengan aspekperikanan atau perdagangan. Beberapa contohdapat dilihat AZIZ & SUGIARTO (1994), AZIZ& AL HAKIM (2001), AZIZ & DARSONO (1997)dan YUSRON (2001). Tidak jarang hal inimenimbulkan keraguan dalam usaha mengertiesensi tulisan, misalnya dalam mem-presentasikan jenis-jenis yang dijumpai di suatuhabitat, apakah peneliti hanya berfokus padajenis yang bisa diperdagangkan danmengabaikan jenis-jenis yang non komersial,ataukah memang tidak dijumpai jenis-jenis yangnon-komersial.

Bagaimanapun juga, pengertian keduaistilah tersebut harus diperjelas, sehingga dalammenanggapi surat edaran CITES tahun 2002misalnya, yang menjajagi kemungkinanpembatasan perdagangan internasionalteripang, kita tahu jenis-jenis timun laut yangmana yang sedang dibicarakan.

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXX No. 2, 2005

Page 3: oseana_xxx211-18

13

AWAL MULA PERDAGANGANTERIPANG DI INDONESIA

Publikasi ilmiah pertama tentang timunlaut Indonesia dilakukan oleh SELENKA (1867)yang spesimennya dikumpulkan dari Ambon.Sebelumnya, expedisi besar Rhumphiusmelakukan pengumpulan biota dari perairanMaluku tahun 1705 (MASSIN, 1996). Beberapacatatan sejarah menunjukkan adanyaperdagangan teripang sejak lebih dari 300 tahun.Menengok abad 13-17, Nusantara merupakannegara maritim yang menjadi salah satu pusatperdagangan dunia. Sistem perkotaannyaterbentuk di tepi laut seperti pesisir utara Jawa.Ini memberi kemudahan masyarakat (nelayan)Nusantara pada zaman itu untuk melakukankontak dagang hasil laut dengan duniainternasional. Salah satunya adalah denganbangsa Cina di abad 16-17 yang didugamendorong munculnya perikanan teripangIndonesia (STACY, 1999; HAM, 2002).

Ke arah selatan, sejarah membawa kitake kunjungan nelayan nusantara untuk berburuteripang ke perairan Australia sejak awal abad17. Wajar jika kemudian Indonesia termasuknegara pengekspor teripang tertua. Istilah'trepang' di pasar internasionalpun berasal darikata teripang yang digunakan oleh nelayanIndonesia (FOX, 2000; MORGAN & ARCHER,1999; CONAND, 1990; CONAND & BYRNE,1993).

Saat Belanda mengalahkan Makassar diButon tahun 1667, dan membuat batasanperdagangan bagi orang Makassar, banyak diantara mereka yang melarikan diri ke TelukCarpentaria di Australia, dan mereka kembalidengan memuat teripang. Periode ini yangkemudian menjadi perkiraan awal dimulainyaindustri teripang di Indonesia (McKNIGHT1976). Bukti lain yang mendukung sejarah iniadalah catatan Flinder dan Pobasso di tahun1803, yaitu tentang nelayan Makassar yangsudah sejak dua puluh tahun sebelumnyaberlayar mencari teripang ke pulau-pulau sekitar

Jawa sampai ke daerah kering yang terletak diselatan Pulau Rote dan Pantai Kimberly, Aus-tralia Barat (CLARK, 2000; McKNIGHT, 1976).Peninggalan tahun 1623 yang ditemukan diJakarta (waktu itu bernama Batavia) yang berupawadah-wadah teripang dari Cina, ikutmendukung peninggalan sejarah perikananteripang Indonesia (STACY, 2001; DWYER,2001, CAMPBELL & WILSON, 1993).

Teripang menjadi jembatan pertemuandua budaya, Aborigin di Australia danMakassar di Indonesia. Bukti pelayaran orangMakassar ke pantai barat laut dan utara Austra-lia banyak terdokumentasi dalam bentuk lukisantradisional bangsa Aborigin di dinding-dindinggoa. Peninggalan sejarah yang lain adalah modelkano (canoe) dan penggunaan kosa kata olehorang-orang Aborigin seperti 'balanda' untukmenunjuk orang kulit putih. Selain itu,ditemukan juga dokumen peraturan pajak danperizinan tahun 1882 untuk nelayan Makassaryang mengambil teripang di perairan NorthernTerritory. Suku Makassar diakui sebagai penemuPulau Pasir (yang kemudian diberi namaAshmore Reefs) yaitu sekitar tahun 1728, bukanSamuel Ashmore yang berlayar mencapai daerahtersebut pada tahun 1811 (BANNETT, 2001;CLARK, 2000; DWYER, 2001; McKNIGHT,1976; FOX 1992; STACY 2001). Perburuanteripang oleh nelayan Nusantara terus berlanjuthingga sekarang terutama oleh suku Bajo,Makassar, Bugis, Buton dan Madura, dengandaerah perburuan yang terus bertambah sempit.Teripang, bersama-sama dengan sirip ikan hiudan penyu diekspor ke Cina. Dalam reviewMcKNIGHT (1976) dikatakan bahwa awal abad18, bangsa Eropa memberi batasan perdaganganbagi bangsa Cina, termasuk mengadakantransaksi di timur Indonesia. Ini mendorongnelayan nusantara membawa dagangan yangberupa produk laut termasuk teripang keSingapura dan Kalimantan Utara. Nelayan Bugismenjadi salah satu yang mencatat sejarah dalamperdagangan ini. Tahun 1830 misalnya,sebanyak 180 perahu Bugis mendarat di

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXX No. 2, 2005

Page 4: oseana_xxx211-18

14

Singapura membawa hasil laut dari perairantimur Indonesia. Namun demikian, FOX (2000)percaya bahwa teripang, sirip ikan hiu danpenyu sudah menjadi produk perdagangan bagisuku Makassar, Bugis, Bajo dan Buton sejaklebih dari 500 tahun yang lalu.

CHEN (2003) memaparkan kembaliinformasi dari hasil penelitian terdahulu, bahwasejak dari awal sejarah perikanannya, teripangdikumpulkan untuk mensuplai kebutuhanbangsa Cina. Di Cina sendiri, sebagai negarakonsumen terbesar hingga saat ini, pengenalanteripang dimulai sejak Dinasti Ming (1368-1644BC). Teripang tertulis di buku medis tradisionalsebagai tonic dan obat tradisional, antara lainmengandung banyak protein dan rendah lemak.Diramu dengan komponen yang lain, teripangdipakai sebagai obat untuk memeliharakesehatan darah, penyembuh penyakit ginjaldan sistem reproduksi.

Melihat sejarahnya, dimana istilahteripang sudah dipakai sejak lebih dari 3 abadyang lalu, mungkin bisa dikatakan bahwateripang yang sekarang ada di perairan kita, jugamerupakan hewan asli (indigenous species)Indonesia. Selain tidak memiliki pola migrasi danhidup sebagai hewan bentik di berbagaiekosistem laut dangkal, dengan pergerakankurang dari 300 cm/hari (HAMEL et al., 2001),jenis-jenis teripang tidak pernah dilaporkandiintroduksi ke perairan Indonesia. Bisadimengerti karena memang bentuknya yangtampak tidak terlalu indah, dan walaupunharganya mahal, namun sifat-sifat alamiahkelompok teripang bisa jadi menyulitkantransportasinya. Jika ada gangguan, beberapajenis teripang mengeluarkan tubulus Cuvieryang sangat mengganggu karena bergetah. Jikagangguan berlanjut, maka organ dalamnyadidorong keluar tubuh (evisceration). Kulitteripang juga mudah terluka jika terjadi gesekan.Luka ini mudah terinfeksi, dan menular keindividu yang lain. Jika ini dibiarkan, akanmembawa ke kematian individu yang terluka.Sayang sekali Indonesia belum memiliki ahlisistematika atau evolusi timun laut, karena dari

ilmu inilah akan diketahui sejarah evolusi danpenyebaran timun laut.

JENIS-JENIS TERIPANG INDONESIA

Di Indonesia sedikitnya ada 26 jenistimun laut yang pernah atau masih tercatatdiolah untuk diperdagangkan sebagai teripang(Tabel 1). Semuanya termasuk ordoAspidochirotida atau Dendrochirotida. Daftarini sebagian besar diperoleh dari publikasipeneliti Indonesia di bidang perikanan, danbukan tulisan taksonomi. Pemberian namatersebut sering dikonfirmasikan dengan istilah-istilah yang dipakai nelayan. Padakenyataannya, kadang penamaan ini mem-bingungkan : satu nama ilmiah (internasional,Latin) merujuk ke lebih dari satu nama daerah,atau sebaliknya. Atau, beberapa daerahmenggunakan nama lokal yang sama namunmerujuk pada jenis yang berbeda. Contohnya,teripang gamet untuk menunjuk Stichopusvariegatus dan Actinopyga miliaris, atauteripang lotong untuk menunjuk Holothurianobilis dan Actinopyga miliaris.

Memang akan besar kemungkinannya,nelayan memberi nama yang sama pada 2 ataulebih jenis teripang. Sangat disadari bahwauntuk peneliti pun, identifikasi jenis melaluisampel yang telah dikeringkan (diproses)merupakan hal yang sulit, apalagi jika hasilpengeringannya tidak baik. Berdasarkan hal ini,perlu dilakukan penyeragaman nama lokalmenjadi nama nasional teripang-teripang Indo-nesia, untuk menghilangkan keraguan dalampenentuan jenis, dan memberi kemudahandalam monitoring dan pengelolaan. Pembakuannama jenis teripang ini penting karena setiapjenis memiliki karakter yang spesifik (jenis dankebiasaan makan, pilihan habitat, polareproduksi, kecepatan tumbuh dan sebagainya).Dengan demikian, sistem pengelolaannyapun,pada level tertentu, akan berbeda.Penyeragaman nama ini akan memudahkankomunikasi antara nelayan-peneliti-pedagangdan pengambil keputusan.

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXX No. 2, 2005

Page 5: oseana_xxx211-18

15

Ada yang menarik dalam penamaandagang teripang di pasar dunia. Beberapa jenisteripang diberi nama sesuai dengan nama Indo-nesia (atau sebaliknya), seperti teripang susu,teripang pasir dan teripang batu masing-masinguntuk susufish/white teatfish, sandfish danstonefish (Tabel 1). Perlu pembuktian lain agardapat dipastikan bahwa Indonesia merupakanprodusen dan eksportir teripang tertua,sehingga nama yang diberikan di pasar

internasional adalah nama yang berasal darinelayan Nusantara.

Hingga sekarang, di dalam daftarkomoditi ekspor hasil laut yang dikeluarkan olehPemerintah Indonesia, teripang tidak pernahdipisahkan berdasarkan jenisnya. Dengandemikian, amatlah sulit mengetahui daerah-daerah yang merupakan kantong produksiuntuk jenis tertentu.

No. Nama jenis Nama daerah Nama di pasar dunia

1 Actinopyga echinites kunyit, ladu-ladu, deepwater redfishkapok/kapuk, bilalo

2 A. lecanora batu, balibi stonefish3 A. mauritania buntal surf redfish4 A. miliaris kapok/kapuk, lotong, blackfish

gamet, sepatu5 Bohadschia argus ular mata, cempedak leopard fish/tigerfish/

spottedfish6 B. marmorata olok-olok, getah putih, pulut, -

benang, krido polos7 B. tenuissima* karet -8 Holothuria atra teripang hitam, dara/darah lollyfish/black trepang9 H. coluber taikokong snakefish

10 H. edulis dada merah, takling, perut merah, pinkfishcerak, batu keling

11 H. fuscopunctata ? elephant trunkfish12 H. fuscogilva susu putih white teatfish, susufish13 H. hilla* ? -14 H. impatiens donga, babi, ular-ular, tempulo -15 H. leucospilota salengko, talengko, getah -16 H. nobilis susu hitam, lotong, koro, susuan black teatfish17 H. ocelata kacang goreng -18 H. pervicax ? tiger spotted trepang19 H. scabra pasir, buang kulit, gosok, sandfish

putih, kamboa20 H. similis krido, krido bintik chalkfish/whitefish21 Pearsonothuria graeffei bintik merah flowerfish22 Stichopus chloronotus jepung, jepun greenfish/squarefish23 S. horrens kacang goreng, kacang, susu dragonfish24 S. variegatus gamet, kasur, taikokong, curryfish/yellow meat

anjing, kapok, gama25 Thelenota ananas nanas/nenas prickly redfish/plum

flower trepang26 T. anax duyung amberfish

Tabel 1. Timun laut yang termasuk teripang di Indonesia, berdasarkan publikasi nasional

* : jarang

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXX No. 2, 2005

Page 6: oseana_xxx211-18

16

Di antara ke 26 jenis teripang dari Indo-nesia di atas, belum bisa diketahui jenis manayang merupakan jenis unggulan untuk daerahtertentu, atau mana yang masih bertahan danmana yang menghilang dari pasar. Cukup sulituntuk menjawab pertanyaan ini. Alternatif yangbisa dilakukan adalah menggali informasi melaluiangket (questioners) kepada nelayan danpengumpul teripang di daerah-daerah penghasilteripang. Misalnya jenis yang dipanen : apakahjenis-jenis yang dipanen ada penambahan atauberganti; lokasi pencarian, cara penangkapan,dan volume tangkapan; kemana teripang dijual.Jawaban dari pertanyaan ini akan menjadiinformasi penting tentang kekayaan jenis,kantong-kantong populasi, jenis tangkapanyang dominan, rantai pasar, dan apakah ada dansejauh mana 'illegal export' terjadi.

PENUTUP

Untuk menanggapi CITES, sangatdiharapkan penelitian teripang di Indonesia

diarahkan pada penentuan kantong-kantongproduksi, potensi dari jenis-jenis teripang yangbisa diunggulkan untuk masing-masing daerah.Untuk penelitian-penelitian yang memerlukanbanyak spesimen seperti reproduksi mungkinagak sulit. Hasil penelitian terhadap Holothuriascabra (teripang pasir) yang hidup di Indone-sia dari tiga daerah yang mewakili perairansebelah timur, tengah dan barat mungkinmerupakan satu-satunya yang dapat dirujuk,dan telah dibahas kembali oleh PURWATI (2005in press). Bersama dengan informasi kecepatanpertumbuhan, aspek ini penting untukmenentukan 'open and close season' dan'permittable size'. Selain itu, upayapenambahan populasi di alam seperti produksibenih dan pemanfaatan potensi reproduksiaseksual perlu diberi proporsi yang cukup besaruntuk dikembangkan. Seiring dengan itu,kualitas standard internasional untuk teripanghasil olahan harus diperkenalkan kepadanelayan dan kolektor kecil, supaya harga jualnyabisa maksimal.

Teripang segar Pengolahan

Teripang di pasar Singapura Teripang pasir kering

Gambar 1. Perjalanan teripang pasir (H.scabra) dari alam sampai pasar dunia

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXX No. 2, 2005

Page 7: oseana_xxx211-18

17

UCAPAN TERIMAKASIH

Manuskrip ini dipersiapkan sebagaitahap awal pelaksanaan Proyek Kompetitif LIPI2005, Teripang Indonesia : biodiversitas danpermasalahannya. Ucapan terima kasihditujukan kepada Dr. Z. Arifin dan Dr. M.Hutomo yang 'somehow' memberi dukunganberharga, dan kepada Dr. D. Dwyer yangmenyediakan sebagian besar artikel aspekantropologi. Terimakasih juga ditujukan kepadaDrs. Pramudji, M.Sc. dan Drs. M. H. Azkab yangtelah meluangkan waktu membaca manuskripini.

DAFTAR PUSTAKA

AZIZ, A. dan H. SUGIARTO 1994. Faunaekhinodermata padang lamun di pantaiLombok Selatan. Dalam : ProyekPengembangan Kelautan/MREP 93-94.P3O Jakarta. Ed. Kiswara : 52-63.

AZIZ, A. dan I. AL HAKIM 2001. Faunaekhinodermata perairan terumbu karangBakauheni dan sekitarnya, Pulau-pulauSeribu. Dalam : Pesisir dan pantaiIndonesia. VI. P2O-LIPI : 65-74.

AZIZ, A. dan P. DARSONO 1997. Beberapacatatan megenai fauna ekhinodermata didaerah rataan terumbu bagian selatangugus Pulau Pari. Dalam : Inventarisasidan evaluasi potensilaut-Pesisir II.Geologi, Kimia, Biologi dan Ekologi.P3O-LIPI Jakarta : 72-77.

BANNETT, J. 2001. Present day identity in ahistorical context, an observation on thehistorical and cultural context of east-ern Indonesian fishermen. Paper in work-shop on Indonesian fishing in NorthAustralian waters : questions of accessand utilization. 4pp.

CAMPBELL B.C. and BU V.E. WILSON 1993.The politics of exclusion, Indonesianfishing in the Australian fishing Zone.Indian Ocean Centre for Peace StudiesMonograph No.5 : 221 pp.

CHEN, J. 2003. Overview of seacucumberfarming and sea ranching practices inChina. SPC Beche-de-mer Info. Bull. 18: 18-23.

CLARK, P. 2000. Ashmore reef, a preliminarysurvey for archeological sites. MAGNTResearch Report No.8 : 13 pp.

CONAND, C. and M. BYRNE 1993. A review onrecent development in the world seacucumber fisheries. Marine fisheriesReview. 55 (4) : 1-13.

CONAND, C. 1990. Fisheries resources of Pa-cific Island countries. Part 2 : Holothuri-ans. FAO Fish. Tech. Paper 272.2.Rome : FAO 143 pp.

DWYER, D. 2001. Borders and Bounders fromref fishing to refugees : the changingrole of Indonesia sailors and their perahuat Ashmore reef, north Australia.Presented in workshop on Indonesiafishing in North Australian waters :Questions of access and utilization.Center for Southeast Asian Studies,NTU. 10 pp.

FOX, J.J. 1992. A report on eastern Indonesianfishermen in Darwin. Illegal entry. Occa-sional Paper Series 1. Centre for South-east Asian Studies, NTU. 13-24.

FOX, J..J. 2000. Maritime communities in theTimor and Arafura region : Some histori-cal and anthropological perspectives.Mod. Quarternary Re. SE. Asia. 16 : 337-356. Balkema, Rotterdam.

HAM, O.H. 2002. Dari Soal Priyayi sampai NyiBlorong. Refleksi Historis Nusantara.Penerbit Buku Kompas, Jakarta. 79-89.

HAMEL, J.F.; C. CONAND; D.L. PAWSON andANNIE MERCIER 2001. The sea cucum-ber Holothuria scabra (Holothuroidea :Echinodermata) : its biology and exploi-tation as Beche-de-mer. In : Advancesin Marine Biology, IV. Eds. A.J. South-ward, P.A. Tyler, C.M. Young and A.A.Fuiman. Academic Press. Tokyo : 131-219.

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXX No. 2, 2005

Page 8: oseana_xxx211-18

18

McKNIGHT, C.C. 1976. The voyage to Marege':Macassan trepangers on northernAustralia. 7. When did the IndustryBegin?. Melbourne Univ. Press. 93-99.

MASSIN, C. (1996). The Holothuroidea (Echi-nodermata) collected at Ambon duringthe Rhumphius Biohistorical Expedition.In : Results of the RhumphiusBiohistorical Expedition to Ambon(1990). Part 4., pp. 54pp. Zoo. Verh.Leiden.

MORGAN, A. and J. ARCHER. 1999. Overview: aspects of seacucumber industryresearch and development in the southPacific. SPC Beche-de-mer Info. Bull.#12 : 15-17.

PURWATI, P. 2005. Reproductive pattern onHolothuria scabra (Echinodermata :Holothuroidea) in Indonesian waters. (Inpress). Marine Research in Indonesia.

REID, A. 1992. Indonesian fishermen detainedin Broom : A report on the social andeconomic background. Illegal entry.Occasional Paper Series 1. Centre forSoutheast Asian Studies, NTU. 1-12.

STACY, N. 1999. Boat to burn : Bajo fishingactivity in the Australian fishing zone.Ph.D Thesis NTU. 360 pp.

STACY, N. 2001. Crossing borders : implicationsof the Memorandum of Understandingon Bajo fishing activity in northernAustralian waters (draft) paper on sym-posium on Understanding the culturaland natural heritage values and manage-ment challenges on the Ashmore region,Darwin : 9 pp.

YUSRON, E. 2001. Struktur komunitas teripang(Holothuroidea) di rataan terumbukarang perairan pantai Morella, Ambon.Dalam : Pesisir dan Pantai Indonesia.IV. P2O-LIPI : 227-233.

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXX No. 2, 2005